PELAYANAN SOSIAL MEDIS BAGI PENDERITA PARAPLEGIA DI INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP FATMAWATI JAKARTA
Skripsi Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh : FITRAH NASUHA 104054102113
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 / 1429 H
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Pelayanan Sosial Medis Bagi Penderita Paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Desember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam pada Program Studi Kesejahteraan Sosial.
Jakarta, 28 Desember 2009
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Anggota
Sekretaris Merangkap
Drs. Wahidin Saputra, MA Si NIP 19700903 199603 1 001
Ismat Firdaus, M. NIP 150411196 Anggota
Penguji I
Penguji II
Drs. Hj. Elidar Husein, MA M. Si NIP 19451125 197106 2 001 19740809 199803 2 002 Pembimbing
Siti Napsiah Arifuzzamah, MSW NIP 19740101 200112 2 003
Nurkhayati Nurbus, NIP
ABSTRAK
Fitrah Nasuha Fungsi Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta Paraplegia atau kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah (kaki) disebakan oleh kerusakan syaraf tulang belakang atau susmsum tulang belakang yang diakibatkan oleh suatu kecelakaan atau penyakit yang menyerang syaraf tulang belakang dan untuk pemulihannya memerlukan upaya rehabilitasi medis dalam memperbaiki dan mempertahankan fungsi-fungsi tubuh dan otot bagian perut keatas. Akan tetapi, permasalahan penderita paraplegia tidak hanya semata terfokus pada fisik namun juga mempengharui kondisi psikologi, ekonomi dan sosial, oleh karenanya jenis pelayanan sosial medis dibutuhkan sebagai pendukung dan penunjang di Instalasi Rehabilitasi Medik sebagai suatu pelayanan yang menangani masalah emosional, sosial dan ekonomi penderita. Berdasarkan hal tersebut penulis sangat tertarik mengadakan penelitian mengenai pelayanan sosial medis begi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta. Metodelogi penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang kemudian dituangkan dalam metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan serangkaian obsevasi dan wawancara mendalam terhadap berbagai kegiatan pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia yang dilakukan oleh pekerja sosial medis yang terdapat di instalasi rehabilitasi medik. Informan dalam penelitian ini berjumlah 4 orang yaitu; 2 orang pekerja sosial medis, 1 orang pasien rawat jalan dan 1 orang pasien rawat inap. Berdasarkan hasil penelitian, pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia yang diberikan oleh pekerja sosial medis menempuh tahap-tahap kegiatan, yang meliputi tahap pengungkapan masalah, penetapan tujuan dan rencana tindakan, tindakan dan evaluasi, pengakhiran dan tindak lanjut. Keseluruhan rangkaian tahapan tersebut berfungsi untuk mengembalikan keberfungsian sosial pasien dan membantu menyelesaikan permasalahan sosial, ekonomi dan emosional yang dihadapi oleh penderita paraplegia dengan kekuatannya sendiri. Meskipun, selama proses pelayanan sosial bagi penderita paraplegia berlangsung terdapat beberapa faktor penghambat yang secara otomatis menghambat proses penyembuhan dan penyelesaian masalah yang dihadapi oleh penderita. Adapun, pengahambat tersebut adalah kurangnya sumber daya manusia yang ahli dalam bidang pelayanan sosial medis dan adanya keterlambatan penyaluran dana bantuan untuk pasien tidak mampu dari pihak donatur terhadap penderita sehingga menyebabkan keterlambatan penderita untuk memiliki alat bantu. Selain faktor penghambat selama proses pelayanan sosial medis, adapula faktor pendukung pelayanan sosial medis. Faktor pendukung tesebut datang dari keluarga penderita dan penderita pareplegia, pihak rumah sakit dan pihak lembaga sosial atau rehabilitasi medis.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum wr. wb Segala puja dan puji senantiasa penulis panjatkan atas segala karunia Allah SWT, yang telah menciptakan makhluk-Nya dengan penuh cinta dan kasih serta mengajarkan manusia untuk mencintai sesama manusia hanya karena Allah semata. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan besar kita yakni Nabi Muhammad SAW, para keluarganya yang suci, para sahabatnya yang mulia serta para umatnya yang insya Allah hingga kini terus mencintainya. Skripsi dengan judul ” Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta ” merupakan salah satu wujud upaya penulis dalam memberikan sedikit pengetahuan mengenai penderita paraplegia dan pelaayanan sosial medis yang memang belum begitu diketatahui atau dikenal. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan yang penulis miliki. Oleh karena itu segal kritikan dan masukan yang bertujuan membangun sungguh merupakan suatu masukan yang sangat berharga dan sangat membantu penulis dalam
membuat
skripsi
ini.
Karenanya,
sudah
sepantasnya
penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Dr. H. Arief Subhan, MA sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarifhidayatullah Jakarta, beserta Bapak Drs.
Wahidin Saputra, MA sebagai Pembantu Dekan Bidang Akademik, Drs. H. Mahmud Jalal, MA sebagai Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum dan Drs. Studi Rizal, MA sebagai Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan. 2. Bapak Helmy Rustandi, MA selaku ketua jurusan Kessos, dan Bapak Ismet Firdaus,M.Si selaku ketua jurusan Kessos. 3. Ibu Napsiyah, selaku Dosen pembimbing skripsi yang telah berkenan dan bersabar membimbing penulis selama ini. Permohonan maaf tak lupa penulis ucapkan atas segala kesalah yang telah penulis lakukan 4. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi dan seluruh Civitas Akademika yang telah memberikan sumbangan wawasan keilmuan dan membimbing peneliti selama mengikuti perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 5. Dr. Peny Kusumastuti, SP. RM, selaku kepala pimpinan instalasi rehabilitasi medik yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian skripsi di IRM RSUP Fatmawati. 6. Ibu keduaku, Ibu Soraya selaku Pekerja Sosial Medis. Terima kasih atas segala didikannya dan kesabarannya dalam menjelaskan segala bentuk pelayanan sosial di IRM. Sukses S2-nya Bu 7. Bapak Madina, selaku Pekerja Sosial medis. Terima kasih atas waktunya meski sibuk harus melakukan berbagai kunjungan Bapak bersedia meluangkan waktu untuk saya wawancarai. 8. Mama dan Papa tercinta, terima kasih atas dukungannya selama ini dan maaf pita sering bikin pusing dan kesal.
9. Kakakku yang paling cerewet kak Eci, terima kasih atas segala tempaannya insya Allah pita gak akan ngecewain kakak. Boar alias borin alias debo adikku termanja, pita sayang kamu. Zuki, si cuek yang sudah sidang terlebih dahulu, you are my best brother. Mbai, adik bungsuku semoga cepat lulus dan buat bangga kami semua. Kak yii, akhirnya pita bisa kak terima kasih untuk semua dukungan kalian semua, pita sayang kalian semua. 10. Nda, terima kasih atas segala omelan dan dorongannya dan akhirnya aku selesai Nda. ya meski telat, tapi kan better late than never 11. Ipul, terima kasih untuk semuanya you are my best friend. Semoga apa yang kamu harapkan tercapai dan membuat orang tua kamu bangga akan prestasi yang sudah kamu dapat. Sebagai teman sekaligus sahabat aku terus mendoakan kesuksesanmu. Semangat. 12. Dha, adikku yang selalu baik dan berfikir positif. Selalu menerima orang lain dengan apa adanya. Selalu terbuka dan ramai. Pita selalu berdoa agar Dha mendapatkan yang terbaik dalam hidup dan terima kasih telah berbagi berbagai pengalaman sehingga pita dapat melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang. 13. Putri yang telah jauh. Setiap orang pernah melakukan kesalahan dan sudah menjadi kewajiban setiap orang mengakui kesalahan yang telah diperbuat serta memaafkan setiap kesalahan lainnya. 14. Teman-temanku yang selalu ada saat aku merasa sendiri dan membutuhkan bantuan Ndy, Zee, Ade, Nana, Emy, Sarti Dea, Izul, Dedi, Jawa, Mus, Item, Didin dan Afif terima kasih atas bentuan kalian
selama ini. Terima kasih atas pengertian dan perhatiannya semoga kita selalu suksek. 15. Semua anak Kessos yang tidak bisa disebutkan satu persatu, maju terus pantang mundur. Semangat. Sebagai kata terakhir penulis berharap skripsi ini bermanfaat baik bagi penulis, mahasiswa kesejahteraan sosial juga pembaca lainnya. Sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya semoga yang telah kita lakukan selama ini dapat menjadi amal shaleh dan diterima disisi Allah SWT. Amiin.
Jakarta, 11 Desember 2009
Fitrah Nasuha Penulis
DAFTAR TABEL
Tabel
Subjek
Penelitian
11
1.1
.....................................................................
Tabel
Theorythical
Sampling
12
1.2
............................................................
Tabel
Susunan Sumsum Tulang Belakang dan Pembagian Urat
2.3
Saraf.
38
....................................................................................... Tabel
Jumlah Fasilitas Ruang Pelayanan di Instalasi Rehabilitasi
3.4
Medik
52
...................................................................................... Tabel
Jumlah Pasien di Ruang Rawat inap Rehabilitasi Medik
4.5
RSUP
Fatmawati
.................................
pada
Bulan
Mei
2009
61
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Struktur
Tulang
Belakang
36
.................................................... Gambar 3.2
Alur
Pelayanan
di
Instalasi
Rehabilitasi
Medik
56
Medik
58
................... Gambar 3.3
Struktur
Oraganisasi
................................................. Gambar 3.4
Struktur Organisasi Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati .............................................................................
62
DAFTAR ISTILAH
RSUP
: Rumah Sakit umum Pusat
IRM
: Instalasi Rehabilitasi Medik
PRM
: Pusat Rehabilitsi Medik
BAKORREPENCATU
: Badan Koordinasi Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh
UPRM
: Unit Pelayanan Rehabilitasi Medik
SMF
: Satuan Medis Fungsional
R3M
: Ruang Rawat Rehabilitasi Medik
IRNA
: Instalasi Rawat Inap
IRJ
: Instalasi Rawat Jalan
IGD
: Instansi Gawat Darurat
OT
: Okupasi Terapi / pelatihan keseharian
TW
: Terapi Wicara / pelatihan bicara
PO
: Prostetik Ortetik / pembuatan alat bantu
WS
: Workshop / pembuatan kursi roda
PSI
: Psikologi
PSM
: Pekerja Sosial Medik
Rounde
: Kunjungan rutin setiap awal minggu kekamar-kamar pasien dan memantau perkembagan pasien
Case Conference
: Pertemuan rutin setiap awal minggu setelah kunjungan kekamar-kamar pasien membahas kondisi dan perkembagan pasien.
Family Meeting
: Pertemuan setiap hari kamis dengan keluarga pasien dan tim rehabilitasi medik membahas kondisi pasien
KOMDIK
: Karyawan non Dokter
WK.KA.BID
: Wakil Kepala Bidang
SDM
: Sumber Daya Manusia
DEPKES
: Departemen Kesehatan
MENKES
: Menteri Kesehatan
TM
: Tidak Mampu
Paraplegia
: Kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah / kaki
Paraplegic
: Sebutan untuk pasien penderita kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah
Cervical 1-4
: Saraf yang mengatur diafrakma
Cervical 5
: Saraf yang mengatur mengangkat lengan kesamping dan menekuk siku
Cervical 6
: Saraf yang mengatur pengulur pergelangan tangan
Cervical 7
: Saraf yang mengatur meluruskan siku
Cervical 8
: Saraf yang mengatur tangan dan jari-jari tangan
Thoracic 1
: Saraf yang mengatur tangan dan jari-jari tangan
Thoracic 2-8
: Saraf yang mengatur urat-urat dada
Thoracic 6-12
: Saraf yang mengatur urat-urat perut
Lumbar 1-5
: Saraf yang menagatur urat-urat kaki
Sacral1
: Saraf yang mengatur urat-urat kaki
Sacral 2-5
: Saraf yang mengatur usus besar dan kandung kemih
Deltoid
: Mengangkat lengan kesamping
Biceps
: Menekuk siku
Triceps
: Meluruskan Siku
Afasia
: Kelainan bahasa
Disartia
: Kelainan Komunikasi
Delayed Speech
: Ruang Terapi Wicara
DAFTAR ISI
I
ABSTRAK ………………………………………………………………… KATA
PENGANTAR
Ii
…………………………………………………….. Vi
DAFTAR TABEL………………………………………………………… GAMBAR
vii
ISTILAH
viii
ISI
xi
A. Latar Belakang Maslah …………………………………….
1
DAFTAR ……………………………………………………... DAFTAR ..................................................................................... DAFTAR .................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
B. Perumusan dan Pembtasan Masalah 1. Pembatasan Masalah …………………………………….
8
2.
Masalah
8
C. Tujuan Penelitian …………………………………………..
7
Perumusan
……………………………………...
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis ………………………………………
7
2. Manfaat Praktis ………………………………………….
8
E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian …………………………………...
8
2.
Penelitian
9
3. Tempat dan Waktu Penelitian …………………………...
10
4.Subjek, Informan dan Objek Penelitian ………………….
11
5. Sumber Data ……………………………………………..
13
6. Teknik Pengumpulan Data ………………………………
13
7. Teknik Analisis Data …………………………………….
14
8. Teknik Keabsahan Data …………………………………
15
9.
Bantu
15
Penulisan
16
Penulisan
16
Sosial
18
Sosial
20
Jenis-Jenis
…………………………………….
Instrumen
dan
Alat
……………………………….. 10.
Teknik
……………………………………….. F.
Sistematika
………………………………………
BAB II
LANDASAN TEORI A. Pelayanan Sosial 1.
Pelayanan
………………………………………… 2.
Jenis-Jenis
Pelayanan
…………………………….. 3.
Tahapan
Sosial
22
Medis
24
Sosial
Medis
24
Sosial
Medis
24
Sosial
Medis
25
Medis
26
Medik
28
Medik
29
Paraplegia
34
paraplegia
35
Paraplegia
39
Pelayanan
……………………………….. B. Pelayanan Sosial medis 1.
Pengertian
Pelayanan
Sosial
……………………... 2.
Tujuan
Pelayanan
…………………………. 3.
Fungsi
Pelayanan
………………………….. 4.
Bentuk
Pelayanan
………………................. 5.
Ruang
Lingkup
Pelayanan
Sosial
………………... C. Rehabilitsi Medik 1.
Sejarah
Rehabilitasi
……………………………… 2.
Pengertian
Rehabilitasi
…………………………... D. Paraplegia 1.
Pengertian
……………………………………. 2.
Penyebab
…………………………………….. 3.
Tingkatan
…………………………………….. 4.
Kemandirian
Paraplegia
39
………………………………….
BAB III
GAMBARAN
UMUM
INSTALASI
REHABILITASI
MEDIK RSUP FATMAWATI A.
Sejarah
Singkat
Instalasi
Medik
43
Lembaga
45
Rehabilitasi
……………… B.
Klasifikasi
……………………………………….. C.Visi,
Misi,
Falsafah,
Tujuan
dan
Fungsi
Instalasi
Rehabilitasi Medik Visi
46
Misi
47
Falsafah
47
Tujuan
47
Fungsi
48
Medik
48
E. Program kegiatan Pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik
48
1. ……………………………………………………..... 2. ……………………………………………………… 3. ………………………………………………….. 4. …………………………………………………… 5. ……………………………………………………. D.
Peran
Instalasi
Rehabilitasi
…………………………
… Pendanaan
56
G.Organisasi dan Struktur Organisasi Instalasi Rehabilitasi
57
F.
Sumber
Dana
dan
Pola
………………………….
Medik………………………………………………………. . Medik
60
I. Jumlah Pasien Rawat Inap di Ruang Rehabilitasi Medik
61
H.
Jumlah
Karyawan
Instalasi
Rehabilitasi
……………
…...
BAB IV
TAHAPAN, FUNGSI DAN FAKTOR PENDUKUNGPENGHAMBAT PELAYANA N SOSIAL MEDIS BAGI PENDERITA
PARAPLEGIA
DI
INSTALASI
REHABILITASI MEDIK RSUP FATMAWATI A. Tahapan Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik 1.
Tahap
Intake
64
Data
67
Sosial
68
Masalah
69
……………………………………………... 2. Tahap Assessmen a.
Pengumpulan
…………………………………... b.
Diagnosa
……………………………………… c.
Fokus
…………………………..
Pemecahan
3.
Tahap
Rencana
intervensi
70
……………………………….. 4. Tahap Impelmentasi Rencana Intervensi ……………….. a. Penumbuhan Kesadaran ……………………………..
71
b. Pemberian Kemampuan ……………………………..
73
c.
Kesempatan
74
Sumber
75
Evaluasi
76
Lanjut
76
Terminasi
78
B. Fungsi Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia
80
Pemberian
……………………………… d.
Mobilisasi
…………………………………... 5.
Tahap
Monitoring
dan
…………………………. 6.
Tahap
Perncanaan
dan
Tindak
…………………… 7.
Tahap
…………………………………………
di
Instalasi
Rehabilitasi
Medik
……………………………... C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelayanan Sosial Medis 1.
Faktor
……………………………………….. 2. Faktor Penghambat ………………………………………
BAB V
PENUTUP
Pendukung
85 86
A.
Kesimpulan
88
Saran
88
PUSTAKA
91
………………………………………………… B. ………………………………………………………..
DAFTAR ...................................................................................
LAMPIRAN – LAMPIRAN
OUT LINE SKRIPSI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah B. Pembatasan dan Fokus Masalah C. Tujuan dan Manfaat penelitian D. Metodologi Penelitian E. Jenis Penelitian F. Sistematika Penulisan BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG TEORI PELAYANAN
SOSIAL MEDIS,
PARAPLEGIA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Teori Pelayanan Sosial 1. Pengertian Pelayanan Sosial 2. Jenis-Jenis Pelayanan Sosial 3. Tahapan-Tahapan Pelayanan Sosial B. Teori Pelayanan Sosial Medis 1. Pengertian Pelayanan Sosial Medis 2. Tujuan Pelayanan Sosial Medis 3. Fungsi Pelayanan Sosial Medis 4. Ruang Lingkup Pelayanan Sosial Medis
C. Rehabilitasi Medik 1. Sejarah Rehabilitasi Medik 2. Pengertian Rehabilitasi Medik D. Paraplegia 1. Pengertian Paraplegia
2. Penyebab Paraplegia 3. Kemandirian Paraplegia BAB III
GAMBARAN UMUM INSTALSI REHABILITASI MEDIK RSUP FATAMAWATI JAKARTA 1. Sejarah Singkat Berdirinya Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta 2. Klasifikasi Lembaga 3. Peran dan Fungsi Lembaga 4. Pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik 5. Visi. Misi, Falsafah dan Tujuan Instalasi Rehabilitasi Medik 6. Sumber dana dan Pola Pendanaan 7. Organisasi dan Struktur Organisasi Instalasi Rehabilitasi Medik 8. Jumlah Karyawan di Instalasi Rehabilitasi Medik 9. Jumlah Pasien di Ruang Rawat Inap Rehabilitasi Medik 10. Kedudukan Pekerja Sosial Medis dalam Struktur Organisasi
BAB IV
FUNGSI PELAYANAN SOSIAL MEDIS BAGI PENDERITA PARAPLEGIA DI INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP FATMAWATI JAKARTA
1. Proses Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia 2. Fungsi Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegi 3. Faktor Pendukung dan Penghambat BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran – saran
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Memiliki penampilan menarik serta sempurna adalah dambaan setiap manusia di bumi ini. Namun kenyataan hidup tak selalu sejalan dengan apa yang diharapkan dan diidamkan. Hal ini sebagaimana dialami oleh mereka yang lahir kedunia dalam keadaan tidak sempurna secara fisik atau dalam keadaan cacat. Meskipun kecacatan seseorang tidak hanya terjadi karena bawaan lahir namun juga karena suatu penyakit, kecelakaan, korban peperangan atau pun sebab lainnya yang mengakibatkan pada kelumpuhan permanen atau seumur hidup. Belum dapat diketahui secara pasti berapa jumlah penyandang cacat di Indonesia, namun berdasarkan hasil survey yang dilakukan Departemen Sosial RI tahun 1978 populasi penyandang cacat di Indonesia adalah 3,11% dari jumlah penduduk Indonesia. Sementara menurut data yang berhasil dihimpun oleh WHO pada tahun 2004 penderita cacat tubuh di Indonesia mencapai 10 % dari jumlah penduduk Indonesia.1 Sedangkan menurut data kantor wilayah DKI tahun 2004 tercatat sekitar 3.849 penyandang cacat tubuh di Jakarta, akan tetapi data-data tersebut masih jauh dari kenyataan yang ada di masyarakat. Hal ini karena masih belum adanya kesadaran dari masyarakat untuk melapor pada pemerintah setempat tentang keberadaan
1
www.depsos.go.id, 12 Januari 2009 1
keluarga atau kerabat mereka yang mengalami kecacatan. Serta kurangnya pendataan yang dilakukan oleh pemerintah tentang berapa banyak populasi penyandang cacat tubuh di Indonesia. Seperti mereka yang mengalami kelumpuhan pada dua anggota gerak bawah atau kaki belum dapat diketahui berapa jumlah atau populasi mereka. Jelas sekali bagi seseorang yang mengalami kelumpuhan akan mendapatkan kesulitan dalam bergerak dan beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dunia kedokteran atau dunia medis seorang pasien yang mengalami kelumpuhan disebut juga sebagai paraplegics. Sedang, kelumpuhan itu sendiri dikenal dengan nama paraplegia. Paraplegia adalah terjadinya kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah yakni kaki, hal ini terjadi karena adanya penyepitan syaraf di tulang belakang yang disebabkan oleh kecelakaan, jatuh duduk, trauma atau pun karena suatu penyakit. Tingkat kelumpuhan yang dialami oleh setiap penderita sangat bervariasi mulai dari perlemahan gerakan kaki, kelayuan pada kaki, hilangnya rasa sakit, dan pada akhirnya mengalami kelumpuhan total mulai dari batas perut hingga ujung jari kaki.2 Kondisi tersebut membuat para penderita paraplegia mengalami kelumpuhan secara permanen atau seumur hidup. Hal ini tentunya tidak dapat dengan mudah diterima oleh penderita, terlebih jika kelumpuhan tersebut terjadi bukan karena bawaan lahir melainkan karena suatu penyakit atau kecelakaan. Berbagai masalah akan timbul dengan kelumpuhan yang dialami oleh seseorang. Secara fisik jelas sekali mereka akan mengalami
2
www.apparelyzed.com, 26 November 2008
keterbatasan gerak dan kesulitan beraktifitas. Kondisi psikis atau kejiwaan penderita paraplegi ini tentunya pun ikut berubah. Mereka akan mengalami depresi yang dalam, kehilangan kepercayaan diri, kehilangan semangat hidup dan akan mengalami keputusasaan yang dalam. Kondisi kejiwaan penderita paraplegia akan menjadi lebih labil dan sensitive dengan berbagai hal yang ada disekitar penderita paraplegia, terlebih jika lingkungan sosialnya (baik keluarga, sekolah, kantor dan masyarakat tempat tinggal) tidak dapat menerima penderita paraplegia ini dengan baik karena kelumpuhan yang ada pada dirinya. Dari segi finansial pun akan sangat berpengaruh, terutama bagi penderita paraplegia yang menjadi tulang punggung keluarga atau pencari nafkah. Beban hidup para penderita paraplegia bertambah karena seperti kita ketahui bahwa penderita paraplegia membutuhkan kursi roda, biaya obat-obatan dan kontrol ke rumah sakit, hingga biaya perubahan rumah demi menunjang kemudahan penderita paraplegia dalam beraktifitas di atas kursi rodanya. Jika penderita paraplegia ini tidak memiliki keterampilan khusus yang dapat menunjang penghidupan dan kehidupannya, karena seperti kita ketahui di Indonesia ini jarang sekali ada perusahaan atau perkantoran yang mau menerima para penderita paraplegia dengan segala keterbatasan yang mereka miliki. Dalam undang-undang kenegaraan telah dijelaskan secara jelas bahwa setiap manusia siapa pun itu memiliki hak dan kewajiban yang sama. Seperti yang tertera dalam UU RI NO. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat yang berbunyi;3
3
UU RI No. 4/1997 Tentang Penyandang Cacat
“ bahwa penyandang cacat merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang juga memiliki hak, kedudukan, kewajiban dan peran yang sama. Mereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam aspek kehidupan dan penghidupan.
Oleh karenanya, para penderita paraplegia ini membutuhkan suatu lahan atau tempat rehabilitasi yang dapat mengembalikan keberfungsian sosial mereka. Seperti yang tertuang dalam UU RI No. 4 tahun 1997 pasal 7 tentang penyandang cacat yang berbunyi;4 “ Rehabilitasi diarahkan untuk memfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan penglaman. “
Rehabilitasi bagi penderita paraplegia yang diselenggarakan di rumah sakit dikenal dengan istilah rehabilitasi medik, yaitu suatu bentuk pelayanan kesehatan total yang dilakukan secara multidisipliner untuk membantu memulihkan kemampuan-kemampuan fisik, mental dan sosial penderita paraplegia sehingga ia mampu melaksanakan fungsi dan perannya kembali di masyarakat secara optimal.5 Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati adalah salah satu rumah sakit yang menyediakan pelayanan rehabilitasi mediknya. Rehabilitasi medik ini dikenal dengan nama Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), dalam Instalasi Rehabilitasi Medik ini ada tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter ahli rehabilitasi, psikologi, perawat rehabilitasi, fisioterapi, okupasiterapi, prostetik ortetik, terapi wicara, bengkel kursi roda dan pekerja sosial medis. Tim ini bekerja sama memberikan pelayanan terbaik pada pasien paraplegia,
4 5
UU RI No. 4 (Pasal 7)/1997 Tentang Penyandang Cacat Pedoman Rehabilitasi Medik Prevevtif di Rumah Sakit, 1997, hal. 5
tidak hanya membantu menangani masalah fisik sebagai akibat dari kelumpuhan yang disandangnya tetapi juga masalah fungsi sosial yang menyertainya. Pelayanan rehabilitai
merupakan suatu usaha untuk
memulihkan organ-organ yang tersisa, sehingga penderita paraplegia mampu menjalankan kembali fungsi sosialnya di masyarakat. Dari uraian di atas jelas bahwa penderita paraplegia mengalami berbagai gangguan pada fisiknya yang berpengaruh besar pada kondisi psikologis dan sosialnya, karena kelumpuhan yang dialaminya dapat membuat seseorang menjadi rendah diri, frustasi dan sebagainya. Dalam setting rumah sakit khususnya di instalasi rehabilitasi medik pelayanan sosial yang diberikan oleh pekerja sosial medis dianggap mampu menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada diri penderita paraplegia. Pelayanan sosial medis yang diberikan dapat dilakukan dengan cara menjalin hubungan baik dengan penderita paraplegia dalam rangka mengurangi tekanan sosial dan emosional yang dapat memperlambat penyembuhan penderita. Selain itu pelayanan yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial medis adalah melakukan kunjungan rumah hal ini dilakukan agar pekerja sosial lebih memahami keadaan yang dihadapi oleh penderita paraplegia. Pelayanan yang dilakukan sampai pada tahap pemberian bantuan dalam mencarikan dana atau donatur untuk pembelian alat bantu hingga biaya perawatan. Berdasarkan pada uraian diatas penulis bermaksud mengadakan penelitian ilmiah yang akan dituangkan dalam skripsi, berjudul :
“PELAYANAN SOSIAL MEDIS BAGI PENDERITA PARAPLEGIA DI INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP FATMAWATI JAKARTA”
B. Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah. 1. Pembatasan Masalah Berdasarkan pada uraian di atas, maka penulis akan melakukan penelitian yang berfokus pada pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta.
2. Perumusan Masalah Menyadari keterbatasan penulis dalam berbagai hal seperti keterbatasan ilmu pengetahuan, waktu, biaya dan hal lainnya maka penelitian ini penulis batasi pada : 1. Bagaimana tahapan pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta ? 2. Bagaimana fungsi pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta ? 3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat proses pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui tahapan pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik di RSUP Fatmawati Jakarta. 2. Mengetahui fungsi pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik di RSUP Fatmawati Jakarta. 3. Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Manfaat akademis yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah : a. Memberikan gambaran tentang proses pelayanan sosial medis yang diberikan oleh pekerja sosial medis di instalasi rehabilitasi medik terhadap penderita paraplegia. b. Memberikan
sumbangsih
pengetahuan
kepada
mahasiswa
kesejahteraan sosial khususnya dan kepada masyarakat luas umumnya mengenai pelayanan sosial medis.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca dan juga sebagai bahan kajian bagi para peminat studi kesjahteraan sosial, terutama bagi para mahasiswa kesejahteraan sosial.
E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar individu tersebut secara utuh.6 Sedangkan menurut Nawawi pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi-informasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia7. Pendekatan
kualitatif
dipilih
karena
peneliti
ingin
mendeskripsikan, memperoleh gambaran nyata dan menggali informasi
6
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja : Rosdakarya, 1991)., h, 3. 7 Nawawi hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1992) h. 209
yang jelas mengenai fungsi pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta.
2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskriptif yaitu metode yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang (sementara berlangsung). Tujuan utama meggunakan jenis penelitian ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.8 Metode deskriptif dapat diartikan pula sebagai upaya untuk melukiskan variabel demi variabel, satu demi satu, sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lainnya) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Pada umumnya penelitian analisis deskriptif adalah penelitian non hipotesa sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesa.9 Penelitian deskriptif ditujukan untuk mengumpulkan data aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi atau praktek-praktek yang berlaku, juga menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah
8
Consuelo G. Sevilla, dkk, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta; Penerbit Universitas Indonesia (UI Prees), 2006), cet. 1, hal. 71 9 Dr. Suhasimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta; PT. Bina Aksara,1985), cet. 2, hal. 139
yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.10 Penelitian dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah untuk menguraikan, memaparkan dan menggambarkan serinci mungkin program pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta.
3. Tempat dan Waktu Penelitian a. Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, jln. RS Fatmawati Jakarta Selatan. b. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan Maret hingga bulan Mei 2009, sebelumnya penulis telah melakukan praktikum I selama 4 bulan yang dilakukan pada bulan September hingga Desember 2008
4. Subjek, Informan dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah pekerja sosial medis selaku pelaksana pelayanan sosial medis dan pasien penderita paraplegia selaku penerima pelayanan sosial medis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta. Penulis berupaya melakukan penelitian ini dengan mengunakan sudut pandang orang-orang yang menjadi sumber data 10 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2006), cet. 12, hal. 25
primer penelitian ini, melalui interaksi dengan subjek penelitian terjadi secara alamiah dan tidak memaksa, sehingga tindakan dan cara pandang subjek tidak berubah.11 Oleh
karenanya,
peneliti
menggambarkan
tabel
yang
menjelaskan tentang subjek penelitian. NO 1.
Subjek Penelitian Gambaran Medis,
Pelayana
hasil
dicapai
yang
serta
Posisi Sosial Pekerja Sosial Medis telah faktor
penghambat dan pendukung 2.
Gambaran
pelaksanaan Penderita Paraplegia
pelayanan sosial medis dan hasil dari pelayanan tersebut
Tabel 1. Subjek Penelitian
Informan adalah seseorang yang dapat memberikan informasi mengenai situasi dan latar penelitian. Menurut Bogdan dan Biklen dalam buku Metodologi Penelitian Kualitatif karangan Moleong, pemanfaatan Informan dalam penelitian adalah agar dalam waktu yang singkat banyak informasi yang didapatkan.12 Sedang menurut Neuman konsep sample dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan bagaimana
11 12
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001). H. 25 Ibid, h. 112
memiliki informan atau situasi sosial tertentu yang dapat memberikan informasi yang mantap dan terpercaya mengenai informasi-informasi yang ada.13 Untuk memilih sampel informan lebih tepat dilakukan dengan sengaja (purpose sampling). Dalam penelitian ini penulis memilih informan yang berhubungan dengan pelayanan sosial medis, yaitu 2 orang pekerja sosial medis dan 2 orang pasien penderita paraplegia. Untuk itu peneliti menggambarkan dengan tabel sebagai berikut
Informasi yang dicari Gambaran
Informan
pelayanan Pekerja sosial medis
Jumlah 2 0rang
sosial medis, hasil yang telah
dicapai
serta
faktor pendukung dan penghambat Gambaran pelaksanaan Pesien
penderita 2 orang
pelayanan sosial medis paraplegia dan
hasil
dari
pelayanan tersebut
Tabel 2 Theorythical Sampling
13
Lawrence W. Neuman, Social Research Methods:Qualitatif dan Quantitatif Approaches (Needham Heights : Allyn & Bacon, 2000), h. 20-21
Sedangkan objek penelitian ini adalah pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta.
5. Sumber Data Sumber data penelitian ini penulis kategorikan sebagai berikut : a. Data Primer Data primer yang dimaksud adalah data pokok yang diperoleh melalui hasil observasi dan wawancara. b. Data Sekunder Data pendukung yang diperoleh dari buku , majalah dan berbagai literatur lainnya yang berkaitan dengan tema penelitian.
6. Tehnik Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data yang peneliti pakai adalah tehnik pengumpulan data kualitatif. Pengumpulan data kualitatif berupa pengumpulan data dalam bentuk kalimat, pernyataan, kata dan gambar.14 Pelaksanaan tehnik pengumpulan data dapat dilakukan dengan: a. Observasi atau pengamatan, yaitu pengamatan langsung kepada suatu obyek yang diteliti15 Peneliti menggunakan instrumen observasi dalam mengamati proses pelayanan sosial medis yang
14
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, Materi Mata Kuliah Metode Penelitian Sosial, (Jakarta : Fisip UI, 2001), h. 40 15 Gorys Keraf, Komposisi; Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa, h, 162.
dilakukan oleh pekerja sosial medis di instalasi rehabilitasi medik bagi penderita paraplegia. b. Interview atau wawancara merupakan salah satu bentuk alat pengumpulan informasi secara langsung tentang beberapa jenis data.16 Peneliti melakukan wawancara demi memperoleh data yang diperlukan dan berhubungan dengan tema yang peneliti ajukan. Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan berbagai sumber. Diantaranya dengan staf pegawai instalasi rehabilitasi medik, kepala pimpinan instalasi rehabilitasi medik dan tentunya dengan pekerja sosial medis itu sendiri serta kepada penderita paraplegia. c. Metode dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data yang tidak dapat diperoleh dengan cara wawancara atau observasi. Tehnik dokumentasi penulis lakukan dengan cara menelaah buku-buku, majalah, artikel maupun sumber-sumber yang berkaitan dengan pelayanan sosial medis di instalasi rehabilitasi medik terhadap penderita paraplegia.
7. Teknik Analisis Data Maksud dari analisis data adalah proses pengumpulan data dan mengurutkannya ke dalam pola dan pengelompokan data. Nasir mengemukakan analisis data merupakan bagian yang sangat penting
16
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset, 1989) h. 49
dalam metode ilmiah, karena dalam analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna memecahkan masalah penelitian.17 Dalam proses analisis data penulis menelaah semua sumber data yang tersedia, yang bersumber dari hasil wawancara dengan beberapa pihak staf, pekerja sosial medis dan penderita paraplegia. Pada tahap akhir dari analisis data ini penulis mengecek keabsahan data yang ada, agar menghasilkan data-data yang konkrit tentang pelayanan sosial medis yang dilakukan oleh pekerja sosial medis terhadap penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati.
8. Teknik Keabsahan Data Untuk memeriksa keabsahan data penulis menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data tersebut. Teknik triangulasi yang banyak digunakan adalah pemeriksaan terhadap sumber lain. Dalam hal ini penulis menggunakan pasien penderita paraplegia sebagai sumber pengecekan keabsahan data yang penulis terima dari pekerja sosial medis mengenai pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia
9. Instrumen dan alat bantu Pada penelitian kualitatif, kegiatan pencatatan data lebih banyak bergantung pada diri sendiri, dengan menjadi instrumen penelitian, 17
Moh. Nasir D. Metode Penelitian (Jakarta :Ghalia Indonesia, 1993)., h, 405.
peneliti dapat senantiasa menilai keadaan dan mengambil keputusan.18 Namun demikian penulis memerlukan alat bantu dalam melakukan kegiatan pengumpulan dan pencatatan data. Alat bantu tersebut antara lain pedoman wawancara, alat perekam (tape recorder), dan catatan lapangan. Pedoman wawancara merupakan format wawancara terstruktur dengan terlebih dahulu menyusun pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan masalah penelitian. Jawaban dari setiap pertanyaan dalam pedoaman wawancara terekam dengan menggunakan alat bantu tape recorder. Penggunakan alat bantu tape recorder untuk merekam hasil wawancara memerlukan persetujuan dari subjek penelitian yang diwawancarai. Sedang catatan lapangan merupakan alat bantu yang penting dalam penelitian kualitatif. Penulis membuat catatan lapangan untuk membantunya mencatat pengamatan lapangan dan membantu penulis ketika menganalisis data.19
10. Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan dan transliterasi yang digunakan berpedoman pada buku Pedoman Penulian Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang disusun oleh Tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, diterbitkan oleh UIN Jakarta Press. 2007. cet. Ke 2.
18
Dr. Lexy. J. Moleong, M.A, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001). H. 19 19 Ibid, h. 138-154
F. Sistematika Penulisan Pembahasan skripsi terdiri dari 5 bab, berikut adalah sistematika penulisan skripsi: BAB I
Pendahuluan yang meliputi
:
Latar belakang masalah,
perumusan dan batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematik penulisan. BAB II
Membahas mengenai Landasan Teori yang meliputi : pengertian pelayanan sosial, pengertian pelayanan sosial medis, sejarah rehabilitasi medik, pengertian paraplegia.
BAB III
Membahas mengenai Gambaran Umum Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatamawati yang terdiri dari ; latar belakang berdirinya instalasi rehabilitasi medik, klasifikasi lembaga, peran dan fungsi instalasi rehabilitasi medik, program pelayanan instalasi rehabilitasi medik, visi, misi, falsafah, tujuan, sumber dana dan pendanaan, organisasi dan struktur organisasi instalasi rehabilitasi medik dan proses pelayanan sosial medik.
BAB IV Merupakan hasil penelitian dan analisis yang berisikan pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik, hasil yang dicapai dan faktor pendukung serta penghambat pelayanan tersebut. BAB V
Merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran serta diakhiri dengan daftar pustaka dan lampiran.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pelayanan Sosial 1. Pelayanan Sosial Dalam ilmu kesejahteraan sosial ada berbagai istilah pelayanan yang serupa dengan pelayanan sosial. Kesejahteraan sosial itu sendiri menurut Wilensky dan Lebeaux (1965), kesejahteraan sosial sebagai sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga sosial, yang dirancang untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok agar mencapai tingkat hidup dan kesehatan yang memuaskan. Demi terciptanya hubungan-hubungan persoanal dan sosial yang memberi kesempatan kepada individu-individu mengembangkan kemampuan mereka seluas-luasnya dan meningkatkan kesejahteraan mereka sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat.20 Dalam undang-undang tentang ketentuan pokok kesejahteraan sosial No. 6/1974 yang menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah;21 ”Sesuatu tata kehidupan dan penghidupan sosial maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin.”
Suatu kondisi kehidupan yang diharapkan sebagaimana tertera di atas tidak dapat terwujud jika
20
usaha
kesejahteraan
sosial tidak
www.concern.net/pengertian_kesejahteraansosial.htm Puji Pujiono, Isu-Isu Kesejahteraan Sosial dan Peran Profesi Kesejahteraan Sosial, dalam Seminar di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta Maret 2005 21
18
dikembangkan. Usaha kesejahteraan sosial (social [welfare] service) itu sendiri pada dasarnya merupakan program atau kegiatan yang didesain untuk menjawab masalah kebutuhan maupun taraf hidup masyarakat.22 Untuk mencapai tujuan dari usaha kesejahteraan sosial yakni memenuhi kebutuhan dan taraf hidup masyarakat, maka dibutuhkan suatu sistem atau wadah yang mampu memenuhi kebutuhan serta meningkatkan taraf hidup masyarakat dan wadah atau sistem tersebut adalah pelayanan sosial. Pelayanan adalah suatu usaha pemberian bantuan atau pertolongan kepada orang lain baik berupa materi ataupun non-materi agar orang-orang tersebut dapat mengatasi masalahnya sendiri.23 Ada beberapa istilah yang hampir mirip dengan pelayanan sosial, seperti pelayanan publik misalnya atau yang biasa lebih dikenal dengan pelayanan masyarakat. Pelayanan publik atau masyarakat ini adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk jasa publik maupun barang publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab instansi pemerintah di pusat, di daerah dan dilingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan undang-undang.24
22
Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial; Pengantar pada Pengertian dan beberapa pokok Bahasan, (Depok, FISIP UI Prees, 2004), cet. 1, hal. 50 23 Depertement Sosial R.I, Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial, Istilah Usaha Kesejahteraan Sosial, (Jakarta; 1997), h. 19 24 www.wikipedia.com/pelayanan_publik.htm
Dalam kamus The Social Worker (1999) menyebutkan;25 ”Pelayanan sosial merupakan aktivitas pekerja sosial dan profesi lain dalam rangka membantu orang agar berkecukupan, mencegah ketergantungan, memperkuat relasi keluarga, memperbaiki keberfungsian sosial, individu, kelompok, keluarga dan masyarakat.”
Khan (1969) merumuskan konteks pelayanan sosial adalah sebagai berikut;26 ”Program-program yang disediakan oleh selain kriteria pasar untuk menjamin suatu pemenuhan tingkat kebutuhan akan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan, untuk meningkatkan kebutuhan komunal dan keberfungsian sosial, untuk memfasilitasi akses terhadap pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga pada umumnya, dan untuk membantu warga masyarakat yang mengalami kesulitan dan pemenuhan kebutuhan kesejahteraan.”
Oleh karenanya, pelayanan sosial dapat pula diartikan sebagai suatu kondisi dimana adanya eksistensi program-program yang mengacu pada cakupan kesehatan, pendidikan dan tujuan kesejahteraan lainnya untuk meningkatkan kualitas dan fungsi dari kehidupan, memfasilitasi akses pelayanan dan membantu mereka yang berada dalam kesulitan.
2. Jenis-Jenis Pelayanan Sosial Dwi Heru Sukoco, dalam bukunya Kemitraaan dalam Pelayanan menyebutkan ada sembilan jenis pelayanan sosial;27 a. Pelayanan pengasramahan yakni pelayanan pemberian tempat tinggal sementara kepada klien. Dengan adanya pelayanan ini klien dapat
25
Dwi Heru Sukoco, Kemitraan dalam Pelayanan Sosial, dalam Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial, (Jakarta; 1997), h. 179 26 Mohamad Suud, 3 Orientasi Kesejahteraan Sosial, (Jakarta; Prestasi Pustaka, 2006), cet. ; h. 9 27 Dwi Heru Sukoco, Kemitraan dalam Pelayanan, (Jalarta; 1997), hal. 106-107
menginap, istirahat, tidur dan menyimpan barang-barang pribadi miliknya. b. Pelayanan pemakanan yaitu dimana pelayanan ini memberikan makan dan minum berdasarkan menu yang telah ditetapkan agar terjamin gizi dan kualitasnya. c. Pelayanan
konsultasi,
pelayanan
ini
berupa
bimbingan
untuk
meningkatkan kemampuan dan kemauan berinteraksi dengan orang lain, menjalankan peranan sosial, memenuhi kebutuhan sosial hingga memecahkan suatu masalah. d. Pelayanan pemeriksaan kesehatan yaitu pelayanan pengontrol dan pengecekan kesehatan klien oleh tenaga medis profesional agar diketahui tingkat kesehatan klien. e. Pelayanan pendidikan, pemberian kesempatan kepada klien agar dapat mengikuti pendidikan formal. f. Pelayanan keterampilan yaitu pelayanan bimbingan keterampilan seperti; pertukangan, perbengkelan, perkebunan, salon dan lain sebagainya yang dapat menunjang kreatifitas klien sehingga klien dapat bekerja dengan keterampilan yang memadai. g. Pelayanan keagamaan yaitu pelayanan bimbingan mental spiritual dengan menjalankan aktivitas agama masing-masing dan mengikuti ceramah-ceramah keagamaan yang dianut atau diyakini oleh klien. h. Pelayanan hiburan yaitu pelayanan yang ditujukan untuk memberikan rasa gembira dan senang melalui berbagai hiburan seperti; musik, media entertaiment, serta kunjungan ketempat-tempat wisata atau rekreasi.
i. Pelayanan transportasi yaitu pelayanan untuk mempercepat daya jangkau klien, baik kekeluarga, pusat pelatyanan, lokasi rekreasi.
3. Tahapan Pelayanan Sosial Pelayanan sosial memiliki beberapa tahapan, diantaranya;28 a. Tahapan pendekatan awal yaitu suatu proses tahapan penjajagan awal, konsultasi dengan pihak-pihak terkait, sosialisasi program pelayanan, identifikasi calon penerimaan pelayanan, pemberian motivasi, seleksi, perumusan kesepakatan, penempatan calon penerima layanan, serta identifikasi sarana dan prasarana pelayanan. b. Pengungkapan dan pemahaman masalah (assessment) adalah suatu proses kegiatan pengumpulan dan analisis data untuk mengungkapkan dan memahami masalah, kebutuhan, dan sistem sumber penerima klien. c. Perencanaan pemecahan masalah (planning) adalah suatu proses perumusan tujuan dan kegiatan pemecahan masalah, serta penetapan berbagai sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. d. Pelaksanaan pemecahan masalah (intervention) yaitu suatu proses penerapan rencana pemecahan masalah yang telah dirumuskan. Kegiatan pelaksanaan masalah yang dilaksanakan adalah melakukan pemeliharaan, pemberian motivasi, dan
28
Buku Saku Pekerja Sosial, (Jakarta; 2004), hal. 3
pendampingan kepada penerima pelayanan dalam bimbingan fisik,
bimbingan
keterampilan,
bimbingan
psikososial,
bimbingan sosial, pengembangan mayarakat, resosialisasi dan advokasi. e. Tahapan bimbingan yaitu pelayanan yang diberikan kepada klien untuk memenuhi kebutuhan mental, jiwa, dan raga si klien. Bimbingan ini terdiri dari fisik, keterampilan, psikososial, sosial, resosialisasi, pengembangan masyarakat dan advokasi. f. Tahapan bimbingan dan pembinaan lanjutan adalah suatu proses pemberdayaan dan pengembangan agar penerima pelayanan dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan lingkungan sosialnya. g. Tahapan evaluasi yaitu proses kegiatan untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan pemecahan masalah atau indikator-indokator keberhasilan pemecahan masalah. h. Tahapan terminasi, suatu proses kegiatan pemutusan hubungan pelayanan atau bantuan atau pertolongan antar lembaga dan penerima pelayanan (klien). i. Tahapan rujukan yaitu kegiatan merancang, melaksanakan, mensupervisi, mengevaluasi, dan menyusun laporan kegiatan rujukan penerima program pelayanan kesejahteraan sosial.
B. Pelayanan Sosial Medis 1. Pengertian Pelayanan Sosial Medis
Pelayanan sosial medis adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien untuk membantu menyelesaikan masalah sosial, ekonomi maupun emosional yang dihadapi oleh pasien akibat dari suatu penyakit atau kecacatan yang diderita, agar pasien dapat berfungsi sosial kembali di dalam keluarga maupun lingkungan sosialnya.29
2. Tujuan Pelayanan Sosial medis Tujuan dari pelayanan sosial medis yang diberikan oleh pekerja sosial medis adalah demi membangun kembali kepercayaan diri pasien serta mengembalikan keberfungsian sosial pasien sehingga pasien dapat kembali pada keluarga dan dapat berbaur dengan lingkungan sosialnya. 30
3. Fungsi Pelayanan Sosial Medis Mary Johnston dalam bukunya Relasi Dinamis Antara Pekerja Sosial Medis Dengan Klien Dalam Setting Rumah Sakit, Secara rinci menjelaskan ada enem fungsi pokok dari pelayanan sosial medis, yakni sebagai berikut; 31
a.
Memberikan bantuan dalam upaya menyelesaikan masalahmasalah emosional, sosial dan ekonomi seorang pasien yang timbul sebagai akibat penyakit yang dideritanya.
b. Membina hubungan kekeluargaan yang baik. 29
Soraya , Pelayanan Sosial Medis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, dalam Seminar Sehari Membangun Sinergitas Pelayanan Sosial Medis dan Peningkatan Kualitas Peran Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit, (Jakarta; Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Mei 2007), hal. 1 30 Ibid, hal. 6 31 Mary Johnston, Relasi Dinamis Antara Pekerja Sosial Dengan Klien Dalam Setting Rumah Sakit, (Surakarta ; 1988), hal. 48
c. Memperlancar hubungan antara rumah sakit, pasien dan keluarga. d.
Membantu penyesuaian diri pasien dengan masyarakat dan sebaliknya.
e. Mempersiapkan kelengkapan administrasi atau pembayaran bagi pasien.
4. Bentuk Pelayanan Sosial Medis a. Memberikan bimbingan sosial b. Kelengkapan administrasi untuk pembayaran c. Kunjungan d. Memfasilitasi kebutuhan pasien – donatur e. Persiapan rencana pemulangan pasien f. Penyaluran pasien kelembaga sosial32 Dalam bukunya yang berjudul Relasi Dinamis antara Pekerja Sosial dengan Klien dalam Setting Rumah Sakit, Mary Johnston membahas lebih mendalam tentang bimbingan sosial medis. Lebih lanjut Mery Johnston menyebutkan bahwa bimbingan sosial dalam prakteknya dibagi menjadi dua bagian yakni bimbingan sosial perseorangan atau case work, dan bimbingan sosial kelompok atau group work.33
32
Soraya , Pelayanan Sosial Medis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, dalam Seminar Sehari Membangun Sinergitas Pelayanan Sosial Medis dan Peningkatan Kualitas Peran Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit, (Jakarta; Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Mei 2007), hal. 6 33 Mary Johnston, Relasi Dinamis antara Pekerja Sosial dengan Klien dalam Setting Rumah Sakit, (Surakarta; 1988), hal. 46
5. Ruang Lingkup Pelayanan Sosial Medis Istilah pelayanan sosial medis pada perkembangan lebih lanjut mengalami pergeseran sesuai dengan perubahan paradigma pelayanan sosial dan
pelayanan
kesehatan
dengan
istilah
pelayanan sosial dalam
pemeliharaan kesehatan (social service in health care).
Dewasa ini praktik pelayanan sosial dalam pemeliharaan kesehatan meliputi empat jenis pelayanan; a. Pelayanan sosial di rumah sakit (hospital – base service) b. Pelayanan sosial dalam pusat jagaan kesehatan primer (social service in primary health care) c. Pelayanan sosial dalam kesehatan masyarakat (social sevice in public health) d. Pelayanan sosial dalam jagaan atau perawatan jangka panjang (social sevice in long term care)34 Bracht, 1995 dan Moroney, 1995 dalam bukunya Social Work in Health Care mengemukakan pelayanan sosial dalam kesehatan masyarakat memfokuskan pada aspek sosial, kesehatan dan ditinjau dari kondisi sosial dari kesehatan dan kesejahteraan.35 Seting kesehatan masyarakat termasuk klinik bersalin dan kesehatan anak, lembaga perencanaan kesehatan dan
34
Adi Fahrudi , Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit; Tinjauan Konseptual, dalam Seminar Sehari Membangun Sinergitas Pelayanan Sosial Medis dan Peningkatkan Kualitas Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit, (Jakarta; Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Mei 2007), hal. 3 35 Braht, N.F, Social Work in Health Care, (New York; The Howard Press, 1978)
juga dalam organisasi kesehatan di tingkat nasional dan juga internasional separti WHO.36 Pelayanan sosial dalam jagaan kesehatan primer pula berurusan dengan masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat termasuk pencegahan penyakit. Pelayanan sosial bekerja dalam berbagai badan kesehatan primer termasuk pusat ketetanggaan, klinik, dan organisasi pelayanan kesehatan.37 Pelayanan sosial dalam rumah sakit baik rumah sakit besar ataupun rumah sakit kecil biasanya membutuhkan spesifikasi pelayanan sosial tersendiri yang terdiri dari pediatrik, pusat trauma, rehabilitasi orthopedik, dialisis, neonatal, onkologi (kanker), dan pelayanan dalam ruang gawat darurat.38 C. Rehabilitasi Medik 1. Sejarah Rehabilitasi Medik Tahun 1946 sesudah perang Dunia Kedua, Revolusi Indonesia berkecamuk dengan hebat dan terdapat banyak korban peperangan yang anggota badannya. Pada saat yang kritis seperti itu di sebuah Rumah Sakit Solo Dr. Soeharso dan Suroto R memulai pekerjaannya membuat kaki-kaki palsu dan alat bantu lainnya dengan alat yang sederhana untuk membatu mereka yang mengalami amputasi atau kecacatan. Kemudian pada tahun 1951 secara resmi didirikan sebuah Rehabilitation Center di Solo guna membantu pasien korban peperangan yang mangalami kecacatan dengan
36
Dubois, B & Miley, K.K, Social Work An Empowering Professional, (Boston; Ally and Bacon, 1999) 37 Dubois, B & Miley, K.K, Social Work An Empowering Professional, (Boston; Ally and Bacon, 1999) 38 Dubois, B & Miley, K.K, Social Work An Empowering Professional, (Boston; Ally and Bacon, 1999)
memberikan pelatihan okupasional dan membuatkan kaki-kaki palsu atau alat bantu lainnya demi mempermudah pekrjaan sehari-hari para korban peperangan. Dalam perkembangannya sendiri rehabilitasi medik di Indonesia pada awalnya mengalami berbagai hambatan seperti pertentangan dari berbagai pihak, baik dari fakultas-fakultas kedokteran, pemerintah hingga masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, setelah Rehabilitation Center ini didirikan
secara
berangsur
baik
instansi
pendidikan
kedokteran,
pemerintahan dan masyarakat dapat menerima keberadaan rehabilitasi medik. Rehabilitation Center ini baru diresmikan pada tahun 1978, jadi setelah 27 tahun Rehabilitation Center ini berdiri barulah keluar Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 134 Tahun 1978 yang mengatakan bahwa di seluruh rumah sakit di Indonesia, yaitu rumah sakit tipe A, B dan C haruslah terdapat unit rehabilitasi medik. Kemudian pada tahun 1982 keluarlah Surat Keputusan Menteri Kesehatan tentang berlakunya Sistem Kesehatan Nasional, yang didalamnya menyatakan bahwa upaya kesehatan perlu dilaksanakan dengan peran serta masyarakat yang mencakup upaya promotif, kuratif dan rehabilitasi medik.39
2. Pengertian Rehabilitasi Medik Pada umumnya rehabilitasi diartikan sebagai pemulihan atau penyembuhan, dan kegiatan rehabilitasi adalah suatu rangkaian kegiatan
39
Albert Hutapea, Dasar Rehabilitasi Medik, (Jakarta; 1986)
penyembuhan masalah-masalah yang diakibatkan oleh kecacatan serta memulihkan kemampuan-kemapuan untuk melaksanakan peran sosial dalam rangka peklaksanaan tugas-tugas atau kegiatan kehidupan sehari-harinya. Dalam bukunya yang berjudul Para Cacat Henry H. Keser mendefinisikan bahwa rehabilitasi adalah suatu pemulihan (restorasi) kepada penderita cacat sehingga dapat mencapai kegunaan seppenuh mungkin dari kemampuan jasmani, mental, sosial, jabatan dan penghidupan ekonomi.40 Dari definisi tersebut nampak bahwa kegiatan rehabilitasi medik tidak hanya ditujukan pada pulihnya kemapuan jasmani saja akan tetapi meliputi kemampuan mental, sosial, pekerjaan dan penghidupan ekonomi. Pengertian rehabilitasi medik dalam buku Pedoman Rehabilitasi Medik Preventif di Rumah Sakit adalah sebagai berikut; ”Rehabilitasi medik adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan total yang dilakukan secara multidisipliner, untuk membantu memulihkan kemampuan-kemampuan fisik, mental dan sosial penderita yang terganggu akibat penyakit dan lain-lain sehingga ia mampu melakukan fungsi dan peranannya kembali di masyarakat secara ooptimal.”41
Rehabilitasi medik dalam pelaksanaanya haruslah sesuai dengan apa yang menjadi ketentuan sebagai usaha pelayanan dalam bidang kesehatan, yakni yang meliputi usaha-usaha sebagai berikut; 1. Peningkatan (Promotif) Promotif adalah usaha dalam hal penigkatan kesehatan masyarakat. Peningkatan ini dapat dicapai melalui pendidikan
40 41
Henry H. Keser, Para Cacat, (1982), hal ; 20 Pedoman Rehabilitasi Medik Preventif di Rumah Sakit, (1997), hal. 5
mengenai kesehatan masyarkat, seperti tentang hidup sehat dengan gizi baik, lingkungan hidup bersih, termasuk menghindari kecacatan. Secara spesifik contoh kegiatan ini adalah penyuluhan tentang sikap tubuh yang baik untuk mengurangi resiko kecacatan. 2. Pencegahan (Preventif) Preventif adalah usaha pencegahan terhadap suatu penyakit, dalam halnya masalah penderita cacat, usaha ini berupa pencegahan terhadap terjadinya kecacatan yang lebih lanjut akibat penyakit. Secara rinci, tahapan pencegahan di bidang rehabilitasi medik mencakup yang dilakukan oleh tim; a. Mencegah atau mengurangi angka kesakitan b. Mengurangi akibat lanjut kelainan. c. Mencegah mengurangi terjadinya ketidakmampuan akibat kelainan. d. Mencegah terjadinya ketunaan setelah keadaan ketidakmampuan. 3. Penyembuhan (Kuratif) Kuratif adalah usaha penyembuhan terhadap suatu penyakit, usaha ini juga termasuk usaha pengobatan dan perawatan. 4. Pemulihan (Rehabilitasi) Rehabilitasi adalah usaha pemulihan kesehatan dari sakit, cidera, cacat pada umumnya yang dilakukan oleh tim, yaitu; a. Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik b. Psikologi. c. Fisioterapi
d. Terapi Wicara. e. Okupasi Terapi. f. Prostetik Ortetik. g. Pekerja Sosial Medis. h. Perawat Rehabilitasi Medik.42
Dalam hasil dari lokakarya Rehabilitasi Medik Indonesia, WHO memberikan batasan pengertian rehabilitasi medik, yaitu; ” Rehabilitasi medik adalah proses pelayanan medik yang bertujuan mengembangkan kesanggupan fungsional dan psikologik seseorang dan bila perlu mengembangakan mekanisme kompensatorik, sehingga memungkinkan bebas dari ketergantungan dan mengalami hidup yang aktif.”43
Dari pernyataan diatas, jelas bahwa ukuran keberhasilan suatu usaha rehabilitasi medik adalah sejauhmana yang bersangkutan (pasien atau si penderita sakit) dapat melepaskan diri dari ketergantungan pada orang lain,
serta kemapuannya
untuk
meningkatkan kondisi-kondisi kehidupannya. Untuk itu dalam mencapai tujuan rehabilitasi medik dibutuhkan beberapa keahlian khusus, antara lain; a. Fisio Terapi Fisio terapi dalam rehabilitasi
medik mempunyai fungsi
untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit, melatih serta memperkuat otot-otot dan memperbaiki koordinasi otot-otot agar 42
Albert Hutapea, Dasar Rehabilitasi Medik, (Jakarta; 1986) Naskah Lengkap dan Hasil Lokakarya Rehabilitasi Medik Indonesia I, Lokakarya Rehabilitasi Medik dan Unit rehabilitasi RSCM, (Jakarta; 1980), hal. 249
43
pasien dapat berfungsi kembali semaksimal mungkin dengan cacatnya. Seorang fisio terapi (fisioterapis) haruslah memiliki keahlian dalam gerakan dan fungsi bagian-bagain tubuh, namun adakalanya seorang fisioterapis juga melakukan tindakan-tindakan yang bersifat preventif dan promotif, misalnya latihan relax bagi orang-orang yang kelewat sibuk atau memperkuat otot-otot untuk mencegah sobekan pada para olahragawan. b. Okupasi Terapi Terapi okopasional atau okupasi terapi adalah suatu usaha untuk membantu pasien dengan memberikan terapi berupa latihan kerja atau beberapa kegiatan untuk melatih otot-otot anggota badan yang menjadi kaku karena suatu penyakit, misalnya pemberian latihan menyulam, menganyam, menjahit, melukis dengan benang dan lain-lain. Pelayanan yang diberikan oleh seorang okupasional terapis berupa kegiatan-kegiatan mental maupun fisik yang merangsang pertumbuhan pasien agar dapat berfungsi secara maksimal dalam kegiatan di rumah, di tempat kerja maupun di lingkungan. c. Ortetik Prostetik Ortetik prostetik atau OP merupakan dua pengetahuan penting tentang cara-cara pengukuran, pembuatan dan pemasangan alat-alat penguat atau pengganti tubuh yang lumpuh. d. Psikologi.
Pengetahuan ini dipakai untuk membantu pasien dalam mengatasi berbagai kesulitan yang berhubungan dengan masalah psikologis yang sering timbul akibat penyakit yang diderita. Selain itu juga untuk mengurangi depresi, membantu mendorong pasien mengembalikan rasa percaya diri dengan memberikan psikoterapi. Fungsi dari psikologi itu sendiri adalah untuk menangani permasalahan psikis penderita atau pasien. e. Terapi Wicara Keahlian ini dipakai untuk mengembalikan dan membatasi kecacatan dalam hal kemampuan berbahasa dan berbicara. f. Pekerja Sosial Medis Keahlian ini mempunyai tanggung jawab dalam mengatasi atau memperbaiki fungsi sosial pasien yang terganggu akibat cacat yang disandangnya. Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut, pekerja sosial melakukan pendekatan dengan pasien, keluarga pasien dan lingkungan pergaulan serta masyarakat di mana pasien tinggal. Dalam melakukan pendekatan ini, pekerja sosial dapat menerapkan metode-metode pekerjaan sosial yang dapat dipakai dalam pekerjaan sosial di rumah sakit.44
D. Paraplegia 1. Pengertian Paraplegia
44
Manihuruk, Majalah Penderita Cacat dan Usaha Rehabilitasinya, Majalah Gema Insani Para Penyandang Cacat, (Jakarta; 1981)
Ada beberapa definisi mengenai paraplegia Bernaddete Fallon dalam bukunnya yang berjudul So You Are Paralyed mendefinisikan bahwa paraplegia adalah kelumpuhan pada kaki dan bagian batang tubuh (tulang belakang) yang diakibatkan kerusakan atau penyakit sumsum tulang belakang.45 Sedangkan dalam sebuah artikel kesehatan mendefinikan paraplegia adalah kelumpuhan dua anggota gerak bawah yang diakibatkan cederanya tulang belakang atau kerusakan pada syaraf tulang belakang.46 Dari dua definisi diatas dapat disimpulkan secara garis besar paraplegia adalah kelumpuhan pada dua anggota gerak bawah atau kaki yang diakibatkan oleh kecelakaan atau penyakit yang secara langsung menyerang syaraf tulang belakang.
2. Penyebab Paraplegia Berdasarkan dari penjelasan definisi pada sebelumnya bahwa penyebab dari seseorang menjadi paraplegic atau mengalami kelumpuhan adalah diakibatkan oleh kecelakaan atau penyakit yang menyerang secara langsung syaraf tulang belakang atau sumsum tulang belakang. Seseorang yang mengalami kecelakaan atau kerusakan pada syaraf atau sumsum tulang belakang tidak serta merta langsung mengalami kelumpuhan. Tingkat di mana seseorang mengalami kelumpuhan bervariasi mulai dari perlemahan gerakan kaki, pada bagian yang lumpuh biasanya
45
Fallon Bernaddete, So You Are Paralyed, hal. 1 www.Apparelyzed.com, Jenis Kelumpuhan-Quadriplegia (Tertraplegia) dan Paraplegia, Diakses pada November 2008
46
penderita tidak dapat merasakan tekanan atau mati rasa, hingga pada akhirnya penderita tidak dapat merasakan apa – apa pada kedua tungkai kakinya. Tulang belakang itu sendiri terdiri atas suatu rantai lingkaranlingkaran tulang, vertebrae (tulang belakang / punggung), agak menyerupai gulungan-gulungan benang yang banyak tersusun satu di atas yang lainnya masing-masing dengan suatu ”badan” tulang di depan. Ada 24 buah lingkaran, 7 buah lingkaran di leher yang biasa disebut cervical, 12 buah di bagian dada sebelah belakang thoracic, dan 5 di bagian belakang yang paling sempit atau lumbar. Berikut gambar tulang belakang itu sendiri;
GAMBAR I. Struktur Tulang Belakang47 Pada lingkar-lingkar tulang belakang terdapat piringan sendi, penyangga elastik untuk menerima sentakan-sentakan sehari-hari. Selain itu pada kanal tulang belakang paling ujung yang terhubung langsung ke otak ekor abu-abu tersebut biasa dikenal dengan sebutan sumsum tulang belakang.48 Sumsum tulang belakang bekerja seperti kabel telepon dua arah
47
www. Apparelyzed.com, Jenis Kelumpuhan - Quadriplegia (Tetraplegia) dan Paraplegia, diakses pada November 2008 48 Bernaddete Fallon, So You Are Paralyed (Jadi, Anda Lumpuh), hal. 1
yang melayani ’pertukaran berita’ bagian otak, dimana sumsum tulang belakang menyampaikan berita dari otak baik untuk bergerak atau diam dan berita dari seluruh badan ke otak mengenai perasaan (rasa sakit, panas dan dingin dan sebagainya).49 Oleh karenanya, jika seseorang mengalami suatu kecelakaan yang meremukkan atau merusak tulang belakang dan sumsum tulang belakang, maka syaraf-syaraf dalam sumsum tulang belakang yang berfungsi menghantarkan pesan keotak terputus dan sehingga perintah untuk menggerakkan kaki tidak tersampaikan. Dalam suatu kecelakaan lingkarlingkar tulang belakang akan mengalami kerusakan atau perubahan letak secara paksa hal ini menyebabkan tulang belakang berhenti berfungsi. Kerusakan dapat pula terjadi disebabkan oleh suatu penyakit yang menyerang sumsum tulang belakang yang pada akhirnya pun mengganggu fungsi tulang belakang tersebut. Pengaruh lain dari kerusakan syaraf tulang belakang sumsum tulang belakang beragam, menurut bagian sumsum tulang belakang yang terluka dan menurut berat tingkat kerusakannya. Paraplegia disamakan dengan kelumpuhan autonomik, disamping kerusakan sumsum tulang belakang dan otak ada sistem saraf ’autonomic’ atau ’vegetative’ yang berada diluar sumsum tulang belakang namun masih berhubungan dengan sumsum tulang belakang. Fungsi utamanya adalah untuk mengatur keluarnya air seni dan kotoran, fungsi seksual untuk laki-laki, fungsi untuk sirkulasi darah yang dipompa melalui pembuluh darah serta fungsi untuk mengeluarkan keringat. Disebut demikian karena terdapat banyak syaraf yang terbagi sepanjang
49
Ibid, hal. 2
sumsum tulang belakang ke dalam akar-akar urat saraf yang terkumpul dari berbagai bagian tubuh yang menunjukkan bagian mana dari sumsum tulang belakang yang masih utuh, semantara perasaan dan gerakan telah terganggu atau terhenti fungsinya. 50 Berikut tabel susunan sumsum tulang belakang dan pembagian urat sarafnya; Tabel 3 Susunan Sumsum Tulang Belakang dan Pembagian Urat Sarafnya.51 No Susunan Sumsum Tulang Belakang
Pembagian Urat Saraf
1
Cervical 1-4
Diafrakma
2
Cerfical 5
Deltoid (mengangakat lengan ke samping) dan Biceps (menekuk siku)
3
Cervical 6
Pengulur pergelangan tangan
4
Cervical 7
Triceps (meluruskan siku)
5 6
Cervical 8 dan Thoracic Tangan dan jari-jari tangan 1 Thoracic 2-8 Urat-urat dada
7
Thoracic 6-12
Urat-urat perut
8
Lumbar 1-5 dan Sacral 1
Urat-urat kaki
9
Sacral 2-5
Usus besar dan kandung kemih
Tabel di atas menjelaskan bahwa seseorang menderita paraplegia jika ia mengalami taruma dibawah T12 (Thoracic 12) yang mempengaruhi
50 51
Ibid, hal. 6 Bernadette Fallo, Jadi, Anda Lumpuh, hal. 7
otot-otot kaki, usus besar serta kandung kemih sementara urat-urat perut ke atas masih berfungsi dengan baik. 3. Tingkatan Paraplegia Tingkat awal tanggapan tubuh terhadap kelumpuhan sumsum tulang belakang dan sistem saraf autonomik berlangsung sekitar tiga sampai enam minggu. Penderita paraplegia yang disebabkan karena suatu kecelakaan membutukan waktu untuk sembuh antara delapan sampai empat belas minggu, dan selama masa perawatan penderita paraplegia ini dilarang duduk atau bangun dari tempat tidur sebab hal ini dapat membuat kerusakan yang makin parah.
4. Kemandirian Paraplegia Untuk kembali menjadi mandiri seorang penderita paraplegia membutuhkan waktu antara empat sampai dua belas bulan. Kemandirian yang diberikan oleh para perawat dan fisioterapis berupa 1. Cara Duduk Tegak Pada awal pertama penderita paraplegia akan ditegakan perlahan-lahan membentuk sudut 45 derajat selama kurang lebih sepuluh menit, kemudian hingga 90 derajat atau duduk tegak selama tiga puluh menit. Setelah penderita paraplegia siap maka terapis akan membantu duduk di atas kursi untuk beberapa menit dan sedikit demi sedikit untuk waktu yang lebih lama.
2. Keseimbangan Pertama kali penderita paraplegia akan belajar menyesuaikan perasaan
mengenai
keseimbangan
yang
hilang
dengan
menggunakan matanya dan menggunakan otot-otot yang masih berfungsi setelahnya penderita paraplegia ini akan mampu menarik tubuhnya kebelakang dalam posisi tegak lurus. Hal ini membutuhkan waktu yang cukup hingga pada akhirnya penderita pareplegia akan mampu melakukan hal terebut dengan sendirinya tanpa bantuan atau topangan dari orang lain. 3. Berpakaian Sementara penderita paraplegia belajar akan keseimbangan mereka juga belajar bagaimana cara memakai baju sendiri. Umumnya hal ini tidak terlalu sulit untuk penderita paraplegia karena bagian atas tubuh mereka tidak mengalami kerusakan atau kelumpuhan hanya saja waktu yang mereka gunakan untuk memakai baju menjadi agak lama terutama saat mereka memakai celana dan ini butuh latihan yang intensif. 4. Latihan berdiri dan berjalan Latihan ini brfungsi untuk menjaga agar lutut-lutut pendertia paraplegia tetap lurus dan kaki-kaki tidak terseret ke lantai. Penderita paraplegia ini akan belajar dengan menggunakan palang sejajar yang terdapat pada rumah sakit rehabilitasi pada umumnya, setelah menjalani latihan yang cukup penderita
paraplegia akan mulai belajar dengan menggunakan kruk untuk berjalan sedikit demi sedikit. Hal ini hanya dapat dilakukan pada penderita paraplegia yang mengalami tingkat cedera dibawah L3 sedang pada penderita paraplegia yang mengalami tingkat cedera pada T12 kemungkinan ini sangat kecil, namun latihan harus tetap dilakukan untuk menjaga terjadinya ’contracture’ atau pemendekan otot tetap, memperbaiki sirkulasi darah dan membantu ginjal agar dapat bekerja secara semestinya. 5. Makanan Seperti yang telah dijelaskan bahwa penderita paraplegia juga akan kehilangan kontrol buang air kecil dan besar sehingga pada tahap awal kelumpuhan mereka membutuhkan makanan khusus yang menghindarkan penderita mengalami komplikasi, setelah lewat masa perawatan penderita paraplegia setelah mendapat izin dari dokter diperbolehkan memakan makanan pada umumnya. Hanya saja mereka tidak boleh memakan makanan yang dapat menyebabkan kegemukan selain berbahaya karena kondisi mereka
kegemukan
juga
dapat
menyebabkan
terjadinya
komplikasi pada penderita pareplegia. Selain itu penderita paraplegia
diharuskan
memakan
makanan
yang
banyak
mengandung serat dan mineral guna menghindarkan sembelit. 6. Berkeringat Berkeringat biasanya terjadi hanya pada bagian-bagian yang masih berfungsi saja atau pada bagian yang masih memiliki rasa.
Seorang penderita paraplegia berkeringat biasanya terjadi akibat dari gangguan usus besar dan kandung kemih yang harus dikosongkan, atau pada saat tidur maka posisi tidur dari penderita pareplegia ini harus diubah atau pada saat berada di kursi roda oleh karenanya posisi duduknya harus dirubah. 7. Naik turun dari kloset Dalam hal ini penderita paraplegia membutuhkan beberapa peralatan seperti tali atau rantai yang di gantung di langi-langit kamar mandi, hal ini berfungsi untuk membantu penderita paraplegia naik dan turun dari kloset.52
52
Ibid, hal. 11-18
BAB III GAMBARAN UMUM INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP FATMAWATI JAKARTA
A . Sejarah Singkat Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawti Instalansi rehabilitasi medik pada
awalnya
bernama
Pusat
Rehabilitasi (rehabilitation center) yang didalamnya terdapat fasilitas orthopedi. Pengadaan fasilitas orthopedi ini bertujuan untuk memberikan pengobatan dan rehabilitasi semaksimum mungkin pada penderita cacat tubuh dan demi memaksimalkan pelayanan terhadap pasien penderita cacat tubuh Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati mendirikan Pusat Rehabilitasi Medik (PRM) yang secara khusus melayani penderita cacat tubuh Berdasarkan SK. NO. 5/1/2/1972, terbentuklah Badan Koordinasi Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh (BAKORREPENCATU), yang pada akhirnya pusat rehabilitasi Jakarta diresmikan oleh (alm) Ibu Presiden Tien Soeharto yang bertepat di Rumah Sakit Fatmawati pada bulan April 1973. Pada bulan Oktober 1978, terdapat bantuan peralatan dari Australia, Amerika Serikat, Kanada, Singapura, India dan Prancis dengan bantuan peralatan yang memadai tersebut dapat menunjang tujuan akhir dari orthopedi tersebut yakni pengobatan dan rehabilitasi semaksimum mungkin untuk para penderita. 43
Pada tahun 1984 Unit Pelayanan Rehabilitasi Medik (UPRM) berganti nama menjadi Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), diikuti dengan perubahan status Rumah Sakit Umum Fatmawati menjadi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati berdasarkan SK Menkes RI No. 551/1994. Berdasarkan SK Menteri RI. 134 Tahun 1978 yang menyatakan; 53 ”Seluruh rumah sakit di Indonesia dibagi menjadi tipe A, B dan C dimana masing-masing tipe rumah sakit memiliki Unit Pelayanan Rehabilitasi Medik (UPRM).”
Yang dimaksud dengan rumah sakit umum tipe A, B dan C adalah sebagai beriku; a. Rumah sakit umum kelas C yakni, Fasilitas dan kemampuan untuk memberikan pelayanan medik spesialistik dasar b. Rumah sakit umum kelas B, yakni fasilitas dan kemampuan untuk memberikan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan sub spesialistik terbatas c. Rumah sakit umum kelas A, yakni fasilitas dan kemampuan untuk meberikan pelayanan medik spesialistik luas dan sub spesialistik luas.54
53
Soraya, Kerangka Acuan Praktikum Kesejahteraan Sosial pada bagian Pelayanan Sosial Medis, Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2007),hal. 2-3 54 Direktorat Rumah Sakit Umum dan Pendidikan, Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit Kelas A, B dan C, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan, (Jakarta; 1997), hal. 14-15
Rumah Sakit Fatmawati termasuk kedalam rumah sakit tipe B, dimana
didalamnya
telah
resmi
didirikan
UPRM
dengan
tugas
melaksanakan dengan tugas melaksanakan rehabilitasi medik yang mencakup pelayanan fisioterapi, pembuatan alat bantu dan latihan kerja, perawatan serta pengobatan. Instalasi rehabilitasi medik merupakan salah satu dari beberapa instalasi yang ada di RSUP Fatmawati yang masih berada di bawah naungan DEPKES RI dan yang menjadi sponsor utama bagi IRM adalah pemerintah pusat. Sesuai dengan namanya yaitu IRM – Fatmawati maka instalasi ini terletak dalam lingkungan RSUP Fatamawati yang bertempat di Jl. Raya Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan. Berdiri diatas tanah seluas 358. 790 M2, dengan luas bangunan 52.761 M2 sedang IRM itu sendiri menempati dari sebgian area tersebut atau lebih tepatnya sekitar 2121 M2.
B. Klasifikasi Lembaga Berdasarkan SK MENKES RI No. 134 tahun 1978 menyebutkan bahwa seluruh rumah sakit di Indonesia dibagi menjadi tiga tipe A, B dan C di mana masing-masing tipe rumah sakit memiliki unit pelayanan rehabilitasi medik (UPRM). Rumah Sakit Fatmawti termasuk dalam rumah sakit tipe B di mana telah resmi diadakan UPRM dengan tugas melaksanakan rehabilitasi medik yang mencakup pelayanan fisioterapi, pembuatan alat bantu dan latihan kerja, perawatan dan pengobatan.
Instalasi rehabilitasi medik merupakan salah satu dari instalasi yang ada di RSUP Fatmawati yang masih berada di bawah naungan dari Departemen Kesehatan RI dan yang menjadi sponsor utama RSUP Fatmwati adalah pemerintah. Pasien yang ditangani atau dilayani oleh IRM RSUP Fatmawati meliputi pasien dewasa baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak dan lansia yang mengalami disfungsi fisik seperti paraplegia (kelumpuhan dua anggota gerak bawah), tetraplegia (kelumpuhan dua anggota gerak atas), kesulitan bicara, stroke atau pasca stroke dan penyakit yang berhubungan dengan syaraf tulang belakang. Jenis pelayanan yang ada di IRM RSUP Fatamawati adalah rawata jalan dan rawat inap. Pelayanan yang diberikan IRM RSUP Fatmawati kepada pasien merupakan pelayanan langsung, di mana pasien mendapatkan jenis pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan.55
C. Visi, Misi, Falsafah, Tujuan dan Fungsi Instalasi Rehabilitasi Medik.56 1. Visi Visi dari instalasi rehabilitasi medik adalah ” Menjadi pusat rujukan Rehabilitasi Medis terbaik di Indonesia. ”
2. Misi 55
Soraya, Kerangka Acuan Praktikum Kesejahteraan Sosial pada bagian Pelayanan Sosial Medis, Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2007),hal. 3 56 Profil Instalasi REhabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2006), hal. 2-5
Misi dari instalasi yang secara khusus melayani pasien disfungsi fisik seperti paraplegia (kelumpuhan dua anggota gerak bawah), tetraplegia (kelumpuhan dua anggota gerak atas), kesulitan bicara, stroke atau penyakit yang berhubungan dengan syaraf tulang belakang ini adalah sebagai berikut; a. Melaksanakan Pelayanan Rehabilitasi Medik dengan mutu yang prima, terjangkau, efektif dan efisien dengan landasan sentuhan manusiawi. b. Melakukan inovasi secara terus menerus dalam mengembangkan pelayanan rehabilitasi medis. c. Meningkatkan kesejahteraan SDM yang merupakan aset dalam pelayanan rehabilitasi medis. 3. Falsafah Falsafah dari instalasi rehabilitasi medik ini adalah ”Meningkatkan kemampuan fungsional pasien berdasarkan kemapuan yang masih dimilikinya.” 4. Tujuan Instalasi rehabilitasi medik memiliki tujuan yang mulia dalam melayani semua pasien penderita cacat, adapun tujuan tersebut adalah sebagai berikut; a. Pelayanan rehabilitasi medis ditujukan untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara mencegah, mengurangi kelainan,
disability
dan
ketunaan
beserta
dampaknya
melalui
peningkatan fungsi semaksimal mungkin sehingga dapat melakukan fungsinya di masyarakat.
b. Menjadikan pelayanan rehabilitasi medis secara paripurna yang berorientasi kepada tuntunan kepuasan pelanggan. 5. Fungsi Fungsi dari pelayanan yang ada di instalasi rehabilitasi medik itu sendiri adalah sebagai berikut; a. Melakukan penyusunan kebutuhan tenaga, alat dan bahan untuk fasilitas pelayanan. b. Melakukan pemantauan, pengawasan dan penelitian penggunaan fasilitas kegiatan pelayanan rehabilitasi medis. c. Melakukan
pemantauan,
pengawasan
dan
pengendalian
mutu
rehabilitasi medis. d. Melakukan pengembangan dan pemasaran di bidang rehabilitasi medis.
D. Peran Instalasi Rehabilitasi Medik. Instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati menjalankan proses rehabilitasi secara terus menerus dan melalui tahapan-tahapan yang memiliki tujuan akhir berfungsinya kembali fisik, sosial dan mental dari para pesien secara maksimal dan juga mengoptimalkan kembali organ-organ tubuh yang masih berfungsi. Sebagai penyelenggara pelayanan medis instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati menjalin kejasama dengan Dokter SMF rehabilitasi medik yang meliputi Dokter Umum dan Dokter Sub Specialis.57
57
Soraya, Kerangkan Acuan Praktikum Kesejahteraan Sosial pada bidan gPekerja Sosial di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta;2007), hal. 4
Sedang instalasi rehabilitasi medik itu sendiri memiliki peran sebagai berikut; 1. Menyiapkan fasilitas agar pelayanan rehabilitasi medik dapat terlaksana dengan baik. 2. Melaksanakan pelayanan fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, psikologi, rehabilitasi terpadu dan pelayanan sosial medis. 3. Melakukan produksi; prostetik ortotik dan workshop kursi roda. 4. Menyiapkan fasilitas pendidikan pelatihan dan penelitian.
E. Program Kegiatan Pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik Pelayanan rehabilitasi medik di RSUP Fatmawati dilakukan melalui sistem satu pintu (one gate system), artinya setiap pasien yang memerlukan pelayanan rehabilitasi medik harus dilakukan pemeriksaan, penilaian dan assessment dari Dr. Umum atau Dr. Spesialis terlatih untuk diagnosis fungsional dan menentukan program terapi yang dibutuhkan, program terapi tersebut dilaksanakan melalui pelayanan rehabilitasi medik rawat jalan atau pelayanan rehabilitasi medik rawat inap.58 Program pelayanan pasien dilakukan dengan pendekatan secara tim meliputi program pelayanan;59 1. Psikologi. Adapun pelayanan yang diberikan, adalah sebagai berikut; a. Konseling
58
Soraya , Kerangka Acuan Praktikum kesejahteraan Sosial pada bidang Pekerja Sosial di instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2007), hal. 7 59 Profil Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta ; 2006), hal. 18-24
b. Evaluasi Psikologi c. Tumbuh kembang anak d. Rekruitmen pegawai 2. Fisioterapi Kegiatan pelayanan fisioterapi adalah; a. Elektroterapi; (SWD), (Ultra Sound), (TENS), Faradiasi/Galvanisasi, Traksi, Magnetoterapi, Laser Terapi dll. b. Latihan di Gymnasium; Ruang pelatihan (ROM Exercise), Stretching, Latihan Tranver dan Mobilisasi. c. Hidroterapi. 3. Terapi Wicara Sedang kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh terapi wicara; a. Kelainan bahasa (Afasia) b. Kelainan komunikasi (Disartria) c. Ruang Terapi Wicara (Delayed Speech) d. Grup terapi anak dan grup terapi afasia
4. Okupasi Terapi Kegiatan pelayanan okupasi terapi itu sendiri adalah; a. Latihan koordinasi/ keseimbangan b. Latihan keterampilan tangan c. Latihan aktivitas sehari-hari d. Rehabilitasi Anak : Autisme, (ADHD)
5. Akupungtur Pelayanan terapi akupungtur yang dilakukan adalah; a. Mengatasi nyeri b. Kelemahan atau kelumpuhan c. Kegemukan d. Menghentikan kebiasaan merokok e. Asma 6. Ortetik Prostetik Melayani pembuatan alat-alat Bantu dan alat pengganti. 7. Workshop Melayani pembuatan kruk, walker, tripod dan kursi roda. 8. Sosial Medis Pelayanan yang diberikan oleh Pekarja Sosial Medis, adalah; a. Membantu dalam masa peralihan sebelum kembali ke lingkungan atau masyarakat. b. Melakukan evaluasi psikososial pasien R3M. c. Membantu alih pekerjaan d. Lintas sektoral (Hubungan dengan DEPSOS) 9. Asuhan keperawatan rehabilitasi medik
Masing-masing dari
pelayanan tersebut
menempati ruangan
tersendiri, adapun secara lengkapnya dapat dilihat pada table berikut; Tabel 4 Jumlah Fasilitas Ruang Pelayanan di Instalasi Rehabilitasi Medik
NO.
Fasilitas
Jumlah
1.
Ruang Fisio Terapi
1
2.
Ruang Gymnasium
1
3.
Ruang Hidro Terapi
1
4.
Ruang Elektro Terapi
2
5.
Ruang Workshop Ortetik Prostetik
1
6.
Ruang Okupasi Terapi
1
7.
Ruang Workshop Kursi Roda Merdeka
1
8.
Ruang Konferensi
1
9.
Ruang Tata Usaha IRM
1
10.
Ruang Dokter
1
11.
Ruang Penanggung Jawab
1
12.
Ruang Kepal IRM
1
13.
Ruang Terapi Wicara
2
14.
Ruang Pekerja Sosial Medis
2
15.
Ruang Bahan Baku PO
1
16.
Ruang Psikologi
2
17.
Ruang Akupungtur
2
18.
Ruang Gypnasium Rehabilitasi Terpadu
1
Sedang kegiatan-kegiatan anggota tim rehabilitasi medik di IRM RSUP Fatmawati adalah sebagai berikut; 1. Visite (Rounde) Visite atau rounde ini adalah suatu kegiatan yang berupa kunjungan ke kamar-kamar perawatan pasien yang bertujuan
untuk mengetahui perkembangan pasien. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan pada hari senin. 2. Pertemuan Staf (Case Conference) Ini adalah bentuk dari kelanjutan kunjungan bangsal (visite), di mana ketua SMF instalasi rehabilitasi medik memhas semua permasalahan pasien mulai dari kesehatan, sosial, emosional serta kebutuhan alat Bantu. 3. Pertemuan Keluarga (family meeting) Kegiatan ini merupakan pertemuan antara Kepala Ruang Rawat, dokter yang merawat, tim rehabilitasi medik termasuk pekerja sosial dengan keluarga atau penanggung jawab pasien. Kegiatan ini bertujuan untuk memberitahu kepada keluarga atau penanggung jawab pasien tentang keadaan atau kondisi sakit pasien bagaimana kelanjutannya, perawatannya dan hal-hal yang bisa dilakukan oleh keluarga atau masalah-masalah soaial yang dihadapi penderita.
Kegiatan instalasi rehabilitasi medik tidak dapat digabungkan dalam instalasi rawat jalan atau instalasi rawat inap rumah sakit, sebab di instalasi rawat jalan tidak bisa dilakukan kegiatan pelayanan paket program terapi rehbilitasi medik yang terpadu dan komprehensip. Sedangkan di instalasi rawat inap rumah sakit pelayanan rehabilitasi medik
akan
memperpendek
hari
perawatan
rumah
sakit.
Untuk
penampungan pasien yang memerlukan pelayanan rehabilitasi rawat inap diperlukan ruang instalasi rehabilitasi medik yang berbeda dalam instalasi rehabilitasi medik; Pasien yang dirawat, di rawat inap instalasi rehabilitasi medik adalah sebagai berikut; 1. Pasien murni kandidat rehabilitasi medik 2. Pasien dinyatakan tidak membutuhkan perawatan lagi dari instalasi rawat inap rumah sakit, tapi masih membutuhkan pelayanan rehabilitasi medik rawat inap.60
Berdasarkan program pelayanan rehabilitasi medik tersebut di dalam instalasi rehabilitasi medik dapat dikembangkan pelayanan rehabilitasi medik rawat jalan dan pelayanan rehabilitasi medik rawat inap yang lebih spesialistik
sesuai
dengan
kecendrungan
epidemiologi,
kebutuhan
masyarakat dan kemampuan rumah sakit. Di samping itu dilaksanakan juga pelayanan rehabilitasi medik konsultatif terhadap pasien di instalasi rawat inap rumah sakit untuk memperpendek hari perawatan di rumah sakit. Adapun alur dari pasien yang membutuhkan pelayanan rehabilitasi medik, pasien dapat berasal dari; 1. Instalasi gawat darurat 2. Instalasi rawat jalan 3. Instalasi rawat inap 4. Konsul dari praktek Dr. Swasta atau Klinik 60
Soraya, Kerangka Acuan Praktikum Kesejahteraan Sosial pada bidang Pekerja Sosial Medis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2007), hal. 8
5. Rujukan dari rumah sakit atau intitusi kesehatan lainnya.
Dengan system satu pintu (one gate system) pasien dapat diterima di instalasi rehabilitasi medik dan kegiatan selanjutnya adalah; 1. Pemeriksaan, penilaian dan assessment 2. Paket program terapi a. Pelayanan rehabilitasi medik rawat jalan b. Pelayanan rehabilitasi medik rawat inap 3. Keluar atau dikembalikan oleh Dokter pengirim dalam keadaan; a. Sembuh tanpa cacat b. Cacat dengan impairmen, disabilitasi, handicap c. Meninggal 4. Kembali kemasyarakat.61 Alur pelayanan di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati, sebagai berikut;62 IRNA
TIM PENGENDALI ASKES
INS. TUR
PT
61
O T
TW
RT
PENDERITA
IR J
TEMPAT PENDAFTARAN PASIEN
KASIR
PJ. Penyususnan Prog.Laporan
Gudang IRM
PO
WS KWALIT I
PSI
PS M
Soraya, Kerangka Acuan Praktikum Kesejahteraan Sosial pada bidang Pekerja Sosial Medis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUPLAPORA Fatmawati, (Jakarta; 2007), hal. 9 62 N Soraya, Kerangka Acuan Praktikum Kesejahteraan Sosial pada bidang Pekerja Sosial Medis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2007), hal. 14
Gambar 2 Alur Pelayanan di Instalasi Rehabilitasi Medik F. Sumber Dana dan Pola Pendanaan Instalasi rehabilitasi medik merupakan salah satu dari beberapa instalasi yang ada di RSUP Fatmawati, yang berada di bawah naungan DEPKES RI dan yang menjadi sponsor utamanya adalah pemerintah. IRM RSUP Fatmawati juga menerima pemasukan yang berasal dari pasien-pasien yang menjalani pengobatan dan perawatan di IRM RSUP Fatamawati. Pola pendanaan yang diterima dan dijalankan oleh IRM RSUP Fatmawati adalah sentralisasi, di mana dana mengacu pada kebijakan anggaran dari RSUP Fatmawati. Dengan mekanisme, IRM RSUP Fatmawati membuat rancangan anggaran untuk satu tahun. Seluruh pemasukan dan pelayanan di IRM RSUP Fatmawati diserahkan kepada bagian keuangan RSUP Fatmawati dan kemudian instalasi IRM RSUP Fatmawati akan menerima dana operasional berjumlah satu juta rupiah setiap bulannya yang akan digunakan untuk pemeliharaan fasilitas-fasilitas IRM.
G. Organisasi dan Struktur Organisasi Instalasi Rehabilitasi Medik Sejak berlakunya SK Menkes RI. No. 983 tahun 1992 tentang pedoman Rumah Sakit Umum, maka perlu dilakukan penataan kembali Organisasi dan Tata Kerja instalasi rehabilitasi medik di Rumah Sakit;
1. Instalasi merupakan fasilitas penyelenggara pelayanan medis, pelayaan penunjang medis, pelatihan dan pemeliharaan sarana rumah sakit. 2. Instalasi di pimpin oleh seorang kepala dalam jabatan non structural 3. Sifat medis fungsional adalah kelompok Dokter yang bekerja pada instalasi dalam jabatan fungsional. 4. Staf para medis fungsional dan tenaga non medis adalah paramedis, perawat dan non perawat yang bertugas pada instalasi dalam jabatan fungsional.
Instalasi rehabilitasi medik di Rumah Sakit Umum Kelas A, B, Pendidikan dan non Pendidikan di pimpin oleh seorang Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik sebagai Kepala Instalasi atau Dokter Spesialis lainnya jika Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik belum ada. Untuk Rumah Sakit Umum Kelas C, bagi yang belum memiliki Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik. Instalasi rehabilitasi medik dapat di pimpin oleh seorang Dokter Umum atau lainnya yang sudah terlatih dalam bidang rehabilitasi medik. Instalasi rehabilitasi medik merupakan sarana untuk memberikan pelayanan yang diselenggarakan oleh tim rehabilitasi medik yang dipimpin oleh seorang kepala pelayanan sesuai dengan profesinya masing-masing dan
tiap-tiap pimpinan tersebut bertanggung jawab pada kepala pimpinan rehabilitasi medik.63
DIR. MEDIK & KEPERAWATAN
KA. IRM WK. KA. BID. UMUM DAN PENUNJANG.
NO. :OT.01.01.1.163 Tgl. 11 April 2005 TATA USAHA
WK. KA BID. PELAY. PENY. FISIOTERAPI PENY. OKUPASI TERAPI PENY. PSIK, REH. TERPADU & PEKERJA SOS. MEDIK PENY. ORT. PROST. & WORKSHOP PENY. TERAPI WICARA
Gambar 3. Stuktur Organisasi Rehabilitasi Medik64 Dalam melaksanakan tugasnya kepala IRM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Penunjang Medis dan Pendidikan dan Latihan, dengan koordinasi bidang Penunjang Medis. Para Koordinasi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala IRM, serta membantu tugas manajerial dan tugas teknis kepala IRM dalam ruang lingkup koordinasi masing-masing. Dari bagan sturktur organisasi IRM tampak memiliki seorang kepala instalasi yang membawahi tiga koordinasi yakni koordinasi bidang WK. KA. BID. Umum dan Penunjang, WK. KA. BID Pelayanan dan Tata Usaha. Namun secara struktural besar lembaga RSUP Fatmawati, cara pandang
63
Soraya, Kerangka Acuan Praktikum Kesejahteraan Sosial pada bidang Pekerja Sosial Medis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSPU Fatmawati, (Jakarta; 2007), hal.5 - 7 64 Profil Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2006), hal. 10
mengenai IRM berbeda – beda. Struktur organisasi RSUP Fatmawati terdiri dari tiga sudut pandang; 1. Ruang Rawat Rehabilitasi Medik (R3M) Jika dilihat dari sudut pandang R3M, maka IRM merupakan IRNA C. Dimana IRNA C ini merupakan kategori untuk rawat inap bidang rehabilitasi medik dan orthopedi, yang berada di bawah garis langsung dari Wakil Direktur Pelayanan Medis dan Keperawatan. 2. Instalasi Rehabilitasi Medik Sedang jika ditinjau dari sudut instalasi itu sendiri, IRM berada di bawah garis Wakil Direktur Penunjang Medis dan Pendidikan karena merupakan salah satu instalsi yang ada di RSUP Fatmawati. Termasuk juga karyawan – karyawan non dokter KomDIK) yang berdiri sendiri dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur RSUP Fatmawati.65
3. Satuan Medis Fungsional (SMF) merupakan kumpulan dokter spesialis rehabilitasi yang terbagi kedalam sub spesialis seperti Sub Spesialis Rehabilitasi Pediatri atau Anak, Rehabilitasi Neurologi, Rehabilitasi Geriatri, Rehabilitasi Tangan. Dalam pelayanannya SMF bekerja sama dengan instalasi rehabilitasi medik, instalasi rawat inap dan instalasi rawat jalan. SMF berada di bawah garis komando (lintas fungsi) Komite Medik (KomDik) yang berdiri
65
Djadjat Sudradjat, Laporan Akhir Praktikum, (Jakarata; Desember, 2000), hal. 9 – 10
sendiri dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur RSUP Fatmawati.
Sedangkan keseluruhan jalannya kegiatan di RSUP Fatmawati berada di bawah pengawasan Satuan Pengwasan Intern yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur RSUP Fatmawti itu sendiri.
H. Jumlah Karyawan di Instalasi Rehabilitasi Medik.66 Jumlah karyawan di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati pada saat ini berjumlah 59 orang. Daftar nama serta jumlah kaaryawan tercantum dalam lampiran.
I. Jumlah Pasien di Ruang Rawat Inap Rehabilitasi Medis Tabel 5 Jumlah Pasien di Ruang Rawat Inap Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Bulan Mei 2009 No
66
Kecacatan
Penderita
Jumlah
Pria
Wanita
1
Paraplegia
6
1
7
2
Spondilitis TB
2
-
2
3
Scoliosis
-
1
1
Data Karyawan Per Januari 2009,
4
THRI
-
1
Jumlah
1 12
10. Kedudukan Pekarja Sosial Medis dalam Struktur Organisasi Seperti yang tertera dalam buku pedoman Pelayanan Rehabilitasi dan Pengembangan Unit Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit Umum (Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Pelayanan Medis Departemen Kesehatan RI No. 283/YAN/RS.UM.DIK/III/86 dalam bab IV) menyatakan bahwa Pekarja Sosial Medis merupakan Sub Unit dari Instalasi Rehabilitasi Medik. Pekerja sosial medis merupakan salah satu anggota Tim Rehabilitasi Medik. Tim ini bekerja secara terintegrasi antara anggota yang satu dengan anggota yang lain, dengan kata lain bekerja secara ’team work’ dan hubungan antara anggota tim adalah sacara koordinator.
Pekerja sosial medis yang terdapat di IRM RSUP Fatmawati pada dasarnya berfungsi untuk memperlancar usaha pemulihan kemampuan fisik, mental, sosial serta kemampuan kerja penderita sakit dan cacat. Dalam melaksanakan penyelesaian masalah sosial penderita pekerja sosial medis dalam kerjanya, bertanggung jawab langsung kepada Instalasi Rehabilitasi Medik dan Penanggung Jawab II.
Kepala Instalasi Rehabilitasi Medik Dr. A. Peny Kusumastuti, Sp.RM
WA.KA. BID. ADM dan JANG
WA.KA. BID. Pelayanan
M. Jamaludin, SKM, SSt.Ft
Dr. Jhony Sieman, Sp.RM
Peny. Fisioterapi Sarono, SKM, SSt.Ft
Peny, Okupasi Terapi Mahrus As’ari, Amd.TW
Peny. Terapi Wicara Sugiri, Amd.TW
Peny. Psikologi dan Rehab. Terpadu Soraya, S.Sos
Peny. PO dan Workshop Sumedi
GAMBAR 4. Struktur Organisasi Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A.
Tahapan Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati. Pasien yang akan menjalani perawatan di instalasi rehabilitasi medik
baik berupa rawat inap maupun rawat jalan akan melewati berbagai rangakaian tahapan tersendiri. Pada tahap awal pasien akan melewati proses penerimaan oleh pekerja sosial medik, pasien yang datang ke ruang pelayanan sosial medik pada dasarnya berasal dari berbagai instalasi yang ada di RSUP Fatmawati bahkan ada pula yang melalui rujukan atau referal dari dokter atau suster di poliklinik. Selama pasien menjalani perawatan pekerja sosial akan melakukan berbagai bimbingan sosial demi membantu pasien dalam membantu menghadapi berbagai permasalahan sosial pasien yang dapat menghambat proses penyembuhan pasien. Selain itu pekerja sosial juga melakukan evalusai dan pemantauan perkembangan pasien serta mencarikan alternatif pemecahan masalah yang dialami pasien baik berupa masalah sosial maupun masalah ekonomi. Adapun tahapan dari pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati itu sendiri adalah sebagai berikut:
1. Tahap Penerimaan atau Intake Tahap ini adalah tahap yang mengawali semua proses pelayanan sosial medis di intalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati bagi penderita paraplegia. Hal ini sesuai dengan Buku Saku Pekerja Sosial (bab II, hal:22) Pada tahap ini, pekerja sosial biasanya mendapat rujukan dari dokter atau suster yang ada di poliklinik, rujukan tersebut menyatakan bahwa pasien yang dirujuk memerlukan biaya untuk pengobatan dan memerlukan bantuan pekerja sosial untuk mencarikan alternatif bantuan dana. Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Ibu Soraya selaku Pekerjaa Sosial Medis di Instalasi Rehabilitasi Medik; “ Tahap pertama kita itu adalah tahap penerimaan atau intake terhadap pasien yang datang berdasarkan rujukan atau referral dari dokter atau suster di poli. “67
Selain menerima rujukan dari poliklinik, pekerja sosial juga selalu rutin melakukan kunjungan ke ruang rehabilitasi selain untuk mengetahui perkembangan pasien lama juga guna mengetahui apakah ada pasien baru namun belum terdata. Selain melakukan kunjungan rutin biasanya suster yang bertugas di rawat
inap memberitahukan
keberadaan pasien baru guna didata oleh pekerja sosial. Pak Madina selaku Pekerja Sosial mengatakan hal yang serupa mengenai tahap penerimaan ini; 67
Informan Soraya, 27 Mei 2009
“… yaa,, pasien yang datang itu bukan cuma dari poli aja. Tapi juga dari suster ruangan… tiap minggunya kan kita selalu rounde sekalian pemantauan dari situ juga bisa diketahui apa ada pasien baru atau enggak…”68
Pasien rawat inap intensitas pertemuan dengan pekerja sosial medis jauh lebih banyak dibanding dengan pasien yang rawat jalan, jadi yang lebih banyak melakukan bimbingan sosial adalah pasien rawat inap. Sedang pada pasien rawat jalan pekerja sosial sangat jarang melakukan bimbingan sosial. Hal ini diakui oleh seorang pasien rawat jalan bernama Bapak Nana Tarna; “…yang namanya bimbingan sosial atau cuhat-curhatan dulu sering banget. Tapi itu dulu waktu saya masih dirawat sama masih belom bisa nerima keadaan saya yang sekarang… tapi sekarang mah saya udah ikhlas makanya udah jarang curhat,,, tapi masih sering kesini mbak… biasa mau minta bantuan buat biaya obat sama alat Bantu pan mahal tu, apa lagi alat bantu…”69
2. Tahap Assessment Pada tahap ini, pekerja sosial melakukan identifikasi terhadap permasalahan yang tengah dihadapi oleh pasien. Pekerja sosial melakukan berbagai wawancara baik dengan pasien maupun dengan keluarga pasien itu sendiri, sehingga pekerja sosial akan mendapatkan berbagai pemahaman mengenai kondisi pasien. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ibu Soraya; “… naah yang kedua itu namanya assessment, setelah melakukan penerimaan dari dokter atau suster kita melakukan assessment guna mendapatkan data-data dasar mengenai pasien…”70
68
Informan Madina, 28 Mei 2009 Informan Nana Tarna, 20 Mei 2009 70 Informan Soraya, 28 Mei 2009 69
Pada tahap ini, pekerja sosial melakukan wawancara mengenai biodata pribadi pasien, riwayat penyakit atau kecelakaan, pertolongan pertama saat sakit atau kecelakaan hingga pada akhirnya sampai di RSUP Fatmawati. Selai itu pekerja sosial juga melakukan wawancara atau menanyakan latar belakang keluarga serta ekonomi pasien, hal ini berguna untuk mengetahui siapa penanggung jawab pasien selama pasien menjalani pengobatan di ruang rehabilitasi medik. Berikut penjelasan dari Ibu Soraya; “… seperti yang tadi saya bilang, bahwa pada tahap assessment ini kami melakukan wawancara dengan pasien dan keluarganya. Adapun yang kami tanyakan mengenai biodata pribadi pasien, latar belakang keluarga dan ekonomi ini penting karena menyangkut biaya administrasi selama pasien dirawat disini. Kemudian kami juga menanyakan mengenai riwayat penyakit atau asal muasalnya pasien jadi cacat…”71
Seorang pasien bernama Dewi, mengakui bahwasanya memang benar adanya wawancara pribadi yang dilakukan oleh pekerja sosial dan hal tersebut dilakukan oleh pekerja sosial hampir setiap hari sampai data yang diperlukan telah mencukupi. Adapun pengakuan dari Nona Dewi adalah sebagai berikut; “Hmm… iya kok mbak, emang saya pernah ditanya-tanya soal awal mula saya sakit, terus dulunya dirawat dimana,,, terus… ya banyak deh pokoknya sampe nanya soal kerjaan Bapak gitu,,,”72
Pada tahap ini pekerja sosial memiliki tiga tahap tersendiri dalam melakukan assessmen, hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Ibu Soraya sebagai berikut; 71 72
Informan Soraya, 28 Mei 2009 Informan Dewi, 18 Mei 2009
“… Assessment itu pada dasarnya memiliki tiga tahap tersendiri dalam pelaksanaannya. Mulai dari pengumpulan data, diagnosa sosial dan menentukan fokos pemecahan masalahnya…”73
Seperti
yang
telah
dijelaskan
diatas
bahwa
dalam
pelaksanaannya assessment memiliki tiga tahap tersendiri, berikut penjabarannya; a. Pengumpulan Data Pengumpulan
data
adalah
dimana
pekerja
sosial
mengumpulkan berbagai data penting mengenai pasien seperti nama, umur, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa dokter dan alamat lengkap pasien. selain itu pekerja sosial mewawancarai pasien mengenai riwayat penyakit pasien mulai dari awal mengalami sakit atau kecelakaan alur pengobatan pasien hingga pada akhirnya pasien sampai di RSUP Fatmawati dan di rawat di ruang rehabilitasi medik. Setelah itu pekerja sosial juga mendata struktur keluarga pasien apakah pasien sudah memiliki keluaarga atau masih tinggal bersama keluarganya, pekerja sosial juga menanyakan secara rinci mengenai kondisi lingkungan terutama keadaan rumah pasien yang nantinya akan disusul dengan melakukan kunjungan rumah dan data mengenai kondisi ekonomi pasien hal ini bertujuan untuk mengetahui siapa penjamin pasien selama pasien menjalani perawatan di ruang rehabilitasi medik RSUP
73
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Fatmawati. Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Ibu Soraya; “… pada langkah awal kami melakukan pendataan datadata penting pasien seperti biodata pasien, riwayat sakitnya pasien, struktur keluarganya, keadaan rumah pasien hingga bagaimana kondisi ekonomi pasien biasanya khusus untuk kondisi rumah dan ekonomi kami melakukan kunjungan rumah yang bertujuan untuk memperkuat pengakuan pasien mengenai kondisi ekonomi dan rumah atau lingkungan pasein…”74
b. Diagnosa Sosial Tahap pelaksanaan kedua dari assessment adalah diagnosa sosial. Diagnosa sosial ini lebih kepada kondisi kejiwaan atau psikologis dan fisik pasien serta kondisi ekonomi pasien apakah termasuk pada golongan keluarga mampu, menengah atau bawah sekali lagi hal ini berkaitan dengan penjamin pasien selama pasien mengalami perawatan. Seperti yang dijelaskan oleh Ibu Soraya, sebagai berikut; “… sedangkan diagnosa sosial yaa… memang kita masih membahas kondisi ekonomi dan rumah pasien namun bukan cuma itu saja pada dianosa sosial ini kita juga memperhatikan kondisi fisik serta psikis pasien juga…”75 c. Fokus Pemecahan Masalah Fokus pemecahan masalah atau biasa disebut dengan rencana tindakan adalah dimana pekerja sosial mencarikan alternatif jalan keluar bagi pasien dengan berpedoman pada hasil pengumpulan data dan diagnosa sosial dan hasil dari assessment ini terangkum secara singkat dan jelas dalam study kasus. Ibu 74 75
Informan Soraya, 28 Mei 2009 Informan Soraya, 28 Mei 2009
Soraya selaku pekerja sosial mengatakan hal yang sama mengenai fokus pemecahan masalah, sebagai berikut; “Fokus pemecahan masalah biasa dikenal dengan rencana tindakan untuk pasien hal ini berupa rencana kedepan apa saja yang cocok untuk pasien dengan berpegangan pada hasil dari pengumpulan data dan diagnosa sosial…semua hasil dari serangkaian assessment ini tertuang dalam yang namanya study kasus”76 3. Tahap Rencana Intervensi Tahap ketiga dalah tahap rencana intervensi yang dimaksud dengan rencana intervensi atau pemecahan masalah ini adalah dimana pekerja sosial menentukan rencana kedepan untuk pasien, dalam menentukan rencana tersebut pekerja sosial berpedoman pada hasil wawancara saat melakukan assessment. Dari hasil assessment tersebut akan menentukan tindaklanjut seperti apa cocok untuk pasien. Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Ibu Soraya selaku pekerja sosial medis; “…Rencana intervensi itu gunanya menentukan jalan keluar seperti apa yang cocok untuk tiap pasien. Yaa… meskipun pada dasarnya tidak ada perbedaan yang mencolok dari tiap-tiap pasien…”77
Hal serupa juga dikatakan oleh Bapak Madina selaku pekerja sosial medis bagian lapangan; “… yaa… kurang lebih seperti mencarikan jalan keluar untuk pasien. Kasus dari tiap pasien kan beda yaa… ada juga sih beberapa yang sama, tapi yang jelas berbeda itu kan kondisi kejiwaan, tapi inti sari intervensi yaa… itu tadi jalan keluat atau pemecaahan masalah untuk pasien.”
76 77
Informan Soraya, 28 Mei 2009 Informan Soraya, 28 Mei 2009
4. Tahap Implementasi Rencana Intervensi Tahap pelaksanaan rencana pemecahan masalah atau yang lebih dikenal dengan implementasi rencana intervensi adalah tahap dimana pasien mulai mendapatkan berbagai layanan sosial medis berdasarkan dari hasil assessment, dalam pelaksanaannya itu sendiri meliputi berbagai kegiatan penting seperti penumbuhan kesadaran dan pemberian motivasi,
pemberian
kemampuan
atau
keterampilan,
pemberian
kesempatan dan mobilisasi sumber. Sebagai mana yang telah dijelaskan oleh Ibu Soraya sebagai berikut; “Pada pelaksanaan rencana pemecahan masalah biasanya kami memiliki empat kegiatan yang meliputi pemberian motivasi dan penumbuhan kesadaran, pemberian keterampilan atau kemampuan, pemberian kesempatan dan mobilisasi sumber… dan dari tiap-tiap kegiatan itu memiliki tujuan dan manfaat tersendiri…”78
Adapun kegiatan-kegiatan pelaksanaan rencana pemecahan masalah itu sendiri adalah sebagai berikut; a. Penumbuhan Kesadaran dan Pemberian Motivasi Kebanyakan pasien yang ditangani oleh pekerja sosial medis adalah pasien paraplegia baru yang artinya awalnya mereka adalah orang normal yang selula beraktifitas dengan kedua kakinya. Pada kasus pasien baru ini biasanya pasien akan mengalami depresi berat yang mengakibatkan hilangnya rasa kepercayaan diri dan harapan hidup mereka, berbagai perasaan takut merepotkan orang terdekat tau takut kehilangan baik keluarga atau cita-cita.
78
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Oleh
karenanya,
sangatlah
penting
adanya
penumbuhan
kesadaran dan pemberian motivasi bahwa tak selamanya seorang paraplegic adalah seorang yang memiliki masa depan suram. Pekerja sosial bukannya hanya memberikan nasihat saja tetapi juga memberikan buktinya nyata bahwa seorang paraplegic pun dapat bergerak maju meski dengan keterbatasan yang dimilikinya. Hal ini serupa dengan apa yang dijelaskan oleh Ibu Soraya; “…begini yaa… Fit, kan kamu tahu bahwa kebanyakan pasien yang dirawat diruang rehabilitasi medik itu kan pasien korban kecelakaan. Jadi awalnya mereka itu yaa… normal seperti kita, makanya banyak yang prustasi begitu difonis paraplegia sama dokter. Nah… disini tugas kita lumayan berat sosalnya kita harus mampu mengembalikan kepercayaan diri mereka, kita juga harus mengubah sudut pandang mereka mengenai kecacatan. Meski terbatas mereka juga tetap bisa maju mewujudkan impian mereka masing-masing…”79
Hal ini juga diyakinkan oleh Bapak Nana Tarna yang pernah menjalani perawatan di RSUP Fatmawati, beliau meng-iya-kan bahwa benar adanya tentang pemberian motivasi dan kesadaran ini. Bapak Nana Tarna awalnya mengalami depresi berat kemudian Ibu Soraya memberikan berbagai pencerahan dan Bapak Madina mengajak Bapak Nana Tarna keberbagai tempat rehabilitasi sosial khusus paraplegia. Beliau diperlihatkan kepada kenyataan bahwa seorang paraplegic pun dapat terus maju dan dapat menghidupi dirinya sendiri serta keluarga meski dengan berbagai keterbatasan. Berikut pengakuan dari Bapak Nana Tarna yang kini telah mempunyai sepeda motor khusus orang cacat, hasil rangkaian seorang temannya yang sesama paraplegia; 79
Informan Soraya, 28 Mei 2009
“… saya ini awalnya normal,, tapi karena kecelakaan waktu kerja bangunan… waktu itu saya jatoh dari atep genteng terus jatohnya duduk gitu, saya pikir mah kaga kenapa-kenapa eh kaga taunya gak bisa diri. Pokoknya pas tau jadi cacat saya putus asa banget untung ada Ibu Soraya yang terus-terusan kasih pengertian ke saya.. terus Pak madina juga ngajak saya ke Bambu Apus ama tempat rehabilitasi yang di Bogor itu yang katanya bikinan orang jepang cuma dikelola sama orang DEPSOS. Yaa… akhirnya saya sadar kalo hidup saya masih harus dijalani….”80
b. Pemberian Kemampuan Dalam pemberian kemampun pekerja sosial bekerjasama dengan Okupasi Terapi. Okupasi terapi itu sendiri adalah tempat pembelajaran bagi semua pasien cacat baik yang rawat inap maupun yang rawat jalan, ditempat ini pasien akan diberi berbagai kemampuan melakukan kegiatan sehari-hari seperti cara naik dan turun dari kursi roda, berpindah tempat dari kursi roda ke tempat duduk atau kloset. Sementara
itu
tugas
dari
pekerja
sosial
itu
sendiri
adalah
merekomendasikan pasien agar mendapatkan pelatihan tersebut dan memantau atas perkembangan pasien dari hari kehari. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibu Soraya; “… disini kami bekerja sama dengan okupasi terapi, dan disana nantinya pasien akan mendapatkan pelatihan bagaimana cara melakukan kegiatan sehari-hari mereka. Dan… tugas kami pekerja sosial adalah melakukan pemantauan dan merekomendasikan pasien kepada okupasi terapi, yaa… meskipun pada dasarnya sudah direkomendasikan oleh dokter yang menangani pasien…”81
80 81
Informan Nana Tarna, 20 Mei 2009 Informan Soraya, 28 Mei 2009
Nona Dewi, selaku pasien rawat inap diruang rehabilitasi medik mengakui bahwa benar adanya beliau mendapatkan pelatihan keseharian yang diberikan oleh para terapis di okupasi terapi dan pekerja sosial yang merekomendasikan serta memantau perkembangan beliau setiap harinya. Selain itu Nona Dewi merasa tertolong dengan adanya pelatihan ini beliau jadi dapat melakukan kegiatan sehari-harinya di rumah sakit dengan mandiri dan tanpa bantuan dari orang lain, meski beliau mengaku bahwa sulit melakukan hal tersebut pada walnya terutama saat berpindah dari kursi roda ketempat lainnya. Berikut pengakuan dari Nona Dewi; “… iya, waktu itu saya ragu apa bisa saya ngapa-ngapain sendiri. Eh… pas dapet pelatihan dari kakak-kakak di okupasi terapi Alhamdulillah sekarang saya kalo mau ngapai-ngapain bisa sendiri gak ngerepotin Umi lagi…”82
Sudah jelas tujuan dari diadakannya pemberian kemampuan ini adalah untuk memberikan berbagai keterampilan keseharian bagi pasien dan tatkala pasien keluar dari rumah sakit pasien telah siap dengan kemapuan melakukan kegiatan sehari-harinya tanpa harus merepotkan oran lain dan hal in berguna untuk melatih kemandirian pasien. c. Pemberian Kesempatan Bagi pasien yang telah siap untuk pulang kelingkungan masingmasing sebulum benar-benar pulang pekerja sosial melakukan pemberian kesempatan kepada pasien bagi yang ingin kembali bekerja atau sekolah, tentunya dengan mengadakan konfirmasi ketempat pasien
82
Informan Dewi, 18 Mei 2009
dulu bekerja atau sekolah. Hal ini diakui oleh Bapak Nana Tarna yang dulu sebelum keluar dari rumah sakit pernah ditawari oleh pekerja sosial apakah mau melanjutkan kerja atau tidak, berikut penuturan Bapak Nana Tarna; “ Iya, Mbak… dulu waktu mau keluaar dari rumah sakit kira-kira dua apa satu minggu sebelum keluar. Bu Soraya pernah tanya saya mau kerja ditempat yang dulu apa gak, tapi saya tolak soalnya kan dulu saya cuma tukang bangunan…jadi yaa.. enggak mungkin bisa balik kesana kan.”83
d. Mobilisasi Sumber Bagi pasien yang menolak untuk kembali bekerja atau sekolah ditempat yang lama, pekerja sosial memberikan alternatif lain yakni dengan menawarkan tempat rehabilitasi cacat. Ditempat rehabilitasi ini mereka akan diberi berbagai keterampilan dan pendidikan untuk menunjang penghudupan mereka, keterampilan yang diberikan dapat berupa
menjahit,
menyulam,
computer,
keahlian
teknis
(yang
berhubungan dengan listrik) hingga otomotif tergantung dari minat tiap pasien. Serupa dengan yang dikatakan oleh Ibu Soraya; “ Mobilisasi sumber adalah dimana saya selaku pekerja sosial memberikan alternatif lain untuk pasienyakni memberikan berbagai informasi mengenai tempat rehabilitasi cacat sehingga mereka bisa mendapatkan pembelajaran dan berbagai keterampilan seperti menjahit, computer, otomotif, linstrik dan lainnya…”84
83 84
Informan Nana Tarna, 20 Mei 2009 Informan Soraya, 28 Mei 2009
Hal ini juga diakui oleh Bapak Nana Tarna yang pernah menjalani rehabilitasi di Bogor, berikut pengakuan dari Bapak Nana Tarna; “ Iya saya pernah ngejalanin pelatihan di Bogor tapi cuma sebentar yaa… sekitar setahunan gitu yaa… Alhamdulillah sekarang bisa ngidupin keluarga sekarang saya buka konter pulsa sama serpisnya sekalian. Dulu kan diajarin elektronik gitu… yaa Alhamdulillah-lah”85
5. Tahap Monitoring dan Evaluasi Pada tahap ini tugas pekerja sosial medis adalah memonitoring atau memantau sejauh mana hasil dari pelaksanaan rencana pemecahan masalah yang sedang dan sudah berjalan terhadap pasien. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan pasien atas treatment yan telah diberikan. Bapak Madina mengatakan hal serupa, sebagai berikut; “monitoring atau pemantauan atas treatment yang diberikan apakan mengalami kegagalan atau tidak…”86
Setelah melakukan monitoring pekerja sosial melakukan evaluasi atas perkembangan pasien baik secara psikis maupun fisik pasien itu sendiri dan hasil evalusi ini dibicarakan dengan tim rehabilitasi medik setiap hari senin pagi. Hal ini bertujuan untuk menghindari kegagalan dan langkah apa lagi yang akan dilakukan untuk kemajuan serta kesembuhan pasien. 6. Tahap Perencanaa dan Pelaksanaan Rencana Tindak Lanjut
85 86
Informan Nana Tarna, 20 Mei 2009 Informan Madina, 27 Mei 2009
Pada dasarnya inti dari tahap ini adalah persiapan yang dilakukan pekerja sosial medis dalam mempersiapkan segala kondisi atau keadaan keluarga dan lingkungan agar dapat menerima keadaan pasien, selain itu pekerja sosial sudah melakukan kunjungan rumah sehingga saat dokter yang menangani pasien menyatakan pasien sudah diperbolehkan untuk pulang kondisi rumah sudah dikondisikan semaksimal mungkin sesuai dengan kondisi pasien. Tentunya pasien yang akan dipulangkan sudah siap dengan segala kemandiriannya dan tidak bergantung pada lingkungannya serta dapat melakukan berbagai hal, oleh karena itu saat akan memutuskan bahwa pasien akan dipulangkan pasien harus berada ditahap siap dan dalam kondisi terbaik. Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Ibu Soraya; “pada intinya perencanaan dan pelaksanaan tindak lanjut ini adalah persiapan pulang untuk pasien… tentunya berdasarkan surat rujukan dari dokter terkait dan persiapan yang dilakukan adalah persipan kondisi rumah dan lingkungan yang disesuaikan dengan keadaan pasien…”87
Pada saat melakukan kunjungan rumah pekerja sosial medis mendapatkan beberapa rumah pasien yang tidak memungkinkan ditempati oleh pasien berkursi roda, oleh karenanya pekerja sosial menawarkan tempat tinggal sementara ditempat rehabilitasi cacat yang telah menjalin hubungan kerja sama dengan pihak rumah sakit. Akan tetapi tidak semua pasien bersedia ditempatkan di rehabilitasi medik dan bersikeras untuk tinggal di rumah mereka. Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Bapak Madina, sebagai berikut; 87
Informan Soraya, 28 Mei 2009
“… pada saat waktu pemulangan pasien ada aja rumah pasien yang kondisi medannya kurang tepat untuk ditinggali pasien berkursi roda, makanya kami menawarkan tempat tinggal sementara yaa… ditempat rehabilitasi atau yayasan sosial. Tapi… itu semua tergantung keputusan pasien sendiri…”88
Pernyataan Bapak Madina diatas diakui oleh Nona Dewi selaku pasien rawat inap yang dua minggu kedepan berencana mendapatkan izin pulang. Beliau mendapat tawaran untuk tinggal di rehabilitasi cacat, karena mengingat tempat tinggalnya yang berada dikaki gunung di daerah Bogor sehingga medan atau lingkungan kurang cocok untuk pasien berkursi roda. Akan tetapi Nona Dewi menolak da nbersikeras untuk tetap tinggal di Bogor bersama kedua orang tuanya, selain itu keluarga pasien tidak mengizin pasien untuk tinggal direhabilitasi dikarenakan pasien adalah anak tunggal. Berikut pengakuan Nona Dewi; “oh… ya, waktu tahu saya ada rencana pulang sama Bu Soraya ditawari ke panti tapi saya tolak. Saya… maunya sama Umi aja, gak apa gak bisa kemana-mana karena nanti peke kursi roda kan yang penting tinggal sama keluarga….”89
7. Tahap Terminasi Tahap terminasi adalah tahap akhir dari pemberian pelayanan kepada penerima layanan dalam hal ini penerima layanan adalah pasien. Meskipun pelayanan sosial medis di Instalasi Rehabilitasi Medik yang diberikan oleh pekerja sosial sudah selesai, namun pekerja sosial tetap melakukan pemantaun atau kunjungan berkala ke rumah pasien atau
88 89
Informan Madina, 27 Mei 2009 Informan Dewi, 18 Mei 2009
ketempat rehabilitasi pasien. Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Bapak Madina; “ yaa… meski pasien sudah tidak dirawat lagi kami tetap melakukan pemantaun ketempat pasien. yaa… tahap awal dua minggu sekali lalu jadi sebulan sekali… yaa… sampai kami yakin bahwa pasien benar-benar memang sudah sewajarnya dilepas….”90
Selain melakukan pemantau pekerja sosial tetap menjaga hubungan baik atau silahturahim antara keluarga pasien, pihak rumah sakit dan bila pasien tinggal di rehabilitasi sosial tentunya menjaga hubungan baik dengan pihak pengelola rehabilitasi sosial tersebut. Menjaga hubungan baik atau tali silahturahim ini sesuai dengan ajaran Islam, dalam Al-Qur’an surat Al-maidah ayat 2 yang berbunyi
Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi`ar-syi`ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaaid, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah 90
Informan Madina, 27 Mei 2009
berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolongmenolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya.” (QS. Al-maidah : 2)
Hal ini juga diakui oleh Bapak Nana Tarna seorang pasien rawat jalan yang meski sudah 2 tahun keluar dari rumah sakit namun masih tetap menjalin hubungan baik dengan pekerja sosial. Berikut pernyataan Bapak Nana Tarna; “… yaa… saya merasa beruntung sekali dulu dirawat disini soalnya selain pelayanan sosial medisnya ngebantu banget sampe sekarang antara saya sama Bu Soraya ama Pak Madina masih sering ketemu yaa… paling kaga masih suka telpon-telponan yaa… itung-itung silahturahim kan,…”91
Dari semua penjelasan diatas penulis membuatkan tabel tahapan pelayanan sosial medis yang dilakukan oleh pekerja sosial medis terhadap pasien paraplegia yang terlampir dalam lampiran.
B.
Fungsi Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati. Pada dasarnya inti dari fungsi pelayanan sosial medis adalah berupaya
semaksimal mungkin mengembalikan keberfungsian sosial pasien, namun berdasarkan dari hasil wawancara yang sudah dilakukan dapat dirumuskan bahwa ada lima point penting fungsi dari pelayanan sosial medis. Kelima fungsi pelayanan sosial medis itu sendiri adalah sebagai berikut;
91
InformanNana Tarna, 20 Mei 2009
1. Membantu menyelesaikan masalah sosial, ekonomi dan emosional pasien. ketika seseorang dinyatakan atau difonis menjadi seorang paraplegic atau biasa dikenal dengan lumpuh dua anggota gerak bawah (kaki) seumur hidup atau permanent, sudah dapat dipastikan ia akan mengalami depresi berat mulai dari hilangnya rasa kepercayaan diri, keputus asaan, merasa tidak berguna hingga perasaan negatif lainnya. Disinilah fungsi utama pelayanan sosial medis membantu masalah emosional pasien dengan mendengarkan segala keluh kesah pasien seraya memberikan berbagai alternatif penyelesaiannya. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Soraya, sebagai berikut; “… pasien baru biasanya akan mengalami yang namanya goncangan jiwa berat, semua hal yang ada dipikirannya adalah negatif. Biasanya butuh usaha keras untuk mendekati pasien seperti ini, dan tentunya kita membutuhkan bantuan dari psikologi… yaa… agar kita lebih bisa menyelami tingkat emosional pasien…”92
Oleh karenanya penting mengetahui keadaan sosial pasien, diagnosa, proses penanganan serta program rehabilitasi seperti apa yang cocok untuk pasien dan paling berdaya hasil. Dengan adanya layanan bimbingan sosial, konsultasi, wawancara dan membantu mencarikan donatur maka beban sosial, ekonomi dan emosional pasien akan berkurang
sehingga
membantu
proses
penyembuhan
dan
kemandirian pasien tersebut. Hal ini sebagaimana yang jelaskan oleh Bapak Madina;
92
Informan Soraya, 28 Mei 2009
” yaa... untuk bisa membantu masalah ekonomi, sosial sam emosionlnya pasien kita butuh mengetahui beberapa data penting tentang pasien...”93
2. Membangun hubungan kekeluargaan
yang baik. Dalam proses
penyembuhan ada beberapa pihak yang mentukan keberhasilan pengobatan pasien, pihak tersebut selain pasein itu sendiri juga ada pihak keluarga yang mempunyai andil besar dalam memperlancar proses penyembuhan pasien. Sekali lagi dengan adanya pekerja sosial medis yang memberikan layanan konsultasi baik bagi pasien atau keluarga dalam layanan tersebut pekerja sosial akan menyampaikan baik kepada keluarga maupun pasien agar dapat memotivasi satu sama lain selain mereka pun akan mendapat motivasi dari pekerja sosial itu sendiri. Hubungan baik memang sudah seharusnya dijaga sedini mungkin, hal yang dilakukan oleh pekerja sosial sesuai dengan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim yang artinya; “ Barang siapa ingin dipanjangkan umurnya oleh Allah maka hubungkanlah tali kasih sayang (silahturahim)” (HR. Bukhori dan Muslim)
3
Selain membantu pasien menjalin hubungan baik dengan kelurganya sendiri, layanan yang diberikan oleh pekerja sosial medis membantu memperlancar hubungan dengan pihak-pihak yang ada di rumah sakit. Seperti halnya jika dari pihak dokter atau instalansi lain membutuhkan keadaan sosial pasien atau data pribadi pasien secara
93
Informan Madina, 27 Mei 2009
lengkap maka dengan adanya layanan wawancara untuk mengetahui keadaan sosial. Kronologis atau riwat penyakit pasien instalansi lain tidak perlu
mengadakan
wawancara
kembali namun dapat
menanyakannya secara langsung kepada pekerja sosial medis, dengan begitu tidak pasien tidak perlu merasa terbebani dengan berbagai macam pertanyaan yang samaa tiap harinya. Selain itu karena hubungan baik dengan pihak rumah sakit sudah terjalin maka penderita pun akan mendapatkan berbagai informasi tentang keadaan fisiknya selain telah dijelaskan oleh dokter terkait pekrja sosial akan menjelaskan secara lebbih rinci dan tentunya dengan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien itu sendiri. Hal ini serupa dengan penjelasan dari Ibu Soraya, sebagai berikut; “… yaa… Fit, yang namanya menjalin hubungan baik dengan pihak dokter, pasien dan instansi lainnya itu sangat harus. Hal ini bertujuan agar pasien mendapatkan pelayanan semaksimal mungkin dari instandi lainnya, kan diawal dibilang kita melakukan rekomendasi kepada instansi lain. Nah… supaya mereka welcome terhadap pasien kita maka diawali dari kita sebagai petugas pelayanan sosial medis….”94
4. Tidak jarang pasien yang enggan dipulangkan meski keadaannya telah jauh lebih baik dan telah siap untuk kembali kelingkungannya, hal ini terjadi kerena perasaan cemas dan takut tidak diterima oleh lingkungan atau takut mendapat perlakuan buruk seperti di ejek atau diperolok-olok yang pada akhirnya pasien akan mengemukakan berbagai alasan untuk menunda kepulangnnya. Oleh karenanya diadakan yang namanya layanan kinjungan rumah, dengan adanya 94
Informan Soraya Kamis 28 Mei 2009
layanan kunjungan rumah, mempermudah pasien berdaptasi dengan masyarakat atau lingkungannya. Hal ini diakui oleh Bapak Nana Tarna; “… waktu dokter bilang saya sudah boleh pulang saya nunda beberapa hari, bukannya punya banyak uang tapi saya masih belum siap secara batin. Takut kena pandangan miring gitu… tapi saya bisa diyakinin sama Bu soraya, eh… gak taunya saya udah ditunggu dirumah….”95
Seperti halnya yang dilakukan oleh pekerja sosial melakukan kunjugan rumah meneliti keadaan sosial serta rumah tinggal pasien dan memberikan berbagai pengertian baik kepada keluarga maupun masyarakat sekitar tentang bagaimana keadaan pasien saat pulang nanti sehingga lingkungan terutama tidak merasa kaget atau terkejut dan hal ini mempermudah pasien untuk melakukan adaptasi dengan kondisinya yang baru. 5. Selain dari mempersiapkan penyesuain diri pasien dengan lingkungan masyarakat maupun sebaliknya, seorang pekerja sosial juga memberiakan layanan persiapan kelengkapan adminstrasi untuk kepulangan pasien. Dalam layanan ini pekerja sosial akan menghubungi pihak penanggung jawab mengenai pembayaran atau kelengkapan biaya yang harus dibayarkan kepada administrasi rumah sakit, yang kemudian pekerja sosial akan mengkonfirmasikan hal tersebut kepada pihak adminstrasi rumah sakit sehingga pasien tidak perlu repot atau pusing dengan biaya yang akan dibayarkan.
95
Informan Nana Tarna Selasa 20 Mei 2009
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelayanan Sosial Medis 1. Faktor pendukung Selama proses pelayanan sosial medis berjalan ada beberapa faktor yang mendukung kelancaran pelaayanan sosial medis bagi penderita paraplegia. Faktor pertama adalah sarana dan prasarana yang disediakan dari pihak rumah sakit seperti kantor untuk memudahkan pasien melakukan bimbingan sosial, kursi roda pinjaman dari rumah sakit untuk pasien yang belum memiliki kursi roda sehingga memudahkan pasien melakukan berbagai hal dan menerima berbagai layanan dari pekerja sosial medis. Kedua datang dari pihak keluarga pasien, tatkala pekerja sosial medis ingin melakukan wawancara untuk keperluaan data dan pasien belum dapat diwawaaancarai pekerja sosial dapat menanyakan terlabih dahulu kepada pihak keluarga, selain itu pihak keluarga juga membantu menghubungkan antara pekerja sosial medis dengan pasien juga membantu menjelaskan kepada pasien mengenai berbagai treatment dan alternatif pemecahan masalah baik secara emosional, sosial dan ekonomi. Ketiga faktor dari luar rumah sakit yakni lembaga sosial yang selalu memberikan berbagai pembelajaran terhadap pasien mengenai harapan serta kesediaan lembaga rehabilitasi sosial untuk menampung atau memberikan tempat tinggal sementara bagi pasien yang memiliki kondisi rumah tidak memungkin serta medan yang sulit untuk dilalui dan lembaga yang selalu memberikan bantuan baik berupa uang maupun alat bantu kepada pasien.
Pendukung terakhir adalah semangat yang dimiliki oleh pasien untuk terus maju berusaha dan tak terpuruk dalam keterbatasan yang mereka miliki. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Ibu Soraya, sebagai berikut; ”... faktor pendukung itu banyak sekali ya... baik dari pihak rumah sakit, keluarga pasien, pendonor dana bantuan juga dari pihak lembaga sosial semuanya membantu memperlancar pelayanan sosial medis... sehingga proses penyembuhan pasien pun menjadi lebih cepat....”96
Hal serupa juga dikatakan oleh Bapak Madina selaku pekerja sosial bagian lapangan, sebagai berikut; ”... yaa... karena saya ini lebih banyak melakukan kunjungan keluar baik kunjungan rumah pasien baru atau lama, kunjungan lembaga sampai antar pasien ketempat donatur... yang namanya fasilitas kendaraan itu mendukung sekali....”97
2. Faktor Penghambat Dalam setiap layanan pastinya terdapat berbagai penghambat proses pelayanan sosial medis. Selama peneliti melakukan penelitian di instalasi rehabilitasi medik bagian pelayanan sosial medis, melihat beberapa kendala namun yang sangat nyata terlihat adalah kekurangannnya sumber daya manusia dari pekerja sosial itu sendiri. Jumlah pekerja sosial di instalasi rehabilitasi medik hanya berjumlah dua orang saja, hal ini menjadi penghambat karena tatkala pasien tengah banyak mereka menjadi kerepotan dalam melakukan berbagai layanan. Hal ini diakui oleh Ibu Soraya yang sering sekali merasa kerepotan jika pasien tengah banyak, berikut pengakuannya;
96 97
Informan Soraya Kamis 28 Mei 2009 Informan Madina Rabu 27 Mei 2009
” Penghambatnya itu satu. Cuma satu... kami kekurangan orang. Kekurangan SDM,,, jadi saat Pak Madina tugas luar terkadang saya kerepotan tapi pada bulan ini pasien cuma sedikit hanya ada duabelas orang jadi tidak terlalu repot....”98 Meskipun yang diakui oleh pekerja sosial kendala atau penghambat yang mereka hadapi hanyalah pada kekurangannya tenaga ahli dalam bidang pelayanan sosial medis, namun menurut pemantauan yang penulis lakukan dilapangan ada penghambat atau kendala lain yang menyebabkan pasien mengalami keterlambatan dalam memiliki alat bantu atau menerima pelayanan lainnya. Kendala ini berasal dari pihak luar rumah sakit dan pihak pekerja sosial medis secara pribadi, yakni berasal dari pihak donatur atau pemberi dana bantuan yang kerap kali mengalami keterlambatan memberikan dana bantuannya kepada pasien.99
98 99
Informan Madina Rabu 27 Mei 2009 Catatan Lapangan Penulis, pada hati dan tanggal, Selasa 12 Mei 2009.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan serta berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan dalam tiap-tiap bab maka dapat disimpulkan bahwa tahapan pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati terbagi menjadi tujuh bagian atau tujuh tahapan. Tahapan pertama adalah tahap penerimaan atau tahap intake,tahap kedua adalah tahap assessment atau pengumpulan data, tahap ketiga adalah rencana intervensi pemecahan masalah, tahap keempat adalah implementasi rencana intervensi atau pelaksanaan dari pemecahan masalah, tahap kelima adalah monitoring dan evaluasi atau pemantauan, tahap keenam adalah perencanaan dan pelaksanaan rencana tindak lanjut dan tap terakhir adalah yaitu tahap ketujuh adalah pemutusan pelayanan atau terminasi. Sedangkan fungsi pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalansi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati adalah membantu menyelesaikan masalah ekonomi, sosial dan emosional pasien, menjalin hubungan kekeluargaan dengan pihak keluarga pasien, menjalin hubungan yang baik dengan dokter dan instansi lain, meyakinkan pasien bahwa pasien akan diterima oleh lingkungan pasien meskipun kini keadaan pasien sudah tidak seperti dulu lagi. mempersiapkan kelengkapan administrasi pasien agar saat pasien meninggal rumah sakit sudah tidak ada tunjangan lagi.
Selain itu mempersiapkan tempat rehabilitasi jika memang ada yang hendak belajar berbagai keterampilan di tempat rehabilitasi. Berikut adalah faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelayanan sosial medis, sebagai berikut; 1. Faktor pendukung a. Faktor sarana dan prasarana yang ada di RSPU Fatmawati yang memang telah secara khusus disediakan untuk pasien berkursi roda seperti akses jalan, kamar mandi, ruang rawat, laboratorium dan lain-lain. b. Pembebasan biaya registrasi atau pendaftaran saat pasien ingin melakukan konsultasi atau bimbingan sosial. c. Faktor dukungan dari keluarga pasien yang mempercepat proses penyembuhan dan pengobatan pasien. d. Faktor dari pasien itu sendiri yang selalu ingin berubah dan menjadi lebih maju dengan cara serius menjalani pengobatan. 2. Faktor penghambat a. Kurangnya sumber daya manusia dalam hal ini kurangnya tenaga pekerja sosial medis. b. Keterlambatan bantuan baik berupa materi maupun alat bantu dari pihak donatur yang menyebabkan keterlambatan pemberian layanan bagi pasien.
B. Saran
Berdasarkan uraian kesimpulan diatas dapat dilihat bahwa masih banyaknya permasalahan yang timbul dalam proses pelayanan sosial medis di instalansi rehabilitasi medik. Meski demikian pelayanan sosial medis di instalansi rehabilitasi medik merupakan suatu pelayanan yang sangat dibutuhkan oleh pasien paraplegia baik pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap. Oleh karenanya perlu adanya penambahan sumber daya masusia dalam hal ini tenaga ahli pekerja sosial medis, agar pada saat memberikan pelayanan pekerja sosial medis tidak lagi kewalahan atau kerepotan karena kurangnya tenaga ahli. Selain itu pekerja sosial harus menjalin hubungan lebih baik lagi dengan pihak donatur sehingga donatur tidak lagi melakukan keterlambatan dalam memberikan bantuannya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Adi, Rukminto, Isbandi, Ilmu Kesejahteraan Sosial; Pengantar pada Pengertian dan beberapa pokok Bahasan, (Depok, FISIP UI Prees, 2004), cet. 1 Akbar, Setiady, Purnomo dan Usman, Husain. Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: PT Bumi Aksara. 2000), cet. Ke-3 Arifin, Tatang M, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: Rajawali Press, 1968. Braht, N.F, Social Work in Health Care, (New York; The Howard Press, 1978) Buku Saku Pekerja Sosial, (Jakarta; 2004) Consuelo G. Sevilla, dkk, Pengantar Metode Penelitian, (UI Press, 19993) Dubois, B & Miley, K.K, Social Work An Empowering Professional, (Boston; Ally and Bacon, 1999) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, Materi Mata Kuliah Metode Penelitian Sosial, (Jakarta : Fisip UI, 2001 Fallon, Bernaddete, So You Are Paralyed (Jadi, Anda Lumpuh) Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset, 1989) Hadari, Nawawi, Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1992) Indonesia, Departemen Kesehatan, Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Pedoman Pelayanan RehabilitasiMedik di RSU Kelas A, B & C...Edisi ke II, Jakarta Departemen Kesehatan, 1997. Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial : Suatu teknik penelitian bidang kesejahteraan sosial dan ilmu sosial lainnya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2004) Johnston, Mary, Relasi Dinamis antara Pekerja Sosial dengan Klien dalam Setting Rumah Sakit, Solo: Sri Laksana Purna, 1988 Keraf, Gorys, Komposisi; Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa Lawrence W. Neuman, Social Research Methods:Qualitative dan Quantitative Aproaches (Needhams Heights: Allyn & Bacon. 2000)
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja : Rosdakarya, 1991). Marzuki, Metodologi Riset, (Yogyakarta: BPFE-UII, 1995). Nasir, Moh, Metode Penelitian (Jakarta :Ghalia Indonesia, 1993). Peraturan Pemerintah RI No.36/1980 Tentang Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Cacat Riana, Wahyudi, Agus, Sistem Usaha-Usaha Kesejahteraan Sosial, Bandung: FISIP UNPAD, 1993 Salam, Syamsir , dan Arifin, Jaenal, Metodelogi Penelitian Sosial, ( Jakarta: UIN Press, 2006 ) Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Alvabeta, April 2007) cet. Ke-3. Sukoco, Heru, Dwi , Kemitraan dalam Pelayanan Sosial, dalam Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial, (Jakarta; 1997) Suud, Mohamad, 3 Orientasi Kesejahteraan Sosial, (Jakarta; Prestasi Pustaka, 2006) Syarif, Muhidin, Pengantar Kesejahteraan Sosial, Bandung : STKS, 1997. UU RI No.4/1997 Tentang Penyandang Cacat
B. Makalah Dimyati, Muhyidin, dalam Makalahnya Dasar Kegiatan Rehabilitasi Medik, Bandung: Lokakarya Paguyuban Stroke: 1993 Fahrudi, Adi, Makalah Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit; Tinjauan Konseptual, dalam Seminar Sehari Membangun Sinergitas Pelayanan Sosial Medis dan Peningkatkan Kualitas Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit, (Jakarta; Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Mei 2007) Pujiono, Puji, Isu-Isu Kesejahteraan Sosial dan Peran Profesi Kesejahteraan Sosial, dalam Seminar di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta Maret 2005 Soraya, Makalah Pelayanan Sosial Medis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, dalam Seminar Sehari Membangun Sinergitas Pelayanan Sosial Medis dan Peningkatan Kualitas Peran Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit, (Jakarta; Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Mei 2007)
C. Artikel Depertement Sosial R.I, Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial, Istilah Usaha Kesejahteraan Sosial, (Jakarta; 1997)
D. Website/Online www.apparelyzed.com, Jenis Kelumpuhan – Quadriplegia (Tertraplegia) dan Paraplegia, diakses pada 26 November 2008 www.bkn.go.id, diakses pada 15 Desember 2008 www.blogs.unpad.ac.id, diakses pada 12 Desember 2008 www.depsos.go.id, diakses pada 31 Oktober 2008 www.indrasufian.blogspot.com, diakses pada 12 Desember 2008 www.phka3-sosiatri.org, diakses pada 10 Desember 2008
Jumlah Karyawan di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatamawati NO
Bagian/Instalansi
Jumlah
Keterangan L
P
1
KA. IRM dan Koordinasi
3
1
2
2
Tata Usaha IRM
4
3
1
3
Fisioterapi
23
17
6
4
Okupasi Terapi
4
1
3
5
Terapi Wicara
5
3
2
6
Pekerja Sosial Medis/PSM
2
1
1
7
Psikologi
1
-
1
8
Rehabilitasi Jantung
3
-
3
9
Prostetik Ortetik/PO
3
3
-
10
Workshop
2
2
-
11
Entry Data
3
1
2
Lain-lain 12
Kasir
2
1
1
13
Tenaga Teknik dan Bantu
2
1
1
14
Cleaning Service
2
2
-
36
23
Jumlah Total
59
Daftar Nama Karyawan Di Instalasi Rehabilitasi medik No.
Nama
Keterangan L
P √
1.
Dr. A. Peny Kusumastuti, Sp.RM
2.
Dr. Jony Sieman, Sp.RM
3.
Drs. Titie Werdiastuti, Psi., M.Si
4.
Drs. G. Petrus
√
5.
Suparno
√
√ √
√
6.
Kuntadi
7.
Yurna Beti
8.
M. Jamaludin, SKM, SSt. Ft
√
9.
Drs. Sutaryo, Sp.RM
√
10.
Titik Suwarsih, SM.Ph
√
11.
Erlina, SM.Ph
√
12.
Totok Dwi B. SM.Ph
√
13.
Henry Drajat S., SM.Ph
√
14.
Purwo Rudanto, SM.Ph
√
15.
Indriyanto Agus, SM.Ph
√
16.
Cecep Rupandi, SM.Ph
√
17.
Diwanggani, SM.Ph
√
18.
Siti Asih, SM.Ph
19.
Virgorikan B. R, SM.Ph
√
20.
Didhik Jatmiko, SM.Ph
√
21.
Wirdaningsih, SM.Ph
22.
Hery Susilo, SM.Ph
√
23.
Ahmad Syakib, SM.Ph
√
24.
Sarono, SKM, SSt.Ft
√
25.
Indaryati Sri Utami, SM.Ph
26.
Wahyu Nugroho, Amd.Ft
√
27.
Ari Sudarsono, SSt.Ft., SKM
√
28.
Sri Sulistyowati, SM.Ph
29.
I. Ketut Suarbudi, Amd.PT
√
30.
Rusdiyah Nur Imani, Amd.PT
√
31.
Mahrus As’ari, Amd.OT
√
32.
Aruna Daniswari, Amd.OT
√
33.
Richlina Yanti, Amd.OT
√
34.
Siti Zulaychah
√
35.
Sugiri, Amd.TW
36.
Enan Sutinah, Amd.TW
√
√
√
√
√
√ √
37.
Mahasin Toha, Amd.TW
√
38.
Muhmmad Yakub
√
39.
Lili Asmarini, Amd.TW
√
40.
Soraya, S.Sos
√
41.
Madinah
42.
Woro Kurnianingrum, M.Psi
√
43.
Zr. Erliza Elsi Harti
√
44.
Zr. Amriati
√
45.
Zr. Maryani
√
46.
Bebeng ZE
√
47.
Sumedi
√
48.
Hartono
√
49.
Warudju Santoso
√
50.
Kadri
√
51.
Tri Utami
√
52.
Monika Jeni Saragih, S.Psi
√
53.
Soghir
√
54.
Bambang EP
√
55.
Martini
56.
Arja
√
57.
Asi Moeranto
√
58.
Narji
√
59.
Ajat
√
√
√
Tahapan Pelayanan Sosial Medis No 1
Tahap
Rincian Kegiatan
Intake
-
Menerima referal pasien dari dokter, suster maupun profesi lain
-
Menerima permintaan langsung dari pasien atau keluarganya
2
Assessment
-
Mengumpulkan
dan
menganalisis data pemasalahan dan sumber -
Melakukan diagnosa sosial
-
Menentukan fokus intervensi / pemecahan masalah
3
Rencana Intervensi Pemecahan
/
Menentukan tujan intervensi / pemecahan masalah
-
Masalah
Menentukan indikator-indikator keberhasilan
-
Menentukan
strategi,
metoda
dan teknik 4
Implementasi
-
Melaksanakan
Rencana
intervensi
Intervansi
pemberian
rencana
yang
mencakup kesadaran,
pemberian motivasi, pemberian kemampuan, kesempatan
pemberian dan
mobilisasi
sumber 5
Monitoring
dan -
Evaluasi
Melakukan terhadap
pemantauan pelasanaan
rencana
intrvensi -
Melakukan evaluasi terhadap proses maupun hasil intervensi
dalam hal keberhasilan, faktor pendukung dan penghambatnya 6
Perencanaan dan -
Membuat
Pelaksanaan
rencana pengembalian pasien
Rencana
Kerja
dan
melaksanakan
dalam bentuk referal dokter,
Tindak Lanjut
suster atau profesi lainnya -
Mempersiapkan kondisi rumah atau lingkungan dimana pasien akan dikembalikan
7
Terminasi
-
Menghentikan proses pelayanan sosial
Alur Pelayanan Sosial Medis Pasien
IRNA
Rawat Jalan
Bimbingan Sosial
Bimbingan Sosial
Kunjungan rumah
Pihak Penjamin
Alternatif Penyelesaian
Pihak Penjamin
Service Point
Kunjungan rumah
Penyaluran kelembaga sosial
Prosedur Penanganan penderita paraplegia rawat inap
Ruang Rawat Rehabilitasi Medik (R3M)
Data
Keluarga/Pasien
Pencatatan Data/Masalah
Pekerja Soaial
Koordinator
Angsuran Jaminan Pembayaran
Jaminan
Bimbingan Sosial
Evaluasi Pembayaran
Rencana Pemulangan
Kunjungan Rumah Sarana Tinggal
Kunjungan/Menghubungi pasien bekerja
Rehabilitasi Laporan Dokter
Pulang
Siap Pulang
kerempat
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Pelayanan-Pelayanan yang ada di Instalasi Rehabilitasi Medik
Pelayanan Elektroterapi
Pelayanan Gymnasium
Pelayanan Okupasi
Pelayanan Sosial Medis
Prostetik Ortetik
Wrokshop Kursi Roda