Jurnal Edukasi, ISSN 1411-2825, Vol XIII, No. 2, Agustus 2011, Hal 45-52 PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SEJARAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN THINK-PAIR-SHARE KELAS X2 SMA NEGERI 10 MAKASSAR
Pattaufi Fakultas ilmu pendidikan universitas negeri Makassar Email :
[email protected] Abstrak Pendidikan merupakan salah satu bentuk upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Seorang pembelajar dalam pendidikan memegang peranan yang penting. Pembelajar tidak hanya dituntut untuk memiliki kemampuan dalam pengalaman teoritis tapi juga harus memiliki kemampuan praktis. Kedua hal ini sangat penting karena seorang pembelajar dalam pembelajaran bukanlah sekedar menyampaikan meteri semata tetapi juga harus berupaya agar mata pelajaran yang sedang disampaikan menjadi kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan mudah dipahami bagi pebelajar. Model pembelajaran Think-Pair-Share adalah salah satu model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi kepada orang lain. ThinkPair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain sedangkan peranan seorang guru hanya melengkapi penyajian singkat selanjutnya siswa diarahkan mempertimbangkan lebih banyak tentang apa yang sudah dijelaskan.
Kata kunci : Think-pair-share, sejarah pembelajaran Abstract Education is one form of efforts to improve the quality of human resources. A learner in education play an important role. Learners are not only required to have the ability in theoretical experience but also must have the practical ability. Both of these are very important because a learner in the learning is not simply deliver the material itself but also should seek to subjects that are being delivered into the learning activities are fun and easy to understand for learners. Think-Pair learning model-Share is one model of learning which allows each student to demonstrate the participation to others. Think-Pair-Share to have the procedures set out explicitly to give students more time to think, respond and help
each other while the role of a teacher simply complete the brief presentation of the next student is directed to consider more about what has been described. Key words: Think-pair-share, the history of learning PENDAHULUAN Apabila pembelajar tidak dapat menyampaikan materi dengan tepat dan menarik, dapat menimbulkan kesulitan belajar bagi pebelajar,sehingga mengalami ketidaktuntasan dalam belajarnya. Mengacu pada tujuan pendidikan nasional, mengisyaratkan bahwa profesional adalah seorang pembelajar yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mendidik, mengajar dan membimbing peserta didik sebagai bagian dari pelaksanaan pembelajaran di kelas, sehingga peserta didik mampu mengembangkan potensi bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Melalui pendidikan diharapkan lahir manusia-manusia Indonesia yang mempunyai jiwa dan semangat yang tangguh dalam mendukung dan melaksanakan pembangunan nasional dengan tujuan pendidikan nasional. Disamping itu melalui pendidikan diharapkan mampu dikembangkan sikap, nilai, moral, dan seperangkat ketrampilan hidup bermasyarakat dalam rangka mempersiapkan warga negara yang baik dan mampu bermasyarakat. Selanjutnya Wahab (1986:36) menyatakan pula, bahwa “kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketetapan pembelajar dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran”. Secara teoritis adalah mudah untuk mempelajari semua metode atau model yang disarankan oleh para pakar pendidikan dan pakar pembelajaran, akan tetapi dalam praktek sangat sulit menerapkan, jika akan dikaitkan dengan kekhususan mata pelajaran atau bidang studi yang masing-masing telah memiliki standar materi dan tujuan-tujuan kognitif, afeksi, maupun psikomotorik. Khususnya dalam mata pelajaran sejarah, masih sedikit sekali tersedia buku panduan untuk bahan ajar di kelas. Mata pelajaran sejarah merupakan bagian-bagian dari ilmu sosial yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka menumbuhkan rasa nasionalisme, hal ini sejarah merupakan kajian ilmu yang menjelaskan tentang peristiwa pada masa lampau yang disertai dengan fakta-fakta yang jelas.
Kenyataan di sekolah menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran sejarah pebelajar terlihat kurang antusias, daya kreativitasnya rendah, dan pebelajar bersikat acuh tak acuh. Sebabnya karena pembelajar kurang menguasai meteri dan strategi pembelajarannya kurang memiliki daya dukung terhadap hasil belajar pebelajar. Pelajaran sejarah menurut pebelajar hanyalah mengulangi hal yang sama dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat pendidikan menengah. Model dan teknik pengajarannya juga kurang menarik, biasanya pembelajar memulai pelajarannya dengan cerita atau membacakan yang telah tertulis didalam buku ajar. Salah satu model pembelajaran yang biasanya diterapkan oleh pembelajar dalam kelas adalah pembelajaran konvensional, yang bila tidak dikemas dengan baik tidak akan menarik perhatian pebelajar, karena cenderung menghafalkan tahun, nama tokoh, dan rentetan
peristiwa
(Darmawan,2002).
Pembelajaran
konvensional
cenderung
meminimalkan keterlibatan pebelajar sehingga pembelajar nampak lebih aktif. Kebiasaan bersikap pasif dalam proses pembelajaran dapat mengakibatkan sebagian besar pebelajar takut dan malu bertanya pada pembelajar mengenai materi yang kurang dipahami. Suasana belajar di kelas menjadi sangat monoton dan kurang menarik. Sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, disinilah tugas pembelajar sejarah untuk senantiasa meningkatkan ketrampilan dan kualitas intelektual didalam kegiatan pembelajaran, bahkan pembelajar pelajaran sejarah perlu tampil disetiap kesempatan baik sebagai pendidik, pengajar, pelatih, inovator, fasilitator maupun sebagai dinamisator dengan cara menerapkan model pembelajaran sejarah yang berkompeten. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan suatu model pembelajaran yang lebih tepat dan menarik, dimana pebelajar dapat belajar secara kooperatif, dapat bertanya meskipun tidak pada pembelajar secara langsung, dan mengemukakan pendapat. Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar pebelajar adalah dengan menerapkan model pembelajaran Think-Pair-Share. Mata pelajaran sejarah adalah, mata pelajaran yang mempelajari kehidupan atau peristiwa-peristiwa penting dimasa lampau dan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan sosial,politik, ekonomi dan sendi-sendi kehidupan lainnya dalam masyarakat.
Negara Indonesia memiliki kekayaan kebudayaan yang terus berkembang. Kebudayaan saling mempengaruhi antara kebudayaan asli dengan kebudayaan yang datang kemudian. Begitu pula kebudayaan Hindu Budha yang tumbuh dan berkembang di India, kemudian menyebar dan berpengaruh sampai di Indonesia. Pengaruh agama dan kebudayaan Hindu Budha dari India tersebut mengakibatkan berbagai perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakat Indonesia. Sejarah adalah biografi, setiap manusia mempunyai biografi, begitu pula manusia pada masa lampau, tetapi yang dipelajari hanyalah biografi manusia yang mempunyai peranan penting yang tercatat dalam sejarah. Kehidupan orang-orang yang memegang peranan penting dalam sejarah yang akan ditiru generasi muda sekarang. Menurut Soewarso (2003:31) Tujuan diajarkan sejarah di sekolah adalah “untuk memperkenalkan pelajar kepada riwayat perjuangan manusia untuk mencapai kehidupan yang bebas,bahagia, adil dan makmur, serta menyadarkan pelajar tentang dasar dan tujuan kehidupan manusia berjuang pada umumnya” Tujuan pelajaran sejarah itulah yang menjadi tujuan bagi setiap manusia di dunia. Setiap manusia selalu menginginkan kehidupan yang bahagia, adil, dan makmur. Manusia sadar bahwa kehidupan itu tidak akan tercapai kalau tidak diperjuangkan sekuat tenaga, seperti yang telah diketahui oleh manusia pada masa lampau. Tujuan pembelajaran sejarah yang ingin dicapai menurut I Gde Widja (1989:27-28) adalah “untuk mengembangkan tiga aspek (ranah) kemampuan yaitu: aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Ketiga aspek kemampuan tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan seperti dalam tujuan akhir pembelajaran sejarah. Konsekuensinya adalah pengembangan-pengembangan konsep- konsep sejarah (aspek kognitif) tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan nilai (aspek afektif). Agar konsep dan nilai sejarah tersebut berkembang secara optimal maka subyek didik memiliki ketrampilan intelektual (aspek psikomotorik) serta terlihat aktif secara fisik, mental, dan emosional dalam pembelajarannya. Model pembelajaran Think-Pair-Share dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Model pembelajaran Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana. Teknik ini memberi kesempatan
pada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa (Lie, 2004). Kegiatan berfikir, berpasangan, berbagi dalam model pembelajaran Think-PairShare memberi banyak keuntungan siswa secara individual karena adanya waktu berfikir (think time), meskipun demikian model pembelajaran Think-Pair-Share ini juga memiliki kelemahan. Menurut Pramawati (2005:21) beberapa kelebihan dan kekurangan metode Think-Pair-Share diantaranya: Kelebihan pembelajarann Think-Pair-Share adalah: a) Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawa dan saling membantu satu sama lain, b) Lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok, c) Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya, d) Seorang siswa dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas. Sedangkan kelemahannya adalah: a) Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran, b) Menyusun bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat kesulitan yang sesuai dengan taraf bergikir anak, c) Mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang dengan cara mendengarkan ceramah diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara kelompok. Menurut Lie (2004) langkah- langkah dalam pembelajaran Think-Pair-Share adalah: (1) guru membagi siswa dalam beberapa kelompok dan memberikan tugas kepada semua kelompok, (2) setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut secara sendiri, (3) siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya, (4) kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok masingmasing, sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil. Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain (Nurhadi dkk, 2003 : 66). Sebagai contoh, guru baru saja menyajikan suatu topik atau siswa baru saja selesai membaca suatu tugas, selanjutnya guru meminta siswa untuk memikirikan permasalahan yang ada dalam topik/bacaan tersebut. Langkah-langkah dalam pembelajaran Think-Pair-Share sederhana, namun penting terutama
dalam
menghindari
kesalahan-kesalahan
kerja
kelompok
(http://home.attnet/clnetwork ps. htm). dalam model ini, guru meminta siswa untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan siswa lain dan mendiskusikannya, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas. Tahap utama dalam pembelajaran Think-Pair-Share menurut Ibrahim (2000) adalah sebagai berikut: Tahap 1 : Thinking (berfikir), guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. Tahap 2 : Pairing, guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusilan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, paling menyakinkan, atau paling unik. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan. Tahap 3 : Sharing (berbagi), pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Keterampilan berbagi dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan menunjuk pasangan yang secara sukarela bersedia melaporkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran pasangan demi pasangan hingga sekitar seperambat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan. Langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam model Think-Pair-Share adalah: Langkah ke 1: Guru menyampaikan pertanyaan, Aktifitas : Guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran, dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan. Langkah ke 2 : Siswa berpikir secara individual, Aktifitas : Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil pemikirannya masing-masing. Langkah ke 3 : Setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan berpasangan. Aktifitas : Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling
benar atau paling menyakinkan. Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi dengan LKS sehingga kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan secara berkelompok. Langkah 4 : Siswa berbagi jawaban dengan seluruh kelas, Aktifitas : Siswa mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara individual atau kelompok didepan kelas. Langkah ke 5 : Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah, Aktifitas : Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap hasil pemecahan masalah yang telah meraka diskusikan. METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang membangun pernyataan
pengentahuan berdasarkan perspektif-perspektif yang bertujuan untuk meningkatkan hasil pembelajaran Sejarah khususnya materi Tradisi Sejarah Indonesia di Masa Prasejarah dan masa sejarah melalui model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) di kelas X2 SMA Negeri 10 Makassar. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Jenis penelitian ini didasarkan pendapat Arikunto (2008) yang mengatakan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang di lakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki dan meningkatkan mutu praktik pembelajaran dan mengatasi permasalahan secara langsung melalui suatu tindakan dan refleksi diri yang didasarkan pada hasil kajian dalam konteks pembelajaran di kelas. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas X 2 SMA Negeri 10 Makassar. Subjek penelitian ini adalah 40 siswa dengan perincian 21 lakilaki dan 19 orang perempuan, serta 1 orang guru. Rancangan tindakan ini meliputi persiapan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Prosedur pelaksanaan penelitian direncanakan 2 siklus, tetapi apabila pada siklus kedua belum mencapai indikator yang telah ditetapkan, maka akan dilanjutkan pada siklus berikutnya sampai indikator keberhasilan tercapai. Untuk lebih jelasnya, penulis menguraikan rancangan tindakan untuk setiap siklus sebagai berikut.
1. Tahap perencanaan (Planning). Dalam tahap ini dilakukan observasi awal untuk mengindetifikasi masalah dan menganalisis akar permasalahan melalui wawancara dengan guru yang bersangkutan dan kemudian menetapkan tindakan pemecahannya. Kegiatan selanjutnya adalah peneliti dan guru berkolaborasi untuk membuat skenario pembelajaran, yakni dengan menyusun rencana pembelajaran, mempersiapkan silabus, dan membuat soal ujian siklus I untuk mengukur kemampuan siswa dalam menyerap materi pelajaran. Peneliti membuat lembar observasi keaktifan siswa, lembar observasi kinerja guru, lembar tanggapan siswa terhadap PBM dengan menerapkann model pembelajaran Think-Pair-Share dan menyiapkan daftar pertanyaan untuk wawancara dengan guru yang bersangkutan. 2. Tahap tindakan (Acting), Kegiatan yang dilakukan adalah melakukan pengamatan terhadap kegiatan guru dan siswa pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Dalam pelaksanaan penelitian ini diterapkan pembelajaran Think Pair and Share (TPS) yang dilaksanakan dalam 2 siklus, dimana tiap siklusnya terdiri dari 3 kali pertemuan. 3. Tahap Pengamatan (Observing), Dalam tahap ini peneliti melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa selama berlangsungnya PBM dan mengamati kesesuaian guru dalam mengajar dengan skenario pembelajaran yang telah dilakukan melalui lembar kinerja guru. Kegiatan selanjutnya adalah memberi tes siklus I untuk mengetahui hasil belajar siswa dan mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran. 4. Tahap Refleksi (Reflecting), Dalam tahapan ini peneliti melakukan evaluasi terhadap tahapan-tahapan yang telah dilalui. Menganalisis dan merefleksi proses kegiatan belajar mengajar, keaktifan siswa, hasil belajar, dan tanggapan siswa untuk mengetahui perubahan yang terjadi selama tindakan dengan menerapkan model pembelajaran Think-Pair-Share dalam pembelajaran. Hasil analisis tersebut digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan siklus berikutnya, yakni untuk mengetahui hal mana yang perlu mendapat perbaikan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis statistic deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan keaktifan belajar siswa yang diketahui dari hasil pengamatan aktivitas siswa di kelas sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan hasil belajar siswa yang diketahui dari hasil penelitian setiap siklus.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data tentang aktivitas belajar siswa kelas X2 SMA Negeri 10 Makassar yang dilaksanakan sebanyak 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari tahap-tahap perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Data kuantitatif peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II. Data tersebut ditabulasikan lalu diskoring dan dihitung nilai frekuensi dan persentasenya kemudian menjadi sumber acuan untuk interpretasi dalam bentuk analisa deskriptif kualitatif. Sementara data tambahan berupa aktivitas mengajar guru yang diperoleh melalui lembar observasi selama penelitian berlangsung. Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan siklus I, dimana guru dapat melihat apakah pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran Think Pair and Share (TPS) telah sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Selain itu perlu dilihat aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Hasil observasi untuk guru menunjukkan hal-hal sebagai berikut: 1) pada pertemuan di kelas, guru memberi motivasi kepada siswa untuk lebih memperhatikan materi pembelajaran, 2) guru telah menggunakan alat bantu yang dibutuhkan terkait dengan materi pembelajaran yang diajarkan, 3) guru sudah mengarahkan kelompok yang mengalami kesulitan dengan baik tetapi kesempatan siswa untuk bertanya masih kurang, 4) pemanfaatan waktu yang kurang efisien sehingga guru tidak mengarahkan siswa untuk menyimpulkan materi pembelajaran, 5) adapun hasil observasi terhadap siswa menunjukkan hal- hal sebagai berikut: pada pertemuan pertama, siswa kurang memperhatikan penjelasan dari guru akibat kurangnya motivasi dari guru karena mereka merasa asing dengan metode pembelajaran yang baru ini, masih kurangnya siswa yang mengajukan pertanyaan terhadap masalah yang diberikan, kurangnya kerja sama dalam kelompok baik secara berpasangan maupun secara individual, dimana masih banyak siswa yang hanya mengharapkan jawaban dari teman kelompoknya, dan kurangnya pendapat yang dikemukakan oleh siswa karena sebagian besar siswa belum memahami materi yang diajarkan. Berdasarkan hasil observasi masih banyak yang perlu dilengkapi pada tindakan siklus 1, pencapaian indikator keberhasilan yang telah ditetapkan belum tercapai karena banyaknya siswa belum mampu menyelesaikan soal-soal yang diberikan dengan baik.
Berdasarkan hasil tersebut, hal yang perlu diperbaiki dalam pelaksanaan pembelejaran siklus 2 melalui model pembelajaran Think Pair and Share (TPS) adalah sebagai berikut: a) Perencanaan, hal yang masih perlu diperbaiki pada tahap perencanaan adalah guru perlu merencanakan jenis tindakan perbaikan yang harus dilakukan apabila pelaksanaan tindakan pada siklus 1 ini belum berhasil, b) pelakasanaan Tindakan, guru harus memberikan apersepsi secara spesifik lagi, membimbing siswa dalam memahami materi Tradisi sejarah masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan, melatih siswa memahami masalah, membimbing siswa dalam menyelesaikan dan mengajukan masalah baru, membimbing siswa merencanakan strategi, membimbinf siswa mengecek jawaban serta bersama siswa memberikan komentar terhadap jawaban siswa lain, c) observasi, hal yang masih kurang pada tahap observasi adalah guru belum mengamati secara keseluruhan kegiatan siswa. Sehingga pada siklus selanjutnya diharapakan dapat mengamati seluruh kegiatan siswa secara menyeluruh agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Hasil belajar siswa yang diperolah pada siklus 1 menunjukkan bahwa dari 40 siswa kelas X2 SMA Negeri 10 Makassar, persentase skor hasil belajar siswa setelah dilaksanakan pembelajaran Sejarah melalui model pembelajaran Think- Pair-Share, ada 3 siswa (7,50%) yang berada pada kategori baik, 31 siswa (77,50%) berada pada kategori cukup, 4 siswa (10,00%) berada pada kategori kurang, dan tidak ada siswa (0%) yang berada pada kategori sangat kurang dan sangat baik. Berdasarkan hasil analisis pada tabel diperoleh skor rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 62,75 maka berdasarkan kriteria Peneliaian Acuan Patokan (PAP) yang menjadi pedoman penilaian, masuk dalam kategori cukup. Hal ini berada di bawah standar penilaian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan untuk mata pelajaran Sejarah sebesar 70. Kemudian untuk melihat Distribusi Frekuensi, Persentase, serta Kategori Ketercapaian Ketuntasan Hasil Belajar siswa melalui model pembelajaran Think-PairShare terlihat bahwa persentase hasil belajar siswa kelas X2 SMA Negeri 10 Makassar pada siklus I sebesar 40.00% atau 16 orang dari 40 siswa berada dalam kategori tuntas dan 60,00% atau 24 orang dari 40 orang siswa berada dalam kategori tidak tuntas. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan kriteria ketuntasan hasil belajar siklus I di atas dianggap
belum tuntas secara kasikal dimana ketuntasan klasikal hanya mencapai 40,00% dari 40 orang siswa. Sehingga penelitian ini dianggap masih perlu dilanjutkan pada siklus 2. Pada tahap dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan siklus 2, dimana guru dapat melihat apakah pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran Think Pair and Share (TPS) telah sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Selain itu perlu dilihat aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Hasil observasi guru menunjukkan hal-hal sebagai berikut : 1) dalam hal pengaturan waktu, sudah lebih efesien dibandingkan pelaksanaan tindakan siklus 1 sehingga guru dapat mengarahkan siswa dalam menyimpulkan materi pembelajaran, 2) guru memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya jika ada hal yang masih kurang dimengerti, 3) guru memberikan bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan selama kegiatan diskusi kelompok, 4) guru lebih tegas menegur siswa yang kurang memperhatikan pembelajaran maupun dalam diskusi kelompoknya masing-masing, 5) pengelolaan waktu sudah lebih efesien dimana siswa dan guru dapat menyimpulkann pembelajaran di akhir proses belajar mengajar. Sedangkan hasil observasi terhadap siswa menunjukkan hal-hal sebagai berikut : 1) siswa memperhatikan penjelasan yang diberikan dengan baik, 2) bersama dengan teman kelompoknya siswa mulai memperhatikan penjelasan yang diberikan walaupun ada beberapa siswa yang masih kurang aktif dalam kegiatan kelompoknya, dan 3) siswa mulai berani menanyakan hal-hal yang tidak dimengertinya. Hanya sebagian siswa yang masih mengalami kesulitan dalam mengerjakan Lembar Kegiatan Siswa yang diberikan. Kegiatan perencanaan telah dilaksanakan dengan baik sehingga pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada siklus 2 ini dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi pelaksanaan tindak siklus 2 menunjukkan hasil bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Think Pair and Share (TPS) sudah tercapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman siswa kelas X 2 SMA Negeri 10 Makassar terhadap pelajaran Sejarah mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut, maka dengan menggunakan model pembelajaran Think Pair and Share (TPS) maka pemahaman siswa dalam materi Tradisi Sejarah Indonesia di masa Prasejarah dan masa sejarah di kelas X2 SMA Negeri 10 Makassar dapat ditingkatkan.
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan pada siklus 2 didapatkan nilai rata-rata 80,25, ini berarti pada hasil evaluasi pada siklus 2 ini mengalami peningkatan dibandingkan hasil evaluasi pada siklus 1 dengan nilai rata-rata 62,75. Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan dalam bentuk tabel hasil evaluasi pembelajaran Sejarah pada siklus 2 menunjukkan bahwa dari 40 siswa kelas X2 SMA Negeri 10 Makassar persentase skor hasil belajar siswa setelah dilaksanakan pembelajaran Sejarah melalui model pembelajaran Think-Pair-Share, tidak ada siswa (0,00%) yang berada pada kategori sangat kurang, dan kurang, terdapat 11 siswa (27,50%) berada pada kategori cukup, 17 siswa (42,50%) berada pada kategori baik, dan 12 siswa (30,00) yang berada pada kategori sangat baik. Berdasarkan hasil analisis data tabel hasil belajar siklus 2 diperoleh skor rata-rata hasil belajar Siswa pada siklus II sebesar 80,25. Hal ini berarti
bahwa rata-rata
peningkatan hasil belajar siswa setelah dilaksanakan model pembelajaran Think- PairShare pada mata pelajaran Sejarah berada pada kategori baik. Dengan demikian pelaksanaan penelitian setelah dilaksanakan penerapan model pembelajaran Think-Pairshare, telah berhasil pada pelaksanaan siklus II. Indikator keberhasilan penelitian ini adalah apabila terjadi peningkatan hasil belajar siswa X2 SMA Negeri 10 Makassar memperoleh skor minimal 70 atau 80% secara klasikal dalam mata pelajaran Sejarah melalui penerapan model pembelajaran Think-Pair-share pada semua siswa, maka penelitian yang dilakukan dianggap tuntas. Kemudian untuk melihat frekuensi, persentase, serta kategori ketercapaian ketuntusan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran Think-Pair-share pada siklus II tampak bahwa 40 orang siswa kelas X2 SMA Negeri 10 Makassar terdapat 1 orang siswa (2,50%) tidak tuntas, sedangkan 39 orang siswa (97,50%) telah mencapai ketuntasan belajar. Hal ini berarti menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar Siswa melalui penerapan model pembelajaran Think-Pair-Share dan ketuntasan belajar Siswa pun telah tercapai seperti yang diinginkan peneliti secara klasikal yaitu 97,50%. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Proses pembelajaran melalui penerapan model Think-Pair-Share (TPS) pada mata pelarajan sejarah efektif dalam memotivasi belajar siswa kelas X 2 SMA Negeri 10 Makassar, aktivitas mengajar guru telah dilakukan sesuai langkah-langkat yang telah
direncanakan, dan melalui pendekatan model Think-Pair-Share (TPS) lebih mudah memahami dan menerima materi pelajaran hal ini terlihat dimana siswa secara umum semakin aktif dan menunjukkan keseriusan dalam mengikuti materi pelajaran, dan 2) hasil belajar siswa kelas X2 SMA Negeri 10 Makassar pada Mata Pelajaran Sejarah melalui pendekatan pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) mengalami peningkatan. Hal ini tampak pada perolehan nilai rata-rata siklus I yang hanya berada pada kategori cukup, menjadi kategori baik pada siklus II, sehingga hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Dari kesimpulan tersebut, maka diperoleh saran- saran: 1) Bagi sekolah khususnya SMA Negeri X Makassar, model pembelajaran Think-Pair-and Share (TPS) dapat dijadikan sebagai salah satu alternative dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa, 2) Penerapan model pembelajaran Think Pair and Share (TPS), guru hendaknya memperhatikan beberapa hambatan yang terjadi dan dapat memikirkan solusi untuk mengatasi hambatan pembelajaran lebih bermakna dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan harapan. Selain itu juga guru hendaknya menerapkan model pembelajaran Think-Pair-and Share (TPS) pada mata pelajaran lain tidak hanya pada pelajaran Sejarah itu sendiri, 3) Bagi peneliti yang berminat dan lebih lanjut meneliti penerapan model pembelajaran Think-Pair-and Share (TPS), agar dapat mengembangkan penelitian ini menjadi penelitian dalam wilayah penelitian yang lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA Anita, Lie. 2004. Cooperative Learning Mempraktekkan di Ruang- Ruang Kelas. Jakarta : PT. Grasindo. Arikunto, suharsimi. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Darmawan, Dadang.2002. Makalah “Pelaksanaan Cooperative Learning untuk Meningkatkan Berpikir Kritis Siswa dalam Pembelajaran Sejarah”.
Degeng dan Miarso, 2001, Terapan Teori Kognitif dan Disain Pembelajaran, Jakarta: Departemen P dan K (DIKTI) Dimyati, M. & Mujiono, 1999, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka Cipta. Erman, Suherman dkk, 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer ( Common teks books). Bandung : JICA University Press Pendidikan Indonesia. Ibrahim , Muslimin, dkk. 2000. Pembelejaran Kooperatif. Surabaya : University Press. Jones, Raymond, 2002. Strategis for reading comprehensin, TPS. http: curry. Edschool Virginia Edu/go/readquest.start.tps.html. ( 12 Mei 2007) Kasmandi, Hartono. 2001. Pengembangan Pembelajaran dengan Pendekatan ModelModel Pengajaran Sejarah. Semarang. PT Prima Nugraha Pratama. Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk. 2003. Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK. Malang : UM Press. Pramawati, 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya. Solihatin, Etin dkk, 2007. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta : Bumi Aksara. Sudjana, Nana. 2004. Dasar – Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo Soewarso, 2000. Cara – cara Penyampaian Pendidikan Sejarah Untuk Membangkitkan Minat Peserta Didik Mempelajari Bangsanya. DEPDIKNAS Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Beserta Penjelasannya. Bandung : Citra Umbara Widja, 1 Gde. 1989. Dasar – dasar Pengembangan Strategi serta Metode Pengajaran Sejarah. Jakarta : Dekdikbud Willis, Jerry. 2000. A Resersive, Reflective Instructional Design Model Based on Constructivist- Interpretivist Theory. Universita OF Houston, Texas.