Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
PELAKSANAAN PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA SAKSI DAN KORBAN DI INDONESIA SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Fachri Bey1, Dian2 Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta 2 Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Jakarta Kampus Universitas Indonesia, Depok 16424
[email protected] 1
Abstract In the process of disclosure of a criminal case from evidentiary court stage, the existence and role of the witness is expected. Even be the deciding factor and success in uncovering the criminal case. Without the presence and role of the witness or victim, you can bet a case would be a dark number of the crime. Indonesia despite having the Witness Protection Act and the Victims was enacted on August 11, 2006. But formally, this law is still considered to be maximal in regulating the protection of witnesses and Victims? How the position and role of statutory Act No.13 year 2006 about Protection of Witnesses and Victims? Are the barriers of protection of witnesses and crime victims in Indonesia according to Law 13 Year 2006 about Protection of Witnesses and Victims? In writing this research methode, the authors use the methode of empirical legal research and normative legal research methodes. The end result of this research was the discovery of the fact that the provision of witness protection and victim assistance crime by police and prosecutors are still lacking in practice. This is caused by several factors such as the protection is not known specifically in these two institutions. The absence of the unit that works specifically to provide protection to witnesses and victims in the structure in the structure of the Police and Prosecutor’s so protective measures undertaken by these two institutions is not optimal. Keywords: Witness, Protection, Victims
yang adil dan obyektif berdasarkan fakta-fakta hu-
Pendahuluan Fakta mengenai perlindungan saksi dan kor-
kum yang diungkapkan. Rumusan dalam kitab un-
ban di Indonesia selama ini menunjukkan bahwa
dang-undang
hukum pidana (KUHP), dan Kitab
perhatian dan perlindungan yang diberikan terhadap
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
hak-hak saksi dan korban sangat kecil dibandingkan
serta jumlah peraturan perundang-undangan lainnya
dengan perhatian yang dicurahkan terhadap perlin-
dalam proses penanganan kejahatan mulai dari pe-
dungan hak dari tersangka/terdakwa. Saksi adalah
nyelidikan, penyidikan, penuntutan, peradilan dan
mereka yang mempunyai pengetahuan sendiri ber-
pelaksanaan hukum, hak-hak saksi dan korban ham-
dasarkan apa yang dialami, dilihatnya dan/atau di-
pir tidak mendapatkan per-hatian secara propsional
dengarnya berkenaan dengan dugaan terjadinya sua-
(Syahrial, 2005).
tu tindak pidana. Berdasarkan definisi tersebut tidak
Dalam Penjelasan umum Undang-Undang
mustahil, saksi juga korban pihak yang dirugikan
No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan
dari peristiwa tersebut. Saksi diharapkan dapat men-
Korban dikatakan bahwa KUHAP Pasal 50 sampai
jelaskan rangkaian kejadian yang berkaitan dengan
dengan Pasal 68 hanya mengatur perlin-dungan ter-
sebuah peristiwa yang menjadi obyek pemeriksaan
hadap tersangka atau terdakwa terhadap kemung-
dimuka persidangaan. Saksi bersama alat bukti lain,
kinan adanya pelanggaran terhadap hak-hak mereka
akan membantu hakim untuk menjatuhkan pu-tusan
(Syahrial, 2005). Maka berdasarkan asas kesamaan
18
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
di depan hukum (equality before law) dalam penje-
Setiap korban dan saksi dalam pelanggaran hak
lasan umum itu saksi dan korban dalam proses pe-
azasi manusia yang berat berhak mendapatkan per-
radilan pidana harus diberikan jaminan perlindu-
lindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan,
ngan hukum. Dalam proses pengungkapan suatu ka-
terror dan kekerasan dari pihak manapun. Perlindu-
sus pidana mulai dari tahap pembuktian dipersi-
ngan sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) wajib
dangan, keberadaan dan peran saksi sangatlah diha-
dilaksanakan oleh penegak hukum dan aparat kea-
rapkan. Bahkan menjadi faktor penentu dan keber-
manan secara cuma-cuma. Ketentuan- ketentuan
hasilan dalam mengungkap kasus pidana tersebut.
mengenai tata cara perlindungan terhadap korban
Tanpa kehadiran dan peran saksi maupun korban,
dan saksi diatur lebih lanjut dengan peraturan peme-
dapat dipastikan suatu kasus akan menjadi Dark
rintah.
Number of the Crime. (Sahetapy, 1982). Dark Num-
Ketentuan tersebut dijabarkan lebih lanjut
ber of the Crime atau disebut juga kriminalitas yang
dalam Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2002 Ten-
tersembunyi, dalam statik kriminil disusun berda-
tang Tata Cara Perlindungan terhadap Korban dan
sarkan kriminalitas yang tercatat ini terdiri dari ke-
Saksi dalam Pelanggaran HAM Berat, yaitu sebagai
jahatan yang sampai pada petugas yang berwenang,
berikut :
baik karena laporan masyarakat maupun karena
Pasal 4 :
diketahui dicatat oleh petugas-petugas tersebut. Kri-
Perlindungan terhadap korban atau saksi dalam Pe-
minalitas yang tercatat ini hanya merupakan suatu
langgaran HAM yang berat, meliputi:
contoh dari seluruh kriminalitas yang ada. Jumlah kriminalitas ini tidak pernah diketahui. Bagian kri-
a. Perlindungan atas keamanan pribadi korban atau saksi dari ancaman Fisik dan Mental;
minalitas yang tidak diketahui (baik karena korban
b. Perahasiaan identitas korban atau saksi
tidak mengetahui ataupun ia mengetahui tetapi se-
c. Pemberian keterangan pada saat pemeriksaan
gan untuk melaporkan) disebut kriminalitas yang
disidang pengadilan tanpa bertatap muka de-
tersembunyi (Dark Number of the Crime). Meng-
ngan tersangka.
ingat sistem hukum yang berlaku di Indonesia yang menjadi referensi dari para penegak hukum adalah
Dalam sebuah proses peradilan pidana, sak-
Testimony yang hanya dapat diperoleh dari saksi
si adalah kunci untuk memperoleh kebenaran mate-
atau ahli hal tersebut berbeda dengan sistem hukum
riil. Ini terdapat teorinya di dalam pasal 184-185
yang berlaku di Amerika yang lebih mengedepan-
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KU-
kan Silent Evidence (Barang Bukti). Memahami
HAP) UU No. 8 Tahun 1981, Secara tegas meng-
akan pentingnya posisi seorang saksi (termasuk juga
gambarkan hal tersebut. Pasal 184 KUHAP menem-
ahli), Pembuat undang-undang sesungguhnya telah
patkan keterangan saksi diurutan pertama di atas
memikirkan tentang perlunya memberikan perlindu-
Alat Bukti lain berupa Keterangan Ahli, Surat, Pe-
ngan terhadap saksi, misalnya dalam pasal 34 Un-
tunjuk, dan Keterangan Terdakwa. Pasal 185 ayat
dang-undang No.26 Tahun 2000 Tentang Penga-
(2) menyatakan bahwa “keterangan seorang saksi
dilan HAM, disebutkan sebagai berikut:
tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa
Pasal 34 :
bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepaLex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
19
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
danya.” Pasal 185 ayat (3) berbunyi: “ketentuan
persoalan.
Persoalan
hanya
terdapat
dalam
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku
ketentuan umum Undang-undang Perlindungan
apabila disertai dengan alat bukti yang sah lainnya.”
Saksi dan Korban (pasal 1) menyebutkan bahwa
hal ini dapat dibuktikan bahwa keterangan lebih dari
LPSK, adalah Lem-baga yang bertugas
1 (satu) orang saksi dan disertai alat bukti lain, di-
berwenang untuk membe-rikan perlindungan dan
anggap tidak cukup untuk membuktikan apakah se-
hak-hak lain kepada saksi dan korban sebagaimana
seorang terdakwa bersalah atau tidak.
diatur dalam undang-undang, sedangkan pasal 12
dan
Terhadap saksi dan korban tersebut dilak-
menyebutkan LPSK bertanggung jawab untuk
sanakan oleh aparat penegak hukum dan aparat hu-
menangani pemberian per-lindungan dan bantuan
kum. Berdasarkan uraian dari beberapa pasal ter-
pada saksi dan korban berda-sarkan tugas dan
sebut, sepertinya sudah menjadi karakter dari pera-
kewenangan sebagaimana diatur dalam undang-
turan perundang-undangan yang dikeluarkan peme-
undang Perlindungan Saksi dan Kor-ban. Namun
rintah dan DPR untuk memuat pasal-pasal yang ti-
jika ditelusuri kembali, kenyataannya tugas dan
dak implementatif. Dalam peraturan mengenai per-
kewenangan LPSK dalam undang-undang ini tidak
lindungan terhadap saksi dan korban ini tidak diatur
diatur secara spesifik dalam ketentuan atau Bab
tentang bagaimana cara penegak hukum, khususnya
sendiri, serta apa yang dimaksud dengan tugas dan
jaksa dalam memberikan perlindungan terhadap
kewenangan LPSK terbatas dan tersebar di beberapa
saksi dan korban, mengingat jaksa sendiripun dalam
Pasal. (Supriyadi, 2007)
kenyataannya juga mengalami kesulitan untuk me-
Dengan adanya Undang-undang Perlindu-
ngamankan dirinya sendiri dan keluarganya, apalagi
ngan Saksi dan Korban, timbul begitu banyak per-
untuk memberikan perlindungan terhadap orang
tentangan pendapat antara para ahli hukum me-
lain.
ngenai batas ruang lingkup saksi dan korban yang Indonesia walaupun telah memiliki Un-
nantinya akan berada dibawah Perlindungan LPSK,
dang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban yang
karena dengan melihat ketentuan pasal 1 ayat (1)
diundangkan pada tanggal 11 Agustus 2006. Namun
dan (2) Undang-undang Perlindungan Saksi dan
secara formal, Undang-undang ini masih dinilai ti-
Korban tidak disebutkan secara spesifik saksi dan
dak maksimal dalam mengatur perlindungan terha-
korban dalam tindak pidana apa yang nantinya akan
dap saksi dan korban. Hal tersebut disebabkan oleh
dicakup LPSK.
sempat terhentinya proses pembahasan Undang-un-
Apabila Saksi dan Korban yang dimaksud-
dang Perlindungan Saksi dan Korban di DPR sekitar
kan adalah seluruh saksi dan korban pada semua
5 (Lima) tahun dan hanya terkesan untuk memenuhi
tindak pidana umum maupun khusus. Maka LPSK
tuntutan masayarakat. (Supriyadi, 2007).
sebagai lembaga baru sudah diberikan tugas yang
Salah satu amanat dari undang-undang Per-
sangat berat bahkan sebelum lembaga ini dibentuk.
lindungan Saksi dan Korban adalah Pembentukan
Hal yang menjadi pertanyaan adalah keefektivitasan
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
dari LPSK sebagai lembaga baru yang independen
Pengaturan lembaga ini dalam Undang-undang Per-
menangani saksi dan korban dari seluruh tindak pi-
lindungan
dana yang ada di Indonesia karena sebagi lembaga
20
Saksi
dan
Korban
juga
terdapat
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
baru, LPSK masih harus banyak belajar dan ber-
dengan cara meneliti langsung kelapangan yang da-
benah baik dalam urusan intern maupun ekstern. Ji-
lam hal ini penulis akan melakukan penelitian ke
ka yang dimaksudkan oleh Undang-undang Perlin-
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
dungan Saksi dan Korban hanya saksi dan korban
serta instansi-instansi terkait dalam penelitian ini.
tindak pidana khusus saja, maka bagaimana dengan
Sedangkan metode penelitian hukum normatif yaitu
perlindungan saksi dan korban tindak pidana umum,
dengan mengkaji dan meneliti kaidah-kaidah hukum
Mengingat perlindungan saksi dan korban tindak pi-
yang ada didalam kedudukannya sebagai hal yang
dana umum pada saat ini sangatlah tidak memadai.
otonom (menggunakan pendekatan-pendekatan nor-
Dari hal-hal tersebut di atas, beberapa po-
matif) dan deskriptif yaitu penulisan yang bersifat
kok permasalahan yang akan dibahas pada peneli-
menggambarkan (mendeskripsikan) suatu fenomena
tian ini adalah sebagai berikut:
utama tertentu.
1. Bagaimanakah kedudukan dan peranan LPSK
Jenis data yang digunakan yaitu data sekun-
sesuai undang-undang no.13 Tahun 2006 Ten-
der yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan,
tang Perlindungan Saksi dan Korban?
dengan menggunakan 3 (tiga) bahan hukum yang
2. Apakah hambatan-hambatan perlindungan sak-
meliputi (Seorjono, 1985):
si dan korban tindak pidana di Indonesia sesuai
a. Bahan hukum primer, yakni bahan-bahan hu-
Undang-undang No.13 tahun 2006 Tentang
kum yang mengikat seperti peraturan perun-
Perlindungan Saksi dan Korban?
dang-undangan, hal ini penulis akan menggunakan Undang-Undang no.13 tahun 2006
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk
tentang Perlindungan Saksi Dan Korban.
memberikan gambaran yang jelas dari lembaga pe-
b. Bahan hukum sekunder, yakni bahan-bahan hu-
negak hukum di Indonesia yang berkaitan erat hu-
kum yang memberikan penjelasan mengenai
bungannya dengan perlindungan hak-hak saksi dan
bahan hukum primer, dalam hal ini penulis
korban dalam tindak pidan umum baik yang sudah
memperoleh data dari buku-buku yang berkai-
ada saat ini maupun LPSK yang sudah dibentuk. Se-
tan dengan ini yaitu buku-buku tentang hukum
lain itu, tujuan khusus yang ingin dicapai adalah :
pidana serta saksi dan korban, artikel lain yang
1.Mengetahui kedudukan dan peran LPSK di
berkaitan dengan penelitian yang terdapat da-
Indonesia sesuai UU No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban.
lam jurnal, majalah dan internet. c. Bahan hukum tersier, yakni bahan-bahan yang
2.Mengetahui Hambatan - Hambatan perlindungan
memberikan petunjuk melalui internet, seperti
saksi dan korban dalam tindak pidana di
wikipedia yang berhubungan dengan penelitian
Indonesia sesuai Undang-undang No.13 Tahun
ini.
2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban. Dalam penulisan metode penelitian ini, pe-
Pembahasan
nulis menggunakan metode penelitian hukum empi-
Untuk lebih memahami definisi perlindu-
ris dan metode penelitian hukum normatif. Metode
ngan, maka dibawah ini ada beberapa unsur yang
penelitian empiris adalah metode yang dilakukan
perlu diperhatikan. Diantaranya adalah:
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
21
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
a. Memberikan rasa aman
serta dalam penyembuhan psikis bagi si korban.
Dalam hal terjadinya suatu pelanggaran hu-
g. Memberikan keberanian
kum, maka si korban maupun saksi diharapkan
Untuk menghindari Korban ataupun Saksi tidak
mendapatkan perlindungan dari pemerintah
bisa memberikan keterangan yang diperlukan
sehingga korban dan saksi mendapatkan kenya-
karena tidak memiliki keberanian atau merasa
manan dalam memberikan informasi kepada
takut terhadap dampak yang akan dialaminya
pihak-pihak yang berwenang tanpa adanya in-
nantinya, maka pemerintah harus menjamin ke-
terfensi dari pihak manapun.
amanan supaya korban dan saksi memiliki ke-
b. Memberikan kebutuhannya
beranian dalam setiap proses hukum dan meng-
Untuk melanjutkan kehidupannya, maka kebu-
hadapi masayarakat.
tuhan si korban maupun sakis perlu diperha-
h. Melindungi diri sendiri
tikan, karena kebutuhan tersebut tidak mungkin
Saksi maupun korban harus bisa melindungi
didapatkan lagi tanpa campur tangan pemerin-
diri, mesipun mereka mendapatkan perlindu-
tah.
ngan dari pemerintah. Karena merekalah yang
c. Memberikan hak-haknya
paling mengetahui kapan mereka terasa teran-
Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban,
cam ataupun mendapatkan gangguan dari pihak
dimana saksi ataupun korban memiliki hak-hak
lain.
yang sudah diatur dalam perundang-undangan
i.
Tidak menelantarkan
sehingga hak-hak tersebut haruslah terpenuhi
Setiap aduan yang diberikan oleh masyarakat
dan diberikan kepada yang membutuhkan.
secepatnya harus direspon dan ditangani oleh
d. Memberitahukan kewajibannya
pejabat yang berwenang, sehingga demikian
Saksi dan korban belum tentu mengerti apa
masyarakat, merasa diperhatikan dan tidak di-
yang menjadi kewajibannya, sehingga mereka
telantarkan.
perlu diberitahukan apa yang harus diperbuat
j.
Tidak menyalahgunakan
dalam pemenuhan kewajibannya dan diberita-
Ketika seseorang mendapatkan kesulitan atau-
hukan oleh pejabat yang berwenang.
pun pelanggaran terhadap hak-haknya, seharus-
e. Memberikan naungan hukum/ bantuan hukum
nya pemerintah, keluarganya maupun masyara-
Untuk menjamin kenyamanan dan keamanan
kat tidak ikut serta merta menyalahkan dia dan
saksi dan korban, maka pemerintah diharapkan
menuduh dialah penyebab kejadian tersebut,
memberikan naungan hukum bagi mereka pada
karena hal tersebut bisa mengganggu kejiwaan
saat yang dibutuhkan.
dan rasa tidak percaya diri.
f.
22
Memberikan rasa percaya diri
k. Tidak menjadikan korban
Untuk menumbuhkan mental yang kuat dan
Apapun yang menjadi permasalahannya, sese-
rasa percaya diri dalam menghadapi masyara-
orang tidak bisa dijadikan korban karena terse-
kat dan proses hukum ditingkat manapun,
but adalah pelanggaran dan ada aturan yang je-
maka pemerintah dan keluarga diharapkan ikut
las atas perbuatan tersebut.
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Pengertian Saksi diatur di dalam Pasal 1
atau pengurangan substansial hak-hak asasi, melalui
Angka 1 Undang-Undang No.13 Tahun 2006 Ten-
per-buatan-perbuatan
tang Perlindungan Saksi dan Korban disebutkan
(omis-sions) yang melanggar hukum pidana yang
bahwa:
berlaku di negara-negara anggota, yang meliputi
”Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna penyelidikan, Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan tentang suatu Perkara pidana yang ia dengar, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri”.
juga
Pengertian saksi sebagaimana yang diatur oleh Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban pada dasarnya sama dengan pengertian saksi pada Pasal 1 Angka 26 Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Hal ini yang membedakannya hanyalah di dalam rumusan KUHAP, status saksi dimulai dari tahap penyidikan dalam KUHAP sedangkan Undang undang Perlindungan Saksi dan Korban status saksi
Berdasarkan penjabaran tersebut, maka keterangan seseorang yang hanya merupakan pendapat ataupun rekaan yang diperolehnya dari hasil pemikirannya maupun keterangan yang diperolehnya dari orang yang melihat, mendengar, atau mengalami suatu tindak pidana tidak dapat digolongkan
Di dalam pasal 1 ayat (2) Undang-undang
“Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental dan/atau Kerugian ekonomi
penyalahgunaan kekua-saan yang bisa dikenai pidana. (Wiryawan, 2007). Sedangkan pengertian korban menurut Arif Gosita adalah orang yang mengalami penderitaan baik secara jasmaniah maupun rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita (Arif, 1993). Ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa korban pada dasarnya: a. Korban dari suatu tindak pidana tidak hanya se-
sama-sama, b. Mengalami penderitaan jasmaniah, rohaniah, fisik, mental, penderitaan emosi, kerugian emosi, dan/atau pengurangan substansial hak-hak asasi. c. Penderitaan yang dialami oleh korban diakibat-
pembiaran (omissions) yang melanggar hukum
mana tindakan tersebut dilakukan oleh pelaku tindak pidana untuk kepentingan dirinya sendiri atau orang lain.
yang dilakukan oleh suatu tindak pidana.”
Principlea of Justice for Victims of
melarang
pidana dan/atau penyalahgunaan kekuasaan, di-
Perlindungan Saksi dan Korban disebutkan :
Declaration
yang
kan oleh perbuatan-perbuatan atau pembiaran-
kedalam alat bukti keterangan saksi.
“The
hukum
pembiaran-pembiaran
orang tapi bisa juga secara kolektif atau ber-
sudah dimulai ditahap penyelidikan.
Menurut
pera-turan
atau
of
Basic
crime and
abuse of Power”, Perserikatan bangsa-bangsa tahun 1985, yang dimaksud dengan korban adalah orangorang yang secara individual ataupun kolektif, telah meng-alami penderitaan, meliputi penderitaan fisik
Istilah korban (victim) disini meliputi juga keluarga langsung korban, orang yang menderita akibat melakukan intervensi untuk membantu korban yang dalam kesulitan atau mencegah viktimasi. Untuk lebih memahami pengertian korban maka penulis mengutip dari berbagai undang-undang ataupun dari
atau mental, penderitaan emosi, kerugian ekonomis Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
23
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
berbagai peraturan perundang-undangan, diantara-
Penggolongan Saksi
nya adalah:
1. Saksi Korban
1. Korban adalah seseorang yang mengalami pen-
Saksi Korban adalah saksi yang dimintai ketera-
deritaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi
ngannya dalam perkara pidana karena ia menjadi
dan/atau sosial yang diakibatkan tindak pidana
korban langsung dari tindak pidana tersebut. Saksi
perdagangan orang.
korban pada dasarnya sama dengan korban di-
2. Korban adalah orang yang mengalami kekera-
mana ia mengalami penderitaan fisik atau mental,
san dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup
dan/atau kerugian ekonomi yang mengakibatkan
rumah tangga.
oleh suatu tindakan pidana yang dilakukan oleh
3. Korban adalah seseorang yang mengalami pen-
tersangka/terdakwa. Kesaksian dari saksi korban
deritaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekono-
sangat dibutuhkan oleh pengadilan dalam hal-hal
mi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.
yang berhubungan dengan keadaan yang dialami
4. Korban bencana adalah orang atau sekelompok
dan diderita oleh korban, latar belakang, serta ter-
orang yang menderita atau meninggal dunia ka-
jadinya suatu pidana tersebut, dengan adanya ke-
rena bencana.
terangan dari saksi ini dapat diperoleh pemahaman
5. Korban adalah orang perseorangan atau kelom-
yang lebih mendalam tentang posisi kasus yang
pok orang yang mengalami penderitaan baik fi-
sebenarnya.
sik, mental maupun emosional, kerugian eko-
2. Saksi Pelapor
nomi, atau mengalami pengabaian, pengurangan
Seorang digolongkan sebagai saksi pelapor apa-
atau perampasan hak-hak dasarnya sebagai aki-
bila dia yang melaporkan terjadinya suatu peris-
bat pelanggaran hak asasi manusia yang berat,
tiwa pidana baik yang ia lihat atau alami sendiri,
termasuk korban adalah ahli warisnya.
namun ia tidak harus menjadi korban dari peris-
6. Korban adalah orang perseorangan atau ke-
tiwa pidana tersebut. Pengertian laporan diatur di
lompok orang yang mengalami penderitaan
dalam pasal 1 angka 24 KUHAP yaitu:
sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan
yang berat memerlukan perlindungan fisik dan
oleh seseorang karena hak dan kewajiban berda-
mental dari ancaman, gangguan, terror, dan ke-
sarkan undang-undang kepada pejabat yang ber-
kerasan dari pihak manapun.
wenang tentang telah atau sedang atau di duga
7. Pengertian korban deklarasi PBB: “victims” means persons who, individually or collectively,
akan terjadinya peristiwa pidana tersebut. 3. Saksi A Charge
have suffered harm, including physical or men-
Saksi A Charge adalah saksi yang memberi kete-
tal injury, emotional suffering, economic loss,
rangan di dalam persidangan, di mana keterangan
or substansial impairment of their fundamental
yang diberikannya mendukung surat dakwaan dari
rights, through acts or omissions that are viola-
jaksa penuntut umum (selanjutnya disingkat JPU)
tion of criminal laws proscribing criminal
atau memberatkan terdakwa atau penasehat hu-
abuse of power.
kumnya (Darwin, 1998). Berdasarkan pengertian tersebut maka dapatlah diketahui bahwa saksi ini
24
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
di hadirkan kepersidangan oleh JPU. Saksi A
menghadirkan D sebagai saksi yang meringankan
Charge diatur dalam pasal 160 ayat (1) huruf c
bagi terdakwa.
KUHAP. Contoh saksi a charge adalah A meru-
Saksi a de charge yang tercantum dalam Surat pe-
pakan terdakwa dalam kasus tindak pidana peng-
limpahan perkara pemanggilannya dilakukan oleh
aniayaan kepada B yang menjadi korban. C me-
Penuntut Umum. Akan tetapi saksi a de charge
lihat kejadian penganiayaan ini secara langsung.
yang dimintakan oleh terdakwa atau Penasehat
Dalam persidangan, JPu dapat menghadirkan B
Hukumnya, pemanggilannya dilakukan oleh ter-
dan C sebagai saksi yang memberatkan bagi ter-
dakwa atau Penasehat Hukum itu sendiri (Luhut,
dakwa A.
2005).
4. Saksi A de Charge
5. Saksi Mahkota
Saksi a de charge adalah saksi yang memberi ke-
Saksi Mahkota adalah terdakwa dari suatu tindak
terangan di dalam persidangan, dimana kete-
pidana dimana pelakunya lebih dari satu orang
rangan yang diberikannya meringankan terdakwa
dan kesaksiannya dipakai untuk memberatkan pe-
atau dapat dijadikan dasar bagi nota pembelaan
laku lainnya. Dalam KUHAP tidak terdapat pe-
(pledoi) dalam praktek adalah surat resmi yang di-
ngertian dari saksi mahkota ini.
buat, dibacakan, dan disampaikan oleh terdakwa
Saksi Mahkota muncul karena tidak adanya saksi
atau penasehat hukumnya dalam persidangan ke-
yang dapat dijadikan untuk memeriksa suatu per-
pada hakim.isinya mengenai apakah pernyataan
kara pidana. Sesuai penjelasan yang dikemukakan
fakta itu telah memenuhi semua unsure delik,
Yahya Harahap, adanya saksi Mahkota agar ke-
menghilangkan sifat pidana, dan faktor-faktor
terangan seorang terdakwa dapat dipergunakan se-
yang meringankan dari terdakwa atau penasehat
bagai alat bukti yang sah terhadap lainnya. Cara-
hukumnya. Saksi a de charge dihadirkan ke persi-
nya dengan menempatkan terdakwa yang lain itu
dangan oleh terdakwa atau penasehat hukumnya.
dalam kedudukan sebagai saksi (Harahap, 2000).
Ketentuan mengenai saksi ini diatur dalam pasal
Syarat utama diajukan saksi mahkota adalah harus
yang sama dengan a charge, yaitu pasal 160 ayat
dalam tindak pidana yang ada unsur penyerta-
(1) huruf c KUHAP (Luhut, 2005:67).
annya seperti pada pasal 55 KUHP menerangkan
Contoh saksi a de charge adalah A terdakwa da-
bahwa yang dihukum sebagai pelaku penyertaan /
lam kasus tindak pidana pembunuhan kepada B
Deelneming dalam arti sempit dibagi atas 4 ma-
dengan menggunakan sebuah pisau. C sebagai
cam, yaitu orang yang melakukan (Pleger), orang
keluarga dari B melaporkan A ke pihak kepoli-
yang menyuruh melakukan (doen plegen), orang
sian. D melihat awal kejadian pembunuhan terse-
yang turut melakukan (medepleger),dan orang
but, dari keterangannya diketahui bahwa pada
yang dengan pemberian salah memakai kekua-
awalnya B yang memegang pisau tersebut dan
saan, atau memakai kekerasan dengan sengaja
hendak membunuh A, sehingga A membela diri
membujuk melakukan perbuatan pidana tersebut
dan tidak sengaja membunuh B. Dalam persi-
(uitlokker) dan berkas perkaranya harus dipisah
dangan terdakwa atau Penasehat Hukumnya dapat
(split/splitzing) (Harahap, 2000). Split/ splitzing merupakan suatu pemisahan suatu berkas perkara
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
25
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
menjadi dua atau lebih. Splitzing hanya bisa di-
oleh orang lain kepadanya mengenai kenyataan-
lakukan apabila pelaku tindak pidana lebih dari
kenyataan dan hal-hal yang di dengar, dilihat atau
satu orang. Dengan dilakukannya Splitzing, maka
dialami sendiri oleh orang lain tersebut.
setiap pelaku tindak pidana akan diperiksa oleh
Contoh : A mendengar keterangan dari B yang
pengadilan secara terpisah.
menjadi korban dari suatu tindak pidana.
Menurut doktrin orang yang dapat menjadi saksi
Dalam hal ini, A adalah testimonium de auditu.
mahkota adalah terdakwa yang peranannya paling
Dengan demikian A tidak memenuhi persyaratan
kecil di dalam suatu tindak pidana. Contohnya
untuk dapat digolongkan sebagai saksi yaitu harus
adalah A, B, dan C melakukan tindak pidana pen-
melihat, mendengar, dan/atau mengalami sendiri
curian. A berperan masuk ke dalam rumah dan
suatu tindak pidana. Keterangan saksi seperti ini
mengambil harta benda korban, B membuka pintu
tidak bernilai sebagai alat pembuktian yang sah
rumah secara paksa sehingga A bisa masuk, dan C
dan tidak berkekuatan pembuktian. Oleh karena
berjaga-jaga di luar rumah untuk melihat-lihat
itu di dalam sistem peradilan pidana Indonesia,
keadaan. Berdasarkan contoh diatas maka me-
testimonium de auditu tidak digolongkan sebagai
nurut doktrin, C sebagai pelaku dengan peran pa-
alat bukti.
ling kecil yang dapat di jadikan saksi mahkota un-
Prinsip Umum tentang testimonium de au-
tuk kasus ini. Atas kesediaan C untuk menjadi
ditu:
saksi maka negara memberikan kompensasi ke-
a. Oleh karena keterangan yang berbentuk testi-
pada yang bersangkutan untuk tidak dapat ditun-
monium de auditu, bukan keterangan tentang
tut dalam kasus tersebut Akan tetapi di dalam
apa yang diketahuinya secara personal, tapi me-
praktek, mereka bertiga saling memberikan ke-
ngenai apa yang diceritakan orang lain kepa-
saksian untuk memberatkan terdakwa lainnya.
danya, atau apa yang didengarnya dari orang
6. Testimonium de Auditu
lain:
Di dalam KUHAP tidak disebutkan pengertian
1. Lebih besar kemungkinan tidak benarnya.
dari testimonium de auditu atau hearsay evidence,
2. Alasannya, keterangan yang diberikannya
begitu juga dengan peraturan-peraturan lainnya. Satu-satunya peraturan tentang testimonium de
tidak berasal dari orang yang pertama. b.
Sehubungan dengan itu, testimonium de auditu
auditu ada di dalam penjelasan pasal 185 ayat (1)
berada di luar alat bukti, karena isi keterangan
KUHAP.
hanyalah repetisi atau penanggulangan dari apa
Untuk menghindari kesalahpahaman tentang arti
yang di dengarnya dari orang lain.
testimonium
de
auditu
maka
ahli
hukum
c. Termasuk juga keterangan yang dibuat atau
memberi-kan definisi tentang hal tersebut. S.M.
diberikan di luar proses persidangan. (Harahap,
Amin me-nyebutkan bahwa kesaksian de auditu
2000)
adalah:
26
Keterangan-keterangan tentang kenyataan-kenya-
Sebagai bahan perbandingan testimonium de
taan dan hal-hal yang didengar, dilihat atau di-
auditu juga diatur di dalam Common Law Sys-tem.
alami bukan oleh saksi sendiri yang disampaikan
Di dalam sistem hukum ini testimonium de au-ditu
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
juga dikeluarkan dari alat bukti karena kemung-
bahwa di dalam KUHAP sendiri tidak diatur tentang
kinan besar mengandung ketidakbenaran. Dalam hal
penger-tian dari testimonium de auditu. Tentunya
ini terdapat kesamaan anatar sistem hukum di
hal inin sangatlah menyulitkan bagi setiap aparat
Indonesia dengan Common Law System. Akan tetapi
hukum de-ngan sebaik-baiknya di Indonesia di
di dalam Common Law System terdapat penge-
karenakan tidak adanya pegangan yang kokoh
cualian terhadap prinsip testimonium de auditu
tentang hal tersebut.
yaitu:
Mengenai keabsahan dari testimonium de
a. Testimonium de auditu tersebut diakui oleh terdakwa.
auditu di dalam hukum Acara Pidana di Indonesia dapat dilihat di dalam pasal 185 ayat (5) KUHAP
b. Pernyataan yang dibuat diluar sidang oleh se-
dimana dinyatakan bahwa baik pendapat maupun
seorang dapat diterima sebagai alat bukti, apa-
rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja,
bila hal itu merupakan dokumen tentang peta
bukan merupakan keterangan saksi. Hal ini dikuat-
potograf, disket, tape, dan film.
kan kembali dengan rumusan di dalam penjelasan
c. Pernyataan tertulis yang di buat saksi mata
pasal 185 ayat (5) dikatakan:
dapat diterima sebagai bukti apabila ketidak-
“Dalam keterangan saksi tidak termasuk keterangan
hadirannya di persidangan disebabkan :
yang diperoleh dari orang lain atau testimonium de
1. Pembuat pernyataan meninggal atau karena
auditu “.
kondisi jasmani dan mental menyebabkan meninggal dan ia tidak dapat hadir,
Dengan demikian, terjawablah dengan tegas bahwa keterangan saksi yang diperoleh dari orang
2. Pembuat pernyataan berada di luar negeri.
lain bukanlah alat bukti yang sah (Andi, 2001).
3. Pembuat pernyataan tidak dijumpai, meski-
Memberikan daya bukti kepada kesaksian de auditu
pun telah dilakukan daya upaya untuk me-
berarti bahwa terjadi pelanggaran terhadap syarat-
nemukannya.
syarat dimana saksi diharuskan untuk mendengar,
4. Tidak terjamin keselamatan pembuat pernyataan untuk hadir di persidangan.
melihat, dan/atau mengalami sendiri suatu kejadian pidana. (Djoko, 1998)
5. Pernyataan telah dibuat kepada pejabat pe-
Akan tetapi, kesaksian dari testimonium de
nyidik yang bertugas melakukan penyidi-
auditu perlu juga didengar oleh hakim, walaupun ti-
kan.
dak mempunyai nilai sebagai bukti kesaksiaan, tetapi dapat memperkuat keyakinan Hakim yang ber-
Pengecualian diatas hanyalah sebagian kecil
sumber kepada dua alat bukti yang lain. Berhubung
dari yang diatur sebenarnya di dalam Common Law
dengan tidak dicantumkannya pengamatan hakim
System tentang testimonium de auditu. Pengecua-
sebagai alat bukti dalam pasal 184 KUHAP, maka
lian-pengecualian ini sangatlah penting mengingat
kesaksiaan de auditu tidak dapat dijadikan alat bukti
terkadang tidak terdapat saksi lain di dalam suatu
melalui pengamatan hakim, mungkin melalui alat
kasus kecuali testimonium de auditu tersebut.
bukti petunjuk, yang penilaian dan pertimbangan-
Dalam hal ini, Indonesia masih harus
nya diserahkan kepada Hakim (Andi, 2001).
belajar banyak dari negara-negara lain mengingat Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
27
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Tidak diakui sebagai Hearsay misalnya ke-
da Pasal 169 Ayat (1), maka dapat dilihat bahwa la-
terangan terdakwa bahwa seseorang telah mengaku
rangan untuk menjadi saksi tersebut tidak mutlak
kepadanya bahwa orang itulah yang melakukan ke-
sifatnya, melainkan lebih tepat jika disebut fakul-
jahatan tersebut. Misalnya Mr.George didakwa telah
tatif. Pada satu pihak mereka tidak diperkenankan
membakar rumahnya sendiri untuk mendapatkan
didengar keterangannya sebagai saksi, tetapi pada
asuransi. Dalam hal ini pegawai asuransi menga-
sisi lain dapat mengundurkan diri sebagai saksi, te-
takan bahwa sheriff telah mengatakan kepadanya
tapi pada sisi lain dapat mengundurkan diri.
bahwa Mr.George mengakui perbuatan tersebut. (Alan, 1971).
Berdasarkan uraian dari ketentuan Pasal 168 dan Pasal 169 KUHAP dapatlah sebagai berikut: 1. Mereka tidak dapat dipaksa untuk bersumpah
Pengecualian Menjadi Saksi Secara umum, undang-undang menganut bahwa menjadi saksi dalam perkara pidana meru-
atau memberi keterangan sebagai saksi, tetapi mereka harus hadir, kalau dipanggil menghadap di pengadilan.
pakan kewajiban hukum bagi setiap orang, akan te-
2. Jika mereka tidak bersedia untuk memberi ke-
tapi KUHAP sendiri memberikan beberapa penge-
saksiaan, maka hakim tidak boleh mendengar
cualian. Ada beberapa orang yang dibebaskan dari
mereka ditas sumpah, tetapi hanya memberi ke-
kewajiban tersebut. Pada dasarnya pengecualian ini
terangan.
dikaitkan dengan faktor hubungan kekeluargaan (se-
3. Jika mereka mendengar terdakwa serta Jaksa
darah ataupun terjadi krena adanya perkawinan), ja-
sama-sama menyetujui, maka didengar sebagai
batan, inkompetensi seseorang untuk bertindak
saksi diatas sumpah, persetujuan mereka terse-
menjadi saksi. (Darwan, 1998)
but harus dinyatakan dalam berita acara persidangan. 4. Tanpa persetujuan dari mereka, terdakwa, dan
Pengecualian Relatif Pengecualian yang relatif di dalam KUHAP
jaksa, maka hakim dapat memerintahkan untuk
dapat dilihat pada rumusan Pasal 168 jo.169 yaitu
mendengarkan keterangan mereka tanpa disum-
tentang orang yang dapat mengundurkan diri se-
pah. Orang yang dapat Minta Dibebaskan Men-
bagai saksi dan Pasal 170 yaitu tentang orang yang
jadi Saksi
dapat minta dibebaskan menjadi saksi. a. orang yang dapat mengundurkan diri sebagai
Berdasarkan rumusan didalam Pasal 170 Ayat (1) KUHAP, terdapat sekelompok orang yang
saksi. Mengenai orang yang dapat mengundurkan diri se-
dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk mem-
bagai saksi, diatur di dalam pasal 168 jo. Pasal 169
beri keterangan sebagai saksi. Mengenai hal pembe-
KUHAP. Berdasarkan ketentuan ini, pada prinsip-
basan diri menjadi saksi, tidak mutlak sifatnya, hal
nya mereka tidak dapat didengar keterangannya dan
ini terlihat pada rumusan kalimat “dapat minta di-
dapat mengundurkan diri sebagai saksi. akan tetapi
bebaskan dari kewajiban untuk memberikan ketera-
jika melihat ketentuan pelarangan yang diatur di
ngan sebagai saksi”. Oleh karena itu, Pasal 170 Ayat
dalam Pasal 168 dan dikaitkan dengan ketentuan pa-
(1) KUHAP digolongkan kedalam pengecua-lian
28
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
menjadi saksi yang relatif. Pada diri mereka tetap
harkat martabat, pekerjaan, maupun jabatan adalah
melekat kewajiban untuk menjadi saksi, na-mun
alasan yang tidak relevan sehingga ia tetap
undang-undang memberikan hak kepada mere-ka
berkewajiban untuk memberi keterangan sebagai
untuk mengajukan permintaan kepada Hakim agar
saksi.
dibebaskan dari kewajiban tersebut. (Harahap, 2000).
Kewajiban menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 170 ayat (1) KUHAP ditentukan
Adapun alasan-alasan yang dicantumkan di
oleh peraturan perundang-undangan. Jika tidak ada
dalam Pasal 170 Ayat (1) KUHAP adalah sebagai
ketentuan yang mengatur tentang hal tersebut, maka
berikut:
diserahkan kepada Hakim untuk menentukan sah
1. Karena pekerjaan,
atau tidaknya alasan yang dikemukakan saksi untuk
2. Karena martabat, dan
membebaskan diri dari kewajiban memberikan ke-
3. Jabatannya dijawibkan menyimpan rahasia.
terangan saksi (Pasal 170 Ayat (2) KUHAP). (Ramelan, 2006)
Mengenai rumusan dari Pasal 170 Ayat (1) KUHAP tersebut, A. Karim Nasution memberikan contoh tentang orang-orang yang masuk da-
Pengecualian Absolut Kelompok yang termasuk dalam pengecua-
lam kriteria tersebut, yaitu sebagai berikut:
lian absolut adalah mereka yang termasuk didalm
1. Orang yang akan martabatnya dapat meminta
rumusan Pasal 171 KUHAP yaitu:
untuk mengundurkan diri sebagai saksi, misalnya Pastor Katolik Roma. Dalam Agama
a. Anak yang belum berumur 15 tahun dan belum pernah menikah.
Katholik dikenal adanya pengakuan dosa yang
b. Orang yang sakit ingatan atau sakit jiwa meski-
dilakukan jemaat kepada Pastor dan Pastor itu
pun kadang-kadang ingatannya baik kembali.
harus menyimpan rahasia jemaat yang telah dipercayakan kepadanya.
Hak-Hak Saksi Dan Korban
2. Orang yang karena pekerjaannya dapat meminta
Menjadi saksi yang memberi keterangan di
untuk mengundurkan diri sebagai saksi, mi-
persidangan merupakan hal yang berbeda dengan
salnya pengacara, penasehat hukum, advokat,
menjadi saksi pada tingkat penyidikan, karena men-
notaris, akuntan, dokter, tentara, apoteker, bidan
jadi saksi dipersidangan keterangan tersebut diambil
dan dokter.
dalam sidang terbuka untuk umum (kecuali dalam
3. Orang yang karena jabatannya dapat meminta
perkara-perkara tertentu sidang tetutup untuk umum,
untuk mengundurkan diri sebagai saksi, misal-
yakni terdakwa masih anak dibawah umur dan
nya banker terhadap keuangan nasabahnya.
dalam perkara kesusilaan), tetapi intinya mem-beri keterangan
dipersidangan
diberikan
dihadapan
Jika yang hendak diterangkan oleh mereka
banyak pihak sehingga hal ini memerlukan penge-
sebagai saksi tidak berhubungan dengan harkat mar-
tahuan yuridis yang cukup. Dan dengan demikian
tabat, pekerjaan maupun jabatannya, maka alasan
maka si saksi memiliki hak yang tidak dapat di-
untuk membebaskan diri sebagai saksi karena Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
29
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
ganggu gugat, hak-hak saksi tersebut di dalam
2. Menolak restitusi untuk kepentingan pelaku
KUHAP antara lain:
(tidak mau diberi restitusi karena tidak memer-
1. Berhak untuk mengajukan laporan kepada pe-
lukannya).
nyelidik dan/atau penyidik baik lisan maupun tertulis. (pasal 108 ayat (1)) 2. Berhak memperoleh surat tanda penerimaan la-
3. Mendapatkan restitusi/kompensasi untuk ahli warisnya bila pihak korban meniggal dunia karena tindakan tersebut.
poran atau pengaduan dari penyelidik atau pe-
4. Mendapatkan pembinaan dan rehabilitasi.
nyidik. (pasal 108 ayat (6))
5. Mendapatkan hak miliknya kembali.
3. Berhak dipanggil dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu
6. Mendapatkan perlindungan dari ancaman pihak pelaku bila melapor dan menjadi saksi.
yang wajar antara penerimaan panggilan dan
7. Mendapat bantuan penasihat hukum.
pemenuhan panggilan tersebut. (pasal 112 ayat
8. Mempergunakan upaya hukum. (Arif,1993:53)
(1)) 4. Berhak untuk tidak memenuhi surat panggilan
Di bawah ini hak-hak korban menurut UU
menjadi saksi apabila ada alasan yang patut dan
No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Keke-
wajar yang menyebabkan saksi tidak datang
rasan dalam Rumah Tangga Pasal 10 korban berhak
menghadiri pemeriksaan tersebut. (pasal 113)
mendapatkan:
5. Berhak memberikan keterangan kepada penyi-
a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian,
dik tanpa tekanan dari siapapun dan atau bentuk
kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial
apapun. (pasal 117 ayat (1))
atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari
Yang menjadi pertimbangan penentuan hak korban adalah taraf keterlibatan dan tanggung jawab fungsional pihak korban dalam tindak pidana itu. Demi keadilan dan kepastian hukum, perumusan mengenai hak dalam suatu peraturan perundang-unda-
pengadilan. b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis. c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasian korban.
ngan harus mudah, dapat dimengerti oleh banyak
d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan
orang, tetapi dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan
yuridis ilmiah, dimana hak-hak korban diantaranya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
adalah:
undangan.
1. Mendapatkan ganti kerugian atas penderitaan-
e. Pelayanan bimbingan rohani.
nya, pemberian ganti kerugian tersebut harus
Untuk melengkapi hak-hak saksi dan korban, maka
se-suai dengan kemampuan memberi ganti
didalam UU No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindu-
keru-gian pihak pelaku dan taraf keterlibatan
ngan Saksi dan Korban telah mengatur hak-hak
pihak korban dalam terjadinya kejahatan.
saksi dan korban. Dimana pasal 5 ayat (1) mengatakan, seorang saksi berhak:
30
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pri-
diresmikannya un-dang-undang perlindungan saksi
badi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas
dan korban maka partisipasi dari masyarakat dalam
dari ancaman yang berkenaan dengan kesak-
membantu
siaan yang akan, sedang, atau telah diberikan-
membongkar tindak-tindak pidana di Indonesia akan
nya.
semakin meningkat. Adapun hak-hak saksi dan
b. Ikut serta dalam proses memilih dan menen-
aparat
penegak
hukum
untuk
korban di dalam undang-undang perlindungan saksi
tukan bentuk perlindungan dan dukungan kea-
dan korban adalah se-bagai berikut:
manan.
1. Pasal 5 mengatur tentang hak-hak saksi dan
c. Memberikan keterangan tanpa tekanan.
korban dalam tipikor, narkotika atau psikotro-
d. Mendapat penterjemah
pika, terorisme, dan tindak pidana lain yang
e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat
mengakibatkan posisi mereka dihadapkan pada
f.
Mendapatkan informasi mengenai perkemba-
situasi yang sangat membahayakan jiwanya,
ngan kasus.
hak-hak tersebut yaitu :
g. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan.
a. Mendapatkan perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, harta bendanya, serta dari
h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan.
ancaman yang berkenaan dengan yang akan,
i.
Mendapatkan identitas baru.
sedang, atau yang telah diberikan. Perlindu-
j.
Mendapatkan tempat kediaman baru.
ngan terhadap saksi dan korban diberikan
k. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan. l.
sebelum, selama, dan sesudah pemikiran perkara.
Mendapatkan nasihat hukum, dan/atau
b. Ikut serta dalam proses memilih dan
m. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara
menentukan bentuk perlindungan dan duku-
sampai batas waktu perlindungan berakhir.
ngan keamanan. Dasar pemikiran pemberian hak ini adalah fakta bahwa subjek dari se-
Pasal 6 mengatur hak lain diluar pasal 5
buah perlindungan adalah saksi dan korban
ayat (1), yaitu kepada korban pelanggaran hak asasi
itu sendiri. Oleh karena itu sudah selayak-
yang berat. Hak-hak tersebut adalah:
nya mereka diberikan peran untuk menen-
a. bantuan medis, dan
tukan bentuk perlindungan dan dukungan
b. bantuan rehabilitasi psiko-sosial.
keamanan yang akan mereka terima. c. Memberikan keterangan tanpa tekanan.
Perlindungan Saksi dan Korban Menurut
Tekanan psikologis tersebut bisa datang da-
Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 Tentang
ri berbagai pihak dan kondisi. Contoh yang
Perlindungan Saksi Dan korban
sangat nyata terjadi di dalam kasus Persida-
Kurangnya perlindungan terhadap saksi dan
ngan pelanggaran HAM di Timor-Timur
korban di Indonesia menjadi dasar adanya undang-
yang dilangsungkan di pengadilan HAM Ad
undang no.13 tahun 2006 tentang perlindungan
Hoc Jakarta. Saksi dan korban yang dihadir-
saksi
kan kedalam ruang sidang mengalami te-
dan
korban.
Diharapkan
dengan
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
31
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
kanan oleh penasehat hukum terdakwa
praktek hukum Indonesia, terutama dalam
maupun para pendukung terdakwa yang bi-
lingkup pidana.
sa dengan bebas mencemooh saksi selama saksi memberikan keterangan.
pidana pengadilan. Sebagai pihak yang ber-
d. Mendapat penterjemah, karena tidak semua saksi
di
Indonesia
g. Mendapatkan informasi mengenai putusan
mengerti
partisipasi di dalam sebuah kasus maka su-
Bahasa
dah selayaknya saksi dan korban menge-
Indonesia dengan baik dan benar. Hal ini
tahui hasil akhir dari kasus yang mereka
disebabkan oleh keadaan Indonesia yang
ikuti. Hal ini merupakan sebuah bentuk
terdiri dari bermacam-macam kebudayaan
penghargaan terhadap peran aktif saksi da-
dan tidak semua penduduk negara kita
lam upaya penegakan hukum.
menggunakan bahasa Indonesia di dalam kehidupan
sehari-harinya
h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebas-
(kebanyakan
kan. Hal ini sangatlah penting karena dikha-
menggunakan bahasa daerah masing-ma-
watirkan terpidana akan membalaskan den-
sing).
damnya kepada saksi (termasuk korban).
e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat. Per-
Tindakan balas dendam tersebut dapat
tanyaan menyertai ini bisa diberikan oleh
membahayakan keselamatan mereka (terma-
JPU maupun terdakwa atau penasehat hu-
suk keluarganya) apabila saksi tidak menge-
kumnya untuk menjamin pelaksanaan hak
tahui tentang bebasnya seorang pelaku tin-
ini, diperlukan peran dari hakim secara aktif
dak pidana. Dengan adanya informasi be-
untuk menilai pertanyaan-pertanyaan yang
basnya terpidana, diharapkan dapat berhati-
diajukan oleh kedua pihak kepada saksi
hati dalam melakukan sesuatu.
(termasuk korban). Apabila ada pertanyaan
i. Mendapat indentitas baru. Hak saksi dan
yang menjerat yang diajukan kepada saksi,
korban untuk mendapatkan identitas baru
maka hakim harus memerintahkan pihak
merupakan adopsi dari bentuk perlindungan
yang memberi pertanyaan tersebut untuk
yang diberlakukan di negara-negara lainnya.
menggantinya.
Identitas baru dibutuhkan, terutama bagi
f. Mendapatkan informasi mengenai perkem-
saksi kunci dari sebuah kasus pidana yang
bangan kasus, saksi (termasuk korban) se-
terorganisasi, dimana hukuman pidana ter-
bagai pihak yang berperan penting didalam
hadap seorang pelaku tidak dapat menjamin
pengungkapan suatu kasus haruslah di-
bahwa keselamatan saksi bisa terjamin, ka-
berikan informasi tentang perkembangan
rena mungkin masih ada pihak-pihak yang
kasus yang diikutinya. Praktek hukum di
ingin mencelakai saksi. Oleh karena itu di-
Indonesia sering memperlakukan saksi se-
harapkan dengan adanya identitas baru,
bagai sebuah alat dan bukan sebagai manu-
Akan sulit bagi pihak yang ingin mence-
sia yang membantu pengungkapan sebuah
lakai saksi untuk mengenali saksi tersebut.
kasus. Hal inilah yang harus diubah dalam
j. Mendapatkan tempat kediaman yang baru. Saksi (termasuk korban) yang terancam ke-
32
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
amanan berhak untuk dipindahkan keling-
(termasuk korban) kedalam perlindungan,
kungan yang baru. Tidak hanya sampai
secara oto-matis kehidupannya tidak akan
disitu, saksi juga harus diberikan suatu tem-
seperti dulu. Dalam artian dia bisa saja
pat tinggal yang layak (seperti tempat ting-
kehilangan
gal saksi dilingkungan rumahnya).
karena itu, penting bagi pemerintah untuk
mata
pencahariannya.
Oleh
k. Memperoleh penggantian biaya transaksi
memberikan bnatuan biaya hidup selama
sesuai dengan kebutuhan. Begitu banyak
saksi berada di dalam perlindungan atau
saksi (termasuk korban) yang mengeluhkan
sampai dengan saksi ber-hasil mendapatkan
tentang tidak adanya penggantian biaya dari
pekerjaan baru.
aparat penegak hukum. Penggantian biaya
2. Pasal 9 mengatur hak saksi dan korban untuk
yang diberikan kepada saksi ini sangatlah
tidak hadir langsung didepan pengadilan tempat
penting, mengingat saksi tidak dipanggil
perkara tersebut sedang diperiksa apabila ia
sekali atau dua kali untuk memberikan kete-
merasa dirinya berada dalam ancaman yang
rangan disemua tingkat pemeriksaan. Seba-
sangat besar jika mereka tetap menghadirinya.
gai contoh apabila saksi didalam tingkat
Untuk mendapatkan hak ini, hakim harus ter-
penyidikan dan pemeriksaan dipengadilan
lebih dahulu memberikan persetujuannya.
dipanggil sebanyak 15 kali, maka biaya
3. Pasal 10 ayat (1) dan (3) tentang hak saksi, kor-
yang harus dikeluarkan saksi untuk sekali
ban dan pelapor untuk tidak dapt dituntut se-
memenuhi panggilan sebesar Rp.20.000,-.
cara hukum baik pidana maupun perdata atas
Maka total biaya yang harus dikeluarkan
pelaporan, kesaksian yang akan, sedang atau te-
saksi adalah Rp. 300.000,-. Jika saksi hanya
lah dilakukannya. Tuntutan pidana yang sering
berprofesi sebagi pedagang keliling, maka
digunakan oleh pelaku adalah dengan menggu-
Rp. 300.000,- bukanlah biaya yang kecil
nakan pasal 310 ayat (1) dan ayat (2), pasal 311
bagi mereka. Permasalahan biaya merupa-
ayat (1), pasal 317 ayat (1) KUHP. Akan tetapi
kan suatu hal yang sensitif terutama dalam
hak ini tidak diperoleh oleh saksi yang mem-
kondisi ekonomi negara kita saat ini. Oleh
berikan keterangan dengan itikad baik.
karena itu, sangatlah penting bagi aparat
4. Pasal 10 ayat (2) mengatur tentang hak saksi
penegak hukum untuk menjamin terlaksa-
yang merupakan tersangka dalam kasus yang
nanya hak saksi ini.
sama (saksi mahkota) dimana keterangannya
l. Mendapatkan nasihat hukum. Saksi dan
dapat meringankan pidana yang akan dijatuh-
kor-ban berhak untuk mendapatkan nasehat
kan kepadanya. Perlu diingat bahwa ketera-
hu-kum yang pantas dalam mengatasi suatu
ngan tersebut tidak dapat membebaskannya
keadaan yang dialaminya (terutama bagi
dari tuntutan pidana apabila ia terbukti secara
saksi dan korban yang awam hukum).
sah dan menyakinkan bersalah.
m.Memperoleh
bantuan
biaya
hidup
sementara sampai batas waktu perlindungan
Hak-hak yang hanya bisa diperoleh oleh
berakhir. Dengan masuknya seorang saksi
korban diatur secara khusus dalam pasal 6 dan pasal
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
33
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
7. Terjadi pembedaan antara korban tindak pidana
sampaikan dihadapan pejabat yang berwenang
pelanggaran HAM berat dan korban dalam tindak
dan membubuhkan tanda tangannya pada berita
pidana lainnya. Korban dalam tindak pidana HAM
acara yang memuat tentang kesaksiaan tersebut
berat berhak untuk mendapatkan:
atau bisa juga memberikan keterangan melalui
1. Bantuan medis, dalam hal korban mengalami
sarana elektronik (pasal 9)
luka-luka baik ringan maupun berat akibat tindak pidana HAM yang menimpanya. Bantuan medis harus diberikan kepada korban secara Cuma-cuma (biaya ditanggung oleh LPSK).
3. Penggantian identitas saksi (pasal 5 ayat (1) huruf i) 4. Dipindahkan kelingkungan baru (pasal 5 ayat (1) huruf j)
2. Bantuan Rehabilitasi psiko-sosial. Tindak pida-
5. Diberikan bantuan biaya hidup sementara sam-
na yang terjadi tidak jarang menimbulkan trau-
pai dengan berakhirnya perlindungan (pasal 5
ma atau masalah kejiwaan lainnya terhadap kor-
ayat (1) huruf m).
ban dari tindak pidana tersebut. Korban yang mengalami trauma atau masalah kejiwaan lain-
Syarat yang harus dipenuhi oleh saksi dan
nya akan sangat sulit untuk diminta bekerja sa-
korban untuk mendapatkan perlindungan diatur di
ma dalam membongkar suatu kejahatan. Untuk
dalam pasal 28 yaitu sebagai berikut:
mengatasi hal ini, maka pemerintah wajib mem-
1. Sifat pentingnya keterangan saksi. Sebelum
berikan fasilitas konsultasi kepada psikolog
memasukan saksi kedalam perlindungan harus-
yang dapat membantu untuk memulihkan kea-
lah diteliti terlebih dahulu tentang nilai kete-
daan jiwa korban tersebut. Biaya yang dikeluar-
rangan saksi tersebut dan dilakukan evaluasi
kan selama kosultasi haruslah ditanggung oleh
terhadap kemungkinan ada atau tidaknya saksi
LPSK.
lain dalam kasus yang sama.
3. Mendapatkan kompensasi yang diberikan oleh
2. Tingkat ancaman yang membahayakan saksi.
negara. Adapun korban dalam tindak pidana
Saksi yang diberikan perlindungan haruslah be-
HAM berat hanya berhak untuk mendapatkan
nar-benar merupakan saksi yang terancam ke-
restitusi.
selamatannya. Oleh karena itu, LPSK haruslah menilai tingkat ancaman yang diterima saksi
Bentuk-bentuk perlindungan saksi dan korban yang diatur didalam undang-undang perlindu-
tersebut. 3. Hasil analisis Tim medis atau Psikolog terha-
ngan saksi dan korban adalah:
dap saksi. Haruslah dilakukan sebuah tes terha-
1. Perlindungan dalam semua tahap proses per-
dap saksi yang akan dilindungi. Tes tersebut
adilan pidana dalam lingkungan pengadilan (pa-
meliputi tes medis dan psikolog. Tujuan dari
sal 2).
tes medis adalah untuk melihat kejahatan saksi
2. Saksi dan/atau korban dapat memberikan kesak-
pada saat ini, sedangkan tes psikologis dapat
sian tanpa hadir langsung dipengadilan tempat
digunakan untuk melihat apakah saksi dapat
perkara tersebut sedang diperiksa. Saksi dapat
menimbulkan bahaya atau tidak bagi komuni-
memberikan keterangan secara tertulis yang di-
tas keamanan mereka akan dipindahkan kelak.
34
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
4. Rekam jejak kejahatan (criminal records) yang pernah dilakukan oleh saksi. Ada kalanya seorang saksi dan atau korban merupakan mantan terpidana. Oleh karena itu perlu dilihat rekam jeja kejahatan saksi selama hidupnya, dengan diperolehnya data tersebut, maka LPSK dapat menilai apakah ada kemungkinan saksi menjadi residis atau tidak.
saksi-saksi tersebut juga mengalami kekerasan, ancaman dalam suatu tindak pidana, hal ini mengakibatkan kasus-kasus yang mereka alami itu tidak tertangani dengan baik ataupun tidak terselesaikan. Karena kasus-kasus tersebut tidak dapat terselesaikan mengakibatkan korban-korban merasa dirugikan karena mereka adalah korban kejahatan, dimana para pelakunya tidak di proses sehingga keadilan bagi korban tidak terpenuhi dengan baik, termasuk kerugian-kerugian materil yang tidak dapat diambil kembali oleh para korban tersebut”. Menurut Ketua Lembaga Perlindungan Sak-
Cara yang harus dilakukan untuk seseorang
si dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai
yang menjadi saksi dan korban agar mendapatkan
dengan adanya Undang-Undang No. 13 tahun 2006
perlindungan menurut pasal 29 huruf a yaitu sebagai
tentang Perlindungan Saksi dan Korban, maka ma-
berikut:
syarakat sangat merespon ataupun berdampak posi-
1. Saksi dan korban mengajukan permohonan
tif bagi kelangsungan peradilan di Indonesia. Karena
kepada LPSK
keberadaan Undang-Undang tersebut tidak hanya di-
2. Inisiatif pembuatan permohonan dapat datang
inginkan oleh masyarakat tapi pemerintah juga sa-
dari saksi dan/atau korban, maupun atas per-
ngat menginginkan terbentuknya Undang-Undang
mintaan pejabat yang berwenang.
tersebut. Karena apabila kita lihat dalam kenyata-
3. Permohonan tersebut haruslah dibuat secara tertulis.
annya bahwa pembentukan undang-undang tersebut tidak terlepas dari kerja sama antara Masyarakat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat, dimana
Permohonan perlindungan yang diterima
masing-masing pihak memiliki Draf pembentukan
oleh LPSK harus segera diperiksa, dipertimbang-
undang-undang perlindungan saksi dan korban ter-
kan, dan diputuskan apakah perlindungan terhadap
sebut.
permohonan dapat diberikan atau tidak. Keputusan
Apabila LPSK memutuskan untuk mem-
LPSK (baik menerima atau tidak) mengenai per-
berikan perlindungan maka saksi dan/atau korban
mohonan tersebut disampaikan kepada pemohon pa-
diwajibkan untuk menandatangani pernyataan kese-
ling lambat 7 hari sesudah permohonan tersebut di-
diaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan
terima oleh LPSK. Menurut hasil wawancara penu-
saksi dan korban. Kemudian dibuatlah suatu perjan-
lis dengan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan
jian antara LPSK dengan saksi tersebut. Syarat per-
Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai pada
nyataan tersebut berisi tentang:
tanggal 1 September 2009 menerangkan bahwa:
1. Kesediaan saksi (termasuk korban) untuk mem-
”Sebelum Undang-Undang No 13 Tahun 2006 itu ada korban Pelanggaran HAM tidak terungkap, korban juga tidak mendapatkan hak-haknya sebagai korban. Tidak hanya mendapatkan hak-haknya seba-gai korban, tetapi hak-haknya sendiripun tidak di-akui di dalam hukum kita. Mengenai saksi kadang-kadang dijadikan menjadi korban oleh pihak pe-nyidik dan tidak menutup kemungkinan bahwa
berikan kesaksiaan dalam proses pengadilan, inti dari sebuah perlindungan adalah agar saksi dapat memberikan kesaksiaan dipersidangan. Oleh karena itu, perlu ditegaskan bahwa dengan adanya perlindungan yang diberikan terhadap
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
35
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
saksi, maka mereka akan bersedia untuk mem-
1. Apabila permohonan perlindungan atas inisiatif
bantu pengungkapan sebuah kasus, yaitu de-
saksi dan/atau korban, maka perlindungan da-
ngan cara memberikan keterangan dipersida-
pat dihentikan atas permintaan mereka
ngan.
2. Apabila permohonan perlindungan diajukan
2. Kesediaan saksi (termasuk korban) untuk mena-
atas inisiatif pejabat yang berwenang, maka
ati aturan yang berkenaan dengan keselamatan-
atas permintaan pejabat yang berwenang terse-
nya. LPSK akan memberikan sejumlah aturan
but, perlindungan dihentikan.
yang diperlukan untuk menjamin keselamatan saksi dan peraturan tersebut. Haruslah dipatuhi
3. Saksi dan/atau korban melanggar ketentuan sebagaimana tertulis dalam perjanjian.
oleh saksi. Tanpa adanya kepatuhan dari saksi
4. LPSK berpendapat bahwa saksi dan/atau kor-
untuk mengikuti peraturan yang telah diberikan
ban tidak lagi memerlukan perlindungan berda-
oleh LPSK, maka perlindungan terhadapnya ju-
sarkan bukti-bukti yang menyakinkan.
ga akan sia-sia. 3. Kesediaan saksi (termasuk korban) untuk tidak
Beberapa kelemahan perlindungan saksi da-
berhubungan dengan Cara apapun dengan orang
lam rumusan undang-undang perlindungan saksi dan
lain selain atas persetujuan LPSK, selama ia be-
korban:
rada dalam perlindungan LPSK. Rumusan ini
1. Rumusan pasal 6 dan 7 ayat (1) hanya mem-
memberikan batasan kepada saksi dalam meng-
bereskan hak kepada korban dalam tindak pida-
gunakan media komunikasi yang dapat diguna-
na pelanggaran HAM berat. Ketentuan dalam
kannya untuk berhubungan dengan orang lain.
kedua pasal ini terkesan sangat diskriminatif,
4. Kewajiban saksi (termasuk korban) untuk tidak
mengingat korban dari tindak-tindak pidana
memberitahukan kepada siapapun mengenai
lainnya juga terkadang mengalami luka fisik
keberadaannya dibawah perlindungan LPSK.
maupun trauma, seperti korban dari tindak pi-
Keberadaan saksi selama dalam perlindungan
dana percobaan pembunuhan, penganiayaan,
akan sangat dirahasiakan, oleh karena itu saksi
kejahatan terhadap kesusilaan dan tindak-tin-
harus berperan aktif untuk menjaga kerahasiaan
dak pidana lainnya yang diikuti dengan kekera-
tersebut. Salah satunya dengan tidak membe-
saan.
ritahukan tentang perlindungan yang sedang di-
2. Undang-undang Perlindungan Saksi dan Kor-
jalaninya kepada orang-orang yang telah atau-
ban membedakan pengertian antara saksi dan
pun tidak dikenal oleh saksi sebelumnya.
korban dengan pelapor (whistleblower). Hal ini
5. Hal-hal yang dianggap perlu oleh LPSK.
terlihat dari rumusan pasal 1 angka 1 dan pen-
Setelah saksi dan/atau korban menandatangani
jelasan pasal 10 ayat (1). Dengan adanya pem-
perjanjian tersebut, maka LPSK secara penuh
bedaan ini, maka setiap kata “saksi” di dalam
berkewajiban untuk memberikan perlindungan.
rumusan undang-undang perlindungan saksi dan korban tidak dapat diartikan mencakup
Perlindungan atas keamanan saksi dan/atau korban dapat dihentikan berdasarkan alasan: 36
“saksi dan whistleblower”. Beberapa anggota PANJA menyatakan kepada beberapa media
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
nasional ketika pengajuan Rancangan undang-
penting. Seharusnya whistleblower mem-
undang perlindungan saksi dan korban, bahwa
peroleh perlindungan dan hak yang berim-
walaupun tidak secara tegas dinyatakan, tetapi
bang dengan saksi dan/atau korban.
pelapor juga telah dilindungi yaitu terlihat dari
3. Rumusan didalam Pasal 29 Ayat (1) mewajib-
adanya perkataan kepentingan penyelidikan “di
kan saksi dan/atau korban untuk mengajukan
dalam pasal 1 angka 1, sehingga para perumus
permohonan perlindungan secara tertulis, dan
berkeyakinan bahwa pelapor sudah tercakup
Pasal 29 Ayat (3) menyatakan bahwa permoho-
dalam wilayah penyelidikan. Jika memang be-
nan tersebut diputuskan oleh LPSK paling lam-
nar adanya maka seharusnya perumus undang-
bat 7 hari. Rumusan dalam undang-undang ini
undang tidak mencantumkan pengertian pela-
mempunyai satu kekurangan fatal yaitu tidak
por atau whistleblower didalam penjelasan pa-
adanya ketentuan perlindungan terhadap saksi
sal 10 ayat (1). Oleh karena itu penulis tetap
dalam situasi yang sangat mendesak. Ada kala-
berpendapat bahwa undang-undang perlindu-
nya dalam situasi yang darurat, tidak dimung-
ngan saksi dan korban membedakan pengertian
kinkan bagi saksi untuk membuat permohonan
“saksi” dan “pelapor” atau whistleblower yaitu
tertulis atau menunggu keputusan perlindungan
sebagai berikut:
dari LPSK selama 7 hari. Oleh karena itu, perlu
a. Tidak adanya perlindungan yang diberikan
diatur sebuah ketentuan pengecualian tentang
terhadap whistleblower hal ini terlihat dari
pemberian perlindungan terhadap saksi dan/
rumusan Pasal 1 Angka 6 tentang definisi
atau korban yang berada dalam situasi seperti
dari “perlindungan “menurut Pasal 1 Ang-
ini.
ka 6 hanya memuat saksi dan/atau korban
4. Tidak diaturnya tentang Perlindungan terhadap
sebagai subjek hukumnya. Dengan demi-
saksi ahli, padahal keterangan seorang ahli juga
kian dapat diartikan LPSK tidak mempu-
merupakan suatu alat bukti yang sering diguna-
nyai kewajiban untuk memberikan perlin-
kan
dungan terhadap whistleblower.
Indonesia. Seorang ahli juga tidak jarang men-
dalam
praktek
peradilan
pidana
di
b. Satu-satunya pasal yang mengatur tentang
dapatkan tekanan, ancaman dan/atau kekerasan
hak whistleblower adalah Pasal 10 Ayat (1),
dari pihak-pihak yang tidak menginginkannya
dimana mereka berhak untuk tidak dapat di-
memberikan kesaksian dipersidangan.
tuntut baik secara pidana maupun perdata atas laporan yang mereka berikan. Jika kita
Perlindungan Saksi Dan Korban Oleh Lem-
bandingkan Undang-Undang perlindungan
baga- Lembaga Negara di Indonesia
saksi dan korban dengan Undang-Undang
Kepolisian Republik Indonesia
No.15 tahun 2002, maka terlihat ada suatu
Sebelum
diresmikannya
Undang-undang
kemunduran yang terjadi dalam pemberian
Perlindungan Saksi dan Korban oleh pemerintah,
perlindungan terhadap whistleblower, pada-
perlindungan saksi dan/atau korban di Indonesia di-
hal peran seorang whistleblower dalam pe-
lakukan oleh POLRI didasari oleh beberapa pera-
ngungkapan kasus dewasa ini sangatlah
turan perundang-undangan seperti:
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
37
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
a. Pasal 117 jo pasal 6 ayat (1) huruf a KUHAP
Bentuk-bentuk perlindungan yang dilakukan
didalam pasal 117 dinyatakan bahwa “ketera-
oleh POLRI terhadap Saksi menurut Peraturan Pe-
ngan tersangka dan/atau saksi kepada penyidik
rundang-undangan:
diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan/atau
a. Perlindungan dilakukan sebelum, pada saat, dan
dalam bentuk apapun “dan didalam pasal 6 ayat
sesudah proses pemeriksaan (pasal 2 ayat (1) PP
(1) huruf a dinyatakan bahwa Pejabat Polisi me-
No.57 tahun 2003 Jo. Pasal 2 ayat (2) PP No. 2
rupakan penyidik. Jika kita hubungkan dan ana-
tahun 2002 Jo. Pasal 5 PP No.24 tahun 2003 Jo.
lisa kedua rumusan pasal tersebut maka dapat
Pasal 4 ayat (4) Perkapolri No. Pol: 17 tahun
dilihat bahwa POLRI diwajibkan untuk melin-
2005.
dungi hak saksi dalam dalam memberikan kete-
b. Perlindungan atas keamanan pribadi saksi, kor-
rangan tanpa tekanan. Tindakan menjamin ter-
ban dan pelapor (mencakup keluarganya) dari
laksananya hak saksi merupakan salah satu ben-
ancaman fisik dan mental. Ancaman fisik meli-
tuk perlindungan.
puti: unjuk penghadangan, perampokan, pencu-
b. Pasal 13 huruf c Undang-undang no.2 tahun
likan, penganiayaan, dan pembunuhan; gang-
2002 tentang Kepolisian Negara Republik
guan kendaraan serta sabotase. Ancaman mental
Indonesia didalam struktur organisasi Polri ti-
meliputi: terror dan/atau intimidasi. Hal ini se-
dak dikenal Perlindungan Saksi dan Korban se-
suai dengan ketentuan di dalam pasal 5 huruf a
cara khusus Perlindungan terhadap Saksi dan
PP No. 7 Tahun 2000 Jo. Pasal 4 huruf a PP
Korban didasari pada ketentuan pasal ini, bah-
No.2 tahun 2002 Jo. Pasal 3 huruf a PP No. 24
wa salah pengayoman, dan pelayanan kepada
tahun 2003 Jo. Pasal 5 Perkapolri No. Pol: 17
masyarakat dalam arti luas. Dari pasal ini dapat
tahun 2005.
dilihat bahwa Polri bertugas memberikan per-
c. Perlindungan terhadap harta saksi, korban dan
lindungan, dalam arti luas perlindungan tersebut
pelapor yang meliputi benda bergerak maupun
diberikan untuk semua orang yang ada dimasya-
tidak bergerak, terutama yang paling memung-
rakat termasuk orang yang menjadi saksi.
kinkan menjadi sasaran gangguan pihak-pihak
c. Pasal 2 ayat (2) PP No.57 tahun 2003 dan
tertentu (pasal 5 huruf b PP No. 57 tahun 2003
ditegaskan kembali oleh Perkapolri No. Pol: 17
jo. Pasal 2 PP No.24 tahun 2003 Jo. Pasal 7
tahun 2005.
Perkapolri No. Pol 17 tahun 2005).
d. Pasal 6 PP No. 71 Tahun 2000, yaitu dalam Tipikor
si, korban dan pelapor (pasal 5 huruf c PP No.
e. Pasal 2 PP No. 2 Tahun 2002, yaitu dalam Tin-
f.
d. Merahasiakan atau menyamarkan identitas sak-
57 tahun 2003 Jo. Pasal 6 ayat (1) PP No.71 ta-
dak Pidana Pelanggaran HAM Berat.
hun 2000 jo. Pasal 4 huruf b PP No. 2 tahun
Pasal 4 PP No. 24 Tahun 2003, yaitu dalam
2002 Jo. Pasal 3 huruf b PP No. 24 tahun 2003
Tin-dak Pidana Terorisme.
Jo. Pasal 7 Perkapolri No. Pol: 17 tahun 2005). e. Menjamin bahwa saksi dan korban dapat memberikan keterangan tanpa harus bertatap muka dengan tersangka/terdakwa dalam setiap tingkat
38
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
pemeriksaan (pasal 5 huruf d PP No. 57 tahun
muskan mengenai hal tersebut, diantaranya adalah
2003 Jo. Pasal 4 huruf c PP No. 2 tahun 2002
sebagai berikut:
Jo. Pasal 3 huruf c PP No. 24 tahun 2003 Jo.
a. Pasal 30 ayat (3) huruf b dan pasal 35 huruf c
Pasal 2 huruf d Perkapolri No. Pol: 17 tahun
undang-undang no.16 tahun 2004 tentang Ke-
2005).
jaksaan Republik Indonesia didalam pasal 30
f. Melakukan pengamanan terhadap tempat atau
ayat (3) huruf b dirumuskan tentang partisipasi
lokasi saksi, korban dan pelapor yang meliputi :
kejaksaan dalam bidang ketertiban dan keten-
1. Rumah / tempat tinggal / penginapan ;
traman umum untuk menyelenggarakan kegia-
2. Tempat kerja / kantor / tempat persidangan ;
tan pengamanan kebijakan penegakan hukum.
3. Rute / sarana transportasi ; dan
Berpijak pada ketentuan pasal ini, seorang JPU
4. Tempat-tempat kegiatan lainnya. (Pasal 4
dapat memintakan atau memberikan status sak-
ayat (3) Perkapolri No. POL: 17 tahun
si kepada seseorang sesuai dengan petunjuk da-
2005).
ri penyidik. JPU juga dapat digolongkan keda-
g. Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan evakuasi
lam kebijakan untuk memanggil saksi. Hal ini-
terhadap saksi, korban dan pelapor ketempat
lah yang dapat digolongkan kedalam kebijakan
yang aman (pasal 11 ayat (1) huruf e Perkapolri
untuk memanggil saksi. Hal inilah yang dapat
No. Pol: 17 tahun 2005).
digolongkan kedalam kebijakan demi penegakan hukum. Sedangkan didalam pasal 35 huruf
Akan tetapi, rumusan didalam Peraturan
c dinyatkan tentang tugas dan wewenang Jaksa
Undang-undang belum sepenuhnya dijalankan oleh
Agung untuk mengesampingkan perkara demi
POLRI dalam praktek adalah:
kepentingan hukum (hak oportunitas). Hal yang
a. Mengetahui alamat rumah saksi
dimaksudkan oleh pasal ini baik (sebagai tuntu-
b. Memonitor rumah saksi
tan balik dari terdakwa atau tersangka kepada
c. Menempatkan petugas untuk berjaga-jaga di-
saksi dan/atau pelapor) karena alasan untuk ke-
luar rumah dalam batas tertentu.
pentingan umum atau kasus yang menyangkut
Tidak maksimalnya perlindungan terha-
hajat hidup orang banyak seperti korupsi. De-
dap saksi, korban dan pelapor ini menyebabkan ku-
ngan kata lain, JPU diharuskan untuk mem-
rangnya rasa percaya dari para saksi, korban dan
prioritaskan penanganan perkara korupsi yang
pelapor untuk masuk kedalam perlindungan yang
dilaporkan oleh saksi dan/atau pelapor dari pa-
di-sediakan oleh POLRI. Kekerasan ini semakin
da penanganan kasus pencemaran nama baik
diper-parah dengan fakta seringnya kekerasan dan
yang dilaporkan oleh terlapor.
anca-man oleh aparat penegak hukum.
b. Pasal 6 PP No. 71 tahun 2000 sekarang No. KEP-1 11212005, No. KEP-IAIJ. A11212005
Kejaksaan Republik Indonesia Kejaksaan diwajibkan untuk memberikan perlindungan terhadap saksi, hal ini terlihat dari be-
tahun 2005, yaitu dalam tipikor. c. Pasal 5 PP No. 24 tahun 2003, yaitu dalam Tindak Pidana Terorisme.
berapa perturan perundang-undangan yang meruLex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
39
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
d. Pasal 3 PP No.2 tahun 2002 yaitu dalam Tindak Pidana Pelanggaran HAM Berat.
b. Meminta kepolisian menempatkan anggotanya dirumah saksi. c. Melindungi saksi dengan cara Perlindungan
Bentuk-bentuk perlindungan saksi yang dilakukan oleh kejaksaan menurut peraturan perun-
Hukum, seperti kompensasi tidak dijadikan tersangka.
dang-undangan: a. Perlindungan diberikan sebelum, selama, dan
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
sesudah proses pemeriksaan perkara (Pasal 2
Sesuai dengan amanat Undang-undang Per-
ayat (1) PP No. 57 tahun 2003 Jo. Pasal 2 ayat
lindungan Saksi dan Korban, dibentuklah sebuah
(2) PP No.2 tahun 2002 Jo. Pasal 5 PP No. 24
lembaga khusus yang bertugas dan berwenang untuk
tahun 2003).
memberikan perlindungan terhadap saksi dan
b. Perlindungan atas keamanan pribadi saksi, kor-
korban yaitu LPSK.
ban dan pelapor (mencakup keluarganya) dari
LPSK merupakan sebuah lembaga mandiri,
ancaman fisik dan mental (pasal 5 huruf a PP
dalam artian lembaga ini independen dimana dia ti-
No.71 tahun 2000 Jo pasal 4 huruf a PP No.24
dak berada dibawah lembaga negara lainnya sehing-
tahun 2003).
ga tidak dimungkinkan intervensi (campur tangan)
c. Perlindungan atas harta benda saksi, korban
dari pihak manapun. Sampai dengan saat ini, di
dan pelapor (pasal 5 huruf b PP No.57 tahun
Indonesia sendiri sudah begitu banyak lembaga
2003 jo. Pasal 2 PP No. 24 tahun 2003).
yang bersifat independen terbentuk dan banyak dari
d. Perahasiaan dan penyamaran identitas saksi
lembaga-lembaga tersebut tidak efektif atau mem-
dan/atau pelapor (pasal 5 huruf c PP No.57
punyai tugas yang tumpang tindih dengan lainnya.
tahun 2003 jo. Pasal 3 huruf b PP No.24 tahun
Lembaga-lembaga yang tidak efektif tersebut kini
2003).
terancam dilikuidasi. Oleh karena itu, Pemerintah
e. Pemberian keterangan disetiap tingkat pe-
sebaiknya memberikan suatu pondasi dasar yang ku-
meriksaan tanpa harus berhadapan dengan ter-
at untuk pembentukan LPSK agar lembaga ini ter-
sangka/terdakwa (pasal 5 huruf d PP No.2 ta-
hindar dari ketidakefektifan seperti yang sudah me-
hun 2002 jo. Pasal 3 huruf c PP No. 24 tahun
nimpa lembaga-lembaga sebelumnya.
2003).
Sebelum diresmikannya Undang-undang Perlindu-
Seorang saksi dan/atau pelapor yang dituntut
ngan Saksi dan Korban, begitu banyak perdebatan
oleh terlapor dikesampingkan perkaranya (pa-
yang muncul mengenai kemandirian yang dianut
sal 35 huruf c undang-undang no.16 tahun
oleh LPSK, ada pendapat yang mendukung dengan
2004).
sifat mandiri LPSK dan ada juga yang menentang.
f.
Beberapa pendapat dari ahli hukum sebelum disahBentuk perlindungan saksi, korban dan pelapor oleh kejaksaan didalam praktek adalah: a. Mengantar saksi dari dan kepengadilan.
40
kannya Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban, diantaranya menyebutkan: 1. LPSK sebagai lembaga yang mandiri
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
2. LPSK mandiri selama 10 (sepuluh) tahun, kemudian dipindahkan dibawah kepolisian
dah berkurangnya rasa percaya dari masyarakat terhadap kedua lembaga neagara tersebut. Oleh karena
3. LPSK berada dibawah kepolisian
itu, Pembuat undang-undang memutuskan untuk
4. LPSK berada dibawah kejaksaan
merumuskan LPSK sebagai sebuah lembaga negara yang mandiri (independen).
Pendapat yang tidak setuju dengan keman-
Di dalam pasal 11 ayat (2) Undang-undang
dirian LPSK pada dasarnya mempunyai alasan yang
Perlindungan Saksi dan Korban dinyatkan bahwa
sama. Salah satunya sesuai dengan pendapat dari
LPSK berkedudukan di Ibukota Negara Republik
Rudy Satriyo yaitu:
Indonesia. Mengingat keadaan geografis Indonesia
1. Kemandirian LPSK akan membebani keuangan
yang cukup luas dan terdiri dari kepulauan, maka
negara, mengingat begitu banyak lembaga-lem-
pembuat undang-undang memberikan kewenangan
baga negara yang sudah terbentuk sebelum
kepada LPSK untuk membentuk perwakilannya
LPSK. Keberadaan LPSK dikhawatirkan negara
didaerah. Hal ini bertujuan untuk memudahkan
mengingat biaya operasional yang akan dike-
pemberian bantuan perlindungan terhadap saksi dan
luarkan oleh LPSK dalam menjalankan tugas-
korban yang berada jauh dari ibukota negara.
nya tidaklah sedikit. Masalah biaya operasional
Undang-undang Perlindungan Saksi dan
merupakan hal yang sangat sensitif, karena sa-
Korban tidak membatasi banyaknya perwakilan
lah satu yang menunjang keefektifan sebuah
LPSK didaerah. Banyaknya cabang tersebut di-
lembaga yang independen adalah masalah Da-
sesuaikan dengan kebutuhan. Oleh karena itu, LPSK
na. Apabila LPSK berada dibawah lembaga
berhak untuk membuat perwakilan di setiap propinsi
yang sudah ada, maka biaya operasional dari
ataupun kabupaten. Mengingat tidak adanya batasan
LPSK akan ditanggung oleh lembaga yang me-
perwakilan yang diberikan oleh Undang-undang
naunginya tersebut.
Perlindungan Saksi dan Korban, Ada baiknya jika
2. LPSK sebagi sebuah lembaga yang baru diang-
LPSK melakukan penelitian (survey) terlebih dahulu
gap belum mempunyai struktur dan infrastruk-
tentang tingkat pelanggaran hak saksi dan korban di
tur yang jelas, sehingga dikhawatirkan akan me-
setiap wilayah negara Indonesia. Dengan adanya pe-
nyebabkan ketidakefektifan lembaga ini. Hal ini
nelitian tersebut, LPSK akan bisa mengambil
bisa diatasi, apabila LPSK berada dibawah lem-
kebijakan yang tepat tentang pendirian suatu perwa-
baga negara yang sudah ada.
kilan di daerah (disesuaikan dengan tingkat kerawanannya).
Walaupun alasan-alasan diatas bisa diterima
Hak dari LPSK untuk mendirikan perwa-
oleh logika, Akan tetapi perlu didasari bahwa Kepo-
kilan didaerah memberikan suatu masalah baru, yai-
lisian dan Kejaksaan di Indonesia pada saat ini me-
tu dibutuhkannya sumber daya manusia yang ba-
rupakan lembaga negara yang bisa disebut “ber-
nyak dan pembiayaan yang besar dari Pemerintah
masalah”. Dikhawatirkan, apabila LPSK berada di
baik untuk penyiapan infrasruktur maupun pengga-
bawah Kepolisian dan Kejaksaan, maka saksi akan
jian sumber daya manusia yang ada. Untuk menga-
tetap takut untuk memberikan kesaksian, karena su-
tasi hal tersebut, Maka LPSK haruslah menyiapkan
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
41
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
sebuah rencana kerja jangka panjang, standar kerja, indikator kebutuhan dan standar prioritas pendirian
8. Memberikan keputusan terhadap permintaan bantuan yang diajukan korban (pasal 35)
perwakilan. Disamping itu, Pemerintah juga harus
9. Bekerjasama dengan instansi terkait yang ber-
menyiapkan Dana yang cukup untuk pendirian per-
wenang dalam melaksanakan pemberian perlin-
wakilan LPSK tersebut sehingga masalah adminis-
dungan dan bantuan (pasal 39)
trasi tidak akan membebani kinerja LPSK di kemudian hari.
Di dalam pasal 13 ayat (1) Undang-undang
Di dalam Undang-undang Perlindungan
Perlindungan Saksi dan Korban dinyatakan bahwa
Saksi dan Korban, tugas dan kewenangan dari
LPSK bertanggungjawab kepada presiden. Dalam
LPSK tidak diatur di dalam suatu bagian atau bab
hal ini, maka dapat dikatakan bahwa Presiden ber-
tersendiri, melainkan tersebar di beberapa pasal.
tanggungjawab kepada masyarakat Indonesia terha-
Adapun tugas dan kewenangan dari LPSK adalah:
dap kinerja dari LPSK maka Presiden harus mela-
1. Memberikan perlindungan dan hal-hal lain ke-
kukan pengawasan terhadap lembaga ini. Selain itu,
pada saksi dan/atau korban (pasal 1 angka 1)
Presiden juga perlu untuk memberi dukungan secara
2. Mengajukan tuntutan kompensasi (bagi korban
penuh terhadap LPSK, baik dari segi penyediaan fa-
dalam tindak pidana pelanggaran HAM berat)
silitas maupun biaya operasional. Hal ini bertujuan
dan restitusi (ganti kerugian yang menjadi tang-
untuk menghindari ketidakefektifan LPSK sebagai
gung jawab pelaku tindak pidana) ke Penga-
sebuah lembaga baru yang independen.
dilan. Tuntutan ini harus didasarkan pada keinginan dari korban (pasal 7)
LPSK juga diwajibkan untuk membuat laporan secara berkala tentang pelaksanaan tugasnya
3. Menerima dan melakukan pemeriksaan terha-
kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) paling
dap permohonan perlindungan yang diajukan
sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun, hal ini diatur di
saksi dan/atau korban dalam bentuk tertulis (pa-
dalam pasal 13 ayat (2) Undang-undang Perlin-
sal 29 ayat (2))
dungan Saksi dan Korban. Dari ketentuan ini dapat
4. Memberikan keputusan tertulis tentang pem-
dilihat bahwa DPR sebagai perwakilan rakyat
berian perlindungan kepada saksi dan/atau kor-
Indonesia memiliki fungsi kontrol dan pengawasan
ban (pasal 29 ayat (3).
terhadap LPSK. Peran aktif DPR juga sangat dibu-
5. Menghentikan perlindungan terhadap saksi dan/atau korban (pasal 32)
tuhkan dalam memberikan rekomendasi kepada LPSK, karena sebagai pengawas maka DPR dapat
6. Menerima permintaan bantuan tertulis yang di-
menganalisa dan mengetahui kelemahan-kelemahan
ajukan oleh korban atau orang yang mewaki-
LPSK dalam pelaksanaan tugasnya. Diharapkan de-
linya (pasal 33)
ngan adanya peran aktif dari Presiden dan DPR ma-
7. Menentukan kelayakan, jangka waktu, dan besaran biaya yang diperlukan dalam rangka pemberian bantuan terhadp korban yang memintanya (pasal 34)
ka LPSK dapat mengembangkan program perlindungan saksi dan/atau korban di masa mendatang. Anggota LPSK terdiri atas 7 (tujuh) orang yang berasal dari unsur profesional yang mempunyai pengalaman di bidang Pemajuan, Pemenuhan,
42
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Perlindungan, Penegakan Hukum dan HAM. Repre-
ambil kesimpulan sebagai berikut bahwa Pemberian
sentasi yang berhak menjadi anggota dari lembaga
bantuan perlindungan saksi dan korban tindak pi-
ini yaitu dari Kepolisian, Kejaksaan, Departemen
dana oleh kepolisian dan kejaksaan masih kurang di
Hukum dan HAM, Akademisi, Advokat, atau LSM.
dalam praktek. Hal ini disebabkan oleh beberapa
Diharapkan dengan adanya representasi tersebut
faktor seperti: Tidak dikenalnya perlindungan se-
maka LPSK dapat lebih mudah berkoordinasi de-
cara khusus di dalam kedua lembaga ini. Perlin-
ngan lembaga negara, penegak hukum maupun ma-
dungan terhadap saksi dan korban yang dilakukan
syarakat sipil.
oleh kedua lembaga ini hanya sebatas karena adanya
Representasi anggota LPSK tersebut ma-
tugas untuk menegakkan hukum dan memberikan
sihlah belum berimbang mengingat unsur yang ber-
perlindungan kepada warga masyarakat dalam arti
asal dari lembaga negara masih menjadi mayoritas,
yang sangat luas. Hal ini terlihat dari tidak adanya
sehingga terkesan bahwa anggota LPSK hanyalah
bagian dari Polri atau Kejaksaan yang secara khusus
merupakan perwakilan dari institusi yang ada. Se-
bertugas untuk memberikan perlindungan kepada
baiknya pemilihan anggota LPSK didasarkan pada
saksi. Tidak adanya unit yang bekerja secara khusus
latar belakang keahlian anggotanya yang dilihat dari
untuk memberikan perlindungan kepada saksi dan
kepentingan atau kinerja kerja LPSK kedepannya.
korban di dalam struktur Polri dan Kejaksaan
Program perlindungan terhadap saksi dan/atau kor-
sehingga tindakan perlindungan yang dilakukan oleh
ban memerlukan biaya operasional yang tidak se-
kedua lembaga ini sangatlah tidak maksimal. Per-
dikit, karena mencakup perubahan identitas saksi,
lindungan saksi dan korban yang dilakukan oleh
pemindahan ke lingkungan baru, bantuan biaya hi-
Polri biasanya ditangani oleh Bareskim, sedangkan
dup sementara, dll. Oleh karena itu perlu penanga-
Kejaksaan perlindungan dilakukan oleh JPU yang
nan yang serius dari pemerintah mengenai hal itu.
menangani kasus tersebut. Pada dasarnya PP tentang
Jangan sampai masalah Dana menjadi penyebab ti-
Tindak pidana khusus yang telah diresmikan sebe-
dak berjalannya program perlindungan, seperti yang
lum adanya UU Perlindungan saksi dan korban se-
sudah terjadi terhadap beberapa lembaga indepen-
erti Tipikor, Terorisme, Pelanggaran HAM Berat te-
den lainnya. Peran pemerintah, terutama pihak-pi-
ah mengamanatkan kepada Polri dan Kejaksaan
hak yang terkait dengan anggaran juga harus men-
untuk melakukan perlindungan terhadap saksi, akan
dukung penjadwalan anggaran dari LPSK terkait
tetapi tindak lanjut dari Polri dan Kejaksaan itu
dengan waktu penjadwalan pengajuannya dan
sendiri tidak maksimal. Hal ini terlihat di dalam
harus-lah dihindari suatu keadaan dimana LPSK
prakek perlindungan terhadap saksi dan korban yang
sudah berdiri namun anggaran belum turun.
sangat kurang pada saat ini. Banyaknya kasus ancaman dan kekerasaan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dari
Kesimpulan Atas segala uraian sebelumnya kedudukan
Polri dan Kejaksaan.
dan peran saksi dan korban yang telah dijabarkan
Di lain pihak, pemberian bantuan perlin-
sesuai dengan Undang-undang No.13 Tahun 2006
dungan saksi dan korban oleh LPSK berdasarkan
Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dapat di-
UU Perlindungan saksi dan korban belumlah berada
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
43
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
dalam tahap pembentukan. Oleh karena itu, perlin-
bertujuan melengkapi kekurangan yang ada di da-
dungan saksi dan korban oleh LPSK hanya dapat di-
lam ketentuannya, atau membuat peraturan pemerin-
lihat dari isi UU Perlindungan saksi dan korban.
tah yang mengatur secara detail tentang perlindu-
Apabila ditinjau dari ketentuan UU Perlindungan
ngan saksi dan korban. Hal ini bertujuan untuk me-
saksi dan korban, maka dapatlah disimpulkan bah-
mudahkan LPSK dalam melaksanakan tugasnya dan
wa LPSK menghadapi kesulitan pada awal terben-
memperluas cakupan saksi dan korban yang berhak
tuknya. Mengingat kurangnya ketentuan di dalam
atas perlindungan. Faktor LPSK dan lembaga lain-
UU Perlindungan saksi dan korban tentang kewe-
nya. Sebagai sebuah lembaga independen yang be-
nangan dari lembaga ini. Sebuah lembaga yang in-
lum lama, LPSK harus mampu berkoordinasi de-
dependen, LPSK dikhawatirkan akan mengalami
ngan lembaga lainnya yang sudah ada sebelumnya.
masalah yang sama dengan lembaga-lembaga inde-
LPSK juga harus menjadi sebuah lembaga baru
penden lainnya seperti masalah SDM (sumber daya
yang mampu menerima kritik dan saran dari lemba-
manusia) dan financial (keuangan) serta masalah
ga lain atau warga masayarakat yang bersifat mem-
lain yang sulit dipecahkan yaitu benturan antara ke-
bangun.
wenangan LPSK dengan lembaga-lembaga negara lainnya yang menyangkut kepada eksistensi lem-
Daftar Pustaka
baga.
Adami Chaazawi, “Pelajaran Hukum Pidana 1”, Perlindungan saksi dan korban tindak pi-
dana di Indonesia pada saat ini tidak maksimal karena disebabkan oleh beberapa kelemahan seperti: ti-
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. Andi Hamzah, “Hukum Acara Pidana Indonesia“, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.
dak adanya perlindungan terhadap whistleblower.
Arif Gosita Arif. Masalah Korban Kejahatan.
Hak-hak saksi sebagaimana yang diatur di dalam
Jakarta: Akademika Pressindo, 1993.
peraturan perundang-undangan tidak dijamin oleh
Djoko Prakoso, ”Alat Bukti dan Kekuasaan
aparat penegak hukum, hal ini dapat dilihat perumu-
Pembuktian di Dalam Proses Pidana”,
san tentang hak saksi untuk memperoleh penggan-
Liberty, Yogyakarta, 1998.
tian biaya pada saat dia dipanggil disetiap tingkat
E.Y Kanter dan Sianturi S.R, ”Asas-Asas Hukum
pemeriksaan dimana dalam penerapannya hal ini
Pidana di Indonesia dan Penerapannya”,
tidak pernah dilaksanakan. Tidak detailnya keten-
Storia Grafika, Jakarta, 2002.
tuan tentang bentuk dan tata cara perlindungan yang
Eddyono,Widodo Supriyadi, “Sebuah Pemetaan
dirumuskan oleh peraturan perundang-undangan da-
Awal“, Cet.1, Indonesia
pat menyebabkan tidak maksimalnya penjamin ke-
Watch, Jakarta, 2007.
Corruption
selamatan saksi dan korban (termasuk keluarga).
Indonesia, “Undang-Undang Tentang Pengadilan
Hal-hal yang harus menjadi pokok perhatian untuk
Hak Asasi Manusia”, UU No 26 Tahun
suksesnya perlindungan saksi dan korban di
2000, LN No. 208,TLN No.4026.
Indonesia adalah Faktor perundang-undangan, Pemerintah harus dengan segera membuat perubahan
________, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
terhadap UU Perlindungan saksi dan korban yang 44
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
Pelaksanaan Peran dan Fungsi embaga Saksi dan Korban di Indonesia Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
________, ”Undang-Undang Tentang Penanggulangan Bencana”, UU No.24 Tahun 2007, LN No. 66 Tahun 2007, TLN No. 4723. ________, “Undang-Undang Tentang Penghapusan
Prinst Darwan, “Hukum Acara Pidana Dalam Praktik”, Cet 2, Djambatan, Jakarta, 2008. Question
Dempster,
Pengungkap
« Whistleblower Fakta »,
Para
(Whistleblower).
Kekerasan Dalam Rumah Tangga”, UU No
diterjemahkan oleh Tim penerjemah EL
23 Tahun 2004, LN No. 95 Tahun 2004,
SAM, Jakarta, 2006.
TLN No. 4419
R. Soesilo. Kitab Undang-undang Hukum Acara
________, “Undang-Undang Tentang Saksi Dan Korban”, UU No 13 Tahun 2006, LN No. 64 Tahun 2006, TLN No. 4635 ________,
“Undang-Undang
Tentang
Pidana (KUHP). Bogor: Politeia, 1996. ------------. ”Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus”, Politeta,
Tindak
Bogor, 1984.
Pidana Perdagangan Orang”, UU No 21
Sahetapi dan Reksodiputro Mardjono, “Parados
Tahun 2007, LN No. 58 Tahun 2007, TLN
dalam Kriminologi”, Ed. 1, Rajawali,
No. 4720.
Jakarta, 1982.
Leden Marpaung, ”Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana”, Sinar Grafika, Jakarta, 2005. ------------, ”Unsur-Unsur Perbuatan yang Dapat Dihukum (Delik)”, Sinar Grafika, Jakarta, 1991.
------------. ”Pidana Mati Dalam Negara Pancasila”, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007. Soekanto Soerjono, ”Pengantar Penelitian Hukum”, Rajawali Press, Jakarta, 1985. Wiryawan Martanto Syahrial dan Melly Setyoeati,
Luhut M.Pangaribuan, ”Hukum Acara Pidana”, Surat-surat Resmi di
Pengadilan Oleh
Advokat, Eksepsi, Pledoi, Duplik, Memori
”Perlindungan Saksi dan Korban: sebuah Observasi”,
Awal
Cet.
1.
Indonesia
Corruption Watch, Jakarta, 2007.
Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali. Cet. Ke-2, Ed. Revisi, Djambatan, Jakarta, 2005. Moeljatno, ”Hukum Pidana Delik-Delik Penyertaan”, Rajawali Pers, Jakarta, 2003. Peraturan Pemerintah Tentang Kompensasi, Restitusi dan rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Yang Berat. PP. No.3 Tahun 2002, LN No. 7 Tahun 2002, TLN No. 4172. Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi dalam Pe-langgaran HAM Berat. PP. No.2 Tahun 2002, LN No. 5 Tahun 2002, TLN No. 4171.
Lex Jurnalica Volume 8 Nomor 1, Desember 2010
45