JURNAL
JSV xx (y), Januari 2015
SAIN VETERINER ISSN : zzzz β uuuu
Parameter Elektrogastrografi Kutan Satu Channel dari Kelinci Putih Lokal (Oryctolagus cuniculus) Single Channel Cutaneous Electrogastrography Parameters from Local White Rabbit (Oryctolagus cuniculus) Tyas Pandu Fiantoro1, Lussya Eveline Rawar2 1
2
Alumnus Program Sarjana Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Universitas Gadjah Mada Alumnus Program Sarjana Sain Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada Email:
[email protected]
Abstract EGG recordings performed on 13 local white rabbits (O. cuniculus) which divided into 3 groups; acetosal 35 mg/kgBM receiver, reserpine 37.5 mg/kgBM receiver, and control group. A total of 72 EGG recordings obtained from them, which divided furthermore into 9 datasets based on prepandrial state, postpandrial state, and post 1 hour drug administration state. EGG parameters such as the number of cycle per minute (cpm), average voltage of action potential segment (πΜ
π ), root mean square voltage of action potential segment (π΄πππ ), root mean square voltage of all EGG segment (ππππ ), average period of action potential segment Μ
Μ
Μ
Μ
(π π ), average period of resting plateau (ππ ), average period difference among action potential segment and Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
resting plateau (π π β ππ ), and dominant frequency (ππ ) are obtained. Insignificant difference of ππ (P = 0.9112993) and cpm (P = 0.9382463) among 9 EGG datasets was found. These findings contrasted the common practice of EGG assessment, which ππ and cpm are the main parameters for diagnosis base. In other hand, significant difference between 9 EGG datasets found for πΜ
π , π΄πππ , and ππππ parameter with P = 0.0007346, 0.0039191, and 0.0000559 respectively. In conclusion, EGG parameterization should not be limited into ππ and cpm only. Key words: stomachβs content, pH, chyme, bolus, white rabbit Abstrak Perekaman EGG dilakukan pada 13 ekor kelinci putih lokal (O. cuniculus) yang dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan, yakni kelompok yang diberikan asetosal PO 37,5 mg/kgBB, reserpin PO 5 mg/kgBB, dan kontrol. Diperoleh 72 rekaman EGG dari tiga kelompok perlakuan kelinci tersebut, yang kemudian dikelompokkan menjadi 9 set data berdasarkan keadaan puasa (prepandrial), setelah makan (postpandrial), dan satu jam paska pemberian asetosal atau reserpin. Parameter-parameter EGG berupa cycle per minute (cpm), rerata tegangan segmen potensial aksi EGG (πΜ
π ), root mean square tegangan segmen potensial aksi Μ
Μ
Μ
EGG (π΄πππ ), root mean square semua segmen EGG (ππππ ), rerata durasi potensial aksi (π π ), rerata durasi Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
plateau istirahat (ππ ), rerata selisih dari durasi potensial aksi dengan durasi plateau istirahatnya (π π β ππ ), dan frekuensi dominan (ππ ) diperoleh dari hasil pengolahan data rekaman EGG. Ditemukan hasil bahwa ππ antar 9 set data EGG ialah tidak berbeda signifikan (P = 0,9112993), demikian juga dengan parameter cpm (P = 0,9382463). Hal ini kontras dengan praktek umum EGG yang menjadikan ππ dan cpm sebagai pertimbangan diagnosa. Akan tetapi, ada perbedaan signifikan pada suatu golongan kelinci (O. cuniculus) untuk parameter πΜ
π (P = 0,0007346), π΄πππ (P = 0,0039191), dan ππππ (P = 0,0000559). Dengan demikian, parameterisasi EGG disarankan tidak hanya terpaku pada ππ dan cpm. Kata kunci: isi lambung, pH, chymus, bolus, kelinci putih
Tyas P. F. dan L. Eveline R
Pendahuluan Elektrogastrografi (EGG) kutan ialah suatu teknik perekaman aktivitas listrik pada lambung menggunakan elektroda yang dipasang diatas permukaan lumbar yang mewakili letak lambung. Teknik EGG menjanjikan pemeriksaan lambung yang non-invasif dan kedepannya dapat dibuat mobile. Dalam penelitian ini, dijelaskan parameterparameter yang dapat diperoleh dari suatu rekaman EGG. Setelah parameter-parameter tersebut diperoleh, dilakukan pengujian hipotesis menggunakan Fischer test untuk tiap parameter EGG antara 9 set data EGG. Apabila ada set data yang miliki nilai suatu parameter EGG yang berbeda dengan set data lainnya (misalnya antara set data puasa dan set data makan), maka sistem pengenalan keadaan lambung dapat dirancang lebih lanjut. Sistem tersebut memiliki berbagai kegunaan diantaranya sebagai pemantau diet, sensor puasa hewan uji (apakah benar puasa atau telah makan sesuatu), bahkan sistem peringatan dini untuk mencegah gangguan pencernaan seperti GERD (gastroesophaegal reflux disease), dan radang lambung akibat pola makan yang tidak teratur. Materi dan Metode Tiga belas ekor kelinci putih lokal (O. cuniculus) yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan, yakni kelompok kontrol, kelompok asetosal, dan kelompok reserpin. Asetosal PO 37,5 mg/kgBB diberikan untuk melukai (mengikis) epitel mukosa lambung pada setiap anggota kelompok asetosal (Konturek dkk., 1982). Reserpin PO 5 mg/kgBB diberikan untuk meningkatkan sekresi asam lambung pada setiap anggota kelompok reserpin (Schneider & Clark, 1956; Greenbaum, et al, 1959). Semua kelompok kelinci diberi makan pada jam 14.00 β 16.00, dan minum secukupnya sepanjang hari. Kelinci kelompok kontrol hanya diberi makan dan minum sesuai jadwal tersebut. Khusus untuk kelompok perlakuan reserpin dan asetosal, pemberian suspensi peroral sesuai yang bersangkutan dilakukan satu kali sehari pada pukul 16.00 saat mulai dipuasakan. Kelinci dipuasakan dari jam 16.00 sampai 14.00 keesokan harinya. Pemberian
reserpin dan asetosal dilakukan dengan menggunakan syringe peroral yang memiliki kunikula. Lama perlakuan ialah tiga hari berturutturut untuk tiap kelompok perlakuan. Pemberian minum hanya melalui penempatan botol berujung saluran dengan lubang 2 mm, seperti botol minum untuk tikus. Pakan yang digunakan ialah rumput polar. Perekaman EGG dilakukan dengan cara menempelkan dua keping elektroda berbahan campuran seng dan tembaga, yang berdiameter 1.5 mm (PRYM Press Stud 555, Jerman) pada permukaan kulit kelinci yang telah dicukur sehingga menyisakan ketebalan bulu sekitar 2 mm. Masing-masing elektroda ditempelkan di titik yang mewakili letak antrum dan pilorus lambung seperti ditunjukkan oleh Gambar 1 (Kenneth dkk., 2004; Sagami dkk., 2007; KvΔtina dkk., 2010; Tyas dan Eveline, 2014). Kedua elektroda tersebut dihubungkan ke untai penguat instrumentasi AD-620 (Texas Instrument). Keluaran untai penguat AD-620 kemudian dihubungkan ke Osiloskop Digital GWINSTEK GDS 1102-A-U. Hasil akhir berupa berkas berekstensi .csv yang akan disimpan pada flashdisk (HP v175w 16 GB) yang dipasangkan pada osiloskop tersebut. Sebelum elektroda dipasang, terlebih dahulu dioleskan gel konduktan di lumbar kelinci yang bersangkutan. Untuk mencegah elektroda lepas saat kelinci (O. cuniculus) bergerak, tiap elektroda direkatkan dengan perban gulung Hansaplast dengan lebar 2 cm dan panjang disesuaikan kebutuhan (sekitar 3 β 4 cm).
Gambar 1. Ilustrasi penempatan elektroda EGG
Parameter Elektrogastrografi Kutan Satu Channel dari Kelinci Putih Lokal (Oryctolagus cuniculus)
Perekaman EGG dilakukan dua kali tiap hari untuk setiap kelinci dari setiap kelompok perlakuan, selama tiga hari berturut-turut. Dalam satu harinya, dilakukan dua kali perekaman, yakni saat prepandrial (sebelum makan), yakni pukul 12.00 β 14.00 dan saat postpandrial (setelah makan), yakni 16.00 β 18.00. Perekaman dilakukan selama 400 detik dengan 10 cuplikan per detik. Hal ini dikarenakan kapasitas ingatan osiloskop hanyalah 4000 cuplikan, dan dengan 6 menit 40 detik, sudah bisa didapat lebih dari 45 cpm gelombang EGG yang mana sudah dapat dinyatakan gayut (Jieyun Yin, 2013). Set Data EGG Kegiatan perekaman EGG menghasilkan 72 berkas rekaman EGG yang kemudian dihimpun berdasar keadaan puasa (prepandrial), setelah makan (postpandrial), dan satu jam paska pemberian asetosal atau reserpin. Didapat 9 set data EGG dengan cara penghimpunan tersebut dengan penomoran sebagai berikut 1) Semua kelinci (populasi) prepandrial 2) Semua kelinci (populasi) postpandrial 3) Kelinci kontrol prepandrial 4) Kelinci kontrol postpandrial 5) Kelinci perlakuan asetosal prepandrial 6) Kelinci perlakuan asetosal postpandrial 7) Semua kelinci perlakuan reserpin 8) Semua kelinci kontrol (makan dan puasa) 9) Semua kelinci asetosal (makan dan puasa) Parameterisasi EGG Data rekaman EGG yang diperoleh kemudian diolah untuk mendapatkan nilai parameter-parameternya. Dalam penelitian ini, parameter-parameter kuantitatif EGG yang diamati ialah cycle per minute (cpm), rerata tegangan segmen potensial aksi EGG (πΜ
π ), root mean square tegangan segmen potensial aksi EGG (π΄πππ ), root mean square semua segmen Μ
Μ
Μ
EGG (ππππ ), rerata durasi potensial aksi (π π ), Μ
rerata durasi plateau istirahat (ππ ), rerata selisih dari durasi potensial aksi dengan durasi plateau Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
istirahatnya (π π β ππ ), dan frekuensi dominan (ππ ). Masing masing parameter EGG tersebut didapat dengan cara sebagai berikut; cpm didapat
dari membagi jumlah cacah gelombang dengan jumlah menit rekaman (dikenal pula dengan istilah denyut per menit), ππππ (dinyatakan dalam milivolt) didapat dengan cara mengkuadratkan semua nilai dalam rekaman, kemudian diratakan, dan hasil rata-rata ini kemudian ditarik akar kuadratnya, πΜ
(dinyatakan dalam milivolt) didapat dengan cara meratakan seluruh tegangan dalam satu rekaman EGG, Μ
Μ
Μ
ππ (dinyatakan dalam detik) yang didapat dengan cara menjumlah seluruh durasi potensial aksi (segmen depolarisasi β lancipan βplateau β repolarisasi) kemudian membaginya dengan jumlah cacah gelombang Μ
π (dinyatakan dalam dalam rekaman tersebut, π detik) yang didapat dengan cara menjumlah seluruh durasi istirahat (resting potential, yakni plateau antara repolarisasi dan depolarisasi) kemudian membaginya dengan jumlah cacah Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
gelombang dalam rekaman tersebut, π π β ππ (dinyatakan dalam detik) yang didapat dengan cara menjumlah tiap selisih antara durasi potensial aksi dengan durasi istirahat setelahnya kemudian membaginya dengan jumlah cacah gelombang dalam rekaman tersebut, dan ππ (dinyatakan dalam milihertz) yang didapat dengan cara melakukan transformasi fourier cepat (FFT) pada rekaman yang bersangkutan dan lalu frekuensi yang memiliki daya tertinggi dicatat besarnya (dengan syarat frekuensi tersebut harus diatas 6 mHz karena frekuensi yang lebih rendah dari 6 mHz dianggap mewakili komponen nonosilasi atau tunak / steady). Hasil dan Pembahasan Statistika 8 parameter EGG (cpm, πΜ
π , π΄πππ , Μ
π , π Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
ππππ , Μ
Μ
Μ
ππ , π π β ππ , dan ππ ) untuk 9 set data EGG disajikan dalam Gambar 2 dan Gambar 3 dalam penyajian box and whisker. Nilai P tiap parameter EGG didapat dari pengujian Fischer satu arah untuk parameter tersebut dalam 9 set data. Digunakan perangkat lunak SCILAB 5.5.1 untuk melakukan pengujian Fischer tersebut. Untuk semua parameter yang memiliki nilai P < 0,01 dinyatakan memiliki perbedaan signifikan, dan dilakukan pengujian Fischer spesifik untuk antara dua set data pilihan yang mewakili perbedaan akibat keadaan prepandrial,
Tyas P. F. dan L. Eveline R
Μ
π dari EGG tiap kelompok kelinci. Gambar 2. Nilai parameter ππ , cpm, Μ
Μ
Μ
ππ dan π postpandrial, pemberian asetosal, pemberian reserpin, dan kelompok kontrol. Pada Gambar 2 terlihat bahwa tiap parameter Μ
π memiliki kuartil atas, kuartil ππ , cpm, Μ
Μ
Μ
ππ dan π bawah, median, dan rentang yang tidak mencolok perbedaannya antar 9 set data, dikarenakan nilai P > 0,2 untuk keempat parameter tersebut. Hal ini menandakan bahwa perbedaan statistik dalam sembilan set data, untuk empat parameter tersebut ialah lebih dimungkinkan karena keacakan semata, terlebih bagi parameter yang memiliki nilai P > 0,9. Secara umum, parameter yang diutamakan dalam pemeriksaan EGG ialah ππ dan cpmΒΈ yang menjadi landasan diagnosis lambung yang
bersifat tachygastria, normogastria, maupun bradygastria (Kentie et al., 1981; Rebrov et al., 1996; Vornovitsky dan Feldshtein, 1998; Parkman et al., 2003; Chang, 2005; Tropskaya et al., 2005; Glinina dan Shkatova, 2007; Pasechniko et al., 2007). Dalam penelitian ini diperoleh bahwa baik parameter ππ maupun cpm tidak memiliki perbedaan signifikan antar set data kelinci (ππ memiliki P = 0,9112993, sedangkan parameter cpm memiliki P = 0,9382463). Sedangkan nilai P untuk parameter Μ
Μ
Μ
ππ dan Μ
ππ ialah 0,2238246 dan 0,3428104. Terlihat pada Μ
π Gambar 2 bahwa boxplot parameter Μ
Μ
Μ
ππ dan π memiliki kuartil-kuartil dan rentang yang mirip.
Parameter Elektrogastrografi Kutan Satu Channel dari Kelinci Putih Lokal (Oryctolagus cuniculus)
Gambar 3. Nilai parameter Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
ππ β ππ , π΄πππ , ππππ , dan πΜ
π dari EGG tiap kelompok kelinci. Hal ini mengindikasikan adanya kesebandingan (proporsionalitas) antara rentang waktu segmen aktif dengan rentang waktu segmen istirahat. Namun hal ini tidak berarti rentang waktu keduanya ialah selalu sama, sehingga selisih Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
antara keduanya (π π β ππ ) menarik untuk diamati. Rerata selisih durasi segmen potensial aksi dengan durasi segmen istirahat dinyatakan Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
dengan π π β ππ dalam satuan detik. Nilai parameter Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
ππ β ππ yang positif menandakan satu siklus EGG didominasi oleh segmen potensial Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
aksi, sedangkan nilai π π β ππ yang negatif menandakan satu siklus EGG didominasi oleh Μ
π tidak memiliki segmen istirahat. Karena Μ
Μ
Μ
ππ dan π perbedaan signifikan antara 9 set data (P = 0,2238246 dan 0,3428104 berturut-turut), maka tak mengherankan apabila parameter Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
ππ β ππ juga
tidak memiliki perbedaan signifikan antar kelompok kelinci (P = 0,9486937). Temuan ini menegaskan bahwa perioda, atau rentang waktu baik segmen aktif (depolarisasi β plateau repolarisasi), segmen istirahat (resting potential), maupun selisih keduanya dari tiap EGG kurang cocok untuk dijadikan ciri pembeda dalam 9 set data yang digunakan. Pada Gambar 3 terlihat bahwa parameter Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
ππ β ππ memiliki perbedaan kuartil-kuartil dan rentang yang tidak signifikan antar 9 set data, hanya saja set data 7 memang terlihat memiliki rentang yang lebih sempit dibanding set data lainnya. Kelinci (O. cuniculus) yang telah diberikan reserpin 5 mg/kgBB cenderung disfagia dan terlihat lemas, ini karena reserpin memiliki efek hipotensif yang kuat. Oleh sebab itu, sulit untuk memilah keadaan prepandrial dan
Tyas P. F. dan L. Eveline R
postpandrial pada tiap individu anggota kelompok perlakuan reserpin, sehingga untuk set data 7, baik makan (karena relatif sedikit) maupun puasa, disatukan. Adapun setelah kelinci (O. cuniculus) terlihat tak mau makan, euthanasia dilakukan dengan segera untuk mencegah kelinci mati kelaparan (atau mati diluar euthanasia) sehingga data fisik lambung paska nekropsi dapat diperoleh. Masih merujuk Gambar 3, terlihat ada perbedaan secara signifikan antar 9 set data untuk parameter π΄πππ , ππππ , dan πΜ
π . Perbedaan statistik yang paling mencolok ialah; parameter π΄πππ , ππππ , dan πΜ
π dari set data EGG kelinci yang dipuasakan (set data 1 dan 3) selalu memiliki kuartil atas dan median yang lebih tinggi dibanding set data EGG kelinci yang diberi makan (set data 2 dan 4), parameter π΄πππ dan
ππππ dari set data 8 (kontrol puasa dan makan) memiliki kuartil-kuartil dan besaran (domain) yang selalu lebih tinggi dibanding set data 9 (asetosal puasa dan makan), sedangkan hal sebaliknya (set data 9 memiliki kuartil-kuartil dan besaran domain yang lebih tinggi dibanding set data 8) berlaku pada parameter πΜ
π . Parameter π΄πππ , ππππ , dan πΜ
π memiliki nilai P < 0.01 (yakni 0,0007346, 0,0039191, dan 0,0000559 berturut-turut) dalam ruang sampel 9 set data. Atas dasar tersebut, dilakukan pengujian Fischer lebih lanjut untuk ketiga parameter tersebut antara sepasang set data yang mewakili satu kelompok perlakuan namun dalam dua keadaan berbeda (prepandrial atau postpandrial), atau antara kelompok perlakuan yang berbeda, dengan menggabungkan (union) keadaan prepandrial dan postpandrial.
Tabel 1. Nilai P untuk parameter π΄πππ , ππππ , πΜ
π dan antar kelompok kelinci tertentu. P π΄πππ ππππ πΜ
π
Antara set data 1 vs 2 3 vs 4 5 vs 6 3 vs 5 4 vs 6 7 vs 8 7 vs 9 8 vs 9 0,218619 0,257351 0,61103 0,059126 0,014089 0,109347 0,543076 0,001985 0,5743211 0,593029 0,609566 0,001732 0,011138 0,717166 0,002929 0,000042 0,0212452 0,004 0,470095 0,442547 0,006546 0,153538 0,000818 0,051489
Tabel 1 menyajikan nilai P untuk parameter π΄πππ , ππππ , dan πΜ
π antara dua set data tertentu. Terdapat perbedaan yang signifikan pada parameter πΜ
π ; antara set data populasi prepandrial dengan set data populasi postpandrial, antara set data kontrol prepandrial dengan set data kontrol postpandrial, dan antara set data populasi reserpin dengan set data populasi asetosal. Sedangkan, perbedaan signifikan juga nampak pada parameter ππππ ; antara set data kontrol prepandrial dengan set data asetosal prepandrial, antara set data populasi reserpin dengan set data populasi asetosal, dan antara set data populasi kontrol dengan set data populasi asetosal. Parameter π΄πππ hanya mampu membedakan populasi kontrol dengan populasi asetosal saja (P = 0,001985). Dengan ini, parameter π΄πππ , ππππ , dan πΜ
π dapat digunakan untuk membedakan dua set data tertentu dari seluruh populasi data EGG. Hal ini senada dengan kesimpulan beberapa peneliti yang menyatakan bahwa amplitudo atau besar
tegangan EGG mewakili keadaan lambung, baik yang bersifat ulseratif maupun keadaan prepandrial-postpandrial (Rebrov, 1981; Biryaltsev et al., 2003; Zakirov et al. 2005; Smirnova et al. 2009). Kesimpulan Hasil pengolahan data EGG menunjukkan Μ
π , dan π Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
bahwa parameter ππ , cpm, Μ
Μ
Μ
ππ , π π β ππ tidak memiliki perbedaan signifikan dalam 9 set data EGG (P > 0,2). Temuan ini merujuk pada kondisi tachygastric, normogastric, dan bradygastric yang tidak efektif apabila digunakan sebagai ciri pembeda antara 9 set data yang digunakan dalam penelitian ini. Dengan demikian, parameterisasi EGG disarankan tidak hanya terpaku pada ππ dan cpm saja, melainkan mempertimbangkan parameter amplitudo atau besar tegangan EGG, seperti π΄πππ , ππππ , dan πΜ
π yang dalam penelitian ini mampu digunakan untuk membedakan keadaan
Parameter Elektrogastrografi Kutan Satu Channel dari Kelinci Putih Lokal (Oryctolagus cuniculus)
lambung antara prepandrial dengan postpandrial, maupun aktivitas lambung antara penerima asetosal, penerima reserpin, dengan grup kontrol. Saran Penelitian ini menggunakan 13 ekor kelinci putih lokal (O. cuniculus) dan hanya 72 data EGG yang berhasil didapat. Replikasi dari penelitian ini amat diharapkan, lebih baik lagi dengan jumlah sampel EGG yang ditambah (tidak berarti menambah jumlah kelinci). Perlakuan yang diberikan pada tiap individu kedepannya harus diamati dampaknya, misalnya konsentrasi obat dalam plasma, endoskopi untuk mengetahui keadaan lambung kelinci sebenarnya, dan juga pemantauan parameter fisis lambung seperti massa makanan, pH isi lambung, dan kontraksi lambung secara berkesinambungan (real time). Hal-hal tersebut tidak dapat dilakukan dalam penelitian ini karena keterbatasan fasilitas dan tenaga ahli. Ucapan Terimakasih Terimakasih disampaikan pada bapak Surono selaku laboran unit 7 yang telah meluangkan waktunya untuk mengurus kelinci dan mengijinkan kami untuk melakukan penelitian disana, dan kepada tim EEIC (Electrical Enginering Innovation Center) yang telah bersedia untuk meminjamkan osiloskop GWINSTEK GDS 1102-A-U. Tak luput pula bapak drh. Teguh yang telah memberi masukan dan membantu dalam proses penerbitan karya ini. Daftar Pustaka Biryaltsev, V.N., et al. (2003). EGG in surgical gastroenterology. Penerbit Kazan. p. 156. Chang, F.Y. (2005). Electrogastrography: basic knowledge, recording, processing and its clinical applications. J. Gastroenterol. Hepatol. 20(4). pp. 502-516. Glinina, N.N. & Shkatova, E.Y. (2007). Evaluation of the motor function of the stomach during the treatment of patients with badly scaring gastroduodenal ulcers. Exp. and Clin. Gastroenterology. pp. 41-42.
Greenbaum, D., Wolf, J., & Kupperman, H. (1959). Effect of Inhibited ACTH Secretion on Reserpine-Induced Hyperchlordria. Am. J. Digestive Diseases, 4(2). Jieyun Yin, J. D. (2013). Electrogastrography: Methodology, Validation and Applications. J. Neurogastroenterol. Motil., 19, 5-17. Kenneth, L. K., & Robert, M. (2004). Handbook of Electrogastrography. Oxford: Oxford University Press, U.K. Kentie, M.A, et al. (1981). Adaptive filtering of canine electrogastrographic signals. Part 1: system design. Med. & Biol. Eng. & Comput. 1981. 19. pp 759-764. Konturek, S., Brzozowski, T., Piastucki, I., & Radecki, T. (1982). Prevention of ethanol and aspirin-induced gastric mucosal lesions by paracetamol and salicylate in rats: role of endogenous prostaglandins. Gut, 23, 536-540. KvΔtina, J., Varayil, J., Ali, S., KuneΕ‘, M., BureΕ‘, J., TachecΓ, I., et al. (2010). Preclinical electrogastrography in experimental pigs. Interdisp. Toxicol., 3(2). Pasechniko, D.V., et al. (2007). Study of 24-hours esophagus mo-torics in patients with gastroesophageal reflux disease. Rus. J. Gastroenterology, Hepatology and Colopoctology Annex No. 30. Materials of the 13th Russian Gastroenterology Week. p. 13. Parkman, H.P., et al. (2003). Electrogastrography: a document prepared by the gastric section of the American Motility Society Clinical GI Motility Testing Task Force. Neurogastroenterol. Motil. 15, pp. 89β 102. Rebrov, V.G. (1981). Registration of gastric and intestinal potentials in clinical conditions. Therapeutic archive. No. 9. pp. 24-30. Rebrov, V.G., et al. (1996). Particularities of registration of gastric and intestinal electric activity from the surface of patientβs body. Rus. J. Gastroenterology, Hepatology and Colopoctology. No. 2. pp.48-52. Sagami, Y., & Hongo, M. (2007). Electrogastrogram, in Clinical Examination of the Autonomic Nervous System, Edisi ke 4. Tokyo: Bunkodo. Schneider, E., & Clark, M. (1956). Hyperchlorhidria induced by intravenous reserpine. Am. J. Digest. Dis., 1(1).
Tyas P. F. dan L. Eveline R
Smirnova, G.O., et al. (2009). Peripheral EGG in clinical practice. Medical manual. Medpractica Publishing House. p. 20. Tropskaya, N.S, et al. (2005). Theoretical basis and experimental justification for the use of electrogasroenterography. Rus. J. Gastroenterology, Hepatology and Colopoctology. No. 5. pp. 82-87. Tyas, P. F., & L. Eveline, R. (2014). Single Channel Local White Rabbit (Oryctolagus cuniculus) Cutaneous Electrogastrography and Its Electrogastrogram Classification
Algorithm. arXiv:1411.7468 [q-bio.QM], tersedia di http://arxiv.org/abs/1411.7468. Vornovitsky, E.G. & Feldshtein, L.V. (1998). Use of cutaneous electrogastrography to assess the state of the gastrointestinal tract. Bulletin of experimental biology and medicine. 126 (11). pp. 597-600. Zakirov, D.B., et al. (2005). Peripheral electrogastroenterography in the diagnostics of the disorders of motor evacuation function of the gastrointestinal tract. Attending physician. No. 2. pp. 60-62.