PELAKSANAAN DIVERSI DALAM PERKARA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR) NURMA INDIRA HERNAWATI NPM 11100069 Abstrak
: Jenis perbuatan melanggar hukum yang paling sering dilakukan oleh anak adalah tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 362, 363 dan Pasal 365 KUHP. Pelaksanaan diversi terhadap tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak telah dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Karanganyar dengan keputusan berdasarkan saran dari Bapas dan juga kesepakatan antara kedua belah pihak dimana Pihak Terdakwa telah mengakui perbuatan mengambil sepeda motor milik Pihak korban dan Terdakwa berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi, sedangkan pihak korban menyatakan memberikan maaf kepada Pihak Terdakwa dan tidak berkeberatan proses pemeriksaan perkara ini dihentikan dengan syarat Sepeda Motor milik korban diperbaiki dan dikembalikan kepada Pihak II dalam keadaan baik seperti semula.
Kata Kunci : Pelaksanaan diversi pengadilan negeri karanganyar
A. LATAR BELAKANG Dalam era sekarang ini banyak orang tua yang terlalu sibuk dengan mengurus keperluan duniawi (materil) sebagai upaya mengejar kekayaan, jabatan ataupun gengsi, disisi lain orang tua keluarga miskin sering larut dalam pekerjaannya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari juga sering menelantarkan anak. Dalam kondisi yang demikian anak sebagai buah hati sering terlupakan kasih sayang, bimbingan, pengembangan sikap dan pengawasan keluarga. Anak yang kurang atau tidak memperoleh perhatian secara fisik, mental maupun sosial sering berperilaku dan bertindak asosial dan bahkan antisosial yang merugikan dirinya, keluarga, dan masyarakat. Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anak adalah penggunaan narkoba dan penggunaan obat-obatan lainnya. Disamping itu jenis perbuatan melanggar hukum yang paling sering dilakukan oleh anak adalah tindak pidana pencurian, dimana dellik pencurian tersebut
telah diatur dalam Pasal 362, 363 dan Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Beberapa hak anak dalam proses peradilan pidana perlu diberi perhatian khusus, demi peningkatan pengembangan perlakuan adil dan kesejahteraan yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu maka ada beberapa hak-hak anak yang perlu diperhatikan dan diperjuangkan pelaksanaannya. Salah satunya adalah perangkat Undang-Undang tentang tata cara pemeriksaan anak. Tindakakan diversi merupakan suatu mekanisme yang memungkinkan anak dialihkan dari proses peradilan menuju proses pelayanan social lainnya. Penerapan diversi di semua tingkatan ini akan sangat mengurangi dampak negative keterlibatan anak dalam proses peradilan tersebut.
B. PERUMUSAN MASALAH Diversi pada anak dapat dilakukan pada taraf penyidik tanpa meneruskan ke jaksa penuntut. Kemudian apabila kasus anak sudah sampai di pengadilan, maka hakim dapat melakukan peradilan sesuai dengan prosedurnya dan diutamakan anak dapat dibebaskan dari pidana penjara. Dalam kasus perkara No. PDM-87/KNYAR/07.2014 maka dalam ditingkat penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian tidak dilakukan diversi di mana Kepolisian meneruskan berkas perkara tersebut ke Kepala Kejaksaan Negeri Karanganyar dengan berdasarkan pada Surat Kepala Kepolisian Sektor Gondangrejo No B/225/VII/2014/Sek Gdj tanggal 07 Juli 2014 tentang pengiriman Berkas Perkara atas nama Tersangka Septian Tri Nugroho Bin Budi Sriyanto. Berdasarkan hal tersebut maka di tingkat penyidikan tidak dilakukan diversi sehingga langkah selanjutnya adalah proses penuntutan yang menjadi kewenangan dari Penuntut Umum. Dalam proses Penuntutan, Penuntut Umum juga berkewajiban untuk melakukan proses diversi. Kewajiban melakukan diversi oleh Penuntut Umum dapat muncul karena ketidakberhasilan proses diversi di tingkat penyidikan, akan tetapi
dapat juga terjadi karena kesepakatan diversi sewaktu tingkat penyidikan tetapi hasilnya tidak dilaksanakan. Kewajiban untuk memastikan dilaksanakannya kesepakatan diversi ada pada pembimbing kemasyarakatan untuk melaporkan kepada pejabat yang bertanggungjawab sesuai tingkat pemeriksaan, yang kemudian dalam waktu paling lama tujuh hari harus menindaklanjuti dengan melanjutkan proses peradilan pidana anak. Dan apa kendala-kendala yang dihadapi oleh pengadilan dalam pelaksanaan diversi
C. METODE PENELITIAN Jenis penelitian adalah yuridis normatif, untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan diversi dalam perkara pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak menurut Laporan Hasil Diversi dari Hakim dalam perkara anak maka dibuatlah penetapan diversi dengan Nomor 03/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Krg. Sumber data penelitian menggunakan data primer yang berupa Penetapan Diversi Pengadilan Negeri Karanganyar No. 03/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Krg. termasuk dalam bahan hukum primer jua undang-undang. Dan data sekunder berupa bahan kepustakaan yang di dalamnya terdapat para ahli hukum kepidanaan berkaitan dengan pelaksanaan diversi dan tujuan penelitian untuk mengkaji pelaksanaan diversi dalam perkara pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak dan Mengkaji kendala-kendala yang dihadapi oleh pengadilan dalam perkara diversi.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada hari Minggu tanggal 13 Oktober 2013 sekira jam 17.30 WIB di Kaliapit Ds Tuban. Kec. Gondangrejo Kab. Karanganyar telah terjadi pencurian sepeda motor Honda Grand No Pol
AD 5366 SD milik korban dr Sarman Bin Kismo Semito yang dilakukan oleh tersangka Septian Tri Nugroho dan Sdr Gathong (DPO). Tersangka Septian Tri Nugroho dan Sdr Gathong (DPO) melakukan perbuatan mencuri atau mengambil barang milik berupa sepeda motor Honda Grand Nopol 5366 SD milik korban Sr Sarman Bin Kismo Semito dengan cara menggunakan kunci palsu dengan maksud untuk dimiliki dan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Bahwa tersangka Septian Tri Nugroho dan Sdr Gathong (DPO) setelah mengambil 1 (satu) unit sepeda motor Honda Grand Nopol AD 5366 SD selang beberapa saat diketahui oleh Sdr Candra dan Sdr Karsono kemudian diserahkan ke Polsek Gondangrejo. Berdasarkan analisa kasus dan analisa yuridis, bahwa benar tersangka Septian Tri Nugroho patut diduga keras telah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan dan atau karena sebagai sekongkol, barang siapa karena hendak mendapatkan untung, menjual, menyimpan atau menyembunyikan, suatu barang yang diketahui atau yang patut disangkanya diperoleh karena kejahatan yang dilakukan pada hari Minggu tanggal 13 Oktober 2013, sekira pukul 17.30 WIB, di Dk Kaliapit Rt 06 Rw 01 Ds Tuban Ke Gondangrejo Kab Karanganyar, atau setidak-tidaknya masih wilayah hukum Polsek Gondangrejo Atas kejadian tersebut tersangka Septian Tri Nugroho atas Sepeda Motor Honda Grand Nopol AD 5366 SD tersebut akan digunakan untuk keperluan sehari-hari. Maka terhadap tersangka Septian Tri Nugroho diduga keras telah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan dan atau karena sebagai sekongkol sebagaimana yang dimaksud dalam rumusan Pasal 363 KUH Pidana Jo Pasal 480 ke 1e dan ke 2e KUHP dan laik untuk disidangkan di Pengadilan Negeri Karanganyar.
Rekomendasi/Saran dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Surakarta, tim Pengamat Pemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Surakarta tanggal 7 Januari 2014 merekomendasikan agar perkara klien diutamakan untuk diselesaikan secara diversi yang merupakan suatu pengalihan penyelesaian kasus anak yang diduga melakukan tindak pidana tertentu dari proses formal ke penyelesaian damai, antara tersangka/pelaku tindak pidana dengan korban yang difasilitasi keluarga dan atau masyarakat, pembimbing kemasyarakatan, polisi dan pihak terkait dan karena perkara tersebut berlanjut sampai ke pengadilan maka Balai Pemasyarakatan menyarankan untuk “anak dikembalikan kepada orang tua” dengan pertimbangan sebagai berikut a. Pertimbangan filosofis Bahwa anak merupakan amanah dari karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia, sehingga untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak mendapatkan perlindungan khusus, terutama perlindungan hukum. b. Pertimbangan sosiologis dan psikologis Pada waktu melakukan perbuatannya, klien belum pernah dihukum dan baru pertama kali menjalani proses hukum, sehingga dikuatirkan nantinya akan mempengaruhi kondisi fisik maupun psikis klien. c. Pertimbangan yuridis 1) Berdasarkan UUD 1945 Pasal 28 ayat (2) menyatakan bahwa : “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan kembang, serta berhak atas perlindungan dan diskriminasi. 2) Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997, tentang Pengadilan Anak :
a) Pasal 1 ayat (1) berbunyi : “Anak adalahorang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin”. b) Pasal 22 berbunyi : “Terhadap Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam Undang-Udang”. c) Pasal 24, berbunyi : (1) “Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah : (2) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim. d. Kebutuhan kien, perlindungan hak dan kesejahteraan anak 1) Klien terhindar dari penahanan 2) Kien dapat dihindarkan dari cap/label atau stigmatisasi sebagai anak pidana 3) Untuk mencegah pengulangan tindak pidana 4) Untuk memajukan intervensi-intervensi yang diperlukan bagi pelaku dan korban tanpa harus melalui proses formal 5) Akan menjatuhkan anak mengikuti proses peradilan 6) Akan menjatuhkan anak dari pengaruh-pengaruh dan implikasi negatif dari proses peradilan 7) Klien tetap dapat melanjutkan sekolahnya Adapun penetapan diversi yang dikeluarkan oleh Penasehat Hukum : Proses pelaksanaan diversi juga melibatkan penasehat hukum, walaupun pada dasarnya Terdakwa tidak memiliki penasehat hukum, tetapi Pengadilan Negeri Karanganyar berdasarkan Nomor : 03/Pid.sus.Anak/2014/PN.Krg telah menunjuk Pusat Advokasi Hukum dan HAM
(PAHAM) Jawa Tengah yang beralamat di Jalan Larasati No. 35 Dawung Tengah Serengan Surakarta untuk bertindak sebagai Penasehat Hukum dari Anak Septian Tri Nugroho Bin Budi Suryanto dan memerintahkan agar Penasehat Hukum tersebut hadir pada hari Musyawarah Diversi yang ditetapkan yaitu pada Hari Senin Tanggl 01 September 2014 Pukul 09.00 WIB di Gedung Pengadilan Negeri Karanganyar. Dan
Hakim
telah
menetapkan
diversi
yntuk
perkara
Nomor
:
03/Pid.sus.Anak/2014/PN.Krg dalam perkara anak dengan terdakwa Septian Tri Nugroho Bin Budi Suryanto. Berdasarkan adanya saran dari Bapas serta kesepakatan kedua belah pihak serta laporan dari Hakim Nomor 03/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Krg tanggal 01 September 2014 perihal Laporan Hasil Diversi dalam perkara anak maka dibuatlah penetapan diversi dengan Nomor 03/Pid.SusAnak/2014/PN.Krg dengan berdasar kepada : a. Laporan dari Hakim Nomor 03/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Krg tanggal 01 September 2014 perihal Laporan Hasil Diversi dalam perkara anak dengan terdakwa Septian Tri Nugroho Bin Budi Suryanto. b. Berita Acara Diversi Nomor : 03/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Krg tanggal 01 September 2014. c. Kesepakatan diversi tanggal 01 September 2014. Menimbang, bahwa dari Laporan Hakim tanggal 01 September 2014 telah dicapai kesepakatan Diversi tanggal 01 September 2014 dengan ketentuan sebagai berikut : a. Septian Tri Nugroho Bin Budi Suryanto, didampingi orang tua yang bernama Siti Fatimah sebagai pihak I b. Sarman Bin Kismo Semito sebagai pihak II
Pasal 1 Pihak I telah mengakui perbuatan mengambil sepeda motor milik Pihak II, dan Pihak I merasa menyesal serta memohon maaf kepada Pihak II dan kemudian berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Pasal 2 Pihak II menyatakan memberikan maaf kepada Pihak I dan tidak berkeberatan proses pemeriksaan perkara ini dihentikan dengan syarat Sepeda Motor milik Pihak II diperbaiki dan dikembalikan kepada Pihak II dalam keadaan baik seperti semula. Pasal 3 Pihak I berjanji untuk memperbaiki sepeda motor milik Pihak II, serta mengembalikannya dalam keadaan baik seperti semula. Pasal 4 Apabila kesepakatan ini tidak dipenuhi para Pihak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak ditandatanganinya kesepakatan ini, maka proses pemeriksaan dilanjutkan dalam proses persidangan. Pasal 5 Kesepakatan ini dibuat oleh para Pihak tanpa adanya unsur paksaan, kekeliruaan, dan penipuan dari pihak manapun. Menimbang, bahwa kesepakatan diversi tersebut sudah telah memenuhi dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, sehingga beralasan untuk dikabulkan. Memperhatikan ketentuan Pasal 12 Pasal 52 ayat 5 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana maka menetapkan : a. Mengabulkan permohonan pemohon Hakim b. Memerintahkan para pihak untuk melaksanakan kesepakatan diversi c. Memerintahkan Hakim untuk mengeluarkan Penetapan Penghentian Pemeriksaan setelah kesepakatan Diversi dilaksanakan seluruhnya/ sepenuhnya. d. Memerintahkan Pengadilan untuk bertanggung jawab atas barang bukti sampai kesepakatan diversi dilaksanakan seluruhnya/sepenuhnya. e. Memerintahkan agar barang bukti berupa : 1) 1 (satu) unit sepeda motor Honda Grand No. Pol AD 5366 SD warna hitam tahun 1997 STNK atas nama Ngatimin. 2) 3 (tiga) buah kontak sepeda motor dan 1 (satu) kunci kontak sepeda motor patah. Dikembalikan kepada korban Sarman Bin Kismo Semito 3) Sepeda onthel warna biru merk Polygon Dikembalikan kepada Anak Septian Tri Nugroho Bin Budi Suryanto.
f. Memerintahkan Panitera menyampaikan salinan penetapan ini kepada Penyidik Anak/Penuntut Umum/Hakim, Pembimbing Kemasyarakatan, Anak/orang tua, korban dan para saksi Tindak pidana yang dilakukan anak, baik langsung maupun tidak langsung, merupakan suatu akibat dari perbuatan dan tindakan yang dilakukan oleh orang dewasa, dalam bersinggungan dengan anak atau merupakan sebagai bagian dalam proses interaksi anak dengan lingkungannya, dimana anak belum mampu secara dewasa dalam mensikapinya. Pasal 1 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa sistem peradilan pidana anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai dari tahap penyelidikan sampai tahap dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Sedangkan Pasal 1 ayat (7) UU No. Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,
menyatakan bahwa
diversi adalah pengalihan
penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses luar peradilan pidana. Diversi dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Diversi merupakan bagian dari keadilan restoratif yaitu penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Pada Pasal 7 UU SPPA dinyatakan bahwa pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi. Diversi dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun, dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban
dan/atau orang tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif, dalam hal diperlukan musyawarah diversi dapat melibatkan Tenaga Kesejahteran Sosial, dan/atau masyarakat. Kesepakatan diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga anak korban serta kesediaan anak dan keluarganya, kecuali untuk tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat. Hasil kesepakatan diversi dapat berbentuk antara lain perdamaian dengan tanpa gangti kerugian, penyerahan kembali kepada orang tua/wali, keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan, atau pelayanan masyarakat. Hasil kesepakatan diversi disampaikan kepada penngadilan negeri untuk memperoleh penetapan kesepakatan, yang kemudian Penyidik menerbitkan penetapan penghentian penyidikan, atau Penuntut Umum menerbitkan penetapan pengehentian penuntutan. Proses peradilan pidana anak dilanjutkan dalam hal proses diversi tidak menghasilkan kesepakatan, atau kesepakatan diversi tidak dilaksanakan. Pengawasan atas proses diversi dan pelaksanaan kesepakatan yang dihasilkan berada pada atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan. Selama proses diversi berlangsung sampai dengan kesepakatan dilaksanakan, Pembimbing Kemasyarakatan wajib melakukan pendampingan, pembimbingan dan pengawasan. Pada dasarnya diversi pada anak dapat dilakukan pada taraf penyidik tanpa meneruskan ke jaksa penuntut. Kemudian apabila kasus anak sudah sampai di pengadilan, maka hakim dapat melakukan peradilan sesuai dengan prosedurnya dan diutamakan anak
dapat dibebaskan dari pidana penjara. Terakhir bila anak sudah terlanjur berada di dalam penjara, maka petugas penjara dapat membuat kebijakan diversi terhadap anak sehingga anak dapat di limpahkan ke lembaga sosial, atau sanksi alternatif yang berguna bagi perkembangan dan masa depan anak. Dalam kasus perkara No. PDM-87/KNYAR/07.2014 maka dalam ditingkat penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian tidak dilakukan diversi di mana Kepolisian meneruskan berkas perkara tersebut ke Kepala Kejaksaan Negeri Karanganyar dengan berdasarkan pada Surat Kepala Kepolisian Sektor Gondangrejo No B/225/VII/2014/Sek Gdj tanggal 07 Juli 2014 tnetang pengiriman Berkas Perkara atas nama Tersangka Septian Tri Nugroho Bin Budi Sriyanto. Berdasarkan hal tersebut maka di tingkat penyidikan tidak dilakukan diversi sehingga langkah selanjutnya adalah proses penuntutan yang menjadi kewenangan dari Penuntut Umum. Dalam proses Penuntutan, Penuntut Umum juga berkewajiban untuk melakukan proses diversi. Kewajiban melakukan diversi oleh Penuntut Umum dapat muncul karena ketidakberhasilan proses diversi di tingkat penyidikan, akan tetapi dapat juga terjadi karena kesepakatan diversi sewaktu tingkat penyidikan tetapi hasilnya tidak dilaksanakan. Kewajiban untuk memastikan dilaksanakannya kesepakatan diversi ada pada pembimbing kemasyarakatan untuk melaporkan kepada pejabat yang bertanggungjawab sesuai tingkat pemeriksaan, yang kemudian dalam waktu paling lama tujuh hari harus menindaklanjuti dengan melanjutkan proses peradilan pidana anak. Pada kasus Septian Tri Nugroho ini juga telah mendapatkan laporan penelitian kemasyarakatan untuk diversi dalam perkara anak pada tingkat penyidikan dengan Nomor 202/PA/XII/2013 dengan hasil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada saat kejadian klien masih dikategorikan sebagai anak yang masih membutuhkan asuhan, bimbingan dan pengawasan dari kedua orang tuanya. 2. Klien berasal dari keluarga yang utuh dan masih tinggal bersama kedua orang tuanya, namun karena bapak klien menderita sakit strock sejak tujuh tahun yang lalu sehingga ibu klien harus bekerja sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang mengakibatkan klien kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya. 3. Klien mengalami keterlambatan dalam berpikir dan mengambil sikap sehingga mudah dipengaruhi dan diajak serta diperalat oleh teman-temannya untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum. 4. Pada saat kejadian klien masih berstatus sebagi pelajar. 5. Klien belum pernah dihukum dan baru satu kali melakukan perbuatan yang melanggar hukum dan menjalani proses hukum. 6. Saat ini klien menjalani proses hukum terkait dengan perkara diduga tindak pidana pencurian dengan pemberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 363 KUHP dan atau pasal 55 KUHP berupa sepeda motor Honda Grand tahun 1997 No.Pol AD 5366SD milik Bapak Suparman. 7. Faktor yang melatarbelakangi perbuatan klien yaitu klien terpengaruh ajakan dari perintah temannya untuk menyembunyikan dan mempreteli sepeda motor yang dicurinya. Klien kurang mempunyai kemampuan pengendalian diri dan kurangnya pengawasan dari kedua orang tuanya. Pendidikan klien yang masih rendah dan pribadi klien yang tergolong masih labil sehingga dalam melakukan tindakannya tidak memikirkan akibat yang akan terjadi.
8. Klien telah mengakui dan menyesali atas perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan yang melanggar hukum disamping itu juga klien belum menikmati hasil kejahatannya. 9. Pihak korban sudah memaafkan dan membuat surat kesepakatan damai antara kedua belah pihak dan menyepakati supaya proses hukum tidak dilanjutkan. 10. Orang tua, masyarakat dan aparat pemerintah setempat menyatakan masih sanggup untuk menerima klien kembali di tengah-tengah masyarakat dan akan memberikan pembinaan agar tidak mengulangi lagi perbuatan yang melanggar hukum. Secara garis besar, pelaksanakan proses diversi di tingkat penuntutan adalah maksimal tujuh hari sejak berkas perkara diterima oleh Penuntut Umum dari Penyidik. Penuntut Umum diberikan waktu maksimal tiga puluh hari untuk melaksanakan proses diversi tersebut. Apabila dapat tercapai kesepakatan maka Penuntut Umum menyampaikan kepada ketua pengadilan negeri setempat untuk kemudian dibuatkan penetapan. Jika dalam tingkat penyidikan, penyampaian hasil kesepakatan diversi telah ditentukan batasan waktunya, demikian pula batasan waktu dari ketua pengadilan negeri untuk menyampaikan penetapan, maka dalam proses penuntutan kedua batasan waktu tersebut tidak secara tegas disebutkan. Maka dengan melakukan penafsiran secara sistematikan maka batasan waktu dalam tingkat penyidikan, tentunya dapat juga digunakan dalam tingkat penuntutan dengan penyesuaian seperlunya. Demikian juga sebaliknya jika dalam tingkat penyidikan hanya menyebutkan pengadilan negeri, yang tentunya dapat berarti ketua pengadilan negeri maupun hakim dan atau majelis hakim, sedangkan dalam tingkat penuntutan secata tegas disebutkan kewenangan mengeluarkan penetapan hasil proses diversi ada di tangan ketua pengadilan negeri, sehingga dengan metode penafsiran yang sama maka hendaknya kewenangan tersebut hanya ada
di tangan ketua pengadilan negeri. Demikian pula, jika pada tingkat penyidikan setelah adanya penetapan kesepakatan diversi dari ketua pengadilan maka ada kewajiban bagi Penyidik untuk mengeluarkan penetapan penghentian penyidikan maka meskipun tidak disebutkan dalam undang-undang, hal yang sama juga berlaku bagi penuntut umum, untuk mengeluarkan penetapan penghentian penuntutan. Pengadilan Negeri Karanganyar telah memutuskan perkara kasus pencurian yang dilakukan anak dengan Terdakwa Septian Tri Nugroho Bin Budi Suryanto bahwa Pihak 1 yaitu Terdakwa Septian Tri Nugroho yang didampingi orang Tua Siti Fatimah dan Pihak 2 Sarman Bin Kismo Semito yang juga disaksikan oleh penyidik, penuntut umum dan penasehat hukum telah sepakat untuk pelaksanaan diversi yang hasilnya telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri dengan Nomor 03/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Krg dengan Hasil : 1. Mengabulkan permohonan pemohon Hakim 2. Memerintahkan para pihak untuk melaksanakan kesepakatan diversi 3. Memerintahkan Hakim untuk mengeluarkan Penetapan Penghentian Pemeriksaan setelah kesepakatan Diversi dilaksanakan seluruhnya/ sepenuhnya. 4. Memerintahkan Pengadilan untuk bertanggung jawab atas barang bukti sampai kesepakatan diversi dilaksanakan seluruhnya/sepenuhnya. 5. Memerintahkan agar barang bukti berupa : a. 1 (satu) unit sepeda motor Honda Grand No. Pol AD 5366 SD warna hitam tahun 1997 STNK atas nama Ngatimin. b. 3 (tiga) buah kontak sepeda motor dan 1 (satu) kunci kontak sepeda motor patah, dikembalikan kepada korban Sarman Bin Kismo Semito
c. Sepeda onthel warna biru merk Polygon, dikembalikan kepada Anak Septian Tri Nugroho Bin Budi Suryanto. Permasalahan pelaksanaan diversi di Pengadilan Negeri, antara lain adalah sebagai berikut : 1. Langkah hukum jika terdapat berkas perkara yang wajib dilakukan diversi akan tetapi diversi tidak dilaksanakan oleh Penyidik/Penuntut Umum, sehingga Pengadilan Negeri yang harus menyelesaikan proses diversi dan harus menerbitkan penetapan penghentian penuntutan. Hal ini sesuai Pasal 12 ayat 5 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak bahwa Kepala Pengadilan Negeri harus menerbitkan penetapan penghentian penyidikan dan Penuntut Umum harus menerbitkan penetapan penghentian penuntutan. Hal ini berarti ada satu kewajiban yang dibebankan kepada Pengadilan Negeri, adalah hal ini ketua pengadilan negeri terkait dengan proses diversi, baik yang dilaksanakan di tingkat penyidikan, penuntutan maupun persidangan dalam rangka pembuatan register agar dalam pelaksanaan administrasi. 2. Ketidakhadiran BAPAS dalam proses diversi, hal ini dapat menghambat pelaksanaan diversi. Hal ini sesuai dengan Pasal 55 ayat 2 dan 3 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012. Pasal 55 ayat (2) menyatakan bahwa sidang tetap dilanjutkan dengan didampingi Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya dan/atau Pembimbing Kemasyarakatan jadi anak bisa didampingi oleh : Advokat dan PK, Advokat saja dan PK saja. Pasal 55 ayat (3) menyatakan bahwa sidang Anak batal demi hukum, jika Hakim tidak melaksanakan ketentuan anak didampingi oleh Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya dan/atau PK apabila orang tua tidak hadir (Pasal 55 ayat 3)
E. KESIMPULAN Proses pelaksanaan diversi terhadap tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak telah dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Karanganyar dengan keputusan berdasarkan saran dari Bapas dan juga kesepakatan antara kedua belah pihak dimana Pihak Terdakwa telah mengakui perbuatan mengambil sepeda motor milik Pihak korban dan Terdakwa merasa menyesal serta memohon maaf kepada korban dan kemudian berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi, sedangkan pihak korban menyatakan memberikan maaf kepada Pihak Terdakwa dan tidak berkeberatan proses pemeriksaan perkara ini dihentikan dengan syarat Sepeda Motor milik korban diperbaiki dan dikembalikan kepada Pihak II dalam keadaan baik seperti semula. Kendala yang dihadapi Pengadilan Negeri dalam pelaksanaan diversi adalah Langkah hukum jika terdapat berkas perkara yang wajib dilakukan diversi akan tetapi diversi tidak dilaksanakan oleh Penyidik/Penuntut Umum, sehingga Pengadilan Negeri yang harus menyelesaikan proses diversi dan harus menerbitkan penetapan penghentian penuntut dan ketidakhadiran BAPAS dalam proses diversi, hal ini dapat menghambat pelaksanaan diversi
DAFTAR PUSTAKA Atmasasmita Romli, 1996, “Sistem Peradilan Pidana Perspektif Eksistensionalisme dan Abolisionisme”, Bandung: Bina Cipta, hlm 118 Nashriana, 2011,”Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal 76 Abdussalam, 2007, “Hukum Perlindungan Anak”, Jakarta: Restu Agung, hlm.5 Eva Achjani Zulfa,2010, “Gugurnya Hak Menuntut Dasar Penghapus, Peringan dan Pemberat Pidana”, Bogor. Ghalia Indonesia. Cet. 1, hlm. 156-157 Penetapan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor : 03/Pid.sus.Anak/2014/PN.Krg