PELAKSANAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT PROFESI DALAM TINJAUAN FIQH DAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA (Studi di Lazis PT PLN (Persero) APJ Salatiga)
SKRIPSI
Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I)
Oleh RINA YATIMATUL FAIZAH NIM 21108009
JURUSAN SYARI’AH PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2012
i
ii
iii
iv
MOTTO
v
Persembahan Lembaran ini kupersembahkan Teruntuk orang-orang yang kusayangi Ibunda Siti Marfua’ah Terima kasih, Mae.. Atas segala pengorbananmu, kasih sayangmu, dan dukungan serta doa tulus yang tiada henti.. Kakakku tercinta M. Choirun Ni’am Yang telah memberikan warna dalam hidupku My best friends, Siti Asiyah, Munadhiroh, dan Aena Terimakasaih teman atas pengertian, kesabaran , doa dan support kalian yang membuatku menyadari sepenuhnya arti hidup..
Rekan n sahabatku semuanya good luck
vi
ABSTRAK
Yatimatul Faizah, Rina. 2012. Pelaksanaan dan Pengelolaan Zakat Profesi dalam Tinjauan Fiqh dan Perundang-undangan di Indonesia (Studi di Lazis PT PLN (Persero) APJ Salatiga). Skripsi. Jurusan Syari‟ah. Program Studi Ahwal Al-Syakhsyiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Kata kunci: Zakat profesi, pelaksanaan, pengelolaan, dan Lazis.
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui tentang pelaksanaan dan pengelolaan zakat profesi di Lazis PT PLN (Persero) APJ Salatiga. Fokus penelitian yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana teknik pelaksanaan zakat profesi di PT. PLN (Persero) APJ Salatiga?, (2) Bagaimana pengelolaan dan pendayagunaan zakat profesi oleh Lazis PT. PLN (Persero) APJ Salatiga?,(3) Bagaimana konsep zakat profesi dalam tinjauan fiqh dan perundangundangan di Indonesia?, (4) Bagaimana pengelolaan zakat berdasarkan hukum syara‟ dan perundang-undangan di Indonesia?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (Field Research). Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan teknik data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Metode analisis datanya menggunakan teknik analisis deskriptif. Kesimpulan yang dihasilkan pada penelitian ini adalah praktik pengambilan zakat profesi di PT PLN (Persero) APJ Salatiga diambil dari potong gaji pegawai atau karyawan tiap bulan sebesar 2,5%. Pengelolaan zakat profesi oleh Lazis dilakukan bekerja sama bagian sumber daya manusia yaitu bagian perol/gaji dengan memotong zakat profesi dari penghasilannya. Kemudian dana diserahkan kepada LAZIS dan didistribusikan sesuai dengan program-program yang sudah ada. Program pendayagunaan dana ZIS diantaranya, bantuan dana terhadap proposal-proposal masuk, program peningkatan mutu dan kualitas SDM terealisasi dengan adanya sekolah SMK Nurul Barqi khusus jurusan mekatronika. Terdapat juga program pelayanan sosial dan kemanusiaan. Program tersebut diantaranya pengadaan program mukena bersih (prokasih), khitan massal, peduli anak yatim dan pengadaan ambulance gratis bekerja sama dengan Lazis Jawa Tengah. Prioritas utama pendayagunaan dana ZIS, diberdayakan untuk Yayasan Nurul Barqi.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya dan salam semoga tetap terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW berikut keluarganya, para sahabat dan seluruh umat pengikutnya, Penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pelaksanaan dan Pengelolaan Zakat Profesi Dalam Tinjauan Fiqh dan Perundang-Undangan dI Indonesia (Studi di Lazis PT PLN (Persero) APJ Salatiga )”. Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Studi Ahwal Al Syahsyiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Skripsi ini disadari oleh Penulis masih jauh dari harapan dan masih banyak kekurangannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Dalam kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu Penulis dalam penulisan skripsi ini, antara lain : 1.
Bapak Drs. Imam Sutomo M.Ag Selaku rektor Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (Stain) Salatiga
2.
Bapak Ilyya Muhsin M.Si, selaku Ketua Program Studi Ahwal Al Syahsyiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (Stain) Salatiga.
3.
Prof. Dr. H. Muh Zuhri, MA selaku dosen pembimbing yang dengan sabar
memberikan bimbingan dan arahan, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
viii
4.
Seluruh anggota Tim penguji skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk menilai kelayakan dan menguji skripsi dalam rangka menyelesaikan studi Ahwal Al Syahsyiyah Di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.
5.
Seluruh staf Program studi yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan administrasi-administrasi selama perkuliahan.
6.
Bapak Ibuku yang selalu memberi dukungan dan doa yang tiada henti.
7.
Semua Dosen-dosen Syari‟ah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.
8.
Semua teman-teman angkatan 2008 yang tidak dapat aku sebutkan satu persatu yang selalu membantuku.
Semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para Pembaca.
Salatiga, Juni 2012 Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................................. iv HALAMAN MOTTO ................................................................................. v HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. vi ABSTRAK ................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ................................................................................. viii DAFTAR ISI ................................................................................................ x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................... 1 B. Fokus Penelitian ....................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 5 D. Kegunaan Penelitian................................................................. 5 E. Penegasan Istilah ...................................................................... 6 F. Telaah Pustaka ......................................................................... 7 G. Metode Penelitian..................................................................... 8 H. Sistematika Penulisan .............................................................. 10
x
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Zakat ............................................................ 12 B. Zakat Profesi dalam Perspektif Fiqh 1. Pengertian Zakat Profesi .................................................... 18 2. Dasar Hukum Zakat Profesi ............................................... 19 3. Nishab, Waktu, Kadar dan Cara Mengeluarkan Zakat Profesi ................................................................................ 21 C. Kedudukan Zakat Profesi dalam Perundang-undangan ........... 25 D. Pengelolaan Zakat ................................................................... 26 E. Pendayagunaan Zakat............................................................... 36
BAB III PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum PT PLN (Persero) APJ Salatiga ................. 44 B. Deskripsi Lazis PT PLN (Pesero) APJ Salatiga 1. Latar Belakang Berdirinya Lazis PT PLN Salatiga ........... 46 2. Susunan Pengurus .............................................................. 47 3. Sumber Dana ...................................................................... 47 4. Tugas Lazis ........................................................................ 47 5. Program Kerja .................................................................... 48 C. Pelaksanaan dan Pengelolaan Zakat Profesi 1. Mekanisme Pemungutan ................................................... 49 2. Pengelolaan dan Pendayagunaan ....................................... 51 3. Kendala dan Permasalahan ................................................ 53
xi
BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis pelaksanaan Zakat Profesi di PT PLN Salatiga ........ 54 B. Analisis Pengelolaan Zakat Profesi di Lazis PT PLN Salatiga
57
BAB V PENUTUP C. Kesimpulan .............................................................................. 60 D. Saran-saran ............................................................................... 61 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyah (ibadah yang berkaitan dengan ekonomi keuangan masyarakat) dan merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang mempunyai status dan fungsi yang penting dalam syari‟at Islam (Zuhdi, 1989:219). Jadi, zakat bukan hanya sebatas urusan hamba dengan Allah Swt (hablummin-Allah), namun merupakan ibadah yang berkaitan dengan harta yang
perlu diberdayakan secara optimal untuk
memperbaiki ekonomi masyarakat. Oleh karena itu setiap muslim yang memiliki harta dan memenuhi syarat-syarat tertentu diwajibkan mengeluarkan zakat untuk diberikan kepada fakir miskin atau mereka yang berhak, dengan syarat-syarat yang ditentukan sesuai ajaran agama Islam. Zakat menurut bahasa adalah berkah, tumbuh, bersih dan baik. Menurut istilah fiqh berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah Swt. untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak dengan persyaratan tertentu pula (Qardhowi, 1991:34-35). Sedangkan dalam undang-undang tentang Pengelolaan Zakat Nomor 23 Tahun 2011 yang dimaksud dengan zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Dalam lintas sejarah pada masa Nabi Muhammad Saw zakat hanya meliputi zakat pertanian, peternakan, perdagangan, emas, perak dan rikaz.
1
Namun seiring dengan perkembangan ekonomi, sumber zakat pun mengalami perkembangan misalnya, zakat dari kekayaan yang diperoleh melalui gaji/upah, honorarium, pendapatan yang dihasilkan dari kerja profesi tertentu yang sudah mencapai nisab atau disebut dengan zakat profesi. Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan atau pendapatan yang diterima seseorang melalui usaha sendiri (wirausaha) seperti dokter, insinyur, ahli hukum, penjahit dan lain sebagainya. Dan juga yang terkait dengan pemerintah (pegawai negeri) atau pegawai swasta yang mendapat gaji atau upah dalam waktu yang relatif tetap, seperti sebulan sekali. Penghasilan atau pendapatan yang semacam itu dalam istilah fiqh dikatakan sebagai al-mal almustafad (al-Zuhaili, 1995:275). Berdasarkan fatwa ulama yang dihasilkan pada waktu Muktamar Internasional Pertama tentang Zakat di Kuwait pada tanggal 29 Rajab 1404 H yang bertepatan dengan tanggal 30 April 1984 Masehi, bahwa salah kegiatan yang menghasilkan kekuatan bagi manusia sekarang adalah kegiatan profesi yang menghasilkan amal yang bermanfaat, baik yang dilakukan sendiri, seperti dokter, arsitek, dan yang lainnya, maupun yang dilakukan secara bersama-sama, seperti karyawan atau para pegawai. Semua itu menghasilkan pendapatan atau gaji. Adapun mengenai penentuan nishab, kadar dan waktu mengeluarkan zakat profesi sangat bergantung pada qiyas (analogi) (Hafidhuddin, 2002:96) yang dilakukan oleh para ulama melalui ijtihadnya. Kewajiban zakat berdasarkan keumuman makna kandungan al-Qur‟an surat At-taubah: 103
2
Artinya: “ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”(Depag, 1982:297). Zakat tidak hanya sekedar sebagai kewajiban , tetapi zakat harus dikelola dengan baik dan didistribusikan secara merata hingga sampai ke tangan yang berhak. Dengan demikian, maka peran organisasi pengelola zakat sangat penting. Pada zaman Rasuullah Saw. dikenal sebuah lembaga yang disebut Baitul Mal. Lembaga ini memiliki tugas mengelola keuangan negara mulai dari mengidentifikasi, menghimpun, memungut, mengembangkan, memelihara, hingga menyalurkan. Sumber pemasukannya berasal dari dana zakat, infaq, kharaj (pajak bumi), jizyah (pajak yang dikenakan bagi nonmuslim), ghanimah (harta rampasan perang) dan lain-lain. Sedangkan penggunaannya untuk asnaf mustahik (yang berhak menerima) yang telah ditentukan, untuk kepentingan dakwah, pendidikan, pertahanan, kesejahteraan sosial dan lain sebagainya (Djuanda, 2006:3). Di Indonesia saat ini ada organisasi atau lembaga pengelola zakat. Keberadaan organisasi tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan yang dibentuk pemerintah atau lembaga yang didirikan oleh masyarakat. Adapun lembaga pengelolaan zakat tersebut adalah Badan Amil Zakat
3
Nasional (BAZNAS), Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan Unit Pengumpul Zakat (UPZ). LAZ merupakan lembaga pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak dibidang da‟wah, pendidikan, sosial dan kemasyarakatan umat islam (Mursyid, 2006:31). Di samping LAZ tidak hanya mengelola zakat, tetapi juga mengelola infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. Salah satu contohnya adalah LAZIS PT. PLN (Persero) APJ Salatiga. Lembaga tersebut dibentuk pada tahun 2005, untuk mengelola dana zakat khususnya zakat profesi, infak dan shadaqah yang berasal dari karyawan PT. PLN Salatiga. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin memaparkan dan mengkaji tentang teknik pelaksanaan, pengelolaan dan pendayagunaan zakat profesi oleh Lazis PT. PLN Salatiga. Sehingga penulis memberi judul penelitian skripsi : PELAKSANAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT PROFESI DALAM TINJAUAN FIQH DAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA (Studi di Lembaga Amil zakat infak dan Shadaqah (LAZIS) PT. PLN (Persero) APJ Salatiga).
B. Fokus Penelitian
Hal yang akan menjadi fokus penelitian dari deskripsi latar belakang di atas adalah: 1. Bagaimana teknik pelaksanaan zakat profesi di PT. PLN (Persero) APJ Salatiga?
4
2. Bagaimana pengelolaan dan pendayagunaan zakat profesi oleh Lazis PT. PLN (Persero) APJ Salatiga? C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian yang menjadi target skripsi ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui teknik pelaksanaan zakat profesi di PT. PLN (Persero) APJ Salatiga. 2. Untuk mengetahui pengelolaan dan pendayagunaan zakat profesi oleh Lazis PT. PLN (Persero) APJ Salatiga.
D. Kegunaan Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Secara Teoritis Dalam penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang zakat dan memperkaya khazanah keislaman pada umumnya, civitas akademika jurusan Syariah program studi ahwal-alsyakhsiyyah pada khususnya. 2. Secara Praktis Selain kegunaan secara teoritis, diharapkan hasil penelitian ini juga mampu memberikan manfaat secara praktis, yaitu dapat bermanfaat bagi masyarakat umum, sehingga mampu menumbuhkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt, selain itu juga dapat dijadikan bahan bacaan tentang manajemen
5
pelaksanaan, pengelolaan dan pendayagunaan zakat dengan baik sesuai dengan hukum Islam.
E. Penegasan Istilah
Sebelum memulai menyusun skripsi ini perlu penulis sampaikan bahwa judul skripsi adalah PELAKSANAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT PROFESI DALAM TINJAUAN FIQH DAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA (Studi di Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (LAZIS) PT. PLN (Persero) APJ Salatiga). Untuk menghindari kesalahfahaman pengertian, maka penulis kemukakan pengertian serta sekaligus penegasan judul skripsi ini sebagai berikut: 1. Pelaksanaan; proses dan cara melaksanakan (Fajri dan Senja, __:508) 2. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pengelolaan adalah proses yang
memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan; proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain (Fajri dan Senja, __:444). 3. Zakat Profesi (penghasilan); zakat yang dikeluarkan
dari hasil profesi
(pekerjaan) seseorang, baik dokter, arsitek, notaries, ulama/da‟i, karyawan, guru dan lain-lain (Anshori, 2006:86). 4. Menurut Hasbi Ash shiddieqy, fiqh adalah
segala hukum syara‟ yang
diambil dari kitab Allah Swt. dan sunnah Rasul Saw. dengan jalan memperdalam pemahaman, yakni jalan ijtihad dan istinbath (1978:19).
6
5. Perundang-undangan di Indonesia; dalam hal ini perundang-undangan yang digunakan adalah Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat Nomor 23 Tahun 2011. Undang-undang ini diundangkan pada 25 November 2011 sebagai pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 1999.
F. Telaah Pustaka
Sebagaimana deskripsi dalam latar belakang masalah, penelitian ini fokus pada pembahasan mengenai manajemen pelaksanaan, pengelolaan dan pendayagunaan zakat profesi. Ada beberapa skripsi yang telah membahas zakat profesi. Skripsi tersebut melakukan penelitian tentang zakat profesi dari pendekatan yang berbeda. Skripsi Dian Risalati yang berjudul Zakat Profesi dalam Prespektif Yusuf Qardawi Skripsi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, 2003. Dalam skripsi ini menjelaskan konsep-konsep umum zakat secara umum dalam islam, dan menganalisis zakat profesi
dalam perspektif Yusuf Qardawi
menjelaskan pula mengenai kelebihan dan kelemahan pemikirannya tentang zakat profesi. Dari beberapa uraian diatas, hanya membahas mengenai konsep ketentuan dan pelaksanaan zakat secara global. Sedang yang dibahas disini adalah kajian mengenai manajemen pelaksanaan dan pengelolaannya. Skripsi Muhammad Fuad yang berjudul Zakat Profesi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Salatiga (Studi Terhadap Pembayaran Zakat Oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga) STAIN Salatiga,
7
2011. Dalam skripsi ini menjelaskan mengenai tingkat kesadaran masyarakat yang berprofesi sebagai PNS di masyarakat Kecamatan Sidorejo untuk mengeluarkan zakat. Pembayaran zakat profesi tersebut dilihat dari pola, motivasi, dan pemahaman para PNS itu sendiri dalam mengeluarkan zakat profesi. sedangkan yang penulis bahas adalah penjelasan mengenai teknik pemungutan zakat profesi di PT. PLN (Persero) APJ Salatiga dan pengelolaan serta pendayagunaannya oleh Lazis setempat.
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian Jenis penelitian
yang digunakan adalah penelitian lapangan (field
research) yaitu penelitian yang objeknya adalah mengenai mekanisme pelaksanaan, pengelolaan, dan pendayagunaan zakat profesi oleh Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (LAZIS) PT. PLN (Persero) APJ Salatiga. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif analitik, yaitu mendeskripsikan objek yang diteliti. Dalam hal ini mengenai mekanisme pelaksanaan, pengelolaan, dan pendayagunaan zakat profesi oleh Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (LAZIS) PT. PLN (Persero) APJ Salatiga, kemudian melakukan analisis terhadap pelaksanaan tersebut. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di lembaga Amil zakat infaq dan shadaqah (LAZIS) PT. PLN (Persero) APJ Salatiga yang beralamat di Jalan Diponegoro Nomor 19 Salatiga.
8
3. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Sumber data primer; yaitu hasil temuan data di lapangan melalui wawancara dengan pengurus Lazis. b. Sumber data sekunder; yaitu data yang diperoleh dari literatur buku-buku, perundang-undangan tentang zakat dan kepustakaan ilmiah lain yang menjadi referensi maupun sumber pelengkap penelitian. 4. Prosedur Pengumpulan Data a. Wawancara Pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang berkaitan. Dalam hal ini adalah pegawai PT PLN dan pengurus Lazis PT. PLN Salatiga. b. Observasi Metode pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis
atas pelaksanaan, pengelolaan dan
pendayagunaan zakat profesi oleh Lazis PT. PLN Salatiga. c. Dokumentasi Adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian (Margono, 2004:23). Teknik dokumentasi ini akan penulis gunakan untuk memperoleh data-data tentang praktek pelaksanaan, pengelolaan dan pendayagunaan zakat oleh Lazis PT. PLN Salatiga.
9
5. Analisis Data Data yang diperoleh, baik dari studi lapangan maupun studi pustaka pada dasarnya merupakan data tataran yang dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu data yang terkumpul di dituangkan diuraikan secara logis dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dan ditarik kesimpulan.
H. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disajikan secara keseluruhan dibagi menjadi lima bab, terdiri dari bab I pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, telaah pustaka, metode penelitian yang meliputi; jenis penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, dan sistematika Penulisan. Bab II dibicarakan tentang kajian kepustakaan, terdapat 4 (empat) sub bab yang pertama yaitu tinjauan umum zakat, berisi mengenai pengertian zakat, prinsip-prinsip zakat, macam-macam zakat, syarat dan hikmah zakat. Pada sub bab yang kedua mengenai zakat profesi dalam perspektif fiqh, berisi tentang pengertian zakat profesi, dasar hukum zakat profesi, nishab, waktu, kadar, cara mengeluarkan, cara menghitung dan kedudukan zakat profesi dalam perudang-undangan. Pada sub bab ketiga berisi tentang pengelolaan zakat dan sub bab ketiga berisi tentang pendayagunaannya. Bab III dibicarakan tentang paparan data dan hasil penelitian, terdapat tiga sub bab, yang pertama yaitu mengenai gambaran umum PT PLN Unit
10
layanan Salatiga, yang berisi tentang visi misi, tujuan dan program-program dinas PLN. Pada sub bab kedua yaitu deskripsi Laziz di PT PLN Salatiga, berisi tentang latar belakang, susunan pengurus, sumber dana, tugas dan program kerja lazis. Pada sub bab ketiga tentang pelaksanaan dan pengelolaan zakat profesi oleh Lazis PT PLN Salatiga. Bab IV yaitu pembahasan, berisi tentang analisis teknik pelaksanaan zakat profesi di PT. PLN (Persero) APJ Salatiga dan analisis pengelolaan serta pendayagunaan oleh Lazis PT. PLN (Persero) APJ Salatiga. Bab V yaitu penutup, berisi kesimpulan dan saran-saran.
11
BAB II KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Umum Zakat 1. Pengertian Zakat Dari segi bahasa, kata zakat merupakan masdar dari zaka yang berarti berkembang, tumbuh, bersih dan baik (Qardhawi, 1991:34). Menurut istilah fiqh Islam, zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kekayaan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya, dengan aturan-aturan yang telah ditentukan di dalam syara’ (Anshori, 2006:12). Berdasarkan pengertian secara istilah tersebut, meskipun para ulama mengemukakan dengan redaksi yang agak berbeda antara satu dengan yang lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama. Jadi zakat adalah bagian dari harta dengan dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada pihak yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula. Sedangkan menurut ketentuan umum pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yang dimaksud dengan zakat adalah harta yang wajib di keluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syari‟at Islam.
12
Pengertian zakat menurut bahasa dan istilah mempunyai hubungan yang erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan baik (Hafidhuddin, 2002:7 ).
2. Prinsip-prinsip Zakat Sebagai suatu kewajiban yang harus ditunaikan, tidak setiap harta harus dikeluarkan zakatnya. Namun ada prinsip-prinsip yang mengatur. Diantaranya adalah sebagai berikut: a. Prinsip keyakinan agama (faith) Bahwa orang yang membayar zakat yakin bahwa pembayaran tersebut merupakan salah satu manifestasi keyakinan agamanya, sehingga orang yang belum menuneikan zakat merasa tidak sempurna dalam menjalankan ibadahnya. b. Prinsip pemerataan (equity) dan keadilan Prinsip pemerataan dan keadilan cukup jelas menggambarkan tujuan zakat, yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan Tuhan kepada umat manusia. c. Prinsip produktifitas (productivity) dan kematangan Prinip produktivitas dan kematangan menekankan bahwa zakat memang wajar harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Hasil produksi tersebut hanya dapat dipungut setelah
13
melampaui jangka waktu satu tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu. d. Prinsip nalar (reason) Bahwa menurut nalar manusia harta yang disimpan dan dibelanjakan untuk Allah, tidak akan berkurang melainkan akan bertambah banyak. e. Prinsip kebebasan (freedom) Prinsip kebebasan menjelaskan bahwa zakat hanya dibayarkan oleh orang yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama. f. Prinsip etik (ethic) dan kewajaran Prinsip etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak dipungut secara
semena-mena
tanpa
memperhatikan
akibat
yang
akan
ditimbulkan (Anshori, 2006: 20-21).
3. Macam-macam Zakat Zakat terdiri atas 2 macam, yaitu: a. Zakat nafs (jiwa) Disebut juga dengan zakat fitrah, merupakan zakat untuk menyucikan diri. Dikeluarkan dan disalurkan kepada yang berhak pada bulan ramadhan sebelum tanggal 1 Syawal (hari raya Idul Fitri). Zakat fitrah diwajibkan pada tahun kedua hijriyah. Ukuran zakat perjiwa yang
14
dikeluarkan adalah satu sha’ (31/2 liter) makanan pokok (Depag, 1983:267) atau bisa berupa uang yang nilainya sebanding dengan ukuran/harga bahan pangan atau makanan pokok tersebut. b. Zakat Mal atau zakat harta Yaitu zakat yang dikeluarkan untuk menyucikan harta, apabila harta itu telah memenuhi syarat-syarat wajib zakat. Yusuf Qardhawi (1991:121) dalam bukunya “Hukum Zakat” menjelaskan mengenai kekayaan yang wajib dizakati, yaitu: 1) Zakat binatang ternak 2) Zakat emas dan perak 3) Zakat dagang 4) Zakat pertanian (tanaman dan buah-buahan) 5) Madu dan produksi hewan 6) Barang tambang dan hasil laut 7) Investasi pabrik, gedung 8) Zakat pendapatan usaha (profesi) Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya setiap harta kekayaan yang produktif dan bernilai ekonomis apabila mencapai nishab maka wajib dikeluarkan zakatnya. Seperti pada surat Al-Baqarah ayat 267 yaitu sebagai berikut:
15
”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang burukburuk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (Depag, 1974:67 ).
Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa kewajiban mengeluarkan zakat itu dikenakan pada setiap harta kekayaan yang halal dan diperoleh dengan cara yang halal pula, baik hasil usaha atau jasa, maupun berupa buah-buhan, binatang ternak, dan kekayaan lainlainnya.
4. Syarat Zakat Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi terhadap harta kekayaan yang dipunyai oleh saeorang muslim. Syarat-syarat tersebut adalah: a. Pemilikan yang pasti, halal dan baik. Artinya, sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupunkekuasaan menikmati hasilnya. b. Berkembang. Artinya, harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan sunnatullah maupun bertanbah karena ikhtiar atau usaha manusia.
16
c. Melebihi kebutuhan pokok. Harta yang dimiliki oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan bagi diri sendiri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia. d. Bersih dari hutang e. Mencapai nishab, harta yang dimiliki oleh muzaki telah mencapai jumlah (kadar) minimal yang harus dikeluarkan zakatnya. f. Mencapai haul, harta mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan qomariyah, atau setiap kali setelah menuai. Harta yang tidak ditentukan haul setiap tahun adalah tumbuh-tumbuhan ketika menuai dan barang temua ketika ditemukan (Anshori, 2006:2829).
5. Hikmah Zakat Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung manfaat dan hikmah yang demikian besar dan mulia, baik yang berkautan dengan muzaki, mustahiq, harta yang dikeluarka zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan. Adapun hikmah tersebut antara lain sebagai berikut: a. Zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-orang yang sangat membutuhkan bantuan. Zakat bisa mendorong mereka untuk bekerja dengan semangat dan bisa meraih kehidupan yang layak. Dengan demikian masyarakat akan terhindar dari kemiskinan (AlZuhayly, 1995:87).
17
b. Membersihkan dan menyuburkan harta c. Mewujudkan rasa syukur terhadap nikmat yang dikaruniakan oleh Allah SWT (Anshori, 2006:55). d. Mensucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil, dengan zakat dapat melatih seorang mukmin untuk bersifat dermawan (Al-Zuhayly, 1995:88). e. Mewujudkan kesatuan di kalangan masyarakat islam dalam urusan ekonomi
dan
keuangan.
Sehingga
zakat
akan
menciptakan
kesejahteraan dari sudut ekonomi dan kebudayaan (Anshori, 2006:56)
B. Zakat Profesi dalam Perspektif Fiqh 1. Pengertian Zakat Profesi Kata profesi berasal dari bahasa inggris “Profession” yang berarti pekerjaan (Echols dan Hasan Shadily, 1995:449). Kata profesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejujuran, dsb) tertentu (Depdikbud, 1997:789). Jadi yang dimaksud dengan zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada tiap-tiap pekerjaan tertentu baik yang dilakukan sendiri maupun
dilakukan
bersama
orang
atau
lembaga
tertentu
yang
menghasilkan uang. Dalam istilah fiqh dikenal dengan nama al-mal almustafad (Al-Zuhayly, 1995:275). Menurut Yusuf Qardhawi (1991:459), pekerjaan yang menghasilkan uang ada dua macam. Pertama, pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa
18
tergantung kepada orang lain, berkat kecekatan tangan maupun otak. Penghasilan yang diperoleh dengan cara ini merupakan pemghasilan profesional, seperti penghasilan seorang dokter, insinyur, advokat, seniman, penjahit, tukang kayu dan lain-lainnya. Kedua, yaitu pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak-pihak pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah yang diberikan, dengan tangan, otak, ataupun kedua-duanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah, ataupun honorarium.
2. Dasar Hukum Zakat Profesi a. Dasar hukum zakat profesi dalam Al-Qur‟an, diantaranya terdapat dalam surat: 1) Al-Hadiid: 7
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya . Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (Depag, 1974:901 ).
2) Az-Zaariyaat: 19
19
“Dan pada harta-harta mereka ada hak orang miskin yang meminta dan orang miskin yang mendapat bagian” (Depag, 1974:859). 3) Al-Baqarah: 267
”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (Depag, 1974:67 ). Pada ayat (Al-Baqarah: 267) kata mȃ adalah termasuk kata yang mengandung pengertian umum, yang artinya “apa saja” . jadi mȃ kasabtum artinya “sebagian dari hasil (apa saja) yang kamu usahakan yang baik-baik”. Maka jelaslah, bahwa semua macam penghasilan (gaji, honorarium, dan lain-lainnya) terkena wajib zakat berdasarkan ketentuan surat Al-Baqarah ayat 267 tersebut yang mengandung pengertian umum ( Zuhdi, 1989:215). b. Adanya berbagai pendapat para ulama terdahulu maupun sekarang, meskipun dengan menggunakan istilah yang bersifat umum yaitu alamwaal. Sementara sebagian lagi secara khusus memberikan istilah
20
dengan istilah al-maal al-mustafad seperti terdapat dalam fiqh zakat (Hafidhuddin, 2002:95). c. Unsur keadilan; seorang petani harus mengeluarkan zakatnya 5 atau 10% dari yang dihasilkan setelah menanam dan memelihara sawahnya selama (minimal) tiga bulan lamanya. Jika dibandingkan dengan profesi seorang dokter atau yang lainnya, maka lebih besar hasil seorang yang berprofesi dibandingkan seorang petani (Anshori, 2006:89). d. Sejalan dengan perkembangan kehidupan umat manusia, khususnya dalam bidang ekonomi, kegiatan penghasilan melalui keahlian dan profesi ini akan berkembang sewaktu waktu (Hafidhuddin, 2002:96).
3. Nishab, Waktu, Kadar dan Cara Mengeluarkan Zakat Profesi Syarat-syarat harta kekayaan yang wajib dizakati, salah satunya adalah cukup batas nishab. Dengan demikian, penghasilan yang mencapai nishab seperti gaji yang tinggi dan honorarium yang besar dari para pegawai/karyawan
serta
penghasilan
yang
didapat
dari
ketrampilan/keahlian tertentu, maka wajib dikenakan zakat. Menurut
Didin
Hafidhuddin
(2002:96)
terdapat
beberapa
kemungkinan dalam menentukan nishab, kadar, dan waktu pengeluaran zakat profesi. Hal ini tergantung pada qiyas (analogi) yang dilakukan, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Dianalogikan pada zakat perdagangan, maka nishab, kadar dan waktu mengeluarkannya sama dengannya dan sama pula dengan zakat emas
21
dan perak. Nishabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5% dan waktu mengeluarkannya setahun sekali setelah dikurangi kebutuhan pokok. b. Dianalogikan pada zakat pertanian, maka nishabnya senilai 653 kg padi atau gandum, kadar zakatnya sebesar lima persen dan dikeluarkan pada setiap mendapatkan gaji atau penghasilan, misalnya sebulan sekali. c. Dianalogikan pada zakat rikaz, maka zakatnya sebesar 20% tanpa ada nisab, dan dikeluarkan pada saat menerima. Hafidhuddin (2002:97) berpendapat, bahwa zakat profesi bisa dianalogikan pada dua hal secara sekaligus, yaitu pada zakat pertanian dan zakat emas dan perak. Dari sudut nishab dianalogikan pada zakat pertanian, yaitu sebesar lima ausaq atau senilai 653 kg padi/ gandum dan dikeluarkan pada saat menerimanya. Misalnya setiap bulan bagi karyawan yang menerima gaji bulanan langsung dikelarkan zakatnya, sama seperti pertanian yang dikeluarkan pada saat panen. Zakat profesi tidak ada ketentuan haul, karena dianalogikan pada zakat pertania. Pengeluaran dilakukan pada saat menerima, misalnya setiap bulan. Zakat profesi dianalogikan dengan zakat pertanian, karena ada kemiripan antara keduanya (al-syabah). Dari sudut kadar zakat, dianalogikan pada zakat uang, karena memang gaji, honorarium, upah dan yang lainnya, pada umumnya diterima dalam bentuk uang. Karena itu kadar zakatnya adalah sebesar 2,5%.
22
4. Cara menghitung zakat profesi Perhitungan zakat untuk penghasilan dari gaji, upah, honorarium dan sejenisnya ditetapkan sebesar 2,5% (seperempat puluh) dari penghasilan bersih, yaitu penghasilan bruto dikurangi biaya-biaya untuk untuk memperoleh penghasilan tersebut, hutang, dan kebutuhan pokok minimum. Jadi dasar pengenaan zakatnya dan nishabnya dihitung dari sisa (Qardhawi, 1991:486). Untuk lebih jelasnya berikut contoh perhitungan zakat profesi: Tabel 2.1 Contoh Perhitungan Zakat Profesi KETERANGAN
SUB JUMLAH
JUMLAH
(Rp)
(Rp )
Penghasilan: Gaji dan tunjangan setahun
36.000.000
Bonus
10.000.000
Royalty
4.000.000
Total penghasilan
50.000.000
Pengeluaran Biaya transportasi
3.000.000
Biaya makan dan kesehatan
6.000.000
Total biaya yang dikeluarkan
9.000.000
Penghasilan bersih sebelum utang dan kebutuhan minimum
41.000.000
Pengurangan lain: Utang cicilan rumah dan lainnya Kebutuhan keluarga
6.000.000 18.000.000
Total
24.000.000
Penghasilan bersih setelah utang dan kebutuhan minimum
Zakat 2,5% x Rp 17.000.000
17.000.000 425.000
Sumber (Mursyidi, 2006:154) 23
Zakat atas penghasilan dari pekerjaan dan profesi dapat dilakukan perhiitungannya dan pembayarannya pada saat penerimaannya, sehingga tidak perlu lagi mengeluarkannya sampai pada akhir periode haulnya. Ini dalam rangka menghindari kewajiban mengeluarkan zakat dua kali dalam satu tahun (Qardawi, 1991:486). Sedangkan perhitungan zakat profesi menurut Didin Hafidhuddin (2002:96-97), dicontohkan sebagai berikut: a. Seperi penjelasan di atas, jika dianalogikan pada zakat perdagangan, maka nishab, kadar dan waktu mengeluarkannya sama dengannya dan sama pula dengan zakat emas dan perak. Kadar zakatnya 2,5% dan waktu mengeluarkannya setahun sekali setelah dikurangi kebutuhan pokok. Jika berpenghasilan Rp 5.000.000,- setiap bulan dan kebutuhan pokok per bulannya sebesar Rp 3.000.000,- maka besar zakat yang dikeluarkan yaitu: 2,5% x 12 x Rp 2.000.000,- atau sebesar Rp 6.00.000,- paer tahun/ Rp. 50.000,0 per bulan b. Jika dianalogikan pada zakat pertanian, maka perhitungannya sebagai berikut: 5% x 12 x Rp 2.000.000,- atau sebesar Rp 1.200.000,- per tahun/ Rp 1.000.000,- per bulan. c. Jika dianalogikan pada zakat rikaz; 20% x Rp 5.000.000,- yaitu Rp 1.000.000,- setiap bulan.
24
5. Kedudukan Zakat Profesi dalam Perundang-undangan Berdasarkan pasal 4 (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, dikemukakan bahwa harta yang dikenai zakat adalah: a. Emas, perak, dan logam mulia lainnya b. Uang dan surat berharga lainnya; c. Perniagaan; d. Pertanian, perkebunan, dan kehutanan; e. Peternakan dan perikanan: f. Pertambangan; g. Perindustrian; h. Pendapatan dan jasa; dan i. Rikaz. Berdasarkan uraian tersebut, setiap keahlian dan pekerjaan apapun yang halal, baik yang dilakukan sendiri maupun yang berkaitan dengan pihak lain, seperti seorang pegawai maupun karyawan, apabila penghasilan dan pendapatannya telah mencapai nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Hal tersebut berdasarkan pada; pertama, ayat-ayat dalam Al-Qur‟an yang bersifat umum yang mewajibkan semua jenis harta untuk dikeluarkan zakatnya. Kedua, berbagai pendapat para ulama terdahulu maupun sekarang, meskipun dengan istilah yang berbeda terdapat kesamaan pemikiran tentang zakat. Ketiga, dari segi keadilan penetapan kewajiban zakat pada setiap harta yang dimiliki akan terasa
25
sangat jelas dibandingkan dengan hanya menetapkan kewajiban zakat pada hal-hal tertentu. Keempat, sejalan dengan perkembangan kehidupan umat manusia khususnya dibidang ekonomi, kegiatan penghasilan melalui keahlian dan profesi ini akan semakin berkembang dari waktu ke waktu (Hafidhuddin, 2002:96).
C. Pengelolaan Zakat Dalam ayat al-Qur‟an disebutkan bahwa orang-orang yang berhak dan berwenang untuk mengelola zakat adalah petugas khusus yang ditunjuk oleh pemerintah atau penguasa dan negara atau pemerintah bertanggung jawab penuh atas pengumpulan, pendayagunaan dan pendistribusian hingga sampai menentukan mustahiq (Shihab, 1994:326). Hal ini berdasarkan pada firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 60 yang berbunyi:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Depag, 1974:288 ). Pada ayat di atas disebutkan bahwa salah satu golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) adalah ‘amil. menurut Yusuf Qardhawi, „amil
26
zakat adalah semua orang yang ikut aktif dalam organisasi kezakatan, termsuk penanggung jawab, para pengumpul, pembagi, bendaharawan, penulis dan sebagainya. Pada awal islam para „amil diangkat langsung oleh Rasulullah saw, tetapi pada masa pemerintahan „Utsman r.a, kebijaksanaan pengumpulan zakat diubah. Karena pada masa „Utsman harta kekayaan melimpah, dan demi kemashlahatan umum, beliau mengalihkan wewenang pembagian kepada pemilik harta secara langsung. Keterlibatan para penguasa dalam pengumpulan dan pembagian zakat berangsur-angsur berkurang. Hal ini disebabkan, antara lain karena keengganan kaum muslim sendiri untuk menyerahkan dengan alasan adanya para penguasa yang tidak islami, dan tidak mustahil disebabkan juga karena keengganan para penguasa sendiri untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut dengan berbagai pertimbangan (Shihab, 1994:327). Di samping amil zakat, menurut Masjfuk Zuhdi (1989:210) ada lagi sebuah lembaga yang mempunyai tugas yang sama dengan amil zakat, yaitu baitul mal. Namun baitul mal ini ada 4 (empat) macam, yakni: a. Baitul mal yang khusus mengelola zakat b. Baitul mal yang khusus mengelola pajak yang ditarik dari non muslim c. Baitul mal yang khusus mengelola rampasan perang dan barang temuan (rikaz)
27
d. Baitul mal yang khusus mengelola harta benda yang tidak diketahui pemiliknya, termasuk harta peninggalan orang yang tidak punya ahli waris. Dalam bukunya, Fiqh Al-Zakat, Yusuf Qardhawi (1991:745-747) memperinci pendapat beberapa mazhab tentang penyerahan zakat kepada imam atau amil, yaitu sebagai berikut: 1. Imam Abu hanifah berpendapat bahwa al-amwal al-zhahirah harus diserahkan kepada imam, sedangkan al-amwal al-bathinah terserah kepada pemilik harta. 2. Mazhab maliki berpendapat bahwa pada dasarnya zakat wajib diserahkan kepada imam yang adil. Imam Al-Qurthubi menambahkan bahwa “kalau imam yang menerima bersifat adil (dalam penerimaan dan atau pembagiannya), maka tidak dibenarkan si pemilik untuk membagi-baginya sendiri”. 3. Mazhab Syafi‟i berpendapat bahwa “untuk harta yang bersifat bathin, si pemilik dapat membagi-baginya sendiri. Sedaang dalam bentuk zhahir, terdapat dua pilihan yaitu, ja’iz (boleh) dan tidak. Kalau ja’iz (boleh), maka dapat diperselisihkan lagi, yaitu apakah wajib atau tidak”. 4. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa “tidak diwajibkan penyerahan dan pembagian oleh imam atau amil. tetapi apabila si pemilik menyerahkan, maka kewajibannya telah gugur.
28
1. Sejarah Pengelolaan Zakat di Indonesia Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, pengelolaan zakat dilaksanakan oleh penghulu atau naib untuk menjaga dari penyelewengan keuangan. Kemudian pada bijblad Nomor 6200 tanggal 28 Februari 1905 berisi larangan bagi pegawai pemerintahan maupun priyayi bumi putra untuk turut campur dalam pelaksanaan zakat. Politik tersebut tetap berlaku di masa penjajahan Jepang, sampai masa Indonesia merdeka pengumpulan zakat dilakukan oleh petugas-petugas urusan agama. Pengaturan zakat mengalami perubahan sejalan dengan perpolitikan di Indonesia. Sehingga sampai tahun 1968 zakat dilaksanakan oleh umat Islam secara perorangan atau melalui kyai, guru-guru ngaji dan juga melalui lembaga-lembaga keagamaan dan belum ada suatu badan resmi yang dibentuk oleh pemerintah (Inoed dkk, 2005: 125 ). Menurut Mursyid (2006:11) proses pembentukan lembaga-lembaga pengelola zakat di Indonesia, pada umumnya diilhami oleh pidato Presiden Soeharto, pada tanggal 26 Oktober 1968, yaitu pada saat perayaan Isra’ Mi’raj di Istana Merdeka Jakarta. Inti dari isi pidato tersebut menjelaskan tentang pentingnya zakat untuk kehidupan duniawi dan ukhrawi serta dengan adanya mobilisasi zakat warga muslim dapat membantu pembangunan ekonomi, sosial dan keagamaan. Seruan tersebut ditindaklanjuti dengan keluarnya surat Presiden Nomor 07/ PRIN/ 1968 tansggal 31 Oktober1968 yang memerintahkan Alamsyah, Azwar Hamid, dan Ali Afandi untuk membantu presiden dalam
29
administrasi penerimaan zakat seperti dimaksud dalam seruan tersebut (Inoed dkk, 2005: 127). Perkembangan intervensi pemerintah Indonesia dalam memberikan pendidikan manajemen zakat yang profesional terus dilaksanakan hingga kini. Tercatat beberapa peraturan yang pernah dibuat diantaranya: a. Undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat b. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 581/ 1999 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat sebagai upaya menyadarkan masyarakat muslim untuk menunaikan zakat. c. Keputusan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/ 291 tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan zakat. d. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373/ 2003 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, pengganti Keputusan Menteri Agama RI Nomor 581/ 1999. e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, pengganti Undang-Undang nomor 38 Tahun 1999.
2. Pengelolaan Zakat Menurut UU RI Nomor 23 Tahun 2011 a. Pengertian Pengelolaan Zakat Pengertian pengelolaan zakat menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011, terdapat pada pasal 1 ayat 1 yaitu
30
suatu kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengkoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. b. Azas dan Tujuan Pengelolaan Zakat Azas dan tujuan pengelolaan zakat dijelaskan pada pasal 2 (dua) dan 3 (tiga). Pengelolaan zakat berasaskan pada: 1) Syari‟at islam 2) Amanah; pengelolaan zakat harus dapat dipercaya. 3) Kemanfaatan; pengelolaan zakat dilakukan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi mustahik 4) Keadilan; pengelolaan zakat dalam pendistribusiannya dilakukan secara adil. 5) Kepastian hukum; dalam pengelolaan zakat terdapat jaminan kepastian hukum bagi mustahik dan muzaki 6) Terintegrasi; pengelolaan zakat dilaksanakan secara hierarkis dalam upaya meningkatkan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. 7) Akuntabilitas; pengelolaan zakat dapat dipertanggungjawabkan dan diakses oleh masyarakat. Pengelolaan zakat bertujuan; 1) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat 2) Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
31
c. Lembaga Pengelola Zakat Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011, organisasi pengelola zakat yang diakui oleh pemerintah terdiri dari dua macam. Yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Badan Amil Zakat Nasional dibentuk oleh pemerintah, sedangkan Lembaga Amil Zakat didirikan oleh masyarakat. 1) Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Badan Amil Zakat atau yang disingkat dengan BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional yang berkedudukan di ibu kota negara. BAZNAS adalah lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. Dalam melaksanakan tugas, menurut pasal 6 BAZNAS menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a) Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat b) Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat c) Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat d) Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
32
Kepengurusan badan ini terdiri dari 11 (sebelas) orang anggota, 8 (delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah. Unsur masyarakat terdiri atas unsur ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam. Untuk unsur pemerintah ditunjuk dari kementerian/ instansi yang berkaitan dengan pengelolaan zakat. BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua. Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri. Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Sedangkan ketua dan wakil ketua BAZNAS dipilih oleh anggota. Untuk menjadi anggota BAZNAS, dalam pasal 11 diatur persyaratan sebagai berikut: a) Warga negara Indonesia b) Beragama islam c) Bertakwa kepada Allah SWT d) Berakhlak mulia e) Berusia 40 (empat puluh) tahun f) Sehat jasmani dan rohani
33
g) Tidak menjadi anggota partai politik h) Memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat i) Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. Dalam pasal 12 (dua belas) dijelaskan, anggota BAZNAS akan diberhentikan apabila: a) Meninggal dunia b) habis masa jabatan c) mengundurkan diri d) tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara terus menerus atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota. Dalam pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota. BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota dapat membentuk UPZ (Unit Pengumpul Zakat) pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk
34
UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya. 2) Lembaga Amil Zakat (LAZ) Seperti yang dijelaskan di atas bahwa salah satu organisasi pengelola zakat yang diakui oleh pemerintah adalah Lembaga Amil Zakat (LAZ) disamping Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Dalam pasal 18 ayat 2, untuk membentuk LAZ maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a) Terdaftar
sebagai
organisasi
kemasyarakatan
Islam
yang
mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial b) Berbentuk lembaga berbadan hukum c) Mendapat rekomendasi dari BAZNAS d) Memiliki pengawas syariat e) Memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya f) Bersifat nirlaba g) Memiliki
program
untuk
mendayagunakan
kesejahteraan umat h) Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
35
zakat
bagi
D. Pendayagunaan Zakat Pendayagunaan dana zakat, di dalam Al-Qur‟an sudah jelas peruntukannya, yaitu untuk delapan asnaf atau yang biasa dikenal dengan mustahiq zakat yaitu pada surat At-Taubah ayat 60:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Depag, 1974:288 ).” Dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 disebutkan bahwa pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan syari‟at islam. Pendayagunaan tersebut dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan dan kewilayahan. Bahkan zakat juga dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat. Prosedur pendayagunaan dana zakat juga diatur dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia pasal 28 Nomor 373 Tahun 2003, dikatakan bahwa pendayagunaan dana zakat untuk mustahiq dilakukan berdasarkan persyaratan: 1. Hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahiq delapan asnaf yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnussabil.
36
2. Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan. 3. Mendahulukan mustahiq dalam wilayah masing-masing.
Menurut Mursyid (2006:87) penyaluran dana zakat secara produktif dapat dilakukan melalui: 1. Pemberian modal kerja dan pendampingan (dapat menggunakan Lembaga Keuangan Syari‟ah atau Lembaga Keuangan Mikro Syari‟ah) 2. Penjaminan dana bagi mustadh‟afiin apabila usahanya bermasalah (gharimin) 3. Pendirian sektor produksi /pabrik dan dikerjakan oleh mustadh‟affin 4. Usaha-usaha produktif lainnya. Disamping dana zakat dapat dipergunakan untuk usaha-usaha yang bersifat produktif, dana zakat juga dapat digunakan dalam bentuk pemberian secara konsumtif. Peruntukan dana zakat secara konsumtif tersebut ditujukan kepada: 1. Fakir Secara umum pengertian faqir adalah orang-orang yang tidak memiliki usaha/pekerjaan dan penghasilan tetap sehingga dengan keadaan yang demikian orang tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok hidupnya sehari-hari (Mursyid, 2006:88). Dalam Al-Qur‟an surat AlBaqarah ayat 273 mengelompokkan fakir sebagai berikut: a. Fakir yang terikat jihad di jalan Allah
37
b. Mereka-mereka yang tidak dapat berusaha c. Fakir-fakir yang lain seperti: fakir yang disebabkan karena memelihara dari meminta-minta, dan fakir yang terlihat.
2. Miskin Golongan miskin sama halnya dengan golongan fakir dalam hal sama-sama
memperolah manfaat
dari
dana
zakat.
Kata
miskin
mencakupsemua orang yang lemah tak berdaya yang tidak memperolah penghasilan yang cukup untuk menjamin dirinya sendiri dan keluarganya (Mas‟ud, 2005:55). Adapun definisi pada terjemah khulashah kifayatul akhyar, orang miskin adalah orang yang mempunyai tempat tinggal, namun tidak bisa memenuhi kebutuhannya yang sederhana (kebutuhan pokok). Kebutuhan pokok tersebut diantaranya: makan, minum, dan dalam pakaian yang dalam batas sederhana (sekedar bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup) (Rifa‟i, 1978:142). Misalnya orang yang berpenghasilan Rp. 750.000,padahal kebutuhan minimalnya Rp. 1.000.000,-. 3. Amil zakat Amil adalah orang yang mengelola zakat, menghimpun, menghitung, dan mencari orang-orang yang butuh (mustahiq), serta membagikan kepada mereka. Adapun syarat untuk menjadi amil adalah muslim, baligh, dapat dipercaya, mengetahui hukum-hukum tentang zakat dan mampu
38
melaksanakan
tugas-tugas
yang
dibebankan
kepadanya
(Syihab,
1994:326). 4. Muallaf Yaitu sekelompok orang yang dianggap masih lemah imannya, karena baru masuk islam (Hafidhuddin, 2002:134). Pada masa sekarang ini, hak muallaf dapat diberikan dalam bentuk: a. Lembaga-lembaga training ke-islaman bagi orang-orang yang baru masuk islam b. Memberikan beasiswa, bantuan kesehatan, modal usaha kepada orangorang yang baru masuk islam (Mursyid, 2006:91). 5. Riqab Riqab adalah para budak mslim yang perlu segera dimerdekakan yang
telah membuat perjanjian dengan tuannya bahwa dia akan
dibebaskan bila biaya pembebasannya sudah dilunasi (Al-Zuhayly, 1995:285). Pada masa sekarang ini, riqab sudah jarang diremukan atau malah tidak ada sama sekali. Menurut Mursyid (2006:91), hak riqab dapat dialihkan kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mempunyai masalah dengan majikannya, kemudian ingin keluar dari lingkungan pekerjaannya dan membutuhkan dana, lalu diberi zakat atas nama fir-riqab. 6. Gharim Yaitu orang yang mempunyai hutang. Orang yang berhutang adakalanya untuk kepentingan agama, kebutuhan keluarga dan untuk memenuhi nafsu. Orang yang mempunyai hutang untuk tujuan-tujuan baik
39
(seperti membangun masjid, madrasah, juga pemeliharaan keluarga) berhak menerima pembagian zakat. Tetapi kalau hutangnya itu untuk maksiat (kebutuhan hawa nafsu) tidak boleh diberi zakat dan tidak berhak menerima zakat (Rifa‟i, 1982:144). 7. Sabilillah Sabilillah adalah sukarelawan penegak agama Allah SWT dan pemerintah atau dengan kata lain sabilillah adalah orang yang berjuang di jalan Allah tanpa mendapatkan gaji (Mursyid, 2006:92). 8. Ibnussabil Adalah musafir yang kehabisan bekal dalam melakukan perjalanan yang bukan dalam maksiat (Depag, 1983:262). Seperti orang yang menuntut ilmu, orang yang melakukan perjalanan dalam mencari rejeki/nafkah, mencari keluarga dan lain-lain.
40
BAB III PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum PT. PLN (Persero) APJ Salatiga PT PLN Salatiga merupakan perusahaan BUMN yang didirikan untuk mentransmisikan tenaga listrik dari pusat pembangkit yang bertenaga air, diesel, tenaga uap berbahan bakar batu bara maupun gas, ke industri pengguna, kawasan komersial, pemukiman maupun sarana publik. PT PLN Unit Layanan Salatiga berada di Jalan Diponegoro Nomor 19 Salatiga 50711. Pada perusahaan ini terdapat 3 (tiga) unit bagian, yaitu unit transaksi distribusi, unit transaksi energi dan unit layanan dan administrasi. PT PLN (Persero) mempunyai moto; sahabat setia untuk kemajuan. Adapun Visi adalah diakui sebagai perusahaan kelas dunia yang bertumbuh kembang, unggul, dan terpercaya dengan bertumpu pada potensi insani. Sedangkan misinya adalah sebagai berikut: 1.
Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang usaha lain
yang terkait,
berorientasi pada kepuasan pelanggan anggota perusahaan dan pemegang saham. 2.
Menjadikan
tenaga listrik sebagai media untuk meningkat kualitas
kehidupan masyarakat. 3.
Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi
4.
Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.
41
Selain beroperasi dibidang kelistrikan, PT PLN (Persero) juga mempunyai beberapa organisasi dan program-program yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan karyawan maupun suatu bentuk tanggungjawab sosialnya kepada masyarakat sekitar wilayah usahanya. Program tersebut diantaranya adalah: a. Community Service; program bantuan yang diberikan berkaitan dengan pelayanan masyarakat atau kepentingan umum. Salah satu program tersebut terlaksana dengan adanya Lembaga Amil zakat Infaq dan Shadaqah (LAZIS) yang berperan menghimpun dan mengelola dana zakat infaq dan Shadaqah dari karyawan yang beragama islam, kemudian mendayagunakan dana tersebut sesuai syari‟at islam. b. Program
Kemitraan
(PK);
contoh
programnya
adalah
melakukan
pembinaan kemitraan berupa pendidikan dan pelatihan. c. Program bina lingkungan; dilakukan melalui kegiatan pelestarian alam berupa partisipasi program penghijauan yang diselenggarakan oleh pihak eksternal bekerja sama dengan pemerintah dan realisasi PLN. d. Badan Kesejahteraan karyawan; badan yang membidangi kebutuhan karyawan , terdapat Badan Pembinaan Rohani Islam (BAPENROHIS) sedang untuk yang beragama nasrani yaitu (BAPERKRIS) Badan Pembinaan Rohani Kristen.
42
43
B. Deskripsi Lazis PT. PLN (Persero) APJ Salatiga 1. Latar Belakang Berdirinya Lazis Dalam rangka membantu pegawai dalam menunaikan kewajiban berzakat Maal (profesi), manajemen PT PLN (Persero) APJ Salatiga telah membentuk lembaga untuk menampung, mengelola dan menyalurkan zakat, infaq dan sodaqoh kepada yang berhak menerimanya. Sesuai penjelasan diatas, pembentukan lembaga tersebut berdasarkan Surat Keputusan General Manager PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Nomor : 059.K/GM.DJTY/2005, tentang Pembentukan Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh (LAZIS), dan menetapkan Mekanisme Pemungutan Zakat Profesi PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, tanggal 15 Juni 2005. Berdasarkan surat keputusan tersebut, pada tahun 2007 PT PLN (Persero) APJ Salatiga telah membentuk LAZIS. Adapun maksud pembentukan LAZIS tersebut diantaranya untuk : a. Memfasilitasi
terlaksananya
kegiatan
yang
dapat
meningkatkan
keutuhan, kekompakan, persatuan dan kesatuan karyawan, dan spiritual diantaranya dalam bentuk zakat, infaq dan shadaqah. b. Menghimpun dana zakat profesi dari pegawai PT PLN (Persero) yang beragama islam dan menyalurkan kepada pihak yang berhak menerima (mustahik).
44
2. Susunan Pengurus Dalam menjalankan program kegiatannya, Lazis PT PLN (Persero) APJ Salatiga menentukan susunan pengurus sebagai sebagai berikut: Pembina
: Zubaida
Ketua
: Moejiono
Sekretaris
: Riska Apriliani
Bendahara
: 1. Sri Wahyuni 2. Sulasmi
Bidang pendistribusian dan pemberdayaan
: 1. Salatiga 2. Ungaran
: Rahmad : Sudirman
3. Ambarawa : Budi
3. Sumber Dana Pada umumnya lembaga zakat seperti LAZ memiliki sumber dana selain zakat. Terkait dengan sumber dana LAZIS PT PLN (Persero) APJ Salatiga, selain zakat dari profesi pegawai, ada sumber lain yaitu infaq, dan sedekah.
4. Tugas Lazis Lembaga Amil zakat, Infaq dan Shadaqah (LAZIS) PT PLN (Persero) APJ Salatiga memiliki tugas sebagai berikut: a. Melakukan sosialisasi dan pembinaan tentang zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) kepada seluruh karyawan yang beragama islam.
45
b. Membantu karyawan yang beragama islam dan mampu (muzaki) dalam menyalurkan kewajiban zakatnya. c. Mengumpulkan dan mengelola ZIS d. Membuat rencana dan pendayagunaan ZIS dengan memperhatikan aspek efektifitas dan efisiensi. e. Menyalurkan
dan
memberdayakan
ZIS
kepada
yang
berhak
menerimanya sesuai dalam agama islam antara lain untuk para mustahik yang bertempat tinggal disekitar kantor dan kepada kenalan serta kerabat dekat karyawan. f. Memonitor kemanfaatan dari hasil penyaluran ZIS g. Membuat laporan keuangan pengelolaan ZIS setiap bulan berikut kemanfaatnnya dan mempublikasikan secara terbuka kepada seluruh muzaki. h. Membuat laporan keuangan tahunan dan kemanfaatan hasil penyaluran ZIS kepada manajemen di masing-masing unit. i. Melakukan koordinasi dan bertukar informasi dengan unit lain serta LAZIS di luar PT PLN dalam rangka mengelola dan memberdayakan ZIS secara maksimal serta menjaga unjuk kerja Lembaga Amil zakat, infaq dan Shadaqah.
46
5. Program Kerja Program kerja umum yang dilakukan Lazis PT PLN (Persero) APJ Salatiga yaitu: a. Pengumpulan dana dan bantuan 1) Sebagai donatur tetap 2) Zakat profesi 3) Infaq 4) Shadaqah 5) Tabungan qurban b. Penyaluran dana 1) Sosial/ bantuan kemanusiaan (bekerja sama dengan LAZIS Jawa Tengah cabang Salatiga), meliputi: i. Program peduli anak yatim ii. Khitanan masal iii. Ambulan gratis iv. Program mukena bersih v. Poliklinik di masjid 2) Pendidikian, meliputi; bantuan yayasan dan SMK Nurul Barqi Semarang.
47
C. Pelaksanaan dan Pengelolaan Zakat Profesi oleh Lazis PT. PLN (Persero) APJ Salatiga 1. Mekanisme Penghimpunan Mekanisme penghimpunan zakat di PT PLN unit layanan Salatiga, dilakukan berdasarkan Surat Keputusan (SK) General Manager PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Nomor: 059.K/GM.DJTY/2005. a. Bagi semua pemeluk agama islam yang telah mampu/ telah memiliki total penghasilan sebesar minimal setara dengan harga 520 kg beras, berkewajiban zakat sebesar 2,5 % dari penghasilan. b. Penghasilan tersebut meliputi gaji dasar, tunjangan transport, tunjangan perumahan dan tunjangan kompensasi karya (TKK) serta penghasilan lainnya yang terdiri jasa produksi, tunjangan cuti tahunan dan cuti besar, tunjangan kesetiaan kerja winduan, dan tunjangan hari raya (THR). c. Pemungutan zakat profesi dilakukan dengan cara pemotongan langsung 2,5 % dari total penghasilan karyawan setiap bulan kemudian. d. Pemotongan zakat tersebut didasarkan atas persetujuan tertulis dari karyawan kepada Lazis dengan menggunakan formulir yang terlampir dalam keputusan ini yang diteruskan kepada PT PLN (Persero) Distribusi Jawa tengah dan DIY bidang /bagian SDM dengan tembusan bidang/bagian keuangan dan apabila tidak mengisi dan mengembalikan formulir tersebut maka pegawai dianggap telah menyetujui.
48
e. Besar zakat profesi yang akan disampaikan oleh karyawan kepada Lazis di lingkungan PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah dan DIY melalui pemotongan penghasilan didasarkan pada informasi terakhir yang disampaikan melalui formulir. f. Untuk koordinasi, transparansi dan menjaga keamanahan pengelolaan dana ZIS pada masing-masing APJ, maka pengurus lazis di tingkat APJ diwajibkan membuat laporan keuangan kepada Lazis kantor Distribusi setiap triwulan. Dengan memperhatikan keputusan tersebut, praktik pemungutan dan pendistribusian zakat profesi telah diterapkan oleh LAZIS PT PLN Salatiga sejak tahun 2007. Pengurus admisnistrasi (Sulasmi) LAZIS menyatakan bahwa zakat tersebut diambil dari potong gaji karyawan (zakat profesi) setiap bulan yang rata-rata pegawainya telah mencapai nishab zakat. Sebagaimana telah dijelaskan diawal, bahwa awalnya karyawan (muzakki) diberikan formulir yang isinya berupa pernyataan untuk berkenan menjadi muzakki dan disebutkan pula berapa nominal atau prosentase zakat penghasilannya. Kemudian semua karyawan muslim PT PLN (Persero) APJ Salatiga sepakat untuk mengeluarkan zakat profesi sebesar 2,5% tiap bulan.
2. Pengelolaan dan Pendayagunaan Zakat Profesi Berdasarkan penjelasan dari bendahara LAZIS (Sri wahyuni), menyatakan bahwa pemungutan dana ZIS di PT PLN (Persero) APJ Salatiga
49
bekerja sama dengan bagian sumber daya manusia yaitu bagian perol/gaji dengan memotong zakat profesi, infaq dan shadaqah dari penghasilannya. Kemudian dana diserahkan kepada LAZIS dan didistribusikan
sesuai
dengan program-program yang sudah ada. Dalam melaksanakan pendistribusian terhadap dana yang telah terkumpul berbeda-beda. Untuk dana zakat profesi diberikan khusus kepada 8 (delapan) asnaf. Sementara perolehan infaq dan shadaqah ditasarufkan berupa kegiatan kemashlahatan umat, misalnya; pengajian dalam rangka memperingati hari besar, khitan massal, bantuan bencana dan lain sebagainya. Adapun program pendayagunaan dana ZIS terdiri dari: a. Bantuan dana terhadap proposal-proposal masuk LAZIS PT PLN (Persero) APJ Salatiga juga melayani bantuan yang diajukan melalui proposal. Sebelum diberi bantuan, Proposal yang masuk terlebih dahulu dipelajari, dievaluasi dan diseleksi agar dana LAZIS tersalur tepat pada sasarannya (wawancara dengan Sulasmi). b. Program peningkatan mutu dan kualitas sumber daya manusia Program ini baru terealisasi dalam bentuk yayasan dan sekolah unggulan dalam bentuk Islamic Boarding School Nurul Barqi, di Desa Cepoko, Kecamatan Gunungpati Semarang. Pembangunan tersebut, dibiayai dari dana LAZIS yang dikumpulkan dari seluruh pegawai PLN Jawa Tengah dan DIY, termasuk LAZIS PT PLN (Persero) APJ Salatiga. Sekolah ini diperuntukkan bagi anak-anak duafa lulusan SMP yang
50
berprestasi. Selama mengikuti pendidikan di sekolah tersebut digratiskan dan juga dapat menginap di asrama yang telah disediakan Yayasan Nurul Barqi. Selain itu, selama ini Lazis Menyalurkan dana ZIS-nya dengan memberikan bantuan sarana ibadah berupa peralatan shalat, Al-Qur‟an, iqro‟, dan mukena di masjid dan musola di sekitar Lazis PT PLN (Persero) APJ Salatiga. Kemudian memberikan juga bantuan pendidikan Islam berupa bantuan kepada
ustadz-ustadzah TPA/TPQ di sekitar
Salatiga. c. Program Pelayanan Sosial dan Kemanusiaan 1) Program Bantuan Kemanusiaan Bantuan ini biasanya diperuntukkan kepada yang terkena bencana, misalnya LAZIS PLN APJ memberikan bantuan kepada masyarakat yang terkena penyakit cikungunya di Getasan, bantuan korban banjir di Semarang. Selain itu, bekerja sama dengan Lazis Jawa Tengah mengadakan khitan massal, peduli anak yatim dan pengadaan ambulance gratis. 2) Bantuan kepada Fakir Miskin Dalam memberikan bantuan dana ZIS kepada fakir miskin, Lazis PT PLN Salatiga menyalurkan dan memberdayakan kepada fakir miskin yang bertempat tinggal di sekitar kantor atau kepada kenalan serta kerabat dekat karyawan.
51
3. Kendala dan permasalahan Seperti layaknya sebuah organisasi dalam menjalankan tugas dan peranannya, LAZIS PT PLN Salatiga tidak lepas dari kendala dan permasalahan yang dihadapi, diantaranya yaitu: a. Semua
pengurus
LAZIS
hanya
bersifat
sambilan,
sehingga
pengoperasionalan LAZIS belum maksimal b. Belum adanya tenaga / amil profesional yang khusus mengurusi LAZIS
52
BAB IV PEMBAHASAN
A. Analisis Pelaksanaan Zakat Profesi di PT PLN (Persero) APJ Salatiga Mekanisme penghimpunan zakat profesi yang dilakukan di PT PLN (Persero) APJ Salatiga berdasarkan pada SK General Manager PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Nomor: 059.K/GM.DJTY/2005. Dalam SK tersebut mengatur bahwa bagi semua pegawai PLN yang beragama islam yang telah mampu/ telah memiliki total penghasilan sebesar minimal setara dengan harga 520 kg beras, maka berkewajiban
menyerahkan zakat profesi sebesar 2,5 % setiap bulan dari
penghasilan. Dalam menghimpun zakat profesi dari pegawai, seperti yang sudah dijelaskan di atas, awalnya yaitu dengan cara memberikan formulir persetujuan dan menawarkan kepada pegawai (calon muzakki) dengan memberikan blanko permohonan pemotongan zakat. Zakat profesi yang dimaksud bersifat tawaran dan kehendak pribadi dari individu masing-masing pegawai. Jadi jika pegawai mengisi formulir yang telah diserahkan, itu berarti ia setuju untuk menjadi muzakki dan besarannya ditetapkan sendiri pula. Tetapi mereka dianjurkan untuk berzakat sebesar 2,5 % sebagaimana yang menjadi harapan Lazis Distribusi Jawa Tengah dan DIY. Menurut penulis pelaksanaan zakat profesi di PT PLN Salatiga sesuai dengan pendapat ulama kontemporer tentang nishab, kadar zakat dan waktu
53
pengeluaran zakat profesi. Seperti Yusuf al-Qardhawi berpendapat bahwa mal mustafad seperti gaji pegawai wajib dikenakan zakatnya dan tidak disyaratkan sampai setahun, akan tetapi dizakati pada saat penerimaan pendapatan atau penghasilan tersebut. Menurut Ibu Marga, gaji terendah pegawai PLN kurang lebih Rp 2.000.000,- per bulan jika diqiyaskan dengan zakat
pertanian maka
penghasilan tersebut sudah mencapai nishab dan wajib dizakati. Pada Muktamar Internasional pertama tentang zakat yang diadakan di Kuwait pada tanggal 30 April 1984 (bertepatan pada tanggal 29 Rajab 1404 Hijriyah) telah sepakat akan wajibnya zakat profesi jika telah mencapai nishab, meskipun berbeda pendapat dalam metode mengeluarkannya (Hafidhuddin, 2002:93). Para ulama berpendapat bahwa zakat profesi hukumnya wajib dan mengemukakan bahwa landasan hukumnya berasal dari al-Qur‟an. Istilah yang digunakan dalam al-Qur‟an terkait dengan zakat profesi ini adalah al-kasab. Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam klasik. Kewajiban mengeluarkan zakat profesi tidak ditemukan landasan hukumnya secara qath’i (pasti), baik dalam al-Qur‟an maupun hadits, sehingga ada perselisihan
di
antara
para
ulama
kontemporer
tentang
kewajiban
mengeluarkan zakat profesi secara khusus. Penghimpunan zakat profesi di PT PLN Salatiga diambil dari penghasilan bruto (kotor). Tentang zakat profesi diambil dari penghasilan bruto (kotor) atau netto (bersih), masih diperselisihkan oleh para ulama. Ada pendapat ulama yang mewajibkan zakat diambil dari pendapatan netto, yaitu
54
pendapatan atau penghasilan yang telah dikurangi oleh kebutuhan pokok dan hutang jatuh tempo saat wajib zakat. Alasannya apabila diambil dari pendapatan bruto, bisa jadi masih ada kewajiban seperti membayar hutang yang akhirnya apabila hutangnya tersebut banyak, dia bisa jadi menjadi mustahiq, tidak lagi sebagai muzakki. Penulis sependapat dengan penghimpunan zakat profesi di PT PLN (Persero) APJ Salatiga yang diambil dari penghasilan bruto (kotor). Alasannya karena apabila diambil dari netto, berarti total penghasilan dikurangi biayabiaya seperti hutang dan kebutuhan pokok, bisa jadi pendapatan tersebut tidak ada sisa, sehingga tidak bisa menunaikan zakat profesi. Pemungutan zakat profesi berdasarkan penghasilan bruto mempunyai maksud agar kedudukan harta itu tidak menjadi prioritas utama dalam hidup ini. Karena kepemilikan harta itu mutlak milik Allah, manusia hanya diberi amanah yaitu dengan menafkahkan harta yang telah diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima. Ketika harta pengahasilan sudah mencapai nishab maka sebaiknya segera dikeluarkan zakat profesi tanpa harus berpikir panjang akan menguranginya dengan kebutuhan-kebutuhan lain.
B. Analisis Pengelolaan Zakat Profesi oleh Lazis PT PLN (Persero) APJ Salatiga Hal yang menggembirakan adalah kesadaran mengeluarkan zakat profesi dikalangan kaum muslimin indonesia yang telah mengalami kemajuan. Ini dapat dilihat dengan munculnya lembaga-lembaga atau badan amil zakat, yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Ada beberapa instansi
55
pemerintah dan perusahaan yang mempunyai BAZ/LAZ yang telah dikelola dengan baik. Salah Satu contohnya yaitu Lazis PT PLN (Persero) APJ Salatiga. Lembaga yang berdiri sejak tahun 2007 ini mempunyai tugas utama yaitu menghimpun, mengelola, hingga mendistribusikan dan memberdayakan dana dari zakat profesi, infaq dan shadaqah para pegawai PLN. Dalam mengelola ZIS Lazis bekerja sama dengan bagian sumber daya manusia yaitu bagian perol/gaji dengan memotong zakat profesi, infaq dan shadaqah dari penghasilannya. Jumlah pegawai di PT PLN (Persero) APJ Salatiga kurang lebih 150 orang dengan asumsi 50% adalah muslim (74 orang) dengan penghasilan terendah rata-rata adalah Rp 2.000.000,- per bulan. Pemungutan zakat tersebut murni diambil dari penghasilan pegawai PLN. Sekalipun ada sumber dana lain seperti infaq dan sedekah, namun pendistribusiannya berbeda dengan zakat hasil penghasilan. Pendayagunaan zakat profesi khusus diperuntukkan untuk golongan tertentu. Peruntukannya berbeda dengan infaq dan sedekah. Dana zakat profesi yang sudah terkumpul kemudian dikelola dan didistribusikan sesuai dengan program yang sudah ada. Program pendayagunaan dana ZIS diantaranya, bantuan dana terhadap proposal-proposal masuk, program peningkatan mutu dan kualitas SDM terealisasi dengan adanya
sekolah SMK Nurul Barqi khusus jurusan
mekatronika yang dibiayai oleh Lazis PT PLN Distribusi Jawa Tengah dan DIY. Lazis PT PLN Salatiga setiap bulannya menyetor dana sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) ke SMK tersebut. Terdapat juga program pelayanan sosial dan kemanusiaan. Program tersebut diantaranya pengadaan
56
program mukena bersih (prokasih), khitan massal, peduli anak yatim dan pengadaan ambulance gratis bekerja sama dengan Lazis Jawa Tengah. Untuk pengadaan Ambulance tersebut pihak Lazis PT PLN Salatiga menyetor Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) setiap bulan. Dalam hal kemanusiaan, Lazis juga memberikan bantuan kepada korban yang terkena musibah, misalnya banjir. Selain itu, terdapat juga bantuan-bantuan lain yang bersifat insidentil. Prioritas utama pendistribusian dana ZIS adalah untuk SMK Nurul Barqi, karena memang latar belakang pembentukan Lazis diantaranya adalah dalam rangka meningkatkan mutu dan kualitas Sumber daya manusia. Sehingga pengalokasian dana zakat pada sektor pendidikan tersebut oleh Lazis PT PLN Salatiga prosentasenya lebih besar dibanding dengan programprogram pendayagunaan yang lainnya. Peran Lazis PT PLN dengan membiyai pendidikan sangat membantu masyarakat miskin dalam mengakses pendidikan dan mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Dalam masalah pengelolaan, sebagaimana diketahui bahwa dana ZIS dihimpun dari pegawai PLN untuk disalurkan kepada yang berhak menerima. Maka pegawai harus mengetahui kemana dana tersebut disalurkan dan dimanfaatkan. Dengan demikian Lazis PT PLN membuat laporan keuangan pengelolaan ZIS dengan manfaatnya dan mempublikasikan kepada seluruh pegawai PLN setiap tahunnya melalui email. Pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah memang memerlukan keterbukaan. Zaman sekarang semua orang
57
menuntut agar segala yang menyangkut kepentingan umat haruslah bersifat terbuka dan harus dipertanggungjawabkan. Pengelolaan zakat oleh Lazis, meski belum maksimal dan optimal namun menurut Penulis sudah cukup profesional. Karena salah satu program pemberdayaannya adalah dalam rangka meningkatkan kualitas umat di Indonesia. Dalam merealisasikan bentuk dari pemanfaatan zakat profesi, Lazis mengarah kepada pemberdayaan pencerdasan umat dengan membuat SMK Nurul Barqi. Pada saat ini memang sudah seharusnya, zakat diarahkan kepada upaya pemberdayaan yang tidak hanya sebatas pada pola yang konsumtif.
58
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Praktik penghimpunan zakat profesi diterapkan oleh LAZIS PT PLN Salatiga sejak tahun 2007. Mekanisme penghimpunan zakat di PT PLN unit layanan Salatiga, dilakukan berdasarkan Surat Keputusan (SK) General Manager PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Nomor: 059.K/GM.DJTY/2005. Zakat tersebut diambil dari potong gaji karyawan sebesar 2,5% dari gaji bersih setiap bulan yang rata-rata pegawainya telah mencapai nishab zakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Yusuf al-Qordhawi yang menyatakan bahwa kadar zakat sebesar 2,5% dan diambil tiap bulan. 2. Pengelolaan zakat profesi oleh Lazis dilakukan bekerja sama bagian sumber daya manusia yaitu bagian perol/gaji dengan memotong zakat profesi sebesar 2,5% dari penghasilannya. Kemudian dana diserahkan kepada LAZIS dan didistribusikan sesuai dengan program-program yang sudah ada. Program pendayagunaan dana ZIS diantaranya, bantuan dana terhadap proposal-proposal masuk, program peningkatan mutu dan kualitas SDM terealisasi dengan adanya sekolah SMK Nurul Barqi khusus jurusan mekatronika. Terdapat juga program pelayanan sosial dan kemanusiaan. Program tersebut diantaranya pengadaan prokasih, khitan massal, peduli anak yatim dan pengadaan ambulance gratis bekerja sama dengan Lazis Jawa Tengah. Prioritas utama pendayagunaan dana ZIS, diberdayakan untuk Yayasan Nurul Barqi.
59
Hal yang menggembirakan adalah meskipun PT PLN (persero) APJ Salatiga bergerak di bidang kelistrikan, namun tetap ada kesadaran untuk mengeluarkan zakat profesi di lingkungan PT PLN (Persero) APJ Salatiga dan membentuk Lazis. Kinerja Lazis sudah cukup profesional, zakat profesi dikelola dengan optimal dan pendistribusiannyapun tepat sasaran. Peran Lazis PT PLN dengan membiyai pendidikan sangat membantu masyarakat miskin dalam mengakses pendidikan dan mendukung upaya pemerintah dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
B. Saran-saran 1. Lazis PT PLN Salatiga hendaknya menambah amil profesional, karena Lazis ini masih kurang dari segi SDM, sehingga nantinya diharapkan pengoperasionalan dana zakat bisa maksimal. 2. Program
pendayagunaan
dana
lebih
dikembangkan
dalam
pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin dan dalam penyalurkan kearah produktif lebih ditingkatkan, misalnya memberikan pinjaman modal kepada kaum dhuafa.
60
DAFTAR PUSTAKA
Al-Zuhayly, wahbah. 1995. Zakat Kajian Berbagai Mazhab. Judul Asli: Al-Fiqh Al-islami wa‟adillatuh. Penerbit Asli: Dar al-fikr, Damaskus. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Anshori, Abdul Ghofur. 2006. Hukum dan Pemberdayaan Zakat: Upaya Sinergis Wajib Pajak di Indonesia. Yogyakarta: Pilar Media (ANGGOTA IKAPI). Ash Shiddieqy, Hasbi. 1978. Hukum-hukum Fiqh Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Departemen Agama. 1974. Al Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: PT. Bumi Restu Departemen Agama. 1983. Ilmu Fiqh Jilid I. Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Didin, Hafidhuddin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press Djuanda, Gustian dkk. 2006. Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Echols, John M, Hasan Shadily. 1995. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia Fajri, Em Zul dan Aprilia Senja, Ratu. Kamus Lengkap bahasa Indonesia.___: Difa Publiser. Fuad, Muhammad, 2011. Zakat Profesi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Salatiga (Studi Terhadap Pembayaran Zakat Oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga). Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Jurusan Syari‟ah STAIN Salatiga. Inoed, Amiruddin, dkk. 2005. Anatomi Fiqh Zakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Khasanah, Umrotul. 2010. Manajemen Zakat Modern. Malang: UIN-Maliki Press. Margono, S. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Pineka Cipta.
61
Mas‟ud,
Muhammad Ridwan. 2005. Zakat &Kemiskinan Pemberdayaan Ekonomi Umat. Yogyakarta: UII Press.
Instrumen
Mufraini, M.Arif. 2006. Akuntansi dan Manajemen Zakat: Mengkomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan. Jakarta: Kencana. Mursyid. 2006. Mekanisme Pengunpulan Zakat Infaq dan Shadaqah (Menurut Hukum Syara’ dan Undang-undang). Yogyakarta: Magistra Insania Press. Mursyidi. 2006. Akuntansi Zakat Modern. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Qardawi, Yusuf. 1973. Fiqhuz-Zakat. Terjemahan oleh Didin hafidhudddin dan Hasanuddin. 1991. Jakarta: PT. Pustaka Litera Antarnusa. Rifa‟i, Moh, dkk. 1982. Tarjamah Khulashah Kifayatul Akhyar. Semarang: CV Toha Putra. Risalati, Dian, 2003. Zakat Profesi dalam Perspektif Yusuf Qardhawi. Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Jurusan Syari‟ah STAIN Salatiga. Shihab, Quraisy. 1994. Membumikan Al-Qur’an fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan. Zuhdi, Masjfuk. 1989. Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta: CV Haji Masagung. Wawancara dengan Ibu Sulasmi (Pembantu Bendahara Lazis). 2012 Wawancara dengan ibu Sri Wahyuni (Ass Menejer PT PLN sekaligus sebagai bendahara Lazis). 2012 Wawancara dengan Ibu Marga (Karyawan). 2012
62