ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI
Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus seizin penyusun dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa’Taala, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Hubungan Kekerabatan Curcuma spp. berdasarkan Karakter Morfologi dan Metabolit Sekunder”. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat kelulusan program studi S1-Biologi Universitas Airlangga. Penyusun menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penyusun menyampaikan permohonan maaf apabila ada kesalahan baik yang disengaja maupun tidak. Penyusun juga menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa bimbingan, saran, bantuan dan dorongan dari semua pihak yang bersangkutan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun maupun pembaca. Akhir kata, penyusun memohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan, sekian dan terima kasih.
Surabaya, 5 Juni 2016 Penyusun, Nindia Fairuzi
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kehadirat Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi ini dengan baik. Naskah skripsi ini tidak akan selesai tanpa bimbingan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Ibu Dr. Hamidah, M.Kes., selaku pembimbing I, terimakasih atas waktu, tenaga, ilmu, arahan, perhatian dan bimbingannya.
2.
Bapak Prof. H. Hery Purnobasuki, Ph.D., selaku pembimbing II, terimakasih atas waktu, arahan dan bimbinganya.
3.
Ibu Dra. Thin Soedarti, CESA, selaku penguji III, terimakasih untuk ilmu, saran dan perhatiannya.
4.
Ibu Dr. Alfiah Hayati, selaku penguji IV, terimakasih untuk ilmu, saran dan perhatiannya.
5.
Bapak Drs. Salamun, M.Kes, selaku dosen wali untuk saran, bimbingan dan perhatiannya.
6.
Bapak Prof. Win Darmanto, M.Si., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Unair, untuk ilmu dan saran yang diberikan.
7.
Bapak Dr. Sucipto Hariyanto, DEA., selaku Ketua Departemen Biologi dan Ketua Progam Studi Biologi FST Unair, untuk ilmu, saran dan perhatian yang diberikan.
8.
Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Departemen Biologi untuk ilmu, motivasi dan saran yang diberikan selama menempuh pendidikan di progam studi Biologi.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9.
Staff dan Karyawan Departemen Biologi, Mbak Arie, Mbak Yatminah, Mas Catur Sasongko, Mas Eko Suyanto, Mas Setyanto, Mas M. Sudjoko, Bapak Sunarto, Bapak Sukadji, Bapak Suwarni, terimakasih karena membantu penulis dalam perihal administrasi maupun kemudahan meminjam alat dan laboratorium selama masa studi hingga penelitian.
10.
Ibu Dwi Kusuma Wahyuni, S.Si., M.Kes, selaku dosen pembina Taman Husada Graha Family, atas izin yang diberikan kepada penulis sejak praktek kerja lapangan hingga penelitian skripsi di Taman Husada Graha Family Surabaya.
11.
PT. Intiland Grande Surabaya sebagai developer perumahan Graha Famili Surabaya, General Manager dan Staff Management Property Graha Famili Surabaya atas izin yang diberikan kepada penulis sejak praktek kerja lapangan hingga penelitian skripsi di Taman Husada Graha Family Surabaya.
12.
Kepada Dosen Pengampu mata kuliah Metode Fitokimia semester gasal 2015/2016, Ibu Dr. Nanik Siti Aminah, M.Si. (Wadek III), Ibu Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA., Ibu Dr. Pratiwi Pudjiastuti,M.Si., Bapak Dr. Mulyadi Tanjung, M.S., untuk ilmu, saran, dan perhatiannya selama penulis mengikuti perkuliahan metode fitokimia.
13.
Ibu Prof. Dr. Afaf Baktir, MS. selaku dosen mata kuliah Agama Islam 2 semester genap 2015/2016, untuk saran, bimbingan dan perhatiannya.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14.
Keluarga tercinta, Papa Ir. Edirosa, Mama Dra. Yuvita Swandayani, Adek tersayang Nabila Dhea Shafira, Eyang kakung H. Soedaryanto, S.H. dan Eyang putri Hj. Yoeliawati, Keluarga Tante Andari Priantina, S.Psi., untuk do’a, kasih sayang, perhatian, dukungan, dan motivasinya.
15.
Sahabat-sahabatku, BMC (Biology Manga Club): Yulia Rahmawati (Yura), Lia Anggraeni M (Honami), Elisabeth K.P (Beth), Nina Novianti (Neechan), Sarah Pramithasari (Sei). Sahabatku: Rizky Noor Adha (Eki), Muhammad Nadhif (Nadhif), Muhammad Bachruddin (Rudi), Fairuz Nabil Izdihar (Iruz) dan Sri Lestari Ningsih (Tama), Radityo Dharmawan (Kakak Oben) dan Risna Febrianti (Risna), Aulia Puspita S (Uli), Ahmad Rafdi W (Rafdi), dan seluruh teman satu angkatan di Biologi Unair 2012, terimakasih untuk persahabatan, waktu kebersamaan yang menyenangkan selama menempuh pendidikan.
16.
Kak Hebert Adrianto (Biologi Unair 2008) dan teman-teman dari kelas Metode Fitokimia semester gasal 2015-2016, Dina, Rani, Citra, Okky, Isma, Salma, Wiwik, Balqis, Atul, Erika, Nike, Fajar, Mas Ferries untuk ilmu dan motivasi yang diberikan.
17.
Serta kepada seluruh pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung, memberi saran, bantuan, motivasi, dan semangat selama melaksanakan penelitian dan studi yang tidak dapat penulis sebutkan satupersatu. Terimakasih atas do’a dan harapan baiknya untuk penulis.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Nindia Fairuzi. 2016. Analisis Hubungan Kekerabatan Curcuma spp. Berdasarkan Karakter Morfologi Dan Metabolit Sekunder. Skripsi ini dibawah bimbingan Dr. Hamidah, M.Kes dan Prof. H. Hery Purnobasuki, M.Si., Ph.D. Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi karakter morfologi dan metabolit sekunder pada lima Curcuma spp., hubungan kekerabatan lima Curcuma spp. berdasarkan karakter morfologi dan metabolit sekunder, juga karakter dan karakteristik apa saja yang membedakan dan mempengaruhi pengelompokan lima Curcuma spp. Pengamatan dan pengambilan sampel dilakukan di zona Zingiberaceae, Taman Husada Graha Famili, Surabaya. Pengamatan morfologi meliputi karakter perawakan, daun, batang/pseudostem, rimpang dan bunga. Kandungan metabolit sekunder diuji dengan skrining fitokimia (senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, tannin, dan minyak atsiri). Data dianalisis dengan metode fenetik (menggunakan SPSS 21) dan deskriptif (deskriptif analitik dan deskriptif diagnostik-diferensial). Hasil analisis deskriptif menunjukkan terdapat variasi karakter morfologi dan metabolit sekunder pada Curcuma spp. Hasil analisis fenetik, menunjukkan hubungan kekerabatan antar Curcuma spp. ditinjau dari karakter morfologi, metabolit sekunder dan dendogram menghasilkan 2 kelompok utama, yaitu kelompok a yang beranggotakan C. heyneanae, C. mangga, C. aeruginosa, C. xanthorrhiza dan Z. amaricans, pada nilai similaritas 62,8% dan memisah dengan kelompok b yang beranggotakan Curcuma domestica pada nilai similaritas 51,6%. Hal ini membuktikan bahwa Z. amaricans (outgroup) mempunyai hubungan kekerabatan yang jauh dengan 5 spesies dari genus Curcuma dengan nilai similaritas 99,4 %. Sedangkan karakter dan karakteristik yang membedakan dan mempengaruhi pengelompokan antar Curcuma spp. berdasarkan analisis PCA (Principal Component Analysis) ada 3 komponen. Komponen 1: tinggi; habitus pseudostem; daun: sudut letak daun, ujung, pangkal, lebar, panjang, venasi, pola venasi, warna permukaan atas dan bawah daun; rimpang: habitus, warna daging, warna permukaan; warna korola, dan kandungan flavonoid. Komponen 2: intensitas warna hijau pada batang; pewarnaan anthocyanin di pseudostem; bangun daun; keberadaan warna ibu tangkai daun; warna ibu tangkai daun; rimpang: bentuk, pola internodus, permukaan; warna ujung bractea, warna korola, warna labellum, warna pistilum, dan kandungan steroid. Komponen 3: habitus pseudostem; daun: sudut letak daun, ujung, pangkal, tepi, venasi; rimpang: jumlah induk, warna inner core, dan warna permukaan. Kata Kunci : Kekerabatan, Curcuma, morfologi, skrining fitokimia, dendogram
SKRIPSI
ix ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Nindia Fairuzi. 2016. Phylogenetic Relationship Analysis of Curcuma spp. based on Morphological Characters and Secondary Metabolites. This Study was Supervised by Dr. Hamidah, M.Kes and Prof. H. Hery Purnobasuki, M.Si., Ph.D. Biology Department, Faculty of Science and Technology, Airlangga University, Surabaya.
ABSTRACT This study aims to determine variations of morphological characters and secondary metabolites in five Curcuma spp., phylogenetic relationship of five Curcuma spp. based on morphological characters and secondary metabolites, character and characteristics that could differentiate and affect grouping of five Curcuma spp. Observations and sampling were carried out in Zingiberaceae zone, Taman Husada Graha Famili, Surabaya. Morphological observation included plant habit, leaf, stem/pseudostem, rhizomes and flowers. The content of secondary metabolites were tested with phytochemical screening (alkaloids, flavonoids, terpenoids, steroids, tannins, and essential oils). Data were analyzed with phenetic method (using SPSS 21) and descriptive (analytic and diagnostic-differential description). Variations in morphological characters and secondary metabolites in Curcuma spp. shown by Descriptive analysis result. Phenetic analysis results, showed phylogenetic relationship between Curcuma spp. based on morphological characters, secondary metabolites and dendogram produce two main groups, group ‘a‘ consist of C. heyneanae, C. mango, C. aeruginosa, C. xanthorrhiza and Z. americana, with similarity value of 62,8% and splitting with group ‘b’ consisti of C. domestica with similarity value of 51,6%. This result proves that Z. americana (outgroup) had distant phylogenetic relationship with other five species of genus Curcuma with similarity value of 99,4%. While the character and characteristics that differentiate and affect grouping between Curcuma spp. based on Principal Component Analysis are divided into 3 components. 1st component: height; pseudostem habit; Leaf: leaf disposition, tip, base, width, length, venation, venation pattern, upper and lower surfaces color; Rhizome: habit, flesh color, surface color; corolla color, and flavonoid. 2nd component: intensity of green color and anthocyanin coloration in pseudostem; leaf shape; midrib color presence; midrib color; Rhizome: shape, internodus pattern, surface; bractea tip color, corolla color, labellum color, pistillum color, and steroids. 3rd component: pseudostem habit; Leaf: leaf disposition, tip, base, margin, venation; Rhizome: mother rhizome number, inner core color, and surface color. Key Words : Phylogenetic relationship, Curcuma, morphology, phytochemical screening, dendogram
SKRIPSI
x ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL …........................................................................................... LEMBAR PERNYATAAN …............................................................................. LEMBAR PENGESAHAN …............................................................................. PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI …........................................................ KATA PENGANTAR …..................................................................................... UCAPAN TERIMA KASIH …........................................................................... ABSTRAK …........................................................................................................ ABSTRACT …....................................................................................................... DAFTAR ISI ….................................................................................................... DAFTAR GAMBAR …....................................................................................... DAFTAR TABEL …............................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN …....................................................................................
i ii iii iv v vi x xi xi xiv xv xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang …............................................................................................. 1.2 Rumusan Masalah …........................................................................................ 1.3 Asumsi Penelitian …........................................................................................ 1.4 Hipotesis Penelitian …..................................................................................... 1.5 Batasan Penelitian…........................................................................................ 1.6 Tujuan Penelitian ....................... ..................................................................... 1.7 Manfaat Penelitian ….......................................................................................
1 6 7 7 7 8 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Keanekaragaman Hayati …................................................ 2.2 Tinjauan Tentang Biosistematika …................................................................ 2.3 Tinjauan Tentang Metode Fenetik …............................................................. 2.4 Karakter Morfologi Sebagai Bukti Taksonomi …........................................... 2.5 Tinjauan Kemotaksonomi …........................................................................... 2.6 Tinjauan Kemotaksonomi Genus Curcuma …................................................ 2.7 Tinjauan Metabolit Sekunder .......................................................................... 2.8 Pengambilan Sampel Tumbuhan …................................................................ 2.9 Pengeringan Sampel Tumbuhan …................................................................. 2.10 Penghalusan Sampel Tumbuhan …................................................................ 2.11 Prinsip Ekstraksi Tumbuhan …...................................................................... 2.12 Pemurnian Ekstrak …..................................................................................... 2.13 Tinjauan Skrining Fitokimia …...................................................................... 2.14 Tinjauan Tentang Famili Zingiberaceae …................................................... 2.14.1 Klasifikasi............................................................................................ 2.14.2 Morfologi ............................................................................................ 2.15 Tinjauan Tentang Genus Curcuma ................................................................ 2.15.1 Klasifikasi .......................................................................................... 2.15.2 Morfologi ............................................................................................
10 11 13 15 15 16 17 23 24 25 25 27 29 29 29 30 30 30 32
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.16 Tinjauan Curcuma xanthorrhiza ................................................................... 2.16.1 Klasifikasi ........................................................................................... 2.16.2 Morfologi ............................................................................................ 2.17 Tinjauan Curcuma domestica ........................................................................ 2.17.1 Klasifikasi ........................................................................................... 2.17.2 Morfologi ............................................................................................ 2.18 Tinjauan Curcuma heyneana ......................................................................... 2.18.1 Klasifikasi ........................................................................................... 2.18.2 Morfologi ............................................................................................ 2.19 Tinjauan Curcuma aeruginosa ...................................................................... 2.19.1 Klasifikasi ........................................................................................... 2.19.2 Morfologi ............................................................................................ 2.20 Tinjauan Curcuma mangga .......................................................................... 2.20.1 Klasifikasi ........................................................................................... 2.20.2 Morfologi ............................................................................................ 2.21 Tinjauan Zingiber americana......................................................................... 2.21.1 Klasifikasi ........................................................................................... 2.21.2 Morfologi ............................................................................................
33 33 33 36 36 37 38 38 39 40 40 41 42 42 43 44 44 44
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian …...................................................................... 3.2 Bahan dan Alat Penelitian …........................................................................... 3.2.1 Bahan penelitian …................................................................................ 3.2.2 Alat Penelitian ….................................................................................... 3.3 Prosedur Penelitian …...................................................................................... 3.3.1 Definisi Operasional …......................................................................... 3.3.2 Tahap-tahap Prosedur Penelitian …....................................................... 3.3.2.1 Persiapan Penelitian…................................................................. 3.3.2.2 Pengumpulan Spesimen ….......................................................... 3.3.2.3 Pendataan Karakter ..................................................................... 3.3.2.4 Skrining Fitokimia ...................................................................... 3.3.2.5 Analisis Data ............................................................................... 3.4 Parameter yang Diamati .................................................................................. 3.4.1 Karakter Morfologi ................................................................................ 3.4.2 Skrining Fitokimia ................................................................................. 3.4.3 Penghitungan Parameter Fisikokimia ................................................... 3.5 Cara Kerja Pengambilan Sampel .....................................................................
46 46 46 47 47 47 48 48 49 49 49 49 51 51 52 54 55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ................................................................................................ 4.1.1 Pengamatan Faktor Lingkungan ............................................................. 4.1.2 Analisis Hubungan Kekerabatan Curcuma spp Berdasarkan Karakter Morfologi dan Metabolit Sekunder dengan Deskripsi ............................ 4.1.2.1 Deskripsi Analitik ...................................................................... 4.1.2.2 Deskripsi Diagnostik Differensial .............................................. 4.1.3 Pengenalan Spesies dengan Kunci Identifikasi ........................................
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
57 57 57 61 73 90
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4.1.4Kajian Hubungan Kesamaan Karakteristik Spesies Curcuma menggunakan fenogram .......................................................................... 4.1.5 Hasil Skrining Fitokimia ......................................................................... 4.1.5.1Hasil Pembuatan Ekstrak ............................................................. 4.1.5.2Evaporasi .................................................................................... 4.1.5.3 Pemeriksaan Fitokimia .............................................................. 4.2 Pembahasan ..................................................................................................... 4.2.1 Keanekaragaman morfologi dan metabolit sekunder spesies pada Curcuma spp. .................. ...................................................................... 4.2.2 Hubungan kekerabatan antar spesies pada Curcuma spp...................... 4.2.3 Karakter morfologi dan metabolit sekunder yang mempengaruhi pengelompokan spesies pada Curcuma spp. ......................................... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 5.2 Saran . ........................................................................................................
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
101 102 105 105 107 107 111 113
117 118 119
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
SKRIPSI
92
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR GAMBAR
Nomor 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7
Judul
Halaman
Contoh senyawa alkaloid berdasarkan penyusun asam aminonya Contoh senyawa golongan flavonoid Contoh senyawa golongan tannin Contoh senyawa terpenoid Curcuma xanthorrhiza Curcuma domestica Curcuma heyneanae Curcuma aeruginosa
4.8 4.9 4.10 4.11 4.12
Morfologi temulawak Morfologi kunyit Morfologi temu giring Morfologi temu ireng Morfologi temu mangga Morfologi lempuyang emprit Dendogram hubungan fenetik antara lima spesies dari genus Curcuma dan satu spesies sebagai outgroup dari family Zingiberaceae yang diteliti dengan analisis karakteristik morfologi dan metabolit sekunder Proses pengeringan rimpang Contoh hasil penghalusan serbuk rimpang yang siap dimaserasi Perbandingan daun 5 spesies dari genus Curcuma dan 1 outgrup Perbandingan bunga 5 spesies dari genus Curcuma dan 1 outgrup Perbandingan rimpang 5 spesies dari genus Curcuma dan 1 outgrup
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
18 19 20 21 33 37 39 41 63 65 67 69 71 73 95
103 104 109 110 110
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR TABEL
Nomor 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5
SKRIPSI
Judul
Halaman
Data pengamatan faktor lingkungan Daftar Karakter morfologi dan metabolit sekunder Hasil penghitungan indeks similaritas dengan koefisien simple matching Pengelompokan karakteristik morfologi berdasarkan average linkage Nilai komponen utama karakter morfologi dan metabolit sekunder Curcuma spp. dan outgrup
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
57 59 93 94 98
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
SKRIPSI
Judul
Tabel Karakter Tabel hasil pengamatan karakter morfologi dan metabolit sekunder Curcuma spp. dan outgrup Tabel skoring hasil pengamatan karakter morfologi dan metabolit sekunder genus Curcuma Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian Tabel Warna Proses maserasi Hasil maserasi sebelum dievaporasi Hasil ekstrak kental metanol Hasil ekstrak kental n-heksana Alat rotary evaporator Ringkasan Analisis Data Menggunakan IBM SPSS 21
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Biodiversitas adalah kelimpahan berbagai jenis sumberdaya alam hayati
(tumbuhan dan hewan) yang terdapat di muka bumi (Nagy dan Mardiastuti, 1999). Secara geografis ada perbedaan persebaran biodiversitas di seluruh dunia. Sehingga hanya ada beberapa daerah atau Negara yang menjadi Centre of Diversity. Negara yang termasuk dalam Centre of Biodiversity dikenal tidak hanya karena kekayaan spesiesnya, tetapi juga karena tingkat biodiversitasnya seperti jumlah garis filogenetik yang beragam dan jumlah spesies endemik dan lain lain (Khrisnamurty, 2003). Indonesia
termasuk
dalam
12
negara
megabiodiversitas
dengan
keanekaragaman yang tinggi (McNeely et al., 1990), terutama keanekaragaman tumbuhannya. 12 Negara Megabiodiversitas tersebut (Brazil, Columbia, China, Mexico, Indonesia, Ecuador, Australia, India, Peru, Malaysia, Zaire dan Madagascar) memiliki lebih dari 70% tanaman berpembuluh yang ada di dunia. Sehingga strategi konservasinya dipengaruhi oleh perbedaan geografisnya. Selain itu ada beberapa kriteria sebuah negara dikategorikan sebagai Centre of Plant Diversity, yaitu karena banyaknya jumlah spesies endemik yang tersebar di berbagai tipe habitat dan juga berbagai spesies yang memiliki nilai guna bagi manusia.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN... 1
NINDIA FAIRUZI
2 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Indonesia memiliki sekitar lebih dari 6.000 tumbuhan dari 28.000 jenis tumbuhan di dunia yang telah diketahui potensinya (Rifai, 1994). Wilayah yang luas, keadaan geografis berupa negara kepulauan yang mendukung terjadinya proses spesiasi, letak biogeografis di antara dua pusat keanekaragaman tumbuhan dunia yaitu Indo Malaya dan Australia, serta keanekaragaman ekosistem yang tinggi menjadi faktor utama tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia (Djamaludin, 1997; Primarck et al., 1998). Di dalam mempelajari biodiversitas, sering dibicarakan istilah gen, spesies dan ekosistem terkait dengan tiga dasar tingkat hierarki dari organisasi biologis; keanekaragaman gen, spesies dan ekosistem (Khrisnamurty, 2003). Menurut Harper dan Hawksworth (1994), Norse et al. (1986) adalah yang pertama kali menggunakan istilah biological diversity untuk tiga level organisasi biologis. Keanekaragaman dalam satu spesies atau intra-spesies disebut keanekaragaman genetik, keanekaragaman antar spesies disebut keanekaragaman spesies, sementara keanekaragaman pada tingkat habitat atau secara ekologi disebut keanekaragaman ekosistem. Keanekaragaman genetik adalah sumber untuk kelangsungan hidup spesies tersebut dan evolusi masa depan; selain itu juga mendukung
selective
breeding
(Groombridge,
1992).
Dengan
tingkat
keanekaragaman jenis tumbuhan yang tinggi sehingga keanekaragaman genetiknya juga tinggi (Rifai, 1994). Kekayaan jenis
rempah-rempah merupakan
bukti
dari
tingginya
keanekaragaman hayati di Kawasan Nusantara yang pernah dikenal sebagai kepulauan rempah-rempah karena banyaknya tumbuhan atsiri di kawasan ini
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
3 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
(Setyawan, 2003). Menurut Verma (1982) rempah-rempah sendiri adalah bagian dari tumbuhan yang bisa dikonsumsi (edible) dan dimanfaatkan aromanya maupun sebagai penyedap rasa. Rasa dan aromanya yang khas berasal dari kandungan minyak atsiri, berupa senyawa yang terdiri dari berbagai macam molekul. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai rempah-rempah umumnya adalah rimpang, kulit kayu, bunga dan kuncup bunga, dan buah. Bagian tanaman tersebut umumnya berasal dari famili Zingiberaceae, termasuk dari genus Curcuma. Namun kualitas dan kuantitas penggunaan Curcuma kini menurun akibat substitusi bahan-bahan lain, baik alami maupun sintetis. Saat ini nampaknya hanya kunyit (Curcuma domestica Val) dan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) yang lebih banyak diminati di pasaran. Oleh karena itu, untuk meningkatkan peluang pemanfaatannya dipasaran, perlu dilakukan penelitian mendalam terhadap anggota genus Curcuma agar peluang pemanfaatannya terbuka luas. Selama ini penelitian taksonomi dari genus Curcuma umumnya terbatas dan belum sebanyak penelitian taksonomi Zingiberaceae meskipun ruang lingkupnya hanya dilakukan terhadap morfologi bunga dan sebagian kecil anatomi rimpang, sehingga data yang terkumpul relatif terbatas (Setyawan, 2003; Marsusi et al., 2001). Curcuma adalah salah satu genus dari family Zingiberaceae. Terdapat sekitar 70 spesies yang menjadi anggota dari genus Curcuma, yang terdiri dari herba berimpang dan banyak ditemukan di kawasan Indo-Malaysia. (Purseglove, 1972). Menurut Islam (2004), nama Curcuma pertama kali disebutkan oleh
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
4 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Linnaeus dalam bukunya Spesies Plantarum pada tahun 1753. Kemungkinan mengambil dari Bahasa Arab ‘Kurkum’ yang artinya warna kuning. Karena bagian tumbuhan terpenting yang sering digunakan manusia untuk berbagai kebutuhan adalah rimpangnya yang berwarna kuning (Salvi et al., 2000; Shirgurkar et al., 2001). Menurut Purseglove (1972), dari sekian banyak spesies dalam genus Curcuma, ada beberapa spesies yang sering dimanfaatkan sebagai pewarna, bumbu masak dan obat-obatan, sehingga dianggap penting dari segi ekonomi, yaitu C. domestica; C. amada; C. angustifolia; C. aromatica; C. caesia; C. mangga; C. xanthorrhiza; C. zedoaria; C. heyneana; dan C. aeruginosa. Lima diantaranya (C. domestica; C. mangga; C. xanthorrhiza; C. zedoaria; dan C. heyneana) dan C. purpuescens Bl. menurut Sudarnadi (1996) adalah contoh beberapa spesies yang ada di Indonesia. Penelitian yang telah dilakukan selama ini pada Curcuma masih terfokus pada pengolahannya dan pemanfaatannya sebagai tanaman obat dan umumnya hanya meneliti satu spesies tertentu bukan secara keseluruhan dalam satu genus. Sukardi et al., (2009) melakukan Analisis Kelayakan Industri Tablet Effervescent dari Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Selain itu Yee Ching et al., (2014) berhasil mengekstraksi minyak atsiri dari Curcuma longa dengan menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) pada temperature yang berbeda sehingga dihasilkan tingkat antioksidan yang berbedabeda. Chaveerach et al., (2008), menemukan spesies baru dari Curcuma yang ternyata bisa digunakan sebagai obat penawar racun ular Cobra. Aktivitas zat anti bakteri pada rimpang kunyit juga telah diteliti oleh Marwati et al., (1995). Tidak
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
5 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
hanya di bidang medis, Curcuma
juga dimanfaatkan di bidang peternakan.
Nataamijaya et al., (1999) telah berhasil meneliti Pengaruh pemberian kunyit (Curcuma domestica Val dan lempuyang (Zingiber aromaticium Val) terhadap bobot badan, konversi pakan dan IOFCC broiler. Adapun penelitian terhadap genus Curcuma yang terkait dengan ilmu taksonomi maupun biosistematika jumlahnya masih terbatas, dan umumnya hanya meneliti spesies tertentu. Seperti yang dilakukan oleh Setiadi et al., (2014) yang meneliti karakterisasi dan uji kekerabatan aksesi temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.). Keeratinijakal et al., (2010) melakukan penelitian Identifikasi dan karakterisasi Curcuma comosa Roxb., tanaman produsen phytoestrogens, menggunakan penanda AFLP dan karakter morfologi. Meskipun demikian ada beberapa penelitian yang mencakup genus Curcuma maupun family Zingiberaceae. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Setyawan (2003) yang meneliti keanekaragaman kandungan minyak atsiri rimpang Temu-temuan (Curcuma). Selain melalui pendekatan kemotaksonomi, juga melakukan penelitian melalui pendekatan anatomi pada anggota family Zingiberaceae. Sedangkan penelitian mengenai hubungan kekerabatan dengan pendekatan morfologi maupun kandungan metabolit sekunder belum banyak dilakukan terutama di Indonesia. Dalam hubungan kekerabatan, taksa digolongkan berdasarkan keseluruhan persamaan atau ketidaksamaan yang dimiliki antar dua taksa atau lebih (Saupe, 2005). Maka tidak menutup kemungkinan bahwa tanaman yang masih dalam satu taksa akan mempunyai persamaan morfologi maupun kandungan biokimianya. Hal ini membuktikan semakin dekat kekerabatan antar dua individu maka
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
6 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
semakin besar derajat kesamaan antar kedua individu tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang mengkaji diversitas karakteristik morfologi dan hubungan kekerabatan spesies pada genus Curcuma melalui pendekatan morfologi dan kandungan metabolit sekunder dan dianalisis hubungannya secara fenetik. Pada penelitian ini digunakan outgroup yaitu Zingiber americana. Menururt Simpson (2006), outgroup adalah takson yang dinilai dekat tetapi bukan termasuk dari anggota ingrup (kelompok yang dianalisis, dalam penelitian ini adalah spesies). Pengggunaan outgroup bertujuan sebagai pembanding dalam pembuatan dendogram.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini dirancang untuk
menjawab permasalahan sebagai berikut : 1.
Apakah terdapat variasi karakter morfologi dan metabolit sekunder pada spesies C. xanthorrhiza, C. domestica, C. heyneana, C. aeruginosa, dan C. mangga ?
2.
Bagaimana hubungan kekerabatan C. xanthorrhiza, C. domestica, C. heyneana, C. aeruginosa, dan C. mangga. berdasarkan pendekatan morfologi dan analisis kandungan metabolit sekunder?
3.
Karakter dan karakteristik apa saja yang dapat membedakan dan dapat mempengaruhi pengelompokan C. xanthorrhiza, C. domestica, C. heyneana, C. aeruginosa, dan C. mangga. ?
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
7 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1.3
Asumsi Penelitian Hubungan kekerabatan antara 2 individu atau populasi dapat diukur
berdasarkan kesamaan sejumlah karakter (Martasari et al., 2009). Semakin banyak dua taksa berbagi penampakan yang sama, semakin cenderung keduanya akan ditempatkan pada kelompok yang sama (Saupe, 2005). Berdasarkan landasan teori tersebut maka dapat diamsusikan bahwa semakin banyak kesamaan karakter antara C. xanthorrhiza, C. domestica, C. heyneana, C. aeruginosa, dan C. mangga. maka hubungan kekerabatannya semakin dekat dan dapat ditempatkan pada kelompok yang sama.
1.4
Hipotesis Penelitian
1.
Semakin banyak karakter yang berbeda antara C. xanthorrhiza, C. domestica, C. heyneana, C. aeruginosa, dan C. mangga, tingkat keanekaragamannya juga semakin tinggi.
2.
Banyaknya kesamaan karakter dan karakteristik antara C. xanthorrhiza, C. domestica, C. heyneana, C. aeruginosa, dan C. mangga, menunjukkan kedekatan hubungan kekerabatan diantara varietas tanaman tersebut.
1.5
Batasan Penelitian Penulis membatasi ruang lingkup skripsi ini, antara lain sebagai berikut: 1.
SKRIPSI
Metode analisis kekerabatan yang digunakan adalah metode fenetik.
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
8 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.
Karakter yang diamati adalah karakter morfologi dan keberadaan metabolit sekunder. Keduanya menjadi bukti taksonomi yang digunakan sebagai sebagai alat untuk menguji kekerabatan.
3.
Metabolit sekunder yang diuji keberadaannya adalah alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, tanin dan minyak atsiri menggunakan uji skrining fitokimia.
4.
Sampel yang digunakan pada penelitian ini berada di zona Zingiberaceae, Taman Husada Graha Famili, Wiyung, Surabaya.
1.6
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Untuk mengetahui keanekaragaman morfologi dan kandungan metabolit sekunder antara C. xanthorrhiza, C. domestica, C. heyneana, C. aeruginosa, dan C. mangga.
2.
Untuk mengetahui hubungan kekerabatan antara C. xanthorrhiza, C. domestica, C. heyneana, C. aeruginosa, dan C. mangga berdasarkan pendekatan morfologi dan kandungan metabolit sekunder.
3.
Untuk mengetahui karakter dan karakteristik apa saja yang dapat membedakan dan dapat mempengaruhi pengelompokan antara C. xanthorrhiza, C. domestica, C. heyneana, C. aeruginosa, dan C. mangga.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
9 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1.7
Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan hasil penelitian dapat
digunakan untuk : 1.
menjelaskan variasi karakter fenotip (morfologi) dan kandungan metabolit sekunder
yang
menyebabkan
keanekaragaman
spesies
pada
C.
xanthorrhiza, C. domestica, C. heyneana, C. aeruginosa, dan C. mangga.. 2.
menjelaskan hubungan kekerabatan antara C. xanthorrhiza, C. domestica, C. heyneana, C. aeruginosa, dan C. mangga ditinjau dari karakter morfologi, kandungan metabolit sekunder dan karakter-karakter yang mempengaruhi pengelompokkan spesies pada C. xanthorrhiza, C. domestica, C. heyneana, C. aeruginosa, dan C. mangga.
3.
referensi dan bahan acuan untuk penelitian selanjutnya di bidang taksonomi dan konservasi.
4.
referensi ilmiah bagi pembaca dari berbagai kalangan untuk keperluan inventarisasi dalam pemanfaatan hasil tanaman dari berbagai genus Curcuma dalam bidang industri, farmakologi maupun pangan.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Tentang Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati atau biological diversity (Biodiversity) adalah
istilah yang merujuk kepada keanekaragaman jumlah, varietas dan sebagainya dari mahluk hidup yang ada di bumi. Biodiversity mencakup hubungan gen, spesies, dan ekosistem dengan level hierarki dari organisasi biologis; ketiga level ini adalah keanekaragaman genetis, keanekaragaman spesies dan keanekaragam ekosistem, (Khrisnamurty, 2003). Menurut, Harper dan Hawksworth (1994), penggunaan istilah biological diversity pada tiga level organisasi biologi pertama kali dikemukakan oleh Norse et al., (1986).
Menurut Khrisnamurty (2003)
Keanekaragaman yang terdapat dalam spesies disebut keanekaragaman genetik, sementara keanekaragaman antar spesies disebut keanekaragaman spesies, sedangkan keanekaragaman ekologi atau tingkat habitat disebut keanekaragaman ekosistem. Keanekaragaman spesies mencakup seluruh spesies yang ditemukan di bumi, termasuk bakteri dan protista serta spesies dari kingdom bersel banyak (tumbuhan, jamur, hewan, yang bersel banyak atau multiseluler). Spesies dapat diartikan sebagai sekelompok individu yang menunjukkan beberapa karakteristik penting berbeda dari kelompok-kelompok lain baik secara morfologi, fisiologi atau biokimia. Definisi spesies secara morfologis ini yang paling banyak digunakan
SKRIPSI
oleh
para
taksonomis
yang
mengkhususkan
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN... 10
diri
untuk
NINDIA FAIRUZI
11 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
mengklasifikasikan spesies dan mengidentifikasi spesimen yang belum diketahui (Indrawan et al., 2007). Pada susunan taksonomi, spesies sangat umum digunakan dan telah diterima sebagai unit dasar dari kategori hierarki dalam penyusunan struktrur taksonomi. Spesies juga dinilai sangat penting untuk menentukan prioritas konservasi terhadap suatu spesies. Sampai saat ini pengertian spesies masih sulit untuk didefinisikan dan masih menjadi perdebatan mengenai definisi dari spesies yang belum disepakati secara universal (Khrisnamurty, 2003). Selain itu Jenkins (1992) menjelaskan bahwa sampai saat ini keanekaragaman spesies adalah satusatunya informasi yang tersedia di sebagian besar ekosistem di dunia.
2.2
Tinjauan Tentang Biosistematika Keanekaragaman hayati menunjukkan bahwa ada berbagai macam variasi
mahluk hidup baik ditinjau dari sifat morfologi, anatomi, fisiologi dan sebagainya. Diantara keanekaragaman tersebut pastilah terdapat beberapa kesamaan sifat. Menurut Arrijani (2003), pola hubungan atau total kesamaan antara kelompok tumbuhan berdasarkan sifat atau ciri tertentu dari masing-masing kelompok tumbuhan disebut kekerabatan dalam biosistematika tumbuhan. Sistematika khususnya biosistematika adalah ilmu yang di dalamnya terdapat taksonomi, deskripsi, identifikasi, tata nama (nomenklatur), dan klasifikasi organisme dimana tujuan akhirnya adalah penyusunan pohon filogeni (Simpson, 2006). Biosistematika digunakan dengan tujuan untuk memperoleh, menganalisis dan mengumpulkan informasi mengenai tumbuhan dan bagian-bagiannya,
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
12 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
kandungannya, dan metodenya. Biosistematika mempunyai empat komponen untuk mempelajari keanekaragaman, yaitu deskripsi, identifikasi, tata nama dan klasifikasi. Deskripsi adalah penjabaran karakter organisme ke dalam suatu takson. Identifikasi adalah penemuan takson yang identik atau serupa kepada organisme lain yang sudah dikenal. Tata nama adalah penerapan teknik penamaan tumbuhan sesuai dengan peraturan berdasarkan Kode Internasional Tata nama Tumbuhan. Klasifikasi adalah proses dan hasil penggolongan organism ke dalam takson berdasarkan kemiripan atau perbedaan karakter. Menurut Lawrence (1964), karakter morfologi dan beberapa ilmu lain yang berhubungan sebagai pendukung merupakan dasar fundamental yang digunakan dalam mengenali obyek biologisnya sebagai syarat dalam proses penyusunan biosistematika. Keanekaragaman tumbuhan tidak hanya menyangkut bentuk luarnya saja tetap juga sifat-sifat yang lain. Secara genetik tidak ada dua individu dalam satu spesies yang sama. Faktor lingkungan juga ikut berpengaruh dalam timbulnya ciri-ciri yang muncul sebagai fenotip (Prabawanti, 2012). Menurut Bhattacharyya (2009), sumber data taksonomi dapat berasal dari berbagai bidang ilmu – morfologi, anatomi, palinologi, embriologi, sitologi, genetika, kimia, dan ultrastuktur. Semua bagian tumbuhan memberikan karakter atau data taknonomis pada berbagai tahap perkembangannya dan karena itu, data harus dikumpulkan dari sebanyak mungkin bidang ilmu yang berbeda. Sneath dan Sokal (1973) menyatakan bahwa biosistematika telah mengalami perkembangan yang menakjubkan seiring dengan metode kimiawi, biologi molekuler serta
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
13 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
aplikasi komputer dalam sistem yang menggunakan data untuk merevisi dan mengembangkan sistem klasifikasi dan identifikasi. Umumnya terdapat bias dalam penggunaan istilah biosistematik dan taksonomi. Padahal pengertian biosistematika berbeda dengan klasifikasi dan taksonomi (Lestari, 2015). Taksonomi sendiri merupakan salah satu komponen dasar biosistematika (Pasagi, 2015). Menurut Simpson (2006), Taksonomi adalah salah satu bidang ilmu (dan merupakan komponen utama dari sistematika) yang meliputi deskripsi, identifikasi, tata nama dan klasifikasi. Ada dua cara yang digunakan dalam klasifikasi, yaitu fenetik dan filogenetik. Klasifikasi fenetik didasarkan pada kesamaan sifat (overall similarities). Sementara klasifikasi filogenetik didasarkan pada asal usul evolusi atau sifat nenek moyang yang bisa jadi dapat berpengaruh pada kesamaan sifat. Menurut Martasari et al., (2009), kekerabatan antara dua individu atau populasi dapat diukur berdasarkan kesamaan sejumlah karakter. Sehingga Ashary (2010) mendefinisikan bahwa semakin banyak persamaan ciri-ciri yang dimiliki semakin dekat kekerabatannya. Sebaliknya, semakin sedikit persamaan dalam ciri-ciri yang dimiliki semakin jauh kekerabatannya. Hasil analisis hubungan kekerabatan dapat divisualisasikan dengan suatu dendrogram yang disebut fenogram (Simpson, 2006).
2.3
Tinjauan tentang Metode Fenetik Seperti yang dijelaskan di poin sebelumnya bahwa klasifikasi fenetik
adalah klasifikasi yang didasarkan pada seluruh kesamaan sifat (overall similarities). Menurut Jones & Luchsinger (1986) saat ini klasifikasi filogenik
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
14 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
paling banyak digunakan dalam ilmu taksonomi. Studi filogeni paling banyak digunakan dalam ilmu taksonomi. Studi filogeni dimulai dengan menyeleksi taksa atau kelompok taksonomi yang akan dianalisis termasuk baik dalam satu kelompok maupun bukan kelompok dan tiap individu dalam taksa yang biasa disebut Satuan Taksonomi Operasional (STO) (Simpson, 2006). Pengamatan morfologi dilakukan secara visual sedangkan pengamatan terhadap anatomi menyangkut struktur penyusun dilakukan dibawah mikroskop cahaya binokuler (Martasari et al., 2009). Semua data pengamatan yang diperoleh dikumpulan untuk dianalisis kekerabatannya dengan metode Sokal & Michener dalam Stuessy (1990) dengan tahapan sebagai berikut. 1.
Penyusunan tabel data berdasarkan ciri-ciri yang diperoleh dari hasil pengamatan.
2.
Setelah memperoleh ciri-ciri morfologi, kemudian diseleksi untuk menentukan karakter yang mantap utuk klasifikasi dan disusun dalam tabel satuan taksonomi operasional (STO). Ada 2 jenis karakter, yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter kuantitatif adalah karakter yang dapat dihitung, sedangkan karakter kualitatif adalah karakter yang tidak dapat dihitung (Martasari et al, 2009).
3.
Berdasarkan tabel STO dibuat matriks jumlah ciri-ciri taksonomi. Dalam penelitian ini adalah beberapa spesies dari genus Curcuma yang diamati.
4.
Hasil
perhitungan
koefisien
asosiasi
spesies-spesies
Curcuma
berdasarkan karakter morfologi dan skrining fitokimia selanjutnya dianalisis
SKRIPSI
dengan
analisis
pengelompokan
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
(clustering
analysis).
NINDIA FAIRUZI
15 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pengelompokkan didasarkan pada tingkat kesamaan tertinggi. Hasil hubungan kekerabatan ditunjukkan dalam fenogram. Menurut Sokal dan Michener (1958), secara umum metode kerja fenetik adalah memilih taksa (STO), memilih karakter yang sesuai, menghitung similaritas, membuat fenogram dan menginterpretasikan hasilnya.
2.4
Karakter Morfologi Sebagai Bukti Taksonomi Bhattacharyya (2009) menyatakan bahwa karakter morfologi telah lama
digunakan untuk tujuan klasifikasi dan karakter tersebut masih tetap diperlukan. Secara khusus, ciri morfologi flora menyediakan banyak karakter penting untuk sistem klasifikasi Linnaeus, Bentham dan Hooker, Bessey, Engler dan Prantl, Hutchinson dan lainnya. Karena karakter morfologi dapat diamati dengan mudah, sehingga ciri-ciri ini teah digunakan dalam sistem klasifikasi, kunci idetifikasi, dan deskripsi umum. Karakter sendiri dapat didefinisikan segala kenampakan atau atribut yang ada pada tiap organisme yang dapat diukur, dibandingkan, dihitung, dideskripsikan atau mungkin juga dapat diperkirakan (Simpson, 2006). Jeffrey (1982) menyatakan bahwa karakter adalah ciri-ciri pembeda yang disusun berdasarkan kemunculannya pada tiap kelompok organisme dan digunakan dalam mengklasifikasikan organisme.
2.5
Tinjauan Kemotaksonomi Kemotaksonomi yaitu telaah kimia dalam kelompok tumbuhan yang
terbatas, terutama kandungan sekundernya dan juga makromolekul serta
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
16 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
penggunaan data yang diperoleh untuk menggolongkan tumbuhan, sering juga disebut sistematika biokimia. Tumbuh-tumbuhan yang mempunyai zat kandungan yang sejenis. Pada penelitian fitokimia mengenai suatu tumbuhan, informasi kemotaksonominya sangat penting untuk dijadikan pedoman karena dapat diperkirakan atau diharapkan zat-zat kandungan apa saja yang mungkin dapat ditemukan pada jenis tumbuhan yang sedang diteliti tersebut (Harbourne, 1973). Meskipun karakter morfologis adalah hal penting yang berguna untuk menentukan spesies, karakter kimiawi dapat digunakan untuk menentukan hubungan antarspesies, genus dan famili. Pengetahuan kimia dapat menyediakan informasi sistematika penting yang tidak tersedia dari pendekatan lain dan sering kali dapat memecahkan masalah sistematika yang belum terpecahkan oleh teknik sitologi, anatomi, ataupun morfologi (Bhattacharyya, 2009).
2.6
Tinjauan Kemotaksonomi Genus Curcuma Pada genus Curcuma, senyawa utamanya ialah kurkuminoid yang
merupakan struktur bifenil dengan rantai alkil tak jenuh yang bertanggung jawab terhadap efek farmakologis (Itokawa et al., 2008). Tetapi pada penelitian ini, hanya diuji kekerabatannya melalui uji skrining fitokimia dari metabolit sekunder yang disinyalir terkandung dalam rimpang tanaman genus Curcuma. Menurut Murwani (2007) metabolit sekunder sendiri adalah senyawa yang dihasilkan oleh suatu spesies atau genus tertentu yang mungkin hanya diproduksi pada tingkat pertumbuhan dan perkembangan tertentu. Selain itu dalam beberapa kasus tertentu metabolit sekunder dapat diproduksi pada saat tanaman mengalami stress yang
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
17 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
disebabkan oleh adanya perlukaan atau serangan mikroorganisme. Kemungkinan lain metabolit sekunder dibentuk pada saat stress karena kekurangan air. Senyawa yang terbentuk pada saat stress di antaranya sesquiterpena bisiklik, steroida, resin dan lain-lain. Minyak atsiri juga merupakan salah satu metabolit sekunder yang dihasilkan tanaman. Dengan demikian, apabila tanaman yang diuji tidak dilukai, perlu dilakukan uji skrining fitokimia untuk mengetahui apa saja metabolit sekunder yang terkandung dalam genus Curcuma, kemudian dapat dianalisis kekerabatannya.
2.7
Tinjauan Metabolit Sekunder Metabolit sekunder adalah produk sampingan metabolisme. Metabolisme
sekunder biasanya menjalankan fungsi nonvital atau fungsi yang tidak universal, dan karenanya kurang tersebar luas di antara tumbuhan. Namun, sifat ini membuat metabolit sekunder memiliki arti taksonomis. Senyawa yang termasuk dalam kelompok ini adalah terpenoid, pigmen flavonoid, dan kompponen fenolik yang lain, asam amino, alkaloid, minyak dan lilin, asam lemak, senyawa sianogenik, dan glukosinolat. Produk sekunder ini sering disimpang, kadang dalam jumlah besar di dalam sel hidup atau mungkin terdeposisi dalam kelenjar, saluran resin, atau dalam jaringan, seperti kulit batang atau heartwood (Bhattacharyya, 2009). A.
Alkaloid Alkaloid merupakan jenis metabolit sekunder terbesar dan terdapat sekitar
6.000 struktur berbeda yang telah dikarakterisasi (Harbourne dan Turner, 1984). Alkaloid dari tanaman kebanyakan merupakan senyawa amina tersier dari yang
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
18 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
lainnya terdiri dari nitrogen primer, sekunder dan quartener (Poither, 2000) Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan cincin aromatis (Achmad, 1986). Berdasarkan asam amino penyusunnya, alkaloid dibedakan menjadi alkaloid asiklis, alkaloid aromatis dan alkaloid indol. Alkaloid asiklis berasal dari asam amino ornitin dan lisin. Alkaloid aromatis jenis fenilalanin berasal dari fenilalanin, tirosin, dan 3,4-dihidrosifenilalanin. Sementara alkaloid indol berasal dari tritophan. Gambar 2.1, memperlihatkan contoh senyawa alkaloid berdasarkan penyusun asam aminonya. Sebenarnya ada banyak prosedur yang bisa digunakan untuk mendeteksi alkaloid di jaringan tumbuhan. Salah satu metode yang bisa digunakan adalah menggunakan reagen Wagner (Mustarichie et al., 2011).
. Gambar 2.1 Contoh senyawa alkaloid berdasarkan penyusun asam aminonya. (Sumber : Mustarichie et al., 2011). B.
Flavonoid Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang
ditemukan di alam (Kristanti et al., 2008). Sebagai suatu kelompok flavonoid memiliki struktur yang relatif uniform, meskipun demikian flavonoid telah banyak
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
19 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dikarakterisasi dan
digolongkan berdasarkan struktur kimianya (Bylka dan
Plewski, 2004). Flavonoid menyusun hampir sebagian pigmen warna dari tumbuhan berpembuluh (Harbourne dan turner, 1984). Flavonoid memliki pengaruh fisiologis tertentu, sehingga tumbuhan yang mengandung senyawa flavonoid banyak digunakan sebagai pengobatan tradisional (Kristanti et al., 2008). Flavonoid adalah senyawa fenolat yang terhidroksilasi dan merupakan senyawa C6-C3-C6 dimana C6 diganti dengan cincin benzene dan C3 adalah rantai alifatik yang terdiri dari cincin piran. Ada 7 tipe flavonoid, yaitu flavon, flavonol, khalkon, xanton, isoflavon, dan biflavon seperti pada gambar 2.2. Uji flavonoid dilakukan dengan penambahan HCl untuk mendeteksi senyawa yang mengandung inti benzopiranon. Warna merah atau ungu yang terbentuk merupakan garam benzopirilium, yang disebut juga garam flavilium (Mustarichie et al., 2011; Achmad 1986).
Gambar 2.2 Contoh senyawa golongan flavonoid. (Sumber: Mustarichie et al., 2011). C.
Tannin Tannin merupakan gambaran umum untuk senyawa golongan polimer
fenolik (Cowan, 1999). Tannin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh,
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
20 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Di dalam tumbuhan letak tannin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma. Secara kimia terdapat dua jenis tannin yang tersebar tidak merata di dunia tumbuhan, yaitu tannin terkondensasi dan tannin terhidrolisiskan. Tannin terkondesasi tersebar luas di dalam angiospermae, paku-pakuan dan gymnospermae. (Harbone, 1996). Senyawa-senyawa tannin ditemukan pada banyak jenis tumbuhan; berbagai senyawa ini berperan penting untuk melindungi tumbuhan dari pemangsaan oleh herbivora dan hama, serta dalam pengaturan pertumbuhan (Ferrel dan Thorington, 2006). Untuk menguji tannin dapat digunakan FeCl3 (Saxena dan Patil, 2012). Contoh senyawa tannin dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Contoh senyawa golongan tannin. (Sumber: Mustarichie et al., 2011).
D.
Terpenoid Menururt Harborne (1998), kelompok senyawa ini tersebar luas di antara
tumbuhan. Semua substansinya memiliki asal-usul biosistematik yang sama dan berbasis molekul isoprena –CH2=C(CH3)-CH=CH2. Gabungan dua atau lebih unit C5 ini akan membentuk beragam tipe terpenoid seperti pada gambar 2.4.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
21 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Terpenoid mengandung karbon dan hydrogen, atau karbon, hydrogen dan oksigen yang tidak bersifat aromatis. Terpenoid merupakan senyawa yang mudah menguap dan terdiri dari 10 atom C dan merupakan senyawa penyusun minyak atsiri (Mustarichie et al., 2011). Terpenoid tumbuhan dimanfaatkan dalam bentuk minyak atsiri dan dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional. Terpenoid berperan sebagai aroma Eucalyptus, rasa khas dari kayu manis, semanggi, dan jahe, warna kuning pada bunga matahari, dan warna merah pada tomat. Beberapa terpenoid lainnya seperti citral, menthol, camphor, salvinorin A pada tanaman Salvia divinorum, cannabinoids yang ditemukan di cannabis, ginkgolide dan bilobalide di Ginkgo biloba, dan kurkuminoid dalam kunyit dan mustard seed (Firn, 2010; Specter, 2009). Pengujian terpenoid dilakukan dengan peraksi LiebermannBurchard (Kristanti et al., 2008).
Gambar 2.4 Contoh senyawa terpenoid. (Sumber : Mustarichie et al., 2011).
E.
Steroid Steroid adalah kelompok senyawa bahan alam yang kebanyakan
strukturnya terdiri atas 17 atom karbon dengan membentuk struktur dasar 1,2-
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
22 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
siklopentenoperhidrofenantren (Kristanti et al., 2008). Lemak sterol adalah bentuk khusus dari steroid dengan rumus bangun diturunkan dari kolestana dilengkapi gugus hidroksil pada atom C-3, banyak ditemukan pada tanaman, hewan dan fungi. Semua steroid dibuat di dalam sel dengan bahan baku berupa lemak sterol, baik berupa lanosterol pada hewan atau fungsi, maupun berupa sikloartenol pada tumbuhan (Moss, 1989). Fitosterol, yang meliputi sterols dan stanols, adalah senyawa steroid yang mirip kolesterol pada tumbuhan dan bervariasi pada sisi rantai karbon ada atau tidaknya ikatan rangkap ganda. Stanol adalah sterol jenuh, tidak memiliki ikatan rangkap ganda di struktur cincin sterol. Lebih dari 200 sterol dan senyawa terkait telah diidentifikasi. Fitosterol diekstraksi dari minyak yang tidak larut dalam air, cenderung larut pada minyak dan larut dalam alkohol (Akhisa dan Kokke, 1991). Sama seperti terpenoid, pengujian steroid menggunakan peraksi Liebermann-Burchard (Kristanti et al., 2008). F.
Minyak Atsiri Minyak atsiri pada dasarnya mengandung campuran senyawa kimia dan
biasanya campuran tersebut sangat kompleks, tetapi biasanya tidak melebih 300 senyawa. Beberapa tipe senyawa organik mungkin terkandung dalam minyak atsiri, seperti hidrokarbon, alkohol, oksida, ester, aldehida, dan eter. Aoma minyak atsiri biasanya ditentukan oleh komponen yang persentasenya tinggi. Beberapa jenis minyak atsiri memiliki kandungan senyawa terpena dalam porsi sangat besar. Minyak atsiri sebagai substansi mudah menguap dapat dijadikan sidik jari atau ciri khas dari suatu jenis tumbuhan karena setiap jenis tumbuhan menghasilkan minyak atsiri dengan aroma yang berbeda (Agusta, 2000).
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
23 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.8
Pengambilan sampel tumbuhan Kristanti et al., (2008) menyatakan bahwa di dalam analisis fitokimia,
terutama skrining fitokimia digunakan jaringan tumbuhan yang telah kering. Metode pengeringan harus diawasi untuk mencegah terjadinya perubahan kimia akibat pertumbuhan organisme lain yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan kimia pada bahan. Bahan harus dikeringkan dengan cepat, tanpa menggunakan suhu tinggi, lebih baik dengan menggunakan aliran udara yang baik. Setelah benar-benar kering, sampel kering tumbuhan (simplisia) atau jaringan tumbuhan yang dikeringkan (herbarium) dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu sebelum digunakan untuk analisis. Kemungkinan pencemaran oleh tumbuhan lain juga harus diperhatikan. Hal paling penting adalah tumbuhan yang digunakan adalah yang bebas penyakit, tidak terinfeksi virus, bakteri dan jamur. Jika ditemukan adanya infeksi, hal tersebut akan mengubah hasil analisis tumbuhan, karena selain hasil metabolisme mikroba tersebut yang terdeteksi bisa jadi infeksi mikroba akan mengubah metabolisme tumbuhan dan metabolit sekunder yang dihasilkan juga berbeda. Analisis ulangan pada bahan yang dibersihkan dengan hati-hati menunjukkan kalau senyawa itu tidak ada. Jadi dapat dipastikan bahwa telah terjadi pencemaran pada analisis pertama. Perlakuan yang hati-hati juga diperlukan pada analisis lumut. Lumut sering tumbuh bersekutu erat dengan tumbuhan tingkat tinggi dan kadang-kadang sukar membebaskannya dari pencemar. Pada tumbuhan tingkat tinggi, pencemaran mungkin terjadi pada saat pengumpulan bahan akibat kesalahan pengambilan karena kemiripan morfologi. Pencemaran juga bisa terjadi
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
24 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
jika suatu tumbuhan dikumpulkan tanpa disadari mengandung parasit (benalu) tercampur dengannya.
2.9
Pengeringan sampel tumbuhan Pengeringan diartikan sebagai hilangnya air atau hilangnya pelarut organik.
Sebagai bahan pengering dapat udara yang mampu menyerap lembap sampai tercapai kondisi jenuhnya. Jumlah yang dapat diserap tergantung dari lembap udara relatif. Tergantung pada situasinya, lembap dapat terserap pada bahan pengering ataukah bersama uap air yang terdapat di udara. Dengan meningkatnya suhu, kemampuan penyerapan air dari udara dan kecepatan penguapan tampak meningkat, sehingga di dalam proses pengeringan dibutuhkan panas. Ini berlaku juga untuk mengkompensasi dingin akibat penguapan. Agar hasil pengeringan maksimal, sampel sebaiknya berada pada kondisi sedemikian sehingga memiliki luas permukaan yang tinggi, jadi sampel dikondisikan dalam bentuk lapisan tipis. Tujuannya agar panas yang diberikan dapat merubah lembap menjadi uap yang kemudian berdifusi melalui bahan yang dikeringkan dan akhirnya bergerak menuju udara bebas. Sirkulasi udara yang baik dan menyebarnya panas yang diberikan memungkinkan tercapainya tingkat pengeringan yang tinggi. Pengering sinar matahari dan teduh adalah cara pengeringan yang paling sederhana yaitu menggunakan pengering udara. Untuk tujuan kefarmasian tertentu memang digunakan cara pengeringan dimana bahan ditempatkan langsung di bawah sinar matahari. Tetapi mengingat bahan sampel analisis kimia, tanaman obat, mengandung senyawa metabolit yang dikhawatirkan tidak tahan panas,
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
25 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
sebaiknya digunakan cara pengering teduh dimana bahan disebarkan mendatar di atas nampan, lemari atau dalam kotak (Voigt, 1994).
2.10
Penghalusan sampel tumbuhan Salah satu prosedur untuk mendapatkan ekstrak tumbuhan yang akan
digunakan untuk analisis skrining fitokimia adalah menghaluskan sampel tumbuhan (simplisia) sebelum dimaserasi. Dengan meningkatnya kehalusan maka permukaan semakin besar dan bidang serbuan untuk cairan ekstraksi juga meningkat. Sejumlah sel-sel yang rusak dari proses penghalusan tersebut, membantu mempermudah kandungan tumbuhan untuk diambil langsung oleh pelarut. Tetapi penyerbukan yang terlalu halus, juga mengakibatkan larutan pengekstraksi sulit dipisahkan dari sisa yang tinggal setelah proses ekstraksi, karena bahan aktif benar-benar diikat secara sorptif (Voigt, 1994).
2.11
Prinsip Ekstraksi tumbuhan Metode ektraksi yang digunakan dalam penelitian fitokimia tergantung
pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang akan diisolasi. Umumnya yang perlu dilakukan dalam ekstraksi adalah ‘membunuh’ jaringan tumbuhan untuk mencegah terjadinya oksidasi atau hidrolisis oleh enzim. Metode ekstraksi juga bertujuan untuk melarutkan senyawa yang ada pada jaringan tanaman ke dalam pelarut dalam proses ekstraksi tersebut. Alkohol merupakan pelarut universal yang baik untuk ekstraksi semua senyawa golongan metabolit sekunder. Untuk mengisolasi suatu senyawa dari bahan
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
26 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
tanaman segar, keberhasilan ekstraksi dengan alkohol tergantung seberapa kuat klorofil tertarik oleh pelarut tersebut. Selain menggunakan alkohol ekstraksi dapat dilakukan dengan pelarut metanol ataupun n-heksana. Ekstraksi sendiri adalah suatu proses pemisahan substansi dari campurannya menggunakan pelarut yang sesuai (Kristanti et al., 2008). Menurut Kristanti et al., (2008) Berdasarkan bentuk campurannya, ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu : 1.
Ekstraksi Padat-Cair Substansi yang diekstrak terdapat di dalam campurannya yang berbentuk padat.
2.
Ekstraksi Cair-Cair Substansi yang diekstrak terdapat di dalam campurannya yang berbentuk cair.
Berdasarkan proses pelaksanaannya, ekstraksi terdapat dua metode, yaitu : 1.
Ekstraksi Berkesinambungan (Continous extraction) Ekstraksi menggunakan pelarut yang sama berulang kali sampai proses ekstraksi selesai.
2.
Ekstraksi Bertahap (Bath Extraction) Ekstraksi pada tiap tahap dengan pelarut sekali pakai dan mengganti dengan yang baru sampai ekstraksi selesai. Pada penelitian ini, digunakan metode ekstrasi yaitu maserasi. Menurut
Voigt (1994) maserasi (macerace = mengairi, melunakkan) adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Baham simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
27 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
farmakope (umumnya terpotong-potong atau diserbukkasarkan) disatukan dengan bahan ekstraksi. Deposisi tersebut disimpan di tempat yang tidak terkena cahaya matahari langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu maserasi berbeda-beda, masing-masing farmakope mencantumkan 4-10 hari, namun 5 hari adalah waktu yang ideal menurut pengalaman dan sudah memadai untuk membiarkan terjadinya peristiwa difusi senyawa oleh pelarut dari sel simplisia yang telah dirusak melalui penghalusan. Selama waktu maserasi sebaiknya dilakukan suatu perlakuan agar tercapai kesetimbangan di dalam bahan yang diesktraksi, antara pelarut yang masuk ke bagian dalam sel dengan yang keluar hingga difusi berakhir. Oleh karena itu dilakukan pengocokan deposisi berulang (kira-kira tiga kali sehari), harapannya dengan perlakuan ini, dicapai suatu keseimbangan konsentrasi bahan ekstraktif yang lebih cepat ke dalam cairan. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Secara teoretis, pada suatu maserasi, suatu penyumbatan dan dengan demikian ekstraksi absolut tidaklah mungkin. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan ekstraksi, akan semakin baik hasil yang diperoleh. Setelah maserasi maka ekstrak tersebut disaring dan disimpan untuk selanjutnya dilakukan pemurnian.
2.12
Pemurnian Ekstrak Pemurnian ekstraksi ini dilakukan dengan cara menguapkan pelarut agar
didapatkan ekstrak murni dari tumbuhan yang kita ekstraksi. Metode ini
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
28 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
memanfaatkan salah satu aplikasi dari metode distilasi. Distilasi sendiri menurut Kristanti et al., (2008) adalah suatu proses yang terdiri atas beberapa tahap yaitu mengubah suatu senyawa menjadi bentuk uapnya, mengkondensasikan uap yang terbentuk menjadi cair kembali dan menampung hasil kondensasi (kondensat) ke dalam wadah penampung. Melalui cara ini suatu campuran dengan titik didih berbeda dapat dipisahkan, dan senyawa yang mudah menguap (volatil) lebih mudah dipisahkan dari senyawa yang sukar menguap (tidak volatil). Sehingga metode ini menggunakan prinsip perbedaan titik didih. Aplikasi dari metode distilasi diantaranya : 1. Eliminasi suatu produk yang terbentuk saat suatu reaksi kimia berlangsung, 2. Isolasi beberapa senyawa yang diperoleh dari suatu reaksi kimia, 3. Menghilangkan pelarut, 4. Isolasi suatu senyawa bahan alam, dan 5. Memurnikan suatu senyawa. Alat yang digunakan adalah rotary-vacuum evaporator. Prinsip kerja alat ini menurut Voigt (1994) adalah suatu film halus dari cairan yang diuapkan terbentuk melalui putaran labu dalam sebuah pemanas pada dinding labu. Melalui pembesaran permukaan penguapan maka penguapan berlangsung dalam waktu lebih singkat. Melalui pengaturan dalamnya pencelupan ke dalam penangas air, suhu penangas, hampa udara dan suhu pendingin maka kondisi optimal setiap saat terpenuhi.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
29 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.13
Tinjauan Skrining Fitokimia Skrining fitokimia adalah tahap pendahuluan dalam penelitian fitokimia,
dimana metode yang digunakan sebagian besar merupakan reaksi pengujian warna dengan suatu pereaksi warna. Metode yang digunakan dalam skrining fitokimia seharusnya memenuhi beberapa kriteria, diantaranya sederhana, cepat, hanya membutuhkan peralatan sederhana, khas untuk satu golongan senyawa, memiliki batas limit deteksi yang cukup lebar (dapat mendeteksi keberadaan senyawa meski dalam konsentrasi yang cukup kecil) (Kristanti et al., 2008).
2.14
Tinjauan Tentang Family Zingiberaceae
2.14.1 Klasifikasi Kingdom
: Plantae
Division
: Magnoliophyta
Class
: Liliopsida
Order
: Zingiberales
Family
: Zingiberaceae (Simpson, 2006)
Zingiberaceae mempunyai 47 genus dan 1.400 spesies yang terdiri dari herba perennial yang tumbuh di daerah tropis, umunya di dataran tinggi atau dataran rendah. Tanaman dari family Zingiberaceae, memiliki ciri khas rimpang (rhizome) sympodial, berdaging, yang merupakan akar dengan fungsi menyimpan cadangan makanan di iklim musiman (Purseglove, 1972).
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
30 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.14.2 Morfologi Tumbuhan berbentuk herba namun juga ada yang berukuran besar, mempunyai rimpang berdaging, daunnya bila diremas berbau harum. Batang pendek atau tinggi. Berdaun tunggal, tersusun dalam dua baris atau dalam spiral dengan pelepah yang menyelimuti batang, mempunyai lidah daun pada pertemuan antara pelepah dan helai daunnya. Bunga majemuk di ujung batang yang berdaun atau tak berdaun; berupa bongkol yang dipenuhi oleh daun penumpu. Bunga tak beraturan, ukuranya sedang sampai besar. Kelopak yang berbentuk tabung, ujungnya bergigi 3. Mahkota pada pangkalnya berbentuk tabung dengan tiga daun mahkota yang besar berbentuk bibir. Benang sari 1 yang bertautan dengan tabung mahkota, dan dua staminodia yang berbentuk seperti mahkota. Bakal buah di bawah. Buah kotak yang kering atau berdaging. (Sudarnadi, 1996).
2.15
Tinjauan Tentang Genus Curcuma
2.15.1 Klasifikasi Kingdom
: Plantae
Division
: Magnoliophyta
Class
: Liliopsida
Order
: Zingiberales
Family
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma (Simpson, 2006)
Genus Curcuma termasuk kedalam family Zingiberaeae yang didalamnya terdapat 70-80 spesies tumbuhan herba berimpang dan banyak ditemukan di
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
31 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
kawasan Indo-Malaysia (Purseglove, 1972; Sirigusa, 1999). Seperti yang kita ketahui, anggota family Zingiberaceae sudah dikenal sebagai tanaman khas aromatis dan banyak digunakan sebagai bumbu di kawasan tropis, pewarna alami, parfum, obat dan bunganya sebagai hiasan (Heywood, 1985). Menurut Salvi et al., (2002) dan Shirgurkar et al., (2001), penamaan Curcuma diambil dari kata ‘Kurkum’ dari Bahasa Arab yang artinya warna kuning. Karena bagian yang sering dimanfaatkan yaitu rimpangnya berwarna kuning. Spesies yang termasuk dalam genus Curcuma dapat tumbuh kondisi tropis yang tersebar, dari mulai di atas permukaan laut hingga di atas ketinggian 1500 m, dengan jangkauan temperatur antara 20⁰-30⁰C. Kondisi pertumbuhan yang optimal dan ideal bagi spesies Curcuma adalah curah hujan antara 150 cm atau lebih dan mendapat pengairan yang cukup baik. Sementara kondisi tanah yang ideal adalah yang tidak terlalu padat, liat atau alluvial sehingga memiliki kapasitas drainase efisien. Spesies tersebut umumnya ditemukan di hutan tropis deciduous dan hutan evergreen berkanopi lebar di area tropis dan subtropik. Distribusi geografis dari genus ini mencapai India hingga Thailand, Indochina, Malaysia, Indonesia dan Australia Utara (Apavatjrut, et.al., 1999). Bagaimanapun, identitas taksonomi dari spesies penting untuk terus digali dan dicari perbedaan potensial sebagai obat herbal (Cao et al., 2001; Sasaki et al., 2002). Dengan memperluas pengetahuan diversitas genetik akan membantu untuk pemanfaatan dan pengembangan sumber genetik Curcuma bagi suatu negara.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
32 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.15.2 Morfologi Tanaman yang terdapat dalam genus Curcuma memiliki batang aerial yang terdiri dari batang primer memanjang dengan sisa-sisa nodus daun, dan saat dewasa akan membentuk rimpang horizontal atau berkelok yang akan menjadi cabang. Tunas berdaun, tinggi 1-2 m, dengan daun, dikelilingi bladeless sheaths membentuk pseudostem. Perbungaan bisa terminal atau tumbuh mulai dari dasar daun-tunas; cylindrical spikes, dengann bractea lebar dan besar (Purselgove, 1974). Curcuma merupakan tanaman semak tropis dari family Zingiberaceae, dengan tinggi antara 1-2,5 m dengan akar rimpang (rhizome), batangnya tegak, daun kerapkali 2 baris, dengan pelepah memeluk batang. Bunganya zigomorf, berkelamin 2, kelopak berbentuk tabung dengan ujung bertaju kerapkali terbelah, daun mahkota 2, benangsari sempurna 1, staminodia hampir selalu 3, buah kotak (Backer dan Van Den Brink, 1965). Tanaman dari genus Curcuma dikenal sebagai tumbuhan obat, tumbuhan penghasil minyak atsiri, bumbu masak, zat warna, dan ada juga yang mempunyai bagian-bagian tertentu yang dapat dimakan. Bagian yang sangat penting dari tanaman temu-temuan ini adalah rhizomanya. Rhizoma tersebut mengandung pigmen, dan untuk masing-masing temu, warna rhizomanya berbeda-beda, ada yang berwarna jingga, kuning, kuning jeruk dan biru kehijauan (Hindiari, 1986).
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
33 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.16
Tinjauan Curcuma xanthorrhiza
2.16.1 Klasifikasi Kingdom
: Plantae
Division
: Magnoliophyta
Class
: Liliopsida
Order
: Zingiberales
Family
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Species
: Curcuma xanthorrhiza Roxb. (Plantamor, 2012)
Nama daerah : temulawak (Sumatera); koneng gede, temu raya, temu besar, aci koneng, koneng tegel, temulawak (Jawa); temolabak (Madura); tommo (Bali); tommon (Sulawesi Selatan); karbanga (Ternate).
2.16.2 Morfologi
Gambar 2.5 Curcuma xanthorrhiza. (Sumber : Proseanet, 2015).
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
34 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dalimartha (2007) menjelaskan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) (Gambar 2.5) adalah herba perennial yang tumbuh merumpun, memiliki batang semu yang tumbuh dari rimpangnya dan tersusun dari pelepah-pelepah daun yang saling menutup membentuk batang. Tinggi ± 2 m. Tiap tanaman berdaun 2-9 helai, daun berbentuk bulat memanjang atau lanset, panjang 31-84 cm, lebar 10-18 cm, berwarna hijau dengan semburat warna merah keunguan di sepanjang sisi ibu tulang daun. Perbungaan termasuk tipe exantha, yaitu jenis temu yang bunga keluar langsung dari rimpang yang panjangnya mencapai 40-60 cm. Bunganya majemuk berbentuk bulir, bulat panjang, panjang 9-23 cm, lebar 4-6 cm. Bunga muncul secara bergiliran dari kantong-kantong daun pelindung yang besar dan beraneka ragam dalam warna dan ukurannya. Mahkota bunga berwarna merah. Bunga mekar pada pagi hari dan berangsur-angsur layu pada sore hari. Rimpang dibedakan atas rimpang induk (empu) dan rimpang cabang. Rimpang induk berbentuk jorong atau gelendong, berwarna kuning tua atau coklat kemerahan, dengan bagian dalam berwarna jingga cokelat. Rimpang cabang keluar dari rimpang induk, ukurannya lebih kecil, tumbuhnya ke arah samping, bentuk bermacam-macam, dan warnanya lebih muda. Akar-akar di bagian ujung membengkak, membentuk umbi yang kecil. Temulawak memiliki rimpang terbesar diantara semua anggota genus Curcuma. Rimpang berbau aromatik tajam, rasanya pahit agak pedas, dan daging buahnya berwarna kekuning-kuningan. (Dalimartha, 2007; PSB LPPM IPB dan Ulung, 2014). Tanaman temulawak sebaiknya ditanam pada ketinggian sekitar 200-600 hingga 1.500 m dpl, agar pertumbuhannya maksimal. Selain itu produktivitas
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
35 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
tanaman juga bisa ditingkatkaan dengan menanamnya di tempat yang bertanah gembur, terbuka dan terkena sinar matahari sehingga dihasilkan rimpang berukuran besar. Temulawak dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi. Temulawak telah dibudidayakan dan banyak ditanam di pekarangan atau tegalan, dan sering ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan alang-alang (Dalimartha, 2007; Agoes, 2010). Temulawak adalah tanaman asli Indonesia yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional, sumber bahan pangan, pewarna, bahan baku industri (kosmetika), maupun diolah menjadi makanan dan minuman segar. Kandungan kimia temulawan terdiri dari fraksi pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri (3-12%). Minyak atsiri temulawak berupa cairan kuning atau kuning jingga, berbau aromatik tajam. Komposisi tergantung umur rimpang, tempat tumbuh, teknik isolasi, teknik analisis, perbedaan klon varietas dan sebagainya. (Dalimartha, 2007). Menurut Sidik et al., (1999), pati rimpang temulawak terdiri dari abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, kurkuminoid, kalium, kalsium, natrium, magnesium, besi, mangan dan cadmium. Selain itu di dalam minyak atsirinya juga terkandung beberapa senyawa diantaranya, feladren, kamfer, turmerol, tolilmetilkarbinol, arkurkumen, zingiberen, kuzurenon, germakron, βtumeron, dan xanthorrhizol (kandungan tertinggi 40%) (Agoes, 2010). Oleh karena itu, pemanfaatan temulawak sebagai ramuan obat tradisional sudah cukup lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Temulawak mempunyai khasiat laktagoga, kolagoga, antiinflamasi, tonikum, dan diuretik. Minyak atsiri temulawak, juga berkhasiat fungistatik pada beberapa jenis jamur dan
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
36 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
bakteriostatik pada mikroba Staphyllococcus sp. dan Salmonella sp., anti sembelit, acnevulgaris, antiinflamasi dan anti hepatotoksik, antiulser, antidiare, antimalarial, immunomodulator dan antikanker, antihiperlipidemia. Selain itu temulawak juga dimanfaatkan sebagai obat maag, sakit pinggang, untuk menambah nafsu makan, sakit perut pada waktu haid, menghilangkan bau amis sewaktu haid, untuk memacu ASI yang macet, dan kesulitan buang air besar/berak. (Dalimartha, 2007; Rahimsyah, 2011; Agoes, 2010; PSB LPPM IPB dan Ulung, 2014).
2.17
Tinjauan Curcuma domestica
2.17.1 Klasifikasi Kingdom
: Plantae
Division
: Magnoliophyta
Class
: Liliopsida
Order
: Zingiberales
Family
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Species
: Curcuma longa L. (Plantamor, 2012)
Sinonim
: Curcuma domestica
Nama daerah : kunir, kunir bentis, temu kuning (Jawa); kunyit, koneng kunir, koneng temen (Sunda).
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
37 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.17.2 Morfologi
Gambar 2.6 Curcuma domestica. (Sumber : Sudarnadi, 1996). Kunyit (Curcuma domestica) (Gambar 2.6) tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 1,0-1,5 m. Pada batang semunya dililiti pelepah daun. Daunnya berbentuk runcing dan licin dengan panjang sekitar 30 cm dan lebar 8 cm. Bunga muncul dari batang semu dengan panjang sekitar 10-15 cm. Warna bunga putih atau putih bergaris hijau dan terkadang ujung bunga berwarna merah jambu. Rimpang tumbuh menjalar dan rimpang induk berbentuk elips. Kunyit adalah salah satu tanaman rempah dan obat asli dari wilayah Asia Tenggara Penyebarannya sampai ke Malaysia, Indonesia, Asia Selatan, Cina Selatan, Taiwan, Filipina, Australia bahkan Afrika. Kunyit memiliki berbagai kandungan kimia diantaranya minyak atsiri (dalfa-pelandren, d-sabinen, sineol, borneol, zingiberen, turmeron, seskuiterpen alcohol, alfa-atlanton, gamma-atlaton), fumerol, karvon, kurkumin, zat pahit, resin,
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
38 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
selulosa, kurkuminoid, asam kafeat, protochatechuic acid, dan ukanon A, B, C serta D. Bagi Masyarakat Asia pada umumnya, kunyit tidak hanya berfungsi sebagai bumbu masak, tetapi juga dimanfaatkan sebagai obat untuk kesehatan dan kecantikan. Rimpangnya adalah bagian yang selalu dimanfaatkan oleh masyarakat. Kunyit diketahui berkhasiat untuk membersihkan lambung, diketahui juga dapat merangsang dan melepaskan sisa gas di usus, serta mencegah penggumpalan darah. Selain itu, kunyit juga digunakan sebagai obat anti gatal dan anti kejang serta dapat mengurangi pembengkakan selaput lendir mulut. Manfaat lainnya adalah sebagai antikoagulan, menurunkan tekanan darah, obat cacing, obat asma, penambah darah, obat sakit perut, diare, disentri, usus buntu, rematik, bahan campuran kosmetik, bakterisida, fungisida, stimulant otak, obat diabetes mellitus, obat tifus, usus buntu, sakit keputihan, haid tidak lancar, perut mulas saat haid, obat cangkrang, amandel, berak lendir, morbili (campak) dan juga membantu memperlancar ASI (Agoes, 2010; PSB LPPM IPB dan Ulung, 2014).
2.18
Tinjauan Curcuma heyneana
2.18.1 Klasifikasi
SKRIPSI
Kingdom
: Plantae
Division
: Magnoliophyta
Class
: Liliopsida
Order
: Zingiberales
Family
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
39 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Species
: Curcuma heyneana Val. & V (Plantamor, 2012).
Nama daerah : temu giring (Jawa).
2.18.2 Morfologi
Gambar 2.7 Curcuma heyneana. (Sumber : Sudarnadi, 1996). Temu giring (Curcuma heyneana) (Gambar 2.7) merupakan semak semusim dan berbatang semu yang terdri atas pelepah daun dengan permukaan licin, berwarna hiijau dan berdaun tunggal. Daun berbentuk lonjong menjorong sampai lonjong melanset. Perbungannya majemuk dengan mahkota berwarna kuning muda. Perbungaan tumbuh pada tunas yang baru, daunnya bergagang, berwarna hijau pucat, dengan subang merah muda pucat dengan ujung gelap. Mahkota dan bibir bunganya berwarna putih, sedangkan median berwarna kuning tua sampai kuning dan staminodusnya keputihan sampai kuning. Akar rimpangnya memanjang, bagian luar berwarna kuning pucat dan dalamnya keputihan, tengahnya kekuningan dan sekelilingnya berwarna kuning terang.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
40 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Rimpang temu giring memiliki rasa pahit. Temu giring tumbuh liar di pekarangan dan ladang pada tanah yang lembap dengan ketinggian sampai 900 m dpl serta di tempat yang sedikit cahaya (Agoes, 2010). Temu giring mengandung minyak atsiri, zat pati, dan piperazin sitrat yang diketahui dapat menangkal serangan cacing gelang (Ascaris). Dalam budaya masyarakat Jawa, rimpang temu giring dapat dibuat menjadi lulur pengantin dan bedak dingin yang mencerahkan kulit. Sebagai obat tradisonal, temu giring juga memiliki manfaat sebagai obat untuk mengatasi bau badan, kegemukan, gelisah atau cemas, jantung berdebar-debar, disentri, sembelit (Agoes, 2010).
2.19
Tinjauan Curcuma aeruginosa
2.19.1 Klasifikasi Kingdom
: Plantae
Division
: Magnoliophyta
Class
: Liliopsida
Order
: Zingiberales
Family
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Species
: Curcuma aeruginosa Roxb. (Plantamor, 2012).
Nama daerah : temu erang (Sumatera), t. itam (Melayu), koneng hideung (Sunda), temu ireng (Jawa), temo ereng (Madura), temu ireng (Bali) , tamu leteng (Makasar), temu lotong (Bugis).
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
41 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.19.2 Morfologi
Gambar 2.8 Curcuma aeruginosa. (Sumber : iNaturalist, 2012). Temu hitam (Curcuma aeruginosa) (gambar 2.8) adalah tanaman terna dengan tinggi 1-2 m, batang semu yang tersusun atas kumpulan pelepah daun, berwarna hijau atau coklat gelap. Daun tunggal, tangkai panjang, 2-9 helai. Setiap helaian daun berbentuk bundar memanjang sampai lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, warna hijau tua dengan sisi kiri-kanan ibu tulang daun terdapat goresan warna merah gelap atau lembayung. Panjang daun daun 31-84 cm, lebar 10-18 cm. Bunga tanaman temu hitam berbentuk bulir yang tandannya keluar langsung dari rimpang, panjang tadan 20-25 cm, bunga mekar secara bergiliran dari kantong-kantong daun pelindung yang besar dengan pangkal berwarna putih dan ujung berwarna ungu kemerahan. Mahkota bunga berwarna kuning. Rimpangnya cukup besar dan merupakan umbi batang dan
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
42 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
bercabang-cabang. Jika rimpang tua dibelah, terlihat lingkaran berwarna biru kehitaman di bagian luarnya. Rimpang beraroma khas dengan rasa pahit, tajam dan sifatnya dingin. Temu hitam terdapat di Burma, Kamboja, Indocina dan menyebar hingga ke Pulau Jawa. Temu hitam tidak hanya ditanam di pekarangan atau di perkebunan, tetapi juga dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati, padang rumput atau di ladang padang ketinggian 400-750 m dpl. Rimpang temu hitam mengandung minyak atsiri, tannin, kurkumol, kurkumenol, isokurkumenol, kurzerenon, kurdion, kurkumalakton, germakron, α, β, γ
-elemene,
linderazurene,
kurkumin,
demethyoxykurkumin,
bisdemethyoxykurkumin (Dalimartha, 2007; Agoes, 2010; PSB LPPM IPB dan Ulung, 2014). Temu hitam telah diketahui berkhasiat sebagai peluruh dahak, meningkatkan nafsu makan (stomakik), anthellmintik, analgesic, antiinflamasi, anti androgenik, relaksasi uterus dan meningkatkan pembersih darah setelah melahirkan atau setelah haid. Selain itu juga menyembuhkan penyakit seperti kudis, ruam, dan borok, perut mulas (kolik), sariwan, batuk, sesak napas, cacingan dan meningkatkan nafsu makan. (Dalimartha, 2007; Agoes, 2010; PSB LPPM IPB dan Ulung, 2014).
2.20
Tinjauan Curcuma mangga
2.20.1 Klasifikasi
SKRIPSI
Kingdom
: Plantae
Division
: Magnoliophyta
Class
: Liliopsida
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
43 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Order
: Zingiberales
Family
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Species
: Curcuma mangga Val (Plantamor, 2012)
Nama daerah : Temu lalap (Melayu); koneng joho, koneng lalap (Sunda); temu pao (Madura), dan kunyit mangga.
2.20.2 Morfologi Temu Mangga Temu mangga merupakan tanaman semak dengan tinggi mencapai 50-75 cm. Pada batang semunya, yang sebenarnya merupakan susunan pelepah daun. Daun berbentuk lonjong, menjorong, sampai lonjong melanset sungsang, panjang pelepah 30-65 cm, dan berwarna hijau. Bunga bertandan, muncul dari batang, berwarna putih di bagian dasarnya, dan berwarna ungu di bagian atasnya. Rimpang berbentuk bulat telur, berwarna kuning pucat, sifatnya renyah dan mudah patah. Dalam keadaan segar baunya mirip wortel, dan rasanya seperti gabungan buah mangga dan wortel. Bila telah diekstrak atau dijadikan bubuk, warnanya akan tetap kuning muda (krem). Temu mangga memiliki kandungan kimia antara lain : kurkumin, ribosom inacting protein (RIP), polifenol, saponin, flavonoid dan tannin, tetapi tidak mempunyai steroid, triterpenoid ataupun kuinon. Temu mangga berkhasiat untuk membersihkan racun, menurunkan panas (antipiretik), sebagai peluruh angin, menambah nafsu makan, menguatkan rahim, mengecilkan rahim, mencegah dan mengatasi tumor, sebagai penangkal racun
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
44 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
(antitoksik), pencahar (laksatif), mengobati asma, dan radang saluran nafas (bronkitis) (Anonim, 2008; PSB LPPM IPB dan Ulung, 2014).
2.21
Tinjauan Zingiber americana
2.21.1 Klasifikasi Kingdom
: Plantae
Division
: Magnoliophyta
Class
: Liliopsida
Order
: Zingiberales
Family
: Zingiberaceae
Genus
: Zingiber
Species
: Zingiber americana Bl (Plantamor, 2012)
Nama daerah : Lempuyang pahit (Jakarta dan Sunda); dan lempuyang emprit (Jawa).
2.21.2 Morfologi Tanaman lempuyang emprit sekilas mirip dengan jahe. Lempuyang emprit merupakan herba rendah sampai tinggi dan perennial dengan batang asli berupa rimpang di bawah tanah. Tinggi dapat mencapai 1,75 m. Batang semu, hasil kumpulan pelepah daun yang berseling dan terletak di atas tanah. Beberapa batang berkoloni, berwarna hijau dengan rimpang merayap, dan bersifat aromatik. Daun tunggal, berbentuk lanset sempit, berpelepah, letak berseling, pelepah membentuk batang semu, dan berambut di permukaan atasnya. Bunga majemuk
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
45 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
berbentuk bola atau memanjang, muncul di bagian atas tanah, tegak, berambut halus, bagian ujung agak membulat dan melebar, dan memiliki daun pelindung dengan ujung datar. Rimpang memiliki rasa tajam, sangat pahit, dan baunya tidak istimewa. Lempuyang emprit mempunyai kandungan kimia minyak atsiri, seperti limonan dan zerumbon. Lempuyang berkhasiat menambah nafsu makan, mengembalikan kondisi tubuh setelah melahirkan, sebagai obat bengkak (antiinflamasi), obat batuk rejan, influenza, kolera, rematik, dan obat alergi udang dan ikan laut (Anonim, 2008).
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Taman Husada Graha Famili, Jl. Simpang Graha
Famili III, Wiyung, Surabaya, Laboratorium Biosistematika dan Laboratorium Basic Science terpadu Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga selama lima bulan, mulai bulan Januari 2016 – Mei 2016.
3.2
Bahan dan Alat Penelitian
3.2.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan adalah spesimen segar dari lima spesies Curcuma, yaitu Curcuma xanthorrhiza, Curcuma domestica, Curcuma heyneana, Curcuma aeruginosa, Curcuma mangga, dan Zingiber americana sebagai outgroup. Spesimen tersebut di dapatkan dari Taman Husada Graha Famili, Jl. Simpang Graha Famili III, Wiyung, Surabaya. Untuk setiap spesimen dilakukan tiga kali pengulangan. Bagian tanaman yang akan diteliti diantaranya organ daun, batang, bunga, dan rimpang. Bahan-bahan yang lain untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : (1)
Pembuatan ekstrak = metanol dan n-heksana (Hasanah, et al., 2011; Sawant and Godghate, 2013), kertas saring kasar, dan vaselin (Hebert, 2015).
(2)
Skrining fitokimia a. Uji Flavonoid = logam Mg, HCL pekat (Kristanti et al., 2008).
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN... 46
NINDIA FAIRUZI
47 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
b. Uji Tanin = 1% Ferric chloride (Saxena and Patil, 2012) c. Uji Terpenoid dan steroid = anhidrat asetat (Ac2O) dan H2SO4 pekat (Kristanti et al., 2008). d. Uji Alkaloid = HCl 2M, NaCl serbuk, pereaksi Wagner (Mustarichie et al., 2011). e. Uji minyak atsiri = H2SO4 pekat (Hebert, 2015).
3.2.2 Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Biosistematika morfologi : meteran, jangka sorong, gunting tanaman/pisau, kantong plastik berbagai ukuran, penggaris, kamera digital, kertas label, alat tulis, kain hitam, tabel warna, tabel karakter dan buku morfologi tumbuhan. (2) Pembuatan ekstrak : toples kaca, labu Erlenmeyer 500 ml, gelas beaker ukuran 500 ml, rotary evaporator, sendok logam, neraca analitik, corong, tempat balsem bekas, dan label. (3) Skrining fitokimia: tabung reaksi, sendok logam, tusuk gigi, spot test, pipet tetes, bunsen, kasa, kaki tiga, pinsetm gelas ukur, dan label. (4) Pengukuran parameter fisikokimia : sling psikrometer, pH meter, GPS dan Altimeter (Hariyanto et al., 2008).
3.3
Prosedur Penelitian
3.3.1 Definisi Operasional Pada genus Curcuma diantaranya terdapat 70 – 80 spesies, namun
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN... NINDIA FAIRUZI
48 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
penelitian ini terfokus pada lima spesies dari genus Curcuma, yaitu Curcuma xanthorrhiza, Curcuma heyneana, Curcuma domestica, Curcuma aeruginosa, dan Curcuma mangga. Variabel yang diamati adalah karakter morfologi dan kandungan metabolit sekunder melalui metode skrining fitokimia. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan morfologi yaitu sifat yang tampak pada permukaan organ dan dapat diamati secara makroskopis, sedangkan skrining fitokimia merupakan penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui gambaran secara garis besar golongan senyawa yang terkandung di dalam tanaman dengan metode reaksi pengujian warna (Kristanti et al., 2008). Hubungan kekerabatan, yaitu merupakan hubungan kedekatan berdasarkan persamaan ciri-ciri karakter yang dimiliki bersama.
3.3.2 Tahap-tahap prosedur penelitian Penelitian yang dikerjakan merupakan penelitian deskriptif dan secara umum terbagi menjadi tahap persiapan penelitian, pengambilan atau pengumpulan spesimen, pendataan karakter morfologi , skrining fitokimia dan pengolahan data. Adapun prosedur yang dilakukan pada setiap tahap akan diuraikan sebagai berikut :
3.3.2.1 Persiapan penelitian Persiapan penelitian meliputi penentuan spesimen yang diteliti, koordinasi lokasi sampling, dan persiapan alat-alat yang dibutuhkan untuk pengambilan spesimen.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN... NINDIA FAIRUZI
49 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3.3.2.2 Pengumpulan spesimen Pengumpulan spesimen dilakukan dengan mengambil sampel spesimen berupa bagian daun, batang, bunga dan rimpang di lokasi sampling.
3.3.2.3 Pendataan karakter Pendataan karakter dilakukan berdasarkan pengamatan spesimen baik yang dilakukan secara langsung di lokasi asal spesimen maupun yang dilakukan di laboratorium. Dari hasil pengamatan tersebut kemudian di data karakter-karakter morfologi serta keterangan lainnya sesuai dengan parameter yang telah ditentukan dalam lampiran 1. Pengamatan karakter morfologi genus Curcuma.
3.3.2.4 Skrining Fitokimia Pengambilan data diawali dengan tahap pengumpulan sampel dan ekstraksi. Sampel yang digunakan adalah rimpang yang diambil dari lokasi penelitian dan diolah terlebih dahulu untuk selanjutnya dilakukan tahap ekstraksi dengan cara maserasi. Hasil maserasi (maserat) yang baik akan dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental metanol. Selanjutnya, ekstrak kental metanol diuji komponen metabolit sekundernya atau diskrining. Skrining fitokimia yang dilakukan meliputi uji minyak atsiri, flavonoid, tanin, terpenoid, steroid dan alkaloid.
3.3.2.5 Analisis Data Analisis data dilakukan dua tahap, yaitu analisis data dengan metode fenetik dan analisis data deskriptif. Analisis data dengan metode fenetik untuk
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN... NINDIA FAIRUZI
50 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
mengelompokkan spesies dari genus Curcuma berdasarkan kesamaan fenotip dan metabolit sekunder yang dimiliki menggunakan IBM SPSS 21. Progam ini digunakan untuk menghitung besar persamaan yang ada antar spesies dengan hasil akhir berupa dendrogram yang menunjukkan adanya karakter penting yang digunakan sebagai pembeda. Pengelompokan spesies dari genus Curcuma ini dilakukan dengan menggunakan analisis gugus, dan dilengkapi dengan analisis komponen utama. Analisis gugus berdasarkan pada pengukuran kesamaan antar Satuan Taksonomi Operasional (STO) dengan menggunakan classify hierarchial cluster untuk data interval. Pengukuran tersebut di dasarkan pada sebaran karakter yang diamati dari spesies dalam genus Curcuma dan telah dilakukan scoring, sehingga dapat dilakukan penghitungan indeks similaritas dengan koefisien simple matching, dan metode agglomerative, yaitu dengan cluster average linkage dilanjutkan analisis untuk membuat fenogram. Adapun langkah-langkah dalam memasukkan data ke dalam SPSS dapat dilihat pada lampiran 12. Analisis data deskriptif di dapat dari data morfologi dan uji skrining fitokimia yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif analitik dan deskriptif diagnostik diferensial. Deskripsi analitik berisi keseluruhan karakter, sedangkan deskripsi diagnostik diferensial berisi karakter yang penting saja dan dibandingkan antara spesies dalam genus Curcuma satu dengan yang lainnya.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN... NINDIA FAIRUZI
51 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3.4
Parameter yang diamati
3.4.1 Karakter Morfologi Pada penelitian karakter dan karakteristik morfologi, parameter yang diamati sebagai berikut : a. Perawakan, meliputi habitus (herba), kepadatan daun (sedikit, sedang, atau banyak), ukuran tinggi tanaman (pendek, sedang, atau tinggi), habitus pseudostem (padat atau terbuka), dan sudut letak daun (tegak, semi-tegak, mendatar-rebah). b. Batang, meliputi intensitas warna hijau pada batang light green, green atau dark green), panjang batang (pendek, sedang atau tinggi), diameter batang (sempit, sedang atau lebar), dan pewarnaan anthocyanin di pseudostem (ada atau tidak ada).
c. Daun, meliputi bangun daun (memanjang, lanset atau jorong), ujung daun (runcing atau meruncing), pangkal daun (tumpul, runcing atau meruncing), tepi daun (rata atau bergelombang), lebar daun (sempit, sedang, atau lebar), panjang daun (pendek, sedang atau panjang), permukaan daun (licin atau berlilin), daging daun (tipis lunak atau seperti kertas), venasi (menyirip atau sejajar), pola venasi (dekat atau berjauhan) warna permukaan atas daun (green atau dark green), warna permukaan bawah daun (light green, green atau dark green), ada/tidaknya rambut pada daun, panjang tangkai daun (pendek, sedang atau panjang), ada/tidakya warna pada ibu tangkai daun dan warna ibu tangkai daun. d. Rimpang, meliputi habitus rimpang (padat, sedang, atau jarang/longgar), bentuk rimpang (lurus, berlekuk, zigzag), panjang rimpang primer (pendek, sedang atau panjang), ketebalan rimpang (tipis, sedang, atau tebal), jumlah induk rimpang (0, 1, 2-3, atau lebih dari 3), ada/tidaknya rimpang tersier, warna inner core
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN... NINDIA FAIRUZI
52 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
(orange, lemon yellow, reddish yellow, blue gray, atau cream brown), warna daging rimpang (light yellowish grey, greyish yellow, yellow, blue gray, cream brown, atau orange), pola internodus (berdekatan atau berjauhan), permukaan rimpang (halus, sedang, atau kasar), aroma rimpang (aroma mangga, aroma seperti kamper, aroma kunyit, atau tidak beraroma), dan rasa (pahit, manis, hambar, atau rasa kunyit). e. Bunga, meliputi bentuk bunga (bulir atau tandan), warna kaliks (white atau coloured), panjang kuncup bunga (pendek, sedang, atau panjang), warna ujung bractea (white, rose, purple, green, crimson, atau yellowish white tip ), warna coma bractea (white atau coloured), warna korola (white, yellowish white, yellow, atau purple), warna labellum (white, yellowish white, yellow, atau purple), warna pistilum (white atau coloured), (Sasikumar, 2005; PPV and FR, 2007; UPOV, 1996).
3.4.2 Skrining fitokimia Pada penelitian deteksi kandungan metabolit sekunder dengan metode skrining fitokimia, pengujian yang dilakukan sebagai berikut : Ekstrak metanol rimpang yang telah dipekatkan dengan rotary evaporator diuji komponen metabolit sekundernya atau diskrining. Penelitian ini akan menguji minyak atsiri, flavonoid, alkaloid, terpenoid, steroid dan tanin. a.
Uji Flavonoid 2 ml ekstrak metanol yang diperoleh, dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dan ditambah dengan 0.5 ml asam klorida pekat (HCL pekat) dan 3-4 pita logam
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN... NINDIA FAIRUZI
53 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Mg. Adanya flavonoid ditandai dengan warna merah, orange, dan hijau (Kristanti et al., 2008).
b.
Uji Tanin Uji skrining fitokimia tanin dilakukan dengan cara mengambil 1 ml
ekstrak dan ditetesi beberapa tetes ferric chloride 1%. Keberadaan tanin ditandai dengan adanya warna coklat kehijauan atau biru-kehitaman (Saxena and Patil, 2012).
c.
Uji Terpenoid dan steroid Uji skrining terpenoid dan steroid tak jenuh dilakukan dengan menggunakan
pereaksi Liebermann-Burchard. Ekstrak yang diperoleh diambil sedikit dan dikeringkan di atas papan spot test, ditambahkan tiga tetes anhidrida asetat (Ac2O) dan kemudian satu tetes asam sulfat pekat (H2SO4 pekat). Adanya senyawa golongan terpenoid akan ditandai dengan timbulnya warna merah sedangkan adanya senyawa golongan steroid ditandai dengan munculnya warna biru (Kristanti et al., 2008).
d.
Uji Alkaloid Uji skrining fitokimia senyawa golongan alkaloid dilakukan dengan cara
mengambil sedikit sampel dan menambahkan dengan HCl 2M dan dipanaskan diatas penangas air sambil diaduk, kemudian didinginkan hingga suhu kamar. Lalu tambahkan NaCl serbuk, aduk, dan disaring, kemudian filtrat ditambah HCl 2M hingga volume tertentu. Filtrat dibagi kedalam 2 tabung reaksi, tabung 1 ditambah
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN... NINDIA FAIRUZI
54 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
reagen Wagner dan tabung 2 sebagai blangko. Tabung 1 diamati terbentuknya endapan dan dibandingkan dengan tabung 2. Jika tidak terbentuk endapan, bahan tidak mengandung alkaloid dan jika terbentuk endapan bahan mengandung alkaloid (Pedrosa et al., 1978 dalam Mustarichie et al., 2011).
e.
Uji Minyak Atsiri Cara skrining minyak atsiri adalah ekstrak ditambah lima tetes asam
sulfat akan berwarna coklat hitam yang artinya positif minyak atsiri (Indrayani dkk., 2006 dalam Hebert, 2015).
3.4.3 Penghitungan Parameter Fisikokimia Keberadaan dan keadaan organisme di alam sangat dipengaruhi oleh faktor (1)
nonbiotik selain faktor biotik. Faktor nonbiotik yang biasa diukur sebagai indikator kondisi lingkungan adalah faktor fisik dan faktor kimia, yang disingkat menjadi faktor fisikokimia. Pengukuran parameter fisikokimia penting sekali untuk dilakukan selama penelitian di lapangan (Hariyanto et al., 2008). Karena kondisi spesimen penelitian bisa berbeda hanya karena perbedaan habitat dan lingkungan. Dalam penelitian ini parameter fisikokimia yang diamati adalah : Kelembapan, yang diukur menggunakan sling psychrometer,
(2)
pH tanah, yang diukur menggunakan pH meter,
(3)
Posisi ketinggian dan lokasi tempat pengambilan specimen, yang diukur menggunakan Altimeter dan GPS.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN... NINDIA FAIRUZI
55 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3.5
Cara kerja pengambilan sampel Pengambilan sampel dilakukan setelah pengambilan data morfologi daun,
batang, bunga dan perawakan dimana masing-masing spesies yang diamati dipilih secara acak dan dilakukan pengamatan dengan tiga kali pengulangan. Pengambilan sampel dilakukan guna pengamatan morfologi rimpang dan selanjutnya diolah untuk proses uji skrining fitokimia. Pengambilan rimpang dilakukan dengan cara menggali tanah disekitar individu tanaman yang diamati data morfologinya sebelumnya. Kemudian rimpang tersebut diangkat dari tanah secara hati-hati agar didapat rimpang utuh. Selanjutnya, rimpang dicuci bersih dari tanah dan kotoran yang menempel agar mudah diamati morfologinya dan siap diolah untuk proses uji skrining fitokimia. Setelah rimpang dicuci bersih, rimpang dirajang tipis dan dikering anginkan di atas nampan, dan diletakkan di tempat yang sejuk dan teduh (tidak terkena sinar matahari langsung). Pengeringan dilakukan selama kurang lebih 14 hari hingga didapatkan simplisia yang kering sempurna, untuk selanjutnya dihaluskan dengan mesin penghalus (blender) hingga simplisia berubah menjadi serbuk kasar. Setelah didapatkan serbuk kasar, proses selanjutnya adalah maserasi. Proses ini adalah awalan untuk mendapatkan senyawa yang ada di bahan yang diteliti, yaitu serbuk rimpang. Proses maserasi memerlukan pelarut yaitu methanol dan nheksana. Methanol berfungsi sebagai pelarut universal yang akan mengikat senyawa polar dan non-polar. Sedangkan n-heksana adalah pelarut yang mengikat senyawa non-polar. Proses maserasi memakan waktu sekitar 3-5 hari. Proses
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN... NINDIA FAIRUZI
56 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk rimpang di dalam toples kaca hingga serbuk terendam sempurna oleh pelarut. Setelah waktu maserasi dirasa cukup, dilanjutkan dengan penyaringan filtrat menggunakan kertas saring kasar. Filtrat disimpan didalam labu erlenmeyer sebelum dipekatkan dengan rotary evaporator. Setelah diproses dalam rotary evaporator, didapatkan ekstrak kental methanol/n-heksana yang akan diuji dengan skrining fitokimia sesuai metode yang ada pada sub-bab 3.4.2.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN... NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1
Pengamatan Faktor Lingkungan Pada penelitian ini, faktor lingkungan dari habitat tumbuh spesies yang diamati
juga diukur. Adapun faktor lingkungan yang diukur antara lain; temperatur udara, kelembapan udara kelembapan tanah dan pH tanah. Hasil pengukuran ini (Tabel 4.1) berguna sebagai data tambahan dan informasi bahwa pada kondisi (temperatur, kelembapan, dan pH tanah) tersebut tanaman Curcuma spp. dapat tumbuh dengan baik. Jenis faktor fisik lingkungan Rerata hasil pengukuran Kelembapan udara 81.67% Kelembapan tanah 5% pH tanah 5.6 Tabel 4.1 Data pengamatan faktor lingkungan. 4.1.2
Analisis Hubungan Kekerabatan Curcuma spp Berdasarkan Karakter Morfologi dan Metabolit Sekunder dengan Deskripsi Pada penelitian ini digunakan pendekatan morfologi dan metabolit sekunder
terhadap 6 spesies yang berbeda, lima spesies dari genus Curcuma dan satu spesies sebagai outgrup berasal dari genus Zingiber. Dari ke enam spesies tersebut digunakan 52 karakter, mulai dari perawakan hingga bagian rimpang dan ditambah karakter keberadaan metabolit sekunder yang diuji menggunakan metode skrining fitokimia. Karakterisasi dari karakter morfologi dan metabolit sekunder yang digunakan dalam
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
57
NINDIA FAIRUZI
58 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
penelitian ini, tertera di lampiran 1. Seluruh spesimen dari penelitian ini diambil dari satu area lokasi pengamatan, yaitu Taman Husada Graha Famili Surabaya. Untuk pengamatan karakter morfologi, untuk bagian bunga, hanya ada tiga spesies yang dapat diamati langsung di lapangan, sedangkan ketiga jenis lainnya hanya dilakukan pengamatan melalui foto dan literatur dikarenakan kondisi tanaman yang tidak memungkinkan. Karena tanaman genus Curcuma adalah tanaman jenis long day plant. Tanaman jenis ini sulit berbunga jika tumbuh di negara tropis. Sehingga karakterisasi bunga pada penelitian, lebih ditekankan kepada karakteristik warna kaliks, warna ujung bractea, warna coma bractea, warna korola, warna labellum, dan warna pistillum. Untuk karakter metabolit sekunder, pengamatan yang dilakukan adalah uji skrining fitokimia. Dimana hasil pengamatan didapat dari reaksi perubahan warna melalui serangkaian uji berdasar acuan literatur. Pada ke enam spesies yang diamati, didapatkan 48 karakter morfologi, antara lain perawakan, batang, daun, bunga, rimpang dan 6 karakter metabolit sekunder, yaitu keberadaan alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, tanin, dan minyak atsiri. Secara lengkap data kualitatif dan kuantitatif dari ke enam spesies tertera di lampiran 1.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
59 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Karakter No Karakter Habitus 27 Bentuk rimpang Kepadatan daun 28 Panjang rimpang (primer) Tinggi 29 Ketebalan rimpang Habitus pseudostem 30 Jumlah induk rimpang Sudut letak daun 31 Ada/tidaknya rimpang tersier Intensitas warna hijau pada 32 Warna inner core batang Panjang Batang 33 Warna daging rimpang Diameter batang 34 Pola internodus Pewarnaan anthocyanin di 35 Aroma rimpang pseudostem Bangun daun 36 Rasa rimpang Ujung daun 37 Permukaan rimpang Pangkal daun 38 Warna Permukaan rimpang Tepi daun 39 Bentuk bunga Lebar daun 40 Warna kaliks Panjang daun 41 Panjang kuncup bunga Permukaan daun 42 Warna ujung bractea Daging daun 43 Warna coma bractea Venasi 44 Warna korola Pola venasi 45 Warna labellum Warna permukaan atas 46 Warna pistillum Warna permukaan bawah 47 Uji Flavonoid Ada/tidak ada rambut daun 48 Uji Steroid Panjang tangkai daun 49 Uji Terpenoid ada/tidaknya Warna ibu 50 Uji Minyak atsiri tangkai daun Warna ibu tangkai daun 51 Uji alkaloid Habitus rimpang 52 Uji tanin Tabel 4.2 Daftar Karakter morfologi dan metabolit sekunder.
Secara umum, masing-masing karakter dari setiap spesimen mempunyai ciri khusus sebagai karakter pembeda yang menunjukkan keragaman dan karakter yang sama sebagai bukti kekerabatan. Dari perawakan, terlihat bahwa habitus pseudostemnya dapat digunakan sebagai karakter penanda. Secara umum, habitus, kepadatan daun, dan tinggi relatif sama antar spesies. Namun, pada beberapa spesies,
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
60 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ada yang memiliki karakteristik pseudostem yang terbuka dan ada yang tertutup/padat (compact). Sudut letak daun juga menunjukkan perbedaan di beberapa spesies. Ada yang sudut letak daunnya lebar sekali ada yang ukuran sudutnya lebih sempit. Sementara ditinjau dari bagian batang, hampir keseluruhan spesies tidak terdapat perbedaan terlalu besar. Perbedaan baru bisa terlihat pada bagian organ daun. Memang pada karakter lainnya, terdapat kemiripan antar spesies, tetapi ada tiga karakter yang dapat diamati ciri khasnya sebagai pembeda dari masing-masing spesies tersebut. Tiga karakter tersebut antara lain, tepi daun, pola venasi dan pewarnaan pada ibu tangkai daun. Ada beberapa spesies yang mempunyai tepi daun bergelombang, sementara spesies lainnya bertepi daun rata. Pola venasi yang dimiliki beberapa spesies ada yang jarakya lebih berjauhan daripada spesies lain. Pewarnaan ibu tangkai daun yang dimaksud adalah, adanya warna merah kecoklatan yang timbul pada sepanjang garis ibu tangkai daun. Beberapa spesies mempunyai karakteristik demikian pada daun yang telah dewasa. Ciri khas dari tanaman family Zingiberaceae terutama genus Curcuma, adalah rimpang. Masyarakat umumnya menyebutnya sebagai ‘buah’ dari tanaman temutemuan, karena memang pada praktiknya bagian tumbuhan ini yang banyak dimanfaatkan. Padahal sesungguhnya ‘buah’ tersebut adalah rimpang, yaitu penjelmaan batang beserta daunnya yang berada di dalam tanah, tumbuh bercabang dan mendatar. Rimpang ini selain sebagai cadangan makanan, juga bisa digunakan sebagai organ reproduksi vegetatif. Jika diamati, beberapa rimpang mempunyai kesamaan bentuk dari luar. Namun, jika dilihat lebih cermat, ada beberapa karakter
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
61 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
khas rimpang yang dapat digunakan sebagai karakter pembeda, antara lain: pola internodus, warna daging dan inner core rimpang, aroma dan rasa rimpang. Umumnya memang ke empat karakter di atas sudah sering digunakan untuk membedakan rimpang Curcuma, tetapi dengan bantuan pola internodus, rimpang Curcuma dapat dibedakan tanpa harus mengupas rimpangnya terlebih dahulu. Selama ini, di Indonesia keunikan dan keindahan bunga Curcuma kurang diekspos karena memang kemungkinan tanaman jenis long day plant ini berbunga di negara tropis cukup sulit. Tetapi jika dari berbagai literatur yang ada, salah satunya Backer dan Van Den Brink (1965), dapat diamati bahwa ternyata bunga Curcuma memiliki karakter warna yang unik dan beragam. Bagian ujung dan coma bractea dari bunga Curcuma dalam penelitian memilki beragam warna, putih, ungu, rose, dan crimson. Begitupun warna korola dan staminodia, rata-rata warnanya adalah kuning, namun ada beberapa spesies yang mempunyai karakteristik korola/labellumnya berwarna ungu. Data lengkap mengenai karakter dan karakteristik dari spesies dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 1.
4.1.2.1 Deskripsi Analitik A.
Curcuma xanthorrhiza Herba berimpang, tinggi 99-124 cm. Habitus pseudostem padat dan tidak
memiliki pewarnaan anthocyanin. Batang berwarna hijau muda, panjang 33-51 cm; diameter 1,6-1,9 cm. Setiap batang memiliki ± 5-6 helai daun, dengan sudut letak daun
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
62 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10-15⁰. Daun jorong dengan ujung dan pangkal meruncing dan bertepi rata. Panjang daun 33-42 cm; lebar daun 14-15 cm. Permukaan berlilin tanpa rambut daun, daging daun seperti kertas; warna permukaan atas dan bawah, hijau. Venasi menyirip dan pola venasi berjauhan. Ibu tangkai daun berwarna ungu muda kecoklatan, sehingga memiliki pewarnaan khas. Panjang tangkai daun 6-15 cm. Habitus rimpang padat dengan bentuk rimpang berkelok. Panjang rimpang primer 7-8 cm dan diameter 1-2 cm. Jumlah induk rimpang 2-4 tanpa rimpang tersier. Daging rimpang berwarna kuning; inner core berwarna lemon yellow. Pola internodus >1 cm. Permukaannya kasar dan berwarna merah kecoklatan. Aroma segar seperti buah mangga dengan rasa asam –manis. Bunga tandan dengan kaliks berwarna. Panjang kuncup 11-14 cm. Warna ujung bractea crimson; coma bractea berwarna rose. Warna korola dan labellum kuning, dan pistilum berwarna gold 2. Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa temulawak mengandung flavonoid, steroid, terpenoid, minyak atsiri dan alkaloid. Gambaran morfologi temulawak selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.1.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
63 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 4.1 Morfologi temulawak. Keterangan : A= Irisan rimpang dan rimpang utuh, B= Bentuk rimpang, C= Batang/Pseudostem, D= Permukaan daun bagian bawah, E= Permukaan daun bagian atas, F= Bunga (Sumber: Dokumentasi Pribadi dan Versteegh, 1933).
B.
Curcuma domestica Herba berimpang dengan tinggi 74-82 cm. Habitus pseudostem terbuka tanpa
pewarnaan anthocyanin. Batang berwarna hijau, dengan panjang 25-26 cm; diameter 0,8-0,9 cm. Setiap batang memiliki 6-7 helai daun dengan sudut letak daun 5-10⁰. Daun berbentuk memanjang dengan ujung dan pangkal meruncing. Tepi bergelombang. Panjang 21-25 cm; lebar 7-9 cm. Permukaan berlilin tanpa rambut daun, berdaging
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
64 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
seperti kertas. Warna permukaan atas hijau; warna permukaan bawah hijau muda. Venasi menyirip dengan pola venasi dekat. Ibu tangkai daun berwarna hijau, sehingga tidak memiliki warna khas. Panjang tangkai daun 10-13 cm. Rimpang padat berbentuk lurus dengan panjang 4-6 cm; ketebalan 1,17-1,42 cm. Jumlah induk rimpang 3-5. Daging rimpang dan inner core berwarna orange. Pola internodus <1 cm. Permukaan rimpang tidak terlalu kasar ataupun halus (sedang), berwarna kuning kemerahan. Aroma tumeric dengan rasa tumeric yang khas. Bunga tandan dengan kaliks berwarna. Panjang kuncup bunga 10-14 cm, warna ujung bractea putih; warna coma bractea hijau, warna corola dan labellum kuning, dan pistilum berwarna kuning. Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa kunyit mengandung steroid, terpenoid, minyak atsiri alkaloid dan tanin. Gambaran morfologi kunyit selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.2.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
65 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 4.2 Morfologi kunyit. Keterangan : A= pseudostem, B= bunga, C= tanaman kunyit, D= irisan rimpang dan rimpang utuh, E= bunga, F= Permukaan daun bagian atas, G= Permukaan daun bagian bawah (Sumber: Dokumentasi Pribadi).
C.
Curcuma heyneana Herba berimpang, tinggi 93-98 cm. Habitus pseudostem padat, tanpa ada
pewarnaan anthocyanin. Batang berwarna hijau, panjang 35-36 cm; diameter 1,4-1,7 cm. Setiap batang memiliki 3-5 helai daun, dengan sudut letak daun 6-20⁰. Daun berbentuk lanset, dengan ujung dan pangkal meruncing. Tepi bergelombang, panjang daun 43-52 cm; lebar daun 14-15 cm. Permukan berlilin tanpa rambut daun dan berdaging daun seperti kertas, warna permukaan atas hijau tua, warna permukaan
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
66 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
bawah hijau. Venasi menyirip dengan pola venasi dekat. Ibu tangkai daun berwarna hijau, sehingga tidak memiliki pewarnaan khas. Panjang tangkai daun 1-15 cm. Habitus rimpang jarang dengan bentuk rimpang lurus. Panjang 5-6 cm; diameter 0,9-2 cm. Jumlah induk rimpang 1 tanpa rimpang tersier. Daging rimpang berwarna lemon yellow; inner core berwarna kuning. Pola internodus <1 cm. Permukaan halus dan berwarna merah kecoklatan. Aroma gabungan antara tumeric, kamper dan aroma yang cenderung manis, tetapi memiliki rasa yang pahit. Bunga tandan dengan kaliks berwarna, panjang kuncup bunga 10-12 cm, ujung bractea berwarna ungu; coma bractea berwarna putih. Korola dan labellum berwarna kuning. Pistilum berwarna kuning. Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa temu giring mengandung terpenoid, steroid, minyak atsiri dan alkaloid. Gambaran morfologi temu giring selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.3.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
67 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 4.3 Morfologi temu giring. Keterangan: A= Irisan rimpang dan rimpang utuh, B= tanaman temu giring, C= bentuk rimpang, D= Permukaan daun bagian atas, E= bunga (Sumber: Dokumentasi Pribadi dan Anonim, 2014).
D.
Curcuma aeruginosa Herba berimpang dengan tiggi 102-137 cm, dengan habitus pseudostem yang
padat dan terdapat pewarnaan anthocyanin. Batang berwana hijau dengan panjang 4250 cm; diameter ±1,6 cm. Setiap batang memiliki kepadatan daun 3-5 helai dengan
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
68 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
sudut letak daun 4-10⁰. Daun lanset dengan ujung dan pangkal meruncing. Bertepi rata, panjang daun 43-47 cm; lebar daun 12-14 cm. Permukaan berlilin dan tidak memilki rambut daun, permukaan atas berwarna hiijau tua; permukaan bawah berwarna hijau tua, memiliki daging daun seperti kertas. Venasi menyirip dengan pola venasi berjauhan. Ibu tangkai daun berwarna ungu muda kecoklatan, sehingga ibu tangkai daun memiliki pewarnaan khas. Panjang tangkai daun 12-16 cm. Habitus rimpang jarang dengan bentuk rimpang berkelok. Panjang rimpang (primer) 6-7 cm; ketebalan 1,5-1,7 cm. Jumlah induk rimpang 2, tidak memiliki rimpang tersier. Daging rimpang dan inner core berwarna biru keabu-abuan. Pola internodus >1 cm. Permukaan kasar berwarna merah kecoklatan. Tidak memiliki aroma khas dan rasa rimpang pahit. Bunga tandan dengan kaliks berwarna putih. Panjang kuncup bunga 11-13 cm. Ujung bractea berwarna ungu; coma bractea berwarna hijau. Korola, labellum, dan pistilum berwarna kuning. Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa temu ireng mengandung steroid, terpenoid, minyak atsiri, alkaloid, dan tanin. Gambaran morfologi temu ireng selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.4.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
69 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 4.4 Morfologi temu ireng. Keterangan: A= Batang/Pseudostem, B= Permukaan daun bagian bawah, C= Irisan rimpang dan rimpang utuh, D= Permukaan daun bagian atas, E= bunga (Sumber: Dokumentasi Pribadi).
E.
Curcuma mangga Herba berimpang dengan tinggi antara 111 – 118 cm, habitus pseudostem padat
dan tidak memiliki pewarnaan anthocyanin. Batangnya memiliki panjang sekitar 37 – 47 cm dengan diameter 1,5 – 1,6 cm; warna hijau tua. Daun 6-7 helai setiap pseudostem, dengan sudut letak daun 10-13⁰. Daun memanjang, ujung dan pangkal meruncing, bertepi rata. Panjang 41-44 cm; lebar 13-15 cm. Permukaan berlilin dan tidak berambut daun, daging daun seperti kertas, venasi menyirip dengan pola venasi berjauhan. Warna permukaan atas dan permukaan bawah adalah hijau tua. Tangkai daun panjang 7-8 cm,
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
70 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ibu tangkai daun berwarna hijau, sehingga ibu tangkai daun tidak memiliki warna khas. Habitus rimpang jarang, rimpang berbentuk lurus dengan panjang 4.5-7 cm dan ketebalan ± 1 cm. Induk rimpang hanya 1, tidak memiliki rimpang tersier. Inner core berwarna lemon yellow, dan daging rimpang berwarna kuning muda keabu-abuan. Pola internodus < 1 cm. Memiliki aroma dan rasa seperti buah mangga. Permukaan rimpang halus dan berwarna merah kecoklatan. Bunga berbentuk tandan dengan kaliks berwarna. Panjang kuncul bunga 12-14 cm. Bractea dengan ujung berwarna rose dan coma bractea berwarna ungu. Memiliki korola dan labellum berwarna ungu dan pistilum berwarna putih. Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa temu mangga mengandung terpenoid, steroid, minyak atsiri dan alkaloid. Gambaran morfologi temu mangga selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.5.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
71 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 4.5 Morfologi temu mangga. Keterangan: A= Permukaan daun bagian atas, B= Batang/Pseudostem, C= Bentuk rimpang, D= Irisan rimpang dan rimpang utuh, E= induk rimpang, F= bunga (Sumber: Dokumentasi Pribadi dan Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi, 2016).
F.
Zingiber americana Herba berimpang dengan tinggi 68-73 cm, habitus pseudostem padat dan
memiliki pewarnaan anthocyanin. Batang berwarna hijau, panjang 50-60 cm, diameter 0,6-0,7 cm. Setiap batang memiliki 9-19 helai daun dengan sudut 50-65⁰. Daun berbentuk lanset dengan ujung dan pangkal runcing. Bertepi rata, panjang 11-13 cm; lebar 3-4 cm. Permukaan berlilin dan tidak berambut daun, berdaging daun seperti
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
72 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
kertas. Venasi sejajar dan pola venasi dekat. Ibu tangkai daun berwarna hijau sehingga tidak memiliki warna khas di ibu tangkai daun. Permukaan atas berwarna hijau; permukaan bawah berwarna hijau tua. Panjang tangkai daun 0.3-1.7 cm. Habitus rimpang padat dengan bentuk rimpang yang lurus. Panjang rimpang (primer) 6-6,5 cm; ketebalan 1,14-1,78 cm. Tidak memiliki induk rimpang dan rimpang tersier. Daging rimpang berwarna kuning keabu-abuan; inner core berwarna coklat krem. Pola internodus <1 cm. Permukaan rimpang halus dan berwarna merah kecoklatan. Memiliki aroma kamper dengan rasa pahit. Bunga tandan dan kaliks berwarna. Panjang kuncup bunga 5,7-9,2 cm. Ujung bractea berwarna crimson; coma bractea berwarna crimson. Korola, labellum dan pistilum berwarna kuning. Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa lempuyang emprit mengandung steroid, terpenoid, minyak atsiri dan alkaloid. Gambaran morfologi lempuyang emprit selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.6.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
73 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 4.6 Morfologi lempuyang emprit. Keterangan: A= rimpang utuh, B= Batang/Pseudostem, C, D, dan E= bunga, F= tanaman lempuyang emprit, G= Irisan rimpang (Sumber: Dokumentasi Pribadi).
4.1.2.2 Deskripsi Diagnostik Differensial A.
C
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dengan Kunyit (Curcuma domestica) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) berbeda dengan Kunyit (Curcuma
domestica). Temulawak memiliki habitus pseudostem padat, sedangkan 10 kunyit mm memiliki habitus pseudostem terbuka. Intensitas warna hijau pada batangnya pun juga
D
E
berbeda. Intensitas warna hijau pada temulawak cenderung light green, sementara pada
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
74 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
kunyit, warnanya adalah green. Temulawak dan kunyit memiliki bangun daun yang berbeda. Temulawak memiliki bangun daun jorong, dan kunyit bangun daunnya memanjang. Tepi daun rata dimiliki oleh temulawak dan tepian daun bergelombang dimiliki oleh kunyit. Pola venasi temulawak lebih berjauhan daripada kunyit yang memiliki pola venasi berdekatan. Warna permukaan daun bagian bawah pada temulawak, berwarna green, sedangkan kunyit berwarna light green. Pada ibu tangkai daun temulawak terdapat pewarnaan yang khas, sedangkan pada kunyit tidak terdapat pewarnaan khas. Bentuk rimpang temulawak berkelok, tetapi bentuk rimpang kunyit lurus. Warna inner core rimpang temulawak berwarna lemon yellow, sedangkan inner core kunyit berwana orange. Pola internodus pada temulawak lebih besar daripada pola internodus pada kunyit. Aroma rimpang pada temulawak dan kunyit juga berbeda, temulawak beraroma mirip seperti mangga, sedangkan kunyit beraroma khas turmeric. Rasa rimpang temulawak dan kunyit pun berbeda. Pada temulawak, rasa rimpangnya manis cenderung asam, sedangkan pada kunyit rasa rimpangya khas turmeric. Permukaan rimpang temulawak lebih kasar jika dibandingkan permukaan rimpang kunyit yang sedang tingkat kekasarannya dan kehalusannya. Jika pada temulawak warna permukaan rimpang adalah merah kecoklatan, lain halnya pada kunyit yang berwarna merah kekuningan. Ujung bractea pada temulawak berwarna crimson, berbeda dengan kunyit yang berwarna putih. Melalui uji skrining fitokimia, di dalam rimpang temulawak terdapat senyawa flavonoid dan tidak ada senyawa tannin, tetapi kunyit tidak mengandung senyawa flavonoid, namun memiliki senyawa tannin.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
75 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
B.
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dengan temu giring (Curcuma heyneana) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) berbeda dengan temu giring (Curcuma
heyneana). Temulawak memiliki intensitas warna hijau pada batang, yaitu light green. Sedangkan pada temu giring intensitasnya adalah green. Bangun daun temulawak adalah jorong, berbeda dengan temu giring yang bangun daunnya adalah lanset. Tepi daun temulawak rata, tetapi tepi daun temu giring bergelombang. Pola venasi temulawak lebih berjauhan dibandingkan pola venasi temu giring. Warna permukaan daun bagian atas pada temulawak adalah hijau, sedangkan pada temu giring warnanya adalah hijau tua. Jika ibu tangkai daun temulawak memiliki pewarnaan yang khas, pada temu giring tidak ditemukan adanya pewarnaan khas di ibu tangkai daunnya. Bentuk rimpang temulawak cenderung berkelok, sementara bentuk rimpang temu giring adalah lurus. Jumlah induk rimpang temulawak lebih banyak dibandingkan temu giring. Pola internodus temulawak lebih besar daripada temu giring. Aroma rimpang temulawak seperti mangga, berbeda dengan aroma rimpang temu giring yang seperti kamper. Rasa rimpang temulawak manis, berbeda dengan rasa rimpan temu giring yang pahit. Permukaan rimpang temulawak lebih kasar jika dibandingkan permukaan rimpang temu giring yang halus. Warna ujung bractea temulawak adalah crimson, sedangkan pada temu giring berwarna ungu. Pada temulawak, coma bractea memiliki warna rose, lain halnya pada temu giring yang coma bracteanya berwarna putih.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
76 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
C.
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dengan temu ireng (Curcuma aeruginosa) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) berbeda dengan temu ireng (Curcuma
aeruginosa). Pada temulawak intensitas warna hijau pada batang adalah light green, sedangkan pada temu ireng adalah green. Temulawak tidak mempunyai pewarnaan anthocyanin pada batang, sedangkan pada batang temu ireng terdapat pewarnaan anthocyanin. Bangun daun temulawak berbeda dengan temu ireng. Pada temulawak, bangun daunnya berbentuk jorong, sedangkanya pada temu ireng bangun daunnya lanset. Warna permukaan daun bagian atas dan bawah pada temulawak adalah hijau, pada temu ireng warnanya lebih gelap, yaitu hijau tua. Habitus rimpang temulawak adalah padat, berbeda dengan habitus rimpang temu ireng yang jarang/longgar. Temulawak memiliki rimpang yang lebih tebal daripada temu ireng. Inner core temulawak berwarna lemon yellow, sementara inner core temu ireng berwarna biru ke abu-abuan. Warna daging rimpang temulawak adalah kuning, berbeda dengan temu ireng yang berwarna biru ke abu-abuan. Aroma rimpang temulawak mirip seperti mangga, sementara temu ireng cenderung tidak memliki aroma. Rasa rimpang temulawak manis, tetapi rasa rimpang temu ireng pahit. Kaliks temulawak berwarna sedangkan kaliks temu ireng berwarna putih. Ujung bractea temulawak berwarna crimson, pada temu ireng berwarna ungu. Hasil uji skrining fitokimia, menunjukkan bahwa temulawak memiliki kandungan senyawa berbeda dengan temu ireng. Temulawak tidak memiliki senyawa tannin, sedangkan temu ireng memiliki senyawa tannin.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
77 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
D.
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dengan temu mangga (Curcuma
mangga) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) berbeda dengan temu mangga (Curcuma mangga). Intensitas warna hijau pada batang temulawak tidak se-hijau tua temu mangga. Bangun daun temulawak adalah jorong berbeda dengan bangun daun temu mangga yaitu memanjang, Warna permukaan daun bagian atas dan bawah pada temulawak adalah hijau, sedangkan pada temu mangga adalah hijau tua. Pada temulawak terdapat pewarnaan khas di bagian ibu tangkai daun, berbeda dengan temu mangga yang tidak memiliki pewarnaan khas di bagian ibu tulang daun. Habitus rimpang temulawak adalah padat, sedangkan habitus rimpang temu mangga adalah jarang/longgar. Bentuk rimpang temulawak adalah berkelok, berbeda dengan temu mangga yang bentuk rimpangnya lurus. Rimpang temulawak lebih tebal jika dibandingkan dengan rimpang temu mangga. Temulawak juga memiliki lebih banyak induk rimpang jika dibandingkan temu mangga. Warna daging rimpang temulawak adalah kuning, sementara pada temu mangga adalah kuning muda keabu-abuan. Pola internodus temulawak lebih besar daripada pola internodus temu mangga. Permukaan rimpang temulawak lebih kasar jika dibandingkan dengan temu mangga. Warna ujung bractea temulawak adalah crimson, sedangkan pada temu mangga adalah rose. Warna korola dan labellumnya pun juga berbeda. Pada temulawak berwarna kuning, sementara pada temu mangga berwarna ungu. Jika pada temulawak memilki pistilum yang berwarna kuning, berbeda dengan temu mangga yang memiliki pistilum berwarna putih. Hasil dari uji skrining fitokimia, menunjukkan pada temulawak terdapat
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
78 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
senyawa steroid, berbeda dengan temu mangga yang tidak memiliki senyawa steroid. Jika pada temulawak tidak terdapat senyawa tannin, berbeda dengan temu mangga yang mengandung senyawa tannin.
E.
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dengan lempuyang emprit (Zingiber americana) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) berbeda dengan lempuyang emprit
(Zingiber americana). Temulawak memiliki kepadatan daun yang lebih sedikit dibandingkan lempuyang emprit. Sudut letak daun pada temulawak juga relatif lebih sempit dibandingkan pada lempuyang emprit. Pada temulawak, intensitas warna hijau pada batang adalah hijau muda, sementara pada lempuyang emprit adalah hijau tua. Pada batang temulawak tidak terdapat pewarnaan anthocyanin, sementara pada batang lempuyang emprit terdapat pewarnaan anthocyanin. Bangun daun temulawak berbeda dengan lempuyang emprit. Pada temulawak, bangun daunnya adalah jorong, sedangkan pada lempuyang emprit adalah lanset. Ujung dan pangkal daun temulawak adalah meruncing, sementara pada lempuyang emprit ujung dan pangkal daunnya adalah runcing. Venasi pada daun temulawak adalah menyirip, lain halnya dengan lempuyang emprit yang venasinya sejajar. Pola venasi pada temulawak cenderung berjauhan, berbeda dengan lempuyang emprit yang pola venasinya dekat. Warna permukaan daun bagian atas pada temulawak lebih berwarna hijau dibandingkan lempuyang emprit yang berwarna hijau muda. Pada ibu tangkai daun temulawak terdapat pewarnaan yang khas, tetapi pada lempuyang emprit, hal tersebut tidak
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
79 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ditemukan. Bentuk rimpang temulawak berkelok, sedangkan bentuk rimpang lempuyang emprit adalah lurus. Rimpang temulawak lebih tebal jika dibandingkan dengan lempuyang emprit. Jika pada temulawak terdapat induk rimpang, pada lempuyang emprit tidak ditemukan adanya induk rimpang. Warna inner core pada temulawak adalah lemon yellow, sedangkan pada lempuyang emprit adalah cream brown. Warna daging rimpang temulawak adalah kuning, sementara warna daging rimpang lempuyang emprit adalah cream brown, Pola internodus pada temulawak lebih besar jika dibandingkan dengan lempuyang emprit. Aroma rimpang temulawak mirip seperti mangga, tetapi aroma rimpang lempuyang emprit mirip seperti kamper. Rasa rimpangnya pun berbeda, pada temulawak rasanya manis, sedangkan pada lempuyang emprit rasanya pahit. Permukaan rimpang temulawak lebih kasar dibandingkan permukaan rimpang lempuyang emprit. Dari hasil uji skrining fitokimia didapatkan hasil, bahwa temulawak memiliki kandungan senyawa flavonoid. Sedangkan pada lempuyang emprit tidak terdapat senyawa flavonoid.
F.
Kunyit (Curcuma domestica) dengan temu giring (Curcuma heyneana) Kunyit (Curcuma domestica) berbeda dengan temu giring (Curcuma heyneana).
Kunyit memilki habitus pseudostem terbuka, sedangkan habitus pseudostem temu giring adalah padat. Perbedaan juga terlihat pada bangun daunnya. Kunyit memiliki bangun daun memanjang, sedangkan temu giring berbangun daun lanset. Warna permukaan daun bagian atas dan bawah dari daun kunyit lebih berwarna hijau muda jika dibandingkan dengan temu giring. Kunyit memiliki rimpang yang berhabitus padat,
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
80 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
sementara habitus rimpang temu giring adalah jarang. Kunyit umumya mempunyai induk rimpang lebih banyak jika dibandingkan dengan temu giring. Warna inner core kunyit adalah orange, sedangkan warna inner core temu giring adalah lemon yellow. Warna daging rimpang kunyit adalah orange, sedangkan warna daging rimpang temu giring adalah yellow. Aroma rimpang kunyit khas turmeric, berbeda dengan rimpang temu giring yang beraroma kamper. Rasa rimpang kunyit juga khas turmeric, tetapi rasa rimpang temu giring adalah rasa pahit. Permukaan rimpang turmeric relatif lebih kasar daripada permukaan rimpang temu giring yang halus. Warna permukaan rimpang kunyit adalah merah kekuningan, sementara warna permukaan rimpang temu giring adalah merah kecoklatan. Kunyit memiliki ujung bractea dengan warna putih, sedangkan ujung bractea temu giring berwarna ungu. Bagian coma bractea kunyit berwarna puith kehijauan sedangkan pada temu giring berwarna putih. Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa kunyit memiliki senyawa tanin, sedangkan temu giring tidak memiliki senyawa tanin. Kunyit tidak mengandung senyawa flavonoid, sebaliknya temu giring mempunyai kandungan senyawa flavonoid.
G.
Kunyit (Curcuma domestica) dengan temu ireng (Curcuma aeruginosa) Kunyit (Curcuma domestica) berbeda dengan temu ireng (Curcuma
aeruginosa). Kunyit memiliki habitus pseudostem terbuka, sedangkan temu ireng memiliki habitus pseudostem padat. Pada batang kunyit tidak terdapat pewarnaan anthocyanin yang khas seperti pada batang temu ireng. Kunyit memiliki bangun daun memanjang, sedangkan temu ireng memiliki bangun daun lanset. Tepi daun kunyit
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
81 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
bergelombang, sedangkan tepi daun temu ireng rata. Pola venasi kunyit lebih berdekatan daripada temu ireng yang pola venasinya berjauhan. Warna permukaan daun bagian atas dan bawah pada kunyit tidak terlalu hijau tua seperti pada temu ireng. Ibu tangkai daun kunyit tidak memiliki warna khas seperti pada ibu tangkai daun temu ireng. Karakteristik rimpang kunyit berbeda dengan temu ireng. Kunyit memiliki rimpang berhabitus padat, sedangkan temu ireng rimpangnya berhabitus jarang. Inner core dan daging rimpang kunyit berwarna orange, sementara pada temu ireng berwarna biru keabu-abuan. Pola internodus ripang kunyit lebih kecil jika dibandingkan pola internodus rimpang temu giring. Aroma dan rasa rimpang kunyit adalah khas turmeric, sedangkan rimpang temu ireng tidak memiliki aroma khas dan rasanya pahit. Permukaan rimpang kunyit lebih halus jika dibandingkan permukaan rimpang temu ireng. Permukaan rimpang kunyit berwarna merah kekuningan, sementara permukaan rimpang temu ireng berwarna merah kecoklatan. Kunyit mempunyai kaliks berwarna khas, lain halnya dengan temu ireng yang kaliksnya berwarna putih. Ujung bractea pada kunyit cenderung berwarna putih sedangkan temu ireng memiliki ujung bractea berwarna ungu. Dari hasil uji skrining fitokimia, kunyit tidak mengandung senyawa flavonoid, sementara temu ireng mengadung senyawa flavonoid.
H.
Kunyit (Curcuma domestica) dengan temu mangga (Curcuma mangga) Kunyit (Curcuma domestica) berbeda dengan temu mangga (Curcuma
mangga). Kunyit memiliki habitus pseudostem terbuka, berbeda dengan temu mangga yang berhabitus pseudostem padat. Intensitas warna hijau pada batang kunyit tergolong
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
82 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
warna hijau, dan pada temu mangga warnanya lebih hijau tua. Tepi daun kunyit bergelombang, sedangkan pada temu mangga tepi daunnya rata. Warna permukaan daun bagian atas dan bawah pada daun kunyit tidak sehijau tua pada daun temu mangga. Kunyit berhabitus rimpang padat, sedangkan temu mangga berhabitus rimpang jarang. Kunyit memiliki lebih banyak induk rimpang jika dibandingkan dengan temu mangga. Warna inner core dan daging rimpang pada kunyit adalah orange, sementara pada temu mangga, inner corenya berwarna lemon yellow, dan daging rimpangnya berwarna kuning muda keabu-abuan. Aroma daan rasa rimpang dari kunyit sangat khas turmeric, namun pada teemu mangga aroma dan rasa rimpangnya khas seperti buah mangga. Permukaan rimpang kunyit juga tidak sehalus permukaan rimpang temu mangga. Warna permukaan rimpang kunyit adalah merah kekuningan, sementara pada permukaan rimpang temu mangga adalah merah kecoklatan. Warna ujung bractea pada kunyit adalah putih, berbeda dengan temu mangga yang berwarna rose. Korola kunyit berwarna kuning, sementara pada temu mangga korolanya berwarna ungu. Pistillum pada kunyit berwarna kuning, sementara pada temu mangga berwarna putih. Kunyit memiliki senyawa steroid berdasarkan hasil uji skrining fitokimia, sementara temu mangga tidak memiliki senyawa steroid. Kunyit tidak mengandung senyawa flavonoid, tetapi temu mangga mengandung senyawa flavonoid.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
83 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
I.
Kunyit (Curcuma domestica) dengan lempuyang emprit (Zingiber americana) Kunyit (Curcuma domestica) berbeda dengan lempuyang emprit (Zingiber
americana). Kunyit memiliki habitus pseudostem jarang sedangkan lempunyang emprit memiliki habitus pseudostem padat. Sudut letak daun pada kunyit tidak selebar pada lempuyang emprit. Kunyit tidak mempunyai pewarnaan anthocyanin pada pseudostem seperti pada lempuyang emprit. Daun kunyit berbangun daun memanjang, berbeda dengan lempuyang emprit yang berbangun daun lanset. Ujung dan pangkal daun kunyit meruncing, tidak seperti ujung dan pangkal daun lempuyang emprit yang berbentuk runcing. Tepi daun kunyit juga berbeda dengan lempuyang emprit. Tepi daun kunyit bergelombang, sementara tepi daun lempuyang emprit rata. Venasi daun kunyit menyirip, sedangkan venasi daun lempuyang emprit sejajar. Warna permukaan daun bagian bawah pada kunyit tidak terlalu hijau seperti pada lempuyang emprit. Jika kunyit memiliki induk rimpang, lain halnya dengan lempuyang emprit yang tidak memiliki induk rimpang. Warna inner core dan daging rimpang kunyit adalah orange. Sedangkan pada lempuyang emprit berwarna coklat krem. Rimpang kunyit beraroma dan rasa khas turmeric, sementara pada lempuyang emprit aromanya seperti kamper dengan rasa rimpang pahit. Permukaan rimpang kunyit tidak sehalus permukaan rimpang lempuyang emprit. Warna permukaan rimpang kunyit adalah merah kekuningan, sedangkan permukaan rimpang lempuyang emprit adalah merah kecoklatan.
Warnna ujung bractea pada kunyit adalah putih, sementara pada
lempuyang emprit adalah crimson.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
84 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
J.
Temu giring (Curcuma heyneana) dengan temu ireng (Curcuma aeruginosa). Temu giring (Curcuma heyneana) berbeda dengan temu ireng (Curcuma
aeruginosa). Temu giring tidak memiliki pewarnaan anthocyanin di pseudostem seperti pada temu ireng. Tepi daun temu giring bergelombang sementara pada temu ireng tepi daunnya rata. Pola venasi temu giring lebih berdekatan daripada pola venasi temu ireng. Warna permukaan daun bagian bawah temu giring tidak segelap pada temu ireng. Temu giring tidak memiliki pewarnaan pada ibu tangkai daunnya seperti pada temu ireng. Bentuk rimpang temu giring lebih lurus dibandingkan bentuk rimpang temu ireng. Warna daging dan inner core rimpang temu giring berwarna kuning, sedangkan pada temu ireng berwarna biru keabu-abuan. Pola internodus rimpang temu giring lebih kecil daripada pola inernodus rimpang temu ireng. Aroma rimpang temu giring menyengat seperti kamper daripada temu ireng yang tidak beraroma. Permukaan rimpang temu giring lebih halus daripada permukaan rimpang temu ireng. Temu giring memiliki kaliks berwarna, sementara temu ireng kaliksnya berwarna putih. Kebalikannya, labellum temu giring berwarna putih, tetapi labellum temu ireng berwarna. Temu giring tidak memiliki senyawa tannin setelah diuji dengan skrining fitokimia. Sedangkan temu ireng memiliki kandungan senyawa tanin.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
85 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
K.
Temu giring (Curcuma heyneana) dengan temu mangga (Curcuma mangga). Temu giring (Curcuma heyneana) berbeda dengan temu mangga (Curcuma
mangga). Intensitas warna hijau pada batang temu giring tidak sepekat warna hijau pada temu mangga. Temu giring memiliki daun berbentuk lanset, sedangkan temu mangga berbentuk memanjang. Tepi daun temu giring bergelombang, berbeda dengan temu mangga yang tepi daunnya rata. Pola venasi pada temu giring lebih berdekatan jika dibandingkan pola venasi pada temu mangga. Warna permukaan daun pada bagian bawah di daun temu giring tidak sehijau gelap pada temu mangga. Warna daging rimpang temu giring adalah kuning, sementara pada temu mangga warnaya lebih muda dan agak sedikit keabu-abuan. Rimpang temu giring beraroma seperti kamper dan rasa rimpangnya pahit. Tetapi temu mangga rasa dan aroma rimpangnya seperti buah mangga. Temu giring mempunyai ujung bractea berwarna ungu, sementara ujung bractea temu mangga berwarna rose. Coma bractea temu giring berwarna putih, sedangkan coma bractea temu mangga berwarna. Labellum dan korola pada temu giring berwarna kuning, sedangkan pada temu mangga berwarna ungu. Pistilum pada temu giring berwarna kuning, beda dengan temu mangga yang pistilumnya berwarna putih. Temu giring tidak mempunyai senyawa tannin, sedangkan temu mangga mempunyai senyawa tannin. Temu giring memiliki kandungan steroid, sedangkan temu mangga tidak memiki kandungan senyawa steroid.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
86 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
L.
Temu giring (Curcuma heyneana) dengan lempuyang emprit (Zingiber americana) Temu giring (Curcuma heyneana) berbeda dengan lempuyang emprit (Zingiber
americana). Temu giring tidak memiliki kepadataun daun sebanyak lempuyang emprit. Tetapi temu giring lebih tinggi perawakannya daripada lempuyang emprit. Sudut letak daun pada temu giring tidak selebar sudut letak daun pada lempuyang emprit. Dan paada pseudostem temu giring tida ditemukan adanya pewarnaan anthocyanin seperti pada lempuyang emprit. Ujung dan pangkal daun temu giring adalah meruncing, berbeda dengan lempuyang emprit yang ujung dan pangkal daunnya runcing. Tepi daun temu giring bergelombang, tidak seperti tepi daun lempuyang emprit yang rata. Venasi pada temu giring adalah menyirip, sementara pada lempuyang emprit venasinya sejajar. Rimpang temu giring habitusnya tidak sepadat habitus rimpang lempuyang emprit. Temu giring memiliki induk rimpang, sementara lempuyang emprit tidak memiliki induk rimpang. Warna inner core dan daging rimpang temu giring adalah kuning, sedangkan pada lempuyang emprit warnanya coklat krem. Temu giring mempunyai ujung bractea berwarna ungu, tetapi pada lempuyang emprit warna ujung bracteanya adalah crimson. Jika pada temu giring coma bracteanya berwarna putih, pada lempuyang emprit, coma bracteanya berwarna crimson. Temu giring tidak mempunyai senyawa tannin, sedangkan lempuyan emprit mengandung tannin.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
87 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
M.
Temu ireng (Curcuma aeruginosa) dengan Temu mangga (Curcuma mangga) Warna hijau pada batang temu ireng tidak sehijau tua pada batang temu mangga
Selain itu pada batang temu ireng mempunyai pewarnaan anthocyanin sedangkan temu mangga tidak mempunyai pewarnaan anthocyanin di batangnya. Temu ireng mempunyai bangun daun berbentuk lanset, sedangkan bangun daun temu mangga adalah memanjang. Pada ibu tangkai daun temu ireng terdapat pewarnaan spesifik, sementara pada temu mangga tidak ada pewarnaan pada ibu tangkai daunnya. Bentuk rimpang temu ireng berkelok, berbeda dengan bentuk rimpang temu mangga yang bentuknya lurus. Warna inner core dan daging rimpang temu ireng adalah biru keabuabuan, sementara pada temu mangga berwarna kuning-kuning muda keabu-abuan. Permukaan rimpang temu ireng lebih kasar dibandingkan permukaan rimpang temu mangga yang permukaannya halus. Temu ireng memiliki rimpang yang tidak beraroma dan rasa rimpangnya pahit, sedangkan temu mangga memiliki rimpang yang rasa dan aromanya mirip buah mangga. Kaliks temu ireng tidak berwarna putih sementara kaliks temu mangga berwarna. Ujung bractea temu ireng berwarna ungu, sedangkan ujung bractea temu mangga berwarna rose. Temu ireng mempunyai korola dan labellum berwarna kuning, lain halnya dengan temu mangga yang korola dan labellumnya berwarna ungu. Temu ireng mempunyai pistilum berwarna kuning, tidak seperti pistilum temu mangga yang tidak berwarna putih. Temu ireng mempunyai kandungan senyawa steroid, tetapi temu mangga tidak mempunyai senyawa steroid.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
88 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
N.
Temu ireng (Curcuma aeruginosa) dengan Lempuyang emprit (Zingiber americana) Temu ireng adalah tanaman yang mempunyai sudut letak daun yang lebih kecil
dibandingkan lempuyang emprit. Temu ireng berujung dan pangkal daun meruncing, sedangkan lempuyang emprit, ujung daun dan pangkalnya runcing. Venasi pada temu ireng adalah menyirip dengan pola venasi berjauhan, sementara pada lempuyang emprit venasinya sejajar denga pola venasi yang dekat. Warna permukaan daun bagian atas dan bawah pada temu ireng, cenderung berwarna lebih gelap dibadingkan pada lempuyang emprit. Pada temu ireng, ditemukan adanya pewarnaan pada ibu tangkai daun, hal seperti ini tidak ada di ibu tangkai daun lempuyang emprit. Habitus rimpang temu ireng lebih jarang/longgar daripada habitus rimpang lempuyang emprit. Bentuk rimpang temu ireng berbentuk berkelok sementara bentuk rimpang lempuyang emprit lebih lurus. Temu ireng mempunyai induk rimpang, sedangkan lempuyang emprit tidak mempunyai induk rimpang. Warna inner core dan daging rimpang temu ireng adalah biru keabu-abuan, sementara warna inner core dan daging rimpang lempuyang emprit adalah coklat krem. Temu ireng, rimpangnya tidak memiliki aroma tertentu, berbeda dengan temu giring yang rimpangnya beraroma kamper yang menyengat. Permukaan rimpang temu ireng lebih kasar jika dibandingkan permukaan rimpang lempuyang emprit yang halus. Pada temu ireng, kaliksnya tidak berwarna putih sedangkan pada lempuyang emprit kaliksnya berwarna. Warna ujung bractea temu ireng adalah ungu, sedangkan pada ujung bractea lempuyang emprit warnanya adalah crimson. Temu
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
89 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ireng mengandung senyawa flavonoid, sedangkan lempuyang emprit tidak mengandung senyawa flavonoid.
O.
Temu mangga (Curcuma mangga) dengan lempuyang emprit (Zingiber americana) Temu mangga memiliki intensitas warna hijau pada batang yang lebih pekat
dibandingkan intensitas warna hijau pada batang lempuyang emprit. Batang temu mangga tidak mempunyai pewarnaan anthocyanin seperti pada batang lempuyang emprit. Bangun daun temu mangga adalah memanjang, berbeda dengan lempuyang emprit yang bangun daunnya lanset. Ujung dan pangkal daun temu mangga bentuknya meruncing, tidak seperti lempuyang emprit yang bentuknya runcing. Venasi temu mangga yang menyirip berbeda dengan venasi lempuyang emprit yang sejajar. Pola venais pada temu ireng sifatnya berjauhan berbeda dengan lempuyang emprit yang pola venasinya berdekatan. Permukaan daun bagian atas dan bawah temu mangga, warna hijaunya lebih gelap jika dibandingkan dengan lempuyang emprit. Habitus rimpang temu mangga lebih longgar/jarang jika dibandingkan dengan habitus rimpang lempuyang emprit yang padat. Temu mangga mempunyai induk rimpang, sedangkan lempuyang emprit tidak mempunyai induk rimpang. Warna inner core dan daging rimpang temu mangga adalah kuning-kuning muda keabu-abuan, tetapi lempuyang emprit memiliki inner core dan daging rimpang berwarna coklat krem. Aroma dan rasa rimpang temu mangga khas seperti buah mangga, sementara lempuyang emprit beraroma seperti kamper dengan rasa rimpang yang pahit. Warna ujung bractea pada
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
90 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
temu mangga adalah rose, sementara ujung bractea lempuyang emprit berwarna crimson. Warna korola dan labellum pada temu mangga adalah ungu, berbeda dengan lempuyang emprit yang korola dan labellumnya berwarna kuning. Pistilum pada temu mangga tidak berwarna putih, tidak seperti lempuyang emprit yang pistilumnya berwarna kuning. Temu mangga tidak mengandung senyawa steroid, sementara lempuyang mengandung senyawa steroid.
4.1.3
Pengenalan Spesies dengan Kunci Identifikasi Menurut Vane-Wright (1992) salah satu fungsi dari biosistematika pengenalan
taksa dan diagnosis universal taksa (identifikasi). Morfologi yang sudah didapatkan setelah mengamati spesimen Curcuma spp. ini selain dibuat deskripsi dengan bahan secara lengkap dapat dibuat kunci identifikasi praktis yang berguna untuk mengungkapkan identitas (jati diri) suatu tumbuhan (Hamidah, 2009) Setiap kelompok tanaman biasanya memiliki kunci diagnostik yang dapat membantu dalam identifikasi tanaman yang belum diketahui. Kunci tersebut diartikan sebagai rangkaian berurutan dari suatu pernyataan yang berlawanan untuk spesimen tertentu, salah satu pernyataan tersebut benar, dan yang lain tidak benar Sehingga dalam penggunaan kunci identifikasi ini, nama-nama yang mungkin dalam kunci terbagi menjadi kelompok yang lebih kecil dan semakin kecil. Pernyataan yang digunakan dalam kunci didasarkan pada karakteristik tanaman yang akan diidentifikasi. Kunci tersebut bisa disusun dengan menunjukkan hubungan atau afinitas alaminya atau bisa saja dibuat dengan dasar yang murni buatan, tanpa memperhatikan hubungan
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
91 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
alami atau filogenetik apa pun. Kunci terkadang diilustrasikan sederhana atau rumit, berdasar fitur flora, atau hanya fitur vegetatif, atau bisa keduanya. Kunci identifikasi dibuat dalam bentuk kunci dikotomi. Kunci dikotomi terdiri atas sejumlah kuplet. Setiap kuplet memiliki sepasang pernyataan berlawanan, masingmasing disebut lead. Kedua lead sebuah kuplet disusun dalam yok (Bhattacharyya, 2009). Berikut adalah kunci determinasi berdasarkan karakter hasil penelitian. 1.
a. Habitus pseudostem padat ....................................................................... 2 b. Habitus pseudostem jarang .................................................. C. domestica
2.
a. Venasi daun sejajar .................................................................................. 6 b. Venasi daun menyirip .............................................................................. 3
3.
a. Tepi daun rata .......................................................................................... 4 b. Tepi daun bergelombang ..................................................... C. heyneana
4.
a. Ibu tangkai daun bewarna hijau ............................................................... 5 b. Ibu tangkai daun berwarna kemerahan ................................ C. xanthorrhiza
5.
a. Inner core berwarna kekuningan ............................................................. 6 b. Inner core berwarna biru keabu-abuan ................................. C. aeruginosa
6.
a. Korola berwarna kuning ......................................................... Z. americana b. Korola berwarna ungu ................................................................ C. mangga
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
92 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4.1.4
Kajian
Hubungan
Kesamaan
Karakteristik
Spesies
Curcuma
menggunakan fenogram Analisis untuk mengetahui hubungan kekerabatan pada Curcuma spp. dan outgrup dilakukan berdasarkan pada 52 jenis karakter, menggunakan progam IBM SPSS 21. Kelima puluh dua karakter yang digunakan sebagai dasar pengelompokan terdiri atas 5 karakter perawakan, 4 karakter batang, 16 karakter daun, 13 karakter rimpang, 8 karakter bunga dan 6 karakter metabolit sekunder. Hubungan kekerabatan atas dasar kesamaan karakteristik yang ada pada ke lima spesies dari genus Curcuma dan outgrup dari genus Zingiber di teliti menggunakan analisis classify hierarchial cluster dan dilengkai dengan analisis PCA (pricipal component analysisi). Karateristik morfologi dan metabolit sekunder yang dimiliki oleh lima spesies dari genus Curcuma dan outgrup dapat dilihat di lampiran 1. Analisis hubungan kekerabatan dilakukan terhadap karakter morfologi dan metabolit sekunder setiap sampel dan karakteristik hasil pengamatan diubah menjadi bentuk numerik, yaitu 0,1,2,3 dan seterusnya seperti pada lampiran 1, kemudian disusun dalam tabel di lampiran 3. Dari data karakteristik yang telah dinumerisasi atau disebut dengan skoring dan diproses dengan progam SPSS, akan diperoleh nilai koefisien pengelompokan kesamaan karakteristik morfologi dan metabolit sekunder sampel dengan metode agglomerative (pendekatan penggabungan) menggunakan klaster average linkage dalam tabel 4.3 berikut.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
93 NINDIA FAIRUZI `
SKRIPSI
Tabel 4.3 Hasil penghitungan indeks similaritas dengan koefisien simple matching.
94 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Keterangan : 1 : A1 = Curcuma xanthorrhhiza 1 2 : A2 = Curcuma xanthorrhhiza 2 3 : A3 = Curcuma xanthorrhhiza 3 4 : B1 = Curcuma domestica 1 5. : B2 = Curcuma domestica 2 6 : B3 = Curcuma domestica 3 7 : C1 = Curcuma heyneana 1 8 : C2 = Curcuma heyneana 2 9 : C3 = Curcuma heyneana 3
Stage
10 : D1 = Curcuma aeruginosa 1 11 : D2 = Curcuma aeruginosa 2 12 : D3 = Curcuma aeruginosa 3 13 : E1 = Curcuma mangga 1 14 : E2 = Curcuma mangga 2 15 : E3 = Curcuma mangga 3 16 : F1 = Zingiber americana 1 17 : F2 = Zingiber americana 2 18 : F3 = Zingiber americana 3
Cluster Combined
Coefficients Cluster 1 Cluster 2 1 7 9 1.000 2 4 5 1.000 3 16 18 1.000 4 16 17 .994 5 13 15 .992 6 10 12 .991 7 13 14 .988 8 10 11 .987 9 1 2 .984 10 4 6 .982 11 7 8 .970 12 1 3 .956 13 7 13 .820 14 1 10 .713 15 1 7 .682 16 1 16 .628 17 1 4 .516 Tabel 4.4 Pengelompokan karakteristik morfologi berdasarkan average linkage. Keterangan : 1. Angka yang tertera pada kolom kelompok 1 dan kelompok 2 menunjukkan kode dari OTU yang dibandingkan. 2. Angka yang tertera pada kolom koefisien kesamaan menunjukkan besarnya kesamaan fenetik dari dua kelompok OTU yang dibandingkan serta menyebabkan ke 2 OTU yang dibandingkan tersebut mengelompok.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
95 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 4.7 Dendogram hubungan fenetik antara lima spesies dari genus Curcuma dan satu spesies sebagai outgroup dari family Zingiberaceae yang diteliti dengan analisis karakteristik morfologi dan metabolit sekunder.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
96 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Keterangan : A1 = Curcuma xanthorrhhiza 1 A2 = Curcuma xanthorrhhiza 2 A3 = Curcuma xanthorrhhiza 3 B1 = Curcuma domestica 1 B2 = Curcuma domestica 2 B3 = Curcuma domestica 3 C1 = Curcuma heyneana 1 C2 = Curcuma heyneana 2 C3 = Curcuma heyneana 3
D1 = Curcuma aeruginosa 1 D2 = Curcuma aeruginosa 2 D3 = Curcuma aeruginosa 3 E1 = Curcuma mangga 1 E2 = Curcuma mangga 2 E3 = Curcuma mangga 3 F1 = Zingiber americana 1 F2 = Zingiber americana 2 F3 = Zingiber americana 3
Berdasarkan fenogram pada gambar 4.7 di atas, dengan nilai similaritas (kesamaan) 51,6% didapatkan dua kelompok yang ditandai dengan huruf a dan b. Kelompok a beranggotakan Zingiber americana (disimbolkan dengan huruf F) yang merupakan outgroup dan Curcuma xanthorrhiza (disimbolkan dengan huruf A), Curcuma aeruginosa (disimbolkan dengan huruf D), Curcuma mangga (disimbolkan dengan huruf E), dan Curcuma heyneana (disimbolkan dengan huruf C), sedangkan kelompok b beranggotakan Curcuma domestica (disimbolkan dengan huruf B). Kemudian dengan nilai 62,8 % kelompok a memisah kembali menjadi kelompok c dan d. Kelompok c beranggotakan Curcuma xanthorrhiza, Curcuma aeruginosa, Curcuma mangga, dan Curcuma heyneana dan kelompok d beranggotakan Zingiber americana. Kelompok c memisah lagi pada nilai similaritas 68,2% menjadi kelompok e dan f. Kelompok e memisah pada nilai similaritas 82% menjadi kelompok i yang terdiri dari Curcuma heyneanane dan kelompok j yang terdiri dari Curcuma mangga. Lalu kelompok f memisah pada nilai similaritas 71,3% menjadi kelompok g dan h.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
97 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Kelompok g terdiri atas Curcuma aeruginosa. Sedangkan kelompok h terdiri atas Curcuma xanthorrhiza. Dendrogram pada gambar 4.7 memisahkan spesies dari genus Curcuma dan outgroup berdasarkan kesamaan karakter morfologi dan metabolit sekunder yang dimiliki masing-masing sampel sampai didapatlan kelompok spesies yang benar-benar memisah maupun mengelompok dengan kelompok varietas lainnya. Adanya kelompok-kelompok antar spesies dan outgroup disesuaikan dengan tingkat kesamaan karakter morfologi dan metabolit sekunder yang dinyatakan dalam nilai koefisien similaritas yang tertera di tabel 4.3. Koefisien similaritas menunjukkan rasio antara karakter yang dimiliki bersama dengan total karakter yang dibandingkan (Sneath dan Sokal, 1973). Jadi, apabila semakin banyak kesamaan karakter yang dimiliki bersama, nilai skala similaritasnya menjadi semakin besar dan semakin dekat hubungan kekerabatannya. Hal ini sesuai dengan asumsi bahwa hubungan kekerabatan ditunjukkan dengan banyaknya kesamaan yang dimiliki bersama (Tjitrosoepomo, 2009). Ditambah lagi bahwa data taksonomi tidak hanya berasal dari data morfologi, dan data kimia, yaitu kemotaksonomi juga mendukung. Sesuai dengan pernytaan Hsiao (1973), bahwa kesamaan yang sangat dekat dalam hal morfologi akan mempunyai potensi yang sama seperti kandungan biokimia dan senyawa kimia yang dihasilkan. Terlihat jelas bahwa kelompok yang terdiri dari berbagai spesies yang dibentuk pertama kali membentuk dua cabang (kelompok a dan b) mempunyai nilai similaritas terkecil sebesar 51,6% sementara kelompok yang masih satu spesies sejenis pasti
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
98 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
mempunyai nilai similaritas yang lebih besar dari 90% karena memiliki kesamaan morfologi dan kandungan metabolit sekunder. Selanjutnya, setelah analisis classify hierarchial cluster dengan hasil berupa dendogram, dilanjutkan dengan analisis PCA (Principal component Analysis). Fungsi dari analisis PCA adalah untuk mengetahui karakter-karakter morfologi dan metabolit sekunder yang memberikan pengaruh besar dan membuat pemisahan OTU (Gil dan Cubero, 1993). Setiap karakter morfologi dan metabolit sekunder akan memisahkan 18 OTU dalam penelitian ini, hasil PCA dinyatakan dengan menampilkan sejumlah komponen-komponen pembeda utama beserta nilai dari setiap karakter pada komponennya. Komponen karakter morfologi dan metabolit sekunder yang menyebabkan pengelompokan OTU dari Curcuma spp. dapat dilihat pada Tabel 4.5 Karakter Kepadatan_daun Tinggi Habitus_pseudostem Sudut_letak_daun Intensitas_warna_hijau_pada_batang Pewarnaan_athocyanin_di_pseudostem Bangun_daun Ujung_daun Pangkal_daun Tepi_daun Lebar_daun Panjang_daun Venasi Pola_venasi Warna_permukaan_atas
SKRIPSI
Komponen 1 2 3 -.498 .027 -.375 -.007 -.002 .962 -.626 -.199 .709 .269 -.602 -.746 .056 -.769 -.328 -.134 .611 -.532 .292 -.109 .754 -.269 .602 .746 -.269 .602 .746 -.417 -.378 .568 -.139 .016 .826 -.175 -.035 .915 -.269 .602 .746 .156 .020 .842 -.386 -.145 .688
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
99 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Komponen 3 1 2 Warna_permukaan_bawah -.022 -.495 .787 Panjang_tangkai_daun .392 .118 .508 Keberadaan_warna_ibu_tangkai_daun .241 .583 .753 Warna_ibu_tangkai_daun .241 .583 .753 Habitus_rimpang -.386 -.145 .688 Bentuk_rimpang .241 .583 .753 Panjang_rimpang_primer .303 .401 -.419 Ketebalan_rimpang .247 .203 .163 Jumlah_induk_rimpang .157 .190 .914 Warna_inner_core -.086 .546 -.760 Warna_daging_rimpang .450 .294 -.800 Pola_internodus .241 .583 .753 Aroma_rimpang -.160 .386 .314 Rasa_rimpang -.277 -.347 .686 Permukaan_rimpang .353 .708 .547 Warna_permukaan_rimpang .199 .626 -.709 Warna_kaliks -.432 -.505 -.073 Warna_ujung_bractea .068 .656 -.553 Warna_coma_bractea -.098 .279 -.010 Warna_korola -.352 -.636 .657 Warna_labellum .392 -.744 -.277 Warna_pistilum -.392 .277 .744 Uji_flavonoid -.055 .030 .971 Uji_steroid -.392 .277 .744 Uji_tanin .428 .026 -.593 Tabel 4.5 Nilai komponen utama karakter morfologi dan metabolit sekunder Curcuma spp. dan outgroup. Karakter
Keterangan : 1. Nilai yang berwarna ungu dan di bold merupakan nilai karakter yang mempunyai nilai > 0,50 yang berarti karakter tersebut mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pengelompokkan 5 spesies Curcuma spp. dan 1 outgroup 2. Nilai yang di bold dan di underline merupakan nilai karakter yang mempunyai nilai pada kisaran 0,500 yang berarti karakter tersebut cukup mempunyai pengaruh dalam pengelompokkan.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
100 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pada tabel 4.5 komponen matriks PCA terdapat 3 komponen utama karakter yang berperan utama dalam memisahkan kelompok spesies Curcuma spp. Komponen 1 merupakan karakter yang paling berperan utama dalam memisahkan kelompok spesies. Sedangkan komponen 2 merupakan komponen karakter pendukung pertama dari komponen 1 dan komponen 3 adalah karakter pendukung kedua dari komponen 1. NIlai yang berwarna ungu dan di bold pada tabel merupakan nilai karakter yang mempunyai nilai > 0,50 yang berarti karakter tersebut mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pengelompokan 5 spesies Curcuma spp. dan outgroup. Sedangkan nilai karakter pada kisaran 0,500 berarti karakter tersebut cukup mempunyai pegaruh dalam pengelompokkan , dan nilai karakter < 0,500 artinya karakter tersebut kurang berpengaruh dalam pengelompokkan. Dalam komponen 1, karakter yang berpengaruh besar (mempunyai nilai > 0,50) antara lain : tinggi, habitus pseudostem, sudut letak daun, ujung daun, pangkal daun, lebar daun, panjang daun, venasi, pola venasi, warna permukaan atas dan bawah daun, habitus rimpang, warna daging rimpang, warna permukaan rimpang, warna korola, dan kandungan flavonoid. Sementara dalam komponen 2, karakter yang berpengaruh besar yaitu intensitas warna hijau pada batang, pewarnaan anthocyanin di pseudostem, bangun daun, keberadaan warna ibu tangkai daun, warna ibu tangkai daun, bentuk rimpang, pola internodus, permukaan rimpang, warna ujung bractea, warna korola, warna labellum, warna pistilum, dan kandungan steroid. Sedangkan pada komponen 3, karakter yang berpengaruh besar adalah habitus pseudostem, sudut letak daun, ujung
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
101 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
daun, pangkal daun, tepi daun, venasi, jumlah induk rimpang, warna inner core, dan warna permukaan rimpang. Sementara, karakter pada komponen 1, karakter yang cukup mempunyai pengaruh antara lain keberadaan warna ibu tangkai daun dan warna ibu tangkai daun, bentuk rimpang, pola internodus, dan keberadaan senyawa tannin. Sementara pada komponen 2, karakter yang cukup mempunyai pengaruh yaitu panjang tangkai daun, warna inner core, dan warna kaliks. Pada komponen 3, karakter yang berpengaruh adalah pewarnaan anthocyanin di pseudostem, tepi daun, permukaan rimpang, dan warna ujung bractea.
4.1.5
Hasil Skrining Fitokimia Skrining fitokimia adalah metode pendahuluan dalam penelitian fitokimia.
Secara umum metode ini merupakan reaksi pengujian warna dengan suatu pereaksi warna (Kristanti, et al., 2008). Tujuan utama dari penapisan fitokimia adalah menganalisis tumbuhan untuk mengetahui kandungan bioaktif yang berguna untuk pengobatan (Pedrosa, et al., 1978; Farnsworth, 1966; Harborne, 1966). Pengujian dengan metode skrining fitokimia (Penapisan fitokimia) meliputi analisis kualitatif kandungan dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah dan biji) terutama kandungan metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif seperti alkaloid, antrakinon, flavonoid, glikosida jantung, kumarin, saponin (steroid dan triterpenoid), tannin, polifenol dan minyak atsiri (Mustarichie, et al., 2011) . Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan enam jenis pengujian kandungan metabolit
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
102 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
sekunder dari rimpang Curcuma spp., diantaranya uji kandungan alkaloid, uji kandungan flavonoid, uji kandungan steroid dan terpenoid, uji kandungan tanin dan uji kandungan minyak atsiri. Adapun metode yang digunakan, berdasarkan pada literatur dari penelitian sebelumnya. Didalam melakukan uji skrining fitokimia ada beberapa proses awalan yang harus dilakukan, yaitu : ekstraksi dan evaporasi.
4.1.5.1 Hasil Pembuatan Ekstrak Sebelum dilakukan ekstraksi dengan metode maserasi, rimpang yang dipanen dari lokasi pengamatan dicuci bersih terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran tanah yang menempel di permukaan rimpang. Selanjutnya rimpang dipotong tipis (dirajang) dan dikering-anginkan hingga menghasilkan irisan rimpang kering yang tidak berair dan bertekstur renyah. Irisan rimpang dijemur tetapi tidak boleh terkena sinar matahari langsung di atas tempeh (nampan dari anyaman bambu) yang dialasi koran seperti pada gambar 4.8a. Tempeh-tempeh tersebut disusun diatas rak jemuran baju agar dapat dilakukan pengeringan secara bersamaan seperti pada gambar 4.8b. Proses pengeringan rimpang dapat memakan waktu kurang lebih 14 hari Selanjutnya rimpang kering dihaluskan menggunakan blender/mesin penghalus agar didapatkan hasil berupa serbuk rimpang seperti pada gambar 4.9.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
103 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
A
B Gambar 4.8 Proses pengeringan rimpang (Sumber : dokumentasi pribadi). Setelah irisan rimpang menjadi serbuk, barulah siap untuk dimaserasi. Dalam proses maserasi, digunakan dua macam pelarut, N-Heksana dan Metanol. Pemilihan pelarut berdasarkan polaritas dari senyawa yang akan diuji. Pelarut N-Heksana khusus digunakan untuk mengikat senyawa non-polar salah satunya steroid dan terpenoid yang akan diuji skrining dengan metode Liebermann-Burchard. Sedangkan pelarut metanol, adalah pelarut universal yang akan mengikat baik senyawa polar maupun non-polar. Sehingga hasil ekstraksi metanol, akan digunakan untuk uji skrining senyawa polar: alkaloid; flavonoid, dan uji skrining miyak atsiri dan tannin.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
104 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
A
B
C Gambar 4.9 Contoh hasil penghalusan serbuk rimpang yang siap dimaserasi, A: Serbuk kunyit, B: Serbuk temu ireng, C: Serbuk lempuyang (Sumber : dokumentasi pribadi). Proses maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk rimpang dengan pelarut selama ±3-7 hari. Proses perendamanan ini bisa dilakukan 1-2 kali. Pada proses maserasi N-Heksana, waktu yang diperlukan adalah tujuh hari, dan dilakukan satu kali tanpa pengulangan. Sedangkan pada proses maserasi methanol seperti pada lampiran 6, waktu yang diperlukan adalah 5 hari dengan jumlah pengulangan dua kali. Setelah dilakukan proses maserasi, hasil rendaman di saring menggunakan kertas saring kasar, hasil rendaman disimpan di dalam labu erlenmeyer lampiran 7, untuk selanjutnya dilakukan proses evaporasi menggunakan alat rotary evaporator untuk mendapatkan ekstrak kental methanol dan ekstrak kental n-heksana.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
105 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4.1.5.2
Evaporasi Pada proses evaporasi, tujuannya adalah menguapkan kelebihan pelarut agar
didapat sejumlah volume senyawa yang akan diuji. Proses ini memerlukan alat rotary vacuum evaporator (lampiran 10) yang bekerja dengan prinsip penurunan tekanan sehingga pelarut dapat menguap pada suhu di bawah suhu didihnya. Hasil dari proses evaporasi berupa ekstrak kental metanol (lampiran 8) dan ekstrak kental n-heksana (lampiran 9) dari sampel yang di ekstrak.
4.1.5.3 Pemeriksaan Fitokimia Ekstrak kental n-heksana, diuji dengan pereaksi Liebermann-Burchard untuk menguji keberadaan terpenoid dan steroid (Kristanti, et al., 2008). Langkah pengujiannya, mula-mula ambil sedikit ekstrak kental n-heksana, kemudian keringkan di atas papan spot test. Setelah kering, beri tiga tetes anhidrida asetat (Ac2O) kemudian ditambah dengan satu tetes H2SO4. Amati perubahan yang terjadi. Keberadaan terpenoid ditandai dengan adanya warna merah – merah kecoklatan. Sementara warna biru – biru kehitaman menunjukkan adanya senyawa steroid. Hasil pengamatan dapat dilihat di lampiran 2. Ekstrak kental metanol digunakan untuk uji alkaloid, flavonoid, tannin, dan minyak atsiri. Pengujian alkaloid menurut Pedrosa, et.al (1978) dilakukan dengan cara mengambil sedikit ekstrak kemudian ditambah HCl 2M dan dipanaskan diatas penangas air sambil diaduk. Setelah itu didinginkan hingga suhu kamar. Tambahkan NaCl serbuk, aduk dan disaring. Filtrat selajutnya ditambah HCl 2M hingga volume
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
106 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
tertentu. Filtrat dibagi kedalam 2 tabung reaksi, tabung 1 ditambah reagen Wagner dan tabug 2 sebagai blangko. Tabung 1 diamati terbentuknya endapan dan dibandingkan dengan tabung 2, Jika tidak terbentuk endapan berwarna coklat, berarti tidak mengandung alkaloid dan jika terbentuk endapan berwarna coklat, artinya bahan mengandung alkaloid. Dalam pengujian flavonoid menurut Kristanti, et al (2008), 2 ml ekstrak metanol dpindah ke tabung reaksi dan ditambah 3-4 buah potongan pita logam Mg, kemudian ditambahkan 0.5 ml HCl pekat. Jika muncul warna merah, orange, atau hijau menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Pengujian tannin menurut Saxena (2012), 1 ml ekstrak dipindah ke tabung reaksi dan ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1% (dalam penelitian ini digunakan 5 tetes FeCl3 1%). Keberadaan tannin ditunjukkan dengan perubahan warna coklat kehijauan atau biru kehitaman. Sedangkan pengujian minyak atsiri menururt Indrayani dkk (2006), dilakukan dengan mengambil sedikit ekstrak metanol (pada penelitian ini digunakan 1 ml ekstrak), lalu dipindahkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 tetes H2SO4. Jika muncul warna coklat kehitaman, positif ada minyak atsiri. Hasil dari pengujian ekstrak metanol Curcuma spp. dapat dilihat di lampiran 2.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
107 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4.2
Pembahasan
4.2.1
Keanekaragaman morfologi dan metabolit sekunder pada spesies Curcuma spp. Keanekaragaman
hayati merupakan akibat dari adanya variasi. Variasi
meliputi kehidupan mahluk hidup dalam berbagai tingkat organisasi biologi. Di Indonesia khususnya di kota Surabaya, salah satunya di Taman Husada Graha Famili, ada beragam jenis tanaman dari famili Zingiberaceae, beberapa diantaranya berasal dari genus Curcuma yaitu Curcuma xanthorrhiza, Curcuma domestica,Curcuma heyneana, Curcuma aeruginosa, dan Curcuma mangga. Populasi tanaman dari genus Curcuma yang ada di Taman Husada, merupakan sebagian kecil dari contoh keberagaman spesies tanaman Curcuma. Bahkan beberapa diantaranya banyak yang belum dikenal, atau masyarakat hanya sekedar tahu karena pernah memakainya secara tidak langsung, sehingga keunikan dari karakter morfologi dan metabolit sekundernya belum diketahui secara langsung. Selama ini masyarakat awam lebih banyak memanfaatkan bagian rimpang Curcuma dan biasanya saat kita membedakan emponempon hanya mengandalkan pengamatan sepintas dan kurang mendetail. Hal ini dapat menimbulkan kerancuan. Padahal jika diamati lebih teliti, terdapat perbedaan pada masing-masing rimpang. Hal tersebut dapat berubah apabila kita dalam kondisi tertentu harus membedakan tanaman Curcuma melalui bentuk morfologi bagian atasnya, misalkan daun. Tanaman Curcuma dapat tumbuh subur hanya pada waktu-waktu tertentu. Di musim hujan, tumbuhan ini tumbuh subur dan menumbuhkan organ daunnya dengan
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
108 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
baik, sementara cadangan makanannya, yaitu rimpang perlahan mengecil. Kebalikannya di musim kemarau, daun tanaman Curcuma mulai meranggas dan rimpangnya membesar. Sehingga pada musim ini, rimpang Curcuma lebih mudah dipanen. Apabilla kita menemukan daun Curcuma yang tumbuh lebat dan ingin mengetahui jenisnya tanpa mengambil rimpangnya, dengan mengetahui karakter morfologi daunnya dan batang ataupun bunganya dan diamati cermat akan sangat membantu. Tidak hanya lewat karakter morfologinya, dengan mengetahui kandungan metabolit sekunder dari Curcuma, apabila dibutuhkan ekstraksi senyawa tertentu dapat diambil dari tanaman-tanaman tersebut, meskipun di salah satu spesies tidak ada, karena ada yang mempunyai kesamaan, spesies lain bisa berperan sebagai subtitusi. Sehingga penelitian karakter morfologi dan metabolit sekunder memang perlu guna mengenal keanekaragaman di antara spesies dari genus Curcuma, yaitu dengan membuat deskripsi dan kunci identifikasi. Selain untuk mengenal keanekaragaman genus Curcuma, perbedaan dan kesamaan karakter morfologi dan metabolit sekunder dari suatu tanaman dapat digunakan untuk mengetahui jauh dekatnya hubungan kekerabatan. Hasil analisis menggunakan deskripsi menyatakan bahwa ada perbedaan dan kesamaan diantara Curcuma spp. yang diteliti. Perbedaan dan kesamaan morfologi dapat dilihat di Lampiran 2. Kesamaan morfologi yang dimiliki suatu organisme mempunyai nilai kesamaan yang relatif karena karakteristik yang dimiliki tidak mempunyai nilai kesamaan yang signifikan. Pada suatu organisme I dan II bisa saja
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
109 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
mempunyai kemiripan terhadap suatu karakter x, tetapi pada organisme III ternyata mirip dengan organisme I karena karakter y-nya sama, sehingga pengenalan suatu organisme menjadi sangatlah penting. Contohnya pada Curcuma xanthorrhiza (Temulawak) dan Curcuma aeruginosa (Temu ireng) yang mempunyai karakteristik ibu tangkai daun yang sama, yaitu mempunyai pewarnaan. Selain itu temulawak dan temu ireng, mempunyai kandungan senyawa metabolit sekunder yang sama, yaitu flavonoid, steroid, terpenoid, minyak atsiri and alkaloid. Tetapi warna inner core dan daging rimpangnya berbeda, justru pada temulawak lebih mirip dengan temu giring. Sementara Curcuma heyneana mirip dengan Curcuma domestica pada karakter venasi daun, pola venasi daun dan kandungan metabolit sekunder seperti steroid, terpenoid, minyak atsiri dan alkaloid. Untuk melihat lebih jelas mengenai variasi karakter morfologi pada Curcuma spp. dalam penelitian ini, dapat dillihat pada gambar 4.10, gambar 4.11 dan gambar 4.12.
Gambar 4.10 Perbandingan daun 5 spesies dari genus Curcuma dan 1 outgroup. Keterangan : A= Temulawak, B= Kunyit, C= Temu Giring, D= Temu ireng, E= Temu mangga, F= Lempuyang emprit.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
110 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 4.11 Perbandingan bunga 5 spesies dari genus Curcuma dan 1 outgroup. Keterangan : A= Temulawak, B= Kunyit, C= Temu ireng, D= Temu mangga, E= Lempuyang emprit, F= Temu Giring.
Gambar 4.12 Perbandingan rimpang 5 spesies dari genus Curcuma dan 1 outgroup. Keterangan : A= Temulawak, B= Kunyit, C= Temu giring, D= Temu ireng, E= Temu mangga, F= Lempuyang emprit.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
111 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4.2.2
Hubungan kekerabatan antar spesies pada Curcuma spp. Pola hubungan atau total kesamaan antara kelompok tumbuhan berdasarkan
sifat atau ciri tertentu dari masing-masing kelompok tumbuhan disebut kekerabatan dalam biosistematika tumbuhan (Arrijani, 2003). Untuk mengetahui kekerabatan antar spesies, dibutuhkan pengamatan seksama dan terukur agar hasilnya tidak menimbulkan bias dan bersifat subyektif. Sehingga karakteristik morfologi dan metabolit sekunder yang merupakan data taksonomi diterjemahkan dalam bentuk deskripsi dan diperkuat dengan fenogram. Menurut Suratman et al (2000), analisis dengan bantuan hitungan matematika, yaitu melalui penentuan koefisien keragaman yang dapat mengeliminasi subyektivitas sangat dibutuhkan untuk menentukan kekerabatan. Dari hasil analisis menggunakan IBM SPSS 21 dapat diketahui kelompok spesies yang mempunyai banyak kemiripan dan bernilai similaritas tinggi. Hasil fenogram pada gambar 4.7, memperlihatkan adanya spesies yang mengelompok ataupun memisah berdasarkan nilai indeks similaritasnya (tabel 4.3) dan koefisien agglomerative (tabel 4.4). Fungsi dari koefisien agglomerative adalah untuk menduga tingkat perbedaan antar spesies atau populasi pada karakter-karakter terpilih (Nilasari et al., 2013). Pada fenogram (gambar 4.7), terlihat bahwa kelompok yang terpisah lebih dahulu dan membentuk kelompok spesiesnya sendiri adalah Curcuma domestica dengan nilai koefisien agglomerative 51,6%, sementara pada nilai koefisien agglomerative 62,8% terbentuk kelompok spesies Zingiber americana dan spesies ini merupakan outgroup. Sedangkan Curcuma heyneana dan Curcuma mangga membentuk satu kelompok dengan nilai koefisien agglomerative 82%. Selanjutnya
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
112 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
kelompok Curcuma aeruginosa dan Curcuma xanthorrhiza memisah dengan nilai koefisien agglomerative 71,3%. Pengelompokkan Zingiber americana yang memisah dari 5 kelompok spesies lainnya dikarenakan outgroup ini mempunyai berbagai karakter yang berbeda dengan spesies lainnya dalam penelitian, antara lain sudut letak daun, pewarnaan anthocyanin di pseudostem, ujung daun, pangkal daun, venasi daun, dan jumlah induk rimpang. Hal ini menunjukkan memang Zingiber americana mempunyai kekerabatan yang jauh terhadap 5 spesies lainnya. Namun, Curcuma domestica yang bukan merupakan outgroup mempunyai letak yang lebih memisah jika dibandingkan dengan 4 Curcuma lainnya. Hal ini karena secara morfologi, Curcuma domestica memiliki perbedaan yang signifikan pada habitus pseudostem, warna inner core dan daging rimpang, warna permukaan rimpang, dan warna ujung bractea. Kemudian, Curcuma aeruginosa cenderung membentuk kelompok dengan Curcuma xanthorrhiza dengan nilai koefisien agglomerative 71,3%. Artinya, Curcuma aeruginosa memiliki hubungan kekerabatan lebih dekat dengan Curcuma xantthorhiza daripada Zingiber americana yang merupakan outgroup maupun dengan Curcuma domestica. Dari fenogram juga terlihat bahwa Curcuma heyneana dan Curcuma mangga membentuk kelompok tersendiri dan memisah dari dua kelompok spesies sebelumnya, yaitu temu ireng dan temulawak. Dan jarak temu mangga dan temu giring terhadapa Zingiber americana lebih jauh, dan jika dibandingkan dengan kunyit perbedaannya lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan Curcuma mangga mempunyai lebih banyak kemiripan karakter morfologi dan metabolit sekunder dengan Curcuma heyneana jika dibandingkan Curcuma domestica. Sehingga Curcuma mangga
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
113 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
mempunyai jarak taksonomi yang lebih dekat dengan Curcuma heyneana jika dibandingkan Curcuma domestica.
4.2.3
Karakter morfologi dan metabolit sekunder yang mempengaruhi pengelompokan spesies pada Curcuma spp. Pada tabel 4.5 menunjukkan hasil PCA (Principal Component Analysis) dari ke
lima puluh dua karakter yang dianalisis dalam penelitian ini. Dua belas diantaranya adalah karakter umum, sementara ada 40 karakter khusus yang dimiliki Curcuma spp. Karakter-karakter khusus tersebut dianalisis dengan PCA yang menunjukkan suatu bobot nilai karakter pembeda dalam pemisalah OTU (Prayekti, 2007; Hamidah, 2009). Pada komponen 1, karakter yang memiliki nilai >0.5 ada enam belas karakter, antara lain karakter perawakan meliputi Tinggi dan habitus pseudostem, daun : sudut letak daun, ujung daun, pangkal daun, lebar daun, panjang daun, venasi, pola venasi, warna permukaan atas dan bawah daun, rimpang : habitus rimpang, warna daging rimpang, warna permukaan rimpang, bunga : warna korola dan keberadaan senyawa flavonoid. Sedangkan pada komponen 2, ada 12 karakter yang mempunya nilai >0.5, yaitu karakter batang diantaranya intensitas warna hijau pada batang, pewarnaan anthocyanin di pseudostem, daun : bangun daun, keberadaan warna ibu tangkai daun, warna ibu tangkai daun, rimpang : bentuk rimpang, pola internodus, permukaan rimpang, bunga : warna ujung bractea, warna labellum, warna pistillum, dan kandungan steroid. Sedangkan pada komponen 3, karakter yang mempengaruhi sekali adalah karakter perawakan, yaitu habitus pseudostem, daun : sudut letak daun, ujung
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
114 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
daun, pangkal daun, venasi, rimpang : jumlah induk rimpang, warna inner core, rasa rimpang, dan warna permukaan rimpang. Jika dianalisis dari hasil PCA pada komponen 1, nilai komponen tertinggi adalah hasil uji flavonoid dan karakter yang paling banyak bernilai >0.5 adalah karakter daun, diantaranya adalah karakter ujung daun, pangkal daun, lebar daun, panjang daun, venasi dan pola venasi daun, warna permukaan atas dan bawah daun. Tetapi dari komponen 2, nilai komponen tertinggi adalah intensitas warna hijau pada batang, dan karakter yang paling banyak bernilai >0.5 masih didominasi karakter daun, dan juga karakter rimpang dan bunga. Sedangkan pada komponen 3, nilai tertinggi dan karakter terbanyak dengan nilai >0.5 adalah karakter rimpang. Nilai tertinggi dan banyaknya
kemunculan
adalah
nilai
yang
paling
berpengaruh
terhadap
pengelompokkan spesies dari genus Curcuma. Sedangkan yang memiliki nilai lebih kecil dan sedikit kemunculannya tidak terlalu berpengaruh dalam pengelompokkan Curcuma spp. Dari penjabaran diatas, terlihat bahwa secara morfologi karakter daun dan rimpang adalah bagian organ tumbuhan yang karakternya sangat dominan dalam membedakan spesies dari genus Curcuma. Selain karakter morfologi, keberadaan metabolit sekunder ternyata juga berperan dalam mengidentifikasi jenis Curcuma. Hal yang menjadi poin penting terutama pada komponen 1 yang didominasi oleh karakter daun. Memang selama ini, secara umum metode yang digunakan dalam membedakan jenis Curcuma adalah dengan melihat rimpangnya, baik bentuk, warna dan aroma. Tetapi, dengan penelitian ini, dapat diketahui bahwa karakter daun pada Curcuma spp.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
115 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ternyata beragam dan karakteristik masing-masing spesies dapat digunakan untuk mengidentifikasi tanaman Curcuma di lapangan. Sehingga cukup membantu dalam pengamatan, karena tidak perlu merusak bagian bawah tumbuhan untuk melihat rimpangnya. Sedangkan dengan menguji keberadaan senyawa metabolit sekunder, diketahui bahwa secara umum senyawa alkaloid, terpenoid, dan minyak atsiri adalah senyawa yang dimiliki semua spesies dalam penelitian ini. Namun senyawa flavonoid, steroid dan tannin hanya dimiliki beberapa spesies dalam penelitian ini. Sehingga apabila dibutuhkan senyawa tertentu dari suatu spesies, dan ternyata spesies tersebut cukup langka, dapat menggunakan spesies lain yang memiliki kandungan senyawa sama. Memang dalam hal kuantitas mungkin dapat berbeda, tetapi untuk kualitas kurang lebih sama. Selain itu apabila dilakukan penelitian lebih lanjut dapat diketahui bentuk rantai senyawa yang terkandung dalam setiap spesies secara spesifik Perbedaan
karakter
morfologi
dari
Curcuma
spp.
menggambarkan
keberagaman genus Curcuma. Selama ini pemanfaatan tanaman dari genus Curcuma dan famili Zingiberaceae hanya terbatas pada spesies tertentu. Sehingga masyarakat juga membudidayakannya juga hanya pada jenis-jenis tertentu. Padahal terdapat 70-80 spesies yang tersebar di kawasan Indo-Malaysia (Purseglove, 1972; Sirigusa, 1999). Secara iklim, Indonesia memiliki kondisi yang sesuai untuk budidaya tanaman genus Curcuma. Selama ini memang budidaya yang banyak dilakukan hanya secara vegetatif, yaitu dengan cara menanam rimpangnya lagi setelah dipanen. Hal semacam inilah yang membuat biaya produksi lebih mahal jika dibandingkan dengan budidaya secara generatif yaitu dengan menanam biji dari bunga Curcuma. Sayangnya karena bunga
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
116 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Curcuma sulit tumbuh di iklim tropis, sehingga metode ini tidak pernah dilakukan. Padahal dengan menumbuhkan bunga Curcuma, dapat membantu memangkas biaya produksi budidaya tanaman temu-temuan. Tidak hanya itu saja, masyarakat juga perlu mengetahui keberagaman jenis temu-temuan dan dapat menikmati keindahan bunganya selain memanfaatkan rimpangnya untuk keperluan pangan, pengobatan dan lain sebagainya.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1.
Terdapat variasi karakter morfologi dan metabolit sekunder pada lima spesies dari genus Curcuma dalam penelitian ini, yaitu Curcuma xanthorrhiza, Curcuma domestica, Curcuma heyneanae, Curcuma aeruginosa, Curcuma mangga.
2.
Hubungan kekerabatan antar Curcuma spp. ditinjau dari karakter morfologi, metabolit sekunder dan fenogram menghasilkan 2 kelompok utama, yaitu kelompok a yang beranggotakan Curcuma heyneanae, Curcuma mangga, Curcuma aeruginosa, Curcuma xanthorrhiza dan Zingiber amaricans, pada nilai similaritas 62,8% dan memisah dengan kelompok b yang beranggotakan Curcuma domestica pada nilai similaritas 51,6% . Hal ini membuktikkan bahwa Zingiber americana mempunyai hubungan kekerabatan yang jauh dengan kelima spesies dari Curcuma dengan nilai similaritas 99,4 %.
3.
Karakter dan karakteristik yang dapat membedakan dan dapat mempengaruhi pengelompokan antar Curcuma berdasarkan hasil analisis PCA (Principal Componenet Analysis) dibagi menjadi tiga komponen, komponen 1 terdiri dari tinggi, habitus pseudostem, sudut letak daun, ujung daun, pangkal daun, lebar daun, panjang daun, venasi, pola venasi, warna permukaan atas dan bawah daun,
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN... 117
NINDIA FAIRUZI
118 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
habitus rimpang, warna daging rimpang, warna permukaan rimpang, warna korola, dan kandungan flavonoid. Komponen 2 terdiri dari intensitas warna hijau pada batang, pewarnaan anthocyanin di pseudostem, bangun daun, keberadaan warna ibu tangkai daun, warna ibu tangkai daun, bentuk rimpang, pola internodus, permukaan rimpang, warna ujung bractea, warna korola, warna labellum, warna pistilum, dan kandungan steroid. Komponen 3 terdiri dari habitus pseudostem, sudut letak daun, ujung daun, pangkal daun, tepi daun, venasi, jumlah induk rimpang, warna inner core, dan warna permukaan rimpang.
5.2
Saran
1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis hubungan kekerabatan menggunakan data molekular.
2.
Perlu referensi tambahan mengenai bunga Curcuma., yaitu dengan menambah literatur dan koleksi herbarium segar dari bunga Curcuma di Indonesia. Perlu dilakukan perlakuan khusus agar bunga Curcuma dapat diamati morfologinya dan dinikmati keindahannya oleh semua orang.
3.
Perlu penelitian lebih lanjut mengenai analisis hubungan kekerabatan jenis Curcuma lainnya yang ada di lokasi berbeda untuk menambah kekayaan dan bentuk konservasi sekaligus edukasi mengenai keanekaragaman tanaman Curcuma di Indonesia.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Daftar Pustaka
Achmad, S.A., 1986, Buku Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam, Universitas Terbuka, Depdikbud, Jakarta. Agoes, A., 2010, Tanaman Obat Indonesia-Buku 1, Penerbit Salemba Medika, Jakarta. --------, 2010, Tanaman Obat Indonesia-Buku 2, Penerbit Salemba Medika, Jakarta. --------, 2010, Tanaman Obat Indonesia-Buku 3, Penerbit Salemba Medika, Jakarta. Agusta, A., 2000, Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia, Penerbit ITB, Bandung. Akhisa, T., dan Kokke, W., 1991, Naturally occurring sterols and related compounds from plants. In Patterson, G. W.; Nes, W. D. Physiology and Biochemistry of Sterols. Champaign, IL: American Oil Chemists' Society. Anonim, 2008, Buku Pintar Tanaman Obat, 431 Jenis Tanaman Penggempur Aneka Penyakit, Agromedia Pustaka, Jakarta. Anonim, 2014, 100 Plus Herbal Indonesia : Bukti Ilmiah dan Racikan – Trubus Info Kit Vol. 11, Trubus Swadaya, Jakarta. Apavatjrut, P., Anuntalabhochai, S., Sirigusa, P., dan Alisi, C., 1999, Molecular markers in the identification of some early flowering Curcuma (Zingiberaceae) species, Ann. Bot. 84: 529-534. Arrijani, 2003, Kekerabatan fenetik anggota Marga Knema, Horsfieldia, dan Myristica di Jawa berdasarkan Bukti Morfologi Serbuk Sari, Jurnal Biodiversitas, 4:83-88. Ashari, S. S., 2010, Studi Keragaman Ganyong (Canna edulis Ker. ) di Wilayah Eks-Karesidenan Surakarta berdasarkan Ciri Morfologi dan Pola Pita Isozim, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Backer, C. A., dan Van Den Brink, 1965, Flora of Java (Spermatophytes Only), Vol. II, Noordhoff-Groningen, The Netherlands. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi, 2016, Curcuma mangga Valeton & Zijp., http:// www.krppurwodadi.lipi.go.id/koleksi/detil/?jenis=6
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN... 119
NINDIA FAIRUZI
120 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
&koleksi=53, 5 Agustus 2016. Bhattacharyya, B., 2011, Botani Sistemati, edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Bylka, M. dan Pilewski, 2004, Review Article: Natural flavonoid as Antimicrobial Agent, Jana, 7(2). Cao, H., Sasaki, Y., Fushimi, H., dan Komatsu, K., 2001, Molecular analysis of medicinaly used Chinese and Japanese Curcuma based on 18S rRNA gene and trnK gene sequences, Biol. Pharm. Bull 24(12): 1389-1394. Chaveerach, A., Sumoon, R., Tanee, T., Mokkamul, P., Sattayasai, N., dan Sattayasai, J., 2008, Two new species of Curcuma (Zingiberaceae) used as cobra-bite antidotes, Journal of Systematics and Evolution. 46 (1): 80–88. Cowan, 1999, Plant Product as Antimicrobial Agents, Clinical Microbiology Reviews, October, 12(4): 564-582. Dalimartha, S., 2007, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2, Trubus Agriwidya, Jakarta. --------, 2007, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3, Trubus Agriwidya, Jakarta. Djamaludin, 1997, Sambutan Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Proseding Seminar Nasional Konservasi Flora Nusantara, UPT Balai Pengembangan Kebun Raya-LIPI, Bogor. Erlangga, N., 2008, Analisis keragaman aksesi tanaman kunyit (Curcuma domestica Val.) pada kondisi naungan dan tanpa naungan, Skripsi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ferrell, K. E., dan Thorington, R. W., 2006, Squirrels: the animal answer guide, Johns Hopkins University Press, Baltimore. Ferrel, K. E., dan Thorington, R. W., 2006, Squirrels: the animal answer guide, Johns Hopkins University Press, Baltimore. Firn, R., 2010, Nature's Chemicals. Oxford: Biology Gil, J. dan Cubero, J.I., 1993, Multivariate analysis of the Vicia sativa L. aggregate, Botanical Journal of the Linnean Society, Volume 113, Issue 4, pages 389400.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
121 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Groombridge, B. (Ed.), 1992, Global Biodiversity-Status of The Earth’s Living Resources, Chapman & Hall, London. Hamidah, 2009, Biosistematika Annona muricata L., Annona squamosa L., dan Annona reticulata L.,dengan Pendekatan Numerik, Disertasi, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Harbourne, J. B.,1996, Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Penerbit ITB, Bandung. --------, 1973, Phytochemical Methods, A Guide to Modern Techniques of Plant Analysis, Chapman and Hall, London. --------, 1998, Phytochemical Methods: A Guide to Modern Techniques of Plant Analysis, Chapman and Hall, London. Harbourne, J.B., dan Turner, B.L., 1984, Plant Chemosystematics, Academic Press Inc, London. Hariyanto, S., Irawan, B., dan Soedarti, T., 2008, Teori dan Praktik Ekologi, Airlangga University Press, Surabaya. Harper, J.L. dan Hawksworth, D.L., 1994, Biodiversity: Measurement and Estimation. Preface. Phil. Trans. Roy. Soc., Lon.(1994) 345: 5-12 Hasanah, A.N.,Nazaruddin, F., Febrina, E., dan Zuhrotun, A., 2011, Analisis Kandungan Minyak Atsiri dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.). Jurnal Matematika & Sains, Desember 2011, 16 (3) : 147-152. Hebert, A., 2012, Biosistematika Varietas Pada Apel (Malus sylvestris L.) di Kota Batu Berdasarkan Morfologi, Skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. --------, 2015, Aktivitas biolarvasida ekstrak daun Citrus spp. dan Pandanus amaryllifolius terhadap stadium larva Aedes aegypti dengan pendekatan biosistematika
numerik,
Thesis,
Fakultas
Kedokteran,
Universitas
Airlangga. Herbert, R. B., 1995, Biosintesis metabolit sekunder, edisi kedua., IKIP Semarang Press, Semarang.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
122 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Hegnauer, R., 1963, The Taxonomic Significance of Alkaloids, in Chemical Plant Taxonomy (ed. T. Swain), Academic Press, London. Heywood, V. H., 1985, Flowering Plants of The World, Croom Helm, London, Sydney. Hindiari, L., 1986, Isolasi dan Identifikasi Kurkuminoid dari Rhizoma Curcuma heyneana Val. (Temu Giring), Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga, Surabaya. Hsiao, 1973, A Numerical Taxonomic Study of The Genus Platanus Based on Morphological and Phenolic Characters, Am. J. Botany. 60: 678-684 iNaturalist, 2012, Curcuma aeruginosa, http://www.inaturalist.org/taxa/347768Curcuma-aeruginosa, 8 November 2015. Indrawan, M., Primarck, R. B dan Supriatna, J., 2007, Biologi Konservasi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Indrayani, L., Soetjipto, H., dan Sihasale, L., 2006, Skrining fitokimia dan uji toksisitas ekstrak daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis) terhadap larva udang Artemia salina, Berkala Penelitian Hayati (2006), 12: 57-61. Islam, A., 2004, Genetic Diversity of The Genus Curcuma in Bangladesh, Thesis, Departement of Biology, University of Hannover, German. Itokawa, H., Shi, Q., Toshiyuki, A., Natschke, S.L., dan Lee, K.H., 2008, Review recent advances in the investigation of curcuminoids, Chinese Medicine 2008, 3(11): 1-13 Jeffrey, C., 1982, An Introduction to Plant Taxonomy, 2nd edition, Cambridge University Press, Cambridge, GB. Jenkins, M., 1992, Species Diversity: An Introduction. In: Groombridge, B. (Ed.), Global Biodiversity Status of The Earth’s Living Resources, Chapman and Hall, London. Jones Jr, S. B., dan Luchsinger, A. E., 1986, Plant Systematics, McGraw-Hill Company, Inc., New York. Keeratinijakal, V., Kladmook, M., dan Laosatit, K., 2010, Identification and characterization of Curcuma comosa Roxb., phytoestrogens-producing
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
123 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
plant, using AFLP markers and morphological characteristics, Journal of Medicinal Plants Research 4(24), pp. 2651-2657. Krishamurty, K.V., 2003, Textbook of Biodiversity, Science Publishers, Inc., Enfield (New Hampshire), USA. Kristanti, A. N., Aminah, N.S., Tanjung, M., dan Kurniadi, B., 2008, Buku Ajar Fitokimia, Airlangga University Press,Surabaya. Lawrence, G. H. M., 1964, Taxonomy of Vascular Plant, The Macmillan Company, Chicago, New York. Lestari, D. D., 2015, Studi diversitas beberapa varietas paprika (Capsicum annuum L.) di desa Tlogosari Kabupaten Pasuruan berdasarkan analisis fenetik morfologi, Skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Levin, D. A., 1976, The chemical defenses of plants to pathogens and herbivores, Annu. Rev. Ecol. Syst 7: 121-159. Lü, L., Liu, S., Jiang, S., dan Wu, S., 2004, Tannin inhibits HIV-1 entry by targeting gp41, Acta Pharmacol Sin 25 (2): 213-218. Marsusi., Setyawan, A. D., dan Listyawati, S., 2001, Studi kemotaksonomi pada genus Zingiber, Biodiversitas 2(1): 92-97. Martasari, C., Sugiyanto. A., Yusuf. H.M., dan Rahayu. D.L., 2009, Pendekatan fenetik taksonomi dalam identifikasi kekerabatan spesies Anthurium, Journal Horticultura 19(2):155-163. Marwati, T., Winarti, C., dan Sumangat, D., 1995, Aktivitas zat anti bakteri pada rimpang kunyit, Abstrak Hasil Penelitian Pertanian Komoditas Tanaman Obat, Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. McNeely, J.A., Miller, K.R., Reid, W.V., Mittermeier, R.A. dan Werner, T.B., 1990, Conserving The World’s Biological Diversity, IUCN, Gland, Switzerland Moss, G. P., 1989, Nomenclature of steroids (Recommendations 1989), Pure & Appl. Chem. 61 (10): 1783–1822. Mustarichie, R., Musfiroh, I., dan Levita, J., 2011, Penelitian Kimia Tanaman Obat, Widya Padjajaran, Bandung.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
124 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Muwarni, E. K. A., 2007, Perkembangan sel penghasil minyak atsiri pada kalus temu giring (Curcuma heyneana Val. & van Zijp), Disertasi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Nagy dan Mardiastuti, 1999, Development of Curriculla in Forestry based on Biodiversity Conservation, Darwin Initiative, UK. Nataamijaya, A.G., Jarmani, S.N., Kusnadi, U., dan Praharani,L., 1999, Pengaruh pemberian kunyit (Curcuma domestica Val) dan lempuyang (Zingiber aromaticium Val) terhadap bobot badan, konversi pakan dan IOFCC broiler, Abstrak Hasil Penelitian Pertanian Komoditas Tanaman Obat, Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Nilasari, A.N., Heddy, S.J., dan Wardiyati, T., 2013, Identifikasi Keragaman Morfologi Daun Mangga (Mangifera indica L.) pada tanaman hasil persilangan antara varietas Arumanis 143 dengan Podang Urang umur 2 tahun, Jurnal Produksi Tanaman, 1:1. Norse, E.A. Rosenbaum, K.L., Wilcove, D.S., Wilcox, B.A., Romme, W.H., Johnston, D.W. dan Stout, M.L., 1986, Conserving Biological Diversity in Our National Forests, The Wilderness Society, Washington DC. Organic HCS, 2014, “Menanam Jahe Merah Mungkinkah Jadi Milyuner?”, https://organichcs.files.wordpress.com/2014/02/tanaman-jahe-merah.jpg, 30 November 2015. Pasagi, J. R., 2015, Analisis hubungan kekerabatan varietas pada belimbing (Averrhoa carambola L.) melalui pendekatan morfologi, Skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Pedrosa, C., et al., 1978, Acta Manilana Phytochemical, Microbiological, and Pharmacological Screening of Medical Plants, diterjemahkan oleh Kusuma Dewi, A.P., Badan Litbang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Plantamor, 2012, Kunyit (Curcuma domestica ), http://www.plantamor.com/index. php?plant=424, 16 Juni 2016 --------, 2012, Kunyit Mangga (Curcuma mangga Val.).,http://www.plantamor. com /index.php?plant=425, 16 Juni 2016
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
125 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
--------, 2012, Lempuyang Pahit (Zingiber americana Bl.), http://www.plantamor.com/index.php?plant=1304, 16 Juni 2016 --------, 2012, Temu Giring (Curcuma heyneanae), http:///www.plantamor.com/ index.php?plant=423, 16 Juni 2016 --------, 2012, Temu Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.), http://www.plantamor.com/index.php?plant=421, 16 Juni 2016 --------, 2012, Temulawak (Curcuma xanthorrhiza),http://www.plantamor.com /index.php?plant=427, 16 Juni 2016 Poither, J., 2000, Natural Product/Thin Layer (Planar) Chromatography, University of Tours, Academic Press, Tours. [PPV and FRA] Protection of plant varieties and farmers’ rights authority, 2007, Guidelines for the conduct of test for distinctiveness, uniformity, and stability on turmeric (Curcuma longa L.), Calicut, India. --------, 2007, Guidelines for the conduct of test for distinctiveness, uniformity, and stability on ginger (Zingiber officinale Rosc.), Calicut, India. Prabawanti, Y. W., 2012, Biosistematika keanekaragaman tanaman tebu (Saccharum officinarum) melalui pendekatan morfologi, Skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Prayekti, E., 2007, Studi taksonomi numerik Annona muricata, Annona squamosa, dan Annona reticulate dengan menggunakan pendekatan morfologi, Skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Primarck, R. B., Supriatna, J., Indrawan, M., dan Kramadibrata, P., 1998, Biologi Konservasi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Prosea.net, 2015, FloraKita – Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Indonesia, http://www.proseanet.org/florakita/browser.php?pcategory=2&page=3&pa gerset=1, 8 November 2015. PSB LPPM IPB dan Ulung, G., 2014, Sehat Alami degan Herbal (250 Tanaman Berkhasiat Obat + 60 Resep Menu Kesehatan), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Purseglove, J. W., 1972, Tropical Crops : Monocotyledons, Volumes 1 and 2 Combined, Longman Group Limited, London.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
126 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Rahimsyah, 2011, Penyembuhan Alami dengan Herbal dan Pijat Refleksi, Zafana Raya, Surabaya. Rifai, M.A., 1994, A Discourse on biodiversity utilization Indonesia, Tropical Biodiversity 2 (2): 34-349. Salvi, N.D., George, L., and Eapen, S., 2002, Micropropagation and field evaluation of micropropagated plant of turmeric, Plant Cell Tiss. Org. Cult. 68: 143151. Sasaki, Y., Fushimi, H., Cao, H., Cai, S. Q., dan Komatsu, K. 2002, Sequence analysis of Chinese and Japanese Curcuma drugs on 18S rRNA and trnK gene and the application of amplification-refractory mutation system analysis for their auntheticication, Biol. Pharm. Bull 25: 1593-1599. Sasikumar, B., 2005, Genetic Resources of Curcuma : diversity, characterization and utilization, Plant Genetic Resources 3(2): 230-251. Saupe, S., 2005, Phenetic Classification Systems, http://employees.csbsju.edu/ SSAUPE/biol308/Lecture/Classification/phenetic_class.htm, 19 November 2015. Sawant, R.S dan Godghate, A.G., 2013, Qualitative phytochemical screening of rhizomes of Curcuma longa Linn., International Journal of Science, Environment and Technology 2(4): 634-641. Saxena, R. dan Patil, P., 2012, Phytochemical studies on Myristica fragance essential oil, Biological Forum-An Interational Journal 4(2): 62-64. Setiadi, A., Khumaida, N., dan Ardie, S. W., 2014, Karakterisasi dan uji kekerabatan aksesi temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.), Prosiding Seminar Nasional PERHORTI 2014. Setyawan, D. A., 2003, Keanekaragaman kandungan minyak atsiri rimpang temutemuan (Curcuma), Biofarmasi 1 (2): 44-49. Shirgurkar, M.V., John, C.K. dan Nadgauda, R.S., 2001, Factors affecting in-vitro microrhizome production in turmeric, Plant Cell Tiss. Org. Cult. 64: 5-11 Sidik., Moeljono., Muhtadi, A., Sirait, M., dan Moesdarsono. 1999, Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phytomedica, Jakarta.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
127 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Simpson, M. G., 2006, Plant Systematic, Elsevier Academic Press, London, UK. Sirigusa, P., 1999, Thai Zingiberaceae: Species Diversity and Their Uses, International Conference on Biodiversity and Bioresources: Conservation and Utilization, Phuket-Thailand. Sneath, P. A. dan Sokal, R. R., 1973, Principles of Numerical Taxonomy, W. H. Freeman Company, San Fransisco. Sokal, R. R., dan Michener, C. D., 1958, A Statistical Method for Evaluating Systematic Relatioship, Univ. Kans. Sci. Bull. 38: 1409-1438. Specter, M., 2009, A Life of Its Own, http://www.newyorker.com/magazine/2009/ 09/28/a-life-of-its-own, 30 November 2015. Stuessy, T. F., 1990, Plant Taxonomy (The Systematic Evaluation of Comparative Data), Colombia University Press, New York. Sudarnadi, H., 1996, Tumbuhan Monokotil, Penebar Swadaya, Jakarta. Sukardi, S., Puteri, A.K. dan Taryana, A., 2009, Analisis kelayakan industri tablet effervescent dari ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb), Jurnal Teknologi Pertanian 10(3): 162-173. Suratman, Priyanto. D.,dan Setyawan, A.D., 2000, Analisis Keragaman Genus Ipomoea berdasarkan Karakter Morfologi. Jurnal Biodiversitas Surakarta, 1(2):72-79 Tjitrosoepomo, G., 2009, Taksonomi Umum (Dasar-Dasar Taksonomi Tumbuhan), Cetakan ke 4, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. [UPOV] International Union for the Protection of New Varieties of Plant, 1996, Guidelines for the conduct of test for distinct, Uniformity, and stability ginger (Zingiber officinale), Genewa, Swiss. USDA,
2015,
Plants
profile
for
Curcuma
zedoaria
(zedoary),
http://plants.usda.gov/core/profile?symbol=CUZE, 8 November 2015. Useful Tropical Plants Database, 2014, Curcuma aeruginosa–Useful Tropical Plants,http://tropical.theferns.info/viewtropical.php?id=Curcuma+aerugino sa , 8 November 2015.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
128 ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Vane-Wright, R.I., 1992, Systematics and Diversity, in Groombridge, B. (Ed.), Global Biodiversity Status. The Earth’s Living Resources, Chapman and Hall, London. Verma, V., 1982, A Textbook of Economic Botany, Emkay Publications, New Delhi. Verpoorte, R dan Alferman, A. W., 2000, Metabolic Engineering of Plant Secondary Metabolism, Kluwer Academic Publisher, Netherlands. Versteegh, J.K., 1933, Atlas Van Indische Geneeskrachtige Planten, N. V. Boekhandel En Drukkerij V/H. G. C. T. Van Dorp & Co., Gravenhage Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wati, R. H., 2012, Analisis hubungan fenetik tanaman genus Artocarpus melalui pendekatan morfologi, Skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Yee Ching, W., Bin-Yusoff, Y., Wan-Nurdiyana, B and Wan-Amarina. Extraction of essential oil from Curcuma Longa, J. Food Chem. Nutr 02 (01): 01-10. Yuwono, S. S., 2015, Temu Giring ( Curcuma heyneana val. & van Zipj), http://darsatop.lecture.ub.ac.id/2015/08/temu-giring-curcuma-heyneanaval-van-zipj/, 30 November 2015.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 1 Tabel karakter No
Karakter
Karakteristik Perawakan
1
Habitus
2
Kepadatan daun
3
Tinggi
4
Habitus pseudostem
5
Sudut letak daun
6
Intensitas warna hijau pada batang
7
Panjang Batang
8
Diameter batang
9
Pewarnaan anthocyanin di pseudostem
10 11 12 13
Bangun daun Ujung daun Pangkal daun Tepi daun
14
Lebar daun
15
Panjang daun
16 17 18 19 20
Permukaan daun Daging daun Venasi Pola venasi Warna permukaan atas
21
Warna permukaan bawah
22
Ada/tidak ada rambut daun
1= Herba 1= Sedikit (<5), 2= Sedang (5-10), 3= banyak (>10) 1= Pendek (<85 cm), 2= Sedang (85100 cm), 3= Tinggi (>100 cm) 1= Padat(tertutup), 2= jarang (terbuka) 1= tegak (<45⁰), 2= semi-tegak (4585⁰), 3= mendatar (>85⁰) Batang 1= light green, 2= green, 3= dark green 1= pendek (<75 cm), 2= sedang (7590 cm), 3= tinggi (>90 cm) 1= sempit (<3 cm), 2= sedang (3-5 cm), 3= lebar (>5 cm) 0= tidak ada, 1= ada Daun
SKRIPSI
1= memanjang, 2= lanset, 3= Jorong 1= runcing, 2= meruncing 1= runcing, 2= meruncing, 3= tumpul 1= lurus, 2= bergelombang 1= sempit (<10 cm), 2= sedang (10-15 cm), 3= lebar (>15 cm) 1= pendek (<30 cm), 2= sedang (3040), 3= panjang (>40 cm) 1= licin, 2= berlilin 1= tipis lunak, 2=seperti kertas 1= sejajar, 2= menyirip 1= dekat, 2= berjauhan 1= green, 2= dark green 1= light green, 2= green, 3= dark green 0= Tidak ada, 1=Ada
ANALISIS HUBUGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
No
Karakter
Karakteristik Daun
23
Panjang tangkai daun
1= pendek (<15 cm), 2= sedang (1525 cm), 3= panjang (>25)
24
ada/tidaknya Warna ibu tangkai daun
0= tidak ada, 1= ada
25
Warna ibu tangkai daun
1= green, 2= light purple-green, 3= light purple-brown Rimpang
26
Habitus rimpang
27
Bentuk rimpang
28
Panjang rimpang (primer)
29
Ketebalan rimpang
30 31
Jumlah induk rimpang Ada/tidaknya rimpang tersier
32
Warna inner core
33
Warna daging rimpang
34
Pola internodus
35
Aroma rimpang
36
Rasa rimpang
37
Permukaan rimpang
38
Warna Permukaan rimpang
39 40
Bentuk bunga Warna kaliks
1= Padat, 2= sedang, 3= longgar/jarang 1= lurus, 2= melengkung, 3= zigzag 1= pendek (<5 cm), 2= sedang (5-10 cm), 3= panjang (>10 cm) 1= tipis (<2 cm), 2= sedang (2-3 cm), 3= tebal (>3 cm) 0= Tidak ada, 1= 1, 2= 2-3, 3= >3 0= tidak ada, 1= ada 1= orange, 2= lemon yellow, 3= reddish yellow, 4= blue gray, 5= cream brown 1= light yellowish grey, 2= greyish yellow, 3= yellow, 4= blue gray, 5= cream brown, 6= orang 1= dekat (<1 cm), 2= berjauhan (>1 cm) 1= mango aroma, 2= camphoraceous aroma, 3= turmeric aroma, 4= no aroma 1= bitter, 2= sweet, 3= inert, 4= turmeric taste 1= halus, 2= sedang, 3= kasar 1= yellowish-white, 2= greyish yelllow, 3= greenish yellow, 4= reddish yellow, 5= reddish brown
Bunga
SKRIPSI
1= bunga bulir, 2= bunga tandan 1= white, 2= coloured
ANALISIS HUBUGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
No
Karakter
Karakteristik Bunga
41
Panjang kuncup bunga
42
Warna ujung bractea
43
Warna coma bractea
44
Warna korola
45
Warna staminodia
46
Warna pistillum
47 48 49 50 51 52
SKRIPSI
1= pendek (<25 cm), 2= sedang (2535 cm), 3= panjang (>35 cm) 1= white, 2= rose, 3= purple, 4= green, 5= crimson, 6= yellowish-white tip 1= white, 2= coloured 1= white, 2=yellowish-white, 3= yellow, 4= purple 1= white, 2=yellowish-white, 3= yellow, 4= purple 1=white, 2=coloured
Metabolit sekunder 0= tidak ada, 1= ada (Merah/ Orange/ Uji Flavonoid Hijau) 0= tidak ada, 1= ada (Biru kehitaman/ Uji Steroid Ungu kehitaman) 0= tidak ada, 1= ada (Biru kehitaman/ Uji Terpenoid Ungu kehitaman) Uji Minyak atsiri 0= tidak ada, 1= ada (Coklat hitam) Uji alkaloid 0= tidak ada, 1= ada (Endapan coklat) 0= tidak ada, 1= ada (Coklat hijau/ Uji tanin biru kehitaman)
ANALISIS HUBUGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIIRUZI
SKRIPSI
Lampiran 2 : Tabel hasil pengamatan karakter morfologi dan metabolit sekunder Curcuma spp. dan outgrup No
4 5 6 7 8 9
a
C. xanthorrhiza b
c
Habitus Herba Herba Herba Kepadatan daun 5 6 6 Tinggi 124,2 cm 102,44 cm 99,94 cm Habitus Padat Padat Padat pseudostem Sudut letak daun 10⁰ 12⁰ 15⁰ Intensitas warna Light green Light green Light green hijau pada batang Panjang Batang Diameter batang Pewarnaan anthocyanin di pseudostem
C. domestica a b Perawakan Herba Herba 7 6 82,7 cm 76,24 cm
c
a
C. heyneana b
c
Herba 6 74,64 cm
Herba 4 98,8 cm
Herba 5 98,36 cm
Herba 3 93,96 cm
Terbuka
Terbuka
Terbuka
Padat
Padat
Padat
8⁰
5⁰
10⁰
20⁰
6⁰
10⁰
Green
Green
Green
Green
Green
Green
NINDIA FAIRUZI
51,7 cm 1,962 cm
33,3 cm 1,616 cm
36,06 cm 1,908 cm
Batang 26,90 cm 0,948 cm
25,66 cm 0,972 cm
25,86 cm 0,882 cm
35,78 cm 1,610 cm
36,70 cm 1,754 cm
35,20 cm 1,450 cm
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Daun Memanjang Meruncing Meruncing Bergelombang 7,76 cm
Memanjang Meruncing Meruncing Bergelombang 9 cm
Memanjang Meruncing Meruncing Bergelombang 7,64 cm
Lanset
Lanset
Lanset
Meruncing Meruncing Bergelombang 14,32 cm
Meruncing Meruncing Bergelombang 15,6 cm
Meruncing Meruncing Bergelombang 14,3 cm
10
Bangun daun
Jorong
Jorong
Jorong
11 12
Ujung daun Pangkal daun
Meruncing Meruncing
Meruncing Meruncing
Meruncing Meruncing
13
Tepi daun
Rata
Rata
Rata
14
Lebar daun
15,4 cm
14 cm
14,96 cm
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
1 2 3
Karakter
SKRIPSI
Karakter
15 16
Panjang daun Permukaan daun
17
Daging daun
18 19
Venasi Pola venasi Warna permukaan atas Warna permukaan bawah Ada/tidak ada rambut daun Panjang tangkai daun ada/tidaknya Warna ibu tangkai daun
20 21 22 23 24
25
NINDIA FAIRUZI
26 27 28
Warna ibu tangkai daun Habitus rimpang Bentuk rimpang Panjang rimpang
a
C. xanthorrhiza b
c
34,12 cm Berlilin Seperti kertas Menyirip Berjauhan
33,26 cm Berlilin Seperti kertas Menyirip Berjauhan
42,22 cm Berlilin Seperti kertas Menyirip Berjauhan
a Daun 22,8 cm Berlilin Seperti kertas Menyirip Dekat
Green
Green
Green
Green
Green
Green
Green
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
12,96 cm
6,76 cm
15,94 cm
11,1 cm
Ada
Ada
Ada
Light purplebrown
Light purplebrown
Light purplebrown
Padat Berkelok 7 cm
Padat Berkelok 8 cm
Padat Berkelok 7,5 cm
C. domestica b
c
a
C. heyneana b
c
25,7 cm Berlilin Seperti kertas Menyirip Dekat
21,8 cm Berlilin Seperti kertas Menyirip Dekat
43,56 cm Berlilin Seperti kertas Menyirip Dekat
52 cm Berlilin Seperti kertas Menyirip Dekat
48,2 cm Berlilin Seperti kertas Menyirip Dekat
Green
Green
Dark green
Dark green
Dark green
Green
Green
Green
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
10,4 cm
13,08 cm
12,8 cm
13,5 cm
13,3 cm
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Green
Green
Green
Green
Green
Green
Rimpang Padat Lurus 4 cm
Padat Lurus 4 cm
Padat Lurus 6 cm
Jarang Lurus 5.5 cm
Jarang Lurus 5 cm
Jarang Lurus 6 cm
Light green Light green Light green
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
No
SKRIPSI
No
29
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
31 32
(primer) Ketebalan rimpang Jumlah induk rimpang Ada/tidaknya rimpang tersier Warna inner core
a
C. xanthorrhiza b
c
a
C. domestica b
c
a
C. heyneana b
c
2,65 cm
2,09 cm
1,95 cm
1,17 cm
1,34 cm
1,42 cm
1,33 cm
2,01 cm
0,9 cm
4
2
3
4
5
3
1
1
1
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Lemon yellow
Lemon yellow
Lemon yellow
Orange
Orange
Orange
Lemon yellow
Lemon yellow
Lemon yellow
Yellow
Yellow
Yellow
Orange
Orange
Orange
Yellow
Yellow
Yellow
>1 cm
>1 cm
>1 cm
<1 cm
<1 cm
<1 cm
<1 cm Camphoraceous aroma
<1 cm Camphoraceous aroma
<1 cm
34
Warna daging rimpang Pola internodus
35
Aroma rimpang
Mango aroma
Mango aroma
Mango aroma
Turmeric aroma
Turmeric aroma
Turmeric aroma
36
Rasa rimpang
Sweet
Sweet
Sweet
Turmeric taste
Turmeric taste
Turmeric taste
Bitter
Bitter
Bitter
Kasar
Kasar
Kasar
Sedang
Sedang
Sedang
Halus
Halus
Halus
Reddish brown
Reddish brown
Reddish brown
Reddish yellow
Reddish yellow
Reddish yellow
Reddish brown
Reddish brown
Reddish brown
Tandan Berwarna 14,5 cm
Bunga Tandan Berwarna 10,6 cm
Tandan Berwarna 10,5 cm
Tandan Berwarna 14,5 cm
Tandan Berwarna 10,8 cm
Tandan Berwarna 12,3 cm
Tandan Berwarna 11,5 cm
33
37 38
NINDIA FAIRUZI
39 40 41
Permukaan rimpang Warna Permukaan rimpang Bentuk bunga Warna kaliks Panjang kuncup
Tandan Berwarna 11,8 cm
Tandan Berwarna 12,2 cm
Camphorace ous aroma
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30
Karakter
SKRIPSI
No
42
bunga Warna ujung bractea Warna coma bractea
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
44
Warna korola
45 46
Warna labellum Warna pistillum
47
Uji Flavonoid
48
Uji Steroid
49
Uji Terpenoid
50
Uji Minyak atsiri
51
Uji alkaloid
52
Uji tanin
NINDIA FAIRUZI
a
C. xanthorrhiza b
c
a
C. domestica b
c
a
C. heyneana b
c
Crimson
Crimson
Crimson
White
White
White
Purple
Purple
Purple
Coloured
Coloured
Coloured
Coloured
Coloured
Coloured
White
White
White
Yellow
Yellow
Yellow
Yellow
Yellow
Yellow Coloured
Yellow Coloured
Yellow Coloured
Yellow Coloured
Yellow Coloured
Merah Kecoklatan (+) Ungu kehitaman (+) Ungu kehitaman (+) Hitam (+) Endapan Coklat (+) Coklat kekuninga n (-)
Merah Kecoklatan (+) Ungu kehitaman (+) Ungu kehitaman (+) Hitam (+) Endapan Coklat (+) Coklat kekuninga n (-)
Merah Kecoklatan (+) Ungu kehitaman (+) Ungu kehitaman (+) Hitam (+) Endapan Coklat (+) Coklat kemerahan (-)
Merah Kecoklatan (+) Ungu kehitaman (+) Ungu kehitaman (+) Hitam (+) Endapan Coklat (+) Coklat kemerahan (-)
Merah Kecoklatan (+) Ungu kehitaman (+) Ungu kehitaman (+) Hitam (+) Endapan Coklat (+) Coklat kemerahan (-)
Yellowish- Yellowishwhite white Yellow Yellow Yellow Coloured White White Metabolit Sekunder Merah Kecoklatan Hitam (-) Hitam (-) (+) Ungu Ungu Ungu kehitaman kehitaman kehitaman (+) (+) (+) Ungu Merah Merah kehitaman kecoklatan kecoklatan (+) (+) (+) Hitam (+) Hitam (+) Hitam (+) Endapan Endapan Endapan Coklat (+) Coklat (+) Coklat (+) Coklat Biru Biru kekuninga kehitaman kehitaman n (-) (+) (+) Yellow
Yellowishwhite Yellow White
Hitam (-) Ungu kehitaman (+) Merah kecoklatan (+) Hitam (+) Endapan Coklat (+) Biru kehitaman (+)
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
43
Karakter
SKRIPSI
Lampiran 2 : Tabel hasil pengamatan karakter morfologi dan metabolit sekunder Curcuma spp. dan outgrup No
4 5 6 7 8 9
Habitus Kepadatan daun Tinggi Habitus pseudostem Sudut letak daun Intensitas warna hijau pada batang Panjang Batang Diameter batang Pewarnaan anthocyanin di pseudostem
NINDIA FAIRUZI
10
Bangun daun
11 12 13 14 15
Ujung daun Pangkal daun Tepi daun Lebar daun Panjang daun
a
C. aeruginosa b
c
C. mangga a b c Perawakan Herba Herba Herba 6 6 7 111,32 cm 117,98 cm 118,08 cm
a
Z.amaricans b
c
Herba 3 137,74 cm
Herba 5 127,44 cm
Herba 4 102,76 cm
Herba 19 73,2 cm
Herba 9 68,02 cm
Herba 14 73,6 cm
Padat
Padat
Padat
Padat
Padat
Padat
Padat
Padat
Padat
10⁰
4⁰
5⁰
Green
Green
Green
48,34 cm 1,644 cm
50,1 cm 1,684 cm
42,1 cm 1,696 cm
10⁰ Batang Dark Green 37,16 cm 1,598 cm
15⁰
13⁰
65⁰
50⁰
50⁰
Dark Green 47,7 cm 1,552 cm
Dark Green 46,54 cm 1,618 cm
Green
Green
Green
60,1 cm 0,736 cm
50,2 cm 0,652 cm
54,8 cm 0,664 cm
Ada
Ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Ada
Ada
Lanset
Lanset
Lanset
Runcing Runcing Rata 4 cm 11,64 cm
Runcing Runcing Rata 3,88 cm 12,64 cm
Runcing Runcing Rata 4,06 cm 13,06 cm
Daun Memanjan Memanjan Memanjan Lanset Lanset Lanset g g g Meruncing Meruncing Meruncing Meruncing Meruncing Meruncing Meruncing Meruncing Meruncing Meruncing Meruncing Meruncing Rata Rata Rata Rata Rata Rata 12,36 cm 13,44 cm 14,62 cm 15,16 cm 14,4 cm 13,88 cm 45,6 cm 43,94 cm 47,8 cm 44,6 cm 44,5 cm 41,8 cm
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
1 2 3
Karakter
SKRIPSI
No
Karakter Permukaan daun
17
Daging daun
18 19
Venasi Pola venasi Warna permukaan atas Warna permukaan bawah Ada/tidak ada rambut daun Panjang tangkai daun ada/tidaknya Warna ibu tangkai daun
20 21 22 23 24
25
26 27 28 NINDIA FAIRUZI
29 30
Warna ibu tangkai daun Habitus rimpang Bentuk rimpang Panjang rimpang (primer) Ketebalan rimpang Jumlah induk
C. aeruginosa b c Berlilin Berlilin Seperti Seperti kertas kertas Menyirip Menyirip Berjauhan Berjauhan Dark Dark green green Dark Dark green green
a Berlilin Seperti kertas Menyirip Berjauhan Dark green Dark green
C. mangga b Berlilin Seperti kertas Menyirip Berjauhan Dark green Dark green
c Berlilin Seperti kertas Menyirip Berjauhan Dark green Dark green
a Berlilin Seperti kertas Sejajar Dekat
Z.amaricans b Berlilin Seperti kertas Sejajar Dekat
c Berlilin Seperti kertas Sejajar Dekat
Green
Green
Green
Dark green
Dark green
Dark green
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
12,46 cm
16,62 cm
15,38 cm
8,78 cm
8,2 cm
7,26 cm
1,78 cm
0,34 cm
0,36 cm
Ada
Ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Lightpurple brown
Lightpurple brown
Lightpurple brown
Green
Green
Green
Green
Green
Green
Jarang Berkelok
Jarang Berkelok
Jarang Berkelok
Rimpang Jarang Lurus
Jarang Lurus
Jarang Lurus
Padat Lurus
Padat Lurus
Padat Lurus
6 cm
6 cm
7 cm
7 cm
4.5 cm
6 cm
6 cm
6.5 cm
6 cm
1,5 cm 2
1,65 cm 2
1,77 cm 2
1,38 cm 1
1 cm 1
1,3 cm 1
1,78 cm Tidak ada
1,14 cm Tidak ada
1,36 cm Tidak ada
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
16
a Berlilin Seperti kertas Menyirip Berjauhan Dark green Dark green
SKRIPSI
No
31
Karakter rimpang Ada/tidaknya rimpang tersier
C. aeruginosa b
c
a
C. mangga b
c
a
Z.amaricans b
c
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Lemon yellow Lightyellowish grey <1 cm Mangga Mangga
Lemon yellow Lightyellowish grey <1 cm Mangga Mangga
Cream brown
Cream brown Greyish yellow
Cream brown Greyish yellow
<1 cm Kamper Bitter
<1 cm Kamper Bitter
<1 cm Kamper Bitter
32
Warna inner core
Blue gray
Blue gray
Blue gray
33
Warna daging rimpang
Blue gray
Blue gray
Blue gray
>1 cm No Aroma Pahit
>1 cm No Aroma Pahit
>1 cm No Aroma Pahit
Lemon yellow Lightyellowish grey <1 cm Mangga Mangga
Kasar
Kasar
Kasar
Halus
Halus
Halus
Halus
Halus
Halus
Reddish brown
Reddish brown
Reddish brown
Reddish brown
Reddish brown
Reddish brown
Reddish brown
Reddish brown
Bunga Tandan Putih
Bunga Tandan Putih
Bunga Tandan Putih
Reddish brown Bunga Bunga tandan Ber-warna
Bunga tandan Ber-warna
Bunga tandan Ber-warna
Bunga tandan Ber-warna
Bunga tandan Ber-warna
Bunga tandan Ber-warna
13 cm
12.5 cm
11.5 cm
12 cm
14 cm
13 cm
7 cm
9,2 cm
5,7 cm
Purple
Purple
Purple
Rose
Rose
Rose
Crimson
Crimson
Coloured
Coloured
Coloured
Coloured
Coloured
Coloured
Coloured
Coloured
Yellow
Yellow
Purple
Purple
Purple
Yellow
Yellow
Yellow
34 35 36 37 38
Pola internodus Aroma rimpang Rasa rimpang Permukaan rimpang Warna Permukaan rimpang
39
Bentuk bunga
40
Warna kaliks Panjang kuncup bunga Warna ujung bractea Warna coma bractea Warna korola
41 42 NINDIA FAIRUZI
43 44
Coloured Yellow
Greyish yellow
Crimson
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
a
SKRIPSI
No
Karakter Warna labellum Warna pistillum
47
Uji Flavonoid
48
Uji Steroid
49
Uji Terpenoid
50
Uji Minyak atsiri
51
Uji alkaloid
52
Uji tanin
Merah Kecoklata n (+) Ungu kehitaman (+) Merah kecoklatan (+) Hitam (+) Endapan coklat (+) Coklat kehijauan (+)
C. aeruginosa C. mangga b c a b Yellow Yellow Purple Purple Coloured Coloured White White Metabolit Sekunder Merah Merah Merah Merah Kecoklata Kecoklata Kecoklata Kecoklata n (+) n (+) n (+) n (+) Ungu Ungu kehitaman kehitaman Hitam (-) Hitam (-) (+) (+) Merah Merah Ungu Ungu kecoklatan kecoklatan kehitaman kehitaman (+) (+) (+) (+) Hitam (+) Hitam (+) Hitam (+) Hitam (+) Endapan Endapan Endapan Endapan coklat (+) coklat (+) coklat (+) coklat (+) Coklat Coklat Coklat Coklat kehijauan kehijauan kekuninga kekuninga (+) (+) n (-) n (-)
c Purple White Merah Kecoklata n (+) Hitam (-) Ungu kehitaman (+) Hitam (+) Endapan coklat (+) Coklat kekuninga n (-)
a Yellow Coloured
Z.amaricans b Yellow Coloured
c Yellow Coloured
Merah Merah Merah Kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan (+) (+) (+) Ungu Ungu Ungu kehitaman kehitaman( kehitaman( (+) +) +) Ungu Ungu Ungu kehitaman kehitaman( kehitaman( (+) +) +) Hitam (+) Hitam (+) Hitam (+) Endapan Endapan Endapan coklat (+) coklat (+) coklat (+) Coklat (+)
Coklat (+)
Coklat (+)
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
45 46
a Yellow Coloured
NINDIA FAIRUZI
SKRIPSI
Lampiran 3 : Tabel skoring hasil pengamatan karakter morfologi dan metabolit sekunder genus Curcuma C. xanthorrhiza Karakter
1 2 3
Habitus Kepadatan daun Tinggi Habitus pseudostem Sudut letak daun
4 5
6 7 8 9
NINDIA FAIRUZI
10 11 12 13 14
Intensitas warna hijau pada batang Panjang Batang Diameter batang Pewarnaan anthocyanin di pseudostem Bangun daun Ujung daun Pangkal daun Tepi daun Lebar daun
C. domestica
a
b
c
1 2 3
1 2 3
1 2 2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1 1
0
3 2 2 1 3
a Perawakan 1 2 1
C. heyneana
b
c
a
b
c
1 2 1
1 2 1
1 1 2
1 2 2
1 1 2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
0
0
0
0
0
0
0
0
3 2 2 1 2
3 2 2 1 2
Daun 1 2 2 2 1
1 2 2 2 1
1 2 2 2 1
2 2 2 2 2
2 2 2 2 3
2 2 2 2 2
2 1 Batang
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
No
SKRIPSI
Karakter
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
NINDIA FAIRUZI
28
C. xanthorrhiza
C. domestica
a
b
c
Panjang daun Permukaan daun Daging daun Venasi Pola venasi Warna permukaan atas Warna permukaan bawah Ada/tidak ada rambut daun Panjang tangkai daun ada/tidaknya Warna ibu tangkai daun Warna ibu tangkai daun
2 2 2 2 2
2 2 2 2 2
1
Habitus rimpang Bentuk rimpang Panjang rimpang (primer)
C. heyneana
b
c
a
b
c
3 2 2 2 2
a Daun 1 2 2 2 1
1 2 2 2 1
1 2 2 2 1
3 2 2 2 1
3 2 2 2 1
3 2 2 2 1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
1
1
1
2
2
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
3
3
3
1
1
1
1
1
1
1 2
1 2
1 2
1 1
1 1
3 1
3 1
3 1
2
2
2
1
2
2
2
2
Rimpang 1 1 1
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
No
SKRIPSI
No
29
31 32 33 34 35 36 37 38
39 40 NINDIA FAIRUZI
41
Ketebalan rimpang Jumlah induk rimpang Ada/tidaknya rimpang tersier Warna inner core Warna daging rimpang Pola internodus Aroma rimpang Rasa rimpang Permukaan rimpang Warna Permukaan rimpang Bentuk bunga Warna kaliks Panjang kuncup bunga
C. xanthorrhiza
C. domestica
a
b
c
2
2
1
3
2
0
a Rimpang
C. heyneana
b
c
a
b
c
1
1
1
1
2
1
2
3
3
2
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
2
2
2
1
1
1
2
2
2
3
3
3
6
6
6
3
3
3
2 1 2
2 1 2
2 1 2
1 3 3
1 3 3
1 3 3
1 2 1
1 2 1
1 2 1
3
3
3
2
2
2
1
1
1
5
5
5
4
4
4
5
5
5
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
1
1
1
1
1
2 2
2 2
2 2
Bunga 2 2
1
1
1
1
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
30
Karakter
SKRIPSI
No
Karakter
47 48 49 50 51 52
Uji Flavonoid Uji Steroid Uji Terpenoid Uji Minyak atsiri Uji alkaloid Uji tanin
43
C. domestica
C. heyneana
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
a
b
c
a Bunga
b
c
a
b
c
5
5
5
1
1
1
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3 3 2
3 3 2
3 3 2
2 3 2
2 3 2
3 3 2
3 3 2
3 3 2
1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 0
0 1 1 1 1 1
0 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 0
2 3 2 Metabolit Sekunder 0 1 1 1 1 1
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
44 45 46
Warna ujung bractea Warna coma bractea Warna korola Warna labellum Warna pistillum
42
C. xanthorrhiza
NINDIA FAIRUZI
SKRIPSI
Lampiran 3 : Tabel skoring hasil pengamatan karakter morfologi dan metabolit sekunder genus Curcuma
No
4 5
6 7 8 9
NINDIA FAIRUZI
10 11 12 13 14
Habitus Kepadatan daun Tinggi Habitus pseudostem Sudut letak daun Intensitas warna hijau pada batang Panjang Batang Diameter batang Pewarnaan anthocyanin di pseudostem Bangun daun Ujung daun Pangkal daun Tepi daun Lebar daun
C. mangga
a
b
c
1 1 3
1 2 3
1 1 3
1
1
1
1
1
1
2
2
2
1 1
1 1
1
1
2 2 2 1 2
2 2 2 1 2
a Perawakan 1 2 3
Z. amaricans
b
c
a
b
c
1 2 3
1 2 3
1 3 1
1 2 1
1 3 1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
3
3
3
2
2
2
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1
0
0
0
1
1
1
2 2 2 1 2
Daun 1 2 2 1 3
1 2 2 1 2
1 2 2 1 2
2 1 1 1 1
2 1 1 1 1
2 1 1 1 1
1 1 Batang
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
1 2 3
C. aeruginosa
Karakter
SKRIPSI
No
20 21 22 23 24 25
NINDIA FAIRUZI
26 27 28
Panjang daun Permukaan daun Daging daun Venasi Pola venasi Warna permukaan atas Warna permukaan bawah Ada/tidak ada rambut daun Panjang tangkai daun ada/tidaknya Warna ibu tangkai daun Warna ibu tangkai daun Habitus rimpang Bentuk rimpang Panjang rimpang
C. mangga
a
b
c
3 2 2 2 2
3 2 2 2 2
2
Z. amaricans
b
c
a
b
c
3 2 2 2 2
a Daun 3 2 2 2 2
3 2 2 2 2
3 2 2 2 2
1 2 2 1 1
1 2 2 1 1
1 2 2 1 1
2
2
2
2
2
1
1
1
3
3
3
3
3
3
2
2
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
3
3
3
1
1
1
1
1
1
3 1 1
3 1 2
1 1 2
1 1 2
1 1 2
3 2 2
3 2 2
3 2 2
Rimpang 3 1 2
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
15 16 17 18 19
C. aeruginosa
Karakter
SKRIPSI
No
29
31 32 33 34 35 36 37 38
39 40 41 NINDIA FAIRUZI
42
(primer) Ketebalan rimpang Jumlah induk rimpang Ada/tidaknya rimpang tersier Warna inner core Warna daging rimpang Pola internodus Aroma rimpang Rasa rimpang Permukaan rimpang Warna Permukaan rimpang Bentuk bunga Warna kaliks Panjang kuncup bunga Warna ujung
C. mangga
Z. amaricans
a
b
c
a
b
c
a
b
c
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
4
4
2
2
2
5
5
5
4
4
4
1
1
1
5
5
5
2 4 1
2 4 1
2 4 1
1 1 2
1 1 2
1 1 2
1 2 1
1 2 1
1 2 1
3
3
3
1
1
1
1
1
1
5
5
5
5
5
5
5
5
5
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 1
2 1
2 1
Bunga 2 2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
3
3
3
2
2
2
5
5
5
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
30
C. aeruginosa
Karakter
SKRIPSI
No
47 48 49 50 51 52
Uji Flavonoid Uji Steroid Uji Terpenoid Uji Minyak atsiri Uji alkaloid Uji tanin
C. mangga
Z. amaricans
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
a
b
c
a
b
c
a
b
c
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3 3 2
3 3 2
3 3 2
4 4 1
4 4 1
3 3 2
3 3 2
3 3 2
1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
1 0 1 1 1 1
1 0 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
4 4 1 Metabolit Sekunder 1 0 1 1 1 1
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
44 45 46
bractea Warna coma bractea Warna korola Warna labellum Warna pistillum
43
C. aeruginosa
Karakter
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 4 Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 5
SKRIPSI
Tabel Warna
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAMPIRAN 6 Proses maserasi
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGNAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAMPIRAN 7 Hasil maserasi sebelum di evaporasi
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAMPIRAN 8 Hasil ekstrak kental metanol
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAMPIRAN 9 Hasil ekstrak kental n-heksana
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAMPIRAN 10 Alat rotary evaporator
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAMPIRAN 11
RINGKASAN
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN Curcuma spp. BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI DAN METABOLIT SEKUNDER Nindia Fairuzi, Hamidah, Hery Purnobasuki Prodi S-1 Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya Email:
[email protected] Abstract This study aims to determine variations of morphological characters and secondary metabolites in five Curcuma spp., phylogenetic relationship of five Curcuma spp. based on morphological characters and secondary metabolites, character and characteristics that could differentiate and affect grouping of five Curcuma spp. Observations and sampling were carried out in Zingiberaceae zone, Taman Husada Graha Famili, Surabaya. Morphological observation included plant habit, leaf, stem/pseudostem, rhizomes and flowers. The content of secondary metabolites were tested with phytochemical screening (alkaloids, flavonoids, terpenoids, steroids, tannins, and essential oils). Data were analyzed with phenetic method (using SPSS 21) and descriptive (analytic and diagnostic-differential description). Variations in morphological characters and secondary metabolites in Curcuma spp. shown by Descriptive analysis result. Phenetic analysis results, showed phylogenetic relationship between Curcuma spp. based on morphological characters, secondary metabolites and dendogram produce two main groups, group ‘a‘ consist of C. heyneanae, C. mango, C. aeruginosa, C. xanthorrhiza and Z. americana, with similarity value of 62,8% and splitting with group ‘b’ consisti of C. domestica with similarity value of 51,6%. This result proves that Z. americana (outgroup) had distant phylogenetic relationship with other five species of genus Curcuma with similarity value of 99,4%. While the character and characteristics that differentiate and affect grouping between Curcuma spp. based on Principal Component Analysis are divided into 3 components. 1st component: height; pseudostem habit; Leaf: leaf disposition, tip, base, width, length, venation, venation pattern, upper and lower surfaces color; Rhizome: habit, flesh color, surface color; corolla color, and flavonoid. 2nd component: intensity of green color and anthocyanin coloration in pseudostem; leaf shape; midrib color presence; midrib color; Rhizome: shape, internodus pattern, surface; bractea tip color, corolla color, labellum color, pistillum color, and steroids. 3rd component: pseudostem habit; Leaf: leaf disposition, tip, base, margin, venation; Rhizome: mother rhizome number, inner core color, and surface color.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Key Words : Phylogenetic relationship, Curcuma, morphology, phytochemical screening, dendogram. Pendahuluan Kawasan Nusantara pernah genus. Meskipun demikian ada dikenal sebagai kepulauan rempahbeberapa penelitian yang mencakup rempah karena banyaknya tumbuhan genus Curcuma maupun family atsiri di kawasan ini (Setyawan, 2003). Zingiberaceae. Sedangkan penelitian Bagian tumbuhan yang digunakan mengenai hubungan kekerabatan sebagai rempah-rempah umumnya dengan pendekatan morfologi maupun adalah rimpang, kulit kayu, bunga dan kandungan metabolit sekunder belum kuncup bunga, dan buah. Bagian banyak dilakukan terutama di tanaman tersebut umumnya berasal dari Indonesia. family Zingiberaceae, termasuk dari Dalam hubungan kekerabatan, genus Curcuma. Namun kualitas dan taksa digolongkan berdasarkan kuantitas penggunaan Curcuma kini keseluruhan persamaan atau menurun akibat substitusi bahan-bahan ketidaksamaan yang dimiliki antar dua lain, baik alami maupun sintetis. Saat taksa atau lebih (Saupe, 2005). Maka ini nampaknya hanya kunyit (Curcuma tidak menutup kemungkinan bahwa domestica Val) dan Temulawak tanaman yang masih dalam satu taksa (Curcuma xanthorrhiza Roxb) yang akan mempunyai persamaan morfologi lebih banyak diminati di pasaran. Oleh maupun kandungan biokimianya. Hal karena itu, untuk meningkatkan ini membuktikan semakin dekat peluang pemanfaatannya dipasaran, kekerabatan antar dua individu maka perlu dilakukan penelitian mendalam semakin besar derajat kesamaan antar terhadap anggota genus Curcuma agar kedua individu tersebut. Oleh karena peluang pemanfaatannya terbuka luas. itu perlu dilakukan penelitian yang Penelitian yang telah dilakukan selama mengkaji diversitas karakteristik ini pada Curcuma masih terfokus pada morfologi dan hubungan kekerabatan pengolahannya dan pemanfaatannya spesies pada genus Curcuma melalui sebagai tanaman obat dan umumnya pendekatan morfologi dan kandungan hanya meneliti satu spesies tertentu metabolit sekunder dan dianalisis bukan secara keseluruhan dalam satu hubungannya secara fenetik. Metode Penelitian Bahan yang digunakan adalah spesimen segar dari lima spesies Curcuma, yaitu Curcuma xanthorrhiza, Curcuma domestica, Curcuma heyneana, Curcuma aeruginosa, Curcuma mangga, dan Zingiber ameriana sebagai outgroup. Spesimen tersebut di dapatkan dari Taman
SKRIPSI
Husada Graha Famili, Jl. Simpang Graha Famili III, Wiyung, Surabaya . Untuk setiap spesimen dilakukan tiga kali pengulangan. Bagian tanaman yang akan diteliti diantaranya organ daun, batang, bunga, dan rimpang. Pendataan karakter dilakukan berdasarkan pengamatan spesimen
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
baik yang dilakukan secara langsung di lokasi asal spesimen maupun yang dilakukan di laboratorium. Dari hasil pengamatan tersebut kemudian di data karakter-karakter morfologi serta keterangan lainnya sesuai dengan parameter yang telah ditentukan. Pengambilan data diawali dengan tahap pengumpulan sampel dan ekstraksi. Sampel yang digunakan adalah rimpang yang diambil dari lokasi penelitian dan diolah terlebih dahulu untuk selanjutnya dilakukan tahap ekstraksi dengan cara maserasi menggunakan metanol dan n-heksana. Hasil maserasi (maserat) dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental metanol dan n-heksana. Selanjutnya, ekstrak kental metanol dan n-heksana diuji komponen metabolit sekundernya atau diskrining. Skrining fitokimia yang dilakukan meliputi uji minyak atsiri, flavonoid, tanin, terpenoid, steroid dan alkaloid. Pada penelitian deteksi kandungan metabolit sekunder dengan metode skrining fitokimia, pengujian yang dilakukan sebagai berikut : a. Uji Flavonoid 2 ml ekstrak metanol yang diperoleh, dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah dengan 0.5 ml asam klorida pekat (HCL pekat) dan 34 pita logam Mg. Adanya flavonoid ditandai dengan warna merah, orange, dan hijau (Kristanti et al., 2008). b.
Uji Tanin Uji skrining fitokimia tanin dilakukan dengan cara mengambil 1 ml ekstrak dan ditetesi beberapa tetes ferric chloride 1%. Keberadaan tanin
SKRIPSI
ditandai dengan adanya warna coklat kehijauan atau biru-kehitaman (Saxena and Patil, 2012). c. Uji Terpenoid dan steroid Uji skrining terpenoid dan steroid tak jenuh dilakukan dengan menggunakan pereaksi LiebermannBurchard. Ekstrak yang diperoleh diambil sedikit dan dikeringkan di atas papan spot test, ditambahkan tiga tetes anhidrida asetat (Ac2O) dan kemudian satu tetes asam sulfat pekat (H2SO4 pekat). Adanya senyawa golongan terpenoid akan ditandai dengan timbulnya warna merah sedangkan adanya senyawa golongan steroid ditandai dengan munculnya warna biru (Kristanti et al., 2008). d. Uji Alkaloid Uji skrining fitokimia senyawa golongan alkaloid dilakukan dengan cara mengambil sedikit sampel dan menambahkan dengan HCl 2M dan dipanaskan diatas penangas air sambil diaduk, kemudian didinginkan hingga suhu kamar. Lalu tambahkan NaCl serbuk, aduk, dan disaring, kemudian filtrat ditambah HCl 2M hingga volume tertentu. Filtrat dibagi kedalam 2 tabung reaksi, tabung 1 ditambah reagen Wagner dan tabung 2 sebagai blangko. Tabung 1 diamati terbentuknya endapan dan dibandingkan dengan tabung 2. Jika tidak terbentuk endapan, bahan tidak mengandung alkaloid dan jika terbentuk endapan bahan mengandung alkaloid (Pedrosa et al., 1978). e. Uji Minyak Atsiri Cara skrining minyak atsiri adalah eskstrak ditambah lima tetes asam sulfat akan berwarna coklat hitam
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
yang artinya positif minyak atsiri (Indrayani dkk., 2006). Analisis data dilakukan dua tahap, yaitu analisis data dengan metode fenetik dan analisis data deskriptif. Analisis data dengan metode fenetik untuk mengelompokkan spesies dari genus Curcuma berdasarkan kesamaan fenotip dan metabolit
sekunder yang dimiliki menggunakan IBM SPSS 21. Progam ini digunakan untuk menghitung besar persamaan yang ada antar spesies dengan hasil akhir berupa dendrogram yang menunjukkan adanya karakter penting yang digunakan sebagai pembeda.
Hasil dan Pembahasan Pada penelitian ini digunakan pendekatan morfologi dan metabolit sekunder terhadap 6 spesies yang berbeda, lima spesies dari genus Curcuma dan satu spesies sebagai outgroup berasal dari family Zingiber. Dari ke enam spesies tersebut digunakan 52 karakter, mulai dari perawakan hingga bagian rimpang dan
ditambah karakter keberadaan metabolit sekunder yang diuji menggunakan metode skrining fitokimia. Secara umum, masingmasing karakter dari setiap spesimen mempunyai ciri khusus sebagai karakter pembeda yang menunjukkan keragaman dan karakter yang sama sebagai bukti kekerabatan.
Kajian Hubungan Kesamaan Karakteristik Spesies Curcuma menggunakan fenogram Stage 1 2 3 4 5 6 7 8
Cluster Combined Cluster 1 Cluster 2 7 9 4 5 16 18 16 17 13 15 10 12 13 14 10 11
Coefficients
Sta ge
1.000 1.000 1.000 .994 .992 .991 .988 .987
9 10 11 12 13 14 15 16 17
Cluster Combined Cluster Cluster 1 2 1 2 4 6 7 8 1 3 7 13 1 10 1 7 1 16 1 4
Coefficien ts .984 .982 .970 .956 .820 .713 .682 .628 .516
Tabel 1 Pengelompokan karakteristik morfologi berdasarkan average linkage Keterangan : 1. Angka yang tertera pada kolom kelompok 1 dan kelompok 2 menunjukkan kode dari OTU yang dibandingkan.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2. Angka yang tertera pada kolom koefisien kesamaan menunjukkan besarnya kesamaan fenetik dari dua kelompok OTU yang dibandingkan serta menyebabkan ke 2 OTU yang dibandingkan tersebut mengelompok.
Gambar 1
Dendogram hubungan fenetik antara lima spesies dari genus Curcuma dan satu spesies sebagai outgroup dari family Zingiberaceae yang diteliti dengan analisis karakteristik morfologi
Keterangan : A1 = Curcuma xanthorrhhiza 1 A2 = Curcuma xanthorrhhiza 2 A3 = Curcuma xanthorrhhiza 3 B1 = Curcuma domestica 1 B2 = Curcuma domestica 2 B3 = Curcuma domestica 3 C1 = Curcuma heyneana 1 C2 = Curcuma heyneana 2 C3 = Curcuma heyneana 3
SKRIPSI
D1 = Curcuma aeruginosa 1 D2 = Curcuma aeruginosa 2 D3 = Curcuma aeruginosa 3 E1 = Curcuma mangga 1 E2 = Curcuma mangga 2 E3 = Curcuma mangga 3 F1 = Zingiber amaricans 1 F2 = Zingiber americana 2 F3 = Zingiber americana 3
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Selanjutnya, setelah analisis classify hierarchial cluster dengan hasil berupa dendogram, dilanjutkan dengan analisis PCA (Principal component Analysis). Fungsi dari analisis PCA adalah untuk mengetahui karakterkarakter morfologi dan metabolit sekunder yang memberikan pengaruh besar dan membuat pemisahan OTU (Gil dan Cubero, 1993). Setiap karakter morfologi dan metabolit sekunder akan Karakter Kepadatan_daun Tinggi Habitus_pseudostem Sudut_letak_daun
memisahkan 18 OTU dalam penelitian ini, hasil PCA dinyatakan dengan menampilkan sejumlah komponenkomponen pembeda utama beserta nilai dari setiap karakter pada komponennya. Komponen karakter morfologi dan metabolit sekunder yang menyebabkan pengelompokan OTU dari Curcuma spp. dapat dilihat pada Tabel 2
Komponen 1 2 3
Karakter
Komponen 1 2 3
Warna_ibu_tangkai_da un Habitus_rimpang .962 -.007 -.002 Bentuk_rimpang -.626 -.199 .709 Panjang_rimpang_prim -.602 .269 -.746 er -.498
.027 -.375
.583
.753
.688 -.386 -.145 .583 .753 .241 .303
.401 -.419
Intensitas_warna_hijau_pada .056 -.769 -.328 Ketebalan_rimpang .247 .203 _batang Pewarnaan_athocyanin_di_p -.134 .611 -.532 Jumlah_induk_rimpang .157 .190 seudostem Bangun_daun .292 .754 -.109 Warna_inner_core -.086 .546 Warna_daging_rimpan Ujung_daun .602 -.269 .746 -.800 .450 g Pangkal_daun Pola_internodus .602 -.269 .746 .583 .753 Tepi_daun -.417 -.378 .568 Aroma_rimpang -.160 .386 Lebar_daun Rasa_rimpang -.277 -.347 .826 -.139 .016 Panjang_daun .915 -.175 -.035 Permukaan_rimpang .353 .708 Warna_permukaan_rim Venasi .602 -.269 .746 .626 .199 pang Pola_venasi Warna_kaliks -.432 -.505 .842 .156 .020 Warna_permukaan_atas .688 -.386 -.145 Warna_ujung_bractea .068 .656 Warna_permukaan_bawah .787 -.022 -.495 Warna_coma_bractea -.098 .279 Panjang_tangkai_daun .392 .508 .118 Warna_korola .657 -.352 Keberadaan_warna_ibu_tang Warna_labellum .392 -.744 .583 .753 .241 kai_daun Tabel 2 Nilai komponen utama karakter morfologi dan metabolit sekunder Curcuma spp. dan outgroup
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
.241
NINDIA FAIRUZI
.163 .914 -.760 .294 .241 .314 .686 .547 -.709 -.073 -.553 -.010 -.636 -.277
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Keterangan : 1. Nilai yang berwarna ungu dan di bold merupakan nilai karakter yang mempunyai nilai > 0,50 yang berarti karakter tersebut mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pengelompokkan 5 spesies Curcuma spp. dan 1 outgroup 2. Nilai yang di bold dan di underline merupakan nilai karakter yang mempunyai nilai pada kisaran 0,500 yang berarti karakter tersebut cukup mempunyai pengaruh dalam pengelompokka lebih dahulu dan membentuk kelompok Pembahasan spesiesnya sendiri adalah Curcuma Keanekaragaman morfologi dan domestica dengan nilai koefisien metabolit sekunder spesies pada agglomerative 51,6%, sementara pada Curcuma spp. Hasil analisis menggunakan nilai koefisien agglomerative 62,8% deskripsi menyatakan bahwa ada terbentuk kelompok spesies Zingiber perbedaan dan kesamaan diantara americana dan spesies ini merupakan spesies Curcuma yang diteliti. outgroup. Sedangkan Curcuma Kesamaan morfologi yang dimiliki heyneana dan Curcuma mangga suatu organisme mempunyai nilai membentuk satu kelompok dengan kesamaan yang relatif karena nilai koefisien agglomerative 82%. karakteristik yang dimiliki tidak Selanjutnya kelompok Curcuma mempunyai nilai kesamaan yang aeruginosa dan Curcuma xanthorrhiza signifikan. Pada suatu organisme I dan memisah dengan nilai koefisien II bisa saja mempunyai kemiripan agglomerative 71,3%. terhadap suatu karakter x, tetapi pada Pengelompokkan Zingiber organisme III ternyata mirip dengan americana yang memisah dari 5 organisme I karena karakter y-nya sama, kelompok spesies lainnya dikarenakan sehingga pengenalan suatu organisme outgroup ini mempunyai berbagai menjadi sangatlah penting. Contohnya karakter yang berbeda dengan spesies pada Curcuma xanthorrhiza lainnya dalam penelitian, antara lain (Temulawak) dan Curcuma aeruginosa sudut letak daun, pewarnaan (Temu ireng) yang mempunyai anthocyanin di pseudostem, ujung daun, karakteristik ibu tangkai daun yang pangkal daun, venasi daun, dan jumlah sama, yaitu mempunyai pewarnaan. induk rimpang. Hal ini menunjukkan Tetapi warna inner core dan daging memang Zingiber americana rimpangnya berbeda, justru pada mempunyai kekerabatan yang jauh temulawak lebih mirip dengan temu terhadap 5 spesies lainnya. Namun, giring. Sementara Curcuma heyneana Curcuma domestica yang bukan mirip dengan Curcuma domestica pada merupakan outgroup mempunyai letak karakter venasi daun dan pola venasi yang lebih memisah jika dibandingkan daun. dengan 4 spesies Curcuma lainnya. Hal ini karena secara morfologi, Curcuma domestica memiliki perbedaan yang Hubungan kekerabatan antar signifikan pada habitus pseudostem, spesies pada Curcuma spp. Pada fenogram (gambar 1), warna inner core dan daging rimpang, terlihat bahwa kelompok yang terpisah warna permukaan rimpang, dan warna
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ujung bractea. Kemudian, Curcuma aeruginosa cenderung membentuk kelompok dengan Curcuma .xanthorrhiza dengan nilai koefisien agglomerative 71.3%. Artinya, Curcuma aeruginosa memiliki hubungan kekerabatan lebih dekat dengan Curcuma xantthorhiza daripada Zingiber americana yang merupakan outgroup maupun dengan Curcuma domestica. Dari fenogram juga terlihat bahwa Curcuma heyneana dan Curcuma mangga membentuk kelompok tersendiri dan memisah dari dua kelompok spesies sebelumnya, yaitu temu ireng dan temulawak. Dan jarak temu mangga dan temu giring terhadapa Zingiber americana lebih jauh, dan jika dibandingkan dengan kunyit perbedaannya lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan Curcuma mangga mempunyai lebih banyak kemiripan karakter morfologi dan metabolit sekunder dengan Curcuma heyneana jika dibandingkan Curcuma domestica. Sehingga Curcuma mangga mempunyai jarak taksonomi yang lebih dekat dengan Curcuma heyneana jika dibandingkan Curcuma domestica. Karakter morfologi dan metabolit sekunder yang mempengaruhi pengelompokan spesies pada Curcuma spp. Dari hasil analisis PCA pada tabel 2, terlihat bahwa secara morfologi karakter daun dan rimpang adalah bagian organ tumbuhan yang karakternya sangat dominan dalam membedakan jenis spesies Curcuma. Selain karakter morfologi, keberadaan metabolit sekunder ternyata juga berperan dalam mengidentifikasi jenis
SKRIPSI
Curcuma. Hal yang menjadi poin penting terutama pada komponen 1 yang didominasi oleh karakter daun. Memang selama ini, secara umum metode yang digunakan dalam membedakan jenis Curcuma adalah dengan melihat rimpangnya, baik bentuk, warna dan aroma. Tetapi, dengan penelitian ini, dapat diketahui bahwa karakter daun pada spesies Curcuma ternyata beragam dan karakteristik masing-masing spesies dapat digunakan untuk mengidentifikasi tanaman Curcuma di lapangan. Sehingga cukup membantu dalam pengamatan, karena tidak perlu merusak bagian bawah tumbuhan untuk melihat rimpangnya. Sedangkan dengan menguji keberadaan senyawa metabolit sekunder, diketahui bahwa secara umum senyawa alkaloid, terpenoid, dan minyak atsiri adalah senyawa yang dimiliki semua spesies dalam penelitian ini. Namun senyawa flavonoid, steroid dan tannin hanya dimiliki beberapa spesies dalam penelitian ini. Sehingga apabila dibutuhkan senyawa tertentu dari suatu spesies, dan ternyata spesies tersebut cukup langka, dapat menggunakan spesies lain yang memiliki kandungan senyawa sama. Memang dalam hal kuantitas mungkin dapat berbeda, tetapi untuk kualitas kurang lebih sama. Selain itu apabila dilakukan penelitian lebih lanjut dapat diketahui bentuk rantai senyawa yang terkandung dalam setiap spesies secara spesifik Perbedaan karakter morfologi dari setiap spesies Curcuma menggambarkan keberagaman spesies Curcuma. Selama ini pemanfaatan tanaman dari genus Curcuma dan
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
family Zingiberaceae hanya terbatas pada spesies tertentu. Sehingga masyarakat juga membudidayakannya juga hanya pada jenis-jenis tertentu. Padahal terdapat 70-80 spesies yang tersebar di kawasan Indo-Malaysia (Purseglove, 1972; Sirigusa, 1999). Secara iklim, Indonesia memiliki kondisi yang sesuai untuk budidaya tanaman genus Curcuma. Selama ini memang budidaya yang banyak dilakukan hanya secara vegetatif, yaitu dengan cara menanam rimpangnya lagi setelah dipanen. Hal semacam inilah yang membuat biaya produksi lebih mahal jika dibandingkan dengan budidaya secara generatif yaitu dengan menanam biji dari bunga Curcuma. Sayangnya karena bunga Curcuma sulit tumbuh di iklim tropis, sehingga metode ini tidak pernah dilakukan. Padahal dengan menumbuhkan bunga Curcuma, dapat membantu memangkas biaya produksi budidaya tanama temutemuan. Tidak hanya itu saja, masyarakat juga perlu mengetahui keberagaman jenis temu-temuan dan dapat menikmati keindahan bunganya selain memanfaatkan rimpangnya untuk keperluan pangan, pengobatan dan lain sebagainya. Kesimpulan 1. Terdapat keanekaragaman morfologi dan metabolit sekunder antar spesies Curcuma, yaitu Curcuma xanthorrhiza, Curcuma domestica, Curcuma heyneana, Curcuma aeruginosa, Curcuma mangga. 2. Hubungan kekerabatan antar spesies Curcuma ditinjau dari karakter morfologi, metabolit
SKRIPSI
3.
sekunder dan fenogram menghasilkan 2 kelompok utama, yaitu kelompok a yang beranggotakan Curcuma heyneana, Curcuma mangga, Curcuma aeruginosa, Curcuma xanthorrhiza dan Zingiber americana, pada nilai similaritas 62,8% dan memisah dengan kelompok b yang beranggotakan Curcuma domestica pada nilai similaritas 51,6% . Hal ini membuktikkan bahwa Zingiber americana mempunyai hubungan kekerabatan yang jauh dengan kelima spesies dari Curcuma dengan nilai similaritas 99,4 %. Karakter yang dapat membedakan dan mempengaruhi pengelompokan antar spesies Curcuma berdasarkan hasil analisis PCA dibagi menjadi tiga komponen, komponen 1 terdiri dari tinggi, habitus pseudostem, sudut letak daun, ujung daun, pangkal daun, lebar daun, panjang daun, venasi, pola venasi, warna permukaan atas dan bawah daun, habitus rimpang, warna daging rimpang, warna permukaan rimpang, warna korola, dan kandungan flavonoid. Komponen 2 terdiri dari intensitas warna hijau pada batang, pewarnaan anthocyanin di pseudostem, bangun daun, keberadaan warna ibu tangkai daun, warna ibu tangkai daun, bentuk rimpang, pola internodus, permukaan rimpang, warna ujung bractea, warna
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
korola, warna labellum, warna pistilum, dan kandungan steroid. Komponen 3 terdiri dari habitus pseudostem, sudut letak daun, ujung daun, pangkal daun, tepi daun, venasi, jumlah induk rimpang, warna inner core, dan warna permukaan rimpang. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis hubungan kekerabatan menggunakan data molekular dari spesies Curcuma. 2. Perlu kajian, tindakan dan referensi tambahan mengenai Daftar Pustaka Gil, J. dan Cubero, J.I., 1993, Multivariate analysis of the Vicia sativa L. aggregate, Botanical Journal of the Linnean Society, Volume 113, Issue 4, pages 389-400. Indrayani, L., Soetjipto, H., dan Sihasale, L., 2006, Skrining fitokimia dan uji toksisitas ekstrak daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis) terhadap larva udang Artemia salina, Berkala Penelitian Hayati (2006), 12: 57-61. Kristanti, A. N., Aminah, N.S., Tanjung, M., dan Kurniadi, B., 2008, Buku Ajar Fitokimia, Airlangga University Press,Surabaya. Purseglove, J. W., 1972, Tropical Crops : Monocotyledons, Volumes 1 and 2 Combined, Longman Group Limited, London.
SKRIPSI
bunga Curcuma., yaitu dengan menambah literatur dan koleksi herbarium segar dari bunga Curcuma di Indonesia. Perlu dilakukan perlakuan khusus agar bunga Curcuma dapat diamati morfologinya dan dinikmati keindahannya oleh semua orang. 3. Perlu penelitian lebih lanjut analisis hubungan kekerabatan jenis Curcuma lain di lokasi yang berbeda untuk menambah kekayaan dan bentuk konservasi sekaligus edukasi mengenai keanekaragaman tanaman Curcuma di Indonesia. Saupe, S., 2005, Phenetic Classification Systems, http://employees.csbsju.edu/SS AUPE/biol308/Lecture/Classifi cation/phenetic_class.htm, 19 November 2015. Saxena, R. dan Patil, P., 2012, Phytochemical studies on Myristica fragance essential oil, Biological Forum-An Interational Journal 4(2): 62-64. Setyawan, D. A., 2003, Keanekaragaman kandungan minyak atsiri rimpang temutemuan (Curcuma), Biofarmasi 1 (2): 44-49. Sirigusa, P., 1999, Thai Zingiberaceae: Species Diversity and Their Uses, International Conference on Biodiversity and Bioresources: Conservation and Utilization, Phuket-Thailand.
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LAMPIRAN 12 ANALISIS DATA MENGGUNAKAN IBM SPSS 21
Langkah-langkah dalam memasukkan data ke dalam SPSS adalah sebagai berikut : a.
Hasil data karakteristik spesies diubah ke dalam bentuk numerik 0,1,2,3 dan seterusnya. Proses ini dinamakan skoring. Hasil skoring kemudian dimasukkan ke SPSS agar bisa di analisis.
b.
Buka progam IBM SPSS 21.
c.
Klik tab Variable View. Pada kolom Name, baris pertama, ketik ‘Spesies’.
Gambar 1. Tampilan windows IBM SPSS 21 pada Tab Variable View
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
d.
Pada kolom Type, disebelah kolom ‘Spesies’, ganti Variable Type nya dengan cara mengklik kolom tersebut, dan akan muncul tampilan windows Variable Type, lalu pilih String.
Gambar 2. Tampilan windows Variable Type e.
Lalu klik pada kolom Values, isi Values Label dengan nama spesies. Ketik
angka 1, 2, 3 dan seterusnya pada kolom Values, dan ketik label nama spesies di kolom Label. Contoh : ketik 1 pada kolom Values, lalu ketik A pada kolom Label untuk Curcuma xanthorrhiza; ketik 2 pada kolom Values, lalu ketik B pada kolom Label untuk Curcuma domestica, dan seterusnya.
Gambar 3. Tampilan windows Value Labels
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
f.
Selanjutnya pada kolom Name, baris kedua dan seterusnya setelah kolom ‘spesies’ ketikkan nama karakter hasil pengamatan.
g.
Varible Type dan Values tidak usah diganti.
Gambar 4. Tampilan windows IBM SPSS 21 pada tab Variabel View h. Setelah selesai meng-input karakter, klik tab Data View.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 5. Tampilan windows IBM SPSS 21 pada tab Data View i.
Masukkan nama spesies beserta pengulangannya pada kolom ‘Spesies’. Lalu masukkan hasil skoring pada kolom karakter masing-masing.
j.
Setelah semua data telah dimasukkan, dapat dilanjutkan dengan analisis kluster dan Principal Component Analysis. Setelah seluruh data dimasukkan ke dalam SPSS, kemudian dilanjutkan dengan
analisis kluster. Berikut adalah tahap mengerjakan analisis kluster. a.
Dari menu utama SPSS, pilih Analyze, lalu submenu Classify dan pilih Hierarchical Cluster.
b.
Tampak di layar windows Hierarchical Cluster Analysis.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Gambar 6. Tampilan windows Hierarchical Cluster Analysis. c.
Pada kotak variabel isikan semua karakter yang telah didata
d.
Pada kotak Label Cases isikan spesies
e.
Pilih Statistics dan aktifkan Agglomeration Schedula dan Proximity Matrix. Cluster Membership pilih Single Solutions. Isi Number of Solution dengan angka 3. Lalu tekan Continue.
Gambar 7. Tampilan windows Hierarchical Cluster Analysis pada menu Statistics. f.
Pilih Method dan pilih Between Groups Linkage, lalu Interval pilih Pearson Corelation.
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
g.
Tekan Continue
Gambar 8. Tampilan windows Hierarchical Cluster Analysis pada menu Method h.
Pilih Plot dan aktifkan Dendogram dan All Cluster
i.
Tekan Continue
Gambar 9. Tampilan windows Hierarchical Cluster Analysis pada menu Plot
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
j.
Abaikan setting lainnya dan klik Ok Setelah mendapatkan hasil berupa fenogram, kemudian dilanjutkan dengan
principal component analyze. a.
Dari menu utama SPSS pilih Analyze, lalu submenu Data Reduction, lalu pilih Factor.
b.
Tampak dilayar tampilan windows Factor Analysis
Gambar 10. Tampilan windows Factor Analysis c.
Pada kotak Variables isikan data karakter yang hasil skoringnya beragam antar spesies.
d.
Kotak Selection Variable dikosongi, dan abaikan setting lainnya.
e.
Klik Ok
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN...
NINDIA FAIRUZI