Diterbitkan Oleh: Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Jl. Budi Utomo No. 6 Jakarta Pusat Telepon (021)3449230 Pesawat 5500, 384068 Faksimili (021) 3864776
Selain tersedia dalam bentuk cetakan, Panduan Teknis ini juga dapat diakses melalui www.perbendaharaan.go.id. Kritik dan saran untuk perbaikan kualitas publikasi sangat kami harapkan.
Panduan Teknis Pelaksanaan Anggaran dan Akuntansi Pemerintah Pusat Edisi 13, Juni 2013 Tim Penyusun: Penanggung Jawab
: Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Redaktur
: Indra Soeparjanto
Penyunting/Editor
: 1. Ludiro 2. Didyk Choiroel 3. Agung Kurniawan Purbohadi 4. R. Wiwin Istanti 5. Denny Febriano Singawiria 6. Midden Sihombing 7. Bayu Setiawan Yuniarto 8. Basuki Rachmad 9. Chandra Akyun Singgih Wibowo 10. Mei Ling 11. Hamim Mustofa 12. I Gedhe Made Artha Dharmakarja 13. Ady Wijaya Joanes Brebeuf 14. Windraty A. Sialagan 15. Kuntardi 16. Yanuar Imbiyono
Desain Grafis
: 1. Edi Suwarno 2. Pirhot Hutauruk 3. Tino Adi Prabowo 4. Novri Hendri Subara Tanjung
Sekretariat
: 1. M. Iqbal Firdaus 2. Herlina 3. N. Ikah 4. Raspan 5. Asrarul Anwar 6. Evasari Br. Bangun
Redaksi menerima tulisan/artikel dan pertanyaan yang berhubungan dengan pelaksanaan anggaran dan akuntansi dan pelaporan keuangan.
DAFTAR ISI
I. II.
III.
IV.
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN AKTIVA TIDAK BERWUJUD - Kadek Imam Eriksiawan, Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.................................
1
PENATAUSAHAAN DAN PENCATATAN PIUTANG TUNTUTAN GANTI KERUGIAN NEGARA PADA SATUAN KERJA - Bayu Setiawan Yuniarto, Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan...................................................
22
PERMASALAHAN DAN SOLUSI IMPLEMENTASI PMK NO.113/PMK.05/2012 TENTANG PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP - I Gedhe Made Artha
Dharmakarja, Direktorat Pelaksanaan Anggaran………………………………………………
45
KLINIK PELAKSANAAN ANGGARAN DAN AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT...............................................................................................................
58
KATA PENGANTAR uji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan perkenanNYA-lah, Panduan Teknis Pelaksanaan Anggaran dan Akuntansi Pemerintah Pusat Edisi 13 ini dapat disusun. Panduan Teknis ini merupakan kelanjutan dari Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat yang sampai dengan saat ini telah terbit sebanyak 12 edisi dengan penambahan materi pelaksanaan anggaran. Penambahan materi tersebut didasarkan pertimbangan bahwa pada dasarnya penyajian dalam laporan keuangan merupakan gambaran atas pelaksanaan anggaran selama satu tahun anggaran, sehingga apabila dalam pelaksanaanya Satker mampu mengelola keuangan secara baik dan benar, maka diharapkan akan berdampak pada laporan keuangan yang berkualitas. Panduan Teknis Pelaksanaan Anggaran dan Akuntansi Pemerintah Pusat sebagai salah satu media informasi pelaksanaan anggaran, akuntansi dan pelaporan keuangan bagi pengelola keuangan diharapkan dapat memberikan pedoman praktis dan aplikatif atas pelaksanaan anggaran, standar dan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat, sehingga para pengelola keuangan dapat mengetahui perkembangan terkini dari praktik-praktik pelaksanaan anggaran dan akuntansi pemerintahan. Sebagai lanjutan dari edisi sebelumnya, edisi kali ini mengakomodasi perkembangan dari perubahan yang terus dilakukan sebagai bagian dari reformasi manajemen keuangan negara. Edisi ke-13 ini menyajikan panduan teknis mengenai Pengakuan dan Pengukuran Aktiva Tidak Berwujud, Penatausahaan dan Pencatatan Piutang Tuntutan Ganti Kerugian Negara Pada Satuan Kerja, Permasalahan dan Solusi Implementasi PMK No.113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap serta Klinik Pelaksanaan Anggaran dan Akuntansi Pemerintah Pusat. Besar harapan kami, Panduan Teknis ini dapat bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi pengembangan pelaksanaan anggaran dan akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah. Untuk itu, kontribusi yang konstruktif akan selalu kami respon dalam rangka perbaikan kualitas materi dan penyajian dari Panduan Teknis Pelaksanaan Anggaran dan Akuntansi Pemerintah Pusat ini. Redaksi
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN AKTIVA TIDAK BERWUJUD Oleh: Kadek Imam Eriksiawan Kepala Seksi Bimbingan Akuntansi Instansi II – Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Dalam beberapa tahun terakhir, peranan aktiva tidak berwujud (ATB) dalam menunjang tugas-tugas pemerintahan semakin meningkat. Salah satu penyebabnya adalah semakin dominannya teknologi informasi dalam setiap aspek kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri bahwa pelaksanaan tugas sehari-hari perkantoran hampir selalu melibatkan komputer dan internet. Disamping itu, seiring dengan kemajuan riset dan pengembangan di Indonesia akan semakin banyak pula kekayaan intelektual yang akan dihasilkan khususnya oleh lembaga penelitian dan universitas-universitas. Di balik signifikansi ATB yang semakin meningkat, dalam akuntansi untuk pencatatan dan pengukuran ATB masih sering terjadi perdebatan. Hal ini tidak terlepas dari kompleksitas, keanekaragaman jenis dan keunikan ATB bila
dibandingkan dengan aset-aset lainnya. Untuk memberikan panduan dalam akuntansi dan pelaporannya, Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) telah menerbitkan Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 11 Tentang Aktiva Tidak Berwujud pada bulan Desember 2011. Namun demikian, para penyusun laporan masih sering mengalami keraguan dalam akuntansi dan pelaporan ATB. Keraguan tersebut berkaitan dengan penentuan apakah suatu pengeluaran dapat dikapitalisasi sebagai ATB atau tidak. Jika memang pengeluaran tersebut adalah merupakan ATB berapa yang bisa dikapitalisasi? Bagaimana menyajikan dan mengungkapkan ATB dalam laporan keuangan? Kekeliruan dalam akuntansi ATB akan mengakibatkan informasi 1
dalam laporan keuangan menjadi tidak andal dan pada akhirnya dapat merugikan para pemakai laporan. Tulisan ini bertujuan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang proses pengakuan dan pengukuran suatu ATB. Secara garis besar tulisan ini akan menguraikan tentang pengertian, kriteria pengakuan serta pengukuran ATB secara singkat dan selanjutnya bagaimana mengaplikasikannya dalam transaksi keuangan pemerintah. Pemberian ilustrasi yang cukup banyak bertujuan untuk memudahkan pembaca dalam memahami proses pengakuan dan pengukuran ATB. A. Pengertian Aktiva Tidak Berwujud Buletin Teknis Akuntansi Nomor 11, mendefinisikan ATB sebagai aset non-moneter yang tidak mempunyai wujud fisik, dan merupakan salah satu jenis aset yang dimiliki oleh kementerian/lembaga/pemerintah daerah. Dari definisi tersebut, dapat dilihat 3 (tiga) unsur yang membentuk pengertian ATB yaitu aset, sifat non-moneter, dan tidak mempunyai wujud fisik.
Unsur-unsur definisi ATB tersebut merupakan kriteria untuk mengakui apakah suatu item dapat diakui sebagai ATB. Pertama, ATB adalah merupakan aset yaitu sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh serta dapat diukur dengan andal. Kedua, ATB adalah aset nonmoneter artinya aset ini bukan merupakan kas atau setara kas atau aset yang akan diterima dalam bentuk kas yang jumlahnya pasti atau dapat ditentukan. ATB memerlukan pengidentifikasian nilai rupiah secara terpisah sebelum dapat disajikan dalam laporan keuangan Unsur terakhir adalah ATB tidak mempunyai wujud fisik, maksudnya bahwa ATB berbeda dengan aset berwujud seperti gedung atau peralatan yang dapat diraba atau dirasakan. ATB secara substansi bukan dinilai dari fisiknya melainkan dari potensi manfaat ekonomi masa depan atau biaya yang dikeluarkan untuk memperolehnya. Misalnya compact disk 2
(dalam hal software computer) atau sertifikat (untuk paten). Contoh ATB antara lain software komputer, paten, lisensi, franchise, hak cipta, dan ATB dalam pengembangan. Namun demikian, pengertian ATB diatas tidak dapat mengidentifikasi secara memadai item-item yang seharusnya diakui sebagai ATB. Hal ini disebabkan oleh seringnya entitas pemerintah mengeluarkan sumber untuk perolehan, pengembangan, pemeliharaan atau peningkatan sumber daya tidak berwujud, seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi sistem atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, hasil kajian, piranti lunak komputer, paten, hak cipta dan film. Akan tetapi tidak semua item-item tersebut dapat dikapitalisasi sebagai ATB. Oleh karena itu, Buletin Teknis Akuntansi Nomor 11, mensyaratkan 3 kriteria sebuah item untuk dapat diakui sebagai ATB. 1. Dapat Diidentifikasi Maksud dari kriteria ini adalah Dapat dipisahkan, artinya aset ini memungkinkan untuk dipisahkan atau dibedakan secara jelas dari
aset-aset yang lain pada suatu entitas. Oleh karena aset ini dapat dipisahkan atau dibedakan dengan aset yang lain, maka ATB ini dapat dijual, dipindahtangankan, diberikan lisensi, disewakan, ditukarkan, baik secara individual maupun secara bersama-sama. Namun demikian tidak berarti bahwa ATB baru diakui dan disajikan di neraca jika entitas bermaksud memindahtangankan, menyewakan, atau memberikan lisensi kepada pihak lain. Identifikasi serta pengakuan ini harus dilakukan tanpa memperhatikan apakah entitas tersebut bermaksud melakukannya atau tidak; Timbul dari kesepakatan yang mengikat, seperti hak kontraktual atau hak hukum lainnya, tanpa memperhatikan apakah hak tersebut dapat dipindahtangankan atau dipisahkan dari entitas atau dari hak dan kewajiban lainnya.
3
2. Pengendalian Suatu entitas disebut ”mengendalikan aset” jika entitas memiliki kemampuan untuk memperoleh manfaat ekonomi masa depan yang timbul dari aset tersebut dan dapat membatasi akses pihak lain dalam memperoleh manfaat ekonomi dari aset tersebut. Kemampuan untuk mengendalikan aset ini pada umumnya didasarkan pada dokumen hukum yang sah dari lembaga yang berwenang, namun demikian dokumen hukum ini bukanlah sebagai suatu prasyarat yang wajib dipenuhi karena mungkin masih terdapat cara lain yang digunakan entitas untuk mengendalikan hak tersebut. 3. Manfaat Ekonomi Masa Depan Pengertian potensi manfaat ekonomi masa depan dalam definisi aset diuraikan pada Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan paragraf 61 yaitu ”potensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah, berupa aliran
pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah” B. Pengakuan Umum ATB Untuk dapat diakui sebagai ATB maka suatu entitas harus dapat membuktikan bahwa penge-luaran atas aktivitas/kegiatan tersebut telah memenuhi: 1. Kriteria ATB yaitu berkenaan dengan prasyarat definisi ATB yang terdiri dari dapat diidentifikasi, adanya pengendalian entitas atas item tersebut dan adanya manfaat ekonomis di masa depan. 2. Kriteria umum pengakuan. Sesuatu diakui sebagai ATB jika dan hanya jika: a. Kemungkinan besar diperkirakan manfaat ekonomi di masa datang yang diharapkan atau jasa potensial yang diakibatkan dari ATB tersebut akan mengalir kepada/dinikmati oleh entitas; dan b. Biaya perolehan atau nilai wajarnya dapat diukur dengan andal. Namun demikian, dengan kriteria umum pengakuan diatas, banyak ditemui kendala dalam 4
proses pengakuan sebuah ATB apabila ATB tersebut dikembangkan secara internal oleh entitas. Misalnya, pengembangan software komputer yang dilakukan sendiri oleh entitas, penelitian dan pengembangan untuk inovasi atau pembuatan produk baru, atau kajian yang yang dikembangkan secara mandiri. Permasalahan timbul berkaitan dengan pemenuhan prinsip-prinsip pengakuan yaitu potensi manfaat ekonomis/sosial dan penentuan biaya perolehan. Kendala muncul dalam menentukan apakah dan kapan aset yang diidentifikasikan tersebut akan menghasilkan manfaat ekonomi masa depan yang diharapkan. Kendala kedua adalah menentukan biaya perolehan dari aset tersebut secara memadai. Dalam hal tertentu, biaya untuk menghasilkan ATB yang dikembangkan secara internal tidak dapat dipisahkan dengan biaya entitas operasional harian pemerintah. C. Pengakuan ATB yang Diperoleh secara Internal Untuk mengatasi permasalahan tersebut KSAP, melalui
Buletin Teknis No. 11 memberikan pedoman untuk pengakuan ATB yang diperoleh secara internal oleh entitas. Untuk menentukan apakah perolehan internal ATB memenuhi kriteria untuk pengakuan maka perolehan ATB dikelompokkan dalam 2 tahap, yaitu tahap penelitian atau riset dan tahap pengembangan. 1. Tahap Penelitian/Riset Pengeluaran-pengeluaran untuk kegiatan/aktivitas penelitian/riset (atau tahap penelitian/riset dari kegiatan/aktivitas internal) tidak dapat diakui sebagai ATB. Pengeluaran-pengeluaran tersebut harus diakui sebagai beban pada saat terjadi. Dalam tahap penelitian/riset dari kegiatan/ aktivitas internal, pemerintah tidak/belum dapat memperlihatkan bahwa ATB telah ada dan akan menghasilkan manfaat ekonomi masa datang. Oleh karenanya, pengeluaran ini diakui sebagai biaya pada saat terjadi. Contoh-contoh dari kegiatan penelitian/riset adalah: Kegiatan/aktivitas yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan baru (new knowledge); 5
Pencarian untuk, evaluasi dan seleksi akhir atas, penerapan temuan hasil penelitian atau pengetahuan lainnya; Pencarian atas alternatif untuk material, peralatan, produk, proses, sistem ataupun layanan; Formula, rancangan, evaluasi dan seleksi akhir atas alternatif yang tersedia untuk peningkatan material, peralatan, produk, proses, sistem dan layanan 2. Tahap Pengembangan ATB yang timbul dari pengembangan (atau dari tahapan pengembangan satu kegiatan internal) harus diakui jika, dan hanya jika, pemerintah dapat memperlihatkan seluruh kondisi dibawah ini, yaitu adanya: Kelayakan teknis atas penyelesaian Aset Tidak Berwujud sehingga dapat tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan; Keinginan untuk menyelesaikan dan menggunakan atau memanfaatkan ATB tersebut;
Kemampuan untuk menggunakan dan memanfaatkan ATB tersebut; Manfaat ekonomi dan atau sosial dimasa datang; Ketersediaan sumber daya teknis, keuangan, dan lainnya yang cukup untuk menyelesaikan pengembangan dan penggunaan atau pemanfaatkan Aset Tidak Berwujud tersebut; Kemampuan untuk mengukur secara memadai pengeluaran-pengeluaran yang diatribusikan ke ATB selama masa pengembangan. Dalam tahap pengembangan atas aktivitas/kegiatan internal, dalam beberapa kasus, kemungkinan dapat diidentifikasikan adanya ATB dan menunjukkan bahwa aset tersebut akan menghasilkan manfaat ekonomis dimasa datang. Hal ini dikarenakan tahap pengembangan atas suatu aktivitas/kegiatan merupakan kelanjutan (further advance) atas tahap penelitian/riset. Contoh aktivitas-aktivitas pada tahap pengembangan adalah: 6
1. Desain, konstruksi dan percobaan sebelum proses produksi prototipe atau model; 2. Desain, konstruksi dan pengoperasian kegiatan percobaan proses produksi yang belum berjalan pada skala ekonomis yang menguntungkan untuk produksi komersial; 3. Desain, konstruksi dan percobaan beberapa alternatif pilihan, untuk bahan, peralatan, 4. Produk, proses, sistem atau pelayanan yang sifatnya baru atau sedang dikembangkan. D. Perolehan Secara Pengembangan Internal Software Komputer Software komputer harus dianggap dihasilkan secara internal jika dikembangkan oleh instansi pemerintah atau oleh kontraktor pihak ketiga atas nama pemerintah. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam pengembangan software komputer yang dihasilkan secara internal dapat dibagi menjadi beberapa tahap sebagai berikut:
1. Tahap awal kegiatan Pada tahap ini termasuk adalah perumusan konsep dan evaluasi alternatif, penentuan teknologi yang dibutuhkan, dan penentuan pilihan akhir terhadap alternatif untuk pengembangan software tersebut. 2. Tahap pengembangan aplikasi Aktifitas pada tahap ini termasuk desain aplikasi, termasuk di dalamnya konfigurasi software dan software interface, pengkodean (coding), menginstall ke hardware, testing, dan konversi data yang diperlukan untuk mengoperasionalkan software. 3. Tahap setelah implementasi/ operasionalisasi Aktivitas dalam tahap ini adalah pelatihan, konversi data yang tidak diperlukan untuk operasional software dan pemeliharaan software. E. Ilustrasi Ilustrasi I Satuan Kerja Pembinaan Akuntansi memiliki dan mengoperasikan situs internet yang baru selesai dikerjakan oleh PT Pradnya 7
Management Consulting. Situs tersebut berguna untuk memonitor penyusunan laporan keuangan seluruh satker di seluruh Indonesia secara interaktif. Dengan situs tersebut, Satker Pembinaan Akuntansi mampu memberikan pelayanan yang lebih efisien kepada satker-satker yang mengalami masalah dalam penyusunan laporan keuangan. Pertanyaannya adalah apakah situs internet tersebut merupakan memenuhi kriteria ATB? Analisis atas definisi ATB Aset Situ internet tersebut dimiliki oleh satker dan situs tersebut diharapkan mampu memberikan manfaat ekonomi/sosial berupa pelayanan satker-satker yang bermasalah dan biaya perolehannya dapat diukur dengan andal. Jenis Aset Non-moneter Situs internet bukan aset moneter seperti kas atau piutang yang langsung dapat ditentukan nilai rupiahnya. Tidak memiliki bentuk fisik Secara substansi situs internet tidak memiliki fisik karena
merupakan item pada dunia maya. Analisis Kriteria ATB 1. Dapat Diidentifikasi Situs internet tersebut dapat diidentifikasi dari aset-aset yang dimiliki satuan kerja tersebut karena dimiliki secara kontraktual dengan konsultan yang mengerjakannya. 2. Pengendalian/kontrol Satker Pembinaan Akuntansi mempunyai kemampuan untuk mengendalikan data yang disajikan dalam situsnya dan memiliki akses untuk untuk mengendalikan siapa yang berhak untuk membuka dan memasukkan data dalam situsnya. 3. Manfaat ekonomi masa depan. Seperti telah diuraikan diatas situs tersebut diharapkan mampu memberikan pelayanan yang lebih efisien kepada satuan kerja lain di masa yang akan datang. Dengan analisis definisi dan kriteria diatas dapat disimpulkan bahwa situs internet yang dimiliki Satker Pembinaan Akuntansi memenuhi kriteria sebagai ATB. 8
Ilustrasi 2 Satuan Kerja Pembinaan Sistem Akuntansi mengembangkan sebuah aplikasi gaji yang bertujuan untuk memudahkan administrasi dan pengolahan data gaji pada satuan kerja tersebut. Aplikasi tersebut tidak didanai secara khusus dari DIPA namun dikerjakan oleh pegawai pada satuan kerja tersebut disela-sela tugas yang dibebankan kepadanya. Dipasaran aplikasi sejenis dihargai Rp50.000.0000,00. Setelah selesai, aplikasi tersebut diakui sangat membantu bagian gaji dalam menyelesaikan tugastugasnya. Berapakah nilai ATB yang harus diakui oleh Satuan Kerja Pembinaan Sistem Akuntansi? Secara umum, aplikasi tersebut memenuhi definisi dan kriteria ATB, yaitu aplikasi adalah merupakan aset non moneter, tidak berwujud dan mampu memberikan manfaat lebih dari satu tahun. Kriteria ATB juga dapat dipenuhi yaitu aplikasi tersebut dapat dipisahkan dengan aset yang lain yang dimiliki oleh satker, aplikasi tersebut dimiliki dan dikontrol oleh entitas yaitu dengan memberi kata sandi atau pengendalian lainnya sehingga tidak
dapat diakses atau dimanfaatkan oleh pihak lain, dan juga mampu memberi manfaat ekonomis/sosial dimasa depan. Sejauh definisi dan kriteria aplikasi tersebut dapat dapat dikategorkan sebagai ATB. Namun, ketika masuk dalam tahap pencatatan/pengakuan ATB Buletin Teknis Akuntansi Nomor 11, mensyaratkan 2 (dua) syarat yaitu mampu memberikan manfaat di masa depan dan biaya perolehannya dapat diukur dengan andal (realiable). Aplikasi ini dibangun secara sukarela oleh karyawan disela-sela kesibukannya dalam mengerjakan tugas sehari-harinya sebagai pegawai. Dalam hal ini, untuk mengetahui biaya yang telah dikeluarkan dalam penyusunan aplikasi ini akan sangat sulit. Biaya yang benar-benar telah dikeluarkan untuk aplikasi akan sangat sulit ditelusuri atau diatribusi dari biaya kantor lainnya. Dengan demikian biaya pembuatan aplikasi gaji ini yang nantinya akan menjadi nilai dari aset tersebut tidak dapat diukur dengan handal dan tidak bisa diakui sebagai ATB dalam neraca Satuan Kerja Pembinaan Sistem Akuntansi.
9
Ilustrasi 3 Satuan Kerja Pembinaan Rekonsiliasi membeli sebuah komputer senilai Rp14.000.000,00 dengan rincian sebagai berikut: Peralatan Komputer Rp5.000.000,00 Sistem operasi windows 8 Rp1.500.000,00 Microsoft office Rp2.000.000,00 MYOB Accounting Rp5.500.000,00 Bagaimana pencatatan aset pada satuan kerja tersebut? Dalam pengadaan aset oleh Satuan Kerja Pembinaan Rekonsiliasi terdapat 2 (dua) jenis aset yaitu aset tetap dan aset lainnya berupa ATB yaitu software komputer. Namun demikian, software Sistem Operasi Windows 8 bukanlah merupakan ATB karena peralatan komputer tersebut tidak akan dapat berfungsi sesuai dengan tujuannya apabila tidak disertai dengan sistem operasi. Hal ini sesuai dengan Buletin Teknis Akuntansi Nomor 11, yang menyatakan bahwa “dalam suatu pembelian peralatan komputer misalnya, terdapat software sistem operasi yang berfungsi menjalankan
peralatan komputer tersebut. Apabila peralatan komputer tersebut tidak dilengkapi dengan sistem operasi ini maka peralatan komputer tidak dapat menjalankan fungsinya. Untuk software yang seperti ini bukan merupakan bagian yang terpisah dari peralatan komputer, sehingga tidak dapat dikategorikan ATB.” Sedangkan software Microsoft Office dan MYOB Accounting adalah merupakan ATB, karena memenuhi definisi ATB dan Kriterianya. Dengan demikian Satuan Kerja Pembinaan Rekonsiliasi akan mengakui pengadaan komputer dan softwarenya dalam laporannya seperti berikut ini Aset Tetap Peralatan komputer Rp5.000.000,00 Sistem Operasi Windows 8 Rp1.500.000,00 Total Aset tetap Rp6.500.000,00 Aset Tidak Berwujud Microsoft office Rp2.000.000,00 MYOB Accounting Rp5.500.000,00 Total ATB Rp14.000.000,00 10
Ilustrasi 4 Satuan Kerja Pembinaan Laporan Keuangan melakukan update software Microsoft Office 2007 dengan Microsoft Office 2010 sehingga dapat melakukan beberapa operasi yang tidak didukung oleh software yang lama. Disamping itu juga dibeli lisensi anti virus yang sudah out of date untuk jangka waktu 15 bulan. Bagaimana kebijakan kapitalisasi atas update software tersebut? Kapitalisasi terhadap pengeluaran setelah perolehan terhadap software komputer harus memenuhi salah satu dari 2 kriteria yaitu meningkatkan fungsi software atau meningkatkan efisiensi software. Disamping itu perlu diperhatikan pula jangka waktu manfaat dari pengeluaran tersebut terhadap software tersebut. Untuk pengeluaran setelah perolehan berupa perpanjangan ijin penggunaan yang kurang dari atau sampai dengan 12 bulan tidak perlu dikapitalisasi. Tetapi untuk pengeluaran setelah perolehan berupa perpanjangan ijin penggunaan yang lebih dari 12 bulan harus dikapitalisasi
Dengan demikian, updating Microsoft Office 2010 akan meningkatkan fungsi dari software tersebut dan update tersebut mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan maka pengeluaran tersebut akan dikapitalisasi. Sedangkan pengeluaran untuk lisensi anti virus, meskipun tidak meningkatkan fungsi atau meningkatkan efisiensi dari anti virus tersebut, namun dengan lisensi tersebut software akan dapat digunakan lebih dari 12 bulan sehingga memenuhi definisi dan kriteria ATB. Dengan kata lain pembelian lisensi tersebut disamakan dengan perolehan ATB baru. Hal ini seperti yang dinyatakan dalam Buletin Teknis Akuntansi Nomor 11 “pengeluaran setelah perolehan suatu software tidak akan meningkatkan masa manfaat dari software tersebut, yang terjadi adalah pengeluaran untuk perpanjangan ijin penggunaan/lisensi dari software atau up grade dari versi yang lama menjadi yang paling mutakhir yang lebih mendekati kepada perolehan software baru.” Jika lisensi tersebut hanya untuk 12 bulan atau kurang 11
maka pengeluaran tersebut tidak akan dapat dikapitalisasi. Ilustrasi 5 Pada bulan Juli 2012, Direktorat Jenderal Pembinaan Akuntansi mengidentifikasi adanya kebutuhan aplikasi komputer baru untuk mengidentifikasi unsur-unsur dalam laporan keuangan kementerian lembaga negara untuk selanjutnya dikompilasi menjadi laporan keuangan pemerintah pusat. Dari bulan Juli sampai Oktober 2012 tim ini telah melakukan beberapa pekerjaan yaitu: 1. Menentukan spesifikasi aplikasi komputer baru melalui wawancara kepada operator aplikasi dan pengguna dari informasi yang dihasilkan oleh aplikasi. 2. Menentukan spesifikasi sistem untuk aplikasi baru, termasuk menilai kesesuaian antara aplikasi yang telah ada dengan aplikasi yang terhubung misalnya sistem pelaporan keuangan. 3. Menilai sumber daya teknologi informasi internal yang dipunyai untuk menentukan apakah aplikasi dapat dikembangkan
secara internal atau membeli aplikasi komersial. 4. Menerbitkan proposal permintaan untuk paket aplikasi komersial dan jasa instalasi dan melaksanakan wawancara dengan pihak penyedia barang. Berdasarkan rekomendasi dari tim, maka diadakan pengadaan barang dan jasa untuk pekerjaan pengembangan aplikasi tersebut dengan nilai kontrak sebesar Rp15M kepada Perusahaan IT untuk membeli lisensi aplikasi yang dimiliki perusahaan tersebut yang akan dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan Direktorat Jenderal Pembinaan Akuntansi. Selain itu, juga dianggarkan untuk tahun 2013 sebesar Rp16 M untuk belanja aplikasi ini. Instalasi aplikasi dilaksanakan mulai Januari sampai Juli 2013. Pengujian aplikasi dan hasil modifikasi selesai bulan Oktober 2013, dimana pada titik ini dapat dikatakan bahwa aplikasi secara substansi telah selesai dan dapat dioperasionalkan. Penginputan data laporan keuangan kementerian lembaga negara 2014 kedalam aplikasi serta pelatihan kepada pengguna dan operator aplikasi dilakukan antara bulan 12
Oktober sampai dengan Desember 2013, sehingga aplikasi sudah dapat digunakan untuk tahun anggaran 2014. Direktorat Jenderal Pembinaan Akuntansi menentukan bahwa pembiayaan keseluruhan kegiatan aplikasi komputer ini adalah sebesar Rp17,15 M, yang terdiri dari: Pengeluaran terkait pekerjaan tim dari bulan Juli sampai dengan November 2012 sebesar Rp1,5 M. Pengeluaran untuk pembelian aplikasi dan jasa instalasi Rp14,6 M. Pengeluaran honor dan biaya terkait lainnya untuk pegawai yang terlibat dalam instalasi dan pengujian aplikasi Rp0,5 M. Pengeluaran untuk pelatihan pengguna dan operator aplikasi Rp0,3 M. Pengeluaran honor and biaya terkait lainnya untuk pegawai yang terlibat dalam pemasukkan data penilaian pajak 2014 Rp0,25 M. (diadaptasi dari Buletin Teknis Akuntansi Nomor 11 tentang Aset Tidak Berwujud)
Bagaimanakah Direktorat Jenderal Pembinaan Akuntansi mencatat dan melaporkan transaksi tersebut? Seperti telah diuraikan diatas bahwa pengakuan ATB yang diperoleh secara internal pada pengembangan software, tahapannya dibagi menjadi 3, yang apabila kita aplikasikan dalam kasus ini, menjadi sebagai berikut: 1. Tahap awal kegiatan Kegiatan untuk bulan Juli sampai dengan Oktober 2012 adalah merupakan tahapan awal kegiatan pengembangan aplikasi secara internal. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini belum dapat menunjukkan suatu hasil yang memenuhi kriteria suatu ATB yaitu berkenaan dengan manfaat ekonomi/sosial dimasa depan. Kriteria suatu item mempunyai manfaat ekonomis/ sosial yang belum terpenuhi diantaranya sampai dengan bulan Oktober 2012 ketersediaan sumber daya teknis, keuangan, dan lainnya yang cukup untuk menyelesaikan pengembangan dan penggunaan atau pemanfaatkan Aset Tidak Berwujud tersebut belum dapat 13
diidentifikasikan dengan jelas. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah termasuk dalam tahap penelitian, yang antara lain, menentukan spesifikasi aplikasi komputer dan sistem baru, menilai sumber daya teknologi informasi internal yang dimiliki, dan menyusun proposal untuk pelaksanaan pengembangan aplikasi tersebut. Dengan demikian biaya-biaya yang dikeluarkan dalam tahap ini yaitu pekerjaan yang terkait tim sebesar Rp1,5 M tidak dapat dikapitalisasi sebagai nilai ATB. 2. Tahap pengembangan aplikasi Setelah proposal disetujui/ direkomendasikan oleh pihak yang berwenang maka kelayakan teknis atas pengembangan aplikasi tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu faktor penting yang perlu mendapat perhatian adalah adanya kemampuan dan komitmen untuk menyelesaikan pengembangan aplikasi tersebut. Dalam hal ini adalah dengan dianggarkannya dana untuk pembelian lisensi dan modifikasinya. Dengan adanya komitmen dan persetujuan atas
penyediaan sumber daya teknis, keuangan, dan lainnya yang cukup untuk menyelesaikan pengembangan dan penggunaan Aset Tidak Berwujud tersebut sudah dapat diidentifikasikan dengan jelas. Kegiatan dalam tahap ini antara lain pengadaan lisensi dan instalasinya serta uji coba yang diselesaikan pada bulan Oktober 2013. Oleh karena pada tahapan ini telah terpenuhinya kriteria untuk pencatatan ATB maka pengeluaran-pengeluaran yang berhubungan dengan pengembangan aplikasi sebesar Rp15,1 M (lisensi dan instalasi Rp14,6 M dan uji coba Rp0,5 M) harus dicatat sebagai perolehan ATB. 3. Tahap setelah implementasi/ operasionalisasi Kegiatan pada tahun 2014 adalah berupa penginputan dan konversi data serta pelatihan operator aplikasi. Kegiatan ini pada dasarnya adalah tidak menambah nilai dari ATB sehingga tidak dapat dikapitalisasi sebagai bagian dari perolehan ATB. Aktivitas dalam tahap ini adalah pelatihan, konversi data yang tidak diperlukan untuk 14
operasional software dan pemeliharaan software. Dengan demikian total pengeluaran sebesar Rp0,55 M dari aktifitas dimaksud tidak dapat dikapitalisasi. Dari total biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan aplikasi sebesar Rp17.15 M yang dapat diakui sebagai ATB adalah sebesar Rp14.6 M yaitu pengeluaran untuk tahap pengembangan. Sedangkan Rp2.55 M yang terdiri dari Rp1.5 M dari tahap awal kegaiatan dan Rp0.55 M dari tahap setelah implementasi tidak dapat dikapitalisasi sebagai ATB. Ilustrasi 6 Universitas Pradnya Nusantara melakukan penelitian untuk mengembangkan sebuah peralatan dan perlengkapan medis yang bermanfaat untuk meningkatkan keefektifan dan keefisienan dalam suatu prosedur operasi. Salah satu aspek penting dalam penelitiannya adalah mengembangkan perlengkapan medis berupa perban yang digunakan dalam menutup luka setelah tindakan operasi. Setelah beberapa bulan mengadakan penelitian, para peneliti
menemukan bahwa kombinasi dari beberapa unsur dalam bahan pembuatan perban jika digunakan dalam menutup luka terbukti dalam pengujian pendahuluan secara signifikan dapat membantu penyembuhkan luka lebih cepat dengan biaya yang lebih murah dari perban yang ada saat ini. Sebagai tambahan perban ini akan lebih menunjukkan keistimewaanya apabila digunakan untuk menutup luka yang lebar. Biaya yang telah dikeluarkan sampai saat ini adalah sebesar Rp1 M. Pada bulan Februari 2012, data yang telah terkumpul dari penelitian diatas dan dipresentasikan kepada Ketua Divisi Penelitian dan Pengembangan di universitas tersebut. Berdasarkan hasil presentasi dan data pendukung yang diajukan Ketua Divisi Litbang secara formal memberikan persetujuan penelitian tersebut dengan memberikan dana sebesar Rp5 M untuk biaya pegawai dan pengeluaran lainnya untuk proyek pengembangan perban tersebut. Tujuan dari proyek ini adalah untuk mendapatkan paten atas bahan pembuat perban tersebut. Selanjutnya, Ketua Divisi Litbang 15
menyampaikan kepada Dewan Riset Univesitas bahwa “perban sakti” yang penentuan materinya didukung dengan teknologi canggih yang nantinya akan dipatenkan akan sangat berguna dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pasien di Rumah sakit lokal maupun nasional. Bagaimana pengakuan ATB dari proses perolehan paten tersebut? Seperti yang ditentukan dalam Buletin Teknis Akuntansi Nomor 11 bahwa kriteria untuk menentukan apakah perolehan internal ATB memenuhi kriteria untuk pengakuan, perolehan ATB dikelompokkan dalam 2 tahap, yaitu tahap penelitian atau riset dan tahap pengembangan. Beberapa contoh aktivitas yang termasuk dalam tahapan research atau penelitian antara lain: kegiatan/aktivitas yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan baru (new knowledge); pencarian untuk evaluasi dan seleksi akhir atas penerapan temuan hasil penelitian atau pengetahuan lainnya; Pencarian atas alternatif untuk material, peralatan, produk, proses, sistem ataupun layanan; Formula,
rancangan, evaluasi dan seleksi akhir atas alternatif yang tersedia untuk peningkatan material, peralatan, produk, proses, sistem dan layanan. Pengeluaranpengeluaran untuk kegiatan/ aktivitas penelitian/riset (atau tahap penelitian/riset dari kegiatan/ aktivitas internal) tidak dapat diakui sebagai ATB. Selanjutnya, tahapan pengembangan (development) adalah yang merupakan aktivitas/kegiatan lanjutan (further advance) atas tahap penelitian/riset. Beberapa contoh aktivitas pengembangan ini adalah desain, konstruksi dan percobaan sebelum proses produksi prototipe atau model; desain, konstruksi dan pengoperasian kegiatan percobaan proses produksi yang belum berjalan pada skala ekonomis yang menguntungkan untuk produksi komersial; desain, konstruksi dan percobaan beberapa alternatif pilihan, untuk bahan, peralatan, produk, proses, sistem atau pelayanan yang sifatnya baru atau sedang dikembangkan. Dari kasus Universitas Pradnya Nusantara, dapat disimpulkan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebelum dipresentasi16
kannya hasil penelitian kepada Ketua Divisi Penelitian dan Pengembangan Universitas dan mendapat persetujuan pendanaan adalah merupakan kegiatan penelitian. Pencarian bahan-bahan alternatif untuk membuat perban tersebut, pengujian-pengujian terhadap materi yang digunakan, proses alternatif yang dilakukan adalah merupakan riset. Dengan demikian biaya-biaya yang telah dikeluarkan sebesar Rp1 milyar dalam tahapan ini tidak dapat diakui sebagai ATB. Setelah bulan Februari 2012, aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan adalah merupakan tahapan pengembangan (development). Dalam tahapan ini, pengujian awal tujuan dari proyek ini sudah jelas sehingga unsur kemampuan untuk memberikan manfaat ekonomi dimasa depan dapat diharapkan, demikian juga masalah pendanaan yang berarti bahwa keinginan dan kemampuan untuk menyelesaikan proyek ini sudah jelas yaitu dengan dialokasikan dana penegmbangan senilai Rp5 M. Dengan demikian, pengeluaranpengeluaran yang terjadi setelah bulan Februari 2012 harus
dikapitalisasi tanpa harus menunggu sampai perban sakti dihasilkan atau paten diperoleh. Apabila sampai dengan tahun 2012, perban tersebut belum selesai pengembangannya maka Universitas Pradnya Nusantara akan mengakui ATB nya sebagai ATB Dalam Pengerjaan (Intangible AssetWork In Progress). Hal sesuai dengan Buletin Teknis Akuntansi Nomor 11 yang menyatakan bahwa “Terdapat kemungkinan pengembangan suatu Aset Tidak Berwujud yang diperoleh secara internal yang jangka waktu penyelesaiannya melebihi satu tahun anggaran atau pelaksanaan pengembangannya melewati tanggal pelaporan. Dalam hal terjadi seperti ini, maka atas pengeluaran yang telah terjadi dalam rangka pengembangan tersebut sampai dengan tanggal pelaporan harus diakui sebagai Aset Tidak Berwujud dalam pengerjaan.’ Ilustrasi 7 Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dalam penanganan limbah dewasa ini, Satuan Kerja Analisis Lingkungan membuat sebuah Kajian tentang 17
Pemanfaatan Limbah Sampah dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Masyarakat. Dari kajian ini diharapkan dapat ditentukan alternatif terbaik dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Selanjutnya, kajian ini akan dijadikan dasar pembuatan berbagai keputusan dan juga disebar secara luas sebagai bentuk kampanye untuk peningkatan kualitas lingkungan di seluruh Indonesia. Dalam pembuatan kajian ini dilibatkan para ahli baik dari kalangan praktisi maupun akademisi. Satuan Kerja Analisis Lingkungan telah mengeluarkan berbagai biaya untuk menyelesaikan kajian ini. Biaya pengumpulan data dan honor tim adalah sebesar Rp5 M. Biaya seminar-seminar dan workshop Rp5 M, studi banding diberbagai negara Rp10 M dan biaya-biaya lainnya sebesar Rp2,5 M. Berapakah nilai yang dapat dikapitalisasi sebagai ATB? Untuk menentukan berapa pengeluaran yang dapat dikapitalisasi pertama-tama kita perlu menentukan apakah kajian
tersebut memenuhi kriteria sebagai ATB. Dalam uraian diatas, untuk dapat diakui sebagai ATB harus dipenuhinya 3 kriteria. Pertama, aset ini dimungkinkan untuk dipisahkan atau dibedakan secara jelas dari aset-aset yang lain pada suatu entitas (kriteria pengidentifikasian). Kriteria ini kemungkinan besar dapat dipenuhi mengingat satuan kerja telah menganggarkan secara khusus untuk pelaksanaan kajian ini. Kriteria kedua adalah entitas memiliki kemampuan untuk memperoleh manfaat ekonomi masa depan yang timbul dari aset tersebut dan dapat membatasi akses pihak lain dalam memperoleh manfaat ekonomi dari aset tersebut (kriteria pengendalian). Disini, satuan kerja akan menyebarluaskan kajian tersebut kepada masyarakat luas, hal ini berarti bahwa entitas tidak dapat membatasi akses pihak lain untuk mendapatkan informasi atas kajian tersebut. Hal ini berarti bahwa entitas tidak mempunyai kendali yang memadai atas aset tersebut. Selanjutnya kriteria ketiga, potensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun 18
tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah, berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah (kriteria manfaat ekonomis). Seperti yang dinyatakan dalam Buletin Teknis Akuntansi Nomor 11, bahwa terdapat kesulitan dalam menentukan manfaat ekonomis suatu ATB yang dikembangkan secara internal. Berkenaan dengan hal tersebut Buletin Teknis tersebut menyertakan syarat-syarat agar item tersebut dapat diakui sebagai ATB. Jika kajian tersebut isinya seperti hasil kegiatan penelitian atau riset maka kajian tersebut tidak dapat dikapitalisasi sebagai ATB. Contoh dari aktifitas penelitian adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan baru, pencarian untuk, evaluasi dan seleksi akhir atas, penerapan temuan hasil penelitian atau pengetahuan lainnya; pencarian atas alternatif untuk material, peralatan, produk, proses, sistem ataupun layanan; formula, rancangan, evaluasi dan seleksi akhir atas alternatif yang tersedia untuk peningkatan material,
peralatan, produk, proses, sistem dan layanan. Selanjutnya, apabila kajian tersebut bukan merupakan kegiatan riset maka kemungkinannya akan masuk kegiatan pengembangan, dimana terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Buletin Teknis Akuntansi Nomor 11 mensyaratkan beberapa hal diantaranya, kelayakan teknis atas penyelesaian Aset Tidak Berwujud sehingga dapat tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan; keinginan untuk menyelesaikan dan menggunakan atau memanfaatkan ATB tersebut; kemampuan untuk menggunakan dan memanfaatkan ATB tersebut; manfaat ekonomi dan atau sosial dimasa datang; ketersediaan sumber daya teknis, keuangan, dan lainnya yang cukup untuk menyelesaikan pengembangan dan penggunaan atau pemanfaatkan Aset Tidak Berwujud tersebut; Kemampuan untuk mengukur secara memadai pengeluaranpengeluaran yang diatribusikan ke ATB selama masa pengembangan. Kajian yang dilakukan oleh Satuan Kerja Analisis Lingkungan bertujuan adalah menentukan alternatif terbaik dalam pengelolaan sampah 19
di Indonesia. Hal ini berarti kegiatan yang dilakukan adalah evaluasi dan seleksi dari berbagai metode pengelolaan sampah yang sudah ada untuk menemukan solusi terbaik yang dapat diterapkan di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut kajian yang dilakukan oleh Satuan Kerja Analisis Lingkungan adalah merupakan aktifitas penelitian/riset dan oleh karenanya manfaat ekonomis dimasa depan belum dapat diidentifikasi. Terhadap kasus kajian yang lain, jika aktivitasnya tidak termasuk aktivitas riset melainkan aktivitas pengembangan (development), maka penelaahan harus dilakukan untuk menentukan manfaat ekonomis/sosial yang didapatkan oleh entitas. Misalnya, apakah ada dukungan teknis dan dana serta sumber daya manusia untuk menyelesaikan dan memanfaatkan kajian tersebut. Untuk melihat menilai hal ini, bukti-bukti yang memadai harus didapatkan misalnya sudah dianggarkan dalam DIPA, berapa waktu yang dibutuhkan untuk memanfaatkan kajian tersebut, komitmen tertulis semua pihak yang terlibat untuk memanfaatkan kajian tersebut.
Dengan tidak terpenuhinya kriteria untuk pengakuan ATB yaitu entitas tidak memiliki pengendalian atas aset tersebut dan manfaat ekonomis/sosial belum dapat diidentifiaksi dengan memadai maka Kajian Satuan Kerja Analisis Lingkungan tidak dapat diakui sebagai ATB.
20
Daftar Referensi: 1. Australian Accounting Standards Board (AASB) 2010, Compiled AASB Standard – RDR Early Application Only: AASB 138 Intangible Assets, Melbourne, AUSTRALIA http://www.aasb.gov.au/admin/ file/content102/c3/AASB138_07 -04_ERDRjun10_07-09.pdf (diakses 06 Juni 2013) 2. Australian Capital Territory Government, 2013, ACT AIFRS Policy Summary AASB 138 : AASB 138 “Intangible Assets” (In Particular Software), http://www.treasury.act.gov.au/ accounting/download/IAS_01c.p df (diakses 01 Juni 2013) 3. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) 2011, Buletin Teknis STANDAR Akuntansi Pemerintahan Nomor 11 tentang Akuntansi Aset Tidak Berwujud, Jakarta http://www.ksap.org/Buletin/Bu ltek%20SAP%20Nomor%2011%2 0ATB.pdf (diakses 06 Juni 2013) 4. Kieso DE, Weygandt JJ & Warfield TD 2012, Intermediate Accounting 14th edn, John Willey & Sons, USA 21
PENATAUSAHAAN DAN PENCATATAN PIUTANG TUNTUTAN GANTI KERUGIAN NEGARA PADA SATUAN KERJA Oleh: Bayu Setiawan Yuniarto Kepala Seksi Informasi dan Publikasi – Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
I. Pendahuluan Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, definisi Kerugian Negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Atas adanya kekurangan uang, surat berharga, dan barang milik negara maka harus ada penggantian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya hal tersebut. Tuntutan untuk penggantian kerugian negara dikenakan kepada orang yang melaksanakan pengelolaan keuangan negara, yaitu kepada bendahara selaku orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan/ menyetorkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang
APBN pada satuan kerja kementerian negara/lembaga, dan kepada pegawai negeri bukan bendahara serta kepada pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara. Penyelesaian kerugian negara perlu segera dilakukan untuk mengembalikan kekayaan negara yang hilang atau berkurang serta meningkatkan disiplin dan tanggung jawab bagi bendahara maupun pegawai negeri sipil. Sehubungan dengan itu, setiap pimpinan kementerian negara/lembaga/ kepala satuan kerja perangkat daerah harus segera melakukan tuntutan ganti rugi setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga/ satuan kerja yang bersangkutan terjadi kerugian negara. Pengenaan ganti kerugian negara terhadap Bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sedangkan 22
pengenaan ganti kerugian negara terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh pimpinan kementerian negara/ lembaga masing-masing. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenai sanksi administratif dan/ atau sanksi pidana apabila terbukti melakukan pelanggaran administratif dan/atau pidana. II. Pengenaan Tuntutan Ganti Kerugian Negara A. Pengenaan Tuntutan Ganti Kerugian Negara kepada Bendahara Tuntutan ganti kerugian negara kepada bendahara biasa disebut juga sebagai tuntutan perbendaharaan sebagaimana terdapat dalam ICW 1925 (Indische Comptabiliteits Wet). ICW 1925, merupakan acuan dalam pengelolaan keuangan negara Indonesia sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dalam paket undang-undang mengenai pengelolaan keuangan negara dimaksud, sudah tidak lagi menyebut istilah tuntutan perbendaharaan untuk mengatur mengenai kerugian negara yang diakibatkan oleh kesalahan/ kelalaian bendahara. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka dalam tulisan ini tidak menggunakan istilah tuntutan perbendaharaan melainkan tuntutan ganti kerugian negara kepada bendahara. Ketentuan mengenai penatausahaan kerugian negara yang diakibatkan karena adanya kesalahan, kelalaian ataupun kealpaan bendahara diatur dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara Terhadap Bendahara. Ruang lingkup pengaturan dalam peraturan Badan Pemeriksa Keuangan dimaksud meliputi penyelesaian ganti kerugian negara terhadap bendahara di lingkungan instansi 23
pemerintah/lembaga negara dan bendahara lainnya yang mengelola keuangan negara. Informasi awal adanya kerugian negara yang diakibatkan dari kesalahan, kelalaian ataupun kealpaan Bendahara dalam melaksanakan tugas kebendaharaan dapat diketahui dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, pengawasan aparat pengawasan fungsional, pengawasan/pemberitahuan atasan langsung bendahara atau kepala satuan kerja, dan/atau dari hasil perhitungan ex officio. Perhitungan yang dibuat secara ex officio ialah perhitungan yang dibuat oleh orang lain (bukan Bendahara bersangkutan), yaitu pejabat yang ditunjuk oleh menteri selaku pimpinan instansi c.q kepala kantor/satuan kerja. Berdasarkan perhitungan yang dibuat secara exofficio tersebut, apabila terdapat kerugian negara maka kekurangan itu menjadi tanggung jawab bendahara bersangkutan. Apabila dalam satuan kerja yang dipimpinnya diketahui ada kerugian negara, maka atasan langsung bendahara atau kepala
kantor/satuan kerja wajib melaporkan adanya kerugian negara tersebut kepada menteri/pimpinan instansi dan memberitahukan Badan Pemeriksa Keuangan selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian negara diketahui. Selanjutnya, menteri segera menugaskan Tim Penyelesaian Kerugian Negara (TPKN) untuk menindaklanjuti setiap kasus kerugian negara selambatlambatnya 7 (tujuh) hari sejak menerima laporan. Setelah mendapatkan informasi kerugian negara, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pembuktian adanya kerugian negara tersebut. TPKN akan mengumpulkan dan melakukan verifikasi dokumendokumen terkait pelaksanaan tugas bendahara, antara lain surat keputusan pengangkatan sebagai bendahara, berita acara pemeriksaan kas/barang, register penutupan buku kas/barang, surat keterangan tentang sisa uang yang belum dipertanggungjawabkan, surat keterangan bank tentang saldo kas di bank bersangkutan, fotokopi/rekaman buku kas umum 24
bulan yang bersangkutan, surat tanda lapor dan berita acara pemeriksaan tempat kejadian perkara dari kepolisian dalam hal kerugian negara mengandung indikasi tindak pidana, serta surat keterangan ahli waris dari kelurahan atau pengadilan. TPKN harus menyelesaikan verifikasi dimaksud dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak memperoleh penugasan. Berdasarkan laporan hasil verifikasi kerugian negara yang disampaikan oleh TPKN, selanjutnya paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterima dari TPKN, menteri selaku pimpinan instansi wajib meneruskan laporan tersebut kepada Badan Pemeriksa Keuangan. Badan Pemeriksa Keuangan melakukan pemeriksaan atas laporan kerugian negara yang disampaikan oleh pimpinan instansi guna menyimpulkan apakah telah terjadi kerugian negara yang meliputi nilai kerugian negara, perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, dan penanggung jawab terjadinya kerugian negara. Apabila dari hasil pemeriksaan terbukti ada perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, Badan Pemeriksa Keuangan
mengeluarkan surat kepada pimpinan instansi untuk memproses penyelesaian kerugian negara melalui Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM). Sedangkan dalam hal dari hasil pemeriksaan ternyata tidak terdapat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan surat kepada pimpinan instansi agar kasus kerugian negara dihapuskan dan dikeluarkan dari daftar kerugian negara. Atas dasar surat pengenaan ganti kerugian negara terhadap bendahara yang dikeluarkan oleh oleh Badan Pemeriksa Keuangan, menteri memerintahkan TPKN mengupayakan agar bendahara bersedia membuat dan menandatangani SKTJM paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterima surat dimaksud. SKTJM merupakan surat keterangan yang menyatakan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa bendahara bertanggung jawab atas kerugian negara yang terjadi dan bersedia mengganti kerugian negara. Atas dasar pernyataan tanggungjawab tersebut, selanjutnya bendahara wajib melakukan penggantian 25
kerugian negara secara tunai selambat-lambatnya 40 (empat puluh) hari kerja sejak SKTJM ditandatangani. Dalam hal bendahara menandatangani SKTJM, maka yang bersangkutan wajib menyerahkan jaminan kepada TPKN, antara lain dalam bentuk dokumen-dokumen yaitu bukti kepemilikan barang dan/atau kekayaan lain atas nama bendahara dan surat kuasa menjual dan/atau mencairkan barang dan/atau kekayaan lain dari bendahara. SKTJM yang telah ditandatangani Bendahara tidak dapat ditarik kembali. Surat kuasa menjual dan/atau mencairkan barang dan/atau harta kekayaan berlaku setelah BPK mengeluarkan surat pembebanan. Namun demikian apabila SKTJM tidak diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian negara, pimpinan instansi mengeluarkan surat keputusan pembebanan sementara yang mempunyai kekuatan hukum untuk melakukan sita jaminan, dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak bendahara tidak bersedia menandatangani SKTJM. Selanjutnya pimpinan instansi mem-
beritahukan surat keputusan pembebanan sementara kepada BPK. BPK mengeluarkan surat keputusan penetapan batas waktu yang disampaikan kepada bendahara melalui atasan langsung bendahara atau kepala kantor/satuan kerja dengan tembusan kepada pimpinan instansi dengan tanda terima dari bendahara. Surat keputusan penetapan batas waktu adalah surat keputusan yang dikeluarkan oleh BPK tentang pemberian kesempatan kepada bendahara untuk mengajukan keberatan atau pembelaan diri atas tuntutan penggantian kerugian negara. BPK mengeluarkan surat keputusan pembebanan apabila jangka waktu untuk mengajukan keberatan telah terlampaui dan tidak mengajukan keberatan atau bendahara mengajukan keberatan tetapi ditolak atau telah melampau jangka waktu 40 hari sejak ditandatangani SKTJM namun kerugian negara belum diganti sepenuhnya. BPK dapat mengeluarkan surat keputusan pembebasan, apabila menerima keberatan yang diajukan oleh bendahara/ 26
pengampu/yang memperoleh hak/ ahli waris. Berdasarkan surat keputusan pembebanan dari BPK, bendahara wajib mengganti kerugian negara dengan cara menyetorkan secara tunai ke kas negara/daerah dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari setelah menerima surat keputusan pembebanan. Surat keputusan pembebanan memiliki hak mendahului, mempunyai kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita eksekusi. B. Pengenaan Tuntutan Ganti Kerugian Negara kepada Pegawai Negeri Bukan Bendahara Setiap pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut. Pejabat lain yang dimaksud dalam ketentuan ini meliputi pejabat negara dan pejabat penyelenggara pemerintahan yang tidak berstatus pejabat negara. Berbeda dengan tuntutan ganti
kerugian negara kepada bendahara yang ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, dalam penetapan tuntutan ganti kerugian negara kepada pegawai negeri bukan bendahara dilaksanakan langsung oleh menteri pimpinan/ lembaga. Pengaturan dalam UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 belum secara detail mengatur proses tata cara tuntutan ganti kerugian negara akibat kesalahan/kelalaian pegawai negeri bukan bendahara. Ketentuan mengenai batas waktu pengembalian, cara pengantian atas kerugian negara apakah dapat dibayar secara angsuran ataupun harus dengan tunai, belum diatur dalam undang-undang tersebut. Sesuai dengan amanat Pasal 63 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, semestinya ketentuan yang mengatur hak tersebut akan diatur dengan peraturan pemerintah mengenai tata cara tuntutan ganti kerugian negara/daerah, yang sampai dengan saat penulisan panduan teknis ini masih dalam proses penyusunan. Pada saat ini, ketentuan mengenai tata cara tuntutan ganti kerugian negara diatur sendiri-sendiri oleh 27
kementerian/lembaga berdasarkan peraturan menteri masing-masing dengan hanya berpedoman pada Pasal 59 sampai dengan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Hal tersebut mengakibatkan adanya ketidakseragaman dalam tata cara penyelesaian ganti kerugian negara antara satu kementerian dengan kementerian lain. Dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, proses penyelesaian ganti kerugian negara/daerah baik kepada bendahara ataupun pegawai negeri bukan bendahara dilaksanakan dengan cara memintakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawab bendahara/pegawai bersangkutan dan bersedia mengganti atas kerugian negara dimaksud. Permintaan surat pernyataan tersebut dilakukan segera setelah diketahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak mana pun. Selain itu, atasan langsung/kepala kantor juga wajib melaporkan adanya kerugian
negara tersebut kepada menteri/pimpinan lembaga dan memberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian negara itu diketahui. Apabila tidak dapat diperoleh surat pernyataan kesanggupan/pengakuan dari pegawai/pejabat bersangkutan, atau apabila surat penyataan tersebut tidak dapat menjamin pengembalian kerugian negara, maka menteri/pimpinan lembaga segera mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada pegawai/pejabat bersangkutan. III. Penatausahaan Piutang Tuntutan Ganti Kerugian Negara Seiring dengan reformasi dalam pengelolaan keuangan negara yang ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, maka pengelolaan Keuangan Negara mengalami perubahan mendasar, 28
diantaranya prinsip Let’s the Managers Manage, transparansi dan akuntabilitas, check and balance serta pemisahan kewenangan antara ordonateur dengan komptabel. Dalam pengelolaan piutang negara, diatur bahwa menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran kementerian lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas: a. Mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara/ lembaga yang dipimpinnya (Pasal 9 huruf e Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003); b. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya (Pasal 4 ayat 2 huruf d Undang Undang Nomor 1 tahun 2004); c. Mengelola pendapatan, belanja dan kekayaan negara/daerah dan mengusahakan agar setiap piutang negara/daerah diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu (Pasal 34 ayat (1) Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004). Berdasarkan pengaturan tersebut, maka setiap kementerian negara/
lembaga wajib melaksanakan penatausahaan piutang PNBP yang menjadi tanggung jawabnya dan setiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja dan kekayaan negara wajib mengusahakan agar setiap piutang negara diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu. Piutang tuntutan ganti rugi negara merupakan bagian dari piutang PNBP, sehingga tata cara pengelolaan
dan pencatatan piutang PNBP khususnya piutang atas tuntutan ganti rugi dilaksanakan dengan mengacu pada Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER85/PB/2011 tentang Penatausahaan Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga dan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-82/PB/2011 tentang Pedoman Akuntansi Penyisihan Piutang Tak Tertagih Pada Kementerian Negara/Lembaga. Peraturan tersebut menjadi pedoman bagi satuan kerja kementerian negara/lembaga dalam penatausahaan piutang PNBP sejak penerbitan Surat Penagihan Negara sampai dengan mekanisme 29
penerbitan Surat Keterangan Tanda Lunas. Dalam rangka menatausahakan piutang PNBP, satuan kerja membentuk suatu unit yang secara fungsional bertugas melaksanakan penatausahaan piutang PNBP satuan kerja bersangkutan. Unit penatausahaan piutang PNBP tersebut terdiri dari tiga sub unit yaitu: Unit Operasional, Unit Administrasi, dan Unit Pembukuan. Tugas dari masingmasing sub unit tersebut adalah: a. Unit Operasional melaksanakan kegiatan pengelolaan penerimaan negara meliputi: menyelesaikan surat pernyataan piutang; membuat surat penagihan piutang; menyelenggarakan pengawasan terhadap jalannya pembayaran penagihan piutang PNBP; membuat surat peringatan terhadap pihak terutang yang lalai; membuat Surat Pemindahan Penagihan Piutang PNBP terhadap pihak terutang yang pindah Satuan Kerja;
membuat SKTL terhadap piutang yang telah dilunasi oleh pihak terutang bersangkutan; mengirimkan surat tagihan kepada petugas administrasi dan petugas pembukuan; membuat surat tentang penyerahan pengurusan piutang yang tidak tertagih kepada Ditjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan; membuat usulan penghapusan piutang setelah memperoleh pernyataan Piutang Sementara Belum Dapat Ditagih (PSBDT) dari Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN); mengarsipkan dokumen piutang. b. Unit Administrasi melaksanakan kegiatan penerimaan dan pengiriman dokumen piutang meliputi: menerima dokumen/surat penagihan piutang; mengagendakan surat/ dokumen yang masuk maupun yang harus dikirim kepada pihak terutang; membuat surat pengantar; 30
meneruskan dokumen tanggapan pihak terutang ke unit/petugas operasonal; mengirimkan bukti setor kepada unit pembukuan. c. Unit Pembukuan melaksanakan kegiatan pembukuan dan pelaporan piutang, meliputi: menerbitkan dan melakukan pencatatan piutang ke dalam kartu piutang berdasarkan dokumen-dokumen transaksi; melakukan pencatatan piutang sewa rumah negara; membuat Daftar Rekapitulasi Piutang; membuat Daftar Umur Piutang dan Reklasifikasi Piutang; membuat Daftar Saldo Piutang setiap triwulan berdasarkan Kartu Piutang; membuat penyisihan piutang tidak tertagih dalam Kartu Penyisihan Piutang Tidak Tertagih Semesteran dan Tahunan sesuai dengan format sebagaimana Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini;
melakukan pengarsipan dokumen; membuat dan mengirimkan laporan-laporan PNBP.
Dalam pelaksanaannya, penunjukan petugas unit penatausahaan piutang PNBP dapat dilaksanakan oleh dua atau lebih petugas disesuaikan dengan besar kecilnya organisasi satuan kerja serta banyaknya transaksi piutang PNBP yang ditangani. Dalam hal satuan kerja hanya mengelola piutang PNBP yang sedikit sedangkan jumlah pegawai pada satuan kerja tersebut sangat terbatas, maka penunjukan pegawai sebagai petugas pada unit unit penatausahaan piutang PNBP dapat dilakukan perangkapan. Petugas pada unit operasional dapat merangkap sebagai petugas unit pembukuan. Namun demikian, untuk menjaga tetap adanya proses check and balances, sebaiknya petugas unit operasional dengan petugas unit pembukuan tidak dirangkap oleh satu orang. Pembentukan Unit Penatausahaan Piutang PNBP ditetapkan dalam Surat Keputusan yang diterbitkan 31
oleh Kepala Satuan Kerja dan tidak terikat dengan tahun anggaran. Sesuai Perdirjen Perbendaharaan No.85/PB/2011 tentang Penatausahaan Piutang PNBP pada Satker Kementerian Negara/ Lembaga, piutang tuntutan ganti kerugian negara mulai timbul apabila setoran atas penggantian kerugian negara ditetapkan dapat disetor secara angsuran. Sedangkan apabila penyetoran atas kerugian negara ditetapkan untuk dibayarkan tunai sampai dengan batas waktu yang telah ditetapkan, maka piutang PNBP baru timbul apabila sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, yang bersangkutan belum melunasi penyetoran ganti kerugian negara yang menjadi tanggung jawabnya. Pembayaran piutang tuntutan ganti kerugian negara yang dilaksanakan secara angsuran dari pegawai negeri atau pejabat negara, dilaksanakan dengan memperhitungkan melalui pemotongan gaji pegawai atau pejabat berkenaan. Satuan kerja wajib menerbitkan Surat Penagihan (SPn) untuk setiap timbulnya piutang PNBP. Surat penagihan merupakan
dokumen yang diterbitkan oleh kepala satuan kerja untuk penagihan pertama piutang PNBP kepada pihak terutang. Penerbitan SPn atas piutang tuntutan ganti kerugian negara didasarkan atas dokumen SKTJM bendahara ataupun SKTJM pegawai negeri bukan bendahara, Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian Negara Kepada Bendahara, serta Surat Keputusan Pengenaan Ganti Kerugian Negara Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara. Dalam penatausahaan piutang tuntutan ganti kerugian negara, Unit Penatausahaan Piutang PNBP wajib menerbitkan SPn paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak dokumendokumen tersebut di atas ditetapkan. Khusus untuk piutang yang ditetapkan pada akhir tahun anggaran, SPn agar dapat diterbitkan pada tahun anggaran yang sama dengan dokumen penetapan piutang. SPn sebagaimana dimaksud pada paragraf di atas, diperlakukan sebagai surat perintah untuk penagihan pertama atas piutang tuntutan ganti kerugian negara. Selanjutnya, apabila sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran 32
sebagaimana tercantum dalam SPn, pihak terutang tidak menyelesaikan kewajiban penyetoran piutang, maka pihak terutang wajib diberikan Surat Penagihan Kedua. Berikutnya apabila tetap sampai dengan tanggal jatuh tempo pada Surat Penagihan Kedua pihak terutang belum melunasi kewajibannya adalah dengan menerbitkan Surat Penagihan Ketiga. Surat Penagihan Ketiga merupakan surat penagihan terakhir yang diterbitkan oleh Unit Penatausahaan PNBP. Setiap piutang PNBP satuan kerja yang telah diterbitkan SPn harus dicatat dalam kartu piutang yang bertujuan sebagai instrument pertanggungjawaban dan pengawasan atas setiap transaksi dalam rangka pelunasan piutang. Kartu Piutang dibuat untuk masingmasing SPn dan memuat paling kurang jumlah piutang, mutasi, dan saldo piutang masing-masing pihak terutang. Pencatatan pada kartu piutang dilakukan oleh petugas unit pembukuan berdasarkan dokumendokumen, yaitu dokumen sumber piutang, SPn, bukti setoran/ pemotongan, Surat Keterangan Tanda Lunas, Surat Keputusan Penghapusan Piutang ataupun
dokumen lainnya yang menyebabkan perubahan posisi piutang. Sebagai ilustrasi tentang cara penatausahan piutang tuntutan ganti rugi negara dapat digambarkan sebagai berikut, pada tanggal 7 Maret 2012 Dewi Lestari, S.E. pegawai pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Timbuktu ditetapkan untuk mengganti kerugian negara karena menghilangkan sepeda motor denga nilai penggantian sebesar Rp.24.000.000,00. Berdasarkan surat pernyataan kesanggupan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian negara yang ditandatangani dalam SKTJM, disepakati bahwa pembayaran atas ganti rugi tersebut dapat dilakukan secara angsuran melalui pemotongan gaji pegawai bersangkutan selama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung mulai tanggal 1 April 2012. Sesuai dengan hal tersebut, selanjutnya kepala satuan kerja melalui unit penatausahaan piutang PNBP segera menerbitkan SPn paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak ditandatanganinya SKTJM. SPn yang 33
diterbitkan, berlaku sebagai surat penagihan pertama kepada pegawai bersangkutan. Kantor Kementerian Agama Kab. Timbuktu
Contoh surat penagihan adalah sebagaimana di bawah ini:
Kementerian Agama SURAT PENAGIHAN (SPn)
Nomor : 0018/Kab. Timbuktu 07/2012 Lembar ke : 1
Berdasarkan dokumen sumber penagihan piutang PNBP berupa Surat Keputusan Tanggung Jawab Mutlak Nomor 089/Set.04/03/2012 tanggal 7 Maret 2012, kepada pegawai/pihak terutang yang tersebut di bawah ini: Nama : Dewi Lestari, S.E Alamat : Jl. Bung Tomo Timbuktu Harus menyetor ke Kas Negara pada Bank Pos/Persepsi Sebesar Rp. 24.000.000,00 Dengan huruf : Dua puluh empat juta rupiah Yaitu : Pembayaran tuntutan ganti kerugian negara kepada pegawai negeri bukan bendahara
Penyetoran Piutang PNBP ke Kas Negara menggunakan kode-kode sebagai berikut: Kementerian
: (025)
Agama
Unit Organisasi : (01)
Sekretariat Jenderal
Satuan Kerja
: (123456)
Kantor KementerianAgama Kab. Timbuktu
Lokasi
: (0354)
Kab. Timbuktu
Jenis Kewenangan : KD
Dibayarkan sekaligus *)
Fungsi
: (01)
Pelayanan Umum
Sub fungsi
: (90)
Pelayanan Umum Pemerintah Lainnya
Program
: (01)
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Pemerintah Lainnya
Kegiatan
: (2106)
Pembinaan administrasi, informasi keagamaan dan kehumasan
Output
: (004)
Layanan Perkantoran
Jenis Pendapatan Akun
: (423) : (423921)
Pendapatan PNBP Lainnya Pendapatan Pelunasan Piutang Non Bendahara
Dibayarkan secara angsuran *) a. 24 (duapuluh empat) kali angsuran b. Besar angsuran @ Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) c. Jatuh tempo pembayaran setiap tanggal 4 (empat)
Perhatian
1. 2.
Surat penagihan ini harus disimpan baik-baik
3.
Apabila penyetoran dilakukan sendiri ke bank persepsi, maka penyetoran menggunakan kode-kode satuan kerja sebagaimana tersebut di atas, kemudian fokopi bukti penyetoran tersebut disampaikan kepada satuan kerja bersangkutan.
4.
Surat Penagihan ini berlaku sebagai surat penagihan pertama.
Setiap penyetoran atas tagihan ini, agar pada bukti setor berkenaan dicantumkan tanggal dan nomor Surat Penagihan ini.
Timbuktu , 9 Maret 2012 A.n Menteri Agama Kepala Kantor Kementerian Agama Kab. Timbuktu
Drs. Syamsudin NIP.19650629 1980031001
*) diisi sesuai dengan cara pembayaran piutang PNBP
34
Selanjutnya, unit pembukuan wajib mencatat setiap tansaksi dalam rangka penyelesaian piutang tersebut ke dalam kartu pengawasan piutang. Kartu pengawasan piutang dibuat untuk masing-masing piutang, yang memuat paling kurang jumlah piutang, mutasi piutang, dan saldo piutang masing-masing pihak terutang. Petugas pada unit pembukuan melaksanakan pencatatan piutang ke dalam kartu
pengawasan puitang berdasarkan dokumen piutang, surat penagihan, bukti setoran piutang atau bukti pemotongan piutang, Surat Keterangan Tanda Lunas atau Surat Keputusan Penghapusan Piutang dari Presiden/Menteri Keuangan, serta dokumen lainnya yang menyebabkan perubahan posisi piutang. Pencatatan tansaksi piutang tuntutan ganti kerugian negarauntuk ilustrasi di atas sebagai berikut:
Kementerian Agama Kantor Wilayah Kementerian Agama Prov.Timbukwan Kantor Kementerian Agama Kab. Timbuktu
Jenis Piutang : Piutang Tuntutan Ganti Kerugian Negara Nomor SPn : 0018/Kab. Timbuktu 07/2012 Tanggal SPn : 9 Maret 2012 KARTU P IUTANG Nama : Dewi Lestari, S.E Jumlah Piutang : Rp. 24.000.000 NIP/NPWP : 19802010200032001 Tanggal Jatuh tempo : tanggal 4 setiap bulan Alamat : Jl. Bung Tomo Timbuktu Angsuran perbulan : Rp. 1.000.000 Unit Kerja : Kantor Kementerian Agama Kab. Timbuktu Mulai Mengangsur : April 2012 Dasar Penetapan Piutang No SK : 089/Set.04/03/2012 Tanggal SK : 7 Maret 2012 Tanggal Keterangan Debet Kredit Saldo 9 Maret 2012 Saldo awal piutang 24,000,000 24,000,000 1 April 2012 Angsuran ke-1 1,000,000 23,000,000 1 Mei 2012 Angsuran ke-2 1,000,000 22,000,000 1 Juni 2012 Angsuran ke-3 1,000,000 21,000,000 Saldo Semester I Tahun 2012 21,000,000 3 Juli 2012 Angsuran ke-4 1,000,000 20,000,000 1 Agustus 2012 Angsuran ke-5 1,000,000 19,000,000 1 September 2012 Angsuran ke-6 1,000,000 18,000,000 2 Oktober 2012 Angsuran ke-7 1,000,000 17,000,000 1 Nopember 2012 Angsuran ke-8 1,000,000 16,000,000 1 Desember 2012 Angsuran ke-9 1,000,000 15,000,000 Saldo Semester II Tahun 2012 15,000,000
35
Berdasarkan data mutasi piutang yang tercatat pada kartu piutang, selanjutnya pada setiap akhir semester unit pembukuan mencatat total piutang dan saldo piutang menurut jenis piutang dalam Daftar Rekapitulasi Piutang. Daftar Rekapitulasi Piutang disusun unit penatausahaan piutang agara dapat mengetahui jumlah total mutasi dan saldo piutang berdasarkan jenis piutang dalam
satu semester. Daftar Rekapitulasi Piutang dibuat untuk masing-masing jenis piutang PNBP yang dipunyai satuan kerja. Dengan asumsi hanya terdapat satu piutang tuntutan ganti rugi negara yang dikelola oleh satker, maka pencatatan rekapitulasi piutang pada akhir semester II Tahun 2012 Kantor Kementerian Agama Kab. Timbuktu adalah sebagaimana contoh berikut:
Daftar Rekapitulasi Piutang Jenis Piutang PNBP: Tuntutan Ganti Kerugian Negara Semester: II Tahun 2012 Yang Berakhir Pada Tanggal:31 Desember 2012 No. Kartu Piutang 0006/2012
Keterangan
Jumlah Piutang s.d Semester lalu
Piutang TGR Bendahara a.n Dewi Lestari, S.E
Guna mengetahui adanya piutang yang masih menunggak, unit pembukuan melakukan pengawasan melalui Daftar Umur Piutang. Tujuan penyusunan Daftar Umur Piutang adalah guna mengetahui jumlah piutang yang sudah melebihi jangka waktu angsuran berdasarkan lama waktu
21,000,000
Penambahan
Pengurangan 6,000,000
Jumlah Piutang s.d Semester ini 15,000,000
tunggakannya. Daftar Umur Piutang disusun setiap akhir tahun berdasarkan pengelompokan jenis piutang PNBP satuan kerja. Berikut adalah contoh Daftar Umur Piutang Tahun 2012 Kantor Kementerian Agama Kab. Timbuktu:
36
Daftar Umur Piutang Jenis Piutang PNBP : Tuntutan Ganti Kerugian Negara Yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2012
No.
Identitas Debitur No. SK Tgl. SK Tgl. Jatuh Tempo Jumlah Piutang
Tagihan yang belum dilunasi Saldo Awal Pelunasan Saldo Akhir pada tahun berjalan (Ada/Tidak)
1. Dewi Lestari, S.E 089/Set.04/03/2012 9 Maret 2012
24,000,000 9,000,000 15,000,000
Jumlah
15,000,000
Dalam penyusunan neraca laporan keuangan, satuan kerja harus menyajikan piutang ke dalam klasifikasi Bagian Aset Lancar maupun Bagian Aset Lainnya. Guna memudahkan pengklasifikasian piutang, perlu disusun daftar reklasifikasi saldo piutang yang menunjukan jumlah piutang yang termasuk dalam kategori piutang lancar dan kategori piutang tidak lancar/aset lainnya. Piutang yang diperkirakan akan diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan mendatang disajikan dalam kategori
-
Jangka waktu piutang yang belum dilunasi Jumlah tagihan kurang dari 12 bulan yang belum dilunasi pada >12 bulan tahun berjalan 1-30 hari 1-3 bulan 3-6 bulan 6-12 bulan Jumlah
- 1,000,000 2,000,000 3,000,000 6,000,000 12,000,000 3,000,000
12,000,000 3,000,000
aset lancar, sedangkan jumlah piutang yang akan diterima lebih dari 12 (dua belas) bulan mendatang disajikan sebagai piutang kelompok aset lainnya. Sesuai dengan data yang diperoleh dari daftar umur piutang, maka jumlah piutang tuntutan ganti rugi yang termasuk dalam aset lancar maupun aset lainnya pada Kantor Kementerian Agama Kab. Timbuktu adalah sebagai berikut:
37
Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang Yang Berakhir Tanggal 31 Desember 2012 Kode 11 12 13 14 15 22 31 32 33 34 41 42
Jenis Piutang Piutang dari Pendapatan Minyak Bumi Piutang dari Pendapatan Gas Alam Piutang dari Pendapatan Pertambangan Umum Piutang dari Pendapatan Kehutanan Piutang dari Pendapatan Perikanan Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa dan Jasa Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan Piutang dari Pendapatan Pendidikan Piutang dari Pendapatan Lain-lain Tagihan Penjualan Angsuran Tagihan Tuntutan Ganti Rugi Jumlah
IV. PenyajianPiutang Tuntutan Ganti Kerugian Negara dalam Laporan Keuangan Satuan Kerja Untuk dapat diakui sebagai piutang, pungutan tuntutan ganti rugi negara harus memenuhi kriteria telah diterbitkan surat ketetapannya dan/atau telah diterbitkan surat penagihan. Informasi mengenai jumlah piutang yang dikelola satuan kerja dapat dilihat dalam neraca laporan keuangan satuan kerja. Informasi pada neraca menggambarkan posisi keuangan berupa aset, kewajiban, dan ekuitas suatu entitas pelaporan pada tanggal tertentu. Pencatatan piutang menggambarkan besarnya
Saldo
15,000,000 15,000,000
Aset Lancar
12,000,000 12,000,000
Aset Lainnya
3,000,000 3,000,000
hak pemerintah untuk menagih sejumlah/senilai uang tertentu kepada pihak-pihak yang mempunyai kewajiban bayar kepada pemerintah. Apabila sampai dengan batas waktu tertentu terdapat hak pemerintah untuk menagih, maka atas timbulnya hak pemerintah tersebut dicatat sebagai penambahan aset pemerintah berupa piutang. Dalam neraca laporan keuangan satuan kerja, piutang tuntutan ganti rugi negara disajikan dalam kelompok aset lancar ataupun kelompok aset lainnya dan diungkapkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK). Pengungkapan piutang tuntutan 38
ganti rugi negara dalam CaLK antara lain berisi penjelasan atas penyelesaian piutang apakah masih di kementerian negara/lembaga atau sudah diserahkan pengurusannya kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, penjelasan atas piutang yang merupakan hasil reklasifikasi, serta penjelasan mengenai umur piutang. Berdasarkan informasi mengenai transaksi piutang negara yang dikelola oleh Unit Penatausahaan Piutang PNBP, selanjutnya unit akuntansi pada satuan kerja melakukan pencatatan piutang dalam sistem akuntansi keuangan satuan kerja. Jurnal transaksi atas piutang tuntutan ganti rugi negara pada satuan kerja Kantor Kementerian Agama Kabupaten Timbuktu adalah sebagai berikut: Pada tanggal 9 Maret 2012, berdasarkan dokumen surat penagihan piutang negara, unit akuntansi mencatat dalam jurnal atas timbulnya piutang tuntutan ganti kerugian negara kepada bendahara :
Dr
151211
Tagihan Tuntutan Ganti Rugi
Cr
321311
Dinvestasikan dalam aset lainnya
24.000.000
24.000.000
Dalam Daftar Umur Piutang dan Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang PNBP yang disusun Unit Penatausahaan Piutang PNBP, dapat diketahui seluruh jumlah dana yang telah dibayar pada tahun 2012 atas piutang PNBP satker bersangkutan. Sesuai dengan data tersebut, pada tanggal 31 Desember 2012 unit akuntansi mencatat guna mengakui pengurangan tagihan karena pelunasan untuk bulan Mei sampai dengan Desember 2012 dalam jurnal penyesuaian: Dr
321311
Cr
151211
Dinvestasikan dalam Aset Lainnya Tagihan Tuntutan Ganti Rugi
9.000.000
9.000.000
Dalam neraca laporan keuangan satuan kerja, penyajian piutang tuntutan ganti rugi negara pada akhir tahun digolongkan dalam dua kelompok piutang, yaitu Bagian Aset Lancar dan Bagian Aset Lainnya. Piutang yang jatuh tempo kurang dari 12 (duabelas) bulan setelah 39
periode pelaporan digolongkan sebagai Bagian Aset Lancar, sedangkan piutang yang jatuh tempo lebih dari 12 (duabelas) bulan setelah periode pelaporan termasuk Bagian Aset Lainnya. Karena pencatatan pada awal timbulnya piutang, dicatat sebagai Bagian Aset Lainnya, maka perlu dilakukan jurnal penyesuaian guna mereklasifikasi sebagian piutang khususnya piutang yang akan jatuh tempo sampai dengan bulan Desember 2013 menjadi bagian Aset Lancar. Junal penyesuaianya adalah: Dr
113411
Cr
311311
Dr
321311
Cr
151211
Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi Cadangan Piutang
12.000.000
Dinvestasikan dalam Aset Lainnya Tagihan Tuntutan Ganti Rugi
12.000.000
12.000.000
12.000.000
Selain melaporkan jumlah piutang berdasarkan masa jatuh tempo piutang, satuan kerja juga harus menyajikan informasi mengenai jumlah piutang yang memiliki risiko tidak akan dapat
tertagih. Jumlah piutang yang memiliki risiko tidak dapat tertagih, didapat dengan cara melakukan penyisihan atas kemungkinan tidak tertagihnya piutang. Data penyisihan piutang tidak tertagih diperlukan guna memonitor tahapan penagihan piutang, dari awal sampai dengan piutang tersebut lunas atau masuk kategori macet dan diserahkan ke Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Penyisihan piutang tidak tertagih merupakan bagian dari upaya menyajikan akun piutang yang mendekati kebenaran kemampuan konversinya menjadi kas. Dengan demikian, nilai piutang setelah dikurangi dengan penyisihan piutang merupakan suatu piutang yang kemungkinan besar akan dapat diperoleh hasil penagihannya (net realizable value). Penyisihan piutang tidak tertagih merupakan cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari akun piutang berdasarkan penggolongan kualitas piutang. Penentuan kualitas suatu piutang ditentukan sesuai tingkat hampiran (approximate) atas 40
ketertagihan piutang yang diukur berdasarkan kepatuhan membayar kewajiban oleh debitor. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 201/PMK.06/2010 tentang Kualitas Piutang Kementerian Negara/Lembaga dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih, kualitas piutang PNBP dikelompokan menjadi: a. Piutang dengan kualitas lancar apabila belum dilakukan pelunasan sampai dengan tanggal jatuh tempo yang ditetapkan b. Kualitas kurang lancar apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan pertama tidak dilakukan pelunasan; c. Kualitas diragukan apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan kedua tidak dilakukan pelunasan; dan d. Kualitas macet apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan ketiga tidak dilakukan pelunasan; atau piutang telah
diserahkan kepada Urusan Piutang Negara.
Panitia
Selanjutnya untuk masing-masing kriteria kualitas piutang di atas, dihitung persentase penyisihan piutang tidak tertagih dengan ketentuan sebagai berikut: a. Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang umum ditetapkan paling sedikit sebesar 5‰ (lima permil) dari Piutang yang memiliki kualitas lancar.; b. Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang khusus ditetapkan sebesar: 1) 10% (sepuluh perseratus) dari Piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan; 2) 50% (lima puluh perseratus) dari Piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan; dan 3) 100% (seratus perseratus) dari Piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan. 41
Perhitungan kemungkinan piutang yang tidak dapat direalisasikan melalui penyesuaian akun penyisihan piutang tidak tertagih pada satker Kantor Kementerian Agama Kab. Timbuktu, dengan catatan satker bersangkutan hanya mengelola satu piutang saja adalah sebagai berikut: Pembayaran atas piutang pada Kantor Kementerian Agama Kab. Timbuktu telah dilaksanakan secara tepat waktu sampai dengan tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan sehingga termasuk dalam kategori piutang dengan kualitas lancar. Perhitungan penyisihan piutang tidak tertagih adalah sebesar Rp75.000,00 (yang dihitung dari 5‰ x Rp15.000.000,00 = Rp75.000,00). Jumlah tersebut dicatat pada Bagian Aset Lancar sebesar Rp60.000,00 (12.000.000/15.000.000 x Rp75.000,00) sebagai piutang jangka pendek dan Rp15.000,00 (3.000.000/15.000.000 x Rp75.000,00) piutang jangka panjang pada Bagian Aset Lainnya. Penyesuaian tersebut dicatat dengan jurnal:
Dr 311311 Cr 116611
Cadangan Piutang Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan/Tuntut an Ganti Rugi
60.000
Dr 321311
Dinvestasikan dalam Aset Lainnya Penyisihan Piutang Tidak Tertagih Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/Tuntut an Ganti Rugi
15.000
Cr 151211
60.000
15.000
Selanjutnya, dalam neraca Kantor Kementerian Agama Kab. Timbuktu Tahun 2012 disajikan informasi atas transaksi di atas sebagai berikut:
42
Kantor Kementerian Agama Kab. Timbuktu Neraca Per 31 Desember 2012 Aset Lancar Kewajiban Piutang Pajak Kewajiban Jangka Pendek Piutang PNBP Kewajiban Jangka Panjang Bagian Lancar Penerusan Pinjaman Bagian Lancar Piutang TGR Bagian Lancar Piutang TPA 12,000,000 Piutang Lainnya Penyisihan Piutang Tidak Tertagih (Piutang Jk. Pendek) 60,000 Piutang Jangka Pendek Netto 11,940,000 Jumlah Kewajiban Aset Lainnya Ekuitas Dana Piutang Penerusan Pinjaman Ekuitas Dana Lancar Tagihan TGR Cadangan Piutang Tagihan TPA 3,000,000 Ekuitas Dana Investasi Aset lain-lain Diinvestasikan dalam aset lainnya Penyisihan Piutang Tidak Tertagih (Piutang Jk. Panjang) 15,000 Ekuitas Dana Cadangan Aset Lainnya Netto 2,985,000 Jumlah Ekuitas Dana Jumlah Aset
14,925,000
Jumlah Kewajiban dan Ekuitas Dana
-
-
11,940,000 2,985,000 14,925,000 14,925,000
43
Daftar Referensi: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara; 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; 4. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara Terhadap Bendahara; 5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 193/PMK.01/2009 Tentang Pedoman Penyelesaian Ganti Kerugian Negara Terhadap Bendahara di Lingkungan Departemen Keuangan; 6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.06/2010 Tentang Kualitas Piutang Kementerian Negara/Lembaga
Dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih; 7. Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER82/PB/2011 Tentang Pedoman Akuntansi Penyisihan Piutang Tak Tertagih Pada Kementerian Negara/Lembaga; 8. Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER85/PB/2011 Tentang Penatausahaan Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Satuan Kerja Kementerian Negara/ Lembaga.
44
PERMASALAHAN DAN SOLUSI IMPLEMENTASI PMK NO.113/PMK.05/2012 TENTANG PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP Oleh: I Gedhe Made Artha Dharmakarja Kepala Seksi Pembinaan Pengelolaan Keuangan – Direktorat Pelaksanaan Anggaran
1. Kepala Kanwil suatu instansi Kantor A menerbitkan Surat Tugas kepada Agus Widodo untuk melakukan pembinaan dan monev kepada kantor vertikal Satker B (masih dalam wilayah dan satu kota dengan Kanwil Kantor A). Dalam Surat Tugas dicantumkan bahwa penugasan dimaksud dilakukan selama 4 hari, mulai pukul 09.00 – 20.00 WIB, dan tidak diperlukan menginap. Apakah kepada Pelaksana SPD dimaksud dapat diberikan biaya penginapan sebesar 30% dan biaya perjadin apa saja yang dapat dibayarkan? Solusi Sesuai PMK 113/PMK.05/2012, penugasan mulai pukul 09.00 – 20.00 WIB dimaksud termasuk
dalam perjalanan dinas yang dilaksanakan di dalam kota lebih dari 8 jam. Karena penugasan dilakukan pergi dan pulang setiap harinya (tidak diperlukan menginap), maka tidak dapat diberikan biaya penginapan dan tidak berhak atas biaya penginapan sebesar 30%. Atas penugasan tersebut, kepada Pelaksana SPD diberikan biaya perjalanan dinas meliputi: a. Biaya transportasi dalam kota yang diberikan secara lumpsum sesuai standar biaya sejumlah hari riil pelaksanaan perjalanan dinas (4 hari) atau biaya transportasi dalam kota secara at cost sesuai bukti pengeluaran riil yang sah; b. Uang harian diberikan sebesar 75% dari tarif uang 45
harian sebagaimana diatur dalam standar biaya. 2. Sehubungan dengan dilaksanakannya kegiatan seminar/ workshop baik di dalam kantor atau di luar kantor, apakah bagi peserta seminar/workshop dapat diberikan uang saku? Solusi a. Sesuai PMK 113/PMK.05/ 2012 pada Lampiran V huruf I, untuk kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya yang dilaksanakan dalam kantor di dalam kota berlaku ketentuan: 1) Apabila dilaksanakan di luar jam kerja: a) bagi peserta (dari luar satker penyelenggara) dapat diberikan uang saku rapat sesuai standar biaya dan biaya transport dalam kota; b) bagi panitia satker penyelenggara hanya diberikan uang saku rapat sesuai standar biaya.
2) Apabila dilaksanakan masih dalam jam kerja: a) bagi peserta (dari luar satker penyelenggara) hanya dapat diberikan biaya transport dalam kota sesuai biaya rill atau sesuai standar biaya dalam hal tidak dapat diperoleh bukti pengeluaran rill; b) bagi panitia (satker penyelenggara) tidak dapat diberikan uang saku dan biaya transport dalam kota. Sesuai PMK No. 113/PMK.05/2012 pada Lampiran V huruf II, untuk kegiatan seminar/workshop yang dilaksanakan di luar kantor di dalam kota (misalnya di hotel dengan menggunakan paket meeting/konsinyering), kepada peserta dapat diberikan biaya perjalanan dinas yang meliputi biaya transport dalam kota dan uang saku paket meeting.
46
3. Akun apakah yang digunakan untuk Uang Saku Rapat dalam kantor sebesar Rp250.000,00/ orang, dan apakah dapat diberikan transport dalam kota?
Akun apa yang digunakan untuk pembebanan biaya perjadin dimaksud? Solusi
a. Uang Saku Rapat dalam kantor dibebankan dalam akun 524114; b. Biaya transport dalam kota diberikan kepada peserta di luar penyelenggara rapat, sedangkan bagi peserta dari penyelenggara tidak dapat diberikan biaya transport dalam kota karena tidak memenuhi kriteria perjalanan dinas.
Penugasan ke luar kantor yang diberikan kepada Hamid merupakan perjadin dalam kota sampai dengan 8 jam. Atas pelaksanaan tugas tersebut, kepada Hamid diberikan biaya perjadin berupa biaya transpor kegiatan dalam kota yang dibayarkan secara lumpsum sesuai standar biaya, sejumlah hari rill pelaksanaan perjadin. Akun yang digunakan adalah akun 524113 (Belanja Perjalanan Dinas Dalam Kota).
4. Seorang petugas instansi A bernama Hamid ditugaskan melakukan perjalanan dinas dalam kota dimulai tanggal 1 sampai dengan tanggal 10. Waktu perjalanan dinas jabatan yang dicantumkan dalam Surat Tugas adalah pukul 09.00 s.d 17.00 WIB (8 jam) setiap hari. Biaya perjalanan dinas (perjadin) apa saja dan berapa hari yang dapat diberikan kepada Hamid.
5. Satker A merupakan satker Kantor Pusat yang berlokasi di kota Jakarta yang mempunyai kantor vertikal di daerah. Satker A menyelenggarakan rapat koordinasi dengan mengundang seluruh satker kantor vertikal tiap provinsi. Kegiatan dimaksud dilaksanakan di kota Jakarta selama 3 (tiga) hari menggunakan paket fullboard meeting. Semua biaya kegiatan
Solusi
47
fullboard meeting yang meliputi biaya transportasi, uang harian dan paket meeting (termasuk biaya penginapan) ditanggung oleh panitia penyelenggara. Biaya perjalanan dinas (perjadin) apa saja yang dapat diberikan kepada peserta dan akun apa yang digunakan untuk pembebanan biaya perjadin dimaksud? Solusi Karena semua biaya kegiatan fullboard meeting yang meliputi biaya transportasi, uang harian dan paket meeting (termasuk biaya penginapan) ditanggung oleh panitia penyelenggara, maka kepada peserta hanya dibayarkan uang saku paket fullboard meeting. Pertanggungjawaban semua biaya perjalanan dinas kegiatan fullboard meeting tersebut menggunakan akun belanja perjalanan (akun 524), dengan rincian sebagai berikut: a. Biaya transportasi seluruh peserta, baik peserta dan panitia dari Jakarta maupun
peserta dari luar Jakarta menggunakan akun 524114; b. Uang harian yang dibayarkan berupa uang saku paket fullboard meeting sesuai standar biaya, baik peserta dan panitia dari Jakarta maupun peserta dari luar Jakarta menggunakan akun 524114; c. Paket meeting (termasuk biaya penginapan) dibayarkan menggunakan akun 524114. 6. Pada contoh kasus Satker A nomor 5 di atas, apabila dalam undangan dicantumkan bahwa panitia penyelenggara hanya menanggung biaya fullboard meeting (termasuk biaya penginapan) dan uang harian, sedangkan biaya transportasi ditanggung oleh masing-masing satker peserta. Bagaimana pembebanan rincian biaya perjalanan dinas dimaksud bagi panitia penyelenggara dan satker peserta?
48
Solusi Satker Penyelenggara: a. Uang harian yang dibayarkan berupa uang saku paket fullboard meeting sesuai standar biaya, baik peserta dan panitia dari Jakarta maupun peserta dari luar Jakarta menggunakan akun 524114. b. Paket meeting (termasuk biaya penginapan) dibayarkan menggunakan akun 524114. Masing-masing Satker Peserta: a. Dari Jakarta, biaya transportasi dibebankan pada DIPA Satker Peserta dan dipertanggungjawabkan dengan menggunakan akun 524114; b. Dari luar Jakarta, biaya transportasi dibebankan pada DIPA Satker Peserta dan dipertanggungjawabkan dengan menggunakan akun 524119. 7. Satker Kantor Pusat suatu K/L di Jakarta menyelenggarakan kegiatan diseminasi dengan
mengundang seluruh kantor daerah/perwakilan setiap provinsi. Kegiatan diseminasi dimaksud diselenggarakan di kota Semarang selama 3 (tiga) hari dengan menggunakan paket fullboard meeting. Semua biaya kegiatan fullboard meeting yang meliputi biaya transportasi, uang harian dan paket meeting (termasuk biaya penginapan) ditanggung oleh panitia penyelenggara. Biaya perjalanan dinas (perjadin) apa saja yang dapat diberikan kepada peserta dan akun apa yang digunakan untuk pembebanan biaya perjadin dimaksud? Solusi Karena semua biaya kegiatan fullboard meeting yang meliputi biaya transportasi, uang harian dan paket meeting (termasuk biaya penginapan) ditanggung oleh panitia penyelenggara, maka kepada peserta hanya dibayarkan uang saku paket fullboard meeting. Pertanggungjawaban semua biaya perjalanan dinas kegiatan 49
fullboard meeting tersebut menggunakan akun belanja perjalanan (akun 524), dengan rincian sebagai berikut: a. Biaya transportasi seluruh peserta, baik peserta dari Semarang, panitia dari Jakarta maupun peserta dari luar Semarang menggunakan akun 524119; b. Uang harian yang dibayarkan berupa uang saku paket fullboard meeting sesuai standar biaya, baik peserta dari Semarang, panitia dari Jakarta maupun peserta dari luar Semarang menggunakan akun 524119; c. Paket meeting (termasuk biaya penginapan) dibayarkan menggunakan akun 524119. 8. Pada contoh kasus Satker Kantor Pusat nomor 7 di atas, apabila dalam undangan dicantumkan bahwa panitia penyelenggara hanya menanggung biaya fullboard meeting (termasuk biaya penginapan) dan uang harian, sedangkan biaya transportasi ditanggung oleh
masing-masing satker peserta. Bagaimana pembebanan rincian biaya perjalanan dinas dimaksud bagi panitia penyelenggara dan satker peserta? Solusi Satker Penyelenggara: a. Uang harian yang dibayarkan berupa uang saku paket fullboard meeting sesuai standar biaya, baik peserta dan panitia dari Jakarta maupun peserta dari Semarang menggunakan akun 524119. b. Paket meeting (termasuk biaya penginapan) dibayarkan menggunakan akun 524119. Masing-masing Satker Peserta: a. Dari luar Semarang, biaya transportasi dibebankan pada DIPA Satker Peserta dan dipertanggungjawabkan dengan menggunakan akun 524119; b. Dari Semarang, biaya transportasi dibebankan pada DIPA Satker Peserta dan dipertanggungjawabkan 50
dengan menggunakan akun 524114. 9. Pelaksana SPD diundang untuk mengikuti rapat koordinasi selama 3 hari (tanggal 5, 6 dan 7) di Jakarta. Atasan Pelaksana SPD menerbitkan Surat Tugas selama 5 hari, dari tanggal 4 sampai dengan tanggal 8 karena Pelaksana SPD dimaksud memerlukan waktu 1 (satu) hari untuk tiba ke tempat tujuan dan 1 (satu) hari untuk kembali ke tempat kedudukan semula. Biaya perjadin apa saja yang dapat diberikan kepada Pelaksana SPD dimaksud. Apakah uang harian 1 (satu) hari untuk tiba ke tempat tujuan dan 1 (satu) hari untuk kembali ke tempat kedudukan semula tersebut dapat dibayarkan? Solusi Dalam hal ini kepada Pelaksana SPD dimaksud dibayarkan uang harian untuk tanggal 4 dan tanggal 8, yang dibebankan pada DIPA satuan kerja penyelenggara. Selama rapat koordinasi (tanggal 5, 6, dan 7)
diberikan uang harian sebesar uang saku paket fullboard. Untuk itu agar tercapai efisiensi belanja negara, penerbit Surat Tugas harus memperhitungkan apakah keberangkatan 1 (satu) hari sebelum dan/atau 1 (satu) hari sesudah pelaksanaan rapat koordinasi tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Apabila dalam surat tugas disebutkan Pelaksana SPD dimaksud berangkat pada tanggal 5 dan kembali pada tanggal 7, maka kepada Pelaksana SPD dimaksud tidak dibayarkan uang harian untuk tanggal 5 dan tanggal 7, namun hanya dibayarkan uang harian berupa uang saku paket fullboard (tanggal 5, 6, dan 7) sesuai diatur Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya. 10. Petugas instansi A melakukan pengukuran tanah selama 3 hari di wilayah yang masih dalam satu kabupaten. Dalam melakukan tugasnya, Petugas instansi A tersebut memerlukan menginap. Pada wilayah 51
pengukuran tersebut tidak tersedia hotel atau tempat menginap lainnya, sehingga Petugas instansi A menginap di rumah penduduk. Apakah kepada Petugas instansi A dimakud dapat diberikan biaya penginapan sebesar 30%? Berapa hari dan bagaimana pertanggungjawabannya? Solusi Kepada Petugas instansi A dapat diberikan biaya penginapan secara lumpsum sebesar 30% dari tarif hotel/penginapan di tempat tujuan sebagaimana diatur dalam standar biaya, dibayarkan selama 2 malam. Biaya penginapan sebesar 30% dimaksud dicantumkan dalam Daftar Pengeluaran Riil, tanpa melampirkan kuitansi hotel/bukti pengeluaran yang sah. 11. Untuk Perjalanan dinas jabatan dalam Kota lebih dari 8 jam, biaya penginapan dan Uang Harian dapat diberikan 1 hari pada saat kedatangan dan 1 hari pada saat kepulangan. Dalam
kondisi apa komponen biaya perjalanan dinas dimaksud dapat diberikan? Solusi Biaya penginapan dan Uang Harian dimaksud dapat diberikan dalam kondisi pelaksana perjalanan dinas mengalami kesulitan transportasi sehingga memerlukan waktu untuk menginap 1 hari sebelum dan/atau 1 hari setelah pelaksanaan kegiatan. Hal tersebut dilakukan sesuai dengan batas kewajaran yang dinilai oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). 12. Pada saat seorang auditor yang berkantor di Jakarta Timur melakukan pemeriksaan terhadap satker yang berlokasi di Jakarta Selatan, komponen biaya perjalanan dinas apa saja yang dapat diberikan sesuai PMK 113/PMK.05/ 2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri dan Pegawai Tidak Tetap? 52
Solusi Komponen biaya perjalanan dinas yang dapat diberikan adalah : a. Uang Harian diberikan secara lumpsum sebesar 75% dari standar biaya; b. Biaya penginapan diberikan secara at cost apabila memang benar-benar diperlukan menginap (berdasarkan penilaian kewajaran oleh PPK). Karena transport lokal merupakan bagian dari uang harian, maka biaya transport dalam kota tidak diberikan. Dalam hal Pelaksana Surat Perjalanan Dinas (SPD) meminta biaya penginapan, maka dapat diberikan dengan pertimbangan bahwa: 1. Prinsip selektif, ketersediaan anggaran, efisiensi, dan akuntabilitas penggunaan belanja negara. 2. Penginapan tersebut benarbenar diperlukan untuk pelaksanaan tugas karena Pelaksana SPD mengalami kesulitan transportasi untuk
kembali. Untuk itu, Pelaksana SPD dapat menginap di hotel/tempat menginap lainnya yang dibuktikan dengan bukti pembayaran hotel/penginapan. Namun untuk daerah terpencil yang tidak terdapat hotel/penginapan dan Pelaksana SPD mengalami kesulitan transportasi untuk kembali, dapat dibayarkan biaya penggantian penginapan sebesar 30% . 13. Apakah biaya penginapan dapat diberikan untuk perjalanan dinas dalam Kota lebih dari 8 jam, mengingat dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya, biaya Penginapan tidak dapat diberikan untuk perjalanan dinas dalam Kota lebih dari 8 jam. Solusi Biaya penginapan dapat diberikan untuk kegiatan Perjalanan dinas dalam Kota lebih dari 8 jam sesuai dengan PMK 113/PMK.05/2012 tentang 53
Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri dan Pegawai Tidak Tetap. Namun hanya untuk kegiatankegiatan yang memang diperlukan menginap di daerah terpencil atau mengalami kesulitan transportasi. Contoh: 1. BPN mengadakan survei pengukuran tanah di daerah terpencil yang masih dalam satu Kota/Kabupaten sehingga memerlukan waktu menginap untuk melanjutkan pelaksanaan kegiatannya. 2. Perjalanan dinas jabatan yang dilaksanakan di Kabupaten Nabire dan tidak melewati batas Kabupaten Nabire. Sarana transportasi berupa pesawat udara ke daerah terpencil, hanya 1 kali dalam 1 hari, sehingga memerlukan waktu untuk menginap.
14. Terdapat anggapan di masyarakat bahwa biaya perjalanan dinas merupakan penambah penghasilan bagi pegawai, bagaimana kebenaran hal tersebut? Solusi a. Pelaksana SPD melaksanakan PDJ karena melaksanakan perintah atasan, yang dibuktikan dengan penerbitan Surat Tugas oleh Atasan langsung. Dalam PMK lama Surat Tugas diterbitkan oleh Pejabat yang Berwenang. Dari pengertian tersebut, maka anggapan bahwa biaya perjalanan dinas merupakan penambah penghasilan tidak relevan lagi. b. Pelaksana SPD memperoleh biaya perjalanan dinas yang merupakan kompensasi atas penugasan, dimana atasan langsung menugaskan Pelaksana SPD karena mempunyai keahlian tertentu.
54
15. Bagaimana penyetaraan tingkat biaya perjalanan dinas untuk Pegawai Tidak Tetap/Honorer? Solusi a. Penyetaraan tingkat biaya Perjalanan Dinas untuk Pegawai Tidak Tetap yang melakukan Perjalanan Dinas untuk kepentingan negara ditentukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sesuai dengan tingkat pendidikan/kepatutan/tugas yang bersangkutan. b. Selain Pejabat Negara/Pegawai Negeri/ Pegawai Tidak Tetap, Pejabat penerbit Surat Tugas dapat memerintahkan pihak lain untuk melakukan Perjalanan Dinas. Penggolongan terhadap pihak lain tersebut ditentukan oleh PPK dengan mempertimbangkan tingkat pendidikan/kepatutan/tugas yang bersangkutan. c. Dalam PMK 113/PMK.05/ 2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri dan Pegawai Tidak
Tetap tidak ada pembedaan biaya perjalanan dinas untuk PNS, atau Pegawai Tidak Tetap/honorer. 16. Apa saja komponen biaya perjalanan dinas yang diberikan dalam rangka mengikuti diklat apabila dalam pelaksanaan diklat tersebut tidak disediakan asrama/penginapan? Solusi Apabila dalam pelaksanaan diklat tidak disediakan asrama/penginapan, maka peserta diklat diberikan biaya sebagai berikut: a. Uang harian secara lumpsum sesuai standar biaya; b. Biaya penginapan (at cost)/ sesuai bukti riil; c. Biaya transpor (at cost) hanya pada saat 1 hari pada saat kedatangan dan 1 hari pada saat kepulangan. 17. Apabila seorang Menteri akan melakukan perjalanan dinas, siapa yang membuat Surat Tugasnya?
55
Solusi Pada PMK 113/PMK.05/2012 Pasal 6 ayat 2 huruf d disebutkan bahwa yang membuat Surat Tugas untuk Menteri/Pimpinan Lembaga/ Pejabat Eselon I/Eselon II adalah Menteri/Pimpinan Lembaga/ Pejabat Eselon I. Jadi Surat Tugas untuk Menteri dapat dibuat oleh Sekretaris Jenderal Kementerian bersangkutan. 18. Apakah perjalanan dinas diperbolehkan mulai pada hari Jumat (satu hari sebelum hari libur) atau dilaksanakan mulai hari libur (hari yang dinyatakan libur)? Solusi a. Dalam PMK 113/PMK.05/ 2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri dan Pegawai Tidak Tetap tidak diatur hal-hal tersebut. Biasanya hal-hal tersebut diatur dalam peraturan internal ke-
menterian Negara/lembaga masing-masing. b. Mengingat kepentingan/ pencapaian kinerja, pelaksanaan perjalanan dinas tidak dapat dibatasi hal-hal tersebut di atas. Contoh : untuk pelaksanaan survei, sensus, penanganan bencana/kejadian luar biasa dimungkinkan untuk dilaksanakan mulai hari libur. Namun untuk pelaksanaan perjalanan dinas yang memerlukan koordinasi dengan instansi pemerintah daerah/pusat, pelaksanaan perjalanan dinas sebagaimana hal-hal tersebut di atas menjadi tidak efektif. 19. Akun apa yang digunakan untuk pembebanan biaya pemetian dan angkutan jenazah, pembatalan biaya perjalanan dinas, dan tambahan biaya perjalanan dinas?
56
Solusi Seluruh komponen biaya perjalanan dinas dibebankan pada akun belanja perjalanan dinas (Akun 5241xx), termasuk biaya pemetian dan angkutan jenazah, pembatalan biaya perjalanan dinas, dan tambahan biaya perjalanan dinas .
57
KLINIK PELAKSANAAN ANGGARAN DAN AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT
1. Pertanyaan: Apakah pengelola anggaran (KPA/PPK/PPSPM/Bendahara Pengeluaran) yang melaksanakan tugas supervisi kegiatan survey yang lamanya kurang dari 8 jam dan diberikan transport lokal, bisa menandatangani dokumen-dokumen keuangan pada hari itu juga? Misalnya kegiatan supervisi itu dari jam 08:00 s/d 12:00, apakah hari itu yang bersangkutan masih boleh menandatangani dokumendokumen keuangan? Bagaimana dengan uang makan, apakah bisa dibayarkan atau tidak?
Pembayaran Uang Makan bagi PNS diatur bahwa uang makan tidak dapat diberikan antara lain kepada PNS yang sedang melakukan perjalanan dinas (termasuk perjadin yang dilakukan di dalam kota sampai dengan 8 jam). 2. Pertanyaan: Apabila pembayaran atas pelaksanaan suatu kegiatan telah dilakukan dengan SPM UP namun karena uang UP tidak mencukupi apakah bisa kekurangannya dibayarkan dengan TUP?
Jawaban:
Jawaban:
Pengelola anggaran (KPA/PPK/ PPSPM/Bendahara Pengeluaran) dimaksud masih dapat menandatangani dokumendokumen keuangan. Sesuai PMK No.110/PMK/2010 tentang Pemberian dan Tata Cara
Untuk membiayai kegiatan yang sifatnya mendesak/tidak dapat ditunda yang tidak cukup didanai dariUP, KPA dapat mengajukan TUP.
58
3. Pertanyaan: Apakah belanja non kas yang berasal dari hibah barang langsung dihitung sebagai realisasi belanja, mengingat belanja tersebut tidak masuk dalam DIPA? Jawaban: Belanja non kas atas penerimaan hibah langsung berupa barang/jasa/surat berharga, diperhitungakan sebagai realisasi belanja non kas yang terpisah dari realisasi belanja kas. Apabila mengacu pada format LRA face, reliasasi belanja kas dan non kas sudah dipisahkan. 4. Pertanyaan: Akun apakah yang digunakan untuk pembiayaan transport pertemuan halfday dalam kota dan atau fullboard luar kota? Jawaban: Sesuai surat Menteri Keuangan Nomor S-2056/MK.05/2013
tanggal 18 Maret 2013 maka terjadi perubahan akun untuk bantuan transpor dalam kota dalam rangka kegiatan operasional maupun bantuan transpor dalam rangka kegiatan non operasional, yang sebelumnya diatur dalam Perdirjen Nomor PER-80/PB/ 2011. Bantuan transpor dalam kota dalam rangka kegiatan operasional yang semula dibebankan dalam akun 521119 diubah ke akun 524113, sedangkan bantuan transpor kegiatan non operasional termasuk uang saku dan paket meeting yang semula akun 521219 diubah menjadi 524114. 5. Pertanyaan: 1. Berdasarkan PMK.190 /KMK.05/2012 bahwa Bendahara Pengeluaran boleh mengeluarkan uang setelah mendapat SPBy dari PPK. Yang kami tanyakan, bagaimana perlakukan pembukuan di BKU dan Buku Pembantunya, mengingat kuitansinya belum ada. 59
Apakah diperlakukan sama dengan pemberian Uang Muka Perjadin? 2. Berdasarkan PMK.190/KMK.05/2012 bahwa Uang tunai di bendahara pengeluaran pada akhir hari kerja maksimal 50 juta. Apabila ada satker yang mengeluarkan uang UP untuk keperluan Uang Muka kegiatan yang nilainya melebihi 50 juta dan kuitansinya belum diterima. Apabila pengeluaran tersebut tidak dibukukan (penerima uang muka bukan Bendahara Pengeluaran Pembantu) maka saldo UP Bendahara Pengeluaran pada akhir hari kerja lebih dari 50 juta. Apabila dibukukan, apakah pembukuannya sama dengan pemberian uang muka kepada Bendahara Pengeluaran Pembantu? 3. Bagaimana pembukuan untuk SP2D retur?
Jawaban: 1. Pemberian uang muka kerja diperlakukan sama dengan pemberian uang muka perjadin sehingga pembukuannya seperti pembukuan Uang Muka Perjadin. 2. Aturan uang tunai di Bendahara Pengeluaran maksimal 50 juta adalah uang tunai di brankas bendahara yang nilainya sama dengan Buku Pembantu Kas Tunai sehingga uang yang sudah diberikan kepada penerima uang muka mengurangi Buku Pembantu Kas Tunai dan berpindah di Buku Pembantu Uang Muka. Maka atas hal tersebut tidak melanggar ketentuan. 3. Bendahara membukukan setelah menerima copy SP2D dari PPSPM sehingga sebelum membukukan SP2D Retur maka harus dipastikan dulu bahwa SP2D sebelumnya memang telah dibukukan. Sehingga SP2D retur dilakukan cukup 60
dengan membalik transaksi sebelumnya. 6. Pertanyaan: Untuk Tahun Anggaran 2013, Akun yang digunakan untuk Pembayaran kembali retur Tahun Anggaran Yang Lalu menggunakan akun 827111 atau 827113?
7. Pertanyaan: Bagaimana cara membuat permohonan koreksi data ke KPPN untuk mengirim ulang SPM perbaikan apabila terdapat kesalahan dalam pembebanan akun dimana seharusnya honor pelaksana anggaran menggunakan 521115 tetapi dalam pencairannya menggunakan 521213?
Jawaban: Jawaban: Apabila dana retur pernah disetorkan ke kas negara maka pengembaliannya menggunakan kode akun 827113 (Pengeluaran Non Anggaran Kepada Pihak Ketiga Karena Kesalahan Rekening), namun apabila dana retur yang terdapat pada rekening tidak disetorkan ke rekening kas negara maka pada saat dikembalikan kepada Rekening Pihak Ketiga menggunakan akun 827111 (Pengeluaran Non Anggaran Pihak Ketiga karena kesalahan Rekening ) bukan akun 827113 .
Prosedur koreksi/ralat SPM diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor PER-89/PB/2011 tanggal 21 Desember 2011 tentang Mekanisme Pengiriman dan Koreksi Data pada KPPN. Secara garis besar, adalah dengan mengajukan surat permintaan koreksi data pengeluaran dan/atau potongan SPM/SP2D kepada KPPN (format surat terlampir dalam Perdirjen Perbendaharaan nomor PER89/PB/2011) yang dilampiri dengan Daftar Rincian Koreksi Data yang ditandatangani Kuasa 61
Pengguna Anggaran (Lampiran I PER-89/PB/2011); Copy SPM dan SP2D sebelum koreksi; SPM setelah koreksi; Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) Koreksi/Ralat SPM; dan ADK Koreksi SPM (SPM yang sudah diperbaiki). 8. Pertanyaan: Bagaimana perlakuan untuk sisa UP yang tidak dikembalikan pada tahun berjalan? Jawaban: Sesuai Perdirjen Perbendaharaan PER-37-PB/2012 tentang Langkah-langkah menghadapi akhir tahun anggaran pada pasal 22 ayat (4) menyatakan: Dalam hal Satker/Kuasa PA/Bendahara Pengeluaran sampai dengan akhir tahun anggaran tanggal 31 Desember 2012 tidak/belum menyetorkan sisa dana UP sebagaimana disebut pada ayat (1), kepada Satker/Kuasa PA yang bersangkutan tidak dapat diberikan pembayaran UP/TUP
dalam tahun anggaran berikutnya sebelum sisa dana UP tersebut disetorkan ke Kas Negara. Kalau perlakuan akuntansinya dimasukan ke Kas Lainnya dan Setara Kas. 9. Pertanyaan: Apabila setelah akhir tahun 2012 diketahui terdapat sisa LS perjalanan dinas yang belum disetor ke kas Negara, bagaimanakah perlakukan akuntansinya pada penyusunan laporan keuangan UAKPA 2012? Jawaban: Sisa LS yang belum disetor ke kas negara adalah merupakan Kas yang berada pada Bendahara Pengeluaran dan harus disetor ke kas negara. Perlakuan akuntansinya adalah kas tersebut dicatat pada neraca per 31 Desember 2012 sebagai Kas Lainnya Setara Kas pada bagian aset lancar dan pada sisi kewajiban dicatat Pendapatan yang Ditangguhkan. Kewajiban lancar ini muncul karena kas 62
tersebut merupakan pendapatan dari penerimaan kembali belanja Tahun Anggaran Yang Lalu (TAYL) yang harus segera disetor ke kas negara, akan tetapi sampai dengan tanggal pelaporan belum disetor. 10. Pertanyaan: Apakah perbedaan antara Reklasifikasi Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) menjadi barang jadi Penyelesaian pembangunan dengan KDP dalam aplikasi SIMAK? Jawaban: Reklasifikasi merupakan perubahan aset tetap dari pencatatan dalam pembukuan karena perubahan klasifikasi. Misal dari Bangunan Gedung Kantor Permanen menjadi Bangunan Gedung Darurat, Sementara untuk merubah KDP menjadi Aset Tetap Difinitif, dalam aplikasi digunakan menu penyelesaian pembangunan dengan KDP.
11. Pertanyaan: Apakah diperbolehkan Bendahara Pengeluaran Pembantu berasal dari non PNS? Jawaban: Bendahara Pengeluaran/BPP haruslah seorang pegawai negeri mengingat tuntutan perbendaharaan hanya bisa dilakukan kepada pegawai negeri 12. Pertanyaan: Kenapa hibah langsung berupa barang, di Lapoaran Realisasi Anggaran terbaca tapi di Laporan Arus Kas tidak muncul, baik untuk penerimaan maupun pengeluaran/belanjanya? Jawaban: Laporan Arus Kas menyajikan aktivitas yang terkait dengan uang tunai (kas), sedangkan hibah langsung berupa barang/jasa tidak ada transaksi yg melibatkan uang tunai 63
sehingga tidak muncul dalam Laporan Arus Kas. 13. Pertanyaan: Apakah dalam DIPA 2013 diperbolehkan biaya pengiriman barang berupa pengirman kendaraan dinas roda 2 dibebankan pada Akun 521114 (belanja pengiriman surat dinas pos pusat) ? Jawaban: Sesuai Perdirjen Perbendaharaan Nomor PER80/PB/2011 tentang Penambahan dan Perubahan akun Pendapatan, Belanja dan Transfer pada BAS tidak terdapat akun yang khusus menampung pengeluaran belanja pengiriman perjalanan dinas, sehingga pengeluaran untuk pengiriman kendaraan dinas roda dua dapat dibebankan ke dalam akun 521219 (Belanja Non Operasional Lainnya).
14. Pertanyaan: Apakah diperbolehkan belanja barang dalam akun pemeliharaan peralatan dan mesin yang melebihi nilai 300 ribu? misalnya pembelian baterai laptop yang telah rusak dengan harga 600 ribu dengan menggunakan akun 523121 Jawaban: Pengeluaran untuk keperluan pemeliharaan peralatan dan mesin, walaupun nilainya melebihi 300ribu, sepanjang tidak menambah masa manfaat, volume, kapasitas, dan/atau standar kinerja maka harus dibebankan ke dalam belanja barang dengan akun 523121 (Belanja Biaya Pemeliharaan Peralatan dan Mesin) atau 523129 ((Belanja Biaya Pemeliharaan Peralatan dan Mesin Lainnya).
64
15. Pertanyaan: Apakah honor pengelola keuangan bisa menggunakan Akun 521119 ? Jawaban: Honor Pengelola Keuangan pada satker tidak dapat dibebankan ke dalam akun 521119 (Belanja Operasional Lainnya), melainkan dalam akun 521115 (Belanja Honor Operasional Satker) untuk pengeluaran honor pejabat KPA, honor PPK, Penguji SPP dan penandatangan SPM, Bendahara dan Pemegang Uang Muka, Staf Pengelola Keuangan, Staf PNBP, Tim SAI (SAK dan SIMAK BMN). Sedangkan akun 521213 (Belanja honor Output Kegiatan) digunakan untuk pejabat pengadaan, panitia pengadaan, dan Panitia Pemeriksa Penerima Barang, untuk pengadaan barang yang tidak menghasilkan Aset Tetap.
65