Peranan Symptom-based Questionnaire untuk Diagnosis Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Laporan Kasus Berbasis Bukti z Aghnia Permatasari*, Dita Gemiana*, Fitriana Nur*, Raditya Ardi*, Wahyu Permatasari*, Jamal Zaini** *
Mahasiswa tingkat III, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
**
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta.
Abstrak Latar belakang : Diagnosis penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) menggunakan spirometri di pelayanan kesehatan primer cukup sulit karena ketidaktersediaan alat. Tujuan penelitian untuk menentukan nilai diagnosis symptom-based questionnaire dibandingkan spirometri. Metode : Pencarian literatur menggunakan database Pubmed, Scopus, EBSCO dan Cohcrane Library menghasilkan tiga artikel yang relevan dan full-text. Hasil : Symptom-based questionnaire menghasilkan nilai spesifisitas yang rendah (54-65% pada cut off 19,5, namun tinggi pada sensitivitas (59%-94% pada cut off 16,5), selain itu metode ini tersedia di pelayanan primer. Kesimpulan : Symptom-based questionnaire tidak bermanfaat untuk diagnosis PPOK dan lebih sesuai digunakan untuk skrining. (J Respir Indo. 2013; 33:258-63) Kata kunci: Symptom-based questionnaire, spirometri, diagnosis, PPOK, EBM, EBCR.
The Role of Symptom-based Questionnaire for Diagnosing Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Evidence-based Case Report Abstract Background : Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) diagnosis using spirometry in primary care is quite difficult due to the availability. The aim of this study is to evaluate diagnosis value of symptom-based questionnaire in COPD diagnosis. Methods : Literature search using Pubmed, SCOPUS, and EBSCO databases yield three relevant and full-text articles. Results : Symptom-based questionnaire yields low specificity (54-65% on 19.5 cut off) yet high sensitivity (59-94% on 16,5 cut off), it also available in primary care. Conclusion : COPD symptom-based questionnaire is not useful for diagnosing COPD but suited for screening. (J Respir Indo. 2013; 33:258-63) Keywords : Symptom-based questionnaire, spirometry, diagnosis, COPD, EBM, EBCR.
PENDAHULUAN Tn. A, 50 tahun, datang ke pusat kesehatan
dengan inflamasi abnormal paru terhadap partikel atau
masyarakat (puskesmas) dengan keluhan batuk sejak
gas berbahaya di saluran napas yang bersifat progresif,
satu tahun yang lalu. Batuk sering disertai dahak. Tn. A
tidak reversibel atau sebagian reversibel.1,2 Gejala yang
juga terkadang merasakan sesak napas, terutama
ditemukan antara lain batuk kronik, produksi sputum,
apabila beraktivitas. Tn. A memiliki riwayat merokok 2
dan sesak napas. Faktor risiko utama PPOK adalah
bungkus/ hari selama 30 tahun. Dokter yang memeriksa
usia > 40 tahun dan merokok. Diagnosis PPOK
curiga bahwa Tn. A menderita penyakit paru obstruktif
ditegakkan apabila nilai volume ekspirasi paksa detik
kronik (PPOK), namun di puskesmas tersebut tidak
pertama (VEP1) berbanding kapasitas vital paksa (KVP)
terdapat fasilitas spirometri. Dokter tersebut ingin
pada spirometri <70% setelah inhalasi bronkodilator.2,3
mengetahui apakah “symptom-based questionnaire” dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis PPOK.
Pasien dengan gejala PPOK umumnya datang terlebih dahulu ke pelayanan primer seperti puskesmas,
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
akan tetapi diagnosis PPOK seringkali terlewatkan
merupakan penyakit paru kronik yang memiliki
karena keterbatasan spirometri di pelayanan primer.4
karakteristik berupa hambatan aliran udara, terkait
Dibutuhkan pemeriksaan yang sederhana, mudah
J Respir Indo Vol. 33, No. 4, Oktober 2013
258
tetapi cukup absah yang dapat mendiagnosis PPOK
operasi Boolean (tabel 1).
pada pelayanan primer. Perangkat yang paling
Penelusuran dilakukan dengan menggunakan
sederhana dan sangat terjangkau adalah dengan
kriteria inklusi humans, validation study, English.
menggunakan kuesioner (symptom-based
Kriteria eksklusi adalah artikel yang tidak sesuai dengan
questionnaire) .
pertanyaan klinis.
Pendekatan evidence based medicine dalam
Seleksi
menjawab masalah klinis.
Dari 662 artikel pada SCOPUS ternyata hanya
Saat ini pendekatan penyelesaian masalah
184 artikel yang sesuai dengan kriteria, begitu pula dari
dengan menggunakan metode evidence based
118 artikel pada Pubmed terdapat 22 artikel yang sesuai
medicine atau kedokteran berbasis bukti semakin
sehingga total artikel pada pencarian awal diperoleh
berkembang, dan aplikasinya tidak hanya terbatas
206 artikel. Penelusuran dari EBSCO mendapatkan 553
untuk membuat pedoman, tetapi juga untuk menjawab
artikel namun setelah dipilah kembali hanya 5 yang
pertanyaan atau masalah klinis yang dihadapi sehari-
memenuhi syarat dengan 4 adalah artikel yang sama
hari. Langkah-langkah penyelesaian masalah dengan
dengan sumber lain, sedangkan dari Cochrane Library
metode kedokteran berbasis bukti dimulai dengan
tidak ditemukan artikel yang sesuai (gambar 1).
formulasi masalah, diikuti oleh deskripsi proses
Setelah itu dilakukan seleksi dengan membaca judul
pencarian bukti, appraisal bukti-bukti yang diperoleh,
artikel dan abstrak berdasarkan kriteria inklusi dan
serta aplikasi pada kasus yang relevan. Hasil kegiatan
kriteria eksklusi. Setelah membaca keseluruhan artikel
tersebut sebenarnya sangat penting karena dapat
diperoleh 3 artikel yang dapat digunakan dan dilakukan
menjadi sumber ilmu baru dan menjadi landasan awal
telaah kritis.
untuk pembuktian lanjutan ataupun penelitian.
Dari penelusuran awal ditemukan penggunaan
Saat ini “evidence based case report” atau
symptom-based questionnaire mulai diperkenalkan
“laporan kasus berbasis bukti”, baik dengan
pada panduan yang diterbitkan oleh international
menggunakan ilustrasi kasus/ vignette ataupun kasus
primary care airways group (IPAG).3 Review tentang
nyata, sudah banyak diterbitkan di jurnal-jurnal
penggunaan kuesioner untuk mendiagnosis PPOK juga
kedokteran terutama jurnal kedokteran internasional.
dibahas oleh van Schayck dkk.4
tahun 2006 dan
Pada makalah ini, langkah-langkah evidence
Spyratos dkk. tahun 2012. Publikasi oleh van Schayck
based medicine (EBM) diterapkan untuk menjawab
dkk. tersebut ternyata menjadi dasar dikembangkannya
5
masalah klinis mengenai diagnosis PPOK pada
kuesioner lain berdasarkan gejala (symptom-based
pelayanan primer.
questionnaire) pada PPOK. 6-8 Price dkk. 9 mewakili tim peneliti COPD
METODE Strategi penelusuran pustaka
questionnaire study group mempublikasikan penggunaan symptom-based questionnaire yang
Pencarian artikel dilakukan untuk mengetahui
bertujuan membantu mengidentifikasi subjek yang
apakah PPOK symptom-based questionnaire
memiliki kemungkinan terdapatnya hambatan jalan
dibandingkan dengan spirometri dapat digunakan
napas atau PPOK.9 Kuesioner ini cukup sederhana dan
sebagai alat diagnosis ataupun skrining pada pasien
sangat potensial untuk dikaji lebih lanjut karena cocok
dewasa usia 40 tahun atau lebih dengan riwayat
dengan masalah klinis yang diajukan. Sistem skoring
merokok. Studi yang berkaitan diidentifikasi dengan
yang digunakan pada kuesioner tersebut sangat mudah
menggunakan elektronik database yaitu Pubmed®,
dan memungkinkan dihitungnya risiko PPOK
SCOPUS®, EBSCO® dan Cochrane Library®. Kata
berdasarkan beberapa poin sederhana seperti indeks
kunci yang digunakan dikombinasikan menggunakan
massa tubuh (IMT), intensitas merokok serta gejala
259
J Respir Indo Vol. 33, No. 4, Oktober 2013
Smoker OR 40 years OR older OR aged 40
AND
COPD OR screen* OR diagnostic OR diagnose
Questionnaire OR symptom based
AND
Pubmed
EBSCO
SCOPUS
Cochrane Library
118
553
665
0
Spirometry OR FEV1/FVC
AND
Limit: human, validation study, English 22
184
Exclusion criteria Irrelevant to cinical question
Screening title and abstract
5
3
3
No double Filtering double
4
Full text available
“All decisions were made by consensus of at least 2 authors”
4
Reading full text
Useful : 3 article(s)
Gambar 1. Desain alur strategi penelusuran pustaka (dilakukan pada tanggal 28 Juni 2013)
atau riwayat penyakit. Skor berkisar antara 0 hingga 38. Subjek diklasifikasikan sebagai risiko tinggi (> 19,5), sedang (16,5-19,5) atau rendah (0-16,5).
9
Dua
publikasi lainnya adalah validasi dan pengembangan dari symptom-based questionnaire tersebut.10,11
HASIL Price dkk.9 melakukan studi potong lintang terhadap 818 subjek dengan menggunakan symptombased questionnaire untuk mendeteksi PPOK. Dari studi tersebut didapatkan dua cut off, yaitu skor 16,5 dan 19,5. Pada cut off 16,5, didapati sensitivitas 59%,
Telaah kritis
spesifisitas 77%, nilai prediksi positif 37%, nilai prediksi
Artikel yang sesuai yaitu Price dkk.9, Kotz dkk.10,
negatif 89%. Pada cut off 19,5 didapatkan sensitivitas
dan Kawayama dkk.11 ditelaah kritis menggunakan
80%, spesifisitas 57%, nilai prediksi positif 30%, nilai
kriteria validitas standar untuk penelitian diagnostik.12
prediksi negatif 93%.
Desain dan karakteristik setiap studi dirangkum pada
Kotz dkk.10 melakukan penelitian untuk skrining
tabel 2. Aspek yang dinilai meliputi validity, importancy,
PPOK pada pria berusia di atas 40 tahun yang saat ini
dan applicability (VIA) dan terangkum dalam tabel 3.
merokok, disertai gejala gangguan pernapasan. Pada
J Respir Indo Vol. 33, No. 4, Oktober 2013
260
Tabel 1. Strategi pencarian (dilakukan pada tanggal 28 Juni 2013) Database
Strategi penelusuran
SCOPUS
(Smok* OR 40 OR Age* OR Years OR Old*) AND (Questionnaire) AND (Spirometry OR FEV1/FVC) AND (Screen* OR Diagnos* OR COPD OR Chronic obstructive pulmonary disease) (Smok* OR 40 OR Age* OR Years OR Old*) AND (Questionnaire) AND (Spirometry OR FEV1/FVC) AND (Screen* OR Diagnos* OR COPD OR Chronic obstructive pulmonary disease) (Smok* OR 40 OR Age* OR Years OR Old*) AND (Questionnaire) AND (Spirometry OR FEV1/FVC) AND (Screen* OR Diagnos* OR COPD OR Chronic obstructive pulmonary disease) (Smok* OR 40 OR Age * OR Years OR Old*) AND (Questionnaire) AND (Spirometry OR FEV1/FVC) AND (Screen* OR Diagnos* OR COPD OR Chronic obstructive pulmonary disease)
Pubmed
EBSCO
COCHRANE Library
Total
Temuan
Digunakan
665
1
118
3
553
3 artikel sama dengan Pubmed
0
0
4
Tabel 2. Desain dan karakteristik studi Artikel
Jumlah Karakteristik
Price dkk.
9
10
Kotz dkk.
Kawayama dkk.
11
Tes indeks
Tes baku emas
818
Usia ≥40 tahun Current dan exsmoker Tidak pernah didiagnosis penyakit paru kronik
Symptom-based questionnaire (cut off 16,5 dan 19,5)
Spirometri VEP1/KVP <70% sebelum dan 15 menit sesudah pemberian 2,5 mg salbutamol/ albuterol
Outcome
Kekuatan
Kelemahan
676
Usia 40-70 tahun Current smoker >10 pak/tahun Memiliki gejala respirasi Tidak pernah didiagnosis penyakit paru kronik Tidak melakukan pemeriksaan spirometri 12 bulan sebelumnya
Symptom-based questionnaire (cut off 16,5 dan 19,5)
Spirometri sebelum dan 15 menit sesudah pemberian 500µg terbutalin
VEP1/KVP <70% Pelaksanaan pemeriksaan dipaparkan dengan jelas Jumlah subjek besar
Tidak memasukkan ex-smoker dalam subjek Populasi ras Kaukasian
169
Usia ≥40 tahun Current dan exsmoker Tidak pernah didiagnosis penyakit paru kronik
Symptom-based questionnaire (cut off 16,5 dan 19,5)
Spirometri sebelum dan 15 menit sesudah pemberian 200µg salbutamol
VEP1/KVP <70% Populasi Asia
Blinding tidak disebut eksplisit Cut off IMT terlalu tinggi untuk populasi Asia Jumlah subjek sedikit
Pelaksanaan Populasi ras pemeriksaan Kaukasian dipaparkan dengan jelas
studi dengan jumlah subjek 676 ini dilaporkan nilai
spesifisitasnya 40%, nilai prediksi positif 36% dan nilai
sensitivitas 89%, spesifisitas 24%, nilai prediksi positif
prediksi negatif 97%. Sedangkan pada cut off poin 19,5,
46% dan nilai prediksi negatif 75% dengan cut off 16,5.
didapatkan sensitivitas 85%, spesifisitas 65%, nilai
Pada cut off 19,5 didapatkan sensitivitas 66%,
prediksi positif 24% dan nilai prediksi negatif 90%.
spesifisitas 54%, nilai prediksi positif 51%, nilai prediksi negatif 68%.
PEMBAHASAN 11
Kawayama dkk. melakukan studi potong lintang untuk skrining PPOK dengan subjek ras Asia sebanyak 169. Pada cut off 16,5 didapatkan sensitivitas 94%,
261
J Respir Indo Vol. 33, No. 4, Oktober 2013
Telaah kritis dengan menggunakan pendekatan EBM ditemukan studi yang dilakukan oleh Price dkk.9,
Tabel 3. Telaah kritis menggunakan kriteria VIA
+
0,89 0,93 0,75 0,68 0,97 0,90
0,19 0,19 0,42 0,42 0,19 0,19
0,37 0,31 0,84 1,03 0,37 0,58
0,11 0,07 0,24 0,31 0,04 0,05
Level of evidence*
+
0,37 0,30 0,46 0,51 0,36 0,24
Mempengaruhi tatalaksana
-
0,77 0,57 0,24 0,54 0,40 0,65
Probabilitas pre-
+
0,59 0,80 0,89 0,66 0,94 0,85
Tersedia, terjangkau
+
Probabilitas posterior bila -
+
Probabilitas posterior bila +
+
Prevalensi
11
+
Nilai prediksi -
Kawayama dkk.
+
Nilai prediksi +
Kotz dkk.
16,5 19,5 16,5 19,5 16,5 19,5
Spesifisitas
10
Sensitivitas
9
Uji referensi dilakukan
Price dkk.
Spektrum pasien sesuai
Artikel
Applicability
Importance
Independen-blind
Cut off
Validity
+
+
-
2
+
+
-
2
+
+
-
2
Keterangan: Validity (+) : dinyatakan dalam artikel dan dilakukan; Validity (–) : tidak dinyatakan dalam artikel namun tidak dilakukan; Importance : tidak Applicability : ya * Level of evidence berdasarkan oxford center for evidence based medicine 201112
10 11 Kotz dkk. dan Kawayama dkk. menunjukkan
Pada kasus ini symptom-based questionnaire kurang
kesamaan pada spektrum pasien, tes baku dan
bermanfaat untuk sarana diagnostik PPOK karena
blinding, walaupun Kawayama dkk.
11
tidak
spesifisitasnya rendah.
menyebutkan blinding secara eksplisit. Nilai cut off
Prevalensi PPOK pada ketiga studi memiliki
kuesioner pada ketiga studi ini juga sama yaitu 16,5 dan
rentang yang cukup luas yaitu 18,7%-42% dengan
19,5. Spesifisitas yang didapat cukup rendah yaitu 24-
prevalensi terbesar didapat pada studi Kotz dkk.10
77% pada cut off 16,5 dan 57-65% pada cut off 19,5.
dikarenakan subjek yang hanya berasal dari kelompok
Spesifisitas terendah didapatkan pada studi Kotz dkk.
10
yaitu 24% untuk cut off 16,5 dan 54% untuk cut off 19,5. Menurut penelitian Kotz dkk. 1 0 , dengan
current smoker sehingga kasus PPOK lebih banyak terjaring. Likelihood ratio dari ketiga studi ini cukup rendah (1,17-2,55) sehingga probabilitas posteriornya
menggunakan cut off point 16,5, symptom-based
pun rendah. Di Indonesia, prevalensi PPOK adalah
questionnaire ini memiliki sensitivitas 89% dan
5,6%, namun angka ini tidak akurat karena proses
spesifisitas 24 % berarti 9 dari 10 subjek yang memang
pengumpulan data yang belum optimal. Diperkirakan
memiliki hambatan jalan napas dapat dengan benar
prevalensi di Indonesia yang sebenarnya tidak terlalu
terdeteksi melalui kuesioner ini (true positive) namun
berbeda dengan studi yang ada sehingga apabila tes ini
pada saat yang sama 7 dari 10 subjek tanpa hambatan
diterapkan hasil probabilitas posteriornya pun kurang
jalan napas ternyata juga memiliki nilai positif/ dianggap
lebih sama. Dari hasil tersebut terlihat bahwa symptom-
PPOK (false positive). Subjek pada studi ini hanya
based questionnaire ini tidak bermanfaat untuk
diambil dari current smoker. Pada current smoker gejala
diagnosis PPOK.
respirasi lebih sering terjadi dibandingkan ex-smoker
Di sisi lain sensitivitas yang didapatkan cukup
sehingga skor kuesioner akan lebih tinggi dan
tinggi yaitu 58,7%-93,9% pada cut off 16,5 dan 65,8%-
mengarah ke false positive yang tinggi.
80,4% pada cut off 19,5. Sensitivitas tertinggi pada
Untuk dapat dijadikan sebagai sarana
kedua cut off didapatkan dari studi Kamayama dkk.11
diagnostik, suatu alat ukur harus memiliki spesifisitas
dikarenakan perbedaan populasi yaitu ras mongoloid/
yang tinggi dan juga sensitivitas tinggi, sehingga dapat
Asia sedangkan kedua studi lain menggunakan ras
benar-benar membedakan antara sakit dan tidak sakit.
kaukasia. Perbedaan ras ini tercermin pada cut off
J Respir Indo Vol. 33, No. 4, Oktober 2013
262
indeks massa tubuh yang menyebabkan lebih banyak
3. International primary care airways group (IPAG).
subjek yang masuk kategori hasil positif pada studi
Chronic airways disease. A guide for primary care
11
Kawayama dkk.
Nilai prediksi negatif yang didapat
physicians. [Online]. 2005 [Cited on 2013 July 10].
juga tinggi yaitu 75-97% (cut off 16,5) dan 68-93% (cut
Available from : URL: www.goldcopd.it/materiale/
off 19,5) sehingga tes ini mampu me-rule-out pasien
gr_lavoro06/15/2.pdf
yang tidak memiliki PPOK. Dikombinasikan dengan
4. Van Schayck CP, Halbert RJ, Nordyke RJ, Isonaka
sensitivitas yang tinggi, symptom-based questionnaire
S, Maroni J, Nonikov D. Comparison of existing
ini dapat bermanfaat untuk skrining PPOK terutama
symptom based-questionnaires for identifying
dengan menggunakan cut off 16,5.
COPD in the general practice setting. Respirology.
Jika pemeriksaan dengan kuesioner
2005;10:323-33.
menunjukkan hasil negatif, kemungkinan besar
5. Spyratos D, Chloros D, Sichletidis L. Diagnosis of
memang tidak memiliki penyakit PPOK dan diagnosis
chronic obstructive pulmonary disease in the
lain perlu dicari. Jika pemeriksaan dengan kuesioner
primary care setting. Hipokratia. 2012;16:17-22.
tersebut menunjukkan hasil positif, maka perlu
6. Ohar JA, Sadeghnejad A, Meyers DA, Donohue JF,
dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa spirometri
Bleecker ER. Do symptoms predict COPD in
(sebelum dan setelah bronkodilator) sebagai gold
smokers? Chest. 2010; 137:1345-53.
standard menegakkan diagnosis PPOK.
7. Martinez FJ, Raczek AE, Seifer FD, Conoscenti CS, Curtice TG, d'Eletto TFD, et al. Development and
KESIMPULAN Symptom-based questionnaire tidak bermanfaat untuk diagnosis PPOK karena spesifisitasnya rendah, namun sensitivitas dan nilai prediksi negatifnya tinggi, sehingga lebih sesuai untuk skrining atau penapisan awal. Akan tetapi untuk penerapan di Indonesia diperlukan modifikasi salah satu pertanyaan dalam kuesioner mengenai cut off IMT serta perlu dilakukan validasi dengan populasi Indonesia. Pada pasien yang dicurigai PPOK di pelayanan primer seperti puskesmas, kuesioner ini dapat digunakan sebagai sarana penapisan awal, dan jika terbukti positif akan dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri (sebelum dan setelah bronkodilator) sebagai gold standard dalam mendiagnosis PPOK.
DAFTAR PUSTAKA 1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK): Panduan diagnosis dan
screener questionnaire (COPDPS). COPD. 2008; 5:85-95. 8. Hanania NA, Mannino DM, Yawn BP, Mapel DW, Martinez FJ, Donohue JF, et al. Predicting risk of airflow obstruction in primary care: Validation of the lung function questionnaire (LFQ). Respir Med. 2010;104:1160-70. 9. Price DB, Tinkelman DG, Nordyke RJ, Isonaka S, Halbert RJ. Scoring system and clinical application of COPD diagnostic questionnaires. Chest. 2006; 129: 1531-9. 10. Kotz D, Nelemans P, van Schayck CP, Wesseling GJ. External validation of a COPD diagnostic questionnaire. Eur Respir J. 2008; 31: 298-303. 11. Kawayama T, Minakata Y, Mastsunaga K, Yamagata T, Tsuda T, Kinoshita M, et al. Validation of symptom-based COPD questionnaires in Japanese subjects. Respirology. 2008;13:420-6. 12. OCEBM levels of evidence working group. Oxford
penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI;
centre of evidence-based medicine 2011 levels of
2003.
evidence. [Online]. 2011 [Cited on 2013 June 16].
2. Global initiative for chronic obstructive lung disease.
Available from: URL: http://www.cebm.net/
Guideline COPD: Diagnosis, management, and
mod_product/design/files/CEBM-Levels-of-
prevention. [Online]. 2013 [Cited on 2013 July 10].
Evidence-2.1.pdf.
Available from: URL: http://www.goldcopd.com/
263
initial validation of a self-scored COPD population
J Respir Indo Vol. 33, No. 4, Oktober 2013