perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PELAKSANAAN HAK BERSERIKAT DI PT. PLN (PERSERO)
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : INDAH KURNIAWATI NIM. E0008165
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SURAT PERNYATAAN
Nama : Indah Kurniawati NIM
: E0008165
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul: PELAKSANAAN HAK BERSERIKAT DI PT. PLN (PERSERO) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditujukan dalam daftar pustaka.Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 28 Juni 2012 Yang Membuat Pernyataan,
INDAH KURNIAWATI NIM. E 0008165
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Indah Kurniawati. E0008165. 2012. PELAKSANAAN HAK BERSERIKAT DI PT. PLN (PERSERO). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan hak berserikat di PT. PLN (PERSERO) serta untuk mengetahui legalitas serikat pekerja-serikat pekerja yang berada di PT. PLN (PERSERO) termasuk legalitas dari produk hukum yang dibuat antara pihak manajemen dan pihak serikat pekerja PT. PLN (PERSERO). Penelitian hukum ini juga bertujuan untuk mengetahui berbagi implikasi hukum yang ditimbulkan atas ditandatanganinya Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara pihak manajemen dan pihak serikat pekerja PT. PLN (PERSERO). Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal (doctrinal reseach) bersifat preskriptif dan terapan, mempelajari dan menemukan konsep aturan hukum yang tepat dalam mengatasi problematik yuridis yang muncul pelaksanaan hak berserikat di PT. PLN (PERSERO) serta menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum yang berkaitan dengan problematik yuridis yang muncul dalam upaya terpenuhinya hak-hak yang seharusnya didapat oleh serikat pekerja. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik studi kepustakaan, kemudian diinventarisir dan diklasifikasikan dengan menyesuaikan masalah yang dibahas. Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, dipaparkan kemudian dianalisis untuk digunakan sebagai dasar untuk menjawab permasalahan hukum terkait pelaksanaan hak berserikat di PT. PLN (PERSERO) beserta implikasi hukumnya. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, problematik yuridis yang muncul dalam pelaksanaan hak berserikat di PT. PLN (PERSERO) yaitu adanya indikasi terjadinya pemberangusan hak berserikat (union busting) yang dilakukan oleh pihak manajemen PT. PLN (PERSERO) dengan membentuk serikat pekerja boneka yang menggunakan atribut serikat pekerja yang telah secara sah terdaftar di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigarsi Republik Indonesia dan melakukan perundingan dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama hanya dengan serikat pekerja boneka tersebut. Berdasarkan peraturan perundangundangan di Indonesia maka ditimbulkan implikasi hukum, baik pidana maupun privat atas tindakan manajemen tersebut.
Kata kunci : Serikat Pekerja, Hak Berserikat, Pemberangusan Hak Berserikat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Indah Kurniawati. E0008165. 2012. IMPLEMENTATION OF RIGHTS ASSOCIATION IN PT. PLN (PERSERO). Faculty of Law Sebelas Maret University. Legal research aims to find out how the exercise of the right of association in the PT. PLN (PERSERO) as well as to determine the legality of union labours that are in PT. PLN (PERSERO), including the legality of the laws that were made between management and union parties PT. PLN (PERSERO). Legal research is also aimed to determine the legal implications arising share the signing of the Collective Labour Agreement (CLA) between management and union parties PT. PLN (PERSERO). This study is a doctrinal legal research (doctrinal reseach) are prescriptive and applied research, learn and find the right concept of the rule of law in dealing with emerging problematic juridical exercise of the right of association in the PT. PLN (PERSERO) and set the standard procedure, the provisions, the guidelines in implementing the rule of law relating to jurisdiction which appears problematic in an effort to fulfill the rights that should be obtained by the union. Type of data used are secondary data. Secondary data sources used include primary legal materials and secondary legal materials. The technique of collecting legal materials used in this research is literature study engineering, then inventoried and classified by adjusting the problems discussed. Legal materials relating to the issues discussed, presented and analyzed for use as a basis to address legal issues related to implementation of the right of association in the PT. PLN (PERSERO) and its legal implications. Based on the results of research and discussion, juridical problematic in the application or the right of association in the PT. PLN (PERSERO) is an indication of the suppression of rights of association (union busting) conducted by the management of PT. PLN (PERSERO) by forming a union puppet that uses attributes that unions have been legally registered in the Ministry of Labor and Transmigarsi Republic of Indonesia and negotiate the creation of the Joint Working Agreement with the union simply dolls. Under the legislation in Indonesia is caused legal implications, both criminal and private for the actions of the management.
Keywords: Trade Unions, Right to Organize, Union Busting.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” (QS. Al Baqarah: 186)
Orang yang suka berkata jujur akan mendapatkan 3 hal, yaitu : KEPERCAYAN, CINTA dan RASA HORMAT (Sayidina Ali bin Abi Thalib) “Optimislah, jangan pernah berputus asa dan menyerah tanpa usaha. Berbaik sangkalah kepada Rabb. Dan, tunggulah segala kebaikan dan keindahan dariNya.” (Dr. Aidh Al Qorni, dalam bukunya “La Tahzan”)
"Sesuatu mungkin mendatangi mereka yang mau menunggu, namun hanya didapatkan oleh mereka yang bersemangat mengejarnya" (Abraham Lincoln)
Sebetulnya hidup ini sangat sederhana, tetapi kita merumitkannya. Dengan rencana yang tidak kita laksanakan, dengan janji yang tidak kita penuhi, dengan kewajiban yang kita lalaikan, dan dengan larangan yang kita langgar. (Mario Teguh)
There are only two ways to live your life. One is as though nothing is a miracle. The other is as though everything is a miracle. (Albert Einstein)
Sahabat adalah mereka yang mampu mengeluarkan kemampuan terbaik yg ada dalam diri kamu. Mereka yg selalu berimu semangat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Penulisan
Hukum
(Skripsi)
ini
Penulis
persembahkan untuk : Allah SWT, Pemilik Semesta Raya, yang senantiasa memberikan anugerah yeng indah dalam kehidupan; Ayahanda dan Ibunda tercinta; Adikku tersayang Fajar Budi Utomo; Sahabatku Ira, Norma, Ria; Seseorang yang kelak akan selalu ada di hatiku & menemaniku menjalani hidup; commit Almamater to user FH UNS tercinta.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, dengan judul : PELAKSANAAN HAK BERSERIKAT DI PT. PLN (PERSERO). Penulis menyadari tidak mungkin menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta, beserta seluruh Pembantu Rektor; 2. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, beserta seluruh Pem bantu Dekan; 3. Pius Triwahyudi, S.H., M.Si., selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penulisan hukum ini; 4. Lego Karjoko, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing pertama dengan segala kesabarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan hukum ini; 5. Purwono Sungkowo Raharjo, S.H., selaku dosen pembimbing kedua dengan segala kesabarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan hukum ini; 6. Rahayu Subekti, S.H., M.Hum., selaku dosen pembimbing seminar proposal yang telah memberikan saran dan kritik yang bermanfaat untuk commit kelancaran penulisan hukum ini; to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Suranto, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan; 8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan bekal ilmu selama masa perkuliahan dan semoga dapat penulis amalkan di masa mendatang; 9. Segenap Bapak dan Ibu Karyawan bagian pendidikan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan pelayanan dalam bidang akademik kepada penulis selama masa studi; 10. Sahabat-sahabat terbaikku sekaligus editor dalam pembuatan penulisan hukum ini, Ira Oktafia Latifah, Megaria Dhiah Ambarwati, dan Norma Evita Hayati yang selalu setia menemani hari-hariku; 11. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penyusunan penulisan hukum ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Akhir kata, semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat dan dapat berguna untuk melengkapi pengetahuan kita khususnya pengetahuan hukum. Penulis memohon maaf jika terdapat kekeliruan ataupun kesalahan dalam penyusunan penulisan hukum ini.
Surakarta, 05 Juli 2012 Penulis,
Indah Kurniawati
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.............................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ..............................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN ..............................................................................
iv
ABSTRAK ............................................................................................................
v
ABSTRACT ..........................................................................................................
vi
MOTTO ................................................................................................................
vii
PERSEMBAHAN .................................................................................................
viii
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
ix
DAFTAR ISI .........................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR .....................................................................
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. ........................................................................................................ Lat ar Belakang Masalah .................................................................................
1
B. ........................................................................................................ Per umusan Masalah ........................................................................................
7
C. ........................................................................................................ Tuj uan Penelitian ............................................................................................
7
D. ........................................................................................................ Ma nfaat Penelitian .......................................................................................... commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
E. ........................................................................................................ Met ode Penelitian ............................................................................................
8
F.......................................................................................................... Sist ematika Penulisan Hukum ........................................................................
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ........................................................................................................ Ker angka Teori................................................................................................
15
1. ................................................................................................... Tinj auan tentang Perlindungan Hukum Kepada Pekerja Atas Kebebasan Berorganisasi .......................................................................................
15
2. ................................................................................................... Tinj auan tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh................................. ....... a.
21 Pe
ngertian Serikat pekerja/serikat buruh.......................................
21
b.
T ata Cara Pembentukan Serikat pekerja/serikat buruh..................
23
c.
F ungsi
Serikat
Pekerja/Serikat
Buruh
Beserta
Hak
dan
Kewajibannya................................................................................
29
3. ................................................................................................... Tinj auan tentang Hubungan Kerja .............................................................
33
a. .............................................................................................. Perj anjian Kerja ...................................................................................
33
b. .............................................................................................. Per aturan Perusahaan..........................................................................
34
c. .............................................................................................. Perj anjian Kerja Bersama ....................................................................
39
B. ........................................................................................................ Ker angka Pemikiran ........................................................................................ commit to user
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. ......................................................................................................... L egalitas Pendirian Serikat Pekerja PT. PLN (PERSERO) ........................
48
a..................................................................................................... P engaturan Pendirian Serikat Pekerja di PT. PLN(PERSERO) dalam Perspekti Berbagai Regulasi Perundang-undangan di Indonesia ........
50
1) .............................................................................................. K ovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya .....
50
2) .............................................................................................. K ovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik...........................
51
3) .............................................................................................. D eklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang digagas PBB tahun 1945 ............................................................................
51
4) .............................................................................................. U ndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ....
52
5) .............................................................................................. U ndang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia .........................................................................................
53
6) .............................................................................................. U ndang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh ...................................................................
53
7) .............................................................................................. U ndang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
Tentang
Ketenagakerjaan........ ....................................................................
58
8) .............................................................................................. U ndang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) ..................................... 9)
60 K
eputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention commit to user (Number 87) Corcerning
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Freedom Of Association And Protection Of The Right To Organise (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi..............................
62
b. ................................................................................................... K etersesuaian Pendirian Serikat Pekerja di PT. PLN (PERSERO) dengan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku .......................
62
2. ......................................................................................................... P elaksanaan Fungsi Serikat Pekerja di PT. PLN(PERSERO) ....................
70
a..................................................................................................... S ebagai Pihak dalam Pembuatan PKB dan Penyelesaian Hubungan Industrial .............................................................................................
70
b. ................................................................................................... S ebagai Wakil dalam Lembaga Kerja Sama .........................................
84
c..................................................................................................... S ebagai Sarana Menciptakan Hubungan Industrial yang Harmonis, Dinamis, dan Berkeadilan ...................................................................
85
d. ................................................................................................... S ebagai Sarana Penyalur Aspirasi .........................................................
85
e..................................................................................................... S ebagai Perencana, Pelaksana, dan Penanggung Jawab Pemogokan Buruh ...................................................................................................
86
3. ......................................................................................................... Imp likasi Hukum Bagi PT. PLN (PERSERO) Jika Mendiskriminasikan Salah Satu Serikat Pekerja......................................................................... ...... 87 BAB IV PENUTUP A. ........................................................................................................ Sim pulan ..........................................................................................................
95
B. ........................................................................................................ Sar an ............................................................................................................... commit to user
97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
DAFTAR TABEL
TABEL 1
: Perbedaan PKB Yang Lama Dan PKB Yang Baru ....................... 74
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1 : Kerangka Pemikiran ...................................................................... 43
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Industri atau perusahaan adalah kombinasi dari modal, manajemen, dan pekerja. Mereka adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan dan mempunyai motivasi yang berbeda pula. Pengusaha adalah yang menanamkan modal, sehingga yang menjadi perhatian utama mereka tentulah untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin. Manajemen selalu ada di sana untuk melindungi kepentingan dari para pengusaha. Pada prosesnya, pekerja selalu menjadi korban eksploitasi dari pihak pengusaha. Sebagai bagian dari industri, pekerja menginginkan keadilan guna mendapatkan “kembalian hak” sebagai hasil pelaksana industri. Tentunya pekerja mempunyai kekuatan untuk menghilangkan permasalahan seperti rendahnya pengupahan, buruknya kondisi pelayanan kesehatan, keselamatan kerja dan sebagainya. Tetapi secara individual pekerja tidak mampu untuk memperjuangkan hak-haknya karena melawan hebatnya kombinasi antara pengusaha dan manajemen, di mana mereka mempunyai kekuasaan, uang, dan pengaruh. Pihak pekerja harus mengetahui dan memahami bahwa sebagai perseorangan tidak akan banyak yang akan dicapai. Hanya melalui usaha mengorganisir dirinya dan kegiatan kolektif, mereka dapat secara efektif menjunjung martabatnya sebagai individu dan pekerja, menghormati perintah dari pengusaha, juga berusaha keras untuk memperbaiki dan memelihara mata pencaharian, meningkatakan pengupahan, status sosial ekonomi, kesejahteraan yang lebih baik dan hal-hal prinsip lainnya. Dalam jurnal internasional oleh John O‟Reilly and Nate Hawthorne dijelaskan bahwa (John O‟Reilly and Nate Hawthorne, 2011 : 4) : Industrial Unionism, on the other hand, is the idea that we need to build labor organizations connected committotoeach user other logically based on the way that the modern economy runs. By organizing unions in this way, we can
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
strengthen our power across connected industrial chains. While One Big Unionism is a set of principles that guides our work, Industrial Unionism gives us practical suggestions about how to best implement our ideas and win when we fight the bosses. Industrial Unionism is understanding how we carry out our rinciples in action. Industrial Unionism is fundamentally about how to build and exert power in the most effective way possible in the near future. Organizing along the supply chain amplifies our power: a union of agricultural workers, food processing workers, truckers, and fast food workers in one chain has more power against the employer or employers on that chain than organizing all the fast food workers in one city. Industrial Unionism builds upon the strength of workers whose jobs are related as way to win fights. We use these fights to win membership to our union and use our membership to win these fights. Serikat pekerja/serikat buruh adalah gagasan bahwa perlu dibangun sebuah organisasi agar terhubung satu sama lain secara logis berdasarkan ekonomi modern. Dengan terbentuknya serikat pekerja/serikat buruh, dapat menguatkan posisi para pekerja dalam hal hubungannya dengan pihak manajemen perusahaan dan merupakan sarana yang paling efektif dalam penyaluran aspirasi para pekerja. Organisasi yang dibutuhkan pekerja adalah serikat pekerja/serikat buruh, tetapi pada kenyataannya banyak pekerja tidak menyadari bahwa serikat pekerja/serikat buruh adalah hak yang melekat bagi pekerja (worker right is human right), Berdasarkan Pasal 28 E Ayat (3) Amandemen UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Pengertian dari ketentuan tersebut adalah bahwa setiap warga negara tanpa memandang segala perbedaan baik ras, jenis kelamin, agama dan lain-lain, berhak untuk menjadi bagian dari suatu organisasi dan memanfaatkan organisasi tersebut guna kepentingannya secara adil dengan memperoleh perlindungan akan kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang digagas PBB pada tahun 1945 juga dicantumkan mengenai hak berserikat pada Pasal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23 huruf d, yang berbunyi “Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat pekerja/serikat buruh untuk melindungi kepentingannya.”
Kebebasan berserikat dan perlindungan hak berorganisasi juga dituangkan dalam Konvensi International Labour Organitation (ILO) Nomor 87 Tahun 1956 tentang Freedom Of Association and Protection Of The Right to Organize (Konvensi Nomor
87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan
Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi), di mana pemerintah Indonesia telah meratifikasinya melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention (Number 87) Concerning Freedom Of Association And Protection Of The Right To Organise (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi) yang berbunyi sebagai berikut : 1. Pasal (2) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention (Number 87) Concerning Freedom Of Association And Protection Of The Right To Organise (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi). “Para pekerja dan Pengusaha, tanpa perbedaan apapun, berhak untuk mendirikan dan menurut aturan organisasi masing-masing bergabung dengan organisasi-organisasi atas pilihan mereka sendiri tanpa pengaruh pihak lain;” 2. Pasal (4) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention (Number 87) Concerning Freedom Of Association And Protection Of The Right To Organise (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi) “Organisasi pekerja dan pengusaha tidak boleh dibubarkan atau dilarang kegiatannya oleh penguasa administratif.” Mengacu dari regulasi tersebut, maka sudah secara jelas diatur bahwa negara menjamin adanya kebebasan untuk berserikat dan secara tegas melarang segala bentuk upaya pemberangusan hak berserikat. Kebebasan berserikat yang diinginkan oleh para pekerja dalam serikat pekerja/serikat buruh tidak diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan begitu saja, namun commit gerakan to user buruh di Indonesia sejak zaman timbul karena adanya perkembangan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penjajahan hingga keluarnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh. Efektif tidaknya undang-undang tersebut dalam praktek tergantung kepada posisi Organisasi buruh itu sendiri. Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh, menyatakan bahwa pekerja/buruh merupakan mitra kerja pengusaha yang sangat penting dalam proses produksi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya, menjamin kelangsungan perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya, sehubungan dengan hal itu, serikat pekerja/serikat buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh didasarkan pada Pasal 28 E Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Konvensi ILO (Internasional Labour Organization) Nomor 98 Tahun 1949 tentang Hak Berorganisasi dan Kemerdekaan berserikat di ratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional Nomor 98 Tahun 1949 mengenai Berlakunya Dasar- Dasar daripada Hak untuk berorganisasi dan untuk Berunding Bersama. Dengan telah diratifikasinya Konvensi ILO Nomor 98 Tahun 1949 tentang Hak Berorganisasi dan Kemerdekaan Berserikat serta diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh, maka bidang perburuhan sesungguhnya telah berubah secara radikal. Kebebasan untuk mendirikan organisasi buruh telah dimanfaatkan oleh para aktivis perburuhan untuk mendirikan organisasi dengan bermacam nama dan bermacam orientasi kepentingan. Namun secara prinsip, organisasi buruh dibentuk dengan tujuan untuk memperjuangkan kepentingan buruh, khususnya untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup dan melindungi hak-hak buruh. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan konteks perjuangan hak-hak pekerja/buruh ada beberapa pilar yang sangat berperan dalam penegakan serta melindungi hak-hak pekerja/buruh dalam mewujudkan kesejahteraannya. Salah satu pilar itu adalah organisasi serikat pekerja/serikat buruh. Eksistensi serikat pekerja/serikat buruh bertujuan untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya. Sejarah telah membuktikan bahwa peranan serikat pekerja/serikat buruh dalam memperjuangkan hak anggotanya sangat besar, sehingga pekerja/buruh
telah
banyak
merasakan
manfaat
organisasi
serikat
pekerja/serikat buruh yang betul-betul mandiri (independence) dan konsisten dalam memperjuangkan hak-hak buruh. Seperti halnya kasus yang terjadi di PT.PLN (PERSERO), di mana telah terjadi adanya upaya pelemahan salah satu organisasi serikat pekerja yang tidak sependapat dengan ketentuan manajemen. Serikat Pekerja PT PLN (PERSERO) atau disingkat SP PLN, adalah organisasi buruh independen yang dibangun sebagai wadah aspirasi bagi para pekerja yang berada di dalam tubuh PT PLN, yang sah dan terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja RI Nomor KEP. 385/M/BW/1999 tanggal 13 Oktober 1999 serta telah tercatat pada Kantor Departemen Tenaga Kerja Kotamadya Jakarta Selatan dengan Nomor Bukti Pencatatan Nomor 22/V/N/IV/2001 tanggal 6 April 2001. SP PLN dikenal kritis terhadap kebijakan perusahaan termasuk pemerintah, hal ini dibuktikan ketika mereka berhasil membatalkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2002
tentang
ketenagalistrikan
yang
isinya
memuat
aturan unbundling dan privatisasi PLN, melalui Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. Kekritisan ini telah disikapi dengan represi oleh managemen PLN di bawah pimpinan Dahlan Iskan. Terlebih ketika SP PLN kembali mengajukan Judicial Review tehadap Undang-Undang Ketenagalistrikan yang baru atau Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009. Segera setelah PLN di bawah Dahlan Iskan sebagai Direktur Utama, SP PLN terus menerus mengalami tindakan anti serikat. Pemberangusan Serikat Pekerja PT. PLN commit to user muncul sejak akhir tahun 2009, bentuk pemberangusan serikat pekerja yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dilakukan oleh Dahlan Iskan yakni memecah belah serikat pekerja, membajak serikat pekerja PT. PLN menjadi Serikat boneka/tandingan, membuat Perjanjian Kerja Bersama dengan Serikat Pekerja boneka/tandingan buatan pihak management PT. PLN, melakukan mutasi Pengurus SP. PLN, Melakukan PHK, mengeluarkan ancaman-ancaman PHK serta membuat Surat Edaran ke unit-unit PLN bahwa yang diakui hanya SP buatannya, sehingga SP yang lain tidak berhak difasilitasi aktifitasnya.(Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Menolak Privatisasi PLN, Serikat Pekerja PLN Diberangus Dahlan Iskan dan
Manajemen
PT.
PLN
:
http://www.bantuanhukum.or.id/index.php/id/berita/press-release/428menolak-privatisasi-pln-serikat-pekerja-pln-diberangus-dahlan-iskan-danmanagemen-pt-pln). Kasus serikat pekerja di PT. PLN (PERSERO) ini memuncak ketika manajemen Dahlan Iskan yang saat itu menjabat sebagai Direktur Umum PT. PLN (PERSERO) justru mengakui serikat pekerja PT. PLN (PERSERO) kubu lain dengan Ketua Umum Riyo Supriyanto. Padahal ketika itu, Ketua Umum serikat pekerja PT. PLN (PERSERO) berdasarkan Musyawarah Besar tanggal 29-30 Mei 2007 adalah Ahmad Daryoko. Berikutnya, manajemen juga memecat Sumadi, yang ketika itu menjabat Sekretaris Jenderal serikat pekerja PT. PLN (PERSERO), serta memutasi dua pengurus daerah. Manajemen perusahaan bahkan telah berencana melakukan pengosongan ruangan serikat pekerja PT. PLN (PERSERO) di kantor pusat PLN di Jakarta. (hukumonline, SP
PLN
Lawan
Union
Busting
via
Praperadilan
:
http://hukumonline.com/berita/baca/lt4e72e5ef30d94/sp-pln-lawan-unionbusting-via-praperadilan). Umumnya pekerja secara individual berada dalam posisi lemah dalam memperjuangkan hak-haknya, dengan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh akan meningkatkan posisi mereka, baik secara individu maupun keseluruhan. Serikat pekerja/serikat buruh
dapat mengawasi (control)
pelaksanaan hak-hak pekerja di perusahaan. Oleh karena itu, serikat commit to user pekerja/serikat buruh sangat berperan penting bagi pekerja.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan uraian dan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menuangkan dalam
penulisan
hukum
dengan
judul
“PELAKSANAAN
HAK
BERSERIKAT DI PT. PLN (PERSERO)”
B. Rumusan Masalah Menurut uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah pendirian serikat pekerja di PT. PLN (PERSERO) sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku? 2. Apakah pelaksanaan fungsi serikat pekerja di PT. PLN (PERSERO) sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku? 3. Apa implikasi hukum bagi PT. PLN (PERSERO) jika mendiskriminasikan salah satu serikat pekerja?
C. Tujuan Penelitian Dalam suatu kegiatan penelitian pasti terdapat suatu tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Tujuan Obyektif a. Untuk memberikan preskripsi pendirian serikat pekerja di PT. PLN (PERSERO); b. Untuk memberikan preskripsi pelaksanaan fungsi serikat pekerja di PT. PT. PLN (PERSERO); c. Untuk memberikan preskripsi implikasi hukum bagi PT. PLN (PERSERO) jika mendiskriminasikan salah satu serikat pekerja. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk memperoleh data serta informasi yang penulis pergunakan dalam penyusunan skripsi sebagai syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata satu dalam Ilmu hukum pada Fakultas Hukum di commit to user Universitas Sebelas Maret Surakarta;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Untuk memperdalam pengetahuan penulis mengenai peran serikat pekerja/serikat buruh
guna mengakomodasi kepentingan dan
melindungi hak-hak para pekerja; c. Sebagai cara untuk menerapkan serta mendalami teori dan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama menempuh kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian tentunya diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang dapat diambil. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini, antara lain : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil
penelitian
merupakan
sumbangan
pemikiran
bagi
ilmu
pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum ketenagakerjaan; b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai tambahan referensi di bidang karya ilmiah yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan serta berguna bagi para pihak yang berkepentingan. 2. Manfaat Praktis a. Dapat memberikan masukan dan gambaran bagi pemerintah serta pemerhati
yang
tertarik
terhadap
masalah
pentingnya
serikat
pekerja/serikat buruh, khususnya tentang implementasi hak berserikat; b. Hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat membantu memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait dengan permasalahan yang diteliti dan dapat dipakai sebagai sarana yang efektif dan memadai dalam upaya mempelajari dan memahami ilmu hukum khususnya Hukum Administrasi Negara.
E. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan commit to user tertentu, yang bertujuan untuk pada metode, sistematika, dan pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Metode penelitian merupakan suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini merupakan jenis penelitian hukum kepustakaan, atau dikenal sebagai penelitian hukum doctrinal, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 35). Bahan-bahan hukum tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti. Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai pelaksanaan hak serikat pekerja di PT. PLN (PERSERO), utamanya pada ketersesuaian peran dan fungsi serikat pekerja dalam memenuhi hak-hak para pekerja dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, penelitian ini juga menyoroti mengenai bentuk konsekuensi pengaturan kewajiban pihak manajemen atau pengusaha dalam memberikan kebebasan berorganisasi bagi para pekerjanya.
2. Sifat Penelitian Sifat dalam penelitian hukum adalah preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat prespektif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilainilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan normanorma hukum. Sedangkan sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22). Sifat preskriptif dalam penelitian ini yaitu penulis akan mempelajari konsep hukum mengenai pelaksanaan hak berserikat bagi para pekerja, kemudian bentuk terapannya berupa menelaah berdasarkan aturan legislasi menurut ketentuan pada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. 3. Pendekatan Penelitian Untuk mendapatkan jawaban dari penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang terkait dengan isu hukum yang sedang dianalisis. Selanjutnya, pendekatan konseptual diaplikasikan dengan beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang didalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandanganpandangan dan doktrin-doktrin yang ada, penulis akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu hukum yang dihadapi. Telaah demikian diperlukan oleh penulis karena maksud penelitian ini memang ingin diperoleh suatu analisis berkaitan dengan aspek filosofis dan pola pikir yang melahirkan sesuatu yang sedang dipelajari, di mana hal itu merupakan kelanjutan perkembangan dari proses isu hukum yang sebelumnya. 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Untuk memecahkan memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya, diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitan yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum dan jurnal-jurnal hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 141). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam penelitian ini penulis meggunakan jenis dan sumber bahan hukum primer dan sekunder. Tentunya sumber bahan hukum yang dimaksud berkaitan dan menunjang diperolehnya jawaban atas pemasalahan penelitian yang diketengahkan penulis. Mengenai jenis dan sumber bahan hukum yang penulis gunakan adalah sebagai berikut: a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah : 1) Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya; 2) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil Dan Politik; 3) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang digagas PBB pada tahun 1945; 4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; 6) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh; 7) Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003
tentang
Ketenagakerjaan; 8) Peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan. b. Bahan Hukum Sekunder 1) Buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan; 2) Jurnal hukum yang berkaitan dengan permasalahan; 3) Kamus hukum; 4) Artikel-artikel baik di media cetak maupun internet yang berkaitan dengan permasalahan. c. Bahan Hukum Tersier commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan primer dan sekunder yaitu kamus.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan teknik studi pustaka. Studi pustaka yang dimaksud dilakukan dengan cara melakukan pengkodean atas bahan-bahan hukum baik primer maupun sekunder yang telah didapatkan. Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dipaparkan, disistemisasi, kemudian dianalisis untuk menginterpretasikan hukum yang berlaku.
6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik análisis bahan hukum yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan metode deduktif, yaitu cara berpikir berpangkal pada prinsip-prinsip dasar, kemudian penelitian menghadirkan objek yang akan diteliti yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap faktafakta yang bersifat khusus. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi (Johny Ibrahim, 2006 : 393). Dalam penulisan hukum ini yang dimaksud fakta umum adalah konsep serikat pekerja Indonesia yang telah diakomodasi dalam Pasal 28 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, sedangkan fakta khususnya adalah implikasi pelaksanaan serikat pekerja bagi para pelaku usaha di PT. PLN (PERSERO).
F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika commit to user penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab dan dalam tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut.
BAB I : PENDAHULUAN Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode penelitian. Metode penelitian terdiri atas jenis penelitian, sifat penelitian, pendekatan penelitian, jenis dam sumber bahan hukum, teknik pengumpulan bahan hukum dan teknik analisis bahan hukum. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab kedua ini membahas mengenai kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teoritis yang mendasari penulisan ini adalah tinjauan umum mengenai pengertian dan tata cara pendirian serikat pekerja/serikat buruh, pengaturan hak berserikat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, fungsi serikat pekerja/serikat buruh beserta hak dan kewajibannya, dan perlindungan hukum kepada pekerja atas kebebasan berorganisasi. Kerangka pemikiran berisi alur pemikiran yang hendak ditempuh oleh penulis yang dituangkan dalam bentuk skema/ bagan. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan memuat hasil penelitian dan pembahasan tentang apakah pendirian serikat pekerja di PT. PLN (PERSERO) sudah sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku,
pelaksanaan fungsi serikat pekerja di PT. PLN (PERSERO), dan implikasi hukum bagi PT. PLN (PERSERO) jika mendiskriminasikan salah satu serikat pekerja dikaitkan dengan sistem hukum positif di Indonesia yang mengatur tentang serikat pekerja/serikat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV : PENUTUP Berisi simpulan-simpulan yang didapat dari hasil penelitian dan pembahasan serta saran-saran yang diajukan penulis sebagai implikasi dari simpulan yang didapat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum Kepada Pekerja Atas Kebebasan Berorganisasi Alinea ketiga dari Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu negara melindungi segenap bangsa dan negara Indonesia. Ketentuan ini dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 27 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan. Setiap warga negara berhak atas penghasilan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Buruh adalah bagian dari bangsa Indonesia, sehingga berhak pula untuk dilindungi dan mendapatkan penghidupan yang layak. Salah satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah bagi buruh adalah adanya jaminan atas kebebasan berserikat dan berkumpul dalam suatu wadah serikat pekerja/serikat buruh. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta menyampaikan pendapat merupakan hak dasar yang dimiliki oleh warga negara dari suatu negara hukum demokratis yang berkedaulatan rakyat. Hak-hak yang dimiliki manusia berdasarkan martabatnya sebagai manusia dan bukan karena pemberian masyarakat atau negara disebut hak asasi manusia. Hak asasi manusia dalam negara hukum tidak dapat dipisahkan dari ketertiban dan keadilan. Pengakuan atas negara hukum salah satu tujuannya melindungi hak asasi manusia, berarti hak dan sekaligus kemerdekaan atau kebebasan perorangan diakui, dihormati dan dijunjung tingg. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikatakan sebagai tujuan dari negara hukum. commit to user 15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kebebasan berserikat dan berkumpul termuat dalam konvensi ILO Nomor 87 Tahun 1948 tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak berorganisasi, telah diratifikasi dan dituangkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1998, dan Konvensi ILO Nomor 98 Tahun 1949 tentang hak berorganisasi dan berunding bersama, telah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956. Konvensi Nomor 87 dimaksudkan secara keseluruhan untuk melindungi kebebasan berserikat terhadap kemungkinan campur tangan pemerintah. Konvensi Nomor 98 ditujukan untuk mendorong pengembangan penuh mekanisme perundingan kolektif sukarela. Esensi pentingnya pekerja membentuk organisasi atau serikat pekerja/serikat buruh
ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor
21
Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh. Secara eksplisit konsideran Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 menyebutkan, serikat pekerja/serikat
buruh
merupakan
sarana
untuk
memperjuangkan,
melindungi dan membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya, serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan. Ketentuan demikian ditegaskan kembali dalam Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat pekerja/serikat buruh dan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yang intinya menyatakan serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan
kepentingan
pekerja/buruh
serta
meningkatkan
kesejahteraan
pekerja/buruh dan keluarganya. Panitia pembentuk serikat pekerja/serikat buruh dalam mendirikan serikat pekerja/serikat buruh dilindungi oleh: a. Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur adanya kemerdekaan berserikat dan commit to user berkumpul;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat
pekerja/serikat
yang
menyatakan
bahwa
setiap
pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota Serikat pekerja/serikat buruh. Pihak yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk serikat pekerja/serikat buruh
dengan cara melakukan
pemutusan hubungan kerja dikenakan sanksi pidana paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00
dan paling banyak Rp 500.000.000,00. Hal ini diatur
dalam pasal 28 jo. pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh. Dalam Undang-Undang serikat pekerja/serikat buruh tidak diatur bahwa adanya kewajiban bagi pekerja untuk meminta ijin terlebih dahulu kepada
perusahaan
sebelum
mendirikan
serikat
pekerja/serikat
buruh. Yang diatur dalam Undang-Undang serikat pekerja/serikat buruh adalah pemberitahuan setelah serikat pekerja/serikat buruh itu mencatatkan diri ke dinas Tenaga Kerja Setempat (Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat pekerja/serikat buruh). Jika manajemen perusahaan tetap memberikan ancaman PHK jika serikat pekerja/serikat buruh
terbentuk, maka hal tersebut dapat dilaporkan ke
bagian Pengawasan Dinas Tenaga Kerja setempat atau kepolisian. Salah satu tujuan penegakan hukum adalah terjaminnya hak-hak asasi manusia (HAM). Manusia mempunyai kedudukan sentral dalam penegakan hukum. Manusia adalah obyek dan subyek dalam rangka penegakan hukum tersebut. Hak asasi manusia memang menyangkut masalah di dalam kehidupan manusia, baik yang menyangkut hak asasi manusia individu maupun hak asasi manusia kolektif. Hak asasi manusia individu merupakan hak yang menyangkut kepentingan perorangan dan hak asasi manusia kolektif menyangkut kepentingan bangsa dan negara. Hak hak asasi merupakan suatu perangkat asas-asas yang timbul commit menjadi to user kaidah-kaidah yang mengatur dari nilai-nilai yang kemudian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perilaku manusia dalam hubungan dengan sesama manusaia. Inti paham hak-hak asasi manusia, menurut Magnis Suseno, terletak dalam kesadaran bahwa masyarakat atau umat manusia tidak dapat dijunjung tinggi kecuali setiap manusia individual, tanpa diskriminasi dan tanpa kekecualian, dihormati dalam keutuhannya (Frans Magnis Suseno, 2001 : 145). Konsep tentang hak asasi manusia bukan merupakan hal baru bagi bangsa Indonesia. Salah satu komitmen Indonesia terhadap penghormatan dan jaminan perlindungan hak asasi manusia terkandung dalam sila kedua Pancasila, dasar negara dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yaitu “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”. Selanjutnya, sejumlah Pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 beserta amandemennya secara tegas mengatur jaminan perlindungan hakhak asasi manusia yang paling utama, yaitu di bidang politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Bahkan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini dirumuskan tiga tahun sebelum Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (Universal of Human Rights) 1948 dicetuskan. Salah satu perlindungan hak asasi manusia yaitu asas principle of liberty (prinsip kebebasan) dalam bidang hubungan kerja di Indonesia terdapat dalam Pasal 28 D Ayat (2) Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa setiap warga negara tanpa memandang segala perbedaan yang ada pada diri seseorang berhak mendapatkan dan melakukan pekerjaan serta menerima imbalan secara adil. Berdasarkan Pasal 28 E Ayat (3) Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Pengertian dari ketentuan tersebut adalah bahwa setiap warga to user baik ras, jenis kelamin, agama negara tanpa memandang commit segala perbedaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan lain-lain, berhak untuk menjadi bagian dari suatu organisasi dan memanfaatkan organisasi tersebut guna kepentingannya secara adil dengan memperoleh perlindungan akan kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. HAM dan demokrasi memiliki kaitan yang sangat kuat. Demokrasi memberikan pengakuan lahirnya keikutsertaan publik secara luas dalam pemerintahan. Dalam perkembangan sejarah awal demokrasi, desakan ke arah hadirnya peran serta publik mencerminkan adanya pengakuan kedaulatan.
Aktualisasi
peran
publik
dalam
ranah
pemerintahan
memungkinkan untuk terciptanya keberdayaan publik. Adapun HAM memberikan perluasan otoritas bagi manusia untuk diakui dan dilindungi sebagai makhluk yang bermartabat. Perlindungan dan pemenuhan HAM melalui rezim yang demokratik berpotensi besar untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. (Majda El Mhtaj, 2008 : 45). Sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 23 deklarasi PBB tentang hak asasi manusia 1948, Pasal 23 menentukan : (Bahder Johan Nasution, 2004 : 100-101) a. Setiap orang berhak atas pekerjaan, atas pilihan pekerjaan secara bebas, atas kondisi-kondisi kerja yang adil dan menguntungkan serta atas perlindungan dari pengangguran. b. Setiap orang tanpa diskriminasi apapun berhak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama. c. Setiap orang yang bekerja berhak atas imbalan yang adil dan menguntungkan yang menjamin suatu eksistensi yang layak bagi martabat manusia untuk dirinya sendiri dan keluarganya, dan dilengkapi, manakala perlu oleh sarana perlindungan sosial lainnya. d. Setiap orang berhak untuk membentuk dan bergabung ke dalam serikat buruh guna melindungi kepentingan-kepentingannya. Peraturan hukum di Indonesia serikat pekerja/serikat buruh diatur dan dibentuk berdasarkan : to user a. Kovenan Internasionalcommit Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. Piagam dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 23 ayat (4); d. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 98 mengenai Berlakunya Dasar-Dasar Dari Hak Untuk Berorganisasi Dan Untuk Berunding Bersama; e. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; f. Undang-Undang
Nomor
21
Tahun
2000
tentang
Serikat
pekerja/serikat buruh; g. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; h. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI); i. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
83 Tahun 1998
Tentang Pengesahan Convention (Number 87) Concerning Freedom Of Association And Protection Of The Right To Organise (Konvensi Nomor
87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak
Untuk Berorganisasi); j. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP201/MEN/1999 tentang Pendaftaran Serikat pekerja/serikat buruh; k. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP16/MEN/2001 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat pekerja/serikat buruh; Undang-Undang
Nomor
21
Tahun
2000
tentang
Serikat
pekerja/serikat buruh, membagi serikat pekerja/serikat buruh itu menjadi serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan dan serikat pekerja/serikat buruh di luar perusahaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 UndangUndang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh, serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh di satu perusahaan atau di beberapa perusahaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 Undangcommit user Serikat pekerja/serikat buruh, Undang Nomor 21 Tahun 2000 totentang
perpustakaan.uns.ac.id
serikat
digilib.uns.ac.id
pekerja/serikat
buruh
di
luar
perusahaan
adalah
serikat
pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh yang bekerja di luar perusahaan. Selanjutnya serikat pekerja/serikat buruh
itu dapat membentuk
federasi serikat pekerja/serikat buruh maupun konferensi serikat pekerja/serikat buruh. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 4 UndangUndang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh, konferensi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan federasi serikat pekerja/serikat buruh. Pekerja yang ada di suatu perusahaan dapat bergabung membentuk serikat pekerja/serikat buruh. Antara serikat pekerja/serikat buruh yang ada di beberapa perusahaan dapat bergabung membentuk federasi serikat pekerja/serikat buruh. Beberapa federasi serikat pekerja/serikat buruh selanjutnya dapat membentuk konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.
2. Tinjauan Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh a.
Pengertian Serikat pekerja/serikat buruh Salah satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh
pemerintah bagi buruh adalah adanya jaminan atas kebebasan berserikat dan berkumpul dalam suatu wadah Serikat Pekerja/Buruh. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta menyampaikan pendapat merupakan hak dasar yang dimiliki warga negara dari suatu negara hukum demokratis yang berkedaulatan rakyat. Hak-hak yang dimiliki manusia berdasarkan martabatnya sebagai manusia dan bukan karena pemberian masyarakat atau negara disebut hak asasi manusia (Frans Magnis Suseno, 1999 : 73). Upaya
pemerintah
untuk
memberikan
jaminan
kebebasan
berserikat dan berkumpul bagi buruh selanjutnya dituangkan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh. Hak berserikat dan berkumpul mendapat perhatian yang besar dari pemerintah. Terdapat norma perlindungan hak berserikat yang dituangkan dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Asri Wijayanti, 2009 : 86). Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh, serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka,
mandiri,
demokratis,
dan
bertanggung
jawab
guna
memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan
buruh
serta
meningkatkan
kesejahteraan
pekerja/buruh
dan
keluarganya. Penjelasan dari sifat-sifat serikat pekerja/serikat buruh ini adalah sebagai berikut (Zaeni Asyhadi, 2009 :22-23) : 1) Bebas Yaitu sebagai organisasi dalam melaksanakan hak dan kewajibannya serikat pekerja/serikat buruh, federasi, dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh tidak di bawah pengaruh dan tekanan dari pihak lain. 2) Terbuka Ialah bahwa serikat pekerja/serikat buruh, federasi, dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dalam menerima anggota dan atau memperjaungkan pekerja/buruh tidak membedakan aliran politik, agama, suku bangsa, dan jenis kelamin. 3) Mandiri Bahwa
dalam
mendirikan,
menjalankan,
dan
mengembangkan organisasi ditentukan oleh kekuatan sendiri, tidak dikendalikan oleh pihak lain di luar organisasi 4) Demokratis Bahwa dalam pembentukan organisasi, pemilihan pengurus, memperjuangkan dan melaksanakan hak dan kewajiban organisasi dilakukan sesuai dengan prinsip demokrasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5) Bertanggung jawab Ialah bahwa dalam hal mencapai tujuan dalam melaksanakan kewajibannya serikat pekerja/serikat buruh, federasi, dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bertanggung jawab kepada anggota, masyarakat dan negara. Serikat pekerja/serikat buruh merupakan bentuk pelaksanaan dari hak seseorang untuk berserikat dan berkumpul. Adanya serikat pekerja/serikat buruh sangat penting bagi kelangsungan hubungan industrial. Serikat pekerja/serikat buruh diharapkan dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal dalam rangka meningkatkan hubungan industrial di tingkat perusahaan. b. Tata Cara Pembentukan Serikat pekerja/serikat buruh Pekerja atau buruh memerlukan suatu wadah organisasi yang berfungsi sebagai alat pemersatu dan pembela kepentingan mereka sehingga dapat meningkatkan jiwa kebersamaan. Untuk itu yang dibutuhkan adalah suatu organisasi serikat pekerja/serikat buruh
yang
kuat, didirikan dan didukung oleh sebanyak-banyaknya pekerja agar dapat berperan secara optimal dalam membela kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja melalui peningkatan kesejahteraan pekerja dan keamanan serta menciptakan suasana kerja yang kondusif. Organisasi serikat pekerja/serikat buruh menjadi sangat diperlukan kehadirannya dan akan dirasakan secara langsung oleh setiap pekerja. Organisasi
serikat
pekerja/serikat
buruh
dapat
menampung
dan
menyalurkan aspirasi pekerja memperjuangkan kepentingan pekerja dan keluarganya, khususnya yang menyangkut hak dan kewajiban, membela pekerja dalam menghadapi masalah hubungan industrial. Selain itu juga sebagai wahana peningkatan profesionalisme pekerja dan menyusun kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban kepegawaian serta syarat-syarat yang dituangkan ke dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dibuat bersama-sama antara perusahaan yang commit user diwakili oleh manajemen dan topekerja yang diwakili oleh serikat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pekerja/serikat buruh. Jelaslah melalui organisasi serikat pekerja/serikat buruh akan dapat diciptakan suasana kerja yang kondusif, kenyamanan dan keamanan kerja serta terwujud suasana kerja yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Profesionalisme dan semangat kerja yang tinggi, jujur dan disiplin, pekerja dapat berperan memajukan perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan. Diratifikasinya Konvensi ILO Nomor
87 tahun 1948 tentang
Kebebasan Berserikat bagi Pekerja dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
83 tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention
(Number 87) Concerning Freedom Of Association And Protection Of The Right To Organise (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi) pada masa pemerintahan Presiden BJ. Habibie, maka dalam penerapannya setiap pekerja/pegawai disetiap perusahaan, baik perusahaan swasta, BUMN, BUMD termasuk anak-anak perusahaannya dapat mendirikan atau masuk pada suatu organisasi serikat pekerja/serikat buru secara sukarela dan tanpa paksaan dari pihak lain. Organisasi yang dimaksud adalah organisasi yang serikat pekerja/serikat buruh
yang sifatnya mandirI (independen) dan tidak
berafiliasi pada partai politik tertentu serta tidak diarahkan untuk mendukung pada suatu faham politik tertentu atau aliran suatu golongan tertentu melainkan bertujuan memperjuangkan/membela kepentingan pekerja dan keluarganya serta sebagai suatu wadah untuk meningkatkan kesatuan dan persatuan pegawai dalam rangka mewujudkan suasana kerja yang kondusif dan berupaya meningkatkan kinerja dan produktivitas kerja. Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2000
tentang Serikat pekerja/serikat buruh, seorang pekerja /buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh
di satu
perusahaan. Dalam hal seorang pekerja/buruh dalam satu perusahaan ternyata tercatat pada lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, yang bersangkutan harus menyatakan secara tertulis satu serikat pekerja/serikat commitpekerja to user berhak menjadi anggota serikat buruh yang dipilihnya. Setiap
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pekerja/serikat buruh tanpa melihat statusnya dalam suatu perusahaan, manager atau direktur ketika posisinya adalah pekerja, ia mempunyai hak untuk menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Dalam hal pengaturan tentang posisi pengurus serikat pekerja/serikat buruh menurut Pasal 15 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh, pada prinsipnya manajer boleh menduduki posisi pengurus serikat pekerja/serikat buruh, yang tidak boleh adalah pekerja/buruh yang menduduki jabatan tertentu di dalam satu perusahaan dan jabatan itu menimbulkan pertentangan kepentingan antara pihak pengusaha dan pekerja/buruh diperusahaan tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh, mekanisme pemberitahuan atau pencatatan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud, dengan dilampiri : 1) Daftar nama anggota pembentuk; 2) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; 3) Susunan dan nama pengurus. Syarat pembentukan federasi serikat pekerja/serikat buruh adalah sebagai berikut: 1) Serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota federasi serikat pekerja/serikat buruh. 2) Federasi serikat pekerja/serikat buruh
dibentuk oleh sekurang-
kurangnya 5 (lima) serikat pekerja/serikat buruh . Syarat pembentukan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh adalah sebagai berikut : 1) Federasi serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota konfederasi Serikat pekerja/serikat buruh; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurangkurangnya 3 (tiga) federasi serikat pekerja/serikat buruh. Mekanisme
pembentukan
federasi
dan
konfederasi
serikat
pekerja/serikat buruh sesuai dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh, sebagai berikut. 1) Nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang akan diberitahukan tidak boleh sama dengan nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
yang
telah tercatat terlebih dahulu; 2) Instansi pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1), Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh wajib mencatat dan memberikan nomor bukti pencatatan terhadap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
yang telah memenuhi
ketentuan selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima pemberitahuan; 3) Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang
Nomor
pekerja/serikat buruh
21
Tahun
2000
tentang
Serikat
dapat menangguhkan pencatatan dan
pemberian nomor bukti pencatatan dalam hal serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh belum memenuhi ketentuan; 4) Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dan alasanalasannya
diberitahukan
pekerja/serikat
buruh,
secara federasi
tertulis dan
kepada
serikat
konfederasi
serikat
pekerja/serikat buruh yang bersangkutan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima pemberitahuan. Saat ini ada beberapa federasi serikat pekerja/serikat buruh tingkat commit toanggota, user nasional, walaupun mempunyai tetapi tidak diakui secara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
nasional oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, hal ini disebabkan karena anggotanya yang di daerah dimasingmasing provinsi belum dicatatkan ke dinas terkait. Kondisi ini terjadi pada Serikat pekerja/serikat buruh
yang berbasis di BUMN atau
perusahaan swasta dengan sistem holding company yang anggotanya ada di
berbagai
daerah.
(Muhamad
Rusdi
:
http://rusdi123.wordpress.com/2009/09/15/dasar-hukum-tata-carapembentukan-serikat-pekerja/). Dengan demikian untuk menjamin legalitas dari suatu serikat pekerja maka harus dipenuhi syarat pencatatan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi, yaitu : 1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah dibentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota berdasarkan domisili, untuk dicatat. 2) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-16/MEN/2001
tentang
Tata
Cara
Pencatatan
Serikat
pekerja/serikat buruh dilampiri syarat-syarat sebagai berikut : a) daftar nama anggota pembentuk; b)anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; c) susunan dan nama pengurus Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-16/MEN/2001 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat pekerja/serikat buruh dalam anggaran dasar, sekurang-kurangnya harus memuat : 1) nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh; 2) asas dan tujuan yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan commit to user Undang-undang Dasar 1945;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) tanggal pendirian; 4) tempat kedudukan; 5) persyaratan menjadi anggota dan persyaratan pemberhetiannya; 6) hak dan kewajiban anggota; 7) persyaratan menjadi pengurus dan persyaratan pemberhetiannya; 8) hak dan kewajiban pengurus; 9) sumber, tata cara penggunaan dan pertanggung jawaban keuangan; 10) ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga. Tanggal pencatatan dan pemberian nomor bukti pencatatan dilakukan selambat-lambatnya 21 (duapuluh satu) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pemberitahuan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri ini. Pengurus pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh setelah menerima nomor bukti pencatatan harus memberitahukan secara
tertulis
kepada
mitra
kerjanya
sesuai
dengan
tingkatan
organisasinya. Dengan diterimanya pemberitahuan, dinas tenaga kerja wajib mencatat dan memberi nomor pencatatan terhadap serikat pekerja/serikat buruh, federasi serikat pekerja/serikat buruh, dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh. Pencatatan dan pemberian nomor pencatatan dapat ditangguhkan, bahkan dapat ditolak apabila serikat pekerja/serikat buruh, federasi
serikat
pekerja/serikat
buruh,
dan
konfederasi
serikat
pekerja/serikat buruh tersebut (Zaeni Asyhadie, 2007 : 27-28) : 1) bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) dibentuk oleh kurang dari sepuluh orang pekerja/buruh untuk Serikat pekerja/serikat buruh, atau kurang dari lima serikat pekerja/serikat buruh untuk federasi serikat pekerja/serikat buruh, dan kurang dari tiga federasi serikat pekerja/serikat buruh untuk commit toburuh; user konfederasis pekerja/serikat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi serikat pekerja/serikat buruh, dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang diberitahukan sama dengan nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi serikat pekerja/serikat buruh, dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat. Berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh, dalam hal perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga, pengurus serikat pekerja/serikat buruh,
federasi
dan
konfederasi
serikat
pekerja/serikat
buruh
memberitahukan kepada instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga tersebut. Verifikasi keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh bertujuan untuk memperoleh data anggota serikat pekerja/serikat buruh secara lengkap dan akurat. Pendataan dilakukan terhadap serikat pekerja/serikat buruh yang telah memiliki nomor
bukti pencatatan sesuai dengan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER16/MEN/2001 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat pekerja/serikat buruh. Adapun bentuk pelaporan hasil verifikasi serikat pekerja/serikat buruh adalah memalui mekanisme sebagai berikut : 1) Setelah menerima hasil rekapitulasi dari provinsi, Direktur Jenderal melakukan rekapitulasi dari seluruh tingkat provinsi sebagai hasil rekapitulasi tingkat nasional. 2) Menteri menyampaikan hasil verifikasi kepada para pengurus serikat pekerja/serikat buruh
tingkat nasional dan Asosiasi
Pengusaha Indonesia (APINDO). c. Fungsi
Serikat
Pekerja/Serikat
Buruh
Beserta
Hak
dan
Kewajibannya Fungsi serikat
pekerja/serikat buruh selalu dikaitkan dengan
keadaan hubungan industrial. Hubungan commit to user industrial diartikan sebagai suatu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang atau jasa yang meliputi pengusaha, pekerja, dan pemerintah (Sentanoe Ketonegoro, 1999 : 2). Pengertian itu memuat semua aspek hubungan kerja yang terdiri atas: 1) Para pelaku: pekerja, pengusaha, pemerintah; 2) Kerja sama: manajemen-karyawan; 3) Perundingan bersama: perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, peraturan pekerjaan; 4) Kesejahteraan: upah, jaminan sosial, pensiun, keselamatan dan kesehatan kerja, koperasi, pelatian kerja; 5) Perselisihan industrial: arbitrase, mediasi, mogok kerja, penutupan perusahaan, pemutusan hubungan kerja. Hubungan industrial di Indonesia dikenal dengan nama hubungan industrial Pancasila, yaitu suatu hubungan industrial yang mendasarkan pada nilai-nilai kelima sila dari Pancasila. Sejak masa reformasi istilah itu nampaknya
kurang
dipakai
di
masyarakat,
mengingat
Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang menjadi salah satu pilar dasar dari Hubungan Industrial Pancasila (HIP) telah dicabut. Dengan dicabutnya salah satu pilar HIP, maka HIP kemudian disebut dengan hubungan industrial saja tanpa diseratai Pancasila. Fungsi serikat pekerja/serikat buruh dituangkan dalam UndangUndang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh. Fungsi dapat diartikan dengan jabatan (pekerjaan) yang dilakukan: jika ketua tidak ada maka wakil ketua melakukan fungsi ketua: fungsi adalah kegunaan suatu hal; berfungsi artinya berkedudukan, bertugas sebagai; menjalankan tugasnya. (KBBI, 1989 : 245). Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh: 1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh commit bertujuan perlindungan, pembelaan to memberikan user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya; 2) Untuk mencapai tujuan bersama tersebut serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi: a) Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial; b) Sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya; c) Sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundangundangan; d) Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya; e) Sebagai perencana, pelaksana dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; f) Sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan. Subyek hukum dalam hubungan industrial pada dasarnya yang terpenting adalah buruh dan majikan. Di samping itu, mengingat hubungan industrial itu terjadi di dalam masyarakat maka subyek hukum hubungan industrial mendapat perluasan meliputi juga masyarakat dan pemerintah. Serikat kerja/serikat buruh adalah wakil buruh dalam perusahaan. Sebagai wakil buruh yang sah, ia mempunyai kedudukan sebagai subyek hukum dalam hubungan industrial yang mandiri. Pemerintah mempunyai andil pula sebagai subyek hukum dalam hubungan industrial dalam arti perwujudannya dalam tiga fungsi pokok pemerintahan, yaitu mengatur, membina, dan mengawasi. Masyarakat menjadi subyek hukum hubungan industrial karena bagaimanapun commit to juga user hubungan indutrial itu akan
perpustakaan.uns.ac.id
berdampak
digilib.uns.ac.id
bagi
masyarakat
sekitar
lokasi
hubungan
industrial
berlangsung atau masyarakat dalam arti skala nasional. Dampak itu dapat positif atau negatif. Berdampak positif apabila hubungan industrial itu berjalan dengan baik dan tercapai tujuannya. Sebaliknya akan berdampak negatif apabila hubung industrial itu gagal tercapai tujuannya. Proses hubungan industrial pada hakekatnya menyangkut interaksi nilai yang berbeda, kepentingan yang berbeda, sehingga diperlukan dukungan sikap dan etika untuk mempertemukan perbedaan-perbedaan yang ada agar terhindar dari perselisihan atau pemaksaan kehendak. Setiap masyarakat atau bangsa mempunyai corak atau sistem hubungan industrial yang berbeda satu sama lain yang dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya; faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial dan lain-lain dari masyarakat itu sendiri (Iswantiningsih, 2002: 135). Tujuan dari hubungan industrial pada dasarnya terkait dengan subyek
hukum
dalam
hubungan
industrial,
yaitu
meningkatnya
produktivitas, kesejahteraan, dan stabilitas nasional yang mantap. Meningkatkan produktivitas adalah tujuan utama dari majikan dalam mendirikan suatu kegiatan usaha. Produktivitas yang meningkat akan menghasikan banyak keuntungan. Adanya keuntungan dari hasil proses produksi diharapkan dapat dikembalikan kepada buruh guna meningkatkan kesejahteraannya. Peningkatan kesejahteraan merupakan tujuan utama semua buruh guna pemenuhan kebutuhan hidupnya. Apabila terjadi peningkatan kesejahteraan secara otomatis penghasilan buruh pun dapat meningkat, sehingga akan tercipta ketenangan bekerja. Suasana yang tenang dalam proses produksi karena telah terjadi peningkatan produktivitas dan peningkatan kesejahteraan akan berdampak positif bagi masyarakat sekitarnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Adanya ketenangan usaha memperkecil terjadinya perselisihan perburuhan. Di sisi lain, akan menimbulkan stabilitas nasional yang baik, yang selalu diharapkan oleh pemerintah bagi suksesnya pembangunan ekonomi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Tinjauan Tentang Hubungan Kerja a. Perjanjian Kerja Dalam hubungan dengan hubungan ketenagakerjaan, salah satu perjanjian yang mungkin ada adalah perjanjian kerja. Perjanjian kerja tersebut umumnya memuat kesepakatan antara pekerja dengan perusahaan, yang dalam hal ini sering diwakili oleh manajemen atau direksi perusahaan. FX Djumialdy, SH, M.Hum menyebutkan bahwa agar dapat disebut perjanjian kerja harus dipenuhi 3 unsur yaitu: 1. Ada orang diperintah orang lain, 2. Penunaian kerja, 3. Adanya upah (Syarief Basir, 2009 :1). Perjanjian kerja yang dibuat antara pekerja dengan perusahaan ini kemudian menjadikan adanya hubungan kerja antara keduanya. Pasal 1601 a Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan pengertian sebagai berikut: “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu (siburuh), Pengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah”. Sedangkan di dalam Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan didefiniskan bahwa Perjanjian
kerja
adalah
“Perjanjian
antara
pekerja
dengan
pengusaha/pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”. Sebagai suatu Undang-Undang yang tujuannya antara lain untuk memberikan perlindungan kepada pekerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan, meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarga,
Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
Tentang
Ketenagakerjaan memberikan panduan mengenai perjanjian kerja. Menurut Pasal 51 ayat (1) undang-undang ini perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan. Apabila perjanjian kerja dibuat secara tertulis, maka berdasarkan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan harus memuat sebagai berikut: 1) nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; commit to alamat user pekerja/buruh; 2) nama, jenis kelamin, umur, dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) jabatan atau jenis pekerjaan; 4) tempat pekerjaan; 5) besarnya upah dan cara pembayarannya; 6) syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; 7) mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; 8) tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan 9) tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur bahwa suatu perjanjian dinyatakan sah apabila memenuhi 4 syarat, maka dalam hukum ketenagakerjaan secara khusus diatur dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan bahwa kesahan suatu perjanjian kerja harus memenuhi adanya 4 persyaratan sebagai berikut: 1) kesepakatan kedua belah pihak; 2) kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; 3) adanya pekerjaan yang diperjanjikan; 4) pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seperti juga pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu Perjanjian kerja yang tidak memenuhi syarat pada nomor 1 dan 2 diatas dapat dibatalkan, sedangkan yang tidak memenuhi syarat huruf 3 dan 4 batal demi hukum. b. Peraturan Perusahaan Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.16/MEN/XI/2011 Tentang Tata Cara commit to userPerusahaan Serta Pembuatan Dan Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama, Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syaratsyarat kerja dan tata tertib perusahaan. Sejalan dengan pengertian tersebut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan juga memberikan pengertian Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa peraturan perusahaan dibuat secara sepihak oleh pengusaha yang berisikan tentang syarat kerja, hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha dan tata tertib perusahaan. Dengan kata lain peraturan perusahaan merupakan petunjuk teknis dari PKB maupun perjanjian kerja yang dibuat oleh pekerja/serikat pekerja dengan pengusaha. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan peraturan perusahaan adalah (Zainal Asikin, H. Agusfiar Wahab, Lalu Husni, Zaeni Asyhadie. 1994 : 61) : 1) harus disetujui secara tertulis oleh buruh; 2) selembar lengkap peraturan perusahaan harus diberikan secara cuma-cuma kepada buruh, dan harus ditempelkan pada tempat yang dapat dibaca oleh umum (buruh); 3) selembar lagi yang ditandatangani oleh majikan harus diserahkan kepada Departemen Tenaga Kerja; 4) peraturan perusahaan hanya boleh berlaku paling lama dua tahun; 5) pada perusahaan yang telah dibuat perjanjian perburuhan maka peraturan perusahaannya tidak boleh bertentangan dengan perjanjian perburuhan tersebut. Berdasarkan Pasal 108 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, kewajiban membuat Peraturan Perusahaan berlaku terhadap Perusahaan yang memiliki paling sedikit 10 orang Karyawan. Kewajiban itu tidak berlaku apabila Perusahaan telah memiliki Perjanjian Kerja Bersama (PKB), yaitu perjanjian antara Serikat Pekerja dan Perusahaan yang di dalamnya mengatur syarat-syarat kerja, serta hak dan kewajiban kedua belah pihak. Selain mengatur syarat-syarat kerja yang belum diatur dalam commitPeraturan to user Perusahaan juga merinci lebih peraturan perundang-undangan,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lanjut ketentuan-ketentuan umum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan Ketenagakerjaan. Dalam hal Peraturan Perusahaan mengatur
kembali
(menegaskan)
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan, maka ketentuan itu kondisinya harus lebih baik dari peraturan perundang-undangan. Peraturan Perusahaan sekurang-kurangnya memuat (Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan) : 1)
Hak dan kewajiban Perusahaan.
2)
Hak dan kewajiban Karyawan.
3)
Syarat kerja.
4)
Tata tertib perusahaan.
5)
Jangka waktu berlakunya Peraturan Perusahaan. Dalam satu perusahaan hanya boleh dibuat satu Peraturan
Perusahaan yang berlaku bagi seluruh Karyawan. Jika Perusahaan memiliki cabang, maka selain Peraturan Perusahaan induk yang berlaku bagi semua Karyawan, Perusahaan juga dapat membuat Peraturan Perusahaan turunan yang berlaku khusus bagi Karyawan di masing-masing cabang Perusahaan sesuai dengan kondisi masing-masing Perusahaan cabang. Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam satu grup, dan masing-masing Perusahaan merupakan badan hukum yang berdiri sendirisendiri, maka Peraturan Perusahaan harus dibuat oleh masing-masing Perusahaan itu sebagai badan hukum. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.16/MEN/XI/2011 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama, sebuah Peraturan Perusahaan baru dikatakan sah dan mengikat Perusahaan dan Karyawan apabila telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi. Pengesahan itu dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk, yaitu kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kabupaten/Kota
(untuk
perusahaan
yang
terdapat
dalam
satu
Kabupaten/Kota) dan kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan tingkat Provinsi (untuk Perusahaan yang terdapat dalam lebih dari satu wilayah Kabupaten/Kota). Tugas penyusunan Peraturan Perusahaan merupakan tanggung jawab dari Perusahaan. Sebelum disahkan oleh Menteri, penyusunan itu dilakukan
oleh
Perusahaan
dengan
memperhatikan
saran
dan
pertimbangan dari Karyawan terhadap draf Peraturan Perusahaan. Karena masukan dari Karyawan itu bersifat “saran” dan “pertimbangan”, maka pembuatan Peraturan Perusahaan tidak dapat diperselisihkan – bila terjadi perbedaan pendapat antara Karyawan dan Perusahaan. Karena sifatnya saran dan pertimbangan, maka Karyawan dapat juga untuk tidak memberikan saran dan pertimbangan tersebut meskipun telah diminta oleh Perusahaan (Pasal 4 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.16/MEN/XI/2011 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama). Pemilihan wakil Karyawan dalam rangka memberikan saran dan pertimbangannya harus dilakukan dengan tujuan untuk mewakili kepentingan para Karyawan. Pemilihan itu dilakukan secara demokratis, yaitu dipilih oleh karyawan sendiri terhadap karyawan yang mewakili setiap unit kerja di dalam perusahaan. Apabila di dalam perusahaan telah terbentuk Serikat Pekerja, maka saran dan pertimbangan tersebut diberikan oleh pengurus Serikat Pekerja. Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.16/MEN/XI/2011 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama untuk memperoleh saran dan pertimbangan dari wakil karyawan, pertama-tama perusahaan harus menyampaikan naskah rancangan Peraturan Perusahaan itu kepada wakil karyawan atau Serikat Pekerja. Saran dan pertimbangan tersebut commit to user harus sudah diterima kembali oleh Perusahaan dalam waktu 14 (empat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya naskah rancangan Peraturan Perusahaan oleh wakil karyawan. Jika dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja itu wakil karyawan tidak memberikan saran dan pertimbangannya, maka perusahaan sudah dapat mengajukan pengesahan Peraturan Perusahaan itu tanpa saran dan pertimbangan dari karyawan dengan disertai bukti bahwa perusahaan telah meminta saran dan pertimbangan dari wakil karyawan namun karyawan tidak memberikannya. Permohonan pengesahan Peraturan Perusahaan diajukan kepada Menteri melalui pejabat yang ditunjuk. Berdasarkan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.16/MEN/XI/2011 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama pengajuan permohonan itu dilakukan dengan melengkapi: 1) Permohonan tertulis yang memuat keterangan mengenai Perusahaan. 2) Naskah
Peraturan
Perusahaan
dalam
rangkap
3
yang
telah
ditandatangani oleh Perusahaan. 3) Bukti telah dimintakan saran dan pertimbangan dari wakil Karyawan. Setelah pejabat yang ditunjuk meneliti kelengkapan dokumendokumen tersebut, dan dalam naskah Peraturan Perusahaan juga tidak terdapat materi yang bertentangan dengan peraturan perundanganundangan, berdasarkan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan selanjutnya pejabat yang ditunjuk wajib mengesahkan Peraturan Perusahaan. Pengesahan itu dilakukan dengan menerbitkan Surat Keputusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan pengesahan. Sebaliknya, jika syarat-syarat itu tidak terpenuhi, maka pejabat yang ditunjuk akan mengembalikan secara tertulis permohonan pengesahan Peraturan Perusahaan kepada perusahaan yang bersangkutan dalam waktu paling lama 7 hari kerja sejak diterimanya pengajuan permohonan pengesahan. to user Pengembalian itu disertaicommit dengan catatan-catatan tentang kelengkapan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang perlu diperbaiki. Perusahaan wajib menyampaikan Peraturan Perusahaan yang telah dilengkapi atau diperbaiki kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya pengembalian Peraturan Perusahaan. Jika perusahaan tidak memenuhinya sesuai waktu yang telah ditentukan, maka perusahaan dapat dinyatakan tidak mengajukan permohonan pengesahan Peraturan Perusahaan, sehingga dapat dianggap belum memiliki Peraturan Perusahaan. Masa berlakunya Peraturan Perusahaan paling lama adalah 2 tahun, dan setelahnya wajib diperbaharui kembali. Selama masa berlakunya peraturan perusahaan, apabila Serikat Pekerja menghendaki untuk diadakannya perundingan Perjanjian Kerja Bersama, maka perusahaan wajib melayaninya. Namun jika perundingan itu tidak mencapai kesepakatan, maka Peraturan Perusahaan tetap berlaku sampai habis jangka waktunya (Pasal 111 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan). c. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Materi PKB diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dalam Bab XI mengenai hubungan industrial yaitu dalam Bagian Ketiga. Kemudian dalam Pasal 133 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa mengenai persyaratan serta tata cara pembuatan, perpanjangan, perubahan, dan pendaftaran PKB diatur dengan keputusan menteri. Adapun keputusan menteri yang dimaksud adalah Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP-48/MEN/IV/2004 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama. Pasal 103 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyebut Perjanjian
Kerja
Bersama
(PKB)
merupakan
salah
satu
sarana
dilaksanakannya hubungan industrial. Sangat diharapkan akan terbentuk commit to user PKB yang berkualitas dengan mengkomodasikan tiga kepentingan yaitu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
buruh, pengusaha dan negara. Sayangnya sulit terwujud, karena terdapat inkonsistensi aturan hukum atau terdapat konflik norma di dalam norma pembentukan PKB. Perjanjian kerja bersama adalah hak yang mendasar yang telah disyahkan oleh anggota-anggota ILO dimana mereka mempunyai
kewajiban
untuk
menghormati,
mempromosikan
dan
mewujudkan dengan itikad yang baik. Perjanjian kerja bersama adalah hak pengusaha atau organisasi pengusaha disatu pihak dan dipihak lain serikat pekerja atau organisasi yang mewakili pekerja. Hak ini ditetapkan untuk mencapai “kondisi-kondisi pekerja yang manusiawi dan penghargaan akan martabat manusia (humane conditions of labour and respect for human dignity)“, seperti yang tercantum dalam Konstitusi ILO. Pengertian
Perjanjian
Kerja
Bersama
(PKB)
berdasarkan
Berdasarkan Pasal 1 angka 21 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan jo Pasal 1 angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-48/MEN/IV/2004 tentang Tata cara pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaan serta pembuatan dan pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama, PKB yaitu perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syaratsyarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak (Happy Budyana Sari. 2006: 33). Bertolak dari pengertian tersebut, tersirat bahwa di dalam perjanjian kerja bersama terkandung hal-hal yang sifatnya obligator (memuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban pihak-pihak yg mengadakan perjanjian), hal-hal yg bersifat normatif (mengenai peraturan perundangundangan). Dengan demikian, dalam suatu perjanjian kerja bersama dimungkinkan untuk memuat kaedah yang bersifat horizontal (pengaturan dari pihak-pihaknya sendiri), kaedah yang bersifat vertikal (pengaturan yg commit user berasal dari pihak yg lebih tinggitotingkatannya), dan kaedah yg bersifat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diagonal (ketentuan yang berasal dari pihak yg tidak langsung terlibat dalam hubungan kerja). Untuk menjaga agar isi perjanjian kerja bersama sesuai dengan harapan pekerja maka isi perjanjian kerja bersama haruslah memuat hal-hal yang lebih dari sekedar aturan yang berlaku (normatif), dengan membatasi masa berlakunya suatu perjanjian kerja bersama, guna untuk selalu dapat disesuaikan dengan kondisi riel dalam kehidupan bermasyarakat(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29514/3/C hapter%20II.pdf). Perjanjian Kerja Bersama merupakan hasil perundingan para pihak terkait yaitu serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha atau beberapa pengusaha yang mengatur syarat-syarat kerja, serta hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian Kerja Bersama tidak hanya mengikat para pihak yang membuatnya yaitu serikat pekerja/serikat buruh dan pengusaha saja, tetapi juga mengikat pihak ketiga yang tidak ikut di dalam perundingan yaitu pekerja/buruh, terlepas dari apakah pekerja/buruh tersebut menerima atau menolak isi perjanjian kerja bersama atau apakah pekerja/buruh tersebut menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh yang berunding atau tidak. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dalam hal disatu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh, maka serikat pekerja / serikat buruh tersebut berhak mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan PKB dengan pengusaha apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (limapuluh persen) dari jumlah seluruh pekerja/buruh diperusahaan yang bersangkutan (Pasal 19 ayat (1)). Dalam hal disatu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi tidak memiliki anggota lebih dari 50% (limapuluh persen) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan, maka serikat pekerja/serikat buruh dapat mewakili pekerja/buruh dalam melakukan perundingan dengan pengusaha apabila serikat pekerja /serikat buruh yang bersangkutan telah to user mendapat dukungan lebihcommit 50% (limapuluh persen) dari jumlah seluruh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pekerja/buruh di perusahaan melalui pemungutan suara (Pasal 19 ayat (2)). Dalam hal dukungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak tercapai maka serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan dapat mengajukan kembali permintaan untuk merundingkan PKB dengan pengusaha setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak dilakukannya pemungutan suara dengan mengikuti prosedur semula (Lalu Husni. 2003 : 68). Pembentukan PKB berdasarkan Pasal 119 dan Pasal 120 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dibagi 2 yaitu untuk perusahaan yang memiliki satu serikat buruh dan perusahaan yang memiliki lebih dari satu serikat buruh. Ketentuan Pasal 119 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 berlaku bagi perusahaan yang memiliki satu serikat buruh, yaitu batasan serikat buruh yang berhak mewakili buruh dalam perundingan pembuatan PKB apabila : 1) memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan atau; Apabila musyawarah tidak mencapai kesepakatan tentang suatu hal, maka penyelesaiannya dilakukan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial. 2) mendapat dukungan lebih 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan melalui pemungutan suara. Apabila tidak terpenuhi ; 3) dapat
mengajukan
kembali
permintaan
untuk
merundingkan
perjanjian kerja bersama dengan pengusaha setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak dilakukannya pemungutan suara. Ketentuan Pasal 120 berlaku bagi perusahaan yang memiliki lebih dari satu serikat buruh, yaitu batasan serikat buruh yang berhak mewakili buruh dalam perundingan pembuatan PKB apabila : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) jumlah keanggotaannya lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut. Apabila tidak terpenuhi ; 2) serikat pekerja/serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut untuk mewakili dalam perundingan dengan pengusaha. 3) tidak terpenuhi, maka para serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja/serikat buruh. Dari ketentuan di atas dapat tafsirkan terdapat kemungkinan agar Serikat Buruh dapat menjadi pihak dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama yaitu apabila jumlah anggotanya 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan atau mendapat dukungan lebih dari 50% lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah buruh di perusahaan tersebut maka berhak untuk mewakili buruh dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama. Apabila tidak terpenuhi maka dibentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat buruh. Perjanjian Kerja Bersama harus dibuat dalam bentuk tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal perjanjian kerja bersama dibuat tidak menggunakan bahasa Indonesia, maka perjanjian kerja bersama tersebut harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi yang telah disumpah dan hasil terjemahan tersebut dianggap sebagai perjanjian kerja bersama yang telah memenuhi syarat perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 116 ayat 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Berdasarkan
ketentuan yang commit tentang to user Kep.48/Men/IV/2004 tentang
diatur Tata
dalam cara
Pasal
21
Pembuatan
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengesahan Peraturan perusahaan serta pembuatan dan pengesahan Perjanjian Kerja Bersama, perjanjian kerja bersama sekurang-kurangnya harus memuat : 1) nama, tempat kedudukan serta alamat serikat pekerja/serikat buruh; 2) nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan; 3) nomor serta tanggal pencatatan serikat pekerja/serikat buruh pada instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
Kabupaten/Kota; 4) hak dan kewajiban pengusaha 5) hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh; 6) jangka waktu dan mulai berlakunya perjanjian kerja bersama;dan 7) tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama. Menurut ketentuan didalam Pasal 124 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Perjanjian kerja bersama haruslah paling sedikit memuat: 1) Hak dan kewajiban pengusaha; 2) Hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh; 3) Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama; dan 4) Tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Peraturan hukum di Indonesia mengenai Serikat pekerja/Serikat buruh
Pembentukan Serikat Pekerja/Serikat Buruh PT. PLN (Persero) Legalitas Serikat Pekerja/Serikat Buruh PT. PLN (Persero)
Pelaksanaan Fungsi Serikat Pekerja/Serikat Buruh PT. PLN (Persero)
Implikasi Hukum Diskriminasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh PT. PLN (Persero)
Gambar 1. Kerangka Pemikiran commit to user
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keterangan : Secara normatif, negara menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan perlakuan yang adil serta layak dalam hubungan pekerjaan, termasuk dalam kebebasan berserikat yang telah diakomodasi dalam konstitusi negara Republik Indonesia. Dalam hubungan pekerjaan ini, untuk menjamin adanya pemenuhan hak-hak yang didapat oleh para pekerja, intervensi pemerintah dalam bidang perburuhan ini dapat ditinjau dengan adanya berbagai peraturan perundang-undangan yang merupakan perincian dari bagian batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan diundangkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang didalamnya termuat pasal adanya jaminan kebebasan berserikat dan menyampaikan pendapat. Guna mengakomodasi kepentingan para pekerja, campur tangan pemerintah dalam hubungan kerja ini dimuat dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Dalam pengaplikasian peraturan perundang-undangan ini, di PT. PLN (PERSERO) dibentuk suatu serikat pekerja/serikat buruh sebagai wadah aspirasi bagi para pekerja yang berada di dalam tubuh PT PLN (PERSERO), yang sah dan terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja RI Nomor KEP. 385/M/BW/1999 tanggal 13 Oktober 1999 serta telah tercatat pada Kantor Departemen Tenaga Kerja Kotamadya Jakarta Selatan dengan Nomor Bukti Pencatatan Nomor 22/V/N/IV/2001 tanggal 6 April 2001. Dalam perkembangan selanjutnya, Serikat Pekerja PT. PLN (PERSERO) ini mengalami masalah terkait dengan dibentuknya Serikat Pekerja lain di PT. PLN (PERSERO) ini yang menggunakan nama dan logo yang sama dengan Serikat Pekerja sebelumnya yang diketuai oleh Ahmad Daryoko yang telah terdaftar di Kantor Departemen Tenaga Kerja user pekerja di PT. PLN (PERSERO) Kotamadya Jakarta Selatan.commit Kasus to serikat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ini memuncak ketika manajemen PT. PLN dibawah pimpinan Dahlan Iskan yang saat itu menjabat sebagai Direktur Umum PT. PLN (PERSERO) justru mengakui serikat pekerja PT. PLN (PERSERO) kubu lain dengan Ketua Umum Riyo Supriyanto dengan membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) periode tahun 2010-2011 tanpa merundingkannya dengan Serikat Pekerja yang diketuai Ahmad Daryoko. Padahal, ketika itu, Ketua Umum serikat pekerja PT. PLN (PERSERO) berdasarkan Musyawarah Besar tanggal 2930 Mei 2007 adalah Ahmad Daryoko. Berikutnya, manajemen juga memecat Sumadi, yang ketika itu menjabat Sekretaris Jenderal serikat pekerja PT. PLN (PERSERO), serta memutasi dua pengurus daerah. Manajemen perusahaan bahkan telah melakukan pengosongan ruangan serikat pekerja PT. PLN (PERSERO) di kantor pusat PLN di Jakarta. Tindakan dari pihak manajemen PT. PLN (PERSERO) ini dapat menimbulkan implementasi hukum terkait dengan adanya kasus tersebut. Merujuk dari konsep tersebut, kemudian dalam implementasinya tidak dilaksanakannya kebebasan berserikat saat ini, secara umum sudah merupakan suatu konsekuensi pihak manajemen PT. PLN (PERSERO) yang harus bertanggungjawab atas pelanggaran aturan normatif di Indonesia tentang kebebasan berserikat berdasarkan amanat Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dimana pelaksanaannya kemudian dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Legalitas Pendirian Serikat Pekerja di PT. PLN (PERSERO) 1. Pengaturan Pendirian Serikat Pekerja di PT. PLN (PERSERO) dalam Perspektif Berbagai Regulasi Perundang-undangan di Indonesia Perkembangan kehidupan manusia merupakan kelangsungan hidup yang berkaitan dengan kebutuhan hidup yang layak. Melihat tuntutan untuk hidup yang layak tersebut manusia berupaya dan berdaya cipta untuk memenuhinya. Wujud nyata yang dapat dilihat adalah bahwa manusia akan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan bekerja tersebut manusia terikat maupun tidak terikat dengan pihak lainya maupun dengan lingkungan pekerjaannya. Bentuk kerja maupun pekerjaan yang ada yaitu dapat berupa bekerja secara individual maupun secara kolektif. Bekerja secara individual dalam artian bahwa dalam menjalankan pekerjaannya tidak terikat oleh kondisi diluar dirinya yang dapat mempengaruhi hak dan kewajibannya. Sedangkan menjalankan pekerjaan secara kolektif berarti bahwa dalam dirinya terdapat ikatan yang dapat mempengaruhi hak dan kewajibannya. Sebagai seorang warga negara yang melakukan pekerjaan tentunya mempunyai hak yang sama dalam hukum maupun menikmati manfaat secara ekonomis yang dijamin oleh negara kepada warga negaranya untuk dapat berusaha dan mendapatkan penghidupan yang layak. Salah satu hal yang menjadi tujuan dan menjadi kewajiban negara adalah memberikan penghidupan yang layak bagi warga negaranya. Hal tersebut berarti bahwa negara akan memberikan kesempatan kepada warga negara untuk menikmati dan merasakan kemakmuran bagi hidupnya. Sebagai suatu bentuk organisasi-organisasi bisnis yang baik adalah memandang pada peranan unsur-unsur yang terkait di dalamnya. Dalam hal ini pekerja-pekerja, sebagai aset dari perusahaan. Dengan demikian, maka kehilangan aset tadi dari perusahaan akan memberikan pengaruh yang besar to userOrganisasi-organisasi bisnis yang bagi daya tahan dan sehatnyacommit perusahaan. 48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sehat selalu memperbaharui dirinya dengan menempatkan pekerja-pekerja kepada suatu zona nyaman yang membantu mereka dapat melepaskan energi kreatifnya sebagai suatu kekuatan dari perusahaan dan memfokuskan potensipotensi yang ada sebagai suatu kekuatan „pemukul‟ (daya saing) terhadap pesaing-pesaing organisasi bisnis yang ada. Peran dan tempat pekerja-pekerja yang ada di dalamnya dihargai sedemikian rupa sehingga organisasi bisnis tersebut menumbuhkan rasa kepemilikan bagi pekerja dalam perasaan bangga, berikut keluarganya. Bisnis yang mampu unggul dan bertahan adalah usaha bersama yang melibatkan keluarga pekerja sebagai indikator asset kesehatan perusahaan. PT. PLN (Persero) memerlukan suatu wadah organisasi yang berfungsi sebagai alat pemersatu dan pembela kepentingan pegawai sehingga dapat meningkatkan jiwa korsa pegawai. Untuk itu yang dibutuhkan adalah suatu organisasi Serikat Pekerja yang kuat, didirikan dan didukung oleh sebanyakbanyaknya pegawai agar dapat berperan secara optimal dalam membela kepentingan pegawai serta meningkatkan kesejahteraan pegawai melalui peningkatan kesejahteraan pegawai dan keamanan serta menciptakan suasana kerja yang kondusif. Organisasi Serikat Pekerja menjadi sangat diperlukan kehadirannya dan akan dirasakan secara langsung oleh setiap pegawai. Organisasi Serikat Pekerja
dapat
menampung
dan
menyalurkan
aspirasi
pegawai,
memperjuangkan kepentingan pegawai dan keluarganya, khususnya yang menyangkut hak dan kewajiban, membela pegawai dalam menghadapi masalah hubungan industrial. Selain itu juga sebagai wahana peningkatan profesionalisme
pegawai
dan
menyusun
kebijakan-kebijakan
yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban kepegawaian serta syarat-syarat yang dituangkan ke dalam Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dibuat bersama-sama antara perusahaan yang diwakili oleh Manajemen dan pegawai yang diwakili oleh Serikat Pekerja. Jelaslah melalui organisasi Serikat Pekerja akan dapat diciptakan suasana commit user kerja yang kondusif, kenyamanan dantokeamanan kerja serta terwujud suasana
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kerja yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Dan dengan profesionalisme dan semangat kerja yang tinggi, jujur dan disiplin, pegawai dapat berperan memajukan Perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan. Pemerintah
Indonesia
telah
berusaha
secara
maksimal
dalam
mengupayakan regulasi yang utuh berkaitan dengan kegiatan serikat pekerja, bahkan jauh sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Adapun aturan legislasi tersebut antara lain meliputi : a) Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Pasal 8 Kovenan hak sosial, ekonomi dan budaya, yaitu : 1) Negara-negara Pihak Kovenan ini berjanji untuk menjamin: (a) Hak setiap orang untuk membentuk serikat pekerja dan bergabung dengan serikat kerja pilihannya sendiri, yang hanya tunduk pada peraturan organisasi yang bersangkutan, demi kemajuan dan perlindungan kepentingan ekonomi dan sosialnya. Tidak boleh ada pembatasan pelaksanaan hak ini, kecuali pembatasanpembatasan yang ditetapkan Undang-Undang dan yang diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis demi kepentingan keamanan nasional atau ketertiban umum, atau untuk perlindungan hak dan kebebasan orang lain. (b) Hak setiap pekerja untuk membentuk federasi-federasi atau konfederasi-konfederasi nasional, dan hak konfederasi nasional untuk membentuk atau bergabung dengan organisasi serikat pekerja internasional. (c) Hak serikat pekerja untuk bertindak secara bebas, tidak dapat dikenai pembatasan apapun selain pembatasanpembatasan yang ditetapkan hukum dan yang diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis demi kepentingan keamanan nasional atau ketertiban umum atau untuk perlindungan hak dan kebebasan orang lain. (d) Hak untuk melakukan pemogokan asalkan pelaksanaannya sesuai dengan hukum Negara yang bersangkutan. 2) Pasal ini tidak menghalangi dikenakannya pembatasan yang sah atas pelaksanaan hak tersebut oleh anggota angkatan bersenjata, kepolisian atau pemerintahan Negara. 3) Tidak satupun ketentuan dari pasal ini memberikan kewenangan kepada Negara-Negara Pihak Konvensi Internasional Organisasi commit to user Buruh Internasional 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perlindungan Hak Berorganisasi untuk mengambil langkah legislatif apapun yang akan mengurangi atau menerapkan hukum sedemikian rupa sehingga akan mengurangi jaminan-jaminan yang telah diberikan Konvensi itu. Hak untuk membentuk dan bergabung dalam serikat pekerja berhubungan erat dengan hak atas kebebasan berserikat, yang diakui secara luas pada semua hukum internasional tentang hak asasi manusia. Bersama dengan hak untuk melakukan pemogokan, hak ini bersifat dasar apabila hak para pekerja dan warga negara lain berdasarkan Kovenan ini akan diterapkan. b) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil Dan Politik Pasal 20 Piagam PBB, yaitu everyone has the right to freedom of peaceful assembly and association. No one may be compelled to belong to an association. Pasal 22 Kovenan Hak Sipil dan politik, yaitu : 1) Setiap orang berhak atas kebebasan untuk berserikat dengan orang lain, termasuk hak untuk membentuk dan bergabung dengan serikat buruh untuk melindungi kepentingannya. 2) Tidak satu pun pembatasan dapat dikenakan pada pelaksanaan hak ini, kecuali jika hal tersebut dilakukan berdasarkan hukum, dan diperlukan dalam masyarakat yang demokratis untuk kepentingan keamanan nasional dan keselamatan publik, ketertiban umum, perlindungan terhadap kesehatan atau moral masyarakat, atau perlindungan terhadap hak dan kebebasan orang lain. Pasal ini tidak boleh mencegah pelaksanaan pembatasan yang sah bagi anggota angkatan bersenjata dan polisi dalam melaksanakan hak ini. 3) Tidak ada satu hal pun dalam pasal ini yang memberi wewenang pada Negara-negara Pihak pada Konvensi Organisasi Buruh Internasional 1948 mengenai Kebebasan Berserikat dan Perlindungan atas Hak Berserikat untuk mengambil tindakan legislatif yang dapat mengurangi, atau memberlakukan hukum sedemikian rupa sehingga mengurangi, jaminan yang diberikan dalam Kovensi tersebut. c) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang digagas PBB pada tahun 1945 Pada Pasal 23 : 1) Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat pekerjaan yanga adil dan menguntungkan serta berhak atas perlindungan akan pengangguran; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama; 3) Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan menguntungkan, yang memberikan jaminan kehidupan yang bermartabat baik dirinya sendiri maupun keluarganya, dan jika perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya; 4) Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat pekerja/serikat buruh untuk melindungi kepentingannya. d) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Menurut Krisna Harahap pengertian dari Hak Asasi Manusia seperti dikemukakan oleh Jan Martenson dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB dapat disimpulkan dalam kalimat : “Human Right could be generally defined as those rights which are inherent in our nature and without which we can not live as human being”. Dengan demikian, menurut Jan Martenson, Hak Asasi Manusia itu merupakan hak yang melekat pada sifat manusia yang tanpa hak tersebut, manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia (Krisna Harahap, 2004 : 2). Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan, bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang” yang berarti adanya : 1) Hak berserikat dan berkumpul 2) Hak mengeluarkan pikiran (berpendapat) Kewajiban
untuk
memiliki
kemampuan
berorganisasi
dan
melaksanakan aturan-aturan lainnya, diantaranya: semua organisasi harus berdasarkan pada Pancasila asasnya.
e) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 23 :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya. 2) Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa. Pasal 24 : 1) Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai. 2) Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan. Pasal 25 : Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan.
f) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh Kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, serta mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum merupakan hak setiap warga negara. Untuk mewujudkan kemerdekaan berserikat pekerja,/buruh berhak membentuk dan mengembangkan serikat pekerja/serikat buruh yang bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Serikat pekerja/serikat buruh merupakan syarat untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela
kepentingan
dan
kesejahteraan
pekerja/buruh
beserta
keluarganya, serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keberadaan serikat pekerja saat ini lebih terjamin dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3898). Sebelum adanya UndangUndang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh, kedudukan serikat pekerja secara umum dianggap hanyalah sebagai kepanjangan tangan atau boneka dari majikan, yang kurang menereskan aspirasi anggotanya. Hal ini karena pada masa Orde Baru serikat pekerja atau serikat buruh hanya diperbolehkan satu yaitu serikat pekerja seluruh Indonesia (SPSI). Pada masa Orde Baru itu pulalah muncul suatu serikat buruh tandingan SPSI yaitu serikat buruh seluruh Indonesia (SBSI) di bawah Mochtar Pokpohan. Karena tidak dikehendaki oleh pemerintah Soeharto, akhirnya ia ditahan dan bebas setelah era reformasi. Pada masa reformasi setelah adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh, dimungkinkan dibentuk serikat buruh/ pekerja lebih dari satu. Hal ini menyebabkan keberadaan serikat pekerja/serikat buruh banyak didirikan di satu perusahaan. Sayangnya karena ketidak siapan buruh melaksanakan hak berserikat
dimanfaatkan
oleh
oknum
tertentu
untuk
mengeruk
keuntungan bagi kepentingannya sendiri dengan menjual bangsa. Dikatakan demikian karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh diperbolehkan serikat pekerja/buruh itu menerima sumbangan dana dari negara lain. Sering pula keberadaan serikat pekerja/buruh yang lebih dari satu jumlahnya di satu perusahaan justru memicu terjadinya perselisihan perburuhan yang dapat berakibat mogok kerja yang seharusnya justru bertentangan dengan tujuan disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh tersebut. Pengertian Serikat pekerja/serikat buruh berdasarkan
Pasal 1
angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat commit to user pekerja/serikat buruh, yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Pasal ini tidak dijadikan dasar dalam Pasal- Pasal selanjutnya, dan bertentangan dengan prinsip hak berserikat buruh, misalnya Pasal 2 Ayat (2). Pasal 2 Ayat (2) Serikat pekerja atau serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai asas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketentuan ini mengharuskan setiap Serikat buruh hanya boleh ada di Indonesia asalkan mempunyai asas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini bertentangan dengan prinsip hak berserikat, khususnya kebebasan organisasi untuk berfungsi : menjamin kerangka kegiatan ; administrasi, aktivitas dan program. Pasal 4 Ayat (1), Serikat Pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat
pekerja/serikat
buruh
bertujuan
memberikan
perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya. Hal ini sama juga membatasi tujuan Serikat Buruh. Tidak boleh dirumuskan tujuan lainnya. Pasal 4 Ayat (2), yaitu
Untuk mencapai tujuan sebagaimana
dimaksud dalam Ayat (1) serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi : 1) sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial; 2) sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama dibidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraaturan perundangundangan yang berlaku; 4) sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya; 5) sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 6) sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham dalam perusahaan. Hal ini dapat ditafsirkan sama juga membatasi fungsi Serikat Buruh. Tidak boleh dirumuskan fungsi lainnya, misalnya yang berkaitan dengan solidaritas antar Serikat buruh internasional. Pasal 5 Ayat (1), yaitu Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh. Jumlah ini terlalu sedikit, dan terlalu longgar. Akan berdampak negatif dengan kemungkinan muncul 100 Serikat Buruh dalam satu perusahaan yang mempunyai buruh 1000 orang. Pasal 9, Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk atas kehendak bebas pekerja/buruh tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha, pemerintah, partai politik, dan pihak manapun. Ketentuan ini dilemahkan oleh Pasal-Pasal lainnya. Misalnya berdasarkan surat telegram Kapolri Nomor Pol STR/227/2001 tertanggal 31 Mei 2001 dan surat Kapolda Metro Jaya Nomor Pol : B/6741/VIII/1997 Datro tertanggal 5 Agustus 1997, secara jelas melarang anggota satpam berserikat karena mengganggap Satpam sama seperti polisi. Adanya alasan mengapa satpam tidak mempunyai hak untuk berserikat hanya dititik beratkan pada alasan keamanan negara. Ada ketakutan pada Polri selaku petugas penjaga keamanan akan pemberian hak berserikat bagi satpam. Ketakutan akan keberpihakan satpam dalam membela kelompok pekerja/ buruh yang satu serikat dengannya. Hal ini tidak dapat dibenarkan. Termasuk pegawai negeri yang
hanya
dapat berorganisasi di Korpri saja commit to user (http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=Kovenan+Internasional+Ha
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kHak+Ekonomi%2C+Sosial+dan+Budaya+yang+mengatur+hak+berserik at&source=web&cd=9&ved=0CFMQFjAI&url=http%3A%2F%2Fimage s.asri1wj.multiply.com%2Fattachment%2F0%2FST4qqwoKCpcAAG8e Qe01%2FPETA%2520HAK%2520BERSERIKAT%2520BURUH%252 0DI%2520INDONESIA%2520TG%25201.doc%3Fnmid%3D144620035 &ei=dDh6T_76AoiriAeO6aWKAw&usg=AFQjCNHhXzJBndhoN07KB t2pKlW2tIPL6A). Pasal 18 Ayat (1), Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat
pekerja/serikat
buruh
yang
telah
terbentuk
memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat. Pasal ini dilemahkan dengan ketentuan Pasal 25 Ayat (1), berkaitan dengan hak atau kewenangan Serikat Buruh yang telah dicatatkan. Ketentuan Pasal 25 Ayat (1), yaitu : Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak : 1) membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha; 2) mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial; 3) mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan; 4) membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh; 5) melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Fungsi pencatatan ini, ternyata dijadikan dasar bagi keabsahan atau pengakuan keberadaan serikat Buruh. Hanya Serikat Buruh yang didaftarkan saja yang dapat berperkara di Pengadilan Hubungan industrial. Pasal 29, yaitu : 1) Pengusaha harus memberikan kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota commit serikat pekerja/serikat buruh untuk menjalankan to user kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dalam jam kerja yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
disepakati oleh kedua belah pihak dan/atau yang diatur dalam perjanjian kerja bersama. 2) Dalam kesepakatan kedua belah pihak dan/atau perjanjian kerja bersama dalam Ayat (1) harus diatur mengenai: (a) jenis kegiatan yang diberikan kesempatan; (b) tata cara pemberian kesempatan; (c) pemberian kesempatan yang mendapat upah dan yang tidak mendapat upah Pasal 31 Ayat (1), Dalam hal bantuan pihak lain, berasal dari luar negeri, pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Pada awalnya tujuan adanya pemberitahuan laporan keuangan kepada instansi adalah pencegahan terhadap tindak penyalahgunaan yang dilakukan pengurus Serikat Buruh. Dikhawatirkan pemberitahuan laporan keuangan itu akan memudahkan pemerintah dalam mencampuri program kerja Serikat Buruh. Pasal 36, dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tidak mencapai kesepakatan, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh diselesaikan sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Setelah adanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan
Perburuhan,
perselisishan
ini
menjadi
kewenangan Pengadilan hubungan industrial, yang semestinya menjadi kewenangan arbitarse karena menyangkut kebijakan.
g) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Sebagaimana diketahui bahwa peraturan ketenagakerjaan yang dipakai sekarang adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan. Dari peraturan tersebut dapat diketahui mengenai asas, tujuan dan sifatnya. Mengenai asas ini dapat dilihat commit to user pembangunan ketenagakerjaan dalam Pasal 3 yaitu bahwa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektor pusat dan daerah. Asas ini pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi, asas adil, dan merata (Abdul Khakim, 2003:6). Sedangkan tujuan dari peraturan ini menurut Manulang ialah untuk mencapai/melaksanakan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan sekaligus untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pengusaha (Abdul Khakim, 2003:7). Kemudian mengenai sifat hukum peraturan ini menurut Budiono membagi menjadi sifatnya yang imperatif dan fakultatif. Bersifat imperatif artinya harus ditaati secara mutlak, tidak boleh dilanggar. Bersifat fakultatif artinya dapat dikesampingkan pelaksanaannya (Abdul Khakim, 2003:8). Dalam operasionalnya Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tidak bisa dilakukan secara langsung. Dalam artian bahwa perlu adanya penjabaran untuk mengatur hubungan antara pekerja dan pengusaha. Penjabaran tersebut salah satunya adalah Perjanjian Kerja Bersama (PKB). PKB merupakan hasil dari kesepakatan untuk melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak pengusaha dan serikat pekerja. Dapat dilihat bahwa dibuatnya PKB adalah untuk mengatur syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak. Demikian pula bahwa PKB adalah merupakan perjanjian induk yang harus diperhatikan dalam membuat perjanjian kerja. Berdasarkan aturan normatif itulah maka dalam implementasinya PT. PLN (Persero) menerapkan aturan yang ada dengan membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara Pihak Manajemen dan Serikat Pekerjanya.
h) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) Dalam melakukan pekerjaan seseorang dapat melakukan usaha commit to user sendiri maupun bekerja sama dengan pihak lain serta dapat bekerja untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pihak lain. Dengan seseorang bekerja pada orang lain tersebut maka akan menimbulkan keterkaitan dalam pemenuhan hak dan kewajiban masingmasing. Maka untuk itu diperlukan suatu aturan yang dapat menjembatani kebutuhan semua pihak. Perkembangan ketenagakerjaan yang ada di Indonesia sudah sedemikian lamanya. Dalam perkembangan tersebut tentunya terdapat dinamika yang mengambarkan bagaimana hubungan ketenagakerjaan adalah hubungan kerja yang sangat komplek. Kemungkinan yang dapat terjadi dari hubungan kerja yang tidak seimbang adalah dapat terjadi perselisihan dalam melakukan pekerjaan. Perkembangan ketenagakerjaan yang ada di Indonesia sudah sedemikian lamanya. Dalam perkembangan tersebut tentunya terdapat dinamika yang mengambarkan bagaimana hubungan ketenagakerjaan adalah hubungan kerja yang sangat komplek. Kemungkinan yang dapat terjadi dari hubungan kerja yang tidak seimbang adalah dapat terjadi perselisihan dalam melakukan pekerjaan. Dalam bidang perburuhan timbulnya perselisihan antara pengusaha dengan para buruh biasanya berpokok pangkal karena adanya perasaanperasaan
kurang
puas.
Pengusaha
memberikan
kebijakasanaan-
kebijaksanaan yang menurut pertimbangannya sudah baik dan bakal diterima oleh para buruh namun karena buruh-buruh yang bersangkutan mempunyai pertimbangan dan pandangan yang berbeda-beda, maka akibatnya kebijaksanaan yang diberikan oleh pengusaha itu menjadi tidak sama, buruh yang merasa puas akan tetap bekerja dengan semakin bergairah sedangkan bagi buruh yang tidak puas akan menunjukkan semanggat kerja yang menurun hingga terjadi perselisihan. Secara umum bahwa yang menjadi pokok pangkal kekurangpuasan itu berkisar pada masalah-masalah (H. Zainal Asikin, 2004: 202) : a) pengupahan; b) jaminan sosial; c) perilaku penugasan yang kadang-kadang dirasakan kurang sesuai kepribadian; d) daya kerja dan kemampuan kerja yang dirasakan kurang sesuai dengan pekerjaan yang harus diemban; e) adanya commit to user perburuhan ini dibedakan antara masalah pribadi. Mengenai perselisihan
perpustakaan.uns.ac.id
perselisihan
digilib.uns.ac.id
hak
(rechtsgeschillen)
dan
perselisihan
kepentingan
(belangen-geschillen). Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena satu pihak tidak memenuhi isi perjanjian kerja, perjanjian perburuhan, peraturan majikan ataupun menyalahi ketentuan hukum. Sedangkan perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang terjadi akibat dari perubahan syarat-syarat perburuhan atau dengan kata lain perselisihan yang timbul berhubung dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai syarat-syarat kerja dan atau keadaan perburuhan (H. Zainal Asikin, 2004: 205-206). Dalam pengaturan ketenagakerjaan yang baru konsep yang dipakai adalah perselisihan hubungan industrial, yaitu perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau
gabungan
pengusaha
dengan
pekerja/buruh
atau
serikat
pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan (Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan). Untuk mengatur hubungan tersebut maka diperlukan peraturan dalam bidang ketenagakerjaan yang dapat dipakai sebagai rambu maupun aturan normatif bagi pelaksanaan kerja. Hal tersebut menginggat kedudukan pekerja yang lebih lemah dari pengusaha. Maka dengan demikian hendaknya peraturan tersebut dapat mencapai keadilan sosial untuk melindungi pekerja atau buruh. Dalam hal ini pemerintah mengakomodasinya dalam peraturan perUndang-Undangan dengan di sahkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).
i) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1998 Tentang Pengesahan
Convention
(Number
87) Concerning
Freedom
Of
Association And Protection Of The Right To Organise (Konvensi Nomor commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi) Kebebasan berserikat dan perlindungan hak berorganisasi juga dituangkan dalam Konvensi International Labour Organitation (ILO) Nomor 87 Tahun 1956 tentang Freedom Of Association and Protection Of The Right to Organize (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk
Berorganisasi), dimana
pemerintah Indonesia telah meratifikasinya melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
83 Tahun 1998 Tentang Pengesahan
Convention (Number 87) Concerning Freedom Of Association And Protection Of The Right To Organise (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi) yang berbunyi sebagai berikut : 3.
Pasal (2) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention (Number 87) Concerning Freedom Of Association And Protection Of The Right To Organise (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi). “Para pekerja dan Pengusaha, tanpa perbedaan apapun, berhak untuk mendirikan dan menurut aturan organisasi masing-masing bergabung dengan organisasi-organisasi atas pilihan mereka sendiri tanpa pengaruh pihak lain;” 4. Pasal (4) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention (Number 87) Concerning Freedom Of Association And Protection Of The Right To Organise (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi) “Organisasi pekerja dan pengusaha tidak boleh dibubarkan atau dilarang kegiatannya oleh penguasa administratif.”
2. Kesesuaian Pendirian Serikat Pekerja di PT. PLN (PERSERO) dengan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku Sebelum terbentuknya organisasi serikat pekerja, seluruh pegawai PT. PLN (Persero), seperti juga perusahaan-perusahaan BUMN lainnya, secara otomatis menjadi anggota KORPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia). commit to user para pegawai PT. PLN (Persero) Memasuki masa reformasi, geliat keinginan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk membentuk organisasi sebagai wadah pegawai yang benar-benar dapat mengakomodasi kepentingan mereka, mulai terasa pada penghujung tahun 1998. Di mana pihak manajemen harus memberi kebebasan kepada para pekerjanya dan tidak mengintervensi pembentukan serikat pekerja. John Logan dalam British Journal of Industrial Relations menjelaskan bahwa (John Logan, 2006 : 44) : Hughes recommends that companies state explicitly their dedication to a union-free environment. He suggests that, from the point that employees are first hired, firms tell them: ‘This is a union-free operation, and it is our desire that it always will be that way’ (Hughes 1984; Hughes and DeMaria 1984). Hughes stresses that managers and supervisors must be willing and able to convey the firm’s unionfree philosophy. Indeed, he views this as a proxy for his or her loyalty to the firm: ‘Every person in a leadership role must accePT. the union-free responsibility as part of the job, or leave . . . Disagreement with or deviation from this goal cannot be tolerated on the part of any manager or supervisor.’ As to what to do with those who are unwilling or unable to commit to the firm’s union-free goals, Hughes suggests that employers ‘place them with your competitors . . . Either they share in the belief system or they cannot be managers in your organization’ (Hughes 1984). In the 1970s–1990s, a growing number of corporations issued explicit statements of their unionfree philosophies. Reflecting the growing popularity of union-free statements, the National Association of Manufacturers’ Council on a Union-Free Environment published a booklet, Union-Free Position Statements — Samples from 50 Companies (by Edward J. Dowd, Jr.). Hal tersebut tercermin pada pertemuan pada tanggal 3 Desember 1998 antara Pengurus Korpri dengan perwakilan pegawai di Gedung Penunjang Lantai 2 Kantor Pusat PT. PLN (Persero). Pertemuan itu membuahkan rencana dibentuknya Tim Penyuluhan Pembentukan Wadah Organisasi Serikat Pekerja Pegawai PT. PLN (Persero), dan sambil menunggu terbentuknya organisasi tersebut, maka KORPRI dibubarkan oleh Direktur Utama PT. PLN (Persero) dan untuk membina pegawai di luar kedinasan dibentuklah wadah yang disebut dengan BKK (Badan Kesejahteraan Karyawan).
Pada
Musyawarah
Nasional
(MUNAS)
KORPRI
yang
dilaksanakan pada tanggal 15 s/d 17 Februari 1999, dan diikuti oleh kurang commit to user lebih 900 peserta terdiri dari 483 unsur (Pusat, Departemen, Propinsi, DT II,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BUMN/D, Lembaga-lembaga Negara), tercetuslah hasil bahwa keanggotaan KORPRI bagi pegawai BUMN bersifat STELSEL AKTIF, yang berarti keanggotaanya tidak secara otomatis (berdasar unsur sukarela). Dengan hasil MUNAS KORPRI itu, semakin terbuka lebarlah kesempatan untuk membentuk
organisasi
Serikat
Pekerja
(
http://serikatpekerjapln.org/sejarah_sp.php). Diratifikasinya Konvensi ILO Nomor 87 tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat bagi Pekerja dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention (Number 87) Concerning Freedom Of Association And Protection Of The Right To Organise (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi) pada masa pemerintahan Presiden BJ. Habibie, maka dalam penerapannya setiap pekerja/pegawai disetiap perusahaan, baik perusahaan swasta, BUMN, BUMD termasuk anak-anak perusahaannya dapat mendirikan atau masuk pada suatu organisasi Serikat Pekerja secara sukarela dan tanpa paksaan dari pihak lain. Organisasi yang dimaksud adalah organisasi Serikat Pekerja yang sifatnya mandiri/independen dan tidak berafiliasi pada partai politik tertentu serta tidak diarahkan untuk mendukung pada suatu faham politik tertentu atau aliran suatu golongan tertentu
melainkan
bertujuan
memperjuangkan/membela
kepentingan
pekerja/pegawai dan keluarganya serta sebagai suatu wadah untuk meningkatkan kesatuan dan persatuan pegawai dalam rangka mewujudkan suasana kerja yang kondusif dan berupaya meningkatkan kinerja dan produktivitas kerja. Seiring dengan hal tersebut, Kementrian Pendayagunaan BUMN dengan pertimbangan bahwa kondisi kinerja BUMN akan lebih terkendali jika serikat pekerja di lingkungan BUMN terbentuk secara internal, segera mengadakan kegiatan-kegiatan. Kegiatan tersebut berupa Workshop tentang Pembentukan Serikat Pekerja pada tanggal 18 Februari 1999 di gedung Sucofindo Jakarta dan Lokakarya Pembentukan Serikat Pekerja dilingkungan to user BUMN pada tanggal 22 s/dcommit 23 Maret 1999. Ir. Ahmad Daryoko dan dua
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
orang dari kepegawaian mewakili PLN mengikuti lokakarya ini. Kemudian Menteri Negara Pendayagunaan BUMN cq. Staf Ahli Bidang Komunikasi dan
Pengembangan
SDM
menerbitkan
surat
Nomor
S.19/MSA-
5/BUMN/1999 tanggal 15 Maret 1999 perihal Instruksi Memfasilitasi Pendirian
Serikat
Pekerja
(http://sppln.org/index.php?option=com_content&view=article&id=47%3Ase lamat-datang&catid=35%3Aselamat-datang&Itemid=1). Organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) dapat berperan secara optimal sesuai dengan fungsi dan tujuan bila memiliki visi, misi, arah dan tujuan melalui penyusunan anggaran dasar/anggaran rumah tangga serta program kerja organisasi dan memilih pengurus organisasi. Hanya dengan dilandasi semangat kebersamaan serta berpikir positif organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) yang didukung seluruh pegawai (Kantor Pusat dan unit-unit diseluruh pelosok nusantara) dapat menyatukan seluruh Pegawai PT. PLN (Persero). Berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) adalah Organisasi yang sah dan terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor : KEP. 385/M/BW/1999 tanggal 13 Oktober 1999 serta telah tercatat pada Kantor Departemen Tenaga Kerja Kotamadya Jakarta Selatan dengan Nomor Bukti Pencatatan Nomor : 22/ V/N/IV/ 2001 tanggal 6 April 2001. Pusat Organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) sejak berdirinya pada 18 Agustus 1999 sampai saat ini di Gedung I Lantai 3 PT. PLN (Persero) Kantor Pusat, Jalan Trunojoyo Blok M I/135 Kebayoran Baru Jakarta Selatan dan anggotanya tersebar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Struktur Organisasi sebagai berikut : 1) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) SP PLN berkedudukan di Gedung I Lantai 3 PT. PLN (Persero) Kantor Pusat, Jalan Trunojoyo Blok M I/135 Kebayoran Baru Jakarta Selatan; 2) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) SP PLN berkedudukan di Wilayah Propinsi atau tingkat Unit Wilayah PLN; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) SP PLN berkedudukan di Kabupaten/ Kota atau PLN tingkat Cabang; 4) Dewan Pimpinan Anak Cabang (DPAC) SP PLN berkedudukan ditingkat ranting atau Sub Region. Pada tanggal 31 Mei 2007 Sdr. Ahmad Daryoko terpilih sebagai Ketua Umum melalui Musyawarah Besar SP PLN pada tanggal 29 sampai dengan 31 Mei 2007 di Yogyakarta, terpilih secara aklamasi dalam Pemilihan Ketua Umum dengan sistem Formatur Tunggal untuk Masa Bhakti 20072011, sudah diberitahukan dan diklarifikasi oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Selatan dengan Nomor surat : 4496/ - 1.838, tanggal 05 Nopember 2009, perihal pemberitahuan, dan Nomor : 3164/ - 1.835.3, tanggal 10 Juni 2010, Perihal Klarifikasi Pencatatan Organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) dan Keputusan Mubes Nomor 11/SK/MUBES/SPPLN/2007 (http://sppln.org/index.php?option=com_content&view=article&id=111:lemb ar-fakta-pemberangusan-serikat-pekerja-pt-pln-persero&catid=44:depthumas&Itemid=61). Pada tanggal 15 Oktober 2009 telah ada suatu pertemuan/ rapat yang dihadiri oleh Pengurus DPP SP PLN dan DPD SP PLN Seluruh Indonesia dan Ir. Ahmad Daryoko selaku Ketua Umum DPP SP PLN tidak diberikan undangan rapat, bahkan peserta rapat banyak yang protes atas kejadian tersebut dan dalam notulen yang intinya adalah hasil Keputusan Musyawarah Besar SP PLN pada tanggal 29 sampai dengan 31 Mei 2007 di Yogyakarta adalah sah dan Sdr. Ahmad Daryoko masih selaku Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja PT. PLN (PERSER) dan ada usulan Musyawarah Nasional Luar Biasa (MUNASLUB) yang dilaksanakan oleh DPP SP PLN pada tanggal 4-5 Nopember 2009. Pimpinan Sidang rapat dan/ atau yang mengundang acara rapat tersebut Saudara Iman Kukuh Pribadi dan Herman tanggal 15 Oktober 2009 tidak menyampaikan hasil notulen rapat tersebut kepada Ir. Ahmad Daryoko selaku Ketua Umum yang sah sesuai to user hasil notulen tersebut, bahkancommit diketahui yang bersangkutan beserta pengurus
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lainnya sudah membuat kepanitiaan acara Musyawarah Nasional Luar Biasa tanpa ijin dan persetujuan Ketua Umum yang sah. Pada tanggal 22 Oktober 2009 Ketua Umum DPP SP PLN yang masih sah sesuai dengan AD/ART masih melekat hak dan kewajibannya untuk menjalankan tugas Organisasi SP PLN memutuskan melakukan perubahan pengurus DPP SP PLN periode 2007-2011 dan sudah disampaikan pemberitahuannya kepada Kepala Kantor Suku Dinas tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta selatan dan Direktur Utama PT. PLN (Persero). Adanya informasi ataupun kenyataan beberapa orang yang sudah tidak menjadi pengurus DPP SP PLN mempengaruhi dan mengundang DPD SP PLN seluruh Indonesia untuk menyelenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa pada tanggal 19-20 Nopember 2009 di Kota Medan dan difasilitasi oleh Manajemen PT. PLN (PERSERO) hal ini sangat merugikan kepentingan DPP SP PLN yang diketuai Ir. Ahmad Daryoko dan bahkan suatu pengingkaran amanah organisasi karena tidak sesuai dengan AD/ART SP PLN sebagaimana hasil Musyawarah Besar SP PLN pada tanggal 29 sampai dengan 31 Mei 2007 di Yogjakarta (http://sppln.org/index.php?option=com_content&view=article&id=111:lemb ar-fakta-pemberangusan-serikat-pekerja-pt-pln-persero&catid=44:depthumas&Itemid=61). Berdasarkan Pasal 20 Anggaran Rumah Tangga SP PLN menyatakan bahwa Musyawarah Nasional Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Dewan Pimpinan Daerah yang salah satu wewenangnya berdasarkan Pasal 19 Anggaran Rumah Tangga SP PLN adalah untuk memilih dan mengesahkan Ketua Umum/Ketua Formatur melalui pemilihan langsung. Direktur Utama PT. PLN (PERSERO) tanggal 23 April 2010 telah melakukan Penandatanganan PKB 2010-2012 dengan Saudara Riyo Supriyanto, memberikan segala fasilitas bantuan biaya hanya kepada kegiatan Serikat Pekerja PLN yang Ketuanya Riyo Supriyanto yang menggunakan Logo/Lambang dan Nama yang sama dengan Logo/Lambang dan Nomor Pencatatan atas organisasi SP PLN yang Ketua Umumnya Ir. Ahmad commit to userintervensi Manajemen PT. PLN Daryoko, hal ini membuktikan adanya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(PERSERO) terhadap masalah internal organisasi SP PLN bahkan ditengarai bertujuan untuk melemahkan kedudukan Hukum (legal standing) terhadap Ahmad Daryoko selaku Pemohon Yudicial Review Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan terhadap Pasal. 33 ayat (2) UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia , sehingga sikap dan tindakan dari Manajemen PT. PLN (PERSERO) tersebut merupakan tindakan yang bertentangan dengan normanorma/kaedah kepatutan maupun ketentuan perundangan yang berlaku (http://sppln.org/index.php?option=com_content&view=article&id=111:lemb ar-fakta-pemberangusan-serikat-pekerja-pt-pln-persero&catid=44:depthumas&Itemid=61). Dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Medan pada 19 Nopember 2009. Saat itu Riyo terpilih sebagai Ketua Umum DPP SP PLN dengan dukungan 31 wilayah dari total 36 DPD. Hal ini sudah memenuhi syarat prosentasi dukungan minimal, dan kemudian kepengurusan di bawah pimpinan Riyo pula yang akhirnya menandatangani Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dengan PT PLN Persero yang telah didaftarkan ke Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja No. KEP.66/PHIJSK-PKKAD/PKB/V/2010. Akan tetapi, pada tanggal 31 Mei 2007 Sdr. Ahmad Daryoko terpilih sebagai Ketua Umum melalui Musyawarah Besar SP PLN pada tanggal 29 sampai dengan 31 Mei 2007 di Yogyakarta, terpilih secara aklamasi dalam Pemilihan Ketua Umum dengan sistem Formatur Tunggal untuk Masa Bhakti 2007-2011, sudah diberitahukan dan diklarifikasi oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Selatan dengan Nomor surat : 4496/ - 1.838, tanggal 05 Nopember 2009, perihal pemberitahuan, dan Nomor : 3164/ 1.835.3, tanggal 10 Juni 2010, Perihal Klarifikasi Pencatatan Organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) dan Keputusan Mubes Nomor 11/SK/MUBES/SP-PLN/2007 Keputusan Musyawarah Besar merupakan suatu perikatan para pihak user ketika para pihak sudah sepakat antara pemberi dan penerima commit mandat,toartinya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
maka kesepakatan itu merupakan undang-undang tertinggi bagi para pihak. Sudah memenuhi Pasal 1338 kitab undang-undang hukum perdata “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” Hubungan antara Ketua Umum terpilih sebagai penerima mandat dengan pemberi mandat pada Mubes adalah Kesepakatan tertinggi bagi para pihak artinya Keputusan Mubes adalah ketetapan tertinggi organisasi SP PLN yang dilaksanakan 4 tahun sekali. Dimana dalam Mubes tersebut ditetapkan bahwa Ahmad Daryoko adalah Ketua Umum SP PLN periode 2007-2011. Munaslub berdasarkan Pasal 20 Anggaran Rumah Tangga SP PLN diselenggarakan apabila organisasi mengalami keadaan yang sangat genting sehingga mengancam kelangsungan hidup organisasi, sedangkan Munaslub yang diselenggarakan di Medan dilakukan atas dasar pensiunnya Ahmad Daryoko per 1 Juni 2009 yang dianggap keadaan genting. Akan tetapi berdasarkan Pasal 19 Anggaran Rumah Tangga SP PLN dijelaskan bahwa pemberhentian pengurus adalah atas dasar : meninggal dunia,
mengundurkan
diri,
dan
diberhentikan
karena
tidak
dapat
melaksanakan kewajibannya dan atau tidak memenuhi ketentuan sebagai pengurus. Sedangkan dalam AD/ART SP PLN sendiri tidak ada ketentuan yang memuat syarat-syarat menjadi pengurus SP PLN. Sesuai AD/ART Organisasi SP PLN acara Musyawarah Nasional/ Musyawarah Nasional Luar Biasa fungsi dan tugasnya sama, harus memenuhi ketentuan formil dan materiilnya di mana waktu dan tempatnya ditentukan oleh DPP SP PLN, Penanggung Jawab atas acara adalah Ketua Umum SP PLN, bukan oleh sekelompok orang yang mengatas namakan seluruh pengurus DPP SP PLN. Manajemen PT. PLN (PERSERO) tidak mempunyai wewenang dan kompetensi untuk intervensi persoalan Internal Organisasi SP PLN, ataupun memihak menyatakan suatu organisasi Serikat Pekerja dilingkungan perseroan sah atau tidak, yang berwenang untuk melakukan Verifikasi dan pencatatan suatu Organisasi serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah Instansi Pemerintah yang membidangi ketenagakerjaan yaitu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat. Undang-Undang serikat pekerja/serikat buruh tidak diatur bahwa adanya kewajiban bagi pekerja untuk meminta ijin terlebih dahulu kepada perusahaan sebelum mendirikan serikat pekerja/serikat buruh. Yang diatur dalam Undang-Undang serikat pekerja/serikat buruh adalah pemberitahuan setelah serikat pekerja/serikat buruh itu mencatatkan diri ke dinas Tenaga Kerja Setempat (Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang
Serikat
pekerja/serikat
buruh).
Akan
tetapi
dengan
tidak
terpenuhinya ketentuan administrasi dalam pendaftaran SP ke Dinas Tenaga Kerja di mana pihak SP yang lain mendaftarkan SP yang baru dengan logo, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang sama dengan SP sebelumnya adalah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat menangguhkan pencatatan dan pemberian nomor bukti pencatatan dalam hal serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut.
B. Pelaksanaan Fungsi Serikat Pekerja di PT. PLN (PERSERO) Belum adanya ketentuan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Fungsi Serikat Pekerja/Buruh mengakibatkan diperlukan adanya interpretasi dari ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 (Asri Wijayanti, 2009 :92). Dalam fungsinya sebagai sebuah organisasi Serikat Pekerja, Serikat Pekerja di PLN (PERSERO) melaksanakan hal-hal sebagai berikut : 1. Sebagai Pihak dalam Pembuatan PKB dan Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Fungsi pertama dari Serikat Pekerja/Buruh adalah sebagai pihak dalam penyusunan perjanjian kerja bersama atau PKB. Istilah perjanjian kerja to user bersama (PKB) ada setelahcommit diundangkannya Undang-Undang Nomor 21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tahun 2000, dimaksudkan untuk menggantikan kedudukan kesepakatan kerja bersama (KKB). Pembuat Undang-Undang menganggap pengertian dari PKB sama dengan KKB. PKB merupakan terjemahan dari Collective Labour Agreement (CLA). Sentanoe Kertonegoro, menganggap KKB tidak sama dengan PKB, menurutnya Perjanjian Kerja Bersama adalah: a.
b. c.
d.
Dasar dari individualisme dan liberalisme (free fight liberalisme) berpandangan bahwa antara pekerja dan pengusaha adalah dua pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda dalam perusahaan. Mereka bebas melakukan perundingan dan membuat perjanjian tanpa campur tangan pihak lain. Dibuat memlalui perundingan yang bersifat tawar-menawar (bargaining) masing-masing pihak akan berusaha memperkuat kekuatan tawarmenawar, bahkan dengan menggunakan senjata mogok dan pemogokan perusahaan. Hasilnya adalah perjanjian yang merupakan keseimbangan dari kekuatan tawar-menawar. Adapun Kesepakatan Kerja Bersama (Sentanoe Kertonegoro, 1999 :
106), yakni : a. Dasar adalah hubungan industrial Pancasila berpandangan bahwa antara pekerja dan pengusaha terdapat hubungan yang bersifat kekeluargaan dan gotong royong. b. Mereka bebas melakukan perundingan dan memuat perjanjian asal saja, tetapi memperhatikan kepentingan yang lebih luas, yaitu masyarakat, bangsa, dan negara. c. Dibuat melalui musyawarah untuk mufakat, tidak melalui kekuatan tawar-menawar, tetapi yang diperlukan sifat yang keterbukaan, kejujuran, dan pemahaman terhadap kepentingan semua pihak. Kehadiran serikat pekerja dalam rangka meningkatkan kerja sama dan tanggung jawab bersama. d. Hasilnya adalah suatu kesepakatan yang merupakan titik optimal yang bisa dicapai menurut kondisi yang ada, dengan memperhatikan kepentingan semua pihak. Apabila dicermati pendapat Sentanoe mengenai perbedaan antara PKB dengan KKB, tampak ada peluang yang dapat dipergunakan oleh majikan dalam memanfaatkan suatu keadaan dari pengertian KKB, lebih ditekankan semua pihak tidak hanya mengutamakan kepentingannya, tetapi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
harus memperhatikan juga kepentingan bangsa dan negara. Sebagai contoh pemerintah telah menetapkan upah minimum provinsi/kota. Ketentuan upah minimum provinsi yang selanjutnya disebut dengan UMP itu seolah-olah dijadikan dasar bagi majikan untuk memberikan upah kepada buruhnya selama-lamanya tanpa melihat lama kerja buruh, prestasi, atau keuntungan yang diperoleh perusahaan. Memang ada peningkatan upah berdasarkan lamanya masa kerja dan prestasi, tetapi apabila dibandingkan dengan perolehan keuntungan majikan sangat jauh. Ada dalih dari majikan untuk tidak memberikan kenaikan upah bagi buruhnya di atas ketentuan UMP, yaitu perusahaan bisa saja memberikan kenaikan upah berdasarkan presentasi keuntungan
yang diperoleh
perusahaan, tetapi hal ini tidak dilaksanakan karena nanti akan diprotes oleh perusahaan yang sejenis yang dapat mengakibatkan pemogokan kerja di perusahaan lainnya, sehingga mengganggu stabilitas nasional. Dari uraian itu, paradigma dari KKB ke PKB memberikan posisi mandiri bagi serikat pekerja untuk berperan dalam pembuatan PKB. Sebagai pihak yang terlibat dalam pembuatan PKB saat ini ternyata menimbulkan problema. Setelah adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dimungkinkan terbentuk lebih dari satu Serikat Pekerja/Buruh di satu perusahaan. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya. Pada masa itu karena Serikat Pekerja/Buruh hanya diakui satu di seluruh Indonesia, yaitu serikat pekerja seluruh Indonesia (SPSI) maka hanya SPSI unit kerja PT. X saja yang berhak sebagai pihak dalam pembuatan KKB apabila jumlahnya memenuhi ketentuan jumlah anggotanya adalah minimum 50% dari jumlah pekerja yang ada di perusahaan itu. Hal ini diatur dalam Pasal 130 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Konvensi ILO Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi, yaitu pengusaha dan pekerja mempunyai hak untuk membentuk dan tunduk hanya pada commit to user peraturan organisasi yang bersangkutan, serta bergabung dengan organisasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pilihannya sendiri. Adanya monopoli serikat pekerja pada saat itu dalam wadah SPSI menurut Soentanoe. Hanya dapat dibuat dalam hubungannya dengan perwakilan (representative) untuk maksud perundingan kolektif, konsultasi oleh pemerintah atau penunjukan wakil-wakil pada organisasi internasional. Tetapi tidak boleh digunakan untuk mencegah berfungsinya organisasi minoritas. Organisasi-organisasi minoritas setidak-tidaknya harus memiliki hak untuk melakukan perwakilan atas nama para anggotanya dan mewakili anggota dalam hal keluhan-keluhan individual. Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 maka ketentuan yang menyatakan bahwa hanya serikat pekerja yang didukung oleh 50% dari jumlah pekerja yang ada memerlukan penafsiran hukum karena apabila ketentuan itu dipaksakan maka serikat pekerja yang tidak di dukung oleh 50% jumlah buruh yang ada tidak akan dapat berkedudukan sebagai pihak dalam pembuatan PKB. Serikat Pekerja/Buruh tersebut harus berupaya untuk mencari dukungan untuk memperbanyak jumlah anggotanya, supaya dapat mencapai angka 50%. Kesulitan lain akan timbul apabila ternyata di suatu perusahaan terdapat lebih dari satu Serikat Pekerja/Buruh sementara dari serikat yang telah ada itu belum mencapai dukungan oleh 50% jumlah buruh yang ada. Penafsiran hukum itu di antaranya adalah meniadakan ketentuan banyaknya presentasi dukungan terhadap serikat buruh itu dari jumlah buruh yang ada. Semua Serikat Pekerja/Buruh yang telah ada di perusahaan itu mempunyai kedudukan yang sama dan berhak sebagai pihak dalam pembuatan PKB tanpa memperhatikan presentasi dukungan dari jumlah buruh yang ada. Adapun jumlah anggota dari satu serikat buruh yang akan ikut berunding dalam pembentukan PKB ditentukan berdasarkan presentasi. Misalnya, di suatu perusahaan terdapat lima serikat buruh, yaitu : a.
Serikat Buruh A di dukung oleh 30% dari jumlah buruh yang ada,
b.
Serikat Buruh B di dukung oleh 20% dari jumlah buruh yang ada,
c.
Serikat Buruh C di dukung oleh10% dari jumlah buruh yang ada, commit userdari jumlah buruh yang ada, dan Serikat Buruh D di dukung olehto30%
d.
perpustakaan.uns.ac.id
e.
digilib.uns.ac.id
Serikat Buruh E di dukung oleh 10% dari jumlah buruh yang ada. Semua serikat buruh yaitu ABCD dan E mempunyai kedudukan
yang sama sebagai pihak dalam pembuatan PKB. Hanya saja wakil serikat buruh yang telah ada itu untuk dapat menjadi pihak yang akan melakukan perundingan ditentukan berdasarkan presentasi perolehan dukungan. Hal ini disebut dalam Pasal 130 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dengan menugaskan seluruh serikat pekerja/buruh yang ada di perusahaan itu untuk melakukan tim perunding secara proporsional. Ketentuan Pasal 120 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan berlaku bagi perusahaan yang memiliki lebih dari satu serikat buruh, yaitu batasan serikat buruh yang berhak mewakili buruh dalam perundingan pembuatan PKB apabila : 1) jumlah keanggotaannya lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut. Apabila tidak terpenuhi ; 2) serikat pekerja/serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut untuk mewakili dalam perundingan dengan pengusaha. 3) tidak terpenuhi, maka para serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja/serikat buruh. Dari ketentuan di atas dapat tafsirkan terdapat kemungkinan agar Serikat Buruh dapat menjadi pihak dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama yaitu apabila jumlah anggotanya 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan atau mendapat dukungan lebih dari 50% lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah buruh di perusahaan tersebut maka berhak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk mewakili buruh dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama. Apabila tidak terpenuhi maka dibentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat buruh. Perjanjian Kerja Bersama harus dibuat dalam bentuk tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal perjanjian kerja bersama dibuat tidak menggunakan bahasa Indonesia, maka perjanjian kerja bersama tersebut harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi yang telah disumpah dan hasil terjemahan tersebut dianggap sebagai perjanjian kerja bersama yang telah memenuhi syarat perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 116 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Berdasarkan Kep.48/Men/IV/2004
ketentuan tentang
yang tentang
diatur Tata
dalam cara
Pasal
21
Pembuatan
dan
pengesahan Peraturan perusahaan serta pembuatan dan pengesahan Perjanjian Kerja Bersama, perjanjian kerja bersama sekurang-kurangnya harus memuat : 1) nama, tempat kedudukan serta alamat serikat pekerja/serikat buruh; 2) nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan; 3) nomor serta tanggal pencatatan serikat pekerja/serikat buruh pada instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
Kabupaten/Kota; 4) hak dan kewajiban pengusaha 5) hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh; 6) jangka waktu dan mulai berlakunya perjanjian kerja bersama;dan 7) tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama. Menurut ketentuan didalam Pasal 124 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Perjanjian kerja bersama haruslah paling sedikit memuat: 1) Hak dan kewajiban pengusaha; commit to user 2) Hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama; dan 4) Tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama Selanjutnya fungsi Serikat Pekerja/Buruh yang lainnya adalah sebagai pihak dalam penyelesaian perselisihan industrial. Perselisihan hubungan industrial berdasarkan ketentuan ketentuan Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yaitu perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antarserikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan. Dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa perselisihan industrial dapat terjadi antara pengusaha dan pekerja, pengusaha atau gabungan pengusaha dan serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja. Selain itu, perselisihan perburuhan itu obyeknya dapat meliputi : 1) Pelaksanaan norma kerja di perusahaan; 2) Pelaksanaan syarat-syarat kerja di suatu perusahaan; 3) Hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja; 4) Kondisi kerja di perusahaan Akan tetapi, dalam fungsinya sebagai wakil dalam pembuatan PKB tahun PKB 2010-2012, tidak semua Serikat Pekerja dilibatkan dalam pembuatan dan penandatangannya. Sehingga PKB baru yang dibuat tidak mewakili semua kepentingan pekerja karena tidak melibatkan Serikat Pekerja PLN yang diketuai oleh Ahmad Daryoko. Perbedaan antar PKB lama dan PKB yang baru dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel. 1 Perbedaan Antara PKB Lama dan PKB yang Baru Pasal Pasal 5
Isi pasal
PKB Lama a.
PKB Baru
mewakili, mewakili, commit to user membela dan membela dan
Keterangan 1.Terjadi diskriminasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ayat
melindungi
melindungi
kepada
2
anggotanya;
kecuali
anggota SP
point
apabila terbukti
yang
a
melanggar
diindikasika
peraturan
n
perundang2
an melakukan
dan
pelanggaran
peraturan
yang .
berlaku
di
lingkungan Perseroan Pasal
j.
mencalonkan menempatkan
5
anggotanya
Ayat
untuk
2
anggota
Pengawasan dana
point
Dewan
pensiun PLN yang
j
Pengawas Dana
mewakili peserta,
Pensiun yang
Hal ini lebih
anggotanya untuk
menjadi menjadi Dewan
tegas dan Baik
PLN dengan jumlah
dan
persyaratan sesuai dengan perundang2an yang berlaku Pasal
Melakukan
1.Fasilitas
5
perjalanan
untuk
Ayat
Dinas
2
kegiatan SP
hanya
point
yang biayanya
berupa
k
SP
untuk bukan
dibebankan pada commit to user
SPPD, hal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
anggaran
ini
operasional
mengurangi
serikat
pekerja hak SP
yang telah
2.
semua
ditetapkan
bantuan fasilitas untuk adalah bersifat tidak mengikat
Pasal
HAK ATAS
3.)
71
MANFAAT
menghitung
(lama
PENSIUN
manfaat pensiun manfaat pensiun
)
DAN
dipergunakan
dipergunakan
Pasal
PENGEMBALIA
rumus
rumus
61
N
dasar
sebagai sebagai berikut :
(IL)
IURAN
berikut:
PESERTA
Manfaat Pensiun faktor I
Untuk 3.)
=
untuk
menghitung
dasar
Manfaat pensiun =
Faktor penghargaan
x
Penghargaan X penghargaan dasar Masa Kerja X pensiun penghargaan dasar pensiun I Manfaat Pensiun II
=
Faktor
Penghargaan X Masa Kerja X PhDP commit to user
SP
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pasal
PEMUTUSAN
i.
Dalam
hal 1.
72
HUBUNGAN
Pegawai terkena Pegawai
(lama
KERJA
Pemutusan
Pemutusan
)
Hubungan Kerja
Hubungan
Pasal
(PHK)
(PHK)
62
sebagaimana
sebagaimana
(IL)
dimaksud dalam dimaksud Ayat
Dalam
hal
terkena
Kerja
(1), dalam Ayat (1),
diberikan uang pesangon
diberikan
uang
dan pesangon
dan
uang
uang
penghargaan
penghargaan masa
masa
kerja kerja sesuai Pasal
sesuai Pasal 61
51.
Pasal
KETENTUAN
(1)
Sebelum 1).
Sebelum
78
PERALIHAN
berlakunya PKB berlakunya
PKB
(lama
periode
tahun periode tahun
)
2006 –
Pasal
2008,
68
ketentuan
pelaksanaan PKB
(IL
pelaksanaan
periode
2010-2012
maka
maka ketentuan
tahun
KKB
periode 2006 -2008 dan
tahun
2002– perpanjangannya
2004
dan sesuai
dengan
perpanjangannya kesepakatan a
sesuai bersama
Kesepakatan
PT.
bersama
PLN
antara PT. PLN dengan
antara
(Persero) Serikat
(Persero) dengan Pekerja PT. PLN commit to user Serikat Pekerja (Persero)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PT. PLN
dinyatakan
(Persero)
berlaku
dinyatakan tetap (2). berlaku.
tetap
Dalam
hal
perundingan PKB
(2) Dalam hal 2012-2014 tidak perundingan
mencapai
PKB 2008-2010 kesepakatan, maka tidak
PKB
mencapai
yang
kesepakatan,
sedang
maka
2010-2012
berlaku,
PKB tetap
berlaku
2006-2008 yang untuk sedang berlaku, berlaku
paling
lambat 1 tetap (satu) tahun. untuk (4).
Pada
saat
paling lambat 1 PKB ini berlaku, (satu) tahun.
anggaran untuk SP PLN
belum
disetujui
dalam
RKAP
sesuai
Pasal 3 Ayat (3),
maka
Perseroan memberikan Surat Perintah Perjalanan kepada
Dinas
Pengurus
dan/atau anggota yang
ditugaskan
atas nama SP-PLN commit to useruntuk menghadiri
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
konferensi, kongres,
kursus,
seminar dan yang berhubungan dengan
kegiatan
SP-PLN
sesuai
dengan program
kerja
tahunan
SP-PLN
yang
disetujui
dengan mempertimbangka n
keuangan
perseroan
dan
akan diperhitungkan dengan
anggaran
yang
sudah
diajukan (5).
Peraturan
Disiplin Pegawai yang
menjadi
lampiran PKB
periode
2006-2008 dinyatakan
tetap
berlaku dan menjadi Lampiran PKB ini sampai disepakati commit to userperubahannya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(6).
Perseroan
dapat
mengatur
sistem SDM yang berlaku
bagi
pegawai
yang
diangkat
mulai
tahun 2011 (7).
Ketentuan
sistem
SDM
sebagaimana pada Ayat (6) diatur lebih lanjut dengan keputusan direksi yang dikomunikasikan dengan
Serikat
Pekerja dan merupakan bagian tak
terpisahkan
dari PKB ini Pasal
PENUTUP
(1)
Perubahan Perubahan
PKB
79
PKB
diadakan dibuat
(lama
atas kesepakatan berdasarkan
)
kedua
Pasal
pihak yang
69
akan dituangkan Pihak yang akan
(IL
dalam Adendum dituangkan dalam
belah kesepakatan kedua belah
serta ditetapkan Adendum dan atau berdasarkan
Amandemen serta
musyawarah ditetapkan commit to user untuk mufakat. berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
musyawarah untuk mufakat
dan
menjadi
bagian
yang terpisahkan
tidak dari
PKB ini. Sumber : http://sppln.org/dokumen/pdf/PKB_PERBANDINGAN_PASAL_PERPASAL.pd f Ada beberapa butir isi PKB baru ini yang perlu diperhatikan, antara lain : a.
Pada pasal 5 Ayat 2 point a, mewakili, membela dan melindungi kecuali apabila terbukti melanggar peraturan perundangudangan dan peraturan yang berlaku di lingkungan perseroan. Keterangan : Serikat Pekerja tidak bisa lagi melakukan advokasi kepada pegawai yang melakukan pelanggaran peraturan dan terjadi diskriminasi kepada anggota Serikat Pekerja yg diindikasikan melakukan pelanggaran.
b.
Pada PKB lama disebutkan untuk menghitung manfaat pensiun dipergunakan rumus dasar sebagai berikut: (1) Manfaat Pensiun I = Faktor Penghargaan X Masa Kerja X PhDP (penghargaan dasar pensiun) I (2) Manfaat Pensiun II = Faktor Penghargaan X Masa Kerja X PhDP II Sedangkan di PKB yang baru, rumus menghitung manfaat pensiun menjadi : Manfaat pensiun = faktor penghargaan x PhDP (penghargaan dasar pensiun). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari isi PKB baru ini yang sangat merugikan pegawai diantaranya penurunan kesejahteraan pegawai karena di kembalikan ke perundangundangan yang berlaku (Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003), masalah pesangon dan PHK mengacu ke Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, posisi kedudukan PKB baru ini secara hukum lebih rendah dari Edaran Direksi karena walaupun PKB ini telah ditandatangani SK Direksi tetap akan bertebaran dan masih banyak yang lainnya.
2. Sebagai Wakil dalam Lembaga Kerja Sama Fungsi Serikat Pekerja/Buruh yang kedua sebagai wakil dalam lembaga kerja sama. Hal ini telah diuraikan secara lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 4 Ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000,
yang
dimaksud
dengan
lembaga
kerja
sama
di
bidang
keternagakerjaan misalnya lembaga kerja sama yang bipatrid, lembaga kerja sama tripartid dan lembaga-lembaga lain yang bersifat tripartid seperti Dewan Pelatihan Kerja Nasional, Dewan Keselamatan kerja, atau Dewan Penelitian Pengupahan. Salah satu bentuk kerjasama yang melibatkan pihak serikat pekerja PT
PLN(
PERSERO),
contohnya
adalah
penandatangan
naskah
kesepakatan kerjasama antara Direktur Utama PLN Nur Pamudji dengan Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia (TII) Natalia Subagio, pada hari Selasa tanggal 6 Maret di Kantor PLN Pusat dalam praktek penyelenggaraan korporasi yang bersih dan bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme serta keinginan yang kuat dari PT PLN (Persero) untuk menegakkan Good Corporate Governance (GCG) dan anti korupsi dalam penyediaan tenaga listrik yang melibatakan semua kalangan internal PT. PLN, termasuk Serikat Pekerja PT. PLN. Dimana kerjasama ini bertujuan untuk memastikan, bahwa PLN dalam menjalankan usahanya menyediakan listrik bagi masyarakat luas, sungguh-sungguh menerapkan praktek GCG dan anti korupsi. Ruang lingkup kerjasama ini meliputi commit to user reformasi dalam Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) serta reformasi di sisi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pelayanan pelanggan (Bambang Dwiyanto, PLN Jalin Kerjasama Dengan Transparency
International
Indonesia
Dalam
Penerapan
GCG:
3. Sebagai Sarana Menciptakan Hubungan Industrial
yang
http://www.pln.co.id/?p=5127).
Harmonis, Dinamis, dan Berkeadilan Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) huruf c b Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, bahwa Serikat Pekerja/Buruh merupakan sarana dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada fungsi yang ketiga ini, Serikat Pekerja/Buruh diharapkan dapat menempatkan diri sebagai mitra usaha yang baik dan memperhatikan dua kepentingan yang berbeda untuk disatukan. Tetap memperjuangkan
aspirasi
pekerja
dengan
tanpa
mengabaikan
kepentingan pengusaha. Serikat Pekerja/Buruh harus bijaksana dan adil dalam melakukan pilihan kepentingan pekerja yang akan diperjuangkan dengan memperhatikan kondisi pengusaha. Di PT. PLN (PERSERO) sendiri untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan tercermin dalam pembuatan perjanjian kerja bersama (PKB) yang didiskusikan dengan perwakilan dari serikat pekerja yang isinya mampu mengakomodir semua kepentingan pihak pekerja dan manajemen secara seimbang.
4. Sebagai Sarana Penyalur Aspirasi Fungsi keempat sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya. Fungsi ini dalam penjelasan pasal demi pasalnya dikatakan cukup jelas. Padahal ketentuan ini masih membutuhkan penafsiran. Perlu adanya batasan mengenai hak dan kepentingan yang bagaimana yang perlu diperjuangkan, jangan sampai hak pekerja yang kurang penting sangat diperjuangkan dengan commit to user mengabaikan kepentingan bersama yang jauh lebih besar. Kenyataan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang ada banyaknya Serikat Pekerja/Buruh yang ada di perusahaan memicu terjadinya pertentangan antar-Serikat Pekerja/Buruh dengan dalih memperjuangkan hak anggota yang kurang prinsip untuk menarik simpati pekerja menjadi anggotanya. Misalnya adalah penerapan kontrak outsourcing yang merugikan pekerja outsourcing PLN, karena dalam perpanjangan kontrak, kebanyakan mempercepat
tidak
dibuat
sistem
amandemennya,
kerja
para
pekerja
dengan
alasan
outsourcing
untuk diminta
melaksanakan pekerjaan dulu, amandemen menyusul, dan akhirnya tidak kunjung dibuat. Dengan demikian posisi hukum pekerja sistem outsourcing sangatlah lemah, sebagaimana akhirnya mereka bekerja tanpa perlindungan hukum, pihak vendor mudah sekali memberhentikan mereka, jangka waktu kontrak yang tidak jelas membuat mereka tidak berdaya dalam melakukan pembelaan diri, karena sulit membentuk Serikat Pekerja/Buruh. Dengan kondisi seperti diatas maka Konfederasi Serikat Nasional yang mewadahi Serikat Pekerja dilingkungan Pekerja outsourcing PLN, telah mengirim surat kepada presiden yang di tembuskan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Negara BUMN, Direktur Utama PT. PLN, Komisi VII dan Komisi IX DPR RI dan sebagainya yang intinya : pertama, meminta kepada Presiden RI, agar melarang pelaksanaan sistem kontrak outsorcing di berlakukan di Indonesia. Kedua, meminta agar pekerja outsourcing PLN diangkat menjadi pagawai tetap PLN tanpa kecuali (Berita Hukum. Mogok Kerja, Serikat Pekerja PLN Ancam Mogok Nasional. http://beritahukum.com/detail_berita.php?judul=Serikat+Pekerja+PLN+ Ancam+Mogok+Nasional&subjudul=)
5. Sebagai Perencana, Pelaksana, dan Penanggung Jawab Pemogokan Buruh Fungsi kelima sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung commit to user jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
undangan yang berlaku. Fungsi ini saling berkaitan satu sama lain. Pemogokan sangat merugikan pihak-pihak dalam hubungan industrial. Pemogokan total atau sebagian berakibat penurunan atau bahkan penghentian produktivitas. Serikat Pekerja/Buruh yang bijaksana akan berpikir jauh tentang rencana dilaksanakannya pemogokan. Hasil dari pemogokan selalu dapat dihitung dengan mudah oleh pengusaha. Misalnya dalam satu hari kerja terdapat 8 jam kerja akan mengalami kerugian sebesar X rupiah. Kerugian ini dihitung dari perkiraan rata-rata hasil produksi apabila dilakukan oleh sekian jumlah pekerja dalam waktu sekian jam. Sebaiknya pengurus Serikat Pekerja/Buruh juga dibekali pengetahuan tentang manajemen produksi, supaya tidak dengan mudah mengajak serata memutuskan pemogokan kerja. Sebagai contoh, Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengancam akan menggelar aksi mogok kerja pada saat Idul Fitri. Jika pemerintah tetap meneruskan rencana pemisahan fungsi usaha PLN sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. Rencana aksi mogok kerja Serikat Karyawan PT PLN pada tanggal 27 November 2003, disampaikan Ketua Umum DPP Serikat Pekerja PLN Ahmad Daryono hari Rabu (19/11) siang (http://www.indosiar.com/fokus/karyawan-pln-akan-mogok-kerja-saatidul-fitri_26113.html).
C. Implikasi Hukum Bagi PT. PLN (PERSERO) Jika Mendiskriminasikan Salah Satu Serikat Pekerja Direktur Utama PT. PLN (PERSERO) tanggal 23 April 2010 telah melakukan Penandatanganan PKB 2010-2012 dengan Saudara Riyo Supriyanto, memberikan segala fasilitas bantuan biaya hanya kepada kegiatan Serikat Pekerja PLN yang Ketuanya Riyo Supriyanto yang menggunakan
Logo/Lambang
dan
Nama
yang
sama
dengan
Logo/Lambang dan Nomor Pencatatan atas organisasi SP PLN yang Ketua commit hal to user Umumnya Ir. Ahmad Daryoko, ini membuktikan adanya intervensi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Manajemen PT. PLN (PERSERO) terhadap masalah internal organisasi SP PLN bahkan ditengarai bertujuan untuk melemahkan Legal Standing/ kedudukan Hukum terhadap Ahmad Daryoko selaku Pemohon Yudicial Review Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan terhadap Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia , sehingga sikap dan tindakan dari Manajemen PT. PLN (PERSERO) tersebut merupakan tindakan yang bertentangan dengan norma-norma/kaedah kepatutan maupun
ketentuan
perundangan
yang
berlaku
(http://sppln.org/index.php?option=com_content&view=article&id=111:le mbar-fakta-pemberangusan-serikat-pekerja-pt-pln-persero&catid=44:depthumas&Itemid=61). Sesuai AD/ART Organisasi SP PLN acara Musyawarah Nasional/ Musyawarah Nasional Luar Biasa fungsi dan tugasnya sama, harus memenuhi ketentuan formil dan materiilnya di mana waktu dan tempatnya ditentukan oleh DPP SP PLN, Penanggung Jawab atas acara adalah Ketua Umum SP PLN, bukan oleh sekelompok orang yang mengatas namakan seluruh pengurus DPP SP PLN. Manajemen PT. PLN (PERSERO) tidak mempunyai wewenang dan kompetensi untuk intervensi persoalan Internal Organisasi SP PLN, ataupun memihak menyatakan suatu organisasi Serikat Pekerja dilingkungan perseroan sah atau tidak, yang berwenang untuk melakukan Verifikasi dan pencatatan suatu Organisasi serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah Instansi Pemerintah yang membidangi ketenagakerjaan yaitu Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat. Direksi PT. PLN (Persero) telah menandatangani PKB (Perjanjian Kerja Bersama) dengan Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) yang diketuai oleh Riyo Supriyanto dimana bila ditinjau dari segi hukum tidak sah, karena telah melanggar tatacara perundingan PKB. Hal ini adalah bentuk dari tindakan diskriminasi pihak manajemen PT. PLN (PERSERO). Dalam to user undang-undang Nomor 13commit Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bahwa dalam pembuatan PKB harus dapat mewakili semua pekerja. Sedangkan dalam pembuatan PKB tahun 2010 yang dilibatkan hanyalah SP PLN yang diketuai oleh Riyo Supriyanto, tanpa adanya pemberitahuan kepada SP PLN yang diketuai oleh Ahmad Daryoko sehingga menyebabkan adanya perselisihan tentang sah tidaknya PKB yang telah dibuat. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.16/MEN/XI/2011 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama Pasal 12 ayat (1) dijelaskan bahwa dalam pembuatan PKB dirundingkan oleh serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha. Kemudian dalam Pasal 16 ayat (1) dijelaskan bahwa : Dalam hal di perusahaan terdapat 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh, tetapi tidak memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan, maka serikat pekerja/serikat buruh dapat mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan PKB dengan pengusaha apabila serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan telah mendapat dukungan lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan melalui pemungutan suara. Pihak manajemen PT. PLN(PERSERO) dalam hal ini tidak memenuhi ketentuan pasal-pasal tersebut karena hanya melakukan perundingan dengan salah satu serikat pekerja yang telah memalsukan atribut dari serikat pekerja sebelumnya. Dalam pandangan kaum modal, pilihan dan tuntutan utama hidupnya tidak ada yang lain kecuali terjadinya akumulasi keuntungan, tapi ketika niat itu akan dijalankan, maka mereka berpikir masih ada kekuatan yang berpotensi dapat menghalanginya yakni serikat buruh. Maka diciptakanlah berbagai mekanisme untuk memberangus serikat buruh, baik secara jalan halus atau jalan paling kasar sekalipun. Inilah commit to user busting (pemberangusan serikat yang kemudian disebut sebagai union
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pekerja).. Praktek union busting (pemberangusan serikat pekerja) selalu terjadi dalam sejarah serikat pekerja diseluruh dunia. Praktek ini memiliki banyak bentuk seperti pemberangusan hak dasar berserikat dapat dilakukan dengan berbagai cara. Di antaranya yang paling nyata adalah dengan cara intimidasi, mutasi, PHK, pembentukan serikat boneka pro perusahaan dan perubahan status hubungan kerja buruh menjadi kontrak outsourcing. Praktek union busting adalah musuh bagi serikat pekerja di seluruh dunia karena itu harus dilawan secara bersama-sama oleh pekerja dimanapun
(http://esakertas-spekn.blogspot.com/2012/02/union-busting-
itu-harus-di-lawan.html). Atas tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen PT. PLN tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia dapat menimbulkan implikasi hukum, yaitu implikasi pidana dan implikasi privat atas pendiskriminasian salah satu serikat pekerja di PT. PLN (PERSERO) yang telah secara sah terdaftar di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Implikasi pidana yang ditimbulkan berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang menyatakan: Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota, dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara: a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi; b. tidak membayar ataumengurangi upah pekerja/buruh; c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun; d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh. Sehingga berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh ini mengatur sanksi kepada pelanggarnya yaitu pihak manajemen PT. PLN(PERSERO), yaitu: (1) Barang siapa menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana commit to user penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. Esensi pentingnya pekerja membentuk organisasi atau serikat pekerja/serikat buruh ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja/serikat buruh. Secara eksplisit konsideran Undang-Undang pekerja/serikat
Nomor buruh
21
Tahun
merupakan
2000
sarana
menyebutkan, untuk
serikat
memperjuangkan,
melindungi dan membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya, serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan. Ketentuan demikian ditegaskan kembali dalam Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat pekerja/serikat buruh
dan
Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
Tentang
Ketenagakerjaan yang intinya menyatakan serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Panitia pembentuk serikat pekerja/serikat buruh dalam mendirikan
serikat
pekerja/serikat buruh dilindungi oleh: c. Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul; d. Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat
pekerja/serikat
yang
menyatakan
bahwa
setiap
pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota Serikat pekerja/serikat buruh. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pasal 120 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mengamanatkan dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh maka yang berhak mewakili pekerja/buruh melakukan perundingan dengan pengusaha yang jumlah keanggotaannya lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut. Dalam hal pembuatan PKB yang baru pihak manajemen PT. PLN telah melakukan diskriminasi terhadap kepengurusan SP PLN lainnya karena hanya melibatkan SP PLN yang diketuai oleh Riyo Supriyanto. Direksi PLN yang mengetahui ada dualisme kepemimpinan SP, tidak boleh melakukan apapun, termasuk intervensi atau keputusan yang akan memihak salah satu SP PLN, sebelum pengurus dan anggota SP menyelesaikan perselisihan atau setelah ada putusan pengadilan yang menentukan siapa yang paling berhak menandatangani PKB dengan Direksi. Tindakan manajemen PT. PLN (PERSERO) yang telah melakukan pendiskriminasian terhadap salah satu serikat pekerja dengan tidak melibatkannya dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Tahun 2010-2012 dapat menimbulkan implikasi hukum atas kelegalitasan PKB tahun 2010-2012 tersebut. Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta melalui putusan majelis hakim bernomor 187/PHI.G/2011/PN.JKT.PST yang diketuai Dwi Sugiharto beranggotakan Sueden Simarmata dan Saut Christian Manalu, menyatakan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) periode 2010-2012 yang ada di PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), batal demi hukum. Akibatnya, PKB itu dinyatakan tak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim melihat dasar persoalan yaitu hak berserikat dan hak berunding bersama. Kedua hal tersebut merupakan bagian dari Standard Perburuhan Inti Internasional atau lebih dikenal dengan International Core Labour Standard. Majelis menilai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Serikat Pekerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan hanya menjelaskan secara garis besar tentang pembuatan user satu negara anggota organisasi PKB. Mengingat Indonesia commit adalah tosalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perburuhan internasional (International Labour Organization, ILO) maka majelis juga mengacu pada Konvensi ILO No 87 Tahun 1948 yang intinya menjelaskan tentang kebebasan berserikat dan Konvensi ILO No 98 Tahun 1949 tentang berlakunya dasar-dasar dari hak untuk berorganisasi dan untuk berunding bersama. Dua konvensi itu masing-masing diratifikasi Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956. Lebih jauh majelis menyatakan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Serikat Pekerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, tidak mengatur perselisihan internal dalam satu serikat pekerja yang sama. Oleh karenanya majelis mengacu pada Komite Kebebasan Berserikat ILO. Sebagaimana tercermin dalam paragraf 1121 dan paragraf 1122 dari intisari keputusan dan prinsip kebebasan berserikat. Dalam ketentuan itu apabila terjadi perselisihan internal di dalam serikat pekerja, perselisihan tersebut diselesaikan oleh anggota serikat pekerja itu sendiri. Misalnya melalui pengumpulan suara atau verifikasi. Bisa juga dengan menunjuk mediator atau arbiter independen yang disepakati kedua belah pihak atau melalui pengadilan. Namun tidak dapat dilakukan oleh otoritas administratif. Mengacu juga pada pasal 3 Konvensi ILO Nomor 87 dan Komite Kebebasan Berserikat ILO, hakim menyatakan pemerintah harus menahan diri untuk mengintervensi serikat pekerja. Hal serupa juga ditegaskan dalam paragraf 859 Komite Kebebasan Berserikat ILO dan menekankan pada pihak pengusaha untuk tidak melakukan intervensi kepada serikat pekerja. Berdasarkan hal itu otoritas publik dan pengusaha tidak boleh melakukan apapun yang berpihak pada salah satu kelompok dalam serikat pekerja. Di tengah dualisme kepemimpinan yang belum terselesaikan di tubuh SP PLN, majelis menilai pihak manajemen secara sepihak menentukan sendiri dengan siapa PKB itu dibuat, yaitu kubu SP PLN yang diketuai Riyo Supriyanto. Berdasarkan fakta itu majelis menilai pihak manajemen telah commit to user melanggar hak berserikat sebagaimana pasal 1 butir 1 dan pasal 3 Undang-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Serikat Pekerja. Selain itu melanggar prinsip keterwakilan anggota serikat pekerja dalam pembuatan PKB sebagaimana
pertimbangan
Mahkamah
Konstitusi
(MK)
dalam
memutus perkara No.115/PUU-VII/2009. Atas dasar itu majelis menyatakan PKB periode 2010–2012 yang telah ditandatangani oleh pihak manajemen dan SP PLN kepemimpinan Riyo Supriyanto itu batal demi hukum. Pembatalan itu disebabkan karena majelis melihat ada diskriminasi yang dilakukan terhadap SP PLN kepemimpinan Ahmad Daryoko, sehingga tidak berkesempatan berunding PKB. Untuk mencegah kekosongan hukum yang mengatur hak dan kewajiban antara pekerja dan pihak manajemen, hakim menyatakan PKB yang lama diberlakukan kembali sampai adanya PKB baru. PKB yang lama itu telah ditandatangani oleh Direktur PLN dan Ketua Umum SP PLN Ahmad Daryoko pada 27 Februari 2007. Berdasarkan Pasal 56 huruf b UndangUndang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menyatakan bahwa Pengadilan Hubungan Industrial mengadili pada tingkat pertama sekaligus terakhir jenis perselisihan kepentingan. Artinya tak ada upaya hukum kasasi bagi pihak yang tak puas dengan putusan hakim.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada permasalahan dan pembahasan yang telah penulis uraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Terjadi dualisme kepemimpinan serikat pekerja di PT.PLN (PERSERO) yaitu serikat pekerja yang diketuai oleh Ahmad Daryoko dan serikat pekerja yang diketuai oleh Riyo Supriyanto. Ahamad Daryoko terpilih sebagai ketua umum periode 2007-2011 berdasarkan Musyawarah Besar di
Yogyakarta.
Sedangkan serikat pekerja yang diketuai oleh Riyo Supriyanto adalah hasil dari keputusan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Medan, Munaslub ini walaupun memenuhi quorum, akan tetapi mengingkari ketentuan Pasal 10 Anggaran Rumah Tangga SP PLN mengenai Pemberhentian Pengurus, karena dalam hal ini Ahmad Daryoko tidak ada dalam kriteria pemberhentian pengurus sehingga nampak seperti adanya kudeta kepemimpinan. 2. Pelaksaan fungsi serikat pekerja PT. PLN (PERSERO) sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, akan tetapi dalam hal pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) bertentangan dengan ketentuan Pasal 120 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan ketentuan dalam tatacara pembuatan PKB berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.16/Men/XI/2011 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama, yang mengharuskan perundingan dalam pembuatan PKB harus melibatkan keterwakilan semua serikat pekerja secara proporsional. Dalam hal adanya dualisme kepemimpinan dalam SP PLN, pihak manajemen PT. commit to user
95
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PLN tidak berwenang menentukan pihak mana yang berhak menandatangani PKB. 3. Tindakan
manajemen
pendiskriminasian
dan
PT.
PLN
intimidasi
(PERSERO) salah
satu
yang
serikat
melakukan
pekerja
dapat
menimbulkan implikasi hukum, baik pidana maupun privat. Yaitu dengan adanya ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang menyatakan bahwa terjadinya intimidasi dalam bentuk apapun terhadap serikat pekerja dapat dikenai sanksi berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yaitu : (1) Barang siapa menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. Sedangkan implikasi hukum privat terkait dengan legalitas Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah dibuat antara pihak manajemen PT. PLN (PERSERO) dengan pihak serikat pekerja yang diketuai oleh Riyo Supriyanto, Di tengah dualisme kepemimpinan yang belum terselesaikan di tubuh SP PLN, pihak manajemen secara sepihak menentukan sendiri dengan siapa PKB itu dibuat, yaitu kubu SP PLN yang diketuai Riyo Supriyanto. Berdasarkan fakta tersebut pihak manajemen telah melanggar hak berserikat sebagaimana pasal 1 butir 1 dan pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Serikat Pekerja. Selain itu melanggar prinsip keterwakilan anggota serikat pekerja dalam pembuatan PKB sebagaimana pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam memutus perkara No.115/PUU-VII/2009. Atas dasar itu majelis menyatakan PKB periode 2010–2012 yang telah ditandatangani oleh pihak manajemen dan SP PLN kepemimpinan Riyo Supriyanto itu batal demi hukum. Pembatalan itu disebabkan karena majelis melihat ada diskriminasi yang dilakukan terhadap SP PLN kepemimpinan commit to user Ahmad Daryoko, sehingga tidak berkesempatan berunding PKB.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berlaku, dengan alasan apapun manajemen PT. PLN (PESERO) tidak diperbolehkan melakukan intervensi terhadap urusan Serikat Pekerja yang ada di PT. PLN (PERSERO). Dan jika ada lebih dari satu Serikat Pekerja di PT. PLN (PERSERO) maka semua Serikat Pekerja harus diperlakukan yang sama baik mengenai pemenuhan hak-haknya maupun pemberian fasilitas secara adil. 2. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia sebagai pihak yang berwenang melakukan pendaftaran dan pencatatan Serikat Pekerja hendaknya mematuhi peraturan yang berlaku agar dikemudian hari dapat meminimalisir terjadinya dualisme kepemimpinan dalam suatu Serikat Pekerja di Indonesia. 3. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) periode Tahun 2010-2012 batal demi hukum. Akibatnya, PKB itu dinyatakan tak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim melihat dasar persoalan yaitu hak berserikat dan hak berunding bersama. Kedua hal tersebut merupakan bagian dari Standard Perburuhan Inti Internasional atau lebih dikenal dengan International Core Labour Standard, karena dalam pembuatannya tidak sesuai dengan hak berserikat dan hak berunding bersama yang merupakan bagian dari Standard Perburuhan Inti Internasional atau lebih dikenal dengan International Core Labour Standard dan memberikan sanksi yang tegas terhadap pihak manajemen PT. PLN (PERSERO) karena melakukan pendiskriminasian salah satu Serikat Pekerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Khakim, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga Serikat Pekerja PT. PLN (PERSERO). Asri Wijayanti, S.H., M.H. 2009. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika. Bahder Johan Nasution. 2004. Hukum Ketenagakerjaan, kebebasan berserikat bagi pekerja. Bandung: CV. Mandar Maju. Bambang Dwiyanto, PLN Jalin Kerjasama Dengan Transparency International Indonesia Dalam Penerapan GCG. http://www.pln.co.id/?p=5127/>[18 Juli 2012, pukul 08.17 WIB]. Berita Hukum. Mogok Kerja, Serikat Pekerja PLN Ancam Mogok Nasional. http://beritahukum.com/detail_berita.php?judul=Serikat+Pekerja+PL N+Ancam+Mogok+Nasional&subjudul=/>[18 Juli 2012, pukul 08:00 WIB] Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang digagas PBB pada Tahun 1945. Departemen P & K. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Frans Magnis Suseno. 1999. Etika, Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Frans Magnis Suseno. 2001. Etika Politik;prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Happy Budyana Sari, 2006, Peranan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di PT. FUMIRA Semarang Dalam Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), Skripsi, Undip Semarang. Hukumonline. SP PLN Lawan Union Busting via Praperadilan. http://hukumonline.com/berita/baca/lt4e72e5ef30d94/sp-pln-lawanunion-busting-via-praperadilan/>[31 Oktober 2011 pukul 05.17 WIB]. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Humas DPP SP PT PLN (Persero). Lembar Fakta Pemberangusan Serikat Pekerja PT PLN (Persero).http://sppln.org/index.php?option=com_content&view=artic le&id=111:lembar-fakta-pemberangusan-serikat-pekerja-pt-plnpersero&catid=44:dept-humas&Itemid=61/>[16 April 2012 pukul 08.10 WIB]. Humas DPP SP PT PLN (Persero). Peta Hak Berserikat Buruh Di Indonesia. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=Kovenan+Internasional+Hak Hak+Ekonomi%2C+Sosial+dan+Budaya+yang+mengatur+hak+berserik at&source=web&cd=9&ved=0CFMQFjAI&url=http%3A%2F%2Fimage s.asri1wj.multiply.com%2Fattachment%2F0%2FST4qqwoKCpcAAG8e Qe01%2FPETA%2520HAK%2520BERSERIKAT%2520BURUH%252 0DI%2520INDONESIA%2520TG%25201.doc%3Fnmid%3D144620035 &ei=dDh6T_76AoiriAeO6aWKAw&usg=AFQjCNHhXzJBndhoN07KB t2pKlW2tIPL6A/>[16 April 2012 pukul 10.54 WIB]. Humas DPP SP PT PLN (Persero). Sejarah Organisasi Serikat Pekerja PT. PLN (PERSERO). http://serikatpekerjapln.org/sejarah_sp.php/>[16 April 2012 pukul 11.10 WIB]. Humas DPP SP PT PLN (Persero). PKB Perbandingan Pasal Perpasal. http://sppln.org/dokumen/pdf/PKB_PERBANDINGAN_PASAL_PERP ASAL.pdf/>[ 17 April 2012 pukul 20.17 WIB]. Iswantiningsih. 2002. “Proses Penyelesaian Hubungan Industri di Indonesia”. Jurnal Justitia et Pax. Vol 22, No 2. John O‟Reilly and Nate Hawthorne. 2011. “Two concept For IWW Organizing: Industrial Unionism And One Big Unionism”. Industrial Worker. Vol 108, No.4. John Logan. 2006. “The Union Avoidance Industry in the United States”. British Journal of Industrial Relations. Vol 0007, No 44. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Johny Ibrahim. 2006. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang : Banyumedia Publishing. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1998 Tentang Pengesahan
Convention (Number
87) Concerning
Freedom Of
Association And Protection Ot The Right To Organise (Konvensi Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat Dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi). Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 23 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi
ILO
Nomor
87
tentang
Kebebasan
Berserikat
dan
Perlindungan Hak Berorganisasi. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-201/MEN/1999 Tentang Pendaftaran Serikat Pekerja. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-16/MEN/2000 Tentang Tata Cara Pembentukan Serikat Pekerja. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Kep.16/Men/2001 Tentang Tata Cara Pencatatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik. Lalu Husni. 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, edisi revisi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Menolak Privatisasi PLN, Serikat Pekerja PLN
Diberangus
Dahlan
Iskan
dan
Manajemen
PT.
PLN
http://www.bantuanhukum.or.id/index.php/id/berita/press-release/428commit to user
:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menolak-privatisasi-pln-serikat-pekerja-pln-diberangus-dahlan-iskandan-managemen-pt-pln/>[17 April 2012 pukul 12.42 WIB]. Majda El Mhtaj. 2008. Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, Budaya, Jakarta : PT Raja Grafindo persada. Muhamad Rusdi. Dasar Hukum dan Tata Cara Pembentukan Serikat Pekerja. http://rusdi123.wordpress.com/2009/09/15/dasar-hukum-tata-carapembentukan-serikat-pekerja/>[15 Januari 2012 pukul 05.28 WIB]. Nancy Erene dan Muhammad Arif. Karyawan PLN Akan Mogok Kerja Saat Idul
Fitri.
http://www.indosiar.com/fokus/karyawan-pln-akan-mogok-
kerja-saat-idul-fitri_26113.html/> [ 25 Mei 2012 pukul 09.37 WIB]. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.16/Men/XI/2011 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama. Perjanjian Kerja Bersama Antara PT PLN (PERSERO) dan Serikat Pekerja PT PLN (PERSERO) Nomor : 0392.PJ/061/DIR/2006 Nomor : DPP042/KEP-ADM/2006 Periode Tahun 2006 – 2008. Perjanjian Kerja Bersama Antara PT PLN (PERSERO) dan Serikat Pekerja PT PLN (PERSERO) Nomor: 140-1.PJ/040/DIR/2010 Nomor : DPP002.PJ/SP-PLN/2010 Periode Tahun 2010 – 2012. Peter Mahmud Marzuki. 2006. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana. Piagam dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia. Sentanoe Kertonegoro. 1999 . Hubungan Industrial, Hubungan antara Pengusaha dan Pekerja (Bipartid) dan Pemerintahan (Tripartid). Jakarta: YTKI. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Serikat Pekerja Esa Kertas Nusantara. Union Busting Itu Harus di Lawan! (http://esakertas-spekn.blogspot.com/2012/02/union-busting-itu-harus-dilawan.html/>[ 16 Mei 2012 pukul 09.42 WIB]. Syarief Basir. 2009. “ Perjanjian Kerja Menurut Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003”. Newsletter. Edisi : XII/Desember/ 2009. Jakartta : Tim Praktisi Audit dan Konsultan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 98 mengenai Hak Berorganisasi dan Berunding Bersama. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Zainal Asikin. 2004. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Zainal Asikin, H. Agusfiar Wahab, Lalu Husni, Zaeni Asyhadie. 1994. DasarDasar Hukum Perburuhan. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Zaeni Asyhadie, S.H., M.Hum. 2007. Hukum Kerja, Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
commit to user