1 2 3 iii4 PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS Tesis magister sains ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan ITB. Diperkenankan ...
Tesis magister sains ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan ITB. Diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan atau ringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah. Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis, haruslah seizin Pembimbing tesis atau Direktur Program Pascasarjana ITB.
iv
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan rasa syukur kehadirat Allah S.W.T., karena hanya atas ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berupa penelitian dan penyusunan tesis magister ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program magister di Institut Teknologi Bandung. Penelitian dan penyusunan tesis magister ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus dan penghargaan setinggitingginya kepada yang terhormat Dra. Nuryati Juli, M.S. dan Dr. Taufikurahman, selaku pembimbing, yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis selama pelaksanaan tugas akhir. Kepada Dr. Mumu Sutisna dan Dra. Pingkan Aditiawati, M.S. dan Dr. Adianto, selaku dosen penguji tesis, penulis menyampaikan terima kasih atas semua koreksi dan masukan dalam rangka penyempurnaan naskah tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada yang terhormat: 1. Rektor, Dekan dan Ketua Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya, yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk mengikuti pendidikan magister di ITB. 2. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, yang telah memberikan beasiswa melalui Biaya Pendidikan Pascasarjana (BPPs) selama mengikuti program magister di ITB. 3. Direktur Program Pascasarjana, Dekan, Ketua Jurusan dan seluruh Staf Pengajar serta Karyawan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB, yang telah banyak memberikan bantuan fasilitas
v
dan wawasan keilmuan selama mengikuti pendidikan magister dan pelaksanaan penelitian. 4. Kepala Laboratorium Mikrobiologi jurusan Biologi ITB, yang telah memberikan izin untuk menggunakan fasilitas yang ada guna pelaksanaan penelitian ini. 5. Dr. Taufikurahman, selaku Peneliti Utama penelitian RUT III, yang telah membantu dalam pembiayaan selama penelitian berlangsung. 6. Ibu dan Bapak Priyono Sumarto selaku orang tua, Elfita istriku dan Maulia Sari Khairunnisa anakku, yang senantiasa memberikan dorongan dan do’a sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan program magister ini. 7. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Biologi ITB terutama Drs. Agung Suprihadi, Drs. Sulaiman Gosalam, dan Dewi Gartika, S.Si serta semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu, yang telah banyak membantu dan berjasa dalam penelitian ini. Semoga kebaikan Bapak, Ibu dan Saudara sekalian mendapat balasan dari Allah S.W.T. Akhirnya penulis berharap semoga tesis magister ini dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengethuan dan bagi pihak yang memerlukannya.
Bandung, Penulis,
vi
Januari 1999
Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang isolasi dan uji kemampuan isolat bakteri rizosfir dari hutan bakau di Cilacap dalam mendegradasi residu minyak bumi. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan isolat bakteri rizosfir dan menentukan kemampuan isolat bakteri tersebut sebagai kultur tunggal maupun campuran dalam mendegradasi residu minyak bumi. Bakteri diisolasi dari rizosfir yang tercemar maupun yang tidak tercemar oleh residu minyak bumi. Optimasi kandungan nutrisi medium uji dilakukan dengan menambahkan KNO3 sebagai sumber N dan K2HPO4 sebagai sumber P dengan rasio N:P 5:1, 10:1 dan 15:1 dan menambahkan residu minyak bumi dengan kadar 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% (v/v) pada medium sebagai sumber karbon. Uji kemampuan degradasi isolat dalam bentuk kultur tunggal maupun campuran menggunakan medium dengan pH 6, 7, dan 8 pada rasio N:P = 10:1 serta kadar residu 20% (v/v). Kultur diinkubasi selama 14 hari pada suhu 30oC dan pengocokan 120 rpm. Viskositas, gravitasi spesifik, residu terlarut, berat residu akhir, penurunan pH medium dan pertumbuhan bakterinya diukur pada akhir percobaan. Ditemukan tiga isolat yaitu Achromobacter sp., Pseudomonas vesicularis dan Bacillus brevis yang mampu mendegradasi residu minyak bumi. Masing-masing isolat dalam bentuk kultur tunggal mempunyai kemampuan yang spesifik dalam mendegradasi residu minyak bumi, Achromobacter sp. mempunyai kemampuan paling tinggi dalam menurunkan viskositas (dari 54,642 cSt menjadi 28,986 cSt) dan menurunkan gravitasi spesifik (dari 0,7918 menjadi 0,7251), Pseudomonas vesicularis memiliki kemampuan paling tinggi dalam menurunkan pH medium (menurunkan hingga 35,58%), sedangkan Bacillus brevis memiliki kemampuan paling tinggi dalam meningkatkan residu terlarut (dari 3,9x10-5 g/m3 menjadi 3,75x10-4 g/m3) dan menurunkan berat residu akhir (dari 22,833 g menjadi 20,017 g). Isolat dalam bentuk kultur campuran mempunyai kemampuan paling baik dalam mendegradasi residu minyak bumi yang diindikasikan dengan perubahan viskositas, gravitasi spesifik, residu terlarut, dan berat residu akhir pada semua pH medium yang dicoba.
vii
Isolation and Capability Test of Rhizosphere Bacteria Isolates from Mangrove Forest in Cilacap to Degrade Oil Residue
Abstract A Research on isolation and capability test of rhizosphere bacteria isolates from mangrove forest in Cilacap to degrade oil residue has been conducted. The aim of the research is to find bacterial isolates and their capability in mono- and mixed culture to degrade oil residue. The bacteria were isolated from rhizosphere at polluted and unpolluted area. Optimation of nutrition content of the medium was conducted by the addition of KNO3 as N sources and K2HPO4 as P sources at ratio of 5:1, 10:1, and 15:1 and oil residue as C sources at concentration of 5%, 10%, 15%, 20%, and 25% (v/v). Test for residual degradation was done in medium at the level pH of 6.0, 7.0, and 8.0 with N:P ratio = 10:1 and residual concentration 20%(v/v). The culture was incubated for 14 days at the temperature of 30oC and the agitation of 120 rpm. Viscosity, specific gravity, solubility of residue, the decrease of medium pH, remaining residual weight and the growth of bacteria were measured at the end of the experiment. Three bacterial isolates were found namely Achromobacter sp., Pseudomonas vesicularis and Bacillus brevis which showed the capability to degrade oil residue. Each monoculture isolates has specific capability to degrade oil residue, Achromobacter sp. to reduce viscosity (from 54.642 cSt to 28.986 cSt) and specific gravity (from 0.7918 to 0.7251), Pseudomonas vesicularis which lowered the pH of medium (35.58%), and Bacillus brevis increase solubility of residue (from 3.9x10-5 g/m3 to 3,75x10-4 g/m3) and decrease remaining residual weight (from 22.833 g to 20.017 g). The mixed culture have the best capability to degrade oil residue which was indicated by the change of viscosity, specific gravity, solubility of residue, remaining residual weight at all medium of pH level have been tried.
viii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ……………………………………………………… DAFTAR TABEL ………………………………………………… DAFTAR GAMBAR ……………………………………………… DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………… BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………… 1.1. Latar Belakang ………………………………….…. 1.2. Tujuan Penelitian ……………………………….…. 1.3. Hipotesis Penelitian …………………………….…. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………….…. 2.1. Rizosfir Sebagai Sumber Isolat Bakteri ……….….. 2.2. Pencemaran Lingkungan oleh Hidrokarbon minyak bumi………………………………………………. 2.3. Tipe dan Karakteristik Senyawa Hidrokarbon ……. 2.4. Komposisi Residu Minyak Bumi ……………..…… 2.5. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Proses Degradasi ……………………………….………… 2.5. Mikroorganisme Pemecah Hidrokarbon …………… BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………………………… 3.1. Bahan dan Alat ………………………………….…. 3.1.1. Bahan …………………………………….…. 3.1.2. Alat …………………………………………. 3.2. Tata Kerja ……………………………………….…. 3.2.1. Pengambilan sampel …………………….…. 3.2.2. Isolasi dan Pemurnian ……………………… 3.2.3. Seleksi dan Identifikasi Isolat..…………… 3.2.4. Optimasi rasio N:P dari KNO3 dan K2HPO4 dan kadar residu medium ………………… 3.2.5. Penentuan kurva pertumbuhan isolat bakteri. 3.2.6. Rancangan percobaan pengujian kemampuan degradasi isolat bakteri rizosfir …………… 3.2.7. Pengukuran variabel ………..……………… 3.2.8. Metode analisis data ………………………. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………… 4.1. Isolasi dan Pemurnian ……………………………. 4.2. Seleksi dan Identifikasi Isolat Bakteri.……………. ix
ix xi xii xiv 1 1 3 3 5 5 7 8 11 11 13 23 23 23 23 23 23 24 26 27 28 29 31 34 35 35 36
4.3. Optimasi rasio N:P dan Kadar residu Medium …… 4.4. Penentuan Kurva Pertumbuhan Isolat Terpilih …... 4.5. Pengujian Kemampuan Isolat Dalam Mendegradasi Residu Minyak Bumi …………………………….. 4.5.1. Viskositas residu ………………………….. 4.5.2. Gravitasi spesifik residu ………………….. 4.5.3. Residu terlarut ……………………………. 4.5.4. Berat residu akhir ………………………… 4.5.5. Penurunan pH medium …….…………….. 4.5.6. Jumlah sel bakteri ………………………… BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN…….………………….. 5.1. Kesimpulan ………………………………………. 5.2. Saran ……………………………………………… DAFTAR PUSTAKA …………………………………………… LAMPIRAN………………………………………………………
x
44 47 50 50 54 59 62 67 71 76 76 77 78 82
DAFTAR TABEL
2.1. 2.2. 4.1. 4.2. 4.3.
4.4.
Halaman Sifat fisika kimia beberapa senyawa hidrokarbon ……….. 10 Persentase dekomposisi senyawa aromatik pada tanah lempung berpasir selama beberapa hari ………………….. 13 Karakteristik isolat bakteri rizosfir ………………………. 41 Karakteristik tiga isolat bakteri rizosfir terpilih …………. 42 Pengaruh utama faktor inokulum terhadap beberapa nilai variabel yang mengindikasikan degradasi residu minyak bumi ……………………………………………………… 56 Pengaruh utama faktor pH awal medium terhadap nilai beberapa variabel yang mengindikasikan degradasi residu minyak bumi …………………………………………….. 57
Halaman Degradasi alkana melalui oksidasi terminal…………….. 16 Degradasi alkana melalui oksidasi sub-terminal………… 17 Beberapa senyawa antara yang dihasilkan pada degradasi Senyawa aromatik ………………………………………… 18 Degradasi benzen menjadi katekol melalui reaksi hidrokaromatik ………………………………………………….. 18 Degradasi senyawa aromatik dua cincin (naftalen) menjadi katekol ……………………………………………………. 19 Degradasi senyawa aromatik tiga cincin (fenantren) menjadi katekol ………………………………………………. 19 Degradasi katekol dan asam protokatekuat melalui jalur orto ……………………………………………………… 20 Degradasi katekol dan asam protokatekuat melalui jalur meta ……………………………………………………. 21 Degradasi senyawa antara asam gentisat ………………. 22 Bagan alir isolasi dan pemurnian ………………………. 25 Kurva standar untuk pengukuran residu terlarut………… 33 Medium Zobell ditambah residu minyak bumi yang dipakai pada seleksi tahap I untuk menentukan isolat bakteri rizosfir yang mampu bertahan hidup dan tumbuh pada lingkungan yang mengandu7ng residu minyak bumi.. 36 Medium Soeminarti ditambah residu minyak bumi yang dipakai pada seleksi tahap II untuk menentukan isolat bakteri rizosfir yang tahan terhadap keberadaan residu minyak bumi dan mempunyai kemampuan untuk mendegradasinya.........................................................………… 38 Morfologi sel bakteri rizosfir isolat-1 (Achromobacter sp.) dengan perbesaran 2000 X ..………………………….. 40 Morfologi sel bakteri rizosfir isolat-2 (Pseudomonas vesicularis ) dengan perbesaran 2000 X ....………………. 43 Morfologi sel bakteri rizosfir isolat-3 (Bacillus brevis) dengan perbesaran 2000 X .................................................. 43
Halaman Jumlah sel masing-masing isolat bakteri rizosfir pada medium dengan berbagai rasio N:P dan pH medium 7 selama masa inkubasi 5 hari …………………………… Jumlah sel masing-masing isolat bakteri rizosfir pada medium dengan berbagai kadar residu selama masa inkubasi 5 hari ……………………………………………… Kurva pertumbuhan ketiga macam isolat bakteri rizosfir terpilih pada medium modifikasi Soeminarti dengan pH medium 7, rasio N:P = 10:1 serta kadar residu 20% .. Pengaruh utama faktor inokulum terhadap viskositas residu setelah diinkubasi 14 hari……………………….. Pengaruh utama faktor inokulum terhadap viskositas residu setelah diinkubasi 14 hari……………………..… Pengaruh utama faktor inokulum terhadap nilai gravitasi spesifik setelah diinkubasi 14 hari ….…………………… Pengaruh utama faktor pH medium terhadap gravitasi spesifik setelah diinkubasi 14 hari………………………. Pengaruh utama faktor inokulum terhadap residu terlarut setelah diinkubasi 14 hari ….…………………… Pengaruh utama faktor pH medium terhadap nilai residu terlarut setelah diinkubasi 14 hari …..…………… Pengaruh utama faktor inokulum terhadap berat residu akhir setelah diinkubasi 14 hari ………………………… Pengaruh utama faktor pH medium terhadap berat residu akhir setelah diinkubasi 14 hari ………..………………. Pengaruh interaksi antara fakor pH medium dan taraf faktor inokulum terhadap berat residu akhir setelah diinkubasi 14 hari ………….…………………………… Pengaruh interaksi antara faktor macam inokulum dan taraf faktor pH medium terhadap berat residu akhir setelah diinkubasi 14 hari……………………………….. Pengaruh faktor inokulum terhadap penurunan pH medium setelah diinkubasi 14 hari ……………………… Pengaruh faktor pH medium terhadap penurunan pH medium setelah diinkubasi 14 hari ………………………
xiii
45
46
48 52 53 55 58 61 61 64 64
65
65 68 70
Gambar 4.21.
4.22.
4.23.
Halaman Pengaruh interaksi antara pH medium dan taraf faktor inokulum terhadap penurunan pH medium setelah diinkubasi 14 hari ……………..………………………… Pengaruh interaksi antara faktor pH medium dengan faktor inokulum terhadap penurunan pH medium setelah diinkubasi 14 hari ..……………………………………… Jumlah sel masing-masing taraf faktor inokulum selama masa inkubasi 14 hari …………………………………..
xiv
70
71 72
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
2.
3.
4.
5. 5. 7. 8. 9.
10. 11. 12.
13.
14. 15.
Jumlah sel masing-masing isolat pada medium modifikasi Soeminarti dengan berbagai rasio N:P dan pH medium 7 selama masa inkubasi 5 hari …………………………….. Jumlah sel masing-masing isolat pada medium modifikasi Soeminarti dengan berbagai kadar residu dan pH medium 7, selama masa inkubasi 5 hari………………………….. Jumlah sel masing-masing isolat pada medium modifikasi Soeminarti dengan pH medium 7, rasio N:P = 10:1 serta kadar residu 20% (v/v)…………………………………… Jumlah sel masing-masing isolat dalam bentuk kultur tunggal dan campurannya selama proses percobaan berlangsung pada medium modifikasi Soeminarti dengan rasio N:P dan kadar residu optimal……………………… Analisis ragam nilai viskositas residu setelah masa inkubasi 14 hari ………………………………………….. Analisis ragam nilai gravitasi spesifik residu setelah masa inkubasi 14 hari …………………………………….. Analisis ragam konsentrasi residu terlarut setelah masa inkubasi 14 hari …………………………………………… Analisis ragam berat residu akhir setelah masa inkubasi 14 hari ……………………………………………………. Uji Duncan berat residu akhir untuk pengaruh interaksi faktor macam inokulum dan taraf pH awal medium ………………………………………………… Uji Duncan berat residu akhir untuk pengaruh interaksi antara faktor pH awal medium dan taraf macam inokulum Analisis varian penurunan pH akhir medium setelah masa inkubasi 14 hari …………………………………… Uji Duncan penurunan pH akhir medium untuk interaksi faktor macam inokulum dan taraf pH awal medium …………………………………………………. Uji Duncan penurunan pH akhir medium untuk pengaruh interaksi antara faktor pH awal medium dan taraf macam inokulum ……………………………… Komposisi Medium BHMS …………………………….. Komposisi Medium Zobell …………………………….. xv
81
82
83
84 85 85 86 86
87 88 89
90
91 92 92
Lampiran 16. 17.
Halaman
Komposisi medium Soeminarti ………………………… Faktor fisika kimia air dan tanah daerah Tritih dan Donan
xvi
92 93
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Rizosfir merupakan suatu lapisan tanah yang berada di sekitar akar tumbuhan yang mengandung berbagai senyawa sebagai hasil eksudasi dari sistem perakaran tumbuhan. Senyawa-senyawa tersebut dapat memacu pertumbuhan komunitas mikroorganisme yang ada di dalam tanah, sehingga keanekaragaman dan jumlahnya meningkat.(19) Hutan bakau merupakan tempat tumbuhnya berbagai tumbuhan pantai yang mempunyai sistem perakaran mulai dari permukaan air sampai masuk ke dalam substrat dasar perairan. Sistem perakaran tersebut akan membentuk daerah rizosfir pada substrat bawah permukaan. Pencemaran minyak bumi di laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak maupun buangan dari kilang minyak dapat menyebar sesuai dengan arah, sifat dan besarnya arus laut dilingkungan tersebut.(26)
Pembuangan
limbah minyak dari suatu pengilangan minyak terutama yang bertempat di sekitar pantai dapat mencemari perairan pantai. Hutan bakau di sekitar Unit Pengolahan minyak bumi IV Pertamina Cilacap merupakan salah satu perairan pantai yang tercemar limbah residu minyak bumi dari aktivitas pengilangan minyak bumi di Cilacap. Residu yang mencemarinya sudah mencapai dasar perairan dan masuk ke daerah rizosfir hutan bakau. Residu yang mencemari hutan bakau dapat memberikan pengaruh terhadap tumbuhan bakau terutama pada sistem perakarannya dan juga terhadap mikroorganisme yang hidup di daerah rizosfir. Jika tumbuhan bakau tidak dapat beradaptasi dengan residu, maka kelestarian hutan bakau dapat
2
terancam.
Komposisi penyusun residu diantaranya
adalah senyawa
hidrokarbon yang masih dapat digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber karbon.(29)
Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme yang
mudah beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga memungkinkan dapat menggunakan residu sebagai sumber karbon dan energi. Di daerah rizosfir senantiasa terjadi proses esksudasi yang dilakukan oleh sistem perakaran. Eksudat yang dikeluarkan dapat berupa senyawasenyawa yang digunakan sebagai nutrisi oleh bakteri. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam eksudat diantaranya adalah asam-asam amino dan nukleotida. Asam amino mengandung gugus amina yang dapat digunakan sebagai sumber N organik di daerah rizosfir, sedangkan nukleotida dapat digunakan sebagai sumber P, karena mengandung gugus fosfat. Kedua golongan senyawa tersebut akan mempengaruhi rasio N:P daerah rizosfir.(15) Bakteri sebagai jasad hidup memerlukan air untuk hidupnya. Disamping itu memerlukan juga elemen-elemen lain untuk pertumbuhannya. Elemen utama yang dibutuhkan berupa unsur diantaranya karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan fosfor.(2) Dengan demikian adanya proses eksudasi tersebut dapat menyokong ketersediaan N dan P yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri, sehingga keanekaragaman dan jumlah bakteri di daerah rizosfir akan tetap tinggi. Tingginya keanekaragaman dan jumlah mikroorganisme khususnya bakteri di daerah rizosfir memberikan peluang yang lebih besar
untuk
memperoleh jenis-jenis bakteri yang mempunyai potensi dapat mendegradasi residu minyak bumi . Berdasarkan informasi tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengisolasi bakteri rizosfir dari hutan bakau Cilacap yang tercemar
3
residu minyak bumi maupun yang belum tercemar. Selanjutnya menyeleksi dan menguji kemampuan isolat tersebut dalam mendegradasi residu minyak bumi. Manfaat yang
diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain
memberikan informasi mengenai kemampuan isolat bakteri rizosfir dalam mendegradasi residu minyak bumi. Selanjutnya sebagai bahan pertimbangan untuk mengatasi masalah pencemaran limbah pengilangan minyak terutama pada sistem pengolahan residunya.
1.2. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: x Mendapatkan isolat bakteri rizosfir yang mempunyai kemampuan mendegradasi residu minyak bumi. x Menentukan rasio N:P dan kadar residu medium yang terbaik untuk pertumbuhan isolat bakteri rizosfir tersebut. x Menentukan kemampuan isolat bakteri rizosfir dalam bentuk kultur tunggal dan campurannya dalam mendegradasi residu minyak bumi pada medium dengan pH yang berbeda.
1.3. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: x Terdapat
isolat
bakteri
rizosfir
yang
mempunyai
kemampuan
mendegradasi residu minyak bumi. x Pertumbuhan isolat bakteri rizosfir didukung oleh rasio N:P dan kadar residu medium yang optimum.
4
x Isolat bakteri rizosfir yang diperoleh dalam bentuk kultur tunggal dan campurannya mampu mendegradasi residu minyak bumi pada medium dengan pH yang berbeda.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rizosfir Sebagai Sumber Isolat Bakteri Istilah rizosfir sudah dikenal sejak tahun 1904 untuk menunjukkan bagian tanah yang dipengaruhi oleh perakaran tumbuhan. Rizosfir dicirikan oleh lebih banyaknya kegiatan mikrobiologis dibandingkan di dalam tanah yang jauh dari sistem perakaran tumbuhan. Intensitas kegiatan tersebut tergantung dari panjangnya jarak tempuh yang dicapai oleh eksudat atau getah yang dikeluarkan sistem perakaran.(19) Eksudat merupakan getah akar yang bersifat musilagen atau musigel yang senantiasa dikeluarkan oleh sistem perakaran yang sedang aktif tumbuh. Eksudat tersebut berfungsi untuk melindungi permukaan akar serta membasahi tanah yang berada di sekitarnya. Eksudat yang dikeluarkan oleh akar tumbuhan mengandung berbagai senyawa organik seperti gula, asam amino, asam organik, asam lemak, sterol, vitamin, nukleotida, flavonon, enzim dan golongan senyawa lain, karena adanya proses translokasi hasil metabolisme ke akar. Translokasi ini dibuktikan dengan menggunakan 14CO 2 sebagai sumber karbon fotosintesis, ternyata hasilnya ditranslokasikan ke sistem perakaran dan akan masuk ke dalam rizosfir dalam waktu kurang dari 12 jam. Senyawa-senyawa organik yang dikeluarkan oleh eksudasi sistem perakaran dapat mencapai 30% - 40% dari keseluruhan karbon yang difiksasi oleh tumbuhan tersebut. Senyawa-senyawa tersebut ada yang dapat dimanfaatkan sebagai nutrisi oleh bakteri. Adanya nutrisi yang terkandung dalam eksudat tersebut, maka eksudat dari sistem perakaran akan
6
berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas mikroorganisme tanah, sehingga menentukan keanekaragaman dan jumlah bakteri rizosfir.(15,19) Keanekaragaman dan jumlah bakteri di daerah rizosfir lebih tinggi dibandingkan dengan tanah bukan daerah rizosfir. Senyawa-senyawa tertentu yang dihasilkan oleh proses eksudasi akar tumbuhan dapat merangsang terjadinya gerakan kemotaksis bakteri menuju daerah rizosfir. Contoh senyawa yang dapat merangsang bakteri untuk melakukan gerakan kemotaksis diantaranya adalah asam-asam amino seperti alanin, asparagin, aspartat, sistein, glutamat, glisin, metionin, serin, treonin akan merangsang Escherichia
coli
melakukan
gerakan
kemotaksis
mendekat
sumber
rangsangan tersebut, tetapi asam amino arginin, glutamin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, fenilalanin, triptofan, tirosin dan valin tidak memberikan rangsangan, sedangkan ribosa, arabinosa dan glukosa serta asam amino seperti arginin, aspartat dan metionin merangsang Pseudomonas lachryman bergerak mendekat sumber rangsangan tersebut. Pada umumnya bakteri akan terangsang oleh senyawa hasil eksudasi sistem perakaran di daerah rizosfir jika konsentrasi senyawa tersebut di daerah rizosfir mencapai 10-4 sampai 103
mol.(28) Adanya senyawa-senyawa eksudat yang dapat merangsang bakteri
bergerak
mendekat
ke
daerah
rizosfir
menyebabkan
tingginya
keanekaragaman bakteri di daerah tersebut. Disamping itu hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh seorang peneliti menunjukkan bahwa nilai rasio antara tanah rizosfir dengan tanah bukan rizosfir mencapai 23, ini berarti bahwa jumlah bakteri rizosfir lebih banyak 23 kali lipat dibandingkan dengan daerah bukan rizosfir.(15) Eksudat dari sistem perakaran menunjukkan adanya pengaruh selektif terhadap bakteri rizosfir. Salah satu contohnya adalah dirangsangnya
7
secara kuat bakteri Gram negatif, bentuk batang dan tidak berspora pada daerah rizosfir sebagian besar jenis tumbuhan. Beberapa genera bakteri seperti
Pseudomonas,
Arthrobacter,
Agrobacterium,
Azotobacter,
Mycobacterium, Flavobacterium, Cellulomonas, dan Micrococcus jumlahnya akan mendominasi atau bahkan jarang ada pada tipe rizosfir tumbuhan tertentu.(19) Kelompok bakteri yang sering ditemukan pada daerah rizosfir diantaranya
Pseudomonas
fluorescens,
P.
putida,
Enterobacter
agglomerans, Citrobacter freundii, Serratia sp., kelompok bakteri Gram negatif , tidak berspora dan kelompok bakteri korineform.(28)
2.2. Pencemaran Lingkungan oleh Hidrokarbon Minyak Bumi Pencemaran hidrokarbon minyak bumi di suatu lingkungan dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti kecelakaan tangker pembawa minyak bumi, kebocoran tanker, kebocoran atau tumpahan selama operasi pemboran lepas pantai dan kebocoran pipa saluran minyak bumi.(26) Disamping itu pembuangan residu minyak bumi dari suatu industri pengilangan minyak bumi, juga dapat menyebabkan terjadinya pencemaran hidrokarbon minyak bumi ke suatu lingkungan. Industri pengolahan minyak bumi disamping menghasilkan berbagai jenis bahan bakar minyak, bahan dasar pelumas, paraksilen, aspal dan produk minyak lainnya, juga menghasilkan limbah berupa residu minyak bumi.(3) Limbah tersebut mengandung bahan lilin, bahan aspaltik, komponen non hidrokarbon serta logam-logam berat yang telah digunakan sebagai katalis pada proses perengkahan.(22) Aktivitas unit pengolahan minyak bumi dalam berproduksi, menyebabkan terakumulasinya residu minyak bumi.
8
Pembuangan limbah minyak dari suatu pengilangan minyak terutama yang bertempat di sekitar pantai dapat mencemari perairan pantai. Hutan bakau di sekitar Unit Pengolahan minyak bumi IV Pertamina Cilacap merupakan salah satu perairan pantai yang tercemar limbah residu minyak bumi dari aktivitas pengilangan minyak bumi di Cilacap. Residu minyak bumi yang dibuang ke suatu perairan dapat menutup permukaan air sehingga menyebabkan gangguan di perairan tersebut. Fauna maupun flora di lingkungan ini dapat mati atau terganggu pertumbuhannya, kondisi lingkungan fisika dan kimiawinya mengalami perubahan, akibatnya ekosistem di lingkungan perairan tersebut akan rusak atau terganggu.(26) Pencemaran residu minyak bumi menyebabkan kerusakan biologis yang lebih besar dibandingkan kerusakan biologis yang disebabkan oleh tumpahnya minyak mentah ke lingkungan.(23) Hal ini disebabkan oleh bahan beracun yang berupa senyawa hidrokarbon aromatik, logam berat sisa katalis pada saat proses perengkahan minyak bumi serta senyawa merkaptan yang banyak terkandung di dalam residu minyak bumi.(26)
2.3. Tipe dan Karakteristik Senyawa Hidrokarbon Senyawa hidrokarbon dapat dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan atom hidrogen dan atom carbon yang menyusunnya,(10) keempat kelompok tersebut yaitu: x
Alkana, mempunyai rumus umum C n H 2n+2 , dapat berupa rantai lurus atau bercabang, tidak mempunyai ikatan rangkap antar atom karbon penyusunnya. Alkana juga disebut sebagai parafin dan merupakan penyusun utama gas alam dan “petroleum”. Molekul alkana yang hanya mengandung kurang dari lima atom karbon berbentuk gas, yang
9
mengandung 5 – 15 atom karbon berbentuk cair, dan yang mengandung lebih dari 15 atom karbon berbentuk padat pada suhu kamar. x
Naftena, dicirikan adanya struktur cincin tertutup yang sederhana dari atom karbon penyusunnya. Rumus umumnya adalah C n H 2n dan tidak mempunyai ikatan rangkap antar atom karbonnya serta bersifat tidak larut dalam air.
x
Aromatik, dicirikan adanya cincin yang terdiri dari enam atom karbon. Contoh yang paling sederhana adalah benzen, dan hampir semua senyawa hidrokarbon aromatik merupakan turunan dari benzen. Beberapa senyawa aromatik larut dalam air.
x
Alkena, dicirikan adanya atom karbon yang disatukan dengan ikatan rangkap. Alkena disebut juga olefin dan mempunyai rumus umum C n H 2n . Alkena yang mengandung 2 sampai 4 atom karbon berbentuk gas pada suhu kamar, tetapi yang mengandung lebih dari 5 atom karbon biasanya berbentuk cair. Pemecahan senyawa hidrokarbon oleh bakteri menjadi senyawa
yang lebih sederhana, menyebabkan perubahan sifat fisika kimia senyawa tersebut. Beberapa sifat fisika kimia yang dapat sebagai indikator terjadinya proses degradasi senyawa hidrokarbon antara lain viskositas, gravitasi spesifik, gravitasi API, densitas, kelarutan dalam air, berat sisa, tegangan permukaan, dan sifat lainnya.(10) Masing-masing senyawa hidrokarbon mempunyai sifat fisika kimia yang khas yang dapat membedakan antara kelompok senyawa hidrokarbon satu dengan hidrokarbon lainnya.(10)
Beberapa sifat fisika kimia kelompok
senyawa hidrokarbon tercantum pada tabel 2.1.
10
Tabel 2.1. Sifat fisika kimia beberapa senyawa hidrokarbon Senyawa hidrokarbon Alkana (untuk C 3 -C 7 ) Alkana (untuk C!8) Benzen Naftena Residu Dispersan
Berat molekul (g/mol) 72 120 100 160 300
Kelarutan dalam air (g/m3) 40 0,8 200 20 0 100.000
Kerapatan (kg/m3) 800 800 800 800 800 1.000
Sumber: Doerffer, 1992(10)
Senyawa hidrokarbon yang mempunyai nilai gravitasi spesifik rendah, nilai API-nya tinggi, viskositasnya rendah, sehingga mempunyai sifat adhesi yang rendah dan kecenderungan terjadi emulsifikasi tinggi, sebaliknya senyawa hidrokarbon yang mempunyai nilai gravitasi spesifik tinggi, nilai API-nya rendah, viskositasnya tinggi, sehingga sifat adhesinya tinggi dan kecenderungan terjadi emulsifikasi rendah.(10)
Nilai viskositas
senyawa hidrokarbon ditentukan oleh fraksi penyusun hidrokarbon tersbut, suhu, konsentrasi gas yang terlarut dalam hidrokarbon dan tekanan pada saat pengukuran. Semakin tinggi berat molekul fraksi yang menyusun senyawa hidrokarbon, maka semakin tinggi nilai viskositasnya, tetapi semakin tinggi suhu pada saat pengukuran viskositas suatu senyawa hidrokarbon, maka semakin rendah nilai viskositas yang terukur. Semakin tinggi konsentrasi gas yang terlarut pada suatu senyawa hidrokarbon, maka nilai viskositasnya akan semakin rendah dan semakin tinggi tekanan pada saat pengukuran viskositas suatu senyawa hidrokarbon, maka nilai viskositasnya akan semakin rendah dan sebaliknya.(17)
11
2.4. Komposisi Residu Minyak Bumi Limbah akhir yang dihasilkan dari proses pengilangan minyak bumi adalah residu. Limbah ini merupakan hasil samping dari proses perengkahan dan destilasi fraksional minyak mentah, sehingga sangat sulit untuk diolah kembali. Komponen utamanya adalah fraksi berat yang mempunyai titik didih sangat tinggi yaitu lebih dari 648 oC, sehingga tidak terdestilasi pada proses pengolahan minyak mentah.(2) Lebih lanjut dijelaskan bahwa limbah residu minyak bumi disamping mempunyai komponen molekul hidrokarbon fraksi berat, juga mempunyai komponen berupa molekul organik non hidrokarbon. Molekul hidrokarbon penyusun residu dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan bentuk rantainya, yaitu hidrokarbon berantai lurus atau alifatik dan hidrokarbon yang mempunyai rantai cincin atau aromatik, sedangkan molekul organik non hidrokarbonnya berupa molekul yang mengandung atom oksigen, sulfur dan nitrogen.(3), (26) Molekul non hidrokarbon yang mengandung oksigen diantaranya fenol, asam naftenat dan dibenzofuran, sedangkan yang mengandung sulfur meliputi tiofen (dalam bentuk mono dan polisiklik sulfida), benzotiofen dan naftotiofen.(8)
Bentuk molekul non hidrokarbon yang mengandung nitrogen
berupa turunan piridin (kuinolin dan fenantridin), turunan indol (pirol, karbazol dan benzokarbazol) dan amida aromatik.(12)
2.5. Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Proses Degradasi Aktivitas mikroorganisme dalam memecah hidrokarbon sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang terdiri atas faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor abiotik yang mempengaruhi aktivitas bakteri pada proses
12
biodegradasi antara lain: aw (air bebas yang dapat digunakan untuk aktivitas bakteri), oksigen yang dibutuhkan dalam proses metabolisme secara aerob, pH dan suhu serta salinitas juga merupakan faktor penting terutama pada perairan laut atau payau.(21), (9), (20) Disamping faktor diatas nitrogen (N) dan fosfor (P) juga merupakan faktor penting supaya bakteri dapat tumbuh dengan baik.(13)
Laju pertumbuhan tertinggi kultur bakteri metanogenik pada
media yang diperkaya hidrokarbon propionat dicapai pada nilai pH medium 7,2 dan suhu inkubasi antara 37 oC sampai 42 oC.(5) Penambahan nutrien khususnya sumber N dan P dapat menstimulasi proses biodegradasi minyak. Secara teori untuk mengubah 1 gram senyawa hidrokarbon menjadi senyawa komponen sel dibutuhkan sekitar 150 mg nitrogen dan 30 mg fosfor. Nutrisi yang sering ditambahkan sebagai sumber N dan P berupa garam mineral dan senyawa organik. Garam mineral yang sering digunakan antara lain KNO 3 , NH 4 NO 3 , K 2 HPO 4 , dan MgNH 4 PO 4 , sedangkan senyawa organiknya yang biasa digunakan berupa urea, mineral yang didukung oleh parafin (“paraffin supported mineral”), dan oktil fosfat.(20), (30) Waktu juga merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam proses degradasi atau dekomposisi senyawa hidrokarbon. Semakin lama proses degradasi berlangsung, semakin banyak senyawa yang terdegradasi.(1) Persentase peningkatan dekomposisi senyawa aromatik seperti asam benzoat, asam gafeat, asam protokatekuat, asam vanilat dan asam veratrat yang berlangsung selama beberapa hari ditunjukkan pada tabel 2.2.
13
Tabel 2.2. Persentase dekomposisi senyawa aromatik pada tanah lempung berpasir selama beberapa hari Asam aromatik benzoat gafeat protokatekuat vanilat veratrat
Persentase dekomposisi selama masa inkubasi: 7 hari 14 hari 28 hari 68 71 74 38 55 59 32 62 65 52 61 65 59 65 69
Sumber: Alexander, 1977(1)
2.6. Mikroorganisme Pemecah Hidrokarbon Proses pemecahan hidrokarbon dan pemecahan komponen penyusun residu dapat terjadi baik secara non mikrobiologis maupun mikrobiologis. Secara non mikrobiologis misalnya karena penguapan, dan pelarutan, sedangkan secara mikrobiologis karena aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, khamir, dan kapang.(13) Pada perairan yang tidak tercemar minyak populasi mikroorganisme yang berpotensi mendegradasi minyak hanya sekitar 1%, tetapi pada perairan yang tercemar minyak akan meningkat menjadi 10% dari populasi total mikroorganisme heterotrofik.(27)
Mikroorganisme yang dapat menggunakan
senyawa hidrokarbon alifatik mulai dari hidrokarbon dengan berat molekul rendah (Cd8) sampai hidrokarbon dengan berat molekul tinggi (Ct16) jumlahnya sekitar 3 sampai 17 persen dari mikroorganisme yang ada pada lapisan permukaan horison tanah.(1) Bakteri dalam pertumbuhannya membutuhkan sumber karbon dan energi yang dapat dipenuhi oleh senyawa yang mengandung karbon diantaranya dengan cara memecah senyawa hidrokarbon menjadi fraksi
14
tertentu.(29) Fraksi hidrokarbon yang digunakan oleh bakteri sebagai sumber karbon dan energi dapat berasal dari fraksi hasil pemecahan hidrokarbon oleh dirinya sendiri maupun fraksi hasil pemecahan hidrokarbon oleh jenis lainnya. Beberapa jenis bakteri dapat memecah hidrokarbon tetapi tidak dapat menggunakan fraksi hasil pemecahannya sebagai sumber karbon dan energi. Untuk mempertahankan hidupnya jenis bakteri tersebut menggunakan fraksi yang dihasilkan oleh jenis mikroorganisme lain sebagai sumber karbon dan energinya. Pada komunitas mikroorganisme biasa terjadi
proses ko-
metabolisme antar jenis yang ada. Jenis mikroorganisme tertentu memecah hidrokarbon menjadi fraksi tertentu yang akan digunakan oleh jenis mikroorganisme yang lain, sedangkan dirinya sendiri menggunakan fraksi hasil pemecahan yang dilakukan oleh jenis lainnya.(1) Jenis mikroorganisme yang sudah diketahui dapat memecah hidrokarbon dengan berat molekul rendah seperti etana, propana dan butana antara
lain
Mycobacterium,
Nocardia,
Streptomyces,
Pseudomonas,
Flavobacterium, kelompok bakteri cocci, dan beberapa kapang berfilamen. Senyawa hidrokarbon dengan berat molekul tinggi dapat didegradasi oleh berbagai kelompok bakteri seperti Mycobacterium, Nocardia, Pseudomonas, Streptomyces, Corynobacterium, Acinetobacter, Bacillus, kelompok khamir Candida, Rhodotorula dan beberapa kelompok kapang. Adapun kelompok mikroorganisme khususnya bakteri yang dapat mendegradasi hidrokarbon aromatik seperti fenol, naftalena, dan antrasena, yang berisi satu, dua, dan tiga cincin benzen adalah Pseudomonas, Mycobacterium, Acinetobacter, Arthrobacter, Bacillus, dan Nocardia.(1) Pemecahan senyawa hidrokarbon menjadi senyawa yang lebih sederhana, sangat ditentukan oleh struktur molekul hidrokarbon tersebut dan
15
jenis bakterinya. Senyawa hidrokarbon yang mempunyai struktur alifatik, hidrokarbon berantai panjang, berikatan jenuh atau bercabang banyak, lebih mudah diurai oleh bakteri, sedangkan hidrokarbon berstruktur aromatik, rantai pendek, ikatan tak jenuh atau bercabang sedikit lebih sulit diuraikan oleh bakteri.(2) Mekanisme degradasi hidrokarbon alifatik alkana umumnya terjadi melalui proses oksidasi pada gugus metilnya. Oksidasi alkana dapat terjadi pada posisi atom C terminal seperti terjadi pada oksidasi alkana oleh Acinetobacter dan posisi atom C subterminal oleh Pseudomonas, biasanya pada atom karbon posisi nomor 3 - 8 subterminal. Alkana yang dapat teroksidasi melalui oksidasi terminal adalah semua alkana baik rantai pendek maupun rantai panjang, sedangkan alkana yang dapat teroksidasi melalui oksidasi subterminal adalah alkana yang mempunyai atom C berjumlah tujuh atau lebih. Disamping itu, oksidasi alkana dapat terjadi pada dua gugus metil yang terletak pada posisi atom karbon terminal dalam satu molekul alkana yang disebut oksidasi biterminal. Mekanisme degradasi alkana melalui oksidasi terminal atau subterminal tergantung oleh banyaknya atom karbon yang menyusun hidrokarbon alkana itu sendiri dan jenis bakteri yang mendegradasi.(14) Mekanisme degradasi hidrokarbon alkana melalui oksidasi terminal akan mengalami tahapan perubahan berturut-turut menjadi alkohol primer, aldehid, dan asam lemak. Pada tahapan terakhir asam lemak melalui reaksi Eoksidasi diubah menjadi asam asetat (asam lemak dengan dua atom karbon) yang akan didegradasi lebih lanjut di dalam sel menghasilkan karbon dioksida dan energi seperti pada gambar 2.1.(1),
(14)
Sedangkan oksidasi
alkana subterminal akan mengalami tahapan perubahan berturut-turut
16
menjadi alkohol sekunder, metilketon, asetilester, alkohol primer, aldehid dan asam lemak atau asam karboksilat. Asam lemak ini melalui reaksi E-oksidasi akan didegradasi menghasilkan karbon dioksida dan energi seperti tercantum pada gambar 2.2.(4)
CH3(CH2)nCH3 alkana 1/2 O2
CH3(CH2)nCH OH 2 alkohol primer H2 CH3(CH2)nCHO aldehid 1/2 O2
CH3(CH2)nCOOH asam lemak
reaksi
E -oksidasi
CH3COOH asam asetat
CO2 + energi
Gambar 2.1. Degradasi hidrokarbon alkana melaui oksidasi terminal(14)
17
R-CH2-CH2-CH3 alkana
OH
O2 +2H+ -H2 O
R-CH2-CH-CH3 alkohol sekunder -2H+
O
O2 +2H+
R-CH2-O-C-CH3 asetil ester
-H2 O
O R-CH2-C-CH3 metil keton
+H2 O
R-CH2-OH + CH3-COOH alkohol primer asam asetat
E -oksidasi
-2H+
R-CHO aldehid
-H2 O -2H+
CO2 + energi
R-COOH asam karboksilat
Gambar 2.2. Degradasi hidrokarbon alkana melaui oksidasi Subterminal (4), (14)
Proses degradasi senyawa aromatik sangat ditentukan oleh tipe, jumlah dan posisi gugus yang tersubtitusi pada cincin aromatik tersebut. Gugus yang biasanya tersubtitusi pada cincin aromatik seperti benzen adalah -OH, -CH 3 , -COOH, -CH 2 OH, -NH 2 , dan -SO 3 H. Pada proses degradasi senyawa
aromatik
akan
dihasilkan
senyawa
antara, yang jenisnya
tergantung dari senyawa asal yang didegradasi. Namun demikian, secara umum senyawa antara
yang terbentuk dapat dikelompokan
menjadi
18
tiga yaitu katekol, asam protokatekuat dan asam gentisat.(1) Struktur ketiga kelompok senyawa antara tersebut terdapat pada gambar 2.3. Beberapa reaksi degradasi senyawa aromatik dengan satu, dua dan tiga cincin, secara berurutan benzen, naftalen, dan fenantren akan menghasilkan senyawa antara berupa katekol (gambar 2.4., 2.5. dan 2.6.).
OH HOOC
OH OH Katekol
COOH
OH OH
Asam protokatekuat
OH Asam gentisat
Gambar 2.3. Beberapa senyawa antara yang dihasilkan pada degradasi senyawa aromatik.(1)
H2O2 benzena
H C OH
OH
C OH H
OH
3,5 sikloheksadiena 1,2 diol
katekol
Gambar 2.4. Degradasi benzen menjadi katekol melalui reaksi hidroksilasi aromatik.(3)
19
OH OH naftalena
1,2-Dihidroksinaftalena
OH
COOH OH
OH asam salisilat
Katekol
Gambar 2.5. Degradasi senyawa aromatik dua cincin (naftalen) menjadi katekol.(1)
OH
OH
OH
COOH
Fe nantren a
1- Hidro ksi-2-as am n afto at
OH
COOH OH
Ka te kol
1,2 -Dihidro ksinaftalena
OH as am salisila t
Gambar 2.6. Degradasi senyawa aromatik 3 cincin (fenantren) menjadi katekol.(1)
20
Pemecahan cincin pada senyawa katekol atau katekol tersubstitusi dan asam protokatekuat dapat dilakukan melalui dua jalur yaitu orto dan meta. Kedua jalur tersebut sangat tergantung pada jenis bakteri dan jenis substratnya.(11), (26) Pemecahan katekol dan asam protokatekuat melalui jalur orto dapat dilihat pada gambar 2.7., sedangkan melalui jalur meta pada gambar 2.8.
COOH OH OH
OH OH protokatekoat
katekol
COOH COOH
COOH COOH E -karbok si-s is,sis-mukonat
sis,s is-muc onat
O
COOH
C=O mukonolakton
O COOH C=O J -karbok simukonalakton
O
COOH
C=O 4-oksoadipat enol-lakton
O
COOH COOH
3-oksoadipat
suks inil-CoA asetil-CoA
oksoadipil-CoA
suks inat
siklus TCA
Gambar 2.7. Degradasi katekol dan asam protokatekuat melalui jalur orto.(11)
21
COOH OH OH OH katekol
OH protokatek uat
O2 CHO
HOOC
COOH OH 2-hi droksi mukonat semialdehid H2O H
C HC
OH COOH
CHO 2-hi droksi-4-karboksimukonat semi aldehid
HCOOH H
C
HOOC
C=O
C H2 2-oksopen-4-enoat
C
H2 C
C=O
COOH H2C 2-okso-4-karboksipen4-etanoat
H2O H3C HOHC
COOH C=O
C H2 4-hi droksi-2-oksovalerat CH3 CHO asetaldehid CH3 -C O-C OOH piruvat
H2 HOOC C C=O HOC COOH H3C 4-hi droksi-4-karboksi2-oksovalerat CH3 -C O-C OOH piruvat CH3 -C O-C OOH piruvat
Gambar 2.8. Degradasi katekol dan asam protokatekuat melalui jalur meta.(11)
22
Senyawa antara asam protokatekuat yang didegradasi melalui jalur orto akan menghasilkan asam asetat dan asam suksinat (gambar 2.7.), sedangkan jika didegradasi melalui jalur meta akan dihasilkan dua asam piruvat (gambar 2.8.). Senyawa antara yang lain yaitu asam gentisat akan didegradasi lebih lanjut menjadi asam fumarat dan asam piruvat, seperti yang tercantum pada gambar 2.9.(1)
COOH
COOH
CH
CH
CH COOH COCOO H atau CH
CH
OH COOH O2 OH as am gentis at
CH asam maleilpiruvat
as am fumarat
COOH
CO
CH3 as am CO piruv at
COOH
COOH
Gambar 2.9. Degradasi senyawa antara asam gentisat.(1)
23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan Bahan yang dibutuhkan meliputi tanah rizosfir dari hutan bakau di Cilacap sebagai sumber isolat bakteri, medium Bushnell Haas Mineral Salt (BHMS) cair dan padat (Lampiran 14.) sebagai medium isolasi dan pemurnian isolat, medium Zobell padat (Lampiran 15.) sebagai medium skrining tahap pertama, medium Soeminarti (Lampiran 16.) sebagai medium skrining tahap kedua, dan bahan lain yang dibutuhkan seperti residu minyak bumi, reagen pewarnaan Gram dan endospora, akuades, dan lain-lain.
3.1.2. Alat Alat yang dipakai terdiri atas peralatan gelas untuk pembuatan dan wadah media untuk isolasi, media untuk pertumbuhan bakteri, dan peralatan lain yang menunjang seperti autoklaf, inkubator, pH meter, mikroskop serta peralatan untuk pengukuran variabel-variabel yang menunjukkan terjadinya degradasi
residu
minyak
bumi
seperti
viskometer,
timbangan,
spektrofotometer, dan lain-lain.
3.2. Tata Kerja 3.2.1. Pengambilan sampel Sampel diambil menggunakan metode “multiple sampling” dengan cara menentukan dua stasiun secara berkelompok.(24)
Kelompok pertama
merupakan stasiun yang belum tercemar limbah residu minyak bumi yaitu
24
daerah Tritih dan kelompok kedua merupakan stasiun yang tercemar limbah minyak bumi yaitu daerah Donan. Sampel berupa tanah rizosfir dari sekitar akar tumbuhan yang berbeda secara acak berkelompok diambil dari setiap stasiun.
3.2.2. Isolasi dan pemurnian Sampel berupa tanah rizosfir ditimbang sebanyak 4,5 gram dan diinokulasikan ke dalam 45 ml medium BHMS cair, lalu diinkubasi dalam “shaker incubator” selama lima hari pada suhu 30 oC dengan laju pengocokan 120 rpm. Selanjutnya diencerkan sampai 106, masing-masing pengenceran tersebut diambil sebanyak 1 ml dicampur dengan medium BHMS agar sampai merata, kemudian dituang
ke dalam cawan petri
steril, setelah
medium BHMS agar dalam cawan perti memadat kemudian diinkubasi pada suhu 30 oC sampai ditemukan koloni bakteri yang tumbuh (lima hari).(18), (22). (26)
Setiap koloni bakteri yang tumbuh dan mempunyai ciri berbeda, dipindahkan pada medium BHMS padat dalam cawan petri menggunakan jarum ose dengan cara gesek dan diinkubasi kembali pada suhu 30 oC selama 4 – 5 hari. Pekerjaan ini dilakukan berulang kali sampai mendapatkan koloni yang murni.
25
4,5 g tanah rizosfir + 45 ml BHMS cair x inkubasi 30 oC, 5 hari, dengan laju rotasi 120 rpm Kultur tanah rizosfir x
disuspensikan
Suspensi x diencerkan sampai 106 x ditumbuhkan pada medium lempeng agar BHMS Koloni pada medium lempeng agar BHMS Koloni belum murni
Koloni diduga murni x pewarnaan gram
resuspensi
Koloni belum murni
Koloni murni
inokulasi ke agar miring
x
Kultur stok isolat murni
Gambar 3.1. Bagan alir isolasi dan pemurnian(18), (22), (26)
26
Kemurnian koloni ditentukan dengan uji pewarnaan Gram, jika warna dan bentuk selnya seragam berarti koloni sudah murni, tetapi jika warna dan bentuk selnya tidak seragam berarti koloni belum murni. Jika diperoleh koloni belum murni disuspensi ulang dan dikultur kembali pada medium BHMS padat dalam cawan petri, pekerjaan ini dilakukan sampai mendapatkan koloni yang murni (gambar 3.1.).
3.2.3. Seleksi dan Identifikasi Isolat Isolat yang diperoleh diseleksi berdasarkan kemampuan bertahan hidup dan tumbuh pada medium yang mengandung residu minyak bumi serta kemampuan untuk mendegradasi residu minyak bumi tersebut. Seleksi dilakukan melalui dua tahap yaitu (1) seleksi tahap I masing-masing isolat yang telah murni diinokulasikan pada medium Zobell padat dalam cawan petri, kemudian dioleskan residu minyak bumi ke permukaan medium untuk menyeleksi isolat yang mampu tumbuh di lingkungan residu. Kultur diinkubasi pada suhu 30 oC selama lima hari. Tumbuhnya koloni isolat bakteri pada permukaan medium Zobell yang diolesi residu minyak bumi berarti isolat bakteri tersebut mampu bertahan hidup dan tumbuh pada lingkungan yang mengandung residu minyak bumi. (2) seleksi tahap II, isolat yang mampu tumbuh pada seleksi
tahap I diinokulasikan pada medium
Soeminarti cair dalam tabung reaksi dan ditambahkan residu minyak bumi sebagai sumber karbon tambahan pada permukaan medium tersebut. Kemudian kultur diinkubasi pada suhu 30 oC selama lima hari. Terbentuknya lapisan berwarna putih diantara fase media (cair) dan fase residu menunjukkan
isolat
tersebut
tumbuh
dan
mempunyai
kemampuan
menggunakan residu minyak bumi sebagai sumber karbon dan energi.
27
Selanjutnya isolat yang sudah diketahui mampu mendegradasi residu disebut sebagai isolat terpilih dan dibuat kultur persediaan.(21) Isolat bakteri rizosfir yang terpilih dari hasil seleksi selanjutnya diidentifikasi. Tahapan identifikasi yang dilakukan meliputi: pengujian morfologi koloni,
morfologi sel, sifat Gram, ada tidaknya endospora,
pengujian biokimia yang terdiri atas: uji glukosa, laktosa, manitol, maltosa, sakarosa, IMViC, H 2 S, urea, motilitas, arabinosa, manosa, salisin, xilosa, hidrolisis pati, gelatin, dan
haemolisis. Selanjutnya untuk menentukan
spesies isolat bakteri yang diperoleh, hasil pengujian pada tahap identifikasi dicocokan dengan buku Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology.(7)
3.2.4. Optimasi rasio N:P dari KNO 3 dan K 2 HPO 4 dan kadar residu medium Masing-masing isolat terpilih yang telah diremajakan pada medium Zobell agar miring umur sekitar 48 jam dibuat suspensi dengan cara menginokulasikan masing-masing isolat sebanyak 1 ose ke dalam 10 ml larutan garam fisiologis dan dikocok sampai homogen. Suspensi masingmasing isolat diinokulasikan sebanyak 10% (v/v) ke dalam medium modifikasi Soeminarti cair dengan variasi rasio N:P = 5:1, 10:1 dan 15:1. Kultur diinkubasi pada suhu 30 oC selama lima hari. Masing-masing isolat pada masing-masing medium dengan berbagai rasio N:P tersebut dihitung jumlah selnya. Pada medium dengan rasio N:P yang menunjukkan jumlah sel bakteri paling tinggi berarti rasio N:P tersebut paling baik. Masing-masing isolat terpilih yang telah diremajakan pada medium Zobell agar miring umur sekitar 48 jam dibuat suspensi dengan cara menginokulasikan masing-masing isolat sebanyak 1 ose ke dalam 10 ml
28
larutan garam fisiologis dan dikocok sampai homogen. Suspensi masingmasing isolat diinokulasikan sebanyak 10% (v/v) ke dalam medium modifikasi Soeminarti cair dengan kadar residu 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% (v/v). Kultur diinkubasi pada suhu 30 oC selama lima hari. Masingmasing isolat pada masing-masing medium dengan berbagai kadar residu dihitung jumlah selnya. Pada medium dengan kadar residu yang menunjukkan jumlah sel bakteri paling tinggi berarti kadar residu tersebut yang paling baik untuk pertumbuhannya.
3.2.5. Penentuan kurva pertumbuhan isolat bakteri Masing-masing
isolat
yang
terpilih
ditentukan
kurva
pertumbuhannya. Penentuan kurva pertumbuhan dilakukan dengan cara menginokulasikan masing-masing isolat pada medium Soeminarti cair dengan rasio N:P dan kadar residu optimal. Kultur diinkubasi pada suhu 30 o
C dan dihitung jumlah sel masing-masing isolat setiap hari sampai
menunjukkan jumlah yang menurun. Data jumlah sel masing-masing isolat pada setiap waktu pengamatan yang diperoleh dibuat grafik sehingga diketahui fase-fase pertumbuhannya. Setiap kurva pertumbuhan dari isolat yang diperoleh ditentukan waktu generasi terpendek pada fase pertumbuhan eksponensialnya.(6) Waktu generasi terpendek yang diperoleh dari masingmasing isolat digunakan sebagai dasar pembuatan dan pemberian inokulum pada pengujian kemampuan isolat dalam mendegradasi residu minyak bumi. Persamaan yang dipakai untuk menentuan waktu generasi adalah persamaan berikut:
g
log 2 (t ) log X t log X 0
29
g
= waktu generasi
Xt
= jumlah sel bakteri pada waktu akhir (t x )
X0 t
= jumlah sel bakteri pada waktu awal (t 0 ) = waktu inkubasi dari t 0 - t x
3.2.6. Rancangan percobaan pengujian kemampuan degradasi isolat bakteri rizosfir Pengujian kemampuan isolat bakteri rizosfir dalam mendegradasi residu minyak bumi menggunakan rancangan dasar Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola faktorial.(24)
Isolat bakteri rizosfir yang terpilih
dalam bentuk kultur tunggal maupun campurannya diinokulasikan ke dalam medium Soeminarti yang ditambah residu minyak bumi dengan berbagai pH medium yang berbeda. Jadi faktor yang dicoba dalam rancangan percobaan ini terdiri atas:
(1) Jenis isolat bakteri rizosfir (I) yang terpilih meliputi empat taraf: i 0 : tanpa isolat bakteri rhizosfir i 1 : isolat -1 bakteri rhizosfir i 2 : isolat -2 bakteri rhizosfir i 3 : isolat -3 bakteri rhizosfir i 4 : campuran isolat 1, 2, dan 3
(2) pH medium (M) meliputi tiga taraf: m 1 : medium dengan pH 6 m 2 : medium dengan pH 7 m 3 : medium dengan pH 8
30
sehingga jumlah kombinasi perlakuan ada 15 unit dan masing-masing diulang dua kali. Setiap unit perlakuan menggunakan erlenmeyer 250 ml yang diisi 150 medium Soeminarti dengan rasio N:P dan kadar residu optimal. Suspensi isolat yang ditambahkan sebanyak 10% (dengan jumlah sel r 106/ml) dari volume medium. Setiap unit perlakuan diinkubasi pada suhu 30 oC pada “shaker incubator” dengan laju pengocokan 120 rpm selama 14 hari.(26)
Selanjutnya
dilakukan
pengukuran
variabel-variabel
yang
menunjukkan terjadinya degradasi residu minyak bumi. Model linier dari rancangan percobaan penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut:
Yijk = P + Di+ Ej + (DE)ij + Hijk, dimana: Y ijk
: nilai variabel yang diukur pada unit percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij.
P
: nilai rata-rata variabel yang sesungguhnya
Di
: pengaruh pemberian faktor inokulum ke-i
Ej
: pengaruh yang
disebabkan
oleh
faktor pH awal
medium ke-k (DE) ij
: pengaruh interaksi antara faktor macam inokulum ke-i dan pH awal medium ke-j
H ijk
: pengaruh kesalahan percobaan pada unit percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij.
31
3.2.7. Pengukuran Variabel Variabel yang diukur meliputi: (1) viskositas residu, (2) gravitasi spesifik residu, (3) residu terlarut,
(4) berat residu akhir, (5) persen
penurunan pH medium dan (6) jumlah sel bakteri. Cara pengukuran nilai masing-masing variabel sebagai berikut:
3.2.7.1. Pengukuran viskositas residu Pengukuran viskositas dilakukan pada suhu 30 oC, yang diawali dengan memisahkan fase residu dari fase media (air) dengan cara mengalirkan fase media ke penampung melalui pipa yang dihubungkan ke pompa pengisap. Setelah terpisah,
residu kemudian dimasukkan ke dalam gelas silinder.
Sebuah bola dari bahan logam dimasukkan ke dalam gelas silinder yang berisi residu dan diukur lama waktu bola menempuh panjang residu dalam gelas tersebut. Selanjutnya penentuan viskositas digunakan persamaan berikut:
K dimana: K
2r 2 g U Uo t 9d : koefisien viskositas dinamik (Pa.s)
r
: jari-jari bola logam (m)
g
: gaya gravitasi bumi (m/s2)
U
: kerapatan bola logam (kg/m3)
Uo
: kerapatan residu (kg/m3)
d
: panjang residu yang dilewati bola logam (m)
t
: waktu tempuh bola logam melewati residu (s)
32
nilai viskositas yang diperoleh dikonversi menjadi viskositas kinematik menggunakan persamaan berikut:
v
K Uo
dalam satuan m2/s, selanjutnya
satuan viskositas kinematik yang digunakan adalah mm2/s yang setara dengan sentistock (cSt).
3.2.7.2. Pengukuran gravitasi spesifik Gravitasi spesifik diukur dengan cara membandingkan kerapatan residu (kg/m3) dengan kerapatan akuades (kg/m3) pada suhu 30 oC. Kerapatan akuades pada suhu 30 oC terukut 1008,436 kg/m3.
3.2.7.3. Pengukuran residu terlarut Residu terlarut merupakan residu yang terlarut dalam media cair. Masingmasing fase media (air) yang telah dipisahkan dari residu pada unit percobaan disentrifugasi dengan kecepatan 15.000 rpm selama 15 menit (sampai semua sel mengendap). Media yang bebas sel kemudian diukur absorbannya (Y) menggunakan
Spectronic
20 Bausch & Lomb Fisher Scientific dengan
panjang gelombang 780 nm. Masing-masing absorban (Y) dikonversi ke konsentrasi residu terlarut (X) dalam satuan g/m3 menggunakan kurva standard (gambar 3.2.) yang mempunyai persamaan linier Y = 0,00143 + 17857,143 X, dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,967.
Gambar 3.2. Kurva standar yang digunakan untuk pengukuran residu terlarut
3.2.7.4. Pengukuran berat residu akhir Berat residu akhir diukur dengan cara menimbang total residu pada akhir pengamatan yang telah dipisahkan dari fase media (air) dalam satuan gram.
3.2.7.5. Pengukuran pH pH awal dan akhir medium diukur menggunakan alat pH meter manual Fisher pada suhu 30 oC. Persen penurunan pH dihitung dengan cara :
( pH awal pH akhir ) x100% pH awal
34
3.2.7.6. Penghitungan jumlah sel bakteri Penghitungan jumlah sel bakteri dilakukan menggunakan metode angka lempeng total
dan pelaporannya menggunakan angka lempeng
standar. Sebelum jumlah sel bakteri dihitung masing-masing kultur dalam erlenmeyer dikocok terlebih dahulu sampai tercampur antara fase residu dengan fase media, kemudian diambil sampel untuk dihitung jumlah bakterinya dalam satuan sel/ml mulai hari ke-0 sampai hari ke-14. Data jumlah sel bakteri yang diperoleh dari masing-masing taraf faktor inokulum dibuat kurva sehingga dapat ditunjukkan hubungan antara jumlah sel dengnan waktu. Masing-masing kurva yang diperoleh ditentukan laju pembelahannya
(r)
dengan
persamaan
r
3,32>log xt log xo @ , t
dimana:
Xt
= jumlah sel bakteri pada waktu akhir (t x )
X0
= jumlah sel bakteri pada waktu awal (t 0 )
t
= waktu inkubasi dari t 0 - t x
sehingga dapat ditentukan kenaikan jumlah sel per unit waktu.(11)
3.2.8.
Metode analisis data Data yang diperoleh dari setiap variabel yang diukur dianalisis
dengan analisis ragam dan jika hasilnya menunjukkan perbedaan yang nyata, dianalisis lebih lanjut dengan uji wilayah berganda duncan pada P 0,05.(24)
35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Isolasi dan Pemurnian Jumlah isolat bakteri yang diperoleh dari rizosfir tumbuhan bakau di Cilacap setelah dimurnikan adalah delapan macam. Enam macam isolat dari dearah Tritih dan dua macam isolat dari daerah Donan.
Hasil tersebut
menunjukkan bahwa isolat dari daerah Tritih lebih banyak macamnya dibandingkan dengan isolat dari daerah Donan, hal ini mungkin disebabkan karena di daerah Tritih belum tercemar oleh residu, sedangkan di daerah Donan sudah tercemar oleh residu. Belum tercemarnya daerah Tritih oleh residu menyebabkan bakteri rizosfir yang sensitif terhadap residu masih mampu bertahan hidup dan tumbuh. Pada dasarnya residu merupakan bahan pencemar lingkungan yang bersifat racun bagi bakteri. Salah satu senyawa yang terkandung dalam residu adalah senyawa fenol.(8) Fenol merupakan senyawa yang dipakai sebagai standar untuk pengujian aktivitas senyawa antibakteri, ini membuktikan bahwa fenol mempunyai aktivitas antibakteri yang kuat. Tingginya tingkat pencemaran residu di daerah Donan, diduga menyebabkan jenis isolat bakteri yang diperoleh dari daerah tersebut sedikit, sehingga keanekaragaman bakteri di daerah Donan menurun jika dibandingkan dengan kanekaragaman daerah Tritih yang merupakan daerah belum tercemar oleh residu minyak bumi.
36
4.2. Seleksi dan Identifikasi Isolat Bakteri Hasil seleksi tahap I menunjukkan bahwa semua isolat bakteri rizosfir yang diperoleh yaitu isolat dengan kode Dam-1, Trm-2, Tra-2, Tra1, Trm-3, Tbg-1, Dra-1, dan Trm-1 mampu tumbuh pada kondisi medium yang mengandung residu minyak bumi. Pada seleksi tahap II hanya tiga dari delapan jenis isolat yang mampu tumbuh yaitu isolat dengan kode Dam-1, Trm-2, dan Tra-2.
Gambar 4.1. Medium Zobell ditambah residu minyak bumi yang dipakai pada seleksi tahap I untuk menentukan isolat bakteri rizosfir yang mampu bertahan hidup dan tumbuh pada lingkungan yang mengandung residu minyak bumi a. koloni bakteri, b. residu minyak bumi
37
Seleksi tahap I dilakukan untuk menentukan isolat bakteri rizosfir yang mampu bertahan hidup dan tumbuh pada kondisi lingkungan yang mengandung residu minyak bumi, walaupun isolat bakteri tersebut belum tentu mampu memanfaatkan residu minyak bumi sebagai sumber karbon dan energi. Medium Zobell yang digunakan pada seleksi tahap I merupakan medium kaya nutrisi, karena mengandung pepton (5 g/l) dan ekstrak ragi (1 g/l), pada medium tersebut bakteri rizosfir yang tahan terhadap residu tetapi tidak dapat memanfaatkan residu tersebut sebagai sumber karbon diduga masih tetap dapat tumbuh dan bertahan hidup dengan cara memanfaatkan nutrisi dari medium. Pada seleksi tahap I, isolat yang tidak tahan terhadap keberadaan residu minyak bumi dan tidak dapat memanfaatkan residu minyak bumi sebagai sumber karbon dan energi, isolat tersebut akan mati dan tidak tumbuh. Seleksi tahap II bertujuan untuk menentukan isolat bakteri yang tahan
terhadap
keberadaan
residu
minyak
bumi
dan
mampu
memanfaatkannya sebagai sumber karbon dan energi. Oleh karena itu medium yang digunakannya merupakan medium yang miskin nutrisi, karena hanya mengandung ekstrak ragi 0,01 g, KNO 3 0,1 g dan K 2 HPO 4 0,1 g per liter medium. Sumber karbon yang utama dalam medium tersebut berupa senyawa
hidrokarbon dalam bentuk residu, sehingga isolat bakteri yang
tahan terhadap keberadaan residu minyak bumi tetapi tidak dapat memanfaatkannya sebagai sumber karbon dan energi, maka isolat tersebut tidak mampu tumbuh dan bertahan hidup. Dengan demikian isolat bakteri rizosfir yang lolos pada seleksi tahap I belum tentu lolos seleksi tahap II. Hasil seleksi tersebut menunjukkan bahwa tidak setiap bakteri rizosfir yang bertahan hidup dan tumbuh pada lingkungan yang tercemar
38
limbah residu minyak bumi mempunyai kemampuan untuk mendegradasi residu minyak bumi tersebut dengan cara memanfaatkannya sebagai sumber karbon dan energi. Jadi dimungkinkan masih banyak bakteri yang hidup di lingkungan tercemar residu minyak bumi, tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk mendegradasi residu yang mencemarinya.
Gambar 4.2. Medium Soeminarti ditambah residu minyak bumi yang dipakai pada seleksi tahap II untuk menentukan isolat bakteri rizosfir yang tahan terhadap keberadaan residu minyak bumi dan mempunyai kemampuan untuk mendegradasinya. a. residu, b. lapisan pertumbuhan, c. media cair
39
Isolat bakteri rizosfir yang tidak dapat memanfaatkan residu sebagai sumber karbon, tidak dapat tumbuh dan bertahan hidup pada medium seleksi tahap II. Jadi tiga jenis isolat bakteri rizosfir yang terpilih melalui seleksi tahap II merupakan isolat bakteri rizosfir yang mampu bertahan hidup dan tumbuh
dengan cara memanfaatkan residu sebagai sumber karbon dan
energi. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa dari delapan isolat bakteri yang diperoleh, tujuh isolat bersifat Gram negatif, tidak berspora dan satu isolat bersifat Gram positif, berspora. Hasil identifikasi selengkapnya untuk masing-masing isolat terdapat pada tabel 4.1. Sedangkan tiga macam isolat bakteri rizosfir yang terpilih melalui seleksi tahap pertama dan tahap kedua adalah isolat-1 dengan kode Dam-1 teridentifikasi sebagai Achromobacter sp., isolat-2 dengan kode Trm-2 teridentifikasi sebagai Pseudomonas vesicularis dan isolat-3 dengan kode Tra-2 teridentifikasi sebagai Bacillus brevis. Hasil identifikasi selengkapnya untuk masing-masing isolat terpilih terdapat pada tabel 4.2. Sebagian besar isolat yang diperoleh dari hutan bakau Cilacap adalah kelompok bakteri
bentuk batang, bersifat Gram negatif, tidak
berspora. Keberadaan kelompok bakteri tersebut diduga berkaitan dengan kandungan senyawa dalam eksudat yang dikeluarkan oleh sistem perakaran tumbuhan bakau yang ada. Kelompok bakteri yang bersifat Gram negatif, bentuk batang, tidak berspora akan melakukan gerakan kemotaksis mendekat ke daerah rizosfir kebanyakan jenis tumbuhan.(19) Hal ini diduga, karena eksudat yang dikeluarkan oleh sistem perakaran tumbuhan bakau yang ada banyak mengandung senyawa-senyawa organik yang dapat merangsang kelompok bakteri tersebut melakukan gerakan kemotaksis mendekatinya.
40
Adapun senyawa organik yang dapat merangsang kelompok bakteri tersebut diantaranya asam-asam amino dan bermacam-macam gula. Beberapa asam amino dan gula tertentu dalam rizosfir terbukti dapat merangsang bakteri Pseudomonas lachryman dan Escherichia coli yang termasuk ke dalam kelompok bakteri bentuk batang, Gram negatif, dan tidak membentuk spora.(28)
Gambar 4.3. Morfologi sel bakteri rizosfir isolat-1 (Achromobacter sp.) dengan perbesaran 2000X. Mempunyai bentul sel kokoid dan bersifat Gram negatif
Pertumb. pd. agar miring Bentuk sel dan sifat gram Endospora Stasiun
Spesies
rizosfir Glukosa Laktosa Manitol Maltosa Sakarosa Indol H2S Metil merah Voges p. Urea Sitrat Motilitas Arabinosa Manosa Salisin Xilosa Hidro. pati Gelatin Haemolisis Warna koloni pada agar darah
A. marina
Sumber: Buchanan & Gibbon (1974)(7)
-
Ket.: - : hasil uji negatif
+ : hasil uji positif
43
Gambar 4.4. Morfologi sel bakteri rizosfir isolat-2 (Pseudomonas vesicularis) dengan perbesaran 2000X. Mempunyai bentuk sel basil dan bersifat Gram negatif
Gambar 4.5. Morfologi sel bakteri rizosfir isolat-3 (Bacillus brevis) dengan perbesaran 2000X. Mempunyai bentuk sel basil dan bersifat Gram positif
44
4.3. Optimasi Rasio N:P dan Kadar Residu Medium Hasil optimasi rasio N:P pada medium pertumbuhan menunjukkan bahwa medium dengan rasio N:P = 10:1 merupakan medium yang paling baik untuk pertumbuhan ketiga isolat terpilih, karena pada medium dengan rasio N:P= 10:1 menunjukkan jumlah sel ketiga isolat terpilih paling tinggi dibandingkan dengan jumlah sel pada medium dengan rasio N:P yang lain. Hasil selengkapnya jumlah sel masing-masing isolat pada medium dengan rasio N:P yang dicoba tercantum pada gambar 4.6. dan lampiran 1. Hasil tersebut tidak sesuai dengan salah satu teori yang menyatakan bahwa untuk mengubah senyawa hidrokarbon menjadi senyawa penyusun sel bakteri diperlukan N dan P dengan perbandingan 5:1.(20)
Namun demikian hasil
tersebut sesuai dengan rasio N:P medium pertumbuhan bakteri yang disarankan oleh Thomas dkk. yaitu sebaiknya rasio N:P
medium untuk
pertumbuhan bakteri adalah 10:1.(25) Fenomena di atas menunjukkan adanya perbedaan kebutuhan sumber N pada proses degradasi hidrokarbon oleh bakteri. Hal ini terjadi diduga berkaitan dengan penggunaan sumber N untuk sintesis enzim yang dimiliki oleh bakteri tersebut. Bakteri yang memiliki banyak enzim baik kualitas maupun kuantias akan membutuhkan sumber N lebih banyak dibandingkan dengan bakteri yang memiliki sedikit enzim. (16) Unsur Nitrogen (N) dan fosfor (P) merupakan unsur yang sangat dibutuhkan oleh bakteri untuk pertumbuhannya. Unsur N dibutuhkan untuk biosintesis asam amino yang merupakan monomer protein, sedangkan P salah satunya diperlukan pada biosintesis ADN (asam dioksiribo nukleat) dan ARN (asam ribo nukleat). Protein selain sebagai komponen pembentuk enzim, juga merupakan penyusun struktur sel, sehingga komposisinya dalam sel akan lebih besar dibandingkan dengan ADN dan ARN. Sesuai dengan kebutuhan
45
sel, maka unsur N dibutuhkan lebih banyak dibandingkan dengan unsur P. Asam nukleat terutama ARN berkaitan erat dengan biosintesis protein, supaya biosintesis protein dapat memenuhi kebutuhan sel, maka ketersediaan unsur N dan P dalam medium harus memenuhi rasio tertentu.
Gambar 4.6. Jumlah sel masing-masing isolat pada medium Soeminarti dengan berbagai rasio N:P dan pH medium 7, selama masa inkubasi 5 hari. (Isolat-1=Achromobacter sp., isolat-2=P. vesicularis & isolat-3=B. brevis) Hasil
optimasi
kadar
residu
medium
menunjukkan
bahwa
Achromobacter sp. mencapai jumlah sel maksimum pada medium dengan kadar residu 5%, Pseudomonas vesicularis dengan kadar residu 15% dan Bacillus brevis dengan kadar residu 20%. Walaupun demikian ketiga isolat terpilih mampu tumbuh dengan baik pada medium dengan kadar residu 20%. Jumlah sel ketiga isolat pada medium tersebut mencapai lebih dari 107 sel/ml setelah diinkubasi 5 hari. Jumlah sel masing-masing isolat pada medium
46
dengan berbagai kadar residu yang dicoba tercantum pada gambar 4.7. dan lampiran 2. Pada tahap optimasi kadar residu menunjukkan bahwa masingmasing isolat mencapai jumlah sel maksimum pada medium dengan kadar residu yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan sumber karbon dalam bentuk residu bagi masing-masing isolat adalah berbeda. Residu yang terlalu banyak tidak seluruhnya akan dimanfaatkan, demikian juga jika residu terlalu sedikit kebutuhan unsur karbon tidak dapat terpenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa
bakteri akan menggunakan residu sebagai sumber
karbon sesuai dengan kebutuhan.
Gambar 4.7. Jumlah sel masing-masing isolat bakteri rizosfir pada medium dengan berbagai kadar residu selama masa inkubasi 5 hari. (Isolat-1=Achromobacter sp., isolat-2=P. vesicularis & isolat-3=B. brevis)
47
Residu terdiri atas senyawa hidrokarbon yang dapat digunakan sebagai sumber karbon (C) bagi bakteri. Penggunaan sumber C bagi bakteri tidak dapat lepas dari tersedianya sumber unsur lain seperti N dan P, karena komponen yang diperlukan untuk pertumbuhan terdiri atas senyawa-senyawa yang tersusun oleh ketiga unsur tersebut. Jadi dalam hal ini terdapat suatu keterkaitan antara kebutuhan C, N dan P, sehingga dalam medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri harus ada sumber C, N dan P yang seimbang dalam rasio tertentu.(13), (25) Unsur C diperlukan oleh bakteri sebagian besar untuk menyusun struktur sel misalnya dalam bentuk karbohidrat, lemak dan protein, sedangkan unsur N disamping sebagai penyusun struktur sel seperti protein struktural juga sebagai penyusun enzim dalam bentuk protein enzim atau protein fungsional. Kegunaan unsur P bagi bakteri diantaranya adalah untuk biosintesis ADN dan ARN dalam bentuk fosfat, disamping itu diperlukan juga untuk biosintesis NADP dan ATP dalam bentuk fosfat berenergi tinggi. Dengan demikian proporsi kebutuhan ketiga unsur tersebut bagi bakteri secara berurutan adalah C > N > P dalam rasio tertentu.(16)
4.4. Penentuan Kurva Pertumbuhan Isolat Terpilih Kurva
pertumbuhan
masing-masing
isolat
terpilih
yang
ditumbuhkan dalam medium modifikasi Soeminarti dengan pH medium 7, rasio N:P = 10:1 dan kadar residu minyak bumi 20% tercantum pada gambar 4.8. dan lampiran 3. Kurva pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa isolat terpilih yang mampu menggunakan residu sebagai sumber karbon dan energi selama fase pertumbuhan eksponensial mencapai jumlah sel berkisar antara 105 – 1013 per ml dan lama waktu yang dibutuhkan pada fase eksponensial
48
berkisar antara 6 – 8 hari. Disamping itu waktu generasi terpendek yang dicapai pada fase eksponensial oleh masing-masing isolat terpilih adalah berbeda.
Jumlah bakteri (sel/ml)
1E+14 1E+12 1E+10 1E+08 1E+06 10000 100
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Hari Achromobacter sp
P. vesicularis
B. brevis
Gambar 4.8. Kurva pertumbuhan ketiga macam isolat bakteri rizosfir terpilih pada medium modifikasi Soeminarti dengan pH medium 7, rasio N:P = 10:1 serta kadar residu 20% (v/v).
Isolat-1 (Achromobacter sp.), fase eksponensialnya dimulai sehari setelah waktu inokulasi dan berlangsung selama 7 hari. Jumlah sel isolat tersebut selama fase eksponensial berkisar antara 105 - 1012 per ml. Sedangkan waktu generasi terpendeknya pada fase eksponensial adalah 6 jam dengan jumlah sel 5,5x1011 per ml yang dicapai pada hari ke 6 setelah inokulasi.
49
Isolat-2 (Pseudomonas vesicularis) memulai fase eksponensialnya juga sehari setelah waktu inokulasi dan berlangsung selama 8 hari. Jumlah sel selama fase eksponensial berkisar antara 105 – 1013 per ml dan waktu generasi terpendeknya pada fase eksponensial adalah 6,5 jam dengan jumlah sel 3,0x1012 per ml yang dicapai pada hari ke-7 setelah inokulasi. Isolat-3 (Bacillus brevis) juga memulai fase eksponensialnya sehari setelah waktu inokulasi dan berlangsung selama 6 hari. Jumlah sel selama fase eksponensial berkisar antara 106 – 1012 per ml. Waktu generasi terpendek pada fase eksponensial adalah 4,8 jam dengan jumlah sel 4,6x1012 per ml yang dicapai pada hari ke-5 setelah inokulasi. Waktu generasi yang dibutuhkan oleh bakteri berbanding terbalik dengan kecepatan pertumbuhannya. Semakin singkat waktu generasi yang dibutuhkan
maka
semakin
cepat
pertumbuhan
bakteri
tersebut.(6)
Berdasarkan waktu generasi terpendek pada fase eksponensial, maka, masing-masing isolat terpilih mempunyai kecepatan pertumbuhan yang berbeda. Isolat yang memiliki pertumbuhan paling cepat adalah Bacillus brevis, disusul oleh Achromobacter sp. kemudian Pseudomonas vesicularis. Pertumbuhan bakteri yang merupakan proses perbanyakan sel yang dilakukan dengan pembelahan biner sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan disamping juga dipengaruhi oleh faktor genetik.(16) Pembuatan kurva pertumbuhan isolat terpilih dilakukan dalam kondisi lingkungan yang sama, sehingga perbedaan kecepatan pertumbuhan masing-masing isolat terpilih cenderung lebih dipengaruhi oleh faktor genetik. Salah satu faktor genetik yang mempengaruhi kecepatan membelah adalah genom bakteri. Semakin panjang DNA genom yang dimiliki oleh sel bakteri, maka semakin lama waktu pembelahan selnya, karena proses replikasinya membutuhkan
50
waktu lebih lama.(16) Jadi ketiga isolat terpilih yang mampu menggunakan residu sebagai sumber karbon dan energi secara genetik memiliki kecepatan yang berbeda pada proses pembelahan selnya.
4.5. Pengujian Kemampuan Isolat Dalam Mendegradasi Residu Minyak Bumi Hasil pengujian kemampuan isolat dalam mendegradasi residu minyak bumi yang diindikasikan dengan sifat fisika-kimia yang meliputi viskositas, gravitasi spesifik, kadar residu terlarut, berat residu akhir, dan penurunan pH medium serta jumlah total sel bakteri adalah sebagai berikut:
4.5.1. Viskositas residu Pemberian faktor inokulum dan pH medium masing-masing berpengaruh nyata terhadap nilai viskositas residu, tetapi pengaruh interaksi antar kedua faktor tersebut tidak nyata. Fenomena ini menunjukkan bahwa antara faktor inokulum dan pH medium dalam mempengaruhi nilai viskositas residu, bekerja secara terpisah tidak saling ketergantungan. Dengan kata lain pengaruh pemberian faktor inokulum terhadap nilai viskositas residu adalah sama pada setiap pH medium yang dicoba. Hasil analisis varian data viskositas residu tercantum pada lampiran 5. Medium yang tidak diberi inokulum (kontrol) viskositas residunya mencapai 54,64 cSt, nilai tersebut berbeda nyata dengan semua taraf faktor inokulum lainnya, baik dalam bentuk kultur tunggal maupun campurannya. Viskositas yang paling rendah ditunjukkan pada kultur campuran yaitu 22,88 cSt. Hasil selengkapnya pengaruh faktor inokulum terhadap viskositas residu dapat dilihat pada tabel 4.3.
51
Masing-masing nilai viskositas residu akibat pemberian taraf faktor inokulum kultur tunggal Achromobacter sp., Pseudomonas vesicularis dan Bacillus brevis berkisar diantara nilai viskositas residu akibat pemberian kultur campurannya dan kontrol. Pemberian faktor inokulum dalam bentuk kultur tunggal Achromobacter sp. menunjukkan nilai viskositas terendah (28,97 cSt), jika dibandingkan dengan kultur tunggal lainnya. Pemberian faktor inokulum kultur campur menunjukkan viskositas paling kecil yaitu 22,88 cSt, hal ini diduga semua isolat pada kultur campur tersebut bekerja mendegradasi residu dengan memanfaatkan komponen residu yang sesuai untuk masing-masing isolat, sehingga dihasilkan fraksi yang lebih sederhana dalam jumlah banyak. Banyaknya fraksi sederhana tersebut menyebabkan menurunnya nilai viskositas. Grafik pengaruh utama pemberian faktor inokulum terhadap viskositas residu tercantum pada gambar 4.9. Nilai viskositas residu pada medium dengan pH 7 mencapai 35,99 cSt, nilai ini berbeda nyata dengan nilai viskositas residu pada medium dengan pH 6 yaitu 38,27 cSt dan 8 yaitu 38,67 cSt, tetapi nilai viskositas residu pada medium dengan pH 6 dan 8 berbeda tidak nyata. Turunnya nilai viskositas pada medium dengan pH 7,
jika dibandingkan dengan nilai
viskositas pada medium dengan pH 6 dan 8, diduga berkaitan dengan proses degradasi secara enzimatis yang dilakukan oleh setiap isolat. Pada umumnya reaksi enzimatis akan berjalan dengan baik pada lingkungan pH yang mendekati netral, dengan demikian proses degradasi residu pada medium dengan pH 7 akan lebih cepat, sehingga fraksi hidrokarbon sederhana yang dihasilkan akan lebih banyak. Hasil selengkapnya pengaruh utama faktor pH medium terhadap viskositas residu tercantum pada tabel 4.4.
52
Gambar 4.9. Pengaruh utama faktor inokulum terhadap viskositas residu setelah di inkubasi 14 hari. (Isolat-1=Achromobacter sp., isolat-2= P. vesicularis & isolat-3=B. brevis)
Nilai viskositas residu yang disebabkan oleh pemberian faktor inokulum
pada
masing-masing
kultur
tunggal
dan
campurannya
menunjukkan adanya penurunan dibandingkan dengan kontrol, sedangkan untuk faktor pH medium, nilai viskositas yang paling kecil ditunjukkan pada pH medium 7 yaitu 35,99 cSt, jika dibandingkan dengan nilai viskositas residu pada pH medium 6 yang mencapai 38,27 cSt dan 8 yang mencapai 38,67 cSt. Menurunnya nilai viskositas residu tersebut mengindikasikan residu yang terdapat pada medium uji mengalami degradasi, sehingga perubahan
komposisi
fraksi
hidrokarbon
penyusunnya
dari
fraksi
hidrokarbon kompleks dengan berat molekul tinggi menjadi fraksi hidrokarbon yang lebih sederhana dengan berat molekul yang lebih rendah. Perubahan komposisi tersebut akan diikuti dengan menurunnya nilai
53
viskositas jika dibanding dengan kontrol. Hal ini dapat terjadi karena viskositas senyawa hidrokarbon secara umum akan menurun nilainya, jika fraksi penyusunnya terdiri atas fraksi yang mudah menguap (“volatile fraction”) yang merupakan fraksi dengan
berat molekul rendah yang
terbentuk akibat proses pemecahan molekul hidrokarbon kompleks.(10) Grafik yang menunjukkan pengaruh utama faktor pH medium terhadap nilai viskositas residu dapat dilihat pada gambar 4.10.
Gambar 4.10. Pengaruh utama faktor pH medium terhadap viskositas residu setelah diinkubasi 14 hari.
Berdasarkan hasil analisis varian data viskositas residu pada lampiran 5. dapat diterangkan bahwa besarnya pengaruh pemberian faktor inokulum dan pH awal medium terhadap nilai viskositas residu adalah
54
99,30% yang dapat dirinci menjadi 98,20% merupakan pengaruh faktor inokulum dan 1,10% pengaruh dari pH medium. Berdasarkan hasil analisis data viskositas tersebut menunjukkan bahwa perlakuan yang terbaik untuk menurunkan viskositas adalah inokulum campuran dengan pH medium 6, 7, atau 8, karena pada setiap pH medium yang dicoba pemberian inokulum campuran menunjukkan nilai viskositas residu yang sama. Dalam bentuk kultur tunggal, Achromobacter sp. menunjukkan kemampuan menurunkan nilai viskositas residu paling baik dibanding dengan kultur tunggal Pseudomonas vesicularis
dan Bacillus
brevis pada semua pH medium yang dicoba.
4.5.2. Gravitasi spesifik residu Pemberian faktor inokulum dan pH medium terhadap gravitasi spesifik residu sama dengan terhadap viskositas yaitu masing-masing faktor berpengaruh nyata terhadap nilai gravitasi spesifik residu, tetapi pengaruh interaksi antar kedua faktor tersebut tidak nyata. Hasil analisis varian data gravitasi spesifik residu akibat pemberian faktor inokulum dan pH medium tercantum pada lampiran 6. Medium yang tidak diberi inokulum (kontrol) nilai gravitasi spesifik residunya mencapai 0,7918, nilai tersebut berbeda nyata dengan semua nilai gravitasi spesifik residu pada medium yang diberi taraf faktor inokulum lainnya. Inokulum campurannya menunjukkan nilai gravitasi spesifik residu paling kecil yaitu 0,7109 yang berarti kemampuan degradasinya paling tinggi. Hasil selengkapnya pengaruh faktor inokulum terhadap gravitasi spesifik residu dapat dilihat pada tabel 4.3. sedangkan grafiknya dapat dilihat pada gambar 4.11.
55
Nilai gravitasi spesifik residu pada medium dengan pH 7 mencapai 0,7075, nilai ini berbeda nyata dengan nilai gravitasi spesifik pada medium dengan pH 6 yaitu 0,7277 dan 8 yaitu 0,7294, tetapi nilai gravitasi spesifik residu pada medium dengan pH 6 dan 8 berbeda tidak nyata. Turunnya nilai gravitasi spesifik pada medium dengan pH 7, jika dibandingkan dengan nilai gravitasi spesifik pada medium dengan pH 6 dan 8, diduga berkaitan dengan proses degradasi secara enzimatis yang dilakukan oleh masing-masing isolat seperti terjadinya penurunan viskositas yang telah diterangkan di atas. Hasil selengkapnya pengaruh faktor pH medium terhadap gravitasi spesifik tercantum pada tabel 4.4.
Gambar 4.11. Pengaruh utama faktor inokulum terhadap gravitasi spesifik residu setelah masa inkubasi 14 hari. (Isolat-1 = Achromobacter sp, isolat-2 = P. vesicularis & isolat-3 = B. brevis)
i1 (isolat-1)
i2 (isolat-2)
i3 (isolat-3)
i4 (campuran)
2
3
4
5 22,88 e
44,02 d
37,70 c
28,99 b
54,64 a
Viskositas residu (cSt)
0,711 e
0,763 d
0,746 c
0,725 b
0,792 a
Gravitasi spesifik residu
0,000396 d
0,000375 d
0,000123 c
0,000208 b
0,000039 a
Residu terlarut (g/m3)
16,88 d
20,02 c
22,65 a
22,17 b
22,83 a
Berat residu akhir (g)
11,21 d
7,97 a
35,58 c
17,50 b
6,67 a
Penurunan pH medium (%)
Keterangan: nilai rata-rata pada kolom variabel yang diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata
i0 (kontrol)
Taraf faktor inokulum
1
No.
Nilai rata-rata variabel yang diukur:
Tabel 4.3. Pengaruh utama faktor inokulum terhadap nilai beberapa variabel yang mengindikasikan degradasi residu minyak bumi.
56
p7 (pH 7)
p8 (pH 8)
2
3 38,67 a
35,99 b
38,27 a
Viskositas residu (cSt)
0,750 a
0,743 b
0,749 a
Gravitasi spesifik residu
0,000207 a
0,000287 b
0,000192 a
Residu terlarut (g/m3)
21,17 a
20,40 b
21,16 a
Berat residu akhir (g)
20,00 b
13,20 a
14,16 a
Penurunan pH medium (%)
Keterangan: nilai rata-rata pada kolom variabel yang diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata
p6 (pH 6)
Taraf faktor pH medium
1
No.
Nilai rata-rata variabel yang diukur:
Tabel 4.4. Pengaruh utama faktor pH medium terhadap nilai beberapa variabel yang mengindikasikan degradasi residu minyak bumi.
57
58
Nilai gravitasi spesifik berkaitan erat dengan nilai viskositas, senyawa hidrokarbon yang mempunyai nilai gravitasi spesifik rendah, maka viskositasnya juga rendah. Jadi hubungan antara gravitasi spesifik dengan viskositas berbanding lurus, yang berarti peningkatan gravitasi spesifik akan diikuti oleh peningkatan viskositas dan sebaliknya.(10) Grafik yang menunjukkan pengaruh utama faktor pH medium terhadap nilai gravitasi spesifik residu dapat dilihat pada gambar 4.12. Berdasarkan hasil analisis varian data gravitasi spesifik residu pada lampiran 6. dapat diterangkan bahwa besarnya pengaruh pemberian faktor inokulum dan pH medium terhadap nilai gravitasi spesifik residu adalah 99,40% yang dapat dirinci menjadi 98,39% merupakan pengaruh faktor inokulum dan 1,01% pengaruh dari pH medium.
Gambar 4.12. Pengaruh utama faktor pH medium terhadap gravitasi spesifik residu setelah diinkubasi 14 hari.
Perlakuan yang terbaik untuk menurunkan nilai gravitasi spesifik adalah inokulum campuran dengann pH medium 6, 7 atau 8, karena pada
59
semua
pH
medium
yang
dicoba,
pemberian
inokulum
campuran
menunjukkan nilai gravitasi spesifik residu yang sama. Dalam bentuk kultur tunggal, Achromobacter sp.
menunjukkan kemampuan menurunkan nilai
gravitasi spesifik residu paling baik dibanding Pseudomonas vesicularis dan Bacillus brevis.
4.5.3. Residu terlarut Pemberian faktor inokulum dan pH medium masing-masing berpengaruh nyata terhadap nilai residu terlarut tetapi pengaruh interaksi antar kedua faktor tersebut tidak nyata, fenomena ini menunjukkan bahwa antara faktor macam inokulum dan pH medium dalam mempengaruhi nilai residu terlarut, juga bekerja secara terpisah tidak saling ketergantungan. Dengan kata lain pengaruh faktor pemberian faktor inokulum terhadap nilai residu terlarut sama pada setiap pH medium yang dicoba. Hasil analisis varian data residu terlarut akibat pemberian faktor inokulum dan pH medium tercantum pada lampiran 7. Banyaknya residu terlarut pada semua taraf faktor macam inokulum berbeda nyata dengan banyaknya residu terlarut pada medium tanpa inokulum (kontrol) yaitu 0,000039 g/m3, tetapi pada medium yang diberi inokulum campuran banyaknya residu terlarut sebesar 0,000396 g/m3 berbeda tidak nyata dengan banyaknya residu terlarut yang diberi inokulum kultur tunggal Bacillus brevis yaitu 0,000375 g/m3. Dalam bentuk kultur tunggal, residu terlarut pada medium yang diinokulasi dengan kultur tunggal Bacillus brevis sebesar 0,000375 g/m3, merupakan nilai residu terlarut yang paling tinggi dibanding dengan residu terlarut pada medium yang diinokulasi dengan kultur tunggal Pseudomonas vesicularis sebesar 0,000123 g/m3 dan
60
Achromobacter sp. 0,000208 g/m3. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemampuan inokulum kultur tunggal Bacillus brevis sama dengan inokulum campuran dalam mendegradasi residu yang menghasilkan fraksi bersifat larut dalam air, tetapi paling baik jika dibandingkan dengan kultur tunggal isolat lainnya. Fenomena tersebut menunjukkan pada kultur campuran isolat yang bekerja memecah komponen residu menjadi fraksi yang larut dalam air didominasi oleh Bacillus brevis. Hasil selengkapnya residu terlarut yang diakibatkan oleh pemberian faktor inokulum dapat dilihat pada tabel 4.3. Residu terlarut paling banyak terdapat pada medium dengan pH 7 yaitu 0,000287 g/m3, dibanding dengan taraf faktor pH medium lainnya. Residu terlarut pada medium dengan pH 6 sebesar 0,000192 g/m3 dan 8 sebesar 0,000207 g/m3 berbeda tidak nyata, tetapi keduanya berbeda nyata dengan residu terlarut pada medium dengan pH 7. Hal ini diduga karena pada medium dengan pH 7 kemampuan isolat secara umum untuk mendegradasi residu lebih tinggi, dibandingkan dengan pH 6 dan 8. Proses degradasi residu oleh bakteri terjadi secara enzimatis(14), artinya enzim-enzim yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut yang berperan memecah komponen residu menjadi fraksi yang lebih sederhana. Sebagian besar enzim pemecah hidrokarbon aktivitasnya akan memuncak pada pH sekitar netral, misalnya enzim pemecah hidrokarbon propionat yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik, aktivitas maksimum dicapai pada medium dengan pH sekitar netral yaitu 7,2.(5)
61
Gambar 4.13. Pengaruh utama faktor inokulum terhadap residu terlarut setelah diinkubasi 14 hari. (Isolat-1=Achromobacter sp., isolat-2= P. vesicularis & isolat-3=B. brevis)
Gambar 4.14. Pengaruh utama faktor pH medium terhadap residu terlarut setelah diinkubasi 14 hari.
62
Adanya fraksi yang terlarut dalam medium menunjukkan terjadinya proses degradasi residu minyak bumi, karena kelarutan residu yang belum mengalami degradasi dalam air
adalah
0 g/m3.(10)
Hasil selengkapnya
pengaruh faktor pH medium terhadap residu terlarut terdapat pada tabel 4.4. Grafik yang menunjukkan pengaruh pemberian faktor inokulum terhadap residu terlarut terdapat pada gambar 4.13., sedangkan grafik yang menunjukkan residu terlarut yang disebabkan oleh pemberian faktor pH medium dapat dilihat pada gambar 4.14. Berdasarkan analisis ragam data residu terlarut pada lampiran 7. dapat diterangkan bahwa besarnya pengaruh pemberian faktor inokulum dan pH medium terhadap nilai residu terlarut adalah 92,49% yang dapat dirinci menjadi 84,83% merupakan pengaruh faktor inokulum dan 7,66% pengaruh dari faktor pH medium. Perlakuan yang terbaik untuk meningkatkan nilai residu terlarut adalah inokulum kultur tunggal Bacillus brevis atau inokulum kultur campur dengan pH medium 6, 7 atau 8, karena pada setiap pH medium yang dicoba pemberian inokulum kultur tunggal Bacillus brevis dan kultur campuran menunjukkan hasil yang sama baiknya dalam meningkatkan residu terlarut.
4.5.4. Berat residu akhir Pemberian faktor inokulum dan pH medium masing-masing berpengaruh nyata terhadap berat residu akhir, demikian juga pengaruh interaksi kedua faktor tersebut. Adanya interaksi yang nyata menunjukkan bahwa antara faktor inokulum dan pH medium saling menentukan dalam mempengaruhi berat residu akhir. Hasil analisis ragam data berat residu akhir dapat dilihat pada lampiran 8.
63
Berat residu akhir pada taraf faktor inokulum kultur tunggal Pseudomonas vesicularis mencapai 22,65 g dan berbeda tidak nyata dengan berat residu akhir pada medium tanpa inokulum (kontrol) yang mencapai 22,83 g, tetapi taraf inokulum kultur tunggal yang lain dan campurannya semua berbeda nyata dengan kontrol. Berat residu akhir pada medium yang diinokulasi dengan kultur campuran paling kecil yaitu 16,88 g dibanding dengan berat residu akhir pada medium yang diinokulasi dengan taraf faktor inokulum lainnya. Hasil selengkapnya pengaruh faktor inokulum terhadap berat residu akhir dapat dilihat pada tabel 4.3. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemampuan Pseudomonas vesicularis diduga hanya bekerja mendegradasi komponen residu yang merupakan fraksi dengan
berat
molekul
kecil,
sehingga
aktivitas
degradasinya yang diindikasikan oleh berat residu akhir berbeda tidak nyata dengan kontrol. Kultur campuran merupakan taraf faktor inokulum yang paling baik dalam menurunkan berat residu akhir dibanding dengan semua taraf faktor inokulum yang dicoba, karena medium yang diinokulasi dengan kultur campuran menunjukkan berat residu akhir paling kecil yaitu 16,88 g. Grafik yang menunjukkan berat residu akhir akibat pemberian faktor inokulum dapat dilihat pada gambar 4.15. Berat residu akhir paling rendah terdapat pada medium dengan pH 7 yaitu 20,40 g , dibanding dengan taraf pH lainnya. Berat residu akhir pada medium dengan pH 6 sebesar 21,16 g dan 8 sebesar 21,17 g berbeda tidak nyata, tetapi keduanya berbeda nyata dengan berat residu akhir pada medium dengan pH 7. Hasil selengkapnya pengaruh faktor pH awal medium terhadap berat residu akhir terdapat pada tabel 4.4. Dengan demikian medium dengan pH 7 adalah medium yang terbaik untuk proses degradasi residu yang
64
diindikasikan dengan berat residu akhir. Grafik yang menunjukkan berat residu akhir akibat pemberian faktor pH medium ditunjukkan pada gambar 4.16.
Gambar 4.15. Pengaruh utama faktor inokulum terhadap berat residu akhir setelah diinkubasi 14 hari. (Isolat-1=Achromobacter sp., isolat-2= P. vesicularis & isolat-3=B. brevis)
Gambar 4.16. Penmgaruh utama faktor pH medium terhadap berat residu akhir setelah diinkubasi 14 hari.
65
Gambar 4.17. Pengaruh interaksi antara faktor inokulum dan faktor pH medium terhadap berat residu akhir setelah diinkubasi 14 hari. (Isolat-1= Achromobacter sp., isolat-2= P. vesicularis & isolat-3=B. brevis)
Gambar 4.18. Pengaruh interaksi antara faktor pH medium faktor inokulum terhadap berat residu akhir setelah diinkubasi 14 hari. (Isolat-1= Achromobacter sp., isolat-2= P. vesicularis & isolat-3=B. brevis)
66
Inokulum campuran yang diinokulasikan pada medium dengan berbagai pH yang dicoba adalah paling baik dalam menurunkan berat residu akhir, dibanding dengan taraf faktor macam inokulum lainnya, dan inokulum campuran yang diinokulasikan pada medium dengan pH 7 paling baik dalam menurunkan berat residu akhir dibandingkan dengan inokulum campuran yang diinokulasikan pada medium dengan pH awal 6 dan 8. Hasil selengkapnya pengaruh interaksi antara faktor macam inokulum dan pH awal medium terhadap berat residu akhir dapat dilihat pada lampiran 9. dan lampiran 10, sedangkan grafik yang menunjukkan pengaruh interaksi antara faktor inokulum dan pH medium terhadap berat residu akhir terdapat pada gambar 4.17 dan 4.18. Berdasarkan hasil analisis ragam data berat residu akhir pada lampiran 8. dapat diterangkan bahwa besarnya pengaruh pemberian faktor inokulum dan pH medium terhadap berat residu akhir adalah 98,81% yang dapat dirinci menjadi 93,76% merupakan pengaruh utama faktor inokulum, 2,41% merupakan pengaruh utama faktor pH medium dan 2,65% adalah pengaruh interaksi kedua faktor tersebut. Berdasarkan hasil analisis ragam data berat residu akhir tersebut menunjukkan bahwa perlakuan yang terbaik untuk menurunkan berat residu akhir adalah interaksi antara taraf faktor inokulum kultur campur dan pH medium 7, karena pada kombinasi perlakuan tersebut menyebabkan berat residu akhir paling kecil yaitu 15,55 g. Kombinasi perlakuan inokulum kultur campuran dan pH medium 7 merupakan kombinasi perlakuan yang menunjukkan proses degradasi paling baik, karena paling banyak memecah komponen residu menjadi fraksi yang lebih sederhana, sehingga mengurangi berat residu akhir. Hal ini diduga setiap isolat pada kultur campuran
67
memecah komponen residu yang dapat digunakan sebagai sumber karbon secara enzimatis yang akan mencapai aktivitas maksimum pada lingkungan pH yang cenderung netral. Dalam bentuk kultur tunggal, Bacillus brevis menunjukkan kemampuan yang paling baik dalam menurunkan berat residu akhir dibandingkan dengan Achromobacter sp. dan Pseudomonas vesicularis.
4.5.5. Penurunan pH medium Pengaruh interaksi dan pengaruh utama masing-masing pemberian faktor inokulum dan pH medium adalah nyata.
Adanya interaksi
menunjukkan bahwa antara faktor inokulum dan pH medium saling menentukan dalam mempengaruhi penurunan pH medium. Hasil analisis ragam penurunan pH medium terdapat pada lampiran 11. Terjadinya penurunan pH medium diduga adanya fraksi hidrokarbon hasil degradasi yang bersifat asam dan larut dalam medium. Salah satu hasil degradasi hidrokarbon akan menghasilkan asam-asam karboksilat yang bersifat larut dalam air, sehingga dapat menyebabkan penurunan pH medium.(1), (14) Penurunan pH medium pada taraf faktor inokulum kultur tunggal Bacillus brevis mencapai 7,97% berbeda tidak nyata dengan penurunan pH medium pada medium tanpa inokulum (kontrol) yang mencapai 6,67%, tetapi taraf faktor inokulum tunggal yang lain dan inokulum campuran, semua berbeda nyata dengan kontrol. Penurunan pH akhir medium pada medium yang diinokulasi dengan kultur tunggal Pseudomonas vesicularis
paling
tinggi yaitu 35,58% dibanding dengan penurunan pH medium pada medium yang diinokulasi dengan taraf faktor inokulum lainnya. Hasil selengkapnya penurunan pH medium yang diakibatkan oleh faktor inokulum dapat dilihat pada tabel 4.3., sedangkan grafiknya terdapat pada gambar 4.19.
68
Hasil tersebut menunjukkan bahwa Pseudomonas vesicularis diduga mempunyai kemampuan mendegradasi komponen residu dan menghasilkan fraksi yang dapat menurunkan pH medium dengan kuat. Kultur tunggal Bacillus brevis, sebaliknya mempunyai kemampuan mendegradasi komponen residu yang menghasilkan fraksi yang tidak menyebabkan menurunnya pH medium dengan kuat, sehingga pengaruhnya terhadap penurunan pH medium tidak nyata dengan medium yang tidak diberi inokulum (kontrol). Penurunan pH medium paling tinggi terdapat pada medium dengan pH 8 yaitu 20,00%, dibanding dengan taraf faktor pH lainnya. Penurunan pH medium pada medium dengan pH 6 mencapai 14,156% dan pada pH 7 mencapai 13,199%, nilai tersebut berbeda tidak nyata, tetapi keduanya berbeda nyata dengan penurunan pH medium pada medium dengan pH 8. Hasil selengkapnya pengaruh faktor pH medium terhadap penurunan pH medium terdapat pada tabel 4.4., dan grafiknya pada gambar 4.20.
Gambar 4.19. Pengaruh utama faktor inokulum terhadap penurunan pH medium selama inkubasi 14 hari. (Isolat-1= Achromobacter sp., isolat-2= P. vesicularis & isolat-3=B. brevis)
69
Inokulum
kultur
tunggal
Pseudomonas
vesicularis
yang
diinokulasikan pada medium dengan berbagai pH yang dicoba tetap menyebabkan penurunan pH medium paling tinggi, dibanding dengan taraf faktor inokulum lainnya. Inokulum kultur tunggal Pseudomonas vesicularis yang diinokulasikan pada medium dengan pH 8 menyebabkan penurunan pH medium
paling
tinggi
yaitu
44,38%
dibandingkan
dengan
yang
diinokulasikan pada medium dengan pH 6 yang mencapai 26,67% dan pada pH 7 yang encapai 35,71%. Penurunan pH medium yang paling rendah pada pH medium 6 ditunjukkan oleh inokulum campuran yaitu 8,34%, sedangkan pada pH medium 7 yaitu 5,00% dan pada pH 8 yaitu 8,13% ditunjukkan oleh inokulum kultur tunggal Bacillus brevis. Hasil selengkapnya pengaruh interaksi antara faktor inokulum dan pH medium terhadap penurunan pH medium dapat dilihat pada lampiran 12. dan lampiran 13. sedangkan grafiknya terdapat pada gambar 4.21. dan 4.22. Berdasarkan hasil analisis ragam data penurunan pH medium pada lampiran 11 dapat diterangkan bahwa besarnya pengaruh pemberian faktor inokulum dan pH medium terhadap berat residu akhir adalah 97,62% yang dapat dirinci menjadi 82,26% merupakan pengaruh utama faktor inokulum, 6,64% merupakan pengaruh utama faktor pH medium dan 8,72% adalah pengaruh interaksi kedua faktor tersebut. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa interaksi antara taraf faktor inokulum kultur tunggal Pseudomonas vesicularis dan medium dengan pH 8 menyebabkan penurunan pH medium paling tinggi. Dalam bentuk kultur tunggal,
Pseudomonas vesicularis
paling kuat menurunkan pH
medium dibandingkan Achromobacter sp. dan Bacillus brevis.
70
Gambar 4.20. Pengaruh utama faktor pH medium terhadap penurunan pH medium setelah diinkubasi 14 hari.
Gambar 4.21. Pengaruh interaksi antara faktor inokulum dan faktor pH medium terhadap penurunan pH medium setelah diinkubasi 14 hari. (Isolat-1=Achromobacter sp., isolat-2= P. vesicularis & isolat-3=B. brevis)
71
Gambar 4.22. Pengaruh interaksi antara faktor pH medium dan faktor inokulum terhadap penurunan pH medium setelah diinkubasi 14 hari. (Isolat-1=Achromobacter sp., isolat-2= P. vesicularis & isolat-3=B. brevis)
4.5.6. Jumlah sel bakteri Jumlah sel bakteri dan pola pertumbuhan masing-masing isolat maupun campurannya terlihat pada gambar 4.23. Hasil penghitungann jumlah sel masing-masing isolat dan campurannya selama 14 hari, menunjukkan bahwa masing-masing isolat dan campurannya mempunyai kemampuan untuk mencapai jumlah sel maksimum yang berbeda. Isolat-1 Achromobacter sp mampu mencapai jumlah sel maksimum 6,3x1021 per ml pada hari ke-11 dengan laju pembelahan (r) sebesar 4,6, isolat-2 P. vesicularis mencapai jumlah sel maksimum sebanyak 2,0x1022 per ml pada hari ke-12 dengan nilai r sebesar 4,4, isolat-3 B. brevis mencapai jumlah sel maksimum sebanyak
72
1,0x1022 per ml pada hari ke-10 dengan nilai r sebesar 5,2
dan kultur
campurannya mencapai jumlah sel maksimum sebanyak 4,0x1023 per ml pada
Gambar 4.23. Jumlah sel masing-masing taraf faktor inokulum selama masa inkubasi 14 hari.
Penggunaan nutrisi oleh bakteri akan berbanding lurus dengan populasi bakteri yang sedang tumbuh, jika jumlah populasi bakterinya banyak maka nutrisi yang digunakan juga banyak.(11) Degradasi residu oleh bakteri merupakan proses penggunaan residu sebagai nutrisi yaitu dengan memanfaatkan senyawa hidrokarbon yang terkandung di dalamnya, sehingga
73
pengurangan residu yang digunakan sebagai nutrisi akan sebanding dengan penambahan populasi bakteri yang tumbuh.(29) Dengan demikian terdapat hubungan antara laju degradasi residu minyak bumi dengan laju pertumbuhan bakteri yang mendegradasi. Berdasarkan konsep tersebut laju pembelahan masing-masing taraf faktor inokulum, dapat diterangkan bahwa laju degradasi residu oleh Achromobacter sp efektif sampai hari ke-11, laju degradasi residu oleh P. vesicularis efektif sampai hari ke-12, laju degradasi residu oleh B. brevis efektif sampai hari ke-10, dan laju degradasi oleh kultur campurannya efektif sampai hari ke-12, karena semua taraf faktor inokulum setelah mencapai waktu tersebut populasinya menurun. Namun demikian proses degradasi baru dihentikan pada hari ke-14, karena pada dasarnya proses degradasi masih tetap berlangsung, hanya saja laju degradasinya sudah menurun. Berdasarkan nilai k masing-masing taraf faktor inokulum juga dapat diterangkan bahwa kultur tunggal B. brevis mempunyai laju degradasi paling tinggi, kemudian disusul oleh kultur campur, kultur tunggal Achromobacter sp dan P. vesicularis. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa proses degradasi residu dapat berlangsung dengan baik, dalam bentuk kultur tunggal maupun kultur campurannya. Walaupun kultur campur yang terdiri atas tiga isolat, proses degradasi residu yang diindikasikan oleh viskositas, gravitasi spesifik, dan berat residu akhir serta penurunan pH medium, semua mengindikasikan kemampuan degradasi yang kuat, kecuali degradasi yang diindikasikan oleh residu terlarut. Kemampuan yang kuat kultur campur dibanding kultur tunggal setiap isolat, diduga karena jumlah sel maksimum yang dicapai oleh
74
kultur campur selama proses degradasi berlangsung paling tinggi yaitu mencapai 4,0x1023 sel/ml. Berdasarkan uji statistik juga mendukung fenomena bahwa dalam bentuk kultur tunggal masing-masing isolat mampu mendegradasi residu minyak bumi dengan baik. Hasil pengukuran degradasi yang diindikasikan oleh perubahan viskositas dan gravitasi spesifik, Achromobacter sp. menunjukkan paling kuat dalam mendegradasi residu, kemudian disusul oleh Pseudomonas vesicularis dan Bacillus brevis. Hal ini diduga Achromobacter sp.
paling kuat dalam memecah komponen residu menjadi fraksi
hidrokarbon yang lebih sederhana, msehingga nilai viskositas dan gravitasi spesifik residu paling rendah dibanding dengan kultur tunggal lainnya.
(17)
.
Degradasi residu yang diindikasikan oleh residu terlarut dan berat residu akhir, Bacillus brevis paling kuat dalam mendegradasi residu yang disusul oleh Achromobacter sp. dan Pseudomonas vesicularis, karena Bacillus brevis diduga mempunyai kemampuan paling kuat dalam mendegradasi komponen residu golongan hidrokarbon aromatik yang menghasilkan fraksi hidrokarbon bersifat larut dalam air, sehingga berat residu yang tersisa sedikit.(10). Sedangkan Pseudomonas vesicularis merupakan isolat yang paling kuat dalam menurunkan pH medium, karena diduga mempunyai kemampuan paling tinggi dalam memecah komponen residu menjadi fraksi hidrokarbon yang bersifat asam seperti asam lemak atau asam karboksilat.(1),(14). Berdasarkan sifat fisika dan kimia residu yang diukur setelah proses degradasi dihentikan, ternyata setiap isolat mempunyai kekhususan dalam mendegradasi residu. Achromobacter sp. lebih berperan dalam menurunkan nilai viskositas dan gravitasi spesifik, Pseudomonas vesicularis lebih berperan dalam menurunkan pH medium, sedangkan Bacillus brevis lebih
75
berperan dalam meningkatkan residu terlarut dan menurunkan berat residu akhir. Hal ini memberikan gambaran bahwa proses pemecahan komponen residu yang dilakukan oleh masing-masing isolat dan fraksi yang dihasilkannya adalah berbeda, sehingga mengarah terjadinya perubahan sifat fisika dan kimia tertentu pada residu yang didegradasi.
76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Bakteri yang berhasil diisolasi dari rizosfir tumbuhan bakau di Cilacap adalah
delapan
macam,
tetapi
yang
mempunyai
kemampuan
mendegradasi residu minyak bumi hanya tiga macam, satu isolat dari daerah tercemar yaitu Achromobacter sp. dan dua isolat dari daerah tidak tercemar yaitu Pseudomonas vesicularis dan Bacillus brevis. 2. Rasio N:P dari KNO 3 dan K 2 HPO 4 dan Kadar residu medium mempengaruhi pertumbuhan ketiga isolat bakteri terpilih. Medium dengan rasio N:P = 10:1 dan kadar residu 20%
merupakan kondisi
medium yang paling baik untuk pertumbuhan masing-masing isolat. 3. Isolat
dalam
bentuk
kultur
tunggal
masing-masing
mempunyai
kemampuan yang spesifik dalam mendegradasi residu minyak bumi. Achromobacter sp. mempunyai kemampuan paling tinggi dalam menurunkan viskositas (dari 54,642 cSt menjadi 28,986 cSt) dan menurunkan gravitasi spesifik (dari 0,792 menjadi 0,725), Pseudomonas vesicularis mempunyai kemampuan paling tinggi dalam menurunkan pH medium (menurunkan hingga 35,58), sedangkan Bacillus brevis mempunyai kemampuan paling tinggi dalam meningkatkan residu terlarut (dari 0,000039 g/m3 menjadi 0,000375 g/m3) dan menurunkan berat residu akhir (dari 22,833 g menjadi 20,012 g). Isolat dalam bentuk kultur campur mempunyai kemampuan lebih tinggi dibandingkan dengan isolat dalam bentuk kultur tunggal dalam mendegradasi residu minyak bumi yang diindikasikan dengan perubahan viskositas, gravitasi spesifik, residu terlarut dan berat residu akhir pada semua pH medium yang dicoba.
77
5.2. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji toksisitas dan analisis fraksi hidrokarbon terhadap residu minyak bumi yang telah terdegradasi, sehingga dapat diketahui tingkat kelayakan limbah tersebut untuk dibuang ke lingkungan.
78
DAFTAR PUSTAKA
1. Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. 2nd. John Wiley and Sons. Toronto. Hal. 203-222. 2. Anonim. 1993a. Aktivitas Mikroba Dalam Transformasi Substansi di Lingkungan Situs Hidrokarbon. Dalam Kumpulan makalah simposium: Kemajuan Kerjasama Riset Eksplorasi dan Produksi. Pertamina-FT UI-Lembaga Penelitian ITB-FT UGM dan PPPTMGB Lemigas. Hal. 1 – 23. 3. Anonim. 1993b. Pertamina Menyongsong Tantangan Masa Depan. Pertamina. Hal. 23 – 28. 4. Atlas R.M. & Bartha R. 1993. Microbial ecology, Fundamental and application, 3rd Ed.. Benyamin Cummings Publishing, Co. Inc. Redwood City,California. Hal. 37 - 53. 5. Boone, D.R. & L. Xun. 1987. Effects of pH, Temperature, and Nutrients on Propionate Degradation by a Methanogenic Enrichment Culture. Journal Applied and Environmental Microbiology. Vol. 53 No. 7. Hal. 1589 – 1592. 6. Brock, T.D. 1974. Biology of Microorganisms. Prentice-Hall, Inc. New Jersey. Hal. 263-266. 7. Buchanan, R.E. & N.E. Gibbons (CoE). 1974. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. 8th. Ed. S.T. Cowan, J.G. Holt, J. Liston, R.G.E. Murray, C.F. Niven, A.W. Ravin & R.Y. Stanier (Eds.). Baltimore. 8. Byrom, J.A. & S. Beastall. 1971. Microbial Degradation of Crude Oil with Particular Emphasis on Pollution. Dalam Proceedings: Microbiology. P. Hepple (ed.). Institut of Petroleum. London. Hal. 73 – 86
79
9. Colleran, E. 1997. Use of Bacteria in Bioremediation. Dalam Sheehan, D. (ed.) Bioremediation Protocols. Humana Press. Jersey. Hal. 3 22 10. Doerffer, J.W. 1992. Oil Spill Response in The Marine Environment. Pergamon Press. Tokyo. Hal. 9 – 20 11. Doelle, H.W. 1994. Microbial Process Development. World Scientific. Hongkong. Hal. 170 – 175. 12. Fedorak, P.M. & D.W.S. Westlake. 1984. Microbial Degradation of Alkyl Carbazol in Norman Wells Crude Oil. Journal: Applied and Environmental Microbiology. Vol. 47. Hal: 858 - 862. 13. Floodgate, G.D. 1972. Biodegradation of Hidrocarbons in The Sea. Dalam: Water Pollution Microbiology. R. Mitchell (ed.). John Wiley & Sons. Inc. Hal. 153 - 171 14. Hurtig, R.M. dan F. Wagner. 1992. Microbial Degradation of Aliphatic Hydrocarbons and its Environmental Importance. Dalam R.K. Finn, P. Prave, M. Schlingmann, W. Crueger, K. Esser, R. Thauer dan F. Wagner (Eds.). Biotechnology Focus 3 Fundamentals Applications Information. Hanser Publisher. Barcelona. Hal. 318 – 327. Encyclopedia Dalam: 15. Klein, D.A. 1992. Rhizosphere. Microbiology. Vol. 3. Academic Press. Inc. Hal. 565 – 572
of
16. Moat, A.G. & Foster, J.W. 1995. Microbial Physiology. A John Wiley & Sons Inc. Publication, New York. p. 19-97. 17. Neumann, HJ, B. Paczynska-Lahme, D. Severin. 1981. Composition and Properties of Petroleum. Halsted Press. Chichester. Hal. 97 – 103. 18. Pelczar, M.J. & E.C.S. Chan. 1981. Elements of Microbiology. Mac Graw Hill Inc. Hal. 68 – 93.
80
19. Rao, N.S.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. UI-Press. Jakarta. Hal. 63 - 92 20. Rosenberg, E. dan D.L. Gutnick. 1986. The Hidrocarbon Oxiding Bacteria. Dalam The Prokaryota. Hal. 903 – 912. 21. Ruyitno. 1991. Pengantar Praktikum Bakteria: Petunjuk Pencemaran di Suatu Perairan. Dalam D.H. Kunarso dan Ruyitno (Eds) Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. LIPI. Jakarta. Hal. 71 – 82. 22. Sharpley, J.M. 1966. Elementary Petroleum Gul.Publ.Co. Texas. Hal. 37 – 147.
Microbiology.
23. Soedomo, M. 1994. Waste loading offshore petroleum development second south pasific regional workshop on offshore technology.ITB. p. 1-10. 24. Steel, R.G.D. & J.H. Torrie. 1981. 2nd ed. Principles and Procedures of Statistics A Biometrical Approach. Mc-Graw Hill International Book Company. London. Hal. 403 - 450 25. Thomas, J.M.; C.H. Ward; R.L. Raymond; J.T. Wilson & R.C. Loehr. 1992. Bioremediation. Dalam: Encyclopedia of Microbiology. Vol. 1. Academic Press, Inc. Hal. 369 - 385 26. Udiharto, M. 1994. Aktivitas Mikroba Dalam Degradasi Minyak Bumi. Dalam Proceeding: Diskusi Ilmiah VII Hasil Penelitian Lemigas. Lemigas. Jakarta. Hal. 464 – 476 27. Venosa, A.D., J.R. Haines, W. Nisamaneepong, R. Govind, S. Pradhan and B. Siddique. 1992. Efficacy of Commercial Products in Enhancing Oil Biodegradation in Closed Laboratory reactors. Journal of Industrial Microbiology. No. 10. Hal. 13 – 23 28. Werner, D. 1992. Symbiosis of Plants and Microbes. Chapman & Hall. Madras. Hal. 20 – 36
81
29. Whittenbury, R. 1971. Hydrocarbon as Carbon Substrates. Dalam P. Hepple (ed.). Proceeding: Mycrobiology. Institut of Petroleum. London. Hal. 13 – 24 30. Wrenn, B.A., J.R. Haines, A.D. Venosa, M. Kadkhodayan and M.T. Suidan. 1994. Effects of Nitrogen Source on Crude Oil Biodegradation. Journal of Industrial Microbiology. No. 13. Hal. 279 - 286
82
Lampiran 1. Jumlah sel masing-masing isolat pada medium modifikasi Soeminarti dengan berbagai rasio N:P dan pH medium 7, selama masa inkubasi 5 hari.
No.
1
2
3
Jenis Isolat bakteri rizosfir
Rasio N:P
Jumlah sel per
terpilih
medium
ml
5:1
4,3x106
10 : 1
1,3x108
15 : 1
2,8x106
5:1
5,6x105
10 : 1
8,6x107
15 : 1 5:1
1,5x106 2,5x106
10 : 1 15 : 1
8,7x107 7,8x106
Achromobacter sp
Pseudomonas vesicularis
Bacillus brevis
83
Lampiran 2. Jumlah sel masing-masing isolat pada medium modifikasi Soeminarti dengan berbagai kadar residu dan pH medium 7, selama masa inkubasi 5 hari. No.
1.
2.
3.
Jenis Isolat bakteri rizosfir
Konsentrasi
Jumlah sel per
terpilih
residu
ml
5%
1,5 x 108
10 %
3,2 x 107
15 %
2,3 x 107
20 %
8,9 x 107
25 %
2,3 x 106
5%
1.0 x 107
10 %
8,4 x 106
15 % 20 %
1,9 x 107 5,7 x 107
25 %
2,3 x 106
5%
1,7 x 106
10 %
1,6 x 105
15 % 20 %
8,2 x 107 5,8 x 107
25 %
2,9 x 107
Achromobacter sp
Pseudomonas vesicularis
Bacillus brevis
84
Lampiran 3. Jumlah sel masing-masing isolat pada medium modifikasi Soeminarti dengan pH medium 7, rasio N:P = 10:1 serta kadar residu 20% (v/v). Hari
Jumlah sel/ml pada isolat bakteri rizosfir terpilih Pseudomonas
ke
Achromobacter sp
0
2,7 x 105
2,9 x 105
3,7 x 105
1
6,5 x 105
5,8 x 105
1,6 x 106
2
5,1 x 106
2,8 x 106
3,3 x 107
3
7,2 x 107
3,4 x 107
7,5 x 108
4
1,5 x 109
2,8 x 108
3,6 x 1010
5
2,3 x 1010
4,6 x 109
1,8 x 1012
6
5,5 x 1011
9,0 x 109
4,6 x 1012
7
1,8 x 1012
3,0 x 1012
1,6 x 1012
8
6,2 x 1011
1,2 x 1013
-
12
-
9
-
vesicularis
6,7 x 10
Bacillus brevis
85
Lampiran 4. Jumlah sel masing-masing isolat dalam bentuk kultur tunggal dan campurannya selama proses percobaan berlangsung pada medium modifikasi Soeminarti dengan rasio N:P dan kadar residu optimal.
Jumlah sel/ml pada taraf faktor inokulum:
Hari ke:
Achromobacter sp
P. vesicularis
0
3,1x106
2,9x106
2,7x106
2,6x106
1
1,3x107
1,0x107
4,8x107
1,0x108
2
1,6x108
5,0x107
5,0x108
2,5x109
3
3,2x109
1,0x109
1,6x1010
5,0x1010
4
1,0x1011
3,2x1010
1,3x1012
3,2x1012
5
2,5x1012
7,3x1011
1,0x1014
2,0x1014
6
1,8x1014
2,5x1013
1,6x1016
3,2x1016
7
2,0x1016
2,0x1015
2,0x1018
7,9x1018
8
1,3x1019
1,0x1018
2,5x1020
1,0x1022
9
7,9x1020
6,3x1019
6,3x1021
2,5x1022
10
2,2x1021
1,0x1021
1,0x1022
1,6x1023
11
6,3x1021
7,9x1021
1,6x1021
3,2x1023
12
7,9x1020
2,0x1022
1,6x1020
4,0x1023
13
6,3x1019
4,0x1020
7,9x1018
1,6x1022
14
1,6x1018
4,0x1018
1,3x1018
2,0x1020
B. brevis
Campuran
86
Lampiran 5. Analisis ragam nilai viskositas residu setelah masa inkubasi 14 hari Sumber ragam Macam inokulum PH awal medium Interaksi Galat Total
Jumlah kuadrat 3736,1082
db 4
Kuadrat tengah 934,0270
F hitung 1028,521
Taraf nyata 0,0000
41,6978
2
20,8489
22,958
0,0000
13,3236 13,6218 3804,7515
8 15 29
1,6654 0,9081
1,834
0,1482
Lampiran 6. Analisis ragam nilai gravitasi spesifik residu setelah masa inkubasi 14 hari Sumber ragam Macam inokulum PH awal medium Interaksi Galat Total
Jumlah kuadrat 0,0242332
db. 4
Kuadrat tengah 0,0060583
F hitung 1132,719
Taraf nyata 0,0000
0,0002486
2
0,0001243
23,241
0,0000
6,77842E-5 8,02269E-5 0,0246298
8 15 29
8,47302E-6 5,34846E-6
1,584
0,2107
87
Lampiran 7. Analisis ragam konsentrasi residu terlarut setelah masa inkubasi 14 hari Sumber ragam Macam inokulum PH awal medium Interaksi Galat Total
Jumlah kuadrat 5,81576E-7
db 4
Kuadrat tengah 1,45394E-7
F hitung 54,275
Taraf nyata 0,0000
5,25280E-8
2
2,62640E-8
9,804
0,0019
1,13192E-8 4,01828E-8 6,85606E-7
8 15 29
1,41490E-9 2,67885E-9
0,528
0,8177
Lampiran 8. Analisis ragam berat residu akhir setelah masa inkubasi 14 hari Sumber ragam Macam inokulum PH awal medium Interaksi Galat Total
Jumlah kuadrat 151,90867
db 4
Kuadrat tengah 37,977167
F hitung 295,926
Taraf nyata 0,0000
3,90200
2
1,951000
15,203
0,0002
4,29133 1,92500 162,02700
8 15 29
4,180
0,0083
0,5364167 0,1283333
88
Lampiran 9. Uji Duncan berat residu akhir untuk pengaruh interaksi faktor macam inokulum dan taraf pH awal medium.
Interaksi faktor macam inokulum dengan pH awal 6 No 1 2 3 4 5
Rata-rata penurunan pH akhir (%) 7,500 a 8,125 a 15,000 b 25,000 c 44,375 d
Keterangan: nilai rata-rata penurunan pH akhir medium yang diikuti oleh huruf kecil sama menunjukkan berbeda tidak nyata.
92
Lampiran 13. Uji Duncan penurunan pH akhir medium untuk pengaruh interaksi antara faktor pH awal medium dan taraf macam inokulum
Interaksi faktor pH awal medium dengan tanpa inokulum No 1 2 3
Faktor pH awal medium 7 6 8
Rata-rata penurunan pH akhir (%) 5,000 a 7,500 a 7,500 a
Interaksi faktor pH awal medium dengan inokulum isolat-1 No 1 2 3
Faktor pH awal medium 7 6 8
Rata-rata penurunan pH akhir (%) 10,000 a 17,500 b 25,000 c
Interaksi faktor pH awal medium dengan inokulum isolat-2 No 1 2 3
Faktor pH awal medium 6 7 8
Rata-rata penurunan pH akhir (%) 26,665 a 35,710 b 44,375 c
Interaksi faktor pH awal medium dengan inokulum isolat-3 No 1 2 3
Faktor pH awal medium 7 8 6
Rata-rata penurunan pH akhir (%) 5,000 a 8,125 a b 10,780 b
Interaksi faktor pH awal medium dengan inokulum campuran No 1 2 3 Keterangan:
Faktor pH awal medium 6 7 8
Rata-rata penurunan pH akhir (%) 8,335 a 10,285 a b 15,000 b
nilai rata-rata penurunan pH akhir medium yang diikuti oleh huruf kecil menunjukkan berbeda tidak nyata.
sama
93
Lampiran 14. Komposisi Medium Bushnell-Haas Mineral Salt (BHMS)(2) Bahan Jumlah MgSO4.7H2O 0,2 g CaCl2 0,02 g KH2PO4 1,0 g K2HPO4 1,0 g NH4NO3 1,0 g FeCl3 (60% larutan) 2 tetes Akuades 1.000 ml Catatan: untuk membuat BHMS padat ditambah agar 15 g
Lampiran 15. Komposisi Medium Zobell(2) Bahan Jumlah Pepton 5 g Ekstrak ragi 1 g FePO4 0,01 g Air payau 1.000 ml Catatan: untuk membuat Zobell padat ditambah agar 15 g
Lampiran 16. Komposisi Medium Soeminarti(21) Bahan Ekstrak ragi K2HPO4 KNO3 Air payau
Jumlah 0,01 g 0,1 g 0,1 g 1.000 ml
94
Lampiran 17. Faktor fisika kimia air dan tanah daerah Tritih dan Donan Faktor fisika kimia