WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT DALAM MENGATASI POLUSI UDARA (Timbal/Pb) DENGAN PENANAMAN VEGETASI DI KOTA TARAKAN Sulistya Rini Pratiwi Fakultas Ekonomi Universitas Borneo Tarakan Email:
[email protected] Abstraksi : Salah satu upaya untuk mereduksi polusi udara adalah dengan cara vegetasi, yaitu pembuatan jalur hijau (Green Belt). Penambahan jalur hijau dapat dilakukan dengan penanaman pohon perindang dan penyerap polutan di sepanjang jalan yang bermanfaat menurunkan kandungan polutan dalam udara kota. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi factor-faktor yang mempengaruhi WTP masyarakat dalam mereduksi polusi udara. Metode analisis data yang digunakan dalam penghitungan kesediaan masyarakat untuk membayar penanaman vegetasi penyerap polutan adalah Metode Willingness to Pay (WTP). Hasil dari penelitian ini adalah masyarakat bersedia untuk membayar (WTP) sebesar Rp. 7.325,98. Harga baru yang diperoleh melalui WTP ternyata lebih kecil dari harga yang ditetapkan saat ini. Dari hasil pengumpulan data lapangan hanya terdapat satu variable saja yang secara signifikan mempengaruhi WTP responden, yaitu biaya perawatan.
Kata Kunci: WTP, CVM, Polutan, Vegetasi.
Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan yang berjalan cepat menuntut adanya fasilitas transportasi perkotaan. Aglomerasi menyebabkan adanya peningkatan biaya perjalanan (transport cost) dan biaya produksi (production cost) (Scott dalam Kuncoro, 2004). Pertumbuhan kendaraan rata-rata per tahun dari tahun 2004-2011 sebesar 9,87% (Samsat, 2011). Ditambah lagi panjang jalan di Kota Tarakan tidak mengalami peningkatan secara siginifikan. Hal ini akan menimbulkan kemacetan pada jalan-jalan utama dan terkonsentrasinya polutan di daerah-daerah padat. Pemantauan kualitas udara pada tahun 2011 dilakukan oleh Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) pada 7 lokasi yaitu di daerah Jalan Mulawarman, Jalan Jenderal Sudirman, Pelabuhan Malundung, Depan Swiss Belhotel Borneo, Jalan Kusuma, Depan Kelurahan Karang Harapan dan Pinggir Jalan Pasir Putih. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara ambien yang dilakukan di Kota Tarakan, pada tahun 2011 berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Keputusan KLH No.02/MENKLH/1988 tentang Baku mutu Lingkungan di Wilayah Kalimantan Timur secara umum kualitas udara ambien masih memenuhi baku mutu (BPLH, 2011). Jenis pohon pelindung yang dapat mengurangi polusi udara sekitar 47 - 69% (Ecological Observation And Wetlands Conservation, 2003), yaitu pohon felicium
1
(Filicium decipiens), mahoni (Swietinea mahagoni), kenari (Canarium commune), salam (Syzygium polyanthum), dan anting-anting (Elaeocarpus grandiforus). Jenis tanaman perdu yang baik untuk mengurangi polusi udara adalah puring (Codiaeum variegiatum), werkisiana, nusa indah (Mussaenda sp), soka (Ixora javanica), dan kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis). Tumbuhan tidak akan pernah bisa membantu menurunkan emisi, melainkan ia akan membantu proses refreshing udara. Maka kita pula yang selayaknya memikul tanggung jawab untuk melakukan perbaikan atas perbuatan kita mencemari udara, serta pencegahan berupa pengendalian pencemaran nikmat udara. Tujuan Penelitian Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor menyebabkan peningkatan kandungan gas buang di udara, yang mempunyai dampak buruk terhadap kesehatan. Peningkatan dampak timbal ini menyebabkan peningkatan biaya kesehatan masyarakat. Sehingga dibutuhkan upaya untuk mereduksi polusi udara dengan penanaman vegetasi. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 1) Identifikasi dan analisis kesediaan masyarakat untuk menanam pohon perindang yang menyerap timbal. 2) Identifikasi dan analisis variabel-variabel mempengaruhi besarnya nilai WTP masyarakat.
yang
secara
signifikan
Studi Literatur Judul dan metode penelitian terkait seperti disebutkan pada tabel. Tabel 1. Studi Tentang Valuasi Ekonomi Sumber Daya Alam, Dan Lingkungan No
Peneliti, Judul dan Tahun
1
Campbell Monetary Valuation of TreeBased Resources in Zimbabwe: Experience and Outlook (1993)
2
Cesar Economic valuation of Improvement of Air Quality in the Metropolitan Area of Mexico City (2000)
Metode Analisis CVM
Exposureresponse (ER) functions
Hasil/Kesimpulan Nilai pohon sebagai sumber daya alam
persediaan
Estimasi manfaat penurunan 10 % PM10 dan penipisan ozon US$ 760 juta/tahun dan penurunan 20 % adalah US$ 1,49 miliar/tahun
2
No 3
Peneliti, Judul dan Tahun Navrud Valuing Health Impacts from Air Pollution in Europe (2001)
Metode Analisis CVM
Hasil/Kesimpulan -
-
-
4
Gravitiani Valuasi Ekonomi Gas Buang Kendaraan Bermotor Terhadap Kesehatan Masyarakat di Kota Yogyakarta (2003)
Dose response function, Exposureresponse (ER) functions
-
-
-
5
6
Tejo Analisis Ekonomi Pengembangan Hutan Kota Studi Kasus: Pengembangan Hutan Kota dan Lingkungan Kampus UGM Yogyakarta (2003)
CVM
Samudro Analisis Ekonomi Dampak Gas Buang Kendaraan Bermotor terhadap Kesehatan Masyarakat, Studi Kasus Kabupaten Sleman ( 2004)
- Dose response function - wtp
-
-
Membandingkan nilai WTP dampak polusi udara terhadap kesehatan di beberapa Negara Eropa. Di Norwegia sebesar 4 Euro, di Tampere 36 Euro, di Strasbourg 340 – 450 FF Norwegia mempunyai WTP paling kecil dikarenakan Negara tersebut jarang terdapat penyakit pernapasan. Menunjukkan total biaya kompensasi kesehatan akibat PM10 sebesar Rp.765,7 miliar dan Pb sebesar Rp.1,2 triliun Manfaat penurunan 10% PM10 sebesar Rp.859,2 miliar dan Pb sebesar Rp.37,5 miliar Analisis spasial menyatakan bahwa kepadatan penduduk tidak sepenuhnya mempengaruhi kandungan PM10 dan Pb di udara kota Yogyakarta Hutan kota di kawasan UGM masih kurang, minimal 25 ha Kemauan warga UGM untuk membayar biaya pengadaan dan pemeliharaan hutan kota sebesar Rp 46.354,17 (WTP) Kemauan warga UGM untuk menerima manfaat hutan kota Rp 83.791,70 (WTA)
Terjadi peningkatan pengeluaran masyarakat karena meningkatnya kadar CO di udara.
3
No 7
Peneliti, Judul dan Tahun Vassanadumrongdee Dan Matsuoka Risk Perceptions And Value Of A Statistical Life For Air Pollution And Traffic Accidents: Evidence From Bangkok, Thailand (2005)
Metode Analisis WTP
Hasil/Kesimpulan -
-
-
8
9
Xie, Kontoleon, Zhang,dan Yu A Choice Experiment Study on Air Pollution Related Health Valuation (2011)
WTP
Mohajan Valuing Health Impacts Of The Workers In Bangladesh Due To Air Pollution (2012)
WTP
-
-
-
-
WTP untuk mengurangi Risiko pencemaran udara dipengaruhi oleh derajat kecemasan, pengendalian keparahan, dan eksposur pribadi, Sedangkan untuk WTP mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas dipengaruhi oleh kejadian langsung dirasakan. Nilai WTP rata-rata untuk polusi udara sebesar $ 1,32 juta dan nilai WTP rata-rata kecelakaan lalu lintas sebesar $1,48. Menggunakan pendekatan pembayarn publik dan pembayaran pribadi. Nilai WTP pembayaran publik lebih besar 50% dari pada WTP pribadi. WTP 1 hari dan 14 hari untuk mendapatkan pelayanan medis yang baik pada tenaga kerja di Bangladesh. Untuk 1 hari kerja, besar WTP rata-rata adalah 563Tk (1$=81Tk), dan untuk 14 hari kerja sebesar 1293Tk.
Sumber: Hasil penelitian sebelumnya, 2012 Pencemaran Udara Udara adalah barang bebas, merupakan atmosfer yang mengelilingi bumi dan mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup di bumi. Kandungan udara merupakan gas nitrogen sebanyak 79%, oksigen sebanyak 20%, karbondioksida sebanyak 0,3% dan beberapa gas terlarut dalam uap air dalam jumlah yang bervariasi seperti argon; helium; xenon; neon; dan kripton (Peavy, Chiras, 1988 dalam Widiati, 1992). Udara mempunyai kemampuan untuk menyerap polutan dalam batas tertentu (ambang batas), tetapi bila polutan yang masuk melebihi ambang batasnya maka terjadi pencemaran udara. Perubahan lingkungan karena pencemaran udara ini disebabkan oleh proses alam dan kegitan manusia, sehingga kualitas udara menurun. Kualitas udara perkotaan sangat menurun akibat tingginya aktivitas transportasi. Emisi kendaraan bermotor yang berbahan bakar bensin (premium) ataupun solar dapat mengeluarkan CO (Karbon Monoksida), NO2 (Nitrogen Dioksida), SO2 (Sulfur Dioksida), CO2 (Karbon Dioksida), Partikel Pb (Timbal),
4
dan asap fotokimia (photochemical smog) yang kesemuanya dapat menggangu kesehatan (Wardhana, 2004). Karena berasal dari kendaraan bermotor, maka tingkat penggunaan kendaraan bermotor menjadi signifikan terhadap kadar pencemaran udara oleh emisi gas buang kendaraan bermotor. Zat pencemar tersebut jika tinggal di atmosfer cukup lama akan bercampur dengan seluruh atmosfer akibat proses meteorologist global. Ini dapat menyebabkan pengurangan lapisan ozon dan efek rumah kaca (Tjasyono, 2004). Taman dan Perindang Jalan Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, Pasal 1 ayat 1, 2 disebutkan bahwa : 1. Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area/memanjang /jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat yang pada dasarnya tanpa bangunan. 2. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan ( RTHKP ) adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Taman dan perindang jalan di kota, akan menjadi paru-paru kota karena pepohonan yang ada dapat menyerap polusi yang ada, menjadikan ruang publik untuk masyarakat agar dapat berinteraksi secara bebas dan nyaman. Selain itu dapat menurunkan suhu lokal terciptanya lingkungan yang sejuk dan nyaman berwawasan lingkungan alam dalam rangka mewujudkan Kota Tarakan sebagai kota yang rapi dan indah, sehingga dengan demikian akan memberikan estetika pada kota. Dalam hal ini untuk memberikan tempat yang bersih dan bebas dari polusi perlu adanya ruang terbuka hijau. Saat ini ruang terbuka di Kota Tarakan dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Luas hutan kota : 506,90 ha (yang dikelola pemerintah) 2. Kawasan budidaya : 54.569,40 ha 3. Luas RTH : Kawasan ruang terbuka hijau dengan luas 12.358 ha (49%). Kemudian untuk kawasan terbangun memiliki luas 11.079,9 ha (43,8%) dan badan air memiliki luasan terkecil 1.821,06 ha (7,2%). Badan air pada Pulau Tarakan terletak di pantai, yang kemungkinan besar adalah rawa. Berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kota Tarakan tahun 2006-2013, yang termasuk kawasan RTH adalah lapangan tembak, kawasan hutan lindung, konservasi mangrove, hutan kota. Sedangkan untuk kawasan terbangun antara lain pemukiman, dermaga, terminal, industri kecil, kawasan komersial, industri besar, industri terpadu, kawasan pendidikan, pertambangan dan kawasan perdagangan dan jasa. Dari hasil pengolahan rencana tata ruang wilayah Kota Tarakan, meunjukkan bahwa kelas penutupan lahan didominasi oleh kawasan terbangun dengan luas 14.046,4 ha (55,6%). Kemudian untuk ruang terbuka hijau memiliki luasan lebih kecil dari kawasan terbangun dengan luas 11.212,4 ha (44,4%). Pada
5
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tarakan, badan air tidak diikutsertakan dalam dokumen. 4. Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) saat ini khususnya taman dan penanaman pohon perindang belum dapat memenuhi kebutuhan kota, baik luas maupun penyebarannya, 5. Pemahaman bahwa Ruang Terbuka Hijau (RTH) saat ini khususnya taman dan penanaman pohon perindang belum dapat memenuhi kebutuhan kota baik luas maupun penyebarannya. 6. Pemahaman bahwa masalah Ruang terbuka Hijau (RTH) adalah masalah bersama pemerintah dan dunia usaha masih kurang. 7. Beberapa usaha yang dilakukan : Mengembalikan fungsi yang dimanfaatkan tidak sesuai dengan peruntukannya (dari fungsi taman, kita optimalkan sebagai fungsi taman). Mengembangkan taman pada jalur-jalur jalan protokol dengan konsep taman pergola dengan mengedepankan pedestrian jalan sebagai faktor utama dan keindahan / kesejukan kota sebagai tujuan akhir nantinya. Penanaman pohon-pohon besar/pelindung di ruang kota/lingkungan sekaligus berfungsi sebagai elemen estetis kota. 8. Beberapa upaya ke depan yang harus dilakukan yaitu dengan meningkatkan penyebaran taman dan penyediaaan taman-taman di lingkungan padat penduduk untuk taman interaktif yang keberadaannnya sangat mendesak, dan meningkatkan peran serta masyakarat melalui penyelenggaraan kerjasama dengan dunia usaha serta partisipasi aktif masyarakat dalam pembuatan taman di lingkungannya. Pekarangan dari permukiman penduduk dianggap sudah memiliki ruang terbuka hijau walau terbatas dengan tanaman-tanaman dalam pot karena tidak adanya lahan untuk menanam tanaman keras sebagai peneduh maupun perindang. Keterkaitan Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Konsep pembangunan berkelanjutan adalah suatu konsep dimana keadaan keseimbangan pembangunan, antara pertumbuhan dengan pelestarian lingkungan hidup. Hal ini berarti bahwa pembangunan yang dilakukan pada masa sekarang dengan mengejar pertumbuhan ekonomi yang mengambil sumber daya alam sebagai modal dasarnya, harus disertai dengan usaha pelestarian modal alam tersebut (World Development Report, 1992) . Kata ‘berkelanjutan’ mengandung makna pemenuhan kebutuhan generasi sekarang tanpa merugikan kebutuhan generasi mendatang. Pertumbuhan ekonomi dan kualitas kehidupan manusia di masa mendatang sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan hidup saat ini, termasuk kualitas udara. Peran satu miliar orang paling kaya dan satu miliar orang miskin menyebabkan degradasi lingkungan lebih besar daripada 3,2 miliar penduduk dunia berpenghasilan menengah. Kedua kelompok ini paling bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan global (Todaro, 2000). Konsep pembangunan berkelanjutan didirikan atau didukung oleh tiga pilar, yaitu: ekonomi, sosial dan
6
lingkungan. Ketiga pendekatan tersebut bukanlah pendekatan yang berdiri sendirisendiri, tetapi saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Teknik Valuasi Non-Pasar Sumber Daya Alam dan Lingkungan Secara umum, teknik valuasi ekonomi sumberdaya yang tidak dipasarkan (non-market valuation) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit dimana Willingness To Pay terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik ini sering disebut teknik yang mengandalkan revealed WTP (keinginan membayar yang terungkap). Beberapa teknik yang termasuk ke dalam kelompok pertama ini adalah travel cost, hedonic pricing, dan random utility model. Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan survey di mana keinginan membayar atau WTP diperoleh langsung dari responden, yang langsung diungkapkan secara lisan maupun tertulis. CVM adalah sebuah metode penilaian ekonomi lingkungan untuk berbagai barang dan jasa yang tidak mempunyai pasar, atau pasarnya tidak berkembang secara baik, atau dimana tidak terdapat pasar alternatif sehingga tidak memungkinkan untuk menilai dampak lingkungan dari sebuah proyek dengan menggunakan berbagai teknik pasar (Hanemann,1994). CVM juga merupakan sebuah terminologi yang diberikan untuk sebuah riset pasar, dimana produknya adalah sebuah perubahan di dalam lingkungan (OECD,1995). Namun berbeda dengan riset pasar yang konvensional, CVM berkaitan dengan sebuah peristiwa hipotesis (hypothetical event) tentang peningkatan ataupun penurunan kualitas lingkungan. Pada dasarnya, metode CV menggunakan konsep WTP dan WTA dalam melakukan penilaian terhadap lingkungan. Dalam hal ini mengestimasi WTP (juga WTA), metode CV dikenal merupakan metode langsung dalam memvaluasi dampak lingkungan. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Tarakan, dengan 4 Kecamatan. Empat kecamatan tersebut adalah Kecamatan Tarakan Utara, Tarakan Barat, Tarakan Timur, dan Tarakan Tengah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Populasi adalah obyek yang akan diteliti. Parameter populasi adalah hasil perhitungan semua unit yang terdapat pada populasi. Populasi harus diketahui agar sampel dapat ditentukan. Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah penduduk yang bertempat tinggal di pinggir jalan yang kandungan polutannya mendekati atau melebihi NAB dan kesediaannya menanam pohon. Di wilayah Kota Tarakan, yaitu pada 4 kecamatan. Tehnik random dilaksanakan terhadap responden berdasarkan penerimaan atau penolakannya untuk bekerjasama dalam penelitian ini. Sampel dalam penelitian ini dan dapat mewakili individu yang bertempat tinggal di pinggir jalan yang kandungan polutannya mendekati atau melebihi NAB dan kesediaannya menanam pohon. Untuk menentukan ukuran sampel penelitian dari populasi tersebut dapat digunakan rumus Slovin (Husein, 2004), yaitu 204 responden.
7
Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Kesediaan untuk membayar (willingness to pay) adalah preferensi seseorang terhadap suatu barang dan jasa bergantung pada berbagai faktor dan bersifat pribadi sehingga berbeda untuk setiap orang. 2. Status tempat tinggal merupakan status rumah pelanggan pada saat penelitian ini dilakukan yang dibagi menjadi 2 yaitu rumah sendiri jika tempat tinggal responden adalah rumah pribadi dan lainnya untuk responden yang tempat tinggalnya bukan milik pribadi, seperti misalnya rumah kontrakan, kos, rumah orang tua, rumah KPR, rumah dinas, dan lain-lain (Sewa=0, Milik sendiri = 1) 3. Jenis vegetasi adalah jenis pohon yang dipilih responden untuk ditanam di pekarangan rumahnya. Responden yang memilih pohon angsana=0, tanjung=1, biola cantik=2, tabebuia=3. 4. Pendidikan formal menunjukkan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh responden. Dihitung dalam jumlah tahun yang dilalui responden. Untuk SD = 6tahun, SMP = 9tahun, SMA = 12tahun, Sarjana = 16tahun, Pascasarjana = 18tahun. 5. Umur merupakan tingkat umur responden. Dihitung dengan satuan tahun. 6. Luas pekarangan merupakan luas pekarangan tempat tinggal responden. Dihitung dalam satuan m2. 7. Jumlah pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan yang diterima dari pekerjaan dalam satu keluarga tiap bulannya. Variabel ini dihitung dalam satuan rupiah. 8. Biaya kesehatan adalah jumlah biaya kesehatan/berobat yang dikeluarkan satu keluarga tiap bulannya. Dihitung dalam satuan rupiah. 9. Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan responden untuk membeli pohon. Dalam hal ini responden telah menanam pohon sebelumnya. Dihitung dalam satuan rupiah. 10. Biaya perawatan adalah biaya yang dikeluarkan responden dalam merawat pohon. Dalam hal ini responden telah menanam pohon sebelumnya. Dihitung dalam satuan rupiah. Metode Analisis Data Menghitung WTP Estimasi nilai mean WTP, dengan rumus (Fauzi,2004) : (WTP1 x N1) + ..... + (WTPn x Nn) Rata-rata WTPmax = ——————————————— N Dimana WTPn= Rata-rata maksimal kesediaan membayar Dengan Nn = Jumlah responden yang bersedia membayar N = Jumlah sampel
8
Mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi Analisis regresi Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Squared (Greene, 2000). LnWTP = β0 + β1 STAT + β2 VEG + β3 LnUMUR + β4 LnLUAS + β5 LnPEND + β6 LnPENDP + β7 LnKES + β8 LnPEMB + β9 LnPERWT + ε dimana : WTP = Kesediaan responden untuk membayar biaya atas penanaman pohon yang dilakukan (rupiah) STAT = Dummy status tempat tinggal: 1= rumah sendiri, 0= lainnya VEG = Dummy jenis vegetasi: 3= angsana, 2= tanjung, 1= biola cantik, 0= tabebuia. UMUR = Tingkat umur responden (tahun) LUAS = Luas pekarangan (satuan meter2) PEND = Tingkat pendidikan Biaya (tahun) PENDP = Jumlah total pendapatan responden per bulan (rupiah) KES = Biaya kesehatan perbulan (rupiah) PEMB = Biaya pembelian pohon (rupiah) PERWT= Biaya perawatan pohon (rupiah ε = error Ln = Logaritma Natural β0,β1,β2,β3,β4,β5,β6,β7,β8 = koefisien variabel independen
HASIL DAN PEMBAHASAN Menghitung Willingness To Pay Willingness to Pay Untuk Pembelian Vegetasi Permasalahan yang terpenting dalam penelitian ini adalah mengenai kesediaan untuk membayar (WTP) bagi masyarakat sebagai responden. Responden diminta untuk memilih tarif/harga bibit pohon penyerap polutan yang sesuai dengan kemampuannya. Rata-rata dari maksimum kesediaan membayar (Avarage of Maximum Willingness to Pay) masyarakat adalah sebesar Rp. 7.325,98, ini artinya lebih rendah dari harga yang telah ditetapkan oleh pembibit pohon penyerap polutan yaitu Rp.75.000,-. Kesediaan membayar masyarakat terhadap sebuah pohon lebih kecil dari harga yang ditetapkan, sehingga tidak dapat menggambarkan nilai WTP yang sebenarnya. Nilai WTP yang kecil menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap penanggulangan polusi udara kecil. Harga yang ditetapkan oleh pembibit yaitu sebesar Rp. 75.000,- per bibit pohonnya, ditentukan berdasarkan ukuran bibit pohon 1-1,5 m dan berumur kurang lebih 3 bulan. Dengan umur dan tinggi tersebut, bibit pohon sudah siap tanam di lahan terbuka.
9
Willingness to Pay Untuk Pemeliharaan Vegetasi Rata-rata dari maksimum kesediaan membayar (Avarage of Maximum Willingness to Pay) masyarakat adalah sebesar Rp. 6.463,23, ini artinya lebih tinggi dari biaya pemeliharaan yang telah ditetapkan oleh pembibit pohon penyerap polutan yaitu Rp. 3.000,-. Menandakan adanya penghargaan yang besar dari masyarakat terhadap pohon penyerap polutan tersebut. Biaya pemeliharaan yang ditetapkan oleh pembibit yaitu sebesar Rp. 3.000,- per pohonnya, ditentukan berdasarkan harga standar pupuk Rp.2.000,- ditambah dengan biaya lainnya. Jadi dikalkulasikan sebesar Rp. 3.000,-. Pemupukan pun dilakukan hanya ketika pertama kali ditanam saja. Willingness To Pay Penanaman Vegetasi Rata-rata dari maksimum kesediaan membayar (Avarage of Maximum Willingness to Pay) masyarakat adalah sebesar Rp. 9.068,63, ini artinya lebih rendah dari harga yang sebenarnya, harga bibit pohon ditambah dengan biaya perawatan penanaman pohon, yaitu sebesar Rp.78.000,-. Mengidentifikasi Variabel yang Mempengaruhi Analisis Regresi Analisis data dari model penelitian ini dilakukan dengan estimasi regresi Ordinary Least Square (OLS) Klasik. Hasil analisis regresi terhadap nilai WTP dan variabel yang mempengaruhinya yaitu pendapatan, biaya pembelian, biaya perawatan, biaya kesehatan, jenis vegetasi, luas pekarangan, tingkat pendidikan, usia, dan status ditunjukan oleh persamaan regresi sebagai berikut : LnWTP = 0.8012 - 0.1079STAT - 0.0156VEG + 0.2194UMUR + 0.1759LUAS - 0.0103PEND + 0.0091PENDP + 0.0593KES + 0.0618PEMB + 0.6003PERWT Uji Korelasi Analisis korelasi sederhana, meneliti hubungan antar variabel. Jika kenaikan didalam suatu variable diikuti dengan kenaikan variable yang lain, maka dapat dikatakan bahwa kedua variable tersebut mempunyai “korelasi” yang positif. Tetapi jika kenaikan didalam suatu variable diikuti penurunan variable yang lain maka kedua variable tersebut mempunyai korelasi negatif. Jika tidak ada perubahan pada suatu variable, meskipun variable yang lain mengalami perubahan, maka kedua variable tersebut,tidak mempunyai hubungan (uncorrelated). Analisis hasil output, nilai Obs*R squared sebesar 27,04943 dan p-value= 0,00001 < α = 5%, maka model diatas tidak terdapat masalah korelasi. Uji Model Secara Simultan Dalam penelitian ini variabel independen yang digunakan sebanyak 9 variabel. Berdasarkan hasil pengujian model secara simultan yang ada dalam persamaan 1, ternyata nilai F statistic adalah sebesar 20.34874 dengan p-value =
10
0,000000, sehingga p-value < α = 0,05. Berdasarkan hasil ini maka Ho ditolak, yang berarti bahwa pada probabilitas WTP responden, minimal terdapat satu variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu WTP masyarakat dalam penanaman vegetasi. Uji Model Secara Parsial Hasil regresi mengungkapkan bahwa variabel yang pengaruhnya signifikan terhadap probabilitas WTP masyarakat adalah PERAWATAN (biaya perawatan pohon) dengan koefisien β= 0,6003 dan p-value =0,0000. P-value variabel tersebut kurang dari taraf signifikansi 5 persen. Variabel independen yang pengaruhnya tidak signifikan terhadap probabilitas WTP masyarakat variabel STATUS (status kepemilikan rumah), VEGETASI (jenis pohon), UMUR (umur responden), LUAS PEKARANGAN (luas pekarangan rumah responden), PENDIDIKAN (tingkat pendidikan responden), PENDAPATAN (total pendapatan keluarga), KESEHATAN (pengeluaran biaya kesehatan), PEMBELIAN (biaya pembelian bibit pohon). Uji terhadap Koefesien Determinasi (R²) Besarnya koefesien determinasi (R²) yang diperoleh adalah sebesar 0.485600, hal ini menunjukan bahwa variasi variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu pendapatan, biaya pembelian, biaya perawatan, biaya kesehatan, jenis vegetasi, luas pekarangan, pendidikan, usia dan status kepemilikan rumah dapat menjelaskan variasi variabel WTP sebesar 48,6%, sedangkan sisanya 51,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian ini, karena variabel tersebut tidak dapat dimonetasi. Uji Asumsi Klasik Dari hasil pengujian, maka model tersebut lolos dari uji multikolinearitas. Hal ini ditunjukan oleh tingkat signifikansi dari semua variabel bebas dengan nilai R² model utama lebih besar dari pada R² regresi antar variabel bebas. Dan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan diperoleh nilai Probabilitas Obs*R-squared sebesar 0,120233 lebih besar dari α = 5%, hasil tersebut menunjukan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model. Pengujian autokorelasi dalam persamaan diatas sudah dilakukan dengan uji Durbin Watson, dan terdapat autokorelasi dalam persamaan tersebut (DW stat = 1,499225). Kemudian dilakukan pengobatan dengan metode Cochran-orcutt dan disimpulkan bahwa dalam persamaan tersebut tidak terdapat autokorelasi. Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan dalam penelitian ini. Dari hasil analisis dimuka, besarnya willingness to pay masyarakat untuk biaya pembelian sebesar Rp.7.325,98,-. Sedangkan harga yang ditetapkan oleh pembibit saat ini adalah sebesar Rp.75.000,-. Harga baru yang diperoleh melalui WTP ternyata lebih kecil dari harga yang ditetapkan saat ini. Berdasarkan Willingness to Pay (WTP) responden untuk biaya pemeliharaan diperoleh sebesar Rp.6.463,23. Sedangkan biaya pemeliharaan oleh pembibit adalah sebesar Rp. 11
3.000,-. Hal ini menandakan besarnya penghargaan responden terhadap biaya pemeliharaan pohon. Biaya pemeliharaan yang ditetapkan oleh pembibit yaitu sebesar Rp. 3.000,- per pohonnya, ditentukan berdasarkan harga standar pupuk Rp.2.000,- ditambah dengan biaya lainnya. Jadi dikalkulasikan sebesar Rp. 3.000,-. Pemupukan pun dilakukan hanya ketika pertama kali ditanam saja. Rata-rata dari maksimum kesediaan membayar (Avarage of Maximum Willingness to Pay) masyarakat adalah sebesar Rp.9.068,63, ini artinya lebih rendah dari biaya penanaman pada pasar yaitu Rp.78.000,-. Yang merupakan akumulasi dari biaya pembelian sebesar Rp.75.000,- dan biaya perawatan sebesar Rp.3.000,-. Menandakan kurangnya penghargaan dari masyarakat terhadap pohon penyerap polutan tersebut. Dari hasil analisis dengan menggunakan metode ordinary least square, mengungkapkan bahwa variabel yang pengaruhnya signifikan terhadap probabilitas WTP masyarakat adalah PERAWATAN (biaya perawatan pohon) dengan koefisien β= 0,60033 dan p-value= 0,0000. P-value variabel tersebut kurang dari taraf signifikansi 5 persen. Sedangkan variabel independen yang pengaruhnya tidak signifikan terhadap probabilitas WTP masyarakat adalah variable PEMBELIAN (biaya pembelian bibit pohon), variabel PENDAPATAN (total pendapatan keluarga), KESEHATAN (pengeluaran biaya kesehatan), VEGETASI (jenis pohon yang ditanam), LUASPEKARANGAN (luas pekarangan responden yang dapat ditanami pohon), PENDIDIKAN (tingkat pendidikan responden), USIA (usia responden), dan variabel dummy STATUS (status kepemilikan rumah). Saran 1. Rata-rata kesediaan membayar (Average of Maximum Willingness to Pay) menunjukkan lebih rendah dari harga yang diberlakukan oleh pihak pembibit. Untuk itu diharapkan pemerintah ikut berpartisipasi dalam hal peningkatan kesadaran masyarakat dalam mengatasi polusi udara. Dengan cara pembagian gratis bibit pohon, yang ditanam dipekarangan rumah masyarakat. 2. Vegetasi penyerap polutan sangat baik bagi wadah penyadaran pentingnya sumber daya alam dan lingkungan bagi masyarakat. Sehingga diharapkan agar bagi pemerintah untuk memasyarakatkan hutan kota sebagai vegetasi. 3. Dibentuknya lembaga serta organisasi yang khusus menangani masalah lingkungan baik di pusat maupun daerah terutama menentukan penyimpangan, denda, kepada siapa denda harus dibayar, dan lain-lain, serta yang membuat laporan tahunan lingkungan pertahunnya. 4. Kita sebagai masyarakat yang merasakan dampak akan pencemaran lingkungan, hendaknya menanamkan perilaku disiplin. DAFTAR PUSTAKA Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Tarakan, Statistik Lingkungan Hidup 2011, Tarakan. Campbell, B., 1993, Monetary Valuation of Tree-Based Resources in Zimbabwe: Experience and Outlook, University of Zimbabwe.
12
Cesar, H., 2000, Economic valuation of Improvement of Air Quality in the Metropolitan Area of Mexico City, Institute for Environmental Studies (IVM) W00/28 + W00/28 Appendices (http://www.vu.nl/ivm) , Vrije Universiteit, Amsterdam. Gravitiani, Evi, 2003, “Valuasi Ekonomi Gas Buang Kendaraan Bermotor Terhadap Kesehatan Masyarakat di Kota Yogyakarta”, Tesis, Ilmu EkonomiUGM, Yogyakarta. Greene, William.H, 2000, Econometric Analysis, MacMillan Publishing Company, New York. Hanemann, W. Michael, 1994, Valuing The Envronmet Throught Contingent Valuation, The Journal of Economics Perspectives: Vol. 8 No. 4 pp.19-43, Published by American Economic Association. Husein, Umar, 2004, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Cetakan ke-6. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kementrian Dalam Negeri, 2007, Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau, Jakarta. Kuncoro, Mudrajad, 2004, Otonomi dan Pembangunan Daerah, Erlangga, Mohajan, H., Kumar, 2012, Valuing Health Impacts Of The Workers In Bangladesh Due To Air Pollution, International Journal of Environmet Research: 123-132, India. Navrud, Stale, 2001, Valuing Health Imppacts From Air Pollution In Europe, Environmental and Resource Economics: 305–329, Kluwer Academic Publishers, Netherlands. Samudro, Bhimo Rizki, 2004, “Analisis Ekonomi Dampak Gas Buang Kendaraan Bermotor terhadap Kesehatan Masyarakat, Studi Kasus Kabupaten Sleman”, Tesis, Ilmu Ekonomi-UGM, Yogyakarta Tejo. S, Hario. A, 2003, Analisis Ekonomi Pengembangan Hutan Kota Studi Kasus: Pengembangan Hutan Kota dan Lingkungan Kampus UGM Yogyakarta, Skripsi, Ilmu Ekonomi-UGM, Yogyakarta. Tjasyono, Bayong, 2004, Klimatologi, ITB, Bandung. Todaro, Michael.P, 2000, Economic Development in The Third World, 7th edition, London, Addison Wesley, Longman Limited. Vassanadumrongdee, Sujitra, & Matsuoka, S., 2005, Risk Perceptions and Value Of a Statistical Life for Air Pollution and Traffic Accidents: Evidence from Bangkok, Thailand, The Journal of Risk and Uncertainty, 30:3; 261–287, Netherlands. Wardhana, Arya Wisnu, 2004, Dampak Pencemaran Lingkungan, Edisi Revisi, Penerbit Andi, Yogyakarta. Widiati, Wiwik, 1994, “Pengaruh Gas Buang Kendaraan Bermotor terhadap Kadar Timbal Darah Pedagang Kaki Lima, Kasus di Kotamadya Yogyakarta”, Tesis, IKM-UGM, Yogyakarta. Xie, X., Kontoleon, A., Zhang, S., dan Yu, J., 2011, Private Pay or Public Pay? A Choice Experiment Study on Air Pollution Related Health Valuation, Working Paper, Beijing.
13