PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP TUGAS PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH OLEH KEPALA KANTOR PERTANAHAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG Teguh Imam Santoso , Sudirman mehsan , dan Upik hamida Jurusan Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Lampung, Jl Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145 No.HP : 085768296805 Email : Imam
[email protected] ABSTRAK Kepala Kantor Pertanahan melakukan pengawasan terhadap PPAT. Seperti di atur pada Pasal 65 peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2006 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998. Akan tetapi dalam praktek PPAT melaksanakan tugas sudah sesuai dengan aturan ataukah tidak sesuai dengan aturan yang telah di tetapkan penerapan peraturan tersebut yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, karna tidak di tegakkanya sanksi yang tercantum dalam peraturan KBPN No.1 tahun 2006 sehingga terjadilah pelanggaran-pelanggaran yang salah satunya adalah tidak di laporkannya laporan bulanan PPAT terhadap Kepala Kantor Pertanahan yang semestinya jangka waktu sudah di tentukan namun nyatanya hanya dampai 2009 saja laporan bulanan yang di laporkan oleh PPAT. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengawasan Kepala Kantor Pertanahan terhadap PPAT di Kota Bandar Lampung.Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah dari Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung. Pendekatan masalah yang di gunakan adalah pendekatan yuridis dan pendekatan empiris. Data yang di gunakan adalah data primer dan data skunder. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Hasil penelitian menjelaskan tentang pengawasan yang di lakukan Kepala Kantor Pertanahan terhadap tugas PPAT di Kota Bandar Lampung, tidak berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan Pasal 65 tentang Peraturan Kepala BPN Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT dalam pembinaan dan pengawasan kurang optimal. Pengawasan terhadap PPAT yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan adalah dengan memberikan arahan pada semua pemangku kepentingan yang berkaitan dengan ke-PPAT-an, melakukan pengawasan atas organisasi profesi PPAT agar tetap berjalan sesuai dengan arah dan tujuannya, menjalankan tindakan-tindakan lain yang dianggap perlu untuk memastikan pelayanan PPAT tetap berjalan sebagaimana mestinya dan melakukan pengawasan terhadap PPAT dan PPAT sementara dalam rangka menjalankan kode etik profesi PPAT. Faktor penghambat dalam pelaksanaan pengawasan terhadap PPAT adalah Pelaksanaan pengawasan terhadap tugas PPAT oleh kepala kantor pertanahan masih kurang optimal yaitu kurangnya pengawasan yang kontinyu terhadap PPAT di kota bandar lampung dikarenakan PPAT yang mencapai 81 orang sehingga tidak terpantau secara menyeluruh. Kata Kunci: Pengawasan Kepala Kantor Pertanahan
I.
PENDAHULUAN
Sumberdaya tanah merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai salah satu modal dasar tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan dan penghidupan manusia, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya untuk matipun kita masih memerlukan tanah (K. Wantjik Saleh, 1977:50). Selain itu juga tanah merupakan salah satu faktor penting dalam proses kehidupan umat manusia yang telah dikaruniakan oleh Allah SWT. Baik sebagai sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak manusia dalam kelangsungan hidup sehari-hari, tanah sangat erat hubungannya dengan manusia, karna tanah mempunyai nilai ekonomis bagi segala aspek kehidupan manusia dalam rangka menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Berdasarkan kewenangan pemerintah yang bersumber pada konstitusi tersebut, maka kemudian diterbitkan dalam Undang-Undang (UU) No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria yang lebih dikenal dengan nama Undang Undang Pokok Agraria di singkat dengan UUPA. Dalam Pasal 2 ayat (4) UUPA ditentukan bahwa hak menguasai dari negara pelaksanaanya dapat dikuasakan kepada daerah swatantra dan masyarakat hukum adat,sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan peraturan pemerintah. UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kewenangan perintahan di bidang pertanahan dapat disertahkan kepada daerah otonom dengan mewajibkan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan urusan di bidang pertanahan sebagai bagian dari pelaksanaan otonomi daerah dan merupakan urusan yang bersifat wajib, karna sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara. Pasal 13 dan Pasal 14 UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditentukan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) merupakan urusan berskala daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) yang meliputi 16 bidang urusan, salah satunya adalah “Pelayanan Pertanahan”. Keenam belas urusan (bidang) tersebut merupakan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang harus diselenggarakan oleh Pemerintahan yang bersifat wajib yang harus diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen di Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional.. BPN dahulu dikenal dengan sebutan Kantor Agraria. BPN diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2006 tentang BPN. Adapun peranan Kepala Badan, Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pertanahan dalam hal ini adalah memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai mitra kerja agar dalam melaksanakan jabatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. II.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam peneleitian ini adalah jenis penelitian hukum yuridis-empiris, yaitu mempelajari dan menelaah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah wewenang kepala kantor pertanahan dalam pengawasan
terhadap pelaksanaan tugas PPAT yang selanjutnya di dukung dengan pendekatan empiris sebagai penunjang yaitu dengan mengadakan penelitian di lapangan guna memperoleh gambaran dari data yang ada kaitannya dengan permasalahan penelitian. Pendekatan masalah adalah pendekatan yuridis normatir yang didukung dengan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mempelajari, mengkaji peraturan perundang-uandangan dan literatur serta bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan peraturan yang terkait dengan wewenang pengawasan kepala kantor pertanahan terhadap PPAT di Bandar Lampung. Sedangkan untuk mengkaji dan memperjelas kajian hukum Penelitian tersebut serta guna mendapat hasil penelitian yang objektif dan terperinci serta lebih tergambarkan maka digunakan penelitian empiris. Penelitian yuridis empiris yaitu penelitian yang di lakukan oleh peneliti melalui penelitian lapangan. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh melalaui wawancara dengan pihak yang terkait dengan permasalahan yang akan di teliti wawancara di lakukan terhadap pihak yang terkait dengan permasalahan penelitian yaitu Notaris dan Camat (PPAT) di Bandar Lampung. Mengingat pengawasan Kepala Kantor Pertanahan terhadap PPAT sebagai pembuat akta tanah. Data Sekunder Data sekunder adalah data diperoleh dari kepustakaan dan dokumentasi, yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku. a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat mengikat yaitu berupa perundang-undangan yang terdiri dari: 1) UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. 2) PP. No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 3) PP. No. 37 Tahun 1998 Tentang Jabatan PPAT. 4) PP. No. 10 Tahun 2006 Tentang BPN. 5) Peraturan KBPN No.1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang memberi penjelasan tambahan terhadap bahan baku primer yang diperoleh berdasarkan studi kepustakaan yaitu literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah pengawasan dan pertanahan. c. Bahan baku tersier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan tambahan informasi dan penjelas terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder itu sendiri, seperti Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan bahanbahan media lainnya seperti surat kabar dan bahan-bahan hasil pencarian melalui internet yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang di lakukan dengan dua cara yaitu: Studi Lapangan Penelitian Lapangan adalah penelitian mencari data secara langsung ke informan dengan melakukan wawancara terbuka terhadap kepala kantor pertanahan dan PPAT yang mana hasilnya akan di jadikan sebagai isi dari skripsi. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dengan cara membaca, menelaah, mencatat, dan mengutip buku-buku, literatur-literatur, perundang-undangan serta mengklasifikasikan data yang berkaitan dengan permasalahan yang di jadikan pokok bahasan. Prosedur Pengolahan Data Pengolahan data yang di lakukan dalam penelitian Skripsi ini melalui tahapan sebagai berikut: 1. Seleksi data, yaitu memilih data yang sesuai dengan pokok bahasan. 2. Pemeriksaan data, yaitu meneliti kembali data yang diperoleh mengenai kelengkapan serta kejelasannya. 3. Klasifikasi data, yaitu mengelompokkan data sesuai dengan bidang pokok bahasan agar memudahkan dalam menganalisa data. 4. Penyusunan data, yaitu menyusun data menurut urutan secara sistematis, hasil dari penelitian yang sesuai dengan jawaban permasalahan yang ada. Analisis Data Setelah data dikumpulkan dan diolah kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu dengan cara menguraikan hasil penelitian dalam bentuk kalimat secara terperinci dan sistematis kemudian dilakukan interpretasi data yaitu mengartikan kata yang tersusun tersebut, sehingga pembahasan ini akan menuju kesimpulan sebagai jawaban dai permasalahan yang diajukan. III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengawasan Kepala Kantor Pertanahan Terhadap PPAT di Kota Bandar
Lampung BPN melalui Kepala Kantor Pertanahan mempunyai tugas pengawasan terhadap PPAT sesuai dengan Pasal 33 PP No. 37 Tahun 1998 agar dalam melaksanakan jabatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu tugas dalam melaksanakan pengawasan adalah membantu menyampaikan dan menjelaskan kebijakan dan peraturan pertanahan serta petunjuk teknis pelaksanaan tugas PPAT yang telah ditetapkan BPN dan peraturan perundang-undangan yang telah di tetapkan sebagai pedoman PPAT menjalankan tugas-tugasnya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan, di karnakan banyak kasuskasus yang terjadi akibat tidak di taatinya peraturan-peraturan yang telah di tetapkan. Semua dikarnakan tidak berjalannya pengawasan sebagaimana mestinya sehingga terkesan kurang optimalnya Kepala Kantor Pertanahan dalam mengawasi PPAT sebagai Mintra kerjanya
dalam pelaporan bulanan yang seharusnya di laporkan namun nyatanya fakta di lapangan tidak berjalan terbukti dari data yang di dapat oleh peneliti hanya sampai 2009 laporan yang di laporkan oleh salah satu mitra kerja (PPAT) terhadap Kepala Kantor Pertanahan namun tidak mendapatkan sanksi apapun sehingga tidak tertutup kemungkinan akan terulang kembali hal-hal seperti ini, untuk itu diharapkan Kepala Kantor Pertanahan bisa lebih mengawasi mitra kerjanya agar terjalin kerja sama yang harmonis. 1.
Memeriksa Akta Yang Dibuat PPAT dan Memberitahukan Secara Tertulis Kepada PPAT Yang Bersangkutan Apabila ditemukan Akta Yang di laporkan tidak memenuhi syarat. PPAT di tugaskan untuk membuat akta sebagai alat bukti yang sah dalam pendaftaran tanah seperti di jelaskan pada Pasal 67 Peraturan KBPN No.1 Tahun 2006 yang berbunyi :
(1) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan PPAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat(3), Kepala Kantor Pertanahan dapat menugaskan staf yang membidangi ke-PPAT-an. (2) Petugas yang ditugaskan untuk melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disertai dengan surat tugas. (3) PPAT wajib melayani petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memeriksa buku daftar akta, hasil penjilidan akta dan bukti-bukti pengiriman akta ke Kantor Pertanahan. (4) Sebagaimana bukti bahwa daftar akta sudah diperiksa, petugas pemeriksa mencantumkan parafnya pada setiap halaman yang sudah diperiksa dan pada akhir halaman yang sudah diperiksa dengan dicantumkan tulisan “buku daftar akta ini sudah diperiksa oleh Saya ………..” dan membubuhkan tanda tangannya dibawah tulisan itu. (5) Hasil pemeriksaan tersebut dicantumkan dalam Risalah Pemeriksaan Palaksanaan Kewajiban Operasional PPAT yang dibuat sesuai contoh dalam Lampiran X dan ditandatangani oleh petugas pemeriksa dan PPAT yang bersangkutan. Kepala Kantor Pertanahan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa akta yang dibuat PPAT dan kemudian melaporkannya kembali kepada PPAT. Dari penelitian Kepala Kantor Pertanahan tidak ditemukan data yang menunjukkan adanya laporan priodik yang dilakukan PPAT di Bandar Lampung. Dari penelitian hanya ditemukan laporan yang dilakukan oleh PPAT sementara kepada Kepala Kantor Pertanahan hanya sampai tahun 2009 hal ini tidak mendapatkan sanksi yang tegas sesuai dengan Peraturan KBPN No. 1 tahun 2006 yang di jelaskan oleh Bapak Muhamad selaku Humas (hubungan masyarakat). Hasil wawancara menunjukkan bahwa hal tersebut dikarenakan tugas dan fungsi Kepala Kantor Pertanahan hanya bersifat fungsional sehingga Tidak ada pengawasan yang tegas dari Kepala Kantor Pertanahan terkait dengan laporan yang dilakukan PPAT. Masalah yang timbul terkait dengan akta yang di buat oleh PPAT yang paling banyak di Kota Bandar Lampung adalah sertifikat ganda. Sertifikat ganda ini bermula dari kesalahan pendaftaran tanah. Hal ini bisa disebabkan oleh tidak melapornya PPAT kepada Kepala Kantor Pertanahan sehingga PPAT menerbitkan akta yang sudah terdaftar di Kantor Pertanahan. Dalam hal ini PPAT tidak melaporkan sertifikat hak atas tanah kepada BPN melalui Kepala Kantor Pertanahan, maka BPN memberikan sanksi sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukannya. Sanksi yang akan diberikan oleh Kepala Kantor Pertanahan yaitu: a. Sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT dikenakan tindakan administrasi berupa teguran tertulis sampai dengan pemberhentian jabatan sebagai PPAT (Pasal 10 PP No. 37 Tahun 1998 jo Pasal 37 PMNA/KBPN No. 4 Tahun 1999).
b. Sanksi atas pelanggaran tidak menyampaikan laporan bulanan, dikenakan denda sebesar Rp 250.000,- setiap laporan (Pasal 26 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2002). Dalam setiap pembuatan akta tanah maka PPAT akan berkordinasi dengan Kantor Pertanahan setempat guna mendapatkan informasi tentang status tanah tersebut benar-benar telah terdaftar atau apakah data yuridis dan data fisik yang yang ada dalam sertifikat tanah tersebut dengan data yang ada pada buku tanah di Kantor Pertanahan. Penyesuaian data dalam sertifikat dengan data dalam buku tanah tersebut dikenal dengan nama “cek bersih”. Apabila PPAT telah membuat akta tanah dan melaporkannya kepada Kepala Kantor Pertanahan, kemungkinan besar bahwa Kepala Kantor Pertanahan tidak memeriksa kelengkapan syarat-syarat pendaftaran hak atas pemilik tahan atau tidak memeriksa bahwa hak atas tanah yang telah didaftarkan telah terdaftar sebelumnya, inilah yang menyebabkan adanya sertifikat ganda, juga melakukan pengawasan dalam proses pembuatan akta tanah yang dilakukan oleh PPAT. Kepala Kantor Pertanahan selayaknya melakukan kepastian terhadap subjeknya. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam pembuatan akta itu benar-benar dilakukan sesuai dengan keadaan sebenarnya adalah bahwa dalam pembuatan akta itu benarbenar para pihak berada dan menandatangani akta dihadapan PPAT bukan dilakukan di kantor tetapi penandatangannya dirumah masing-masing. Apabila ada PPAT mendapatkan kendala ataupun permasalahan maka PPAT dapat menyampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan seperti yang tercantum dalam Pasal 68 Peraturan KBPN No.1 Tahun 2006 yang berbunyi: (1) Apabila PPAT dalam melaksanakan tugasnya mendapat hambatan atau kendala pelayanan di Kantor Pertanahan, PPAT yang bersangkutan dapat menyampaikan permasalahannya langsung kepada Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan. (1) Apabila permasalahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diselesaikan oleh Kepala Kantor Pertanahan, PPAT yang bersangkutan dapat melaporkan permasalahannya kepada Kepala Kantor Wilayah setempat atau kepada Kepala Badan melalui organisasi profesi PPAT. 2.
Melakukan Pemeriksaan Mengenai Pelaksanaan Kewajiban. Menurut Bapak Muhamad selaku Humas yang di wawancarai pada tanggal 12 september 2012 di kantor kecamatan menyatakan bahwa tugas PPAT yaitu membantu pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum untuk mengajukan permohonan ijin pemindahan hak dan permohonan hak atas tanah. Tugas pokok dan kewenangan PPAT diatur dalam Pasal 2 Peraturan KBPN No. 1 Tahun 2006 . Bapak muhamad selaku seksi Humas juga menjelaskan apabila ada pemberitahuan dari Kepala Kantor Pertanahan tentang penyuluhan ataupun tentang kewajiban yang harus di penuhi terhadap PPAT maka Kepala kantor melalui stafnya akan memberikan surat edaran terhadap PPAT-PPAT yang menjadi mitra kerja Kantor Pertanahan agar PPAT mengetahui apa-apa yang harus di penuhi dalam pembuatan akta otentik. Menurut Bapak Budi Kristiyanto selaku PPAT (Notaris) sebagai pejabat yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik untuk perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan hak milik satuan rumah susun yang terletak di wilayah kerjanya sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1960, PP No. 24 Tahun 1997, PP No. 37 Tahun 1998 jo PMNA/KBPN No.
1 Tahun 2006. Dalam praktik terdapat penyimpangan dalam pelaksanaan kewajiban operasional PPAT khususnya terhadap ketentuan bahwa PPAT hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani sebelum pembayaran BPHTB.
B. Faktor Penghambat Kepala Kantor Pertanahan Dalam Pengawasan Terhadap PPAT. Pelaksanaan pengawasan terhadap tugas PPAT oleh kepala kantor pertanahan masih kurang optimal yaitu kurangnya pengawasan yang kontinyu terhadap PPAT dikarenakan PPAT yang mencapai 81 orang sehingga tidak terpantau secara menyeluruh. Menurut penjelasan Bapak Helman,S.Sos selaku Kepala Urusan Umum dan Kepegawaian yang di wawancarai di kantor pertanahan pada tanggal 15 september 2012, bahwa faktorfaktor yang menjadi penghambat dalam laporan bulanan akta tanah bila ditelusuri sebenarnya banyak permasalahan yang akan di timbulkan dikemudian hari, misalnya bukti pembayaran jual beli tanah yang belum kuat secara hukum untuk persyaratan pensertifikatan tanah karena belum lunas pembayarannya. Bila dicermati pula bahwa ada faktor-faktor tertentu yang menjadikan pihak penjual dan pembeli bersikeras agar permohonan pembuatan Akta tanah berhasil. Sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 Peraturan KBPN No. 1 Tahun 2006, bahwa PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah. Sedangkan Bapak Badarudin Umar SH, selaku Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran tanah menyebutkan bahwa PPAT adalah pejabat yang berwenang membuat akta dari pada perjanjian-perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjamkan uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan. Kepala Kantor Pertanahan dalam bekerja juga terhambat terkait dengan peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai tugas, fungsi dan kewenangan Kepala Kantor Pertanahan yang saling bertentangan, ditambah lagi bahwa Kepala Kantor Pertanahan yang telah memberikan surat peringatan kepada PPAT ataupun PPAT sementara yang tidak melaporkan pendaftaran hak atas tanah sama sekali tidak dihiraukan oleh PPAT ataupun PPAT sementara karena sanksi yang tidak tegas yang mengatur tentang kinerja tidak dijalankan dengan baik. Kerjasama yang kurang harmonis antara Kepala Kantor Pertanahan dan PPAT menyebabkan sulitnya untuk mengadakan pengawasan PPAT dalam hal pembuatan akta dan juga penyampaian petunjuk pelaksanaan tugas PPAT, selain itu Kepala Kantor hanya melakukan pengawasan melalui dokumen atau laporan yang dilaporkan PPAT sehingga data yang diperoleh tidak akurat untuk mengetahui pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT dalam pembuatan dan pendaftaran hak atas tanah.
IV.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan.Berdasarkan hasil pembahasan,maka dapat disimpulkan dalam skripsi ini: 1. Pengawasan Kepala Kantor Pertanahan dalam hal: Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung dalam membantu menyampaikan dan menjelaskan kebijakan dan peraturan pertanahan serta petunjuk teknis pelaksanaan tugas PPAT telah menjalankan tugasnya dengan cara sosialisasi atau penyuluhan kepada 81 orang PPAT dan termasuk PPAT sementara meskipun belum sepenuhnya di patuhi oleh beberapa PPAT di karnakannya kurangnya pengawasan terhadap laporan bulanan yang seharusnya di buat oleh PPAT. Sebagai lembaga yang memeriksa akta yang dibuat oleh PPAT, Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung hanya menjalankan tugasnya secara fungsional itu berarti pemeriksaan akta di Kota Bandar Lampung tidak sesuai dengan prosedur, terbukti dengan tidak lengkapnya laporan PPAT kepada Kantor Pertanahan. Melakukan pemeriksaan mengenai kewajiban operasional, dalam hal ini Kepala Kantor Pertanahan melakukan pemeriksaan melalui laporan yang dilakukan oleh PPAT tiap bulannya. Pemeriksaan dilakukan tidak secara langsung, sehingga banyak PPAT yang melakukan pelanggaran namun tidak diberikan sanksi. 2. Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung dalam melakuakan pengawasan adalah karena ketentuan peraturan yang saling bertentangan satu sama lain. Disamping itu juga penerapan peraturan tersebut yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, dimana secara empiris ketentuan normatif yang tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 4 Tahun 1996 sangat sulit untuk dilakukan. Untuk mengatasi kendala tersebut, maka Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung melakukan upaya pendekatan dengan pihak PPAT. Saran 1. Karena pelaksanaan pengawasan terhadap PPAT hanya bersifat fungsional maka tidak terlalu diperhatikan, seharusnya walaupun hanya bersifat fungsional pengawasan harus berjalan sebagaimana mestinya, karena akan berdampak pada masa yang akan datang. 2. Kepala Kantor Pertanahan seharusnya dapat lebih memperhatikan PPAT sebagai mitra kerjanya dalam pelaporan akta otentik yang di buat oleh PPAT agar tidak terjadi lagi pelaporan akta yang tidak di laporkan oleh PPAT terhadap Kepala Kantor Pertanahan. DAFTAR PUSTAKA Djohan, Djohermansyah, 1998, Reformasi Otonomi Daerah, Fakultas Hukum Universitas Surabaya : Surabaya Departemen Pendidikan Nasional, 2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka : Jakarta Harsono, Budi.2007. Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, edisi 3. Universitas Trisakti : jakarta Murhaini, Supriansyah, 2009, Kewenangan Pemerintah Daerah Mengurus Bidang Pertanahan, LaksBang Justitia : Surabaya
Mansyurm, Cholil, 1981, Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah, Usaha Nasiaonal : Surabaya Marbun, S.F, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, Liberty : Yogyakarta Parlindungan, A. P,1990. Komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria, Alumni : Bandung ___________________, 1994. Pendaftaran Tanah di Indonesia. Mandar Maju : Bandung Perangin, Effendi. 1989. Pendaftaran Tanah di Indonesia. CV. Rajawali : Jakarta. Rusmandi, Murod. 2007. Menyingkap Tabir Masalah Pertanahan. Mandar Maju : Bandung ___________________, 2009. Hukum Pendaftaran Tanah. FH Unila : Bandar Lampung
Sumarja, FX, 2008. Hukum Tataguna Tanah di Indonesia. Universitas Lampung : Bandar lampung Stroink, F.A.M, Memahami Beberapa Bab Hukum Administrasi, LaksBang PressSindo : Yogyakarta Sumarno, Siswanto, 2005, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika : Jakarta Waluyo, Bambang, 2002. Penelitian Hukum dalam Praktek. Sinar Grafika : Jakarta Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.