PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA NOTARIS DALAM HAL TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA AUTHENTIK (STUDI PUTUSAN NOMOR: 40/Pid.B/2013/P.Lsm)
JURNAL
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Guna Memenuhi Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
ABDURRAHMAN HARIT’S KETAREN NIM: 110200382 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA NOTARIS DALAM HAL TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT AKTA AUTHENTIK (STUDI PUTUSAN NOMOR: 40/PID.B/2013/PN.LSM) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Guna Memenuhi Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh: ABDURRAHMAN HARIT’S KETAREN NIM: 110200382 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
Disetujui Oleh: KETUA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
(Dr. M. Hamdan, S.H., M.H) NIP. 195703261986011001
EDITOR
(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH.MS) NIP.196303311987031001 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015
ABSTRAK Abdurrahman Harits ketaren1 Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H, M.S.** Alwan, S.H, M.Hum.*** Akta authentik merupakan bukti terkuat dan mengikat bagi para pihak yang berkepentingan. Akta dapat dikatakan authentik apabila dalam pembuatan akta tersebut dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang dan dalam hal ini adalah Notaris. Wewenang membuat akta authentik ini hanya dilaksanakan oleh Notaris sejauh pembuatan akta authentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Adapun disaat ini sudah semakin banyak perbuatan pidana yang dilakukan oleh pejabat negara maupun masyarakat biasa, salah satu perbuatan pidana yang dilakukan oleh pejabat berwenang adalah Notaris yang melakukan tindak pidana pemalsuan akta. Tindakan Notaris ini sangat bertentangan dengan sumpah jabatan yang menimbulkan akibat hukum berupa sanksi pidana sesuai yang tertuang dalam Pasal 264 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Maka judul skripsi “Pertanggungjawaban Pidana Notaris dalam Hal Tindak Pidana Pemalsuan Akta Authentik (Studi Putusan Nomor 40/Pid.B/2013/P.Lsm) melihat bagaimana peranan Notaris dalam pembuatan Akta authentik serta bagaimana pertanggungjawaban pidana dalam hal pemalsuan Akta Authentik Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian terhadap doktrin-doktrin dan asas-asas hukum. Penelitian dilakukan dengan menganalisis putusan yaitu Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor 40/Pid.B/2013//PN.Lsm dengan pokok perkara pertanggungjawaban pidana Notaris dalam pemalsuan akta authentik, hal ini dilakukan untuk melihat penerapan hukum positif terhadap pertimbangan hakim yang menjadi dasar menjatuhkan putusan Berdasarkan penelitian yang saya lakukan diketahui bahwa peranan Notaris dalam pembuatan akta authentik terdapat pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, Notaris adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang umum dalam membuat akta authentik, artinya tidak turut para pejabat lainnya. Notaris berwenang dalam hal membuat dan mengesahkan dalam artian memberikan kekuatan hukum dalam akta authentik tersebut. Pertanggungjawaban pidana Notaris adalah pertanggungjawaban Notaris atas akta yang dibuatnya apakah melanggar ketentuan-ketentuan hukum pidana yang telah di atur oleh KUHP, apabila melanggar ketentuan tersebut maka Notaris tersebut harus di kenakan sanksi berupa sanksi pidana kurungan penjara dan denda yang diatur dalam KUHP. Kata Kunci 1
: Tanggung Jawab Pidana, Notaris
) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ) Dosen Pembimbing I ***) Dosen Pembimbing II **
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian perbuatan pidana telah banyak dikemukakan oleh para ahli hukum pidana. Antara satu pengertian perbuatan pidana dengan pengertian perbuatan pidana yang lain secara umum terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang memisahkan secara tegas antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana, dan kelompok yang menyamakan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Pengertian perbuatan pidana semata menunjuk pada perbuatan baik secara aktif maupun secara pasif. Sedangkan apakah pelaku ketika melakukan perbuatan pidana patut dicela atau memiliki kesalahan bukan merupakan wilayah perbuatan pidana, tetapi sudah masuk pada diskusi pertanggungjawaban pidana. Dengan kata lain, apakah inkonkreto, yang melakukan perbuatan tadi sungguh-sungguh dijatuhi pidana atau tidak, itu sudah di luar arti perbuatan pidana.2 Moeljatno mengatakan bahwa pengertian perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Pada kesempatan yang lain, dia juga mengatakan dengan substansi yang sama bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang di larang dan diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan tersebut. Marshall mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan atau omisi yang dilarang oleh hukum yang berlaku. Dalam Konsep KUHP tindak pidana diartikan sebagai perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat. Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar.3 Dengan demikian, membicarakan pertanggungjawaban pidana mau tidak mau harus didahului dengan penjelasan tentang perbuatan pidana. Sebab seseorang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana tanpa terlebih dahulu ia melakukan perbuatan pidana. Adalah dirasakan tidak adil jika tiba-tiba seseorang harus bertanggung jawab atas suatu tindakan, sedangkan ia sendiri tidak melakukan tindakan tersebut.4 Menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) menyebutkan bahwa ”akta authentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.” 2
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2012 , hlm. 97 Andi Hamzah, Asas- Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hlm. 89 4 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana; Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana,Aksara Baru, Jakarta, 1983, hlm. 20-23 3
Akta authentik merupakan bukti terkuat dan mengikat bagi para pihak yang ada dalam akta tersebut, suatu akta dapat menghasilkan bukti yang kuat bagaimana peristiwa yang tersebut terjadi dan akta harus dipercayai tidak bisa di ragukan kebenarannya dikarenakan dalam pembuatan akta, para pihak berada di depan pejabat yang berwenang untuk membuat akta tersebut, maka para pihak tidak bisa meragukan keasliannya. Apabila para pihak meragukan atau membantah akta tersebut seharusnya mereka dapat membuktikan terlebih dahulu ketidakbenaran akta autentik tersebut. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam udangundang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Wewenang membuat akta otentik ini hanya dilaksanakan oleh Notaris sejauh pembuatan akte otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. 5 Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas, sekira pukul 10.00 Wib saksi ILMASTIN, S.Pd.i BIN RUSLI dan sanksi MUSLIM GUNAWAN, S.Sos BIN SUWANDI datang menghadap terdakwa ke Kantor Notaris IMRAN ZUBIR DAOED,S.H. di Jalan Pang Lateh Desa Simpang Empat Kecamatan Benda Sakti Kota Lhokseumawe untuk perubahan anggaran dasar Lembaga Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat (SEPAKAT) dengan memberikan dokumen sebagai dasar perubahan Anggaran dasar kepada terdakwa berupa Daftar Absensi Rapat Anggota Lsm Sepakat Lhokseumawe, Berita Acara Rapat Anggota Lsm Sepakat Lhokseumawe dan foto suasana rapat Anggota lembaga Sepakat. Selanjutnya setelah saksi ILMASTIN, S.Pd.i BIN RUSLI dan saksi MUSLIM GUNAWAN, S. Sos BIN SUWANDI memberikan dokumen sebagai dasar perubahan tersebut, kemudian terdakwa membuat minuta akta (asli akta notaris) nomor : 01,- Tanggal 02 November 2012 ; Bahwa pada saat terdakwa membuat minuta akta (asli akta notaris) Nomor 01,- Tanggal 02 November 2012 tersebut, terdakwa melakukan pemalsuan surat terhadap akta notaris/akte otentik Nomor : 01,- Tanggal 02 November 2012 tersebut dengan cara membuat ada sebagai penghadap yang menghadap di hadapan terdakwa halaman 1 akta Notaris tersebut dengan mencantumkan pada angka III selaku TUAN EDI FADHIL, lahir di lamraya, pada tanggal 16 juni 1984 (seribu sembilan ratus delapanpuluh empat), wiraswasta, bertempat tinggal di Desa Cot Jambo, Kecamatan Montasik, Kabupaten Aceh Besar Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 1354/04/AB/CJ/2003. Warga Negara Indonesia. Padahal TUAN EDI FADHIL/saksi EDI FADHIL Bin ILYAS sebagaimana tersebut dalam Akta Notaris tersebut tidak pernah menghadap dihadapkan terdakwa untuk pembuatan akta notaris Nomor:01,- Tanggal 02 November 2012 tersebut
5
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 dan Penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004.
Rumusan Masalah Berikut adalah rumusan masalah yang diteliti dalam skripsi ini yaitu: 1. Bagaimana peranan Notaris dalam pembuatan Akta Authentik? 2. Bagaimana pertanggungjawaban Pidana dalam hal Tindak Pidana Pemalsuan Akta Authentik? -Metode Penelitian 1. Jenis Penulisan Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan. Penelitian hukum normatif dilakukan untuk meneliti hukum dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum di pandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa dikaitkan dengan masyarakat.6 Penelitian tersebut di sebut juga dengan penelitian doctrinal (doctrinal research). Penelitian doctrinal dilakukan tidak sebatas melakukan inventarisasi hukum positif, akan tetapi juga memberikan koreksi terhadap suatu peraturan perundang-undangan. Kemudian menguji apakah postulat normatif dapat atau tidak dapat diterapkan untuk sebuah perkara konkrit.7 Penelitian dilakukan dengan menganalisis putusan yang bekaitan dengan pertanggungjawaban pidana notaris dalam hal tindak pidana pemalsuan surat yaitu studi Putusan MA No. 40 / Pid.B / 2013 / PN.Lsm. Hal ini dilakukan untuk melihat penerapan hukum positif terhadap perkara kongkrit yang terjadi di masyarakat terutama terhadap pertimbangan hakim yang menjadi dasar menjatuhkan putusan. 2. Sumber Data Data yang dipergunakan penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder tersebut mencangkup : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan dibuat oleh pihak-pihak yang berwenang. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Kitap Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Undang-Undang. b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya 8. Bahan hukum yang digunakan dalam 6
Edy Ikhsan, Mahmul Siregar, Bahan Kuliah Metode Penelitian Hukum, hal 53 Ibid., hlm. 55 8 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, Edisi 1, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal 13. 7
penulisan skripsi ini ialah kamus hukum. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah buku-buku dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana notaris, dan putusan MA No. 40 / Pid.B / 2013 / PN. Lsm. , majalah dan internet yang berkaitan dengan permasalahan yang telah dipaparkan penulis pada perumusan masalah di atas. c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang dapat memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. 3. Metode Pengumpulan Data Keseluruhan sumber data hukum di dalam skripsi ini dikumpulkan melalui studi kepustakaan (library research), yakni melakukan penelitian dengan berbagai bahan bacaan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, pendapat para sarjana dan bahan lainya yang berkaitan dengan skripsi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan konsep, teori dan doktrin serta pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan telaahan penelitian ini. 4. Analisis Data Data sekunder yang telah diperoleh dan disusun secara sistematis, kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu menganalisis melalui data yang sering disebut penelitian yang holistik. Dikatakan holistik karena mencari informasi sedalam-dalamnya dan sebanyak-banyaknya tentang aspek yang diteliti. Ketentuan bahwa data-data yang berbeda tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dari objek yang diteliti.9 PEMBAHASAN PERANAN DAN PENGGATURAN HUKUM TERHADAP NOTARIS Menurut Pasal 1868 KUH Perdata, Akta Authentik adalah suatu akta yang di buat dalam bentuk yang di tentukan oleh undang-undang, di buat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa uuntuk itu di tempat dimana akta di buatnya. Menurut Pasal 1 angka (1) Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), notaris adalah satu satunya yang mempunyai wewenang umum itu, artinya tidak turut para pejabat lainnya. Wewenang pejabat lain adalah pengecualian. Menurut Wirjono Prodjodikoro, akta authentik adalah akta yang dibuat dengan maksud untuk dijadikan alat bukti oleh atau dimuka seorang pejabat umum yang berkuasa untuk itu, Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo, suatu akta tidaklah cukup apabila akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat saja, disamping itu caranya membuat akta authentik haruslah menurut ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang, suatu akta yang dibuat oleh seorang pejabat tanpa ada wewenang dan tanpa kemampuan untuk membuatnya atau tidak memenuhi syarat, tidaklah dapat dianggap sebagai akta authentik, tetapi memopunyai
9
Edy Ikhsan, Mahmul Siregar, Op.Cit., hal 43.
kekuatan sebagai akta dibawah tangan apabila ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan.10 Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta authentik sejauh pembuatan akta authentik tidak di khususkan kepada pejabat umum lainnya. Pembuatan akta authentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Selain itu, akta authentik yang di buat oleh atau di hadapan notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga kehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.11 Ambtelijk acten, procesverbaal acten dimasudkan yaitu akta yang dibuat oleh ( door enn ) Notaris atau yang dinamakan “akta reelas” atau “akta pejabat” (ambtelijke akten) sebagai akta yang dibuat oleh Notaris berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh notaris tersebut. Akta jenis ini diantaranya akta berita acara rapat umum pemegang saham perseroan terbatas, akta pendaftaran atau inventarisasi harta peninggalan dan akta berita acara penarikan undian. Sedangkan Party acten atau akta para pihak dimaksudkan sebagai akta yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris berdasarkan kehendak atau keinginan para pihak dalam kaitannya dengan perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak tersebut, dinamakan “ akta partij” ( partij aktan ). Akta jenis ini diantaranya akta jual beli, akta sewa menyewa, akta perjanjian kredit dan sebagainya 12 Akta yang dibuat oleh (door) Notaris dalam praktek Notaris disebut Akta Relaas atau Akta Berita Acara yang berisi berupa uraian Notaris yang dilihat dan disaksikan Notaris sendiri atas permintaan para pihak, agar tindakan atau perbuatan para pihak yang dilakukan dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris. Akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan)\Notaris, dalam praktik Notaris disebut Akta Pihak, yang berisi uraian atau keterangan, pernyataan para pihak yang diberikan atau yang diceritakan di hadapan Notaris. Para pihak berkeinginan agar uraian atau keterangannya dituangkan ke dalam bentuk akta Notaris.13 Pembuatan akta Notaris baik akta relaas maupun akta pihak, yang menjadi dasar utama atau inti dalam pembuatan akta Notaris yaitu harus ada keinginan atau kehendak (wilsvorming) dan permintaan dari para pihak, jika keinginan permintaan para pihak tidak ada, maka Notaris tidak ada, maka Notaris tidak akan membuat akta yang dimaksud.
10
Sjaifurrachman., Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, CV. Mandar Maju, Bandung, 2011, hlm. 25 11 Habib Adjie II, Hukum Notaris Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm 127 12
G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Cetakan ke -5, Jakarta, Erlangga, hlm. 51-52 13 Habib Adjie., Op.Cit., hlm. 128
Untuk memenuhi keinginanan permintaan para pihak Notaris dapat memberikan salaran dengan tetap berpijak pada aturan hukum . Ketika saran Notaris diikuti oleh para pihak dan dituangkan dalam akta Notaris, meskipun demikian tetap bahwa hal tersebut tetap merupakan keinginan dan permintaan para pihak, bukan saran atau pendapat Notaris atau isi akta merupakan perbuatan para pihak bukan perbuatan atau tindakan notaris. Pengeritan seperti tersebut di atas merupakan salah satu karakter yuridis dari akta Notaris, tidak berarti Notaris sebagai pelaku dari akta tersbeut, Notaris tetap berada di luar para pihak atau bukan pihak dalam akta tersebut. Dengan kedudukan Notaris seperti itu, sehingga jika suatu akta Notaris dipermasalahkan, maka kedudukan Notaris bukan sebagai pihak atau yang turut serta melakukan atau membantu para pihak dalam kualifikasi Hukum Pidana atau sebagai Tergugat atau Turut Tergugat dalam pekara perdata. Penempatan Notaris sebagai pihak yang turut serta atau membantu para pihak dengan kualifikasi membuat atau menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik atau menempatkan Notaris sebagai pihak dengan kualifikasi membuat atau menempatkan keterangan palsu ke dalam akta authentik atau menempatkan Notaris sebagai tergugat yang berkaitan dengan akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, maka hal tersebut telah mencederai akta Notaris dan Notaris yang tidak dipahami oleh aparat hukum lainnya mengenai kedudukan akta Notaris dan Notaris di Indonesia. Siapapun tidak dapat memberikan penafsiran lain atas akta Notaris atau dengan kata lain terikat dengan akta Notaris tersebut.14 Adapun pengaturan tentang kewenangan notaris yaitu terdapat pada pasal 15 Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 yang berbunyi:15 1. Notaris berwenang membuat Akta authentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta authentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. 2. Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula : a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. b. membukukan seurat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan. d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.
14 15
Habib Adjie.,Cetakan I.,Op.Cit., hlm 44-45 Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 02 Tahun 2014.
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan atau g. membuat akta risalah lelang. 3. Selain kewenangan sebagaimana di maksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mepunyai kewenangan lain yang di atur dalam peraturan perundang-undangan. Di samping itu juga dapat dilihat dalam rumusan ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f ini menimbulkan multi penafsiran dan penafsiran terhadap pasal ini menumbulkan adanya dua pandangan tentang arti kewenangan Notaris berkaitan dengan pertanahan yaitu:16 a. Notaris berwenang membuat akta yang objeknya tanah dalam arti luas meliputi baik yang menjadi kewenangan PPAT berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 maupun kewenangan lainnya yang tidak diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 b. Notaris berwenang membuat akta yang objeknya tanah dalam arti sempit, yang tidak termasuk kewenangan PPAT berdasarkan PP Nomor 37 Tahun 1998 Adapun rumusan Pasal 15 ayat (2) huruf g ini menimbulkan multi penafsiran, dan penafsiran terhadap pasal ini menimbulkan adanya dua pandangan tentang arti kewenangan Notaris berkaitan dengan akta risalah lelang yaitu; 17 a. Pertama, setiap Notaris secara serta merta berwenang untuk membuat akta risalah lelang artinya jabatan Notaris dengan jabatan pejabat lelang disatukan, begitu menjadi Notaris otomatis ia menjalankan pekerjaan-pekerjaan pejabat lelang. Dengan demikian jika seorang sudah diangkat menjadi Notaris ia tidak perlu diangkat menjadi pejabat lelang. b. Kedua, tidak semua Notaris mempunyai wewenang untuk membuat risalah lelang walaupun Notaris dan pejabat lelang mempunyai kualifikasi yang sama sebagai pejabat umum, hanya Notaris yang telah disahkan dan ditetapkan sebagai pejabat lelang kelas II yang berwenang untuk membuat akta risalah lelang. Adapun beberapa akta authentik yang merupakan wewenang Notaris dan juga menjadi wewenang pejabat atau instansi lain, yaitu:18 1. Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 BW); 2. Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (Pasal 1227 BW)
16
Sjaifurrachman.,Op.Cit.,hlm 82-83 Ibid,. hlm 85 18 Habib Adjie., Cetakan ke III.,Op.Cit., hlm 79 17
3. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi ( Pasal 1405 dan 1406 BW), 4. Akta protes wesel dan cek ( Pasal 143 dan 218 WvK). 5. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) – (Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996). 6. Membuat akta risalah lelang. Adapun kewenangan khusus Notaris lainnya, yaitu membuat akta dalam bentuk in Originali, yaitu akta :19 a. b. c. d. e. f.
Pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun; Penawaran pembayaran tunai; Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimannya surat berharga; Akta kuasa; Keterangan kepemilikan; atau Akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Akta yang di buat oleh Notaris hanya akan menjadi akta authentik apabila notaris mempunyai wewenang untuk meliputi 4 hal, yaitu :20 1. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut akta yang dibuat itu. Hal ini sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) UUJN, dimana notaris adalah pejabat umum yang dapat membuat akta yang ditugaskan kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan. 2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat. Pasal 52 ayat (1) UUJN menyatakan bahwa Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis lurus ke bawah dan/ atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis kesamping dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantara kuasa. Maksud dan tujuan dari ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya tindakan memihak dan penyalahgunaan jabatan. 3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat dimana akta itu dibuat. Menurut Pasal 18 UUJN, notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten/kota. Wilayah jabatan notaris meliputi seluruh wilayah propinsi dari tempat kedudukkannya. Akta yang dibuat di luar jabatannya adalah tidak sah. 4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu. Notaris tidak boleh membuat akta selama ia masih cuti atau dipecat dari jabatannya, demikian juga notaris tidak boleh membuat akta sebelum ia memangku jabatannya. 5. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomot 2 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, pengawasan Notaris tidak dilakukan oleh 19 20
Ibid,. hlm. 82 G.H.S. Lumban Tobing, Op. Cit., hal. 49-50
Pengadilan Negeri sesuai wilayah kerja Notaris yang bersangkutan berada. Ada dua lembaga yang berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris, yaitu lembaga Majelis Pengawas Notaris yang dibentuk oleh menteri dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam rangka pelaksanaan pengawas terhadap Notaris dan Dewan Kehormatan yang merupakan salah satu dari alat pelengkapan organisasi Notaris dalam hal ini Ikatan Notaris Indonesia. Kedua lembaga tersebut berwenang untuk mengawasi Notaris sampai dengan penjatuhan sanksi bagi Notaris yang dinyatakan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku. Terdapat perbedaan kewenangan antara kedua lembaga tersebut dikarenakan keduanya terbentuk dari lembaga yang berbeda, namun keduanya tetap tidak dapat di pisahkan dari keberadaan organisasi Notaris.21 6. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris yang dilakukan oleh Majelis Pengawas, yang di dalamnya ada unsur Notaris, dengan demikian setidaknya Notaris diawasi dan diperiksa oleh anggota Majelis Pengawas yang memahami dunia Notaris. Adanya anggota Majelis Pengawas dari kalangan Notaris merupakan pengawasan internal, artinya dilakukan oleh sesama Notaris yang memahami dunia Notaris luar dalam. Sedangkan unsur lainnya merupakan unsur eksternal yang mewakili dunia akademik, pemerintah dan masyarakat. Perpaduan keanggotaan Majelis Pengawas diharapkan dapat memberikan sinergi pengawasan dan pemeriksaan yang objektif sehingga setiap pengawasan dilakukan berdasarkan aturan hukum yang berlaku, dan para notaris dalam menjalankan tugas jabatannya tidak menyimpang dari UUJN karena diawasi secara internal dan eksternal.22 7. Dewan kehormatan dan Majelis Pengawas Notaris merupakan dua lembaga yang berbeda dan mempunyai kewenangan yang berbeda pula dalam hal pelaksanaan pengawasan bagi Notaris. Dewan kehormatan dibentuk sebagai alat perlengkapan organisasi Ikatan Notaris Indonesia, sedangkan Majelis Pengawas Notaris dibentuk oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Dari kewenangannya, maka Dewan Kehormatan berwenang untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas pelanggaran kode etik organisasi yang bersifat tidak berkaitan secara langsung dengan masyarakat atau hanya bersifat internal organisasi saja, sedangkan Majelis Pengawas Notaris berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelanggaran jabatan Notaris, dan kode etik jabatan Notaris apabila berkaitan langsung dengan masyarakat yang menggunakan jasa notaris, meskipun dalam kewenangan masingmasing tercantum bahwa kedua lembaga tersebut berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelaksanaan dan 21 22
Sjaifurracman., Op.Cit., hlm. 261 Putri A.R., Op.Cit., hlm. 50
pelanggaran kode etik Notaris, namun lingkup kewenangannya berbeda berdasarkan bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris. Apabila pelanggaran kode etik yang dilakukan bersifat internal, maka Dewan Kehormatan bertugas untuk melakukan pemeriksaan atas pelanggaran tersebut dan bila sifat pelanggaran yang dilakukan telah merugikan klien atau masyarakat, maka Majelis Pengawas Notaris yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan. Namun demikian, Dewan Kehormatan tetap bertugas untuk membantu Majelis Pengawas Notaris dalam hal pemerikasaan pelanggaran kode etik dan jabatan Notaris. 23 Mengenai mekanisme yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris dalam rangka laporan masyarakat tentang adanya dugaan pelanggaran kode etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris adalah sebagai berikut : untuk keperluan pemeriksaan sehubungan dengan ada dan diterimanya laporan masyarakat, Ketua Majelis Pengawas Daerah membentuk Majelis Pemeriksa yang berasal dari setiap unsur, dan terdiri dari seorang ketua dan dua orang anggota yang dibantu oleh seorang sekretaris dalam waktu paling lambat lima hari kerja sejak diterimanya laporan, Majelis Pemeriksa harus menolak melakukan pemeriksaan terhadap Notaris terlapor yang mempunyai hubungan perkawinan dan hubungan darah dalam garis tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai derajat ketiga, laporan masyarakat tersebut harus dilakukan secara tertulis dan dalam bahasa Indonesia disertai bukti-bukti yang dapat pertanggung jawabkan, sebelum pemeriksaan dilakukan baik ke dalam pelapor maupun terlapor atau Notaris yang hendak diperiksa diberi tahu secara tertulis, dalam waktu sekurang-kurangnya lima hari kerja sebelum pemeriksaan dilakukan, apabila terlapor tidak hadir, sekalipun telah dipanggil secara patut maka dilakukan pemanggilan kedua, apabila setelah dilakukan pemanggilan kedua ternyata terlapor tetap tidak bisa hadir maka pemeriksaan tetap dilakukan dan putusan diambil serta laporan dinyatakan gugur dan tidak dapat diajukan lagi, pemeriksaan dilakukan paling lambat dalam jangka pertama dimana pelapor hadir Majelis Pemeriksa mulai melakukan pemeriksaan dengan membacakan laporan dan keterangan pelapor, majelis memberikan kesempatan yang cukup kepada terlapor untuk melakukan pembelaan diri, pelapor maupun terlapor dapat mengajukan bukti-bukti dalil yang diajukan Majelis Pemeriksa membuat berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh ketua dan sekretaris sedapat mungkin sebanyak dua rangkap, dimana satu rangkap untuk disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah. Agar pemeriksaan dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan yang ditentukan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris berikut peraturan pelaksanannya, maka perlu dilakukan hal-hal atau dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: untuk pihak pemeriksa atau Majelis Pemeriksa, setiap anggota Majelis Pemeriksa dituntut untuk menguasai hal-hal yang berkenaan dan/atau berhubungan dengan materi yang hendak diperiksa, maupun teknik pemeriksaan terutama dalam rangka mendapatkan data yang diperlukan, sebelum atau pada waktu pemeriksaan dilakukan, sebaiknya Majelis Pemeriksa menjelaskan tentang maksud dan tujuan 23
Sjaifurracman., Op.Cit., hlm. 263
pebentukan, serta wewenang dan kewajiban Majelis Pengawas, termasuk di dalamnya wewenang dan kewajiban Majelis Pemeriksa. Dalam melaksanakan pemeriksaan, kewajiban Majelis pemeriksa tidak semata-mata mencari dan menemukan data/atau yang berhubungan dengan materi laporan masyarakat yang disampaikan kepada majelis, namun yang tidak kalah pentingnya adalah menyampaikan informasi dengan maksud untuk memberikan pemahaman yang benar tentang materi laporan tersebut baik ditinjau dari aturan hukum materill yang berlaku maupun dari hukum yang mengatur tentang pelaksanaan tugas jabatan Notaris serta kode etik Notaris, kepada Notaris yang sedang diperiksa, apabila dipandang perlu dapat diberi penjelasan mengenai halhal yang dipandang sangat penting, misalnya tentang tanggung jawab Notaris terhadap akta yang dibuat oleh atau dihadapannya sekalipun pada prinsipnya Notaris hanya bertugas mengkonstatir hal-hal yang dikehendaki dan dinyatakan oleh para pihak atau penghadap, sebab ada bagian tertentu dari akta yang merukapan tanggung jawab sepenuhnya dari Notaris pembuat akta, yaitu mengenai awal dan akhir kata.24 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA NOTARIS DALAM HAL PEMALSUAN AKTA AUTHENTIK Pertanggungjawaban pidana, dalam istilah asing disebut juga Teorekenbaardheid atau criminal responsibilty, yang menjurus kepada pemidanaan pelaku dengan maksud untuk menentukan seseorang tersangka atau terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang terjadi atau tidak. Pertanggungjawaban pidana itu sendiri adalah diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada tindak pidana.25 Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pengertian dasar dari hukum pidana ialah perbuatan pidana dan pertanggungjawab pidana. Unsur formil dari perbuatan pidana ialah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut, sedangkan unsur materiilnya ialah bersifat melawan hukum. Unsur pertanggungjawaban pidana ialah kesalahan. 26 Dari apa yang telah di sebutkan di atas, maka dapat dikatakan bahwa kesalahan terdiri atas beberapa unsur, ialah:27 1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada pelaku artinya keadaan jiwa pelaku harus normal. 2. Hubungan batin antara pelaku dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa): ini disebut bentukbentuk kesalahan. 3. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf. 24 25
Sjaifurrachman., Op.Cit,. hlm 277-279
Mahmud Mulyadi, Feri Antoni Surbakti, Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Korporasi, PT. Softmedia, Jakarta, 2010, hal. 34 26 S.R. Sianturi, Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Cetakan Keempat, Alumni Aheam, Jakarta, 1996, hal. 163. 27
Moeljatno, Op.Cit, hlm. 170
Pemalsuan surat (valschheid in gescheriften) diatur dalam Bab XII buku II KUHP, dari Pasal 263 s/d 276, yang bentuk-bentuknya adalah: 1. Pemalsuan surat dalam bentuk standar atau bentuk pokok (eenvoudigevalshheid in geschiften), yang juga disebut sebagai pemalsuan surat pada umumnya (Pasal 263). 2. Pemalsuan surat yang diperberat (gequalificeerde valshheids in gescgeriften) (Pasal 264). 3. Menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta authentik (Pasal 266). 4. Pemalsuan surat keterangan dokter (Pasal 267 dan 268). 5. Pemalsuan surat-surat tertentu (Pasal 269,270 dan 271). 6. Pemalsuan surat keterangan pejabat tentang hak milik (Pasal 267 dan 268). 7. Menyimpan bahan atau benda untuk pemalsuan surat (Pasal 275). Pasal 272 dan273 telah dicabut melalui Stb. 1926 No. 359 jo 429. Sementara Pasal 276 tidak memuat rumusan tindak pidana, melainkan tentang ketentuan dapatnya dijatuhkan pidana tambahan terhadap si pembuat yang melakukan pemalsuan surat dalam Pasal 263 sampai dengan 268, berupa pencabutan hak-hak tertentu bertentu berdasarkan Pasal 35 No. 1-4. Pada umumnya pemalsuan surat terdapat pada Pasal 263 yang berbunyi ayat (1) “ Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun. Pemalsuan surat dalam Pasal 263 terdiri dari dua bentuk tindak pidana, masing-masing dirumuskan dalam ayat (1) dan ayat (2). Berdasarkan unsur perbuatannya pemalsuan surat ayat (1), disebut dengan membuat surat palsu dan mamalsu surat. Sementara pemalsuan surat dalam ayat (2) disebut dengan memakai surat palsu atau surat yang dipalsu. Meskipun dua bentuk tindak pidana tersebut saling berhubungan, namun masing-masing berdiri sendiri-sendiri, yang berbeda tempos dan locus tindak pidananya serta dapat dilakukan oleh si pembuat yang tidak sama.28 Maka dari itu dapat simpulkan bahwa Tindak Pidana Pemalsuan tersebut telah melanggar kode etik Notaris yang terdapat pada pasal 3 ayat 4 dimana dalam penjelasan pasal ini disebutkan bahwa Notaris harus bertindak jujur, mandiri tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan Isi sumpah jabatan Notaris, dimana apabila seorang Notaris yang melakukan tindak pidana pemalsuan jelas ia tidak bertindak jujur dan pastilah berpihak kepada seseorang dan ini sudah melanggar ketentuan Kode Etik Notaris. Oleh karena apabila seseorang Notaris melakukan Tindak Pidana Pemalsuan ia pasti telah melanggar Kode Etik yang telah di tetapkan Ikatan Notaris Indonesia. 28
Adami Chazawi|Ardi Ferdian, Op.Cit., hlm. 135-137
Menurut UUJN seorang Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya terbukti melakukan pelanggaran, maka Notaris dapat dikenai sanksi berupa sanksi perdata, administrasi dan kode etik Notaris. Ada kalanya dalam praktek ditemukan bahwa suatu tindakan hukum atau pelanggaran yang dilakukan Notaris sebenarnya dapat dijatuhi sanksi perdata atau administarsi atau kode etik, tapi nditarik atau dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris dengan dasar Notaris telah membuat surat palsu atau memalsukan akta. 29 Dengan demikian pemidanaan terhadap Notaris dapat saja dilakukan dengan batasan jika:30 a. Ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek formal akta yang sengaja, penuh kesadaran kenisyafan serta direncanakan, bahwa akta yang dibuat dihadapan Notaris atau oleh Notaris, bersama-sama dengan penghadap (sepakat) untuk dijadikan dasar untuk melakukan suatu tindak pidana; b. Ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat akta dihadapan atau oleh Notaris yang jika diukur berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN; dan c. Tindakan Notaris tersebut tidak sesuai menurut instansi yang berwenang ( untuk menilai tindakan Notaris, dalam hal ini Majelis Pengawas Notaris). Sanksi merupakan tindakan hukuman untuk memaksa orang menepati perjanjian atau mentaati ketentuan undang-undang. Setiap aturan hukum yang berlaku di Indonesia selalu ada sanksi pada ahkir aturan hukum tersebut. Pencantuman sanksi dalam berbagai aturan hukum tersebut seperti merupakan kewajiban yang bersangkutan tidak aturan hukum. Seakan-akan aturan hukum yang bersangkutan tidak bergigi atau tidak dapat ditegakkan atau tidak akan dipatuhi apabila pada bagian akhir tidak mencantumkan sanksi. Tidak ada gunanya memberlakukan kaidah-kaidah hukum manakala kaidah-kaidah itu tidak dapat dipaksakan melalui sanksi dan menegakkan kaidah-kaidah dimaksud secara prosedural (hukum acara). Amar Putusan Pengadilan Negeri Putusan Pengadilan Negeri Lhoksumawe Nomor 40/Pid.B/2013/PN.Lsm tanggal 29 April 2013, amar putusannya, yaitu: 1. Menyatakan, bahwa Terdakwa, IMRAN ZUBIR DAOED,S.H, BIN M. DAOED telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pemalsuan Akta Otentik”;_ 2. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan ; 3. Memerintahkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ; 4. Menetapkan agar terdakwa tetap di tahan ; 5. Memerintahkan barang bukti berupa : 29 30
Putri A.R., OpCit., hlm 56-57 Ibid., hlm. 58
a) 1 (satu) buah Akta Notaris Imran Zubir Daoed, SH (asli) berdasarkan SK.Menteri Hukum dan HAM RI, Nomor : C389.HT.03.01-Tahun 2005 Tanggal 05 Desember 2005, dengan Nomor 09, Tanggal 18 Oktober 2006 Lembaga Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat “ (SEPAKAT)” ; Dikembalikan kepada yang berhak yakni Lembaga Serikat Pengembang Swadaya masyarakat (SEPAKAT). b) 1(satu) buah Akte Notaris Imran Zubir Daoed, SH (asli) berdasarkan SK. Menteri Hukum dan Ham RI, Nomor : C-389. HT.03.01-Tahun 2005 Tanggal 05 Desember 2005, dengan Nomor 01, Tanggal 02 November 2012 tentang PERUBAHAN ANGGARAN DASAR Lembaga Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat (SEPAKAT) ; c) 1 (satu) lembar Daftar Absensi Rapat Anggota II Lembaga Sepakat, Hari Senin tanggal 29 Oktober 2012; d) 2 (dua) lembar Notulen Rapat Anggota LSM Sepakat Lhokseumawe, Hari Senin tanggal 29 Oktober 2012; e) 2 (dua) lembar Berita Acara Rapat Anggota LSM Sepakat Lhokseumawe hari Senin tanggal, 29 Oktober 2012; 6. Menghukum pula terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2000,00 (Dua ribu rupiah); B. Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Adapun yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor : 40/Pid.B/2013/PN.Lsm. tanggal 29 April 2013, yaitu: a) Mennimbang, bahwa untuk menentukan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana, maka harus terlebih dahulu di teliti apakah fakta-fakta hukum yang telah terungkap tersebut di atas, telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan oleh penuntut umum; b) Menimbang, bahwa terdakwa didakwaan oleh penuntut umum dalam dakwaannya yang disusun secara tunggal yaitu melanggar pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP; c) Menimbang bahwa untuk dapat diterapkan ketentuan yang tercantum dalam dakwaan tersebut diatass, maka harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 1. BARANG SIAPA; 2. DENGAN SENGAJA MEMBUAT SURAT PALSU; 3. TERHADAP AKTA OTENTIK; UNSUR KE-1 BARANG SIAPA Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “ Barang Siapa” adalah orang atau persoon sebagai pelaku perbuatan pidana dan perbuatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepadanya:
Menimbang, bahwa orang yang disangka/didakwa telah melakukan perbuatan pidana adalah IMRAN ZUBIR DAOED,SH. Bin M.DAOED dengan identitas lengkap tersebut dalam surat dakwaan, dimana menurut penilaian majelis Hakim, Terdakwa, IMRAN ZUBIR DAOED, SH. Bin M.Daoed, tersebut adalah dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, sehingga dapat dimintakan pertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukannya ; Menimbang, bahwa dengan demikian unsur ke-1 telah terpenuhi ; UNSUR KE-2 DENGAN SENGAJA MEMBUAT SURAT PALSU ; Menimbang, bahwa pengertian “ Membuat surat palsu” dapat di artikan isi dari surat/akte ini tidak berdasarkan kebenaran, tetapi bertantangan dengan kebenaran ; Menimbang, bahwa perbuatan tersebut dilakukan dengan keinsyafan/kesadaran yang nyata dan akibat perbuatan tersebut memang dikehendaki oleh pelaku. Artinya, bahwa si pelaku benar-benar mengetahui, bahwa surat yang ia palsu, akan ada akibat hukumnya ; Menimbang, bahwa selanjutnya surat yang dipalsu itu harus suatu surat yang antara lain adalah dapat menerbitkan suatu hak, misalnya : Akta otentik, ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dan sebagainya ; Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi yaitu saksi ilmastin, S.pd.i. Bin Rusli, dan saksi Muslim Gunawan, S.Sos Bin Suwandi serta keterangan terdakwa bahwa pada hari Jumat tanggal, 02 Nopember 2012 sekitar Jam 10.00 Wib, dimana saksi-saksi tersebut datang menghadap terdakwa ke Kantor Notaris IMRAN ZUBIR DAOED, S.H., di jalan Pang Lateh Desa Simpang empat Kec.Banda sakti Kota Lhokseumawe, untuk melakukan perubahan anggaran Dasar Lembaga Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat (SEPAKAT), bahwa para saksi tersebut memberikan dokumen sebagai dasar perubahan anggaran dasar kepada terdakwa berupa daftar absen rapat anggota-II lembaga Sepakat, Notulen Rapat Anggota Lsm Sepakat Lhokseumawe, Beritaacara rapat Anggota Lsm Sepakat Lhokseumawe dan Foto Suasana rapat anggota Lembaga sepakat. Bahwa setelah saksi ilmastin dan saksi gunawan, memberikan dokumen sebagai dasar perubahan kepada terdakwa untuk di Veritifikasi, kemudian terdakwa melakukan Vertifikasi terdapat dokumen tersebut dan selanjutnya terdakwa membuat minuta akta (asli akta Notaris) Nomor : 01, tanggal, 02 November 2012 tentang Perubahan Anggaran Dasar Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat (Sepakat) ; Menimbang, bahwa sebagaimana fakta dipersidangan, berdasarkan keterangan terdakwa dan keterangan saksi Edi Fadhil bahwa saat membuat minuta akta (asli akta notaris) Nomor: 01,- Tanggal, 02 November 2012 tersebut, terdakwa melakukan pemalsuan isi surat/akta tersebut yang tidak sesuai sebagaimana kebenarannya, dimana proses pembuatan akta otentik Nomor : 01,Tanggal, 02 November 2012 tersebut dengan cara menyebutkan nama saksi Edi Fadhil sebagai salah satu orang yang menghadap dihadapan terdakwa dengan mencantumkan nama Tuan Edi Fadhil, lahir di Lamraya pada tanggal, 16 Juni
1984 ( seribu sembilan ratus delapan puluh empat) wariswasta, bertempat tinggal di Desa Cot Jambo, Kecamatan Montasik, Kebupaten Aceh Besar, pada hal Tuan Edi Fadhil/Saksi Edi Fadhil tersebut sebagaimana tertuang didalam Akta Notaris yang dibuat terdakwa, tidak pernah menghadap dihadapan terdakwa untuk perbuatan akta perubahan anggaran dasar Lsm Sepakat Nomor : 01.- tanggal, 02 November 2012 tersebut karena saat akta dibuat Tuan Edi Fadhil sedang ada diluar aceh, hal ini saksi Edi Fadhli merasa sangat dirugikan oleh perbuatan terdakwa karena mencantumkan namanya pada akta yang dibuat oleh terdakwa, dimana Edi Fadhil disamping telah dirugikan, juga selaku ketua Umum Lsm Sepakat tidak dapat menarik uang Lsm sepakat yang masih tersimpan di Bank Panin Kota Lhokseumawe, guna operasional Lsm tersebut ; Menimbang, bahwa berdasarkan uraian fakta tersebut diatas, majelis Hakim meyakini unsur ke -2 Pemalsuan Surat telah terpenuhi; UNSUR KE-3 : TERHADAP AKTA OTENTIK : Menimbang, bahwa berdasarkan fakta dipersidangan yang diperoleh dari keterangan para saksi dan ketarangan terdakwa serta dikaitkan dengan alat bukti surat, pada hari Jum’at, tanggal, 02 November 2012 sekira pukul 10.00 Wib saksi bernama Ilmastin dan saksi Muslim Gunawan, datang menghadap terdakwa di kantor Notaris IMRAN ZUBIR DAOED, SH, di jalan Pang Lateh Desa Simpang Empat Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe guna untuk melakukan perubahan anggaran dasar Lembaga Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat ( SEPAKAT) ; Menimbang, bahwa maksud saksi ilmastin dan saksi Muslim Gunawan, melakukan perubahan aggaran dasar Lsm sepakat tersebut, karena Lsm tersebut masa kepengurusan sudah lewat waktu, juga untuk menarik uang Lsm sepakat yang masih ada di Panin Bank ; Menimbang, bahwa dalam akta perubahan anggaran LSM Sepakat tersebut yaitu No. 01,- Tanggal,02 November 2012 tersebut, ikut dibuat oleh terdakwa para penghadap selain saksi Ilmastin dan Gunawan, juga Tuan Edi Fadhil; Menimbang, bahwa sebagaimana fakta dipersidangan, berdasarkan keterangan terdakwa dan keterangan saksi Edi Fadhil bahwa saat membuat minuta akta (asli akta notaris) Nomor : 01,- Tanggal, 02 November 2012 tersebut, terdakwa telah melakukan pemalsuan data terhadap surat akta Notaris/akta otentik Nomor : 01,- tanggal,02 November 2012 tersebut dengan cara membuat pada akta otentik tersebut sebagai penghadap dihadapan terdakwa dengan mencantumkan nama Tuan Edi Fadhil, lahir di lamraya pada tanggal, 16 Juni 1984 (seribu sembilan ratus delapan puluh empat) wiraswasta, bertempat tinggal di Desa Cot Jambo, Kecamatan Montasik, Kabupaten Aceh Besar, pada hal tuan Edi Fadhil/ sanksi Edi Fadhil tersebut sebagaimana tertuang didalam Akta Notaris yang dibuat terdakwa tidak pernah menghadap dihadapan terdakwa untuk pembuatan akta Notaris Nomor: 01,- Tanggal, 02 November 2012 tersebut karena saat kata dibuat Tuan Edi Fadhil sedang ada diluar aceh ;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta dipersidangan, tujuan saksi ilmastin dan saksi Muslim Gunawan, melakukan perubahan anggaran dasar LSM Sepakat tersebut untuk melakukan penarikan uang program kegiatan di Lembaga LSM Sepakat yang tersimpan di Bank PANIN Kota Lhokseumawe sejumlah Rp. 38.000.000, (tiga puluh delapan juta rupiah), dengan membawa ke Bank Panin Akta Notaris No.01,- tanggal, 02 November 2012 yang dibuat oleh terdakwa, yang saat akta dibuat tanpa dihadri oleh penghadap Tuan Edi Fadhil tersebut, guna perubahan spesimen (pergantian tanda tangan) atau pengkinian data Lsm Sepakat pada Bank Panin tersebut, maka dengan adanya perubahan Spesimen tersebut di Bank Panin, saksi Edi Fadhil yang sebelumnya selaku Ketua Umum dalam susunan Pengurus Lsm sepakat bisa mencairkan uang di Bank Panin tersebut, akhirnya tidak dapat lagi melakukan penarikkan uang ataupun melakukan tanda tangan terhadap rekening Giro milik Lsm Sepakat, hal tersebut diketahui oleh saksi Edi Fadhil setelah mendapat informasi dari Bank Panin, maka saat itu saksi Edi Fadhil meminta kepada Bank Panin untuk memblokir lebih dahulu uang program tersebut sehingga saksi ilmasin dan saksi Muslim Gunawan belum dapat melakukan penarikan uang program Lsm Sepakat sejumlah Rp. 38.000.000 (tiga puluh delapan juta rupiah) yang tersimpan di Bank Panin tersebut ; Menimbang, bahwa berdasarkan uraian fakta tersebut diatas Majelis Hakim berkesimpulan unsur ke-3 telah terpenuhi ; Menimbang, bahwa oleh karena semua unur yang terkandung dalam pasal 264 ayat (1) ke -1 KUHP, sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan tunggal telah terpenuhi, maka terdakwa harus dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pada dakwaan tunggal tersebut; Menimbang, bahwa sebelum majelis hakim menjatuhkan hukuman, terlebih dahulu akan mempertimbangkan tentang hal-hal yang memberatkan maupun hal-hal yang meringankan bagi diri terdakwa ; Hal-hal yang memberatkan: 1. Perbuatan terdakwa Merugikan Keanggotaan Lsm Sepakat itu sendiri sehingga uang yang semestinya bisa dicairkan, akhirnya di bekukan untuk sementara oleh pihak Bank; Hal-hal yang meringankan: 1. Terdakwa belum pernah dihukum; 2. Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan; 3. Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya ; 4. Terdakwa mempunyai tanggung jawab keluarga anak dan isteri ; - Dakwaan dan Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum; -Surat Dakwaan
Jaksa Penuntut Umum di hadapan persidangan telah mengajukan dakwaan yang disusun secara alternative terhadap Terdakwa. Terdakwa dihadapkan di persidangan Pengadilan Negeri Lhokseumawe, yang pokoknya sebagai berikut: Bahwa ia terdakwa IMRAN ZUBIR DAOED, S.H. BIN M.DAOED selaku Notaris yang berwenang membuat Akta Otentik sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM R.I Nomor : C-389.HT.03.01-Th 2005 Tanggal 5 Desember 2005 pada hari Jum’at tanggal, 02 November 2012 bertempat di Kantor Notaris IMRAN ZUBIR DAOED, S.H. di Jalan Pang Lateh Desa Simpang Empat Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe atau setidaktidaknya di suatu tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Lhokseumawe yang memeriksa dan mengadilinya, melakukan Pemalsuan Surat terhadap akta-akta otentik. Perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa antara lain dengan cara sebagai berikut: Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas, sekira pukul 10.00 Wib saksi ILMASTIN, S.Pd.i BIN RUSLI dan saksi MUSLIM GUNAWAN, S.Sos. BIN SUWANDI datang menghadap terdakwa ke kantor Notaris IMRAN ZUBIR DAOED S.H. di Jalan Pang Lateh Desa Simpang Empat Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe untuk perubahan anggaran dasar lembaga serikat pengembangan swadaya masyarakat (SEPAKAT) dengan memberikan dokumen sebagai dasar perubahan anggaran dasar kepada terdakwa berupa daftar absensi rapat anggota II lembaga sepakat, notulen rapat anggota Lsm Sepakat Lhokseumawe, berita acara rapat anggota Lsm Sepakat Lhokseumawe dan foto suasana rapat Anggota lembaga Sepakat. Selanjutnya setelah saksi ILMASTIN, S.Pd.i BIN RUSLI dan saksi MUSLIM GUNAWAN, S.Sos. BIN SUWANDI memberi dokumen sebagai dasar perubahan tersebut kepada terdakwa untuk di verifikasi. Setelah terdakwa melakukan verifikasi terhadap dokumen tersebut, kemudian terdakwa membuat minuta akta (asli akta notaris) Nomor : 01.- Tanggal 02 November 2012 ; Bahwa pada saat terdakwa membuat minuta akta (asli akta notaris) Nomor : 01,- Tanggal 02 November 2012 tersebut, terdakwa melakukan pemalsuan surat terhadap akta Notaris/ akta otentik Nomor : 01,- Tanggal 02 November 2012 tersebut dengan cara membuat ada sebagai penghadap yang menghadap dihadapan terdakwa di dalam halaman 1 akta Notaris tersebut dengan mencantumkan pada angka III selaku TUAN EDI FADHIL, lahir di Lam Raya pada tanggal 16 Juni 1984 (seribu sembilan ratus delapan puluh empat), wiraswasta bertempat tinggal di Desa Cot Jambo, Kecamatan Montasik, Kabupaten Aceh Besar pemegang Kartu tanda Penduduk Nomor : 1354/04/AB/CJ/2003. Warga Negara Indonesia. Padahal TUAN EDI FADHIL/ saksi EDI FADHIL Bin ILYAS sebagaimana tersebut di dalam Akta Notaris tersebut tidak pernah menghadap dihadapan terdakwa untuk pembuatan akta notaris Nomor : 01,- Tanggal 02 November 2012 tersebut ; Bahwa selanjutnya pada hari Jum’at tanggal 02 November 2012 sekira pukul 15.00 Wib, ILMASTIN, S.Pd.i. BIN RUSLI dan saksi MUSLIM GUNAWAN, S.Sos. BIN SUWANDI datang ke kantor PANIN BANK kota Lhokseumawe di jalan Samudra Desa Kampung Jawa Lama Kecamatan Banda
Sakti Kota Lhokseumawe dengan membawa Akta Notaris Nomor : 01,- Tanggal 02 November 2012 tersebut untuk mengajukan perubahan spesimen (pengantian tanda tanggan) atau pengkinian data Lembaga Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat (SEPAKAT) pada Bank PANIN tersebut. Sehingga akibat dari perubahan spesimen (pergantian tanda tanggan) atau pengkinian data Lembaga Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat (SEPAKAT) pada Bank PANIN tersebut dengan menggunakan Akta Notaris Nomor : 01,- Tanggal 02 November 2012, saksi EDI FADHIL Bin ILYAS tidak dapat lagi melakukan penarikan uang ataupun melakukan tanda tanggan terhadap rekening biro milik Lembaga Serikat Pengembag Swadaya Masyarakat (SEPAKAT); Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP; B. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum 1. Menyatakan Terdakwa, IMRAN ZUBIR DAOED, SH. Bin M. DAOED, bersalah melakukan tindak pidana, yaitu “ PEMALSUAN SURAT AKTA OTENTIK”, sebagaimana diatur dalam pasal 264 ayat (1) ke -1 KUHP dalam dakwaan tunggal; 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa IMRAN ZUBIR DAOED, SH. Bin. M. DAOED berupa pidana penjara selama 4 (empat) bulan dikurangi selama terdakwa dalam tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap dalam tahanan; 3. Menyatakan barang bukti berupa: a. 1(satu) buah Akte Notaris Imran Zubir Daoed, SH (asli) berdasarkan SK. Menteri Hukum dan HAM RI, Nomor : C-389.HT.03.01-Tahun 2005 Tanggal 05 Desember 2005, dengan Nomor 09, Tanggal 18 Oktober 2006 Lembaga Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat “ (SEPAKAT)”; Dikembalikan kepada yang berhak yakni Lembaga Serikat Pengembang Swadaya masyarakat (SEPAKAT); a. 1(satu) buah Akte Notaris Imran Zubir Daoed, SH (asli) berdasarkan SK Menteri Hukum dan Ham RI, Nomor : C-389.HT.03.01-Tahun 2005 Tanggal 05 Desember 2005, dengan Nomor 01, Tanggal 02 November 2012 tentang PERUBAHAN ANGGARAN DASAR Lembaga Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat (SEPAKAT) ; b. 1(satu) lembar Daftar Absensi Rapat Anggota II Lembaga Sepakat, Hari Senin tanggal 29 Oktober 2012; c. 2(dua) lembar Notulen Rapat Anggota LSM Sepakat Lhokseumawe, hari Senin tanggal 29 Oktober 2012; d. 2(dua) lembar Berita Acara Rapat Anggota LSM Sepakat Lhokseumawe hari Senin tanggal, 29 Oktober 2012; Tetap terlampir dalam berkas perkara; 4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2000,00 (Dua ribu rupiah);
D. Analisis Kasus Apabila untuk meminta keterangan Notaris atas laporan pihak tertentu menurut pasal 66 UUJN, maka jika Notaris dipanggil oleh Kepolisian, Kejaksaan atau Hakim, maka instansi yang ingin memanggil tersebut wajib minta persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah (MPD). Ketentuan pasal 66 UUJN tersebut bersifat imperatif atau perintah. Dalam praktik sekarang ini, ada juga Notaris yang dipanggil oleh Kepolisian, Kejaksaan atau Hakim langsung datang menghadap kepada instansi yang memanggilnya, tanpa diperiksa dulu oleh MPD artinya menganggap sepele terhadap MPD, jika Notaris melakukan seperti ini, maka menjadi tanggungjawab Notaris sendiri, misalnya jika terjadi perubahan status dari Saksi menjadi Tersangka atau Terdakwa. Ketentuan Pasal 66 UUJN tersebut bagi kepolisian, Kejaksaan, atau Hakim bersifat imperatif, artinya jika Kepolisian, Kejaksaan, atau Hakim menyepelekan ketentuan pasal 66 UUJN, maka terhadap Kepolisian, Kejaksaan, Hakim dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap undang-undang, maka jika hal ini terjadi, kita dapat melaporkan Kepolisian, Kejaksaan dan Hakim kepada atasannya masing-masing, dan di sisi yang lain, perkara yang disidik atau diperiksa tersebut dapat dikaterogrikan cacat hukum (dari segi Hukum Acara Pidana) yang tidak dapat dilanjutkan (ditunda untuk sementara) sampai ketentuan Pasal 66 UUJN di penuhi.31 Oleh karena itu putusan Nomor : 40/Pid.B/2013/PN.Lsm. di atas seharusnya tidak di keluarkan atau di sahkan karena tidak melapor kepada MPW dan MPD yang sudah di jelaskan bahwa apabila hal tersebut tidak dilakukan maka telah dikaterogirkan cacat hukum (dari segi Hukum Acara Pidana). Penegak hukum seharusnya mengetahui hal tersebut di karenakan apabila tidak ada yang melapor kepada MPW dan MPD apabila seseorang Notaris yang melakukan Tindak Pidana maka peran atau tugas MPW dan MPD tidak berjalan dengan seharusnya di mana tugas MPW dan MPD adalah memberi bimbingan dan pengawasan kepada Notaris. Hakim haruslah bertindak apabila tuntutan yang dilayangkan oleh Jaksa Penuntut Umum tidak sesuai dikarenakan sudah menyangkut profesi notaris. Putusan Nomor : 40/Pid.B/2013/PN.Lsm. di atas telah menyalahi aturan hukum yang berlaku dan hakim tidak mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan keadilan. Seharusnya hakim memutuskan hukuman yang lebih berat di karenakan unsur-unsur tindak pidana yang ada di pasal 263 ketiganya telah terpenuhi dan terdakwa telah melanggar kode etik notaris. Hakim haruslah pandai melihat suatu kasus pidana di karenakan ini bukan kasus pidana yang dilakukan oleh orang biasa melainkan kasus yang sudah menyangkut profesi Notaris. Dalam dunia Notaris, dikenal adagium: “setiap orang yang datang menghadap notaris telah benar berkata tidak berbanding lurus dengan berkata benar, yang artinya suatu kebohongan atau memberikan keterangan palsu, hal itu menjadi tanggung jawab yang bersangkutan (para pihak)”. Kemudian, akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna 31
. Habib Adjie., Op.Cit., hlm 24
sehingga para pihak yang membaca akta tersebut harus melihat apa adanya dan notaris tidak perlu membuktikan apa pun atas akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris. Karenanya, orang lain yang menilai atau menyatakan akta notaris itu tidak benar, maka mereka yang menilai atau menyatakan tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai prosedur hukum yang berlaku. Keterangan atau pernyataan dan keinginan para pihak yang diutarakan dihadapan notaris merupakan bahan dasar bagi notaris untuk membuat akta sesuai dengan keinginan para pihak yang menghadap notaris, tanpa ada keterangan atau pernyataan dan keinginan dari para pihak tidak mungkin notaris untuk membuat akta. Kalaupun ada pernyataan atau keterangan yang diduga palsu dicantumkan dimasukkan ke dalam akta otentik, tidak menyebabkan akta tersebut palsu, serta tidak berarti notaris memasukkan atau mencantumkan keterangan palsu ke dalam akta notaris. Secara materil kepalsuan atas hal tersebut merupakan tanggungjawab para pihak yang bersangkutan, dan tindakan hukum yang harus dilakukan adalah membatalkan akta yang bersangkutan melalui gugatan perdata.32 Berdasarkan paparan putusan Nomor : 40/Pid.B/2013/PN.Lsm. di atas, dapat saya simpulkan bahwa dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di karenakan di dalam Kitap Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 263 Jo 264 Tentang Tindak Pidana Pemalsuan seharusnya di jatuhkan hukuman seberat maksimal 6 tahun penjara, di bandingkan dengan putusan di atas yang hanya 2 bulan penulis tidak sependapat dengan putusan yang di jatuhkan hakim, dan seharusnya hakim memasukan peritimbangan hukumnya dikarenakan terdakwa telah melanggar kode etik notaris dan kasus ini sudah menyangkut nama baik Ikatan Notaris Indonesia. Menurut Pendapat Penulis, berdasarkan Putusan Nomor : 40/Pid.B/2013/PN.Lsm. Notaris merupakan pejabat umum yang membuat akta untuk para pihak. Jadi Notaris bukanlah membuat akta untuk diri sendiri malainkan untuk orang lain dan seharusnya pada putusan di atas haruslah di juntokan ke pasal 55 KUHP. Hal ini di karenakan Notaris telah membantu para pihak untuk memalsukan surat, jadi seharusnya Notaris yang bernama Imran Zubir Daoed dikenakan Pasal 264 Jo Pasal 55 KUHP dan saksi Ilmastin dan Muslim Gunawan seharusnya dikenakan Pasal 266 KUHP. Dimana, pasal tersebut menyatakan “Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.” Di karenakan saksi tersebut telah menyuruh Notaris untuk membuat akta tersebut tanpa sepengetahuan Tuan Edi Fadhil.
32
http://alviprofdr.blogspot.com/2010/11/notaris-pelaku-tindak-pidana-pasal-266.html di akses pada Tanggal 23 Maret 2015.
PENUTUP A. Kesimpulan 1) Akta Authentik adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.” Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam udangundang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Wewenang membuat akta otentik ini hanya dilaksanakan oleh notaris sejauh pembuatan akte otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Peranan Notaris dalam pembuatan Akta Authentik diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 02 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris berdasarkan Undang-Undang tersebut mengartikan bahwa Notaris berperan penting dalam pembuatan Akta Authentik di karenakan Notaris merupakan Pejabat Umum yang berwenang membuat Akta Authentik tersebut. 2. Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh seseorang yang melakukan tindak pidana, pertanggungjawaban pidana notaris dalam tindak pidana pemalsuan yaitu sanksi berupa hukuman penjara dan sanksi administratif yang bersifat pidana yang terdapat pada pasal 9 huruf (e) dimana apabila seorang notaris yang di tahan oleh Kepolisian maka jabatannya di berhentikan sementara. Oleh karena itu apabila Notaris di tahan oleh Kepolisian maka kantor kenotariatannya berhenti sementara sampai Notaris tersebut keluar dari tahanan. B. Saran Pengaturan hukum di indonesia haruslah di tegaskan dan hakim harus mempertimbangkan segala sesuatu yang harus dipertimbangkan. Seharusnya hukuman yang menyangkut profesi haruslah di beri hukuman yang lebih berat dikarenakan ia telah mengerti akan perbuatannya dan ia telah mengetahui sanksi apa saja yang terjadi apabila ia melakukan tindak pidana tersebut. Dan setiap Acara Pengadilan harus sesuai dengan Berita Acara yang telah di atur jangan sampai cacat hukum.
DAFTAR PUSTAKA Ali, Mahrus, 2012, Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta. Hamzah, Andi, 1994, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta. Moeljatno, 1983, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana, Bina Aksara, Jakarta. Saleh, Roeslah, 1983, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Dua Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana, Aksara Baru, Jakarta. Adjie, Habib, 2011, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Rafika Aditama, Bandung. Tobing, G.H.S.L, 1983, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta. Soekanto,Soerjono & Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singatan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sjaifurrahman, 2011, Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, CV. Mandar Madju, Bandung Adjie, Habib, 2009, Hukum Notaris Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung. R, Putri A, 2011, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris, PT. Soft Media, Jakarta. Mulyadi, Mahmud, Surbakti, Feri Antoni, 2010, Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Korporasi, PT. Softmedia, Jakarta.
Sianturi, S.R., 1996, Azas-Azas Hukum Pidana di indonesia dan Penerapannya, Cetakan Keempat, Alumni Aheam, Jakarta. Chazawi, Adami, 2000, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, PT. Raja Grafindo, Jakarta. UNDANG-UNDANG: Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. JURNAL : Ikhsan, Edy & Mahmul Siregar, Bahan Kuliah Metode Penelitian Hukum Internet: http://alviprofdr.blogspot.com/2010/11/notaris-pelaku-tindak-pidana-pasal-266.html