PELAKSANAAN FUNGSI ANGGARAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI GORONTALO TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH PERIODE 2009-2014 Purnama Rizky Jusuf Johan Jasin Zamroni Abdussamad Jurusan Ilmu Hukum
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dan kendala anggota DPRD Provinsi Gorontalo khususnya anggota badan anggaran dalam melaksanakan fungsi anggaran periode 2009-2014. Penelitian ini bersifat deskriptif sedangkan jenis data penelitian yang digunakan adalah Penelitian Yuridis Normatif dan ditunjang dengan Yuridis Sosiologis. Lokasi penelitian di DPRD Provinsi Gorontalo Jalan Sapta Marga, Kelurahan Botu. Bahan yang dipakai meliputi hukum primer, dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan datanya di lakukan dengan cara observasi (pengamatan), wawancara. Teknik analisa data secara kualitatif deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memperoleh jawaban bahwa, peran Anggota DPRD Provinsi Gorontalo dalam melaksanakan fungsi anggaran dalam menetapkan APBD belum efektif. Hal ini nampak pada kenyataan yang terjadi pada waktu pembahasan APBD, dimana terjadi konflik kepentingan baik antara legislatif dan eksekutif yang mengakibatkan terjadi kinerja APBD menyimpang dari visi dan misi serta kendala yang dihadapi oleh anggota DPRD dalam melaksanakan fungsi anggaran terdiri dari kendala internal dan ekternal. Kata kunci : pelaksanaan, dprd, anggaran.
*Purnama Rizky Jusuf, NIM : 271411025 **Prof. Dr. Johan Jasin, SH, MH*** Zamroni Abdussamad, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum.
Negara Republik Indonesia memberikan hak, wewenang dan kewajiban kepada setiap pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan menurut asas otonomi daerah dan tugas pembantuan “medebewind” diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia merupakan negara yang berlandaskan atas hukum yang senantiasa menjunjung tinggi keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum dalam menjamin kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Keadilan, kebenaran, kepastian hukum merupakan masalah yang dianggap sangatlah penting untuk menciptakan masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) Negara Republik Indonesia memberikan hak, wewenang dan kewajiban kepada setiap pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan menurut asas otonomi daerah dan tugas pembantuan “medebewind” diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia Dalam era otonomi daerah saat ini ada beban berat yang ditumpukan kepada pemerintahan daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yakni upaya untuk
mempercepat
pertumbuhan
dan
pembangunan
daerah,
mensejahterakan,menyerap dan menjalankan harapan dan keinginan masyarakat serta membingkai perilaku serta aktivitas pejabat daerah dalam sebuah peraturan yang sesuai dengan koridor hukum. DPRD Provinsi Gorontalo merupakan bentuk lembaga perwakilan rakyat daerah di Gorontalo yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah bersama dengan pemerintah daerah Gorontalo. Dalam menjalankan salah *Purnama Rizky Jusuf, NIM : 271411025 **Prof. Dr. Johan Jasin, SH, MH*** Zamroni Abdussamad, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum.
satu fungsinya yakni fungsi anggaran, DPRD Provinsi Gorontalo berwenang dalam membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah APBD yang diajukan oleh kepala daerah serta mengawasi pelaksanaan APBD Provinsi Gorontalo. Untuk itulah diperlukan peranan anggota DPRD Provinsi Gorontalo yang memiliki kredibilitas tanpa mementingkan kepentingan partai politik, komunikasi yang baik dan keseriusan dalam upaya membahas anggaran yang ada. Kenyataan yang terjadi di lapangan anggota DPRD selalu menambahkan program yang diambil dari sebagian aspirasi masyarakat. Akan tetapi anggaran yang disediakan sangat terbatas, sehingga terjadilah tarik-menarik kepentingan politik yang terjadi antar sesama anggota parpol hal ini disebabkan oleh masingmasing anggota parpol memiliki aspirasi yang dibawa dapil masing-masing. Sedangkan anggaran yang telah disediakan untuk APBD satu tahun kedepan terbatas, sehingga tidak semua aspirasi anggota parpol tertampung. Di pihak lain anggota parpol berkeinginan besar agar aspirasinya diloloskan kedalam APBD, akan tetapi dalam meloloskan program yang dibawa anggota parpol akan dilihat program mana yang lebih prioritas untuk kepentingan publik. Tentu saja permasalahan diatas menyebabkan anggota DPRD dihadapkan pada permasalahan untuk memilih antara meloloskan program dari masing-masing anggota parpol atau melahirkan produk kebijakan yang benar-benar berorientasi
pada
kepentingan publik menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut (1) Bagaimanakah peranan Anggota DPRD Provinsi Gorontalo Periode 2009 -2014 dalam rangka melaksanakan fungsi anggaran terhadap anggaran pendapatan belanja daerah (APBD), (2) Apakah kendala Anggota DPRD Provinsi Gorontalo Periode 2009-2014 dalam rangka melaksanakan fungsi anggaran terhadap (APBD). A. Metode Penulisan Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi di Provinsi Gorontalo, namun karena penelitian ini dilakukan hanya pada penelitian tentang anggaran, maka penelitian ini akan difokuskan pada anggota-anggota DPRD yang menangani *Purnama Rizky Jusuf, NIM : 271411025 **Prof. Dr. Johan Jasin, SH, MH*** Zamroni Abdussamad, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum.
masalah anggaran di DPRD. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif, penelitian deskriptif adalah penelitian yang berupaya mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya, untuk itu peneliti dibatasi hanya mengungkapkan fakta-fakta dan tidak menggunakan hipotesa. Selanjutnya dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil data yang dikualitatifkan dalam penelitian ini adalah hasil data olahan yang berasal dari wawancara dengan bapak koordinator banggar periode 2009-2014, yaitu Bapak H. Sun Biki, M. Ec. Dev yang berkaitan dengan peran anggota DPRD dan kendala anggota DPRD dalam melaksanakan fungsi anggaran. Berdasarkan masalah yang diajukan yaitu Pelaksanaan Fungsi Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Gorontalo Terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Periode 2009-2014 Menurut UU No. 32 Tahun 2004, maka metode pendekatan yang dilakukan dalam penulisan ini adalah pendekatan yang bersifat yuridis normatif dan ditunjang oleh pendekatan yuridis sosiologis “Sosio Largal Approach”. Sumber Data terdiri dari data primer dan data sekunder dimana data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan anggota DPRD Porvinsi Gorontalo dan data sekunder sebagai data pendukung data primer seperti dokumentasi dokumen – dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi anggaran oleh anggota DPRD Provinsi Gorontalo Periode 2009-2014. Teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. Analisa data dilakukan dengan cara menguraikan dan memaparkan secara jelas data-data diperoleh yang selanjutnya dikaji, dianalisa, dan kemudian ditarik suatu kesimpulan untuk memecahkan permasalahan yang diangkat oleh peneliti yang berkaitan dengan peran anggota DPRD
dan kendala anggota DPRD dalam
melaksanakan fungsi anggaran periode 2009-2014. B. Hasil dan Pembahasan 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gorontalo pertama kali berdiri pada tahun 2001.
DPRD Provinsi Gorontalo diatur berdasarkan Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Alamat DPRD Provinsi Gorontalo
terletak di Jalan Sapta Marga
*Purnama Rizky Jusuf, NIM : 271411025 **Prof. Dr. Johan Jasin, SH, MH*** Zamroni Abdussamad, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum.
Kelurahan Botu Kecamatan Dumbo Raya Kota Gorontalo. Jumlah keanggotaan DPRD Provinsi Gorontalo periode 2009-2014 berjumlah 45 Anggota DPRD. DPRD Provinsi Gorontalo memiliki alat kelengkapan DPRD yaitu Badan Legislasi, Badan Anggaran, Badan Musyawarah, Komisi-Komisi (Komisi I, Komisi II, Komisi III, dan Komisi IV) dan Panitia Khusus (PANSUS). Visi dan Misi DPRD Provinsi Gorontalo adalah sebagai berikut: -
Visi “Mewujudkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang kredibel,
kapabel dan akseptebel yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi serta keadilan maupun kesejahteraan rakyat dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. -
Misi
1. Menampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat dalam pembuatan kebijakan pemerintah 2. Meningkatkan Kualitas Sumberdaya DPRD 3. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembuatan peraturan daerah serta peran Sekretaris DPRD 4. Meningkatkan Transparansi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Keanggotaan DPRD Provinsi Gorontalo dapat digambarkan pada table di bawah ini. USIA (Tahun) 21 – 35
JUMLAH (Orang) 3
36 – 49
27
50 – 59
7
Lebih dari 60
8
Jumlah
45
Minimnya jumlah anggota DPRD yang tergolong muda juga mengindikasikan lambatnya regenerasi atau proses kaderisasi yang dilakukan oleh partai politik. *Purnama Rizky Jusuf, NIM : 271411025 **Prof. Dr. Johan Jasin, SH, MH*** Zamroni Abdussamad, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum.
Salah satu fungsi partai politik adalah rekruitmen politik, yaitu seleksi dan pemilihan atau pengangkatan seseorang atau kelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya. Mengacu pada fungsi tersebut, sudah seharusnya partai politik melakukan kaderisasi yang berjenjeng dan “continue”
terutama bagi para
generasi muda demi menjamin kelangsungan regenarasi pimpinan politik. Namun, tampaknya
fungsi
tersebut
belum
secara
optimal
dilaksanakan
karena
kecenderungan yang tampak sekarang, hanya beberapa partai politik yang sudah menerapkan perubahan paradigma pencitraan partainya, dari massa menjadi kader. Pencitraan sebagai partai massa masih banyak digunakan untuk menunjukan secara konkrit bahwa partai bersangkutan memiliki dukungan politik yang besar. Padahal, jika melihat perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat khusunya diperkotaan, konsep “show of force” dengan memobilisasi massa susah mulai tidak menarik perhatian konstituen lagi. Dalam hal kultural, budaya masyarakat yang menempatkan generasi muda sebagai subordinate dari generasi tua menjadi salah satu penyebab ketimpangan dalam proporsi usia anggota DPRD. Secara logika, kondisi ini dapat dipahami mengingat generasi tua telah mendapatkan berbagai pengalaman yang akan berharga bagi pelaksanaan tugas-tugasnya sebagi anggota legislatif. Berdasarkan kondisi tersebut kaderisasi dan rekruitmen poltik yang dilakukan partai politik perlu medapatkan perhatian yang serius artinya, kaderisasi dan rekruitmen politik haruslah merupakan proses yang bersinambungan tidak hanya dilakukan menjelang pemilu saja. Keanggotaan DPRD Provinsi Gorontalo berdasarkan tingkat pendidikan dapat digambarkan pada table di bawah ini.
SLTP / sederajat
JUMLAH (Orang) -
SLTA / sederajat
13
Diploma / Akademi
1
Strata 1 (S-1)
23
TINGKAT PENDIDIKAN
*Purnama Rizky Jusuf, NIM : 271411025 **Prof. Dr. Johan Jasin, SH, MH*** Zamroni Abdussamad, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum.
Strata 2 (S-2 / Pascasarjana)
7
S-3
1
Jumlah Total
45
Berdasarkan data pada tabel tersebut, tampak bahwa mayoritas anggota DPRD sudah mengenyam pendidikan sampai Perguruan Tinggi (Diploma, S-1 dan S-2) dan bahkan S-3. Secara psikologis, pendidikan yang tinggi akan menambah rasa percaya diri anggota DPRD dalam menjalankan tugasnya. Pengertian Badan Anggaran Badan Anggaran dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Susunan dan keanggotaan Badan Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas anggota dari tiap-tiap komisi yang dipilih oleh komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota dan usulan fraksi. Pimpinan Badan Anggaran merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan Badan Anggaran terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Anggaran berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. 2. Peranan Anggota DPRD Provinsi Gorontalo Periode 2009-2014 dalam rangka melaksanakan fungsi anggaran terhadap anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Untuk mewakili dan memperjuangkan segala kepentingan rakyat dari berbagai aspek seorang wakil rakyat dituntut untuk berkemampuan: a. Menampung dan merumuskan kepentingan rakyat b. Agregasi berbagai kepentingan yang akan disalurkan c. Menyalurkan dan memperjuangkan kepentingan rakyat *Purnama Rizky Jusuf, NIM : 271411025 **Prof. Dr. Johan Jasin, SH, MH*** Zamroni Abdussamad, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum.
d. Evaluasi dan pertanggungjawaban kepada rakyat Mekanisme penyusunan dan penetapan APBD telah di uraikan secara rinci dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam pelaksanaannya terdapat sedikit variasi tanpa mengurangi substansi terutama dalam tahap-tahap pelaksanaan. Tahap penyusunan dan penetapan secara umum terdiri atas tahapan yang dilakukan tim anggaran eksekutif dan tahapan di DPRD. 1. Tim Anggaran Eksekutif a. Menyiapkan hasil-hasil MUSRENBANG dan Pagu Indikatif b. Menyusun kerangka RENJA SKPD c. Menyusun KUA dan PPAS (Dimintakan persetujuan DPRD) d. Menyiapkan RKPD dan RKA masing-masing SKPD e. Menyusun draft final RAPBD f. Menyampaikan pengantar RAPBD ke DPRD untuk memintakan penetapan jadwal pembahasan 2. DPRD Ditingkat DPRD tahapan pembahasan RAPBD adalah sebagai berikut: 1. Mengadakan Rapat Panitia Musyawarah (PANMUS) untuk menetapkan jadwal pembahasan RAPBD 2. Sidang Paripurna Tahap Pertama dengan agenda tunggal penyampaian Pidato Pengantar Nota Keuangan dan RAPBD oleh Gubernur 3. Sidang Paripurna Tahap Kedua a. Penyampaian Pemandangan Umum Fraksi-fraksi terhadap Nota Keuangan dan RAPBD. b. Tambahan Penjelasan Gubernur terhadap Pemandanga Umum Fraksifraksi. 4. Rapat Panitia Anggaran Legislatif dengan Tim Anggaran Eksekutif a. Pada Rapat ini akan dibahas secara rinci baik KUA,PPAS dan relevansinya dengan RAPBD baik menyangkut anggaran pendapatan maupun belanja b. Belanja dirinci pada Belanja Tidak Langsung maupun Belanja Langsung c. Dalam pembahasan ini akan disepakati teknis dan mekanisme pembahasan terbatas pada Anggaran “Policy” maupun anggaran teknis d. Biasanya pada pembahasan ini akan terjadi konflik kepentingan baik antara Legislatif dengan Eksekutif, Konflik kepentingan antara *Purnama Rizky Jusuf, NIM : 271411025 **Prof. Dr. Johan Jasin, SH, MH*** Zamroni Abdussamad, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum.
e.
f.
g.
h.
i. j.
k.
l.
m.
SKPD dengan Tim Anggaran Eksekutif ataupun Konflik kepentingan antara sesama Individu Panitia Anggaran Legislatif bahkan Konflik kepentingan antara Wakil-wakil Partai Politik yang duduk dalam Panitia Anggaran Biasanya bobot ataupun kualitas APBD akan ditentukan pada rapat Tingkat III (Rapat Panitia Anggaran Legislatif dengan Tim Anggaran Eksekutif) Acapkali terjadi kesepakatan-kesepakatan untuk Menaikkan/Menambah Anggaran satu SKPD atau Menurunkan/Mengurangi bahkan menghilangkan sama sekali satu Plafon Anggaran jika dipandang hal tersebut belum merupakan skala Prioritas Tarik menarik untuk menambah atau mengurangi Anggaran tersebut biasanya sangat ditentukan oleh Kemampuan-Kepiawaian Tim Anggaran DPRD atau Tim Anggaran Eksekutif untuk mempertahankan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang tidak dapat diselesaikan biasanya dibawa ke Forum lebih kecil antara Pimpinan Fraksi yang duduk sebagai Anggota Panitia Anggaran dengan Pimpinan Tim Anggaran Eksekutif Dalam hal DIM tersebut tidak menemukan kesepakatan biasanya dibawa Forum antara Gubernur dengan Pimpinan DPRD Sering terjadi dalam pembahasan Tingkat III ini apa yang telah dibahas dengan Tim Anggaran Eksekutif pada waktu Penyusunan KUA dan PPAS tidak menjadi acuan dan malah usulan-usulan baru yang belum dibahas sebelumnya Hal ini yang menyebabkan sering terjadi kinerja APBD menyimpang dari Visi-Misi,Renstra,SKPD,KUA dan PPAS. Dan malah mengakomodir hal-hal yang muncul sesaat ketika pembahasan berlangsung Dalam situasi yang demikian peran Panitia Anggaran DPRD sangat menentukan untuk meluruskan kembali atau ikut terbawa serta dengan usulan yang sebenarnya tidak tercantum dalam KUA dan PPAS. Akibatnya Kebutuhan Anggaran menjadi jauh lebih tinggi dari Plafon Anggaran yang telah ditentukan dan Pagu Indikatif yang telah dialokasikan untuk masing-masing SKPD Conflict of Interest Anggota Panitia Anggaran sering juga muncul pada pembahasan Tingkat III ini sehingga menyulitkan posisi Eksekutif untuk setuju atau tidak setuju terhadap usulan-usulan Banggar tersebut
*Purnama Rizky Jusuf, NIM : 271411025 **Prof. Dr. Johan Jasin, SH, MH*** Zamroni Abdussamad, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum.
5. Tahap Evaluasi dan Konsultasi a. Sesuai PerMendagri Nomor 13 Tahun 2006 RAPBD Provinsi sebelum ditetapkan menjadi APBD harus dikonsultasikan dan di evaluasi oleh Menteri Dalam Negeri b. Pada Tahapan ini biasanya terjadi koreksi-koreksi yang disesuaikan dengan
peraturan
Perundang-undangan
agar
tidak
terjadi
pengalokasian anggaran yang tidak sesuai dengan ketentuan. Sebagai contoh : i. Bantuan Keuangan untuk Perguruan Tinggi, karena Perguruan Tinggi sudah menjadi Tanggung Jawab Pemerintah Pusat maka pengalokasian melalui APBD tidak dibenarkan dan harus dikembalikan pada APBN ii. Setelah koreksi dari Depdagri, DPRD segera menetapkan rapat Paripurna penetapan RAPBD menjadi APBD iii. Sebelum ditetapkan biasanya dipublikasikan melalui media 6. Rapat Paripurna Tahap IV Pada rapat Paripurna ini dilakukan proses pengambilan keputusan untuk penetapan RAPBD menjadi APBD yang sebelumnya diawali dengan penyampaian laporan hasil Pembahasan RAPBD oleh Pelapor Panitia Anggaran, penyampaian pendapat akhir oleh fraksi-fraksi menyampaikan persetujuannya untuk penetapan RAPBD menjadi Perda APBD, pengambilan keputusan oleh Ketua DPRD (Pimpinan sidang) dan dilanjutkan penandatanganan naskah persetujuan DPRD terhadap penetapan RAPBD menjadi APBD masing-masing oleh ketua DPRD dan Gubernur dan diakhiri dengan sambutan Gubernur. Berdasarkan hasil wawancara pertama yaitu pada tanggal 10 November 2014 dan wawancara kedua tanggal 16 Desember 2014 dengan Kordinator Badan Anggaran Desember 2014 yakni Bapak Sun Biki bahwa peran anggota DPRD dalam melaksanakan fungsi anggaran dapat disimpulkan sebagai berikut : Peran utama anggota DPRD yang pertama yaitu melakukan pembahasan RAPBD yang diusulkan oleh eksekutif, kedua sebelum melakukan *Purnama Rizky Jusuf, NIM : 271411025 **Prof. Dr. Johan Jasin, SH, MH*** Zamroni Abdussamad, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum.
pembahasan RAPBD maka diawali dengan penetapan KUA dan PPAS kebijaksanaan umum anggaran dan plafon prioritas anggaran sementara, ketiga dalam rangka menetapkan KUA dan PPAS sebelumnya diawali secara berjenjang melalui mekanisme MUSRENBANG kecamatan,kabupaten,provinsi, keempat setelah membahas MUSRENBANG kabupaten provinsi juga melakukan juga RESES dan dari RESES itu dilakukan Jaring Aspirasi Masyarakat jadi semua yang di peroleh dari MUSRENBANG dan Jaring Asmara dari KUA PPAS juga disinkronisasikan dengan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) jadi semua akan “raw material” RAPBD yang akan dibahas bersama-sama antara dalam hal ini Badan Anggaran dan TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) peran penting yang dimainkan DPRD dalam hal ini Banggar bagaimana meneliti seluruh apa yang ada di RKA apakah sesuai dengan RPJMD sesuai dengan KUA PPAS sesuai dengan hasil MUSRENBANG. Jika terdapat angka-angka dalam RKA yang berbeda dengan RPJMD dan KUA PPAS dan MUSRENBANG maka disitulah posisi Banggar dalam melakukan koreksi agar sesuai dengan RPJMD,MUSRENBANG,KUA dan PPAS. Banggar dalam hal ini bertugas dan berperan bagaimana melakukan koreksi dan pembetulan agar angka-angka yang berada di dalam RKA selalu sesuai dengan RPJMD,MUSRENBANG,KUA dan PPAS. Sebagai fungsi politik anggaran tentu saja akhir dari koreksi itu melihat seberapa jauh angkaangka yang ada didalam RKA itu berpihak pada kebutuhan rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat manakala angka-angka di RAPBD atau di RKA tidak berpihak atau tidak ada kepedulian terhadap permasalahan yang ada didalam masyarakat maka DPRD harus melakukan koreksi atau pembetulan dimana angka-angka itu mencerminkan gambaran yang ingin dilakukan pemerintah dibidang ekonomi kerakyatan,kesehatan,infrastruktur dan pendidikan. Dan kalau sudah dilihat, diteliti, ditelaah dicermati dibahas oleh Banggar benar dia berorientasi pada kepentingan masyarakat dan keinginan kepala daerah maka Banggar akan setuju, sedangkan apabila lebih berorientasi pada Belanja Aparat atau “overhead cost” yang hanya membiayai operasional misalnya belanja mobil,perjalanan dinas,rapat-rapat,atk,makan dan minum yang sama sekali tidak menyentuh kepentingan masyarakat disitulah peran utama DPRD dalam fungsi anggaran untuk melakukan koreksi dan memutuskan dan gubernur dalam posisi melaksanakan apa yang diputuskan oleh DPRD. 3. Kendala Anggota DPRD Provinsi Gorontalo Periode 2009-2014 dalam rangka melaksanakan fungsi anggaran terhadap (APBD) Selain tuntutan anggota DPRD harus memiliki kemampuan seperti penjelasan tiga poin diatas, dalam menjalankan perannya tentu anggota DPRD
*Purnama Rizky Jusuf, NIM : 271411025 **Prof. Dr. Johan Jasin, SH, MH*** Zamroni Abdussamad, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum.
memiliki risiko kendala yang dihadapi. Adapun risiko kendala yang dihadapi antara lain: a. Menampung dan merumuskan kepentingan rakyat b. Agregasi berbagai kepentingan yang akan disalurkan c. Menyalurkan dan memperjuangkan kepentingan tersebut Selain itu yang sering dihadapi jika Anggota Banggar dominan satu partai dengan Kepala Daerah maka fungsi dalam melakukan penelitian, pencermatan dan pembahasan bisa saja mendapatkan kendala psikologis karena satu partai dengan kepala daerah sehingga disini diperlukan komitmen,keberanian,dan kearifan seorang anggota DPRD dalam melaksanakan fungsi anggaran dan juga mengkritisi anggaran yang memang benar-benar diperlukan. Tapi tentu saja dengan menggunakan bahasa yang baik dan tidak vulgar,misalnya melakukan koreksi yang konstruktif terhadap anggaran yang di ajukan apakah sudah sesuai dengan aspirasi masyarakat dan estimasi kebutuhan pemerintah daerah sehingga kepala daerah itu tidak merasa di ditandingi oleh DPRD. Tentu saja ini juga di fasilitasi oleh ketua DPRD dengan mengundang ketuaketua fraksi dalam sebuah rapat untuk membahas dan menyikapi secara bersama anggaran dan jadwal pembahasan anggaran dengan menggunakan pendekatan musyawarah dimana setiap aspirasi dari masing-masing fraksi ditampung dan dibahas secara bersama sehingga mendapatkan kesepakatan yang sesuai dan tidak berpihak. Kendala kedua adalah jika anggota DPRD itu sendiri tidak menguasai atau tidak memiliki kemampuan, kapasitas,dan kompetensi dalam memahami tugasnya di bidang anggaran yang artinya anggota DPRD memiliki pengetahuan yang sangat kurang dalam memahami kinerjanya didalam penyusunun APBD. Kendala yang ketiga yaitu regulasi atau aturan yang biasanya para anggota DPRD berburu dengan waktu. Misalnya,mereka menentukan tenggang waktu sampai tanggal 31 Desember namun karena mekanisme Tata Tertib Dewan dengan jadwal-jadwal kegiatan yang padat maka pembahasan menjadi tidak optimal dalam memainkan atau mengaktualisasikan perannya sebagai Badan Anggaran hal ini terjadi karena minimnya waktu yang sediakan pada mekanisme Tata Tertib Dewan yang *Purnama Rizky Jusuf, NIM : 271411025 **Prof. Dr. Johan Jasin, SH, MH*** Zamroni Abdussamad, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum.
mengakibatkan anggota DPRD itu sendiri harus berburu waktu untuk membahas
anggaran yang pada akhirnya ada beberapa menjadi tidak
maksimal. Kendala keempat yaitu konflik kepentingan dimana Badan Anggaran memiliki kepentingan tersendiri. Masing-masing Anggota Banggar hanya menjaga aspirasinya agar bisa lolos dan mengabaikan aspirasi yang lain sehingga ini yang membuat kinerja mereka dalam pembahasan anggaran menjadi tidak efektif dan ini merupakan keegoisan masing-masing anggota DPRD. Kendala kelima berada ditingkat TAPBD yang menjadi kebalikan dari kendala keempat dimana ada beberapa SKPD yang memiliki kepentingan tersendiri. Hal ini sebagaimana dimaksud SKPD itu sendiri memiliki program yang
ingin
diloloskan
kegiatan/program
yang
dalam
penyusunan
dilaksanakan
anggaran.
mengakibatkan
Sehingga terjadinya
penggelembungan anggaran “mark up”. Untuk itulah diperlukan peran penting anggota DPRD dalam memilih atau meloloskan anggaran yang memang benar-benar diperlukan. Kendala keenam yaitu dimana terjadi “money follow function” dimana uang selalu mengikuti kegiatan padahal seharusnya program dulu setelah itu anggaran yang dikeluarkan. Namun pada pengaplikasiannya anggaran sering keluar terlebih dahulu sebelum program itu lahir, sehingga anggota DPRD itu sendiri menjadi tunggang langgang dalam melahirkan program agar sesuai dengan jumlah anggaran yang dikeluarkan. Hal ini jelas benar-benar sangat tidak efektif yang nantinya akan menimbulkan kekacauan internal terhadap masing-masing anggota untuk memikirkan program-program agar anggaran bisa dihabiskan. Dilihat dari kajian sosiologis hukum yang dikaitkan dengan kendala yang dihadapi anggota DPRD yang duduk di badan anggaran maka peneliti melihat ini dari sisi manfaat sosiologis hukum untuk memahami bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Dikarenakan kendala yang peneliti bahas dalam skripsi ini mengenai anggaran di DPRD Provinsi Gorontalo maka peneliti mengaitkan dari segi fungsi hukum sebagai alat integrasi, dimana sikap dan perilaku para anggota badan anggaran yang bertugas mewakili aspirasi rakyat seringkali berperilaku *Purnama Rizky Jusuf, NIM : 271411025 **Prof. Dr. Johan Jasin, SH, MH*** Zamroni Abdussamad, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum.
lebih mementingkan kepentingan individual yang mengakibatkan konflik dengan kepentingan lain. C. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas maka, penulis berkesimpulan bahwa : 1. Peran Anggota DPRD Provinsi Gorontalo dalam melaksanakan fungsi anggaran dalam menetapkan APBD belum efektif. Hal ini nampak pada kenyataan yang terjadi pada waktu pembahasan APBD, dimana terjadi konflik kepentingan baik antara legislatif dan eksekutif yang mengakibatkan terjadi kinerja APBD menyimpang dari visi dan misi. Dalam hal ini anggota DPRD masih mementingkan kepentingan konstituen yang bersifat subjektif sehingga mengakibatkan perananan yang harusnya mereka jalankan sebagai wakil rakyat menjadi tidak efektif. 2. Kendala yang dihadapi oleh anggota DPRD dalam melaksanakan fungsi anggaran terdiri dari kendala internal dan ekternal. Adapun kendala internal terdiri dari: (1) Jika anggota banggar satu partai dengan kepala daerah; (2) Anggota DPRD tidak memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugasnya; (3) Tenggang waktu yang disediakan dalam penyusunan APBD sangat sedikit; (4) Anggota banggar hanya mementingkan kepentingan individual; (5) terjadinya “money follow function” dan adapun kendala eksternal yakni SKPD memiliki kepentingan dalam meloloskan anggaran. 2. Saran Sebaiknya anggota DPRD Provinsi Gorontalo harus lebih efektif dalam menjalankan perannya sebagai wakil rakyat dalam menetapkan APBD, dimana APBD yang ditetapkan harus benar-benar berorientasi pada kepentingan masyarakat karena mereka memiliki tanggung jawab dan memegang amanat yang telah diberikan atau dipercayakan oleh rakyat. *Purnama Rizky Jusuf, NIM : 271411025 **Prof. Dr. Johan Jasin, SH, MH*** Zamroni Abdussamad, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum.
Anggota DPRD Provinsi Gorontalo harus benar-benar memiliki komitmen, keberanian, dan kearifan dalam menentukan anggaran sehingga tidak menimbulkan kendala dalam penyusunan APBD yang berdampak pada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Erlangga Nordiawan, Dedi, dkk. 2008. Akutansi Pemerintahan. Jakarta: Salemba Empat Rasyid, M. Ryaas. 2001. Panduan Parlemen Daerah :Kebijakan Otonomi Daerah dan Peran DPRD. Jakarta : Yayasan API Sumitro Hanitijo Rony. 1998. Metodologi Penelitian Hukum dan Juru Metri. Jakarta : Ghaliah Indonesia Terry, George R. 1986. Asas – Asas Manajemen Terjemahan Winardi. Bandung: Alumni Widjaja Haw. 2005. Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa Yani, Ahmad. 2008. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, cet. III. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara,pasal 3 ayat (4). http;/ww.kpu.go.id/dmdocuments/UU_32_2004_Pemerintahan%2520Daerah.pdf http://www.kemendagri.go.id/media/documents/2014/10/15/u/u/uu_23_tahun_201 4.pdf http://www.parlemen.net/sites/difault/files/dokumen/naskah%20RUU%20MD3% 2010juli14.PDF http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2205936-pengertianpelaksanaanactuating/#ixzz37JfBlwF5
*Purnama Rizky Jusuf, NIM : 271411025 **Prof. Dr. Johan Jasin, SH, MH*** Zamroni Abdussamad, SH, MH, Jurusan Ilmu Hukum, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum.