I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditas pangan utama di dunia, karena
sekitar 90% dihasilkan dan dikonsumsi sebagai makanan pokok bagi penduduk di negara-negara Asia dengan nilai perdagangan beras global mencapai US$ 6,88 Billion. Dilihat dari kandungan gizinya, beras mengandung kadar karbohidrat sebanyak 87,70% yang merupakan tertinggi diantara tanaman serealia lainnya, maka tidak salah jika di Indonesia sendiri beras merupakan bahan makanan pokok bagi sekitar 95% penduduknya (Iskandar dkk., 2009). Menurut data dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 konsumsi beras orang Indonesia mencapai 139 kg/kapita/tahun, dua kali lipat dari rata-rata konsumsi masyarakat dunia yang hanya 60 kg/kapita/tahun. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara tertinggi yang mengkonsumsi beras di dunia. Perlu diketahui bahwa jumlah penduduk Indonesia mencapai 237.556.363 jiwa pada tahun 2010 dengan tingkat laju pertumbuhannya yang mencapai 1,49% per tahun (BPS, 2010). Hingga saat ini dan beberapa tahun mendatang beras tetap menjadi sumber utama gizi dan energi bagi lebih dari 90% penduduk Indonesia. Dengan tingkat konsumsi rata-rata 141 kg/kapita/tahun, untuk mencapai kemandirian pangan hingga tahun 2005 dibutuhkan 34 juta ton beras atau setara dengan 54 juta ton GKG/tahun. Walaupun program diversifikasi pangan sudah sejak lama dicanangkan, namun belum terlihat indikasi penurunan konsumsi beras, bahkan cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk (Iskandar dkk., 2009). Tentunya ketersediaan bahan pangan khususnya beras, sebagai indikator ketahanan pangan nasional perlu mendapat perhatian yang lebih dari
1
2
pemerintah, karena menurut IRRI (2011) dalam Waridin (2012), Indonesia mengimpor 17,6% beras dunia, di bawah Filipina dan Nigeria. Sampai Juli 2011, kita sudah mengimpor 1,57 juta ton atau senilai Rp 7,04 triliun. Saat ini luas lahan untuk pertanian padi di Indonesia mengalami kecenderungan yang menurun, pada tahun 2009 luas lahan pertanian padi yaitu 12.883.576 ha dengan total produksi sebesar 64.398.890 ton serta tingkat produktivitas lahannya yaitu 4,99 ton/ha sedangkan pada tahun 2010 luas lahan pertanian padi menjadi 12.870.949 ha (BPS, 2010), dengan target produksi nasional sebesar 65.150.764 ton dan target produktivitas lahannya mencapai 5,06 ton/ha. Dengan demikian dibutuhkan strategi untuk meningkatkan produksi padi nasional. Optimasi produktivitas padi di lahan sawah merupakan salah satu peluang peningkatan produksi gabah nasional. Hal ini sangat dimungkinkan bila dikaitkan dengan hasil padi pada agro ekosistem ini masih beragam antar lokasi dan belum optimal. Rata-rata hasil 4,7 ton/ha, sedangkan potensinya dapat mencapai 6 sampai 7 ton/ha. Belum optimalnya produktivitas padi di lahan sawah, antara lain disebabkan oleh; a) rendahnya efisiensi pemupukan; b) belum efektifnya pengendalian hama penyakit; c) penggunaan benih kurang bermutu dan varietas yang dipilih kurang adaptif; d) kahat hara K dan unsur mikro; e) sifat fisik tanah tidak optimal; f) pengendalian gulma kurang optimal (Makarim dkk., 2000). Teknologi di bidang pemupukan merupakan salah satu faktor penentu di dalam upaya meningkatkan produksi padi. Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi di bidang pemupukan serta terjadinya perubahan status hara di dalam tanah maka rekomendasi pemupukan yang telah ada perlu dikaji lagi dan disempurnakan.
3
Kebutuhan pemupukan harus sesuai dengan kebutuhan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman. Unsur-unsur hara utama yang perlu ditambahkan pada pemupukan tanaman padi meliputi nitrogen, fosfor, dan kalium. Pada umumnya unsur-unsur tersebut diperoleh dari penambahan pupuk anorganik (kimia). Peranan utama N bagi tanaman padi dapat merangsang pertumbuhan vegetatif (batang dan daun), meningkatkan jumlah anakan, dan meningkatkan jumlah bulir/rumpun. Peranan P yaitu untuk memacu terbentuknya bunga dan bulir pada malai, menurunkan aborsitas, perkembangan akar halus dan akar rambut, memperkuat jerami sehingga tidak mudah rebah, dan memperbaiki kualitas gabah. Sedangkan peranan K adalah sebagai aktifator berbagai enzim yang menyebabkan ketegaran tanaman terjamin, merangsang pertumbuhan akar, tanaman lebih tahan terhadap hama dan penyakit, memperbaiki kualitas bulir, dan dapat mengurangi pengaruh kematangan yang dipercepat oleh fosfor juga mampu mengatasi kekurangan air pada tingkat tertentu (Rauf dkk., 2000). Semakin lama pupuk kimia semakin menunjukkan dampak negatifnya yaitu dapat merusak tanah. Struktur tanah yang secara alami remah, setelah mendapatkan perlakuan dengan pupuk kimia secara simultan terus menerus akhirnya menjadi bantat (sangat keras). Sehingga kenyataan di lapangan kondisi tanah menjadi semakin liat (Andoko, 2008). Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan penggunaan mikroba inokulan atau pupuk hayati (biofertilizer) yang mampu meningkatkan efisiensi pemupukan dan pada gilirannya menekan penggunaan pupuk kimia sintetik tanpa menurunkan produktivitas tanah (Goenadi,1999). Pupuk hayati selain dapat mengurangi penggunaan pupuk
4
anorganik dan menambah kesuburan tanah, juga secara tidak langsung menjaga kelestarian lingkungan hidup (Handayani dkk.,1996). Pupuk hayati merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu tanaman memfasilitasi atau menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman. Mikroorganisme pupuk hayati terutama berkaitan dengan unsur hara N dan P yang merupakan dua unsur hara yang banyak dibutuhkan tanaman (Simanungkalit, 2001). Tetapi sebagian besar pupuk hayati tidak mempengaruhi ketersediaan unsur K dalam tanah. Oleh karena itu penggunaan dosis pupuk hayati biasanya dikombinasikan hanya dengan pupuk yang mengandung unsur hara N dan P saja. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia/hara yang sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi. Tabel 1 menunjukkan berbagai kelompok pupuk hayati baik yang bersifat simbiotik maupun yang nonsimbiotik serta mikroorganisme yang tergolong ke dalam tiap kelompok tersebut. Menurut Suriadikarta dkk (2006) pemanfaatan pupuk organik dan pupuk hayati untuk meningkatkan produktivitas lahan dan produksi pertanian perlu dipromosikan dan digalakkan. Program-program pengembangan pertanian yang mengintegrasikan ternak dan tanaman (crop-livestock) serta penggunaan tanaman legum baik berupa tanaman lorong (alley cropping) maupun tanaman penutup tanah (cover crop) sebagai pupuk hijau maupun kompos perlu diintensifkan. Prinsip aplikasi pupuk hayati adalah menempatkan mikroba terpilih (inokulasi) pada biji (benih) atau perakaran (bibit) dalam jumlah banyak untuk menekan invasi mikroba pribumi (indigenous). Invasi dan kolonisasi awal dari
5
mikroba yang berasal dari pupuk hayati (inokulan) akan meningkatkan daya saing mikroba tersebut terhadap mikroba pribumi, sehingga inokulan mempunyai kesempatan untuk membantu penyediaan hara dan meningkatkan pertumbuhan. Tabel 1. Berbagai Kelompok Mikroorganisme Pupuk Hayati. Kelompok Pupuk Hayati
Sistem
Mikroorganisme
Penambat Nitrogen
a.
Simbiosis dengan legume
Rhizobium, Bradyrhizobium,
b.
Simbiosis dengan Azolla
Simbiotik
Azorhizobium, Sinorhizobium, Anabaena azollae c.
Mesorhizobium, dan satu genus baru Frankia sp.
Simbiosis dengan nonlegum (a.l. Alnus, Myrica, dan Casuarina)
Penambat Nitrogen Non
Hidup bebas simbiosis dengan
a.l. Azotobacter, Azospirillum,
Simbiotik
berbagai tanaman
Clostridium, Klebsiella, alga biru-hijau Endomikoriza Ektomikoriza.
Jamur Mikoriza
Hidup asosiatif simbiosis
Acaulospora, Entrophospora,
dengan berbagai tanaman
Gigaspora, Glomus, Sclerocystis, dan Scutellospora
Mikroorganisme Pelarut
Hidup bebas
Fosfat
Bakteri: a.l. Bacillus dan Pseudomonas Jamur: a.l. Aspergillus dan Penicillium Aktinomiset: Streptomyces
Sumber : Simanungkalit, 2001
Mikroba tanah yang aktif merupakan dasar dari transformasi dan proses siklus hara untuk melanjutkan kehidupannya melalui berbagai proses biokimia dalam tanah dan mineralisasi hara yang selanjutnya berdampak terhadap kesuburan dan produktivitas tanah (Kennedy dan Gewin, 1997). Selain itu, pupuk hayati diharapkan mampu memecahkan masalah kelangkaan pupuk anorganik karena terjadinya krisis ekonomi dan pencabutan subsidi pupuk yang menyebabkan naiknya harga pupuk, sehingga petani terpaksa mengurangi
6
penggunaan pupuk untuk tanamannya yang selanjutnya berdampak terhadap tingkat konsumsi pupuk nasional yang menurun. Salah satu pemecahan masalah pencabutan subsidi dan tumbuhnya kesadaran terhadap potensi pencemaran lingkungan melalui penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dan tidak efisien yaitu dengan cara pengurangan pupuk anorganik. Selain dari pemupukan, pemilihan varietas juga membantu dalam peningkatan produksi padi. Menurut Las (2002), peran peningkatan produktivitas (teknologi) dalam peningkatan produksi padi mencapai 56,10%, perluasan areal 26,30%, dan 17,60% oleh interaksi antara keduanya. Sementara itu, peran varietas unggul bersama pupuk dan air terhadap peningkatan produktivitas mencapai 75%. Informasi tersebut menunjukkan bahwa varietas unggul terutama padi sawah merupakan kunci keberhasilan peningkatan produksi padi di Indonesia. Di Indonesia terdapat banyak varietas unggul yang telah dikembangkan seperti INPARA , INPARI, IR 46, Ciherang, PB 20, Arimbi, Batugigi dll. Tetapi Varietas Ciherang masih mendominasi areal pertanaman padi di sentra produksi padi. Di Jawa Barat dan Jawa Timur, hingga kini lebih dari 50% areal pertanaman padi ditanami varietas Ciherang. Varietas unggul Ciherang, umumnya disukai oleh konsumen karena rasa nasinya enak, bentuk beras ramping, dan rendemen beras tinggi. Berdasarkan berat kering, kandungan protein beras varietas Ciherang 10,3%, lemak 0,72%, dan karbohidrat 87,6%. Tiap 100 g beras Ciherang mengandung energi 401,9 kalori, vitamin B1 0,30 mg, vitamin B2 0,13 mg, vitamin B3 0,56 mg, vitamin B6 0,12 mg, asam folat 29,9 mikrogram, besi 4,6 ppm, dan seng 23 ppm. Beras varietas Ciherang dengan kandungan amilosa
7
23,2% dan konsistensi gel 77,5 mm menghasilkan nasi yang enak dengan tekstur pulen yang digemari oleh umumnya konsumen. 1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan
identifikasi masalahnya sebagai berikut : 1. Apakah terdapat pengaruh kombinasi antara pemberian dosis pupuk hayati dengan dosis pupuk nitrogen dan fosfor terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) varietas Ciherang. 2. Pada dosis pupuk hayati, pupuk nitrogen dan fosfor manakah yang dapat memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) varietas Ciherang. 1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui pengaruh
kombinasi antara pemberian berbagai dosis pupuk nitrogen dan fosfor dengan pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh dosis pupuk nitrogen, fosfor dan pupuk hayati yang terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tanaman padi (Oryza sativa L.) varietas Ciherang. 1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi
yang bermanfaat bagi dunia pertanian, khususnya dalam hal pemecahan masalah peningkatan produktivitas lahan pada tanaman padi.
8
1.5
Kerangka Pemikiran Tantangan pengadaan pangan nasional khususnya beras ke depannya akan
semakin berat, mengingat banyaknya lahan sawah produktif yang terkonversi untuk kepentingan non pertanian, walaupun laju produktivitas lahan sawah nasional cenderung naik tetapi tetap saja tidak mampu mengimbangi tingkat laju pertumbuhan penduduk yang pertambahannya cukup drastis setiap tahunnya. Masalah utama yang dihadapi dalam membangun kemandirian pangan Indonesia adalah meningkatkan produksi padi untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk dan berkurangnya areal lahan sawah. Kebutuhan beras saat ini sekitar 34 juta ton beras setara dengan 54 juta ton gabah kering giling (GKG). Jumlah penduduk di Indonesia diproyeksikan pada tahun 2025 dengan laju pertambahan penduduk sekitar 1,49% akan mencapai 296 juta jiwa dan kebutuhan beras sekitar 41,5 juta ton (65,9 juta ton GKG). Di sisi lain luas areal panen hanya sekitar 11 – 12 juta ha dan konversi lahan sawah ke pertanian lainnya atau industri terus meningkat. Konsekuensinya, keberlanjutan ketahanan pangan sangat tergantung pada peningkatkan produktivitas dan kualitas sumber daya lahan (kualitas dan kesehatan tanah) (Simarmata dan Yuwariah, 2007). Peningkatan produktivitas tanaman padi tidak terlepas dari pemenuhan nutrisi yang diperlukan tanaman. Secara umum yang terjadi dikalangan petani pemenuhan nutrisi tersebut dilakukan dengan cara pemupukan yang mengandung unsur hara makro. Unsur hara utama yang diperlukan oleh tanaman adalah unsur nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K). Peranan utama N bagi tanaman padi dapat merangsang pertumbuhan vegetatif (batang dan daun), meningkatkan jumlah anakan, dan meningkatkan jumlah bulir/rumpun. Peranan P yaitu untuk memacu terbentuknya bunga dan bulir pada malai, menurunkan aborsitas, perkembangan
9
akar halus dan akar rambut, memperkuat jerami sehingga tidak mudah rebah, dan memperbaiki kualitas gabah. Peranan K adalah sebagai aktifator berbagai enzim yang menyebabkan ketegaran tanaman terjamin, merangsang pertumbuhan akar, tanaman lebih tahan terhadap hama dan penyakit, memperbaiki kualitas bulir dapat mengurangi pengaruh kematangan yang dipercepat oleh fosfor juga mampu mengatasi kekurangan air pada tingkat tertentu (Rauf dkk., 2000). Unsur N, P, dan K yang diaplikasikan pada tanaman biasanya berasal dari pupuk anorganik (kimia). Pupuk anorganik yang sebagian besar digunakan petani adalah urea (mengandung unsur hara N), SP-36 (mengandung unsur hara P2O5), dan KCl (mengandung unsur hara K2O). Urea (45% N), SP-36 (36% P2O5), dan KCl (60% K2O) merupakan pupuk anorganik tunggal yang masing-masing mengandung satu jenis unsur hara makro primer yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Sutrisna, 2010). Hasil penelitian Arafah dan M. P. Sirappa (2003), menunjukkan bahwa pemberian pupuk N, P, dan K secara tunggal memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah gabah per malai, dan gabah hampa. Kasus dilapangan menununjukan bahwa pemberian pupuk N, P, dan K secara tunggal ini tidak selamanya memberikan hasil yang baik pada pertanaman padi. Kenyataannya intensifikasi pertanian pada penggunaan pupuk secara terusmenerus terutama pemakaian pupuk anorganik, dapat menimbulkan dampak negatif terhadap tanah secara langsung maupun tidak langsung. Hal tersebut dapat menurunkan kualitas sumber daya lahan akibat pemakaian pupuk dan pestisida serta pengolahan tanah secara mekanis (Nurmayulis, 2002). Di Indonesia, intensintas penggunaan pupuk kimia telah terbukti meningkat dari waktu ke
10
waktu. Sejak awal pelaksaanaan sistem Bimas, diperkenalkan dosis pupuk untuk tanaman padi sawah misalnya hanya sekitar 50 -70 kg per ha. Dalam rentang waktu kurang dari kurang lebih 25 tahun, terjadi peningkatan dosis pupuk 5-6 kali lipat dan hingga saat ini telah mencapai total dosis lebih dari 300 kg per ha, sementara produksi padi hanya meningkat 50 persen (Sugito, 2002). Mengatasi permasalahan tersebut, maka dibutuhkan suatu metode yang tepat dalam usahatani tanaman padi disamping faktor lingkungan yang mendukung, guna menghasilkan produktivitas padi yang optimal (Aisyah dkk., 2006). Pengunaan pupuk hayati (biofertilizers) dapat menjadi solusi karena sangat efektif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan dan produktivitas tanaman dengan biaya yang relatif murah, salah satu produk pupuk hayati yaitu pupuk hayati Biovita. Penggunaan pupuk hayati saja tidak dapat meningkatkan produktivitas dan ketahanan pangan secara langsung, oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan pupuk terpadu. Pengelolaan pupuk terpadu merupakan sistem yang mencoba mengkombinasikan penggunaan pupuk anorganik dengan pupuk organik dan atau pupuk hayati. Hasil penelitian untuk melihat pengaruh penggunaan pupuk anorganik dan pupuk organik/pupuk hayati menunjukkan bahwa kombinasi ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik. Pupuk organik yang diberikan haruslah dalam jumlah yang cukup. Pupuk anorganik yang diberikan haruslah dalam jumlah yang tidak menekan pertumbuhan mikroba pupuk hayati (Simanungkalit, 2001). Pemupukan anorganik idealnya diterapkan pemupukan spesifik lokasi, yaitu takaran pemberian pupuk anorganik N, P dan K yang disesuaikan dengan rekomendasi / anjuran teknologi pemupukan setempat yang ditentukan dari hasil
11
analisis tanah awal (status hara) (Sutrisna, 2010). Kemudian untuk pemberian pupuk anorganik N susulan diikuti kebutuhan dilapangan. Menurut hasil penelitian Simanungkalit (2001), aplikasi pupuk hayati dan pupuk kimia terpadu mampu meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P dengan mengurangi dosis pupuk. Berkurangnya dosis ini akan membantu upaya menekan risiko pencemaran lingkungan dan menghemat sumber daya. Hasil penelitian Hastuti dkk di Negararatu (2007) menunjukkan bahwa pemberian setengah takaran pupuk kimia dan pupuk hayati dapat meningkatkan efisiensi pemupukan pada padi gogo. Perlakuan setengah takaran rekomendasi pupuk kimia ditambah pupuk hayati (100 kg/ha Urea, 125 kg/ha SP-36, 75 kg/ha KCl, 200 g/ha Biophos, 5 t/ha pupuk organik hayati) dapat meningkatkan hasil padi gogo sebesar 53,1% dibandingkan kontrol atau takaran rekomendasi pupuk kimia saja (200 kg/ha Urea, 250 kg/ha SP-36,150 kg /ha KCl). Berdasarkan fungsinya, mikroba yang digunakan sebagai pupuk hayati mencakup bakteri penambat N2 yang bersimbiosis dengan tanaman kacangkacangan, yaitu Rhizobium sp. dan yang hidup bebas seperti Azotobacter sp. dan Azospirillum sp. Mikroba pelarut fosfat yang terkenal adalah dari kelompok cendawan (fungi) mikoriza, sedangkan dari kelompok bakteri cukup banyak, antara lain Bacillus sp., Pseudomonas sp., dan Aeromonas sp. Mikroba pemacu tumbuh adalah mikroba yang menghasilkan hormon pertumbuhan dalam jumlah yang tepat seperti IAA, Giberelin, dan Sitokinin. Sedangkan bakteri yang terkandung pada pupuk hayati Biovita yaitu Azotobacter sp. dan Azospirillum sp. sebagai penambat N, dan Pseudomonas sp. sebagai pelarut fosfat (Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian, 2010). Penjelasan tersebut menunjukan bahwa
12
pupuk hayati dapat mempengaruhi ketersediaan unsur N dan P, tetapi tidak ditunjukkan mempengaruhi ketersediaan unsur K didalam tanah. Penelitian untuk menentukan kombinasi ini belum banyak dilakukan baik dilihat dari jenis tanamannya, jenis pupuk hayatinya, maupun agroekosistemnya. Karena itu penelitian ke arah tersebut perlu dilakukan agar pemanfaatan pupuk hayati dapat dilakukan secara optimal. 1.6
Hipotesis Berdasarkan uraian pada kerangka pemikiran di atas, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Terdapat pengaruh dari kombinasi antara dosis pupuk hayati dengan dosis
pupuk nitrogen dan fosfor terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) varietas Ciherang. 2. Salah satu kombinasi dosis pupuk anorganik dan pupuk hayati, akan memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) varietas Ciherang.