173
Pangan dibeli dari pasar Pangan disediakan sendiri Total pangan Pendidikan Kesehatan Nonpangan Barang-barang rumahtangga Total Pengeluaran
Ratarata 2562 1102 3664 136 40 512 538 8553
% 29.95 12.88 42.83 1.59 0.47 5.99 6.29 100
Ratarata 3104 1380 4484 140 54 763 541 10467
% 29.65 13.19 42.84 1.34 0.52 7.29 5.17 100
RataRata% rata rata 4092 26.19 3263 2551 16.32 1682 6643 42.51 4944 289 1.85 189 120 0.77 71 1088 6.96 790 842 5.39 643 15625 100 11581
% 28.17 14.52 42.69 1.63 0.62 6.82 5.55 100
Pada Tabel 14 juga diperlihatkan besar total pengeluaran rumahtangga. Besaran ini dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan rumahtangga. Makin tinggi pengeluaran total, dapat disimpulkan kesejahteraan keluarga makin baik.
Total pengeluaran
rumahtangga rata-rata secara konsisten meningkat pada strata rumahtangga lahan sedang dan lahan luas. Fenomena ini menunjukkan bahwa luas penguasaan lahan usahatani dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani, atau setidaknya,
luas penguasaan
lahan masih merupakan indikator yang baik dalam mengidentifikasi tingkat kesejahteraan keluarga.
VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 6.1. Hasil Pendugaan Harga Bayangan Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa harga bayangan diturunkan dari fungsi produksi usahatani.
Idealnya, setiap strata rumahtangga pada penelitian ini
mempunyai fungsi produksi masing-masing, sehingga dibutuhkan tiga fungsi produksi translog. Namun hasil yang diperoleh ternyata tidak memuaskan sehingga pada akhirnya dipilih satu fungsi produksi. simulasi.
Perbedaan strata akan tetap dipertahankan pada saat
174 Fungsi produksi translog pertama kali diduga dengan metode OLS, dimana seluruh variabel terlebih dahulu ditransfer ke dalam bentuk logaritma natural. Hasil pendugaan menunjukkan adanya gejala kolinearitas ganda yang serius, yang ditunjukkan dengan nilai VIF yang sangat besar. Hal ini sudah diduga sebelumnya, bahwa dalam model fungsi produksi translog, terdapat interaksi antar variabel, sehingga satu variabel dapat muncul beberapa kali.
Akibatnya
sejumlah antar variabel penjelas sangat
berkorelasi tinggi. Di samping adanya pelanggaran asumsi serius dalam fungsi produksi ini, juga hasil yang diperoleh tidak menghasilkan harga bayangan input seperti yang diharapkan. Sebagian besar dugaan harga bayangan berdasarkan fungsi dugaan tersebut bernilai negatif. Usaha menghindari adanya kolinearitas ganda pada fungsi translog, dilakukan dengan mencari bentuk fungsi produksi yang lebih sederhana.
Mengingat translog
sebenarnya adalah pengembangan dari fungsi produksi Cobb-Douglas, pada penelitian ini juga dicoba menggunakan bentuk fungsi ini.
Hasil yang diperoleh juga kurang
memuaskan. Beberapa koefisien fungsi produksi yang diperoleh bertanda negatif, sehingga harga bayangan input yang dihasilkan bertanda negatif. Upaya berikutnya adalah kembali ke fungsi produksi translog dengan cara mengoreksi adanya kolinearitas ganda. Salah satu metode yang cukup efektif menekan adanya kolinearitas ganda adalah metode PLS seperti telah dijelaskan pada metodologi. Pada metode PLS tahapan yang kritis adalah penentuan jumlah komponen utama yang akan digunakan untuk mewakili variabel aslinya. Hasil metode PLS menunjukkan bahwa jumlah rata-rata akar nilai PRESS minimum terjadi dengan mempertahankan 4 komponen, atau sampai dengan P4. Fungsi produksi yang diperoleh disajikan pada Tabel
175 15. Pada tabel tersebut terlihat dari 36 parameter dugaan terdapat lima parameter dugaan bernilai negatif.
Namun demikian nilai negatif tersebut tidak menyebabkan harga
bayangan negatif. Uji statistik terhadap paramater dugaan pada fungsi produksi di atas menggunakan standard error hasil metode bootsrap. Dari 36 parameter dugaan diperoleh 12 parameter dugaan mempunyai taraf nyata(á) kurang atau samadengan 10 persen, atau terdapat 15 parameter dugaan dengan taraf nyata kurang atau sama dengan 20 persen. Hasil dugaan juga menunjukkan fungsi produksi translog di atas mempunyai R2 sebesar 69.10 persen. R2 ini relatif kecil, namun uji statistik menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan fungsi produksi Cobb-Douglas, fungsi produksi translog ini tetap lebih baik dengan taraf nyata kurang dari satu persen. Walaupun uji statistik terhadap fungsi produksi di atas kurang memuaskan, namun fungsi cukup baik dalam menduga harga bayangan input usahatani. Syarat yang perlu diperhatikan adalah kemampuan fungsi produksi tersebut menghasilkan harga bayangan yang bernilai positif. Seperti telah disinggung di atas, walaupun ada beberapa
176 Tabel 15. Hasil Dugaan Fungsi Produksi Translog Dengan Metode PLS Pada Rumahtangga Petani Tanaman Pangan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Variabel* Intercept lx1 lx2 lx3 lx4 lx5 lx6 lx7 lx11 lx12 lx13 lx14 lx15 lx16 lx17 lx22 lx23 lx24 lx25 lx26 lx27 lx33 lx34 lx35 lx36 lx37 lx44 lx45 lx46 lx47 lx55 lx56 lx57 lx66 lx67 lx77
Parameter Dugaan 5.445830 0.040460 0.030880 0.017620 0.012900 0.070460 0.104690 0.073610 0.002090 0.003650 -0.000710 -0.002170 0.002900 0.010850 0.003950 0.001140 -0.002760 -0.004140 0.000060 0.002240 0.003310 0.005030 0.001860 0.002860 0.011100 0.005830 0.004040 0.001690 0.009640 0.005640 0.008120 0.008990 0.005540 -0.111240 0.009330 0.017530
Standard Error** 0.226180 0.026590 0.030800 0.019140 0.017800 0.023560 0.026390 0.018590 0.006400 0.003950 0.004130 0.004530 0.002680 0.012760 0.002620 0.008320 0.003470 0.003760 0.003080 0.013130 0.003390 0.005080 0.001990 0.002250 0.005030 0.001820 0.004750 0.002220 0.005470 0.001990 0.003860 0.006150 0.001310 0.034340 0.007510 0.003600
* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5.
t
Pr >| t |
24.08 1.52 1.00 0.92 0.72 2.99 3.97 3.96 0.33 0.92 0.17 0.48 1.08 0.85 1.51 0.14 0.80 1.10 0.02 0.17 0.97 0.99 0.93 1.27 2.21 3.21 0.85 0.76 1.76 2.83 2.11 1.46 4.23 3.24 1.24 4.87
0.000000 0.128430 0.316319 0.357606 0.468883 0.002859 0.000078 0.000081 0.744348 0.355366 0.862925 0.631698 0.280204 0.395270 0.132464 0.891140 0.425658 0.270534 0.983649 0.864497 0.330463 0.321899 0.350757 0.204728 0.027422 0.001381 0.395436 0.448407 0.078268 0.004749 0.035502 0.144030 0.000026 0.001241 0.214592 0.000001
177 ** Diperoleh dengan metode Bootsrap
koefisien fungsi produksi translog yang bertanda negatif, harga bayangan yang dihasilkan tetap positif. Dari fungsi produksi translog di atas dapat dihasilkan harga bayangan tenaga kerja dalam keluarga pria dan wanita, harga bayangan tenaga kerja luar keluarga pria dan wanita, harga bayangan pupuk Urea, dan harga bayangan lahan. Harga bayangan input lain tidak dapat dicari karena dalam fungsi produksi dinyatakan dalam bentuk variabel komposit nilai rupiah. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel
16.
Variabel* SWP SWW SWPL SWWL SPU SPL UHP UHW HURE
Harga Bayangan dan Harga Pasar Input Usahatani Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Translog Menurut Strata Luas Lahan Garapan
Lahan Sempit Lahan Sedang Lahan Luas Total (n=322) (n=317) (n=312) (n=951) Rata-rata St dev Rata-rata Stdev Rata-rata Stdev Rata-rata Stdev 4.15 7.41 3.92 5.64 5.15 10.93 3.06 5.50 0.81 1.42 1586.30 1211.55 8.21 2.37 5.22 1.77 0.81 0.25
7.28 9.29 8.09 6.42 1.20 947.80 9.36 6.50 0.82
9.73 20.78 13.26 14.50 1.85 853.97 2.85 2.64 0.29
16.62 23.41 9.14 7.04 1.48 682.22 10.47 7.56 0.83
36.50 145.80 16.17 11.66 1.14 821.32 2.58 2.61 0.29
9.29 12.12 7.44 5.49 1.16 1075.79 9.34 6.42 0.82
22.69 84.83 13.69 11.31 1.53 1050.12 2.76 2.55 0.28
* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5.
Walaupun fungsi produksi yang digunakan hanya satu, namun harga bayangan yang dihasilkan dapat dipelajari menurut strata luas lahan. Sebagai pembanding, pada Tabel 16 juga disajikan rata-rata upah harian buruh usahatani pria dan wanita serta harga rata-rata Urea. Upah harian buruh usahatani pria dan wanita merupakan pembanding harga bayangan tenaga kerja pria dan wanita, baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. Harga pupuk Urea merupakan pembanding harga bayangan
178 pupuk Urea. Evaluasi secara umum pada Tabel 16 menunjukkan bahwa besar harga bayangan input usahatani, kecuali lahan, secara konsisten semakin meningkat pada strata lahan yang semakin luas.
Jika kembali melihat intensitas penggunaan input pada bab
sebelumnya, terdapat indikasi semakin tinggi penggunaan input, harga bayangan semakin input yang bersangkutan semakin rendah. Hubungan ini menunjukkan bahwa fungsi produksi translog yang diduga secara geometrik berbentuk cekung (concave) terhadap titik pusat. Harga bayangan yang positif dan cenderung menurun pada penggunaan input yang lebih tinggi menunjukkan bahwa penggunaan input usahatani berada di daerah produksi II. Harga bayangan lahan mempunyai besaran yang cenderung menurun pada strata lahan yang lebih luas. Kecenderungan tersebut dapat diterjemahkan bahwa semakin luas lahan usahatani produktivitas lahan tersebut semakin rendah.
Kondisi ini konsisten
dengan pembahasan pada bab sebelumnya, yang mengindikasikan adanya gejala IP atau inverse farm size productivity. Perbandingan harga bayangan input usahatani dengan harga pasar pada Tabel 16 menunjukkan hubungan, bahwa semakin luas lahan usahatani, harga bayangan cenderung lebih tinggi dibanding harga pasarnya. Kecenderungan tersebut wajar, karena seperti telah dijelaskan di atas bahwa harga bayangan, tenaga kerja dan pupuk Urea cenderung meningkat pada strata lahan yang lebih luas. Di sisi lain, upah buruh usahatani dan harga pupuk Urea relatif sama di setiap strata luas lahan. Perbedaan harga bayangan dengan harga pasarnya, dapat diterjemahkan dalam dua pengertian. Pengertian pertama, menunjukkan bahwa penggunaan input usahatani tidak efisien.
Menurut teori ekonomi produksi, pada kondisi keuntungan maksimum,
179 penggunaan input optimum terjadi jika harga bayangan input (nilai produk marjinal input) sama dengan nilai korbanan marginalnya (harga pasar per unit input). Pengertian kedua, perbedaan antara harga bayangan input dan harga pasarnya menunjukkan adanya distorsi penggunaan sumberdaya yang disebabkan oleh berbagai kendala (Bhattacharyya dan Kumbakar, 1997). Persoalan ini akan dibahas lebih lanjut pada bab di belakang. 6.2. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga Seperti halnya pada pendugaan fungsi produksi di atas, idealnya model ekonomi rumahtangga petani juga diduga menurut masing-masing strata. Namun upaya menduga masing-masing strata tersebut hasilnya tidak memuaskan.
Oleh karena itu pada
penelitian ini, model ekonomi rumahtangga yang berhasil dibangun adalah berdasarkan keseluruhan contoh rumahtangga. Sebelum membahas hasil pendugaan parameter di setiap persamaan struktural, perlu dilihat hasil analisis ragam masing-masing persamaan. Pada Tabel 17 disajikan hasil analisis ragam masing-masing persamaan struktural.
Mengingat penyelesaian
model sumultan pada penelitian ini menggunakan metode 3SLS, maka analisis ragam yang disajikan pada tabel tersebut adalah hasil metode 2SLS. Jumlah persamaan struktural yang perlu diduga sebanyak 17 buah.
Dari 17 persamaan tersebut
menghasilkan R2 minimum 0.10 pada persamaan tabungan rumahtangga (TABNG) dan maksimum 0.68 pada persamaan luas lahan garapan (LGARP). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas yang menyusun masing-masing persamaan hanya mampu menjelaskan variasi variabel yang dijelaskan dalam proporsi yang relatif kecil. Pada model yang menggunakan data lintang waktu seperti pada penelitian ini, kondisi ideal yang menghasilkan R2 tinggi sulit diperoleh. Pada Tabel 17
180 juga disajikan nilai F hitung untuk uji statistik terhadap keseluruhan regresi pada setiap persamaan struktural. Nilai F yang dihasilkan minimum 19. Pada derajat bebas masingmasing, uji F tersebut dapat menghasilkan kesimpulan bahwa model regresi yang dibangun secara statistik nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Tabel 17. Analisis Ragam Persamaan Struktural Model Persamaan Simultan Pada Rumahtangga Petani Tanaman Pangan Persamaan* TKPD TKWD TKPL TKWL KPNFF KWNFF PURE PTSP LGARP INVUT INVRT KONPT CPANB CNPAN CPKES CREDIT TABNG
DF Model
Error
6 6 5 5 6 6 6 6 6 6 5 4 4 3 4 5 3
945 945 946 946 945 945 945 945 945 945 946 947 947 948 947 946 948
SSE
MSE
8698505 9205 2915925 3086 79424980 83959 45367999 47958 17936423 18980 11531387 12203 73353218 77622 22881490 24213 1650 2 1.0.E+09 1078836 7.2.E+09 7578964 1.2.E+10 12206969 4.7.E+09 4965043 8.1.E+08 855450 2.5.E+08 266262 3.4.E+09 3543823 1.1.E+10 11787755
R-Square
Adj R-Sq
0.162 0.109 0.340 0.373 0.157 0.108 0.249 0.119 0.683 0.146 0.129 0.122 0.109 0.104 0.178 0.106 0.100
0.157 0.104 0.337 0.371 0.152 0.103 0.245 0.115 0.681 0.141 0.126 0.119 0.107 0.102 0.176 0.102 0.098
Nilai F
30.34 19.25 97.29 112.65 29.22 19.05 52.25 21.34 339.19 26.86 28.10 32.90 29.08 36.69 51.34 22.34 35.24
* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. Pada model ekonometrik memang seringkali dihadapkan pada persoalan antara kriteria statistik dan kriteria ekonomi. Pada kriteria statistik idealnya, setiap persamaan mempunyai nilai R2 yang tinggi dan standard error pendugaan parameter yang kecil. Namun jika salah satu dari kedua kriteria statistik tersebut tidak terpenuhi, maka perlu dipilih secara bijaksana. Pilihan tergantung pada tujuan akhir yang akan diperoleh. Jika model ekonometrika yang dibangun adalah untuk peramalan, maka lebih tepat menggunakan kriteria R2. Jika tujuannya untuk menjelaskan perilaku maka kriteria yang
181 tepat adalah standard error yang terkecil. Jika kriteria statistik juga tidak terpenuhi, maka kriteria terakhir yang perlu dipertahankan adalah kriteria ekonomi, yaitu memperhatikan arah (sign) dan besaran (size) parameter yang diduga (Koutsoyiannis, 1977).
Pada
penelitian ini, akan lebih banyak menggunakan kriteria ekonomi dibanding kriteria statistik.
6.2.1. Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Seperti telah disebutkan pada formulasi model, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani dapat dilihat dari dua sisi, yaitu
sebagai curahan kerja
rumahtangga di usahatani sendiri atau sebagai permintaan tenaga kerja usahatani sendiri terhadap tenaga kerja keluarga. Sebagai permintaan tenaga kerja dalam keluarga oleh usahatani sendiri berarti penggunaan tenaga kerja dilihat dari sisi kegiatan usahatani. Di sisi lain, sebagai curahan kerja rumahtangga berarti penggunaan tenaga kerja usahatani dalam keluarga dilihat dari sisi rumahtangga sebagai penyedia tenaga kerja. dirumuskan menjadi fungsi permintaan tenaga kerja dalam keluarga untuk usahatani. Pada Tabel 18 dapat disebut sebagai fungsi permintaan tenaga kerja untuk usahatani, dengan alasan faktor-faktor penjelas pada persamaan tersebut merupakan ciri karakteristik usahatani yang menjadi faktor penentu kebutuhan tenaga kerja pada usahatani.
Hasil pendugaan menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja dalam
keluarga usahatani sendiri ditentukan oleh harga bayangan tenaga kerja (SWP, SWW), lahan garapan (LGARP), penggunaan tenaga kerkja luar keluarga (TKPL, TKWL), penggunaan pupuk (PURE, PTSP), dan indeks diversifikasi (DIVE). Terlihat pada tabel tersebut, seluruh parameter dugaan secara ekonomi telah sesuai dengan yang diharapkan.
182 Uji statistik terhadap masing-masing parameter menunjukkan hasil yang sangat baik. Seluruh parameter dugaan berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen1. Harga bayangan tenaga kerja keluarga, baik pria maupun wanita, baberpengaruh negatif pada penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pria atau wanita.
Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja dalam keluarga ditentukan secara subjektif oleh nilai penerimaan tenaga kerja itu sendiri. Apabila nilai produktivitas marjinal tenaga kerja menurun, yang berarti harga bayangan menurun, maka untuk memperoleh pendapatan yang sama usahatani akan memerlukan tenaga kerja lebih banyak. Sebaliknya, jika nilai produktivitas marjinal tenaga kerja meningkat, yang berarti harga bayangan tenaga kerja meningkat, maka untuk memperoleh pendapatan
yang sama
usahatani akan memerlukan tenaga kerja lebih sedikit. Tabel 18. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Pria dan Wanita Dalam Keluarga di Usahatani Variabel* Tenaga Kerja Pria Intersep SWP LGARP/TKPL PURE PTSP DIVE Tenaga Kerja Wanita Intersep SWW LGARP/TKWL PURE PTSP DIVE 1
Parameter Dugaan
Std Err
Nilai t
25.66234 -1.70456 83.00048 0.18173 0.13394 76.63761
5.35450 0.14300 15.94870 0.01770 0.03920 13.27980
4.79 -11.92 5.20 10.28 3.42 5.77
<.0001 <.0001 <.0001 <.0001 0.0004 <.0001
-0.177 0.009 0.526 0.094 0.203
21.95642 -0.12566 39.48420 0.02411 0.16711 31.93245
3.16350 0.02160 9.41570 0.00965 0.02380 7.93690
6.94 -5.81 4.19 2.50 7.01 4.02
<.0001 <.0001 <.0001 0.0063 <.0001 <.0001
-0.032 0.011 0.131 0.219 0.159
Pr > |t|
Elasitisitas
Nilai alfa (á) keluaran komputer merupakan hasil uji statistik dua arah. Oleh karena itu, untuk parameter dugaan yang memerlukan uji statistik satu arah, nilai alfa yang dihasilkan komputer harus dibagi dua.
183 * Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. Fungsi di atas dapat juga dilihat sebagai curahan kerja rumahtangga di usahatani sendiri atau penawaran tenaga kerja rumahtangga di usahatani sendiri. Jika halnya demikian, maka hasilnya menunjukkan bahwa semakin tinggi harga bayangan curahan kerja keluarga di usahatani semakin kecil. Penjelasan rasional terhadap hasil ini adalah bahwa pada rumahtangga petani tanaman pangan, pendapatan usahatani merupakan sumber pendapatan utama (perhatikan kembali Tabel 13).
Adanya keterbatasan
kesempatan kerja di luar usahatani menyebabkan ketergantungan rumahtangga terhadap sumber pendapatan dari usahatani semakin besar.
Karena itu, semakin rendah nilai
produktivitas marginal tenaga kerja dalam keluarga di usahatani, atau semakin rendah harga bayangan tenaga kerja tersebut, rumahtangga akan cenderung meningkatkan curahan kerjanya. Sebaliknya, peningkatan nilai produktivitas marjinal tenaga kerja cenderung mengurangi curahan kerja dan meningkatkan waktu santai (leisure). Skoufias (1993) menyebutkan bahwa pada kondisi seperti ini berarti waktu santai bagi rumahtangga petani merupakan barang normal. Semakin tinggi pendapatan, konsumsi waktu santai semakin meningkat. Hasil perhitungan elastisitas pada fungsi ini menunjukkan bahwa harga bayangan tenaga kerja dalam keluarga tidak elastis, atau permintaan tenaga kerja pria dalam keluarga tidak responsif terhadap harga bayangan. Penjelasan rasional terhadap hasil ini adalah bahwa harga bayangan tenaga kerja dalam keluarga tersebut ditentukan oleh banyak faktor, selain penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, juga tenaga kerja luar keluarga, lahan garapan, pupuk Urea, pupuk TSP, dan input lain.
Kontribusi
penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga dalam pembentukan harga bayangan itu
184 sendiri, dengan demikian, relatif kecil.
Oleh karena itu,
tidak mengherankan jika
penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga tidak responsif terhadap harga bayangan tersebut. Hasil ini juga menunjukkan adanya ketergantungan pendapatan rumahtangga terhadap kegiatan usahatani. Paramater dugaan berikutnya adalah rasio antara luas garapan dengan penggunaan tenaga kerja pria atau wanita luar keluarga. Hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan, yaitu positif.
Semakin luas luas garapan, permintaan tenaga kerja dalam
keluarga semakin besar.
Sebaliknya, semakin besar penggunaan tenaga kerja luar
keluarga,
permintaan tenaga kerja dalam keluarga semakin kecil.
Dari fungsi
penggunaan tenaga kerja dalam keluarga ini menunjukkan hubungan substitusi antara tenaga kerja luar keluarga..
Adanya parameter dugaan yang nyata secara statistik
mengindikasikan bahwa substitusi antara tenaga kerja dalam keluarga dengan tenaga kerja luar keluarga tidak sempurna, baik di tenaga kerja pria maupun tenaga kerja wanita. Diduga hal ini disebabkan karena adanya biaya transaksi atau kebutuhan tenaga tambahan dari dalam keluarga untuk supervisi penggunaan tenaga kerja luar keluarga. Kualitas tenaga kerja luar keluarga diduga tidak sama dengan tenaga kerja dalam keluarga. Hasil ini memperkuat indikasi adanya ketidak sempurnaan pasar tenaga kerja yang dihadapi rumahtangga petani, di mana asumsi yang harus dipenuhi pada asumsi pasar persaingan sempurna adalah substitusi yang sempurna antara tenaga kerja dalam keluarga dengan luar keluarga. Oleh karena itu, pada peneltian ini, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga tidak diduga dengan upah tenaga kerja luar keluarga.. Dari fungsi di atas dapat dilihat bahwa semakin luas luas garapan, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani semakin besar. Hal ini diduga karena lahan
185 garapan merupakan sumberdaya utama rumahtangga petani. Keputusan rumahtangga dalam menggunakan tenaga kerja keluarga dan juga input usahatani lainnya, sering berpatokan kepada luas lahan.
Oleh karena itu, pada penelitian ini, lahan garapan
menentukan seluruh penggunaan input usahatani lainnya. Namun demikian, elastisitas penggunaan tenaga kerja keluarga pada penelitian ini tampak tidak elastis terhadap luas lahan garapan. Koefisien penggunaan pupuk Urea (PURE) bertanda positif, dan secara statistik berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga bersifat komplemen dengan penggunaan pupuk Urea. Secara teoritik sebenarnya bisa saja bersifat substitusi, dimana penggunaan pupuk Urea sebagai komponen teknologi akan mengurangi penggunaan tenaga kerja. Namun secara empirik ternyata hubungannya bersifat komplementer, karena aplikasi pupuk Urea pada usahatani pada saat ini masih menggunakan tenaga kerja langsung, termasuk di dalamnya tenaga kerja dalam keluarga.
Dilihat dari besaran elastisitas dapat disimpulkan bahwa
permintaan tenaga kerja pria dalam keluarga tidak responsif terhadap penggunaan pupuk Urea. Hasil yang sama terjadi pada pupuk TSP (PTSP). Koefisien dugaan pupuk TSP bertanda positif, yang berarti penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pria juga bersifat komplementer dengan penggunaan pupuk TSP.
Sama halnya dengan pupuk Urea,
aplikasi pupuk TSP pada teknologi usahatani saat ini masih memerlukan sejumlah tenaga kerja, sehingga wajar jika terjadi hubungan komplementer dengan penggunaan tenaga kerja.
Hal ini juga mengindikasikan bahwa aplikasi pupuk kimia pada usahatani
tampaknya belum dapat mensubtitusi penggunaan tenaga kerja dalam keluarga.
186 Indeks diversifikasi (DIVE) berpengaruh positif terhadap penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, baik pada tenaga kerja pria maupun tenaga kerja wanita. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin beragam jenis komoditi yang diusahakan semakin banyak memerlukan tenaga kerja pria dalam keluarga. Walaupun tidak ada hipotesis apriori terhadap tanda parameter ini., namun demikian, hasil ini menunjukkan bahwa penganekaragaman jenis komoditi yang diusahakan pada lahan usahatani memerlukan tambahan tenaga kerja, di dalam hal ini tenaga kerja dalam keluarga. Kenyataan ini menunjukkan bahwa diversifikasi tanaman pangan yang dilakukan rumahtangga petani bukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja, tetapi diduga berkaitan dengan upaya menekan resiko produksi. 6.2.2. Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Penggunaan tenaga kerja luar keluarga untuk kegiatan usahatani merupakan fenomena umum pada rumahtangga petani. Keputusan menggunakan tenaga kerja luar keluarga seringkali tidak hanya merupakan perilaku ekonomi tetapi juga mengandung keputusan non-ekonomi.
Perilaku sosial dan budaya di perdesaan diduga juga ikut
menentukan keputusan rumahtangga petani dalam menggunakan tenaga kerja luar keluarga ini. Namun demikian, pada penelitian ini, perilaku rumahtangga yang dianalisis adalah perilaku ekonomi, sehingga keputusan yang diambil rumahtangga pada penggunaan tenaga kerja luar keluarga ini akan dilihat dari rasional ekonomi. Tabel 19. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Pria dan Wanita Luar Keluarga di Usahatani Variabel* Tenaga Kerja Pria Intersep UHP
Parameter Dugaan 51.83649 -8.97806
Std Err
Nilai t
Pr > |t|
Elasitisitas
23.33300 2.02740
2.22 -4.43
0.0265 <.0001
-0.441
187 LGARP/TKPD TFRET CREDIT Tenaga Kerja Wanita Intersep UHW LGARP/TKWD TFRET CREDIT
33.83052 0.01427 0.10017
24.40170 0.00075 0.00925
1.39 18.95 10.83
0.1660 <.0001 <.0001
0.004 0.857 0.302
25.38916 -8.88771 37.51009 0.01125 0.08051
14.54920 1.67620 12.92570 0.00058 0.00710
1.75 -5.30 2.90 19.34 11.33
0.0813 <.0001 0.0038 <.0001 <.0001
-0.387 0.010 0.872 0.313
* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. Pada Tabel 19 dapat dilihat hasil pendugaan parameter persamaan penggunaan tenaga kerja pria dan wanita luar keluarga.
Teori ekonomi memandang persamaan
tersebut sebagai fungsi permintaan tenaga kerja.
Karena itu, perilaku yang terjadi
diterjemahkan sebagai perilaku permintaan rumahtangga petani terhadap tenaga kerja luar keluarga. Hasil pendugaan parameter fungsi ini menunjukkan seluruhnya telah sesuai dengan yang diharapkan.
Jika menggunakan kriteria statistik pada taraf nyata lima
persen, dapat disimpulkan seluruh parameter dugaan berbeda nyata dari nol, kecuali parameter dugaan rasio luas lahan garapan dan tenaga kerja pria
dalam keluarga
(LGARP/TKPD) pada persamaan permintaan tenaga kerja pria. Variabel upah buruh pada usahatani menunjukkan tanda negatif, sesuai dengan harapan fungsi permintaan tenaga kerja. Namun jika diperhatikan besaran elastisitas variabel tersebut menunjukkan permintaan tenaga kerja pria atau wanita luar keluarga tidak responsif terhadap masing-masing upah buruh usahatani. Upah buruh di dalam penelitian ini adalah upah buruh harian atau suatu proksi yang setara dengan upah buruh harian. Seperti telah disebutkan pada metodologi, data upah ada yang didekati dengan nilai per unit kerja.
Pendekatan ini untuk menangkap keputusan rumahtangga
menggunakan tenaga kerja luar keluarga yang tidak dalam bentuk kerja harian, seperti kerja borongan yang sering ditemui di pedesaan.
Pada kerja borongan, keputusan
188 menggunakan tenaga kerja lebih mempertimbangkan hasil kerja dan nilai total yang harus dibayar rumahtangga. Jumlah tenaga kerja yang harus digunakan tidak dipertimbangkan secara langsung.
Sistem borongan jika dikonversi dengan upah harian, seringkali
menghasilkan tingkat upah yang tidak rasional (terlalu tinggi atau terlalu rendah). Pada penelitian ini diasumsikan bahwa rumahtangga mengetahui konsekuensi dari setiap sistem kerja yang dihadapi, sehingga masih relevan dengan konsep elastisitas. Adanya variabel upah buruh usahatani pada fungsi permintaan tenaga kerja luar keluarga mengindikasikan bahwa permintaan tenaga kerja luar keluarga pada rumahtangga petani ditentukan oleh mekanisme pasar tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja luar keluarga sangat nyata dipengaruhi tingkat upah yang berlaku, walaupun tidak responsif terhadap upah tersebut. Tidak elastisnya permintaan rumahtangga petani terhadap tenaga kerja luar keluarga meningindikasikan bahwa penggunaan tenaga kerja luar keluarga bukan murni pertimbangan ekonomi yang mengacu pada tingkat upah yang berlaku. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga bisa terjadi karena kebutuhan proses kerja usahatani yang perlu diselesaikan pada waktu tertentu, seperti penanaman, pengolahan lahan, dan panen. Dengan keterbatasan jumlaah tenaga kerja di dalam keluarga, seperti telah dijelaskan di atas, proses kerja tertentu akan selalu membutuhkan tambahan tenaga kerja luar keluarga. Upah buruh usahatani, dengan demikian, bukan merupakan instrumen kebijakan yang akan efektif digunakan untuk menggerakkan ekonomi rumahtangga petani. Efek tidak langsung dari perubahan ini pada variabel ekonomi lainnya juga akan kecil. Parameter dugaan variabel rasio luas lahan garapan dengan tenaga kerja pria atau wanita dalam keluarga bertanda positif sesuai dengan harapan walaupun secara
189 statistik pada fungsi permintaan tenaga kerja pria tidak berbeda nyata dari nol pada taraf nyata 10 persen. Dari fungsi ini dapat diketahui adanya hubungan komplementer antara lahan garapan dengan penggunaan tenaga kerja luar keluarga. Hal yang juga terjadi pada tenaga kerja dalam keluarga. Artinya, penggunaan tenaga kerja luar keluarga atau tenaga kerja dalam keluarga, pada rumahtangga petani searah dengan luas lahan garapan. Besaran elastisitas variabel rasio tersebut juga menunjukkan bahwa permintaan terhadap tenaga kerja pria luar keluarga kurang responsif terhadap perubahan luas lahan garapan atau terhadap penggunaan tenaga kerja dalam keluarga. Namun demikian, sesuai dengan harapan semula bahwa tenaga kerja luar keluarga akan bersubstitusi dengan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, baik pada tenaga kerja pria maupun pada tenaga kerja wanita. Permintaan tenaga kerja luar keluarga dipengaruhi oleh penerimaan total usahatani (TFRET). Penerimaan total usahatani tampak berpengaruh positif terhadap permintaan tenaga kerja pada taraf nyata kurang dari satu persen Hal ini menunjukkan peran penting kegiatan usahatani bagi rumahtangga petani dalam membiayai kegiatan usahataninya sendiri.
Kegiatan usahatani masih bertumpu pada hasil usahatani itu
sendiri. Hal ini juga mengindikasikan masih adanya bagian penerimaan usahatani yang digunakan kembali untuk kepentingan usahatani.
Perilaku seperti ini akan banyak
menentukan sejauh mana rumahtangga petani merespons perubahan faktor ekonomi yang terjadi di luar rumahtangganya. Besaran elastisitas variabel penerimaan usahatani tampak paling besar, yang berarti bahwa permintaan rumahtangga petani terhadap tenaga kerja luar keluarga relatif lebih responsif terhadap pendapatan usahatani dibandingkan dengan terhadap upah.
190 Hasil ini menunjukkan bahwa penerimaan usahatani masih merupakan penggerak utama dalam penggunaan tenaga kerja luar keluarga.
Kecenderungan ini wajar karena
penggunaan tenaga kerja luar keluarga memerlukan sejumlah dana untuk membayar upah. Karenanya semakin tinggi penerimaan total usahatani akan memperbesar penggunaan tenaga kerja luar keluarga. Sejalan dengan penerimaan total usahatani, variabel kredit (CREDIT) juga berpengaruh positif terhadap permintaan tenaga kerja pria luar keluarga pada taraf nyata kurang dari satu persen.
Telah dimaklumi bahwa kredit, bersama-sama dengan
penerimaan usahatani, merupakan sumber dana yang bisa digunakan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga. Semakin besar rumahtangga dapat memperoleh kredit, jumlah tenaga kerja luar keluarga yang diminta semakin besar, walaupun dengan persentase kenaikan yang lebih kecil karena permintaan rumahtangga petani terhadap tenaga kerja luar keluarga, baik pria maupun wanita, tidak elastis terhadap kredit. Dari hasil pendugaan fungsi permintaan tenaga kerja luar keluarga pria dan wanita tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku rumahtangga tidak responsif terhadap upah buruh tani. Perilaku rumahtangga relatif lebih responsif terhadap variabel bukan harga, yaitu pendapatan usahatani. Artinya, dalam hal permintaan terhadap tenaga kerja luar keluarga, rumahtangga lebih responsif terhadap variabel bukan harga dibandingkan dengan variabel harga.
Ekonomi rumahtangga petani akan efektif
digerakkan jika terdapat perubahan faktor ekonomi yang mampu meningkatkan pendapatan usahatani. 6.2.3. Penawaran Tenaga Kerja di Luar Usahatani
191 Aktivitas kerja rumahtangga petani di luar usahatani dapat dirumuskan sebagai penawaran tenaga kerja keluarga di luar usahatani. Pada Tabel 20 disajikan hasil pendugaan parameter fungsi penawaran tenaga kerja pria dan wanita di luar usahatani. Fungsi penawaran tenaga kerja tersebut menunjukkan seluruh parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan harapan. Uji statistik pada masing-masing parameter dugaan menunjukkan seluruh parameter dugaan berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari lima persen, Pada fungsi penawaran tenaga kerja, parameter dugaan variabel upah kerja di luar usahatani bertanda positif dan berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen. Tanda ini sesuai dengan harapan suatu fungsi penawaran tenaga kerja. Namun permintaan tenaga kerja ini tidak elastis terhadap upah kerja di luar usahatani, baik pada fungsi penawaran tenaga kerja pria maupun fungsi penawaran tenaga kerja wanita. Demikian halnya pada fungsi penawaran tenaga kerja wanita, tampak berpengaruh positif pada taraf nyata kurang dari satu persen, namun juga tidak elastis terhadap tingkat upah yang berlaku. Tidak elastisnya penawaran tenaga kerja terhadap tingkat upah yang berlaku ini diduga karena ada hambatan dalam memasuki lapangan kerja di luar usahatani, dalam bentuk persyaratan pendidikan atau keahlian tertentu. Perubahan upah tenaga kerja yang terjadi di luar usahatani tidak banyak direspons, atau setidaknya tidak segera direspons oleh rumahtangga. Peranan tingkat pendidikan dalam penawaran tenaga kerja keluarga di luar usahatani dapat dilihat dari koefisien IPAKP dan IPAKW.
Kedua variabel
tersebut merupakan indeks pendidikan tenaga kerja pria dan tenaga kerja Tabel 20. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penawaran Tenaga Kerja Pria dan Wanita di Luar Usahatani
192 Variabel* Tenaga Kerja Pria Intersep UPNFF TKPD TFRET TKRTP IPAKP Tenaga Kerja Wanita Intersep UWNFF TKWD TFRET TKRTP IPAKW
Parameter Dugaan
Std Err
Nilai t
Pr > |t|
Elasitisitas
7.26425 0.66438 -0.58054 -0.00122 64.43450 0.00243
14.95150 0.18020 0.08030 0.00040 6.19930 0.00051
0.49 3.69 -7.23 -3.04 10.39 4.75
0.6272 0.0002 <.0001 0.0024 <.0001 <.0001
0.088 -0.420 -0.112 1.331 0.054
-20.63770 1.42316 -0.69469 -0.00067 47.06495 0.00257
13.38900 0.47190 0.13540 0.00032 6.06750 0.00057
-1.54 3.02 -5.13 -2.09 7.76 4.49
0.1236 0.0026 <.0001 0.0370 <.0001 <.0001
0.211 -0.505 -0.116 1.669 0.057
* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. wanita.
Keduanya berpengaruh positif, yang berarti tingkat pendidikan memang
menentukan penawaran tenaga kerja di luar usahatani. Berdasarkan hasil ini, setiap adanya upaya memperbaiki pendidikan keluarga akan meningkatkan penawaran kerja di luar usahatani, baik pria maupun wanita. Selanjutnya dapat diperhatikan pada Tabel 20 adanya hubungan kompetitif antara penawaran tenaga kerja di luar usahatani dengan penggunaan tenaga kerja di dalam usahatani sendiri. Peningkatan penggunaan tenaga kerja di dalam usahatani cenderung mengurangi penawaran tenaga kerja di luar usahatani. Hubungan kompetitif ini tampak tidak melalui mekanisme upah kerja, tetapi hubungan kuantitas. Pada penelitian ini pernah dilakukan pendugaan menggunakan upah buruh usahatani, namun menghasilkan dugaan yang tidak memuaskan. Hasil ini menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja di dalam rumahtangga petani menjadi faktor pembatas, sehingga rumahtangga petani harus menentukan pilihan bekerja di luar usahatani atau di dalam usahatani sendiri. Secara praktis artinya penawaran tenaga kerja di luar usahatani bergantung pada
193 kemampuan usahatani untuk menyerap tenaga kerja keluarga. Jika di usahatani sendiri mampu menyediakan kesempatan kerja yang cukup, maka penawaran tenaga kerja keluarga di luar usahatani akan berkurang. Hubungan kompetitif bukan hanya ditunjukkan dalam bentuk tenaga kerja, tetapi juga dalam bentuk penerimaan usahatani. Fenomena ini mengindikasikan bahwa aktivitas rumahtangga petani di luar usahatani masih merupakan kegiatan sampingan. Manakala kegiatan di dalam usahatani sendiri meningkat dalam bentuk penggunaan tenaga kerja atau dalam bentuk pendapatan, kegiatan rumahtangga petani di luar usahatani cenderung dikurangi. Kondisi ini sejalan dengan terjadinya hubungan komptitif dalam penggunaan tenaga kerja pada usahatani dan luar usahatani seperti telah dijelaskan di atas. Fenomena ini juga telah dijelaskan pada deskripsi rumahtangga, bahwa tenaga kerja yang sama di rumahtangga melakukan aktivitas yang berbeda secara bersamaan. Oleh karena itu hubungan kompetitif ini sangat mungkin terjadi. Hubungan ini mengindikasikan bahwa dilihat dari alokasi tenaga kerja, aktivitas rumahtangga di luar usahatani merupakan sumber pendapatan alternatif di samping penerimaan usahatani. Bila usahatani memberikan penerimaan yang cukup, aktivitas rumahtangga di luar usahatani, baik tenaga kerja pria maupun wanita akan berkurang. Penawaran tenaga kerja pria di luar usahatani nyata dipengaruhi oleh ketersediaan angkatan kerja pria di dalam rumahtangga. Uji statistik terhadap parameter dugaan menyimpulkan parameter tersebut berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen. Keadaan ini menunjukkan bahwa keputusan untuk bekerja di luar usahatani ditentukan oleh jumlah ketersediaan sumberdaya manusia di rumahtangga. Hal yang menarik adalah bahwa penawaran tenaga kerja di luar usahatani tersebut responsif
194 terhadap perubahan ketersediaan angkatan kerja di dalam keluarga, baik pria maupun wanita.
Ini menunjukkan bahwa tenaga kerja merupakan faktor pembatas dalam
menentukan pilihan kerja di berbagai kegiatan. Jika seandainya terdapat peningkatan ketersediaan angkatan kerja di dalam keluarga, akan meningkatkan kegiatan kerja di luar usahatani dengan persentase yang lebih besar. Dari hasil analisis terhadap penawaran tenaga kerja di luar usahatani yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa penawaran tenaga kerja di luar usahatani secara nyata ditentukan oleh variabel harga, yaitu upah, dan ciri rumahtangga petani. Menurut fungsi penawaran tenaga kerja ini, perilaku rumahtangga petani lebih responsif terhadap variabel bukan harga dibandingkan dengan variabel harga. Ketersediaan tenaga kerja keluarga menjadi penentu utama penawaran tenaga kerja di luar usahatani.
6.2.4. Penggunaan Pupuk Kimia Pupuk kimia yang akan dianalisis di dalam penelitian ini adalah pupuk Urea dan pupuk TSP. Pada Tabel 21 disajikan hasil pendugaan parameter persamaan penggunaan kedua jenis pupuk tersebut. Secara teoritik persamaan penggunaan pupuk tersebut dapat dipandang sebagai fungsi permintaan. Oleh karena itu seluruh variabel yang menyusun dan parameter dugaan yang dihasilkan diterjemahkan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk atau penggunaan pupuk. Tabel 21. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Pupuk Urea dan TSP pada Rumahtangga Petani Tanaman Pangan Variabel* Pupuk Urea Intersep HURE TFRET
Parameter Dugaan 109.67570 -132.72300 0.01582
Std Err 22.82030 22.73310 0.00115
Nilai t 4.81 -5.84 13.78
Pr > |t|
Elasitisitas
<.0001 <.0001 <.0001
-0.419 0.696
195 LGARP CREDIT INVUT Pupuk TSP Intersep HTSP TFRET LGARP CREDIT INVUT
55.48348 0.04397 -0.16839
4.50220 0.00771 0.02030
12.32 5.70 -8.30
<.0001 <.0001 <.0001
0.405 0.011 -0.202
194.16820 -184.90600 0.00820 9.66002 0.00348 -0.11906
38.66710 33.53060 0.00073 2.80130 0.00493 0.01300
5.02 -5.51 11.22 3.45 0.71 -9.13
<.0001 <.0001 <.0001 0.0006 0.4806 <.0001
-3.334 1.496 0.293 0.032 -0.592
* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil pendugaan parameter fungsi permintaan pupuk Urea dan TSP menunjukkan arah yang sesuai dengan harapan. Uji statistik untuk setiap parameter dugaan pada persamaan penggunaan pupuk Urea menunjukkan seluruh parameter dugaan berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen.
Namun pada persamaan
penggunaan pupuk TSP parameter dugaan untuk variabel CREDIT tidak berbeda nyata dari nol pada taraf nyata 10 persen. Parameter dugaan lainnya berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen. Fungsi permintaan pupuk Urea atau TSP dipengaruhi oleh masing-masing harga pupuk tersebut. Menurut fungsi ini, rumahtangga berperilaku rasional, yaitu semakin tinggi harga pupuk, permintaan pupuk semakin rendah. Hal yang menarik pada kedua fungsi permintaan tersebut adalah bahwa permintaan Urea ternyata tidak responsif terhadap harga Urea, sedangkan permintaan pupuk TSP sebaliknya, sangat responsif terhadap harga TSP. Perbedaan elastisitas permintaan antara pupuk Urea dan TSP diduga disebabkan oleh perbedaan sifat teknis kedua jenis pupuk tersebut.
Pada analisis deskripsi
diperlihatkan, penggunaan pupuk Urea jauh lebih tinggi dibanding pupuk TSP. Tingginya penggunaan pupuk Urea diduga karena tehnik budidaya yang diterapkan pada
196 usahatani tanaman pangan intensif pupuk Urea. Dilihat dari sisi kebutuhan pupuk, ada kecenderungan ketergantungan kuat rumahtangga petani terhadap penggunaan pupuk Urea. Unsur hara yang diperlukan tanaman dari Urea yaitu unsur Nitrogen, mempunyai sifat mudah hilang dari tanah karena proses pencucian atau penguapan. Jika petani tidak memupuk Urea pada setiap musim tanam, ketersediaan unsur tersebut di dalam tanah akan cepat berkurang. Ini semua menyebabkan rumahtangga petani tanaman pangan sangat tergantung pada penggunaan pupuk Urea. Karena itu, perubahan harga pupuk Urea tidak akan banyak mengubah permintaan pupuk tersebut. Permintaan pupuk TSP responsif terhadap harga TSP diduga disebabkan karena petani belum banyak tergantung pada kebutuhan TSP seperti halnya terhadap pupuk Urea. Selain itu, secara teknis pupuk TSP mempunyai efek residu yang lebih lama dibanding pupuk Urea yang lebih cepat hilang seperti telah dijelaskan di atas. Adanya efek residu pada pupuk TSP tersebut, kebutuhan pupuk TSP secara teknis tidak seintensif kebutuhan pupuk Urea.
Apabila ada peningkatan harga pupuk TSP, petani dapat
menunda pembelian pupuk tersebut dengan harapan efek pemupukan pada waktu sebelumnya masih berpengaruh pada produktivitas tanaman. Oleh karena itu, setiap ada peningkatan satu persen harga pupuk TSP akan menyebabkan petani beralih ke input lain dan mengurangi penggunaan pupuk TSP dengan persentase yang lebih besar. Permintaan pupuk Urea atau TSP secara nyata dipengaruhi oleh nilai total penerimaan usahatani (TFRET). Semakin besar penerimaan total usahatani, permintaan terhadap kedua jenis pupuk tersebut semakin besar. Secara teoritik hal tersebut logis mengingat penerimaan usahatani merupakan sumber dana yang dapat dibelanjakan rumahtangga untuk membeli kedua jenis pupuk tersebut. Namun demikian, permintaan
197 pupuk Urea ternyata tidak responsif terhadap penerimaan total usahatani, sedangkan permintaan pupuk TSP responsif terhadap penerimaan total usahatani.
Perilaku ini
menunjukkan bahwa apabila ada kenaikan penerimaan dari usahatani, rumahtangga cenderung meningkatkan penggunaan pupuk TSP lebih besar dibandingkan dengan penggunaan pupuk Urea. Dengan kata lain, penggunaan pupuk TSP akan ditingkatkan hanya jika terjadi peningkatan penerimaan usahatani.
Sebaliknya, jika terjadi
pengurangan penerimaan usahatani, rumahtangga petani cenderung mengurangi penggunaan TSP dibandingkan dengan penggunaan Urea. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa hal ini terjadi karena secara teknis Urea mempunyai peran lebih besar dibandingkan dengan TSP. Fungsi permintaan pupuk Urea atau TSP pada Tabel 21 memperlihatkan hubungan komplementer antara pengunaan kedua jenis pupuk tersebut dengan penggunaan lahan.
Akibatnya, peningkatan luas lahan garapan akan meningkatkan
permintaan pupuk Urea atau TSP. Perlu diingat bahwa peningkatan penggunaan pupuk tersebut terkait dengan dosis pupuk yang digunakan setiap satuan luas lahan. Dosis pupuk tersebut tentunya tergantung pada teknologi dan jenis tanaman yang diusahakan. Oleh karena itu, hasil perhitungan elastisitas menunjukkan bahwa permintaan pupuk Urea ini tidak elastis terhadap luas lahan garapan. Secara teknis hal ini menunjukkan bahwa hubungan komplementer yang terjadi antara pupuk dengan lahan garapan tidak bersifat tetap. Diduga ada substitusi antara pupuk Urea dengan input lain pada skala luas lahan yang berbeda. Selanjutnya, variabel kredit (CREDIT) tampak berpengaruh positif pada permintaan pupuk Urea pada taraf nyata kurang dari satu persen, tetapi tidak berpengaruh
198 nyata pada permintaan TSP. Hasil ini menunjukkan bahwa untuk kredit yang dipinjam rumahtangga petani cenderung digunakan untuk membiayai pupuk Urea dibandingkan dengan membiaya pupuk TSP. Alasan logis terhadap hasil ini, seperti telah dijelaskan di atas,
adalah bahwa rumahtangga petani lebih tergantung pada penggunaan Urea
dibandingkan dengan TSP. Kredit mempunyai peran sama seperti penerimaan usahatani dalam permintaan pupuk Urea atau TSP, yaitu sebagai sumber dana yang dapat dibelanjakan untuk membeli pupuk. Karenanya, semakin besar kredit yang dipinjam rumahtangga, semakin besar permintaan terhadap pupuk Urea. Namun demikian, pada Tabel 20 terlihat bahwa bagian kredit yang dialokasikan untuk pembelian pupuk tidak terlalu besar. Setiap 100 ribu rupiah kredit yang dipinjam rumahtangga, hanya dapat meningkatkan permintaan pupuk Urea sekitar lima kilogram, atau jika dinilai dengan harga pupuk yang berlaku, berarti kurang dari 10 persen dari setiap tambahan kredit tersebut.
Hal yang sama juga dapat
dilihat pada permintaan TSP, porsi kredit yang dialokasikan untuk pupuk TSP relatif kecil. Pada kegiatan usahatani, di samping pengeluaran yang bersifat rutin (current input) ada juga pengeluaran yang bersifat jangka panjang dalam bentuk pengeluaran investasi.
Pada fungsi permintaan pupuk Urea atau TSP, variabel investasi usahatani
(INVUT) berpengaruh negatif. Hubungan tersebut sesuai dengan yang diharapkan. Pengeluaran investasi pada usahatani merupakan bentuk pengeluaran atau penggunaan dana yang dimiliki oleh rumahtangga, di samping pengeluaran untuk pupuk, tenaga kerja dan lain-lain.
Dalam kondisi keterbatasan dana yang tersedia di rumahtangga,
pengeluaran investasi pada usahatani harus bersaing dengan pengeluaran untuk pupuk.
199 Perilaku ini juga menunjukkan bahwa pembentukan modal (capital formation) dari dalam rumahtangga untuk usahatani terkendala oleh adanya pengeluaran-pengeluaran rutin dalam bentuk sarana produksi dan tenaga kerja.
Perilaku ini akan juga terlihat pada
persamaan investasi usahatani yang akan dibahas kemudian. 6.2.5. Luas Lahan Garapan Luas lahan garapan merupakan faktor penting dalam ekonomi rumahtangga petani tanaman pangan.
Luas lahan garapan merupakan cerminan seberapa intensif
petani mengusahakan lahan yang dikuasainya.
Seorang petani yang memiliki lahan
sempit, bisa mengolah lahan secara intensif sehingga dalam satuan waktu tertentu luas lahan berlipat ganda. Pada usahatani tanaman pangan pemanfaatan lahan ini penting karena merupakan faktor penggerak utama dalam pemanfaatan input usahatani yang lain. Pada Tabel 22 disajikan hasil pendugaan persamaan luas lahan garapan.
Seluruh
parameter dugaan bertanda sesuai dengan hipotesis awal dan secara statistik seluruh parameter dugaan tidak berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen. Pendugaan parameter harga bayangan lahan (SPL) bertanda negatif, artinya harga bayangan merupakan biaya internal penggunaan lahan yang dipertimbangkan rumahtangga untuk menggarap lahan. Harga yang setara dengan harga bayangan lahan adalah sewa lahan. Namun sewa lahan hanya relevan jika lahan yang gunakan adalah lahan sewa, bukan lahan milik rumahtangga. Jika yang digunakan adalah lahan sewa, maka akan terjadi hubungan semakin mahal sewa lahan luas lahan garapan semakin berkurang. Penggunaan lahan garapan dipengaruhi oleh harga bayangan lahan (SPL). Semakin tinggi harga bayangan, lahan garapan semakin sempit, walaupun lahan garapan
200 ini tidak elastis terhadap harga bayangannya. Bagi rumahtangga petani, lahan garapan berfungsi sebagai sumber pendapatan. Jika produktivitas lahan menurun, maka untuk memperoleh pendapatan yang sama, dalam jangka waktu yang sama rumahtangga petani akan meningkatkan intensitas penggunaan lahan. Tabel 22. Hasil Pendugaan Persamaan Luas Lahan Garapan Pada Rumahtangga Petani Tanaman Pangan Variabel* Intersep SPL HPROD TKD LTOTA NPKIM
Parameter Dugaan -0.13284 -0.00041 0.00028 0.00240 1.05625 0.00216
Std Err 0.09900 0.00005 0.00005 0.00046 0.05590 0.00018
Nilai t -1.34 -7.84 5.81 5.21 18.88 11.72
Pr > |t| 0.1798 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001
Elasitisitas -0.231 0.175 0.174 0.641 0.311
* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil perhitungan elastisitas menunjukkan bahwa luas lahan garapan ternyata tidak responsif terhadap harga bayangan lahan. Seperti telah dijelaskan di muka bahwa harga bayangan lahan, selain ditentukan oleh luas lahan garapan, juga ditentukan oleh penggunaan input-input lain, seperti tenaga kerja, pupuk, dan input-input lain. Tidak elastisnya harga bayangan lahan menunjukkan bahwa kontribusi lahan garapan dalam pembentukan harga bayangan relatif kecil. Oleh karena itu, hubungan sebaliknya bisa terjadi dimana kenaikan satu persen harga bayangan, akan diikuti dengan penurunan luas garapan dengan persentase yang lebih kecil. Parameter harga produk (HPROD) bertanda positif, sesuai dengan harapan, namun angka elastisitas menunjukkan bahwa luas lahan garapan tidak responsif terhadap harga produk. Tidak elastisnya luas lahan garapan terhadap harga produk disebabkan harga produk pada penelitian ini bersifat komposit, sehingga tingkat harga produk yang dimaksud merupakan harga rata-rata seluruh komoditi. Efek harga, dengan demikian,
201 sebenarnya direspon oleh setiap komoditi dengan besaran, atau mungkin arah yang berbeda.
Beragamnya jenis komoditi di dalam harga produk tersebut menyebabkan
elastisitas luas lahan garapan tertekan ke bawah, yang ditunjukkan juga dengan kecilnya koefisien dugaan harga produk. Parameter dugaan tenaga kerja dalam keluarga pria dan wanita (TKD) dan bertanda positif sesuai dengan harapan. Namun demikian, luas lahan garapan terlihat tidak elastis terhadap variabel tersebut. Berbeda dengan harga, penjelasan elastisitas variabel-variabel ini lebih bersifat teknikal. Kecilnya angka elastisitas tersebut diduga disebabkan tenaga kerja (luar dan dalam keluarga) bukan merupakan faktor utama yang menentukan luas lahan garapan. Oleh karena itu satu persen perubahan penggunaan tenaga kerja dalam atau luar keluarga hanya menyebabkan peningkatan luas lahan garapan kurang dari satu persen. Di samping itu, penggunaan tenaga kerja yang relatif menurun pada lahan yang lebih luas, akan menekan angka elastisitas tersebut. Parameter dugaan luas lahan total (LTOTA) bertanda positif. Luas lahan total yang dimaksud di sini adalah luasan lahan yang dikuasai rumahtangga. Luas lahan garapan adalah luas lahan tanaman pangan kumulatif selama satu tahun. Hubungan antara luas lahan total dengan luas lahan garapan ditentukan oleh intensitas pemanfaatan luas lahan total. Luas lahan garapan akan semakin luas dengan bertambahnya luas lahan total, tetapi secara rasional akan dibatasi oleh tingkat intensitas pemanfaatan lahan. Pada persamaan luas lahan garapan terlihat koefisien dugaan lebih besar dari satu, menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan total lebih dari satu kali. Namun angka tersebut masih lebih kecil dari persentase intensitas lahan rata-rata seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Luas lahan garapan juga tidak elastis terhadap luas lahan total. Hal ini
202 menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan luas lahan total, tidak akan diikuti dengan pemanfaatan lahan secara penuh dalam satu tahun. Data deskripsi pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa intensitas pemanfaatan lahan pada usahatani berlahan luas cenderung menurun Variabel terakhir pada Tabel 22 adalah nilai total pupuk kimia (NPKIM). Variabel ini merupakan ukuran agregat pupuk Urea dan TSP dinyatakan dalam ribuan rupiah. Hasil pendugaan menunjukkan parameter nilai pupuk kimia bertanda positif. Menunjukkan bahwa penggunaan pupuk Urea dan TSP secara bersama-sama mempengaruhi luas lahan garapan. Nilai elastisitas variabel ini menunjukkan bahwa luas garapan tidak responsif terhadap penggunaan pupuk kimia tersebut. Penyebab pertama adalah karena konstribusi nilai pupuk kimia dalam menentukan luas lahan sebenarnya relatif kecil. Di samping itu, semakin luas lahan garapan, dosis penggunaan pupuk per hektar semakin kecil. Dengan demikian, jika terjadi kenaikan penggunaan pupuk kima (dalam nilai rupiah) satu persen, lahan garapan hanya meningkat kurang dari satu persen. 6.2.6. Produk Usahatani Dikonsumsi Setelah rumahtangga petani berhasil memproduksi produk usahatani, keputusan penting selanjutnya yang harus dilakukan petani adalah bagaimana mengalokasikan produk tersebut untuk berbagai keperluan. Perilaku mengalokasikan produk usahatani ini penting dipelajari dalam rumahtangga petani, karena banyak menyangkut kepentingan pihak-pihak yang ikut memanfaatkan produk usahatani, seperti rumahtangga bukan petani yang tidak menghasilkan produk usahatani sendiri. Pada Tabel 23 disajikan hasil pendugaan parameter persamaan produk usahatani yang dikonsumsi rumahtangga.
Produk usahatani yang dikonsumsi rumahtangga
203 merupakan bagian dari produk total usahatani, atau merupakan bagian yang tidak dijual ke pasar. Besar kecilnya bagian ini akan menentukan besar kecilnya produk usahatani yang ditawarkan ke pasar (penawaran produk usahatani). Konsumsi produk usahatani dipengaruhi oleh penerimaan usahatani (TFRET), jumlah anggota rumahtangga (ARTOT), dan nilai konsumsi pangan yang dibeli dari pasar (CPANB). Hasil pendugaan menunjukkan seluruh parameter mempunyai arah yang sesuai dengan harapan dan seluruh parameter dugaan secara statistik berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen. Tabel 23. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produk Usahatani yang Dikonsumsi Pada Rumahtangga Petani Tanaman Pangan Variabel*
Intersep TFRET ARTOT CPANB
Parameter Dugaan 2347.50900 0.10670 219.75580 -0.38494
Std Err 324.40000 0.01020 67.39870 0.05330
Nilai t
Pr > |t|
Elasitisitas
7.24 10.48 3.26 -7.22
<.0001 <.0001 0.0012 <.0001
0.365 0.308 -0.376
* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. Konsumsi produk usahatani secara nyata dipengaruhi oleh penerimaan usahatani. Semakin besar penerimaan usahatani, produk usahatani yang dikonsumsi semakin besar. Namun demikian, parameter dugaan variabel ini menunjukkan bahwa setiap 100 ribu rupiah penerimaan usahatani, rumahtangga menyisihkan 11 ribu rupiah atau sekitar 11 persen untuk konsumsi rumahtangga, dengan asumsi variabel lain dianggap konstan. Angka ini relatif kecil, yang berarti juga bahwa hanya sebagian kecil penerimaan usahatani yang dapat langsung digunakan untuk keperluan konsumsi rumahtangga. Berarti kebutuhan pangan lainnya dipenuhi melalui pasar. Hasil perhitungan elastisitas menunjukkan bahwa nilai produk yang dikonsumsi tidak responsif terhadap penerimaan total usahatani. Hal ini menunjukkan bahwa jika
204 terjadi kenaikan penerimaan usahatani, sebagian besar tambahan penerimaan usahatani tersebut tidak ditujukan untuk keperluan konsumsi rumahtangga. Perilaku seperti ini menunjukkan bahwa peran penerimaan usahatani dalam memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga secara langsung relatif kecil. Pada usahatani tanaman pangan, fenomena seperti ini di luar dugaan semula. Hasil ini menunjukkan bahwa perilaku subsiten ternyata sudah bergeser ke perilaku komersial, setidaknya diukur dari dengan proporsi bagian produk yang dijual.
Fenomena ini bisa juga menggambarkan bahwa penerimaan usahatani
mempunyai peran banyak dalam mencukupi kebutuhan rumahtangga lainnya. Konsumsi produk usahatani dipengaruhi oleh jumlah anggota rumahtangga (ARTOT). Parameter dugaan jumlah anggota rumahtangga bertanda positif. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran rumahtangga akan menentukan jumlah bagian produk usahatani yang dikonsumsi.
Namun demikian, dilihat dari besaran elastisitas
menunjukkan bahwa besar nilai produk yang dikonsumsi tidak responsif terhadap jumlah anggota rumahtangga. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi tekanan jumlah anggota rumahtangga, kebutuhan konsumsi keluarga tidak hanya dibebankan pada produk usahatani. Variabel nilai pangan yang dibeli dari pasar berpengaruh negatif terhadap nilai produk usahatani yang dikonsumsi. Hubungan ini wajar, karena antara produk usahatani yang dikonsumsi dengan nilai pangan yang disediakan dari pasar atau dibeli bersifat substitusi. Pada rumahtangga petani tanaman pangan ternyata jika ada kesempatan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dari pasar, produk usahatani yang dikonsumsi akan dikurangi. Perilaku ini sebenarnya tidak sesederhana yang tertangkap dalam model. Rumahtangga mengkonsumsi atau menjual sebagian produk usahatani dalam rangka
205 memperoleh sejumlah uang tunai. Uang tunai yang diperoleh digunakan untuk keperluan membeli berbagai keperluan rumahtangga, termasuk di dalamnya kebutuhan pangan. Proses ini akan tertangkap dalam model yang bersifat dinamik dengan menghadirkan variabel waktu. 6.2.7. Investasi Usahatani Investasi rumahtangga pada kegiatan usahatani merupakan perilaku rumahtangga petani yang penting dipelajari.
Besar kecilnya investasi di usahatani menggambarkan
kemampuan usahatani dalam membentuk modal dari dalam usahatani sendiri.
Di
samping itu, juga menunjukkan kedudukan usahatani dalam kegiatan rumahtangga petani. Jika usahatani dianggap sebagai kegiatan ekonomi yang menguntungkan, maka rumahtangga akan tertarik untuk menyisihkan sebagian dananya untuk investasi di usahatani. Pada Tabel 24 disajikan hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang diduga mempengaruhi investasi di usahatani. Seluruh paramater dugaan mempunyai arah yang sesuai dengan hipotesis apriori. Sayangnya, terdapat satu paramater dugaan, yaitu variabel penerimaan dari luar usahatani (NFINC) tidak berbeda nyata dari nol pada taraf nyata lebih dari 10 persen. Terlihat pada Tabel 24 bahwa investasi di usahatani dipengaruhi oleh penerimaan usahatani (TFRET) pada taraf nyata kurang dari satu persen. Besaran koefisien variabel tersebut menunjukkan bahwa setiap 1000 rupiah tambahan penerimaan usahatani, disisihkan untuk investasi usahatani sebesar 64 rupiah, variabel lain dianggap konstan. Memperhatikan angka ini kecenderungan rumahtangga untuk investasi di usahatani relatif kecil, yaitu kurang dari 10 persen dari setiap besaran tambahan penerimaan
206 usahatani. Besaran ini mendekati porsi rata-rata dana penerimaan yang diinvestasikan pada usahatani menurut deskripsi rumahtangga pada bab sebelumnya (lihat kembali Tabel 10). Tabel 24. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Investasi Usahatani pada Rumahtangga Petani Tanaman Pangan. Variabel* Intersep TFRET NFINC NTKL CASHI INVRT
Parameter Dugaan -173.41800 0.06362 0.00304 -0.04463 -0.07575 -0.07209
Std Err
Nilai t
49.60920 0.00361 0.00274 0.00916 0.00945 0.01690
-3.50 17.64 1.11 -4.87 -8.01 -4.26
Pr > |t|
Elasitisitas
0.0005 <.0001 0.13415 <.0001 <.0001 <.0001
2.333 0.044 -0.360 -0.316 -0.143
* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. Investasi pada usahatani ternyata sangat responsif terhadap penerimaan total usahatani. Fenomena ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan atau perbaikan pada penerimaan total usahatani, rumahtangga cenderung meningkatkan investasi pada usahataninya dengan persentase yang lebih besar. Semakin besar bagian penerimaan usahatani yang disisihkan untuk keperluan investasi, usahatani tersebut semakin mandiri dalam
pembentukan
modalnya.
Pembentukan
modal
akan
semakin
besar
pertumbuhannya jika penerimaan usahatani mengalami peningkatan. Di samping penerimaan usahatani, investasi usahatani juga bisa berasal dari penerimaan di luar usahatani (NFINC). Pada Tabel 24 terlihat investasi berhubungan positif dengan pendapatan rumahtangga di luar usahatani.
Namun secara statistik,
parameter dugaan variabel tersebut tidak berbeda nyata dari nol pada taraf nyata lebih dari 10 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa peranan pendapatan dari luar usahatani dalam pembentukan modal usahatani secara statistik sebenarnya tidak ada.
207 Kalaupun dianggap ada pada tingkat kepercayaan yang rendah, besaran elastisitas variaebel tersebut menunjukkan bahwa perubahan pendapatan dari luar usahatani tidak banyak meningkatkan investasi usahatani. Variabel nilai penggunaan tenaga kerja luar keluarga (NTKL) tampak berpengaruh negatif terhadap besarnya investasi. Hasil tersebut menunjukkan adanya persaingan antara investasi usahatani dengan pengeluaran untuk upah tenaga kerja luar kelurga. Hal yang sama juga terjadi pada variabel nilai input tunai (CASHI), yang merupakan nilai sarana produksi yang dibeli dari pasar meliputi pupuk kimia, benih, dan nilai input usahatani lainnya.
Dua variabel tersebut dalam usahatani termasuk
pengeluaran rutin, atau pengeluaran yang habis terpakai dalam satu kali proses produksi. Secara teoritik, pengeluaran rutin akan berkompetisi dengan pengeluaran untuk investasi. Oleh karena itu wajar jika semakin besar pengeluaran rutin, pengeluaran investasi usahatani semakin kecil. Namun jika dilihat dari nilai elastisitas kedua variabel tersebut, terlihat bahwa investasi usahatani tidak responsif terhadap pengeluran tunai, baik untuk sarana produksi maupun untuk upah tenaga kerja luar keluarga. Investasi untuk kebutuhan rumahtangga (INVRT) berpengaruh negatif terhadap investasi usahatani pada taraf nyata kurang dari satu persen. Pada kondisi keterbatasan dana yang tersedia dalam rumahtangga, sangat wajar jika pengeluaran investasi pada usahatani akan bersaing dengan keperluan investasi untuk keperluan rumahtangga. Fenomena ini menunjukkan juga bahwa keputusan kegiatan produksi (usahatani) pada rumahtangga petani terkait erat dengan keputusan konsumsi (pengeluaran rumahtangga). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa petani masih menempatkan usahatani sebagai kegiatan ekonomi penting bagi rumahtangga. Rumahtangga masih
208 bersedia menyisihkan sebagian penerimaan usahataninya untuk pengeluaran investasi (pengeluaran jangka panjang) dengan mengurangi sejumlah pengeluaran rutin (pengeluaran jangka pendek). Analisis di atas juga menjelaskan bahwa pada usahatani tanaman pangan, pembentukan modal usahatani dari dalam usahatani sendiri masih terjadi, sehingga kelangsungan usahatani tanaman pangan akan tetap terjaga walaupun misalnya penyediaan modal dari luar terbatas. 6.2.8. Investasi Rumahtangga Selain investasi di bidang usahatani, rumahtangga juga mengeluarkan investasi rumahtangga.
Investasi di bidang ini meliputi pengeluaran rumahtangga untuk
pembelian barang-barang rumahtangga termasuk perbaikan rumah tempat tinggal. Pada Tabel 25 diperlihatkan hasil pendugaan parameter persamaan investasi rumahtangga tersebut.
Seluruh parameter dugaan telah sesuai dengan hipotesis.
Uji statistik
menunjukkan seluruh parameter dugaan berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen, kecuali variabel pendapatan luar usahatani (NFINC), yang tidak berbeda nyata pada taraf nyata lebih dari 10 persen. Investasi rumahtangga dipengaruhi positif oleh pendapatan bersih dari luar usahatani (NFINC).
Ini berbeda dengan investasi usahatani yang dipengaruhi oleh
penerimaan total usahatani. Sebagai gantinya, investasi rumahtangga dipengaruhi positif oleh penerimaan tunai usahatani (CASHO).
CASHO merupakan bagian produk
usahatani yang dijual ke pasar, atau merupakan penerimaan usahatani dalam bentuk tunai. Penerimaan bersih di luar usahatani dan penerimaan tunai usahatani merupakan sumberdana yang tersedia bagi rumahtangga. Semakin besar pendapatan bersih luar usahatani dan penerimaan tunai usahatani rumahtangga mempunyai kesempatan lebih
209 besar untuk membeli barang atau perbaikan rumah tinggal. Dari fungsi investasi ini menunjukkan bahwa struktur penerimaan usahatani menentukan pilihan investasi. Investasi rumahtangga cenderung ditentukan oleh penerimaan usahatani tunai, sedangkan investasi usahatani ditentukan oleh total penerimaan usahatani. Tabel 25.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Investasi Rumahtangga Rumahtangga Petani Tanaman Pangan
Variabel* Intersep NFINC CASHO CREDIT INVUT
Parameter Dugaan -239.62800 0.01220 0.11718 0.05701 -1.24525
pada
Std Err
Nilai t
Pr > |t|
Elasitisitas
120.60000 0.01030 0.01170 0.00815 0.21000
-1.99 1.18 10.02 7.00 -5.93
0.0472 0.1182 <.0001 <.0001 <.0001
0.088 1.529 0.053 -0.626
* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. Dari dua sumber dana yang ada, ternyata investasi rumahtangga lebih responsif terhadap penerimaan tunai usahatani dibanding dengan pendapatan dari luar usahatani. Di samping itu, dilihat dari jumlah dana yang dialokasikan untuk setiap tambahan masing-masing sumber dana menunjukkan bahwa investasi rumahtangga lebih banyak berasal dari penerimaan tunai usahatani. Dari kedua hasil tersebut menunjukkan bahwa pada rumahtangga tanaman pangan penerimaan usahatani memegang peranan penting, baik dalam memenuhi kebutuhan investasi pada usahatani itu sendiri maupun dalam memenuhi kebutuhan investasi rumahtangga. Investasi rumahtangga lebih mengutamakan sumber dana yang berasal dari usahatani dibanding dengan luar usahatani. Hal tersebut dikarenakan usahatani merupakan sumber terbesar pendapatan rumahtangga (lihat kembali Tabel 12). Sumber dana lain yang tersedia bagi investasi rumahtangga adalah kredit. Dapat dilihat pada Tabel 25, kredit berpengaruh positif terhadap investasi rumahtangga.
Ini
210 menunjukkan ada sebagian dana kredit yang dialokasikan untuk keperluan investasi rumahtangga. Namun besar dana kredit yang dialokasikan untuk investasi rumahtangga relatif kecil.
Setiap seribu rupiah pinjaman kredit, dialokasikan untuk pengeluaran
investasi rumahtangga sebesar 57 rupiah, atau sekitar lima persen. Investasi usahatani berpengaruh negatif terhadap investasi rumahtangga, yang berarti antara investasi usahatani dan investasi rumahtangga terjadi persaingan. Rumahtangga harus memilih, investasi di usahatani, atau investasi
rumahtangga.
Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam memutuskan investasi di dua bidang tersebut, rumahtangga dihadapkan pada kendala anggaran. 6.2.9. Pengeluaran Pangan dan Non Pangan Pada penelitian ini, pengeluaran rumahtangga untuk pangan dibedakan menjadi pengeluaran pangan yang dibeli dari pasar, dan pengeluaran pangan yang disediakan sendiri. Persamaan yang dibuat adalah persamaan untuk pangan yang dibeli dari pasar. Pengeluaran pangan yang dibeli dari pasar dapat mencerminkan permintaan rumahtangga terhadap uang tunai.
Bagi rumahtangga petani, uang tunai masih sulit diperoleh,
terutama yang masih bercirikan subsisten.
Oleh karena itu, kemampuan memenuhi
kebutuhan tunai menarik untuk dianalisis. Hasil pendugaan persamaan pengeluaran pangan yang dibeli dari pasar disajikan pada Tabel 26. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa seluruh parameter dugaan telah sesuai dengan yang diharapkan. Uji statistik menunjukkan bahwa seluruh parameter dugaan berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen. Pengeluaran pangan yang dibeli dari pasar dipengaruhi oleh pendapatan bersih dari luar usahatani (NFINC), rasio penerimaan tunai usahatani dan investasi rumahtangga
211 (
CASHO/INVRT), serta oleh total anggota rumahtangga (ARTOT).
parameter dugaan bertanda positif.
Seluruh
Hal tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan
rumahtangga terhadap uang tunai untuk memenuhi kebutuhan pangan ditentukan oleh sumber-sumber pendapatan dari luar usahatani dan dari pendapatan tunai usahatani. CASHO merupakan pendapatan tunai usahatani karena berasal dari bagian produk usahatani yang dijual. Demikian halnya dengan NFINC merupakan pendapatan tunai berupa upah kerja yang diperloleh dari luar usahatani. Dengan demikian, kemampuan rumahtangga petani dalam menghasilkan uang tunai secara nyata menentukan besarnya permintaan uang tunai. Pada Tabel 26 juga dapat dilihat bahwa pengeluaran tunai untuk pangan ini harus bersaing dengan pengeluaran investasi rumahtangga (INVRT). Artinya, rumahtangga petani harus memilih antara pengeluaran tunai untuk konsumsi pangan atau pengeluaran untuk kebutuhan investasi rumahtangga.
Hubungan ini juga menunjukkan bahwa
ketersediaan uang tunai di rumahtangga petani terbatas. Tabel 26. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Pangan yang Dibeli Dari Pasar dan Non-pangan Pada Rumahtangga Petani Tanaman Pangan. Variabel* Pangan Dibeli Intersep NFINC CASHO/INVRT ARTOT Non Pangan Intersep HHINC/TABNG ARTOT
Parameter Dugaan
Std Err
880.92380 1.02248 0.86343 407.06000
204.30000 0.33070 0.16420 37.86530
4.31 3.09 5.26 10.75
<.0001 0.0010 <.0001 <.0001
0.005 0.002 0.584
251.88430 0.17591 104.77560
81.23460 0.04040 15.78570
3.10 4.36 6.64
0.0010 <.0001 <.0001
0.003 0.613
Nilai t
* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5.
Pr > |t|
Elasitisitas
212 Pengeluaran tunai untuk pangan juga ditentukan oleh jumlah anggota rumahtangga.
Jumlah anggota rumahtangga tersebut merupakan beban konsumsi
rumahtangga. Semakin banyak anggota rumahtangga, jumlah pengeluaran pangan akan semakin meningkat.
Ukuran keluarga, dengan demikian, ikut menentukan perilaku
konsumsi tunai tersebut. Pada Tabel 26 tersebut juga dapat dilihat bahwa pengeluaran pangan yang dibeli relatif lebih respons terhadap jumlah anggota rumahtangga dibandingkan dengan variabel lainnya. Pengeluaran non-pangan pada penelitian ini adalah pengeluaran-pengeluaran rumahtangga untuk bahan bakar, air, listrik, sabun, pakaian dan sejenisnya. Pada Tabel 26 disajikan hasil pendugaan parameter persamaan pengeluaran non-pangan kelompok tersebut. Pengeluaran non-pangan diduga dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga total (HHINC), tabungan (TABNG), dan jumlah anggota rumahtangga (ARTOT). Pada persamaan ini, pendapatan rumahtangga dirasiokan dengan tabungan (HHINC)/TABNG). Hasil pendugaan parameter menunjukkan hasil sesuai dengan harapan. Uji statistik juga menunjukkan bahwa seluruh parameter dugaan berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen. Pendapatan rumahtangga total berpengaruh positif terhadap pengeluaran nonpangan.
Ini menunjukkan bahwa barang-barang atau jasa yang tergabung dalam
kelompok non-pangan pada penelitian ini termasuk barang normal. Oleh karena itu, peningkatan pendapatan rumahtangga total akan menyebabkan peningkatan pengeluaran non-pangan. Sebaliknya besar tabungan berpengaruh negatif terhadap pengeluaran non pangan. Tabungan merupakan bagian pedapatan yang disisihkan di samping pengeluaran lain untuk keperluan pengeluaran rumahtangga di waktu lain. Semakin besar bagian dana
213 yang tersedia di rumahtangga yang disisihkan untuk tabungan, semakin kecil bagian dana tersebut yang dapat digunakan untuk pengeluaran non pangan. Pendugaan menggunakan rasio dua variabel menghasilkan elastisitas yang hampir nol. Artinya, pengeluaran non pangan tidak responsif terhadap perubahan kedua variabel tersebut. Jumlah anggota rumahtangga (ARTOT) juga berpengaruh positif terhadap pengeluaran non-pangan. Ini fenomena yang wajar, mengingat kelompok non-pangan di dalamnya terkandung pengeluaran-pengeluaran yang besarnya terkait langsung dengan jumlah anggota keluarga, seperti pakaian, air, bahan bakar, dan listrik. Pengukuran elastisitas menunjukkan bahwa pengeluaran non-pangan juga relatif lebih responsif terhadap jumlah anggota rumahtangga dibandingkan dengan variabel lainnya. 6.2.10. Pengeluaran Kesehatan dan Pendidikan Pengeluaran
rumahtangga
untuk
kesehatan
dan
pendidikan
merupakan
pengeluaran untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di dalam rumahtangga petani.
Seperti telah dijelaskan pada bagian konstruksi model,
pengeluaran untuk pendidikan digabung dengan pengeluaran untuk kesehatan. Hasil pendugaan persamaan tersebut disajikan pada Tabel 27. Tabel 27. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Kesehatan dan Pendidikan pada Rumahtangga Petani Tanaman Pangan. Variabel* Intersep HHINC INPRT ARTOT
Parameter Dugaan -52.48640 0.00068 0.03123 52.82899
Std Err 45.95330 0.00037 0.00305 9.24050
Nilai t -1.14 1.83 10.23 5.72
Pr > |t|
Elasitisitas
0.2537 0.0341 <.0001 <.0001
0.048 0.252 0.889
* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. Secara umum, hasil parameter dugaan pada persamaan pengeluaran kesehatan dan pendidikan sesuai dengan harapan, dan semua parameter dugaan secara statistik berbeda
214 nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen, kecuali variabel pendapatan rumahtangga total (HHINC) yang berbeda nyata pada taraf nyata 5 persen. Pendapatan rumahtangga total (HHINC) terlihat berpengaruh positif pada pengeluaran kesehatan dan pendidikan, yang berarti pengeluaran kesehatan dan pendidikan termasuk barang normal. Implikasinya adalah apabila pada rumahtangga terjadi kenaikan pendapatan total akan dapat meningkatkan kesejahteraan rumahtangga petani di bidang kesehatan dan pendidikan.
Sayangnya, pengeluaran kesehatan dan pendidikan ini ternyata tidak
responsif terhadap pendapatan rumahtangga tersebut. Tingkat pendidikan rumahtangga (INPRT) juga berpengaruh positif pada pegeluaran kesehatan dan pendidikan.
Pengaruh ini merupakan indikasi adanya
hubungan positif antara tingkat pendidikan dengan beban pendidikan dan kesehatan. Beban pendidikan di dalam hal ini dinyatakan dalam bentuk biaya pendidikan yang umumnya semakin tinggi sejalan dengan makin tingginya tingkat pendidikan. Pengaruh positif juga bisa mengindikasikan
adanya hubungan antara tingkat pendidikan
rumahtangga dengan kesadaran akan pendidikan dan kesehatan. Jika ini terjadi maka hasil tersebut berimplikasi bahwa upaya-upaya perbaikan tingkat pendidikan dapat dijadikan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rumahtangga di bidang pendidikan dan kesehatan. Jumlah anggota rumahtangga (ARTOT) juga berpengaruh positif terhadap pengeluaran pendidikan dan kesehatan. Jumlah anggota rumahtangga ini lebih tepat diterjemahkan sebagai beban keluarga. Semakin banyak anggota rumahtangga, beban rumahtangga untuk pengeluaran pendidikan dan kesehatan semakin meningkat. 6.2.11. Permintaan Kredit
215 Kredit pada penelitian ini merupakan gabungan berbagai jenis pinjaman yang dilakukan rumahtangga pada berbagai sumber, baik formal maupun informal. Idealnya kredit dibagi menjadi dua jenis, yaitu formal dan informal.
Namun karena jumlah
rumahtangga yang melakukan transaksi kredit di masing-masing jenis kredit tersebut terbatas, maka pada penelitian ini digabung menjadi satu variabel. Pada Tabel 28 disajikan hasil pendugaan parameter persamaan permintaan kredit rumahtangga. Permintaan kredit diduga dipengaruhi oleh tingkat suku bunga (INT), pengeluaran usahatani tunai (CASHI), luas lahan garapan (LGARP), dan frekuensi pinjaman (FPINJ).
Arah parameter dugaan secara keseluruhan telah sesuai dengan
harapan, dan uji statistik menunjukkan seluruh parameter dugaan berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen. Hasil pendugaan menunjukkan bunga kredit (INT) berpengaruh negatif pada permintaan kredit. Pada penelitian ini, bunga kredit tidak selalu diketahui dengan jelas. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan menghitung tambahan pengembalian kredit dari nilai pokok pinjaman, termasuk di dalamnya biaya yang harus ditanggung oleh nasabah. Dengan demikian, bunga kredit yang dimaksud di dalam penelitian ini bukan bunga kredit yang ditentukan oleh lembaga perbankan, tetapi merupakan rata-rata beban tambahan yang harus ditanggung oleh peminjam di atas pinjaman pokok. Walaupun demikian, hasil pendugaan parameter menunjukkan hasil yang sesuai dengan harapan. Hal yang menarik adalah hasil perhitungan elastisitas pada bunga pinjaman menunjukkan bahwa permintaan kredit ternyata responsif terhadap bunga kredit. Jika hasil dugaan ini tidak bias, menunjukkan bahwa adanya pelayanan kredit formal dengan suku bunga
216 rendah atau dengan prosedur sederhana sehingga biaya memperoleh kredit menjadi murah, akan efektif meningkatkan permintaan rumahtangga terhadap kredit. Variabel pengeluaran usahatani tunai (CASHI) berpengaruh positif pada permintaan kredit. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan uang tunai untuk biaya usahatani mendorong petani untuk menggunakan kredit. Semakin besar pengeluaran usahatani dalam bentuk tunai akan meningkatkan permintaan rumahtangga terhadap uang tunai. Kebutuhan uang tunai pada usahatani ini dapat dipenuhi melalui dana yang berasal dari kredit. Lebih jauh ini menunjukkan bahwa kebutuhan kredit pada usahatani akan timbul jika usahatani yang bersangkutan telah banyak menggunakan input tunai. Oleh karena itu, program kredit akan menghadapi kendala bila yang dihadapi adalah petani yang tidak atau belum intensif memanfaatkan input tunai. Kesulitan terjadi terutama karena petani tidak dapat mengembalikan pinjaman kreditnya karena kesulitan uang tunai. Tabel 28. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Permintaan Kredit Pada Rumahtangga Petani Tanaman Pangan Variabel* Intersep INT CASHI LGARP FPINJ
Parameter Dugaan 905.91120 -25.01540 0.06654 81.84371 50.14320
Std Err 191.50000 6.66270 0.01720 32.11890 14.30840
Nilai t 4.73 -3.75 3.88 2.55 3.50
Pr > |t|
Elasitisitas
<.0001 0.0001 >.0001 0.0055 0.0003
-1.105 0.151 0.271 0.102
* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. Luas lahan garapan (LGARP) juga berpengaruh positif pada permintaan kredit. Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa luas lahan garapan merupakan faktor utama dalam menciptakan permintaan rumahtangga pada input usahatani.
Demikian halnya pada
permintaan kredit. Semakin luas lahan garapan, usahatani semakin banyak memerlukan input usahatani. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan input usahatani tersebut
217 adalah dengan meminjam kredit. Selain itu, prosedur pinjaman kredit (formal) seringkali menggunakan luas lahan sebagai jaminan atau agunan.
Semakin luas lahan yang
dikuasai, semakin luas lahan garapan, maka rumahtangga petani akan semakin mudah memperoleh kredit. Terkait dengan prosedur peminjaman kredit, variabel frekuensi pinjaman (FPINJ), berpengaruh positif terhadap permintaan kredit. Ini diduga karena lembaga kredit, formal atau informal, lebih mudah memberikan kredit pada rumahtangga yang berpengalaman dalam meminjam kredit.
Semakin sering peminjaman kredit oleh rumahtangga,
menunjukkan bahwa rumahtangga tersebut dapat dipercaya untuk dipinjami kredit. Oleh karena itu wajar jika frekuensi peminjaman kredit berpengaruh positif pada permintaan kredit. 6.2.12. Tabungan Persamaan struktural terakhir dalam model ekonomi rumahtangga petani tanaman pangan pada penelitian ini adalah persamaan tabungan. Tabungan merupakan bentuk simpanan rumahtangga dalam bentuk uang tunai dalam berbagai cara, baik formal maupun informal. Keterbatasan dalam jumlah rumahtangga yang melakukan tabungan formal di lembaga keuangan formal, menuntut agregrasi tabungan untuk seluruh bentuk simpanan informal di rumahtangga. Bentuk tabungan informal dalam hal ini seperti simpanan uang di rumah dan arisan. Oleh karena itu, dalam persamaan tabungan tidak dimunculkan suku bunga simpanan, karena tidak tersedia data. Pada Tabel 29 disajikan hasil pendugaan parameter persamaan tabungan. Tabungan diduga dipengaruhi oleh pendapatan bersih usahatani (NFFIN),
pendapatan
218 dari luar usahatani (NFINC), dan pengeluaran rutin rumahtangga (CRUTN).
Dua
variabel terakhir dinyatakan dalam bentuk rasio (NFINC/CRUTN). Hasil yang diperoleh menunjukkan seluruh parameter dugaan mempunyai tanda sesuai dengan yang diharapkan.
Secara statistik masing-masing parameter dugaan
berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen. Variabel pendapatan bersih usahatani tampak berpengaruh positif terhadap tabungan, yang menunjukkan bahwa penerimaan usahatani juga mempunyai peran penting dalam tabungan rumahtangga.
Demikian halnya dengan pendapatan dari luar usahatani, tampak
berpengaruh positif terhadap tabungan. Hal sebaliknya terjadi pada pengeluaran rutin rumahtangga. Pengeluaran ini merupakan kegiatan pemanfaatan sejumlah dana yang tersedia di rumahtangga bersama-sama dengan kegiatan menabung. Dengan demikian, keputusan menabung akan berkompetisi dengan keputusan pengeluaran rutin tersebut. Semakin besar pengeluaran rutin akan menyebabkan semakin kecil bagian dana rumahtangga yang dapat ditabung. Tabel 29. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Tabungan Pada Rumahtangga Petani Tanaman Pangan. Variabel* Intersep NFFIN NFINC/CRUTN
Parameter Dugaan 1123.96600 0.03310 354.68810
Std Err 167.60000 0.01400 78.05120
Nilai t
Pr > |t|
Elasitisitas
6.71 2.37 4.54
<.0001 0.0045 <.0001
0.137 0.160
* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil pendugaan model ekonomi rumahtangga yang telah diuraikan di atas menunjukkan bagaimana respons rumhatangga terhadap berbagai faktor ekonomi, baik faktor endogen maupun faktor eksogen. Hal menarik yang perlu dikemukakan di dalam penelitian ini adalah bahwa rumahtangga petani tanaman pangan tidak responsif terhadap
219 tingkat upah buruh, baik upah buruh usahatani maupun upah buruh di luar usahatani, Rumahtangga petani tanaman pangan juga tidak responsif terhadap harga pupuk Urea dan harga produk. Namun demikian, rumahtangga petani tanaman pangan ternyata responsif terhadap harga pupuk TSP dan tingkat suku bunga kredit. Hasil ini menunjukkan bahwa rumahtangga petani tanaman pangan tidak responsif terhadap sebagian besar harga atau upah sebagai faktor eksogen. Implikasinya adalah bahwa faktor-faktor eksogen tersebut tidak dapat dijadikan sebagai instrumen kebijakan yang efektif untuk menggerakkan ekonomi rumahtangga petani tanaman pangan. Temuan di atas tidak berarti bahwa perilaku ekonomi rumahtangga petani tanaman pangan tidak rasional. Secara parsial perilaku di atas telah dijelaskan di masingmasing persamaan struktural bahwa responsif atau tidak responsif perilaku ekonomi rumahtangga petani terhadap insentif ekonomi tergantung pada banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal.
Faktor teknis proses produksi pada keputusan
produksi, misalnya menentukan respons rumahtangga petani terhadap harga pupuk. Oleh karena itu, respons terhadap harga pupuk berbeda antara Urea dengan TSP. Faktor lingkungan
luar,
seperti
ketersediaan
kesempatan
kerja,
menentukan
respons
rumahtangga terhadap upah tenaga kerja. Perilaku di atas sejalan dengan argumentasi Schultz (1964), bahwa petani yang tradisional sekalipun pada dasarnya berperilaku rasional, mereka bekerja secara efisien tetapi berada pada lingkungan yang serba terbatas. Perilaku ekonomi seperti ini dikenal dalam pemahaman Schultz sebagai efficient but poor. Perilaku ekonomi petani tetap rasional dalam pengertian memaksimumkan keuntungan. Namun demikian, untuk menjelaskan perilaku ekonomi tersebut pada petani kecil atau petani tradisional perlu
220 penjelasan yang bersifat non-ekonomi.
Lipton (1986) menjelaskan perlunya
memperhatikan adanya kendala sosial, agama dan pendidikan.
Lebih jauh Lipton
menjelaskan bahwa adanya berbagai resiko dan ketidak pastian yang dihadapi petani menyebabkan petani berusaha bertahan pada kondisi yang sama selama bertahun-tahun. Sikap seperti ini menyebabkan petani seperti tidak respons terhadap insentif ekonomi. Jika faktor-faktor yang membatasi keputusan petani tersebut dihilangkan maka bisa petani kecil atau petani tradisional pada dasarnya responsif terhadap insentif ekonomi, sehingga terdapat peluang untuk mengubah pertanian tradisional ke pertanian modern.
VII. IDENTIFIKASI KONDISI PASAR DAN VALIDASI MODEL
221
7.1. Identifikasi Kondisi Pasar Persaingan Tidak Sempurna Seperti telah dijelaskan di muka bahwa kekhususan model ekonomi rumahtangga pada penelitian ini didasarkan pada kondisi pasar persaingan tidak sempurna. Kekhususan tersebut dicirikan dengan adanya variabel harga bayangan tenaga kerja dan lahan pada persamaan struktural model persamaan simultan yang dibangun. Kehadiran harga bayangan pada model sebagai ciri ketidak sempurnaan pasar tersebut masih bersifat ad hoc. Untuk memastikan bahwa perilaku ekonomi rumahtangga yang diteliti adalah perilaku pada kondisi pasar persaingan tidak sempurna, memerlukan uji tersendiri. Sesuai dengan pemikiran yang dikemukakan pada bab sebelumnya, bahwa ketidak sempurnaan pasar dapat diuji dengan apakah harga bayangan input (nilai produktivitas marjinal)
yang digunakan rumahtangga sama dengan harga pasar (biaya korbanan
marjinal) input tersebut. Oleh karena itu, uji ketidak sempurnaan pasar dapat dilakukan dengan memeriksa apakah rumahtangga menggunakan input pada kondisi keseimbangan tersebut, yaitu harga bayangan sama dengan harga pasar. Pada penelitian ini dapat diturunkan harga bayangan tenaga kerja dalam keluarga pria dan wanita, serta harga bayangan lahan.
Mengingat harga pasar lahan sangat
terbatas, maka uji ketidak sempurnaan pasar juga menggunakan harga bayangan pupuk Urea. Dugaan harga bayangan tersebut dihasilkan dari simulasi dasar model persamaan simultan. Dugaan harga bayangan perlu dibahas secara hati-hati karena pendugaannya dilakukan secara bertahap.
Tahap pertama diduga menggunakan persamaan tunggal
fungsi produksi translog sepert telah dijelaskan di muka.
Tahap kedua, diduga
menggunakan model ekonomi rumahtangga persamaan simultan menggunakan metode
222 simulasi dasar. Metode simulasi yang digunakan adalah metode Gauss-Seidel. Harga bayangan hasil simulasi merupakan harga bayangan yang diduga menggunakan sistem persamaan simultan. Hasil simulasi tersebut dibandingkan dengan data aktualnya. Data aktual harga bayangan pada persamaan simultan adalah harga bayangan hasil dugaan dengan persamaan tunggal fungsi produksi translog. Seperti telah dijelaskan dibagian kostruksi model, kehadiran harga bayangan pada model persamaan simultan ini menunjukkan bahwa model yang dibangun adalah model ekonomi rumahtangga non-separable. Harga bayangan yang menjadi ciri non-separable adalah harga bayangan tenaga kerja dalam keluarga pria dan wanita, serta harga bayangan lahan. Harga bayangan pupuk Urea dan tenaga kerja luar keluarga pada model hanya berperan sebagai pembanding dengan harga pasar yang berlaku. Pada Tabel 30 disajikan rata-rata harga bayangan menurut hasil simulasi model ekonomi rumahtangga dan harga bayangan input yang sama hasil pendugaan persamaan tunggal fungsi produksi translog.
Di samping itu, sebagai pembanding juga disajikan
rata-rata harga pasar masing-masing input usahatani tersebut, kecuali untuk sewa lahan. Harga pasar input tentunya mempunyai nilai rata-rata yang persis sama karena merupakan variabel eksogen.
Hasil pendugaan persamaan tunggal fungsi produksi
tersebut seharusnya sama persis dengan yang disajikan pada Tabel 16 pada bab yang lalu. Perbedaan terjadi karena tidak seluruh observasi (rumahtangga) berhasil disimulasi (perhatikan jumlah observasi pada tabel tersebut).
Agar penyajiannya lebih hemat,
pada Tabel 30 tersebut tidak menyajikan nilai dugaan standard deviasi. Namun dalam membandingkan setiap rata-rata akan dibantu dengan uji statistik beda nilai tengah.
223 Pada Tabel 30 di bawah kolom total rumahtangga terlihat bahwa dua metode pendugaan tersebut di atas ada yang menghasilkan rata-rata yang hampir sama ada juga yang berbeda. Uji statistik menunjukkan bahwa pada total rumahtangga, kedua metode pendugaan tersebut menghasilkan dugaan harga bayangan yang berbeda nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Harga bayangan tersebut adalah harga bayangan tenaga kerja pria dalam keluarga (SWP), harga bayangan tenaga kerja pria luar keluarga (SWPL), dan harga bayangan tenaga kerja wanita luar keluarga (SWWL). Pada tiga harga bayangan lainnya, yaitu tenaga kerja wanita dalam keluarga (SWW), pupuk Urea (SPU), dan lahan garapan (SPL) kedua metode tersebut menghasilkan dugaan yang sama. Tabel 30. Harga Bayangan dan Harga Pasar Input Usahatani Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Translog dan Model Ekonomi Rumahtangga Petani Tanaman Pangan Menurut Strata Luas Lahan Garapan
Variabel* SWP SWW SWPL SWWL SPU SPL UHP UHW HURE
Lahan Sempit
Lahan Sedang
Lahan Luas
(n=309) (n=314) (n=311) Fn.Prod ERT Fn.Prod ERT Fn.Prod ERT 4.23 2.15 7.29 3.43 15.61 11.87 3.95 2.77 9.31 10.52 19.88 31.41 5.23 3.75 8.08 8.07 9.14 13.64 3.09 2.86 6.43 6.78 7.04 11.56 0.82 0.74 1.21 1.14 1.48 1.48 1600.00 1902.90 949.60 953.00 678.20 429.90 8.236 8.236 9.362 9.362 10.485 10.485 5.230 5.230 6.455 6.455 7.564 7.564 0.804 0.804 0.818 0.818 0.834 0.834
Total Rumahtangga (n=934) Fn.Prod ERT 9.05 5.82 11.06 14.91 7.49 8.50 5.53 7.08 1.17 1.12 1073.60 1091.90 9.365 9.365 6.420 6.420 0.819 0.819
* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. ERT = Model Ekonomi Rumahtangga.
Jika dibandingkan dengan hasil menurut strata dengan hasil menurut total rumahtangga arahnya tidak selalu konsisten. Pada strata lahan sempit, dugaan harga bayangan berbeda hanya terjadi pada tenaga kerja pria dan wanita dalam keluarga. Harga
224 bayangan lainnya menunjukkan nilai yang tidak berbeda.
Artinya dugaan harga
bayangan menurut persamaan simultan ekonomi rumahtangga dengan persamaan tunggal fungsi produksi translog secara statistik sama. Pada strata lahan sedang, harga bayangan yang berbeda terjadi hanya pada tenaga kerja pria dalam keluarga (SWP).
Harga
bayangan lainnya secara statistik kedua metode menghasilkan dugaan yang
tidak
berbeda nyata. Pada strata lahan luas, yang berbeda nyata antara kedua metode tersebut terjadi pada harga bayangan tenaga kerja luar keluarga, baik pria maupun wanita, dan harga bayangan lahan. Harga bayangan lainnya secara statistik tidak berbeda nyata pada taraf nyata kurang dari satu persen. Adanya perbedaan hasil dugaan menggunakan persamaan tunggal dengan fungsi produksi translog dengan model persamaan simultan penyebabnya sangat jelas. Pada persamaan simultan, pendugaan menggunakan proses simulasi, dimana beberapa variabel endogen yang dijadikan penduga pada harga bayangan merupakan variabel endogen yang besarannya diduga secara simultan.
Secara praktis, besaran variabel penduga harga
bayangan sebenarnya ditentukan oleh banyak variabel lain dalam sistem ekonomi rumahtangga secara simultan. Uji terhadap adanya ketidak sempurnaan pasar dapat dilakukan dengan membandingkan harga bayangan dengan harga pasar masing-masing input, baik harga bayangan menggunakan dugaan persamaan tunggal fungsi produksi trasnslog, maupun dugaan menggunakan model persamaan simultan. Mengingat yang dipelajari adalah perilaku rumahtangga, maka akan dibandingkan antara harga bayangan hasil pendugaan model persaman simultan dengan harga pasar masing-masing input. Pada Tabel 30 dapat dilihat bahwa semakin luas usahatani harga bayangan tenaga kerja dalam keluarga
225 dan luar keluarga, pria dan wanita semakin besar. Bisa juga diinterpretasikan semakin luas usahatani, nilai produktivitas marginal tenaga kerja, atau lebih praktis sebagai produktivitas marginal tenaga kerja, semakin meningkat.
Adanya syarat cekung
(concave) fungsi produksi pada daerah keputusan produksi, produktivitas marginal tenaga kerja akan menurun jika terjadi peningkatan penggunaan tenaga kerja per satuan faktor produksi lain yang sama (tetap).
Walaupun fungsi produksi yang dibangun tidak
terkendala oleh faktor tetap, namun pada prakteknya, faktor lahan merupakan faktor yang relatif tetap. Karenanya sangat mungkin penurunan produktivitas marginal tenaga kerja terjadi pada usahatani berlahan sempit sebagai akibat penggunaan tenaga kerja per satuan lahan yang sama yang berlebihan seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Hasil pendugaan harga bayangan tenaga kerja dapat dibandingkan dengan besar rata-rata upah buruh usahatani. Tabel 30 memperlihatkan harga bayangan tenaga kerja pada usahatani lahan sempit lebih kecil dibanding upah buruh usahatani yang dibayarkan, baik untuk tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga, baik pria maupun wanita. Artinya, usahatani berlahan sempit cenderung membayar upah buruh usahatani lebih mahal dari yang seharusnya. Bagi tenaga kerja dalam keluarga, hal tersebut mengindikasikan bahwa bekerja di usahatani sendiri, baik tenaga kerja pria maupun wanita, mempunyai opportunity cost yang tinggi. Banyak argumentasi dengan gejala ini.
Argumentasi yang sering dikemukakan adalah bahwa usahatani kecil
dihadapkan pada keterbatasan kesempatan kerja di luar
usahatani.
Langkanya
kesempatan kerja ini menyebabkan rumahtangga petani berlahan sempit cenderung mencurahkan kerjanya ke usahatani secara berlebihan.
226 Bagi usahatani berlahan sempit, gejala di atas menunjukkan bahwa upah buruh usahatani yang dihadapi relatif mahal.
Kemungkinan hal tersebut disebabkan oleh
adanya kebijakan pemerintah, walaupun tidak ditujukan secara khusus untuk buruh usahatani, yang memberlakukan upah minimum. Pada usahatani lahan sedang, harga bayangan tenaga kerja pria dalam keluarga ternyata juga lebih rendah dari upah buruh usahatani pria yang berlaku. Artinya, gejala yang dialami usahatani berlahan sempit juga terjadi pada usahatani lahan sedang, tetapi hanya pada tenaga kerja pria. Pada tenaga kerja dalam keluarga wanita, harga bayangan yang terjadi lebih tinggi dibanding upah buruh wanita yang berlaku. Ini berarti pada usahatani lahan sedang, opportunity cost tenaga kerja wanita dalam keluarga untuk bekerja di usahatani sendiri relatif lebih kecil dibanding dengan tenaga kerja pria dalam keluarga. Pada usahatani berlahan luas, harga bayangan tenaga kerja dalam keluarga tampak jauh lebih tinggi dibanding rata-rata tingkat upah yang berlaku. Hal ini terjadi karena penggunaan tenaga kerja keluarga pada usahatani lahan luas relatif lebih kecil dibandingkan golongan usahatani lainnya. Kecilnya penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga menyebabkan nilai produk marginal tenaga kerja tinggi. Nilai ini akan menurun jika penggunaan tenaga kerja dalam keluarga meningkat. Hal menarik lain yang bisa dikemukakan di sini adalah membandingkan harga bayangan tenaga kerja pria dan teanga kerja wanita Pada usahatani berlahan sempit untuk tenaga kerja dalam keluarga, harga bayangan tenaga kerja pria lebih besar dibanding harga bayangan tenaga kerja wanita. Artinya, pada strata ini tenaga kerja pria dalam keluarga relatif lebih produktif dibanding tenaga kerja dalam keluarga wanita.
227 Pada usahatani lahan sedang dan lahan luas, harga bayangan tenaga kerja keluarga pria lebih kecil dibanding tenaga kerja wanita Pada tabel juga terlihat harga bayangan tenaga kerja luar keluarga pria lebih besar dibanding tenaga kerja wanita untuk semua strata luas lahan. Hasil ini menunjukkan bahwa untuk tenaga kerja luar keluarga, produktivitas tenaga kerja pria cenderung lebih tinggi dibanding tenaga kerja wanita. Tidak ada argumentasi teoritik yang bisa memandu menjelaskan perbedaan produktivitas tenaga kerja antar jender di atas. Hasil penelitian Rahr (2002) di Vietnam menunjukkan kecenderungan perbedaan produktivitas marginal tenaga kerja pria dan wanita. Rahr menduga nilai produktivitas marginal tenaga kerja sebagai ukuran harga bayangan tenaga kerja menggunakan fungsi produksi translog pada tanaman padi dan tebu. Pada tanaman padi ditemukan produktivitas tenaga kerja wanita lebih tinggi dibanding tenaga kerja pria. Harga bayangan pupuk Urea (SPU) menunjukkan semakin luas strata lahan, semakin besar.
Bisa juga diartikan bahwa produktivitas marginal pupuk Urea pada
usahatani lahan luas relatif lebih tinggi dibanding dengan produktivitas pupuk Urea pada lahan lebih sempit. Kecenderungan tersebut terjadi diduga karena perbedaan intensitas penggunaan pupuk Urea per hektar di setiap strata. Dilihat dari penggunaan pupuk per hektar, penggunaan pupuk Urea pada usahatani lahan sempit memang relatif lebih tinggi dibanding dengan penggunaan pupuk Urea pada usahatani lahan sedang dan lahan luas. Dengan demikian, wajarlah jika produktivitas marginal pupuk Urea pada lahan luas lebih tinggi. Pada Tabel 30 juga diperlihatkan harga bayangan lahan, yang dapat juga diterjemahkan sebagai nilai produktivitas marginal lahan.
Nilai ini sebenarnya bisa
228 dibandingkan dengan nilai sewa lahan yang berlaku di petani. Sayangnya data sewa lahan tidak tersedia dengan lengkap. Dari 952 responden hanya terdapat 90 responden yang mempunyai informasi sewa lahan. Dari jumlah responden tersebut diperoleh ratarata sewa sekitar tiga juta rupiah per hektar per tahun. Besarnya sewa lahan sangat bervariasi, sewa termurah Rp 142.9 ribu dan termahal Rp 25 juta per hektar per tahun. Jika data ini dibandingkan dengan harga bayangan lahan, maka sewa lahan yang dibayarkan petani contoh rata-rata lebih mahal dari yang seharusnya. Diduga hal ini terjadi karena lahan mempunyai fungsi bukan hanya untuk kegiatan usahatani sehingga relatif langka. Kelangkaan lahan ini menyebabkan sewa lahan yang ditawarkan lebih mahal dari nilai produktivitas lahan itu sendiri. Perbandingan antara harga bayangan dengan harga pasar dapat diperluas untuk tenaga kerja dan pupuk Urea. Berdasarkan teori ekonomi produksi, penggunaan input akan optimal jika nilai produk marjinal atau harga bayangan setiap input sama dengan nilai korbanan marjinal masing-masing input, atau harga pasar masing-masing input. Pada penelitian ini, diasumsikan petani secara ekonomi
berperilaku rasional, jika
terdapat perbedaan antara harga bayangan dengan harga pasar diterjemahkan sebagai adanya hambatan atau restriksi yang dihadapi petani untuk menggunakan input (pupuk Urea dan tenaga kerja) secara efisien. Bhattacharyya dan Kumbakar (1997) menyebut perbedaan antara harga bayangan dengan harga pasar untuk mengukur adanya distorsi pasar, yaitu menggunakan rasio antara harga bayangan dengan harga pasar, ID = 1-HB/HP, dimana ID adalah indeks distorsi, HB adalah harga bayangan, dan HP adalah harga pasar. Jika pasar bekerja secara efisien, maka ID akan sama dengan nol. Harga bayangan diduga secara stokastik
229 menggunakan fungsi produksi tidak langsung (indirect production function).
Skoufias
(1997) yang kemudian diikuti oleh Sonoda dan Maruyama (1999) mengukur adanya distorsi pasar tenaga kerja dengan meregresikan harga bayangan dengan harga pasar. Model yang digunakan adalah L HB = á+âL HP+å, dimana L HB dan L HP masing merupakan bentuk logaritma harga bayangan dan harga pasar, å adalah error. Menurut model tersebut, pasar tidak terdistorsi jika á = 0 dan â = 1. Seperti disebutkan di atas, distorsi dapat diukur dengan rasio antara harga bayangan dengan harga pasar.
Menggunakan angka rasio tersebut,
distorsi dapat
diketahui baik arah maupun besarannya dan dapat dibandingkan dengan antar strata luas luas lahan. Untuk memudahkan interpretasi, distorsi dinyatakan dengan indeks Jika harga bayangan lebih besar dari harga pasar, ID akan bernilai negatif. Sebaliknya, jika harga bayangan lebih kecil dari harga pasar, ID akan bernilai positif. Pada Tabel 31 disajikan nilai rata-rata dan standar deviasi indeks distorsi harga pupuk Urea, tenaga kerja pria dan wanita, luar keluarga dan dalam keluarga. Indesk distorsi tersebut dibandingkan dengan hasil penelitian Bhattacharyya dan Kumbakar (1997) relatif lebih besar. Bhattacharyya dan Kumbakar menghasilkan indeks distorsi untuk tenaga kerja sebesar 0.078. Indeks distorsi pada usahatani berlahan sempit (0.021) lebih kecil dibanding pada usahatani lahan luas (0.172). Tabel 31. Indeks Distorsi Harga Pupuk Urea dan Upah Tenaga Kerja Usahatani Menurut Strata Luas Lahan Jenis Input Pupuk Urea TKP Luar Kelg TKW Luar Kelg TKP Dalam Kelg TKW Dalam Kelg
Lahan Sempit RataStd rata Dev -0.06 1.09 0.49 0.55 0.37 0.77 0.74 0.80 0.36 0.93
Lahan Sedang RataStd rata Dev -0.52 0.75 0.04 0.49 -0.14 0.59 0.64 0.31 -0.49 9.35
Lahan Luas RataStd rata Dev -0.97 1.17 -0.48 0.76 -0.72 0.82 -0.55 11.53 -2.62 36.93
Total RataStd rata Dev -0.52 1.09 0.02 0.73 -0.16 0.86 0.28 6.69 -0.92 22.01
230
Pada Tabel 31 terlihat indeks distorsi pupuk Urea menunjukkan hasil negatif, yang berarti harga pupuk Urea rata-rata lebih rendah dibanding dengan harga bayangan pupuk Urea. Distorsi tersebut semakin meningkat pada strata lahan sedang dan lahan luas. Distorsi upah tenaga kerja luar keluarga pria dan tenaga kerja luar keluarga wanita menunjukkan angka positif pada strata lahan sempit,. Namun pada strata lahan luas, indeks distorsi tersebut berubah negatif. Hal ini menunjukkan bahwa harga bayangan tenaga kerja pada lahan sempit cenderung lebih kecil dibanding upah yang berlaku, sebaliknya pada lahan luas, harga bayangan tenaga kerja lebih tinggi dibanding upah yang berlaku.
Penggunaan tenaga kerja yang berlebihan pada strata lahan sempit
cenderung menekan harga bayangan, dan sebaliknya pada strata lahan luas. Identifikasi distorsi dapat juga dilakukan dengan meregresikan harga bayangan dengan harga pasar dengan model seperti telah disebutkan di atas.
Pada Tabel 32
disajikan hasil pendugaan fungsi regresi setiap harga input, kecuali harga bayangan lahan. Hipotesis yang perlu diuji dalam fungsi tersebut adalah bahwa á = 0 dan â = 1. Hasil uji statistik menunjukkan nilai F yang cukup besar, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak cukup bukti untuk menerima hipotesis á = 0 dan â = 1. Hasil tersebut berlaku untuk setiap strata rumahtangga. Artinya antara harga bayangan dan harga pasar memang tidak sama, atau rumahtangga tidak dapat mengalokasikan penggunaan sumberdayanya pada keseimbangan antara harga pasar dan harga bayangan masing-masing input.
Dalam konteks ini, rumahtangga diasumsikan menghadapi
berbagai kendala dalam mengalokasikan sumberdayanya, sehingga harga pasar tidak dapat dijadikan patokan dalam mengalokasikan sumberdaya rumahtangga.
231 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa rumahtangga petani yang dianalisis memang berada pada kondisi persaingan pasar tidak sempurna.
Ketidak
sempurnaan pasar tersebut dapat diidentifikasi menurut strata luas lahan.
Hasilnya
menunjukkan bahwa indikasi adanya pasar persaingan tidak sempurna berlaku baik bagi keseluruhan rumahtangga contoh, maupun menurut strata luas lahan. Implikasi dari hasil uji tersebut adalah bahwa perilaku ekonomi rumahtangga yang akan dibahas pada penelitian ini memang berada pada kondisi persaingan pasar tidak sempurna. Tabel 32. Hasil Pendugaan Regresi Harga Bayangan Input Terhadap Harga Pasar Menurut Strata Luas Lahan Persamaan* Lahan Sempit SPU SWP SWW SWPL SWWL Lahan Sedang SPU SWP SWW SWPL SWWL Lahan Luas SPU SWP SWW SWPL SWWL Total Rumahtangga SPU SWP SWW SWPL SWWL
Dugaan á Koefisien St error
Dugaan â Koefisien St error
**
Nilai F
-0.2212 0.6616 0.2046 -0.4911 -0.7025
0.0457 0.4150 0.2737 0.3549 0.3384
0.8663 -0.3421 0.0552 0.6291 0.7371
0.1101 0.1993 0.1679 0.1705 0.2076
14.6 669.0 406.4 316.8 188.4
0.4705 1.3759 1.2776 0.8910 0.4737
0.0333 0.2858 0.1965 0.2399 0.2099
0.6666 -0.1179 0.0961 0.5505 0.8349
0.0726 0.1294 0.1069 0.1085 0.1142
225.7 316.1 77.7 11.4 10.2
0.6993 4.0014 2.4799 2.4752 1.9079
0.0261 0.3856 0.2358 0.1574 0.1231
0.2353 -0.8789 -0.1116 0.1639 0.4397
0.0567 0.1655 0.1182 0.0676 0.0617
928.6 90.4 71.5 468.7 795.1
0.3054 0.0792 -0.3489 -0.7502 -1.2036
0.0276 0.2683 0.1730 0.2235 0.1806
0.5708 0.4246 0.9360 1.2175 1.6414
0.0621 0.1215 0.0948 0.1012 0.0989
* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5. ** Joint test Ho: á = 0 dan â = 1. 7.2. Validasi Model Persamaan Simultan
198.5 449.8 93.3 36.8 22.2
232 Sebelum dilakukan analisis kebijakan, terlebih dahulu perlu dilakukan validasi model.
Model pada hakekatnya adalah suatu representasi dari dunia nyata yang
penyajiannya disederhanakan. Model yang baik adalah model yang mampu menjelaskan fenomena di dunia nyata tersebut. Validasi model dimaksudkan untuk memeriksa sejauh mana model yang dibangun dapat menghasilkan prediksi yang mendekati keadaan sebenarnya.
Oleh karena itu, kriteria yang digunakan dalam validasi model pada
penelitian ini pada dasarnya mengukur sejauh mana besaran hasil prediksi model mendekati besaran yang sebenarnya atau mendekati angka aktual yang dinyatakan dalam besaran error atau kesalahan. Semakin kecil kesalahan, model yang digunakan semakin baik. Ukuran kesalahan dinyatakan dalam selisih antara besaran aktual dengan besaran dugaan, diformulasikan dalam bentuk kuadrat rata-rata (Means Square Error atau MSE) dan berbagai bentuk variasinya. Menurut besaran MSE, model yang baik akan menghasilkan MSE yang kecil. Namun yang perlu diperhatikan adalah besaran MSE tersebut tergantung pada satuan variabel yang dimasukkan dalam model. Oleh karena itu perlu disertai dengan ukuran lain yang menghilangkan pengaruh satuan, yaitu dalam bentuk persentase seperti MPE (Mean Percent Error), MAPE (Mean Absolute Percent Error), RMSPE (Root Mean Square Percent Error). Keterbatasan ukuran yang mengandung persentase adalah sering menghasilkan angka ekstrim karena pembagi yang mendekati nol. Jika menghasilkan angka ekstrim seperti ini, besaran yang mengandung persen ditampilkan dalam bentuk titik. Telah dijelaskan di atas bahwa validasi model pada dasarnya melihat sejauh mana dugaan yang dihasilkan oleh model sesuai dengan kondisi aktualnya. Oleh karena itu,
233 validasi
model banyak menggunakan ukuran kesalahan atau error dalam berbagai
bentuk. Salah satu analisis lebih jauh tentang besarnya kesalahan tersebut adalah dengan menguraikan komponen-komponen yang menyusun besaran kesalahan tertentu. Metode yang sering digunakan adalah metode dekomposisi Theil seperti telah dijelaskan pada bagian metode penelitian. Validasi pada penelitian ini akan menyoroti besaran koefisien U-Theil, dekomposisi MSE, dan Root Mean Squares Percent Error (RMSPE). Pada Tabel 33 disajikan hasil validasi model dalam ukuran RMSPE dan koefisien U-Theil menurut strata luas lahan dan total rumahtangga untuk 39 variabel endogen. Jumlah variabel endogen tersebut termasuk di dalamnya variabel endogen yang diduga di luar sistem persamaan simultan seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Selain pada total rumahtangga, validasi juga dilakukan pada masing-masing strata. Validasi pada masing-masing strata dilakukan karena simulasi model juga akan dilakukan pada masing-masing strata Pada Tabel 33 terdapat dua variabel endogen, yaitu penerimaan tunai usahatani (CASHO) dan produk usahatani yang dikonsumsi (KONPT) diberi tanda titik pada RMSPE. Hal ini menunjukkan setidaknya ada satu observasi yang menghasilkan angka RMSPE ekstrim yang disebabkan oleh pembagi yang mendekati nol. Di sisi lain, nilai RMSPE variabel kredit (CREDIT) menunjukkan RMSPE terbesar, baik pada rumahtangga secara total maupun pada masing-masing strata luas lahan. Artinya, dibanding dengan variabel lain, hasil dugaan terhadap variabel kredit tersebut paling tidak memuaskan karena kesalahan dugaan dibanding dengan data aktual paling besar dibanding variabel lain. RMSPE relatif kecil terdapat pada variabel nilai produk tanaman
234 pangan (PRED) dan dan variabel penerimaan total usahatani (TFRET). Besaran RMSPE untuk variabel lain di atas 100 persen. Besaran RMSPE menggambarkan sejauh mana dugaan yang dihasilkan oleh model menyimpang dari data yang sebenarnya dalam ukuran persentase. Namun demikian, besaran tersebut belum bisa memberi pedoman dalam penggunaan model. Kriteria lain yang sering digunakan dalam validasi adalah koefisien U-Theil seperti telah dijelaskan di muka. Model yang baik akan menghasilkan U-Theil mendekati nol,
235 Tabel 33. Root Mean Squares Percent Error dan Koefisien U-Theil Model Ekonomi Rumahtangga Petani Tanaman Pangan Menurut Strata Luas Lahan Lahan Sempit
Lahan Sedang
Variabel*
Lahan Luas
RMSPE Koefisien RMSPE Koefisien RMSPE Koefisien (%) U-Theil (%) U-Theil (%) U-Theil TKPD 879 0.372 466 0.418 498 0.406 TKWD 840 0.437 807 0.438 455 0.452 TKPL 2293 0.480 2592 0.479 1551 0.374 TKWL 1694 0.489 2065 0.453 1376 0.381 KPNFF 4796 0.386 6080 0.402 6546 0.494 KWNFF 3749 0.510 5211 0.534 5458 0.531 PURE 1280 0.388 429 0.365 227 0.304 PTSP 2200 0.492 4614 0.504 8425 0.476 LGARP 327 0.450 224 0.253 136 0.221 CASHO . 0.320 . 0.233 . 0.142 INVUT 1955 0.699 2623 0.689 4106 0.482 CPANB 257 0.260 71 0.270 76 0.378 CNPAN 561 0.433 150 0.514 127 0.523 CPKES 432 0.424 673 0.429 690 0.564 TABNG 11040 0.564 6766 0.519 5512 0.666 PRED 16 0.061 9 0.041 7 0.029 VPROD 220 0.383 120 0.243 91 0.180 SPU 284 0.549 116 0.512 89 0.265 SWP 603 0.422 108 0.440 86 0.475 SWW 494 0.488 218 0.663 240 0.488 SWPL 477 0.654 419 0.574 399 0.536 SWWL 761 0.567 794 0.619 403 0.523 SPL 121 0.380 114 0.473 139 0.360 KONPT . 0.424 . 0.392 . 0.412 NTKL 1893 0.482 2241 0.478 1377 0.355 CASHT 2450 0.455 2923 0.437 1743 0.356 INVRT 3856 0.692 7940 0.634 9884 0.585 CREDIT 39010 0.622 48067 0.729 85477 0.618 NPKIM 697 0.388 407 0.356 274 0.308 TKD 569 0.332 324 0.383 264 0.374 CRUTN 80 0.181 43 0.193 40 0.153 TFRET 22 0.128 21 0.111 25 0.114 HHINC 289 0.214 68 0.598 3496 0.670 TFEXP 772 0.285 313 0.298 199 0.206 NFFIN 301 0.171 593 0.169 376 0.146 CASHI 308 0.042 70 0.042 79 0.044 NFINC 1647 0.181 3299 0.172 3396 0.251 HHEXP 734 0.232 45 0.226 42 0.179 INPL 296 0.023 79 0.019 136 0.027
* Nama variable dapat dilihat pada Lampiran 5.
Total Rumahtangga RMSPE Koefisien (%) U-Theil 641 0.405 722 0.445 2191 0.408 1737 0.404 5859 0.428 4870 0.524 787 0.321 5692 0.479 242 0.229 . 0.173 3032 0.574 159 0.323 342 0.504 611 0.522 8107 0.610 11 0.043 154 0.195 184 0.446 355 0.469 340 0.497 433 0.564 677 0.562 125 0.405 . 0.409 1873 0.391 2424 0.379 7662 0.605 60929 0.662 491 0.319 407 0.372 57 0.163 23 0.115 2023 0.657 493 0.228 442 0.153 187 0.043 2900 0.205 423 0.194 193 0.025
236 sebaliknya jika mendekati satu, model dianggap kurang bisa menjelaskan data yang sebenarnya. Hasil validasi menggunakan U-Theil akan lebih mudah jika menggunakan besaran minimum dan maksimum serta patokan angka tertentu, misalnya menggunakan besaran • 0.50.
Pada Tabel 33 terlihat koefisien U-Theil pada rumahtangga total berkisar
antara 0.025 sampai dengan 0.693. Dari 39 variabel endogen yang diukur, terdapat 29 variabel dengan nilai koefisien U-Theil • 0.50. Jika diperhatikan pada strata lahan sempit, nilai keofisien U-Theil berkisar antara 0.023 sampai dengan 0.699. Pada strata ini terdapat 31 variabel dengan koefisien • 0.50.
Bergeser pada rumahtangga strata
lahan sedang diperoleh koefisien U-Theil antara 0.019 sampai dengan 0.729. Jumlah variabel yang mempunyai koefisien • 0.50 pada strata ini adalah 2 7 variabel. Pada strata lahan luas, koefisien U-Theil berkisar antara 0.027 sampai dengan 0.670, dan terdapat 30 variabel dengan koefisien U-Theil • 0.50 . Dari angka-angka di atas, validasi model dapat menilai kebaikan model secara relatif. Dilihat dari jumlah variabel yang mempunyai koefisien U-Theil terbesar ditemui pada strata lahan sedang, namun demikian angka tersebut tidak berbeda jauh dari koefisien U-Theil maksimum di strata lain atau di rumahtangga total. Dekomposisi terhadap nilia-nilai U-Theil menunjukkan hasil validasi secara lebih rinci seperti terlihat pada Tabel 34. Model yang baik akan menghasilkan UM dan US mendekati nol, dan UC mendekati satu. Oleh karena itu, agar memudahkan menilai hasil validasi tersebut diperlukan patokan angka tertentu. Jika misalnya menggunakan patokan UM • 0.10, pada total rumahtangga terdapat 37 variabel endogen yang mempunyai besaran angka tersebut.
237 Tabel 34.
Variabel* TKPD TKWD TKPL TKWL KPNFF KWNFF PURE PTSP LGARP CASHO INVUT CPANB CNPAN CPKES TABNG PRED VPROD SPU SWP SWW SWPL SWWL SPL KONPT NTKL CASHT INVRT CREDIT NPKIM TKD CRUTN TFRET HHINC TFEXP NFFIN CASHI NFINC HHEXP INPL
UM, US dan UC Model Ekonomi Rumahtangga Petani Tanaman Pangan Menurut Strata Luas Lahan
Lahan Sempit UM 0.10 0.06 0.15 0.09 0.02 0.02 0.21 0.04 0.08 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.12 0.24 0.08 0.00 0.08 0.05 0.02 0.00 0.03 0.01 0.20 0.44 0.03 0.02 0.15 0.13 0.01 0.08 0.00 0.21 0.02 0.15 0.01 0.00 0.03
US 0.27 0.40 0.24 0.31 0.50 0.58 0.00 0.24 0.30 0.00 0.71 0.47 0.16 0.39 0.28 0.06 0.37 0.07 0.01 0.16 0.40 0.16 0.13 0.81 0.14 0.03 0.61 0.38 0.05 0.19 0.05 0.18 0.01 0.08 0.11 0.01 0.05 0.18 0.02
UC 0.64 0.54 0.61 0.59 0.48 0.40 0.79 0.72 0.62 0.99 0.29 0.53 0.84 0.60 0.60 0.70 0.54 0.93 0.91 0.79 0.59 0.84 0.85 0.18 0.67 0.53 0.36 0.60 0.81 0.68 0.93 0.74 0.98 0.71 0.87 0.84 0.93 0.82 0.95
Lahan Sedang UM 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.00 0.00 0.04 0.05 0.02 0.00 0.03 0.01 0.04 0.04 0.21 0.04 0.00 0.17 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.14 0.00 0.00 0.01 0.00 0.01 0.04 0.01 0.01 0.01 0.01 0.00 0.01 0.04
US 0.54 0.60 0.51 0.32 0.41 0.46 0.43 0.31 0.03 0.07 0.72 0.42 0.50 0.22 0.56 0.11 0.07 0.61 0.02 0.83 0.46 0.41 0.23 0.68 0.40 0.01 0.39 0.79 0.33 0.52 0.11 0.02 0.70 0.27 0.12 0.06 0.04 0.23 0.00
UC 0.46 0.39 0.49 0.67 0.58 0.54 0.57 0.64 0.93 0.91 0.28 0.55 0.49 0.74 0.40 0.68 0.89 0.39 0.81 0.17 0.54 0.59 0.77 0.32 0.58 0.85 0.61 0.21 0.66 0.48 0.88 0.94 0.29 0.71 0.88 0.93 0.96 0.76 0.96
Lahan Luas UM 0.01 0.03 0.00 0.00 0.01 0.01 0.00 0.01 0.01 0.03 0.02 0.12 0.09 0.01 0.05 0.33 0.06 0.00 0.00 0.00 0.06 0.10 0.18 0.01 0.00 0.13 0.01 0.01 0.00 0.00 0.12 0.06 0.01 0.00 0.08 0.00 0.00 0.04 0.01
* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5.
US 0.26 0.52 0.14 0.17 0.32 0.37 0.11 0.60 0.09 0.01 0.06 0.55 0.50 0.49 0.68 0.17 0.02 0.23 0.70 0.96 0.42 0.13 0.59 0.26 0.24 0.05 0.53 0.63 0.22 0.29 0.04 0.13 0.93 0.12 0.02 0.14 0.00 0.11 0.26
UC 0.74 0.46 0.86 0.83 0.68 0.62 0.88 0.39 0.89 0.96 0.92 0.33 0.42 0.50 0.26 0.50 0.91 0.77 0.29 0.04 0.52 0.77 0.23 0.74 0.76 0.81 0.47 0.35 0.78 0.71 0.84 0.80 0.06 0.88 0.91 0.86 1.00 0.85 0.73
Total UM 0.01 0.00 0.01 0.01 0.00 0.00 0.01 0.00 0.02 0.02 0.00 0.04 0.02 0.00 0.00 0.24 0.05 0.00 0.01 0.00 0.00 0.02 0.00 0.01 0.02 0.15 0.00 0.00 0.01 0.00 0.03 0.05 0.00 0.02 0.01 0.01 0.00 0.01 0.00
US 0.27 0.52 0.22 0.20 0.40 0.47 0.12 0.52 0.03 0.00 0.28 0.54 0.46 0.44 0.63 0.07 0.02 0.23 0.61 0.94 0.30 0.17 0.12 0.41 0.24 0.03 0.48 0.63 0.19 0.30 0.07 0.10 0.91 0.14 0.00 0.11 0.01 0.13 0.17
UC 0.72 0.48 0.78 0.79 0.60 0.53 0.87 0.48 0.95 0.98 0.72 0.42 0.52 0.56 0.37 0.68 0.93 0.76 0.38 0.06 0.70 0.81 0.88 0.59 0.74 0.82 0.52 0.36 0.80 0.69 0.91 0.85 0.09 0.84 0.98 0.89 0.99 0.86 0.83
238 Jika diperhatikan menurut strata luas lahan, pada lahan sempit terdapat 31 variabel, pada lahan sedang terdapat 37 variabel, dan pada lahan luas terdapat 35 variabel endogen yang mempunyai UM • 0.10. Berdasarkan kriteria ini, secara keseluruhan konstribusi bias terhadap kesalahan (Root Mean Square Error-RMSE) dugaan relatif kecil, kecuali pada beberapa variabel endogen saja. Nilai bias diukur dengan selisih rata-rata hasil simulasi terhadap rata-rata aktual. Jika hasil simulasi secara rata-rata mendekati rata-rata aktual, tidak terjadi bias atau UM akan nol. Komponen US pada Tabel 34 dapat dipelajari dengan menggunakan angka patokan yang sama seperti pada komponen UM, yaitu US •
0.10.
Jika patokan tersebut
digunakan, maka jumlah variabel endogen yang memenuhi syarat pada total rumahtangga hanya ada 10 variabel. Pada masing-masing strata diperoleh 16 variabel untuk lahan sempit, 7 variabel untuk lahan sedang, dan 10 variabel untuk lahan luas. Indikator ini menunjukkan bahwa model yang dibangun tidak dapat menghasilkan dugaan dengan variasi yang mirip dengan data aktual atau kejadian yang sebenarnya. Hasil seperti ini sudah dapat diduga pada penelitian yang menggunakan data kerat lintang, dimana variasi data tidak mempunyai pola tertentu. Pada data deret waktu (time series), pola variasi data setidaknya akan terlihat dari urutan waktu. Jika komponen UM dan US tergambar seperti di atas, maka komponen UC sudah dapat diduga, karena komponen terakhir ini merupakan bagian dari dua komponen lainnya.
Model yang baik akan menghasilkan UC mendekati satu.
Artinya, UC
menggambarkan bagian kesalahan yang tidak sistematis, atau yang tidak disebabkan oleh model.
239 Berdasarkan kriteria-kriteria yang dikembangkan di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil validasi model secara keseluruhan kurang memuaskan.
Dilihat dari besaran
RMSPE, seperti telah dijelaskan di atas, salah satu penyebab terjadinya keselahan terbesar adalah pada variabel endogen kredit (CREDIT).
Variabel ini pada data
aktualnya banyak yang bernilai nol atau tidak meminjam kredit. Nilai dugaan terhadap variabel ini akan menimbulkan kesalahan (error) yang cukup besar.
Pada model
persamaan simultan, dimana satu variabel endogen akan mempunyai kaitan dengan variabel endogen lainnya, maka besaran kesalahan dugaan pada satu variabel endogen akan menentukan besar kesalahan seluruh sistem. Di samping itu, penyebab lainnya adalah model persamaan simultan yang dibangun tidak diduga dengan metode 3SLS secara utuh. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa fungsi produksi translog, dan turunannya digunakan untuk menduga harga bayangan input, diduga secara terpisah dari sistem persamaan simultan. Dengan demikian, wajar jika dalam pendugaan variabel endogen secara simultan menghasilkan dugaan yang kurang memuaskan. Namun demikian, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa validasi di setiap strata relatif cukup baik, tidak banyak berbeda jika dibandingkan dengan hasil validasi total. Hasil tersebut menunjukkan bahwa walaupun model diduga untuk rumahtangga secara total, model tersebut masih relatif baik jika diterapkan menurut strata luas lahan. Oleh karena itu, pada bagian selanjutnya, simulasi model akan diterapkan berdasarkan strata luas lahan, di samping terhadap rumahtangga total. Prosedur validasi juga menghasilkan dugaan terhadap variabel-variabel endogen, seperti terlihat pada Tabel 35. Pada tabel tersebut rata-rata variabel endogen disajikan berdampingan dengan rata-rata aktualnya.
Pada tabel terlihat besaran rata-rata aktual
240 dan hasil simulasi berbeda. Perbedaan tersebut menunjukkan seberapa tepat hasil dugaan simulasi dibandingkan dengan data aktualnya. Untuk membantu memahami sejauh mana perbedaan tersebut, dapat dibantu dengan uji statistik.
241 Tabel 35. Rata-rata Aktual dan Hasil Simulasi Variabel Endogen Model Ekonomi Rumahtangga Petani Tanaman Pangan Menurut Strata Luas Lahan
Variabel* TKPD TKWD TKPL TKWL KPNFF KWNFF PURE PTSP LGARP CASHO INVUT CPANB CNPAN CPKES TABNG PRED VPROD SPU SWP SWW SWPL SWWL SPL CRUTN KONPT NTKL CASHT INVRT CREDIT NPKIM TKD TFRET HHINC TFEXP NFFIN CASHI NFINC HHEXP INPL
Lahan Sempit (n=308)
Lahan Sedang (n=316)
Aktual Simulasi Aktual Simulasi Aktual 49.96 66.65 92.94 92.85 127.30 27.51 36.06 44.22 45.44 72.80 80.12 143.10 180.00 191.00 310.40 68.04 110.20 126.00 146.10 248.10 145.30 126.20 110.90 124.30 119.00 82.46 68.17 61.75 67.84 52.05 96.29 149.10 234.10 236.70 448.70 22.79 33.84 38.47 55.96 129.40 0.40 0.57 1.36 1.54 3.96 4533.10 4781.30 7060.20 7614.60 12524.60 159.30 199.30 397.10 317.00 369.60 2586.30 2625.30 3107.40 2829.20 4130.70 530.80 585.80 774.50 675.60 1104.10 193.20 214.20 213.00 275.10 431.10 864.70 1677.50 1210.60 1685.60 2931.50 6.73 7.15 7.88 8.19 8.68 1374.20 1988.30 3710.00 4299.30 9153.40 0.82 0.74 1.21 1.14 1.48 4.23 2.15 7.29 3.43 15.61 3.95 2.77 9.31 10.52 19.88 5.23 3.75 8.08 8.07 9.14 3.09 2.86 6.43 6.78 7.04 1600.00 1902.90 949.60 953.00 678.20 4401.90 4621.50 5477.30 5230.80 8264.20 2728.10 3094.00 3434.00 3468.90 3850.40 875.30 1663.50 2135.40 2556.90 4552.60 875.30 2344.70 2135.40 3642.40 4552.60 570.60 294.40 551.90 555.60 765.00 358.80 523.10 655.20 643.30 728.60 97.04 144.90 223.10 245.20 506.40 77.47 102.70 137.20 138.30 200.10 7261.20 7875.30 10494.10 11083.40 16375.00 13174.30 13034.80 17235.10 20837.30 25799.30 1695.90 2583.50 3751.70 4204.60 8210.00 5565.30 5300.80 6742.40 6943.50 8165.00 633.40 681.20 1063.40 1085.50 2093.80 4937.30 4480.60 4319.80 4513.30 4349.70 4971.10 4890.80 6029.20 5737.90 9029.20 559.60 571.10 881.80 900.60 1730.00
* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5.
Total Rumahtangga (n=934) Simulasi Aktual Simulasi 138.70 90.22 99.47 60.35 48.22 47.31 315.30 190.50 216.60 242.00 147.50 166.20 106.60 124.90 119.00 62.39 65.35 66.14 470.00 260.10 285.50 113.80 63.56 67.92 4.22 1.91 2.11 13625.40 8045.30 8680.60 528.10 309.60 348.50 3033.90 3276.10 2830.10 729.20 803.80 663.90 356.90 279.00 282.30 1722.90 1669.00 1695.30 8.98 7.77 8.11 10633.20 4751.10 5644.80 1.48 1.17 1.12 11.87 9.05 5.82 31.41 11.06 14.91 13.64 7.49 8.50 11.56 5.53 7.08 429.90 1073.60 1091.90 6790.90 6050.00 5549.00 4229.40 3340.00 3598.40 4723.30 2524.30 2983.20 6822.80 2524.30 4272.80 1089.40 629.00 647.10 987.10 582.00 718.10 512.10 275.80 300.90 199.00 138.40 146.80 17854.80 11385.30 12278.90 42310.60 18746.00 25409.50 8410.80 4557.40 5069.70 9444.00 6827.80 7234.10 2099.50 1264.50 1289.60 4344.90 4533.20 4446.50 7977.70 6678.50 6203.90 1712.40 1057.80 1062.10
Lahan Luas (n=311)
242
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa untuk total rumahtangga jumlah variabel yang tidak berbeda nyata pada taraf nyata 10 persen atau lebih, dari 33 variabel endogen yang diduga hanya terdapat 10 variabel.
Artinya, sebagian besar variabel endogen
memiliki rata-rata berbeda antara hasil simulasi dengan data aktualnya. Pada strata lahan sempit, jumlah variabel yang secara statistik nilai rata-ratanya tidak berbeda nyata pada taraf nyata 10 persen atau lebih berjumlah 7 variabel.
Pada strata lahan sedang,
berjumlah 13 variabel, dan pada strata lahan luas sebanyak 17 variabel. Jumlah ini menunjukkan juga bahwa hasil simulasi memang berbeda dengan data aktualnya. Secara keseluruhan menunjukkan hasil yang sama dengan kriteria-kriteria validasi yang telah dijelaskan di atas. Walau hasil validasi ini kurang memuaskan, model yang dibangun akan digunakan untuk simulasi, tentunya dengan menyadari keterbatasan yang ada.