424
Hukulll dal1 Pelll/)lIllgulllllI
PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN NASIONAL DAN KEPENTINGAN DAERAH (IC. KASUS BATAM SEBAGAI MODEL) Baginda Harahap
Law on Local Autonomy has significantly changed the ways central and local governments interact with each other in general affairs to issues as specific as natural resources management. This article points to a 'unique' implementation of the Law in the case of the cicy of Batam. Over the ciCY govern two bodies of authoricy, i. e. the Municipalicy of Batam and the Otorita Batam, a central govemmel1l body. Batam beame a poil1l of illlerest due to its geographical position which is just off the coast of Singapore whether in regional and international context. Such a tough assigment is to be shared by two bodies of authoricy that mutually govern Batam. An effeclive lIIodel shol/ld be developed in the sharing of allthoricy between MUI/icipality or /Jarwl/ al/{I the Olorita Batam in order to obtain a just and fair share of resOl/rces.
Kewenangan Pengolahan sumber daya alam dalam hubungannya dengan Aspek kepentingan nasional dan kepemingan daerah. ada lah persoalan hubungan Pusat dengan Daerah, sebagai wacana, wacana ini sang at relevan dengan keberadaan dan hubungan antara sentralisasi dan desentralisasi dalam organisasi negara-bangsa (nation-state). Pemahaman yang benar atas hubungan-hubungan ini akan memudahkan pemahaman kita atas hubungan mutual simbiosis antara Pusat dan Daerah, baik berupa kepentingan nasional maupun kepentingan daerah berdasarkan proses otonomisasi yang sementara berlangsung saat ini. Secara filosofis (exprincipe contradictoriul1l), maka disebu l 'ada' harus dipertentangan dengan 'tiada' atau ada 'ya', menyusul 'tidak' alau sebaliknya, sama halnya dengan sentralisasi akan ' dipertentangkan LlengalT
Okrober - Deselllba 2()()2
Pelaksanaan Dronomi Daerah
425
lawan 'desentralisasi' volusi atau devolusi. sama dengan prinsip-prinsip yang dipertentangkan satu sama lain. dalam makna yang berbeda . Prinsip-prinsip pernikiran dialektis rnarxisrne . ami these dan sinthese. Dengan dasar pernik iran prinsip-prinsip komradiktoris dalam filsafat dan these synthese. kita dapat rnenerjernahkan hubungan Pusat dan Daerah , bukanlah hubungan dichotornis. melainkan hubungan simhese. (mUlual symbiosis).' Secara empirik dianutnya sentralisasi dan desentralisasi dalam undang-undang No. 22 tahun 1999, rnerupakan gejala yang melekat pad a organisasi negara-bangsa (nation state) Indonesia bukan 'negara-kota' seperti Singapura (desentralisasi atau sentralisasi : % atau 100 %). Desemralisasi tidak mutlak 100 % atau otonomi bukanlah hak mutlak atau kewajiban mutlak serta kewenangan mutlak pad a salah satu organisasi. (pusat atau Daerah) walaupun tidak mempunyai hubungan hierarkis. (Bhenyamin Hoessein) .' Secara teoritik, dalarn konsep negara-bangsa tak mung kin Se(;,lra mutlak mernilih desentralisasi atau sentralisasi karena memilih salah satu alternatjf akan menirnbulkan anarki (David K. Hart, 1976); atau memilill salah satu ' alternatif akan selalu rnenimbulkan bahaya perpe(;ahan. pemberontakan atau ketidakpuasan antara Pusat dan Daerah (ibarat mama dan anak) ataupun pengurangan salah satu kewenangan (Pusat/Daerah) selalu menimbulkan pro dan kontra, baik dalam konsep pemikiran maupun dalam undang-undang pernbagian kewenangan. (Jemes W Fresler. 1972) .-' Dalam tatanan normative, ada hukum yang berlaku se(;ara nasional . dan ada hukum yang spesifik berlaku secara lokal/daerah: (Hans lill~kungall Kelsen, 1973); desentralisasi selalu terjadi dalam (pemerintahan, negara) yang sebelumnya ada paham semralisasi. dianggap peming/urgen dianut oleh negara , awal Kemerdekaan. Herbert H. Werlin (1974) menegaskan hahwa tidak akan terjadi desemralisasi tanpa semralisasi; atau pengalaman menunjukkan bahwa semralisasi dan desemralisasi. merupakan alternatif yang paling baik; dan keberhasilan
I BCllyamin Hocsein. (Makalah) Kewenangan Pcngelolaan SUlllber Oaya Alalll Oac.::rah. St!lllinar tt!l1tang Pembcn.layaan Daerah Dalam Pehlksanaan OWIHIIlli Ual:rall.
Disdenggarakan olch Badan Pembinaan Hukul1l Nasional. HUld Sahid hy" . 19l. 30-31 Okwbor 2001. hal. 1-3. :!
Ihid:
J
Bt!llyamin Hocssein, Maka lah. op-cit.haI.2.
Nomar 4 Talllll! XXXll
426 Ag~nda d~s~ntralisasi m~merlukan
Huklllli dan PelllJmllgwllI1I
Pemerimah Pusal yang kllal dan absah
(D~nnis
A. Rondinelli. el. al.)4 Prinsip-prinsip lersebul untuk menangkis serangall-[)aerah (kabupalen dan Kota) yang secara mutlak menuntul hak pengel\)laan SDA. sebagai hak mutlak. kendati Kabupaten/Kola lersehul. sebelumnya mendapal kewenangan tersebut melalui kebijaksanaan Jeseillralisasi Pemerimah Pusat. Dalam hal ini, otonomi alau sebagian indikalor kewenangan terse but masih dalam proses derivatif seeara hukum Jari/ole h Pemerintah Pusat. Atau daerah-daerah berkecenderungan malah bcrnafsu. melee~hkan Rekan Daerah Otonomi yang sama dalam hal pemakaian aliran air dan pemilikan sumber air. Egoisme Kabupalen muneul ; sambi I meleeehkan budaya Konvensional yang sudah b~rkembang alllara Gubernur dan para Bupati/walikota; budaya mana. lidak usang old) jalllan alau lekang oleh panas dan dingin. Dalam hubungan dengan penjelasan di alas. seeara ellipiris atau Filosofis-teoritis, pemerintah sangat hati-hati atau berbual dan hertindak sangat hati-hati. penuh pertimbangan; seperti Kewenangan BPN. Karena menyangkut tanah, ruang hidup/kehidupan dan kekayaan di bawah lanah adalah urusan Negara; (pasal 33 UUD 1945): manusia. ruang hidup. lanah dan kekayaan di bawah tanah, kemaslahalan manusia ISosial dan Individual). Beberapa 'policy advocacy' dapat bercacal antara lain 'Suryadi Sudirja (mantan MDN) memberi satu 'advocacy' : "he ndaknya kila lidak mabuk olOnomi, mabuk demokrasi atau mabuk kebebasan olOnomi InUllakmutlakan, di dalam bingkai NKRI" . Artinya kebijakan deselllralisaSl. lidak dimaksudkan mutlak-mutlakan bagi Daerah atau menguhah dan lll~rllsak bingkai negara kesatuan. Otonomi bermula di mana dan berakhir di mana adalah pertanyaan yang sama ditujukan kepada Pemda (Kabupalen dan Kota), untuk berhubungan dengan Pemerintah Pusat dan Pemerimah Propinsi. urusan-urusan mana (semua Departemen dan Non Departemen. Lembaga/ non lembaga) yang merupakan urusan Olonomi murni dan tidak mumi. Selanjutnya urusan mana yang lintas sektoral di Tingkal ['usal dan Propinsi atau lintas Kabupaten Kota untuk ditangani Propinsi. Oleh karena itu, lidaklah sesuatu yang naif kalau lelah disebut desemralisasi IPolilik alau administrasi/dekonsentrasi masih dimunculkan juga de volusi. delegasi
G. Shahhir Cheema & Dennis A. Rondim:lli. Decentr;'llizatioll "lid DcvdoplIH.:nl. Policy IllIpkmentallOIl in Developing Countries. Sagt: Puhlications lk vt: rl y Hill si Lol1lJon/ New
4
Delhi. 1983. hal.1l-13.
Oktober - De.wllber 2()()2
Pelaksanaan OlOnomi Daerah
427
dan privalisasi)'- Artiliya Pemerimah Pusat mempunyai Kebijaksanaan Top, demi kepemingan nasional, dan atas nama negara, mengalahkan segala bentuk dan kepemingan daerahl lokal yang sempit jika kepentingan lersebut dinilai mengancam kepemingan nasional secara TUIaI Jan keseluruhan. Pertambangan 'misalnya' memiliki situs tanah lempal pelllukiman; Masyarakat pemukiman, tidak mau berpindah dari lokasi tersebuI, Llengan alasan hak ulayat (beschickkings rechls), Awal mula akan dirempuh oleh Pemerintah dengan pendekatan ganti rugi, sebagai solusi. Masyarakal tetap tidak mau, betapapun diarahkan oleh Pemerintah Oaerahnya; maka adalah benar dan syah, Oemi Kepemingan umum, negara akan memaksa sesuai Hak (otoritas) umuk mencabut hak lersebUl, guna mewujudkan kesejahteraan umum melalui pengelolaan SOA di alas bumi dan di bawah bumi. (pasal 33) bandingkan dengan inpres RI No. <) Tahun 1973 lentang pencabUlan hak atas tanah demi kepemingan nasional sebagai acuan pembatalan hak-hak mutlak daerah atas tanah. SOA bisa saja menyangkut stategi pert aha nan dan keamanan; misalnia: Oaerah Batam dan pulau-pulau kecil sekilarnya , lIlengandung potensi geopolitis militer. Irian Jaya/Ambon dan NTT alau pulau-pulau (Sulawesi Utara), merupakan daerah perisai luar Ketallanan Nasiona!. yang diperhitungkan sebagai sentra-sentra kerawanan di segala bidang. Betapapun dikatakan (seluas-Iuasnya nyata dan bertanggung jawab) , namun ada keterbatasannya. Oaerah-daerah akan memahami keterbalasall dirinya dan menyadari bahwa daerah (dirinya) adalal1 bagian wilayah/sistem Negara Kesatuan Rl. Oengan rela mereka akan melepaskan wewenang bagi Pemerintah Pusat (Oephankam). Ada daerah yang lIlampu melihat dan menempatkan kepentingan nasional Lli atas kepentingan Oaerah suku dan golongan, dalam kerangka kesaluan dan wawasan nusantara.
Keadaan keterbatasan dan pertimbangan hubungan Pusat Llan Oaerah bukanlah hUbungan dichotomis, l11aka huungan tersebul adalah hubungan Cominuul11 (tali-temali berlanjut) sehingga seharusnya Daerah berpikir bahwa sekalipun otonomi, daerah tak mampu l11enyediakan alalalat be rat pel11bangunan dan pemasangannya atau alat-alal inslalasi (Industri dan Pertal11bangan) yang l11embutuhkan experr/ahli dan tenaga
~ R.C. Smith. Del:cmraliz.uion, The Termitorial "Dimensioll of The Sl~llC. GCllrge Allen & UNWIN. 19~5. London, ",,1.1 -5:
NOl/lOr 4 Tahun XXXll
I/UJ.:.1I111 dUll
42H
PellllJUII,!!,1I1/lII/
profesional. Apalagi memesan dan menyewakan clari Illar negeri: KeClIali melalui juklak dan juknis Departemen Pusal. Pelabuhan laut. handara dan terminal tertentu atau l)aerall-liaerail konsesi lain merupakan contoh kepentingan umum clan nasional bahkan Internasional yang terkait atau terdapat di dalam nya. Oleh karena itu. seluas -dan sebatasnya otonomi dan memiliki kewenangan yang Illas clan hesar. aclalah ' imposible'. bagi daerah untuk menyatakan sebagai asset claerah 100 % atau ownership secara penuh pacla Pell1erilllah l)aerah. (hukan Kepemilikan mutlak Daerah). karena keterkaitannya Jengan kepentingan nasional. Salah satu Karakteristik dari desentralisasi ialah tlevolusi. Melalui devolusi atau urusan (urusan-urusan) memiliki hub unga n timbal balik dan saling ll1enyumbangkan (reciprocal, mutually beneticial. tenlapal koonJinasi kegiatan. dimana lerdapat kemampuan Pemerintah Daerah berinteraksi timbal balik dengan unit-unit yang tergabung dalall1 sislem i'emerinlahan ilU sendiri. sebagai salah satu anggota SiSlem) ." Ada 2 (dua) cara penyerahan urusan kepacla l)aerah (HOnum. Pertama menyerahkan sebanyak-banyaknya dengan rincian urusan-urusan lersebul dengan Peraturan Daerah secara beningkar. Cara yang kedua. adalah merinci Kompelensi i'emerilllah )Jusal clan sisanya adalah urusan Pemerinlah Daerah. (open end arrangemenl atau general competence. H. Maddick : 1963).' Dengan pandangan demikian, maka sec"ra empirik Jan (emilis filosofis dapat dikatakan bahwa lerdapal urusan pemerilllahan yang sepenuhnya sentralistis. Tetapi tidak pernah urusan pemerimahan yang sepenuhnya diselenggarakan seeara desentralisasi tidak pernah uronomi clilaksanakan secara mUllak oleh Daerah lanpa desentralisasi alall semralsiasi. Karena geografis atau eiri-ciri spesifik sualU Daerah atau kundisi obyeklif Daerah otonomi (Kabupalen/Kola), yang tidak sarna. rnaka terdapal urusan yang perlu disentralisir demi kepentingan nasional: (l3i1a tidak dikembalikan sehagai urusan negara maka urusan lersebul. akan merugikan kepemingan nasional);' Pertama : Tidak ada satu urusan pun yang mUllak-mullakan. dan permanen didesentralisasikan dan menjadi urusan monopoli sualU Daerah.
h
Ihil1: l1al. 22
7
B.c.
Smith. op.cit; hal. 194.
M Dclluy
Supriady Brata Kusumah & Dadang Soliilin. OtoLloLlli PCll yc!l:nggaraali Pt!lller intahan Dat:rah. Penerhit PT. Gramedia. Pustaka Utalllil. Jakarl'l. 2LX)I. lIal. 35-50,
OklOiJer .. iksellllJer 21)(}2
Pelaksallaan OlDnam; Daerah
42Y
Kalau itu menyangkut kepentingan nasional (demi geopoli lik clan Hankam), sewkatu-waktu hak Daerah (Kewenangan Daerah) lersebut uapal uieabut oleh Pemerintah Pusat. Kedua: karena isu desentralisasi dan sentralisai , senantiasa melibatkan faktor-fa ktor ke arah pertentangan kepentingan, maka Intervensl Pemerintah Pusat, merupakan hal yang wajar (kewibawaan negara). Semisal Kasus Batam, bermula dengan inisiatif Pemerintah Pusat yang mengatur dengan berbagai peraturan sampai pada konsesi Badan Otorila; maka sudah tiba saatnya untuk dirinei kembali, urusan-urusan mana letap menjadi urusan Departemen Pusat (Hankam, Penambangan, Penanahan dan Perhubungan Laut) karena menyangkut kepentingan nasional. Bahwa sudah sewajarnya diberi kan peringatan keras kepaua Daerah-Daerah yang bersikukuh mengelola SDA yang sebenamya aualah urusan Pemerintah Pusat. Sebaliknya ada urusan-ur usan yang suuah merupakan urusan Daerah diserahkan pula dengan unuang- ulllJang atau Peraturan-peraturan minimal dengan Peraturan Dae rah, ya ng Illerujuk kembalr dengan peraturan Pemerintah Pusat yang lelall aua, sebelum Undang-Undang No 22 Talmn 1999. Kalaupun masalah BAT AM yang sebenamya selesai persoalannya maka masih ada "BAT AM " lain yang perlu dibangun di Irian Jaya, Maluku Utara, Sulawesi Uta ra ua n NTT, sebagai unsur-unsur/ciri-ciri kegatraan yang mengundang konfl ik \p intu masuk dan keluar/bagi aneaman, gangguan dan hambatan se n a ya ng mengganggu kelahanan nasional (AGHT). Demikian topik ini ditulis sebagai argumentasi Pembangu nan Kepentingan Nasional di atas kepentingan daerah Otonom dalam kedudukan sebagai prasyarat mutual symbiosis antara Pemerintah PUSCH dan Pemerintah Daerah Pasea berlakunya undang-undang No. 22 Tahun 1999 tennasuk undang-undang No. 25 Tahun 1999. Pada akhirnya mutual symbiosis dan synthesis itu membutuhkan pembagian penerimaan atau pendapalan seeara adil dan merata (dalam hal yang sama atau urusan yang sama diperlakukan secara sama dan dalam hal yang berbeda diperlakukan seeara berbeda); itulah keadilan.
I.
Landasan Yuridis Pembagian Kewenangan Antara PemKot dan BOB
Dalam undang-undang dasar 1945 seeara lugas Jikalakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Semua tindakan pemerintah. negara dan
NoolUl' 4 Tahun XXXII
43U
111ll\1I1I1 dUll l.JeJIII){II(t:1f11Cl1/
warga negara harus herdasarkan atas hukulll dan liuak llcrdasarkan kekuasaan helaka. Hukulll harus kita junjung sebagai sislelll kaiclail yang menata kehidupan untuk mencapai tujuan berbangsa Jan bcrnegara . mengenai pembagian daerah diatur dalalll pasal III U U D IY45 yang berbunyi pembagian daerah besar dan kecil uengan belHuk susunan pemerimahannya ditetapkan undang-undang. Pembagian kewenangan telail uitetapkan dalam sistem pemerintahan Ullllang Undang No. 22 Tailun 1'Il)'I tentang Pemerintahan Daerah juncto PP No. 2512UUlJ lentang kewenangan pemerintahan, dan kewenangan propinsi seha~ai daerah otonom uilain pihak kembali ditegaskan dalalll pasal 27 U U D 45 yang berbunyi Illemerintahkan segala warga negara bersalllaan keuuuukannya ui dalam hukum dan pemerintahan dan wajib Illenjunjung hukulll dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali. Mengingar lanJasa)) Ilukum tersebut di atas, timbul permasalahan di Batam mengenai pClllbagian kewenangan Pemerintah Kota Batam dengan Badan Pengelola Olorira Balam. tJ
I. Berdasarkan U UNo. 221 1999 tentang Pemerimail Daerail. Jalam pasal 119 ayat I menyebutkan kewenangan Jaerah KabupaLen/Kota dilllaksud Pasal II berlakn juga di kawasan otorira yang lerielak Ji ualam Daerah Otonom, yang meliputi badan Olorita. kawasan Pelabuhan. Kawasan Bandar Udara. Kawasan Perumahan , Kawasan Indusrri. Kawasan Perkebunan. Kawasan Pertambangan, Kawasan Kehuranan. Kawasan Pariwisata, Kawasan jalan bebas hambatan dan kawasan lain yang sejenis. Bidang pemerintahan yang diwajibkan kepada Pemerintah Daerah pasal II juncto pasal 119 ayat 2 tentang Pemerintah Daerah terdapar suku kala "berlaku juga", hal ini menimbulkan penafsiran bermacalll-macalll seolah-olah tidak wajib atau bersama-sama dengan instansi la in karena adanya kata "berlaku juga" dalam pasal tersebul. Kemudian dalam ayar 2 ayat I lebih \anjut mengatakan sebagai mana yang dimaksud Pengaturannya di tetapkan dengan Peraturan Pemerintah timbul lIlasalah. terlal11bat dikeluarkan Peraturan Pemerintah sebagimana diamanatkan paua pasal Ill) ayat 2 june to pasal 132 ayat I UU No. 22 tahun I<)<)l) lemang Pel11erintahan Daerah, jangka waktunya telah habis dalal11 undang-unuang
{J
llU Nu. 22 Tahun 1999. rased 11 jo 119 ay
Okwber _. Desell//Jer 20m
Peluksanaan Otonomi Daerah
431
yang memerintahkan ke'tentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjul Undangundang ini sudah selesai selambat-Iambatnya saw tahun sejak Undang Unctang ini ditetapkan (yaitu pacta tanggal 7 Mei 1999 sid 7 Mei 2000),111 Kemudian dalam penjelasan tidak ada perintah dan alaU larangan apabila Peraturan Pemerintah yang dimaksud lidak ada atau belwu diterbitkan maka Pemerintah Daerah kabupaten/kota dilarang atau dapal mengeluarkan Peraturan Daerah , mengambil alih kewenangan fungsi pemerintahan yang dimaksud pasal tersebut, terhadap yang uikelola Sadan Otorita Satam sambil menunggu Peraturan Pemerintah.
II. Mengingat keauaan tersebut dalam point I uikaitkan dellgan U U No. 531 1999 tentang pembentukan Kabupaten/Kota termasuk Kola Satam. Dalam undang-undang ini satu-satunya Pasal yang terkait dengan Badan Otorita Satam yaitu : pasal 21 UU No. 53/99 yang mengalUr lcntang Hubungan Pemerintah Kota Satam dan Sadan Otorita Balalll yang berbunyi: " 1, Dengan terbentuknya Kota Satam sebagai Daerah Otonom. Pelllerimah Kota Satam dalam penyelenggaraan pemerinrahan dan pell1bangunan ui daerahnya mengikutsertakan Sadan Otorita Salam. 2. Status dan kedudukan Sadan Otorita Satam yang Illenuukung kemajuan Pembangunan Nasional dan Daerah sehubungan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 temang Pemerintahan Daerah perlu disempurnakan. 3. Hubungan kerja amara Pemerintah Kota Satam dan Sauan Otorita Satam diatur lebih lanjnt dengan Peraturan Pemerintah. 4. Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud selambat-Ialllballlya dua belas bnlan sejak tanggal diresmikannya Kota Satam. Penjelasan Pasal 21 Ayal (/) :
Keikutsertakan Sadan Otorita Batam dimaksudkan umuk kesin:tIllDungan berbagai kemajuan pembangunan di kawasan Balam sebagai kawasan JU
L111. No . 22 Tahull 1999. pasal 119 ayat 2jo 132 ayal I tcntang PClllcrilllalwlI Oacrah .
II UU. No . 53 Ta hun 1999. lelllang Pcmhenlukan K.Lhup.LICIl dan KOla. LCfLn:tsuk Kola
Balam.
NUl/lOr 4 Tahun XXXII
432
Hu/.:.ullI
,!till
j-J(!III/)(III,!!,mUIII
industri, alih kapal. pariwisata, dan perdagangan yang sclama ini dilakukan oleh Badan Otorita Batam. Ayat (2) : Aym (3) : Pengaturan hubungan kerja antara Pemerintah KOla Batam dan Badan Owrita Batam dimaksudkan untuk menghindari tumpang lill(jih lugas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan antara Pemerintah Kota Batam dan Badan Otorita Batam. Ayat (4) : Cukup jelas. Peraturan perundang-undangan memerintahkan kepada I'emerimah Kota umuk "mengikutsenakan" Badan Otorita Batam dalam penyeknggaraan pemerintah dan pembangunan dalam laporan ini le lah diwwarkan (lima macam pilihan atau alternati!) sebagai berikut: " I.
2.
Badan Otorita Batam sebagai perangkat bersama I'usat dan I'enlerintah Kuta. Apabila Badan Otorita Batam merupakan perangkal I'usal-Kula. maka kewenangan yang dimilikinya merupakan hasil kesep"kat"n "ntara Pusat dan KOla. Posisi ini menyebabkan Bad"n Olorila Batam bertanggung jawab kepada Pemerintah PUS~tl dan Pemerimail KOla Batam. Badan Otor;ta Batam sebaga; BUMN Dalam posisi illi kelJ'''II{/llgall Badan Otorita Baram sama sepert; kelVenangan perusalwall Negara laillflya. Badan Otorita Batam hanya memiliki lvilayah 1I.l'Olw dan (idak memiliki wilayah pemer;ntahan Uurisdiksi territorial). Dalalll haL illi, Badan Otorita Batam beroperasi dellgall rujukall kell'eJ/allgal1, kebijakan dan peraturan pemer;ntah kota Baralll.
3.
Badan Otorita Batam sebagai perangkat uaer"h (BUMD/lembaga teknis daerah). Sebagai bag ian dari Pemerintah Kota , Bad"n Otorita Batam memiliki kewenagan baik sebagai badan usaha maupun sebagai pelaksana kebijakan pemerintah kota.
4.
Badan Ororita Batam sebagai special district dengan posisi ini Badan Otorita Batam merupakan unit pemerimahan "limited purpose " hubungannya dengan Pemerintah Kota Batam dengan demikian i1ubungan amar pemerintahan.
I!
Llpon~1l Hasil Penelirian ( Laporan I , 2001 ), dari Tim liP. DDN. 2001.
OklOber - Dnelll!;er 2002
PelaksaJzaan OlOnomi Daerah
433
5 . Badan Otorita Batam sebagai lain-lain. Apabila Badan OwriLa Batam akan diberi posis i yang bersifa t kombinasi , maka kewenangannya perlu ditegaskan dalam dasar hukum yang jelas sesuai dengan " rumusan kombinasi" yang diinginkan. Oalam hal ini Lennasuk kemungkinan sebagai kawasan berikat, daerah perdagangan bebas. aLau bad an perintis pembangunan. Oengan posisi ini , hubungan l3adan OLOrita Batam dan Pemerimah KOla Batam akan bervariasi. Oengan demikian dapat digunakan memposisikan SLaLUS dan kedudukan Pemerintah Kota Batam ya ng dimaksud Uilluk lllengikuLse nakan Badan Pengel o la OLOrita Batam guna mendukung pell1bangunan nasional uan daerah, dalam pasal 21 ayal 2 UU No. 53/yY lI1enyeburkan "perlu disempurnakan". Arlinya hubungan kelja anrara Pell1eriIllail KOLa Baram dengan Badan Pengelola OLOrita Balam perlu diseillpurnakan menghindari dampak negatif terhadap kepercayaan inveslll r yang bisa llIemicu pelarian (hengkang) dari Balam karena lidak ada ilukulI1 j,uninan kepaua investor. Oengan adanya kedua undang-unu ang ini penyelllpu rnaan pembagian lersebul unruk menghilangkan IUlllpang linuih kewenangan fungsi pemerimahan dan pembangunan . Kawasan inuuslri . alih kapal, pariwisata dan perdagangan selama ini dikelola oleh l3adan Pengelola Olorira Balam, sekarang perlu dibangun rambu- rambu hukum pembagian kewenangan yang dilelapkan secara adil dan benar, walaupun lindakan kebijakan sudah lerlambat dari waktu yang diperinrahkan undang-unuang . 1.1 Pemerimah Kota Batam dalam menjalankan rod a pemerintahan wajib mengikutsertakan Badan Otorita Batam. Oalam pasal ini liuak menjelaskan apakah status Badan Otorita Balam sebagai Pcrangkat Daerah alau Perangkat Pusat. Pemerintah Kota Batam pad a posisi di alas Lidak bisa uipersamakan dengan pemerintah kOla yang lain ui Indones ia nlisalnya Cilegon yang tidak secara langsung berhadapan dengan negara lain. Akhirnya banyak mengundang multi tafsir atas kewenangan KOla Balam yang uiperoleh atas perintah Pasal II jo pasal 119 UU No. 22f':)l) lcntang Pemerintah Oaerah , Pemerimah Kota Balam terdapa! spesifikasi kllUSUS ualalll penyelenggaraan fungsi pemerimahan, dimana Pemerilllail KOla Balam di salllping menjalankan roda pelllerintahan dan pembangunan, {elapi di lain pihak ada kewajiban Illengikut serra Badan Ulorira l3alam
IJ
IbiLi.
Nomor 4
Taluin XXXII
dalam penjelasan undang-undang tidak terdapat maksuJ mengikulsenai
III. Pembagian kewenangan Pemerintah Kota Batam dan BaJan Olmira Balam. menimbulkan kewenangan otonomi daerah yang dapal lIlenjaJi herkah atau musibah, hal ini dapat memuneulkan ekses negalif atau posilif dalam perjalanan pemerintahan era refmmasi akibal lc rj adinya mulli lafsir peraturan perundang-undangan pembagian kcwcnangan khususnya di Pemerintah Kota Batam dengan karena terbemukn ya leriehih dahulu Badan Otorita Batam, akhirnya terjadi tarik menarik kcwcnangan antar pemerintah kota dengan Badan Pengelola Owrila Ualalll dalam implementasi pelaksanaan otonomi daerah, fungsi-fungsi pClllerimah terdapat dua institusi sama-sama menjalankan fungsi pemerilllahan lertentu ya ng diakui keberadaannya dalam undang-undang . Posisi illi lidak bisa tidak. harus dikonkretkan segala sesuatunya, yang menjadi lugas pokok dan fungsi masing-masing, agar dapat dipisahkan hak dan kewajiban daerah baik seeara hukum dan perundang-undangan serta hak asasi daerah. Oi lain pihak posisi Badan Pengelola Otorita Balam juga Jitelllukan Jllana yang menjadi hak dan kewajibannya dalam menjalankan lugas pokok dan fungsinya. Karena pembagian tersebut sangat strategis alau Illenyangkut kepelllingan negara dan daerah. Oi mana kita telah kelahui bersailla ha hwa kondisi Batam satu-salunya di negara kita tereinta ini ya ng mempunyai peran perdagangan. pariwisata dan kepelabuhanan yang akti filasnya dapal menimbulkan berbagai jenis penyelundupan antar negara baik urang maupun barang. Keadaan inilah yang menimbulkan lalulimas perdagangan di Balam sarat muatan kepentingan nasional, sekaligus posis i penemu haik buruknya sistem dan mekanisme hukum, politik. pertahanan dan ekonomi dengan pihak luar dalam kerangka memagari Negara KesalUan Republik Indonesia dalam pereaturan hukum dagang internasional. Jalllinan peran hubungan bilaleral , regional dan internasional Batam sebagai pintu gerbang perairan laut antara Batam dengan Singapura. perlu Liicari pembagian yang menguntungkan daerah amara kewenangan I'eillerimah KOla dengan Badan Pengelola Otorita Balam. Illlplememasi pClllbagian kewenangan dapat diharapkan penuh pertanggungjawaban secara IlUkum
14
tJu. ~o. 22 Tahun 1999. pasal II jo 119 tt::ntang PemerintahanO"t!rah.
OklOber - Del'ember 2()()2
435
Pelaksallaan Oronomi Daerah
dan seeara teknis yuridis untuk mengatasi dan menyelesaikan persoalan tanpa menimbulkan persoalan bam'. Artinya kewenangan tersebUl dibagi seeara adil dan benar keterkaitannya setiap jenis dengan prioriras bagi hasil yang mengutamakan kepentingan Pemerintah Kora. Desemralisasi yang luas di Pemerintah Kota , tanpa mengenal dekonsentrasi bukan berarti kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia di daerah lepas dari pengaturan pusat pada posisi strategis tenentu yang lerkail dengan kepentingan nasional mel1lagar Negara KesaLUan Republik Indonesia, tanpa mengurangi nilai kepentingan daerah di bidang kesejahteraan .
IV. Badall HukulIl Publik Badan Pengelola Otorita Batam didirikan berdasa rkall Kepulusan Pres iden yang telah beberapa kali mengalami perubahan. Terakllir Jengan Kepres RI No. 94 tahun 1998 tanggal 29 J uni 19lJX lemang Daerah IndustrL Pulau Batam" dan yang dijabarkan dalam organisasi Jan lata kelja oro rita pengembangan daerah industri Pulau Batam. berdasarkan KepuLUsan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau l3alam No. 114/KPTS/KAIVlI, tanggal 1 luli 1999 tentang Penyempurnaan at as kepuLUsan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Salam No. nO /U M-KPTS /XlI / 1988 dan No. nI / UM-KPTS / Xl1 / 19 ~~ lemang Organisasi dan tata kerja Otorita Batam sesuai surat Memeri Koord inator Pengawasan Pembangunan dan Peneniban Aparatur Negara No. 344 / MK W ASBANGPAN/ 1211998 tanggal 28 Desember 1999. Stalus l3adan Hukum Badan Pengelola Otorita Batam tersebut , l1lenjadi dasa r hukum umuk memenuhi persyaratan untuk l1lendapatkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Bahwa untuk keperluan tersebut telah disediakan landasan hukumnya berupa penguasaan tanah dengan Hak Pengelolaan se ilagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri NomoI' 5 tahun 1974 lemang ketentuan-ketentuan mengenai penyediaan dan pemberian tanah umuk keperluan perusahaan. jo. Peraturall Melltel'i Agraria NomoI' 19 Tahun 1965 tentang pelaksanaan konversi hak penguasaan a"lS lanah Negara dan ketentuan-ketentuan tentang kebijaksanaan se lanjulnya . Dan bahwa untuk pelaksanaan penyerahan bagian-bagian ulIlah Hak Pengeiolaan
I:' Li h~l l Kepres RI. Nil. <)4 "LdlUll 1998 . 19l. 29 Juni 1998 t~tlHang. J)at:f:t ll I l1d ll~l r i Pulau Balalli .
NOli/or 4 Tahull XXXII
436
NU/.:.lllIl dOli h-lIIi}(/Ji,f!.lII/(lJ/
kepalla pihak ketiga sebagimana dimaksud dalam Pasal 3 !'eraturan Memeri Dalam Negeri Nomor 5 TallUn 1974, perlu Jiatur lebih lanjlll tata cafa pengajuan permohonan dan penyelesaian pemberian haknya. ", Permohonan Hak Pengelolaan dapat dilakukan o!eh Hallan I-iukum, Pemerintah Daerah, Lembaga atau Instansi Pemerilllah dcngan mengajukan permohonan kepada Gubernur atau Mendagri dcngan rcncana perumukkan dan penggunaan tanah yang digunakan dan syarat pCllLlukung herupa keterangan dari departemen teknis terbit lainnya. Kcmullian JiJat"tarkan pad a Kantor Sub Direktorat Agraria !'ropinsi ullluk di,eruskan kepaJa Kepala BPN PuscH. Setelah meneliti herbs-herkas yang dill1aksuJ, Jimana syarat-syarat terpenuhi, maka Badan Pertanahan Nasionat meneruskan kepada Presiden untuk dikeluarkan {bukri h''''1 a"1S hak pengeiolaan atas nama pemohon. Berdasarkan perolehan Hak Pengelolaan Lahan Balian Pengeiola Otorira Batam berdasarkan Kepres No 41/ 1973,17 inilah lllcrupakan hak pengelolaan yang dimiliki Badan Pengelola Otorita Balam (LlPOB) yang memiliki kewenangan peruntukan dan penggunaan yang dapa, diproses melalui manajemen Badan Otorita Batam. Kegiaran mana dilakllkan sebagian llntuk kepentingan umum (fasilitas sosial lIan fasilitas umum) sebagian lagi untuk kepentingan pihak ketiga (investor) yang meliputi segisegi peruntukan, penggunaan, jangka wakru dan keuangannya. Allapun tata cara permohonannya dengan pihak kerig" aJatah pemilik Hak Pengelolaan Lahan wajib membuat perjanjian tertutis aillara pemegang Hak Pengelolaan Lahan dan pihak ketiga yang bersangkuran dengan syarat : Identitas pihak ketiga. Lerak batas dan letak tanah. Jenis penggunaannya. Hak aras tanah yang diminta untuk diberikan kepada pihak ke'iga. Jangka waktunya. Jenis-jenis bangunan. Jumlah uang pemasukan. Syarar lain yang diperlukan pemegang Hak Pengelolaan Lahan (\ ·IPL).
Ih
LiIJal PeralUran Mcnleri Dalam Negeri, No . 5 Tahull 1974.
TClltallg
KL"IL:IHU
Kelentu;:ul . . . ust.
\1 Lihal .Kepn:!s.No. 41 Tahun 1973, tentang Pcnelapan PcngeJolaan Lahal!1 BPOU
J.
Oklober - Deselllber 2U02
Pelaksanaan Otonom; Daerah
437
Syarat Pembatalan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) :" I.
Peraturan Menteri Agraria Nomor 19 Tahun 1965 temang pelaksanaan konversi hak penguasaan atas tanah Negara dan ketemuan-kelemuan lemang kebijaksanaan selanjutnya.
2.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 tahun 1<)74 lemang ketemuan-ketemuan mengenai penyediaan dan pemberian lanall umuk keperluan perusahaan.
3.
Peraturan Menteri Agraria IKepala Badan Pertanahan Nasional NO lllor 3 Tahun 1999 jo. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999.
4.
SE BPN Nomor 500 2147 tanggal 19-7-2000 temang kdengkapan. Apabila ada sertifikat yang diminta pembatalan harus disenai alasanalasan dengan syarat sebagai berikut : a. Apabila pennohonan pembatalan ilU be rdasarkan alaS kekualan keputusan Badan Peradilan yang telah mempunyai kekualan hukum ~erap , kepada tennohon tidak perlu dimima umuk menanggapi; b.
e.
Apabila permohonan pembatalan tersebut karena alas hak yang tidak sah atau eacar administrasi, kepada termohon diberi lenggal waktu I (satu) bulan untuk menaggapi; Surat pemberitahuan tertulis dn tanggapannya menjadi wa rkah dan apabila kewenangan pembatalan ada pada Kepala Badan Perlanahan Nasional, harus disertakan sebagai bahan pertimbangan.
V. Kepelabuhan Peraturan Pemerintah Rl. No. 69 Tahun 200 I lentang Kepeiabuhan, menimbang perlu pengaturan mengenai penyelenggaraan kepelabuhan unruk dilara dan diatur kembali agar sejalan dengan OLOnomi Daerah. Pasal I lIlenjelaskan bahwa unit pelaksana Teknis/Satuan kerja Pelabuhan adalah Unit Organisasi Pemerintah, Pemerimah Propinsi dan I'elllerimah Kabupaten/KOla. Badan Pengelola Otorita Balam sebagai wakil peillerimah pusat dalam PP tersebut di atas mengamanatkan sebagai unil pclaksana teknis /satuan kerja pelabuhan dapat menjadi unit peillerimall, bisa juga
IX
Lil1aL Syarat - Syarat Pemhalalan Pennemlag.ri Jan
NOli/or 4 Tahun XXXII
Permt::ll.
Agraria/Ka .UPN .
dsl.
438
Hukwll dan P(;,IIIVWI.t:lllllJlI
unil pemerinlah propinsi dan bisa juga unil pemerimah kabupalen Ikuta yang menegaskan semua kegiatan kepelabuhanan secara khusus uiberikan kepada BUMD atau BUMN. PP tersebul tidak mengakomouir persoalan Pemerimah Kota Batam dengan Badan . Pengelola OlOriw llalalll yan~ membuluhkan landasan hukum, oleh karena itu. Badan Pengclola Olorila Balam bukan BUMD dan alau BUMN telapi olOrila. pusisi lladan Pengelola Otorita Batam ini dengan Pemerimah Kota selllakin II1clllbuka peluang terjadinya mulli tafsir perundang-undangan sall1pai ada 1'1' khusus yang lllengatur hubungan pemerintah kota dengan lladan Pengclul:! Ulorira Balam. Sedangkan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) aualah lladan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik daerah yang khusus dibcribu uilluk lIlengusahakan jasa kepelabuhan di pelabuhan Nasiona!. Adapun lalaCara kepelabuhan Nasional ditetapkan oleh Menteri pasal 2:2 PI'. Nu. ()l) lahun 20U I tentang Kepelabuhan. Adapun tingkatan atau hirarki peran clan fungsi pelabuhan laut terdiri dari : I') a. b. c.
Pelabuhan Internasional hubungan, merupakan pelabuhan Ulallla primer. Pelabuhan Internasional merupakan pelabuhan ulama sekunuer. Pelabuhan nasional merupakan pelabuhan utama lers ier.
d. e.
Pelabuhan regional merupakan pelabuhan pengumpan primer. Pelabuhan lokal merupakan pelabuhan pengumpan sekunder.
Berdasarkan kriteria dan syarat ditetapkan SlalUS sualU pelabuhan. dengan memperhatikan pengaturan masing-masing jenis pelabuhan di alas dari point a, b, C, d dan e, yang telah ditetapkan amara pa"d 5 ayal I. 2, 3, 4 Jan PP No. 69/200 I tentang Kepelabuhan dan dihubungkan den~an keadaan pelabuhan yang ada di Batam, maka hirarki dan fungsi pelabuhan Batam dapat diposisikan sebagai kriteria dan syarat yang dialur pasal 5: I junclO pasal 6 PP. No. 6912001, dimana pelabuhan Batam mellliliki : Kedekatan dengan pasar Internasional. Kedekatan dengan jalur pelayaran Internasional . Kedekatan dengan jalur alur laut kepulauan Indonesia. Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang Illlernasiuna!. Memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan Internas ional hubungan lainnya. Memiliki kondisi teknis pelabuhan yang terl indung dari gelombang dengan luas daratan dan perairan tertentu.
II) Lihill PP. No . 69 Ta hun 2001 Tentang Kepdahuhan .
OklOber - Vesember 20()2
Pelaksallaan OlOnomi Daerah
43Y
Volume kegialari bongkar mua!. Kelentuan mengenai kegialan, peran dan fu ngsi, klarifikasi, jenis dan hirarki pe labuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 Jan 5 Jialur Jengan Kepulusan Menteri. Apabila kila merujuk pad a pasal I 1:2 Jan pejelasannya UU No. 2211999 len lang Pemda .. Perhubungan, menjadi wewenang bidang Pemerintahan Daerah Kabupalen/ KOla, persoalan yang limbul apakah "perhuhungan" bed a kegiatannya Jengan apa pug Jialur lentang Kepelabuhan PI' 69 lahun 200 I. Hal ini diper lukall pCIIlI:t1aman khusus dalam PP No. 69/ 200 1 begilu luas peran PemerimaiJ i'usal, llaiJkan sangal bertentangan dengan PP 25 Tahun 2000 lemang kewenallgall daerah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah ownom. Aninya Jalalll PI' No. 691200 I sangal memberikan peluang pengelolaannya yang bisa diperoleh. Pemerintah Propinsi. Pemerinlah KabupalenlKola , SUMD Jan BUMN, (Sadan Hukum Indonesia), sejauh mana Salam Japal memperoleh hak menjadi pe labuhan khusus unluk kepemingan sendiri guna Illenunpng kegiaran lerlenlu (pasaIS: I PP. No. 69 Tahun 2001). '"
VI. Permasalahan selllakin lajam selelah lerjadi tarik Illcnarik kewenangan di lapangan, lerbentur perbedaan persepsi kewenangan mana untuk Pelllerintah Kora dan yang mana untuk Badan Olurila Balam seh ingga [lelllbagian kewenangan ya ng dimaksud untuk mengikulsenakan sampai hari ini ditafsirkan sendiri-sendiri. Ironisnya kila seil lua helum merasa nasionalisme untuk Illengambil alih (menghancurkanj perdagangan ya ng ada di Singapura agar bisa beralih ke Indonesia , Karena kila liJak sadar tujuan Sadan Pengelola Olrita Satam dibenluk masa lalu ullluk jangka panjang, mengambil alih kegiatan perdagangan dunia Ji ::;ill~apura bisa dipindahkan ke Indonesia (Salam) hal ini sangal lnciliullgkinkan karena letak geografis I3ARELANG yang langsu ng berliaJapall Jengan negara Singapura dengan jarak tempuh 15 menil (sangal Uebl). Uahkan jarak sekarang daratan Singapura telah bergeser akibal penjualan pasir dari Kepulauan Riau ke Singapura, Artinya ijin galian "C " hisa herdampak lerganggunya kepentingan nasional "zona eksklusif' Negara Kesaluan Republik Indones ia hisa bergeser untuk itu [lerlu diatur selara leknis
. -'II 11m!.
Nomor 4 Tall/It! XXXII
44U
Hukul1/ d(/II PelllbcmgllJwJl
yuriuis. seberapa besarnya kewenangan yang uiperoleh Pemeril1lail KOla l3alam uan besarnya kewenangan Badan Pengelola OLOrila l3alam (wakil Pemerimah Pusat) meng ikutsertakan uengan cara bahu llIelllbahu Jail bergandengan tangan menjadi sangat penting ualam rallgb memberi jaminan kepada pihak Internasional di bidang perdagangan . pariwisala dan kepelabuhanan, NKRl perlu memberilmenjamin kepereayaan asing sckaligus memperkuat daya saing global bidang ekonomi, polilik. penailallan dan hukum internasional. Sudah barang tentu keadaan lersebul dilllLllIgkinkan penllClal1
pembagian
kewenangan
fungsi
pemerinrah
llH':llyesuaikan
kepemingan daerah sebagai Negara Kesaruan Repllblik Indonesia I'asal 133 U U 22/99 lentang Pemerintah Daerah" mengisyaralkan uilluk ll1engadakan penyesuaian apabila lerdapat undang-undang uan alaU liuak sesuai. Aninya kewenangan Pemerintah Kota Batam perlu spesifikasi khusus yang Illemiliki bargaining position tinggi dengan kepaslian hukulll yallg suliu. l3alalll merupakan pintu gerbang lalu limas perairan laul dan perdagangan il1lernasional yang mirip Terusan Suez, yang mempunyai kekuasaan hubungan bilateral, regional dan internasional. Kondisi geografis lersebu! Bauan Pengelola Otori!a Batam berperan sebagai wakil Pemeril1lah Pusal. Perlu kejelasan bahkan masa sekarang ini sedang maraknya gangguan kejahalan .penyelundupan ke dalam negeri yang diduga bermllara uari para pengusaha Internasional di pasar Singapura. Peluang mouus uperanui penyelundupan perbua!an melawan hukum tersebUl sangal sering' <.Ii<.luga lerjadi yang merugikan Negara Kesatuan Republik In<.lllllesia. PcriSliwa kejahalan tersebut pembuat UU No. 53/99 sudah mempre<.liksi belapa pel1ling posisi Badan Pengelola Otorita l3alam <.Ialalll pcrcaluran perdagangan, pariwisata dan kepelabuhanan Il1lernasio nal agar Pellleril1lah Kota mengikutsertakan I3POB. Hasil identifikasinya untuk beberapa kemung ki nan pClllbagian kewenangan dimuat di dalam Bab lain dalam lapo ran ini lIubungan kewenangan Badan Otorita Batam dan Pemeril1lah KOla <.I i bidang per<.lagangan, pariwisata dan kepelabuhanan yang <.Iapal dipilill salah saLU model penanganannya. Untuk ilu perlu ukuran dan pembagian yang jdas ualam organisasi tata kerja masing-masing pihak, dimana seliar alur kegiatan perlu ditentukan titik simpul yang mana yang dikdola Pemerilllah KUla mana Badan Olorita Batam sebagai pihak yang di ikulsenakan. mempunyai standar ukuran titik keseimbangan kepemingaJl daerah uan pusal. :!I Lihat pasal 133 UU. No. 22 Tahun 1999. Tcntang Pt:ll1crinwh.lI1 Oat.:f4l1i.
OklOber - Desemver 2002
Pelaksanaan Otonomi Daerah
441
VII. Ketidakpastian Hukum Ketidakpastian hukum amara Pemerintah KOla Balalll dengan Badan Pengelola Otorira Batam, perijinan yang dikelola Badall Pellgelola Ororila Batam berdasar Hak Pengelolaan Lahan Keputusan Presiden No. 41 Tahun 1973 tentang pemberian Hak Pengelolaan Lahan (HPL) leljalli. Surat Badan Pertanahan Nasional No. 410-45 lenanggal X .!anuari 2002 yang isinya memberikan kewenangan kepada Pemerimal1 KUla BaLam untuk mengeluarkan ijin lokasi . Hal ini menimbulkan kelidakpastian hukum, selama ini ijin tersebur dikelola oleh Badan Pengelola Olorira Balam dimana status hukum Hak Pengelolaan Lahan IIlilik Badan Pengelola Otorita Batam sampai hari ini masih berlaku atau belulll ada pembatalan serta pembagian kewenangan yang jelas." Kewenangan mengeluarkan ijin lokasi Badan Pengelola Olorita Batam berdasarkan Hak Pengelolaan Lahan sesuai dengan PeraLUran Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.2 Tahun 1999 lerap beljalan. Sehubungan dengan masalah hukum tersebur lerkesan Badan Pertanahan Nasional telah berkepala dua , tanpa memperhalikan. peraluran perundang-undangan yang berlaku dalam rangka memberi keseilllbangan kewenangan antara Pemerintah Kota atau Badan Pengelola Olorila Balam. Dengan demikian seeara yuridis formal maupun material kila serahkan kepada penegak hukum. Perlu meneliti keabsahan sIal us liukulll yaug mana yang berlaku dan atau batal demi hukum antara lain: I. Diuji berdasarkan tata urutan perundang-undangan yang beriaku . 2. Diuji dengan hak yudiciai review Mahkamah Agung (MA) 3. Musyawarah untuk mufakat. 4. dlL
Rekomendasi Rencana Kebijakan Huknm Ullluk mendapatkan nilai hukum dalam proyeksi dunia. perlu Illemperhatikan faktor-faktor penentu, misalnya trend perubahan inves[asi dunia dengan asumsi negara mendapat jaminan kepasrian hukum dari negara si penerima investasi, kemudian baru merujuk kepada faklor-faklor 22 Lib'll K~ppr~s RI. No. 41 Tahull 1973 & Sural Hallan Pl!rtallalian Nasiullal No. 410-45. I
.vol/lOr 4 Tahun XXXII
442 lainnya. Batam sebagai wilayah yang letak geografisnya berlIaJap-I"".lapan Jengan Singapura, ll1ell1posisikan kondisinya Balam Jalaln pcrsaint!an Bilaterat. Regional dan Internasional. Hal ini ler lil"" .ide" IIlcngenai pOlensi nilai transhipment Pulau Batam yang sangal lerbil dengan pertull1buhan Singapura sehingga perlu ll1enentukan m,,,riks, kellllgg ulan Jan kelemahan Batam. Implementasi Otonomi Daerah dilIarapkan di Batam menjadi pembagian perekat terjadinya hubungan yang sL'rasi ~llllara Pell1erimah Daerah dengan Badan Pengelola Otorila l3atall1 sdlagai wakil pell1erintah pusat untuk mempertahankan salah satu lembok Jellgall dunia luar. Hal utama Juga perlu Jiperhatikan kebijakan lIukuiIl dan pemerintahan jangan sampa i ll1enabur Juri dalam peraluran illl semli ri, agar Japat terhindar dari krisis kepercayaan masyarakal dall para pillak yang akan dapat merasakan man!'aat dari alih kapal pariwisala Jan perJagangan yang serasl di Batam. Akhirnya inveslasi lerJorong ll1enambah atau membuka investasi baru dan sekaligus Japal menggeser dan alau mendapat muntahan perdagangan yang ada di Singapura. Penegakan hukum yang ideal amara Pemerintah KUla Jan l3adan Olorita Balam lemang pembagian kewenangan adalah pell1bagian yang aJit. transparan dan bermanfaat serta saling mengawasi berdasarkan aluran ya ng jelas dan memuaskan semua pihak. Perspektif hukull1 dall kebijakan pell1bagian pengelolaan dan penguasaan Jangan lerlalu ile rnuansa semra lislik.
Okroba - lJneJllber 2OU2