1
TESIS PELATIHAN SENKUCHU DACHI SAMBIL MENENDANG LEBIH MENINGKATKAN KESEIMBANGAN TUBUH DARI PADA PELATIHAN KOKUCHU DACHI SAMBIL MENENDANG KARATEKA DOJO SMPK ST.THERESIA KUPANG
LASARUS LAAK
PROGRAM MAGISTER UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
TESIS
2
PELATIHAN SENKUCHU DACHI SAMBIL MENENDANG LEBIH MENINGKATKAN KESEIMBANGAN TUBUH DARI PADA PELATIHAN KOKUCHU DACHI SAMBIL MENENDANG KARATEKA DOJO SMPK ST.THERESIA KUPANG
LASARUS LAAK NIM. 1190361026
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
3
PELATIHAN SENKUCHU DACHI SAMBIL MENENDANG LEBIH MENINGKATKA KESEIMBANGAN TUBUH DARI PADA PELATIHAN KOKUCHU DACHI SAMBIL MENENDANG KARATEKA DOJO SMPK ST.THERESIA KUPANG
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana
LASARUS LAAK NIM.1190361026
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
4
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 2 Juli 2013
Pembimbing I
Pembimbing
II
Dr. dr.I Putu Gede Adiatmika,M.Kes Kerihi,S.Pd,M.Pd NIP.19660309 198902 1 003 1 003
Simson R.A NIP.19560824 1983
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc,Sp.And,AIFO NIP.19440201 196409 1 001
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp. S(K) NIP. 19590215 198510 2 001
5
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 2 Juli 2013
Panitia Penguji Tesis berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No: 0940/UN14.4/HK/2013, Tanggal 11 Juni 2013
Ketua
: Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M. Kes
Sekretaris
: Simson R.A Kerihi,S.Pd, M.Pd
Anggota
: 1.dr. Ketut Karna, PFK,M,Kes 2. Drs. Nurdin U. Badu, M.For 3. dr. Ida Bagus Ngurah , M.For
6
ABSTRAK PELATIHAN SENKUCHU DACHI SAMBIL MENENDANG LEBIH MENINGKATKAN KESEIMBANGAN TUBUH DARI PADA PELATIHAN KOKUCHU DACHI SAMBIL MENENDANG KARATEKA DOJO SMPK ST.THERESIA KUPANG Keseimbangan tubuh dalam olahraga karate merupakan salah satu unsur biomotorik yang amat diperlukan pada saat atlet melakukan tangkisan,serangan terutama serangan beruntung. Untuk meningkatkan keseimbangan tubuh diperlukan suatu model pelatihan yang sesuai dengan spesifik gerakan pada olahraga yang digeluti. Sehubungan dengan hal terebut maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menentukan model pelatihan keseimbangan tubuh yang manakah lebih efektif meningkatkan keseimbangan tubuh pada karateka dengan palatihan Senkuchu Dachi sambil menendang ke depan dibandingkan dengan pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang ke depan. Jenis penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan rancangan randomized pre and post test group design. Jumlah sampel 28 karateka, yang dialokasikan menjadi 2 kelompok,yaitu kelompok 1 mendapatkan pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang ke depan selama 8 minggu dengan frekuensi 3 kali per minggu. Sedangkan kelompok 2 mendapat pelatihan berupa Kokuchu Dachi sambil menendang ke depan selama 8 minggu dengan frekuensi 3 kali per minggu. Alat yang digunakan untuk mengukur keseimbangan tubuh adalah test of dinamic balence dengan menggunakan kotak atau matras berukuran 30 X 30 cm. Data hasil penelitian tes keseimbangan tubuh antara kedua kelompok dianalisis dengan Uji T-Tes pada tingkat kemaknaan 0,05 . Selanjutnya untuk mengetahui efek pelatihan antara kedua kelompok dianalisis dengan uji T-Tes pada tingkat kemaknaan 0,05. Berdasarkan analisis hasil dapat dijelaskan bahwa setelah 8 minggu pelatihan ( posttest ) rerata keseimbangan posttest pada kelompok 1 adalah 60.00 dan pada kelompok 2 adalah 50.71 Perbedaan rerata keseimbangan antara kedua kelompok tersebut adalah signifikan < 0,05 Selajutnya berdasarkan uji TTes dapat dijelaskan bahwa perbedaan rerata keseimbangan post test antara kelompok 1 dan 2 adalah segnifikan ( p < 0,05 ). Berdasarkan rerata keseimbangan bahwa kelompok 1 mempunyai keseimbangan yang lebih baik dari kelompok 2 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kelompok 1 yaitu berupa palatihan Senkuchu Dachi sambil menendang kedepan merupakan model pelatihan yang lebih baik untuk meningkatkan keseimbangan tubuh atlet dibandingkan kelompok Kokuchu Dachi . Disarankan agar para pelatih, atlet, dan praktisi olahraga. dapat mengadopsi model pelatihan ini untuk meningkatkan keseimbangan tubuh. Kata kunci : Senkuchu dachi , kokuchu dachi, keseimbangan
7
ABSTRACT THE TRAINING OF SENKUCHU DACHI WITH KICKING MORE INCREASE THE BODY BALANCE THAN THE TRAINING OF KOKUCHU DACHI WITH KICKING AT KARATEKA DOJO SMPK ST.THERESIA KUPANG
The body balance in karate sport is one of the biomotoric elements that was very necessary when the athlete is doing defense and attack, mainly successive attacks. To increase the body balance is needed a type of training that appropriate with the movement specification of sport cultivate. Related with it, then was conducted the research which purpose to determine the type of body balance training which one is more effective to increase the body balance of karateka with Senkuchu Dachi training while kicking forward than Kokuchu Dachi while kicking forward. The kind of this research is experimental use randomize design pre and post test group design. The number of samples is 28 karateka, which is divided into two group, group 1 get Senkuchu Dachi training while kicking forward for 8 weeks with frequency 3 times a week. While for group 2 got Kokuchu Dachi training while kicking forward for 8 weeks with frequency 3 times a week. The equipment which is used to measure the body balance is test of dinamic balance by using a box or mat sized 30 x 30 cm. The data of the body balance test between two groups is analyzed with t-test at the significance level 0,05. Then, to know the effect of training between both of group was analyzed with t-test at the significance level 0,05. Based on the result of analyses that can be explain after training for 8 weeks (posttest) the average balance of posttest in group 1 is 60 and group two is 50,71. The difference balance of two groups is significance <0,05 then based on ttest can be explain that the difference balance of posttest between group 1 and 2 is significance (p<0,05). Based on the average of balance that group 1 has a better balance than group 2. Thus, it can be concluded that, group 1 as Senkuchu Dachi while kicking forward is a type of training is better to increase the body balance of the athlete than Kokuchu Dachi group. It is suggested to the trainer, athlete, and sport practitioner can adopt this type to increase their body balance.
Key words: Senkuchu Dachi, Kokuchu Dachi, balance
8
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis haturkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai derajat Magister Fisiologi Olahraga (M.Fis) pada Program Studi Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tesis ini berjudul ―Pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang lebih meningkatkan keseimbangan tubuh dari pada pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang kareteka Dojo SMPK St. Theresia Kupang. Dalam penyusunan tesis ini tidak terlepas dari motivasi, semangat, petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak. 1. Rektor Universitas Udayana, Dekan Fakultas Kedokteran, dan Koordinator
Program
Pascasarjana
kesempatan
yang diberikan
kepada
Universitas penulis
Udayana
untuk
atas
mengikuti
pendidikan pascasarjana di Universitas Udayana. 2. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And sebagai Ketua Program Studi Magister Fisiologi Olahraga, atas saran dan bimbingannya. 3. Rektor Universitas PGRI NTT atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Pascasarjana Fisiologi Olahraga pada Universitas Udayana.
9
4. Dr.dr.I Putu Gede Adiatmika,M.Kes sebagai pembimbing I, atas petunjuk, dorongan dan bimbingannya. 5. Simson R.A. Kerihi S.Pd,M.Pd sebagai Pembimbing II atas petunjuk , dorongan dan bimbingannya. 6. Drs.Oktovianus Fufu,M.Pd selaku ketua program studi PJKR Universitas PGRI memberi motifasi dan semangatnya. 7. Katharina Luruk dan anakku tersayang Geraldy Y. Laak yang memberikan semangat dan doa nya. 8. Para Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah membekali penulis dengan berbagai disiplin ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 9. Para Dosen Pascasarjana Universitas PGRI NTT atas bimbingan, dorongan dan semangatnya. 10. Semua staf
Dosen dan pegawai Laboratorium Fisiologi Olahraga
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, yang membantu dan meminjamkan alat-alat selama pendidikan. 11. Rekan-rekan Mahasiswa Program Pascasarjana yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 12. Pihak lain yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu persatu, yang telah membantu dalam penulisan tesis ini. Penulis menyadari bahwa isi dari tesis ini masih jauh dari sempurna sehingga bila terdapat kesalahan-kesalahan dalam penulisan dan lain-lain, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaannya. Sebagai penututp
10
penulis sampaikan terima kasih dan semoga tesis ini bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya bidang olahraga.
Denpasar, 12 Juni 2013 Penulis,
Lasarus Laak
11
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL …………………...................................................... i HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI .......................................................... iii UCAPAN TERIMAKASIH ...................................................................... iv ABSTRAK .................................................................................................. v ABSTRACT ................................................................................................ vi DAFTAR ISI............................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR..................................................................................
ix
DAFTAR TABEL.......................................................................................
x
DAFTAR GRAFIK ....................................................................................
xi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ............................................. xvii Bab I. PENDAHULUAN………………………………………..............
1
1.1. Latar Belakang.........................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian.....................................................................
5
1.4. Manfaat Penelitian...................................................................
6
BAB II. KAJIAN PUSTAKA……………………………………..........
7
2.1. Pelatihan…..............................................................................
7
2.1.1 Tujuan pelatihan……………………………........................
7
2.1.2 Prinsip pelatihan……………………………......................
9
2.2. Keseimbangan Tubuh.............................................................
10
2.2.1 Mekanisme keseimbangan tubuh………….........................
13
2.2.2 Deteksi Akselerasi Liners dan Rotasi………......................
16
2.2.3 Jenis – jenis keseimbangan…………………......................
17
2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan…...........
18
2.2.5 Cara mengatur keseimbangan………………......................
23
2.3. Pelatihan Senkuchu Dachi Sambil Menendang.......................
29
12
2.4. Pelatihan Kokuchu Dachi Sambil Menendang.......................
30
BAB III. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN………………………………………………………........
37
3.1. Kerangka Berpikir...................................................................
37
3.2. Konsep.....................................................................................
38
3.3. Hipotesis Penelitian.................................................................
39
BAB IV. METODE PENELITIAN………………………………..........
40
4.1. Rancangan Penelitian...............................................................
40
4.2. Tempat Penelitian.....................................................................
40
4.3. Waktu Penelitian……………………………………......….....
40
4.4. Populasi dan Sampel................................................................
40
4.4.1Populasi……………………………………….......................
40
4.4.2Kriteri sampel…………………………………......................
40
4.4.3Besar sampel………………………………….......................
42
4.4.4Teknik pengambilan sampel……………………...................
43
4.4.5Karateka drop out…………………………….......................
44
4.5. Variabel………………………………………………............
44
4.5.1Identifikasi………………………………….........................
44
4.5.2Klasifikasi……………………………………......................
44
4.5.3Definisi Operasional…………………………......................
44
4.6. Alat Pengumpulan Data………………………………..........
48
4.7. Tata Laksana Penelitian………………………………..........
48
4.7.1 Tahap persiapan dan Administrasi………….......................
49
4.7.2 Tahap pelaksanaan penelitian……………...........................
50
4.8. Analisis Data…………………………………………...........
54
4.8.1 Analisis Deskriptif…………………………........................
54
4.8.2 Analisis komparasi…………………………........................
54
4.9. Alur Penelitian…….................................................................
56
BAB V HASIL PENELITIAN ..............................................................
57
5.1. Karakteristik subjek Penelitian ..............................................
57
13
5.2. Lingkungan pelatihan ............................................................
58
5.3. Analisis kemaknaan perbedaan rerata keseimbangan t-test keseimbanagan tubuh.....................................................
59
BAB VI. PEMBAHASAN ...........................................................
62
6.1. Karakteristik subjek Penelitian .................................................
62
6.2 Lingkungan pelatihan.................................................................
63
6.3 Keseimbangan tubuh sebelum dan sesudah latihan...................
61
6.4 Kelemahan pelatihan ...............................................................
68
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ...........................................
69
7.1 Simpulan .....................................................................................
69
7.2 Saran ...........................................................................................
69
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
71
LAMPIRAN................................................................................................... 74 PROGRAM LATIHAN ................................................................................ . 82
14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tes keseimbangan dinamis…………………............................
26
Gambar 2.2. Alur gerakan pelatihan senkuchu dachi dan kokuchu dachi ….......................................................................
27
Gambar 2.3. Ukuran jarak dan ketinggian senkuchu dachi dan kokuchu dachi ...........................................................................
31
Gambatr 2.4. Sikap awal pelatihan senkuchu dachi sambil menendang…....
32
Gambar 2.5. Sikap awal pelatihan kokuchu dachi sambil menendang ........
32
Gambar 3.1. Konsep penelitian……..............................................................
38
Gambar 4.1. Rancangan penelitian………………………………...............
40
Gambar 4.2. Alur penelitian….……………………………………….........
56
15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Tes keseimbangan tubuh ,.………………………..................... 74
Lampiran 2
Data umur,B.B,T.B, Indeks masa tubuh ………......................
Lampiran 3
Pengukuran berat badan dan tinggi badan Senkuchu Dachi ....... 76
Lampiran 4
Pengukuran berat badan dan tinggi badan Kokuchu Dachi.......... 77
Lampiran 5
Pengukuran keseimbangan statis dan dinamis ............................ 78
Lampiran 6
Pengukuran Senkuchu Dachi dan Kokuchu Dachi ...................... 79
Lampiran 7
Hasil olahan gabungan 1 dan 2 ................................................... 80
Lampiran 8
T-Test Independen Sample ........................................................... 81
75
16
DAFTAR TABEL
No
Keterangan
Halaman
Tabel 1
Karakteristik Subjek Penelitian
57
Tabel 2
Data suhu basah,suhu kering dan kelembaban relatif
58
Tabel 3
Analisis keseimbangan sebelum pelatihan
59
Tabel 4
Analisis keseimbangan sesudah pelatihan
60
17
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 Perbedaan rerata rangking antara kedua kelompok setelah Pelatihan ...................................................................................
65
Grafik 2 Perbedaan Rerata Keseimbangan ..............................................
66
18
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Singkatan:
BB
= Berat Badan
TB
= Tinggi Badan
UR
= Umur
P
= Populasi penelitian
R
= Randominasi
S
= Sampel
P1
= Kelompok pelatihan pertama
P2
= Kelompok pelatihan dua
SD
= Senkuchu Dachi
KD
= Kokuchu Dachi
ST
= Santa Theresia
SMPK
= Sekolah Menengah Pertama Katolik
NTT
= Nusa Tenggara Timur
PGRI
= Persatuan Guru Republik Indonesia
ᴼC
= Derajat Celsius
01
= Sebelum pelatihan kelompok pertama
2
= Setelah pelatihan kelompok pertama
03
= Sebelum pelatihan kelompok dua
04
= Setelah pelatihan kelompok dua
n
= Besar sampel
19
α
= 0,05
µ1
= Rerata sebelum melakukan pelatihan
µ2
= Asumsi rerata setelah pelatihan
ƒ( α,ß)
= Nilai yang ada pada label
20
BAB l PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Keseimbangan termasuk komponen biomotorik yang paling berperan memantapkan posisi dan gerakan tubuh.Unsur keseimbangan ini sangat menonjol dalam kegiatan-kegiatan berjalan ,berdiri dan berbagai jenis gerakan cabang olahraga. Pada olahraga karate, keseimbangan tubuh merupakan salah satu unsur biomotorik yang amat diperlukan pada saat atlet melakukan tangkisan serangan dan menangkis lalu dilanjutkan dengan serangan terutama serangan yang beruntun. Nakayama ( 1996 ) mengatakan bahwa dasar untuk meningkatkan teknik karate adalah kemahiran menjaga keseimbangan tubuh dalam bentuk yang benar. Keseimbangan pada karate diartikan, bagaimana seorang atlet selalu berada dalam keadaan seimbang namun tetap mudah melakukan semua gerakan yang dikehendaki dan yang diperlukan ( Prihastono, 1995 ). Menurut Nala ( 2011 ) keseimbangan adalah kemampuan tubuh melakukan reaksi atas perubahan sikap dan posisi tubuh tetap stabil terkendali. Perubahan posisi tubuh pada waktu memperagakan gerakan Senkuchu Dachi pada kata dan komite, yaitu ketika atlet melakukan gerakan beruntun dan bervariasi serta cepat mengharuskan posisi tubuh dalam keadaan seimbang.
21
Keseimbangan pada olahraga karate dapat ditingkatkan dengan memperhatikan faktor-faktor yang terkait didalamnya. Pelatihan komponen keseimbangan dilakukan baik secara statis maupun dinamis, dimana tipe pelatihannya disesuaikan dengan gerakan khusus yang terdapat dalam cabang olahraganya, dimana dibutuhkan komponen ini (Nala, 2011 ). Olahraga
karate
banyak
dilakukan
oleh
banyak
masyarakat
diantaranya siswa SMPK St Theresia Kupang. Imformasi pelatih dan hasil pengamatan dilapangan serta hasil tes yang dilakukan oleh mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana di dapat hasil tes keseimbangan tubuh pada Dojo SMPK St. Theresia Kupang, masih sendah sehingga pelatihan keseimbangan, pelatihan keseimbangan perlu ditingkatkan. Senkuchu Dachi adalah pelatihan keseimbangan dengan berat badan ke depan dan Kokuchu Dachi pelatihan keseimbangan dengan berat badan belakang. Hal ini mendapat perhatian khusus karena dalam olahraga karate keseimbangan dibutuhkan oleh atlet khususnya pada memperagakan gerakan senkuchu dachi pada kata dan komite, yaitu atlet melakukan, yaitu gerakan beruntun dan bervariasi serta cepat (Prihastono, 1995). Dari permasalahan di lapangan perlu dicarikan tipe pelatihan yang cocok serta takaran yang sesuai, sehubungan dengan upaya peningkatan komponen keseimbangan dalam cabang olahraga karate . Dewasa ini ada berbagai metode pelatihan yang dikembangkan untuk meningkatkan unsur komponen tubuh karateka, namun pada kenyataannya
22
pelatihan mana yang sesuai untuk meningkatkan komponen tersebut masih bervariasi. Selain itu peranan pelatihan belum mengikuti prinsip-prinsip pelatihan dan takaran pelatihan dalam meningkatkan komponen biomotorik keseimbangan tubuh. Mereka kurang memperhatikan tipe pelatihan dan takaran pelatihan yang merupakan ukuran untuk menentukan kuantitas dan kualitas dari pelatihan yang menjadi bagian dari metodologi pelatihan. Dalam penelitian ini yang ingin ditingkatkan adalah komponen biomotorik keseimbangan tubuh pada karateka Dojo SMPK St.Theresia Kupang dengan membandingkan pelatihan senkuchu dachi sambil menendang dengan pelatihan kokuchu dachi sambil menendang terhadap keseimbangan tubuh. Model pelatihan ini gerakannya sesuai dengan tipe pelatihan keseimbangan dimana menurut Nala ( 2011 ),tipe pelatihan keseimbangan dapat berupa tali dengan satu tungkai, meniti balok kayu sepanjang 10 meter yang terletak 30 cm di atas tanah dengan kecepatan tertentu dengan variasi pandangan mata lurus ke depan,melihat kesamping, keatas atau mata tertutup, berjalan berdampingan berdua, kemudian tiba-tiba teman mendorong ke samping, dan berbagai variasi gerak lainnya. Dipilihlah model pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang dengan pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang sebagai model pelatihan keseimbangan tubuh karena selain pelatihannya sesuai dengan gerakan khusus dalam karate mudah dilaksanakan juga tidak membutuhkan dana yang besar untuk memperoleh alat canggih sehingga dalam proses pelatihan, seorang pelatih karate
23
dalam meningkatkan salah satu unsur komponen
biomotorik khususnya
keseimbangan tubuh dapat berjalan lancar. Berdasarkan hal ini
dilakukan
pelatihan Senkuchu Dachi sambil
menendang dengan pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang terhadap keseimbangan tubuh, pada karateka Dojo SMPK St. Theresia Kupang. Sampai saat ini manfaat kedua bentuk pelatihan tersebut dianggap baik, namun belum ada data yang menyatakan pelatihan mana yang lebih baik, sehingga perlu diteliti lebih lanjut. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, masalahnya adalah : 1. Apakah pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang dapat mmeningkatkan keseimbangan tubuh karateka di Dojo SMPK St .Theresia Kupang ? 2. Apakah pelatihan
Kokuchu Dachi sambil menendang dapat meningkatkan
keseimbangan tubuh karateka di Dojo SMPK St. Theresia Kupang ? 3. Apakah pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang lebih baik dari Kokuchu Dachi meningkatkan keseimbangan tubuh karateka di SMPK St. Theresia Kupang ? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1Tujuan umum
:
Untuk mengetahui pelatihan yang baik efektif antara Senkuchu Dachi sambil menendang dengan pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang dalam meningkatkan keseimbangan tubuh pada karateka Dojo SMPK ST.Theresia Kupang
24
1.3.2 Tujuan khusus
:
1.3.1.1 Mengetahui pelatihan keseimbangan tubuh dalam pelatihan Senkuchu Dachi 1.3.1.2 Mengetahui pelatihan keseimbangan Kokuchu Dachi 1.3.1.3 Mengetahui pelatihan keseimbangan yang baik, efektif dan efesien 1.4 Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat : 1. Secara teoritis memperoleh konsep ilmia tentang metode pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang lebih efektif meningkatkan keseimbangan tubuh 2. Secara praktis memberikan imformasi alternative atau masukan kepada Pembina,pelatih dan atlet mengenai cara melatih keseimbangan tubuh. 3. Pada karateka merangsang peneliti lain untuk mengadakan peneliti lebih lanjut sehubungan dengan komponen biomotorik keseimbangan tubuh.
25
BAB ll KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pelatihan Pelatihan merupakan suatu proses sistematis dari pengulangan suatu kenirja progresif yang juga menyangkut proses belajar serta memiliki tujuan untuk memperbaiki system dan fungsi dari organ tubuh agar penampilan atlet mencapai optimal (Bompa, 1993). Secara fisiologi pelatihan fisik merupakan suatu proses pembentukan refleksi bersyarat, proses belajar gerak serta proses menghafalkan gerak (Nala 2011). Dengan demikian pelatihan merupakan suatu gerakan fisik atau aktivitas mental yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (repetitive) dalam jangka waktu (durasi) lama, dengan pembebanan yang meningkatsecara progresif dan individual, yang bertujuan untuk memperbaiki system serta fungsi fisiologi dan psikologi tubuh agar pada waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan yang optimal. 2.1.1 Tujuan Pelatihan Setiap pelatihan tentu mempunyai tujuan. Bila ditetapkan terlebih dahulu tujuan setiap pelatihan, akan menyulitkan dalam menyusun program pelaksanaan pelatihannya, atau apa yang diinginkan tidak tercapai (Nala, 2011). Tujuan pelatihan secara garis besar menurut Bompa (1983) adalah sebagai berikut : 1. Mengembangkan komponen fisik umum atau multilateral komponen biomotorik secara umum.
26
2. Mengembangkan komponen fisik khusus. Pengembangan komponen biomotoriknya disesuaikan dengan tipe atau spesifikasi olahraganya. 3. Memperbaiki teknik atau ketrampilan sesuai dengan tipe atau spesialisasi olahraga. Pelatihannya dilakukan dengan memperhitungkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya. 4. Memperbaiki
strategi
dan
taktik
bermain.
Dalam
pelatihan
diperhitungkan juga kekuatan dan kelemahan serta waktu dari lawan yang akan dihadapi, sehingga strategi dapat dipesiapkan dengan tepat. 5. Meningkatkan kualitas kemampuan atlet. Pelatihan ini lebih banyak menyangkut pelatihan mental. 6. Meningkatkan persiapan dan kerja sama tim. Beberapa cabang olahraga ada yang bermain secara beregu, sehingga memerlukan kerja sama dan saling pengertian yang baik antara sesame pemain. 7. Meningkatkan derajat kesehatan atlet.
Memberikan takaran dan
peningkatannya yang sesuai dengan kemampuan atlet, disertai pemberin gizi yang berimbang. 8. Mencegah cedera, melakukan pemanasan sebelum dilatih pada inti pelatihan, meningkatkan komponen kelentukan, kekuatan otot,tendo dan ligamentum terlebih dahulu bagi atlet pemula. 9. Memperkaya pengetahuan teori. Diperkenalkan terutama tentang fisiologi dan psikologi dasar pelatihan, perencanaan,gizi dan regenerasi.
27
2.1.2 Prinsip Pelatihan Pelatihan olahraga merupakan suatu pelatihan dalam upaya untuk peningkatan fungsi sistem organ tubuh agar mampu memenuhi kebutuhan secara optimal ketika berolahraga. Agar pelatihan olahraga mencapai hasil yang maksimal, harus memiliki prinsip pelatihan. Tanpa adanya prinsip atau patokan yang harus diikuti oleh semua pihak yang terkait, terutama pelatih dan atlet pemula dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi pelatihan akan sulit untuk mencapai hasil yang maksimal. Prinsip pelatihan adalah suatu petunjuk dan peraturan yang sistematis dengan memberikan beban yang ditingkatkan secara progresif, yang harus ditaati dan dilaksanakan agar tercapai tujuan pelatihan (Nala, 2011). Adapun prinsip-prinsip pelatihan itu menurut Bompa (1983 ) adalah : 1. Prinsip aktif dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti pelatihan. 2. Prinsip pengembangan multilateral. 3. Prinsip spesialisasi. 4. Prinsip individu. 5. Prinsip variasi dan keserbaragaman. 6. Prinsip mempergunakan model proses pelatihan. 7. Prinsip peningkatan beban progresif dalam pelatihan. Jadi ketujuh prinsip tersebut merupakan satu kesatuan yang harus diikuti serta ditaati oleh setiap pemain yang ingin mencapai prestasi optimal pada cabang olahraga yang ditekuninya.
28
2.2. Keseimbangan Tubuh Keseimbangan diartikan sebagai kemampuaan seseorang dalam mengontrol alat-alat tubuh yang bersifat neuroumuscular ( Nurhasan, 1986). Frass dan Deutch dikutip oleh Lubis ( 2001 ) mendefinisikan keseimbangan sebagai kemampuan untuk mempertahankan equibrium saat diam dan pada waktu melakukan gerakan. Sementara Nala ( 2011 ) mengatakan bahwa keseimbangan adalah kemampuan tubuh melakukan reaksi atas perubahan sikap dan posisi tubuh,sehingga tubuh tetap stabil terkendali. Berdasarkan pendapat tersebut , dikemukakan bahwa keseimbangan adalah kemampuan seseorang dalam mempertahankan equilibrium tubuhnya dalam keadaan diam atau bergerak. Equilibrium itu sendiri dapat diartikan sebagai kualitas absolut, yang memiliki pengertian jumlah semua tenaga ( force ) yang bekerja saling berlawanan pada sebuah benda ( Lubis, 2001 ). Keseimbangan dalam olahraga karate dapat diartikan bagaimana seseorang atlet selalu berada dalam keadaan seimbang namun tetap mudah melakukan semua gerakan yang dikehendaki dan yang diperlukan
(Prihastono,
1995 ). Nakayama (1996 ) berpendapat bahwa dasar untuk meningkatkan teknik karate adalah kemahiran menjaga keseimbangan dalam bentuk yang benar. Berbicara mengenai keseimbangan tubuh tidak terlepas dari ke stabilan karena ke stabilan adalah sebagai suatu kegitan untuk menahan seluruh gaya yang mempengaruhi susunan tubuh manusia agar tetap seimbang Pate ( 1993).
29
Gaya yang dimaksud adalah tenaga internal dan eksternal yang bekerja pada tubuh.Bekerjanyagaya dapat internal atau eksternal dimana gaya yang dihasilkan oleh tubuh yang dikenakan pada benda atau badan lain sedangkan gaya eksternal ialah gaya dari luar tubuh. Dalam kinesiologi, gaya internal ialah gaya otot-otot yang bekerja pada berbagai struktur badan. Gaya eksternal yang paling terkenal ialah berat atau gaya gravitasi (Soedarminto, 1992). Keseimbangan dalam aktivitas
gerak seperti berdiri, Untuk dapat
mempertahankan posisi tertentu, gaya gravitasi harus dilawan melalui mekanisme motor dan sensori organ proprioseptif di sendi dan apparatus vertibular didalam telinga. Aparatus vertibular mendeteksi perubahan sinyal mengaktifkan respon motor adaptif yang diperlukan dalam mempertahankan keseimbangan. Respon ini menyertakan otot pendukung dan postural dari anggota gerak dan tubuh serta otot penggerak kepala (Syaifuldin, 2002).Menurut Nala (2011) reseptor yang berada di telinga amat sensitif terhadap perubahan posisi kepala atau arah gerakan. Gerakan kepala merupakan rangsangan bagi reseptor apparatus vertibular.Rangsangan ini dikirim ke pusat pengatur keseimbangan yang ada di otak melalui urat saraf aferen. Dengan diterimanya rangsangan ini olah otak, maka diperintahkan melalui saraf motorik kepada otot skeletal, agar otot ini mengadakan
gerakan, kontraksi atau relaksasi untuk mengantisipasi keadaan,
sehingga posisi tubuh tetap seimbang terkendali. Reseptor ini amat peka terutama terhadap perubahan percepatan liniar (lurus) dan angular (berputar). Dalam olahraga fungsi alat vestibular ini amat berperan untuk ikut menjaga keseimbangan tubuh. Pusat keseimbangan pada otak juga menerima
30
pancaran rangsangan dari saraf aferen mata, sehingga apa yang dilihat oleh mata juga akan merangsang pusat keseimbangan yang ada di otak ini. Dengan demikian terjadi kerjasama yang amat erat antara mata dan pusat keseimbangan ini dalam mengatur keseimbangan tubuh. 2.2.1
Mekanisme Keseimbangan Tubuh Pengaturan keseimbangan tubuh tergantung pada imformasi perasaan
keseimbangan yang bersal dari eksteresseptor ( kulit ), proprioseptor ( pada otot,tendon, sendi ), penglihatan, alat vestibular, makula organ sensoris utrikulus dan sakulus. Mekanisme keseimbangan tubuh terutama diatur oleh paratus vestibular, yang merupakan suatu organ sensiris untuk keseimbangan.Aparatus vestibular merupakan organ yang dapat dipakai untuk menditeksi sensasi yang berhubungan dengan keseimbangan ini. Dalam setiap apparatus vestibular terdapat tiga buah kanalis semisirkularis, yang dikenal sebagai kanalis semisirkularis anterior, posterior, dan horisontal, yang satu sama lain saling tegak lurus, sehingga ketiga kanalis ini terdapat dalam tiga bidang. Bila kepala tunduk kira-kira 30 derajat ke depan, maka kedua kanalis semisirkulasi horisontal akan terletak kira-kira pada bidang horizontal sesuai dengan permukaan bumi. Maka kemudian kanalis anterior akan terletak pada bidang vertical yang arah proyeksinya ke depan dan 45 derajat ke luar dan kanalis posterior juga akan terletak pada bidang vertical tapi proyeksinya ke belakang dan 45 derajat keluar ( Guyton, 2011 ). Apabila seseorang karateka dalam melakukan aktifitas berdiri satu tungkai,melompat,mendarat satu kaki serta menendang memerlukan pengaturan
31
sikap dan keseimbangan tubuh dimana menurut Syaifuddin
(2002 ) sikap dan
keseimbangan tubuh dapat dapat dipertahankan karena adanya interaksi antara berbagai reflex yang kompleks dan mengikutsertakan 3 proses, yaitu sebagai berikut : 1. Sikap statik / sikap tonik Sikap berdiri diatas kedua kaki dicapai melalui fiksasi persendian, yaitu kontraksi simultan otot ekstensor dan fleksor. Untuk mempertahankan sikap statis yang optimal diperlukan keutuhan korteks serebri dan basal ganglia.Refleks medulla spinalis saja tidak cukup untuk membentuk sikap berdiri yang baik. Peran neuron motorik dan eferen gama pada tonus otot serta pengaturan reflex regang oleh pusat supraspinalis dibutuhkan bagian depan midbrain, sedangkan untuk reaksi yang kuat positif dan negative membutuhkan keutuhan basal ganglia dan konteks serebri. 2. Koreksi terhadap perubahan kecil pada posisi tubuh. Merupakan rentetan respons yang timbul akibat perubahan posisi tubuh yang disebut rightingreflex. Refleks yang integrasinya terjadi pada midbrain berguna untuk mempertahankan posisi berdiri yang normal dengan kepala tetap tegak. Reseptor yang mendeteksi perubahan tubuh adalah alat vestibular, proprioseptor pada otot tendon dan sendi leher dan proprioseptor. a) Alat vestibular terdapat pada telinga dalam. Penting untuk mempertahankan sikap, dan terhadap dua jenis organ dengan fungsi yang berbeda, yaitu urtikulus dan sakulus semisirkularis untuk mendeteksi posisi kepala terhadap tarikan gravitasi, dan kanalis semisirkularis ubtuk mendeteksi
32
percepatan yang mempengaruhi posisi kepala kanalis semisirkularis juga membantu mengontrol arah gerakan bola mata. Nukleus vertsibularis berhubungan dengan nucleus nervus lll dan mengontrol gerakan bola mata dengan serebelum dan motorik spinal. b) Proprioseptor pada otot, tendon dan sendi leher. Bekerja membantu perubahan yang terdapat pada otot dan sendi leher ketika posisi kepala berubah sehingga tubuh dapat menyesuaikan diri dengan posisi kepala. c) Proprioseptor pada otot, tendon, legamentum, dan seluruh tubuh, terutama sekitar vetebralis, tungkai bererta reseptor raba, dan tekan pada telapak kaki. Reseptor ini penting untuk mengenal posisi berbagai bagian tubuh. Perbaikan posisi tubuh diawali rangsangan pada reseptor regang pada otot, ligamentum, dan sendi berupa perubahan panjang serta tegangan otot ekstensor maupun fleksor. 3.
Pemeliharaan sikap pada saat melakukan gerakan. Statokinetik refleksi berfungsi untuk mempertahankan sikap tubuh pada waktu melakukan gerakan sehingga distribusi beban merata dan otot-otot berada dalam keadaan seimbang dan sesuai dengan gerakan yang bersangkutan.
2.2.2. Deteksi Akselerasi Liners dan Deteksi Akselerasi Rotasi Oleh Makula. Syaifuddin ( 2002 ) menjabarkan deteksi akselerasi linier oleh organ makula dan diteksi akselerasi rotasi sebagai berikut : a. Deteksi akselerasi linier oleh organ makula
33
Sakulus ( kantung kecil ) dan utrikulus ( tas kecil )adalah tonjolan kecil pada diding telinga dalam yang masing-masing berisi makula ( organ makula ). Yang terendam dalam endolimfe.Setiap makula merupakan organ reseptor transduksi mekanoelektrik yang berisi sel rambut. Setiap sel rambut terdiri atas beberapa stercosilia di apeksnya satu kinosilia ( filament proto plasma ), dikelilingi membran otolitik yang berisi kristal kalsium karbonat kecil panjang 1 – 19 mikron 0 yang disebut otolit ( batu bertelinga ). Jika kepala bergerak ( percepatan ) liner ke jurusan manapun maka macula bergerak bersamanya, tetapi otolit yang lebih pekat dari cairan disekitarnya ketinggalan gerak sehingga stereosilis mengalami distorsi ( menyimpan bayangan ) dan menghasilkan potensial reseptor dalam sel rambut. Potensial ini secara sinaptik memicu potensial aksi serabut saraf vestibular yang kemudian dikirim ke otak .Orientasi sakulus dan utrikulus sedemikian rupa sehingga macula member informasi pada otak tentang perubahan linier kepala dan juga badan sebagai konsekuensinya. Aktivasi ( mengaktifkan ) makula terjadi terutama saat awal ( akselerasi ) dan akhir ( deselerasi ) gerakan. b. Deteksi akselerasi rotasi. Kanalis semisirkulasi dari apparatus vertibula berperan dalam gerak rotasi. Tiga kanal yang berisi cairan terletak tegak satu sama lain. Oleh karena itu gerak rotasi kepala ke jurusan manapun akan merangsang setidaknya salah satu kanal. Disetiap ujung masing-masing kanal terdapat organ indera transduksi mekanoelektrik yang disebut ampulla. Seperti macula, setiap ampulla berisi sel
34
rambut dengan struktur silia yang sama. Silia dikelilingi lapisan gelatin yang disebut kupula (cangkir kecil, ― cup ― kecil) Kupula menyilang lumen kanal ke dinding kanal lainnya. Akselerasi rotasi gerakan kepala menggerakan kanalis semisirkularis, mengubah pelekatan kupula ke jurusan yang sama, tetapi cairan tertinggi. Oleh Karena inersia, perbedaan gerakan caira akan
endolimfe mendistorsi
stereosilia dan membuat potensial reseptor dalam sel rambut. Potensial reseptor memicu serabut saraf vertibular. Potensial aksi (impuls saraf) memberikan informasi pusat vertibular otak tentang gerak rotasi tertentu. 2.2.3. Jenis-jenis Keseimbangan Komponen biomotorik keseimbangan termasuk komponen yang paling berperan dalam memantapkan posisi dan gerakan tubuh. Mulai dari , kudakuda, duduk, berdiri, jalan, melompat dan berbagai gerakan
tubuh lainnya,
komponen ini berperan. Apalagi dalam gerakan olahraga, jelas komponen ini amat dibutuhkan. Berdasarkan atas posisi dan gerakan tubuh komponen biomotorik keseimbangan ini dibagi atas keseimbangan statis dan dinamis ( Nala, 2011 ). Dimana menurut Harsono (1988) keseimbangan statis (static balance )ruang geraknya biasanya sangat kecil, misalnya berdiri diatas dasar yang sempit (balok keseimbangan,
rel
kereta
api)
melakukan
handstand,
mempertahankan
keseimbangan setelah berputar-putar di tempat. Sedangkan keseimbangan dinamik (dynamic balance) yaitu kemampuan orang untuk bergarak dari satu titik atau ruang ( space ) ke lain titik atau ruang dengan mempertahankan
35
keseimbangan (equilibrium) misalnya menari,pelatihan pada kuda atau palang sejajar,ski air, skating, sepatu roda dan sebagainya. 2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Keseimbangan termauk komponen biomotorik yang paling berperan dalam
memantapkan posisi dan gerakan tubuh. Menurut Nala (2011)
keseimbangan tergantung pada tiga faktor yaitu : 1. Bidang tumpuan 2. Letak titik berat tubuh 3. Letak garis berat tubuh Selanjutnya Soedarminto (1992) menjelaskan foktor letak titik berat berbeda-beda sesuai bentuk ( indeks masa tubuh ), umur dan jenis kelamin. Berikut ini akan diuraikan secara singkat
mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi keseimbangan tubuh. 1. Bidang tumpuan Bidang tumpuan adalah dasar tempat bertumpu atau berpijak tubuh, baik dilantai, tanah,
balok, kursi, meja, tali atau tempat lainnya. Semakin
luas/leher dasar atau bidang tumpuan tersebut akan semakin mantap atau stabil posisi tubuh. Posisi berbaring adalah posisi stabil atau mantap dibandingkan dengan posisi duduk atau berdiri, sebab bidang tumpuan hanya selebar pinggul/pantat dan tungkai ( bersila ) atau sebesar kedua telapak kaki saja. Jika berdiri, jalan atau lari maka bidang tumpuannya kecil, hanya seluas telapak kaki. Apalagi bila sedang melompat ,dalam posisi melayang jelas tidak ada bidang tumpuan. Oleh sebab itu keseimbangan tubuh goyang atau labil.
36
2.
Letak titik berat tubuh Titik berat tubuh manusia terletak kira-kira setinggi sepertiga bagian
atas tulang sacrum,kalau tubuh dalam posisi berdiri tegak. Semakin rendah atau dekat letak titik berat ini terhadap bidang tumpuan akan semakin mantap atau stabil posisi tubuh. Pada posisi berbaring titik berat tubuh akan rendah ,yakni letaknya dekat bidang tumpuan, dibandingkan dalam posisi duduk, berdiri atau melompat ke atas, sehingga posisi tubuh berbaring akan lebih mantap dibandingkan dengan posisi duduk atau berdiri. 3.
Letak garis berat tubuh Garis berat tubuh adalah garis vertikal yang melalui titik pusat bidang
tumpuan. Garis berat ini sering disebut garis gaya gravitasi.Sebuah garis vertical (tegak lurus) imajiner melalui titik berat tubuh. Semakin dekat letak garis berat ini dengan titik pusat bidang tumpuan, apalagi melaluinya, akan semakin stabil posisi tubuh. Dalam posisi berdiri garis berat tubuh ini akan melalui titik berat dan juga titik pusat bidang tumpuan, olah sebab itu posisi berdiri tegak lebih stabil dibandingkan dengan posisi badan condong ke depan belakang atau samping. Letak berat garis ini berubah-ubah sesuai dengan bergerernya titik berat kea rah depan, belakang atau samping. Bila tubuh bagian atas (kepala dan dada ) menjulur ke depan, maka titik berat tubuh juga akan berpindah ke depan. Dengan sendirinya garis berat ini juga akan bergeser ke depan sehingga tidak melalui titik pusat bidang tumpuan. Oleh sebab itu ada usaha dari tubuh untuk menggerer letak titik berat dan dengan sendirinya garis berat tubuh akan bergeres ke belakang atau mendekati titik pusat bidang tumpuan. Caranya dengan menarik
37
bagian badan lainya (tungkai atau lengan) ke belakang sehingga terjadi keseimbangan. 4.
Indeks massa tubuh Tinggi badan dan berat badan seseorang mencerminkan proporsi
tubuh orang yang bersangkutan. Keadaan ini berkaitan dengan dengan keseimbangan dimana menurut Pate (1993) bendan dengan masa yang lebih besar mempunyai keseimbangan yang lebih besar dari pada benda berukuran sama yang lebih ringan. Benda-benda yang berat lebih kuat menolak pengaruh gaya dari luar dari pada lawan yang lebih ringan. Terkait dengan tinggi pendek dan berat ringan
seseorang akan berbeda letak titik berat
yang mempengaruhi
keseimbangan. Untuk mengetahui bentuk atau proporsi tubuh dilakukan penghitungan indeks massa tubuh (IMT) yaitu melalui rumus berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat Depkes RI (1994) menetapkan criteria berdasarkan IMT seseorang yaitu : IMT < 17,0
: Kriteria kurus dengan kekurangan berat badan tingkat berat
IMT < 17,0 – 18,5
: Kriteria kurus dengan kekurangan tingkat ringan
IMT < 18,5 – 25,0
: Kriteria normal
IMT < 21 – 22,5
: Kriteria ideal puteri dan putera
IMT < 25,0 – 27,0
: Kriteria gemuk dengan kelebihan berat badan
tingkat
ringan IMT < 27,0 5.
Umur
: Kriteria gemuk dengan kelebihan berat tingkat berat.
38
Letak titik berat
tubuh berkaitan dengan pertambahan usia pada
kanak-kanak letaknya lebih tinggi karena relative kepalanya lebih besar dari kakinya lebih kecil (Soedarminto, 1992). Keadaan ini akan berpengaruh pada keseimbangan tubuh, semakin rendah letak titik berat ini terhadap bidang tumpuan akan semakin mantap atau stabil posisi tubuh (Nala, 2011). 6.
Jenis kelamin Perbedaan keseimbangan tubuh antara pria dan wanita disebabkan
oleh adanya perbedaan letak titik berat. Pada pria letaknya kira-kira 56% dari tinggi badannya sedangkan pada wanita letaknya kira-kira 55% dari tinggi badannya pada wanita letaknya rendah karena panggul dan paha relative lebih berat dan tungkainya pendek ( Soedarminto, 1992 ). 7.
Suhu lingkungan Tingkat kelembaban udara sekitar dapat mempengaruhi penampilan
fisik seseorang. Toleransi setiap indifidu berbeda-beda satu sama lain. Orang Indonesia umumnya beraklimatisasi dengan iklim tropis yang cukup sekitar 29 – 39 derajat Celsius dengan kelembaban sekitar 85-95 % .Terhadap suhu udara 38 derajat Celsius toleransi masih bias berlangsung 60 menit dan hanya 42 menit bila suhu udara 33,5 derajat Celsius cuaca akan mempengaruhi pengaturan suhu tubuh seseorang, bila pelatihan dilakukan pada udara nyaman maka tubuh hanya mengatasi beban berupa pengeluaran panas tubuh. Bila udara tidak nyaman,maka tubuh terpaksa mendapat beban tambahan untuk melawan panas. Manuaba ( 1983 ) daerah nyaman bagi orang
39
Indonesia untuk kelembaban relative berkisar 70-80 % , kelembaban udara secara tidak langsung berpengaruh terhadap unsur-unsur biomotorik. Ketinggian tempat juga berpengaruh pada setiap aktivitas olahraga, terutama unsur keseimbangan tubuh. Menurut Stephard (1978 ) bahwa tiap peningkatkan ketinggian 1000 meter akan diikuti penurunan percepatan gravitasi sebesar 0,3 cm/dtk. Maka apabila aktivitas olahraga dilakukan pada beda ketinggian lebih dari 1000 meter akan mempengaruhi performan para atlet yang bersangkutan. Dari uraian di atas jelas bahwa faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap pelatihan yang diberikan dengan demikian faktor-faktor tersebut harus dikendalikan sehingga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil pelatihan yang diberikan. 2.2.5. Cara Mengatur Keseimbangan Pengukuran keseimbangan terdiri dari dua tipe yaitu pengukuran keseimbangan statis dan keseimbangan dinamis (Nurhasan, 1986) dimana komponen keseimbangan statis tubuh dalam posisi diam dan keseimbangan dinamis tubuh dalam posisi bergerak
(Nala, 2011). Adapun tes yang sering
digunakan dalam pengukuran komponen keseimbangan ini diantaranya adalah : keseimbangan statis diukur dengan lamanya (detik) berdiri dengan satu tungkai dalam posisi ― Kapal terbang ― (tubuh horisontal, kedua lengan dijulurkan kesamping, tungkai yang satu diangkat horizontal). Keseimbangan dinamis diukur dengan cara meniti balok dengan lebar panjang dan tinggi tertentu secepatcepatnya dalam detik( Nala, 2011 ) sedangkan dalam penelitian ini tes yang
40
digunakan untuk mengukur keseimbangan tubuh karateka di dojo Smpk St. Theresia Kupang digunakan tes keseimbangan dinamis ( tes of dynamic balance ) . Tes ini gerakannya sesuai dengan kebutuhan gerakan dalam olahraga karate yang banyak dilakukan sambil berpindah-pindah tempat seperti menangkis, memukul, melompat,menendang yang banyak dilakukan dengan gerakan-gerakan beruntun serta cepat dari titik satu ke titik lain. Berdasarkan pada gerakan-gerakan tersebut, komponen keseimbangan yang diperlukan adalah komponen keseimbangan dinamis. Dimana komponen keseimbangan ini memerlukan suatu alat tes yang sesuai dengan kebutuhan gerakan-gerakan yang ada dalam olahraga karate. Sehubungan dalam penilitian ini yang diberi pelatihan congkok sambil menendang dan pelatihan lompat ke samping sambil menendang yang dilaksanakan secara bervariasi dari posisi jongkok satu tungkai,menendang yang dilakukan bergantian kaki kiri dan kanan, melompat kesamping kiri dan kanan dengan menendang, tentunya memerlukan komponen keseimbangan dinamis. Dimana menurut Prihastono ( 1995 ) tes dan pengukuran pada unsur ini menggunakan tes keseimbangan dinamis ( test of dynamic balance ). Tes Keseimbangan Dinamis Tujuan:
Untuk mengukur keseimbangan dinamis
Validitas dan reliabilitas
: 0,90
Fasilitas dan sarana
: Lantai padat dan rata, sepuluh kotak yang ukuran masing-masing kotak ukurannya 30 cm x 30 cm, serta tali dan stop watch.
41
Prosedur Pelaksanaan : Peserta berdiri di kotak awal dengan bertumpu pada salah satu kaki ( Kanan ) tumit diangkat setinggi 5 cm ( jingkat ). Kedua lengan ditekuk di depan dada ( kamaete ) sedang posisi kepala tegak. Dengan aba-aba yang diberikan tester peserta tes melompat tepat di atas kotak No 1 yang tersedia dan mendarat kaki kiri sebagai tumpuan yang posisi tumit diangkat setinggi 5 cm ( jingkat ) dan posisi kepala tegak, kaki satunya diangkat menempel di samping lutut, sedang posisi kedua lengan ditekuk di depan dada. Posisi ini dipertahankan selama 5 detik pada kotak no 1 , dengan aba-aba tester lakukan tendangan ke depan no 2 dengan kaki kanan sebagai tumpuan yang posisinya sama seperti posisi awal, demikian gerakan ini dilakukan seterusnya dari kotak berikut sampai kotak terakhir (3,4,5,6,7,8,9,dan kotak akhir Ketentuan : 1. Tiap komponen pada kotak atlet berhenti 5 detik. 2. Apabila kaki yang menempel di samping lutut bergerak menjauh dari lutut dan kaki tumpu tumit menyentuh lantai dianggap gagal, begitu pula apabila kaki jingkat berpindah atau bergeser keluar dari daerah ( kotak ) yang telah ditentukan. Hasil pengukuran adalah : skor yang terbaik dari tiga kali percobaan, dimana skor diambil berdasarkan banyaknya kotak yang dapat dilalui dalam setiap tes, dengan ketentuan 1 kotak keberhasilan nilai 10. Jadi tiap kotak yang ada yaitu kotak 1 sampai kotak terakhir masing-masing diberi nilai 10.
42
Gambar 2.1 Tes Keseimbangan Dinamis
43
Alur Pelatihan Gerakan Senkuchu dan Kokuchu akhir
10 ki 9 ka
8 ki 7 ka 6 ki 5 ka 4 ki
3 ka 2 ki 1 ka
awal
Gambar 2.2. Alur gerakan pelatihan Senkuchu Dachi dan Kokuchu Dachi sambil menendang
44
Dalam penelitian ini akan dibedakan dua tipe pelatihan keseimbangan, yaitu pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang dan pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang. Kedua pelatihan tersebut merupakan pelatihan keseimbangan dimana menurut Nala ( 2011 ), tipe pelatihan keseimbangan dapat menendang dengan satu tungkai, meniti balok kayu sepanjang 10 meter yang terletak 30 cm di atas tanah dengan kecepatan tertentu dengan variasi pandangan mata lurus ke depan, melihat kesamping, ke atas, atau mata tertutup, berjalan berdampingan berdua, kemudian tiba-tiba teman mendorong ke samping, dan berbagai variasi gerakan lainnya. Dilihat dari variasi gerakan dalam pelatihan tersebut dimana gerakannyan dilakukan dengan tumpuan satu kaki kemudian melompat melewati tali dan mendarat satu kaki dirangkai dengan gerakan menendang dengan oleh tungkai yang satunya, hal ini membutuhkan pengaturan keseimbangan tubuh, karena dengan variasi gerakan berdiri satutungkai, melompat,mendarat satu kaki dan dirangkai tendangan akan mengakibatkan berpindahan garis gaya berat dimana menurut Pate ( 1993 ) garis gaya berat : suatu garis khayal yang menggabarkan tarikan vertical gaya berat. faktor gaya ini melewati pusat gaya berat dan merupakan suatu faktor penting yang menentukan keseimbangan. Menurut Soedarmito (1992) sebuah objek akan tetap dalam keadaan seimbang hanya selama garis beratnya jatuh didalam dasar penumpu. Bila gaya yang ditantang olah badan itu gaya ke bawah dari gravitasi, maka makin dekat garis berat kepada tidak pusat dasar penumpu, makin stabil keseimbangannya dan sebaliknya makin dekat garis gaya berat ke tepi dasar penumpu makin goyah keseimbangannya.
45
Sehubungan dengan gerakan melompat dan menendang yang dilakukan pada olahraga karate baik pada komite maupun kata, maka unsure keseimbangan tubuh diperlukan dalam gerakan-gerakan tersebut dimana mengharuskan karateka memelihara keseimbangan dengan menggunakan sesuatu otot untuk mengubahkedudukan bagian-bagian badan sehingga pusat gaya berat badan telah berada dalam batas-batasdukungan. Dari pelatihan jongkok sambil menendang dan pelatihan lompat kesamping sambil menendang memerlukan pemeliharaan keseimbangan dimana menurut Pate ( 1993 ) memelihara keseimbangan tergantung pada umpan balik yang tepat yang didapat dari reseptor sensorik system saraf. Berbagai organ indra yang menerima rangsangan dari dalam tubuh ( propriseptor ) memberikan kepada olahragawan informasi yang berkaitan dengan posisi bagian badan. Proses ini seringkali dianggap sebagai persepsi kenestetis. Umpan balik yang berguna ini diteruskan ke otot untuk diiterpretasikan lalu respon gerakan yang sesuai dikirimkan ke susunan otot. 2.3. Pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang Analisis gerakan pelatihan
Senkuchu Dachi sambil menendang
sebagai berikut : Posisi awal berdiri kaki kangkang lalu tungkai kiri ke depan, tali dipasang setinggi 40 cm yang didasarkan pada kemampuan karateka sebagai pengontrol ketinggian tendangan, dengan posisi kedua lengan di tekuk dengan sikap siap ( kamaete ) di depan dada sambil menendang dansebaliknya. Kemudian karetaka melompat kesamping kanan didasarkan kemampuan karateka, melewati tali dengan tolakan
46
satu kaki ( kiri ) dan mendarat satu kaki kanan. Setelah mendarat secepatnya lakukan tendangan lurus kedepan ( maegeri ) dengan tungkai kiri, selesai menendang tarik kaki secepatnya ke posisi kaki terangkat setinggi lutut lalu jongkok posisi kedua lengan ditekuk dengan sikap siap ( kamaete ) di depan dada, Gerakan pelatihan ini dilakukan pergantian arah serta kaki, kanan-kiri- kanan- kiri dengan repetisi masing-masing kiri- kanan 10 kali pelatihan 2- 5 set, frekuensi 4-5 kali seminggu ( Nala, 2011 ). Secara jelas gambar pelatihan tersebut dapat dilihat pada gambar 2 hal 26 dan gambar 3 hal 27 2.3. Pelatihan Kokuchu Dachi Sambil Menendang Analisis gerakan pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang adalah sebagai berikut : Posisi awal karateka berdiri kaki kangkang tungkai kanan ditarik kebelakang di ikuti pinggul tali di pasang setinggi 40 cm didasarkan pada kemampuan karateka sebagai pengontrol ketinggian tendangan, dengan satu tungkai ( kanan ) sedang tungkai kiri diangkat kaki sebagi pengontrol keseimbangan, posisi kedua lengan ditekuk
di depan dada pandangan lurus ke depan. Kemudian karateka
melakukandengan kaki kiri tendangan lurus ke depan ( maegeri ) dengan tungkai kanan, secepatnya kaki kanan di tarik ke posisi kaki terangkat setinggi lutut. Selanjutnya kembali
dan satu kaki kanan sedangkan tungkai kiri
melakukan tendangan lurus ke depan ( maegeri ) dimana gerakannya dilakukan cepat dan langsung kembali ditarik ke posisi kaki terangkat setinggi lutut. Gerakan pada pelatihan ini dilakukan berulang-ulang sambil melompat melewti tali ke kiri ke kanan – ke kiri ke kanan pada tempat yang sama ( tetap ) di mana
47
jarak lompatan 90 cm didasarkan pada kemampuan karateka, dengan repetisi masing-masing kaki kiri dan kanan 10 kali. Pelatihan 2-5 set, frekwensi 4-5 kali seminggu ( Nala, 20011 ).
40 cm
40 cm
Gambar 2.3 Ukuran jarak dan ketinggian Senkuchu Dachi dan kukuchu Dachi ( untuk melatih keseimbangan tubuh )
48
Gambar 2.4 Pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang (maegeri chudan ke depan)
Gambar 2.5 Pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang ( latihan maegeri chudan dengan berat tungkai ke belakang )
49
Analisis gerak dan pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang dan pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang sebagai berikut : Dari analisis gerak dari pelatihan kuda-kuda ke depan sambil menendang dan kuda-kuda ke belakang sambil menendang sama-sama menggunakan satu kaki sebagai tumpuanserta satu kaki sebagai untuk menendang yang dilakukan secara bergantian kaki kiri dan kanan dengan menggunakan beban yang sama yaiyu berat badan sendiri. Bedanya pada pelatihan kuda-kudake depan sambil menendang dan tumpuan berpindah-pindah ke arah samping seperti hanya dalam olahraga karate khusus pada kumite gerakan melompat kesamping dan menendang banyak kali dilakukan ke segala arah untuk mendekati lawan (sasaran) untuk menyarankan tendangan pada bidang sasaran sedangkan pada pelatihan kuda-kuda ke belakangsambil menendang dilakukan pada bidang tumpuan awal (di depan tali) kemudian pergantian kaki melewati tali dan mendarat satu kaki di kiri tali,setelah menendang lakukan melewati tali ke depan kanan pada bidang tumpuan awal.Jadi bidang tumpuan pada bagian kiri dan kanan tali tetap tidak berpindah-pindah. Dilihat dari prinsip-prinsip pelatihan, khususnya prinsip spesialisasi maka tipe pelatihan jongkok ke depan sambil menendang sesuai dengan gerakannya dengan alat ukur yang akan digunakan ( Tes of Dynamic Balance ) dari pelatihan lompat kesamping sambil menendang . Di mana dalam pelaksanaan tes tersebut orang coba melangkah dari kotak-kekotak yang tersedia dengan cara berpindah-pindah dari kotak satu ke kotak lainnya yang berjumlah 10 kotak selain itu ditinjau dari prinsip spesialisasi
50
tersebut, maka pelatihan Senkuchu Dachi ke depan sambil menendang lebih spesifik tipenya dari pada pelatihan Kokuchu Dachi ke belakang sambil menendang terhadap peningkatan keseimbangan tubuh karateka dimana kebutuhan gerakan-gerakan dalam olahraga karate khususnya gerakan Senkuchu Dachi ke depan sambil menendang lebih sering dilakukan kearah sasaran (lawan tanding) dan Kokuchu Dachi ke belakang untuk menghindari serangan lawan. Dihubungkan dengan waktu yang tersedia dalam pertandingan karate (kumite) dilakukan dalam satu babak 2-3 menit bersih, maka mengharuskan karate lebih banyak melakukan serangan kebidang
sasaran (lawan tanding) untuk
mendapatkan nilai kemenangan dalam waktu singkat dari pada hanya menghindar atau bertahan. Untuk serangan yang dilakukan dengan Senkuchu Dachi dengan tendangan membutuhkan pengaturan keseimbangan tubuh bagi seorang karateka untuk dapat
menendang yang sudah terpola reaksi metorik saat melakukan
aktivitas Senkuchu Dachi sambil menendang dalam olahraga karate yang banyak dilakukan kearah depan untuk mencapai bidang sasaran atau lawan tarung yang posisinya selalu berada didepan. Program latihan - Latihan dasar Gedang barai, oi suki chudan, angyoke, uci uke, soto uke, suto uke,maigeri chudan,maigeri djodan. -
Intensitas 8 minggu
-
Repetisi10 kali kiri dan kanan
51
-
Set 4 kali
-
Istrahat antar set 3 menit
-
Densitas 3 kali seminggu.
52
BAB III KERANGKA BERPIKIR,KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Berpikir 2.3.2. Keseimbangan dalam karate merupakan komponen biomotorik yang paling berperan dalam memantapkan posisi gerak tubuh 2.3.3. Karate banyak dilakukan oleh masyarakat di SMPK St. Theresia Kupang para karateka pemula 3.1.2. Keseimbangan belum optimal dilakukan sehingga perlu ditingkatkan pelatihan yang terus-menerus sehingga biasa bermanfaat bagi seorang karateka 3.1.3. Pelatihan karate ada beberapa diantara senkuchu dachi dan kokuchu dachi merupakan unsur yang paling peranan untuk menghadapi serangan lawan 3.1.4. Kedua pelatihan perlu dilatih karena tidak pula dilakukan dengan baik oleh kareteka pemula maupun kareteka senior.
53
3.2. Konsep Berdasarkan latar belakang masalah , tujuan penelitian dan tinjauan teoritis, maka disusunlah kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai berikut :
Pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang Pelatihan Kokuchi Dachi sambil menendang
Factor Individu Umum Jenis Kelamin Tinggi badan Berat Badan Indeks masa tubuh Letak titik berat tubuh Letak garis berat tubuh
Faktor Lingkungan Suhu Lingkungan Kelembaban udara
Keseimbangan Tubuh
Gambar 3.6 Konsep Penelitian
54
3.3. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konsep di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai jawaban sementara dari penelitian ini sebagai berikut : 1.
Pelatihan
Senkuchu
Dachi
sambil
menendang
meningkatkan
keseimbangan tubuh karateka Dojo SMPK St.Theresia Kupang 2.
Pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang meningkatkan keseimbangan tubuh karateka Dojo SMPK St.Theresia Kupang
3.
Pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang lebih baik dalam meningkatkan keseimbangan tubuh dari pada pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang pada karateka Dojo SMPK St. Theresia Kupang.
55
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah Randomized pretest dan posttest control group design ( Bakta, 1997, Pocock, 2008 )
Pre Test
R P
And
01
Senkuchu
03
Kokuchu
Post Test
02
Ra S
Gambar 4.7 Rancanga penelitian
Keterangan : P
= Popolasi
S
= Sampel
R
= Randomisasi
Ra= Rendam alokasi
01
= Observasi kelompok sebelum pelatihan
02
= Observasi kelompok sesudah pelatihan
03
= Observasi awal kelompok sebelum pelatihan
04
56
04
= Observasi akhir kelompok sesudah pelatihan
SD
= Pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang kedepan
KD
= Pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang ke depan
4.2 Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di halaman Dojo SMPK St. Theresia Kupang 4.3. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari tanggal 9 Februari sampai dengan 10 April 2013. 4.4. Populasi dan Sampel. 4.4.1 Populasi Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah karateka pemula
Dojo
SMPK St. Theresia Kupang jumlah populasi adalah 28 orang 4.4.2 Kriteria Sampel Kriteria sampel yang ditetapkan masuk dalam penelitian ini yang memenuhi Kriteria inklusi sebagai berikut : 1. Anggota karateka pemula di SMPK St. Theresia Kupang 2. Jenis kelamin Laki-laki 3. Usia 12-14 tahun 4. Tinggi badan 140 sampai dengan 168 cm 5. Berat badan 38-60 kg 6. Berbadan sehat ( pemeriksaan dokter ) 7. Indeks masa tubuh mempunyai criteria normal
57
8. Bersedia mengikuti pelatihan 4.4.3 Besar Sampel Besar sampel ditentukan berdasarkan Studi pendahuluan 8 orang karateka
untuk
mendapatkan
skor
keseimbangan
tubuh
postest
keseimbangan tubuh karateka adalah 36 dengan standar deviasi 4,89. Skor keseimbangan tubuh setelah pelatihan dilakukannya43,2
(peningkatan
20% ) Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam rumus Pocock 2008 sebagai berikut :
2σ² x f (α , β )
n= (µ₂—µ₁)² Keterangan : n
= Besar sampel
α
= 0,05
μ₁
= Rata-rata keseimbangan tubuh sebelum pelatihan
μ₂
= Rata-rata keseimbangan tubuh sesudah pelatihan
Berdasarkan penghitungan dengan rumus di atas adalah sebagai berikut : μ₁
= 36 awal
μ₂
= 43,2 ( sesudah pelatihan )
ƒ ( α‚β)
= 13 ( sesuai table )
σ
n=
= 4,89
2σ² x f(σ,β) (μ2-μ1)²
58
2 x 4,89² n=
Χ 13 ( 7,2)²
n = 2 x 23,9121 ( 7,2 )²
47,8242 n =
x 13 51,84
n = 11,99295 dibulatkan menjadi 12, sehingga kedua kelompok diperoleh masing-masing 12 orang Menurut Basuki ( 1985 ). Untuk mengantisipasi apabila subjek terpilih droup out, sehingga tidak perlu mensubstitusi subjek lain, maka jumlah sampel harus ditambah minimum 20% dari jumlah ( n ). Maka dalam penelitian ini jumlah sampel adalah 14 x 2 =28 karateka, maka kedua kelompok 28 orang
4.4.4 Teknik Pengambilan Sampel Populasi penelitian adalah karateka pemula Dojo SMPK St. Theresia Kupang sebanyak 150 karateka. Dari jumlah tersebut yang memenuhi kriteria sebanyak 30 karateka. Kemudian di undi sederhana dengan memakai undian diambil sampel sebanyak 28 orang karateka , selanjutnya dibagi 2 kelompok dimana masingmasing kelompok 14 karateka
4.4.5 Karateka Drop Out 1. Subjek ( Karateka cedera, sakit saat pelatihan
59
2. Subjek ( karateka ) tiga kali berturut –turut tidk mengikuti pelatihan 3. Subjek (karateka ) meninggalkan pelatihan tanpa pemberitahuan. 4.5. Variabel 4.5.1 Indentifikasi -
Variabel bebas pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang dan pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang.
-
Variabel tergantung adalah keseimbangan tubuh.
-
Variabel control adalah umur, letak titik berat tubuh,letak garis berat tubuh, kelembaban dan suhu.
4.5.2 Klasifikasi Kelompok 1: Pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang kedepan ( P1 ) Kelompok 2
: Pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang ( P2 ).
4.5.3 Definisi Operasional Setelah variabel-variabel yang diteliti diidentifikasikan dan diklasifikasikan maka perlu didefinisikan secara operasional.Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan alat pengumpul data apa saja yang sesuai untuk digunakan. Definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut : Pelatihan
Senkuchu Dachi sambil menendang adalah model pelatihan
keseimbangan di mana subjek mengambil posisi awal berdiri didepan tali dengan jarak 45 cm, kaki terbuka dua lebar bahu lalu Senkuchu Dachi tali dipasang di depan setinggi 40 cm didasarkan kemampuan karateka sebagai pengontrol ketinggian tendangan, dengan posisi kedua lengan ditekuk dengan sikap siap ( kamaete ) di depan dada pandangan lurus kedepan, dilakukan
60
tendangan ke depan ( maegeri ) dimana gerakan ini dilakukan dengan cepat dan langsung kembali di tarik ke posisi semula, pergantian kaki kiri dan kaki kanan repetisi 10 kali.
Intensitas pelatihan 80% yaitu 10 repetisi. Dari Pelatihan
Senkuchu Dachi sambil menendang dilakukan dengan ketentuan : Lama pelatihan
: 8 minggu
Ffrekuensi pelatihan
: 3 kali seminggu
Repetisi
: 10 kali kiri kanan
Set
: 4 kali
Istirahat antar set
: 3 menit.
1.
Pelatihan
Kokucu
Dachi
sambil
menendang
adalah
pelatihan
keseimbangan dimana subjek mengambil posisi awal berdiri didepan tali yang dipasang setinggi 40 cm didasarkan kemampuan karateka sebagai pengontrol ketinggian tendangan, dengan satu tungkai ( kanan ) sedangkan tungkai kiri menjaga keseimbangan tubuh, posisi kedua lengan ditekuk dengan sikap siap ( kamaete ) di depan dada pandangan lurus kedepan, kemudian melakukan tendangan melewati tali pengontrol , setelah mendarat lakukan tendangan lurus kedepan ( maegeri ) dengan tungkai kanan setelah itu secepatnya kaki kanan ditarik ke posisi kaki terangkat setinggi lutut. Selanjutnya kembali melakukan tendangan sesuai kemampuan si atlet ketempat awal ( disamping kanan tali ) dan mendarat satu kaki kanan sedangkan tungkai kiri melakukan tendangan lurus ke depan ( maegeri ) dimana gerakannya dilakukan dengan cepat dan langsung kembali tarik ke posisi kaki terangkat setinggi lutut. Gerakan ini dilakukan berulang-ulang sambil melewati tali
kanan – kiri – kanan pada
61
tempat yang sama ( tetap ) dimana jarak tendangan 90 cm didasarkan pada kemampuan karateka pada saat uji coba. Gerakan ini dilakukan dengan intensitas 80% dari kemampuan maksimal karateka Senkuchu Dachikiri ke kanan diikuti tendangan. Pelatihan
Kokuchu Dachi
sambil menendang
dilakukan dengan ketentuan :
Lama pelatihan
: 8 minggu
Frekwensi pelatihan
: 3 kali per minggu
Repetisi
: 10 kali kiri kanan
Set : 4 kali Istirahat antar set
: 3 menit
Umur adalah Usia subjek yang diambil berdasarkan Kartu Pelajar Keseimbangan tubuh adalah keseimbangan tubuh dinamis yang diukur dengan menggunakan Tes keseimbangan Dinamis Kirkendall, 1987 ). Untuk lebih jelas lihat halama 26. Tinggi badan adalah tinggi tubuh yang dalam pada posisi tegakdari telapak kaki sampai vertex engan ketelitian o,1 cm 6. Berat badan dinyatakan dengan kg, subjek naik timbangan
dengan
menggunakan pakaian dogi. 7. Indeks masa tubuh adalah Proporsi tubuh yang dihitung melalui rumus berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat. 8. Jenis kelamin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenis kelamin laki-laki berdasarkan kartu Pelajar
62
9. Bidang tumpuan adalah telapak kaki yang menginjak dasar lantai
yang
terbuat dari semen/ keramik. 10. Garis berat tubuh adalah garis vertikal yang melalui titik pusat bidang tumpuan. 11.
Letak titik berat tubuh adalah terletak kira-kira setinggi bagian atas tulang sakrum, kalau posisi tubuh berdiri tegak.
Suhu adalah keadaan suhu udara lingkungan pelatihan, yaitu suhu kering, suhu basah dalam derajat Celcius yang dikonversi ke derajat Fahrenheit kemudian kelembaban relatif dilihat pada psychometric chart. 4.6 Alat Pengumpulan Data Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Stop watch digital merek Diamond, alat untuk mengukur waktu dalam satuan menit. b. Antropometer super buatan Jepang, alat untuk mengukur tinggi
adan
dalam satuan cm c. Timbangan berat badan merek DetectoMedica scale buatanAmerika untuk mengukur berat badan dalam satuan berat kilogram. d. Termometer basah dan kering adalah alat untuk mengukur temperature atau suhu udara dalam satuan derajat Celcius. e. Tes keseimbangan dinamis untuk mengukur skor keseimbangan tubuh dinamis. f. Alat tulis menulis
63
4.7. Tata Laksana Penelitian Secara garis besar langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini Adalah sebagai berikut :
4.7.1. Tahap persiapan dan Administrasi a. Studi kepustakaan dari buku, jurnal internet dan lain-lain yang relevan dengan
topik penelitian.
b. Mengurus surat-surat yang diperlukan untuk mendukung jalannya penelitian c. Menetapkan tempat penelitian dalam hal ini penelitian dilakukan di satu sekolah yaitu Dojo SMPK St. Theresia, jalan Jend A. Yani No 52A Kupang. d. Meminta ijin persetujuan meneliti pada pemilik dan pengurus Dojo Smpk St. Theresia dan subjek terpilih. e. Melakukan pemilihan sampel dengan cara acak sederhana. f. Mengukur antropometri subjek dengan antropometer yang akan digunakan sebagai salah satu kriteria penentuan sampel. g. Mempersiapkan dan meminjam alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian. h. Menghubungi dan mempersiapkan petugas petugas pengumpul data dalam penelitian ini
64
i. Uji coba di tempat penelitian dan kesiapan alat yang akan diperlukan selama penelitian. 4.7.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian A. Tata laksana untuk subjek 1. Subjek hadir di tempat latihan 10 menit sebelum latihan dimulai. 2. Sebelum pelatihan dimulai subjek melakukan tradisi karate (upacara ). 3. Setelah subjek 5 menit kemudian dilakukan perhitungan denyut nadi istrahat, Subjek dalam keadaan rileks. 4. Selanjutnya subjek diberikan pengarahan dan melakukan pemanasan selama 15 menit. 5. Kemudian subjek dipisah menjadi dua grup sesuai
dengan
kelompoknya masing-masing untuk melakukan pelatihan. 6. Kelompok 1( P1 ) diberikan pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang ke depan. 7. Kelompok 2( P2 ) diberikan pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang. 8. Sebelum mengakhiri pelatihan, semua kelompok melakukan pelatihan ringan secara bersama-sama dan melakukan pendinginan selama 5 menit kemudian diakhiri dengan tradisi karate. 9. Pelatihan ini dilaksanakan selama 8 minggu frekuensi 3 kali perminggu diawali dengan pre test dan pos test sesudah pelatihan. B. Tata laksana untuk peneliti
65
Langkah-langkah pelaksanaan penelitihan yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data adalah sebagai berikut : 1. Menjelaskan kepada subjek terpilih tentang tata cara pelatihan cara tes keseimbangan dinamis pre test dan pos test. 2. Menjelaskan dan membuat kesepakatan dengan pengurus Dojo, pelatih dan subjek terpilih tentang penelitihan ini dilakukan di luar jam pelajaran sekolah sehingga tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar. 3. Menjelaskan tentang jadwal pelatihan yang akan dilaksanakan selama 8 minggu dengan frekuensi 3 kali perminggu. 4. Menjelaskan pada subjek tentang cara tes keseimbangan dinamis, pada saat pre test dan pos test. 5. Melakukan pengukuran pada subjek terpilih meliput tinggi badan, berat badan, indeks masa tubuh dan pengukuran suhu udara basah dan suhu udara kering saat pelatihan. 6. Pemeriksaan kesehatan sebelum pelaksanaan penelitihan. 7.
Terhadap populasi terjangkau yaitu sebanyak 50 orang karateka pemula Dojo SMPK St. Theresia yang memenuhi criteria inklusi 30 karateka kemudian diacak sederhana dengan member nomor yang sesuai dengan dengan jumlah karateka diundi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok 1 kelompok kelompok pelatihan Senkuchu Dachisambil menendang ( P1 ) kelompok 2 kelompok pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang ( P2 ).
66
8. Penjelasan tentang pelatihan-pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang (P1) dan pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang P2) dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : a.
Sebelum melakukan pemanasan dan peregangan, para karateka seperti biasa melakukan tradisi karate ( upacara ) yaitu dengan urutan: 1. Duduk bersimpuh/berdiri dengan tenang menghadap ke depan di pimpin oleh sensai ( guru ) atau karateka yang paling senior. Pembacaan sumpah karate.
b.
1
Mengheningkan cipta.
2
Hormat kepada Bendera Merah Putih.
3
Hormat kepada sensai ( guru ).
4
Hormat kepada kawan dan tempat latihan.
Fase pemanasan dan peregangan untuk setiap kelompok pelatihan
berlangsung selama 15 menit, dilakukan dalam rangkaian gerakan lari mengelilingi rungan dojo atau lapangan gerakan khalistenik pada sendi bahu, pinggul, lutut dan pergelangan kaki. Peregangan statis disesuaikan dengan gerakan-gerakan dalam karate seperti dalam posisi berdiri kaki diangkat seperti gerakan menendang kemudian ditahan bergantian kiri,kanan dan lainlain, sesudah pemanasan karateka menuju tempat pelatihan. c. Latihan inti kelompok pelatihan Senkuchu Dachisambil menendang dan pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang yang masing-masing
67
kelompok melakukan pelatihan 4 set 10 repetisi istirahat antara set 3 menit. d.
Fase pendinginan untuk setiap kelompok pelatihan dilakukan dengan gerakan ringn sambil mengayun lengan ke depan ke belakang, samping kiri kanan, ke atas kemudian lepas. Pelemasan otot lengan,punggung, dan tungkai selama 5 menit.
e.
Kemudian pelatihan diakhiri dengan tradisi karate upacara kembali dan dilanjutkan dengan penyampaian-penyampaian prihal mengenai pelatihan berikutnya.
4.8. Analisis Data 4.8.1. Analisis Deskriptif Untuk menganalisis data subjek penelitian seperti Umur, Tinggi badan, Berat badan, Indek masa tubuh yang datanya diambil sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan. 4.8.2. Analisis Komparasi a. Uji Normalitas Bertujuan untuk mengetahui distribusi data masing-masing kelompok perlakuan dari kedua kelompok pelatihan. Batas kemaknaan yang digunakan α = 0,05. Jika α = > 0.05 data berskala normal. b. Uji homogenitas Bertujuan untuk mengetahui variasi data dengan batas kemaknaan tingkat kepercayaan yang digunakan adalah Levene test, α = 0,05,
atau
68
Jika α 0 >0 ,05 maka data homogen. a.
Uji Komparasi Uji komparasi data antara sebelum dan sesudah pelatihan dengan menggunakan uji komparasi keseimbangan parametric ( T- independent test . Batas kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Jika hasilnya α < 0,05,maka hipotesis penelitian diterima atau ada perbedaan yang signifikan sedangkan jika α > 0,05 maka hipotesis ditolak atau tidak ada perbedaan yang signifikan.
Jika data normal a. Antara sebelum dan sesudah pelatihan : t- paired. b. Antara kelompok Senkuchu Dachi dan Kokuchu Dachi : t. independent. Jika data tidak normal a. Antara sebelum dan sesudah latihan – wilkom test. b. Antara Senkuchu Dachi dan Kokuchu Dachi – U mean whitney.
69
4.10. Alur Penelitian POPULASI
KRITERIA INKLUSI
ACAK SEDERHANA
KRITERIA EKSLUSI
SAMPEL
KELOMPOK I
KELOMPOK II
TES AWAL
TES AWAL
PERLAKUAN 8 MINGGU SENKUCHU DACHI
PERLAKUAN 8 MINGGU KONKUCHU DACHI
TES AKHIR
TES AKHIR
ANALISIS DATA
PENYUSUNAN LAPORAN
Gambar 4.8. Alur Penelitian
70
BAB V HASIL PENELITIAN
Hasil observasi dan pengukuran terhadap variabel-variabel penelitian dapat disajikan sebagai berikut : 5.1 Karakteristik subjek Penelitian Karakteristik atau ciri-ciri fisik subjek penelitian meliputi umur, tinggi badan, berat badan dan indeks masa tubuh sebelum pelatihan dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian Klmpk I Variabel Umur (th)
Klmpk II
Rerata
SD
Rerata
13,21
0,67
13,42
Rentang
SD 0,75
12-14
Tinggi badan (cm)
153,64
8,34
155,93
8,37
140-168
Berat badan (kg)
46,78
7,18
50,14
6,26
38-60
Indeks massa
19,73
1,87
20,54
0,72
17-24
Tubuh ( kg )
Dan Tabel , menunjukan bahwa variabel umur, tinggi badan, berat badan, dan indeks masa tubuh kedua kelompok menunjukan sebelum pelatihan berada dalam kelompok yang sama. 5.2 Lingkungan Pelatihan
71
Data suhu udara lingkungan lingkungan pelatihan di Dojo SMPK St. Theresia Kupang yang diukur terdiri dari suhu udara basah dan suhu udara kering dalam satuan derajat celcius serta kelembaban relatif disesuaikan dengan tabel psychrometric chart dalam satuan persen ( % ). Hasil pengukuran selama pelatihan suhu basah berkisar antara 24- 27 ᴼC± suhu kering 26-28ᴼC ± dengan kelembaban relatif 75-86 % .
Secara rinci dapat
dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2. Data Suhu Basah, Suhu Kering dan Kelembaban Relatif Suhu udara Pre Minggu Pos Ratatest test rata 1
2
3
4
5
6
7
8
Suhu bassa 25ᴼC 25ᴼC 27ᴼC 26ᴼC 24ᴼC 27ᴼC 27ᴼC 26ᴼC 27ᴼC 26ᴼC 26ᴼC ± Suhu kering
26ᴼC 26ᴼC 27ᴼC 27ᴼC 26ᴼC 27ᴼC 28ᴼC 28ᴼC 27ᴼC 27ᴼC 27ᴼC ±
Kelembaban 75-86 % Relatif
5.3 Uji Normalitas Syarat untuk menentukan uji statistik yang digunakan maka perlu dilakukan Uji Normalitas dan Uji Homoginitas hasil keseimbangan pada kedua kelompok sebelom dan sesudah pelatihan. Uji normalitas dengan menggunakan Shapiro-wilk Test. 5.4 Uji Homoginitas Untuk mengetahui varian pelatihan Senkuchu Dachi dan pelatihan Kokuchu Dachi, maka perlu dilakukan uji homoginitas dengan Levene- Test.
72
5.5 Analisis Kemaknaan Perbedaan Rerata T- Tes Keseimbangan Tubuh, Analisis hasil tes keseimbangan tubuh pada ke dua kelompok sebelum pelatihan dengan menggunakan Uji T -Test diperoleh p > 0,05. Artinya keseimbangan tubuh antara ke dua kelompok sebelum pelatihan setelah dilakukan rangking dari nilai hasil tes keseimbangan tubuh tidak ada perbedaan yang
bermakna. Analisis
tes keseimbangan tubuh sebelum pelatihan disajikan pada Tabel 3 sebagai berikut : Tabel 3.
Analisis keseimbangan tubuh sebelum pelatihan ( pre test ). Kelompok perlakuanSenchucu Dachi sambil menendang, dan kelompok perlakuan Kokuchu Dachi sambilMenendang. Variabel Kelompok Rerata t p Keseimbangan Senkuchu Dachi
43,57
4,972
1,329
Kokuchu Dachi
38,57
3,631
0,971
Dari tabel 3 dapat dianalisis sebagai berikut : Keseimbangan tubuh sebelum pelatihandengan Uji T -Tes diperoleh rerata rangking tes keseimbangan tubuh secara berturut-turut :Kelompok perlakuan Senkuchu Dachi ke depan sambil menendang = 43,57 dan kelompok Perlakuan kokuchu Dachi ke belakang sambil menendang = 38,57 dengan taraf Kepercayaan 95 % diperoleh nilai t = 4.972 dan p = 1, 329 , maka perbedaan antara Kedua kelompok sebelum pelatihan tidak berbeda bermakna ( p > 0,05 ). Selanjutnya setelah pelatihan 8 minggu keseimbangan tubuh ke dua kelompok dengan menggunakan uji T- tes diperoleh p = < 0,05. Artinya setelah dilakukan
rangking nilai hasil past test ( setelah pelatihan 8 minggu)
ada
73
perbedaan yang sangatbermakna antara keseimbangan tubuh dari ke dua kelompok perlakuan. Secara lebih rinci hasil tes keseimbangan tubuh setelah pelatihan 8 minggu pelatihan ( posttest ) di sajikanpada Tabel 4 sebagai berikut : Tabel 4. Analisis keseimbangan tubuh setelah pelatihan 8 minggu( post test) kelompok Perlakuan Senkuchu Dachi sambil menendang dan kelompok perlakuan Kokochu Dachi sambil menendang. Kelompok Variabel
Senkuchu Dachi sambil menendang Kokuchu Dachi sambil menendang
Rerata Keseimbangan
t
p
60,00
6,794
1,816
50,71
4,746
1,269
Dari Tabel 4 dapat dianalisis sebagai berikut : Keseimbangan tubuh setelah 8 minggu Pelatihan ( post test ) dengan uji T- tes di peroleh rerata keseimbangan, tes keseimbangan Tubuh secara berturut-turut : pada kelompok perlakuan Senkuchu Dachi sambil menendaang = 60,00 dan kelompok perlakua Kokuchu Dachi sambil menendang = 50, 71. Dengan taraf Kepercayaan 95 % diperoleh nilai t = 6,794 dan p = 1,816 maka ada perbedaan yang sangat bermakna antara keseimbangan tubuh setelah pelatihan 8 minggu dari ke dua kelompok perlakuan.
74
BAB VI PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis penelitian tentang pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang dan pelatihan kukuchu Dachi sambil menendang pada karateka di Dojo SMPK St, Theresia Kupang, jalan Jend A. Yani no 52A Kupang dapat dibahas sebagai berikut : 6. 1. Karakteristik Subjek Penelitian Dari hasil analisis karakteristik dapat dijelaskan bahwa rentangan umur subjek yang terlibat dalam penelitian antara ke dua kelompok menunjukan rentangan antara 12-14 tahun dengan rerata umur pada P1 = 13,21± tahun dan P2 = 13,42± tahun. Hal ini menunjukan keadaan ke dua kelompok sama atau setara, sehingga diharapkan umur tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pelatihan yang diberikan. Data tinggi badan dan berat badan seseorang mencerminkan proporsi tubuh orang yang bersangkutan dari hasil analisis IMT karateka pemula yang menjadi subjek penelitian pada ke dua kelompok pelatihan semua dalam rentangan berat badan yang sama dimana rerata IMT pada P1 = 19,73 ± dan P2 adalah 20,54 ± sedangkan batasan IMT normal yang ditetapkan Depkes RI ( 1996 ) adalah IMT > 18,5 – 25,0 , kriteria normal.
75
Jadi keadaan subjek kedua kelompok pelatihan masih dalam rentangan berat badan ideal dan diharapkan IMT tersebut tidak memberikan pengaruh yang berbeda pada pelatihan yang diberikan. 6. 2 Lingkungan Pelatihan Pelatihan dilakukan di gedung Dojo SMPK St. Theresia Kupang, sore hari dengan suhu kering 28 ᴼC
suhu basah 27 ᴼC
dan kelembaban antara 75 - 86
% selama pelatihan suhu udara di gedung Dojo SMPK St. Theresia Kupang yang dicatat dalam bentuk suhu kering, suhu basah serta kelembaban relatif tidak menunjukan perubahan yang menyolok selama pelatihan berlangsung. Suhu lingkungan relatif lebih rendah dari rata-rata suhu lingkungan halaman gedung SMPK St. Theresia kupang, suhu basah 26 ᴼC
dan suhu kering 27 ᴼC
Dengan kelembaban relatif hampir sama yaitu 75 – 86 % .
Ini merupakan
keadaan yang bisa diadaptasi oleh orang Indonesia pada umumnya. Manuaba ( 1983 ) mengatakan bahwa daerah nyaman orang Indonesia untuk kelembaban relatif berkisar
86 %. Jadi dapat disimpulkan bahwa pelatihan dilakukan pada
lingkungan yang masih dapat diadaptasi oleh subjek, dan subjek sudah terbiasa dengan lingkungan tersebut. 6. 3 Keseimbangan Tubuh Sebelum dan sesudah pelatihan Keseimbangan tubuh kelompok pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang dan kelompok pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang sebelum diberikan pelatihan diperoleh rerata keseimbangan tubuh pre test secara berturutturut adalah kelompok pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang = 43,57 ±
76
dan kelompok pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang = 38,57 .± Dengan taraf kepercayaan 95 % diperoleh nilai r = 0,455 dan p = 0,102 artinya tidak ada perbedaan bermakna antara keseimbangan tubuh dari kedua perlakuan. Hal tersebut menunjukan bahwa memang keadaan awal dari kedua kelompok perlakuan sama (setara) Setelah 8 minggu pelatihan skor keseimbangan tubuh dengan diperoleh rerata keseimbangan tubuh dari kedua kelompok perlakuan secara berturut-turut adalah kelompok perlakuan Senkuchu Dachi sambil menendang = 60,00 ±
dan
kelompok perlakuan Kokuchu Dachi sambil menendang = 50,71 ± .Dengan uij statistic taraf kepercayaan 95 % diperoleh nilai r = 9,706 dan p = 0,000. Artinya ada perbedaan yang signifikan antara keseimbangan tubuh posttest dari kedua kelompok perlakuan. Lebih jelas dapat diilustrasikan pada grafik dibawah ini : 70 60
60,00
50
50,71
Rerata 40 Keseimbangan 30 20 10 0
P1
P2
Grafik 1 . Perbedaan Rerata Keseimbangan Antara Kedua Kelompok Setelah Pelatihan.
77
Selanjutnya untuk mengetahui pelatihan mana yang paling efektif dapat meningkatkan keseimbangan tubuh pada karateka perlu dilanjutkan uji statistik non parametrik ― Mann Whitney ― .Dari uji Mann Whitney diperoleh perbedaan rerata keseimbangan tubuh setelah pelatihan P1 diperoleh skor sebesar 60,00 dan P2 sebesar 50,71 nilai P = 0,001. Ini berarti ada perbedaan signifikan dengan selisih skor sebesar -9,706 untuk lebih jelas dapat diilustrasikan pada grafik di bawah ini. 14 12 10 Rerata
9,706
8
Keseimbangan
6
5,00
4 2 0 P1 Grafik 2. Perbedaan Rerata Keseimbangan
Dilihat dari skor rerata
P2
keseimbangan tubuh posttest antara P1 dan P2
terdapat perbedaan signifikan dengan rerata P1 9,706 dan P2 5,00. Maka dengan demikian yang menyatakan pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang lebih baik meningkatkan keseimbangan tubuh dari pada pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang
diterima. Hal tersebut disebabkan karena baik pelatihan
Senkuchu Dachi sambil menendang maupun pelatihan Kokuchu Dachi sambil
78
menendang
merupakan model pelatihan keseimbangan tubuh yang diberikan
secara khusus untuk meningkatkan komponen keseimbangan tubuh pada karateka. Dimana tipe gerakan dalam pelatihan di sesuaikan dengan kebutuhan gerakan pada olah raga karate. Sehingga kedua model pelatihan tersebut mempunyai skor rerata rangking keseimbangan tubuh lebih besar dari kelompok yang lain yang tidak diberikan secara khusus dimana kelompok tersebut hanya melakukan pelatihan model lama seperti seperti gerakan menangkis, memukul, menendang dan jurus sesuai jadwal di Dojo. Hal ini sejalan dengan landasan teori yang dikemukakan oleh Nala (2011 ) bahwa dengan diterapkannya pelatihan Spesialisasi akibat terjadi adaptasi , akanmengubah bentuk dan fungsi dari sistim tubuh terutama yang erat kaitannya dengan olahraga yang diguluti. Untuk itu model pelatihan yang spesifik gerakannya yang dilatih berulang-ulang akan terpola pada sistem saraf pusat sebagai pengalaman sensoris. Semakin sering dilakukan maka semakin kuat terpola
dalam
sestem
saraf
sebab
untuk
mengembangkan
penguasaan
neuromuskuler yang diperlukan untuk ketrampilan semacam itu tidak ada cara lain kecuali pelatihan berulang-ulang ( Soedarminto, 1992 ). Dilihat dari bentuk gerakan dari kedua model pelatihan, maka model pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang lebih sesuai gerakannya dengan alat ukur yang digunakan Tes keseimbangan Dinamis dari pada pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang. Di mana dalam pelaksanaan tes orang coba melakukan rangking gerakan seperti terdiri dari satu tungkai, Senkuchu Dachi dari kotakkotak yang tersedia secara bergantian kaki kiri kanan sambil berpindah-pindah
79
tempat. Selain itu ditinjau dari prinsip spesialisasi, maka pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang lebih spesifik tipenya dari pada pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang terhadap keseimbangan tubuh karateka, di mana kebutuhan gerakan-gerakan dalam olahraga karate khususnya gerakan senkuchu Dachi sambil menendang lebih banyak dilakukan kearah depan dengan tujuan untuk mencapai bidang sasaran ( lawan tarung ) dibandingkan Kokuchu Dachi sambil menendang yang hanya dilakukan jika hendak menghindar atau bertahan. 6.4 Kelemahan Penelitian Ada beberapa kelemahan dan keterbatasan dalam penelitian ini yang dapat mempengaruhi penelitian, sebagai berikut: 1. Kondisi dan aktivitas subjek di luar waktu pelatihan sulit dipantau atau dikontrol.Hal ini diantisipasi dengan memberikan saran agar subjek tidak begadang, tidak melakukan aktivitas fisik yang dapat mrningkatkan keseimbangan badan di luar waktu pelatihan atau sebaliknya tidak melakukan aktivitas yang dapat mengakibatkan kelelahan badan yang berlebihan, seperti melakukan perjalanan jarak jauh. 2. Motivasi subjek, hal ini diantisipasi dengan memberikan penjelasan dan pengertian pada subjek sebelung dilakukan pelatihan tentang manfaat yang di peroleh dari pelatihan keseimbangan tubuh.
80
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7. 1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut : 1. Pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang
lebih meningkatkan
keseimbangan tubuh secara signifikan dibandingkan dengan pelatihan model lama. 2. Pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang
lebih meningkatkan
keseimbangan tubuh secara signifikan dibandingkan dengan pelatihan model lama. 3. Pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang
lebih meningkatkan
keseimbangan tubuh secara signifikan dibandingkan dengan pelatihan Kokuchu Dachi sambil menendang. 7.2 Saran Adapun saran yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kepada
pelatih,
pembina
serta
atlet
yang
ingin
meningkatkan
keseimbangan tubuh dalam rentangan umur 12-14 tahun dapat memilih model pelatihan Senkuchu Dachi sambil menendang dengan frekuensi 3 kali perminggu selama 8 minggu. 2. Bagi para peneliti diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang keseimbangan tubuh dinamis dengan menggunakan waktu yang lebih lama berupa frekuensi, repetisi dan set.
81
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, S. 2002 Statistik edisi pertama, PPIE Yogyakarta. Bakta, I.M. 1997.Metodologi Penelitian.Dempasar PPS Universitas Bompa, T. O. 1990 Theori and Methodologi of Training, The Key nd to Athletic Perfor .2 Ed. Dub uque: Kendal I Iunt Publishing Bompa, T.O 1993 Power Training For Sport Plyometries For Power Development, New York : Mosaic Press.
Maximum
Depkes, 1996. Tiga Belas Pesan Dasar Gizi Seimbang.Buku Pedoman13 Pesan Dasar Gizi Seimbang.Dikeluarkanoleh Dirjen Binkenmas, Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Jakarta. Depkes,
1994 Pedoman Pengukuran Kesegaran Jasmani. Jakarta: DirektoratJenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakatdan Direktorat Bina Upaya Kesehatan Masyarakat.
Guyton,
A. C. 2011. Buku Ajar FisiologiKedokteran( Texbook of MedicalPhysiology), Jakarta; EGC.
Harsono. 1988. Coaching danAspek-AspekPsikologiDalam Coaching. Jakarta. CV. TambakKusuma.
Howley ,E.T 2009.Exercise Physiology.(Teori dan penerapan fisiologi Latihan )
pada
Kanasawa, H. 1982. Shotokan Karate Internasional Kata (vol. 2).Japang: Federation All Japang Karate-do Organization. Lubis,J.2001.Kecepatan Menendang Dalam pencakSilat JurnalIPTEK Olahraga Vol.3, Nomor 1 Januari 2001.Pusat Pengkajiandan Pengembangan Olahraga (PPPTTOR ) Kantor Mentri Pemudadan Olahraga. Manuaba, A. 1983.Pendekatan IlmiaDalam Olahraga.Denpasar :PenerbitYayasanIlmuFaalWidhyaLaksana. Nakayama, M. 1996..The Best Karate Vol 1 .Diterjemahkan oleh Leo Penmana BcM. Jakarta: Nakayama, 1987.Best Karate Fundamental. Tokyo, New York and Francisco.
82
Nala, N. 1998. Kesegaranjasmani. Diktat Kuliahpada Program Magister FisiologiOlahraga,Denpasar: YayasanWidyaLaksana. Nala, N. 2011. PelatihanFisik Olahraga. Diktat Kuliahpada Program Magister Fisiologi Olahraga, Program Pascasarjana UNUD Denpasar. Nala, N . 2011. Prinsip Pelatihan isik Olahraga. Diktat Kuliahpada Program Magister Fisiologi Olahraga, Program Pascasarjana UNUD Dempasar. Nasir, M. 1988. MetodePenelitian. Jakarta Ghalia Indonesia. Nosek, J. 1982. General Theory of Training. Lagos: Pan Africa Press Ltd. Nurhasan.
1986. TesdanPengukuran. Karunika.Universitas Terbuka Jakarta.
Nala, N. 2011. PrinsipPelatihanFisik Olahragapada Program Magister FisiologiOlahraga, Program Pascasarjana UNUD Dempasar. Pate, R.B. McClenanghan B. and Rotella R. 1984. ScientifixFondation ofCoaching,Philadelphia : Sounders College Publishing. Pocock, S. J. 2008. Clinical Trials, A. Practical Approach, New Yoork: John Wiley & Son Medical Publication. Pocock, S. J. 2008. Clinical Trials, ( Pemeriksaan Kesehatan/ Klinis ) Pendekatan Praktis ( A Practical Approach ) Prihastono, A. 1995.PembinaanKondisiFisik Karate. Solo Aneka Sajoto, M. 1986. Pembinaan KondisiFisik Dalam Olahraga, Depdikbud Dirjen P2LPTK, Jakarta. SarwotodanSoetedjo B. 1992.Materi Pokok Kinesiologi. Jakarta: Universitas Terbuka Depdikbud. Soedarminto. 1992. Kinesiologi. Depdikbud, Jakarta. Soekarman.1992. Dasar Olahraga untuk Pembina Pelatihdan Atlet-Atlet. Jakarta: Indayu Press
83
Shephard, R. 1978. Altitude Performance Basic Book of Sport Medicine. Canada : Published By Olympic Solidarity of The International Olympic Comunittee. SugiyonodanWibowo. 2001. Statistika Penelitiandan Aplikasidengan SPSS 10,0for Windows. Bandung. ALFABETA. Syaifuddin. 1994. Anatomi Fisiologi UntukSiswa Perawat. Jakarta. EGC. Syaifuddin. 2002. Fungsi WidyaMedika.
Sistem
Tubuh
Manusia.
Jakarta:
Sharkey, B. J. 2011. Kebugarandan Kesehatan.Pada PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.