77
PEMBAHASAN UMUM Budidaya udang vaname mendapat perhatian serius dari pemerintah Indonesia untuk dikembangkan. Udang ini diimpor ke Indonesia pada tahun 2000 dengan alasan untuk mengganti udang windu yang telah banyak terserang penyakit. Namun dalam perjalanan usaha ini yakni sejak tahun 2000 sampai sekarang, banyak petani udang menderita kerugian ekonomi yang cukup besar karena munculnya serangan penyakit terutama yang disebabkan oleh virus dan bakteri. WSSV telah menghancurkan banyak usaha budidaya sejak tahun 1992/1993, dan sejak tahun 2006, Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) telah ditemukan menginfeksi banyak usaha budidaya di Indonesia. Kedua penyakit virus ini belum dapat diatasi sampai sekarang. Beberapa strategi pencegahan penyakit yang telah diaplikasikan dalam budidaya udang meliputi penggunaan bakteri probiotik, SPR/SPF (specific pathogen resistance/specific pathogen free), dan biosekuriti.
Banyak laporan
telah membuktikan bahwa meskipun metoda-metoda ini mampu meningkatkan produksi namun penyakit terus terjadi secara berulang.
Hal ini disebabkan
suseptibilitas udang terhadap patogen berbeda-beda berdasarkan fase hidup, serta adanya mutasi genetik patogen dalam lingkungan budidaya. Sampai saat ini, antibiotik merupakan metoda yang paling banyak digunakan untuk pencegahan dan pengobatan, namun bahan ini telah diketahui dapat menyebabkan munculnya patogen kebal antibiotik (antibiotic-resistance pathogen) serta berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Peningkatan respon imun nonspesifik melalui penggunaan imunostimulan mungkin merupakan metoda yang paling efektif untuk mencegah terjadinya serangan penyakitpada udang yang dipelihara. Beberapa jenis imunostimulan telah terbukti dapat meningkatkan respon imun nonspesifik dan resistensi udang seperti beta glukan, lipopolisakarida, dan peptidoglikan. Nukleotida merupakan imunostimulan yang baru mulai diteliti penggunaannya bagi ikan. Pada udang, serangkaian penelitian telah dikerjakan untuk mengevaluasi peranan nukleotida sebagai imunostimulan dalam meningkatkan respon nonspesifik, resistensi dan pertumbuhan udang vaname.
78
Penelitian pertama mengevaluasi pengaruh dosis nukleotida dalam pakan terhadap respon imun nonspesifik, resistensi dan pertumbuhan udang vaname. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian oral nukleotida memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan total hemocyte count (THC) dan aktivitas PO udang setelah diberikan selama 4 minggu berturut-turut (p<0.01). THC tertinggi teramati pada udang yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida 300 mg.kg-1 pakan, kemudian 400 mg.kg-1 yang masing-masing mencapai 76% dan 73% lebih tinggi dari udang kontrol. Hal yang sama juga teramati pada nilai aktivitas PO dengan nilai >0.35 yang berati memiliki aktivitas tinggi (Gullian et al. 2004). Namun demikian, antara udang yang diberi pakan dengan suplementasi nukleotida 300 mg.kg-1 dan 400 mg.kg-1, kedua paramater imun ini tidak berbeda nyata. Nukleotida yang ditambahkan dalam pakan dapat meningkatkan hemosit udang sebab nukleotida merupakan nutrien semi esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perbanyakan sel, termasuk sel-sel imun (Barnes 2006; Sajeevan et al. 2006).
Nukleotida juga meningkatkan aktivitas PO udang,namun
bagaimana proses peningkatan ini terjadi masih belum diketahui dan perlu diteliti secara lebih detil.Menurut Li & Galtin (2006), nukleotida yang ditambahkan dalam pakan selain digunakan sebagai nutrien untuk proses-proses biosintesa, juga akan berfungsi dalam cell signaling. Dalam penelitian ini terlihat bahwa udang yang memiliki THC yang tinggi (perlakuan D dan E) juga memiliki aktivitas PO yang tinggi. Kondisi ini terjadi karena hemosit berperan dalam produksi dan pelepasan proPO ke dalam hemolim (Sahoo et al. 2008; Morales et al. 2007). Dalam keadaan normal, jumlah hemosit yang tinggi akan diikuti pula oleh aktivitas PO yang tinggi. Nukleotida juga dapat meningkatkan resistensi udang vaname terhadap infeksi bakteri Vibrio. Setelah diuji-tantang dengan larutan bakteri Vibrio harveyi 1x106 cfu.udang-1, udang yang diberi pakan dengan penambahan nukleotida 400 mg.kg-1 pakan selama 4 minggu memiliki tingkat resistensi (diukur berdasarkan tingkat sintasan) tertinggi yakni 83.33±7.21%.Status kesehatan yang tinggi (THC dan aktivitas PO) mungkin mendukung tercapainya resistensi yang tinggi.
79
Sekalipun demikian, mekanisme imun mana yang paling penting bagi resistensi penyakit belum dapat ditetapkan. Menurut Rodrique & Le Moullac (2000), sampai saat ini belum ada model percobaan infeksi yang dapat memperlihatkan korelasi antara parameter-parameter imun dengan resistensi penyakit. Oleh karena, data sintasan udang yang dicapai setelah diuji-tantang dengan patogen dipakai sebagai ukuran resistensi udang terhadap penyakit. Pemberian nukleotida selama 4 minggu berturut-turut dapat meningkatkan pertumbuhan udang vaname.
Pertumbuhan udang yang diberi pakan yang
ditambahkan nukleotida 400 mg.kg-1 pakan berbeda nyata jika dibandingkan dengan udang kontrol maupun dengan perlakuan lainnya. Setelah 4 minggu pemberian pakan yang ditambahkan nukleotida, udang dengan berat awal 6 g dapat tumbuh mencapai berat 11.05±0.40 g dengan perolehan 5.05±0.40 g atau mencapai 50.75% lebih besar dari perolehan berat udang kontrol. Penambahan nukleotida dalam pakan akan meningkatkan napsu makan udang sehingga efisiensi dan pengambilan pakan meningkat. Hal ini terjadi karena beberapa nukleotida seperti IMP, AMP dan guanine merupakan feed enhancer yang dapat meningkatkan napsu makan udang. Dalam penelitian ini juga teramati bahwa pada dosis yang lebih tinggi (500 mg.kg-1 pakan), penambahan nukleotida tidak akan memacu pertumbuhan tetapi sebaliknya menekan pertumbuhan. Dapatlah disimpulkan bahwa penambahan nukleotida 400 mg.kg-1 pakan dan diberikan selama 4 minggu secara berlanjut dapat meningkatkan respon imun nonspesifik,
resistensi
serta
pertumbuhan
udang
vaname.
Hasil
ini
mengindikasikan bahwa penggunaan nukleotida sangat penting bagi manajemen kesehatan dalam budidaya udang. Penelitian kedua mencoba menetapkan lama waktu (protokol) pemberian pakan yang ditambahkan nukleotida yang dapat mengoptimalkan respon imun dan pertumbuhan udang vaname. Udang diberi pakan dengan penambahan nukleotida 400 mg.kg-1 pakan dengan protokol pemberian 7 hari pakan yang ditambahkan nukleotida dan 7 hari pakan standar secara bergantian selama 49 hari. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa pemberian pakan yang ditambahkan nukleotida dengan protokol yang ditetapkan tidak berpengaruh terhadap peningkatan
80
parameter imun maupun pertumbuhan udang vaname. Hal ini mungkin terjadi karena: 1) lama waktu pemberian nukleotida dalam percobaan ini mungkin belum cukup untuk dapat menghasilkan peningkatan imunitas dan pertumbuhan udang. Oleh karena itu maka penelitian dengan interval pemberian yang sama namun dengan waktu yang lebih panjang mungkin perlu dilakukan untuk mendapatkan protokol pemberian nukleotida yang efektif meningkatkan respon imun, resistensi, dan pertumbuhan udang vaname; 2)udang mungkin membutuhkan suplementasi nukleotida secara kontinyu untuk meningkatkan imunitas dan pertumbuhannya. Halini terlihat pada hasil penelitian pertama dimana pemberian nukleotida secara berlanjut selama 4 minggu mampu meningkatkan respon imun, resistensi dan pertumbuhan udang vaname. Penelitian ketiga membandingkan pengaruh suplementasiβ–glukandan nukleotida dalam pakan terhadap respon imun nonspesifik, resistensi dan pertumbuhan udang vaname. THC meningkat secara signifikan pada udang yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida selama 4 minggu. THC udang yang diberi pakan yang ditambahkannukleotida meningkat mencapai 87% lebih banyak dari udang kontrol.
Penambahan β–glukan juga dapat meningkatkan THC
meskipun tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan kontrol. Meningkatnya THC udang akibat pemberian oral nukleotida dan β–glukan juga diikuti oleh meningkatnya aktivitas PO. Secara nyata, peningkatan aktivitas PO teramati pada udang yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida sedangkan pada udang yang diberi pakan dengan suplementasi β–glukan, aktivitas PO udang meskipun meningkat namun jika dibandingkan dengan kontrol, nilai peningkatan yang terjadi tidak berbeda nyata. Dalam penelitian ini, nilai aktivitas PO udang, baik yang diberi suplementasi nukleotida maupun β–glukan mencapai nilai >0.35, yang berarti memiliki aktivitas tinggi (high activity) sedangkan udang yang hanya diberi pakan standar memiliki aktivitas PO normal (0.20–0.35). Beberapa laporan penelitian telah memperlihatkan bahwa pemberian oral β-glukan secara nyata meningkatkan respon imun nonspesifikbeberapa spesies udang seperti L. vannamei, P. monodon, Penaeus japonicus, dan M. rosenbergii. β-glukan yang ditambahkan dalam pakan akan mengikat molekul reseptor yang
81
terdapat pada permukaan sel-sel fagosit sehingga sel fagosit menjadi lebih aktif dalam melakukan fagositosis terhadap patogen atau partikel asing. Sel-sel fagosit selanjutnya mengeluarkan molekul-molekul signal (sitokin) yang merangsang pembentukan sel-sel hemosit yang baru. Dalam penelitian ini, β–glukan yang diberikan secara oral tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan THC dan aktivitas PO udang vaname. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi efikasi β–glukan antara lain perbedaan sumber bahan yang digunakan, penanganan serta metoda ekstraksi yang digunakan. β–glukan yang digunakan dalam penelitian ini diekstrak dari yeast S. cereviciae dengan metoda asam-basa (alkaline-acid method). Pemberian oral β–glukan dan nukleotida secara nyata meningkatkan resistensi udang vaname terhadap infeksi vibrio. Dibandingkan dengan β-glukan, udang yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida memiliki sintasanlebih tinggi (79.17±7.22%) setelah diuji-tantang dengan bakteri Vibrio harveyi1 x 106 cfu-1.udang. Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian tahap pertama dimana udang yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida 400 mg.kg-1 pakan selama 4
minggu
dan
diinfeksi
dengan
bakteri
vibrio
memiliki
tingkat
sintasan83.33±7.21%. Pada beberapa spesies ikan, penambahan nukleotida dalam pakan sudah terbukti mampu meningkatkan respon imun nonspesifik yang menghasilkan peningkatan resistensi terhadap penyakit. Dalam penelitian tahap ketiga ini, jelas terlihat bahwa THC dan nilai aktivitas PO tertinggi yang dicapai pada udang yang diberi pakan dengan suplementasi nukleotida menghasilkan resistensi yang tertinggi pula. β-glukan meningkatkan resistensi dengan cara meningkatkan aktivitasfagositosis dari sel-sel fagosit serta meningkatkan aktivitas PO untuk menjalankan proses melanisasi. Pemberian oral β–glukan maupun nukleotida juga dapat meningkatkan pertumbuhan udang vanamedimanapertumbuhan yang lebih baik teramati pada udang yang diberi tambahan nukleotida. Setelah 4 minggu pemberian, udang dengan berat rata-rata 5.39±0.56g dapat tumbuh mencapai 10.12±0.57g dengan perolehan berat4.73±0.57g atau mencapai 65.38% lebih besar dari perolehan berat udang kontrol. Hasil ini dapat mengkonfirmasi hasil penelitian tahap pertama
82
dimana perolehan berat udang yang diberi suplementasi nukleotida selama 4 minggu mencapai 50.74% lebih besar dari kontrol. Peningkatan pertumbuhan terjadi karena nukleotida yang ditambahkan dalam pakan dapat meningkatkan napsu makan udang sehingga efisiensi dan pengambilan pakan meningkat. Penambahan β–glukan juga berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan udang vaname.
Beberapa laporan penelitian telah menunjukkan bahwa β–
glukandapat meningkatkan pertumbuhan beberapa spesies udang seperti Metapenaeus japonicus dan Litopenaeus vannamei, namun bagaimana mekanisme kerja bahan ini dalam meningkatkan pertumbuhan belum diketahui dengan jelas. Penelitian
keempat
bersifat
demonstratif
dengan
maksud
untuk
mengaplikasikan nukleotida secara langsung dalam manajemen kesehatan budidaya udang vaname.
Udang dalam penelitian ini dipelihara dalam dua
rangkaian 3-hapa yang diletakkan dalam tambak dimana usaha pemeliharaan sedang berlangsung. Pada rangkaian Hapa I, udang diberi suplementasi nukleotida dalam pakan sedangkan pada rangkaian Hapa II, udang diberi pakan standar tanpa suplementasi nukleotida. Masing-masing hapa berukuran 2x1x1m dengan padat tebar 175 ekor/hapa. Sintasan antara udang yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida dan pakan standar tidak berbeda nyata, masing-masing sebesar 83.24±9.42% dan 81.71±3.56%. Kematian udang selama masa pemeliharaan terjadi disebabkan oleh adanya kanibalisme terhadap udang molting dan penyakit myo (Infectious Myonecrosis Virus, IMNV) namun jumlahnya tidak banyak. Myo merupakan penyakit baru yang dihadapi dalam budidaya udang di areal pertambakan Bakauheni dimana uji lapang ini dilaksanakan. Virus ini umumnya menyerang juvenil dan udang muda dimana perkembangan infeksinya berlangsung secara lambat (Lightner 2009b).
Wabah myo tidak terjadi selama masa percobaan
berlangsung sehingga sulit untuk menjelaskan pengaruh nukleotida terhadap sintasan udang percobaan. Pertumbuhan udang meningkat secara nyata setelah diberi pakan yang ditambahkan nukleotida 400 mg.kg-1 pakan selama 2 minggudan peningkatan
83
pertumbuhan terus berlanjut sampai minggu ke 4 pemberian pakan. Setelah 4 minggu pemeliharaan, udang dengan berat awal 4.5 g/ekor dapat tumbuh mencapai berat akhir 11.98±1.08 g jika diberi pakan yang ditambahkan nukleotida dan 10.01±1.36 g jika hanya diberi pakan standar. Udang yang dipelihara dalam tambak pada umur yang sama memiliki berat akhir rata-rata 8.93±0.21 g. Pada penelitian tahap pertama, pemberian nukleotida 400 mg.kg-1 pakan baru memperlihatkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan setelah diberikan selama 4 minggu.Dalam penelitian lapang ini, ditemukan bahwa pemberian nukleotida dengan dosis yang sama sudah memperlihatkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan udang setelah 2 minggu pemberian.
Hal ini mungkin
dipengaruhi oleh kondisi dan kualitas air tambak yang lebih baik dan segar, massa air yang lebih besar serta tersedianya ruang gerak yang lebih luas bagi udang. Faktor stresor eksternal juga sangat mempengaruhi pertumbuhan udang seperti penyiponan dan penggantian air, dan pemberian pakan. Perolehan berat udang yang diberi pakan dengan suplementasi nukleotida mencapai 7.48±1.08 g atau 35.75% lebih besar dari perolehan berat udang kontrol (5.51±1.36 g) dan 68.85% lebih besar dari perolehan berat udang yang dipelihara di tambak (4.43±0.21 g).
Pertumbuhan harian rata-rata udang yang diberi
suplementasi nukleotida mencapai 0.277±0.039 g dengan ratio konversi pakan (FCR) sebesar 1.35. Pada udang yang diberi pakan standar, pertumbuhan harian rata-rata sebesar 0.204±0.049 g dengan FCR 2.01. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa nukleotida sangat potensial untuk diaplikasikan dalam manajemen kesehatan budidaya udang vaname. demikian,
harga
nukleotida
perlu
dipertimbangkan
sebab
harga
Namun akan
mempengaruhi biaya dan keuntungan produksi. Dalam penelitian ini, nukleotida yang digunakan adalah nukleotida murni (Sigma-Aldricht) dengan harga yang cukup mahal sehingga tidak memungkinkan untuk diaplikasikan secara langsung dalam usaha budidaya udang.
Oleh karena itu, penggunaan sumber bahan
alternatif yang lebih murah, mudah diperoleh dan mudah dicerna oleh udang perlu diteliti. Kebanyakan laporan penelitian tentang suplementasi nukleotida pada ikan menggunakan produk nukleotida komersil berupa ekstrak yeast seperti ascogen
84
dan optimun (Chemoforma Co., Switzerland) yang diperuntukkan bagi hewan ternak. Saat ini telah tersedia pula vannagen untuk pakan udang dan ikan. Bahan substitusi yang potensial digunakan adalah sel hidup bakers’ yeast atau ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) dan produk samping dari industri ragi roti. Ragi roti mengandung berbagai bahan imunomudulator seperti asam nukleat, mannan, β–glukan yang dapat meningkatkan respon imun beberapa spesies ikan (Abdel-Tawwab et al. 2008;Li & Galtin 2003, 2004). Pada ikan, hasil penelitian Li & Galtin (2003) menunjukkan bahwa penambahan 1% ragi roti dalam pakan selama 16 minggu dapat meningkatkan pertumbuhan hybrid striped bass. Respon imun nonspesifik seperti serum lisosim dan produksi superoxide anion juga meningkat
yang
menghasilkan
peningkatan
resistensi
terhadap
infeksi
Streptococcus iniae. Pada ikan nila (Oreochromis niloticus L), Abdel-Tawwab et al. (2008) melaporkan bahwa penambahan 1 g ragi roti per kg pakan selama 12 minggu dapat meningkatkan performa pertumbuhan dan pengambilan pakan serta meningkatkan respon imun nonspesifik dan resistensi ikan terhadap infeksi Aeromonas hydrophila. Ragi roti yang ditambahkan dalam pakan akan meningkatkan napsu makan ikan sehingga meningkatkan pengambilan pakan dan karenanya meningkatkan pertumbuhan ikan. Selanjutnya Wache’ et al.(2006) melaporkan bahwa penambahan ragi hidup akan meningkatkan kecernaan pakan dan protein sehingga menghasilkan pertumbuhan dan efisiensi pakan yang lebih baik. Sakai et a.l(2001) melaporkan bahwa pada ikan nila, nukleotida yang diekstrak dari bakers’ yeast dan ditambahkan dalam pakan dapat meningkatkan fagositosis, oxidative radical sel fagositik ginjal, dan lisosim serta meningkatkan resistensi ikan terhadap infeksi A. hydrophila. Pada udang vaname, Scholz et al. (1999) melaporkan bahwa kelangsungan hidup udang yang diberi pakan yang ditambahkan 1% yeast S. cereviciaeatau1% yeast P.rhodozyma
lebih tinggi
dibandingkan dengan udang yang diberi pakan dengan suplementasi β-glukan maupun dengan pakan kontrol. Dua puluh tujuh jam setelah diuji-tantangsecara imersi dengan V. harveyi, udang yang diberi S.cerevisiae dan P. rhodozyma secara efektif mampu membersihkan bakteri dari hemolim dan tidak berbeda nyata dibandingkan dengan udang kontrol (tidak diuji tantang). Pertumbuhan udang yang diberi S.cerevisiaejuga meningkat dibandingkan dengan kontrol, namun
85
tidak berbeda jika dibandingkan dengan udang yang diberi pakan mengandung yeast P. rhodozyma. Burgents et al. (2004) juga melaporkan bahwa penambahan produk fermentasi S.cereviciaesebanyak 1% dan diberikan selama 3 minggu meningkatkan resistensi udang vaname setelah diuji tantang dengan V. harveyi.Produk samping (yeast-by product) dari industri ragi roti dapat juga digunakan sebagai suplemen pakan dan telah diketahui memberi pengaruh positif terhadap respon imun nonspesifik dan pertumbuhanbeberapa spesis ikan (OliviaTeles & Goncalves 2001).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan