PEDOMAN PRAKTIS PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KONFLIK ANTARA MANUSIA DENGAN HARIMAU
Disusun Oleh: Dolly Priatna Wilson Novarino Hariyo T. Wibisono Sunarto Hariyawan A. Wahyudi Laura Darcy John Goodrich Novianto B. Wawandono Agus SB. Sutito
Kontributor: Anhar Lubis, Bastoni, Dian Risdianto, Dwi N. Adhiasto, Erni Suyanti, Ikeu S. Rejeki, Indra Arinal, Ine Wasillah, Ligaya ITA. Tumbelaka, Munawar Kholis, Nurazman Nurdin, Retno Sudarwati, Rudijanta T. Nugraha, Tony Sumampau, Wahdi Azmi, Wishnu Wardana, Wulan Pusparini
Daftar Isi
PEDOMAN PRAKTIS PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KONFLIK ANTARA MANUSIA DENGAN HARIMAU Daftar Isi Diterbitkan tahun 2012 oleh:
Sambutan
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
Kata Pengantar
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia
I. PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
2
B. Maksud dan Tujuan
8
Kontributor Foto: BKSDA Bengkulu, Forum HarimauKita, WCS Indonesia Program,
II. PRINSIP-PRINSIP MITIGASI
ZSL Indonesia Programme
III. KELEMBAGAAN
13
9
IV. PROSEDUR MITIGASI
19
Ilustrasi:
A. Pencegahan
20
Koen Setyawan
B. Mitigasi
23
C. Penanggulangan Konflik
25
Desain Sampul: Andi N. Cahyana, Dolly Priatna, Hariyawan A. Wahyudi
V. Petunjuk PENGAMBILAN KEPUTUSAN
39
A. Petunjuk pengambilan keputusan terhadap informasi keberadaan harimau (di sekitar pemukiman, areal pertanian atau tempat aktivitas
Desain dan Tata Letak: Andi N. Cahyana
manusia lainnya
B. Petunjuk pengambilan keputusan untuk kasus pemangsaan hewan ternak oleh harimau
Foto Sampul: Harimau sumatera korban konflik (Hariyawan A. Wahyudi)
manusia
49 55
A. Pelaporan
56
B. Monitoring
57
VII. PENUTUP Dicetak Atas Bantuan:
44
C. Petunjuk pengambilan keputusan untuk kasus harimau yang menyerang VI. PELAPORAN DAN PEMANTAUAN
ISBN:
40
Daftar Pustaka Lampiran
59
Sambutan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Sebagaimana kita ketahui bersama, akhir-akhir ini konflik antara manusia dan satwa liar, terutama jenis mamalia besar, antara lain seperti harimau, gajah, dan orangutan, cenderung meningkat dan mengakibatkan banyak kematian satwa, kerugian harta benda maupun korban jiwa manusia. Sebagai gambaran, sejak 1998 hingga 2011 telah dilaporkan sedikitnya ada 563 konflik Harimau Sumatera. Dari sekian konflik yang terjadi, tercatat sebanyak 46 ekor harimau terbunuh dan sebanyak 57 orang meninggal dalam rentang waktu yang sama. Riau merupakan provinsi yang tercatat dengan tingkat konflik tertinggi. Pemerintah sangat konsen dengan masalah ini dan karena itu sejak tiga tahun yang lalu Kementerian Kehutanan telah menerbitkan Permenhut No 48 tahun 2008 sebagai pedoman bagi kita semua dalam menangani konflik antara manusia dan satwa liar. Sekalipun demikian kita sadari bahwa peraturan ini lebih menekankan aspek koordinasi lintas pemangku kepentingan dan belum menyentuh aspek-aspek teknis dan penanganan konflik dirasakan masih belum optimal karena berbagai hal, antara lain teknis penangkapan satwa dan berbagai aspek veteriner yang belum sepenuhnya dipahami, yakni seperti teknis penggunaan alat bius dan tata cara pembiusan, pemahaman tentang patologi klinis dan penanganan sampel, transportasi dan animal welfare (kesejahteraan satwa) serta aspek penting dalam pemeriksaan dan pelepas liaran harimau. Oleh karena itu, kami menyambut baik atas inisiasi penyusunan Buku “Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Antara Manusia dengan Harimau” yang akan diterbitkan bersamaan dengan Buku “Panduan Praktis Dokter Hewan dalam Penanganan Harimau Sumatera Korban Konflik”, dimana keduanya saling melengkapi satu
sama lain dan sejalan dengan Permenhut di atas. Kedua buku tersebut
Kata Pengantar
disusun melalui serangkaian proses konsultasi yang diawali dengan diselenggarakannya lokakarya Penanganan Konflik Harimau-Manusia
Peran penting harimau dalam tatanan ekosistem hutan tropis Pulau
di Bogar pada tanggal 29-30 November 2011 yang diikuti oleh para
Sumatera tidak dapat ditampikkan. Kuatnya ikatan dengan mayoritas
ahli dan praktisi lapangan yang berpengalaman dalam penanganan
budaya masyarakat, telah membuat harimau sumatera menjadi salah
konflik manusia-harimau di Sumatera. Kemudian dilanjutkan dengan
satu satwa liar yang paling disegani sekaligus dikagumi. Namun, wibawa
acara lokakarya dan pelatihan dokter hewan dalam menangani dan
harimau sumatera yang amat tinggi, ternyata tidak cukup menjamin
menyelamatkan harimau sumatera korban konflik di Taman Safari pada
kelangsungan hidup kucing besar ini secara jangka panjang. Nyatanya,
tanggal 10-13 Januari 2012.
jumlah populasi predator utama di Pulau Andalas ini cenderung terus
Selanjutnya dengan diterbitkannya buku panduan ini, kami tak lupa menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada seluruh pihak
menurun, dan diduga kini hanya tinggal 350 individu saja, atau sekitar 35%dari perkiraan jumlahnya di tahun 1970-an.
yang telah berkontribusi dalam penyusunannya, khususnya kepada
Penurunan jumlah harimau sumatera di alam, sangat erat kaitannya
The Zoological Society of London (ZSL Indonesia Programme), WCS
dengan berkurangnya luas hutan di pulau terbesar keenam dunia
Indonesia Program,Taman Safari Indonesia, Forum Harimau Kita,
tersebut. Ekspansi industri besar-besaran dalam tiga dasawarsa terakhir,
London Zoo, Wildlife Vets International, Fauna & Flora International,
serta tingginya laju peningkatan populasi manusia, memberikan andil
WWF Indonesia, Veswic, YPHS, Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan
yang sangat signifikan terhadap penurunan kuantitas dan kualitas hutan
FMIPA-Universitas Andalas, serta Pengurus Besar PDHI. Ucapan terima
di pulau kedua terpadat di Indonesia.
kasih juga disampaikan kepada DEFRA, yang telah membiayai semua lokakarya dan pelatihan, serta penerbitan dokumen-dokumen ini. Semoga dengan adanya buku panduan tersebut, pencegahan dan penanggulangan konflik manusia-harimau dapat dilakukan secara komprehensif dan lebih optimal.
Konflik antara manusia dengan satwaliar, terutama harimau, merupakan ekses yang tidak dapat dihindarkan dari adanya penggunaan sumberdaya yang sama. Catatan menunjukkan bahwa ada kecenderungan insiden konflik antara manusia dengan harimau di Sumatera meningkat dari tahun ke tahun. Dalam sepuluh tahun terakhir saja, telah terjadi lebih dari 600 insiden konflik. Ternyata kerugian materi dan non-materi yang
Jakarta, Oktober 2012
timbul akibat konflik manusia-harimau juga tidak sedikit. Tragisnya,
Direktur Jenderal
selain meninggalkan rasa ketakutan pada masyarakat, konflik manusiaharimau yang terjadi dalam dasawarsa terakhir juga telah menyebabkan lebih dari 70 orang meninggal dunia, sekitar 60 orang terluka, lebih dari 470 ekor hewan ternak dimangsa harimau, serta sekitar 80 ekor harimau
Ir. D A R O R I, MM
sumatera dibunuh dan dikeluarkan dari habitatnya.
NIP. 19531005 198103 004 Menyikapi konflik manusia-satwaliar yang semakin sering terjadi Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Beberapa tahun silam,
Kementerian Kehutanan telah menerbitkan peraturan P.48/Menhut-
lansekap. Masih dalam bagian kedua buku ini, perlu digaris-bawahi
II/2008 tentang “Pedoman Penanggulangan Konflik Antara Manusia
bahwa penanganan konflik manusia-satwaliar bukan hanya tanggung
dan Satwaliar”. Terbitnya Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut)
jawab institusi kehutanan, tetapi juga merupakan tanggung jawab para
tersebut merupakan realisasi komitmen pemerintah terhadap upayanya
pemangku kepentingan pada bentang alam di mana konflik terjadi.
dalam melestarikan harimau terakhir yang dimiliki Indonesia, yang
Bagian ketiga buku hampir seluruhnya diadopsi dari Permenhut P.48/
dituangkan dalam dokumen “Strategi Konservasi dan Rencana Aksi
Menhut-II/2008, mengatur tentang struktur kelembagaan dalam
Harimau Sumatera 2007-2017”.
penanggulangan konflik antara manusia dengan satwaliar. Inti yang
Namun, isi dari dokumen lampiran Permenhut P.48/Menhut-II/2008 yang dijadikan pedoman dalam penanggulangan konflik manusiasatwaliar masih sangat normatif sehingga sulit diimplementasikan di lapangan. Sementara, para praktisi dan petugas Unit Pelaksana Teknis yang berwenang, sangat membutuhkan adanya satu panduan praktis, yang dapat dengan mudah dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan apabila satu konflik satwaliar terjadi. Dengan terbitnya “Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik antara Manusia dengan Harimau”, yang merupakan penjabaran dari Permenhut P.48/Menhut-II/2008 ini, diharapkan dapat mempermudah para petugas di lapangan dalam menentukan langkah tepat dengan cepat, serta konflik yang lebih besar dapat dihindarkan sehingga kerugian dan korban konflik dapat diminimalkan. Pedoman praktis ini terdiri atas tujuh bagian. Bagian pertama dokumen ini menjabarkan tentang latar belakang mengapa terjadi dan apa yang dimaksud dengan konflik antara manusia dengan harimau, jenisjenis dan skenario konflik manusia-harimau, serta mengapa pedoman praktis ini menjadi sangat dibutuhkan keberadaannya. Pada bagian ini diuraikan tentang prinsip-prinsip mitigasi konflik manusia-harimau, yang meliputi penjelasan bahwa baik manusia maupun satwaliar posisinya sama-sama penting, bahwa pendekatan pencegahan dan penggulangan konflik mungkin berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya (site specific), serta bahwa dalam penyelesaian konflik dapat dicapai melalui banyak alternatif dan dengan pendekatan skala
sesungguhnya terdapat di dalam bagian keempat dan kelima dokumen ini. Pada bagian keempat diulas tentang prosedur mitigasi, mulai dari bagaimana kita dapat mencegah agar konflik manusia-harimau tidak terjadi, tindakan apa saja yang harus dilakukan untuk meringankan atau mengurangi resiko akibat munculnya konflik dimaksud, serta berbagai langkah menjabarkan petunjuk pengambilan keputusan yang berisi diagram alur (decission tree) langkah-langkah yang perlu diambil pada situasi tertentu dan pada setiap kasus spesifik konflik manusia-harimau. Bagian keenam mengulas tentang bagaimana sebaiknya pelaporan kejadian konflik manusia-harimau harus dilakukan, serta bagaimana monitoring paska konflik untuk memastikan harimau yang terlibat konflik tidak kembali menyebabkan konflik baru. Bagian ketujuh yang menjadi penutup dokumen ini, merangkum isi serta menjabarkan beberapa rekomendasi agar dokumen ini dapat digunakan dengan efektif oleh para praktisi dan petugas di lapangan. Dokumen ini tidak akan dapat digunakan secara optimal, kecuali jika semua pihak termasuk pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan kabupaten, pemegang konsesi lahan (pihak swasta), serta masyarakat luas, saling bahu-membahu dan menyadari bahwa pencegahan dan penanggulangan konflik ini merupakan tanggung jawab yang harus diemban bersama. Bogor, Oktober 2012 Tim Penyusun
K
onflik atau pertentangan merupakan wujud dari persaingan terhadap sumber daya yang terbatas, tidak adanya saling pengertian atau tidak adanya keinginan menghargai keberadaan
entitas lain di sekitarnya. Secara alamiah, makhluk hidup mempunyai teknik tersendiri untuk menghindari terjadinya konflik. Konflik akibat sumber daya yang terbatas dapat dikurangi dengan cara memilih
I. PENDAHULUAN
jenis makanan yang melimpah atau yang sangat spesifik, sehingga pertentangan antar spesies berkurang. Sementara itu, konflik dalam masalah pemanfaatan ruang dapat dikurangi dengan menandai daerah aktivitas atau teritori sehingga individu atau spesies lain tidak datang. Konflik juga dapat dihindari dengan berpindah ke lokasi lain atau beraktivitas di daerah yang sama namun pada waktu yang tidak bersamaan. Cara-cara penghindaran tersebut dalam ekologi dikenal dengan istilah pemisahan relung (niche segregation). Konflik antara manusia dengan harimau atau lazim disebut konflik manusia-harimau (KMH) dapat disebabkan oleh faktor makanan dan ruang. Aktivitas perburuan satwaliar terutama yang merupakan hewan mangsa harimau sangat mempengaruhi ketersediaan pakan bagi harimau. Sementara itu, konversi hutan menjadi pemukiman, perkebunan, pertambangan dan jaringan jalan telah mempersempit habitat yang dapat dihuni oleh harimau. Meningkatnya laju konversi hutan di Sumatera serta tingginya aktivitas perburuan satwa telah meningkatkan intensitas KMH. Kedua belah pihak, baik harimau maupun manusia, sama-sama mengalami kerugian. Selain kerugian dalam bentuk kehilangan hewan ternak dan korban jiwa, manusia juga akan kehilangan entitas penting dari ekosistemnya yang tidak tergantikan yaitu harimau liar, yang mungkin saja ditangkap dan dipindahkan ke fasilitas konservasi eksitu atau bahkan terbunuh pada saat terjadi konflik.
2
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pendahuluan
Ada tiga tipe konflik antara manusia dengan harimau: 1. Harimau terdeteksi di sekitar pemukiman atau ladang, tidak ada konflik langsung namun menyebabkan ketakutan atau dianggap mengancam oleh masyarakat. Biasanya masyarakat akan mencoba menangkap atau membunuh harimau. Pada tipe ini, sebenarnya ancaman terhadap manusia masih rendah. Sebaliknya ancaman terhadap harimau lebih besar. Pada situasi ini, bagi harimau bisa saja merupakan indikasi untuk berkembang menjadi tipe konflik kedua. 2. Harimau memangsa hewan peliharaan atau ternak. Merupakan bentuk konflik yang paling umum di banyak negara termasuk di Pulau Sumatera. Dapat menyebabkan hilangnya pendapatan dan kerugian bagi masyarakat, serta meningkatkan citra negatif terhadap harimau sehingga akhirnya dapat meningkatkan keinginan untuk membunuhnya. Sisa hewan yang dimangsa Harimau terjerat di Bengkulu bulan Februari 2012.
sering digunakan sebagai umpan untuk menangkap harimau,
(dok. BKSDA Bengkulu)
kemudian membunuh dan menjual bagian tubuh harimau
harimau tidak terlalu nyata. Sebagai akibatnya, kemungkinan
tersebut. 3. Harimau menyerang manusia. Walaupun relatif jarang namun di beberapa tempat cukup sering terjadi. Frekuensi serangan harimau yang terjadi dapat menyebabkan kuatnya respon negatif dari masyarakat bahkan pemerintah daerah setempat. Dalam dokumen Strategi Konservasi dan Rencana Aksi Harimau Sumatera
(STRAKOHAS)
2007-2017
disebutkan
bahwa
selain
kehilangan habitat dan aktivitas perburuan, KMH telah diidentifikasi sebagai salah satu ancaman utama terhadap kelestarian harimau sumatera. Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa konflik bisa berlangsung dalam tiga bentuk skenario:
konflik pada daerah ini rendah. Skenario ini terjadi jika daerah aktivitas manusia dan harimau memiliki batas yang jelas, harimau tidak meninggalkan hutan dan akses manusia ke dalam hutan sangat terbatas. 2. Skenario kedua, konflik sedang, terjadi apabila manusia memiliki akses ke dalam hutan, sementara hutan tersebut memiliki daya dukung yang cukup bagi harimau. Skenario ini umumnya terjadi pada hutan lindung, kawasan agroforestri dan kawasan hutan multiguna. 3. Skenario ketiga, konflik
tinggi, yaitu pada daerah
pemukiman manusia yang terisolasi, yang dikelilingi oleh
1. Skenario pertama, konflik rendah, yaitu apabila daerah
habitat harimau yang sangat luas. Situasi ini mewakili
tumpang tindih antara aktivitas manusia dengan habitat
pembangunan wilayah pemukiman di tengah hutan dengan kepadatan harimau yang tinggi.
3
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
4
120
Berdasarkan hasil survei, antara tahun 1978 dan 1997 KMH telah
Pendahuluan
100
80
menyebabkan 146 orang meningal dunia (atau rata-rata 7 orang/ tahun) dan 30 orang terluka, serta memangsa sedikitnya 870 hewan
JUMLAH I 60
HARIMAU
ternak. Sementara menurut kajian terkini Forum HarimauKita (FHK), antara tahun 1998 dan 2011 KMH telah mengakibatkan 57 orang meningal dunia (rata-rata 5 orang/tahun) dan 81 orang terluka, serta memangsa paling sedikit 326 hewan ternak. Selain itu, akibat KMH tersebut dilaporkan 69 ekor harimau juga dibunuh atau ditangkap (rata-rata 5 harimau/tahun). KMH di Sumatera paling sering terjadi di kawasan hutan terganggu dimana intensitas kegiatan manusia sangat
MANUSIA
40
20
0 2007
2008
2009
2010
2011
Grafik kejadian konflik manusia - harimau di seluruh sumatera sepanajang periode 2007 - 2011. (sumber data: PHKA, HarimauKita, ZSL, WCS, FFI, WWF)
tinggi pada habitat harimau. Sampai saat ini, umumnya pemerintah daerah di Sumatera belum menjadikan KMH sebagai isu utama yang perlu dicarikan solusi
Menhut-II/2008 tentang pedoman penanganan konflik antara manusia dengan satwaliar.
terbaiknya. Pencegahan dan penanggulangan konflik yang berlangsung
Menurut PERMENHUT No. 48/Menhut-II/2008 konflik manusia
selama ini masih cenderung bersifat sektoral, yaitu dilakukan oleh
dan satwaliar adalah segala interaksi antara manusia dan satwaliar
Kementerian Kehutanan dengan mitra kerjanya saja, serta belum
yang mengakibatkan efek negatif kepada kehidupan sosial manusia,
secara positif melibatkan seluruh pihak pengambil keputusan baik di
ekonomi, kebudayaan, dan pada konservasi satwaliar dan atau pada
tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Padahal, permasalahan KMH
lingkungannya. PERMENHUT tersebut merupakan kebijakan “payung”
sangat kompleks, sehingga membutuhkan pemahaman semua pihak
yang memungkinkan keterlibatan berbagai pihak dalam mencegah dan
terhadap perilaku satwaliar dan perilaku masyarakat, agar pencegahan
menangani KMH. Namun, akibat kurang tersosialisasikannya peraturan
dan penanggulangannya dapat dilakukan secara optimal berdasarkan
tersebut, serta di banyak daerah permasalahan konflik dimaksud
akar permasalahan konflik tersebut.
belum menjadi isu utama, maka telah menyebabkan terjadinya
Beberapa dokumen terkait penanggulangan konflik manusia dengan satwaliar telah dibuat dan disebarkan sebelumnya. Pada tahun 2001, telah diterbitkan Pedoman Penyelamatan Harimau Sumatera “Bermasalah”. Dokumen ini menjabarkan secara rinci tentang langkah-
ketimpangan dalam pemahaman dan keraguan dalam pelaksanaan penanggulangannya. Selain itu, adanya spesifikasi baik kondisi alam, pola koordinasi serta skenario konflik yang terjadi menyebabkan penanganan konflik belum terlaksana dengan baik dan optimal.
langkah yang harus dikerjakan dalam menyelamatkan harimau yang
Sebagian besar penjabaran yang diberikan dalam kedua dokumen
“bermasalah” mulai dari mekanisme pelaporan kejadian, susunan tim
tersebut adalah pada upaya penanganan ketika konflik sudah terjadi,
mitigasi, teknis pelaksanaan penanganan, prosedur penangkapan, dan
namun belum mencakup bagaimana melaksanakan upaya pencegahan
penanganan satwa yang ditangkap.
Kemudian pada tahun 2008,
agar KMH tidak terjadi, serta upaya untuk menghindari terjadinya
dikeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan (PERMENHUT) No. 48/
KMH yang lebih serius. Padahal, dengan beberapa pendekatan yang
5
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
6
Pendahuluan
B. Maksud dan Tujuan
dilakukan secara bersama di daerah rawan konflik, potensi terjadinya konflik bisa diminimalkan. Penanganan konflik dengan melakukan pengusiran, penangkapan, pemindahan ke fasilitas konservasi eksitu,
Maksud disusunnya Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan
translokasi ataupun euthanasia, jika tidak dilakukan berdasarkan kajian
Konflik Antara Manusia Dengan Harimau ini adalah untuk memberikan
yang komprehensif dapat memicu peningkatan peristiwa konflik baik
arahan atau panduan langkah tindak kegiatan pencegahan dan
secara kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu, konflik tersebut juga
penanggulangan KMH. Tujuannya agar semua kegiatan pencegahan
dapat berakibat pada berkurangnya populasi harimau yang hidup di
dan penanggulangan KMH dapat dilaksanakan dengan cepat, tepat,
sekitar wilayah konflik.
efektif, dan efisien.
Berdasarkan uraian di atas, penyusunan Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Antara Manusia Dengan Harimau ini menjadi penting untuk dilakukan, sebagai suplemen atau pelengkap dari dokumen penanganan kokflik antara manusia dengan satwaliar yang sudah ada. Dengan adanya pedoman praktis ini diharapkan potensi konflik dapat terdeteksi secara lebih dini, sehingga kerugian baik bagi manusia ataupun harimau yang mungkin akan timbul juga dapat dihindari. Selain itu, pedoman ini diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja penanganan KMH. Pedoman ini juga diharapkan dapat menjadi acuan pada saat penanganan, sehingga koordinasi tim, pelibatan para pihak, serta langkah-langkah yang diambil dapat lebih efektif dan efisien. Khusus untuk harimau yang dianggap bermasalah dalam suatu konflik, dengan adanya prosedur penanganan yang baku diharapkan dapat mengurangi stress
dan
menjamin
keselamatannya selama proses penanganan.
Proses evakuasi harimau terjerat di Subulussalam - Aceh. (dok. WCS-IP)
8
prinsip yang perlu diperhatikan dalam penanganan konflik manusia dan satwaliar termasuk harimau, yaitu:
1. Manusia dan satwaliar sama-sama penting KMH merupakan bentuk interaksi yang saling merugikan baik secara materi maupun psikologis. Karenanya, pemilihan solusi penyelesaian konflik harus memperhatikan kedua entitas. Penyelesaian harus memperhitungkan untuk mengurangi resiko kerugian hingga sekecil mungkin bagi manusia. Selain itu juga harus mempertimbangkan pilihan terbaik untuk kelestarian harimau sumatera. 2. Spesifik areal
II. PRINSIP-PRINSIP MITIGASI
Pencegahan dan penanggulangan konflik pada suatu daerah tidak selalu bisa diterapkan di daerah lain. Konflik bisa dipicu oleh berkurangnya ketersedian pakan atau terganggunya habitat akibat pembukaan lahan. Konflik juga dapat terjadi akibat terganggunya jalur perlintasan atau koridor satwa, baik oleh kegiatan pembukaan lahan maupun meningkatnya intensitas kegiatan manusia. Selain itu, konflik mungkin terjadi akibat kondisi harimau yang tidak sehat sehingga tidak memungkinkan untuk berburu hewan mangsa, atau terganggunya populasi harimau akibat adanya aktivitas perburuan hewan mangsa. Karena itu, solusi pencegahan dan penanggulangan konflik harus dirumuskan dengan memperhatikan hal yang menjadi pemicunya, serta kondisi sosial, ekonomi, budaya dan psikologis masyarakat. Pemahaman secara mendalam terhadap pemicu, kondisi aktual, serta kecenderungan di masa datang, sepertinya akan sangat membantu dalam menemukan solusi untuk pencegahan dan penaggulangan konflik secara efektif. 3. Tidak ada solusi tunggal Konflik
memiliki
beragam
dimensi
yang
kompleks,
sehingga
10
Prinsip-Prinsip Mitigasi
M
enurut PERMENHUT No. 48/Menhut-II/2008, ada lima
penyelesaiannya dapat ditempuh melalui banyak pilihan. Karenanya,
rangkaian
kombinasi
penanggulangannya
perlu ditelaah secara mendalam untuk memberikan bentuk Prinsip-Prinsip Mitigasi
penyelesaian yang menyeluruh, efisien dan optimal. 4. Skala lansekap Harimau memiliki daerah jelajah yang luas. Terjadinya konflik di suatu daerah bisa saja akibat terganggunya salah-satu bagian dari daerah jelajahnya. Karenanya, penyelesaian konflik juga harus mempertimbangkan bentang alam yang menjadi daerah jelajah harimau secara keseluruhan. Penyelesaian konflik untuk jangka panjang, akan sangat terbantu jika rencana tata ruang yang disusun juga ikut mempertimbangkan keberadaan satwaliar dan ekosistemnya. 5. Tanggung jawab multi pihak Penanganan KMH bukan hanya sekedar isu konservasi satwaliar. Konflik timbul akibat adanya benturan antara kepentingan sosial-ekonomi masyarakat dengan pemanfaatan sumber daya alam terutama hutan, yang merupakan penyedia jasa lingkungan. Oleh sebab itu, pencegahan dan penanggulangan konflik merupakan tanggung jawab semua pihak baik pemerintah daerah (Dinas Kehutanan, Pertanian, Peternakan, Perkebunan, Lingkungan Hidup, Pertambangan, Sosial, dan Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana Alam Daerah) aparat keamanan (Kepolisian dan TNI), dunia usaha, pengguna lahan dalam skala luas seperti industri ekstraktif,
Evakuasi harimau terjerat di Bengkulu bulan Februari 2012. (dok. BKSDA Bengkulu)
tokoh masyarakat (agama, budaya dan informal), serta pihak terkait lainnya seperti pemerintahan desa dan perusahaan pemegang konsesi.
11
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
12
K
elembagaan merupakan hal penting dalam penanganan KMH. Mengacu pada PERMENHUT No. 48/2008, kelembagaan penanganan
konflik
disusun
atas
dua
struktur
yang
berhubungan secara hierarki. Struktur pertama berupa Tim Koordinasi Penanggulangan Konflik (TKPK) yang membawahi struktur kedua yaitu Satuan Tugas Penanggulangan Konflik (SATGAS PK). Susunan kelembagaan yang direkomendasikan adalah: 1. Tim Koordinasi Penanggulangan Konflik Antara Manusia Dengan Satwaliar (TKPK) Kelembagaan
Gubernur menetapkan TKPK antara manusia dengan satwaliar dengan struktur sebagai berikut: Ketua
: Gubernur/ Wakil Gubernur/ Sekretaris Daerah
Wakil Ketua : Kepala dinas provinsi yang membidangi kehutanan
III. KELEMBAGAAN
Sekretaris
: Kepala Balai Besar/Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (Balai KSDA)
Anggota
: Terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
1. Bappeda Provinsi 2. DPRD Provinsi 3. Balai Besar/ Balai Konservasi Sumber Daya Alam 4. Balai Besar/ Balai Taman Nasional 5. Dinas Provinsi yang membidangi Kehutanan 6. Dinas Provinsi yang membidangi Perkebunan 7. Dinas Provinsi yang membidangi Pertanian 8. Dinas Provinsi yang membidangi Peternakan 9. Dinas Provinsi yang membidangi Kesehatan 10. Dinas Provinsi yang membidangi PU 11. Dinas Provinsi yang membidangi Nakertrans 12. Sektor Swasta/ Dunia Usaha 13. Lembaga Swadaya Masyarakat Adapun yang menjadi tugas pokok TKPK ini adalah membantu kepala daerah dalam mengurangi konflik antara manusia dengan satwaliar di
14
2. Satuan Tugas Penanggulangan Konflik Antara Manusia Dengan Satwaliar (SATGAS PK) Selain itu gubernur menetapkan Satuan Tugas Penanggulangan Konflik antara manusia dengan satwaliar (SATGAS PK) dengan struktur sebagai berikut: Ketua
: Kepala Balai Besar/Balai Konservasi Sumber Daya
Alam
Wakil Ketua : Sub dinas yang membidangi Kehutanan Sekretaris
Balai KSDA Kelembagaan
: Kepala Bidang Teknis/ Kepala Tata Usaha Balai Besar/
Unit Penanganan Satwa, yang terdiri dari unsur-unsur: 1. Balai Besar/Balai KSDA 2. Balai Besar/Balai Taman Nasional 3. Dinas yang membidangi kehutanan 4. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 5. Tenaga profesional medis & kesejahteraan satwa 6 Tenaga Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) dan Polisi Penanganan medis harimau terjerat di Subulussalam - Aceh. (dok. WCS-IP)
kabupaten, lintas kabupaten dan provinsi. Sementara itu, fungsi TKPK ini adalah: a) Mengkoordinasikan dan memfasilitasi penanganan konflik manusia-satwaliar lintas provinsi dan lintas kabupaten. b) Mengkoordinasikan perencanaan kegiatan penanganan konflik manusia-satwaliar termasuk penganggaran sesuai dengan kewenangan provinsi. c) Menyelaraskan/memadu-serasikan kegiatan-kegiatan pemba ngunan daerah dengan habitat satwaliar sehingga dapat menekan tingkat konflik.
kehutanan (Polhut) Unit Penanganan Masyarakat, yang terdiri dari unsur-unsur: 1. Dinas yang membidangi kesehatan 2. Dinas yang membidangi peternakan 3. Dinas yang membidangi perkebunan 4. Dinas yang membidangi pertanian 5. Kepolisian SATGAS PK manusia dengan satwaliar mempunyai tugas pokok membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan langkah-langkah/ kegiatan operasional penanggulangan konflik manusia-satwaliar. SATGAS ini mempunyai tugas pokok sebagai berikut: a) Secara aktif melakukan kajian potensi konflik.
15
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
16
b)
Mengumpulkan
informasi
serta
menganalisisnya,
untuk
memberikan rekomendasi langkah-langkah penanganan konflik antara manusia dengan satwaliar, baik dalam penanganan masyarakat maupun satwanya. c) Menerima laporan/informasi konflik antara manusia dengan satwaliar. d) Melakukan pemeriksaan ke Tempat Kejadian Perkara (lokasi TKP), tempat dimana terjadinya konflik antara manusia dengan satwaliar. e) Atas arahan TKPK, melaksanakan rekomendasi dan langkahlangkah penanganan konflik antara manusia dengan satwaliar, baik dalam penanganan masyarakat maupun satwanya. f) Melakukan verifikasi dalam rangka pemberian kompensasi kepada korban konflik sesuai peraturan perundang-undangan. g) Melaporkan kegiatan penanggulangan konflik antara manusia
Proses evakuasi harimau terjerat di Subulussalam - Aceh. (dok. WCS-IP)
dengan satwaliar yang telah dilaksanakan. h) Melakukan monitoring/pemantauan paska konflik. 3. Pembiayaan Pencegahan dan penanggulangan konflik membutuhkan biaya yang tidak hanya besar, tetapi juga penggunaannya yang fleksibel dan cepat. Biaya yang dibutuhkan dalam seluruh tahapan mitigasi bisa dibebankan kepada: a) APBN/APBD b) Pemegang konsesi lahan (sektor swasta) c) Donatur lainnya.
17
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
Harimau muda terjerat di Subulussalam - Aceh. (dok. WCS-IP)
A. Pencegahan 1. Memperbaiki pola pemeliharaan hewan ternak Hewan ternak merupakan objek yang paling rentan dalam KMH. Pada banyak kasus KMH selama ini, kejadian konflik biasanya dimulai oleh hilangnya hewan ternak, ditemukannya sisa hewan ternak yang dimangsa harimau, atau rusaknya kandang hewan ternak oleh serangan harimau. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah serangan harimau terhadap hewan ternak: a. Mengubah pola penggembalaan hewan ternak dari daerah pinggir hutan ke lokasi yang berjarak lebih jauh dari pinggir hutan. b. Membersihkan areal semak belukar di pinggir hutan dan lokasi pengembalaan, karena harimau tidak menyukai daerah c. Menanami daerah sekitar pekarangan rumah atau pematang sawah dengan rumput gajah yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan hewan ternak. d. Memberikan pakan tambahan kepada ternak, sehingga dapat mengurangi intensitas pengembalaan ke daerah yang lebih jauh dari kandang. e. Memperbaiki kondisi kandang pemeliharaan, sehingga bisa menangkal serangan harimau. Membersihkan daerah sekitar kandang sehingga relatif terbuka dan terang. f. Mendekatkan kandang kerbau, sapi dan kambing. Kerbau cenderung bertindak defensif terhadap predator seperti
IV. PROSEDUR MITIGASI
harimau. g. Memberikan penerangan yang cukup serta penjagaan di sekitar lokasi kandang ternak.
20
Prosedur Mitigasi
terbuka.
2. Pengelolaan hewan mangsa
racun atau tertembak. Beberapa harimau yang terlibat konflik juga
Ketersediaan hewan mangsa harimau yang semakin berkurang di
teridentifikasi telah diinfeksi oleh cacing parasit yang umum dijumpai
alam dipercaya merupakan salah satu penyebab harimau mencari
pada hewan peliharaan seperti anjing. Karenanya, mengurangi aktivitas
mangsa yang lain seperti hewan ternak atau bahkan manusia. Oleh
hewan peliharaan masuk jauh ke dalam hutan, atau tidak membuang
sebab itu, pengelolaan populasi hewan mangsa merupakan salah satu
kotoran (hewan ternak atau manusia) sembarangan dapat mengurangi
upaya alternatif yang bisa dilakukan untuk mengurangi KMH. Bentuk
kemungkinan terinfeksinya harimau oleh cacing parasit. Selain itu, tidak
pengelolaan yang bisa dilakukan antara lain:
menggunakan jerat untuk menjaga ladang dari serangan hama pada jalur-jalur yang dilewati harimau juga dapat mengurangi tercederainya
a. Mengatur aktivitas perburuan hewan mangsa baik yang
harimau.
terorganisir maupun yang dilakukan secara sendiri-sendiri. Bentuk pengaturan bisa dengan cara menentukan jadwal
5. Pendidikan
perburuan, lokasi perburuan ataupun jenis alat berburu yang
Walaupun telah dilindungi undang-
digunakan.
undang, belum semua masyarakat
b. Melakukan pendataan dan pemantauan terhadap populasi
memahami implikasi dari perlindungan
hewan mangsa secara berkala, sehingga didapatkan gambaran
yang
yang lengkap tentang ketersediaan hewan mangsa di alam.
diberikan
pemerintah.
Oleh
dan
pengelolaan hewan mangsa dan menyesuaikannya dengan
penyadar-tahuan
masyarakat
populasi harimau.
akan
terhadap
fungsi
ekologis
harimau, manfaatnya bagi manusia,
3. Zonasi
status perlindungan, faktor penyebab
Walaupun tata ruang sebagian besar wilayah Sumatera telah
KMH,
ditetapkan, namun sebagian besar masih belum memperhatikan
dan menghindari konflik, atau cara
aspek-aspek ekologi. Penataan ruang yang berbasiskan ekosistem
pelaporan jika ada indikasi konflik
selain bisa meningkatkan nilai pemanfaatan jasa lingkungan juga
dengan
akan bisa mengurangi tingkat konflik manusia dengan satwaliar
penyadar-tahuan
termasuk harimau. Adanya penetapan lokasi tertentu sebagai padang
Skema kandang anti serangan harimau.
penyuluhan langsung atau membuat
pengembalaan bersama dengan menghindari daerah teritori dan
(Sumber: WCS-IP)
program kampanye (brosur, poster,
koridor pergerakan harimau diyakini bisa mengurangi tingkat KMH. 4. Mengurangi resiko tercederainya harimau
baliho,
serta
cara-cara
harimau.
media
mencegah
Bentuk bisa
cetak,
atau
kegiatan berupa
media
penyiaran).
Harimau yang terlibat konflik dengan manusia sering merupakan satwa yang sakit atau mengalami cedera akibat pernah terjerat, memakan
21
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
22
Prosedur Mitigasi
sebab itu, perlu dilakukan pendidikan
Adanya data yang lengkap dapat dijadikan data dasar
B. Mitigasi Mitigasi yang dimaksud disini adalah upaya atau tindakan yang
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan anggaran, mekanisme dan prosedur pembayaran serta besarnya nilai kompensasi diatur oleh peraturan menteri.
dilkukakan untuk meringankan atau mengurangi resiko akibat adanya KMH. Upaya mitigasi bisa dilakukan dengan melakukan program
2. Program asuransi
kompensasi, asuransi, insentif serta penegakan hukum:
Program asuransi bisa diterapkan dengan pola yang relatif sama dengan pemberian kompensasi. Asuransi biasanya diberlakukan untuk korban jiwa manusia yang meninggal dunia atau cacat tetap akibat KMH.
Pada banyak kasus, pemberian kompensasi diharapkan untuk
Pola ini lebih berkelanjutan dibandingkan pemberian kompensasi dan
meredakan kemarahan dan menghilangkan keinginan masyarakat
telah terbukti efektif pada kasus konflik antara manusia dengan macan
untuk menangkap atau membunuh harimau. Namun, selama ini
salju di Rusia. Kerjasama dengan pihak penyedia jasa asuransi tentunya
pemberian kompensasi ini tidak begitu berhasil, sehingga di beberapa
bisa dirancang dan diterapkan untuk daerah-daerah rawan konflik.
negara hal ini tidak dianjurkan. Khusus di Indonesia, aturan mengenai
Meskipun jarang dilakukan terhadap hewan ternak, pola asuransi
pemberian kompensasi sebagai bagian dari mitigasi konflik, telah
untuk hewan ternak mungkin bisa diinisiasi, yang tentunya setelah
diatur dalam PERMENHUT No. 48/2008. Adapun aturan pemberian
masyarakat menerapkan pola-pola pemeliharaan ternak yang sesuai
kompensasi menurut peraturan tersebut adalah:
standar untuk meminimalkan terjadinya konflik.
a. Kompensasi disediakan untuk korban meninggal dunia dan luka atau menderita cacat tetap akibat KMH, dengan ketentuan sebagai berikut:
Walaupun sampai sekarang belum ada bukti nyata bahwa program
1) Pemberian kompensasi diberikan setelah dilakukan verifikasi
insentif bisa membantu dalam meningkatkan populasi harimau,
oleh SATGAS PK antara manusia dengan satwaliar, untuk
namun program ini tetap berpotensi mencegah dan meringankan
membuktikan keabsahan kejadian tersebut merupakan
korban KMH. Program insentif bisa diberikan kepada bentuk-bentuk
akibat dari konflik dengan satwaliar, dan disetujui TKPK
pengelolaan hewan ternak yang ramah lingkungan (ecologically
Manusia-satwaliar.
friendly), serta terhadap upaya-upaya sektor perkebunan dan kehutanan
2) Kejadian-kejadian yang mendapatkan kompensasi adalah: • Korban luka atau meninggal dunia akibat serangan satwaliar di dalam kawasan konservasi atau kawasan hutan lainnya dengan aktivitas yang legal akan diberikan santunan pengobatan atau pemakaman. • Korban luka atau meninggal dunia akibat serangan satwaliar di perkebunan, perladangan, pemukiman, akan mendapatkan santunan biaya pengobatan atau pemakaman. 23
3. Program insentif
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
yang mempertimbangkan kelestarian satwaliar terutama harimau. 4. Proses Hukum Dalam PERMENHUT No. 48/2008 terdapat aturan mengenai kemungkinan pengambilan tindakan dan proses hukum sebagai bagian dari mitigasi konflik. Mengingat tidak tertutupnya kemungkinan adanya unsur-unsur tindak pidana dalam kejadian KMH, maka harus dilaksanakan penindakan atau proses hukum sesuai dengan peraturan dan ketentuan , hukum yang berlaku.
24
Prosedur Mitigasi
1. Program kompensasi
C. Penanggulangan Konflik
harimau), serta memiliki pengetahuan dasar dalam pengamanan
Ada berbagai langkah dan metoda yang dapat dilakukan terkait
melakukan penilaian kondisi awal, serta mengambil keputusan setelah
dengan penanggulangan konflik. Tentunya, baik penggunaan langkah,
berkoordinasi dengan Ketua SATGAS PK. Pengambilan keputusan
metoda maupun alat tertentu harus disesuaikan dengan kondisi konflik
harus berdasarkan:
harimau. Tim ini bertugas untuk memantau kondisi yang terjadi dan
yang terjadi, serta situasi aktual di lokasi terjadinya konflik.
yang berlangsung).
Informasi awal terjadinya konflik biasanya sangat beragam dan tidak jelas. Informasi bisa berupa seseorang melihat harimau di pinggir kampung, harimau masuk ke ladang, hewan ternak hilang, hewan ternak diterkam, atau seseorang diterkam harimau. Informasi ini tentunya perlu diverifikasi kebenarannya; apakah informasinya benar, apakah kasusnya sesuai dengan berita yang diterima, apakah benar harimau atau satwa lain (kucing emas, beruang, macan dahan, dll) yang terlibat konflik. Oleh karenanya, perlu adan kunjungan anggota tim SATGAS PK terdekat untuk memeriksa dan memastikan kebenaran Anggota
tim
tersebut
harus
memiliki
kemampuan
b. Sosialisasi dan pertemuan dengan tokoh masyarakat. c. Tingkat ekskalasi konflik sejak informasi awal diterima sampai saat pemantauan dilaksanakan. d. Keputusan bisa berupa: - Saran kepada masyarakat untuk tidak beraktivitas jauh ke dalam hutan - Pengusiran harimau - Penangkapan (untuk diselamatkan atau translokasi) - Euthanasia
Prosedur Mitigasi
1. Informasi awal
informasi.
a. Perkembangan hasil pemantauan (tipe dan skenario konflik
- Pemusnahan
bersosialisasi dengan masyarakat untuk meredam keresahan, sekaligus
3. Mengubah pola aktivitas di dalam atau sekitar hutan
melakukan pendataan (posisi/koordinat lokasi, mengidentifikasi jejak/
Jika setelah informasi diterima serta setelah dilakukan pemantauan,
bekas satwa apakah harimau atau bukan, mengambil sampel, dan foto-
menunjukkan bahwa lokasi terjadinya konflik berada jauh di bagian
foto). Hasil pemantauan dikomunikasikan dengan anggota SATGAS PK
dalam hutan, maka bentuk solusi yang ditawarkan dapat berupa ajakan
lainnya, untuk selanjutnya diambil langkah penanggulangan sesuai
kepada masyarakat untuk tidak melakukan penebangan kayu, berburu,
bentuk dan skenario konflik yang terjadi.
atau bentuk aktivitas lainnya yang terlalu jauh ke dalam hutan. Jika
2. Pemantauan Jika informasi yang diterima telah terbukti kebenarannya, maka perlu dilakukan pemantauan terhadap konflik yang berlangsung dengan melibatkan tim yang lebih lengkap, misalnya gabungan antara Unit Pelaksana Teknis (UPT) dengan LSM mitra. Tim pemantau sebaiknya telah bisa memastikan kehadiran harimau atau bukan (baik dari
memang harus melakukan kegiatan jauh ke dalam hutan, maka sebaiknya melengkapi diri dengan kemampuan membaca tanda-tanda kehadiran harimau, menghindari waktu dan daerah aktivitas harimau, serta melengkapi diri dengan alat pengusir harimau, berjalan secara berombongan, dan tidak beraktivitas di dalam dan pinggir hutan setelah lewat senja.
jejak, sisa makanan, sampel kotoran, serta tanda sekunder lainnya),
4. Pengusiran harimau
menganalisis situasi eko-sosiologis (baik terkait masyarakat dan/atau
Sebelum melakukan pengusiran sesuai keputusan tim pemantau, maka
25
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
26
perlu disiapkan sarana, prasarana dan logistik serta melibatkan tim ahli. Jika ada, perlu juga melibatkan pengetahuan tradisional atau pemimpin spiritual seperti pawang yang telah diakui masyarakat setempat. Tim harus mempunyai keahlian terkait tata cara pengusiran, mengajak dan mengerahkan peran serta masyarakat, serta mampu memahami apabila harimau yang terlibat konflik menunjukkan Jerat harimau - penyebab tertinggi kematian harimau.
perubahan perilaku. Beberapa peralatan yang dibutuhkan terkait hal ini antara lain adalah: meriam sundut, mercon, teropong/binokular
(dok. ZSL)
infra-merah, peta topografi kawasan hutan, kompas, serta GPS. Selain itu, diperlukan adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) pengusiran pengusiran dilakukan bersamaan dengan observasi terhadap harimau,
dilakukan pengambilan sampel DNA baik dari
apakah pengusiran sudah cukup atau perlu dilakukan penangkapan
kotoran, darah atau folikel rambut. Jika tersedia
terhadap harimau yang terlibat konflik. Keputusan apakah tindakan
fasilitas untuk menganalisis secara cepat, data yang
pengusiran yang dilakukan sudah cukup atau belum, semuanya
diperoleh dapat digunakan untuk memeriksa apakah
ditentukan oleh kondisi di lapangan dan hasil observasi. Observasi
benar hewan ternak dimangsa oleh harimau yang
lanjutan ini bisa dilakukan dengan menggunakan: a. Kamera-trap Kamera-trap dapat memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan untuk penanggulangan konflik, seperti pengenalan individu harimau yang terlibat apakah satu individu atau lebih, jenis kelamin, perkiraan umur, apakah kondisi harimau terluka, cedera, sakit, kurang gizi atau kurus. Foto yang dihasilkan juga
diusir. 5. Penangkapan Uraian berikut merupakan serangkaian daftar yang dapat digunakan untuk melakukan pendekatan apakah seekor harimau yang berkonflik perlu ditangkap atau tidak, serta apa yang harus dilakukan jika harimau tersebut telah ditangkap.
dapat dijadikan pembanding apabila dilakukan penangkapan,
Rumusan di bawah ini merupakan dasar pemikirian dan pemantauan
sehingga tidak menangkap harimau yang lain atau yang
terperinci sebagai petunjuk untuk membuat keputusan:
tidak bersalah. Penempatan kamera-trap harus diupayakan semaksimal mungkin untuk bisa memotret satwa yang menyebabkan konflik.
1. Tipe konflik a. Harimau telah menyerang manusia. Lakukan analisis lebih lanjut tentang penyebab harimau menyerang manusia ......
b. Pemeriksaan sampel DNA Jika dimungkinkan, pada saat verifikasi atau pengecekan pertama, saat pengusiran atau observasi setelah pengusiran,
27
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
..................................................................... lihat nomor 3
[Khusus untuk serangan yang telah lebih dari tiga kali oleh individu yang sama, harimau sebaiknya ditangkap]
28
Prosedur Mitigasi
dan SOP untuk mengatasi perilaku harimau yang abnormal. Kegiatan
b. Harimau memangsa hewan ternak. Seringkali hewan ternak
untuk menangkap harimau tersebut untuk menghindari
yang diterkam adalah yang digembalakan di pinggir hutan,
serangan terhadap manusia lainnya di masa datang, dengan
karenanya perlu pencegahan agar tidak berulang kejadian
catatan berbagai upaya pencegahan terlah dilakukan. Pada
yang sama di masa datang ................. lihat nomor 2
tindakan untuk mempertahankan diri atau melindungi anak, harimau biasanya memberitahukan keberadaannya dengan
a. Harimau yang sama telah menyerang atau membunuh lebih dari satu orang pada kejadian yang berbeda. Harimau
ini
dipindahkan untuk
ke
sebaiknya
segera
ditangkap
dan
fasislitas
lembaga
konservasi
eksitu
menghindari
terjadinya
serangan
terhadap
orang lain di masa datang .............. lihat nomor 2b b. Harimau telah menyerang satu atau lebih manusia dalam satu kejadian tunggal. Sebelum menentukan tindakan apa yang akan dilakukan, lakukan analisis lebih lanjut mengapa harimau menyerang manusia ...................... lihat nomor 3 c. Harimau membunuh hewan peliharaan dalam satu kejadian. Kecuali ada bukti nyata bahwa harimau tersebut cedera atau sakit, pada kondisi ini tindakan yang diperlukan adalah pemantauan (observasi). Penangkapan hanya diperlukan jika kondisi bertambah parah. Jika diperlukan, bisa dilakukan pengusiran saja. d. Harimau berulangkali membunuh hewan peliharaan selama periode waktu yang lama ............................... lihat nomor 3 3. Penyebab terjadinya konflik a. Jika
seseorang
diserang
mengaum sebelum menyerang. Serangan bisa dilakukan dari segala arah dan harimau menujukkan tanda-tanda akan menyerang. Pada kasus seperti ini biasanya harimau tidak memakan korbannya. Jika yang terjadi adalah serangan untuk mempertahankan diri, maka perlu dikaji dan dianalisis lebih lanjut apa yang dipertahankannya dan mengapa serangan tersebut terjadi. Perlu dipertimbangkan untuk membiarkan harimau tersebut. b. Terhadap harimau yang memangsa hewan peliharaan, perlu dipertimbangkan hal-hal pada bagian berikut, sebelum menentukan apakah harimau tersebut akan dibiarkan, dicari/ ditangkap. 4. Lokasi terjadinya konflik a. Memasuki perkampungan merupakan tindakan yang tidak biasa bagi harimau, dan hal ini bisa saja dipicu oleh kelaparan (mungkin karena harimau cedera), sakit, sehingga harimau tersebut cenderung bersikap berani. Jika harimau yang sehat
berulang kali memasuki kampung dan memangsa
hewan ternak, maka setelah dilakukan berbagai upaya pencegahan agar tidak terjadi pemangsaan kembali, dapat
oleh
harimau,
cobalah
juga dipertimbangkan untuk menangkap harimau tersebut.
untuk membedakan apakah itu merupakan tindakan
Jika yang menyerang adalah harimau yang cedera atau sakit,
mempertahankan diri (misalnya induk melindungi anak), atau
mungkin saja dapat dilakukan penangkapan dan rehabilitasi,
merupakan aksi untuk memangsa. Pemangsaan biasanya
kemudian dilepaskan kembali ke alam. Hal ini tergantung
dilakukan harimau dengan serangan secara sembunyi
seberapa parah cedera atau penyakit yang diderita harimau,
dari arah belakang dan biasanya korban akan dimakan.
serta ketersedian peralatan dan keahlian dari tim SATGAS PK.
Jika kejadiannya seperti itu, dapat menjadi pertimbangan
29
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
30
Prosedur Mitigasi
2. Frekuensi Konflik
b. Jika konflik terjadi di bagian tengah hutan atau kawasan
8. Umur harimau
hutan, maka harimau harus dibiarkan tetap di alam dan
a. Anak (umur kurang dari satu tahun). Dampak perburuan
tindakan yang perlu dilakukan adalah mengajak masyarakat
harimau sering menyisakan individu anak tanpa induk. Hal
untuk tidak beraktivitas atau menggembalakan ternaknya di
ini berpotensi terjadinya benturan dengan manusia. Pada
dalam hutan.
harimau siberia di Rusia, anak harimau tanpa induk yang
5. Praktek beternak hewan
berumur lebih dari tujuh bulan terbukti bisa tetap bertahan
Tidak perlu melakukan tindakan tertentu terhadap harimau
hidup di alam apabila tersedia cukup hewan mangsa, dan
yang menyerang ternak, kecuali praktek pengelolaan hewan
oleh sebab itu anak harimau seperti itu sebaiknya dibiarkan
ternak masyarakat telah dilakukan secara benar namun serangan
tetap di alam.
harimau masih berlanjut. 6. Membuktikan harimau yang ditangkap adalah penyebab
b. Harimau muda (umur 1 – 3 tahun). Pada usia ini, harimau memiliki kemampuan yang lebih baik dalam beradaptasi dan ditranslokasikan karena harimau muda cenderung
Metoda untuk mengidentifikasi harimau yang tertangkap dapat dengan membandingkan foto-foto yang didapat dari kameratrap yang dipasang di sekitar lokasi konflik, sampel DNA, serta kotoran harimau yang mengandung sisa hewan ternak atau sisa tubuh manusia yang dimangsanya. Sebagai tambahan, dapat juga diukur tapaknya, diambil sampel sisa-sisa yang
untuk memencar atau keluar dari daerah jelajah induknya, karenanya mereka merupakan kandidat yang baik untuk ditranslokasikan. Harimau-harimau muda sepertinya bukan anggota populasi untuk berbiak, sehingga jika dipindahkan ke tempat lain dampaknya akan kecil terhadap viabilitas populasi asalnya.
ada pada cakar/kuku, namun hal ini membutuhkan bantuan
c. Usia sedang (3-11 tahun). Harimau pada umur ini cenderung
laboratorium forensik untuk analisisnya. Terakhir, lokasi tempat
untuk menetap, dan merupakan individu dewasa yang
penangkapan mungkin bisa menyediakan informasi yang
berbiak. Translokasi tidak direkomendasikan karena mereka
cukup untuk menyimpulkan apakah harimau yang tertangkap
cenderung akan kembali ke tempat asalnya, dan mungkin
adalah individu yang berkonflik, misalnya lokasi penangkapan
akan menyebabkan gangguan yang besar pada proses
sangat dekat dengan lokasi pengembalaan atau di tengah
reproduksi di areal pelepas-liaran. Selain itu, pemindahan
perkampungan.
(translokasi/relokasi) pada individu dewasa yang berbiak
7. Jenis kelamin harimau Mengingat individu betina lebih penting untuk menjaga viabilitas populasi dibandingkan jantan, maka, lebih banyak upaya harus dilakukan untuk menjaga betina agar tetap bisa dibiarkan di alam.
dapat memberikan pengaruh negatif pada populasi sumber tempat dimana harimau tersebut ditangkap. Terlebih lagi, harimau yang baru sepertinya akan mengisi lokasi yang sudah dihuni, dan dapat menyebabkan masalah yang sama. Karenanya, kecuali harimau tersebut cedera parah atau sakit, atau satwa tersebut memang harus dilepaskan di lokasi tersebut, sehingga upaya yang perlu dilakukan adalah
31
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
32
Prosedur Mitigasi
konflik
Taring harimau.
10. Apakah harimau tersebut mempunyai anak?
(dok. ZSL)
Pada kasus khusus jika seseorang diserang harimau, maka satu hal yang perlu ditentukan adalah apakah harimau tersebut mempunyai anak atau tidak. Induk harimau yang sedang mempunyai anak cenderung akan agresif dan melindungi anaknya, serta kadang-kadang dapat membunuh orang yang berada terlalu dekat. Jika induk tersebut dipindahkan, maka anaknya bisa saja mati atau bisa menyebabkan konflik pada saat
pemangsaan
tidak
terjadi di masa datang. d. Harimau yang sangat tua (lebih dari 12 tahun). Pada usia ini harimau telah mendekati masa akhir dari usia reproduktif dan mempunyai nilai yang relatif rendah dalam viabilitas populasi. Masalah kesehatan yang terkait dengan usia mungkin merupakan penyebab terjadinya konflik. Harimauharimau pada usia ini tidak direkomendasikan untuk dilepaskan kembali ke alam.
a. Harimau cedera/cacat yang tidak bisa disembuhkan tanpa kerusakan
permanen
akan
kehilangan
kemampuannya untuk menangkap mangsa, maka dapat dipertimbangkan untuk dipindahkan atau ditangkap. b. Jika harimau yang cedera bisa diobati dan disembuhkan, atau jika harimau tersebut terlalu kurus, sangat mungkin untuk merehabilitasi mereka dahulu dan kemudian memindahkan atau melepaskannya kembali sedapat mungkin di sekitar lokasi penangkapan. c. Harimau yang terdiagnosa mempunyai penyakit yang serius seperti distamper anjing (canine distemper) sebaiknya dieuthanasia.
33
induk mungkin perlu dipasangi kalung telemetri, kemudian dilepaskan kembali di lokasi yang sama, serta dilakukan pengusiran apabila harimau tersebut mendekati pemukiman masyarakat. Pemberian makanan tambahan berupa mangsa alami mungkin perlu dilakukan. Jika harimau yang ditangkap tidak layak untuk dilepas-liarkan kembali, maka upaya lain yang dapat dipertimbangkan adalah menangkap anaknya. Anak yang berumur 6 -7 bulan jika mulai kelaparan telah bisa menimbulkan konflik. 11. Sejarah penggunaan lahan
9. Kesehatan meninggalkan
mereka mulai mengalami kelaparan. Untuk menghindarinya,
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
Wilayah dengan aktivitas pembukaan lahan dan perluasan lahan pertanian ke dalam hutan cenderung memicu konflik. Jika memungkinkan, perlu dipikirkan upaya untuk mentranlokasikan masyarakat. 12. Ketersedian mangsa Jika kepadatan hewan mangsa menurun drastis dalam waktu yang singkat (1-2 tahun), harimau mungkin tidak bisa memenuhi kebutuhannya akan
hewan mangsa dan hal ini
dapat mendorong harimau untuk memangsa hewan peliharaan atau manusia. Jika harimau yang ditangkap dalam kondisi sehat, maka pertimbangkan untuk melakukan translokasi sebagai solusi jangka pendek, dan lakukan upaya untuk
34
Prosedur Mitigasi
mencegah agar
meningkatkan kepadatan hewan mangsa untuk menghindari masalah yang sama di masa datang. Meskipun data lengkap tentang potensi keberadaan hewan mangsa yang rinci sangat jarang tersedia, namun seorang ahli biologi lapangan mungkin dapat membantu memberikan gambaran kasar tentang ukuran populasi relatif hewan mangsa (tinggi, rendah, atau sangat rendah) dalam waktu yang singkat. 13. Ketersedian areal yang layak untuk pelepas-liaran harimau translokasi
16. Teknik penangkapan Teknik penangkapan telah diatur dalam PERMENHUT No. 48/2008.
Kandang
penangkapan
sebaiknya
berbentuk
perangkap box trap, dan dianjurkan pintu masuk berada di samping perangkap. Selain itu, pada bagian pintu sebaiknya masih menyisakan ruang yang terbuka, sehingga pada saat pintu menutup tidak menyebabkan terputusnya bagian ekor harimau. Penggunaan perangkap box trap dapat mengurangi
Jika harimau tersebut akan ditranslokasikan, maka harimau
stress pada harimau, dan juga menghindari adanya gangguan
tersebut
dari masyarakat yang biasanya banyak berkerumun di sekitar
penghalang atau barrier yang tidak mungkin dilewati oleh harimau translokasi untuk mencoba kembali ke tempat asalnya. Satwa yang ditranslokasi harus dilepaskan sejauh mungkin dari pemukiman manusia dan sedapat mungkin pada lokasi dengan populasi hewan mangsa yang tinggi. 14. Ketersedian fasilitas penanganan (holding facilities) untuk
lokasi konflik. 17. Translokasi dan pelepas-liaran Terkait dengan pelepas-liaran, ada beberapa tim yang dibutuhkan: Prosedur Mitigasi
harus dipindahkan sejauh mungkin dari lokasi
penangkapan dan akan lebih baik ke daerah yang dipisahkan
• Tim penanganan harimau (handling team) • Tim eksitu • Tim lokasi pelepas-liaran
rehabilitasi
Kriteria pelepas-liaran pada lokasi yang sama:
Harimau cedera atau sakit yang tertangkap perlu diupayakan
• Cocok sebagai habitat harimau
untuk direhabilitasi dan dilepaskan kembali. Untuk itu perlu
• >10 km dari kota/pemukiman terdekat
adanya satu fasilitas untuk upaya rehabilitasi tersebut. Fasilitas
• Aman dari perburuan
tersebut tentunya harus dilengkapi dengan sarana dan
Kriteria kawasan untuk lokasi translokasi/pelepas-liaran:
prasarana yang memadai, serta dokter hewan yang mampu
1. Jauh dari pemukiman (>10 km dari desa terdekat)/kepadatan
melakukan perawatan dan pemulihan kondisi harimau sehingga dapat dilepas-liarkankan kembali. 15. Para pengambil keputusan Pengambilan keputusan untuk menentukan apakah harimau yang tertangkap akan dilepas-liarkan kembali, ditranslokasikan, ataupun di-euthanasia, harus melibatkan orang-orang yang berkompeten, seperti dokter hewan, ahli biologi, serta ahli
35
ekologi dan tingkah laku harimau.
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
penduduk rendah. 2. Terdapat populasi hewan mangsa yang cukup. 3. Areal habitat yang aman. 4. Tersedia air bersih. 5. Merupakan daratan yang luas. 6. Tidak ada tanda-tanda perburuan (atau > 100 km dari daerah perburuan).
36
7. Berdasarkan
sejarah
sebelumnya
merupakan
habitat
harimau.
tindakan pemusnahan terhadap seluruh bagian tubuh harimau
8. Tidak ada populasi harimau liar di lokasi pelepas-liaran atau populasi liar sangat rendah. 9. Didukung
hukum dan pendidikan, dapat dipertimbangkan untuk diambil
oleh
pihak-pihak
sehingga tidak diperjual-belikan. Proses dan lokasi pemusnahan harus didokumentasikan dalam sebuah berita acara yang
yang
terkait
terutama
pemerintah daerah dan masyarakat sekitar.
dilengkapi dengan saksi-saksi. Jika memungkinkan, pengiriman tulang dan kulit serta organ penting lainnya ke museum terdekat
10. Dilakukan survey pendahuluan terhadap populasi harimau
perlu dipertimbangkan, sehingga suatu saat spesimen tersebut
lokal residen atau yang terkait daya dukung lingkungan.
dapat dimanfaatkan untuk keperluan ilmu pengetahuan dan
11. Jalur transportasi menuju lokasi memadai.
identifikasi lebih lanjut.
12. Luas minimum kawasan pelepas-liaranan adalah dua kali luas perkiraan daerah jelajah harimau di lokasi tersebut. 18. Euthanasia Pada kondisi spesifik, tindakan euthanasia mungkin perlu dipertimbangkan untuk diterapkan kepada harimau yang tertangkap. Harimau liar terutama yang sudah tua atau sakit Prosedur Mitigasi
tidak tersembuhkan, mempunyai kemampuan adaptasi yang rendah terhadap pemeliharaan di eksitu. Saat ini, Indonesia telah
memiliki
undang-undang
euthanasia.
Euthanasia
dilakukan untuk menghilangkan penderitaan yang tidak mungkin diatasi. Hal yang juga perlu dipertimbangkan adalah implikasi sosial dan psikologis dari tindakan tersebut. Karenanya pelaksanaan euthanasia harus dilakukan secara tertutup, jauh dari masyarakat, dan dilaksanakan di lokasi terjadinya konflik. Jika harimau tidak di-euthanasia, mereka harus ditempatkan di fasilitas lembaga konservasi eksitu atau kebun binatang yang merupakan anggota Persatuan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI), serta memiliki fasilitas yang baik untuk perawatan dan pemeliharaan harimau. 19. Pemusnahan
Contoh kandang anti serangan harimau. (dok. WCS-IP)
Pada situasi KMH yang diakhiri dengan terbunuhnya harimau oleh masyarakat, maka jika tidak diperlukan untuk penegakan
37
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
38
A. Petunjuk informasi
pengambilan keberadaan
pemukiman,
areal
keputusan harimau
pertanian
terhadap
(di
sekitar
atau
tempat
aktivitas manusia lainnya Pada banyak kasus, jika harimau mendekat ke satu tempat, dia akan meninggalkan daerah tersebut atas kemauannya sendiri. Namun, keberadaan harimau umumnya menimbulkan ketakutan, sehingga terjadi konflik yang dapat berujung pada terbunuhnya harimau tersebut oleh masyrakat. Pada situasi seperti itu, maka langkah-langkah yang perlu dilakukan dan dikendalikan adalah sebagai berikut: 1. Menyelidiki kebenaran laporan yang disampaikan, dengan kemungkinan hasil: masyarakat dalam mengidentifikasi jejak). Tindakan yang dilakukan adalah pemantauan oleh informan atau petugas Balai BKSDA dan anggota tim SATGAS PK. Mensosialisasikan kepada masyarakat bagaimana caranya untuk beraktivitas secara aman di lokasi yang ada harimaunya dan bagaimana mengidentifikasi tanda-tanda keberadaan harimau. b. Belum dapat dipastikan apakah ada harimau atau tidak; ............... .......................................................... lanjutkan ke langkah No. 2 c. Dipastikan ada harimau; ...................... lanjutkan ke langkah No. 3 2. Memasang kamera-trap di sekitar lokasi, serta melanjutkan pencarian tanda-tanda keberadaan harimau, dan meningkatkan kewaspadaan untuk masa yang akan datang: a. Tidak ada tanda-tanda keberadaan harimau terdeteksi; ............ ......................................................... kembali ke langkah No. 1a b. Dapat dipastikan ada harimau; ......... lanjutkan ke langkah No. 3
40
Kunci Pengambilan Keputusan
V. Petunjuk PENGAMBILAN KEPUTUSAN
a. Dipastikan tidak ada harimau (bisa disebabkan oleh kesalahan
42
alur petunjuk pengambilan keputusan untuk pelaporan keberadaan
lainnya.
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
harimau di sekitar pemukiman, areal pertanian dan areal aktivitas manusia
Diagram
3. Memasang atau melanjutkan pemantauan dengan kamera-trap, dan melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk menentukan status harimau (umur, jenis kelamin, keberadaan anak, jumlah,
B. Petunjuk pengambilan keputusan untuk kasus pemangsaan hewan ternak oleh harimau
keberadaan pasangan, serta kondisi kesehatannya, apakah
Petunjuk pengambilan keputusan ini bisa dilakukan dengan syarat
harimau tersebut cacat, luka, dll.):
semua laporan telah diselidiki, masyarakat lokal telah diberitahu dan
a. Harimau masih terus teramati berkeliaran di sekitar lokasi; ........ ....................................................... lanjutkan ke langkah No. 4 b. Harimau terdeteksi telah meninggalkan lokasi, mensosialisasikan kepada masyarakat bagaimana caranya untuk beraktivitas secara aman di lokasi yang ada harimau, bagaimana menjaga keselamatan hewan ternak, dan memberikan nomor telpon yang bisa dihubungi jika harimau kembali. Melanjutkan
melaksanakan bagaimana cara mengatasi permasalahan pemangsaan oleh harimau, dan bagaimana caranya untuk mengurangi resiko pemangsaan. Anggota tim harus menyampaikan kepada masyarakat, jika diperlukan dan memungkinkan juga membantu masyarakat untuk memperbaiki cara penggembalaan hewan ternak mereka untuk mengurangi tingkat pemangsaan. 1. Lokasi pemangsaan: a. Pemangsaan terjadi di kawasan hutan; .....................................
pemantauan dengan kamera-trap, jika dianggap perlu.
........................................................ lanjutkan ke langkah No. 3 pemantauan.
Mensosialisasikan
kepada
masyarakat bagaimana caranya untuk beraktivitas secara aman di lokasi yang ada harimau, bagaimana menjaga keselamatan hewan ternak. Menerapkan taktik tertentu untuk menakuti harimau sehingga pergi atau tidak mendekat ke lokasi tersebut: a. Harimau terdeteksi telah meninggalkan lokasi; ......................... ......................................................... kembali ke langkah No. 3b b. Harimau masih berkeliaran di sekitar lokasi; ............................... .........................................................lanjutkan ke langkah No. 5 5. Harimau masih tetap berada di lokasi dan cenderung menunjukkan
perilaku
yang
berpotensi
membahayakan
(menunjukkan perilaku menyerang, terdapat tanda-tanda
terisolasi dan berada di bagian tengah blok hutan; ................... ........................................................ lanjutkan ke langkah No. 2 c. Pemangsaan terjadi pada hewan ternak yang berkeliaran di daerah yang sangat dekat dengan desa; ................................... ....................................................... lanjutkan ke langkah No. 2 d. Pemangsaan ternak terjadi di kandang atau bangunan di tengah desa; ............................................... lanjutkan ke langkah No. 5 2. Frekuensi Pemangsaan: a. Pemangsaan merupakan kejadian tunggal yang terpisah; ......... ................................................... ... lanjutkan ke langkah No. 4
sakit atau cedera); setelah mencoba pengusiran dan lain-
b. Pemangsaan berlangsung berkali-kali dalam kejadian yang
lain namun harimau tidak juga meninggalkan lokasi, maka
terpisah;.......................................... lanjutkan ke langkah No. 5
dapat dilanjutkan ke no. 6 pada bagian petunjuk pengambilan
3. Tidak ada langkah lanjutan yang diperlukan terhadap harimau.
keputusan untuk kasus pemangsaan hewan ternak oleh harimau
4. Melakukan pemantauan lanjutan dengan melibatkan informan
(petunjuk B) pada dokumen ini.
43
b. Pemangsaan terjadi di kawasan pemukiman masyarakat yang
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
atau anggota tim SATGAS PK dan bersiap-siap untuk
44
Kunci Pengambilan Keputusan
4. Melanjutkan
mengantisipasi secara cepat jika terjadi pemangsaan kembali:
mereka dapat merusak struktur sosial, serta berdampak buruk
a. Tidak ada kejadian lagi; ..................... kembali ke langkah No. 3
pada individu yang lebih muda sehingga dapat mengundang
b. Harimau masih terus memangsa hewan ternak; .......................
konflik yang lebih besar. Jika memungkinkan, mereka sebaiknya dilepaskan kembali di tempat yang sama, dan jika tidak
...................................................... lanjutkan ke langkah No. 5
memungkinkan terpaksa ditranslokasikan; ..............................
5. Satu tim harus tetap berada di lokasi untuk memantau dan
.............................................. lanjutkan ke langkah No. 8 atau 9
melakukan penyelidikan lebih lanjut, serta melakukan upaya pencegahan atau menakuti harimau jika kembali. Jika terdapat
d. Terlalu kurus atau menderita cedera yang diperkirakan tidak
sisa mangsa, siapkan mercon (petasan) atau meriam sundut
bisa disembuhkan tanpa meninggalkan cacat permanen; .........
yang bisa mengagetkan dan menakuti harimau kalau dia
........................................................ lanjutkan ke langkah No. 7
kembali. Kamera-trap harus dipasang untuk mendapatkan dan
e. Mempunyai cedera atau penyakit yang tidak bisa disembuhkan;
mengidentifikasi harimau, memperkirakan umur dan jenis
....................................................... lanjutkan ke langkah No 10
kelamin, serta mengidentifikasi apakah harimau tersebut cacat,
f. Harimau mempunyai anak < 9 bulan, yang tidak terangkap; ...
cedera, atau terlihat sakit:
........................................................ lanjutkan ke langkah No. 8
a. Harimau tidak kembali; ...................... kembali ke langkah No. 4
7. Rehabilitasi dalam fasilitas penampungan sementara (holding
b. Harimau kembali, berarti upaya mencegah agar tidak terjadi
facilities) yang terisolasi atau jauh dari manusia:
pemangsaan di masa datang tidak berjalan; .............................
a. Jika setelah direhabilitasi, harimau menunjukkan rasa takut
........................................................ lanjutkan ke langkah No. 6
kepada manusia (atau biasanya menunjukkan sifat agresif
6. Lakukan penangkapan dan amati kondisi: a. Sehat, muda (1-3 tahun) betina – relatif mempunyai nilai
mempunyai kemampuan untuk menangkap mangsa, maka
lebih penting untuk keberlanjutan populasi, oleh karena itu
harimau sebaiknya dilepaskan kembali, baik dengan atau tanpa
semua usaha harus dilakukan untuk menjaga agar dia tetap di
translokasi tergantung kepada umur dan jenis kelaminnya; ......
habitatnya; ...................................... lanjutkan ke langkah No. 9
.......................................................... kembali ke langkah No. 6
b. Sehat, muda (1-3 tahun) jantan – jantan muda relatif kurang
b. Jika setelah direhabilitasi harimau menujukkan perilaku terbiasa
penting untuk keberlangsungan populasi dibandingkan betina,
dengan manusia dan membutuhkan makanan dari manusia; ....
dan bisa saja untuk dipindahkan ke fasilitas eksitu, hanya jika
...................................................... lanjutkan ke langkah No. 10
translokasi tidak dimungkinkan. Harimau-harimau muda seperti
8. Pasangkan kerah telemetri dan lepaskan di lokasi dengan satu
ini seharusnya relatif baik ditranslokasikan karena mereka
tim ditempatkan untuk memantau harimau dan mencegahnya
sepertinya bukan harimau residen; .........................................
agar tidak meninmbulkan masalah lain di masa datang1.
........................................... lanjutkan ke langkah No. 9 atau 10 c. Sehat, dewasa, 4-11 tahun, harimau dengan umur ini baik jantan atau betina kemungkinan residen, dan dengan memindahkan
45
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
1&2
Petunjuk pengambilan keputusan ini tidak memperhitungkan pertimbangan sosial dan politik yang terkait dengan pelepas-liaran harimau kembali ke alam, dengan atau tanpa translokasi. Misalnya, adanya keberatan dari masyarakat setempat yang mungkin dapat menghambat pelepas-liaran harimau di lokasi tersebut
46
Kunci Pengambilan Keputusan
jika ditempatkan dalam kandang yang kecil) dan diyakini dia
48
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
alur petunjuk pengambilan keputusan untuk kasus pemangsaan hewan
ternak oleh harimau.
Diagram
9. Pasangkan kerah telemetri dan translokasikan ke areal yang
c. Serangan untuk mempertahankan diri dimana induk menjaga
terpisah dari populasi aslnya dengan satu tim ditempatkan
anaknya atau manusia dan harimau kebetulan bertemu dalam
untuk memantau harimau tersebut dan mencegahnya agar
jarak beberapa meter satu dengan lainnya; ...............................
tidak menimbulkan masalah lain di masa datang .
........................................................ lanjutkan ke langkah No. 6
2
10. Keluarkan dari habitat alaminya.
menunjukkan tanda-tanda akan membunuh harimau; ...........
pengambilan keputusan untuk kasus
harimau yang menyerang manusia Petunjuk pengambilan keputusan ini dibuat dengan asumsi bahwa
........................................................ lanjutkan ke langkah No. 6 4. Lakukan penangkapan dan amati kondisi harimau: a. Terlalu kurus atau cedera parah yang diperkirakan tidak bisa
masyarakat yang terlibat diedukasi tentang
disembuhkan tanpa meninggalkan cacat permanen; ................
bagaimana mengatasi serangan harimau, serta bagaimana caranya
........................................................ lanjutkan ke langkah No. 5
laporan diselidiki dan
mengurangi resiko serangan sebagai bagian dari proses penyelidikan. 1. Frekuensi serangan:
mempertahankan diri; ..................... lanjutkan ke langkah No. 8
a. Serangan merupakan satu kejadian tunggal; .............................
c. Sehat dan harimau menyerang beberapa kali bukan karena
....................................................... lanjutkan ke langkah No. 2
diprovokasi atau untuk mempertahankan diri; ........................
b. Telah terjadi beberapa kali serangan tanpa terprovokasi terhadap
...................................................... lanjutkan ke langkah No. 10
manusia pada beberapa kejadian yang terpisah; .......................
d. Harimau diperkirakan berumur lebih dari 12 tahun; .................
...................................................... lanjutkan ke langkah No. 10
...................................................... lanjutkan ke langkah No. 10
2. Lokasi penyerangan: a. Serangan berlangsung di dalam hutan; ....................................
e. Lumpuh permanen akibat cedera atau penyakit; ...................... ...................................................... lanjutkan ke langkan No. 10
........................................................ lanjutkan ke langkah No. 6
f. Harimau tidak bisa ditangkap; ........ lanjutkan ke langkah No. 11
b. Serangan terjadi di kampung; .......... lanjutkan ke langkah No. 3
5. Rehabilitasi dalam fasilitas penampungan sementara (holding
3. Alasan terjadinya penyerangan: a. Serangan sepertinya merupakan sebuah tindakan pemangsaan, harimau memakan manusia (harimau paling tidak suka memakan bagian dari tubuh manusia yang diserang); .............. ........................................................ lanjutkan ke langkah No. 4 b. Ada bukti yang kuat (foto harimau cedera/terluka, atau ada darah pada jejak) yang menunjukkan bahwa harimau cedera; .. ........................................................ lanjutkan ke langkah No. 4
49
b. Sehat dan harimau menyerang karena diprovokasi atau untuk
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
facilities) yang jauh dan terisolasi dari manusia: a. Jika setelah direhabilitasi harimau menunjukkan rasa takut terhadap manusia (biasanya harimau menunjukkan sikap agresif jika ditempatkan dalam kandang yang kecil); ............................ ....................................................... lanjutkan ke langkah No. 9 b. Jika setelah direhabilitasi, harimau menjadi lebih terbiasa dengan manusia dan terbiasa memakan makanan yang sama dengan manusia; .......................... lanjutkan ke langkah No. 10
50
Kunci Pengambilan Keputusan
C. Petunjuk
d. Manusia mempovokasi harimau untuk menyerang, seperti
52
alur
petunjuk
menyerang manusia.
Diagram pengambilan
untuk
kasus
harimau
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
keputusan
yang
6. Memantau situasi dan bersiap siaga jika masih terjadi serangan. Juga melakukan penyelidikan untuk mencoba menentukan apakah melibatkan harimau yang cedera pada kejadian tersebut, serta mengidentifikasi siapa yang memprovokasi serangan, sehingga intervensi penegakan hukum dapat dilakukan jika diperlukan.
Pemasangan GPS-collar pada harimau yang akan dilepas-liarkan. (dok. ZSL)
a. Tidak ada tanda-tanda bahwa harimau cedera; ........................ ........................................................ lanjutkan ke langkah No. 7 b. Terlihat tanda-tanda cedera parah pada harimau; ..................... ............................................................ kembali ke langkah No 4 7. Tidak ada tindakan lebih lanjut yang diperlukan. 8. Pasangkan kerah telemetri dan lepaskan di lokasi yang sama dengan satu tim yang siap siaga untuk memantau harimau tersebut, serta mencegah terjadinya konflik lain di masa datang. 9. Pasangkan kerah telemetri dan translokasikan ke lokasi yang terisolasi dengan satu tim yang siap siaga untuk memantau haimau tersebut, serta mencegah terjadinya konflik lain di masa datang. 10. Ditangkap dan dikeluarkan dari habitat alaminya 11. Lanjutkan upaya penangkapan dan pemantauan, dan jika memungkinkan, lakukan patroli pada malam hari dengan menggunakan kendaraan dan lampu blor (lampu sorot). Tim
Pelaporan dan Pemantauan
harus dilengkapi dengan perlengkapan menembak (senapan) jika harimau masih memangsa manusia.
53
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
54
P
ertanggung-jawaban pelaksanaan kegiatan penanggulangan konflik antara manusia dengan satwaliar dilakukan oleh SATGAS PK
kepada
TKPK.
Pertanggungjawaban
tersebut
berupa
akuntabilitas dalam penggunaan dana, pengumpulan data dan informasi konflik dalam rangka mengantisipasi dan mencegah konflik antara manusia dengan satwaliar di masa yang akan datang, serta melakukan pemantauan terhadap satwaliar yang terlibat konflik.
A. Pelaporan 1. SATGAS
PK
Satwaliar
berkewajiban
menyusun
laporan
penanggulangan konflik satwaliar serta menyampaikannya kepada Ketua TKPK Satwaliar dengan tembusan antara lain kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Bupati/Walikota dimana konflik antara manusia dengan satwaliar terjadi. 2. Laporan tersebut di atas setidak-tidaknya mencakup: a. Laporan Kejadian b. Kronologi Kejadian c. Upaya-upaya penanganan (terhadap manusia dan satwaliarnya) yang telah dilakukan d. Dilampiri dengan Berita-berita Acara yang terkait, antara lain: 1) Berita Acara Pengecekan Lokasi 2) Berita Acara Penanganan Satwa (seperti pengusiran, translokasi/relokasi/ penyelamatan/euthanasia) 3) Berita Acara Penanganan Manusia (misalnya: penyerahan kompensasi dll.). 4) Dokumentasi (foto-foto dan sebagainya)
Pelaporan dan Pemantauan
VI. PELAPORAN DAN PEMANTAUAN
56
B. Monitoring Setelah dilakukan upaya penanggulangan konflik antara manusia dengan
harimau
(pengusiran/penggiringan,
translokasi/relokasi,
atau penyelamatan/rescue) SATGAS PK hendaknya tetap melakukan kegiatan pemantauan/monitoring terhadap kondisi masyarakat dan satwaliar tersebut. Hal ini dilakukan untuk memastikan harimau yang terlibat konflik tidak menyebabkan masalah yang sama baik di lokasi
Kamera-trap digunakan untuk memantau harimau di areal konflik. (dok. ZSL)
konflik maupun di lokasi pelepasliaran.
Pemantauan terhadap harimau korban konflik yang ditranslokasikan dengan menggunakan perangkat radio tracking.
Pelaporan dan Pemantauan
(dok. ZSL)
57
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
58
Penutup Tersusun dan diluncurkannya dokumen-dokumen STRAKOHAS 20072017 dan Pedoman Penanggulangan Konflik antara Manusia-Satwaliar, serta dilaksankannya lokakarya pencegahan dan penanggulangan KMH dan pelatihan dokter hewan dalam penyelamatan harimau korban konflik, merupakan bagian dari proses penulisan pedoman praktis ini. Dalam keseluruhan proses, dipicu oleh kompleksitas permasalahan yang ada, didapati bahwa mau tidak mau KMH telah menjadi bagian dari kehidupan sosial masyarakat pinggiran hutan Bumi Sumatera. Permasalahan KMH tidak dapat diatasi secara parsial, tetapi harus dikelola dengan bijak dan diselesaikan dengan pendekatan yang komprehesif. Selain itu, perlu disadari juga bahwa KMH merupakan
VII. PENUTUP
permasalahan bersama, yang sebetulnya potensi kejadian dan kerugian yang ditimbulkannya dapat diminimalkan, apabila semua pihak yang berkepentingan bahu-membahu berpartisipasi aktif melakukan kegiatan pencegahan terhadap hal-hal yang dapat memicu terjadinya KMH. Panduan Praktis Pencegahan dan Penanggulangan KMH, merupakan dokumen yang saat ini sudah sangat dinantikan kehadirannya oleh para praktisi konservasi harimau serta petugas berwenang. Pada bagian ini penulis mecoba mejelaskan tahapan pencegahan dan penaggulangan KMH yang dapat dilaksanakan secara epektif. Pada dasarnya, adanya kesadaran masyarakat luas untuk melaporkan sekecil apa pun bentuk KMH kepada lembaga berwenang, merupakan modal awal dalam penanganan KMH agar dampaknya tidak menjadi semakin serius. Tim verifikasi perlu sesegera mungkin mengunjungi lokasi yang dilaporkan menjadi tempat terjadinya KMH. Respon seperti ini menjadi amat penting agar masyarakat yakin bahwa mereka sudah melaporkan kejadian KMH kepada pihak yang tepat. Selain itu, sering terjadi kasus konflik dengan satwaliar lain dilaporkan masyarakat sebagai kejadian
60
Daftar Pustaka
KMH. Untuk menjamin adanya pelaporan berkala yang akurat, mungkin ada baiknya informan mulai dibangun di perkampungan atau di wilayah yang memiliki potensi KMH.
ekologi, termasuk ketangkasan berburu, serta kesehatan harimau. Terdapat beberapa opsi yang perlu ditindak-lanjuti paska penangkapan harimau korban konflik. Jika harimau tersebut merupakan individu-
Jika telah terbukti bahwa terjadi KMH, pengiriman tim penanganan ke
individu dewasa muda, terutama betina, dan sehat secara fisik, maka
lokasi dimana dilaporkan telah terjadi konflik mutlak dilakukan untuk
perlu sesegera mungkin ditranslokasi dan dilepas-liarkan kembali ke
melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP), memantau informasi
alam. Namun, jika tersedia, pemasangan kalung Global Positioning
dengan intensif, dan untuk melakukan pertemuan dengan masyarakat
System
kondisi psikologis menjadi tenang. Dalam situasi seperti ini, jika
pergerakannya. Bagi harimau-harimau korban konflik yang berusia tua
memang ada dan memungkinkan, peran dari tokoh masyarakat atau
atau secara fisik tidak memungkinkan, maka pengirimannya ke pusat
tokoh adat sangat dibutuhkan. Tim diharapkan untuk terus memantau
konservasi eksitu perlu dipertimbangkan untuk kepentingan pendidikan
perkembangan KMH yang terjadi, bilamana harimau terlihat mucul
dan ilmu pengetahuan. Bagi harimau korban konflik yang sangat
maka perlu dilakukan upaya pengusiran dengan menggunakan mercon
menderita karena luka yang tidak dapat disembuhkan, euthanasia
atau meriam sundut. Masyarakat perlu diorganisir dan diberikan
merupakan alternatif yang paling cocok diterapkan.
peran dalam proses pengusiran. Mereka juga perlu dibekali dengan
pemusnahan terhadap sisa-sisa hasil otopsi harimau yang didapati mati
pengetahuan tentang cara-cara pengusiran serta perilaku abnormal
akibat KMH perlu diilakukan agar tidak dapat dimanfaatkan kembali
yang mungkin ditunjukkan harimau. Biasanya, di masyarakat desa-desa
untuk kepentingan perdagangan bagian-bagian tubuh harimau.
(GPS
collar)
perlu
dipertimbangkan
untuk
memantau
Terakhir,
di Sumatera terdapat orang dikenal sebagai “pawang harimau”. Jika ada, pawang seperti ini juga perlu dilibatkan dalam upaya pengusiran harimau agar kembali ke dalam hutan. Pada kasus dimana harimau tidak mau kembali lagi ke dalam hutan, atau kasus KMH yang telah menelan korban jiwa manusia, maka perlu dilakukan penangkapan terhadap harimau tersebut. Setelah tertangkap perlu ada pembuktian bahwa memang harimau yang tertangkap inilah yang menyebabkan KMH. Dalam proses ini, selain tim penanganan dibutuhkan juga tim penyelamatan harimau yang beranggotakan paling sedikit seorang dokter. Selain itu, diperlukan juga pelibatan polisi/ TNI (dari Koramil) serta tokoh masyarakat atau pawang untuk membantu keamanan di lokasi tertangkapnya harimau, yang biasanya akan banyak dikunjungi masyarakat yang ingin menyaksikan langsung proses penangkapan ini. Apabila harimau telah tertangkap, maka tugas ahli ekologi harimau dan dokter hewan untuk mengobservasi perilaku
61
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
62
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
63
Pedoman Praktis Pencegahan dan Penanggulangan Konflik Harimau-Manusia
64
Lampiran
Lampiran
65
Silahkan kontak
[email protected] untuk mendapatkan formulir ini