Analisis Tingkat Efisiensi Pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit A dan B dengan Data Envelopment Analysis Yulia Wulan Sari(1), Destri Susilaningrum(2) Jurusan Statistika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: (1)
[email protected], (2)
[email protected] Abstrak— Dewasa ini rumah sakit dituntut untuk memberikan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang optimal. Instalasi rehabilitasi medik sebagai bagian dari rumah sakit tentunya memerlukan peningkatan efisiensi dalam hal pelayanan. Salah satu metode yang digunakan untuk mengukur efisiensi adalah Data Envelopment Analysis (DEA). Metode ini merupakan salah satu metode analisis untuk kasus non parametrik. DEA merupakan metode yang mampu mengakomodasi banyak input maupun output dalam banyak dimensi. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran efisiensi pelayanan pasien di instalasi rehabilitasi medik menggunakan DEA-BCC. Data yang digunakan adalah data sekunder dari rehabilitasi medik rumah sakit A dan B pada tahun 2011 meliputi jumlah terapis per bulan, jumlah alat per bulan, jumlah terapi alat per bulan, dan jumlah terapi alat per bulan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pelayanan di Instalasi rehabilitasi medik RS A dan RS B sudah efisien setiap bulannya, namun yang lebih efisien adalah RS B.
digunakan untuk mengukur efisiensi dalam penelitian ini adalah metode Data Envelopment Analysis (DEA). DEA telah diaplikasikan secara luas dalam evaluasi performance baik di bidang kesehatan, pendidikan, perikanan, perindustrian dan lain-lain. Penelitian DEA tentang kesehatan pernah dilakukan oleh Saputra (2004) yang mengambil studi kasus di Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Dr. Soetomo, R Haji, dan RS Al Irsyad untuk mengetahui tingkat efisiensi UGD berdasarkan nilai technical efficiency [7]. Staat (2003) menganalisa efisiensi terapi penyakit dabetes mellitus di departement obat intenal di Jerman, 13 departement dinyatakan efisien dengan menggunakan DEA standart dan 43 departement ketika menggunakan DEA-bootstrap [8]. Berangkat dari itulah penelitian ini dilakukan dengan membandingkan 2 rumah sakit yaitu RS A dan RS B yang berlokasi di Surabaya. Ditinjau berdasarkan output yaitu jumlah terapi alat dan terapi non alat per bulan dan input yaitu jumlah terapis dan alat terapi.
Kata Kunci— DEA-BCC, Efisien, Rehabilitasi Medik
I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA
D
i tengah-tengah biaya kesehatan di Indonesia yang beberapa tahun terakhir terus mengalami peningkatan, rumah sakit dituntut untuk memberikan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang memenuhi standar pelayanan yang optimal. Rumah sakit, selain mempunyai fungsi sosial, juga mempunyai fungsi ekonomi. Sebagai fungsi sosial, rumah sakit harus melayani pasien atas dasar kebutuhan mediknya dan tidak berdasarkan kemampuan pasien untuk mambayar, sedangkan sebagai fungsi ekonomi, suatu rumah sakit harus memikirkan keuntungan dengan melaksanakan manajemennya, termasuk manajemen keuangan dan pembiayaannya [6]. Rehabilitasi medik merupakan unit rehabilitasi fisik dalam rangka melatih pasien agar dapat melakukan kegiatan lagi secara normal. Layanan di rehabilitasi medik tidak terbatas pada satu layanan terapi seperti fisio terapi, okupasi terapi, atau terapi pijat saja, dimana terapi tersebut membutuhkan layanan satu dengan yang lain agar suatu palayanan terapi seperti pelayanan terapi penyakit stroke, patah tulang, anak-anak dengan hambatan tumbuh kembang khusus, dan lain-lain bisa dilakukan dengan baik. Untuk dapat melayani pasien dengan baik, maka jumlah pasien harus seimbang dengan tenaga medis dan perangkat kesehatan yang ada sehingga tercipta suatu pelayanan yang efisien. Untuk mengetahui keseimbangan pelayanan ini, perlu dilihat nilai efiensi dari pelayanan tadi. Metode yang
A. Statistik Deskriptif Statistika deskriptif adalah analisis yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian data yang bertujuan menguraikan tentang sifat-sifat atau karakteristik dari suatu keadaan dan untuk membuat deskripsi atau gambaran yang sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat dari fenomena yang diselidiki [9]. B. Data Envelopment Analysis (DEA) DEA merupakan metodologi nonparametrik yang didasarkan pada linear programming dan digunakan untuk menganalisis fungsi produksi melalui suatu pemetaan frontier produksi, DEA dapat berorientasi terhadap input maupun output. Jika berorientasi terhadap input, dilakukan pengukuran atau minimalisasi dari penggunaan input dengan level output ditetapkan dalam kondisi konstan. Jika berorientasi pada output , dilakukan maksimalisasi dari output pada level input yang konstan. [4] Pengukuran efisiensi pada dasarnya merupakan rasio antara output terhadap input. Adapun efisiensi dari suatu objek yang diteliti dalam hal ini dinyatakan sebagai Decision Making Unit (DMU). Efisiensi diformulasikan sebagai berikut. [2]
1
t
k
u r 1 m
r
v i 1
i
y kr
perhitungannya, model super-efficiency BCC (SE-BCC) output oriented adalah sebagai berikut. [3]
(1)
Fungsi tujuan :
x ki
s m max k S i S r r 1 i 1
Keterangan : = efisiensi relatif DMU ke-k, k=1,2,...,n = jumlah output = bobot output r = nilai dari output r yang dihasilkan oleh DMU ke-k = jumlah input = bobot input i = nilai dari input i yang digunakan oleh DMU ke-k
n
dengan kendala : xik j xij S i 0 j 1 jk
n
n
j 1
ij
y j 1
n
j 1
j
n
dengan kendala: i x ik j x ik j 1 jk n
r yrk j yrj j 1 j k
j S y rk r
j
1
j 1 jk
j 0, i 1, 0 r 1,
1
i = 1,2,...,m, j = 1,2,...,n, r = 1,2,...,s k = DMU yang diteliti
j , S i , S r 0 i = 1,2,...,m, j = 1,2,...,n, k = DMU yang diteliti
1
i = 1,2,...,m, j = 1,2,...,n, r = 1,2,...,s k = DMU yang diteliti Kekurangan dari model dasar SE-BCC yaitu kemungkinan model akan menghasilkan infeasible solution dibawah kondisi variabel return to scale (VRS). Nilai optimal dari untuk DMU efisien pada persamaan (3) dapat sama dengan atau kurang dari 1 ( <1). Model super-efficiency lain yang dapat digunakan dibawah asumsi CRS maupun VRS yaitu model Enhanced Russell Measure (ERM). Fungsi tujuan dari model ini adalah rasio antara efisiensi rata-rata dari input dan efisiensi ratarata output. Fungsi tujuan akan menghasilkan nilai . [1] Fungsi tujuan: 1 m i (4) * min m i 1 1 s r S r 1
n
rj
j
j , S i , S r 0, j k
j k xik S i 0
n
y rk S r k y rk
j 1 jk
D. Model DEA-BCC Model DEA-BCC merupakan pengembangan dari model DEA-CCR yang dikembangkan oleh Banker, Charnes dan Cooper (1984). Model ini berasumsi pada Varieble Return to Scale (VRS) dimana ukuran input sauatu output dapat menyebabkan naik turunnya nilai efisiensi. Hal ini dikarenakan bahwa pada kenyataannya tidak semua DMU dapat diasumsikan telah beroperasi secara optimal. Model BCC adalah sebagai berikut. [2] Fungsi Tujuan : s m max S i S r (2) i 1 r 1 dengan kendala :
x
j
j 1 jk
C. Definisi Efisiensi Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoristis mendasari seluruh kinerja suatu organisasi. Pada dasarnya efisiensi adalah perhitungan rasio output terhadap input. Efisiensi didefinisikan sebagai kesuksesan dalam memproduksI output semaksimal mungkin dari sejumlah input yang ada [5]. Efisiensi sering diartikan bagaimana suatu perusahaan dapat berproduksi dengan biaya serendah mungkin, tetapi tidak sekedar itu efisiensi juga menyangkut pengelolaan hubungan input dan output yaitu bagaimana mengalokasikan faktor-faktor produksi yang tersedia secara optimal untuk dapat menghasilkan output yang maksimal.
n
(3)
F. Rehabilitasi Medik Rehabilitasi medik adalah pelayanan kesehatan yang mengupayakan peningkatan kemampuan fungsional pasien sesuai dengan potensi yang dimiliki untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidup, serta mempertahankan fungsi tubuh dan kemandirian seseorang akibat suatu penyakit, trauma, atau kelainan bawaan. Pelayanan rehabilitasi medik meliputi pelayanan fisio terapi, okupasi terapi, dan terapi wicara.
r = 1,2,...,s
E. Model Super-Efficiency Super-Efficiency pertama kali dikenalkan oleh Petersen dan Andersen (1993). Super-Efficiency ini berfungsi sebagai model untuk meranking semua unit DMU, baik DMU efisien maupun tidak efisien. Untuk DMU yang tidak efisien, nilai efisiensi teknis tidak berubah, tetapi untuk DMU yang efisien akan memperoleh nilai efisiensi yang lebih tinggi. Dalam 2
III. METODE PENELITIAN
Gambar 1 merupakan gambar karakteristik variabel input Instalasi Rehabilitasi Medik yang terdiri dari jumlah terapis dan jumlah alat. Alat-alat yang digunakan terdiri dari alat Traksi Listrik, SWD glass, MWD, USD, dan Nebulizer. Jumlah terapis dan alat-alat terapi konstan pada tahun 2011 tidak terjadi penambahan maupun pengurangan. Pada gambar tersebut tampak bahwa jumlah terapis dan alat-alat terapis pada RS B lebih banyak daripada RS A kecuali pada alat USD dimana pada kedua rumah sakit memiliki USD yang berjumlah sama. Gambar 2 merupakan karakteristik variabel output yaitu jumlah tindakan terapi alat dan non alat per bulan di rehabilitasi medik untuk masing-masing alat. Gambar 2 (a), (b), (c), (d), (e) adalah gambar dari terapi alat sedangkan Gambar 2 (f) adalah gambar dari terapi non alat. Berdeda dengan variabel input dimana jumlah terapis dan alat-alat terapi konstan tiap bulannya, pada variabel output selalu berubah-ubah setiap bulannya pada terapi alat maupun terapi non alat. Tampak bahwa terapi alat SWD, MWD, USD, dan Traksi merupakan terapi alat yang banyak dilakukan pada RS B, sedangkan terapi alat Nebulizer lebih banyak dilakukan pada RS A. Gambar 2 (a) menunjukkan bahwa jumlah terapi Nebulizer RS A mengalami kenaikan yang tajam pada bulan Februari, kemudian mengalami penurunan pada bulan Maret dan mengalami kenaikan lagi pada bulan April. Berkebalikan dengan RS A, pada RS B jumlah terapi Nebulizer mengalami kenaikan pada bulan Maret dan penurunan pada bulan April. Pada RS A terjadi pula penurunan yang tajam pada bulan Juni, pada bulan berikutnya jumlah terapi Nebulizer cenderung lebih konstan. Sedangkan pada bulan Juni, jumlah terapi Nebulizer mengalami kenaikan, pada bulan berikutnya terjadi penurunan. Jumlah terapi Nebulizer RS A paling banyak dilakukan pada terjadi pada bulan April dan pada RS B adalah pada bulan Maret. Pada jumlah terapi SWD terjadi perbedaan yang cukup besar antara RS A dan RS B. Pada RS B, dimana jumlah terapi pada RS B lebih banyak dari pada RS A. Jumlah terapi cenderung mengalami penurunan pada tahun 2011 dan banyak dilakukan pada bulan Maret. Sedangkan pada RS A, pola jumlah terapi cenderung konstan. Jumlah terapi SWD paling banyak dilakukan pada bulan Maret. Sama seperti SWD, jumlah terapi MWD juga terjadi perbedaan yang cukup besar pada RS A dan RS B dan lebih banyak pada RS B daripada RS A. Pada RS B, jumlah terapi mengalami kenaikan yang tajam pada bulan April dan mengalami penurunan yang tajam pula pada Agustus sampai Desember. Terapi tersebut banyak dilakukan pada bulan Agustus. Untuk RS A, jumlah terapi MWD cenderung konstan. Pada terapi USD dan Traksi, jumlah terapi banyak dilakukan pada RS B dari pada RS A. Tampak bahwa pola jumlah terapi USD berfluktuasi dari bulan ke bulan selama tahun 2011. Terapi USD paling banyak dilakukan pada bulan Oktober pada RS A dan bulan Januari pada RS B. Pada terapi Traksi, terapi paling banyak dilakukan pada bulan Desember pada RS A dan bulan Mei pada RS B. Sedangkan pada terapi non alat yaitu terapi pijat, jumlah terapi hampir sama antara RS A dan RS B. Pada terapi tersebut, pola jumlah terapi juga berfluktuasi dari bulan kebulan selama tahun 2011.
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder dari rehabilitasi medik rumah sakit A dan rumah sakit B pada tahun 2011. Sedangkan variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas variabel input dan variabel output yang ditampilkan pada tabel 1. Variabel X2 merupakan alat terapi yang terdiri dari alat Traksi, SWD glass, MWD, dan Nebuliser. Pada variabel Y1 merupakan jumlah tindakan terapi alat perbulan yang terdiri dari terapi nebulizer, terapi SWD, terapi MWD, terapi USD, dan terapi Traksi. Sedangkan variabel Y2 merupakan jumlah tindakan terapi tanpa alat yaitu pijat. Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menentukan DMU, variabel input, dan variabel output. 2. Mengumpulkan data. 3. Melakukan pengukuran efisiensi pelayanan rehabilitasi medik di rumah sakit A dan rumah sakit A dengan DEABCC. Pada pengukuran ini juga didapatkan bobot tiap DMU dan nilai slack tiap variabel input dan output.
Nama Variabel X1=Terapis X2=Alat Y1=Terapi Alat Y2=Terapi Non Alat
Tabel 1 Variabel Penelitian Jenis Keterangan Variabel Jumlah terapis di rehabilitasi Input medik Jumlah alat rehabilitasi medik Input Jumlah tindakan terapi pasien Output per bulan menggunakan alat rehabilitasi medik Jumlah tindakan terapi pasien Output tanpa menggunakan alat
IV. HASIL DAN DISKUSI A. Karakteristik Instalasi Rehabilitasi Medik Berikut ini merupakan karakteristik variabel input dan output Instalasi Rehabilitasi Medik rumah sakit A dan B tahun 2011 yang disajikan dalam bentuk diagram batang dan garis. Variabel input terdiri dari jumlah terapis dan jumlah alat rehabilitasi medik, sedangkan variabel output terdiri dari jumlah tindakan terapi alat dan non alat per bulan pada tahun 2011.
Gambar 1 Diagram Batang Jumlah Terapis dan Alat Terapi Rehabilitasi Medik RS A dan B
3
Terdapat perbedaan antara jam kerja RS A dan B. Jam kerja Instalasi Rehabilitasi Medik pada RS A adalah 11 jam yang terdiri dari 2 shitf kerja dimana shift pertama 3 terapis melayani pasien pada pukul 08.00-13.00 dan shift kedua 3
terapis melayani pasien pada pukul 13.00-18.00. Sedangkan pada RS B hanya memiliki 1 shift kerja dan memiliki 5 jam kerja yaitu pukul 08.00-12.00 dan pukul 13.00-14.00.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) (f) Gambar 2 Diagram Garis Jumlah Tindakan Terapi Alat dan Non Alat (a) Nebulizer, (b) SWD, (c) MWD, (d) USD, (e) Traksi, (f) Pijat
Bulan
Hari Kerja
Tabel 2 Rata-Rata Terapi yang Dilakukan per Hari per Alat Setiap Bulan RS A RS B MW Nebulizer SWD USD Traksi Nebulize SWD MWD D r 0,76 5,62 2,14 10,29 1,29 0,02 98,43 8,62
Januari
21
24,05
Traks i 3,67
Februari
20
2,15
4,15
0,80
8,75
2,95
0,05
103,05
10,25
16,80
3,80
Maret
23
1,65
6,13
1,30
11,74
2,65
0,39
103,22
13,09
21,30
3,39
April
21
2,10
7,57
0,71
14,71
1,05
0,17
90,71
17,90
20,81
4,81
Mei
22
1,36
6,55
2,55
14,91
0,68
0,23
94,68
12,68
19,73
5,59
Juni
22
0,50
4,82
2,73
11,68
1,45
0,32
80,18
19,05
18,14
5,05
Juli
21
0,62
5,67
2,95
17,52
2,67
0,19
79,71
13,67
19,19
3,81
Agustus Septembe r Oktober
23
0,65
5,35
1,09
16,00
0,35
0,11
57,39
20,35
17,00
3,30
22
0,50
5,41
2,23
7,91
0,91
0,05
49,64
18,50
15,55
2,91
21
0,90
5,57
2,14
18,19
2,33
0,19
79,71
13,67
19,19
3,81
Nopember
22
0,68
5,45
2,23
11,41
2,32
0,16
56,23
12,05
20,50
2,45
Desember
22
0,55
5,55
2,18
14,59
3,86
0,05
51,55
7,32
16,77
2,14
4
USD
(422 * 1 ) (2831 * 2 ) (2831 *1 ) S1 0 (20 * 1 ) (9 * 2 ) (9 * 1 ) S1 0 (6 * 1 ) (11 * 2 ) S1 11 0 (6 * 1 ) (11 * 2 ) S1 11 0 1 2 1 1 0; 2 0; S1 0; S2 0; S1 0; S2 0 Dengan cara yang sama pula, bentuk model DEABCC dari bulan Februari sampai Desember diterapkan pada RS B per bulan. Dari model DEA-BCC tersebut diperoleh nilai efisiensi dan nilai slack untuk RS B yang disajikan pada tabel 4. Pada tabel 4 bisa dilihat bahwa nilai efisiensi bernilai 1 dan semua slack bernilai 0 pada bulan Januari sampai Desember. Sama seperti RS A, pelayanan di Instalasi Rehabilitasi Mendik RS B sudah efisien. Namun demikian perlu kiranya mengetahui masalah diantara keduanya yang paling efisien.
Tabel 2 menunjukkan nilai rata-rata terapi yang dilakukan per alat per hari. Tampak ada beberapa nilai yang besarnya kurang dari satu. Hal ini mengindikasikan bahwa pada bulan yang bersangkutan tidak semua hari kerja alat tersebut dipakai. Sedangkan untuk alat yang bernilai lebih dari satu seperti pada RS A bulan Januari untuk alat terapi SWD menunjukkan angka 5,62. Ini berarti dalam satu hari kerja di bulan Januari, alat SWD yang dipakai 5 sampai 6 kali terapi. A. Penghitungan Efisiensi Rehabilitasi Medik Analisis efisiensi yang digunakan adalah metode DEA-BCC dengan pendekatan yang berorientasi output, yaitu mengidentifikasi ketidakefisienan melalui adanya kemungkinan untuk penambahan output tanpa merubah input. Berdasarkan formulasi pada persamaan (2) maka dibentuk model DEA-BCC tiap bulan selama tahun 2011 pada Instalasi Rehabilitasi Medik RS A dan RS B Fungsi Fungsi tujuan : Max 1 (S1 S 2 S1 S 2 ) Dengan kendala : (422 * 1 ) (2831 * 2 ) (422 * 1 ) S1 0 (20 * 1 ) (9 * 2 ) (20 * 1 ) S1 0 (6 * 1 ) (11 * 2 ) S1 6 0 (6 * 1 ) (11 * 2 ) S1 6 0 1 2 1 1 0; 2 0; S1 0; S2 0; S1 0; S2 0 Dengan cara yang sama, bentuk model DEABCC dari bulan Februari sampai Desember diterapkan pada RS A per bulan. Dari model DEA-BCC tersebut diperoleh nilai efisiensi dan nilai slack untuk RS A yaitu sebagai berikut :
Tabel 4 Nilai Efisiensi Teknis dan Slack RS B Bula Januari Februari ... Desember n 1 1 ... 1 1
0
0
...
0
S2
0
0
...
0
0
0
...
0
0
0
...
0
S1 S2
0
0
...
0
S2
0
0
...
0
0
0
...
0
0
0
...
0
S1 S2
B.
Penentuan Peringkat Pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik dengan Super-EfficiencyBCC Models Pada kasus ini tidak dapat ditentukan peringkat pelayanan di Instalasi Rehabilitasi Medik RS A dan RS B karena model menghasilkan infeasible solution dibawah kondisi variabel return to scale (VRS). Oleh karena itu, digunakan model Enhanced Russell Measure (ERM) untuk menghitung nilai superefisiensi berdasarkan asumsi CRS maupun VRS. Berikut ini adalah model ERM Instalasi Rehabilitasi Medik RS A yang diperoleh dari rata-rata input dan output per bulan pada tahun 2011. Fungsi tujuan: 1 * min ( 1 2 ) / 1 2 6 1 11 2 0 6 2 11 2 0 512 1 2503 2 0 Dengan kendala: 16 14 0 1 2 2 1 2 0; 1 1; 2 1; 0 1 1 Dengan cara yang sama, dilakukan juga penghitungan nilai efisiensi pada RS B. Dari hasil perhitungan
Tabel 3 Nilai Efisiensi Teknis dan Slack RS A Bula Januari Februari ... Desember n 1 1 ... 1 1 S1
S2
Pada tabel 3 bisa dilihat bahwa nilai efisiensi bernilai 1 dan semua slack bernilai 0 pada bulan Januari sampai Desember sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan di Instalasi Rehabilitasi Mendik RS A sudah efisien. Model DEA-BCC Rehabilitasi Medik Rumah sakit B bulan Januari 2011 Fungsi tujuan : Max 2 (S1 S 2 S1 S 2 ) Dengan kendala :
menggunakan model ERM diperoleh nilai superefisiensi RS A dan B yaitu sebagai berikut. Tabel 5 Nilai Super-efisiensi dan Peringkat tiap DMU Berdasarkan Model ERM Peringkat DMU RS A 2,095238 2
5
RS B
4,888672
UCAPAN TERIMA KASIH
1
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktur Rumah Sakit Husada Utama dan Rumah Sakit Umum Haji Surabaya yang telah memberikan izin untuk menggunakan data Instalasi Rehabilitasi Medik untuk Tugas Akhir penulis.
Pada tabel 5 menunjukkan bahwa nilai superefisiensi pada RS A adalah sebesar 2,095238, sedangkan pada RS B adalah sebesar 4,888672. Nilai tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan model ERM, peringkat pertama dalam hal pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik tahun 2011 adalah RS B, dan peringkat yang kedua adalah RS A. Jadi bisa disimpulkan bahwa pelayanan pasien pada RS B lebih efisien daripada RS A.
DAFTAR PUSTAKA [1] Ashrafi, A., Jaafar, A.B., Lee, and Bakar, M.R.A., (2011) An Enhanced Russell Measure of Super-Efficiency for Ranking Efficient Units in Data Envelopment Analysis. American Journal of Applied Sciences, Vol. 8, pp. 92-96. [2] Charnes, A., Cooper, W.W., and Rhodes, E. 1978. Measuring the Efficiency of Decision Making Units. European Journal of Operation Research, Vol. 2, pp. 429-444. [3] Chen, J.X., Deng, M., and Gingras, S. (2011) A Modified Superefficiency Measure Based on Simultaneous Input-Output Projection in Data Envelopment Analysis. Computer & Operations Research, Vol. 38, pp. 496-504. [4] Cooper,W.W, Seiford L.M., Tone, K. 2007. A Comprehensive Text with Models, Aplications, References, and DEA-Solver Software. London: Kluwer Academic Publisher. [5] Farrel, M.J. 1957. The Measurement of Productive Efficiency. Journal of The Royal Statistical Society, Series A, CXX, Part 3, 253-290. [6] Pranata, Y. 2011. Analisis Biaya Satuan Pelayanan di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Umum Methodist Medan Tahun 2006. Diperoleh dari http://repository.usu.ac.id/handle/ 123456789/25916. Diakses pada tanggal 19 Februari 2012 pukul 13.00 [7] Saputra, D. 2004. Penerapan Data Envelopment Analysis (DEA) Untuk Membandingkan Efisiensi Unit Gawat Darurat (UGD) (Studi Kasus Rsud Dr. Soetomo, Rs Adi Husada Undaan Rk.Z, Rs Adi Husad. Kapaslri, Rs Haji. Dan As AiIrsyad) [Tugas Akhir]. Surabaya : Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. [8] Staat, M. (2003). Efficiency of Diabetes Melltus Treatment Ininternal Medicine Departments in Germany : A DEABootstrap Approach. Data Envelopment Analysis And Performance Management, pp 155-162. [9] Walpole, Ronald E. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
V. KESIMPULAN Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa jumlah variabel input konstan setiap bulannya sedangkan variabel output selalu berubah-ubah. Terapi alat SWD, MWD, USD, dan Traksi banyak dilakukan pada RS B, sedangkan terapi alat Nebulizer lebih banyak dilakukan pada RS A, serta pada terapi non alat yaitu terapi pijat tidak terdapat perbedaan yang jauh antara RS A dan B. Nilai rata-rata terapi yang dilakukan per alat per hari kurang dari satu mengindikasikan bahwa ada beberapa hari pada bulan yang bersangkutan, alat tersebut tidak digunakan. Sedangkan nilai rata-rata pemakaian alat terapi yang bernilai lebih dari satu separti pada RS A bulan Januari untuk alat terapi SWD sebesar 5,62, hal ini menunjukkan bahwa alat tersebut dipakai 5 sampai 6 kali per hari. Kemudian, kedua rumah sakit tidak memerlukan proyeksi perbaikan karena pelayanan sudah efisien. Peringkat pertama dalam hal pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik tahun 2011 adalah RS B, dan peringkat yang kedua adalah RS A, sehingga pelayanan pasien pada RS B lebih efisien daripada RS A.
6
7
7