PEKERJAAN MASYARAKAT NELAYAN BAJOE TERHADAP PERUBAHAN FUNGSI RUMAH TRADISIONAL BUGIS DI KELURAHAN BAJOE KABUPATEN BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN
WORK COMMUNITY FISHERMAN TO CHANGE FUNCTION TRADISIONAL BUGIS HOUSE IN BAJOE, DISTRICT BONE , SOUTH SULAWESI
Andi Sumarni Bambang Heryanto, Ramli Rahim Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi : Andi Sumarni ST Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Haluoleo Kendari HP : 085241945098 Email:
[email protected]
Abstrak Arsitektur tradisional bugis cenderung hilang. Penelitian ini bertujuan (1) mengidentifikasi budaya masyarakat nelayan Bajoe terhadap perubahan fungsi rumah tradisional bugis (2) mengkaji perubahan elemen rumah, penataan ruang, bentuk rumah, ornamen dan fasade terhadap daya guna dari ruang. Jenis penelitian ini adalah kualitatif karena tidak terikat pada variabel. Pendekatan studi kasus dilakukan berdasarkan petunjuk informan untuk rumah tradisional bugis. Studi kasus aplikasi pada rumah nelayan berdasarkan pengaruh budaya terhadap perubahan fungsi pada bangunan. Jenis data fisik yaitu denah, tampak dari rumah. Jenis data non fisik yaitu nilai adat, nilai religi, nilai sosial, nilai prilaku, dan nilai ekonomi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi literatur dan observasi dengan mewawancarai tiga tokoh adat sebagai nara sumber. Data fisik dianalisis dengan teknik analisis deskriptif dengan menggunakan penafsiran atau interpretasi dimana mengungkapkan gejala secara menyeluruh dan sesuai dengan konteks melalui pengumpulan dari latar belakang alami, dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Teknik analisis yang digunakan untuk mengolah data yang berkenaan dengan rumusan masalah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan fungsi rumah tradisional bugis berubah disebabkan oleh pengaruh budaya masyarakat nelayan Bajoe dimana diambil enam kasus rumah yaitu dua rumah punggawa, dua rumah juragan, dua rumah sawi. Perubahannya terjadi pada tatanan ruangnnya dan sebagian pada penampilan fisik rumah, perubahan terjadi pada posisi tangga yang semula berada diluar rumah sekarang berada didalam rumah, perubahan posisi pintu dan jendela. Perubahan material atap didominasi oleh material penutup atap, pemanfaatan kolong rumah sebagai tempat untuk menyimpan alat-alat untuk melaut dan sebagai tempat usaha, fungsi ruang yang sebelumya tempat umum kini menjadi khusus. Disimpulkan bahwa pengaruh budaya melaut yang seteleh pulang dari melaut menyimpan peralatan pada kolong rumah dan ruang tamu menyebabkan terjadinya perubahan fungsi rumah tradisional bugis yang mana fungsi rumah tradisional bugis pada kolong rumah digunakan sebagai tempat untuk bersenda gurau kini fungsinya sebagai tempat untuk menyimpan alat-alat melaut dan tempat untuk mengolah hasil laut. Kata kunci: Budaya, nelayan, perubahan fungsi, arsitektur tradisional, bugis
Abstract Bugis traditional architecture tends to disappear. This study aimed (1) identify the fishing community culture Bajoe to change the function of traditional Bugis houses (2) assess changes in elements of house, the arrangement of space, form house, ornamentation and facade of the usability of the space. This type of research is qualitative because it is not bound to the variable. Case study approach is based on the instructions informant for the traditional Bugis houses. Application case studies based on a fisherman's house to change the function of cultural influences on the building. Types of physical data that is the plan, it appears from the house. Non-physical types of data that traditional values, religious values, social values, the behavior, and economic value. The data was collected by means of literature study and observation by interviewing three traditional leaders as a resource. Physical data were analyzed by using descriptive analysis techniques of interpretation or interpretations which reveal symptoms thoroughly and in accordance with the context through the collection of natural background, and tend to use inductive analysis approach. Analytical techniques used to process data relating to the formulation of the problem. These results indicate that changes in the functions of traditional Bugis houses changed due to the influence of culture fishing Bajoe taken six cases in which the two houses courtier houses, two houses skipper, two houses mustard. Change is occurring in order room and partly on the physical appearance of the house, changes occur in the original position of the stairs outside the house is now located inside the house, change the position of doors and windows. Change the roof material is dominated by the roofing material, utilization below the house as a place to store tools for fishing and as a place of business, functions that previously public space has become specialized. It was concluded that the cultural influence of the sea are home to sea after keep the equipment in the living room below the house and leads to changes in the functions of traditional Bugis houses in which the functions of traditional Bugis houses at below the house is used as a place to frolic now function as a place to store fishing equipment and place for seafood processing. Key words: culture, fishing, changes in function, traditional architecture, bugis
PENDAHULUAN Arsitektur merupakan suatu unsur kebudayaan yang tumbuh dan berkembang bersama dengan pertumbuhan suatu suku bangsa oleh karena itu arsitektur adalah merupakan salah satu pendukung kebudayaan. Wujud fisik kebudayaan bugis terungkap pada rumah tradisional yang merupakan adat istiadat bugis sejak dulu. Arsitektur tradisional merupakan bagian dari seluruh kehidupan budaya, masyarakat melakukan proses kehidupan sehari-hari selalu terkait dengan ruangan-ruangan mereka, Ali, (2000). Kebudayaan menghasilkan tingkah laku dan berupa alat atau benda-benda sebagaimana yang diperlukan dalam kehidupan, pada arsitektur tradisional terkandung wujud sosial Suparlan, (1980). Menurut Poespahardojo (1982) bahwa rumah dapat dilihat sebagai pusat kegiatan budaya, dimana rumah merupakan proses bermukim akibat aktivitas dan pola prilaku manusia. Perkembangan bentuk rumah sesuai pola pikir penghuninya dipengaruhi oleh budaya yang dimiliki. Arsitektur tradisional secara terpadu merupakan wujud sosial, wujud material dari suatu kebudayaan. Rumah adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sebagai tempat untuk berlindung dari gangguan cuaca, binatang dan kriminal, tempat pembinaan keluarga, tempat istirahat, dan kerja. Model dan bentuk rumah yang dihuni oleh berbagai suku bangsa di dunia memiliki karakter dan nilai keunikan dalam corak yang khas sebagai cerminan budaya mereka masing-masing. Suparlan (1990) rumah tidak dapat dilihat dan diperlakukan sebagai satuan fisik tetapi sebagai simbol yang mencerminkan jati diri sosial penghuninya. sesuai dengan kehendak, kemampuan, dan peluang yang ada pada setiap saat sejalan dengan proses perkembangan biologis, sosial, dan ekonomi keluarga bersangkutan, rumah memberi peluang untuk mengadakan interaksi dan aktifitas dengan lingkungannya. Hakekat rumah merupakan penjelmaan eksistensi manusia yang tidak statis, melainkan selalu berkembang sesuai potensi yang dimiliki. Seperti yang dikatakan seorang filsuf Yunani Aristoteles (Bartens, 1992) bahwa “manusia adalah zoon politicon, yang dapat diartikan sebagai makhluk sosial yang selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesamanya, dalam bergaul manusia menginginkan suasana aman, tentram, nyaman, dan bebas, sehingga ia dapat berkarya dan bekerja untuk mengabdikan dirinya bagi kepentingan sesamanya”. Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana hubungan budaya nelayan sehingga dapat terjadi perubahan fungsi pada rumah tradisional Bugis, memberikan kontribusi positif dalam ilmu arsitektur terutama yang terkait dengan arsitektur Bugis, dan untuk mengetahui
bagaimana perubahan elemen rumah, penataan ruang dari masing-masing ruang, bentuk, ornament dan fasade rumah. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Bajoe, Kecamatan Tanete Riattang Timur, Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan. Jenis penelitian ini yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Kriteria dan kasus penelitian Obyek arsitektur tradisional bugis yang dipilih adalah rumah nelayan Punggawa, rumah nelayan juragan, rumah nelayan sawi. Kriteria dipilih berdasarkan perubahan penataan ruang, berupa pengelompokan ruang, pola hubungan ruang, pola sirkulasi, orientasi ruang, perubahan bentuk rumah, ornamen, fasade, struktur dan bahan. Bagaimana budaya masyarakat nelayan bajoe terhadap perubahan fungsi rumah tradisional bugis. Metode pengumpulan data Jenis data dalam penelitian ini ada dua yaitu data fisik dan non fisik. Data fisik yaitu (1) denah yaitu hubungan ruang dan fungsi ruang, (2) tampak bangunan, orientasi, (3) Ornamen, (4) bentuk ruang, (5) bentuk fasade. Pengumpulan data fisik dilakukan dengan cara studi literatur dan observasi dengan mewawancarai tiga orang tokoh adat sebagai nara sumber. Data non fisik yaitu (1) nilai adat, (2) nilai religi, (3) nilai sosial, (4) nilai perilaku, (5) ekonomi. Pengumpulan data non fisik dilakukan dengan cara studi literatur dan observasi lapangan. Analisis data Teknik analisis data fisik dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dengan menggunakan penafsiran dengan pendekatan induktif, mengolah data berdasarkan rumusan masalah. Teknik analisis data non fisik menggunakan analisis isi. HASIL Studi kasus Stratifikasi Masyarakat Nelayan Bajoe Stratifikasi
budaya
masyarakat
pesisir
dengan
pembagian
kerja
nelayan
mencerminkan kebersamaan dan persatuan di dalam komunitas penduduk pesisir, pembagian kerja pada nelayan terbagi atas, (1) punggawa yang memberi modal untuk
melaut, (2) juragan sebagai pelaksana dalam nahkoda kapal, sedang sawi sebagai anak buah kapal. Rumah punggawa nelayan Kasus ini adalah Rumah dengan orientasi ke timur, terlihat penambahan ruang terletak pada ruang di bagian kolong rumah yang dipergunakan sebagai ruang usaha yang dibuat berada di dalam rumah, jenis usaha penjualan kebutuhan sehari-hari dan keperluan untuk melaut. Arsitektur rumah panggung tradisional Bugis masih nampak pada bangunan dengan lego-lego pada bagian depan bangunan lantai 2 (dua) dan atap memakai timpa laja, menurut penuturan pemilik rumah ini sudah berubah dari model awal, model rumah panggung yang model awal tanpa ruang tambahan pada lantai kolong. Kini terlihat tambahan pada kolong rumah. Tampilan fisik pada lantai 2 tidak terlalu banyak berubah, karakter rumah panggung terlihat pada bentuk ukiran bagian lego-lego, serta material rumah,menurut penuturan pemiliknya pertama rumah ini dibangun dengan memakai atap dari rumbia, kemudian lantainya dari papan. Perubahan terjadi pada posisi lego-lego bergeser ke sisi rumah, selain itu jendela rumah berubah sebelumnya mempergunakan kayu dan sekarang menggunakan kaca. Budaya melaut oleh masyarakat nelayan Bajoe sehingga terjadi perubahan fungsi yang mana rumah tradisional bugis biasanya bagian bawah digunakan sebagai tempat bercanda kini berubah fungsi sebagai tempat untuk menyimpan jala (alat penangkap ikan) pada bagian kolong rumah, ruang tamu. Pemilik merupakan seorang punggawa nelayan. Halaman dan kolong rumah digunakan sebagai tempat menyimpan perahu, menjual kebutuhan sehari-hari menyimpan box (gabus ikan), sampan, dan pelampung. Rumah juragan nelayan Rumah dengan orientasi ke Barat dimana arsitektur rumah panggung tradisional bugis masih nampak pada bangunan ini, dengan lego-lego didepan. Atap memakai bahan dari seng. Jenis usaha sebagai nelayan dan juragan kapal, pemanfaatan kolong rumah sebagai tempat usaha mengemas ikan merubah fungsi utama dari Kolong rumah. Pemanfaatan kolong rumah mengakibatkan penambahan jumlah ruang pada rumah panggung, dengan mengadakan pengembangan pada kolong rumah berarti memperluas/mengembangkan rumah tinggal. Perubahan ini dilakukan sebagai upaya mengatasi kekurangan ruang pada rumah, fungsi ruang yang sebelumnya masih umum saat ini makin khusus akibat adanya usaha
rumah tangga, atap bangunan menggunakan bahan yang terbuat dari seng, memakai tutup bubungan yang disebut Timpa laja. Timpa laja yang bersusun tiga. Dinding rumah pada bagian atas rumah (lantai 02) menggunakan material kayu dan pada bagian bawah rumah (kolong rumah) tetap menggunakan kayu sebagai material dinding. Jendela pada lantai atas rumah menggunakan material dari kaca. Untuk lantai bawah (kolong rumah) terdapat juga jendela. Untuk lantai bangunan pada bagian atas menggunakan kayu/papan sedangkan pada bagian bawah menggunakan material rabat beton. Rumah sawi nelayan Rumah dengan orientasi ke timur, ruang bagian bawah pada rumah tersebut dipakai untuk menyimpan jala, (alat untuk menangkap ikan), perahu, sampan, pelampung, dan ikan sebagai hasil tangkapannya mengerjakan kegiatan seperti, menimbang berat ikan, ada yang dijual diberbagai pasar di Bone, kegiatan dilakukan pada kolong rumah dan mengerjakan jala bila ada yang perlu diperbaiki. Arsitektur rumah panggung tradisional Bugis masih nampak pada bangunan dengan lego-lego pada bagian depan. Ruang di atas dipergunakan sebagai tempat tinggal dan sebagian dipergunakan untuk membuat jala (alat untuk menangkap ikan). Rumah ini atapnya memakai seng, menurut penuturan pemilik rumah ini sudah berubah dari model awal sebanyak 2 kali, model rumah panggung yang model awal tanpa ruang tambahan pada legolego masih beratapkan daun rumbia. Tampilan fisik pada lantai atas tidak terlalu banyak berubah, karakter rumah panggung terlihat pada bentuk bagian lego-lego, dapur lantainya menggunakan bambu. Pemilik merupakan seorang sawi nelayan sama halnya dengan anak buah kapal.Halaman dan kolong rumah digunakan sebagai tempat menyimpan perahu, menyimpan sampan dan pelampung. PEMBAHASAN Rumah Tradisional Suku Bugis Berbentuk Empat persegi panjang. Bentuk bangunan yang terdiri dari : (1) Rakkeang, bagian atas dibawah atap, (2) Ale Bola, bagian tengah rumah, (3) Awa Bola, bagian bawah rumah. Tata ruang yang terdiri dari : (1) Lontang Risaliweng, Ruang depan, (2) Lontang Ritengngah, ruang tengah, (3) Lontang Rilaleng, Ruang dalam rumah. Rumah merupakan unit hunian terkecil yang dapat dipandang sebagai jagad kecil. Rancang bangun rumah berlandaskan pada usaha pemenuhan kebutuhan dasar maupun keinginan dan selera penghuni. Dalam pemahaman umum, rumah berfungsi sebagai tempat
beristirahat ataupun campuran beristirahat dan bekerja, sekaligus sebagai tempat membangun keluarga baik dalam aspek budaya, sosial, maupun fisik. Rumah tidak dapat dilihat sebagai bentuk fisik bangunan menurut ukuran standar tertentu, tetapi merupakan interaksi rumah dengan mobilitas penghuninya dalam siklus waktu. Rumah mempunyai berbagai macam fungsi yang semuanya tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Salah satu faktor penting pewujud bentuk dalam arsitektur adalah fungsi. Karena pada dasarnya arsitektur adalah wadah pemenuhan kebutuhan terhadap aktivitas manusia, tercakup di dalamnya kondisi alami. Sedangkan aktivitas timbul dari kebutuhan manusia, baik fisik maupun psikologis Arsitektur adalah lingkungan alamiah yang sengaja ditata dan dibangun untuk kepentingan tertentu dalam hidup manusia. Bentuk, fungsi dan simbol adalah perangkat yang saling berhubungan dan secara bersama-sama membentuk wujud keseluruhan dari objek arsitektur. Seluruh kultur dalam sebuah lingkungan dapat saja mempengaruhi dan membentuk cara bagaimana arsitektur dibangun dan dikembangkan. Penyusunan seluruh elemen dalam keutuhan arsitektur tidak bisa ditafsirkan dalam satu frame tunggal atau parsial. Perwujudan bentuk dan keterkaitan dengan fungsi di dalamnya melibatkan banyak aspek yang perlu dilihat secara holistik. Kebudayaan dan Arsitektur Bugis Kebudayaan Bugis seringkali digabungkan dengan kebudayaan Makassar, lalu disebut kebudayaan Bugis-Makassar. Fungsi tersebut berbeda antara satu dengan lainnya tergantung pada tempat dan waktu. Suatu proses bermukim, rumah merupakan bagian yang tidak dapat dilihat sebagai hasil fisik yang rampung semata melainkan merupakan proses yang berkembang dan berkaitan dengan mobilitas sosial budaya penghuninya dalam suatu kurun waktu. Rumah adalah kebudayaan fisik, yang dalam konteks tradisional merupakan bentuk ungkapan yang berkaitan erat dengan kepribadian masyarakatnya. Ungkapan fisiknya sangat dipengaruhi oleh faktor sosio-kultural dan lingkungan di mana ia tumbuh dan berkembang. Perbedaan wilayah dan latar budaya akan menyebabkan perbedaan pula dalam ungkapan arsitekturalnya. Rumah Bugis adalah satu fenomena menarik yang perlu dilihat latar belakang ungkapannya dalam bentuk dan fungsi ruangnya secara arsitektural. pola bentuk rumah sesuai dengan asal tradisinya. Salah satu faktor penting yang menjadi perhatian masyarakat Bugis mengantisipasi karakter lingkungan yang berbeda membentuk satu lingkungan hunian dengan karakter bentuk dan fungsi rumah yang masih mencirikan tradisi Bugis. Faktor apakah yang mendominasi keberlanjutan bentuk itu dan kendala apakah yang dihadapi dalam upayanya mempertahankan tradisinya dalam wujud bentuk dan fungsi rumah tinggalnya.
Arsitektur merupakan hasil karya manusia sebagai tanggapan terhadap adaptasi manusia terhadap lingkungannya. Arsitektur dibangun untuk mampu menjawab kebutuhan manusia dan mengangkat derajat hidupnya menjadi lebih baik, sehingga tidak bisa dilepaskan dari perkembangan kebudayaannya. Penjelasan perubahan: (1) Pemanfatan kolong rumah sebagai tempat usaha dan hunian telah merubah fungsi utama dari Kolong rumah itu sendiri seperti menjual bahan makanan untuk keperluan sehari-hari dan keperluan untuk dibawah melaut, (2) Pemanfaatan kolong rumah sebagai hunian dan usaha mengakibatkan penambahan jumlah ruang pada rumah panggung,
dengan
mengadakan
memperluas/mengembangkan
rumah
pengembangan tinggal
pada
seperti
kolong
menyimpan
rumah
berarti
jala,menyimpan
sampan,pelampung dan perahu. Perubahan ini dilakukan sebagai upaya mengatasi kekurangan ruang pada rumah, (3) Fungsi ruang yang sebelumnya masih umum saat ini makin khusus akibat adanya usaha rumah tangga,menimbang ikan, mengemas ikan dalam box gabus,menyimpan alat-alat untuk keperluan melaut, di kolong rumah, bahkan menyimpan jala (alat untuk menangkap ikan) pada ruang tamu pada lantai 02, (4) Atap bangunan menggunakan bahan yang terbuat dari seng, memakai tutup bubungan yang disebut Timpa laja. Timpa laja yang bersusun 3 (tiga). Akibat adanya kemajuan teknologi bangunan menyebabkan pemilik rumah lebih memilih material yang mudah baik dalam pemasangan serta efisiensi, (5) Faktor Ekonomi yang berpengaruh adalah mata pencaharian isteri Nelayan responden yaitu berjualan sehingga mempengaruhi bagian kolong rumah menjadi tempat usaha,sebagai tempat untuk menyimpan perahu dan peralatan untuk melaut, (6) Faktor Budaya mencari ikan dilaut setelah pulang dari mencari ikan nelayan menyimpan peralatannya di kolong rumah, di ruang tamu,dan di lego-lego sehingga dominan mempengaruhi perubahan fungsi rumah tradiasional bugis dan bertambahnya jumlah penghuni yang berakibat adanya penambahan jumlah ruang, (7) Pemakaian pada bangunan banyak memakai bahan dari kayu, pintu utama telah tetap pada lantai 2 tapi pada lantai bawah (kolong rumah) ada juga tangga dalam tempat usaha yang menghubungkan ke lantai 02, Posisi lego-lego tetap terpasang melintang di depan rumah (lantai 02), pertambahan kamar tidur dibagian belakang pada bagian ruang usaha menyebabkan ruang bertambah, dinding menggunakan kayu/ papan, dan jendela pada lantai atas rumah menggunakan material dari kaca naco Untuk lantai bangunan pada lantai 02 menggunakan papan dan lantai 01 menggunakan rabat beton. Pada tata ruang pengembangan, terjadi penambahan 1 kamar tidur dan ruang makan.
Organisasi ruang: Ruang semi privat (ruang makan). Pada tata ruang awal, ruang makan menyatu dengan ruang servis (dapur). Sementara pada tata ruang pengembangan, terpisah dari ruang servis. Orientasi ruang: Meskipun terjadi pengembangan, namun orientasi ruang cenderung tidak mengalami perubahan Pola sirkulasi: Meskipun terjadi pengembangan, namun pola sirkulasi Ornamen ada pada timpa laja bagian atas sewaktu rumah ini dibangun tidak ada ornamen pada bagian atas,setelah rumah di renovasi dari rumah aslinya diberikanlah ornamen pada timpa laja. Analisis Perubahan Objek Penelitian dengan adanya budaya pada nelayan. Perubahan yang terjadi dapat terlihat pada tatanan ruang dan sebahagian penampilan fisik bangunan. Namun terbesar terlihat pada tatanan ruang baik itu pola ruang dan fungsi. Ruang kemudian material bangunan. Ada juga perubahan terkecil juga terjadi pada posisi tangga yang sebelumnya berada di luar sekarang telah berada di dalam rumah. Perubahan posisi pintu dan jendela. Dari segi penampilan fisik penggunaan material sebahagian berteknologi tinggi bercampur dengan bahan alam seperti kayu atau papan terlihat pada elemen pintu dan jendela. Pada lantai bangunan tidak ada perubahan pada lantai atas atau lantai 02 karena sebahagian bangunan masih mempertahankan bangunan lama. Perubahan Tatanan Ruang, Dari pengamatan di lapangan bentuk-bentuk perubahan tatanan ruang rumah panggung tradisional bugis dengan adanya budaya nelayan dan usaha yang bertumpu pada rumah tangga sangat beragam, untuk mengetahui bentuk. Perubahan tersebut indikator yang dipakai adalah perubahan pola ruang dan fungsi rumah. Perubahan Material Analisis Perubahan Objek Penelitian Dari gambar yang dapat dilihat perubahan fungsi rumah tradisional bugis dengan adanya budaya pada nelayan. Perubahan yang terjadi dapat terlihat pada tatanan ruang dan sebahagian penampilan fisik bangunan. Namun terbesar terlihat pada tatanan ruang baik itu pola ruang dan fungsi ruang. Kemudian material bangunan. Ada juga perubahan terkecil juga terjadi pada posisi tangga yang sebelumnya berada di luar sekarang telah berada di dalam rumah. Perubahan posisi pintu dan jendela. Dari segi penampilan fisik penggunaan material sebahagian berteknologi tinggi bercampur dengan bahan alam seperti kayu atau papan terlihat pada elemen pintu dan jendela. Pada lantai bangunan tidak ada perubahan
pada lantai atas atau lantai 02 karena sebahagian bangunan masih mempertahankan bangunan lama. Perubahan tatanan ruang, dari pengamatan di lapangan bentuk-bentuk perubahan tatanan ruang rumah panggung tradisional Bugis dengan adanya budaya nelayan dan usaha yang bertumpu pada rumah tangga sangat beragam, untuk mengetahui bentuk perubahan tersebut indikator yang dipakai adalah perubahan pola ruang dan fungsi rumah. Respon Perubahan Material Material Atap Perubahan material atap didominasi oleh perubahan material penutup atap. Berdasarkan pengamatan dilapangan bahwa semua rumah panggung dengan fungsi pendukung Budaya nelayan yang berangkat melaut membawa jala, naik perahu, menangkap ikan dan usaha rumah tangga membuat ikan asin memakai atap seng pada material atapnya. Hal tersebut didasarkan pada kemudahan dalam mendapatkannya di lapangan, tahan lama, dan mudah dalam pemasangan. pada alasan responden yang mengatakan bahwa material pengisi sebelumnya sudah tidak bisa digunakan sehingga digantikan oleh material bahan pengisi jendela kayu dan kaca yang lebih tahan lama, mudah didapatkan dan murah harganya. Sedangkan yang menggunakan kayu pada umumnya mempunyai alasan bahwa memang belum ada penggantian. penambahan kolong rumah sebagai ruang usaha dan hunian menuntut pula penigkatan kualitas ruang dengan penggunaan material papan pada lantai kolong rumah. Untuk lantai 02 penggunaan material lantai tidak berubah, dominan menggunakan kayu/papan hal tersebut dikarenakan pada lantai 02 tidak di lakukan pembongkaran pada saat membangun, dibagian kolong hanya menambah dinding ke atas. Elemen Tangga Data di lapangan terlihat bahwa dari keseluruhan rumah panggung yang mempunyai usaha rumah tangga perubahan terbesar selain penambahan fungsi kolong rumah menjadi hunian dan usaha terjadi pula perubahan pada posisi tangga, dimana tangga yang berada di luar rumah dalam hal ini sejajar dengan panjang rumah (letak menghadap kedepan) namun saat ini berada didalam rumah. Hal ini dikarenakan pada bagian bawah rumah (kolong) telah difungsikan (dijadikan tempat usaha) untuk membuat ikan asin dan pada bagian bawah rumah nelayan disimpan perlengkapan melaut sekaligus perahunya, dimaksudkan agar aktifitas yang berlangsung pada ruang ini tidak terganggu disamping itu pencapaian yang mudah untuk lantai atas dan bawah jika berada di dalam rumah. Posisi pintu utama yang perletakannya berada pada bagian atas (lantai 2) kini telah berubah. Hal tersebut didasarkan pada pemanfaatan kolong rumah sebagai hunian dan menyimpan alat penangkap ikan seperti
perahu, jala, sampan, boks ikan dan berusaha, selain itu perpindahan posisi tangga mempengaruhi posisi pintu depan. Ragam Hias Data lapangan menunjukkan bahwa ragam hias yang digunakan pada rumah-rumah panggung tradisional dengan fungsi pendukung usaha yang bertumpu pada rumah tangga di kelurahan Bajoe bentuk flora. Ragam hias ini terdapat pada pintu, jendela, dan atap. Ragam Hias Pada Atap Rumah Pemakaian ragam hias pada bangunan terutama pada bagian atap dikarenakan di karenakan hanya sekedar mengikuti kebiasaan orang tua-tua mereka. Sudah ada sejak pertama kali rumah itu dibangun sehingga mereka tinggal melanjutkan. Ragam Hias Pada Badan Rumah Data lapangan menjelaskan bahwa ragam hias yang dipakai pada badan bangunan adalah bentuk ragam hias flora dan hiasan modern (profil) ragam hias pada badan rumah meliputi ragam hias yang berada pada bagian tengah (Ale bola), ragam hias pada rumah tradisional adalah hiasan-hiasan yang terdapat pada elemen-elemen fisik seperti Hiasan Pintu, Jendela, dinding pada alasan bahwa ragam hias yang ada pada bangunan hanya merupakan hiasan sehingga dianggap tidak terlalu penting. Kemudian ragam hias yang ada pada bangunan mereka me
rupakan ragam hias yang sudah ada sejak rumah itu pertama
kali di bangun dimana orang tua-tua mereka tinggal sebelumnya sehingga mereka tinggal meneruskannya. Faktor Dari Dalam Faktor Ekonomi Perubahan fisik rumah panggung tradisional Bugis dengan fungsi pendukung usaha yang bertumpu pada rumah tangga di kelurahan Bajoe di pengaruhi oleh kondisi ekonomi penghuninya. Semakin meningkat perekonomian mereka maka kecenderungan untuk mengadakan perubahan fisik pada rumah mereka lebih besar. Faktor Sosial Pertambahan jumlah penghuni serta ingin menunjukkan aktualisasi diri mereka pada masyarakat merupakan faktor yang juga mempengaruhi perubahan fisik rumah panggung tradisional dengan fungsi pendukung usaha yang bertumpu pada rumah tangga pada dinding rumah mereka sehingga telah dianggap mampu oleh masyarakat disekitarnya. Faktor Dari Luar Karakteristik Usaha yang mereka lakukan mampu mempengaruhi perubahan fungsi rumah panggung. Dimana ada responden yang melakukan usaha dan produksi dalam satu
ruangan, sedangkan adapula yang hanya membutuhkan ruang usaha saja untuk melakukan aktifitas usahanya. Berdasarkan ketentuan atau kebutuhan yang harus di penuhi dalam mewujudkan suatu rumah tinggal harus bisa di rubah untuk bisa menjadi rumah usaha yang bisa menampung aktivitas agar kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak terganggu.
KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini melihat latar belakang budaya masyarakat nelayan Bajoe hubungannya dengan perubahan elemen rumah tradisional bugis dan bagaimana perubahan penataan ruangnya dengan melihat pada rumah punggawa, juragan dan sawi. Arsitektur tradisional merupakan satu unsur kebudayaan yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan waktu. Sebagai unsur penentu kebijakan diharapkan peran pemerintah untuk mengapresiasikan arsitektur tradisional pada bangunan. Lebih mengembangkan dan menggali unsur-unsur arsitektur tradisional, dengan berbagai inovasi agar lebih mampu berkiprah dalam konteks terkini tanpa melupakan makna-makna yang terkandung dari arsitektur tradisional.
DAFTAR PUSTAKA Arya, R. 1990. Ciri-ciri Karya Bud/" di Batik Tabir Keagungan Rumah Jawa. Basaleng. 2008. Pengaruh Transformasi Arsitektur Trad/s/ona/ terhadap Kond/s/ Termal Bangunan Kantor Pemerintah. Tesis. Surabaya. ITS Brolin.C.Brent. 1969. The Failure Of Moderen Architecture. New York. Van Nostrand Reinhold Company Budihardjo, E. Pengaruh Budaya dan Iklim Perancangan Arsitektur Eko, B. 2005. Jati Dili Arsitektur Indonesia. PT. Alumni, Bandung. Iman, S. Jejak Megalitik Arsitektur Trad/s/ona/ Sumba. Grah llmu. Indrawan WS. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Laksmi, G. S. Makna ArsitekturSuatu Refleksi Filosofis. Ul. Rafael, R. M. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif. Bandung. Ikatan Arsitek Indonesia Jawa Barat dan Lembaga Sejarah Arsitektur Indonesia. Salura, Pumama. 2008. Colours Of Culture In Architecture. Bandung. Cipta Sarana Salura. Sumalyo, Yulianto. 1987(A). Arsitektur Klasik. Yogyakarta. Gajah Mada Press. Trisutomo, Slamet. 2005. Arsitektur Bugis : Dan Filosofi ke Aplikasi. Proyek PHK A2. Jurusan Arsitektur, Fatcultas Teknik. Unhas. Wikantiyoso, dkk .2009. Kearifan Lokal dalam Perencanaan dan Perancangan Lingkungan Binaan. Proseding Seminar Nasional. Malang. Arsitektur Unmer Malang. Yudono, Ananto & Wikantari. 2008. Koeksistensi Nilai Arsitektur Tradisional dan Kontemporer Rumah Panggung pada Hunian Masa Kini. Makassar. Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional Nusantara . Makassar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman.