LAPORAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
Pelatihan Penyusunan Instrumen Asesmen Otentik Pada Guru-Guru SD di Kecamatan Kintamani
Tim Pelaksana: Dr. I Nengah Suastika, M.Pd./198007202006041001 (Ketua Pelaksana) Ketut Sedana Arta, S.Pd.,M.Pd. 197604122006041001/ (Anggota) Dewa Gede Sudika Mangku, SH., LL.M./198412272009121007 (Anggota)
Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Undiksha Dengan SPK No : 023.042.552581/2013 Revisi tanggal 01 Mei 2013
JURUSAN PPKn FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA OKTOBER 2013
HALAMAN PENGESAHAN LAPORN PROGRAM PENGABDIAN PADA MASYARAKAT 1. Judul Program
: Pelatihan Penyusunan Instrumen Asesmen Otentik Pada Guru-Guru SD di Kecamatan Kintamani
2. Jenis Program 3. Bidang Kegiatan 4. Identitas Pelaksana Ketua -Nama -NIP -NIDN -Pangkat/Gol. -Alamat Kantor -Alamat Rumah Anggota 1 -Nama -NIP -Pangkat/Gol. -Alamat Kantor -Alamat Rumah Anggota 2 -Nama -NIP -Pangkat/Gol. -Alamat Kantor -Alamat Rumah 5. Biaya Yang Diperlukan 6. Lama Kegiatan
: Lanjutan : Pendidikan
: Dr. I Nengah Suastika, S.Pd., M.Pd. : 19800720200604 1001 : 0020078003 : Penata Muda/IIIb : Jln. Udayana No. 12 C Singaraja : Jln.Pulau Komodo Gg. Timbul No. 14 B Singaraja : Ketut Sedana Arta, S.Pd.,M.Pd : 197604122006041001 : Penata Muda/IIIb : Jln. Udayana No. 12 C Singaraja : BTN Banyuning Lestari Blok C No. 3 Singaraja : Dewa Gede Sudika Mangku, SH., LL.M : 19841227 200912 1 007 : Penata Muda/IIIb : Jln. Udayana No. 12 C Singaraja : Banjar Dinas Dauh Pura, Desa Panji, Bhuwana Kerta : Rp. 7.500.000,- (Tujuh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) : 8 Bulan
Singaraja, 6 November 2013 Mengetahui Dekan FIS Undiksha
Ketua Pelaksana,
Prof. Dr. Nengah Bawa Atmaja, M.A. NIP. 195102171979031004
Dr. I Nengah Suastika, S.Pd.,M.Pd NIP.198007202006041001
Mengetahui, Ketua LPM Undiksha
Prof. Dr. Ketut Suma, MS. NIP. : 19590101198403 1003 i
Pelatihan Penyusunan Instrumen Asesmen Otentik Pada Guru-Guru SD di Kecamatan Kintamani Oleh : I Nengah Suastika, Ketut Sedana Arta, Dewa Gede Sudika Mangku ABSTRAK Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat ini bertujuan untuk memberikan keterampilan pada guru-guru sekolah dasar dalam menyusun dan mengembangan instrumen asesmen otentik sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Program ini merupakan program yang bersifat terminal dalam rangka peningkatan wawasan dan keterampilan guru-guru SD di Kecamaan Kintamani dalam memahami strategi menyusun dan mengembangkan instrumen asesmen otentik dengan sistim jemput bola. Untuk kepentingan pencapaian tujuan program ini, maka rancangan yang dipandang sesuai untuk dikembangkan adalah “RRA dan PRA” (rural rapid appraisal dan participant rapid appraisal). Setelah diberikan pelatihan oleh tim pakar dari Undiksha Singaraja, para guru sekolah dasar yang mengajar di SD Kecamatan Kintamani bisa menyususn instrumen asesmen otentik sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Hal ini dapat diketahui dari hasil pelatihan penyusunan dan pengembangan instrumen asesmen otentik yang mereka buat. Berdasarkan evaluasi proses yang dilakukan, ditemukan bahwa guruguru yang mengikuti pelatihan penyusunan dan pengembangan instrumen asesmen otentik sesuai dengan yang diberikan oleh tim pakar Undiksha Singaraja. Ada beberapa manfaat yang diperoleh oleh guru dalam mengikuti pelatihan penyusunan dan pengembangan intrumen asesmen otentik di SD Negeri Bonyoh, yaitu (1) mereka mendapatkan informasi yang jelas dan utuh mengenai hakekat instrumen evaluasi asesmen otentik, karena selama ini mereka belum mengetahui secara pasti apa hakekat evaluasi asesmen otentik, dan (2) para guru memperoleh gambaran yang jelas bagaimana cara dan strategi pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar, materi ajar, indikator pencapaian dan keterampilan siswa. Kata kunci : pengembang, asesemen otentik.
ii
PRAKATA Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang diberikan untuk melakukan pengabdian pada masyarakat ini, banyak hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan kegiatan ini namun kurang lebih sebanyak itulah kemudahan yang didapat sehingga kegiatan pengabdian pada masyarakat yang berjudul “Pelatihan Penyusunan Instrumen Asesmen Otentik Pada Guru-Guru SD di Kecamatan Kintamani ” dapat terlaksana sesuai dengan waktu yang direncanakan. Kegiatan ini dapat terlaksana berkat bantuan berbagai pihak terutama guru-guru Sekolah Dasar di Kecamatan Kintamani, Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat Undiksha Singaraja, rekan rekan dosen Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sehingga tidak berlebihan jika kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan, kerjasama, serta partisipasinya dalam kegiatan ini. Akhirnya tiada gading yang retak, tiada usaha yang bisa dilakukan sesempurna mungkin. Mudah-mudahan bantuan dan kerjasama melalui kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat dilanjutkan pada kesempatan kerja berikutnya
Singaraja, Oktober 2013 Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman Pengesahan………………………………………………………….
i
Ringkasan dan Summary ……………………………………………………..
ii
Prakata…………………………………………………………………………
iii
Daftar Isi ………………………………………………………………………
iv
Daftar Lampiran……………………………………………………………….
v
BAB I Pendahuluan ………………………………………………………….
1
1.1 Analis Situasi ……………………………………………………..
1
1.2 Analisis Situasi ..............…………………………….................…
4
1.3 Identifikasi dan Perumusan Masalah.……………………………..
6
1.4 Tujuan Kegiatan ………………………………………………….
6
1.5 Manfaat Kegiatan ............................................................................
6
1.6 Kalayak Sasaran Antara yang Strategis .........................................
7
BAB II Tinjauan Pustaka ……………………………………………………..
8
2.1 Hakekat Asesmen Otentik ........…………......................................
8
2.2 Jenis-jenis Asesmen Otentik ...............……………………………
9
2.3 Hasil Penelitian dan P2M yang Relevan ........................................
14
BAB III Metode Kegiatan …………………………………………………...
17
3.1 Rancangan Program ...............…………………………………….
17
3.2 Prosedur Sistim Pelaksanaan Program .………………………….
17
3.3 Rancangan Evaluasi . ……………………………………………..
18
BAB IV Hasil dan Pembahasan …………………. …………………………..
20
BAB V Kesimpulan dan Saran………………………………………………...
25
5.1 Kesimpulan ………………………………………………………..
25
5.2 Saran ……………………………………………………………....
26
Daftar Pustaka Lampiran- Lampiran
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi Kegiatan...........……………………………………………28 Lampiran 2 Daftar Hadir Peserta Pelatihan...............…………………………………29 Lampiran 3 Denah Lokasi Kegiatan .............................................................................30
v
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Secara geografis Kecamatan Kintamani merupakan Kecamatan terluas dari empat kecamatan yang ada di Kabupaten Bangli. Kondisi daerah yang berbukit-bukit dan jarak yang berjauhan antara desa yang satu dengan desa lainnya, membuat daerah Kintamani mengalami angka putus sekolah yang paling tinggi di Kabupaten Bangli. Di sisi lain, dari 68 Sekolah Dasar yang tersebar di Kecamatan Kintamani hanya diajar oleh 476 orang guru, termasuk guru agama dan guru olahraga. Bahkan dibebarapa sekolah seperti di Sebaya, Songan dan Trunyan serta Sekolah Dasar lainnya yang ada di balik bukit satu sekolah hanya memiliki 4 orang guru, termasuk kepala sekolah. Terbatasnya tenaga pendidik untuk sekolah dasar ini diatasi dengan cara merekrut guru kontrak atau guru honorer untuk mengajar pada sekolah-sekolah yang kekurangan guru. Upaya ini, sampai saat ini terbukti mampu memperkecil kesenjangan kebutuhan tenaga pengajar Sekolah Dasar yang ada di Kecamatan Kintamani. Walapun berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bangli untuk meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya pendidikan dasar di Kecamatan Kintamani, berbagai persoalan masih terjadi. Secara faktual permasalahan prinsip yang dialami oleh para guru SD di Kecamatan
Kintamani
adalah
yang
berkaitan
dengan
kemampuan
untuk
mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sesuai dengan pitrahnya, khususnya yang menyangkut proses evaluasinya. Sejalan dengan temuan penelitian Lasmawan, (2008) yang menemukan bahwa model penilaian (evaluasi) yang digunakan selama ini oleh guru-guru sekolah dasar lebih cenderung pada penilaian produk. Guru lebih sering hanya melakukan evaluasi pada saat selesainya sebuah topik materi dibahas, atau pada saat beberapa topik materi telah selesai dibelajarkan (ulangan blok). Instrumen evaluasi yang digunakan juga hanya berupa tes hasil belajar dalam bentuk tes obyektif, uraian atau menjawab singkat. Untuk itu diperlukan upaya terstruktur dalam memperbaiki parktek evaluasi yang dilakukan dalam pendidikan, khususnya dalam paktek evaluasi SD melalui pelatihan penyusunan dan pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik untuk menggambarkan keterampilan siswa secara holistik, realistik dan konstektual sebagaimana kebutuhan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Secara teoritik, evaluasi adalah suatu proses pengumpulan data-data/fakta-
1
fakta/ dokumen-dokumen belajar peserta didik yang dapat dipercaya untuk melakukan perbaikan program. Karena penilaian membantu guru dalam pembelajaran di kelas, maka kegiatan penilaian memerlukan informasi yang bervarasi dari setiap individu peserta didik Melalui evaluasi guru sebagai pengembang dan pelaksana kurikulum semestinya dapat melakukan refleksi dan perbaikan terhadap program pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena itu, penyusunan dan pengembangan instrumen evaluasi mesti benar-benar dapat mengukur apa yang hendak diukur (objektif, valid dan reliabel) (Saifudin Aswar, 1998 : 173). Penilain yang tepat bagi peserta didik tidak hanya menunjukkan prilaku peserta didik yang lengkap, tetapi juga prilaku peserta didik yang hidup dan nyata sesuai dengan harapan orang tua (Surapranata, 2004 : 3). Terlebih dalam pembelajaran Sekolah Dasar yang mesti dapat mengukur dan menilai secara tepat pengetahuan, keterampilan dan moral siswa, implementasi instrumen asesment otentik merupakan sebuah keharusan. Namun dalam prakteknya, evalusi yang dilakukan pada Sekolah Dasar di Kecamatan Kintamani belum menggunakan instrumen otentik sebagai alat evaluasinya. Jika kondisi ini terus terpelihara dalam proses evaluasi pembelajaran di Sekolah Dasar, sudah pasti target dan tujuan pembelajaran SD tidak akan tercapai secara maksimal dan ikut melegitimasi persepsi siswa yang menganggap evaluasi hanya bersifat hapalan atau kognitif belaka dan tidak sesuai dengan kondisi empirik yang ada pada diri mereka. Senada dengan Dantes (2007 : 3) yang mengungkapkan pemebentukan kompetensi mensyaratkan dilakukannya asesmen yang bersifat komperhensif, dalam arti asesmen dilakukan terhadap proses dan produk belajar. Kondisi ini tidak terlepas dari pola evaluasi yang berfokus pada hasil belajar, yang sampai saat ini masih banyak dipraktekkan oleh guru. Secara rasional semestinya proses dan produk mendapat perhatian yang seimbang. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa suatu produk yang baik seyogyanya didahului oleh proses yang baik. Untuk meyakinkan hal tersebut perlu dilakukan pemantauan terhadap proses. Di samping itu, dengan dilkukannya pemantauan selama proses, terbuka peluang bagi peserta didik untuk mendapatkan umpan balik yang dapat digunakannya untuk menghasilkan produk terbaik.
2
1.2. Analisis Situasi Kota pendidikan merupakan impian dan tujuan dari beberapa kabupaten yang ada di Bali. Kondisi ini disebabkan karena, Bali memiliki potensi yang memadai untuk mengembangkan kota pendidikan, mengingat kondisi alam dan masyarakatnya yang dikenal kohesif. Bangli merupakan salah satu kabupaten yang ingin mengembangkan diri menjadi kota pendidikan dan kota kesehatan. Salah satu misi utama Kabupaten Bangli adalah menjadikan Bangli sebagai center of exselent dalam bidang pendidikan. Tujuan pengembangan kota pendidikan ini sangat didukung letak geografis yang sangat mudah dijangkau dari semua Kabupaten yang ada di Bali, kondisi alamnya yang sejuk, masih banyak lahan yang kosong yang bisa dimanfaatkan untuk membangun sarana pendidikan, masih minimnya pengembangan industri yang membuat kota menjadi nyaman dan didukung oleh masyarakat. Upaya merealisasikan kota pendidikan yang berbasis kehinduan telah dilakukan oleh Pemda Bangli dengan mengembangkan lembaga pendidikan mulai dari jenjang taman kanak-kanak (TK) sampai perguruan tinggi (PT) yang kesemuanya diarahkan pada orientasi dan akomodasi nilai-nilai Hindu dalam pembelajarannya. Kabupaten Bangli terdiri dari empat kecamatan, yaitu Susut, Bangli, Tembuku dan Kintamani. Kecamatan Kintamani memiliki wilayah teritorial yang paling luas dengan kondisi daerah pegunungan. Kondisi ini meyebabkan sampai saat ini masyarakat Kintamani belum mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan secara maksimal sebagaimana layaknya daerah-daerah lainnya. Berdasarkan data yang ada di Biro Statistik Kabupaten Bangli, saat ini terdapat 214 sekolah dasar (SD) yang tersebar di 4 kecamatan, yatu kecamatan Bangli, Susut, Tembuku, dan Kintamani. Untuk Kecamatan Kintamani, jumlah SD yang ada adalah 68 buah yang tersebar di 58 desa. Sedangkan SLTP yang ada di Kintamani hanya berjumlah 7 sekolah untuk melayani 68 SD yang tersebar di seluruh wilayah Kecamatan Kintamani. Sedangkan jumlah guru yang mengajar di 68 Sekolah Dasar yang ada di Kecamatan Kintamani adalah sebanyak 476 orang guru, termasuk guru agama dan guru olahraga. Bahkan dibebarapa sekolah seperti di Sebaya, Songan dan Trunyan serta SD lainnya yang ada di balik bukit satu sekolah hanya memiliki 4 orang guru, termasuk kepala sekolah.
3
Dilihat dari kualifikasi akademik guru SD yang ada di Kecamatan Kintamani rata-rata telah bergelar S1 (sarjana) dan hanya beberapa guru yang masih D-II PGSD. Untuk meningkatkan kualifikasi akademik guru dan keterampilannya Pemda Bangli telah melakukan berbagai upaya, seperti membantu studi lanjut pada guru yang belum sarjana, mengadakan pelatihan, seminar, dan kegiatan ilmiah lainnya. Hal ini disebabkan karena guru merupakan motor utama penggerak kemajuan pendidikan. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, guru memegang peran yang sangat strategis, sebagai perancang, pelaksana dan sebagai evaluator bagi kemajuan siswa. Surapranata (2004 : 1) yang mengatakan bahwa kurikulum, proses pembelajaran dan evaluasi merupakan tiga dimensi dari sekian dimensi yang sangat penting dalam pendidikan yang harus dilaksanakan oleh guru. Kurikulum merupakan penjabaran tujuan pendidikan yang menjadi landasan program pembelajaran yang mesti diterjemahkan oleh guru, sehingga guru disebut sebagai life curriculum. Proses pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum. Sedangkan evaluasi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dan menilai tingkat pencapai kurikulum dan berhasil tidaknya proses pembelajaran. Selain itu evaluasi
juga dijadikan dasar untuk
mengetahui kelemahan dan kekuatan yang ada dalam proses pembelajaran, sehingga dijadikan dasar dalam mengambil keputusan. Evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dana bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai (Arikunto, 2002 : 3). Sedangkan Stufflebeam (dalam Tayibnapis, 2000) menyampaikan fungsi evaluasi selain bertujuan untuk mengukur sejauh mana tujuan telah tercapai juga dapat digunakan untuk mengambil keputusan tentang diri siswa mapun program. Sedangkan Mardapi, (2005 : 4) mengungkapkan asesmen dapat menentukan kualitas pembelajaran, menentukan karir peserta didik, dan menentukan kualitas pendidikan. Melalui evaluasilah produk pendidikan dapat dipertangungjawabkan secara ilmiah kepada peserta warga sekolah, orang tua siswa dan masyarakat Akan tetapi para guru yang mengajar di sekolah dasar di Kecamatan Kintamani mengaku masih menerapkan pola evaluasi yang masih bersifat “tradisional” dengan hanya menerapkan instrumen evaluasi objektif/pilihan ganda. Masih banyak/sebagian besar guru SD yang mengeluhkan, sulitnya mengembangkan instrumen evaluasi yang
4
dapat dijadikan sebagai sarana dalam mengukur dan menilai kawasan afektif dan psikomotorik yang menyangkut sikap dan prilaku peserta didik yang sangat dinamis. Hal ini semakin diperparah dengan asumsi “keliru” pelaku pendidikan yang mendewakan alat penilaian obyektif sebagai satu-satunya instrumen yang valid. Kondisi empirik ini terekam dalam pelatihan pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dilaksnakan oleh Tim P2M Undiksha. Seyogyanya evaluasi merupakan pengungkapan kemampuan siswa yang otentik (nyata, riil seperti kehidupan sehari-hari) faktual, dan lengkap yang dilakukan mulai dari proses sampai pada produk pembelajaran, sehingga dapat memantau perkembangan dan kemajuan siswa dari awal hingga akhir program (Dantes, 2007 : 3). Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan Lasmawan, (2003) menunjukkan kondisi yang berbeda, sampai saat ini di beberapa sekolah dasar, guru-gurunya masih melakukan evaluasi yang terfokus pada produk belajar, tanpa melakukan penilaian terhadap proses pembelajaran. Hal ini, disebabkan karena ujian akir nasianal (UAN) yang masih terfokus pada produk belajar, di samping pengetahuan dan pemahaman guru yang masih terbatas berkenaan dengan asesmen otentik. Di sisi lain, Ujian Nasional dan ujian untuk masuk sekolah unggul masih menggunakan tes evaluasi yang berfokus pada hasil belajar, ikut memberikan konstrubusi pengabaian terhadap penilaian terhadap proses belajar. Penelitian yang dilakukan oleh Dantes (2007 : 43) juga menemukan bahwa model penilaian (evaluasi) yang dilakukan selama ini lebih cenderung pada penilaian produk. Artinya guru lebih sering hanya melakukan evaluasi pada saat selesainya sebuah topik materi dibahas, atau pada saat beberapa topik telah selesai dibelajarkan (ulangan blok). Hal ini didukung oleh hasil analisis terhadap silabus dan RPP guru yang dilakukan, di mana diperoleh data bahwa guru hanya melakukan evaluasi pada saat mereka telah selesai membelajarkan satu atau dua topik materi. Instrumen evaluasi yang digunakan juga hanya berupa tes hasil belajar dalam bentuk uraian atau menjawab singkat. Mengingat sedemikian urgennya permasalahan pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik untuk menilai kemampuan otentik siswa, maka dalam pengabdian masyarakat ini akan dilakukan pelatihan pengembangan isntrumen asesmen otentik pada guru-guru SD yang ada di Kecamatan Kintamani.
5
1.3. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan analisis situasi dan kondisi empiris di atas, maka permasalahan yang dialami oleh guru-guru Sekolah Dasar di Kecamatan Kintamani adalah: kurangnya kemampuan dan keterampilan guru dalam menterjemahkan visi dan misi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam praktek pembelajaran, kurangnya inovasi guru dalam mengembangkan dan menerapkan model-model pembelajaran inovatif yang mampu meningkatkan potensi dan kemampuan siswa, para guru Sekolah Dasar di Kecamatan Kintamani masih “mendewakan” tes obyektif sebagai satu-satunya instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi keterampilan siswa, kurangnya keterampilan dan kemampuan guru untuk mengembangkan instrumen evaluasi yang bersifat otentik, dan proses evaluasi dalam pembelajaran menekankan pada evaluasi produk belajar, bukan pada proses belajar, padahal yang menjadi tagihan Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan
adalah
evaluasi
proses.
Berdasarkan
identifikasi
tersebut,
maka
permasalahan pokok yang hendak dicarikan solusi dalam pengabdian masyarakat ini adalah: “bagaimanakah caranya meningkatkan wawasan dan keterampilan guru SD dalam mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik sehingga kualitas proses dan produk pembelajaran dapat ditingkatkan?”. Dengan demikian, maka program ini akan difokuskan pada upaya peningkatan keterampilan guru dalam menyusun instrumen evaluasi asesmen otentik. 1.4. Tujuan Kegiatan Tujuan utama dari kegiatan ini adalah meningkatkan wawasan dan keterampilan guru-guru SD di Kecamatan Kintamani dalam menyusun dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik. Sehingga, evaluasi yang berorientasi hasil (produk) yang selama ini diterapkan oleh guru SD mampu disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan Kurikum Tingkat Satuan Pendidikan, yaitu dengan evaluasi yang berorientasi proses. Kondisi ini disinyalir akan mampu merekam secara komperhensip ketiga domain siswa (kognitif, afektif dan psikomotorik) dalam proses pembelajaran. 1.5. Manfaat Kegiatan Berdasarkan tujuan program pengabdian masyarakat di atas, maka secara realistik implementasi pelatihan untuk meningkatkan dan keterampilan guru SD dalam
6
menyusun dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik diharapkan dapat bermanfaat bagi : (a) Pemerintah
Kabupaten
Bangli,
khususnya
Dinas
Pendidikan
Nasional
Kabupaten Bangli, bahwa program ini dapat membantu merealisasikan salah satu program yang telah disusun dalam rencana pembangunan pendidikan bangli, khususnya pada jenjang SD, yaitu peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru dalam menyusun dan mengembangkan instrumen asesmen otentik sesuai dengan tuntutan KTSP yang diberlakukan secara nasional. (b) Guru-guru SD di Kecamatan Kintamani, program ini sangat bermanfaat dalam meningkatkan wawasan dan keterampilan mereka dalam menyusun dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik. (c) Bagi
siswa
SD
di
Kecamatan
Kintamani,
mengembangkan instrumen evaluasi
program
asesmen otentik
menyusun ini
dan
dapat lebih
meningkatkan kompetensi guru yang pada akhirnya dapat mempermudah siswa dalam proses pembelajaran dan mencapai tujuan pembelajaran sebagai mana yang telah ditetapkan. 1.6. Khalayak Sasaran Strategis Khalayak sasaran strategis dalam kegiatan ini adalah para guru SD di Kecamatan Kintamani, sebagai kecamatan terluas dan paling banyak memiliki sekolah dasar. Di sisi lain, di Kecamatan Kintamani adalah daerah yang paling banyak jumlah SD-nya dan daerah yang paling banyak angka putus sekolahnya. Berdasarkan rasional tersebut, maka sasaran yang dipilih dipandang cukup visibel dan prediktif bagi penyebarluasan informasi atau hasil dari kegiatan ini kedepannya. Di sisi lain kegiatan ini memiliki keterkaitan yang sangat mutualis dengan berbagai pihak, antara lain: (1) Kepala Sub Dinas Pendidikan Dasar dan Menengah Kabupaten Bangli, (2) Kepala Kantor Cabang Pendidikan Nasional Dinas Diknas Kabupaten Bangli, (3) kepala sekolah dasar SD di Kecamata Kintamani, dan (4) komite SD yang gurunya menjadi sasaran antara yang strategis dalam pelaksanaan program pengabdian ini. Semua fihak di atas, akan memperoleh manfaat yang sangat esesial dan aplikatif dalam kaitannya dengan upaya perbaikan kinerja guru dan siswa.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hakekat Asesmen Otentik Sejak pertengahan tahun 1980-an para ahli pendidikan mulai melihat kelemahan tes baku yang perannanya semakin dominan di sekolah. Para ahli tes dan pengukuran hasil belajar berusaha untuk menjawab kritik tersebut, sehingga dikembangkan dua hal dalam penilaian. Pertama, hubungan tes dengan kurikulum dan proses pembelajaran. Kedua, berkenaan dengan tes kinerja. Pada tahun 1988 terbit tulisan Grant P. Wiggins dalam Journal Phi Delta Kappan yang membahas tentang authentic Assessment. Sejak itulah para ahli dan praktisi pendidikan ramai membicarakan tentang alternanif dalam penilaian (Assessmen alternatif). Penilaian dalam kegiatan pembelajaran adalah suatu proses pengumpulan data-data/fakta-fakta/ dokumen-dokumen belajar peserta didik yang dapat dipercaya untuk melakukan perbaikan program. Karena penilaian membantu guru dalam pembelajaran di kelas, maka kegiatan penilaian memerlukan informasi yang bervarasi dari setiap individu peserta didik. Pengumpulan dokumen/informasi dapat dilakukan guru melalui portofolio laporan, unjuk kerja, proyek, Portopolio perkembangan dan penilaian diri. Proses penilaian yang meminta peserta test untuk mendemontrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam praktek kehidupan sehari-hari disebut dengan penilaian autentik (Pusat penilaian pendidikan, 2003). Menurut Mardapi, (2005 : 8) asesmen otentik adalah proses pengumpulan fakta dan data tentang kemampuan nyata yang dimiliki oleh peserta didik. Sehingga yang menjadi fokus utama dalam asesmen otentik adalah keterampilan yang dapat ditunjukkan lewat unjuk kerja, demostrasi atau kegiatan lainnya. Sedangkan menurut Surapranata, (2004 : 5). Asesmen otentik merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru untuk menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Asesmen otentik sering juga di samakan dengan performance assesment karena didasarkan atas apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik. Dari uraian tersebut, yang dimaksud dengan asesmen otentik dalam kontek ini adalah instrumen yang digunkan dalam proses penilaian hasil belajar siswa yang berkaitan dengan pemahaman, keterampilan mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari yang diwujudkan dalam bentuk paper and pensil test,
8
performance asessmen dan self asessmant. Asesmen otentik mengandung tiga unsur inovasi dalam bidang penilaian. Pertama, tidak mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang tradisional, tetapi lebih menekankan pada kemampuan nyata subyek belajar. Kedua, bersifat komperhensif, mengembangkan seluruh kemampuan subyek belajar melalui kegiatan pembelajaran menurut paham konstruktivisme. Ketiga, tidak menggunakan sistem tes tradisional tetapi menggunakan berbagai cara (Marzano dalam mardapi, 2005 : 7). Sehingga dapat diidentifikasi kegiatan asesmen otentik sebagau berikut : 1) Peserta
didik
diberikan
kesempatan
untuk
mendemonstrasikan
kebolehannya, pemahamannya, keterampilannya secara kontekstual dan vareatif. 2) Dilakukan
secara
berkelanjutan
dan
terstruktur
menurut
tujuan
pembelajaran. 3) Menghasilkan karya nyata dan kinerja yang dapat diamati 4) Memacu peserta didik untuk melakukan asesmen diri, menyadari kelebihan dan kelemahannya dan mampu mengembangkan kelebihannya tersebut serta memperbaiki kelemahannya. 5) Mengungkap kemampuan peserta didik berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. 2.2. Jenis-jenis Asesmen Otentik a). Assemen Kinerja (Performance Assessment) Assesmen kinerja merupakan suatu upaya untuk mengintegrasikan kegiatan pengukuran hasil belajar dengan keseluruhan proses pembelajaran. Dengan demikian proses pengukuran hasil belajar tidak lagi dianggap sebagai kegiatan yang tidak menarik dan bukan bagian yang terpisah dari proses pembelajaran. Trespeces (1999) (dalam pusat penilaian depdiknas) mengatakan performance asessment adalah berbagai macam tugas dan situasi dimana peserta test diminta untuk mendemontrasikan pemahaman dan pengaplikasian pengetahuan yang mendalam, serta ketrampilan di dalam berbagai macam konteks sesuai dengan criteria yang diinginkan. Dantes & Marhaeni (2005 : 3) mengatakan asesmen kinerja adalah suatu prosedur yang menggunakan berbagai bentuk tugas-tugas untuk memperoleh informasi tentang apa dan sejauh mana yang telah dilakukan dalam suatu program. Pemantauan didasarkan pada kinerja yang ditunjukkan
9
dalam menyelesaikan suatu tugas atau permasalahan yang diberikan. Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja (performance task), rubrik performansi (performance rubrics), dan cara penilaian (scoring guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas, deskripsi tugas dan kondisi penyelesaian tugas. Rubrik performansi merupakan suatu rubrik yang berisi komponenkomponen suatu performansi ideal dan diskriptor dari setiap komponen tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan inpresi penilai secara umum terhadap kualitas performansi, (2) analytic scoring, yaitu memberi skor terhadap aspek-aspek yang berkontribusi terhadap sesuatu performansi, dan (3) primary traits scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan beberapa unsur dominan dari suatu performanis. Karakteristik utama pada asesmen kinerja adalah tidak hanya mengukur hasil belajar (achievement), tetapi secara lebih luas tentang proses belajar. Dimana adanya keterlibatan pribadi, inisiatif diri, evaluasi diri dan dampak langsung yang terjadi pada diri siswa. Jadi diharapkan bahwa assesmen hasil maupun proses belajar tidak hanya mengukur salah satu atau beberapa kemampuan siswa, tetapi harus mengukur seluruh asfek kemampuan siswa. Sehingga tertutup kemungkinan bahwa assesmen hanya dilakukan melalui tes baku, tetapi proses assesmen.( Pusat penilaian pendidikan, depdiknas, 2003). b). Evaluasi Diri Salah satu kegiatan penilaian yang dapat membantu peserta didik dan guru untuk melihat dan mengetahui hasil belajar dan tugas mengajar guru adalah
kegiatan
penilaian diri (self assessment). Penilaian diri bagi peserta didik dan bagi guru mampu memberi cara berfikir metakognitif yang dapat berkembang terus menerus untuk melakukan perbaikan mutu pendidikan. Routman ( dalam Marhaeni, 2005 ) mengatakan evaluasi diri merupakan analisis terhadap sikap dan proses belajar pebelajar. Informasi yang didapatkan dari evaluasi diri dapat digunakan untuk meningkatkan perkembangan dan proses belajar yang berkelanjutan. Evaluasi diri merupakan kunci dalam asessmen autentik karena melalui evaluasi diri pebelajar dapat membangun pengetahuannya serta merencanakan dan memantau perkembangannya. Selvia dan Ysseldike (1996) menekankan bawa refleksi dan evaluasi diri merupakan cara untuk menumbuhkan rasa
10
kepemilikan (ownership), yaitu timbulnya suatu pemahaman bahwa apa yang dilakukan dan dihasilkan oleh peserta didik tersebut memang merupakan hal yang berguna bagi diri dan kehidupannya.
Evaluasi diri adalah suatu unsur metakognisi yang sangat
berperan dalam proses belajar. Oleh karena itu, agar evaluasi dapat berjalan dengan efektif, Rrolheiser dan Ross dalam Dantes & Marhaeni (2007 : 5) menyarankan agar peserta didik untuk dilatih melakukannya. Ada empat langkah dalam berlatih melakukan evaluasi diri, yaitu: (1) libatkan semua komponen dalam menentukan kriteria penilaian, (2) pastikan semua peserta didik tau bagaimana cara menggunakan kriteria tersebut untuk menilai kinerjanya, (3) berikan umpan balik pada peserta didik berdasarkan hasil evaluasi dirinya, dan (4) arahkan mereka untuk mengembangkan sendiri tujuan dan rencana kerja berikutnya.
Dalam penelitian ini yang dimaksud
dengan penilaian diri adalah hasil penilaian yang dilakukan oleh diri siswa terhadap hasil belajarnya sendiri yang dapat digunakan untuk mengevaluasi opini atau pendapatnya sendiri. Hasil belajar siswa dalam evaluasi diri merupakan hasil dimana siswa mampu mendemontrasikan pembelajarannya, dan mampu melibatkan dan menilai dirinya sendiri. Sejauh mana pencapaian hasil belajar tersebut berhasil secara maksimal. c). Esai Esai menghendaki peserta didik untuk mengorganisasikan, merumuskan dan mengemukakan sendiri jawabannya. Ini berari peserta didik tidak memilih jawaban, akan tetapi memberikan jawaban dengan kata-katanya sendiri secara bebas dan bertangungjawab. Tes esai dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu tes esai jawaban terbuka, dan tes esai jawaban terbatas dan hal ini tergantung pada kebebasan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengorganisasikan atau menyususn ide-idenya dan menuliskan jawabannya. Pada tes esai bentuk jawaban terbuka, peserta didik mendemonstrasikan kecakapannya untuk : (1) menyebutkan pengetahuan faktual, (2) menilai pengetahuan faktualnya, (3) menyususn ide idealnya, dan (4) mengemukakan idenya secara logis dan koheren. Sedangkan pada esai jawaban terbatas atau terstruktur, peserta didik lebih dibatasi pada bentuk dan ruang lingkup jawabannya, karena secara khusus dinyatakan konteks jawaban yang harus diberikan oleh peserta didik (Dantes & Marhaeni, 2007).
11
Tes esai memiliki potensi untuk mengukur hasil belajar pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks. Butir tes esai memberi kesempatan pada peserta didik untuk menyusun, menganalisis, dan mensintesiskan ide-ide, dan peserta didik harus mengembangkan sendiri buah pikirannya serta menuliskannya dalm bentuk yang tersusun atau terorganisasi. Kelemahan tes esai adalah berkaitan dengan penskoran. Ketidak konsistenan membaca merupakan penyebab kurang obyektifnya dalam memberikan skor dan reliabilitas tes. Waktu koreksi juga sering menjadi permasalahan dam memberikan skor pada tes esai. Namun hal ini dapat diminimalisasi melalui penggunaan rubrik penilaian dan penilai ganda (inter-rater). d). Asesmen Portofolio Asesmen portopolio merupakan salah satu jenis asesmen otentik karena mencakup asesmen pembelajaran aktif dan performan, tidak hanya sekedar menilai kemampuan kognitif saja. Menurut Mardapi (2005 : 9) potofolio adalah kumpulan karya peserta didik yang menampilkan usaha peserta didik, kemajuan dan prestasi dalam satu atau lebih bidang. Pengumpulan ini melibatkan peserta didik dalam memilih karya, kriteria pemilihan, dan kriteria penentuan karya yang baik, serta bukti refleksi diri peserta didik. Paulson dalam Sukadi (2007 : 2) mendifinisikan portofolio sebagai kumpulan pekerjaan siswa yang menunjukkan usaha, perkembangan dan kecakapan mereka dalam satu bidan atau lebih. Kumpulan ini harus mencakup partisipasi siswa dalam seleksi isi, kriteria seleksi, kriteria penilaian dan refleksi diri. Selanjutnya Gronlund (1998 : 159) portofolio mencakup berbagai contoh pekerjaan siswa yang tergantung pada keluasan tujuan. Apa yang harus tersurat, tergantung pada subjek dan tujuan penggunaan portofolio. Contoh pekerjaan siswa ini memberikan dasar bagi pertimbangan kemajuan belajarnya dan dapat dikomunikasikan kepada siswa, orang tua serta pihak lain yang tertarik dan berkepentingan. Dengan demikian portofolio adalah kumpulan hasil karya siswa atau catatan mengenai siswa yang didokumentasikan secara baik dan teratur. Portofolio dapat berbentuk tugas-tugas yang dikerjakan siswa, jawaban siswa atas pertanyaan guru, catatan hasil observasi guru, catatan hasil wawancara guru dengan siswa, komentar atau penilaian kualitatif guru atas karya siswa, laporan kegiatan siswa dan karangan atau jurnal yang dibuat siswa yang dilegalisasi oleh guru. Dari pengertian di atas, menurut Sukadi (2007 : 3), portofolio dapat dilihat dari tiga dimensi. Pertama, secara fisik portofolio berarti kumpulan karya belajar terbaik
12
siswa yang didokumentasikan secara sistematis, bertujuan, terprogram, komperhensif, dan menunjukkan proses dan hasil belajar yang otentik. Kedua, secara sosiopaedagogis, kegiatan mengembangkan portofolio menunjukkan proses pemberdayaan dan pengembangan pengalaman belajar siswa yang memungkinkan siswa mewujudkan hasil karya terbaiknya (pengetahuan, nilai-nilai dan sikap, keterampilan, rasa percaya diri, komitmen, dan unjuk kerja) yang dapat didokumentasikan, dipersentasikan dan dikaji secara reflektif. Ketiga, dalam persfpektif asesmen, ia merupakan strategi penilaian proses dan hasil belajar siswa secara bermakna, utuh, komperhensif, dan otentik berdasarkan proses belajar dan hasil karya dalam mengembangkan portofolio. Dengan demikian portofolio dapat bermakna baik bagi pengembangan model dan strategi pembelajaran mapun strategi asesmen proses dan hasil belajar siswa. Perlu dipahami bahwa sebuah portofolio (biasaya ditaruh dalam folder) bukan semata-mata kumpulan bukti yang tidak bermakna. Portofolio harus disusun berdasarkan tujuannya. Wyatt dan Looper dalam Dantes & Marhaeni (2007 : 7) menyebutkan, berdasarkan tujuannya sebuah portofolio dapat berupa developmental portfolio, bestwork portofolio, dan shocase portofolio. Developmental portfolio di susun demikian rupa sesuai dengan langkah-langkah kronologis perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu, pencatatan mengenai kapan suatu artefak dihasilkan menjadi sangat penting, sehingga perkembangan program tersebut dapat dilihat dengan jelas. Bestwork portofoli adalah portofolio yang terbaik. Karya terbaik diseleksi sendiri oleh pemilik portofolio dan diberikan alasannya. Karya terbaik dapat lebih dari satu. Shocase portofolio adalah portofolio yang lebih digunakan untuk tujuan pajangan, sebagai hasil dari suatu kinerja tertentu. Menurut Dantes & Marhaeni (2007) asesmen portofolio mengandung tiga elemen pokok, yaitu : (1) sampel karya peserta didik, (2) evaluasi diri, dan (3) kriteria penilaian yang jelas dan terbuka. Sampel Karya Peserta Didik. Sampel karya peserta didik menunjukkan perkembangan belajarnya dari waktu ke waktu. Sampel tersebut bisa berupa tulisan/karangan, audio atau video, laporan, masalah matematika, mapun eksperimen. Isi dari sampel tersebut disusun secara sistematis tergantung pada tujuan pembelajaran, prefrensi guru, mapun preferensi peserta didik. Asesmen portofolio menilai proses maupun hasilnya, sehingga proses dan hasil menjadi sama pentingnya. Mestipun asesmen ini bersifat berkelanjutan, yang berarti proses mendapatkan proforsi
13
penilaian yang besar, tetapi kualitas hasil sangat penting dan memang penilaian proses yang dilakukan tersebut sesungguhnya memberi kesempatan peserta didik mencapai produk yang sebaik-baiknya. Evaluasi Diri. O‟ Malley dan Valdes Pierces dalam Marhaeni (2005) bahkan mengatakan bahwa „self-assessment is the key to portfolio‟. Hal ini karena disebabkan melalui evaluasi diri peserta didik dapat membangun pengetahuannya serta merencanakan dan memantau perkembangannya apakah rute yang ditempuhnya telah sesuai. Melalui evaluasi diri peserta didik dapat mengetahui kelebihan mapun kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvment gool). Asesmen portofolio adalah asesmen otentik yang paling komperhensif dalam khasanah asesmen otentik karena melibatkan jenis-jenis asesmen yang lain seperti asesmen kinerja dan esai. Kriteria Penilaian yang Jelas dan Terbuka. Bila dalam jenis-jenis asesmen konvensional kriteria penilaian menjadi “rahasia” guru atau pun tester, dalam asesmen portofolio justru harus disosialisasikan kepada peserta didik secara jelas. Kriteria dalam hal ini menyangkut prosedur dan standar penilaian. Para ahli menganjurkan bahwa sistem dan standar asesmen tersebut ditetapkan bersamasama dengan peserta didik, atau paling tidak diumumkan secara jelas. e). Proyek Penilaian proyek adalah investigasi mendalam mengenai suatu topik nyata. Penilaian proyek dimulai dari pengumpulan, pengorganisasian, pengevaluasian, hingga penyajian data (Surapranata, 2004 : 20). Proyek juga akan memberikan informasi tentang pemahaman dan pengetahuan peserta didik pada proses pembelajaran tertentu dan kemampuan peserta didik dalam mengaplikasikan pengetahuan. 2.3. Hasil Penelitian dan P2M yang Relevan Intrumen penilain yang digunakan dalam mengevaluasi keterampilan siswa saat ini masih didominasi oleh instrumen yang berorintasi kognitif atau objektif tes. Sehingga fokus evaluasi pembelajaran dalam praktek pendidikan adalah pada hasil belajar siswa, bukan pada proses belajarnya. Padahal, proses pembelajaran selain mengembangkan kemampuan intelektual, juga merupakan internalisasi nilai-nilai, norma, adat dan budaya, serta pemupukan keterampilan sosial dan demokratis yang mesti dilihat dari proses dah hasilnya. Menurut guru, ada beberapa rasional pengabain keterampilan proses dalam evaluasi, yang disebabkan karena, (1) ujian akir nasianal (UAN) yang masih terfokus pada produk belajar atau menggunakan tes obyektif pilihan
14
ganda, (2) pengetahuan dan pemahaman guru yang masih terbatas berkenaan dengan asesmen otentik, (3) kebiasaan guru menggunakan tes pilihan ganda dan uraian singkat, seta (4) ujian untuk masuk sekolah unggul masih menggunakan tes evaluasi yang berfokus pada hasil belajar. Kondisi ini menjadi pembenar bagi guru untuk hanya menggunakan tes pilihan ganda yang cenderung berdimensi kognitif. Penelitian yang dilakukan Marhaeni, (2005) menunjukkan adanya peneingkatan aktivitas belajar dan motivasi belajar mahasiswa pendidikan bahasa inggris setelah dilakukan evaluasi dengan model evaluasi asesmen otentik. Hasil penelitian menunjukkan dengan adanya ketentuan yang jelas mengenai capaian belajar yang harus dicapai siswa serta indikator yang jelas dalam menentukan keberhasilan belajarnya, membuat mahasiswa termotivasi untuk meningkatkan hasil belajarnya. Di sisi lain dengan adanya proses evaluasi diri mumungkinkan mahasiswa untuk memperbaiki tugas dan hasil belajarnya dengan melakukan refleksi diri. Model evaluasi asesmen otentik ini juga memberikan proforsi yang seimbang antara penilai proses belajar dengan hasil belajar. Hal ini dilandasi dasar pemikiran bahwa, hasil yang baik mesti dilalui dengan proses yang baik pula. Kondisi ini menurut Marhaeni, (2005) merupakan keunggulan asesmen otentik dalam meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar mahasiswa. Di Akhir disertasinya Marhaeni, (2005) menyarankan penggunaan asesmen otentik dalam menilai proses pembelajaran. Penelitian Rajeg, (2007) juga menunjukkan adanya peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa-siswa sekolah dasar (SD) di Kota Denpasar setelah dilakukan evaluasi keterampilan proses sosial dalam menilai pembelajaran pendidikan ilmu pengetahuan sosial. Penelitian ini juga menemukan adanya kesesuain yang tinggi antara prilaku sosial otentik siswa dengan hasil penilaian kompetensi sosial yang dimiliki siswa. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen skala sikap sosial sangat relevan digunakan mengevaluasi keterampilan sosial siswa dalam pembelajaran pendidikan ilmu pengetahuan sosial di sekolah dasar. Penelitian Suada, (2008) menemukan terjadinya peningkatan hasil belajar biologi siswa SMA di Kabupaten Gianyar setelah dievaluasi dengan asesmen portofolio. Siswa dapat mengetahui dengan cepat hasil belajar dan perkembangan belajarnya, sehingga siswa memiliki kesempatan yang oftimal untuk memperbaiki hasil belajar
15
yang telah dicapai. Penelitian ini juga menemukan dengan menggunakan asesmen portofolio memberikan kesempatan kepada guru guru untuk: (1) memberikan masukan setiap hari dan dapat diaplikasikan segera, (2) memberikan informasi yang bermanfaat tentang apa yang telah dipelajari siswa tanpa harus menyediakan waktu untuk mempersiapkan tes atau membaca, (3) memberikan kesempatan untuk mengetahui miskonsepsi siswa atau ketidak pahaman siswa, dan (4) membantu untuk menemukan hubungan kerja yang baik dengan siswa dan mendorong siswa untuk memahami bahwa belajar mengajar merupakan proses yang terus-menerus dan memerlukan partisipasi serius. Pelatihan asesmen otentik yang dilakukan Sukadi, (2005) pada guru-guru SMA/SMK di Kabupaten Buleleng menunjukkan terjadinya perubahan pola evaluasi yang diterapkan guru dalam praktek pembelajaran setelah dilaksanakan pelatihan. Guru menjadi paham akan fungsi evaluasi baik bagi siswa, maupun bagi guru dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran. Pelatihan dan pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik yang sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, karakteristik materi, kebutuhan sekolah dan kebutuhan peserta didik serta yang paling utama adalah hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru dapat menggambarkan secara riil dan faktual kemampuan, kecenderungan dan tingkah laku siswa yang senyatanya mampu meningkatkan kegairahan belajar siswa. Kondisi ini diebabkan karena, baik proses maupun produk pembelajaran mampu diberikan proforsi evaluasi yang seimbang. Di sisi lain penggambaran secara nyata dari proses sampai dengan produk pembelajaran termasuk mengenai kemajuan siswa akan memberikan petunjuk dan jalan bagi guru untuk melakukan refleksi dalam memperbaiki perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, pengorganisasian materi, perencanaan evaluasi sampai pada langkah perbaikan pembelajaran yang akan memperbaiki kualitas proses dan hasil belajar siswa. Senada dengan Pelatihan pengembangan asesmen otentik yang dilakukan Inten, (2006) pada guru-guru IPS di Kecamatan Tejakula, menujukkan terjadinya peningkatan keterampilan guru dalam mengevaluasi kemajuan siswa secara komperhensif, dalam tiga kawasan yang menjadi sasaran pembelajaran IPS, yaitu domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotorik. Menelisik hasil-hasil penelitian dan P2M, tampaknya pelatihan ini akan sangat bermanfaat bagi guru-guru SD yang ada di Kecamatan Kintamani.
16
BAB III METODE KEGIATAN 3.1. Kerangka Pemecahan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dilakukan di lokasi rencana program ini akan dilaksanakan, diperoleh kesimpulan bahwa ada seperangkat permasalahan yang saat ini dihadapi oleh Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Bangli, khususnya menyangkut rendahnya kemapuan guru SD dalam menyususn dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik yang berimplikasi kualitas proses dan produk dari pembelajaran di jenjang SD di Kecamatan Kintamani. Hal ini diduga salah satunya disebabkan oleh belum meratanya pemahaman dan keterampilan guru dalam menterjemahkan misi dan target operasional dari KTSP dan masih dipolakannya instrumen evaluasi objektif sebagai satu-satunya instrumen dalam menilai proses dan hasil belajar siswa. Salah satu alternatif yang dipandang cukup visibel untuk dilakukan adalah melaksanakan pelatihan menyusun dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik, sehingga guru SD di Kecamatan Kintamani lebih memaham potensi dan perkebangan siswa, serta kemampuan otenik yang dicapai siswa. Melalui program ini, guru diharapkan memperoleh “sesuatu” yang baru dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam menilai siswa. 3.2. Metode Pelaksanaan Kegiatan Program ini merupakan program yang bersifat terminal dalam rangka peningkatan wawasan dan keterampilan guru-guru SD di Kecamaan Kintamani dalam menyusun dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik dengan sistim jemput bola. Untuk kepentingan pencapaian tujuan program ini, maka rancangan yang dipandang sesuai untuk dikembangkan adalah “RRA dan PRA” (rural rapid appraisal dan participant rapid appraisal). Di dalam pelaksanaannya, program ini akan mengacu pada pola sinergis antara tenaga pakar dan praktisi dari Universitas Pendidikan Ganesha dengan kalangan birokrasi dan administrasi pemerintah Kabupaten Bangli, khususnya Kasubdin Pendidikan Dasar dan Menengah Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten setempat. Di sisi lain, program ini juga diarahkan pada terciptanya iklim kerjasama yag kolaboratif dan demokratis dalam dimensi mutualis antara dunia perguruan tinggi dengan masyarakat secara luas di bawah koordinasi pemerintah Kabupaten setempat, khususnya dalam rangka peningkatan kinerja dan profesionalisme guru-guru SD di
17
Kecamatan Kintamani secara cepat namun berkualitas bagi kepentingan pembangunan pendidikan di Kabupaten Bangli. Berdasarkan rasional tersebut, maka program ini merupakan sebuah langkah inovatif dalam kaitannya dengan dharma ketiga perguruan tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat. Program ini dirancang sebagai bentuk jawaban dan antisipasi dari berbagai permasalahan menyangkut kualitas dan kinerja guru SD di Kecamatan Kintamani, yang saat ini tengah berkonsentrasi pada pembangunan berbagai institusi pendidikan dan tenaga kependidikan di berbagai pelosok wilayahnya. Berangkat dari rasional tersebut, maka program ini akan dilaksanakan dengan sistim jemput bola, dimana tim pelaksana akan menyelenggarakan program peningkatan wawasan dan keterampilan guru dalam menyusun dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik pada guru-guru SD yang
membutuhkan, yaitu di Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli dengan
mendatangkan para pakar dan praktisi pendidikan yang berkualifikasi secara standar di bidang evaluasi asesmen otentik pada jenjang SD. Model pelaksanaan kegiatan ini akan dilakukan secara langsung (tatap muka) sebagaimana layaknya sistim perkualiahan dengan bidang kajian. Lama pelaksanaan kegiatan adalah 8 (delapan) bulan yang dimulai dari tahap pengajuan proposal, perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi dengan melibatkan seluruh guru sekolah dasar yang mengajar di Kecamatan Kintamani, dimana setiap sekolah akan diwakili oleh 2 (dua) orang guru, sehingga pesertanya sebanyak 136 orang guru. Pada akhir program setiap peserta akan diberikan sertifikat sebagai tanda bukti partisipasi mereka dalam kegiatan ini. Melalui program ini, diharapkan para guru sekolah dasar memperoleh penyegaran wawasan dan keterampilan tentang strategi menyusun dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik. 3.3. Rancangan Evaluasi Untuk mengukur tingkat keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan, maka akan dilakukan evaluasi minimal 3 (tiga) kali, yaitu evaluasi proses, evaluasi akhir, dan evaluasi tindak lanjut. Kegiatan evaluasi ini akan melibatkan tutor/pakar dari Undiksha Singaraja. Kriteria dan indikator pencapaian tujuan dan tolak ukur yang digunakan untuk menjastifikasi tingkat keberhasilan kegiatan dapat diuraikan pada tabel berikut.
18
Tabel. 3.1. Indikator Pencapaian Program No Jenis Data
Indikator
1.
Sumber Data Pengetahuan dan Guru SD di Keterampilan Kecamatan guru dalam Kintamani menyusun dan mengembangkan instrumen asesment otentik Keterampilan Guru SD di guru dalam Kecamatan menyusun dan Kintamani mengembangkan instrumen asesment otentik
Pengetahuan dan keterampilan guru
Pengetahuan dan keterampilan guru
Terjadi perubahan yang positif terhadap pengetahuan dan keterampilan guru
Pedoman wawancara dan format observasi
Kemampuan dan Guru SD di keterampilan Kecamatan guru Kintamani mempraktekkan pembelajaran instrumen asesment otentik
Pengetahuan dan keterampilan guru
Terjadi perubahan yang positif terhadap pengetahuan dan keterampilan guru
Pedoman wawancara dan format observasi
2.
3.
Kriteria Instrumen Keberhasilan Terjadi perubahan Tes yang positif Obyektif terhadap pengetahuan dan keterampilan guru
Pada kegiatan pelatihan ini, guru SD di Kecamatan kintamani akan dilibatkan secara kolaboratif dari awal sampai akhir kegiatan. Guru SD akan dilibatkan dalam merencanakan program, penjadwalan kegiatan, ikut serta dalam pelatihan sampai pada tahap uji coba produk pelatihan. Untuk uji coba produk hasil pelatihan ini akan dilakukan pada salah satu sekolah yang ada di wilayah Kintamani Selatan. Uji coba ini merupakan validasi dari keterampilan guru SD dalam membuat instrumen asement otentik dan mengimplementasikannya dalam praktek pembelajaran dikelas. Pelibatan guru SD yang dilakukan secara penuh ini diharapkan dapat memberikan seperangkat pengatahun dan keterampilan yang lengkap kepada guru dalam merencang dan mempraktekkan instrumen asement otentik. Sehingga hasil akhir dari pelatihan ini bagai para guru SD adalah keterampilan membuat, mengembangkan dan mempraktekkan instrumen evaluasi asement otentik, serta cara pengembangan dan sosialisasi pada guruguru SD lainnya.
19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh para guru sekolah dasar di Kecamatan Kintamani dalam kaitannya dengan mengembangkan instrumen evaluasi asement otentik sebagaimana tututan kurikulum berbasis kompetensi, maka program pengabdian masyarakat ini dilakukan dalam bentuk pelatihan bagi guru-guru sekolah dasar. Pelatihan pengembangan instrumen evaluasi asement otentik bagi guru-guru sekolah dasar ini dilakukan pada bulan september di SD Negeri Bonyoh Kecamatan Kintamani dengan mendatangkan tim pakar dari Undiksha Singraja. Adapun alur pelatihan pengembangan instrumen asesmen otentik ini dimulai dari, 1) Tahap persiapan, yang terdiri dari tahap : (a) penyiapan bahan administrasi sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan pelatihan, (b) melakukan koordinasi dengan guru-guru SD yang ada dikecamatan Kintamani, (c) menyiapkan materi pelatihan, (d) menyiapkan narasumber yang memiliki kompetensi sesuai dengan target dan tujuan pelatihan, dan (e) menyiapkan jadwal pelatihan selama 1 hari efektif, 2) taham pelaksanaan, yang terdiri dari
: (a) melakukan pelatihan pembuatan dan pengembangan instrumen
asesmen otentik bagi guru-guru SD di Kecamatan Kintamani, (b) simulasi terbatas instrumen asesmen otentik yang telah dibuat dalam pelatihan, dan 3) tahap evaluasi, yang terdiri dari (a) persentasi hasil pelatihan, (b) koreksi dari pakar, dan (c) memberikan penilain instrumen asesmen yang dibuat dan dikembangkan guru-guru dalam pelatihan. Pada pelatihan pembuatan dan pengembangan instrumen asesmen otentik para guru terlebih dahulu diberikan pemahaman mengenai pentingnya proses evaluasi dalam pendidikan. Kurikulum, proses pembelajaran dan evaluasi merupakan tiga dimensi dari sekian dimensi yang sangat penting dalam pendidikan. Kurikulum merupakan penjabaran tujuan pendidikan yang menjadi landasan program pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum. Sedangkan evaluasi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dan menilai tingkat pencapai kurikulum dan berhasil tidaknya proses pembelajaran. Selain itu evaluasi
juga dijadikan dasar untuk
mengetahui kelemahan dan kekuatan yang ada dalam proses pembelajaran, sehingga dijadikan dasar dalam mengambil keputusan.
20
Evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dana bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai (Arikunto, 2002 : 3). Sedangkan Stufflebeam (dalam Tayibnapis, 2000) menyampaikan fungsi evaluasi selain bertujuan untuk mengukur sejauh mana tujuan telah tercapai juga dapat digunakan untuk mengambil keputusan tentang diri siswa mapun program. Sedangkan Mardapi, (2005 : 4) mengungkapkan asesmen dapat menentukan kualitas pembelajaran, menentukan karir peserta didik, dan menentukan kualitas pendidikan. Melalui evaluasilah produk pendidikan dapat dipertangungjawabkan secara ilmiah kepada peserta warga sekolah, orang tua siswa dan masyarakat. Sedemikian pentinyang proses evaluasi dalam dunia pendidikan, sehingga diwajibkan bagi semua guru untuk memahami evaluasi dengan baik. Pemahaman terhadap proses evaluasi ini juga mesti disertai dengan kemampuan untuk mengungkakpan kemampuan siswa dengan membuat dan mengembangkan instrumen yang valid, reliabel dan tepat. Salah satu tanngtangan guru dalam pemberlakuan kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah pengembangan instrumen asesmen otentik. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa pakar pendidikan, yang menemukan penilain obyektif masih digunakan oleh banyak guru sebagai satu-satunya intrumen evaluasi. Sebagaiman temua penelitian Lasmawan, (2004) menemukan masih banyak guru yang “mendewakan “ alat penilaian obyektif sebagai satu-satunya instrumen yang valid dan reliabel. Penelitian yang dilakukan oleh Dantes (2007 : 43) juga menemukan bahwa model penilaian (evaluasi) yang dilakukan selama ini lebih cenderung pada penilaian produk. Artinya guru lebih sering hanya melakukan evaluasi pada saat selesainya sebuah topik materi dibahas, atau pada saat beberapa topik telah selesai dibelajarkan (ulangan blok). Hal ini didukung oleh hasil analisis terhadap silabus dan RPP guru-guru sekolah dasar yang dilakukan, di mana diperoleh data bahwa guru hanya melakukan evaluasi pada saat mereka telah selesai membelajarkan satu atau dua topik materi. Instrumen evaluasi yang digunakan juga hanya berupa tes hasil belajar dalam bentuk uraian atau menjawab singkat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan berbagai upaya yang dapat meningkatkan pemahaman dan motivasi untuk melakukan inovasi-inovasi dalam pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik. Walapun harus diakui juga bahwa telah ada beberapa guru yang telah menerapkan instrumen avaluasi asesmen otentik dalam proses pembelajaran.
21
Menurut para peserta pelatihan, penggunaan intrumen evaluasi obyektif tes sebagai satu-satunya instrumen evaluasi disebabkan karena : (1) pembuatan dan pengembangan instrumen obyektif tes lebih mudah dilakukan, karena para guru sudah terbiasa membuatnya, (2) lebih mudah melakukan koreksi terhadap hasil kerja siswa, sehingga waktu dan tenaga yang dikeluarkan lebih sedikit, (3) untuk menentuakan lulus tidaknya siswa dalam ujian akhir nasional (UAN) masih menggunakan tes yang bersifat obyektif, (4) untuk mencari sekolah-sekolah unggul setelah lulus sekolah dasar juga masih menggunakan tes obyektif, (5) waktu pelajaran yang sangat terbatas, yang menyulitkan guru untuk melakukan evaluasi asesmen otentik, dan (6) belum dipahaminya dengan baik cara pembuatan, cara pengembangan, dan implementasi asesment otentik dalam proses pembelajaran.
Sehigga ada kesan bahwa proses
pembelajaran dan asesmen yang dilakukan terhadap kemapuan dan keterampilan siswa hanya ditujukan untuk mencapai predikat kelulusan saja. Di sisi lain tututan kurikulum berbasis kompetensi adalah dimilikinya life skill (kecakapan hidup) oleh siswa, yang terdiri dari : (1) individual skill atau keterampilan indivudual, yang menurut Sukadi (2004) terdiri dari rasa percaya diri, percaya pada takdir, percaya akan hukum karma, dan percaya pada adaya Tuhan Yang Maha Esa, (2) Sosial skill atau keterampilan sosial, yang terdiri dari keterampilan untuk bergaul, kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan, keterampilan untuk bekerjasama, keterampilan mengenali lingkungan, (3) Akademiki skill atau intelektual skill yaitu kecerdasan intelektual, yang terdiri dari kemapuan menguasai bidang ilmu, keterampilan menganalisis masalah, keterampilan menerjemahkan ide atau gagasan, keterampilan untuk mengkomunikasikan ide atau gagasan pada orang lain, keterampilan untuk menyerap materi yang diberikan dn lain sebagainya, dan (4) vokasional skill atau keterampilan khusus sesuai dengan bidang ilmu yang digeluti. Hal inilah yang mewajibkan
guru
untuk
mengembangkan
instrumen
menunjukkan keempat kecakapan hidup yang dikusasi
evaluasi
yang
mampu
oleh siswa. Untuk itu
pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik yang mampu menilai proses dan hasil belajar siswa mesti dilakukan oleh guru, jika menginginkan terjadinya perbaikan pada proses pendidikan yang dilakukan.
22
Asesmen otentik merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru untuk menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Senada dengan Mardapi, (2005 : 8) menyatakan bahwa asesmen otentik adalah proses pengumpulan fakta dan data tentang kemampuan nyata yang dimiliki oleh peserta didik. Sehingga yang menjadi fokus utama dalam asesmen otentik adalah keterampilan yang dapat ditunjukkan lewat unjuk kerja, demostrasi atau kegiatan lainnya. Proses penilaian yang meminta peserta test
untuk mendemontrasikan dan
mengaplikasikan pengetahuan ke dalam praktek kehidupan sehari-hari disebut dengan penilaian autentik (Pusat penilaian pendidikan, 2003). Dengan demikian jelaslah, bahwa asesmen otentik memiliki perbedaan yang prinsip dengan asesmen yang bersifat tradisonal. Asesmen otentik menghendaki ketrampilan yang dapat ditunjukkan oleh peserta didik lewat demonstrasi atau unjuk kerja, sedangkan asesmen tradisional hanya meminta peserta didik untuk menjelaskan ide atau gagasan yang lebih bersifat kognitif semata. Setelah diberikan pemahaman tentang pentingnya asesmen dalam prose pembelajaran serta hakekat asesmen otentik para guru menjadi antosias untuk membuat instrumen asesmen otentik yang bisa digunakan dalam melakukan evaluasi. Bahkan beberapa guru mengacungkan tangan untuk meminta informasi yang lebih dalam kepada penyaji mengenai cara dan strategi pengembangan instrumen asesmen otentik di sekolah dasar yang cenderung masing bersifat kognitif orinted. Selain itu, para guru juga meminta penyaji untuk memberikan contoh kongkrit asesmen otentik yang telah ada dan dilaksanakan di sekolah dasar. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik, yaitu : 1. Keseusiannya dengan kopetensi dasar, 2. Karakter materi, 3. Kesesuaiannya dengan indikator pembelajaran, 4. Menentukan jenis asesmen otentik yang digunakan untuk mengevaluasi proses pembelajaran, 5. Mengembangan instrumen evaluasi asemen otentik, dan 6. Menentukan bobot dari masing-masing instrumen dan menghitung besarnya skor.
23
Setelah diberikan pelatihan oleh tim pakar dari Undiksha Singaraja, para guru sekolah dasar yang mengajar di SD Kecamatan Kintamani bisa menyususn instrumen asesmen otentik sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Hal ini dapat diketahui dari hasil pelatihan penyususnan dan pengembangan instrumen asesmen otentik yang mereka buat. Berdasarkan evaluasi tindak lanjut yang dilakukan, ditemukan bahwa guru-guru yang mengikuti pelatihan penyusunan dan pengembangan instrumen asesmen otentik sesuai dengan yang diberikan oleh tim pakar Undiksha Singaraja. Ada beberapa manfaat yang diperoleh oleh guru dalam mengikuti pelatihan penyusunan dan pengembangan intrumen asesmen otentik di SD Negeri Bonyoh, yaitu (1) mereka mendapatkan informasi yang jelas dan utuh mengenai hakekat instrumen evaluasi asesmen otentik, karena selama ini mereka belum mengetahui secara pasti apa hakekat evaluasi asesmen otentik, dan (2) para guru memperoleh gambaran yang jelas bagaimana cara dan strategi pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar, materi ajar, indikator pencapaian dan keterampilan siswa.
24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pelaksanaan pengabdian masyarakat pada guru-guru sekolah dasar yang ada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli dapat ditarik beberapa konsklusi, yaitu : 1.
Beberapa guru sekolah dasar yang ada di Kecamatan Kintamani belum menggunakan instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai dengan tuntutan kurikulum berbasis kompetensi dalam melakukan penilain, akan tetapi masih menggunakan intrumen evaluasi yang bersifat obyekyif.
2.
Setelah diberikan pelatihan oleh tim pakar dari Undiksha Singaraja, para guru sekolah dasar yang mengajar di SD Kecamatan Kintamani bisa menyususn instrumen asesmen otentik sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Hal ini dapat diketahui dari hasil pelatihan penyusunan dan pengembangan instrumen asesmen otentik yang mereka buat. Berdasarkan evaluasi tindak lanjut yang dilakukan, ditemukan bahwa guruguru yang mengikuti pelatihan penyusunan dan pengembangan instrumen asesmen otentik sesuai dengan yang diberikan oleh tim pakar Undiksha Singaraja.
Ada beberapa manfaat yang diperoleh oleh guru dalam
mengikuti pelatihan penyusunan dan pengembangan intrumen asesmen otentik di SD Negeri Bonyoh, yaitu (1) mereka mendapatkan informasi yang jelas dan utuh mengenai hakekat instrumen evaluasi asesmen otentik, karena selama ini mereka belum mengetahui secara pasti apa hakekat evaluasi asesmen otentik, dan (2) para guru memperoleh gambaran yang jelas bagaimana cara dan strategi pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar, materi ajar, indikator pencapaian dan keterampilan siswa.
25
5.1. SARAN Berdasarkan pelatihan yang telah dilaksanakan pada guru-guru Sekolah Dasar yang mengajar di
Kecamatan Kintamani, ada beberapa saran yang layak
dipertimbangkan, yaitu : 1.
Bagi guru sekolah dasar yang mengajar di Kecamatan Kintamani, hendaknya terus melatih diri
sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam mengembangkan instrumen evaluasi agar mampu mengevaluasi keterampilan otentik yang dimiliki oleh siswa. 2.
Bagi Dinas pendidikan setempat, semestinya mengusahakan programprogram pelatihan bagi para guru sekolah dasar, sehingga kemampuan dan keterampilan yang mereka miliki memadai.
26
Daftar Pustaka Arikunto, S. (2004). Evaluasi Program Pendidikan. Pedoman Teoritis Praktis Bagi Praktisi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara Arikunto, S. (2004). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta : Bumi Aksara Asyar‟i, L. (2004). Membebaskan Diri dari Keterikatan Lokal. Kompas, Tanggal 3 September 2004. Dantes. (2007). Hakekat Asesmen Otentik sebagai Penilaian Proses dan Produk dalam Pembelajaran yang Berbasis Kompetensi. (Makalah). Disampaikan pada Pelatihan Kepala SMP/SMA di Kabupaten Buleleng. Daryanto. (1997). Evaluasi Pendidikan. Solo : Rineka Cipta. Fadjar, A. M. (2004). Holistika Pemikiran Pendidikan. Jakarta: Radja Grafindo Persada. Hasan, S.H. (2005). Pembaharuan Pendidikan IPS di Era Otonomi Pendidikan. (Makalah). Disajikan dalam seminar sehari Fakultas PIPS IKIP Negeri Singaraja. Singaraja: FPIPS IKIP Negeri Singaraja. Marhaeni. (2005). Pengaruh Asesmen Portopolio dan Motivasi Berprestasi dalam Belajar Bahasa Inggris Terhadap Kemampuan Menulis dalam Bahasa Inggris (Studi Eksperimen pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris IKIP Negeri Singaraja, 2004). Disertasi. Program Pascasarjan Universitas Negeri Jakarta. Marhaeni. (2007). Evaluasi Program Pendidikan. Singaraja : Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganseha. Mardapi. (2005). Pengembangan Instrumen Penelitian Pendidikan. Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Kurikulum PKn SMP 2004. (2004). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Sukadi, (2005). Penilaian Proses dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Rumpun IPS dengan Pendekatan Alternative Assessment Berdasarkan Kurikulum 2004: (Makalah) Disampaikan Pada Pelatihan KBK Bagi Guru-guru SMA N 1 Singaraja Januari 2005. Surapranata. (2006). Penilaian Portofolio. Implementasi Kurikulum 2004. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Tayibnapis. (2000). Evaluasi Program. Jakarta : Rineka Cipta
27
Lampiran. 01. Absensi Kegiatan
28
Lampiran. 02. Denah Lokasi Kegiatan DENAH MENUJU LOKASI KEGIATAN P2M (SD N 1 Bonyoh Kecamatan Kintamani)
Ke Singaraja
Kantor Camat Kintamani
Desa Belantih
Lokasi Kegiatan
U
S
Pusat Kota Kab. Bangli
Keterangan: Jarak Singaraja ke Lokasi UKM 62 Kilo Meter Ke Denpasar
29