LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M DANA DIPA
Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan Instrumen Asesmen Otentik Berdasarkan Kurikulum 2013 Pada Guru-Guru IPS di Kecamatan Kintamani
Oleh Dra. Desak Made Purnawati, M.Hum./ 00175056804 (Ketua) Dewa Gede Sudika Mangku, SH., LL.M./ 0027128401 (Anggota) Dr. I Nengah Suastika, M.Pd/ 0020078003 (Anggota
Dibiayai Dari DIPA Universitas Pendidikan Ganesha Tahun 2015 Nomor: 023.04.2.552581/2015 Revisi 1 Tanggal 5 Pebruari 2015
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANSEHA OKTOBER 2015 1
2
KATA PENGANTAR Puji syukur dan segala hormat dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Kasih dan karunia-Nya sehingga laporan akhir program pengabdian kepada masyarakat dengan judul “Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan Instrumen Asesmen Otentik Berdasarkan Kurikulum 2013 Pada Guru-Guru IPS di Kecamatan Kintamani” dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Pada kesempatan yang berbahagia ini ijinkan kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya terhadap Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah mempercayai program ini untuk dibiayai dan Kepala Sekolah SD Negeri Bonyoh yang telah menjadi mitra yang sangat baik bagi terlaksananya program ini, dan semua pihak yang telah membantu pelaksanaan program ini. Kami meyakini, bahwa laporan akhir ini masih jauh dari kesempurnaan dan belum dapat mewakili apa yang telah kami lakukan dalam pelaksanaan program pengabdian kepada masyarakat di Kecamatan Kintamani. Namun besar harapan kami kegiatan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya guru-guru di wilayah Kecamatan Kintamani.
Tim Penyusun
3
DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul ............................................................................................... Halaman Pengesahan ....................................................................................
i ii
Kata Pengatar ………………………………………………………………
iii
Prakata ...........................................................................................................
iv
Daftar Isi .........................................................................................................
v
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
1
A. Analisis Situasi........................................................................................
1
B. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah .......................................
5
C. Tujuan Kegiatan ...........…………………………………………………
6
D. Manfaat …………………………………………………………………
8
BAB II METODE KEGIATAN....................................................................
10
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................
14
BAB IV PENUTUP ........................................................................................
26
A. Kesimpulan ............................................................................................
37
B. Saran .......................................................................................................
28
4
BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situas Kabupaten Bangli terdiri dari empat kecamatan, yaitu Susut, Bangli, Tembuku dan Kintamani. Secara geografis Kecamatan Kintamani merupakan Kecamatan terluas dari empat kecamatan yang ada di Kabupaten Bangli. Kondisi daerah yang berbukit-bukit dan jarak yang berjauhan antara desa yang satu dengan desa lainnya, membuat daerah Kintamani mengalami angka putus sekolah yang paling tinggi di Kabupaten Bangli. Di sisi lain, dari 68 sekolah dasar yang tersebar di Kecamatan Kintamani hanya dilayani oleh 7 SMP Negeri dan tidak ada SMP Swasta. Kondisi ini menyebabkan beberapa desa jaraknya sangat jauh dengan lokasi SMP, sehingga menyebabkan siswa malas untuk melanjutkan sekolah sekolah, khsusunya anak-anak yang kondisi ekonomi orang tuanya kurang mampu. Demikian juga dengan jumlah SMA di Kecamatan Kintamani, hanya ada tiga yaitu, satu SMA dan dua SMK yang memfokuskan pendidikan kejuruan bidang kerajinan dan perikanan. Untuk tenaga pendidik secara keseluruhan untuk SMP dan SMA
di wilayah
Kecamatan Kintamani adalah sebanyak 472 orang. Sedangkan untuk guru yang mengajar IPS (guru geografi, sejarah, ekonomi, sosiologi, PKn, sosiologi, dan IPS) sebanyak 59 orang (Bangli dalam angka, 2012). Sebenarnya secara ideal jumlah guru IPS di Kecamatan Kintamani masih belum mencukupi. Untuk mengatasi persoalan kekuarangan tenaga pengajar di wilayah Kecamatan Kintamani telah dilakukan berbagai cara, yaitu dengan mengintensifkan pembelajaran tem teaching sehingga kelas tetap terisi secara penuh dan mengangkat guru bantu atau guru honorer untuk tetap memberikan proses pembelajaran pada siswa. Dilihat dari kualifikasi akademik guru IPS yang ada di wilayah Kecamatan Kintamani rata-rata telah bergelar S1 (sarjana), hanya beberapa saja yang DIII dan bahkan beberapa guru IPS telah memiliki kualifikasi akademik S2 (magister). Untuk meningkatkan kualifikasi akademik guru dan keterampilannya, Pemerintah Daerah Kabupaten Bangli telah melakukan berbagai upaya, seperti membantu studi lanjut pada guru yang belum sarjana dan mendorong guru untuk melanjutkan ke S2, mengadakan pelatihan, seminar, lokakarya, dan kegiatan ilmiah lainnya. Hal ini disebabkan karena secara nyata guru merupakan instrumen utama penggerak
5
kemajuan pendidikan. Kualitas pedidikan, termasuk keberhasilan inovasi kurikulum akan ditentuan oleh kemampuan dan keterampilan gurunya sebagai pelaksana kurikulum secara praksis (life curriculum). Dalam kurikulum 2013, guru memegang peran yang sangat strategis, sebagai perancang, pelaksana dan sebagai evaluator bagi kemajuan siswa. Surapranata (2004 : 1) yang mengatakan bahwa kurikulum, proses pembelajaran dan evaluasi merupakan tiga dimensi dari sekian dimensi yang sangat penting dalam pendidikan yang harus dilaksanakan oleh guru. Kurikulum merupakan penjabaran tujuan pendidikan yang menjadi landasan program pembelajaran yang mesti diterjemahkan oleh guru, sehingga guru disebut sebagai life curriculum. Proses pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum. Sedangkan evaluasi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dan menilai tingkat pencapai kurikulum dan berhasil tidaknya proses pembelajaran. Selain itu evaluasi juga dijadikan dasar untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang ada dalam proses pembelajaran, sehingga dijadikan dasar dalam mengambil keputusan. Evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dana bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai (Arikunto, 2002 : 3). Sedangkan
Stufflebeam
(dalam Tayibnapis, 2000) menyampaikan fungsi evaluasi selain bertujuan untuk mengukur sejauh mana tujuan telah tercapai juga dapat digunakan untuk mengambil keputusan tentang diri siswa mapun program. Sedangkan Mardapi, (2005 : 4) mengungkapkan asesmen dapat menentukan kualitas pembelajaran, menentukan karir peserta didik, dan menentukan kualitas pendidikan. Melalui evaluasilah produk pendidikan dapat dipertangungjawabkan secara ilmiah kepada peserta warga sekolah, orang tua siswa dan masyarakat Akan tetapi para guru IPS yang mengajar di Kecamatan Kintamani mengaku masih menerapkan pola evaluasi yang masih bersifat “tradisional” dengan hanya menerapkan instrumen evaluasi objektif/pilihan ganda. Masih banyak/sebagian besar guru IPS yang mengeluhkan, sulitnya mengembangkan instrumen evaluasi yang dapat dijadikan sebagai sarana dalam mengukur dan menilai kawasan afektif dan psikomotorik yang menyangkut sikap dan prilaku peserta didik yang sangat dinamis. Hal ini semakin diperparah dengan asumsi “keliru” pelaku pendidikan yang mendewakan alat penilaian obyektif sebagai satu-satunya instrumen yang valid.
6
Kondisi empirik ini terekam dalam pelatihan pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dilaksnakan oleh Tim P2M Undiksha. Seyogyanya evaluasi merupakan pengungkapan kemampuan siswa yang otentik (nyata, riil seperti kehidupan sehari-hari) faktual, dan lengkap yang dilakukan mulai dari proses sampai pada produk pembelajaran, sehingga dapat memantau perkembangan dan kemajuan siswa dari awal hingga akhir program (Dantes, 2007 : 3). Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan Lasmawan, (2003) menunjukkan kondisi yang berbeda, sampai saat ini di beberapa sekolah dasar, guru-gurunya masih melakukan evaluasi yang terfokus pada produk belajar, tanpa melakukan penilaian terhadap proses pembelajaran. Hal ini, disebabkan karena ujian akir nasianal (UAN) yang masih terfokus pada produk belajar, di samping pengetahuan dan pemahaman guru yang masih terbatas berkenaan dengan asesmen otentik. Di sisi lain, Ujian Nasional dan ujian untuk masuk sekolah unggul masih menggunakan tes evaluasi yang berfokus pada hasil belajar, ikut memberikan konstrubusi pengabaian terhadap penilaian terhadap proses belajar. Penelitian yang dilakukan oleh Dantes (2007 : 43) juga menemukan bahwa model penilaian (evaluasi) yang dilakukan selama ini lebih cenderung pada penilaian produk. Artinya guru lebih sering hanya melakukan evaluasi pada saat selesainya sebuah topik materi dibahas, atau pada saat beberapa topik telah selesai dibelajarkan (ulangan blok). Hal ini didukung oleh hasil analisis terhadap silabus dan RPP guru yang dilakukan, di mana diperoleh data bahwa guru hanya melakukan evaluasi pada saat mereka telah selesai membelajarkan satu atau dua topik materi. Instrumen evaluasi yang digunakan juga hanya berupa tes hasil belajar dalam bentuk uraian atau menjawab singkat. Mengingat sedemikian urgennya permasalahan pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik untuk menilai kemampuan otentik siswa, maka dalam pengabdian masyarakat ini akan dilakukan pelatihan pengembangan isntrumen asesmen otentik pada guru-guru IPS yang ada di Kecamatan Kintamani. Perubahan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) menuju kurikulum 2013 membawa perubahan secara fundamental terhadap perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Secara teroritik perubahan yang paling tampak adalah pergeseran dari standar kompetensi menuju pada kompetensi inti,
penegasan
pendekatan
scientific
dalam
pembelajaran,
model-model
7
pembelajaran yang berbasis konstruktivisme yang sejalan dengan pendekatan scientific, proses pengintegrasian karakter dalam setiap mata pelajaran yang dituangkan dalam Kopetensi Dasar (KD)
dan indikator KI-1 dan KI-2,
pengembangan media pembelajaran yang sejalan dengan pendekatan scientific dan pola evaluasi yang menekankan pada penilaian proses yang bersifat konferhensif dan berkesinambungan. Kondisi ini berimplikasi pada kemampuan dan keterampilan guru dalam memahami, merancang dan mengimplementasikan kurikulum 2013 dalam proses pembelajaran. Artinya perubahan kurikulum tingkat satuan pendidikan menuju kurikulum 2013 mesti disertai dengan perubahan kemampuan dan keterampilan guru untuk merancang, melaksanakan dan melakukan evaluasi pembelajaran sesuai dengan ruh kurikulum 2013, sehingga istilah perubahan kurikukulum hanyalah “perubahan bunglon” tidak menjadi nyata. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaiakan Hasan, (1996: ) yang mengatakan kurkulum hanyalah sebuah “dokumen” yang tidak akan hidup dan teraplikasi sesuai dengan pitrahnya bila tidak dipahami dengan baik oleh guru sebagai life curriculum (kurikulum hidup). Guru sebagi kurikulum hidup merupakan faktor dominan yang akan menentukan berhasil tidaknya kurikulum 2013. Berdasarkan pada studi pendahuluan yang dilakukan pada guru-guru IPS (guru geografi, sejarah, ekonomi, sosiologi, PKn, sosiologi, dan IPS) di wilayah Kecamatan Kintamani (tanggal 5 dan 6 September 2014) guru-guru IPS mengakui belum memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadi dalam mengembangkan perangkat evaluasi pembelajaran sesuai kurikulum 2013. Hal ini disebabkan karena sampai saat ini belum semua guru mendapatkan pelatihan yang memadai dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 dan yang paling menyulitkan bagi guru-guru IPS adalah pengembangan model evaluasinya. Walaupun beberapa guru mengakui telah mendapatkan pelatihan, namun pelatihan yang diberikan masih bersifat terbatas dan baru pada persiapan administratif yang belum mampu mereka implementasikan dalam proses pembelajaran. Secara faktual permasalahan prinsip yang dialami oleh guru-guru IPS di Kecamatan Kintamani adalah yang berkaitan dengan kemampuan untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013 sesuai dengan pitrahnya, khususnya yang menyangkut proses evaluasinya. Sejalan dengan temuan penelitian Lasmawan, (2008) yang menemukan bahwa model penilaian (evaluasi) yang digunakan selama
8
ini oleh guru-guru IPS lebih cenderung pada penilaian produk. Guru lebih sering hanya melakukan evaluasi pada saat selesainya sebuah topik materi dibahas, atau pada saat beberapa topik materi telah selesai dibelajarkan (ulangan blok). Instrumen evaluasi yang digunakan juga hanya berupa tes hasil belajar dalam bentuk tes obyektif, uraian atau menjawab singkat. Untuk itu diperlukan upaya terstruktur dalam memperbaiki parktek evaluasi yang dilakukan dalam pendidikan, khususnya dalam paktek evaluasi pembelajaran IPS melalui pelatihan dan pendampingan penyusunan instrumen evaluasi asesmen otentik untuk menggambarkan keterampilan siswa secara holistik, realistik dan konstektual sebagaimana kebutuhan Kurikulum 2013. Secara teoritik, evaluasi adalah suatu proses pengumpulan data-data/faktafakta/ dokumen-dokumen belajar peserta didik yang dapat dipercaya untuk melakukan
perbaikan
program.
Karena
penilaian
membantu
guru
dalam
pembelajaran di kelas, maka kegiatan penilaian memerlukan informasi yang bervarasi dari setiap individu peserta didik (Tayibnafis, 2000). Melalui evaluasi guru sebagai pengembang dan pelaksana kurikulum semestinya dapat melakukan refleksi dan perbaikan terhadap program pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena itu, penyusunan dan pengembangan instrumen evaluasi mesti benar-benar dapat mengukur apa yang hendak diukur (objektif, valid dan reliabel) (Saifudin Aswar, 1998 : 173). Penilain yang tepat bagi peserta didik tidak hanya menunjukkan prilaku peserta didik yang lengkap, tetapi juga prilaku peserta didik yang hidup dan nyata sesuai dengan harapan orang tua (Surapranata, 2004 : 3). Terlebih dalam pembelajaran IPS yang mesti dapat mengukur dan menilai secara tepat pengetahuan, keterampilan dan moral siswa, implementasi instrumen asesment otentik merupakan sebuah keharusan. Namun dalam prakteknya, evalusi yang dilakukan oleh guru IPS di Kecamatan Kintamani belum menggunakan instrumen otentik sebagai alat evaluasinya. Jika kondisi ini terus terpelihara dalam proses evaluasi pembelajaran IPS, sudah pasti target dan tujuan pembelajaran IPS tidak akan tercapai secara maksimal dan ikut melegitimasi persepsi siswa yang menganggap evaluasi hanya bersifat hapalan atau kognitif belaka dan tidak sesuai dengan kondisi empirik yang ada pada diri mereka. Senada dengan Dantes (2007 : 3) yang mengungkapkan pemebentukan kompetensi mensyaratkan dilakukannya asesmen yang bersifat komperhensif, dalam arti asesmen dilakukan terhadap proses
9
dan produk belajar. Kondisi ini tidak terlepas dari pola evaluasi yang berfokus pada hasil belajar, yang sampai saat ini masih banyak dipraktekkan oleh guru. Secara rasional semestinya proses dan produk mendapat perhatian yang seimbang. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa suatu produk yang baik seyogyanya didahului oleh proses yang baik. Untuk meyakinkan hal tersebut perlu dilakukan pemantauan terhadap proses. Di samping itu, dengan dilkukannya pemantauan selama proses, terbuka peluang bagi peserta didik untuk mendapatkan umpan balik yang dapat digunakannya untuk menghasilkan produk terbaik. Terlebih kurikulum 2013 yang mensyaratkan penguatan aspek sikap dan keterampilan untuk jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah. Hal ini didasarkan pada pola internalisasi nilai-nilai karakter yang mesti dilalui dari proses contoh dan tauladan, pelatihan, pembiasaan dan pembudayaan. Jika pada jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah para siswa telah memiliki kebiasaan berkarakter sebagaimana tujuan kurikulum 2013, maka untuk tahap berikutnya tinggal membudayakan pada setiap aspek kehidupan. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan analisis situasi dan kondisi empiris di atas, maka permasalahan yang dialami oleh guru-guru IPS di Kecamatan Kintamani berkaitan dengan implementasi kurikulum 2013 adalah: kurangnya kemampuan dan keterampilan guru dalam menterjemahkan visi dan misi kurikulum 2013 dalam praktek pembelajaran, kurangnya keterampilan guru-guru IPS dalam mengaplikasikan pendekatan scientific dalam proses pembelajaran, kurangnya inovasi guru dalam mengembangkan dan menerapkan model-model pembelajaran inovatif yang mampu meningkatkan potensi dan kemampuan siswa sejalan dengan kurikulum 2013, para guru IPS di Kecamatan Kintamani masih “mendewakan” tes obyektif sebagai satu-satunya instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa, kurangnya keterampilan dan kemampuan guru untuk mengembangkan instrumen evaluasi yang bersifat otentik sebagaimana tuntutan kurikum 2013,
dan proses
evaluasi dalam pembelajaran menekankan pada evaluasi produk belajar, bukan pada proses belajar, padahal yang menjadi tagihan kurikulum 2013 adalah evaluasi proses dan produks. Berdasarkan identifikasi tersebut, maka permasalahan pokok yang hendak dicarikan solusi dalam pengabdian masyarakat ini adalah: “bagaimanakah caranya
meningkatkan
wawasan
dan
keterampilan
guru-guru
IPS
dalam
10
mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik sehingga kualitas proses dan produk pembelajaran dapat ditingkatkan?”. Dengan demikian, maka program ini akan difokuskan pada upaya peningkatan keterampilan guru dalam menyusun instrumen evaluasi asesmen otentik. C. Tujuan Kegiatan Tujuan utama dari kegiatan ini adalah meningkatkan wawasan dan keterampilan guru-guru IPS di Kecamatan Kintamani dalam menyusun dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik. Sehingga, evaluasi yang berorientasi hasil (produk) yang selama ini diterapkan oleh guru IPS mampu disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan kurikulum 2013, yaitu dengan evaluasi yang berorientasi proses dan produks. Kondisi ini disinyalir akan mampu merekam secara komperhensip ketiga domain siswa (kognitif, afektif dan psikomotorik) dalam proses pembelajaran. Sehingga, para guru IPS yang ada di Kecamatan Kintamani memiliki kesiapan dan kemampuan yang memadai dalam mengimplementasikan proses evaluasi kurikulum tahun 2013 sesuai dengan fitrahnya. D. Manfaat Kegiatan Berdasarkan tujuan program pengabdian masyarakat di atas, maka secara realistik implementasi pelatihan dan pendampingan menyusun dan mengembangkan instrument asesmen otentik sesuai kurikulum 2013 bagi guru-guru IPS di Kecamatan Kintamani ini akan bermanfaat dalam meningkatkan wawasan dan keterampilan guru IPS untuk melakukan evaluasi secara visible. Secara rinci pelatihan dan pendampingan peyusunan dan pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai kurikulum 2013 diharapkan dapat bermanfaat bagi : (a) Pemerintah Kabupaten Bangli, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Bangli, bahwa program ini dapat membantu merealisasikan salah satu program yang telah disusun dalam rencana pembangunan pendidikan Kabupaten Bangli, khususnya pada jenjang sekolah menengah, yaitu peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru dalam menyusun dan mengembangkan instrumen asesmen otentik sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kurikulum 2013 yang diberlakukan secara nasional sejak tahun 2014.
11
(b) Bagi Kepala Sekolah Sekolah Menengah, selaku manajer dan evaluator program pembelajaran program pelatihan dan pendampingan peningkatan pengetahuan
dan
keterampilan
guru
IPS
dalam
menyusun
dan
mengembangkan instrumen asesmen otentik sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kurikulum 2013 ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk meningkatkan kualitas proses dan evaluasi pembelajaran di sekolahnya. (c) Guru-guru IPS di Kecamatan Kintamani, program ini sangat bermanfaat dalam meningkatkan wawasan dan keterampilan mereka dalam menyusun dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik, sehingga dapat dijadikan pedoman dalam melakukan evaluasi terhadap kemampuan siswa. (d) Bagi siswa sekolah menengah di Kecamatan Kintamani, program menyusun dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik ini dapat lebih meningkatkan kompetensi guru yang pada akhirnya dapat mempermudah siswa dalam proses pembelajaran dan mencapai tujuan pembelajaran sebagai mana yang telah ditetapkan.
12
BAB II METODE PELAKSANAAN A. Kerangka Pemecahan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dilakukan di lokasi rencana program ini akan dilaksanakan, diperoleh kesimpulan bahwa ada seperangkat permasalahan yang saat ini dihadapi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Bangli, khususnya menyangkut rendahnya kemapuan guru IPS dalam menyusun dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik yang berimplikasi kualitas proses dan produk dari pembelajaran IPS di Kecamatan Kintamani. Hal ini diduga salah satunya disebabkan oleh belum meratanya pemahaman dan keterampilan guru dalam menterjemahkan misi dan target operasional dari kurikulum 2013 dan masih dipolakannya instrumen evaluasi objektif sebagai satu-satunya instrumen dalam menilai proses dan hasil belajar siswa. Salah satu alternatif yang dipandang cukup visibel untuk dilakukan adalah melaksanakan pelatihan dan pendampingan penyusunan dan pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik, sehingga guru IPS di Kecamatan Kintamani lebih memahami potensi dan perkebangan siswa, serta kemampuan otenik yang dicapai siswa. Melalui program ini, guru diharapkan memperoleh “sesuatu” yang baru dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam menilai proses pembelajaran IPS. B. Metode Pelaksanaan Kegiatan Program ini merupakan program yang bersifat terminal dalam rangka peningkatan wawasan dan keterampilan guru-guru IPS di Kecamaan Kintamani dalam menyusun dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai kebutuhan kurikulum tahun 2013 dengan sistim jemput bola. Untuk kepentingan pencapaian tujuan program ini, maka metode yang pandang sesuai adalah Diklat dan Pendamingan/Supervisi Kelas.
Diklat diberikan pada guru-guru IPS untuk
meningkatkan pengetahun dan wawasan tentang hakekat penilaian dalam kurikulum kurikulum 2013 dan cara pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik dalam pembelajaran IPS sesuai dengan kurikulum 2013. Jadwal pelaksanaan diklat akan diberikan berdasarkan kesepakatan bersama antara guru IPS yang ada di Kecamatan Kintamani dengan tim pelaksana. Tahap berikutnya adalah melakukan supervisi kelas dan pembinaan implementasi instrumen evaluasi asesmen otentik dalam
13
pembelajaran IPS sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kurikulum 2013. Pada proses ini tim pakar Undiksha Singaraja akan melakukan pendampingan pada guruguru IPS dalam mengimplementasikan instrumen evaluasi asesmen otentik, sehingga dapat dilakukan perbaikan secara langsung sampai para guru IPS dinilai memiliki keterampilan yang memadai.
Di sisi lain, program ini juga diarahkan pada
terciptanya iklim kerjasama yag kolaboratif dan demokratis dalam dimensi mutualis antara dunia perguruan tinggi dengan masyarakat secara luas di bawah koordinasi pemerintah Kabupaten setempat, khususnya dalam rangka peningkatan kinerja dan profesionalisme guru-guru IPS di Kecamatan Kintamani secara cepat namun berkualitas bagi kepentingan pembangunan pendidikan di Kabupaten Bangli. Berdasarkan rasional tersebut, maka program ini merupakan sebuah langkah inovatif dalam kaitannya dengan dharma ketiga perguruan tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat. Program ini dirancang sebagai bentuk jawaban dan antisipasi dari berbagai permasalahan menyangkut kualitas dan kinerja guru IPS di Kecamatan Kintamani, yang saat ini tengah berkonsentrasi pada pembangunan berbagai institusi pendidikan dan tenaga kependidikan di berbagai pelosok wilayahnya. Berangkat dari rasional tersebut, maka program ini akan dilaksanakan dengan sistim jemput bola, dimana tim pelaksana
akan
menyelenggarakan
program
pelatihan
dan
pendampingan
peningkatan wawasan dan keterampilan guru-guru IPS di Kecamatan Kintamani dalam memahami instrumen evaluasi asesmen otentik dan cara implementasinya dalam proses pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kurikulum tahun 2013 dengan mendatangkan para pakar dan praktisi pendidikan yang berkualifikasi secara standar di bidang evaluasi pendidikan IPS. Model pelaksanaan kegiatan ini akan dilakukan secara langsung (tatap muka) sebagaimana layaknya sistim perkualiahan. Lama pelaksanaan kegiatan adalah 8 (delapan) bulan yang dimulai dari tahap pengajuan proposal, perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi dengan melibatkan tiga puluh orang guru Sekolah Menengah yang mengajar di Kecamatan Kintamani, dimana setiap sekolah (7 Sekolah Menengah Pertama dan 3 Sekolah Menengah Atas/SMK) akan diwakili oleh 3 (tiga) orang guru, sehingga pesertanya sebanyak 30 orang guru. Pada akhir program setiap peserta akan diberikan sertifikat sebagai tanda bukti partisipasi mereka dalam kegiatan ini.
14
Melalui program ini, diharapkan para guru IPS memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang instrumen evaluasi asesmen otentik dan cara implementasinya sesuai tuntutan dan kebutuhan kurikulum tahun 2013. C. Rancangan Evaluasi Keberhasilan program P2M ini ditentukan oleh tingkat pemahaman, sikap positif, dan keterampilan profesional guru IPS dalam mengimplementasikan instrumen evaluasi asesmen otentik yang sejalan dengan kurikulum 2013 di sekolahnya masing-masing. Untuk itu, maka evaluasi tingkat keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan minimal 3 (tiga) kali, yaitu evaluasi proses, evaluasi akhir, dan evaluasi tindak lanjut. Kegiatan evaluasi ini akan melibatkan tutor/pakar dari Undiksha Singaraja. Instrumen evaluasi yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pelatihan dan pendampingan ini adalah tes obyektif, pedoman observasi dan pedoman wawancara yang dikembangkan sendiri oleh tim pelaksana pengabdian masyarakat. Kriteria dan indikator pencapaian tujuan dan tolak ukur yang digunakan untuk menjastifikasi tingkat keberhasilan kegiatan dapat diuraikan pada tabel berikut (halaman berikut). Tabel. 01. Indikator Pencapaian Program No
Jenis Data
1.
Pengetahuan guru dalam memahami hakekat instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kurikulum tahun 2013 Keterampilan guru dalam mengembangkan dan mengemas instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai dengan tuntutan kurikulum tahun 2013
2.
Sumber Data Guru-Guru IPS di Kecamatan Kintamani
Indikator Pengetahuan dan keterampilan guru
Guru-Guru IPS di Kecamatan Kintamani
Pengetahuan dan keterampilan guru
Kriteria Instrumen Keberhasilan Terjadi Tes perubahan yang Obyektif positif terhadap pengetahuan dan keterampilan guru
Terjadi perubahan yang positif terhadap keterampilan guru
Pedoman wawancara dan format observasi
15
3.
Kemampuan dan keterampilan guru dalam mempraktekkan instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kurikulum tahun 2013
Guru-Guru IPS di Kecamatan Kintamani
Pengetahuan dan keterampilan guru
Terjadi perubahan yang positif terhadap kemampuan dan keterampilan guru
Pedoman wawancara dan format observasi
Pada kegiatan pelatihan ini, guru-guru IPS di Kecamatan Kintamani akan dilibatkan secara kolaboratif dari awal sampai akhir kegiatan. Guru-guru IPS akan dilibatkan dalam merencanakan program, penjadwalan kegiatan, ikut serta dalam pelatihan dan implementasi produk pelatihan. Pedampingan/supervise kelas produk hasil pelatihan ini akan dilakukan pada 3 sekolah (1 SMA dan 2 SMP) yang ada di wilayah Kintamani.
16
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh para guru IPS di Kecamatan Kintamani, maka program pengabdian masyarakat ini dilakukan dalam bentuk pelatihan pengembangan dan pengemasan perangkat pembelajaran Berdasarkan Kurikulum 2013 Pada Guru-Guru IPS di Kecamatan. Pelatihan pengembangan dan pengemasan perangkat pembelajaran sesuai sesuai kurikulum 2013 dilakukan pada bulan Mei di SMP Negeri 1 Kintamani mendatangkan tim pakar dari Undiksha Singraja khususnya pakar pendidikan IPS. Pelatihan pengembangan dan pengemasan perangkat pembelajaran, sangat membantu guru-guru IPS dalam membuat dalam mengembangan dan mengemas perangkat pembelajaran yang akan digunakan di sekolah-sekolah mereka. Pelaksanaan
pelatihan
pengembangan
dan
pengemasan
perangkat
pembelajaran sesuai kurikulum 2013 pada guru-guru IPS di Kecamatan Kintamani dimulai dari: (1) rasional kurikulum 2013, (2) elemen perubahan kurikulum 2013, (3) pendekatan dan model evaluasi dalam kurikulum 2013, dan (4) pengembangan dan pengemasan perangkat pembelajaran sesuai kurikulum 2013. Rasional kurikulum 2013 adalah tantangan yang bersifat internal dan tantangan yang bersifat eksternal yang akan dihadapi bangsa Indonesia di masa mendatang. Tantangan internal, dilihat dari angka pertumbuhan penduduk Indonesia yang akan mencapai puncaknya pada angka penduduk produktif di tahun 2045, sehingga mesti dipersiapkan dari saat ini. Tantangan berikutnya secara internal adalah masalah semakin menurunnya moralitas masyarakat yang ditunjukkan dengan berbagai pristiwa dan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancancasil. Kondisi ini perlu direspon dengan menyesuaikan kurikulum agar siap menghadapi tantangan di masa yang akan dating. Secara prinsip perubahan kurikulum 2013 terletak pada: (1) kompetensi lulusan, yaitu adanya upaya peningkatan dan keseimbangan
soft skills dan hard skills yang meliputi aspek
kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan, (2) kedudukan mata pelajaran yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi, (3) pendekatan, yaitu untuk SD tematik terpadu dalam semua mata pelajaran, SMP mata pelajaran, SMA mata pelajaran dan SMK vokasional, (4) struktur kurikulum (mata pelajaran dan alokasi waktu (isi), untuk SD
17
bersifat holistik berbasis sains (alam, sosial, dan budaya), untuk SMP TIK menjadi media semua mata pelajaran, pengembangan diri terintegrasi pada setiap matapelajaran dan ekstrakurikuler, untuk SMA ada matapelajaran wajib dan ada mata pelajaran pilihan, untuk SMK terjadi penambahan jenis keahlian berdasarkan spektrum kebutuhan
(6 program keahlian, 40 bidang keahlian, 121 kompetensi
keahlian), (5) proses pembelajaran, yaitu standar proses yang semula terfokus pada Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi dilengkapi dengan Mengamati, Menanya, Mengolah, Menyajikan, Menyimpulkan, dan Mencipta, belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat, guru bukan satusatunya sumber belajar, sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan teladan, (6) penilaian hasil belajar menggunakan penilaian berbasis kompetensi, pergeseran dari penilain melalui tes (mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja), menuju penilaian otentik [mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil], memperkuat PAP (Penilaian Acuan Patokan) yaitu pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang diperolehnya terhadap skor ideal (maksimal), penilaian tidak hanya pada level KD, tetapi juga kompetensi inti dan SKL, dan mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrumen utama penilaian, dan (7) ekstrakurikuler yaitu adanta ekstra wajib dan pilihan (Badan Pengembangan SDM dan Penjamin Mutu Pendidikan, 2013). Dengan diterapkannya kurikulum 2013, maka setiap sekolah mesti mampu merancang dan menggunakan perangkat pembelajaran. Sementara menurut Standar Nasional Pendidikan (2013: 3) pencapaian tujuan pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan UU No. 20 Tahun 2003 yaitu Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dapat tercapai melalui pencapaian empat kompetensi inti. Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi Standar Kompetensi Lulusan dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki oleh peserta
didik
yang
telah menyelesaikan pendidikan pada
satuan pendidikan
tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
18
harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills. Kompetensi pengorganisasi
(organising
Inti
berfungsi
sebagai
unsur
element) kompetensi dasar. Sebagai unsur
pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi Dasar adalah
keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar
satu kelas atau jenjang
pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari peserta
didik.
Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling
terkait, yaitu: (1) sikap spiritual yang mencakup beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) sikap sosial yang mencakup berakhlak mulia, sehat, mandiri, dan demokratis, (3) berilmua, dan (4) yang mencakup kecakapan dan keterampilan. Keempat kelompok itu menjadi acuan dari kompetensi dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik
belajar tentang
pengetahuan(Kompetensi Inti 3) dan penerapan pengetahuan (Kompetensi Inti 4). Proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: (1) mengamati; (2) menanya; (3) mengumpulkan informasi; (4) mengasosiasi; dan (5) mengkomunikasikan.
Kelima pembelajaran pokok tersebut dapat dirinci dalam
berbagai kegiatan belajar sebagaimana tercantum dalam tabel berikut: LANGKAH PEMBELAJARAN Mengamati
Menanya
KEGIATAN BELAJAR Membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat) Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati
KOMPETENSI YANG DIKEMBANGKAN Melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu
19
Mengumpulkan informasi/ eksperimen
Mengasosiasikan/ mengolah informasi
Mengkomunikasikan
Mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Mengembangkan sikap - mengolah informasi yang jujur, teliti, disiplin, taat sudah dikumpulkan baik aturan, kerja keras, terbatas dari hasil kegiatan kemampuan menerapkan mengumpulkan/eksperimen prosedur dan kemampuan mau pun hasil dari kegiatan berpikir induktif serta mengamati dan kegiatan deduktif dalam mengumpulkan informasi. menyimpulkan . - Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan - melakukan eksperimen - membaca sumber lain selain buku teks - mengamati objek/ kejadian/ - aktivitas - wawancara dengan nara sumber
Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya
Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan
Tahap pertama dalam pembelajaran menurut standar proses
yaitu
perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus. RPP mencakup: (1) data sekolah, matapelajaran, dan kelas/semester; (2) materi pokok; (3) alokasi waktu; (4) tujuan pembelajaran,
20
KD dan indikator pencapaian kompetensi; (5) materi pembelajaran; metode pembelajaran; (6) media, alat dan sumber belajar; (6) langkah-langkah kegiatan pembelajaran; dan (7) penilaian. Setiap guru di setiap satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP untuk kelas di mana guru tersebut mengajar (guru kelas) di SD dan untuk guru matapelajaran yang diampunya untuk guru SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK. Pengembangan RPP dapat dilakukan pada setiap awal semester atau awal tahun pelajaran, dengan maksud agar RPP telah tersedia terlebih dahulu dalam setiap awal pelaksanaan pembelajaran. Pengembangan RPP dapat dilakukan secara mandiri atau secara berkelompok. Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara mandiri dan/atau secara bersama-sama melalui musyawarah guru MATA pelajaran (MGMP) di dalam suatu sekolah tertentu difasilitasi dan disupervisi kepala sekolah atau guru senior yang ditunjuk oleh kepala sekolah. Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara berkelompok melalui MGMP antarsekolah atau antarwilayah dikoordinasikan dan disupervisi oleh pengawas atau dinas pendidikan. Berkenaan dengan kewenangan tersebut, maka guru dapat melakukan pengembangan RPP. Berbagai prinsip dalam mengembangkan atau menyusun RPP adalah sebagai berikut: (1) RPP disusun guru sebagai terjemahan dari ide kurikulum dan berdasarkan silabus yang telah dikembangkan di tingkat nasional ke dalam bentuk rancangan proses pembelajaran untuk direalisasikan dalam pembelajaran, (2) RPP dikembangkan guru dengan menyesuaikan apa yang dinyatakan dalam silabus dengan kondisi di satuan pendidikan baik kemampuan awal peserta didik, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik, (3) mendorong partisipasi aktif peserta didik, (4) sesuai dengan tujuan Kurikulum 2013 untuk menghasilkan peserta didik sebagai manusia yang mandiri dan tak berhenti belajar, proses pembelajaran dalam RPP dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mengembangkan motivasi, minat, rasa ingin tahu, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, semangat belajar, keterampilan belajar dan kebiasaan belajar, (5) mengembangkan budaya membaca dan menulis, (6) proses pembelajaran dalam RPP dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan, (7)
21
memberikan umpan balik dan tindak lanjut, (8) RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi. Pemberian pembelajaran remedi dilakukan setiap saat setelah suatu ulangan atau ujian dilakukan, hasilnya dianalisis, dan kelemahan setiap peserta didik dapat teridentifikasi. Pemberian pembelajaran diberikan sesuai dengan kelemahan peserta didik, (9) keterkaitan dan keterpaduan, (10) RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI dan KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas matapelajaran untuk sikap dan keterampilan, dan keragaman budaya, (11) menerapkan teknologi informasi dan komunikasi, dan (12) RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi. Berdasarkan pada rasional pengembangan RPP tersbut maka RPP paling sedikit memuat: (i) tujuan pembelajaran, (ii) materi pembelajaran, (iii) metode pembelajaran, (iv) sumber belajar, dan (v) penilaian. Komponen-komponen tersebut secara oprasional diwujudkan dalam bentuk format berikut: Sekolah : Matapelajaran : Kelas/Semester : Materi Pokok : Alokasi Waktu : Kompetensi Inti (KI) B. Kompetensi Dasar dan Indikator 1. _____________ (KD pada KI-1) 2. _____________ (KD pada KI-2) 3. _____________ (KD pada KI-3) Indikator: __________________ 4. _____________ (KD pada KI-4) Indikator: __________________ C. Tujuan Pembelajaran D. Materi Pembelajaran (rincian dari Materi Pokok)
22
E. Metode Pembelajaran (Rincian dari Kegiatan Pembelajaran) F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran 1. Media 2. Alat/Bahan 3. Sumber Belajar G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran 1. Pertemuan Kesatu: a. Pendahuluan/Kegiatan Awal (…menit) b. Kegiatan Inti (...menit) c. Penutup (…menit) 2. Pertemuan Kedua: a. Pendahuluan/Kegiatan Awal (…menit) b. Kegiatan Inti (...menit) c. Penutup (…menit), dan seterusnya. H. Penilaian 1. Jenis/teknik penilaian 2. Bentuk instrumen dan instrumen 3. Pedoman penskoran
23
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pelaksanaan pengabdian masyarakat pada guru-guru IPS yang
ada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli dapat ditarik beberapa
konsklusi, yaitu : 1.
Beberapa guru IPS yang ada di Kecamatan Kintamani belum menggunakan instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai dengan tuntutan kurikulum berbasis kompetensi dalam melakukan penilain, akan tetapi masih menggunakan intrumen evaluasi yang bersifat obyekyif.
2.
Setelah diberikan pelatihan oleh tim pakar dari Undiksha Singaraja, para guru IPS yang mengajar di Kecamatan Kintamani bisa menyususn instrumen asesmen otentik sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Hal ini dapat diketahui dari hasil pelatihan penyusunan dan pengembangan
instrumen
asesmen
otentik
yang
mereka
buat.
Berdasarkan evaluasi tindak lanjut yang dilakukan, ditemukan bahwa guru-guru yang mengikuti pelatihan
penyusunan dan pengembangan
instrumen asesmen otentik sesuai dengan yang diberikan oleh tim pakar Undiksha Singaraja. Ada beberapa manfaat yang diperoleh oleh guru dalam mengikuti pelatihan penyusunan dan pengembangan intrumen asesmen otentik di Kecamatan Kintamani, yaitu (1) mereka mendapatkan informasi yang jelas dan utuh mengenai hakekat instrumen evaluasi asesmen otentik, karena selama ini mereka belum mengetahui secara pasti apa hakekat evaluasi asesmen otentik, dan (2) para guru memperoleh gambaran yang jelas bagaimana cara dan strategi pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar, materi ajar, indikator pencapaian dan keterampilan siswa.
24
5.1. SARAN Berdasarkan pelatihan yang telah dilaksanakan pada guru-guru IPS yang mengajar di Kecamatan Kintamani, ada beberapa saran yang layak dipertimbangkan, yaitu : 1.
Bagi guru IPS yang mengajar di Kecamatan Kintamani, hendaknya terus melatih diri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam mengembangkan instrumen evaluasi agar mampu mengevaluasi keterampilan otentik yang dimiliki oleh siswa.
2.
Bagi Dinas pendidikan setempat, semestinya mengusahakan programprogram
pelatihan
bagi
para
guru,
sehingga
kemampuan
dan
keterampilan yang mereka miliki memadai sesuai tuntutan kurikulum 2013.
Daftar Pustaka Budiningsih, A. (2004). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta Pemerintah Kabupaten Bangli. (2011). Bangli dalam Angka. Bangli: Pemda Bangli Dantes, Nyoman, dkk. (2008). Pengembangan Perangkat Evaluasi Proses dan Hasil Belajar IPS dan PKn (laporan penelitian) Singaraja: IKIP Negeri Singaraja. Djohar. (2003). Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Kejuruan. (Disertasi, tidak diterbitkan). Bandung: PPS UPI. Hasan. (1992). An Evaluation of the 1975 General Senior Secondary Social Studies Curriculum Implementation in Bandung Municipality. Disertasi Doctor dari Macquary University. Tidak diterbitkan. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: BPP Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Materi Pelatihan Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendiknas Lasmawan, W. (2010). Menelisik Pendidikan IPS dalam Perspektif KontekstualEmpirik. Singaraja: Mediakom Indonesia Press Bali. MaLaughin. (1987). Implementing of ESEA Title I. New York: Columbia University. Nana, S. (2005). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek Tahun: Bandung: Rosdakarya Surapranata. (2006). Penilaian Portofolio. Implementasi Kurikulum 2004. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Suastika. (2006). Strategi Kebijakan Mewujudkan Singaraja Sebagai Kota Pendidikan (Laporan Penelitian). Singaraja: Undiksha Tayibnapis. (2000). Evaluasi Program. Jakarta : Rineka Cipta
25