BAB III PENYELESAIAN PERKARA PERDATA NOMOR 571/Pdt. G/2003/PA. SM DI PENGADILAN AGAMA SEMARANG
A. Sejarah Pengadilan Agama Semarang 1. Cikal Bakal Berdirinya Pengadilan Agama Semarang Menurut dokumentasi Pengadilan Agama Semarang, Pengadilan Agama Semarang sebelum terbentuknya Departemen Agama bernama priesteraad atau road Agama yang bertempat di sekitar Masjid Kauman Kota Semarang. Peradilan Agama tersebut sudah berdiri sejak penjajahan Belanda. Buktinya, ditemukannya sebuah arsip tentang Peradilan Agama bernomer 30 tahun 1891 yang menggunakan tulisan Jawa. Pada tahun 1747 Semarang jatuh ke tangan Kompeni Belanda, pada tahun itu pula Pengadilan landrat didirikan. Saat itu pemerintahan yang berkuasa adalah Paku Buwono XI. Sedangkan hukum yang dipakai dalam pengadilan landrat tersebut adalah undang-undang Jawa, dengan catatan masyarakat menerima dengan baik. Sehingga, pemerintah pada tahun 1750 mengeluarkan plakat yang isinya mengambil alih perkara-perkara dulu pernah diadili oleh Pengadilan landraat yang berbunyi: “Dengan demikian, maka landraat itu menggantikan kedudukan Pengadilan perdata dulu yang pada di zaman Sultan Agung di rubah menjadi Pengadilan Serambi pada pokoknya peraturan plakat itu adalah lanjutan dari pengadilan di Mataram dengan
41
42
pengertian landraat di Semarang menggantikan Pengadilan serambi sepanjang mengenai daerah kekuasaan kompeni“1 Dari penjelasan tersebut, memberikan pengertian bahwa Pengadilan Agama Kota Semarang berdiri sejak zaman Sultan Agung berkuasa di Mataram, kemudian setelah keberadaan Pengadilan Agama sudah mantap, maka Pengadilan Agama tersebut berusaha membangun gedung Pengadilan Agama Semarang di Jalan Ronggolawi No 6 Semarang barat pada tanggal 17 Agustus 1978. 2. Tugas dan Wewenang Pengdilan Agama Semarang. Adapun tugas dan wewenang Pengadilan Agama Semarang ini meliputi wewenang absolut dan wewenang relatif. a. Wewenang absolut Sesuai dengan Pasal 49 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989, Secara umum tugas Pengadilan Agama Semarang adalah, memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama, antara orang orang yang beragama Islam di bidang, Perkawinan, Kewarisan, wasiat, dan Hibah yang di lakukan berdasarkan Hukum Islam, serta Wakaf dan Sodaqoh. b. Wewenang relatif Wewenang relatif adalah wewenang dalam mengadili perkara berdasarkan wilayah atau tempat domisili, di mana setiap perkara yang di ajukan harus berdasarkan wilayah hukum masing
1
Dokumentasi PA Semarang 2003.
43
masing, sehingga pengadilan tidak di perkenankan mengadili perkara di luar wilayah hukumnya . 2 Adapun wewenang relatif Pengadilan Agama Semarang adalah meliputi 16 kecamatan yaitu: Kecamatan Gayamsari, Candi Sari, Gajah Mungkur, Pedurungan, Tembalang, Banyumanik, Semarang Tengah, Semarang Utara, Semarang Timur, Semarang Barat, Genuk, Gunung Pati, Mijen, Tugu, dan Kecamatan Ngalian 3 3. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Semarang
2
M. Yahya Harahap, kedudukan, kewenangan dan acara Peradilan Agama, Jakarta: Sinar Grafika, cet. II, 2003, hlm. 202-203. 3
Data Statistik Pengadilan Agama Semarang , Tahun 2003.
44
B. Proses Penyelesaian Perkara Perdata Nomor 571/Pdt. G/2003/ PA. SM di Pengadilan Agama Semarang Proses penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Semarang, pada dasarnya adalah sebagaimana yang dipakai dalam proses penyelesaian perkara di Peradilan Umum. Hal ini telah di jelaskan dalam Pasal 54 UU. No. 7 Tahun 1989 yaitu: Bahwa hukum acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah hukum acara perdata yang berlaku dalam lingkungan Peradilan umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam UU. No. 7 tahun 1989, yang berlaku mulai sejak tanggal 29 Desember 1989. Menurut pasal di atas, hukum acara Peradilan Agama sekarang bersumber pada dua aturan, yaitu: 1. UU. Nomor. 7 tahun 1989. 2. UU yang berlaku di lingkungan Peradilan Umum. 4 Mengenai proses penyelesaian perkara Nomor 571/Pdt. G/2003/PA. SM. di mana pemohon cerai talak, telah mewakilkan pada kuasa hukumnya akan tetapi hakim menolak permohonan tersebut. Pada dasarnya hakim telah menerapkan proses penyelesaian perkara tersebut, tetapi hakim merasa kesulitan untuk upaya perdamaian, disebabkan pihak kuasa hukum pemohon tidak sanggup menghadirkan pemohon secara in person, hingga tiga kali persidangan. Adapun proses persidangan yang telah ditetapkan majelis hakim dalam persidangan di Pengadilan Agama adalah sebagai berikut: 4
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 20-21.
45
1. Pemeriksaan 2. Perdamaian 3. Replik (tanggapan penggugat terhadap jawaban tergugat) 4. Duplik (tanggapan tergugat) 5. Pembuktian dari penggugat 6. Pembuktian dari tergugat 7. Kesimpulan 8. Putusan. Dalam penyelesaian perkara Nomor 571/Pdt. G/2003/PA. SM Pengadilan Agama Semarang secara garis besarnya hanya melalui tiga tahap yaitu: tahap penerimaan perkara, tahap pemeriksaan hingga upaya perdamaian, dan tahap pelaksanaan putusan. 1. Tahap penerimaan perkara Pengadilan
Agama
mempunyai
tugas
untuk
menerima,
memeriksa, dan mengadili semua perkara yang diajukan ke padanya. Bagi seseorang yang akan mengajukan permohonan/gugatan, maka pihak pemohon/penggugat dapat mengajukan permohonannya/ gugatannya ke Pengadilan, baik secara lisan maupun tertulis. Gugatan yang diputus oleh Pengadilan Agama Semarang dengan Nomor 571/Pdt. G/2003/PA. SM. termasuk gugatan yang di lakukan secar tertulis. Adapun mengenai duduk perkaranya adalah sebagai berikut:
46
Bahwa pemohon telah mengajukan permohonan cerai talak tanggal 16 Juni 2003 yang didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama Semarang pada tanggal 17 Juni 2003 dalam register perkara Nomor 571/Pdt. G/2003/PA. SM. Dasar pemohon mengajukan surat permohonan cerai talak adalah: Bahwa pemohon dan termohon adalah suami isteri sah berdasarkan ikatan perkawinan menurut kutipan akta Nikah, Nomor 61911/X/2001 dari KUA Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus tertanggal 4 Oktober 2001: a. Bahwa dari ikatan perkawinan pada tanggal 4 Oktober 2001 pemohon dan termohon belum dikaruniai seorang putra. b. Bahwa pada saat ikatan perkawinan tanggal 4 Oktober 2001 pemohon dan termohon sudah berusia lanjut yaitu pemohon berusia 65 tahun sedangkan termohon berusia 60 tahun. c. Bahwa setelah menikah pemohon dan termohon memiliki kediaman perkawinan di Jalan Gergaji II No. 39 B Kota Semarang d. Bahwa setelah menikah pemohon dan termohon sering berselisih. Mulanya perselisihan dapat dijernihkan bahkan masing-masing saling menjelaskan dan dapat dimengerti oleh masing-masing, akan tetapi seringnya berselisih, masing-masing sudah jenuh atau bosan terhadap penyelesaian. e. Bahwa seringnya berselisih, harapan akan hidup rukun dalam rumah tangga sudah tidak ada lagi sehingga termohon meninggalkan tempat
47
kediaman perkawinan sejak bulan Desember 2002, selanjutnya menetap tinggal di Desa Sidomulyo Kecamatan Jekulo/Bareng Kabupaten
Kudus,
sebelum
meninggalkan
tempat
kediaman
perkawinan, termohon berpesan kepada pehomon, tidak keberatan untuk dicerai. f. Bahwa dari uraian tersebut di atas sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Pasal 116 huruf f maka terdapat cukup alasan hukum dan kenyataan bagi pemohon untuk menuntut putusnya ikatan perkawinan dengan termohon karena perceraian. g. Bahwa karena permohonan perceraian ini adalah sangat beralasan menurut hukum, maka karenanya majelis hakim Pengadilan Agama Kota Semarang haruslah berkenan mengabulkan permohonan ini dan mengijinkan pemohon untuk mengucapkan ikrar talak. Berdasarkan semua uraian tersebut di atas dengan kerendahan hati kuasa hukum pemohon, mohon kepada Bapak Ketua Pengadilan Agama Semarang sudi kiranya berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut: a. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya b. Mengizinkan pemohon mengucapkan ikrar talak terhadap termohon. c. Menetapkan biaya perkara menurut hukum, atau Apabila Pengadilan Agama Semarang berpendapat lain, mohon keadilan yang seadiladilny ex aequo et bono.
48
Selanjutnya
karena
syarat
permohonan
pemohon
telah
memenuhi syarat untuk di terima, maka setelah pemohon membayar ongkos biaya perkara, biaya panggilan dan lain lain yang tercantum dalam surat kuasa untuk membayar (SKUM). Selanjutnya surat permohonan tersebut di terima oleh PA Semarang, kemudian oleh Kepala Urusan Kepanitraan di adakan pengecekan kelengkapannya . Berkas perkara yang sudah lengkap tersebut, oleh Panitera diserahkan kepada Ketua Pengadilan Agama Semarang, Kemudian setelah di catat dalam catatan Khusus, Ketua Pengadilan Agama Semarang mengeluarkan Penetapan Penunjukan majlis hakim. Adapun majlis hakim yang di tunjuk adalah : Drs Achmad Harun Shofa SH (Sebagai ketua majlis ) Dra Hj. Muliany H, SH. MH. (Sebagai hakim anggota) dan Drs Masduki (Sebagai hakim anggota). Hakim yang telah di tetapkan lalu menentukan Penetapan Hari Sidang (PHS) yaitu tanggal 10 Juli 2003 dengan ketentuan bahwa pemeriksaan perkara tersebut akan dilangsungkan. Kemudian melalui juru relas, Pengadilan Agama melaksanakan panggilan terhadap para pihak yang berperkara, dan surat untuk pemohon tersebut telah di terima dan di tandatangani oleh pemohon sendiri, selanjutnya di kuasakan oleh kuasa hukumnya, kemudian kuasa hukumnya bersedia untuk hadir dalam persidangan tersebut.
49
2. Tahap Pemeriksaan Hingga Upaya Perdamaian Pengadilan Agama Semarang memulai memeriksa perkara Nomor 571 /Pdt. G/2003/PA. SM pada tanggal 10 Juli 2003 yang dimulai dengan tahap pemeriksaan perkara. Setelah persidangan dibuka, majlis hakim menyatakan persidangan ini terbuka untuk umum. Para pihak yang berperkara yaitu pemohon yang diwakilkan oleh Sujono Astro, S. H selaku kuasa hukumnya dan termohon yang hadir sendiri dalam persidangan. Kemudian guna untuk upaya perdamaian, maka majlis hakim menganjurkan damai antara pihak yang berperkara, sebab bagaimanapun juga bahwa anjuran damai pada permulaan sidang adalah bersifat mutlak/wajib dilakukan. Akan tetapi pemohon melalui kuasa hukumnya, tetap mempertahankan surat permohonan tersebut serta tidak ada perubahan. Selanjutnya hakim mengajukan pertanyaan-pertanyaan serta meminta kepada pemohon dan termohon untuk menjelaskan duduk perkaranya. Kemudian
setelah
majlis
hakim bermusyawah,
dan
mempertim-bangkan duduk perkaranya, maka majlis hakim sepakat untuk menunda persidangan tersebut sampai tanggal 21 Agustus 2003, dengan perintah kepada kuasa hukum pemohon untuk menghadirkan pemohon secara in person pada persidangan. Namun, pada persi-dangan tanggal 21 Agustus tersebut, kuasa hukum pemohon tidak dapat menghadirkan pemohon secara in person, dengan alasan yang tidak dibenarkan oleh undang-undang
50
Pada sidang kedua: yaitu tanggal 4 September 2003 pemohon diwakili oleh kuasa hukumnya, sedangkan termohon hadir sendiri di persidangan. Atas pertanyaan majlis hakim, termohon bersedia di cerai serta tidak keberatan atas permohonan cerai di Pengadilan Agama Semarang. Karena pihak kuasa hukum pemohon tidak dapat memenuhi perintah majlis hakim untuk menghadirkan pemohon secara in person, untuk mengetahui alasan dari pemohon secara langsung, maka majlis hakim menunda persidangan tersebut hingga tanggal 18 September 2003 dengan perintah bahwa kuasa hukumnya harus menghadirkan pemohon secara in person. Pada sidang ketiga: yaitu tepatnya tanggal 18 September 2003 sebagaimana sidang pertama dan kedua pemohon di suruh untuk menghadirkan pemohon secara in person. Akan tetapi kuasa hukumnya juga tetap tidak dapat menghadirkan pemohon secara in person bahkan terkesan pemohon dan kuasanya tidak bersungguh sungguh dalam berperkara, dan mengabaikan majelis hakim. Oleh karena itu majelis hakim menimbang, bahwa dengan tidak hadirnya pemohon in person majelis hakim kesulitan untuk upaya perdamaian pada kedua belah pihak sebagaimana pasal 130 HIR jo pasal 82 ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
51
3. Tahap Pelaksanaan Putusan Setelah Pengadilan Agama Semarang menerima dan memeriksa perkara permohonan cerai talak yang diwakilkan oleh kuasa hukumnya, maka Pengadilan Agama Semarang menetapkan: d. Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima (niet ontvant kelijk verklaard) e. Membebankan biaya perkara kepada pemohon yang hingga kini diperhitungkan sebesar Rp 216. 000, 00 (dua ratur enam belas ribu rupiah). Demikianlah putusan itu dijatuhkan di Pengadilan Agama Semarang pada Hari Kamis tanggal 2 Oktober 2003 Masehi bertepatan dengan Tanggal 6 Sya’ban 1424 Hijriyah, Adapun hakim yang memutus perkara tersebut adalah: Drs. Achmad Harun Shofa, S. H, sebagai (Hakim ketua), Drs. Masduqi, S. H, dan Dra. Hj. A. Muliany H. , S. H. , M. H, masing-masing sebagai (Hakim anggota), dan putusan tersebut pada hari itu juga diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh ketua majelis dan dibantu oleh Wiryanto, S. H, M. Hum. , sebagai Panitera.
C. Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Agama Semarang Nomor 571/ Pdt. G/2003/PA. SM Dalam Peradilan Perdata, tugas hakim ialah mempertahankan tata hukum perdata (burgerlijke rechtsorde), menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara.
52
Berhubung dengan tugas tersebut, oleh para ahli hukum dipersoalkan, seberapa jauh hakim harus mengejar kebenaran (iraarhaid) di dalam proses. 5 Oleh karena itu hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan memutuskannya. Ditegaskan pula bahwa agar supaya Pengadilan dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, yaitu memberikan putusan yang sematamata berdasarkan kebenaran keadilan dan kejujuran, maka tidak dapat dibenarkan
adanya
tekanan-tekanan
atau
pengaruh
dari
luar
yang
menyebabkan para hakim tidak bebas lagi dalam mengambil keputusan yang seadil-adilnya. Dalam hal memberikan keputusan seorang hakim tidak boleh memihak kepada salah satu di antara orang yang berperkara, bersifat bebas dan tidak pula terpengaruh oleh pemerintah. Di samping itu seorang hakim wajib pula menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang ada dalam agama, dan masyarakat, apalagi hakim di Pengadilan Agama, yang menangani tentang kasus-kasus perceraian, maka dalam hal ini hakim wajib dituntut untuk menerapkan asas hukum yang sebenarnya, sebab kesalahan hakim adalah merupakan petaka bagi hakim sendiri maupun pihak yang telah
5
R. Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri Jakarta, Jakarta: Pradya Paramita, Cet. ke-14, 2000, hlm. 13.
53
dirugikannya, yang pada akhirnya harus dipertanggungjawabkan, baik di dunia maupun di akhirat.6 Dalam praktek di Pengadilan Agama Semarang, tentang perkara penolakan bagi pemohon cerai talak yang mewakilkan pada kuasanya, dalam hal ini hakim Pengadilan Agama Semarang telah berupaya semaksimal mungkin, untuk menyelesaikan perkara tersebut. Akan tetapi pihak pemohon yang diwakili oleh kuasa hukumnya, diminta hakim untuk menghadirkan pihak pemohon secara in person, sampai tiga kali persidangan, tetapi kuasa hukumnya sama sekali tidak dapat menghadirkan di muka persidangan. Padahal hakim sangat membutuhkan kehadiran pemohon In person, guna didengar kesaksiannya. Maka majlis hakim menganggap bahwa pihak pemohon dan kuasa hukumnya dianggap tidak bersungguh-sungguh. Dalam memberikan pertimbangan hukum suatu putusan ini, hakim Pengadilan Agama semarang memulai dengan kalimat “tentang hukumnya “ yang memuat : 1. Gambaran tentang bagaimana hakim dalam mengkwalifisir yaitu mencari dan menemukan hukum yang harus di terapkan pada suatu fakta atau kejadian. 2. Penilaian tentang fakta-fakta yang diajukan. 3. Pertimbangan hakim secara Kronologis dan rinci setiap item, baik dari pihak tergugat maupun penggugat.
6
Wawancara dengan Drs. Jufri Suyanto Ketua Panitera Pengadilan Agama Semarang, tanggal 28 Juni 2004.
54
4. Dasar hukum yang di gunakan hakim dalam menilai fakta dan memutus perkara, baik hukum tertulis maupun hukum tak tertulis.7 Adapun pertimbangan hukum hakim Pengadilan Agama Semarang adalah: 1. Bahwa majlis hakim telah memerintahkan kuasa hukum pemohon untuk menghadirkan pemohon materiil hingga tiga kali untuk hadir menghadap di persidangan, akan tetapi kuasa hukum pemohon tidak pernah dapat menghadirkan pemohon di persidangan-persidangan. 2. Menimbang bahwa oleh karena itu majelis hakim tidak dapat memenuhi asas hukum untuk mendamaikan para pihak berperkara, sebagaimana maksud pasal 130 HIR jo. Pasal 82 ayat (1) dan (2) Undang–undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 3. Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas majlis hakim berpendapat bahwa pemohon materiil tidak bersungguhsungguh dalam berperkara dan mengabaikan perintah majlis hakim untuk selanjutnya majlis hakim menyatakan tidak menerima permohonan tersebut. 4. Menimbang bahwa berdasarkan pasal 89 Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, maka biaya perkara dibebankan kepada pemohon, untuk selanjutnya maka Pengadilan Agama mengadili dan menyatakan bahwa permohonan pemohon tidak dapat diterima (niet ontvantkelijk verklaard), serta membebankan biaya perkara kepada 7
A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yokyakarta: Puataka Pelajar, 1996, hlm. 3.
55
pemohon yang hingga kini diperhitungkan sebesar Rp 216. 000, 00 (dua ratus enam belas ribu rupiah).
D. Dasar Hukum Hakim Pengadilan Agama Semarang dalam Perkara Nomor 571/Pdt. G/2003/PA. SM Dasar hukum setiap putusan berisi tentang dasar hukum hakim dalam memutus perkara. Karena Pengadilan Agama adalah pengadilan Khusus, maka dasar untuk memperkuat putusan adalah segala peraturan perundang-undangan Negara yang berlaku, relevan, di susun menurut urutan derajatnya dan urutan tahun terbitnya, lalu dasar hukum Islamnya atau hukum tidak tertulis lainya. Untuk lebih kongkritnya penyusun kemukakan dasar hukum yang di pakai oleh hakim dalam memutus perkara Nomor 571/Pdt. G/2003/PA. SM, Tentang penolakan bagi pemohon cerai talak yang mewakilkan pada kuasanya. Permasalahan dalam perkara ini adalah bahwa kuasa hukum tidak pernah dapat menghadirkan pemohon secara In person hingga tiga kali persidangan, sehingga majelis hakim tidak dapat memenuhi asas hukum untuk mendamaikan para pihak yang berperkara. Dasar hukum hakim dalam memutus perkara tersebut adalah Pasal 130 HIR jo. Pasal 82 ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. yaitu:
56
1. Jika pada hari yang ditentukan itu, kedua belah pihak datang, maka Pengadilan
Negeri
dengan
pertolongan
ketua
mencoba
untuk
mendamaikan mereka. 2. Jika perdamaian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperkuat sebuah surat (akta) tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menepati perjanjian yang dibuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa. 3. Keputusan yang demikian tidak diizinkan banding. 4. Jika pada waktu mereka akan memperdamaikan kedua belah pihak, perlu dipakai seorang juru bahasa, maka peraturan pasal yang berikut dituruti untuk itu. Kemudian dasar pertimbangan berikutnya adalah sebagaimana pasal 82 ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagai berikut: 1. Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak. 2. Dalam sidang perdamaian tersebut, Suami Istri harus datang secara pribadi kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar Negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat di wakili oleh kuasanya yang secara khusus di kuasakan untuk itu Demikianlah
putusan
Pengadilan
Agama
Semarang
beserta
pertimbangan dan dasar hukumnya. Putusan tersebut dijatuhkan pada hari Kamis tanggal 2 Oktober 2003 Masehi bertepatan dengan tanggal 6 Sya’ban
57
1424 Hijriyah. Hakim yang mengadili perkara tersebut, yaitu Drs. Achmad Harun Shofa, S. H sebagai hakim ketua, sedangkan hakim anggotanya adalah: Drs. Masduqi, S. H, dan Dra. Hj. A. Muliany H. , S. H. , MH. Dan putusan tersebut pada hari itu juga diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh ketua majelis, serta sebagai Panitera Pengganti adalah Wiryanto, SH, M. Hum.