POLITIK INDONESIA MALAYSIA DALAM DIALOG SEBUMI 3 Editor: Rizal Yaakop & Syafuan Rozi
Joint Published by: PUSAT PENELITIAN POLITIK, LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (P2P, LIPI), FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK, UNIVERSITAS INDONESIA (FISIP UI) & PUSAT PENGAJIAN SEJARAH, POLITIK DAN STRATEGI, FAKULTI SAINS SOSIAL DAN KEMANUSIAAN, UNIVERSITI KEBANGSAAN MALAYSIA (UKM)
2011
K ATA P ENGANTAR
Universitas Indonesia (UI) bersama dengan Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) kembali menyelenggarakan Seminar Internasional bertema “Seminar Bersama UI dan UKM” untuk yang ketiga kalinya(yang juga dikenal dengan akronim SEBUMI 3 2010). Jika sebelumnya pada tahun 2008, UI menjamu UKM sebagai tuan rumah, UKM kali ini mendapatkan giliran menjadi tuan rumah SEBUMI 2010. Seminar berlangsung di Bangi, Malaysia sejak tanggal 12 hingga 13 Oktober 2010. Pada perhelatan seminar dua bangsa kali ini, UI mengirimkan total 65 orang sebagai anggota delegasi, dimana termasuk diantaranya adalah beberapa Guru Besar UI antara lain: Prof. Dr. Bachtiar Aly M.A. (eks Dubes RI untuk Mesir 2002-2005) bertindak sebagai Pembicara Utama, Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono M. Sc. sebagai Pimpinan Rombongan dan Prof. Dr. Adrianus Meliala M.Si., M.Sc, Ph.D. Delegasi UI merepresentasikan semua rumpun keilmuan yang ada di lingkungan kampus UI, rumpun ilmu kesehatan, rumpun ilmu sosial ilmu politik dan rumpun ilmu pasti. Seminar berlangsung selama dua hari. Adapun acara seminar kali ini juga dibarengi dengan acara Tajuk Sesi Meja Bulat dan Sesi Forum. Tajuk Sesi Meja Bulat adalah adalah konferensi antara para pimpinan UI dan UKM yang digelar pada hari pertama seminar dengan tema besar Keamanan dan Keselamatan Serantau. Pada acara ini delegasi UKM diwakili oleh: Prof. Tan Sri Dato’ Dr Sharifah Hapsah binti Syed Hasan Shahabudin (Naib Canselor), Prof. Dr Mohd Safar Hasim (Pusat Pengajian Media dan Komunikasi, FSSK), Datuk Ahmad Rejal Arbee (Felo Kanan, Pusat Komunikasi Korporat), Prof. Madya Dr Kamarulnizam Abdullah (Pusat Pengajian Sejarah, Politik dan Strategi, FSSK). Sementara itu delegasi UI diwakili oleh Prof. Dr Gumilar Rusliwa Sumantri (Rektor), Prof Dr Bambang Shergi Laksmono (Dekan FISIP), Prof. Dr Bachtiar Ali (Guru Besar Ilmu Komunikasi) plus Dr. Ahmad Mukhlis Yusuf, Direktur Utama Kantor Berita ANTARA. Pada kesempatan ini, Prof. Dr. Bachtiar Aly M.A sempat mengutarakan harapannya agar hubungan bilateral antar negara serumpun ke depannya dapat lebih baik. Hari Pertama SEBUMI diakhiri pada malam hari dengan Jamuan Makan Malam yang juga sekaligus merupakan acara ramah tamah budaya. Acara ini adalah acara yang mendapat sambutan paling meriah dari kedua belah pihak, karena masing-masing kontingen berusaha unjuk gigi menampilkan kemampuan dan aksinya tanpa embel-embel beban sebagai akademisi. Alhasil joget dangdut dan orkes melayu yang melibatkan para guru besar kedua kampus mendominasi acara ini. Pada hari kedua, seminar berlangsung seperti pada hari pertama. Pada hari kedua ini seminar ditutup dengan Tajuk Sesi Forum dengan tema besar Kerjasama Dua Hala Malaysia – Indonesia. Delegasi Malaysia untuk sesi acara ini diwakili oleh: Prof Madya Dr Mohamad Agus Yusoff (Pusat Pengajian Sejarah, Politik dan Strategi, FSSK), Prof Madya Dr Abd Rahim Aman (Pusat Pengajian Bahasa, Kesusasteraan dan Kebudayaan Melayu, FSSK), dan Encik Zulkefli Salleh (Timbalan Ketua Pengarang, BERNAMA). Adapun delegasi Indonesia diwakili oleh: Prof Dr Bambang Shergi Laksmono, Dekan
i
FISIP), Prof. Dr Bachtiar Ali (Guru Besar Ilmu Komunikasi), Dr. Ahmad Mukhlis Yusuf (Direktur Utama, ANTARA), Prof. Dr Erman Anom, Profesor Media dan Komunikasi (Universiti Esa Unggul). Pada acara penutup ini sempat berlangsung adu argumen yang ramai dan sengit, namun mesra bermandikan sejuknya berbalas pantun yang gayung bersambut. Hal itu terjadi karena ada perbedaan persepsi antar delegasi menyangkut penggunaan bahasa, perbedaan persepsi dan berbagai persoalan anak bangsa yang ada di semenanjung tanah Melayu dan Nusantara. Namun kelihaian moderator yang diperankan oleh Prof . Dr. Samsudin A. Rahim (Pusat Pengajian Media dan Komunikasi, FSSK) dan kecerdasan Prof. Bambang S. Leksmono, membuat suasana kembali adem dan hangat. Sebagai informasi acara penutup ini rupanya mendapatkan perhatian media besar antara lain Kantor Berita ANTARA Indonesia, Harian Utusan dan juga TV3 Malaysia. Pada akhir acara semua peserta dari kedua belah pihak melakukan session foto bersama di ruangan konferensi sebgai tanda mata ada komunikasi dan persahabatan yang akan terus dibina dan pelihara. Lewat dialog Sebumi 3 dan pertemuan-pertemuan Sebumi berikutnya, diharapkan mampu menjadi bagian jembatan antarbangsa, komunikasi politik dan diplomasi intelektual yang bisa memperbaiki hubungan antar kedua bangsa dan negara republikkerajaan yang sempat kurang baik. Buku yang tersaji dihadapan saudara/i, tuan dan puan sekarang ini adalah bagian materi yang dibahas atau dibentangkan dalam pertemuan dua bangsa tersebut. Semoga pasang surut hubungan antar bangsa serumpun, kemesraan dan kerja sama bertetangga sebumi kita, Indonesia Malaysia, tak lapuk karena panas dan tak lekang karena basah.
Salam Sebumi,
Editor: Syafuan Rozi dan Rizal Yaakop
ii
DAFTAR ISI – SENARAI BUKU KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………i DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………..............iii Bab 1. K ONFRONTASI INDONESIA:M EMAHAMI A NCAMAN P OLITIK DI S ABAH DAN S ARAWAK . Oleh: Dr. Rizal Yaakop, Pensyarah Kanan di Pusat Pengajian Sejarah, Politik dan Strategi, Fakulti Sains Sosial dan kemanusiaan, Universiti Kebangsaan Malaysia………………………………………1 Bab 2. BIDUK LALU KIAMBANG BERTAUT: PENGALAMAN PENYELESAIAN KONFRONTASI MALAYSIA – INDONESIA.
Oleh: Mohamad Rodzi Abd Razak, Pusat Pengajian Sejarah, Politik dan Strategi Universiti Kebangsaan Malaysia………………………………………………………………………………………………..20 Bab 3. K LAN P OLITIK DALAM P OLITIK L OKAL DI I NDONESIA S TUDI K ASUS P ROVINSI B ANTEN . (Clan Politics in Indonesia’s Local Politics: Case Study of Banten Province) Oleh: Abdul Hamid, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten……………………………………………. 36 Bab 4. T HE NEEDS OF MEDIA IN SUPPORTING 1 MALAYSIA. Oleh: Abdul Rauf Hj Ridzuan, Prof Dr. Hj Musa Abu Hassan, Assc Prof. Dr. Siti Zobidah Omar Dr. Jusang Bolong, Siti Faidul Maisarah Abdullah..........................................................................52 Bab 5. PANDANGAN POLITIK DAN POLA SOKONGAN PENGUNDI DI KAWASAN DEWAN UNDANGAN NEGERI (DUN) PERMATANG PASIR, PULAU PINANG
Oleh: Junaidi Awang Besar & Mohd Fuad Mat Jali, Pusat Pengajian Sejarah, Politik dan Strategi, FSSK UKM.......................................................................................................................63 Bab 6. POLITIK LOKAL DI INDONESIA : DARI OTOKRATIK KE REFORMASI POLITIK . Oleh: Dr. Leo Agustino, UNTIRTA & Prof. Dr.Mohammad Agus Yusoff, Pusat Pengajian Sejarah, Politik dan Strategi, Fakulti Sains Sosial dan kemanusiaan, Universiti Kebangsaan Malaysia …………………76 Bab7. PROBLEMATIKA PRAKTIK KOALISI DALAM SISTEM PRESIDENSIAL DI INDONESIA SETELAH PERUBAHAN UUD 1945: PENATAAN HUBUNGAN EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF.
Oleh: Alvenra Muly……………………………………………………………………………………………………………………97 Bab8. THE ROLE OF COMPENSATION IN THE IMPLEMENTATION OF BUREAUCRATIC REFORMS IN INDONESIA
Oleh: Eko Sakapurnama S.Psi. MBA, Dra. Retno Kusumastuti, M.Si………………………………………..107
iii
Bab 9. P ERSEPSI TERHADAP KEPIMPINAN NASIONAL DAN KERAJAAN NEGERI SELANGOR. Oleh: Junaidi Awang Besar & Mohd Fuad Mat Jali, Pusat Pengajian Sosial, Pembangunan dan Persekitaran, FSSK UKM………………………………………………………………………………………………………...117 S ENARAI P ENULIS……………………………………………………………………………………………….126
iv
Bab 3. KLAN POLITIK DALAM POLITIK LOKAL DI INDONESIA : STUDI KASUS PROVINSI BANTEN (Clan Politics in Indonesia’s Local Politics: Case Study of Banten Province) Oleh: Abdul Hamid, SIP, M.Si17 Abstrak Perkembangan politik lokal di Indonesia berjalan amat dinamis. Semenjak UU Otonomi daerah berlaku tahun 2000, pertarungan politik di daerah memperebutkan kuasa ekonomi – politik berjalan amat menarik. Banten merupakan salah satu Provinsi hasil pemekaran dari Jawa Barat. Periode awal berjalannya Provinsi didominasi oleh kekuatan jawara, kelompok kekerasan di Banten. Studi-studi yang dilakukan oleh para peneliti banyak mengupas fenomena jawara sebagai kelompok yang amat dominan di Banten dengan ciri menggunakan kekerasan. Namun, semenjak pemilihan Gubernur tahun 2006 dan berpuncak pada pemilu legislatif 2009, pola politik lokal mengarah ke pembentukan klan politik. Klan politik berupa penempatan anggota keluarga dalam posisi-posisi penting pemerintahan maupun di partai politik. Cara berpolitik juga mengurangi kekerasan dan simbol-simbol kekerasan dan menggunakan cara-cara politik modern. Tak hanya terjadi di Provinsi Banten, pola politik klan juga terdapat di beberapa Kabupaten/Kota di Banten dan daerah lain di Indonesia. Diduga kuat, politik klan adalah model baru politik lokal di Indonesia.
I.Latar Belakang Provinsi Banten terbentuk sepuluh tahun yang lalu melalui Undang-undang No. 23 tahun 2000. Gagasan utama yang membuat terbentuknya Provinsi ini adalah ketertinggalan dibanding daerah-daerah lain di Jawa Barat. Walaupun Provinsi Banten baru terbentuk pada tahun 2000, masyarakat Banten memiliki kesatuan politik di masa lalu sebagai sebuah kesultanan dalam waktu yang cukup lama, 1526 M sampai 1828 M. Di era kemerdekaan sampai menjadi Provinsi, Banten merupakan sebuah Karesidenan, bagian dari Jawa Barat. Di awal terbentuknya, Provinsi Banten terdiri dari empat kabupaten (Pandeglang, Serang, Lebak dan Tangerang serta dua Kota (Tangerang dan Cilegon). Kini Banten juga telah mengalami pemekaran dengan lahirnya Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan. Lazimnya sebagai sebuah daerah pemekaran, maka pertarungan berebut kekuasaan adalah hal yang lazim. Begitu pula yang terjadi di Banten. Apalagi era otonomi daerah membuka ruang bagi demokrasi lokal untuk berkembang. Hal ini didukung misalnya oleh sistem pemilihan kepala daerah yang menurut UU 32 2004 dipilih langsung oleh masyarakat. Menariknya adalah, elit kultural yang terbentuk dari perkembangan sejarah dan budaya masyarakat Banten yaitu Kiai dan Jawara justru eksis berhadapan dengan aktoraktor politik modern seperti partai politik. Elit kultural terutama jawara mendominasi perpolitikan lokal Banten semenjak terbentuknya Provinsi. 17
Bahan ini dipresentasikan dalam Seminar Sebumi 3, tanggal 12-13 Oktober 2010 di UKM, Selangor Malaysia. Abdul Hamid is Lecturer and Head of Public Administration Laboratory in University of Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) Banten, Indonesia. His recent Article is Jawara in Power, 1997 – 2006 in Indonesia, Cornell University, October 2008 with Okamoto Masaaki. He can be contacted in
[email protected] and +62818142352
36
Jawara sendiri bisa didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki kemampuan pencak silat baik secara fisik maupun non fisik (kesaktian). Kesaktian yang didapatkan jawara biasanya didapatkan dari ritual-ritual tertentu yang didapatkan dari Kyai18. Fenomena Jawara di Banten tak terlepas dari fenomena “Jago“ yang pada umumnya ada di berbagai tempat di Jawa. Posisi jago tak bisa terlepas dari sejarah kekuasaan di Jawa secara umum. Pada masa prakolonial organisasi jago merupakan satusatunya alat penguasa. Bahkan seorang Raja seringkali dinisbatkan pada sosok seorang jago, meskipun ia harus memiliki wahyu kedaton sebagai sebagai legitimasi. Tapi dalam praktek kekuasaan politik seorang penguasa diukur dari jumlah kekuatan yang dimiliki dan raja tidak lain adalah seorang jago19. Di berbagai tempat jago ini memiliki penamaan yang berbeda, di Banten ada Jawara, di Madura ada “Blater“, dan di Jawa pada umumnya disebut “Bandit“ atau “Kecu“20 Jawara di Banten memiliki peran kuat sebagai elit setelah menjadi kelompok terorganisir yang dibentuk oleh Golkar pada tahun 1971. Pimpinan dan anggota kelompok ini kemudian mendapat akses menjadi pengusaha-pengusaha lokal yang mendapatkan berbagai proyek pemerintah21. Makalah ini akan terfokus pada perkembangan politik lokal dan demokrasi di Banten dalam kurun sepuluh tahun terbentuknya Provinsi, dari fenomena politik kekerasan a la jawara sampai terbentuknya klan-klan politik di Banten. Kajian ini diharapkan memberikan memberikan kebaruan terhadap kajian politik lokal Banten. II.Dominasi Jawara dan Kekerasan di Banten Gagasan pembentukan Provinsi Banten awalnya berasal dari para kiai ketika pada awal tahun 1999, hari Jum'at 5 Februari 1998, Presiden Habibie berkunjung ke Banten di Pondok Pesantren Darul Iman Pandeglang yang dipimpin K.H. Aminuddin Ibrahim. Sesuai dengan skenario yang dirancang para Kiai, pertemuan juga diikuti Gubernur Jawa Barat dan para Menteri yaitu Mensesneg Akbar Tandjung, Menhankam/Pangab Jenderal TNI Wiranto, Menteri Agama Malik Fajar, Menteri Koperasi/Pengusaha Kecil dan Menengah Adi Sasono. Dalam pertemuan itu, K.H. Aminudin Ibrahim mengusulkan agar wilayah eks Keresidenan Banten ditingkatkan menjadi Provinsi Banten. Dalam kesempatan itu, Presiden BJ. Habibie tidak menolak usulan itu, hanya menyatakan bahwa usulan itu harus melalui mekanisme konstitusional.22 Namun pada proses selanjutnya bola sepertinya dikuasai oleh kelompok jawara dan para pengusaha. Kelompok jawara biasanya disebut sebagai kelompok Rawu dipimpin oleh Chasan Sochib, seorang tokoh Jawara yang mendirikan Persatuan pendekar Persilatan Seni Budaya Banten Indonesia (PSBBI) yang diorganisir Golkar di era orde baru. Chasan Sochib 18
Baca Tihami, Kyai dan Jawara di banten, Studi tentang Agama, Magi, dan Kepemimpinan di Desa Pasanggrahan Serang, Banten, Tesis, (Jakarta, Universitas Indonesia, 1992) 19 Ong Hok Ham, Dari Soal Priyayi Sampai Nyi Blorong: Refleksi Historis Nusantara, (Jakarta: Kompas, 2002), hal. 102 20 Abdur Rozaki, Menabur Kharisma, Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim Kembar di Madura, (Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2004), hal. 9. 21 Mengenai hal ini bisa dibaca Abdul Hamid, jawara dan Penguasaan Politik Lokal Banten dalam Okamoto Masaaki. Kelompok Kekerasan dalam Politik Lokal di Banten . 2006. IRE. Yogyakarta. 22 Khatib Mansur. 2001. Perjuangan Rakyat Banten menuju Provinsi: Catatan Kesaksian Seorang Wartawan. Jakarta: Antara Pustaka Utama. Hal. 127
37
lahir di Desa Kadu Beureum, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, tahun 1930 empat hari sebelum Idul Adha. Ia dianggap memiliki segenap ciri seorang Jawara. Berlatar belakang pesantren, dikenal memiliki keberanian yang menonjol di kalangan temantemannya dan belajar menjadi pengusaha sejak muda. Ia memiliki banyak sekali posisi penting di wilayah Banten. Ia pendiri dan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Banten, pendiri dan Ketua Satkar Ulama Indonesia, pendiri dan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Konstruksi (GAPENSI) Banten, pendiri Universitas Tirtayasa Banten, Ketua Dewan Harian ’45 Banten, Pendiri dan ketua Dewan Pembina Ikatan Qori-Qori’ah Banten, dan banyak posisi di berbagai organisasi yang lain23. Dominasi kelompok rawu setelah terbentuknya provinsi terlihat dalam berbagai peristiwa, seperti proses pengisian anggota DPRD Banten tahun 2001. Waktu itu 750 Jawara kelompok rawu bersenjata tajam membentuk pagar mengelilingi Gedung DPRD Banten atas nama pengamanan. Suasana sudah mencekam dari sejak pagi. Jumlah polisi hanya dalam hitungan puluhan. Kekerasan terjadi ketika mahasiswa yang berjumlah sekitar seratus orang hendak masuk ke gerbang menemui anggota DPRD yang selesai dilantik dengan tujuan menyampaikan aspirasi. Mendekati gerbang mahasiswa dihalau oleh Jawara yang bahkan beberapa orang diantaranya sempat menghunuskan golok. Mahasiswa kocar-kacir menyelamatkan diri ke kampus STAIN yang terletak persis di seberang Gedung DPRD. Sebagian mahasiswa membalas dengan melakukan pelemparan batu ke arah kerumunan Jawara. Beberapa mahasiswa terluka dalam kejadian itu24. Jawara kelompok Rawu kemudian berhasil menempatkan Djoko Munandar dan Ratu Atut Chosiyah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten untuk Periode 20012006. Kemenangan ini mengherankan karena PPP yang dipimpin Djoko Munandar sebetulnya sudah sepakat untuk berkoalisi dengan PDIP. Apalagi Atut belum menjadi tokoh atau kader penting di Golkar, dibandingkan calon lain seperti Ali Yahya, tokoh senior Golkar. Proses pemilihan di DPRD juga diwarnai indikasi politik uang dan intimidasi25. Chasan Sochib, tokoh jawara kelompok Rawu memiliki peran besar dalam naiknya pasangan Djoko-Atut di bursa pemilihan Gubernur banten. Hal ini diakuinya ketika menjawab pertanyaan seorang wartawan apakah Gubernur berada dibawah bayangbayang Jawara? “Tidak seperti itu. Abah cuman kasih pandangan-pandangan. Kalau dia berbuat keliru dalam mengemban amanah kepemimpinan di Banten, Abah akan luruskan. Sebab Abah yang paling bertanggungjawab dengan Djoko. Sebab dia naikkan atas dukungan Abah. Oleh karena itu Abah malu kalau Djoko keliru dalam memimpin. Kalau keliru memimpin lebih baik tanggalkan saja jabatannya itu. Djoko itu kan tidak ada apa-apanya.”26 23
Khatib Mansur, Profil Haji Tubagus Chasan Sochib Beserta Komentar 100 Tokoh Masyarakat Seputar Pendekar Banten, (Jakarta: Penerbit Pustaka Antara Utama, 2000), hal 95. 24 “Pelantikan Anggota DPRD Diwarnai Bentrokan” dalam Harian Banten, 7 Juli 2001 25 Pembahasan komperhensif dan mendalam bisa dibaca dalam Abdul Hamid, Peran Jawara dalam kemenangan Pasangan Djoko-Atut dalam Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Banten 2001 – 2006” Skripsi S1 Jurusan Ilmu Politik FISIP UI 26 Saya memang Gubernur Jendral, dalam Tabloid Mimbar Daerah, Edisi 17-23 November 2003
38
Jelas dalam pernyataan diatas Chasan Sochib menegaskan posisinya di Banten dan perannya dalam menaikkan Djoko sebagai Gubernur. Sebagai tokoh yang dianggap paling berpengaruh di Banten, Chasan Sochib sering dianggap sebagai Gubernur Jenderal, julukan yang tak pernah dibantah oleh dirinya. Dominasi jawara ini bersitemali dengan berbagai aksi kekerasan yang terjadi di Banten dengan wartawan sebagai pihak yang paling sering jadi korban. Sebuah kejadian menimpa redaktur pelaksana harian Banten (Sekarang Radar Banten). Demonstrasi massa berpakaian Jawara di depan Gedung DPRD mendukung dilanjutkannya pemilihan Gubernur berjumlah 80 orang diliput dan diberitakan oleh Harian Banten apa adanya. Malamnya sepasukan Jawara mendatangi Kantor Harian Banten dan mengalungkan Golok ke leher Redaktur Pelaksana. Mereka ingin massa yang ditulis berjumlah ribuan, bukan hanya delapan puluh.27 Kekerasan lain terjadi ketika sebuah surat kabar lokal, Satelit News memuat pemberitaan tentang rencana demonstrasi pedagang pasar Rawu memprotes rehab pasar yang dianggap merugikan mereka. Dua orang wartawan Harian Lokal Satelit News dianiaya Jawara anak buah Chasan Sochib di depan sang bos sendiri. Berikut berita yang diambil dari sebuah media nasional yang tidak diberitakan di media lokal: “Penganiayaan terhadap wartawan kembali terjadi. Heru Nugraha dan Ratu Falia, kedua wartawan “Satelit News” (koran lokal Banten) itu menjadi korban pemukulan oknum pendekar di kawasan Pasar Rawu, Banten, Selasa (17/2) siang. Aksi pemukulan terjadi lantaran pemberitaan koran itu tentang ancaman demo yang akan dilakukan pedagang Pasar Rawu. Sebelumnya, kedua wartawan diundang Ketua Pendekar Banten, Tubagus Hasan Sochib, di kantornya di kawasan Pasar Rawu (Falia datang menyusul kemudian). Selain kedua wartawan, hadir juga wartawan lain: Widodo (Radar Banten) dan Ida Farida (Fajar Banten). Saat wartawan datang di ruang pertemuan Tubagus Hasan Sochib, sudah tampak pengurus Persatuan Pedagang Kota Serang (Perpakos), Latif yang meringis. Hidungnya masih tampak luka-luka berdarah. "Saya sudah berpikir pasti akan terjadi apa-apa pada kami, karena Latif adalah sumber berita yang di tulis Satelit News," kata Widodo. Dalam berita yang berjudul "Pedagang Siap Demo Jika Tidak Tepat Waktu" di Satelit News edisi Selasa (17/2), Latif meminta pengembang pembangunan Pasar Rawu tidak menunda penyelesaian pembangunan pasar itu. Dengan alasan akan berdampak makin merosotnya penghasilan, para pedagang mengancam akan berunjuk rasa. Benar saja. Sesaat kemudian, sambil menunjukkan berita Satelit News Hasan Sochib tampak marah-marah dan menuduh wartawan sebagai provokator. Kemudian, salah satu pendekar, Mudarip mendekati Heru Nugraha dan langsung menanyakan penulis berita ancaman demo pedagang Rawu itu. Belum sempat Heru menjelaskan, tamparan tangan pendekar tadi sudah mendarat di wajah wartawan Satelit News itu. Akibatnya, bagian mata kanan Heru mengalami luka berdarah. "Dalam perasaat takut dan sudah terluka, saya tetap menjelaskan, pemberitaan itu bukan saya yang buat, tapi Falia," kata Heru. Ketika Falia datang, cross-check pun dilakukan pihak haji Hasan. Karena menurut Hasan, Latif mengaku tak berbicara seperti yang tertulis di dalam pemberitaan. 27
Wawancara dengan AM, 10 Juni 2004
39
Hasan Sochib pun marah besar dan mengancam akan membacok wartawan, menuduh pemberitaan itu ada yang menunggangi. Disaat Hasan marah itu, salah satu pendekar tadi juga mendatangi Falia dan langsung menampar muka Falia. Karena takut, kedua wartawan Satelit News dan dua wartawan lain hanya terdiam. Para wartawan pun bisa keluar dari ruangan itu, setelah kedua wartawan Satelit News membuat pernyataan sikap yang berisi siap mendatangkan pimpinan Satelit News untuk bertanggung-jawab atas berita yang dianggap provaktif itu Tapi Rabu (18/2) dinihari, kepada sejumlah wartawan, Wawan -pihak keluarga Hasan Sochib- menyampaikan permintaan maaf atas kejadian itu. "Peristiwa itu terjadi akibat ketidak-mengertian beberapa kalangan, termasuk orangorang bapak saya dalam menyikapi suatu pemberitaan," kata Wawan. Menurut Wawan, pemukulan terhadap Heru dan Falia terjadi secara spontan dan diluar kontrol. Apalagi Mudarip -pelaku pemukulan- adalah kepala pasar yang tiap harinya bergelut dengan kekerasan. Wawan juga menyatakan, persoalan Pasar Rawu memang mendapat perhatian serius Hasan Sochib. Maklum, rencana pembangunan pasar itu saja sudah diawali dengan unjuk rasa pedagang. "Saya minta rekan-rekan bisa maklum. Sekali lagi, saya atas keluarga besar Hasan Sochib, mohon maaf," kata Wawan Sementara, Koodinator Liputan Satelit News, Hakiki Yasin mengatakan, pihaknya masih membahas, apakah akan menempuh jalur hukum atau kekeluargaan. Masalahnya, hasil visum dokter menyebutkan, salah satu urat saraf di bagian mata Heru, putus. Apalagi, Hasan Sochib sempat memaki ketika Hakiki menyarankan somasi atau hak bantah untuk menyikapi pemberitaan itu. "Saya malah dikatain anjing oleh Hasan Sochib," kata Hakiki.”28 Dalam kondisi inilah, kekerasan amat mendominasi kehidupan sosial, ekonomi dan politik di banten. Wajar jika kemudian pers lokal tak berani bersuara kritis terhadap aktivitas negatif Jawara. Kepemimpinan Djoko sebagai Gubernur Banten tidak berlangsung lama. Pada tanggal 10 Oktober 2005 Presiden mengeluarkan Keppres No.169/M/2005 untuk memberhentikan sementara Gubernur Banten Djoko Munandar. Penyebabnya, Djoko waktu itu tengah menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi dana perumahan dan kegiatan penunjang DPRD Banten Rp 14 miliar yang berasal dari dana TT dalam APBD Banten 2003APBD Provinsi Banten Tahun 2003. Selanjutnya, presiden menunjuk Wakil Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah selaku pelaksana tugas dan penanggung jawab Gubernur Banten. Yang menarik adalah bahwa Atut Chosiyah sama sekali tidak pernah diperiksa atau dimintai keterangan dalam kasus ini. Padahal dalam BAP dan keterangan anggota 28
Dikutip utuh dari berita “Dua Wartawan Dipukul Oknum Pendekar”, dalam www.tempointeraktif.com, 18 Pebruari 2004. Berita semacam ini tidak ditemukan di media lokal di Banten dengan alasan keamanan. Dengan alasan inilah maka kutipan diatas dikutip utuh.
40
dewan jelas-jelas disebutkan bahwa Atut ikut dalam rapat-rapat untuk kompensasi dana perumahan29. Peristiwa lengsernya Djoko karena kasus korupsi yang diawali oleh demo besarbesaran anti Djoko berlangsung setelah Djoko menghentikan pembangunan proyek KP3B yang dikerjakan oleh PT. Sinar Ciomas milik Chasan Sochib. Proyek pembangunan gedung yang dikerjakan PT Sinar Ciomas Raya, milik pendekar Banten, Tubagus Chasan Sochib dihentikan, karena perusahaan tersebut dinilai tidak mampu menyelesaikan gedung itu sesuai kesepakatan awal kontrak, 8 November 2004. Selain menghentikan kontrak dan pekerjaan pembangunan gedung, Gubernur Munandar memberikan sanksi kepada kontraktor, berupa denda sebesar lima persen dari total nilai proyek Rp 62,5 miliar30. Yang jelas peristiwa lengsernya Djoko mengantarkan Atut menjadi incumbent yang amat diperhitungkan dalam Pilkada langsung tahun 2006. Intimidasi paling akhir yang mengemuka dalam dinamika politik lokal Banten terjadi pada tahun 2006. Hal ini bermula ketika dilaksanakan rapat paripurna pengesahan RAPBD Perubahan Provinsi Banten tahun 2006 menjadi APBD Perubahan. Dalam kata akhir fraksi PKS tentang penetapan perda APBD Perubahan dalam rapat Paripurna 14 Agustus 2006, Fraksi PKS mengatakan bahwa sebaiknya Pemerintah Provinsi Banten tidak lagi menggunakan PT. Sinar Ciomas Raya Contactor (SCRC)sebagai rekanan. Alasannya karena menurut BPK PT SCRC dianggap tidak layak31. Di bagian lain Fraksi PKS juga menyatakan tidak menyetujui bantuan Pemprov Banten pada Pemerintah Kabupaten Serang sebesar 5 Miliar untuk pembangunan Jl. Lingkar Pasar Rawu. Sore harinya, Ketua Fraksi PKS, Sudarman dipanggil ke ruang Ketua DPRD Banten. Disana ia dimaki-maki dengan kata-kata yang kasar oleh Chasan Sochib, Direktur Utama PT. SCRC, tokoh Jawara Kelompok Rawu.32 Persoalan ini sama sekali tak menjadi berita di media massa. Setelah kejadian itu, malah Chasan Sochib yang mengadukan persoalan ini dengan suratnya Kepada Ketua DPRD Provinsi Banten perihal ”Klarifikasi penyampaian oknum anggota PKS melaksanakan praduga tak bersalah pembantaian karakter terhadap PT SCRC atau pengusaha daerah/nasional Provinsi Banten dalam rapat paripurna DRPD Banten pada tanggal 14 Agustus 2006”33 Surat ini ditembuskan kepada Plt. Gubernur Provinsi Banten, Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Banten, KAPOLDA Banten, DANREM 064 Maulana Yusuf, Bupati dan Walikota se-Provinsi Banten. Ketua DPRD Kabupaten dan Kota se-Provinsi Banten, Kepala Dinas PU Provinsi, Kepala Kejaksaan negeri se-Provinsi Banten, Kepala Pengadilan Negeri se-Provinsi Banten, Ketua KADIN Provinsi Banten, Ketua LPKJD Provinsi Banten, Para Ketua Asosiasi se-Provinsi Banten. Fraksi PKS yang menyatakan akan mengajukan persoalan ini ke jalur hukum pun kemudian tak melakukan apapun. Bahkan tak ada upaya 29
Rekaulang Berdasarkan Waktu Kejadian dana perumahan di www.bantenlink.com diakses pada tanggal 20 Oktober 2006 30 Pembangunan Gedung DPRD Banten Dihentikan Gubernur, Koran Tempo, Jum'at, 05 November 2004. 31 Baca juga Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun Anggaran (Ta) 2005 Atas Belanja Daerah Tahun Anggaran 2004 Dan 2005 Pada Provinsi Banten Di Serang, Badan Pemeriksa Keuangan republik Indonesia 32 Menarik sekali bahwa berita tentang masalah ini tak ada sama sekali di harian lokal yang terbit di Banten, tapi bisa didapatkan di www.bantenlink.com diakses tanggal 20 Oktober 2006 33 Baca surat dari Presiden Direktur PT. Sinar Ciomas Raya Contractor no. 86/SK-Persh/ SCRCSrg/ VIII/2006 perihal Klarifikasi penyampaian oknum anggota PKS melaksanakan praduga tak bersalah pembantaian karakter terhadap PT SCRC atau pengusaha daerah/nasional Provinsi Banten dalam rapat paripurna DRPD Banten pada tnaggal 14 Agustus 2006
41
menjadikan persoalan ini sebagai opini publik. Persoalan ini mengendap begitu saja. PKS memang sengaja bersikap pasif karena karena bersikap keras terhadap Jawara Kelompok Rawu hanya akan menghabiskan energi dan konsentrasi saja. PKS memilih berkonsentrasi maksimal di pilgub dan memilih tidak mengambil sikap atas aksi Chasan Sochib34. III.Dominasi Nir Kekerasan? Pola pemilihan langsung dalam pemilihan Gubernur tahun 2006 nampaknya membuat pola dominasi menjadi berubah. Kekerasan yang dahulu amat dominan dalam pencapaian tujuan-tujuan politik sudah amat berkurang. Penggunaan uang dan kekuasaan dianggap cara baru yang populis dan efektif. Selain itu berbagai kelompok yang selama ini dianggap lawan entah itu partai politik, kelompok masyarakat maupun media massa didekati dengan lebih baik. Posisi sebagai incumbent membuat Atut dan Jawara kelompok Rawu leluasa memaksimalkan posisinya sebagai Plt. Gubernur untuk meraih dukungan seluas mungkin. Aspek yang pertama kali “dibenahi” adalah menjadikan birokrasi sebagai mesin politik yang loyal dan kuat. Salah satu yang mencuat ke publik adalah pergantian sekda dari Chaeron Muchsin ke Hilman Nitiamidjaja dan pencopotan 12 pejabat eselon 2 di lingkungan pemerintah Provinsi Banten. Pergantian yang dilaksanakan menjelang Pilgub langsung menimbulkan banyak praduga bahwa itu adalah upaya Atut membersihkan loyalis Djoko dan menjamin mesin birokrasi berpihak padanya. Incumbent memiliki seorang tim sukses yang mengoordinasi kalangan birokrasi untuk memberikan kontribusi, ia dikenal sebagai ASDA IV atau ASDA swasta35. Lebih spesifik sang ASDA IV melakukan intervensi di Biro Humas. Menurut Bambang Santosa, Kabag Dokumentasi Biro Humas Pemprov Banten membenarkan design iklan untuk media cetak bukan murni dari Biro Humas. Bambang Santoso mengatakan, ”itu dari Pak Asda IV. Kami tidak bisa mengelak. Ibu kan Plt Gubernur Banten”. Hal sama terjadi pada iklan kerja sama di tiga media cetak di Banten. Kerja sama itu menonjolkan figur Atut Chosiyah sebagai Plt. Gubernur Banten. Anggaran Biro Humas Pemprov Banten tiba-tiba membengkak dari Rp 1,3 miliar yang diajukan menjadi lebih Rp 2 miliar. Sebagian besar anggaran itu untuk sosialisasi. "Semuanya didrop dari atas, bukan inisiatif dari biro itu sendiri," kata pejabat di Pemprov Banten. Hal sama terjadi pada Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) dan Biro Perekonomian yang membengkak 250 persen dari anggaran yang diajukan. Sebagian besar anggaran itu untuk bantuan dan kegiatan sosial yang bersifat pengumpulan massa. Pemasangan spanduk, bilboard, iklan di media cetak dan elektronik justru tidak berurusan dengan pejabat di lingkungan Pemprov Banten. Padahal semuanya menggunakan logo dan mengatasnamakan Pemprov Banten. Contohnya, spanduk Banten Gerbang Investasi yang marak di Cilegon, ucapan hari raya dan sebagainya.36 Spanduk lain berusaha memunculkan figur Ratu Atut Chosiyah digambarkan sebagai ibu yang peduli AIDS, peduli kesehatan anak melalui kampanye PIN (Pekan Imunisasi Nasional) dan Banten Sehat 2010; Perempuan relijius dengan mengucapkan selamat perayaan hari besar keagamaan seperti Idul Fitri, Natal, Haji dan Kurban dan 34
Wawancara Fitron Nur Ikhsan, Ketua Tim Media DPW PKS. Sebutan ini dikenal luas di kalangan birokrat dan pengusaha. Sebetulnya ASDA (Asisten Daerah) di lingkungan Pemprov Banten hanya ada III. 36 Banten Link, 27 Februari 2006. 35
42
digambarkan pula sebagai pendukung kegiatan-kegiatan pemuda dan pelajar seperti festival Rock se-Banten. Pola yang lain adalah dengan memobilisasi sumber dana untuk kegiatan ”sinterklas” incumbent atau bagi-bagi bantuan untuk masyarakat maupun LSM. Menjelang pilkada, dalam APBD Perubahan 2006, terdapat penambahan anggaran Biro Kesejahteraan Rakyat (Biro Kesra) Rp 5,7 miliar untuk ormas dan profesi dengan alasan untuk memenuhi 5.800 proposal dari masyarakat yang masuk ke Pemprov Banten. Dalih ini menggamangkan masyarakat yang telah rela uangnya dipotong pajak dan retribusi untuk dikumpulkan menjadi anggaran pemerintah. Sebab sebelumnya, Biro Kesra memperoleh alokasi anggaran Rp 64,5 miliar, di antaranya Rp 62,5 miliar untuk bantuan organisasi kemasyarakatan dan profesi. Dengan dalih ini, tersirat dana di Biro Kesra telah habis dibagi-bagikan.
Sementara, justru untuk kegiatan yang berhubungan langsung dengan kesejahteraan masyarakat justru dikurangi. Dalam nota disebutkan, anggaran beberapa kegiatan yang menyentuh langsung masyarakat dipangkas. Salah satunya, anggaran program peningkatan kesejahteraan pangan dan gizi dipangkas Rp 3,2 miliar, dari Rp 13 miliar menjadi Rp 9,8 miliar. Demikian juga anggaran pembinaan dan pengembangan usaha bidang kelautan dan perikanan dipangkas dari Rp 2 miliar menjadi Rp 1 miliar. Anggaran penanganan masalah kemiskinan juga dipangkas dari Rp 3 miliar menjadi Rp 2 miliar, serta anggaran pendidikan dari sekitar Rp 75 miliar menjadi Rp 72 miliar. Pemangkasan terbesar pada anggaran pemberantasan penyakit dan penyehatan lingkungan, dari Rp 9,7 miliar menjadi Rp 1,3 miliar37. Di level grass root, image buruk jawara dengan nama pendekar banten, serta baju hitam-hitam menyandang golok juga dikurangi. Kelompok rawu berupaya menggalang dukungan lebih luas dengan menampilkan kelompok yang lebih ramah dengan nama Relawan Banten Bersatu (RBB). RBB, dipimpin langsung oleh Chasan Sochib, berupaya merangkul berbagai kalangan yang selama ini dianggap berseberangan. RBB didirikan pada bulan Mei 2006 oleh ayah Atut, Chasan Sochib38. Selain Pendekar Banten berbagai elemen berhasil ditarik melalui RBB ini seperti Badan Pembina Potensi Keluarga Besar Banten (BPPKB) yang merupakan organisasi Jawara besar yang cukup kuat di Pandeglang dan Tangerang39. ”…RBB itu ruhnya adalah BPPKB dan PPPSBI. Kalau Pendekar dan BPPKB ini dibuat jadi sendiri-sendiri kan ada kesan angker. Imejnya jelek. ... Dalam sebuah konsep kedepan bahwa kematangan berfikir dan pendekatan emosional tidak dengan pendekatan kekerasan itu ternyata lebih luwes. Kita ingin melihat kedepan bahwa karakter Banten adalah keras tapi tidak kasar. Kalau kita dicoba untuk diajak baik kita akan berbuat baik tetapi kalau kita diakal-akali berbuat kasar kita punyanya. Makanya kemarin ketika KPUD mengatakan ibu dinyatakan menang, kita siap berhadap-hadapan, kelompok manapun yang akan mengganggu konstitusi berhadapan dengan masyarakat Banten dalam konteks RBB, karena kita
37
Kompas, 13 Juni 2006 Relawan Banten Bersatu, Mengantisipasi Disintegrasi Bangsa, Laporan Khusus Majalah Teras No. 75/ Edisi Juni 2006/Th Ketujuh 39 Untuk lebih jauh tentang BPPKB baca Masaaki dalam Masaaki,dkk. Kelompok Kekerasan dalam Politik Lokal di Banten . 2006. IRE. Yogyakarta. 38
43
dibelakangnya ada Pendekar, ada BPPKB, ada banyak termasuk 118 perguruan silat ada dibelakang kita.”40 Salah seorang kandidat Walikota Cilegon, Ade Miftah yang dalam Pilkada Cilegon diusung PKS bahkan menjadi fungsionaris RBB Cilegon. Tokoh lain yang terlibat di RBB adalah H. Lulu kaking, Endoh Sugriwa, KH. Sahrir Abror, Jajat Mujahidin, dan tokohtokoh yang lain. RBB sendiri merupakan organ lapangan. Think-tank yang menggerakkannnya adalah Lembaga Banten Bersatu (LBB). LBB didirikan atas prakarsa H. Tb. Chaeri Wardhana, anak dari Tb. Chasan Sochib dan adik kandung Ratu Atut Chosiyah pada tanggal 10 Maret 2005. LBB merupakan embrio dan tim inti dari tim kampanye pasangan Ratu Atut Chosiyah dan H.M. Masduki yang resmi di ajukan kepada KPUD. LBB merupakan tim yang terdiri dari 60 orang dan dipekerjakan secara profesional. Sebagian anggotanya menduduki posisi penting di Tim Kampanye. Elemen-elemen yang ada di LBB didominasi oleh aktivis-aktivis muda intelektual dari HMI Ciputat, PMII, KNPI dan sebagian kecil dari beberapa kader partai. Melalui mereka pula, LSI (Lingkaran Survey Indonesia) pimpinan Denny JA masuk sebagai konsultan tim pemenangan pasangan Rt. Atut dan Masduki.41 Hasil akhir dari Pilkada Gubernur menempatkan Atut – Masduki sebagai pemenang Pemilihan Gubernur Provinsi Banten dengan suara sebanyak 1.445.457 suara mengalahkan Zulkifliemansyah – Marissa Haque yang mendapat suara 1.188.195 suara. Sementara Tryana – Benjamin mendapatkan 818.276 suara diikuti Isrsjad Djuwaeli – M. Ahmad Daniri yang mendapat 147.922 suara. Berubahnya pola mendapatkan kekuasaan juga dituturkan oleh seorang Wartawan Senior, “…Saya diminta datang ke ruangan Wawan dan diminta untuk bergabung dalam tim sukses. Saya ditanya mau dibayar berapa? Bulanan atau mingguan atau dalam bentuk apa? Ketika saya menolak bergabung, saya diberikan amplop tebal berisikan uang, namun saya tolak. Berhari-hari saya dikejar-kejar orangnya Wawan yang mau memberikan uang kepada saya…”42. Bergantinya tekanan kekerasan digantikan penggunaan uang juga diungkapkan oleh beberapa wartawan. Mereka mengungkapkan bahwa media massa yang dianggap kritis akan ditaklukkan oleh iklan dari pemerintah Provinsi Banten. Manajemen media biasanya akan menekan wartawan untuk bersikap lebih santun kepada pemerintah Provinsi Banten43. IV.Menuju Klan Politik Selain berubahnya modus penggunaan kekerasan ke penggunaan kekuasaan formal, keluarga Gubernur Banten juga nampak mulai membangun klan politik. Collins menjelaskan bahwa “The clan is thus an informal organization built on an extensive network of kin and fictive, or perceived and imagined, kinship relations”. Terdapat dua ciri 40
Wawancara dengan seorang fungsionaris RBB dalam Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Provinsi Banten 2006: Regenerasi Sebuah Hegemoni, Laporan Penelitian Banten Institute, hal. 38 41 Ibid, p. 37 42 Wawancara dengan MA, Wartawan Senior di Radar Banten, 5 Juni 2010. 43 Hal ini diungkapkan oleh wartawan dari beberapa media massa dalam Focus Group Discussion (FGD) LIPI 19 Mei 2010.
44
yang menandai klan, pertama kekerabatan sebagai fondasi dasar; kedua, jaringan sebagai prinsip pengorganisasian unit-unit dalam klan44. Salah satu alasannya adalah ketegangan yang seringkali timbul antara Gubernur dengan Bupati/Walikota di Banten. Pemerintah Provinsi menganggap Bupati/ Walikota sulit diajak bekerjasama. Hal ini tercermin dalam Rapat Paripurna Istimewa Hari Ulang Tahun Ke-9 Provinsi Banten, 4 Oktober 2009. Tak semua bupati/wali kota hadir dalam acara di Gedung DPRD Banten di Kecamatan Curug, Kota Serang, itu. Hanya Bupati Serang Taufik Nuriman, Pejabat Wali Kota Tangerang Selatan M Shaleh, dan Wakil Bupati Lebak Amir Hamzah yang hadir. Adapun Wali Kota Serang Bunyamin, Pelaksana Tugas Bupati Pandeglang Erwan Kurtubi, Wali Kota Cilegon Tubagus Aat Syafaat, Bupati Tangerang Ismet Iskandar, dan Wali Kota Tangerang Wahidin Halim tidak terlihat hadir. Sebelumnya, pada acara Peresmian Pengoperasian Jembatan Kebon Nanas dan Peresmian Simbolik Pengoperasian Jembatan Kandang Haur Serang, Ruas Jalan MajaCisoka Lebak, Serang-Palima, Palima-KP3B, dan Parigi-Sukamanah Pandeglang pada tanggal 16 januari 2009 tak dihadiri para Kepala Daerah. Kepala daerah yang hadir saat itu hanya Walikota Serang Bunyamin45. Selain itu, hampir setiap tahun, saat penyusunan Rancangan APBD Banten, polemik antar kepala daerah terjadi. Bupati/wali kota kerap mengancam akan menolak program Pemprov karena usulan mereka tentang besaran dana bantuan tunai atau block grant tidak terpenuhi. Pertikaian itu terakhir kali terjadi pada September 2009 saat Pemprov Banten menyusun Rancangan APBD tahun 2010. Bupati dan wali kota mengancam memboikot semua kebijakan yang dikeluarkan Gubernur, lantaran Pemprov merencanakan menurunkan nilai bantuan keuangan menjadi Rp 5 miliar per kabupaten/kota. Bupati/wali kota kesal karena besaran bantuan keuangan terus turun setiap tahun. Sebelumnya selama 2003-2008, setiap kabupaten/kota menerima bantuan keuangan Rp 20 miliar. Jumlah itu turun menjadi Rp 15 miliar pada 2009. Semua kepala daerah yang tergabung dalam Forum Komunikasi Bupati/Wali Kota Se-Banten itu bersepakat menolak bekerja sama dan memilih memboikot program pembangunan yang menjadi kebijakan Pemprov. Kesepakatan pemboikotan itu diserahkan secara resmi dalam bentuk surat kepada Gubernur. 46 Selain itu, ketegangan ini seringkali muncul berkaitan dengan proyek Provinsi di berbagai Kabupaten/kota yang seringkali bermasalah. Proyek-proyek provinsi di Kabupaten Pandeglang misalnya: proyek Terminal Agropolitan di Kecamatan Menes dan Cikedal yang dimulai tahun 2002, proyek pompa air tanpa mesin (PATM) di Kecamatan Cisata tahun 2003, proyek Budidaya Benih Ikan (BBI) Curugbarang tahun 2004, dan depurasi kerang hijau di Kecamatan Sukaresmi tahun 2007. Pembangunan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) di hampir seluruh kabupaten/kota. Di Kabupaten Serang, proyek pembangunan poskesdes yang berlokasi di Kampung Cayur, Desa Lebakwana, Kecamatan Kramatwatu, semenjak selesai dibangun sampai sekarang belum dioperasikan. Diketahui, proyek Poskesdes untuk wilayah Serang ada 10 unit yang 44
Ashley Collin. 2006.Clan Politics And Regime Transition In Central Asia. New York: Cambridge University Press. hal.35 45 Gubernur Atut Kecewa Banyak Kepala Daerah Tak Hadir, Radar Banten 16 Januari 2009 46 Disharmoni Sepanjang Masa, Kompas Rabu, 27 Januari 2010, baca juga Atut tak Takut Diboikot, Radar Banten 9 September 2009.
45
tersebar di 10 kecamatan. Tiap unitnya, pembangunan poskesdes menelan biaya Rp. 300 juta.47 Di sisi lain, pemerintah provinsi amat getol membangun proyek mercusuar seperti membangun proyek Kantor Pusat Pemerintah Pusat Provinsi Banten (KP3B) yang sudah menghabiskan anggaran ratusan miliar. Sementara kondisi jalan-jalan provinsi di berbagai kabupaten/kota berada dalam kondisi rusak. Masih banyak proyek mercusuar seperti pembangunan badara di banten selatan, jalan tol tangerang – tanjung lesung dan pembangunan sport centre. Mengatasi pembangkangan Bupati/Walikota itulah kemudian, nampaknya keinginan untuk membangun klan politik muncul dari kelompok Rawu. Seperti dinyatakan collins diatas, maka kekerabatan menjadi pondasi utama dari kekuatan politik. Pola ini menegaskan bahwa berbagai institusi politik diletakkan dibawah kendali klan. Pemimpin dan aturan yang berlaku bukanlah dari institusi resmi seperti partai politik, tapi aturan yang digariskan oleh pemimpin klan. Dalam konteks Provinsi Banten, maka keputusan tertinggi ada di Chasan Sochib, walaupun ia tak punya jabatan struktural di pemerintahan atau partai politik. Institusi politik seperti partai politik hanya menjadi bagian dari jaringan yang diorganisasikan sebagai unit-unit dalam klan. Maka, partai politik juga dikendalikan oleh klan, misalnya Hikmat Tomet (menantu Chasan Sochib) menjadi Ketua DPD Tk. I Partai Golkar Banten, begitu juga Lilis Karyawati dan Tatu Chasanah (anak Chasan Sochib) menjadi ketua DPD Tk. II Partai Golkar, masing-masing di Kota Serang dan Kabupaten Pandeglang. Bahkan dalam pengorganisasian grass root dalam event-event politik, jejaring keluarga dirasakan jauh lebih optimal. Maka selain penguasaan partai politik, Relawan Banten Bersatu yang dikendalikan langsung oleh keluarga muncul sebagai mesin politik yang berwajah non partai, namun memiliki akses langsung ke level desa. Efektivitas RBB misalnya bisa dirasakan dalam pemenangan Atut di pilkada Gubernur tahun 2006. Adapun penguasaan jabatan politik di tingkat Kabupaten/ Kota dimulai di pemilukada Kabupaten Tangerang tahun 2008. Keluarga Chasan Sochib mencalonkan adik ipar Atut, Airin Rachmi Diany yang didukung PPP sebagai calon Wakil Bupati Tangerang, berpasangan dengan Jazuli Juwaini dari PKS. Lahirnya pasangan ini menjadi pertanda untuk beberapa hal: pertama, mulai dibangunnya klan politik; kedua, masuknya PKS kedalam koalisi kelompok pendukung Gubernur setelah sebelumnya berseteru di pemilihan Gubernur. Ketiga, mudahnya keluarga mendapatkan partai pengusung Airin (baca: PPP) walaupun Golkar Kab. Tangerang mendukung calon yang lain. Penegasan bahwa Airin mewakili design besar keluarga Atut untuk menguasai politik Banten terungkap dari pernyataan Chasan Sochib di sebuah media48 “…Pencalonan Airin atas perintah saya, bukan perintah Tubagus Chaeri Wardhana, suaminya, atau ratu Atut Chosiyah, yang keduanya juga kader Partai Golkar…”
Namun suara Jazuli-Airin berada di bawah pasangan Ismet-Rano sehingga gagal meraih jabatan Bupati-Wakil Bupati Tangerang. 47 48
Radar Banten, 3 Maret 2008. Radar Banten, 5 September 2007.
46
Pada Pilkada Kota Serang tahun 2008, adik Atut, Khaerul Jaman berhasil terpilih menjadi Wakil Walikota Serang dalam putaran kedua dengan mengalahkan pasangan jayeng rana – Deden Apriandhi. KPUD Serang menetapkan pasangan Bunyamin-Haerul Jaman sebagai peraih suara terbanyak dengan 117.314 suara dan Jayeng Rana-Deden Apriyandi 82.702 suara. Kemenangan dalam pilkada juga diperoleh adik Atut yang lain, Tatu Chasanah yang memenangkan kursi Wakil Bupati Serang 2010 berpasangan dengan Taufik Nuriman. pasangan Taufik Nuriman dan Tatu Chasanah memperoleh suara 304.629 (55,10%), pasangan nomor urut dua Andy Sujadi-Sukeni yang memperoleh 177.817 suara (32,16%) dan pasangan nomor urut tiga, RA Syahbandar-Djahidi Sadirman dengan 70.465 suara (7,4%). Nampaknya ekspansi menegakkan klan politik masih terus dilakukan. Di Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany resmi menjadi calon Walikota didukung oleh delapan partai yang mengusung dan mendukung kedua pasangan ini, yaitu: Golkar, PDIP, PKS, PKB, Demokrat, PDS, PDI, dan PKP49. Jauh sebelum masa pemilukada berlangsung, iklan, poster, baliho dan billboardnya sudah beredar dimana-mana. Bahkan kalender dan stiker Airin terdapat di kantor-kantor pemerintah Tangerang Selatan.50 Hal ini tak mengherankan karena M. Shaleh MT yang menjadi pejabat Walikota Tangerang Selatan adalah Kepala Dinas Bina Marga Tata Ruang Provinsi Banten. Ia merangkap dua jabatan tersebut dan diduga dipakai sebagai kuda troya memuluskan Airin menjadi Walikota Tangerang Selatan. Maka saat Menteri Dalam Negeri (saat itu) Mardiyanto melantiknya menjadi Penjabat Wali Kota Tangerang Selatan, Januari 2010, Bupati Tangerang tak hadir. Padahal, Tangerang Selatan adalah daerah pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Bahkan, tujuh camat yang wilayahnya masuk Kota Tangerang Selatan pun tidak mengikuti pelantikan itu. Bupati dan camat tidak hadir lantaran kecewa karena usulan mereka agar Penjabat Wali Kota Tangerang Selatan berasal dari Kabupaten Tangerang tidak diindahkan. Mereka menganggap Gubernur Ratu Atut Chosiyah memaksakan kehendak menempatkan ”orang dekat” untuk memimpin Tangerang Selatan.51 Selain Airin, istri muda Chasan Sochib, Heryani juga dicalonkan menjadi wakil bupati Pandeglang berpasangan dengan calon incumbent, Erwan Kurtubi. Pasangan ini didukung oleh sekitar sepuluh partai politik yaitu Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Pemuda Indonesia(PPI), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI), Partai Matahari Bangsa (PMB), Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN) dan Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB)52. Selain dalam pilkada, ajang pemilu legislatif 2009 juga menjadi sarana menempatkan keluarga dalam kekuasaan politik. Suami Atut, Hikmat Tomet, menjadi anggota DPR dari Partai Golkar. Andika Hazrumy, anak sulungnya, terpilih sebagai calon 49
http://wwwglobalindonesiacom.blogspot.com/2010/08/delapan-partai-usung-airin-danbenyamin.html 50 Stiker dan kalender airin rambah kantor pemerintahan Tangsel dalam http://www.tangerangonline.com/berita/headline/2010/03/04/stiker_dan_kalender_airin_rambah_kantor_p emerintahan_tangsel 51 Disharmoni Terjadi Sepanjang Masa, Kompas Rabu, 27 Januari 2010. 52 http://indoberitanusantara.blogspot.com/2010/07/koalisi-partai-pendukung-pasangan-erwan.html
47
anggota DPD. Istri Andika, menantu Atut, Ade Rossi Chaerunnisa terpilih sebagai anggota DPRD Kota Serang. Tatu Chasanah terpilih sebagai anggota DPRD Banten dari daerah pemilihan Pandeglang dan kemudian terpilih sebagai Wakil Bupati Serang. Adik ipar Atut, Aden Abdul Khaliq, juga terpilih menjadi anggota DPRD Banten. Dua ibu tiri Atut, Ratna Komalasari dan Heryani, terpilih sebagai anggota legislatif. Ratna menjadi anggota DPRD Kota Serang dan Heryani Chasan menjadi anggota DPRD Pandeglang. Tabel 1. Klan Politik Chasan Sochib
Sumber: Diadaptasi dari Jejaring Kekuasaan Saudara Sedarah. Kompas, Kamis, 28 Januari 2010, dikembangkan dengan berbagai sumber
Namun fenomena klan politik tak hanya terjadi dalam politik di level Provinsi Banten. Dimyati Natakusumah dan istrinya, Irna Narulita, tahun lalu menjadi anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan. Dimyati sebelumnya adalah Bupati Pandeglang. Tahun ini, Irna mencalonkan diri sebagai Bupati Pandeglang. Anak kandung Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya, yakni Iti Oktavia, terpilih menjadi anggota DPR dari Partai Demokrat. Adik Bupati Lebak, Mulyanah, terpilih menjadi anggota DPRD Lebak. Suaminya, Agus R Wisas, menjadi anggota DPRD Banten. Ahmed Zaki Iskandar Zulkarnaen, anak kandung Bupati Tangerang Ismet Iskandar, pun lolos ke Senayan. Begitu pula Tubagus Iman Ariyadi, anak Wali Kota Cilegon Tubagus
48
Aat Syafaat, terpilih menjadi anggota Fraksi Partai Golkar DPR dan kemudian terpilih sebagai Walikota Cilegon dalam Pemilukada tahun 2010 menggantikan ayahnya.53 Klan politik nampaknya telah menjadi pilihan para penguasa politik di tingkat lokal dalam mempertahankan kekuasaan politiknya. Di level provinsi banten, terdapat beberapa alasan mengapa pola politik berbasis klan menjadi pilihan. Pertama, membangun kekuasaan berbasis klan membuat koordinasi antara pemerintah provinsi dengan kabupaten/kota yang dipimpin oleh anggota keluarga menjadi lebih mudah. Hal ini dilatarbelakangi oleh “pembangkangan” yang acapkali dilakukan oleh bupati/walikota yang berasal dari luar keluarga. Kedua, politik berbasiskan klan menjamin kontinuitas keuntungan ekonomi dari proyek-proyek pemerintah. Basis ekonomi dari penguasa-penguasa politik di Banten adalah proyek-proyek yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terutama proyek konstruksi maupun pembebasan tanah. Meletakkan kekuasaan politik di tangan keluarga, menjamin bisnis tersebut tidak terganggu. Ketiga, politik berbasiskan klan mendapatkan situasi yang tepat di tengah lemahnya partai politik di tingkat lokal. Partai politik cenderung bersikap pragmatis dalam proses rekrutmen politik, baik untuk menjadi menjadi anggota legislatif maupun kepala daerah atau wakil kepala daerah. Hal ini terlihat dari kegusaran seorang tokoh senior partai politik di sekitaran pemilu 2009 “… Sekarang senioritas dan kaderisasi tidak dihargai, partai dikuasai oleh keluarga. Kalau bukan keluarga susah jadi caleg jadi..”.54 Begitu juga dalam pemilukada, partai politik tak memedulikan kadernya dalam proses nominasi calon kepala daerah. Hal ini bisa dilihat misalnya dalam pencalonan Airin sebagai wakil bupati tangerang tahun 2008, ia dinominasikan oleh PPP walaupun sebelumnya ia tercatat sebagai pengurus Golkar. Namun dalam pencalonannya sebagai walikota tangerang selatan, tak ada PPP dalam partai pendukung Airin. PKS sebagai partai kader sekalipun di berbagai pemilukada pasang badan sebagai pendukung utama keluarga Chasan Sochib. Partai politik di tingkat lokal di Banten memosisikan diri hanya menjadi kendaraan sewaan yang bisa disewa oleh siapa saja yang mampu membayar dengan harga yang disepakati. Proses kaderisasi menyiapkan pemimpin politik di tingkat lokal gagal dilakukan. Keempat, membangun klan politik menjamin kontinuitas kekuasaan dan menghindarkan diri dari balas dendam politik. Terdapat kekhawatiran bahwa jika kekuasaan politik diambil alih pihak lain, maka praktek buruk kekuasaan yang bisa jadi berupa korupsi bisa dibongkar. Maka penerus yang berasal dari keluarga yang sama adalah solusi paling sempurna untuk menjamin hal tersebut dilakukan. V. Kesimpulan Perjalanan politik lokal Banten telah mengalami berbagai perubahan, namun tetap berada dalam dominasi jawara kelompok rawu. Awalnya mereka mendominasi kekuasaan politik lokal Banten dengan menggunakan kekerasan. Namun pola penggunaan kekerasan ditinggalkan dengan pola baru pemilihan kepala daerah secara langsung. 53 54
Jejaring Kekuasaan Saudara Sedarah. Kompas, Kamis, 28 Januari 2010. Wawancara dengan Kiai Salman Al Faris. 12 Agustus 2008.
49
Pola kekerasan digantikan dengan menjadikan birokrasi sebagai mesin politik dan menggunakan kekuasaan formal untuk membangun dan meningkatkan kekuasaan politik. Klan politik menjadi tren baru untuk mengokohkan kekuasaan di banten untuk menghadapi Bupati/walikota yang dianggap membangkang. Namun di tingkat Kabupaten/kota, para bupati/walikota juga membangun kerajaannya sendiri. Inilah era baru politik lokal di Indonesia, dimana terbentuk klan-klan yang kemudian mendominasi jabatan-jabatan politik. Daftar Pustaka Collin, Ashley. 2006.Clan Politics And Regime Transition In Central Asia. New York: Cambridge University Press. Ham, Ong Hok. 2002. Dari Soal Priyayi Sampai Nyi Blorong: Refleksi Historis Nusantara, Jakarta: Kompas. Hamid, Abdul. Peran Jawara Kelompok Rawu dalam Kemenangan Pasangan Djoko-Atut Sebagai Gubernur-Wakil Gubernur Banten Periode 2001-2006. Skripsi Sarjana Strata 1 Departemen Ilmu Politik Fisip UI. Hamid, Abdul. Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Provinsi Banten 2006: Regenerasi Sebuah Hegemoni, Laporan Penelitian Banten Institute. Mansur, Khatib . 2001. Perjuangan Rakyat Banten menuju Provinsi: Catatan Kesaksian Seorang Wartawan. Jakarta: Antara Pustaka Utama. Mansur, Khatib. 2000. Profil Haji Tubagus Chasan Sochib Beserta Komentar 100 Tokoh Masyarakat Seputar Pendekar Banten. Jakarta: Antara Pustaka Utama. Masaaki, Okamoto dan AbdurRozaki,dkk. Kelompok Kekerasan dalam Politik Lokal di Banten . 2006. IRE. Yogyakarta. Masaaki, Okamoto dan Abdul Hamid, Jawara in Power” 1999 – 2007 dalam Jurnal Indonesia, Cornell University, Oktober 2008. Rozaki, Abdur. 2004. Menabur Kharisma, Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim Kembar di Madura, Yogyakarta: Pustaka Marwa. Tihami, HMA. 1992. Kyai dan Jawara di banten, Studi tentang Agama, Magi, dan Kepemimpinan di Desa Pasanggrahan Serang, Banten, Tesis, Jakarta: Universitas Indonesia (Tidak diterbitkan). Dokumen
50
Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun Anggaran (Ta) 2005 Atas Belanja Daerah Tahun Anggaran 2004 Dan 2005 Pada Provinsi Banten Di Serang, Badan Pemeriksa Keuangan republik Indonesia. Surat dari Presiden Direktur PT. Sinar Ciomas Raya Contractor no. 86/SK-Persh/ SCRCSrg/ VIII/2006 perihal Klarifikasi penyampaian oknum anggota PKS melaksanakan praduga tak bersalah pembantaian karakter terhadap PT SCRC atau pengusaha daerah/nasional Provinsi Banten dalam rapat paripurna DRPD Banten pada tnaggal 14 Agustus 2006. Kompas Jejaring Kekuasaan Saudara Sedarah, Kamis, 28 Januari 2010 Disharmoni Sepanjang Masa, Kompas Rabu, 27 Januari 2010 Kompas, 13 Juni 2006 Tabloid Mimbar Daerah Saya memang Gubernur Jendral, dalam Tabloid Mimbar Daerah, Edisi 17-23 November 2003 Majalah Teras Relawan Banten Bersatu, Mengantisipasi Disintegrasi Bangsa, Laporan Khusus Majalah Teras No. 75/ Edisi Juni 2006/Th Ketujuh Harian Banten/Radar Banten Radar Banten, 3 Maret 2008 Radar Banten, 5 September 2007 Radar Banten 9 September 2009. Radar Banten 16 Januari 2009 Harian Banten, 7 Juli 2001 Koran Tempo, Jum'at, 05 November 2004. Media Online www.bantenlink.com www.tempointeraktif.com http://www.tangerangonline.com/berita/headline/2010/03/04/stiker_dan_kalender_airin _rambah_kantor_pemerintahan_tangsel http://indoberitanusantara.blogspot.com/2010/07/koalisi-partai-pendukung-pasanganerwan.html http://www.globalindonesiacom.blogspot.com/2010/08/delapan-partai-usung-airin-danbenyamin.html
51
Senarai Editor dan Penulis
Mohd. Rizal Mohd. Yaakop is Senior Lecturer at Center of History, Politics and Strategic Studies, Faculty of Social and Humanity. Pensyarah Kanan di Pusat Pengajian Sejarah, Politik dan Strategi, Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Bangi, Selangor. Email:
[email protected] Syafuan Rozi Soebhan. He is a Researcher - Peneliti Madya at Pusat Penelitian Politik (Center for Political Studies), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)- Indonesian Institute of Sciences and Lecturer at Department of Political Sciences, FISIP, University of Indonesia (UI) and (Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) IISIP Jakarta. Email:
[email protected],
[email protected], mobile phone: +62 8161963543. Mohamad Rodzi Abd Razak adalah Pensyarah di Pusat Pengajian Sejarah, Politik dan Strategi Universiti Kebangsaan Malaysia. Email:
[email protected]
Abdul Hamid mengajar di Program Studi Administrasi Negara FISIP Untirta dan Jurusan Ilmu Politik FISIP UI. Sekarang menjadi Kepala Lab Administrasi Negara FISIP Untirta dan anggota Dewan Riset Daerah Provinsi Banten. Penelitan yang dipublikasikan antara lain The Kiai in Banten: Shifting Roles in Changing Times in Masaaki, (eds.), Islam in Contention: Rethinking Islam and State in Indonesia (Kyoto: Center for Southeast Asian Studies; Jakarta: Wahid Institute; Taipei: Center for Asia-Pacific Area Studies, 2010) and Okamoto Masaaki and Abdul Hamid, Jawara in Power 1999 - 2007, Indonesia, Cornell University pp.109-138) October 2008. Tahun 2008 dan 2010 menjadi Visiting Researcher di Center for Southeast Asian Studies Kyoto University, Jepang. Email: "abah hamid" <
[email protected]>
Abdul Rauf Hj Ridzuan, Prof Dr. Hj Musa Abu Hassan, Assc Prof. Dr. Siti Zobidah Omar Dr. Jusang Bolong, Siti Faidul Maisarah Abdullah are lecturer at Universiti Teknologi MARA (UiTM), Malaysia. Abdul Rauf Ridzuan. The author has received his master in mass communication from UiTM Shah Alam, Selangor, Malaysia. His degree is in Mass Communication (Public Relations). He has been teaching at UiTM Melaka since 2006. His research interest are in electronic media and social issues. He has been teaching subjects such as sociology, mass media, public relations and professional project. He is now doing his PhD at Universiti Putra Malaysia entitled "The Contributions of Media towards Ethnocentrism in Supporting 1Malaysia Concept". Email:
[email protected] Junaidi Awang Besar & Mohd Fuad Mat Jali, Pesnyarah di Pusat Pengajian Sejarah, Politik dan Strategi, FSSK UKM. Junaidi bin Awang Besar. Ia dilahirkan pada 26 Ogos 1980 di Terengganu, Malaysia. Memperolehi ijazah Sarjanamuda dengan Kepujian (Geografi – Kajian Pilihan Raya) di UKM pada tahun 2003 dan Ijazah Sarjana Falsafah (Geografi – Dasar Awam) pada tahun 2007 juga di UKM. Pernah bekerja sebagai Pegawai Penyelidik di Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan antara tahun 2003 hingga 2007 seterusnya bekerja sebagai Eksekutif Penyelidikan di Institut Penyelidikan Pembangunan 128
Belia Malaysia (IPPBM), Kementarian Belia dan Sukan Malaysia pada tahun 2007. Kini sebagai pensyarah Program Geografi, Pusat Pengajian Sosial, Pembangunan dan Persekitaran (PPSPP), Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan (FSSK), Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, Selangor. Bidang pengkhususan beliau adalah Geografi Kemanusiaan; Geografi Politik dan Pilihan Raya; dan Dasar Awam. Email:
[email protected], “Junaidi Naidi” <
[email protected]> Leo Agustino. Dosen FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Banten; dan mahasiswa PhD ilmu politik Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Malaysia. Alamat email yang dapat dihubungi:
[email protected] Mohammad Agus Yusoff. Associate Professor dan dosen sains politik pada Pusat Pengajian Sejarah, Politik dan Strategi (PPSPS), Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan, Universiti Kebangsaan Malaysia (FSSK, UKM), Malaysia. Alamat e-mail yang dapat dihubungi:
[email protected] Eko Sakapurnama and Retno Kusumastuti are Lecturer and Researcher of Department Administration Science, Faculty of Social and Political Sciences, University of Indonesia (FISIP UI), Mobile : +62815 1603244, Email :
[email protected],
[email protected]
129