PATI AGNI Antologi Kematian
Ita Nr.
KATA PENGANTAR PATI AGNI Antologi Kematian
Dalam Bahasa Sansekerta, Pati berarti mati, Agni berarti api. Pati Agni adalah mematikan api (kehidupan). Semua
makhluk
hidup
akan
menghadapi
kematian. Siap atau tidak, wajar atau tidak wajar, kematian akan menghampiri kita semua. Inilah yang menjadi tema utama Pati Agni. Buku ini merangkum berbagai cerita tentang kematian dan kegelapan, berbentuk cerita pendek, cerita mini, flash fiction serta sketsa, ilustrasi, dan doodles. Selamat menikmati. 2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
5
1. Teman Bercerita
11
2. Waktu yang Hilang
19
3. Ada Aku
34
4. Flash Fiction #1
41
5. Sang Pendosa
44
6. Untuk yang Terakhir Kalinya
71
7. Flash Fiction #2
83
8. Tanda Mata
86
9. Deja Vu
100
10. Flash Fiction #3
113
11. Suatu Malam di Halte
116
12. Kunjungan
124
13. Kencan Pertama
134
14. Flash Fiction #4
145
Sang Kematian
148
3
TEMAN BERCERITA
Aku membuka mataku perlahan, rasanya seperti baru bangun dari tidur yang amat panjang. Tidak tahu pasti pukul berapa sekarang, aku bahkan terlalu lemah untuk menoleh ke arah jam dinding di atas kananku. Yang aku tahu pasti malam sudah sangat larut. Sepertinya sudah lama sekali sejak kunjungan terakhir dokter dan suster jaga yang mengontrol selang-selang di tubuhku. Bunyi statis dari mesin yang kusebut sebagai “penyambung nyawa” di sebelahku terdengar lirih seiring dengan degub jantungku yang lemah. Seperti rumah sakit pada umumnya, kamar yang
4
didominasi warna putih hijau ini begitu sunyi dan mencekam. Aku mengenali kamar ini. Kamar ICU. Keluargaku pasti menunggu di luar kamar. Aku sudah sangat terbiasa dengan keadaan ini. Rumah sakit ini sudah menjadi rumah keduaku. Kelainan jantung yang kumiliki sejak kecil membuatku akrab dengan para dokter dan susternya, begitu juga dengan bangunan rumah sakit dan setiap sudut-sudutnya. Sebuah
suara
halus
tertangkap
oleh
telingaku. Nyaris tak terdengar. Namun karena ruangan ini begitu hening, aku dapat mendengar suara
apapun,
bahkan
yang
sangat
pelan
sekalipun. Suara desau angin masuk ke dalam ruangan dan berhembus di sampingku. Hawa kamar semakin dingin. Kulirik pintu dan jendela kamar, masih tertutup rapat. Tapi aku merasakan kehadiran seseorang. Aku menoleh ke sisi lain tempat tidurku. Sesosok anak lelaki memakai pakaian 5
rumah sakit yang sama denganku tiba-tiba sudah berdiri di samping tempat tidur. Wajahnya sangat kukenal. Wajah yang sudah lama tak kutemui.
------------------------------------------------------
6
WAKTU YANG HILANG
Luna memandang wajahnya di cermin. Ia merasa asing melihat dirinya sendiri. Wajahnya dihiasi kosmetik tebal dan pakaiannya serba minim. Namun ia tidak merasa pernah memakai kosmetik atau pakaian seperti itu. Tiba-tiba pintu terbuka. Seorang lelaki tampan
masuk
dan
langsung
memeluk
pinggangnya dari belakang. "Siapa kamu?! Pergi!" Luna menghindar. Ia takut setengah mati. Lelaki itu menjadi gusar, "Apa-apaan ini?! Kamu yang tadi mengajakku ke sini dan bilang ingin bercinta denganku. Tapi kenapa sekarang kamu malah menyuruh aku pergi?" 7
Luna kaget mendengar ucapan lelaki itu. "Ha?? B.. Bercinta?" Luna menggeleng keras, lalu memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa sangat pening. Berjuta pertanyaan seakan saling berebut ingin keluar dari kepalanya. Di mana aku? Siapa lelaki ini? Apa yang ia katakan? "Kamu kenapa, Maura? Sakit?” "Maura?? A.. aku bukan Maura...” Kepala Luna semakin pening. Ia meminta lelaki itu meninggalkannya. Dengan heran bercampur kesal, lelaki itu pergi, membanting pintu. Luna
keluar
dari
toilet
dan
menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Bingung dengan apa yang barusan ia alami, ia menelepon Dito, pacarnya. “Halo, Sayang?” “Something happened to me... I’m scared...” “Luna,
kamu
kenapa?”
Dito
panik
mendengar suara Luna ketakutan. Ia meminta
8
Luna
agar
mengatur
nafas
dan
mulai
menceritakan apa yang terjadi dengan singkat. Dengan terbata-bata Luna menceritakan kejadian barusan. Setelah tenang, ia melihat keluar jendela, mencari papan nama atau apapun yang bisa menjadi petunjuk di mana ia sekarang, agar Dito bisa menjemputnya. “Yang, tolong bawain aku jaket dan celana panjang, ya? Entah baju siapa yang kupakai ini, aku merasa seperti pelacur...”
------------------------------------------------------
9