100
DAFTAR PUSTAKA Abdullah Adli Muhammad et. al, Selama Kearifan Adalah Kekayaan; Eksistensi Hukôm Adat Laôt di Aceh, Lembaga Panglima Laôt, Banda Aceh, 2006 Anonimous, Sekretariat Lembaga Hukôm Adat Laôt/Panglima Laôt, Hasil Duek Pakat Adat Laôt/Panglima Laôt Se-Aceh Di Sabang, 2001 Anonimous, Tim Sosialisasi Pemerintah, Mengawal Dan Mengamankan Agenda Perdamaian Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2005. Budiharsono Sugeng, Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2001. Djuned, Mohd, T, Kedudukan Panglima Laôt Dalam Hukum Positif, Makalah Duek Pakat Panglima Laôt Se-Aceh, Sabang, 19-20 Maret 2001. Hasibuan Zulhanuddin, et. al, Nelayan Menggugat, PUGAR, Banda Aceh, 2003. Hurgronje Snouck, C. The Achehnes, Laiden, Late E.J. Brill, 1906. Ibrahim Abubakar, et. al, Bunga Rapai Temu Budaya Nusantara PKA-3, Banda Aceh, Syiah Kuala Press. 1991. Imron, Masyuri, Peran Pemimpin Tradisional Dalam Pengelolaan Wilayah Laut Dalam Masyarakat Dan Kebudayaan, LIPI, Jakarta, 2000. Ishak Arfan dan Ishak Muhammad, Akuntasi Keperilakuan, Krista (Editor), Edisi Pertama, Selemba Empat, Jakarta, 2005. Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet Dan Pembangunan, Jakarta , PT. Gramedia. 1974. Kusnadi, Konflik Sosial Nelayan Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Perikanan, LkiS, Yogyakarta, 2002, -----------, Filosofi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, Bandung, Humaniora, 2006. Main, Mahmud, Kehidupan Masyarakat Nelayan di Gampongan Aceh, Banda Aceh, P3IS, 1992. Moleong, JL, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. 8, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 1997. Mubyarto ed. Nelayan dan Kemiskinan, Jakarta, Rajawali, 1993. Nyak Pha, Hakim, Panglima Laôt Peranannya Dalam Lembaga Adat Laôt (makalah), Banda Aceh, Lembaga hukum Adat Laôt/Panglima Laôt Daerah Istimewa Aceh, 2001. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 2 Tahun 1990, Tentang Pembinaan dan Pengembangan Adat Istiadat.
101
Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 7 Tahun 2000, Tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat. Pollnac, Richard, B, Sosial and Cultural Characteristics in Small-scale Fishery Development dalam Michael M. cernea, Putting People Firs, Oxford University Press. Washington, 1991. Prijono OS, Pranaka, Pemberdayaan Konsep, Kebijakan dan Implementasi, Jakarta, CSIS, 1996. Rappaport, J. Studies in Empowerment, Intraduction to the Issue Pravention in Human Issue, USA, 1984. Sutarto, Dasar-dasar Organisasi, Cet XVII, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1995. Subing, H. Z. 1995. Pengembangan Wilayah Pantai Terpadu dalam Rangka Pembangunan Daerah. Dalam Prosiding Seminar V Ekosistem Mangrove di Jember, 3-6 Agustus 1994. Suharto, Edi, Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran, Bandung: Lembaga Studi Pembangunan STKS (LSP-STKS), 1997. Syarif M S, Menuju Kedaulatan Mukim Dan Gampong “Riwang U Seuneubok”. Yayasan Rumpun Bambu Dan YAPPIKA, Banda Aceh, 2001. Sitorus M.T.F, Agusta Ivanovich, Metodologi Kajian Komunitas. Jurusan IlmuIlmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Program Pascasarjana IPB, 2006 Sumarjo dan Saharuddin, Metode-Metode Partisipatif Dalam Pengembangan Masyarakat Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Program Pascasarjana IPB, 2006. Triguno, Budaya Kerja, Menciptakan Lingkungan yang Kondusive Untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja, Arnoor Bappenas Bidang Administrasi/Sekretaris MENPAN, 1996. Tonny FN & Kolopaking L M. Kolopaking, Pengembangan Kelembagaan Pembangunan. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Program Pascasarjana IPB. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh. Uphoff, Norman, Local Institutional Development An Analytical Source Book With Cases, Kumarian Press, Usahaed stated of America, 1993. Zainuddin, H.M, Tarich Atjeh dan Nusantara, Medan, Pustaka Iskandar Muda. 1961. Http://www.google.co.id, diakses tanggal 12 Agustus 2007.
102 LAMPIRAN 1 . PETA KOTA LANGSA
Peta Kecamatan Langsa Timur
033
020 019 017 018 016
002
003
004 005
001
022
021
023 006 009 012 007 011 008 010
013
015 014
Peta Gampong Telaga Tujuh Kecamatan Langsa Timur
= Jalur Kepelabuhan Kuala Langsa = Mercusuar
Gampong Telaga Tujuh
103
LAMPIRAN 2
HUKUM ADAT LAÔT DALAM TATA CARA PENANGKAPAN IKAN DAN SANKSI ADAT DI WILAYAH PERAIRAN LAUT ACEH DI SELURUH DAERAH TINGKAT II DALAM PROVINSI ACEH HUKUM ADAT LAÔT Tentang TATA CARA / PERATURAN PENANGKAPAN IKAN DI LAUT Cara Berpayang di Laut Pasal 1 Bila sebuah motor boat mendapat kawanan ikan dan terus mengelilinginya dan bila kawananan ikan yang sedang dikelilinginya tadi hilang dari pandangan mata (tenggelam), sedangkan di dekat boat pukat tadi ada perahu pukat Aceh. Peraturan Apabila kawanan ikan tadi muncul kembali di samping boat, ikan tersebut masih kepunyaan boat pukat. Tetapi apabila kawanan ikan tadi muncul di belakang perahu pukat Aceh, sedangkan boat pukat mengejar berlainan arah, sedangkan kawanan ikan tadi jauh dengan perahu pukat (lebih kurang) 1 leun pukat, maka kawanan ikan itu sudah menjadi hak perahu pukat, dan dalam hal ini bagi perahu pukat siapa yang duluan krah ikan tersebut. Pasal 2 Bila perahu pukat krah satu kawanan ikan jauh dari perahu tersebut, sedangkan kawanan ikan tersebut di laboh oleh boat pukat tadi, maka pembagiannya ialah bagi dua maupun sebaliknya. Pasal 3 Bila kawanan ikan di krah oleh sebuah pukat Aceh sedangkan di situ terdapat beberapa buan perahu fukat lain, dan dari samping kawanan ikan itu terdapat pula sebuah boat Pukat. Peraturan Oleh boat pukat yang dekat dengan kawanan ikan tadi tidak bisa (tidak boleh) melabuh kawanan ikan tersebut. Apabila pukat-pukat yang melabuh tadi sudah jatuh UNTUNG-baik pukat l-ll, maupun ke-lll, dan setelah UNTUNG pukat yang ketiga ini jatuh baru bisa boat pukat melabuh kawanan ikan tersebut dengan catatan hak pukat tadi masih ada yaitu dibagi dua. Syarat-syarat untuk dapat memilikisatu kawanan ikan: 1. Krah atau angkat topi. 2. Sangga atau memukul galah diujung umbai. 3. Kalau pukat atau lampung tersangkut harus dilepas atau diperbaiki. 4. Menggiring kawanan ikan. 5. Jika ikan didapat (mati), wajib merapat untuk meminta bagian.
104
Pasal 4 Pukat boat sedang laboh, sedangkan pukat Aceh tidak sampai untuk mendesak dan bagaimana pula caranya supaya pukat Aceh mendapat hak dari hasil yang diperoleh oleh boat pukat tersebut. Peraturan Apabila ikan dilabuh sendiri oleh boat, maka bagi pukat Aceh untuk dapat mendapatkan bagian dari hasil ikan yang diperoleh boat adalah dengan cara siapa yang duluan mendekati umbai pukat boat dan hasilnya dibagi dua. Bila ikan tersebut dibawa turun sendiri oleh boat, maka perahu yang tinggal di laut masih dihitung kongsi. Pasal 5 Bila sebuah kawanan ikan di krah oleh sebuah perahu pukat Aceh dan dikejar oleh pukat-pukat lain untuk melabuh kawasan ikan tersebut, sedangkan cuaca/keadaan alam tidak mungkin bagi pukat Aceh yang mengejar tadi akan berhasil melabuh kawanan ikan tersebut. Dan apabila ada sebuah boat yang membantu melabuh kawanan ikan tersebut dengan seizin pawang pukat yang mengejar tadi, dan jika berhasil dilabuh kawanan ikan itu, maka pembahagiannya adalah bagi tiga yaitu satu bahagian bagi pukat yang krah, satu bahagian bagi yang mengejar tadi, dan satu bahagian untuk boat yang membantu melaboh tersebut dengan ketentuan sanggup mencapai umbai pukat boat. Pasal 6 Sebuah boat menggandeng sebuah perahu pukat Aceh dan bila jumpa dengan kawanan ikan perahu pukat yang menggandeng tadi tidak bisa krah ikan yang dilihat itu sebelum dilepaskan diri dari boat yang menggandeng tadi. Pasal 7 Sebuah boat yang menggunakan pukat Aceh, apabila waktu sedang laboh dibantu oleh perahu kulek, maka ikan hasil dari laboh itu dibawa turun oleh perahu kulek tersebut. Dan apabila ikan tersebut dibawa turun sendiri oleh boat maka jerih payah atas pertolongan/bantuan perahu kulek ialah 10 persen dari hasil ikan tersebut. Pasal 8 Pukat Aceh sedang laboh, lantas datang sebuah boat dan sebuah pukat Aceh lainnya serta sampai ditempat pukat yang sedang laboh tadi bersama-sama mereka membantu pukat yang sedang laboh itu, maka jerih payah atas bantuan boat dan pukat Aceh yang membantu adalah hasil dari laboh itu dibagi dua. Dan antara pukat dengan pukat Aceh yang membantu tadi mereka ini hasil bagi dua tadi mereka bagi dua lagi, berarti mereka semuanya mendapat hasil.
Antara Boat dengan Boat Pasal 9 Sebuah kawanan ikan dilihat oleh beberapa boat dan boat itu sama-sama mengejar kawanan ikan tersebut. Sesampai di tempat kawanan ikan itu salah
105
satu dari pukat boat itu yang posisinya tepat untuk laboh ikan tersebut. Bagi boat yang laboh kawanan ikan ini hasilnya ½ bagian dari hasil seluruhnya dan bagian yang ½ lagi dibagi untuk beberapa boat yang sama-sama dapat mempertahankan kedudukannya. Pasal 10 Tiap boat baik yang menggunakan pukat Aceh maupun pukat langgar, apabila umbainya telah jatuh dan ikan tersebut tidak didapat, maka haknya atas ikan yang sedang dilaboh hilang atau gugur. Pasal 11 Tiap pukat yang mesak-sak, berhak laboh adalah siapa yang duluan jatuh UNTUNG nya. Sedangkan pukat yang terlambat jatuh UNTUNG harus menahan pukatnya (hasil lebih yang dapat dari pembagian perkongsian ikan ole.h boat yang melaboh ikan). Dengan catatan tidak boleh melaboh dalam halaman pukat lain sebelum memberi isyarat kepada pukat yang pertama jatuh umbainya. Pasal 12 Untuk menghindari sentimen batin antara boat dengan boat dan antara boat dengan pukat Aceh, ikan nyirat ditiadakan untuk melaboh ikan atas kongsi dapat bahagian 5 persen dari hasil ikan. Pasar 13 Jika sebuah motor boat sedang melaboh ikan dan memerlukan bantuan karena ikan tersebut tidak dapat diambil tanpa bantuan boat lain dan sebagainya: 1. Boat yang sedang melaboh ikan hanya boleh meminta bantuan kepada boat yang terlebih dahulu datang melewati umbai/haluan boat yang memerlukan bantuan, dan hasilnya dibagi dua setelah di kurangi 5 persen hak labuh. 2. Motor boat yang sedang melabuh ikan jika memerlukan bantuan harus meminta bantuan kepada motor boat pukat yang terdekat dan tidak boleh meminta bantuan kepada boat boat kecil yang fungsinya hanya sebagai pengangkut (becak laut, boat pancing) kecuali tidak ada motor boat pukat yang terdekat lainnya. Pasal 14 Terlarang keras mendesak atau peupok dalam usaha penangkapan ikan. Peraturan Apabila sebuah motor boat telah melaboh ikan (jatuh umbai), maka boat berikutnya dilarang melaboh di dalam atau di luar pukat/boat tersebut untuk kawanan ikan yang sama (istilah meusak-sak pukat). Pelanggaran ini akan ditindak dengan hukuman menyita seluruh hasil dan mengembalikan 5 persen hak laboh serta wajib memperbaiki seluruh kerusakan boat pertama. Hasil sitaan diserahkan kepada boat pertama. Pemasangan Tuasan, Rumpon dan Bubu Pasal 15
106
(1) Tuasan, rumpon dan bubu dipasang di laut harus diberi tanda pengenal berupa pelampung bulat besar atau bambu yang dipasang sedemikian rupa sehingga mudah dilihat. (2) Bila terjadi tabrakan antara tuasan, rumpon, bubu dengan pukat atau alat penangkapan ikan lainnya tidak dengan sengaja, maka kerusikan tuasan, rumpon,dan bubu tidak diganti. Tetapi kerusakan tuasan, rumpon, dan bubu ditabrak oleh pukat atau alat tangkapan ikan lainnya dengan sengaja, maka harus diganti rugi sebesar 100 persen dari harga tuasan, rumpon dan-bubu tersebut. Pemasangan tuasan, rumpon dan bubu harus mengambil surat izin dari Dinas Kelautan dan Perikanan Tingkat ll setempat. Apabila tidak mempunyai surat izin dari Dinas Kelautan dan Perikanan Tingkat ll, maka kerusakan tuasan, rumpon dan bubu tersebut tidak berhak mendapat ganti rugi. (3) Tuasan, rumpon dan bubu yang tidak diberitanda pengenal bila terjadi tabrakan tidak akan diganti dan dia harus mengganti kepada yang menabraknya. (4) Pukat banting, pukat langgar, dan jenis pukat lainnya boleh menangkap ikan di malam hari dengan jarak +500 meter dari tuasan/unjam dan lain-lain alat pengumpul ikan. Masalah Meletakkan Tuasan di Laut Pasal 16 (1) Cara untuk membina tuasan di laut sangat diperlukan tata tertib yang sempurna, bagi kapal-kapal yang membina tuasan tersebut. Bagi sebuah kapat pukat langgar atau pukat banting, jika membina tuasan jarak antara satu tuasan dengan tuasan kapal iain, harus ada lebih kurang 1 mil sehingga tidak mengganggu bagi pengguna kapal lain sewaktu memukat. (2) Bagi sebuah kapal jaring yang menggunakan alat jaring atau tanggok bawal, jarak antara satu tuasan dengan tuasan kapal lebih kurang 500 meter sehingga tidak terjadi gangguan jaring sewaktu pihak kapal lain menggunakan alat tangkapnya. (3) Kecuati kapal yang membina tuasan diharuskan meletakkan tuasan pertama dengan mengambil pedoman dari arah darat menuju laut atau kebalikannya sehingga teratur dan sempurna. Masalah Pemotongan Tuasan/Unjam Pasal 17 (1) Jika seorang juragan sebuah kapal melakukan pemotongan terhadap sebuah tuasan/unjam milik kapal lain, ini adalah suatu pekerjaan yang sangat terkutuk. Bila hal ini dapat diketahui oleh pemiliknya, dilengkapi dengan keterangan saksi, serta membawa pengaduan kepada pihak yang berwenang, juragan kapal tersebut diharuskan membayar ganti rugi terhadap biaya tuasan milik kapal lain. (2) Ganti rugi tuasan yang dipotong tersebut, dibebankan pembayarannya kepada pihak juragan, sedangkan pengusaha tidak perlu menanggung resiko apapun (pembayaran selambat-lambatnya seminggu setelah keputusan sidang). Dan kepada pemilik tuasan diberi waktu untuk melapor dalam jangka waktu sebulan, kepada pihak Panglima Laôt atau tokoh masyarakat. Lewat dari batas tersebut di atas, pengaduan tidak diladeni lagi (menjadi batal). Mengambil lkan di tuasan kapal lain.
107
Pasal 18 Mengambil ikan di tuasan milik kapal lain, perlu diatur dalam suatu ketentuan seperti diatur dibawah ini: (1) Jika satu kapal mengambil ikan di tuasan milik kapal lain, kepada kapal tersebut supaya memohon izin terlebih dahulu jika ada pemiliknya. Hasil yang didapat dari tuasan tersebut harus dibagi dua, sesudah terlebih dahulu dipotong ikan cucuk 20 persen untuk kapal yang melabuh pukat tersebut. (2) Jika kapal mengambil ikan di tuasan milik kapal lain, sedangkan pemiliknya tidak ada,maka kepada juragan kapal itu dimohon kesadaran sesampai di darat untuk melapor kepada pemiliknya. Hasil yang didapat tersebut tetap harus dibagi dua setelah dipotong ikan cucuk sebanyak 20 persen atau dalam hal tersebut bisa dilakukan toleransi antara juragan dengan juragan pemilik tuasan. (3) Jika suatu kapal mengambil ikan, di tuasan yang milik kapal lain sedangkan pemiliknya tidak ada dan sesampai di darat tidak juga melapor pada pemiliknya. Sedangkan di laut ada juragan kapal lain yang melihat kejadian tersebut, mereka melapor kepada pemilik tuasan, dan pemilik tuasan dapat menuntut terhadap kapal yang mengambil ikan di tuasannya. Walaupun hasil melabuh (mengulur) tidak ada, tetapi sewaktu pulang kapal tersebut ada membawa pulang ikan yang didapat dari tuasannya sendiri, ini bisa dianggap ikan tersebut berasal dari tuasan kapal lain. Jika pengaduan sudah di sampaikan kepada pihak berwajib, maka pihak Panglima Laôt (tokoh masyarakat), segera untuk melapor kepada penguasa untuk menyita sementara hasil yang dibawa oleh kapalnya, sambil menunggu hasil sidang yang diadakan oleh Panglima Laôt. Bila dalam siding ternyata hasil yang diperdebatkan tersebut berasal dari tuasan kapal lain, maka pembagian bagi hasil tersebut adalah sebagai berikut: a. Potong harga es yang digunakan untuk ikan. b. Potong komisi pengurus. c. Potong hak sidang 10 persen. d. Potong hak saksi 20 persen. e. lkan cucuk tidak berlaku pemotongannya. (4) Sisa yang tinggal setelah terjadi pemotongan-pemotongan, baru dibagi dua,sebagian untuk penggugat dan sebagiannya lagi untuk tergugat. Kepada pihak penguasa sangat diharapkan bantuan sepenuhnya untuk mengambil langkah langkah sepenuhnya guna membantu Panglima Laôt atau tokohtokoh Masyarakat dalam menjalankan peraturan, sehingga bisa terlaksana dengan sempurna. (5) Bagi tiap-tiap penggugat diberi waktu selama 2x24 jam untuk membawa pengaduan kepada Panglima Laôt sejak terjadinya perkara. (6) Lewat dari waktu 2x24 jam, pengaduan dari penggugat, tidak dapat diterima atau menjadi batal.
108
(7) Bagi pukat langgar atau pukat banting yang mengambil ikan dituasan kapal nelayan jaring, hasil yang didapat dibagi tiga, dua bagian untuk kapal yang melabuh pukat, satu bagian kembali untuk pemilik tuasan.
Penangkapan Benur dan Nener. Pasal 19 (1) Kayu pancung yang dipasang oleh penangkap benur di tepi laut, setelah selesai menangkap benur harus dicabut kembali. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan. (2) Bila ternyata kerusakan alat penangkapan ikan sebagai akibat tidak dicabutnya pancang benur, maka kerusakan pukat penangkapan ikan tersebut harus diganti oleh nelayan penangkap benur yang bersangkutan. Tata Cara Persidangan Pasal 20 Syarat-syarat pengajuan perkara : (1) Setiap orang/pawang yang mengajukan perkara pada Lembaga Hukôm Adat Laot (LHAL) sekarang disebut Lembaga Persidangan Hukôm Adat Laôt (LPHAL) harus membayar uang meja sebesar Rp15.000,- (lima belas ribu rupiah). (2) Pengajuan perkara tidak boleh lewat hari Kamis. (3) Biaya sidang dipungut 10 persen dari uang hasil diperkarakan. (4) Penggugat sudah harus menghadirkan saksi-saksi pada saat sidang dibuka. (5) Saksi-saksidari pihakyang berperkara disyaratkan harus mengangkatsumpah. (6) Apabila penggugat atau tergugat tidak menghadiri sidang sampai dengan 2 kali persidangan, maka majelis akan mengambil keputusan. (7) Apabila pada sidang ketiga penggugat atau tergugat tidak hadir, perkara dapat ditolak dan lembaga hukum akan mengambil biaya sidang 10 persen dari uang yang diperkirakan. Syarat-syarat persidangan dan pengambi lan keputusan : (1) Sidang baru boleh dilaksanakan apabila dihadiri minimal 3 (tiga) orang anggota sidang/staf LPHAL. (2) Untuk kelancaran LPHAL anggota sidang ditambah 1 (satu) orang dari unsur Dinas Kelautan dan Perikanan. (3) Keputusan sidang diambil menurut suara terbanyak dan diumumkan setelah sidang selesai. (4) Sidang diadakan pada jam 09.00 WI8, sampai dengan selesai setiap hari Jum’at. (5) Pimpinan sidang diatur secara bergilir oleh ketua LPHAL.
Sanksi Hukum Pasal 21 (1) Pelanggaran terhadap adat-istiada Utata cara penangkapan ikan ini akan dikenakan tindakan hukum berupa: (a) Pantang ke laut selama 3 (tiga) hari.
109
(b) Seluruh hasil tangkapan di sita untuk kas Panglima Laôt (2) Jika terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap tindakan hukum yang telah ditetapkan, maka LPHAL akan mengambil tindakan administratif melalui pejabat yang berwenang setelah terlebih dahulu bermusyawarah dengan staf LHAL.
Pengaturan Keuangan LHAL Pasal 22 (1) Sumber dana dapat diharapkan dari: (a) Uang sidang 10 persen. (b) Uang hasilsitaan. (e) luran anggota. (d) Uang meja (2) Penggunaan: (a) Uang sidang 10 persen digunakan untuk keperluan Majelis Persidangan (staf lembaga) sebanyak 75 persen dan untuk kas lembaga sebanyak 25 persen. (b) Uang sitaan: • Kas lembaga 30 persen. • Staf lembaga 20 persen. • Panglima Laôt Lhôt/Kabupaten/ Kota 30 persen. • Rumah ibadah 20 persen. (3) luran anggota dipergunakan untuk kas lembaga dan lainnya. (4) Uang meja dipergunakan untuk biaya persidangan. TAMBAHAN Pasal 1 Setiap transaksijual beli perahu/boat dan alat penangkapan ikan lainnya (alat-alat yang sudah pernah digunakan untuk penangkapan ikan) harus diketahui oleh Panglima Laôt stempat dan atas transaksi tersebut, Panglima Laôt berhak memungut biaya maksimal 5 Persen dari hasil transaksi tersebut, dan biaya itu menjadi beban bersama (penjual dan pembeli) yang digunakan untuk kas Panglima Laôt. Pasal 2 Tidak dibenarkan menempatkan alat penangkapan ikan menetap (bagan/bagan apung/pelampung/jang/rumpon atau jenisnya) pada jalur lalu lintas pelayaran kapal/alur keluar masuk kapal ke pelabuhan. Pasal 3 Khusus bagi tempat pengoperasian alat tangkap ikan bagan apung/panglong, ditentukan/diselesaikan dengan hukôm adat laôt lhôk setempat. Pasal 4 Pada malam hari alat tangkap yang menggunakan alat bantu penangkapan
110
moderen (termasuk lampu) diupayakan tidak mengganggu alat tangkap tradisional milik nelayan setempat, sehingga kegiatan penangkapan dilakukan minimal dalam jarak di luar 2 mil dari garis pantai terluar. Pasal 5 Makin berkembang eskalasi penyimpangan, pelanggaran dan pengrusakan perairan laut terdiri dari pencurian ikan, pemboman ikan, peracunan baik dilakukan oleh nelayan lokal, luar daerah maupun luar negeri, diperlukan adanya suatu tindak lanjut pengamanan dan pengawasan. Luas areal yang perlu mendapat pengawasan maupun pengamanan, maka perlu peningkatan penanggung jawab di lapangan yang perlu di tangani secara hukum adapt yang berlaku pada masing-masing wilayah Panglima Laôt selaku penanggung jawab, yang bertanggung jawab kepada Pemerintah Provinsi Aceh. Pasal 6 Mengingat pentingnya pengelolaan. keuangan dan permodalan secara profesional dalam dalam rangka Pemberdayaan kelompok beserta keluarganya, maka perlu dibentuk lembaga keuangan pada masing-masing kelompok nelayan (sentral produksi perikanan). PENUTUP Keputusan Pertemuan/Musyawarah Panglima Laôt se-Aceh ini untuk dapat dipedomani/ditaati dan di laksanakan sebagai mana mestinya.
Banda Aceh, 7Juni 2000.
111
LAMPIRAN 3 No. Kuesioner :
KUESIONER REVITALISASI PERAN KELEMBAGAAN PANGLIMA LAÔT DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT NELAYAN DI GAMPONG TELAGA TUJUH KECAMATAN LANGSA TIMUR PEMERINTAH KOTA LANGSA
A. Data Responden Nelayan 1. N a m a
:
..............................................................
2. U m u r
:
..............................................................
3. Jenis kelamin
:
1. Laki-laki
4. Pendidikan
:
1. Tidak tamat SD
2. Tamat SD
3. Tamat SLTP
4. Tamat SLTA
2. Perempuan
5. Pekerjaan
:
.............................................................
6. Alamat
:
.............................................................
7. Pelatihan pernah diikuti
:
.............................................................
B. Data Pertanyaan : 1. Bagaimana anda memperoleh modal dalam usaha penangkapan ikan dan hubungan dengan lembaga Panglima Laôt ? 2. Bagaimana anda berusaha untuk mengembangkan usaha penangkapan ikan yang ada selama ini, dan bagaimana peran lembaga Panglima Laot ? 3. Kendala apa saja yang anda jumpai dengan usaha anda selama ini ? 4. Bagaimana proses penankapan ikan dilaut yang sumber mata pencarian anda ? 5. Apakah menurut anda lembaga Panglima Laôt merupakan lembaga yang mengayom masyarakat pesisir? 6. Apakah peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga Panglima Laôt hasil musyawarah masyarakat nelayan ? 7. Apakah peraturan-peratuaran yang ditetapakan oleh Panglima Laôt dipatuhi oleh masyarakat nelayan ? 8. Menurut anda perlu adanya Kelembagaan Panglima Laôt di masyarakat pesisir?
112
9. Apakah hasil tangkapan yang anda dapat, anda pasarkan sendiri ? 10. Bagaimana hubungan anda dengan Panglima Laôt ? 11. Bagimana hubungan anda dengan toke bangku, juragan ? 12. Apa harapan anda dengan usaha anda yang sudah berlangsung selama ini ?
Catatan : pertanyaan ini disusun secara umum terhadap responden, ketika wawancara berlangsung dapat disesuaikan/dikembangkan
113
LAMPIRAN 4 PEDOMAN WAWANCARA REVITALISASI PERAN KELEMBAGAAN PANGLIMA LAÔT DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT NELAYAN DI GAMPONG TELAGA TUJUH KECAMATAN LANGSA TIMUR PEMERINTAH KOTA LANGSA
A. Data Responden PANGLIMA LAÔT (Ketua) 1. N a m a
:
..............................................................
2. U m u r
:
..............................................................
3. Jenis kelamin
:
1. Laki-laki
2. Perempuan
4. Pendidikan
:
1. Tidak tamat SD
2. Tamat SD
3. Tamat SLTP
4. Tamat SLTA
5. Pekerjaan
:
.............................................................
6. Alamat
:
.............................................................
7. Pelatihan pernah diikuti
:
.............................................................
A. Data Pertanyaan : 1. Bagaimana anda dapat menjadi pemempin kelembagaan Panglima Laôt ? 2. Bagaimana Sejarah tentang kelembagaan Panglima Laôt ? 3. Berapa tahun masa memimpim kelembagaan Panglima Laôt ? 4. Bagaimana hubungan kelembagaan Panglima Laôt dengan masyarakat nelayan? 5. Bagaimana tuntutan adat dalam adatasi ekologi 6. Bagaimana proses penyusuain diri dengan tuntutan adat yang menjadi pedoman dalam masyarakat nelayan ? 7. Bagaimana kehidupan rumah tangga nelayan ? 8. Bagiamana hubungan Panglima Laôt dengan pengembang, pemerintah, swasta ? 9. Bagaimana peran Panglima Laôt dalam pengembangan masyarakat ? 10. Bagaimana kebijakan pemerintah yang telah di laksanakan diwilayah yang anda pimpin ?
114
11. Bagaimana untuk mengembangkan sumberdaya
nelayan yang perlu
diperhatikan ? 12. Apa yang menjadi harapan anda selama ini sehingga akan lebih baik dan
menguntungkan
baik
bagi
anda
sendirimaupun
masyarakat nelayan ?
Catatan : pertanyaan ini disusun secara umum terhadap responden, ketika wawancara berlangsung dapat disesuaikan/dikembangkan
bagi
115
LAMPIRAN 5 PEDOMAN WAWANCARA REVITALISASI PERAN KELEMBAGAAN PANGLIMA LAÔT DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT NELAYAN DI GAMPONG TELAGA TUJUH KECAMATAN LANGSA TIMUR PEMERINTAH KOTA LANGSA
A. Data Responden Sekretaris PANGLIMA LAÔT: 1. N a m a
:
..............................................................
2. U m u r
:
..............................................................
3. Jenis kelamin
:
1. Laki-laki
2. Perempuan
4. Pendidikan
:
1. Tidak tamat SD
2. Tamat SD
3. Tamat SLTP
4. Tamat SLTA
5. Pekerjaan
:
.............................................................
6. Alamat
:
.............................................................
7. Pelatihan pernah diikuti :
.............................................................
B. Data Pertanyaan : 1. Bagaimana peran Panglima Laôt dalam pengembangan masyarakat ? 2. Bagaimana anda dapat menjadi sekretaris Panglima Laôt ? 3. Apa hubungan Panglima Laôt terjalin baik dengan tokoh masyarakat, Aparat Gampong, aparat kecamatan, dan dinas terkait ? 4. Apakah benar peran Panglima Laôt sebagai pengayom masyarakat di Gampong Telaga Tujuh ? 5. Sejauh mana tingkat wilayah yang dipimpin Panglima Laôt di daerah pesisir ? 6. Bagaimana usaha dilakukan Panglima Laôt untuk melepaskan keterikatan nelayan kepada juragan dan toke bangku. 7. Apakah adat istiadat yang ada di wilayah pesisir dipatuhi oleh masyarakat nelayan ? 8. Apakah perlu diperhatiakn faktor manusia dalam pengembangan masyarakat nelayan ? 9. Bagaimana untuk mengembangkan sumber daya nelayan dan apa yang perlu diperhatikan ?
116
10. Apakah kemajuan tehnologi perikanan berpengaruh besar terhadap peran Panglima Laôt ? 11. Bagaimana Jejaring Panglima Laôt selama ini ? 12. Apakah benar kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah di Gampong Telaga Tujuh tidak dilibatkan Panglima Laôt dari awal kegiatan ? 13. Bagaimana program kegiatan yang akan dilakukan Panglima Laôt untuk Gampong Telaga Tujuh selanjutnya? 14. Apa harapan anda untuk mesyarakat pesisir Gampong Telaga Tujuh ?
Catatan : pertanyaan ini disusun secara umum terhadap responden, ketika wawancara berlangsung dapat disesuaikan/dikembangkan
117
LAMPIRAN 6
PEDOMAN WAWANCARA (Tokoh masyarakat/Aparat Gampong)
A. Data Informan : 1.
Nama
:
.............................................................
2. U m u r
:
.............................................................
3. Jenis kelamin
:
.............................................................
4. Pekerjaan utama
:
.............................................................
5. Pendidikan
:
.............................................................
6. Jabatan di Gampong
:
.............................................................
7. Alamat
:
.............................................................
B. Petanyaan
:
1. Bagaimana gambaran umum letak Geografis dan Tofografi Gampong Telaga Tujuh ? 2. Apa saja potensi gampong yang mampu digerakkan untuk kesejahteraan masyarakat? 3. Potensi dan sumber-sumber lain apa saja yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
nelayan
dan
bagaimana
hubungan nelayan dengan lembaga Panglima Laôt ? Ceriterakan ! 4. Berkaitan dengan kegiatan warga masyarakat nelayan tentang usaha Penangkapan ikan di laut, bagaimana tanggapan dan upaya pemerintah gampong, lembaga Panglima Laôt ? 5. Bagaimana
keterlibatan
dan
upaya
pemerintah
gampong,
tokoh
masyarakat dan Panglima Laôt untuk turut serta dalam pelaksanaannya ? 6. Bagaimana upaya pemerintah gampong, dan Panglima Laôt
manakala
kegiatan Nelayan dengan pemilik modal bermasalah ? 7. Apa harapan pemerintah gampong , dan Panglima Laôt dari kegiatan usaha nelayan ? 8. Bagaimana hubungan pemerintah gampong/tokoh masyarakat dengan lembaga Panglima Laôt ?
118
9. Bagaimana
menurut
anda
kinerja
lembaga
Panglima
Laôt
mengayom masyarakat nelayan?
Catatan : pertanyaan ini disusun secara umum terhadap informan, ketika wawancara berlangsung dapat disesuaikan/dikembangkan menurut kebutuhan.
dalam
119
LAMPIRAN 7 PEDOMAN WAWANCARA
(Unsur Dinas Terkait)
A. Data Informan : 1. N a m a
:
.............................................................
2. U m u r
:
.............................................................
3. Jenis kelamin
:
.............................................................
4. Pendidikan
:
.............................................................
5. Jabatan
:
.............................................................
B. Petanyaan
:
1. Bagaimana pendapat anda tentang kondisi Gampong Telaga Tujuh ? 2. Apakah dinas anda sering mengarahkan program kegiatan di Gampong Telaga Tujuh? 3. Menurut anda potensi dan sumber-sumber lain apa saja yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan, dan hubungan dengan Panglima Laôt? Ceriterakan ! 4. Apakah dalam setiap program kegiatan di Gampong Telaga Tujuh sering dilibatkan Panglima Laôt dari awal program atau dalam pelaksanaannya? 5. Bagaimana hubungan Panglima Laôt dengan dinas anda ? 6. Bagaimana pendapat anda tentang peran Panglima Laôt dalam ketelibatan program kegiatan yang dilaksanakan oleh dinas anda ? 7. Menurut anda perlu dilibatkan Panglima Laôt dalam program kegiatan dilaksanakan oleh pemerintah ? 8. Menurut anda apakah perlu pengembangan terhadap masyarakat nelayan di Gampong Telaga Tujoh ? 9. Menurut anda apakah masyarakat nelayan di Gampong Telaga Tujoh dalam kegiatan yang dilaksanakan bersama Panglima Laôt didukung oleh masyarakat nelayan ?
120
10.
Apa harapan pemerintah untuk lembaga Panglima Laôt dalam menjalankan perannya ?
Catatan : pertanyaan ini disusun secara umum terhadap informan, ketika wawancara berlangsung dapat disesuaikan/dikembangkan menurut kebutuhan.
121
LAMPIRAN 8
PEDOMAN FGD Peserta
:
Nelayan, Panglima Laôt, Sekretaris Panglima Laôt, Pawang Laôt, unsur dinas, dan Tokoh Masyarakat.
A. Identifikasi Permasalahan, Bedasarkan wawancara dengan responden dan informan, dan diskusi kelompok, dalam rangka penyusunan rencana aksi, berikut ini dapat dikemukakan masalah, penyebab dan potensi yang dirasakan oleh masyarakat nelayan di Gampong Telaga Tujuh: 1. Performa Kelembagaan Panglima Laôt 2. Hubungan Dengan Masyarakat Nelayan. 3. Kondisi kepengurusan Panglima Laôt. 4. Struktur Kepengurusan Kelembagaan Panglima Laôt. 5. Rendahnya SDM dalam memanfaatkan sumberdaya laut. 6. Panglima Laôt memiliki kearifan lokal (local knowlegde)
B. Penyusunan Program, Berdasarkan indentifikasi masalah, dan penyebab seperti diungkapkan sebelumnya, selanjutnya disusun beberapa alternatif pemecahan masalah, bagaimana strategi dan rancangan program yang tepat dilakukan ; 1. Dengan permasalahan yang ada, bagaimana cara dalam penguatan kepengurusan Panglima Laôt ? 2. Bagaimana untuk dapat mengrevitalisasi Peran Panglima Laôt ? 3. Mungkin dilakukan penguatan Kelembagaan Panglima Laôt ? 4. Perlukah adanya peningkatkan SDM Lembaga Panglima Laôt ? 5. Apakah perlu adanya program pasca revitalisasi peran Panglima laôt ? 6. Terhadap siapa saja mengsosialisasikan tentang peraturan-peraturan dalam menegakkan dan memelihara hukôm adat laôt di wilayah pesisir ?
122
7. Mengapa program Peningkatan SDM Panglima Laôt itu dilaksanakan ? 8. Apakah perlu adanya rekomandasi kepada pihak tertentu dalam pengembangan masyarakat pesisir ?
Catatan : Pedoman FGD ini disusun secara umum terhadap peserta ketika FGD berlangsung, pertanyaan dikembangan.
123
LAMPIRAN 9
DOKUMENTASI KEGIATAN PENELITIAN
Pengkaji Sedang Wawancara dengan Sekretaris Panglima Laôt
Pengkaji Sedang Wawancara dengan Panglima Laôt
Pengkaji Sedang Wawancara dengan Unsur Dinas Kelautan dan Perikanan
124
Pengkaji Sedang Wawancara dengan Unsur Syahbandar
Pengkaji Sedang Melaksanakan FGD
Pengkaji Mengikuti Acara Pertemuan Panglima Laôt di Provinsi NAD