i
ii
iii
Pedoman umum Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan
untuk Kegiatan Penelitian dan Pendidikan
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Gedung Mina Bahari III Lt. 10, Jakarta 10110 Telp/Fax : (021) 3522045 © 2010 iv
1
Pedoman umum Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan untuk Kegiatan Penelitian dan Pendidikan
KATA PENGANTAR
Puji Syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, bahwasanya pedoman umum ini dapat tersusun tepat pada waktunya.
PENGARAH : Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan
Pedoman ini disusun untuk memberikan informasi serta pengaturan prosedur perijinan dalam penyelenggaraan kegiatan penelitian dan pendidikan di kawasan konservasi perairan yang terbagi atas beberapa zonasi yakni zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan dan zona lainnya berdasarkan Pasal 17 PP 60 tahun 2007.
PENANGGUNG JAWAB : Drs. Riyanto Basuki, M.Si PENYUSUN : Suraji, SP, M.Si Ir. Ikram Sangaji, M.Si Tjahyo Tri Hartono, S,Hut.,M.Si Drs. Kusnadi, MA Dr. Ir. Etty Riani, MS Ir. Pingkan Roeroe, M.Si Sri Rahayu, S.Pi, M.Si Yusra, S.Si, M.Si Leny Dwihastuty, S.Pi A. Darwis, S.Sos Muschan Ashari, S.Hut Ahmad Sofiullah, S.Pi Diterbitkan Oleh : Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan ISBN 978-602-98450-2-0
Secara Umum Pedoman Umum Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan untuk Pendidikan dan Penelitian ini menjelaskan tentang latar belakang, tujuan, sasaran, Peraturan perundangan yang terkait serta prosedur perijinan yang harus dilaksanakan dalam melakukan kegiatan tersebut dalam kawasan konservasi perairan.
Dengan adanya buku pedoman ini diharapkan para penyelenggara kegiatan dapat memahami misi, tujuan dan target yang diharapkan serta mempunyai persamaam persepsi dalam mengimplementasikan kegiatan dimaksud sesuai dengan apa yang telah dijelaskan dalam buku pedoman ini secara efektif dan efisien. Akhirnya dengan ini penulis mengucapkan terima kasih atas semua pihak yang berperan penting dalam selesainya buku pedoman ini serta mengharapkan agar buku pedoman ini dapat dijadikan petunjuk dan dipergunakan dengan sebaik baiknya Jakarta, 2010
Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan,
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Gedung Mina Bahari III Lt. 10, Jakarta Pusat 10110 Telp/fax. (021) 3522045 www.kkp.go.id
Ir. Agus Dermawan, M.Si
© 2010
2
3
Daftar Isi
KATA PENGANTAR.
....................................................................................................................................................... 3
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ....................................................................... 5 BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................................................ 7 1.1 Latar Belakang........................................................................................................................................................ 7 1.2. Tujuan..................................................................................................................................................................... 8 1.3. Sasaran .................................................................................................................................................................. 8 1.4 Ruang Lingkup........................................................................................................................................................ 9 BAB II LANDASAN HUKUM DAN KONSEPSI PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN UNTUK KEGIATAN PENELITIAN DAN PENDIDIKAN................................................................................................................................... 11 2.1 Landasan Hukum……………………………………………………….............................................................. 11 2.2. Konsepsi Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan untuk Kegiatan Penelitian dan Pendidikan........................ 12 2.2.1. Sumberdaya Ikan dan Konservasi Sumberdaya Ikan .................................................................................. 12 2.2.2. Kawasan Konservasi Perairan dan Sistem Pengelolaannya.......................................................................... 14 2.3. Kegiatan Penelitian dalam Kawasan Konservasi Perairan..................................................................................... 17 2.4 Kegiatan Pendidikan dalam Kawasan Konservasi Perairan................................................................................... 20 2.5 Kewenangan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan..................................................................................... 21 BAB III PERIZINAN PENELITIAN DAN PENDIDIKAN PADA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN ........................................... 23 3.1 Perizinan Penelitian dan Pengembangan pada Kawasan Konservasi Perairan ..................................................... 23 3.1.1 Permohonan Ijin ........................................................................................................................................ 23 3.1.2 Pemberian Izin ........................................................................................................................................... 26 3.1.3 Jangka Waktu, Perpanjangan dan Pencabutan Izin...................................................................................... 28 3.1.4 Pelaporan................................................................................................................................................... 28 3.2
Perizinan Pendidikan pada Kawasan Konservasi Perairan………......................................................................... 29 3.2.1 Permohonan Izin....................................................................................................................................... 29 3.2.2 Pemberian Izin........................................................................................................................................... 32 3.2.3 Jangka Waktu, Perpanjangan dan Pencabutan Izin..................................................................................... 34 3.2.4 Pelaporan………………………………………………………............................................................... 35
BAB IV DUKUNGAN UNIT PENGELOLA KKP............................................................................................................................. 37 BAB V PENUTUP
..................................................................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................................................... 39 LAMPIRAN
4
...................................................................................................................................................................... 40
5
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan luas perairan yang ada, Indonesia memiliki berbagai potensi sumberdaya alam, baik sumberdaya alam hayati, maupun nonhayati yang berperan penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Ancaman terhadap kelangsungan hidup sumber daya lingkungan adalah masalah serius yang harus diperhatikan. Tekanan penduduk, pengaturan pemanfaatan sumber daya yang kurang memadai, berbagai aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam laut yang tidak ramah lingkungan, dan dampak pemanasan global merupakan sumber ancaman yang potensial, baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan semakin menipisnya cadangan persediaan sumber daya dan semakin menurunnya kualitas lingkungan (Sutikno dan Maryunani, 2006:57).
Untuk mengantisipasi potensi ancaman di atas, pemerintah c.q. Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan kebijakan konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan. Kebijakan ini semakin intensif diterapkan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah RI No. 60, Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya ikan (SDI). Salah satu strategi penting yang dipilih pemerintah untuk mengupayakan konservasi SDI tersebut adalah penetapan dan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP). Kementerian Kelautan dan Perikanan akan mengembangkan KKP seluas 10 juta ha pada tahun 2010 dan 20 juta ha pada tahn 2020. Sampai dengan tahun 2009, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menginisiasi pencadangan dan penetapan 36 KKP, yang terbagi menjadi 1 lokasi KKP Nasional, yaitu KKP Laut Sawu di Nusa Tenggara Timur dan 35 lokasi KKP laut yang dicadangkan oleh daerah, yang dikenal dengan Konservasi Laut Daerah (KKLD). Pada tahun 2009, target 10 juta hektar berhasil dicapai sebelum tahun 2010, bahkan luasan yang ditargetkan berhasil dilampaui, yaitu 13,5 juta ha (Dermawan (Peng.). 2009). 6
7
Keberhasilan pengelolaan KKP dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi ruang dan dimensi waktu. Dimensi ruang berkaitan dengan status KKP yang tidak berubah karena adanya kepentingan lain. Dimensi waktu berarti bahwa KKP sebagai suatu ”wadah” bagi pelaksanaan upaya konservasi SDI, baik berupa konservasi genetik, konservasi jenis, maupun konservasi ekosistem telah berfungsi dengan baik.
Dalam rangka mengetahui dan meningkatkan efektivitas pengelolaan suatu KKP, diperlukan kegiatan-kegiatan penelitian dan pendidikan di dalam (insitu) KKP. Kegiatan penelitian diperlukan sebagai kegiatan yang menghasilkan data ilmiah tentang kondisi SDI yang dikonservasi serta kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat di dalam dan di sekitar suatu KKP. Data ilmiah tersebut yang dipergunakan sebagai basis data dan sistem informasi kondisi KKP, dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dari efektivitas pengelolaan KKP. Adapun kegiatan pendidikan merupakan bagian penting dari upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap keberadaan dan fungsi sebuah KKP serta keterlibatan (partisipasi) masyarakat dalam mewujudkan pengelolaan KKP yang efektif. Pemanfaatan data ilmiah kondisi KKP sebagai bahan kurikulum pendidikan merupakan manfaat lainnya dari pelaksanaan kegiatan penelitian di dalam KKP. Meskipun demikian, kegiatan penelitian dan pendidikan perlu dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian, mengingat sumber daya hayati di dalam KKP, khususnya yang telah masuk ke dalam daftar IUCN, rentan terhadap gangguan.
KKP, yang berkedudukan di Kawasan Konservasi Perairan; dan c) pihak-pihak lainnya, yang berkepentingan dengan hasil kegiatan penelitian dan pendidikan di KKP sebagai bahan dukungan kebijakan KKP Nasional dan Daerah (KKLD). 1.4 Ruang Lingkup “Pedoman Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan untuk Kegiatan Penelitian dan Pendidikan” ini mencakup arahan yang terkait dengan bidang dan jenis kegiatan penelitian dan pendidikan yang dibutuhkan untuk mendukung efektivitas pengelolaan KKP, prosedur perizinan dan pengawasan, serta pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan penelitian dan pendidikan di dalam KKP Nasional dan KKLD.
Terpenuhinya aspek-aspek di atas dalam pemanfaatan kawasan konservasi untuk kegiatan penelitian dan pendidikan dapat mendukung kelestarian sumber daya perikanan dan kelautan di dalam KKP, sehingga mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat, khususnya yang tinggal dan hidup di dalam dan di sekitar KKP. 1.2 Tujuan
Tujuan penerbitan “Pedoman Umum Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan untuk Kegiatan Penelitian dan Pendidikan” ini adalah meningkatkan pemahaman dan pengetahuan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) mengenai ruang lingkup kegiatan penelitian dan pendidikan di KKP yang diperkenankan beserta prosedur perizinannya. 1.3 Sasaran Sasaran yang dituju dari ”Pedoman Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan untuk Kegiatan Penelitian dan Pendidikan” ini adalah pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu: a) pihak-pihak yang akan melakukan kegiatan penelitian dan pendidikan; b) pihak pengelola 8
9
BAB II
LANDASAN HUKUM DAN KONSEPSI PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN UNTUK KEGIATAN PENELITIAN DAN PENDIDIKAN
2.1. Landasan Hukum Landasan hukum penyusunan ”Pedoman Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan untuk Kegiatan Penelitian dan Pendidikan” ini adalah sebagai berikut.
• Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
• Undang-Undang No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil • Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
• Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
• Undang-Undang No.31 tahun 2004 tentang Perikanan Yang Terakhir Telah Dirubah menjadi Undang-Undang No.45 Tahun 2009 • Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
• Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
10
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Coventions on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati).
11
• Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya • Peraturan Pemerintah No.30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan • Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan
a. Manfaat; pelaksanaan konservasi SDI dapat memberikan manfaat bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat, dan pengembangan perikehidupan yang berkesinambungan bagi warga negara, serta peningkatan kelestarian SDI.
• Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
c. Kemitraan; pelaksanaan konservasi SDI dilakukan berdasarkan kesepakatan kerja sama antarpemangku kepentingan yang berkaitan dengan konservasi SDI.
• Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2009 tentang Organisasi Pemerintahan Daerah.
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2006 tentang Perizinan Melakukan Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing, dan Orang Asing; • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.15 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan • Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 11/MEN/2010 tentang Tata Cara dan Persyaratan Perizinan Pengolahan dan Analisis Data dan Sampel Perikanan di Luar Negeri
2.2. Konsepsi Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan untuk Kegiatan Penelitian dan Pendidikan 2.2.1 Sumber Daya Ikan dan Konservasi Sumber Daya Ikan
Sumber daya alam hayati dan non-hayati merupakan bagian penting dari kekayaan bangsa dan negara yang perlu dipertahankan kelestariannya melalui upaya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Hal tersebut telah menjadi kebijakan pemerintah sejak tahun 1990, yang ditandai dengan ditetapkannya UndangUndang RI No. 5, Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Sumber daya ikan adalah semua potensi jenis ikan dan lingkungannya, termasuk bagian dari sumber daya alam yang perlu diwujudkan keberlanjutannya. Hal ini dipertegas melalui Undang-Undang RI No. 31, Tahun 2004, yang telah diperbarui menjadi UndangUndang RI No. 45, Tahun 2009, tentang Perikanan dan produk hukum turunannya, yaitu Peraturan Pemerintah RI No. 60, Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan.
12
Mengacu pada Peraturan Pemerintah RI No. 60, Tahun 2007, Pasal 2 ayat (1) bahwa agar tujuan yang dimaksud tercapai maka konservasi SDI dilakukan berdasarkan beberapa azas, berikut ini.
Dalam peraturan perundang-undangan di atas diamanahkan kepada pemerintah untuk melakukan konservasi Sumber Daya Ikan (SDI), yaitu upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan SDI, termasuk ekosistem, jenis dan genetikanya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas dan keanekaragaman SDI.
b. Keadilan; pelaksanaan konservasi SDI memperhatikan aspek keseimbangan, ketidakberpihakan, serta tidak sewenang-wenang.
kebenaran,
d. Pemerataan; pelaksanaan konservasi SDI dapat memberikan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat secara merata. e. Keterpaduan; pelaksanaan konservasi SDI dilakukan secara terpadu, bulat, dan utuh, serta saling menunjang dengan memperhatikan kepentingan nasional, sektor lain, dan masyarakat setempat.
f. Keterbukaan; pelaksanaan konservasi SDI dilakukan secara transparan dan memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif. g. Efisiensi; pelaksanaan konservasi SDI memperhatikan faktor efisiensi, baik dari segi waktu, proses, maupun pembiayaannya. h. Kelestarian yang berkelanjutan; pelaksanaan konservasi SDI memperhatikan daya dukung dan kelestarian SDI dan lingkungannya.
Kemudian, mengacu pada PP No.60 tahun 2007 Pasal 2 ayat (2), azas-azas tersebut dapat dipegang dengan baik apabila konservasi SDI dilaksanakan berdasarkan beberapa prinsip sebagai berikut: a. pendekatan kehati-hatian;
b. pertimbangan bukti ilmiah;
c. pertimbangan kearifan lokal;
d. pengelolaan berbasis masyarakat;
e. keterpaduan pengembangan wilayah pesisir; f. pencegahan tangkap lebih;
g. pengembangan alat penangkapan ikan, cara pembudidayaan ikan yang ramah lingkungan;
penangkapan
ikan,
dan 13
b. sosial dan budaya, meliputi tingkat dukungan masyarakat, potensi konflik kepentingan, potensi ancaman, kearifan lokal, serta adat istiadat; dan
c. ekonomi, meliputi nilai penting perikanan, potensi rekreasi dan pariwisata, estetika, dan kemudahan mencapai kawasan.
KKP dikelola berdasarkan sistem zonasi. Dengan mengacu pada aspek teoritis dan yuridis Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, zonasi KKP dapat diartikan sebagai upaya distribusi peruntukan (pemanfaatan) ruang dalam KKP yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 60, Tahun 2007, Pasal 17 ayat 4, KKP dapat didistribusikan peruntukan/pemanfaatan ruangnya ke dalam empat zona, berikut ini.
h. pertimbangan kondisi sosial ekonomi masyarakat;
i. pemanfaatan keanekaragaman hayati yang berkelanjutan;
j. perlindungan struktur dan fungsi alami ekosistem perairan yang dinamis; k. perlindungan jenis dan kualitas genetik ikan; dan l. pengelolaan adaptif
2.2.2 Kawasan Konservasi Perairan dan Sistem Pengelolaannya Salah satu strategi yang dipilih untuk melakukan upaya konservasi SDI, yaitu konservasi ekosistem, dengan upaya mencadangkan, menetapkan, dan selanjutnya mengelola kawasan-kawasan konservasi perairan. Berdasarkan Pasal 1 ayat (8) Peraturan Pemerintah RI No.60, Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, disebutkan bahwa Kawasan Konservasi Perairan (KKP) adalah kawasan perairan yang dilindungi dan dikelola secara sistemik untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.
Berdasarkan peraturan perundangan yang sama, KKP ditetapkan dengan mempertimbangkan kriteria yang dinyatakan dalam Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah RI No.60, Tahun 2007 sebagai berikut: a. ekologi, meliputi keanekaragaman hayati, kealamiahan, keterkaitan ekologis, keterwakilan, keunikan, produktivitas, daerah ruaya, habitat ikan langka, daerah pemijahan ikan, dan daerah pengasuhan; 14
a. Zona Inti adalah bagian KKP yang memiliki kondisi alam baik biota, maupun fisiknya masih asli dan/ belum diganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas.
b. Zona Perikanan Berkelanjutan adalah bagian KKP yang karena letak, kondisi, dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan. c. Zona Pemanfaatan adalah bagian KKP yang letak, kondisi, dan potensi alamnya diutamakan untuk kepentingan pariwisata alam perairan dan/atau kondisi/jasa lingkungan serta untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.
d. Zona Lainnya adalah zona di luar zona inti, zona perikanan berkelanjutan, dan zona pemanfaatan yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu. Berdasarkan zonasi yang dimilikinya, KKP dibagi menjadi empat berikut ini.
a. Taman Nasional Perairan adalah KKP yang mempunyai ekosistem asli, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan yang menunjang perikanan yang berkelanjutan, wisata perairan, dan rekreasi. Berdasarkan tujuannya, KKP ini dapat diartikan memiliki zona inti dan seluruh zonasi lainnya yang telah ditetapkan.
b. Suaka Alam Perairan adalah KKP dengan ciri khas tertentu untuk tujuan perlindungan keanekaragaman jenis ikan dan ekosistemnya. Berdasarkan tujuannya, KKP ini dapat diartikan hanya memiliki zona inti dan zona pemanfaatan yang terbatas untuk kegiatan penelitian dan pendidikan. c. Taman Wisata Perairan adalah KKP dengan tujuan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan wisata perairan dan rekreasi. Berdasarkan tujuannya, KKP ini dapat diartikan hanya memiliki zona inti dan zona pemanfaatan yang terbatas untuk kegiatan pariwisata dan/atau penelitian dan pendidikan yang mendukung peruntukkannya.
15
d. Suaka Perikanan adalah kawasan perairan tertentu, baik air tawar, payau, maupun laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat berlindung/berkembang biak jenis sumber daya ikan tertentu, yang berfungsi sebagai daerah perlindungan. Berdasarkan tujuannya, KKP ini dapat diartikan hanya memiliki zona inti dan zona pemanfaatan yang terbatas untuk kegiatan penelitian dan pendidikan yang mendukung peruntukannya.
2.3. Kegiatan Penelitian dalam Kawasan Konservasi Perairan
Berdasarkan pemberlakuan sistem zonasi, salah satu pemanfaatan kawasan konservasi perairan adalah sebagai tempat dilaksanakannya kegiatan penelitian dan pendidikan. Mengacu pada Pasal 1, ayat (2) Peraturan Pemerintah RI No. 30, Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan, penelitian didefinisikan kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan bahasa yang lebih sederhana, penelitian dapat diartikan sebagai kegiatan ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Tujuan dari penelitian yang dilakukan di dalam KKP adalah untuk mendapatkan data yang dapat menggambarkan aspek-aspek berikut ini.
a) Aspek biologi, meliputi: (1) kekayaan dan kelimpahan jenis sumber daya ikan (ukuran dan kecenderungan populasi); (2) waktu reproduksi setiap jenis (spawning) dan waktu pengasuhan anak (nursery time) di dalam kawasan konservasi perairan, khususnya pada jenis-jenis yang dilindungi (target species). b) Aspek ekologi, meliputi: (1) kondisi habitat sumber daya ikan; dan (2) kondisi relung ekologi (niche) sumber daya ikan.
c) Aspek sosial ekonomi dan budaya, meliputi: (1) valuasi ekonomi sumber daya ikan dan ekosistemnya pada kawasan konservasi perairan; (2) potensi pengembangan kawasan konservasi perairan sebagai destinasi tujuan ekowisata bahari; dan (3) kearifan lokal. d) Aspek tata kelola (institusi) dan pengelolaan kawasan konservasi perairan, meliputi: (1) aturan main formal dan informal terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya di dalam dan sekitar kawasan konservasi perairan; dan (2) pihak-pihak yang menyediakan, melaksanakan dan menegakan aturan main dan interaksi antarpihak tersebut. Kegunaannya adalah data tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan evaluasi atas efektivitas pengelolaan KKP yang sudah dijalankan.
16
Agar tujuan dan kegunaan dari setiap kegiatan penelitian yang akan dilakukan dapat dicapai dengan baik dan tidak menimbulkan permasalahan ekologis, sosial ekonomi, dan budaya, baik di dalam, maupun di sekitar KKP, maka diperlukan pengetahuan atas jenis-jenis penelitian bagi setiap pihak yang berwenang memberian izin kegiatan penelitian di dalam KKP.
17
Berdasarkan tujuannya dan dikaitkan kegunaannya bagi pengelolaan kawasan konservasi, penelitian dapat dibagi menjadi tiga jenis berikut ini (lihat juga, Gulo, 2002:18-22 dan Brannen, 2005: 137-164).
a) Penelitian dasar atau murni, yaitu penelitian yang bertujuan menemukan pengetahuan/ ilmu baru yang sebelumnya pernah diketahui terkait dengan suatu kawasan konservasi. Sebagaimana disebutkan pada Pasal 5, ayat (1) Peraturan Pemerintah RI No. 30, Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan, penelitian dasar adalah kegiatan penelitian yang bersifat eksploratif dan/atau eksperimental untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru sebagai acuan bagi penelitian terapan.
b) Penelitian terapan, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memecahkan masalahmasalah pengelolaan kawasan konservasi melalui penerapan pengetahuan/ilmu yang diperoleh dari penelitian dasar. Sebagaimana disebutkan pada Pasal 5, ayat (1) Peraturan Pemerintah RI No. 30, Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan, penelitian terapan adalah kegiatan penelitian yang memanfaatkan hasil penelitian dasar dan diarahkan untuk tujuan praktis guna memperoleh pengetahuan dan teknologi di bidangnya. c) Penelitian dan pengembangan, yaitu penelitian yang digunakan untuk mengembangkan atau memvalidasi pengetahuan/ilmu yang digunakan dalam pengelolaan kawasan konservasi. Penelitian dan pengembangan merupakan ”jembatan” antara penelitian dasar dengan penelitian terapan dan bersifat ”longitudinal” atau dilaksanakan secara bertahap. Sebagaimana disebutkan pada Pasal 1, ayat (4) Peraturan Pemerintah RI No. 30, Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan, pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan untuk memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru.
Berdasarkan tingkat kealamiahan tempat penelitian, penelitian dapat dibagi menjadi tiga metode, berikut ini (Sugiyono 2006). a) Eksperimental, yaitu penelitian yang dilakukan di suatu tempat (laboratorium) yang terkontrol sehingga tidak terdapat pengaruh dari luar dan digunakan untuk mencari pengaruh dari perlakuan tertentu. b) Survey, yaitu penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data dari tempat alamiah melalui perlakuan tertentu.
c) Naturalistik, yaitu penelitian yang digunakan untuk meneliti pada tempat yang alamiah dan tidak membuat perlakuan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan peneliti mengumpulkan data dilakukan dengan pendekatan emik (emic view) atau berdasarkan pandangan dari sumber data, bukan pandangan peneliti.
Berdasarkan jenis-jenis penelitian tersebut di atas, pada umumnya:
a) penelitian dasar menggunakan metode eksperimental dan/atau naturalistik;
b) penelitian terapan menggunakan metode eksperimental dan/atau suvey; serta
c) penelitian dan pengembangan menggunakan metode eksperimental, survey, dan/atau naturalistik
Berdasarkan pemahaman terhadap kriteria zonasi serta jenis penelitian dan metode pelaksanaannya tersebut di atas, beberapa kriteria berikut ini dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi pihak yang berwenang untuk memberikan izin pelaksanaan kegiatan penelitian di dalam KKP, yang meliputi:
a) Zona Inti hanya diperkenankan untuk kegiatan: (1) penelitian dasar yang menggunakan metode naturalistik untuk tujuan pengumpulan data dasar kondisi biologis dan ekologis dalam KKP; (2) penelitian terapan menggunakan metode survei untuk tujuan monitoring kondisi biologis dan ekologis KKP; dan (3) Pengembangan dengan metode eksperimental untuk tujuan rehabilitasi KKP. b) Zona Perikanan Berkelanjutan, Zona Pemanfaatan, dan Zona Lainnya diperkenankan untuk seluruh kegiatan penelitian, yang waktu dan metode pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi biologis dan ekologis dalam KKP. Meskipun demikian, beberapa kriteria yang menjadi pertimbangan dalam pemberian izin untuk kegiatan penelitian yang menggunakan metode eksperimental, yaitu: (1) jumlah contoh sumber daya ikan yang digunakan berdasarkan siklus dan kemampuan generatifnya; (2) perlakuan yang dilakukan tidak mengganggu fungsi relung ekologi dan/atau habitat sumber daya ikan; (3) tidak menggunakan jenis eksotik yang teridentifikasi infasif pada kawasan konservasi perairan; dan (4) tidak mengganggu aktivitas masyarakat lokal.
18
19
2.4. Kegiatan Pendidikan dalam Kawasan Konservasi Perairan
2.5. Kewenangan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan
Kegiatan pendidikan di dalam KKP dapat diartikan sebagai suatu kegiatan di dalam KKP berupa proses pengubahan nilai-nilai, sikap, dan tata laku setiap pemangku kepentingan, baik individu maupun kelompok, dalam usaha membentuk akhlak dan kecerdasan pikiran yang diperlukan bagi terwujudnya upaya konservasi dan pengelolaan kawasan konservasi yang efektif dan efisien. Melalui kegiatan pendidikan ini diharapkan masyarakat memiliki etika pemanfaatan sumber daya hayati dan nonhayati KKP (Prawiroatmodjo, 1997:2-3).
Kawasan konservasi perairan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, ayat (5) Peraturan Pemerintah RI No. 60, Tahun 2007, selanjutnya dikelola oleh pemerintah (pusat) atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pengelolaan KKP dilakukan oleh satuan unit organisasi pengelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
a) bahan pendidikan dominan bermuatan lokal dan selaras dengan penanaman nilainilai dan pembentukan sikap dan perilaku yang mendukung terwujudnya kondisi yang diharapkan pada suatu KKP;
b. perairan yang berada dalam wilayah kewenangan pengelolaan lintas provinsi; atau
Berdasarkan pemahaman tersebut di atas, beberapa kriteria dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi pihak berwenang untuk memberikan izin pelaksanaan kegiatan pendidikan di dalam KKP, yang meliputi:
b) bahan pembelajaran dalam kegiatan pendidikan memenuhi garis besar pedoman pendidikan yang mencakup: (1) pemeliharaan dan peningkatan keanekaragaman hayati; (2) melindungi sumber daya lokal; (3) pemeliharaan proses ekologis dan sistem pendukung kehidupan; (4) memelihara dan menumbuhkembangkan kearifan lokal; (5) mempromosikan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan; (6) mempromosikan upaya tata kelola untuk perlindungan lingkungan KKP; dan (7) membangun perekonomian berbasis ekowisata bahari c) berdasarkan garis besar pedoman yang ada, bahan pembelajaran dalam kegiatan pendidikan terkait dengan: • aspek biologi, yang meliputi: (1) pengenalan jenis-jenis ikan; (2) status dan upaya perlindungannya;
• aspek ekologi, yang meliputi: (1) pengenalan pola ruang/zonasi kawasan konservasi; (2) pengenalan relung ekologi dan habitat setiap jenis dan sumber daya ikan; (3) sumber ancaman alamiah bagi kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya; serta (4) upaya pemeliharaan dan rehabilitasi relung ekologi dan habitat setiap jenis dan sumber daya ikan yang telah terganggu/rusak;
Pengelolaan KKP yang dilakukan oleh pemerintah meliputi:
a. perairan laut di luar 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan; c. perairan yang memiliki karakteristik tertentu.
Pengelolaan KKP yang dilakukan oleh pemerintah provinsi meliputi:
a. perairan laut paling jauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/ atau ke arah perairan kepulauan; dan b. kawasan konservasi perairan yang berada dalam wilayah kewenangan pengelolaan lintas kabupaten/kota.
Pengelolaan kawasan konservasi perairan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/ kota, meliputi: a. perairan laut 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan pengelolaan provinsi; dan perairan payau dan/atau b. perairan tawar yang berada dalam wilayah kewenangannya.
Konservasi Sumber Daya Ikan
• aspek sosial ekonomi dan budaya, yang meliputi: (1) pemanfaatan langsung dan tidak langsung sumber daya ikan dan kawasan konservasi perairan; (2) dampak pemanfaatan langsung dan tidak langsung sumber daya ikan dan kawasan konservasi perairan; dan (3) kearifan lokal; dan
• aspek tata kelola dan pengelolaan kawasan konservasi perairan, yang meliputi: (1) kepemimpinan; serta (2) pengenalan dan mekanisme pembangunan jejaring kawasan konservasi perairan.
d) secara dominan, bahan pendidikan bersumber dari bahan pembelajaran hasil pengembangan kegiatan penelitian yang telah dilakukan, baik di dalam maupun di sekitar suatu KKP; dan
e) proses pendidikan mengikutsertakan dan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan konservasi perairan. 20
Dukungan
Strategi Konservasi Kawasan Konservasi Perairan (Nasional, Propinsi, Kab/Kota) Sistem Pengelolaan Penelitian
Zona inti
Zona Perikanan Berkelanjutan
Zona Pemanfaatan
Zona lainnya
Pihak Dalam Negeri
Pemanfaatan
Pendidikan
Pihak Asing
Gambar 1. Konsepsi Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan untuk Kegiatan Penelitian dan Pendidikan
21
BAB III
PERIZINAN PENELITIAN DAN PENDIDIKAN PADA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
3.1. Perizinan Penelitian dan Pengembangan pada Kawasan Konservasi Perairan 3.1.1. Permohonan Izin A. Pemohon
1. Dari dalam negeri dapat diajukan oleh: a) perorangan;
b) perguruan tinggi;
c) lembaga swadaya masyarakat;
d) lembaga litbang milik pemerintah, meliputi:
• lembaga litbang Perikanan kementerian • lembaga litbang kementerian
• lembaga litbang non kementerian
• lembaga litbang pemerintah daerah
• lembaga litbang badan usaha milik negara
• lembaga litbang badan usaha milik daerah; dan
e) lembaga litbang milik swasta 22
23
2. Dari luar negeri/asing dapat diajukan oleh: a) orang asing;
b) perguruan tinggi asing;
c) lembaga penelitian dan pengembangan asing; dan d) badan usaha asing
B. Persyaratan Permohonan Izin
1. Bagi warga negara/lembaga dalam negeri, surat permohonan ijin harus dilengkapi dengan rencana kegiatan penelitian dan pengembangan, yang sekurangkurangnya memuat keterangan mengenai: a. profil perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan atau badan usaha yang bersangkutan; b. salinan kartu identitas diri peneliti yang bersangkutan; c. maksud dan tujuan penelitian dan pengembangan; d. obyek dan bidang penelitian dan pengembangan;
e. lokasi didalam kawasan konservasi perairan dilaksanakannya kegiatan penelitian dan pengembangan; dan f. manfaat kegiatan penelitian dan pengembangan.
2. Bagi warga negara/lembaga asing, diwajibkan memenuhi beberapa persyaratan yang dilampirkan bersamaan dengan surat permohonan, meliputi:
a. Rencana kegiatan penelitian dan pengembangan, sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai: • profil perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan atau badan usaha yang bersangkutan; • kelengkapan syarat keimigrasian peneliti asing yang terlibat; • maksud dan tujuan penelitian dan pengembangan;
• manfaat dan kegunaan kegiatan penelitian dan pengembangan bagi Bangsa Indonesia; • obyek dan bidang penelitian dan pengembangan;
• lokasi didalam kawasan konservasi perairan dilaksanakannya kegiatan penelitian dan pengembangan;
b. Surat keterangan rekomendasi atau persetujuan dari Lembaga penjamin
c. Surat keterangan kerjasama dengan mitra kerja dari lembaga penelitian dan pengembangan dan/atau perguruan tinggi di Indonesia. d. Perjanjian pengiriman sampel1 (Material Transfer Agreement/MTA) antar Penyelenggara Litbang Perikanan untuk diolah di luar negeri, yang mencakup: a. identitas pihak pengirim dan pihak penerima;
24
1 Mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 11 Tahun 2010, sampel dapat diartikan sebagai segala jenis data dan informasi yang diperoleh dari hasil kegiatan penelitian di dalam kawasan konservasi perairan.
b. maksud dan tujuan perjanjian pengiriman sampel; c. spesifikasi, jumlah, asal, jenis pengolahan dan analisis sampel, serta metode yang akan dilakukan; d. tata cara pengalihan sampel perikanan yang akan dikirim ke luar negeri termasuk tata cara pengiriman dan tata cara penanganan sisa sampel; e. hak dan kewajiban pengirim dan penerima; f. jangka waktu perjanjian; g. keluaran/ output dari analisis; h. pembiayaan; dan i. penyelesaian sengketa;
e. Surat pernyataan bersedia menyampaikan laporan hasil pengolahan dan analisis data dan sampel perikanan di luar negeri kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan; f. Surat jaminan dari pihak penerima di luar negeri untuk melibatkan peneliti Indonesia, baik menerima dan/atau memfasilitasi peneliti Indonesia apabila diperlukan.
C. Tata Cara Permohonan Izin
1. Bagi warga negara/lembaga dalam negeri, permohonan izin kegiatan penelitian pada kawasan konservasi perairan diajukan secara tertulis kepada pengelola kawasan konservasi perairan sesuai wewenangnya. a. Penelitian pada KKP Nasional
1. Permohonan ijin diajukan secara tertulis kepada Unit Organisasi Pengelola KKP Nasional. 2. Tembusan permohonan disampaikan kepada:
a. Sekretaris Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP3K-KKP) b. Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan
c. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan d. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Direktorat Jenderal KP3KKKP
b. Penelitian pada KKP Provinsi
1. Permohonan ijin diajukan kepada Unit Organisasi Pengelola KKP Provinsi. 2. Tembusan permohonan disampaikan kepada:
a. Kepala Dinas di tingkat Provinsi yang membidangi Kelautan dan Perikanan b. Sekretaris Daerah Provinsi
c. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi
d. Kepala Dinas di tingkat Kabupaten/Kota yang membidangi Kelautan dan Perikanan c. Penelitian pada KKP Kabupaten/Kota
1. Permohonan ijin diajukan kepada Unit Organisasi Pengelola KKP Kabupaten/Kota. 25
2. Tembusan permohonan disampaikan kepada:
a. Kepala Dinas di tingkat Kabupaten/Kota yang membidangi Kelautan dan Perikanan b. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota
c. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten/Kota
2. Bagi warga negara/lembaga asing permohonan diajukan secara tertulis kepada Menteri Kelautan dan Perikanan. Tembusan permohonan disampaikan kepada: a. Menteri Riset dan Teknologi
b. Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan
c. Sekretaris Direktorat Jenderal KP3K, Kementerian Kelautan dan Perikanan
d. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan e. Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia f. Gubernur
g. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Provinsi h. Bupati/Walikota
i. Kepala Kepolisian Negara Republilk Indonesia Kabupaten/Kota
3.1.2. Pemberian Izin
A. Kriteria Pemberian Izin
1. Permohonan izin oleh warga negara/lembaga dalam negeri diterima/ditolak oleh UPT di setiap kawasan konservasi perairan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria penilaian sebagai berikut: a) kelestarian sumber daya ikan dan habitatnya;
b) kemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi; c) sosial
d) budaya
e) agama; dan f) ekonomi.
2. Permohonan izin oleh warga negara/lembaga asing diterima/ditolak oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria penilaian seperti kepada warga negara/lembaga dalam negeri dengan tambahan kriteria sebagai berikut: a. hubungan luar negeri; b. politik; dan
c. pertahanan keamanan
B. Tata Cara Pemberian Izin 26
1. Bagi warga negara/lembaga dalam negeri berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Jangka waktu persetujuan atau penolakan permohonan izin oleh warga negara/lembaga dalam negeri paling lama 6 (enam) hari kerja setelah surat permohonan diterima dan harus dijawab oleh kepala UPT yang bersangkutan; b. Persetujuan permohonan izin disampaikan secara tertulis dan berdasarkan wewenang pengelolaan KKP dibuat tembusan kepada: • Penelitian dan Pengembangan pada KKP Nasional: (1) Sekretaris Direktoral Jenderal KP3K-KKP;
(2) Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan;
(3) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, KKP; dan (4) Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, KP3K-KKP
• Penelitian dan Pengembangan pada KKP Provinsi:
(1) Kepala Dinas di tingkat Provinsi yang membidangi Kelautan dan Perikanan; (2) Sekretaris Daerah Provinsi;
(3) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi; dan
(4) Kepala Dinas di tingkat Kabupaten/Kota yang membidangi Kelautan dan Perikanan.
• Penelitian dan Pengembangan pada KKP Kabupaten/Kota:
(1) Kepala Dinas di tingkat Kabupaten/Kota yang membidangi Kelautan dan Perikanan; (2) Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota; dan
(3) Kepala Badan Perencanaan Pengembangan Kabupaten/Kota
c. Penolakan disampaikan secara tertulis dengan disertai alasan-alasan penolakannya.
2. Bagi warga negara/lembaga asing berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Jangka waktu penolakan/penerimaan permohonan izin oleh warga negara/ lembaga asing paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja setelah surat permohonan diterima dan harus dijawab oleh Menteri Kelautan dan Perikanan;
b. Persetujuan penelitian pada kawasan konservasi perairan berdasarkan statusnya disampaikan secara tertulis dengan tembusan kepada: (1) Menteri Riset dan Teknologi; (2) Sekretaris Jenderal KKP;
(3) Sekretaris Direktorat Jenderal KP3K-KKP;
(4) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan KP-KKP; (5) Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia;
27
(6) Gubernur;
(7) Kepala Kepolisian Negara RI tingkat Provinsi; (8) Bupati/Walikota; dan
(9) Kepala Kepolisian Negara RI tingkat Kabupaten/Kota
c. Penolakan disampaikan secara tertulis dengan disertai alasan-asalasan penolakannya.
3.1.3. Jangka Waktu, Perpanjangan dan Pencabutan Izin A. Jangka Waktu Izin
Izin penelitian diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
B. Perpanjangan Izin
1. Bagi warga negara/lembaga dalam negeri
a. Perpanjangan jangka waktu izin penelitian diajukan secara tertulis kepada kepala UPT bersangkutan disertai dengan alasan-alasannya.
b. Pengajuan harus diterima selambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja disertai dengan lampiran persyaratan seperti saat permohonan izin; c. Kepala UPT dapat menerima/menolak perpanjangan izin dan paling lambat harus memberi jawaban 30 (tiga puluh) hari kerja setelah menerima surat permohonan perpanjangan izin; dan
2. Bagi warga negara/lembaga asing
a. Perpanjangan jangka waktu izin penelitian diajukan secara tertulis kepada Menteri Kelautan dan Perikanan disertai dengan alasan-alasannya;
b. Menteri dapat menerima/menolak perpanjangan izin dan harus memberi jawaban secara tertulis paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah menerima permohonan perpanjangan izin; c. Perpanjangan izin dapat diberikan paling banyak 2 (dua) kali secara berturutturut untuk masing-masing jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
C. Pencabutan Izin
Pencabutan izin dapat dilakukan oleh Kepala UPT yang bersangkutan bagi warga negara/lembaga dalam negeri dan Menteri Kelautan dan Perikanan bagi warga negara/lembaga asing apabila:
1. Telah habis masa berlaku izin
2. Dicabut oleh pemberi izin karena mengakibatkan kekayaan hayati dan non hayati, artefak, dan harta karun yang dimiliki oleh negara dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab; dan/atau
3. Dicabut oleh pemberi izin karena berpotensi menimbulkan wabah, merusak fungsi lingkungan hidup, gangguan sosial kemasyarakatan atau gangguan lain yang merugikan.
3.1.4. Pelaporan
28
a) Bagi penelitian dengan jangka waktu pelaksanaan yang singkat (kurang dari 6
bulan), wajib melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan paling lambat satu bulan setelah pelaksanaan kegiatan.
b) Bagi penelitian dengan jangka waktu pelaksanaan yang panjang (setahun atau multiyears) maka: • Bagi warga negara/lembaga dalam negeri, wajib melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan kepada Kepala UPT setiap 6 (enam) bulan dan 1 (satu) bulan sebelum permohonan perpanjangan kegiatan penelitian. • Bagi warga negara/lembaga asing, wajib melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan setiap 6 (enam) bulan dan 1 (satu) bulan sebelum permohonan perpanjangan kegiatan penelitian. 3.2. Perizinan Pendidikan pada Kawasan Konservasi Perairan 3.2.1. Permohonan Izin A. Pemohon
1. Permohonan izin kegiatan pendidikan pada kawasan konservasi perairan dari dalam negeri dapat diajukan oleh: • perorangan (WNI)
• lembaga swadaya masyarakat;
• lembaga pendidikan milik pemerintah; • lembaga pendidikan milik swasta; • badan usaha milik pemerintah; • badan usaha milik swasta;
2. Permohonan izin kegiatan pendidikan pada kawasan konservasi perairan dari luar negeri/asing dapat diajukan oleh: • orang asing
• lembaga swadaya masyarakat asing; • lembaga pendidikan asing; dan • badan usaha asing
B. Persyaratan Permohonan Izin
1. Bagi warga negara/lembaga dalam negeri, surat permohonan ijin harus dilengkapi dengan rencana kegiatan pendidikan, yang sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai: a. Program dan isi pendidikan dalam bentuk struktur kurikulum b. Jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan c. Sarana dan prasarana
d. Rencana sistem evaluasi dan sertifikasi
29
1. Permohonan ijin diajukan secara tertulis kepada UPT setempat. 2. Tembusan permohonan disampaikan kepada:
a. Sekretaris Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K), Kementerian Kelautan dan Perikanan b. Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan
c. Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Kelautan dan Perikanan d. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Direktorat Jenderal KP3K-KKP b. Pendidikan pada KKP Provinsi
1. Permohonan ijin diajukan secara tertulis kepada UPT setempat. 2. Tembusan permohonan disampaikan kepada:
a. Kepala Dinas di tingkat Provinsi yang membidangi Kelautan dan Perikanan provinsi
e. Rencana manajemen dan proses pendidikan dalam bentuk uraian manajemen pengendalian mutu dan metodologi pembelajaran
2. Bagi warga negara/lembaga asing, surat permohonan ijin harus dilengkapi dengan: a. Rencana kegiatan pendidikan yang bermuatan:
• Program dan isi pendidikan dalam bentuk struktur kurikulum • Jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan • Sarana dan prasarana
• Rencana sistem evaluasi dan sertifikasi
• Rencana manajemen dan proses pendidikan dalam bentuk uraian manajemen pengendalian mutu dan metodologi pembelajaran
b. Surat keterangan rekomendasi atau persetujuan dari Lembaga penjamin;
c. Surat keterangan kerjasama dengan mitra kerja dari lembaga pendidikan dan/atau perguruan tinggi di Indonesia; dan
d. Surat pernyataan tidak akan terlibat dalam kegiatan propaganda keagamaan, intelijen atau klandesten, tidak melakukan kegiatan pengumpulan dana di Indonesia, dan kegiatan lain di luar izin yang diberikan.
C. Tata Cara Permohonan Izin
1. Bagi warga negara/lembaga dalam negeri, permohonan izin kegiatan pendidikan pada kawasan konservasi perairan diajukan secara tertulis kepada pengelola kawasan konservasi perairan sesuai kewenangannya.
30
a. Pendidikan pada KKP Nasional
b. Sekretaris Daerah Provinsi
c. Kepala Dinas di tingkat Provinsi yang membidangi Pendidikan
d. Kepala Dinas di tingkat Kabupaten/Kota yang membidangi Kelautan dan Perikanan c. Pendidikan pada KKP Kabupaten/Kota
1. Permohonan ijin diajukan kepada UPT setempat. 2. Tembusan permohonan disampaikan kepada:
a. Kepala Dinas di tingkat Kabupaten/Kota yang membidangi Kelautan dan Perikanan
b. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota
c. Kepala Dinas di tingkat Kabupaten/Kota yang membidangi Pendidikan
2. Bagi warga negara/lembaga asing, permohonan diajukan secara tertulis kepada Menteri Kelautan dan Perikanan. Tembusan permohonan disampaikan kepada: a. Menteri Pendidikan Nasional
b. Sekretaris Jenderal Kementerian KP
c. Sekretaris Direktorat Jenderal KP3K-Kementerian KP
d. Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian KP e. Gubernur
f. Kepala Kepolisian Negara RI Provinsi g. Bupati/Walikota
h. Kepala Kepolisian Negara RI Kabupaten/Kota
31
3.2.2. Pemberian Izin A. Kriteria Pemberian Izin
1. Permohonan izin oleh warga negara/lembaga dalam negeri diterima/ditolak oleh UPT di setiap kawasan konservasi perairan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria penilaian sebagai berikut: a) kelestarian sumber daya ikan dan habitatnya; b) sosial
c) budaya
d) agama; dan e) ekonomi.
2. Permohonan izin oleh warga negara/lembaga asing diterima/ditolak oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria penilaian seperti kepada warga negara/lembaga dalam negeri dengan tambahan kriteria sebagai berikut: a. hubungan luar negeri; b. politik; dan
c. pertahanan keamanan
B. Tata Cara Pemberian Izin
1. Bagi warga negara/lembaga dalam negeri berlaku ketentuan sebagai berikut:
• Pendidikan pada KKP Kabupaten/Kota:
a. Jangka waktu persetujuan atau penolakan permohonan izin oleh warga negara/lembaga dalam negeri paling lama 7 (tujuh) hari setelah surat permohonan diterima dan harus dijawab oleh kepala UPT yang bersangkutan; b. Persetujuan permohonan izin disampaikan secara tertulis dan berdasarkan wewenang pengelolaan KKP dibuat tembusan kepada: • Pendidikan pada KKP Nasional:
(1) Sekretaris Direktoral Jenderal KP3K-KKP
(2) Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (3) Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia, KKP (4) Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, KP3K-KKP
• Pendidikan pada KKP Provinsi:
(1) Kepala Dinas di tingkat Provinsi yang membidangi Kelautan dan Perikanan; (2) Sekretaris Daerah Provinsi;
(3) Kepala Dinas di tingkat Provinsi yang membidangi Pendidikan
(4) Kepala Dinas di tingkat Kabupaten/Kota yang membidangi Kelautan dan Perikanan. 32
(1) Kepala Dinas di tingkat Kabupaten/Kota yang membidangi Kelautan dan Perikanan; (2) Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota;
(3) Kepala Dinas di tingkat Kabupaten/Kota yang membidangi Pendidikan.
c. Penolakan disampaikan secara tertulis dengan disertai alasan-alasan penolakannya.
2. Bagi warga negara/lembaga asing berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Jangka waktu penolakan/penerimaan permohonan izin oleh warga negara/ lembaga asing paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah surat permohonan diterima dan harus dijawab oleh Menteri Kelautan dan Perikanan;
Persetujuan pendidikan pada kawasan konservasi perairan berdasarkan statusnya disampaikan secara tertulis dengan tembusan kepada: (1) Menteri Pendidikan Nasional;
(2) Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (3) Sekretaris Direktoral Jenderal KP3K-KKP; (4) Kepala Badan Pengembangan SDM, KKP; (5) Gubernur
(6) Kepala Kepolisian Negara RI tingkat Provinsi
33
2. Bagi warga negara/lembaga asing
a. Perpanjangan jangka waktu izin pendidikan diajukan secara tertulis kepada Menteri Kelautan dan Perikanan disertai dengan alasan-alasannya;
b. Menteri dapat menerima/menolak perpanjangan izin dan harus memberi jawaban secara tertulis paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah menerima permohonan perpanjangan izin; c. Perpanjangan izin dapat diberikan paling banyak 2 (dua) kali secara berturutturut untuk masing-masing jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
C. Pencabutan Izin
Pencabutan izin dapat dilakukan oleh Kepala UPT yang bersangkutan bagi warga negara/lembaga dalam negeri dan Menteri Kelautan dan Perikanan bagi warga negara/lembaga asing apabila: 1. Habis masa berlaku izin
2. Dicabut oleh pemberi izin karena mengakibatkan kekayaan hayati dan non hayati, artefak, dan harta karun yang dimiliki oleh negara dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab; dan/atau
3. Dicabut oleh pemberi izin karena berpotensi menimbulkan wabah, merusak fungsi lingkungan hidup, gangguan sosial kemasyarakatan atau gangguan lain yang merugikan. (7) Bupati/Walikota
(8) Kepala Kepolisian Negara RI tingkat Kabupaten/Kota.
b. Penolakan disampaikan secara tertulis dengan disertai alasan-asalasan penolakannya; 3.2.3. Jangka Waktu, Perpanjangan dan Pencabutan Izin A. Jangka Waktu Izin
Izin pendidikan diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
B. Perpanjangan Izin
1. Bagi warga negara/lembaga dalam negeri
a. Perpanjangan jangka waktu izin pendidikan diajukan secara tertulis kepada kepala UPT bersangkutan disertai dengan alasan-alasannya.
3.2.4. Pelaporan
a) Bagi kegiatan pendidikan dengan jangka waktu pelaksanaan singkat (kurang dari 6 bulan), wajib melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan paling lambat satu bulan setelah pelaksanaan kegiatan. b) Bagi kegiatan pendidikan dengan jangka waktu pelaksanaan panjang (setahun atau lebih), maka:
• Bagi warga negara/lembaga dalam negeri, wajib melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan pendidikan yang dilakukan kepada Kepala UPT setiap 6 (enam) bulan dan 1 (satu) bulan sebelum permohonan perpanjangan kegiatan pendidikan. • Bagi warga negara/lembaga asing, wajib melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan pendidikan yang dilakukan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan setiap 6 (enam) bulan dan 1 (satu) bulan sebelum permohonan perpanjangan kegiatan pendidikan.
b. Pengajuan harus diterima selambatnya 30 (tiga puluh) hari disertai dengan lampiran persyaratan seperti saat permohonan; c. Kepala UPT dapat menerima/menolak perpanjangan izin dan paling lambat harus memberi jawaban 30 (tiga puluh) hari setelah menerima surat permohonan perpanjangan izin. 34
35
BAB IV
DUKUNGAN UNIT PENGELOLA KKP
Kebijakan yang baik dalam pengelolaan lingkungan hidup dan konsistensi dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut memiliki korelasi positif dengan terciptanya lingkungan hidup yang baik pula. Kesalahan dalam merumuskan kebijakan lingkungan hidup berpotensi merugikan kepentingan manusia dan keberlanjutan sumber daya lingkungan (Keraf, 2002:201-209).
Atas dasar perspektif pemikiran di atas, Unit Pengelola Teknis Kawasan Konservasi Perairan (UPT-KKP) memiliki tanggung jawab yang besar dalam pengelolaan KKP yang dapat memberikan manfaat optimal bagi keberlanjutan sumber daya hayati dan nonhayati di dalam KKP, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan efektivitas pemanfaatan kawasan konservasi untuk kegiatan penelitian dan pendidikan, UPT-KKP, seyogyanya turut memberikan dukungan sumber daya sebagai berikut. • UPT-KKP memiliki dokumen perencanaan yang komprehensif tentang pengelolaan KKP, yang di dalamnya memuat antara lain: data dan informasi mengenai kapasitas daya dukung KKP terhadap beragam kegiatan, termasuk kegiatan penelitian dan pendidikan, keragaman sumber daya hayati dan nonhayati di dalam KKP, serta potensi-potensi ancaman terhadap kelangsungan hidup dan kelestarian sumber daya lingkungan. • Memiliki sarana dan prasarana akomodasi, transportasi, komunikasi dan pendukung lainnya yang memadai untuk penilaian dan pemberian izin serta pengawasan pelaksanaan kegiatan penelitian dan pendidikan sesuai izin yang diberikan; dan
• UPT-KKP membentuk unit organisasi di bawah kewenangannya, yaitu Unit Dokumentasi serta Unit Pengelola Data dan Informasi yang sekaligus menjadi bagian dari pembangunan jejaring data dan informasi hasil pelaporan kegiatan penelitian dan pendidikan pada KKP di tingkat regional, nasional, dan internasional. 36
37
PENUTUP
Penetapan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di berbagai wilayah dan rencana pencapaian luasan kawasan sekitar 20 juta hektar pada tahun 2020 merupakan upaya serius Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mewujudkan penyediaan kawasan perikanan yang produktif, dengan didukung sistem zonasi pengelolaannya yang berkelanjutan. Pemerintah juga memberi kewenangan dan memfasilitasi pemerintah daerah dan masyarakat untuk berpartisipasi mewujudkan KKP di daerahnya, dalam wujud Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). Tanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumber daya dan ekosistem di dalam KKP merupakan tanggung jawab semua pihak. Aktivitas yang berpeluang dilakukan di dalam KKP tidak hanya terfokus pada kegiatan perikanan budi daya dan perikanan tangkap, tetapi juga kegiatan pariwisata, penelitian, dan pendidikan, dengan melibatkan para pemangku kepentingan yang lebih luas. Ini berarti KKP bukan merupakan wilayah ”eksklusif” yang hanya bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Perspektif ini untuk menegaskan kepada kita semua bahwa KKP dapat dimanfaatkan secara optimal untuk berbagai keperluan kehidupan manusia sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dengan demikian, diharapkan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap pemanfaatan KKP memiliki kesadaran kolektif untuk bertanggung jawab secara penuh terhadap kelangsungan hidup sumber daya perikanan dan kelautan, serta kelestarian ekosistem di dalam KKP. Buku ”Pedoman Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan untuk Kegiatan Penelitian dan Pendidikan” ini berisi arahan, prosedur, pengawasan, dan pengendalian kegiatan penelitian dan pendidikan yang dilaksanakan di dalam KKP, baik KKP Nasional, maupun KKP Daerah (KKLD). Pedoman ini akan dijabarkan lebih lanjut ke dalam pedoman teknis, dengan memperhatikan karakteristik lokalitas setiap KKP.
DAFTAR PUSTAKA
Brannen, Julia. 2005. Memadu Metode Penelitian: Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dermawan, Agus (Pengarah). 2009. 36 Lokasi KKP {Kawasan Konservasi (Laut) Indonesia}. Jakarta: Direktorat Konservasi dan Taman Nasonal Laut, Ditjen KP3K, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.
Keraf, A. Sonny. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Prawiroatmodjo, Dendasurono. 1997. Pendidikan Lingkungan Kelautan. Jakarta: Rineka Cipta.
Peraturan Pemerintah No.30 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber Daya Ikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2006 Tentang Perizinan Melakukan Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing, dan Orang Asing. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 11/MEN/2010 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Perizinan Pengolahan dan Analisis Data dan Sampel Perikanan di Luar Negeri. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sutikno dan Maryunani. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam. Malang: BPFE-Unibraw.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang No.31 tahun 2004 Tentang Perikanan Yang Terakhir Telah Dirubah menjadi Undang-Undang No.45 Tahun 2009. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 38
39
LAMPIRAN - LAMPIRAN
Lampiran 1. Batasan Peristilahan
BATASAN PERISTILAHAN Badan usaha asing Adalah badan atau lembaga berbadan hukum, baik swasta maupun pemerintah yang didirikan tidak berdasarkan hukum Indonesia. (PP No.41 Tahun 2006) Kawasan Kawasan menurut UU No. 27 Tahun 2007 adalah bagian Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi,sosial,dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya. Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan dimana konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang ada, tidak memuat definisi mengenai kawasan konservasi secara jelas. Kawasan Konservasi Perairan Kawasan Konservasi Perairan menurut PP No.60 Tahun 2007 adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Lembaga penelitian dan pengembangan perikanan Adalah lembaga yang menyelenggarakan kegiatan penelitian dan/atau pengembangan perikanan (PP No.30 Tahun 2008) Lembaga penelitian dan pengembangan asing Adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan penelitian dan/atau pengembangan, baik swasta maupun pemerintah yang didirikan tidak berdasarkan hukum Indonesia (PP No.41 Tahun 2006) Lembaga Penjamin Lembaga independen yang berfungsi menjamin kualitas penelitian dan/atau pengembangan perikanan (versi LPS)
40
Pemanfaatan Kawasan Konservasi Adalah bagian dari pemanfaatan konservasi sumber daya ikan berupa kegiatan mendayagunakan kawasan tersebut meliputi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pariwisata alam perairan, atau penelitian dan pendidikan (PP nomor 60 tahun 2007 pasal 30) Pendidikan Adalah Kegiatan baik formal maupun non formal yang ditujukan kepada sasaran atau peserta didik secara aktif dalam rangka meningkatkan pemahaman, pengetahuan, keterampilan dan sikap Penelitian Adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. (Permen KP No. 30 tahun 2008) Penelitian dan Pengembangan Perikanan, yang selanjutnya disebut Litbang Perikanan, Adalah kegiatan yang mencakup penelitian dan pengembangan untuk mendukung pembangunan perikanan ( PP No.30 tahun 2008) Perijinan Adalah pemberian perkenan dari pemerintah berdasarkan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang diisyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, berupa peniadaaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa konkret (berdasarkan kamus hukum) Ketentuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang memperbolehkan untuk melakukan dan/atau tidak melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang. Peneliti adalah seseorang yang berdasarkan pada kapasitas dan kapabilitasnya berperan aktif dalam penyusunan konsep atau penciptaan pengetahuan baru, produk,proses, metode, dan sistem, serta pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan perikanan ( PP No.30 tahun 2008). Zona Menurut UU No.27 tahun 2007 Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya Zonasi Menurut UU No.27 tahun 2007 adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya dan daya dukung serta proses – proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam Ekosistem Pesisir. 41
Zona inti Adalah zona yang diperuntukkan bagi perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan, penelitian, dan pendidikan. Zona Pemanfaatan Adalah zona yang diperuntukkan bagi perlindungan habitat dan populasi ikan, pariwisata dan rekreasi, penelitian dan pengembangan, dan pendidikan. Zona Perikanan Berkelanjutan Adalah zona yang diperuntukkan bagi perlindungan habitat dan populasi ikan, penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan, budidaya ramah lingkungan, pariwisata dan rekreasi, penelitian dan pengembangan, dan pendidikan. Zona lainnya Adalah zona di luar Zona Inti, Zona Perikanan Berkelanjutan, dan Zona Pemanfaatan yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu antara lain Zona Perlindungan, Zona Rehabilitasi, dan sebagainya Orang asing Adalah orang dan/atau kelompok orang yang bukan warga negara Indonesia. (PP No.41 Tahun 2006) Perorangan Adalah Individu/pribadi atau orang per orang yang berkedudukan dan menetap di wilayah NKRI yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk Republik Indonesia. (hasilkompilasi browsing/berbagaisumber) Perguruan tinggi Adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi baik perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta. Perguruan tinggi negeri adalah perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan oleh Pemerintah RI. Sedangkan perguruan tinggi swasta adalah perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan oleh swasta. (http://id.wikipedia.org/wiki/Perguruan_tinggi) Lembaga Swadaya Masyarakat Adalah organisasi yang bertujuan memperjuangkan kepentingan masyarakat Republik Indonesia. (http://pusatbahasa.diknas.go.id /kbbi/ index.php)
Lembaga litbang milik pemerintah Adalah Badan (organisasi) yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan yang dikelola sepenuhnya oleh pemerintah Republik Indonesia baik pemerintah pusat maupun daerah (dieditdari http://pusatbahasa.diknas.go.id /kbbi/ index.php) 42
Lembaga litbang milik swasta Adalah Badan (organisasi) yang dikelola sepenuhnya oleh pihak swasta yang bertujuan melakukan suatu penyelidikan keilmuan dan atau melakukan suatu usaha berdasarkan hasil penyelidikan keilmuan.(dieditdari http://pusatbahasa. diknas.go.id/ kbbi/index.php) Lembaga litbang perikanan Kementerian Adalah Badan (organisasi) yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan di bidang perikanan baik yang berada dibawah kelola Kementerian kelautan dan Perikanan maupun Kementerian RI lainnya. (diedit dari http://pusatbahasa. diknas.go.id/kbbi/index.php) Lembaga litbang Kementerian Adalah Badan (organisasi) baik yang berada di bawah kelola Kementerian Kelautandan Perikanan maupun Kementerian RI lain yang bertujuan melakukan penyelidikan keilmuan di luar bidang perikanan. (diedit dari http://pusatbahasa. diknas.go.id/kbbi/index.php)
Lembagalitbangnon-Kementerian Adalah Badan (organisasi) yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat maupun daerah namun tidak berada di bawah kelola salah satu Kementerian RI yang bertujuan melakukan penyelidikan keilmuan baik di bidang perikanan maupun bidang lainnya.(dieditdari (http:// pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php) LembagalitbangBadan Usaha Milik Negara Adalah Badan (organisasi) yang dikelola sepenuhnya oleh pemerintah pusat RI, yang bertujuan melakukan suatu penyelidikan keilmuan dan atau uatuusahaberdasarkanpenyelidikankeilmuantersebutuntukkepentingannegara.(diedit dari http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php)
Lembaga litbang Badan Usaha Milik Daerah adalahBadan (organisasi) yang dikelola sepenuhnya oleh pemerintah daerah RI, yang bertujuan melakukan suatu penyelidikan keilmuan dan atau melakukan suatu usaha berdasarkan penyelidikan keilmuan tersebut untuk kepentingan negara. (diedit dari Error! Hyperlink reference not valid.) Perguruan tinggi Asing Adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi baik yang berkedudukan di Indonesia maupun luar negeri yang pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah asing maupun lembaga swasta asing. (diedit dari http://id.wikipedia.org/wiki/Perguruan_tinggi) Lembaga litbang Asing Adalah Badan (organisasi) yang dikelola oleh pemerintah asing dan atau lembaga swasta asing, baik yang berkedudukan di Indonesia maupun luar negeri yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan. (dieditdari http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php)
43
Lampiran 2.
Skema Prosedur Perijinan Penelitian dan Pengembangan bagi Warga Negara/Lembaga Dalam Negeri*
Tembusan Permohonan Izin
Lampiran 3.
Skema Prosedur Perijinan Penelitian dan Pengembangan Bagi Pihak Asing/Lembaga Luar Negeri* Tembusan Permohonan Izin
Pemohon
1. Surat permohonan izin 2. Rencana kegiatan penelitian
Sesuai Persyaratan Administrasi
Pemohon
1. Surat permohonan izin 2. Rencana kegiatan penelitian 3. Surat rekomendasi/persetujuan lembaga penjamin 4. Surat keterangan kerjasama dengan mitra lembaga litbang dan/atau perguruan tinggi Indonesia 5. Material Trasfer Agreement 6. Surat pernyataan bersedia menyampaikan laporan hasil olah dan analisis data 7. Surat jaminan keterlibatan peneliti Indonesia
Tidak
Sesuai Persyaratan Administrasi
Ya Tembusan persetujuan permohonan Izin
Tidak
Pemberian Izin Ya Tembusan persetujuan permohonan Izin
Pelaksanaan Kegiatan
Pemberian Izin
Pelaksanaan Kegiatan
Sesuai Aturan
Tidak
Pencabutan Izin Sesuai Aturan
Ya
Tidak
Pencabutan Izin
Ya
Perpanjangan Izin
Tidak
Laporan Kegiatan
Perpanjangan Izin
Tidak
Laporan Kegiatan
Ya Ya
Permohonan perpanjangan izin
Permohonan perpanjangan izin
1. Surat permohonan perpanjangan izin 2. Rencana kegiatan penelitian
Ya
1. Surat permohonan perpanjangan izin 2. Rencana kegiatan penelitian
Sesuai Persyaratan Administrasi
Ya
Tidak
Tidak
Surat Pemberitahuan Penolakan / Pencabutan Izin
Surat Pemberitahuan Penolakan / Pencabutan Izin
(*) Permohonan diajukan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan
(*) Permohonan diajukan kepada kepala UPT Pengelola Kawasan Konservasi yang berwenang
44
Sesuai Persyaratan Administrasi
38
39 45
Lampiran 4. Skema Prosedur Perijinan Pendidikan bagi Warga Negara/Lembaga Dalam Negeri* Tembusan Permohonan Izin
Lampiran 5. Skema Prosedur Perijinan Pendidikan Bagi Pihak Asing/Lembaga Luar Negeri* Tembusan Permohonan Izin
Pemohon
1. Surat permohonan izin 2. Rencana kegiatan pendidikan
Sesuai Persyaratan Administrasi
Pemohon
1. Surat permohonan izin 2. Rencana kegiatan pendidikan 3. Surat rekomendasi/persetujuan lembaga penjamin 4. Surat keterangan kerjasama dengan mitra lembaga pendidikan dan/atau perguruan tinggi Indonesia 5. Surat pernyataan tidak akan terlibat kegiatan diluar izin yang diberikan
Tidak
Sesuai Persyaratan Administrasi
Ya Tembusan persetujuan permohonan Izin
Pemberian Izin
Tidak
Ya Tembusan persetujuan permohonan Izin
Pelaksanaan Kegiatan
Sesuai Aturan
Tidak
Pemberian Izin
Pelaksanaan Kegiatan
Pencabutan Izin
Sesuai Aturan
Ya
Perpanjangan Izin
Tidak
Laporan Kegiatan
Pencabutan Izin
Ya
Perpanjangan Izin
Ya Permohonan perpanjangan izin
Tidak
Laporan Kegiatan
Ya Permohonan perpanjangan izin
1. Surat permohonan perpanjangan izin 2. Rencana kegiatan pendidikan
Ya
Tidak
1. Surat permohonan perpanjangan izin 2. Rencana kegiatan pendidikan
Sesuai Persyaratan Administrasi
Sesuai Persyaratan Administrasi
Ya
Tidak Surat Pemberitahuan Penolakan / Pencabutan Izin
Tidak Surat Pemberitahuan Penolakan / Pencabutan Izin
(*) Permohonan diajukan kepada kepala UPT Pengelola Kawasan Konservasi yang berwenang
(*) Permohonan diajukan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan
46
40
41
47
Lampiran 4. Format Surat Pemberian Izin Kegiatan Penelitian dan Pengembangan pada Kawasan Konservasi Perairan bagi Warga Negara /Lembaga Dalam Negeri Logo
Nomenklatur Unit Pengelola Kawasan Konservasi Perairan Alamat Unit Pengelola Kawasan Konservasi Perairan No.Telp/Faks
Lampiran 4. Format Surat Pemberian Izin Kegiatan Penelitian dan Pengembangan pada Kawasan Konservasi Perairan bagi Warga Negara /Lembaga Dalam Negeri Logo
IZIN PELAKSANAAN KEGIATAN PENELITIAN DI DALAM KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NOMOR: ………. Membaca
Menimbang
Mengingat
IZIN PELAKSANAAN KEGIATAN PENELITIAN DI DALAM KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NOMOR: ……….
: Surat permohonan izin dari ………………………………………… Tanggal ………… Nomor …………. Perihal …………. : a. Bahwa ……… b. Bahwa …….. : a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Coventions on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati); b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; c. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009; d. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan e. Peraturan lainnya ……….
Memberikan izin kepada (sesuai isi surat permohonan izin) Penyelenggara kegiatan litbang : ....................................... Penanggung jawab kegiatan litbang : ....................................... Alamat penyelenggara kegiatan litbang : ....................................... Jangka waktu izin kegiatan litbang : .......................................
Membaca
: Surat permohonan izin dari ………………………………………… Tanggal ………… Nomor …………. Perihal ………….
Menimbang
: a. Bahwa ……… b. Bahwa ……..
Mengingat
: a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Coventions on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati); b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; c. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009; d. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan e. Peraturan lainnya ……….
Memberikan izin kepada (sesuai isi surat permohonan izin) Penyelenggara kegiatan litbang : ....................................... Penanggung jawab kegiatan litbang : ....................................... Alamat penyelenggara kegiatan litbang : ....................................... Jangka waktu izin kegiatan litbang : ....................................... (..... bulan)
Dikeluarkan di ........... Pada tanggal ................................. Kepala Unit Pengelola Kawasan Konservasi Perairan
Dikeluarkan di ........... Pada tanggal ................................. Kepala Unit Pengelola Kawasan Konservasi Perairan
Nama Pejabat NIP .......................................
48
Nomenklatur Unit Pengelola Kawasan Konservasi Perairan Alamat Unit Pengelola Kawasan Konservasi Perairan No.Telp/Faks
Nama Pejabat NIP .......................................
42
43
49
Lampiran 5. Format Surat Pemberian Izin Kegiatan Pendidikan bagi Warga Negara /Lembaga Dalam Negeri Logo
Nomenklatur Unit Pengelola Kawasan Konservasi Perairan Alamat Unit Pengelola Kawasan Konservasi Perairan No.Telp/Faks
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
IZIN PELAKSANAAN KEGIATAN PENDIDIKAN DI DALAM KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NOMOR: ………. Membaca
: Surat permohonan izin dari ………………………………………… Tanggal ………… Nomor …………. Perihal ………….
Menimbang
: a. Bahwa ……… b. Bahwa ……..
Mengingat
: a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Coventions on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati); b. Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; c. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009; e. Peraturan lainnya ……….
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (6) dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan;
Memberikan izin kepada (sesuai isi surat permohonan izin) Penyelenggara kegiatan pendidikan : ....................................... Penanggung jawab kegiatan pendidikan : ....................................... Alamat penyelenggara kegiatan pendidikan : ....................................... Jangka waktu izin kegiatan pendidikan : ....................................... Dikeluarkan di ........... Pada tanggal ................................. Kepala Unit Pengelola Kawasan Konservasi Perairan
Nama Pejabat NIP .......................................
50
Lampiran 6. Peraturan Pemerintah RI No.30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
44
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4433); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN. BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Penelitian dan Pengembangan Perikanan, yang selanjutnya disebut Litbang Perikanan, adalah kegiatan yang mencakup penelitian dan pengembangan untuk mendukung pembangunan perikanan. 2. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3. Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan untuk memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru. 4. Peneliti adalah seseorang yang berdasarkan pada kapasitas dan kapabilitasnya berperan aktif dalam penyusunan konsep atau penciptaan pengetahuan baru, produk, proses, metode, dan sistem, serta pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan perikanan. 5. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. 6. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. 7. Pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan
51
implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. 8. Konservasi sumber daya ikan adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan. 9. Lembaga penelitian dan pengembangan perikanan adalah lembaga yang menyelenggarakan kegiatan penelitian dan/atau pengembangan perikanan. 10. Hak kekayaan intelektual, yang selanjutnya disebut HKI, adalah hak memperoleh perlindungan secara hukum atas kekayaan intelektual sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 11. Alih teknologi adalah pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badan, atau orang, baik yang berada di lingkungan dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri dan sebaliknya. 12. Kerusakan lingkungan sumber daya ikan adalah suatu keadaan lingkungan sumber daya ikan di suatu lokasi perairan tertentu yang telah mengalami perubahan fisik, kimiawi dan hayati, sehingga tidak atau kurang berfungsi sebagai tempat hidup, mencari makan, berkembang biak atau berlindung ikan, karena telah mengalami gangguan sedemikian rupa sebagai akibat perbuatan seseorang atau badan hukum. 13. Pemerintah pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 14. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 15. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang perikanan.
Pasal 2 Litbang Perikanan bertujuan untuk: a. meningkatkan kemandirian dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang perikanan; b. mengungkapkan dan memahami potensi dan permasalahan sumber daya ikan dan lingkungannya serta mengembangkan teknologi pengelolaan perikanan dan konservasi sumber daya ikan; dan c. menyiapkan dan menyediakan basis ilmiah yang kuat dan teknologi tepat guna sebagai kunci dalam menyusun kebijakan pengelolaan dan pengembangan usaha perikanan agar lebih efektif, efisien, ekonomis, berdaya saing tinggi, dan ramah lingkungan serta menghargai kearifan tradisi/budaya lokal.
Pasal 3 (1) Dalam menyelenggarakan Litbang Perikanan, Menteri memberikan arah dan urutan prioritas program Litbang Perikanan. (2) Arah dan urutan prioritas program Litbang Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada: a. rencana strategis pembangunan perikanan; dan b. kebijakan pemerintah yang terkait dengan pembangunan perikanan. (3) Dalam memberikan arah dan urutan prioritas program Litbang Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri melakukan koordinasi dan penyerasian Litbang Perikanan dengan pihak terkait. BAB II KEGIATAN LITBANG PERIKANAN Bagian Kesatu Umum
52
(1) Kegiatan Litbang Perikanan meliputi: a. penelitian dasar perikanan;
Pasal 4
b. penelitian terapan perikanan; dan/atau c. pengembangan eksperimental perikanan. (2) Kegiatan Litbang Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dalam wilayah Litbang Perikanan.
Pasal 5 (1) Penelitian dasar perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a merupakan kegiatan penelitian yang bersifat eksploratif dan/atau eksperimental untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru sebagai acuan bagi penelitian terapan perikanan. (2) Ilmu pengetahuan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa data dan informasi ilmiah tentang prinsip-prinsip dasar dari fenomena atau fakta serta interaksi keduanya yang teramati di bidang perikanan. Pasal 6 (1) Penelitian terapan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b merupakan kegiatan penelitian yang memanfaatkan hasil penelitian dasar perikanan, dan diarahkan untuk tuj uan praktis guna memperoleh pengetahuan dan teknologi di bidang perikanan. (2) Pengetahuan dan teknologi di bidang perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengetahuan praktis dan teknologi terapan yang langsung dapat digunakan dalam penyusunan kebijakan pengelolaan dan pengembangan usaha perikanan.
Pasal 7 (1) Pengembangan eksperimental perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c merupakan kegiatan sistematik dengan menggunakan pengetahuan yang sudah ada yang diperoleh melalui penelitian dasar perikanan dan/atau penelitian terapan perikanan, untuk memperoleh sistem teknologi yang lebih efektif dan efisien serta menghasilkan produk unggulan di bidang perikanan. (2) Sistem teknologi yang lebih efektif dan efisien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teknologi yang sederhana, murah, terjangkau, adaptif, dan ramah lingkungan. (3) Produk unggulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa produk yang memiliki nilai tambah tinggi, berdaya saing tinggi, dan aman dikonsumsi serta terjangkau masyarakat luas. Pasal 8 Litbang Perikanan diselenggarakan dengan menggunakan pendekatan multi disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan. Bagian Kedua Wilayah Penyelenggaraan Litbang Perikanan
Pasal 9 Wilayah penyelenggaraan Litbang Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) meliputi: a. wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia; b. wilayah administrasi pemerintahan provinsi, kabupaten/kota; la ndas kontinen Indonesia; dan c. laut lepas. Bagian Ketiga Penyelenggara Litbang Perikanan
Pasal 10 (1) Penyelenggara Litbang Perikanan meliputi: a. perorangan; b. perguruan tinggi; c. lembaga swadaya masyarakat; d. lembaga litbang milik pemerintah; dan/atau e. lembaga litbang milik swasta.
53
(2) Lembaga Litbang milik pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas: a. lembaga Litbang Perikanan departemen; b. lembaga litbang departemen; c. lembaga litbang non departemen; d. lembaga litbang pemerintah daerah; e. lembaga litbang badan usaha milik negara; dan f. lembaga litbang badan usaha milik daerah. Bagian Keempat Tata Penyelenggaraan Litbang Perikanan
Pasal 11 Penyelenggaraan Litbang Perikanan oleh perorangan, lembaga swadaya masyarakat, dan/atau lembaga litbang milik swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf e diutamakan pada penelitian terapan perikanan dan pengembangan eksperimental perikanan. Pasal 12 Penyelenggaraan Litbang Perikanan oleh perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b diutamakan pada penelitian dasar dan penelitian terapan perikanan.
Pasal 13 (1) Penyelenggaraan Litbang Perikanan oleh lembaga Litbang Perikanan departemen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a diutamakan pada penelitian terapan perikanan dan pengembangan eksperimental perikanan. (2) Penyelenggaraan Litbang Perikanan oleh lembaga litbang departemen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b diutamakan pada pengembangan eksperimental perikanan. (3) Penyelenggaraan Litbang Perikanan oleh lembaga litbang non departemen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf c diutamakan pada penelitian dasar perikanan dan penelitian terapan perikanan. (4) Penyelenggaraan Litbang Perikanan oleh lembaga litbang pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf d diutamakan pada penelitian terapan perikanan dan pengembangan eksperimental perikanan. (5) Penyelenggaraan Litbang Perikanan oleh lembaga litbang badan usaha milik Negara dan badan usaha milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf e dan huruf f diutamakan pada pengembangan eksperimental perikanan. Pasal 14 Penyelenggaraan Litbang Perikanan mengacu pada standar kelayakan teknis dan kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlaku.
54
Pasal 15 (1) Dalam penyelenggaraan Litbang Perikanan, penyelenggara Litbang Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dapat bekerja sama dengan: a. pelaksana litbang; b. pelaku usaha perikanan; c. asosiasi perikanan;dan/atau d. lembaga litbang milik asing. (2) Kerja sama Litbang Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penyediaan tenaga ahli, asistensi teknis litbang, penyediaan dana dan sarana litbang, pendidikan dan pelatihan serta kegiatan lain yang dapat mempercepat pembangunan perikanan. (3) Kerja sama Litbang Perikanan dengan lembaga litbang milik asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan berdasarkan atas: a. persamaan kedudukan yang saling menguntungkan; b. tidak merugikan kepentingan nasional; c. tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; dan
d. semata- mata untuk tujuan damai.
Pasal 16 Dalam menyelenggarakan Litbang Perikanan, setiap penyelenggara Litbang Perikanan dan/atau peneliti wajib: a. menghormati budaya dan adat istiadat yang berlaku di daerah setempat; dan b. memperhatikan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya.
Pasal 17 Penyelenggara Litbang Perikanan harus melaporkan kedatangannya kepada pejabat setempat sebelum melaksanakan Litbang Perikanan di wilayah Litbang Perikanan. BAB III PENGGUNAAN BAHAN KIMIA, BAHAN BIOLOGIS, BAHAN PELEDAK, ALAT, DAN/ATAU CARA, DAN/ATAU BANGUNAN YANG DAPAT MERUGIKAN DAN/ ATAU MEMBAHAYAKAN
Pasal 18 (1) Penggunaan bahan kimia, bahan biologis, dan bahan peledak yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya diperbolehkan dalam pelaksanaan penelitian perikanan sepanjang bahan tersebut merupakan obyek penelitian perikanan. (2) Bahan kimia yang dapat merugikan dan/atau membahayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bahan-bahan yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemari dan/atau merusak lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup ma nusia serta makhluk hidup lainnya. (3) Bahan biologis yang dapat merugikan dan/atau membahayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biota asing yang karena sifatnya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemari dan/atau merusak lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Pasal 19 (1) Penggunaan alat dan/atau cara dan/atau bangunan untuk penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya diperbolehkan sepanjang alat dan/atau cara dan/atau bangunan tersebut merupakan obyek Litbang Perikanan dan/atau digunakan secara terbatas. (2) Alat penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua jenis alat yang karena sifatnya apabila digunakan dapat mengakibatkan kerusakan sumber daya ikan dan/atau lingkungannya. (3) Cara penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua teknik dan/atau metode yang dalam penerapannya tidak memperhatikan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya. (4) Bangunan untuk penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bangunan yang penempatannya mengakibatkan terganggunya alur pelayaran, aliran sungai, irigasi atau suaka perikanan.
Pasal 20 (1) Penggunaan bahan, alat, dan/atau cara, dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 19 ayat (1) harus dilakukan oleh tenaga ahli yang kompeten di bidangnya. (2) Tenaga ahli yang kompeten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tenaga yang terlatih dan memiliki sertifikat keahlian sesuai dengan karakteristik bahan, alat, dan/atau cara, dan/atau bangunan yang akan digunakan dalam Litbang Perikanan. Pasal 21 (1) Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dilarang digunakan di kawasan konservasi,
55
kawasan budi daya perikanan, dan kawasan pemukiman padat penduduk. (2) Alat dan/atau cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dilarang digunakan di kawasan konservasi, kawasan budi daya perikanan, alur laut kepulauan Indonesia (ALKI), alur pelayaran, dan irigasi. (3) Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dilarang ditempatkan di kawasan konservasi, kawasan budi daya perikanan, alur laut kepulauan Indonesia (ALKI), alur pelayaran, dan irigasi. Pasal 22 Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat, dan/atau cara, dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 19 ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri. BAB IV PERIZINAN LITBANG PERIKANAN
Bagian Kesatu Perizinan Litbang Bagi Penyelenggara Litbang Milik Asing
Pasal 23 (1) Perorangan dan/atau lembaga litbang milik asing yang melakukan Litbang Perikanan di wilayah penyelenggaraan Litbang Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, huruf b, dan huruf c wajib terlebih dahulu mendapatkan izin dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. (2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib terlebih dahulu mendapatkan pertimbangan teknis dari Menteri dengan memperhatikan: a. asas manfaat dan dampak bagi perikanan; b. kewajiban-kewajiban internasional terkait dengan bidang perikanan; c. sinkronisasi antara kemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan rencana strategis pembangunan perikanan; d. standar kelayakan teknis dan kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlaku; dan e. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3). (3) Pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan melalui tim koordinasi yang dibentuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. (4) Ketentuan mengenai tata cara pemberian pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Menteri. Pasal 24 Perorangan dan/atau lembaga litbang milik asing dalam menyelenggarakan Litbang Perikanan di wilayah penyelenggaraan Litbang Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, huruf b, dan huruf c harus bermitra kerja dengan penyelenggara Litbang Perikanan dalam negeri dan mengikutsertakan peneliti Indonesia. Bagian Kedua Perizinan Litbang Perikanan bagi Penyelenggara Litbang Perikanan Dalam Negeri
56
Pasal 25 (1) Penyelenggara Litbang Perikanan dalam negeri yang menyelenggarakan Litbang Perikanan di wilayah penyelenggaraan Litbang Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, huruf b, dan huruf c tidak memerlukan izin. (2) Penyelenggara Litbang Perikanan dalam negeri yang menyelenggarakan Litbang Perikanan di wilayah penyelenggaraan Litbang Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d wajib terlebih dahulu mendapatkan izin tertulis dari Menteri.
(3) Penyelenggara Litbang Perikanan dalam negeri yang menyelenggarakan Litbang Perikanan di wilayah penyelenggaraan Litbang Perikanan dengan obyek Litbang Perikanan yang memiliki karakteristik unik, wajib terlebih dahulu mendapatkan izin tertulis dari Menteri. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara serta syarat-syarat pemberian izin tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) termasuk obyek Litbang Perikanan yang memiliki karakteristik unik, diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri. Pasal 26 (1) Penyelenggara Litbang Perikanan dalam negeri yang akan melakukan Litbang Perikanan di wilayah penyelenggaraan Litbang Perikanan harus melaporkan kedatangannya kepada pejabat yang berwenang, kecuali apabila Litbang Perikanan dilakukan di laboratorium. (2) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Menteri atau pejabat yang ditunjuk, untuk penyelenggaraan Litbang Perikanan di luar 12 mil laut dan/atau lintas provinsi; b. Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, untuk penyelenggaraan Litbang Perikanan di wilayah perairan di atas 4 mil sampai dengan 12 mil laut dan/atau lintas kabupaten/kota; dan c. Bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk, untuk penyelenggaraan Litbang Perikanan di wilayah administrasi dan wilayah perairan sampai dengan 4 mil laut.
Bagian Ketiga Perizinan Penggunaan Bahan Kimia, Bahan Biologis, Bahan Peledak, Alat, dan/atau Cara, dan/atau Bangunan Yang Dapat Merugikan dan/atau Membahayakan
Pasal 27 (1) Penyelenggara Litbang Perikanan yang menyelenggarakan penelitian perikanan dengan menggunakan bahan, alat, dan/atau cara, dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan/ atau Pasal 19 ayat (1), wajib terlebih dahulu mendapatkan izin tertulis dari Menteri. (2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyelenggara Litbang Perikanan harus menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Menteri yang dilengkapi dengan: a. informasi dan/atau keterangan mengenai nama bahan kimia dan/atau bahan peledak dan/atau alat dan/atau bangunan yang akan digunakan, termasuk spesifikasi, jumlah, dan sifat bahaya yang ditimbulkan secara jelas; b. informasi dan/atau keterangan mengenai cara penggunaan bahan dan/atau alat sebagaimana dimaksud pada huruf a termasuk tindakan pengamanannya; c. data tenaga ahli yang akan melaksanakan litbang, disertai riwayat hidup dan sertifikat keahliannya; dan d. rekomendasi dan/atau surat keterangan dari instansi yang berwenang. (3) Dalam hal Litbang Perikanan akan dilakukan oleh penyelenggara litbang milik asing, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dia jukan oleh penyelenggara Litbang Perikanan dalam negeri yang menjadi mitra kerjanya. (4) Menteri dapat menyetujui atau menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah menerima berkas permohonan secara lengkap. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan syarat-syarat pemberian izin tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan Menteri. Bagian Keempat Perizinan Penggunaan Kapal atau Peralatan Litbang Perikanan Milik Asing
Pasal 28 (1) Penyelenggara Litbang Perikanan yang menyelenggarakan Litbang Perikanan dengan menggunakan kapal atau peralatan Litbang Perikanan milik asing, wajib terlebih dahulu mendapatkan izin tertulis dari Menteri. (2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara Litbang Perikanan harus menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Menteri yang dilengkapi dengan:
57
a. data teknis kapal; b. data teknis peralatan di atas kapal; dan c. data anak buah kapal. (3) Dalam hal Litbang Perikanan akan dilakukan oleh penyelenggara litbang milik asing, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh penyelenggara Litbang Perikanan dalam negeri sebagai mitra kerjanya. (4) Menteri dapat menyetujui atau menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah menerima berkas permohonan secara lengkap. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan syarat-syarat pemberian izin tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan Menteri. BAB V HASIL KEGIATAN LITBANG PERIKANAN
Pasal 29 (1) Hasil kegiatan penelitian dasar perikanan dan penelitian terapan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 dapat berupa: a. hasil penelitian; dan b. hasil samping penelitian. (2) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat berupa: a. data perikanan; b. informasi perikanan; c. produk biologi perikanan; dan d. teknologi perikanan. (3) Hasil samping penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat berupa: a. biota; b. air tertentu; dan c. produk perikanan.
Pasal 30 Hasil kegiatan pengembangan eksperimental perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat berupa: a. produk industri; b. rekomendasi kebijakan perikanan; dan c. produk rekayasa.
Pasal 31 (1) Hasil Litbang Perikanan dimanfaatkan oleh Pemerintah dalam penyusunan kebijakan pembangunan perikanan. (2) Kebijakan pembangunan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. meningkatkan taraf hidup nelayan, pengolah ikan, dan pembudi daya ikan; b. meningkatkan penerimaan dan devisa negara; c. mendorong perluasan dan kesempatan kerja; d. meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan; e. meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah, dan daya saing; f. meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan; g. mencapai pemanfaatan sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan lingkungan sumber daya ikan secara optimal; h. menunjang upaya pelestarian sumber daya ikan dan lahan pembudidayaan ikan; i. mendukung penataan ruang perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil; dan j. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kepentingan ilmiah lainnya.
58
Pasal 32 Hasil Litbang Perikanan yang diperoleh di wilayah penyelenggaraan Litbang Perikanan wajib dilaporkan ole h penyelenggara Litbang Perikanan dalam negeri kepada pejabat yang berwenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), kecuali apabila Litbang Perikanan dilakukan di laboratorium. Pasal 33 (1) Hasil Litbang Perikanan yang diperoleh di wilayah penyelenggaraan Litbang Perikanan wajib dilaporkan oleh perorangan dan/atau lembaga litbang asing kepada Menteri dan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. (2) Hasil Litbang Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berupa data, informasi, dan teknologi perikanan menjadi milik bersama penyelenggara litbang asing dan penyelenggara Litbang Perikanan dalam negeri sebagai mitra kerja. (3) Hasil Litbang Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berupa produk biologi perikanan dan hasil samping penelitian menjadi milik bersama Pemerintah dan penyelenggara Litbang Perikanan dalam negeri sebagai mitra kerja. (4) Menteri dapat mengambil alih kepemilikan atas hasil Litbang Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yang dapat membahayakan kelestarian lingkungan dan mengganggu stabilitas ekosistem, keamanan, dan pertahanan di laut. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kepemilikan bersama atas hasil Litbang Perikanan yang berupa produk biologi perikanan dan hasil samping penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan Menteri. Pasal 34 (1) Hasil Litbang Perikanan bersifat terbuka atau tidak rahasia, kecuali Pemerintah menyatakan hasil tersebut tidak untuk dipublikasikan. (2) Pernyataan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan dengan pertimbangan apabila hasil Litbang Perikanan diketahui oleh masyarakat umum akan mengakibatkan terganggunya fungsi penyelenggaraan negara, sumber daya nasional, atau ketertiban umum.
Pasal 35 (1) Hasil Litbang Perikanan yang tidak bersifat rahasia dan diperlukan masyarakat, dijamin Pemerintah untuk dipublikasikan dan didiseminasikan guna menunjang pengembangan usaha perikanan. (2) Pemerintah mendorong seluruh penyelenggara Litbang Perikanan untuk melaksanakan diseminasi hasil Litbang Perikanan kepada masyarakat.
Pasal 36 (1) Pengolahan dan analisis data dan sampel perikanan di luar negeri wajib terlebih dahulu mendapatkan izin tertulis dari Menteri. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan apabila pengolahan dan analisis data dan sampel perikanan tidak dapat dilakukan di Indonesia. (3) Jumlah sampel yang dapat dibawa ke luar negeri paling banyak sesuai dengan kebutuhan analisis yang diatur dalam perjanjian pengiriman sampel (material transfer agreement/MTA) antar lembaga litbang yang melakukan kerja sama Litbang Perikanan. (4) Pengolahan dan analisis data dan sampel perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melibatkan peneliti Indonesia. (5) Setiap orang dan/atau penyelenggara Litbang Perikanan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi berupa denda serta kepemilikan data dan sampel diambilalih oleh negara. (6) Ketentuan mengenai tata cara dan persyaratan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri. Pasal 37 Menteri menetapkan kebijakan pertukaran data dan informasi dengan penyelenggara litbang asing, dengan prinsip untuk sebesar-besarnya dimanfaatkan bagi kepentingan bangsa dan negara. Pasal 38 Hasil Litbang Perikanan yang berupa data dan informasi Litbang Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a dan huruf b dan Pasal 33 ayat (2) dikelola oleh unit penge lolaan data yang dibentuk oleh Menteri.
59
BAB VI
PERLINDUNGAN HKI HASIL LITBANG PERIKANAN Pasal 39
(1) Pemerintah mendorong dan memfasilitasi setiap penyelenggara Litbang Perikanan yang menghasilkan invensi untuk mengajukan permohonan HKI.
(2) HKI yang diperoleh dari penyelenggaraan kerja sama Litbang Perikanan di wilayah penyelenggaraan Litbang Perikanan Indonesia dengan mitra kerja asing menjadi milik bersama.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kepemilikan, pendaftaran, pemeliharaan, dan pemanfaatan HKI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam perjanjian kerja sama. BAB VII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN LITBANG PERIKANAN Pasal 40
(1) Pemerintah atau pemerintah daerah melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan Litbang Perikanan sesuai dengan kewenangannya.
(2) Ketentuan mengenai pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.
BAB VIII
PENGHARGAAN DAN PERLINDUNGAN PENELITI Pasal 41
c. pencabutan izin Litbang Perikanan; dan/atau d. denda.
Pasal 43
(1) Sanksi administratif berupa peringatan/teguran tertulis dikenakan kepada setiap orang dan/atau
penyelenggara Litbang Perikanan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a, Pasal 32 atau Pasal 33 ayat (1).
(2) Peringatan/teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut, masing-masing dalam jangka waktu 1 (satu) bulan.
(3) Setiap orang dan/atau penyelenggara Litbang Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a, dalam hal tidak memenuhi kewajibannya setelah berakhirnya jangka waktu peringatan/teguran tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi:
a. kegiatan Litbang Perikanannya dihentikan sementara untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan;
b. izin dicabut apabila setelah berakhirnya jangka waktu penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada huruf a, tidak melaksanakan kewajibannya.
(4) Selain dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang dan/atau
penyelenggara Litbang Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 atau Pasal 33 ayat (1),
dalam hal tidak memenuhi kewajibannya setelah berakhirnya jangka waktu peringatan/teguran tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak berhak untuk mengakses data hasil Litbang Perikanan dari unit pengelolaan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38. Pasal 44
(1) Setiap peneliti dan penyelenggara Litbang Perikanan yang melakukan invensi yang berdampak pada
(1) Sanksi administratif berupa penghentian kegiatan Litbang Perikanan dikenakan kepada setiap orang
(2) Penyelenggara Litbang Perikanan lembaga swadaya masyarakat atau swasta yang melakukan Litbang
(2) Selain sanksi administratif berupa penghentian kegiatan Litbang Perikanan sebagaimana dimaksud
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesejahteraan masyarakat, diberikan penghargaan oleh Menteri.
Perikanan berisiko tinggi untuk kepentingannya harus memberikan jaminan sosial, keamanan, dan keselamatan kepada penelitinya.
(3) Penyelenggara Litbang Perikanan pemerintah yang melakukan Litbang Perikanan berisiko tinggi
untuk kepentingan negara memberikan jaminan sosial, keamanan, dan keselamatan kepada penelitinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. BAB IX
SANKSI
Pasal 42
(1) Setiap orang dan/atau lembaga litbang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 16 huruf a, Pasal 16 huruf b, Pasal 21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 25 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 ayat (1), Pasal 32 atau Pasal 33 ayat (1), dikenakan sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa: 60
b. penghentian sementara izin Litbang Perikanan;
a. peringatan/teguran tertulis;
dan/atau penyelenggara Litbang Perikanan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b, Pasal 21, Pasal 25 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 27 ayat (1), atau Pasal 28 ayat (1). pada ayat (1) bagi:
a. setiap orang dan/atau penyelenggara Litbang Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b, Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), atau Pasal 28 ayat (1), dikenakan sanksi denda; dan
b. setiap orang dan/atau penyelenggara Litbang Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) dan ayat (3) dikenakan sanksi denda dan/atau pengambilalihan atas hasil Litbang Perikanan oleh Pemerintah.
Pasal 45
Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dikenakan paling banyak 10 (sepuluh) kali dari biaya
litbang yang dikeluarkan dan merupakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang disetorkan ke Kas Negara.
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi administratif berupa penghentian kegiatan litbang,
pengambilalihan hasil Litbang Perikanan, dan/atau pengambilalihan data dan sampel perikanan
61
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44, diatur oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta instansi lain yang terkait. Pasal 47
Pengenaan sanksi administratif berupa penghentian kegiatan litbang, pengambilalihan hasil Litbang
Perikanan, dan/atau pengambilalihan data dan sampel perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44 dilaksanakan dengan tidak mengurangi kemungkinan kepada yang bersangkutan dikenakan sanksi hukum lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB X
KETENTUAN PENUTUP Pasal 48
Pada saat peraturan pemerintah ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan di bidang Litbang Perikanan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan pemerintah ini.
Pasal 49
Peraturan pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 April 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. Diundangkan di Jakarta
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
pada tanggal 11 April 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 55
I. UMUM
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN
Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan diatur beberapa hal yang terkait dengan penelitian dan pengembangan perikanan, yaitu dalam Pasal 8 ayat (5), Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 56. Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pada intinya menyatakan bahwa penggunaan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya diperbolehkan hanya untuk penelitian. Ketentuan ini menunjukkan adanya kesadaran pembuat undang-undang, bahwa penelitian merupakan sesuatu hal yang penting, sehingga perlu diperlakukan secara khusus, karena pada dasarnya penggunaan bahan dan/atau alat dan/atau cara dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya tersebut dilarang.
Namun demikian, kekhususan tersebut harus diikuti dengan aturan yang jelas, terutama mengenai subyek penelitian, obyek penelitian, lokasi penelitian, dan perizinan penggunaannya. Oleh karena itu, Pasal 8 ayat (6) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan mengamanatkan agar ketentuan lebih lanjut mengenai bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya yang digunakan untuk kegiatan penelitian diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa Pemerintah mengatur, mendorong, dan/atau menyelenggarakan penelitian dan pengembangan perikanan untuk menghasilkan pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan dalam pengembangan usaha perikanan agar lebih efektif, efisien, ekonomis, berdaya saing tinggi, dan ramah lingkungan, serta menghargai kearifan tradisi/budaya lokal. Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa penelitian dan pengembangan perikanan dapat dilaksanakan oleh perorangan, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan/atau lembaga penelitian dan pengembangan milik pemerintah, dan/atau swasta. Selanjutnya pada ayat (2) dinyatakan bahwa perorangan, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan/atau lembaga penelitian dan pengembangan milik pemerintah, dan/atau swasta dapat melakukan kerjasama dengan: a. pelaksana penelitian dan pengembangan; b. pelaku usaha perikanan;
c. asosiasi perikanan; dan/atau
d. lembaga penelitian dan pengembangan milik asing.
Ketentuan di atas menunjukkan bahwa kegiatan penelitian dan pengembangan perikanan merupakan kegiatan yang bersifat terbuka untuk dilakukan oleh berbagai pihak yang memang mempunyai kepentingan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang perikanan. Di samping sifatnya yang terbuka, kegiatan penelitian dan pengembangan perikanan juga dapat dilakukan dengan kerja sama antara pelaksana penelitian dan pengembangan dengan pelaksana yang lain, pelaku usaha perikanan, asosiasi perikanan, dan/atau lembaga penelitian dan pengembangan milik asing.
62
Kerjasama antarsesama lembaga pene litian dan pengembangan, baik dalam maupun luar negeri perlu diatur, terutama dalam rangka meningkatkan efisiensi, efektivitas dan menghindari duplikasi dan benturan kepentingan (conflict of interest) sesama lembaga penelitian dan pengembangan. Kerja sama pelaksanaan penelitian dan pengembangan perikanan antarnegara sering dilakukan, antara lain, berhubungan dengan:
63
a. karakteristik sumber daya ikan yang tidak mengenal batas administrasi negara;
a. dilaksanakan semata-mata hanya untuk tujuan damai;
d. perkembangan tuntutan konsumen terhadap jaminan keamanan dan mutu hasil perikanan.
c. tidak mengganggu kepentingan pengguna laut yang sah lainnya yang diatur oleh konvensi internasional;
b. tuntutan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang perikanan; c. pelaksanaan ketentuan dari perjanjian internasional;
Selanjutnya Pasal 54 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa hasil penelitian bersifat terbuka untuk semua pihak, kecuali hasil penelitian tertentu yang oleh Pemerintah dinyatakan tidak untuk dipublikasikan. Hal ini dimaksudkan agar semua pihak atau masyarakat umum dapat mengetahui dan memanfaatkan semua hasil pene litian perikanan dalam rangka peningkatan kesejahteraan mereka. Namun demikian, terhadap hasil- hasil penelitian tertentu, Pemerintah dapat menyatakan tidak untuk dipublikasikan, dengan pertimbangan tertentu. Pasal 55 ayat (1) UndangUndang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa setiap orang asing yang melakukan penelitian perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Pemerintah. Ayat (2) Pasal ini pada dasarnya menyatakan bahwa penelitian oleh orang asing dan/atau badan hukum asing harus mengikutsertakan peneliti Indonesia. Sedangkan ayat (3) Pasal ini menyatakan bahwa setiap orang asing yang melakukan penelitian perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia harus menyerahkan hasil penelitiannya kepada Pemerintah. Salah satu prinsip dalam peraturan pemerintah ini adalah mendorong dan melindungi penyelenggara penelitian dan pengembangan perikanan dalam negeri. Oleh sebab itu, penyelenggara penelitian dan pengembangan perikanan dalam negeri tidak diwajibkan untuk mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang, kecuali apabila penelitian dan pengembangan dilakukan di laut lepas, penelitian dan pengembangan dilakukan dengan
obyek yang memiliki karakteristik unik, penelitian dilakukan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya, dan/atau menggunakan kapal dan peralatan penelitian dan pengembangan milik asing. Sedangkan penelitian perikanan yang dilakukan oleh perorangan dan/atau lembaga asing di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia, wilayah administrasi pemerintahan provinsi, kabupaten/ kota, dan di landas kontinen Indonesia harus terlebih dahulu memperoleh izin dari Pemerintah. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh perorangan dan/atau lembaga asing harus mengikutsertakan peneliti Indonesia. Pemberian izin tersebut, wajib terlebih dahulu mendapatkan pertimbangan teknis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang perikanan dengan memperhatikan: a. asas manfaat dan dampak bagi perikanan;
b. kewajiban-kewajiban internasional terkait dengan bidang perikanan;
c. sinkronisasi antara kemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan rencana strategis pembangunan perikanan; dan d. standar kelayakan teknis dan kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlaku.
Selain memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dalam memberikan pertimbangan teknis Menteri juga harus memperhatikan prinsip-prinsip dalam kerja sama penelitian dan pengembangan, antara lain: a. persamaan kedudukan yang saling menguntungkan; b. tidak merugikan kepentingan nasional;
c. tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; dan d. semata- mata untuk tujuan damai.
Kewajiban-kewajiban internasional terkait dengan bidang perikanan, antara lain ketentuan konvensikonvensi internasional di bidang perikanan, seperti United Nations Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS 1982), Food and Agriculture Organization-Code of Conduct for Responsible Fisheries (FAO-CCRF), dan Regional Fisheries Management Organization (RFMO). 64
Ketentuan konvensi-konvensi internasional di bidang perikanan tersebut, antara lain, mengatur asas umum penyelenggaraan penelitian ilmiah, sebagai berikut:
b. menggunakan metoda ilmiah yang baku dan tepat, dan dengan cara-cara yang sesuai dengan konvensi internasional; d. sesuai dengan ketentuan mengenai perlindungan dan pelestarian lingkungan serta keanekaragaman hayati. Kewajiban lain bagi orang dan/atau lembaga asing yang melakukan penelitian perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia adalah menyerahkan hasil penelitian kepada Pemerintah, dimaksudkan agar semua hasil penelitian tersebut dapat diketahui dan dimanfaatkan oleh Pemerintah dalam menyusun kebijakan nasional.
Selain itu, pengolahan dan analisis data dan sampel perikanan juga diprioritaskan untuk dilakukan di dalam negeri. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari atau mencegah pemanfaatan data dan sampel perikanan oleh pihak asing secara tidak terkendali. Sehingga pengolahan dan analisis data dan sampel hanya boleh dilakukan di luar negeri apabila hal tersebut tidak dapat dilakukan di Indonesia, dan dengan jumlah sampel yang terbatas.
Dengan mempertimbangkan perkembangan penelitian dan pengembangan perikanan saat ini dan yang akan datang, maka peraturan pemerintah ini mengatur hal-hal yang berkaitan dengan cakupan materi yang meliputi: kegiatan penelitian dan pengembangan perikanan;
penggunaan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya; perizinan penelitian dan pengembangan perikanan; hasil kegiatan penelitian dan pengembangan perikanan; perlindungan hak kekayaan intelektual; hasil penelitian dan pengembangan perikanan; pengawasan dan pengendalian penelitian dan pengembangan perikanan; serta penghargaan dan perlindungan peneliti. Berdasarkan pada pertimbangan tersebut di atas, maka peraturan pemerintah yang merupakan amanat dari Pasal 8 ayat (6) dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan diharapkan dapat menjadi payung hukum dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan perikanan saat ini dan yang akan datang. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas
Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Yang dimaksud dengan “kebijakan pemerintah yang terkait dengan pembangunan perikanan”, antara lain, mencakup kebijakan riset nasional yang ditetapkan oleh dewan dan/atau komisi nasional di bidang riset, standardisasi nasional yang ditetapkan oleh lembaga nasional di bidang standardisasi, dan kebijakan perencanaan dan pembangunan nasional yang ditetapkan oleh badan nasional di bidang perencanaan dan pembangunan nasional. 65
Ayat (3)
Koordinasi dan penyerasian Litbang Perikanan dilakukan oleh Menteri dengan pihakpihak terkait, antara lain, dengan badan nasional di bidang perencanaan dan pembangunan nasional, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi; kementerian/lembaga lain; perguruan tinggi; pemerintah daerah; dan pemangku kepentingan lainnya. Pasal 4 Cukup jelas
Pasal 5 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kegiatan penelitian yang bersifat eksploratif”, antara lain, kegiatan inventarisasi, ekspedisi, identifikasi, karakterisasi, studi, sensus, dan survei di bidang perikanan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 6 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “penelitian terapan perikanan”, antara lain desain, rancang bangun dan konstruksi, permodelan, pemetaan, dan pengkajian di bidang perikanan. Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 7 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pengembangan eksperimental perikanan”, antara lain, perekayasaan, scaling-up, dan inovasi teknologi di bidang perikanan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas
66
Pasal 8 Yang dimaksud dengan “multi disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan”, antara lain: a. biologi; b. kimia; c. statistika; d. ekologi; e. oseanografi; f. genetika; g. ilmu nutrisi dan pakan ikan; h. hukum; i. sosial ekonomi; j. penyakit dan kesehatan ikan; k. keanekaragaman hayati; l. potensi sumber daya ikan; m. dinamika populasi ikan; n. bioteknologi; o. pemacuan sediaan ikan; p. teknologi penangkapan ikan; q. teknologi pembudidayaan ikan;
r. teknologi konservasi lingkungan; s. teknologi pengolahan produk; t. keamanan pangan; u. rekayasa alat dan wadah; v. kelayakan lahan budi daya; w. manajemen dan konservasi sumber daya x. teknologi informatika; y. biogeografi; dan z. geomorfologi.
Pasal 9 Huruf a Yang dimaksud dengan “wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia” adalah Perairan Indonesia, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial di wilayah Republik Indonesia. Huruf b Yang dimaksud dengan “wilayah administrasi pemerintahan provinsi, kabupaten/kota” adalah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Huruf c Yang dimaksud dengan “landas kontinen Indonesia” adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 76 UNCLOS 1982 yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985. Huruf d Yang dimaksud dengan “laut lepas” adalah bagian dari laut yang tidak termasuk dalam ZEEI, laut teritorial Indonesia, perairan kepulauan Indonesia, dan perairan pedalaman Indonesia. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14
Standar kelayakan teknis dan kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlaku mengacu pada sistem standardisasi yang berlaku di Indonesia, seperti standardisasi pranata litbang, standardisasi metode litbang, dan standardisasi pelaku litbang. Standardisasi pranata litbang dibina oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Standardisasi metode secara nasional mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI), atau secara internasional mengacu pada sistem standardisasi internasional yang berlaku.
Standardisasi pelaku litbang mengacu pada sistem pembinaan jabatan fungsional seperti jabatan fungsional peneliti, jabatan fungsional perekayasa, jabatan fungsional teknisi litkayasa, dan sebagainya, serta sertifikasi profesi yang berlaku seperti Standards Of Training, Certification, And Watchkeeping (STCW), sertifikasi hidrografer, sertifikasi surveyor, sertifikasi disainer, sertifikasi insinyur Indonesia dan lain- lain. Pasal 15 Ayat (1) Huruf a
67
Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Yang dimaksud dengan “lembaga litbang milik asing” termasuk lembaga internasional seperti Food and Agriculture Organization (FAO), United Nations for Development Programs (UNDP), Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), Regional Fisheries Management Organization (RFMO), Inter Govermental Oceanographic Commission (IGOC), South East Asia Fisheries for Development Economic Coordination (SEAFDEC), Consultative Commission on Southern Bluefin Tuna (CCSBT), Overseas Fishery Cooperation Foundation (OFCF), Japan International Cooperation Agency (JICA), dan Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR). Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 16 Huruf a Yang dimaksud dengan “budaya dan adat istiadat” adalah budaya dan adat istiadat yang tidak bertentangan dengan hukum nasional. Huruf b Cukup jelas Pasal 17 Yang dimaksud dengan “pejabat setempat” adalah kepala daerah dan aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat.
Pasal 18 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “bahan kimia”, antara lain, pestisida, antibiotik, semua bahan kimia nuklir, dan bahan-bahan logam berat. Yang dimaksud dengan “bahan biologis”, antara lain, bakteri, virus, dan spesies introduksi (piranha, keong mas). Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas
68
Pasal 19 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “secara terbatas” adalah ukuran, intensitas, kerapatan penempatan, kerapatan pengoperasian, dan frekuensi penggunaan alat dan/atau cara, dan/atau bangunan sesuai keperluan penelitian, tetapi tidak membahayakan keselamatan pelayaran, sumber daya ikan, dan lingkungannya serta kesehatan dan keselamatan manusia. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “alat penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya”, antara lain, alat tangkap pukat harimau (trawl), alat tangkap dengan ukuran mata jaring yang terlalu kecil, tuguk, rumpon
yang terlalu rapat, karamba yang terlalu rapat, dan lain- lain. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “cara penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya”, antara lain, penggunaan bahan peledak, bahan pembius, bahan beracun, setrum, antibiotik, dan lain- lain. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas
Pasal 25 Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (2) Cukup Jelas. Ayat (3) Termasuk dalam “obyek Litbang Perikanan yang memiliki karakteristik unik”, antara lain, ikan yang hanya ada dan/atau baru ditemukan di Indonesia. Ayat (4) Cukup Jelas Pasal 26 Ayat (1) Termasuk dalam “laboratorium”, antara lain, tambak, kolam, dan sejenisnya. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan “instansi yang berwenang” adalah: a. Kementerian yang bertanggung jawab di bidang perindustrian, untuk perolehan bahan kimia berbahaya; b. Kementerian yang bertanggung jawab di bidang perdagangan, untuk perolehan bahan kimia berbahaya;
69
c. Kementerian yang bertanggung jawab di bidang lingkunga n hidup, untuk penggunaan bahan kimia berbahaya selain bahan nuklir; d. Lembaga nasional yang bertanggung jawab di bidang tenaga atom nasional, untuk mengatur penggunaan bahan kimia berbahaya nuklir; e. Kementerian yang bertanggung jawab di bidang kesehatan, untuk penggunaan bahan kimia berbahaya antibiotika; f. Kepolisian Negara Republik Indonesia, untuk pembelian, pemilikan, penyimpanan, pengangkutan dan penggunaan bahan peledak. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas
Pasal 29 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “hasil penelitian” adalah hasil yang diperoleh dari penelitian perikanan yang sesuai dengan tujuan dan luaran penelitian. Huruf b Yang dimaksud dengan “hasil samping penelitian” adalah hasil ikutan yang mempunyai nilai ekonomis yang diperoleh dari penelitian perikanan yang bukan merupakan tujuan dan luaran penelitian. Ayat (2) Huruf a Termasuk dalam “data perikanan”, antara lain, data potensi, data produksi, data konsumsi, data luasan budi daya, dan parameter lingkungan. Huruf b Termasuk dalam “informasi perikanan”, antara lain, peta fishing ground, distribusi perikanan, daya dukung perairan, dan daya dukung lahan budi daya. Huruf c Termasuk dalam “produk biologi perikanan”, antara lain, plankton, vaksin, benih, induk, dan probiotik. Huruf d Termasuk dalam “teknologi perikanan”, antara lain, teknologi penangkapan, teknologi budi daya, teknologi pengolahan, dan lain- lain. Ayat (3) Huruf a Termasuk dalam “biota”, antara lain, ikan hasil penelitian budi daya dan sampel ikan hasil penelitian penangkapan. Huruf b Yang dimaksud dengan “air tertentu” adalah air yang memiliki manfaat tertentu bagi kehidupan, antara lain, air laut dalam dan air langsung dari mata air. Huruf c Termasuk dalam “produk perikanan”, antara lain, hasil olahan ikan dan ekstrak bahan bioaktif.
70
Pasal 30 Huruf a Termasuk dalam “produk industri”, antara lain: a. pangan; b. pakan; c. farmasi; d. kosmetika;
e. pupuk; f. nutraceutical; g. tekstil; dan h. aksesoris dan hiasan. Huruf b Yang dimaksud dengan “rekomendasi kebijakan perikanan”, antara lain: a. kebijakan pengelolaan sumber daya perikanan; b. kebijakan pemanfaatan tata ruang perikanan; dan c. pemberdayaan nelayan, pembudi daya ikan, dan pengolah produk perikanan. Huruf c Termasuk dalam “produk rekayasa”, antara lain: a. alat pembudi daya ikan; b. alat penangkapan ikan; c. alat penanganan dan pengolahan ikan; d. formula pakan ikan. e. formula produk pangan dan bukan pangan; f. formula obat ikan. Pasal 31 Cukup jelas
Pasal 32 Penyampaian laporan dimaksudkan dalam rangka penyusunan basis data perikanan nasional untuk pembangunan dan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan serta kewajiban-kewajiban internasional terkait dengan bidang perikanan.
Pasal 33 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Yang dimaksud dengan “keamanan dan pertahanan di laut”, antara lain, data dan informasi mengenai profil salinitas dan data oseanografi lainnya. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas
Pasal 35 Ayat (1) Dalam rangka mengoptimalkan publikasi dan diseminasi hasil Litbang Perikanan ke seluruh lapisan masyarakat, Pemerintah dapat menggunakan dan/atau memanfaatkan sarana dan prasarana serta kelembagaan yang ada, termasuk lembaga penyuluhan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas
71
Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas
Lampiran 7. Peraturan Pemerintah RI No.41 Tahun 2006 Tentang Perizinan Melakukan Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing, dan Orang Asing. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Pasal 39 Cukup jelas
Pasal 40 Ayat (1) Pengawasan dan pengendalian Litbang Perikanan dimaksudkan untuk mencermati, menelusuri, dan menilai penyelenggaraan dan kegiatan Litbang Perikanan, penggunaan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan untuk kepentingan penelitian, perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan sumber daya ikan dan/atau lingkungannya dan/atau kesehatan manusia agar tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 41 Cukup jelas Pasal 42 Cukup jelas
NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN MELAKUKAN KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BAGI PERGURUAN TINGGI ASING, LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ASING, BADAN USAHA ASING, DAN ORANG ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (5) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing, dan Orang Asing;
Mengingat
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4219);
Pasal 46 Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Cukup jelas
Pasal 49 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4840.
:
MEMUTUSKAN: Menetapkan
: PERATURAN
PEMERINTAH
TENTANG
PERIZINAN
MELAKUKAN KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BAGI PERGURUAN TINGGI ASING, LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ASING, BADAN USAHA ASING, DAN ORANG ASING.
BAB I . . . 72
73
- 3 -
- 2 BAB I
8. Orang asing adalah orang dan/atau kelompok orang yang bukan warga negara Indonesia.
KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Ilmu pengetahuan adalah rangkaian pengetahuan yang digali, disusun, dan dikembangkan secara sistematis dengan menggunakan pendekatan tertentu yang dilandasi oleh metodologi ilmiah, baik yang bersifat kuantitatif, kualitatif, maupun eksploratif untuk menerangkan pembuktian gejala alam dan/atau gejala kemasyarakatan tertentu. 2. Teknologi adalah cara atau metode serta proses atau produk yang dihasilkan dari penerapan dan pemanfaatan berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan dan peningkatan mutu kehidupan manusia. 3. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 4. Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru. 5. Perguruan tinggi asing adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan pendidikan dan pengajaran, baik swasta maupun pemerintah yang didirikan tidak berdasarkan hukum Indonesia. 6. Lembaga penelitian dan pengembangan asing adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan penelitian dan/atau pengembangan, baik swasta maupun pemerintah yang didirikan tidak berdasarkan hukum Indonesia. 7. Badan usaha asing adalah badan atau lembaga berbadan hukum, baik swasta maupun pemerintah yang didirikan tidak berdasarkan hukum Indonesia. 8. Orang Asing . . . 74
9. Lembaga penjamin adalah orang perorangan yang berdomisili di Indonesia atau di luar negeri dan lembaga atau organisasi yang didirikan di Indonesia atau di luar negeri yang bertindak sebagai penjamin kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing serta orang asing. 10. Mitra Kerja adalah lembaga penelitian dan pengembangan dan/atau perguruan tinggi pemerintah dan/atau swasta berbadan hukum Indonesia. 11. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. BAB II PERIZINAN KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Bagian Kesatu Kewenangan Pemberian Izin Pasal 2 (1) Kegiatan penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan atas dasar izin tertulis dari instansi pemerintah yang berwenang. (2) Izin tertulis dari instansi pemerintah yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri. (3) Menteri dalam memberikan izin tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan hasil penilaian atas obyek perizinan dan sifat kerugian yang dapat ditimbulkan dari kegiatan penelitian dan pengembangan.
Bagian Kedua . . . 75
- 4 -
- 5 -
Bagian Kedua
Bagian Ketiga
Obyek Perizinan
Tata Cara Perizinan
Pasal 3
Pasal 5
(1) Obyek perizinan kegiatan penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), disusun dalam daftar kegiatan penelitian dan pengembangan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai daftar kegiatan penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 6 Pengajuan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 disertai dengan kelengkapan persyaratan:
Pasal 4 (1) Penilaian atas obyek perizinan dan sifat kerugian yang dapat ditimbulkan dari kegiatan penelitian dan pengembangan oleh instansi pemerintah yang berwenang dikoordinasikan oleh Menteri. (2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat dilaksanakan dengan memperhatikan mempertimbangkan antara lain :
(1) dan
a. rencana kegiatan penelitian dan pengembangan; b. surat keterangan rekomendasi lembaga penjamin; dan
atau
persetujuan
dari
c. surat keterangan kerjasama dengan mitra kerja dari lembaga penelitian dan pengembangan dan/atau perguruan tinggi di Indonesia.
a.
kemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b.
hubungan luar negeri;
c.
kelestarian lingkungan hidup;
d.
politik;
e.
pertahanan;
f.
keamanan;
g.
sosial;
h.
budaya;
i.
agama; dan
b. nama peneliti perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, dan badan usaha asing yang bersangkutan;
j.
ekonomi.
c. maksud dan tujuan penelitian dan pengembangan;
Pasal 7 Rencana kegiatan penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai: a. perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing yang bersangkutan;
(3) Menteri dalam melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat membentuk tim koordinasi. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan koordinasi diatur dengan Peraturan Menteri.
tim
Bagian Ketiga . . . 76
Permohonan izin penelitian dan pengembangan bagi perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing diajukan secara tertulis kepada Menteri.
d. obyek dan bidang penelitian dan pengembangan; e. lokasi dan daerah dilaksanakannya kegiatan penelitian dan pengembangan; dan f. keuntungan kegiatan penelitian dan pengembangan bagi Bangsa Indonesia.
Bagian Keempat . . . 77
- 7 -
- 6 Bagian Keempat Persetujuan dan Penolakan Permohonan Izin Pasal 8 Dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak diterimanya permohonan izin penelitian dan pengembangan secara lengkap, Menteri harus menjawab permohonan izin penelitian dan pengembangan yang bersangkutan. Pasal 9 Dalam hal permohonan izin penelitian dan pengembangan ditolak, Menteri menyampaikan penolakan tersebut secara tertulis kepada perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing yang bersangkutan disertai dengan alasan-alasan penolakannya. Pasal 10 Dalam hal permohonan izin penelitian dan pengembangan disetujui, Menteri menyampaikan persetujuan tersebut secara tertulis kepada perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing yang bersangkutan dengan tembusan kepada pimpinan instansi pemerintah yang berwenang.
(3) Permohonan perpanjangan izin penelitian dan pengembangan dilampiri dengan kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, serta penjelasan keuntungan kegiatan penelitian dan pengembangan bagi Bangsa Indonesia. (4) Permohonan perpanjangan izin penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sudah harus diterima oleh Menteri selambat-lambatnya 30 (tiga) puluh hari sebelum berakhirnya jangka waktu izin penelitian dan pengembangan yang bersangkutan. (5) Menteri dapat menyetujui atau menolak perpanjangan izin penelitian dan pengembangan yang dimohonkan oleh perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing. Bagian Keenam Biaya Perizinan Pasal 13 (1) Setiap permohonan izin penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing dikenakan biaya izin penelitian dan pengembangan.
Bagian Kelima Jangka Waktu dan Perpanjangan Izin Pasal 11 Izin penelitian dan pengembangan diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. Pasal 12 (1) Jangka waktu izin penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua) kali secara berturut-turut untuk masing-masing jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Perpanjangan . . . 78
(2) Perpanjangan jangka waktu izin penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing kepada Menteri disertai alasanalasannya.
(2) Besarnya biaya izin penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan. (3) Biaya izin penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan negara bukan pajak.
BAB III . . . 79
- 8 -
- 9 -
BAB III
BAB IV
LEMBAGA PENJAMIN DAN MITRA KERJA
PELAPORAN DAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal 14 (1) Perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan harus mempunyai lembaga penjamin dan mitra kerja. (2) Kompetensi dan kelayakan sebagai lembaga penjamin dan mitra kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh tim koordinasi. Pasal 15 Lembaga penjamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 bertanggung jawab terhadap perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing selama berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan. Pasal 16 Mitra kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan. Pasal 17 Persyaratan mempunyai lembaga penjamin bagi perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing untuk memperoleh izin penelitian dan pengembangan dapat dikecualikan dalam hal mitra kerja yang bersangkutan memiliki kompetensi dan kelayakan sebagai lembaga penjamin.
BAB IV . . . 80
Pasal 18 Perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing yang telah memperoleh izin penelitian dan pengembangan melaporkan kedatangan dan maksud untuk melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan kepada gubernur, walikota/bupati dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di wilayah tempat dilaksanakannya kegiatan penelitian dan pengembangan. Pasal 19 (1) Perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing harus melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan kepada Menteri secara berkala. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 20 (1) Perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing hanya dapat melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan sesuai dengan izin penelitian dan pengembangan yang diberikan. (2) Perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat membawa sampel dan/atau spesimen bahan penelitian dan pengembangan keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 21 . . . 81
- 10 -
- 11 -
Pasal 21 Dalam melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing tetap menghormati adat istiadat dan norma-norma kebudayaan yang berlaku di tempat kegiatan penelitian dan pengembangan. BAB V PENGAWASAN
(3) Pengenaan sanksi administratif berupa pembatalan dan/atau pencabutan izin penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Menteri. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi administratif kepada perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 24
Pasal 22 (1) Pemerintah melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan atas pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. Pasal 25 Pengenaan sanksi administratif kepada perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dilaksanakan dengan tidak mengurangi kemungkinan kepada yang bersangkutan dikenakan sanksi hukum lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
BAB VI
BAB VII
SANKSI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 23 (1) Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), Pasal 18, Pasal 19 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) dan/atau Pasal 21 dikenakan sanksi administratif. (2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa : a. teguran lisan; b. teguran tertulis;
Pasal 26 Izin penelitian bagi Orang Asing yang dikeluarkan oleh Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 100 Tahun 1993 tentang Izin Penelitian Bagi Orang Asing sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya jangka waktu izin penelitian yang bersangkutan.
c. pemberhentian sementara kegiatan; atau d. pembatalan dan/atau pencabutan izin penelitian dan pengembangan.
(3) Pengenaan . . . 82
Pasal 27 . . . 83
- 13 -
- 12 Pasal 27 Permohonan izin penelitian oleh orang asing kepada Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 100 Tahun 1993 tentang Izin Penelitian Bagi Orang Asing pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, tetap diproses penyelesaiannya dengan menyesuaikan pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Desember 2006 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
Dr. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta
Pasal 28 (1) Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Keputusan Presiden Nomor 100 Tahun 1993 tentang Izin Penelitian Bagi Orang Asing dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (2) Semua Peraturan Perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Keputusan Presiden Nomor 100 Tahun 1993 tentang Izin Penelitian Bagi Orang Asing dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
pada tanggal 15 Desember 2006 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 104
Pasal 29 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak tanggal pengundangan.
Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesra,
Wisnu Setiawan
Agar . . . 84
85
PENJELASAN
- 2 -
ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN MELAKUKAN KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BAGI PERGURUAN TINGGI ASING, LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ASING, BADAN USAHA ASING, DAN ORANG ASING
I. U M U M Pasal 17 ayat (4) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, menetapkan bahwa perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing yang tidak berdomisili di Indonesia yang akan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia harus mendapatkan izin tertulis dari lembaga pemerintah yang berwenang. Selanjutnya Pasal 17 ayat (5) menegaskan bahwa perizinan bagi perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing dalam melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia diatur dengan Peraturan Pemerintah. Undang-Undang tersebut memegang peran strategis dalam pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan memberikan arah pengaturan guna mewujudkan tujuan memperkuat daya dukung ilmu pengetahuan dan teknologi bagi keperluan mempercepat pencapaian tujuan negara, serta meningkatkan daya saing dan kemandirian dalam memperjuangkan kepentingan negara dalam pergaulan internasional. Di samping itu, Undang-Undang tersebut merupakan landasan hukum bagi pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peraturan Pemerintah ini berdasarkan pemikiran bahwa pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kerangka sistem nasional penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak terlepas dari kerja sama internasional ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini disadari mengingat sebagian besar kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi di negara-negara maju. Sejalan dengan hal tersebut, kerja sama internasional yang dilakukan oleh semua unsur kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan untuk meningkatkan alih teknologi dari negara-negara lain serta meningkatkan partisipasi kehidupan masyarakat ilmiah internasional.
Salah satu . . . 86
Salah satu bentuk kerjasama internasional tersebut adalah penelitian dan pengembangan, yang dilakukan bersama perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kerjasama penelitian dan pengembangan tersebut antara lain dilaksanakan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 100 Tahun 1993 tentang Izin Penelitian bagi Orang Asing. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002, maka perizinan bagi perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing dalam melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia perlu diatur kembali dengan suatu Peraturan Pemerintah. Di samping itu, kenyataan menunjukkan bahwa kegiatan penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing yang dilaksanakan tidak berdasarkan persyaratan yang telah ditetapkan atau dilaksanakan tanpa memiliki izin sebagaimana mestinya. Hal itu dapat mengakibatkan kekayaan hayati dan non-hayati, artefak, dan harta karun yang dimiliki oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab oleh pihak asing. Selain itu, kegiatan penelitian dan pengembangan tersebut juga berpotensi untuk menimbulkan wabah, merusak fungsi lingkungan hidup, gangguan sosial kemasyarakatan, atau gangguan lain yang merugikan. Oleh karena itu, pengaturan soal ini mutlak diperlukan untuk menghindari adanya kegiatan penelitian dan pengembangan perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing, yang merugikan masyarakat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi tersebut, dan dalam rangka pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam Peraturan Pemerintah ini ditetapkan berbagai ketentuan mengenai penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing yang dilakukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketentuan tersebut merupakan pedoman bagi para lembaga dan/atau peneliti asing yang hendak melakukan penelitian dan pengembangan di Indonesia. Dengan memperhatikan sepenuhnya semangat kerjasama internasional di bidang penelitian dan pengembangan, Peraturan Pemerintah ini menetapkan berbagai ketentuan persyaratan yang sederhana dan layak, kewajiban dan larangan yang harus ditaati oleh lembaga dan/atau peneliti asing, mitra kerjanya, serta lembaga penjamin kegiatan penelitian dan pengembangan.
Hal itu . . . 87
- 4 -
- 3 Hal itu tidak dimaksudkan untuk menghambat kegiatan penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi untuk melindungi masyarakat, bangsa, dan negara dari kegiatan dan/atau kemungkinan kerugian yang ditimbulkan sebagai akibat adanya kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan.
Pasal 4 Ayat (1) Penilaian atas obyek perizinan dan sifat kerugian yang dapat ditimbulkan dari kegiatan penelitian dan pengembangan oleh instansi pemerintah dilakukan berdasarkan kemampuan dan kompetensinya dalam menilai obyek perizinan dan sifat kerugian yang mungkin ditimbulkan. Penilaian tersebut melibatkan banyak instansi pemerintah. Oleh karena itu, untuk kesatuan gerak dan sinkronisasi dalam pelaksanaannya diperlukan satu koordinasi dengan menetapkan Menteri untuk mengkoordinasikan pelaksanaan penilaian tersebut dengan instansi terkait.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Ayat (2)
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (3)
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Kewenangan pemberian izin penelitian dan pengembangan bagi perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing oleh Menteri dimaksudkan untuk mempermudah dan mempercepat proses pemberian izin penelitian dan pengembangan dengan tidak mengesampingkan kewenangan instansi pemerintah yang berwenang Ayat (3) Penilaian terhadap sifat kerugian yang dapat ditimbulkan dari kegiatan penelitian dan pengembangan dimaksudkan untuk menghindarkan adanya kegiatan penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing yang merugikan masyarakat atau negara karena : a. kegiatan tersebut dapat mengakibatkan kekayaan hayati dan non hayati, artefak, dan harta karun yang dimiliki oleh negara dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab. b. kegiatan tersebut berpotensi menimbulkan wabah, merusak fungsi lingkungan hidup, gangguan sosial kemasyarakatan, atau gangguan lain yang merugikan. Pasal 3 Cukup jelas.
Pasal 4 . . . 88
Tim koordinasi merupakan wakil-wakil dari instansi pemerintah yang berwenang, untuk melakukan penilaian atas obyek perizinan dan sifat kerugian yang dapat ditimbulkan dari kegiatan penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Huruf a Yang dimaksud dengan “keterangan mengenai perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing dan orang asing” yaitu antara lain keterangan mengenai nama, alamat, kedudukan atau status hukum perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing yang bersangkutan. Sedangkan untuk orang asing yaitu keterangan diri mengenai orang asing yang bersangkutan.
Huruf b . . . 89
- 6 -
- 5 Pasal 15
Huruf b Bagi perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, dan badan usaha sing dipersyaratkan mencantumkan peneliti dalam kegiatannya di Indonesia. Selain keterangan diri mengenai peneliti tersebut juga dicantumkan keterangan mengenai status atau hubungan dengan perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing dan badan usaha asing yang bersangkutan. Huruf c Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan ”bertanggung jawab” adalah tanggung jawab lembaga penjamin terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing selama yang bersangkutan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, lembaga penjamin melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing agar yang bersangkutan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan sesuai dengan izin yang diberikan. Pasal 16
Huruf d
Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan dan pengembangan yang dilakukan” adalah mitra kerja dengan perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, atau orang asing yang menjadi mitra kerjanya secara bersama-sama melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan sesuai dengan kesepakatan kerjasama dan izin penelitian dan pengembangan yang diberikan.
Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas.
Pasal 17
Pasal 8
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 18
Pasal 9
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 19
Pasal 10 Yang dimaksud dengan ”pimpinan instansi pemerintah yang berwenang” adalah pimpinan instansi pemerintah yang berwenang dengan obyek dan bidang kegiatan penelitian dan pengembangan yang akan dikeluarkan. Pasal 11
Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas.
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pasal 12
Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang dimaksud dalam Pasal ini antara lain adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pengesahan International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (Perjanjian Mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian) yang di dalamnya terdapat pengaturan mengenai Material Transfer Agreement (Perjanjian Pengalihan Bahan) yang memperbolehkan pertukaran sampel dan/atau spesimen antar negara untuk kepentingan penelitian.
Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas.
Pasal 15 . . . Pasal 21 . . . 90
91
- 7 Pasal 21
Lampiran 8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 11/MEN/2010 tentang Tata Cara dan Persyaratan Perizinan Pengolahan dan Analisis Data dan Sampel Perikanan di Luar Negeri.
Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas.
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2010
Pasal 24
TENTANG
Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas.
TATA CARA DAN PERSYARATAN PERIZINAN PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA DAN SAMPEL PERIKANAN DI LUAR NEGERI MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4666
: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 36 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan, perlu mengatur Tata Cara dan Persyaratan Perizinan Pengolahan dan Analisis Data dan Sampel Perikanan di Luar Negeri; b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional; 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; 4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2006 tentang Perizinan Melakukan Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing, dan Orang Asing; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan; 7. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.24/MEN/2002 tentang Tata Cara dan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan di Lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan;
92
93
2
MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERIZINAN PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA DAN SAMPEL PERIKANAN DI LUAR NEGERI.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Penelitian dan pengembangan perikanan, yang selanjutnya disebut Litbang Perikanan, adalah kegiatan yang mencakup penelitian dan pengembangan untuk mendukung pembangunan perikanan. 2. Data adalah keterangan mengenai sampel atau kejadian yang diperoleh dari penyelenggaraan penelitian dan pengembangan. 3. Sampel adalah bagian dari suatu kelompok obyek penelitian dan pengembangan perikanan yang menunjukkan sifat kelompok tersebut. 4. Perjanjian pengiriman sampel (Material Transfer Agreement/MTA) adalah kesepakatan tertulis antara penyelenggara penelitian dan pengembangan Indonesia dengan penyelenggara penelitian dan pengembangan asing tentang pengiriman data dan sampel dalam rangka kerja sama Litbang Perikanan. 5. Protokol penelitian dan pengembangan perikanan yang selanjutnya disebut Protokol Litbang Perikanan, adalah dokumen yang berisi langkah-langkah untuk melakukan suatu kegiatan Litbang Perikanan. 6. Menteri adalah Menteri Kelautan dan Perikanan. 7. Kepala Badan adalah Kepala Badan yang bertanggung jawab di bidang penelitian dan pengembangan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. BAB II PERIZINAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Bagian Kesatu Kewenangan Pemberian Izin Pasal 2 (1) Penyelenggara Litbang Perikanan yang akan mengirimkan data dan sampel perikanan untuk diolah dan dianalisis di luar negeri wajib mendapatkan izin dari Menteri. (2) Menteri memberikan kewenangan kepada Kepala Badan untuk menerbitkan izin pengolahan data dan sampel perikanan untuk diolah dan dianalisis di luar negeri.
94
3
Bagian Kedua Penyelenggara Penelitian dan Pengembangan Pasal 3 (1) Penyelenggara Litbang Perikanan meliputi: a. perorangan; b. perguruan tinggi; c. lembaga swadaya masyarakat; d. lembaga litbang milik pemerintah; dan/atau e. lembaga litbang milik swasta. (2) Lembaga litbang milik pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas: a. lembaga litbang perikanan kementerian; b. lembaga litbang kementerian; c. lembaga litbang nonkementerian; d. lembaga litbang pemerintah daerah; e. lembaga litbang badan usaha milik negara; dan f. lembaga litbang badan usaha milik daerah. Bagian Ketiga Proses dan Persyaratan Pasal 4 (1) Setiap Penyelenggara Litbang Perikanan yang akan melakukan pengolahan dan analisis data dan sampel perikanan di luar negeri harus mengajukan permohonan izin tertulis kepada Kepala Badan. (2) Pengajuan permohonan izin tertulis kepada Kepala Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan: a. surat pernyataan maksud pengiriman data dan sampel perikanan (termasuk jenis pengolahan dan analisis data dan sampel); b. daftar riwayat hidup penanggung jawab kegiatan Litbang Perikanan; c. Protokol Litbang Perikanan; d. fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi penyelenggara litbang perorangan; e. fotokopi akte pendirian badan hukum bagi lembaga litbang milik swasta atau lembaga swadaya masyarakat yang disahkan oleh pejabat yang berwenang; f. identitas peneliti Indonesia yang dilibatkan dalam pengolahan dan analisis data dan sampel perikanan di luar negeri; g. perjanjian pengiriman sampel (Material Transfer Agreement/MTA) antar Penyelenggara Litbang Perikanan; h. surat pernyataan bersedia menyampaikan laporan hasil pengolahan dan analisis data dan sampel perikanan di luar negeri kepada Kepala Badan; i. surat jaminan dari pihak penerima di luar negeri untuk melibatkan peneliti Indonesia, baik menerima dan/atau memfasilitasi peneliti Indonesia apabila diperlukan; j. jangka waktu pengolahan dan analisis data dan sampel; k. jenis sampel; dan l. jumlah sampel dan pengiriman. 95
4
5
Pasal 5
Pasal 7
Perjanjian pengiriman sampel (Material Transfer Agreement/MTA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf g sekurang-kurangnya memuat:
Bentuk dan format izin pengolahan dan analisis data dan sampel perikanan di luar negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
a. identitas pihak pengirim dan pihak penerima; b. maksud dan tujuan perjanjian pengiriman sampel; c. spesifikasi, jumlah, asal, jenis pengolahan dan analisis sampel, serta metode yang akan dilakukan; d. tata cara pengalihan sampel perikanan yang akan dikirim ke luar negeri termasuk tata cara pengiriman dan tata cara penanganan sisa sampel; e. hak dan kewajiban pengirim dan penerima; f. jangka waktu perjanjian; g. keluaran/output dari analisis; h. pembiayaan; dan i. penyelesaian sengketa.
BAB III JANGKA WAKTU
Pasal 6 (1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Kepala Badan melakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan dan pemeriksaan kelayakan teknis. (2) Pemeriksaan kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan. (3) Apabila persyaratan dinyatakan tidak lengkap, Kepala Badan memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapi permohonannya dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan. (4) Apabila persyaratan dinyatakan lengkap, Kepala Badan melakukan pemeriksaan kelayakan teknis dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kerja. (5) Pemeriksaan kelayakan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) dilakukan dengan cara mengevaluasi, memeriksa, dan menilai persyaratan pengolahan dan analisis data dan sampel perikanan di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2). (6) Hasil pemeriksaan kelayakan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berupa pemberian izin pengolahan dan analisis data dan sampel perikanan di luar negeri atau penolakan disertai alasan. (7) Kepala Badan dalam melakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan dan pemeriksaan kelayakan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat membentuk tim teknis perizinan Litbang Perikanan.
Pasal 8 Jangka waktu izin pengolahan dan analisis data dan sampel perikanan di luar negeri paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkan. Pasal 9 Izin pengolahan dan analisis data dan sampel perikanan di luar negeri dinyatakan tidak berlaku karena: a. berakhirnya jangka waktu izin pengolahan dan analisis data dan sampel perikanan di luar negeri; b. dikembalikan oleh pemegang izin pengolahan dan analisis data dan sampel perikanan di luar negeri; c. dicabut oleh pemberi izin karena melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan; atau d. meninggalnya pemegang izin pengolahan dan analisis data dan sampel perikanan di luar negeri untuk penyelenggara Litbang Perikanan perorangan. BAB IV PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 10 Pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan pengiriman data dan sampel perikanan di luar negeri untuk diolah dan dianalisis dilakukan oleh pengawas perikanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V SANKSI Pasal 11 (1) Setiap Penyelenggara Litbang Perikanan yang mengirimkan data dan sampel perikanan untuk diolah dan dianalisis di luar negeri tanpa mendapat izin dari Kepala Badan dikenakan sanksi berupa denda serta kepemilikan data dan sampel diambilalih oleh negara. (2) Sanksi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling banyak 10 kali dari biaya Litbang Perikanan yang dikeluarkan dan
96
97
7
6
merupakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang disetorkan ke kas negara.
LAMPIRAN :
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan R.I, Nomor PER.11/MEN/2010 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Perizinan Pengolahan dan Analisis Data dan Sampel Perikanan Di Luar Negeri
BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN JALAN PASIR PUTIH I ANCOL TIMUR JAKARTA 14430 TELEPON (021)64711583, Ext: 4214 FAKSIMIL (021) 64711438
Pasal 12 Setiap Penyelenggara Litbang Perikanan yang mengajukan izin pengolahan dan analisis data dan sampel perikanan di luar negeri tidak dipungut biaya. Pasal 13
IZIN PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA DAN SAMPEL PERIKANAN DI LUAR NEGERI NOMOR................................... Membaca
Ketentuan yang diperlukan dalam pelaksanaan pemberian izin pengolahan dan analisis data dan sampel perikanan di luar negeri diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 14 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Mei 2010 MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN R.I., ttd. FADEL MUHAMMAD
Menimbang Mengingat
:
Surat Permohonan dari……… Tanggal………… Nomor………….. Perihal………… : a. bahwa…..; b. bahwa…..; : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati); 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2006 tentang Perizinan Melakukan Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing dan Orang Asing; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan; 6. Peraturan lainnya............
Memberikan izin kepada Penyelenggara litbang pengirim Penanggungjawab kegiatan litbang pengirim Alamat penyelenggara litbang pengirim Jenis data dan sampel yang dikirim
: : : :
penyelenggara litbang penerima Penanggungjawab kegiatan litbang penerima Alamat penyelenggara litbang penerima Lokasi pengolahan dan analisis data dan sampel Jangka waktu izin
: : : : :
UNTUK MELAKUKAN PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA DAN SAMPEL PERIKANAN DI LUAR NEGERI
Dikeluarkan di Jakarta pada tanggal KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN …………………………………………………………. NIP………………………………………………
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN R.I., ttd. FADEL MUHAMMAD
98
99
Catatan:
100