0
PELAKSANAAN PENERBITAN SERTIFIKAT PENGGANTI KARENA HILANG Di KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Disusun oleh : Nama
: M. Arif Rachmad
No. Mhs.
: 06.410.423
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2009
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bangsa Indonesia yang bersifat agraris , masalah tanah mempunyai kedudukan yang amat penting baik sebagai sumber daya produksi maupun sebagai tempat tinggal atau pemukiman. Ini menyebabkan tanah menjadi sesuatau yang amat di butuhkan masyarakat untuk dapat melangsungkan hidupnya. Tetapi karena merupakan sumber kekayaan alam yang tidak akan bertambah , bahkan beberapa tempat hampir tidak menampung kehidupan masyarakat dan merupakan masalah yang amat peka maka tanah akan menjadi sesuatu yang tidak mudah di peroleh. Keterbatasan penyediaan tanah tersebut tidak terlepas dari pertambahan pendudduk yang tinnggi, terutama untuk daerah perkotaan yang jumlah penduduknya semakin meningkat dari tahun ketahun. Hal ini membawa akibat persediaan tanah di perkotaaan semakin tidak seimbang dengan kebutuhan berbagai kepentingan pembangunan. Akibatnya tanah di perkotaan menjadi sangat mahal , sehingga menimbulkan usaha spekulasi dan manipulasi dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Ini menjadi salah satu hambatan dari proses pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan . selain itu dengan meningkatnya pembangunan dan jumlah penduduk , maka kebutuhan tanah dalam arti tempat dan ruang meningkat pula. Ini menyebabkan timbul bermacam- macam masalah yang menyangkut masalah pertanahan.
2
Untuk menangani masalah pertanahan tersebuut , haruslah berpegang teguh pada Pancasila, UUD 1945 dan UUPA No.5 Tahun 1960 yang merupakan dasar hukm pertanahan nasional. Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 di nyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dipergunakan sebesarbesar untuk kemakmuran rakyat kalimat “ dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat “tidak berarti bahwa kepentingan perorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum/masyarkat. Sedadngkan UU No.5 tahun 1960 yang memuat dasar-dasar pokok dibidang pertanahan merupakan landasan bagi usaha pembaharuan hukum pertanahan guna dapat diharapkan memberikan adanya jaminan kepastian hukum bagi masyarakat dalam memanfaatkan fungsi bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya untuk kesejahtraan bersama secara adil. Jadi untuk mencapai kesejahtraan dimana masyarakat dapat secara aman melaksanakan hak dan kewajiban yang diperolehnya sesuai dengan peraturan yang telah memberikan jaminan perlindungan terhadap hak dan kewajiban tersebut. Mengenai jaminan kepastian hukum , ini telah menjadi salah satu tujuan dari UUPA dan termuat dalam ketentuan pasal 19 ayat (1) yang menyatakan bahwa : “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah telah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dalam peraturan pemerintah. Ketentuan diatas menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan pendaftraan tanah di Indonesia yang kemudian di tegaskan dengan dikelurkannya peraturan pemerintah No.24 Tahun 1997 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961
3
tentang pendaftaran tanah. Ketentuan lain yang erat kaitannya dengan pasal 19 ayat (1) uupa adalah pasal 23 ayat (1) dan (2) UUPA menentukan bahwa : “ hak milik , demikian pula setiap peralihan , hapusnya pembenannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketetntuan-ketentuan yang dimaksudkan dalam pasal 19. pendaftaran tanah yang dimaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat menegenai hapusnya hak milik serta syahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut. Keharusan tentang pendaftaran hak atas tanah semakin ditekankan lagi dengan adanya sanksi pidana yang diatur dalam pasal 52 UUPA dimana yang di sengaja yang melanggarnya akan diancam pidana, pidana kurungan selama-lamanya 3 bulan dan atau denda setinggi-tingginya sebesar 10.000,-ketiga pasal tersebut diatas merupakan penegasan untuk UU tentang arti pentingnya pendafatran hak-hak atas tanah yang dilaksanakan baik oleh pemerintah atau masyarakat pemegang hak atas tanah. Di Kabupaten Gunungkidul, banyak masyarakat yang belum mengerti pentingnya suatu pendaftaran tanah untuk membuktikan sebagai hak sebidang tanahnya. Jika melihat kenyataan ini sangat disayangkan mengingat tujuan dari pendaftaran tanah itu sendiri adalah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, dan dengan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Biasanya pemegang hak yang bersangkutan ini telah memiliki yang di sebut sertifikat. Tidak hanya itu, DiKabupaten Gunungkidul, telah terjadi kasus hilangnya serifikat atas sebidang tanah. Sertifikat tanah merupakan bukti pemilikan seseorang
4
atas suatu tanah dan bangunan. Oleh karenanya tentu saja harus disimpan baik-baik dan diperlakukan sebagaimana halnya surat berharga lainnya. Namun, bagaimana jika terjadi suatu ketika asli sertifikat tanah yang kita miliki hilang? Apakah berarti hak kita atas tanah tersebut juga hilang? Tentu saja tidak demikian, karena pada dasarnya asli sertifikat tanah yang kita miliki hanyalah merupakan salinan dari buku tanah yang disimpan pada Kantor Pertanahan setempat dimana letak tanah berada. Jadi, apabila sertifikat tanah tersebut hilang, maka kita dapat mengajukan permohonan kepada kantor pertanahan untuk menerbitkan “Sertifikat Pengganti” atau lazim disebut juga sebagai: “Sertifikat Kedua”. Namun bagi BPN tidak mudah begitu saja untuk mengeluarkan sertipikat pengganti atas sebidang tanah yang telah bersertifikat. Ada syarat-syarat yang harus di penuhi untuk mendapat kembali sertifikat atas tanah tersebut, karena di khawatirkan adanya sertifikat ganda terhadap sebidang tanah yang sama. Untuk menerbitkan sertifikat pengganti, biasanya Kantor Pertanahan akan melakukan peninjauan lokasi dan melakukan pengukuran ulang untuk memastikan bahwa keadaan tanah tersebut masih seperti yang tertera dalam buku tanah dan copy sertifikat dari pemohon jika masih ada copyan-nya. Dalam hal ini, BPN sangat berhati-hati dalam mengeluarkan sertifikat pengganti. Namun bukan suatu masalah yang sangat berat, jika ada pihak yang mengalami kehilangan sertifikat dan ingin mengurus kembali tanahnya untuk memperoleh sertifikat pengganti. Asalkan dia memiliki keinginan yang besar untuk mengurus kembali tanahnya, dan mampu membuktikan terlebih dahulu kalau tanahnya tersebut adalah benar-benar haknya, dan memenuhi segala syarat-syarat
5
atau ketentuan untuk memperoleh kembali serifikat pengganti atas sebidang tanah miliknya tersebut.
Namun disini jelas tetap membutuhkan pengorbanan waktu,
energi dan materi demi itu semua. Mengenai keadaan hukum masyarakat yang berkenaan denagn tanah ini ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, anatar lain keadaan sosial ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah. Disinilah diperlukan tindakan dari instansi yang berwenang untuk menangani masalah tersebut.1 Berdasarka kenyataan diatas penulis terdorong untuk mengadakan penelitian terhadap masalah-masalah tersebut. Itulah sebabnya penulis mengambil judul : “ Pelaksanaan Penerbitan Sertifikat Pengganti Karena Hilang” (DiKabupaten Gunungkidul)
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan penerbitan sertifikat pengganti karena hilang oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Gunungkidul? 2. Hambatan – hambatan apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan penerbitan sertifikat pengganti karna hilang oleh Kantor Pertanahan Kabupaen Gunungkidul?
1
Bachtiar Effendi, Pendaftaran Tanah Dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya, cet. Satu, Bandung, 1983, hlm. 7.
6
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mngetahui pelaksanaan penerbitan sertifikat pengganti karena hilang 2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan penerbitan sertifikat pengganti karena hilang.
D. Tinjauan Pustaka. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan Pemerntah No. 24 Tahun 1997 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran tanah telah meletakkan 2 kewajiban pokok, Yaitu : 1. Kewajiban bagi pemerintah republik Indonesia untuk melaksanakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia secara Desa demi Desa. Kewajiban itu adalah meliputi : a. Pengukuran, Pemetaan dan pembukuan tanah ; b. Pendaftaran hak atas tanah dan peralihannya ; c. Pemberian surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat Kewajiban yang menjadi beban pemerintah ini lazim disebut Pendaftaran tanah. 2. Kewajiban bagi pemegang hak atas tanah untuk mendaftarkan hak-hak atas tanah yang dipegangnya. Adapun hak-hak atas tanah yang wajib didaftarkan adalah : Hak Milik (pasal 23 UUPA) , Hak Guna Bangunan (pasal 38 UUPA) , Hak Guna Usaha (pasal 32 UUPA) dan Hak pakai serta hak pengelolaan (Pasal 1 PMA No. 1 Tahun 1966 tentang pendaftaran hak pakai dan pengelolaan).
7
Kewajiban yang menjadi beban pemegang hak atas tanah ini lazim disebut dengan Pendaftaran Hak atas Tanah. Dengan demikian ada perbedaan antara pendaftaran tanah dan pendaftarn hak atas
tanah.
Pendaftaran
Tanah
adalah
kewajiban
dari
pemerintah
untuk
melaksanakannya sedangkan pendaftaran hak atas tanah kewajiban bagi setiap pemegang Hak atas tanah untuk mendaftarkan haknya. Penjelasan umum tentang peraturan pemerintah No. 24 tahun 1997 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 telah menyebutkan bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah adalah pekerjaaan raksasa dan dilakasanakan secara berangsur-angsur diseluruh wilayah hukum Rpubluk Indonesia. Dengan kata lain diberlakukannya peraturan pemerintah No. 24 tahun 1997 sebagai pengganti peraturan pemerintah No. 10 tahun 1961 adalah telah hampir mencapai 286 kotamadya/kabupaten yang ada. Pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut tentunya akan banyak memakan waktu dan biaya disamping tenaga-tenaga ahli dan peralatan yang lengkap dan peraturan perundang-undangan, kesemuannya adalah penting guna terwujudnya pendaftaran tanah diseluruh wilayah hukum Republik Indonesia secara tuntas. Dengan dilaksanakannya pendaftaran tanah, maka terlebih dahulu pemerintah harus mengadakan pengukuran secara menyeluruh untuk selanjutnya membuat pemetaan yang lengkap serta pembukuan seluruh hak-hak atas
tanah yang ada
diseluruh wilayah Indonesia. Apabila telah dilaksanakannya pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah maka barulah dapat dilaksankan pendaftarn hak-hak atas tanah,
8
atas permohonan pemegang hak yang bersangkutan dan pemberian surat tanda bukti hak yang lazim disebut sertifikat tanah.2 Serifikat tanah atau yang disebut sertifikat adalah salinan buku tanah dan surat ukurnya yang telah dijilid menjadi atau bersama-sama dengan buku kertas sampul yang bentuknya ditetapkan dengan peraturan Mentri. Selain sertifikat, dikenal pula yang disebut sertifikat sementara. Sertifikat sementara ini diberikan, karena pembuatan surat ukur tidak dibuat dengan segera oleh karena peta pendaftaran yang bersangkutan dengan bidang tanah itu belum dibuat. Jadi yang dimaksud sertifikat sementara adalah sertifikat yang belum ada surat ukurnya (baru ada gambar situasinya saja) tetapi fungsi dan kekuatan hukumnya sama dengan serifikat. Apabila gambar situasi telah diganti dengan surat ukur maka serifikat sementara itu berubah menjadi sertifikat. Sertifikat itu diberikan kepada yang berhak dan merupakan surat tanda bukti hak yang dimaksud dalam pasal 19 UUPA. Seperti kita ketahui bahwa tidak semua tanah diwilayah Republik Indonesia dilaksanakan pengukuran, pemetaan, dan pembukuannya. Dengan kata lain masih ada di desa-desa yang belum dilaksanakan pengukuran atau pemetannya. Dengan demikian pemegang hak atas tanah belum dapat diberikan surat tanda bukti hak atas tanah (seripikat) keadaan yang demikian ini diatas dengan memberikan sertifikat sementara kepada pemegang hak dan karena pendaftaran hak dapat dilaksanakan dengan tidak harus menggantungakn selesainya pengukuran desa demi desa.3
2 3
Ibid., hlm.48 Wantjik Saleh, Hak Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1977, hal. 64
9
Untuk pemberian tanda bukti hak tersebut haruslah sebelumnya diadakan penelitian terhadap tanah hyang akan diterbitkan serifikatnya antara lain hrus diteliti asal-usul tanah yang bersangktan ,siapa yang punya; luas tanah; hak atas tanhnya; letak tanah; beban atas tanah tersebut jika ada; batas-batas tanah. Hal ini sanagt penting untuk menhindari terjadinya sengketa yang berlarut-larut dikemudian hari. Seperti tealah dikemukakan daiatas bahwa pelaksanaan pendafatran tanah merupakan suatu pekerjaan raksasa yang banyak memakan waktu dan biaya. Sehubungan dengan itu Prof. Dr. Mr. Sudarga Gautama dan Ny.Sukahar Badwi, SH mengemukakan bahwa mesikpun bahwa pad waktu seakarang, disamping pengukuran biaya, sudah dapat dilakukan pengukuran dengan cara pemotretan dari udara namun pekerjaan pengukuran dan pemetaan itu tidak akan dapat dilakukan atau diselesaikan dalam waktu yang singkat. Berhubungan dengan itu maka dalam peraturan pemerintah ini dapat ditetapkan bahwa pekerjaan pendaftaran tanah yang meliputi pengukuran dan pembuatan peta serta pendaftaran hak dan peralihannya harus dilakukan desa demi desa di daerah-daerah yang ditunjuk oleh mentri Agraria.4 Seperti kita ketahui bahwa ketentuan pokok yang mengatur tentang pendaftaran tanah adalah diatur dalam pasal 19 UUPA sedangkan landasan oprasionalnya adalah peraturan pemerintah No.24 Tahun 1997 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah 10 tahun 1961 yang merupakan peraturan pelaksanaan dari pasal 19 UUPA. Seperti tersebut dalam pasal 46 Perturan Pemerintah No. 10 1961 menegaskan bahwa pendaftaran tanah di Indonesia tealh dimulai seajack tanggal 23 maret 1961, tetapi pelaksanaan pendaftaran tanah ini tidak dimulai serentak karena
4
Bachtiar Effendi, op.cit., hlm. 50
10
masing-masing daerah memiliki persiapan yang berbeda untuk dapat melaksanakan pendaftaran tanah, misalnya didaerah pulau jawa dan Madura pelaksanaan pendaftaran tanah dimulai tanggal 24 september 1961 dan sealnjutnya menyusul daerah-daerah lainnya diluar pulau jawa dan Madura sejak tanggal 1 November 1961, itupun kemudian kembali tertunda lagi berhubunhgan persiapan darah yang bersangkutan belum selesai. Adapun fungsi dari pendaftaran tanah yaitu fungssi pokok pendaftaran tanah berdasarkan pasal 23 ayat 2 UUPA adalah untuk memperoleh alat pembuktian yang kuat tentang perbuatan hukum atas tanah. Dan tujuan dari pendaftaran tanah berdasarkan pasal 19 UUPA, tujuan pendaftaran tanah dapt disimpulkan seabgai berikut; 1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar denagan mudah membuktikan dirinya seabgai pemegang hak yang bersangkutan. 2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintan agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah sususn yang sudah terdaftar 3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. 4. Dapat diketahui pemegang hak atas tanah yang bersangkutan 5. Penyelesaian berbagai sengketa 6. Perbaikan dalam transaksi tanah. 7. Keamanan agunan kredit
11
8. Mendukung perpajakan tanah 9. Penyediaan tanah yang efektif. Sedangkan manfaat dilaksanakannya pendaftaran tanah antra lainmeliputi : 1. Bagi rakyat/masyarakat, memberikan rasa aman karean hak atas tanahnya dijamin keberadaannya oleh pemerintah. 2. Meningkatkan keseajhtraan dengan menggunakn sertifiakat sebagai jaminan kredit untuk usaha. 3. Bagi pemerintah menciptakan tertib administrasi pertanahan secara nyata diseluruh wilayah. 4. Mencegah kekerasan dibidang sosial di bidang pertanahan. Dasar hukum : 1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agrarria. 2. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran tanah. 3. Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional. 4. Peraturan Mentri Negara Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
No.34 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah. 5. Peraturan Mentri Negara Agraria/Kepala BPN No.3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenagan Pemberian dan PembatalanKeputusan Pemberian Hak Atas Tanah.
12
6. Peraturan Mentri Negara Agraria/Kepala BPN No.9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. 7. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No.3 Tahun 2006 Tentang Organisasi dan tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. 8. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No.4 Tahun 2006 Tentang Organisasi dan tata Kerja Kantor
Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. 9. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No.6 Tahun 2006 Tentang Rencana Strategis Badan pertanahan Nasional Republik Indonesia (Renstra BPN-RI) Tahun 2006-2007. 10. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 600-1900 Tanggal 3 Juli 2003.5
5
UII, modul Pelatihan Hak-Hak atas Tanah, hal.23
13
E. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian Pelaksanaan Penerbitan Sertifikat Pengganti Karena Hilang di Kabupaten Gunungkidul. 2. Subjek Penelitian Adapun yang menjadi subjek penelitian : 1. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Gunungkidul Sumber Data a. Data Primer : jenis data yang penulis peroleh dari lokasi penelitian dengan menggunakan wawancara atau tanya jawab dengan para pihak yang mempunyai keterkaitan dengan penelitian ini. b. Data Sekunder : jenis data yang penulis peroleh dari buku-buku, literatureliteratur, dokumen-dokumen dan peraturan-peraturan yang berlaku yang berkaitan dengan penelitian ini. 3. Teknik pengumpulan data Dalam menunjang penulisan skripsi inimaka penulis menggunkan metode ; a. Studi lapangan Dengan cara Tanya jawab langsung denagn responden. b. Studi Pustaka Yaitu dengan data yang diperoleh dari buku-buku perpustakaan, dan peraturan perundang-undangan yang berakitan deang permasalahan yang akan penulis teliti.
14
4. Analisa Data Menggunakan metode kualitatif, menguji praktek pelaksanaan penerbitan serifikat pengganti karena hilang di Kabupaten Gunungkidul berdasarkan pada kaidah hukum/peraturan yang berlaku kemudian diolah, dirumusakan, diambil kesimpulan umum mengenai pealaksanaan penerbitan kembali serifikat pengganti.
F. Kerangka Skipsi Dalam hal ini akan dikupas secara sistematis dan mendalam mengenai, “ Tata Cara Penerbitan Kembali Sertifikat Pengganti Karena Hilang” Pembahasan itu meliputi: BAB I
PENDAHULUAN Pada bagian ini diuraikan tentang apa yang menjadi tema pokok pembahasan, kenapa dipermasalahkan, apa relevansi pemecahan tema pokok permasalahan tersbut dan sejauh mana kajian tema pokok permasalahan tersebut telah dilakukan oleh peneliti atau penulis sebelumnya. A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Tinjauan Pustaka E. Metode Penelitian F. Kerangka Skripsi
15
G. Daftar Pustaka
BAB II TINJAUAN
TENTANG
HUKUM
TANAH
NASIONAL
DAN
PENDAFTARAN ATAS TANAH A. Hukum tanah zaman Hindia Belanda B. Zaman Undang-Undang Pokok Agraria C. Di Daerah Istimewa Jogjakarta D. Pendaftaran Tanah
BAB III PELAKSANAAN PENGGANTI
PENERBITAN KARENA
KEMBALI
HILANG
DI
SERTIFIKAT KABUPATEN
GUNUNGKIDUL; A. Pelaksanaan Penerbiatn Kembali Sertifikat Pengganti karena hilang di Kabupaten Gunungkidul B. Permasalahan Yang Dihadapi atau Hambtan- hambatan Dalam Pelaksanaan Penerbitan Serifikat Pengganti Karena Hilang. C. Tata Cara Penyelesaian BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-Saran LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA