Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015
ISSN No: 1979 – 8652
PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK SUMUT SYARIAH KOTA MEDAN Isnaini1, Utary Maharany Barus2 1Universitas Medan Area 2Universitas Sumatera Utara
[email protected] [email protected] ABSTRAK Transaksi mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih yaitu pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan sumbangan seratus persen modal dari shahibul maal dan pengusaha kepada mudharib. Bank SUMUT Syariah di Kota Medan yang telah memiliki fasilitas mudharabah, justru lebih menjalankan transaksi akad pembiayaan yang lazim. Mereka terkesan tidak secara serius untuk menerapkan akad pembiayaan secara mudharabah kepada para pedagang kecil dan menengah (UKM). Masyarakat yang ingin mendapatkan fasilitas pembiayaan mudharabah menjadi kecewa. Tulisan ini akan membahas mengenai persoalan-persoalan pelaksanaan akad pembiayaan mudharabah di bank SUMUT Syariah di Kota Medan. Hasil yang dicapai dari kajian ini adalah untuk menganalisis penerapan sistem mudharabah di bank SUMUT Syariah di Kota Medan sehingga diharapkan dapat menguatkan UKM dalam penyediaan modal usaha dan penyempurnaan pembuatan akta pembiayaan mudharabah yang lebih berpihak kepada mudharib. Kata Kunci : Akad, Akad Pembiayaan, Mudharabah
ABSTRACT Transaction of mudharabah is a form of cooperation between two or more parties those are the owner of capital (shahibul maal) who entrust the amount of capital to the manager (mudharib) with a profit sharing agreement. This form confirms the cooperation with one hundred percent capital from shahibul maal and the entrepreneur to mudharib. SUMUT Islamic banking in Medan City which has had mudharabah facility, the transacting financing agreement is more prevalent. They weren’t impressed seriously to implement the financing agreement as mudharabah to small trades and medium enterprises (SMEs). People who want to get the facility of financing become disappointed. This paper will discuss the issues of implementation of agreement of mudharabah financing in SUMUT Islamic Banking in Medan City. The outcome of this study is to analyze the implementation of mudharabah system in SUMUT Islamic banking in Medan City so it is expected to strengthen SMEs in the provision of venture capital and refinement deed financing which is more aligned to mudharib. Keywords: Agreement, Financing Agreement, Mudharabah I.
Pendahuluan Bank syariah sebagai institusi keuangan, tidak hanya berfungsi sebagai tempat menyimpan atau menyediakan pembiayaan saja. Selain itu, bank syariah juga memberi layanan dukungan kepada beberapa keperluan nasabah yang berkaitan dengan keperluan dalam peningkatan
bisnisnya dalam bentuk kemudahan yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Berdasarkan penjelasan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah bahwa prinsip syariah berasaskan pada nilainilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan dan rahmatan lil’alamin, karena bank syariah melakukan kegiatan bisnisnya tidak 145
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015
berdasarkan riba dan menggunakan sistem bagi hasil . Indonesia dikenal dengan perbankan syariah. Menurut Fuad Al-Omar dan Muhammad Abdel-Haq, Perbankan Syariah didefinisikan sebagai perbankan yang sesuai dengan sistem, nilai dan etos Islam. Ada lima prinsip yang disepakati oleh ulama untuk menjalankan aktivitas ekonomi syariah, yaitu tauhid (monoteisme), khilafah,’adalah, ta’awun dan maslahah. 1 Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi diselesaikan dengan prinsip berbasis syariah. Kegiatan dan usaha bank akan terkait dengan komunitas antara lain: 1. Pemindahan uang; 2. Menerima dan membayar kembali uang dalam rekening Koran; 3. Mendiskonto surat wesel, surat order maupun surat – surat berharga lainnya; 4. Membeli dan menjual surat – surat berharga; 5. Membeli dan menjual cek wesel, surat wesel dan kertas dagang; 6. Member kredit; dan 7. Memberi jaminan kredit. Demi terbangunnya fondasi yang kokoh bagi pertumbuhan perbankan syariah, Bank Indonesia (BI) menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/3/PBI/2009. Salah satu poin pokok dalam peraturan itu adalah permodalan bank syariah. Untuk bisa mendirikan bank umum syariah, BI menetapkan nilai modal disetor paling kecil Rp. 1.000.000.000.000,(satu triliun). Adapun kepemilikan asing hanya boleh paling banyak 99 persen dari modal disetor. BI juga baru akan mengeluarkan persetujuan prinsip jika pemilik bank sudah menyetorkan 30 persen dari modal yang diwajibkan. M. Cholil Nafis, Teori Hukum Ekonomi Syariah Kajian Komprehensif Tentang Teori Hukum Ekonomi Islam, Penerapannya dalam Fatwa DSN dan Penyerapannya ke dalam Peraturan Perundang-undangan, (Jakarta: UI Press, 2011), halaman 140 1
ISSN No: 1979 – 8652
Belajar dari krisis ekonomi pada tahun 1997, BI agaknya tidak ingin industri syariah ini gampang goyah terkena hantaman krisis finansial global yang terjadi sekarang. Karena itu, BI mengeluarkan PBI ini meskipun tahun lalu pertumbuhan perbankan syariah belum memuaskan. Hingga akhir November 2008, nilai total aset perbankan syariah baru Rp 47,18 triliun. Itu sangat jauh dari target yang dipatok BI sebelumnya, yakni Rp 91 triliun. Merujuk ke pencapaian tersebut, tahun ini BI hanya mematok target pertumbuhan moderat, yakni aset bank syariah tumbuh ke kisaran Rp 80 triliun-Rp 90 triliun. Saat ini, Bank Indonesia kembali merelaksasi aturan untuk memacu pertumbuhan perbankan syariah. Kali ini Bank Indonesia berencana menurunkan modal minimum pendirian bank umum syariah yang berasal dari pelepasan (spin off) unit usaha syariah. BI berencana menurunkan modal minimum pendirian bank umum syariah (BUS) hasil spin off dari Rp 1 triliun menjadi Rp 500 miliar. Yang mana pada saat ini masih dalam proses finalisasi. Aturan itu berarti merevisi PBI No 11/3/2009 tentang Bank Umum Syariah yang menyebutkan modal minimum pendirian BUS sebesar Rp 1 triliun. Pendirian BUS bisa melalui spin off unit usaha syariah (UUS) atau pendirian BUS yang sama sekali baru. Modal minimum untuk pendirian BUS yang sama sekali baru tidak berubah, artinya tetap Rp 1 triliun. Dengan peraturan baru tersebut diharapkan bank konvensional yang memiliki UUS terpacu segera melakukan spin off. Dengan menjadi BUS, manajemen menjadi lebih fokus sehingga pertumbuhan bisa lebih cepat. Bentuk hukum perbankan syariah diatur pada Pasal 7 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yaitu Bentuk badan hukum bank syariah adalah Perseroan Terbatas. Dengan demikian, maka bentuk badan hukum bank syariah harus perseroan terbatas. Syarat-syarat untuk untuk menjadi pemilik saham Bank Syariah diatur pada Pasal 27 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Syarat-syarat 146
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015
untuk untuk menjadi pemilik saham Bank Syariah adalah calon pemegang saham pengendali Bank Syariah wajib lulus uji kemampuan dan kepatutan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Pemegang saham pengendali yang tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan wajib menurunkan kepemilikan sahamnya menjadi paling banyak 10% (sepuluh persen). Undang-Undang Perbankan Indonesia membedakan kegiatan usaha perbankan kedua jenis usaha antara lain bank yang melaksanakan kegiatannya secara konvensional dan bank melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Sebagaimana terdapat pada Pasal 1 ayat 13 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menegaskan bahawa prinsip syariah adalah peraturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain, untuk penyimpan dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). Bank syariah di dalam menerapkan sistem syariah bukan hanya sekadar kebebasan berkontrak dan bagi hasil produk-produk yang dalam hukum positif disebut sebagai prinsip Islam, akan tetapi dalam penerapan prinsip-prinsip dan nilainilai Islam yang harus tanamkan dalam sistem perbankan syariah secara kaffah. Sebab bank syariah cenderung dioperasikan dengan prestasi yang menerapkan dan mempergunakan produk syariah akan tetapi pada prinsip penerapannya masih sama dengan bank konvensional. Menurut Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid perbedaan prinsip operasional dalam institusi keuangan dan perbankan syariah berdasarkan sistem bagi hasil, sedang pada institusi keuangan dan perbankan
ISSN No: 1979 – 8652
konvensional berdasarkan sistem manfaat.2 Dengan kata lain, kedudukan bank syariah dalam hubungannya dengan nasabah adalah sebagai mitra usaha, sedangkan pada institusi keuangan konvensional sebagai kreditor dan debitor . Faktor perbedaan bank syariah dengan bank konvensional seperti yang diungkapkan oleh El Hawary et al. bahwa The Islamic financial system as grounded in four basic principles: (a) Risk sharing, (b) Materiality, (c) No exploitation, and (d) No financing of sinful activities. Pada bank konvensional dalam penyaluran dana kepada mudharib/nasabah umumnya dilakukan dengan sistem kredit dan instrumen dasarnya adalah bunga, maka bank syariah melakukan pembiayaan atau penyaluran dana dengan instrumen tanpa riba, antara lain dengan sistem jual beli dan bagi hasil. Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat telah membawa dampak pada keadaan ekonomi global secara menyeluruh, UKM sangat berperan dalam pembangunan negara, hal ini disebabkan UKM mampu menjadi pemicu bagi pertumbuhan ekonomi di daerah lain dan secara langsung membuka peluang kerja melalui pemanfaatan potensi sumber daya manusia. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) diakui memiliki peranan yang sangat penting dan strategis. Bukan saja sebagai agen pertumbuhan ekonomi , tetapi dapat menyerap tenaga kerja serta distribusi barang dan jasa. Peranan UKM begitu penting bagi kemajuan suatu negara dan bangsa. Selama tiga tahun terakhir, tingkat pertumbuhan UKM secara relatif meningkat secara signifikan. Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki banyak UKM. UKM ini bukan saja menyumbang bagi kemajuan ekonomi tetapi juga mampu menyerap tenaga kerja serta distribusi barang dan jasa. Hasil produk utama UKM dapat dilihat pada tabel 1.0 berikut : Tabel 1.0
Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid, Lembanga Keuangan Syariah, (Jakarta: Dzikrul Hakim, 2008), halaman 2 2
147
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015
Pertumbuhan Industri Kecil dan Menengah di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2007-2009 Satuan (Unit) No. Uraian 2007 2008 2009 1. Perdaga 30.221 76.936 93.241 ng-an 2. Industri 21.688 49.765 76.932 Kecil 3 Jasa 2.777 5.163 8.755
Sumber: Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011
Data UKM di Provinsi Sumatera Utara seperti pada tabel 1.0 di atas menunjukkan pertumbuhan UKM dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 meningkat lebih kurang 30,168 unit, pertumbuhan yang paling tinggi dari segi jumlah adalah usaha industri kecil lebih kurang 27,167 unit. Keadaan ini memberi gambaran bahwa industri kecil sangat berpotensi mendapatkan bantuan modal. Perkembangan industri kecil setiap tahunnya terus meningkat, namun keraguan dan halangan para usahawan industri kecil pada saat ini di samping faktor kekurangan pengetahuan teknologi dan kemampuan untuk membiayai perdagangan mereka. Sampai saat ini masalah yang belum diselesaikan ialah ketiadaan modal dari sebahagian UKM sebagai akibat rendahnya akses ke perbankan. Akibatnya, produk utama UKM di Provinsi Sumatera Utara, semakin hari semakin berkurangan. Hal ini disebabkan keterbatasan pembiayaan, keterbatasan tenaga ahli dan lemahnya pemasaran. Menurut C dan Ethy Budhiningsi yang menjadi akar permasalahan UKM adalah tidak dapat memperoleh pembiayaan bank karena tidak dapat memenuhi syarat-syarat yang dilakukan oleh perbankan yang dikenal dengan 5 C (Character, Capital, Colateral, Capacity of repayment dan Condition of ecomic).3 Pada sisi lain, UKM juga memiliki keterbatasan kemampuan mengakses sumberdaya produktif, terutama terhadap Teuku Syarif dan Etty B., Prospek Pengembangan Peluang Usaha Dengan UndangUndang No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan menengah, (Jakarta: Jurnal Infokop, Volume 17-Juli) 3
ISSN No: 1979 – 8652
pembiayaan, teknonologi, informasi dan 4 pemasaran. Dengan demikian, sesungguhnya yang menjadi akar permasalahan adalah kebijakan pemerintah sendiri dalam bidang perbankan. Data di bawah ini menunjukkan bahwa beberapa produk UKM di Provinsi Sumatara Utara yang dinilai cukup, mampu dan layak mendapat kemudahan modal dari perbankan. Menurut Riana Panggabean masih banyak atau sekurang-kurangnya 92 persen UKM belum dapat terhubung dengan sumber pembiayaan. Selain keterbatasan untuk memenuhi keperluan pembiayaan, UKM juga masih memiliki keterbatasan dalam pemasaran, kompetensi berusaha yang masih lemah dan kurang memiliki jaringan usaha baik antara UKM dan pengusaha besar untuk mengembangkan usahanya.5 Sedangkan Menurut laporan BPS Dibyo Prabowo menyatakan bahwa 35,10 persen UKM menyatakan kesulitan dalam hal permodalan, kemudian diikuti oleh kepastian pasar 25,9 persen dan kesulitan bahan baku 15,4 persen. Jika dilihat jawaban tersebut sebenarnya kesulitan dalam hal permodalan itu adalah kesulitan dalam mendapatkan kepastian pasar karena ketidakmampuan menjamin kepastian pengeluaran. 6 Menurut Tulus T.H. Tambunan, bahwa tiang ekonomi yang kuat sekarang ini adalah industri usaha kecil dan menengah, karena UKM sangat luas terhadap perubahan atau gejolak ekonomi dan sanggup bertahan dengan menampung tenaga kerja dalam jumlah yang relatif besar. Sementara Hal Hill, menyatakan bahwa UKM memegang peranan yang penting dalam perkembangan perekonomian di Indonesia, karena pertama, sumbangan yang signifikan berkaitan 4 I Wayan Dipta, Kebijakan Pemberdayaan UMKM Sesuai Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, Jakarta, Jurnal Infokop, Volume 17-Juli) halaman 18 5 Riana Panggabean, Tolok Ukur Keberhasilan Program Pemberdayaan UKMK Sesuai Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, (Jakarta: Jurnal Infokop, Volume 17-Juli) halaman 126-127 6 Dibyo Prabowo, Developent of Small and Medium-sized Enterprise, makalah pada seminar The Tokyo seminar on Indonesia 25-26 Agustus 2004 di Tokyo Jepang
148
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015
dengan penyerapan tenaga kerja. Kedua, pemerintah Indonesia menempatkan prioritas yang lebih tinggi kepada UKM. Tiga, potensi sumbangan UKM dalam mengembangkan usaha yang dilaksanakan oleh pribumi asli. Keempat, pentingnya formulasi kebijakan perekonomian yang sesuai dengan karakteristik UKM. Lima, harapan atas sumbangan UKM untuk meletakkan dasar bagi pertumbuhan industri. Keenam, UKM telah terbukti lebih tahan terhadap krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun 1997-1998.7 Industri kecil jelas sangat diperlukan dalam pembangunan ekonomi negara, maka pemerintah membuat suatu arah kebijakan dalam bidang ekonomi guna membangun masyarakat, khususnya industri kecil. Hal itu disebabkan industri kecil berfungsi sebagai pemicu pusat pertumbuhan ekonomi baru di daerah, sekaligus sebagai sarana untuk menciptakan peluang pekerjaan, peluang perdagangan dan pemerataan pendapatan. Kelebihan lain dari pengembangan industri ini adalah kemampuannya menjadi aktif dalam teknologi, keterampilan dan ahli di bidang perusahaan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Urata yang dikutip dari Hayashi dalam Sri Budi Cantika Yuli, UKM terutama di Indonesia memiliki 4 permasalahan utama yang dapat menghambat perkembangannya. Keempat permasalahan tersebut adalah pertama, kurangnya pengetahuan tentang teknologi pengeluaran dan pengendalian mutu, kedua, kurangnya kemampuan pemasaran, ketiga, kurangnya pengetahuan dan terakhir, kurangnya akses ke pembiayaan secara formal.8 UKM mempunyai peranan pada ekonomi negara, namun pada kenyataannya selama ini UKM masih belum diperhatikan. Masalah utama yang belum terselesaikan hingga saat ini adalah ketiadaan pembiayaan Tulus T.H. Tambunan, Usaha Kecil dan Menengah Di Indonesia Beberapa Isu Penting, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), halaman 11 8 Sri Budi Cantika Yuli, Analisis Pembiayaan Syariah pada Usaha Kecil Menengah (UKM) Di Bank Syariah Mandiri Cabang Malang, http://ejournal.umm.ac.id/index.php/intermedia si/article/viewFile/1002/1071_umm_scientific_j ournal.pdf, (diakses 25 Februari 2015) 7
ISSN No: 1979 – 8652
untuk sebagian besar UKM, karena kurangnya akses terhadap sumber-sumber pembiayaan terutama institusi keuangan, baik bank maupun institusi keuangan bukan bank (LKBB) . Umumnya usaha mikro yang mendapat jasa keuangan pendapatannya meningkat perbulan dan faktor pembiayaan ini menjadi penyokong bagi UKM yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Pada dasarnya bank konvensional dalam memberikan kredit diukur dengan prinsip 5C dan yang paling sukar dipenuhi UKM adalah modal dan agunan serta tingginya kadar bunga sehingga memberatkan UKM, sedangkan bank syariah pada umumnya menggunakan kontrak kerjasama, yaitu pada akad Musyarakah dan Mudharabah . Melihat kedudukannya sebagai lembaga perantara keuangan, bank syariah memiliki kegiatan utama berupa menghimpun dana dari masyarakat melalui simpanan dalam bentuk giro, tabungan, deposit yang menggunakan prinsip Wadi’ah Yad Damanah, dan mudharabah (bagi hasil). Kemudian menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat umum dalam berbagai bentuk skema, seperti skema jual beli (murabahah, baithaman ajil, salam, dan istishna), sewa (ijarah), bagi hasil (mudharabah) dan kongsi (musyarakah), serta produk seperti yuran, hiwalah (alih hutang piutang), rahn (gadai), qard (hutang piutang), wakalah (perwakilan) dan kafalah (jaminan bank). Menurut bank syariah sistem bagi hasil (mudharabah) merupakan suatu mekanisme dilakukan oleh bank syariah dalam melakukan kegiatan usahanya. Dalam aktivitas usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat, dan dalam peraturan syari’ah yang berkaitan dengan pembahagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan bagian bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya 149
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015
kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. Pembiayaan sangat penting bagi pembangunan ekonomi, karena itu pembiayaan selalu diperlukan untuk memperluas usaha para pengusaha baik perusahaan besar, menengah maupun perdagangan kecil dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.9 Oleh sebab itu, perlu peningkatan kemampuan bagi UKM dalam mengakses sumber dana dari lembaga keuangan guna memenuhi keperluan modal perdagangannya. Untuk mengatasi kesulitan modal, pihak perbankan menyediakan kemudahan pembiayaan, dalam permohonan pembiayaan bagi pengusaha besar tentu relatif mudah berbanding dengan pengusaha kecil. Selain aspek kepercayaan bagi mendapat kemudahan, pengusaha besar dengan memiliki aset yang dapat dijadikan agunan bagi kreditnya. Berbeda halnya dengan pengusaha kecil yang tidak memiliki aset untuk dijaminkan, kecuali peralatanperalatan yang digunakan untuk menjalankan usahanya harian akan mengalami kegagalan dalam mengajukan permohonan pembiayaan. Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakter umum dan landasan dasar bagi operasional bank Islam secara keseluruhan. Secara syariah, prinsipnya berdasarkan akad mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, bank Islam berfungsi sebagai kerjasama, baik dengan penabung mahupun dengan pengusaha yang meminjam dana.10 Prinsip mudharabah ini memberi manfaat kepada mudharib, kerana mudharib dalam melaksanakan pengelolaan perdagangannya tidak dikenakan tanggungan kerugian kecuali karena kelalaian mudharib itu sendiri. Akad mudharabah merupakan salah satu bentuk mekanisme keuangan syariah yang digunakan untuk menggantikan sistem manfaat. Dalam akad ini terdapat hubungan Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditiya Bakti, 2006), halaman 111 10 Antonio Muhammad Syafii, Islmic Banking Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), halaman 137 9
ISSN No: 1979 – 8652
antara pemilik modal (shahibul mall) dengan pelaku usaha (mudharib). Akad mudharabah adalah akad kerjasama yang menanggung untung dan rugi antara pemilik modal dengan pengusaha. Menurut Muhammad bank syariah mempunyai manfaat berupa jasa pembiayaan produk bagi hasil yang dikembangkan dalam produk musyarakah dan mudharabah.11 Akad pembiayaan yang melibatkan penghutang sebagai peminjam dana dan pemberi hutang sebagai pemberi dana memiliki kepentingan yang saling berkepentingan. Dalam meminjamkan dananya kepada penghutang sebenarnya landasan umumnya ialah kepercayaan. Seperti dinyatakan oleh R. Tjiptonugroho bahwa inti sari dari pembiayaan sebenarnya adalah kepercayaan, suatu unsur yang harus dipegang sebagai benang merah dalam lingkup pembiayaan dalam arti sebenarnya, bagaimanapun bentuknya, jenis dan ragamnya dan dari mana pun asalnya serta kepada siapa diberikannya.12 Pada prakteknya transaksi yang dilakukan pihak bank berdasarkan sebuah perjanjian. Perjanjian bank dengan nasabah dilandasi atas dasar kesepakatan yang mengikat keduanya. Dalam akad pembiayaan, pihak mudharib dapat membuat suatu perjanjian modal, yang biasanya akad pembiayaan dibuat oleh pihak bank (shahibul maal) guna menghindari terjadinya risiko. Menghindari perselisihan dalam akad mudharabah secara khusus ditentukan jumlah modal yang disertakan. Modal dalam akad mudharabah tidak dapat dijadikan sebagai hutang bagi pihak mudharib (nasabah) pada waktu terjadinya akad. Alasannya jika investor menjadikan modal dalam kontrak mudharabah sebagai bentuk hutang, dimungkinkan akan menggunakannya sebagai tujuan untuk memdapatkan keuntungan dari mudarib (nasabah). 13 Sedangkan mengambil Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah, (Raja, 2008), halaman 1 12 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, (Bandung: Mandar Maju, 2008), halaman 51 13 Abdullah Saeed, Bank Islam Dan Bunga Studi Kritis Larangan Riba dan Interprestasi 11
150
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015
keuntungan dari hutang adalah termasuk riba yang dilarang dalam Islam. Pembiayaan adalah penyerahan barang, jasa, atau uang dari satu pihak atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (pendeposit atau orang yang berhutang) dengan janji membayar dari penerima pembiayaan kepada pemberi pembiayaan pada tanggal yang telah disepakati keduadua pihak.14 Pembiayaan menurut Pasal 1 ayat (12) Undang-Undang No. 10 tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibayar untuk mengembalikan uang atau tagihan tabungan setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dikaitkan dengan kerjasama antara bank (shahibulmaal) dan UKM (mudharib), maka dalam hal melakukan kegiatan perdagangan bank menggunakan pembiayaan mudharabah yang mekanismenya berasaskan kerjasama usaha dan bagi hasil. Dan dalam pelaksanaan bank syariah harus memenuhi aspek syariah dan aspek ekonomi, 15 setiap realisasi pembiayaan harus berpedoman pada syariat Islam tidak mengandung unsur maisyr, gharar, dan riba serta bidang perdagangannya harus halal. Namun realitanya praktek akad pembiayaan mudharabah ini tidak sepenuhnya dipraktekkan oleh bank SUMUT dalam pemberian pembiayaan kepada UKM. Akad pembiayaan mudharabah sangat menyokong peningkatan UKM. Hal ini, tentu memerlukan kajian mengapa bank SUMUT tidak sepenuhnya menerapkan akad pembiayaan mudharabah melainkan pembiayaan pada umumnya? Oleh karena itu, tujuan tesis ini adalah untuk mengkaji Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), halaman 93-94 14 Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking Sistem Bank Islam Bukan Hanya Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi dalam Menghadapi Berbagai Persoalan Perbankan & Ekonomi Global, Sebua Teori, Konsep, dan Aplikasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), halaman 4 15 Ibid, halaman 680
ISSN No: 1979 – 8652
akad, pembiayaan mudharbah, dan UKM di Indonesia khususnya di kota Medan. Dilihat dari hasil kajian penelitian yang telah dilakukan tentang UKM berupa hambatan yang dihadapi UKM ialah kesulitan untuk mengakses sumber-sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan formal.16 I. Astrakhan, dan A. Chepurenko mengatakan UKM di Rusia, sebahagian besar berada di Moskow atau St-Petersburg adapun kendala yang dihadapi ialah sulitnya akses pembiayaan bank, kurangnya pengalaman bank dalam menggunakan teknologi yang moden pinjaman dan produk yang disesuaikan dengan keperluan UKM. Serta inflasi yang tinggi mengakibatkan tingginya suku bunga dan kurangnya keterampilan usaha dan pengetahuan pasar ditambah dengan kesukaran dalam mengakses informasi. UKM di seluruh dunia diketahui memainkan peranan penting dalam pembangunan sosial ekonomi. Hal ini seperi kasus Tanzania, di mana UKM berkontribusi secara signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan stimulasi pertumbuhan di kota dan luar kota. Namun pada umumnya UKM dihadapkan dengan masalah yang unik termasuk biaya yang berat, selain itu pengembangan layanan usaha yang berkaitan dengan kewirausahaan, pelatihan, teknologi dan pasar serta kebijakan pengembangan sektor UKM. Edmore Mahembe mengatakan masalah UKM di Afrika Selatan di sebabkan kurangnya informasi yang tersedia, kurangnya jaminan, dan sukarnya untuk mengakses jasa keuangan, termasuk pembiayaan, serta kurangnya tingkat keterampilan pemilik usaha.17 Javed Qureshi and Gobind M. Herani mengatakan masalah yang dihadapi UKM di Karachi-Pakistan di antaranya akses Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), halaman 15 17 Edmore Mahembe, Literature Review on Small and Medium Enterprises’ Access to Credit and Support in South Africa, (Project Manager and Lead Researcher, 2011) 16
151
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015
pembiayaan dan beberapa kendala lain dalam pertumbuhan UKM di Pakistan termasuk kekurangan keterampilan, kelangkaan barang modal, manajemen yang buruk, serta kurangnya teknologi dan data pada sektor UKM, resistensi terhadap perubahan, serta pemasaran.18 Mohd. Kamal Ariff mengatakan Perusahaan Kecil dan Sederhana (PKS) membentuk hampir 99 peratus dari jumlah perusahaan perdagangan di Malaysia dan sektor ini dilaporkan menyumbang 31 persen dari Keluaran Dalam Negara Kasar (KDNK) Negara. Walau demikian, sektor ini masih mempunyai ruang yang banyak untuk dibangunkan melalui kerjasama berbagai perwakilan dan jabatan yang menyediakan berbagai jenis bantuan, yang sama dalam bentuk dana, sokongan ataupun latihan. Menurut Ishak Shari dan Wook Endut masalah Industri Berskala Kecil di Malaysia dapat dikatakan antara masalah keuangan dan kesulitan mendapat pembiayaan dari bank, masalah tempat/bangunan, masalah pekerja ahli, masalah bahan baku dan masalah pemasaran.19 Hal yang demikian sangatlah menyulitkan bagi UKM dalam meningkatkan usahanya, karena suku bunga perbankan sangat tinggi, tingginya suku bunga menjadi hambatan bagi perkembangan UKM. Bagi perbankan dapat meminta jaminan untuk mengatasi terjadinya risiko apabila pelanggan tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam akad kerana kelalaian dan/atau kecurangan. Bentuk pengamanan pemberian kredit dalam praktek perbankan dilakukan dengan adanya ikatan jaminan. Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I Tahun 2013 diperkirakan terakselerasi pada kisaran 6,2% - 6,5%. Dari sisi permintaan, laju pertumbuhan ekonomi mendatang masih ditopang oleh tingginya konsumsi. Dari sisi penawaran, perekonomian Sumatera Utara diperkirakan Javed Qureshi and Gobind M. Herani, The Role of Small and Medium-size Enterprises (SMEs) in the Socio-economic Stability of Karachi, (2011), halaman 42 19 Ishak Shari dan Wook Endut, Industri Kecil di Malaysia: Perkembangan, Struktur dan Masalahnya, (1989), halaman 21 18
ISSN No: 1979 – 8652
lebih banyak didorong oleh sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Salah satu bank syariah yang peduli memberikan bantuan kepada UKM di Sumatera Utara adalah Bank Sumut. Bila dilihat dari perkembangan pembiayaan Bank SUMUT berdasarkan sektor ekonomi selama 5 (lima) tahun dapat dilihat pada tabel 2.0. Tabel 2.0: Perkembangan pembiayaan Bank SUMUT menurut sektor ekonomi tahun 2007 s/d 2011 dalam Miliar Rupiah Tahun Sektor 201 201 200 200 200 Ekonomi 1 0 9 8 7 Pertanian 1,13 787 527 388 321 1 Pertamba ngan 179 69 82 60 22 /Industri Konstruks 726 348 352 373 570 i Perdagang an, Restoran, 2,02 1,5 1,7 1,0 972 Hotel dan 9 19 28 02 Jasa lainnya Lain-lain 7,82 6,8 5,6 4,5 2,4 0 48 99 78 34 Jumlah 11,8 9,5 8,3 6,4 4,3 85 71 88 01 19 Sumber: Laporan Tahun 2011 Bank SUMUT hal. 102 Selama ini Bank SUMUT telah banyak dikenal dalam menyokong UKM di Provinsi Sumatera Utara, dan Bank SUMUT menargetkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada 2012 sebesar Rp 200 miliar dengan nilai plafon yang akan disalurkan berkisar Rp 50 juta sampai Rp 500 Juta. 20 Berdasarkan komitmen Bank SUMUT, Bank SUMUT memberikan fasilitas pembiayaan kepada masyarakat prasejahtera yang memiliki usaha mikro untuk memperbaiki taraf hidup keluarga prasejahtera atau yang berpenghasilan rendah menuju ke taraf kesejahteraan yang lebih baik, membina pengusaha mikro yang 20
http://www.medanmagazine.com/bank-sumuttargetkan-penyaluran-kur-rp-200-m/, (diakses 25 Februari 2015)
152
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015
memiliki kelayakan usaha tetapi belum layak menjadi nasabah bank sehingga menjadi nasabah bank, serta mewujudkan visi dan misi bank SUMUT khususnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat dan membantu program pemerintah dalam rangka mengentasan kemiskinan. Bank Sumut hingga kini telah memiliki jaringan kantor sebanyak 175 unit dan 155 unit mesin ATM yang tersebar di seluruh Sumatera Utara. Bank Sumut Syariah telah mengalami pertumbuhan aset sebesar Rp. 334,6 miliar atau tumbuh sekitar 68,1 persen, sehingga total aset bank syariah itu hingga akhir tahun 2010 mencapai Rp. 826,1 miliar. Khusus untuk dana pihak ketiga, Bank Sumut Syariah juga mengalami pertumbuhan yang cukup menggembirakan, yakni sebesar Rp. 171,4 miliar atau tumbuh 65,9 persen dengan total dana pihak ketiga yang dihimpun per akhir tahun 2010 sebesar Rp. 431,5 miliar.21 Kinerja Bank SUMUT syariah juga mengalami peningkatan, terbukti dari asset terjadi kenaikan sebesar Rp. 501,36 miliar atau 60 persen dan pengembalian secara keseluruhan mengalami kenaikan sebesar Rp. 4,62 miliar atau 25,80 persen. Selain itu, dana pihak ketiga Bank SUMUT Syariah naik sebesar Rp. 235,35 persen atau 54,53 persen, sementara dari bagian pembiayaan mengalami kenaikan sebesar Rp. 461,17 miliar atau 111,73 persen. Bank SUMUT mempunyai fasilitas Pembiayaan Peduli Usaha Mikro Sumut Sejahtera (PPUMSS) merupakan penyediaan dana yang memiliki tujuan yaitu falisitas pembiayaan kepada masyarakat prasejahtera yang memiliki usaha mikro untuk memperbaiki taraf hidup keluraga yang berpenghasilan rendah menuju ke taraf kesejahteraan yang lebih baik, membina pengusaha mikro yang memiliki kelayakan usaha tetapi belum layak menjadi nasabah bank sehingga menjadi layak menjadi nasabah bank, produk unggulan ini memiliki tingkat kualitas yang sangat baik dimana hingga saat ini tingkat koletibilitas dan NPL http://asbanda.com/index.php?option =com_content&view=article&id=129:banksumut-luncurkan-ladiesh-branch-syariahpertama&catid=39:berita&Itemid=1 bisnis.com (diakses 25 Februari 2015) 21
ISSN No: 1979 – 8652
masih 0 persen. Plafond pembiayaan mulai Rp. 1 juta hingga Rp. 5 juta dengan suku bunga 18 persen dihitung secara tarif dasar dengan jangka waktu 16 sampai dengan 24 minggu. Bank SUMUT menyalurkan KPUMSS pada tahun 2011 sebesar Rp. 60.161 juta meningkat menjadi Rp. 27.057 juta atau 81,73 persen dibanding pada tahun 2010 yang dibukukan sebesar Rp. 33.105 juta.22 Dalam menyalurkan pembiayaan kepada UKM Bank SUMUT tidak menerapkan sistem pembiayaan mudharabah melainkan pembiayaan pada umumnya, dan pembiayaan mudharabah kurang diminati, jika dilihat realisasi bagi hasil yang diberikan kepada nasabah meningkat tinggi yaitu sebesar Rp. 27.9 miliar di tahun 2010 menjadi Rp. 44.8 miliar di tahun 2011. Bagi hasil yang diberikan kepada nasabah berdasarkan kebijakan manajemen dengan metode perhitungan distribusi bagi hasil yang mengacu dari metode Revenue Sharing. Jika dilihat daripada perkembangan aktiva produktif Bank SUMUT syariah pada tahun 2011 sebesar Rp. 1.282 miliar meningkat sebesar Rp. 481 miliar atau 60.01 persen dari tahun 2010 sebesar Rp. 801 miliar, untuk lebih rinci lihat tabel 3.0. Tabel 3.0 Perkembangan Aktiva Produktif Bank SUMUT syariah tahun 2011 dalam Miliar Rupiah Tahun Keterangan 2004 2005 2006 Penempatan pada Bank Indonesia Penempatan pada Bank 4 70 6 Lain Piutang 1 22 45 murabahah Pembiayaan 7 15 Mudharabah Pembiayaan Musyarakah Piutang Qard Bank -
Laporan Tahunan (Medan: 2011), halaman 122 22
Bank
SUMUT,
153
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015
Asuransi Jumlah
5
99
ISSN No: 1979 – 8652
66
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 99 37 63 126 6 41 145 323 267 95 164 179 191 329 14 25 31 65 76 2 17 81 141 316 1 2 12 160 6 6 8 117 347 481 801 1.282 Sumber: Laporan Tahun 2011 Bank SUMUT Hal. 129 Jika dilihat dari tabel 3.0 pembiayaan mudharabah setiap tahunnya mengalami peningkatan, namun bila dibandingkan dengan piutang murabahah dan pembiayaan musyarakah cukup diminati sehingga setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup bererti, sementara Adiwarman Karim menyatakan hampir semua bank syariah di dunia didominasi dengan produk pembiayaan murabahah, sedangkan sistem bagi hasil sangat sedikit diterapkan, kecuali di Negara Iran 48 persen dan Sudan 62 persen. Di Indonesia Bank Muamalat selama lima tahun perutama operasinya tidak menyalurkan pembiayaan dengan sistem bagi hasil, seluruhnya disalurkan dengan sistem jual beli murabahah. 23 Sementara Ibrahim Warde menyatakan perkembangan pembiayaan bagi hasil baru mencapai 15 persen per tahun. Pertumbuhan pembagian keuangan perbankan syariah di Indonesia pada tahun 2002 untuk pembiayaan mudharabah sebesar 14,33 persen, pembiayaan musyarakah sebesar 2,86 persen, sementara pembiayaan murabahah sebesar 72,2 persen dan sebagaimana dijelaskan Warde bahwa bank syariah berkeinginan mengembangkan produk pembiayaan bagi hasil, namun kondisi masyarakat belum menyediakan iklim yang diinginkan Menurut Muhammad mekanisme operasi produk yang berbasis profit and loss Adiwarman A. Karim, Perbankan Syariah; Peluang, Tantangan dan Strategis pengembangan, Orientasi, Jurnal Agama, Filsafat dan Sosial, (Edisi 3 Tahun III, April 2001), halaman 32 23
sharing (PLS) dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal perbankan syariah antaranya, secara internal, kalangan perbankan belum memahami secara baik tentang konsep dan praktik produk mudharabah. Faktor eksternal kondisi masyarakat pengguna pembiayaan mudharabah harus didukung dengan kondisi masyarakat yang jujur dan amanah. Sementara Muhammad Syafi’I Antonio menyatakan, bahwa menyadari akan rumitnya persoalan yang dihadapi, maka bank syariah cenderung menghindari pembiayaan investasi dengan cara mudharabah dan sebagai gantinya digunakan skema musyarakah mutanaqisah. Hal menunjukan bahwa dalam kontrak pembiayaan mudharabah di dalamnya syarat akan resiko, terutaman resiko yang berkaitan dengan mudharib (nasabah).24 Keadaan ini menarik dikaji karena Bank SUMUT tidak menerapkan pembiayaan mudharabah dalam pemberian pembiayaan kepada UKM melainkan pembiayaan pada umumnya (konvensional). Padahal pembiayaan mudharabah mempunyai manfaat bagi kedua-dua pihak. Mengapa pembiayaan mudharabah kurang diminati oleh pihak UKM? Bagaimana sebenarnya mekanisme akad pembiayaan mudharabah yang dilaksanakan oleh Bank Sumut syariah dalam memberikan pembiayaan kepada UKM? Mengapa dalam pelaksanaan pemberian pembiayaan kepada UKM Bank SUMUT tidak menggunakan sistem pembiayaan syariah? Walaupun Bank SUMUT telah mempunyai fasilitas Pembiayaan Peduli Usaha Mikro (PPUM) tanpa agunan dengan cicilan ringan menggunakan sistem angsuran tetap yang diberikan kepada UKM dalam rangka meningkatkan kemampuannya untuk mengembangkan perdagangan dengan dasar pembiayaan maksimal Rp. 1 juta, suku bunga 18 persen per tahun dengan jangka waktu 12 bulan. Pembiayaan ini merupakan salah satu wujud komitmen Bank SUMUT dalam fokus terhadap UKM karena tidak mempersyaratkan izin maupun bukti kepemilikan usaha. Bank SUMUT telah menyalurkan PPUM pada tahun 2011 24
Antonio Muhammad Syafii, Loc.Cit.
154
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015
sebesar Rp. 247 juta menurun Rp. 42 juta atau -14,44 persen dibanding dari tahun 2010 yang dibukukan sebesar Rp. 288 juta. II. Kajian Toeritis Dalam menjawab permasalahan diperlukannya suatu kajian teoritis agar dapat menjawab permalasahan yang ada melalui pendekatan kepustakaan berupa peraturan perundang-undangan dan pendapat para ahli yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. 1. Akad Pembiayaan a. Pengertian Akad Pengertian akad menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah janji, perjanjian, kontrak. Hal ini didukung oleh pendapat para ahli di antaranya yaitu Jacob Hans Niewenhuis (1979), Hofman (1992), J. Satrio (1992), Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan (1978), Sudikno Mertokusumo (1987), Mariam Darus Badrulzaman (1996), Purwahid (1994), Titodingrat (1985), Lawrence M. Friedman, 2001), dan Salim (2009) . Setidaknya ada 2 (dua) istilah dalam Al-Qur’an yang berhubungan dengan perjanjian yaitu al-‘aqdu (akad) dan al-‘ahdu (janji). Kata al- ‘aqdu terdapat dalam Surat Al Maidah ayat 1, bahwa manusia diminta untuk memenuhi akadnya. Menurut fathurrahman Djamil, istilah al‘aqdu ini dapat disamakan dengan istilah verbintenis dalam KUHPerdata. Sedangkan isilah al‘ahdu dapat disamakan dengan istilah perjanjian atau overeenkomst, yaitu suatu pernyataan dari seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan orang lain. Akad menurut KUHPerdata adalah suatu persetujuan perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang atau lebih (Pasal 1313 KUHPerdata). Pasal 1313 KUHPerdata mengalami perubahan dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang diatur dalam Pasal 6 yaitu a contract in the sense of this title is a multilateral juridical act whereby one or more parties assume an obligation towards one or more other parties (kontrak merupakan perbutan hukum yang timbal balik di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
ISSN No: 1979 – 8652
atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya). Menurut undang-undang perbankan Syariah Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS) dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah (Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah). Perbedaan yang terjadi dalam proses akad antara Hukum Islam dan konvensional (KUH Perdata) adalah tahap perjanjiannya. Pada Hukum akad Islam, janji pihak pertama terpisah dari janji pada pihak kedua (merupakan dua tahap), baru kemudian lahir perikatan. Sedangkan komvensional (KUH Perdata), akad antara pihak pertama dan pihak kedua adalah satu tahap yang kemudian menimbulkan perikatan diantara mereka. Menurut A Gani Abdullah, dalam Hukum Perikatan Islam, titik tolak yang paling membedakan adalah pada pentingnya unsur ikrar (ijab dan kabul) dalam tiap transaksi. Apabila dua janji antara para pihak tersebut disepakati dan dilanjutkan dengan ikrar (ijab dan kabul), maka terjadilah perikatan (aqdu). b. Akad Pembiayaan Menurut konteks Indonesia dikenal adanya lembaga keuangan. Pembiayaan dalam konteks Indonesia dikenal sebagai lembaga pembiayaan, baik lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan bukan bank, keduanya mempunyai perbedaan pada kegiatan usaha yang dilakukan, lembaga pembiayaan merupakan salah satu bagian dari lembaga keuangan. Lembaga keuangan terdiri dari tiga lembaga yaitu : perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan bukan bank. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009, lembaga pembiayaan meliputi perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura dan perusahaan pembiayaan infrastruktur. Menurut jenis kegiatan usaha perusahaan pembiayaan meliputi sewa guna usaha, anjak piutang, usaha kartu kredit, dan pembiayaan konsumen. Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung 155
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015
investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. Sedangkan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Hal ini berkaitan dengan pembiayaan pada perbankan Islam atau istilah teknisnya disebut sebagai aktiva produktif. Menurut Peraturan Bank Indonesia aktiva produktif adalah penanaman dana bank syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga Islam, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen, dan luar jangkauan pada rekening administratif serta sertifikat wadiah. Istilah pembiayaan pada dasarnya lahir dari pengertian I believe, I trust, yaitu saya percaya atau saya memberikan kepercayaan. Perkataan pembiayaan yang artinya kepercayaan (trust) yang berarti bank memberi kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan oleh bank selaku shabibul maal (penghimpun dana). Dana tersebut harus dipergunakan dengan benar, adil dan harus disertai dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas serta saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Sebagaimana dalam Firman Allah SWT dalam Surah An-Nisa (4) ayat 29. “Hai orang-orang yang beriman janganlah engkau saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan jangan kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu.” Dalam Firman Allah SWT Surah (4) ayat 29 ini menjelaskan bahwa Allah SWT melarang mengambil harta orang lain dengan jalan yang batil, kecuali dengan perdagangan atau jual beli yang berlaku dengan suka sama suka tanpa ada paksaan. Dan Allah SWT melarang membunuh diri
ISSN No: 1979 – 8652
sendiri. Menurut ayat ini yang dilarang ialah membunuh diri sendiri dan orang lain. Membunuh orang lain bererti membunuh diri sendiri sebab setiap orang yang membunuh akan dibunuh, sesuai dengan hukum qishash . Pembiayaan dalam bank Islam adalah penyediaan dana atau tagihan yang disamakan dengan : a) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah. b) Transaksi sewa dalam bentuk ijarah atau sewa dengan pilihan perpindahan hak milik dalam bentuk ijarah muntahiyah bit tamlik. c) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna. d) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh. e) Transaksi hibrid dengan menggunakan akad ijarah atau kafalah. Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank atau lembaga keuangan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi kemudahan dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan, tanpa imbalan atau bagi hasil. Pemberian fasilitas kredit/ pembiayaan bagi Bank merupakan sumber pendapatan dalam bentuk bunga (Bank Konvensional) dan dalam bentuk bagi hasil dan jual beli (Bank Syariah). Bank SUMUT Syariah sebagai Bank Syariah memperoleh pendapatan dari bagi hasil. Akad pembiayaan telah dianggap sah sejak dilakukan kesepakatan antara kedua pihak baik secara tertulis maupun secara lisan. Akad dianggap sah, jika telah memenuhi ketentuan syarat-syarat sahnya suatu akad yang telah ditetapkan. Menurut KUHPerdata Pasal 1320 disebutkan bahwa syarat sahnya suatu perjanjian ialah : a) Adanya kesepakatan dalam mengadakan perjanjian. b) Cakap menurut hukum. c) Adanya suatu obyek tertentu dan jelas. d) Suatu sebab yang halal. 156
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015
Dalam ketentuan syariah, ketentuan mengenai perjanjian pembiayaan terkandung dalam Al-Qur’an dalam surah AlBaqarah ayat 282 yang artinya “Hai orangorang yang beriman, apabila kamu bermuamalat tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya dengan benar. Dan janganlah penulis tidak menulisnya sebagaimana Allah telah mengajarkan, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mewakilkan (apa yang ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari hutangnya, jika orang yang berhutang itu lemah akalnya/ lemah (keadaannya)/ dia sendiri tidak mampu mewakilkan, maka hendaklah walinya mewakilkan dengan jujur. Dan saksikanlah dengan 2 orang saksi dari 2 orang lelaki diantaramu”. Berdasarkan ketentuan di atas maka dalam perjanjian Mudharabah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a) Perjanjian dilakukan secara tertulis. b) Adanya kesepakatan para pihak. c) Ijab Kabul. d) Adanya 2 (dua) orang saksi. c. Berakhirnya Akad Suatu akad dipandang berakhir apabila telah tercapai tujuannya. Selain telah tercapai tujuannya, akad dipandang berakhir apabila terjadi fasakh (pembatalan) atau telah berakhir waktunya. Fasakh terjadi disebabkan sebagai berikut : a) Difasakh (dibatalkan), karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syara’ seperti yang disebutkan dalam akad rusak, misalnya jual beli barang yang tidak memenuhi syarat kejelasan; b) Dengan sebab adanya khiyar, baik khiyar rukyat, cacat, syarat atau mejelis; c) Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena merasa menyesal atas akad baru saja dilakukan. Fasakh dengan cara ini disebut iqalah; d) Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak dipenuhi oleh pihak-pihak yang bersangkutan;
ISSN No: 1979 – 8652
e) Karena habis waktunya seperti dalam akad sewa menyewa; f) Karena tidak dapat izin pihak berwenang; g) Karena kematian
2. Mudharabah a. Konsep Mudharabah Transaksi mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih yang mana pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi seratus persen modal shahibul maal dan keahlian dari mudharib. Secara umumnya, pengertian mudharabah dilakukan oleh para sarjana antaranya iaitu Muhammad (2001), Afzalur Rahman dalam Gemala Dewi dkk (2005), Muhammad Syafii Antonio (2010), Muhammad Ayub (2007), Abdul Sami’ alMisri (1993), Muhammad Nejatullah Siddiqi (1991), Nailul Authar (1999) dan Wahbah Az-Zuhaili (2011) mereka mendefiniskan mudharabah sebagai bentuk kerjasama penyediaan modal dengan tujuan perniagaan berdasarkan nilai yang disepakati. Menurut Muhammad Umer Chapra (1985), Nabhan (2008), H.R. Daeng Naja (2011), Mervin K. Lewis dan Latifa M. Algaoud (2007), Sayyid Sabiq (2010), Ascarya (2007), Ahmad Wardi Muslich (2010) dan Yusof Ramli (2008) mereka mendefinisikan mudharabah antaranya ialah perjanjian bagi hasil yang diperoleh daripada kedua pihak dalam bentuk kerjasama sesuai dengan kesepakatan. Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Mudharabah yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (malik, shahib al-mal, Lembaga Keuangan Syariah) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Keseluruhan definisi mudharabah ke atas dapat disimpulkan bahwa mudharabah adalah suatu bentuk akad kerjasama antara pemilik modal (shahibul mal) dengan 157
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015
pengusaha (mudharib) untuk memperoleh keuntungan bersama berdasarkan kadar yang disepakati. Selain dipergunakan untuk pembiayaan modal kerja, secara umum pembiayaan mudharabah dapat dipergunakan untuk pembelian barang investasi dan pembiayaan proyek. Pembiayaan mudharabah merupakan produk penyaluran dana bank untuk membantu usaha nasabah melalui penyediaan modal usaha. Karena itu sebagai kompensasinya, bank memperoleh keuntungan dari bagi hasil. Pada mekanisme bank syariah, pendapatan bagi hasil berlaku untuk produkproduk penyertaan, baik penyertaan menyeluruh maupun sebagian, atau dalam bentuk bisnis kerjasama. Pihak-pihak yang terlibat dalam kepentingan bisnis harus melakukan transparansi dan kemitraan secara baik dan ideal. Sebab semua pengeluaran dan pemasukan rutin yang berkaitan dengan bisnis penyertaan, bukan untuk kepentingan pribadi yang menjalankan proyek. Keuntungan harus dibagi secara proporsional antara shahibul maal dengan mudharib. Dengan demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis mudharabah, bukan untuk kepentingan pribadi mudharib, dapat dimasukan ke dalam biaya opersional. Keuntungan bersih harus dibagi antara shahibul mal dan mudharib sesuai dengan proporsi yang disepakati sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Menurut mudharabah, salah satu pihak berfungsi sebagai pemilik modal/penyedia modal (shahibul maal) dan pihak yang lain berperan sebagai pengelola (mudharib) dengan prinsip bagi hasil menurut kesepakatan di awal. Sebagai orang yang diberi amanah, ia dituntut untuk bertindak hati-hati dan bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi karena kelalainnya. Perjanjian mudharabah dapat dilakukan antara beberapa penyedia dana dan pelaku usaha. Jika usaha mengalami kerugian, maka seleuruh kerugian ditanggung oleh pemilik modal, kecuali jika ditemukan adalanya kelalaian atau
ISSN No: 1979 – 8652
kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana. Dasar hukum mudharabah antara lain Firman Allah : “Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebahagian karunia Allah SWT” ( QS. Al-Muzammil ayat 20) “Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebarlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah SWT.” ( QS. Al-Jumu’ah ayat 10) ”Tidak ada dosa bagi kamu untuk mencari karunia (rezeki) hasil perniagaan Tuhanmu” (QS. Al-Baqarah ayat 198). Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Syayidina Abbas jika ingin memberikan dana ke mitra usahanya secara Mudharabah, ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, jika menyalahi peraturan maka yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikan syarat-syarat tersebut ke Rasulullah SAW dan Rasul memperkenankannya. Hadits lain yang telah diriwayatkan oleh Imam Darul Quthni dari perawi yang dapat dipercaya. Dari Syu’aib r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda : ”Tiga perkara di dalamnya terdapat keberkahan, (1) menjual dengan pembayaran secara kredit, (2) Muqaradah (nama lain dari Mudharabah), (3) mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah). ”Rahmat Allah SWT tercurahkan atas dua pihak yang sedang berkerjasama selama mereka tidak melakukan kecurangan, apabila curang maka bisnisnya akan tercela dan keberkahan akan sirna.” (HR. Abu Daud, Baihaqi dan Al-Hakam). Secara umum mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu: a) Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. b) Mudharabah Muqayyadah (restricted mudharabah atau speciefied mudharabah) adalah bentuk 158
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015
kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya si mudharib dibatasi dengan batasan usaha, waktu dan tempat usaha. Dan adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum shahibul maal dalam memasuki jenis usaha. Mudharabah muqayyadah terbagi menjadi dua yaitu: a) Mudharabah muqayyadah on Balance sheet yaitu simpanan khusus (restricted investment) dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. b) Mudharabah muqayyadah off Balance sheet yaitu penyaluran dana langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha dan pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dalam pelaksanaan usahanya. b. Rukun Mudharabah Menurut Hanafiyah rukun mudharabah adalah ijab dan qabul yang tepat; sedangkan menurut Jumhur ulama ada tiga rukunnya, yakni : a) Dua pihak yang berakad (pemilik modal dan pengusaha/mudharib); b) Materi yang diperjanjikan, mencakup modal usaha dan keuntungan; c) Sighat (ijab dan qabul) Menurut Gemala Dewi mengemukakan rukun mudharabah ada empat, yakni pemodal dan pengelola, sighat, modal dan nisbah keuntungan. Sedangkan menurut Syafi’iyah rukunnya ada lima, yakni harta/modal, pekerja/pengusaha, keuntungan, sighat (ijab dan qabul) serta dua pihak yang berakad.25 c. Syarat-syarat Mudharabah a) Orang yang terkait dalam akad adalah cakap bertindak hukum Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid IV, Darulfikir, (Jakarta: Gema Insani, 2011), halaman 479 25
ISSN No: 1979 – 8652
b) Syarat Modal yang digunakan harus : 1) Berbentuk uang (bukan barang) 2) Jelas jumlahnya 3) Tunai (bukan berbentuk hutang) 4) Langsung diserahkan kepada mudharib c) Pembagian keuntungan harus jelas, dan besar sesuai nilai yang disepakati
IV. Pembahasan Pada pelaksanaan pembiayaan Mudharabah, sebelumnya dilaksanakan akad pembiayaan yang diadakan oleh Bank Sumut Syariah dengan nasabah. Akad ini dilakukan secara tertulis dalam akta akad pembiayaan yang berisi kesepakatan para pihak untuk melakukan akad pembiayaan. Setelah isi perjanjian pembiayaan Mudharabah disepakati oleh pihak Bank Sumut Syariah dengan UKM (nasabah), selanjutnya dilakukan penandatanganan akta akad dihadapan seorang notaris yang telah ditunjuk. Adanya penandatanganan ini sebelumnya dilakukan ijab qabul oleh Bank dan nasabah dengan mengucapkan perkataan yang menerangkan bahwa nasabah menerima akad Mudharabah tersebut. Dalam syariah Islam tidak ditentukan mengenai kata-kata dalam lafazlafaz ijab qabul, karena yang terpenting dalam ijab kabul adalah maknanya bukan susunan kata-katanya. Berdasarkan prinsip mudharabah bank Sumut syariah harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dana tersebut, sehingga langkah-langkah dalam proses penyaluran pembiayaan mudharabah ini sesuai dengan karakter dan standart dalam penyaluran dana. Sebelum memberikan pembiayaan pihak bank syariah melakukan penilaian terlebih dahulu terhadap calon mudharib atau nasabah/mudharib yang mengajukan permohonan pembiayaan. Hal ini dilakukan agar pembiayaan yang diberikan selalu memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 159
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015
1. Keamanan pembiayaan (safety) yaitu harus benar diyakini bahwa pembiayaan tersebut dapat dilunasi kembali. 2. Terarahnya tujuan pembiayaan, yaitu bahwa pembiayaan akan digunakan untuk tujuan yang sejalan dengan kepentingan masyarakat atau sekurangkurangnya tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. 3. Menguntungkan, baik untuk bank sendiri maupun kepada mudahrib atau nasabah/mudharib dengan semakin berkembangnya usaha mereka.26 Awal dari proses pemberian pembiayaan pada bank adalah ketika para calon nasabah/mudharib telah mengajukan terlebih dahulu permohonan pembiayaan kepada bank syariah. Pada prinsipnya permohonan pembiayaan ini berfungsi sebagai bukti adanya permohonan dari perorangan atau badan usaha kepada bank dengan catatan bahwa permohonan tersebut menyertakan lampiran-lampiran sebagai informasi dalam evaluasi dari pemberian pembiayaan sebagai berikut : 1. Tahap Permohonan Pembiayaan 2. Tahap Penelitian Berkas Investigasi Pembiayaan 3. Analisis Pembiayaan. Dalam melakukan penilaian kriteriakriteria pembiayaan mudharabah setiap bank mempunyai standar yang sama. Biasanya kriteria penilaian yang harus dilakukan oleh bank untuk memberikan persetujuan terhadap nasabah yang benar-benar dilakukan dengan berpedoman kepada formulasi 4P dan 5C.27 Selain unsur di atas dalam pemberian pembiayaan ini memerlukan analisis resiko pembiayaan mudharabah yang terdiri dari : 1. Resiko Pembiayaan. Resiko pembiayaan adalah resiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajibannya, resiko pembiayaan Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari’a, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), halaman 69 27 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), halaman 63-65 26
ISSN No: 1979 – 8652
mencakup resiko terkait produk dan resiko pembiayaan korporasi. 2. Resiko Pasar (Market Risk) Resiko pasar adalah resiko kerugian yang terjadi pada portofolio yang dimiliki oleh bank akibat adanya pergerakan variable pasar berupa suku bunga dan nilai tukar termasuk diantaranya resiko tingkat suku bunga (interest rate risk), resiko pertukaran mata uang (foreign exchange risk), resiko harga (price risk) dan resiko likuiditas (liquidity risk). 3. Resiko Operasional (Operational Risk) Resiko operasional adalah resiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal, human error, kegagalan sistem atau adanya masalah eksternal yang mempengaruhi operasional bank diantaranya resiko reputasi, resiko kepatuhan, resiko strategis, resiko transaski dan resiko hukum. 28 V.
Penutup Berdasarkan uraian dan pembahasan, maka kesimpulan dari tulisan ini adalah: 1. Pelaksanaan perjanjian pembiayaan mudharabah Bank Sumut Syariah Medan tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian yang tinggi dan berpedoman pada prinsip 5 C (character, capacity, capital, collateral, conditon of economy) ditambah aspek lain yaitu aspek yuridis, manajemen, teknis, pemasaran, keuangan. 2. Pembiayaan Mudharabah dilaksanakan tanpa adanya penyerahan agunan oleh mudarib (nasabah), walaupun dalam prakteknya untuk menghindari terjadinya kegagalan oleh pengelola usaha/mudharib dan untuk mengurangi resiko, pihak perbankan akan meminta agunan dari mudharib sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Berdasarkan uraian dan pembahasan, maka saran dari tulisan ini adalah: Adirwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), halaman 260 28
160
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015
1. Hendaknya perbankan syariah lebih mensosialisasikan kepada masyarakat, terutama tentang akad pembiayaan mudharabah karena sebagian masyarakat belum mengetahui sistem pembiayaan yang ada di bank syariah apalagi usaha kecil yang enggan berurusan dengan perbankan dikarenakan masalah kalsik yaitu riba, padahal konsep perbankan syariah itu berasaskan prinsip bagi hasil (kemitraan). 2. Diharapkan pihak Bank Sumut Syariah dalam memberdayakan usaha kecil menengah ditingkatkan terutama dalam penyediaan modal serta persyaratan agunan dipermudah, namun tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, guna menghindarkan risiko kerugian bagi pihak Perbankan.
DAFTAR PUSTAKA Amalia, E, 2009, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta Ascarya, 2007, Akad dan Produk Bank Syari’a, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Az-Zuhaili, W., 2011, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid IV, Darulfikir, Gema Insani, Jakarta Djumhana, M., 2006, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditiya Bakti, Bandung Hermansyah, 2008, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta Karim, A.A., 2011, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Raja Grafindo Persada, Jakarta Muhammad, 2008, Manajemen Pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah, Raja Grafindo Persada, Jakarta Nafis, M.C., 2011, Teori Hukum Ekonomi Syariah Kajian Komprehensif Tentang Teori Hukum Ekonomi Islam, Penerapannya dalam Fatwa DSN dan Penyerapannya ke dalam Peraturan Perundang-undangan, UI Press, Jakarta Rivai, V. dan Arviyan A, 2010, Islamic Banking Sistem Bank Islam Bukan
ISSN No: 1979 – 8652
Hanya Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi dalam Menghadapi Berbagai Persoalan Perbankan & Ekonomi Global, Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi, Bumi Aksara, Jakarta Rodoni, A dan Abdul H., 2008, Lembanga Keuangan Syariah, Dzikrul Hakim, Jakarta Saeed, A, Bank Islam Dan Bunga Studi Kritis Larangan Riba dan Interprestasi Kontemporer, Pustaka Pelajar, 2008, Yogyakarta Sembiring, S., 2008, Hukum Perbankan, Mandar Maju, Bandung Shari, I dan Wook E., 1989, Industri Kecil di Malaysia: Perkembangan, Struktur dan Masalahnya Syafii, A.M., 2001, Islmic Banking Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta Tambunan, T.T.H., 2002, Usaha Kecil dan Menengah Di Indonesia Beberapa Isu Penting, Salemba Empat, Jakarta Dipta, I W., Kebijakan Pemberdayaan UMKM Sesuai Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, Jakarta, Jurnal Infokop, Volume 17-Juli Karim, A.A., Perbankan Syariah; Peluang, Tantangan dan Strategis pengembangan, Orientasi, Jurnal Agama, Filsafat dan Sosial, Edisi 3 Tahun III, April 2001 Literature Review on Small and Medium Enterprises’ Access to Credit and Support in South Africa, Project Manager and Lead Researcher: Edmore Mahembe, 2011 Panggabean, R,, Tolok Ukur Keberhasilan Program Pemberdayaan UKMK Sesuai Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, Jakarta, Jurnal Infokop, Volume 17Juli Prabowo, D., : Developent of Small and Medium-sized Enterprise, makalah pada seminar The Tokyo seminar on Indonesia 25-26 Agustus 2004 di Tokyo Jepang Qureshi, J and Gobind M. H, 2016, The Role of Small and Medium-size Enterprises (SMEs) in the Socio-economic Stability of Karachi
161
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015
ISSN No: 1979 – 8652
Rendra Yozar Dharmaputra, dan Januari S., (2010), Pelaksanaan Perjanjian Kredit Modal Kerja di Bank Mandiri (PERSERO) Tbk. Cabang Binjai di Tinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Mercatoria, 3 (2): 71-87 Syarif, T dan Etty B., Prospek Pengembangan Peluang Usaha Dengan UndangUndang No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Jurnal Infokop, Volume 17-Juli, Jakarta. Yuli, S.B.C, Analisis Pembiayaan Syariah pada Usaha Kecil Menengah (UKM) Di Bank Syariah Mandiri Cabang Malang Diakses 25 Februari 2015, http://asbanda.com/index.php?optio n=com_content&view=article&id=12 9:bank-sumut-luncurkan-ladieshbranch-syariahpertama&catid=39:berita&Itemid=1 bisnis.com diakses pada tanggal 25 Februari 2015 Diakses 25 Februari 2015, http://ejournal.umm.ac.id/index.php /intermediasi/article/viewFile/1002 /1071_umm_scientific_journal.pdf, Diakses 25 Februari 2015, http://www.medanmagazine.com/ba nk-sumut-targetkan-penyaluran-kurrp-200-m/
162