PANDANGAN POLITISI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN TERHADAP KESETARAAN GENDER Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI)
Di Susun Oleh : YUDHA SEPTIAN NIM : 106045210542
KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M / 1432 H
PANDANGAN PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN TERHADAP KESETARAAN GENDER
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI)
Oleh: Yudha Septian NIM : 106045210542
Di bawah Bimbingan: Pembimbing I
Pembimbing II
Khamami Zada, MA 197501022003121001
Prof. Dr. Yunasril Ali, MA 150223823
KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M / 1432 H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa 1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh selar strata 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. semua sumber yang saya bunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan ahsil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 Mei 2011
Yudha Septian
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Swt yang maha pengasih lagi maha penyayang, segala puji dan syukur bagi Allah Swt tuhan seru sekalian alam atas segala rahmat, taufik hidayah, serta hinayah-Nya penulis haturkan yang telah dilimpahkan kepada seluruh umat manusia di muka bumi. Wa bil khusus kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai persyaratan untuk meraih gelar sarjana Hukum Islam Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, yang telah membawa seluruh umatnya kepada pengetahuan serta semangat untuk mencari luasnya ilmu di dunia ini, beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para tabiinnya. Skripsi yang berjudul pandangan Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terhadap kesetaraan gender, alhamdulillah mampu penulis rampungkan, penulis berharap karya ilmiah ini nantinya akan bisa bermanfaat bagi banyak orang. Karya ilmiah ini terselesaikan berkat bantuan beberapa pihak baik secara moril maupun materil, oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu. Ucapan terima kasih ini penulis sampaiakan kepada: 1. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Prof.Dr.H.Mohammad Amin Suma, SH. MA. MM, beserta Pembantu Dekan dan seluruh staf Fakultas Syari;ah dan Hukum yang tak kenal lelah memberikan masukan serta dorongan dan do’a selam penulis malaksanakan proses perkuliahan dan organisasi di kampus.
i
2. Dr. Asmawi, M.Ag, dan Afwan MA selaku Kajur dan Sekjur SJS yang tak kenal lelah membantu penulis mulai dari pengajuan proposal skripsi hingga menjadi sebuah skripsi yang siap dibaca dan bermanfaat bagi banyak orang. 3. Prof. Dr. Yunasril Ali, MA dan Khamami Zada, MA sebagai pembimbing yang sudah banyak meluangkan waktunya, tak pernah kenal lelah membimbing dan memberikan saran, nasehat serta dukungan baik secara moral maupun materil kepada pneulis. 4. Almarhumah ibunda Hj. Khodijah, ibunda tercunta Yuliati dan ayahanda tercinta Dajajadi yang selalu ada dalam setiap langakah penukis selama ini, yang memberikan kesempatan bagi penulis menjadi bagian dari keluarga beliau serta memberikan kasih sayang mereka. 5. Seluruh pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP), Pimpinan Pusat Wanita Persatuan Pembangunan (PP WPP) dan Fraksi Persatuan Pembangunan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (FPP DPR-RI) yang siap membantu penulis dalam pengumpulan data baik berupa buku, maupun dokumen. 6. Seluruh pegawai Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Utama Universitas Indonesia, Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Jakarta, dan dokumen yang di perlukan dalam penyusunan skripsi ini.
ii
7. Kakak-kakakku ka Nani, ka Nina, amas Aris dan adikku Rizkon, serta seluruh keluarga besar yang telah banyak memberikan semangat dukungan serta kasih sayang yang tak terhingga. 8. Ustd. Agus Zawawi S.Ag dan Ustd. Juaini yang juga selalu memberikan do’a kepada penulis serta motifasinya. 9. Sahabat-sahabatku Supardi, Mufti, Bowo, Boim, Ila, Esa, Alif, Eca, Atiqoh, Rifqoh, Eri, Bangkit, Ridwan, Ade, Lutfi, Naziah, Rabbit yang selalu siap membantu penulis selama proses penyusunan skripsi ini hingga tidak segansegan untuk mengkritik dan menegur penulis. 10. Teman-teman seperjuangan dalam bermusik, Adel, Fadil, Yoga, serta temanteman di Riak, Ncek, Caca, Irex, Paul, Ervan, Edi, Erza, Wita dan temanteman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu di sini terima kasih atas semua dukungan, nasehat, dan do’anya kepada penulis. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya dan perkembangan ilmu pengetahuan umumnya.
Jakarta, 10 Mei 2011 Billahi al Tawfiq Wa al Hidayah Wassalamu’Alaikum Wr.Wb
Yudha Septian Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I
:
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah......................................................... 1 B. Batasan dan Perumusan Masalah............................................ 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 6 D. Kerangka Teoritis .................................................................. 8 E. Kerangka Konsepsional ......................................................... 9 F. Metode Penelitian .................................................................. 10 G. Review Studi Terdahulu ......................................................... 13 H. Sistematika Penulisan ............................................................ 15
BAB II :
TINJAUAN UMUM TENTANG KESETARAAN GENDER A. Pengertian dan Sejarah Kesetaraan Gender ............................ 17 B. Kesetaraan Gender Dalam Islam ............................................ 33 C. Kesetaraan Gender di Indonesia ............................................. 44
iv
BAB III :
PROFIL PPP A. Sejarah berdirinya PPP........................................................... 50 B. Asas PPP .............................................................................. 58 C. Visi dan Misi Partai ............................................................... 62
BAB IV :
KESETARAAN GENDER MENURUT PANDANGAN PPP A. Pandangan Politisi PPP Mengenai Posisi Wanita Dalam Keluarga ............................................................................... 67 B. Pandangan Politisi PPP Terhadap Pemimpin Perempuan ....... 75 C. Peran Politisi PPP Terhadap Pengarusutamaan Kesetaraan Gender di Legislatif .............................................................. 85 D. Strategi PPP Dalam Pengarusutamaan Keseteraan Gender .... 92
BAB V :
PENUTUP A. Kesimpulan............................................................................ 96 B. Saran-Saran…………………………………………………...100
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Istilah gender memang bukan kata–kata yang asing lagi, namun yang perlu dicermati di sini ialah bagaimana ini bisa diartikan bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan yang sangat signifkan atau yang besar antara peran laki–laki dan perempuan dalam kehidupan di dunia ini. Dalam istilah gender pastinya sering mendengar adanya indikasi ketidakadilan antara laki-laki dan wanita, perempuan sering kali diposisikan nomor dua. Dalam hirarki perbedaan ini ketidaksetaraan menjadi bagian yang kasat mata dimana eksisitensi kaum laki–laki selalu diproritaskan. Gender, sebagaimana halnya kelompok etnis, dalam banyak masyarakat merupakan salah satu faktor utama yang menentukan status seseorang. Dapat dimaklumi bahwa persoalan gender berpotensi untuk menimbulkan konflik dan perubahan sosial, karena sistem patrarki yang berkembang luas dalam berbagai masyarakat menempatkan wanita pada posisi yang tidak diuntungkan secara kultural, struktural, dan ekologis. Wanita dipojokkan ke dalam urusan-urusan reproduksi seperti menjaga rumah dan mengasuh anak.
1
2
Sebagai akibat dari pertumbuhan dan mobilisasi penduduk, urbanisasi dan revolusi industri menimbulkan berbagai perubahan sosial, termasuk dalam kedudukan sosial bagi laki-laki dan wanita. Dalam budaya di berbagai tempat, hubungan-hubungan tertentu laki-laki dan wanita dikonstruksikan oleh mitos. Mulai mitos tulang rusuk asal-usul kejadian perempuan sampai mitos-mitos di sekitar menstruasi. Mitos-mitos tersebut cenderung mengesankan wanita sebagai the second creation dan the second sex. Pengaruh mitos-mitos tersebut mengendap di alam bawah sadar wanita sekian lama sehingga wanita menerima kenyataan dirinya sebagai subordinasi laki-laki dan tidak layak sejajar dengannya. Proses dan kondisi bias dan penyimpangan ini terus menguat dan berimbas dalam kesadaran beragama. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada masyarakat awam tetapi juga terjadi pada komunitas elite agama. Dari sisi kemapanan ini, sering mucul asumsi negatif yang berkembang, lebih tepatnya tuduhan terhadap institusi agama yang menilai agama sebagai akar teologis ketidaksetaraan dan ketidakadilan relasi gender. Tuduhan miring bahwa institusi agama (apalagi ajaran dasarnya) tidak berpihak pada kaum perempuan harus diluruskan. Tidak ada agama, terutama Islam, yang mendiskreditkan apalagi membenci kaum perempuan. Islam sangat menghormati kemartabatan dan kehormatan kaum perempuan.
3
Ada beberapa teks-teks suci (Al-Qur’an dan Hadist) bertutur bahwa kualitas diri seorang hamba di hadapan Sang Penciptanya tidak ditentukan oleh karakter jenis kelamin atau status sosial, atau suku. Kualitas ketakwaan merupakan dimensi standar satu-satunya untuk mengukur kualitas diri seorang hamba di hadapan Allah SWT. Al-Qur’an dalam surat al-Hujarat (QS. 49), ayat 13 menegaskan bahwa hanya faktor keimanan dan ketakwaan yang membedakan posisi sesorang di sisi Allah SWT. Ada beberapa prinsip dasar yang menjadi pijakan untuk membangun tatanan relasi sesama manusia dalam Islam. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya ialah keadilan (al-‘adalah), persamaan (al-musawah), kebebasan (al-hurriyah), persaudaraan (al-ikha), dan musyawarah (al-syura).1 Pertama, prinsip keadilan sangat dijaga dalam Islam, keadilan juga lebih mendekatkan kepada ketakwaan seperti yang tertulis dalam Al-Qur’an surat alMaidah ayat 9. Prinsip keadilan ini juga telah terbuktikan dalam sejarah Islam, pada waktu itu Nabi Muhammad Saw dijadikan utusan kedunia ini juga dikarnakan ingin menghilangkan sejauh-jauhnya unsur ketidakadilan pada waktu itu, tentu sudah jelas pada masa itu kaum perempuan menjadi kaum yang tertindas, bayi perempuan sudah lumrah dikubur hidup-hidup. Di sisi lain, perempuan dewasa sering diperlakukan layaknya sebuah benda / sesuatu yang dianggap tidak berharga. Dengan datangnya Islam martabat perempuan diangkat.
1
Noryamin Aini, Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Perspektif Agama Islam, (Jakarta: Kementrian Pemberdayaan Wanita) 2004. h. 11
4
Karna itu pula dalam tatanan keluarga dan bermasyarakat, prinsip keadilan harus menjadi landasan relasi antar umat manusia.2 Kedua, prinsip keadilan tidak mungkin dapat berjalan sendiri dengan baik. Islam melengkapinya dengan prinsip kesetaraan, persamaan (al-musawah). Disini mengandung ajaran bahwasannya kaum perempuan adalah saudara kandung bagi laki-laki menggambarkan kesetaraan dan kemitraan untuk keduanya dalam aktifitas mengemban misi sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi. Ketiga, prinsip kemandirian dan kebebasan memberikan hak yang sama pada laki-laki dan perempuan untuk menentukan nasib dan masa depannya sendiri. Kebebasan disisni bukan berarti tanpa ada batasan-batasan atau mungkin malah jadi sewenang-wenang. Kebeabasan dalam Islam berbanding lurus dengan prinsip sikap menjaga kepentingan orang lain dan menghormati kedudukan orang lain. Keempat, adalah prinsip persaudaraan (al-ikha). Umat Islam baik laki-laki maupun perempuan merupakan seperti satu entitas (subtansi) yang tidak mungkin dipisahkan. Kata persaudaraan menghapus identitas keakuan dan kekamuan sebagai symbol keterpisahan dan rivalitas (konflik kepentingan). Persaudaraan meniscayakan kebersamaan yang akan bergerak bersama dengan semangat dan jiwa demi kemaslahatan bersama. Tentu alangkah indahnya bila dalam realita kehidupan ini konsep yang di paparkan di atas dapat terealisasi dengan baik.
2
Noryamin Aini, Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Perspektif Agama Islam, Jakarta, 2004. h. 11
5
Di Indonesia kondisi bias tentang kesetaraan gender pun berakibat negatif. Tercatat pada tahun 2002-2003 Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 307 kasus per 100.000 kelahiran.3 Forum-forum penting seperti DPR, DPD dan MPR yang sangat potensial untuk menentukan kebijakan ranah, arah orientasi dan kualitas hidup perempuan didominasi oleh kaum laki-laki. Dalam kaitan ini jumlah perempuan anggota DPR periode 1999-2004 hanya 44 orang, atau setara dengan 8,8 persen.4 Ini merupakan pembuktian bahwasannya pengaruh pandangan wanita ialah the second creation dan the second sex bisa berakibat fatal. Fakta di atas merupakan salah satu banyaknya permasalahan yang terkait dengan kesetaraan gender. Diharapkan melalui pandangan Partai Persatuan Pembangunan asumsi yang berkembang di masyarakat tentang tuduhan terhadap instustusi agama yang menilai agama sebagai akar teologis ketidaksetaraan dan ketidakadilan relasi gender dapat tergambar dengan jelas, apakah memang benar atau tidak dan bagaimana Partai Persatuan Pembangunan yang merupakan salah satu sarana aspirasi umat Islam di negara ini dalam menyelesaikan permasalahanpermasalahan yang semakin berkembang dan kompleks di negara ini, terutama dalam hal ini mengenai kesetaraan gender, dan juga akan dilihat dari segi aspek hukum Islam, ini menarik untuk diteliti sehingga penulis menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul 3
Suryadi Soeparman, Implimentasi ICPD 1994 dalam Kebijakan dan Program Pemberdayaan Perempuan Indonesia, makalah disajikan pada Semiloka Review Pelaksana ICPD + 10, di PKBI 11 Mei 2003 4
BPS, Statistik dan Indikator Jender, (Jakarta:BPS, 2000)h.39-60
6
“PANDANGAN
PARTAI
PERSATUAN
PEMBANGUNAN
(PPP)
TERHADAP KESETARAAN GENDER ”
B. Batasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar pembahasan ini tidak meluas, maka dalam penelitian ini penulis terfokus pada pandangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terhadap kesetaraan gender, khususnya peran perempuan dalam keluarga dan kepemimpinan perempuan. 2. Perumusan Masalah Melihat judul skripsi tersebut dan latar belakang permasalahan seperti terurai di atas, maka penulis perlu membuat rumusan masalah yang dianggap penting yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini. Diantara rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut: a. Bagaimanakah pandangan Partai Persatuan Pembangunan tentang peran perempuan dalam keluarga dan kepemimpinan perempuan ? b. Bagaimana peran PPP dalam Kesetaraan Gender di Legislatif ? c. Bagaimana strategi PPP dalam pengarusutamaan Gender ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
7
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap realitas sosial, agama serta pertumbuhan dinamika kehidupan khususnya dalam ruang lingkup gender
setelah
bermunculannya
polemik-polemik
yang
erat
kaitan
permasalahannya dengan kesetaraan gender. Serta pandangan Partai Persatuan Pembangunan mengenai permasalahan ini.
Secara lebih rinci penelitian ini
bertujuan untuk: a. Bagaimanakah pandangan Partai Persatuan Pembangunan tentang peran perempuan dalam keluarga dan kepemimpinan perempuan ? b. Bagaimana strategi PPP dalam pengarusutamaan Gender ? c. Bagaimana peran PPP dalam Kesetaraan Gender di Legislatif ? 2. Manfaat Penelitian Diharapkan
dalam
penelitian
ini
dapat
memberikan
solusi
permasalahan yang terkait dengan kesetaraan gender, yang lebih khusus mengenai peran perempuan di dalam keluarga dan kepemimpinan wanita dalam suatu pemerintahan melalui kajian-kajian yang terdapat di dalam undang-undang maupun hukum Islam, serta peran dan pandangan salah satu partai Islam yang ada di Indonesia. Dan mudah-mudahan menambah khazanah keilmuan ketatanegaraan yang secara spesifik membahas tentang kepemimpinan wanita dalam pemerintahan, serta gejala-gejala sosial yang berkaitan dengan peran wanita di dalam keluarga, sehingga nanti akan ada solusi yang tepat terkait permasalahan-permasalahan tersebut.
8
D. Kerangka Teorietis Secara teoritis penelitian ini menggunakan dua teori, yang pertama adalah teori kepemimpinan, dari sekian banyak teori kepemimpinan pada prinsipnya meliputi empat macam teori, yaitu : “Unitary Traits Theory”, “Constellation of Traits Theory”, “Situational Theory” dan Interaction Theory”. Teori pertama, menunjukkan bahwa seorang pemimpin selalu memiliki karakter tertentu sebagai faktor pembeda terhadap masyarakat biasa. Teori kedua, Constellation of Traits Theory, yaitu teori yang memunculkan cirri-ciri seorang pemimpin yang mempunyai nilai lebih secara fisik dan psikis. Teori ketiga, Situational Theory, yaitu teori kepemimpinan yang ditentukan oleh situasi, waktu dan tempat. Teori terakhir, interaction Theory, yaitu teori yang mempelajari dampak interaksi, sehingga pemimpin dalam aktivitasnya mempunyai replika atau cerminan dari pengikutnya dan masyarakat yang dapat memnuhi kebutuhan dan kepentingan mereka. Dari teori-teori tersebut pada akhirnya bermuara pada sikap dan perilaku pemimpin. Seorang pemimpin dituntut mampu mengkonstruksikan nilai-nilai ideal kedalam kenyataan empiris yang dapat ditransformasi kepada para pengikutnya dan masyarakat sekitarnya.
9
Yang kedua adalah teori perubahan sosial, secara umum pengertian perubahan sosial ialah posisi, atau situasi, masyarakat yang secara keseluruhan mengidentifikasikan adanya perbedaan di dalam proses yang berlangsung di dalam masyarakat. Islam mempunyai konsep-konsep dasar mengenai perubahan sosial. Kosep-konsep dasarnya adalah seperti berikut ini: Konsep pertama, bahwa masyarakat harus ‘memajukan’ diri lewat ‘proses evolusioner’, demi menuju sasaran yang telah ditetapkan. Konsep kedua, bahwa perjuangan ke arah ‘kemajuan’ dan mencapai ‘sasaran’ hendaknya dijadikan sebagai bagian kehidupan. Konsep ketiga, apabila sekiranya ada kelompok masyarakat atau kelas sosial yang sedemikian membahayakan bagi kemajuan masyarakat, maka peniadaan elemen-elemen seperti itu menjadi amat vital. Konsep
keempat,
andaikata
masyarakat
tidak
bisa
meniadakan
ketidakadilan tersebut secara alami masyarakat tersebut akan mengalami kemerosotan dan masyarakat tersebut akan diubah dengan cara-cara Tuhan yang lain.
E. Kerangka Konsepsional Dalam rangka membahas mengenai kersetaraan gender ini penulis mencoba mencari apa saja yang menjadikan persoalan kesetaraan gender ini mencuat, dalam beberapa pandangan diutarakan bahwa inti dari permasalahan ini
10
ialah tidak adanya keseimbangan antara peran lak-laki dan perempuan, kemudian juga setelah penulis tahu inti dari permasalahan ini kemudian baru dicari solusisolusinya, yang kemudian akan diketahui akan dibawa kemana persoalan ini. Tentu dalam hal ini penulis amat berharap karya ini akan dapat bermanfaat demi terciptanya kehidupan yang adil, makmur, dan sejahtera terutama dalam menananggapi persoalan gender. Terlebih kemudian tulisan ini bisa menjadi bahan rujukan yang tepat. Untuk
mengupayakan
agar
tidak
terjadi
kesimpangsiuran
dan
kesalahpahaman dalam hal mengartikan konsep-konsep pokok dalam penelitian ini, maka penelitian ini ditentukan bahwa: Yang dimaksud “Pandangan Partai Persatuan Pembangunan ” segala sesuatu yang berhubugan dengan pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh Partai Persatuan Pembangunan dalam rangka memberikan kejelasan atas suatu permasalahan yang berkembang dikalangan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk para simpatisan Partai Persatuan Pembangunan.
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Dalam Penelitian ini yang menjadi objek kajian adalah permasalahan Kesetaraan Gender dan beberapa pendapat atau dasar hukum yang mengatur tentang kesetaraan gender yang ada di dalam kajian hukum Islam dan yang
11
ada di Indonesia dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender yang adil dan sejahtera. Maka mengingat begitu pentingnya kedalaman empiris yang harus dapat dijangkau maka cara kerja atau metode yang akan digunakan dalam kegiatan penelitian ini akan menampilkan beberapa metode penelitian. Pada garis besarnya hanya ada dua macam metode, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian lapangan dengan metode kualitatif. 2. Sumber Data Dalam penelitian ini akan digunakan data primer dan data sekunder. Di bawah ini akan dirinci satu per satu apa saja yang termasuk ke dalam data primer dan data sekunder. a. Data Primer Data primer didapatkan dari dokumen-dokumen yang berasal dari kantor Dewan Pimpianan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan terkait dengan pemasalahan kesetaraan gender. Selain itu juga data primer diperoleh lewat interview (wawancara) dengan pengurus kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan yang membidangi urusan pemberdayaan wanita, kemudian data tersebut dianalisis dengan cara menguraikan dan menghubungkan dengan masalah yang dikaji.
12
b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengadakan studi dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diajukan. Dokumendokumen yang dimaksud adalah Al-Quran, Hadits, kitab-kitab fikih, bukubuku ilmiah, jurnal-jurnal, dan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 Tentang Pengarustamaan Gender dalam Pembangunan Nsional, Lampiran Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 Pedoman Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan serta peraturan lainnya yang dapat mendukung skripsi ini. 3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Untuk
Memperoleh
data
dilakukan
dengan
menggunakan
Studi
Dokumenter, yaitu dengan cara mengkaji yang terdapat dari berbagai macam literatur kepustakaan berupa buku-buku, majalah-majalah, website atau literatur lainnya yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas untuk dikaji dan dicatat bagian-bagian yang penting yang nantinya ada titik benang merah tentang kesetaraan gender dalam mewujudkan kehidupan yang adil dalam perspektif peraturan perundang-undangan (UUD1945) dalam pespektif Islam dan Partai Persatuan Pembangunan.
13
Interview atau wawancara yakni tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langung antara pewawancara dengan pihak-pihak yang ada kaitannya dengan judul skripsi ini yaitu pengurus pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan. Dengan tujuan agar memperoleh data yang lengkap untuk kesempurnaan skripsi ini. 4. Teknik Analisis Data Sementara untuk teknis penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku "Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009".
G. Review Studi Terdahulu Penulis menemukan beberapa judul skripsi yang pernah ditulis oleh mahasiswa-mahasiswa dan penulis buku sebelumnya yang berkaitan erat dengan judul skripsi yang akan diteliti oleh penulis. Akan tetapi, setelah penulis membaca beberapa skripsi tersebut ada perbedaan pembahasan yang cukup signifikan, sehingga dalam penulisan skripsi ini nantinya tidak ada timbul kecurigaan plagiasi. Untuk itu di bawah ini akan penulis kemukakan skripsi yang pernah ditulis oleh mereka, diantaranya sebagai berikut : 1. Febri Diana dengan judul “Peranan Komnas Perempuan Dalam Mewujudkan Keadilan Gender Bagi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga”. Dalam penulisan skripsi ini Febri lebih memfokuskannya dan mengaitkannya dengan permasalahan kekerasan dalam rumah tangga
14
(KDRT). Salah satu solusi yang dikemukakan oleh Febri adalah memberi rujukan permasalahan-permasalahan KDRT ini ke LSM, kemudian juga dikemukakan selain memberi rujukan tersebut Febri memberi solusi yaitu: Pelatihan para hakim peradilan umum tentang KDRT, Workshop Family Court (Pengadilan Agama) terhadap kasus-kasus KDRT, dan yang terakhir Pelatihan untuk instruktur pelatihan hakim peradilan agama tentang KDRT. 2. Cecep Mifta’ih Zainuddin dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Gender Mainstreaming Dalam Kompilasi Hukum Islam”. Skripsi ini membahas tentang bagaimana hukum Islam meninjau mainstreaming Kompilasi Hukum Islam terhadap gender. Cecep menyatakan bahwa perempuan itu harus menyadari bahwa dirimya punya kesetaraan (bukan keseragaman). Terkait dengan undang-undang yang berhubungan asas negara ini Cecep membahas juga tentang adanya instruksi Presiden RI no. 9 tahun 2000 tentang pengarustamaan gender dalam pembangunan nasional. Perempuan dalam KHI menurut Cecep merupakan kebijakan interpretasi yang ditetapkan menjadi keputusan kolektif. Sedangkan analisis pasal 25 merupakan penafsiran dari berbagai refrensi sehingga pasal tersebut terkesan bias. 3. Dr. Muhammad Baltaji dengan judul “Kedudukan Wanita Dalam Al-Qur’an As-Sunnah”. Dalam buku ini Baltaji mencoba memaparkan permasalahanpermasalahan seputar wanita. Baltaji membahas dalam 2 bagian, bagian
15
pertama memaparkan persamaan antara lelaki dan perempuan kemudian, dituliskan juga bagaimana atau apa saja perbedaan antara lelaki dan perempuan, semua yang menjadi pembahasan Baltaji merujuk jelas kepada text Al-Qur’an dan As-Sunnah, tapi selain itu didalam buku ini pembahasan kelima mengenai karir, jabatan, dan parlemen baltaji tidak menemukan secara jelas ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menyinggung mengenai permasalahan tersebut, namun Baltaji merujuk kepada pendapat para ulama.
H. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab Pertama, pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,
pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teoritis, kerangka konsepsional, metode penelitian, review studi terdahulu, dan sistematika penulisan. Bab Kedua adalah Pengertian Gender, Ketentuan umum tentang kesetaraan gender menrurt hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan, macam-macam permasalahan seputar gender serta solusi permasalahannya. Bab Ketiga adalah ketentuan Umum Tentang Partai Persatuan Pembangunan, mulai dari sejarah, asas-asas, serta visi dan misi Partai Persatuan Pembangunan.
16
Bab Keempat adalah Pandangan Partai Persatuan Pembangunan mengenai kesetaraan gender, Peran Partai Persatuan Pembangunan dalam rangka mengatasi permasalahan-permasalahan yang terkait dengan kesetaraan gender terutama posisi perempuan didalam keluarga dan pemimpin perempuan, Strategi Partai Persatuan Pembangunan serta peran Partai Persatuan Pembangunan dalam legislative tentang kesetaraan gender. Bab Kelima merupakan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam penulisan skripsi yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESETARAAN GENDER
A. Pengertian dan Sejarah Kesetaraan Gender Gender dalam bahasa Indonesia mengandung arti yaitu jenis kelamin, lakilaki dan perempuan. Gender bagi banyak kalangan mengandung pengertian yang menggambarkan bagaimana nuansa semangat pemberontakan kaum perempuan terhadap stigma yang terbentuk di kalangan masyarakat, khususnya kaum lakilaki. Doktrin gender dipandang sebagai gagsan yang diadopsi dari nilai-nilai Barat yang tidak bermoral dan religius. Gagasan pemikiran gender bukan produk dari tradisi berpikir Islam. Sedangkan kesetaraan gender (gender quality) mengandung pengertian kesamaan satu bentuk penilaian atau penghargaan yang sama oleh masyarakat dan negara terhadap persamaan dan perbedaan perempuan dan laki-laki serta berbagai peran yang mereka jalankan.1 Isu gender tidak bisa dipisahkan dengan variabel jenis kelamin bahkan secara sosilogis gender berasal dari perbedaan jenis kelamin. Identitas jenis kelamin ini merupakan konsep biologis yang sebagai identitas permanen yang membedakan pria (jantan) dan perempuan (betina). Ini timbul secara alamiah,
1
Noryamin Aini, Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Perspektif Agama Islam, Jakarta,2004. h. 17
17
18
dan merupakan tanda pembeda. Akibatnya, jenis kelamin biologis bersifat tetap, permanen, dan universal. Meskipun kata gender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah tersebut sudah lazim digunakan, khususnya di Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan ejaan “jender”. Jender diartikannya sebagai “interpretasi mental” dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan wanita. Jender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan.2 Dalam studi gender dikenal beberapa teori yang cukup berpengaruh dalam menjelaskan latar belakang perbedaan dan persamaan peran gender laki-laki dan wanita, antara lain sebagai berikut. 1. Teori Psikoanalisa/Identifikasi Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Teori ini mengungkapkan bahwa perilaku dan kepribadian laki-laki dan wanita sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas. Freud menjelaskan kepribadian seseorang tersusun di atas struktur, yaitu id, ego, dan superego. Tingkah laku seseorang menurut Freud ditentukan oleh interaksi ketiga struktur itu.3
2
3
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender,Jakarta, Paramadina, 2001, h.35 Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender,Jakarta,2001, h.46
19
Pertama, id sebagai pembawaan sifat-sifat fisik-biologis seseorang sejak lahir, termasuk nafsu seksual dan insting yang cenderung selalu agresif. Id bekerja di luar sistem rasional dan senantiasa memberikan dorongan untuk mencari kesenangan dan kepuasan biologis. Kedua, ego bekerja dalam lingkup rasional yang berupaya menjinakkan keinginan dari agresif dari id. Ego berupaya membantu mengatur hubungan antara keinginan subjektif individual dan memelihara agar bertahan hidup dalam dunia realitas. Ketiga, superego berfungsi sebagai aspek moral dalam kepribadian, berupaya mewujudkan kesempurnaan hidup. Lebih dari sekedar mencari kesenangan dan kepuasan hidup. Dalam teori ini dijelaskan bahwa pada dasarnya tetap ada perbedaan antara laki-laki dan wanita. Perbedaan disini lebih ditekankan kepada perbedaan jenis alat kelamin antara laki-laki dan wanita. Pada diri laki-laki memiliki kebanggaan karena tidak semua memiliki penis, termasuk ibunya. Sebaliknya, anak perempuan ketika melihat dirinya tidak memiliki penis seperti anak laki-laki, tidak dapat menolak kenyataan dan merasa sudah “terkebiri”. Ia mengalami perkembangan rasa “rendah diri”. Ia secara tidak sadar menjadikan ayahnya sebagai objek cinta dan menjadikan ibunya sebagi objek iri hati. Teori ini mendapat protes keras dari kalangan feminis, namum demikian harusnya ini menjadi acuan bahwasannya dengan perbedaan alat kelamin ini tidak mempengaruhi posisi dan martabat wanita. Di dalam teori ini Freud tidak bermaksud menyudutkan wanita. Sikap feminis yang akademisi seperti Nancy Codorow dan Julieft Mitchell dapat dinilai
20
bijaksana, karena tidak serta merta menolak toeri Freud tetapi berupaya menyempurnakan metode analisa yang digunakan Freud dalam menarik sebuah kesimpulan.4 2. Teori Fungsionalis Struktural Teori ini berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian yang saling mempengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam suatu masyarakat, mengidentifikasi fungsi setiap unsur, dan menerangkan bagaimana fungsi unsur-unsur tersebut di dalam masyarakat. Dalam hal peran gender, pengikut teori ini menunjuk masyarakat praindustri sebagai contoh, betapa masyarakat tersebut terintegrasi di dalam suatu sistem sosial. Laki-laki berperan sebagai pemburu dan wanita sebagai peramu. Sebagai pemburu, laki-laki lebih banyak berada di luar rumah dan bertanggung jawab untuk membawa makanan kepada keluarga. Peran wanita lebih terbatas di sekitar rumah dalam urusan reproduksi, seperti mengandung, memelihara, dan menyusui anak. Pembagian kerja seperti ini telah berfungsi dengan baik dan berhasil menciptakan kelangsungan masyarakat yang stabil. Dalam masyarakat seperti ini stratifikasi peran gender sangat ditentukan oleh jenis kelamin. Salah satu kritik yang dapat dilontarkan kepada teori ini ialah bahwa teori itu terlalu terikat pada kenyataan masyarakat pra-industri. Padahal, struktur dan
4
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender , h.50
21
fungsi di dalam mayarakat kontemporer sudah banyak berubah. Keluarga dan unit rumah tangga telah mengalami banyak perubahan dan penyesuaian. Kalau dahulu sistem masyarakat lebih bersifat kolektif, keluarga pun masih bersifat keluarga besar. Tugas dan tanggung jawab keluarga dipikul secara bersama-sama oleh keluarga besar tersebut. Masalah anak tidak hanya diurus oleh ibunya, tetapi oleh semua anggota keluarga yang ramai-ramai tinggal di dalam sebuah rumah. Di masa-masa yang akan datang teori ini bisa mengalami tantangan besar. Pembagian fungsi dan peran antara suami dan isteri dianggap sulit dipertahankan dalam konteks masyarakat modern. Dalam era globalisasi yang penuh dengan berbagai persaingan, peran seseorang tidak lagi banyak mengacu pada normanorma kebiasaan yang lebih banyak mempertimbangkan faktor jenis kelamin, akan tetapi ditentukan oleh daya saing dan keterampilan. Laki-laki dan perempuan sama-sama berpeluang untuk memperoleh kesempatan dalam persaingan. Ada beberapa unsur pokok dalam teori fungsionalis struktural yang sekaligus menjadi kekuatan teori ini, yaitu: a. Kekuasaan dan Status Wanita dinilai berpenampilan dan berperilaku lemah lembut, sementara laki-laki berpenampilan dan berperilaku tegar dan jantan, dan karenanya memiliki kekuasaan dan status lebih besar. Pola kekuasan dan status ini berpengaruh secara universal di dalam masyarakat. Tidak sedikit kebijakan dan peraturan lahir di atas persepsi tersebut
22
dan tidak heran kalau di dalam masyarakat muncul ideologi gender yang berupaya meninjau secara mendasar berbagai kebijakan dan peraturan yang dinilai tidak berwawasan gender. b. Komunikasi Non-Variabel Kemampuan yang dianggap kurang dari wanita dan kemampuan yang dianggap berlebih yang dimiliki laki-laki dalam komunikasi antara laki-laki dan wanita di dalam masyarakat. Laki-laki lebih dimungkinkan untuk menegur sapa kepada wanita daripada wanita. Karena wanita dinilai memiliki kekuasaan yang tidak memadai maka masyarakat (laki-laki) cenderung memandang “rendah” wanita. Situasi ini seperti ini sangat berpengaruh di dalam relasi gender, karena dengan demikian secara tidak langsung laki-laki mendapatkan tingkatan yang lebih tinggi daripada wanita. c. Wanita di dalam Berbagai Organisasi Ketimpangan peran gender di dalam berbagai organisasi disebabkan karena wanita mempunyai berbagai keterbatasan, bukan saja karena sesara alami laki-laki, menurut teori fungsional struktural, dipersepsikan kaum yang lebih unggul, atau berbagai stereotipe gender lainnya, tetapi juga karena wanita ditemukan kurang terampil daripada laki-laki. Dalam kendali organisasi, posisi wanita lebih mengkhawatirkan daripada laki-laki, sehingga dalam pola relasi gender masih sering kali terjadi ketimpangan. d. “Rape-Prone” dan “Rape-Free”
23
Wanita adalah makhluk yang rawan diperkosa (rape-prone) sementara laki-laki tidak rawan untuk diperkosa (rape-free). Berbagai kejahatan seksual dapat dilakukan laki-laki, tapi tidak sebaliknya. Dalam sudut pandang ini, laki-laki mendapat keuntungan dalam pola relasi gender, walaupun keadaannya sangat tergantung pada setiap kondisi masyarakat. Bagi masyarakat yang mempertahankan norma-norma agama, pengaruh dan intensitas unsur ini tidak terlalu dominan. Akan tetapi bagi masyarakat yang cenderung bebas, nilai ini akan besar pengaruhnya. e. Pembagian Kerja Dalam masyarakat tradisional dikenal pembagian kerja secara seksual, laki-laki sebagai pemburu dan wanita sebagai pengasuh. Di dalam masyarakat modern pun tidak jauh berbeda, kalau wanita menjadi sekretaris laki-laki menjadi pemimpin. Laki-laki lebih banyak terlibat dalam urusan produksi, sementara wanita dipolakan untuk lebih banyak terlibat dalam urusan reproduksi. Teori ini sempat populer pada era tahun 1950-an, ketika bangsa-bangsa mengalami depresi dan kejenuhan karena Perang Dunia I dan Perang Dunia ke II. Masyarakat berupaya memulihkan kestabilan tidak dengan jalan perang, tapi kembali
memfungsikan
kembali
unsur-unsur
penting
dalam
sistem
kemasyarakatan. Teori ini secara ideologis telah digunakan untuk memberikan pengakuan terhadap kelanggengan dominasi laki-laki seolah-olah teori ini dianggap bertanggung jawab terhadap lestarinya stratifikasi gender di dalam masyarakat.
24
Meskipun telah dijelaskan kelemahan-kelemahan pendapat ini, pada kenyataannya masih sulit dihapuskan di dalam kehidupan bermasyarakat, bukan saja dalam masyarakat tradisional tetapi juga dalam masyarakat modern. Pembagian fungsi yang mengacu kepada perbedaan anatomi biologis masih sulit ditinggalkan. Dalam kenyataannya masyarakat industri dan masyarakat liberal cenderung tetap mempertahankan pendapat ini karena sesuai dengan prinsipprinsip ekonomi industri yang menekankan aspek produktivitas. Tentu saja pendapat ini menimbulkan kritik yang keras dari kalangan feminis karena teori ini secara prinsip kemanusiaan sudah tidak sesuai. 3. Teori Konflik Dalam soal gender, teori konflik terkadang diidentikkan dengan teori Marx karena begitu kuat pengaruh Karl Marx di dalamnya. Teori ini berangkat dari asumsi bahwa dalam susunan suatu masyarakat terdapat beberapa kelas yang saling memperebutkan pengaruh dan kekuasaan. Siapa yang memiliki dan menguasai sumber-sumber produksi dan distribusi merekalah yang memiliki peluang untuk memainkan peran utama. 5 Menurut Marxisme, dalam kapitalisme, penindasan wanita diperlukan karena menguntungkan. Pertama, eksploitasi wanita di dalam rumahtangga akan membuat buruh laki-laki di pabrik lebih produktif. Kedua, wanita juga berperan dalam reproduksi buruh murah, sehingga memungkinkan harga tenaga kerja lebih
5
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender , h.61
25
murah. Murahnya tenaga kerja menguntungkan kapitalisme. Ketiga, masuknya buruh wanita sebagai buruh dengan upah rendah menciptakan apa yang disebut dengan ‘buruh cadangan’. Melimpahnya buruh cadangan memperkuat posisi tawar-menawar para pemilik modal (kapitalis) dan mengancam solidaritas kaum buruh. Teori konflik mendapat kritik dari sejumlah ahli, karena terlalu menekankan faktor ekonomi sebagai basis ketidakadilan yang selanjutnya melahirkan konflik. Dahrendorf dan Randall Collins, yang dikenal pendukung teori konflik modern, tidak sepenuhnya sependapat dengan Marx dan Engels. Menurut mereka, konflik tidak hanya terjadi karena perjuangan kelas dan ketegangan antara pemilik dan pekerja, tetapi juga disebabkan oleh beberap faktor lain, termasuk ketegangan antara orang tua dan anak, suami dan istri, senior dan yunior, laki-laki dan wanita, dan lain sebagainya.6 Feminisme merupakan sebutan yang digunakan untuk mendefinisikan gerakan-gerakan
pembebasan
perempuan.
Gerakan
ini
bertujuan
untuk
membebaskan perempuan dari kekerasan, ekonomi, politik, dan sosial yang bersandar pada pengalaman sejarah manusia yang telah lalu akan perbudakan pada peradaban-peradaban klasik. Dalam dua dekade terakhir kelompok feminis memunculkan beberapa teori yang secara khusus menyoroti kedudukan wanita dalam kehidupan
6
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender , h.63-64
26
masyarakat. Feminisme berupaya menggugat kemapanan patriarki, dan berbagai bentuk stereotip jender lainnya yang berkembang luas di dalam masyarakat.7 Terdapat banyak variasi teori dan gerakan dalam feminisme yang menampilkan keberagaman ide, nilai, dan perspektif. Secara umum gerakan feminisme dipandang sebagai sebuah gerakan pembebasan dan perlindungan hakhak wanita dalam masyarakat. Gerakan seperti ini telah mengalami diversitifikasi berkaitan dengan perbedaan-perbedaan konteks budaya dan ideologi. Itulah mengapa feminisme Islam, Feminisme Sosial, dan feminisme Barat beitu berarti sekarang.8 Para peneliti feminisme Barat secara umum mempunyai keyakinan bahwa sekali pria mendominasi sebuah masyarakat dalam bidang-bidang tertentu, wanita akan menjadi kelompok yang tertindas dan pasif. 9 Periode ini terjadi ketika pria dari kelas tertentu memerintah secara eksklusif dan dan kepemilikan dalam semua aspek kehidupan sosial-ekonomi. Wanita dipandang sebagai kelas rendahan dan tercabut dari segala jenis hak, mulai dari mengekspresikan pendapatnya hingga seluruh bentuk partisipasi sosial. Sekarang, feminisme mengejar emansipasi wanita dari segala jenis pengekangan, atau apa pun yang membuat wanita terisolasi dari supremasi pria, diantaranya 7
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender , h.64
8
Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama, Jakarta, Al-Huda,2005,h.26 9
S. Duval, “Women and Islamization:Contemporary Dimension of Discourse on Gender Relation”,Berg, 1998,h. 46
27
kesetaraan dalam pekerjaan, status sosial dan politik, kesamaan pria dan wanita dalam hak-hak sosial dan hak-hak mereka dalam kaitannya dengan anak-anak. Feminisme adalah sebuah ideologi yang murni sekular. Secara fundamental, feminisme tak hanya tidak mempunyai konsep tentang prinsipprinsip Ilahi tetapi juga bertentangan dengannya. Dalam kasus ini, agama malah sering kali dipandang sebagai sumber utama keridaksetaraan antara pria dan wanita.10 Berdasarkan prinsip bahwa mayoritas feminisme memiliki kesamaan pandangan
mengenai
kesetaraan
gender
dalam
terminologi-terminologi
kemampuan serta hak sosial dan individu, para pemikir feminisme berpandangan bahwa sebagaian besar sistem keyakinan agama yang terorganisasi, yang mendominasi dunia sejarah dan modern, secara mengakar sangatlah eksis. Terdapat tiga teori feminisme utama mengenai agama, yang radikal, liberal, dan reformis-analistik terhadap praktik yang ada dan terhadap penciptaan utopis sebuah praktik budaya tanding baru (new counter culture). Teori ras feminisme dalam kaitannya dengan agama menunjukkna teori Marxis dan Sosial. Mereka percaya, secara prinsipil, bahwa agama merupkan candu masyarakat dan memandangnya sebagai sumber utama ketidaksetaraan pria dan wanita. Para pemikir liberal juga memiliki ide yang sama bahwa agama, khususnya Kristen, merupakan sumber utama penampakan bias persoalan gender. 10
,h.26
Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama
28
Elizabeth Cady Stanton dalam bukunya, The Woman’s Bible, menyatakan bahwa kontribusi utama dan pertama feminsme adalah melakukan perubahan dalam agama Kristen. Stanton percaya bahwa bahasa dan interpretasi kalimat-kalimat yang berkaitan dengan wanita dalam Injil merupakan sumber utama pemberian ststus inferior pada kaum wanita. Sperti dinyatakan Mary Daly (1975,1978) dan Susan Griffin (1981) berpendapat bahwa sebuah tema fundamentalis tradisi Kristen Barat adalah kebenciannya terhadap nafsu, yang didasarkan pada suatu ide bahwa tubuh wanita menarik kembali kaum pria pada sifat kebinatangannya.11 Dengan demikian, mereka melihat adanya sebuah kebutuhan untuk menulis ulang doktrin agama yang berdasarkan pada prinsip-prinsip feminisme. Memang tidak semua kalangan feminisme berpikir sama. Secara umum dapat dikategorikan kepada tiga kelompok bagaimana pandangan feminis terhadap perbedaan peran jender laki-laki dan perempuan. 1. Feminisme Liberal Tokoh aliran ini antara lain Margaret Fuller (1810-1850), Harriet Martinea (1802-1876), Anglina Grimke (1792-1873), dan Susan Anthony (1820-1906).12 Dasar pemikiran kelompok ini adalah semua manusia, laki-laki dan perempuan, diciptakan seimbang dan serasi dan mestinya tidak terjadi penindasan antara satu dengan lainnya. Feminisme liberal diinspirasi oleh prinsip-prinsip 11
Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama
,h.27 12
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender,, h.64
29
pencerahan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai kekhususankekhususan. Secara ontologi keduanya sama, hak-hak laki-laki dengan sendirinya juga menjadi hak perempuan.13 Tetapi walaupun dikatakan feminisme liberal, kelompok ini masih tetap memandang perlu adanya pembedaan (distinction) antara laki-laki dan perempuan. Biar bagaimanapun juga, fungsi organ reproduksi bagi perempuan membawa konsekuensi logis dalam jehidupan bermasyarakat. Tetapi tetap kelompok ini berpendapat organ reproduksi bukan merupakan penghalang terhadap peran-peran di ranah publik. 2. Feminsme Marxis-Sosialis Aliran ini mulai berkembang di Jerman dan Rusia dengan menampilkan beberapa tokohnya, seperti Clara Zetkin (1857-1933) dan Rosa Luxemburg (1871-1919).14 Dengan mencoba melontarkan isu bahwa ketimpangan peran antara kedua jenis kelamin itu sesungguhnya lebih disebabkan oleh faktor budaya alam, aliran ini berupaya menghilangkan struktur kelas dalam mayarakat berdasarkan jenis kelamin. Aliran ini menolak anggapan tradisional dan para teolog bahwa status wanita lebih rendah daripada laki-laki karena faktor biologis dan latar belakang sejarah.
13
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender, , h.64
14
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender, , h.65
30
Feminisme sosialis berpendapat bahwa ketimpangan jender di dalam masyarakat adalah akibat penerapan sistem kapitalis yang mendukung terjadinya tenaga kerja tanpa upah bagi perempuan di dalam lingkungan rumah tangga.15 Perempuan senantiasa mencemaskan keamanan ekonominya, karenanya mereka memberikan dukungan kekuasaan kepada suaminya. 3. Feminsme Radikal Aliran ini muncul di permulaan abad ke-19 dengan mengangkat isu besar, menggugat semua lembaga yang dianggap merugikan wanita seperti lembaga patriarki yang dinilai merugikan perempuan, karena term ini jelas-jelas menguntungkan laki-laki. 16 Pandangan feminisme radikal ini terkesan lebih ekstrem, dikarenakan tidak hanya menuntut persamaan hak dengna laki-laki tetapi juga persamaan “seks”, artinya wanita dapat memperoleh kepuasaan seksual dengan sesama wanita (lesbian). Menurut kelompok ini, wanita tidak harus tergantung pada laki-laki, bukan saja dalam hal pemenuhan kebutuhan seksual. Wanita dapat merasakan kehangatan, kemesraaan, dan kepuasaan seksual kepada sesama wanita. Kepuasaan seksual dari laki-laki adalah masalah psikologis. Melalui berbagai latihan dan pembiasan kepuasaan itu dapat terpenuhi dari sesama wanita.
15
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender, , h.66
16
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender, , h.67
31
Aliran ini juga mengupayakan pembenaran rasional gerakannya dengan mengungkapkan fakta bahwa laki-laki adalah masalah bagi perempuan. Laki-laki selalu mengeksploitasi fungsi reproduksi perempuan dengan berbagai dalih. Ketertindasan perempuan berlangsung cukup lama dan dinilainya sebagai bentuk penindasan karena ras, perbudakan, dan warna kulit dapat segera dihentikan dengan resolusi atau peraturan, tetapi pemerasan secara seksual teramat sulit dihentikan, dan untuk itu diperlukan gerakan yang lebih mendasar. 17 Aliran ini mendapat tantangan luas, bukan saja dari kalangan sosiolog tetapi juga di kalangan femins sendiri. Tokoh feminis liberal yang banyak berfikir realistis tidak setuju sepenuhnya dengan pendapat ini. Persamaan secara total pada akhirnya akan merepotkan dan merugikan wanita itu sendiri. Seperti inti dari semua teori feminsme tersebut di atas ialah berupaya memperjuangkan kemerdekaan dan persamaan sehingga tidak lagi terjadi ketimpangan jender di dalam masyarakat. Proses feminisme di Barat telah menginspirasi wanita muslim. (lihat, Mernissi [1993], Nasir [1994], Basit [1997], Moghissi [1999], dan Smith [2001]).18 Kalangan awal feminisme Arab awal, seperti Nazira Zayn ad Din, asal Libanon, mengintegrasikan ide-ide feminisme ke dalam sebuah kerangka
,h.33
17
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender, , h.67
18
Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama
32
referansi Islam. Nazira Zayn ad Din menandai awal sebuah debat mengenai hijab, yang di dalamnya dikatakan bahwa hijab merupakan simbol inferioritas Islam. Hijab hanya salah satu contoh. Prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam yang lain mungkin juga menyatakan semacam perbedaan gender, dan dipandang sebagai inferior bagi perempuan muslim. Kemunculan gerakan-gerakan feminisme pada dasarnya merupakan gerakan umum ke arah sekulerisme, sebuah perhatian baru dengan reformasi sosial dan modernitas, dan kebangkitan kelas menengah lokal terpelajar. Perhatian utama mereka pada hak-hak kaum wanita meliputi isu-isu pendidikan, privasi, hijab, dan poligami, yang berkesesuaian dengna agenda yang lebih luas mengenai kemajuan dan harmonisasi antara Islam dan modernitas. 19 Selanjutnya, dalam gerakan feminisme Muslim ada yang disebut dengan feminisme Reaksioner atau Defensif. 20 Bentuk feminsme ini merupakan sebuah gerakan yang menekankan ide bahwa wanita Muslim telah memperoleh posisi yang setara dan terhormat (berdasarkan tradisi Islam) tanpa adanya kebutuhan bagi reformasi lebih lanjut. Dari perspketif mereka, Barat yang berorientasi pada wanita Muslim telah menggarisbawahi status wanita dalam masyarakat Muslim. Namun demikian, para Islamis, baik pria maupun wanita, juga telah ikut terlibat
19
Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama
,h.34 20
,h.34
Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama
33
dalam debat tersebut, seraya menekankan potensi pembebasan yang dimiliki Islam terhadap kaum wanita.
B. Kesetaraan Gender Dalam Islam Islam menghormati wanita dengan penghormatan yang sangat luhur, mengangkatnya dari keburukan dan kehinaan serta dari penguburan hidup-hidup yang pernah dilakukan pada jaman jahiliyah dulu ke kedudukan yang terhormat dan mulia, sebab perempuan itu selaku ibu. Dikatakan juga bahwa surga terletak dibawah telapak kaki ibu. Nabi Muhammad Saw pernah mengungkapkan bahwasannya hormatilah ibu, ibu, ibu, baru kemudian ayahmu. Penghormatan Islam terhadap istri pun begitu besar, bahwa Rasulullah Saw sangat mencintai Siti Khadijah r.a, memuji dan menghormatinya. Rasul pernah bersabda: ‘Khadijah itu adalah seorang wanita yang utama, bijaksana, dan darinya aku dikaruniai anak’(HR Bukhari dan Mulsim).21 Selain itu Islam juga menganjurkan agar laki-laki bisa menjaga perempuan, menjaga kehormatannya, martabat serta menghargai hak-hak dari perempuan. Tidak dibenarkan untuk para laki-laki menjatuhkan martabat perempuan. perempuan tidak seperti yang digambarkan oleh para penyebar keburukan dan kehinaan, yang menggambarkan wanita sebagai musuh laki-laki. Seolah-olah
21
Bukhari, Kitab: Munaqib orang Anshar, Bab: Perkawinan Nabi saw. dengan Khadijah dan keutamaan Khadijah, jilid 8, halm.136. Muslim, Kitab: Keutamaaan-keutamaan para sahabat, Bab: Keutamaan-keutamaan Khadijah Ummul Mukminin, jilid 7, h.141.
34
ada peperangan antara laki-laki dan perempuan, dimana perempuan berontak demi kebebasannya dan demi hak-haknya. Dalam konsep Islam, tidak ada permusuhan antara laki-laki dan perempuan, tidak ada peperangan antara keduanya, tapi perempuan adalah yang harus dikasihi. Perempuan mempunyai kedudukan yang mulia dan tinggi, perempuan selaku isteri, Allah SWT menjadikannya sebagai salah satu tanda ciptaannya, dimana pada wanita Allah SWT menciptakan rasa tentram, kasih dan sayang. Ada beberapa variabel yang dapat digunakan sebagai standar dalam menganalisa prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam Islam. Variabel-variabel tersebur antara lain sebagai berikut: 1. Laki-laki dan Wanita Sama-sama sebagai Hamba Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Zariyat/51:56:
ÇÎÏÈ Èbr߉ç7÷èu‹Ï9 žwÎ) }§RM}$#ur £`Ågø:$# àMø)n=yz $tBur
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara lakilaki dan wanita. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba yang ideal. 22 Hamba ideal dalam Al-Qur’an biasa diistilahkan
22
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender, , h.248
35
dengan orang-orang yang bertaqwa (muttaqun), dan untuk mencapai derajat muttaqun ini dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis tertentu. Dalam kapasitas sebagai hamba, laki-laki dan perempuan masing-masing akan mendaptkan penghargaan dari Tuhan sesuai dengan kadar pengabdiannya. 2. Laki-laki dan Wanita sebagai Khalifah di Bumi Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah, di samping untuk menjadi hamba yang tunduk dan patuh serta mengabdi kepada Allah SWT, juga untuk menjadi khalifah di bumi. Wanita diperbolehkan ikut serta membangun masyarakat sebagai khalifah dan hamba Allah SWT di permukaan bumi ini.23 Kapasitas manusia sebagai khalifah di bumi ditegaskan dalam QS. albaqarah 2:30
߉šøÿム`tB $pkŽÏù ã@yèøgrBr& (#þqä9$s% ( Zpxÿ‹Î=yz ÇÚö‘F{$# ’Îû ×@Ïã%y` ’ÎTo Î) Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 š••/u‘ tA$s% øŒÎ)ur Ÿw $tB ãNn=ôãr& þ’TÎo Î) tA$s% ( y7s9 ⨉ Ïd s)çRur x8ωôJpt¿2 ßx7Îm |¡çR ß`øtwUur uä!$tB$ Ïe !$# à7Ïÿó¡o„ur $pkŽÏù ÇÌÉÈ tbqßJn=÷ès? Artinya:
23
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
M. Quraish Shihab, Perempuan Dari Nikah Sampai Sex Dari Nikah Mut’ah Sampai Nikah Sunnah Dari Bias Lama Sampai bias Baru, (Jakarta:Lentera Hati, 2005) h.3
36
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa berbakti dengan memujiMu dan memuliakanMu. Allah berkata : Aku tahu apa yang kamu tiada mengetahui
Kata khalifah dalam ayat di atas tidak menunjuk kepada salah satu jenis kelamin atau kelompok etnis tertentu. Laki-laki dan perempuan mempunyai fungsi yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggung jawabkan tugastugas kekhalifahannya di bumi, sebagaimana halnya mereka harus bertanggung jawab sebagai hamba Tuhan. 3. Laki-laki dan Wanita Menerima Perjanjian Primordial Laki-laki dan wanita sama-sama mengemban amanah dan menerima perjanjian primordial dengan Tuhan.24 Al-Qur’an menegaskan bahwa Allah SWT memuliakan seluruh anak cucu Adam. Di dalam Al-Qur’an tidak pernah ditemukan satu ayat pun yang menunjukkan keutamaan seseorang karena faktor jenis kelamin atau karena ketrurunan satu bangsa tertentu. Kemandirian dan otonomi perempuan dalam tradisi Islam sejak awal terlihat begitu kuat. Perjanjian, bai’at, sumpah, dan nazar yang dilakukan oleh perempuan mengikat dengan sendirinya sebagaimana halnya laki-laki. Di dalam tradisi Islam, wanita mukallaf dapat melakukan berbagai perjanjian, sumpah, dan nazar, baik kepada sesama manusia maupun kepada
24
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender, , h.253
37
Tuhan. Tidak ada suatu kekuatan yang dapat menggugurkan janji, sumpah, atau nazar. Bahkan dalam urusan-urusan keduniaan pun wanita memperoleh hak-hak sebagimana halnya yang diperoleh laki-laki. Dalam suatu ketika Nabi Muhammad Saw didatangani oleh sekelompok wanita untuk menyatakan dukungan politik (bai’ah),
maka
peristiwa
langka
ini
menyebabkan
turunnya
QS.
al-
Mumtahanah/60:12:
Ÿwur $\«ø‹x© «!$$Î/ šÆø.ÎŽô³ç„ žw br& #’n?tã y7uZ÷è΃$t7ムàM»oYÏB÷sßJø9$# x8uä!%y` #sŒÎ) •ÓÉ<¨Z9$# $pkš‰r'¯»tƒ £`Ík‰Ï‰÷ƒr& tû÷üt/ ¼çmuZƒÎŽtIøÿtƒ 9`»tFôgç6Î/ tûüÏ?ù'tƒ Ÿwur £`èdy‰»s9÷rr& z`ù=çFø)tƒ Ÿwur tûüÏR÷“tƒ Ÿwur z`ø%ÎŽô£tƒ Ö‘qàÿxî ©!$# ¨bÎ) ( ©!$# £`çlm; ö•ÏÿøótGó™$#ur £`ßg÷è΃$t6sù 7$râ•÷êtB ’Îû š•oYŠÅÁ÷ètƒ Ÿwur ÆÎgÎ=ã_ö‘r&ur ÇÊËÈ ×LìÏm‘§ Artinya: “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesiati pun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. 25 4. Adam dan Hawa, Terlibat secara Aktif dalam Drama Kosmis
25
Ayat ini turun ketika baru saja terjadi perebutan kembali kota Makkah. Sekelompok perempuan Makkah datang menjumpai Rasulullah dan bermaksud menyatakan pendapat pengakuan politik (bai’at) terhadap keberadaan Rasulullah, lalu turunlah ayat ini. Lihat Tafsir ibn Katsir, Jilid IV, h.353
38
Semua ayat yang menceritakan tentang drama kosmis, yakni cerita tentang keadaan Adam dan pasangannya di surga sampai keluar ke bumi, selalu menekankan kedua belah pihak secara aktif dengan menggunakan kata ganti untuk dua orang (huma), yakni kata ganti untuk Adam dan Hawa. 26 Seperti dapat dilihat dalam beberap kasus berikut ini: a. Keduanya diciptakan di surga dan memanfaatkan fasilitas surga. b. Keduanya mendapat kualitas godaan yang sama dari syaitan. c. Sama-sama memakan buah khuldi dan keduanya menerima akibat jatuh ke bumi. d. Sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni Tuhan. e. Setelah di bumi, keduanya mengembangkan keturunan dan saling melengkapi dan saling membutuhkan. 5. Laki-laki dan Wanita Berpotensi Meraih Prestasi Peluang untuk meraih prestasi maksimum tidak ada pembedaan antara laki-laki dan wanita. Laki-laki dan wanita memperoleh kesempatan yang sama dalam meraih prestasi yang optimal. Namun dalam kenyataan masyarakat, konsep ideal ini membutuhkan tahapan-tahapan dan sosialisasi, karena masih terdapat sejumlah kendala, terutama kendala budaya yang sulit diselesaikan. Salah satu obsesi Al-Qur’an ialah terwujudnya keadilan di dalam masyarakat. Keadilan dalam Al-Qur’an mencakup segala segi kehidupan umat
26
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender, , h.260
39
manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Karena itu Al-Qur’an tidak mentolerir segala bentuk penindasan, baik berdasarkan kelompok etnis, warna kulit, suku bangsa, dan kepercayaan, maupun yang berdasarkan jenis kelamin. Jika terdapat suatu hasil pemahaman atau penafsiran yang bersifat menindas atau menyalahi nilai-nilai luhur kemanusiaan, maka hasil pemahaman dan penafsiran tersebut terbuka untuk diperdebatkan. Berikut akan dijelaskan beberapa keterlibatan wanita muslimah dalam berbagai kegiatan sosial. 1. Mengkritik pemimpin Wanita muslimah seperti halnya kaum laki-laki dihimbau untuk ikut peduli terhadap masalah-masalah politik yang berkembang dalam masyarakat. Juga dituntut untuk mengambil bagian. Dalam membangun masyarakatnya melalui kegiatan amar ma’ruf dan nahi munkar serta memberikan nasihat atau dengan mendukung usaha-usaha positif dan menentang hal-hal yang negatif. Contoh yang paling tepat mengenai kepedulian wanita akan masalah politik yang berkembang di tangah masyarakat adalah ucapan Ummu Salah berikut ini: “Aku adalah salah seorang dari manusia,” yang dalam hal ini dia menganggap pidato yang disampaikan seorang pemimpin di hadapan khlayak ramai ditujukan kepada kum laki-laki dan wanita sekaligus, bukan untuk laki-laki saja. Sungguh tepat sekali apa yang diucapkan oleh Fatimah binti Qais ini: “ Aku pergi (ke masjid) bersama orang-orang yang pergi,” yang menunjukkan bahwa Fatimah ikut bersama kaum laki-laki memenuhi panggilan imam (lihat hadist
40
Ummu Salamah dan hadist Fatimah binti Qais dalam pembahasan tentang bukti keterlibatan wanita dalam kegiatan politik negara Islam). 27 Dari Tamin ad-Dari dikatakan bahwa Nabi Saw bersabda: “Agama itu nasihat.” Kami (para sahabat) bertanya: “Untuk siapa?” Beliau menjawab: “Untuk Allah, untuk Kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk para pemimpin kaum muslimin, dan untuk kaum muslimin secara umum.” (HR Muslim).28 Betapa tinggi nilai nasihat dalam agama Islam. Pada dasarnya, nasihat itu meliputi dua sisi. Pertama, sisi kejiwaan dan perasaan yang meliputi keinginan atas suatu kebaikan bagi kaum muslimin secara keseluruhan, baik bagi masyarakat umum maupun kalangan tertentu. Kedua, sisi perilaku nyata melalui pendapat dan kalimat haq, sekaligus perjuangan dan pengorbanan dalam menyampaikan kebenaran tersebut. Dalam hal ini berarti Islam tidak melarang laki-laki dan wanita untuk senantiasa mengkritik dan memberi nasihat kepada pemimpinnya. 2. Menunaikan kesaksian Aisyah berkata (mengenai berita bohong): “Setelah diceritakan kepada beliau apa yang menimpa diriku...Rasulullah Saw datang ke rumahku. Beliau menanyakanku kepada pembantuku. Pembantuku berkata: “Tidak, demi Allah, aku tidak pernah mengetahui aib (cela) pada dirinya. Cuma saja di pernah tertidur 27
28
Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani, 1997) h.528
Muslim, Kitab:Imam, Bab: Keterangan bahwasannya tidak masuk surga selain orang-orang mukmin, Jilid I, h. 53
41
sehingga kambing masuk, lalu memakan tepung atau adonan rotinya”. Sebagian sahabat Rasulullah Saw membentaknya, lalu berkata: ‘Bicaralah yang benar kepada Rasulullah Saw..’Kemudian mereka menerangkan secara gamblang persoalan yang dibicarakan orang itu kepadanya. Pembantu itu ahkirnya mengucapkan : ‘Subhanallah, demi Allah, aku tidak mengetahui persoalannya kecuali seperti pengetahuan tukang emas terhadap biji emas yang merah.” (HR Bukhari dan Muslim).29 3. Kaum wanita berbai’at kepada Nabi Saw. Sebagai pemimpin umat Islam Dari Ibnu Abbas r.a, dia berkata: “Aku ikut shalat hari raya Idul Fitri bersama Rasulullah Saw, Abu Bakar dan Utsman. Semuanya melakukan shalat sebelum khotbah. Setelah shalat barulah berkhotbah, kemudian Nabiyullah turun. Seolah-olah aku melihat kepada beliau ketika beliau menyuruh jamaah laki-laki duduk dengan tangannya. Kemudian beliau berjalan di sela-sela shaf laki-laki hingga sampai ke tempat kaum wanita bersama Bilal. Di situ beliau membaca ayat: “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman unutk mengadakan janji setia bahwa mereka tidak akan menyekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu...,” (sampai akhir ayat). Setelah
29
Bukhari, Kitab, Tafsir, Bab: Surat an-Nur. Firman Allah Swt. “Seungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalngan orang-orang yang beriman, jilid 10, h. 105. Muslim, Kitab:Tobat, Bab: Mengenai berita bohong, jilid 8, h. 119
42
itu beliau bertanya: “Apakah kalian menyetujui hal seperti itu?” Hanya satu dari mereka yang menjawab, sementara yang lainnya tidak. Yang menjawab itu berkata: “Ya, wahai Rasulullah.” Al-Hasan tidak tahu siapa wanita itu. Ibnu Abbas berkata: ”Lalu wanita-wanita itu bersedekah. Bilal menggelar pakaiannya sehingga wanita-wanita itu menjatuhkan (meletakkan) cincin besar dan perhiasan milik mereka di atas pakaian Bilal.” (HR Bukhari dan Muslim).30 Bai’at yang dilakukan oleh kaum wanita terhadap Nabi Saw mempunyai beberapa arti: 1. Kemandirian pribadi seorang wanita. Jadi dia bukan sekedar pengekor kaum laki-laki. Mereka melakukan bai’at sebagaimana halnya kaum laki-laki. 31 2. Bai’at yang dilakukan kaum wanita merupakan janji setia serta terhadap Islam dan taat kepada Rasulullah Saw yang dilakukan tidak berbeda dengan kaum laki-laki. Terkadang kaum laki-laki berbai’at kepada Rasulullah Saw seperti kaum wanita. Dari Ubadah bin Shamit dikatakan bahwa beliau pernah berkata dan disekeliling beliau ada sejumlah sahabat: “Marilah kalian semua, lakukanlah bai’at terhadapku bahwa kalian tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak kalian, tidak akan berbuat dusta yang kalian adaadakan di antara tangan dan kaki kalian, tidak akan mendurhakai dalam soal
30
Bukhari, Kitab: Tafsir, Bab:Surat al-Mumtahanah, ayat: “Apabila dating kepadamu perempuan yang beriman untuk berbai’at, jilid 10, hlm. 265. Muslim,Kitab: Shalat dua hari raya, jilid 3, hlm. 18 31
Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani, 1997) h.507
43
kebaikan...” Ubaidah bin Shamit berkata: “Aku berbai’at kepada beliau berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut’’ (HR Bukhari)32. Selain itu, ada pula bai’at yang khusus untuk kaum laki-laki, sperti bai’at yang berjihad dan tegar menghadapi musuh, seperti bai’at Ridhwan pada hari Hudaibiah. 33 4. Keterlibatan wanita dalam jihad membela Islam Dari ar-Rubayyi binti Mu’awwidz, dia berkata: “Kami pernah bersama Nabi Saw. (dalam peperangan). Kami bertugas memberi minum prajurit, melayani mereka, mengobati orang terluka, serta mengantarkan orang-orang yang terluka, serta mengantarkan orang-orang yang terluka dan terbunuh ke Madinah.”(HR Bukhari)34. Dari Anas bin Malik r.a, dia berkata: “...Rasulullah Saw berkata: ’Sejumlah orang dari umatku menawarkan diri kepadaku sebagai pasukan perang di jalan Allah. Mereka mengarungi permukaan laut bagaikan rajaraja di atas singgasananya.’ Ummu Haram berkata: ’Wahai Rasulullah, doakanlah kepada Allah semoga Dia menjadikannya di antara mereka. ’Lalu Rasulullah Saw mendoakannya...”(HR Bukhari)35
32
Bukhari, Kitab:Munaqib, Bab: Delegasi Anshar kepada nabi Saw. dan bai’at Aqabah, jilid
33
Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani, 1997) h.508
34
Bukhari, Kitab:Jihad, Bab:Kaum wanita merawat orang terluka dalam peperangan, jilid 6,
8,h. 222
h.420 35
Bukhari, Kitab: Jihad, Bab: Mendoakan supaya bisa berjihad dan mati syahid dan mati syahid bagi pria dan wanita, jilid 6, h. 350. Muslim, Kitab: Kepemimpin, Bab: Keutamaan berperang di laut, jilid 6,h. 50
44
C. Kesetaraan Gender di Indonesia Menyoal seputar perkembangan gerakan wanita Islam di Indonesia tentu saja kita tidak bisa melepaskan dari wacana gender. Perkembangan wacana gender di Indonesia hingga saat ini sepertinya sudah mulai menjauhi subtansi dasar revalitasi kewanitaan atau dengan bahasa lainnya sudah cukup liberal. Walaupun dilihat dari segi wacananya terlampau hegemonik dan seakan telah berhasil memindahkan nilai-nilai humanistik secara utuh, akan tetapi perkembangan pesat tersebut ternyata pada tataran empiris sosio-kultural dirasakan masih lambat. Demikian analisa yang dikemukan oleh Budi M Rahman. Terkait dengan wacana gender di Indonesia, terjadi dan berkembang sekitar di era 80-an, sementara mulai memasuki isu keagamaan pada era 90-an. Isu tersebut mengalami perkembangan sejalan dengan masuknya buku-buku terjemahan yang berwawasan gender atau bisa dikategorikan feminis seperti buku-buku Aminah Wadud Muhsin, Fatima Mernissi, Zafrullah Khan. Ketiga buku tersebut termasuk kontroversial pada waktu itu. Tak bisa dipungkiri juga adalah sumbagan Wardah Hafidz, yang mengambil spesialisasi bidang gender dan Islam. Dia yang melakukan rintisan dalam mensosialisasikan wacana tersebut di Indonesia. Selain itu, ada Lies Marcoes. Bisa dikatakan, selama 10 tahun atau 5 tahun terakhir ini perkembangan isu gender sangat pesat dan sangat produktif sekali, jauh lebih pesat dari isu-isu lainnya seperti pluralisme, yang juga tak kalah pentingnya.
45
Nampaknya isu gender telah mendorong satu kesadaran yang khas bukan hanya semata-mata karena pandangan filosofis atau wacana, tapi punya implikasi praktis yang memang sangat dituntut. Dari segi wacana, isu ini sudah berkembang sangat progresif, bahkan cenderung liberal. Majalah Ulumul Qur’an-pun sampai pernah melampirkan nomor khusus tentang isu gender pada tahun 1995, hingga pada akhirnyapun banyak orang yang antusias. Harus diakui isu gender memang masih berputar di kalangan terpelajar, mahasiswa, Dosen, dan para peminat studi keilmuan. Fenomena ini terjadi bukan hanya di kalangan Islam saja tapi juga pada masyarakat umum. Lembaga feminsme
seperti
Klayanamitra
banyak
memberi
sumbangan
dalam
mempopulerkan isu gender di Indonesia. Ada beberapa fakta peristiwa-peristiwa yang berkembang di masyarakat yang berhubungan dengan kesetaraan gender. Antara lain yaitu seputar kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), KDRT mengandung pengertian adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkungan rumah tangga.36
36
UU KDRT, Pasal 1 ayat 1
46
Hal lain yang berhubungan dengan kesetaraan gender ialah isu seputar peranan kaum perempuan dalam kehidupan publik. Mengacu pada UUD 1945, bahwa baik perempuan maupun laki-laki memiliki hak yang sama untuk duduk di lembaga legislatif sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 22 E Ayat 4 yang berbunyi: “Peserta pemilihan umum umtuk memilih anggota DPD adalah perseorangan.” Dapat juga dilihat dalam Pasal 65 Ayat 1 UU Pemilu: “Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan skurang-kurangnya 30%.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terus-menerus mendesak kepada semua negara anggota PBB untuk melakukan berbagai langkah tindak, termasuk pembuatan, penghapusan dan penyempurnaan Undang-Undang untuk menghapus diskriminasi dan kekerasan terhadap wanita. Menjelang diselenggarakannya Konferensi Dunia Hak Azasi Manusia di Wina tahun 1993, maka pada tahun 1992 Komite Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, dikenal juga sebagai Komite CEDAW, pada sidang ke-11, menghasilkan Rekomendasi Umum No.19 tentang Kekerasan Terhadap Perempuan. Secara tegas dinyatakan bahwa kekerasan adalah suatu bentuk diskriminasi terhadap perempuan, dan memberikan rekomendasi agar dilakukan langkah-langkah tindak yang tepat untuk menghapus
47
kekerasan dan memberikan perlindungan dan pelayanan berguna bagi wanita korban kekerasan.37 Pada tingkat nasional telah pula diterbitkan dua dokument penting yang dapat digunakan dalam kajian mengenai hak-hak wanita, yaitu UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia khususnya tentang hak-hak azasi wanita (pasal 45-pasal51). Dalam bulan Desember 2000 diterbitkan Isntruksi Presiden No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender. Presiden memberikan instruksi kepada Menteri, Kepada Lembaga Pemerintahan Non-Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Gubernur, Bupati/Walikota, untuk mengarusutamakan gender ke dalam semua proses pembangunan nasional. Tujuan dari pengarusutamaan gender ialah menarik wanita ke dalam arus utama pembangunan bangsa dan masyarakat sebagai warganegara yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Pengarusutamaan gender berfungsi untuk menciptakan mekanismemekanisme kelembagaan bagi kemajuan wanita di semua bidang kegiatan dan kehidupan masyarakat dan pemerintah. Tujuan pengarusutamaan gender ialah mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara melalui perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
37
Kelompok Kerja Convention Watch, Pusat Kajian Wanita dan Jender, Universitas Indonesia,Hak Azasi Prempuan Instrumen Hukum untuk Mewujudkan Keadilan Gender, (Jakarta:Obor Indonesia, 2007)h.x
48
pemantauan dan evaluasi kebijakan dan program pembangunan nasional. Peraihan kesetaraaan dan keadilan gender melalui pemberdayaan wanita merupakan tujuan pengarusutamaan gender. Dengan 4 Rekomendasi Umum Komite Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan (Comitte in the Elimination of Discrimination Against Women), Rekomendasi Umum No.21 tentang Kesetaraan dalam Perkawinan dan Hubungan Keluarga, Pasal 16 Konvensi (Sessi Ketigabelas, 1994), Rekomendasi Umum No.23 tentang Kehidupan Politik dan Publik, Pasal 7 dan 8 Konvensi (Sessi Keenambelas, 1997), Rekomendasi Umum No. 24 tentang Perempuan dan Kesehatan, Pasal 12 Konvensi (Sessi Keduapuluh, 1999), dan Rekomendasi Umum No. 25 tentang Pasal 4 ayat 1 Konvensi, tentang Tindakan Khusus Sementara (Sessi Keduapuluh, 1999). Rekomendasi Umum tersebut dirumsukan oleh Komite, yang terdiri dari para ahli yang bermartabat tinggi dan kompeten dalam bidang-bidang yang dicakup oleh Konvensi. Komite dibentuk berdasarkan Pasal 17 Konvensi, dan bertugas untuk menilai kemajuan yang dicapai dalam implementasi Konvensi di Negara-negara Pihak.38 Republik Indonesia No. 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan Penjelasan 38
Digunakan istilah Negara Pihak (States Party), dan bukan Negara Perserta yang digunakan dalam UU No. 7 tahun 1984. Hal ini dilakukan mengikuti istilah yang digunakan dalam UU No. 11 tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Konvenan Interrnasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya), dan UU No. 12 tahun 2005 Tentang Pengesahan Internasional Covenant on Civil and Political Rights (Konven Internasional Tentang Hak-hak Sipil dan Politik).
49
Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 4 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.39
39
Kelompok Kerja Convention Watch, Pusat Kajian Wanita dan Jender, Universitas Indonesia,Hak Azasi Prempuan Instrumen Hukum untuk Mewujudkan Keadilan Gender, (Jakarta:Obor Indonesia, 2007)h.xvi
50
BAB III PROFIL PPP
A. Sejarah Berdirinya PPP Pada awal abad XX, selain perlawanan fisik, juga dilakukan perlawanan melalui gerakan-gerakan. Dalam perjuangan itu tumbuh gerakan-gerakan dengan menggunakan organisasi modern sebagai wadahnya, yang di dalam sejarah politik Indonesia dinamakan pergerakan kemerdekaan, yang bertujuan membebaskan agama dan bangsa dari belenggu penjajahan. Pergerakan berbentuk organisasi ini mulai tumbuh pada pemulaan abad XX. Syarikat Dagang Islam (1905) yang kemudian menjadi Partai Syarikat Islam, Muhammadiyah (1912), Nahdlatul Ulama (1926) dan lain-lain adalah organisasi-organisasi gerakan yang dilahirkan oleh tokoh-tokoh umat Islam dalam upaya memperjuangkan aspirasi umat pada masa penjajahan.
Perlawanan
yang
dimulai secara
sporadis,
akhirnya
terkoordinasi secara nasional dalam bentuk organisasi yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Berbagai macam motivasi telah menjadi penggerak semangat perjuangan tersebut. Tetapi motivasi yang paling mendalam adalah berjuang dengan harapan mendapatkan kemerdekaan dan kebahagiaan di dunia akhirat. Akhirnya berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan
luhur
supaya
berkehidupan
kebangsaan
yang
bebas,
maka
diproklamirkanlah Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945
51
bertepatan dengan hari Jum’at, 9 Ramadhan 1346 Hijriyah. Baik di dalam perjuangan menjelang proklamasi maupun sesudahnya, peranan partai-partai politik Islam tersebut bersama-sama berjuang dalam satu platform memberikan kontribusi dalam wacana politik yang dinamis seperti dalam MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) dan berbagai perdebatan di sidang-sidang Badan Konstituante.1 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) adalah nama salah satu partai politik yang masih eksis di Indonesia hingga saat ini. Pada saat kelahirannya tahun 1973, PPP mempresentasikan diri sebagai wadah tunggal penyalur aspirasi politik ummat Islam di Indonesia. Legitimasi PPP sebagai wadah tunggal begitu kuat, sebab ia merupakan partai politik yang lahir dari gabungan (fusi) politik empat partai Islam yang begitu diperhitungkan saat itu. keempat partai itu adalah : Partai Nahdatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI). Keempat partai ini semuanya merupakan partai berasaskan Islam, berwawasan nasional, berorientasi keummatan, kerakyatan, dan keadilan.2 Mengapa keempat partai Islam itu begitu mudah bergabung? Sebenarnya, kalau diteliti lebih jauh memang latar belakang perjuangan yang mendorong terjadinya fusi. Salah satu faktor di antaranya adalah : dua dari partai Islam itu, yaitu NU dan PSII pernah berada satu wadah dalam Masyumi, partai Islam yang 1
Ketetapan Muktamar VI Partai Persatuan Pembangunan,Tentang Khittah Dan Program Perjuangan Partai Persatuan Pembanguan, Jakarta, 2007, h.5 2
2010) h.1
Pemi Apriyanto, Kader Nasional PPP Dari Masa ke Masa, (Jakarta: Korbid Okk DPP PPP,
52
lahir pada tanggal 7 November 1945. Hanya saja, dua tahun kemudian tahun 1947 SI keluar dari Msyumi, dan NU mengikuti jejak SI pada tahun 1952. Namun, setelah Pemilu 1955, Masyumi,3 NU, PSII, dan PERTI kembali melakukan kerjasama strategis. Kerjasama itu terjadi di Konstituante, ketika sama-sama mendukung Islam sebagai dasar negara. Kerjasama itu (minus Masyumi) juga terjadi pada pembahasan GBHN dalam sidang Istimewa (SI) MPR 1967. Begitu pula, dalam Pemilu 1971, di berbagai daerah partai Islam yang kini berfusi itu juga melakukan penggabungan suara (stembus accord)4 dalam pembagian sisa kursi. Selain itu ada upaya dari pemerintah sendiri ke arah fusi iru, seperti dijelaskan. “Peran pemerintah dalam mewujudkan fusi partai-partai politik cukup dominan. Caranya tidak hanya dengan pendekatan persuasif, tetapi juga dengan cara yang representatif, partai-partai Islam dijinakkan melalui isu yang bisa memojokkan Islam, seperti soal DI/TII, Piagam Jakarta, dan jihad Fisabilillah. Pada wal tahun 1970-an. Kristalisasi dalam kepemimpianan Islam, yaitu dengan menyingakirkan atau mengeliminasi tokoh-tokoh yang dianggap kurang dapat bekerjasama dengan pemerintah telah hampir selesai. Sehingga, menjelang pembentukan PPP, perselisihan pendapat tentang rencana bentuk fusi PPP, hanya tinggal di dalam tubuh PSII saja. Pergeseranpergeseran dan pengeleminasian terhadap kelompok keras, seperti M. CH. Ibrahim Osman, Y. Helmi, baru dapat dilaksanakan beberapa saat menjelang fusi tanggal 5 Januari 1973”.5
3
Partai ini dibubarkan Presiden Soekarno tahun 1960. setelah Orde Baru tampil, para tokoh itu ingin merehabilitasinya, tetapi ditolak pemerintah, yang diizinkan pemerintah hanya lahirnya PARMUSI untuk menyalurkan aspirasi pendukung Masyumi dulu. 4
5
Pemi Apriyanto, Kader Nasional PPP Dari Masa ke Masa, h. 2 Ubaidillah Murad, Ketua DPP PPP priode : 1998-2003
53
Usaha pemerintah mengurangi jumlah partai memang tidak langsung mengarah ke fusi. Langkah pertama, partai-partai dianjurkan meningkatkan kerjasama dalam kelompok-kelompok spiritual-material dan material-spiritual. Langkah ini sudah dilakukan jauh sebelumnya. Tanggal 27 Februari 1970, Soeharto sendiri mengundang pimpinan-pimpinan partai Islam ke kediamannya di Jalan Cendana No. 8 Jakarta. Dalam pertemuan itu, Soeharto menjelaskan keinginan pemerintah agar parta-partai Islam meningkatkan kerjasamanya dalam fraksi selama ini ke bentuk yang lebih nyata. Ia mengharapkan agar dalam pemilu yang akan datang jangan terlalu banyak persaingan.6 Banyaknya jumlah Orsospol disertai dengan memanasnya konflik idiologi di masa Orde Lama telah mendorong para arsitek Orde Baru untuk melakukan restrukturisasi politik dalam bentuk penyederhanaan jumlah partai politik. Sesuai dengan TAP MPRS No. XXII/MPRS/1966 yang mengamanatkan perlunya penyederhanaan Osospol, maka Presiden Soeharto pada tanggal 17 Februari 1970 menganjurkan agar dalam menghadapi pemilu 1971, Orsospol yang ada melakukan pengelompokkan. Pada tanggal 27 Februari 1970 Presiden mengadakan konsultasi dengan Pimpinan Orsospol mengenai penyerdehanaan dan pengelompokan tersebut. Dalam konsultasi tersebut, Presiden Soeharto menyarankan bahwa di samping Pancasila dan UUD 1945 sebagai asas bersama, juga didasari pada persamaan tekanan pada “aspek pembangunan”, sehingga terwujudlah tiga kelompok, yaitu : “Kelompok Spiritual Material” dan 6
Pemi Apriyanto, Kader Nasional PPP Dari Masa ke Masa, Jakarta, h. 4
54
“Kelompok Material Spiritual” serta “Kelompok Material Spiritual” dan “Spiritual Material”(Kelompok Karya).7 “Partai-partai Islam kemudian merespon anjuran Soeharto itu dengan merancang kelahiran Kelompok Persatuan Islam. Rancangan ini disusun tanggal 13 Maret 1970 pada pertemuan di rumah Ketua Umum NU, KH. Idham Chalid. Pertemuan ini juga dihadiri Kepala BAKIN Sutopo Juwono, sebagai wakil pemerintah. Oleh Juwono, rancangan naskah pembentukan Kelompok Persatuan Islam itu disampaikan kepada Soeharto. Pada prinsipnya Soeharto menyetujui rancangan naskah itu, namun dia berpendapat bahwa kata Islam akan mengundang sikap antangonis dari pihak lain (berat dugaan waktu itu pihak lain itu adalah Soeharto sendiri dan militer). Akhirnya, pimpinan partai Islam itu mengubah nama Kelompok Persatuan Islam menjadi Kelompok Persatuan Pembangunan.”8 Setelah Pemilu 1971, kegiatan untuk memfusikan partai-partai terus berlangsung. Soeharto sendiri berkali-kali mengundang pimpinan partai untuk membicarakan perlunya fusi empat partai Islam itu menjadi partai baru bernafaskan spiritual dan material. Dari kalangan partai Islam sendiri, prakarsa ke arah fusi kemudian dilakukan oleh Ketua Umum PARMUSI, H.M.S Mintaredja, SH.9 Bulan Desember 1972, HMS Mintaredja mengundang pimpinan partai ke Departemen Sosial (Mintaredja waktu itu menjabat Mentreri Sosial) untuk merealisasikan pengangkatan Kelompok Persatuan Pembangunan yang bersifat federatif ke arah yang lebih kokoh. Dalam pertemuan itu, PSII menolak dengan
7
H.M Dja’far Siddiq,PPP Menggagas Reformasi Membangun Indonesia Baru, Jakarta, 2003,
8
Ubaidillah Murad, Ketua DPP PPP priode : 1998-2003
9
Pemi Apriyanto, Kader Nasional PPP Dari Masa ke Masa, h. 4
h.7
55
keras adanya fusi.10 PARMUSI dan PERTI mendukung fusi. KH. Idham Chalid pada
prinsipnya
setuju
peningkatan
kerjasama
walau
belum
bersedia
meningkatkannya ke arah fusi. Setelah tertunda agak lama, rapat akhirnya dilakukan lagi di kediaman KH. Idham Chalid. Rapat itu dipicu oleh lahirnya DPP PSII tandingan (terhadap kepemimpinan PSII M.CH. Ibrahim) yang setuju fusi, yakni tanggal 5 Januari 1973 atau bertepatan dengan tanggal 30 Dzulqaidah 1392 Hijriyah. Isi rapat itu adalah sebagai berikut: Deklarasi hasil rapat presidium badan pekerja dan pimpinan fraksi kelompok Partai Persatuan Pembangunan. Keempat Partai Islam: NU, PARMUSI, PSII, dan PERTI yang sampai sekarang ini tergabung dalam bentuk konfederasi kelompok Partai Persatuan Pembangunan, dalam Rapat Presidium Badan Pekerja dan Pimpinan Fraksi tanggal 5 Januari 1973, telah seia sekata untuk memfusikan politiknya dalam satu partai politik bernama Partai Persatuan Pembangunan. 11 Segala kegiatan yang bukan kegiatan politik, tetap dikerjakan organisasi masing-masing sebagaimana sediakala, bahkan lebih ditingkatkan sesuai dengan partisipasi kita dalam pembangunan spiritual dan materiil. 12 Untuk merealisasi kesepakatan ini telah dibentuk team untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang diperlukan oleh Partai Persatuan Pembangunan, baik organisator maupun politis. Kemudian hasil dari pekerjaan team dilaporkan Presidium untuk selanjutnya disampaikan kepada dan disahkan oleh suatu musyawarah yang lebih
10
Menurut Faisal Baasir, M.Ch Ibrahim pernah menyatakan kepadanya bahwa PSII sebenarnya tidak menolak fusi, namun ingin semua dilakukan secara konstitusional sebelum partai dilikuidasi lalu dilakukan fusi. 11
Ketetapan Muktamar VI Partai Persatuan Pembangunan,Tentang Khittah Dan Program Perjuangan Partai Persatuan Pembanguan, Jakarta, 2007, h.6 12
Ketetapan Muktamar VI Partai Persatuan Pembangunan,Tentang Khittah Dan Program Perjuangan Partai Persatuan Pembanguan, Jakarta, 2007 h. 6
56
representatif yang Insya Allah akan diadakan selambat-lambatnya awal Februari 1973.13 Semoga Allah Subhanahu wa Ta’la memberikan taufiq dan Hidayah-Nya. Amin. Pada tanggal 5 Januari 1973 di Jakarta Presidium Kelompok Partai Persatuan Pembanguan diadakan dan ditandatangani oleh, KH. Dr. Idham Khalid, H.M.S. Mintaredja, H. Anwar Tjkoroaminoto, Rusli Halil, KH.Maskyur, H.Nuddin Lubis, KH. Bisri Syamsuri, Yahya Ubeid SH, dan H. Sjafi’ie Wirakusumah. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan hasil fusi politik Partai Nadhlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), yang dideklarasikan pada tanggal 5 Januari 1973 bertepatan dengan 30 Dzulqa’dah 1392 Hijriyah. PPP merupakan partai politik penerus estafet empat partai Islam dan wadah penyelamat aspirasi umat Islam, serta cermin kesadaran dan tanggung jawab tokoh-tokoh umat Islam dan Pimpinan Partai untuk bersatu, bahu-membahu membina masyarakat agar lebih meningkatkan keimanan dan ketaqwaaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’a’ala melalui perjuangan politik. Partai Persatuan Pembangunan Yang berasaskan Islam berketetapan hati dan bertekad dengan segenap kemampuannya untuk berusaha mewujudkan citacita proklamasi 17 Agustus 1945, yakni terwujudnya masyarakat adil dan
13
Ketetapan Muktamar VI Partai Persatuan Pembangunan,Tentang Khittah Dan Program Perjuangan Partai Persatuan Pembanguan, Jakarta, 2007, h.6
57
makmur, rohaniah dan jasamaniah yang diridlai Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam proses sejarah pembentukannya PPP memang didominasi oleh laki-laki, dikarenakan memang perjuangan bangsa Indonesia dalam hal politik pada saat itu laki-laki dapat mengambil porsi yang lebih. Kemudian juga dikarenakan pada saat itu tidak banyak perempuan yang tertarik berpartai. Dan kemudian proses kesetaraan gender / porsi wanita dalam tubuh PPP
dapat
terwujud beriringan dengan dinamika-dinamika yang terjadi.. Untuk mewujudkan tekad dan cita-citanya, PPP dalam perjuangannya senantiasa berpegang pada Khittah dan Program Perjuangan Partai sebagai pedoman bagi pimpinan dan kader Partai dalam menampung, menyalurkan, memperjuangkan, dan membela aspirasi rakyat dan mewujudkan cita-cita bangsa, seraya tetap memelihara akidah syari’at Islam. Perjuangan Partai Persatuan Pembangunan dalam upaya mencapai tujuan nasional tidak dapat dilepaskan dari latar belakang sejarah perjuangan bangsa. Sebagaimana telah diketahui bersama sejarah perjuangan bangsa Indonesia adalah perjuanganan dari suatu bangsa yang tertindas yang berjuang melawan penjajahan dan penindasan dalam segala bentuk dan manifestasinya. Berabad-abad lamanya bangsa Indonesia berjuang untuk merenggut kemerdekaan, menegakkan kedaulatan, memperjuangkan keadilan, membela kebenaran, serta meningkatkan
58
kesejahtraan dan kemakmuran rakyat. Perlawanan yang tak kenal menyerah terhadap penjajahan dengan pengorbanan jiwa dan raga serta gugurnya para syuhada’ telah memberikan bukti yang nyata, betapa tinggi semangat perjuangan Bangsa Indonesia yang sebagian besar adalah umat Islam. Dalam rangka awal menghadapi pemilu pertama PPP mengalami beberapa peristiwa penting. “Setelah fusi terjadi, dibentuklah panitia untuk menyusun kepengurusan partai baru yang diketuai oleh H. Ismail Hasan Metareum. Meskipun dalam tempo yang singkat susnan kepengurusan bisa dirampungkan, tetapi kemudian dilakukan berbagai perbaikan. Soalnya, dianggap belum mencerminkan terserapnya semua unsur (partai-partai yang berfusi) pada setiap eselon organisasi (Presiden, Ketua-ketua, sektretaris-sekretaris, dan anggota DPP, MPP, dan Majekis Syuro). Setelah dilakukan perbaikan, maka disahkanlah kepengurusan PPP tanggal 13 Februari 1973. KH. Idham Chalid ditetapkan sebagai Presiden Partai, sementara empat deklarator lainnya duduk sebagai Wakil Presiden Partai, sedangkan Ketua Umum DPP PPP ditetapkan HMS. Mintaredja, SH dengan sekretaris Jenderal Yahya Ubeid, SH. Bersamaan dengan susunan kepengurusan saat itu, juga disahkan Abggaran Dasar dan Anggarn Rumah Tnagga serta Program Perjuangan Partai.14
B. Asas PPP Partai Persatuan Pembangunan berasaskan Islam. 15 Reformasi telah melahirkan banyak partai politik, baik yang berlabel agama manupun yang berlabel nonagama. Keberadaan parpol dalam negara merupakan salah satu institusi dari dokrasi. PPP dalam muktamarnya yang ke-V di Pondok Gede
14
15
Ubaidillah Murad, Ketua DPP PPP priode : 1998-2003
Ketetapan Muktamar VI Partai Persatuan Pembangunan, Tentang Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga, Jakarta, 2007, h.4
59
Jakarta telah memutuskan untuk kembali menjadi partai politik yang berasaskan Islam.16 Kembalinya PPP sebagai partai Islam identik dengan membuka lembaran lama. Sebab PPP yang lahir pada 5 Januari 1973 pada awalnya merupakan fusi dari lima partai Islam, yaitu Partai Nadhlatul Ulama, Partai Muslim Indonesia, Partai Syarikat Islam Indonesia, dan Partai Ialam PERTI. Kembalinya PPP berasaskan Islam bukan tanpa sebab, ini dikarenakan karena PPP mempunyai program perjuangan yang dilakukan melalui agama Islam, diantaranya ialah : 1. PPP meyakini Islam sebagai agama paripurna yang mengemban misi transformasi di semua aspek kehidupan dalam rangka merahmati semesta alam. PPP menempatkan agama sebagai sumber kekuatan rohani dan sekaligus sumber kesdaran akan makna, hakekat,dan tujuan hidup bangsa. Agama merupakan sumber moral, etika, inspirasi, dan motivasi sebagai pedoman untuk membedakan yang benar dan salah. Agama adalah pendorong manusia untuk keluar dari kegelapan dan meraih cahaya kebenaran. 2. PPP berpandangan bahwa hubungan Islam dan negara bersifat simbiotik sinergis serta saling membutuhkan dan memelihara, yang berpegang pada prinsip harmoni antara universalitas Islam dan lokalitas keindonesiaan demi terwujudnya negara Indonesia yang damai, makmur, sejahtera, religius dan 16
Andi Rusnadi, dkk, Mengawal Amanat Reformasi Perjuangan Politik Amar Ma’ruf Nahi Munkar Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, (Jakarta, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan,2009) h. 2
60
bermoral. Dengan demikian, PPP memandang hubungan yang bersifat integralistik yang mensubordinasikan kepentingan negara Indonesia kepada agenda universal Islam semata, juga menolak pola hubungan yang sekularistik yang menjauhkan peran agama dalam kehidupan kenegaraan. 3. PPP menjadikan Islam Indonesia sebagai sendi-sendi ajaran dan basis paragmatik bagi cita-cita, model strategis dan kode etik partai dalam ber-amar ma’ruf nahy munkar, melalui upaya: a. Mengejawantahkan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan secara terpadu, seimbang, selaras, serasi, harmonis, otentik dan utuh menyeluruh; b. Berikhtiar agar nilai-nilai itu tertanam, hidup dan mengakar di masyarakat, menjiwai perikehidupan bangsa serta tumbuh berkembang di atas kesadaran kemanusiaan dan keinsafan akan rahmat dan mashlahah yang terkandung di dalamnya; c. Mendorong penyelenggaraan perikehidupan politik yang sehat dan santun (akhlaq al-karimah) serta dijiwai semangat tsanamuh, tawasuth, tawazun, ta’awwun dan i’tidal. 4. PPP senantiasa akan mengarahkan perjuangan (jihad) li-‘i’la-i kalimatIllah dalam rangka membentuk umat terbaik (mabadi kahairu ummah) dan terwujudnya baldatun thoyyibatun wartobbun ghofur yang hakiki sebagai implementasi rahmatan lil alamin. Syari’at yang diperjungkan oleh PPP adalah syari’at yang hakiki bukan sekedar symbol, dengan cara :
61
a. Menempatkan seluruh geraknya dalam kerangka mujahadah, baik secara lahiriah, maupun bathiniah. Komitmen tersebut secara inherent di dalam cita-cita, pilihan startegis, program, sikap dan kerja partai. b. Menempatkan ulama sesuai peran dan fungsinya secara maksimal sebagai penerus
misi
kenabian (risalah
nabawiyah)
dan panutan
yang
membimbing umat kearah penyempurnaan akhlak, termasuk etika berpolitik, ke jalan keselamtan, kesejahteraan dan kenahagiaan hidup yang hakiki duniawi ukhrawi. 5. Dengan prinsip “Lakum diinukum waliyadin..” dan disemangati oleh “kebebasan untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan-nya itu” seperti dimaksud oleh pasal 29 UUD 1945, maka PPP selalu berjuang untuk : a. Mendorong pengembangan kualitas kehidupan beragama serta hubungan internal dan antar ummat beragama yang harmonis dengan dilandasi nilainilai ahklak mulia; b. Mendorong apresiasi kepentingan umat beragama dengan akses yang adil dan proporsonal, peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama, serta penataan dan pengelolaan fasilitas ibadah, termasuk fasilitas perayaan hati besar keagamaan; c. Mendorong pengemabangan kesadaran moral dan etika, pemantapan nilainilai kehidupan keluarga, penyediaan ruang public, pembelajaran terbuka da dialogis, sosialisasi pentingnya kualitas kehidupan keluarga.17 17
Ketetapan Muktamar VI Partai Persatuan Pembangunan, Tentang Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga, Jakarta, 2007, h.25
62
Dalam rangka membangun bangsa dan mengisi kemerdekaan, partai-partai politik Islam yang hidup dan tumbuh di tengah-tengah rakyat serta merupakan mata rantai yang penting di dalam menghimpun potensi dan pemusatan kekuatan rakyat dalam bermasyarakat dan bernegara adalah wahana yang secara bersamasama memikul tanggung jawab melaksanakan Undang-Undang Dasar dan amanat penderitaan rakyat. Partai-partai politik Islam bersama-sama dengan partai-partai politik lain berkiprah umtuk mengembangkan demokrasi, kehidupan beragama, melaksanakan pendidikan politik, dan meningkatkan kesadaran berpolitik di kalangan rakyat.
C. Visi Dan Misi PPP Visi PPP adalah “Terwujudnya masyarakat yang bertaqwa kepada Allah Swt dan negara Indonesia yang adil, makmur, sejahtera, bermoral, demokratis, tegaknya supermasi hukum, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), serta menjunjung tinggi harkat – martabat kemanusiaan dan keadilan sosial yang berlandaskan kepada nilai-nilai keislaman”.18 Di bidang agama, platform PPP menegaskan tentang; 1) perlunya penataan kehidupan masyarakat yang Islami dan berakhlakul karimah dengan prinsip amar makruf nahi munkar; 2) pentingnya peran agama (Islam) sebagai panduan moral dan sumber inspirasi dalam kehidupan kenegaraan; 3) paradigma
18
Ketetapan Muktamar VI Partai Persatuan Pembangunan, Tentang Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga, Jakarta, 2007, h.12
63
hubungan antara Islam dan negara yang bersifat simbiotik, sinergis serta saling membutuhkan dan memelihara, yang berpegang pada prinsip harmoni antara universalitas dan lokalitas keindonesiaan, dan 4) komitmen pada prinsip dan sikap toleransi antar umat beragama. Sementara itu di bidang politik, PPP berkomitmen untuk meningkatkan kualitas kehidupan demokrasi di Indonesia, terutama pada aspek penguatan kelembagaan, mekanisme dan budaya politik yang demokrasi di Indonesia dan berakhlakul karimah. PPP menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), menghargai kebebasan berekspresi, bependapat dan berorganisasi, terwujudnya good and clean government, dan upaya mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Platform ekonomi PPP mempertegas keberpihakannya pada konsep dan system ekonomi kerakyatan, terwujudnya keadilan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, penguasaan negara terhadap cabangcabang ekonomi yang menguasai hidup orang banyak, maksimalisasi BUMN dan BUMD, dan mendorong peningkatan keswadayaan nasional (unit usaha keluarga/individual, usaha swasta badan usaha negara dan koperasi) demi terwujudnya kemandirian ekonomi masyarakat dan bangsa Indonesia. PPP berkomitmen pada upaya tegaknya supermasi hukum, penegakan HAM, terwujudnya tradisi kepatuhan hukum dan tradisi berkonstitusi, pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme, pembaruan hukum nasional,
64
terciptanya tertib sipil dan rasa aman masyarakat, penguatan institusi dan instrument penegak hukum, serta penguatan moralitas penegak hukum. PPP berjuang demi terwujudnya kehidupan sosial yang religius dan bermoral, toleran dan menjunjung tinggi persatuan, taat hukum dan tertib sipil, kritis dan kreatif, mandiri, menghilangkan budaya kekerasan, terpenuhinya rasa aman masyarakat, mencegah segala upaya marjinalisasi dan kolonilsasi budaya lokal baik atas nama agama
maupun modernitas dan pembangunan,
mengembangkan nilai-nilai sosial budaya yang bersumber pada ajaran etik, moral dan spiritual agama, serta mengembangkan seni budaya tradisional dan daerah memperkaya seni budaya nasional yang didalamnya dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan. PPP berkomitmen pada terwujudnya manusia Indonesia yang berkualitas yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai serta kualitas kesehatan yang baik. Program pembangunan kesejahteraan hendaknya diarahkan pada peningkatan, kesehatan dan jumlah sosial yang adil dan merata serta menjangkau
seluruh lapisan masyarakat. PPP bertekad menjadikan bidang
pendidikan sebagai prioritas dan titik tolak pembangunan kesejahtaraaan, yang darinya diharapkan lahir manusia Indonesia yang cerdas, trampil, mandiri dan berdaya saing tinggi. Visi politik luar negeri PPP diorientasikan pada upaya mengembangkan politik luar negeri yang bebas dan aktif, dalam arti bahwa Indonesia ikut aktif
65
memajukan perdamaian dunia dan menentang segala bentuk penjajahan, menolak ketergantungan terhadap pihak luar maupun yang dapat mengurangi kedaulatan Indonesia dengan negara-negara lain atas dasar saling menghormati dan kerjasama menuju terwujudnya perdamaian dunia yang adil, beradab, dan dengan prinsip keseimbangan. Misi PPP (Khidmat Perjuangan) 1. PPP berkhidmat untuk berjuang dalam mewujudkan dan membina manusia dan masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt, meningkatkan mutu kehidupan beragama mengembangkan ukhuwah Islmiyah (persaudaraan sesama muslim). Dengan demikian PPP mencegah berkembangnya fahamfaham atheisme, komunisme/marxisme/leninisme, serta sekulerisme, dan pendangkalan agama dalam kehidupan bangsa Indonesia. 2. PPP berkhidmat untuk memperjuangkan hak-hak asasi manusia dan kewajiban
dasar
manusia
sesuai
harkat
dan
martabatnya
dengan
memperhatikan nilai-nilai agama terutama nilai-nilai ajaran agama Islam, dengan
mengembangkan
ukhuwah
basyariyah
(persaudaraan
sesama
manusia). Dengan demikian PPP mencegah dan menentang berkembangnya neofeodalisme, faham-faham yang melecehkan martabat manusia, proses dehumanisasi, diskriminasi, dan budaya kekerasan; 3. PPP berkhidmat untuk berjuang memelihara rasa aman, mempertahankan dan memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dengan mengembangkan
66
ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sebangsa). Dengan demikian PPP mencegah dan menentang proses disintegrasi, perpecahan dan konflik sosial yang membahayakan keutuhan bangsa Indonesia yang berbinneka tunggal ika. 4. PPP berkhidmat untuk berjuang melaksanakan dan mengembangkan kehidupan politik yang mencerminkan kehidupan politik demokrasi dan kedaulatan rakyat yang sejati dengan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat. Dengan demikian PPP mencegah dan menentang setiap bentuk otoritarianisme,
fasisme,
kediktatoran,
hegemoni,
serta
kesewenang-
wenangan yang mendzalimi rakyat; 5. PPP berkhidmat untuk memperjuangkan berbagai upaya dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridlai oleh Allah Swt, baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Dengan demikian PPP mencegah berbagai bentuk kesenjangan sosial, kesenjangan ekonomi, kesenjangan budaya, pola kehidupan yang konsumeristis, matrealistis, permisif, dan hedonistis, di tengah-tengah kehidupan rakyat banyak yang masih hidup dibawah garis kemiskinan. 19
19
Ketetapan Muktamar VI Partai Persatuan Pembangunan, Tentang Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga, Jakarta, 2007, h.14
BAB IV KESETARAAN GENDER MENURUT PANDANGAN POLITISI PPP
A. Pandangan Politisi PPP Mengenai Posisi Wanita Dalam Keluarga 1. Kepemimpinan Wanita dalam Keluarga Dalam kekeluargaan tentu selain tidak menghilangkan rasa kasih sayang dan ketentraman, kaidah Islam mengisyaratkan dalam suatu keluarga untuk adanya kepala keluarga (pemimpin). Akan terasa tidak kondusif apabila dalam suatu kelompok terdapat dua pemimpin. Tentu harus ada yang bisa mengayomi, menuntun, menentukan jalan keluar suatu permasalahan dalam suatu keluarga. dan Islam mengisyaratkan agar suami memegang kepemimpinan ini. Pada dasarnya politisi PPP berpendapat bahwa di dalam keluarga tetap yang menjadi pemimpin ialah laki-laki seperti yang diisyaratkan oleh Allah SWT dalam firmannya yang berbunyi :
(#qà)xÿRr& !$yJÎ/ur <Ù÷èt/ 4’n?tã óOßgŸÒ÷èt/ ª!$# Ÿ@žÒsù $yJÎ/ Ïä!$|¡iYÏ 9$# ’n?tã šcqãBº§qs% ãA%y`h•Ì 9$# 4 öNÎgÏ9ºuqøBr& ô`ÏB Artinya: “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karna itu Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagaian dari harta mereka”. (An-Nisa’:34)
67
Dari Abdullah bin Umar r.a. dikatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “… dan seorang laki-laki adalah pemimpin bagi anggota keluarganya dan dia akan dimintai pertanggung jawaban atas mereka…” (HR Bukhari dan Muslim).1
Selain itu, politisi PPP berpandangan bahwa apabila si pria (suami) sudah tidak mampu lagi memimpin keluarga, si perempuan (istri) bisa menjadi pemimpin keluarga. Dijelaskan diantaranya karena ketidakmampuan fisik, atau bahkan si pria (suami) sudah bercerai dengan si perempuan (istri).2 Pandangan politisi PPP tentang kepemimpinan wanita dalam keluarga didasarkan dalam Al-Qur’an tentang kepemimpinan. Yang pertama karena adanya keistimewaan yang berbeda pada masing-masing jenis kelamin, dan lakilaki memiliki keistimewaan yang lebih sesuai untuk menjalankan tugas kepemimpinan. Alasan yang kedua yang dikemukakan Al-Qur’an adalah karena laki-laki/suami telah menafkahkan sebagian harta mereka. Ini berarti jika keduanya, yakni kemampuan memimpin (keluarga) dan kemampuan memberi nafkah, tidak dimiliki oleh seorang suami, atau kemampuan istri melebihi kemampuan suami dalam hal keistimewaan. Misalnya karena suami sakit bisa saja kepemimpinan rumah tangga beralih kepada istri, tetapi ini dengan syarat kedua faktor yang disebut di atas tidak dimiliki suami. Jika suami tidak mampu memberi nafkah, tetapi tidak mengalami gangguan dari segi keistimewaan yang 1
Bukhari, Kitab: Memerdekakan budak, Bab: Makruh hukumnya memperpanjang perbudakan, jilid6, h.106. Muslim, Kitab: Kepemimpinan, Bab: Keutamaan imam yang adil dan sanksi imam yang zalim, jilid 6, h.8 2 Wawancara pribadi dengan Ibu Dra. Hj. Ermalena, MHS 25 Januari 2011 Jam 14.00-14.30 di Gedung Kementrian Agama R.I, Jakarta.
68
dibutuhkan dalam kepemimpinan itu. Dengan demikian, jika di satu keluarga itu yang mempunyai kemampuan mencari nafkah adalah istri, maka istri boleh menjadi kepala keluarga menggantikan suami. 3 Dengan didasarkan demi terciptanya suasana yang kondusif dan harmonis salah satu dari pasangan suami istri harus ada yang menjadi pemimpin, wanita bisa menjadi pemimpin apabila keadaan tersebut memaksakan wanita untuk memimpin keluarga demi menyelamatkan keluarga tersebut dari hal-hal yang merugikan bagi anggota keluarga tersebut. Ini merupakan factor yang mengharuskan hal tersebut dilakukan atas dasar demi kebaikan bersama untuk semua. 2. Posisi Wanita dalam Mencari Nafkah Bekerja adalah menggunakan daya yang dimiliki, daya fisik, daya pikir, daya kalbu dan daya hidup. Namun tidak semua pekerjaan direstui oleh Islam. Yang direstui, bahkan yang diperintahkan oleh Islam adalah amal saleh, yakni pekerjaan yang bermanfaat dunia akhirat atau pekerjaan yang memenuhi nilainilai yang diamanatkan oleh Islam. Sudah
dimaklumi
bahwa
kepemimpinan
seorang
laki-laki
dan
wewenangnya dalam memberiakn izin kepada istri menyangkut kegiatan profesi sejalan dengan aturan agama dan tradisi. Namun demikian, dia tidak boleh mempergunakan wewenang ini secara leluasa tanpa alasan yang dapat diterima syari’at dalam melarang wanita melakukan kegiatan yang bermanfaat baginya dan 3
Wawancara pribadi dengan Ibu Dra. Hj. Ermalena,MHS, Ketua Bidang Pemberdayaan Wanita, 25 Januari 2011 Jam 14.00-14.30, di Gedung Kementrian Agama R.I Jakarta
69
keluarganya. Sebaliknya, seorang laki-laki juga berhak memaksa istrinya melakukan suatu profesi jika bukan karena terpaksa.4 Dikatakan bahwa perempuan perlu bekerja mencari nafkah demi hidup keluarganya jika tidak ada yang menjamin kebutuhannya atau, kalaupun ada, itu tidak mencukupi. Tidak ditemukan satu teks yang jelas dan pasti, baik dalam AlQur’an maupun Sunnah yang mengarah kepada larangan bagi perempuan untuk bekerja walau diluar rumahnya. Pada zaman Nabi Saw pun perempuanperempuan telah bekerja dengan aneka pekerjaan. Bahkan, pada masa Khalifah Umar ra, seorang perempuan ia tugaskan untuk mengurus semacam administrasi pasar. Pada prinsipnya, Islam tidak melarang perempuan bekerja di dalam atau di luar rumah secara mandiri atau bersama-sama, dengan swasta atau pemerintah, selama pekerjaan itu dilakukan dalam suasana terhormat, serta selama mereka dapat memelihara tuntutan agama serta dapat menghindarkan dampak-dampak negatif dari pekerjaan yang ia lakukan itu terhadap diri, keluarga, dan lingkungannya. Dalam hal ini, politisi PPP bependapat, istri diperbolehkan mencari nafkah, dengan syarat sesuai dengan jalan dan cara-cara yang diridhoi oleh Allah Swt. Hal ini dapat dilihat keteladanan Nabi Muhammad Saw yang dibuktikan dalam sejarah bahwa pada zaman Nabi Muhammad Saw yang menjadi pemimpin
4
Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani, 1997) h.419
70
dalam mengatur ekonomi ialah istri beliau Siti Khadijah r.a. Nabi Muhammad Saw pun tidak mempermasalahkan hal itu. Lalu apabila ternyata dalam suatu keluarga itu suami tidak mampu bekerja atau mencari nafkah, maka isteri diperbolehkan bekerja atau mencari nafkah. 5 Dari pendapat tersebut sejalan dengan teori feminisme liberal, aliran yang dimotori oleh Margaret Fuller (1810-1850), Harriet Martineu (1802-1876), Anglina Grimke (1792-1873),dan Susan Anthony (1820-1906) berpendapat bahwasannya, mereka menghendaki agar perempuan diintegrasikan di dalam semua peran, termasuk bekerja di luar rumah. Kelompok ini beranggapan bahwa tidak mesti dilakukan perubahan structural secara menyeluruh, tetapi cukup melibatkan perempuan di dalam berbagai peran, seperti dalam peran sosial, ekonomi, dan politik. 3. Posisi Wanita dalam Mengasuh Anak Demikian besar peranan ibu, sampai-sampai ada yang berkata: ”Bukan hanya anak hasil didkan ibu, tetapi juga suami dapat menjadi hasil didikan istri”.6 Pada hakikatnya bahwa tugas pengasuhan anak bukan hanya terletak pada wanita atau ibu karena kedua orang tua memang berperan besar. Dalam kitab suci Al-Qur’an, ditemukan beberapa penjelasan yang berbicara tentang peranan bapak dalam membentuk watak dan kepribadian anak, misalnya bagaimana Luqman as. 5
Wawancara pribadi dengan Ibu Dra. Hj. Ermalena,MHS, Ketua Bidang Pemberdayaan Wanita, 25 Januari 2011 Jam 14.00-14.30, di Gedung Kementrian Agama R.I Jakarta. 6
M. Quraish Shihab, Perempuan Dari Nikah Sampai Sex Dari Nikah Mut’ah Sampai Nikah Sunnah Dari Bias Lama Sampai bias Baru, (Jakarta:Lentera Hati, 2005) h.241
71
menasehati
anaknya
agar
tidak
mempersekutukan
Allah
Swt
sambil
memperkenalkan beberapa sifat-Nya, juga bagaimana beliau menekankan perlunya bakti kepada orangtua, keharusan menghindari sikap angkuh, serta tampil dengan cara-cara terhormat baik dalam berucap maupun bertindak. Dalam porsi pengasuhan anak politisi PPP berpendapat bahwasannya dalam keluarga merupakan suatu kesepakatan, anak bukan merupakan sematamata tanggung jawab isteri, tetapi merupakan tanggung jawab bersama, antara suami dan isteri. Sering orang menganggap bahwa apabila anak bertingkah kurang pantas dalam kehidupannya, istri lah yang paling disalahkan. Padahal lakilaki juga mempunyai andil dalam membesarkan dan mendidik anak. 7 Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ini sejalan dengan teori feminsme liberal. Dasar pemikiran kelompok ini adalah semua seimbang, baik laki-laki dan wanita diciptakan seimbang dan serasi. Kelompok ini membenarkan wanita bekerja bersama laki-laki, baik dalam wilayah domestic maupun di luar rumah. Ini merupakan penjelasan yang mengartikan bahwasannya PPP tidak menganggap kalau dalam hal mengasuh anak harus sepenuhnya diemban oleh wanita (istri), laki-laki (suami) juga mempunyai andil agar si anak dapat tumbuh kembang dengan baik.
7
Wawancara pribadi dengan Ibu Dra. Hj. Ermalena,MHS, Ketua Bidang Pemberdayaan Wanita, 25 Januari 2011 Jam 14.00-14.30, di Gedung Kementrian Agama R.I Jakarta.
72
Kalau ibu memberi pelajaran, ayah memberi contoh demikian juga sebaliknya, kalau ibu memberi kehangatan, ayah memberi cahaya. Peranan ibu dan bapak bermula sejak pembuahan dan berlanjut hingga terbentuknya kepribadian anak. Ini karena semua mengakui adanya faktor hereditas yang menurun kepada anak melalui ibu dan bapak, bukan saja dalam fisik melainkan juga psikis. Situasi kejiwaan ibu dan bapak saat pembuahan juga dapat mempengaruhi anak. Memang, kalau ingin membandingkan peranan ibu dan bapak dalam hal kelahiran anak maka sangat jelas pula perbedaannya. Tugas bapak dalam hal pembuahan itu hanya berlangsung beberapa saat. Begitu selesai pertemuan sperma dan ovum, selesailah tugas bapak. Sedangkan, peranan ibu berlanjut demikian lama, bukan saja saat mengandung sembilan bulan lamanya melainkan masih berlanjut dengan masa penyusuan, bahkan lebih dari itu. Walaupun demikian, harus digarisbawahi bahwa bapak tetap dituntut untuk terlibat langsung dalam pendidikan dan pembentukan watak anak. Jika ibu sendiri yang membesarkan anak secara keseluruhan, maka hubungan cinta si anak hanyalah dengan si ibunya saja. Setiap sosok memiliki sifat, kepribadian, pengetahuan, serta pengalaman yang terbatas dan berbeda-beda sehingga tidak bijaksana membiarkan ibu saja yang mempengaruhi si anak secara penuh.8 Bapak dalam konteks pembentukan watak, dituntut oleh kitab suci AlQur’an
untuk
mendukung
sekaligus
8
memerhatikan
anak.
Al-Qur’an
M. Quraish Shihab, Perempuan Dari Nikah Sampai Sex Dari Nikah Mut’ah Sampai Nikah Sunnah Dari Bias Lama Sampai bias Baru, h.243
73
mengibaratkan bapak sebagai petani yang menanam benih, sedangkan ibu diibaratkan dengan lahan. Betapapun baiknya benih, jika lahannya gersang atau dibiarkan ditumbuhi alang-alang dan diserang oleh hama, buah yang tumbuh tidak akan memuaskan. Walaupun buah sudah tumbuh petani masih dituntut untuk memerhatikannya, membersihkannya dari noda dan mengemasnya dengan kemasan yang baik dan indah sebelum dibawa atau dimanfaatkan.9 Bukan hanya sampai disitu saja tugas ayah. Ketika anaknya lahir, ia dituntut oleh agama untuk mengazankan ditelinga kanan dan membaca iqamat ditelinga kirinya. Kalaulah kita berkata bahwa ketika itu alat pendengaran dan penglihatan anak belum lagi berfungsi dengan baik, paling tidak, ini mengisyaratkan peranan bapak dalam menanamkan nilai-nilai spiritual dalam anaknya. Sedangkan ibu dapat disimpulkan mengemban tugas yang berat didalam mengasuh anak, yakni mendidik dan membentuk watak serta kepribadian anak karena ibu diberi karunia sifat yang dinamakan “sifat keibuan”. Peranan atau sifat ini mustahil bisa dilakukan oleh lelaki. Ibulah yang berada di rumah, di sekolah, di rumah sakit, di jalan raya, di tempat-tempat bermain, dan lain-lain, khususnya pada masa pembentukan dan kepribadian anak. 10 Perempuan justru sebenarnya memiliki kekuatan luar biasa dalam peranannya membentuk manusia yang berwatak dan berkepribadian yang utuh. 9
M. Quraish Shihab, Perempuan Dari Nikah Sampai Sex Dari Nikah Mut’ah Sampai Nikah Sunnah Dari Bias Lama Sampai bias Baru, (Jakrta:Lentera Hati,2005) h.244-245 10
M. Quraish Shihab, Perempuan Dari Nikah Sampai Sex Dari Nikah Mut’ah Sampai Nikah Sunnah Dari Bias Lama Sampai bias Baru, h.245
74
Watak adalah sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku. Tindakan-tindakan seseorang lahir dari wataknya yang disadari atau tidak.11 B. Pandangan Politisi PPP Terhadap Pemimpin Perempuan 1. Kepemimpinan Wanita dalam Partai Persatuan Pembangunan Terkait perbincangan tentang kepemimpinan perempuan, dalam konteks perkembangan wacana Islam, isu ini melahirkan dua aliran besar. Pertama, aliran yang mengklaim bahwa Islam tidak mengakui hak perempuan menjadi pemimpin, baik dalam ranah domestik, terlebih lagi dalam ranah publik. Kedua, aliran yang berpendapat bahwa Islam mengakui hak-hak perempuan sama seperti yang diberikan pada laki-laki. Kelompok ini menegaskan bahwa Islam mengakui kepemimpinan perempuan termasuk menjadi kepala keluarga.12 Tentang kepemimpinan perempuan khususnya dalam sebuah negara memang masih menjadi perdebatan hingga saat ini, perdebatan boleh tidaknya perempuan menjadi pemimpin menurut hukum Islam masih berlangsung sampai sekarang. Pada tahun 1975 Organisasi Wanita Islam13 mengadakan seminar mengenai “Islam dan Wanita” di mana seminar tersebut menyimpulkan bahwa 11
M. Quraish Shihab, Perempuan Dari Nikah Sampai Sex Dari Nikah Mut’ah Sampai Nikah Sunnah Dari Bias Lama Sampai bias Baru, h.249 12 Siti Musdah Mulia dan Anik Farida, Perempuan dan Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2005), h. 59-60 13
Organisasi Wanita Islam yang bergerak dibidang sosial dan pendidikan ini didirikan di Yogyakarta pada tahun 1962 dan dipimpin oleh tokoh-tokoh wanita seperti Ibu Zaenab Damiri, Ibu Abu Hanifah, Ibu Aisyah Hilal, Ibu RABS Samsurizal, Ibu Pujo Tomo, dan Ibu Gito Atmojo. (Ramli H.M dan Yusuf S.H, Aisyah Aminy Demokrasi Tanpa Henti (Jakarta: Lembaga Study Pembangunan Indonesia (LASPI), 2002), h.33)
75
tidak ada larangan bagi perempuan untuk menduduki jabatan pimpinan dalam lembaga baik politik ataupun negara. PPP adalah sebuah organisasi yang menggunakan prinsip kepemimpinan kolektif-kolegial.
Dimana
setiap
unsur
dalam
lembaga
kepemimpinan
bekerjasama demi kemajuan organisasi, sekalipun demikian unsur ketua umum tetap merupakan titik sentral dari seluruh gerakan organisasi. Kriteria utama bagi seorang pemimpin PPP bahwa selain merupakan anggota terbaik ia juga harus dapat diterima oleh semua pihak, baik dalam tubuh partai maupun diluar partai. Pada dasarnya PPP tidak melarang perempuan menjadi seorang pemimpin dalam sebuah partai, karena sejak tahun 1984 PPP sudah membolehkan perempuan menjadi Ketua DPP PPP. Itu dibuktikan dengan Aisyah Aminy yang dengan keaktifannya terpilih menjadi ketua bidang politik praktis dalam DPP PPP. Dan ia merupakan kader perempuan pertama yang mendapatkan kesempatan menjadi ketua dalam partai politik Islam. Ketua bidang OKK Epron Pangkapi berpendapat bahwa kaderasisasi merupakan bagian dari proses regenerisasi dalam tubuh partai dengan kesiapan kader sebagai sumber daya politik diharapkan mampu membawa PPP menjadi partai agen perubahan bangsa. Oleh karena itu kaderisasi
sebagai
wahana
rekruitmen
politik
sekaligus
sarana
untuk
meningkatkan kualitas kader bangsa dan memenuhi kebutuhan kepemimpinan
76
partai dalam jangka panjang. Dengan memperhatikan kesetaraan dan kesadaran gender.14 Dengan faktor sejarahnya, perempuan adalah pihak yang secara kultural masih “jauh” dari dunia politik. Politik adalah ranah publik, sedangkan citra perempuan masih terbangun di sekitar ranah privat dan domestik. Oleh karena, itu perlu kerja keras mesin parpol untuk menyosialisasikan pentingnya perempuan terjun ke ranah politik. Dalam konteks inilah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menegaskan tidak pernah menbeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan untuk duduk di dalam kepengurusan partai, baik di tingkat pusat (DPP), provinsi (DPW), maupun kabupaten/kota (DPC). Ketua umum DPP PPP, Suryadarma Ali mengatakan “Tidak ada diskriminasi terhadap perempuan di PPP. Yang penting bagaimana kader perempuan meningkatkan kualitas, karena nanti pasti akan dicari-cari karena dibutuhkan partai.”15 Ia berharap kader perempuan PPP bisa ikut berperan dalam meningkatkan perolehan “suara” di keluarga dan tetangga sekitar.16
14
Sambutan Ketua bidang OKK Bpk Epron Pangkapi pada tanggal 30 Januari 2008 dalam manual Pelatihan Kader Perempuan Tingkat Propinsi di Jakarta 15
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum PPP Suryadarma Ali, dihadapan sekitar seratus orang peserta “Pelatihan Kader Perempuan Politik” yang disampaikan oleh Pimpinan Wilayah Waita Persatuan Pembangunan Jawa Tengah,”Artikel diakses pada tanggal 10 Agustus 2008 di ’’http://www.antara.co.id/arc/2008/3/30/ppp-tak-diskriminasikan-wanita-duduki-kepengurusan-partai/ 16
Artikel di akses pada tanggal 10 Agustus 2008 di http://news .okezone.com/index.php
77
Dalam tingkat DPP dikatakan bahwa sekarang ada sekurang-kurangnya 7 orang ditingkat harian, 5 orang pada tingkat wilayah, 3 orang pada tingakat cabang. Ini dijelaskan dalam AD ART.17 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akan memaksimalkan peran kaum perempuan. Langkah ini akan efektif, karena kaum perempuan dinilai lebih punya komitmen dalam menjalankan amanah partai sehingga kesetaraan gender dapat terelisasikan dengan baik juga. Salah satu langkah yang dilakukan diantaranya ialah dengan memaksimalkan mesin politik partai dalam bentuk optimalisasi rekeuitmen dan proses kaderisasi partai. 18 PPP sangat konsen terhadap pemberdayaan perempuan, akan tetapi karena sumberdaya perempuan di dalam partai belum bisa menyamai atau bahkan dibawah laki-laki maka dari itu partai memberikan wadah khusus bagi perempuan agar dapat berkonsentrasi untuk membina kader-kader perempuan yang nantinya siap berkiprah berdampingan dengan kader laki-laki dalam politik, khususnya dan bidang-bidang lain pada umumnya. Dikatakan juga PPP sangat berminat menarik banyak kader wanita, namun memang yang masih menjadi kendala terkait banyaknya kaderisasi wanita ialah tidak banyak wanita yang mau berpartai, sebab partai itu terkesan maskulin.19
17
Wawancara pribadi dengan Ibu Dra. Hj. Ermalena,MHS, Ketua Bidang Pemberdayaan Wanita, 25 Januari 2011 Jam 14.00-14.30, di Gedung Kementrian Agama R.I Jakarta 18
Ketetapan Muktamar VI Partai Persatuan Pembangunan, Tentang Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga, Jakarta, 2007, h.23 19
Wawancara pribadi dengan Ibu Dra. Hj. Ermalena,MHS, Ketua Bidang Pemberdayaan Wanita, 25 Januari 2011 Jam 14.00-14.30, di Gedung Kementrian Agama R.I Jakarta
78
Dalam struktur kepengurusanpun terdapat dua wanita yang ditempatkan dijajaran ketua, yaitu Dra. Hj. Ermalena, MHS dan Ir. Nurhayati Payapo. Sejak berdiri hingga saat ini terlihat PPP selalu berusaha mengoptimalkan peran wanita dalam partai, terbukti sejak tahun 1984 Aisyah Aminy terbukti menjadi ketua PPP, namun dibalik itu tetap masih harus banyak melakukan terobosan-terobosan mengenai optimalisasi peran wanita dalam partai sehingga nanti bisa menjadi pemimpin wanita dalam PPP yang baik dan mampu membawa wanita Indonesia kedalam porsi yang lebih baik. 2. Kepemimpinan Wanita PPP dalam DPR Sejarah mencatat bahwasannya sejak tahun 1987 PPP sudah menempatkan kader wanitanya dalam DPR, selain itu juga ia merupakan ketua DPP PPP yang terpilih pada tahun 1984, dan merupakan kader perempuan pertama yang mendapatkan kesempatan menjadi ketua dalam partai politik Islam. Selanjutnya Aisyah menjadi ketua MPP PPP periode 1989-1994, kemudian beliau juga pernah menjadi ketua DPP PPP 1994-1999 dan wakli ketua majelis pakar PPP tahun 1999. Periode 1987-1992, Aisyah menjadi anggota DPR/MPR RI. Ia duduk di Komisi II yang membidangi masalah Politik Dalam Negeri dan Pertahanan. Di masa jabatannya ini, Aisyah banyak melontarkan kritik terhadap pemerintah, diantaranya disampaikan langsung dalam dialognya dengan Menteri Dalam Negeri, agar pemerintah tidak memaksa rakyat memilih Golkar.
79
Tahun 1992-1997, Aisyah dipercaya sebagai anggota DPR/MPR RI dan duduk di Komisi I. Ia dipercaya sebagai ketua Komisi I yang ketika itu membidangi Pertahanan, Keamanan, Luar Negeri dan Penerangan. Periode 19971999, ia kembali dipercaya sebagai ketua Komisi I. Ia adalah perempuan pertama yang menjadi ketua Komisi ini. Setelah tidak menjadi ketua Komisi I DPR/MPR, periode 1999-2004, Aisyah dipercaya F-PP duduk dalam Badan Pekerja MPR sebagai wakil ketua Panitia Ad Hoc II, yang mempersiapkan rancangan ketetapan-ketetapan selain GBHN dan Perubahan UUD 1945. Ibu Aisyah Hamih Baidlowi memberikan pandangannya bagaimana tentang kepemimpinan Aisyah Aminy. “Sebagai pengurus teras PPP dan kedudukannya sebagai anggota DPR selama beberapa periode sampai sekarang kehadiran dan peranan Aisyah Aminy menonjol di tengah dominasi kaum laki-laki di pentas politik. Ia dapat menerobos lingkaran politik kaum laki-laki yang dikarenakan beliau memiliki kemampuan yang setara dengan kaum laki-laki. Apabila pada suatu hari ia pernah menjadi ketua komisi I DPR tentunya tidak lepas kemampuannya sebagai Politisi yang diakui banyak pihak yang berlangsung pada masa pemerintahan Soeharto di mana masa itu sulit menerima kehadiran “kaum oposisi”, sementara PPP adalah partai di mana Aisyah Aminy bergabung didalamnya merupakan “partai oposisi” yang kritis terhadap pemerintah. Sementara mengenai sepak terjang politisi dan perempuan parlemen Aisyah menjadi pendorong untuk menyoroti hal yang sangat penting bagi kaum peremupan Indonesia dalam memperjuangkan peran perempuan untuk tampil di panggung politik berdampingan dengan kaum laki-laki. Dan beliau juga yang paling spesifik menyoroti perihal keterwakilan perempuan dalam parlemen.20
20
Ramli dan Yusuf ed, Aisyah Aminy Demokrasi Tanapa Batas (Jakarta: Lembaga Study Pembangunan Indonesia, 2002), h. 253
80
Selain Aisyah Aminy ada tokoh wanita yang bernama Asmah Sjachruni. Ia merupakan salah satu tokoh NU. Setelah NU berfusi dengan 3 partai Islam lainnya ke dalam PPP, Asmah Sjachruni begabung ke dalam anggota dewan dari FPP. Pada tahun 1982 Asmah berada dalam komisi VII yang membidangi keuangan, perbankan, bulog, dan perdagangan. Selama menjadi anggota DPR dari FPP Asmah Sjachuni pada tahun 1974 merupakan perumus dari UU no 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Selama proses pembentukan UU Perkawinan tersebut, Asmah Sjachruni merupakan tokoh perempuan yang tegas kritis. Dan memiliki peran yang menonjol dalam mengambil keputusan, meskipun dalam perjalanan undang-undang tersebut masih menyisakan beberapa masalah, yaitu tentang perkawinan antar agama dan perkawinan menurut tata cara aliran dan kepercayaan yang di anggap sah dalam agama yang di anut. Regenerasi berlanjut dalam tubuh PPP, menjelang akhir era Orde Baru hadir Khafifah Indarparawarsa. Ia lahir di Surabaya, 19 Mei 1965, Khofifah bergabung dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 1992-1998 sebagai anggota dewan fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Kemudian, setelah dibukanya system multi partai ia bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Khofifah memulai aktifitas politiknya sejak masa kuliah dengan bergabung di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan pernah menjadi
81
ketua umum di Ikatan Pelajar Putri Nadhlatul Ulama (IPPNU). Selama menjadi kader PPP Khofifah merupakan kader perempuan muda yang sangat vokal, kritis, dan memiliki retorika yang baik. Selama menjadi anggota dewan di dalam FPP periode 1991-1997, ia lantang mengeluarkan pendapatnya di setiap rapat sidang di DPR baik menjadi Panitia Khusus maupun Panitia Kerja dalam perumusan UU maupun rapat-rapat komisi dalam DPR. Sebagai kader PPP dan menjadi anggota dalam FPP di DPR pada tahun 1991-1997 Khafifah selalu lugas dan tepat serta kritis dalam mengeluarkan gagasan dan pendapat di setiap sidang. Bersama Ahmad Paris, Hadimulyo, Oesman Sahidi, Hj. Nadiniyah Kewusnendar, dan Muslim, Ridho Khofifah menjadi Panitia Khusus (Pansus) pembahasan rancangan Undang-Undang tentang Narkotika tahun 1996-1997. Sebagai kader PPP ia membawa visi terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, sejahtera, lahir batin dalam wadah negara Kesatuan Republik Indonesia Khofifah menjadi juru bicara dalam rapat perumusan undang-undang bersama Hadimulyo dalam penyampaian pengantar hasil musyawarah untuk menyampaikan masalah-masalah yang akan dibahas dalam rapat. Dibandingkan dengan Pansus dari fraksi lain, ia terlihat analitis dan sistematis dalam menyampaikan pandangan umumnya. Selama proses perancangan UU tentang Narkotika dari tanggal 23 Januari 1997-24 Juli 1997 Khofifah selalu memberikan ide-ide yang diperhitungkan oleh fraksi lain, dia juga selalu memberikan saran kepada Team Perumus dan dibahas
82
dalam sidang panitia kerja yang dihadiri oleh 40 orang dari 4 fraksi DPR RI dan 9 orang dari pemerintah. Selama proses persidangan berlangsung Khofifah dibantu oleh dua rekannya, yaitu Hadimulyo dan Oesman Sahidi selalu tampil memberikan saran dan pendapat serta tanggapan secara kritis baik kepada rekannya sesama fraksi maupun lain dan pemerintah. Selama menjadi kader PPP Khofifah telah menjadi kader perempuan muda yang dibanggakan oleh PPP karena kecerdasannya dalam menyampaikan pendapat dan lantang mengkritisi setiap poin-poin pembahasan sidang di DPR. 3. Pandangan Politisi PPP tentang Presiden Perempuan Ada beberapa kondisi atau sifat perempuan yang dinilai sebagai kelemahan,
misalnya
bahwa
perempuan
mengalami
menstruasi,
nifas,
mengandung, melahirkan, dan menyusukan yang dianggap sebagai kendala dalam melakukan aktivitas, apalagi yang menyangkut kemasyarakatan dan kenegaraan. Politisi PPP berpendapat, dalam hal ini tidak bisa dijadikan alasan yang membuat wanita tak bisa meminpin negara, sebab hal tersebut tidak akan dialami perempuan sepanjang tahun, dan kalaupun hal tersebut ternyata menghalangi sebagian mereka untuk melakukan aktifitas, ini jangan dijadikan dalih untuk mencabut hak itu bagi yang tidak mengalaminya, seperti ada juga laki-laki yang mengalami sakit, tetapi mereka tidak dihalangi untuk memilih dan dipilh atau melakukan aktifitas apa pun selama kondisinya tidak berdampak buruk pada
83
pilhan atau keputusannya. Di sisi lain, ada perempuan-perempuan yang tidak lagi mengalami haid dan nifas, tidak juga memiliki anak-anak yang masih memerlukan perhatian ibunya. Apakah mereka masih dihalangi juga dari hak-hak politiknya? Tentu seharusnya tidak jika dalihnya adalah yang dikemukakan di atas.21 Bukankah Al-Qur’an meguraikan betapa bijaksananya Ratu Saba’ yang memimpin wilayah Yaman?. Kemudian, bukankah dalam kenyataan dahulu dan dewasa ini, sekian banyak perempuan yang memimpin di berbagai negara berhasil dalam kepemimpinannya, melebihi keberhasilan dari sekian banyak kepala negara lelaki. Kemudian sejarah juga mencatat bahwa PPP pernah mencalonkan Presiden
Megawati Soekarno Putri sebagai Presiden dan sebagai Wakil
Presidennya Hamzah Haz pada proses pengangkatan Presiden di Indonesia. Sejarah memang mencatat bahwa pada saat presiden Megawati Soekarno Putri diangkat menjadi presiden Republik Indonesia Hamzah Haz menjadi wakilnya, bila ditelaah lebih jauh bukankah pada saat itu memang mau tidak mau Megawati Soekarno Putri menjadi presiden pada waktu itu karena pada sebelumnya Abdurrahman Wahid diturunkan dari kursi kepresidenan oleh MPR dan Megawati Soekarno Putri yang kebetulan Hamzah Haz menjadi pasangannya pada waktu itu maju menggantikan Abdurrahman Wahid. Jadi faktor ini juga bisa
21
M. Quraish Shihab, Perempuan Dari Nikah Sampai Sex Dari Nikah Mut’ah Sampai Nikah Sunnah Dari Bias Lama Sampai bias Baru, h.345-346
84
menjadi pertimbangan bahwa apakah PPP sepenuhnya mendukung Wanita menjadi pemimpin dalam sebuah negara.
C. Peran Politisi PPP dalam terhadap Pengarusutamaan Kesetaraan Gender di Legislatif 1. Peran Politisi PPP dalam Penyusunan Undang-Undang Pemilu Tahun 2003 tepatnya pada hari Selasa tanggal 18 Februari merupakan hari sejarah bagi pergerakan perempuan Indonesia. Khususnya perjuangan mereka dalam panggung politik. Setelah bertahun-tahun berjuang untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam ranah publik, hasil akhirnya dicantumkannya persoalan kuota 30%.
Keterwakilan perempuan dalam parlemen di mana
tercantum dalam batang tubuh undang-undang Pemilu pasal 65 ayat 1. PPP merupakan salah satu partai pendorong lahirnya amandemen undangundang pemilu, terutama keterwakilan 30% wanita dalam legislatif. PPP berpendapat bahwasannya peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen merupakan suatu keniscayaan sebagai perwujudan partisipasi perempuan dalam politik. Selama ini, meskipun perempuan merupakan kelompok penyumbang suara terbesar tetapi aspirasi politik perempuan kurang terperhatikan, ini dibuktikan dengan masih banyaknya produk legislasi yang kurang sensitif gender. Untuk itu PPP senantiasa mendorong lahirnya UU Pemilu tersebut, lalu dikatakan juga sudah lebih dari setengah abad secara hukum hak politik perempuan diakui
85
melalui UU Nomor 68 Tahun 1958 yang dikuatkan dengan dudah diratifikasinya United Nations Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) pada 1984 dan Konvensi International tentang HakHak Sipil dan Politik pada 2005. Karenanya diskriminasi politik terhadap kaum perempuan harus diakhiri dan keterwakilan perempuan di legislatif sekurangkurangnya 30% merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. 22 “Setiap Partai Politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD, Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%”.23 Dengan peraturan tersebut, berarti partai politik harus berusaha keras menarik perempuan dan mempercayai para perempuan untuk duduk dalam kepengurusan di tingkat pusat, tidak hanya untuk internal partai. Akan tetapi, perempuan harus diikutkan pada kontestasi dalam pemilu legislatif. Pada pasal 15 dan 53 mewajibkan partai untuk mengikutsertakan sekurang-kurangnya 30% perempuan di dalam daftar calon legislatifnya. Kebijakan partai setelah amandemen undang-undang partai politik tentang kuota 30% keterwakilan wanita selain dengan membentuk Wanita Persatuan Pembangunan (WPP) dalam setiap pelatihan dan rekruitmen kader, partaipun memberikan persentase tambahan bagi perempuan untuk duduk dalam 22
Andi Rusnadi, dkk, Mengawal Amanat Reformasi Perjuangan Politik Amar Ma’ruf Nahi Munkar Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, (Jakarta, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan,2009) h.434 23
Ani Widyani Soetjipto, Politik Perempuan Bukan Gerhana, (Jakarta: Kompas, 2005), h. 169
86
kepengurusan. Jika pada awal-awal PPP hanya memberikan persentase 10% maka kedepannya
PPP
akan
meningkatkan
keterwakilan
perempuan
dalam
kepengurusan di setiap tingkatan. Untuk tingkat pusat sebanyak 7 orang dari pengurus harian atau sekitar 19%. Untuk tingkat wilayah sebanyak 5 orang dari 23 pengurus harian atau sekitar 22%. Untuk tingkat cabang sebanyak 4 orang dari 21 pengurus harian atau sekitar 19%. Untuk tingkat anak cabang 2 orang dari 17 pengurus harian atau sekitar 12%, dan untuk tingkat ranting sebanyak 1 orang 13 pengurus harian atau sekitar 7%. Di dalam partaipun keterwakilan 30% wanita sudah diawali oleh PPP dalam muktamar tahun 2007 yang lalu, jadi dalam muktamar tahun 2007 yang lalu sudah menggariskan bahwa untuk struktur partai pada tingkat DPP itu sekurang-kurangnya 7 orang di harian partai lain belum mulai dengan angka itu tapi kita sudah mulai, 5 orang untuk tingkat wilayah, orang untuk tingkat cabang. Biasanya calon-calon legislatif perempuan hanya digunakan sebagai ‘aksesoris’ dengan menjadikan mereka sebagi caleg, tepi kemudian bukan ‘dinomor jadi’, melainkan caleg perempuan banyak yang menjadi caleg nomor sepatu. Situasi itu menyulitkan perempuan untuk terpilih karena meski banyak pendukung, namun jika tidak memenuhi bilangan pembagi pemilih (BPP), suara itu di ambil caleg di nomor jadi.
87
UU Pemilu menjawab kritik itu. melalui pasal 5 ayat (2), partai politik diwajibkan untuk memasukkan sekurang-kurangnya satu caleg perempuan pada setiap tiga nama calon yang diajukan. Jadi, kesempatan perempuan untuk terpilih menjadi caleg semakin besar melalui UU tersebut. Keterwakilan parempuan di Indonesia diharapkan dapat terdongkrak, tetapi, bagi partai politik UU pemilu yang baru ini berarti kerja ekstra keras. 2. Peran Politisi PPP dalam Perlindungan Tenaga Kerja Wanita Fraksi PPP sangat prihatin dengan masih minimnya perhatian dan perlindungan bagi WNI, terutaman TKW. Dalam Mukaddimah Konstitusi ditegaskan bahwa pemerintah negara Republik Indonesia berkewajiban untuk melindungi setiap warga negaranya dari tindakan sewenang-wenang oleh pihak mana pun. Tindakan sewenang-wenang ini sangat menyinggung harga diri kita sebagai bangsa. Diskriminasi juga merupakan musuh bangsa, sejak masa penjajahan karena sangatlah bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang dianut oleh bangsa Indonesia. UUD 1945 secara tegas mengamantkan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki kedudukan yang sama di muka hukum dan pemerintah. Negara juga menjamin persamaan hak dan kewajiban dari setiap warga negaranya tanpa diskriminasi. Amanat ini kemudian dikukuhkan pula dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia. Dalam kaitan itu, Fraksi PPP RI sangat mendukung usul inisiatif dari beberapa rekan anggota Dewan mengenai rancangan UU tentang penghapusan diskriminasi terhadap
88
tenaga kerja wanita. Dalam kaitan itu pula, Fraksi PPP DPR-RI tidak melihat upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah untuk membela hak-hak warga negara Indonesia yang diperlakukan dengan tidak adil dan atau mendapatkan permasalahan di luar negeri. Pemerintah harus tegas dan jelas melakukan pembelaan dan perlindungan terhadap hak-hak warga negara Indonesia diluar negeri. 24 3. Undang-Undang Perdagangan Wanita dan Anak (Traficking) Salah satu bentuk tindak pidana yang bersifat transnasional yang belum mampu tercover dengan baik oleh peraturan perundang-undangan berikut penegakannya adalah tindak pidana perdagangan orang (traficking). Dewasa ini diperkirakan dari 239 hingga 700 ribu perempuan dan anak bangsa Indonesia telah diperdagangkan dan dipaksa menjadi wanita tuna susila di beberapa negara Asia dan Eropa. Masalah tersebut sesungguhnya menunjukkan kompleksitas persoalan perdagangan manusia, dan karenanya semakin mendesak untuk diatur dalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Wanita dan Anak sebagaimana yang akan segera disahkan. Berdasarkan data dari Komnas Perlindungan Anak pada bulan Maret 2005, bahwa angka penjualan anak balita yang melibatkan sindikat internasional terus menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2003 ada 102 kasus yang terbongkar, tahun 2004 bertambah menjadi 192 kasus. Jumlah anak korban trafficking untuk
24
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Muhasabah Fraksi PPP DPR-RI (Jakarta, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Dewan Perwakilan Rakyat), 2005. h.7-8.
89
tujuan prostitusi meningkat, dari berbagai rumah bordil di Indonesia, ada 30 persen atau sekitar 200.000-300.000 perempuan yang dipelacurkan adalah anakanak. Selain itu catatan Tahunan komnas Perempuan menunjukkan, pada tahun 2004 teridentifikasi 14.020 kasus kekerasan terhadap perempuan (meningkat dari tahun 2003, yaitu sebesar 7.787 kasus). Dari angka ini, 562 merupakan kasus trafficking. Masalahnya, kasus trafficking ini tidak semudah yang kita bayangkan. Karena sebagaimana di tingkat pencegahan, trafficking seringkali berkaitan erat dengan beberapa faktor, dimulai dari meningkatnya kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, adanya budaya yang mengobyekkan anak dan perempuan, atau anak perempuan adalah obyek seksual yang bernilai ekonomis. Begitu juga di tingkat penanganan kasusnya, sejumlah kerumitan kembali ditemui. Sebagai contoh, sebagian aparat penegak hukum dan aparat pemerintah seringkali mempertanyakan mengenai persetujuan korban trafficking, dan tingkat “kedewasaan” korban. Ada pula aparat penegak hukum, aparat pemerintah, dan anggota masyarakat yang masih menggunakan standar moralitas yang cenderung bias di dalam memandang persoalan trafficking. Untuk itulah di tengah-tengah kekosongan anturan perundang-undangan mengenai masalah trafficking, Fraksi PPP DPR RI sejak awal mendukung dan mendorong bagi adanya peraturan perundang-undangan tentang Pemberantasan
90
Tindak Pidana Perdagangan Wanita dan anak. Upaya ini dilakukan selain untuk memberikan perlindungan dan pemulihan hak-hak dan keadilan korban trafficking, juga sebagai upaya tindakan pencegahan terhadap terjadinya kembali trafficking. Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR RI berpendapat RUU tentang Tindak Pidana Perdagangan Wanita dan Anak adalah untuk menutupi kelemahan instrumen hukum nasional untuk menangkap kompleksitas persoalan trafficking. Yang demikian itu diharapkan kemudian dapat meminimalisasir terjadinya tindak pidana tersebut di samping memberikan rasa keadilan dan pemulihan korban yang bersangkutan. Dengan keberadaan UU nantinya, sebagai bangsa yang beradab, kita dapat mencegah dan mampu memberikan perlindungan terhadap berbagai macam upaya tindak pidana perdagangan orang. Karena founding fathers jauh-jauh hari telah merumuskan cita-cita kemerdekaan Indonesia yaitu untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.” Begitu juga di dalam perubahan UUD Negara Republik Indonesia 1945 juga telah lebih merinci mengenai perlindungan, jaminan hukum dan penegakan hak asasi, harkat dan martabat manusia Indonesia, dengan ditambahkannya Pasal 28A hingga Pasal 28J
91
yang berisikan kewajiban bagi pemerintah mengenai ini untuk melindungi hak asasi seluruh warga negara Indonesia. 25
D. Strategi PPP dalam Pengarusutamaan Gender 1. Diseminasi Pengarusutamaan Gender Kepada Masyarakat Dalam program pengarusutamaan Gender yang dilakukan untuk masyarakat, PPP telah membuat program-program yang telah dilaksanakan, di antaranya ialah: (1) Bersamaan dengan musyawarah cabang (muscab) yang bertempat di kantor DPC PPP Jalan Soegijapranata Semarang yang dihadiri 11 dari 16 pengurus anak cabang se-Kota Semarang. Diadakan pengajian sebulan sekali oleh pengurus. Diharapkan lewat keagamaan itu keimanan anggota masyarakat akan terpupuk. Dengan demikian krisis bangsa ini yang disebabkan kurangnya pemahaman terhadap agama dapat teratasi.26 (2) Dalam rangka memperingati Hari Anak Indonesia (HAI) tahun 2010, Wanita Persatuan Pembangunan DPC PPP Deli Serdang, menggelar senam massal yang diikuti ratusan ibu dan pelajar. Kegiatan Wanita Persatuan Pembangunan memiliki arti yang penting dan sejalan dengan
25
Andi Rusnadi, dkk, Mengawal Amanat Reformasi Perjuangan Politik Amar Ma’ruf Nahi Munkar Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, (Jakarta, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan,2009) h.97-98 26 www.google.co.id, kegiatan Wanita Persatuan Pembangunan, di akses pada tanggal 08Maret-2011, pukul 10:30 WIB.
92
peringatan Hari Anak Indonesia (HAI). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan tekad ibu untuk membimbing anak-anak agar dapat tumbuh berkembang menjadi anak yang kuat dan handal. Selanjutnya kegiatan ini juga bertujuan menjaga kesehatan ibu-ibu, sehingga dapat membimbing dan membesarkan anak-anaknya dengan baik.27 Selanjutnya, Wanita Persatuan Pembangunan masih melihat adanya berbagai permasalahan yang berkembang di masyarakat terkait dengan kesetaraan Gender, di antaranya ialah : (1) Masalah pendidikan, menurut data yang diterima oleh WPP inti dari permasalahan pendidikan, yaitu rendahnya tingkat pendidikan perempuan dan kaum miskin. Sehingga berdampak pada banyak yang menjadi korban penipuan, terbatasnya akses perempuan pada lapangan kerja dan informasi lainnya, rendahnya kualitas SDM perempuan, rendahnya kualitas keluarga, banyaknya kasus pernikahan dibawah umur. Penanganan masalah tersebut diantaranya ialah merekomendasikan, peningkatan akses perempuan ke pendidikan formal dan non formal, peningkatan anggaran untuk pendidikan perempuan, dan pengadaan program untuk peningkatan SDM perempuan, pelatihan pra nikah, wajib belajar, alternatif pendidikan. (2) Masalah kekerasan dalam rumah tangga, permasalahan ini dapat berdampak pada perempuan sehingga perempuan menjadi korban baik
27
www.google.co.id, kegiatan Wanita Persatuan Pembangunan, di akses pada tanggal 08Maret-2011, pukul 10:30 WIB.
93
fisik maupun psikologis. Dalam penanganan masalah ini WPP merekomendasikan diantaranya, ialah penyadaran perempuan tentang hak dan kewajibannya secara seimbang, adanya biro khusus di birokrasi yang memberikan bantuan hukum bagi para korban KDRT, penyadaran masyarakat tentang bentuk-bentuk KDRT, revisi UU perkawinan, adanya UU KDRT. (3) Masalah anak, lemahnya perlindungan terhadap anak dan pelaksanaan hak anak dalam pendidikan, kesehatan, penegakan hukum, sosial budaya, ekonomi, media dan berbagai aspek yang berkaitan dengan anak, eksploitasi dan penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik (Undangundang perlndungan anak pasal 87 dan 15). Ini berakibat pada kekerasan dan eksploitasi, keamanan secara fisik dan psikologis anak juga akan terganggu. Dan WPP merekomendasikan, sosialisasi dan implementasi UU perlindungan
anak
terhadap
masyarakat,
penegakan
hukum
perlindungan anak, partisipasi anak dalam setiap pengambilan kebijakan yang
berkaitan
dengan
anak,
pembangunan
berwawasan
anak,
memperjuangkan kepentingan yang terbaik untuk anak (the best interest of the children) dalam garis kerja (platform partai politik). (4) Permasalahan tenaga kerja, upah dibawah UMR, diskriminasi terhadap karyawan perempuan diantaranya, upah, hak cuti haid dan melahirkan, status karyawan, dan kurangnya perlindungan terhadap buruh migrant
94
juga menjadi salah satu perhatian WPP yang juga akan berdampak pada kehidupan buruh semakin terputuk, tingkat kesejahteraan karyawan makin terpuruk,
maraknya
kasus
perdagangan
anak
dan
perempuan,
meningkatnya kekerasan terhadap buruh migrant. Rekomendasi dari WPP, ialah harus ada peningkatan kesejahteraan buruh, penegakan hukum, adanya UU penempatan tenaga kerja diluar negeri. 2. Pengarusutamaan Gender di Lingkungan Internal PPP Wanita Persatuan Pembangunan (WPP) merupakan organisasi yang masuk struktur PPP mulai dari pengurus pusat sampai tingkat cabang. WPP juga memberikan pelatihan politik kepada semua kader perempuan di setiap tingkatan untuk meningkatkan kualitas kader-kader perempuan PPP. Wanita Persatuan Pembangunan adalah organisasi sayap kanan Partai Persatuan Pembangunan yang berlandaskan Al-Qur’an, Hadist, dan AD/RT PPP. Program perjuangan WPP bertujuan untuk terwujudnya kader-kader wanita Indonesia yang bertakwa kepada Allah Swt, berilmu, beramal, terampil, dan bertanggung jawab serta berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Terwujudnya kader wanita yang sadar akan hak dan kewajiban menurut ajaran Islam, baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat.
95
96
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dalam berbagai pendapat dapat digambarkan kesetaraan gender merupakan aroma pemberontakan yang dilakukan oleh kaum wanita yang menuntut akan adanya kesetaraan, kesamaan, dan tidak membedakan antara peran wanita dengan laki-laki. Di berbagai belahan dunia banyak fakta-fakta yang membuktikan
bahwa wanita
sering
kali
mendapatkan perlakuan
yang
diskriminatif. Ini merupakan faktor pemicu lahirnya gerakan-gerakan yang menuntut akan adanya persamaan hak antara wanita dan laki-laki (gerakan feminis). PPP selaku salah satu partai Islam yang sudah cukup lama berkiprah di Indonesia mempunyai pandangan-pandangan sendiri mengenai kesetaraan gender. PPP tentu menolak keras segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan. Mengenai kepala keluarga PPP berpendapat bahwasannya pada dasarnya tetap yang menjadi pemimpin dalam keluarga itu ialah laki-laki. Selain itu PPP juga berpendapat di dalam suatu keluarga bisa saja perempuan (istri) menjadi kepala keluarga dengan sebab-sebab tertentu, misalnya kondisi suami (laki-laki) tidak memungkinkan memimpin keluarga salah satunya di karenakan sakit, sudah bercerai dengan suami (laki-laki).
97
Dalam hal ini politisi PPP mencoba mengutamakan prinsip kebaikan untuk bersama. Wanita boleh menjadi pemimpin dikarenakan si suami sudah tidak bisa lagi menjadi pemimpin keluarga. Ada beberapa pendapat yang melarang perempuan bekerja atau mencari nafkah karena ditakutkan akan berdampak buruk pada keluarganya, terutama pada perkembangan tumbuh kembang anak. Politisi PPP berpendapat mengenai hal ini bahwasannya perempuan boleh bekerja asalkan tidak keluar dari anjuran-anjuran agama dan keluar dari syari’at Islam. PPP berependapat di dalam sejarah pun sudah dibuktikan bahwa yang menjadi komandan ekonomi adalah Siti Khadijah r.a dan Nabi Muhammad Saw pun tidak melarangnya. Ada asumsi yang berkembang di masyarakat bahwa apabila terjadi penyimpangan atau ada kelakukan anak yang menyimpang dari anjuran agama atau norma-norma adat yang disalahkan adalah perempuan (istri). Ini terasa tidak adil karena menurut pandangan politisi PPP dalam porsi mengasuh anak sebenarnya laki-laki (suami) juga mempunyai andil yang besar sebenarnya, sehingga anak pun dapat berkembang dengan baik, sehingga dampak negatif terhadap anak dapat di tekan. Partai Persatuan Pembangunan merupakan partai yang kuat dengan dominasi kaum laki-laki. Tapi itu tidak berarti peran perempuan dalam partai tidak diangkat, Partai Persatuan Pembangunan menganggap tidak ada masalah dengan kesetaraan gender.
Partai Persatuan
Pembangunan
selalu
bisa
mengoptimalkan peran perempuan, ini terbukti dengan dukungan yang diberikan
98
PPP terhadap Megawati Soekarno Putri menjadi Presiden. Wujud dari dukungan itu ialah bersedianya Hamzah Haz maju menjadi wakil presiden mendampingi Megawati Soekarno Putri pada saat mantan Presiden Abdurrahman Wahid diturunkan oleh MPR. Dalam peristiwa ini perlu dicermati kembali apakah Hamzah Haz maju mendukung Megawati karena memang atas unsur dukungan atau memang pada saat itu keadaan negara dan perundang-undangan yang mengharuskan Megawati pada saat itu naik menjadi presiden. Dalam mengoptimalkan kader perempuannya pun PPP tidak membedabedakan antara laki-laki dan perempuan. terbukti dengan hadirnya tiga kader politisi PPP yang berkiprah cemerlang di parlemen. Diantaranya adalah Aisyah Aminy, Asmah Sjachroni dan Khafifah Indarparawarsa. Ketiga orang itu mempunyai reputasi yang cukup baik dibandingkan dengan politisi-politisi perempuan dari partai politik yang lain. Hal tersebut dibuktikan dengan keterlibatan mereka dalam pengambilan keputusan dan pembentukan rancangan undang-undang. Hal tersebut dibuktikan pada tahun 1987-1992 dan tahun 1997-1999, Aisyah menjadi anggota DPR/MPR RI. Komisi II yang menbidangi maslah Politik Dalam Negeri dan Pertahanan. Tahun 1992-1997 Aisyah menjadi anggota DPR/MPR RI Komisi I sebagai ketua Komisi membidangi Pertahanan, Keamanan, Luar Negeri dan Penerangan.
99
Selanjutnaya Asmah Sajchroni, pada tahun 1974 merupakan perumus dari UU no. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Selama proses pembentukan UU Perkawinan tersebut Asmah Sjachroni merupakan tokoh perempuan yang tegas dan kritis serta merupakan tokoh yang sangat memiliki peran yang menonjol dalam mengambil keputusan. Beliau merupakan salah satu tokoh PPP yang memiliki insting politik yang kuat dan satunya-satunya perempuan di beri gelar “singa podium” dan akhirnya perjalanan politik Asmah Sjachruni di PPP berakhir pada tahun 1984. Ketiga politisi PPP tersebut memang merupakan kader wanita yang sangat disegani, namun secara struktural yang benar-benar menjadi ketua DPR hanya Aisyah Aminy. Ini membuktikan bahwa politisi wanita PPP belum bisa mengoptimalkan dirinya secara maksimal, sehingga akhirnya nanti akan terlihat peran serta politisi wanita PPP dalam legislatif. Dalam rangka melanjutkan estafet menuju langkah yang lebih efektif anggota FPP di DPR selalu berusaha mendorong pemerintah dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender di Indonesia melalui undang-undang diantaranya ialah, Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang Perdagangan Wanita dan Anak, dan Undang-Undang perlindungan Tenaga Kerja Wanita. Selain itu strategi Partai Persatuan Pembangunan dalam rangka pengarusutamaan gender telah melakukan langkah, diantaranya adalah dengan membentuk organisasi kewanitaan yang dinamai Wanita Persatuan Pembangunan (WPP). Dalam menangani permasalahan gender WPP senantiasa mempunyai
100
program-program yang erat kaitannya dengan permasalahan kewanitaan ditingkat eksternal maupun internal partai. WPP merupakan kapasitator pencetak kaderkader perempuan yang akan berkiprah di partai dan pa da masyarakat pada umumnya.
B. Saran Untuk itu diperlukan upaya-upaya sistematis dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesetaraan gender melalui sejumlah tawaran sebagai berikut: Pertama : Mengubah budaya patriarki yang menekankan perspektif maskulin dalam melihat persoalan di masyarakat yang tidak kondusif bagi peran perempuan yang dapat berdampak pada mendiskriminasikan perempuan. Kedua : Representasi anggota DPR ataupun pengurus harian dalam Partai Persatuan Pembangunan harus mencerminkan realita masyarakat yang diwakilinya, sebagai sebuah negara yang sebagian besar penduduknya adalah kaum perempuan, maka baik pemegang kekuasaan legislatif maupun pengambil kebijakan dalam partai harus memperhatikan betul aspirasi dan kepentingan kaum perempuan. dan harus mewujudkan relasi yang adil dan setara antara laki-laki dan perempuan untuk menjabarkan berbagai program yang tepat untuk kesetaraan tersebut. Ketiga : Perlu komitmen yang kuat untuk menjadikan lembaga-lembaga perempuan dalam Partai Persatuan Pembangunan sebagai liding sector untuk
101
melakukan pemberdayaan perempuan, baik untuk merubah situasi dan kondisi internal partai agar lebih ramah terhadap perempuan, maupun menunjukkan komitmen dan kepedulian partai terhadap berbagai persoalan ketidakadilan yang disebabkan ketimpangan relasi perempuan yang masih berkembang di masyarakat. Keempat : Mendukung penuh seluruh program yang dibuat oleh wing organisatiaon Partai Persatuan Pembangunan dalam pemberdayaan perempuan serta meningkatkan kualitas dan kuantitas kader perempuan.
DAFTAR PUSTAKA BUKU
Al Jawad Hifa, Otentitas Hak-hak Perempuan Dalam Pembelaan Islam, PT Toha Putra, Semarang, 1984 Al-Mawardi, AL-Ahkaamus-Sulthaaniyyah, Geman Insani Press, Jakarta, 2000 Andi Rusnadi, dkk, Mengawal Amanat Reformasi Perjuangan Politik Amar Ma’ruf Nahi Munkar Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Jakarta, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, 2009 Amin, Qasim, Sejarah Penindasan Perempuan, IRCI SOD, Yogyakarta, 2003 Aini, Noryamin, Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Perspektif Agama Islam, Kementrian Pemberdayaan Wanita, Jakarta, 2007. Convention Watch, Universitas Indonesia, Hak Azazi Perempuan Instrumen Hukum Untuk Mewujudkan Keadilan Gender, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2004 Fayumi, Baduyah, Isu-isu Gender Dalam Islam, PSW UIN Syarifhidayatullah, Jakarta. 2002 Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Muhasabah Fraksi PPP DPR-RI Jakarta, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Dewan Perwakilan Rakyat, 2005 Indra, Hasbi, Potret Wanita Shalehah, Penamadani, Jakarta, 2004 Izzat Rauf Hibah, Perempuan Agama dan Moralitas, Erlangga, Jakarta, 2002 Khatimah, Husnul & Sa’idah Najmah, Revisi Politik Perempuan, CV IDeA Pustaka Utama, Bogor, 2003 Maarif, Safii Ahmad, Islam dan Politik:Upaya Membingkai Peradaban, Pustaka DINAMIKA, Cirebon, 1999
Mansur, Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta 1987 Mufidah, Psikologi Keluarga Islam, Uin-Malang Press, Malang, 2008 Mulia, Mudah, Siti, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender, Kibar Press, Yogyakarta. 2007 Mulia Musdah Siti dan, Perempuan dan Politik Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005 Nif, Umar Fatimah, Menggugat Sejarah Perempuan: Mewujudkan Idealisme Gender Sesuai Tuntutan Islam, CV Cendekia Sentra Muslim, Jakarta, 1999 Noer, Deliar, Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1969, Grahiftipress, Jakarta, 1987 Nif, Umar Fatimah, Menggugat Sejarah Perempuan: Mewujudkan Idealisme Gender Sesuai Tuntutan Islam, Jakarta : CV Cendekia Sentra Muslim, 1999
Ramli dan Yusuf ed, Aisyah Aminy Demokrasi Tanapa Batas Lembaga Study Pembangunan Indonesia, Jakarta 2002 Sa’ad, Najmah dan Khatimah, Khusnul, Revisi Politik Perempuan Bercermin Pada Shababiyat, Bogor : CV Icea Pustaka Utama, 2003 Shafiyah, Amatullah Haryati, Soeripno, Kiprah Politik Muslimah : Konsep dan Implementasinya. Gema Insani, Jakarta, 2001
Shihab Quraish Muhamamd, Perempuan Dari Nikah Sampai Sex Dari Nikah Mut’ah Sampai Nikah Sunnah Dari Bias Lama Sampai bias Baru, Lentera Hati, Jakarta 2005 Siachruni Asmah, Muslimah Pejuang Lintas Zaman Dari Klangan Nahdlatul Ulama, Pustaka Indonesia Satu, Jakarta 2002 Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh, Fatwa-Fatwa Tentang Wanita Jilid 3, Darul Haq, 2001
Syuqqah, Abu, Halim, Abdul, Kebebasan Wanita Jilid 1, Gema Insani Press, Jakarta, 2001 Syuqqah, Abu, Halim, Abdul, Kebebasan Wanita Jilid 3, Gema Insani Press, Jakarta, 2001 Umar, Nasruddin, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif AL-Qur’an, Paramadina, Jakarta, 2001 Waddy, Chair, Wanita dalam Sejarah Islam, Jakarta : Citra Mandala Pratama, 2003 Widyani Soetjipto, Politik Perempuan Bukan Gerhana, Kompas, Jakarta, 2005
DOKUMEN Ketetapan Muktamar VI Partai Persatuan Pembangunan, Jakarta : DPP PPP, 20007 Ketetapan-Ketetapan musyawarah Kerja Nasional I Partai Persatuan Pembangunan 21-24 Juni 2007. Jakarta : DPP PPP Anggaran Berbasis Kinerja dan Pengawasannya. Jakarta : FPP-RI Kader Nasional Dari Masa ke Masa Korbid. Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan, Jakarta :DPP PPP. 2010 Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Muhasabah Fraksi PPP DPR-RI Jakarta, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Dewan Perwakilan Rakyat 2005
INTERNET www.google.co.id, www.kowani.co.org www.ppp.or.id
Hasil wawancara Skripsi Pandangan PPP terhadap kesetaraan gender (PPP)
Nama Responden
: Nurmalena
Jabatan
: Ketua DPP PPP Bidang Pemberdayaan Perempuan Ketua DPP PPP
Tanggal
: 25-02-2011
Waktu
: 14.00-14.30
Tempar
: Gedung Kementrian Agama RI
1. Bagaimana pandangan PPP terhadap kesetaraan gender? Jawab : Tidak ada masalah ya di PPP sebenarnya, PPP pernah mencalonkan presiden yang wakil presidennya Hamzah Haz presidennya Megawati. Kesetaraan gender itu tidak berarti sama itu yang biasanya kita perdebatkan, bagaimana mungkin laki-laki bisa disamain perempuan? perempuan bisa hamil laki-laki, perempuan bisa menyusui laki-laki tidak bisa menyusui, laki-laki tidak menstruasi perempuan bisa menstruasi. Tidak ada masalah sebenarnya di dalam PPP tentang gender. 2. Bagaimana pandangan PPP Mengenai Posisi Wanita Dalam Keluarga? Jawab : coba kita lihat Rasulullah telah memberikan keteladanan, ketika beliau menikahi siti Khadijah itu sebagai apa?pedagang kan, memang disuruh berhenti jadi pedagang?tidak, dan justru Siti Khadijah yang membiayai seluruh perjuangan
Rasulullah.
Kalau
suami
tidak mampu
memipin
keluarga
bagaimana?mau ga mau harus istrinya kan, jadi tetep selama suami mampu manjdai pemimpin ya suami, tapi kalau tidak mampu istrinya yang menjadi menggantikan suaminya. Kelyarga itu merupakan kesepakatan pada zaman Rasulullah yang menjadi komandan ekonomi malah Siti Khadijah dan Rasulullah tidak mempermasalahkan itu. Anak juga merupakan tanggung jawab bersama bukan semata-mata hanya tanggung jawab istri.
3. Apakah PPP berpendapat bahwasannya wanita bisa menjadi pemimpin dalam keluarga? apa argument PPP? Jawab : Pada dasarnya sebenarnya yang menjadi pemimpin memang laki-laki tapi itu pun kalau dia mampu kalau tidak? Mau tidak mau perempuan itu bisa menjadi pemimpin.
4. Kebijakan apa yang partai berikan dalam merealisasikan kepemimpian perempuan dalam partai persatuan pembangunan dan di negara ini? Jawab : Perempuan
diberi fungis yang maksimal, buktinya dijajaran ketua
terdapat dua orang perempuan teremasuk saya dan Nurhayati Payapo, kemudian PPP tidak akan mendukung Megawati menjadi presiden dan Hamzah haz menjadi wakil presidennya. 5. Bagaimana peran PPP dalam Legislatif Tentang Kesetaraan Gender? Jawab : Sekarang ada lima yang menjadi anggota DPR dari PPP dan prestasinya bisa di lihat, memenag tidak ada khusus di komisi tentang perempuan mereka mendapat tanggung jawab yang sama yang diemban laki-laki 6. Strategi apa saja yang PPP lakukan Dalam Pengarusutamaan Keseteraan Gender? Jawab : PPP mencoba mencontohkan bahwa tidak ada diskriminasi terhadap perempuan, dalam AD RT tertulis jelas mengenai perlunya perempuan dalam struktur partai, yang kedua perempuan diberi fungsi yang maksimal dijajaran ketua. 7. Apakah ada pendidikan atau diklat khusus untuk kader perempuan di PPP? Jawab : Ada baru saja dilakukan di batu kembar ada 90 orang kader perempuan untuk dilatih menjadi pelatih bidang politik 8. Apakah ada organisasi kewanitaan yang dibentuk oleh PPP dalam rangka pengarusutamaan kesetaraaan gender?
Jawab : Ada yang namanya WPP ketua WPP ini link dengan ketua yang membidangi perempuan. 9. Berapa persentase jumlah pengurus perempuan dalam partai, khususnya posisi dalam kepengurusan DPP, DPW, DPC, PAC, Partai Persatuan Pembangunan? Jawab : di dalam partai keterwakilan 30% wanita sudah diawali dalam muktamar yang lalu untuk struktur partai dalam tingkat DPP sekurang-kurangnya 7 oarang ditingkat harian untuk tingkat pusat, 5 orang untuk tingkat wilayah, 3 orang pada tingkat cabang.