perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PELAKSANAAN PENGAWASAN IZIN USAHA PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Amelia Intiastuti NIM. E0007073
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PELAKSANAAN PENGAWASAN IZIN USAHA PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH
Oleh : Amelia Intiastuti NIM. E0007073
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta,
2011
Dosen Pembimbing
Lego Karjoko, S.H., M.H. NIP. 1963 0519 198803 1001 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: Amelia Intiastuti
NIM
: E0007073
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (Skripsi) berjudul: PELAKSANAAN PENGAWASAN IZIN USAHA PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (Skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (Skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (Skripsi) ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Christ gives me the streghth to face anything” (Philippians 4:13)
“Jangan membatasi pandanganmu dengan keadaan, karena iman adalah sesuatu yang sanggup menembus keadaan” (Penulis)
“Apa yang kita lihat, itu yang akan kita dapatkan” (Penulis)
Penulisan Hukum ini kupersembahkan bagi: 1. My Lord, My Saviour, Jesus Christ. 2.
Bapaku Tri Joko Inti Budi Santosa, S.ST., M.T., Mamaku Titiek Herlina,
S.Th., Adikku Upimas Dwi
Kristiari, dan segenap keluargaku tercinta. 3. Almamater tercinta di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Amelia Intiastuti, E 0007073. 2011. PELAKSANAAN PENGAWASAN IZIN USAHA PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan pengawasan izin usaha perkebunan di Provinsi Jawa Tengah yang berada dibawah pengelolaan dinas teknis terkait yaitu Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah dalam rangka pengolahan perkebuan yang berdaya guna, khususnya dikaitkan dengan: pemberian izin usaha perkebunan, mekanisme pengawasan usaha perkebunan, dan tindakan hukum yang diambil oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah terhadap perusahaan perkebunan yang tidak sehat. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif bersifat preskriptif, menemukan hukum in concreto mengenai pelaksanaan pengawasan usaha perkebunan di Provinsi Jawa Tengah. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup data primer, data sekunder, dan data tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan. Beberapa data kemudian dimintakan penjelasan dan konfirmasi dari Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. Teknik analisis data yang digunakan dengan metode silogisme dan interpretasi dengan menggunakan pola berpikir deduktif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan sebagai berikut: Kesatu, pemberian izin usaha perkebunan di Provinsi Jawa Tengah sudah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 18 Tahun 2004, Permentan No. 26/Permentan/OT.140/2/2007, Perda Jawa Tengah No. 2 Tahun 2005, dan Peraturan Kepala Dinas Perkebunan No. 5 Tahun 2006. Kedua, mekanisme pengawasan izin usaha perkebunan belum sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 18 Tahun 2004 dan Permentan No. 07/Permentan/OT.140/2/2009. Ketiga, mengenai tindakan hukum yang diambil oleh Dinas Perkebunan terhadap perusahaan perkebunan yang tidak sehat telah sesuai dengan ketentuan pemberian sanksi yang terdapat dalam Permentan No. 07/Permentan/OT.140/2/2007. Kata kunci: Dinas Perkebunan, Perkebunan, Perizinan, Pengawasan, Pembinaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
This research’s purpose is to describe the implementation of business lisence control in Central Java by Agriculture Department of Central Java in order to make processing on usefull agriculture, especially it is related to the agricultural business lisensing, the mechanism of agricultural business controlling, and the law action taken by Agricultural Department of Central Java to unhealth agricultural business. This research uses normative approach which has prescriptive characteristic, find the law in concreto about the implementation of agricultural business control in Central Java. The data’s type used is secondary data. The secondary data sources used consist of primary data, secondary data, and tersiery data. Collecting data teqnique used is literature study. Then, some of the data, explained and confirmed by Agricultural Department of Central Java. Analysing data teqnique used is silogisme method and interpretation with using deductive think design. According to the research result and discussion, it is resulted the conclusion that: First, agricultural business lisensing in Central Java has been suitable with the determination of UU No. 18 Tahun 2004, Permentan No. 26/Permentan/OT.140/2/2006, Perda Jawa Tengah No. 2 Tahun 2005, and Peraturan Kepala Dinas Perkebunan No. 5 Tahun 2006. Second, the mechanism of agricultural business lisensing control has been not suitable with the determination of UU No. 18 Tahun 2004 and Permentan No. 07/Permentan/OT.140/2/2009. Third, law action taken by Agricultural Department to unhealth agricultural businessman has been suitable with the determination to give punishment on Permentan No. 07/Permentan/OT.140/2/2009.
Keywords: Agricultural Department, Agriculture, Lisencing, Controlling, Cultivating.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus yang telah memberikan kasih dan penyertaan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi) yang berjudul: “PELAKSANAAN PENGAWASAN IZIN USAHA PEKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH”. Penulisan ini disusun untuk mengetahui dan memahami secara lebih dalam mengenai pelaksanaan pengawasan izin usaha perkebunan khususnya di wilayah Provinsi Jawa Tengah yang pengawasannya berada di bawah Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. Penulisan hukum ini dalam pembuatannya melibatkan banyak pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan penulisan dari awal hingga akhir sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana dalam ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Untuk itu penulis megucapkan terima kasih kepada: 1.
Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.
Bapak Wasis Sugandha, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademis yang telah memberikan dorongan kepada penulis dari awal masa perkuliahan sampai dengan berakhirnya masa studi penulis.
4.
Bapak Lego Karjoko, S.H., M.H., selaku Pembimbing yang telah dengan teliti dan sabar memberikan bimbingan kepada penulis dari awal hingga akhir proses penulisan hukum ini.
5.
Segenap dosen dan karyawan Fakultas Hukum UNS. Terimakasih telah memberikan ilmu dan membimbing Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum UNS. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
6.
digilib.uns.ac.id
Ir. Tegoeh Wynarno Haroeno, M.M., selaku Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis dalam pencarian data.
7.
Ir. Soesiati Rahayu, M.M., selaku kepala Seksi Pembinaan Usaha pada Bidang Usaha Perkebunan (BUP) Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah selaku narasumber yang telah membantu penulis dalam mencari data.
8.
Bapak Sri Riyanto, S.Sos pada bagian umum dan kepegawaian Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah yang telah membantu penulis dalam pengurusan izin pencarian data.
9.
Saudaraku Kartika, Lili, Nares, Ayu, Amal, Intan, Feby, Yuni, Yosi, John Gurning, Bannu, Pepeb, Jackline, Yacobs, Merry, Tias, Tiwi, Windha, Lita, Devi
yang
senantiasa
membuat
penulis
terdorong
untuk
segera
menyelesaikan penulisan hukum ini [bersyukur memiliki kalian]. 10.
Keluarga besar PMK Fakultas Hukum, special for Putri, Anna, Shenni, Mitha, Maya, Dika, Elfas, Richard, Surya Daffa, John Tambunan, Advent, Ottik, Sheni, David Hutapea, Lizy, Zefanya, Yoseph, Vera, Ijul, Ira, Sheryto, Yosua, Nico, Ardhi, dan seluruh saudaraku di PMK FH [bersyukur memiliki kalian].
11.
Keluarga besar Voca Justitia Fakultas Hukum UNS, pu’ank, manno, prita, prima, vika, niken, bayu, yosi, lanang, attoy, kiki, faradina, fery, gunawan, zefanya, rio, mighdad
terimakasih untuk
semangatnya dan telah
mengajariku bernada dengan jiwa. 12.
Special for Bayu Wicaksono, Thanks for [always] love and support me [bersyukur memilikimu].
13.
Segenap keluarga besar Mulyanto Wignyoparyanto dan Padmohartono, terimakasih eyang, pa’puh, bu’puh, tante, om, kakak, adik untuk doa dan dukungannya.
14.
Orang-orang yang suka pakai baju putih-hitam dan keluar dari ruang Ujian Skripsi. Kalian membuatku ‘iri’..hehe...,tapi berkat kalian aku menjadi semakin termotivasi..Terimakasih teman. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
15.
digilib.uns.ac.id
Teman-teman angkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, terimakasih untuk 4 tahun ke belakang, tetap semangat untuk menjadi
Sarjana Hukum
yang profesional
dan
bermoral..!! Fiva
Justitia..kami bangga ada disini..!!! 16.
Untuk seluruh pihak yang tidak dapat disebut satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan yang telah diberikan. Seperti pepatah yang mengatakan bahwa tak ada gading yang tak retak,
penulis menyadari pula bahwa penyusunan penulisan hukum ini jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca sangat diharapkan. Akhirnya, semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Surakarta,
2011
Penulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN ..............................................................................
iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..................................................
v
ABSTRAK ............................................................................................................
vi
ABSTRACT ..........................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
viii
DAFTAR ISI .........................................................................................................
x
DAFTAR TABEL .................................................................................................
xii
DAFTAR RAGAAN ............................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................
xiv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................
1
A.
Latar Belakang Masalah ....................................................................
1
B.
Rumusan Masalah ..............................................................................
4
C.
Tujuan Penelitian ...............................................................................
5
1. Tujuan Obyektif ............................................................................
5
2. Tujuan Subyektif ...........................................................................
5
Manfaat Penelitian .............................................................................
6
1. Manfaat Teoritis ............................................................................
6
2. Manfaat Praktis .............................................................................
6
Metode Penelitian ..............................................................................
6
1. Jenis Penelitian ..............................................................................
7
2. Sifat Penelitian ..............................................................................
7
3. Pendekatan Penelitian ...................................................................
8
4. Jenis Data dan Sumber Data .........................................................
8
5. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ commit to user 6. Teknik Analisis Data .....................................................................
10
D.
E.
11
perpustakaan.uns.ac.id
F.
digilib.uns.ac.id
Sistematika Penulisan Hukum ............................................................
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
14
A.
Kerangka Teori .....................................................................................
14
1. Tinjauan umum tentang Hak Menguasai Negara ............................
14
a.
Pengertian Hak Meguasasi Negara ...........................................
b.
Dasar-Dasar Pikiran yang Melatarbelakangi Hak Menguasai
14
Negara ......................................................................................
17
2. Tinjauan umum tentang Perkebunan ...............................................
21
a.
Pengertian dan Pengaturan Perkebunan ...................................
21
b.
Asas, Tujuan, Fungsi, dan Perencanaan Perkebunan ...............
24
c.
Karakteristik Perkebunan Indonesia .........................................
27
d.
Kewajiban Perusahaan Perkebunan ..........................................
31
3. Tinjauan umum tentang Perizinan ...................................................
33
a.
Pengertian Perizinan .................................................................
33
b.
Unsur-unsur Perizinan ..............................................................
35
c.
Fungsi dan Tujuan Perizinan ....................................................
36
d.
Bentuk dan Isi Izin ...................................................................
37
4. Tinjauan umum tentang Penegakan Hukum dalam Hukum Administrasi Negara ........................................................................
38
Kerangka Pemikiran .............................................................................
43
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
47
B.
A.
Tugas, Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah .........................................................................................
B.
Pemberian Izin Usaha Perkebunan di Provinsi Jawa Tengah .................................................................................................................
C.
D.
47
55
Mekanisme Pengawasan Usaha Perkebunan di Provinsi Jawa Tengah .................................................................................................................
70
Tindakan Hukum Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah terhadap commit user ........................................... Perusahaan Perkebunan yang Tidak to Sehat
84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP .............................................................................................
94
A.
Kesimpulan ...........................................................................................
94
B.
Saran .....................................................................................................
95
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Daftar Perkebunan yang Telah Memiliki IUP ............................
66
Tabel 2.
Perbandingan Kelas Kebun Tahun 2006 dan 2009 .....................
79
Tabel 3.
Daftar Klasifikasi Kelas Kebun Tahun 2009 ..............................
79
Tabel 4.
Daftar Perusahaan Perkebunan yang tergolong kelas IV dan kelas V ........................................................................................
Tabel 5.
86
Pembinaan Perkebunan Besar yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Provinsi ....................................................................
commit to user
90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR RAGAAN
Ragaan 1. Kerangka Pemikiran ...................................................................
43
Ragaan 2. Alur Tahapan Tata Cara Permohonan Perizinan ........................
58
Ragaan 3. Alur Tata Cara Pembayaran Registrasi .......................................
83
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Surat Rekomendasi Survey/Riset Nomor : 070/0873/2011
Lampiran 2.
Bagan Susunan Organisasi Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah
Lampiran 3.
Format surat pengajuan IUP
Lampiran 4.
Sertifikat IUP atas nama PTPN IX (Kebun Getas)
Lampiran 5.
Sertifikat IUP atas nama PT. Pawana Indonesia (Kebun Susukan)
Lampiran 6.
Format permohonan konversi/diversifikasi
Lampiran 7.
Sertifikat IUP untuk konversi/diversifikasi atas nama PT. Rumpun Sari Medini (Kebun Kaligintung)
Lampiran 8.
Format permohonan registrasi IUP
Lampiran 9.
Format tanda bukti pembayaran retribusi
Lampiran 10. Piagam Penghargaan bagi perkebunan yang naik kelas Lampiran 11. Peringatan bagi kebun yang mengalami penurunan kelas Lampiran 12. Format laporan kegiatan usaha perkebunan Lampiran 13. Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 525.3/2/2010 tentang Penetapan Kelas Kebun Berdasarkan Hasil Penilaian Usaha Perkebunan Tahun 2009 Lampiran 14. Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah Nomor 875.1/03322 tertanggal 7 Februari 2011 tentang Penyerahan Kewenangan Pembinaan Perkebunan Besar kepada Kabupaten/Kota
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Secara konstitusional, pengaturan tanah di Indonesia tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 terdapat dua kata yang menentukan, yaitu perkataan ”dikuasai” dan ”dipergunakan”. Perkataan ”dikuasai” sebagai dasar wewenang negara. Negara adalah badan hukum publik yang dapat mempunyai hak dan kewajiban seperti manusia biasa. Perkataan ”dipergunakan” mengandung suatu perintah kepada negara untuk mempergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Perintah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 berisi keadaan berbuat, berkehendak agar sesuai dengan tujuannya (Winahyu Erwiningsih, 2009:3). Dasar pemikiran dan landasan politik agraria nasional yang dianut dalam pasal tersebut di atas memberikan pengertian bahwa negara tidak perlu bertindak sebagai pemilik seperti yang telah dicantumkan di atas, negara cukup bertindak sebagai penguasa untuk memimpin dan mengatur kekayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari ketentuan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa kekuasaan yang diberikan kepada negara memberikan kewajiban
kepada
negara
untuk
mengatur
pemilikan
dan
menentukan
kegunaannya, sehingga semua tanah di seluruh wilyah negara dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Eddy Ruchiyat, 1999:1). Tanah merupakan faktor utama pendukung kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Setiap orang menilai bahwa penguasaan tanah menjadi sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan atau sekedar untuk mempertahankan eksistensi kemanusiaannya karena dari mengolah tanah manusia dapat bertahan hidup. Menguasai sebidang tanah berarti menguasai terhadap segala hal yang diperlukan dalam hidup. Sebagai contoh, penguasaan terhadap tanah akan menguasai juga sumber daya atas air, tanaman, sumber makanan, tempat tinggal, udara, beserta commit to user hal-hal lain yang terkandung dalam tanah tersebut. Semua sumber daya yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dihasilkan oleh tanah dapat memenuhi kebutuhan primer, sekunder, bahkan tersier umat manusia. Oleh karenanya penguasaan tanah adalah bagian sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Penguasaan tanah bagi kehidupan manusia sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, tidak hanya dipergunakan untuk tempat tinggal saja, melainkan dapat juga dimanfaatkan untuk usaha bercocok tanam atau pertanian. Di negara agraris, Indonesia misalnya, sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani atau pekebun. Kurang lebih 60% dari jumlah penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian. Oleh karena mayoritas dari penduduk di negara ini bekerja pada sektor pertanian, maka kemajuan sektor pertanian berpengaruh pada bangkitnya industri yang berhubungan dengan stabilitas ekonomi dan pada akhirnya bermanfaat bagi pengurangan kemiskinan di Indonesia (http://www.anneahira.com/pertanianperkebunan.htm). Berkaca dari fakta diatas, perkembangan industri yang berdampak pada pengurangan kemiskinan di Indonesia tidak terlepas dari adanya sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian, subsektor perkebunan mempunyai peran yang signifikan dalam perekonomian Indonesia terutama dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Peran ini relatif konsisten baik ketika Indonesia mengalami krisis maupun pada keadaan ekonomi yang stabil. Selain itu, subsektor perkebunan juga sangat strategis dalam penyediaan pangan, misalnya: minyak goreng, minyak sawit, gula, dan kebutuhan pokok lainnya. Dengan kata lain, subsektor perkebunan merupakan salah satu pilar stabilitas ekonomi dan politik Indonesia (http://www.anneahira.com/industri-perkebunan). Dewasa ini, perkebunan merupakan salah satu pondasi bagi Indonesia untuk menghadapi tantangan krisis globalisasi dan kompetitifnya pasar dunia. Di samping itu, perkebunan juga merupakan suatu langkah pembangunan ekonomi nasional sekaligus alternatif untuk mengurangi efek menipisnya Sumber Daya Alam (SDA) sehingga dapat dikelola bertahun-tahun demi memenuhi kebutuhan commit to user masyarakat Indonesia. Strategi kunggulan kompetitif di subsektor perkebunan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menghasilkan kuantitas bahan baku berkualitas bagi sektor industri. Keunggulan kompetitif ini akan menciptakan daya saing produk yang tinggi bagi komoditi perkebunan karena keunggulan tenaga kerja, ketersediaan lahan yang luas, modal yang cukup, serta didukung dengan adanya regulasi dari pemerintah. Keunggulan pada subsektor ini membuat pemerintah baik tingkat pusat sampai daerah membuat suatu kebijakan yang dapat memaksimalkan usaha perkebunan. “Di sini, sekali lagi terbukti bahwa perkebunan mempunyai posisi tawar yang kuat atau bahkan mempunyai kekuasaan yang cukup besar dalam mengendalikan arah politik suatu negara, terutama bagi negara-negara yang masih bercorak agraris seperti Indonesia” (Syaiful Bahari, 2004:43). Sadar bahwa susbsektor perkebunan memiliki kedudukan yang penting dalam perekonomian nasional melalui kontribusi dalam pendapatan nasional, penyediaan lapangan kerja, penerimaan ekspor, dan penerimaan pajak, membuat para pemilik modal besar (investor) berlomba-lomba menanamkan modalnya di bidang usaha perkebunan ini. Oleh karena itu keberadaan usaha perkebunan perlu mendapat perlindungan hukum dari pemerintah agar pelaksanaan usaha perkebunan dapat dilaksanakan guna meningkatkan kesejahteraan bagi pelaku usaha, masyarakat, dan pemerintah. Perlindungan hukum tersebut kemudian diwujudkan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan sebagai payung hukum (umbrella act) bidang usaha perkebunan di Indonesia. Lingkup perkebunan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan tersebar di berbagai wilayah provinsi di Indonesia, termasuk didalamnya perkebunan yang berada di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Perkebunan di Provinsi Jawa Tengah berada di bawah pengawasan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. Sama halnya pada lingkup nasional, Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah memiliki peranan yang strategis dalam rangka melakukan pengawasan pada pelaksanaan izin usaha perkebunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan secara tidak langsung turut commit to user meningkatkan pendapatan nasional.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perkebunan di wilayah Provinsi Jawa Tengah dilaksanakan oleh pelaku usaha perkebunan yang berupa pekebun dan/atau perusahaan perkebunan yang mengelola usaha perkebunan dengan dasar Hak Guna Usaha bagi pelaku usaha perkebunan yang berupa perusahaan perkebunan. Perusahaan perkebunan adalah pelaku usaha perkebunan warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang mengelola usaha perkebunan dengan skala tertentu. Pemberian izin usaha merupakan salah satu langkah untuk menetapkan aturan main dan merupakan proses seleksi bagi para pelaku usaha perkebunan khususnya di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan pengawasan yang efektif dari pihak Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah sangat berpengaruh terhadap pengusahaan perkebunan yang berdaya guna bagi seluruh lapisan masyarakat di Provinsi Jawa Tengah pada khususnya dan peningkatan pendapatan nasional pada umumnya. Sehingga kedua hal tersebut merupakan dua sisi mata uang yang saling membutuhkan dan saling memiliki hubungan yang tidak bisa dipisahkan begitu saja dalam rangka mewujudkan keteraturan dalam pengusahaan perkebunan di Provinsi Jawa Tengah khususnya (Supriadi, 2010:567). Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut dalam penulisan hukum (skripsi) dengan judul: ”Pelaksanaan Pengawasan Izin Usaha Perkebunan di Provinsi Jawa Tengah”.
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam suatu penelitian sangat diperlukan untuk mempermudah dan membatasi permasalahan yang akan diteliti agar penelitian dapat dilakukan secara sistematis dan terarah, sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang jelas serta memperoleh jawaban sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rumusan masalah yang akan dikaji oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut: 1.
Apakah pemberian izin usaha perkebunan di Provinsi Jawa Tengah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan? commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Apakah mekanisme pengawasan usaha perkebunan di Provinsi Jawa Tengah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan?
3.
Apakah tindakan hukum yang diambil oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah terhadap perusahaan perkebunan yang tidak sehat sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penulisan hukum ini, adalah sebagai berikut. 1.
Tujuan Obyektif a.
Untuk mengetahui kesesuaian pemberian izin usaha perkebunan di Provinsi Jawa Tengah terhadap peraturan perundang-undangan.
b.
Untuk
mengetahui
kesesuaian
mekanisme
pengawasan
usaha
perkebunan di Provinsi Jawa Tengah terhadap peraturan perundangundangan. c.
Untuk mengetahui kesesuaian tindakan hukum yang diambil oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah terhadap perusahaan perkebunan yang tidak sehat terhadap peraturan perundang-undangan.
2.
Tujuan Subyektif a.
Mengetahui pelaksanaan pemberian izin, pengawasan, serta tindakan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah terhadap perusahaan perkebunan yang tidak sehat dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan perkebunan khususnya di wilayah Provinsi Jawa Tengah.
b.
Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Strata 1 (S1) dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
c.
Untuk meningkatkan dan mendalami berbagai teori yang telah diperoleh selama di bangku perkuliahan dan pengetahuan terhadap suatu permasalahan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian Penelitian hukum ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait yaitu penulis, pembaca, dan pihak-pihak yang terkait dengan topik utama penulisan hukum ini. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini adalah: 1.
Manfaat Teoritis a.
Memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Administrasi Negara terkait dengan Hukum Agraria pada khususnya;
b.
Memperkaya literatur dan referensi kepustakaan Hukum Administrasi Negara tentang prosedur pemberian izin, mekanisme pengawasan, serta tindakan hukum yang diambil oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah terhadap perusahaan perkebunan yang tidak sehat;
c.
Hasil dari penulisan hukum ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis pada tahap selanjutnya.
2.
Manfaat Praktis a.
Memberikan
gambaran
atau
wacana
bagi
penulis
untuk
mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus untuk melatih penulis dalam mengkaji dan menganalisa permasalahan hukum yang ada dengan menggunakan metode ilmiah sebagai penunjang ilmu pengetahuan hukum yang penulis peroleh selama perkuliahan; dan b.
Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung dengan penulisan hukum ini.
E. Metode Penelitian Metode merupakan suatu penyelidikan yang berlangsung menurut suatu rencana tertentu dengan tujuan untuk membatasi secara tegas bahasa yang dipakai oleh ilmu tertentu, dalam hal ini pastinya ilmu hukum (Johny Ibrahim, 2006:294). Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, commit to userhukum guna menjawab isu hukum prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2008:35). Untuk mendapatkan data dan penelitian yang bulat dan utuh dalam rangka memberikan gambaran dan uraian mengenai pelaksanaan pengawasan izin usaha perkebunan di Provinsi Jawa Tengah, maka harus menggunakan metode penelitian yang sesuai. Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1.
Jenis Penelitian Ilmu hukum adalah suatu ilmu yang mempelajari mengenai kaidah atau norma yang ada dalam masyarakat, oleh karena itu jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas (Amiruddin, S.H., dan Zainal Asikin, S.H., 2004:118). Karena penelitian ini jenis penelitian hukum normatif, maka dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan hukum tersebut kemudian disusun secara sistematis dan dikaji untuk kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang akan diteliti dalam penulisan hukum ini.
2.
Sifat Penelitian Penelitian hukum ini bersifat preskriptif dan terapan, hal tersebut sesuai dengan karakteristik ilmu hukum. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuancommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2008:22). Berpegang pada karakteristik ilmu hukum sebagai ilmu terapan, preskripsi yang diberikan dalam penelitian hukum harus dapat dan mungkin untuk diterapkan. Dengan demikian, preskripsi yang diberikan bukan merupakan sesuatu yang telah diterapkan atau yang sudah ada. Oleh karena itulah, yang dihasilkan oleh penelitian hukum sekalipun bukan asas hukum yang baru atau teori yang baru, paling tidak argumentasi yang baru. Bertolak dari argumentasi itulah diberikan preskripsi, sehingga preskripsi tersebut bukan merupakan suatu fantasi atau angan-angan kosong (Peter Mahmud Marzuki, 2008:206). 3.
Pendekatan Penelitian Pendekatan (approach) yang digunakan dalam suatu penelitian normatif akan memungkinkan seorang peneliti untuk memanfaatkan hasilhasil. Menurut Peter Mahmud Marzuki, di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2008:93). Oleh karena jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach). Suatu penelitian normatif harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian (Johny Ibrahim, 2006:302).
4.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Data sekunder sebagai sumber-sumber hukum yang penulis gunakan dalam penelitian ini, yaitu: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
a.
digilib.uns.ac.id
Bahan hukum primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki Undang-Undang
Dasar
1945,
Undang-Undang
(UU)/Peraturan
Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah (Perda). (Johny Ibrahim, 2005:295-296). Baham hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: 1)
Peraturan Dasar yang digunakan, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2)
Peraturan Perundang-Undangan yang digunakan, yaitu UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria; Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan; Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas
Tanah;
Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor
26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan;
Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor
07/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan; Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Perizinan Usaha Perkebunan; Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 97 Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Perizinan Usaha Perkebunan; Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Tengah Nomor 78 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah; Peraturan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Perizinan Usaha Perkebunan; Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Tengah commit to tentang user Nomor 525.3/2/2010 Penetapan Kelas Kebun
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan Hasil Penilaian Usaha Perkebunan Tahun 2009; dan Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah Nomor 875.1/03322 tentang Penyerahan Kewenangan Pembinaan Perkebunan Besar kepada Kabupaten/Kota. b.
Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2008:14). Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini yaitu bukubuku teks (textbooks) yang ditulis oleh para ahli hukum yang berpengaruh (de herseende leer), jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir, artikel media massa dan internet, serta bahan lain yang berhubungan dengan pokok bahasan dalam penelitian ini.
c.
Bahan hukum tersier. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberi petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
5.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penelitian hukum ini adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data yang relevan dengan pokok bahasan penelitian, melalui membaca, mempelajari, mengkaji, dan menganalisis bahan-bahan dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, makalah, serta artikel media massa dan internet. Beberapa data yang diperoleh kemudian dimintakan klarifikasi kepada Soesiati Rahayu selaku Kepala Seksi Pembinaan Usaha pada Bidang Usaha Perkebunan (BUP) Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
6.
digilib.uns.ac.id
Teknik Analisis Data Pengolahan dan analisis data pada dasarnya tergantung pada jenis datanya, bagi penelitian hukum normatif yang hanya mengenal data sekunder saja, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, maka dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum tersebut tidak bisa melepaskan diri dari berbagai penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum. Penafsiran memiliki karakter hermeneutik. Hermeneutik atau penafsiran diartikan sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti (Amiruddin, H. Zainal Asikin, 2006:163). Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode silogisme dan intepretasi dengan menggunakan pola berpikir deduktif. Pola berpikir deduktif yaitu berpangkal dari prinsip-prinsip dasar, kemudian peneliti tersebut menghadirkan objek yang hendak diteliti. Sedangkan metode silogisme yang menggunakan pendekatan deduktif menurut yang diajarkan Aristoteles yaitu berpangkal dari pengajuan premis mayor. Kemudian diajukan premis minor, dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2008:46). Metode interpretasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Interpretasi berdasarkan kata undang-undang. Interpretasi ini meninjau dari makna kata-kata yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Interpretasi ini akan dapat dilakukan terhadap kata-kata dalam undang-undang yang singkat, padat, tajam, dan terjamin keakuratan mengenai apa yang dimaksud oleh undangundang tersebut dan tidak mengandung kata yang bermakna ganda.
b.
Interpretasi sistematis. Interpretasi yang menilik keterkaitan antara undang-undang yang satu dengan peraturan perundang-undangan yang lain yang memiliki commit to user hubungan saling ketergantungan asas yang mendasarinya satu sama
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lain. Landasan pemikiran interpretasi sistematis adalah undangundang merupakan suatu kesatuan dan tidak satupun ketentuan dalam undang-undang merupakan aturan yang berdiri sendiri (Peter Mahmud Marzuki, 2008:112).
F.
Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan hukum adalah uraian logis sistematis susunan bab dan subbab untuk menjawab uraian terhadap pembahasan permasalahan yang dikemukakan (isu hukum/legal issues) selaras dengan tema sentral yang direfleksikan dalam suatu judul penelitian dan rumusan permasalahannya (Johny Ibrahim, 2006:297). Sistematika penulisan dalam penelitian hukum ini disajikan untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum sebagai karya ilmiah yang disesuaikan dengan kaidah-kaidah baku penuisan suatu karya ilmiah. Penulisan hukum ini terdiri dari 4 bab, yaitu Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Pembahasan, dan Penutup. Bab I merupakan bab pendahuluan yang menyajikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. Bab II merupakan bab tinjauan pustaka yang didalamnya memberikan penjelasan secara teoritik (landasan teori) yang bersumber dari literatur hukum yang digunakan oleh penulis dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti oleh penulis. Bab tinjauan pustaka terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu: bagian pertama kerangka teori yang berisikan tinjauan umum mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pengawasan izin usaha pekebunan yang terdiri dari tinjauan umum mengenai Hak Menguasai Negara, Perkebunan, Perizinan, serta Perlindungan Hukum dalam Hukum Administrasi Negara dan bagian kedua kerangka pemikiran yang berisikan gambar alur berpikir dari penulis berupa konsep yang akan dijabarkan dalam penelitian ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Uraian mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang merupakan titik temu dari suatu kaidah perundang-undangan yang berlaku dan keadaan atau realitas yang terjadi disuatu wilayah dan/atau permasalahan tertentu dituangkan dalam Bab III yang menguraikan bahwa prosedur pemberian izin usaha perkebunan di wilayah Provinsi Jawa Tengah sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terdapat dalam UU Nomor 18 Tahun 2004; Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007; Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2005; dan Peraturan Kepala Dinas Perkebunan Nomor 5 Tahun 2006. Pada pelaksanaan mekanisme pengawasan izin usaha perkebunan di provinsi Jawa Tengah belum terdapat kesesuaian dengan peraturan
terkait,
yaitu
Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor
07/Permentan/OT.140/2/2009 serta tindakan hukum Dinas Perkebunan terhadap perusahaan perkebunan yang sudah mencerminkan kesesuaian dengan ketentuan yang ada dalam beberapa peraturan perundangan yang mengatur mengenai sanksi bagi perusahaan perkebunan yang tidak sehat. Bab IV merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan serta memberikan saran-saran sebagai evaluasi terutama terhadap temuan-temuan selama penelitian yang menurut penulis memerlukan perbaikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan umum tentang Hak Menguasai Negara a.
Pengertian Hak Menguasai Negara Sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar
1945,
pemerintah
mengupayakan
agar
pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia meliputi yang terkandung di bumi, air, dan bahan galian dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan bangsa Indonesia. “Salah satu konsep dasar yang dikemukakan Moh. Hatta adalah pada dasarnya tanah adalah milik rakyat Indonesia dan negara merupakan penjelmaan dari rakyat yang mempunyai hak untuk mengatur penggunaannya agar dapat mengejar kemakmuran rakyat” (Subadi, 2010:68). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka negara memiliki hak menguasai tanah melalui fungsi negara untuk mengatur dan mengurus (regelen en besturen) yang diwujudkan dengan diberikannya Hak Menguasai Negara (HMN). Hak Menguasai Negara terjadi pada saat bangsa Indonesia sebagai kumpulan manusia secara alamiah terbentuk. Menurut Charles Sebayang, “Hak Menguasai Negara tercipta pada saat ada pelimpahan tugas kewenangan dari bangsa Indonesia kepada negara yang dilakukan oleh wakil bangsa indonesia dalam menyusun UUD 1945 yang tertuang dalam Pasal
33
ayat
(3)
yang
mengandung
tujuan
negara”
(http://hannarenata.blogspot.com/2011/05/hak-menguasai-darinegara.html). Hak Menguasai Negara merupakan sebutan hak yang diberikan oleh UUPA kepada lembaga hukum dan hubungan hukum konkrit antara negara dan tanah Indonesia yang dirinci isi dan tujuannya dalam Pasal 2 to user negara dalam bidang pertanahan ayat (2) dan (3) UUPA.commit Kewenangan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tersebut merupakan pelimpahan tugas bangsa untuk mengatur dan memimpin
penguasaan
dan
penggunaan
tanah
bersama
(http://charlessebayang.blogspot.com/2009/03/hak-menguasai-darinegara.html). Dengan demikian, Pasal 2 UUPA memberikan sekaligus suatu tafsiran resmi interprestasi otentik mengenai arti perkataan dikuasai yang dipergunakan dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Sebelum UUPA ada sementara orang yang menafsirkan dikuasai itu sebagai dimiliki, tetapi UUPA dengan tegas menyatakan, bahwa perkataan tersebut bukan berarti dimiliki. Bahkan pengertian domein negara dihapuskan oleh UUPA, sehingga asas domein tidak dikenal dalam hukum agraria yang baru (Eddy Ruchiyat, 1999:10). Pembatasan wewenang negara atas tanah yang diperinci dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2) UUPA 1960 (LNRI-1960-104, TLN-2043), yaitu: 1) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa; 2) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; dan 3) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa (Boedi Harsono, 2003:238). Pelaksanaan dari Hak Menguasai Negara tersebut sebagian kewenangananya dapat juga diberikan dengan penugasan kepada daerah dalam rangka medebeweind dan kepada pejabat-pejabat pusat yang berada di daerah dalam rangka dekonsentrasi sehingga Hak Menguasai Negara harus dilihat dalam konteks hak dan kewajiban negara sebagai pemilik (domein) yang bersifat publiekrechtelijk, bukan sebagai eigenaar yang bersifat privaatrechtelijk. Makna dari pemahaman tersebut adalah negara memiliki kewenangan sebagai pengatur, perencana, pelaksana, dan sekaligus sebagai pengawas pengelolaan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber daya alam nasional tanpa harus berstatus sebagai commit to user pemilik sumber daya alam tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pembatasan wewenang yang dimiliki negara atas tanah selain bersifat publik seperti yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA juga terdapat wewenang Hak Menguasi Negara yang bersifat perdata yang tercermin dalam Pasal 4 UUPA. Berdasarkan wewenang dalam Pasal 4 UUPA, pemerintah diharuskan membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan, bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, untuk keperluankeperluan yang bersifat: 1)
Politis (tanah dimanfaatkan untuk keperluan atau bangunan pemerintah termasuk bangunan pertahanan);
2)
Ekonomis (tanah dimanfaatkan untuk keperluan perkembangan produksi pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, industri, pertambangan, transmigrasi, dan lain-lain); dan
3)
Sosial (tanah dimanfaatkan unuk keperluan beribadat, pusat-pusat permukiman, keperluan sosial, kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan lain-lain). Cara-cara negara dalam melaksanakan hak yang dimilikinya demi
menjamin kepentingan-kepentingan yang dituntut oleh masyarakat harus dilaksanakan melalui cara-cara pengambilan keputusan yang adil dan beradab atas dasar musyawarah bersama
berlandaskan hikmah
kebijaksanaan sebagai landasan keputusan. Setiap orang dalam suatu komunitas (bangsa) memiliki hak tertentu sebagai dasar dari kepentingannya. Sebaliknya, setiap orang juga memiliki kepentingan yang menjadi dasar dari haknya. Setiap orang harus menjalankan secara seimbang dengan kewajiban untuk memenuhi keperluan hidup masyarakat secara luas, sehingga sikap adil dan beradab merupakan konsekuensi yang perlu ditampakkan dalam pengambilan keputusan terkait dengan pelaksanaan wewenang dan hak yang dimiliki oleh negara. Subjek Hak menguasai negara adalah pihak atau lembaga yang secara konstitusional dan/atau aturan merupakan pihak yang paling commit to user berhak dalam urusan penguasaan (menguasai) terhadap sesuatu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
atau objek tertentu. Subjek Hak Menguasai Negara menurut Pasal 33 ayat (3) adalah negara. Negara dalam melaksanakan fungsinya mendelegasikan melalui lembaga negara, yaitu eksekutif/pemerintah. Artinya, pemerintah mempunyai kekuasaan untuk melakukan perencanaan, merumuskan aturan, melaksanakan langkah-langkah dan tindakan atas pengelolaan, pemanfaatan, dan mengambil hasil dari sumber daya alam yang terdapat dalam wilayah hukum Indonesia. Kekuasaan yang dipegang pemerintah melekat di dalamnya aspek kewenangan dan tanggung jawab, baik untuk melaksanakan, maupun untuk memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewenangan yang telah dijalankan. Sebagai subjek dari hak menguasai negara, maka pemerintah berlandaskan pada kewenangan yang dimiliknya mempunyai fungsi dasar sebagai berikut: 1) Berkuasa, berwenang, dan bertanggung jawab atas pengelolaan, pemanfaatan, dan mengambil hasil dari sumber daya alam; dan 2) Melakukan upaya paksa secara hukum, mulai dari teguran, peringatan, sampai dengan penghentian atas kegiatan usaha yang melanggar aturan dan mengabaikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Mencermati uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa subjek Hak Menguasai Negara adalah Negara Republik Indonesia yang dilaksanakan oleh pemerintah sebagai lembaga negara yang dijamin oleh konstitusi negara, yaitu Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Artinya, kalau ada pihak lain atau pihak ketiga yang melakukan kegiatan usaha pengolahan sumber daya alam nasional hanyalah atas seizin dari pemerintah, dengan kekuasaan pengendalian, pengaturan, dan pemanfaatan berada di tangan pemerintah (http://www.indolawcenter.com/index.php?option=com_content&v iew=article&id=1518%3Asubjek-hak-menguasainegara&catid=174%3&Itemid=237). b. Dasar-Dasar Pemikiran yang Melatarbelakangi Hak Menguasai Negara atas Tanah 1) Eksistensi Manusia Indonesia Sejak lahir manusia adalah pribadi yang tersusun atas jasmani dan rohani dengan akal budi dan kehendak. Unsur manusia tersebut berpotensi untuk terus berkembang agar mencapai eksistensinya. Atas dasar itu manusia Indonesia memandang adanya hak kodrati untuk mengembangkan potensi yang dinamakan sebagai hak asasi commit to user manusia.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Untuk mencapai eksistensinya, manusia Indonesia memandang bahwa tidak mungkin mampu mencukupi kebutuhannya tanpa bantuan dari manusia yang lain dalam masyarakat. Hal ini mempunyai konsekuensi adanya hidup saling membantu antara manusia dan masyarakat. Dalam konteks kehidupan bernegara, maka manusia
Indonesia
juga
memerlukan
peran
negara
untuk
mempertahankan eksistensinya. Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa manusia secara kodrati adalah makhluk individu dan sosial. Dasar eksistensi manusia sebagai makhluk sosial adalah sifat dan hakekat manusia sebagai makhluk berketuhanan (Winahyu Erwiningsih, 2009:109). 2) Hubungan Manusia dengan Tanah Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia haruslah menciptakan hak dan kewajiban secara seimbang. Keseimbangan hak dan kewajiban berarti bahwa hak tidak diperlakukan melampaui kewajiban dan sebaliknya kewajiban tidak diperlakukan melampaui hak. Perilaku yang mencerminkan keseimbangan antara hak dan kewajiban adalah perilaku yang mencerminkan pula sifat adil dan beradab sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Manusia yang adil dan beradab merupakan suatu keyakinan dan moral sebagai pedoman kenyataan hidup yang terwujud dalam hubungan manusia dengan masyarakat dan negara secara keseluruhan. Menurut pandangan Ronald Z. Tihatelu, dengan dasar manusia sebagai makhluk Tuhan dan sikap adil dan beradab dalam hubungan manusia, maka tanah merupakan pemberian Tuhan kepada pribadi, keluarga, masyarakat, dan Bangsa Indonesia. Memiliki tanah merupakan hak yang diturunkan karena adanya pemberian Tuhan, namun demikian sejalan dengan itu pula, kewajiban dalam pemilikan tanah juga diturunkan, karena Tuhan menghendaki dijalankannya kewajiban bersama hak secara seimbang, secara adil, oleh manusia yang beradab, manusia yang memiliki keluhuran harkat dan martabat selaku manusia ciptaan Tuhan. Dengan demikian yang memiliki commit to useryakni manusia alamiah yakni hubungan dengan tanah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perseorangan, keluarga, dan masyarakat. Kumpulan kepemilikan tersebut disebut sebagai milik bangsa (Winahyu Erwiningsih, 2009:110). 3) Hakekat Negara Istilah negara mengandung makna suatu alat (agency) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubunganhubungan manusia dalam masyarakat dalam menertibkan gejalagejala kekuasaan dalam masyarakat. “Hakekat negara adalah suatu penggambaran tentang sifat dari negara. Negara sebagai wadah dari suatu bangsa untuk mencapai suatu tujuan atau cita-cita bangsanya. Tujuan negara merupakan kepentingan utama dari tatanan suatu negara” (Soehino, 1998:146). Sebagai organisasi yang memiliki wilayah, negara dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama. Tujuan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 memberikan suatu kewenangan bagi negara untuk mengatur arah pemerintahan dalam usahanya untuk mewujudkan tujuan tersebut. Hak untuk mengatur yang dimiliki oleh negara atau kekuasaan yang dijalankan oleh negara memperlihatkan adanya tugas khusus yang dimiliki oleh negara. Tugas negara antara lain: 1) Melaksanakan fungsi mengatur; 2) Melaksanakan fungsi penyelesaian sengketa antar masyarakat; 3) Melaksanakan fungsi pengembangan kehidupan khususnya di bidang perekonomian; dan 4) Melaksanakan
fungsi
pengadaan
kepentingan masyarakat.
commit to user
fasilitas
umum
untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4) Hubungan Negara dengan Tanah Banyak terjadi perbedaan pandangan mengenai hubungan negara dengan tanah terutama berkaitan dengan status penguasaan tanah oleh negara. Pendapat pertama memandang bahwa negara dapat memiliki tanah dengan alasan bahwa negara dipandang sama dengan subjek perdata sehingga negara dapat mempunyai hubungan hak
milik,
hanya
saja
tanah-tanah
milik
negara
tersebut
dipergunakan bagi kepentingan umum. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa ada hubungan khusus antara negara dengan tanah yang masuk untuk kategori kepentingan umum. Pendapat kedua, menyatakan bahwa negara bukan pemilik tanah karena yang menjadi pemilik tanah adalah manusia yang mempunyai kedudukan istimewa. Eksistensi manusia senantiasa disertai dengan hak-hak yang secara alami melekat padanya, termasuk untuk hak memiliki. Tanah dapat dimiliki oleh negara dengan alasan-alasan sebagai berikut: 1) Penggunaan langsung oleh negara; 2) Statusnya sebagai res publicae yag dipergunakan warga; dan 3) Penggunaannya oleh warga tetapi memberi manfaat bagi kekayaan warga sehingga harus dikuasai dn dimiliki oleh negara, walaupun sebagai quasi proprium (sifat dari pemilikan itu adalah tidak mutlak) (Winahyu Erwiningsih, 2009:114). Pada awalnya manusia secara alami memiliki tanah untuk kebutuhan hidupnya. Namun demikian lama kelamaan timbul ketidaksamaan pemilikan yang disebabkan adanya perbedaan kemampuan
dalam
berusaha
dan
kekuatan.
Hal
tersebut
menyebabkan perpecahan yang dapat berupa perampasan tanahtanah oleh golongan yang kuat terhadap yang lemah. Untuk mencegah
hal
tersebut,
negara
memiliki
wewenang
untuk
menguasai, mengatur, dan mengusahakan untuk kemakmuran rakyat to user kesejahteraan bagi seluruh dan mengusahakancommit pemerataan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masyarakat. Dalam hal ini, negara hanya bertindak untuk mengatur tanpa harus memiliki tanah tersebut, karena pada hakekatnya segala tanah dan kekayaan yang terkandung didalamnya adalah hak bangsa.
2. Tinjauan umum tentang Perkebunan a.
Pengertian dan Pengaturan Perkebunan Sesuai dengan rumusan yang terdapat dalam Pasal 1 UndangUndang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pemodalan, serta manajemen untuk mewujudkan
kesejahteraan
bagi
pelaku
usaha
perkebunan
dan
masyarakat. Usaha perkebunan merupakan subsektor yang berdimensi luas, sebab usaha perkebunan juga mencakup usaha budidaya yang terkait dengan tanaman dan usaha industri pengolahan hasil perkebunan. Selain itu, usaha perkebunan merupakan usaha yang berdimensi ekonomi sangat luas karena selain dapat mempekerjakan tenaga kerja yang begitu banyak sekaligus sebagai penyumbang besar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sehingga dalam perkembangannya saat ini usaha perkebunan di Indonesia sangat ditentukan oleh faktor politik yang dijalankan oleh pemerintah melalui pengaturan usaha perkebunan. Pengaturan penyelenggaraan usaha perkebunan di Indonesia dituangkan dalam beberapa ketentuan peraturan, antara lain: 1)
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Merupakan payung hukum (umbrella act) bagi penyelenggaraan usaha perkebunan di Indonesia. Undang-undang ini diterbitkan dengan pertimbangan bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara berkeadilan seperti yang termaktub commit user1945, maka perkebunan sebagai dalam Pasal 33 ayat (3) to UUD
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
potensi besar dalam pembangunan perekonomian nasional perlu diselenggarakan secara terencana, terbuka, terpadu, profesional, dan bertanggung jawab. Dalam UU ini diatur mengenai beberapa hal, yaitu: penyelenggaraan perkebunan; perencanaan perkebunan; penggunaan tanah untuk usaha perkebunan; pemberdayaan dan pengolahan usaha perkebunan; pengelolaan dan pemasaran hasil perkebunan;
penelitian
dan
pengembangan
perkebunan;
pengembangan sumber daya manusia perkebunan; pembiayaan usaha perkebunan; pembinaan dan pengawasan usaha perkebunan; penyidikan; serta ketentuan pidana. 2)
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Pekebunan. Permentan ini diterbitkan sebagai bentuk peraturan pelaksanaan dari Pasal 10 ayat (1), Pasal 17 ayat (3) dan ayat (7), Pasal 22 ayat (3) UU Nomor 18 Tahun 2004. Permentan ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan perizinan dan untuk melakukan usaha perkebunan. Ruang lingkup Permentan ini meliputi: jenis dan perizinan usaha perkebunan; syarat dan tata cara permohonan izin usaha perkebunan; kemitraan; perubahan luas lahan, jenis tanaman, dan/atau perubahan kapasitas pengolahan, serta diversifikasi usaha pembinaan dan pengawasan; dan sanksi administratif.
3)
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan. Permentan ini diterbitkan sebagai bentuk peraturan pelaksanaan dari Pasal 44 ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2004 yang mengatur mengenai
pembinaan
dan
pengawasan
usaha
perkebunan.
Permentan ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam pelaksanaan penilaian usaha perkebunan yang ruang lingkupnya meliputi: pelaksanaan penilaian uaha perkebunan; penetapan hasil penilaian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
usaha perkebunan; pengawaan penilaian usaha perkebunan; dan sanksi administrasi. Selain diatur dalam beberapa ketentuan tingkat pusat, masingmasing wilayah di Indonesia memiliki aturan pelaksanaan di tingkat provinsi
guna
mengatur
penyelenggaraan
usaha
perkebunan
di
wilayahnya masing-masing, tidak terkecuali dengan Provinsi Jawa Tengah. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menerbitkan beberapa peraturan terkait dengan pelaksanaan usaha perkebunan di wilayah Provinsi Jawa Tengah yang tertuang dalam: 1)
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Perizinan Usaha Perkebunan. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menerbitkan Perda ini dalam rangka penertiban, pengendalian, pemanfaatan, dan pengawaan terhadap sumber daya alam untuk usaha perkebunan khususnya di wilayah Provinsi Jawa Tengah yang dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk kemakmuran masyarakat. Ruang lingkup Perda ini mencakup:
usaha
perkebunan;
perizinan;
retribusi;
uang
perangsang; pembagian hal retribusi; ketentuan penyidikan; ketentaun pidana; pemberdayaan masyarakat; serta pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. 2)
Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 97 Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Perizinan Usaha Perkebunan. Peraturan gubernur (Pergub) ini diundangkan sebagai bentuk aturan pelaksanaan dari Perda Nomor 2 Tahun 2005 agar dapat dilaksanakan secara berdayaguna dan berhasil guna.
3)
Peraturan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Perizinan Usaha Perkebunan. Peraturan kepala dinas ini diterbitkan guna melaksanakan Peraturan commit to user Gubernur Jawa Tengah Nomor 97 Tahun 2005. Di dalamnya berisi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ketentuan konkrit mengenai petunjuk teknis pelaksanaan ketentuan tentang perizinan usaha perkebunan sebagaimana telah diatur dalam Perda dan Pergub. b.
Asas, Tujuan, Fungsi, dan Perencanaan Perkebunan Pembangunan perkebunan berpijak pada landasan atau asas yang mendasar dari penyelenggaraan perkebunan yang berintikan pada asas manfaat dan asas keterpaduan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 2 UU Nomor 18 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa perkebunan diseleggarakan berdasarkan atas asas: 1)
manfaat
dan
perkebunan
berkelanjutan, harus
dapat
bahwa dalam meningkatkan
penyelenggaraan
kemakmuran
dan
kesejahteraan rakyat dengan mengupayakan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan memperhatikan kondisi sosial budaya; 2)
keterpaduan, bahwa dalam penyelenggaraan perkebunan harus dilakukan dengan memadukan subsistem produksi, pengolahan, dan pemasaran hasil perkebunan;
3)
kebersamaan,
bahwa
dalam
penyelenggaraan
perkebunan
menerapkan kemitraan secara terbuka, sehingga terjalin keterkaitan dan saling ketergantungan secara sinergis antar pelaku usaha perkebunan; 4)
keterbukaan, bahwa dalam penyelenggaraan perkebunan dilakukan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat dan didukung dengan pelayanan informasi yang dapat diakses oleh masyarakat; dan
5)
keadilan, bahwa dalam penyelenggaraan perkebunan harus memberikan
peluang
dan
proporsional
kepada
semua
kesempatan warga
yang
negara
sama sesuai
secara dengan
kemampuannya serta harus memperhatikan kepentingan nasional, antar daerah, antar wilayah, antar sektor, dan antar pelaku usaha.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tujuan yang paling penting dari penyelenggaraan perkebunan diatur dalam Pasal 3 UU Nomor 18 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa perkebunan diselenggarakan dengan tujuan: 1)
meningkatkan pendapatan masyarakat;
2)
meningkatkan penerimaan negara;
3)
meningkatkan penerimaan devisa negara:
4)
menyediakan lapangan kerja;
5)
meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing;
6)
memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri; dan
7)
mengoptimalkan
pengelolaan
sumber
daya
alam
secara
berkelanjutan. Selain tujuan tersebut, penyelenggaraan perkebunan memiliki peranan dan fungsi yang sangat penting karena berkaitan dengan fungsi ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 4 UU Nomor 18 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa perkebunan mempunyai fungsi: 1)
ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional;
2)
ekologi, yaitu peningkatan konversi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen, dan penyangga kawasan lindung; dan
3)
sosial budaya, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa (melalui penerapan kemitraan usaha perkebunan serta kesamaan budaya agraris yang mampu menciptakan kondisi saling ketergantungan dan keterkaitan secara sinergis antar pelaku usaha maupun antar wilayah). Sejalan dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 4 tersebut,
perkebunan merupakan komoditas utama dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan pemasukan devisa negara. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya membuat perencanaan yang matang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam kaitannya dengan pembangunan perkebunan di masa yang akan datang. Pasal 6 UU Nomor 18 Tahun 2004 menyatakan bahwa perencanaan perkebunan dimaksudkan untuk memberikan arah, pedoman, dan alat pengendali pencapaian tujuan penyelenggaraan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. Perencanaan perkebunan merupakan suatu tindakan perencanaan makro baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota dan bukan merupakan perencanaan usaha/perancangan mikro yang dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan. Perencanaan perkebunan tersebut dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan masyarakat. “Sementara itu, perencanaan perkebunan merupakan perencanaan yang dilakukan dengan pendekatan yang multi kompleks karena didalamnya melibatkan segala yang berkaitan dengan pembangunan perkebunan
tersebut,
misalnya
rencana
yang
dikaitkan
dengan
pendekatan tata ruang dan sebagainya” (Supriadi, 2010:548). Pasal 7 UU Nomor 18 Tahun 2004 menyatakan bahwa perencanaan perkebunan
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
6
dilakukan
berdasarkan: 1)
rencana pembangunan nasional;
2)
rencana tata ruang wilayah;
3)
kesesuaian tanah dan iklim serta ketersediaan tanah untuk usaha perkebunan;
4)
kinerja pembangunan perkebunan;
5)
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
6)
sosial budaya;
7)
lingkungan hidup;
8)
kepentingan masyarakat:
9)
pasar; dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
10)
digilib.uns.ac.id
aspirasi daerah dengan tetap menjunjung tinggi keutuhan bangsa dan negara. Perencanaan perkebunan tersebut mencakup:
1)
wilayah, mencakup: ketersediaan hamparan lahan yang menurut agroklimat sesuai untuk usaha perkebunan, perlindungan wilayah geografis bagi komoditas perkebunan, spesifik lokasi, dan kawasan pengembangan industri masyarakat perkebunan;
2)
tanaman
perkebunan,
mencakup:
pemilihan
tanaman
yang
disesuaikan dengan kontur tanah, wilayah tanam, serta nilai jual dalam jangka panjang; 3)
sumber daya manusia, mencakup: pelaku usaha perkebunan, tenaga kerja, serta aparat pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota yang terkait di bidang perkebunan;
4)
kelembagaan, mencakup: kelembagaan pelaku usaha perkebunan dan
kelembagaan
layanan
pemerintah,
provinsi,
dan
kabupaten/kota; 5)
keterkaitan dan keterpaduan hulu-hilir, merupakan seluruh kegiatan perencanaan yang dilakukan dengan memperhatikan pendekatan sistem dan usaha agribisnis untuk membangun sinergi; dan
6)
sarana prasaran; dan
7)
pembiayaan. Dengan demikian maka pelaksanaan perencanaan perkebunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 harus terukur, dapat dilaksanakan, realistis, dan bermanfaat serta dilakukan secara partisipatif, terpadu, terbuka, dan akuntabel. c.
Karakteristik Perkebunan Indonesia Perkebunan besar di Indonesia yang berperan sebagai roda penggerak subsektor ekonomi merupakan produk yang lahir dari sistem ekonomi politik dunia yang masih bertahan hingga saat ini. Perkebunan besar yang merupakan commit warisantodari userpenjajahan kolonialisme Belanda
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
muncul dari sistem ekonomi kapitalis global yang bersifat eksploitatif dan dipenuhi dengan kekerasan yang pada dasarnya menjadi bagian dari inheren dari sistem perkebunan itu sendiri yang digerakkan oleh modal besar, teknologi modern, dan pasar ekspor. Perkebunan merupakan alas bagi pertumbuhan kapitalisme industri yang mulai tumbuh dan berkembang pada awal abad ke-18. Sejarah budidaya perkebunan tidak terlepas dari peran para penjajah, terutama Belanda yang telah meletakkan dasar bagi berkembangnya perusahaan perkebunan di Indonesia. Seperti di negara berkembang lainnya, sistem perkebunan di Indonesia juga diperkenalkan lewat kolonialisme Barat, dalam hal ini kolonialisme Belanda (Mubyarto, dkk, 1992:15). Ketika undang-undang agraria (Agrarische Wet) dikeluarkan pada tanggal 9 April 1870 oleh Menteri Jajahan De Wall sebagai pengganti undang-undang agraria yang lama, maka eksistensi perkebunan semakin menguat dan kekuatannya semakin meluas. Undang-undang tersebut memberikan legalitas dan jaminan yang lebih luas kepada kepentingan modal besar swasta untuk menanamkan modalnya di subsektor perkebunan dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mendapatkan
tanah
dengan
jaminan
dan
perlindungan
akan
perkembangannya. Peristiwa itulah yang membuat awal terjadinya liberalisasi sistem agraria khususnya pada subsektor perkebunan di Indonesia yang membuat perkebunan besar menjadi penguasa tunggal atas sebagian besar tanah di Indonesia (Syaiful Bahari, 2004:41). Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan sebuah anugerah bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satu hasil kekayaan alam yang diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dan peningkatan pendapatan asli daerah adalah pembangunan dan pengembangan perkebunan. Dalam skala nasional usaha pembangunan perkebunan selama ini dilaksanakan melalui dua bentuk usaha yaitu usaha perkebunan rakyat yang berskala kecil dan usaha perkebunan besar yang commit to user dimiliki negara dan swasta. Dari areal seluas 14.560.000 Ha pada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tahun 2000 seluas 80,40% merupakan areal perkebunan rakyat yang melibatkan lebih dari 70.000.000 petani dan selebihnya merupakan perkebunan besar milik negara dan swasta. Di Jawa Tengah luas total areal perkebunan 711.666,890 Ha terdiri dari perkebunan rakyat 661.321,810 Ha (92,60%) dan perkebunan negara seluas 34.049,210 Ha (4,76%) yang tersebar pada 16 PTP dan untuk perkebunan besar swasta sejumlah 60 kebun dengan luas total 16.295,870 Ha (2,64%) (Lego Karjoko, 2007:2). Perkebunan besar sebagai pelaksana penyelenggaraan perkebunan di Indonesia memiliki beberapa ciri-ciri umum, antara lain: 1)
2) 3)
4)
5)
sistem ekonomi perkebunan besar ditopang oleh dominasi pemikiran bahwa ekspor komoditas pertanian harus diprioritaskan demi pertumbuhan ekonomi nasional; perkebunan besar menguasai tanah yang luasnya tak terbatas atau tidak dibatasi; kebutuhan tenaga kerja sangat besar, jauh melebihi suplai tenaga kerja yang ada di pasar. Karena itu diciptakanlah mekanisme ekstra-pasar atau non pasar (budak belian, kuli kontrak, transmigrasi, dan sejenisnya); pengelolaan perkebunan besar sangat ketat dan cenderung bengis. Birokrasi yang ketat dan bengis ini oleh Breman disebut plantokrasi; dan birokrasi perkebunan besar tidak terjangkau oleh kontrol sosial karena perkebunan besar merupakan enclave yang terisolasi dari masyarakat (Syaiful Bahari, 2004:40-41). Perkebunan besar dan negara merupakan dua institusi yang saling terkait erat dan berdampingan. Di satu pihak, negara menggunakan perkebunan besar sebagai alat penghasil devisa dan pertumbuhan ekonomi nasional, di pihak lain perkebunan besar juga menggunakan negara sebagai alat kekuasaan mereka untuk memperbesar kekuasaan ekonominya (Syaiful Bahari, 2004:41). Lebih jauh lagi, perkebunan merupakan suatu andalan komoditas unggulan dalam menopang pembangunan perekonomian nasional Indonesia, baik dari sudut pandang pemasukan devisa negara maupun dari sudut pandang peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, dengan cara membuka lapangan pekerjaan yang sangat terbuka luas (Supriadi, 2010:544). Sebagai
pilar
penopang
pembangunan
nasional,
subsektor
perkebunan mempunyai posisi yang kuat atau bahkan mempunyai kekuasaan yang cukup besar dalam mengendalikan arah politik suatu commit to user negara, terutama negara-negara yang masih bercorak agraris seperti
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Indonesia. Walaupun sepanjang perjalanannya perkebunan besar banyak mengalami konflik antara petani dan perkebunan yang mayoritas diakibatkan adanya permasalahan hak atas penguasaan tanah, negara masih berkepentingan mempertahankan perkebunan besar sebagai salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional. Perkebunan besar masih dianggap primadona dalam pengumpul devisa negara yang rata-rata mencapai 4-5 milyar dollar AS. Sampai dengan saat ini, orientasi kebijakan perkebunan Indonesia yang
menganut
sistem
perkebunan
liberal
kapitalistik
masih
membedakan secara tajam antara perkebunan besar (BUMN dan swasta, termasuk PMA) dengan perkebunan rakyat. Implikasi kebijakan dualistik ini telah memberi kemudahan bagi yang besar dan tekanan bagi yang kecil, dengan gambaran sebagai berikut: 1) Perkebunan Indonesia masih diliputi oleh dualisme ekonomi, yaitu antara perkebunan besar yang menggunakan modal dan teknologi secara intensif dan menggunakan lahan secara ekstensif serta manajemen eksploitatif terhadap SDA dan SDM, dan perkebunan rakyat yang menggunakan susbsistem dan tradisional serta luas lahan terbatas. Kedua sistem ini menguasai bagian tertentu dari masyarakat dan keduanya hidup berdampingan. Perbedaan keduanya tidak jarang menimbulkan konflik ekonomi yang berkembang menjadi konflik sosial; 2) Perkebunan Rakyat (PR) yang luasnya sekitar 80% dari perkebunan nasional masih belum mendapatkan fasilitas dan perlindungan yang memadai dari pemerintah. Masalah ini menjadi penting antara lain karena penduduk yang menggantungkan hidupnya pada perkebunan rakyat sekitar 15 juta orang; 3) Hak menguasai oleh negara atas tanah yang kemudian diberikan kepada badan hukum sebagai Hak Guna Usaha untuk usaha perkebunan sangat dominan, sementara itu ketidakpastian hak masyarakat (lokal dan adat) atas sumberdaya lahan untuk perkebunan belum kunjung diselesaikan; 4) Masuknya pemodal besar ke usaha perkebunan masih belum memberikan kontribusi pada kesejahteraan rakyat setempat. Hingga saat ini masih belum ada re-distribusi aset dan manfaat yang adil (proporsional) kepada masyarakat dari usaha perkebunan; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5) Kebijakan pengembangan perkebunan lebih berpihak pada perkebunan besar yang ditunjukkan oleh alokasi pemanfaatan kredit, dukungan penelitian dan pengembangan, serta pelatihan SDM; 6) Pengembangan perkebunan besar lebih dilandasi pada pembukaan lahan hutan dalam skala besar yang dilakukan dengan mengabaikan hak-hak masyarakat di dalamnya. Pada beberapa daerah kondisi demikian ini telah menimbulkan konflik sosial serta dampak negatif terhadap lingkungan; dan 7) Organisasi-organisasi usaha perkebunan yang menghimpun diri dalam asosiasi pengusaha perkebunan bersifat eksklusif dan powerful dengan tingkat kepedulian terhadap pemberdayaan organisasi-organisasi petani/pekebun yang relatif masih rendah (http://www.ipard.com/art_perkebun/0040804DD.asp). d. Kewajiban Perusahaan Perkebunan Perusahaan perkebunan merupakan pelaku usaha perkebunan warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang mengelola perkebunan dengan skala tertentu yang didasarkan pada luasan lahan usaha, jenis tanaman, teknologi, tenaga kerja, modal dan/atau kapasitas pabrik yang diwajibkan memiliki izin usaha. Perusahaan perkebunan memegang peran yang strategis dalam rangka mewujudkan cita hukum atas penyelenggaraan perkebunan seperti yang tercantum dalam Pasal 3 UU Nomor 18 Tahun 2004. Setiap perusahaan perkebunan memiliki kewajiban yang diatur dalam beberapa ketentuan
peraturan
perundang-undangan
yang
terkait
dengan
penyelenggaraan perkebunan, antara lain: 1)
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Kewajiban perusahaan perkebunan terdapat dalam Pasal 25 yang menyatakan: “Setiap pelaku usaha perkebunan wajib memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah kerusakannya.”
2)
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kewajiban perusahaan pekebunan terdapat dalam Pasal 12 ayat (1) yang menyatakan: Pemegang Hak Guna Usaha berkewajiban untuk: a. membayar uang pemasukan kepada Negara; b. melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya; c. mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapan oleh instansi teknis; d. membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal Hak Guna Usaha; e. memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; f. menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan Hak Guna Usaha; g. menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada Negara sesudah Hak Guna Usaha tersebut hapus; h. menyerahakan sertifikat Hak Guna Usaha yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan. 3)
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Kewajiban perusahaan perkebunan terdapat dalam Pasal 34, yang menyatakan: Perusahaan perkebunan yang telah memiliki IUP, IUP-B, atau IUPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, wajib: a. menyelesaikan hak atas tanah selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya IUP-B, IUP-P, atau IUP; b. merealisasikan pembangunan kebun dan/atau unit pengolahan sesuai dengan studi kelayakan, baku teknis, dan ketentuan yang berlaku; c. memiliki sarana, prasarana, dan sistem untuk melakukan pembukaan lahan tanpa pembakaran serta pengendalian kebakaran; d. membuka lahan tanpa bakar dan mengelola sumber daya alam secara lestari; e. memiliki sarana, prasarana, dan sistem untuk melakukan pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT); commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
f.
g. h.
4)
digilib.uns.ac.id
menerapkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL) sesuai peraturan perundang-undangan; menumbuhkan dan memberdayakan masyarakat/koperasi setempat; serta melaporkan perkembangan usaha perkebunan kepada gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Perizinan Usaha Perkebunan. Kewajiban perusahaan perkebunan terdapat dalam Pasal 9 yang menyatakan: Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 berlaku selama perusahaan menjalankan usaha perkebunan dengan baik dan kepada perusahaan diwajibkan untuk: a. melaporkan perkembangan usahanya secara berkala setiap semester; b. mengajukan permohonan persetujuan apabila akan mengadakan perubahan jenis tanaman atau perluasan uaha lainnya; c. memberitahukan apabila terjadi perubahan pemilikan perusahaan.
5)
Peraturan Kepala Dinas Perkebunan Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Perizinan Usaha Perkebunan. Kewajiban perusahaan perkebunan terdapat dalam Pasal 5 yang menyatakan: “Pemegang izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap tahun wajib melakukan registrasi lewat Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah dengan mempergunakan format permohonan registrasi.”
3. Tinjauan umum tentang Perizinan dalam Hukum Administrasi Negara a.
Pengertian Perizinan Didalam kamus hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai: “Overheidstoestemmingdoor wet of verordening vereist gesteld voor tal commit to user van handeling waarop in het algemeen belang speciaal toezicht vereist
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
is, maar die, in het algemeen, niet als onwenselijk worden beschouwd” yang berarti perkenan atau izin dari pemerintah berdasarkan undangundang atau peraturan pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki. Selain terdapat dalam kamus hukum, pengertian izin disampaikan pula oleh beberapa pakar diantaranya menurut Sjachran Basah dan Bagir Manan. Menurut pendapat Sjachran Basah, izin adalah suatu perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut Bagir Manan, izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang dilarang (Ridwan H.R., 2010:207-208). Izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi yang merupakan salah satu wujud dari ketetapan. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku masyarakat. Hal tersebut berangkat dari rumusan yang dikemukakan oleh Prajudi Atmosudirjo yang menyatakan bahwa izin (vergunning) adalah ‘dispensasi dari suatu larangan’ sehingga izin beranjak dari ketentuan yang pada dasarnya tidak melarang suatu perbuatan tetapi untuk dapat melakukannya disyaratkan melalui prosedur tertentu yang telah ditetapkan, sehingga tercapai suatu tertib administrasi (Titik Triwulan Tutik, 2010:242-243). Berdasarkan beberapa pendapat para pakar tersebut, maka dapat disebutkan bahwa yang dimaksud dengan izin adalah suatu perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan commit to user persyaratan tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id
b.
digilib.uns.ac.id
Unsur-unsur Perizinan Perizinan sebagai salah satu wujud Ketetapan Tata Usaha Negara memiliki beberapa unsur didalamnya, yaitu sebagai berikut: 1)
Instrumen Yuridis Guna
mengupayakan
kesejahteraan
umum
(bestuurszorg),
pemerintah diberikan wewenang dalam bidang pengaturan yang kemudian muncul beberapa instrumen yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret, yaitu dalam bentuk ketetapan. Izin merupakan salah satu wujud ketetapan yang bersifat konstitutif. 2)
Peraturan Perundang-undangan Salah satu prinsip dalam negara hukum adalah wetmatigheid van bestuur atau pemerintahan berdasarkan peraturan perundangundangan. Dengan kata lain, setiap tindakan hukum pemerintah harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan
yang
berlaku,
termasuk
didalamnya
pembuatan dan penerbitan ketetapan izin. Izin yang dibuat dan diterbitkan tanpa didasarkan pada wewenang peraturan perundangundangan yang berlaku dapat mengakibatkan ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah. 3)
Organ Pemerintah Izin hanya boleh diterbitkan oleh organ pemerintah. Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Dari berbagai penyelenggaraan ketentuan penyelenggaraan pemerintahan dapat diketahui bahwa mulai dari administrasi negara tertinggi (presiden) sampai dengan administrasi negara terendah (lurah) berwenang menerbitkan izin.
4)
Peristiwa Konkret Izin merupakan instrumen yuridis yang berbentuk ketetapan yang commit dalam to usermenghadapi peristiwa konkret dan digunakan oleh pemeritah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
individual. Yang dimaksud dengan peristiwa konkret di sini adalah suatu peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tertentu. Karena peristiwa konkret ini beragam sejalan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, maka izinpun memiliki berbagai keberagaman. 5)
Prosedur dan Persyaratan Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur dan persyaratan
tertentu
yang
ditentukan
secara
sepihak
oleh
pemerintah selaku pemberi izin sesuai dengan jenis, tujuan, dan instansi yang menerbitkan izin tersebut. Menurut Soehino, syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan kondisional. Bersifat konstitutif, karena ditentukan suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus (terlebih dahulu) dipenuhi, artinya dalam hal pemberian izin itu ditentukan suatu perbuatan konkret, dan bila tidak dipenuhi dapat dikenai sanksi. Bersifat kondisonal, karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratakan itu terjadi. Penentuan prosedur dan persyaratan perizinan ini dilakukan secara sepihak oleh pemerintah. Meskipun demikian, pemerintah tidak boleh membuat atau menentukan prosedur dan persyaratan menurut kehendaknya sendiri secara arbitrer (sewenang-wenang), tetapi harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut. Dengan kata lain, pemeritah tidak boleh menentukan syarat yang melampaui batas tujuan yang hendak dicapai oleh peraturan hukum yang menjadi dasar perizinan bersangkutan (Ridwan. H.R., 2010:217). c.
Fungsi dan Tujuan Perizinan Izin merupakan instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkan pemerintah guna mencapai suatu tujuan konkret. Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang terciptanya masyarakat yang adil dan makmur. Hal ini berarti lewat izin dapat diketahui bagaimana gambaran masyarakat yang adil dan makmur tersebut terwujud. Sehingga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
persyaratan-persyaratan
yang
terkandung
dalam
izin
merupakan
pengendali dalam memfungsikan izin itu sendiri. Menurut Prajudi Atmosudirdjo, berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum, izin dapat diletakkan dalam fungsi menertibkan masyarakat. Adapun tujuan perizinan, hal ini tergantung pada kenyataan konkret menyebabkan keragaman pula dari tujuan izin tersebut (Ridwan H.R., 20110:218). d. Bentuk dan Isi Izin Sesuai dengan sifatnya yang merupakan bagian dari ketetapan, izin selalu dibuat dalam bentuk tertulis. Sebagai ketetapan tertulis, secara umum izin memuat hal-hal sebagai berikut (Ridwan H.R., 2010:219223): 1)
Organ yang Berwenang Pada umumnya pembuat aturan akan menunjuk organ berwenang dalam sistem perizinan, organ yang paling menguasai materi dan tugas serta yang hampir selalu terkait adalah organ pemerintahan.
2)
Yang Dialamatkan Izin ditujukan kepada pihak yang berkepentingan. Biasanya izin terbit setelah yang berkepentingan mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin tertentu.
3)
Diktum Demi kepastian hukum, izin harus memuat uraian sejelas mungkin mengenai tujuan penerbitan izin tersebut. Diktum merupakan inti dari suatu keputusan, sehingga setidak-tidaknya dalam diktum terdiri atas keputusan pasti yang memuat hak dan kewajiban yang dituju oleh keputusan itu.
4)
Ketentuan-ketentuan, Pembatasan-pembatasan, dan Syarat-syarat Keputusan izin harus mengandung ketentuan, pembatasan, dan syarat-syarat
(voorschriften,
beperkingen,
en
Ketentuan-ketentuan ialah kewajiban-kewajiban commit to user
voorwaarden). yang
dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dikaitkan pada keputusan yang menguntungkan. Ketentuanketentuan pada izin banyak terdapat dalam praktik hukum administrasi. Dalam pembuatan keputusan izin dimasukkan pembatasan-pembatasan yang memberi kemungkinan untuk secara praktis melingkari lebih lanjut tindakan yang dibolehkan dengan menunjuk batas waktu, tempat, atau ditentukan dengan cara lain. Di samping itu, dalam keputusan dimuat syarat-syarat yang dapat menentukan akibat-akibat hukum tertentu pada suatu peristiwa konkret yang terjadi. 5)
Pemberian Alasan Pemberian alasan memuat hal-hal seperti penyebutan ketentuan peraturan
perundang-undangan,
pertimbangan-pertimbangan
hukum, dan penetapan fakta yang dijadikan sebagai pertimbangan dalam penerbitan ketetapan izin tersebut. 6)
Pemberitahuan-pemberitahuan Tambahan Pemberitahuan tambahan dapat berisi bahwa kepada yang dialamatkan ditunjukkan akibat-akibat dari pelanggaran ketentuan dalam izin, seperti sanksi-sanksi yang mungkin diberikan akibat ketidakpatuhan.
4.
Tinjauan umum tentang Penegakan Hukum dalam Hukum Administrasi Negara Hukum administrasi negara memaknai pengawasan sebagai “proses kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan, atau diperintahkan.” Hasil pengawasan harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat kecocokan dan ketidakcocokan dan menemukan penyebab ketidakcocokan yang muncul. Dalam konteks membangun manajemen pemerintahan publik yang bercirikan good governance (tata kelola pemerintahan yang baik), pengawasan merupakan aspek penting untuk user menjaga fungsi pemerintahancommit berjalantosebagaimana mestinya. Dalam konteks
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ini, pengawasan menjadi sama pentingnya dengan penerapan good governance itu sendiri (http://dewaarka.wordpress.com/2010/05/25/hukumperizinan/). Menurut P. Nicolai dan kawan-kawan, pengawasan merupakan salah satu sarana penegakan hukum administrasi negara. Dalam pengawasan, organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau berdasarkan undangundang yang ditetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakkan kewajiban kepada individu. “Pendapat yang dikemukakan oleh Nicolai agaknya hampir senada dengan Ten Berge, seperti dikutip Philipus M. Hadjon, yang menyebutkan bahwa instrumen penegakan hukum administrasi meliputi pengawasan dan penerapan sanksi” (Ridwan H.R., 2010:311). Pengawasan merupakan suatu langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan. Pengawasan merupakan suatu perwujudan dari perlindungan hukum preventif yang diberikan oleh negara. Perlindungan hukum preventif merupakan sarana yang penting apabila dikaitkan dengan asas “freis ermessen” (discretionaire bevoeghdeid) yang diwujudkan dalam bentuk keberatan (inspraak) terhadap suatu ketetapan atau keputusan. Rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Asas keterbukaan dalam pelaksanaan pemerintahan sangat diperlukan guna meningkatkan kinerja pemerintahan, seperti yang diungkapkan oleh Benjamin E. Hermalin dan Michael S. Weisbach yang menyatakan: “The link between governance and transparency is clear in the public’s (and regulators’) perceptions; transparency was increased for the purpose of improving governance”. (“Hubungan antara pemerintahan dan keterbukaan yang jelas dalam pandangan publik (dan pembuat aturan); peningkatan keterbukaan ditujukan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan). “Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan padato user kebebasan bertindak karena dengan commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
adanya perlindungan hukum yang preventif, pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi” (Philius M. Hadjon, 1987:2). Perlindungan hukum preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. “Arti penting perlindungan hukum
preventif
adalah
lebih
baik
mencegah
sengketa
daripada
menyelesaikan sengketa” (Titik Triwulan Tutik, 2010:288). Telah disebutkan bahwa sarana penegakan hukum administrasi selain pengawasan adalah penerapan sanksi. “Sanksi merupakan bagian yang penting dalam setiap peraturan perundang-undangan, bahkan J.B.J.M. ten Berge menyebutkan bahwa sanksi merupakan inti dari penegakan hukum administrasi” (Ridwan H.R., 2010:313). Sanksi juga berfungsi untuk memaksakan tingkah laku masyarakat agar berbuat seperti yang dikehendaki oleh pemerintah sesuai dengan norma hukum yang ada. Sanksi dalam Hukum Administrasi; “De publiekrechtelijke machtsmiddelen die de overheid kan aanwenden als reactie op nietnaleving van verplichtingen die voortvloeien uit administratiefrechtelijke ormen,” yaitu “alat kekuasaan yang bersifat hukum publik yang dapat digunakan oleh pemerintah sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam norma hukum administrasi negara.” Berdasarkan definisi ini tampak ada empat unsur sanksi dalam hukum administrasi negara, yaitu alat kekuasaan (machtmiddelen), bersifat hukum publik (publiekrechtelijke), digunakan oleh pemerintah (overheid), sebagai reaksi atas ketidakpatuhan (reactie op niet-naleving) (Ridwan H.R., 2010:315). Sanksi hukum administrasi memiliki beberapa ciri khas, yaitu penerapan sanksi ditujukan pada perbuatan (bukan pada pelaku), sifat sanksi admistrasi adalah reparatoir-condemnatoir yaitu pemulihan kembali pada keadaan semula dan memberikan hukuman, dan prosedur pemberian sanksi dilakukan langsung oleh pemerintah tanpa melalui peradilan. Ketiga hal tersebut yang membedakan antara sanski administratif dengan sanksi pidana dan perdata. Apabila ditinjau dari segi sasarannya, dalam Hukum Administrasi dikenal 2 (dua) jenis sanksi yaitu sanksi reparatoir (reparatoire sancties) yang commit to user ditujukan untuk mengembalikan pada kondisi semula sebelum terjadinya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pelanggaran atau menempatkan pada situasi yang sesuai dengan hukum (legale situatie) dan sanksi punitif (punitive sancties) yang ditujukan untuk memberikan hukuman (straffen) pada seseorang. Pada umumnya jenis sanksi hukum administrasi negara dicantumkan dan disebutkan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan bidang administrasi tertentu. Secara umum dikenal beberapa macam sanksi dalam hukum administrasi, yaitu (Ridwan H.R., 2010:319-334): a.
Paksaan Pemerintahan (Bestuursdwang/Politiedwang) Paksaan pemerintahan merupakan tindakan nyata yang dilakukan oleh organ pemerintah atau atas nama pemerintah tanpa perantaraan hakim (parate executie) untuk memindahkan, mengosongkan, menghalanghalangi, memperbaiki pada keadaan semula apa yang telah dilakukan atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan guna mengakhiri situasi yang bertentangan dengan norma hukum administrasi negara.
b.
Penarikan Kembali KTUN yang Menguntungkan. KTUN yang menguntungkan (begunstigende beschikking) artinya KTUN tersebut memberikan hak-hak atau memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu melalui ketetapan atau bila ketetapan itu memberikan keringanan beban yang ada atau mungkin ada. Penarikan ini dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan terdahulu yang dimaksudkan untuk mengakhiri keadaan yang secara objektif tidak dapat dibenarkan lagi.
c.
Pengenaan Uang Paksa (Dwangsom) Pengenaan uang paksa dalam hukum administrasi dapat dikenakan kepada seseorang yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintah yang nilai maksimalnya telah ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan sesuai dengan beratnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
kepentingan
digilib.uns.ac.id
yang
dilanggar
dan
disesuaikan
dengan
tujuan
diterapkannya dwangsom tersebut. d.
Pengenaan Denda Administratif Pengenaan denda administratif (bestuurslijke boetes) merupakan reaksi terhadap pelanggaran norma yang ditujukan untuk menambah hukuman yang pasti, tujuan tersebut berbeda dengan dwangsom yang hanya ditujukan untuk mendapatkan situasi konkret yang sesui dengan norma. Pada berbagai peraturan perundang-undangan, besarnya jumlah denda yang dikenakan pada pelanggar telah ditentukan secara tegas. Sehingga secara umum, tindakan administrasi merupakan serangkaian
kegiatan mulai dari pembuatan aturan sampai dengan pemberian sanksi seperti yang dikemukakan oleh Benedict Kingsbury: Global administrative law as comprising the structures, procedures and normative standards for regulatory decision-making including transparency, participations, and review, and the rule-governed mechanisms for implementing these standards, that are applicable to formal intergovernmental regulatory bodies; to informal intergovernmental regulatory networks, to regulatory decisions of national governments where these are part of an international intergovernmental regime; and to hybrid public-private or private transnational bodies. Such a definition, we are also proposing that much of global governance can be understood and analyzed as administrative action: rule-making, administrative sanction between competing interests, and other forms of regulatory administrative decisions. (Hukum administrasi secara umum terdiri dari susunan, prosedur dan standar normatif untuk aturan-aturan dalam pembuatan keputusan termasuk keterbukaan, partisipasi, dan peninjauan, dan mekanisme aturan pemerintah untuk menerapkan standar tersebut, hal tersebut dapat diterapkan untuk lembaga resmi pemerintah pembuat aturan; untuk jaringan pemerintah pembuat aturan yang tidak resmi, untuk pembuat keputusan dari pemerintahan nasional dimana bagian-bagian tersebut adalah bagian dari rezim pemerintahan internasional; dan untuk pecampuran publik-privat atau lembaga privat. Mengacu pada definisi tersebut, kami juga menganjurkan bahwa pemerintahan secara umum dapat dipahami dan dianalisa sebagai tindakan administrasi: pembuat aturan, pemberi sanksi administrasi akibat persaingan kepentingan, dan bentuk-bentuk lain dari pembuatan aturan dan keputusan administrasi). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Untuk mempermudah gambaran penelitian ini dapat dilihat dari kerangka pemikiran dibawah ini: Peraturan Perundang-undangan
Interpretasi
1. UUD Tahun 1945 2. UU No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA 3. UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan 4. PP No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah 5. Permentan No. 26/Pementan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Izin Usaha Perkebunan. 6. Permentan No. 07/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan 7. Perda Jawa Tengah No. 2 Tahun 2005 tentang Perizinan Usaha Perkebunan 8. Peraturan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Perizinan Usaha Perkebunan
Fakta Hukum
Peristiwa Hukum
Kebijakan Dinbun Jateng dalam melaksanakan pengawasan Izin Usaha Perkebunan di Jateng
1. Pemberian Izin Usaha Perkebunan di Jawa Tengah 2. Mekanisme Pengawasan Usaha Perkebunan di Jawa Tengah 3. Tindakan Dinbun Jawa Tengah terhadap Perusahaan Perkebunan Tidak Sehat
1. Pemberian Izin Usaha Perkebunan di Jawa Tengah 2. Mekanisme Pengawasan Usaha Perkebunan di Jawa Tengah 3. Tindakan Dinbun Jawa Tengah terhadap Perkebunan Tidak Sehat Ragaan 1. Kerangka Pemikiran
Kesimpulan
1. Kesesuaian pemberian IUP terhadap peraturan perundangan-undangan. 2. Kesesuaian mekanisme pengawasan peraturan perundangancommit to user terhadap undangan. 3. Kesesuaian tindakan hukum Dinbun atas perkebunan yang tidak sehat terhadap peraturan perundang-undangan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keterangan: Kerangka pemikiran tersebut menjelaskan alur pemikiran penulis dalam mengangkat, menggambarkan, menelaah, dan menjabarkan serta menemukan jawaban atas permasalahan hukum yaitu pelaksanaan pengawasan izin usaha perkebunan di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, dapat dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan pengawasan Izin Usaha Perkebunan khususnya perusahaan perkebunan di wilayah Provinsi Jawa Tengah yang berada di bawah naungan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah selaku dinas teknis terkait, terdapat beberapa peristiwa hukum yang timbul terkait dengan pemberian izin usaha perkebunan di Provinsi Jawa Tengah, mekanisme pengawasan usaha perkebunan di Provinsi Jawa Tengah, dan tindakan hukum Dinas Perkebunan terhadap perkebunan yang tidak sehat. Peristiwa-peristiwa hukum yang timbul tersebut tidak terlepas dari kebijakan atau langkah yang diambil oleh Dinas Perkebunan dalam melaksanakan pengawasan izin usaha perkebunan di wilayah Provinsi Jawa Tengah, khususnya dalam menyikapi perkebunan-perkebunan yang tidak sehat atau mengalami permasalahan baik intern maupun ekstern. Kebijakan atau langkah yang diambil harus tetap memperhatikan fakta-fakta hukum yang terdapat di lapangan agar kebijakan atau langkah tersebut tidak merugikan bagi perusahaan perkebunan itu sendiri, masyarakat sekitar, negara, dan berbagai pihak yang terkait. Pengambilan kebijakan oleh Dinas Perkebunan tidak hanya memperhatikan fakta-fakta hukum yang timbul, akan tetapi juga harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Beberapa peraturan perundang-undangan terkait yang dipakai sebagai pertimbangan pengambilan kebijakan Dinas Perkebunan, antara lain: 1.
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berisi tujuan negara Indonesia, khususnya pada Pasal 33 ayat (3);
2.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menjadi aturan dasar mengenai segala bidang yang berkaitan dengan pertanahan nasional;commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id
Undang-Undang No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan yang merupakan payung hukum penyelenggaraan subsektor perkebunan sekaligus berisi mengenai tujuan penyelenggaraan subsektor perkebunan di Indonesia yang terdapat dalam Pasal 3;
4.
Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah sebagai peraturan yang mengatur mengenai Hak Guna Usaha sebagai hak atas tanah yang wajib dimiliki oleh perusahaan perkebunan dalam menjalankan usaha pada subsektor perkebunan;
5.
Permentan No. 26/Pementan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Izin Usaha Perkebunan yang merupakan peraturan teknis dalam pelaksanaan pemberian izin usaha perkebunan dari Dinas Perkebunan terhadap perusahaan perkebunan;
6.
Permentan No. 07/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan yang merupakan peraturan teknis dalam pelaksanaan penilaian usaha perkebunan guna memberikan kelas kebun yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan;
7.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 2 Tahun 2005 tentang Perizinan Usaha Perkebunan yang merupakan peraturan pelaksana yang harus dijalankan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah dalam proses pemberian Izin Usaha Perkebunan terhadap perusahaan perkebunan.
8.
Peraturan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Perizinan Usaha Perkebunan yang mengatur mengenai aturan teknis yang diterapkan di lapangan dalam proses pemberian izin usaha perkebunan. Pemakaian
interpretasi
peraturan
perundang-undangan
tersebut
dimaksudkan agar kebijakan yang diambil oleh Dinas Perkebunan memiliki landasan hukum dalam rangka terwujudnya tujun dari penyelenggaraan subsektor perkebunan sebagai sarana dalam pencapaian tujuan negara, yaitu kesejahteraan masyarakat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Interpretasi antara fakta hukum dan peraturan perundang-undangan yang terjadi secara timbal balik akan menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain untuk menilik kesesuaian pelaksanaan pemberian IUP, mekanisme pengawasan perusahaan perkebunan, serta tindakan hukum yang diambil oleh Dinas Perkebunan kepada perusahaan yang tidak sehat terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan subsektor perkebunan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Tugas Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah
Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah merupakan dinas teknis terkait yang mempunyai tugas pokok untuk melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang perkebunan berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan, hal tersebut sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 79 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 tersebut, Dinas Perkebunan mempunyai fungsi sebagai berikut: 1.
perumusan kebijakan teknis bidang perkebunan;
2.
penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang perkebunan;
3.
pembinaan dan fasilitasi bidang perkebunan lingkup provinsi dan kabupaten/kota;
4.
pelaksanaan tugas dibidang sarana dan prasarana, produksi perkebunan, usaha perkebunan, pengolahan hasil, dan pemasaran perkebunan;
5.
pemantauan, evaluasi, dan pelaporan bidang perkebunan;
6.
pelaksanaan kesekretariatan dinas; dan
7.
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya. Susunan organisasi Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah seperti yang
terdapat dalam Lampiran 2 memberikan tugas dan fungsi kepada masing-masing bagian. Dari bagan susunan organisasi tersebut maka tugas pokok dan fungsi masng-masing bagian dapat dijabarkan sebagai berikut: 1.
Kepala Dinas (Pasal 4 – 5) Kepala Dinas memimpin pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas commit to user Perkebunan sebagaimana dijelaskan pada Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gubernur Jawa Tengah Nomor 79 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. Kepala Dinas membawahkan: a.
Sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas;
b.
Bidang Sarana dan Prasarana, Bidang Produksi Perkebunan, Bidang Usaha Perkebunan, Bidang Pengolahan Hasil Perkebunan yang masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas;
c.
Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yang dipimpin oleh seorang Kepala UPTD yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas; dan
d.
Kelompok Jabatan Fungsional yang dipimpin oleh seorang Tenaga Fungsional senior sebagai ketua kelompok dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.
2.
Sekretariat (Pasal 6 – 11) Mempunyai tugas pokok melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi dan pelaksanaan di bidang program, keuangan, umum dan kepegawaian. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, sekretaris mempunyai fungsi: a.
penyiapan
bahan
perumusan
kebijakan
teknis,
pembinaan,
pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayan administrasi, dan pelaksanaan di bidang program; b.
penyiapan
bahan
perumusan
kebijakan
teknis,
pembinaan,
pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayan administrasi, dan pelaksanaan di bidang keuangan; c.
penyiapan
bahan
perumusan
kebijakan
teknis,
pembinaan,
pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayan administrasi, dan pelaksanaan di bidang umum dan kepegawaian; dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
d.
digilib.uns.ac.id
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Sekretariat membawahkan: a.
Subbagian Program Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi, dan pelaksanaan di bidang program, meliputi:
koordinasi
perencanaan,
pemantauan,
evaluasi,
dan
pelaporan serta pengelolaan sistem informasi di lingkungan Dinas; b.
Subbagian Keuangan Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi, dan pelaksanaan di bidang keuangan, meliputi: pengelolaan keuangan, verifikasi, pembukuan, dan akuntansi di lingkungan Dinas.
c.
Subbagian Umum dan Kepegawaian Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi, dan pelaksanaan di bidang umum dan kepegawaian,
meliputi:
pengelolaan
administrasi
kepegawaian,
hukum, humas, organisasi dan tatalaksana, ketatausahaan, rumah tangga, dan perlengkapan di lingkungan Dinas. 3.
Bidang Sarana dan Prasarana (Pasal 12 – 16) Mempunyai tugas pokok melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, dan pelaksanaan di bidang sarana produksi, lahan,dan air. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Bidang Sarana dan Prasarana mempunyai fungsi: a.
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang sarana produksi;
b.
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan to user pelaksanaan di bidangcommit lahan dan air; dan
perpustakaan.uns.ac.id
c.
digilib.uns.ac.id
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Bidang Sarana dan Prasarana membawahkan: a.
Seksi Sarana Produksi Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang sarana produksi, meliputi: pelaksanaan kebijakan, identifikasi, inventarisasi, fasilitasi dan kerjasama terkait pupuk, pestisida dan alat mesin perkebunan, penerapan standar mutu pupuk dan pestisida; dan
b.
Seksi Lahan dan Air Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang lahan dan air, meliputi: pelaksanaan kebijakan, penyusunan peta rencana induk (blue print), dan
pengembangan
rehabilitasi,
konservasi,
optimasi
dan
pengendalian lahan dan air, pelaksanaan koordinasi dan kerjasama bidang pengelolaan lahan dan air wilayah provinsi, penetapan dan pengawasan tata ruang dan tata guna lahan perkebunan wilayah provinsi, pelaksanaan bimbingan pengembangan teknologi irigasi air permukaan dan air bertekanan unuk perkebunan. 4.
Bidang Produksi Perkebunan (Pasal 16 – 22) Mempunyai tugas pokok melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang teknologi benih, teknis budidaya, dan perindungan. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Bidang Produksi Perkebunan mempunyai fungsi: a.
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, dan pelaksanaan di bidang teknologi benih;
b.
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, dan pelaksanaan di bidang teknis budidaya;
c.
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, dan pelaksanaan di bidang perlindungan; dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
d.
digilib.uns.ac.id
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Bidang Produksi Perkebunan membawahkan: a.
Seksi Teknologi Benih Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis pembinaan dan pelaksanaan di bidang teknologi benih, meliputi: antar lapangan (antar kabupaten), pelaksanaan koordinasi dan kerjasama bidang perbenihan dengan instansi terkait, pelaksanaan identifikasi dan pengembangan varietas unggul lokal, penetapan kebun induk dan blok penghasil tinggi benih perkebunan wilayah provinsi, pengaturan penggunaan benih perkebunan di wilayah provinsi;
b.
Seksi Teknis Budidaya Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis pembinaan dan pelaksanaan di bidang teknis budidaya, meliputi: penyusunan kebijakan teknis, koordinasi dan kerjasama, pelaksanaan bimbingan penerapan
pedoman teknis budidaya
perkebunan wilayah provinsi, pelaksanaan identifikasi areal dan produksi tanaman semusim, tahunan, serta tanaman rempah dan penyegar,
penyyusunan
peta
rencana
induk
(blue
print)
pengembangan tanaman semusim, tahunan, serta tanaman rempah dan penyegar, pelaksanaan dan bimbingan teknis kegiatan intensifikasi, diversifikasi, rehabilitasi tanaman semusim, tahunan serta tanaman rempah dan penyegar, pelaksanaan kaji terap teknologi budidaya, tanaman semusim, tahunan serta tanaman rempahh dan penyegar. c.
Seksi Perlindungan Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis pembinaan dan pelaksanaan di bidang perlindungan, meliputi: pelaksanaan koordinasi, kebijakan dan pedoman perlindungan perkebunan
wilayah provinsi, penyebaran informasi serangan commit to user organisme pengganggu tanaman dan rekomendasi pengendaliannya di
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
wilayah provinsi, pengaturan pelaksanaan penanggulangan ekplosi organisme pengganggu tanaman perkebunan di wilayah provinsi, dan pelaksanaan bbimbingan teknis kelestarian alam. 5.
Bidang Usaha Perkebunan (Pasal 23 – 27) Mempunyai tugas pokok melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, dan pelaksanaan di bidang pembinaan usaha, pengembangan kelembagaan dan Sumber Daya Masyarakat (SDM). Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Bidang Usaha Perkebunan mempunyai fungsi: a.
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, dan pelaksanaan di bidang pembinaan usaha;
b.
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, dan pelaksanaan di bidang pembinaan usaha; dan
c.
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Bidang Usaha Perkebunan membawahkan: a.
Seksi Pembinaan Usaha Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis pembinaan dan pelaksanaan di bidang pembinaan usaha, meliputi: pelaksanaan koordinasi, kebijakan, dan pedoman pembinaan usaha perkebunan wilayah provinsi, pemberian izin dan registrasi usaha perkebunan lintas kabupaten/kota, pelaksanaan pemantauan dan pengawaan izin usaha perkebunan lintas kabupaten/kota, pelaksanaan peniaian klasifikasi perusahaan perkebunan, pelaksanaan pemantauan dan pemeriksaan AMDAL/UKL-UPL serta sanitasi lingkungan perusahaan perkebunan wilayah provinsi, pelaksanaan pengendalian gangguan usaha pada perkebunan besar, pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pembiayaan usaha perkebunan, dan kelayakan usaha tani di wilayah provinsi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
b.
digilib.uns.ac.id
Seksi Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis pembinaan dan pelaksanaan di bidang pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan, meliputi: penyusunan kebijakan dan pedoman teknis pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan kelembagaan petani perkebunan wilayah provinsi, pelaksanaan koordinasi
bidang
pengembangan
SDM
dan
kelembagaan
perkkebunan di wilayah provinsi, penetapan kebijakan dan pedoman pola kerjasama kemitraan usaha perkebunan wilayah provinsi, pelaksanaan inventarisasi penyusunan data kelembagaan perkebunan, pelaksanaan pembinaan dan identifikasi kelompok tani perkebunan, pelaksanaan bbimbingan dan pengembangan kemitraan petani, asosiasi dengan dunia usaha perkebunan, dan pelaksanaan upaya peningkatan
kualitas
SDM
melalui
bimbingan
teknis
usaha
perkebunan. 6.
Bidang Pengolahan Hasil Perkebunan (Pasal 28 – 32) Mempunyai tugas pokok melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang pasca panen dan pengolahan, dan pemasaran. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Bidang Pengolahan Hasil Perkebunan mempunyai fungsi: a.
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, dan pelaksanaan di bidang pasca panen dan pengolahan;
b.
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, dan pelaksanaan di bidang pemasaran; dan
c.
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Bidang Pengolahan Hasil Perkebunan membawahkan: a.
Seksi Pasca Panen dan Pengolahan Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis pembinaan dan pelaksanaan di bidang pasca panen dan commit to user pengolahan, meliputi: pelaksanaan koordinasi, kebijakan, dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pedoman serta pemantauan dan evaluasi penanganan panen, pasca panen dan pengolahan hasil, bimbingan teknis penanganan panen, pasca panen dan pengolahan hasil komoditas perkebunan, pelaksanaan bimbingan
teknis
pengemasan
dan
penyimpanan
komoditas
perkebunan b.
Seksi Pemasaran Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis pembinaan dan pelaksanaan di bidang pasca pemasaran, meliputi: pelaksanaan koordinasi, kebijakan, pedoman, pemantauan dan evaluasi, promosi
dan fasilitasi pemasaran hasil perkebunan
wilayah provinsi, dan penyebarluasan informasi pasar wilayah provinsi. 7.
Kelompok Jabatan Fungsional (Pasal 33 – 34) Mempunyai tugas sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang terbagi dalam beberapa kelompok sesuai dengan bidang keahiannya yang jumlahnya ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. Jenis, jenjang jabatan fungsional, dan pembinaan terhadap pejabat fungsional diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tata Kerja Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah diatur dalam pasal 35 –
39 Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 79 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa guna melaksanakan tugas dan fungsinya, Kepala Dinas, Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Subbagian, dan Kepala Seksi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur serta harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan pelaporan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam melaksanakan tugasnya, masing-masing jabatan tersebut harus menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi secara vertikal maupun horisontal baik ke dalam maupun antar satuan organisasi dalam lingkungan Pemerintahan Daerah serta instansi lain sesuai dengan tugas pokoknya masingmasing. Pelaksanaan tugas tersebut diikuti dengan ketentuan: 1.
Kepala Dinas, Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Subbagian, dan Kepala Seksi bertanggung jawab dalam memimpin, mengkoordinasikan, dan memberikan
bimbingan-bimbingan
serta
petunjuk-petunjuk
bagi
pelaksanaan tugas bawahannya masing-masing; 2.
Kepala Dinas, Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Subbagian, dan Kepala Seksi wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk-petunjuk dan bertanggung jawab pada atasan masing-masing serta menyampaikan laporan tepat pada waktunya;
3.
Dalam menyampaikan laporan masing-masing kepada atasan, tembusan laporan dapat disampaikan kepada satuan organisasi lain di lingkungan Dinas yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja;
4.
Setiap laporan yang diterima oleh Kepala Dinas, Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Subbagian, dan Kepala Seksi dari bawahan wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan penyusunan laporan lebih lanjut dan dijadikan bahan untuk memberikan petunjuk kepada bawahan; dan
5.
Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala UPTD, dan Pejabat Fungsional menyampaikan laporan kepada Kepala Dinas dan berdasarkan hal tersebut Sekretaris menyusun laporan berkala Kepala Dinas kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.
B.
Pemberian Izin Usaha Perkebunan di Provinsi Jawa Tengah
Setiap perusahaan perkebunan khususnya di wilayah Provinsi Jawa Tengah yang menjalankan usahanya baik untuk membudidayakan atau mengelola perkebunan harus mendapatkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) terlebih dahulu dari Dinas teknis yang terkait, yang dalam hal ini adalah Dinas Perkebunan Provinsi commit to user Jawa Tengah.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dasar hukum pemberian IUP bagi perusahaan perkebunan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, Peraturan Daerah Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Perizinan Usaha Perkebunan, dan Peraturan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Perizinan Usaha Perkebunan. Provinsi Jawa Tengah merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang memiliki Peraturan Daerah tentang Izin Usaha Perkebunan sebelum dikeluarkannya Permentan Nomor 26 Tahun 2007. Perizinan diperlukan dalam rangka penertiban, pengendalian, pemanfaatan, dan pengawasan terhadap sumber daya alam untuk usaha perkebunan yang dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat dengan mengoptimalkan sumber daya alam yang berkelanjutan, daya dukung, dan keanekaragaman jenis sehingga perlu mengatur pembinaan, pengamanan, dan pengendalian. Dalam Pasal 37 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Perizinan Usaha Perkebunan dinyatakan bahwa dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka orang pribadi, perusahaan perkebunan, dan group perusahan yang telah melakukan usaha perkebunan wajib mengajukan izin dalam jangka waktu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini (4 Mei 2005) (Lego Karjoko, 2007:57). IUP adalah izin tertulis yang wajib dimiliki oleh perusahaan perkebunan untuk dapat melakukan usaha budidaya perkebunan dan/atau usaha industri perkebunan dan/atau usaha wisata argo perkebunan serta usaha diversifikasi lainnya untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan. Dalam Peramentan Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007, yang dimaksud dengan IUP adalah izin tertulis dari pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan usaha budidaya perkebunan dan terintegrasi dengan usaha industri pengolahan hasil industri perkebunan. Permentan tersebut dilatar belakangi oleh keinginan untuk meningkatkan upaya percepatan pelayanan perizinan dan investasi pertanian yang dilaksanakan oleh pusat perizinan dan investasi beserta instansi yang
terkait
dalam
lingkup
Kementrian
(http://www.anneahira.com/izin-usaha-perkebunan.htm). commit to user
Pertanian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IUP dibedakan menjadi 2 (dua) macam sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan oleh perusahaan perkebunan, yaitu usaha budi daya tanaman perkebunan dan usaha industri pengolahan hasil perkebunan. Yang dimaksud dengan: 1.
Usaha budi daya tanaman perkebunan merupakan serangkaian kegiatan pengusahaan tanaman perkebunan yang meliputi kegiatan pra tanam, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan pemanenan. Usaha budi daya tanaman perkebunan harus dilengkapi dengan IUP untuk budidaya (IUP-B). IUP-B adalah izin tertulis dari pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan usaha budidaya perkebunan.
2.
Usaha industri pengolahan hasil perkebunan merupakan serangkaian kegiatan penanganan dan pemrosesan yang dilakukan terhadap hasil tanaman perkebunan yang ditujukan untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi. Usaha budi daya tanaman perkebunan harus dilengkapi dengan IUP untuk pengolahan hasil perkebunan (IUP-P). IUP-P adalah izin tertulis dari pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan usaha industri pengolahan hasil perkebunan. Bagi perusahaan perkebunan yang lokasi perkebunannya berada pada lintas
daerah Kabupaten dan/atau Kota permohonan IUP disampaikan kepada Gubernur dengan tembusan Menteri Pertanian, sedangkan untuk perusahaan perkebunan yang lokasi lahan usaha perkebunannya berada di suatu wilayah daerah Kabupaten dan/atau Kota permohonan IUP disampaikan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan Menteri Pertanian. Ketentuan tersebut didasarkan pada Surat Keputusan
Menteri
Pertanian
Nomor
357/Kms/HK.350/5/2002
tentang
Penyelesaian Ijin Usaha Perkebunan. IUP
berlaku
selama
perusahaan
perkebunan
masih
melaksanakan
kegiatannya sesuai dengan baku teknis dan ketentuan yang berlaku. Untuk memperoleh IUP, perusahaan perkebunan selaku pemohon wajib menyampaikan permohonannya secara tertulis kepada Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah paling lama dalam jangka 3 (tiga) bulan sebelum pelaksanaan kegiatan to user usaha perkebunan. Permohonan commit diajukan sesuai dengan prosedur yang telah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ditetapkan dalam Peraturan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Perizinan Usaha Perkebunan sebagaimana yang digambarkan dalam ragaan 2 dibawah ini: Pemohon membawa berkas persyaratan rangkap 10 disertai dengan pengantar
PEMEGANG KAS PEMBANTU PENERIMAAN DINBUN Lantai I Sub Bagian Keuangan Pemohon membayar: - Retribusi - Biaya Administrasi - Biaya Tim Teknis Pemeriksa Kebun
SUB DINAS KELEMBAGAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA (KPU) Lantai IV Pemohon menyerahkan: - Kuitansi bukti pembayaran - Berkas persyaratan
Kegiatan yang dilakukan oleh KPU: - Mengoreksi kelengkapan berkas pemohon - Dalam waktu 1 (satu) hari menyatakan berkas Lengkap/Tidak Lengkap (L/TL) - Menjadwalkan pelaksanaan pemeriksaan kebun secara fisik oleh Tim Teknis - Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan diterbitkan IUP dan diserahkan langsung kepada Pemimpin Kebun/Administratur di kebun
Ragaan 2. Alur Tahapan Tata Cara Permohonan Perizinan Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan alur tahapan tata cara perizinan yang terdapat dalam ragaan 2 tersebut dijelaskan dalam uraian sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
1.
digilib.uns.ac.id
Permohonan IUP dilakukan oleh pemohon dengan membayar retribusi berupa biaya administrasi dan biaya Tim Pemeriksaan Kebun yang dibayarkan lewat Pemegang Kas Pembantu Penerimaan Dinas Perkebunan, kemudian Pemegang Kas Pembantu Penerimaan membuat tanda bukti pembayaran yang ditandatangani bersama oleh Wajib Retribusi dan Wajib Pungut.
2.
Setelah pemohon memperoleh tanda bukti pembayaran retribusi dari Pemegang Kas Pembantu Penerimaan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah kemudian tanda bukti tersebut diserahkan kepada Sub Dinas Kelembagaan dan Pengembangan Usaha Dinas Perkebunan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut: a. permohonan Izin Usaha Perkebunan (IUP) 1) visi dan misi perusahaan; 2) akta pendirian badan hukum perusahaan dan perubahannya; 3) fotocopy sertifikat hak atas tanah (HGU) atau dokumen hak atas tanah tersebut atau dokumen atas proses menuju terbitnya hak; 4) surat keterangan domisili perusahaan; 5) surat keputusan hak atas tanah (HGU); 6) program kerja pembangunan kebun dalam jangka waktu pendek (3 tahun); 7) surat pernyataan pemberdayaan masyarakat sekitar kebun; 8) laporan semester perkembangan kegiatan usaha perkebunan; 9) bukti fotocopy pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan 2 (dua) tahun terakhir; 10) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); 11) rekomendasi kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dari Bupati/Walikota untuk IUP yang diterbitkan oleh Gubernur; 12) rekomendasi kesesuaian dengan rencana makro pembangunan perkebunan provinsi dari Gubernur untuk IUP yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13) izin lokasi dari Bupati/Walikota yang dilengkapi dengan peta calon lokasi dengan skala 1 : 100.000 atau 1 : 50.000; 14) pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari Instansi Kehutanan (apabila areal berasal dari kawasan hutan); 15) jaminan pasokan bahan baku yang diketahui oleh Bupati/Walikota; 16) rencana kerja pembangunan kebun dan unit pengolahan hasil perkebunan; 17) hasil Analisis mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau Upaya
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
(UKL)
dan
Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku; 18) pernyataan perusahaan belum menguasai lahan melebihi batas luar maximum; 19) pernyataan kesanggupan memiliki sarana, prasarana, dan sistem untuk melakukan pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT); 20) pernyataan kesanggupan memiliki sarana, prasarana, dan sistem untuk melakukan pembukaan lahan tanpa pembakaran serta pengendalian kebakaran; 21) pernyataan kesediaan dan rencana kerja pembangunan untuk masyarakat sesuai dengan pasal 11 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007; dan 22) pernyataan kesediaan untuk melakukan kemitraan. b. permohonan IUP untuk budidaya (IUP-B) 1) visi dan misi perusahaan; 2) akta pendirian badan hukum perusahaan dan perubahannya; 3) fotocopy sertifikat hak atas tanah (HGU) atau dokumen hak atas tanah tersebut atau dokumen atas proses menuju terbitnya hak; 4) surat keterangan domisili perusahaan; 5) surat keputusan hak atas tanah (HGU); commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6) program kerja pembangunan kebun dalam jangka waktu pendek (3 tahun); 7) surat pernyataan pemberdayaan masyarakat sekitar kebun; 8) hasil Analisis mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau Upaya
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
(UKL)
dan
Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku; 9) laporan semester perkembangan kegiatan usaha perkebunan; 10) bukti fotocopy pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan 2 (dua) tahun terakhir; 11) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); 12) rekomendasi kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dari Bupati/Walikota untuk IUP-B yang diterbitkan oleh Gubernur; 13) rekomendasi kesesuaian dengan rencana makro pembangunan perkebunan provinsi dari Gubernur untuk IUP-B yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota; 14) izin lokasi dari Bupati/Walikota yang dilengkapi dengan peta calon lokasi dengan skala 1 : 100.000 atau 1 : 50.000; 15) pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari Instansi Kehutanan (apabila areal berasal dari kawasan hutan); 16) pernyataan kesanggupan memiliki sarana, prasarana, dan sistem untuk melakukan pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT); 17) pernyataan kesanggupan memiliki sarana, prasarana, dan sistem untuk melakukan pembukaan lahan tanpa pembakaran serta pengendalian kebakaran; 18) pernyataan kesediaan dan rencana kerja pembangunan untuk masyarakat sesuai dengan pasal 11 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007; dan to user 19) pernyataan kesediaancommit untuk melakukan kemitraan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. permohonan IUP untuk pengolahan hasil perkebunan (IUP-P) 1) visi dan misi perusahaan; 2) akta pendirian badan hukum perusahaan dan perubahannya yang terakhir; 3) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); 4) surat keterangan domisili perusahaan; 5) rekomendasi kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dari Bupati/Walikota untuk IUP-P yang diterbitkan oleh Gubernur; 6) rekomendasi kesesuaian dengan rencana makro pembangunan perkebunan provinsi dari Gubernur untuk IUP-P yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota; 7) izin lokasi dari Bupati/Walikota yang dilengkapi dengan peta calon lokasi dengan skala 1 : 100.000 atau 1 : 50.000; 8) rekomendasi lokasi dari Pemerintah Daerah lokasi unit pengolahan; 9) jaminan pasokan bahan baku yang diketahui oleh Bupati/Walikota; 10) rencana kerja pembangunan unit pengolahan hasil perkebunan; 11) hasil Analisis mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau Upaya
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
(UKL)
dan
Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku; 12) pernyataan kesediaan untuk melakukan kemitraan; 13) pemberian Izin Usaha Budidaya Perkebunan dan/atau Izin Industri Pengolahan Hasil Perkebunan dalam rangka penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri, terlebih dahulu mendapat rekomendasi teknis dari Direktur Jenderal Perkebunan; dan 14) fotocopy bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan 2 (dua) tahun terakhir. 3.
Setelah berkas permohonan beserta seluruh persyaratannya diteliti dan apabila secara administrasi dinyatakan lengkap selanjutnya pemohon commit to user diberitahu waktu pemeriksaan fisik kebun.
perpustakaan.uns.ac.id
4.
digilib.uns.ac.id
Pemeriksaan fisik kebun dilakukan oleh Tim Teknis Pemeriksa Kebun yang terdiri atas unsur-unsur: Ketua
: Kepala sub dinas Kelembagaan dan Pengembangan Usaha Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah.
Sekretaris
: Kepala seksi perizinan pengembangan usaha dan kelembagaan pada Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah.
Anggota
: a. Kepala dinas teknis yang membidangi perkebunan pada Kabupaten/Kota domisili kebun; b.
Gabungan Perusahaan Perkebunan (GPP) Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta; dan
c.
Seksi Pengembangan Sumber Daya pada Sub Dinas Kelembagaan dan Pengembangan Uasaha Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah.
Tugas Tim Teknis dalam pemeriksaan kebun adalah untuk menentukan kelayakan pengelolaan kebun dari aspek : a.
Manajemen, kebun, pengolahan hasil, serta sosial ekonomi dan lingkungan berdasarkan standar kelayakan penilaian kebun dari Direktorat Jenderal Perkebunan;
5.
b.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar; dan
c.
Kewajiban-kewajiban pemegang Hak Guna Usaha.
Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah diajukannya permohonan izin dan kemudian telah dilakukan pemeriksaan fisik kebun, maka Kepala Dinas Perkebunan akan memberitahukan kepada pemohon apakah permohonan izin itu disetujui atau di tolak.
6.
Setelah disetujuinya permohonan IUP maka dituangkan dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Perkebunan kemudian disampaikan kepada pemohon paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal disetujuinya permohonan.
7.
Penolakan permohonan IUP disampaikan kepada pemohon dalam jangka commit tosejak user tanggal diterimanya permohonan waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
disertai dengan alasan-alasan teknis yang dapat dipertanggungjawabkan menurut ketentuan perundang-undangan. 8.
Izin diberikan kepada pemohon izin setelah melunasi retribusi. Setiap perusahaan yang telah memiliki IUP melaksanakan kewajiban-
kewajibannya, seperti yang telah diatur dalam: 1.
Pasal 25 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, yang menyatakan: “Setiap pelaku usaha perkebunan wajib memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah kerusakannya”.
2.
Pasal 34 Permentan Nomor 26 /Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, yang menyatakan: Perusahaan perkebunan yang telah memiliki IUP, IUP-B, atau IUP-P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, wajib: a. menyelesaikan hak atas tanah selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya IUP-B, IUP-P, atau IUP; b. merealisasikan pembangunan kebun dan/atau unit pengolahan sesuai dengan studi kelayakan, baku teknis, dan ketentuan yang berlaku; c. memiliki sarana, prasarana, dan sistem untuk melakukan pembukaan lahan tanpa pembakaran serta pengendalian kebakaran; d. membuka lahan tanpa bakar dan mengelola sumber daya alam secara lestari; e. memiliki sarana, prasarana, dan sistem untuk melakukan pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT); f. menerapkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sesuai peraturan perundangundangan; g. menumbuhkan dan memberdayakan masyarakat/koperasi setempat; serta h. melaporkan perkembangan usaha perkebunan kepada gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali.
3.
Pasal 9 Perda Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Perizinan Usaha Perkebunan, yang menyatakan: Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 berlaku selama perusahaan menjalankan usaha perkebunan dengan baik dan kepada perusahaan diwajibkan untuk: a. melaporkan perkembangan usahanya secara berkala setiap semester; b. mengajukan permohonan persetujuan apabila akan mengadakan perubahan jenis tanaman atau perluasan uaha lainnya; to user pemilikan perusahaan. c. memberitahukan apabila commit terjadi perubahan
perpustakaan.uns.ac.id
4.
digilib.uns.ac.id
Pasal 5 Peraturan Kepala Dinas Perkebunan Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Perizinan Usaha Perkebunan, yang menyatakan: “Pemegang izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap tahun wajib melakukan registrasi lewat Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah dengan mempergunakan format permohonan registrasi.” Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah membawahi 72 perusahaan
perkebunan yang tersebar di Kota Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Jepara, dan Kabupaten Pati. Perkebunan tersebut terdiri dari 16 perkebunan milik negara atau Perseroan Terbuka Perkebunan Negara IX (PTPN IX), 54 perkebunan milik swasta, dan 2 perkebunan milik Perusahaan Daerah (Perusda). Pemberian IUP oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah bagi perusahaan perkebunan di Provinsi Jawa Tengah sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 18 Tahun 2004, Permentan No. 26/Permentan/OT.140/2/2007, Perda Jateng No. 2 Tahun 2005, dan Peraturan Kepala Dinas Perkebunan Jateng No. 5 Tahun 2006 baik dari sisi prosedur, tata cara, dan syarat-syarat permohonan IUP. Proses pemberian IUP juga sudah dilaksanakan secara efektif, hal ini dapat terlihat dari perusahaan perkebunan di Provinsi Jawa Tengah yang berjumlah 72 tersebut semuanya telah memiliki IUP, kecuali Kebun Karanggondang milik PT. Estu Subur yang berada di Kabupaten Pekalongan. IUP atas nama perusahaan perkebunan tersebut tidak diterbitkan oleh Dinas Perkebunan karena HGU perusahaan tersebut telah habis masa berlakunya mulai tahun 2000 dan sampai sekarang pihak perusahaan belum melakukan permohonan perpanjangan HGU dikarenakan adanya permasalahan intern keluarga dalam perusahaan tersebut (Konfirmasi Soesiati Rahayu, 5 Mei 2011). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan uraian tersebut maka daftar perusahaan perkebunan di wilayah Provinsi Jawa Tengah yang sudah memiliki IUP dapat dilihat dalam tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Daftar Perkebunan yang telah memiliki IUP No
Nama Kebun
Nama Perusahaan
Nomor IUP
Tanggal IUP
1.
Tengkol
PTPN IX
525.3/5510
1 Juni 2006
2.
Getas
PTPN IX
525.3/5511
1 Juni 2006
3.
Ngobo
PTPN IX
525.3/5512
1 Juni 2006
4.
Batujamus
PTPN IX
525.3/5513
1 Juni 2006
5.
Warnasari
PTPN IX
525.3/5514
1 Juni 2006
6.
Kawung
PTPN IX
525.3/5515
1 Juni 2006
7.
Krumput
PTPN IX
525.3/5516
1 Juni 2006
8.
Kaligua
PTPN IX
525.3/5517
1 Juni 2006
9.
Semugih
PTPN IX
525.3/5518
1 Juni 2006
10.
Blimbing
PTPN IX
525.3/5519
1 Juni 2006
11.
Jolotigo
PTPN IX
525.3/5520
1 Juni 2006
12.
Siluwok
PTPN IX
525.3/5521
1 Juni 2006
13.
Sukamangli
PTPN IX
525.3/5522
1 Juni 2006
14.
Merbuh
PTPN IX
525.3/5523
1 Juni 2006
15.
Balong
PTPN IX
525.3/5524
1 Juni 2006
16.
Jollong
PTPN IX
525.3/5525
1 Juni 2006
17.
Jatikalangan
PT.
Jaya 525.3/5526
5 Juni 2006
Rumekso 525.3/5527
5 Juni 2006
Makmur
Utama 18.
Salib Putih
PT.
Mekaring Sabdo 19.
Selokaton
PT.
Perkebunan
Cengkeh 20.
Kalimas
5 Juni 2006 525.3/5528
PT. Karyadeka Alam 525.3/5529 Lestari commit to user
5 Juni 2006
perpustakaan.uns.ac.id
21.
Darma Kradenan
digilib.uns.ac.id
PT.
Rumpun
Sari 525.3/5530
5 Juni 2006
Rumpun
Sari 525.3/5531
5 Juni 2006
Rumpun
Sari 525.3/5532
5 Juni 2006
Rumpun
Sari 525.3/5533
5 Juni 2006
Antan 22.
Samodra
PT. Antan
23.
Carui
PT. Antan
24.
Ciseru Cipari
PT. Antan
25.
Kaliminggir
PT. Banyumas Landen
525.3/5534
19 Juni 2006
26.
Gunung Karet
PT. Jeruk Legi
525.3/5535
19 Juni 2006
27.
Langenharjo
PT. Sinar Kartasura
525.3/5536
19 Juni 2006
28.
Kesongo
PT. Sri Sarwo Adhi
525.3/5537
25 Juli 2006
29.
Kandangan
PT. UFI
525.3/5538
19 Juni 2006
30.
Tlogo
Perusda Aneka Industri 525.3/5539
19 Juni 2006
Provinsi Jawa Tengah 31.
Lerep
PT. Patra Bumi Lerep 525.3/5540
19 Juni 2006
Permai 32.
Sumurpitu
PT.
Sumurpitu 525.3/5541
19 Juni 2006
Wringinsari 33.
Srendeng
PT. Cengkopa
525.3/5542
19 Juni 2006
34.
Curug
PT. Cengkeh Zanzibar
525.3/5543
19 Juni 2006
35.
Jatipablengan
PT.
Sari 525.3/5544
19 Juni 2006
Perkebunan 525.3/5545
19 Juni 2006
Rumpun
Antan 36.
Jomblang
PT. Jomblang
37.
Bitting
PT. Perkebunan Bitting 525.3/5546
5 Juni 2006
38.
Sidorejo
PT.
3 Juli 2006
Perkebunan 525.3/5547
Sidorejo 39.
Sringin
PT. Rehobat commit to user
525.3/5548
24 2006
Agustus
perpustakaan.uns.ac.id
40.
Medini
digilib.uns.ac.id
PT.
Rumpun
Sari 525.3/5549
25 Juli 2006
Antan 41.
Kebunroto
PT.
Perkebunan 525.3/5550
3 Juli 2006
Sidorejo 42.
Susukan
PT. Pawana Indonesia
525.3/8405
30 Nopember 2010
43.
Segayung Selatan
PT. Pawana Indonesia
525.3/5552
25 Juli 2006
44.
Pagilaran
PT. Pagillaran
525.3/5553
25 Juli 2006
45.
Segayung Utara
PT. Pagilaran
525.3/5554
21 Juli 2006
46.
Pesantren
PT. Estu Subur
525.3/5555
22
Agustus
2006 47.
Petir Penundan
Perusda Batang
525.3/5556
21 Juli 2006
48.
Simbangjati
PT.
Simbangjati 525.3/5557
5 Juni 2006
Bahagia 49.
Tratak
PT. Perkebunan Tratak
525.3/5558
4
Oktober
2006 50.
Kesesi
PT. Buah Harum
525.3/5559
25 Juli 2006
51.
Simadu
PT. Estu Subur
525.3/5560
28
Agustus
2006 52.
Sikasur
PT. Kencana Sikasur
525.3/5561
31
Agustus
2006 53.
54.
Mackenzie
Panca Arga
PT.
Perkebunan 525.3/5562
Mackenzie
2006
PT. Adiwiyata Panca 525.3/5563
7
Arga
2006
55.
Danasari
PT. Gucisari
56.
Pakisaji
PT.
525.3/5564 Pakisaji 525.3/5565
Banjoemas 57.
Tambi
31
PT. Tambi commit to user
Oktober
Agustus
25 Juli 2006 31
Oktober
2006 525.3/5566
4 2006
Oktober
perpustakaan.uns.ac.id
58.
Bedakah
digilib.uns.ac.id
PT. Tambi
525.3/5567
4
Oktober
2006 59.
Tanjung Sari
PT. Tambi
525.3/5568
4
Oktober
2006 60.
Took Bandung
PT. Rejodadi
525.3/8540
22
Oktober
2008 61.
Kemuning
PT.
Rumpun
Sari 525.3/5570
21 Juli 2006
Rumpun
Sari 525.3/5571
21 Jui 2006
Antan 63.
Kaligintung
PT. Antan
63.
Sumber Arto I
PT. Sumber Arto I
525.3/5572
22
Agustus
2006 64.
Sumber Harto II
PT. Sari Adi Kencana
525.3/5573
22
Agustus
2006 65.
Sumber Harto III
PT. Sumber Arto Tiga
525.3/5574
7
Agustus
2006 66.
Cluwak
PT.
Rumpun
Sari 525.3/5575
21 Juli 2006
Antan 67.
Selosabrang
PT. UFI
525.3/5576
29 September 2006
68.
Kalisidi
PT. Cengkeh Zanzibar
525.3/5577
29 September 2006
69.
Siboyo Situkung
PT. Hortindo Pratama 525.3/5578
29 September
Indah
2006
70.
Puspita Nicky
PT. Puspita Nicky
525.3/5579
25 Juli 2006
71.
Rawaseneng
PT. Naksatra Kejora
525.3/5580
23 Juni 2006
72.
Karanggondang
PT. Estu Subur
525.3/-----
Sumber : Dokumen Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
C.
digilib.uns.ac.id
Mekanisme Pengawasan Usaha Perkebunan di Provinsi Jawa Tengah Perusahaan perkebunan sebagai penyelenggara usaha perkebunan diatas
tanah negara yang diusahakan berdasarkan Hak Guna Usaha memiliki beberapa kewajiban seperti yang terdapat dalam Pasal 12 ayat (1) PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah yang menyebutkan: Pemegang Hak Guna Usaha berkewajiban untuk: a. membayar uang pemasukan kepada Negara; b. melaksanakn usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya; c. mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapan oleh instansi teknis; d. membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal Hak Guna Usaha; e. memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; f. menyampaikan laporan tertulis setiap akhiir tahun mengenai penggunaan Hak Guna Usaha; g. menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada Negara sesudah Hak Guna Usaha tersebut hapus; h. menyerahakan sertifikat Hak Guna Usaha yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan. Selain memiliki kewajiban untuk melaksanakan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 12 ayat (1) PP No. 40 Tahun 1996, setiap perusahaan perkebunan sebagai pemegang IUP juga memiliki kewajiban untuk melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 34 Permentan Nomor 26 /Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, yang menyebutkan: Perusahaan perkebunan yang telah memiliki IUP, IUP-B, atau IUP-P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, wajib: a. menyelesaikan hak atas tanah selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya IUP-B, IUP-P, atau IU; b. merealisasikan pembangunan kebun dan/atau unit pengolahan sesuai dengan studi kelayakan, baku teknis, dan ketentuan yang berlaku; c. memiliki sarana, prasarana, dan sistem untuk melakukan pembukaan lahan tanpa pembakaran serta pengendalian kebakaran; d. membuka lahan tanpa commit bakar dan mengelola sumber daya alam secara to user lestari;
perpustakaan.uns.ac.id
e. f.
g. h.
digilib.uns.ac.id
memiliki sarana, prasarana, dan sistem untuk melakukan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT); menerapkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL) sesuai peraturan perundang-undangan; menumbuhkan dan memberdayakan masyarakat/koperasi setempat; serta melaporkan perkembangan usaha perkebunan kepada gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali.
Setiap perusahaan perkebunan yang telah memiliki IUP seharusnya melakukan kegiatan usaha perkebunan baik untuk budidaya tanaman perkebunan ataupun untuk pengolahan hasil perkebunan. Pelaksanaan usaha perkebunan tersebut tidak dapat terlepas dari pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah selaku dinas teknis yang terkait. Pengawasan tersebut dilakukan dalam rangka mencapai tujuan perkebunan sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan yang menyatakan bahwa Perkebunan diselenggarakan dengan tujuan: a.
meningkatkan pendapatan masyarakat;
b.
meningkatkan penerimaan negara;
c.
meningkatkan penerimaan devisa negara;
d.
menyediakan lapangan pekerjaan;
e.
meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing;
f.
memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri; dan
g.
mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Pengawasan merupakan serangkaian kegiatan untuk mengumpulkan,
mengolah data, dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan sesuai dengan penggunaan lahan dan pemenuhan perizinan dan kewajiban retribusi. Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan adalah dengan dilakukannya penilaian usaha perkebunan atau yang dahulu sering disebut dengan klasifikasi perkebunan (dengan berpedoman pada SK Permentan Nomor: 486.1/kpts/OT.100/10/2003) dan penarikan registrasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
1.
digilib.uns.ac.id
Penilaian Usaha Perkebunan Merupakan kegiatan penilaian yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan guna
mengetahui kinerja usaha perkebunan yang dilaksanakan dalam jangka waktu setiap 3 (tiga) tahun sekali berdasarkan rencana kerja pembangunan kebun dan/atau industri pengolahan hasil perkebunan yang diajukan pada saat permohonan IUP. Dasar hukum pelaksanan penilaian tersebut berpedoman pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan. Penilaian Usaha Perkebunan dilaksanakan dalam rangka memperoleh data/informasi kebun dalam rangka pembinaan terhadap perusahaan perkebunan besar yang meliputi berbagai subsistem, serta dilaksanakan dengan tujuan untuk (Tegoeh Wynarno Haroeno, 2010:2): a. mengetahui kinerja usaha perkebunan; b. mengetahui kepatuhan usaha perkebunan terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku; c. mendorong usaha perkebunan untuk memenuhi baku teknis usaha perkebunan dalam memaksimalkan kinerja usaha perkebunan; d. mendorong usaha perkebunan untuk memenuhi kewajibannya sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku; dan e. penyusunan program dan kebijakan pembinaan usaha perkebunan. Penilaian
usaha
berkesinambungan
yang
perkebunan telah
merupakan
dilaksanakan
sejak
salah tahun
satu 1972,
kegiatan semula
dilaksanakan setiap 5 tahun sekali kemudian sejak tahun 1988 dilaksanakan setiap 3 tahun sekali dan yang terakhir dilaksanakan pada tahun 2009. Kebun yang dinilai harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain (Tegoeh Wynarno Haroeno, 2010:3): a. kebun sudah beroperasi (eksisting/bukan kebun baru); b. memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP); c. bersedia dinilai dan membuat Surat Pernyataan di atas materai tentang kesedian untuk dinilai, apabila tidak bersedia dianggap kebun kelas V/terlantar (Permentan 07, Pasal 25); d. hasil penilaian ditandatangani oleh petugas yang telah memiliki legalitas penilaian dan memiliki sertifikat dari Dirjenbun (di Jawa Tengah baru 2 orang, yaitu: Ir. Soesiati Rahayu, M.M., dan Abdul Muntholib, S.P.); dan e. pihak kebun telah melunasi pembayara retribusi dan registrasi sebagaimana diatur Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Perizinan Usaha Perkebunan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penilaian usaha perkebunan yang dilaksanakan oleh Dinas Perkebunan melewati beberapa tahapan, antara lain: a.
Persiapan lapangan 1)
sebelum melakukan penilaian usaha perkebunan, terlebih dahulu Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah melakukan persiapan lapangan dengan membentuk suatu tim penilai tiap daerah yang terdiri dari 3 (tiga) sampai dengan 4 (empat) orang anggota yang salah satu diantaranya adalah penilai bersertifikat yang berperan sebagai koordinator yang telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Perkebunan. Penilai bersertifikat merupakan penilai yang telah melalui pelatihan (teori dan praktik) dan seleksi yang diadakan oleh Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) yang bekerjasama dengan Dirjen Perkebunan Menteri Pertanian Republik Indonesia;
2)
setelah tim penilai terbentuk, dilakukan pembekalan (coaching) yang dilaksanakan oleh direktorat jenderal bina produksi perkebunan dengan tujuan untuk menyamakan persepsi dan memudahkan pelaksanaan penilaian.
b.
Pelaksanaan lapangan 1)
setelah dibekali, tim penilai kemudian melakukan peninjauan langsung ke lapangan sesuai jadwal yang telah ditentukan oleh Dinas Perkebunan dan yang sebelumnya telah diberitahukan kepada perusahaan perkebunan. Penilaian usaha perkebunan dilaksanakan dalam jangka waktu minimal 1 (satu) hari dan maksimal tergantung dari jarak lokasi kebun dari Dinas Perkebunan, luas kebun, dan kesiapan kelengkapan administrasi yang dimiliki oleh perusahaan perkebunan;
2)
penilaian dilakukan dengan kegiatan pencacahan ke kebun atau pengisian kuisioner di setiap kebun yang dilakukan oleh tim yang telah ditunjuk. Data atau informasi yang diperoleh dari perusahaan diperoleh melalui wawancara, data tertulis, dan informasi lain yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berkaitan dengan manajemen perusahaan dalam menyelenggarakan perkebunan; 3)
semua dokumen yang telah diisi oleh pihak perusahaan kemudian dikoreksi kembali oleh tim penilai dan direksi perusahaan yang telah ditunjuk. Apabila terjadi perubahan data pada kuisioner yang telah diisi, data pertama dicoret dan tetap dapat dibaca serta harus dibubuhkan paraf dari masing-masing pihak;
4)
setelah
data
selesai
diteliti,
kemudian
disahkan
oleh
administratur/direksi perusahaan perkebunan yang bersangkutan dan diketahui serta ditanda tangani oleh tim penilai serta Kepala Dinas Perkebunan. c.
Penetapan Kelas 1)
koordinator tim penilai melaporkan hasil penilaian perkebunan kepada Kepala Dinas Perkebunan yang kemudian dituangkan dalam kelas kebun sementara berdasarkan nilai sementara yang diumumkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak dilakukan penilaian;
2)
pada saat nilai belum ditetapkan (masih nilai sementara) Dinas Perkebunan mengadakan pertemuan antar perusahaan perkebunan guna memberitahukan hasil penilaian perkebunan;
3)
bagi perusahaan yang merasa tidak puas akan hasil penilaian diberi kesempatan dalam jangka waktu 1 (satu) minggu setelah pertemuan untuk mengajukan surat pernyataan keberatan atas hasil penilaian;
4)
dalam jangka waktu 1 (satu) minggu setelah adanya surat pernyataan keberatan dari perusahaan, dilakukan peninjauan lapangan dan penilaian ulang terhadap kebun tersebut; dan
5)
dalam jangka waktu 1 (satu) minggu setelah dilakukan penilaian ulang terhadap perkebunan yang keberatan dan apabila tidak ada keberatan lagi dari perusahaan lain, maka Dinas Perkebunan menetapkan nilai kebun yang dituangkan dalam sertifikat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
d.
digilib.uns.ac.id
Pengumuman Hasil Penilaian Gubernur Provinsi Jawa Tengah menetapkan kelas kebun secara definitif dan mengirimkan copy penetapan kelas perusahaan perkebunan beserta kuisionernya yang dituangkan dalam Surat Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Tengah kepada Direktur Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Hasil Penilaian Usaha Perkebunan tersebut akan menjadi dasar guna
menetapkan kelas kebun yang ditentukan berdasarkan nilai dari 8 subsistem, yaitu: a.
Subsistem Legalitas Penilaian yang berkaitan dengan perizinan atau dokumen hukum yang dimiliki oleh perusahaan perkebunan dalam menjalankan usahanya. Misalkan mengenai sertifikat Hak Guna Usaha, Izin Usaha Perkebunan, Izin dagang, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan keabsahan dokumen yang dimiliki oleh perusahaan perkebunan tersebut dalam menjalankan usaha perkebunan.
b.
Subsistem Kebun Penilaian yang berkaitan dengan proses atau cara suatu perusahaan perkebunan dalam memelihara, mengelola, dan memanfaatkan perkebunan secara optimal dan berdayaguna bagi seluruh pihak.
c.
Subsistem Manajemen Penilaian yang berkaitan dengan administrasi, pembukuan, dan pengelolaan keuangan perusahaan serta hal-hal lain yang terkait dengan aktivitas manajemen perusahaan perkebunan dalam menjalankan usahanya.
d.
Subsistem Pengolahan Hasil Penilaian yang berkaitan dengan proses pengolahan hasil kebun (komoditi). Dalam subsistem ini dilakukan survei langsung ke lapangan untuk meninjau apakah dalam areal perkebunan tersebut terdapat pabrik yang mengelola hasil perkebunan atau tidak.
e.
Subsistem Sosial Penilaian yang terkait dengan CSR (Coorporate Social Responsibility) atau commit toterhadap user kepedulian perusahaan perkebunan masyarakat sekitar. Misalkan
perpustakaan.uns.ac.id
keterlibatan
digilib.uns.ac.id
perusahaan
perkebunan
dalam
membantu
masyarakat
membangun fasilittas umum disekitar areal perkebunan. Wujud dari kepedulian perusahaan dapat diberikan kepada masyarakat sekitar baik dalam wujud materi (uang) ataupun natural (misalkan pemberian bibit untuk masyarakat). f.
Subsistem Ekonomi Penilaian yang terkait dengan pemberian manfaat perkebunan kepada masyarakat dengan meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar (misalkan dengan
membuka
lapangan
pekerjaan
untuk
masyarakat
sekitar
perkebunan). g.
Subsistem Lingkungan Penilaian yang berkaitan dengan usaha pemeliharaan lingkungan sekitar oleh perusahaan perkebunan yang dilakukan dengan dokumen Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL), Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL), pengolahan limbah, pembuatan terasering, pemilihan tanaman yang disesuaikan dengan kontur tanah, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan.
h.
Subsistem Pelaporan Penilaian yang berkaitan dengan laporan semester (laporan yang diserahkan oleh perusahaan perkebunan setiap 6 bulan sekali kepada Dinas Perkebunan) yang memberikan keterangan mengenai kondisi kebun baik secara fisik ataupun mengenai pengelolaan dan pengolahan hasil perkebunan. Setelah melewati penilaian dari 8 (delapan) subsistem tersebut, perusahaan
kemudian diklasifikasikan ke dalam kelas kebun sesuai dengan nilai yang diberikan
oleh
Dinas
Perkebunan.
Menurut
Permentan
Nomor
07/Permenten/OT/140/2/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan, kelas kebun dibagi mejadi 5 (lima) macam dengan standar penilaian sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a.
Kelas kebun I (baik sekali)
: nilai > 80 - 100
b.
Kelas kebun II (baik)
: nilai > 60 - 79
c.
Kelas kebun III (sedang)
: nilai > 40 - 59
d.
Kelas kebun IV (kurang)
: nilai > 20 - 39
e.
Kelas kebun V (kurang sekali)
: nilai 0 - 19
Mulai tahun 2009, penetapan kelas kebun diberikan berdasarkan nilai terendah (cetak tebal oleh penulis) dari salah satu subsistem yang diperoleh oleh suatu perusahaan perkebunan. Misalnya: PT. Rumpun Sari Antan mendapat nilai sebagai berikut: legalitas 90; kebun 85; manajemen 85; pengolahan hasil 90; sosial 90; ekonomi 87; lingkungan 88; dan pelaporan 45. Dari nilai pada beberapa subsistem tersebut, PT. Rumpun Sari Antan tergolong perkebunan kelas III (sedang) karena mendapat nilai 45 pada subsistem pelaporan, walaupun nilai pada subsistem yang lain menunjukkan pada range angka kelas I karena mendapatkan nilai > 80 – 100. Hal tersebut berbeda dengan aturan lama (Permentan tahun 2006) yang mengklasifikasikan kelas kebun berdasarkan akumulasi nilai dari 4 (empat) aspek, yaitu: aspek manajemen, aspek kebun, aspek pengolahan, serta aspek sosial ekonomi dan lingkungan (Konfirmasi Soesiati Rahayu, 5 Mei 2011). Peraturan baru tersebut diberlakukan dengan pertimbangan untuk memacu agar perusahaan perkebunan tersebut tertib dalam menjalankan aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam pengelolaan perkebunan. Akan tetapi dalam praktiknya, Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah tidak terlalu ketat dalam menjalankan aturan tersebut, hal ini dikarenakan apabila aturan tersebut dilaksanakan sebagaimana mestinya, maka akan banyak perkebunan yang akan masuk dalam kategori IV dan V yang mengganggu kinerja kebun yang secara tidak langsung berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional. Faktanya, dari 72 perkebunan besar di Jawa Tengah tercatat hanya 23 perusahaan perkebunan (sekitar 31,94%) yang rajin memberikan laporan semester kepada Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. Tidak diserahkannya laporan semester kepada Dinas Perkebunan merupakan salah satu penyebab banyaknya perkebunan yang mendapatkan hasil penilaian yang buruk (Konfirmasi Soesiati Rahayu, 5 Mei 2011). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keadaan tersebut membuat Dinas Perkebunan selaku pembina dari perusahaan perkebunan se-Jawa Tengah memiliki kebijakan untuk melakukan katrol nilai terhadap perusahaan perkebunan melalui kebijakan berupa pemberian kelonggaran waktu penyerahan laporan, pembinaan secara rutin di lapangan, memfasilitasi permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan perkebunan, serta kegiatan-kegiatan lain yang dapat memacu perusahaan untuk senantiasa memperbaiki kinerja pengelolaan kebun. Dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan perusahaan perkebunan dapat mempertahankan eksistensinya untuk senantiasa mengusahakan perkebunan guna mencapai tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan perkebunan tersebut sesuai dengan Pasal 3 Udang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Berdasarkan hasil penilaian terakhir yang dilaksanakan pada tahun 2009, dari 72 kebun di Jawa Tengah tercatat: a.
Kelas kebun I
: 28 perkebunan (38,88%)
b.
Kelas kebun II
: 22 perkebunan (30,55%)
c.
Kelas kebun III
: 16 perkebunan (22,22%)
d.
Kelas kebun IV
: 3 perkebunan (4,16%)
e.
Kelas kebun V
: 3 perkebunan (4,16%)
Dibandingkan penilaian tahun 2006, terdapat 5 kebun yang nilainya naik dari kelas III ke kelas II, yaitu perkebunan Tlogo, Jomblang, Sringin, Segayung Selatan, dan Sumber Harto II. Namun sebanyak 9 kebun mengalami penurunan kelas, yaitu Jatikalangan, Kandangan, Kalisidi, Medini, Susukan, Tratak, Karanggondang, Simadu, dan Sikasur. Sedangkan kebun yang dinilai kelasnya tetap adalah 58 kebun (pada posisi kelas kebun I, II, dan III) (Konfirmasi Soesiati Rahayu, 5 Mei 2011). Untuk melihat perbedaan antara hasil penilaian tahun 2006 dan 2009, dapat dilihat dalam tabel 2 berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2. Perbandingan Kelas Kebun Tahun 2006 dan 2009 Kelas Kebun
Tahun 2006
Tahun 2009
Prosentase Perubahan
I
30
28
↓ 7,1%
II
17
22
↑ 29,4%
III
22
16
↓ 27,2%
IV
3
3
0%
V
-
3
↑ 100%
Jumlah
72
72
Sumber: Materi Pembinaan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah tertanggal 3 Februari 2010. Untuk lebih mengetahui secara rinci mengenai kelas kebun sebagai hasil dari penilaian usaha perkebunan tahun 2009 yang dilaksanakan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, berikut daftar klasifikasi kelas perusahaan perkebunan yang disajikan dalam tabel 3 di bawah ini: Tabel 3. Daftar Klasifikasi Kelas Kebun Tahun 2009 No
Nama Kebun
Nama Perusahaan
Kelas
Kota Semarang 1.
Jatikalangan
PT. Makmur Jaya Utama
IV
PT. Rumekso Mekaring Sabdo
II
Kota Salatiga 2.
Salib Putih Kabupaten Semarang
3.
Langenharjo
PT. Sinar Kartasura
III
4.
Kesongo
PT. Sri Sarwo Adi
III
5.
Kandangan
PT. UFI
IV
6.
Tlogo
Perusda Aneka Industri Jateng
II
7.
Lerep
PT. Patra Bumi Lerep Permai
III
8.
Sidorejo
PT. Perkebunan Sidorejo commit to user
I
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9.
Kalisidi
PT. Cengkeh Zanzibal
II
10.
Siboyo Situkung
PT. Hortindo Pratama Indah
III
11.
Getas
PTPN IX
I
12.
Ngobo
PTPN IX
I
Kabupaten Kendal 13.
Selokaton
PT. Perkebunan Cengkeh
I
14.
Kalimas
PT. Karyadeka Alam Lestari
I
15.
Sumurpitu
PT. Sumurpitu Wringinsari
III
16.
Srendeng
PT. Cengkopa
II
17.
Curug
PT. Cengkeh Sansiba
II
18.
Jatipablengan
PT. Rumpunsari Antan
II
19.
Jomblang
PT. Perkebunn Jomblang
II
20.
Kebonroto
PT. Perkebunan Sidorejo
I
21.
Bitting
PT. Perkebunan Bitting
I
22.
Sringin
PT. Rehobat
II
23.
Medini
PT. Rumpunsari Medini
II
24.
Susukan
PT. Pawana Indonesia
IV
25.
Sukamangli
PTPN IX
I
26.
Merbuh
PTPN IX
I
Kabupaten Batang 27.
Segayung Selatan
PT. Segayung
II
28.
Pagilaran
PT. Pagilarang
I
29.
Segayung Utara
PT. Pagilaran
II
30.
Pesantren
PT. Estu Subur
II
31.
Petirpenundan
Perusda Kabupaten Batang
III
32.
Puspita Nicky
PT. Puspita Nicky
II
33.
Simbangjati
PT. Simbangjati Bahagia
II
34.
Tratak
PT. Perkebunan Tratak
V
35.
Siluwok
PTPN IX
I
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kabupaten Pekalongan 36.
Kesesi
PT. Buah Harum
III
37.
Karanggondang
PT. Estu Subur
V
38.
Blimbing
PTPN IX
I
39.
Jolotigo
PTPN IX
I
Kabupaten Pemalang 40.
Simadu
PT. Estu Subur
III
41.
Sikasur
PT. Kencana Sikasur
III
42.
Mackenzie
PT. Perkebunan Mackenzie
III
43.
Panca Arga
PT. Adiwiyata Panca Arga
III
44.
Semugih
PTPN IX
I
45.
Tengkolo
PTPN IX
I
Kabupaten Tegal 46.
Danasari
PT. Gucisari
III
Kabupaten Brebes 47.
Kaligua
PTPN IX
I
Kabupaten Banyumas 48.
Darma
PT. Rumpun Sari Antan
II
49.
Samodra
PT. Rumpun Sari Antan
II
50.
Krumput
PTPN IX
I
Kabupaten Cilacap 51.
Carui
PT. Rumpun Sari Antan
II
52.
Ciseru Cipari
PT. The Indo Java Rubberplant
I
53.
Kaliminggir
PT. Banyumas Landen
I
54.
Gungung Karet
PT. Jeruk Legi
II
55.
Warnasari
PTPN IX
I
56.
Kawung
PTPN IX
I
Kabupaten Banjarnegara 57.
Pakisadji
PT. Pakisadji Banjoemas commit to user
V
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kabupaten Wonosobo 58.
Tambi
PT. Tambi
I
59.
Bedakah
PT. Tambi
I
60.
Tanjungsari
PT. Tambi
I
I
Kabupaten Temanggung 61.
Rowoseneng
PT. Naksatra Kejora
62.
Took Bandung
PT. Rejodadi
III
63.
Selosabrang
PT. UFI
III
64.
Kaligintung
PT. Rumpunsari Medini
III
Kabupaten Karanganyar 65.
Kemuning
PT. Rumpunsari Kemuning
II
66.
Batujamus
PTPN IX
I
Kabupaten Jepara 67.
Sumber Arto I
PT. Sumber Arto Satu
II
68.
Sumber Harto II
PT. Sariadi Kencana
II
69.
Sumber Harto III
PT. Sumber Harto Tigo
III
70.
Balong
PTPN IX
I
Kabupaten Pati 71.
Cluwak
PT. Rumpun Sari Antan
II
72.
Jollong
PTPN IX
I
Sumber : Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No.525.3/2/2010 tanggal 20 Januari 2010. Penilaian Usaha Perkebunan digunakan pula sebagai bahan pertimbangan yang mutlak menentukan dalam proses penyelesaian pengurusan perpanjangan/pembaruan Hak Guna Usaha (HGU), terkait dengan pengurusan Constatering Rapport oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, rekomendasi Bupati, rekomendasi Gubernur, serta keputusan Sidang Panitia B pada kanwil BPN Provinsi Jawa Tengah (Tegoeh Wynarno Haroeno, 2010:5). Untuk memotivasi peningkatan kinerja, kebun yang naik kelas diberi piagam penghargaan dan untuk kebun yang kelasnya turun menjadi kelas IV dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
V
diberikan
digilib.uns.ac.id
peringatan
berupa
teguran
dan
saran.
(http://www.jatenginfo.web.id/index.php?option=com_content&view=article&id =76:pemprov-jateng-lakukan-penilaian-usaha-perkebunan-&catid=84:birohumas&Itemid=58). 2.
Registrasi Selain penilaian usaha perkebunan, mekanisme pengawasan yang dilakukan
oleh Dinas Perkebunan juga meliputi penarikan registrasi IUP terhadap perusahaan perkebunan. Registrasi merupakan pendaftaran ulang eksistensi kebun yang dimaksudkan sebagai alat kontrol untuk mengetahui perkembangan pengelolaan kebun. Dasar hukum registrasi terdapat dalam Peraturan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Perizinan Usaha Perkebunan. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 Peraturan Kepala Dinas Perkebunan, tata cara registrasi dilakukan dengan tahapan sesuai ragaan 3 berikut: Pemohon membayar tarif registrasi kepada Pemegang Kas Pembantu Penerimaan Dinas Perkebunan.
Pemegang Kas Pembantu Penerimaan Dinas Perkebunan membuat tanda bukti pembayaran registrasi.
Berkas persyaratan registrasi yang dinyatakan lengkap maka diterbitkan tanda bukti registrasi.
Tanda bukti pembayaran diserahkan kepada Sub Dinas Kelembagaan dan Pengembangan Usaha (KPU) Dinas Perkebunan disertai: - laporan semester perkembangan kegiatan terakhir - menunjukkan surat IUP asli.
Ragaan 3. Alur Tata Cara Pembayaran Registrasi Sumber: Peraturan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 commit to user Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Perizinan Usaha Perkebunan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam peraturan Kepala Dinas Perkebunan tersebut menyebutkan bahwa besarnya biaya registrasi IUP sebesar Rp 2.000,- (dua ribu rupiah) kali luasan hektar (ha) yang dilaksanakan setiap tahun sekali. Dengan adanya registrasi setiap tahun, maka Dinas Perkebunan akan lebih mudah melakukan pengawasan terhadap kinerja dan perkembangan perusahaan perkebunan. Sejak awal tahun 2011, pemberlakuan pembayaran registrasi ini tidak diberlakukan lagi. Hal tersebut diatur melalui
diterbitkannya Surat Edaran
Gubernur Jawa Tengah Nomor 875.1/03322 sebagai hasil dari terbitnya UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menyebutkan bahwa pendapatan asli daerah (dalam lingkup pajak disebut dengan retribusi, yang dalam lingkup perkebunan disebut dengan registrasi) dihapuskan. Dengan dihapuskannya penarikan registrasi, maka pengawasan terhadap penyelenggaraan perkebunan hanya dilakukan melalui penilaian usaha pekebunan.
D.
Tindakan Hukum Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah terhadap Perusahaan Perkebunan yang Tidak Sehat Sebagai tindak lanjut dari pengawasan Dinas Perkebunan terhadap kinerja
perusahaan perkebunan yang diwujudkan dengan penilaian usaha perkebunan yang kemudian dituangkan dalam klasifikasi kelas perkebunan,
maka Dinas
Perkebunan memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan pembinaan baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan instansi terkait. Pembinaan merupakan segala usaha yang mencakup pemberian, pengarahan, petunjuk, bimbingan, dan penyuluhan dalam pengelolaan sumber daya perkebunan. Pembinaan dilakukan terhadap perusahaan perkebunan terutama yang tergolong kebun tidak sehat (kelas IV dan kelas V) guna meningkatkan kinerja perusahaan perkebunan yang menurun. Penurunan kelas kebun yang diakibatkan oleh menurunnya kinerja perusahaan perkebunan dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain: 1.
Aspek teknis kebun secara fisik. Penurunan kelas ditandai dengan turunnya kinerja perkebunan yang disebabkan tidak adanya peremajaan tanaman, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berkurangnya luasan lahan, tidak optimalnya pemanfaatan lahan, kurangya perawatan, dan rendahnya produktifitas perkebunan. 2.
Aspek manajemen perusahaan. Penurunan kelas ditandai dengan perusahaan perkebunan tersebut tidak secara lengkap memiliki kelengkapan data kebun seperti pembiayaan, produksi, pemasaran, serta kurangnya sumber daya manusia.
3.
Aspek pengolahan hasil perkebunan. Penurunan kelas ditandai dengan perusahaan perkebunan tidak memiliki alat prosessing pengolahan hasil produksi secara lengkap dan memadai.
4.
Aspek sosial ekonomi. Penurunan kelas ditandai dengan perusahaan perkebunan tersebut dinilai kurang peduli kepada masyarakat sekitar kebun. Sebagai salah satu bentuk tindakan yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan
guna menjaga kinerja perkebunan sebagaimana terdapat dalam Pasal 22 dan Pasal 26 Permentan Nomor 07/Permentan/OT.140/2/2009 yang mengatur bahwa bagi perusahaan perkebunan yang tergolong kelas IV diberikan sanksi berupa peringatan sebanyak 3 (tiga) kali dengan selang waktu 6 (enam) bulan dan untuk perusahaan perkebunan yang tergolong kelas V diberikan 1 (satu) kali peringatan dengan selang waktu 6 (enam) bulan. Sesuai dalam Pasal 22 ayat (4), bagi perkebunan kelas IV setelah adanya surat peringatan dari Dinas Perkebunan maka selama jangka waktu yang diberikan perusahaan wajib melakukan perbaikan terhadap kinerjanya, terutama pada subsistem yang mendapatkan penilaian terendah. Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan pertama, Dinas Perkebunan melakukan peninjauan kembali terhadap perkebunan tersebut. Apabila tidak ada peningkatan kualitas perkebunan hingga jangka waktu yang telah ditetapkan (± 1,5 tahun) maka Dinas Perkebunan akan mencabut IUP yang dimiliki oleh perusahaan perkebunan tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Kepala Dinas Perkebunan Nomor 5 Tahun 2006 atau bahkan dapat pula Dinas Perkebunan mengajukan pencabutan HGU yang dimiliki oleh perusahaan tersebut kepada Badan Pertanahan Nasional melalui laporan penjatuhan surat peringatan ketiga dari Kepala Dinas Perkebunan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Provinsi Jawa Tengah sesuai yang tercantum pada Pasal 12 UU Nomor 18 Tahun 2004. Sedangkan bagi perkebunan kelas V, sesuai dengan Pasal 22 ayat (5) setelah ditetapkan klasifikasi perkebunan maka Dinas Perkebunan memberikan surat peringatan pertama yang mencantumkan hal-hal yang harus dilakukan oleh pengusaha guna memperbaiki kinerjanya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan. Pemberian surat peringatan tersebut telah dilakukan oleh Dinas Perkebunan, yang salah satunya diberikan kepada PT. Perkebunan Tratak yang tergolong perkebunan kelas V. Setelah jangka waktu tersebut Dinas Perkebunan wajib melakukan penilaian terhadap perkembangan yang telah dicapai oleh perusahaan. Apabila menurut Dinas Perkebunan perusahaan tersebut tidak dapat melaksanakan petunjuk-petunjuk yang telah diberikan dan tidak ada peningkatan kinerja dalam pembangunan perkebunan, maka Dinas Perkebunan dapat mencabut IUP atas nama perusahaan tersebut. Apabila selama jangka waktu yang ditetapkan perusahaan tidak dapat melakukan perbaikan untuk meningkatkan kinerjanya maka dilaporkan kepada Direktur Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Sesuai dengan tabel 2 tentang daftar klasifikasi kelas kebun tahun 2009, maka terdapat 3 (tiga) perkebunan yang tergolong dalam perkebunan kelas IV dan 3 (tiga) perkebunan yang tergolong kelas V. Seperti yang disajikan dalam tabel 4 berikut: Tabel 4. Daftar Perusahaan Perkebunan Kelas IV dan Kelas V No.
Kelas Kebun
A.
IV
B.
V
Nama Kebun
Nama Perusahaan
Jatikalangan
PT. Makmur Jaya Utama
Kandangan
PT. UFI
Susukan
PT. Pawana Indonesia
Tratak
PT. Perkebunan Tratak
Karanggondang
PT. Estu Subur
Pakisadji
PT. Pakisadji Banjoemas
Sumber : Diolah dari Data Sekunder commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut penjelasan dari Soesiati Rahayu selaku Kepala Seksi Pembinaan Usaha pada Bidang Usaha Perkebunan (BUP) Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, yang membuat perkebunan-perkebunan tersebut di atas tergolong pekebunan kelas IV dan kelas V disebabkan adanya beberapa faktor, antara lain: 1.
Kebun Jatikalangan (Kelas IV). Kebun seluas 179, 21 ha ini turun dari kelas III ke kelas IV selain diakibatkan karena penjarahan dari warga, diakibatkan pula karena adanya permasalahan intern antara perusahaan dengan pemerintah daerah dalam pengurusan perpanjangan HGU yang habis masa berlakunya pada tahun 2000. Pada saat mengajukan perpanjangan HGU, Walikota Semarang ‘mempersulit’ proses perpanjangan HGU dikarenakan pemerintah daerah mempunyai kepentingan atas lahan itu dalam rangka pembangunan permukiman/perumahan. Akhirnya 50 ha kebun Jatikalangan dilepas kepada pemerintah daerah untuk dijadikan perumahan/permukiman sesuai RTRW Kota Semarang. Sampai saat ini masalah tersebut belum selesai dan BPN Pusat belum mengeluarkan putusan atas HGU tersebut.
2.
Kebun Kandangan (Kelas IV). Kebun ini turun dari kelas III ke kelas IV diakibatkan karena kebun tersebut terbengkalai, tidak terawat, pemeliharaan tanaman sangat kurang, dan pelaksanaan usaha perkebunan yang tidak optimal.
3.
Kebun Pakisadji (Kelas IV). Kebun ini turun dari kelas III ke kelas IV diakibatkan karena adanya penjarahan oleh masyarakat sekitar kebun. Sebenarnya Dinas Perkebunan sudah memfasilitasi penyelesaian masalah tersebut dengan adanya kerjasaa antara perusahaan dan masyarakat, akan tetapi karena kurangnya pendanaan dari manajemen perusahaan itu sendiri, sehingga mengakibatkan kebun tidak dapat beroperasi secara maskimal, dan akhirnya masyarakat kembali menjarah kebun tersebut.
4.
Kebun Susukan (Kelas V). Kebun ini turun dari kelas III ke kelas V diakibatkan karena perkebunan tersebut tidak membuat surat pernyataan bersedia dinilai, sehingga sesuai dengan Pasal 25 Permentan No 07/Permentan/OT.140/2/2009, perusahaan commit to user yang tidak bersedia dinilai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tersebut digolongkan ke kelas V. Apalagi pada saat peninjauan lapangan oleh Dinas Perkebunan, perkebunan tersebut tidak mempersiapkan data yang dibutuhkan, bahkan tidak ada staff perusahaan di tempat tersebut, yang ada hanya seorang satpam penjaga kebun. 5.
Kebun Tratak (Kelas V). Kebun ini turun dari kelas IV ke kelas V diakibatkan karena adanya penjarahan dari masyarakat yang sudah terjadi sejak tahun 1999 dan sampai saat ini belum selesai.
6.
Kebun Karanggondang (Kelas V). Kebun ini turun dari kelas IV ke kelas V diakibatkan karena HGU yang telah habis masa berakunya sejak tahun 2000 dan pengurusannya perpanjangan tidak segera diajukan karena ada masalah intern keluarga serta adanya penjarahan dari mayarakat sekitar kebun (Konfirmasi Soesiati Rahayu, 19 Mei 2011). Kebun kelas IV dan kelas V tersebut dinilai tidak terlalu banyak
memberikan kontribusi pada negara. Kontribusi yang dapat diberikan adalah melalui pembayaran pajak, misalkan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sedangkan apabila ditilik dari segi pengoperasian perkebunan itu sendiri, kebun kelas IV dan V tidak memberikan kontribusi yang signifikan dalam rangka mencapai tujuan pelaksanaan perkebunan. Sehingga perkebunan yang masuk kelas IV dan V diberikan peringatan oleh Dinas Perkebunan agar meningkatkan kinerja perusahaan. Menurut Pasal 9 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Perizinan Usaha Perkebunan, kepada perusahaan perkebunan yang telah memiliki IUP diwajibkan untuk: 1.
melaporkan perkembangan usahanya secara berkala setiap semester;
2.
mengajukan permohonan persetujuan apabila akan mengadakan perubahan jenis tanaman atau perluasan usaha lainnya; dan
3.
memberitahukan apabila terjadi perubahan pemilikan perusahaan. Pencabutan IUP yang dilakukan oleh Kepala Dinas Perkebunan merupakan
tindakan terakhir yang ditempuh oleh Dinas Perkebunan dalam menyikapi perusahaan perkebunan yang commit tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diuraikan di atas serta telah menerima surat peringatan dari Dinas Perkebunan. Selain itu, IUP dicabut apabila perusahaan perkebunan tidak dapat mengelola perkebunan secara optimal sehingga dinilai menghambat terwujudnya tujuan penyelenggaraan perkebunan dengan melakukan tindakan sebagai berikut: 1.
pemegang izin tidak melakukan pengelolaan perkebunan secara komersil yang sesuai dengan standar teknis; dan
2.
perusahaan perkebunan yang selama 2 (dua) kali berturut-turut berdasarkan penilaian klasifikasi perkebunan besar memperoleh predikat kelas IV dan V. Sebagai upaya pembinaan perusahaan perkebunan dalam rangka peningkatan kinerja perkebunan, Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah melakukan beberapa upaya pembinaan, antara lain: 1. Meningkatkan pengawasan kebun, khususnya peningkatan dari aspek pemanfaatan lahan dan kinerja kebun. Pengawasan ini dilakukan oleh Dinas Perkebunan dengan cara melakukan peninjauan langsung ke lokasi atau areal perkebunan; 2. Melakukan identifikasi kebun untuk mencari peluang kerjasama antar kebun atau dengan investor lain guna meningkatkan kinerja kebun dalam optimaliasi pemanfaatan lahan dan kebun; 3. Memfasilitasi terselenggaranya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia yang dilakukan melalui pelatihan penilai usaha perkebunan untuk pejabat yang membidangi perkebunan di Kabupaten/Kota, baik pelatihan dalam segi pengolahan perkebunan ataupun segi administrasi atau manajemen pengelolaan perusahaan perkebunan yang dilakukan oleh LPP; 4. Melakukan pertemuan pengusaha perkebunan dan memfasilitasi pertemuan dengan masyarakat sekitar kebun (sosialisasi hukum pertanahan) khususnya pada kebun yang potensi mendapat gangguan; 5. Kebijakan pemberian Constatering Rapport pada kebun yang mengajukan perpanjangan HGU luasan yang direkomendasikan akan disesuaikan dengan lahan yang fisiknya secara riil dimanfaatkan sesuai peruntukannya; 6. Setiap kebun yang mengajukan perpanjangan rekomendasi HGU, kebun akan beraudiensi langsung dengan Gubernur; dan 7. Jika ada permintaan masyarakat sekitar kebun untuk memanfaatkan HGU guna kepentingan umum seperti kuburan, sekolahan, tempat ibadah, lapangan olah raga, kiranya dapat dipertimbangkan dengan catatan tidak merubah status hak tanah (Tegoeh Wynarno Haroeno, 2010:7-8). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bentuk-bentuk pembinaan tersebut merupakan langkah preventif atau pencegahan sebelum dicabutnya IUP pada suatu perusahaan perkebunan. Mulai tahun 2011, setelah dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Tengah Nomor 875.1/03322 tertanggal 7 Februari 2011 tentang Penyerahan Kewenangan Pembinaan Pekebunan Besar, maka dari 72 perkebunan besar di Provinsi Jawa Tengah, 27 perusahaan perkebunan menjadi kewenangan pemerintah Kabupaten/Kota dan 45 perusahaan perkebunan menjadi kewenangan pemerintah Provinsi. Daftar perusahaan perkebunan yang kewenangan pembinaannya berada dibawah pemerintah provinsi yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat dalam tabel 5 berikut ini: Tabel 5. Pembinaan Perkebunan Besar yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Provinsi No. 1.
Nama Perusahaan PTP Nusantara IX
Nama Kebun
Lokasi Kebun Keterangan
1.
Warnasari
Cilacap
2.
Kawung
Cilacap
3.
Krumput
Banyumas
4.
Kaligua
Brebes
5.
Semugih
Pemalang
6.
Blimbing
Pekalongan
7.
Jolotigo
Pekalongan
8.
Siluwok
Batang
9.
Sukomangli
Kendal
10. Merbuh
Kendal
11. Ngobo
Semarang
12. Getas
Semarang
13. Batujamus
Karanganyar
14. Balong
Jepara
15. commit Jolong to user
Pati
perpustakaan.uns.ac.id
2.
3.
digilib.uns.ac.id
PT. UFI
PT.
Pemalang
17. Kandangan
Semarang
4 PT berada
18. Selosabrang
Temanggung
dalam satu
Semarang
direksi
Hortindo 19. Siboyo
Pratama Indonesia 4.
16. Tengkolo
PT.
Situkung
Perkebunan 20. Jomblang
lokasi kebun Kendal
Jomblang 5.
dan
di beberapa kabupaten.
PT.
Cengkeh 21. Kalisidi
Semarang
Zanzibar 22. Curug
6.
7.
PT.
Karyadeka 23. Kalimas
Kendal
Kota Semarang
Alam Lestari
dan Kendal
PT.
Semarang
Perkebunan 24. Sidorejo
Sidorejo 25. Kebonroto 8.
PT.
Rumpunsari 26. Medini
Kendal Kendal
Medini
3 PT dalam 1 direksi dan
27. Kaligintung
Temanggung
lokasi kebun
9.
PT.
Rumpunsari 28. Kemuning
Karanganyar
Kemuning 10.
kabupaten.
PT. Rumpun Sari 29. Carui
Cilacap
Antan 30. Darma Karedan Banyumas
11.
PT. Ja Wattie
di beberapa
31. Samudra
Banyumas
32. Jatipablengan
Kendal
33. Cluwak
Pati
34. Bitting commit to user
Kendal
perpustakaan.uns.ac.id
12.
digilib.uns.ac.id
PT. Estu Subur
35. Ciseru Cipari
Cilacap
36. Kaliminggir
Cilacap
37. Simadu
Pemalang
2 PT berada dalam satu
13.
PT.
38. Karanggondang Pekalongan
manajemen/
39. Pesantren
direksi.
Kencana 40. Sikasur
Batang Pemalang
Sikasur 14.
15.
PT. Pagilaran
41. Pagilaran
PT. Buah Harum
42. Kesesi
Banjarnegara
Bahan baku
Pekalongan
teh berada di
Batang
3 kabupaten.
Pekalongan
2 PT berada dalam
1
direksi. 16.
PT. Gucisari
17.
Perusda
43. Danasari Citra 44. Tlogo
Tegal Semarang
Mandiri Jateng 18.
PT. Pagilaran
45. Segayung
Batang
Utara Sumber : Lampiran Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah Nomor 875.1/03322 tertanggal 7 Februari 2011. Kegiatan pembinaan perkebunan di tingkat Provinsi yang dilaksanakan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, antara lain seperti berikut: 1)
mengadakan pertemuan atau diskusi antar perusahaan perkebunan dengan menghadirkan narasumber yang berkompeten;
2)
menginventarisir permasalahan yang terjadi di perkebunan;
3)
bersama-sama melakukan
diskusi untuk menemukan solusi bagi
permasalahan yang dialami oleh tiap-tiap perkebunan; 4)
meninjau langsung ke perkebunan; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
5)
digilib.uns.ac.id
memberikan teguran langsung yang diperkuat dengan adanya keterangan tertulis (hasil penilaian usaha perkebunan) kepada perkebunan yang kinerjanya mulai menurun; dan
6)
kegiatan lain yang sifatnya membina agar perusahaan perkebunan tetap menjalankan usahanya secara optimal guna terwujudnya tujuan perkebunan. Praktiknya sampai saat ini karena masih dalam masa transisi, Dinas
Perkebunan masih banyak menangani perusahaan perkebunan yang seharusnya menjadi kewenangan Kabupaten/Kota. Bahkan Kabupaten Pemalang pada tanggal 19 Mei 2011 menolak permohonan diversifikasi kebun yang permohonannnya diajukan oleh PT. Adiwiyata Panca Arga dan melimpahkannya kepada Dinas Perkebunan, padahal PT. Adwiyata Panca Arga menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelimpahan kewenangan pembinaan kepada Kabupaten/Kota belum maksimal dan bahkan masih ada Pemerintah Kabupaten/Kota yang menolak untuk melakukan pembinaan perkebunan yang seharusnya menjadi kewenangannya (Konfirmasi Soesiati Rahayu, 19 Mei 2011).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh Penulis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Pemberian IUP kepada perusahaan perkebunan khususnya di wilayah Provinsi Jawa Tengah yang dilaksanakan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah sudah sesuai dengan Pasal 17 UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan,
Pasal
26/permentan/OT.140/2/2007
3
–
tentang
Pasal
21
Permentan
Nomor
Pedoman
Perizinan
Usaha
Perkebunan, Pasal 7 – Pasal 9 Perda Jateng Nomor 2 Tahun 2005 tentang Perizinan Usaha Perkebunan, dan Pasal 2 – Pasal 5 Peraturan Kepala Dinas Perkebunan Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Perizinan Usaha Perkebunan. Pelaksanaan pemberian IUP oleh Dinas Perkebunan juga sudah efektif, hal ini dapat terlihat dari 72 perusahaan perkebunan hanya 1 perusahaan perkebunan yang IUP-nya tidak diterbitkan oleh Dinas Perkebunan, yaitu Kebun Karanggondang milik PT. Estu Subur yang berada di Kabupaten Pekalongan. IUP perusahaan perkebunan tersebut tidak diterbitkan karena HGU atas nama Perusahaan tersebut telah habis masa berlakunya sejak tahun 2000 dan sampai sekarang pihak perusahaan tidak mengurusi permohonan perpanjangan HGU kepada BPN.
2.
Pelaksanaan
mekanisme
pengawasan
yang
dilakukan
oleh
Dinas
Perkebunan terhadap perusahaan perkebunan melalui penilaian usaha perkebunan belum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terdapat dalam UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan dan Permentan
Nomor
07/Permentan/OT.140/2/2009
tentang
Pedoman
Penilaian Usaha Perkebunan. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya tindakan yang tidak ketat dalam penilaian pada subsistem pelaporan. Dinas commit to user berupa kelonggaran yang justru Perkebunan justru memberikan kebijakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
membuat kinerja perusahaan semakin melemah dan tidak mematuhi aturan yang berlaku. Dalam hal penarikan registrasi, Dinas Perkebunan telah mengambil kebijakan sesuai dengan Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah Nomor
875.1/0332
tentang
Penyerahan
Kewenangan
Pembinaan
Perkebunan Besar kepada Kabupaten/Kota sebagai hasil pertimbangan dari terbitnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur tidak diberlakukannya lagi penarikan registrasi bagi perusahaan perkebunan.
3.
Tindakan hukum yang diambil oleh Dinas Perkebunan terhadap perusahaan perkebunan yang tidak sehat sudah sesuai dengan ketentuan dalam Permentan Nomor 07/Pementan/OT.140/2/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan. Hal tersebut ditunjukkan dengan dikeluarkannya surat peringatan penurunan kelas kebun kepada PT. Perkebunan Tratak sebagai implementasi dari Pasal 22 ayat (5). Kemudian terkait dengan Pasal 25, ditunjukkan dengan penurunan kelas kebun menjadi kelas V secara otomatis bagi Kebun Susukan karena kebun tersebut tidak bersedia dinilai, serta Pasal 26 ayat (4) ditunjukkan dengan tidak diterbitkannya IUP Kebun Karanggondang yang tergolong kebun kelas V yang tidak segera menindak lanjuti habinya masa HGU atas nama kebun tersebut.
B. Saran Dari hasil penelitian hukum ini, maka Penulis memberikan saran sebagai berikut: 1.
Terkait dengan tidak diterbitkannya IUP atas nama kebun Karanggondang milik PT. Estu Subur di Kabupaten Pekalongan karena telah habis HGUnya, sebaiknya Dinas Perkebunan segera mengambil tindakan melalui pencabutan IUP sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam 22 ayat (5) Permentan No. 07 Tahun 2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Menurut hasil penilaian usaha perkebunan tahun 2009, banyaknya perusahaan yang mengalami penurunan kelas mayoritas diakibatkan tidak diserahkannya laporan semester perusahaan kepada Dinas Perkebunan. Sehingga, dalam hal ini hendaknya Dinas Perkebunan memberikan sosialisasi kepada perusahaan mengenai pentingnya laporan semester dari setiap perusahaan guna mengetahui kinerja perusahaan perkebunan di wilayah Jawa Tengah. Akan tetapi apabila perusahaan tetap tidak tertib dalam menyerahkan laporan semester dalam jangka waktu yang telah ditetapkan,
maka
Dinas
Perkebunan
memiliki
kewenangan
untuk
memberikan peringatan atau bahkan sanksi kepada perusahaan perkebunan tersebut. Terkait dengan dihapuskannya penarikan registrasi, pengawasan Dinas Perkebunan tidak boleh semakin melemah dengan berbagai kelonggaran atau kebijakan pengatrolan nilai yang membuat perusahaan menjadi semakin tidak tertib, sehingga pengawasan melalui sarana penilaian usaha
perkebunan
sebagai
satu-satunya
mekanisme
pengawasan
penyelenggaraan perkebunan harus semakin ditingkatkan.
3.
Selain tindakan hukum yang diberikan kepada perkebunan yang tidak sehat, sebaiknya Dinas Perkebunan melakukan tindakan pembinaan yang disesuaikan dengan kendala yang dihadapi masing-masing kebun. Misalkan tindakan yang diberikan kepada: a)
kebun yang mengalami penjarahan dari masyarakat sekitar, dapat dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan lahan agar tidak ada lahan perkebunan yang kosong dan terbengkalai;
b)
kebun yang sedang mengalami konflik dengan masyarakat sekitar, dapat melakukan beberapa langkah, antara lain melalui: (1)
peningkatan CSR (Coorporate Social Responsibility) atau kepedulian dalam bentuk apapun kepada masyarakat sekitar perkebunan sesuai dengan kemampuan kebun; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
(2)
digilib.uns.ac.id
melakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa perkebunan adalah
aset
negara
yang
perlu
dijaga
bersama
demi
kesejahteraan bersama; (3)
melaporkan
gangguan
yang
dialami
kepada
Gabungan
Perusahaan Perkebunan (GPP) untuk mendapatkan pelayanan dan perlindungan baik dalam advokasi proses hukum ataupun mengcounter media massa yang merugikan perusahaan;dan (4)
melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang menekanan bahwa tidak ada pungutan kepada masyarakat dari perusahaan dengan dalih keperluan pengurusan pungutan pajak di BPN atau proses peradilan.
c)
kebun
yang mengalami konflik dengan dinas atau instansi
pemerintahan, dapat meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dan instansi terkait misalkan, Bupati/Pemerintah Daerah, BPN, dan dinas teknis yang membidangi perkebunan serta Polres/Polsek. d)
adanya pembinaan khusus terhadap Pemerintah Kabupten/Kota yang melaksanakan kewenangan pembinaan perkebunan sebagaimana yang tercantum dalam Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah Nomor 875.1/03322.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin dan H. Zainal Asikin. 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Anneahira. Pertanian Perkebunan. http://www.anneahira.com/pertanianperkebunan.html> [27 Maret 2011 pukul 19.15] . Pertanian Perkebunan. http://www.anneahira.com/industriperkebunan.html> [27 Maret 2011 pukul 19.20] A.P. Parlindungan 1993. Beberapa Masalah Dalam UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria). Bandung: Mandar Maju. Benedict Kingsbury. 2009. “The Concept of Law in Global Administrative Law”. University of New York Journal-Global Administrative Law Series. Vol. 9, No. 5. Benjamin E. Hermalin and Michael S. Weisbach. 2007. “Transparency and Corporate Governance”. The European Journal of International Law. Vol. 4, No. 2. Boedi Harsono. 1971. Undang-Undang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannja. Djakarta: Djambatan. . 2003. Hukum Agraria Indoneia Sejarah Pembentukan UndangUndang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan. Charles Sebayang. Hak Menguasai Negara. http://charlessebayang.blogspot.com/2009/03/hak-menguasai-darinegara.html> [2 April 2011 pukul 14.00] Dewa Arka. Hukum Perizinan. http://dewaarka.wordpress.com/2010/05/25/hukum-perizinan.html> [5 April 2011 pukul 21.30] Edy Ruchiyat. 1999. Politik Pertanahan Nasional sampai Orde Reformasi. Bandung: Alumni. commit to user