3.1.
Waktu dan Sumber Data Penelitian
Pelaksanaan penelitian atau pengumpulan data &mulai sejak bulan Juli sampai dengan Oktober 2001. Data penelitian terdii dari data sekunder tingkat
propinsi dan nasional tahun 2000 dengan jenis data cross section untuk melihat dayasaing produksi perkebunan kopi rakyat antar wilayah Indonesia. Data cross section yang terkumpul kemudii dibagi menjadi lima wiiayah pengamatan,
d i i pembagian wilayah pengamatan ini d i i a n berdasarkan pengumpulan data yang telah d i i a n oleh Diektorat Jendral Perkebunan, Bidang Perencanaan, Departemen Pertanian, sebagai berikut : 1.
Wilayah I
: Jawa dan Ba!i
2.
W i y a h I1
: Lampung, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Barat.
3.
Wiyah I11 : Aceh, Sumatera Utara, Riau, K a l i i t a n Barat dan Selatan
4.
W i y a h IV : Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
5.
Wiyah V
: Sulawesi, Kahmtan Tengah dan Kalimantan T i .
Dari enam wilayah pengamatan yang dilakukan oleh Ditjen Perkebunan hanya lima wilayah yang dapat d i i u n datanya dalam penelitian ini. W i y a h VI, yaitu Maluku dan Irian Jaya tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian ini karena keterbatasan data yang ada, baik oleh Departemen Pertanian, Biro Pusat Statistik, maupun instansi terkait h y a . Sedangkan untuk simulasi harga-harga output dan input dalam sistem produksi biji kopi digunakan data time series dari tahun 1990 sampai tahun 2000, yaitu sejak diiapuskannya kuota ekspor kopi
Sumber data penelitian ini diperoleh dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan; Departemen Pertanian, Duektorat Jendral Perkebunan; Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI); Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI),
Fertilizer Advisory Development and Infonnalion Network for Asia and The Pacific (FADINAP); Food and Agriculture Orgrmimtion (FAO); Economics and Social Commision for Asia and the Pacific (ESCAP); Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia (APPI); PT Astra Agro Lestari Tbk. dan B i o Pusat Statistik (BPS). 3.2.
Pengolahan dan Analisin Data Analisis penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu (1) analisis dampak
kebijakan pemerintah terhadap profitabilitas dan dayasaing kopi Indonesia, dan (2) simulasi kebijakan pemerintah.
3.2.1. Annliis Kebijakan
Analisis dampak kebijakan terhadap profitabilitas sistem produksi kopi dan dayasaingnya, dilakukan dengan menggunakan metode PAM
yang
diembangkan oleh Monke dan Pearson (1989). Dimana tahapan penyusunan tabel PAM adalah sebagai berikut : 1.
Penentuan komponen fisik untuk faktor input dan output s e w a lengkap dari aktivitas ekonomi produksi kopi.
2.
Pemisahan seluruh biaya ke dalam komponen domestik dan asing.
3.
Penentuan harga privat dan penaksiuan harga bayangan input-output.
4.
Tabulasi dan analisis indikator-indiitor yang dihasikan oleh PAM.
1.
Penentuan Komponen Faktor Input dan Output Komponen fisik faktor input terdiri dari input tetap, tenaga kerja, dan input
"-*--
A d a p ~ ~perbedaan n
antara input tetap dan input antara menurut Monkey
dan Pearson (1989), adalah input yang penggunaannya lebih dari 1 tahun maka termasuk dalam input tetap, sedangkan input yang penggunaannya h a n g dari 1 tahun termasuk dalam input antara
Dalarn penelitian ini yang me~pakan
komponen output adalah biji kopi, sedangkan yang merupakan komponen input adalah sebagai berikut Tabel 4. Komponen Input Tetap dan Input Antara Input Antara
Input Tetap 1. Lahan
1. Bibii
2. Gudang
2. Pup&
3. Alat pertanian
3. Pestisida
4. AlatPemanenan
4. Bahan pelumas
Sumber : Monke dan Pearson, 1989
2.
Alokasi Komponen Asing dan Domestik. Penaksiran harga bayangan diiakukan dengan terlebi dahulu memisahkan
faktor-faktor input ke dalam komponen domestik dan asing. Pemisahan input kedalam komponen asing dan domestik merupakan persyaratan dalam analisis PAM. Karena dalam tabulasi matrik PAM antara besamya komponen asing dan domestik dalam fkktor input, masing-masing hams diperoleh dalam harga privat dan harga sosialnya. Sehingga &lam analisisnya nanti dapat dikaji bagaimana dampak kebijakan input terhadap sistem produksi kopi (Monke dan Pewon,
1989). Alokasi faktor input ke dalam komponen domestik dan asing pada sistem produksi kopi adalah sebagai berikut : Tabel 5. Alokasi Komponen Input Domestik dan Asing Alokasi (%)
Jeuis loput
Domed
Bibi
90
Asig 10
Pupuk KC1
0
100
Pupuk TSP
5
95
Pupuk Urea
20
80
Pup& kandang
100
0
0
100
Tenaga Kerja
100
0
Modal
100
0
Lahan
100
0
Bangunan
100
0
Alat peaanianl pemanenan
50
50
Pestisida
Sumber : Tabei input-outputIndonesia, 1995
Berdasarkan tabel diatas, maka faktor produksi yang mengandung komponm asing dalam penelitian ini adalah bibit, pupuk dan pestisida, sedangkan yang tne~pakanfaktor produksi domestik adalah tenaga keja, alat-alat pertanian dan lahan.
3.
Penentuan Harga Privat dan Penaksiran Harga Bayangan Kedua faktor output dan input, baik yang meNpi3kan komponen asing dan
domestik kemudian dicari dalam bentuk harga privat dan harga bayangan. Pendekatan untuk harga bayangan komponen input dan output adalah :
1.
Harga bayangan output (biji kopi) ditentukan berdasarkan harga perbatasan (border price), yaitu harga FOB, karena komoditas kopi dalam penelitian ini adalah untuk tujuan promosi ekspor. Adapun jenis kopi yang d
i
i adalah khusus kopi Robusta, mengingat 2 80-90 persen
ekspor biji kopi Indonesia adalah dari jenis kopi Robusta. Harga FOB kemudian diionversi dengan nilai tukar bayangan (SER), yaitu Rp 9 400 per US$ untuk tahun 2000. Kemudii d i i a n g i dengan biaya tataniaga kopi dari pelabuhan ke lokasi petani dan biiya proses peningkatan mutu. Selisih harga antara nilai jual petani (biji kopi asalan) dengan harga ekspor (FOB) adalah berkisar antara Rp 2 000 per kg hingga Rp 3 000 per kg (AEKI, 2001). Sehingga diperoleh rata-rata selisii harga adalah sebesar Rp 2 500 per kg. Berikut ini adalah tabel pembagian
margin keuntungan
dan biiya tataniaga dari selisih harga tersebut. Tabel 6. Pembagian Margin Per 1 Kg Biji Kopi
Sumber :AEKI, 2001.
2.
Harga bayangan bibit tanaman kopi dihitung berdasarkan formula yang
gunakan oleh Suprapto (1999), yaitu :
HB Bibit = HP Bibit x HB Output HP Output dimana :
HB = harga bayangan HP = Harga Pasar Pada pembudidayaan tanaman kopi, selain bibit kopi juga dibutuhkan bibit tanaman pclindung yang berfimgsi melidungi tanaman muda dari sinar matahari langsung dan untuk meningkatkan penyerapan Nitrogen dari udara. Penaksiran harga bayangan bibit pelindung dilakukan seperti cara penaksiian harga bayangan bibit kopi diatas. 3.
Harga bayangan lahan ditentukan berdasarkan harga sewa tanah yang berlaku dimasing-masing wilayah.
N11ai tinansial dan ekonomi lahan
diasumsikan sama karena tidak ada kebijakan pemerintah yang dianggap berpengaruh terhadap harga lahan. Oleh karena itu dalam penelitian ini harga bayangan lahan ditentukan berdasarkan harga rata-rata sewa lahan masing-masing wilayah yang diperoleh dari PT. Astra Argo Lestari Tbk. 4.
Harga bayangan upah tenaga kerja ditentukan berdasarkan tingkat upah minimum (UMR) yang ditentukan oleh pemerintah untuk sektor perkebunan. Namun menurut beberapa literatur upah minimum ini tidak menggambarkan 100 persen produktivitas marginal dari tenaga kerja Indonesia, sebaliknya lebii dititikberatkan pada penilaian kebutuhan minimum per kepala. Berdasarkan data dari National Labor Force Survey (BPS, 2001), tingkat angkatan kerja tahun 2000 adalah sebesar 67.72 persen dari jumlah populasi penduduk berusia 15 tahun keatas.
Sehingga seperti pada penelitian sebelumnya, yaitu Suryana (1980) dan
Wahyudi (1989) maka penaksiran harga bayangan upah tenaga kerja diasumsikan sebesar 70 persen dari upah yang berlaku di paw. 5.
Harga bayangan input antara, terdiri dari pupuk dan pestisida. Pupuk dibedakan atas pupuk buatan dan pupuk kandang.
Dalam beberapa
penelitian, pupuk kandang diasumsikan sebagai komponen domestik yang bersifat non tradable dan tidak terdapat transfer payment didalamnya, sehingga harga bayangan pupuk kandang disesuaikan dengan harga pasar yang berlaku. Sedangkan harga bayangan pupuk buatan yang merupakan tradable input dapat diperoleh dengan cara : (1) mengeluarkan transfer payment yang terkandung didalamnya, seperti subsidi atau pajak, dan (2) jika informasi besamya subsidi tidak diketahui, maka harga bayangan pupuk dapat diperoleh dengan menggumkan harga perbatasan (border price) atau harga CtF. Jenis pupuk yang digunakan pada tanaman kopi adalah Urea, TSP dan KCI. Karena sejak tahun 1998 subsidi pupuk telah diiapuskan maka penaksiian harga bayangan pupuk diiakukan dengan melihat nilai impor pupuk (harga CIF). Selanjutnya ditambahkan dengan biaya tataniaga dari masing-masing wilayah pengamatan.
Harga pupuk rata-rata dipasar
intemasional (harga FOB) pada tahun 2000 adalah pupuk urea US$ 101.58 per ton; pupuk TSP US$ 119.80 per ton dan pupuk KC1 US$ 100.86 per ton (FADINAP, 2001).
Untuk memperoleh harga CIF maka harus
ditambahkan biaya tambang ke Indonesia (Freight cost) 2 US$ 6 per ton dan biaya asuransi sebesar
+ 0.5 persen
dari nilai FOB.
Sehingga
diperoleh rata-rata harga C E pupuk untuk Indonesia adalah Urea US$ 108 per ton; TSP USS126 per ton dan KC1 USS107 per ton. Tabel 7. Perkembangan Rata-rata Harga Pupuk di Pasar Internasional Tahun 1997
I
1
(FOB, USSRm)
Urea 116.92
1
TSP 166.47 1
KC1 86.94
Sementara, harga bayangan pestisida dan herbisida didasarkan pada harga pasar yang berlaku, karena tidak ada subsidi dari pemerintah. Sebaliknya, impor pestisida tidak dilakukan dalarn bentuk bahan jadi, tapi berupa bahan-bahan baku kimia organik dan anorganik schingga nilai CIF untuk pestisida dan herbisida sdit diperoleh. Demikian juga indiiator harga internasionat hanya ada dalarn bentuk harga bahan dasarnya. Indonesia sendiri telah memilib pabrik pembuatan pestisida yang lebih dari 97.5 persen bahan bakunya masih impor (Wahy~di, 1989). Sehingga harga bayangan pestisida dan herbisida diasumsikan sama dengan harga pasarnya dengan pertimbangan tidak ada kebijakan pemerintah yang secara langsung mengatur perdagangan pestisida tersebut yang dapat mengakibatkan terjadiiya distorsi pasar. 6.
Peralatan pertanian yang digunakan dalarn perkebunan kopi rakyat pada umumnya adalah cangkul, sabit, parang dan hand qrayer.
Harga
bayangan alat-alat pertanian diasumsikan sama dengan harga pasamya, dengan pertimbangan tidak ada kebijakan pemerintah yang mengintemensi
produksi dan perdagangan alat-alat pertanian secara langsung, sehingga distorsi pasar yang terjadi sangat kecil dan pasar mendekati pasar persaingan sempurna. Sementara dalam perhitungan analisis ekonomi dan finansial, nilai harga yang dimasukkan adalah nilai penyusutan dari masing-masing peralatan berdasarkan umur ekonomisnya, yaitu untuk hand sprayer 5 tahun, dan untuk alat pertanian kecil 1 tahun (Ditjen
Perkebunan, 2001). 7.
Harga bayangan nilai tukar (shadow erchang rate) diitung berdasarkan metode Square dan Van der Tak, yaitu besarnya nilai ekspor tahun 2000 (Xt) Rp 583 031.863 milyar, nilai impor (Mt) Rp 314 535.459 milyar, pajak ekspor dan impor masing-masing Rp 834 milyar dan
Rp 3 748
rnilyar (Indiiator Ekonomi, BPS, 2001). Sehingga diperoleh nil& SER sebesar Rp 9 413.24 atau dengan pembulatan ke bawah menjadi Rp 9 400 per US$. Tabulasi perhitungan nilai SER dapat dilihat pada Lampiran 4. Seluruh nilai harga pasar dan harga bayangan input-output perkebunan kopi rakyat untuk masing-masing wilayah dapat dilihat pada Tabel 20 (Bab V). 4.
Tabulasi dan Analisis Indikator P A M
Penyusunan matrix PAM &pat dilalarkan setelah data tentang komponen masukan dan keluaran secara finaxial dan ekonomi diperoleh. Pada tahap awal akan dihitung tingkat keuntungan (profitabiitas) dari komoditi yang diamati
secara keseluruhan dalam satu sistem. Keuntungan dihitung berdasarkan biaya input dan harga output secara linansial dan ekonomi.
Dari nilai-nilai tersebut
selanjutnya dapat d i i s i s indikator-indikator dampak kebijakan pemerintah dan dayasaing biji kopi Indonesia sebagai be.rikut : Tabel 8. Analisis Matriks Kebijakan
Sumber : Monke and Pearson, 1989.
Hasil Analisis tabel P A M : 1. Privat Profits 2. Social Profis 3. Output Transfer 4. Input Transfer 5. Factor Transfer 6. Net Transfer 7. Private Cost Ratio 8. Domestic Resources Cost Ratio 9. Nominal Protection Coefficient Input 10. Nominal Protection Coefficient Onput 11. Effective Protection Coefficient 12. Profitability Coefficient 13. Subsidy Ratio to Producers
: D = A-B-C : H = E-F-G : I=A-E : J=B-F : K=C-G : L = D-H atau L = I-J-K : PCR = C/(A-B) : DRC = GI@-F) : NPCI = B E : NPCO = A/E : EPC = (A-B)/(E-F) : PC = (A-B-C)/(E-F-G) ;PC = D/H
: SRP = LIE atau SRP = (D-H)/E
1.
Analisis Keuntungan
a.
Private Profitability, yaitu PP = A - (B + C ) Keuntungan privat mempakan indikator daya saing (competiteveness) dari
sistem komoditi dengan asumsi teknologi, nil& output, biaya mput dan transfer kebijakan tidak berubah. J i i keuntungan privat, PP > 0, berarti sistem produksi kopi memperoleh profit diatas normal yang artinya usahatani tersebut layak untuk ditemskan.
S e b d i y a jika PP < 0 berarti usahatani
tersebut mengalami
kemgian.
Dan jika PP
=
0, berarti untuk jangka pendek usahatani dapat
diteruskan, namun tidak dapat diiakukan ekspansi untuk jangka panjang. b.
Social Profitability, yaitu SP = E - (F + G ) Keuntungan
sosial
merupakan
indikator
keunggulan
komparatif
(comparative advantage ) atau efesiensi ekonomi pada kondisi tidak ada divergensi dan penerapan kebijakan efisien.
Karena nilai-nilai E, F dan G
diperoleh dari perhitungan harga bayangan. Artinya jika SP > 0, maka sistem produksi kopi telah berjalan secara efisien dan memiliki keunggulan komparatif, sehingga layak untuk diiembangkan. Semakin tinggi nilai SP semakin tinggi pula nilai komparatif dari sistem produksi kopi tersebut. Sebalihya, jika SP < 0, maka sistem produksi kopi tidak mampu hidup tanpa bantuan atau intervensi pemerintah. Besarnya nilai SP dapat digunakan sebagai indiiator prioritas
pemilihan wilayah bagi pengembangan komoditi kopi, yaitu wilayah yang m e d i nilai SP lebih tinggi memiliki prioritas lebii dulu untuk dikembangkan. Secara matematis keuntungan sosial dapat dirumuskan sebagai berikut (Pearson, 1976) :
dimana : aij Pi
= output
k s i yang d i i i k a n oleh aktivitas ke-j
fsj
= faktor produksi total ke-s
Ej
= efek external pada aktivitas ke-j
Vs
= harga bayangan faktor input ke-s
= nilai output k s i (dalam shadow price (Rp))
pada aktivitas ke-j
2.
Efesiensi Finansial dan Efesiensi Ekonomi
a.
Private Cost Ratio, yaitu PCR = CI(A-B)
Ratio biaya privat adalah ratio biaya domestik terhadap d a i tambah dalam harga privat. N i PCR menunjukkan berapa banyak sistem produksi kopi dapat menghasilkan untuk membayar &or
domestik yang digunakannya, dan tetap
dalarn kcndisi kompetitif (break event). Sehingga keuntungan m a k s i i akan diperoleh jika sistem produksi kopi mampu meminimumkan d a i PCR dengan cara meminimumkan biaya fiktor domestik atau memaksimalkan nilai tambahnya. Apabila nilai PCR < 1 dan makin kecil, berarti sistem komoditi tersebut mampu membiayai faktor domestiknya pada harga privat dan kemampuannya tersebut meningkat. Niai PCR merupakan indikator dari keunggulan kompetitif suatu komoditi. b.
Domestic Resources Cost Ratio, yaitu DRC = G I (E - F)
Ratio biaya sumberdaya domestik adalah ratio biaya domestik terhadap nilai tambah pada harga sosialnya, dalam nilai mata uang asing (US$). Niai DRC merupakan indikator kemampuan sistem dalam membiayai faktor domestik pada harga sosialnya atau indikator dari efisiensi ekonomi relatif dari suatu sistem produksi. Jika DRC > 1, maka sistem komoditi diilai tidak mampu bertahan tanpa bantuan pemerintah. Sehingga lebii baik melakukan impor kopi dibandingkan hams menanam kopi sendiri, karena sistem produksi kopi dinilai memboroskan sumberdaya domestik yang langka. Sebaliknya biia nilai DRC < 1 dan nilainya makin kecil berarti sistem komoditi makin efisien dan memiliki dayasaing di pasar dunia sehingga dinilai memiliki peluang ekspor yang makin
besar. Niai DRC merupakan indiitor keunggulan komparatif suatu komoditi. S e w a matematis DRC dirumuskan sebagai berikut (Pearson, 1976) :
DRCj =
Cj$j.vs +5'.j
....................................
(u-mj-rj)
dimana : DRCj
= Biaya sumberdaya domestik untuk aktivitas ke-j
Fsj
= Faktor-faktor produksi k e s yang langsung digunakan dalam
aktivitas ke-j Vs
= Harga bayangan tiap satuan faktor-faktor produksi (Rp)
Ej
= Efek
Vj
=N
mj
=N i
ekstemalitas dari aktivitas k e j W a n d a (-)1 (+))
i total output dari aktivitas k e j pada nilai harga dunia ($) total input antara yang diimpor baik langsung maupun tidak
langsung yang digunakan &lam aktivitas k e j ($)
i
=Nisi total penerimaan pemilik input luar negeri yang digunakan dalam aktivitas ke-j, baik langsung maupun tidak langsung ($)
Pada sistem produksi kopi, biaya ekstemalitas tidak perhitungkan karena diasumsikan tidak menirnbulkan dampak negatif, seperti polusi, erosi, dan degradasi Lingkungan bagi pihak lain.
Sehingga dapat dikatakan dampak
eksptemalitas yang ditimbulkan sangat minim dan dapat diabaikan (ADB, 1990). 3.
Dampak Kebijaksanaan Pemerintah
a.
Kebijaksanaan Output
I.
Output Transfer, yaitu OT = A - E Transfer output merupakan selisih antara penerimaan 6nansial dengan
penerimaan ekonomi. Niai OT menunjukkan adanya kebijakan pemerintah yang diterapkan pada output sehingga terjadi perbedaan antara harga output privat
dengan harga output sosial. Nilai OT > 0 menunjukkan besarnya transfer dari konsumen kepada produsen. Artinya produsen menerima harga jual yang lebih tinggi dari harga yang seharusnya, sehingga konsumen dimgikan.
Dan
sebaliknyq jika OT < 0 menunjukkan konsumen menerima insensif dari produsen, dan dalam hal ini produsen (petani) dirugikan. ii.
Nominal Protection Coeficient on Tradable Output :NPCO = AIE Koefisien proteksi output nominal merupakan rasio antara penerimaan
yang dihitung berdasukan harga privat dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga sosial. NPCO menunjukkan besarnya dampak kebijakan pemerintah, yang mengakibatkan divergensi antara harga privat dan harga sosial atas output. J i i nilai NPCO > 1, berarti produsen atau petani kopi men& subsidi atas output dari pemerintah. Karena pemerintah menaikkan harga output di pasar domestik di atas harga efisiemya (harga dunia). Dan, jika NPCO < 1
berarti terjadi pewrangan penerimaan petani akibat kebijakan output, seperti adanya pajak. b.
Kebijaksanaan Input
I.
Input Transfer, yaitu IT = B -F Transfer input adalah selisih antara biaya input asing dalam harga
privat dengan biaya input asing dalam harga sosial.
N i IT menunjukkan
adanya kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input tradable. Jiia nilai IT > 0, menunjukkan harga sosial input asing yang lebih rendah, misalnya akibat adanya pajak atau tarif impor atas input tersebut. Akibatnya produsen atau petani
kopi harus membayar lebih mahal. Sebaliknya jika IT < 0, menunjukkan adanya subsidi pemerintah terhadap input asing. Sehingga petani tidak membayar secara penuh korbanan sosial yang seharusnya dibayarkan. ii.
Nominal Protection Coefficient on Tradable Input, yaitu NPCI = BIF Koefisien input proteksi nominal merupakan rasio antara biaya input asing
yang &hitung berdasarkan harga privat dengan biaya input asing yang dihitung berdasarkan harga bayangan. NPCI menunjukkan adanya kebijakan pemerintah yang menyebabkan divergensi antara harga privat dan harga sosial untuk input asing. J i NPCI > 1, berarti pemerintah menaikkan harga input asing di pasar domestik di atas harga efmiennya (harga dunia). Akibatnya biaya produksi menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya Sebaliknya j i a nilai NPCI < 1, berarti petani men&
subkh atas input asing, sebhgga petani dapat membeli input
asing dengan harga yang lebii rendah. iii.
Factor Transfer, yaitu E T =C-G Transfer faktor mempakan selisih antara harga privat input domestik
dengan harga sosial input domestik. Niai FT menunjukkan adanya kebijakan p e m e ~ t a hterhadap produsen input domestik. Intewensi pemerintah untuk input domestik biasanya dilakukan dalam bentuk kebijaksanaan subsidi.
Jika nilai
FT > 0 berarti ada kebijakan p e m e ~ t a hyang melindungi produsen input domestik dengan pemberian subsidi.
c.
Kebijnksanaan Input-Output
I.
Effective Protection Coeffcient, yaitu EPC = (A - B) I (E - F) Koefisien proteksi efektif merupakan indikator dari dampak keseluruhan
kebijakan input dan output terhadap sistem produksi kopi dalam negeri. Analisis EPC merupakan gabungan dari koefisien proteksi output nominal dengan koefisien input nominal.
Niiai EPC m~nggambarkan sejauh mana kebijakan
pemerintah bersifat melmdungi atau menghambat produksi dalam negeri.
Jika
EPC > 1, berarti dampak kebijakan pemerintah memberikan dukungan terhadap aktivitas produksi dalam negeri. Misalnya dengan cara menaikkan harga output danlatau input asing di atas harga efisiennya.
Artinya, terdapat kebijakan
pemerintah yang bertujuan melindungi produksi dalam negeri telah berjalan Sebaliknya jika nilai EPC < 1, menunjukkan kebijakan tersebut tidak
efektif
berjalan secara efektif. Secara matematis rumus tingkat proteksi efektif adalah : EPR = m f i n a n s i a l outout - nilai finansial i n ~ uasing t - 11 x 100 % nilai ekonomi ouput - nilai ekonomi input asing atau E P R = ( X - 1)x 100%
..............................
. . ...............(26)
Vb dimana :
ii.
Vd
= nilai tambah pada harga finansial
Vb
= nilai tambah pada harga ekonomi
Net Transfer, yaitu NT = D - H Transfer bersih merupakan selisih antara keuntungan bersih yang benar-
benar diterima produsen atau petani kopi dengan keuntungan bersih sosialnya.
Niai NT mencenninkan dampak kebijakan pemerintah secara keseluruhan terhadap penerimaan petani. Apakah merugikan petani atau sebaliknya. Jika nilai
NT > 0,menunjukkan terdapat tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input dan output.
iii
Profitability Coeffisien, yaitu PC = D I H Koefisien keuntungan adalah rasio antara keuntungan bersih yang benar-
benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya. PC mempakan indikator yang menunjukkan dampak insentif dari semua kebijakan output, kebijakan input asing dan input domestik (net policy framfer)).Jika nilai PC > 1, berarti secara keselumhan kebijakan p e m e ~ t a hmemberikan insentif kepada produsen. P e n m a n tarif impor secara M a p atas output dan input yang diperdagangkan serta subsidi input akan menurunkan nilai PC, sedangkan kebijakan efisien pada faktor domestik akan meningkatkan nilai PC. Sebaliknya
jika nilai PC < 1, menunjukkan kebijakan pemaintah mengakibatkan keuntungan yang diterima produsen atau petani lebih kecil dibandingkan tanpa ada kebijakan.
iv.
Subsidy Ratio to Producer, yaitu SRP = L I E Rasio subsidi produsen menunjukkan rasio dari net transfer dengan
penerimaan sosialnya. SRP menunjukkan besarnya proporsi penerimaan dalam harga dunia yang dapat meng-cover subsidi atau pajak. Sehingga melalui nilai
SRP dapat memungkinkan membuat perbandingan tentang besarnya subsidi perekonomian bagi sistem komoditi kopi. Apabiia nilai SRP < 1 menunjukkan
bahwa kebijakan p m e ~ t a hyang berlaku selama ini menyebabkan produsen atau petani kopi mengeluarkan biaya produksi lebih besar dari biaya sosialnya. 3.2.2. Simulasi KebijaJcan
Simulasi kebijakan atau analisis sensitivitas dilakukan berdasarkan perubahan harga-harga input-output yang terjadi selama 10 tahun terakhir. Tujuannya adalah untuk mengetahui kepekaan efisiensi finansial dan ekonomi dalm sistem produksi kopi terhadap kemungkinan perubahan kebijakan yang mempengaruhi harga-harga input dan output. Dan untuk melihat bagaimana dampak penrbahan kebijakan pemerintah terhadap penerimaan petani dan dayasaing kopi. Menurut Monke dan Pearson (1989), pilihan perubahan harga-harga yang dapat dijadikan subjek dalam siiulasi kebijakan adalah: (1) perubahan nilai tukar, (2) perubahan harga input, dan (3) perubahan upah minimum tenaga kerja yang
akan mempengamhi nilai harga bayangannya. Dan persentase perubahan harga dapat dilakukan sesuai dengan perkembangan harga-harga yang terjadi. Dalam penelitian ini siiulasi dilakukan terhadap (1) nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika (USD), karena perubahan nilai tukar akan mempengaruhi harga-harga input tradable seperti pupuk dan pestisida, (2) harga pupuk privat, karena komponen biaya pupuk merupakan komponen biaya terbesar dalam usaha perkebunan kopi rakyat, yaitu sekitar 50 hingga 70 persen dari total biaya, (3) t q k a t upah tenaga kerja, karena komponen biaya tenaga keja merupakan komponen biaya terbesar kedua setelah pupuk, yaitu sekitar 15 hingga 20 persen dari total biaya, dan (4) harga biji kopi asalan, karena penerimaan petani
ditentukan dari besarnya harga biji kopi asalan. Berilcut ini adalah perkembangan harga input-output dan nilai tukar rupiah terhadap USD selama sepuluh tahun terakhir. Tabel 9. Perkembangan Niai Tukar Rupiah, Tingkat Upah, Harga Pupuk dan Harga Biji Kopi
Keterangan : * Tidak ada pendataan untuk bulan November Ekmomi, BPS, 2001 Sumber : In-r Ditjen Perkebuwn, 2001 APPI, 2001 AEKI, 2001
'
Sesuai dengan pertumbuhan harga-harga diatas, maka simulasi yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1.
Perubahan nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar 20 persen
2.
Kenaikan upah tenaga keja sektor perkebunan sebesar 12 persen
3.
Kenaikan harga pupuk sebesar 25 persen
4.
Penurunau harga biji kopi asalan sebesar 6 persen
5.
Perubahan nilai tukar 20 persen dan kenaikan upah 12 persen
6.
Kenaikan harga pupuk 25 persen dan penurunan harga biji kopi asalan sebesar 6 persen.