Removing Barriers to Invasive Species Management in Production and Protection Forests in South East Asia – Indonesia Programme (FORIS Indonesia)
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savanna Terinvasi Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran
Ragil SB Irianto R Garsetiasih Soekisman Tjitrosoedirjo Titiek Setyawati Atok Subiakto Nanang Dwi Wahono Sunardi
Pedoman Analisis Risko Tumbuhan Asing Invasif
i
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savanna Terinvasi Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran © 2016 FORIS Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Diterbitkan oleh: FORIS Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Isi dan Materi yang ada pada buku ini dapat direproduksi dan disebarluaskan tanpa mengurangi isi dan arti dokumen ini. Diperbolehkan mengutip isi buku ini dengan menyebutkan sumber. Tim Pengarah: Ir. Arief Yuwono, MA (Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Dr. Henry Bastaman, MES (Kepala Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Penulis: Irianto R, Garsetiasih R, Tjitrosoedirjo S, Setyawati T, Subiakto A, Wahono N, Sunardi. 2016. Pedoman Pengendalian dan Restorasi Ekosistem kawasan Terinvasi Acacia nilotica. Bogor (ID): FORIS Indonesia. Kontributor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, GEF Trust Fund 0515 UNEP-CABI dan Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Desain Sampul Sunardi
FORIS Indonesia Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Jawa Barat 16118 Phone/Fax: 0251 7520067
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
ii
KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya “Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savanna Terinvasi Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran”. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaksana teknis dilapangan dalam mengendalikan tumbuhan asing invasif. Metode dan teknik pengendalian yang dipaparkan pada panduan ini adalah hasil riset yang dilaksanakan oleh Tim FORIS Indonesia bekerjasama dengan Taman Nasional Baluran. Pedoman ini dapat digunakan dalam mengendalikan tumbuhan asing invasif di Taman Nasional Baluran (TNB). Teknik pengendalian yang digunakan adalah kombinasi antara teknik pengednalian secara mekanik dan kimiawi. Pedoman ini disusun dan disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan sehingga dapat dipergunakan dan diterapkan dengan mudah oleh pihak pengelola. Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada tim penyusun dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan modul ini. Pada akhirnya kami mengharapkan pedoman ini dapat menjadi salah satu sumbangsih dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia dari ancaman spesies asing invasif.
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
iii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI 1. Pendahuluan 2. Maksud dan Tujuan 3. Mekanisme Pengendalian 4. Monitoring dan Evaluasi 5. Pengendalian Vegetasi Pioner 6. Pengendalian Laju Invasi Kembali Acacia nilotica 7. Pengendalian Gulma 8. Retorasi Ekosistem
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
iii iv 1 2 7 16 18 19 20 21
iv
1. Pendahuluan Kondisi kawasan Taman Nasional Baluran yang berada di daerah tropis beriklim kering merupakan faktor penting pembentuk kekhasan ekosistem berikut keragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi ini sekaligus juga berkonsekuensi logis berupa potensi kebakaran tutupan lahan yang cukup tinggi terutama di dataran rendah. Kebakaran ini di daerah savana merupakan komponen penting dalam proses ekologis sampai dengan terbentuk dan bersiklusnya ekosistem dalam kondisi klimaks. Sementara di daerah bertutupan hutan (hutan musim, hutan pantai, gunung) kebakaran ini sangat merusak dan mengancam keragaman hayati yang ada. Hal ini yang kemudian melatar belakangi perlakuan introduksi akasia (Acacia nilotica) pada tahun 1969 sebagai tanaman sekat bakar untuk melokalisir terjadinya kebakaran antara savana dengan tipe vegetasi lainnya. Keberadaan jenis asing Acacia nilotica di savana ini kemudian berdampak pada terinvasinya savana sehingga menekan keberadaan jenis-jenis vegetasi asli (rerumputan) sampai dengan merubah tipe vegetasi savana menjadi tegakan homogen Acacia nilotica. Proses invasi ini terus meluas sampai dengan saat ini hampir di keseluruhan wilayah flat savanna dan sebagian wilayah undulating savanna. Disadarinya A. nilotica sebagai sebuah permasalahan ekologis pada tahun 1987 yang kemudian dimulai upaya penanganannya sampai dengan sekarang (selama ± 25 tahun), berbagai upaya pemberantasan dan rehabilitasi yang ada dinilai belum sebanding dengan kecepatan/laju invasi kembali A. nilotica. Hasil pemberantasan umumnya telah terinvasi kembali. Sebagian besar bahkan telah tertutup kembali menjadi tegakan homogen A. nilotica. Kecuali areal berumur 1-2 tahun pasca pemberantasan atau areal yang terus dilakukan perlakuan pemeliharaan intensif (kontinyu), yaitu: No
Areal
Lokasi
Keterangan Kondisi
1.
Bekol I
Savana Bekol
- Telah mengalami berbagai perlakuan berulang-ulang baik pemberantasan tegakan maupun seedling A. nilotica, pemberantasan gulma lainnya sampai dengan penanaman rumput. - Mulai tahun 2010 keseluruhan perlakuan penanganan diorientasikan sebagai rangkaian upaya restorasi ekosistem savana. Savana Bekol merupakan hasil pemeliharaan intensif mulai tahun 2010 yang meliputi : a. Pengendalian laju invasi kembali A. nilotica b. Pengendalian gulma c. Penanaman rumput lokal menahun d. Pemeliharaan tutupan rumput e. Pembakaran terkendali
110
2.
Bama
Savana Bama
- Hasil Pemberantasan A. nilotica (th. 2011) - Telah dilakukan perlakuan pengendalian vegetasi pioner dan penanaman rumput (th. 2012) - Pemeliharaan lanjutan tahun 2013 dan 2014 yang direncanakan meliputi pengendalian gulma, pengkayaan rumput, pembakaran terkendali.
50
Pedoman Analisis Risko Tumbuhan Asing Invasif
Luas (Ha)
1
No
Areal
Lokasi
Keterangan Kondisi
3.
Balanan I
Savana Balanan
- Pada awalnya merupakan areal hasil perlakuan pemberantasan tahun 2008 melalui pola kerjasama dengan swasta yang kemudian terinvasi kembali karena tidak adanya perlakuan pemeliharaan kontinyu. - Perlakuan pemeliharaan (pemberantasan ulang A. nilotica) tahun 2011. - Pemeliharaan lanjutan tahun 2012, 2013 dan 2014 yang meliputi pengendalian gulma, pengkayaan rumput, pembakaran terkendali.
15
4.
Balanan II
Savana Balanan
16,36
5.
Bekol II
Savana Bekol
6.
Bekol Bagian Timur
Savana Bekol
- Pada awalnya merupakan areal hasil perlakuan pemberantasan tahun 2008 melalui pola kerjasama dengan swasta yang kemudian terinvasi kembali karena tidak adanya perlakuan pemeliharaan kontinyu. - Perlakuan pemeliharaan (pemberantasan ulang A. nilotica) tahun 2012. - Pemeliharaan lanjutan tahun 2013 dan 2014 - Pemberantasan A. nilotica (th. 2012) - Pemeliharaan lanjutan tahun 2013 dan 2014 - Pemberantasan A. nilotica tahun 2013 - Pemeliharaan lanjutan tahun 2014 JUMLAH
Tabel 1.
Luas (Ha)
13,43 64,43
269,22
Areal hasil perlakuan pemberantasan selama ini yang masih dalam kondisi terpelihara dari laju invasi kembali oleh A. nilotica.
2. Maksud dan Tujuan Pedoman pengendalian dan restorasi ekosistem terinvasi Acacia nilotica disusun dimaksudkan untuk memberikan acuan kepada semua pihak untuk melakukan pengendalian dan restorasi kawasan yang terinvasi oleh A. nilotica. Tujuan penyususnan pedoman ini adalah agar pelaksanaan pengendalian dan restorasi ekosistem dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
2
3. Kondisi Savana Taman Nasional Baluran a. Definisi Savana Kata “savana” berasal dari kosakata bahasa Spanyol yaitu “zavana” atau “cavana” dan diperkirakan asal Karibia. Ini berarti sebuah dataran berumput dengan pohon-pohon tersebar dan khususnya mengacu pada dataran di daerah tropis dan subtropis. Istilah ini digunakan juga untuk sebidang tanah yang ditumbuhi oleh vegetasi tingkat rendah atau daerah luas berpadang rumput di daerah tropis atau subtropis ditutupi sebagian dengan pohon-pohon dan semak-semak berduri (FAO 1977). Richards, 1952 (dalam FAO 1977), mengemukakan bahwa savanna adalah nama diterapkan untuk komunitas tanaman pada daerah yang bervariasi serta dapat ditemukan di berbagai kondisi iklim pada rentang yang cukup luas; beberapa berada pada beberapa tahapan iklim, sedangkan yang lain berada pada kondisi klimaks yang sudah stabil. Savanna yang didominasi oleh pohon (baik dengan atau tanpa tanah berumput terus-menerus) bisa saja mencapai kondisi klimaks iklim, tetapi banyak tipe-tipe savana yang dianggap sebagai hasil kilmaks-api. Savana terbuka dengan pohon-pohon yang tumbuh tersebar di hutan atau jarang-jarang, dan padang rumput tanpa pohon mungkin timbul oleh degradasi hutan atau savana hutan dengan budidaya berlebihan atau terbakar tetapi dalam beberapa kasus mereka mungkin merupakan klimaks yang dihasilkan dari faktor edafik karena kondisi tanah yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan pohon. Faktor-faktor yang menentukan kondisi-kondisi tersebut tidak dapat dipastikan dengan tepat tetapi satu faktor yang mungkin mempengaruhi dalam beberapa kasus adalah adanya pergantian musim yang ekstreem berupa kondisi basah (genangan) yang bergantian dengan kondisi kering setiap tahun. Menurut Horton (1992) padang rumput merupakan daerah terbuka bertumbuhan rumput dan semak, daerah ini terjadi karena adanya kebakaran hutan secara alami. b. Tipologi Savana Sedangkan savanna sendiri sebenarnya terdapat dalam berbagai tipe yang dapat digolongkan dalam beberapa bentuk. Savanna, yang didefinisikan sebagai formasi tumbuhan rerumputan yang memiliki tinggi setidaknya 80 cm, yang secara terus menerus membentuk lapisan yang mendominasi strata terendah; biasanya terbakar setiap tahun, berupa hamparan hijau berupa rumput, serta biasanya juga terdapat tanaman berkayu. Savana tersebut terbagi menjadi: a. Savanna woodland (hutan savana), savana yang memiliki pepohonan dan perdu sehingga membentuk canopi atau naungan dari cahaya matahari. b. Tree savanna (savana berpepohonan), merupakan bentuk savana dengan pohon dan perdu serta semak belukar yang tersebar. c. Shrub savanna (savana perdu). Merupakan bentuk savanna di mana selain rumput masih terdapat vegetasi lain berupa perdu maupun semak belukar. d. Grass savanna (savanna rumput/padang rumput), merupakan bentuk savana yang umumnya tidak terdapat pohon dan perdu (semak belukar) (FAO, 1977). Menurut Alikodra (1979) grazing area adalah suatu daerah yang cukup luas yang berbentuk padang rumput yang menjadi makanan herbivora di dalam suatu kawasan suaka alam. Maka idealnya komposisi vegetasi dari grazing area tersebut adalah didominasi oleh jenis rerumputan yang terutama disukai oleh satwa yang tumbuh berasosiasi dengan jenisjenis leguminosa sebagai pengikat N yang berfungsi menjaga kesuburan tanah. Jenis-jenis rumput yang dikehendaki untuk grazing area adalah jenis rumput yang disukai satwa, cepat Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
3
tumbuh, berdaur hidup menahun (bukan musiman), tahan injakan satwa, tahan api dan tahan kekeringan. Padang rumput merupakan sumber penyedia hijuan alami yang secara langsung dapat dimakan oleh hewan. Padang rumput yang baik dan ekonomis ialah yang terdiri atas campuran dari rumput dan leguminosa, dengan catatan leguminosa ini dalam pertumbuhannya tidak mengganggu pertumbuhan rumput. Dalam pengelolaan savana sebagai feeding ground (padang penggembalaan), pengaturan komposisi vegetasi savana perlu adanya pembedaan antara tumbuhan/tanaman pokok (utama) dan tumbuhan yang dapat di kelompokkan sebagai gulma. Pengelompokan tanaman utama dalam hal ini di dasarkan pada fungsi pokok savana sebagai feeding ground (padang penggembalaan) yaitu jenis-jenis tumbuhan yang merupakan pakan satwa atau jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh satwa. Bukan saja sebagai pakan, pada kebutuhan satwa yang lain seperti berteduh adanya pepohonan di savana yang dimanfaatkan oleh satwa sebagai tempat berteduh dan berlindung dapat dikelompokkan sebagai tanaman utama. Sedangkan jenis-jenis tumbuhan lain yang tidak bermanfaat bagi kelangsungan hidup satwa dan memiliki kecenderungan untuk menghambat produktivitas tanaman utama maka dapat di kelompokkan sebagai gulma. c. Kondisi Awal Klimaks Savana Savana Baluran merupakan savana alami yang dilihat dari tipe vegetasinya merupakan formasi klimatis (sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim), dan komposisi vegetasinya merupakan bentuk klimaks dari kebakaran. Sehingga pada awalnya savana Baluran terutama didominasi oleh jenis rumput menahun yang toleran terhadap keberadaan api, yaitu dari jenis lamuran putih (Dichanthium caricosum), lamur (Polytrias amaura) jerenjeng (Heteropogon contortus). Serta jenis-jenis rumput semusim seperti merakan Themeda spp., letak (Sclerachne punctata), rayapan (Brachiaria reptans). Rerumputan tersebut umumnya berasosiasi dengan pepohonan yang merupakan jenis pohon selter terdiri dari pilang (Acacia leucophloea), widoro bukol (Ziziphus rotundifolia), mimbo (Azadirachta indica), mengkudu (Morinda tinctoria) dan lain-lain. Terdapat juga beberapa jenis perdu khas savanna seperti sokdoy (Azima sarmentosa), dlimoan (Randia spinosa), bama (Plumbago zeylanica) dan mustam (Xymenia americana). d. Invasi A. nilotica di Taman Nasional Baluran Berdasarkan kondisi topografinya, savana dalam kawasan TN Baluran dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu savana datar (flat savana) dan savana bergelombang (undulating savana). Luas savana datar berkisar antara 1.500 – 2000 ha yang berada di bagian tenggara kawasan. Sedangkan luas savana bergelombang + 8.000 ha, berada pada sisi utara dan timur laut kawasan. Savana ini sering terbakar. Untuk mencegah meluasnya kebakaran ke areal hutan disekitarnya, pada tahun 1969, A. nilotica di tanam di bagian selatan kawasan savana Bekol sepanjang 1,2 km dan lebar 8 m. Dalam waktu singkat A. nilotica menyebar dan menginvasi blok savana Bekol, Asem Sabuk, Kramat, Balanan, dan Curah Udang. Di savana Bekol pada tahun 1981 kerapatan A. nilotica 75 btg/Ha, tahun 1986 meningkat 3.337 btg/Ha, dan tahun 1987 telah menjadi 5.369 btg/Ha (Tjitrosoedirdjo, 2002). Hasil pengukuran luas total areal terinvasi (sebaran) A. nilotica (dengan pendekatan interpretasi citra satelit dan ground check) saat ini telah mencapai 5.592,68 Ha (Taman Nasional Baluran 2013). Sebaran dan invasi A. nilotica tersebut meliputi tipe habitat : Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
4
Savana, Hutan musim dataran rendah, Semak belukar, Hutan tanaman (hutan produksi) di Blok Bitakol, Areal sekitar perkebunan kapuk randu PT. Baluran Indah, dan Arel pertanian dan pemukiman masyarakat eks pekerja HGU PT. Gunung Gumitir. Dengan tingkat invasi atau kepadatan bervariasi : - Kerapatan rendah (low density) < 500 btg/Ha. - Kerapatan sedang (medium density) 500 – 1.000 btg/Ha. - Kerapatan tinggi (high density) > 1.000 btg/Ha. Tingginya kemampuan akasia untuk menginvasi daerah terbuka terutama savana terutama dikarenakan tingginya tingkat produktivitas benih akasia, penyebaran benih (biji) yang dibantu oleh satwa lewat kotorannya dan kemampuan tumbuh di berbagai kondisi habitat (kecuali pada lahan bertutupan vegetasi pohon). Jenis eksotik tersebut telah menginvasi sebagian besar wilayah savana di TN Baluran. Dan terkait keberadaan akasia di savana ini maka keseluruhan area savanna Baluran saat ini dapat dikelompokkan menjadi : a. Area savana yang belum terinvasi akasia. Berupa savana yang masih utuh belum terganggu oleh invasi akasia dengan komposisi vegetasi didominasi oleh jenis rumput menahun. Tersebar di sebagian besar wilayah undulating savana (Karangtekok) dan savana Palongan. b. Telah terinvasi akasia dan belum pernah dilakukan upaya pemberantasan. Umumnya sudah merupakan tegakan homogen akasia. Meliputi sebagian wilayah flat savana dan undulating savana di Blok Balanan, Sirase, Air Karang dan sebagian wilayah savana Semiang. c. Telah terinvasi akasia, telah diberantas tetapi terinvasi kembali. Berupa tegakan muda akasia sehingga masih didapati berasosiasi dengan vegetasi pioner lain termasuk jenis-jenis herba dan rumput (tumbuhan bawah). Meliputi wilayah Blok Kramat, Asem Sabuk, Curah Udang, Kajang Atas, Bama dan Derbus. d. Telah terinvasi akasia, telah diberantas dan terus dilakukan perlakuan intensif. Relatif bersih dari akasia tetapi masih terdapat kompetisi antara jenis rerumputan (vegetasi utama savana) dengan jenis-jenis herba dan semak belukar lainnya (gulma savana). Meliputi sebagian wilayah savana Bekol, seluas ± 100 ha. Tabel 2.1. Cakupan lokasi dan luas total areal pemeliharaan savana tahun 2014. -
No 1.
Lokasi Lokasi Savana Bekol
No. 1. 2. 3.
2. 3.
Lokasi Savana Bama Lokasi Savana Balanan
3. 4. 5. JUMLAH
Areal Luas (Ha) Areal Bekol I 112,13 Areal Bekol II 13,43 Areal Savana Bekol 64,43 Bagian Timur Areal Bama 50,00 Areal Balanan I 15,00 Areal Balanan II 16,36 271,35
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
5
Gambar 1.
Cakupan areal pelaksanaan kegiatan pemeliharaan savana tahun 2014; melanjutkan areal pemeliharaan tahun 2013 (gambar 1), dan hasil pemberantasan A.nilotica tahun 2013 areal Savana Bekol Bagian Timur (gambar 2).
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
6
4. Mekanisme Pengendalian Tahapan pekerjaan dan teknis pelaksanaan pada kegiatan Pengendalian A. nilotica dalam rangka Pemulihan Ekosistem Savana sebagai berikut: 1. Pra kondisi a. Penentuan areal. b. Penentuan jalur/jalan pendukung operasional kegiatan dan pemeriksaan. c. Pembuatan peta kerja. d. Penataan batas areal. Fisik batas areal menggunakan cat warna merah memanjang batas areal pada batasbatas alam permanen seperti batu besar yang tidak mungkin bergeser, batang pohon lokal berdiameter besar (dilingkari). e. Pembuatan jalan pendukung operasional kegiatan dan monitoring Jalur/jalan serta jalur pendukung kegiatan menggunakan jalan yang sudah tersedia pada areal kawasan. Direkomendasikan untuk tidak membuka jalur baru pada saat melakukan pengendalian. Hal tersebut bertujuan untk mencegah penyebaran infestasi baru (biji) hasil pengendalian A. nilotica. 2. Penyediaan alat bahan kegiatan. 3. Penyediaan pekerja dan pengawas dengan ratio 10:1. Uraian tugas pekerja sesuai dengan petunjuk teknis pelaksanaan pekerjaan pada rancangan teknis. Uraian tugas pengawas meliputi: a. Memberikan bimbingan dan pendampingan teknis pelaksanaan pekerjaan. b. Melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja. c. Melakukan pengaturan/pembagian pekerjaan guna efisiensi pelaksanaan kegiatan. 4. Pelaksanaan pekerjaan teknis: a. Perlakuan pengendalian A. nilotica b. Pembersihan limbah hasil pengendalian c. Perlakuan ulang pada pohon target yang dianggap tidak sesuai prosedur 5. Sulaman Pada tahapan ini kegiatan yang dilakukan adalah melakukan perlakuan ulang terhadap Acacia nilotica yang dinyatakan belum mati atau aplikasi metode pengendalian tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh human error (kesalahan pekerja) atau kurangnya konsentrasi herbisida pada solar serta melakukan pembersihan dan pengolasan terhadap anakan-anakan (seedling) Acasia nilotica dan gulma lainnya yang masih terlewat pada kegiatan pemberantasan sebelumnya. 6. Monitoring dan Evaluasi Meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap hasil pekerjaan yang telah dilakukan serta melakukan pembetulan yang diperlukan sebelum dilakukan serah terima hasil pekerjaan.
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
7
Gambar 1. Kegiatan penandaan batas areal kerja/kegiatan pemberantasan/eradikasi A. nilotica. Sumber: Tim IAS Baluran
Gambar 2. Jalur/jalan yang digunakan sebagai pendukung operasional kegiatan pengendalian
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
8
a. Oles Batang (Stem Brushing) Teknik pengendalian oles batang optimal dilaksanakan pada musim kemarau sehingga saat awal musim hujan dapat dilakukan restorasi ekosistem dengan melakukan penanam rumput. 1) Alat dan Bahan Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan ini terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Alat GPS Kamera Batterai Timba (ember) Kuas Alat potong (sabit, buding, kapak) Sarung tangan Galah tarik dan galah dorong Meteran Traktor
1. 2. 3. 4.
Bahan Habis Pakai Solar Herbisida Korek api BBM
2) Biaya Pengendalian Biaya pengendalian diasumsikan untuk satu hektar (1 ha) kawasan terinvasi A. nilotica. Alokasi pembiayaan dapat berubah sesuai dengan tingkat kerapatan akasia pada daerah pengendalian. Tabel 2. Biaya pengendalian A. nilotica menggunakan metode oles batang (stem brushing) Harga/Unit No. Jenis Biaya Volume Unit Total (Rp.) (Rp.) 1. Tenaga kerja 25 Orang 60.000 1.500.000, 2. Solar 140 Liter 6.700 983.000, 3. Garlon 2.8 Liter 195.000 546.000, 4. Kuas 25 Buah 6.000 150.000, 5. Ember 25 Buah 3.300 82.500, 6. BBM 15 Liter 6.800 102.000, Total 3.363.500, 3) Pelaksanaan Pengendalian Pelaksanaan pekerjaan perlakuan pemberantasan tegakan A. nilotica dilakukan setelah tahapan prakondisi selesai dilaksanakan, dengan tahapan sebagai berikut : a. Pembagian regu kerja terbagi atas: - Pembersih ranting sebanyak 10 orang - Pengoles batang sebanyak 15 orang b. Ranting-ranting yang masih hidup maupun mati pada ketinggian 50 cm dipotong sampai permukaan batang untuk memudahkan pelaksanaan pengolesan larutan herbisida c. Permukaan batang bagian pangkal dengan ketinggian 25 cm dari permukaan tanah diolesi dengan herbisida dengan pelarut solar dengan dosis 10 cc/L solar. Pengolesan ini harus merata dan pada batang dengan diameter 10-12 cm memerlukan larutan herbisida sebanyak 60 cc. d. Pelaksanaan pengolesan ini sebaiknya dilakukan pada cuaca cerah. Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
9
b. Tebang Oles (Stump Brushing) Teknik pengendalian oles batang optimal dilaksanakan pada musim kemarau sehingga saat awal musim hujan dapat dilakukan restorasi ekosistem dengan melakukan penanam rumput. 1) Alat dan Bahan Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan ini terdiri dari: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Alat GPS Kamera Batterai Timba (ember) Kuas Chainsaw Sarung tangan Galah tarik dan galah dorong Meteran Traktor
1. 2. 3.
Bahan Habis Pakai Solar Herbisida BBM
2) Biaya dan Alokasi Dana Pengendalian Biaya pengendalian diasumsikan untuk kawasan terinvasi A. nilotica dengan kategori kerapatan sedang. Alokasi pembiayaan dapat berubah sesuai dengan tingkat kerapatan akasia pada daerah pengendalian. Tabel 3. Biaya pengendalian A. nilotica menggunakan metode oles tunggak (stump brushing) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Jenis Biaya Tenaga kerja Solar Garlon Kuas Ember BBM Chainsaw Sewa Chainsaw Oli Bekas BBM Limbah
Volume 60 200 4.2 60 60 25 1 10 1
Unit Orang Liter Liter Buah Buah Liter Buah Liter Liter
Harga/Unit (Rp.) 60.000 6.700 195.000 6.000 3.300 7.400 2.500.000 3.000 7.400 Total
Total (Rp.) 3.600.000, 983.000, 819.000, 360.000, 82.500, 102.000, 2.500.000, 300.000, 7.400, 9.093.400, -
3) Pelaksanaan Pengendalian Pelaksanaan pekerjaan perlakuan pemberantasan tegakan A. nilotica dilakukan setelah tahapan prakondisi selesai dilaksanakan, dengan tahapan sebagai berikut : a. Penyiapan pekerja, alat dan bahan. b. Pengarahan pekerja berkaitan teknik/metode perlakuan, dan pemahaman aturan/etika beraktivitas di kawasan taman nasional. c. Pembuatan campuran bahan oles perlakuan pengolesan berupa herbisida dan solar (dosis 5 ml herbisida : 1 liter solar). d. Pelaksanaan pekerjaan berupa penebangan batang A. nilotica. yang selanjutnya dilakukan pengolesan tunggak, perancapan serta pembakaran e. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan (dilakukan dengan rasio pengawasan 1 pengawas untuk 10 pekerja).
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
10
Gambar 3. Persiapan dan pengarahan pekerja pelaksana kegiatan pemberantasan A. nilotica.
Gambar 4. Pembuatan campuran oles herbisida dan solar
Gambar 5.
Pelaksanaan pekerjaan perlakuan (pemotongan batang, pengolesan tunggak, perancaban, pembakaran Acacia nilotica serta tanaman pengganggu lainnya).
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
11
Terdapat beberapa kendala/kesulitan dalam pelaksanaannya tetapi secara umum dapat ditolerir dan diantisipasi dengan baik hingga dapat menghasilkan hasil yang efektif sampai dengan selesainya kegiatan. Beberapa kendala/kesulitan tersebut diantaranya: a. Pengangkutan bahan perlakuan berupa solar dengan jumlah yang cukup banyak (200 liter/Ha). Pada pengerjaan di musim kemarau pengangkutan alat, bahan dan pekerja dapat di lakukan menggunakan kendaraan traktor pada jalan pemeriksaan yang telah ada. b. Adanya pemahaman teknik/metode perlakuan yang bervariasi di tingkat pekerja sehingga dikhawatirkan berpotensi tidak seragamnya hasil perlakuan dan konsumsi bahan oles pada tiap batang A. nilotica. Kendala ini diantisipasi melalui pelaksanaan pengawasan yang mencakup peran pendampingan untuk memastikan perlakuan pengolesan dapat dilaksanakan dengan baik dan benar.
Gambar 6. Contoh pemahaman teknik yang bervariasi yang dapat menyebabkan tidak seragamnya hasil perlakuan dan konsumsi bahan oles Secara umum respon perlakuan pada tiap individu (meski dimungkinkan terdapat respon variatif pada tiap individu), di minggu pertama sampai keempat menunjukkan penampakan warna yang berbeda pada tunggak sisa tebangan ditandai dengan mengeringnya cambium pada lapisan luar tunggak dan berwarna agak pucat dan pada bagian tengah tunggak tampak pecah. Setelah 1-3 bulan pasca perlakuan umumnya ditandai dengan gejala mengeringnya tunggak sisa tebangan. Setelah lebih dari 3 bulan dapat disepakati merupakan durasi waktu yang tepat untuk menentukan mati tidaknya individu hasil perlakuan. Yaitu ditandai dengan tidak adanya daun trubusan sama sekali pada tunggak sisa tebangan dan lapisan kulit sampai kayu pada tunggak yang telah kering total.
Gambar 7. Rata-rata hasil perlakuan setelah 1- 4 minggu.
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
12
Gambar 8. Perkembangan hasil perlakuan setelah 1- 3 bulan.
Gambar 9. Hasil perlakuan pengolesan batang setelah lebih dari 3 bulan, yang dapat dinyatakan telah mati.
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
13
Pada individu-individu gagal perlakuan, penilaian gagal tidak dapat diketahui secara cepat. Setidaknya memerlukan waktu lebih dari 3 bulan pasca perlakuan. Pada minggu pertama sampai kedua umumnya keseluruhan individu hasil perlakuan menunjukkan respon/gejala yang relatif sama. Tetapi setelah lebih dari 3 bulan pada individu gagal ditandai dengan tumbuhnya tunas-tunas baru pada tunggak dengan jumlah bervariasi (Gambar 10).
Gambar 10. Indikasi gagal perlakuan berupa tumbuhnya tunas baru pada tunggak sisa tebangan. 4) Ulangan Perlakuan (Sulaman) Keseluruhan pelaksanaan perlakuan di lokasi Savana Bekol Bagian Barat seluas 33,99 Ha membutuhkan waktu sekitar 4 bulan berturut-turut dari blok pojok savana bekol bagian barat kearah utara menuju kandang banteng kearah barat dan timur. Dengan demikian petak-petak yang dikerjakan pertama kali telah berumur 4 bulan pasca perlakuan untuk dapat ditentukan mati atau tidak. Perlakuan sulaman dilakukan dengan cara dikerjakan mulai dari petak-petak pertama berturut-turut sedemikian rupa sehingga pada saat sampai pada petak-petak terakhir telah didapatkan waktu cukup untuk menilai keseluruhan individu telah mati atau bertunas kembali yang kemudian diteruskan dengan perlakuan ulangan/sulaman.
Gambar 11. Pelaksanaan pekerjaan perlakuan pengolesan ulangan pada individu-individu gagal perlakuan (tumbuh kembali). Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
14
c. Tebang Bakar Teknik pengendalian tebang bakar optimal dilaksanakan pada musim kemarau sehingga saat awal musim hujan dapat dilakukan restorasi ekosistem dengan melakukan penanam rumput. Kelemahan dari teknik ini adlah memerlukan bahan bakar yang cukup untuk mematikan tonggak pohon akasi yang telah ditebang. Kemudian memerlukan pengawasan yang ketat sehingga pembakaran yang dilakukan tidak menyebar ke areal yang tidak dikehendaki. 1) Alat dan Bahan Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan ini terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Alat GPS Kamera Anglo Sekop Chainsaw Sarung tangan Sapu lidi Meteran Traktor
1. 2.
Bahan Habis Pakai Solar BBM
2) Biaya dan Alokasi Dana Pengendalian Biaya pengendalian diasumsikan untuk kawasan terinvasi A. nilotica dengan kategori kerapatan sedang. Alokasi pembiayaan dapat berubah sesuai dengan tingkat kerapatan akasia pada daerah pengendalian. Tabel 4. Biaya pengendalian A. nilotica menggunakan metode tebang bakar No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Biaya Tenaga kerja Bahan Bakar Sekop BBM Chainsaw Sewa Chainsaw Oli Bekas Anglo Sapu lidi
Volume 30 50 15 25 1 10 38 15
Unit Orang Liter Buah Liter Buah Liter Buah Buah
Harga/Unit (Rp.) 60.000 7.400 35.000 7.400 2.500.000 3.000 47.500 15.000 Total
Total (Rp.) 1.800.000, 370.000, 525.000, 102.000, 2.500.000, 300.000, 1.805.000, 225.000, 7.71.400, -
3) Pelaksanaan Pengendalian Pelaksanaan pekerjaan perlakuan pemberantasan tegakan A. nilotica dilakukan setelah tahapan prakondisi selesai dilaksanakan, dengan tahapan sebagai berikut : a. Penyiapan pekerja, alat dan bahan. b. Pembagian regu kerja, yaitu: - Penebang - Pengumpul limbah - Pembakar tunggak c. Pengarahan pekerja berkaitan teknik/metode perlakuan, dan pemahaman aturan/etika beraktivitas di kawasan taman nasional.
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
15
d. Penebangan pohon akasia menggunakan chainsaw, setelah ditebang pekerja mengumpulkan limbah hasil tebangan untuk dibakar e. Bara api hasil pembakaran kemudian diberikan ke tunggak pohon yang ditebang menggunakan anglo. f. Pembakaran tunggak dilakukan hingga benar-benar terbakar habis. Efektifitas pembakaran tunggak sangat ditentukan oleh pengewasan terhadap bara apai yang diberikan pada tunggak pohon g. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan (dilakukan dengan rasio pengawasan 1 pengawas untuk 10 pekerja). 5. Monitoring dan Evaluasi Tahapan akhir pengendalian akasia adalah melakukan monitoring dan evaluasi. Hal tersebut dilakukan untuk melihat seberapa efektif pengendalian yang dilakukan. Kemudian kegiatan ini juga memantau apakah terdapat pertumbuhan kembali dari akasia serta pemantaua terhadap gulma yang muncul setelah area kawasan menjadi terbuka. Lahan yang terbuka memiliki resiko yang tinggi untuk diinvasi oleh tumbuhan asing maupun gulma berdaun lebar.
Gambar 12. Areal hasil perlakuan stump brushing (oles tunggak).
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
16
Tahapan ini dilakukan untuk memonitor progres capaian upaya pemulihan ekosistem dan efektivitas perlakuan. Dilakukan melalui pendekatan analisis vegetasi untuk mengukur tingkat keberhasilan perlakuan di tiap tahapan, sebagai acuan pelaksanaan perlakuan lanjutan berikutnya dan pemantauan tingkat keberhasilan restorasi ekosistem savana yang ditandai dengan mendominasinya tutupan rumput menahun. Alat dan bahan yang dipergunakan dalam perlakuan dan metode ini diantaranya : 1. GPS 6. Kompas 2. Kamera 7. Tali ukur 3. Tally sheet 8. Roll meter 4. Panduan identifikasi jenis 9. Golok rintis 5. Alat tulis 10. Perangkat komputer
Gambar 13. Skema PU dan ploting PU pada monitoring perkembangan tutupan vegetasi savana. Pengukuran dan monitoring dilakukan dengan pendekatan sampling menggunakan metode analisis vegetasi. Intensitas sampling sebesar 2 %. Menggunakan petak ukur bertingkat 20x20 m, ploting PU dilakukan secara sistematik yang diproyeksikan pada peta kerja sebagai acuan pelaksanaannya di lapangan. Hasil analisis kuantitatif dari analisa vegetasi digunakan untuk menjelaskan secara deskriptif gambaran struktur komunitas vegetasi yang ada, kondisi keberadaan A.nilotica, tutupan rumput dan vegetasi lainnya baik yang berperan sebagai komponen keragaman ataupun gulma. Gambaran kuantitatif dan deskriptif struktur komunitas vegetasi tersebut yang digunakan sebagai dasar pengukuran keberhasilan perlakuan dan progress suksesi restorasi ekosistem.
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
17
6. Pengendalian Vegetasi Pioner Pengendalian vegetasi pioner dimaksudkan sebagai upaya untuk memberantas tumbuhan yang umumnya tumbuh serentak pasca pengendalian tegakan A. nilotica. Perlakuan ini diperlukan sebagai prakondisi sebelum dilakukannya perlakuan lanjutan terutama yang berupa penanaman rumput. Vegetasi pioner ini umumnya berkeragaman tinggi, didominasi tumbuhan herba berdaun lebar dan keseluruhan umumnya bersifat dan berperan gulma bagi rumput savana. Beberapa terbukti bersifat invasif seperti kapasan (Thespesia lampas), lampesan (Hyptis suaveolens), nyawon (Vernonia cinerea), ketul (Cosmos caudatus), jarak merah (Jatropha gossypifolia), widuri (Calotropis gigantea), kemangian (Ocimum spp.) dan lain-lain. Beberapa jenis memiliki daya persebaran rendah (lambat) tetapi sangat sulit dikendalikan (diberantas) yaitu otok-otok kebo (Flemingea linneata). Alat dan bahan yang dipergunakan dalam perlakuan dan metode ini diantaranya : 1. Sprayer gendong 9. Sarung tangan 2. Jerigen 10. Air 3. Gelas ukur 11. Herbisida 4. Corong 12. Tali ukur 5. Masker 13. Roll meter 6. Timba (ember) 14. Traktor (kendaraan angkut alat bahan dan pekerja) 7. Gayung 15. BBM 8. Kompas Tabel 4. Biaya pengendalian A. nilotica menggunakan metode tebang bakar No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Jenis Biaya Tenaga kerja Herbisida Gayung/Ember BBM Sprayer Masker Gelas Ukur Corong Jerigen
Volume 10 1 5 25 5 10 5 5 20
Unit Orang Liter Buah Liter Buah Buah Buah Buah Buah
Harga/Unit (Rp.) 60.000 195.500 3.300 7.400 385.000 3.000 28.500 15.000 15.000 Total
Total (Rp.) 600.000, 195.500, 16.500, 102.000, 1.925.000, 30.000, 142.500, 75.000, 300.000, 3.386.000, -
Metode yang digunakan pada tahapan pengendalian vegetasi pioner ini yaitu dengan teknik penyemprotan menggunakan herbisida. Bahan semprot menggunakan herbisida triclopyr (bekerja sistemik, selektif terutama pada jenis-jenis berkayu berdaun lebar semusim ataupun menahun), dengan dosis yang disesuaikan dengan jenis-jenis vegetasi pioner yang ada sesuai dengan label yang tertera pada kemasan herbisida yang digunakan. Menurut Tjitrosoedirdjo et al. (2011), penyemprotan menggunakan herbisida triclopyr pada konsentrasi 1.0 ltr/ha diencerkan dengan air, dan dikalibrasikan untuk 400 ltr/ha ditambah surfactan (Agrictick) 2% dan diaplikasikan dengan semprotan (sprayer) memakai nosel T-jet berwarna biru pada pengendalian gulma Thespesia lampas mampu menurunkan persen penutupan gulma hingga tinggal 11,6 %.
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
18
7. Pengendalian Laju Invasi Kembali Acacia nilotica Laju invasi kembali A. nilotica terutama terlihat signifikan pada saat awal musim penghujan. Yaitu ditandai dengan tumbuhnya secara serentak dan relatif merata di keseluruhan areal pasca pemberantasan A. nilotica. Alat dan bahan yang dipergunakan dalam perlakuan dan metode ini diantaranya : 1. Sarung tangan 8. Timba 2. Tang 9. Kuas 3. Dlemok (sabit tebal) 10. Sprayer kecil 4. Linggis pipih 11. Herbisida 5. Golok 12. Solar 6. Kapak 13. Traktor (kendaraan angkut alat bahan dan pekerja) 7. Tali ukur 14. BBM Pengendalian dilakukan dengan pendekatan beberapa metode yang pelaksanaannya dikombinasikan sesuai kondisi semai dan kondisi lapangan yang ada di keseluruhan areal pemeliharaan, yaitu : a. Hand pulling (pencabutan langsung secara manual) b. Dilakukan secara langsung menggunakan tangan, sarung tangan atau tang pada individu A. nilotica berstrata semai (kecambah). Tata waktu perlakuan di awal musim hujan, pada saat masih kecil dan tanah masih basah/lunak sehingga mudah dilakukan. c. Pemotongan pangkal (pada bagian di bawah leher akar) d. Pemotongan menggunakan dlemok, sabit, linggis pipih pada bagian di bawah leher akar, dengan demikian efektif mematikan seedling pada individu A. nilotica berstrata seedling berukuran Ø < 2 cm. e. Cut stump (tebang oles) f. Pemotongan menggunakan golok atau kapak. Setelah dipotong segera dilakukan pengolesan tonggak menggunakan campuran herbisida dan solar. pada individu A. nilotica berstrata pancang berukuran Ø > 2 cm.
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
19
8. Pengendalian Gulma Berbeda dengan vegetasi pioner (walaupun secara umum juga berpotensi gulma), gulma dimaksud merupakan tumbuhan pengganggu tutupan rumput alami ataupun hasil tanaman. Pengendalian diprioritaskan pada jenis-jenis yang berpotensi mengganggu pertumbuhan rumput secara signifikan seperti kapasan (Thespesia lampas), nyawon (Vernonia cinerea), lampesan (Hyptis suaveolens), ketul (Cosmos caudatus), otok-otok kebo (Flemingea linneata) dan lain-lain. Alat dan bahan yang dipergunakan dalam perlakuan dan metode ini diantaranya : 1. Sarung tangan 8. Air 2. Tang 9. Herbisida 3. Mesin pemotong rumput 10. Jerigen 4. Sabit 11. Gelas ukur 5. Dlemok (sabit tebal) 12. Ember 6. Linggis pipih 13. Traktor (kendaraan angkut alat bahan dan pekerja) 7. Sprayer gendong 14. BBM Pengendalian dilakukan dengan pendekatan beberapa metode yang pelaksanaannya dikombinasikan sesuai kondisi semai dan kondisi lapangan yang ada di keseluruhan areal pemeliharaan, yaitu : a. Hand pulling (pencabutan langsung secara manual) b. Dilakukan secara langsung menggunakan tangan, sarung tangan atau tang pada target jenis-jenis gulma seperti tersebut di atas. c. Pemotongan sebelum fase generatif sebelum musim kemarau d. Pemotongan menggunakan mesin pemotong rumput atau sabit. Pada target jenis-jenis gulma seperti tersebut di atas. e. Pemotongan pangkal (di bagian bawah leher akar) f. Pemotongan menggunakan dlemok, sabit atau linggis pipih pada bagian di bawah leher akar di bawah permukaan tanah, dengan demikian efektif mematikan gulma. g. Over all spraying (penyemprotan) menggunakan herbisida h. Penyemprotan herbisida dilakukan pada awal penghujan di bulan Februari-Maret ketika vegetasi pioner masih cukup pendek (±10 cm). Bahan semprot menggunakan herbisida triclopyr (bekerja sistemik, selektif terutama pada jenis-jenis berkayu berdaun lebar semusim ataupun menahun).
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
20
9. Retorasi Ekosistem Restorasi/revegetasi savanna dilakukan setelah perlakuan pengendalian. Area yang telah terbebas dari invasi A. nilotica disemprot dengan herbisida yang bertujuan untuk mematikan jenis-jenis gulma dan rumput lain yang dianggap bukan merupakan pakan Banteng dan satwa herbivor lainnya. Kemudian dilakukan revegetasi dengan cara penanam rumput local dan disukai oleh Banteng. Sedangkan pada areal yang tumbuh rumput yang sesuai dengan hijauan pakan satwa Banteng maka tidak perlu disemprot dengan herbisida. Tahapan restorasi/revegetasi areal yang telah terbebas invasi A. nilotica adalah sebagai berikut: a. Pembuatan lubang tanam yang berukuran 20 × 20 × 20 cm dengan jarak tanam 1 × 1 m. b. Pemberian pupuk kandang yang diberikan satu bulan sebelum penanaman (optional). c. Pemberian pupuk NPK sebanyak 8 g yang diberikan sebagai pupuk dasar dan diberikan pada saat penanaman. d. Pendongkelan bibit rumput yang dikehendaki dari areal savana dengan ukuran 15 (p) × 15 (l) × 10 (t) cm. e. Bibit tersebut sebaiknya ditanam pada hari yang sama dengan pendongkelan untuk menghindari kelayuan, atau disimpan maksimal semalam kemudian ditanam keesokan harinya.
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
21
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
22
Gambar 14. Pertumbuhan rumput pasca kegiatan pengendalian dan restorasi ekosistem DAFTAR PUSTAKA Alikodra, H.S dan Palete, Ramon. 1980. Potensi Makanan Banteng (Bos Javanicus) Di Cagar Alam Ujung Kulon. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Anonimous. 1977. Savana Afforestation in Africa; FAO Forestry Paper. Food an Agriculture Organization (FAO) of the United Nations (UN). Rome. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Litbang Kehutanan Jakarta. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan, Jakarta. Hitchcock, A. S. 1921. A Manual of Farm Grasses. Published by the Author. Washington, D. C. Francis, Mary Evans. 1912. The Book of Grasses. An Illustrated Guide to the Common Grasses, and the Most Common of the Rushes and Sedges. Doubleday, Page and Company. Garden City. New York. Munandir, Jody. 2009. Ilmu Gulma. Universitas Brawijaya Press (UB Press), Malang, Jawa Timur). Mutaqin, Ikin Zainal. 2001. Upaya Penanggulangan Tanaman Eksotik Acacia nilotica di Kawasan Taman Nasional Baluran. Makalah pada Seminar Memperingati Hari Keanekaragaman Hayati Dunia 2001, Bogor 22 Mei 2001. Sastroutomo, S.S. 1990. Ekologi Gulma. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Soerianegara, I. dan Irawan, A. (2005). Ekologi Hutan Indonesia. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
23
Wind, Jan dan Amir, Harry. 1977. Proposed Baluran National Park : Management Plan 1978 – 1982. Field Report of UNDP/FAO. Nature Conservation Project. Bogor.
Pedoman Pengendalian dan Restorasi Savana Terinvasi Acacia nilotica
24