PANDUAN MENGELOLA INFORMASI PUBLIK TERHADAP KEKERASAN ANAK
DIREKTORAT PENGOLAHAN DAN PENYEDIAAN INFORMASI DIREKTORAT JENDERAL INFORMASI DAN KOMUNIKASI PUBLIK KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA MEI 2013
Daftar Isi Daftar Isi .................................................................................................................................................. 2 Sambutan Direktur Pengolahan dan Penyediaan Informasi ................................................................... 3 Sambutan Direktur Jenderal Informasi Dan Komunikasi Publik ............................................................. 4 Pendahuluan ........................................................................................................................................... 5 Mengapa Diperlukan Suatu Panduan Mengelola Informasi Publik Tentang Kekerasan Terhadap Anak .................................................................................................................................................... 5
Tempat terjadinya Kekerasan ................................................................................................. 8
Persentase Lingkungan Kekerasan .......................................................................................... 9
Anak Sebagai Pelaku Kekerasan .............................................................................................. 9
Peran Media .......................................................................................................................... 13
Rekomendasi ......................................................................................................................... 17
Panduan ................................................................................................................................................ 19 Mengelola Informasi Publik Tentang Kekerasan Terhadap Anak ..................................................... 19
Kebijakan Perlindungan Anak ............................................................................................... 20
Kiat Kerjasama Dengan Media .............................................................................................. 21
Pengelolaan Isu ..................................................................................................................... 23
Tips Membuat Berita Tentang Kekerasan Terhadap Anak Yang Baik ................................... 24
Fakta Pemberitaan ................................................................................................................................ 28
Contoh Berita Memihak Korban ........................................................................................... 28
Contoh Berita yang Tidak Memihak Korban ......................................................................... 28
Contoh Aduan tentang Kekerasan di Media Televisi ............................................................ 30
Referensi ............................................................................................................................................... 32
Judul Paparan ........................................................................................................................ 32
Undang-Undang Perlindungan Anak..................................................................................... 32
Undang-Undang Kekerasan Terhadap Anak (KDRT) ............................................................. 32
Lampiran ............................................................................................................................................... 33
Sambutan Direktur Pengolahan dan Penyediaan Informasi Kekuatan Sebuah Publikasi Salam, The power of publicity atau kekuatan sebuah publikasi dapat lebih dahsyat dari gelombang Tsunami. Betapa tidak, publikasi yang dimuat di sebuah media massa dapat dengan begitu cepat beredar, menjangkau publik seluas-luasnya lintas wilayah, lintas golongan dan lintas waktu. Hal ini berkaitan dengan sebuah teori komunikasi yang dikenal sebagai “Cultivation Theory”, menggambarkan betapa sangat kuatnya pengaruh media massa terhadap pembentukan opini publik. Sedemikian rupa sehingga apapun yang dimuat atau diberitakan dalam sebuah media apakah itu cetak atau elektronik dapat mempengaruhi pembaca/pemirsa/pendengarnya. Seorang anak yang terobsesi dengan filem Superman misalnya, melakukan praktek terjun bebas tanpa ada rasa takut. Terkait dengan unsur-unsur di atas, khususnya pemberitaan/publikasi seputar Kekerasan Terhadap Anak yang marak terjadi belakangan ini, merupakan tanggungjawab kita bersama sebagai komunikator, apakah kita sebagai wartawan, praktisi hubungan masyarakat (humas) ataupun pengelola advertising agency, agar materi yang dilempar ke masyarakat tidak semakin memojokkan atau menambah penderitaan para korban. Untuk itulah, kami merasa sangat mendesak guna menyusun suatu Panduan Mengelola Informasi Publik tentang Kekerasan Terhadap Anak. Buku ini tidaklah dimaksud untuk mendikte sahabat-sahabat yang tentu saja sudah sangat ahli di bidang komunikasi. Panduan ini diharapkan dapat menjadi pegangan kita dalam membuat publikasi/pemberitaan yang lebih memperhatikan posisi anak-anak korban kekerasan. Pada kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kanit PPA Direktorat Reskrim Umum Polda DIY, Universitas Islam Negeri Yogyakarta Sunan Kalijaga, Universitas Negeri Yogyakarta, The Jakarta Post, Jogja dan Harian Bernas, Jogja yang telah memberi masukan berarti bagi penyusunan buku pedoman ini. Marilah kita gunakan kekuatan publikasi melalui sistem pemberitaan yang berimbang Dedet Surya Nandika Direktur Pengolahan dan Penyediaan Informasi Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika
Sambutan Direktur Jenderal Informasi Dan Komunikasi Publik Publikasi Ramah Anak
Salam, Aspek-aspek kehidupan masyarakat saat ini berkembang sedemikian rupa mengikuti perkembangan jaman termasuk juga teknologi informasi. Pergeseran nilai-nilai dalam keluarga merupakan salah satu aspek yang turut terpengaruh arus dinamika kehidupan. Mulai dari makna keluarga sebagai institusi terkecil namun dasar dalam masyarakat, hingga nilai seorang anak dalam keluarga. Kekerasan Terhadap Anak (KTA) yang marak terjadi di sekitar kita adalah sebuah kenyataan sangat memprihatinkan. Saya yakin setiap kita ingin melakukan apa saja yang dapat menekan tindak kekerasan, termasuk jika itu dapat meringankan penderitaan korban. Sebagai suatu institusi, Kementerian Komunikasi dan Informatika bukan saja banyak berhubungan dengan media massa, namun sangat dibantu dalam menjalankan perannya. Untuk itu kami ingin mengajak mitra pers, praktisi hubungan masyarakat (humas), pengelola advertising agency, dan siapa saja yang dalam pekerjaan atau profesinya banyak bersentuhan dengan pemberitaan atau publikasi, guna berbela rasa terhadap anak-anak korban kekerasan di negeri ini. Caranya, dengan, mengelola sedemikian rupa bentuk-bentuk pemberitaan dan publikasi agar lebih berperspektif pada sensivitas gender. Artinya, bagaimana didalam materi publikasi tersebut tidak semakin memperburuk penderitaan korban. Misalnya, menampilkan profil korban atau keluarganya secara jelas atau menggunakan katakata yang melecehkan korban. Semoga buku Panduan Mengelola Informasi Publik tentang Kekerasan Terhadap Anak ini dapat digunakan sebagai pegangan kita bersama untuk menyusun pemberitaan ataupun materi publikasi yang ramah anak, namun secara content tetap berkualitas, informatif dan edukatif.
Freddy H. Tulung Direktur Jenderal Informasi & Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika
Pendahuluan Mengapa Diperlukan Suatu Panduan Mengelola Informasi Publik Tentang Kekerasan Terhadap Anak Kasus-kasus kekerasan terhadap anak kian hari kian menunjukkan peningkatan yang signifikan baik dalam kuantitas maupun kualitas sebagaimana dilansir sejumlah lembaga terkait maupun organisasi peduli anak lainnya di tanah air. Kekerasan terhadap anak banyak terjadi dalam keseharian tanpa disadari, apakah itu di lingkungan keluarga, sekolah, pergaulan dan masyarakat. Lebih memprihatinkan, biasanya pelaku kekerasan berasal dari lingkungan terdekat anak itu sendiri. Salah satu penyebabnya adalah pergeseran nilai. Dulu ada istilah banyak anak banyak rejeki, namun di zaman sekarang ada anggapan itu berubah. Semakin banyak anak, hidup akan menjadi semakin sulit, arti kasarnya banyak anak akan membawa musibah. Permasalahan yang ada saat ini adalah
Masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang hak anak Masih belum samanya pemahaman Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah tentang kekerasan terhadap anak Penghapusan kekerasan terhadap anak belum menjadi prioritas Masih belum tersedianya data anak secara komprehensif di tingkat provinsi/kabupaten/kota Alokasi anggaran belum sepadan dengan kebutuhan program yang akan dilaksanakan Lemahnya koordinasi antar K/L (Kementerian/ Lembaga) Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota Masih belum seragamnya pemahaman aparat penegak hukum terhadap penerapan/pengenaan pasal-pasal dalam kasus–kasus perlindungan anak yang mengakibatkan lemahnya penegakan hukum .
(Sutarti Sadewo, perwakilan dari Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Disampaikan dalam acara FGD Panduan Mengelola lnformasi Publik Tentang Kekerasan Terhadap Anak Berperspektif Sensitivitas Gender, diselenggarakan Ditjen IKP, Kemkominfo,Yogyakarta, 27 Maret 2013)
Dari Perspektif Sosiologis, pengertian kekerasan itu sendiri cukup luas, bergantung dari bagaimana kita melihatnya. Kekerasan dapat bersifat structural atau simbolik. Jadi tidak hanya terbatas pada kekerasan yang bersifat fisik. Kekerasan anak yang bersifat struktural adalah kekerasan yang ditimbulkan oleh struktur-struktur buatan manusia seperti negara, agama, dan kapitalisme. Atas nama ideologi tertentu, aktor-aktor pelaku kekerasan struktural melakukan tindak kekerasan terhadap anak.
Kekerasan sruktural negara misalnya, melalui sistem pendidikan bisa juga melakukan tindak kekerasan. Misalnya, dengan pemberlakukan kurikulum sarat beban pada pendidikan prasekolah maupun sekolah dasar. Anak Taman Kanakkanak (TK) dijejali materi pelajaran yang padat seperti berhitung, membaca, dan menulis. Padahal usia anak pra sekolah adalah usia bermain, dan bermain adalah hak anak. Seharusnya TK hanya menjadi taman bermain, bukan tempat untuk menempa pengetahuan yang berlebihan. Jika itu yang terjadi maka hal itu merupakan bentuk kekerasan negara terhadap anak. Meminjam istilah Foucault, sekolah adalah sarana efektif untuk pendisiplinan. Namun, dalam beberapa hal pendisiplinan tak dapat diberlakukan secara seragam. Hal ini merupakan bentuk i kekerasan struktural lainnya terhadap anak sekolah yaitu penerapan metode pembelajaran yang top down, mendikte, dan behavioristik. Melalui metode ini, para guru memosisikan anak didik sebagai obyek pasif yang harus diberi informasi pengetahuan sekehendak guru. Siswa tidak diberi peluang untuk berpikir lain, dan menjadi subyek aktif yang mengembangkan imajinasi dan daya kreasi. Metode yang mematikan imajinasi siswa semacam itu masih banyak mewarnai cara mengajar di lembaga pendidikan kita. Selain pendidikan formal, pendidikan agama yang tidak memadai dapat pula menjadi suatu tindak kekerasan terhadap anak. Selama ini dengan mengatasnamakan Tuhan, anak disuruh berdoa dalam frekuensi tinggi dan menurut kerangka berpikir para orangtua. Berdoa adalah ajaran keutamaan yang baik, tetapi mestinya disesuaikan dengan dunia dan fitrah anak. Ketika binatang piaraan kesayangannya sedang sakit atau hilang misalnya, maka biarlah anak berdoa sesuai dengan dunianya yaitu untuk kesembuhan binatang piaraannya. Bukan dengan doa-doa, yang jika dicermati isinya, tentang dunia yang jauh dari mereka seperti peperangan atau kejahatan. Sehingga anak sejak dini sudah digelisahkan tentang surga dan neraka. Kapitalisme juga dapat menyumbang kekerasan struktural terhadap anak, bentuknya bisa lewat dunia hiburan, atau menjadikan anak sebagai obyek pasar. lklan-iklan banyak sekali yang menggunakan anak sebagai sarana akumulasi kapital, sehingga anak tereksploitasi oleh konsumsi. Anak dijadikan mesin hasrat untuk berkonsumsi. Akibatnya, dunia anak kehilangan kehangatannya untuk berinteraksi dengan Iingkungan sekitar. Tak heran jika sekarang, terutama anak kelas menengah, banyak yang terkena obesitas, dan kerapuhan tulang, karena kurang gerak. Industri mainan mengondisikan anak hanya sebagai obyek pasar dan menjadi kering interaksi sosialnya. Oleh perusahaan kapitalistik, anak-anak dibuat kehilangan daya sensitivitas sosialnya, karena hanya bermain dengan obyek material, game, dan playstation. Hal mana dapat dilakukan seorang diri, tanpa perlu teman bermain. Selain produk mainan, anak juga di suguhkan berbagai produk makanan yang sarat dengan kandungan karsinogenik. Berbagai jajan di sekolah memiliki
kandungan tinggi zat kimia, seperti pengawet, pewarna, pemanis, dan MSG. Jajanan tersebut ibarat vampire yang mengepung dalam canda-ria dunia anak. Harga murah, mudah didapat, gurih dan menarik secara penampilan. Akibatnya, jika disuruh memilih, mungkin sayuran dan buah-buahan menjadi pilihan kesekian bagi anakanak. Di luar kekerasan-kekerasan tersebut, terdapat pula kekerasan yang dilakukan oleh institusi keluarga akibat ketidaktahuan. Misalnya, anak ditaruh di depan ketika mengendarai sepeda motor, selain angin dan debu langsung menerpa, posisi anak tidak aman. Demikian halnya jika orangtua membiarkan anak-anak bermain di pinggir jalan, sungai, atau tempat berbahaya lain tanpa diawasi, atau ketika menyeberang jalan menempatkan posisi anak di sisi berlawanan arus lalu lintas. Kesemua itu adalah bentuk kekerasan struktural terhadap anak yang berbahaya, terjadi di mana-mana, tanpa disadari. (Disampaikan oleh Sugeng Bayu Wahyono, Dosen Sosiologi Universitas Negeri Yogyakarta, dan Pascasarjana Fisipol UGM, dalam FGD Panduan Mengelola lnformasi Publik Tentang Kekerasan Terhadap Anak Berperspektif Sensitivitas Gender, diselenggarakan Ditjen IKP, Kemkominfo,Yogyakarta, 27 Maret 2013)
Contoh-contoh kekerasan yang dijelaskan di muka hanyalah sebagian dari fakta kekerasan yang terjadi. Jika kita tinjau dari pengertian KTA itu sendiri, maka praktek kekerasan lebih luas lagi. KTA adalah semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik maupun emosional, pelecehan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial atau eksploitasi lain yang mengakibatkan cidera, ataupun kerugian nyata yang potensial membahayakan kesehatan , kelangsungan hidup , tumbuh kembang atau martabat anak. KTA dapat juga disorot dari sisi gender, terjadi pada anak perempuan maupun anak laki-laki. Biasanya dalam masyarakat patriarkhis, anak perempuan lebih rentan mengalami kekerasan dari pada anak laki-laki. Hal tersebut biasanya terjadi karena diskriminasi terhadap anak perempuan yang pada akhirnya menimbulkan kekerasan yang kompleks. Misalnya tentang warisan atau pendidikan. Bagi keluarga-keluarga dengan ekonomi terbatas, maka yang menjadi prioritas mengenyam pendidikan lebih tinggi biasanya pada anak laki-laki. Sangat disayangkan hingga saat ini belum ada data terpilah tentang kekerasan terhadap anak menurut jenis kelamin. Empat macam kekerasan terhadap anak lainnya dan yang umumnya terjadi adalah Kekerasan Anak Fisik, Kekerasan Anak Psikis, Kekerasan Anak Seksual dan Kekerasan Anak Sosial.
Tempat terjadinya Kekerasan Menurut Study on Violence against Children Outline ada lima tempat terjadinya kekerasan terhadap anak yaitu: Kekerasan di lingkungan rumah dan keluarga (Violence in the home and family) merupakan yang paling sering terjadi dimana orangtua memukul anaknya ketika sang anak berbuat salah ; Kekerasan di lingkungan sekolah dan lingkungan pendidikan (Violence in school and education settings) di lingkungan ini kerap terjadi kekerasan pada siswa baik yang dilakukan oleh para guru ataupun siswa lain ; Kekerasan di dalam Institusi lain, seperti perawatan/pengasuhan termasuk anak yang berkonflik dengan hukum (Violence in other institusional settings, orphanages, including children in conflict with the law); Kekerasan di komunitas dan jalan (Violence in the community and on the streets) yang biasanya terjadi pada lingkungan pengemis dan anak-anak jalanan; Kekerasan di lingkungan kerja (Violence in work situation).
Grafik berikut memberi gambaran tentang prosentase KTA menurut lingkungan dimana terjadi kekerasan tersebut. Data menunjukkan, tingkat kekerasan di lingkungan keluarga adalah yang tertinggi dibandingkan di lokasi lain yakni sekolah dan masyarakat. Sementara itu, tingkat kekerasan dengan anak sebagai pelakunya juga relatif tinggi.
Persentase Lingkungan Kekerasan
Sumber: Maria Ulfah Anshor – Paparan FGD Kekerasan Terhadap Anak, Yogya 27 April 2013
Anak Sebagai Pelaku Kekerasan Dalam kehidupan sehari-hari semakin banyak bermunculan kasus-kasus anak yang melakukan kekerasan pada anak-anak lain di lingkungan sekitarnya. Hal yang biasanya terjadi adalah anak melakukan tindak kekerasan kepada adik atau anak yang lebih muda dibandingkan dengan perlakuan kepada teman sebaya. Tindak kekerasan yang dilakukan anak bermacam-macam sebagaimana dapat kita ikuti pada grafik berikut.
Bentuk Kekerasan yang Sering Dilakukan oleh Anak
Sumber: Maria Ulfah Anshor – Paparan FGD Kekerasan Terhadap Anak, Yogya 27 April 2013
Bentuk tindak kekerasan yang paling sering dilakukan oleh anak kepada yang lebih muda/adik atau teman sebaya adalah “menjewer”, “mencubit“ dan “membentak dengan suara keras dan kasar”: Mencubit kepada yang lebih muda/adik persentasenya paling besar yaitu 51, 9 %, membentak dengan suara keras dan kasar 36,5 % dan terakhir menjewer sebesar 29%. Persentase kepada teman sebaya lebih rendah dibandingkan kepada yang lebih muda yakni mencubit sebanyak 44,1 %, membentak dengan suara kasar 26,1 % dan menjewer 21,8%.
Dominasi bentuk kekerasan yang terjadi di lingkungan keluarga
Sumber: Maria Ulfah Anshor – Paparan FGD Kekerasan Terhadap Anak, Yogya 27 April 2013
Kekerasan yang dialami oleh anak di lingkungan keluarga baik yang dilakukan oleh ayah, ibu maupun saudara, secara terperinci dapat dilihat pada tabel di atas sebagai berikut: Cubitan 51,1 % dilakukan oleh ibu, 32 % dilakukan oleh ayah dan diikuti oleh saudara sebesar 28,7 %. Kekerasan psikis dalam keluarga, seperti membandingkan dengan saudara /anak lainya, persentase ibu menempati urutan tertinggi sebesar 43.4%, diikuti 37,3 % yang dilakukan oleh ayah dan yang dilakukan oleh saudara sebesar 20 %. Kekerasan yang dilakukan dengan membentak dengan suara keras/kasar; persentase tertinggi sebesar 48,1% dilakukan oleh ayah, diikuti 45,5 % oleh ibu dan 31,7 % oleh saudara. Mengata-ngatai anak dengan menyebut anak bodoh, nakal, pemalas dan lainnya persentase tertinggi sebesar 35,3 % dilakukan oleh ayah, disusul ibu 29,9 % dan oleh saudara sebesar 22%. Ada tiga faktor yang menjadi pemicu KTA di dalam sebuah Keluarga Pertama, disfungsi keluarga, dimana peran orang tua tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Peran ayah sebagai pemimpin keluarga dan peran ibu sebagai sosok yang membimbing dan menyayangi, tidak ditemukan dalam keluarga. Kedua, faktor ekonomi, yaitu kekerasan timbul karena tekanan ekonomi atau kondisi keluarga yang mengalami himpitan ekonomi. Ketiga, pandangan keliru tentang posisi anak dalam keluarga. Orang tua dan saudara sekandung terutama kakak sering menganggap bahwa anak adalah seseorang yang tidak tahu apa-apa.
KTA di Sekolah Bentuk dan Pelaku
Sumber: Maria Ulfah Anshor – Paparan FGD Kekerasan Terhadap Anak, Yogya 27 April 2013
Kekerasan yang dialami oleh anak di lingkungan sekolah baik yang dilakukan oleh guru, teman sekelas dan teman lain kelas, secara terperinci dapat dilihat pada tabel diatas sebagai berikut: Dalam memberikan jeweran 31,8 % dilakukan oleh guru lalu 22 % dilakukan oleh teman sekelas dan diikuti oleh teman lain kelas sebesar 13,1 %. Kekerasan yang dilakukan dengan mencubit; persentase tertinggi sebesar 49,1% dilakukan oleh teman sekelas, diikuti oleh guru sebesar 36,9 % dan teman lain kelas sebesar 30,8 %. Kekerasan yang dilakukan dengan membentak dengan suara keras/kasar guru dan teman sekelas mempunyai posisi berimbang sebesar 34,8 %, sementara yang dilakukan teman lain kelas mencapai 24,8 %. Menghina dihadapan teman persentase tertinggi sebesar 29 % dilakukan oleh teman sekelas, diikuti oleh teman lain kelas sebesar 20,7 % dan oleh guru sebesar 13% Di luar tabel di atas, beberapa perlakuan yang mengacu pada tindak kekerasan terhadap anak oleh guru atau sekolah dapat berbentuk tekanan atau diskriminatif. Pada sekolah-sekolah favorite misalnya, dimana mereka saling berkompetisi terhadap hasil akhir sekolah yakni memicu anak-anak didik untuk meraih nilai tertinggi khususnya pada pelajaran-pelajaran prestise seperti Matematika, Pengetahuan Alam, Fisika. Di satu sisi hal ini mengabaikan anak-anak yang lemah di mata pelajaran tersebut, meski mungkin mereka dominan pada pelajaran lain seperti kesenian, bahasa atau olah raga. Pada kasus ini, sekolah kemudian tidak lagi memperhatikan proses belajar. Pada anak-anak yang dianggap dapat „merusak citra‟ yakni yang memiliki nilai rendah, hanya diberi dua pilihan, tidak naik kelas atau dinaikkan kelas tetapi pindah sekolah.
Kekerasan terhadap anak seringkali juga terjadi pada anak-anak dalam kondisi khusus misalnya anak-anak yang cenderung aktif atau mengarah autis. Pihak sekolah sejak awal menyadari kondisi anak-anak seperti ini, tetap menerima mereka untuk menjalani pendidikan bersama anak-anak lainnya. Namun dikarenakan anakanak khusus tersebut dalam beberapa hal tidak dapat menyeimbangi temantemannya baik dari segi sosial maupun kemampuan belajarnya, seringkali mendapat perlakuan menyakitkan secara fisik maupun emosional, pelecehan atau penelantaran. Ada beberapa faktor pemicu seorang guru berpotensi sebagai pelaku kekerasan: adanya masalah dalam keluarga masalah pribadi perspektif anak yang minim manajemen sekolah yang kurang profesional, sehingga anak menjadi objek bisnis sekolah sedang berada dalam tekanan, frustrasi, atau bermasalah mengajar sekadar “pekerjaan antara” sebelum mendapat pekerjaan lain yang dianggap lebih baik. Namun tidak semua sekolah selalu ada kekerasan, ada juga sekolah yang ramah anak, tidak ada bullying, baik secara fisik maupun psikis di dalam sekolah. Sarana dan prasarana didesain ramah dengan lingkungan siswa dan personalia sekolah terasa nyaman. Tidak hanya dalam ruangan kelas maupun di kantin, ada pemberitahuan mengenai makanan-makanan yang berbahaya bagi anak. Selain itu, kantin tersebut juga sudah disertifikasi oleh dinas kesehatan yang menyatakan bahwa makanan yang dijual bebas dari zat-zat berbahaya. Sekolah yang ramah anak harusnya juga menyediakan kontak-kontak penting di sekolah dan yang paling utama adalah tersedianya bimbingan konseling.
Peran Media Bagaimana kekerasan yang terjadi dapat diketahui? Ada beberapa cara dan akses untuk dapat mengetahui seberapa jauh dan seberapa tinggi tingkat kekerasan terhadap anak yang terjadi dalam masyarakat. Di bawah ini data-data relevan tentang kekerasan. Kekerasan Terhadap Anak (KTA) yang Dilaporkan, Ditemukan, Dan Dipantau Komisi Perlindungan Anak Indonesia:
Data Pengaduan KPAI Tahun 2011 - Maret 2013
Jenis Pengaduan Klaster/Bidang
Anak Bermasalah Hukum (ABH) dan Kekerasan
Tahun
Investigasi Langsung
Jumlah
Langsung
Surat
Telp
Media
Jan - Des 2011
109
105
47
492
5
758
Jan - Des 2012
157
118
212
1.287
6
1.780
Jan Maret 2013
27
0
0
291
4
322
Bagan di atas menunjukkan media-media yang digunakan oleh masyarakat untuk menyampaikan pengaduan Kekerasan Terhadap Anak (KTA), atau cara dari pihak-pihak terkait untuk memperoleh informasi seputar KTA. Dari data-data yang ditunjukkan, tampak bahwa sarana pengaduan yang banyak digunakan adalah melalui media massa. Bahkan peningkatan penggunaan media pada dua tahun terakhir sangat pesat. Pada kurun waktu Januari-Desember 2012 pengaduan melalui media mencapai 1.287 kasus. Sementara data per Maret 2013 telah mencapai 291 kasus, sangat signifikan dibanding 3 jenis saluran pengaduan lainnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa media massa memiliki peranan penting terhadap perkembangan isu-isu terkait sekaligus memberikan pengaruh terhadap pembentukan opini publik. Mengapa demikian? Dikarenakan kriteria dari media massa baik cetak maupun elektronik adalah menjangkau publik secara luas dan cepat, lintas wilayah dan lintas waktu.
Peran media massa juga dapat dilihat pada grafik berikut. Data Anak Bermasalah Hukum (ABH) dan Kekerasan
1.287
Jan - Des 2011 Jan - Des 2012 Jan - Maret 2013 492
157 109 27 Langsung
212
291
118 105
47
0 Surat
0 Telp Jenis Pengaduan
6 4
5
Media Investigasi Langsung
Sumber: Data olahan Direktorat Pengolahan dan Penyediaan Informasi, Kemkominfo, April 2013
Berdasarkan tren grafik diatas, data ABH dan kekerasan terhadap anak yang dilaporkan melalui media pada tahun 2012 tampak naik pesat dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan pemaparan di atas, maka sangat dipahami bahwa media merupakan sarana strategis dan efektif dalam hal pengelolaan informasi. Di satu sisi ada istilah bad news is good news yaitu berita yang „luar biasa‟ termasuk yang mengandung unsur kekerasan atau horor adalah yang dicari pembaca/pemirsa/pendengarnya Sifat dari pemberitaan semacam ini mengacu pada fungsi media massa sebagai sarana hiburan. Tetapi kita tak dapat mengabaikan fungsi lain dari media massa yakni sebagai sumber informasi, pendidikan, sekaligus kontrol sosial. Beberapa aspek dalam pemberitaan di media massa menyangkut hal-hal sebagai berikut,
Istilah koran kuning dan koran putih. Konotasi Koran kuning adalah media yang cenderung memuat berita-berita panas, mencekam, penuh sensasi, rumors atau gossip. Singkat kata, berita-berita yang seringkali tidak mengabaikan segi kualitas, akurasi, pun etika jurnalistik. Pada kenyataannya berita semacam ini banyak diminati khususnya oleh masyarakat golongan menengah ke bawah. Sedangkan Koran putih, dikenal sebagai media yang
dalam pemberitaan lebih mengedepankan kaidah-kaidah jurnalistik yang berlaku.
Sering terjadi media memproduksi berita yang datanya masih belum valid. Ini disebabkan oleh informasi yang bocor, sehingga wartawan mengetahui informasi lebih dulu dibanding orang yang berada langsung di institusi tersebut.
Media juga biasa bermain prosa atau ritme. Kadang media merekonstruksi sendiri kejadian melalui surat tanda bukti lapor, melakukan reka ulang sendiri dan dengan prosa sendiri.
Media kadang mem-blow up secara berlebihan. Kondisi dimana belum ada kesepahaman dan kesepakatan, antara pembuat keputusan (policy maker), aparatur penegak hukum, tentang kasus kekerasan terhadap anak.
Bukannya media tidak memberikan solusi, tetapi kasus itu selalu ada. Kadang media menghadapi situasi dimana saat informasi ditindaklanjuti dalam pemberitaan, belum selesai satu kasus, sudah ada kasus lainnya. Mereka tidak bisa melakukan indepth news. Melakukan follow up suatu kasus sering diabaikan karena untuk media cetak khususnya surat kabar harian, memproduksi berita setiap hari, mencari berita setiap hari, sehingga terkadang tidak fokus pada satu kasus karena kasus itu datang terus dan terus.
Contoh kasus kekerasan yang terjadi pada siswi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Wonokromo, Bantul, yang diblow-up secara besar. Kasus siswi MAN Wonokromo ini terjadi pada tahun 2011, tapi baru diblow-up tahun 2012. Salah seorang siswi dilecehkan oleh guru yang juga tetangga korban. Pada kasus ini, terkesan korban di diskriminasi, diteror oleh pihak sekolah. Guru sebagai peran utama sempat dipindah, tapi hanya sementara waktu. Kemudian ia kembali mengajar di MAN Wonokromo, sehingga korban sering berhadapan dengan pelaku. Hal ini membuat korban mengalami trauma, teringat kejadian yang telah dia alami. Akibatnya, korban yang termasuk siswi pandai, mengalami penurunan prestasi. Tanpa tedeng alingaling, sekolah mencabut beasiswa Bantuan Operasional Sekolah (BOS)-nya dicabut. Pada saat persidangan, tidak dihadirkan hakim perempuan, padahal ini kasusnya pelecehan seksual terhadap perempuan. Setelah adanya desakan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), baru diajukan hakim perempuan. Dalam persidangan, kuasa hukum pelaku berupaya mencari kesalahan korban. Antara lain, korban dianggap penipu yakni dengan mencuri umur saat mendaftar sekolah. Jadi pada saat
kejadian, korban sudah berumur 18 tahun dan dianggap sudah bukan anakanak lagi. Selain itu, korban juga dituduh memalsukan surat tanda lahir serta dianggap memanipulasi data ijasah pada waktu SMP. Ditambah lagi, selama persidangan, korban harus bersaksi dihadapan pelaku dan dikonfrontir dengan pelaku. Dalam vonis, pelaku dibebaskan dan kembali mengajar di MAN Wonokromo.
Dalam kasus ini, walaupun media sudah memblow-up secara besar-besaran, tapi korban tetap menjadi pihak dirugikan. Pelaku tetap bebas mengajar di sekolah yang sama dan beasiswa korban tetap dicabut.
Memberikan perlindungan yang aman terhadap anak dan berperspektif terhadap gendernya, bukan hanya diberikan media, tetapi juga oleh stakeholder yang lain serta penegak hukum (Disampaikan oleh Rosihan Anwar, Staf Redaksi Bernas, Jogja, dalam FGD Panduan Mengelola lnformasi Publik Tentang Kekerasan Terhadap Anak Berperspektif Sensitivitas Gender, diselenggarakan Ditjen IKP, Kemkominfo,Yogyakarta, 27 Maret 2013)
Rekomendasi Dari berbagai penjelasan mengenai kekerasan terhadap anak diatas, berikut adalah beberapa rekomendasi dari Kementerian dan pihak terkait, seperti Kepolisian dan pihak media yang dapat mengurangi tindak kekerasan terhadap anak, diantaranya adalah: dari pihak K/L Mendorong informasi yang dapat diterima publik secara sistemik, meliputi isi hukum (content of law), struktur hukum (structure of law) dan budaya hukum (culture of law). Mendorong informasi KTA dan penanganannya secara komprehensif (kesehatan, sosial dan hukum) yang mudah diakses dan tanpa diskriminasi. Informasi yang mendorong terwujudnya pengarus utamaan perlindungan anak dalam kebijakan pembangunan di pusat dan daerah Mempublikasi model-model perlindungan anak yang sistemik, sebagai kebijakan nasional, seperti Sekolah Ramah Anak (SRA) yang didukung oleh struktur dan aparatur yang memadai untuk mengawal implementasi dan pengawasannya. Menyosialisasikan atau menyebut bahwa salah satu kriteria kota ramah anak adanya Telepon Sahabat Anak (TeSA) 129. Menginformasikan lembaga-lembaga layanan terhadap korban KTA meliputi kesehatan, sosial dan hukum yang dapat diakses oleh semua korban KTA di semua level, di perkotaan dan perdesaan tanpa diskriminasi. Menginformasikan cara dan alur rehabilitasi terhadap korban KTA yang dilakukan secara komprehensif dan tuntas di tingkat komunitas.
Informasi yang dapat mendorong peningkat pengawasan publik berbasis komunitas terhadap berbagai tindak kekerasan terhadap anak dengan meningkatkan saran dan prasarana, ketrampilan Sumber Daya Manusia yang memadai semacam Tim Reaksi Cepat Satgas Pengawasan Anak. dari pihak Kepolisian Republik Indonesia Kepolisian Republik Indonesia, mengeluarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus (RPK) dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi Atau Korban Tindak Pidana. Dalam peraturan ini, ada mekanisme pelayanan tugas dalam memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan terhadap anak. Penerimaan laporan/aduan dari masyarakat dalam masalah perempuan dan anak sebagai korban kejahatan/kekerasan, dilayani oleh Polisi Wanita (Polwan), anggota Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA), yang selanjutnya dibawa ke RPK unit PPA. Jika kondisi korban kritis, lakukan tindakan penyelamatan dengan merujuk ke pusat pelayanan terpadu atau rumah sakit terdekat. Untuk mencari dan mengumpulkan barang bukti, lakukan verifikasi pembuatan laporan oleh anggota UPPA dan bila perlu mendatangi tempat kejadian perkara. Untuk kasus yang tidak memenuhi unsur pidana, upayakan bantuan melalui konseling dan pendekatan psikologis/kerjasama dengan fungsi yang tersedia di lingkungan Polri, instansi terkait/mitra kerja di luar Polri. Apabila diperlukan, dapat merujuk korban ke pusat pelayanan terpadu/ rumah sakit, lembaga bantuan hukum, psikolog, lembaga swadaya masyarakat/instansi terkait lainnya. Bila kasus yang ditangani memenuhi unsur pidana akan dilakukan penyidikan perkara, dalam hal ini diperlukan koordinasi yang harmonis antara unit PPA dengan pengemban/pelaksana fungsi pelayanan masyarakat dan penyidik/penegak hukum, baik dilingkungan Polri maupun diluar lingkungan Polri.
Panduan Mengelola Informasi Publik Tentang Kekerasan Terhadap Anak
Pada bab sebelumnya telah diuraikan data-data mengenai kekerasan terhadap anak, dimana angkanya makin meningkat dari tahun ke tahun dengan jenis kekerasan yang makin beragam dan hampir sebagian besar pelaku kekerasan dilakukan oleh orang tua. Telah dijelaskan juga faktor-faktor pencetus kekerasan dan banyak aspek mengapa kekerasan dalam lingkungan keluarga kerap terjadi dimana keluarga seharusnya menjadi tempat yang nyaman untuk tumbuh kembang anak. Berbicara mengenai kekerasan secara umum, maka kita bisa memulai dari bagaimana kekerasan terjadi dilihat dari tahapannya. 1. Sistem nilai 2. Realitas sosial ekonomi, budaya 3. Perilaku
Pada tingkat sistem nilai yang dibentuk dari filsafat Pancasila, budaya dan agama, maka sistem nilai
sebenarnya akan membentengi masyarakat dari
kekerasan, membuat masyarakat menjauhi kekerasan. Namun, pada kenyataannya tingkat realitas sosial , ekonomi dan budaya, membuat sistem nilai tidak berdaya mencegah kekerasan yang ada di masyarakat. Jika negara tidak berwibawa mencegah kekerasan yang terjadi di dalam masyarakat, dengan sendirinya kekerasan akan meluas. Kekerasan disini bukan hanya kekerasan fisik, tetapi lebih luas lagi. Banyak kasus
kekerasan yang ada di masyarakat disebabkan oleh kemiskinan,
penggangguran, pendidikan yang rendah, dan kebodohan. Contoh lain yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan sesuatu yang patut dibanggakan. Di satu sisi kondisi ini memungkinkan tumbuhnya golongan kelas ekonomi menengah dengan daya beli yang tinggi. Namun, karena tidak diikuti dengan antisipasi terhadap kesejangan ekonomi yang makin lebar, sehingga melahirkan kekerasan di masyarakat. Interpretasi agama yang salah di masyarakat juga dapat melahirkan kekerasan. Misalnya, ajaran bahwa istri dan anak yang bersalah boleh dipukul.
Bukan nilai-nilai dalam agamanya yang salah namun intreprentasi masyarakat yang tidak tepat. Itulah beberapa contoh bagaimana sistem nilai yang tidak teraplikasi dengan baik ketika dihadapkan pada realitas sosial di masyarakat. Hal itu akan melahirkan masyarakat yang secara tak sadar melestarikan kejahatan. Program-program Kementerian seyogyanya memahami realitas kehidupan mayarakat. Untuk itulah, kebijakan informasi publik yang disusun oleh pemerintah harus mampu menyentuh tatatan kehidupan masyarakat.
Kebijakan Perlindungan Anak Kebijakan Perlindungan Anak dilakukan dengan pendekatan sistem yang komprehensif. Artinya, sistem yang menangani kekerasan dimana berbagai isu ditangani secara komprehensif dan terintegrasi, bukan terpisah, reaktif, dan ad hoc. Komponen sistem perlindungan anak tersebut berada dalam kerangka legal dan perundang-undangan yang memiliki dua unsur. Pertama, Sistem Kesejahteraan Sosial untuk Anak dan Keluarga yang meliputi dukungan keluarga, pengasuhan anak, konseling, kesehatan, pendidikan. Kedua, Sistem Peradilan, mencakup pengasuhan anak, peradilan anak, adopsi, saksi dan korban anak. Sistem Perlindungan Anak sendiri merupakan strategi yang meliputi pencegahan dan penanganan anak dari segala bentuk kekerasan , eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah. Upaya pencegahan dan penanganan digolongkan kedalam tiga tingkat yakni : 1) Pencegahan dini (layanan primer) 2) Pengurangan resiko ( layanan sekunder) 3) Penanganan (layanan tersier) Adapun langkah-langkah pencegahan mencakup hal-hal sebagai berikut, o Perkuat resiliensi keluarga untuk menghadapi guncangan seperti akses terhadap transfer sosial dan kemampuan pengasuhan orangtua o Tegakkan hukum o Kembangkan strategi perubahan perilaku yang berdasarkan fakta o Dokumentasikan kasus-kasus dan penyelesaiannya serta sebarluaskan praktik-praktik perubahan perilaku, program dan kegiatan yang baik dan berhasil. o Tingkatkan anggaran untuk peningkatan kesadaraan dan perubahan perilaku serta pastikan bahwa layanan pendukung juga tersedia
Banyaknya kasus kekerasan yang dilihat, didengar dan dilaporkan oleh masyarakt dan sebagian besar dimuat di media, disatu sisi merupakan hal yang baik. Artinya, masyarakat memiliki keberanian dan kepedulian untuk terlibat aktif dalam perlindungan anak, peduli terhadap tumbuh kembang anak dan sadar akan hak-hak yang dimiliki oleh serorang anak. Dari sisi media sendiri, dengan adanya Convention on the Rights of the Child (CRC) yang disahkan oleh Majelis Umum PBB berdasarkan Resolusi 44/23 Tahun 1989 dimana CRC ini mencakup Perlindungan, Kelangsungan Hidup dan Perkembangan Anak, maka ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh media. Bagaimana media meliput dan menayangkan suatu berita mengenai kekerasan terhadap anak, baik anak sebagai korban maupun anak sebagai pelaku kekerasan. Hendaknya peliputan dan pemberitaan fokus terhadap kepentingan si anak untuk perlindungan, kelangsungan dan perkembangan anak, membantu masa pemulihan pasca trauma, mendorong anak untuk terus bangkit dan beradaptasi dengan lingkungan pasca kekerasan. Jika pemberitaan tidak mempunyai unsur-unsur tersebut dan hanya menjadikan sebagai komoditi atau headline berita saja maka sangat disayangkan bahwa anak hanya sebagai komoditi. Sementara peran media hanya sebagai pencitraan. Kementerian / Lembaga, Humas, LSM, tokoh masyarakat, pihak sekolah bisa bekerja sama dengan media dalam peliputan dan pemberitaan mengenai kasus kekerasan terhadap anak, baik anak sebagai korban maupun sebagai pelaku. Hendaknya pemberitaan berimbang dengan memperhatikan hak-hak anak dan bukan menambah beban penderitaan anak atau mengekspose penderitaan anak sebagai bahan komersil berita. Berikut adalah kiat-kiat bekerjasama dengan media mulai dari awal peliputan sampai selesai pemberitaan. Pemantauan isi liputan hendaknya dilakukan terus menerus dan memperhatikan efek hasil pemberitaan, baik dari sisi si anak maupun dari sisi masyarakat sebagai pembaca. Apakah pemberitaan tersebut memberikan pembelajaran yang berharga bagi masyarakat, lingkungan sekitar, pihak-pihak terkait (keluarga, sekolah, peradilan)? Bagaimana efek dari pemberitaan itu terhadap si anak? Apakah menambah trauma si anak atau membantu proses pemulihannya ?
Kiat Kerjasama Dengan Media
Pesan Utama
Identifikasi dan selesaikan 2-3 hal yang ingin Anda jelaskan.
Selalu kembalikan wawancara/diskusi ke inti persoalan
Bicara dengan satu suara
Apabila bekerja dalam koalisi, pastikan agar semua anggota memahami pesan-pesan yang dikomunikasikan kepada pers.
Sebaiknya ditetapkan seorang juru bicara.
Berikan pers data selengkap-lengkapnya terkait persoalan yang akan ditulisHubungi pers secara langsung
Lakukan langkah proaktif - jangan hanya merespons isu-isu yang sudah menjadi berita, tapi berikan berita dan siaran pers.
Tulis surat kepada editor untuk memancing perdebatan – surat tersebut harus singkat dan langsung ke pokok persoalan
Berikan informasi yang mudah dipahami
Berikan informasi tertulis yang singkat dan jelas – misalnya, paket informasi atau pengarahan pers. Ini bisa meliputi informasi kontak, informasi mengenai isu yang diadvokasi, latar belakang isu, informasi mengenai pandangan yang bertentangan, fakta dan data statistik.
Jangan ragu berhadapan dengan pers, karena sebetulnya kita saling membutuhkan. Kita sebagai nara sumber, sementara pers memerlukan data dan informasi dari kita.
Bila kita yang berkompeten menghindar dari pers, mereka tetap punya cara untuk memperoleh informasi dari pihak lain termasuk pihak yang mungkin kurang memahami inti persoalan
Pengarahan/siaran pers
Ketahui tenggat dan waktu paling tepat untuk menghubungi pers.
Siapkan paket pers pada semua kegiatan.
Berikan pengarahan latar belakang sehingga para wartawan dapat melakukan penyelidikan sendiri.
Jadilah narasumber yang terpercaya
Jadilah narasumber yang terpercaya sehingga pers datang menemui dan untuk mendapatkan informasi resmi mengenai berbagai aspek kekerasan terhadap anak. Keterpercayaan saat berhubungan dengan para aktor yang peduli terhadap perlindungan anak dari kekerasan sangat berkaitan dengan tingkat keahlian teknis.
Tampil di TV dan radio
Tetap fokus pada pesan-pesan utama.
Adakan pelatihan teknik wawancara.
Evaluasi sosialisasi/advokasi
Catat dan evaluasi liputan pers serta belajarlah dari sosialisasi /advokasi sebelumnya.
Media memainkan peran sangat penting dalam mempromosikan pengawasan publik atas pelaksanaan perlindungan anak dari kekerasan dan dalam menyebarkan informasi mengenai reformasi perlindungan anak. Kementerian atau lembaga dapat bekerja sama dengan media untuk memperkuat kampanye, sosialisasi atau advokasi peningkatan kesadaran dan advokasi mereka. Para wartawan dan pihak lainnya yang bekerja dibidang media belum tentu mengenal perspektif perlindungan dan pemenuhan hak anak serta isu-isu kekerasan terhadap anak atau memahami cara berbicara maupun mendapatkan informasi dari anak-anak. Selain itu, belum ada atau mungkin sedikit sekali panduan atau kebijakan yang berperspektif perlindungan dan pemenuhan hak anak di lembaga-lembaga media itu sendiri. Kementerian atau lembaga dapat bekerja sama dengan media untuk melatih mereka mengenai bagaimana mengumpulkan informasi dan membuat laporan mengenai kasus-kasus dan isu-isu kekerasan terhadap anak dengan cara yang peka terhadap perspektif perlindungan dan pemenuhan hak anak. Kesulitan media untuk mengakses anak sebagai saksi atau korban dari pelanggaran HAM tertentu seperti pemerkosaan, dapat didukung oleh kementerian atau lembaga dan para pendamping yang memfasilitasi proses ini. Termasuk dalam menyediakan pelayanan dan bantuan yang diperlukan kepada korban yang mau mempublikasikan kisah mereka.
Pengelolaan Isu
Setelah kita mengetahui keuntungan bekerjasama dengan media, maka hal yang tak kalah penting adalah mengetahui kiat-kiat K/L dan Organisasi Sosial agar lebih efektif memanfaatkan media. K/L dan Organisasi sangat penting memiliki hubungan baik dengan media, agar pesan-pesan yang disampaikan oleh K/L dan Organisasi sampai kepada masyarakat dengan baik. Kiat-kiat dalam Pengelolaan Isu:
Manfaatkan media untuk menyebarkan pesan-pesan advokasi kepada masyarakat sasaran yang luas.
Adakan kerja sama dengan surat kabar , stasiun radio masyarakat dan stasiun televisi lokal, serta gerai media pemerintah.
Berikan pelatihan kepada para wartawan dan pihak-pihak lainnya yang bekerja di bidang media mengenai perlindungan dan pemenuhan hak anak dari kekerasan dan penggunaan bahasa yang peka terhadap perspektif anak. a. Undang media hanya apabila ada hal penting yang ingin disampaikan. b. Apabila Anda menggunakan data statistik, pastikan data tersebut akurat
Tampil di TV dan radio a. Tetap fokus pada pesan-pesan utama. b. Adakan pelatihan teknik wawancara.
Evaluasi sosialisasi/advokasi Catat dan evaluasi liputan pers serta belajarlah dari sosialisasi /advokasi sebelumnya.
Hal selanjutnya adalah Pembuatan Laporan Media yang tanggap terhadap perspektif anak. Dalam mengomunikasikan gender para wartawan harus menyadari bahwa masyarakat bisa terpinggirkan karena gender mereka. Oleh karena itu, kita harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti:
Siapa yang diliput?
Dari perspektif apa?
Melalui lensa mana?
Mencerminkan stereotipe masyarakat yang mana?
Apakah berita tersebut membantu memajukan perlindungan dan pemenuhan hak anak atau bahkan kesetaraan dan kesamaan gender dalam masyarakat. Atau, apakah berita tersebut disampaikan dengan cara yang mendukung sikap dan nilai-nilai tradisional?
Apakah masalah wanita atau pria dipisahkan dari masalah masyarakat secara umum?
Tips Membuat Berita Tentang Kekerasan Terhadap Anak Yang Baik
Melaporkan Kekerasan
Framing dan Konteks
a. Ketika suatu tindak kekerasan terjadi, sangat disarankan dalam melaporkan kejadian tersebut wartawan tidak hanya terpaku pada kejadian saat itu melainkan juga bagaimana peristiwa tersebut berproses dan terjadi. Dengan cara ini wartawan bisa menyajikan konteks dari suatu peristiwa dan memberikan pembaca gambaran yang lebih komprehensif. Ini bisa dilakukan dengan menggali lebih dalam latarbelakang suatu kejadian, kondisi atau situasi tertentu yang menyertai kejadian itu. b. Laporan yang hanya terfokus pada kejadian dan menekankan kekerasan langsung, tidak memberikan penjelasan mengapa suatu tindak kekerasan terjadi. Menjelajahi akar penyebab kekerasan dengan menganalisis konteks kejadian memungkinkan pembaca memahami bahwa suatu fenomena kekerasan tertentu adalah masalah bersama dari para pemangku kepentingan termasuk masyarakat secara luas.
Menyiasati Kompleksitas a. Ketika menghadapi kejadian yang kompleks, kecenderungan yang banyak terjadi di kalangan wartawan adalah menyederhanakan kerumitan. Hal ini dilakukan antara lain dengan cara terburu-buru mengatakan bahwa tindak kekerasan yang terjadi adalah hasil dari suatu kegilaan tanpa terlebih dahulu menggali informasi yang lebih lengkap mengenai peristiwa tersebut. b. Pelaporan yang baik menuntut wartawan untuk mengidentifikasi banyak pemangku kepentingan dalam suatu kejadian, mengeksplorasi kepentingan di belakang posisi masing-masing pemangku kepentingan dan memberi mereka kesempatan untuk mengekspresikan perspektif dan kebutuhan masing-masing.
Nilai Layak Berita a. Pemilihan berita sebaiknya didasarkan pada relevansi dari berita tersebut bagi pembaca. Tanpa relevansi, jurnalisme akan kehilangan fungsinya sebagai penyedia informasi dan hanya menjadi hiburan semata yang lebih mengedapankan unsur kekerasan, darah dan air mata, emosi dan selebritas demi pertimbangan laku jual semata. b. Dengan pertimbangan relevansi, nilai berita dilihat sebagai panduan untuk mencari cerita yang relevan, cerita yang memiliki dampak terhadap orang lain termasuk para pemimpin dan masyarakat pada umumnya, serta cerita yang memiliki kepentingan kemanusiaan.
Penggunaan Bahasa a. Bahasa memberikan tantangan yang besar kepada wartawan saat melaporkan suatu tindak kekerasan terhadap anak. Pemakaian kata-kata sensasional dan bombastis terkadang digunakan sekadar untuk menarik pembaca dan menaikkan oplah tanpa melihat dampaknya terhadap korban maupun pelaku, terutama apabila pelaku kekerasan adalah juga anak. b. Hindarilah pengunaan istilah-istilah yang stereotip, menggeneralisasi dan memberi label yang tidak perlu dan tidak relevan pada pelaku maupun korban kekerasan anak. c. Penggunaan nama samaran atau membuat samar gambar pelaku atau korban kekerasan anak di media untuk menyembunyikan identitas yang bersangkutan seringkali tidak ada artinya, karena bagian lain dari berita yang sama seringkali memberi petunjuk yang jelas akan identitas pelaku atau korban kekerasan anak.
Menciptakan Keseimbangan a. Keseimbangan masih sering dipahami sebagai keseimbangan kuantitatif yang memberikan alokasi waktu atau kolom yang sama panjang kepada para pihak yang terkait. Keseimbangan seperti ini tidak menjamin keseimbangan kualitatif yang memberikan kesempatan yang sama pada para pemangku kepentingan untuk menjelaskan perpektif dan kebutuhan mereka. b. Keseimbangan kualitatif tidak tercipta oleh posisi waktu atau panjang kolom yang sama melainkan karena kualitas komentar yang dibuat. Sumber-sumber tidak biasa seringkali justru melengkapi cerita dengan perspektif yang tidak biasa juga. c. Untuk representasi yang memadai dari para aktor yang terlibat, wartawan harus menyeimbangkan perspektif mereka berdasarkan relevansi isi cerita dan keterlibatan para actor, bukan pada pengukuran kuantitatif.
Perlakuan Terhadap Pembaca a. Bagaimana wartawan melihat dan memperlakukan pembaca atau pemirsanya menentukan bagaimana mereka melihat peran mereka sebagai pelapor kebenaran dan bagaimana mereka menentukan strategi pelaporan. b. Perspektif wartawan, khususnya manajemen media, yang melihat pembaca atau pemirsa sebagai penerima pasif dari akhir mata rantai produksi, membenarkan gaya pelaporan hiburan yang lebih murah dan
lebih cepat diproduksi serta tidak memerlukan banyak sumber dana keuangan dan manusia. c. Wartawan dengan pandangan yang sebaliknya, melihat pembaca sebagai anggota aktif dari masyarakat yang menggunakan informasi yang diberikan media untuk membuat keputusan yang relevan bagi kehidupan mereka sendiri. Mereka melihat pembaca tidak hanya memiliki hak atas informasi tetapi juga memiliki kebutuhan akan informasi yang signifikan. Dengan begitu, wartawan meresponnya dengan menyediakan akses informasi berkualitas tinggi dan berorientasi kebenaran tanpa memihak.
Fakta Pemberitaan Untuk memperoleh persepsi yang sama terhadap pemberitaan berperspektif pada sensivitas gender, berikut adalah beberapa contoh pemberitaan di media massa tentang kekerasan terhadap anak. Ada pemberitaan yang memihak korban, ada juga pemberitaan yang tidak memihak korban atau malah menjadikan korban sebagai hiburan. Sebagai contoh, mengambil berita tentang seorang guru yang melakukan tindak kekerasan seksual terhadap muridnya. Contoh Berita Memihak Korban
No
Tanggal
Media
Judul
1
1 Maret 2013
Kompas.com
Jokowi Dukung Guru Asusila
2
3 Maret 2013
Kompas.com
Kadisdik DKI: Siswi Korban Seharusnya Tak Dimunculkan
3
3 Maret 2013
RakyatMerdekaOnline
4
1 April 2013
Kompas.com
Oknum Guru Ditindak Tegas
Sanksi
Cabul
Pengacara: Satu Bukti Wakepsek Jadi Tersangka
untuk
Harus
Lagi,
Note: Diambil berita yang paling memihak pada korban
Kategori berita yang dimaksud memihak pada korban adalah mendekati aspekaspek berikut: mengedepankan kaidah jurnalistik, tidak menyebut/menampilkan nama ataupun figur korban secara jelas namun menggunakan initial nama, tidak mengekspolitasi korban maupun keluarganya semata-mata untuk unsur hiburan. Contoh Berita yang Tidak Memihak Korban
No
Tanggal
Media
Judul
1
1 Maret 2013
Kompas.com
MA "Ngamuk" Dituduh Pacaran dengan Guru. (Judul dianggap melecehkan kredibilitas korban)
2
1 Maret 2013
Kompas.com
Guru Diduga Lecehkan Siswi "Ngaku" Hanya Korban. (Judul dianggap melecehkan kredibilitas korban)
3
3 Maret 2013
RakyatMerdekaOnline
Kadis Pendidikan DKI: Guru Cabul SMAN 22 Tetap Dicopot! (Ilustrasi dianggap melecehkan korban)
4
1 April 2013
Kompas.com
Korban Pelecehan Seksual Terintimidasi Respons di Internet. (Ilustrasi dianggap melecehkan korban)
5
23 April 2013
RakyatMerdekaOnline
Pencabulan Guru Pada Murid Adalah Perbuatan Jahiliyah. (Ilustrasi dianggap melecehkan korban)
Note: Diambil berita yang paling menjadikan korban sebagai hiburan
Kategori berita yang dimaksud menjadikan korban sebagai hiburan adalah mendekati aspek-aspek berikut: menggunakan judul atau kata-kata yang melecehkan korban, menyebut/menampilkan nama ataupun figur korban secara jelas, mengekspolitasi korban maupun keluarganya semata-mata untuk unsur hiburan.
Contoh Aduan tentang Kekerasan di Media Televisi Contoh-contoh berikut diharapkan dapat memberi gambaran nyata kepada kita sebagai pihak yang memberitakan, menyiar atau mempublikasikan suatu materi/informasi, bahwasanya masyarakatpun secara kritis menolak unsur-unsur yang bersifat kekerasan khususnya terhadap anak. Nama
:
Adha Ardiyono
Daerah
:
JAWA TENGAH
Aduan
:
Pada sinetron ini (apakah ada judul sinetronnya?) ada adegan Preman menendang perut wanita (Aisyah). Sungguh tidak pantas, karena akan mempengaruhi psikologi pemirsa.
Sumber
:
http://kpi.go.id/index.php/lihat-aduan/view-submission/239
Nama
:
Ryan Rahadi
Daerah
:
JAWA TENGAH
Aduan
:
Acara televisi "Oh Ternyata" memberikan contoh-contoh negatif seperti pembunuhan, balas dendam, dan sebagainya yang tidak patut ditayangkan pada jam-jam primetime.
Sumber
:
http://kpi.go.id/index.php/lihat-aduan/view-submission/238
Nama
:
Januar Trisuna Fahmi
Daerah
:
JAWA BARAT
Aduan
:
Kenapa ada iklan obat kuat yang notabene diperuntukan bagi orang dewasa di Stasiun Televisi khusus anak? Saya perhatikan iklan tersebut tayang pada jam-jam di mana anak-anak banyak menonton acara kesukaan mereka. Adik saya berumur 8 dan 5 tahun menggemari acara di Space Toon, karena memang acaranya banyak diperuntukan bagi anak-anak. Tapi kenapa ada iklan obat kuat pada jam di mana anak-anak banyak menonton? Mohon maaf jika terdapat kesalahan kata.
Sumber
:
http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-aduan/view-submission/231
Nama
:
HARIYANTO
Daerah
:
DKI JAKARTA
Aduan
:
saya keberatan penayangan berita kejahatan ibu yang membunuh anaknya dengan dibenamkan ke air, hal ini bisa menjadi semacam foto copy terhadap orang lain yang potensi berbuat jahat atau cenderung bisa ditiru, mohon KPI bisa melarang semua berita dan tayangan terkait dengan kejahatan seksual dan pembunuhan, terima kasih
Sumber
:
http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-aduan/view-submission/190
Sumber: pojok aduan – www. kpi.go.id
Referensi Judul Paparan
1. KEKERASAN TERHADAP ANAK BERPERSPEKTIF SENSITIF GENDER Maria Ulfah Anshor, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) 2. MASUKAN UNTUK FGD MENGELOLA INFORMASI PUBLIK TENTANG KTA - Sutarti Sadewo, Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 3. PERAN UPPA DALAM PENANGANAN KORBAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK - Wiwik Dwi Khoriyanti, Kanit PPA Direktorat Reskrim Umum, Polda DIY 4. KEKERASAN TERHADAP ANAK (PERSPEKTIF SOSIOLOGIS) - Sugeng Bayu Wahyono, Dosen Universitas Negeri Yogyakarta 5. MELIPUT DAN MENULIS BERITA KEKERASAN TERHADAP ANAK - Sri Wahyuni, Redaktur Biro Yogyakarta, The Jakarta Post.
Undang-Undang Perlindungan Anak (UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK) Undang-Undang Kekerasan Terhadap Anak (KDRT) (UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA)
Lampiran
Bagi masyarakat, keluarga atau sekolah jika menghadapi persoalanpersoalan kekerasan, sebaiknya mengetahui jalur untuk melakukan pengaduan. Kalau itu bisa dilakukan, anak bisa protes terhadap tayangan yang tidak benar, berani mengadu, itu akan luar biasa. Berikut ini daftar kontak telpon, alamat dan lembaga terkait pengaduan terhadap masalah anak. KPAI Jl. Teuku Umar 10-12 Menteng Jakarta Pusat, 10350 Telepon : 021-31901446, email:
[email protected]. Hubungi: Bapak Hendra dan Bapak Rizky Komisi Nasional Perlindungan Anak Jl. TB. Simatupang No.33 13760, Hotline Service 021-87791818, Telepon : 021- 8416157, Fax : 021-8416158, email:
[email protected] TeSA 129 (Telepon Sahabat Anak 129) Kemkominfo, Jl. Medan Merdeka Barat No. 9 Gedung Belakang B Lantai Dasar, Jakarta Pusat, 10110, Telepon: 129 www.tesa129.org Kepolisian RI Direktorat Reserse Kriminal Umum, Subdit Remaja Anak dan wanita, Jl. Jenderal Sudirman No. 55 Jakarta 12190. Telp (021) 5234302, 5234240. Fax (021) 5234070 Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Jalan Medan Merdeka Barat No. 15, Jakarta 10110. Telepon (021) 3842638, 3805563 Faksimile (021) 3805562, 3805559 Jalan Abdul Muis No.7, Jakarta 10110. Telepon (021) 34835456 Situs: www.menegpp.go.id
DAFTAR SEMENTARA PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK (P2TP2A) Nama Kabupaten/Kota
Nama dan Alamat
Contact Person
Kabupaten Pidie Jaya NAD
P2TP2A KABUPATEN PIDIE JAYA
2.
Kab. Nias (Sumut) Dibentuk: 2008
3.
Kab. Bireuen (NAD) Dibentuk: 2009
4.
Kab. Aceh Timur (NAD) Dibentuk: 2008
5.
Kab. Aceh Tamiang (NAD) Dibentuk: 2006
P2TP2A KABUPATEN NIAS Jl. Kartini I Kelurahan Pasar Gunung Sitoli, samping Dinas Kesehatan Kab. Nias HP: 081362074772/0813614 60944/ 085297042577 P2TP2A Kab. Bireun Jalan Medan-Banda Aceh Desa Paya Lipah Kecamatan Peusangan Kab. Bireun P2TP2A Kabupaten Aceh Timur Jl. Peutua Husen, Gampong Jawa Idi Rayeuk-Aceh Timur Telp/Fax. 0646.21213 E-Mail: p2tp2a_acehtimur@yah oo.com Blog: Info.P2TP2A Aceh Timur P2TP2 Kabupaten Aceh Tamiang
Penanggungjawab Bupati Pidie Jaya Pembina : Asisten I Kab. Pidie Jaya Koordinator : Kepala BKBPP Pidie Jaya Ketua : Kabid PP dan PA Pidie Jaya Ketua: Ros Okti Harefa Sekretaris: Christian Zai, Msi, APT
6.
Kab. Nias (Sumut) Dibentuk: 2008
7.
Kab. Tanah Datar (Sumbar) Dibentuk: 2006
1.
P2TP2A KABUPATEN NIAS Jl. Kartini I Kelurahan Pasar Gunung Sitoli, samping Dinas Kesehatan Kab. Nias HP: 081362074772/0813614 60944/ 085297042577 P2TP2A ”Luhak Nan Tuo” Kabupaten Tanah Datar Jl. MT
Ketua: Dra. Asma AR Sekretaris: Nurmi, SE
Ketua Jamaluddin Sekretaris: Nursyamsiah
Ketua: Kabag Sosial Sekretaris: Dewi Trianingsih, S.Ag Ketua: Ros Okti Harefa Sekretaris: Christian Zai, Msi, APT
Kepala Badan Taskin PMPKB: N.DT. Panduko, SH
8.
Kab. Solok (Sumbar) Dibentuk: 2007
9.
Kab. Agam (Sumbar) Dibentuk: 2008 10. Kota Sawahlunto (Sumbar) Dibentuk: 2008 11. Kota Bukittinggi (Sumbar) Dibentuk: 2009 12.
Kab. Limapuluh Kota (Sumbar) Dibentuk: 2009
13.
Kab. Batang Hari (Jambi) Dibentuk: 2008
14.
Kabupaten Tebo (Jambi) Dibentuk: 2009
15.
Kota Batam (Kepri) Dibentuk: 2004 Kab. Lampung Timur (Lampung) Dibentuk: 2007
16.
17. 18.
19.
Haryono No. 10 Batusangkar Telp. 0752-73792 P2TP2A Kabupaten Solok
Ketua: Ny. Ar Suarman Sekretaris: Nurhasanah, SH P2TP2A “Siti Manggopoh” Kabupaten Agam P2TP2A Kota Arang Ketua Umum: Yendri Ye’ti Sawahlunto Erizal Sekretaris: Wisadono P2TP2A ”Saayun Ketua Umum: Ir. Hj. Salangkah” Kota Asmet Amziz Sekretaris: Bukittinggi Upik Sri Yunani, SPd Dra. Nurhuda P2TP2A “Luak Nan Ketua Umum: Ir. Nurmis Bonsu” Kabupaten Madiati, MT Sekretaris: Limapuluh Kota Jalan Hj. Yenni Elvi, Amd.Keb Raya Negara Km-7 Tanjung Pati. Kecamatan Harau Kab. Limapuluh Kota Telp.0752-7754181 P2TP2A Kabupaten Ketua Umum: Ny. Batang Hari - Jl. Gajah Yunninta Syahrirsah SY Mada Kelurahan Rengas Sekretaris Umum: Zulkifli, Condong, Kecamatan S.IP Muara Bulian - Setda Pemda Kabupaten Batang Hari Jl. Jend Sudirman No. 1 Muara Bulian Telp: 074321045 Fax : 0743-21005 Pusat Pelayanan Terpau Ketua: Kabid Pemberdayaan Pemberdayaan Perempuan dan Anak Perempuan BPPKB Kab. (P2TP2A) Kabupaten Tebo Sekretaris: Tebo - Sekretaris Dinas Kesehatan Kab. Tebo - Sekretaris BPPKB Kab. Tebo
Shelter P2K2PA Jl. Ir. Sutami Sekupang Forum Pelayanan Terpadu Tindak Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Kab. Lampung Kab. Lampung Pos Pelayanan Terpadu Selatan (Lampung) Pemberdayaan Perempuan Dibentuk: 2006 (P2TP2) di 10 Kecamatan Kabupaten Belitung P2TP2A Kabupaten Dibentuk 2010 Belitung Jl. Jend. Achmad Yani 12 Tanjungpandan Belitung Kota Bandung (Jabar) (UPT P2TP2A) “BALE Dibentuk: 2002 KARYA WANOJA” JL. IBRAHIM ADJIE NO. 84 KOTA BANDUNG TLP/FAX (022) 7230875
Nurmadiah (0778) 7042003 Ketua: Direktur RSUD Sukadana Sekretaris: Kabag Sosial Setdakab Lampung Timur
0719 - 21288
20.
Kab. Sukabumi (Jabar) Dibentuk: 2007
21.
Kab. Kuningan (Jabar) Dibentuk: 2009 Kab. Cirebon (Jabar) Dibentuk: 2008
22.
P2TP2A “BUMI PUTRI MANDIRI” Jl. Palbuan II No. 171 Sukabumi Telp: 0266-226988/0266-230736 P2TP2A Kabupaten Kuningan Tim Gugus Tugas P2TP2A “SUMBER KASIH SAYANG” Kab. Cirebon
23.
Kab. Bogor (Jabar) Dibentuk: 2008
P2TP2A “SAYAGA”
24.
Kab. Purwakarta (Jabar) Dibentuk: 2008
P2TP2A Kabupaten Purwakarta
25.
Kota Bogor (Jabar) Dibentuk: 2009
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Bogor
26.
Kota Cirebon (Jabar) Dibentuk: 2009
27.
Kota Tegal (Jateng) Dibentuk: 2004 Kab. Sragen (Jateng) Dibentuk: 2004
28.
29. 30.
31.
32.
Kab. Kebumen (Jateng) Dibentuk: 2007 Kab. Banyumas (Jateng) Dibentuk: 2006 Kota Pekalongan (Jateng) Dibentuk : 2006 Kota Surakarta (Jateng) Dibentuk: 2006
Ketua: Kabag Pemberdayaan Perempuan Sekretaris: Ismini, BA Ketua: Kabag PP Setda Kab. Cirebon Sekretaris: Kabag PP Setda Kab. Cirebon Ketua: Eusi Hidayat Sekretaris: Hj. Ivic Codariah Ketua: Kepala Bidan KB dan PIA Kab. Purwakarta Sekretaris: Kasi Pengembangan Sumber Daya dan Organisasi Perempuan Ketua: Hj. Fauziah Dani Budiarto (Ketua TP PKK Kota Bogor) Sekretaris: Kabid PP dan PA (BPM dan KB Kota Bogor) Ketua Umum: Ka BPM, PP dan KB Kota Cirebon Sekretaris: Kasubbid PA
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Cirebon Pusat Pelayanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak (PUSPA) ”Dewan Perlindungan Perempuan dan Anak” (DPPA) Jl. Aipda KS Tubun no. 48 Kuwung Sari, Sragen Kulon Sragen 57212 Telp: 0271-5890131 P2TP2A ”KARTIKA” (Kebumen, Aman, Ramah, Anti Kekerasan) Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Penanganan Kekerasan Berbasis Gender dan Anak Kabupaten Banyumas Lembaga Perlindungan Perempuan Perempuan dan Remaja (LPPAR) Jl. Majapahit No. 7 A Pekalongan a. Tim Pelayanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Surakarta (PTPAS) Kota Surakarta b. Tim Penanganan Korban Korban Kekerasan berbasis Gender untuk Perempuan dan Anak
Ketua: Ny. Hj. Suparmi Wiyono (Ketua TP PKK Kab. Sragen) Sekretaris: Murdiyanti, SE (Kabag PP Setda Kab Sragen)
Koordinator Umum: Kepala DKRPP dan KB Kota Surakarta
33.
Kota Magelang (Jateng) Dibentuk: 2007
34.
Kab. Klaten (Jateng) Dibentuk: 2009
35.
Kab. Wonosobo (Jateng) Dibentuk: 2006
36.
Kab. Rembang (Jateng) Dibentuk: 2006 Kab. Jepara (Jateng) Dibentuk: 2005
37.
38.
Kab. Grobogan (Jateng) Dibentuk: 2006
39.
Kab. Purworejo (Jateng) Dibentuk: 2009
40.
Kab. Bantul (DIY) Dibentuk: 2006
41.
Kab. Sidoarjo (Jatim) Dibentuk: 2002
42.
Kota Madiun (Jatim) Dibentuk: 2005
P2TP2A ”CAHAYA MAGELANG” Jalan Pahlawan No. 92 Magelang. 56126 Telp: 0293-362461 P2TP2A ”Mutiara” Kabupaten Klaten
Ketua: Ketua TP PKK Kota Magelang Sekretaris: Kabid KS, PP dan BPM, PKB Ketua: Hj. Yani Sunarna (Ketua TP PKK Kab. Klaten) Sekretaris: Rocgaeningsing Ssos, Msi (Bag. Kesra) Ir. Lilik Retno Andriyani HP: 08122785145
Komite Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Berbasis Gender Jalan Sindoro No 2-4 Wonosobo 56311 Telp. 0286-322218 Fax. 0286321183 Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Remaja (TKP2AR) Kabupaten Rembang Tim Pelaksana Korban Ketua: Sekda Kabupaten Tindak Kekerasan Jepara Sekretaris: Kabag Terhadap Perempuan dan Pemberdayaan Masyarakat Anak Kabupaten Jepara Setda Kabupaten Jepara Lembaga Pelayanan Ketua Umum: Drs. Pudjo Terpadu Korban Albachrun, Msi Sekretaris Kekerasan berbasis Umum: Nunik Gender dan Anak Sungkowowati, SH ”SWATANTRA” Kab. Grobogan Jalan Gatot Subroto No 6 PurwodadiGrobogan Jawa Tengah 58111 Telp: 0292421040 pes 211 P2TP2A Kabupaten Ketua: Dr. Lina Purworejo Kurniawati, MPH (Ka BKBdan PPA) Sekretaris: Murdiyati, SE (Kabid PPPA, Badan KB dan PPA) FPK2PA (Forum Ketua: Drs. Supriyono, MM Penanganan Korban Sekretaris: Dra. Kekerasan thd Suprihastuti Perempuan dan Anak. d/a: Kompleks Rumah Dinas Bupati, Trirenggo Bantul Telp. 0274367333 Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (P3A) Kabupaten Sidoarjo P3A Sidoarjo 031 8057037 08121706225 Luluk Fauziati 08123091570 Arie Cahyono 081332008909 Suagustono Tim Pengelola Pusat Ketua Umum: Sekda Kota Pelayanan Terpadu Madiun Sekretaris: Kabid Perlindungan dan Anak Peningkatan PP (P2T-P2A) Kota Madiun
43.
Kota Surabaya (Jatim) Dibentuk: 2007
44.
Kab. Bondowoso (Jatim) Dibentuk: 2007
Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (PPT-P2A) Kota Surabaya Jalan Jaksa Agung Suprapto No. 10. Surabaya Telp/Fax : 0315464707 Hotline KDRT Kota Surabaya 7003-9191 Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Bondowoso
Pacitan (Jatim) Dibentuk: 2008
Ketua Pelaksana: Erba Uliantari, SH, Msi Sekretaris: Dra. Nismawati, Mkes Dra. Sri Endah H
Ketua: Kepala Kantor PP Kab. Bondowoso Sekretaris: Unsur dari Kantor PP Kab. Bondowoso
P2TP2A Kabupaten Pacitan d/a: BKBPP Kabupaten Pacitan Jl. Imam Bonjol No. 1 Pacitan. Telp: 0357-881315 Fax : 0357-881134 Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Buleleng
Kepala BKBPP Dr. Eko Budiono, MM Ketua: Ketua TP PKK Kab. Pacitan
Kab. Karangasem (Bali) Dibentuk: 2007
P2TP2A Kabupaten Karangasem Alamat: Jalan Teuku Umar No. 2 Amlapura, Karangasem Telp: 0363-23242 HP : 08174722289 / 081236539298
Katua: Kepala BPPKB Sekretaris: Kabid PP dan PA Pelaksana Pelayanan: 1. Ni Nyoman Suparni 2. Ni Made Rusmini
Kabupaten Jembrana Dibentuk tahun 2011
P2TP2A Kabupaten Jembrana
Kab. Bima (NTB) Dibentuk: 2008
P2TP2A “ASRI “ KABUPATEN BIMA
Pelindung : Bupati Jembrana Ketua : Kepala Kantor PPKB Kab. Jembrana Sekreataris : Kepala Seksi Kantor PPKB Kab. Jembrana Ketua: Drs. Abdul Wahab, SH Sekretaris: Marfuah Saleh, SSos
Kab. Lombok Barat (NTB) Dibentuk: 2007
Pusat Pelayanan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Lombok Barat P2TP2A Kota Kupang d/a: Setda Kota kupang Jl. Perintis Kemerdekaan No. 1 Kupang Telp: 0380-833106 Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2) Kab. Timor Tengah Selatan P2TP2A „PERMATA KHATULISTIWA” KOTA PONTIANAK Alamat: Jl. Ampera Kelurahan Sungai Jawi Kecamatan Pontianak Kota. Prov. Kalimantan Barat Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Sambas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TPA) Kabupaten
Kab. Buleleng (Bali) Dibentuk: 2007
Kota Kupang (NTT) Dibentuk: 2007 Kab. Timor Tengah Selatan Dibentuk : 2009 Kota Pontianak (Kalbar) Dibentuk: 2007
Kab. Sambas (Kalbar) Kab. Nunukan (Kaltim) Dibentuk: 2007
Ketua: Kepala Kantor PMD Kab. Buleleng Sekretaris: - Kasi PP Kantor PMD - Kasub Binkesmas, Dinas Kesehatan - Kasubbag Pemuda OR dan PP.
Ketua Umum: Sekretaris: Baiq Fuji Qadami, SH Ketua Dra. Hanifa Z. Yoesoef, MSi Sekretaris: Drs. Gusti Beribe Ketua: Ny. Louisa Fobia-Mella Sekretaris: Rosalin Therik SIP
Ketua: Sekda Kab. Sambas Sekretaris: Ka Badan PP dan KB Kab. Sambas Ketua: Astuty Zainuddin, HZ Sekretaris: Dian Prima (DWP)
Nunukan Kota Bontang (Kaltim) Dibentuk: 2010 Kab. Kutai (Kaltim) Dibentuk: 2009 Kota Banjarmasin (Kalsel) Dibentuk: 2009
P2TP2A Kota Bontang
Kab. Hulu Sungai Utara (Kalsel) Dibentuk: 2009
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Hulu Sungai Utara P2TP2A Kota Manado d/a Jl. Pomurow, Kelurahan Tingkulu Manado 95119 Telp: 031-875007
Kota Manado (Sulut) Dibentuk: 2009
P2TP2A Kab Kutai Di Tenggarong Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Banjarnasin
Ketua Harian: Yurliani, SH (Kepala Pusat Studi Gender Unlam) Sekretaris: Hannnasiah, SE (Kasubbid PPA) Ketua: Hj. Mis Anawiyah Sekretaris: Ahmad Nawawi Abdurrauf, S.Ag Ketua: Ny. Adelina MonarehMokalu, SPd Sekretaris: Dra. Helena Kereh
Kab. Bolaang Mongondow (Sulut) Dibentuk: 2009
P2TP2A Kabupaten Bolaang Mongondow
Kab. Parigi Moutong (Sulteng) Dibentuk: 2004
P2TP2A ” DJENGI NTONAMBARU PUTRI ” Kabupaten Parigi Moutong Jl. Trans Sulawesi No.06. Parigi. Telp : 0450 – 21887 0450 – 21448. Fax : 0450 – 21887 0450 – 21448. P2TP2A “Madani” Ketua Umum: Ny. Hj. Mariati H. Ponulele Sekretaris: Zulfiah, S.Sos P2TP2A Kota Palu Ketua Umum: Ny. Hj. Vera Rusdy Mastura Sekretaris: Irmayanti Pettalolo, SSos Pusat Pelayanan Terpadu Ketua: Ny. Ir. Zahra nurdin, Pemberdayaan Perempuan dan Msi Sekretaris: Anita Rachman Anak (P2TP2A) Kota Kendari (SP Kendari) P2TP2A Kota Makassar d.a. Bag. Ketua: Ir. Hj. Norma Bakir Pemb. Perempuan Setda Kota Sekretaris: Dra. Hj. Raminah Makassar Jl. Achmad Yani No.2 Makassar 90111 Telp: 316006 Pusat Pelayanan Terpadu Kepala: Ny. Ritha S. Sukur, SE Perempuan dan Anak (P2TPA) Sekretaris: Ny. Salma Yusuf, Kabupaten Buru SH
Kab. Donggala (Sulteng) Dibentuk: 2008 Kota Palu (Sulteng) Dibentuk: 2006 Kota Kendari (Sultera) Dibentuk: 2008 Kota Makassar (Sulsel) Dibentuk: 2007 Kab. Buru (Maluku) Dibentuk: 2008
Ketua: Dra. Hj. Mokoginta Rachmi Sekretaris: Erni Tungkagi