JUSTIFIKASI MEKANISME KAWAL PENYELAMATAN KHUSUS (SPECIAL SAFEGUARD MECHANISM) SEBAGAI BAGIAN DARI PERLAKUAN KHUSUS DAN BERBEDA (SPECIAL AND DIFFERENTIAL TREATMENT) BAGI NEGARA-NEGARA SEDANG BERKEMBANG DALAM KESEPAKATAN PERTANIAN BADAN PERDAGANGAN DUNIA Pantjar Simatupang
LATAR BELAKANG Selain menciptakan manfaat, liberalisasi perdagangan, yang merupakan sasaran akhir kesepakatan pertanian dalam naungan badan perdagangan dunia (World
Trade
Organization),
juga
perekonomian
negara-negara
yang
menimbulkan
ancaman
melaksanakannya.
serius
Pertama,
terhadap liberalisasi
perdagangan mencakup penghapusan instrumen penghambat lalulintas barang antar negara, sehingga pasar domestik setiap negara terbuka, yang berarti rentanb terhadap resiko gejolak pasar dunia. Kedua, pasar dunia secara intensik mengandung resiko. Ketiga, liberalisasi perdagangan membka peluang bagi negaranegara besar untuk menyalurkan gejolak pasar domestiknya ke pasar dunia, untuk selanjutnya disalurkan ke negara-negara mitra dagangnya (beggar thy neighbour policy). Oleh karena itu, adalah esensial bagi setiap negara untuk tetap memiliki fleksibilitas dalam mengambil tindakan guna melindungi diri terhadap ancaman gejolak pasar dunia. Semua negara anggota WTO menyadari hal ini. Itulah sebabnya, kesepakatan Putaran Uruguay 1994 mengakomodasikan instrumen kawal penyelamatan ini baik dalam kesepakatan umum (GATT) maupun dalam kesepakatan pertanian (aggreement on agriculture). Seperti yang akan diuraikan lebih lanjut, provisi mengenai kawal penyelamatan yang telah ada tersebut dipandang belum memadai khususnya bagi negara-negara sedang berkembang. Disamping tidak memadai, ketentuan mengenai kawal penyelamatan yang kini ada dalam kesepakatan WTO dipandang tidak seimbang dengan ambisi kemajuan dalam kesepakatan akses pasar, dukungan domestik dan subsidi ekspor (tiga pilar negosiasi) dan tidak adil antar negara-negara anggota WTO. Disamping ketentuan mengenai kawal penyelamatan yang terbuka bagi setiap anggota, sejumlah
anggota
WTO
menuntut
adanya
ketentuan
mekanisme
kawal
penyelamatan khusus bagi negara-negara sedang berkembang. Mekanisme kawal
58
penyelamatan khusus tersebut hendaklah dipandang sebagai bagian dari hak negara-negara sedang berkembang atas perlakuan khusus dan berbeda (special and differential treatment) sebagaimana diamanatkan oleh kesepakatan Doha. Dalam bagian berikut diuraikan argumen yang dapat dijadikan untuk menjustifikasi provisi mekanisme kawal penyelamatan khusus bagi negara-negara sedang berkembang dalam kesepakatan bidang pertanian WTO. Penjelasan singkat ini terutama dimaksudkan sebagai bekal bagi para delegasi Indonesia dalam perundingan WTO khususnya di bidang perjanjian mengenai pertanian. PETANI DAN PERTANIAN NEGARA SEDANG BERKEMBANG RENTAN TERHADAP GEJOLAK PASAR DUNIA Kerentanan (valnerability) ditentukan oleh besarnya resiko dan kemampuan menghadapi resiko. Besarnya resiko ditentukan oleh faktor eskternal yang besarannya tidak dapat dipengaruhi (eksogen). Kemampuan menghadapi resiko ditentukan oleh karakteristik petani dan pertanian sendiri (internal). Faktor resiko pasar dunia apa sajakah yang dapat membahayakan hidup dan kehidupan petani ?. Identifikasi faktor resiko ini merupakan langkah awal untuk menentukan instrumen kawal penyelamatan yang paling sesuai, untuk selanjutnya dijadikan sebagai dasar dalam menentukan arsitekltur kerangka dan modalitas provisi kesepakatan atau posisi terhadap draft usulan negara lain dalam forum perundingan WTO. Tiga faktor resiko utama yang perlu dicermati. Pertama, resiko dan ketidakpastian harga. Resiko harga adalah fluktuasi harga yang terjadi beraturan baik secara siklus musiman dalam periode satu tahun (intra annual seasonality) maupun secara siklus jangka panjang (inter annual cycle) dalam periode beberapa tahun. Fluktuasi harga beraturan ini merupakan konsekuensi dari ciri khas pola panen pertanian yang umumnya bersifat musiman. Walaupun reguler dan umumnya dapat diduga waktu kejadiannya, besaran fluktuasi harga tidak dapat diduga secara sempurna. Fluktuasi harga yang cukup besar dan tidak dapat diantisipasi merupakan ancaman serius terhadap petani dan pertanian domestik. Di samping terjadi secara
reguler, harga produk pertanian kerapkali
bergejolak tanpa dapat diantisipasi sebelumnya. Gejolak pasar stokastik ini antara lain terjadi karena insiden anomali iklim, bencana alam, gejolak sosial, ekonomi atau politik, dan perubahan kebijakan negara yang dominan. Ketidak pastian (tidak dapat
59
diantisipasi) harga relatif lebih berbahaya daripada resiko (dapat diantisipasi) fluktuasi harga. Resiko dan ketidakpastian harga bersifat temporer dan terjadi dalam periode yang pendek. Kalaupun mampu dihadapi, resiko dan ketidakpastian harga jangka pendek menimbulkan ongkos adaptasi cukup besar sehingga harus sejak dini diminimalkan. Kedua, resiko harga secara sekuler atau terjadi secara berkelanjutan dalam periode yang cukup lama. Penurunan harga secara sekuler terjadi pada kebanyakan produk pertanian karena proses penyesuaian produksi pertanian amat lambat. Sebagaimana diketahui, penurunan harga terjadi karena kelebihan pasok atau kelebihan produksi. Koreksi harga hanya akan terjadi jika produksi berkurang. Masalahnya adalah pengurangan produksi usaha pertanian tidak dapat dilakukan segera, sehingga kelebihan pasok berlangsung cukup lama, dan penurunan harga produksi pertanian pun berlangsung lama pula. Penurunan harga berkelanjutan dalam waktu yang cukup lama merupakan faktor resiko yang jauh lebih berbahaya daripada fluktuasi harga jangka pendek. Penurunan harga berkelanjutan dapat menimbulkan kebangkrutan massal usaha pertanian di negara-negara sedang berkembang yang umumnya berskala kecil. Sekali bangkrut, usaha pertanian membutuhkan modal besar dan waktu yang cukup lama agar dapat pulih kembali. Ironisnya, sebagian pihak berpendapat bahwa fenomena penurunan harga berkelanjutan justru dipandang sebagai manfaat positif liberalisasi dunia yang harus disyukuri. Penurunan harga berarti meningkatkan daya beli yang berarti pula meningkatkan kesejahteraan penduduk dunia. Khususnya untuk produk pangan, penurunan harga dipandang sebagai mekanisme untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dan insiden rawan pangan. Argumen ini jelas harus ditolak, karena sebagian
besar
penduduk
miskin
di
negara-negara
sedang
berkembang
menggantungkan hiodupnya pada usaha pertanian atau yang berkaitan dengan usaha pertanian. Ketiga, resiko banjir impor (import surge). Liberalisasi perdagangan dapat menyebabkan volume impor melonjak tajam. Di satu sisi, masuknya barang impor berarti mengurangi segmen pasar bagi penduduk domestik. Potensi pasar bagi produk pertanian dan domestik akan berkurang drastis bila terjadi banjir impor. Produksi pertanian domestik akan menurun tajam terdesak oleh pasokan barang impor.
60
Disisi lain, banjir impor akan meningkatkan ketergantungan terhadap pasar dunia. Jika terjadi secara permanen, ketergantungan impor yang tinggi akan menyebabkan petani dan pertanian dalam negeri semakin rawan terhadap gejolak pasar dunia. Khusus untuk produk pangan, ketergantungan impor yang tinggi akan membahayakan keamanan pangan nasional. Petani dan pertanian di negara-negara sedang berkembang menjadi amat rentan setelah liberalisasi perdagangan. Di sisi lain, kemampuan mitigasi resiko petani dan pertanian tersebut amat lemah. Sistem mitigasi resiko petani dan pertanian di negara-negara sedang berkembang pada umumnya amat rapuh (fragile) karena skala usahatani amat kecil, pasar berjangka belum berkembang, asuransi pertanian tidak ada dan kredit pertanian masih amat radiomenter. MEKANISME KAWAL PENYELAMATAN KHUSUS MERUPAKAN PRAKONDISI ESENSIAL LIBERALISAI PERDAGANGAN Liberalisasi perdagangan berarti menimbulkan empat implikasi penting yang perlu dicermati. Pertama, liberalisasi perdagangan menyebabkan pasar domestik menjadi terbuka terhadap ancaman resiko pasar dunia (re-eksposing). Gejolak pasar dunia dapat mengalir sempurna ke pasar domestik setiap negara. Perekonomian setiap negara WTO semakin rentan terhadap gejolak perekonomian dunia. Kedua, walaupun berdampak positif terhadap stabilitas harga, liberalisasi perdagangan akan menurunkan harga produk pertanian yang sebelumnya diproteksi amat tinggi di negara-negara maju. Liberalisai perdagangan meningkatkan faktor resiko penurunan harga pasar dunia. Ketiga, liberalisasi perdagangan menyebabkan setiap negara menjadi terbuka terhadap pengaruh kebijakan negara asing yang memiliki peran dominan di pasar dunia. Pada umumnya pelaku dominan di pasar dunia adalah negara-negara maju. Dengan demikian, liberalisasi perdagangan akan menyebabkan negaranegara sedang berkambang terbuka terhadap pengaruh kebijakan negara-negara maju. Negara-negara sedang berkembang dapat dijadikan sebagai tempat penyaluran gejolak pasar domestik negara-negara maju (beggar thy neighbour policy), atau bahkan menanggung resiko didikte oleh negara lain (black mail policy). Keempat, tindakan melakukan liberalisasi perdagangan otomatis melepaskan diskresi kebijakan penyelamatan terhadap ancaman resiko pasar dunia. Instrumen yang paling efektif untuk mengisolir pasar domestik dari ancaman resiko pasar dunia
61
ialah pembatasan kuantitatif atau hambatan non tarif lainnya. Ketentuan WTO yang melarang semua hambatan non-tarif otomatis menghilangkan kemampuan negara anggota untuk menetralisir intrusi resiko pasar dunia ke pasar domestik. Kelima, sebagai implikasi dari keempat hal diatas, liberalisasi perdagangan akan menyebabkan negara-negara sedang berkembang kehilangan kedaulatan dalam mengelola perekonomian dan politik negaranya. Sebaliknya, karena memiliki kekuatan menentukan di pasar dunia, negara-negara maju akan memperoleh kekuatan hegemoni ekonomi politik. Dengan ancaman resiko yang demikian besar, setiap negara yang melakukan liberalisasi perdagangan mutlak harus tetap memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan penyelamatan terhadap dampak fatal yang mungkin terjadi. Adanya jaminan fleksibilitas dalam mengambil tindakan penyelamatan merupakan pra sayarat agar suatu negara bersedia melakukan liberalisasi perdagangan. Dengan perkataan lain, provisi mengenai mekanisme kawal penyelamatan merupakan agenda esensial dalam perundingan WTO. Negara-negara sedang berkembang tidak boleh berkompromi dalam hal mekanisme kawal penyelamatan khusus ini, dan mestinya negara-negara maju pun dapat mengakomodir tuntutan yang amat wajar ini guna memperlancar dan meraih hasil perundingan yang lebih ambisius PROVISI PERLINDUNGAN KESELAMATAN YANG TERSEDIA DI DALAM KESEPAKATAN PUTARAN URUGUAY YANG MEMADAI Dalam kesepakatan pertanian Putaran Uruguay (Article 5) dan Article XIX GATT (Agreement on Safeguards) memang tersedia mekanisme perlindungan keselamatan khusus (special safeguard = SSG) yang dapat digunakan setiap negara anggota untuk melakukan kebijakan ” penyelamatan ” bila implementasi komitmen WTO menimbulkan dampak berbahaya (injury) seperti lonjak impor (import surge) dan atau anjlok harga (sharp price fall). Pada kondisi demikian,
negara yang
memenuhi syarat dapat menetapkan tarif impor tambahan, menunda atau memperlambat proses tarifikasi. Fasilitas perlindungan ini memang tersedia untuk semua anggota WTO. Namun demikian, mekanisme SSG amat sukar dimanfaatkan negara-negara sedang berkembang karena setidaknya tiga alasan :
62
a. Proses administratif pemanfaatan SSG cukup rumit, membutuhkan dana, kapasitas institusi dan kemampuan legal yang cukup tinggi (Matthews, 2003 ; Khan, et.al. 2003). b. Karena prosesnya panjang, kerusakan (injury) sudah terjadi lama sebelum instrumen perlindungan efektif (Konandreas, 2000). c. SSG bersifat terbatas, hanya berlaku untuk produk yang sedang mengalami proses tarifikasi dalam rangka memenuhi ketentuan WTO. d. SSG bersifat khusus resiko, yakni menanggulangi banjir impor (import surge) dan anjlok harga. e. SSG berlaku sementara (selama proses penyesuaian tarifikasi).
Dengan persyaratan demikian, tidak semua negara sedang berkembang dapat memanfaatkan mekanisme SSG. Kalaupun dapat, hanya sejumlah produk tertentu saja yang dapat dilindungi dengan fasilitas SSG. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2, SSG hanya tersedia untuk 38 negara anggota, 22 negara diantaranya merupakan negara sedang berkembang. Ironisnya jumlah produk yang dapat dilindungi dengan fasilitas SSG lebih banyak untuk negara-negara maju daripada negara-negara sedang berkembang. Dari total 6.072 produk layak lindung SSG, hanya 1.930 (31,8 %) terbuka untuk
negara-negara
sedang
berkembang,
sementara negara-negara maju 4.142 (68,2 %). Baik dari segi eligibilitas dan cakupan produk maupun dari segi kemampuan institusional dan legal, fasilitas SSG dalam kesepakatan pertanian tidak berimbang, bias, lebih menguntungkan negara-negara maju. Dengan berbagai keterbatasan dan dan ketidakadilan itulah
perlu ada kesepakatan baru yang memungkinkan
semua negara-negara sedang berkembang dapat dengan cepat, mudah dan murah melakukan tindakan atau kebijakan penyelamatan terhadap ancaman perusakan oleh anjlok harga atau banjir impor akibat implementasi kesepakatan pertanian. Proposal special products adalah opsi yang tepat untuk itu.
63
Tabel 2. Daftar Negara Dan Jumlah Produk Yang Dapat Memperoleh Perlindungan SSG
Australia (10)
El Savador (84)
Mexico (293)
Slovak
Barbados (37)
EC 15 (539)
Marocco (274)
(114)
Bostwana (161)
Guatemala (107)
Namibia (166)
South Africa (166)
Bulgaria (21)
Hungary (117)
New Zealand (4)
Swaziland (166)
Canada (150)
Iceland (462)
Nicaragua (21)
Switzerland (961)
Colombia (56)
Indonesia (13)
Norway (581)
Thailand (52)
Costa Rica (87)
Israel (41)
Panama (6)
Tunisia (32)
Phillipines (118)
United
Czech Republic Japan (121)
Republic
States
(236)
Korea (111)
Poland (144)
(189)
Ecuador (7)
Malaysia (72)
Romania (175)
Uruguay (2) Venezuela (76)
Catatan : Angka didalam kurung adalah jumlah produk.
64