UNTUK Pendamping Anak
Anak adalah Anugerah: STOP Kekerasan terhadap Anak
KOMINFO
Anak adalah Anugerah: Stop Kekerasan Terhadap Anak
KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL INFORMASI DAN KOMUNIKASI PUBLIK DIREKTORAT PENGOLAHAN DAN PENYEDIAAN INFORMASI
BUKU Anak adalah Anugerah: Stop Kekerasan Terhadap Anak PENANGGUNG JAWAB Freddy H. Tulung (Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik) REDAKTUR PELAKSANA Siti Meiningsih (Direktur Pengolahan dan Penyediaan Informasi) PENGARAH (Menteri Komunikasi dan Informasi) (Sekretaris Jenderal Kemkominfo) EDITOR Wahyu Aji PENULIS Farida Dewi Maharani Fera Setia Aditya Ranadireksa Fauzan Dwi Raharjo Dewi Farida Simatupang Aida Susilowati Rosmiati DESAIN Elisa Putri Andini Dyah Septiani
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
i ii
SAMBUTAN Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik
iv
SAMBUTAN Deputi Bidang Perlindungan Anak
iv vi
KATA PENGANTAR Direktur Pengolahan dan Penyediaan Informasi
iv viii
BAB I Hak Anak
1-7
BAB II Jenis Kekerasan Anak
8-19
BAB III Kejahatan Seksual terhadap Anak
20 -43
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
44-64
BAB V Pencegahan Kekerasan terhadap Anak
65-75
iii
SAMBUTAN Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika R.I.
Menentukan
K
ami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan ridho-Nya buku “Anak adalah Anugerah: STOP Kekerasan Terhadap Anak” ini dapat terbit untuk menjadi pendamping kepada masyarakat, khususnya kepada orangtua, tenaga pendidik, pendamping anak-anak yang kami hormati. Anak merupakan awal mata rantai yang sangat menentukan wujud dan kehidupan suatu bangsa di masa depan. Oleh karena itu, mempersiapkan generasi penerus sebagai pewaris bangsa yang berkualitas berarti membangun dan mensejahterakan kehidupan anak sedini mungkin. Sehingga setiap anak Indonesia
ii iv
memiliki kesempatan seluas-luasnya untuk mengungkapkan diri dalam berbagai kegiatan positif. Membangun anak tanpa kekerasan pada hakekatnya merupakan momentum yang penting untuk menggugah kepedulian maupun partisipasi seluruh orangtua, tenaga pendidik, guru, dan pendamping anak. Terutama, dalam menghormati dan menjamin hak-hak anak tanpa membedabedakan (diskriminasi), memberikan yang terbaik bagi anak, menjamin semaksimal mungkin kelangsungan hidup dan perkembangan anak serta menghargai hakhak anak. Buku bimbingan untuk orang dewasa
ini dimaknai sebagai momentum untuk terus berupaya meningkatkan sekaligus mengajak seluruh komponen bangsa yaitu orangtua keluarga serta masyarakat termasuk pemerintah dan negara untuk melaksanakan kewajiban dan tanggungjawabnya sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sehingga anak kita merasa aman dan terlindungi. Buku bimbingan orang dewasa ini sangat penting mengingat kejahatan seksual makin marak dan anak-anak usia 3 – 12 tahun menjadi korban. Pelaku kejahatan seksual, biasanya, orang-orang dekat dan mengenal
kebiasaan anak-anak sehingga orangtua, guru, kakek, nenek, pendamping anak ekstra ketat melindungi buah hati tercinta.
Harapannya, buku ini benar-benar dirasakan kehadirannya dengan dijadikan rujukan atau referensi ketika mendampingi anak-anak.
Semoga dengan kehadiran buku ini, masyarakat dapat meneguhkan dalam melindungi kekerasan anak. Semoga.
Jakarta, Maret 2015
v iii
SAMBUTAN Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Perlindungan Anak
Sebagai Prioritas Pembangunan
K
asus kekerasan terhadap anak seakan tidak ada habisnya sebagai sorotan media karena kasus kekerasan terhadap anak ini merupakan fenomena sosial yang sangat memprihatinkan. Terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak (GN AKSA) sebagai salah satu respons kebijakan dari Pemerintah yang merupakan ‘alarm’ dari kritisnya kondisi anak Indonesia saat ini Adanya bahan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
vi
bagi masyarakat oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika merupakan salah satu media kampanye yang efektif dalam melakukan asistensi publik untuk tetap waspada terhadap potensi yang mengancam anak. Pemerintahan yang dipimpin oleh Bapak Presiden RI, Bapak Joko Widodo, mempertegas kepentingan perlindungan anak Indonesia menjadi prioritas utama di setiap bidang pembangunan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mendapat mandat untuk
secara bersama-sama dengan kementerian dan lembaga lainnya melakukan upaya menyediakan informasi untuk perlindungan bagi anak termasuk salah satunya dengan terbitnya Buku “Anak adalah Anugerah: STOP Kekerasan Terhadap Anak” oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Bahan bacaan ini dapat menjadi bahan pembelajaran bagi masyarakat tentang pentingnya perlindungan anak, yang merupakan upaya primer perlindungan anak. Buku ini bertujuan menambah edukasi dan informasi yang akurat dan relevan terkait kasus kekerasan
terhadap anak khususnya kekerasan seksual. Nilai informasi yang ingin disampaikan melalui Buku ini agar kasus kekerasan terutama kekerasan seksual dapat terminimalisir di masyarakat dengan langkahlangkah pencegahan, serta memampukan masyarakat untuk dapat mengidentifikasi terjadinya kasus kekerasan seksual di sekitarnya dan
menguatkan anak agar dapat mendeteksi dan memproteksi dirinya dari potensi yang membahayakan di lingkungan sekitarnya. Peran masyarakat secara aktif melakukan perlindungan anak sangatlah diperlukan, karena keluarga saja tidak cukup untuk melindungi anak dari lingkungan yang kadang tidak ramah atau layak bagi pertumbuhan dan keselamatan mereka.
Kami sangat menghargai upaya menyusun buku in sebagai referensi publik yang Bapat digunakan bagi siapa saja. Akhirnya, saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika beserta seluruh jajarannya yang tetap konsisten dalam upaya melindungi anak serta kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini.
Jakarta, Maret 2015
DR . Wahyu Hartomo, M.Sc
VII
KATA PENGANTAR Direktur Pengolahan dan Penyediaan Informasi Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika R.I.
Berpihak Pada Anak
P
uji dan syukur kami panjatkan kehadirat Yang Maha Kuasa, berkat ridho-Nya buku pendamping untuk orang dewasa ini dapat diterbitkan. Jumlah kasus kekerasan pada anak Indonesia terus meningkat. Kasus pelanggaran hak anak meliputi kekerasan, penelantaran, ekploitasi, perdagangan anak, serta penculikan. Ini sangat mengkhawatirkan. psikis, dan seksual pada anak yang terjadi merupakan fakta yang tidak bisa disembunyikan. Padahal secara yuridis formal perintah melindungi anak-anak dari kekerasan sudah terpateri dalam Undang-Undang Nomor viii iv
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dan tindak kekerasan pada anak sangat kompleks. Guna mencari solusi dibutuhkan keterlibatan berbagai pihak, yakni keluarga, pendidik, masyarakat, dan pemerintah. Anggota keluarga, masyarakat, dan pemerintah harus memahami hak anakanak dan semaksimal mungin untuk memenuhinya. Semua harus paham bahwa anak bukan hak milik yang bisa diperlakukan seenaknya. Mereka memiliki hak yang perlu disosialiasi dan diadvokasi terhadap hak-hak anak. Untuk itulah, pemerintah telah
berupaya menangani kasus kekerasan anak dengan menerbitkan buku pendamping untuk orang dewasa sebagai langkah yang berpihak pada anak dan merupakan upaya perlindungan kekerasan terhadap anak Indonesia. Sebagai contoh tidak ada batasan yang jelas antara menyiksa dan mendisiplinkan pada anak usia lima tahun. Anak harus dihukum supaya jera dan tidak mengulangi perbuatan yang dilarang. merasa terancam, merasa gelisah, dan cemas juga dialami oleh anak. Nah, untuk kasus tersebut, orangtua perlu memahami perkembangan anak. Di usia lima sampai
delapan tahun, anak sedang berada pada tahap ingin menunjukkan kemampuan mereka ingin berkreasi. Jadi tidak semua tindakan anak merupakan kenakalan, mereka tidak tahu bahwa tingkah lakunya salah atau kurang tepat. Dengan demikian, orang tua perlu
bijak melihat tindakan anak. Kesemuanya itu perlu kecerdasan orang tua menyikapi tingkah laku anak pada usia-usia tertentu. Dengan menularkan pola asuh yang benar di kalangan orang tua, tenaga pendidik, dan pendamping
diharapkan salah satu akar persoalan tentang kekerasan anak dapat diobati. Tiada gading yang tak retak. Demikianlah ungkapan untuk menerima kritik dan masukan dari pembaca yang budiman akan kekurangan buku ini.
Jakarta, Maret 2015
ix V
BAB I
Hak Anak Setiap Anak Harus Dilindungi Perjuangan Terhadap Hak Anak Prinsip Dasar Hak Anak Pentingnya Pemenuhan Hak Anak
BAB I Hak Anak
1
Setiap Anak Harus Dilindungi
A
nak merupakan anugerah sekaligus titipan Tuhan yang sangat bernilai. Karenanya mereka harus dijaga, baik oleh keluarga, masyarakat, maupun negara. Untuk itulah masa perkembangan anak menjadi tanggungjawab bersama.Hak-hak dasar mereka harus terpenuhi.
Siapa yang harus memenuhi? Orangtualah yang paling utama yang harus memenuhi hak anak. Selain itu, setiap orang dewasa serta negara bertanggungjawab terhadap pemenuhan hakhak dasar tersebut. Anak perlu dilindungi karena pada dasarnya setiap anak terlahir dengan segenap potensi yang baik. Namun pola asuh dan lingkungan yang salah selama masa perkembanganlah yang dapat menghambatnya dalam tumbuh dan berkembang. Emosi anak yang belum sekuat orang
“
Setiap anak juga perlu dilindungi karena mereka merupakan makhluk yang lemah.
“
2
BAB I Hak Anak
dewasa membuat mereka rentan mengalami trauma. Sedangkan anak yang mengalami trauma akan kesulitan memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya. Misalnya ketika orangtua memaksa anak agar cepat memahami pelajaran sekolah dengan membentak dan mengeluarkan kata-kata yang keras, maka akan sangat mungkin anak menjadi tertekan, minder, atau justru kesulitan dalam belajar. Padahal setiap anak memiliki karakter unik yang perlu dihadapi dengan pendekatan yang berbeda. Karena itu sangat tidak bijak apabila kita memaksakan standar sebagai orang dewasa kepada anak-anak yang masih dalam tahap tumbuh kembang. Standar kita sebagai orang dewasa misalnya: disiplin, belajar dan berusaha dengan keras, menggunakan waktu seefektif dan seefisien mungkin, dan hal-hal lain yang penuh dengan aturan. Anak masih belum bisa dipaksa untuk menyesuaikan dengan semua standar tersebut. Mereka masih perlu waktu untuk bermain, mencoba dan berbuat kesalahan, serta belajar dengan caracara yang menyenangkan.
Perjuangan Terhadap Hak Anak
A
nak-anak akan terus lahir di dunia. Namun berbagai bentuk kekerasan terhadap anak masih saja terjadi sejak dulu sampai sekarang. Hal ini menandakan masih banyak yang kurang bahkan tidak peduli dengan hak anak. Selama ini, pemahaman yang umum berkembang di masyarakat adalah orangtualah yang paling berhak dan wajib memenuhi hak-hak anak. Padahal, sesungguhnya
“
Anak-anak kita belum sepenuhnya berada di lingkungan yang aman.
“
Selain itu, anak harus dilindungi karena sifatnya masih tergantung pada orang dewasa. Artinya, mereka rentan terhadap berbagai perlakuan salah antara lain eksploitasi, kekerasan, diskriminasi, pengabaian, hingga penelantaran. Setiap orang harus menjadi pihak yang peduli, dan memastikan anak tidak mengalami berbagai ancaman tersebut. Karena sekali saja terjadi, maka yang dipertaruhkan adalah masa depan mereka yang masih panjang, yang juga berarti masa depan masyarakat dan bangsa.
kewajiban terhadap pemenuhan hak tersebut ada di setiap orang, dimulai dari lingkungan keluarga, sosial, hingga negara. Pemahaman bahwa kondisi anak adalah urusan orangtua atau keluarganya sendiri menyebabkan dalam banyak kasus hak anak masih terancam. Misalnya, ketika kita melihat anak tetangga mengalami kekerasan oleh keluarganya sendiri atau ditelantarkan oleh pembantu rumah tangganya, biasanya reaksi kita adalah menganggap hal tersebut sebagai urusan domestik orang lain, sehingga tidak ingin ikut mencampuri. Padahal sesungguhnya kita juga punya hak dan kewajiban untuk tidak membiarkan hak-hak anak terenggut. Apabila melihat kejadian seperti tadi, yang seharusnya kita lakukan adalah menegur atau
bahkan melaporkan kepada pihak berwajib. Meskipun hak-hak anak telah dijamin sejak tahun 1923 ketika Eglantyne Jebb memrakarsai konvensi pertama tentang hak anak, namun hingga saat ini berbagai kekerasan dan pengabaian terhadap hak anak masih kerap kita jumpai. Konvensi tersebut sejatinya diadakan untuk membangun kesadaran masyarakat dunia terhadap hak anak yang dilandasi oleh kepastian hukum. Pada waktu itu, dunia baru saja melalui Perang Dunia I yang menyisakan dampak kemanusiaan yang sangat memilukan, termasuk yang terjadi pada anak-anak dan perempuan. Melalui konvensi ini dibuat aturan-aturan dasar terkait perlindungan hak anak dalam penyelenggaraan negara. Hak anak diartikan sebagai
Eglantyne Jebb adalah seorang aktivis kepedulian terhadap anak dan pendiri yayasan Save The children dan juga pembuat rancangan Deklarasi Hak Anak (Declaration of the Right of The Child). foto: en.wikipedia.org/wiki/Eglantyne_Jebb BAB I Hak Anak
3
Hak Azasi Manusia untuk anak. Sehingga Konvensi Hak Anak adalah perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis di antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan hak anak. Di Indonesia, yang secara Undang-Undang telah menjamin pemenuhan hak anak, namun kenyataannya tingkat kekerasan terhadap anak masih cukup tinggi. Hal ini tentu mengkhawatirkan, terutama bagi kita sebagai orangtua. Bahwa ternyata anak-anak kita belum sepenuhnya berada di lingkungan yang aman.
PRINSIP DASAR HAK ANAK Setiap anak yang terpenuhi hak-haknya akan memiliki peluang lebih besar untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Mereka akan menjadi generasi yang kuat, cerdas, pintar, dan kreatif. Sehingga apa yang akan terjadi ketika setiap anak di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan hakhak yang terpenuhi? Maka, menjadi negara yang hebat bukan lagi impian. Ada empat prinsip dasar hak anak yang terkandung di dalam Konvensi Hak Anak yang perlu kita ketahui. 4
BAB I Hak Anak
1
Non-diskriminasi. Setiap anak punya hak untuk tidak dibeda-bedakan berdasarkan perbedaan latar belakang, warna kulit, ras, suku, agama, golongan, keluarga, jenis kelamin, kondisi fisik dan mental, dll.
2
Kepentingan yang terbaik bagi anak. Setiap anak berhak mendapatkan yang terbaik.
3
Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan. Setiap anak berhak untuk hidup dan berkembang secara normal, oleh karenanya setiap anak berhak memperoleh jaminan pertolongan, penyelamatan dan perawatan
kesehatan dalam kondisi sakit, berbahaya dan mengancam jiwanya. Anak juga berhak mendapatkan tumpangan dan makanan untuk kelangsungan hidupnya, hak memperoleh pelayanan kesehatan dalam kondisi sakit maupun sehat. Anak juga berhak untuk mendapatkan perkembangan fisik dan mental termasuk pendidikan rohani, dan hak mendapatkan pengajaran hal-hal yang baik.
4
Penghargaan terhadap pendapat anak. Setiap anak berhak untuk dihargai pendapatnya dan diberikan kesempatan untuk berdiskusi atau tanya jawab.
Pejuang Pendidikan Hak Anak Indonesia, dari dulu hingga Kini Kyai Haji Ahmad Dahlan
Kyai Haji Mohammad Hasjim Asy’arie
Seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang merupakan pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia. Di kalangan Nahdliyin dan ulama pesantren ia dijuluki dengan sebutan”Hadratus Syeikh” yang bera maha guru.
Pelopor kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar.
Ki Hadjar Dewantara
Raden Adjeng Kar i
Tokoh pendidikan perempuan dari suku Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Ka ni dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan dan anak pribumi.
Anies Baswedan,
Rina Niawaty
Sar ka
Dewi
Perin s pendidikan bagi kaum perempuan. Pada 16 Januari 1904, Dewi S ka membuka Sakolah Istri (Sekolah Perempuan) pertama seHindia-Belanda.
Pejuang Hak Anak Down Syndrome. memperjuangkan hak akses dan kesetaraan terutama di bidang kesehatan dan pendidikan anak-anak down syndrome.
Ak vis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, poli si, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan sepe halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda..
Kak Seto
Tokoh perubahan 2008 versi media Republika. pejuang anak yang gigih memperjuangkan hak anak atas kehidupan dan penghidupan yang layak di bumi nusantara.
Intelektual Muda Peduli Bangsa. Anies mendirikan gerakan pendidikan baru yaitu INDONESIA MENGAJAR. Sebuah program yang merekrut anak-anak muda terbaik lulusan perguruan nggi di Indonesia untuk mengabdi sebagai guru di sekolahsekolah dasar yang ada di pelosok Indonesia. se ap orang indonesia, baik kaya dan miskin, kota dan desa, agama apapun, suku apapun, semua wilayah provinsi tanpa terkecuali. BAB I Hak Anak
5
Pentingnya Pemenuhan Hak Anak
A
nak adalah bagian dari masa kini dan pemilik masa depan yang akan melanjutkan estafet pembangunan bangsa. Oleh karena itu hak-haknya harus dipenuhi. Keuntungan yang paling terasa adalah regenerasi, yaitu menghasilkan generasi yang kuat baik maupun kecerdasan otak. Bangsa-bangsa maju sangat memperhatikan hal ini, sehingga perlindungan terhadap hak anak
menjadi perhatian yang sangat serius. Karena setiap anak dianggap sebagai aset bagi kemajuan bangsa. Potensi yang ada dalam diri anak-anak dapat berkembang maksimal jika mereka diberi akses terhadap berbagai aspek kehidupan, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, partisipasi, berkreasi, bermain, mendapatkan pengasuhan, berpendapat, hingga beribadah. Anak-anak yang tumbuh di lingkungan yang ramah terhadap mereka cenderung lebih cerdas dan memiliki kepribadian yang lebih
Mereka sama sekali pernah memilih untuk dilahirkan di mana, oleh siapa, dan kapan. 6
BAB I Hak Anak
baik. Sebaliknya, anak yang mendapatkan banyak tekanan akan mengalami berbagai hambatan dalam perkembangannya, baik psikis. Secara medis, anak-anak yang mengalami tekanan secara terus-menerus sel otaknya akan sulit berkembang secara maksimal. Lebih dari semua itu, anak adalah titipan Tuhan. Mereka sama sekali tidak pernah memilih untuk dilahirkan dimana, oleh siapa, dan kapan. Mereka dilahirkan sebagai makhluk yang lemah, dan Tuhan menginginkan orangtua dan lingkungannya untuk merawat, menyayangi, dan membesarkan mereka. Apabila kita tidak merawat, menyayangi, dan membesarkan mereka dengan penuh kasih sayang, sesungguhnya kita sedang menyia-nyiakan titipan Tuhan. Untuk memudahkan pemahaman mengenai hak anak sebagaimana yang terdapat dalam Konvensi Hak Anak, berikut adalah perincian 31 hak anak yang perlu perlu dipenuhi:
31 Hak Anak Untuk
1. Bermain 2. Berkreasi 3. Berpartisipasi 4. Berhubungan dengan orang tua bila terpisahkan 5. Bebas beragama 6. Bebas berkumpul 7. Bebas berserikat 8. Hidup dengan orang tua 9. Kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
Untuk Mendapatkan
10. Nama 11. Identitas 12. Kewarganegaraan 13. Pendidikan 14. Informasi layak anak 15. Standar kesehatan paling tinggi 16. Standar hidup yang layak
Untuk Mendapatkan Perlindungaan
17. Pribadi 18. Dari tindakan/penangkapan sewenang-wenang 19. Dari perampasan kebebasan 20. Dari perlakuan kejam, hukuman dan perlakuan tidak manusiawi 21. Dari siksaan fisik dan nonfisik 22. Dari penculikan, penjualan dan perdagangan atau traficking 23. Dari eksploitasi seksual dan kegunaan seksual 24. Dari eksploitasi/penyalahgunaan obat-obatan 25. Dari eksploitasi sebagai pekerja anak 26. Dari eksploitasi sebagai kelompok minoritas/kelompok adat terpencil 27. Dari pemandangan atau keadaan yang menurut sifatnya belum layak untuk dilihat anak 28. Khusus dalam situasi genting/darurat 29. Khusus sebagai pengungsi/orang yg terusir/tergusur 30. Khusus jika mengalami konflik hukum 31. Khusus dalam konflik bersenjata atau konflik sosial Sumber: UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002.
BAB I Hak Anak
7
BAB II
JENIS
KEKERASAN ANAK Kekerasan Fisik Kekerasan Seksual Kekerasan Psikis Penelantaran Bullying
8
BAB II Jenis Kekerasan Anak
Data Kekerasan Pada Anak Tahun 2012
Tahun 2011
Tahun 2010
62%
Tahun 2013
62%
58% Tahun 2014 (Jan-jun)
42%
32%
Sumber data : kpai.go.id
Sumber: Data KPAI 2013 Kekerasan fisik terhadap anak paling sering terjadi, demikian juga dengan tindakan kekerasan seksual
BAB II Jenis Kekerasan Anak
9
Kasus Pengaduan Anak Berdasarkan Klaster Perlindungan Anak 2011 - 2014
KLASTER / BIDANG
Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat Keluarga dan Pengasuhan Agama dan Budaya Kesehatan dan Napza Pendidikan Cyber Crime Anak Bermasalah dengan Hukum dan Kekerasan Kekerasan Fisik Kekerasan Psikis Kekerasan Seksual dan Eksploitasi Lain-Lain TOTAL
TAHUN
JUMLAH
2011
2012
2013
2014
92
79
246
66
483
416
633
931
239
2219
83 37 221 276
204 42 261 522
214 75 438 371
17 25 113 123
518 183 1.033 1.354
338
175
247
126
736
188
530
420
204
1.283
129 49 329 160
110 27 746 173
291 127 590 184
94 12 459 akan 76
621 215 2.124 593
10
10
173
68
2.178
3.512
4.311
1.622
261 11.623
Sumber: Komisi Perlindungan Anak Indonesia 2014
10
BAB II Jenis Kekerasan Anak
BAB II Jenis Kekerasan Anak
11
12
BAB II Jenis Kekerasan Anak
S
ebagai orangtua, wajar merasa khawatir ketika menemukan “perubahan” atau “perbedaan” pada perilaku anak. Oleh sebab itu orangtua harus memiliki kepekaan terhadap perilaku anak, sehingga saat ada perubahan pada perilaku anak bisa mengetahuinya lebih awal. Anak adalah amanah Tuhan YME yang harus dilindungi, karena sifatnya yang masih rentan dan tergantung pada orang dewasa. Anak-anak juga menjadi generasi penerus bangsa. Namun kenyataannya, berbagai kasus kekerasan pada anak yang muncul belakangan ini sangat mengkhawatirkan. Begitu banyak anak yang menjadi korban kekerasan baik di dalam keluarga, lingkungan, maupun masyarakat. Menurut UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan kepada anak yang mengakibatkan timbulnya kesengsaraan atau psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Sementara itu berdasarkan Pedoman Penanganan Anak Korban Kekerasan, yang terdapat dalam Peraturan Menteri Negara PPPA No. 2 Tahun 2011,kekerasan pada anak dapat diartikan sebagai setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara psikologis, termasuk penelantaran dan perlakuan buruk yang mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat anak yang dilakukan oleh pihakpihak yang seharusnya bertanggung jawab atas
anak tersebut, atau mereka yang memiliki kuasa atas si anak. Sesuatu yang patut menjadi keprihatinan terkait kekerasan terhadap anak adalah pelaku kekerasan biasanya justru adalah orang yang memiliki hubungan dekat dengan si anak. Mereka yang seharusnya menjadi pelindung, kini justru menjadi ancaman. Hal ini semakin memperdalam dampak trauma pada anak korban kekerasan. Berikut adalah jenis-jenis kekerasan yang umumnya terjadi:
KEKERASAN FISIK diketahui karena akibatnya bisa dilihat langsung pada tubuh korban. Menurut UU KDRT No. 23 Tahun 2004, kekerasan pada lain dipukul, ditendang, ditampar, dilukai,dijambak, dijewer, dicubit, dibenturkan, dijemur di bawah matahari, dan sebagainya. Semuanya mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka. Dampak dari kekerasan seperti ini selain menimbulkan luka dan trauma pada korban, juga seringkali membuat korban meninggal dunia. BAB II Jenis Kekerasan Anak
13
.Kasus: Yani (30 th) sering menghukum “kenakalan” anaknya yang berusia lima tahun. Bentuk kenakalan itu, menurutnya, antara lain menuang sabun di kamar mandi, tak mau makan, mengotori jemuran dan mengganggu adik. “Kalau nakalnya di kamar mandi, ya saya pukul pakai gayung. Kalau tak mau makan, saya pukul pakai sendok atau piring. Kalau mengganggu adiknya, saya pukul pakai mainannya,” terang Yani. Menurut Yani, anak harus dihukum supaya jera dan tidak mengulangi perbuatan yang dilarang. Yani tidak ingin disalahkan suami karena tak mampu mendidik anak.
Dampak fisik: Memar, luka, patah tulang terutama di daerah rusuk dan gangguan-gangguan di bagian tubuh lain seperti kepala, perut, dan pinggul. Hal ini dapat berdampak jangka panjang pada fisik si anak sampai ia besar nanti.
Dampak emosi: • Merasa terancam, tertekan, gelisah dan cemas. • Di usia dewasa, anak akan menggunakan pendekatan kekerasan untuk mendisiplinkan anak mereka. 14
BAB II Jenis Kekerasan Anak
KEKERASAN SEKSUAL Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan pemaksaan hubungan seksual, dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kejahatan seksual belum tentu diawali dengan tindakan kekerasan. Pelaku bisa melakukannya dengan merayu, berbohong, memberikan janji-janji yang menyenangkan, atau memberi hadiah, sehingga
korban tidak merasa dipaksa oleh pelaku. Bentuk kekerasan seperti ini biasanya dilakukan oleh orang yang telah dikenal anak, seperti keluarga, tetangga, guru maupun teman sepermainannya.
Bentuk kejahatan seksual antara lain:
1
seperti pencabulan atau meraba-raba wilayah terlarang (sekitar dada, kemaluan, Bokong dan bibir), memasukkan benda (alat vital) ke dalam wilayah terlarang, meminta anak untuk memegang atau
15
nyaman, dan sebagainya. Akibatnya, anak merasa ketakutan, kehilangan rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, hingga penderitaan psikis berat pada anak.
Kasus:
Dampak:
Ayu (29 tahun), sangat “krea f” dalam menakut-naku putranya, Bisma (4 tahun). “Jangan main di kamar mandi, nan digigit kecoa!, Jangan keluar rumah sendirian, nan diculik hantu blau!, Ayo cepat dur, nan tokeknya datang, kamu digigit!” Nina (35 tahun) kerap meneriaki anaknya, Dido (7 tahun). “Aduh, dasar bego! Sudah ratusan kali ibu bilang, kembalikan barang di tempat semula! Bikin ibu darah nggi.” Firdaus, kelas 1 SD, kerap pulang sekolah dengan perasaan sedih. Yovita, gurunya, sering mengatainya pemalas, pelupa dan jorok saat Firdaus pilek. Bermaksud memo vasi anak, Meta malah sering mencela anaknya, “Memangnya kamu bisa? Kamu itu bisanya apa, sih? Ini nggak bisa, itu nggak bisa! Paling pintar nangis.” Meta juga sering memarahi anaknya di tempat umum.
• Masa kanak-kanak adalah masanya meniru dan mulai tertanam norma-norma yang akan dia iku . Katakata dan perilaku kasar yang diterima anak, akan di runya. Kekerasan psikis yang diterima akan
1
2
3
4
16
BAB II Jenis Kekerasan Anak
lagi mengetahui mana g Demikian pula pemberian “label/sebutan” yang dapat menyebabkan anak memiliki konsep diri bahwa ia adalah anak sep apa yan dikatakan orang padanya. • Anak merasa terancam, ketakutan, merasa bersalah, rendah diri karena terkikis harga dirinya. • Bila sering ditakut-taku , anak benar-benar akan menjadi penakut.
PENELANTARAN Penelantaran adalah perbuatan orang dewasa atau orang tua atau wali (yang secara hukum bertanggung jawab akan kesejahteraan si anak selama pengasuhannya) yang tidak memberi atau menyediakan kebutuhan dasar anak, meskipun sebenarnya sumber untuk memenuhi kebutuhan tersebut tersedia. Kebutuhan dasar anak dari orang dewasa (orangtua maupun wali) yang paling utama adalah
kebutuhan mendapatkan asah-asih-asuh. Penelantaran juga merupakan salah satu bentuk kekerasan yang kerap tidak terlihat. Meskipun begitu, dampaknya tidak kalah serius dibandingkan dengan kekerasan secara psikis.
Kasus: Tidak lama setelah menikah, Vira (24 tahun) memiliki anak. Ia merasa menjadi bahan tertawaan yang menyebabkannya dak bebas lagi berkumpul dengan teman-temannya. “Real life (kehidupan nyata) tak seroman s yang saya bayangkan. Kebebasan saya terampas,” ujarnya. Maka, pengasuhan bayi sepenuhnya diserahkan pada baby-si er. Vira sendiri selalu pulang tepat sebelum suaminya ba
di rumah, seolah seharian mengurus anak. Padahal dur, mandi, makan, susu, bahkan uang belanja harian dan bulanan, ia serahkan sepenuhnya pada babysi er/pengasuh anak. Ia dak mau jadi bahan tertawaan teman-temannya.
Dampak emosi: Secara alami, anak memilih ibu untuk melekat. Didekap, disentuh, dibelai dan dipeluk adalah kebutuhan bayi. Dari pengalaman ini bayi menumbuhkan cinta di ha , membangun rasa percaya di dalam diri terhadap orang lain, dan yang utama adalah tumbuhnya rasa aman. Itu sebabnya anak-anak dengan riwayat diabaikan dan ditelantarkan berisiko mengalami masalah-masalah emosi bahkan kejiwaan sepe berikut:
• Mudah cemas, depresi, sulit percaya pada orang lain dan merasa dak aman. • Peneli an Dante Cicche , ahli psikopatologi dari University of Minessota (AS)menyebutkan, 80% bayi yang ditelantarkan menunjukkan perilaku kelekatan yang dak jelas. • Di usia muda anak menolak dan melawan pengasuhnya, bingung, gelisah, atau cemas. Di usia enam tahun, anak dak be ngkah laku layaknya anak, ia ingin mendapat perha an dengan cara melayani orang tuanya.
Dampak fisik: Asupan
gizi yang dak memadai. Sumber kasus didapat dari laman web ayahbunda.co.id
BAB II Jenis Kekerasan Anak
17
BULLYING
Bullying adalah tekanan serta intimidasi secara terus-menerus yang dilakukan untuk menyakiti maupun emosional. Aksi bully atau tekanan dan intimidasi dapat terjadi di mana saja.Namun pada kelompok usia anakanak, biasanya terjadi di sekolah dan lingkungan sepermainan. Aksi bully di sekolah dapat terjadi pada anak yang menjadi korban dari sekelompok anak lainnya.
Aksi bully biasanya mencakup: • Penyerangan dan kebencian yang disengaja • Korban yang lebih lemah dari pelaku • Hasil atau dampak yang selalu menyakitkan serta membuat korban tertekan
18
BAB II Jenis Kekerasan Anak
Aksi bully dapat berupa : • Fisik: mendorong, menendang, meninju, menyubit dan bentuk kekerasan fisik lainnya. • Verbal/psikis: menyebar gosip, ancaman, mengejek atau meledek. • Emosional: pengucilan (mengabaikan atau menolak berbicara pada korban), menyiksa atau menyengsarakan (menyembunyikan barang milik korban, menunjukkan sikap tubuh mengancam), menyemooh, mempermalukan. • Seksual: kontak fisik yang dak diinginkan korban, komentar-komentar yang melecahkan. • Online/dunia maya: membuat situs-situs yang
menyebar kebencian, mengirim SMS, email, atau “menyiksa” seseorang melalui telepon selular dan dunia maya.
Tanda-tanda kemungkinan menjadi korban in midasi (Bullying) • Sering meminta uang (untuk diberikan kepada pelaku bully). • Sering merasa sakit di pagi hari. • Menolak pergi ke sekolah, bolos, atau pergi ke sekolah dengan rute yang berbeda. • Sering kehilangan buku atau benda miliknya yang lain. • Mengalami mimpi buruk atau suka menangis hingga t dur.
Sumber: Semai
BAB II Jenis Kekerasan Anak
19
BAB III
Kejahatan Seksual Bagian Tubuh yang Tidak Boleh Disentuh Orang Lain Waspadai Proses Terjadinya Kejahatan Seksual Waspadai Pelaku dan Ciri-cirinya Ciri-ciri Anak yang Menjadi Korban Kejahatan Seksual Dampak Kejahatan Seksual terhadap Otak Anak Menghadapi Anak yang Mengalami Kejahatan Seksual Tangkis!
22 20
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
23 21
n
Sumber Sumberdata data: KPAI, : KPAI,Oktober Oktober2013; 2013;Kemenkes, Kemenkes,Oktober Oktober2013. 2013.
22
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
9
Data Kekerasan Terhadap Anak
DATA KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI INDONESIA
*Sumber: Komnas PA 2013
*Sumber: Komnas PA 2013
BAB II Kejahatan Seksual Terhadap anak
23
24
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
Sumber: Psikolog Indonesia. 2014
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
25
26
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
27
BAGIAN TUBUH YANG TIDAK BOLEH DISENTUH ORANG LAIN Salah satu cara untuk melindungi anak-anak dari pelecehan maupun kejahatan seksual adalah dengan mengajarkan kepada mereka bahwa diri dan tubuhnya adalah sesuatu yang sangat berharga baginya, bagi orangtua, dan bagi seluruh keluarga. Bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain tersebut adalah daerah mulut, daerah leher, daerah dada, daerah alat kelamin (vagina/penis serta daerah sekitar paha) dan daerah untuk buang air besar. Bagian-bagian tersebut harus dijaga dan tidak boleh disentuh orang lain kecuali orang tuanya, dokter dan pengasuh dengan didampingi orangtua.
WASPADAI PROSES TERJADINYA KEJAHATAN SEKSUAL Sebagai orangtua, kita harus memahami bahwa kejahatan seksual bisa terjadi tidak hanya melalui perbuatan fisik, namun juga dalam perbuatan seperti berikut ini: 28
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
Kejahatan seksual dengan kata-kata Kepemilikan piranti berupa telepon genggam/selular bagi anak saat ini sudah merupakan hal yang biasa. Namun orangtua harus tetap mengawasi anak apakah peruntukan piranti tersebut sudah benar atau justru disalahgunakan. Hal ini terkait dengan kejahatan seksual dengan kata-kata, misalnya berbicara, memberi komentar, SMS/mengirim pesan, mengirim pesan atau mengajak melakukan kegiatan seksual dengan kata-kata yang tidak senonoh. Sebagai contoh: • Komentar ketika melihat foto: “Kamu seksi deh, aku gak bisa nahan diri ngeliat kamu”. • Komentar beserta kiriman gambar atau foto porno: “Mana yang kamu suka? • Telepon: berbicara jorok.
1
Perilaku seksual menyimpang • Memperlihatkan kemaluannya. • Menggosok atau menekan alat kelaminnya kepada orang lain di tempat umum seperti di bis, kereta api, dan lain-lain. • Mengintip orang telanjang sedang mandi, pakai baju, dan lain-lain.
2
Pemaksaan untuk melakukan kegiatan seksual • Pemerkosaan (memaksa orang lain dengan ancaman untuk melakukan hubungan seksual). • Pelecehan seksual pada anak (membelai, mengelus dan melakukan hubungan seks dengan anak).
3
WASPADAI PELAKU DAN CIRI-CIRINYA Psikolog Anna Surti Ariani memberikan pesan, orangtua perlu mewaspadai orangorang yang memiliki ciri-ciri aneh, antara lain: • Bersikeras memeluk dan menciumi anak • Sangat tertarik pada perkembangan seksual anak
• Bersikeras untuk meminta waktu berduaan dengan anak • Kurang tertarik bersama orang dewasa, hanya tertarik pada anak • Memaksa menawarkan diri menjaga anak • Sering memberikan hadiah kepada anak tanpa alasan yang jelas • Sering menemani anak ke WC Menurut Asep Haerul Gani, psikolog dari Trauma Healing Volunteer Coordinator, berikut adalah tahapan yang dilakukan oleh pelaku hingga korban mau saja menuruti kemauannya: Membangun keintiman dengan para korban atau yang dinamakan accessing, seperti: • Menemani anak main di rumahnya • Menemani anak belajar • Membantu anak mengerjakan PR • Mengajarkan anak membuat mainan • Membuatkan mainan untuk anak • Bermain gundu • Bermain petak-umpet • Bermain pura-pura • Bermain di kolam • Melakukan gerakangerakan silat • Menjanjikan memberikan uang/mainan • Menjanjikan membelikan mainan/makanan/barang
Ada beberapa hal yang bisa memperbesar kemungkinan terjadinya kejahatan seksual terhadap anak di tingkat keluarga yaitu:
dinamakan silencing seperti: a.Mendongeng bahwa ia punya kesaktian b.Memberikan ancaman mencubit, mencekik, membenturkan kepala c.Memberikan ancaman verbal misalnya: “Kalau kamu lapor ke ibumu, ia akan mati”
Pengetahuan dan keterampilan pengasuhan yang buruk •
Tingkat pendidikan yang rendah •
Penyalahgunaan alkohol dan narkotika •
Adanya kejahatan dalam rumah tangga •
Catatan kejahatan sebelumnya •
Penyakit kejiwaan •
Pengangguran dan kemiskinan
1
•
Jam kerja orang tua yang panjang •
Stres •
Isolasi sosial, misalnya berasal dari kelompok minoritas •
Kurangnya pengawasan kegiatan dalam rumah tangga •
Ketidakpedulian diantara anggota rumah tangga
2
Setelah membangun keintiman, kemudian pelaku akan meningkatkan ketakutan atau yang
Arist Merdeka Sirait, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak menyebutkan bahwa kejahatan terhadap anak dapat terjadi ketika ada peluang terjadinya kejahatan tersebut. Selain itu, kurangnya pengawasan atau ada pencetus dari anak atau pelaku. Misalnya ketika anak ditinggal orangtuanya bekerja dan hanya dengan pembantu/ayah tiri/ibu tiri/ paman, anak sendirian di kamar dengan baju terbuka, anak bermain dengan orang dewasa sambil dipeluk atau dipangku, atau tidur bersama di satu kamar. Pada situasi demikian anak berpeluang menjadi korban kejahatan seksual, meskipun pelaku adalah orang terdekat. Siapa saja yang dimaksud dengan orang terdekat? Mereka bisa saja ayah, ibu, kakak, paman, kakek atau orang dewasa lainnya yang dipercayai anak seperti teman, pengasuh, pendidik
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
29
DAMPAK JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG dan tenaga kependidikan, pelatih, aparat penegak hukum, majikan, dan lainnya. Kejahatan seksual terhadap anak juga mungkin dilakukan oleh orang yang tidak dikenal. Kejahatan seksual terhadap anak dapat terjadi di semua tempat termasuk di rumah, rumah singgah, panti asuhan, tempat pengasuhan/penitipan anak, sekolah atau pesantren, jalanan, tempat kerja, tahanan kepolisian, lembaga pemasyarakatan, pusat rehabilitasi, maupun di ruang publik lainnya seperti di kendaraan umum, terminal, taman, tempat rekreasi, dan lain-lain. Orang dewasa yang berpotensi menjadi pelaku bisa terjadi karena kepribadiannya yang otoriter, kaku, kasar, agresif ataupun di bawah tekanan pekerjaan, ekonomi, dan memiliki masalah keluarga. Selain itu juga mungkin karena adanya konsep keliru yang dianut, misalnya pelaku menganut aliran sesat atau ilmu hitam. Namun banyak juga yang
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah yang menjadi pelaku selalu orang dewasa? Ternyata tidak. Dari kasus-kasus kejahatan seksual yang mengemuka, banyak di antaranya 30
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
dilakukan oleh anak-anak, artinya pelakunya adalah anak di bawah umur. Mengapa hal ini bisa terjadi? Dari penuturan pelaku, mereka mengetahui aktivitas seksual dari keluarga sendiri, meniru orang tua/teman/TV/Video game/Film. Penyebab lainnya, mungkin ia pernah menjadi korban kejahatan seksual oleh orang lain atau sesama teman. Lingkungan juga sangat mempengaruhi sikap si pelaku, jika ia berada di antara kelompok yang memiliki pengaruh negatif, otomatis si pelaku juga butuh diakui di kelompok tersebut dengan melakukan apa yang menjadi kebiasaan buruk kelompok tersebut.
CIRI-CIRI ANAK YANG MENJADI KORBAN KEJAHATAN SEKSUAL Umumnya anak yang menjadi korban kejahatan seksual tidak langsung melapor pada orangtua atau guru. Oleh karena itu kita sebagai orangtua atau orang dewasa harus jeli melihat tanda-tandanya, Selain itu kita juga perlu mewaspadai efek jangka pendek maupun jangka panjang pada anak.
Jangka Pendek: FISIK:
Luka lecet pada daerah vagina atau dubur, rasa gatal di alat kelamin, sulit duduk maupun berjalan, patah tulang, terbakar, dan infeksi.
PSIKIS:
Traumatik, rasa takut (takut masuk kamar, takut tidur sendiri), cemas, sulit makan, gangguan tidur, minder, mudah menjadi benci, cuek, pendendam, mudah mengambil jalan pintas, gampang menyerah, sensitif dan mudah marah, tiba-tiba lengket dengan orangtuanya dan sikapnya menjadi lebih kekanak-kanakan.
Jangka panjang: PERTUMBUHAN:
Pertumbuhan badan menjadi terhambat, kurang gizi, infeksi dan cacat.
PERKEMBANGAN:
Terganggu emosinya, sulit membedakan antara hal baik dan hal buruk, prestasi akademik rendah, tidak kreatif dan tidak produktif.
SIFAT DI MASA DEPAN: Depresif, agresif, psikopat, anarkis dan kriminal.
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
31
32
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
33
DAMPAK KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP OTAK ANAK Selain berdampak pada seksual juga dapat mempengaruhi otak anak. Hal ini dikarenakan otak anak masih dalam tahap perkembangan sehingga mudah sekali terpengaruh oleh lingkungan, termasuk jika ia pernah mengalami trauma kejahatan seksual. Secara medis, akibat dari kejahatan seksual adalah otak anak akan mengalami penyusutan volume terutama pada bagian hipokampus (bagian
34
BAB 34III BAB Kejahatan III Kejahatan Seksual Seksual Terhadap Terhadap AnakAnak
yang mempengaruhi memori dan navigasi ruangan). Penyusutan inilah yang menjadi salah satu penjelasan kenapa seorang anak yang mengalami masalah cenderung akan berperilaku menyimpang psikogenik lanjutan. Contohnya depresi, ketergantungan obat, bahkan masalah kesehatan mental. Sejauh ini belum ada catatan tentang penelitian mengenai hal ini di Indonesia. Namun penelitian yang dilakukan oleh Universitas Harvard pada 193 individu yang berusia 18 - 25 tahun
menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI), membuktikan bahwa ada bagian tertentu dari hipokampus responden yang mengalami masalah semasa kecilnya (berupa kejahatan) mengalami penyusutan ukuran sekitar 6% dibandingkan mereka yang tidak mengalami penyimpangan. Penelitian ini serupa dengan yang pernah dilakukan oleh King College London dan FIDMAG Sisters Hospitaller Foundation for Research and Teaching di Spanyol, yang dipublikasikan dalam American Journal of Psychiatry. Hasil dari penelitian mereka menyebutkan bahwa kejahatan pada anak dapat mengurangi volume otak (mengecil), tepatnya bagian otak yang bertanggung jawab untuk memproses informasi. Bagian otak yang paling konsisten menyusut pada anak yang mengalami kejahatan terletak di ventrolateral prefrontal dan daerah limbik-temporal. Daerah ini memiliki perkembangan yang relatif terlambat, yaitu setelah mengalami kejahatan. Akibatnya adalah terpengaruhnya sifat mereka setelah dewasa, terutama jika dilihat dari sisi afektif (emosi) dan kognitif (kemampuan berpikir).
MENGHADAPI ANAK YANG MENGALAMI KEJAHATAN SEKSUAL Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Tetapi ada kalanya musibah terlanjur terjadi. Pada saat anak sudah menjadi korban kejahatan seksual, bukan berarti semuanya sudah berakhir. Inilah hal-hal yang perlu dilakukan oleh orangtua:
• Dari segi kesehatan, lakukan pemeriksaan untuk menanggulangi masalah fisik. Periksa secara menyeluruh sebagai pengobatan dan antisipasi akan penyakit yang mungkin ditularkan. • Ajak anak berkonsultasi ke psikolog untuk mengetahui gangguan emosi yang dialami anak, juga untuk mendapatkan terapi yang sesuai. • Jauhkan anak dari pelaku, dan pastikan anak tidak berada di lingkungan yang sama dengan pelaku.
• Ajak anak berlibur agar dapat menjauh sesaat dari trauma kejahatan. Hal ini menjadi penting terutama apabila kasus yang terjadi sudah menjadi konsumsi publik. • Ciptakan rasa aman dan berikan dukungan emosional untuk anak. Yang terpenting adalah JANGAN pernah menyalahkan anak atas kejadian yang sudah terjadi. Yakinkan padanya bahwa kejahatan tersebut tidak akan pernah terjadi lagi, dan bahwa selama dia waspada maka ia akan aman untuk selamanya. blogspot.com/2010/05/wajib-
38
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
35
Bokong Anus
36
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
37
38
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
sumber data: Drs. Asep Haerul Gani, Psychologist, Trauma Healing Volunteer Coordinator & CISM for family victim from Emon / AS’s case.
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
39
orangtua
40
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
PENDIDIKAN MENGHADAPI KEKERASAN SEKSUAL O – 5 TAHUN
sumber data: semai2045.org BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
41
42
sumber data: semai2045.org BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
BAB III Kejahatan Seksual Terhadap Anak
43
BAB IV
Penyebab Terjadinya
Kekerasan terhadap Anak Budaya Patriarki Pola Asuh yang Salah Rendahnya Kontrol Diri Menganggap Anak Sebagai Milik Diri atau Milik Orangtua Kurangnya Kesadaran Melaporkan adanya Tindak Kekerasan Pengaruh Media dan Maraknya Pornografi Disiplin yang Identik dengan Kekerasan Merosotnya Moral Penelantaran terhadap Anak 44
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
adinya Kekerasan terhadap Anak
45
M
eskipun setiap anak membutuhkan perlakuan penuh kasih sayang dan perhatian dari orangtua dan orang-orang dewasa di sekitarnya, tidak semua anak seberuntung itu. Sebagian dari mereka mendapatkan perlakuan yang salah dan sangat tidak manusiawi, misalnya tindak kekerasan, diskriminasi, diperdagangkan, hingga ditelantarkan. Tindakan-tindakan yang salah tersebut tentunya memiliki dampak negatif bagi perkembangan jasmani maupun rohani anak. Bukan hanya dampak saat ini, tetapi juga sangat mungkin mereka bawa hingga dewasa. Bahkan anak-anak tersebut berpotensi mengulang perbuatan yang diterimanya saat masih kecil kepada anak-anak mereka atau anak-anak kecil lainnya sehingga menjadi lingkaran setan yang sulit terputus. Pokok bahasan di bagian ini akan lebih fokus bercerita mengenai penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak. Tujuannya adalah agar orangtua dapat mengambil pelajaran dan tidak melakukan kesalahan dalam memperlakukan anak-anaknya.
Budaya Patriarki Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Patriarki adalah tata kekeluargaan yang sangat mementingkan garis keturunan bapak. Patriarki berkaitan dengan sistem sosial dimana ayah menguasai seluruh anggota keluarganya, harta miliknya, serta sumbersumber ekonomi. Dialah
juga yang membuat semua keputusan penting bagi keluarga. Dalam sistem budaya (juga keagamaan), patriarki muncul sebagai bentuk kepercayaan bahwa laki-laki lebih tinggi kedudukannya dibanding perempuan, dan bahwa perempuan harus dikuasai bahkan dianggap sebagai milik laki-laki. Budaya patriarki yang melihat garis keturunan dari ayah, secara tidak langsung
Budaya patriarkhi menyebabkan relasi yang k seimbang (Anak berada dalam hierarki terbawah, sehingga rentan menjadi korban kekerasan)
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
45
menimbulkan pemikiran bahwa perempuan mempunyai posisi yang lebih rendah daripada laki-laki (subordinat). Perempuan dianggap sebagai makhluk lemah yang tidak mampu untuk melakukan apapun, dan karenanya mudah dilecehkan, dikucilkan dan dikesampingkan, serta tidak mempunyai hak untuk menyuarakan apa yang ada dalam pikirannya. Perempuan juga sering disalahkan atas setiap kejadian buruk yang terjadi di keluarga dan rumah tangganya. Perempuan pun pasrah apabila mendapat perlakuan yang kasar dari suaminya karena menganggap wajar suami berbuat seperti itu. Perempuan selalu dituntut untuk meladeni apapun yang suaminya
inginkan. Sementara lakilaki dianggap sebaliknya, yakni sebagai makhluk yang kuat dan bisa melakukan apapun. Lalu mengapa patriarki dapat menyebabkan kekerasan terhadap anak? Hal ini disebabkan karena budaya patriarki memicu timpangnya kekuasaan antara lakilaki dan perempuan. Sehingga dalam rumah tangga anak berada pada tingkat terbawah. Karena berada dalam tingkatan atau hierarki paling bawah, umumnya anak tidak dapat melindungi dirinya sendiri apabila mendapatkan tindak kekerasan. Selain itu, pelaku tindak kekerasan seringkali merupakan orang yang sangat dekat dengan anak. Upaya untuk mencegah hubungan yang tidak
Pola asuh juga harus disesuaikan dengan usia, kebutuhan, serta kemampuan sang anak. 46
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
seimbang ini antara lain adalah dengan menanamkan nilai-nilai kehidupan berkeluarga yang saling terbuka, dimulai semenjak rumah tangga akan atau baru terbentuk. Suami dan istri juga perlu saling memahami posisi dan tanggung jawab mereka dalam rumah tangga. Oleh karena itu sangat penting bagi mereka untuk saling mengasihi, menghormati, membantu, menghargai, dan menjaga perasaan satu sama lain.
Pola Asuh yang Salah
Setiap orangtua pasti memiliki harapan dan keinginan terhadap anak mereka, sehingga segala cara diusahakan untuk mencapainya. Namun terkadang cara yang ditempuh atau pola asuh yang diterapkan terlalu berlebihan. Pola asuh tersebut bisa dalam bentuk perlakuan tercermin dalam tutur kata, sikap, perilaku dan tindakan yang diberikan. Padahal, apa yang diberikan oleh orangtua sejak anak dilahirkan hingga usia remaja akan membentuk kepribadian sang anak.
yang otoriter karena dapat membuat anak takut dan akhirnya menjadi tidak berkembang. Dalam mendidik, sebaiknya orangtua juga harus konsisten dan mengajarkan kepada anak bahwa setiap perbuatan harus bisa dipertanggungjawabkan serta ada konsekuensi atau akibatnya. Orangtua sebaiknya juga membangun harga diri anak, tidak sering membanding-bandingkan, mencela, atau menghakimi anak. Sehingga pada akhirnya anak dapat menghargai dirinya sendiri serta orang lain.
Menurut Diana Baumrind (1989), terdapat tiga tipe pola asuh yang diterapkan orangtua terhadap anak, yaitu:
● Pola asuh otoriter,
orangtua banyak melarang dengan mengorbankan kebebasan anak. Anak yang hidup di dalam keluarga dengan pola asuh otoriter berpotensi memiliki kepribadian yang keras, mudah tersinggung, cemas dan ketakutan.
● Pola asuh yang demokratis,
biasanya ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orangtua dan anaknya. Pola asuh demokra s akan menghasilkan karakteris k anakanak yang mandiri,
Dalam penerapannya, sebaiknya orangtua tidak kaku atau terbatas pada pola asuh yang itu-itu saja. Pilihan pola asuh dapat diterapkan berdasarkan situasi yang terjadi saat itu. Bahkan bisa saling dikombinasikan. Pola asuh juga harus disesuaikan dengan
dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stres, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koopera f terhadap orang lain.
● Pola asuh yang permisif,
ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berbuat sekehendak ha nya. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteris k anak-anak yang agresif, dak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.
Pola Asuh Efektif
usia, kebutuhan, serta kemampuan sang anak. Misalnya, dalam kondisi berbahaya orangtua sebaiknya menggunakan pola asuh yang otoriter, untuk mencegah anak terkena dampak bahaya tersebut. atau misalnya saat belajar seni, jangan menggunakan pola asuh
1. Dinamis 2. Sesuai Kebutuhan dan Kemampuan Anak 3. Ayah dan Ibu Konsisten 4. Teladan Posi f 5. Komunikasi yang baik 6. Berikan Pujian 7. Berpikir Ke Depan 8. Libatkan anak 9. Sabar 10. Beri Penjelasan 11. Realis s 12. Jaga Kebersamaan (Sumber: Soedibyo Alimoesa dalam paparan Menjadi Orangtua Hebat, 2014)
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
47
Ketika melarang anak berbuat sesuatu, sebaiknya orangtua juga menjelaskan alasannya. Sebab sering kali anak jusru ingin mencoba apa yang dilarang untuk dilakukannya. Dengan memberikan pengertian mengapa ia tidak boleh melakukan sesuatu tersebut, maka anak akan lebih memahami dan dapat menerima larangan tersebut.
Rendahnya Kontrol Diri
Kekerasan pada anak juga dapat terjadi karena faktor kepribadian orang tua, yaitu rendahnya kontrol diri. Rendahnya kontrol diri orangtua dapat berupa perasaan negatif dan emosi kemarahan yang berlebihan kepada anak. 48
Beberapa faktor yang menjadi sebab rendahnya kontrol diri adalah orang tua yang terlalu sibuk hingga mengalami stres, ketergantungan pada obat-obatan, pernah mengalami kekerasan yang menyebabkan trauma, dan terpengaruh perilaku kekerasan dari dunia hiburan. Orangtua dengan kognitif (kemampuan berpikir) yang bagus tetapi tidak mampu mengelola emosinya akan sangat mungkin melakukan perbuatan kekerasan terhadap anak. Sebaliknya, orangtua dengan kemampuan kognitif yang tidak terlalu tinggi, namun bisa mengelola emosinya dengan baik lebih kecil kemungkinan melakukan kepada anaknya.
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
Selain orangtua yang perlu tetap menjaga kontrol terhadap dirinya sendiri. Anak juga perlu diajari untuk mengendalikan dirinya. Hal ini selain baik untuk diri sang anak, juga untuk menghindarkan agar anak tidak berbuat kekerasan terhadap temannya. Ada beberapa upaya pencegahan rendahnya kontrol diri pada anak, yaitu:
● Beri contoh tentang
pengendalian diri. Cara terbaik anak dalam belajar tentang moralitas adalah dengan melihat contoh dari orangtuanya. Anak yang sering melihat orangtuanya marah disebabkan oleh hal-hal kecil akan sangat sulit untuk dak mencontohnya dalam kesehariannya.
●
Mendorong anak untuk dapat mem vasi dirinya sendiri Salah satu tugas terberat adalah mendidik anak agar percaya diri. Meskipun kita pas mendorong anak agar berhasil, pada akhirnya mereka sendirilah yang harus mempunyai keinginan untuk itu. Tujuannya adalah membuatnya sadar bahwa ia dapat mengontrol hidup dan pilihannya.
● Ajarkan untuk berfikir
sebelum ber k Dengan belajar berfikir sebelum b ndak, anak akan memahami se ap konsekuensi atau akibat dari ndakannya, baik yang akan menguntungkan maupun merugikannya.
Menganggap Anak sebagai Milik Diri atau Milik Orangtua Kasih sayang terhadap anak seringkali diartikan keliru oleh para orangtua. Anak sering kali dianggap mutlak milik orangtuanya. Sehingga dalam pola pengasuhan, anak kerap tidak memiliki suara dan hanya dituntut untuk mau mendengarkan orangtua. Sedangkan orangtua tidak mau mendengarkan pikiran
dan aspirasi/pendapat serta pandangan anak-anak. Orangtua pun masih banyak yang enggan mengucapkan maaf dan menunjukkan penyesalannya kepada anak-anaknya ketika berbuat salah (misalnya tidak menepati janji). Hal ini terjadi karena orangtua menganggap dirinya selalu benar, sedangkan anak adalah pihak yang belum bisa berpikir dengan baik dan karenanya selalu salah.
Dalam proses penerapannya jarang sekali pelaku kejahatan dijatuhi hukuman maksimal. Agar orangtua tidak menganggap anak sebagai “milik”nya saja, maka terlebih dahulu orangtua harus menyadari bahwa anak sebenarnya adalah makhluk yang merdeka dan merupakan titipan Tuhan. Karena itu mereka patut dihargai. Begitu juga ketika melakukan kekeliruan, seharusnya orangtua juga mau mengakui kesalahannya
dan mengucapkan maaf kepada anak-anaknya. Dengan demikian, anak akan semakin menghargai dan menghormati orang tuanya. Mengasihi anak sesungguhnya juga berarti menghormati anak sebagai pribadi yang utuh, yang memiliki harkat dan martabat kemanusiaan.
Kurangnya Kesadaran Melaporkan adanya Tindak Kekerasan
Kurangnya kesadaran orangtua ataupun orang dewasa lainnya untuk melaporkan kekerasan terhadap anak kepada pihak yang berwajib turut mempersulit penanganan terhadap korban kekerasan. Akibatnya, kekerasan berlangsung lama dan berulang-ulang. Padahal dengan melaporkan kepada pihak berwajib dapat membuka tabir tentang bentuk kekerasan yang dialami oleh si anak. atau bahkan menemukan adanya korban lainnya. Selain itu, laporan kita kepada pihak berwajib diperlukan untuk bisa menangkap dan memberi pelaku hukuman yang setimpal.
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
49
Kenyataan yang belum sepenuhnya menggembirakan terkait dengan kekerasan terhadap anak adalah masih relatif ringannya hukuman kepada pelaku. Pasal 81 dan 82 Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undangundang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebenarnya telah mengatur, bahwa setiap orang yang melakukan kekerasan atau mengancam anak, maka pelakunya dapat dihukum minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun penjara, serta dengan denda paling banyak Rp 5 miliar. Bahkan, jika pelakunya adalah orangtua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah sepertiga dari ancaman. Namun hukuman ini dirasa belum sebanding dengan kerugian yang dialami korban, karena dalam penerapannya jarang sekali pelaku dijatuhi hukuman maksimal. Oleh karena itu, diperlukan langkah progresif/maju dari aparat penegak hukum untuk memberikan tuntutan dan putusan yang berkeadilan bagi korban sehingga memberi efek jera bagi pelaku kekerasan terhadap anak. 50
Selain itu, kendala yang dihadapi dalam penegakan hukum terhadap kekerasan anak adalah masih kurangnya kesadaran masyarakat dan petugas kesehatan untuk melaporkan kejadian kekerasan terhadap anak kepada pihak yang berwajib. Oleh sebab itu, perlu disadari bersama bahwa pada dasarnya semua pihak dapat berperan untuk mencegah terjadinya kekerasan pada anak. Dan peran masyarakat untuk segera melaporkan kejadian dapat mencegah terulangnya kasus kekerasan pada anak.
Pengaruh Media dan Maraknya
ke ekaan terhadap kekerasan dan penderitaan korban atau orang lain. Tayangan kekerasan dapat meningkatkan perilaku meniru.
3
Anak-anak yang kerap menonton tayangan kekerasan dari televisi atau media lainnya juga rentan mengalami masalah pada perkembangan kepribadiannya. Masalah tersebut antara lain adalah meningkatnya sifat jahat pada anak; menjadi penakut dan semakin sulit memercayai orang lain; menjadi kurang atau tidak peduli pada kesulitan orang lain; dan meningkatnya keinginan untuk melihat atau melakukan kekerasan dalam mengatasi setiap persoalan. (Sumber: Ron Solby dari Universitas Harvard,dalam Paparan Peranan Media Terhadap Kekerasan pada Anak, KPAI, 2014.)
Bahaya kekerasan dalam media: (Sumber : hasil riset pada tahun 1995, dalam Paparan Peranan Media Terhadap Kekerasan pada Anak, KPAI, 2014.)
Tayangan dengan unsur kekerasan dapat meningkatkan perilaku agresif
1
Memperlihatkan secara berulang tayangan kekerasan dapat menyebabkan
2
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
Selain itu, media ternyata turut menyumbang terhadap meningkatnya kasus kekerasan seksual pada anak. Hal ini disebabkan karena orang dewasa bahkan anak-anak semakin mudah mengakses konten pembunuhan. Tayangantayangan tersebut dibuat menarik lewat berbagai media (Koran, majalah, tabloid, komik, novel, TV, DVD, games dan internet).
Meskipun telah ada pembatasan menonton televisi di rumah oleh orangtua, juga pelarangan dan pengaturan tayangan namun anak-anak tetap dengan berbagai cara. Salah satunya melalui telepon genggam/selular. Hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan, dampak tayangan
meningkatnya kasus kehamilan tidak dikehendaki di kalangan anak dan remaja, meningkatnya kekerasan seksual, bahkan aborsi. Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia pada tahun 2013 pernah melakukan penelitian dengan hasil cukup mengejutkan, yaitu 95% anak di Indonesia pernah mengakses dilakukan pada siswa SD
• Dopamin adalah sebuah neurotransmiter (senyawa) yang membantu mengontrol pusat kepuasan dan kesenangan di otak. Dopamin juga membantu mengatur ndakan dan tanggapan
kelas 4, 5 dan 6 dengan jumlah 2016 siswa). Ini berarti, anak usia 10 sampai 11 tahun sudah terpapar Mungkin pada awalnya mereka menemukan tayangan tersebut secara tidak sengaja, sekadar penasaran, terpengaruh teman atau bahkan iseng. Namun apa yang akan terjadi jika anak seusia itu sudah disuguhkan dengan lihat gambar di bawah ini:
emosional, sehingga memungkinkan kita untuk dak hanya mengapresiasi penghargaan, tetapi juga mengambil ndakan untuk meraihnya.
Dalam gambar terlihat, ketika sudah sampai pada “tingkat porno meningkat”, anak mulai merasakan keinginan untuk mencoba apa yang sudah dilihatnya. Dan karena dorongan seksual mereka tidak tersalurkan, inilah yang dapat mengakibatkan kekerasan seksual. BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
51
52
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
BAGIAN OTAK YANG RUSAK DR. DONALD HILTON JR 5 Bagian Otak Faktor Perusak
Orbitofrontal Midfrontal
Insula Hippocampus
Cocain (BioPsy 2002)
X
X
X
Methamphetamine, Narkoba (NeuPsyPhar 2005, JNeurosc 2004)
X
X
X
Obesitas (Neuroimage 2006) Sex (Phedhopilia) (JPsycRes 2007)
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa:
● Cocain merusak bagian otak Orbitofrontral Midfrontal, Insula Hippocampus Tempral, dan Cingalute ● Methapetamine merusak bagian otak Orbitofrontral Midfrontal, Insula Hippocampus Temporal, dan Cingalute. ● Obesity merusak bagian otak Orbitofrontral
X X
Nucleus Accumbens Patumen
X X
X
Midfrontal dan Nucleus Accumbens Patumen ● Sex (Film Porno) merusak lima bagian otak yaitu Orbitofrontral Midfrontal, Insula Hippocampus Temporal, Nucleus Accumbens Patumen, Cingalute, dan Cerebelum. Jika terpapar oleh sebagian saja otak kita yang terkena imbasnya, namun di setiap bagian
Cingalute
X
Cerebellum
X
otak kita Adiksi/ketagihan narkoba akan merusak 3 bagian otak, sedangkan merusak 5 bagian otak. Ke-5 bagian otak itu yang berperan dalam kontrol perilaku yang menimbulkan perbuatan berulang–ulang terhadap pemuasan seksual. Dr. Donald Hilton Jr mengatakan, bahwa merupakan penyakit karena mengubah struktur
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
53
dan fungsi otak, atau dengan kata lain merusak otak. Bagian yang paling rusak adalah prefrontal cortex (PFC) yang membuat anak tidak bisa membuat perencanaan, mengendalikan hawa nafsu dan emosi, serta mengambil keputusan dan berbagai peran otak sebagai pengendali tindakan. Bagian inilah yang membedakan antara manusia dan binatang. (Sumber: female.kompas.com/ read/2012/11/07/09592136/
Pornografi bukan hanya membuat anak menjadi korban kekerasan seksual, tetapi mereka juga berpotensi menjadi pelaku.
Bagaimana.Pornografi.Merusak. Otak.Anak)
Nah, kemudian, apa yang akan terjadi jika otak anak sudah rusak karena pornografi?
● Anak tidak dapat mengontrol diri ● Anak tidak bisa menjaga emosi ● Anak tidak memiliki rasa bersalah ● Anak tidak memiliki konsep tentang konsekuensi atau akibat dari perbuatannya, dan ● Anak tidak bisa mengambil keputusan Dan yang lebih mengkhawatirkan, pornografi bukan hanya membuat anak menjadi korban kekerasan 54
seksual, tetapi mereka juga berpotensi menjadi pelaku.Hampir semua anak pelaku kekerasan seksual selalu didahului oleh terpaan pornografi. Kini, kasus kejahatan seksual pada anak terjadi dan cenderung meningkat seiring dengan tingginya pemakaian internet dan telepon pintar. Pada umumnya anak menerima informasi tentang pornografi dari luar rumah seperti dari teman-teman sebayanya. Sangat sedikit yang memperoleh informasi pornografi dari lingkungan rumah. Salah satu alasan mengapa
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
anak mencoba melihat pornografi adalah karena pornografi membuat mereka terangsang, ada keasyikan tersendiri bila menonton pornografi apalagi ada adiksi/ ketagihan, sehingga walaupun ada larangan yang diterapkan keluarga, terkadang anak tetap berupaya melihat pornografi secara sembunyisembunyi. Anak tidak mengetahui dan tidak percaya, bahwa dalam jangka panjang tindakan tersebut akan merugikan diri sendiri. Oleh karena itu, anak sejak dini perlu diberikan penjelasan tentang bahaya pornografi. Penjelasan kepada anak harus dapat diterima oleh akal sehat/logika, bukan dengan cara menakut-nakuti tanpa alasan yang jelas. Buatlah pernyataan yang jelas, benar dan spesifik, berikan contoh orang yang suka melihat pornografi cenderung melakukan kekerasan, malas belajar, bermental porno, mengkhayal/ melamun dan tidak bisa berkonsentrasi serta kecenderungan untuk melakukan kejahatan seksual kepada orang lain.
m
Sumber: Sumber: Semai Semai BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
55
digunakan untuk mencegah dibukanya situs-situs porno di internet atau saluran-saluran khusus dewasa di televisi. Pasanglah software tersebut di rumah sebagai pengamanan.
Kiat-kiat menjauhkan anak dari bahaya
1
2
3 56 56
Tunjukkan wewenang Anda sebagai orangtua. Lakukan hal ini secara bijaksana dan lembut. Tunjukkan bahwa orangtua tetaplah orangtua walaupun hubungan dengan anak terjalin seperti sahabat. Orangtua yang berhak mengambil keputusan akhir tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan keamanan anak. Anda berhak mengetahui siapa saja temannya, di mana ia berada, dan apa yang sedang ia lakukan. Berikan contoh yang baik. Orangtua adalah yang pertama kali akan dicontoh anak di rumah. Jika ingin anak berperilaku baik, orangtua juga harus melakukan hal yang sama.
4
5
Pasang pengaman di komputer atau televisi. Saat ini tersedia banyak software yang bisa
BAB BABIV IV Penyebab PenyebabTerjadinya TerjadinyaKekerasan Kekerasanterhadap terhadapAnak Anak
Kontrol “password” internet. Jangan berlakukan sistem otomatis pada sambungan internet di rumah, melainkan terapkan sistem manual. Saat anak masih kecil, yang boleh mengetahui password ini hanya orangtua. Ganti password secara teratur supaya keamanannya terjaga. Letakkan komputer atau televisi di ruang publik dimana keluarga bisa berkumpul, misalnya ruang keluarga. Dengan demikian orangtua dapat mengawasi apa saja yang sedang ditonton atau diakses anak. Hindari memberikan komputer atau televisi pribadi sepanjang anak belum membutuhkannya.
6
Beri penjelasan secara baik dan dengan tenang. Jika anak ketahuan sedang melihat materi pornografi, jangan langsung marah. Tanyakan baik-baik alasannya. Berilah penjelasan mengapa hal itu tidak pantas untuknya.
7
Jangan berikan ponsel canggih. Kalau anak memang membutuhkan ponsel/telepon genggam, berikan yang paling sederhana, tanpa kamera, video, ataupun internet. Ponsel seperti itulah yang mereka butuhkan saat ini. Katakan padanya bahwa fungsi utama ponsel adalah untuk berkomunikasi. Jika memerlukan internet, ia bisa gunakan komputer di rumah.
8
Dampingi saat menonton televisi atau menggunakan internet, terutama untuk anak yang masih kecil. Sebaiknya orangtua yang memegang remote control-nya.
Setiap kali muncul adegan yang kurang pantas, segera ganti salurannya dan tunjukkan ketidaksukaan orangtua. Tujuannya agar anak menjadi terbiasa dan tahu bahwa yang seperti itu memang tidak pantas. Ia pun tak akan tertarik pada hal-hal semacam itu meskipun sedang tidak berada dalam pengawasan orangtua. Lakukan tindakan yang sama pada media lain. Ketika ia sudah lebih besar, orangtua dapat berdiskusi tentang fungsi organ reproduksi dan memberikan penjelasan lebih mendalam.
9
Sediakan waktu untuk keluarga. Banyak orang mengakses pornografi karena merasa bosan dan tidak memiliki kegiatan lain. Inilah sebabnya keluarga sebaiknya meluangkan waktu bersama, setidaknya sekali seminggu. Ajak anak ke taman, makan di luar, atau yang lainnya supaya
ia terhibur. Dengan demikian, ia tidak hanya berpaling ke televisi atau internet untuk mencari hiburan.
10
11
Sertakan mereka dalam kegiatan bermanfaat. Daftarkan anak dalam aktivitas/ kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya. Pilihan lain adalah bekerjasama dengan para orangtua di sekolah atau lingkungan rumah. Orangtua dapat menyediakan aktivitas kecilkecilan untuk mereka, misalnya, mendirikan klub membaca atau melukis. Periksa teman anak. Bukan tidak mungkin anak mendapatkan materi pornografi dari temannya. Jadi, tidak ada salahnya jika orangtua cermat memilih dengan siapa ia bisa bergaul. Kalau tahu bahwa teman anak suka dengan hal-hal berbau pornografi, bicaralah dengan orangtua teman
anak tersebut. Katakan bahwa orangtua menginginkan yang terbaik untuk masa depan anak. Apabila cara ini tidak berhasil, jauhkan anak dari sang teman.
12
13
Libatkan diri dalam kegiatan akademis/ sekolah anak. Cari tahu apa saja yang diajarkan dan yang sedang terjadi di sekolah. Bekerjasamalah dengan wali kelas dan orangtua lainnya untuk mencegah muridmurid terekspos pornografi di lingkungan sekolah. Buat aturan soal internet. Selain menentukan waktu pemakaian internet, tentukan juga apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat menggunakan internet. Selalu ikuti aturan penggunaan internet dari orangtua.
Sumber: http://health.kompas.com/ read/‑2010/11/20/15080050/13. tips.jauhkan.anak.dari. pornografi)
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
57
Hal-hal yang perlu dipesankan ke ka anak mulai kenal internet ● Tidak memberikan informasi pribadi di forum umum. ● Tidak membalas e-mail/ surat elektronik, obrolan, atau diskusi yang membuatnya merasa dak nyaman. ● Tidak memberikan informasi atau foto kepada orang tak dikenal. ● Tidak memberikan password (kata sandi) kepada orang lain, kecuali orangtua. ● Jangan klik tautan apapun dari orang tak dikenal. ● Tidak langsung memercayai orang yang baru saja dikenal. Mereka bisa saja berbohong. Anak harus selalu berha -ha . ● Tidak mau diajak bertemu secara langsung oleh orang yang dikenal lewat internet. ● Jangan membeli barang apa pun atau memberikan informasi tentang kartu kredit tanpa seizin orangtua. ● Selalu beri tahu orang tua jika ada seseorang atau suatu hal di internet yang membuatnya dak nyaman.
Sumber: www.protectyourkids. info
58
Disiplin yang Identik dengan Kekerasan
Sikap disiplin memang penting diajarkan kepada anak. Disiplin yang tertanam sejak dini akan membuat kehidupan mereka di masa mendatang lebih tertib dan teratur. Dengan bekal tersebut, anak dapat meraih cita-cita dan kesuksesan. Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai maupun peraturan. Seringkali, dalam proses pendisiplinan terdapat unsur hukuman bagi yang melanggar nilainilai maupun peraturan tersebut. Penerapan disiplin dapat dilakukan dengan paksaan, namun juga
Pada dasarnya masa anakanak adalah masa paling efek f untuk membentuk dan mengarahkan perilaku anak.
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
bisa dilakukan dengan suka rela. Untuk usia dini, bentuk disiplin sebaiknya dilaksanakan secara suka rela dan melalui cara-cara bermain. Guru, masyarakat, dan orangtua adalah faktor-faktor yang paling berpengaruh untuk mendisiplinkan anak. Namun sayangnya, kekerasan terhadap anak-anak baik di sekolah maupun di dalam rumah masih banyak terjadi karena alasan ingin mengajarkan kedisiplinan. Para pelaku kekerasan sering berdalih bahwa yang mereka lakukan adalah cara untuk mendisiplinkan anak. Padahal disiplin jelas sekali berbeda dengan kekerasan. Namun pemahaman yang kurang tepat dari para guru dan orangtua mengenai disiplin telah menjadi penyebab terjadinya kasus-kasus kekerasan terhadap anak. Mereka cenderung menyamakan disiplin dengan pemberian hukuman dalam bentuk kekerasan. Pada dasarnya masa anak-anak adalah masa paling efektif untuk membentuk dan mengarahkan perilaku anak. Setiap anak memiliki potensi memahami
aturan yang berkembang pada setiap tahap kehidupannya. Disiplin juga diperlukan untuk membantu penyesuaian pribadi dan sosial anak. Melalui disiplin anak dapat belajar berperilaku sesuai dengan cara yang disetujui, dan sebagai imbalannya mereka dapat dengan mudah diterima oleh lingkungan sosialnya. Namun pendisiplinan yang sewenangwenang, terutama dengan menggunakan hukuman yang keras tidak dapat dibenarkan. Masih banyak metode yang bisa digunakan guna menerapkan atau mengembangkan sikap disiplin pada anak. Berikut adalah beberapa hal yang perlu kita ketahui tentang penerapan disiplin pada anak-anak Secara umum penerapan disiplin
pada anak adalah masa mengajarkan. Karena anak membutuhkan batasanbatasan karena masih belum dapat mengontrol dirinya sendiri. Batasan orangtua membuat anak merasa nyaman dan aman. Beberapa hal yang perlu diingat dalam menerapkan disiplin pada anak:
1
Jika anak-anak usia dini kerap membuat ulah, jangan dulu berpikir mereka nakal. Mereka hanya mencoba dengan dunianya. Hindari memberi label/sebutan, karena label membuat anak merasa yakin mereka nakal dan mengembangkan perilaku mereka sesuai label/ sebutan.
2
Paling penting dalam menerapkan disiplin adalah konsistensi. Jika sekali orangtua mengatakan sampah harus dibuang
Tujuan Disiplin untuk anak usia dini Tujuan disiplin adalah membentuk perilaku sedemikan rupa sehingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan oleh kelompok budaya dan tempat si anak berada. Orangtua maupun guru diharapkan dapat
menerangkan terlebih dahulu apa kegunaan atau manfaat disiplin bagi anak sebelum mereka melakukan mendisiplinkan anak. Hal ini dilakukan supaya anak memahami maksud dan tujuan berdisiplin.
di tempat sampah, maka sampai kapan pun, orangtua harus konsisten dengan peraturan tersebut. Aturan yang berubah-ubah membuat anak bingung, sehingga peraturan tersebut tidak lagi berarti bagi anak.
5
Anak-anak memiliki daya ingat yang pendek. Kita tidak bisa mengharapkan mereka langsung memahami apa yang kita ajarkan dalam sekejap. Orangtua perlu mengulangi berkali-kali hingga anak mengikuti aturan yang sudah dibuat.
6
Terlalu banyak kata “tidak” atau “jangan” membuat aturan justru tidak efektif, karena anak tidak berani melakukan apa pun. Cobalah menawarkan alternatif untuk setiap kata “tidak”. Misalnya dengan mengatakan, “Sayang, buku ayah jangan dimainkan. Ayo kita cari bukumu sendiri dan kita lihat isinya! Pasti asyik!”
7
Jika anak berbuat kesalahan atau melanggar aturan, sekali-sekali biarkanlah mereka menanggung risikonya, tentu saja jika hal tersebut tidak terlalu membahayakannya. Dengan cara ini anak berkesempatan belajar dari kesalahannya.
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
59
LIMA KESALAHAN
yang Seharusnya Tidak Dilakukan oleh Orangtua Ketika Mengajarkan Disiplin:
1
Menyuap.
Jangan memberi hadiah kepada anak sambil memintanya berjanji agar tidak melakukan apa yang tidak orangtua inginkan. Misalnya, “Janji ya gak ganggu adik. Ibu sudah siapkan hadiahnya lho.”.Ini artinya orangtua mencoba menyuap. Menyuap hanya akan menghentikan kebiasaan buruk anak saat itu saja, tapi tidak mengajarkan pemahaman bahwa memukul adalah sikap buruk. Sebaiknya berikan hadiah kepadanya sebagai bentuk penghargaan atas prestasi yang berhasil dicapai. Misalnya, terapkan akumulasi perilaku baik dengan hadiah stiker setiap kali anak berhasil tidak menyakiti adiknya. Stiker yang terkumpul dapat ditukar dengan mainan di akhir minggu.
5
Membuat Target Terlalu Tinggi.
Orangtua perlu menghindari sikap menuntut anak untuk bisa menjalani disiplin dengan sempurna. Misalnya, menuntut anak berjalan dengan tenang mengikuti orangtua yang sedang 60
2
Berbohong. Orangtua pasti pernah menghadapi rengekan anak, misalnya saat mereka harus segera pergi ke suatu tempat. ‘Jurus’ bohong biasanya dipilih agar masalah cepat selesai. “Mama harus menolong teman Mama karena di rumahnya ada harimau besar!” Cara ini mungkin berhasil membuat anak mengurungkan niat kerasnya untuk ikut. Namun berbohong juga akan membuat anak kehilangan kepercayaan langsung mengajarkan anak untuk melakukan hal yang sama.
3
Boleh Melanggar.
Sebaiknya beri anak peringatan secara bertahap ketika melanggar disiplin. Ketika tidak mempan dengan peringatan, berikan hukuman misalnya jangan ijinkan dia menonton film kesukaannya. Daripada memarahi, lebih baik tunjukkan contoh atau sikap yang seharusnya dilakukan oleh anak.
memilih belanjaan. Hal tersebut jelas tidak mungkin. Sebaiknya pahami situasi dari sudut pandang anak. Misalnya, ketika mengajaknya belanja ke supermarket, mampirlah ke rak mainan anak-anak dan biarkan ia bermain
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
Mengancam dan Memarahi. Mengancam
4
anak saat dia tidak mau menuruti perkataan bukanlah cara yang tepat. “Kalau kamu nggak mau tidur, bonekanya Bunda buang lho!”. Mengancam tapi kemudian tidak sungguh-sungguh membuang bonekanya akan membuat ia merasa dibohongi. Lain kali anak tahu bahwa orangtuanya tidak akan menghukum. Penanaman disiplin dengan cara ini akan gagal. Sebaiknya beri anak peringatan secara bertahap ketika melanggar disiplin. Ketika tidak mempan dengan peringatan, berikan hukuman misalnya jangan ijinkan dia menonton film kesukaannya. Daripada memarahi, lebih baik tunjukkan contoh atau sikap yang seharusnya dilakukan oleh anak.
sejenak. Lanjutkan kembali kegiatan belanja. Bila dia bosan dan kemudian rewel, beri dia pengertian bahwa kita masih perlu mengambil barang belanjaan, setelah itu dia boleh pilih satu mainan untuk dibawa pulang.
Merosotnya Moral Menurut Kriminolog dari Universitas Indonesia, Prof. Bambang Widodo Umar, nilai-nilai etika dan moral yang sebelumnya dipegang masyarakat kini sudah tidak lagi begitu dianggap. Dengan demikian tidak ada lagi patokan-patokan yang menentukan suatu hal boleh atau tidak boleh dilakukan, sehingga menyebabkan orang saling tidak peduli terhadap perbuatan orang lain. “Nilai yang lama mengalami kemerosotan, atau juga dianggap usang, sementara tidak ada lagi nilai-nilai baru untuk dijadikan pegangan. Hal ini dalam istilah sosial disebut dekadensi moral,” ujarnya. Dekadensi atau kemerosotan moral terjadi di tengah masyarakat. Kemerosotan moral yang terjadi di masyarakat tidak terlepas dari efek globalisasi di mana arus teknologi informasi lewat media cetak, televisi dan internet menyebarkan virus kebudayaan Barat. Aspek yang dikorbankan dari efek globalisasi dan teknologi adalah peradaban dan gaya hidup yang berkembang di masyarakat. Secara tidak
langsung, gaya hidup dan peradaban pun turut ditiru oleh bangsa kita. Semakin lama budaya dan norma yang berlaku tergerus oleh kebudayaan luar yang pada dasarnya berbeda dengan budaya bangsa timur. Di sinilah pentingnya pendidikan, baik pendidikan di lingkungan keluarga maupun pendidikan formal yang berperan untuk menyaring dominasi kebudayaan Barat. Anak-anak kita perlu mendapatkan pendidikan moral yang membentuk generasi penerus bangsa sebagai pribadi yang berakhlak mulia, jujur dan bertanggung jawab. Pendidikan moral inilah salah satu modal untuk memperbaiki kondisi bangsa. Lalu, bagaimana memberikan pendidikan moral bagi anak-anak kita?
Pendidikan Moral Sejak Dini. Anak usia dini berada pada masa keemasan perkembangan kognisi (kemampuan berpikir), afeksi (emosi), dan konasi (perilaku). Di usia inilah anak sudah mulai belajar mana yang benar dan yang salah. Dengan pendidikan moral yang dilakukan sejak dini, diharapkan pada tahap perkembangan selanjutnya
anak mampu membedakan baik-buruk dan benar-salah serta menerapkannya dalam kehidupan seharihari. Hal ini juga kelak akan berpengaruh pada mudah tidaknya ia diterima oleh masyarakat sekitarnya dalam hal bersosialisasi.
Pembiasaan Dalam Perilaku. Penanaman nilai moral dilakukan melalui pembiasaan dalam keseharian, misalnya berdoa sebelum dan sesudah belajar, berdoa sebelum makan dan minum, mengucap salam kepada teman dan orang yang lebih tua, merapihkan mainan, dan lain sebagainya. Pembiasaan ini hendaknya dilakukan secara konsisten. Jika anak melanggar, segera diberi peringatan. Pembiasaan yang konsisten lamakelamaan akan menjadi karakter anak hingga ia dewasa.
Teladan. Secara kodrati manusia merupakan makhluk peniru. Itu sebabnya manusia suka mengikuti tren. Apalagi anak-anak, ia sangat mudah meniru sesuatu yang baru dan belum pernah dikenalnya, baik itu perilaku atau
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
61
ucapan orang lain. Sebagai orangtua dan orang terdekat, mau tak mau kita adalah teladan bagi mereka. Karena itu, orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anak. Tidak hanya orangtua, orang-orang terdekat di lingkungan rumah, seperti kakek, nenek, asisten rumah tangga, hendaknya diteladani tingkah lakunya oleh anak.
Dongeng. Mendongeng atau bercerita dapat dijadikan metode
62
untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Melalui dongeng dapat ditanamkan berbagai nilai moral, nilai agama, nilai sosial, nilai budaya, dan sebagainya. Agar dongeng lebih menarik, orangtua dapat menggunakan alat peraga untuk mengatasi keterbatasan anak yang belum mampu berpikir secara abstrak. Alat peraga yang digunakan dapat berupa boneka, tanaman, dan benda-benda tiruan lain. Olah vokal juga bisa membuat cerita lebih hidup dan menarik.
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
Bermain. Dalam bermain banyak sekali terkandung nilai moral, di antaranya kerja sama, tolong-menolong, mau mengalah, budaya antri, dan menghormati teman. Ketika anak kita berebut mainan dengan temannya, di situ terdapat nilai moral mau mengalah, budaya antri, dan menghormati teman. Bahkan ketika anak kita kalah dalam suatu permainan, ia belajar nilai moral menerima kekalahan dan menerima kemenangan orang lain.
Penelantaran Terhadap Anak Mengabaikan dan menelantarkan anak adalah termasuk bentuk penyiksaan. Karena dengan mengabaikan maupun menelantarkan, anak tidak mendapatkan hak-hak mereka. Kita tidak bisa mengecilkan dampak pengabaian maupun penelantaran dibandingkan kekerasan dalam bentuk yang lain, karena sama-sama punya potensi merusak dan membahayakan kelangsungan hidup anak. Sebelumnya, kita perlu tahu apa bedanya mengabaikan dengan menelantarkan. Keduanya memang mirip, tetapi menelantarkan memiliki kadar lebih berat dari pada mengabaikan. Tindakan mengabaikan, misalnya, orangtua sibuk dengan urusan atau pekerjaannya sendiri sementara anak dibiarkan bermain game seharian agar tidak menganggu. Atau orangtua asyik dengan telepon genggamnya, sementara anak tidak diperhatikan. Hal-hal tersebut termasuk pengabaian. Sementara itu, penelantaran lebih berat
lagi. Misalnya anak benarbenar ditelantarkan dan tidak diurus, anak dibuang, atau anak ditinggalkan begitu saja tanpa diperhatikan kesehatan dan keselamatannya. Perlu diingatkan, bahwa anak juga mempunyai hak
asasi. Dalam UUD 1945 pasal 28b ayat 2, dengan jelas mengamanatkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Hak Anak yang Masih sering diabaikan Hak untuk mendapatkan MAKANAN
Hak untuk mendapatkan KESAMAAN
Hak untuk mendapatkan akses KESEHATAN
Hak untuk mendapatkan NAMA dan IDENTITAS
Hak untuk mendapatkan PENDIDIKAN
Hak untuk MENYATAKAN dan DIDENGAR PENDAPATNYA
Hak untuk BERMAIN Hak untuk mendapatkan REKREASI Hak untuk mendapatkan PERLINDUNGAN
Hak untuk mendapatkan status KEBANGSAAN Hak untuk memiliki PERAN dalam PEMBANGUNAN
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
63
Dan pasal 34 ayat 1 menyebutkan, fakir miskin dan anak-anak telantar dipelihara oleh negara. Jadi, sudah jelas bahwa negara dalam hal
ini pemerintah (pusat dan daerah) dan masyarakat mempunyai kewajiban untuk memerhatikan dan memelihara anakanak tersebut.
Namun sayangnya, masih banyak kita jumpai anak yang belum sepenuhnya mendapatkan perhatian.
Agar tidak sampai melakukan tindakan pengabaian atau bahkan penelantaran, sebaiknya setiap orangtua atau pendamping anak melakukan hal-hal sebagai berikut: Sumber: www.ibudanmama.com/topik-hangat/topik-umum/hari-anak-internasional-sudahkah-andamemenuhi-hak-anak/
1
Membuat Akta Kelahiran Setelah Anak Lahir. Nama memiliki yang sangat besar bagi seseorang. Karena itu orangtua berkewajiban untuk memberikan nama untuk anaknya. Tidak cukup dengan nama,perlu juga dibuatkan akta kelahiran. Segera buatkan akta kelahiran dengan menyematkan nama yang baik dan jelas untuk anak.
2
Memberikan Makanan yang Bergizi. Makanan merupakan bagian pen ng dalam mendukung tumbuh kembang anak. Memasakkan dan/atau menyajikan makanan untuk anak
64
juga merupakan salah satu kewajiban orangtua.
3
Memperha kan Kesehatan Anak. Kesehatan menjadi salah satu hak yang harus dipenuhi oleh orangtua maupun orang dewasa terhadap anak. Salah satunya dengan pemberian imunisasi secara teratur untuk mencegah berbagai penyakit. Selain itu, mengajarkan anak untuk hidup sehat juga merupakan salah satu cara dalam memenuhi hak kesehatannya. Penuhi kebutuhan makannya dengan memberikan makanan yang bergizi sehingga tubuhnya sehat dan kuat
4
Memilihkan Sekolah yang Tepat Bagi Anak. Salah satu hak anak adalah mendapatkan
BAB IV Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak
pendidikan. Mencari dan memilihkan sekolah yang tepat bagi anak merupakan cara orangtua untuk memenuhi haknya. Pilihlah sekolah yang sesuai dengan minat dan bakat anak sehingga mereka dapat mengasah potensi yang dimilikinya. dalam memenuhi hak anak.
5
Bermain Bersama Si Kecil. Bermain merupakan hak se ap anak. Melalui permainan, anak-anak bisa bereksplorasi dengan alat bermainnya dan mendapatkan hiburan. Bermain bersama juga akan menciptakan hubungan yang berkualitas antara orangtua dengan anak.
BAB V
Pencegahan Kekerasan terhadap Anak
Rumahku… Sekolahku… Tempat Bermainku… Peran Orangtua Peran Sekolah Peran Pemerintah Peran Media Peran Masyarakat Hukuman bagi Pelaku
BAB V Pencegahan Kekerasan terhadap Anak
65
Rumahku… Sekolahku… Tempat Bermainku… Data menunjukkan, sebagian besar anak yang menjadi korban kekerasan seksual adalah anak-anak dari keluarga yang berekonomi lemah. Kedua orangtua yang harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan, minimnya pengetahuan, dan lingkungan tempat tinggal yang tidak mendukung membuat anakanak dari kalangan miskin lebih rentan menjadi korban. Namun sebenarnya kejadian ini bisa menimpa anak siapa saja, baik di lingkungan yang serba berkelimpahan maupun anak-anak yang ada di gang sempit. Semuanya rentan menjadi korban kejahatan seksual. Sementara itu dunia anak-anak adalah dunianya bermain. Tidak mungkin melarang mereka bermain “hanya” karena ingin melindunginya. Karena justru dalam bermain anak akan belajar, melatih sel saraf tubuh yang berhubungan dengan fungsi dan sikap gerakan tubuh, mengembangkan kreativitas, dan mengasah fungsi belajar, mengingat dan fokus. 66
BAB V Pencegahan Kekerasan terhadap Anak
Sehingga yang bisa dilakukan oleh orangtua adalah mengawasi anakanak dalam bermain. Untuk mempermudah pengawasan, hendaknya area bermain dan beraktivitas anak berada dalam lingkungan yang terbuka dan mudah diawasi oleh orang sekitar yang dipercayai.
Peran Orang Tua Orang tua adalah pihak yang paling berperan membentuk anak dalam proses tumbuh kembang, mulai dari proses pendidikan, perkembangan akhlak atau budi pekerti serta perkembangan motoriknya. Satu hal yang patut dipahami oleh orangtua adalah mengetahui karekter masing masing anak, karena setiap anak meskipun dalam satu keluarga yang sama selalu memiliki keunikan masing-masing. Sudah seharusnya setiap orang tua maupun para pendidik memiliki sikap “3 P” ketika mendampingi perkembangan anak, yaitu Peka, Peduli dan Percaya. Sikap ini juga perlu ditanamkan kepada diri anak.
Peduli Peduli adalah sikap atau tindakan seseorang untuk memperhatikan, mengindahan atau menghiraukan orang lain. Orang tua maupun orang dewasa harus menunjukkan kepedulian kepada anak, sekaligus mengajarkan anak untuk dapat peduli. Peduli berarti menerima kelebihan dan kekurangan orang lain. Agar tumbuh sifat pedulinya, orang tua bisa mengajak anak untuk bersosialisasi, misalnya dengan menjenguk kerabat atau saudara yang sedang sakit atau mengunjungi rumah yatim piatu. Bisa juga anak diajak untuk mengunjungi anak lain yang memiliki kebutuhan khusus, misalnya
autistik, down syndrome, dan anak dengan kebutuhan khusus lainnya. Memelihara binatang juga dapat menjadi cara untuk mengajarkan rasa peduli. Beri contoh bagaimana anak harus memberi makan dan merawat binatang peliharaannya. Namun orangtua harus tetap memilih binatang yang mudah perawatannya. Orangtua juga bisa mengajak anak untuk membayangkan apa yang dirasakan orang lain dalam peristiwa yang tidak menyenangkan. Misalnya, bagaimana seandainya ia tidak diajak bermain oleh temannya, bagaimana seandainya binatang kesayangannya hilang. Dengan pertanyaanpertanyaan seperti itu anak akan berpikir dan membayangkan perasaan, sehingga berbuah rasa peduli. Mengajari peduli juga bisa dari hal-hal kecil di rumah, misalnya berbicara sopan kepada asisten atau pembantu di rumah (pembantu, supir, tukang kebun, dan lainnya). Ketika anak menunjukkan kepedulian, orangtua sebaiknya memberi penghargaan dengan memuji, memeluk, acungan jempol dan lainnya. Anak akan mengulangi perbuatan yang sering mendapatkan penghargaan sosial seperti ini.
Peka Peka adalah kemampuan menangkap dan menilai gejalagejala yang muncul di lingkungannya dan dilanjutkan dengan tindakan positif untuk segera bertindak dan membantu menyelesaikannya ketika ada yang perlu dibantu. Sikap peka adalah suatu sikap yang mestinya selalu ada dalam diri orangtua maupun pendidik, yaitu ketika seorang anak menunjukkan sikap atau tingkah laku yang tidak seperti biasanya.
Misalnya, anak yang biasa bercerita tiba-tiba suatu hari cemberut dan mengurung diri. Orangtua harus berusaha mencari tahu apa sebabnya, bahkan apabila perlu mencari tahu ke teman atau gurunya. Ketika sikap peka ditunjukkan oleh orang tua, anak pun akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dan percaya kepada orangtuanya. Anakpun akan dengan lebih mudah menafsirkan gejala emosinya maupun emosi orang lain.
Pencegahan Kekerasan terhadap Anak BAB V
67
Percaya Percaya adalah suatu sikap untuk mengakui atau meyakini bahwa sesuatu memang benar atau nyata, juga bisa berarti menganggap atau yakin bahwa seseorang itu jujur (tidak jahat, dan sebagainya). Sikap ini akan tumbuh saat seorang anak diberi kesempatan untuk mengerjakan sesuatu yang mampu ia kerjakan sendiri dengan kemampuan yang dia miliki tanpa bantuan orang lain. Misalnya ketika seorang anak cemas akan menghadapi ujian di sekolahnya. Orangtua bisa menyemangati dengan sikap yang lembut. “Ibu percaya kamu pasti mampu, kalau kamu mau Ibu bisa menemanimu belajar,” dibarengi dengan tepukan pada bahu anak sebagai pendorong semangat. Kalimat dan tindakan seperti itu akan membangkitkan rasa percaya diri
seorang anak akan kemampuan yang dimiliki. Ketika orangtua bersikap percaya terhadap anaknya, maka dengan sendirinya anak akan merasa percaya diri.
JANGAN CEPAT MENYALAHKAN ANAK Orang tua sebaiknya tidak mudah menyalahkan anak, apalagi ketika mereka mengalami hal yang buruk. Kebiasaan menyalahkan dengan mengatakan hal yang terjadi akibat dari perbuatan atau kelalaian si anak sendiri perlu mulai dihilangkan dari diri orang tua. Dan yang paling penting, sebelum “menyalahkan” anak, terlebih dahulu kita lihat apa yang menjadi penyebabnya. Beberapa kemungkinan penyebab antara lain:
1
Faktor Eksternal, yang berasal dari lingkungan atau tempat bergaul mereka.
2
Faktor internal, kondisi perkembangan psikis dan biologis anak tersebut.
3
Faktor keluarga, kurangnya perhatian, pengawasan dan pemahaman orangtua terhadap kondisi anak.
68
BAB V Pencegahan Kekerasan terhadap Anak
Dari faktor-faktor tadi, bisa saja penyebab anak berbuat kesalahan adalah faktor keluarga. Dan apabila ini terjadi, berarti orangtua sangat berperan dalam memunculkan kesalahan tersebut. Karena itu, orangtua harus mampu mengevaluasi terlebih dahulu faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab dari kesalahan anak. Ketika anak berbuat salah atau tertimpa kejadian yang buruk, orangtua juga harus semakin memberi perhatia sekaligus kasih sayang kepada mereka. Perhatian dan pemahaman orangtua sangat diperlukan dan dinantikan oleh mereka, apalagi ketika mereka sedang mengalami situasi yang sulit.
MEMBANGUN KOMUNIKASI DUA ARAH YANG EFEKTIF Komunikasi nonverbal juga bisa digunakan dengan cara memberi sentuhan, pelukan, menatap, memberi senyuman atau meletakkan tangan di bahu untuk menenangkan atau memberi semangat kepada si anak, sehingga anak akan merasa nyaman untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan atau dirasakannya.
MEMAHAMI PERKEMBANGAN ANAK, TERMASUK PUBERTAS
6 Kiat Komunikasi Menghindarkan Anak Dari Tindak Kekerasan: Hargai Anak dan 1Bersikap Adil
Dengan menciptakan suasana hangat dan penuh kasih sayang. Berilah penghargaan bila anak melakukan perbuatan terpuji, dan beri tahu kesalahannya jika ia melakukan ndakan dak baik. Dengan demikian anak belajar menghargai orang lain, terutama orangtuanya.
Dengarkan 2Keluhan Anak
Bila anak berperilaku buruk, sep melawan, suka memukul atau berbohong, maka pahamilah perasaanya dan dengarkanlah penolakan dan keluhannya terlebih dahulu sebelum memberi nasehat.
Ungkapkan 3 dengan Jelas ke ksetujuan Anda
ke ka anak berprilaku dak baik. Hindari ungkapan yang memojokan dan menyalahkan anak. Ke mbang mengatakan “Ayo, cepat mandi, mama dak suka punya anak bau dan pemalas!” Lebih baik katakan, “Yuk mandi sayang, supaya wangi dan bersih”.
4Peringatkan Lebih Awal
Ke ka Anda ingin anak melakukan sesuatu, cobalah ingatkan lebih awal dan berikan pilihan serta penjelasan. Misalnya, “Nak, sepuluh menit lagi waktunya dur ya, supaya besok pagi
kamu dak terlambat bangun dan dak mengantuk di sekolah”.
5Menghindar Ke ka Marah
Ke ka Anda ingin marah karena perilaku anak, ada baiknya dak langsung menumpahkan kemarahan. Ambilah waktu untuk menenangkan diri, baru setelah itu berdialog dengan anak dan memberi tahu kenapa Anda marah.
6Berupaya Lebih Akrab
Binalah hubungan yang lebih hangat dan akrab dengan anak, sehingga anak akan menjadi lebih terbuka pada orang tua. Jadilah contoh bagi anak dalam menanamkan nilai-nilai moral dan sosial yang berlaku. Dunia anak adalah dunia yang penuh kegembiraan dan keceriaan, karena itu kekerasan bukanlah cara yang tepat untuk menghadapi anak-anak.
Salah satu tahapan dalam masa tumbuh dan berkembangnya anak adalah pubertas. Orang tua harus mengetahui kapan anaknya memasuki masa ini, agar tidak salah dalam memperlakukan anak yang beranjak remaja. Masa pubertas adalah masa ketika seorang anak mengalami dan pematangan fungsi seksual. Sebagian anak menunjukkan sebagian dari tanda-tanda pubertas lebih cepat. Gejala ini disebut sebagai pubertas dini parsial. Pada sejumlah anak perempuan, payudara malah bisa muncul di antara usia enam bulan hingga tiga tahun, yang kemudian menghilang kembali. biologis tersebut menimbulkan berbagai permasalahan yang erat kaitannya dengan perasaan dan pikiran serta perkembangan sosialnya. Masalah psikis yang biasa dialami oleh anak remaja di antaranya adalah seringnya mereka berkhayal. Melamun merupakan salah satu
Pencegahan Kekerasan terhadap Anak BAB V
69
70
BAB V Pencegahan Kekerasan terhadap Anak
MEMBERI KESEMPATAN CURHAT KEPADA ANAK Anak juga perlu waktu untuk mencurahkan perasaan mereka. ketika ia mampu dan mau mencurahkan apa yang ada di dalam hati dan pikirannya, maka ia akan merasa “plong’’. Ketika seorang anak curhat kepada orangtuanya, hal ini merupakan hal yang sangat positif.
“
Anak yang terbuka dan senang berbicara dengan orang tuanya menunjukkan orang tua berhasil dalam menciptakan suasana nyaman bagi mereka.
“
bentuk pemenuhan sederhana terhadap berbagai keinginan dan kecenderungan diri yang tidak mampu dipenuhi di alam nyata. Khayalan ini bisa mendatangkan semacam perasaan bahagia dan puas dalam diri anak. Namun, ketika ia tersadar kembali, maka hal-hal yang berada di dalam alam lamunan tersebut akan hilang meninggalkan dirinya. Sehingga ia merasakan kembali perasaan gundah dan kesedihan melihat realitas-realitas yang ada di hadapannya. Anak remaja juga memiliki sifat kritis dan rasional, yaitu rasa ingin tahu tentang apapun yang belum dipahaminya. Karena itu orangtua harus mengerti dan memahami gejala ini. Orangtua pun perlu bijaksana dalam memberikan pengertian tentang tata nilai atas masalah yang dihadapi anak. Selain itu, usaha yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan mereka kegiatan-kegiatan positif, membimbing memperdalam ilmu agama, membatasi waktu berpergian keluar rumah, dan jangan terlalu ketat atau terlalu lunak dalam memberi peringatan kepada anak.
Karena itu orangtua perlu mendengarkan dengan sungguh-sungguh, berusaha memahami, dan mengerti perasaan dan pikiran anak, meskipun kadang apa yang dicurhatkannya terdengar remeh. Pada saat curhat, jangan sampai orangtua yang justru mendominasi pembicaraan sebelum ia benar-benar selesai bercerita. Karena apabila
orangtua bersikap dominan dan memotong pembicaraan, sang anak akan menjadi enggan untuk bercerita kepada orangtuanya. Akibatnya, ia akan mencari orang lain yang enak diajak bicara. Orangtua sebaiknya menyediakan waktu yang cukup bagi anak untuk menceritakan apa saja yang dialaminya selama dia berada di luar rumah. Karena anakpun bisa mengalami stres dengan apa yang dialami di sekolah atau di luar rumah. Anak yang terbuka dan senang berbicara dengan orangtuanya menunjukkan orangtua berhasil dalam menciptakan suasana nyaman bagi mereka. Hal ini merupakan modal yang sangat baik untuk menangkal anak dari berbagai tindakan kekerasan, baik mereka sebagai korban maupun sebagai pelaku.
Peran Sekolah Orangtua sebaiknya tidak ragu dan segan untuk bertanya kepada pihak sekolah, apakah pihak sekolah mempunyai rencana-rencana strategis dalam hal menciptakan keamanan dan kenyaman selama proses belajar mengajar. Misalnya, bagaimana pengawasan
pihak sekolah terhadap tindakan (tekanan atau intimidasi), maupun tindak kekerasan yang dilakukan
oleh guru terhadap murid ataupun murid terhadap murid. Sekolah yang baik tentu saja
sudah mempunyai langkah-langkah guna mengatisipasi hal tersebut.
Upaya Mencegah Kekerasan Anak di Sekolah:
1
Lapor segera pada kepala sekolah apabila muncul ancaman atau kondisi yang mengundang maupun dapat mendorong terjadinya kekerasan.
2
Ajak siswa membuat aturan tentang norma perilaku di kelas yang menolak terjadinya kekerasan.
3
Lakukan dialog ru n dengan orangtua tentang
perkembangan anak mereka.
mereka menjadi pendidik bagi adik-adik kelasnya.
4
Ajak orangtua mengapresasi prestasi anak.
5
Pelajari tanda-tanda anak yang berIsiko terhadap kekerasan dan bagaimana menggunakan sumber daya sekolah untuk membantu mereka.
6
Beri mo vasi pada anakanak untuk bersikap an kekerasan, misalnya dengan mengajari
7
Ak f mengembangkan dan melaksanakan “Sekolah Ramah Anak”, termasuk bagaimana merespon jika dalam keadaan darurat.
8
Tegakkan kebijakan sekolah dalam mengurangi risiko terjadinya kekerasan.
Bagaimana Guru Menanganai Kasus Kekerasan pada Anak?
• Perha
kan tanda-tanda kekerasan pada fisik dan perubahan perilaku
• Mendengarkan anak di tempat yang
tenang dan tersendiri agar anak bebas bercerita dan dak takut
• Tunjukkan sikap memercayainya,
hindari memperlihatkan keraguan akan ceritanya
• Beri dukungan, jangan memarahinya
menghakimi, bahwa kejadian tersebut terjadi karena kelalaiannya
• Tanyakan dengan perlahan apa yang
dialaminya, kapan, dan siapa pelakunya
• Laporkan ke kepolisian jika kasusnya perlu dilanjutkan ke proses hukum
• Usahakan kasusnya jangan beredar
dulu di masyarakat untuk memudahkan pengusutan dan penangkapan pelaku
dengan pertanyaan yang bernada
Pencegahan Kekerasan terhadap Anak BAB V
71
Tanda-Tanda Pubertas pada Anak Masa puber biasanya dialami oleh anak praremaja, yaitu ketika anak berusia antara 10 - 12 tahun. Tetapi dalam sejumlah kasus ada pula anak yang menunjukkan tandatanda pubertas sebelum waktunya. Menurut para ahli, yang disebut pubertas dini adalah gejala pubertas yang muncul sebelum usia delapan tahun pada anak perempuan dan sebelum umur sembilan tahun pada anak laki-laki.
k la ki-lak Pada ana testis
i:
ran arnya uku • Membes is. k, serta pen but di bawah ketia m ra h u a a pad • Tumb penis, sert di sekitar wajah. g gi dan kas menin aktu singkat. le h u b u T • r dalam w membesa erat dan mulai emb • Suara m rawat. muncul je au ”khas” seperti erb • Tubuh b asa. d g oran ew
72
BAB V Pencegahan Kekerasan terhadap Anak
Pada ana k
pe rem
puan: • Tumbuh payudara. • Tumbuh ram dan di sek but di bawah ketia k • Tubuh le itar vagina. kas menin g gi dan membesa • Menstru r dalam waktu sing ka a • Tubuh b si dan muncul jeraw t. erbau ”kh as” sepert at. orang dew i asa.
Peran Pemerintah Perhatian pemerintah terhadap nasib anakanak tercermin dalam berbagai peraturan perundang-undangan, mulai dari Undang-Undang, Keputusan Presiden sampai Peraturan Menteri. Selain membuat peraturan
hukum, pemerintah juga mengambil bagian dalam menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk anakanak beraktivitas. Antara lain dengan penyediaan taman-taman bermain dengan penerangan yang memandai, taman bacaan, dan arena olahraga.
Kegiatan sosial bersama dalam masyarakat seperti kerja bakti, perayaan hari besar, olahraga dalam lingkup RT dan RW juga bisa menimbulkan kedekatan yang akhirnya menjadi peduli terhadap anak - anak sekitar. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
Regulasi Terkait Perlindungan Anak • UU Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak • UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) • UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) • UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
• UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak • Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap Anak • Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Layanan terpadu Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan
• Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 11 Tahun 2011 tentang Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak • Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga
Pencegahan Kekerasan terhadap Anak BAB V
73
Peran Media Media pun dapat berperan. Misalnya dalam memberitakan kasus-kasus kekerasan terhadap anak, baik anak sebagai korban maupun pelaku, hendaknya identitas atau gambar si anak tidak ditampilkan. Hal tersebut guna melindungi kepentingan dan masa depan anak tersebut. Dalam hal pencegahan, media massa secara aktif membantu menyebarkan informasi dan materi yang bermanfaat terkait bahaya kejahatan seksual agar orangtua serta pendidik bisa waspada. Pemberitaan mengenai kejahatan seksual yang terjadi hendaknya lebih ditekankan pada unsur informatif dan edukasi agar kejadian tersebut tidak terulang. Bukan sekadar memburu rating pemberitaan semata.
Peran Masyarakat Payung hukum guna melindungi anak dari pelaku kekerasan seksual telah dibentuk oleh pemerintah. Kini menjadi tanggung jawab kita untuk berperan serta sebagai bagian dari masyarakat. Setiap orang dewasa seharusnya peduli terhadap lingkungan sekitar, sekaligus menjadi 74
BAB V Pencegahan Kekerasan terhadap Anak
pelindung dan pengawas anak di lingkungan sekitarnya. Apabila menemukan dan psikis di luar tumbuh kembang anak yang normal, sudah sewajarnya kita mencari tahu dan memberikan perhatian khusus. Jangan sampai beranggapan bahwa hal tersebut adalah urusan rumah tangga keluarga lain dan karena itu kita diamkan saja. Menurut hukum yang berlaku, orang dewasa yang mengetahui mengenai adanya tindak kejahatan kekerasan seksual, wajib melaporkan hal tersebut kepada pihak berwajib. Pengaduan terhadap tindak
kejahatan ini bisa dilakukan oleh pihak keluarga korban atau orang lain tetapi atas suruhan si korban atau dalam hal ini yaitu orangtua korban. Ketika terjadi laporan atau pengaduan terjadinya tindak kejahatan seksual terhadap anak, aparat penegak hukum berkewajiban melakukan respon cepat guna menanggapi, menangani dan mengambil tindakan. Personel polisi wanita juga telah diperbanyak pada Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA), sehingga ibu dan anak bisa lebih nyaman melaporkan kasus kekerasan seksual kepada petugas perempuan.
Hukuman bagi Pelaku Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002
Pasal 76D
Se ap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Pasal 76E
Se ap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan u muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Pasal 81
(1) Se ap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Se rang yang dengan sengaja melakukan u muslihat, serangkaian
yang telah dilakukan perubahan dengan UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 telah dijelaskan bahwa pelaku tindak kekerasan terhadap anak dikenakan sanksi pidana.
kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. (3) Dalam hal k pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orangtua Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (seper ga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 82
(1) Se rang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). k (2) Dalam hal pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orangtua Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (seper ga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Lembaga pelayanan bagi anak korban kekerasan yang bisa di hubungi oleh masyarakat: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlinduangan Anak Republik Indonesia Jalan Medan Merdeka Barat No 15 Jakarta Pusat; Pengaduan 08212575123 ; h p://www.kemenpppa. go.id
Komisi Perlindungan Anak Indonesia Jalan Teuku Umar No. 10-12 Menteng Jakarta Pusat; 02131901446; Kpai.go.id.
Komisi Nasional Perlindungan Anak Jalan TB Simatupang No. 33 Jakarta Timur Hotline Services: 8779 1818; Telp. 021-8416157; komnaspa.or.id
Komnas Perempuan Jalan Latuharhari No. 4 B, Jakarta Pusat; Telp: 021-3903963; Email: komnasperempuan@cbn. net.id
Lembaga Bantuan Hukum APIK Jalan Raya Tengah No.31 Rt. 01/09, Kramatja , Jakarta Timur; Telp. 02187797289; lbh-apik.or.id Pencegahan Kekerasan terhadap Anak BAB V
75