LAPORAN PROGRAM P2M DANA DlPA PENGEMBANGAN SEKOLAH BERKARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL
PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER SECARA KOMPREHENSIF DI SEKOLAH LABORATORIUM UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
Oleh: Prof. Dr. I Made Candiasa, MIKomp., NIP. 196012311986011004 Prof. Dr. I Nyoman Natajaya, MPd., NIP. 195212311981021003 Dr. Ni Made Sri Mertasari, M.Pd., NIP. 196609201991031001 Ida Bagus Gede Purwa, SKom., NIP. 19807212005011002
JURUSAN PEND. MATEMATIKA FAKULTAS MIPA UNDIKSHA 2015 i
TIM PELAKSANA
1. Ketua Pelaksana a. Nama dan gelar : Prof. Dr. I Made Candiasa, M.I.Komp b. Pangkat/Golongan/NIP : Pembina Utama Madya/IVd/ 196012311986011004 c. Jabatan Fungsional : Guru Besar d. Bidang Keahlian : Ilmu Komputer 2. Anggota Pelaksana I a. Nama dan gelar b. Pangkat/Golongan/NIP c. Jabatan Fungsional d. Bidang Keahlian
: : : :
Dr. Ni Made Sri Mertasari, M.Pd. Pembina/IVa/16609201991032001 Lektor Kepala Pendidikan Matematika
3. Anggota Pelaksana II a. Nama dan gelar b. Pangkat/Golongan/NIP c. Jabatan Fungsional d. Bidang Keahlian
: : : :
Prof. Dr. Nyoman Natajaya, MPd. Pembina Utama/IVe/195212311981021003 Guru Besar Administrasi Pendidikan
4. Anggota Pelaksana III a. Nama dan gelar b. Pangkat/Golongan/NIP c. Jabatan Fungsional d. Bidang Keahlian
: : : :
Ida Bagus Gede Purwa, SKom. IIIa, Penata Muda, 198307212005011002 Pustakawan Muda Informatika
i
KATA PENGANTAR Atas karunia Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa pengabdian masyarakat dengan topik Pelaksanaan Pendidikan Karakter secara Komprehensif di Sekolah Laboratorium Universitas Pendidikan Ganesha dapat terlaksana dengan baik. Pengabdian ini bertujuan mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan selalu bekerjasama dengan masyarakat dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Berbagai aktifitas kerjasama telah diwujudkan, dan salah satunya adalah pengembangan model pendidikan karakter terpadu. Kegiatan tersebut merupakan wujud nyata partisipasi kampus untuk memajukan pendidikan. Keberhasilan penyelenggaraan program tersebut merupakan kerjasama banyak pihak. Oleh karena itu, atas terlaksananya pengabdian ini, ucapan terimakasih disampaikan kepada beberapa pihak di bawah ini. 1.
Pimpinan Undiksha dan Pengelola Sekolah Laboratorium Universitas Pendidikan Ganesha yang telah memfasilitasi pengabdian ini.
2.
Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPM) Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja yang telah mendanai kegiatan ini.
3.
Kepala SD Laboratorium Undiksha beserta semua staf sekolah yang terlibat sebagai peserta dalam pengabdian ini.
4.
Para orang tua siswa yang terlibat sebagai peserta dalam pengabdian ini.
5.
Masyarakat umum yang terlibat sebagai peserta dalam pengabdian ini, yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu. Diharapkan pelatihan ini memberi manfaat kepada semua masyarakat,
khususnya pengelola sekolah, siswa, dan orang tua siswa agar dapat mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan karakter secara terpadu.
Singaraja, Oktober 2015 ii
Pelaksana ABSTRAK
Hasil belajar pendidikan karakter mayoritas berada pada domain afektif (sikap) dan perilaku (psikomotor). Oleh karena itu, pembelajaran untuk pendidikan karakter paling tepat dilakukan dengan pemberian contoh yang baik atau keteladanan. Selanjutnya, evaluasi untuk pendidikan karakter paling tepat dilakukan melalui pengamatan atau observasi. Waktu yang dimiliki guru untuk memberi teladan dan mengamati sikap serta perilaku siswa amat terbatas karena siswa lebih banyak berada di lingkungan keluarga atau di lingkungan masyarakat umum. Oleh karena itu diperlukan model pembelajaran dan evaluasi pendidikan karakter yang komprehensif, melibatkan pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar. Model ini diadaptasi dari model ngayah dengan sistem nyantrik yang sudah berlangsung sejak lama di desa-desa di Bali. Pengabdian yang dilakukan di SD Laboratorium Undiksha telah mampu mengimplementasikan pendidikan karakter terpadu dengan melibatkan guru, staf pegawai, staf perpustakaan, staf kebersihan, staf kantin, staf pengamanan, serta orang tua siswa. Pembinaan dan keteladanan guru di kelas didukung keteladanan layanan pegawai, dan staf seklah lainnya mampu memberikan pengalaman yang baik bagi siswa dalam hal kebersamaan, tanggung jawab, dan rasa memiliki. Dengan demikian peningkatan kualitas pendidikan karakter dapat dicapai. Upaya yang dilakukan perlu keberlanjutan dan perlu dukungan media yang memadai agar pendidikan karakter di sekolah semakin baik.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………….
ii
TIM PELAKSANA
……..…….…………………………………………..…..
iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………..
iv
ABSTRAK ……………………………………………………………………...
v
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………
vi
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………
1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………….….
1
1.2 Analisis Situasi ……………………………………………………….…….
2
1.3 Identifikasi dan Perumusan Masalah ………………………………….……
6
1.4 Tujuan Kegiatan ……………………………………………….……….……
6
1.5 Manfaat Kegiatan ……………………………..…………………….…….…
8
1.6 Target Luaran ...................................................................................................
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………
19
BAB III METODE PELAKSANAAN ..................................………………….
30
3.1 Kerangka Pemecahan Masalah …………………………….…………………
30
3.2 Metode Kegiatan ......………………………………….…………………..…
31
3.3 Metode Evaluasi ………………..……………………………………..…….
32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …….…………………………………
34
4.1 Hasil ……………………………..…………………………………………
34
4.2 Pembahasan ……………………..……………………………………….…
37
BAB V PENUTUP ……………………. …….……………………………….…
41
5.1 Simpulan …....…………………..……………………………………….…
41
iv
5.2 Saran ……….……………………..……………………………………..…
42
DAFTAR PUSTAKA .………………..……………………………………….
43
LAMPIRAN ………………..…………..……………………………………….
44
v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengatur bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003). Berbagai upaya sudah dilakukan agar fungsi pendidikan nasional dapat berjalan sesuai yang digariskan. Sejak tahun ajaran baru 2011/2012 pendidikan kareakter mulai diberlakukan. Usai peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2011 Mendiknas menyebutkan bahwa bentuk pendidikan karakter diwujudkan mulai dari kurikulum sampai dengan membangun kultur budaya di sekolah (SuaraMerdeka.com, 2 Mei 2011). Menteri menambahkan bahwa karakter yang ingin dibangun bukan hanya kesantunan, melainkan secara bersamaan, dibangun karakter yang mampu menumbuhkan kepenasaranan intelektual sebagai modal untuk membangun kreativitas dan daya inovasi. Tahun 2013 ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan kurikulum baru yang populer dengan sebutan Kurikulum 2013. Sudah pasti ini merupakan salah satu upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Kepala Badan Pengembangan SDM Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan menjelaskan bahwa sesuai filosofi pendidikan Indonesia yang diatur dalam UU
1
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pengajaran pendidikan karakter melekat pada semua mata pelajaran (Kemendikbud, 28 Maret 2013). Dijelaskan pula disana bahwa Kurikulum 2013 merupakan entry point untuk memasuki sistem pembelajaran yang berkarakter. Artinya, pendidikan karakter masih mendapat perhatian yang penting. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan bahwa kurikulum 2013 memiliki tujuan untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa dan mendorong siswa untuk aktif (Kompas.com, 26 Desember 2012). Dijelaskan pula bahwa dengan adanya perubahan kurikulum ini, berbagai standar dalam komponen pendidikan akan berubah, baik standar isi, standar proses maupun standar kompetensi lulusan. Ditambahkan juga bahwa standar penilaian pada kurikulum baru juga berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Aktivitas siswa, termasuk aktivitas bertanya selama pembelajaran dan kemampuan menalar secara logis mendapat penekanan dalam penilaian. Uraian di atas menunjukkan bahwa kuriositas, kreativitas serta berbagai dimensi pendidikan karakter lainnya perlu mendapat perhatian yang penting, demi menciptakan anak didik yang berkarakter. Asesmen formatif sebagai bagian integral dari proses pembelajaran juga harus mempertimbangkan asesmen formatif untuk pendidikan karakter.
1.2 Analisis Situasi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengatur bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
2
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003). Berbagai upaya sudah dilakukan agar fungsi pendidikan nasional dapat berjalan sesuai yang digariskan. Sejak tahun ajaran baru 2011/2012 pendidikan kareakter mulai diberlakukan. Usai peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2011 Mendiknas menyebutkan bahwa bentuk pendidikan karakter diwujudkan mulai dari kurikulum sampai dengan membangun kultur budaya di sekolah (SuaraMerdeka.com, 2 Mei 2011). Menteri menambahkan bahwa karakter yang ingin dibangun bukan hanya kesantunan, melainkan secara bersamaan, dibangun karakter yang mampu menumbuhkan kepenasaranan intelektual sebagai modal untuk membangun kreativitas dan daya inovasi. Tahun 2013 ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan kurikulum baru yang populer dengan sebutan Kurikulum 2013. Sudah pasti ini merupakan salah satu upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Kepala Badan Pengembangan SDM Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan menjelaskan bahwa sesuai filosofi pendidikan Indonesia yang diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pengajaran pendidikan karakter melekat pada semua mata pelajaran (Kemendikbud, 28 Maret 2013). Dijelaskan pula disana bahwa Kurikulum 2013 merupakan entry point untuk memasuki sistem pembelajaran yang berkarakter. Artinya, pendidikan karakter masih mendapat perhatian yang penting. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan bahwa kurikulum 2013 memiliki tujuan untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa dan mendorong siswa
3
untuk aktif (Kompas.com, 26 Desember 2012). Dijelaskan pula bahwa dengan adanya perubahan kurikulum ini, berbagai standar dalam komponen pendidikan akan berubah, baik standar isi, standar proses maupun standar kompetensi lulusan. Ditambahkan juga bahwa standar penilaian pada kurikulum baru juga berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Aktivitas siswa, termasuk aktivitas bertanya selama pembelajaran dan kemampuan menalar secara logis mendapat penekanan dalam penilaian. Uraian di atas menunjukkan bahwa kuriositas, kreativitas serta berbagai dimensi pendidikan karakter lainnya perlu mendapat perhatian yang penting, demi menciptakan anak didik yang berkarakter. Pengalaman emperis di lapangan menunjukkan bahwa kesulitan yang dialami guru dalam menerapkan pendidikan karakter di semua mata pelajaran di sekolah antara lain terjadi pada keterbatasan waktu untuk dapat mengamati siswa. Model pelaksanaan pendidikan karakter yang terbaik adalah melalui keteladanan atau pemberian contoh karena siswa cenderung lebih mudah meniru contoh perilaku atau sikap daripada mempelajarinya dengan model yang lain, seperti tutorial atau pemberian arahan. Oleh karena itu, guru harus lebih banyak memberi keteladanan dalam hal berperilaku atau bersikap yang baik, sehingga siswa dapat menirukan perilaku atau sikap yang baik tersebut. Sikap atau perilaku baru yang belum pernah dikenal siswa akan dipelajari dari sikap atau perilaku yang ditunjukkan oleh gurunya. Demikian pula sikap atau perilaku yang sudah pernah dikenal siswa, namun apabila mereka merasakan ada ketidakcocokan dengan sikap atau perilaku yang ditunjukkan oleh gurunya, maka mereka akan berupaya beradaptasi dengan sikap atau perilaku yag ditujukkan gurunya. Jadi keteladanan
4
sikap atau perilaku yang baik dari gurunya akan menjadi model yang baik untuk ditiru siswa selama pelaksanaan pendidikan karakter. Pelaksanaan asesmen, khususnya asesmen formatif juga sulit dilakukan karena keterbatasan waktu dari guru untuk mengamati siswa. Asesmen pendidikan karakter yang paling baik adalah melalui pengamatan (observasi), karena mayoritas hasil belajar berada pada domain afektif dan psikomotor. Memang teknik asesmen yang lain dapat diterapkan untuk pendidikan karakter, seperti angket atau
wawancara namun sifatnya sebagai pembanding dan pelengkap.
Asesmen formatif diterapkan guru selama proses pembelajaran untuk mengetahui kompetensi apa yang sudah dicapai siswa serta mengidentifikasi kesenjangan antara kompetensi siswa dengan kompetensi standar yang harus dicapai. Informasi tersebut dimanfaatkan guru untuk merencanakan pembelajaran berikutnya dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa. Apabila waktu observasi terbatas, maka hasil pengamatan guru terhadap siswanya juga sangat terbatas. Siswa berada di sekolah hanya sekitar enam jam atau seperempat dari satu hari sekolah. Berarti, sekitar 18 jam atau tiga-per-empat dari satu hari sekolah anak itu berada di lingkungan keluarga atau di masyarakat. Akibatnya, kesempatan guru untuk mengamati sikap dan perilaku siswanya amat terbatas. Bahkan saat hari minggu atau liburan sekolah, kesempatan guru untuk dapat mengamati siswanya sangat kecil peluangnya. Selain itu, kesempatan guru untuk memberikan keteladanan sikap dan perilaku kepada siswanya juga terbatas. Oleh karena itu, perlu dicari upaya terobosan untuk dapat mengamati sikap dan perilaku siswa secara optimal. Hasil pengamatan tersebut selanjutnya dijadikan pedoman untuk memberikan umpan balik kepada siswanya. Sikap atau perilaku yang baik
5
atau sesuai standar perlu diberikan umpan balik berupa penguatan, sementara sikap atau perilaku yang belum sesuai dengan standar yang ditetapkan perlu diberikan remidi atau perbaikan.
1.3 Identifikasi dan Perumusan Masalah Kesempatan guru mengamati anak di sekolah amat terbatas. Waktu anak lebih banyak di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat lainnya. Selain itu, guru bisa optimal membina siswa selama di kelas selama pembelajaran berlangsung. Agar dapat memantau kemajuan belajar anak dengan lebih optimal, diperlukan sebuah kerjasama melibatkan semua pengelola sekolah, yaitu kepala sekolah, guru, petugas administrasi, petugas perpustakaan, petugas konsumsi (kantin), petugas kebersihan, dan petugas keamanan sekolah. Semua pengelola sekolah bekerjasama dengan orang tua siswa serta masyarakat lainnya untuk melaksanakan pendidikan karakter secara terpadu. Masalah yang harus dijawab melalui pengabdian ini adalah: 1) apakah pengelola sekolah mampu bekerjasama menerapkan pendidikan karakter terpadu?, 2) apakah pengelola sekolah mampu bekerjasama
dengan
orang
tua
siswa
dan
mayarakat
umum
untuk
mengimplementasikan pendidikan karakter terpadu?, dan 3) apakah implementasi pendidikan karakter terpadu mampu membina sikap dan perilaku siswa?
1.4 Tujuan Kegiatan Kesempatan guru mengamati anak di sekolah amat terbatas. Waktu anak lebih banyak di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat lainnya. Agar dapat memantau kemajuan belajar anak dengan lebih optimal, diperlukan sebuah
6
kerjasama antara guru, kepala sekolah, orang tua siswa dan tokoh masyarakat untuk melaksanakan pendidikan karakter secara komprehensif. Kerjasama tersebut dapat terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan asesmen, dan pemberian umpan balik. Masalah yang cukup sulit dalam pelaksanaan pendidikan karakter adalah mendapatkan informasi kemajuan hasil belajar menyangkut karakter siswa. Hasil belajar pendidikan karakter lebih banyak menyangkut domain afektif (sikap) dan psikomotor (perilaku), seperti kejujuran, tanggung jawab, keberanian mengemukakan pendapat, kesiapan bekerja keras, kemandirian, dan seterusnya. Oleh karena itu, bentuk dan proses asesmen yang dipilih harus mampu mengukur domain afektif dan psikomotor dengan baik, sebagai bahan pengambilan keputusan lebih lanjut. Pada kesempatan ini dicoba dikaji pelaksanaan pendidikan karakter secara komprehensif melibatkan pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar. Pengkajian ini didasarkan pada anjuran Lickona (2001) bahwa sekolah, keluarga, gereja, dan komunitas lainnya yang bertanggungjwab pada pendidikan karakter harus terlibat dalam pelaksanaan dan evaluasi pendidikan karakter demi tujuan bersama yang sudah ditetapkan. Hanya saja, pengalaman terbaik (best practice) untuk pelaksanaan pendidikan karakter seperti ini di Tanah Air, khususnya di Bali belum tampak jelas. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dicoba dilakukan sebuah percontohan pelaksanaan pendidikan karakter secara komprehensif, melibatkan sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar dengan mengambil lokasi di SD dan SMP Laboratorium Universitas Pendidikan Ganesha. Pihak sekolah yang dimaksud adalah kepala sekolah, guru, dan pegawai. Sementara itu, pihak keluarga yang dimaksud adalah orang tua siswa atau wali. Di lain sisi, masyarakat
7
sekitar yang dimaksud adalah komite, yayasan/direktur, dan beberapa pakar berkompeten di bidang pendidikan karakter. Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah sebagai berikut. 1. Meningkatkan kemampuan guru melaksanakan pendidikan karakter, khususnya untuk pendidikan karakter komprehensif. 2. Meningkatkan kemampuan para guru untuk melaksanakan asesmen pendidikan karakter secara komprehensif. 3. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif dimana pendidikan karakter dapat terlaksana secar komprehensif antara pihak sekolah, keluarga, masyarakat sekitar. 4. Meningkatkan keterlibatan pihak keluarga dalam pelaksanaan pendidikan, khususnya pendidikan karakter. 5. Meningkatkan
keterlibatan masyarakat sekitar dalam pelaksanaan
pendidikan, khususnya pendidikan karakter.
1.5 Manfaat Kegiatan Manfaat yang diharapkan dari pengabdian masyarakat ini adalah adalah sebagai berikut. 1. Terciptanya kebiasaan pada setiap guru untuk melaksanakan pendidikan karakter secara komprehensif pada setiap bidang studi. 2. Terciptanya iklim sekolah yang kondusif yang dapat mendukung pelaksanaan pendidikan karakter secara komprehensif melibatkan pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar.
8
3. Adanya peningkatan keterlibatan pihak keluarga dalam pelaksanaan pendidikan, khsuusnya pendidikan karakter. 4. Adanya
peningkatan
keterlibatan
masyarakat
sekitar
dalam
pelaksanaan pendidikan, khsuusnya pendidikan karakter. 5. Tumbuhnya kesadaran di masyarakat bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama, baik sekolah, keluarga, maupun masyarakat.
1.6 Target Luaran 1.6.1 Model Pendidikan Karakter Komprehensif Model pendidikan karakter komprehensif yang dikembangkan adalah model pendidikan karakter komprehensif melibatkan pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar. Model ini diadaptasi dari model ngayah dengan sistem nyantrik yang sudah berlangsung sejak lama di desa-desa di Bali, yang melibatkan prajuru, krama,
dan keluarga. Pihak sekolah yang dimaksud adalah kepala
sekolah, guru, dan pegawai administrasi. Sementara itu, pihak keluarga yang dimaksud adalah orang tua atau wali siswa. Selanjutnya, masyarakat sekitar yang dimaksud adalah anggota masyarakat yang memiliki keperdulian terhadap pendidikan, seperti komite. Keterlibatan pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar diharapkan dapat mengoptimalkan pengamatan kepada siswa dalam upaya membina karakter mereka. Selama di sekolah pihak sekolah lebih banyak berperan, selama di rumah pihak keluarga lebih banyak berperan, dan selam pergaulan siswa di masyarakat pihak masyarakat sekitar yang lebih berperan. Forum komunikasi berkala antara ketiga pihak tersebut dimanfaatkan untuk
9
membahas temuan masing-masing untuk merumuskan kebijakan pendidikan karakter lebih lanjut. Pendidikan karakter untuk anak-anak dan generasi muda menjadi amat penting bagi orang-orang yang tertarik dengan reformasi pendidikan karakter. Kerjasama
antara
keluarga
dan
kelompok
masyarakat
akan
dapat
mengidentifikasikan nilai-nilai karakter, mengajarkannya, memberi contoh, dan mendorong keberanian generasi muda untuk mempraktekkannya. Intinya, perkembangan kognitif dan karakter, baik individu maupun masyarakat merupakan hal yang amat penting dalam pendidikan publik, yang terintegrasi dalam lingkungan sekolah, baik dalam kurikulum, strategi mengajar, atau program ko-kurikuler. Lickona (2001) menyebut bahwa sekolah, keluarga, dan gereja harus terlibat secara komprehensif untuk menyukseskan pendidikan karakter. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter (2011) menguraikan tujuan, fungsi, dan media pendidikan karakter seperti berikut. Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi: (1) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; (3) mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia. Pendidikan karakter berfungsi (1) membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural; (2) membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan ummat manusia; mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik; (3) membangun sikap warganegara
10
yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni. Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yaitu keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, pemerintah, dunia usaha, dan media massa. Beberapa tahun belakangan ini sekolah memang telah kehilangan kapasitas untuk bisa melaksanakan dengan baik dan benar misi moral tersebut, padahal moral merupakan komponen yang amat esensial
dalam usaha
memelihara dan mengembangkan ide-ide maupun usaha-usaha dari para pendidik. Misi moral yang dimaksudkan di sini bukanlah menunjuk kepada kepercayaan secara religius, melainkan moral yang bisa dipahami oleh guru, pegawai administrasi, siswa, dan orang tua siswa mengingat mereka memiliki tanggung jawab satu sama lainnya. Menurut DeRoche & Williams (1999), paradigma yang dipegang pada misi moral ini antara lain adalah: 1) pendidikan adalah kegiatan moral; 2) masa muda dari siswa yang dapat dbutirpa amat pendek dan krusial; 3) apa yang dipelajari dan apa yang tidak dipelajari sangat penting; 4) apa yang menjadi kebiasaan dan apa yang tidak menjadi kebiasaan memiliki konsekuensi terhadap siswa; dan 5) apa yang diyakini baik dan benar oleh seseorang adalah sesuai dengan pandangan hidup secara umum. Sejarah
menunjukkan
bahwa
masyarakat
yang
terus-menerus
mempertahankan komitmen untuk mengajarkan nilai moral yang sangat berharga itu selalu terlupakan. Anak-anak lebih banyak belajar kebiasaan dan moral dari kelompoknya dan media masa seperti televisi, majalah, surat kabar, atau internet, sehingga pengalaman yang diperoleh di sekolah kurang diakui. Peran guru sudah berkurang hanya sebagai teknisi, yaitu menggunakan berbagai strategi untuk
11
membantu mentransfer informasi dan ketrampilan kepada siswa. Arti kata guru sebagai seseorang yang membantu anak untuk membentuk dirinya menjadi lebih baik telah direduksi menjadi sekedar membantu anak untuk meningkatkan kemampuan, kompetensi, ketrampilan, atau teknik. Masyarakat merasa bahwa penurunan nilai moral dan karakter disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain: 1) keluarga yang tidak utuh; 2) media masa seperti televisi, film, majalah, atau media masa lainnya yang menyajikan kekerasan, pemakaian obat terlarang, penyimpangan perilaku seks, pencurian, dan kecurangan akademis; 3) kurangnya tokoh panutan karena banyak atlit, artis, politisi, atau pemimpin yang mempromosikan gaya hidup yang bertentangan dengan prinsip moral dan etika, sehingga menimbulkan kebingungan mana pahlawan dan mana selebriti. Pendidikan
dipandang
sebagai
kesempatan
untuk
memperoleh
pengetahuan untuk menguasai dunia. Banyak siswa menyatakan bosan bersekolah, yang mungkin disebabkan oleh media hiburan yang serba indah dan disajikan secara besar-besaran. Selain itu siswa memandang bahwa pelayanan yang diberikan oleh guru adalah hak mereka, jadi tidak memandang pendidikan sebagai tanggung jawab mereka. Sikap tersebut jelas tidak menguntungkan bagi pemeliharaan hubungan yang baik dan benar antara guru dengan siswa. Tidak ada komunitas, khususnya komunitas sekolah yang dapat berfungsi lama tanpa misi moral, bahasa, aturan, dan hak atau kewajiban. Michael Fullan, tokoh reformasi pendidikan internasional menyatakan bahwa kunci reformasi pendidikan adalah kualitas hubungan antar personal yang terlibat di sekolah. Semakin jelas bahwa etika dan moralitas, tersebut merupakan isu sentral dalam
12
pendidikan anak. Masyarakat, pendidik, dan orang tua menghapkan dengan tegas agar anak-anak belajar dengan baik untuk menjadi produktif, baik hati, dan berguna bagi kemanusiaan.
Anak harus diajar berpikir rasional dan
bertanggungjawab. Selain itu anak harus diajar untuk senang belajar, selama ingin hidup di alam demokrasi, di mana setiap orang memiliki hak, kewajiban, kebebasan, kepentingan yang sama, dan tanggung jawab. Ada dua tujuan utama bersekolah, yaitu pengembangan pengetahuan akademik dan pembentukan karakter. Pengembangan pengetahuan akademik berkontribusi terhadap peningkatan kemampuan
dan ketrampilan intelektual
anak. Pembentukan karakter membantu pembentukan sikap dan perilaku yang disebabkan oleh karakter, seperti kejujuran, integritas, rasa hormat, tanggung jawab, disiplin diri, dan ketahanan diri. Benninga dkk. (2003) menemukan bahwa sekolah dengan kualitas penerapan pendidikan karakter yang baik cenderung menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan akademik lebih tinggi. Pengetahuan akademik dan pengembangan karakter mempersiapkan anak untuk memasuki dunia kerja, untuk pendidikan selanjutnya, untuk pendidikan sepanjang hayat, dan untuk kewarganegaraan. Program pendidikan karakter tidak menggantikan tanggung jawab guru dan murid dalam pendidikan pengetahuan akademik. Pendidikan karakter menciptakan lingkungan yang diharapkan mampu meningkatkan efektifitas kegiatan pembelajaran. Harapannya adalah tidak ada siswa yang menamatkan sekolah dengan menguasai pengetahuan akademik namun kurang dalam hal karakter.
13
1.6.2 Model Evaluasi Pendidikan Karakter yang Komprehensif 1.6.2.1 Bentuk Asesmen Pendidikan karakter lebih banyak menekankan pada hasil belajar untuk domain afektif dan psikomotor. Oleh karena itu, evaluasi pendidikan karakter dilakukan melalui teknik evaluasi yang sesuai untuk mengukur domain afektif dan psikomotor, seperti observasi atau pengamatan langsung dan portofolio serta dibantu angket dan inventori. Kepala sekolah, guru, dan pegawai administrasi memegang pedoman observasi untuk mengamati sikap den perilaku siswa. Orang tua atau wali juga memagang pedoman observasi untuk mengamati sikap dan perilaku putra-putrinya. Komite juga memegang pedoman observasi untuk mengobservasi sikap dan perilaku siswa. Setiap siswa memegang buku untuk merekam portofolio masing-masing. Observasi adalah teknik evaluasi dengan cara mengamati langsung hasil belajar yang ingin dievaluasi. Instrumen observasi atau pengamatan langsung berupa lembar observasi yang memuat indikator-indikator yang menjadi pedoman dievaluasi dan telah dilengkapi dengan kriteria-kriteria untuk masing-masing indikator. Penilai dapat menuliskan informasi atau memberi tanda pada kriteria yang sudah diberikan. Selain observasi, interview juga efektif digunakan untuk evaluasi sikap (Muller, 1985). Asesmen portofolio mendasarkan penilaian pada kumpulan karya-karya yang dikerjakan siswa. Wyatt III dan Loper (1999) mendefinisikan portofolio sebagai suatu koleksi personal yang berisi bukti-bukti karya (artifak) serta refleksi siswa tentang pencapaian, perkembangan, kekuatan, dan karya terbaik sebagai hasil belajarnya. Portofolio juga diartikan sebagai kumpulan karya siswa dalam
14
kurun waktu tertentu (Depdiknas, 2002). Pembatasan waktu dilakukan dengan ketat menggunakan alat ukur waktu yang tersedia pada sistem komputer. Angket merupakan instrumen evaluasi berupa sejumlah pertanyaan tertulis yang diberikan kepada responden (Candiasa, 2010). Terdapat dua jenis angket, yakni angket terstruktur dan angket tidak terstruktur atau angket terbuka. Angket terstruktur adalah angket yang di dalamnya memuat pertanyaan yang disertai dengan pilihan jawaban.
Angket tidak terstruktur atau angket terbuka tidak
menyertakan pilihan jawaban yang diharapkan. Dengan kata lain, Responden dapat memberi respon secara bebas menurut pikirannya masing-masing. Inventorri adalah instrument evaluasi berupa sejumlah pernyataan yang disertai rentang sekor untuk dipilih. Umumnya rentangan sekor dalam inventori bergerak dari satu kutub ke kutub yang lain. Misalnya sebuah inventori yang di dalamnya memuat peryataan tentang tata cara berpakaian. Rentangan sekor yang disedaiakan misalnya 1 sampai 10, yang mana 1 berada pada kutub jelek dan 10 berada pada kutub 10. Penilai akan memberikan sekor sesuai hasil pengamatan yang dilakukan.
1.6.2.2 Tim Penilai Tujuan, perencanaan, dan pelaksanaan pendidikan karakter harus dibuat jelas sehingga mudah dievaluasi. Cara mengevaluasi pendidikan karakter juga harus dipertimbangkan dengan baik, mengingat diperlukan data
yang akurat
sebagai ukuran keberhasilan mencapai tujuan pendidikan karakter sebagai bahan laporan kepada masyarakat.
15
Sekolah merupakan tempat untuk validasi nilai, tempat kerja sama antara staf sekolah dengan anak dan dengan orang tua anak, tempat untuk mengetahui apakah pendidikan karakter berjalan dengan sukses atau tidak. Usaha untuk mempertahankan pendidikan karakter ada pada sekolah. Oleh karena itu, evaluasi pendidikan karakter sebaiknya dilakukan oleh tim evaluasi pendidikan karakter. Tim tersebut beranggotakan guru, pegawai administrasi, staf sekolah yang lain, orang tua, wakil masyarakat, siswa, dan ahli evaluasi dari suatu perguruan tinggi. Tugas tim evaluasi adalah menentukan apa yang harus dievaluasi, menentukan kapan, dimana, dan oleh siapa evaluasi dilaksanakan, dan membuat jadwal pelaksanaan evaluasi. Dalam melaksanakan tugasnya, tim evaluasi harus mengikuti beberapa petunjuk pentinga, antara lain: 1) evaluasi harus mencakup indikator hasil belajar yang diinginkan dari implementasi program pendidikan karakter, sehingga masalah-masalah yang muncul dapat dikoreksi segera; 2) staf sekolah harus mereview hasil penilaian pendidikan karakter; 3) penilaian dilakukan dengan berbagai teknik, termasuk jurnal, anekdot, laporan-individu, survey, tes, angket, wawancara, dan sebagainya; 4) pembuatan disain dan langkah-langkah implementasi evaluasi pendidikan karakter harus melibatkan siswa, orang tua, dan staf sekolah; dan 5) sebaiknya diadakan kerjasama penilaian dengan perguruan tinggi atau lembaga terkait lainnya. Kegiatan lain yang tidak kalah pentingnya adalah menyiapkan anggota tim agar mampu mengerjakan tugasnya masing-masing. Bila proses evaluasi sudah dilaksanakan, maka kegiatan pokok berikutnya adalah mengambil keputusan tentang nilai yang diperoleh siswa, dan kemudian memutuskan cara untuk
16
menyebarkan hasil tersebut kepada peserta. Berdasarkan jadwal, tim kemudian menentukan langkah-langkah yang harus diambil berikutnya.
1.6.2.3 Kriteria Penilaian Kriteria berfungsi sebagai pedoman dalam mengevaluasi pendidikan karakter. Kriteria adalah standar yang diyakini memiliki kepastian, sehingga sesuatu bisa diputuskan berdasarkan kriteria ini. Ada sebelas kriteria yang dipilih sebagai standar yang akan memandu usaha pendidikan karakter, yaitu kepedulian, kerjasama, komitmen, keberanian, perubahan, hubungan, koherensi, konsensus, komunikasi, budaya, dan kekritisan. Kepedulian, yang meliputi prinsip-prinsip seperti empati, antusiasme, dan perilaku pro-sosial adalah konsep yang menembus organisasi dari pemimpin sampai ke partisipan. Kerjasama mengarahkan bagaimana individu bersama-sama memecahkan masalah. Kerjasama adalah hubungan saling menguntungkan antara dua pihak atau lebih untuk mencapai tujuan melalui berbagi tanggung jawab, otoritas, dan akuntabilitas. Komitmen ditujukan kepada individu untuk bekerjasama. Identitas seseorang adalah apa yang telah dia komitmenkan. Komitmen individu adalah mempersiapkan energi, fisik, atau psikologis bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Hubungan dalam pendidikan karakter komunikasi antar-individu, baik di sekolah maupun di masyarakat. Pemisahan, sekat, dan perpecahan yang disebabkan oleh ras, etnis, gender, usia, prestasi, materi pelajaran, bakat, kecakapan, politik, atau penghasilan adalah hal yang tidak diharapkan dan tidak perlu terjadi.
17
Fungsi terpenting bagi pendidikan karakter di masyarakat dan di sekolah adalah mencapai konsensus dalam nilai demokratis. Orang-orang di dalam dan di luar program perlu mengetahui apa yang terjadi dan mengapa. Perencanaan dan pelaksanaan program pendidikan karakter harus dilakukan secara terbuka, mengingat misi, harapan, gaya, dan metode merupakan hal yang sangat penting dipahami oleh semua staf sekolah dan masyarakat. Budaya lingkungan sekolah, etos, atau kurikulum tersembunyi yang berdasarkan kriteria kepedulian dan konsensus merupakan inti dari program pendidikan karakter. Akhirnya pendidik perlu bersikap kritis agar bisa melakukan penilaian berdasarkan standar atau kriteria yang ada. Sikap kritis ditujukan terhadap apa yang dikatakan, dilakukan, dan bagaimana membuat model nilai-nilai yang diajarkan.
18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan Karakter Tujuan dari pembangunan karakter adalah untuk mengembangkan karakter bangsa agar mampu mewujudkan nilai-nilai luhur Pancasila (Kemdiknas, 2011). Pendidikan karakter dimaksudkan untuk menghasilkan anak didik yang jujur, sopan, baik hati, bersikap yang baik, dan berperilaku yang baik pula. Sikap dan perilaku yang kurang baik, seperti sombong, curang, anarkis, dan seterusnya agar dibuang jauh-jauh karena tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Pemberian contoh atau teladan dan pembiasaan untuk bersikap dan berperilaku yang
baik
merupakan
dasar
pendidikan
karakter.
Sikap
jujur
dan
bertanggungjawab disertai toleransi dan apresiasi terhadap sesama akan menumbuhkan sikap nasinalisme. Perilaku suka bekerja dibarengi dengan kreativitas yang tinggi akan menghasilkan inovasi-inovasi di berbagai bidang yang akan membawa keunggulan bangsa di tengah persaingan global. Mendiknas menyebutkan bahwa bentuk pendidikan karakter diwujudkan mulai dari kurikulum sampai dengan membangun kultur budaya di sekolah (SuaraMerdeka.com, 2 Mei 2011). Menteri menambahkan bahwa karakter yang ingin dibangun bukan hanya kesantunan, melainkan secara bersamaan, dibangun karakter yang mampu menumbuhkan kepenasaranan intelektual sebagai modal untuk membangun kreativitas dan daya inovasi. Tahun 2013 ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan kurikulum baru yang populer dengan sebutan Kurikulum 2013. Kepala Badan Pengembangan SDM Pendidikan dan
19
Penjaminan Mutu Pendidikan menjelaskan bahwa sesuai filosofi pendidikan Indonesia yang diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pengajaran pendidikan karakter melekat pada semua mata pelajaran (Kemendikbud, 28 Maret 2013). Pendidikan karakter tidak dijalankan sebagai mata pelajaran tersendiri, melainkan terintegrasi pada semua mata pelajaran yang ada. Pada prinsipnya, pengembangan budaya dan karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah (Kemdiknas, 2010). Guru harus mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter ke dalam rencana program pembelajaran (RPP) dan dalam pelaksanaan pembelajaran dikelas pada semua mata pelajaran yang ada. Siswa didorong untuk mampu melakukan evaluasi diri dan mengenali jati diri budaya bangsa, sehingga dapat bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Pendidikan karakter bukan hanya sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, melainkan merupakan kebiasaan yang baik
usaha menanamkan kebiasaan-
sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak
berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Pendidikan karakter mencakup pengetahuan yang baik, sikap yang baik, dan perilaku yang baik. Berbagai pengetahuan yang diterima peserta didik dari berbagai sumber hendaknya mampu disaring agar mendapatkan pengetahuan yang baik untuk diamalkan. Sikap dan perilaku yang disaksikan peserta didik baik secara langsung maupun melalui berbagai media hendaknya dapat disaring untuk memilih sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai luhur Pancasila.
20
2.2 Model Pendidikan Karakter Komprehensif Model pendidikan karakter komprehensif yang dikembangkan adalah model pendidikan karakter komprehensif melibatkan pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar. Model ini diadaptasi dari model ngayah dengan sistem nyantrik yang sudah berlangsung sejak lama di desa-desa di Bali, yang melibatkan prajuru, krama,
dan keluarga. Pihak sekolah yang dimaksud adalah kepala
sekolah, guru, dan pegawai administrasi. Sementara itu, pihak keluarga yang dimaksud adalah orang tua atau wali siswa. Selanjutnya, masyarakat sekitar yang dimaksud adalah anggota masyarakat yang memiliki keperdulian terhadap pendidikan, seperti komite. Keterlibatan pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar diharapkan dapat mengoptimalkan pengamatan kepada siswa dalam upaya membina karakter mereka. Selama di sekolah pihak sekolah lebih banyak berperan, selama di rumah pihak keluarga lebih banyak berperan, dan selam pergaulan siswa di masyarakat pihak masyarakat sekitar yang lebih berperan. Forum komunikasi berkala antara ketiga pihak tersebut dimanfaatkan untuk membahas temuan masing-masing untuk merumuskan kebijakan pendidikan karakter lebih lanjut. Pendidikan karakter untuk anak-anak dan generasi muda menjadi amat penting bagi orang-orang yang tertarik dengan reformasi pendidikan karakter. Kerjasama
antara
keluarga
dan
kelompok
masyarakat
akan
dapat
mengidentifikasikan nilai-nilai karakter, mengajarkannya, memberi contoh, dan mendorong keberanian generasi muda untuk mempraktekkannya. Intinya, perkembangan kognitif dan karakter, baik individu maupun masyarakat merupakan hal yang amat penting dalam pendidikan publik, yang terintegrasi
21
dalam lingkungan sekolah, baik dalam kurikulum, strategi mengajar, atau program ko-kurikuler. Lickona (2001) menyebut bahwa sekolah, keluarga, dan gereja harus terlibat secara komprehensif untuk menyukseskan pendidikan karakter. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter (2011) menguraikan tujuan, fungsi, dan media pendidikan karakter seperti berikut. Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi: (1) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; (3) mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia. Pendidikan karakter berfungsi (1) membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural; (2) membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan ummat manusia; mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik; (3) membangun sikap warganegara yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni. Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yaitu keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, pemerintah, dunia usaha, dan media massa. Beberapa tahun belakangan ini sekolah memang telah kehilangan kapasitas untuk bisa melaksanakan dengan baik dan benar misi moral tersebut, padahal moral merupakan komponen yang amat esensial
dalam usaha
memelihara dan mengembangkan ide-ide maupun usaha-usaha dari para pendidik. Misi moral yang dimaksudkan di sini bukanlah menunjuk kepada kepercayaan
22
secara religius, melainkan moral yang bisa dipahami oleh guru, pegawai administrasi, siswa, dan orang tua siswa mengingat mereka memiliki tanggung jawab satu sama lainnya. Menurut DeRoche & Williams (1999), paradigma yang dipegang pada misi moral ini antara lain adalah: 1) pendidikan adalah kegiatan moral; 2) masa muda dari siswa yang dapat dbutirpa amat pendek dan krusial; 3) apa yang dipelajari dan apa yang tidak dipelajari sangat penting; 4) apa yang menjadi kebiasaan dan apa yang tidak menjadi kebiasaan memiliki konsekuensi terhadap siswa; dan 5) apa yang diyakini baik dan benar oleh seseorang adalah sesuai dengan pandangan hidup secara umum. Sejarah
menunjukkan
bahwa
masyarakat
yang
terus-menerus
mempertahankan komitmen untuk mengajarkan nilai moral yang sangat berharga itu selalu terlupakan. Anak-anak lebih banyak belajar kebiasaan dan moral dari kelompoknya dan media masa seperti televisi, majalah, surat kabar, atau internet, sehingga pengalaman yang diperoleh di sekolah kurang diakui. Peran guru sudah berkurang hanya sebagai teknisi, yaitu menggunakan berbagai strategi untuk membantu mentransfer informasi dan ketrampilan kepada siswa. Arti kata guru sebagai seseorang yang membantu anak untuk membentuk dirinya menjadi lebih baik telah direduksi menjadi sekedar membantu anak untuk meningkatkan kemampuan, kompetensi, ketrampilan, atau teknik. Masyarakat merasa bahwa penurunan nilai moral dan karakter disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain: 1) keluarga yang tidak utuh; 2) media masa seperti televisi, film, majalah, atau media masa lainnya yang menyajikan kekerasan, pemakaian obat terlarang, penyimpangan perilaku seks, pencurian, dan kecurangan akademis; 3) kurangnya tokoh panutan karena banyak
23
atlit, artis, politisi, atau pemimpin yang mempromosikan gaya hidup yang bertentangan dengan prinsip moral dan etika, sehingga menimbulkan kebingungan mana pahlawan dan mana selebriti. Pendidikan
dipandang
sebagai
kesempatan
untuk
memperoleh
pengetahuan untuk menguasai dunia. Banyak siswa menyatakan bosan bersekolah, yang mungkin disebabkan oleh media hiburan yang serba indah dan disajikan secara besar-besaran. Selain itu siswa memandang bahwa pelayanan yang diberikan oleh guru adalah hak mereka, jadi tidak memandang pendidikan sebagai tanggung jawab mereka. Sikap tersebut jelas tidak menguntungkan bagi pemeliharaan hubungan yang baik dan benar antara guru dengan siswa. Tidak ada komunitas, khususnya komunitas sekolah yang dapat berfungsi lama tanpa misi moral, bahasa, aturan, dan hak atau kewajiban. Michael Fullan, tokoh reformasi pendidikan internasional menyatakan bahwa kunci reformasi pendidikan adalah kualitas hubungan antar personal yang terlibat di sekolah. Semakin jelas bahwa etika dan moralitas, tersebut merupakan isu sentral dalam pendidikan anak. Masyarakat, pendidik, dan orang tua menghapkan dengan tegas agar anak-anak belajar dengan baik untuk menjadi produktif, baik hati, dan berguna bagi kemanusiaan.
Anak harus diajar berpikir rasional dan
bertanggungjawab. Selain itu anak harus diajar untuk senang belajar, selama ingin hidup di alam demokrasi, di mana setiap orang memiliki hak, kewajiban, kebebasan, kepentingan yang sama, dan tanggung jawab. Ada dua tujuan utama bersekolah, yaitu pengembangan pengetahuan akademik dan pembentukan karakter. Pengembangan pengetahuan akademik berkontribusi terhadap peningkatan kemampuan
24
dan ketrampilan intelektual
anak. Pembentukan karakter membantu pembentukan sikap dan perilaku yang disebabkan oleh karakter, seperti kejujuran, integritas, rasa hormat, tanggung jawab, disiplin diri, dan ketahanan diri. Benninga dkk. (2003) menemukan bahwa sekolah dengan kualitas penerapan pendidikan karakter yang baik cenderung menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan akademik lebih tinggi. Pengetahuan akademik dan pengembangan karakter mempersiapkan anak untuk memasuki dunia kerja, untuk pendidikan selanjutnya, untuk pendidikan sepanjang hayat, dan untuk kewarganegaraan. Program pendidikan karakter tidak menggantikan tanggung jawab guru dan murid dalam pendidikan pengetahuan akademik. Pendidikan karakter menciptakan lingkungan yang diharapkan mampu meningkatkan efektifitas kegiatan pembelajaran. Harapannya adalah tidak ada siswa yang menamatkan sekolah dengan menguasai pengetahuan akademik namun kurang dalam hal karakter.
2.3 Model Evaluasi Pendidikan Karakter yang Komprehensif 2.3.1 Bentuk Asesmen Pendidikan karakter lebih banyak menekankan pada hasil belajar untuk domain afektif dan psikomotor. Oleh karena itu, evaluasi pendidikan karakter dilakukan melalui teknik evaluasi yang sesuai untuk mengukur domain afektif dan psikomotor, seperti observasi atau pengamatan langsung dan portofolio serta dibantu angket dan inventori. Kepala sekolah, guru, dan pegawai administrasi memegang pedoman observasi untuk mengamati sikap den perilaku siswa. Orang tua atau wali juga memagang pedoman observasi untuk mengamati sikap dan perilaku putra-putrinya. Komite juga memegang pedoman observasi untuk
25
mengobservasi sikap dan perilaku siswa. Setiap siswa memegang buku untuk merekam portofolio masing-masing. Observasi adalah teknik evaluasi dengan cara mengamati langsung hasil belajar yang ingin dievaluasi. Instrumen observasi atau pengamatan langsung berupa lembar observasi yang memuat indikator-indikator yang menjadi pedoman dievaluasi dan telah dilengkapi dengan kriteria-kriteria untuk masing-masing indikator. Penilai dapat menuliskan informasi atau memberi tanda pada kriteria yang sudah diberikan. Selain observasi, interview juga efektif digunakan untuk evaluasi sikap (Muller, 1985). Asesmen portofolio mendasarkan penilaian pada kumpulan karya-karya yang dikerjakan siswa. Wyatt III dan Loper (1999) mendefinisikan portofolio sebagai suatu koleksi personal yang berisi bukti-bukti karya (artifak) serta refleksi siswa tentang pencapaian, perkembangan, kekuatan, dan karya terbaik sebagai hasil belajarnya. Portofolio juga diartikan sebagai kumpulan karya siswa dalam kurun waktu tertentu (Depdiknas, 2002). Pembatasan waktu dilakukan dengan ketat menggunakan alat ukur waktu yang tersedia pada sistem komputer. Angket merupakan instrumen evaluasi berupa sejumlah pertanyaan tertulis yang diberikan kepada responden (Candiasa, 2010). Terdapat dua jenis angket, yakni angket terstruktur dan angket tidak terstruktur atau angket terbuka. Angket terstruktur adalah angket yang di dalamnya memuat pertanyaan yang disertai dengan pilihan jawaban.
Angket tidak terstruktur atau angket terbuka tidak
menyertakan pilihan jawaban yang diharapkan. Dengan kata lain, Responden dapat memberi respon secara bebas menurut pikirannya masing-masing.
26
Inventorri adalah instrument evaluasi berupa sejumlah pernyataan yang disertai rentang sekor untuk dipilih. Umumnya rentangan sekor dalam inventori bergerak dari satu kutub ke kutub yang lain. Misalnya sebuah inventori yang di dalamnya memuat peryataan tentang tata cara berpakaian. Rentangan sekor yang disedaiakan misalnya 1 sampai 10, yang mana 1 berada pada kutub jelek dan 10 berada pada kutub 10. Penilai akan memberikan sekor sesuai hasil pengamatan yang dilakukan.
2.3.2 Tim Penilai Tujuan, perencanaan, dan pelaksanaan pendidikan karakter harus dibuat jelas sehingga mudah dievaluasi. Cara mengevaluasi pendidikan karakter juga harus dipertimbangkan dengan baik, mengingat diperlukan data
yang akurat
sebagai ukuran keberhasilan mencapai tujuan pendidikan karakter sebagai bahan laporan kepada masyarakat. Sekolah merupakan tempat untuk validasi nilai, tempat kerja sama antara staf sekolah dengan anak dan dengan orang tua anak, tempat untuk mengetahui apakah pendidikan karakter berjalan dengan sukses atau tidak. Usaha untuk mempertahankan pendidikan karakter ada pada sekolah. Oleh karena itu, evaluasi pendidikan karakter sebaiknya dilakukan oleh tim evaluasi pendidikan karakter. Tim tersebut beranggotakan guru, pegawai administrasi, staf sekolah yang lain, orang tua, wakil masyarakat, siswa, dan ahli evaluasi dari suatu perguruan tinggi. Tugas tim evaluasi adalah menentukan apa yang harus dievaluasi, menentukan kapan, dimana, dan oleh siapa evaluasi dilaksanakan, dan membuat jadwal pelaksanaan evaluasi.
27
Dalam melaksanakan tugasnya, tim evaluasi harus mengikuti beberapa petunjuk pentinga, antara lain: 1) evaluasi harus mencakup indikator hasil belajar yang diinginkan dari implementasi program pendidikan karakter, sehingga masalah-masalah yang muncul dapat dikoreksi segera; 2) staf sekolah harus mereview hasil penilaian pendidikan karakter; 3) penilaian dilakukan dengan berbagai teknik, termasuk jurnal, anekdot, laporan-individu, survey, tes, angket, wawancara, dan sebagainya; 4) pembuatan disain dan langkah-langkah implementasi evaluasi pendidikan karakter harus melibatkan siswa, orang tua, dan staf sekolah; dan 5) sebaiknya diadakan kerjasama penilaian dengan perguruan tinggi atau lembaga terkait lainnya. Kegiatan lain yang tidak kalah pentingnya adalah menyiapkan anggota tim agar mampu mengerjakan tugasnya masing-masing. Bila proses evaluasi sudah dilaksanakan, maka kegiatan pokok berikutnya adalah mengambil keputusan tentang nilai yang diperoleh siswa, dan kemudian memutuskan cara untuk menyebarkan hasil tersebut kepada peserta. Berdasarkan jadwal, tim kemudian menentukan langkah-langkah yang harus diambil berikutnya.
2.3.3 Kriteria Penilaian Kriteria berfungsi sebagai pedoman dalam mengevaluasi pendidikan karakter. Kriteria adalah standar yang diyakini memiliki kepastian, sehingga sesuatu bisa diputuskan berdasarkan kriteria ini. Ada sebelas kriteria yang dipilih sebagai standar yang akan memandu usaha pendidikan karakter, yaitu kepedulian, kerjasama, komitmen, keberanian, perubahan, hubungan, koherensi, konsensus, komunikasi, budaya, dan kekritisan.
28
Kepedulian, yang meliputi prinsip-prinsip seperti empati, antusiasme, dan perilaku pro-sosial adalah konsep yang menembus organisasi dari pemimpin sampai ke partisipan. Kerjasama mengarahkan bagaimana individu bersama-sama memecahkan masalah. Kerjasama adalah hubungan saling menguntungkan antara dua pihak atau lebih untuk mencapai tujuan melalui berbagi tanggung jawab, otoritas, dan akuntabilitas. Komitmen ditujukan kepada individu untuk bekerjasama. Identitas seseorang adalah apa yang telah dia komitmenkan. Komitmen individu adalah mempersiapkan energi, fisik, atau psikologis bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Hubungan dalam pendidikan karakter komunikasi antar-individu, baik di sekolah maupun di masyarakat. Pemisahan, sekat, dan perpecahan yang disebabkan oleh ras, etnis, gender, usia, prestasi, materi pelajaran, bakat, kecakapan, politik, atau penghasilan adalah hal yang tidak diharapkan dan tidak perlu terjadi. Fungsi terpenting bagi pendidikan karakter di masyarakat dan di sekolah adalah mencapai konsensus dalam nilai demokratis. Orang-orang di dalam dan di luar program perlu mengetahui apa yang terjadi dan mengapa. Perencanaan dan pelaksanaan program pendidikan karakter harus dilakukan secara terbuka, mengingat misi, harapan, gaya, dan metode merupakan hal yang sangat penting dipahami oleh semua staf sekolah dan masyarakat. Budaya lingkungan sekolah, etos, atau kurikulum tersembunyi yang berdasarkan kriteria kepedulian dan konsensus merupakan inti dari program pendidikan karakter. Akhirnya pendidik perlu bersikap kritis agar bisa melakukan penilaian berdasarkan standar atau kriteria yang ada.
Sikap kritis ditujukan
terhadap apa yang dikatakan, dilakukan, dan bagaimana membuat model nilainilai yang diajarkan.
29
BAB III METODE PELAKSANAAN
3.1 Kerangka Pemecahan Masalah Kerangka pemecahan masalah yang dicoba ditawarkan adalah pelaksanaan focus group discussions (FGD) melibatkan para kepala sekolah dan para guru untuk membahas pelaksanaan pendidikan karakter secara komprehensif. Harapannya, para guru mampu menyiapkan, melaksanakan pembelajaran karakter secara komprehensif. Kepada para orang tua atau wali siswa disampaikan format observasi untuk mengamati sikap dan perilaku siswa selama di rumah. Selain itu, kepada para orang tua atau wali siswa disampaikan daftar isian terkait pembinaan karakter yang telah dilakukan kepada putra putrinya. Kepada msyarakat umum disampaikan format observasi terhadap sikap dan perilaku siswa. Selain itu, kepada msyarakat disampaikan pula daftar isian terkait saran untuk pelaksanaan pendidikan karakter secara komprehensif. Kepada siswa diberikan buku saku untuk merekam dan mengevaluasi sikap dan perilakunya setiap hari. Buku tersebut akan dipantau setiap minggu oleh wali kelas bekerjasama dengan guru Bimbingan Konseling (BK). Penyelenggara pendidikan, khususnya pendidikan karakter, yakni kepala sekolah dan guru sangat memerlukan bantuan dari para orang tua atau wali siswa untuk memberikan hasil pantauannya terhadap sikap dan perilaku siswa di rumah. Hasil pantauan tersebut dapat dijadikan pertimbangan untuk merevisi proses pembelajaran selanjutnya. Oleh karena itu, laporan pantauan orang tua atau wali terhadap sikap dan perilaku putra-putrinya akan sangat membantu pekerjaan guru.
30
Selain itu, informasi terkait model pembinaan karakter anak yang dilakukan dapat menjadi informasi bagi guru sebagai model pembinaan pendidikan karakter alternatif. Di sisi lain, masyarakat sekitar dapat membantu memberikan penilaian terhadap sikap dan perilaku anak yang dipantau untuk membantu guru mengambil keputusan terkait pembinaan pendidikan karakter yang dilakukan. Masukan dari masyarakat sekitar terkait model pendidikan karakter dapat dijadikan acuan untuk memilih model pendidikan karakter oleh guru. Pada diri siswa akan tumbuh kebiasaan untuk menilai diri sendiri sebagai bahan untuk melakukan introspeksi diri ke arah karakter yang lebih baik. Dengan demikian akan terbentuk sinergi yang amat baik antara pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar untuk pelaksanaan pendidikan karakter, agar terjadi peningkatan kualitas pendidikan karakter, yang akan bermuara pada peningkatan kualitas pendidikan.
3.2 Metode Kegiatan Kegiatan pengabdian akan dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut. 1) Para kepala sekolah dan para guru yang menjadi subyek pengabdian diajak melakukan FGD bersama penyelenggara di Sekolah Laboratorium UNDIKSHA untuk mengkaji pelaksanaan pendidikan karakter secara komprehensif. 2) Para kepala sekolah dan para guru melaksanakan pendidikan karakter secara komprehensif terpadu dengan tugas keseharian masing-masing. 3) Para kepala sekolah dan para guru melaksanakan asesmen pendidikan karakter menggunakan instrumen yang sudah dikembangkan.
31
4) Menyampaikan instrumen asesmen pendidikan karakter kepada para orang tua atau wali siswa untuk diisi sesuai dengan pengamatan mereka terhadap sikap dan perilaku putra-putrinya. 5) Menyampaikan buku catatan kepada para orang tua atau wali siswa untuk diisi model pembinaan sikap dan perilaku yang dilakukan terhadap putraputrinya. 6) Menyampaikan instrumen asesmen pendidikan karakter kepada sampel masyarakat sekitar untuk diisi sesuai dengan pengamatan mereka terhadap sikap dan perilaku siswa yang diamati. 7) Menyampaikan buku catatan kepada sampel masyarakat sekitar untuk diisi model pembinaan sikap dan perilaku yang disarankan. 8) Menyampaikan buku kecil kepada siswa untuk diisi rekaman sikap dan perilakunya setiap hari serta hasil evaluasi diri terhadap sikap dan perilaku mereka yang direkam sendiri.
3.3 Metode Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan mengamati proses pendidikan karakter komprehensif yang terjadi di sekolah. Proses dimaksud mencakup proses kerja sama antara pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar, serta antusiasme dari ketiga pihak tersebut. Selain itu, evaluasi juga dilakukan terhadap iklim sekolah berkaitan dengan pendidikan karakter. Evaluasi dilakukan oleh panitia dengan melibatkan pakar yang independen. Selain itu, penilain juga dilakukan oleh siswa sendiri, kepala sekolah, guru, orang tua atau wali, serta sampel masyarakat sekitar. Indikator pencapaian yang ditetapkan adalah, bahwa pengabdian dinyatakan
32
berhasil apabila: 1) masing-masing pihak sudah bekerja untuk pendidikan karakter sesuai panduan yang disepakati, 2) semua pihak, yakni pihak sekolah, keluarga, maupun masyarakat sekitar memberi penilain bahwa pendidikan karakter komprehensif bermanfaat, 3) terbentuk iklim sekolah yang kondusif terkait pendidikan karakter menurut penilaian pakar yang independen, 4) siswa berpendapat bahwa program yang dilaksanakan menyenangkan dan tidak membebani, 5) terjadi pengurangan frekuensi pelanggaran tata-tertib di lingkungan sekolah.
33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil FGD dengan
para guru untuk persiapan melaksanakan pendidikan
karakter terpadu yang yang berlangsung selama dua kali mampu menghasilkan pemahaman dan kesamaan pandangan tentang pendidikan karakter terpadu. Para peserta sudah lebih menyadari bahwa pendidikan karakter tidak hanya diintegrasikan pada pembelajaran semua mata pelajaran di kelas, melainkan juga dilaksanakan dalam semua kegiatan sekolah. Upacara bendera, bermain di halaman saat istirahat, perlombaan, pembersihan, kegiatan ulang tahun sekolah, dan seterusnya, semua bisa disisipi dengan pendidikan karakter. Apalagi kegiatankegiatan seperti olah raga, pramuka, persembahyangan bersama sangat membuka peluang pendidikan karakter secara terpadu. Para guru juga sudah sangat menyadari bahwa mereka tidak mungkin bertanggungjawab sendiri untuk pendidikan karakter. Pegawai administasi, staf perpustakaan, petugas kebersihan, satuan pengamanan sekolah, petugas kebersihan, petugas konsumsi, dan penjaga kantin amat berperan dalam pendidikan karakter. Hasil diskusi dengan pegawai administasi, staf perpustakaan, petugas kebersihan, satuan pengamanan sekolah, petugas kebersihan, petugas konsumsi, dan penjaga kantin memberi pemahaman bahwa betapa besar peran mereka dalam pendidikan karakter. Layanan yang cepat, tertib, dan adil dari staf administrasi, staf perpustakaan, dan petugas konsumsi memberi pengalaman yang berarti kepada siswa untuk berlaku tertib, adil, dan bertanggungjawab. Layanan
34
kebersihan yang memadai dari petugas kebersihan dan layanan keamanan dan ketertiban yang memadai dari satuan pengamanan memberikan rasa nyaman kepada siswa, dan sekaligus memberi pengalaman dan keteladanan kepada mereka untuk terbiasa hidup bersih, aman, dan tertib, sehingga tumbuh rasa tanggung jawab untuk ikut menjaga kebersihan, keamanan, dan ketertiban. Peran orang tua dalam pendidikan karakter juga disadari amat tinggi. Di rumah, orang tua berperan penuh untuk pendidikan karakter. Pembinaan orang tua kepada anak sangat menentuan keberhasilan pendidikan karakter. Selain itu, semua sikap dan perilaku di rumah menjadi teladan yang penting bagi anak. Selanjutnya, sikap tertib berlalu lintas saat mengantar anak ke sekolah atau menjemput anak dari sekolah merupakan teladan yang amat penting bagi anak. Komunikasi yang efektif antara orang tua dan pihak sekolah sangat berperan menentukan keberhasilan pendidikan karakter. Semua pihak yang terlibat dalam pendidikan karakter dan terlibat dalam FGD mencoba mengimplementasikan pendidikan karakter secara terpadu. Implementasi dari hasil FGD diobservasi secara berkala. Observasi dilakukan terhadap sikap dan perilaku siswa. Hasil observasi tahap pertama belum menunjukkan adanya perubahan sikap dan perilaku siswa akibat pendidikan karakter terpadu yang dibahas dalam FGD sebelumnya. Oleh karena itu, dilakukan FGD lagi untuk membahas hasil observasi pertama. Dalam FGD, baik guru, pegawai administasi, staf perpustakaan, petugas kebersihan, satuan pengamanan sekolah, petugas kebersihan, petugas konsumsi, dan penjaga kantin menyatakan sudah terjadi perubahan sikap dan perilaku pada siswa, namun belum seberapa dan itu terjadi baru pada anak-anak tertentu. Pada FGD saat itu
35
disepakati untuk memberikan lembar panduan pelaksanaan pendidikan karakter terpadu kepada siswa, agar mereka ahu apa yang terjadi. Observasi kedua juga belum menunjukkan adanya perubahan sikap dan perilaku yang optimal seperti yang diharapkan. Walaupun demikian siswa sudah menunjukkan animo untuk terlibat dalam semua kegiatan yang dapat disisipi pendidikan karakter. Tanggung jawab sudah berkembang dalam pengerjaan tugas dan keikutsertaan dalam kegiatan. Pada FGD membahas temuan observasi kedua ini terungkap bahwa dunia bermain anak masih sangat dominan mempengaruhi karakter anak. Dunia bermain menjadi media komunikasi yang sangat efektif bagi anak-anak. Anak-anak mengutamakan kegiatan bermain daripada yang lain. Oleh karena itu disepakati untuk memberikan ruang bermain yang lebih longgar kepada anak. Semua pihak mengatur kegiatan masing-masing untuk dapat memberi peluang yang lebih banyak kepada anak untuk bermain. Pengawasan dilakukan oleh semua pihak agar dalam permainan anak-anak tetap menedepankan keselamatan, kebersihan, dan etika. Pagi hari orang tua rela mengantar anak lebih pagi agar ada keempatan anak berkomunikasi dengan teman-temannya, antara lain melalui permainan. Siang hari saat pulang sekolah, orang tua rela meluangkan waktu lebih banyak untuk menunggu anak karena mereka sedang asik bermain. Komunikasi dalam permainan sangat banyak menumbuhkan rasa kebersamaan, tanggung jawab, dan tenggang rasa. Memang sesekaliwaktu terjadi pelanggaran, namun saat itu juga anak yang melakukan pelanggaran merangkul temannya yang dilanggar sebagai tanda meminta maaf. Keterlibatan guru sangat jarang dalam mengatasi masalah antar-anak yang timbul dalam permainan. Mereka sendiri sudah mampu mencari penyelesaian masalah mereka selama
36
permainan. Petugas kebersiahan dan petugas keamanan sesekali waktu mengingatkan anak yang menganggu kebersihan atau ketertiban dalam bermain. Hal ini menunjukkan peran semua pihak dalam pendidikan karakter sudah semakin meningkat. Pada akhir FGD muncul ide untuk mengembangkan media komunikasi online yang dapat diakses guru, siswa, kepala sekolah, pegawai, dan orang tua siswa. Penyediaan media yang dapat membantu pihak sekolah menyelenggarakan pembelajaran dan sekaligus memantau kegiatan siswa sehari penuh juga dapat membantu penyelenggaraan pendidikan karakter secara terpadu. Media yang dapat berfungsi seperti di atas adalah situs web dinamik yang dilengkapi fasilitas untuk menyelenggarakan komunikasi interaktif secara on-line. Infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (jaringan internet) sangat mendukung pengembangan media tersebut. Mayoritas sekolah sudah memiliki situs web (website). Apabila situs web dilengkapi media komunikasi antara guru, pegawai, siswa, kepala sekolah, dan orang tua, maka pemantauan siswa dapat diselenggarakan lebih efektif dan efisien.
4.2 Pembahasan Pendidikan karakter tidak diselenggarakan sendiri, melainkan terintegrasi dengan semua mata pelajaran. Selain itu, pendidikan karakter harus dilakukan secara terpadu olehh guru, pegawai administasi, staf perpustakaan, petugas
kebersihan, satuan pengamanan sekolah, petugas kebersihan, petugas konsumsi, dan penjaga kantin. Sekalipun demikian, masih banyak kendala yang muncul dalam pendidikan karakter. Kendala dimaksud antara lain berupa
37
keterbatasan waktu, keterbatasan kemampuan mengamati siswa yang cukup banyak, dan keterbatasan instrumen untuk merekam kemajuan belajar. Kendala tersebut perlu difasilitasi dengan segera agar kemajuan belajar siswa secara terpadu untuk materi pembelajaran dan pendidikan karakter dapat direkam dengan baik dan dapat diberi umpan balik yang relevan. Solusi lain yang lebih berpeluang untuk diimplementasikan adalah pelibatan orang tua dan masyarakat lainnya dalam pendidikan karekter secara terpadu. Anak berada di sekolah hanya sekitar enam jam. Waktu 18 jam dalam sehari dilalui anak dalam keluarga atau di masyarakat. Oleh karena itu pelibatan orang tua dan masyarakat dalam pendidikan karakter secara terpadu dan eksplisit sangat membantu. Penyediaan media yang dapat membantu pihak sekolah menyelenggarakan pembelajaran dan sekaligus memantau kegiatan siswa sehari penuh juga dapat membantu penyelenggaraan pendidikan karakter secara terpadu. Media yang dapat berfungsi seperti di atas adalah portal web pembelajaran yang dilengkapi fasilitas
untuk
menyelenggarakan
komunikasi
interaktif
secara
on-line.
Infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (jaringan internet) sangat mendukung pengembangan media tersebut. Mayoritas sekolah sudah memiliki situs web (website) dan bahkan beberapa sekolah sudah menyelenggarakan epembelajaran (e-learning). Bila situs web sekolah dilengkapi fasilitas asesmen online, maka guru dapat menyelenggarakan asesmen formatif secara online dan sekaligus dapat menyiapkan umpan balik secara online pula. Media asesmen online membuka peluang kepada guru untuk menyelengarakan asesmen teman sebaya (peer assessment), selain asesmen dari guru. Selain itu, media tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk melatih siswa untuk menyelenggarakan pengajuan
38
masalah (problem posing) secara online. Mengingat asesmen formatif diberikan secar online, guru dapat menyertakan asesmen pendidikan karakter secara terpadu dalam wujud portofolio. Dalam hal pemberian umpan balik, media asesmen online membantu guru menyajikan umpan balik kepada siswa, baik perorangan
maupun secara
berkelompok. Bahkan terbuka peluang juga pembelajaran diselenggarakan guru dengan umpan balik dari teman sebaya atau teman sejawat (peer feedback). Oleh karena itu, umpan balik diberikan secara terpadu antara mata pelajaran dan pendidikan karakter bisa diselenggarakan. Umpan balik dapat disajikan dalam bentuk teks online atau teks dokumen sebagai lampiran. Bahkan umpan balik dapat disertai gambar, diagram, atau animasi. Beberapa karakteristik media online seperti bebas konteks, relatif bebas konvensi sosial, serta dapat menjamin kerahasiaan individu dapat menjadi kelebihan dari media asesmen online yang akan dikembangkan. Kondisi bebas konteks dan relatif bebas konvensi sosial membuat siswa dapat bekerja secara lugas dan dapat menyampaikan kinerja sesuai kemampuan yang dimiliki. Selain itu, siswa juga dapat memberikan respon secara lugas tanpa ada perasaan takut atau tertekan. Apalagi dengan kerahasiaan individu terjamin, siswa akan lebih berani menyampaikan kinerjanya tanpa takut kesalahannya diketahui teman. Kondisi ini sangat menguntungkan dalam hal mengurangi kecemasan siswa. Media asesmen online juga dapat dikemas sebagai media pengajuan masalah (problem posing) oleh siswa dan bahkan bisa dirancang sebagai media asesmen oleh
teman sebaya. Kondisi ini sudah tentu sangat menguntungkan
dalam
menumbuhkan
hal
motivasi
39
belajar,
kuriositas,
kreativitas,
ketahanmalangan, serta keberanian menyampaikan pendapat. Dalam pemberian umpan balik, media asesmen online juga dapat diatur sehingga dapat terjadi umpan balik oleh teman sebaya.
Selain meningkatkan motivasi belajar,
kuriositas, kreativitas, serta keberanian mengajukan pendapat, umpan balik oleh teman sebaya juga dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk melakukan evaluasi diri.
40
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Pendidikan karakter terpadu yang melibatkan semua staf sekolah, keluarga, dan masyarakat sudah dicoba diimplementasikan di Sekolah dasar Laboratorium Universitas Pendidikan ganesha Singaraja. Kepala sekolah, semua guru, staf pegawai administrasi, staf perpustakaan, petugas konsumsi, satuan pengamanan,
petugas kebersihan, orang tua siswa, dan anggota masyarakat
terbatas semua terlibat dalam pendidikan karakter.
Guru mengintegrasikan
pembelajaran mata pelajaran dengan pendidikan karakter. Kepala sekolah melaksanakan kepemimpinan dengan mengedepankan keteladanan selain pembinaan dan pengarahan untuk mendukung pendidikan karakter. Petugas kebersihan memberi layanan kebersihan yang optimal demi kenyamanan anak belajar, dan sekaligus memberi keteladanan di bidang kebersihan. Petugas keamanan memberi layanan keamanan yang optimal demi kenyamanan anak belajar, dan sekaligus memberi keteladanan di bidang ketertiban. Petugas perpustakaan dan petugas konsumsi memberi layanan dengan cepat, ramah, dan adil untuk memberi pengalaman yang bermakna pada anak. Orang tua siswa membinan anak di rumah dan memberi contoh bersikap dan berperilaku di luar rumah agar menjadi teladan bagi anak. Bila kondisi di atas dilengkapi dengan model komunikasi online, maka pendidika karakter terpadu dapat lebih optimal. Beberapa karakteristik media online seperti bebas waktu, bebas hambatan geografis, bebas konteks, relatif bebas konvensi sosial, serta dapat menjamin kerahasiaan individu dapat menjembatani keberagaman lingkungan keluarga anak. Kondisi bebas waktu dan bebas hambatan geografis dapat menjembatani keberagaman profesi orang tua dan
41
jarak geografis sekolah dan rumah tinggal anak. Kondisi bebas konteks dan relatif bebas konvensi sosial membuat siswa dapat bekerja secara lugas dan dapat menyampaikan kinerja sesuai kemampuan yang dimiliki. Selain itu, siswa juga dapat memberikan respon secara lugas tanpa ada perasaan takut atau tertekan. Apalagi dengan kerahasiaan individu terjamin, siswa akan lebih berani menyampaikan kinerjanya tanpa takut kesalahannya diketahui teman. Kondisi ini sangat menguntungkan dalam hal mengurangi kecemasan siswa.
5.2 Saran Pendidikan karakter terpadu yang diimplementasikan masih memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, kesamaan persepsi antara semua pihak yang terlibat dalam pendidikan karakter terpadu belum optimal. Kondisi keluarga siswa juga amat beragam, baik dari segi profesi orang tua, lingkungan keluarga, dan letak geografis rumah dari sekolah. Oleh karena itu disarankan kepada pihak berminat untuk mampu mengimplementasikan media komunikasi online agar pihak-piak yang terlibat dalam pendidikan karakter terpadu dapat komunikasi secara online. Beberapa karakteristik media online seperti bebas waktu dan bebas hambatan geografis dapat menjembatani keberagaman profesi orang tua dan jarak geografis sekolah dan rumah tinggal anak. Kondisi bebas konteks dan relatif bebas konvensi sosial membuat siswa dapat bekerja secara lugas dan dapat menyampaikan kinerja sesuai kemampuan yang dimiliki. Hasil akhir yang diharapkan bersama adalah siswa yang memiliki karakter sesuai dengan Dasar Negara Pancasila yang dapat membawa bangsa ini sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
42
DAFTAR PUSTAKA Benninga, dkk., ”The Relationship of Character Education and Academic Achevement in Elementary School”, Journal of Research in Character Education, 1(1), 2003, pp. 19–32. Depdiknas, 2002, Penilaian Tingkat Kelas, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Depdiknas, 2009, Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 20102025, Pendikar.go.id. Depdiknas, 2010, Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 20102014, Jakarta: Depdiknas.go.id DeRoche, Edward F. & Mary M. Williams, 1999, Educating Heart and Minds: A Comprehensive Character Education Framework, Kogan Page Limited, London. Kemdiknas, 2010, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, jakarta: Kemdiknas. Kemdiknas, 2011, Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Jakarta: Kemdiknas. Kemendikbud, “Pendidikan Karakter Melekat pada Semua Mata Pelajaran”, Situs Web Kemendikbud (diakses 28 Maret 2013). Lickona, Thomas, 2001, The Teacher’s Role in Character Education, Boston University, Boston. Muller, Daniel J., 1985, Measuring Social Attitude, Teacher College Press, New York. Suaramerdeka.com, 02 Mei 2011, Mendiknas: Pendidikan Karakter Segera Diterapkan. Wyatt III, R.L. & S. Looper, 1999, So You Have To Have a Portfolio: a Teacher’s Guide to Preparation and Presentation, California: Corwin Press Inc.
43
LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Buku Panduan Pendidikan Karakter Terpadu
MEMBANGUN KERJASAMA YANG EFEKTIF ANTARA KELUARGA (RUMAH TANGGA), SEKOLAH, DAN MASYARAKAT Masyarakat
umum menganggap bahwa sekolah harus mengajarkan
pendidikan moral kepada anak untuk menangkal pengaruh negatif yang timbul dari pergaulan atau media masa, seperti televisi, internet, film, dan media masa lainnya. Paradigma baru dalam pendidikan moral yang dikembangkan adalah melibatkan orang tua dalam pembinaan moral anak. Bagaimanapun orang tua adalah guru dan pembina moral yang pertama bagi anak. Mengingat kemampuan, perhatian, dan kesempatan orang tua dalam urusan ini amat beragam maka kerja sama yang baik antara guru, orang tua, dan masyarakat dalam satu organisasi akan mampu meningkatkan mutu pendidikan moral. Guru akan memainkan peran yang sangat besar dalam organisasi yang melibatkan sekolah, rumah tangga, dan masyarakat untuk pendidikan karakter. Beberapa peran yang bisa dimainkan guru dalam organisasi dimaksud antara lain adalah sebagai berikut. 1. Guru harus mendidik siswa sebagai orang tua di masa mendatang. 2. Guru harus membantu orang tua dalam mendidik anaknya, bekerja sama dengan orang tua anak lainnya, dan mencari sumber daya di masyarakat. 3. Guru harus mampu menghimpun orang tua, staf sekolah, dan masyarakat dalam penyediaan layanan bersama.
44
4. Guru bersama-sama dengan orang tua dan masyarakat harus mampu memotivasi anak untuk meningkatkan prestasi akademik dan mengembangkan kepribadian dan nilai moral. Faktor ekonomi yang tidak menentu, emosi yang tidak menentu, budaya kesukuan, dan pola pikir individual yang merajalela secara kumulatif telah menyebabkan kerusakan keluarga dan tetangga di Amerika. Tingginya tingkat perceraian dan perkawinan kembali memaksa anak untuk
menyesuaikan diri
dengan hubungan yang kompleks. Keluarga dengan kedua orang tua bekerja menyebabkan kurangnya interaksi antara anak dan orang tua. Anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah. Beberapa diantaranya memiliki fasilitas bermain di rumah dan ada pula anak pingitan dengan pengawasan yang kurang ketat. Beberapa anak terlibat dalam kelompok besar atau kecil untuk mencari bimbingan, nasihat, dan dukungan. Sehubungan dengan hal itu maka diperlukan penataan kembali budaya nilai demokrasi untuk membantu orang tua dan para pengasuh dalam pengembangan intelektual dan moral anak. Keluarga dari berbagai tingkatan sosial ekonomi, budaya, dan ras, termasuk keluarga modern semuanya memerlukan dukungan dan bantuan dari masyarakat dan sekolah. Menurut Gardner (1992) masyarakat yang diperlukan adalah masyarakat yang bisa menjadi generator dari sistem nilai. Masyarakat tersebut harus mampu mempertahankan
dukungan, kepercayaan, kerjasama,
tanggung jawab dan integritas diantara anggotanya. Sehingga pekerjaan yang diurusi adalah menghimpun warga dari berbagai usia dalam masyarakat, mengadakan perubahan untuk
membangun
kembali konsep masyarakat,
menciptakan mekanisme kerja agar masyarakat bisa memutuskan nilai tertentu
45
dan menciptakan budaya masyarakat peduli. Terkait dengan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat, Henderson (1994) menemukan beberapa hal: 1. bila orang tua bisa memainkan peranan dalam proses belajar anaknya maka prestasi anaknya lebih baik; 2. bila terjadi hubungan yang komprehensif antara keluarga dan sekolah, disertai perencanaan yang baik dan pembedaan peran orang tua maka prestasi anak akan lebih baik lagi; 3. prestasi terbaik diperoleh bila organisasi komunitas dan sekolah bisa bekerja sama dengan baik. Melihat kenyataan itu maka program sekolah harus didesain untuk bisa memenuhi keperluan berikut. 1. meningkatkan ketrampilan menjadi orang tua 2. menciptakan kondisi yang bisa mendukung kegiatan belajar di rumah 3. membantu orang tua dalam membimbing anaknya belajar di rumah 4. mengkoordinasikan masyarakat dan layanan kepada anak dan keluarga 5. melatih orang tua agar mampu terlibat dalam pengajaran dan pelayanan yang ditawarkan di sekolah 6. berkomunikasi secara efektif dan reguler dengan orang tua tentang program sekolah dan kemajuan anaknya 7. membantu orang tua dalam mengembangkan ketrampilan kepemimpinan dan pembuatan keputusan, sehingga mereka bisa berpartisipasi dalam memerintah, memberi nasehat, dan membimbing.
46
Bentuk Kerjasama Ada beberapa pola kerjasama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat yang bisa dipilih untuk menciptakan, mengimplementasikan, memelihara, dan menilai program pendidikan karakter. Bentuk organisasi yang sering menjadi dilema adalah apakah organisasi akan dibentuk dalam tingkat daerah (distrik) atau organisasi berdasarkan komunitas di mana sekolah itu berada. Sebenarnya pola organisasi bukanlah masalah, sebenarnya keberadaan masing-masing pola itu masih sangat bervariasi. Sebagai contoh akan dibahas pola kerjasama berdasarkan komunitas di mana sekolah itu berada. Pembahasan didasarkan pada artikel Joyce Epstein (1995), yang mengusulkan agar setiap sekolah mengembangkan tim kerjasama. Susunan tim yang diusulkan adalah sebagai berikut. 1. Keanggotaan tim terdiri dari tiga guru, para orang tua dari grade yang berbeda, satu pegawai administrasi, satu anggota masyarakat, dua siswa masing-masing dari sekolah menengah dan sekolah tinggi dari grade berbeda. Anggota harus bertemu tiap 2-3 tahun. 2. Sub kelompok. Anggota tim aktif harus memilih ketua dan wakil ketua untuk 6 sub kelompok. Satu sub kelompok untuk tiap bentuk keterlibatan dalam model Epstein.
Standar Kerjasama Mengingat pentingnya pendidikan karakter maka berikut ini diusulkan beberapa pedoman dasar.
47
1. Usaha pendidikan karakter harus tidak jauh dari orang tua. Kerjasama yang baik dengan orang tua akan membawa keberhasilan pendidikan karakter. 2. Mengingat pentingnya keterlibatan orang tua dalam pendidikan karakter dan pendidikan akademis maka orang tua, pembimbing, dan pengasuh harus berpartisipasi aktif dalam perencanaan dan evaluasi program pendidikan karakter, khususnya di sekolah anak bersangkutan. 3. Komunitas program pendidikan karakter akan menyediakan orang tua dan rumah dengan fasilitas lengkap untuk membantu siswa memenuhi keperluan fisik, sosial, dan emosi. 4. Semua personil sekolah memerlukan ketrampilan dan strategi untuk mempersiapkan orang tua dalam membantu anaknya dalam belajar, dan membantu orang tua menangani masalah yang dialami anaknya. 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan orang tua berkurang sejalan dengan bertambahnya tingkat. Mengingat hal itu maka personalia sekolah di sekolah menengah dan sekolah tinggi harus membuat usaha khusus untuk menjaga minat yang berkaitan dengan orang tua dan keterlibatan dengan sekolah dalam membantu mempertahankan pendidikan karakter. 6. Lembaga swadaya masyarakat dan para pengusaha merupakan komponen yang penting dalam membantu orang tua agar terlibat dalam pengembangan kognitif dan moral anaknya. 7. Personalia sekolah memerlukan pengetahuan dan kesadaran yang banyak tentang struktur keluarga siswa, khususnya bagi siswa dari keluarga yang tidak utuh dan susunan keluarga alternatif.
48
8. Personalia sekolah harus perduli terhadap keterlibatan orang tua. Mereka harus sering berkomunikasi
dengan orang tua, menilai kerjasama dan
meningkatkannya, memiliki rencana kerja, dan mengubah faktor yang dapat merusak kerjasama. Tujuan organisasi adalah membangun kerjasama pendidikan yang efektif dan efisien antara sekolah dan orang tua. Keanggotaan organisasi bervariasi menurut ukuran sekolah dan masyarakat pendukung yang akan terlibat. Organisasi memberikan dukungan finansial dan fasilitas lainnya. Merencanakan aktivitas organisasi. Melaksanakan kegiatan organisasi berdasarkan pedoman.
Prinsip Dasar Kerjasama Ada beberapa prinsip dasar untuk kerjasama organisasi guru, staf sekolah, orang tua, dan masyarakat. Konsep tersebut antara lain: 1) staf sekolah harus menerima anggota masyarakat untuk terlibat dalam program pendidikan; 2) perhatian penting harus diberikan kepada hambatan komunikasi dalam organisasi, yang disebabkan oleh faktor bahasa; 3) Komunikasi antar anggota organisasi harus kontinyu dan bermakna; 4) disiplin organisasi harus diutamakan; 5) organisasi harus memperhatikan pelatihan emosi dan empati untuk anak dan orang tua anak; 6) memelihara perhatian keluarga; 7) anak harus dikelompokkan untuk tujuan pembinaan ketrampilan, remidi, atau kelompok belajar; dan
49
8) staf sekolah harus mampu memanfaatkan semua sumber yang ada di masyarakat.
Tugas Pendidik Karakter Pendidika karakter bukan hanya guru, melainkan juga staf sekolah yang lain, orang tua siswa, dan anggota masyarakat lainnya. Tugas inti dari guru sebagai pendidik karakter antara lain adalah sebagai berikut. 1) menciptakan cara baru untuk mewujudkan kerjasama yang efektif dengan orang tua dan masyarakat 2) menjadi pendamping, penasehat dan pendukung usaha orang tua untuk memajukan anaknya 3) menjadi pelopor dan pembangkit pendidikan berbasis nilai 4) menguji efektifitas dan kreativitas usaha kerjasama 5) menemukan pelaksana terbaik dan penelitian terbaru dalam hal pendidikan moral 6) menguji kebijaksanaan, prosedur, dan praktek yang diangkat dari kerjasama berkelanjutan antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. 7) mempersiapkan orang tua dan masyarakat untuk memainkan perann dan tanggungjawabnya dalam program kerjasama pendidikan moral. Peran pemimpin program pendidikan karakter adalah memadukan program kerja, sehingga rasa tanggung jawab orang tua dan masyarakat terhadap kehidupan sekolah semakin meningkat.
50
MENILAI PROGRAM PENDIDIKAN KARAKTER Sekolah merupakan tempat untuk validasi nilai, tempat kerja sama antara staf sekolah dengan anak dan dengan orang tua anak, tempat untuk mengetahui apakah pendidikan karakter berjalan dengan sukses atau tidak. Oleh karena itu usaha untuk mempertahankan pendidikan karakter ada pada sekolah. Seperti sudah dibicarakan pada bab sebelumnya evaluasi pendidikan karakter sebaiknya dilakukan
oleh
panitia
penilaian
pendidikan
karakter.
Panitia
tersebut
beranggotakan guru, pegawai administrasi, staf sekolah yang lain, orang tua, wakil masyarakat, siswa, dan ahli evaluasi dari suatu perguruan tinggi. Tugas panitia evaluasi adalah sebagai berikut. 1) menentukan apa yang harus dievaluasi; 2) menentukan kapan, dimana, dan oleh siapa evaluasi dilaksanakan; 3) membuat jadwal pelaksanaan evaluasi. Petunjuk yang harus diikuti oleh panitia evaluasi dalam melaksanakan tugasnya antara lain: 1) evaluasi harus mencakup implentasi program sehingga masalah-masalah yang muncul dapat dikoreksi segera; 2) staf sekolah harus mereview penelitian pendidikan karakter; 3) penilaian dilakukan dengan berbagai metode, termasuk jurnal, anekdot, laporan-individu, survey, tes, kuesioner, wawancara, dan sebagainya; 4) pembuatan disain dan langkah-langkah implementasi evaluasi pendidikan karakter harus melibatkan siswa, orang tua, dan staf sekolah; 5) sebaiknya diadakan kerjasama penilaian dengan perguruan tinggi atau lembaga terkait lainnya.
51
Kegiatan lain yang tidak kalah pentingnya adalah menyiapkan anggota panitia agar mampu mengerjakan tugasnya masing-masing. Bila proses evaluasi sudah dilaksanakan maka kegiatan pokok berikutnya adalah mengambil keputusan tentang nilai yang diperoleh siswa, dan kemudian memutuskan cara untuk menyebarkan hasil tersebut kepada peserta. Berdasarkan jadwal, panitia kemudian menentukan langkah-langkah yang harus diambil berikutnya.
Langkah Sukses Evaluasi Perencana pendidikan karakter juga harus mengorganisasikan dan merencanakan porsi evaluasi program. Pemegang keputusan, khususnya pendidik harus tahu literatur pendidikan karakter. Mereka harus membaca buku teks, artikel, laporan penelitian, atau tulisan populer lainnya untuk mengetahui lebih jauh tentang pendidikan karakter. Pengetahuan ini akan mendukung kemampuan menjawab pertanyaan, menangkap isu, dan terlibat dalam diskusi atau debat. Anggota panitia juga harus sering melempar pertanyaan yang akan membantu memberikan bimbingan operasional. Pertanyaan tersebut antara lain: apa yang harus dievaluasi?, kapan evaluasi dilakukan?, bagaimana evaluasi dilakukan?, apa yang harus dipersiapkan panitia agar dapat melaksanakan tugas dengan baik? Setiap orang harus terlibat dalam penilaian, dari siswa sampai anggota masyarakat
senior, dari guru sampai penjaga sekolah, dan dari orang tua
sampai politisi. Hal ini mengingat mereka itu semua akan bertanggungjawab terhadap kesepakatan nilai dan berbagai program. Selain itu keterlibatan dalam proses pendidikan amat berguna karena sangat mendidik. Semua akan tahu,
52
apakah program berjalan?, bagaimana program dijalankan?, kemana program akan diarahkan?, apa yang harus dilakukan selanjutnya?, dan sebagainya. Penilaian berarti mengerjakan penelitian tindakan. Pendidik lokal dan masyarakat bekerjasama melaksanakan penelitian, mencoba alat evaluasi, belajar mengajukan pertanyaan yang baik dan mempersiapkan jawaban yang tepat. Mereka harus mencoba cara untuk mempertahankan nilai, menggunakan metode penilaian yang tepat, menciptakan strategi penelitian yang tepat, dan mendesain laporan dengan kreativitas sendiri. Proses evaluasi harus melibatkan ahli evaluasi baik dari masyarakat umum, pengusaha, atau dari perguruan tinggi. Ahli ini sudah harus dilibatkan sejak dari perencanaan program. Pemegang keputusan memerlukan waktu untuk untuk memutuskan apakah akan mempertahankan atau mengubah program pendidikan karakter yang sudah diimplementasikan. Untuk urusan ini disarankan periode empat tahunan. Panitia harus menyediakan skhema yang handal, sosok masyarakat setempat, apa yang sudah dikerjakan, apa yang sedang dikerjakan, dan apa yang akan dicapai paling tidak setiap empat tahun. Panitia harus melaporkan informasi secara reguler, tentang apa yang sedang dikerjakan, kenapa itu dikerjakan, seberapa efektifitas program, dan apa manfaat program terhadap sekolah atau masyarakat. Laporan tersebut sebagai alat komunikasi, mendorong diskusi, mendukung usaha kerja sama, menangkal isu, dan memperbaiki persepsi yang salah. Metode penilaian yang banyak disarankan adalah metode campuran. Keterlibatan para ahli dalam pemilihan metode dan proses penilaian harus dipertahankan. Beberapa teknik seperti perbandingan dan eksperimen dengan
53
perlakuan bisa digunakan. Metode lain yang mungkin digunakan adalah metode kualitatif, yang menyediakan observasi lebih dalam dan deskripsi yang lebih kaya tentang apa yang sedang terjadi di sekolah.
Teknik Evaluasi Pendidikan Karakter 1. Skala Efektifitas dalam Evaluasi Pendidikan Karakter
Lickona, Schaps, dan Lewis (1996) mempublikasikan sebelas prinsip pendidikan karakter yang efektif.
Lickona mendesain instrumen penilaian
formatif, yang dikenal dengan sebelas prinsip penilaian efektifitas pendidikan karakter. Instrumen ini bisa dikembangkan untuk keperluan sendiri dan bisa juga untuk peneliti lain. Tiap prinsip dianggap sebagai satu komponen, dan tiap komponen terdiri dari beberapa subkomponen. Skor yang dihasilkan dari penilaian ini ada tiga, yaitu skor untuk tiap subkomponen, skor untuk tiap prinsip, dan skor keseluruhan. Rentangan skala untuk tiap subkomponen adalah sebagai berikut.
Implementasi Rendah
Implementasi Tinggi
1---------------- 2 ---------------- 3 ---------------- 4 -----------------5
TT (Tidak Tahu)
54
2. Persepsi Personalia Sekolah dalam Program Pendidikan Karakter
Pada akhir tahun pertama atau berikutnya, diperlukan observasi untuk mengetahui bagaimana pandangan personalia sekolah terhadap program pendidikan karakter. Panitia evaluasi dapat menyusun skala persepsi informal. Responden melingkari satu jawaban untuk masing-masing butir. Jawaban dari butir-butir tersebut antara lain berwujud tidak berpendapat, pasti, kadang-kadang, atau tidak sama sekali. Beberapa butir yang disarankan untuk digunakan antara lain adalah sebagai berikut. 1. Ada dasar pemikiran untuk program pendidikan karakter di sekolah. 2. Sebagian besar orang di sekolah ini mengetahui visi dan harapan program pendidikan karakter. 3. Saya sudah dipersiapkan dengan baik untuk memulai program.
3. Inventori Permasalahan Sekolah Apabila panitia ingin mengumpulkan data awal sebelum program pendidikan moral diimplementasikan dan ingin dibandingkan dengan data yang dikumpulkan di akhir program, maka bisa digunakan inventori. Inventori ini dapat digunakan untuk mengetahui pada bagian mana program membuat perubahan positif. Pada inventori bisa dibuat T menyatakan total siswa yang terlibat dan % menyatakan prosentase siswa yang terlibat. Berikut ini disajikan beberapa butir inventori.
55
Sebelum Implementasi
Butir
Setelah Implementasi
-------------- %
A. Siswa yang membolos
---------------- %
-------------- %
B. Siswa yang gagal
---------------- %
--------------- % C. Siswa yang tidak hadir --------------- % -----------------------------------------------------------------------------
4. Efektifitas Organisasi dari Dewan Penasihat Bila komisi pendidikan karakter di sekolah ingin mengetahui cara pandang pengambil
keputusan dalam memimpin pendidikan karakter, maka komisi
bisa memerintahkan panitia untuk membuat instrumen. Instrumen meminta responden (personalia sekolah, orang tua, siswa, dan yang lain) untuk membuat keputusan tentang tingkat efektifitas butir menurut skala dari 1 sampai 5, di mana 1 berarti sangat tinggi dan 5 berarti tidak sama sekali. Berikut ini dicantumkan beberapa butir. 1 2 3 4 5 Dewan membantu personalia sekolah menginterpretasikan visi dan
harapan
masyarakat
untuk
program
pendidikan
karakter 1 2 3 4 5 Dewan membantu
personalia sekolah mengembangkan teknik
mengimplemenasikan standar program pendidikan 1 2 3 4 5 Peran guru dan personalia sekolah lainnya didefinisikan dengan jelas dan dimengerti
56
5. Penyimpangan Tingkah laku Siswa dan Kemungkinan Penyebabnya
Panitia evaluasi ingin mengetahui dari personalia sekolah atau dari anggota panitia sendiri tentang frekuensi penyimpangan tingkah laku dan kemungkinan penyebabnya. Informal inventori bisa digunakan untuk keperluan ini. Inventori ini berusaha menemukan frekuensi penyimpangan tingkah laku dengan meminta responden untuk menandai garis di bawah frekuensi (sering, sedang, jarang) dan melingkari nomor penyebab penyimpangan tingkah laku tersebut. Nomor penyebab dimaksud adalah sebagai berikut. 1 - Lingkungan rumah 2 - Sikap orang tua 3 - Kurang kontrol orang tua 4 - Pengaruh kelompok 5 - Akibat sekolah atau guru 6 - Siswa memilik masalah pribadi 7 - Siswa memiliki masalah belajar 8 - Semua penyebab
Berikut ini adalah beberapa butir inventori.
57
Frekuensi ----------------------------------------------------------------------------Sering Sedang Jarang Penyebab 1. Kebiasaan terlambat -------- --------- -------- 1 2 3 4 5 6 7 8 2. Sering absen
-------- --------- -------- 1 2 3 4 5 6 7 8
3. Menyontek
-------- --------- -------- 1 2 3 4 5 6 7 8
-----------------------------------------------------------------------------
6. Inventori Keterlibatan Masyarakat Inventori keterlibatan mayarakat digunakan jika dewan pendidikan moral ingin mendapatkan informasi tentang keterlibatan atau keinginan untuk terlibat dari para pengusaha atau organisasi. Inventori itu bisa dikirimkan ke perusahaan, media masa, kelompok orang tua siswa, organisasi kepemudaan, dan yang sejenis.
7. Portfolio Siswa Portfolio siswa adalah kumpulan dari hasil kecerdasan dan refleksi dokumen kerja siswa yang sudah ada.
Guru dapat memanfaatkan penilaian
portfolio ini untuk pendidikan karakter. Setiap guru diminta mengelompokkan siswa, dengan anggota kelompok dua orang. Setiap kelompok mengembangkan portfolio dengan fokus pada salah satu nilai dalam program pendidikan karakter. Sebagai contoh, salah satu kelompok mengambil nilai “kejujuran”, yang lain membahas “rasa hormat”, dan yang lain lagi mengambil “disiplin diri”. Portfolio antara lain memuat: 1. ringkasan tulisan tentang nilai;
58
2. jurnal rekaman observasi dan perasaan tentang nilai; 3. gambar, kartun, dan komik dilengkapi dengan deskripsi tentang bagaimana pengarang mengilustrasikan nilai; 4. laporan buku yang menjelaskan bagaimana cerita melukiskan nilai; 5. koleksi puisi, cerita, atau dongeng tentang nilai; 6. kliping koran atau majalah yang berhubungan dengan nilai; 7. ulasan program televisi yang memperkenalkan suatu nilai; 8. ulasan tentang bagaimana nilai diperkenalkan oleh para politisi, pemimpin perusahaan, atlit profesional, dan selebritis; 9. rekomendasi untuk membantu siswa lain belajar tentang nilai; dan 10. refleksi dari pendidikan karakter di sekolah
8. Menilai Pandangan Siswa Setelah program pendidikan karakter berjalan satu tahun maka bisa diadakan kuesioner terhadap siswa untuk mengetahui pandangannya terhadap efektifitas dan pengaruh program pendidikan karakter terhadap diri dan kelompoknya. Berikut disajikan contoh kuesioner dimaksud. 1. Sejak diberlakukan program pendidikan karakter di sekolah ini, apakah anda merasakan perubahan positif? Jika ya, jelaskan perubahan itu. Jika tidak, mengapa? 2. Berapa nilai yang anda berkan kepada teman anda tentang tatacaranya mempraktekkan nilai yang dipelajari? 3. Bagaimana cara anda menunjukkan bahwa beberapa nilai berguna bagi anda?
59
9. Polling Terhadap Orang Tua Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan pengetahuan orang tua dan menilai pandangan, persepsi, dan keterlibatannya pada program pendidikan karakter di sekolah. Sebagai contoh opini dari orang tua terhadap program pendidikan karakter di sekolah dapat dinilai melalui bentuk inventori, yang sering disebut opinioner. Opinioner juga dapat digunakan untuk guru, siswa, dan personil guru lainnya. Opinioner harus disajikan dalam bahasa utama dari orang tua. Berikut ini disajikan contoh opinioner untuk orang tua. Menurut opini anda, bagaimanakah pengaruh positif dari program pendidikan karakter pada putra/putri anda, sesuai butir-butir berikut. ------------------------------------------------------------------------------Besar Sedang Kecil Tidak ada 1. Perduli terhadap orang lain ------- -------- ------ -----------2. Sikap terhadap sekolah
------- -------- ------ ------------
3. Sikap terhadap guru
------- -------- ------ -----------
---------------------------------------------------------------------------------
60
2. Foto Kegiatan a) Diskusi dengan Kepala Sekolah
b) Diskusi dengan Staf Pegawai
61
c) Suasana FGD
62
63
64
d) Suasana Anak Bermain
e) Suasana Sekolah Didukung Lingkungan untuk Pendidikan Karakter
65
66
3) Daftar Peserta NO.
NAMA
1
Drs. I Made Arsana, M.Pd.
Kepsek
2
Gede Yasa, S.Pd.
Guru Penjas
3
Nyoman Sariani, S.Pd.SD.
Guru Kelas
4
Luh Setiari, S.Pd.
Guru Agama Hindu
5
Dra. Wayan Yasa Suyastini
Guru Kelas
6
Luh Pateni, S.Pd.
Guru Kelas
7
Ni Wayan Kurniasih, S.Pd.
Guru Kelas
8
Nyoman Suryasmini
Guru Kelas
9
Ketut Yayuk Anggreni, S.Pd.SD.
Guru Kelas
10
Nyoman Sarinadi, S.Pd.
Guru Kelas
11
Putu Nova Agustina, S.Pd.
Guru Kelas
12
Drs. Putu Triyasa
Guru Kelas
13
I Wayan Suparta, S.Pd.
Guru Kelas
14
I Wayan Aryanta, S.Pd.
Guru Kelas
15
Luh Susiani, S.Ag.
16
Putu Kencanawati
17
Putu Yogi Arshita Dewi, S.Pd.
Guru Bahasa Inggris
18
I Putu Susila Darma, S.Pd., M.Pd.
Guru Kelas
19
Trisnawati (GTT)
Guru Agama Islam
20
Rupi'ah (GTT)
Guru Agama Islam
21
Ida Ayu Komang Astuti, M.Pd.
Guru Kelas
22
Ni Nyoman Kurnia Wati, M.Pd.
Guru Kelas
23
Gusti Ayu Indrawati Rahayu, S.Pd.H.
Guru Agama Hindu
24
Putu Rizka Zanela, S.Pd.
Guru Kelas
25
Luh Supani Aryani
Peg. TU
26
Luh Putu Mirna Suryani
Peg. TU
27
Putu Wirnata
Peg. Perpustakaan
28
Ketut Suarsa
Peg. TU
29
Made Dyah Aryani
Peg. TU
30
Nengah Rening
Petugas Kebersihan
31
Made Kastamayasa
Petugas Kebersihan
32
Komang Yuli Asrini
Kafetaria
(GTT) (GTT)
Guru Agama Budha Guru Kelas
67