Papa Bebi & Ibu Nhytha
maha tanpa huruf kapital
maha tanpa huruf kapital © 2011 Zulkhair Burhan & Harnita Rahman Penerbit Kedai Buku Jenny Almost Book Store, Barely Art Gallery Perancang Sampul: Farid Stevy Asta Penata Letak Bobhy Diterbitkan Oleh: Kedai Buku Jenny Dicetak & Didistribusikan Oleh: www.nulisbuku.com
2
3
PROLOG: maha tanpa huruf kapital
“KAMU tahu, aku bangga sekaligus merasa kasian pada maha ” kata Puang Tiananya satu hari padaku. Tidak serius, tapi aku tahu ada kekhawatiran yang coba ia kabarkan. Tiana bukan orang pertama, beberapa tantenya pernah mengatakan hal yang sama. Semua karena tulisan-tulisan kami, ibu dan bapaknya maha, yang kami publikasikan dalam blog kami, www.bapakmaha.blogspot.com, dengan tajuk “cerita untuk maha” yang tentunya bebas diakses oleh semua orang. Secara pribadi, mereka merasa tulisan-tulisan ini secara inhern menjadi bara api dalam langkah maha, dan maha akan bertumbuh besar tapi terkungkung dalam bayang-bayang mimpi-mimpi besar orang tuanya. Kami harap itu salah. Tulisan-tulisan ini sejak masih berupa ide dan hingga akhirnya mewujud dalam sebuah buku, tidaklah kami jadikan sebagai kitab panduan maha saat ia tumbuh besar nanti. Sekali lagi bukan. Tulisantulisan ini adalah rasa yang tidak ingin kami biarkan 4
hilang begitu saja. Sekedar untuk maha tahu, bahwa ia pernah melewati masa kecil yang begitu indah dan kami melaluinya dengan bahagia, sangat bahagia dan sederhana. Dan momen itu, tidak ingin kami biarkan hilang. Dan dalam perjalanannya, kami bahagia bahwa cerita ini ternyata bukan hanya untuk kami, kami bahagia karena kami membagi kebahagiaan itu tanpa kami sadari. Dan tokoh utama kami, beberapa hari lagi genap berusia tiga tahun. Banyak lonjakan kehidupan yang ia tunjukkan pada kami, tentunya yang membuat kami harus belajar kembali, mengasah rasa dan hati kami. Tulisan ini, lalu kami kumpulkan, diedit lagi, diperbaiki lagi dan kami jadikan sebagai hadiah ulang tahun utuk jagoan kami, Mahatma Ali El Gaza, dan yang membuatnya lebih istimewa maha juga dapat banyak kado untuk ulang tahunnya kali ini. Dan semuanya berbentuk cerita dari om dan tante maha yang banyak mengikuti pertumbuhan dan ulah maha lewat tulisan-tulisan ini. Ya, kami menamainya Mahatma Ali El Gaza, memanggilnya maha. Setelah ia lahir, banyak alternatif nama yang kami lekatkan dan padukan dengan Mahatma, hingga akhirnya seminggu sebelum akikahnya kami memutuskan nama itu. Mengapa harus maha? kenapa bukan Ali, El, atau Gaza. Karena panggilan “maha” telah kami lekatkan padanya lama sebelum ia lahir, dan hingga kini kami memanggilnya maha, maha tanpa huruf kapital. Kami inginkan selalu tanpa huruf kapital. “maha tanpa huruf kapital” bukan hanya sekedar tidak meletakkan “M” di awal nama seperti sebagaimana biasanya sebuah nama ketika ditulis. Dan bukan pula hanya sekedar ingin melabrak aturan penulisan seperti yang banyak akan anda temukan dalam kumpulan 5
tulisan ini dan lalu akan membuat kami terkesan sok rebel…hahaha…sama sekali bukan. Bagi kami, maha tanpa huruf kapital adalah deklarasi atas kesetaraan dan kesederhanaan dan juga sekaligus sebagai penegasan kembali atas pengakuan kami bahwa maha dengan huruf kapital hanya dan hanya milik Sang Maha Segala. Dan selanjutnya, ia kami harap menjadi doa yang terucap setiap saat bahwa kelak jagoan kecil kami tumbuh seperti seharusnya seorang manusia dengan titah kemanusiaan yang sejak awal disematkan kepadanya. Menjadi mahluk lalu “beribadah”. Tak ada lagi selain itu! Dan begitulah proyek mini ini kami rampungkan dalam tajuk tersebut, maha tanpa huruf kapital. Tentunya ini bukan hanya untuk maha kelak, tapi juga untuk mengingatkan kami, bapak dan ibunya maha, dan mungkin bila satu pagi nanti saat kami mulai beranjak tua, dan mungkin akan menuntutnya berlebihan, lalu mulai memaksakan pilihan-pilihan yang telah kami pilih dan kami jalani bersamanya, dan buku kecil ini akan mengingatkan kami bahwa sekeras apapun kami mencoba, semaksimal apapun kami mendidik, maha tetaplah maha tanpa huruf kapital. Dia akan tumbuh pada masanya sendiri, tumbuh tanpa perlu ada keterpaksaan dalam setiap piliahan-piliahan yang ia ambil, tumbuh besar, sehat dan bersemangat. Cukup seperti itu, toh yang lain akan bergerak, berproses berjalan bersama waktu. Kami pastikan bahwa proses menjadi orang tua yang baik untuk anak-anak kami kelak adalah proses menunjukkan jalan kepada mereka sekaligus kepada kami untuk menjadi lebih baik. 6
Dan untuk itu, kami selalu memerlukan orangorang terkasih yang tak henti dan tak lelah menerima cerita-cerita kami, yang selalu ikhlas untuk kami bagikan cinta kami yang sederhana. Pada keluarga di Bone dan di Kendari, pada “puang-puang” yang sudah mulai maha hapalkan namanya dan tanyai keberadaannya satu persatu, pada teman bermain maha di seantero Jln. MH. Thamrin Watampone, mulai dari yang kecil sampai yang tua. Pada tante-tante, om-om, teman-teman Ibu Nhytha dan Papa Bebi yang menyumbangkan tulisannya dalam projek ini, yang hampir semuanya berkeras memenangkan perang melawan kesibukan karena “paksaan” kami. Izinkan kami melafal satu persatu dari mereka sebagai jabatan terima kasih. Untuk Om Wawan, Om Sawing dan Adel yang betul-betul meluangkan waktu di tengah geliat tesis yang terus memburu, Mbak Hana yang rela menitip sesuatu untuk maha meski kami hanya bersapa via shoutbox di blog, Tante Irna dan Niar di tengah kesibukan sebagai abdi negara, Om Rio yang kami tahu sedang semangatsemangatnya membuat banyak hal di “rumah” itu, Tante Arnee yang mengiyakan untuk memberi tulisan “langka” nya meski setumpuk aktivitas sebagai sosialita yang digelutinya begitu padat..hahaha, Om Dedy di antara perjalanannya dari satu pedalaman ke pedalaman lain untuk belajar dan berbagi, Om Upi ditengah kesibukan jurnalistiknya, Ekbess yang kami tahu sedang begitu semangat-semangatnya dengan Do It Yourself nya, Tante Tenri yang sama dengan kami sedang giat menjadi ibu yang baik untuk si kecil, Om Farid Stevy ditengah kesibukan ben-benannya dan “dakwah” tentang kebahagiaan yang sederhana, dan 7
untuk kedua Puang nya maha, Ana dan Tiana, yang sangat kami paham tak begitu mudah meluangkan sedikit waktu ditengah perjuangan hati. Sekali lagi, terima kasih untuk kalian semua. Tetaplah menjadi Om, Tante dan Kakak yang baik bagi maha kelak. Dan yang utama tentunya pada Sang Maha yang dari Nya segala cinta, nikmat, kesedihan, rindu, tangisan, amarah kami olah menjadi hidup yang indah dengan cara yang sederhana. Terima kasih untuk ini semua. Untuk kebahagiaan yang sederhana! Watampone, 18 Desember 2011
8