PPOK
(Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
Diagnosis dan Penatalaksanaan
EDISI BUKU LENGKAP, JULI 2011 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
1
PPOK
(Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
Diagnosis dan Penatalaksanaan
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) EDITOR TIM KELOMPOK POKJA PPOK Budhi Antariksa Susanthy Djajalaksana Pradjnaparamita Joko Riyadi Faisal Yunus Suradi Dianiati Kusumo Sutoyo Wiwien Heru Wiyono Ida Bagus Ngurah Rai
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
2
PPOK
(Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
Diagnosis dan Penatalaksanaan
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) TIM KELOMPOK KERJA PPOK Ketua: Budhi Antariksa, Anggota: Adlan N. L. Sitompul, Alexander K Ginting, Azril Hasan, Benjamin Y. Tanuwihardja, Bobby Drastyawan, Daniel Maranatha, Dewi Wahyu Fitrina, Dianiati Kusumo Sutoyo, Dwi Hartanto, Faisal Yunus, Ida Bagus Ngurah Rai, Hadiarto Mangunnegoro, I Nyoman Nama Putra, Iswanto, Joko Riyadi, Joni Anwar, Muhammad Amin, Nur Aida, Pradjnaparamita, Reviono, Rita Rogayah, Santi Rahayu, Suradi, Susanthy Djajalaksana, Taufik, Tamsil Syafiuddin, Wiwien Heru Wiyono, Yusrizal Chan ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
3
Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan dalam bentuk apapun tanpa seijin penulis dan penerbit. Diterbitkan pertama kali oleh: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Jakarta, 2002 Revisi pertama (Edisi Buku Lengkap), Juli 2011 ISBN 978-979-96614-9-4
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
4
BAB I DEFINISI Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap individu. PPOK seringkali timbul pada usia pertengahan akibat merokok dalam waktu yang lama. PPOK sendiri juga mempunyai efek sistemik yang bermakna sebagai petanda sudah terdapat kondisi komorbid lainnya. Dampak ppok pada setiap individu tergantung derajat keluhan (khususnya sesak dan penurunan kapasitas latihan), efek sistemik dan gejala komorbid lainnya. Hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh derajat keterbatasan aliran udara. Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena: Emfisema merupakan diagnosis patologik Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis Selain itu keduanya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam saluran napas.
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
5
BAB II PERMASALAHAN DI INDONESIA Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyebabnya antara lain meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK; semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda; serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia, dan tahun 2002 menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (WHO, 2002). Di negara Amerika Serikat dibutuhkan dana sekitar 18 miliar US$ setahun untuk penatalaksanaan PPOK dan biaya tak langsung sebesar 14 miliar US$, dengan jumlah pasien sebanyak 16 juta orang dan lebih dari 100 ribu orang meninggal. The Asia Pacific COPD Round Table Group memperkirakan, jumlah penderita PPOK sedang hingga berat dinegara-negara Asia pasifik tahun 2006 mencapai 56,6 Juta penderita dengan prevalensi 6,3 %. Angka prevalensi berkisar 3,5 – 6,7%, seperti : China dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, Jepang (5,014 juta jiwa) dan Vietnam (2,068 juta jiwa) sementara di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita dengan prevalensi 5,6%. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90 % penderita PPOK adalah perokok atau mantan perokok. Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronchitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
6
Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM & PL di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakaitan (35%), diikuti asma bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%) (Depkes RI, 2004). Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001, sebanyak 54,5 % penduduk laki-laki dan 1,2% perempuan merupakan perokok, 92,0% dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok pasif (BPS, 2001). Jumlah perokok yang berisiko menderita PPOK atau kanker paru berkisar antara 20-25%. Hubungan antara rokok dengan PPOK merupakan hubungan dose response, lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar. .....Masukan dari Pneumobile.....Prof Faisal...... Seiring dengan majunya tingkat perekomian dan industri otomotif, jumlah kendaraan bermotor meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Selain mobil-mobil baru, mobil tua yang mengeluarkan gas buang yang banyak dan pekat, banyak beroperasi di jalanan. Gas buang dari kendaraan tersebut menimbulkan polusi udara. Tujuh puluh sampai delapan puluh persen pencemaran udara berasal dari gas buang kendaraan bermotor, sedangkan pencemaran udara akibat industri 20-30%. Dengan meningkatnya jumlah perokok dan polusi udara sebagai faktor risiko terhadap penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) maka diduga jumlah penyakit tersebut juga akan meningkat. Usia Harapan Hidup (UUH) di Indonesia pada tahun 1990 meningkat dari 60 tahun menjadi 68 tahun pada tahun 2006, dan apabila PPOK tidak dapat ditanggulangi dengan baik, maka UHH di Indonesia akan menjadi menurun karena perjalanan PPOK bersifat kronik dan progresif Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut, yaitu : Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 6070 %) ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
7
Pertambahan penduduk Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an Industrialisasi Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan
Di negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi, terdapat sejumlah besar penderita yang sembuh setelah pengobatan TB. Pada sebagian penderita, secara klinik timbul gejala sesak terutama pada aktiviti, radiologik menunjukkan gambaran bekas TB (fibrotik, kalsifikasi) yang minimal, dan uji faal paru menunjukkan gambaran obstruksi jalan napas yang tidak reversibel. Kelompok penderita tersebut dimasukkan dalam kategori penyakit Sindrom Obstruksi Pascatuberkulosis (SOPT). Fasiliti Pelayanan kesehatan di Indonesia yang bertumpu di Puskesmas sampai di rumah sakit pusat rujukan masih jauh dari fasiliti pelayanan untuk penyakit PPOK. Disamping itu kompetensi sumber daya manusianya, peralatan standar untuk mendiagnosis PPOK seperti sprirometri hanya terdapat di rumah sakit besar saja, sering kali jauh dari jangkauan Puskesmas. Pencatatan Departemen Kesehatan tidak mencantumkan PPOK sebagai penyakit yang dicatat. Karena itu perlu sebuah Pedoman Penatalaksanaan PPOK untuk segera disosialisasikan baik untuk kalangan medis maupun masyarakat luas dalam upaya pencegahan, diagnosis dini, penatalaksanaan yang rasional dan rehabilitasi.
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
8
BAB III FAKTOR RISIKO Identifikasi faktor risiko merupakan langkah penting dalam pencegahan dan penatalaksanaan PPOK. Meskipun saat ini pemahaman faktor risiko PPOK dalam banyak hal masih belum lengkap, diperlukan pemahaman interaksi dan hubungan antara faktor-faktor risiko sehingga memerlukan investigasi lebih lanjut. Beberapa studi longitudinal telah mengikuti populasi hingga 20 tahun, termasuk periode pra-dan perinatal yang penting dalam membentuk masa depan individu yang berisiko PPOK. Pada dasarnya semua risiko PPOK merupakan hasil dari interaksi lingkungan dan gen. Misalnya, dua orang dengan riwayat merokok yang sama, hanya satu yang berkembang menjadi PPOK, karena perbedaan dalam predisposisi genetik untuk penyakit ini, atau dalam berapa lama mereka hidup. Status sosial ekonomi dapat dihubungkan dengan berat badan lahir anak yang dapat berdampak pada pertumbuhan dan pengembangan paru. Dengan demikian beberapa hal yang berkaitan dengan risiko timbulnya PPOK sampai saat ini dapat disimpulkan pada tabel dibawah ini: Tabel 1. Risiko PPOK 1. Asap rokok 2. Polusi udara Dalam ruangan Diluar ruangan 3. Stres oksidatif 4. Gen 5. Tumbuh kembang paru 6. Sosial ekonomi
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
9
1.
Asap rokok Kebiasaan merokok adalah satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Asap rokok mempunyai prevalensi yang tinggi sebagai penyebab gejala respirasi dan gangguan fungsi paru. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa terdapat rerata penurunan VEP1. Angka kematian pada perokok mempunyai nilai yang bermakna dibandingkan dengan bukan perokok. Perokok dengan pipa dan cerutu mempunyai morbiditi dan mortaliti lebih tinggi dibandingkan bukan perokok, tetapi masih lebih rendah jika dibandingkan dengan perokok sigaret. Tipe lain dari jenis rokok yang populer di berbagai negara tidak dilaporkan. Risiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok pertahun dan lamanya merokok ( Indeks Brinkman ) Tidak semua perokok berkembang menjadi PPOK secara klinis, karena dipengaruhi oleh faktor risiko genetik setiap individu. Perokok pasif (atau dikenal sebagai environmental tobacco smokeETS) dapat juga memberi kontribusi terjadinya gejala respirasi dan PPOK, dikarenakan terjadinya peningkatan jumlah inhalasi pertikel dan gas. Merokok selama kehamilan dapat berisiko terhadap janin, mempengaruhi tumbuh kembang paru di uterus dan dapat menurunkan sistem imun awal. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan : a. Riwayat merokok Perokok aktif Perokok pasif Bekas perokok b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun : Ringan : 0-200 Sedang : 200-600 Berat : > 600
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
10
Asap rokok merupakan penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya Identifikasi merokok sebagai faktor risiko yang paling biasa ditemui untuk PPOK telah menyebabkan penggabungan program berhenti merokok sebagai elemen kunci dari pencegahan PPOK, serta intervensi penting bagi pasien yang sudah memiliki penyakit. 2.
Polusi udara
Berbagai macam partike dan gas yang terdapat di udara sekitar dapat menjadi penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam partikel akan memberikan efek yang berbeda terhadap timbulnya dan beratnya PPOK. Agar lebih mudah mengidentifikasi partikel penyebab, polusi udara terbagi menjadi :
Polusi di dalam ruangan Asap rokok Asap kompor Polusi di luar ruangan Gas buang kendaraan bermotor Debu jalanan Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
Polusi di dalam ruangan. Kayu, serbuk gergaji, batu bara dan minyak tanah yang merupakan bahan bakar kompor menjadi penyebab tertinggi polusi di dalam ruangan. Kejadian polusi di dalam ruangan dari asap kompor dan pemanas ruangan dengan ventilasi kurang baik merupakan faktor risiko terpenting timbulnya PPOK, terutama pada perempuan di negara berkembang (Case control studies). Hampir 3 milyar penduduk dunia memakai biomass dan batubara sebagai sumber utama energi untuk memasak, pemanas ruangan, dan keperluan rumah tangga lainnya, sehingga populasi yang berisiko menjadi sangat banyak. Polusi di dalam ruangan memberikan risiko lebih besar terjadinya PPOK dibandingkan dengan polusi sulfat atau gas buang kendaraan. ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
11
Bahan bakar biomass yang digunakan oleh perempuan untuk memasak sehingga meningkatkan prevalensi PPOK pada perempuan bukan perokok di Asia dan Afrika. Polusi di dalam ruangan diperkirakan akan membunuh 2 juta perempuan dan anak-anak setiap tahunnya (GOLD, 2010) Polusi di luar ruangan Tingginya polusi udara dapat menyebabkan gangguan jantung dan paru. Mekanisme polusi di luar ruangan seperti polutan di atmosfer dalam waktu lama sebagai penyebab PPOK belum jelas, tetapi lebih kecil prevalensinya jika dibandingkan dengan pajanan asap rokok. Efek relatif jangka pendek, puncak pajanan tertinggi dalam waktu lama dan pajanan tingkat rendah adalah pertanyaan yang harus dicari solusinya. 3.
Stres oksidatif Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan eksogen dari polutan dan asap rokok. Oksidan intraseluler (endogen) seperti derivat elektron mitokondria transpor termasuk dalam mekanisme seluler signaling pathway. Sel paru dilindungi oleh oxydative chalenge yang berkembag secara sistem enzimatik atau non enzimatik. Ketika keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah bentuk, misalnya ekses oksidan dan atau deplesi antioksidan akan menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan aktifitas molekuler sebagai awal inflamasi paru. Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan memegang peranan penting pada patogenesi PPOK.
3.
Infeksi saluran napas bawah berulang Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas PPOK. Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi jalan napas, berperan secara bermakna menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak akan menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatkan gejala respirasi pada saat dewasa.
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
12
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan penyebab keadaaan ini, karena seringnya kejadian infeksi berat pada anak sebagai penyebab dasar timbulnya hiperesponsif jalan napas yang merupakan faktor risiko pada PPOK. Pengaruh berat badan lahir rendah akan meningkatkan infeksi viral yang juga merupakan faktor risiko PPOK. Kebiasaan merokok berhubungan dengan kejadian emfisema. Riwayat infeksi tuberkulosis berhubungan dengan obstruksi jalan napas pada usia lebih dari 40 tahun. 4.
Sosial ekonomi Sosial ekonomi sebagai faktor risiko terjadinya PPOK belum dapat dijelaskan secara pasti. Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan, pemukinan yang padat, nutrisi yang jelek, dan faktor lain yang berhibungan dengan status sosial ekonomi kemungkinan dapat menjelaskan hal ini. Peranan nutrisi sebagai faktor risiko tersendiri penyebab berkembangnya PPOK belum jelas. Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan ketahanan otot respirasi, karena penurunan masa otot dan kekuatan serabut otot. Kelaparan dan status anabolik/katabolik berkembang menjadi empisema pada percobaan binatang. CT scan paru perempuan dengan kekurangan nutrisi akibat anoreksia nervosa menunjukkan seperti empisema.
5.
Tumbuh kembang paru Pertumbuhan paru ini berhubungan dengan proses selama kehamilan, kelahiran, dan pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru seseorang adalah risiko untuk terjadinya PPOK. Studi metaanalias menyatakan bahwa berat lahir mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.
6.
Asma Asma kemungkinan sebagai faktor risiko terjadinya PPOK, walaupun belum dapat disimpulkan. Pada laporan “The Tucson Epidemiological Study” didapatkan bahwa orang dengan asma 12 kali lebih tinggi risiko terkena PPOK daripada bukan asma meskipun telah berhenti merokok. Penelitian lain 20% dari asma akan
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
13
berkembang menjadi PPOK dengan ditemukannya obstruksi jalan napas ireversibel. 7.
Gen PPOK adalah penyakit poligenik dan contoh klasik dari interaksi gen-lingkungan. Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan alpha-1 antitrypsin sebagai inhibitor dari protease serin. Sifat resesif ini jarang, paling sering dijumpai pada individu origin Eropa Utara. Ditemukan pada usia muda dengan kelainan emphysema panlobular dengan penurunan fungsi paru yang terjadi baik pada perokok atau bukan perokok dengan kekurangan alpha-1 antitripsin yang berat. Banyak variasi individu dalam hal beratnya emfisema dan penurunan fungsi paru. Meskipun kekurangan -1 antitrypsin yang hanya sebagian kecil dari populasi di dunia, hal ini menggambarkan adanya interaksi antara gen dan pajanan lingkungan yang menyebabkan PPOK. Gambaran di atas menjelaskan bagaimana faktor risiko genetik berkontribusi terhadap timbulnya PPOK. Risiko obstruksi aliran udara yang di turunkan secara genetik telah diteliti pada perokok yang mempunyai keluarga dengan PPOK berat. Hasil penelitian menunjukkan keterkaitan bahwa faktor genetik mempengaruhi kerentanan timbulnya PPOK. Telah diidentifikasi kromosom 2q7 terlibat dalam patogenesis PPOK, termasuk TGF-1, mEPHX1dan TNF. Gen-gen di atas banyak yang belum pasti kecuali kekurangan alpha1 antitrypsin.
Faktor risiko PPOK mungkin juga dihubungkan dengan cara yang lebih kompleks, karena harapan hidup manusia yang menjadi lebih lama, memungkinkan terjadinya paparan seumur hidup yang lebih besar terhadap berbagai faktor risiko.
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
14
BAB IV PATOGENESIS DAN PATOLOGI Inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya lainnya menyebabkan inflamasi di saluran napas dan paru seperti yang terlihat pada pasien PPOK. Respon inflamasi abnormal ini menyebabkan kerusakan jaringan parenkim yang mengakibatkan emfisema), dan mengganggu mekanisme pertahanan yang mengakibatkan fibrosis saluran napas kecil. Perubahan patologis menyebabkan udara perangkap dan keterbatasan aliran udara progresif. Sebuah gambaran singkat berikut memperlihatkan perubahan patologis dalam PPOK, mekanisme mereka seluler dan molekuler, dan bagaimana mendasari kelainan fisiologis dan gejala karakteristik penyakit. PATOGENESIS Inflamasi saluran napas pasien PPOK merupakan amplifikasi dari respon inflamasi normal akibat iritasi kronis seperti asap rokok. Mekanisme untuk amplifikasi ini belum dimengerti, kemungkinan disebabkan faktor genetik. Beberapa pasien menderita PPOK tanpa merokok, respon inflamasi pada pasien ini belum diketahui. Inflamasi paru diperberat oleh stres oksidatif dan kelebihan proteinase. Semua mekanisme ini mengarah pada karakteristik perubahan patologis PPOK.
Gambar 1. Patogenesis PPOK
(Dikutip dari Gold 2010)
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
15
Sel inflamasi PPOK ditandai dengan pola tertentu peradangan yang melibatkan neutrofil, makrofag, dan limfosit. Sel-sel ini melepaskan mediator inflamasi dan berinteraksi dengan sel-sel struktural dalam saluran udara dan parenkim paru-paru. Tabel 2. Sel inflamasi pada PPOK Neutrofil: meningkat dalam dahak perokok. Peningkatan neutrofil pada PPOK sesuai dengan beratnya penyakit. Neutrofil ditemukan sedikit pada jaringan. Keduanya mungkin berhubungan dengan hipersekresi lendir dan pelepasan protease. Makrofag: banyak ditemukan di lumen saluran napas, parenkim paru dan cairan bronchoalveolar lavage (BAL). Berasal dari monosit yang mengalami diferensiasi di jaringan paru. Makrofag meningkatkan mediator inflamasi dan protease pada pasien PPOK sebagai respon terhadap asap rokok dan menunjukkan fagositosis yang tidak sempurna. Limfosit T: sel CD4+ dan CD8+ meningkat pada dinding saluran napas dan parenkim paru, dengan peningkatan rasio CD8+: CD4+. Peningkatan sel T CD8+ (Tc1) dan sel Th1 yang mensekresikan interferon- dan mengekspresikan reseptor kemokin CXCR3, mungkin merupakan sel sitotoksik untuk sel-sel alveolar yang berkontribusi terhadap kerusakan alveolar. Limfosit B meningkat dalam saluran napas perifer dan folikel limfoid sebagai respon terhadap kolonisasi kuman dan infeksi saluran napas Eosinofil meningkat di dalam sputum dan dinding saluran napas selama eksaserbasi. Sel epitel: mungkin diaktifkan oleh asap rokok sehingga menghasilkan mediator inflamasi. (Dikutip dari Gold 2010)
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
16
Mediator inflamasi Berbagai macam mediator inflamasi yang telah terbukti meningkat pada pasien PPOK menarik sel inflamasi dari sirkulasi (faktor kemotaktik), menguatkan proses inflamasi (sitokin pro inflamasi), dan mendorong perubahan struktural (faktor pertumbuhan). Tabel 3. Mediator inflamasi dalam PPOK Faktor kemotaktik: • Lipid mediator: misalnya, leukotriene B4 (LTB4) menarik neutrofil dan limfosit T • Kemokin: misalnya, interleukin-8 (IL-8) menarik neutrofil dan monosit. Sitokin proinflamasi: misalnya tumor necrosis factor- (TNF-), IL-1, dan IL-6 memperkuat proses inflamasi dan berkontribusi terhadap efek sistemik PPOK. Faktor pertumbuhan: misalnya, TGF-ß dapat menyebabkan fibrosis pada saluran napas perifer. (Dikutip dari Gold 2010)
Stres oksidatif Stres oksidatif dapat menjadi mekanisme penguatan penting dalam PPOK. Biomarker stres oksidatif (misalnya, peroksida hidrogen, 8-isoprostan) meningkat dalam dahak, kondensat hembusan napas dan sirkulasi sistemik pada pasien PPOK. Stres oksidatif lebih lanjut meningkat pada eksaserbasi. Oksidan yang dihasilkan oleh asap rokok dan partikulat yang dihirup lainnya yang dilepaskan dari sel-sel inflamasi ( seperti makrofag dan neutrophil ) diaktifkan. Mungkin juga ada penurunan antioksidan endogen pada pasien PPOK.
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
17
Stres oksidatif memiliki beberapa konsekuensi yang merugikan di paru, termasuk aktivasi gen inflamasi, inaktivasi antiproteases, stimulasi sekresi lendir, dan stimulasi eksudasi plasma meningkat. Banyak dari efek samping dimediasi oleh peroxynitrite, yang dibentuk melalui interaksi antara anion superoksida dan oksida nitrat. Oksida nitrat yang dihasilkan oleh sintase oksida nitrat induktif, terdapat pada saluran udara perifer dan parenkim paru pasien PPOK. Stres oksidatif juga dapat mencakup pengurangan dalam kegiatan histone deacetylase pada jaringan paru dari pasien PPOK, yang dapat menyebabkan peningkatan ekspresi gen inflamasi dan juga pengurangan tindakan anti-inflamasi glukokortikosteroid. Tabel 4. Protease dan
Antiproteases pada PPOK
Peningkatan Protease Serin protease Neutrofil elastase Cathepsin G Proteinase 3
Penurunan Antiprotease Alpha-1 antitrypsin Alpha-1 antichymotrypsin Sekretori leukoprotease inhibitor Elafin
Sistein proteinase B Cathepsins, K, L, S
Cystatins
Matrix metaloproteinase (MMPs) MMP-8, MMP-9, MMP-12
Tissue inhibitor of MMP 1-4 (TIMP1-4) (Dikutip dari Gold 2010)
Ketidakseimbangan protease-Antiprotease Ada bukti kuat mengenai ketidakseimbangan protease dan antiprotease pasien PPOK, yaitu protease yang memecah komponen jaringan ikat dan antiproteases yang melindunginya. Beberapa protease, berasal dari sel inflamasi dan sel epitel, yang meningkat pada pasien PPOK. Proteasemediated perusakan elastin, komponen jaringan utama penghubung dalam parenkim paru-paru, adalah faktor penting dari emphysema dan kemungkinan tidak dapat diubah
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
18
PATOLOGI Perubahan patologis karakteristik PPOK ditemukan di saluran napas proksimal, saluran napas perifer, parenkim dan vascular paru. Perubahan patologis akibat inflamasi kronis terjadi karena peningkatan sel inflamasi kronis di berbagai bagian paru yang menimbulkan kerusakan dan perubahan struktural akibat cedera dan perbaikan berulang. Secara umum, perubahan inflamasi dan struktural saluran napas akan tetap berlangsung sesuai dengan beratnya penyakit walaupun sudah berhenti merokok. Tabel 5. Perubahan patologis pada PPOK Saluran napas proksimal (trakea, bronkus diameter > 2 mm) Sel inflamasi: makrofag , limfosit T CD8 + (sitotoksik) , sedikit neutrofil atau eosinofil Perubahan struktural: sel goblet , pembesaran kelenjar submukosa (keduanya menyebabkan hipersekresi lendir) metaplasia sel epitel skuamosa Saluran napas perifer (bronkiolus diameter < 2 mm) Sel inflamasi: makrofag, limfosit T (CD8 +> CD4 +), limfosit B, folikel limfoid, fibroblas, sedikit neutrophils atau eosinofil. Parenkim paru (bronchioles pernapasan dan alveoli) Sel inflamasi: makrofag, limfosit T CD8+ . Perubahan struktural: kerusakan dinding alveolus, apoptosis sel epitel dan endotel • Emfisema sentrilobular: dilatasi dan kerusakan bronkiolus; paling sering terlihat pada perokok • Emfisema panacinar: perusakan alveolus dan bronkiolus; paling sering terlihat pada kekurangan -1 antitrypsin Pembuluh darah paru Sel inflamasi: makrofag, limfosit T Perubahan struktural: penebalan intima, disfungsi sel endotel, penebalan otot polos (hipertensi pulmonal). (Dikutip dari Gold 2010)
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
19
PATOFISIOLOGI Saat ini telah diketahui dengan jelas tentang mekanisme patofisiologis yang mendasari PPOK sampai terjadinya gejala yang karakteristik. Misalnya penurunan FEV1 yang terjadi disebabkan peradangan dan penyempitan saluran napas perifer, sementara transfer gas yang menurun disebabkan kerusakan parenkim yang terjadi pada emphysema.
Gambar 2. Patofisiologi PPOK
(Dikutip dari: Rahman, Oxidative Stress, 2005)
Keterbatasan Aliran Udara dan Air Trapping Tingkat peradangan, fibrosis, dan eksudat luminal dalam saluran udara kecil berkorelasi dengan penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC. Penurunan FEV1 merupakan gejala yang khas pada PPOK, obstruksi jalan napas perifer ini menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan hiperinflasi. Meskipun emfisema lebih dikaitkan dengan kelainan pertukaran gas dibandingkan dengan FEV1 berkurang, hal ini berkontribusi juga pada udara yang terperangkap yang terutama terjadi pada alveolar. Ataupun saluran napas kecil akan menjadi hancur ketika penyakit menjadi lebih parah. ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
20
Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas residual fungsional, khususnya selama latihan (bila kelainan ini dikenal sebagai hiperinflasi dinamis), yang terlihat sebagai dyspnea dan keterbatasan kapasitas latihan. Hiperinflasi yang berkembang pada awal penyakit merupakan mekanisme utama timbulnya dyspnea pada aktivitas. Bronkodilator yang bekerja pada saluran napas perifer mengurangi perangkap udara, sehingga mengurangi volume paru residu dan gejala serta meeningkatkan dan kapasitas berolahraga. Mekanisme Pertukaran Gas Ketidak seimbangan pertukaran gas menyebabkan kelainan hipoksemia dan hypercapnia yang terjadi karena beberapa mekanisme. Secara umum, pertukaran gasakan memburuk selama penyakit berlangsung. Tingkat keparahan emfisema berkorelasi dengan PO2 arteri dan tanda lain dari ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (VA / Q). Obstruksi jalan napas perifer juga menghasilkan ketidakseimbangan VA / Q, dan penggabungan dengan gangguan fungsi otot ventilasi pada penyakityang sudah parah akan mengurangi ventilasi, yang menyebabkan retensi karbon dioksida. Kelainan pada ventilasi alveolar dan berkurangnya pembuluh darah paru akan lebih memperburuk kelainan VA / Q. Hipersekresi lendir Hipersekresi lendir, yang mengakibatkan batuk produktif kronis, adalah gambaran dari bronkitis kronis tidak selalu dikaitkan dengan keterbatasan aliran udara. Sebaliknya, tidak semua pasien dengan PPOK memiliki gejala hipersekresi lendir. Hal ini disebabkan karena metaplasia mukosa yang meningkatkan jumlah sel goblet dan membesarnya kelenjar submukosa sebagai respons terhadap iritasi kronis saluran napas oleh asap rokok atau agen berbahaya lainnya. Beberapa mediator dan protease merangsang hipersekresi lendir melalui aktivasi reseptor faktor EGFR.
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
21
Hipertensi Paru Hipertensi paru ringan sampai sedang mungkin terjadi pada PPOK akibat proses vasokonstriksi yang disebabkan hipoksia arteri kecil pada paru yang kemudian mengakibatkan perubahan struktural yang meliputi hiperplasia intimal dan kemudian hipertrofi otot polos / hiperplasia. Respon inflamasi dalam pembuluh darah sama dengan yang terlihat di saluran udara dengan bukti terlihatnya disfungsi sel endotel. Hilangnya kapiler paru pada emfisema juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru sehingga terjadi. pulmonary hypertension yang bersifat progresif dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kanan dan akhirnya gagal jantung kanan (cor pulmonale). Gambaran Dampak Sistemik Dari beberapa laporan penelitian, ternyata pasien PPOK memberikan pula beberapa gambaran dampak sistemik, khususnya pada pasien dengan penyakit berat, hal ini berdampak besar terhadap kualitas hidup dan penyakit penyerta. Kakeksia umumnya terlihat pada pasien dengan PPOK berat. Disebabkan karena hilangnya massa otot rangka dan kelemahan sebagai akibat dari apoptosisyang meningkat dan / atau tidak digunakannya otot-otot tersebut.Pasien dengan PPOK juga mengalami peningkatan proses osteoporosis, depresi dan anemia kronis. Peningkatan konsentrasi mediator inflamasi, termasuk TNF- IL-6, dan radikal bebas oksigen dengan keturunannya, dapat beberapa efek sistemik. Peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, berkorelasi dengan peningkatan protein C-reaktif (CRP). Berikut ini adalah gambar tentang POOK dengan berbagai penyakit yg bisa berkolerasi.
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
22
Gambar 3. PPOK dengan berbagai penyakit penyerta
Dikutip dari: Lusuardi et.al, Monaldi Arch Chest Dis, 2008,69[1]: 11-7)
Eksaserbasi Eksaserbasi merupakan amplifikasi lebih lanjut dari respon inflamasi dalam saluran napas pasien PPOK, dapat dipicu oleh infeksi bakteri atau virus atau oleh polusi lingkungan. Mekanisme inflamasi yang mengakibatkan eksaserbasi PPOK, masih banyak yang belum diketahui. Dalam eksaserbasi ringan dan sedang terdapat peningkatan neutrophil, beberapa studi lainnya juga menemukan eosinofil dalam dahak dan dinding saluran napas. Hal ini berkaitan dengan peningkatan konsentrasi mediator tertentu, termasuk TNF-, LTB4 dan IL-8, serta peningkatan biomarker stres oksidatif. Pada eksaserbasi berat masih banyak hal yang belum jelas, meskipun salah satu penelitian menunjukkan peningkatan neutrofil pada dinding saluran nafas dan peningkatan ekspresi kemokin. Selama eksaserbasi terlihat peningkatan hiperinflasi dan terperangkapnya udara, dengan aliran ekspirasi berkurang, sehingga terjadi sesak napas yang meningkat. Terdapat juga memburuknya abnormalitas VA / Q yang mengakibatkan hipoksemia berat. ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
23
BAB V DIAGNOSIS Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala yang secara rinci diterangkan pada tabel 5 berikut: Tabel 6. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK Gejala Sesak yaitu:
Keterangan Progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu) Bertambah berat dengan aktivitas Persistent (menetap sepanjang hari) Dijelaskan oleh bahasa pasien sebagai "Perlu usaha untuk bernapas," Berat, sukar bernapas, terengah-engah
Batuk Kronik
Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak.
Batuk kronik berdahak:
Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan PPOK.
Riwayat terpajan factor resiko, terutama
Asap rokok. Debu dan bahan kimia di tempat kerja Asap dapur
Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri, jika salah satu indikator ini ada pada individu di atas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan diagnostik pasti, tetapi keberadaan beberapa indikator kunci meningkatkan kemungkinan diagnosis PPOK. Spirometri diperlukan untuk memastikan diagnosis PPOK.
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
24
Untuk menegakkan diagnosis PPOK secara rinci diuraikan sebagai berikut: Gambaran Klinis 1. Anamnesis Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja Riwayat penyakit emfisema pada keluarga Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara Batuk berulang dengan atau tanpa dahak Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi 2.
Pemeriksaan Fisis PPOK dini umumnya tidak ada kelainan Inspeksi Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup / mencucu) Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding) Penggunaan otot bantu napas Hipertropi otot bantu napas Pelebaran sela iga Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai Penampilan pink puffer atau blue bloater Palpasi Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar Perkusi Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah Auskultasi Suara napas vesikuler normal, atau melemah Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
25
-
Ekspirasi memanjang Bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed-lips breathing Blue bloater Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan rongki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer Pursed-lips breathing Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulutmencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yangterjadi pada gagal napas kronik. Pemeriksaan rutin 1. Faal Paru Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%). Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75% VEP1 % merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
26
Tabel 7. Pemeriksaan spirometri Persiapan Spirometer perlu di kalibrasi secara teratur. Spirometer harus menghasilkan hard copy /rekaman secara otomatis untuk mendeteksi kesalahan teknis atau untuk mengidentifikasi apakah uji sudah memenuhi syarat. Petugas yang melakukan uji spirometri perlu pelatihan untuk mendapatkan hasil yang efektif . Usaha maksimal dari pasien diperlukan dalam melaksanakan uji ini guna menghindari kesalahan diagnosis maupun manajemen. Kinerja
Spirometri harus dilakukan menggunakan teknik yang memenuhi standar Volume ekspirasi dilakukan dengan benar Rekaman harus dilakukan cukup waktu untuk mencatat suatu kurva volume/waktu yang dicapai, mungkin memerlukan waktu lebih dari 15 detik pada penyakit berat. Baik KVP maupun VEP1 harus merupakan nilai terbesar yang diperoleh dari salah satu 3 kurva dengan teknis yang benar, nilai KVP dan nilai VEP1 dalam tiga kurva harus bervariasi dengan perbedaan tidak lebih dari 5% atau 100 ml. Rasio VEP1/KVP harus diambil dari kurva yang secara teknis dapat diterima dengan nilai terbesar dari KVP maupun VEP1.
Evaluasi Pengukuran spirometri dievaluasi dengan membandingkan hasil pengukuran terhadap nilai acuan yang tepat berdasarkan usia, tinggi badan, jenis kelamin dan ras Nilai VEP1 pasca bronkodilator < 80% prediksi serta nilai VEP 1/KVP <0,70 memastikan ada hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
27
Uji bronkodilator Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <20% nilai awal dan <200 ml Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
Tabel 8. Uji bronkodilator pada PPOK Persiapan Uji harus dilakukan ketika pasien secara klinis stabil dan bebas dari infeksi pernapasan. Pasien sebaiknya tidak menggunakan bronkodilator inhalasi kerja cepat enam jam sebelum uji, bronkodilator kerja lama 12 jam sebelum uji, atau teofilin lepas lambat 24 jam sebelum uji. Spirometri VEP1 harus diukur sebelum diberikan bronkodilator Bronkodilator harus diberikan dengan inhaler dosis terukur melalui perangkat spacer atau nebulizer untuk meyakinkan telah dihirup Dosis bronkodilator harus ditentukan untuk mendapatkan kurva tertinggi pada dosis tertentu Protokol dosis yang memungkinkan adalah 400 g 2-agonis, hingga 160 g antikolinergik, atau gabungan keduanya. VEP1 harus diukur lagi 10-15 menit setelah diberikan bronkodilator kerja singkat atau 30-45 menit setelah diberikan bronkodilator kombinasi. Kesimpulan: Peningkatan VEP1 yang baik dan dianggap bermakna bila lebih besar dari 200 ml atau 12% di atas VEP1 sebelum pemberian bronkodilator. Hal ini sangat membantu untuk melihat perubahan serta perbaikan klinis.
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
28
2.
Laboratorium darah Hb, Ht, Tr, Lekosit Analisis Gas Darah
3.
Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain Pada emfisema terlihat gambaran : Hiperinflasi Hiperlusen Ruang retrosternal melebar Diafragma mendatar Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop / eye drop appearance) Pada bronkitis kronik : Normal Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21% kasus
Pemeriksaan penunjang lanjutan 1. Faal paru lengkap Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KRT), VR/KRF, VR/KPT meningkat DLCO menurun pada emfisema Raw meningkat pada bronkitis kronik Sgaw meningkat Variabiliti Harian APE kurang dari 20% 2.
Uji latih kardiopulmoner Sepeda statis (ergocycle) Jentera (treadmill) Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
3.
Uji provokasi bronkus Untuk menilai derajat hipereaktivitas bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
29
4.
Analisis gas darah Terutama untuk menilai : Gagal napas kronik stabil Gagal napas akut pada gagal napas kronik
5.
Radiologi CT-Scan resolusi tinggi Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru
6.
Elektrokardiografi (EKG) Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh P pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan
7.
Ekokardiografi Menilai fungsi jantung kanan
8.
Bakteriologi Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia
9.
Kadar -1 antitripsin Kadar antitripsin -1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin -1 jarang ditemukan di Indonesia
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
30
BAB VI DIAGNOSIS BANDING Tabel 9. Diagnosis banding PPOK Diagnosis PPOK
Gejala Onset pada usia pertengahan. Gejala progresif lambat. Lamanya riwayat merokok. Sesak saat aktivitas Sebagian besar hambatan aliran udara ireversibel.
Asma
Onset awal sering pada anak. Gejala bervariasi dari hari ke hari. Gejala pada malam / menjelang pagi. Disertai alergi, rinitis atau eksim . Riwayat keluarga dengan asma. Sebagian besar keterbatasan aliran udara reversibel
Gagal Jantung kongestif
Auskultasi,terdengar ronchi halus di bagian basal. Foto toraks tampak jantung membesar, edema paru. Uji fungsi paru menunjukkan restriksi bukan obstruksi.
Bronkiektasis
Sputum produktif dan purulen. Umumnya terkait dengan infeksi bakteri. Auskultasi terdengar ronki kasar Foto toraks /CT-scan toraks menunjukkan pelebaran dan penebalan bronkus.
Tuberkulosis
Onset segala usia Foto toraks menunjukkan infiltrat di paru. Konfirmasi mikrobiologi (sputum BTA) Prevalensi tuberkulosis tinggi di daerah endemis
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
31
Diagnosis Bronkiolitis obliterans
Panbronkiolitis diffusa
Gejala Onset pada usia muda, bukan perokok. Mungkin memiliki riwayat rheumatoid arthritis atau pajanan asap. CT-scan toraks pada ekspirasi menunjukkan daerah hypodense Lebih banyak pada laki-laki bukan perokok. Hampir semua menderita sinusitis kronis. Foto toraks dan HRCT toraks menunjukkan nodul opak menyebar kecil di centrilobular dan gambaran hiperinflasi
Gejala gejala diatas ini sesuai karakteristik penyakit masing-masing, tetapi tidak terjadi pada setiap kasus. Misalnya, seseorang yang tidak pernah merokok dapat menderita PPOK (terutama di negara berkembang di mana faktor risiko lain mungkin lebih penting daripada merokok); asma dapat berkembang di usia dewasa dan bahkan pasien lanjut usia. (Dikutip dari: Gold, 2010)
Asma SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberkulosis) Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderia pascatuberkulosis dengan lesi paru yang minimal Pneumotoraks Gagal Jantung kronik Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed lung
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosid yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda. Perbedaan antara Inflamasi PPOK dan Asma. Meskipun PPOK dan asma berhubungan dengan inflamasi kronis saluran napas namun terdapat perbedaan dalam hal sel inflamasi dan mediator yang terlibat di dalamnya, yang akan menyebabkan perbedaan dalam efek fisiologis, gejala, dan respon terhadap terapi. Terdapat kemiripan ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
32
inflamasi antara asma berat dan PPOK. Beberapa pasien PPOK memiliki gambaran seperti asma dan mungkin memiliki pola inflamasi yang ditandai dengan peningkatan eosinofil. Sebaliknya, pasien asma yang merokok memiliki gambaran patologis mirip dengan PPOK. Tabel 10. Perbedaan sel inflamasi asma dan PPOK Sel
Mediator kunci Stres oksidatif Lokasi
Dampak anatomis
Respons terapi
PPOK Neutrophils ++ Macrophages +++ CD8+ T cells (Tc1)
Asma Eosinophils ++ Macrophages + CD4+ T cells (Th2)
IL-8 TNF-_, IL-1_, IL-6 NO + +++ Saluran napas perifer Parenkim paru Pembuluh darah paru Metaplasia skuamosa Metaplasia mukosa Fibrosis saluran napas kecil Destruksi parenkim Remodelling pembuluh darah paru
Eotaxin IL-4, IL-5, IL-13 NO +++ + Saluran napas proksimal
Kurang respon terhadap bronkodilator Kurang respons terhadap steroid
Respon baik terhadap bronkodilator Respon baik terhadap steroid
Asma berat Neutrophils + Macrophages CD4+ T cells (Th2), CD8+ T cells (Tc1) IL-8 IL-5, IL-13 NO ++ +++ Saluran napas proksimal Saluran napas perifer
Epitel yang rapuh Metaplasia mukosa Penebalan membrana basalis Bronkokonstriksi
Kurang respon terhadap bronkodilator Kurang respon terhadap steroid
(Dikutip dari: Gold, 2010)
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
33
Gambar 4. Inflamasi di asma dan PPOK (Dikutip dari: Gold, 2010)
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
34
BAB VII KLASIFIKASI Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderia, oleh sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP1. Tabel 11. Klasifikasi PPOK Gold 2010 Derajat
Derajat I : PPOK Ringan Derajat II : PPOK Sedang
Derajat III PPOK Berat
Derajat IV: PPOK Sangat Berat
Klinis
Faal Paru
Gejala klinis (batuk, produksi sputum)
Normal
Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa fungsi paru mulai menurun Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksaserbasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien
VEP1 / KVP < 70 %. VEP1 80% prediksi
Gejala di atas ditambah tandatanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kulitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa
VEP1/ KVP < 70 % VEP1< 30% prediksi atau VEP1 < 50% prediksi disertai gagal napas kronik
VEP1 /KVP < 70 % 50% < VEP1 < 80% prediksi
VEP1 /KVP < 70 % 30% < VEP1 < 50% prediksi
(Dikutip dari: Gold, 2010)
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
35
BAB VIII PENATALAKSANAAN Tujuan penatalaksanaan PPOK mencakup beberapa komponen yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengurangi gejala Mencegah progresifitas penyakit Meningkatkan toleransi latihan Meningkatkan status kesehatan Mencegah dan menangani komplikasi Mencegah dan menangani eksaserbasi Menurunkan kematian
7.
PENATALAKSANAAN SECARA UMUM Tabel 12. Penatalaksanaan menurut derajat PPOK DERAJAT I VEP1 /KVP < 70% VEP1 80 % prediksi
DERAJAT II** VEP1/KVP < 70% 50 % < VEP1< 80 % prediksi
DERAJAT III VEP1 /KVP 70% 30 % VEP1 50 % prediksi
DERAJAT IV VEP1 /KVP < 70% VEP1 < 30 % prediksi
Hindari faktor risiko : BERHENTI MEROKOK, PAJANAN KERJA Dipertimbangkan pemberian vaksinasi influenza Tambakan bronkodilator kerja pendek (bila diperlukan)
Berikan pengobatan rutin dengan satu atau lebih bronkodilator kerja lama Tambahkan rehabilitasi fisis
Tambahkan inhalasi glukokortikosteroid jika terjadi eksaserbasi berulang-ulang
Tambahkan pemberian oksigen jangka panjang kalau terjadi gagal napas kronik Lakukan tindakan operasi bila diperlukan
(Dikutip dari: Gold, 2010)
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
36
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : Edukasi Berhenti merokok Obat-obatan Rehabilitasi Terapi oksigen Ventilasi mekanik Nutrisi 1.
Edukasi Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat penyakit adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma. Tujuan edukasi pada pasien PPOK : Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan Melaksanakan pengobatan yang maksimal Mencapai aktiviti optimal Meningkatkan kualiti hidup Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poloklonik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICCU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
37
dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan soaial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah : Pengetahuan dasar tentang PPOK Obat-obatan, manfaat dan efek sampingnya Cara pencegahan perburukan penyakit Menghindari pencetus (berhenti merokok) Penyesuaian aktiviti Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut : Berhenti merokok Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan Penggunaan obat-obatan Macam obat dan jenisnya Cara penggunaannya yang benar (oral, MDI atau nebuliser) Waktu penggunaan yang tepat (rutin dengan selang waktu tertentu atau kalau perlu saja) Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya Penggunaan oksigen Kapan oksigen harus digunakan Berapa dosisnya Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya Tanda eksaserbasi : Batuk atau dan sesak bertambah Sputum bertambah Sputum berubah warna Mendeteksi dan menghinddari pencetus eksaserbasi Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
38
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel. Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit. 2.
Berhenti merokok Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresivitas penyakit (Bukti A). Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok 5A: a. Ask (Tanyakan) Mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan. b. Advise (Nasihati) Dorongan kuat pada semua perokok untuk berhenti merokok. c. Assess (Nilai) Keinginan untuk usaha berhenti merokok (misal: dalam 30 hari ke depan). d. Assist (Bimbing) Bantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi. e. Arrange (Atur) Buat jadwal kontak lebih lanjut.
2.
Obat-Obatan
Bronkodilator Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
39
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting). Macam-macam bronkodilator : Golongan antikolinergik Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari). Golongan agonis -2 Bentuk inhaler digunakan unttuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat. Kombinasi antikolinergik dan agonis -2 Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita. Golongan xantin Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
40
Tabel 13. Derajat dan rekomendasi pengobatan PPOK DERAJAT
KARAKTERISTIK
Semua derajat
REKOMENDASI PENGOBATAN
Derajat I : PPOK Ringan Derajat II : PPOK Sedang
Derajat III: PPOK Berat
Derajat IV: PPOK Sangat Berat
VEP1 /KVP < 70% VEP1 80 % prediksi Dengan atau tanpa gejala VEP1/KVP < 70% 50 % < VEP1< 80 % prediksi Dengan atau tanpa gejala VEP1 /KVP 70% 30 % VEP1 50 % prediksi dengan atau tanpa gejala
VEP1 /KVP < 70% VEP1 < 30 % prediksi atau gagal napas atau gagal jantung kanan
Edukasi (hindari faktor pencetus) Bronkodilator kerja singkat (SABA, Antikolinergik kerja cepat, Xantin) bila perlu Vaksinasi influenza
Bronkodilator kerja singkat (SABA, Antikolinergik kerja cepat, Xantin) bila perlu 1. Pengobatan reguler dengan bronkodilator: Agonis -2 kerja panjang sebagai terapi pemeliharaan (LABA) Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan Simptomatik 2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi) 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator: Agonis -2 kerja panjang sebagai terapi pemeliharaan (LABA) Anti kolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan Simptomatik Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respons klinis atau eksaserbasi berulang PDE-4 inhibitor 2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi) 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator: Agonis -2 kerja panjang sebagai terapi pemeliharaan (LABA) Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan Pengobatan komplikasi Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respons klinis atau eksaserbasi berulang PDE-4 inhibitor 2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi) 3. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal napas 4. Ventilasi mekanis noninvasif 5. Pertimbangkan terapi pembedahan
(Dikutip dari: Gold, 2010)
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
41
Tabel 14. Obat-obatan PPOK berdasarkan gejala Gejala
Golongan Obat
Obat & Kemasan
Dosis
Tanpa gejala
-
Tanpa obat
Gejala intermiten (pada waktu aktivitas)
Agonis 2
Inhalasi kerja cepat
Bila perlu
Gejala terus menerus
Antikolinergik kerja singkat
Ipratropium bromida 20 gr
2 – 4 semprot 3 – 4 x / hari
Antikolinergik kerja lama
Tiotropium bromida 80 gr
1 hisap 1 x / hari
Inhalasi Agonis 2 kerja cepat
Fenoterol 100 gr/ semprot salbutamol 100 gr / semprot Terbutalin 0,5 mgr/ semprot Prokaterol 10 gr/ semprot
2 – 4 semprot 3 – 4 x/ hari 2 – 4 semprot 3 – 4 x/hari 2 – 4 semprot 4 x/ hari 2 – 4 semprot 3 x/hari
Kombinasi terapi
Indicaterol Ipratropium bromida 20 gr + salbutamol 100 gr per semprot
1 hisap, 1x/hari 2 – 4 semprot 3 – 4 x/ hari
(Dikutip dari: Gold, 2010)
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
42
Gejala
Golongan Obat
Obat & Kemasan
Dosis
Pasien memakai inhalasi agonis 2 kerja singkat rutin
Inhalasi Agonis 2 kerja lama` (tidak dipakai untuk eksaserbasi)
Formoterol 6 gr, 12 gr/ semprot
1-2 semprot 2 x / hari tidak melebihi 2 x/ hari
Indacaterol
1x sehari
Salmeterol 25 gr/ semprot
1-2 semprot 2 x/ hari tidak melebihi 2 x/ hari
Atau timbul gejala pada waktu malam atau pagi hari
Pasien tetap mempunyai gejala dan atau terbatas dalam aktiviti harian meskipun mendapat pengobatan bronkodilator maksimal
Teofilin
Indicaterol Teofilin lepas lambat Teofilin/ aminofilin 150 mg x 3-4x/hari
1 hisap, 1x/hari 400 – 800 mg / hari 3 – 4 x/ hari
Anti oksidan
N asetil sistein
600 mg/ hr
Kortikosteroid oral ( uji kortikosteroid )
Prednison Metil prednisolon
30 – 40 mg/ hr selama 2 mg
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
43
Tabel 15. Obat-obatan PPOK Obat Antikolinergik Ipratropium Tiotropium
IDT */ISK * ( ugr )
Nebulizer (mg)
Oral (mg)
40 – 80 18
0,25 – 0,50
-
6–8 24
0,5 – 2,0 2,5 – 5.0 5 – 10 0,03 – 0,05
2–4 2,5 - 5 0,25 – 0,5
4–6 4–6 4–6 6–8
-
-
12 24 12
-
4–8
-
4–8
Agonis 2 kerja singkat Fenoterol 100 – 200 Salbutamol 100 – 200 Terbutalin 250 – 500 Prokaterol 10 Agonis 2 kerja lama Formoterol Indacaterol Salmeterol Terapi kombinasi Fenoterol Ipratropium Salbutamol Ipratropium Flutikason salmeterol Budesonid formoterol Metilxantin Aminofillin Teofilin LL ***
4,5 – 12 150 – 300 50 – 100
+
200 + 20
+
75 + 15
+
50/125 + 25 80/160 + 4,5
+
-
2,5 + 0,5
Vial injeksi
Lama kerja ( jam )
12 12
-
200 100 - 400
240
4–6 Bervarias, bisa sampai 24 jam
(Dikutip dari: Gold, 2010)
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
44
Antiinflamasi Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg. Digunakan pada PPOK stabil mulai derajat III dalam bentuk glukokortikoid, kombinasi LABACs dan PDE-4.
Antibiotika Hanya diberikan bila terdapat eksaserbasi. Antibiotik yang digunakan (lihat di halaman 52, tentang penatalaksanaan eksaserbasi)
Antioksidan Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
Mukolitik Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous (misalnya ambroksol, erdostein). Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
Antitusif Diberikan dengan hati-hati.
Phosphodiesterase-4 inhibitor Diberikan kepada pasien dengan derajat III atau derajat IV dan memiliki riwayat eksaserbasi dan bronkitis kronik. Phosphodiesterase-4 inhibitor, roflumilast dapat mengurangi eksaserbasi, diberikan secara oral dengan glukokortikosteroid.
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
45
Roflumilast juga dapat mengurangi eksaserbasi jika dikombinasikan dengan LABA. Sejauh ini belum ada penelitian yang membandingakan Roflumilast dengan glukokortikosteroid inhalasi. Gambar dibawah ini memperlihatkan target terapi masa depan yang kemungkinan akan ada.
Gambar 5. Target terapi masa depan
(Dikutip dari: Barnes PJ. Chest 2008;134:1278-86)
3.
Rehabilitasi PPOK Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi letihan dan memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai : Simptom pernapasan berat Beberapa kali masuk ruang gawat darurat Kualiti hidup yang menurun
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
46
Program dilaksanakan di dalam maupun di luar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan. Latihan fisis Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan : Peningkatan VO2 max Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik Peningkatan cardiac output dan stroke volume Peningkatan efisiensi distribusi darah Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery Latihan jasmani pada PPOK terdiri dari dua kelompok : Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan Endurance exercise Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan: Latihan ini diprogramkan bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan otot pernapasannya sehingga tidak dapat menghasilkan tekanan inspirasi yang cukup untuk melakukan ventilasi maksimal yang dibutuhkan. Latihan khusus pada otot pernapasan akan mengakibatkan bertambahnya kemampuan ventilasi maksimal, memperbaiki kualiti hidup dan mengurangi sesak napas. Pada penderita yang tidak mampu melakukan latihan endurance, latihan otot pernapasan ini akan besar manfaatnya. Apabila kedua bentuk latihan tersebut bisa dilaksanakan oleh penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan pada penderita PPOK bersifat indivudual. Apabila ditemukan kelelahan otot pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan diperbesar, sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan ventilasi pada waktu latihan maka latihan endurance yang diutamakan. ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
47
Endurance exercise Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada pendrita PPOK. Bertambahnya cardiac output maksimal dan transportasi oksigen tidak sebesar pada orang sehat. Latihan jasmani pada penderita PPOK berakibat meningkatnya toleransi latihan karena meningkatnya kapasiti kerja maksimal dengan rendahnya konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan merupakan resultante dari efisiensinya pemakaian oksigen di jaringan dan toleransi terhadap asam laktat. Sesak napas bukan satu-satunya keluhan yang menyebabkan penderita PPOK menghentikan latihannya, faktor lain yang mempengaruhi ialah kelelahan otot kaki. Pada penderita PPOK berat, kelelahan kaki mungkin merupakan faktor yang dominan untuk menghentikan latihannya. Berkurangnya aktiviti kegiatan sehari-hari akan menyebabkan penurunan fungsi otot skeletal. Imobilisasi selama 4-6 minggu akan menyebabkan penurunan kekuatan otot, diameter serat otot, penyimpangan energi dan aktiviti enzim metabolik. Berbaring di tempat tidur dalam jangka waktu yang lama menyebabkan menurunnya oxygen uptake dan kontrol kardiovaskuler. Latihan fisis bagi penderita PPOK dapat dilakukan di dua tempat : Di rumah * Latihan dinamik * Menggunakan otot secara ritmis, misal : jalan, jogging, sepeda Rumah sakit Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu. Tipe latihan diubah setiap hari. Pemeriksaan denyut nadi, lama latihan dan keluhan subyektif dicatat. Pernyataan keberhasilan latihan oleh penderita lebih penting dari pada hasil pemeriksaaan subyektif atau obyektif. ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
48
Pemeriksaan ulang setelah 6-8 minggu di laboratorium dapat memberikan informasi yang objektif tentang beban latihan yang sudah dilaksanakan. Dua bentuk latihan dinamik yang tampaknya cocok untuk penderita di rumah adalah ergometri dan walking-jogging. Ergometri lebih baik daripada walking-jogging. Begitu jenis latihan sudah ditentukan, latihan dimulai selama 2-3 menit, yang cukup untuk menaikkan denyut nadi sebesar 40% maksimal. Setelah itu dapat ditingkatkan sampai mencapai denyut jantng 60%-70% maksimal selama 10 menit. Selanjutnya diikuti dengan 2-4 menit istirahat. Setelah beberapa minggu latihan ditambah sampai 20-30 menit/hari selama 5 hari perminngi. Denyut nadi maksimal adalah 220 – umur dalam tahun. Apabila petunjuk umum sudah dilaksanakan, risiko untuk menderita dapat diperkecil. Walaupun demikian latihan jasmani secara potensial akan dapat berakibat kelainal fatal, dalam bentuk aritmia atau iskemi jantung. Hal-hal yang perlu diperhatian sebelum latihan : Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latiham Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan koordinasi atau pusing latihan segera dihentikan Pakaian longgar dan ringan Psikososial: Status psikologi penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan dapat diberikan obat Latihan Pernapasan: Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mongontrol sesak napas. Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips breathing guna memperbaiki ventilasi dan mensinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
49
4.
Terapi Oksigen Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya. Manfaat oksigen: Mengurangi sesak Memperbaiki aktiviti Mengurangi hipertensi pulmonal Mengurangi vasokonstriksi Mengurangi hematokrit Memperbaiki fungsi neuropsikiatri Meningkatkan kualiti hidup Indikasi: PaO2 < 60 mmHg atau Sat O2 < 90 % PaO2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Korpulmonal, perubahan P pulmonal, Ht > 55 % dan tandatanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain Macam terapi oksigen : Pemberian oksigen jangka panjang Pemberian oksigen pada waktu antiviti Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK aksesarbasi akut di unit gawat darurat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan : Pemberian oksigen jangka panjang (Long Term Oxygen Therapy = LTOT)
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
50
Pemberian oksigen pada waktu aktiviti Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidar atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1-2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%. Alat bantu pemberian oksigen Nasal kanul Sungkup venturi Sungkup rebreathing Sungkup nonrebreathing Pemilihan alat bantu harus dilakukan secara hati-hati, disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut. Pemberian okisgen yang terlalu tinggi dapat menyebabkan peningkatan kadar CO2. Bila terdapat kenaikan PCO2 dipilih sungkup nonrebreathing. 5.
Ventilasi Mekanik Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan gagal napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara : Ventilasi mekanik tanpa intubasi Ventilasi mekanik dengan intubasi
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
51
Ventilasi mekanik tanpa intubasi: Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah noninvasive intermitten positif pressure (NIPPV) atau Negative pressure Ventilation (NPV). NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi : Volume control Pressure control Bilevel positive airway pressure (BiPAP) Continous positive airway pressure (CPAP) NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT/Long Term Oxygen Therapy) akan memberikan perbaikan yang signifikasi pada : Analisis gas darah Kualiti dan kuantiti tidur Kualiti hidup Analisis gas darah Indikasi Penggunaan NIPPV : Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan abdominal paradoksal Asidosis sedang sampai berat pH < 7.30 – 7.35 Frekuensi napas > 25 kali per menit NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas, disamping harus menggunakan peerlengkapan yang tidak sederhana. Ventilasi mekanik dengan intubasi Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik di rumah sakit bila di temukan keadaan sebagai berikut : Gagal napas yang pertama kali Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas dan dapat diperbaiki, misalnya pneumonia Aktiviti sebelumnya tidak terbatas ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
52
Indikasi penggunaan ventilasi mekanik invasif : Sesak napas berat dengan penggunaan muskulus respirasi tambahan dan pergerakan abdominal paradoksal Frekuensi napas > 35 permenit Hipoksemia yang mengancam jiwa (PaO2 < 40 mmHG) Asidosis berat pH < 7,25 dan hiperkapni (PCO2 > 60 mmHg) Henti nafas Somnolen, gangguan kesadaran Komplikasi kardiovaskuler (hipotensi, syok, gagal jantung) Komplikasi lain (gangguan metabolisme, sepsis, pneumonia, emboli paru, barotrauma, efusi pleura masif) Telah gagal dalam penggunaan NIPPV Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOK dengan kondisi sebagai berikut : PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan Aktiviti sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik : Ventilator-acquired pneumonia (VAP) Barotrauma Kesukaran weaning Kesukaran dalam proses weaning dapat diatasi dengan Keseimbangan antara kebutuhan respirasi dan kapasiti muskulus respirasi Bronkodilator dan obat-obatan lain adekuat Nutrisi seimbang Dibantu dengan NIPPV
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
53
6.
Nutrisi Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkorelasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan: Penurunan berat badan Kadar albumin darah Antropometri Pengukuran kekuatan otot kekuatan otot pipi)
(MVV, tekanan diafragma,
Gizi penting sebagai penentu gejala, cacat dan prognosis dalam PPOK, baik kelebihan berat badan dan kurus bisa menjadi masalah. Khusus rekomendasi gizi untuk pasien dengan PPOK didasarkan pada pendapat ahli. Kira-kira 25% dari pasien dengan PPOK derajat II sampai derajat IV menunjukkan penurunan baik indeks massa tubuh dan massa lemak bebas. Pengurangan indeks massa tubuh merupakan faktor risiko independen untuk mortalitas PPOK (Bukti A). Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah : Hipophospatemi Hiperkalemi Hipokalsemi Hipomagnasemi Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yaitu porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering. ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
54
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan tidak sepenuhnya reversibel, sehingga penalataksaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut. A.
PENATALAKSANAAN PADA KEADAAN STABIL Kriteria PPOK stabil adalah : Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gafal napas kronik Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisis gas darah menunjukkan PH normal PCO2 > 60 mmHg dan PO2 < 60 mmHg Dahak tidak berwarna atau jernih Aktiviti terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri) Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil : Mempertahankan fungsi paru Meningkatkan kualiti hidup Mencegah eksaserbasi Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi. Penatalaksaan rawat jalan di poliklinik meliputi : Mengatasi eksaserbasi ringan sampai sedang Menjaga tidak terjadi gagal napas akut pada gagal napas kronik Mengatasi komplikasi ringan Penatalaksanaan di rumah: Penatalaksanaan di rumash ditujukan untuk mempertahankan PPOK stabil. Mempertahankan PPOK yang stabil. Beberapa hal harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri maupun keluarganya. Penatalaksanaan di rumah ditujukan juga bagi
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
55
penderita PPOK berat yang harus menggunakan oksigen atau ventilasi mekanik. Tujuan penatalaksanaan di rumah : Menjaga PPOK tetap stabil Melaksanakan pengobatan pemeliharaan jangka panjang Mengevaluasi dan mengatasi eksaserbasi dini Mengevaluasi dan mengatasi efek samping pengobatan Menjaga penggunaan ventilasi mekanik Meningkatkan kualiti hidup Penatalaksanaan di rumah meliputi : Penggunaan obat-obatan dengan tepat Obat-obatan sesuai klasifikasi. Pemilihan obat dapat dalam bentuk dishaler, nebuhaler, turbuhaler atau breezhaler karena penderita PPOK biasanya berusia lanjut, koordinasi neurologis dan kekuatan otot sudah berkurang. Penggunaan bentuk MDI menjadi kurang efektif. Nebuliser sebaiknya tidak digunakan secara terus menerus, hanya bila timbul eksaserbasi.
Terapi oksigen Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang disebabkan pertambahan aktiviti. Pada PPOK derajat berat yang menggunakan terapi oksigen di rumah pada waktu aktiviti atau terus menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur. Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter
Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya Beberapa penderita PPOK dapat menggunakan mesin bantu napas di rumah.
Rehabilitasi - Menyesuaikan aktiviti - Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough) ”pursed-lips breathing” - Latihan ekstremiti atas dan otot bantu napas
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
56
B.
Evaluasi & monitor Tanda eksaserbasi Efek samping obat Kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen
PENATALAKSANAAN PADA EKSASERBASI AKUT Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi. Gejala eksaserbasi : Sesak bertambah Produksi sputum meningkat Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulent) Eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga : Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline Penyebab paling umum dari suatu eksaserbasi adalah infeksi trakeobronkial dan polusi udara, 1/3 penyebab dari eksaserbasi berat tidak dapat diidentifikasi (Bukti B). Peran infeksi bakteri masih kontroversial, tetapi baru-baru ini penelitian menggunakan teknik baru telah memberikan informasi penting, yaitu penelitian dengan bronkoskopi yang menunjukkan bahwa sekitar 50% dari pasien eksaserbasi terdapat bakteri dalam konsentrasi tinggi pada saluran napas bawah, hal ini menunjukkan bukti kolonisasi bakteri.
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
57
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan di rumah oleh penderita yang telah diedukasi dengan cara : Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral menjadi bentuk nebuliser. Menggunakan oksigen bila aktiviti dan selama tidur Menambahkan mukolitik Menambahkan ekspektoran Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter. Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di : Poliklinik rawat jalan Unit gawat darurat Ruang rawat Ruang ICU Penatalaksanaan di poliklinik rawat jalan Indikasi : Eksaserbasi ringan sampai sedang Gagal napas kronik Tidak ada gagal napas akut pada gagal napas kronik Sebagai evaluasi rutin meliputi : Pemberian obat-obatan yang optimal Evaluasi progresifiti penyakit Edukasi Penatalaksanaan rawat inap Indikasi rawat : Eksaserbasi sedang dan berat Terdapat komplikasi Infeksi saluran napas berat ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
58
Gagal napas akut pada gagal napas kronik Gagal jantung kanan
Selama perawatan di rumah sakit harus diperhatikan : Menghindari intubasi dan penggunaan mesin bantu napas dengan cara evaluasi klinis yang ketat dan terapi adekuat Terapi oksigen dengan cara yang tepat Obat-obatan maksimal, diberikan dengan dril, intravena dan nebuliser Perhatikan keseimbangan asam basa Nutrisi enteral atau parenteral yang seimbang Rehabilitasi awal Edukasi untuk pasca rawat Penanganan di gawat darurat Tentukan masalah yang menonjol misalnya : Infeksi saluran napas Gangguan keseimbangan asam basa Gawat napas Triase untuk ke ruang rawat atau ICU Penanganan di ruang rawat Untuk eksaserbasi sedang dan berat (belum memerlukan ventilasi mekanik) : Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebuliser Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakan venture mask Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasi mekanik Indikasi perawatan ICU Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat Kesadaran menurun, lethargi, atau kelemahan otot-otot respirasi ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
59
Setelah pemberian oksigen tetap terjadi hipoksemia atau perburukan Memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)
Tujuan perawatan ICU : Pengawasan dan terapi intensif Hindari intubasi, bila diperlukan intubasi gunakan pola ventilasi mekanik yang tepat Mencegah kematian Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segeran eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah terjadi gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal harus diperhatikan meliputi : Diagnosis beratnya eksaserbasi Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal Kesadaran Tanda vital Analisis gas darah Pneumonia
Terapi oksigen adekuat Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa. Dapat dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan PaO2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. Gunakan sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan (venturi masks) 24%, 28% atau 32%. Perhatian apakah sungkup rebreathing atau nonrebreathing, tergantung kadar PaCO2 dan PaO2. Bila teapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan Nonivansive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
60
Pemberian obat-obatan yang optimal Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut: Diberikan bila terdapat 2 atau lebih dari gejala di bawah ini : Peningkatan sesak Peningkatan jumlah sputum Sputum berubah menjadi purulen Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan tunggal. Antibiotik bermanfaat untuk pasien PPOK eksaserbasi dengan tanda klinis infeksi saluran napas (misalnya, meningkatnya dahak purulen) (Bukti B). Hasil beberapa penelitian PPOK eksaserbasi yang menggunakan pengobatan antibiotik memiliki hasil berbeda, bercampur dengan hasil fungsi paru. Hasil penelitian randomized controlled trial (RCT) menunjukkan hasil yang cukup bermakna apabila antibiotik diberikan pada pasien PPOK yang memiliki tiga atau dua dari gejala gejala kardinal dibawah ini: Sesak napas yang bertambah Bertambahnya jumlah/volume sputum Purulensi sputum Penelitian pada pasien PPOK eksaserbasi rawat jalan menunjukkan hubungan antara purulensi sputum dengan terdapatnya bakteri. Antibiotik dapat diberikan pada pasien yang memiliki satu dari dua gejala kardinal (sesak napas yang bertambah atau jumlah sputum) namun kriteria PPOK eksaserbasi tersebut belum tervalidasi pada penelitian lain. Pada sebuah penelitian PPOK ekaserbasi menggunakan ventilasi mekanis yang tidak diberikan antibiotik akan meningkatkan mortalitas dan meningkatnya angka kejadan pneumonia nosokomial. Antibiotik diberikan pada:
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
61
Pasien PPOK eksaserbasi dengan semua gejala kardinal (sesak napas yang bertambah, meningkatnya jumlah sputum dan bertambahnya purulensi sputum) (Bukti B) PAsien PPOK eksasebasi dengan dua dari gejala kardinal, apabila salah satunya adalah bertambahnya purulensi sputum (Bukti C) Pasien PPOK eksaserbasi berat yang membutuhkan ventilasi mekanis (invasif atau non-invasif) (Bukti B)
Agen penyebab PPOK eksaserbasi adalah virus atau bacterial. Bakteri yang sering ditemukan dari saluran napas bawah pada pasien PPOK eksaserbasi adalah H. influenza, S, pneumonia dan M. catarrhalis. Dapat juga ditemukan pathogen atipik seperti Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia penumoniae. Pasien PPOK berat yang memerlukan ventilasi mekanis sering ditemukan bakteri pathogen Gram negatif dan P. aeruginosa. Berat ringannya derajat PPOK berhubungan dengan pola kuman. Pada pasien PPOK eksaserbasi ringan ditemukan S. pnumoniae. Seiring dengan menurunnya VEP1, eksaserbasi akan bertambah sering dan atau disertai penyakit komorbid maka akan lebih sering dijumpai H. influenza dan M. catarrhalis. Apabila pasien dengan fungsi paru yang berat maka akan sering dijumpai P. aeruginosa. Infeksi saluran napas bagian bawah yang disebabkan P. aeruginosa lebig sering dijumpai pada pasien PPOk dengan riwayat perawatan di rumah sakit, penggunaan antibiotic (4 kali pemberian di tahun sebelumnya), PPOK eksaserbasi berat, ditemukannya P.aeruginosa pada eksaserbasi sebelumnya atau P. aeruginosa merupakan kolonisasi selama stabil. Keputusan untuk memilih penggunaan antibiotik oral atau intravena berdasarkan kemampuan pasien untuk makan dan farmakokinetik antibiotik tersebut. Disarankan adalah pemakaian oral. Apabila digunakan antibiotik intravena maka segera untuk switch therapy apabila kondisi pasien membaik. Lama pemberian antibiotik pada pasien PPOK eksaserbasi adalah 3-7 hari (Bukti D) ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
62
Tabel 16. Pembagian kelompok derajat PPOK berdasarkan patogen penyebab potensial Kelompok Kelompok A
Kelompok B
Kelompok C
Definisi Eksaserbasi ringan Tidak memiliki faktor risiko untuk prognosis buruk Ekserbasi sedang Memiliki faktor risiko untuk prognosis buruk
Kuman patogen H. influenza S. pneumonia M. catarrhalis Chlamydia pneumonia Virus Kuman pathogen kelompok A + pathogen resisten (-lactamase producing penicillinresistant S. pneumonia), enterobactericeae (E.coli, protus, enterobacter) Kelompok B dengan P aeruginosa
Eksaserbasi berat Dengan faktor risiko P. aeruginosa (Dikutip dari: Priyanti dkk, Pola Kuman PPOK RS Persahabatan 2007)
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
63
Tabel 17. Pemilihan antibiotik pada PPOK eksaserbasi Pengobatan oral
Kelompok A
Kelompok B
Pasien dengan satu gejala kardinal sebaiknya Tidak mendapatkan antibiotik Bila ada indikasi dapat diberikan: -lactam (penisilin, ampisilin, amoksilin) Tetrasiklin Trimetoprim sulfametoksasol -lactam/lactamase inhibitor (coamoxyclav)
Alternatif pengobatan oral -lactam/lactamase inhibitor (co-amoxyclav) Makrolid (azitromisin, claritromisin) Sefalosporin generasi 2 dan 3 Ketolid (telitromisin)
Pengobatan perenteral
Flurokuinolon (gemifloxacin, levofloxacin, moxifloksasin)
-lactam/lactamase inhibitor (coamoxyclav, ampisilin/sulbakta m) Sefalosporin generasi 2 dan 3 Fluorokuinolon (ciprofloxacin, levofloxacin dosis tinggi) Kelompok Pasien dengan risiko Fluorokuinolon C infeksi pseudomonas: (ciprofloxacin, fluorokuinolon levofloxacin (ciprofloxacin, dosis tinggi) levofloxacin dosis -lactam dengan tinggi aktivitas P. aeruginosa (Dikutip dari: Priyanti dkk, Pola Kuman PPOK RS Persahabatan 2007)
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
64
Penelitian Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi (2007) menemukan pola kuman pada pasien PPOK eksaserbasi dengan hasil sebagai berikut : Streptococcus pyogenes : 37.5% Steptococcus pneumonia : 18.8% S. haemolyticus : 15.6% Pseudomonas aeruginosa : 14.6% Klebsiela penumoniae : 7.8% Acinobacter baumanii : 6.25% Penelitian mengenai pola kuman pada PPOK eksaserbasi yang dilakukan di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi (2008) dengan jumlah 69 patogen yang berhasil diisolasi memiliki pola kuman sebagai berikut: Klebsiela pneumonia : 26.1% Pseudomonas aeruginosa : 14.5% Staphylococcus aureus : 14.5% Enterobacter aerogenes : 11.5% Streptococcus pneumonia : 1.2% Berdasarkan hasil diatas, sebagian besar pasien PPOK eksaserbasi memiliki pola kuman Gram negatif (dengan prognosis risiko buruk) dengan pengobatan oral adalah: -lactam/-lactamase inhibitor (co-amoxyclav) alternatif: Flurokuinolon (gemifloxacin, levofloxacin, moxifloksasin) -lactam/-lactamase inhibitor (co-amoxyclav, ampisilin/sulbaktam) Pengobatan perenteral : - Sefalosporin generasi 2 dan 3 - Fluorokuinolon (ciprofloxacin, levofloxacin dosis tinggi)
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
65
Bronkodilator Bila rawat jalan β-2 agonis dan antikolinergik harus diberikan dengan peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila digunakan dengan cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin diberikan bersama-sama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma. Dalam perawatan di rumah sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser, dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator. Pengobatan yang efektif untuk PPOK eksaserbasi adalah inhalasi bronkodilator (terutama inhalasi 2-agonis dengan atau tanpa antikolinergik) dan glukokortikosteroid oral (Bukti A). Kortikosteroid Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 mingg, pada derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping.
Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napas
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
66
Ventilasi mekanik Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaserbasi berat akan mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi. Ventilasi mekanik noninvasif pada PPOK eksaserbasi akan memperbaiki asidosis respiratorik, meningkatkan pH, mengurangi kebutuhan untuk intubasi endotrakeal dan menurunkan PaCO2, menurunkan frekuensi napas, beratnya sesak, lama rawat dan kematian (Evidence A).
Kondisi lain yang berkaitan Monitor balams cairan elektrolit Pengeluaran sputum Gagal jantung atau aritmia
Evaluasi ketat progresivitas penyakit Penanganan yang tidak adekuat akan memperbutuk eksaserbasi danmenyebabkan kematian. Monitor dan penanganan yang tepat dan segera dapat mencegah gagal napas berat dan menghindari penggunaan ventilasi mekanik. Indikasi penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi Sesak napas, pernapasan > 35 x/menit Penggunaan otot respiratori dan pernapasan abdominal Kesadaran menurun Hipoksemia berat Pao2 < 50 mmHg Asidosis pH < 7,25 dan hiperkapnia Paco2 > 60 mmHg Komplikasi kardiovaskuler, hipotensi Komplikasi lain, gangguan metabolik, sepsis, pneumonia, barotrauma, efusi pleura dan emboli masif Penggunaan NIPPV yang gagal
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
67
3.
TERAPI PEMBEDAHAN Bertujuan untuk : Memperbaiki fungsi paru Memperbaiki mekanik paru Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi Memperbaiki kualiti hidup Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu : Bulektomi Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgery (LVRS) Transplantasi paru
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
68
BAB IX KOMPLIKASI PPOK merupakan penyakit progresif, fungsi paru memburuk dari waktu ke waktu, bahkan dengan perawatan yang terbaik. Gejala dan perubahan obstruksi saluran napas harus dipantau untuk menentukan modifikasi terapi dan menentukan adanya komplikasi. Pada penilaian awal saat kunjungan harus mencakup gejala khususnya gejala baru atau perburukan dan pemeriksaan fisik. Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan penyakit yang progresif dan tidak sepenuhnya reversibel seperti: Gagal napas - Gagal napas kronik - Gagal napas akut pada gagal napas kronik Infeksi berulang’ Kor pulmonal Gagal napas kronik Hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan : Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2 Bronkodilator adekuat Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu aktiviti atau waktu tidur Antioksidan Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh : Sesak napas dengan atau tanpa sianosis Sputum bertambah dan purulen Demam Kesadaran menurun
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
69
Infeksi berulang : Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang, pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah. Kor pulmonal: Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai gagal jantung kanan Pemantauan timbulnya komplikasi 1.
Fungsi paru Penurunan fungsi paru dapat diketahui melalui pengukuran spirometri secara berkala. Spirometri harus dilakukan jika ditemukan peningkatan gejala atau komplikasi. Uji fungsi paru lainnya, seperti loop flow-volume, pengukuran DLCO, kapasitas inspirasi dan pengukuran volume paru tidak rutin dikerjakan tetapi mampu memberikan informasi tentang dampak keseluruhan dari penyakit ini dan dapat berharga dalam menyelesaikan ketidakpastian diagnostik dan penilaian toleransi operasi.
2.
Pengukuran gas darah arteri Kriteria gagal napas adalah bila PaO2 < 60 mmHg (8,0 kPa) dengan atau tanpa PaCO2 > 50 mmHg (6,7 kPa). Bila penilaian skrining pasien menggunakan pulse oksimeter ditemukan saturasi oksigen (SaO2) <92% diperlukan pemeriksaan analisis gas darah arteri. Pulse oksimeter tidak memberikan informasi tentang PaCO2. Tanda klinis gagal napas atau gagal jantung kanan termasuk sianosis sentral, pergelangan kaki bengkak dan peningkatan tekanan vena jugularis.
3.
Penilaian hemodinamik paru Hipertensi pulmonar ringan sampai sedang (tekanan arteri pulmonar > 30 mm Hg) merupakan informasi penting pada pasien yang telah mengalami gagal napas. Pengukuran tekanan arteri pulmonar tidak
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
70
dianjurkan dalam praktek klinis karena tidak menambah informasi praktis. 4.
Diagnosis gagal jantung kanan atau korpulmonal Peningkatan tekanan vena jugular dan pitting edema pergelangan kaki merupakan temuan yang berguna untuk memperkirakan kor pulmonal dalam praktek klinis. Namun tekanan vena jugularis seringkali sulit dinilai pada pasien PPOK karena perubahan besar dalam tekanan intratorakal. Diagnosis korpulmonal dapat melalui sejumlah pemeriksaan diantaranya radiografi, elektrokardiografi, ekokardiografi, skintigrafi radionukleotida, dan pencitraan resonansi magnetik (MRI). Pemeriksaan di atas tidak serta merta dapat menegakkan diagnosis korpulmonar secara akurat.
5.
CT dan ventilation-perfusion scanning CT dan ventilation-perfusion scanning hanya dipergunakan terbatas pada penilaian pasien PPOK untuk operasi. HRCT saat ini sedang diteliti sebagai cara visualisasi menilai patologi saluran napas dan parenkim lebih tepat.
6.
Hematokrit. Polisitemia (hematokrit > 55%) dapat terjadi oleh karena hipoksemia arteri terutama pada perokok. Nilai hematokrit yang rendah menunjukkan prognosis yang buruk pada pasien PPOK dan memerlukan pengobatan oksigen jangka panjang. Anemia juga ditemukan pada penderita PPOK.
7.
Fungsi otot pernapasan Fungsi otot pernapasan biasanya diukur dengan tekanan inspirasi dan ekspirasi maksimum dalam mulut. Pengukuran kekuatan otot inspirasi berguna dalam menilai pasien ketika dyspnea atau hypercapnia tidak mudah dijelaskan oleh pengujian fungsi paru lainnya atau saat di duga ada kelemahan otot perifer. Pengukuran ini dapat digunakan pada pasien PPOK (misalnya, setelah rehabilitasi paru).
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
71
8.
Sleep studies. Sleep studies dapat diindikasikan bila terdapat hipoksemia atau gagal jantung kanan ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang relatif ringan atau ketika pasien memiliki gejala-gejala sleep apnea.
9.
Uji latih Beberapa jenis uji latih untuk mengukur kapasitas latihan antara lain treadmill dan sepeda statis (cycle ergometry) di laboratorium atau uji jalan enam menit, tetapi ini terutama digunakan bersama dengan program rehabilitasi paru
10.
Pemantauan pengobatan Penentuan terapi yang sesuai dengan derajat penyakit setiap kunjungan harus dipantau mencakup rejimen terapi saat ini, dosis obat, kepatuhan, teknik penggunaan obat hirup, efektivitas pengendalian gejala dan pemantauan efek samping pengobatan.
11.
Riwayat Pemantauan Eksaserbasi Setiap kunjungan pasien harus ditanyakan riwayat eksaserbasi yaitu peningkatan jumlah dahak, perubahan warna dahak, perburukan sesak napas, konsultasi ke dokter atau kunjungan ke layanan kesehatan di luar jadwal. Perburukan dapat diperkirakan dari peningkatan kebutuhan bronkodilator atau steroid dan antibiotik. Riwayat rawat inap didokumentasikan termasuk lama rawat dan pemakaian fasilitas ICU.
12.
Pemantauan penyakit penyerta Penyakit penyerta yang sering terdapat pada PPOK sebagian merupakan akibat penyakit PPOK dan sebagian sudah ada sebelumnya, misalnya penyakit jantung iskemik, kanker paru, osteoporosis dan depresi. Penyakit penyerta lain dapat bersamaan dengan PPOK karena proses penuaan, misalnya, artritis, diabetes, refluks esofagus dan depresi. Penanganan penyakit penyerta menjadi lebih sulit bila ada PPOK, karena PPOK memperberat kecacatan selain itu efek samping obat PPOK dapat memperberat penyakit penyerta.
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
72
BAB X KONDISI KHUSUS Pertimbangan Khusus Tindakan bedah pada pasien PPOK Komplikasi pada organ paru pascaoperasi harus dipertimbangkan seperti komplikasi pada organ jantung pascaoperasi. Faktor potensi utama penyebab timbulnya risiko antara lain rokok, status kesehatan, usia, obesitas dan derajat PPOK. Komplikasi paru pascabedah mencakup pneumonia, atelektasis dan peningkatan obstruksi aliran udara. Semua berpotensi mengakibatkan gagal napas akut dan perburukan penyakit penyerta. Peningkatan risiko terjadinya komplikasi paru pascabedah pada pasien PPOK sesuai dengan derajat PPOK. Lokasi pembedahan merupakan prediktor yang paling penting, sebagai indikator adalah diafragma, operasi yang paling dekat dengan diafragma seperti misalnya abdomen bagian atas dan toraks mempunyai risiko yang lebih besar. Anestesi epidural atau spinal memiliki risiko yang lebih rendah daripada anestesi umum, meskipun hasilnya tidak benar-benar seragam Faktor risiko pembedahan diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, ronsen toraks dan uji faal paru. Meskipun uji faal paru masih diperdebatkan dalam reseksi paru ada kesepakatan bahwa semua pasien PPOK yang akan menjalani reseksi paru harus dilakukan pemeriksaan spirometri disertai uji bronkodilator, volume statis paru, kapasitas difusi dan analisis gas darah arteri pada saat istirahat. Kontra indikasi pembedahan bila ditemukan hasil fungsi paru yang buruk. Beberapa penelitian yang dilakukan pada pasien PPOK yang dilakukan pneumonektomi akan mengalami risiko gagal napas pascaoperasi apabila memiliki nilai VEP1 praoperasi < 2 lt atau 50% prediksi dan / atau DLCO < 50% prediksi. Pasien PPOK dengan derajat berat memiliki risiko tinggi, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan faal paru lebih lanjut, misalnya uji perfusi paru (lung perfussion scannning) dan kapasitas latihan. ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
73
Pasien PPOK stabil yang masih memiliki gejala klinis dan keterbatasan aktivitas sebelum pembedahan harus mendapatkan terapi maksimal untuk mencegah komplikasi paru pascabedah. Pembedahan harus ditunda jika timbul eksaserbasi. Pembedahan pada pasien dengan PPOK yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi paru dan menurunkan gejala PPOK adalah bulektomi, pembedahan pengurangan volume paru (LVRS) dan transplantasi paru. Terapi Oksigen Pada Penerbangan Pasien dengan gagal napas kronik yang menjalani terapi oksigen jangka panjang, diinstruksikan untuk meningkatkan aliran dengan 1-2 L / menit selama penerbangan. Idealnya, pasien yang terbang harus mampu mempertahankan PaO2 dalam penerbangan minimal 50 mmHg (6,7 kPa). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal ini dapat dicapai pada mereka dengan hipoksemia sedang dan berat dengan oksigen tambahan 3 lt/menit (kanula hidung) atau masker ventury 31%. Mereka dengan PaO2 beristirahat di permukaan laut dari> 9,3 kPa (70 mm Hg) kemungkinan aman untuk terbang tanpa oxygen tambahan, walaupun hal tersebut penting untuk menekankan bahwa PaO2 beristirahat> 9,3 kPa (70 mm Hg) di atas permukaan laut belum tentu tidak terjadi hipoksemia parah ketika bepergian melalui udara (Bukti C). Hati-hati bila ada komorbiditas yang dapat mengganggu pengiriman oksigen ke jaringan (misalnya, gangguan jantung, anemia). Selain itu, berjalan sepanjang lorong pesawat sangat mungkin memperburuk hipoksemia. Alat Ventilasi Ventilasi non invasif (baik menggunakan perangkat tekanan negatif atau positif) kini banyak digunakan untuk menangani eksaserbasi akut PPOK (lihat Komponen 4). ventilasi tekanan negatif tidak diindikasikan untuk pengelolaan kronis/ PPOK derajad 4 (Sangat berat), dengan atau tanpa retensi CO2, terbukti tidak berpengaruh pada sesak napas, toleransi latihan, gas darah arteri, kekuatan otot pernafasan, atau kualitas hidup pada pasien PPOK dengan gagal pernapasan kronis. Meskipun studi pendahuluan ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
74
menunjukkan bahwa kombinasi ventilasi tekanan positif intermiten noninvasif (NIPPV) dengan terapi oksigen jangka panjang dapat meningkatkan beberapa variabel, data saat ini tidak mendukung penggunaan rutin kombinasi ini. Namun, dibandingkan dengan terapi oksigen jangka panjang saja, penambahan NIPPV dapat mengurangi retensi karbon dioksida dan mengurangi sesak nafas pada beberapa patients. Jadi, meskipun NIPPV jangka panjang sekarang ini tidak dapat direkomendasikan untuk perawatan rutin pasien dengan gagal pernafasan kronis akibat PPOK, kombinasi NIPPV dengan terapi oksigen jangka panjang mungkin dapat jadi salah satu pilihan pada pasien tertentu, khususnya di mereka dengan hypercapnia siang hari diucapkan. Vaksin Vaksin influenza dapat mengurangi komplikasi dan kematian pada pasien PPOK sekitar 50% (Bukti A). Rekomendasi adalah vaksin yang mengandung virus yang dibunuh atau virus hidup yang dilemahkan, karena lebih efektif pada pasien usia lanjut dengan PPOK. Strain disesuaikan setiap tahun untuk efektivitas yang tepat dan harus diberikan sekali setiap tahun. Vaksin pneumokokus polisakarida direkomendasikan untuk pasien PPOK 65 tahun keatas. Selain itu, vaksin ini telah terbukti mengurangi kejadian pneumonia komunitas pada pasien PPOK usia lebih muda dari 65 tahun dengan % FEV1 <40 prediksi (Bukti B). Persiapan Penderita PPOK Tindakan Bedah Pada penderita PPOK yang akan dilakukan tindakan bedah harus selalu dilakukan evaluasi preoperatif baik secara klinik, faal paru maupun analisis gas darah. PPOK merupakan kondisi premorbid yang dapat meningkatkan morbiditi dan mortaliti pascaoperatif. Beberapa kriteria yang dapat diperkirakan : PPOK derajat ringan risiko respirasi ringan PPOK derajat sedang risiko respirasi sedang sampai berat PPOK derajat berat harus hati-hati dalam persiapan operasi, manfaat dan risiko pascabedah harus benar-benar dipertimbangkan.
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
75
Hal yang perlu diperhatikan : Lokasi operasi Intratorasik Ekstratorasik Abomen atas atau bawah Organ lain misalnya, optalmologi, ortophedi, urologi, ginekologi, kolorektal atau kardiovakuler Teknik anastesi Teknik operasi Pencegahan rasa nyeri, terutama rangsangan pada diafragma dapat mengganggu otot respirasi Persiapan fisioterapi sebelum operasi (latihan napas dan ekspektorasi) Persiapan bidang pulmonologi Berhenti merokok minimal 8 minggu sebelum operasi Pengobatan agresif untuk gangguan paru misalnya Bronkodilator maksimal (sebelum, selama dan sesudah operasi) Steroid Antibiotik bila perlu Edukasi untuk postoperatif Monitor ketat selama operasi Perjalanan Dengan Pesawat Udara (Air Travel) Pasien PPOK stabil yang telah terkompensasi dengan oksigen pada permukaan laut, bila melakukan perjalanan udara dapat mengalami hipoksemia. Tetapi dengan penatalaksanaan yang baik perjalanan udara dapat dilakukan, bahkan oleh penderita PPOK dengan gagal napas kronik stabil. Persipan pada pasien PPOK berat sebelum perjalanan udara : Periksa analisis gas darah Bronkodilator maksimal Atasi ko-morbid yang lain misal : gagal jantung kanan atau kor pulmonale ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
76
Selama perjalanan oksigen harus diberikan bila timbul beberapa gejala di bawah ini : Rasa berat di dada Sesak napas Sianosis Gagal jantung kanan Kadar oksigen darah selama perjalanan udara harus lebih dari 70 mmHg. Pasien PPOK yang menggunakan terapi oksigen jangka panjang di rumah harus menggunakan oksigen selama perjalanan. Dosis penambahan oksigen dari dosis yang biasa digunakan adalah 1-2 liter (dengan nasal kanul) atau 31% dengan venturi mask. Bila kadar oksigen dalam darah > 70 mmHg tidak diperlukan penambahan oksigen. Harus diingat untuk mengatasi kondisi lain yang menyebabkan terjadinya hipoksemia, misalnya anemia atau gangguan sistem sirkulasi. Vaksinasi Dianjurkan memberikan vaksinasi untuk influenza dan pneumococcus setiap tahun karena dapat mengurangi eksaserbasi dan meningkatkan kualiti hidup.
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
77
BAB XI RUJUKAN KE SPESIALIS PARU Rujukan ke spesialis paru dapat berasal dari spesialis bidang lain atau dari pelayanan kesehatan primer, yaitu pelayanan kesehatan oleh dokter umum (termasuk juga puskesmas) PPOK yang memerlukan pelayanan bidang spesialis adalah : PPOK derajat klasifikasi sedang sampai dengan sangat berat Timbulnya pada usia muda Sering mengalami eksaserbasi Memerlukan terapi oksigen Memerlukan terapi bedah paru Sebagai persiapan terapi pembedahan PPOK dengan komplikasi Rujukan dari puskesmas mempunyai kriteria yang agak lain karena faktor sosiokultural di daerah perifer berbeda dengan di daerah perkotaan (lihat bab berikut)
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
78
BAB XII DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN PPOK DI PUSKESMAS DAN PELAYANAN KESEHATAN PRIMER Ada bukti bahwa manajemen PPOK umumnya tidak sesuai dengan pedoman, oleh karena itu penyebaran pedoman dan penatalaksanaan yang efektif mengenai PPOK sangat dibutuhkan. Di banyak negara, praktisi kesehatan primer mengobati sebagian besar pasien PPOK dan aktif terlibat dalam kampanye kesehatan masyarakat yang membawa pesan tentang mengurangi pajanan faktor-faktor risiko terhadap pasien dan masyarakat. Rekomendasi yang diberikan buku ini mendefinisikan diagnosis, pemantauan dan pengobatan PPOK yang dapat digunakan oleh praktisi kesehatan primer karena memiliki hubungan yang erat dengan pasien dan dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan. Gejala kronis PPOK adalah sesak napas, batuk dan produksi dahak. Sesak napas adalah gejala yang paling mengganggu kehidupan pasien seharihari, oleh karena itu penting untuk menyelidiki dampak sesak napas pada kegiatan sehari-hari yaitu: pekerjaan, kegiatan sosial, dan memberikan pengobatan yang sesuai. Jika proses ini tidak menghasilkan kejelasan, dapat digunakan kuesioner singkat seperti British Medical Research Council (MRC) questionnaire yang mengukur dampak sesak pada kegiatan sehari-hari, Clinic COPD questionnaire (CCQ), yang mengukur gejala PPOK terkait status fungsional dan kesehatan mental, atau International Primary Care Airways Group (IPAG) questionnaire yang mengukur gejala PPOK terkait dan faktor risiko (http://www.ipag.org). PPOK seringkali over diagnosis ataupun under diagnosis di banyak negara. Untuk menghindari ini, diperlukan penggunaan dan ketersediaan spirometri. Pemeriksaan spirometri pada pelayanan kesehatan primer memungkinkan, dengan syarat dilakukan pelatihan ketrampilan untuk petugas agar dapat melakukan sesuai prosedur operasi yang benar. Diagnosis dini dan pengobatan terutama ditujukan untuk berhenti merokok guna mencegah atau menunda timbulnya hambatan aliran udara ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
79
atau mengurangi progresivitas. Dalam mendiagnosis dini PPOK disarankan mengidentifikasi pasien berisiko tinggi. Meskipun konfirmasi diagnosis dari PPOK dan penilaian keparahan penyakit ditetapkan oleh spirometri, di banyak negara praktisi kesehatan primer mendiagnosis PPOK dengan gejala klinis saja. Beberapa faktor penyebabnya adalah ketidaktahuan peran penting spirometri dalam diagnosis PPOK, dan kurangnya pelatihan memadai dalam penggunaan dan interpretasinya. Inisiatif pendidikan lanjutan tentang spirometri ditargetkan untuk semua praktisi kesehatan primer, namun di banyak daerah praktisi kesehatan kekurangan akses terhadap spirometri. Dalam kondisi seperti itu tidak mungkin untuk sepenuhnya menerapkan rekomendasi, dan diagnosis PPOK harus dengan spirometri. Penggunaan peak flow meter dapat dipertimbangkan, asalkan nilai (positif dan negatif) prediksi flow meter untuk diagnosis PPOK jelas dipahami. Pasien geriatri sering memiliki beberapa kondisi penyakit kronis. Diperkirakan bahwa di seluruh dunia, 25% dari orang di atas usia 65 tahun menderita dua dari lima penyakit kronis yang paling umum (termasuk PPOK), dan 10% menderita dari tiga atau lebih. Pada mereka yang berusia antara 75 atau lebih tua angka-angka ini meningkat menjadi 40% dan 25%. Tingkat keparahan komorbiditas dan dampaknya pada status kesehatan pasien akan bervariasi diantara pasien dari waktu ke waktu. Komorbiditas dapat dikategorikan dalam berbagai cara untuk membantu pemahaman yang lebih baik dampaknya terhadap pasien, dan dampaknya terhadap manajemen penyakit.
Komorbiditas umum: yaitu penyakit dengan patofisiologi yang berhubungan dengan merokok seperti penyakit seperti penyakit jantung iskemik dan kanker paru-paru Komorbid dengan komplikasi: yaitu kondisi yang timbul akibat PPOK seperti hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan. Intervensi dini diarahkan untuk mencegah komplikasi tersebut Co-insidental komorbid : kondisi kronis dengan patogenesis yang tidak berhubungan dengan penyakit PPOK tetapi berhubungan dengan proses penuaan, yaitu kanker usus atau kanker prostat,
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
80
depresi, diabetes mellitus, penyakit Parkinson, demensia dan arthritis. Kondisi tersebut dapat membuat manajemen PPOK lebih sulit Inter komorbiditas: yaitu penyakit akut yang memiliki dampak yang lebih parah pada pasien dengan penyakit kronis tertentu. Misalnya, infeksi saluran pernapasan atas pada PPOK. memiliki dampak yang lebih parah dan memerlukan perawatan yang berbeda.
Peran Dokter di Puskesmas dalam penanggulangan PPOK Puskesmas sebagai garis terdepan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia masih mempunyai keterbatasan baik dalam penyediaan sarana diagnosis maupun obat-obatan. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam hal diagnosis dan penatalaksanaan PPOK, dapat digunakan prosedur dibawah ini : DIAGNOSIS PPOK adalah manifestasi dari penyakit paru kronik yang dapat di cegah dan diobati. Hal yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis PPOK di puskesmas antara lain : 1. Anamnesis a. Keluhan Sesak napas yang bertambah berat bila aktivitas Kadang-kadang disertai mengi Batuk kering atau dengan dahak yang produktif Rasa berat di dada b. Riwayat penyakit Keluhan klinis bertambah berat dari waktu ke waktu c. Faktor predisposisi Usia > 45 tahun Riwayat merokok aktif atau pasif Terpajan zat beracun (polusi udara, debu pekerjaan) Batuk berulang pada masa kanak-kanak Berat badan lahir rendah (BBLR) ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
81
2.
Pemeriksaan fisis: a. Secara umum Penampilan pink puffer atau blue bloater Pernapasan pursed-lips breathing Tampak denyut vena jugularis atau edema tungkai bila telah terjadi gagal jantung kanan b. Toraks Inspeksi : barrel chest Penggunaan otot bantu napas Pelebaran sela iga Perkusi : hipersonor pada emfisema Auskultasi : Suara napas vesikuler normal, meningkat atau melenah terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau dengan ekspirasi paksa ekspirasi memanjang
3.
Pemeriksaan penunjang a. Jalan 6 menit, dapat dilakukan modifikasi cara evaluasi fungsi paru atau analisis gas darah sebelum dan sesudah pasien berjalan selama 6 menit atau 400 meter. Untuk di Puskesmas dengan sarana yang terbatas, evaluasi yang digunakan adalah keluhan lelah yang timbul atau bertambah sesak b. Pemeriksaan darah Hb, leukosit c. Foto toraks d. Fungsi paru dengan PFR bila memungkinkan
PENATALAKSANAAN Tujuan penatalaksanaan di Puskesmas 1. Mengurangi laju beratnya penyakit 2. Mempertahankan PPOK yang stabil’ 3. Mengatasi eksaserbasi ringan 4. Merujuk ke spesialis paru atau rumah sakit 5. Melanjutkan pengobatan dari spesialis paru atau rumah sakit rujukan Untuk memudahkan penatalaksanaan di Puskesmas terbagi menjadi : ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
82
Penatalaksanaan PPOK stabil Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi
Penatalaksanaan PPOK stabil: 1. Obat-obatan 2. Edukasi 3. Nutrisi 4. Rehabilitasi 5. Rujukan ke spesialis paru/rumah sakit Obat-obatan Dalam penatalaksanaan PPOK stabil termasuk disini melanjutkan pengobatan pemeliharaan dari rumah sakit atau dokter spesialis paru baik setelah mengalami serangan berat atau evaluasi spesialistik lainnya, seperti pemeriksaan fungsi paru, analisis gas darah, kardiologi dll. Obat-obatan diberikan dengan tujuan mengurangi laju beratnya penyakit dan mempertahankan keadaan stabil yang telah tercapai dengan mempertahankan bronkodilatasi dan penekanan inflamasi. Obat-obatan yang digunakan : 1. Bronkodilator Diberikan dalam bentuk oral, kombinasi golongan 2 agonis dengan golongan xantin. Masing-masing dalam dosis suboptimal, sesuai dengan berat badan dan beratnya penyakit. Misal untuk dosis pemeliharaan, aminofillin/teofillin 100-150 mg kombinasi dengan salbutamol 1 mg atau terbutalin 1 mg 2. Kortikosteroid Gunakan dalam bentuk inhalasi. 3. Ekspektoran Gunakan obat batuk hitam (OBH) 4. Mukolitik Gliseril guayakolat dapat diberikan bila sputum mukoid 5. Antitusif Kodein hanya diberikan bila batuk kering dan iritatif.
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
83
Manfaatkan obat-obatan yang tersedia sesuai dengan perkiraan patogenesis yang terjadi pada keluhan klinis. Perhatikan dosis dan waktu pemberian untuk menghindari efek samping obat. Edukasi Karena keterbatasan obat-obatan yang tersedia dan masalah sosiokultural lainnya, seperti keterbatasan tingkat pendidikan dan pengetahuan , keterbatasan ekonomi dan sarana kesehatan, maka edukasi di Puskesmas ditujukan untuk mencegah bertambah beratnya penyakit dengan cara mengunakan obat yang tersedia dengan tepat, menyesuaikan keterbatasan aktiviti serta mencegah eksaserbasi Pengurangan pajanan faktor risiko Pengurangan paparan asap rokok, debu pekerjaan, bahan kimia dan polusi udara indoor maupun outdoor, termasuk asap dari memasak merupakan tujuan penting untuk mencegah timbul dan perburukan PPOK. Dalam sistem pelayanan kesehatan, praktisi pelayanan primer secara aktif terlibat dalam kampanye kesehatan masyarakat diharapkan mampu memainkan peran penting dalam menyampaikan pesan-pesan tentang mengurangi pajanan faktor risiko. Praktisi pelayanan primer juga dapat mengkampanyekan pengetahuan mengenai bahaya merokok pasif dan pentingnya menerapkan lingkungan kerja yang bebas rokok. Berhenti Merokok Berhenti Merokok merupakan intervensi yang paling efektif untuk mengurangi risiko pengembangan PPOK, maka nasihat berhenti merokok dari para profesional bidang kesehatan membuat pasien lebih yakin untuk berhenti merokok. Praktisi pelayanan primer memiliki banyak kesempatan kontak dengan pasien untuk mendiskusikan berhenti merokok,
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
84
meningkatkan motivasi untuk berhenti merokok dan mengidentifikasi kebutuhan obat/ farmakologi yang mendukung. Hal ini sangat penting untuk menyelaraskan saran yang diberikan oleh praktisi individu dengan kampanye kesehatan publik. Nutrisi Keseimbangan nutrisi antara protein lemak dan karbohidrat diberikan dalam porsi kecil tetapi sering. Kekurangan kalori dapat menyebabkan meningkatnya derajat sesak. Rehabilitasi 1. Latihan bernapas dengan pursed-lips 2. Latihan ekspektorasi 3. Latihan otot pernapasan dan ektremiti Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi Eksaserbasi PPOK terbagi menjadi derajat ringan, sedang dan berat. Penatalaksanaan derajat ringan diatasi di poliklinik rawat jalan. Derajat sedang dapat diberikan obat-obatan perinjeksi kemudian dilanjutkan dengan peroral. Sedangkan pada eksaserbasi derajat berat obat-obatan diberikan intra vena untuk kemudian bila memungkinkan dirujuk ke rumah sakit yang lebih memadai setelah kondisi daruratnya teratasi. Obat-obatan pada eksaserbasi akut 1. Penambahan dosis bronkodilator dan frekuensi pemberiannya. Bila terjadi eksaserbasi berat obat diberikan secara injeksi, subkutan, intravena atau per drip, misal : Terbutalin 0,3 ml subkutan dapat diulang sampai 3 kali setiap 1 jam dan dapat dilanjutkan dengan pemberian perdrip 3 ampul per 24 jam Adrenalin 0,3 mg subkutan, digunakan hati-hati Aminofillin bolus 5 mg/kgBB (dengan pengenceran ana) dilanjutkan dengan perdrip 0,5-0,8 mg/kgBB/jam Pemberian aminofillin drip dan terbutalin dapat bersama-sama dalam 1 botol cairan perinfus. Cairan infus yang digunakan adalah Dektrose 5 %, Na Cl 0,9% atau Ringer laktat ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
85
2. 3. 4. 5.
Kortikosteroid diberikan dalam dosis maksimal, 30mg/hari dalam 2 minggu bila perlu dengan dosis turun bertahap (tappering off) Antibiotik diberikan bila eksaserbasi (lihat halaman 52) Diuretika Diberikan pada PPOK derajat sedang-berat dengan gagal jantung kanan atau kelebihan cairan Cairan Pemberian cairan harus seimbang, pada PPOK sering disertai kor pulmonal sehingga pemberian cairan harus hati-hati
Perawatan Komprehensif dalam Pengelolaan PPOK Efektivitas program penatalaksanaan penyakit terpadu untuk perawatan pasien PPOK menyimpulkan bahwa program ini berguna untuk meningkatkan kualitas kesehatan . Mengikutsertakan dokter umum dengan perawat memiliki dampak positif pada kepatuhan pasien. Intervensi layanan terpadu termasuk pendidikan, koordinasi antar tingkat pelayanan, dan meningkatkan aksesibilitas, mengurangi kunjungan penderita PPOK ke rumah sakit. Rujukan dari Puskesmas dan pelayanan kesehatan primer ke Rumah sakit/ Spesialis Paru dilakukan bila : 1. Rujukan untuk diagnosis dan derajat PPOK 2. PPOK eksaserbasi 3. Rujukan penatalaksanaan jangka panjang Penanganan PPOK Stabil dapat dilakukan oleh pelayanan primer bekerja sama dengan spesialis Paru (evaluasi oleh spesialis paru setiap 3 bulan) Rujukan ke spesialis paru dapat berasal dari spesialis bidang lain atau dari pelayanan kesehatan primer, yaitu pelayanan kesehatan oleh dokter umum (termasuk juga puskesmas) PPOK yang memerlukan pelayanan bidang spesialis adalah : PPOK derajat klasifikasi sedang sampai dengan sangat berat Timbulnya pada usia muda Sering mengalami eksaserbasi Memerlukan terapi oksigen Memerlukan terapi bedah paru Sebagai persiapan terapi pembedahan PPOK dengan komplikasi ________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
86
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8.
9.
10. 11. 12. 13. 14.
ATS Statement. Standards for the diagnostic and care of patient with chronic obstructive disease. Am J Respir Crit Care Med 1995; 152: S77120.
BTS. Guidelines for the management of chronic obstructive pulmonary disease. Thorax 1997; 52: S1-25. COPD: Working towards a greater understanding. Chest 2000; 117: 325S-01S. Mechanisme and Management of COPD. Chest 1998; 113: 233S87S. COPD: Clearing the air. Chest 2000; 117: 1S-69S. Snow V, Lascher S, Pilson CH. The evidence base for management of acute exacerbations of COPD. Chest 2001; 119: 118-9. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease. National Institutes of Health. National Heart, Lung and Blood Insitute, Update 2003. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket guide to COPD diagnosis, management and prevention. National Institutes of Health. National Heart Lung and Blood Institute, Update July, 2003. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease. National Institutes of Health. National Heart, Lung and Blood Insitute, Update 2009 Priyanti ZS dkk. Pola Kuman PPOK RS Persahabatan 2007 Barnes PJ et al. Emerging pharmacotherapies for COPD. Chest 2008;134: 1278-86. Rahman et al. Systemic oxidative stress in asthma, COPD and smokers. Am J respire Crit Care Med 1996;154:1055-1060 Lusuardi et.al. GOLD severity stratification and risk of hospitalization for COPD excacerbation. Monaldi Arch Chest Dis, 2008,69[1]: 11-7) Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease. National Institutes of Health. National Heart, Lung and Blood Insitute, Update 2010
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
87
________________________________________________________________________ Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Diagnosis & Penatalaksanaan
88