LAPORAN AKHIR PENERAPAN IPTEK
Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan Instrumen Asesmen Otentik Berdasarkan Kurikulum 2013 Pada Guru-Guru SMK di Kecamatan Seririt
Oleh Gede Widayana,S.T,M.T./ 197301102006041002 (Ketua Pelaksana) Nyoman Arya Wigraha,S.T.,M.T./ 197312052006041001 (Anggota) I Gede Siden Sudaryana,S.T./ 197010082001121001 (Anggota)
Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha SPK No. 107/UN48.16/PM/2016 Tanggal 25 Februari 2016
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA TAHUN 2016
1
2
BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Perubahan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) menuju kurikulum 2013 membawa perubahan secara fundamental terhadap perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Secara teroritik perubahan yang paling tampak adalah pergeseran dari standar kompetensi menuju pada kompetensi inti,
penegasan
pendekatan
scientific
dalam
pembelajaran,
model-model
pembelajaran yang berbasis konstruktivisme yang sejalan dengan pendekatan scientific, proses pengintegrasian karakter dalam setiap mata pelajaran yang dituangkan dalam Kopetensi Dasar (KD)
dan indikator KI-1 dan KI-2,
pengembangan media pembelajaran yang sejalan dengan pendekatan scientific dan pola evaluasi yang menekankan pada
hasil dan penilaian proses yang bersifat
konferhensif dan berkesinambungan. Kondisi ini berimplikasi pada kemampuan dan keterampilan guru dalam memahami, merancang dan mengimplementasikan kurikulum 2013 dalam proses pembelajaran. Artinya perubahan kurikulum tingkat satuan pendidikan menuju kurikulum 2013 mesti disertai dengan perubahan kemampuan dan keterampilan guru untuk merancang, melaksanakan dan melakukan evaluasi pembelajaran sesuai dengan ruh kurikulum 2013, sehingga istilah perubahan kurikukulum hanyalah “perubahan bunglon” tidak menjadi nyata. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaiakan Hasan, (1996: ) yang mengatakan kurkulum hanyalah sebuah “dokumen” yang tidak akan hidup dan teraplikasi sesuai dengan pitrahnya bila tidak dipahami dengan baik oleh guru sebagai life curriculum (kurikulum hidup). Guru sebagi kurikulum hidup merupakan faktor dominan yang akan menentukan berhasil tidaknya kurikulum 2013. Berdasarkan pada studi pendahuluan yang dilakukan pada guru-guru SMK 1 dan SMK 2 Seririt (tanggal 5 dan 6 September 2014) guru-guru SMK mengakui belum memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadi dalam mengembangkan perangkat evaluasi pembelajaran sesuai kurikulum 2013. Hal ini disebabkan karena sampai saat ini belum semua guru mendapatkan pelatihan yang memadai dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 dan yang paling menyulitkan bagi guru-guru SMK adalah pengembangan model evaluasinya. Walaupun beberapa guru mengakui
3
telah mendapatkan pelatihan, namun pelatihan yang diberikan masih bersifat terbatas dan baru pada persiapan administratif yang belum mampu mereka implementasikan dalam proses pembelajaran. Secara faktual permasalahan prinsip yang dialami oleh guru-guru SMK di Kecamatan Seririt adalah yang berkaitan dengan kemampuan untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013 sesuai dengan pitrahnya, khususnya yang menyangkut proses evaluasinya. Sejalan dengan temuan penelitian Dantes, (2008) yang menemukan bahwa model penilaian (evaluasi) yang digunakan selama ini oleh guru-guru lebih cenderung pada penilaian produk. Guru lebih sering hanya melakukan evaluasi pada saat selesainya sebuah topik materi dibahas, atau pada saat beberapa topik materi telah selesai dibelajarkan (ulangan blok). Instrumen evaluasi yang digunakan juga hanya berupa tes hasil belajar dalam bentuk tes obyektif, uraian atau menjawab singkat. Untuk itu diperlukan upaya terstruktur dalam memperbaiki parktek evaluasi yang dilakukan dalam pendidikan, khususnya dalam paktek evaluasi pembelajaran SMK melalui pelatihan dan pendampingan penyusunan instrumen evaluasi asesmen otentik untuk menggambarkan keterampilan siswa secara holistik, realistik dan konstektual sebagaimana kebutuhan Kurikulum 2013. Secara teoritik, evaluasi adalah suatu proses pengumpulan data-data/fakta-fakta/ dokumen-dokumen belajar peserta didik yang dapat dipercaya untuk melakukan perbaikan program. Karena penilaian membantu guru dalam pembelajaran di kelas, maka kegiatan penilaian memerlukan informasi yang bervarasi dari setiap individu peserta didik (Tayibnafis, 2000). Melalui evaluasi guru sebagai pengembang dan pelaksana kurikulum semestinya dapat melakukan refleksi dan perbaikan terhadap program pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena itu, penyusunan dan pengembangan instrumen evaluasi mesti benar-benar dapat mengukur apa yang hendak diukur (objektif, valid dan reliabel) (Saifudin Aswar, 1998 : 173). Penilain yang tepat bagi peserta didik tidak hanya menunjukkan prilaku peserta didik yang lengkap, tetapi juga prilaku peserta didik yang hidup dan nyata sesuai dengan harapan orang tua (Surapranata, 2004 : 3). Terlebih dalam pembelajaran SMK yang mesti dapat mengukur dan menilai secara tepat pengetahuan, sikap dan keterampilan realistik siswa, sehingga implementasi instrumen asesment otentik merupakan sebuah keharusan. Namun dalam prakteknya, evalusi yang dilakukan oleh guru SMK di Kecamatan Seririt
4
belum menggunakan instrumen otentik sebagai alat evaluasinya. Jika kondisi ini terus terpelihara dalam proses evaluasi pembelajaran di SMK, sudah pasti target dan tujuan pembelajaran SMK tidak akan tercapai secara maksimal dan ikut melegitimasi persepsi siswa yang menganggap evaluasi hanya bersifat hapalan atau kognitif belaka dan tidak sesuai dengan kondisi empirik keterampilan yang ada pada diri mereka. Senada dengan Dantes (2007 : 3) yang mengungkapkan pemebentukan kompetensi mensyaratkan dilakukannya asesmen yang bersifat komperhensif, dalam arti asesmen dilakukan terhadap proses dan produk belajar. Kondisi ini tidak terlepas dari pola evaluasi yang berfokus pada hasil belajar, yang sampai saat ini masih banyak dipraktekkan oleh guru.
Secara rasional semestinya proses dan produk
mendapat perhatian yang seimbang. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa suatu produk yang baik seyogyanya didahului oleh proses yang baik. Untuk meyakinkan hal tersebut perlu dilakukan pemantauan terhadap proses. Di samping itu, dengan dilkukannya pemantauan selama proses, terbuka peluang bagi peserta didik untuk mendapatkan umpan balik yang dapat digunakannya untuk menghasilkan produk terbaik. Terlebih kurikulum 2013 yang mensyaratkan penguatan aspek sikap dan keterampilan untuk jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah. Hal ini didasarkan pada pola internalisasi nilai-nilai karakter yang mesti dilalui dari proses contoh dan tauladan, pelatihan, pembiasaan dan pembudayaan. Jika pada jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah para siswa telah memiliki kebiasaan berkarakter sebagaimana tujuan kurikulum 2013, maka untuk tahap berikutnya tinggal membudayakan pada setiap aspek kehidupan. B. Analisis Situasi Kabupaten Buleleng terdiri dari sembilan kecamatan, yaitu Tejakula, Kubutambahan, Sawan, Sukasada, Buleleng, Banjar, Seririt, Busungbiu, dan Grokgak. Kecamatan Seririt merupakan salah satu dari sembilan wilayah kecamatan di Kabupaten Buleleng, dengan luas wilayah 111, 78 km2. Wilayah Seririt dilihat dari ketinggian tempat dapat diketahui bahwa sebagian besar wilayahnya berada pada ketinggian 0-499,9 m di atas permukaan air laut atau seluas 9.528 ha dan 1.650 dengan ketinggian 500-999,9 meter. Sementara itu kemiringan lereng seluas 8.903,80 ha merupakan daerah landai dengan kemiringan 0-25% dan 980,66 ha
5
merupakan daerah miring dengan kemiringan 25-40%. Topografi wilayahnya dibagain utara merupakan daerah pantai dengan panjang pantai 10 km. Di sepanjang pantai utara Seririt ini tersaji pemandangan yang indah dan menawan, sehingga sangat potensial dikembangkan menjadi objek wisata pantai. Terlebih, wilayah perairan lautnya dijumpai adanya terumbu karang yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi sektor pariwisata minat khusus dan potensi ikan hias yang pernah dikembangkan untuk ekspor. Sementara di bagian selatan merupakan daerah berbukit sampai bergunung yang sangat subur dan cocok untuk dikembangkan menjadi daerah pertanian. Iklim wilayah Seririt secara umum beriklim tropis dengan curah hujan terendah di daerah pantai. Batas-batas wilayah Seririt adalah sebagai berikut: di sebelah Utara Laut Bali, sebelah Timur adalah Kecamatan Banjar, sebelah Selatam adalah Kecamatan Busungbiu, dan sebelah Barat adalah Kecamatan Gerokgak. Kecamatan Seririt terdiri dari 20 Desa Dinas dan 1 Keluarahan, dengan jumlah penduduk 75.969 jiwa atau 20.963 KK yang terdiri dari laki-laki 37.789 jiwa dan perempuan 38.180 jiwa dengan rata-rata per KK 3,5. Dari jumlah penduduk tersebut, 72,99% merupakan angkatan kerja produktif. Sedangkan jumlah Sekolah Dasar yang ada di Kecamatan Seririt sebanyak 50 buah dengan jumlah siswa sebanyak 7892 orang dengan tenaga pengajar sebanyak 434 orang. Untuk Sekolah Menengah Pertama di Seririt terdapat 6 buah sekolah negeri dan swasta, dengan jumlah siswa sebanyak 2890 dan 188 tenaga pendidikan. Sedangkan untuk SMA yang ada di Kecamatan Seririt sebanyak 3 buah dan 3 buah SMK dengan jumlah siswa sebanyak 2121 dan guru sebanya 189 orang (Kabupaten Buleleng Dalam Angka, 2013). Dua SMK yang ada di Kecamatan Seririt saat ini memfokuskan pada pengembangan keterampilan dalam bidang akuntansi, teknik kompeter jaringan, multi media dan bidang pariwisata. Untuk mengembangkan keterampilan sebagaimana disebutkan di atas, kedua SMK yang ada di Seririt memiliki tenaga pengajar sebanyak 128 orang guru PNS dan guru kontrak. Secara realistic jumlah tenaga pengajar ini sesuai dengan kebutuhan kurikulum masih kurang memadai. Untuk mengatasi persoalan kekuarangan tenaga pengajar SMK di wilayah Kecamatan Seririt telah dilakukan berbagai cara, yaitu dengan mengintensifkan pembelajaran tem teaching sehingga kelas tetap terisi secara penuh dan mengangkat
6
guru bantu atau guru honorer untuk tetap memberikan proses pembelajaran pada siswa. Dilihat dari kualifikasi akademik guru SMK yang ada di wilayah Kecamatan Seririt rata-rata telah bergelar S1 (sarjana), bahkan beberapa guru SMK telah memiliki kualifikasi akademik S2 (magister).
Untuk meningkatkan kualifikasi
akademik guru dan keterampilannya, Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng telah melakukan berbagai upaya, seperti membantu studi lanjut pada guru, mengadakan pelatihan, seminar, lokakarya, dan kegiatan ilmiah lainnya. Hal ini disebabkan karena secara nyata guru merupakan instrumen utama penggerak kemajuan pendidikan. Kualitas pedidikan, termasuk keberhasilan inovasi kurikulum akan ditentuan oleh kemampuan dan keterampilan gurunya sebagai pelaksana kurikulum secara praksis (life curriculum). Dalam kurikulum 2013, guru memegang peran yang sangat strategis, sebagai perancang, pelaksana dan sebagai evaluator bagi kemajuan siswa.
Surapranata (2004 : 1) yang mengatakan bahwa kurikulum, proses
pembelajaran dan evaluasi merupakan tiga dimensi dari sekian dimensi yang sangat penting dalam pendidikan yang harus dilaksanakan oleh guru. Kurikulum merupakan penjabaran tujuan pendidikan yang menjadi landasan program pembelajaran yang mesti diterjemahkan oleh guru, sehingga guru disebut sebagai life curriculum. Proses pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum. Sedangkan evaluasi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dan menilai tingkat pencapai kurikulum dan berhasil tidaknya proses pembelajaran. Selain itu evaluasi juga dijadikan dasar untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang ada dalam proses pembelajaran, sehingga dijadikan dasar dalam mengambil keputusan. Evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dana bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai (Arikunto, 2002 : 3). Sedangkan Stufflebeam (dalam Tayibnapis, 2000) menyampaikan fungsi evaluasi selain bertujuan untuk mengukur sejauh mana tujuan telah tercapai juga dapat digunakan untuk mengambil keputusan tentang diri siswa mapun program. Sedangkan Mardapi, (2005 : 4) mengungkapkan asesmen dapat menentukan kualitas pembelajaran, menentukan karir peserta didik, dan menentukan kualitas pendidikan. Melalui evaluasilah produk pendidikan dapat dipertangungjawabkan secara ilmiah kepada peserta warga sekolah, orang tua siswa dan masyarakat. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang
7
dilakukan, tantangan utama yang dihadapi oleh guru-guru SMK Seririt adalah berkaitan dengan pengembangan perangkat pembelajaran, implementasi model pembelajaran, pengembangan media pembelajaran, pengembangan sumber belajar dan implementasi model evaluasi pembelajaran yang sejalan dengan kompetensi siswa SMK. Berbagai persoalan ini semakin kompleks mengingat perubahan kurikulum tingkat satuan pendidikan menjadi kurikulum 2013 yang secara oprasional lebih memfokuskan pada penilaian proses. Akan tetapi para guru SMK yang mengajar di Kecamatan Seririt mengaku masih menerapkan pola evaluasi yang masih bersifat “tradisional” dengan hanya menerapkan instrumen evaluasi objektif/pilihan ganda. Masih banyak/sebagian besar guru SMK yang mengeluhkan, sulitnya mengembangkan instrumen evaluasi yang dapat dijadikan sebagai sarana dalam mengukur dan menilai kawasan afektif dan psikomotorik yang menyangkut sikap dan prilaku peserta didik yang sangat dinamis. Hal ini semakin diperparah dengan asumsi “keliru” pelaku pendidikan yang mendewakan alat penilaian obyektif sebagai satu-satunya instrumen yang valid. Kondisi empirik ini terekam dalam pelatihan pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dilaksanakan oleh Tim P2M Undiksha (Sukadi, 2013). Seyogyanya evaluasi merupakan pengungkapan kemampuan siswa yang otentik (nyata, riil seperti kehidupan sehari-hari) faktual, dan lengkap yang dilakukan mulai dari proses sampai pada produk pembelajaran, sehingga dapat memantau perkembangan dan kemajuan siswa dari awal hingga akhir program (Dantes, 2007 : 3). Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan Lasmawan, (2003) menunjukkan kondisi yang berbeda, sampai saat ini di beberapa sekolah, guru-gurunya masih melakukan evaluasi yang terfokus pada produk belajar, tanpa melakukan penilaian terhadap proses pembelajaran. Hal ini, disebabkan karena ujian akir nasianal (UAN) yang masih terfokus pada produk belajar, di samping pengetahuan dan pemahaman guru yang masih terbatas berkenaan dengan asesmen otentik. Di sisi lain, Ujian Nasional dan ujian untuk masuk sekolah unggul masih menggunakan tes evaluasi yang berfokus pada hasil belajar, ikut memberikan konstrubusi pengabaian terhadap penilaian terhadap proses belajar. Penelitian yang dilakukan oleh Dantes (2007 : 43) juga menemukan bahwa model penilaian (evaluasi) yang dilakukan selama ini lebih cenderung pada penilaian produk. Artinya guru lebih sering hanya melakukan
8
evaluasi pada saat selesainya sebuah topik materi dibahas, atau pada saat beberapa topik telah selesai dibelajarkan (ulangan blok). Hal ini didukung oleh hasil analisis terhadap silabus dan RPP guru yang dilakukan, di mana diperoleh data bahwa guru hanya melakukan evaluasi pada saat mereka telah selesai membelajarkan satu atau dua topik materi. Instrumen evaluasi yang digunakan juga hanya berupa tes hasil belajar dalam bentuk uraian atau menjawab singkat. Mengingat sedemikian urgennya permasalahan pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik untuk menilai kemampuan otentik siswa, maka dalam pengabdian masyarakat ini akan dilakukan pelatihan dan pendampingan pengembangan isntrumen asesmen otentik pada guruguru SMK yang ada di Kecamatan Seririt. C. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan analisis situasi dan kondisi empiris di atas, maka permasalahan yang dialami oleh guru-guru SMK di Kecamatan Seririt berkaitan dengan implementasi kurikulum 2013 adalah: kurangnya kemampuan dan keterampilan guru dalam menterjemahkan visi dan misi kurikulum 2013 dalam praktek pembelajaran, kurangnya keterampilan guru-guru SMK dalam mengaplikasikan pendekatan scientific
dalam
proses
pembelajaran,
kurangnya
inovasi
guru
dalam
mengembangkan dan menerapkan model-model pembelajaran inovatif yang mampu meningkatkan potensi dan kemampuan siswa sejalan dengan kurikulum 2013, para guru SMK di Kecamatan Seririt masih “mendewakan” tes obyektif sebagai satusatunya instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa, kurangnya keterampilan dan kemampuan guru untuk mengembangkan instrumen evaluasi yang bersifat otentik sebagaimana tuntutan kurikum 2013, dan proses evaluasi dalam pembelajaran menekankan pada evaluasi produk belajar, bukan pada proses belajar, padahal yang menjadi tagihan kurikulum 2013 adalah evaluasi proses dan produks. Berdasarkan identifikasi tersebut, maka permasalahan pokok yang hendak dicarikan solusi dalam pengabdian masyarakat ini adalah: “bagaimanakah caranya meningkatkan wawasan dan keterampilan guru-guru SMK dalam mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik sehingga kualitas proses dan produk pembelajaran dapat ditingkatkan?”. Dengan demikian, maka program ini akan difokuskan pada upaya peningkatan keterampilan guru dalam menyusun instrumen evaluasi asesmen otentik.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hakekat Asesmen Otentik Sejak pertengahan tahun 1980-an para ahli pendidikan mulai melihat kelemahan tes baku yang perannanya semakin dominan di sekolah. Para ahli tes dan pengukuran hasil belajar berusaha untuk menjawab kritik tersebut, sehingga dikembangkan dua hal dalam penilaian. Pertama, hubungan tes dengan kurikulum dan proses pembelajaran. Kedua, berkenaan dengan tes kinerja. Pada tahun 1988 terbit tulisan Grant P. Wiggins dalam Journal Phi Delta Kappan yang membahas tentang authentic Assessment. Sejak itulah para ahli dan praktisi pendidikan ramai membicarakan tentang alternanif dalam penilaian (Assessmen alternatif) Penilaian dalam kegiatan pembelajaran adalah suatu proses pengumpulan data-data/fakta-fakta/ dokumen-dokumen belajar peserta didik yang dapat dipercaya untuk melakukan perbaikan program. Karena penilaian membantu guru dalam pembelajaran di kelas, maka kegiatan penilaian memerlukan informasi yang bervarasi dari setiap individu peserta didik. Pengumpulan dokumen/informasi dapat dilakukan guru melalui portofolio laporan, unjuk kerja, proyek, Portopolio perkembangan dan penilaian diri. Proses penilaian yang meminta peserta test untuk mendemontrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam praktek kehidupan sehari-hari disebut dengan penilaian autentik (Pusat penilaian pendidikan, 2003). Menurut Mardapi, (2005 : 8) asesmen otentik adalah proses pengumpulan fakta dan data tentang kemampuan nyata yang dimiliki oleh peserta didik. Sehingga yang menjadi fokus utama dalam asesmen otentik adalah keterampilan yang dapat ditunjukkan lewat unjuk kerja, demostrasi atau kegiatan lainnya. Sedangkan menurut Surapranata, (2004 : 5). Asesmen otentik merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru untuk menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Asesmen otentik sering juga di samakan dengan performance assesment karena didasarkan atas apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik. Dari uraian tersebut, yang dimaksud dengan asesmen otentik dalam kontek ini adalah instrumen yang digunkan dalam proses penilaian hasil belajar siswa yang berkaitan dengan pemahaman, keterampilan mengaplikasikan pengetahuan dalam
10
kehidupan sehari-hari yang diwujudkan dalam bentuk paper and pensil test, performance asessmen dan self asessmant. Asesmen otentik mengandung tiga unsur inovasi dalam bidang penilaian. Pertama, tidak mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang tradisional, tetapi lebih menekankan pada kemampuan nyata subyek belajar. Kedua, bersifat komperhensif, mengembangkan seluruh kemampuan subyek belajar melalui kegiatan pembelajaran menurut paham konstruktivisme. Ketiga, tidak menggunakan sistem tes tradisional tetapi menggunakan berbagai cara (Marzano dalam mardapi, 2005 : 7). Sehingga dapat diidentifikasi kegiatan asesmen otentik sebagau berikut : 1) Peserta
didik
diberikan
kesempatan
untuk
mendemonstrasikan
kebolehannya, pemahamannya, keterampilannya secara kontekstual dan vareatif. 2) Dilakukan secara berkelanjutan
dan terstruktur menurut tujuan
pembelajaran. 3) Menghasilkan karya nyata dan kinerja yang dapat diamati 4) Memacu peserta didik untuk melakukan asesmen diri, menyadari kelebihan dan kelemahannya dan mampu mengembangkan kelebihannya tersebut serta memperbaiki kelemahannya. 5) Mengungkap kemampuan peserta didik berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
B. Jenis-jenis Asesmen Otentik 1). Assemen Kinerja (Performance Assessment) Assesmen kinerja merupakan suatu upaya untuk mengintegrasikan kegiatan pengukuran hasil belajar dengan keseluruhan proses pembelajaran. Dengan demikian proses pengukuran hasil belajar tidak lagi dianggap sebagai kegiatan yang tidak menarik dan bukan bagian yang terpisah dari proses pembelajaran. Trespeces (1999) (dalam pusat penilaian depdiknas) mengatakan performance asessment adalah berbagai
macam
tugas
dan
situasi
dimana
peserta
test
diminta
untuk
mendemontrasikan pemahaman dan pengaplikasian pengetahuan yang mendalam, serta ketrampilan di dalam berbagai macam konteks sesuai dengan criteria yang diinginkan. Dantes & Marhaeni (2005 : 3) mengatakan asesmen kinerja adalah suatu
11
prosedur yang menggunakan berbagai bentuk tugas-tugas untuk memperoleh informasi tentang apa dan sejauh mana yang telah dilakukan dalam suatu program. Pemantauan didasarkan pada kinerja yang ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas atau permasalahan yang diberikan. Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja (performance task), rubrik performansi (performance rubrics), dan cara penilaian (scoring guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas, deskripsi tugas dan kondisi penyelesaian tugas. Rubrik performansi merupakan suatu rubrik yang berisi komponen-komponen suatu performansi ideal dan diskriptor dari setiap komponen tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan inpresi penilai secara umum terhadap kualitas performansi, (2) analytic scoring, yaitu memberi skor terhadap aspek-aspek yang berkontribusi terhadap sesuatu performansi, dan (3) primary traits scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan beberapa unsur dominan dari suatu performanis. Karakteristik utama pada asesmen kinerja adalah tidak hanya mengukur hasil belajar (achievement), tetapi secara lebih luas tentang proses belajar. Dimana adanya keterlibatan pribadi, inisiatif diri, evaluasi diri dan dampak langsung yang terjadi pada diri siswa. Jadi diharapkan bahwa assesmen hasil maupun proses belajar tidak hanya mengukur salah satu atau beberapa kemampuan siswa, tetapi harus mengukur seluruh asfek kemampuan siswa. Sehingga tertutup kemungkinan bahwa assesmen hanya dilakukan melalui tes baku, tetapi proses assesmen.( Pusat penilaian pendidikan, depdiknas, 2003). 2). Evaluasi Diri Salah satu kegiatan penilaian yang dapat membantu peserta didik dan guru untuk melihat dan mengetahui hasil belajar dan tugas mengajar guru adalah kegiatan penilaian diri (self assessment). Penilaian diri bagi peserta didik dan bagi guru mampu memberi cara berfikir metakognitif yang dapat berkembang terus menerus untuk melakukan perbaikan mutu pendidikan. Routman ( dalam Marhaeni, 2005 ) mengatakan evaluasi diri merupakan analisis terhadap sikap dan proses belajar pebelajar. Informasi yang didapatkan dari evaluasi diri dapat digunakan untuk meningkatkan perkembangan dan proses belajar yang berkelanjutan. Evaluasi diri
12
merupakan kunci dalam asessmen autentik karena melalui evaluasi diri pebelajar dapat
membangun
pengetahuannya
serta
merencanakan
dan
memantau
perkembangannya. Selvia dan Ysseldike (1996) menekankan bawa refleksi dan evaluasi diri merupakan cara untuk menumbuhkan rasa kepemilikan (ownership), yaitu timbulnya suatu pemahaman bahwa apa yang dilakukan dan dihasilkan oleh peserta didik tersebut memang merupakan hal yang berguna bagi diri dan kehidupannya. Evaluasi diri adalah suatu unsur metakognisi yang sangat berperan dalam proses belajar. Oleh karena itu, agar evaluasi dapat berjalan dengan efektif, Rrolheiser dan Ross dalam Dantes & Marhaeni (2007 : 5) menyarankan agar peserta didik untuk dilatih melakukannya. Ada empat langkah dalam berlatih melakukan evaluasi diri, yaitu: (1) libatkan semua komponen dalam menentukan kriteria penilaian, (2) pastikan semua peserta didik tau bagaimana cara menggunakan kriteria tersebut untuk menilai kinerjanya, (3) berikan umpan balik pada peserta didik berdasarkan hasil evaluasi dirinya, dan (4) arahkan mereka untuk mengembangkan sendiri tujuan dan rencana kerja berikutnya. Dalam pengabdian ini yang dimaksud dengan penilaian diri adalah hasil penilaian yang dilakukan oleh diri siswa terhadap hasil belajarnya sendiri yang dapat digunakan untuk mengevaluasi opini atau pendapatnya sendiri. Hasil belajar siswa dalam evaluasi diri merupakan hasil dimana siswa mampu mendemontrasikan pembelajarannya, dan mampu melibatkan dan menilai dirinya sendiri. Sejauh mana pencapaian hasil belajar tersebut berhasil secara maksimal. 3). Esai Esai menghendaki peserta didik untuk mengorganisasikan, merumuskan dan mengemukakan sendiri jawabannya. Ini berari peserta didik tidak memilih jawaban, akan tetapi memberikan jawaban dengan kata-katanya sendiri secara bebas dan bertangungjawab. Tes esai dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu tes esai jawaban terbuka, dan tes esai jawaban terbatas dan hal ini tergantung pada kebebasan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengorganisasikan atau menyususn ide-idenya dan menuliskan jawabannya. Pada tes esai bentuk jawaban terbuka, peserta didik mendemonstrasikan kecakapannya untuk : (1) menyebutkan pengetahuan faktual, (2)
13
menilai
pengetahuan
faktualnya,
(3)
menyususn
ide
idealnya,
dan
(4)
mengemukakan idenya secara logis dan koheren. Sedangkan pada esai jawaban terbatas atau terstruktur, peserta didik lebih dibatasi pada bentuk dan ruang lingkup jawabannya, karena secara khusus dinyatakan konteks jawaban yang harus diberikan oleh peserta didik (Dantes & Marhaeni, 2007). Tes esai memiliki potensi untuk mengukur hasil belajar pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks. Butir tes esai memberi kesempatan pada peserta didik untuk menyusun, menganalisis, dan mensintesiskan ide-ide, dan peserta didik harus mengembangkan sendiri buah pikirannya serta menuliskannya dalm bentuk yang tersusun atau terorganisasi. Kelemahan tes esai adalah berkaitan dengan penskoran. Ketidak konsistenan membaca merupakan penyebab kurang obyektifnya dalam memberikan skor dan reliabilitas tes. Waktu koreksi juga sering menjadi permasalahan dam memberikan skor pada tes esai. Namun hal ini dapat diminimalisasi melalui penggunaan rubrik penilaian dan penilai ganda (inter-rater). 4). Asesmen Portofolio Asesmen portopolio merupakan salah satu jenis asesmen otentik karena mencakup asesmen pembelajaran aktif dan performan, tidak hanya sekedar menilai kemampuan kognitif saja. Menurut Mardapi (2005 : 9) potofolio adalah kumpulan karya peserta didik yang menampilkan usaha peserta didik, kemajuan dan prestasi dalam satu atau lebih bidang. Pengumpulan ini melibatkan peserta didik dalam memilih karya, kriteria pemilihan, dan kriteria penentuan karya yang baik, serta bukti refleksi diri peserta didik. Paulson dalam Sukadi (2007 : 2) mendifinisikan portofolio sebagai kumpulan pekerjaan siswa yang menunjukkan usaha, perkembangan dan kecakapan mereka dalam satu bidan atau lebih. Kumpulan ini harus mencakup partisipasi siswa dalam seleksi isi, kriteria seleksi, kriteria penilaian dan refleksi diri. Selanjutnya Gronlund (1998 : 159) portofolio mencakup berbagai contoh pekerjaan siswa yang tergantung pada keluasan tujuan. Apa yang harus tersurat, tergantung pada subjek dan tujuan penggunaan portofolio. Contoh pekerjaan siswa ini memberikan
dasar
bagi
pertimbangan
kemajuan
belajarnya
dan
dapat
dikomunikasikan kepada siswa, orang tua serta pihak lain yang tertarik dan berkepentingan. Dengan demikian portofolio adalah kumpulan hasil karya siswa atau catatan mengenai siswa yang didokumentasikan secara baik dan teratur. Portofolio
14
dapat berbentuk tugas-tugas yang dikerjakan siswa, jawaban siswa atas pertanyaan guru, catatan hasil observasi guru, catatan hasil wawancara guru dengan siswa, komentar atau penilaian kualitatif guru atas karya siswa, laporan kegiatan siswa dan karangan atau jurnal yang dibuat siswa yang dilegalisasi oleh guru. Dari pengertian di atas, menurut Sukadi (2007 : 3), portofolio dapat dilihat dari tiga dimensi. Pertama, secara fisik portofolio berarti kumpulan karya belajar terbaik siswa yang didokumentasikan secara sistematis, bertujuan, terprogram, komperhensif, dan menunjukkan proses dan hasil belajar yang otentik. Kedua, secara sosio-paedagogis, kegiatan mengembangkan portofolio menunjukkan proses pemberdayaan dan pengembangan pengalaman belajar siswa yang memungkinkan siswa mewujudkan hasil karya terbaiknya (pengetahuan, nilai-nilai dan sikap, keterampilan, rasa percaya diri, komitmen, dan unjuk kerja) yang dapat didokumentasikan, dipersentasikan dan dikaji secara reflektif. Ketiga, dalam persfpektif asesmen, ia merupakan strategi penilaian proses dan hasil belajar siswa secara bermakna, utuh, komperhensif, dan otentik berdasarkan proses belajar dan hasil karya dalam mengembangkan portofolio. Dengan demikian portofolio dapat bermakna baik bagi pengembangan model dan strategi pembelajaran mapun strategi asesmen proses dan hasil belajar siswa. Perlu dipahami bahwa sebuah portofolio (biasaya ditaruh dalam folder) bukan semata-mata kumpulan bukti yang tidak bermakna. Portofolio harus disusun berdasarkan tujuannya. Wyatt dan Looper dalam Dantes & Marhaeni (2007 : 7) menyebutkan, berdasarkan tujuannya sebuah portofolio dapat berupa developmental portfolio, bestwork portofolio, dan shocase portofolio. Developmental portfolio di susun demikian rupa sesuai dengan langkah-langkah kronologis perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu, pencatatan mengenai kapan suatu artefak dihasilkan menjadi sangat penting, sehingga perkembangan program tersebut dapat dilihat dengan jelas. Bestwork portofoli adalah portofolio yang terbaik. Karya terbaik diseleksi sendiri oleh pemilik portofolio dan diberikan alasannya. Karya terbaik dapat lebih dari satu. Shocase portofolio adalah portofolio yang lebih digunakan untuk tujuan pajangan, sebagai hasil dari suatu kinerja tertentu.
15
Menurut Dantes & Marhaeni (2007) asesmen portofolio mengandung tiga elemen pokok, yaitu : (1) sampel karya peserta didik, (2) evaluasi diri, dan (3) kriteria penilaian yang jelas dan terbuka. 1). Sampel Karya Peserta Didik. Sampel karya peserta didik menunjukkan perkembangan belajarnya dari waktu ke waktu. Sampel tersebut bisa berupa tulisan/karangan, audio atau video, laporan, masalah matematika, mapun eksperimen. Isi dari sampel tersebut disusun secara sistematis tergantung pada tujuan pembelajaran, prefrensi guru, mapun preferensi peserta didik. Asesmen portofolio menilai proses maupun hasilnya, sehingga proses dan hasil menjadi sama pentingnya. Mestipun asesmen ini bersifat berkelanjutan, yang berarti proses mendapatkan proforsi penilaian yang besar, tetapi kualitas hasil sangat penting dan memang penilaian proses yang dilakukan tersebut sesungguhnya memberi kesempatan peserta didik mencapai produk yang sebaik-baiknya. 2). Evaluasi Diri. O‟ Malley dan Valdes Pierces dalam Marhaeni (2005) bahkan mengatakan bahwa „self-assessment is the key to portfolio‟. Hal ini karena disebabkan
melalui
evaluasi
diri
peserta
didik
dapat
membangun
pengetahuannya serta merencanakan dan memantau perkembangannya apakah rute yang ditempuhnya telah sesuai. Melalui evaluasi diri peserta didik dapat mengetahui kelebihan mapun kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvment gool). Asesmen portofolio adalah asesmen otentik yang paling komperhensif dalam khasanah asesmen otentik karena melibatkan jenis-jenis asesmen yang lain seperti asesmen kinerja dan esai. 3). Kriteria Penilaian yang Jelas dan Terbuka. Bila dalam jenis-jenis asesmen konvensional kriteria penilaian menjadi “rahasia” guru atau pun tester, dalam asesmen portofolio justru harus disosialisasikan kepada peserta didik secara jelas. Kriteria dalam hal ini menyangkut prosedur dan standar penilaian. Para ahli menganjurkan bahwa sistem dan standar asesmen tersebut ditetapkan bersama-sama dengan peserta didik, atau paling tidak diumumkan secara jelas. 5). Proyek Penilaian proyek adalah investigasi mendalam mengenai suatu topik nyata. Penilaian proyek dimulai dari pengumpulan, pengorganisasian, pengevaluasian,
16
hingga penyajian data (Surapranata, 2004 : 20). Proyek juga akan memberikan informasi tentang pemahaman dan pengetahuan peserta didik pada proses pembelajaran tertentu dan kemampuan peserta didik dalam mengaplikasikan pengetahuan. C. Hasil Penelitian dan P2M yang Relevan Intrumen penilain yang digunakan dalam mengevaluasi keterampilan siswa saat ini masih didominasi oleh instrumen yang berorintasi kognitif atau objektif tes. Sehingga fokus evaluasi pembelajaran dalam praktek pendidikan adalah pada hasil belajar siswa, bukan pada proses belajarnya. Padahal, proses pembelajaran selain mengembangkan kemampuan intelektual, juga merupakan internalisasi nilai-nilai, norma, adat dan budaya, serta pemupukan keterampilan sosial dan demokratis yang mesti dilihat dari proses dah hasilnya. Menurut guru, ada beberapa rasional pengabain keterampilan proses dalam evaluasi, yang disebabkan karena, (1) ujian akir nasianal (UAN) yang masih terfokus pada produk belajar atau menggunakan tes obyektif pilihan ganda, (2) pengetahuan dan pemahaman guru yang masih terbatas berkenaan dengan asesmen otentik, (3) kebiasaan guru menggunakan tes pilihan ganda dan uraian singkat, seta (4) ujian untuk masuk sekolah unggul masih menggunakan tes evaluasi yang berfokus pada hasil belajar. Kondisi ini menjadi pembenar bagi guru untuk hanya menggunakan tes pilihan ganda yang cenderung berdimensi kognitif. Penelitian
yang
dilakukan
Marhaeni,
(2005)
menunjukkan
adanya
peningkatan aktivitas belajar dan motivasi belajar mahasiswa pendidikan bahasa inggris setelah dilakukan evaluasi dengan model evaluasi asesmen otentik. Hasil penelitian menunjukkan dengan adanya ketentuan yang jelas mengenai capaian belajar yang harus dicapai siswa serta indikator yang jelas dalam menentukan keberhasilan belajarnya, membuat mahasiswa termotivasi untuk meningkatkan hasil belajarnya. Di sisi lain dengan adanya proses evaluasi diri mumungkinkan mahasiswa untuk memperbaiki tugas dan hasil belajarnya dengan melakukan refleksi diri. Model evaluasi asesmen otentik ini juga memberikan proforsi yang seimbang antara penilai proses belajar dengan hasil belajar. Hal ini dilandasi dasar pemikiran bahwa, hasil yang baik mesti dilalui dengan proses yang baik pula. Kondisi ini
17
menurut Marhaeni, (2005) merupakan keunggulan asesmen otentik dalam meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar mahasiswa. Di Akhir disertasinya Marhaeni, (2005) menyarankan penggunaan asesmen otentik dalam menilai proses pembelajaran. Penelitian Rajeg, (2007) juga menunjukkan adanya peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa-siswa sekolah dasar (SD) di Kota Denpasar setelah dilakukan evaluasi keterampilan proses sosial dalam menilai pembelajaran pendidikan ilmu pengetahuan sosial. Penelitian ini juga menemukan adanya kesesuain yang tinggi antara prilaku sosial otentik siswa dengan hasil penilaian kompetensi sosial yang dimiliki siswa. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen skala sikap sosial sangat relevan digunakan mengevaluasi keterampilan sosial siswa dalam pembelajaran pendidikan ilmu pengetahuan sosial di sekolah dasar. Penelitian Suada, (2008) menemukan terjadinya peningkatan hasil belajar biologi siswa SMA di Kabupaten Gianyar setelah dievaluasi dengan asesmen portofolio. Siswa dapat mengetahui dengan cepat hasil belajar dan perkembangan belajarnya, sehingga siswa memiliki kesempatan yang oftimal untuk memperbaiki hasil belajar yang telah dicapai. Penelitian ini juga menemukan dengan menggunakan asesmen portofolio memberikan kesempatan kepada guru guru untuk: (1) memberikan masukan setiap hari dan dapat diaplikasikan segera, (2) memberikan informasi yang bermanfaat tentang apa yang telah dipelajari siswa tanpa harus menyediakan waktu untuk mempersiapkan tes atau membaca, (3) memberikan kesempatan untuk mengetahui miskonsepsi siswa atau ketidak pahaman siswa, dan (4) membantu untuk menemukan hubungan kerja yang baik dengan siswa dan mendorong siswa untuk memahami bahwa belajar mengajar merupakan proses yang terus-menerus dan memerlukan partisipasi serius. Pelatihan asesmen otentik yang dilakukan Sukadi, (2005) pada guru-guru SMA/SMK di Kabupaten Buleleng menunjukkan terjadinya perubahan pola evaluasi yang diterapkan guru dalam praktek pembelajaran setelah dilaksanakan pelatihan. Guru menjadi paham akan fungsi evaluasi baik bagi siswa, maupun bagi guru dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran. Pelatihan dan pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik yang sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar,
18
karakteristik materi, kebutuhan sekolah dan kebutuhan peserta didik serta yang paling utama adalah hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru dapat menggambarkan secara riil dan faktual kemampuan, kecenderungan dan tingkah laku siswa yang senyatanya mampu meningkatkan kegairahan belajar siswa. Kondisi ini disebabkan karena, baik proses maupun produk pembelajaran mampu
diberikan proporsi
evaluasi yang seimbang. Di sisi lain penggambaran secara nyata dari proses sampai dengan produk pembelajaran termasuk mengenai kemajuan siswa akan memberikan petunjuk dan jalan bagi guru untuk melakukan refleksi dalam memperbaiki perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, pengorganisasian materi, perencanaan evaluasi sampai pada langkah perbaikan pembelajaran yang akan memperbaiki kualitas proses dan hasil belajar siswa. Senada dengan Pelatihan pengembangan asesmen otentik yang dilakukan Inten, (2006) pada guru-guru IPS di Kecamatan Tejakula, menujukkan terjadinya peningkatan keterampilan guru dalam mengevaluasi kemajuan siswa secara komperhensif, dalam tiga kawasan yang menjadi sasaran pembelajaran IPS, yaitu domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotorik. Menelisik hasil-hasil penelitian dan P2M, tampaknya pelatihan ini akan sangat bermanfaat bagi guru-guru SMK yang ada di Kecamatan Seririt. D. Tujuan Kegiatan Tujuan utama dari kegiatan ini adalah meningkatkan wawasan dan keterampilan guru-guru SMK di Kecamatan Seririt dalam menyusun dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik. Sehingga, evaluasi yang berorientasi hasil (produk) yang selama ini diterapkan oleh guru SMK mampu disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan kurikulum 2013, yaitu dengan evaluasi yang berorientasi proses dan produks. Kondisi ini disinyalir akan mampu merekam secara komperhensip ketiga domain siswa (kognitif, afektif dan psikomotorik) dalam proses pembelajaran. Sehingga, para guru SMK yang ada di Kecamatan Seririt memiliki kesiapan dan kemampuan yang memadai dalam mengimplementasikan proses evaluasi kurikulum tahun 2013 sesuai dengan fitrahnya. E. Manfaat Kegiatan Berdasarkan tujuan program pengabdian masyarakat di atas, maka secara realistik implementasi pelatihan dan pendampingan menyusun dan mengembangkan instrument asesmen otentik sesuai kurikulum 2013 bagi guru-guru SMK di
19
Kecamatan Seririt ini akan bermanfaat dalam meningkatkan wawasan dan keterampilan guru SMK untuk melakukan evaluasi secara visible. Secara rinci pelatihan dan pendampingan peyusunan dan pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai kurikulum 2013 diharapkan dapat bermanfaat bagi : (a) Pemerintah Kabupaten Buleleng, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, bahwa program ini dapat membantu merealisasikan salah satu program yang telah disusun dalam rencana pembangunan pendidikan Kabupaten Buleleng, khususnya pada jenjang sekolah menengah atas, yaitu peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru dalam menyusun dan mengembangkan instrumen asesmen otentik sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kurikulum 2013 yang diberlakukan secara nasional sejak tahun 2014. (b) Bagi Kepala Sekolah Sekolah Menengah Kejuruan, selaku manajer dan evaluator program pembelajaran program pelatihan dan pendampingan peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru SMK dalam menyusun dan mengembangkan instrumen asesmen otentik sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kurikulum 2013 ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk meningkatkan kualitas proses dan evaluasi pembelajaran di sekolahnya. (c) Guru-guru SMK di Kecamatan Seririt, program ini sangat bermanfaat dalam meningkatkan wawasan dan keterampilan mereka dalam menyusun dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik, sehingga dapat dijadikan pedoman dalam melakukan evaluasi terhadap kemampuan siswa. (d) Bagi siswa sekolah menengah kejuruan di Kecamatan Seririt, program menyusun dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik ini dapat lebih
meningkatkan
kompetensi
guru
yang
pada
akhirnya
dapat
mempermudah siswa dalam proses pembelajaran dan mencapai tujuan pembelajaran sebagai mana yang telah ditetapkan. F. Khalayak Sasaran Strategis Khalayak sasaran strategis dalam kegiatan ini adalah para guru SMK yang ada di Kecamatan Seririt. Di sisi lain, di SMK yang ada di Kecamatan Seririt dikembangkan berbagai macam keterampilan khusus, sehingga dibutuhkan model evaluasi yang relevan dengan kemampuan yang ditunjukkan siswa. Berdasarkan
20
rasional tersebut, maka sasaran yang dipilih dipandang cukup visibel dan prediktif bagi penyebarluasan informasi atau hasil dari kegiatan ini kedepannya. Di sisi lain kegiatan ini memiliki keterkaitan yang sangat mutualis dengan berbagai pihak, antara lain: (1) Kepala Unit Pelaksana Pendidikan Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng, (2) Kepala Kantor Cabang Pendidikan Nasional Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, (3) kepala menengah (SMP, SMA/SMK) di Kecamatan Seririt, dan (4) komite sekolah menengah yang gurunya menjadi sasaran antara yang strategis dalam pelaksanaan program pengabdian ini. Semua fihak di atas, akan memperoleh manfaat yang sangat esesial dan aplikatif dalam kaitannya dengan upaya perbaikan kinerja guru dan siswa.
21
BAB III METODE PELAKSANAAN A. Kerangka Pemecahan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dilakukan di lokasi rencana program ini akan dilaksanakan, diperoleh kesimpulan bahwa ada seperangkat permasalahan yang saat ini dihadapi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, khususnya menyangkut rendahnya kemapuan guru SMK dalam menyusun dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik yang berimplikasi kualitas proses dan produk dari pembelajaran SMK di Kecamatan Seririt. Hal ini diduga salah satunya disebabkan oleh belum meratanya pemahaman dan keterampilan guru dalam menterjemahkan misi dan target operasional dari kurikulum 2013 dan masih dipolakannya instrumen evaluasi objektif sebagai satu-satunya instrumen dalam menilai proses dan hasil belajar siswa. Salah satu alternatif yang dipandang cukup visibel untuk dilakukan adalah melaksanakan pelatihan dan pendampingan penyusunan dan pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik, sehingga guru SMK di Kecamatan Seririt lebih memahami potensi dan perkebangan siswa, serta kemampuan otenik yang dicapai siswa. Melalui program ini, guru diharapkan memperoleh “sesuatu” yang baru dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam menilai proses pembelajaran di SMK. B. Metode Pelaksanaan Kegiatan Program ini merupakan program yang bersifat terminal dalam rangka peningkatan wawasan dan keterampilan guru-guru SMK di Kecamaan Seririt dalam menyusun dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai kebutuhan kurikulum tahun 2013 dengan sistim jemput bola. Untuk kepentingan pencapaian tujuan program ini, maka metode yang pandang sesuai adalah Diklat dan Pendamingan/Supervisi Kelas.
Diklat diberikan pada guru-guru SMK untuk
meningkatkan pengetahun dan wawasan tentang hakekat penilaian dalam kurikulum kurikulum 2013 dan cara pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik dalam pembelajaran sesuai dengan kurikulum 2013. Jadwal pelaksanaan diklat akan diberikan berdasarkan kesepakatan
bersama antara guru SMK yang ada di
Kecamatan Seririt dengan tim pelaksana. Tahap berikutnya adalah melakukan supervisi kelas dan pembinaan implementasi instrumen evaluasi asesmen otentik
22
dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kurikulum 2013. Pada proses ini tim pakar Undiksha Singaraja akan melakukan pendampingan pada guruguru SMK dalam mengimplementasikan instrumen evaluasi asesmen otentik, sehingga dapat dilakukan perbaikan secara langsung sampai para guru SMK dinilai memiliki keterampilan yang memadai. Di sisi lain, program ini juga diarahkan pada terciptanya iklim kerjasama yag kolaboratif dan demokratis dalam dimensi mutualis antara dunia perguruan tinggi dengan masyarakat secara luas di bawah koordinasi pemerintah Kabupaten setempat, khususnya dalam rangka peningkatan kinerja dan profesionalisme guru-guru SMK di Kecamatan Seririt secara cepat namun berkualitas bagi kepentingan pembangunan pendidikan di Kabupaten Buleleng. Berdasarkan rasional tersebut, maka program ini merupakan sebuah langkah inovatif dalam kaitannya dengan dharma ketiga perguruan tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat. Program ini dirancang sebagai bentuk jawaban dan antisipasi dari berbagai permasalahan menyangkut kualitas dan kinerja guru SMK di Kecamatan Seririt, yang saat ini tengah berkonsentrasi pada pembangunan berbagai institusi pendidikan dan tenaga kependidikan di berbagai pelosok wilayahnya. Berangkat dari rasional tersebut, maka program ini akan dilaksanakan dengan sistim jemput bola, dimana tim pelaksana
akan
menyelenggarakan
program
pelatihan
dan
pendampingan
peningkatan wawasan dan keterampilan guru-guru SMK di Kecamatan Seririt dalam memahami instrumen evaluasi asesmen otentik dan cara implementasinya dalam proses pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kurikulum tahun 2013 dengan mendatangkan para pakar dan praktisi pendidikan yang berkualifikasi secara standar di bidang evaluasi pendidikan. Model pelaksanaan kegiatan ini akan dilakukan secara langsung (tatap muka) sebagaimana layaknya sistim perkualiahan. Lama pelaksanaan kegiatan adalah 8 (delapan) bulan yang dimulai dari tahap pengajuan proposal, perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi dengan melibatkan tiga puluh orang guru SMK yang mengajar di Kecamatan Seririt, dimana setiap sekolah (2 Sekolah Menengah Kejuruan) akan diwakili oleh 15 (lima belas) orang guru, sehingga pesertanya sebanyak 30 orang guru. Pada akhir program setiap peserta akan diberikan sertifikat sebagai tanda bukti partisipasi mereka dalam kegiatan ini. Melalui program ini, diharapkan para guru SMK memperoleh
23
pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang instrumen evaluasi asesmen otentik dan cara implementasinya sesuai tuntutan dan kebutuhan kurikulum tahun 2013. C. Rancangan Evaluasi Keberhasilan program P2M ini ditentukan oleh tingkat pemahaman, sikap positif, dan keterampilan profesional guru SMK dalam mengimplementasikan instrumen evaluasi asesmen otentik yang sejalan dengan kurikulum 2013 di sekolahnya masing-masing. Untuk itu, maka evaluasi tingkat keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan minimal 3 (tiga) kali, yaitu evaluasi proses, evaluasi akhir, dan evaluasi tindak lanjut. Kegiatan evaluasi ini akan melibatkan tutor/pakar dari Undiksha Singaraja. Instrumen evaluasi yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pelatihan dan pendampingan ini adalah tes obyektif, pedoman observasi dan pedoman wawancara yang dikembangkan sendiri oleh tim pelaksana pengabdian masyarakat. Kriteria dan indikator pencapaian tujuan dan tolak ukur yang digunakan untuk menjastifikasi tingkat keberhasilan kegiatan dapat diuraikan pada tabel berikut (halaman berikut). Tabel. 01. Indikator Pencapaian Program No
Jenis Data
1.
Pengetahuan guru dalam memahami hakekat instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kurikulum tahun 2013 Keterampilan guru dalam mengembangkan dan mengemas instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai dengan tuntutan kurikulum tahun 2013
2.
Sumber Data Guru-Guru SMK di Kecamatan Seririt
Indikator Pengetahuan dan keterampilan guru
Guru-Guru SMK di Kecamatan Seririt
Pengetahuan dan keterampilan guru
Kriteria Instrumen Keberhasilan Terjadi Tes perubahan yang Obyektif positif terhadap pengetahuan dan keterampilan guru
Terjadi perubahan yang positif terhadap keterampilan guru
Pedoman wawancara dan format observasi
24
3.
Kemampuan dan keterampilan guru dalam mempraktekkan instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kurikulum tahun 2013
Guru-Guru SMK di Kecamatan Seririt
Pengetahuan dan keterampilan guru
Terjadi perubahan yang positif terhadap kemampuan dan keterampilan guru
Pedoman wawancara dan format observasi
Pada kegiatan pelatihan ini, guru-guru SMK di Kecamatan Seririt akan dilibatkan secara kolaboratif dari awal sampai akhir kegiatan. Guru-guru SMK akan dilibatkan dalam merencanakan program, penjadwalan kegiatan, ikut serta dalam pelatihan dan implementasi produk pelatihan. Pedampingan/supervise kelas produk hasil pelatihan ini dilakukan pada SMK 1 Seririt yang ada di wilayah Kecamatan Seririt.
25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh para guru SMK di Kecamatan Seririt dalam kaitannya dengan mengembangkan instrumen evaluasi asement otentik sebagaimana tututan kurikulum tahun 2013, maka program pengabdian masyarakat ini dilakukan dalam bentuk pelatihan dan pendampingan bagi guru-guru SMK di Kecamatan Seririt. Pelatihan dan pendampingan pengembangan instrumen evaluasi asement otentik bagi guru-guru SMK ini dilakukan pada bulan Mei di SMK 2 Seririt Kecamatan Seririt dengan mendatangkan tim pakar evaluasi dari Undiksha Singraja. Adapun alur pelatihan dan pendampingan pengembangan instrumen asesmen otentik ini dimulai dari, 1) tahap persiapan, yang terdiri dari tahap : (a) penyiapan bahan administrasi sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan pelatihan, (b) melakukan koordinasi dengan guru-guru SMK yang ada di Kecamatan Seririt, (c) menyiapkan dan menggandakan materi pelatihan, (d) menyiapkan narasumber yang memiliki kompetensi sesuai dengan target dan tujuan pelatihan, dan (e) menyiapkan jadwal pelatihan dan pendampinagn selama dua bulan, 2) taham pelaksanaan, yang terdiri dari : (a) melakukan pelatihan dan pendampingan pembuatan dan pengembangan instrumen asesmen otentik bagi guru-guru SMK di Kecamatan Seririt, (b) simulasi terbatas instrumen asesmen otentik yang telah dibuat dalam pelatihan, (c) pendampingan implementasi instrument asesmen otentik di SMK 2 Seririt, dan 3) tahap evaluasi, yang terdiri dari (a) persentasi hasil pelatihan, (b) koreksi dari pakar, dan (c) memberikan penilain instrumen asesmen yang dibuat dan dikembangkan guru-guru dalam pelatihan. Pada pelatihan pembuatan dan pengembangan instrumen asesmen otentik para guru terlebih dahulu diberikan pemahaman mengenai pentingnya proses evaluasi dalam pendidikan.
Kurikulum, proses pembelajaran dan evaluasi
merupakan tiga dimensi dari sekian dimensi yang sangat penting dalam pendidikan. Kurikulum merupakan penjabaran tujuan pendidikan yang menjadi landasan program pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum. Sedangkan evaluasi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dan menilai tingkat pencapai kurikulum dan berhasil tidaknya proses pembelajaran. Selain itu evaluasi
juga
26
dijadikan dasar untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang ada dalam proses pembelajaran, sehingga dijadikan dasar dalam mengambil keputusan. Evaluasi dalam kegiatan pembelajaran adalah suatu proses pengumpulan data-data/fakta-fakta/ dokumen-dokumen belajar peserta didik yang dapat dipercaya untuk melakukan perbaikan program. Karena penilaian membantu guru dalam pembelajaran di kelas, maka kegiatan penilaian memerlukan informasi yang bervarasi dari setiap individu peserta didik. Pengumpulan dokumen/informasi dapat dilakukan guru melalui portofolio laporan, unjuk kerja, proyek, Portopolio perkembangan dan penilaian diri. Proses penilaian yang meminta peserta test
untuk mendemontrasikan dan
mengaplikasikan pengetahuan ke dalam praktek kehidupan sehari-hari disebut dengan penilaian autentik (Pusat penilaian pendidikan, 2003). Menurut Mardapi, (2005 : 8) asesmen otentik adalah proses pengumpulan fakta dan data tentang kemampuan nyata yang dimiliki oleh peserta didik. Sehingga yang menjadi fokus utama dalam asesmen otentik adalah keterampilan yang dapat ditunjukkan lewat unjuk kerja, demostrasi atau kegiatan lainnya. Sedangkan menurut Surapranata, (2004 : 5). Asesmen otentik merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru untuk menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Asesmen otentik sering juga di samakan dengan performance assesment karena didasarkan atas apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik. Dari uraian tersebut, yang dimaksud dengan asesmen otentik dalam kontek ini adalah instrumen yang digunkan dalam proses penilaian hasil belajar siswa yang berkaitan dengan pemahaman, keterampilan mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari yang diwujudkan dalam bentuk paper and pensil test, performance asessmen dan self asessmant. Asesmen otentik mengandung tiga unsur inovasi dalam bidang penilaian. Pertama, tidak mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang tradisional, tetapi lebih menekankan pada kemampuan nyata subyek belajar. Kedua, bersifat komperhensif, mengembangkan seluruh kemampuan subyek belajar melalui kegiatan pembelajaran menurut paham konstruktivisme. Ketiga, tidak menggunakan sistem tes tradisional tetapi menggunakan berbagai cara (Marzano dalam mardapi, 2005 : 7). Sehingga dapat diidentifikasi kegiatan asesmen otentik sebagau berikut :
27
1) Peserta didik diberikan kesempatan untuk mendemonstrasikan kebolehannya, pemahamannya, keterampilannya secara kontekstual dan vareatif. 2) Dilakukan secara berkelanjutan dan terstruktur menurut tujuan pembelajaran. 3) Menghasilkan karya nyata dan kinerja yang dapat diamati 4) Memacu peserta didik untuk melakukan asesmen diri, menyadari kelebihan dan kelemahannya dan mampu mengembangkan kelebihannya tersebut serta memperbaiki kelemahannya. 5) Mengungkap kemampuan peserta didik berdasarkan kriteria yang telah ditentukan Evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dana bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai (Arikunto, 2002 : 3). Sedangkan
Stufflebeam (dalam Tayibnapis, 2000)
menyampaikan fungsi evaluasi selain bertujuan untuk mengukur sejauh mana tujuan telah tercapai juga dapat digunakan untuk mengambil keputusan tentang diri siswa mapun program. Sedangkan Mardapi, (2005 : 4) mengungkapkan asesmen dapat menentukan kualitas pembelajaran, menentukan karir peserta didik, dan menentukan kualitas
pendidikan.
Melalui
evaluasilah
produk
pendidikan
dapat
dipertangungjawabkan secara ilmiah kepada peserta warga sekolah, orang tua siswa dan masyarakat. Sedemikian pentinyang proses evaluasi dalam dunia pendidikan, sehingga diwajibkan bagi semua guru untuk memahami evaluasi dengan baik. Pemahaman terhadap proses evaluasi ini juga mesti disertai dengan kemampuan untuk mengungkakpan kemampuan siswa dengan membuat dan mengembangkan instrumen yang valid, reliabel dan tepat. Salah satu tanngtangan guru dalam pemberlakuan kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah pengembangan instrumen asesmen otentik. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa pakar pendidikan, yang menemukan penilain obyektif masih digunakan oleh banyak guru sebagai satu-satunya intrumen evaluasi. Sebagaiman temua penelitian Lasmawan, (2004) menemukan masih banyak guru yang “mendewakan “ alat penilaian obyektif sebagai satu-satunya instrumen yang valid dan reliabel. Penelitian yang dilakukan oleh Dantes (2007 : 43) juga menemukan bahwa model penilaian (evaluasi) yang dilakukan selama ini lebih cenderung pada penilaian produk. Artinya guru lebih sering hanya melakukan
28
evaluasi pada saat selesainya sebuah topik materi dibahas, atau pada saat beberapa topik telah selesai dibelajarkan (ulangan blok). Hal ini didukung oleh hasil analisis terhadap silabus dan RPP guru-guru sekolah dasar yang dilakukan, di mana diperoleh data bahwa guru hanya melakukan evaluasi pada saat mereka telah selesai membelajarkan satu atau dua topik materi. Instrumen evaluasi yang digunakan juga hanya berupa tes hasil belajar dalam bentuk uraian atau menjawab singkat. Untuk mengatasi
permasalahan
tersebut
diperlukan
berbagai
upaya
yang
dapat
meningkatkan pemahaman dan motivasi untuk melakukan inovasi-inovasi dalam pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik. Walapun harus diakui juga bahwa telah ada beberapa guru yang telah menerapkan instrumen avaluasi asesmen otentik dalam proses pembelajaran. Menurut para peserta pelatihan, penggunaan intrumen evaluasi obyektif tes sebagai satu-satunya instrumen evaluasi disebabkan karena : (1) pembuatan dan pengembangan instrumen obyektif tes lebih mudah dilakukan, karena para guru sudah terbiasa membuatnya, (2) lebih mudah melakukan koreksi terhadap hasil kerja siswa, sehingga waktu dan tenaga yang dikeluarkan lebih sedikit, (3) untuk menentuakan lulus tidaknya siswa dalam
ujian akhir nasional (UAN) masih
menggunakan tes yang bersifat obyektif, (4) untuk mencari sekolah-sekolah unggul setelah lulus sekolah dasar juga masih menggunakan tes obyektif, (5) waktu pelajaran yang sangat terbatas, yang menyulitkan guru untuk melakukan evaluasi asesmen otentik, dan (6) belum dipahaminya dengan baik cara pembuatan, cara pengembangan, dan implementasi asesment otentik dalam proses pembelajaran. Sehigga ada kesan bahwa proses pembelajaran dan asesmen yang dilakukan terhadap kemapuan dan keterampilan siswa hanya ditujukan untuk mencapai predikat kelulusan saja. Di sisi lain tututan kurikulum 2013 adalah dimilikinya life skill (kecakapan hidup)
oleh siswa, yang terdiri dari : (1) individual skill atau keterampilan
indivudual, yang menurut Sukadi (2004) terdiri dari rasa percaya diri, percaya pada takdir, percaya akan hukum karma, dan percaya pada adaya Tuhan Yang Maha Esa, (2) Sosial skill atau keterampilan sosial, yang terdiri dari keterampilan untuk bergaul, kemampuan
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungan,
keterampilan
untuk
bekerjasama, keterampilan mengenali lingkungan, (3) Akademiki skill atau
29
intelektual skill yaitu kecerdasan intelektual, yang terdiri dari kemapuan menguasai bidang ilmu, keterampilan menganalisis masalah, keterampilan menerjemahkan ide atau gagasan, keterampilan untuk mengkomunikasikan ide atau gagasan pada orang lain, keterampilan untuk menyerap materi yang diberikan dn lain sebagainya, dan (4) vokasional skill atau keterampilan khusus sesuai dengan bidang ilmu yang digeluti. Hal inilah yang mewajibkan guru untuk mengembangkan instrumen evaluasi yang mampu menunjukkan keempat kecakapan hidup yang dikusasi oleh siswa. Untuk itu pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik yang mampu menilai proses dan hasil belajar siswa mesti dilakukan oleh guru, jika menginginkan terjadinya perbaikan pada proses pendidikan yang dilakukan. Asesmen otentik merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru untuk menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Senada dengan Mardapi, (2005 : 8) menyatakan bahwa asesmen otentik adalah proses pengumpulan fakta dan data tentang kemampuan nyata yang dimiliki oleh peserta didik. Sehingga yang menjadi fokus utama dalam asesmen otentik adalah keterampilan yang dapat ditunjukkan lewat unjuk kerja, demostrasi atau kegiatan
lainnya.
Proses
penilaian
yang
meminta
peserta
test
untuk
mendemontrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam praktek kehidupan sehari-hari disebut dengan penilaian autentik (Pusat penilaian pendidikan, 2003). Dengan demikian jelaslah, bahwa asesmen otentik memiliki perbedaan yang prinsip dengan asesmen yang bersifat tradisonal. Asesmen otentik menghendaki ketrampilan yang dapat ditunjukkan oleh peserta didik lewat demonstrasi atau unjuk kerja, sedangkan asesmen tradisional hanya meminta peserta didik untuk menjelaskan ide atau gagasan yang lebih bersifat kognitif semata. Setelah diberikan pemahaman tentang pentingnya asesmen dalam prose pembelajaran serta hakekat asesmen otentik para guru menjadi antosias untuk membuat instrumen asesmen otentik yang bisa digunakan dalam melakukan evaluasi. Bahkan beberapa guru mengacungkan tangan untuk meminta informasi yang lebih dalam kepada penyaji mengenai cara dan strategi pengembangan instrumen asesmen otentik di sekolah dasar yang cenderung masing bersifat kognitif orinted. Selain itu, para guru juga meminta penyaji untuk memberikan contoh kongkrit asesmen otentik
30
yang telah ada dan dilaksanakan di sekolah dasar. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik, yaitu : 1)
Kesesuaiannya dengan kopetensi dasar,
2)
Karakter materi,
3)
Kesesuaiannya dengan indikator pembelajaran,
4)
Menentukan jenis asesmen otentik yang digunakan untuk mengevaluasi proses pembelajaran,
5)
Mengembangan instrumen evaluasi asemen otentik, dan
6)
Menentukan bobot dari masing-masing instrumen dan menghitung besarnya skor.
Setelah diberikan pelatihan oleh tim pakar dari Undiksha Singaraja, para guru SMK yang mengajar di SMK Kecamatan Seririt bisa menyusun instrumen asesmen otentik sesuai dengan kurikulum 2013. Hal ini dapat diketahui dari hasil pelatihan penyususnan dan pengembangan instrumen asesmen otentik yang mereka buat. Berdasarkan evaluasi tindak lanjut yang dilakukan, ditemukan bahwa guru-guru yang mengikuti pelatihan
penyusunan dan pengembangan instrumen asesmen otentik
sesuai dengan yang diberikan oleh tim pakar Undiksha Singaraja. Ada beberapa manfaat yang diperoleh oleh guru dalam mengikuti pelatihan penyusunan dan pengembangan intrumen asesmen otentik di SMK 2 Seririt, yaitu (1) mereka mendapatkan informasi yang jelas dan utuh mengenai hakekat instrumen evaluasi asesmen otentik, karena selama ini mereka belum mengetahui secara pasti apa hakekat evaluasi asesmen otentik, (2) para guru memperoleh gambaran yang jelas bagaimana cara dan strategi pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar, materi ajar, indikator pencapaian dan keterampilan siswa, dan (3) peserta pelatihan mendapatkan keterampilan yang memadai bagaimana cara mengimplementasikan instrument assessmen otentik dalam proses pembelajaran yang dilakukan.
31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pelaksanaan pengabdian masyarakat pada guru-guru SMK yang
ada di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng dapat ditarik beberapa
konsklusi, yaitu : 1. Beberapa guru SMK yang ada di Kecamatan Seririt belum menggunakan instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 dalam melakukan penilaian, akan tetapi masih menggunakan instrumen evaluasi yang bersifat obyekyif. 2. Setelah diberikan pelatihan oleh tim pakar dari Undiksha Singaraja, para guru SMK yang mengajar di SMK Kecamatan Seririt bisa menyusun instrumen asesmen otentik sesuai dengan kurikulum tahun 2013. Hal ini dapat diketahui dari hasil pelatihan penyusunan dan pengembangan instrumen asesmen otentik yang mereka buat. Berdasarkan evaluasi tindak lanjut yang dilakukan, ditemukan bahwa guru-guru yang mengikuti pelatihan
penyusunan dan
pengembangan instrumen asesmen otentik sesuai dengan yang diberikan oleh tim pakar Undiksha Singaraja. Ada beberapa manfaat yang diperoleh oleh guru dalam mengikuti pelatihan penyusunan dan pengembangan intrumen asesmen otentik di SMK 2 Seririt, yaitu (1) mereka mendapatkan informasi yang jelas dan utuh mengenai hakekat instrumen evaluasi asesmen otentik, karena selama ini mereka belum mengetahui secara pasti apa hakekat evaluasi asesmen otentik, (2) para guru memperoleh gambaran yang jelas bagaimana cara dan strategi pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar, materi ajar, indikator pencapaian dan keterampilan siswa, dan (3) peserta pelatihan mendapatkan keterampilan
yang
memadai
bagaimana
cara
mengimplementasikan
instrument assesmen otentik dalam proses pembelajaran yang dilakukan.
32
5.1. Saran Berdasarkan pelatihan yang telah dilaksanakan pada guru-guru SMK yang mengajar di Kecamatan Seririt, ada beberapa saran yang layak dipertimbangkan, yaitu : 1.
Bagi guru SMK yang mengajar di Kecamatan Seririt, hendaknya terus melatih diri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam mengembangkan instrumen evaluasi agar mampu mengevaluasi keterampilan otentik yang dimiliki oleh siswa.
2.
Bagi Dinas pendidikan setempat, semestinya mengusahakan programprogram pelatihan bagi para guru SMK, sehingga kemampuan dan keterampilan yang mereka miliki memadai.
Daftar Pustaka Budiningsih, A. (2004). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta Pemerintah Kabupaten Bangli. (2011). Bangli dalam Angka. Bangli: Pemda Bangli Dantes, Nyoman, dkk. (2008). Pengembangan Perangkat Evaluasi Proses dan Hasil Belajar IPS dan PKn (laporan penelitian) Singaraja: IKIP Negeri Singaraja. Djohar. (2003). Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Kejuruan. (Disertasi, tidak diterbitkan). Bandung: PPS UPI. Hasan. (1992). An Evaluation of the 1975 General Senior Secondary Social Studies Curriculum Implementation in Bandung Municipality. Disertasi Doctor dari Macquary University. Tidak diterbitkan. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: BPP Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Materi Pelatihan Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendiknas Lasmawan, W. (2010). Menelisik Pendidikan IPS dalam Perspektif KontekstualEmpirik. Singaraja: Mediakom Indonesia Press Bali. MaLaughin. (1987). Implementing of ESEA Title I. New York: Columbia University. Miller, J. and Wayne S. (1985). Curriculum: Perspective and Practice. New York: Longman. Nana, S. (2005). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek Tahun: Bandung: Rosdakarya Surapranata. (2006). Penilaian Portofolio. Implementasi Kurikulum 2004. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
33
Suastika. (2006). Strategi Kebijakan Mewujudkan Singaraja Sebagai Kota Pendidikan (Laporan Penelitian). Singaraja: Undiksha Tayibnapis. (2000). Evaluasi Program. Jakarta : Rineka Cipta
34
LAMPIRAN
35
36
RPP PKN SMK 1. Identitas Sekolah : SMK 2 Seririt 2. Kelas/ semester : X / Ganjil 3. Materi Pokok : Sejarah Perumusan & Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara RI 4. Alokasi Waktu : 4 x pertemuan (4 x 180 Menit/3 JP) 5. Kompetensi dasar : 3.1 Memahami sejarah dan semangat komitmen para pendiri Negara dalam merumuskan dan menetapkan Pancasila sebagai dasar negara (KI-3) 4.1 Menyaji hasil telaah tentang sejarah dan semangat komitmen para pendiri negara dalam merumuskan dan menetapkan Pancasila sebagai dasar negara (KI-4) 1.1 Menghargai perilaku beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia dalam kehidupan di sekolah dan masyarakat (KI-1) 2.1 Menghargai semangat dan komitmen kebangsaan seperti yang ditunjukkan oleh para pendiri negara dalam perumusan dan penetapan Pancasila sebagai dasar negara (KI-2) 6. Tujuan pembelajaran 3.1.1 Siswa dapat mendeskripsikan alasan dan perjuangan para pendiri bangsa dan negara Indonesia menyiapkan kemerdekaan Indonesia dan dasar negara Pancasila. 3.1.2 Siswa dapat menjelaskan proses sidang-sidang BPUPKI dan PPKI dalam merumuskan dan menetapkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. 3.1.3 Siswa dapat membandingkan rumusan dasar negara menurut para pendiri bangsa dan negara Indonesia 3.1.4 Siswa dapat menguraikan semangat komitmen kebangsaan para pendiri bangsa dan negara Indonesia dalam merumuskan dan menetapkan dasar negara Indonesia. 3.1.5 Siswa dapat memutuskan nilai-nilai yang dipilih dalam kasus konflik nilai kebangsaan dengan pertimbangan yang rasional. 4.1.1 Siswa dapat mengumpulkan data tentang proses perumusan dan penetapan dasar negara Indonesia 4.1.2 Siswa dapat mengajukan beberapa pertanyaan penting terkait proses perumusan dan penetapan dasar negara Indonesia merdeka. 4.1.3 Siswa dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan rasional dalam diskusi semangat komitmen kebangsaan para pendiri negara dalam perumusan dan penetapan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka 4.1.4 Siswa dapat mempresentasikan laporan kerja lapangan tentang semangat komitmen kebangsaan para siswa di era globalisasi ini. 4.1.5 Siswa dapat menyusun sebuah artikel satu halaman tentang pentingnya semangat komitmen kebangsaan bagi generasi remaja dalam kehidupan di sekolah dan di masyarakat.
37
1.1.1 Siswa dapat menunjukkan rasa syukurnya kepada Tuhan Yang Maha Esa atas atas perjuangan para pendiri bangsa dan negara dalam merumuskan dan menetapkan Pancasila sebagai dasar negara. 2.1.1 Siswa dapat menunjukkan sikap positif untuk mengimplementasikan komitmen kebangsaan dalam perilaku sehari-hari di sekolah dan di masyarakat.
7. Indikator Pencapaian Kompetensi 3.1.1.a Siswa mendeskripsikan perjuangan para pendiri bangsa dan negara Indonesia dalam menyiapkan kemerdekaan Indonesia. 3.1.1.b Siswa mendeskripsikan alasan dan perjuangan para pendiri bangsa dan negara Indonesia dalam menyiapkan dasar negara Pancasila. 3.1.2.a Siswa menjelaskan proses sidang-sidang BPUPKI dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. 3.1.2.b Siswa menjelaskan proses sidang-sidang PPKI dalam menetapkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. 3.1.3 Siswa membandingkan rumusan dasar negara menurut para pendiri bangsa dan negara Indonesia. 3.1.4 Siswa menguraikan semangat komitmen kebangsaan para pendiri bangsa dan negara Indonesia dalam merumuskan dan menetapkan dasar negara Indonesia. 3.1.5 Siswa memutuskan nilai-nilai yang dipilih dalam kasus konflik nilai kebangsaan dengan pertimbangan yang rasional. 4.1.1 Siswa mengumpulkan data tentang proses perumusan dan penetapan dasar negara Indonesia 4.1.2 Siswa mengajukan beberapa pertanyaan penting terkait proses perumusan dan penetapan dasar negara Indonesia merdeka. 4.1.3 Siswa memberikan pertimbangan-pertimbangan rasional dalam diskusi semangat komitmen kebangsaan para pendiri negara dalam perumusan dan penetapan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka 4.1.4 Siswa mempresentasikan laporan kerja lapangan tentang semangat komitmen kebangsaan para siswa di era globalisasi ini. 4.1.5 Siswa menyusun sebuah artikel satu halaman tentang pentingnya semangat komitmen kebangsaan bagi generasi remaja dalam kehidupan di sekolah dan di masyarakat. 1.1.1 Siswa mendoakan arwah para pendiri bangsa dan negara kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai rasa syukur atas perjuangannya dalam merumuskan dan menetapkan Pancasila sebagai dasar negara. 2.1.1 Siswa mengucapkan janji dan berikrar untuk mengimplementasikan dan mempertahankan komitmen kebangsaan dalam perilaku sehari-hari di sekolah dan di masyarakat.
38
8. Materi Pembelajaran 1) Perjuangan bangsa Indonesia dan para pendiri bangsa dan negara untuk melawan penjajahan Jepang di Indonesia 2) Sidang-sidang BPUPKI dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia 3) Sidang-sidang PPKI dalam menetapkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia 4) Rumusan Pancasila menurut para pendiri bangsa dan negara Indonesia 5) Semangat dan komitmen kebangsaan para pendiri bangsa dan negara dalam merumuskan dan menetapkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. 6) Nilai-nilai nasionalisme dan partriotisme 7) Nasionalisme dan patriotisme remaja di era postmodern dan globalisasi 9. Metode pembelajaran: pendekatan scientific, pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, cooperative learning, pembelajaran berbasis produk. 10. Media Pembelajaran: video, powerpoint, gambar-gambar/photo lepas tentang perjuangan para pendiri bangsa dan negara dalam proses perumusan dan penetapan Pancasila sebagai dasar negara. 11. Sumber belajar : 1. Buku PPKn Siswa Kelas VII dari Kementerian dan Kebudayaan, 2013: Bab II Hal: 17 - 32. 2. Sumber-sumber belajar dari internet 12. Langkah-langkah Pembelajaran PERTEMUAN (1)
NO
FASE BELAJAR (2) (3) 1 Pendahuluan
KEGIATAN BELAJAR SISWA (4) 1.1 Memberi salam kepada guru
(5) 20 menit
1.2
Minggu I
2 Inti
Berdoa bersama membuka pembelajaran 1.3 Menyanyikan lagu “Garuda Pancasila” 1.4 Apersepsi (tanya jawab dengan guru) terkait dengan lagu Garuda Pancasila untuk mengarahkan perhatian siswa ke topik pembelajaran 1.5 Tanya jawab dengan guru untuk mengetahui tujuan dan manfaat pembelajaran 1.6 Menjawab pertanyaan guru sebagai pemancing pengetahuan awal (prior knowledge) 2.1 Mengamati a. Menonton video simulasi sidang BPUPKI dalam peyampaian dasar negara Indonesia merdeka
WAKTU
30 menit
39
b. Membaca dari berbagai sumber belajar tentang pembentukan BPUPKI, perumusan dan penetapan Pancasila sebagai dasar negara; c. Membaca salinan Piagam Jakarta; d. Mencatat rumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta 2.2 Menanya Mengajukan pertanyaan tentang pembentukan BPUPKI, perumusan dan penetapan Pancasila sebagai dasar negara
Minggu II
Minggu III
2.3 Mengeksplorasi dan elaborasi a. Mendiskusikan dalam kerja kelompok secara kooperatif tipe investigasi kelompok tentang perbandingan rumusan dasar negara menurut para tokoh perumus dasar negara Indonesia merdeka (Menurut Muh. Yamin, Soepomo, Ir. Soekarno, Piagam Jakarta, dan Pembukaan UUD 1945) b. Mendiskusikan dalam kelompok kooperatif tipe jigsaw semangat komitmen para pendiri negara dalam merumuskan dan menetapkan Pancasila sebagai dasar Negara c. Mendiskusikan dalam kelompok kerja kooperatif tipe jigsaw beberapa kasus konflik nilai dalam mengimplementasikan semangat komitmen kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah dan dimasyarakat 2.4 Mengasosiasi a. Mengambil kesimpulan semangat dan komitmen yang dimiliki para pendiri negara dalam merumuskan dan menetapkan Pancasila sebagai dasar negara b. Berdoa bersama untuk arwah para pendiri negara atas jasanya merumuskan dan menetapkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia 2.5 Mengomunikasikan
20 menit
50 menit
120 menit
90 menit
20 menit
10 menit
40
Minggu IV
3
Penutup
a. Secara berkelompok siswa menyusun tulisan singkat (bahan paparan, display, dan artikel) tentang sejarah dan semangat komitmen para pendiri negara dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara b. Menyusun dan mengucapkan ikrar mempertahankan Pancasila sebagai perwujudan komitmen terhadap Pancasila sebagai dasar negara 3.1. Siswa menyimpulkan hasil belajarnya 3.2. siswa mengikuti posttest 3.3 Menerima tugas tindak lanjut 3.4 Siswa berdoa bersama sebagai penutup pembelajaran
30 menit
20 menit
10 menit 50 menit 7 menit 3 menit
13. Penilaian hasil Pembelajaran 1.3.1 Penilaian Proses a. Penilaian kinerja: presentasi hasil diskusi (pedoman observasi) b. Pengamatan perilaku belajar menggunakan pedoman observasi c. Penilaian sikap: Penilaian diri/self-assessment (skala sikap) 1.3.2 Penilaian Produk a. Penilaian portofolio terhadap dokumen hasil belajar b. Penguasaan pengetahuan faktual dan konseptual: tes objektif dan tes esai c. Penilaian orientasi nilai: inventori nilai (instrumen dan rubrik dalam lampiran)
41