ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
S K R IP SI
HENNEY TR I W A H Y U
KARTIKA ADI SUMAL I
ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
FAKULTAS HUKUM UNTVERSTTAS
ABRI.ANGGA
1988
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ORBIT
GEOSTASIONER
DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
SKRIPSI
OLEH HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI 038010815
PAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA S U R A B A Y A 19
Skripsi
8 8
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ORBIT
GEOSTASIONER
DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar
untuk
Sarjana Hukum
b
OLEH
O
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI 038010815
MILIK PBRPUSTAtAA» W JTHRSITAS AIRLANQQA*
S U R ABAYA
HERMTON P .6 “. NUTOblPOEHO, S . H * , M.S,
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA S U R A B A Y A
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
M O T T O
:
"Damai aejahtera Kutinggalkan bagimu* Damai sejahteraKu Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu* Janganlah gelisah dan gentar hatimu". Tuhan Yesus Kristus ( Yohanes 14 t 27 )
Dipersembahkan kepada : - Tuhan Yesus Kristus, demi kemuliaan namaNya. - Ibunda tercinta, yang kasihnya tak terbalaskan. - Adinda# Christiphora Marianova Valentina Talloga.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
KATA PENGANTAR
Perdamaian adalah tema klasik permasalahan umat ma nusia dl sepanjang masa* Damai dalam arti tanpa perang# permusuhan dan rasa takut yang mencekam masih didambakan dunia internasional sampai detik ini. Tetapi, di lain
pi
hak, manusia belum dapat menghllangkan konsep pertahanankeamanan dalam memperjuangkan dan menjaga perdamaian Itu* Lebih-leblh* setelah konsep itu berkembang sampai pada masalah kedirgantaraan, khususnya orbit geostasioner,
ma-
salah perdamaian menjadi klan sulit dan rumit. Ini menjadi tantangan besar bagi hukum dlrgantara yang masih berusla muda dan merupakan bidang studi yang masih langka di Indo nesia saat ini. Bagi saya# itu berarti suatu tantangan un tuk memiliki pandangan global yang memadai dan untuk dapat mengkajl masalah-masalah khusus secara lebih cermat. Artinya> dengan data yang minim tapi dapat diharapkan haall yang balk. Masalah perdamaian, seperti yang saya amatl, merupakan masalah hukum, tapi juga masalah etls* Itulah aebabnya, saya sempat dibawa kepada perenungan yang cukup panjang dan lama, sementara rekan-rekan seperkuliahan
sa
ya banyak yang sudah mendahulul saya dalam menyelesalkan studi. Saya sempat berkecil hati menghadapi banyak haribatan dan tantangan itu. Tetapi nampaknya, segala sesuatu te lah direncanakan dan ditentukan Allah untuk mendatangkan kebaikan bagi sayat sehingga apa yang sudah terjadi dapat membawa saya untuk bersyukur lebih dalam atas anugerah,
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
kaaih dan pehyertaanNya di dalam hidup saya. Segala pujisyukur, hormat dan sembah tertinggi bagi Allah Bapa, Tuhan Yesus Kriatua dan Rohul Kudus, Allah Yang Mahaesa, Yang telah membuat suatu keajaiban ini di dalam dan melalui hi dup saya. BagiNyalah kemuliaan sampai selama-lamanya, Amin Skripsi Ini memang merupakan karya pribadi saya, tetapi telah melibatkan campur tangan banyak pihak. Karena itu, dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan rasa terimakasih yang dalam dan penghargaan yang tinggi kepada Bapak Hermawan PS Notodipoero, S.H., M.S., selaku pembiwbing dan penguji, yang telah mencurahkan segala perhatian dan keaabaran demi terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada Bapak HarJono, S.H., MCL dan Bapak Eman, S.H., M.S. selaku penguji, Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada Bapak Harun Alsagoff, S.H., MA. yang telah memberikan keberanian kepada saya untuk menulis skripsi ini; demikian juga kepada seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Suraba ya. Tidak lupa, saya ucapkan terimakasih dan pengharga an yang khusus kepada : 1. Bapak Ruman Sudradjat H. Hidayat, S.H., salah seorang anggota PANTARNAS LAPAN, yang dengan tulus ikhlas telah banyak memberikan data dan bimbingan kepada saya ; 2. Bapak Kol. Pol. Drs. Imam Sudjono, Sekretaris Gubernur LEMHANAS yang telah memberikan wawasan kepada saya me ngenai ketahanan dan keamanan nasional $
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
3* Segenap pejabat pada lingkungan DEPARLU, LEMHANAS, LAPAN, PARPOSTEL dan USIS yang telah membantu saya men cari data selama saya dl Jakarta; 4, Drh* Bambang Poernomo S* sekeluarga di Jakarta yang de ngan tujus ikhlas telah menyediakan tempat serta fasilitas selama saya mencari data di Jakarta; 5. Tante Yessy Sumali sekeluarga, Om Willy Sumali sekeluerga dan Om Pramono Sumali sekeluarga yang telah mem bantu menyediakan tempat dan*fasilitas lain selama sa ya mencari data di Jakarta; 6* Bapak Peck Dijono sekeluarga yang telah menyediakan tempat belajar dan banyak fasilitas selama saya mengerjakan akripsi ini di Surabaya; 7* Rekan seperjuangan saya : Yuristiyo Wlcaksono, S.H, dan Suryadi, S.H. yang telah mendahului saya menyelesaikan studi dan tetap setia memperhatikan saya; fi. Adik-adikku dan rekan seperjuangan saya : Anom Surahno dan Jerry Mandalika-, S*H, yang telah menjadi teman
be
lajar sekamar selama saya mengerjakan akripsi ini.di Surabaya, Bersamaan dengan itu, saya juga ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang dalam kepada : 1, Ibunda tercinta, yang telah melahirkan dan membesarkan saya dengan segala pengorbanan, dengan peluh dan air mata, yang kasihnya tak terbalaskan* Juga kepada Ayahanda tercinta yang turut membesarkan dan membiayai stu di saya;
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2, Kakak-kakak dan adik-adikku serta mbah putri di rumah, juga Om Tiwotlus DJarkasi yang telah memberikan dukungan, kritikan, doa dan pengertian bagi saya; 3. Adinda Christophora Marianova Valentina Talloga yang setia mengh.ibur, menguatkan dan mendoakan saya; juga Mbak Ratna Kumala, S.E. yang telah membagikan uang sa~ kunya dengan tulus ikhlas demi kelancaran studi saya; 4* Sahabat-sahabatku, terutatna Mas Sila Tumiyanto, S.H., yang tergabung dalam kelompok belajar "Adhinata" ; 5. Saudara-saudara aeiman dan para pendoa yang setia pada: Unit Kegiatan Kerohanian
Kristen BKK Unair, Muda-
Mudi GSPlI, Persekutuan Doa MARTURIA Rungkut Harapan Surabaya; 6. Para pembimbing rohani dan sahabat, tempat curahan isi hati saya : Ibu Roos Leatimea, Mr. Walter E. Mohr di Canada, Ibu Myrtle Whitehead (New Zealand), Mr. Gilbert Sathiaselan (Sri Lanka), Mr. Charles Lewis, Jr. (USA), Mr. & Mrs. Fisher (USA), Mr. Patrick J. Johnston (Eng land), Bapak Robert Tarigan (di Filipina), Ibu Priscil^ la Gladstone (India), Ibu Lien Tampubolon (di Nepal)*
j
Ibu Nelcy Leokoy (di Bangladesh), yang Juga setia men doakan dan membimbing saya. Selanjutnya, demi perbaikan mutu skripsi ini, saya menyambut dengan senang hati setiap bahan masukan. Harapan saya, kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkannya. Surabaya, 25 Juni 1988 P e n u 1 i a
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Halaman KATA PENGANTAR.................. .............. . DAPTAR I S I ....................................... BAB
lv viii
I ! PENDAHULUAN 1. Permasalahan : Latar Belakang dan Perumusannya ..........................
1
2. Pen jelas an Judul ................... .
7
3. Alasan Pemilihan Judul ................
8
4. Tujuan Penulisan ......................
9
5. Metodologi ............................
10
6. Pertanggungjawaban Sistematika .... .
13
BAB II : KARAKTERISTIK DAN STATUS HUKUM ORBIT GEOSTASIONER 1. Karakteriatik Orbit Geostasioner ...... .
17
a» Pengertian orbit geoataaioner .......
18
b. Sifat-sifat fislk orbit geostasioner *
20
'C* Kemungkinan penggunaan orbit geostasioner ............. .....
22
2. Hubungan Ruang Angkasa dan................... j Orbit Geostasioner ....................
23
fa. Latar belakang hiatoris
Skripsi
masalah orbit geostasioner .........
24
b. Status hukum ruang angkasa ..........
25
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
3. Status Hukum Orbit Geostasioner Sebelum Space Treaty 1967 ...........
29
4. Status Hukum Orbit Geostasioner Sesudah Space Treaty 1967 ...........
36
a. Status hukum orbit geostasioner dalam hukum positip yang ada ......
36
b. Status hukum orbit geostasioner
dalam hubungan internasional ......
39
BAB III : KEDUDTOAN MILITERISASI ORBIT GEOSTASIONER DALAM HUKUM INTERNASIONAL 1. Program Militer Antariksa Yang Ada dan Yang Direncanakan ....................
49
a. Uni Sovyet dan program militer antariksanya ........... .
49
b, Amerika Serikat dan program militer antariksanya ............. ......... 2* Perbedaan tt?ogram Militer dan Sipil
51 54
3- Hakekat Ancaman Militerisasi Orbit Geostasioner ........ ..........
57
a. Anoaman-ahcaman militerisasi orbit geostasioner pada masa "damai”.
57
b* Ancaman-ancaman militerisasi orbit geostasioner pada masa perang ......
63
4, Analisis Yuridis terhadap Program Militerisasi Orbit Geostasioner .......
64
a. Piagam PBB dan militerisasi orbit
geostasioner ............................................
65
Mint FBRPUSjr^KAAW “ ■NITBRSITAS A lR L A N O O A " Skripsi
SURABAYA
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
b. Space Treaty 1967$ khusus paaal IV, dan militerisasi orbit geostasioner .
69
c* ABM Treaty 1972 dan militerisasi orbit geostasioner................
77
d. Beberapa proposal penting dan militerisasi orbit geostasioner ....
82
e* Resolusi-resolusi Majelis Umum PBB yang penting berkaitan dengan
BAB
militerisasi orbit geostasioner •.*•«
89
5. Evaluasi ............................ .
93
IV : ORBIT GEOSTASIONER DALAM PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI 1. Beberapa Penafsiran "Peaceful Purposes1'
99
a. Pengertian "peaceful" ..............
100
b. Prinsip "friendly and cooperative" ••
104
c. Prinsip "common interests" .........
109
2. Efektifitas Prinsip "Peaceful Purposes"
111
a. Menentukan pelanggaran ..... .......
111
b* Beberapa tantangan efektifitas prinsip "peaceful purposes" ........
114
(1) Self-defence sebagai kepentingan nasional ........ .............
114
(2) 'Balance of power1 dan 'balance of terror1 ...........
120
(3) 'Deterrence1 :
Skripsi
mutlak atau relatip ? .........
125
(4) *Arms control': suatu alternatip
128
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
c. Beberapa segi moralitas hukum bagi efektifitas "peaceful purposes" ....
131
3. Pelaksanaan Hukum Prinsip "Peaceful Purposes" ..........
138
a* Mekanisme pelaksanaan prinsip "peaceful purposes" ...............
140
b. Hambatan pelaksanaan prinsip "peaceful purposes" dari konsep-konsep perdamaian yang berbeda ...........
142
(1) 'Greek balance of power' ........
143
(2) Pax Rotnana ....................
143
(3) Pax Ecclesia ..................
145
(4) Pax Britanica .................
147
(5) Pax Americana ? ...............
148
(6) Pax Sovieta ? .......
150
c. Optimasi pelaksanaan prinsip "peaceful purposes" ...............
153
(1) Pentingnya "asas tunggal"......
153
(2) International Satellite Monitor ing Agency (ISMA) ; pentingnya dan beberapa pertimbangan ......
156
4. Beberapa Perspektip bagi Kepentingan Nasional Indonesia ................... BAB
Skripsi
V
163
i P E N U T U P 1. Kesimpulan ...........................
171
2. Saran ...............................
177
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
■
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR FUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN : I* Orbit di Sekitar Bumi.
XX. "Space Treaty 1967". III. Deklarasi Bogota 3 Desember 1976* IV. Draft General Principles Govern ing the Geostationary Orbit (UN Doc. A/AC.105/C.2/L.147 of March 29, 1984) V. "ABM Treaty 1972". VI. Proposal USSR II, 2 Aguatua 1983. VII, Proposal USSR I, 20 Agustus 1981. VIII. Proposal Perancis, 2 Pebruari 1978. IX. Proposal Dewan Eropa
1983*
X. Resolusi Majelis Umum PBB A/RES/37/83, 18 Januari 1983, Prevention of an Arms Race in Outer Space. XI. Resolusi
Majelis Umum PBB
A/RES/37/99, 20 Januari 1983, General and Complete Disarmament.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB I PENDAHULUAN
1• Permasalahan : Latar Belakang dan Rumusannya Manusia telah lama pat menjangkau dan
terbuai oleh mimpinya untuk da
mengeksploitasi
ruang angkasa baeerta
isinya sebelum hal itu dapat terwujud* Ketika satelit bumi "Sputnik I" milik Uni Sovyet berhasil diluncurkan, sejarah telah membuka babak baru; masyarakat dunia terkejut
bukan
kepalang. Lebih-lebih, Amerika Serikat yang sebelumnya selalu mengahggap rendah musuh besarnya itu* Ini terjadi pa da tahun 1957# ketika negara kita Indonesia ini sedang dilanda kecamuk politik dalam negerinya. Tidak lama setelah itu, 4 Oktober 1957# Uni menyusul keberhasilan pertamanya dengan meluncurkan
Sovyet lagi
"Sputnik II” yang lebih besar dengan membawa anjing kehormatan yang bernama "Laika", dan mencapai ruang angkasa pa da tahun itu juga. "Sputnik I" berbobot mati 184 pound dan "Sputnik II" berbobot mati 1*121 pound.
Berat yang sangat
kontras dengan satelit "Vanguard" Amerika Serikat yang ha nya 3#25 pound ( ? ) . 1
Maka Amerika Serikat menduga
keras \
bahwa Uni Sovyet telah mulai meningkatkan
pertahanannya
melalui peluncuran satelit-satelit itu dan yang sanggup
^
meluncurkan "intercontinental ballistic missile" (IBM), Maka# masalah perdamaian menjadi kian gawat !
Eilene Galloway, "Congress and International Space Cooperation", International Cooperation in Spaca, A Sympo sium held in New York by U.S. Senate# 1971, h. 3-4. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Sebelum itu, Perang Dunia II baru saja berakhir* Di dalam perkembangan teknologi antariksa yang dini,
program
militer maflih tetap berlangsung dan setiap negara berusaha untuk terus meningkatkan kekuatan militernya.
Sementara
itu, bangsa-bangsa sedang menggalang perdamaian dunia ber dasarkan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai tonggak sejarah yang mengukir kemauan negara-negara untuk menghentikan perang dan membangun tata kehidupan
dunia yang ter-
tib, aman dan damai. Tetapi malangnya, rasa kecurigaan, di lain pihak, masih melekat dengan rasa permusuhan yang tinggalkan oleh periatiwa Perang Dunia II itu masih genggam hati manusia-manusia yang terlibat; sedang berlangsung di babak berikutnya.
di-
meng-
perang dingin
Karena itu, untuk
sekian lamanya aejak peluncuran "Sputnik I" itu, antariksa tidak luput dari program militer negara-negara yang mengu asai teknojogi antariksa. Bahkan dikatakan bahwa suatu ne gara tidak dapat dikatakan sebagai negara yang kuat apabila tidak menguasai antariksa dan memanfaatkannya untuk menyusun kekuatan militer*
2
Orbit geostasioner merupakan salah satu lokasi dari ruang angkasa yang tidak luput dari militerisasi juga. Or bit ini mempunyai ciri-ciri fisik yang unik yang dapat di gunakan untuk banyak kebutuhan. Karenanya, negara-negara maju penguasa teknologi antariksa berusaha untuk dapat me-
^Robert T. Reres, "The Military Use of Space", Vital Speeches of the Day, City News Publishing Co., California,September 19, 1986, h. 74*
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
I
I
■>;
)
ngeruk keuntungan sebesar-besarnya. Maka penggunaan orbit ini telah menjadi dominaai kepentingan negara-negara maju. Tidak pelak, situasi ini telah menimbulkan reaksi keras di pihak negara-negara berkembang yang mempunyai kepentingan di kawasan itu, tetapi yang belum sempat memiliki teknolo gi antariksa untuk menggunakannya. Negara-negara katulis tiwa, sebagai bagian dari negara-negara berkembang, berjuang untuk menuntut hak-hak atas orbit geostasioner yang sebenarnya belum mempunyai status hukum yang jelas dalam hukum ruang angkasa maupun hukum internasional publlk, Ke lompok negara ini menghendaki suatu ketuntasan hukum atas orbit geoatasioner dengan memperhatikan kepentingan-kepentingannya- Di fora internasional, pendekatan yang bersifat politico-legal dalam mencapai suatu tujuan dan untuk membentuk keaepakatan hukum sering terjadi.'*
Masalah orbit
geostasioner tidak luput dari pendekatan ini. Di samping itu, militerisasi ruang angkasa suatu ancaman besar bagi keamanan, stabilitas
menjadi
politik da
lam maupun luar negeri negara-negara berkembang.
Gejala-
gejalanya sudah begitu nyata sehingga tidak perlu ditanyakan kembali keberadaannya. Hukum internasional selama ini berusaha mengatasi masalah perdamaian dl bumi ini.
Dunia
internasional dibuat sibuk karenanya. Hukum internasional diuji oleh tantangan ini. Sekarang, ancamannya setelah ruang angkasa dimiliterisasi.
bertambah
Dalam kaitan ini,
Carl Q. Christol, The Modern International Law of Outer Space. Pergamon Press, New York,-1§82, h. 12. (Selanjutnya disebut : Carl Q. Christol I ). Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
sorotan yang tajam diarahkan kepada hukum positip yang sudah ada.
peraturan-peraturan
Hukum selalu diharapkan da
pat mengatasi situasi-situasi kritis yang mengancam
kese-
lamatan dan kelangsungan hidup umat menusia dari senjatasenjata nuklir dan senjata-senjata canggih dewasa ini yang semakin meningkat saja* baik secara kuantitatip maupun se cara kualitatip* 'Arms race1, demikian istilahnya* telah menjadi "momok" bagi negara-negara maju dan negara-negara berkembang* Mereka ingin mengurangi senjata-senjata maut itu melalui hukum sehingga bahaya yang akan
timbul dapat
dikurangi* Tetapi* aspirasl-aspirasi politis di dalam pembentukan hukum untuk membatasi dan melarang personjataanpersenjataan canggih itu sering masih menjadi "ganjalan", Akibatnya* fungsi hukum yang seharusnya dapat menjangkau dan mengatasi masalah itu terpaksa harua "dikebiri"* Selain hambatan itu* negara-negara penguasa teknologi antarik sa mempunyai banyak cara dan dalih untuk mengadakan penyai maran program militer antariksanya melalui aktifitas-aktifltas ruang angkasa yang nampaknya netral. Berbagai senja ta baru telah berhasil dibuat* diuji-coba dan bahkan disebarkan penempatannya di orbit geostasioner.
Tentu
saja*
ini dilakukan secara rahasia. Juga berbagai cara dilakukan untuk menyimpangi hukum internasional positip aehingga aecara de facto hukum internasional dibuat seolah-olah ibarat macan ompong. Kemudian* berbagai cara juga yang muncul untuk mengatasi penyimpangan-penyimpangan hukum itu, Dunia internasional membutuhkan jaminan agar mereka "dapat tidur dengan tenang" tanpa riaau lagi dengan senjata-senjata di
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
atas kepala mereka. Anda pasti tahu, kita tidak akan segera pergi tidur aebelum menguncl semua pintu dengan aman. Demikian juga, kita belum dapat tenang sebelum ada jaminan secara de lure dan de facto bahwa keamanan dan perdamaian internasional tidak akan diganggu lagi oleh senjata-senjata maut, sebelum kita dapat memastikan apakah upaya-upaya hukum ke arah keamanan dan perdamaian internasional itu akan membawa kita kepada "mimpi yang Indah" atau "mimpi yang menoekam di malam hari ". Ruang angkasa, sementara itu, telah lama dinyatakan sebagai "zona damai". Dengan kata lain, la harus digunakan untuk maksud-maksud damai. Predominasi
militer
antariksa
yang dllakukan oleh Amerika Serikat dan Uni Sovyet serta oleh negara-negara maju lainnya masih member! kesan kepada kita seolah-olah perdamaian di antariksa itu hanya urusan mereka saja* Masalah penafsiran hukum dan pelaksanaan hu kum (bacasenforcement) terhadap prinsip "peaceful purpos es" yang terpenting dalam Space Treaty 1967 Itu masih berporos pada konsep-konsep dan kepentingan-kepentingan mere ka. Cara-cara pemeliharaan perdamaian internasional
masih
Juga dipertaruhkan pada kekuatan persenjataan mereka. Pada hat perdamaian internasional itu tergantung pada
banyak
dimensi, dan melibatkan seluruh umat manusia dengan berbagai macam kepentlngannya. Alaaan-alasan mereka dalam meng•dakan program militer di antariksa dapat menjadi aebab bagi terhambatnya efektifitas prinsip "peaceful purposes" itu. Karena itu, masalahnya dapat berkembang aampai pada masalah moralitas hukum masyarakat internasional.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Saya merasa perlu menekankan juga segi moralitas hukum. Sebab, jika kita menghendaki efektifitas hukum ru ang angkasa tetap terjaga, alasan-alasan dan cara-cara pemeliharaan perdamaian berkaitan dengan program militer dan persenjataan itu perlu dikaji sampai di mana ia mempunyai "justification" dari segi hukum tapi juga dari segi moral. Masalah moralitas hukum ini tetap merupakan masalah klasik dan perlu ditekankan lagi pada abad ruang angkasa ini, ka rena lama sebelumnya nabi Yesaya dan Habakuk pernah bernubuat mengenai moralitas hukum manusia abad modern ini, se perti terangkai dalam kata^kata ini : Bumi cemar karena penduduknya, sebab mereka melanggar undang-undang, mengubah ketetapan dan mengingkari perjanjian abadi. ( Yesaya 24 : 5 ) Itulah sebabnya hukum kehilangan kekuatannya dan tidak pernah muncul keadilan, sebab orang fasik mengepung orang benar; itulah sebabnya keadilan muncul terbalik. ( Habakuk 1 : 4 ) Kita dapat menguji apakah nubuatan ini digenapi atau tidak pada jaman ini. Hukum internasional telah memiliki suatu mekanisme *law enforcement*. Tapi, dalam masalah perdamaian, tidak mudah melakukannya, karena ada hambatan dari konsep-konsep dan cara-cara perdamaian yang beraneka ragam. Kendati
hu
kum nampaknya lemah dalam masalah perdamaian, maayarakat internasional masih percaya bahwa masih dapat dilakukan usaha-usaha yang lebih serlua lagi. Selanjutnya, dapat dipsparkan beberapa perspektip dari segi kepentingan nasio nal Indonesia.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut* ekripai ini akan diarahkan kepada usaha untuk menjawab masalahmasalah berikut ini : 1 ) Bagaimana status hukum orbit geostasioner jika dilihat
dari segi hiatoris perkembangannya ? ? ) Sebagai bagian dari program militer ruang angkasa seea~
ra keseluruhan* bagaimana kedudukan militerisasi orbit geostasioner itu di dalam hukum internasional ? 3) Dapatkah orbit geostasioner itu dijadikan ''zona damai" melalui upaya-upaya hukum ? 4) Apa saja yang perlu dipertimbangkan untuk kepentingan nasional Indonesia ?
2* Penjelasan Judul Skripsi ini berjudul ORBIT GEOSTASIONER DALAM PRO GRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI* Yang dimaksud dengan orbit geostasioner adai lah orbit geosinkron yang mengelilingi bumi tepat di atas jalur katulistiwa (Lihat penjelasan dalam Bab II pada subbab t). Yang dipermasalahkan dl sini adalah status hukum orbit geostasioner dan kedudukan program militer di dalam■
nya dalam hukum internasional. Kedua hal tersebut dibahas t dalam ruang lingkup pembahasan mengenai penggunaan ruang angkasa secara damai. Orbit geostasioner secara fisik ada lah bagian dari ruang angkasa* dan program militer di or* bit ini Juga menjadi bagian dari program militer ruang angkasa secara keseluruhan. Jadi* lebih sempit lingkupnya#
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Program militer yang dimaksud di sini meliputl pro gram militer dengan senjata maupun tanpa senjata, terutama yang dilakukan oleh Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Ruang Angkasa berarti ruang di luar wilayah kedaulatan negara di udara, dengan perbatasan ketinggian tertentu yang belum disepakati negara-negara di seluruh dunia sampai saat ini, tetapi eksistensinya telah diakui. Penggunaan ruang angkasa secara damai dalam pembahasan skripsi ini, pertama, diarahkan dalam konteks situ asi "damai” (dalam tanda petik) atau lebih baik dikatakan dalam situasi tidak perang. Dikatakan "damai" (dengan tan da petik) karena militerisasi ruang angkasa, sekalipun ti dak perang, berbeda dengan damai (tanpa tanda petik). Yang kedua, skripsi ini dibahas juga dalam konteks prinsip'hukum "peaceful purposes" yang mengatur kegiatan-kegiatan di ruang angkasa. Selanjutnya, disinggung pula konsep dan cara-cara perdamaian internasional secara historis dalam pengertian pax (damai), yaitu upaya-upaya menciptakan du nia yang damai dl bawah suatu Imperium. Akhlrnya, dibahas pula upaya-upaya yang diharapkan akan lebih dapat mewujud kan perdamaian di antariksa yang lebih nyata.
3. Alasan Pemlllhan Judul Judul dl atas dipilih dengan pertimbangan bahwa or bit geostasioner, sebagai bagian dari ruang angkasa secara alamiah, merupakan masalah yang lebih relevan dengan kebutuhan dan kepentingan Indonesia saat ini. Sebab, Indonesia
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
sendiri sudah menggunakan orbit ini sebagai tempat "bermukimnya" satelit seri Palapa. Karena itu, masalah pengguna an ruang angkasa secara damai dibahas tidak jauh dari
ma
salah penggunaan orbit geostasioner dan kegiatan-kegiatan militer di orbit yang sama. Ini alaaan dari segi relevansl dengan kepentingan nasional kita, Dari segi materi hukumnya, masalah orbit geostasioner menarik sekali untuk dibahas karena masih belum ada
1
ketuntasan hukum positip yang mengatur mengenai status hu kumnya dan juga mengenai penggunaannya. Bersamaan dengan itu, masalah program militer ruang angkasa beserta dengan masalah persenjataan di dalamnya tengah menjadi pokok pembicaraan yang hangat di fora internasional maupun nasional saat ini, Dan, masalah yang saya bahas ini berkaitan
juga
dengan masalah perdamaian yang merupakan pokok masalah wajlb di sep$tnjang sejarah umat manusia.
4* Tujuan Penulisan Penulisan skripsi ini dibuat dengan tujuan-tujuan khusus, antara lain : a. Untuk mengkaji seberapa Jauh hukum dirgantara itu meng atur masalah orbit geostasioner dan masalah program mi liter ruang angkasa serta mengamati seberapa jauh
pe-
ranan hukum internasional telah mengemban tugasnya
da
lam kerangka kerja penggunaan ruang angkasa secara
da
mai. Dengan demikian, saya dapat ikut menyemarakkan dan memperkuat studi hukum ruang angkasa di fakultas saya.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Lebih-lebih, karena bidang studi ini masih langka juga* Jadi, adalah auatu kehormatan bagi saya karena diberi kesempatan emas untuk mengungkapkan gagasan-gagasan semakslmal mungkin untuk ikut berpikir, kalau toh tidak dapat dianggap sebagai sumbangan pemlkiran, mengenai masalah yang besar ini bagi bangsa dan negara serta ba gi dunia j b. Untuk memberikan suatu bahan masukan pertimbangan serta gagasan terhadap masalah tersebut ;
’
c. Untuk memenuhi persyaratan akademis di Fakultas Hukum Universitas Airlangga guna memperoleh gelar kesarjanaan di akhir perkuliahan.
5* M e t o d o l o g l
a. Pendekatan masalah. Perabahasan maaalah dalam skripsi ini sengaja dipilih dengan beberapa cara pendekatan, antara lain bersifat: t) Deskribtip, yaitu dengan menggambarkan keadaan fiaik orbit geostasioner dan program militer antariksa yangj sudah ada dan yang direncanakan ;
j
2) Historis-yuridis, yaitu dengan menguraikan perkembangan i status hukum orbit geostasioner sebelum Space Treaty 196? sampai sesudahnya melalui analisis yuridis. Kemu* dian, dllakukan juga analisis hlstorls terhadap konsep perdamaian dalam konteks pax (damai) yang bertumbuh da ri peradaban masa silam hingga kinl* Konsep pax ini te lah ikut mempengaruhi pelaksanaan (baca: enforcement)
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
perdamaian dewasa ini, jika dilihat dari beberapa segi; 3) Politico-legal adalah cara pendekatan yang saya pakai juga* Sebab, masalah orbit geostasioner ini dikajl de ngan pendekatan yuridis yang dijiwai oleh perjuangan kepentingan naaional di fora internasional dengan upaya-upaya politis-dlplomatis. Seisin itu, dilacak pula gejala politico-legal ini dalam pembuatan Space Treaty 1967 dan formula-formula hukum yang mengatur tentang
persenjataan modern di antariksa serta aktifitas-aktifitas militer; 4 ) Analitis-yuridls, dengan melakukan studi analisis ter
hadap hukum internasional positip maupun upaya-upaya politis yang mengatur mengenai ketentuan-ketenatuan yang sudah dan akan diberlakukan bagi militerisasi ru ang angkasa, misalnya resolusi-resolusi Majelis Umum PBB atau beberapa proposal yang diusulkan kepada Maje^ lis Umum PBB mengenai hukum yang akan mengatur militer isasi ruang angkasa ; 5) Lega1 -phllosophy, yang menekankan segi-segi filosofis moralitas hukum internasional dl ruang angkasa melalui upaya-upaya hukum, Di sini akan dikajl sampai di mana 1justification1 militerisasi ruang angkasa itu dari se
gi moralitas hukum. Dan meskipun menakankan segi mora litas, skripsl Ini tidaklah dimaksudkan untuk melakukan pendekatan berdasarkan ajaran Hukum Alam, Sebab, ajaran Hukum Alam memang sangat menekankan segi moralitas ini* Pendekatan dari segi moralitas hukum dilakukan karena memang ada tuntutan moral yang harus dipenuhi*
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
b« Sumber data* Sumber data yang aaya pergunakan berupa buku-buku, dokumen-dokumen, journal-journal, symposium-aymposium, be berapa paper dan makalah, majalah-majalah, buklet dan brosur-broaur, kumpulan artikel dan kliping. Kemudian wawancara-wawancara dan diskuai^diskuai yang tidak kalah pen^ tingnya dengan yang disebut terdahulu. o* Proaedur pengumpulan dan pengolahan data* Data yang digunakan di sini diperoleh dari atudi kepuatakaan dan wawancara yang dilakukan pada beberapa instansi yang dianggap relevan, yaitu DEPARLU, LAPAN, LEMHANAS, DEPARPOSTEL dan Univeraltaa Airlangga sendiri, Pencarian data dilakukan juga di USIS Surabaya dan Jakarta aerta di Puaat Penerangan Konsulat Ruaia di Surabaya, Selain itu, aaya memakai buku-buku koleksi pribadi dan
ko-
lekai teman-teman aaya, Pengolahan data aaya lakukan dengan membaca dan me lakukan evaluaai kandungan isi data teraebut, dengan melihat pokok-pokok yang aaya anggap relevan melalui penyelekaian kontekatualiaaai masalahnya dengan maaalah yang sedang aaya bahaa ini. Dari aitu, saya hanya memakai pendapnt-pendapat yang aeauai dengan pola pemikiran aaya. Kare na itu, kutipan-kutipan yang saya pakai belum tentu menyatakan pola pemikiran para penulis secara keseluruhan atau belum tentu menyatakan persetujuan saya terhadap pola pe*mikiran keaeluruhan para penulis. Sementara itu, beberapa kesempatan saya gunakan untuk berdiakuai dan berkonsulta-
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
si dengan aiapa eaja yang aaya anggap pantas, sambil mengamati perkembangan masalah itu melalui media masaa, seka lipun tidak teratur. d* Analisis data* Pilihan saya jatuh pada cara deduktlp-analitis de ngan membahas maaalah-maaalah yang bersifat umum dan luas, kemudian menarik garis-garis pembahasan dan penerapan ser ta kesimpulan-keslmpulan yang bersifat khusus dan lebih sempit.
6 . Pertanggung.lawaban Slstematika
Saya membagl akripsi ini menjadi 5 (lima) bab. Bab pertama dipakai sebagai bab pendahuluan karena dl sini akan dluraikan garis besar permasalahan yang akan dibahas beserta dengan perumusan maaalahnya, yang akan mengantarkan para pembaca kepada bab-bab berlkutnya. Bab kedua dimulal dengan memberlkan gambaran umum secara deskrlptip mengenai orbit geostasioner, lalu dilanjutkan pada pembahasan mengenai hubungan ruang angkasa de ngan orbit geostasioner yang mengungkapkan latar belakang hiatoria timbulnya masalah orbit geostasioner dan mengung kapkan status hukum ruang angkasa Itu aendiri. Baru sete lah Itu, dapat dilakukan pembahaaan secara historis-yuridls status hukum orbit geostasioner sebelum Space Treaty 1967 dan aesudah Space Treaty 19&7* Kemudian dikemukakan beberapa komentar terhadap status hukum orbit geostasioner aesudah Space Treaty 19^7 itu*
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Pembahasan mengenai status hukum orbit geostasioner ini perlu didahulukan karena perlu diperoleh kejelasan posisi orbit ini dalam hukum internasional positip atau stidaknya diperoleh kejelasan sikap tertentu di dalam menetapkan status hukumnya. Dari situ, dapat diketahui apa yang dikehendaki negara-negara agar berlaku dalam penggunaan orbit ini secara umum dan prinsip-prinslp apa yang dikehendaki agar ditaatl. TJntuk tujuan ini, akan dibahas mengenai sta tus hukum orbit geostasioner sesudah Space Treaty 1967 di dalam hukum internasional positip dan dl dalam hubungan Internasional. Pembahasan dari segi hubungan internasional dlmaksudkan untuk melihat kedudukan orbit geostasioner dl dalam pernyataan-pernyataan negara-negara yang masih ber sifat politis. Meskipun tidak begitu terperinci, Bab II ini penting dlpaparkan untuk memberikan pengenalan dasar yang bersifat umum, sebelum membahas masalah yang lebih khusus lagi, yaitu program militer antariksa di orbit geo stasioner. Program militer di orbit geostasioner, yang merupa kan bagian dari program militer antariksa, jelas merupakan apllkasi khusus penggunaan orbit geostasioner. Karena Itu, pembahasan masalahnya akan diletakkan pada bab ketiga. Dl dalam bab II memang sudah disebutkan beberapa kemungkinan penggunaan orbit ini, termasuk untuk kegiatan militer. Da lam bab ketiga ini, akan dipaparkan program militer atariksa yang sudah ada dan yang direncanakan, dengan contoh yang dilakukan oleh kedua negara "Space Powers", yaitu Uni
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Sovyet dan Amerika Serikat. Kemudian akan diteruskan pada pembahasan mengenai perbedaan antara program militer dan sipil, bahaya-bahaya militerisasi orbit geostasioner. Yang ingin dicari dan dikajl pada bab ketiga ini adalah kedu dukan program militer antariksa, termasuk yang di orbit geostasioner, di dalam hukum internasional positip. Untuk maksud ini, akan dilakukan analisis yuridis terhadap bebe rapa formula hukum positip yang ada, yaitu dengan menyo* roti Piagam PBB, Space Treaty 1967, ABM Treaty 1972. Kemu dian, saya perlu menyoroti pula beberapa proposal yang te lah diajukan kepada Majelis Umum PBB serta beberapa reso lusi Majelis Umum PBB mengenai persenjataan* Bab ketiga ini akan dlakhiri dengan melakukan evaluasi terhadap pem bahasan yang telah dilakukan. Dengan mengetahui posisi mlliterisasi orbit geostasioner dalam hukum internasional, akan diketahui pula posisi demiliterisasinya. Bagian keempat akan diarahkan kepada pembahasan ma salah penggunaan ruang angkasa secara damai yang difokuskan pada kasus orbit geostasioner secara khusiis.
Ruang
angkasa, termasuk orbit geostasioner, dlikat oleh prinsip "peaceful purposes" dalam penggunaannya. Sekalipun prinsip ini sudah ada, aplikasinya sangat tergantung pada masalah penafsirannya juga. Karena itu, bab keempat ini akan dimulai dengan membahas masalah penafsiran hukum prinsip tadl, Pada bab ketiga telah dibahas tentang militerisasi antar iksa. Pada hal, antariksa harus digunakan dengan prinsip "peaceful purposes". Dua kenyataan ini dapat menimbulkan
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
masalah mengenai efektifitas prinsip "peaceful purposes” itu* Dalam menjawab masalah ini, akan dilakukan upaya un tuk menentukan pelanggarannya dulu. Kemudian, perlu dimengerti hambatan-hambatan apa yang dapat "mengganjal" efektifitas prinsip tadi* Kendati ada hambatan, prinsip tersebut toh harus dijalankan juga, Karena itu, pembahasan akan diteruskan dengan menekankan masalah moralitas hukum.^ Bab ini akan dirangkal dengan bagian yang membahas masalah pe5 laksanaan hukum, yang mengetengahkan mekanismenya, hambatan-hambatan konseptual pelaksanaan perdamaian ini
di-
tinjau dari segi historis. Sekali lagl, sekalipun ada ham batan konseptual, toh prinsip "peaceful purposes" Itu
ha
rus dilaksanakan juga. Karena itu, saya perlu membahas ma salah optiniasi pelaksanaan perdamaian itu. Bab ini akan diakhiri dengan beberapa perspektip bagi kepentingan
na
sional Indonesia. Bab kelima akan saya pakai untuk menggariskan bebeI
rapa kesimpulan dan saran atas semua pembahasan yang sudah saya lakukan pada bab-bab sebelumnya.
t 1
Masalah moralitas hukum yang dipersoalkan di sini adalah masalah ketaatan hukum terhadap prinsip "peaceful purposes" itu. e 'Istilah 'pelaksanaan hukum' adalah istilah yang saya pakai dengan penerjemahan bebas dari kata !law en forcement*. Saya terjemahkan secara bebas karena saya be lum menjumpai terjemahan yang tepat saat ini.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
KARAKTERISTIK DAN STATUS HUKUM ORBIT GEOSTASIONER
1# Karakterlstik Orbit Geostasioner
Orbit Geostasioner yang sedang dibahas ini diberi nama oleh Konvensi ITU 1973 dan Protokol Konvensi ITU 1982 dengan sebutan "geostationary satellite orbit", Bogota 3 Desember 1976 memberinya sebutan
Deklarasi
"geostationary
orbit" atau "geostationary synchronous orbit" secara gantian* Jessup dan Taubenfeld
memberinya
ber-
sebutan "equa
torial orbit"*** Joseph N. Pelton menyebutnya "Clark Orbit" dengan istilah popular*
7
Sebutan "geostationary satellite
orbit", oleh Priyatna Abdurrasyid* dipandang sebagai isti lah yang tidak tepat, Sebab, pada perkembangan berikutnya* orbit tersebut tidak saja dihuni oleh satelit-satelit
sa
ja* tetapi juga benda-benda lain, misalnya "space objects" yang disebut juga "apace craft" (USA), "heavy platform", "space device" (PBB), "space vehicle" atau "space ship" j Q (UK), Demikian juga* negara-negara maju sudah merencana-
^Jessup and Taubenfeld, Control for Outer space* Columbia University Press, New York, h. 235. ^Joseph N, Pelton, "Gold Rush in the Clark Orbit", Society* vol. 21, no,2, January/February 1984* whole no. 14 8 * h, 2 6 . Q Priyatna Abdurrasyid, "Beberapa Aspek Hukum Orbit Geostasioner"* paper, Sekmenkor Polkam RI, Jakarta, 1983# h. 2 6 .
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
kan pendirian stasiun-stasiun ruang angkasa pada masa menq datarig; sebutan "geostationary satellite orbit" tidak da pat dipakai lagi untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
a. Pengertian Orbit Geostasioner* Menurut International Union, World Administrative Radio Conference Radio Regulation 1979 ( yang kemudian di** eebut ITU Radio Regulation), orbit geostasioner didefinisikan sebagai "orbit in which a satellite must be placed to be a geostationary satellite", Dengan kata-kata
lebih
panjang, Deklarasi Bogota 3 Desember 1976 mendefinisikan orbit geostasioner sebagai berikut : The geostationary orbit is a circular orbit on the equatorial plane in which the period of sidereal revolution of the satellite is equal to the period of sidereal rotation of the Earth and the satellite moves in the same direction of the Earth's rotation. When a satellite describes this particular orbit, it ia said to be geostationary in the sky, when viewed from the earth, and is fixed on the zenith of a given point of the Equator, whose longitude is by definition that of, the satellite. 10
Robert C. Kingston, "U.S. Central Command". AsiaPacific Defence Forum, vol. 10, issue 1, Summer 1985, h.30 Llhat juga: Whence the Threat to Peace, Military Publica tion House, fro800 w>~ 1984* h. 37. 1°Deklarasi Bogota 3 Desember 1976 merupakan dekla rasi delapan negara katulistiwa yang ditandatangani dl Bo gota, yaitu Brazil, Columbia, Congo, Equador, Indonesia, Kenya, Uganda dan Zaire. Definisi tersebut terdapat dalam bagian pertama Deklarasi itu, Selanjutnya, periksa seluruh bagian Deklarasi itu untuk dapat mengenai orbit geo stasioner lebih jauh, terutama pandangan dan sikap negaranegara katulistiwa akan posisi mereka dalam memperjuangkan kepentingan dan hak-hak mereka di orbit itu.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Selanjutnya* dapat kita simak beberapa pendapat pa ra yuris untuk memperkaya pengertian kita tentang 'geosta tionary orbit.1 ini. Martin A. Rothblatt menyatakan
bahwa
"The geostationary orbit, a ring of space aix radii above the equator, ia where a communication satellite must be placed in order to assume a fixed position in the sky" , 11 Lalu Jessup dan Taubenfeld mengakatan, The equatorial orbit at about 35,000 kilometres alti tude results in a satellite whose period is excactly that of the earth, moving eastward in its orbit, would appear to remain always at the same point in apace as viewed from the earth . . . . ■ 1 2 Dengan mengkaitkan dengan satelit, Stephen Gorove menegas kan. The geostationary orbit ia a circular orbit at a dis tance of approximately 2 2 ,3 0 0 miles(35,800 kilometres) above the earth's equator. A satellite placed in this orbit (GE0SAT) lies in the plane of the equator and turns about the polar axis of the earth in the same period as the earth itself. Thus, a GE0SAT ap^pears stationary in relation to the underlying point. 13 i Lebih sederhana, Walter R. Hinchman menyatakan, "The sta tionary orbit may be considered as thick,
broad
band of,,
space lying roughly 2 2 ,3 0 0 miles above the earth's survace
Martin A. Rothblatt, /'Satellite Communication and Spectrum Allocation", American Journal of International Law, vol. 76, no. 1 , January 1982, h* 56. f 12
Jessup and Taubenfeld, loc. cit.
1* ^Stephen Gorove, "The Geostationary Orbit: Issue of Law and Policy", American Journal of International Law, vol. 73, no. 3, July 1979# h. 444*
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
directly above and concentric with the equator".1* Priyatna Abdurrasyid menyatakan sebagai berikut, Orbit geostasioner merupakan suatu jalur orbit di atas padang katulistiwa pada jarak ketinggian + 35*071 km dari permukaan bumi di mana sebuah benda Tmisalnya eatelit) yang ditempatkan di orbit sirkuler tadi memiiiki waktu putaran sama dengan waktu rotasi bumi dan bergerak searah dengan bumi, 15 Dari beberapa keterangan tadi, kita mendapat auatu gambaran lebih jelas tentang orbit geostasioner* Beberapa sifat unik orbit geostasioner akan dipaparkan di bawah ini.
b. Sifat-slfat fisik Orbit Geostasioner. Orbit geostasioner
termasuk
dalam kategori orbit
geosinkron. Orbit geosinkron adalah orbit sateli£ yang mengelilingi bumi dari barat ke timur dengan peiode revolusi sama dengan rotasi bumi, yaitu 23 Jam, 56 menit dan 4 detik, berbentuk lingkaran atau ellips.
16
Jika satelit geosinkron terletak tapat pada bidang katulistiwa yang berketinggian 3 5 *7 8 7 km
dari permukaan
bumi maka orbit tersebut disebut orbit geostasioner. Dillhat dari bumi, satelit ini,terletak pada sebuah tempat di
Walter R. Hinchman, "Issue in Spectrum Resourse Management”, in The Future of Satellite Communications, Resourse Management and the Weed of Nations, The Twentieth Century Fund, p. 34 (1970), dikutip dari Carl Q* Christol, "The Geostationary Orbital Position as a Natural Resource of the Space Environment", in Netherlands International Law Review, vol. XXVI, issue 1, 1979, h. 7. ^Priyatna Abdurrasyid I, op.cit.. h* 1 2 . 16UN Do c . A/AC. 105/203, 29 August 1977; A/AC 105/ 203/Add. 1, 1 Dec. 1978; A/AC. 105/Add.2, 17 Jan. 1979. c*q. Vide; A/AC, 105 /2 0 3 , para 4. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
angkasa berkedudukan "tetap". Dalam peredarannya, tiap satelit yang tempatkan di orbit geostasioner selalu mengalami gangguan-gangguan da ri berbagai geya. Gaya-gaya dari ketidak seragaman dari grafitasi bumi, pengaruh gaya tarik bulan dan matahari dan tahanan atmosfir serta tekanan radiasi matahari yang
mem-
pengaruhi dan bekerja pada setiap satelit menjadikan aate18
lit itu tidak dlam* melainkan bergerak*
Hal ini terbuk-
ti waktu satelit kita, Palapa B-1 , bergeser dari keduduk19 annya aemula, tanggal 30 Agustus 1985 yang lalu. * Untuk mengatasi gangguan beberapa gaya tadi, diperlukan sistem pengendali posisi (station keeping system), Teknologi se karang mampu mengendalikan posisi satelit dalam Jarak 0,1° dalam posisi garis lintang maupun garis bujur# Akibatnya, lintasan satelit di orbit geostasioner ini berbentuk angka delapanj demikian pula titik sub-satelitnya. Or bit ini merupakan suatu cincirt berlebar + 1 5 0 km, bertebal + 75 km dan mempunyai jari-jari + 4 2 *165 km pada bidang katulistiwa* Berdasarkan perkiraan kemajuan teknologi sampai de ngan tahun 2 0 0 0 , hanyaknya satelit/wahana yang dapat diletakkan pada orbit geostasioner adalah terbatas*
1^Ibld., para. 1 0 . 10 Ibid,, para. 39, 23-24, 9.
1Q 7,,Palapa Goyang, Gambar pun Hilang", Tempo, No.28, Thn. XV, 7 September 1985, h. 12-14* 20UN Doc.A/AC. 105/203, para. 10, 23-24, 39. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
o* Kemungkinan penggunaan orbit geostasioner, Menurut hasll studi Sekretariat PBB pada tahun 1977 mengenai orbit geostasioner* orbit yang unik ini dapat dl21
gunakan antara lain untuk : a) Satelit komunikasi? b) Meteorologi;
c) Penginderaan jauh dari orbit geostasioner; d) Pengawasan navigasi dan pesawat udara; e) Pengujian sistem-sistem baru; f) Sistem satelit relay data dan penjajakan; g) Satelit tenaga matahari; h) Cermin-cermin raksasa; Selaln itu, dilaporkan pula bahwa orbit geostasion er Ini juga dapat digunakan untuk menempatkan suatu pemu22
kiman antariksa,
yang dapat terdiri dari fasilitas-fasi-
litas industri dan pemukiman untuk 10 ribu jlwa, lengkap dengan daerah pertanian, tempat olah raga, hlburan, pertokoan, dan barangkall juga untuk membangun kompleks
rumah
cicilan. Simon Ramo, dalam peringatan 25 tahun di antarik sa, menyatakan bahwa orbit ini juga dipakai untuk berbagai i kepentingan militer, seperti untuk penempatan senjata-senjata militer strategis, percobaan-percobaan senjata-senjata baru secara rahasla, dan aktifitas-aktifitas lain yang
21Ibid., para. 45-59. J, Salatun, "Pemanfaatan Teknologi Antariksa un tuk Pembangunan Ekonomi dan Pertahanan Keamanan Nasional", paper, ed. 10 Nop, 1977* LAPAN Jakarta, h. 10,
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
bersifat militer, Hal itu diungkapkan sebagai berikut : The uaea of equipment in space are not limited to strategic warfare applications , , , Satellite in geo stationary orbit (the satellite's rotation about the earth's rotation so that the satellite appears sta tionary) provide better means to handle many of these tasks, 23 Penjelasan lebih lanjut mengenai program militer di ruang angkasa dapat diikuti pada bab berikut. Anggur yang enak biasanya baru diperoleh bila sudah dipertengahan pesta. Tetapi, pandangan pertama tidak selalu mengecewakan kita*
2. Hubungan Ruang Angkasa dan Orbit Geostasioner Diskusi mengenai status hukum orbit geostasioner di bagian ini perlu didahulukan agar gambaran umum masalahhya dapat dipahami terlebih dahulu sebelum pembicaraan diarahkan kepada masalah khusus, yaitu program militer di ruang1 angkasa dl dalam lingkup pembahasan penggunaan orbit geostasioner untuk maksud-maksud damai* Pada bagian ini akan dicari kejelasan atas masalah-masalah berikut : a) Apakah orbit geostasioner itu sama dengan ruang angkasa atau bagian dari ruang angkasa, dan dengan demikian la tunduk kepada hukum ruang angkasa ?
j
b) Apakah orbit ini termasuk ruang angkasa tetapi karena memiliki sifat-sifat yang khusus, ia tunduk kepada re*
^Simon Ramo, "The Practical Dimensions of Space'1, The PlPst 25 Years in Space. Proceedings of a symposium Held in Oct. 14, 198? at the National Academy of Sciences, and sponsored by the Academy and the National Air and Space Museum* Smithsonian Inst., 1983, h. 53* Lihat keseluruhen : h, 51-71* Cf* Roger Chevalier, "Comments", h.7275.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
jim hukum khusus (sui generis regime) ? c) Apakah orbit ini bukan ruang angkasa, dan karenanya ia pun tidak tunduk kepada hukum ruang angkasa ?
a. Latar belakang hlstoris masalah orbit geostasioner* Secara hlstoris, pembahasan masalah orbit geostasi oner merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari agenda United Nations Committee on the Peaceful Uses of Outer Space (UNCOPUOS) mengenai masalah yang disebut "Definition / Delimitation of Outer Space". Pada tahun 1962, masalah itu dinamakan "Demarcation between Outer Space and Atmos pheric Space". Tahun 1967, namanya berubah menjadi "Study of Questions Relating to the Definition of Outer Space". Tahun 1977, nama itu berkembang menjadi "Matters Relating to the Definition and/or Delimitation of Outer Space and Outer Space Activities". Kemudian dl tahun 1978, nama itu berubah lag! menjadi "Question Relating to the Definition and/or Delimitation of Outer Space Activities, also Bear ing in Mind Question Relating to the Geostationary Orbit", dan berubah lagi pada tahun 1979 dengan nama "Matters ReJ
*
lating to the Definition and/or Delimitation of Outer Space and Outer Space Activities, Bearing in Mind, lntei alia. Question Relating to the Geostationary Orbit".
OA.
Ada tiga golongan yang mempunyai cara yang berbeda dalam menanggapi masalah Ini* Golongan pertama adalah go longan spatialist, yaitu mereka yang percaya akan perlunya
^*Carl Q. Christol.I, op .cit., h. 440. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
delimitasi antara ruang udara dan ruang angkasa melalui pendekatan geografis dan teritorial. Golongan kedua Ialah golongan fungsionalls yang tidak merasa perlunya pembatasan secara geografis dan teritorial tetapi cukup mengandalkan suatu pembentukan hukum internasional dengan mengatur penerbangan ruang angkasa dengan menentukan sifat*sifat aktifltas benda-benda ruang angkasa, atau kombinasi dari keduanya, Kemudian muncul golongan ketiga, yang oleh Bin 25 Cheng di8ebut sebagai "wait-and-seers". Golongan ini me rasa tidak perlu, setidaknya untuk masa sekarang, dilaku kan suatu definlsl atau delimitasl bagi ruang angkasa. Se bab, memang dlrasakan sullt untuk mengadakan suatu batasan tegas dengan ukuran-ukuran yang akurat antara ruang angka sa dan ruang udara. Karena Itu, golongan ini mengusulkan agar masalah itu, untuk sementara waktu, ditangguhkan dan memblarkan praktek-praktek sekarang tetap berlangsung tan pa adanya hukum internasional ruang angkasa yang mengatur 1 P6 masalah itu, j b. Status hukum ruang angkasa. Masalah status hukum orbit geostasioner tidak ter*! pisahkan dari masalah status hukum ruang angkasa.
Secara
pc Bin Cheng, "The Legal Status of Outer Space and Relevant Issue: Delimitation of Outer Space and Definiti on of Peaceful Use", Journal of Space Law, vol. 11, Nos. 1 & 2, h. 93. (Selanjutnya disebut: Bin Cheng I), ^Marietta Benko, Willem de Graff and Gijsbertha C. M. Reijnen, Space Law In the United Nations, Martinus Nijhoff Pub., Netherlands, 1 9 8 5 $ h. 127-136* Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ringkas, sebelum Space Treaty I967#atau aepanjang
hukum
27 kebiasaan mengatur, 1 status hukum ketiga kategori fisik ruang di atas permukaan bumi dapat dinyatakan demikian:
20
(a) Ruang udara di atas teritorial nasional suatu negara berada di bawah kedaulatan penuh dan eksklusip ne gara di bawahnya. Hal ini ditetapkan oleh Artikel 1 of the 1919 Paris Convention on the International Regulation of Aerial-Navigation, dan Artikel 1 of the Chicago Convention on the International Civil Aviation, sedangkan ruang udara di atas laut bebas adalah res extra commerclum, dan ruang udara di atas teritori yang tidak berada di bawah subyek internasional manapun adalah res nulliua.
^
(b) Ruang angkasa adalah res extra commerclum. (c) Bulan dan 'celestial bodies' adalah res nulliua Manfred Lachs berkomentar, "It has been suggested that outer space and celestial bodies as rea extra commerclum, res communis or res communis omnium”, kendati ia sendiri 29 tidak sependapat dengan anggapan ini.
27 'Dalam hal tidak adanya auatu aturan-aturan hukum tertulis, mis. treaty, kehadiran hukum kebiasaan interna^ sional sangat diperlukan peranannya agar tidak ada 'legal vacuum'* Vide : Manfred A. Dauses, "Recent Question of p Space Law”, taw and State, vol. 2 2 , h. 1 3 . 28 Bin Cheng I, op .cit., h. 91.
^Manfred Lachs, The Law of Outer Space, An Exper ience In Contemporary Law-Making, Sl.ithoff, Leiden, 1972, h. 48. Latar belakang pemikiran ini dapat diikuti dalam seluruh isi pasal IV dalam sumber yang sama.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Penolakannya itu dinyatakan demikian : It is true that some of these definitions have been accepted in other areas of international law* However* their application to outer space and celestial bodies in conditioned by reply to a basic question: "Is outer space with the celestial bodies a fthing1 - res within the meaning of the law ?" It is which raises doubts. The term itself has many meanings. Municipal law qualifies res in the context of its institutions - in particular of the real rights established. Though the notion has also been adopted by international law* one can hardly argue that outer space and celestial bodies though fisically the latter may be reminiscent of some part of our globe, can be encompassed by this term. None of the being a res, they cannot in fact become res extra commercium or res communis, 30 Dengan uraian tadi, Lachs menolak status hukum ruang ang kasa sebagai res extra commercium, res communis atau bah kan res communis omnium, Sebagai penyeleaalannya* ia cenderung memberikan rejim hukum khusus (sui generis regime) kepada ruang angkasa dan 'celestial bodies'* sebagaimana yang dikatakan* "Outer space and celestial bodies are to be viewed as spheres of States1 activitiest as an environ ment subjected to a special legal regime and enjoying the particular protection of the law".^1 (kursip saya) Lachs menganggap bahwa usaha penganalogian ruang angkasa dan '' I Celestial bodies* dengan rejim hukum nasional (municipal law) masih nampak belum cukup matang, Sebab* sifat-sifat khusus ruarig angkasa dan ,celestial bodies1* yang berbeda dengan keadaan-keadaan di bumi ini* menantang kita untuk tidak terlalu gegabah menerapksn metode analogi bagi rUang
angkasa dan ’celestial bodies*. Dari pengertian ini,
ke-
?0Ibid. 31Ibid. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
cermatan dan pengkajian lebih lanjut, menurut Lachs, amat-' lah diperlukan, khususnya dalam aplikasi hukumnya.
Ini
merupakan auatu keharusan. Malangnya, keharusan itu kemudian ditentang oleh S. Bhatt dengan menyodorkan suatu kenyataan, yaitu adanya Re solusi PBB No. 1721 (XVI) tanggal 20 Desember 1 9 6 1 . Reso lusi ini menyatakan, (a) International law, including the Charter of the United Nations, applies to outer space and celes* tial bodies; (b) Outer space and celestial bodies are free for ex ploration and use by all States In conformity with international law and are not subjected to nation al appropriation* 33 Lebih lanjut, S. Bhatt berkomentar, Resolution No. 1721, therefore, whether declaratory or not, stopped all controversies all ended the legal de bate relating to law applicable, and legal status of outer space ... being res communis. It may be stated, however, that jurists and shoolars had clarified many issues before the United Nations pronounced its action. 34 Jadi, S. Bhatt berkesimpulan bahwa Resolusi PBB itu sudah merupakan cermlnan pendapat para yuris dan sarjana hukum i *2 Ib'id.. h. 19 ff. Bacaskhusus bagian yang membahas masalah aria!6gi dan sirat-slfat antariksa yang sebagian besar masih belum kita ketahui, h. 22-23* ” S. Bhatt, Studies In Aerospace Law ; From Compet ition to Cooperation, Sterling Pub. PVT Ltd?,~fiew Delhi, 1974, h. 57, 59. ^*Ibid. Meskipun pada halaman 57 ini Bhatt mengutip pendapat Lachs dalam bukunya yang lain, la ruponya tidak sependapat dengan semua pendirian Lacha, khususnya toasalah rejim hukum ruang angkasa dan 'celestial bodies'. Ini memberi suatu contoh bagi saya bahwa membaca buku diperlukan sikap selektip, dan kutip-mengutip berbahaya jika tidak mengetahui kerangka seluruh isi pemikiran penulis. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
internasional* sekaligus merupakan puncak pendapat yang mongakhiri semua pertentangan pendapat mengenai status hukum ruang angkasa dan 'celestial bodies'* Meskipun penda pat Lachs juga benar* namun karena tidak mendapat dukungan 35 dari suara mayoritas* keberatan Lachs dapat diabaikan. Akhirnya* status hukum ruang angkasa dan 'celstial bodies' dikembalikan kepada prinsip : res communis * res communis omnium dan res extra commercium,
3* Status Hukum Orbit Geostasioner Sebelum Space Treaty Sebelum orbit geostasioner memperoleh status hukum yang jelas, khusuanya sebelum Space Treaty 1967* ia tidak dalam keadaan 'legal vacuum'. Malahan seballknya, pada se at suatu peraturan hukum dirancang, hukum positip sering didasari oleh metode perbandingan dengan pengalaman-pengalaman dan kesamaan-kesamaan situasi sebelumnya waktu hu kum keblasaan masih menjadi pedoman yang mengatur banyak praktek internasional*^ Artinya, sekalipun tiada hukum positip yang mengatur, status orbit geostasioner ini tuni . duk di bawah hukum kebiaeaan internasional*
tc "Pembentukan hukum kebiaeaan internasional memerlukan opinio jurist yang memadai sebagai elemen psykologis yang wajib. Sif at generalitas - bukan universalitas - di sini eangat diperlukan* karena tiada hukum keblasaan tanpa generalitas. Karena syarat opinio general! jurist general" ia itu, pendapat Lachs sebagai op inio ind ivIdu a11 s tId ak (fapat dipakai. Lihat : Bin Cheng* "Custom : The Future of General State Practice in a Divided World", dalam R, St.J. MacDonald et,al,* The Structure and Process of Interna- . tional Law? Essays in Lep;al Riflosophy. Doctrin and Theory Bartinus Nljhoff Pub, * fjetherlands, 198?i h. 531-532* ^Manfred A. Dauses, £E*cit*, h* 14* Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Untuk mengetahui dan menguji keberadaan hukum kebl«* asaan internasional yang mengatur status hukum orbit geo stasioner* dua pendekatan yang lazim dilakukan di bawah . . ini akan diterapkan, yaitu
*7
(1 ) Mengemukakan praktek-praktek yang sedang berlangsung pada saat itu dalam penggunaan orbit geostasioner? (2) Mengemukakan pendapat para yuris (opinio .jurist) ter* .■ hadap praktek-praktek internasional tersebut. Dimulai dari peluncuran Sputnik 1 dan 2 tahun 1957# sejarah baru pun dimulai dengan disusul oleh peluncuranpeluncuran berikutnya* seperti yang dilaporkan oleh R. Su^ ip naryo dl bawah ini •• a* b. c. d. e. f. g. h. i. j* k. 1. m,
Explorer 1, Vanguard 1, tahun 1958; Luna 1, 2 dan 3# tahun 1959; Vanguard 2, Explorer 6 dan Vanguard 3$ tahun 1959; Tiros 1 (satelit cuaca pertama), tahun 1960; Discoverer 13* Echo 1, tahun 1960; Sputnik 5* yang membawa binatang kemball hidup,1960 Vostok 1, yang membawa astronot Yuri Gagarin, 19615 Freedom 7# yang membawa Alan Sheppard, Mel 1 9 6 1 ; Satelit berawak Amerika Serikat Liberty Bell 7, la~ lu Friendship 7* Aurora 7* Sigma 7# Faith 7* berturut-turut dari tahun 19 6 1 sampai 1963; Satelit berawak Rusia, Vostok 2 sampai 6, 1961? Volkshod 1 dan 2 yang berawak ganda, 1964 dan 1965; Satelit Amerika serl Gemini 3 sampai 12, berawak < ganda, dari tahun 1965 sampai 1966; | Berbagai satelit tak berawak untuk mis! nenelitlan* navigasi, pengukuran, penginderaan, geodesi, televisi dan laln-lain, sebagian besar millk Amerika Serikat, dan satu di antaranya beraama Inggris, yaitu Mars 1;
*7 J J.G. Merrills, Anatomy o f International Law, .
Sweet & Maxwell* London, 19^1, hV 5-6/ Lihat jugasRudolf Bernhardt,"Unwritten International Law", Law and State. journal, vol. 16, h, 57-58. Cf. Bin ChengT^Sp . ~clt~.,K7"*92 . Sunaryo,"Ruang Angkasa, Permaflalahannya dan Pemanfaatannya',' paper, LAPAN, Jakarta, 1980, h. 3-5. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
n. Syncom 2* satelit komunikasi geosinkron pertama* tahun 1963# disusul Intelsat 1 (Early Bird) 19 64 # -dan berturut-turut Intelsat 2 , 3# 4# 4a dan 5? a. A~1# satelit Perancis pertama, 1965; p. Luna 9, Luna 10# Uina 13 yan« tanpa awak mengorbit dan mendarat dl bulan (satelit Rusia) tahun 1 9 6 6 ; q. Surveyor 1 dan 3# dan Lunar Orbiter 1, yang tanpa awak mengorbit dan mendarat di bulan, 1966 & 1967. Terhadap praktek-praktek peluncuran itu# Carl Q. Chrlstol melaporkan bahwa sejak tahun 1957# tidak pernah ada negara yang melancarkan suatu protes terhadap bendabenda buatan manusia yang ditempatkan pada jalur orbit* termasuk orbit-orbit rendah sekitar 90 samapl 100 mil di atas permukaan bumi. Demikian juga* tidak ada protes ter hadap kegiatan-kegiatan eksplorasi dan pemakaian posisi orbit.
Selain itu* kata Manfred A. Dauses, tidak pernah
ada negara yang minta Ijln bagi benda-benda antariksanya yang lewat di atas wilayah kedaulatan negara lain dan juga .4 tidak ada negara yang memprotes terhadap benda-benda anta* rlksa milik negara lain yang melintasi wilayahnya. Kenyataan ini dapat dislmpulkan bahwa negara-negara telah memberikan persetujuan diam-diam (tacit consent) bagi praktek tersebut.^ Kesimpulan ini* sebagai hasll pendekatan per tama* perlu didukung oleh opinio juris sebagai pendekatan kedua. Tanpa mengadakan suatu penelitian ulang yang cukup melelahkan lagi* saya cukup mempercayakan diri pada usaha Carl Q. Christol dan mengutip pendapatnya t
*^Carl Q. Christol I* op.clt., h. 435. ^Manfred A. Dauses, op.clt., h. 13. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Their writtings supported the conclusion that customa ry international law had developed denying to States claim of sovereignty at the lowest levels where space objects were able to orbit, 41 Dari hasil kedua pendekatan tadi, dapat kita tarik beberapa kesimpulan di bawah ini : (1) Adanya kebebasan mengekeploltasl dan menggunakan orbit geostasioner; (2) Adanya suatu konsapsl atau pengertian internasional bahwa orbit geostasioner itu milik bersama (res com munis ) yang dimiliki semua subyek hukum internasional (res communis omnium), tidak boleh dipakai untuk ke pentingan atau keuntungan negara tertentu (res extra commerclum) tetapi harus digunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan seluruh umat manusia (res communis humanltatls); (3) Orbit geostasioner tidak boleh menjadi subyek pemilikan (non appropriation principle) nasional suatu nega ra tertentu; (4) Kedaulatan negara di orbit geostasioner nampaknya lemah atau bahkan tidak boleh diberlakukan same sekali. Tetapi, yang menjadi masalah sekarang adalah persoalan apakah hukum kebiasaan Internasional publik itu sama dengan hukum kebiasaan Internasional ruang angkasa ? Inilah yang dlpermasalahkan oleh Piradov yang berkata dengan slnis terhadap keyakinan adanya hukum kebiasaan interna sional ruang angkasa. Ia menganggap, hukum kebiasaan
in-
*1Carl Q. Christol I, op.cit., h. 442 ff Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ternaaional publik itu berbeda dengan hukum keblasaan in* ternaaional ruang sngkaaa dengan beberapa alasan.
AO
Perta
ma, diperlukan waktu cukup lama untuk membentuk suatu
hu
kum kebiaaaan internasionalf bahkan samoai berabad-abad sebelum ia menjadi hukum, Pada hal* abad ruang angkasa ba ru aaja dimulai tidak lama ini. Kedua* diperlukan praktekpraktek internasional yang teratur yang dilakukan oleh se-( mua negara. Pada hal* selama ini, lebih-lebih sebelum ada Space Treaty 1967# hanya negara-negara maju saja yang
da
pat menggunakan dan mengekploitasi ruang angkasa. Ketiga* diperlukan tacit consent atau persetujuan diam-diam terha dap praktek-praktek yang sedang berlangsung, Pada hal, ma sih ada protes dari beberapa negara, terutama dari negaranegara berkembang (ia berbicara juga dalam konteks sesudah Space Treaty, karena la tidak memakai pembatasan dari segi waktu untuk keblasaan ini). Keempat, diperlukan opinio Jurist
yang uniform. Uni Sovyet mempunyai suatu konsep
tersenglrl mengenai hukum Internasional karena ia mengang-* gap konsep yang ada merupakan produk masyarakat kapitalis* Alasan-alaaan di atas* yang nampaknya benar* mentfrut pendapat saya* telah melupakan beberapa hal eehingga saya terpaksa harus menyalahkannya. Sekalipun era ruang angkasa ini baru dimulai* dapat dibuktikah bahwa negara*
^A.S. Piradov, International Space Law, translated from Russian by Boris Belitsky, Progress Pub., Moskow* 1979* h. 75 *
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
negara telah memberikan tacit consent mereka atas praktekpraktek yang sedang terjadi, khususnya sebelum Space Trea ty 1967. Yang lebih penting bukanlah soal
lamanya waktu ,
tetapi kenyataan bahwa praktek-praktek tersebut diterima oleh negara-negara sebagai "hukum". Sekalipun praktek yang sedang berlangsung hanya didominir oleh negara-negara maju pada saat itu, tetapi elemen psykologis, yaitu opinio
ju
rist. adalah lebih menentukan eksistensl hukum kebiasaan internasional ruang angkasa. Lagi pula, opinio jurist yang dibutuhkan bukanlah unlversalltasnya atau uniformitasnya , (karena hal itu pasti tidak mungkin), tetapi yang diperlukan adalah generalitasnya.
A%
Jadi, opinio generalis jurist
generalls-lah yang diperlukan, seperti kata Bin Cheng. Buktlyang paling penting bagi keberadaan hukum
i ke-
biaaaan internasional adalah "Declaration of Legal Prin ciples Governing the Activities of States in the Explora- 1 tion and Use of Outer Space, December 3> 1963" atau
dise
but ’Declaration of Legal Principles' saja. Pendapat demlkian dibenarkan oleh Nandasiri Jasentuliyana; katanya, Although the Declaration, like other General Assembly resolutions, does not have the contractually charac teristics of a treaty, the Declaration does reflect a certain international understanding of the principles which ought to govern the exploration and use of outer space and celestial bodies and, therefore, provides the evidence of customary International law in the regard. 44 (kursip saya)
j*» Myres S. McDougal, H. Laswell and I. Vlaslc, Law and Public Order in Space, Yale Unlvy.,N.Y.,1964, h. 200. **Nartdasiri Jasentuliyana and Roy K. Lee, Manual on Space Law, vol. I, Oceana Pub. Inc., New York, 19.79#h. 5-6* Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Secara singkat, Declaration of Legal Principles itu mempunyai beberapa arti penting, antara lain : (a) Deklarasi itu mengakhiri semua pertentangan, kekaburan dan keraguan tentang prinaip-prlnsip hukum yang berla ku bag! kegiatan-kegiatan negara-negara di ruang angkaaa, c.q. orbit geostasioner ; (b) Prinaip-prlnsipnya dinyatakan secara tegas (namanya saja Deklarasi) ; (c) Merupakan cerminan sikap dan pendapat semua negara
di
dunia yang tergabung dalam PBB; dan dengan sendirinya mencerminkan juga opinio generalis jurist generalls ; (d) Memuat beberapa prinsip tertulis dan jelas, tanpa
ha
rus menunggu berapa lama lagi untuk membentuk beberapa prinsip hukum keblasaan internasional. Jadi, hukum keblasaan internasional ruang
angkasa
itu memang ada. Menurut kaidah hukum keblasaan ini, status hukum orbit geostasioner sania dengan status hukum yang diberlkan bagi ruang angkasa, yaitu yang tercermin dalam be berapa ungkapan ini : rea communis, res communis omnium , res extra commercium dan rea communis humanltatls♦
Orbit
geostasioner, karenanya, termasuk atau berada di dalam kategori ruang angkasa. Kehadlran Deklarasi tadi memenuhi prinsip Expressum faclt cassare taciturn, yang berarti apa yang dinyatakan secara tegas dan jelas akan melenyapkan implikasi atau ke kaburan. Tetapi, apakah dengan demikian masalah status hu kum orbit geostasioner ini sudah tuntas ? Inilah yang akan dibahas dalam bagian berikutnya. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
4* Status Hukum Orbit Geostasioner Sesudah Space Treaty Orbit geostasioner, seperti yang telah disinggung dl atas, merupakan masalah yang terkalt dengan masalah deflnlsi dan dellmitasi ruang angkasa,, Secara resmi, masalah4 definisi dan dellmitasi ruang angkasa belum
terselesaikan
secara tuntas. Penyelesaian masalah ini sangat
menentukan
status hukum orbit geostasioner, Tetapi, mengingat urgensi, penyelesaian masalah status hukum orbit geostasioner
ini,
bagian ini akan mengamati dan mengkaji status hukum
orbit!
geostasioner dalam konteks hukum positip Internasional yang sudah ada dan selanjutnya mengamati perkembangan 'politico-legal' yang menentukannya. i i
a* Status hukum orbit geostasioner dalam hukum internaslo-' nal positip yang ada*
*
Outer Space Treaty 1967# seperti tercermin dalam sebutan formalnya, hanya mengatur masalah-masalah yang sifatnya umum saja yang berkaitan dengan aktifitas-aktifitas di ruang angkasa dan tidak mengatur mengenai status hukum orbit geostasioner. Pasal IV Treaty ini menyebutkan "orbit| around the earth" yang bisa berarti orbit geostasioner jui ga, tetapi tidak mengatur tentang status hukumnya. Agreement on the Rescue of Astronaut 1968, sebagai peraturan pelaksana Space Treaty, tidak menyinggung status hukum orbit geostasioner sama sekali. Instrumen hukum hanya mengatur mengenai hal-hal praktis pemberlan
ini
bantuan
dsn pertolongan kepada para astronaut dalam bahaya.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Liability Convention 1972 Juga sebagai peraturan pelaksana Space Treaty* Meskipun konvensi ini menggunakan lstilah "elsewhere" dalam pasal III dan IV —
yang memang
bisa berarti menunjukkan suatu tempat atau posisi tertentu di orbit geoataaioner — * konvensi ini tidak mengatur
dan
bahkan tidak menyinggung tantang orbit geoataaioner, Konvensi Registrasi 1975* sebagai peraturan pelak sana Space Treaty* juga tidak menyinggung tentang
masalah
orbit geostasioner sama sekali. ITU Regulation 1973 ada menyinggung maaalah geostasioner dalam paragraf kedua pasal 33
yang
orbit
berbunyi
sebagai berikut : In using frequency bands for apace radio service, Members shall bear in mind that radio frequencies and geostationary satellite orbit are limited natural re sources* that they must be used efficiently and economically so that countries or groups of countries may have equitable access to both in conformity with the provisions of the Radio Regulations according to their needs and the technical facilities at their disposal. Meskipun menyinggung masalah orbit geostasioner, ITU Regu lations 1973 ini tidak membicarakan tentang status hukum orbit geostasioner. Pasal itu hanya mengatur tentang peng gunaan frekuenai radio di orbit geoataaioner. Kemudian* dapat kita amati bahwa atatua hukum orbit geostasioner juga tidak diatur dalam beberapa draft pera turan hukum berikut ini : - Convention Relating to the Diatribution of Programme Carrying Signals Transmitted by Satellite, 1979. • Treaty Relating to the Moon, 1977. - Principles Governing Direct Satellite Broadcasting*1978.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
- Convention on the Transfer and Use of Data of the Remote sensing of the Earth from Outer Space# 1978. Semua hukum positip tersebut, termasuk rancangan beberapa peraturan mengenai ruang angkasa dan kegiatan-ke* giatan di dalamnya, tidak mengatur tentang atatus hukum orbit geoataaioner. Pada hal, sebagai 'legal rules', Space Trea ty dan semua peraturan pelaksanaannya harus mengatur segala aeauatu mengenai ruang angkasa dan kegiatan-keglat** an di dalamnya aecara jelas, tegaa dan teliti. Sebagalmana aifat 'legal rules1, ia tidak boleh mengatur aesuatu seoara implisit, Sebab, tidak ada hukum tanpa kepastian hukum. Orbit geostasioner, dalam hukum kebiaeaan internasional, dianggap sebagai bagian dari ruang angkasa. Tetapi, untuk mengatakan orbit geostasioner tunduk kepada hukum ruang angkasa adalah hal lain yang berbeda, jika dikaji dari se* gi hukum positip. Dari segi hukum kebiasaan internasional» orbit geostasioner adalah bagian dari ruang angkasa serta tunduk pada hukum ruang angkasa karena dinyatakan secara implisit demikian dalam pengertian internasional yang ada. Tetapi, dari segi hukum positip, tidak boleh ada pernyata* an implisit demikian. Jadi sekarang, dapat dlsimpulkan ada kekosongan hukum atau 'legal vacuum1 mengenai status hukum orbit geoataaioner dalam hukum positip atau setelah adanya Space Treaty 1967. Keadaan inilah yang mendorong masyarakat internasional, termasuk negara-negara katulistiwa, un tuk segera menyelesaikan masalah status hukum orbit
geo-
staaioner ini demi ketuntasan dan kepastian hukumnya.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
b. Status hukum orbit geostasioner dalam hubungan inter nasional. Untuk mengerti dan memahami hukum ruang angkasa lebih tepat, kita tidak boleh mengesampingkan penjearuh
atau
kekuatan-kekuatan yang bersifat politico-legal1 yang
te-
lah memberi makna dan arah bagi isi hukumnya.
AC.
Hukum, se
cara umum, justru tidak dapat melenyapkan unsur konflik di antara para pihak yang berlawanan pandangan dan kepentingannya; ketidaksesuaian politis memang sering menghambat di dalam rangka efektifitas hukum internasional.*^ Pada bagi an ini, kepentingan negara-negara maju berhadapan dengan kepentingan negara-negara berkembang, khususnya negara-ne47 gara kelompok 77 dan negara-negara katilistiwa. Deklarasi Bogota 1976 merupakan hasil pertemuan ne gara-negara katulistiwa di Columbia pada tanggal 29 Novem ber 1976. Negara-negara itu adalah Columbia sendiri, Congo Hquador, Indonesia, Kenya, Uganda, Zaire dan Brazil. Mere ka berkumpul untuk memperjuangkan hak-hak dan kepentingankepentingan mereka karena selama ini orbit geostasioner di dalam prakteknya telah menjadi domlnasl negara-negara
ma
ju dalam penggunaannya.
45
Carl Q. Christol I, op.cit., h. 12.
*^Carlton Clymer Rodee, et.al.# gfttroductlon to Po litical Science, McGraw Hill International Book Co., Totya 1981, h. 57, 433. *^Dinas Hukum TNI Angkatan Udara, Suatu Tinjauan mengenai Masalah GSO, paper, Jakarta, 1983, h. 14.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Seoara garia besar* Deklarasi Itu menyatakan bahwa: a) Orbit geoataaioner bukan bagian dari ruang angkasaJ b) Segmen-segmen orbit geostasioner menjadi bagian dari wilayah kedaulatan negara-negara katuliatiwa; c) Orbit ini merupakan sumber alami yang terbatas* baik dari segi pemakaian frekuenai maupun pemakaian posisi* aeperti yarig dinyatakan oleh ITU Regulations 1973 ! d) Perkembangan teknologi akan menyebabkan kejenuhan (sa turation) pada orbit geostasioner ; e) Pemakaian orbit ini telah dimonopoli oleh negara-negara maju yang memiliki teknologi antariksa dan blaya beaar; f) ITU Convention 1973 mewajibkan negara-negara untuk
me-
makal orbit ini seeflsien dan aeekonomls mungkin agar ada "equitable access”• Tapi kenyataannya* yang terjadi justru sebaliknya i g) Orbit geoataaioner* karena sebagai 'natural resources', berada dl bawah kedaulatan negara-negara katulistiwa berdaaarkan Reaolusi Majelis Umum PBB No. 2692 (XXV) dan Resolusi No, 3281 (XXIX) j h) Penggunaan orbit ini harus memperhatikan hak-hak berda ulat negara-negara katuliatiwa agar kepentingan rakyatf nya
dapat dilindungi ;
i) Segmen-segmen orbit geoataaioner di atas laut bebas ti dak berada di bawah kedaulatan negara-negara tersebut ; j) Transit bebas dan damai melalui orbit geostasioner di atas wilayah mereka dii.iinkan* aesuai dengan pemberitahuan (aepengetahuan) menurut ITU Convention ;
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
k) Pesawat-pesawat antariksa yang ditempatkan pada poslsl orbit geoatasioner di atas wilayah mereka harus mendapat ijin (prior authorization) dari negara-negara katu listiwa dan penggunaannya harus sesuai dengan hukum na sional negara-negara katulistiwa tersebut ; 1) Space Treaty 1967 bukan merupakan jawaban akhir bagi masalah orbit geostasioner karena Treaty Ini tidak da pat merumuskan apa yang dinamakan 'outer space1 itu dan masalah definisi / dellmitasi ruang angkasa sampai saat Ini belum mencapai penyelesaian, m) Berdasarkan itu semua, negara-negara Itu sepakat untuk tidak meratifikasi Space Treaty 1967. Deklarasi itu kemudian mendapat reaksi keras dari negara-negara maju. Menurut aspirasl politis negara-negara "Space Powers" dan negara-negara maju lainnya, ada dua hal yang mereka gariskan, antara lain
:*8
a) Pertama, orbit geostasioner belum mendekati kejenuhan ; keadaan sekarang ini hanya merupakan kepadatan sementara saja ; b) Kedua , mereka menjamin bahwa kemajuan ilmu dan tekno*, logl akan dapat mengatasl kepadatan Itu dan akan menye* dlakan poslsl orbit pada orbit geostasioner bagi nega ra-negara yang memerlukan. Pendekatan yang hanya berorientasi teknis belaka itulah yang menjadi dasar politis mereka. Para penulis barat, ba-
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
nyak yang berpendapat serupa, misalnya Carl Q* Christol di dalam sebuah bukunya mengatakan, The term "limited" as applied to geostationary orbital position must be interpreted in the light of possible physical limitations on the number of space objects that can function efficiently at one tlm when such objects are ini geostationary orbital positions. 49 (kursip saya) Dari berbagai pendapat negara-negara maju, dapatlah SO diungkapkan secara umum dan ringkas sebagai berikut : a) Mereka berpendapat bahwa orbit geostasioner termasuk dalam kategori ruang angkasa luar (outer space) dan ka rena itu tunduk di bawah ketentuan-ketentuan Space Treaty 1967 ; b) Mereka menolak status hukum "sui generis" bagi orbit geostasioner, karena status hukum ini tidak menyelesaikan masalah-masalah praktis, tetapi hanya masalah-masar leh teoritls belaka 5 c) Mereka berpendapat bahwa ruang angkasa, termasuk orbit geostasioner, tidak boleh menjadi obyek pemilikan suatu negara ((national appropriation') ;
49 Carl Q. Christol I, op.clt., h* 453* Demikian ju ga pendapat Gehring adn Ferer yang dikutlp Christol dalam argumennya (h* 454). Suatu bukti bahwa ilmu itu tidaklah netral, dan pandangan para yuris pun terpolitislr. Philip Kunig menggambarkan hal ini dengan Jelas* Vide : Philip Kunig, "Remarks on the Methodology of International Law with Particular Regard to State Practice in the Third World", Law and State, Journal, vol. 25# h* 95 ff. Jadi, kutip mengutip pendapat diperlukan sikap selektip. 50 Laporan Delegasl Republlk Indonesia ke Sldang ke?3 Sub«Komite Hukum PBB tentang Penggunaan Angkasa Luar untuk Maksud-Maksud Damai, Jenewa, 19 Maret - 16 April 1984, h. 23-49.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
d) Penggunaan orbit geostasioner oukup berpedoman pada Konvensl ITU 1973 dan prinsip-prinalp dalam Space Trea ty 1967. Di sini, nampak bahwa mereka hanya berpedoman pada pertimbangan teknis-ilmiah belaka sehingga tetap mendukung dan memakai prinsip "first come first serve" yang selama ini telah merugikan negara-negara berkem bang; e) Meskipun mereka menyebutkan kepentingan negara-negara berkembang, sikap mereka secara politis berusaha mence gah dan menghambat perjuangan negara-negara berkembang t
dalam menuntut hak-hak mereka. Ini terlihat dari usaha mereka selalu menghindari da n menunda untuk membahas dan menyelesaikan masalah-masalah mengenai orbit ini. Dari segi praktis temporal, sikap ini sangat merugikan \ negara-negara berkembang dalam memanfaatkan orbit ini. Akibatnya, negara-negara maju akan lebih nyata mengua sai posisi-posisi orbit itu sementara negara-negara ka tulistiwa yang memiliki kepentingan besar di situ terui ketinggalan. Praktek-praktek yang tidak mencerminkan "equitable access" akan tetap berlangsung. Karena perjuangan negara-negara katulistiwa itu dltentang dan dihambat, mereka mengadakan pertemuan lagi
dl
Quito dari tanggal 25 sampai 28 April 1962 untuk mengevaluasi poslsi mereka dan menyusun strategi bersama yang le-^ bih efektip dan realistis. Tuntutan mereka atas orbit pada tahap ini merupakan formula kompromls. Sebelumnya, mereka menuntut "collective sovereignty" karena ini dianggap
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
tidak bertentangan dengan Space Treaty 196? yang hanya melararig "national appropriation". Kali ini, mereka tidak lagi menuntut kedaulatan tetapi "preservation rights" atau hak-hak kelangsungan hidup. Pengaturan tentang orbit
geo-
stasioner tidak dimasukkan dalam konsep hukum ruang angka sa, tetapi diatur berdasarkan rejim hukum khusus atau "sui generis regime".
Formula kompromis dirasakan perlu untuk
mengurangi opoaisi terhadap posisi negara-negara katulis tiwa. Formula ini mengadakan pendekatan baru dengan
mene-
gaskan bahwa orbit geostasioner secara fisik merupakan ba-* gian dari ruang angkasa, tetapi mengingat sifat-sifatnya yang khusus, perlu diatur dalam rejim sui generis. Penetapsn rejim hukum khusus ini dianggap tidak dilarang oleh Space Treaty 1967 itu sendiri. Kemudian, negara-negara itu mengajukan "Draft General Principles Governing the Geo stationary Orbit" yang terdiri dari delapan prinsip dan di dalam prosesnya diterima oleh PBB tanggal 29 Maret 1984. (Lihat Lampiran). Karena perlawanan yang berat dari beberapa negara maju tersebut, formula komproml tadi bukan berarti sebuah sikap pesimis negara-negara katulistiwa. Kelompok negara ini melancarkan perjuangan dengan memandang perlunya meng-. Cp
hargai hak-hak yang sah negara-negara lain.
Artinya, me-
^^Dinas Hukum TNI Angkatan Udara, op.cit., h, 30. ^Priyatna Abdurrasyid, op.cit.. h. 1.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
reka masih menghargai prinsip 'the common interest*. Sikap seperti itu mestinya dapat membuka mata negara-negara
ma*
ju bahwa tuntutan-tuntutan negara-negara katulistiwa akan "preservation rights" itu justru untuk menjamin dipraktekkannya prinsip "for the benefit and in the interests of all countries" (Artikel 1 Space Treaty 1967). Sebab, prak tek-praktek internasional telah membuktikan predominasl negara-negara maju untuk menguasai ruang angkasa atau or bit i n i seoara khusus, Deklarasi Bogota 1967# setidaknya, merupakan suatu sanggahan bagi sebutan "walt-and-seers" yang dlkenakan ba gi sementara negara berkembang, Deklarasi itu merupakan protes atas ketidakadilan penggunaan orbit geostasioner, yang dilakukan oleh negara-negara penguasa teknologi dir-1, gantara. Prinsip ."free for exploration and use" di dalam Space Treaty 1967 selama Ini selalu berarti 'arbitrary1 atau 'seenaknya'. Sikap diam, di pihak lain, sering diartikan setuju terhadap praktek-praktek yang sedang berlang sung, Karena Itu, Deklarasi Bogota 1976 merupakan sikap dan pernyataan tegas yang menolak keberadaan praktek-pxsaktek tadi. Meskipun status hukum sui generis belum mendapat kesepakatan dari negara-negara lain, Deklarasi Bogota Itu telah merlntis jalan bagi perkembangan hukum ruang angkasa berikutnya, terutama justru karena tidak ada kepastian dan ketuntasan hukum. Dulu, hukum internasional pernah menga-
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
lami perubahan struktur dengan munculnya negara-negara bekas 'jajahan menjadi negara-negara baru yang sama-sama berCt* daulat. Sekarang, bukan tidak mungkin jika Deklarasi Bo gota 1976 itu nanti akan menjadi salah satu faktor penentu perubahan hukum ruang angkasa yang selama ini hanya merupekan produk dari negara-negara maju penguasa teknologi kedirgantaraan, Tuntutan atas status hukum sui generis ini memang harus dljabarkan, dan "Draft General Principles Governing the Geostationary Orbit",yang dlterima PBB tanggal 19 Maret 1904* telah melakukan tugas tersebut. Status hukum orbit geostasioner sesudah Space Treaty 1967 memang belum mencapai penyelesaian secara resmi di fora internasional# tetapi telah ada bahan maaukan bahwa orbit ini berstatus sui generis sekalipun ditentang.
Ne
gara-negara maju menganggap tuntutan ini bersifat politis, dan diilhami oleh kepentingan tertentu. Status hukum orbit geostasioner selama ini masih tunduk pada hukum keblasaan Internasional, tetapi hukum keblasaan ini telah ditentang keberadaannya sehingga tidak boleh dipandang . mengikat ne54 gara-negara yang menentangnya* Ini perlu agar tidak mentolerir praktek-praktek yang salah. Sebab communis error faclt jus (kesalahan yang diterlma secara umum dapat menoiptakan hukum). Memang, sedla payung sebelum hujan !
“^Wolfgang G. Friedman, The Changing Structure of International Law. Columbia Univy. Press, New York, 19 64 , fa. 5 1 -5 ? ff‘. "^J.G. Merrils, op.clt., h. 6-8,
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Sebelum Space Treaty 1967* diakui bahwa ruang
ang-
kasa- termasuk orbit geostasioner adalah res communis. res extra commercium. Tetapi, masyarakat internasional sampai kini belum dapat menjawab pertanyaan, apakah ruang angkasa itu res dalam pengertian hukum ? Karena itu, ruang angkasa termasuk orbit geostasioner harus berada di bawah rejim hukum khusus ( sui generis regime ).
55
Suherman menyatakan, '^Klalm kedaulatan dlmanfaatkan sebagai pangkal tolak untuk memperoleh hak-hak ekonomi atas GSO".
Sebab, orbit ini memiliki sifat-sifat yang
menguntungkan bagi satelit komunikasi yang bernilai komersial. Karena Itu, pengakuan kedaulatan atas orbit geosta* sioner tetap dituntut demi penggunaannya. Konsep tentang zona ekonomi eksklusif dalam hukum laut ternyata telah 57 member! ilham penganalogian bagi orbit ini* Keadaan transl&l kini mewarnal status orbit geosta sioner. Keadaan translsi dalam masyarakat internasional itu wajar, menurut Mochtar Kusumaatmadja, dan karena itu harus dipandsng sebagai proses pertumbuhan hukum intemacQ sional yang wa.lar pula* Tetapi, kita past! dihadapkan
-^Priyatna Abdurrasyid, Pengantar Hukum Ruang Ang kasa dan "Space Treaty 1967"* Bina Cipta, Bandung, 19777 h. 37. (selanjutnya disebut Priyatna Abdurrasyid II)* eg
J E* Suherman, Wilayah Udara dan Wilayah Dirgantara , Alumni, Bandung, 1984, h* 58*
^Laporan Delegasi Republik Indonesia, pp+clt.,h.24 ^Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasi onal, Buku I-Bagian Umum, Bina Cipta, Bandung, 1982,h 7 21 .
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
dengan beberapa masalah. Kelompok negara katulistiwa telah memprotes negara-negara maju karena mereka melakukan 'na tional appropriation' aecara de facto dl orbit geostasio ner. Tetapi, bagaimana pula dapat dibenarkan jika kelompok negara katulistiwa itu menuntut suatu 'collective appro priation' secara de Jure ?
Sebab, sekalipun Space Treaty
1967 tidak menyebut unsur 'collective' Ini, tapi jelaslah la melarang 'appropriation'. Karena Itu, tuntutan kelompok negara katulistiwa itu memerlukan argumentasi yuridis yang kuat. Sebelum sempat kita manarik nafas untuk menjawab pertanyaan tadi, persoalan lain juga dapat memojokkan kita jika kita tidak dapat membela diri. Misalnya, apakah arti nya suatu 'collective appropriation* jika tidak dapat mempertahankan dan melakukan pengawaaannya ?
50
Tetapi, masih ada "angin yang baik*1 yang dapat memberikan harapan bag! kelompok negara ketulietiwa, Hukum ruang angkasa njaslh belum tersusun kokoh dan metode pendekatannya belum cukup jelas.^ Banyak "lobang" yang bisa dimanfaatkan. Mungkin, alasan-alasan moral dan hak-hak azasi manusia dapat dipakai untuk menyerang. Tapi, apapun senjata yang dipakai, keberhasilan akan ditentukan oleh kepandalan kita untuk memekal senjata itu. Nah, bagaimgna mereka akan memalnkan diplomaslnya ?
Lih,t Cooper's Control Theory dalam Ruman Sudradjat, Hukum Dirgantara, paper, PUSDIGAN LAPAN, Jakarta, Februari 1981, h. 24. ^ I a n Brownlie, Principles of Public International Law, Oxford Univy, Press, New York, 1979, h.^66-2ST. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
KEDUDUKAN MILITERISASI ORBIT GEOSTASIONER DALAM HUKUM INTERNASIONAL
1• Program Militer Antariksa Yang Ada dan Yang Dlrencanakan Militerisasi orbit geostasioner dalam kenyataannya memang tidak dapat dlplsahkan dari program mlliteriaasi ruang angkasa secara keseluruhan. Tetapi, dalam pembahasan ! yuridlsnya, perlu diadakan auatu pembatasan,
Secara sing-
kat akan dlgambarkan tentang program atau sistem militeri sasi antariksa yang dilakukan Uni Sovyet dan Amerika Seri kat, meskipun tidak menyangkal bahwa negara-negara maju yang lain juga dapat melakukan hal yang sama.
a* Uni Sovyet dan program militer antarlksanya. Sovyet memulai program antarlksanya dengan peluncuran satelit bumi "Sputnik I" tahun 1957 dan disuaul oleh "Sputnik II" pada tahun yang sama. Amerika Serikat menduga bahwa Svyet telah mengembangkan kekuatan millternya aejak saat itu sampai ke antariksa* Dugaan ini dldasari oleh pe mikiran bahwa teknologi antariksa merupakan kelanjutan da ri perkembangan teknologi selama Perang Dunia I I , M a k i n lama, sifat militer program antariksa Sovyet semakin nyata pada tahun 1970-an.
Eilene Galloway, op.cit., h. 3-4.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Beberapa seri satelit milik Uni Sovyet juga beroperasi untuk kepentingan militernya. Seri Salyuts dan Soyu2 , , misalnya, telah banyak mengemban mill militernya. Salyut 3 dan 5 mempunyai fungsi untuk tugas mata-mata. Salyut 5 memiliki kemampuan untuk menguji ketahanan personil militer di ruang angkasa dan sanggup menyeleksi target yang
dima-
ta-matal dan yang diamat-amati. Dalam SIPRI Yearbook 1982, dicatat bahwa kira-kira seratus buah satelit Sovyet, terur i
tama seri Cosmos, yang dianggap mengemban misi militer; 54 di antaranya ftdalah satelit mata-mata dan 39 buah lagi digolongkan dalam satelit komunikasi yang bermanfaat juga untuk kepentingan militer, Tahun 1982, Sovyet juga meluncurkan Cosmos 1413, 1414 dan 1415 untuk kepentingan navigasi. Feluncuran Cosmos berseri dilakukan sejak tahun 1967 dan di antaranya berfungsi sebagai satelit pencegat. Sate lit komunikasi geostasioner Raduga dan Molniya dl
antara-
nya Juga mengemban misi militer.^2 Pada tahun 1985, Departemen Pertahanan dan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyiarkan tentang "Prog ram Pertahanan Strategis Sovyet". Beberapa hal dari berita itu patut dikutip di sini, mengingat bahwa pernyataan dari musuh ada kalahya lebih jujur tnengungkap rahasia lawannya. Seisin memiliki kekuatan defensip aktip maupun pasip, Sov yet menambah kekuatan udaranya dengan pertahanan antisatelit dan antimisil pada pertengahan 1960-an. Akibatnya, Uni
G.C«M. Reijnen, "The Prevention of Arms Race in Outer Space", in Marietta Benko et.al, Space Law and the United Nations, Martinus Nijhoff Pb.,,Dordrecht,1985,h.153. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Sovyet memiliki sistem antisatellt yang operasional yang berkemampuan efektip untuk mencarl dan menghancurkan sate* lit-satelit Amerika Serikat yang kritis dalam orbit
bum!
yang rendah, Selain Itu, Sovyet telah menghasllkan sistem Misil Anti Balistik yang operasional serta program peneliCtl
tian dan pembangunan besar-besaran dalam hal itu* J
Pada akhlr tahun 1960-an, Uni Sovyet telah berhasil mengembangkan beberapa teknologi maju untuk pertahanan un tuk menghadapi misil balistik lawan, antara lain :***
Sen**
jata laser, senjata sinar partikel, senjata frekuensi
ra
dio, senjata berenergi klnetik, teknologi komputer dan sensor, pengembangan antisatellt dan pertahanan udara* Dl sini, dapat kita katakan bahwa Uni Sovyet juga memiliki Prakarsa Pertahanan Strategis (SDI, the Strategic Defence Initiative) yang serupa dengan milik Amerika Serikat yang terkenal dengan sebutan "Star Wars" itu* Diperkirakan bah wa SDI Sovyet itu akan maju dan lengkap tahun 1990-an*
b. Amerika Serikat dan program militer antarlksanya* Sebelum tahun 1960-an, USA sudah memiliki dua prog ram antisatellt, yaitu proyek Mudflap dan 437 Thor* Dl ba wah proyek Mudflap, telah diadakan tea-tes antisatellt de ngan meluncurkan misil-misil dari bumi antara 23 Mel 1963 sampai 13 Januari 1966 dari pulau Kwajalein dl Pacific*
Caspar W. Weinberger and George P* Shultz, Prog ram Pertahanan Strategis Sovyet, booklet, diterjemahSan oleh TJSlS Jakarta, November 1985, h* 4-5. 64Ibld.. h. 7-9. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
gc Delapan misil telah dicoba pada waktu itu* J Di bawah program Thor 437# enam belas "booster" diluncurkan dari pulau Johnston di Pacific untuk kepentingan tes-tes senjata antisatellt yang dilakukan dari bulan Februari 1964 sampai September 1970. Selain berkemampuan
un
tuk menghancurkan satelit lawan# proyek ini dapat mengada kan fotografi close-up terhadap satelit-satelit Sovyet
di
orbit# lalu membawa filmnya ke bumi. Sejak tahun 1976, USA mampu mengembangkan teknologi antisatellt dengan menembakkan roket dari pesawat tempur F-15. Ini adalah jenls antisatelit yang sederhana jika dibandingkan dengan proyek Talon Gold# LODE (Large Optic De monstration Experiment) atau Alpha, yaitu jenls pemusnah satelit yang menggunakan laser. USA memiliki satelit-satelit mata-mata yang terdlrl dari berbagai varietas sistem. Pada tahun 1970-an,
tipe
satelit itu adalah Big bird, Discoverer dan Keyhole 11. Pada tahun 1980-an, ada kemajuan di bidang siatem
perta
hanan Amerika Serikat, misalnya s ^ a) The 647 Early Warning Satellite yang terletak di orbit geostasioner, yang terus memonitor peluncuran-peluneuran misil-misil secara permanen. b) The Navy Ocean Surveillance Satellite, berada di bebe rapa ratus kilometer di atas bumi, berfungsi untuk men-
Reijnen, op.cit., h. 153-154. 66 Ibid.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
catat sinyal-sinyal radio dan radar. c) The Defender Satellite Communication System yang diternpatkan di orbit geostasioner* d) The FleetSatCom system yang berjumlah empat buah sate* lit geostasioner yang besar yang sanggup mengadakan ko munikasi antara kapal-kapal, kapal selam, kapal terbang dan pasukan-pasukan bersenjata* e) Satelit Data System berjumlah tiga di Kutub Utara. SDS ini bagian dari AfSatCom satelit komunikasi yang berperan sebagai kekuatan strategis pengebom B52 dan FBIII, pusat komando terbang, basis senjata-senjata nu klir, dll. f) Navstar satellite yang diaebut juga GPS ( Global Posi tioning System). Ada enam satelit jenis ini, dan pada tahun 1983 ditambah lima lagi dan 18 lagi ditambahkan pada tahun 1985* Seisin keenam sistem pertahanan di atas, Amerika Serikat juga punya senjata-senjata nuklir baru yang berbasis dl bumi yang lebih konvenslbnal seperti misil-tnisil cruise, "neutron warhead" dan Polaris, misil-misil USA dl kapal-kapal selamnya. Percobaan-pereobaan senjata laser gn juga dimilikl oleh Amerika Serikat* Sampai dl slnl, deskribsi program militer antariksa kedua negara adi-kuasa tadi tidak akan diperpanjang lagi. Kedua contoh program militerisasi antariksa itu ta di sudah dapat memberi gambaran kepada kita bahwa program-
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
program militer itu kebanyakan juga menggunakan orbit geo atasioner atau setidaknya berorlentasi ke orbit geoataslo^nor, Militerisasi orbit geostasioner dengan demikian telah terbukti faktanya* Tetapi, apa itu militerisasi orbit geo stasioner ? Atau, bagaimana dapat dikatakan bahwa satelit* misalnya# yang satu adalan satelit militer dan satelit yang lain oukan ? Pembahasan berlkut ini akan mencoba menjelaskannya.
2« Maaalah Perbedaan Program Antariksa Sipll dan Militer Sebelum dilakukan suatu aplikasi hukum terhadap mi literisasi orbit geostasioner, demi kepastian hukum, perlu diperoleh kejelasan pengertian tentang apa yang dinamakan dengan program militerisasi orbit geostasioner. Dengan cara lain, dapat ditanyakan : Dapatkah kita tarik garis tegas untuk membedakan mana yang termasuk program militer dan mana yang termasuk program non-millter (sipll) ?
Per-
tanyaan ini membawa tlndakan lebih lanjut untuk mengungkap beberapa fakta yang belum dirlnci dalam bagian di atas. Penggunaan antariksa untuk tujuan-tujuan militer 68 aelam Ini telah dilakukan melalui empat cars, yaitu : a) Satelit-satelit yang digunakan untuk observes!, komunikasl dan navigasl sebenarnya menjalankan fungal militer yang nyata* sekalipun bentuk keglatannya nampak "scien tific" belaka dan tidak nampak menggunakan senjata.
Priyatna Abdurrasyid, Perkembangan Militerisasi Ruang Angkasa* makalah, LEMHANAS, 17 Mel 1984* h. 2.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
b) Satelit-satelit jenis "anti satellite system" yang
me
mang merupakan satelit-satelit dengan senjata untuk melumpuhkan dan menghancurkan satelit-satelit lawan. c) Penelitlan di bidang "direct energy" telah memungkinkan sistem kesenjataan ASAT ("anti satellite system").
De
ngan memiliki sistem ini di antariksa, negara-negara akan mempunyai kemampuan pertahanan dan daya pukul yang ampuh terhadap serangan-serangan roket lawan, d) Pengembangan satelit-satelit berawak. Amerika Serikat dan Uni Sovyet sama-sama memiliki "space shuttle" yang mempunyai banyak kemungkinan untuk digunakan untuk
ke-
pentlngan-kepentingan militer. Pembatasan antara satelit yang berfungsl sebagai senjata dan satelit yang tidak bersenjata tldaklah dapat dijadlkan pegangan untuk membedakan antara satelit militer dan satelit bukan militer. Sebab, banyak satelit-satelit yang berfungsl ganda; selaln berfungsl untuk komunikasi, observasi, navigasi, geodesi dan meteorologi, satelit-sa telit yang sama Juga dapat dipakai untuk kepentingan mili ter. Karena itu, Colin S. Gray membedakan antara pengguna an antariksa untuk militer dengan senjata dan yang tanpa senjata ("the weapon military uses" and "the non-weapon military usfes").^ Sering militerisasi antariksa dlasosiaslkan dengan program antariksa yang dilakukan oleh Departem©n Pertahan-
^Colin S. Gray, American Military Space System, Abt Books, Cambridge, Massachuetts, 1982, h. 23. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
an, terutama oleh masyarakat Amerika Serikat. Dan dl luar kegiatan yang dilakukan oleh Depertemen Pertahanan itu di anggap bukan kegiatan yang bersifat militer, inelainkan si pil. Anggapan ini ternyata salah, seperti yang disadari oleh warvey Brooks, karena jika suatu "platform" atau "ve hicle" mempunyai multiguna, akan dltemui kesulitan mengelola "Budgetary" negara yang paati akan mengacaukan perekonomian negara. Jadi, masalahnya bukanlah sipil vs. mili ter, tapi masalah misi ganda ("multimission") yang diemban tiap satelit atau pesawat antariksa itulah yang menjadi 70 ukurannya. Perbedaan militer dan sipil juga tidak dapat digantungkan pada syarat keterlibatan personil-personil i militer atau sipil, jika suatu pesawat antariksa sedang dl orbit geostasioner dengan fungsi ganda. Sirat militer atau sipil, sebagai konsekuenslnya* tidak juga tergantung dari ada tidaknya suatu serangan bersenjata. Sebab, kegiatan mata-mata, misalnya, memang tidak disertal dengan konflik persenjataan, tapi slfat tindakannya adalah untuk kepenti ngan militer. Lebih jauh, dapat kita katakan bahwa sirat militer suatu pesawat antariksa tldaklah ditentukan oleh alasan apa la dldaftarkan sesuai dengan Konvensi Registrasi 1976. Apa yang dldaftarkan dengan alasan untuk kepen tingan observasi, komunikasi dan kegiatan ilmlah, bila ia mompunyai sifat militer dl ballk Itu maka ia (satelit, mi salnya) adalah satelit militer. Jadi, secara slngkat
da-
' Harvey Brooks, "Motivation for the Space Program: Past and Future", in The First 25 Years in Space, symposi um, Smithsonian Institute, 1983» h. 19. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
pat kita katakan bahwa fsktor-faktor persenjataan,pengelolaan, oleh Departemen Pertahanan,
keterlibatan
personil- '
personil angkatan bersenjata, adanya konflik senjata serta alasan-alasan atau fungsi sebagai identifikasi satelit da* lam auatu pendaftaran tidak
dapat dijadikan ukuran
untuk
menentukan apakah satelit itu satelit militer atau satelit non-militer. Motifasi dan fungsi auatu aatelit dalam strategi militer itulah yang dapat dijadikan ukuran untuk
me-
nentukan apakah suatu satelit termasuk satelit militer dan apakah termasuk satelit non-militer.
3* Hakekat Ancaman Militerisasi Orbit Geostasioner. Militerisasi antariksa, khususnya orbit geostasion er, jelas merupakan ancaman bagi kehidupan dan kepentingan umat manusia. Ancaman-ancaman itu dapat dibedakan
antara
ancaman-ancaman yang mungkin timbul di masa "damai"
dan
ancaman-ancaman yang mungkin timbul di masa perang. a.
Ancaman-ancaman militerisasi orbit geostasioner pada
masa "damai". Secara teknis dan taktls. penempatan dan penggunaan fasilitas-fasilitas militer dapat mengakibatkan beberapa masalah, antara lain : i, Tubrukan antar satelit (collision). Sekalipun tanpa me makai senjata, dengan sengaja menubrukkan satelit arah satelit lawan, tindakan ini d$pat merusak dan
ke me-
munahkan satelit-satelit lawan, Kejadiannya mungkin kelihatan hanya sebagai masalah teknis, tap! cara ini di pakai dalam strategi militer sebagai "senjata". Hal ini MYLIK Skripsi
fBRPIJSTAKAAH “ SNIVERSJTAS AJKLANOGA* ORBIT GEOSTASIONER
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI DALAM PROGRAMSMILITER RUANG U R A B AANGKASA Y A DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
perlu dicatat secara khusus karena serangan
terhadap
satelit atau pesawat antariksa dapat dilakukan 71 tanpa perlu menggunakan senjata.
meski
ii. Mengadakan gangguan frekuensi radio (interference) di lakukan terhadap satelit-satelit lawan untuk mengganggu dan merusak komponen-komponen elektronik di 72 misil balistik dan satelit-satelit lawan. iii.Shadowing (naungan) yang dilakukan terhadap satelit lain, terutama yang menggunakan
kepala
satelit-
tenaga sinar
matahari, akan sangat merugikan kepentingan negara la in. Misalnya, teknologi pertanian dan penerangan
yang
dihasilkan'dari cermin-cermin raksasa satelit yang me miliki keuntungan ekonomi yang besar dapat dirugikan oleh efek naungan ini. iv. Saturation (kejenuhan) akan dapat terjadi jika semakin banyak satelit ditempatkan di orbit geostasioner, termasuk satelit-satelit militer atau yang dioperasikan untuk kepentingan militer. Pada tahun 1985, dicatat bahwa "apace objects" yang pernah diluncurkan ke orbit geostasioner mencapai 14*901 buah; yang masih hidup di antaranya 4000, dan dua pertiga dari jumlah itu terma-
71
' Sune Danielson, "Examination of Proposal Relating to the Prevention of An Arms Race in Outer Space", Journal of Space Law, Vol.12, No.1 , 1984, h.1. 72
1 Caspar W. Weinberger dan George P. Shultz, op.cit
h. 7-8. ^LAPAN, MT 8304, Memorandum Teknik, Juli 1983, h. L-13? dan U.N. Doc. A/AC 105/203, 29 August.1977, para 56 59.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
suk satelit-satelit millter.^ Jadi, makin lama orbit geostasioner ini akan makin jenuh dan kemungkinan
tu-
brukan (collision) akan semakin besar. v.
Jatuhnya satelit-satelit , terutama yang sudah habis masa edarnya atau yang meledak terbakar karena terjadi kecelakaan, akan sangat berbahaya bila menubruk
sate
lit-satelit lain atau jatuh ke bumi dengan membawa sisa-siaa (sampah) nuklirnya. Jatuhnya Cosmos 954, musibah Challenger, terbakarnya Cosmos 1.625
akan
meng-
ingatkan kita akan hal ini; untung akibat yang meluas tidak terjadi. vi. Spillover (peluberan siaran) dapat terjadi jika
sema
kin banyak satelit yang dioperasikan untuk kepentingan militer itu melakukan kegiatan-kegiatan untuk
komuni-
kasi, navigaai dan observasi. Dari segi keamanan (security), penempatan dan penggunaan rasilitas-fasilitas militer di orbit geostasioner akan manggftnggu dan melemahkan sistem pertahanan nasional suatu negara jika terjadi kegiatan mata-mata di balik
ke-
giatan satelit-satelit remote sensor (penginderaan jauh), jatuhnya pesawat antariksa (apalagi yang bertenaga nuklir) dan menyalahgunakan siaran yang wajar seperti mengadakan propaganda suatu ideologi tertentu melalui siaran radio atau T.V. secara langsung dari satelit.
^^Priyatna Abdurrasyid, "Indonesia Tetap Memperjuangkan Pendekatan Koordinasi di GSO", Kompas, 4 Nov.1985.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Militerisasi orbit geostasioner juga dapat menggoyahk6n stabllitas politik dan menciptakan suasana psykologis yang tidak nyaman dengan mengadakan proyek-proyek per senjataan strategis, terutama seperti yang dilakuken
oleh
Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Mungkin, secara politis, aeperti anggapan kedua negara adikuasa itu, prakarsa ,per tahanan strategis itu dikatakan sebagai "balance of power" yang justru untuk memelihara perdamaian dunia dari satu sisi. Tetapi, kenyataan menunjukkan lain; perang dingin tetap berlangsung. Ini berarti situasi yang ada tidak
me-
nunjukkan suatii "balance of power", tapi Justru sebaliknya menjadi "balance of terror".
75
Konflik senjata mungkin ti
dak terjadi, tetapi kecemasan dari hari ke hari makin
me-
muncak. Itulah sebabnya, banyak pihak yang menentang 76 bijaksanaan" persenjataan canggih tersebut.
"ke-
Suasana psykologis yang mewarnai kehidupan politis entar negara, terutama antara negara-negara maju, sekarang telah mengurung manusia dalam suatu keterpaksaan jika persenjataan canggih mulai mengancam, tindakan
(karena poli-
tis melalui perundingan mungkin tidak berguna). Peluncuran satelit-satelit mata-mata secara rahasia dan uji-coba per son jataan baru (terutama nuklir) ternyata memulai praktek-
Statement by Mikhail Gorbachev, General Secretary of the CPSU Central Committee, Suplement of Moacow News, No.34 (3230)i Sunday, August 24# 1986. 76
"Star Wars" ide presiden Reagan sejak tahun 1983* Penentangnya banyak juga di Amerika Serikat,mis.: Me.Geor ge Bundy et«alrMTh® .President's Choice:MStar Wars or Arms Control, ForeTgn Affairs, Winter 1984/85>I984*h.264-278.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
praktek yang melanggar
beberapa ketentuan hukum
interna
sional dan bahkan perjanjian-perjanjian bilateral yang me reka buat sendiri (dan bahkan terus diperbarui).
Artinya,
secara yuridis dunia telah menjadi kacau oleh pelangaran pelanggaran terhadap hukum internasional. Demikianlah
wa-
jah hukum internasional saat ini. Hukum internasional, un tuk kesekian kalinya, dikecam sebagai hukum yang tidak lagi berwibawa karena di mana-mana negara-negara tertentu cenderung memilih cara hidup seenaknya, tanpa mau mentaati peraturan hukum internasional yang sudah ada. Dalam
m&sa-
lah pemeliharaan perdamaian, misalnya, proses hukum
yang 77
mengiringinya justru tetap paling lemah sampai kini. i.
Apapun alasan dan penafsiran hukum yang dipakai sa at ini, secara sosio-phllosofia istilah "perdamaian" sekarang berkonotasi buruk. Ci vis pacem para bellum sudah me rupakan adagium saat ini. Siapa ingin berdamai harus
siap
untuk berperang; demikianlah pengertian ungkapan tadi. Du nia saat ini menunjukkan keadaan yang sama seperti sebelum ada "Declaration of Human Rights” dan Piagam PBB.
Manusia
rupanya belum cukup belajar menyelesaikan persoalan-persoalannya secara damai tanpa kekerasan, senjata dan terror. Diplomasi untuk perdamaian kebanyakan belum cukup dimodali oleh kekuatan moral ysng tinggi tanpa memakai senjata, kalau tidak bisa dibilang memakai kekerasan. Perdamaian
se-
77 Richard N. Gardner, Blueprint for Peace, being the proposals of prominent Americans to t£e~Wfiite House Conference on International Cooperation, McGraw-Hill Book Co., New York, 1966, h. 74. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
lalu berarti aesuatu yang harus diperjuangkan dan bukan aesuatu yang diterima. Dan jeleknya: harus dengan senjataJ Barangkali sikap mental manusia belum juga berubah
,sejak
dari dulu sampai sekarang. Dulu Hlraklitos menyatakan bah wa perang adalah segala-galanya( karena segala aesuatu rupanya harus diperoleh dengan harus berperang, Thomas ?Hob bes kemudian menyimpulkan : homo hominl lopua; artinya ma nusia adalah musuh sesamanya sendiri, seolah-olah seperti serigala-serigala yang saling menggigit sesamanya. Ini je las pandangan yang sudah kuno bagi beberapa orang.
Sebab,
jaman sudah berubah, katanya. Tetapi, apakah manusia
juga
berubah ? Dulu manusia membunuh dengan kayu pemukul,
lalu
agak vnoderen memakai pisau atau pedang, dan lebih moderen mereka membunuh dengan senjata api. Alatnya semakin
cang
gih, tetapi kecenderungan atau kebiasaan membunuh masih di dalam hatinya; ia masih tetap membunuh sekalipun ia mempu nyai hukum yang lebih maju, Hal itu tidak berbeda dengan adanya "Strategic Defence Initiative" (SDIJ atau yang
di-
kenal dengan sebutan "Star Wars" yang merupakan gagasan di 70 dalam pernyataan presiden Reagan tanggal ?3 Maret 1983. Senjatanyn makin canggih, baik untuk pertahanan diri atau untuk menyerang. Uni Sovyet tidak mau kalah; ingin mengimbangi dengan SDI yang sama canggihnya, hanya namanya yang 7Q nampaknya agak bersahabat, yaitu "Star Peace"* Dengan
^®McGeorge Bundy e^t.al*, loc. clt, 79
Skripsi
Statement by Mikhail Gorbachev, loc.cit.
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
senjata yang serupa, Amerika menyebutnya "War” dan Sovyet menyebutnya "Peace". Jadi, sekarang ada perang yang dise80 but "Damai". Uni Sovyet memang mempunyai konsep yang di** i
katakan berbeda tentang hukum internasional. Ini disebabkan oleh pandangan hidup yang berbeda pula. Amerika Serikat mengakui bahwa sumber dari ketegangannya dengan Sovyet adalah konflik nilai-nilai hidup mereka, konflik ideologi81 nya. Ini adalah salah satu contoh. Perang ideologi dapat merupakan ancaman bagi perdamaian itu sendiri. Jangan lupa bahwa perang ideologi ini sering membuahkan konflik senja ta, kalaupun tidak dapat dikatakan sebagai perang. Perbedaan ideologi dan nilai-nilai hidup dapat menjadi salah satu gangguan bahkan. ancaman terhadap usaha menciptakan perdamaian internasional. Pandangan hidup yang berbeda ini menyebabkan pula perbedaan kepentingan, apalagi jika ke pentingan itu untuk memperjuangkan dan membela pandangan hidup yang dimilikinya. Contohnya, meskipun Uni Sovyet dan RRC termasuk negara komunis, toh mereka juga memiliki kon flik kepentingan.
b. Ancaman-anoam&n militerisaei orbit geostasioner pada maea perang* Ada banyak hal yang sebenarnya dapat diungkapkan di
Lihati Hans Graf Huyn, "Webs of Sovyet Disinfor mation", Strategic Review, U.S. Strategic Ins., Fall 1984, h# 51-58. Donald Rumafeld et.al.,"Beyond Containment ?: The Future of U.S.-Soviet Relation", Policy Review, The Herit age Foundation, 1984, h, 17~18. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
sini, tapi tulisan ini akan menyebutkan aaja bahaya apakah yang akan terjadi jika terjadi perang nuklir yang didukung oleh Prakarsa Pertahanan Strategis kedua negara Adikuasa. Jelas, perang nuklir akan memusnahkan umat manusia di
mu-^
ka bumi ini. Media massa dapat dan sering mengungkapkan
-
hetl Ini, dan karena itu tidak perlu diulangl lagi di sini* Yang lebih penting diutarakan di sini ialah
bahwa
keadaan perang dapat meniadakan ketentuan-ketentuan
hukum
yang berlaku, khususnya beberapa ketentuan mengenai 82 senjataan tertentu (baca: Treaties).
per-
4• Analisis YuiUdia terhadap Program Militerisasi Orbit Geostasioner. Kenyataaft telah menunjukkan bahwa
militerisasi or
bit geostasioner telah terjadi dan akan terus berkembang jika tidak dimulai usaha-usaha untuk menghentikan program itu atau setidsknya mengurangi kegiatan dan bahayanya. Peranan hukum internasional dari segi "das solen"-nya
harus
lebih ditekankan di sini dari pada segi "das sein"-nya. Ia harus dapat mengubah keadaan yang ada dengan .mendemonstrasikan perannya sebagai "social control" dan di bawah peran ini ia harus dapat menggiring manusia kepada usaha
perda
maian yang semakin dewasa.®^
J,G. Starke, Introduction to International Law, Butterworth & Co. Pub., Ninth Ed.,1984, h.518-519. Q-X
S.Bhatt, Studies in Aerospace Law: From Competi tion to Cooperation, Sterling Pub., New Delhi,1974,h.17»31*
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
a . Piagam PBB dan militerisaai orbit geostasioner. Pasal III Space Treaty 1967 menyatakan bahwa Piagam PRB termasuk sumber hukum bagi aktifitas-aktifitas negaranegara dalam mengeksploitasi dan mengekaplorasi antariksa# yang berbunyi, Statea Parties to the Treaty shall carry in the ex ploration and use of outer space, including the Moon and other celestial bodies, in accordance with international law* including the ChaVterof"United" Nations, in the interest of maintaining international peace and security and promoting interna tional cooperation and understanding. Pasal ini menimbulkan reaksi yang serius dari beberapa pi hak atas ketidak-setujuannya diterapkan hukum internasion al, termasuk Piagam PBB, bagi kegiatan-kegiatan di iksa.
84
antar-
Jenks, misalnya, menganggap hukum internasional
tidak dapat diterapkan begitu saja terhadap ruang angkasa 65 dan "celestial bodies". Csabafi menyatakan, "The ques tion now arises as to which rules and principles of inter national law governing the existence of state jurisdiction are applicable and in what manner". Ia menambahkan,"To in sure greater precision, the meaning of the principle of applicability of international law to outer space needs 86 some clarification". Reaksi yang senada juga berasal da~
W.C. Jenka dalam Imre Anthony Csabafi, The Con cept of State Jurisdiction in International Space Law,Martinus Nijhoff, Tile HagueT Netherlands, 1971, h.3&. 85
Ibid., h. 37.
86
Ibid.-Caabafl menaruh perhatian besar terhadap ma aalah yurlsdiksi negara di antariksa, Hukum internasional, di sini, berangkat dari "sovereignty", hal yang sulit dan tak boleh diterapkan begitu saja terhadap antariksa. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ri delegasi Prancis dalam session kelima Legal Sub-*Committee ,of UNCOPUOS 21 Juli 1966 dengan menyatakan bahwa
re-
ferensi (rujukan) kepada hukum internasional bagi masalahmasalah di antariksa masih sangat kabur dan kalau memang dimaksudkan demikian, hukum internasional itu masih dalam proses untuk dianggap sebagai rujukan bagi hukum antariksa i
untuk saat ini. Dalam draft Space Treaty 1967 Itu, Prancis juga tidak eetuju jika semua bagian dari Piagam PBB diang gap berlaku bagi masalah-masalah di antariksa, misalnya di situ dikatakan, "the Charter did not rule out the
exist
ence of arms so long as general disarmament had not been achieved, and it provided for and even codified the right 87 of self-defence"* Terlepas dari setuju atau tidak, pasal III Space Treaty 1967 itu menegaskan fin the interest of maintaining international peace and security and promoting tional co-operation and understanding".
.. interna
Jadi, pasal itu
itu menegaskan bahwa untuk lingkup perdamaian dan keamanan internasional dan memajukan ker.jasama dan sallng pengertian antar negara, Piagam PBB tetap berlaku. Buktinya,
pada
tanggal 29 Juli 1966 , setelah protes Prancis, teks pasal t
III Space Treaty 1967 itu dlterima oleh "The Working Group 88
of the Legal Sub-Committee.'
8 7 I£i_d., h. 37-38.
88
Nandasiri Jasentuliyana dan Roy K. Lee, Manual on Space Law, Volume I, Oceana Pub.Inc.,New York,1979 f h .12^ Pasal lit adalah draft Sovyet yang sebenarnya pengulangan kembali paragraf 4 Declaration of Legal Principles. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Yang menarik di sini, Piagam PBB, sekalipun
menya-?
takan "to e n s u r e , . t h a t armed forces shall not be used" juga memberi syarat "save in tile common interest". Artinya boleh menggunakan kekuatan senjata asalkan
untuk..
kepen
tingan bersama. Penggunaan senjata semacam ini kemudian di pasal yang lain Piagam ini diterapkan sehubungan dengan tugas Dewan Kemanan yang diatur dalam pasal 34* sampai
pa
sal 5 1 . Penggunaan senjata untuk "individual and ,collec1,tive Belf-defence"(pasal 51) diperbolehkan. Pasal 41 meng atur tentang penggunaan kekuatan tanpa aenjata untuk mengambil tindakan terhadap suatu ancaman terhadap perdamaian, pengacauan terhadap perdamaian.dan tindakan agresi, yaitu memutuskan hubuhgan ekonomi, hubungan kereta api, laut, udara, pos1 , kawat, radio dan alat-alat lainnya termasuk . hubungan diplomatik. Paaal 42 mengatur tindakan Dewan Keemanan PBB dengan kekuatan senjata. Sekarang, masalahnya ialah banyak pihak menggunakan kekuatan senjata dengan alasan kepentingan umum. Kondisi yang mengikat ketentuan Piagam tersebut dapat memberi
pe-*
luang untuk mewujudkan suetu pakta militer bersama, seper ti NATO dan Pakta Warsawa. Paaal 33>yang mengatur tentang penyelesaian pertikaian secara damai, juga dapat memberi peluang untuk menyusun kekuatan persenjataan (baca: arms race) dengan alasan "perdamaian" di bawah pengertian
"or
other peaceful means of their own choice"(kursip saya)* Di bawah ketentuan ini, dengan mengembangksn penafsiran,
ne-
gara-negara dapat membawa diri mereka kepada usaha pertahanan diri secara berlebihan. Karena itu, dalam pidatonya Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
di Berlin tanggal 21 April 1986,presiden Mikhail Gorbachev pernah mengusulkan agar NATO dan Pakta Warsawa itu serem89 pak dihapuskan. Hal ini dapat dimengerti karena ternyata peningkatan kekuatan militer oleh negara-negara tidak menjamin terjaganya perdamaian internasional, tetapi malah membuat cita-cita perdamaian itu semakin jauh dari kenyataan sekalipun alasannya juga ."untuk perdamaian". Bagaimanapun juga, istilah perdamaian1 dalam Piagam PBB itu
ti
dak dapat melepaskan diri dari persenjataan; itu berarti juga tidak dapat lepas dari konsep pertahanan-keamanan. Tetapi, Jon Kimche berkata,"This all too evident perspect ive lends weight to the argument for aecurity as an es sential element in peace making: •
But in our world,mil90 itary security is no longer enough". Jadi, upaya perda
maian internasional itu tidak cukup digantungkan pada penyelesaian dengan senjata, tetapi haruslah ditekankan
ke
pada penyelesaian-penyelesaian sengketa secara damai aebagaimana sudah diatur oleh Piagam PBB. Militerisasi orbit geostasioner, pada gilirannya, merupakan seperangkat alasan dan tindakan negara-negara maju untuk ’’menjaga perdamaian dan keamanan internasional" menurut cars mereka. Sebagai cara,untuk mencapai suatu tujuan, militerisasi tidak boleh justru menyulitkan dan bah kan justru menggagalkan tercapainya tujuan itu,
89 "Gorbachev Usulkan Hapus NATO dan Pakta Waraawa", berita, -Jawa Poa, 23 April 1986. 90
Jon Kimche, "Forget About "Peace", Midstream,Fabbruary, 19Q4» h. 4-6, Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
b. Space Treaty 1967* khusus pasal IV* dan militerisasi orbit geostasioner, Pasal IV Space Treaty 1967 dianggap sebagai pasal yang relevan terhadap masalah militerisasi antariksa,
Pa*
sal ini berbunyi : States Parties to the Treaty undertake not to place in orbit around the Earth any object carrying nuclear weapons or any other kinds of weapons of mass destruc tion, install such weapons on celestial bodies, or station such weapons in outer space in any other man ner. The Moon and other celestial bodies shall be used by all States Parties to the Treaty exclusively for peaceful purposes. The establishment of military bases* installations and fortifications* the testing of any tipe of weapons and,the conduct of military maneuvers on celestial bodies shall be forbiden. The use of military personel for scientific research or for any other peaceful purposes shall not be pro hibited. The use of any equipment of facility neces sary for peaceful exploration of the moon and other celestial bodies shall also not be prohibited. Dasar dari pasal IV Space Treaty 1967 ini lalah ketiga Resolusi PBB, yaitu Resolusi No. 1962 (XVIII) tanggal 13 Desember 1963 yang bernama "Declaration of the Legal Prin ciples Governing the Activities of States in the Explora tion and Use of Outer Space", Resolusi No , 1963 (XVIII) pa ds tanggal yang flama bernama "International Cooperation in Peaceful Uses of Outer Space" dan Resolusi No .1 8 8 4 (XVIII) Oktober 17* 1963 yang bernama "The Question of General and Complete Disarmament'1, Bagian ini akan mencobe mengkaji sampai di mana pasal IV ini menjamin "peaceful uses".91
G.C.M. Reijnen* op.clt,, h. 162, Prinsip "peceful uses" selama ini sering dlartikan dalam konteks politis, hingga pasal IV ini dianggap bukan teke hukum (h.162 - 1 6 3 ),
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Analisis pasal IV paragraf 1. Paragraf 1 paaal IV in$ beriai beberapa larangan di dalam menggunakan ruang angkasa, Kebalikannya, pasal sama juga menyatakan hal-hal yang tidak dilarang
yang
meskipun
tidak dinyatakan secara tegaa di situ. Ada tiga macam tempat (locus ) yang disebut dan dii
kaitkan dengan larangan, yaitu "in orbit around the Earth!' dan "on celestial bodies" serta "in outer space". "Orbit around the Earth" dapat berarti orbit rendah, orbit sedang dan orbit tinggi di sekitar bumi, termasuk orbit geostasi oner. Di tempat-tempat (orbit) ini dilarang menempatkan senjata-senjata nuklir dan senjata-senjata pemusnah lain nya. Yang lolos dari ketentuan ini ialah orbit di sekitar bulan, orbit di sekitar planet-planet lain, dan antara ke dua tempat tadi; di tempat-tempat tersebut tidak dilarang menempatkan senjata-senjata nuklir atau senjata-senjata pemusnah lainnya. "Celestial bodies" adalah benda-benda langit seperti bulan, meteor, planet-planet lain selain bumi. "Space", dalam kategori ilmiah-teknik, dapat dibagi menjadi "inner space", "outer space" dan "deep space"
dan
masih diperdebatkan ukuran-ukurannya (karena alasan politia ?). Yang lolos dari ketentuan ini ialah "deep space", dan jika teknologi memungkinkan, senjata-senjata nuklir di 92 tempat-tempat itu bisa dan boleh ditempatkan.
Ibid.* h.164-165* Lihat juga: G.C.M.Reijnen, Le gal Aspect of Outer Space,Drukkerij Elinkwijk bv, Utrecht, 1976, h.92J
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Ada dua macam senjata yang dilarang dibawa oleh apa yang, dinamakan "space objects", yaitu senjata-senjata nuk lir dan senjata-senjata pemusnah masal. Sejak tahun 1967* ada peningkatan satelit-satelit dengan tujuan militer
dan
"nuclear payloads" yang selama ini tidak atau belum dikategorikan sebagai senjata.nuklir, tapi cukup merupakan ancaman dari segi militer, Lalu ada satelit mata-mata, sate lit interseptor, satelit eksperimen sinar laser yang
jum-
lahnya cukup banyak, Satelit-satelit jenis ini mungkin ti dak mempunyai potensi sebagai senjata pemusnah masal, tapi dapat memusnahkan satelit-satelit di orbit satu demi satu. Jadi, beberapa jenis "space objects" (termasuk satelit) di 93 dalam ketentuan ini tidak dilarang. Ada tiga cara penampatan senjata-senjata yang dila rang, yaitu "to place", "to install" dan "to station"* "To place" menggambarkan bahwa senjata itu ditempatkan di llokasi-lokasi yang disebutkan. Masalahnya, ada beberapa cam senjata yang tidak ditempatkan di lokasl-lokasi
mayang
disebutkan dalam pasal ini, tapi tetap memakai lokasi-lokasi itu sebagai lintasannya, seperti roket,' misil balistik jarak Jauh, senjata sinar partikel dan jenis lainnya. Kata "to install" dan "to station" menggambarkan penempatan yang lebih permanen. Yang lolos dari ketentuan ini
ia-
leh satelit-satelit atau "space objects" lainnya yang berumur pendek. yang*. meskipun tidak membawa senjata,
..dapat
dipakai sebagai "senjata" dengan menubrukkannya kepada sa-
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
telit-satelit yang lain setelah masa edar satelit itu berr flkhi^.' ' Jadi, militerisasi dalam beberapa bentuk diperbolehkan terjadi di orbit sekitar bumi, di "celestial bodies (benda-benda langit) dan diruang angkasa. Kelemahan keten tuan ini begitu menyolok sehingga sering dikatakan bukan sebagai teks hukum tetapi sebagai teks politis. Analisis casal IV paragraf ?. Pada bagian ini, militerisasi dengan kategori ter tentu dilarang dilakukan di "celestial bodies". Di atas tadi, kita mengenai tiga macam tempat yang disebut "orbit around the Earth", "celestial bodies" dan "Outer space"* Anehnya, ."orbit around the Earth" dan "outer space"
pada
paragraf 2 ini ternyata berada di luar pembicaraan.
Kata-
kata "exclusively for peaceful purpose" menguatkan dugaan bahwa "orbit around the Earth" dan "outer space" tidak dii
maksudkan untuk "peaceful purpose", sehingga dapat disimpulkan bahwa demiliterisasi hanya berlaku di "celestial bodies" dan selebihnya, di orbit sekitar bumi dan di ruang angkasa, demiliterisasi sebagian diperbolehkan (karena hanya melarang senjata nuklir dan jenis senjata pemusnah la** innya). Paragraf kedua ini berisi larangan untuk mendirikan basis, instalasi dan kubu pertahanan militer. Kegunaan ketiga hal tadi jelas dimaksudknn untuk "defence and offence systems". Tetapi, menurut Bernard Schriever, seorang
jen-
dral pensiunan Angkatan Udara Amerika Serikat, ruang
ang
kasa tidak akan terhindar dari aksi-aksi militer.
Skripsi
Prog- '
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ram militerisasi ruang angkasa, seperti yang diakuinya.da lam sebuah simposium di
National Academy of Sciences
ta-
hun 1982# memang ada dan sudah direncanakan, "Discoverer, Mercury, Gemini, Apollo" adalah nama-nama pesawat antarik sa dengan tugas militer (proyek strategis), demikian pula "shuttle" ysng mempunyai misi ganda : militer dan sipil. Tetapi program atau proyek-proyek tadi tidak dikatakannya sebagai senjata ofensip maupun defensip, melainkan sebagai alat-alat untuk "communications, command, control, intel■z
ligence (Cl) and reconnaissance".
QA
Program militer anta-
riksa tersebut nampaknya memang bukan sebunh basis, instaIasi atau kubu pertahanan dalam arti konvensional,
tetapi
sistem yang diciptakan sedemikian rupa sehingga membentuk suatu "basis, instalasi dan kubu pertahanan" canggih
yang
ditempatkan di ruang angkasa, termasuk di orbit geostasio ner. Dan karena tidak ditempatkan di Bulan atau di bendabenda langit lainnya, program militer antariksa tersebut lolos dari jangkauan hukum pasal IV Space Treaty 1967 ini, dan mungkin memang disengaja demikian. Sebab, program atau proyek militerisasi ruang angkasa memang sudah direncana kan dan dilaksanakan sebelum adanya Space Treaty 1967. Uji-coba senjata apapun dan perang-perangan di benda-benda langit (’’celestial bodies1’) dilarang. Ketentuan ini membenarkan adanya hal serupa yang terjadi di lokasi
^Bernard Schriever, "Comments", The Kirst 25 Years in Space, Proceedings or a symposium held 6ct.14> 19§2 at the National Academy of Sciences, Smithsonian Ins., 19831 h. 19-30, ff.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
yang lain, seperti "outer space" dan orbit di sekitar
bu-
mi (termasuk orbit geostasioner). Lebih-lebih, sifat-sifat orbit geostasioner yang unik itu sangat strategis untuk ditempati basis* instalasi dan kubu pertahanan militer. Tahun 1980-an, militerisasi ruang angkasa memasuki tahap 95 taktis, kata Bernard Schriever. Tetapi uniknya, militerisnsi ruang angkasa juga mempunyai pengaturan hukum
yang
taktis pula, kata saya. "Any weapons" berarti senjata apapun dilarang diuji-cobakan di Bulan dan "celestial bodies" yang lain, tetapi tidak dilarang diluar kategori tempat atau lokasi tersebut. Jadi, uji-coba senjata apapun, kecuali senjata nuklir dan pemusnah masal lainnya, diperbolehkan di luar wilayah Bulan dan "celestial bodies" lainnya, termasuk boleh terjadi di orbit geostasioner. Akibatnya, Prakarsa Pertahanan Strategis (SDI) "Star Wars" Amerika Serikat dan SDI yang serupa milik Uni Sovyet yang menggu nakan senjata sinar laser dan sinar partikel, menurut
ke
tentuan paragraf 2 pasal IV ini, diperbolehkan. Penggunaan oknum-oknum militer dalam riset dan maksud damai lainnya dilarang, Misi ganda (militer dan sipil) yang diemban awak pesawat antariksa membunt ketentuan ini tidak berkutik dibuatnya. Sebab, pesawat-oesawnt antariksa berawak selams ini masih terus dikembangkan, terutama oleh pihak Uni Sovyet.^
Pasal IV Space Treaty memang politis!
Ibid., h.31Ibid.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Untuk meringkas pembahassn dalam bagian ini, dapat dislmpulkan beberapa hal di bawah ini : - Penempatan senjata nuklir dan senjata pemusnah masal la innya dilarang dilakukan di, orbit sekitar bumi, di ruang angkasa (outer space) dan di benda-benda langit (celes tial bodies). Yang tidak dilarang adalah penempatan senjata yang aama di orbit sekitar bulan dan orbit di seki tar benda-benda langit lainnya, di antara kedua tempat tadi dan di ruang angkasa jauh (deep space). " Sen .jata yang dilarang ditempatkan dan dipakai adalah senjata nuklir dan senjata pemusnah masal lainnya. Yang tidak dilarahg adalah satelit-satelit dengan senjata mo dern yang tidak berdayamusnah masal, yaitu senjata sinar laser, senjata sinar partikel, senjata frekuensi radio, yang aanggup merusak dan memusnahkan satelit-satelit la in satu demi satu. - Cara penemnatan senjata yang dilarang adalah menempatkan dan membuat instalasi serta membuat stasiun untuk suatu kubu pertahanan militer. Yang tidak dilarang adalah senjata yang memakai lokasi-lokasi di ruang angkasa sebagai lintasannya, misalnya roket, senjata sinar partikel. Dan cara lain yang tidak di]arang adalah dengan menubrukkan satelit-satelit ke arah satelit-satelit lawan. - Tempat (locus) yang dikhususkan untuk tujuan damai ialah di Bulan dan di benda-benda langit lainnya (celestial bodies). Yang tidak dikhususkan untuk tujuan militer ia lah di orbit sekitar bumi, di ruang angkasa dan antara benda-benda langit satu dengan yang lain. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
- Mengadakan suatu basis, instalasi atau kubu pertahanan militer untiik "defence and offence system" dilarang*Tapi alasan lain yang tidak dilarang adalah untuk "communication, command, control, inteligence (C I) and reconnais sance" yang sebenarnya mengemban misi militer atau meru pakan bagian dari sistem pertahanan militer. - Keglatan-kegiatan yang dilarang adalah perang-perangan di bulan dan benda-benda langit lainnya. Yang tidak di larang adalah perang-perangan di ruang angkasa dan orbit di sekitar bumi. Jugs, uji-coba persenjataan dilarang di bulan dan di benda-benda langit lainnya, tapi tidak
di
larang di ruang angkasa dan di orbit sekitar bumi.
Pra-
karsa Pertahanan Strategis (SDI) Amerika Serikat dan Uni Sovyet yang dilakukan di orbit sekitar bumi dan di ruang angkasa diperbolehkan. - Penggunaan personil-personil militer di dalam eksplorasi antariksa dilarang, tapi personil-personil sipil yang digunakan dalam misi ganda (militer dan sipil) dalam penerbangan ke antariksa diperbolehkan. Ketentuan pasal IV Space Treaty 1967 ini amat nyata juga
kesimpsngsiurannyaj ketentuan ini mengandung banyak
hal yang implisit dan eksplisit. Kepastian hukumnya .diragukan. Prinsip Ubi jus incertlum, ibi jus nullum
berlaku
dalam hal ini* Artinya, jika hukum tidak pasti maka diang gap tidak ada hukum sama sekali. Sebab, tidak ada hukum tanpa kepastian hukum. Kondisi yang melekat pada pasal IV Space Treaty 1967 ini secara praktis, sebagai konsekwensi, tidak dapat diberlakukan. Reserves! diperlukan segera ! Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
c. ABM Treaty 197? dan militerisasi orbit geoatasioner. Anti-Balistic Missile (ABM) Treaty 1972 ini merupa kan treaty antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet yang dilatar belakangi oleh ketakutan mereka akan bahaya perang nuklir yang sangat membahayakan seluruh umat manusia kare na disadari bahwa perlombaan senjata strategis telah
ter
jadi di antara mereka. Karena itu, pembatasan sistem misil anti-balistik diharapkan dapat mengendalikan lomba senjata tersebut dan menghentikan lomba senjata-senjata nuklir. Di dalam treaty ihi Juga dinyatakan keinginan mereka agar ba haya perang dapat dikurangi melalui pengurangan senjatasenjata strategis, perlucutan senjata nuklir, perlucutan senjata umum dan lengkap, sehingga dapat diciptakan suasana ketenangan dan sikap saling percaya di antara mereka. Mengkaji ABM Treaty 1972 ini, masih ditemukan begi tu banyak pengertian yang tidak jelas maknanya dan hubungan antara ketentuan satu dengan yang lain masih mengandung ambigultas. Ketldakpastian makna, kekaburan arti serta kesimpang-siuran ketentuan-ketentuan hukumnya dapat membahahayakan eksistensi treaty ini sendiri karena prinsip ubl Jus incertium, ibl jus nullum dapat membuat treaty ini se bagai usaha yang sia-sia. Kekaburan demikian dapat segera kita oahami karena penafsiran-penafsiran treaty ini masih diwarnai oleh kebijakan politik kedua negara itu*
07 W* Bruce Weinrod,"Strategic Defense and the ABM Treaty", Washington Quartertly, A Review of Strategic and International"Issue, vol.9# no.3# The Center for Strate gic and Int, Studies, Georgetown Univ.fc the MIT, h. 74.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Pengertian demikian harus dimiliki terlebih dahulu sebelum kita beranjak kepada pembahasan dari segi hukumnya* Karena ABM Treaty 1972 merupakan subyek lebih dari satu penafsiran, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh Amerika Serikat dan Uni Sovyet keadaannya masih begitu kabur* Apa yang dapat atau boleh dilakukan oleh Uni Sovyet dan Amerika Serikat menurut ABM Treaty 1972 ini ? Pada dasarnya, mereka dapat melakukan ! 1) riset murni bidang apa saja; 2) riset, uji-coba, penyebaran sistem-sistem dan jug komponen-komponen basis militer yang diatur di darat, hal-hal yang dibatasi jumlah dan tempatnya; 3) riset, pengembangan dan: uji-coba teknologi canggih jika digunakan di sebuah basis di bawah tanah, pertahanan yang diatur penempatannya; 4) pengembangan dan penyebaran sistem yang digunakan untuk pertahanan udara; 5) penyebaran serta
pe-
i
ngembangan sistem untuk anti-satelit (ASAT); 6) modernisa98 si penyebaran-penyebaran ABM yang diperbolehkan*' Apa yang tidak boleh dilakukan oleh kedua negara di atas tadi ? Yang terpenting, mereka tidak boleh melakukani 1) menyebarkan suatu pertahanan nasional menyeluruh terha dap misil strategis dengan menggunakan teknologi tradisional; 2) menyebarkan lebih dari 100 teknologi pencegat tradisional sebagai bagian dari satu penempatan teknologi ABM tradiaional yang diijinkan; 3) tak dapat mengembangkan dan menguji-coba atau menyebarkan sistem pertahanan laut, uda-
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
raf ruang angkasa atau basis darat yang mobil (misalnya apa saja yang lain dari basis darat yang diatur) yang me* t
makai teknologi tradisionalj 4) tidak boleh menguji-coba atau menyebarkan pencegat "multiwarhead exoatmospheric" ; 5) tidak boleh menyebarkan serangan misil balistik strater QQ
gis milik lawan. Meskipun dapat menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, treaty ini sebenarnya masih banyak terdapat kekaburan di dalamnya. Misalnya* apakah yang dimaksud siatem ABM itu ? Apa yang dimakaud dengan uji-coba dan pengambangan ? Apa itu "basic research" dan riset terapan ? Apa yang disebut " a strategic delivery system" itu? Keka buran yang lain Juga menyatakan kelemahan treaty ini melalui beberapa pertanyaan yang tidak dapat dijawab olehnya. Apakah dapat ditarik garis pemisah antara uji-coba dan pe ngembangan sistem misil balistik antitaktis dan uji-coba t
dan pengembangah sistem misil antiatrategis ? Di manakah penempatan yang benar bagi uji-coba terhadap misil-misil balistik yang diluncurkan kapal;selam, yang lintasannya serupa dengan lintasan misil balistik taktis ? Apa yang dimaksud "suatu basis untuk pertahanan teritorial" itu ? Apa yang dimaksud dengan sistem atau komponen "pengganti" aistem teknologi ABM tradisionnl dan komponennya ? Penye baran radar yang begaimana yang diperbolehkan ? Bagaimana aebuah barang tambahan dapat berbeda dengan sebuah kompo-
"ibid.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
nen ? Apa yang dimaksud pengembangan atau uji-coba komponen ABM ? Bagaimana auatu uji-coba dikatakan lain dari su* 1 atu demonstra$i ? Apa yang dinawakan dengan sebuah prototlp dan bagaimana ia bisa berbeda dengan auatu uji-coba pesawat antariksa ? Apa yang dapat menyebabkan misil-misil radar-radar, peluncur-peluncur yang lain misil pencegat ABM, peluncur dan radar-radarnya itu "sanggup membalas serangan" misil-misil ballatik strategis ? Apakah uji-coba dan pengembangan sub-sistem, pembangunan suatu kompleks beaerta dengan elemen-elemennya atau bagian-bagian inte gral sistem-aistem yang canggih itu sah ? Apa yang dimak sud dengan "create” (menciptakan) ? Apa yang disebut deng an pengembangan ABM baru yang berupakan "pokok dlskusi" dan apa maksud sebenarnya ? Masalah lain yang cukup sulit dljawab adalah membuat suatu pembataaan tegas antara apa yang disebut "strategic arms" dan "tactical arms".10 Masalahnya aekarang, apakah ketentuan-ketentuan di dalam ABM Treaty ini relevan untuk diterapkan kepada masa lah militerisasi orbit geostasioner ? Adnkah indikasi yang jelaa bahwa ABM treaty juga berlaku bagi kegiatan-kegiatan negara-negara di ruang angkasa, dan secara khusus di orbit geostasioner ? Barangkali, Artikel 5 ABM Treaty ini dapat menjadi jembatan kepada diskusi masalah militerisasi di orbit geostasioner, terutama paragraf 1, yang berbunyi, "Each Party undertakes not to develop, test, or deploy ABM
Ibid., h.81. Lihat juga: Harlan Cleveland,"West ern Furope 'a" Dilemma: Ia a Strong Defense Possible without Nuclear Arma USA Today, September, 1987, h. 54. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
systems or components which are sea-based* air-based.spacebased. or mobile land-based."(kursip saya) Treaty ini larang pengembangan, uji-coba dan penyebaran sistem
meABM
beserta dengan komponen-komponennya di ruang angkasa,c.q. di orbit geostasioner. Tetapi ipasalahnya, sistem ABM yang mana ? Sebab, ada sistem ABM tradisionil dan sistem ABM dengan teknologi canggih (SDI atau "Star Wars", misalnya). Melihat apa-apa yang tidak boleh dilakukan oleh kedua nagara "Space Powers'* tersebut, >seperti yang sudah disebut terdahulu, larangan-larangan penggunaan ABM dengan tekno logi canggih* misalnya senjata laser dan sinar partikel, lolos dari pembatasan. "Agreed Statement Dw, yang membicarskan teknologi canggih bagi sistem ABM, hanya memberikan batasan "not to deploy" (tidak, menyebarkan) persenjataan canggih itu, tetapi tidak melarang uji-coba dan pengemi ‘ bangan teknologi canggih serupa. Pada hal, secara logis, i
suatu senjata yang belum pernah diuji-coba dan dikembangkan belum bisa atau tidak mungkin dapat disebarkan. Tetapi kesalahan tersebut dapat dimaklumi, karena jika melihat ke dalam ketentuan Artikel II dan V, yang mengatur tentang i
larangan uji-coba, pengembangan dan penyebaran teknologi persenjataan tradisional, "Agreed Statement Dw pastilah bermaksud mengadakan larangan yang sama (untuk menguji-co ba, mengembangkan dan menyebarkan) teknologi persenjataan canggih. Jadi, SDI atau "Star Wars" dilarang juga di dalam dan melalui "Agreed Statement D" tersebut, karena ia termasuk dalam kategori teknologi persenjataan canggih. Dari
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
mana kesimpulan ini diperoleh ? Bagian konslderan treaty i
ini'cukup dapat memberikan arah kepada kita* Pakta yang ada* SDI Presiden Reagan telah membuahkan balasan sama da* ri Presiden Gorbachev di dalam membuat SDI serupa. Artinya Jelas; perlombaan senjata di antara mereka telah terjadi* Pada bagian konsideran ABM Treaty 1972, ada larangan atau tujuan untuk menghentikan. lomba senjata di antara .mereka. . Jadi, lomba senjata1dalam bentuk apapun di antara mereka, termasuk SDI, telah menyalahi jiwa dari ABM Treaty 1972. i d* Beberapa proposal penting dan militerisasi orbit geo stasioner* t i
i (1) Proposal Uni Sovyet tanggal 20 Agustus 1981 dan tang gal 19 Agustus 1983. Proposal Uni ,Sovyet yang pertama diterima dan dimaBukkan dalam UN Document A/ 36A/ 37/ 669 tanggal 6 Desemi
*
ber 1982, dengan nama "Conclusion of a Treaty on the Pro hibition of the Stationing of Weapons of Any Kind in Out er Space". Rancangan treaty ini dimaksudkan untuk berlaku dalam waktu tidak terbatas (Artikel 6) dan terbuka bagi i
semua negara (Artikel 8)* Artikel 1 rancangan treaty ini ternyata berusaha "menutup lobang" kelemahan pasal IV Space Treaty 1967. Sebab, Artikel ini melarang menempatkan senjata apapun di orbit di sekitar bumi, termasuk orbit geostasioner. Meng-
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
instalasikan senjata-senjata di 'celestial bodies ' atau merobuat staslun senjata di ruang angkasa* termasuk pesawat antariksa berawak yang -dapat digunakan lagi. (Jelas inl.menunjuk kepada Space* Shuttle )* dilarang* dan setiap negara anggota treaty dilarang membantu pihak manapun dalam melakukan aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan treaty ini, Artikel 3 melarang setiap negara anggota treaty untuk menghancurkan* merusakkan atau mengganggu fungsi pesawat antariksa yang1normal atau mengubah trayek penerbangannya* jika pesawat-pesawat tersebut berada di orbit i
di sekitar bumi. Artikel 4 mengatur tentang kewajiban negara anggota treaty untuk menggunakan
sarana-sarana teknis nasional
bagi.. verifikasi penyelesaiannya dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum umum, tapi tidak boleh ikutcampur dalam langkah-langkah teknis nasional atas verifi kasi yang dilakukan negara-negara anggota treaty yang lain dan Jika perlu mereka dapat saling berkonsultasi untuk memperoleh dan menyedlakan informasi. Berdasarkan keadaankeadaah luar biasa yang merugikan kepentingan-keperttingan tertinggi negara-negara anggota treaty* mereka dapat mengundurkan diri dari treaty ini (Artikel 7)» Sekalipun agak maju* treaty ini meloloskan sistemsistem anti-satelit dari larangan* termasuk pembuatan dan uji— cobanya. Tidak jelas juga siapakah yang akan memutuskan apakah pesawat-pesawat antariksa dl orbit itu sesuai dengan treaty atau tidak* dan dengan sendirinya juga tidak Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
jelas dalam keadaan yang bagaimana pihak-pihak treaty ini tidak boleh melakukan catrrour tangan dengan pesawat-pesawat i
antariksa milik negara lain. Jika kekurangan sarana-sarana teknis secara nasional untuk melakukan verifikasi pun akan membuat treaty ini sia-sia. Tetapi, sekalipun teks treaty ini memiliki beberapa kelemahan, ketentuan-ketentuannya dapat menjangkau senjata-senjata di orbit dan juga senjata apapun yang dapat menyerang pesawat-pesawat antariksa dari bumi maupun dari atmosfir.101 Karena mengetahul bahwa proposal pertamanya masih mengandung kelemahan, tfiil Sovyet mengusulkan lagi proposal berikutnya pada tanggal 19 Agustus 1983 dan diterima sebai
gai UN Document A/ 38/ 194 tanggal 23 Agustus 1983 dengan nama "Treaty on the Prohibition of the Use of Force in \
Outer Space and from Space Against the Earth", Penambahan yang berarti di sini adalah yang terdapat pada Artikel 2 point 4 dan 5# yang mdlarang untuk menciptakan atau foenguji-coba sistem-siatem anti-satelit dan harus memushahkan i
aistem-sistem tersebut, kemudian melarang menggunakan atau menguji-coba pesawat antariksa berawak, termasuk pesawat i
•
anti-satelit, untuk kepentingan militer. Tetapi, masalah yang tetap, siapakah yang akan memusnahkan pesawat-pesawat anti-satelit itu ? Sebftb, negara-negara akan sulit memusnahkan begitu saja mengingat biaya besar yang sudah dikeluarkan untuk membuat dan menguji-coba sistem-sistem ter-
101Gijsbertha C.M, Reijnen, op.cit.« h* 167.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
sdbut, dan mengingat pentingnya negara-negara bersiap di ri mengamankan dan melindungi satelit-satelit mereka dari serangan dan gangguan pihak lain, Lagi pula, treaty ini direncanakan akan hanya mengikat negara-negara anggota peratifikasi treaty ini, selebihnya negara-negara lain tidak terikat. Bagaimana dengan bahaya yang mungkin timbul dari i
negara-negara yang non-party ini ? i
(?) Proposal Perancis 24 Februari 1978. Proposal ini dikenal dengan UN Document A/S-10/ AC. 1 / 7 dengan sebutan "Memorandum from the French Government Concerning an International Satellite Monitoring Agency", tanggal 1 Juni 1976 (disingkat ISMA). Proposal ini timbul karena Perancis merasakan perlunya langkah yang nyata un tuk melakukan pemantauan terhadap satelit-satelit yang sedang berada di orbit. Untuk Itu, diperlukan suatu lembaga khusus yang menanganinya, sehingga usaha-usaha disarmament dan keamanan internasional serta kepercayaan internasional terhadap usaha-usaha itu semakin dikuatkan (paragraf 10). Tugas lembaga ini adalah mengumpulkan, mengolah dan menyebarkan informaai yang dijamin dengan sarana aatelit-sate* lit observasi bumi. Karena itu diperlukan sumber-sumber teknis untuk penyelesaian tugas itu (paragraf 11). Dalam melakukan tugaanya, lembaga tersebut harus menghargai hakhak berdaulat negara-negara dengan mengingat undang-undang serta perjanjian-perjanjian yang dibuat antara negara-ne gara itu dengan negara lain atau kelompok negara sesuai
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
dengan ketentuan-ketentuan undang-undang mereka* Agency atau lembaga ISMA Ini digunakan untuk implementasl perlucutan senjata secara Internasional dan perjanjian-perjanjian keamanan, untuk investlgasi situasi-sltuasi khusus ‘(paragraf 14)- Keadaan-keadaan yang ingin di investigasi terhadap ketidakpatuhan terhadap perjanjlanperjanjian antar negara dengan rterugikan keamanan salah satu negara, tapi investigasi ini akan dilakukan atas dar sar persetujuan dengan negara yang diinvestigasi (paragraf 21)♦ I2MA berguna juga untuk mengemban tugas bagi Dewan Keamanan dalam menjalankan Artikel 34 Piagam PBB, yaitu "menyelidiki sengketa apapun atau situasi apapun yang akan membawa kepada pertikaian atau yang membangkitkan sengke ta internasional1' (paragraf 1?)* Perancis mengusulkan agar Lembaga ISMA ini menjadi agen khusus PBB (paragraf 24)* Lembaga ini mempunyai kemempuan teknis untuk menginterpretasikan data yang ditransmisikan dan memiliki puaat pengolahan data untuk menjamin otonominya (paragraf 29). Agen ISMA ini mempunyai kerangka kerja yang baik jika digunakan dengan baik pula. Yang akar sering menjadi masalah adalah aoal kemanan nasional tiap negara. ISMA ditugaskan untuk mengemban keamanan internasional. Apakah tidak mungkin ISMA ini justru dipakai untuk memata-matai keadaan suatu negara ? Apakah mudah memperoleh persetujuan dafci negara-negara yang diinvestigasi, lebih-lebih bila ISMA dirasakan malah lebih mengganggu kepentingan nation al ? Jadi, jika tanpa persetujuan negara-negara yang diin vestigasi ini saja sudah cukup membuat kerja ISMA tidak Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
akan efektip* Dalam uruaan dengan verifikasi dalam rangka SALT I dan SALT II antara Uni Sovyet dan Amerika Serikat, apakah ISMA dapat dioperasikan dengan baik, mengingat bah* wa interferensi tidak diperbolehkan ? Dalam keadaan ini, apakah ISMA tidak akan dikatakan terlibat interferenai de ngan negara yang menghendaki verifikasi terjadi di pihak negara lain ? Lalu bagaimana dengan otonominya ? Hal-hal seperti itulah yang mungkin akan menjadi masalah jika ISMA ternyata dioperasikan, Dengan munculnya alternatip baru di dalam mewujudkan keamanan dan perdamaian internasional selalu menghasilkan dampak dan masalah yang baru pula* Teta pi proposal ini telah dapat mengajukan langkah-langkah le bih nyata dalam upaya “lebih" menjamin keamanan dan perda maian internasional, setidaKnya secara teknis* pari segi yuridis, proposal mengenai ISMA ini belum dapat menjawab tantangan jika kehadiran dan gerak langkahnya akan berbenturan dengan undang-undang negara-negara yang bersangkutan dengan pelaksanaan tugasnya* Jika undang-undang negara-ne gara tertentu tidak memberikan peluang besar bagi "kebebasan" gerak ISMA, efektifitas kerja ISMA dapat terganggu, apalagl jika tidak ada konsensus dengan negara-negara itu* Tetapi, ide ISMA baik Juga dan kekurangan-kekurangan ter tentu padanya dapat diselesaikan kemudian, dengan mengadakan studi lebih lanjut terhadap implikasi-implikaslnya da102 rl segi teknis, hukum dan keuangan* Kesimpulan-kesim-
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
pulan dari hasil studi itu# eeperti yang dilaporkan oleh Gijfiberta C.M. Reijnen# antara lain 1* space technology would allow observations from sa tellites for the verification of compliance with arms control and disarmament treaties and for mo nitoring crises areas on Earth 2. there is no provision in international law that would entail a prohibition for an international governmental organization such as ISMA to monitor ing activities by satellite 3* the financial burden of the agency in its final ; phase# when it launches and operates its own satel lites and carries out data processing and analysis# is expected to be about $ 1500 million for one sa tellite spread over a ten year period. In any case the annual cost of an ISMA to the international community would be very much less than one percent of the total yearly expediture on armaments*
(3)
Proposal of Parliamentary Assembly of the Council of Europe 1983. Proposal lnl diterlma Majells tanggal'24 Januari
1983. Pada dasarnya# proposal ini setuju dldlrlkannya ISMA untuk mengatasi masalah 'arms expediture' yang dapat mengganggu hubungan bertetangga antar negara (paragraf 4 &~5) dan perlunya membantu kebutuhan-kebutuhan mendesak yang dihadapi negara-negara berkembang, aeperti dalam perb&lkan infrastruktur-infrastruktur komunikasi mereka (paragraf 3) Dengan beroperasinya ISMA# mereka mengaharapkan dapat mengurangi ekspeditur persenjataan di banyak negara sehingga sumber-sumber yang ada dapat digunakan untuk meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dunia (paragraf 6). Bagi tujuan ini
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Dewan Eropa bertanggungjawab untuk mendayagunakan teknolo gi antariksa yang potensial untuk mewujudkan suasana politik internasional yang atabil dan perkembangan dunia yang lebih seimbang (paragraf 9J. Selanjutnya, mereka ingin
-
mengadakan tukar pendapat mengenai masalah-masalah PBB yang melibatkan para ahlj untuk mengkaji kembali proposal mengenai ISMA dan untuk memeriksa kemungkinan-kemungkinan untuk memperbarui inisiatif tersebut secara indiviual
«
atau secara kolektip dalam kerja sama dengan negara-negara non-Eropa atau negara-negara berkembang yang memiliki kemampuan teknologi antariksa. Balk proposal Perancis maupun proposal Dewan Eropa, i
keduanya memandang pentingnya ISMA bagi uaaha 'arms con trol' dan 'disarmament1 yang dapat mempengaruhi tingkat keadaan sosial-ekonomi dunia. Yang menarik pada proposal Dewap Eropa ialah perhatiannya yang besar terhadap kebutuhah dan kerjasama dengan negara-negara berkembang. Setidaknya, mereka menyadari adanya 'gap' dari segi teknologi antariksa yang mereka miliki dan yang dimiliki oleh nega ra-negara berkembang; dan mereka berusaha mempersemplt [
'gap' tersebut. Dalam hal ini, negara-negara katulistiwa dapat mempertimbangkan maksud balk Dewan Eropa ini.
e. Resolusi-Resolusi Majelis Umum PBB yang penting berkaitan dengan militerisasi orbit geostasioner. Resolusi pertama yang penting ialah Resolusi Maje lis Utoum PBB
Skripsi
A/Res/ 37/ 83 tanggal 18 Januari 1983,.ten-
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
tang "Prevention of an arms race in outer space"* Resolusi ini menegaskan bahwa ruang angkasa harus digunakan untuk maksud-maksud damai dan tidak boleh dijadikan arena untuk perlombaan senjata* Di luar ketentuan itu, penggUnaan ru ang angkasa dinyatakan melawan tujuan-tujuan 'general and oomplete disarmament* di bawah pengawasan Internasional yang efektip. Tetapi, sayangnya, belum ada ketentuan dan ^angkah yang konkrit dan paati bagaimana pengawasan internaaional yang efektip itu, sekalipun resoluai ini mewajibkan masyarakat internasional (bukan saja negara) untuk mej
lakukan pengawasan yang efektip itu untuk mencegah perlom baan senjata* Reaolusi ini menghimbau semua negara besar penguasa teknologi antariksa untuk mencegah perlombaan senjata dan mendukung tujuan pemakaian-pemakaian ruang angkasa untuk maksud-makaud damai. Komlte Disarmament mendapat tugas khusus dalam upaya 'pencegahan* ini. Sekretatflat Jendral PBB dan Majells Umum PBB juga terllbat. Untuk meneruskan tujuan Resolusl di atas, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi No. A/ Res/ 37/ 99 tanggal 20 Januari 1983* Resolusi ini berisl beberapa ketentuan antara lain : (1) Non-stationing of nuclear weapons on the territoriea of States where there are no such weapons at present. (2) Prohibition of the development, production, stockpil ing and use of radiological weapons. (3) Prevention of arms ra ce in outer space and prohibi tion of anti-satellite systems*
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
(d) Prohibition of the production of fisionable material •for weapons purposes. (5) Review and supplement of the comprehensive study on the question of nuclear-weapon-free zones in all its aspects. (6) Measures to provide objective information on military capabilities. (7) Militeri reseach and development. (8) Institutional arrangements relating to the process of disarmament. Resolusi-resolusi ini tidak mengandung kewajiban kontraktual bagi negara-rnegara,tapi memiliki pengaruh besar secara politis yang mempengaruhi jalannya lomba sen jata sampai di antariksa dan usaha memantapkan 'arms con trol1. Saya memasukkan resolusi ini dalam bagian analisis yuridis Bab III ini dengan alasan bahwa resolusi-resolusi Ini mengandung kesepakatan politis semua negara anggota Majells PBB untuk memberlakukan beberapa ketentuan sebagai "hukum" bagi masyarakat internasional. Selain itu, saya menganggap resolusi-resolusi ini sebagai bagian dari hukum positip yang ada yang mengatur tentang militerisasi ruang angkasa, c*q. orbit geostasioner, sekalipun ia mengarobil bentuk yang lain. Demikian juga halnya dengan proposalproposal yang diusulkan kepada Majelis Umum PBB, sekalipun belum diterima untuk diberlakukan sebagai hukum positip.
^°^Nandasiri Jasentuliyana, op.clt*, h. 5-6
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Berkaltan dengan masalah orbit geostasioner, kelom pok.negara katulistiwa telah berhasil memasukkan sebuah Working Paper No. A/ AC*105/ C*2/ L.147 tanggal 29 Maret 1984 dalam Sidang Legal Sub-Committee UNCOPUOS. Kertas kerja Ini berisikan prinsip-prinslp yang harus dltaatl oleh negara-negara, tetapi..bukan berarti bahwa perjuangan kita dalam masalah orbit geostasioner ini sudah selesai. Tapi,setidaknya, ada suatu tltik-tolak atau landasan perundingan yang telah disepakati.Prinsip-prinslp Itu antara lain (1 ) exclusively for peaceful purposes and the benefit of mankind; (2 ) sul generis regime and rights of equatorial countries; (3) opportune and appropriate utilization; (4) preferential rights; (5 ) prior authorization; (6 ) international cooperation and efficient and economic utilization; (7) transfer of technology; (8 ) remobal of non-operational or utilized space object from the orbit. Hasll sidang Ini beserta dengan 'working paper' da ri negara-negara katulistiwa dapat diperjuangkan juga un tuk atau dalam masalah militerisasi khusus pada orbit geo stasioner*
1(^Priyatna Abdurrasyid,makalah, op.cit*. h. 13.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
5. E v .a 1 u a s 1 Orbit geostasioner telah dimiliterisasi. Ini bukan berita informal yang dibisikkan oleh para politisi negaranegara maju penguasa teknologi antariksa* atau berita di kalangan anggota NATO dan Pakta WARSAW* tapi sudah menjadi berita internasional yang hampir kita tahu setiap hari dari media masa. Aktor yang terkenal adalah Amerika Serikat dan Uni Sovyet sebagai "bintang panggung" percaturan in ternasional. Sekarang, muncul juga aktor-aktor baru seperti Jepang dan China.
107
China juga telah berhasil membuat
"lompatan besar" dalam modernises! militernya sejak perte108 ngahan 1970-an*.. dan itulah sebabnya baik Amerika Seri kat dan Uni Sovyet menganggap-hal ini sebagai ancaman baru bagi kemananan mereka. Ini mungkin yang membuat China ha rus memperhitungkan apakah ia ..akan cenderung ke Amerika Serikat atau Uni Sovyet* atau akan berdiri sendiri dalam sikap politisnya. Dalam masalah orbit geostasioner* negara-negara ka tulistiwa menjadi aktor penting yang berhadapan dengan ne gara-negara maju penguasa teknologi antariksa. Kelompok negara katuliatiwa menghadapi dua tantangan : memperJuangkan hak-hak mereka di orbit geostasioner dan menghadapi ; t
1^Robert Woito* op.cit.. h. 265-266. 108June Teufel Dreyer*"China*8 Military Moderniza tion”, Orbis. Winter 1984# h. 1011- 1014. Juga: Aaron L. Priedberg,"The Collapsing Trianggle: U.S. and Soviet Poli cies Toward China 1969-1980"* Comparative Strategyj Vol.4# No. 2* New York* 1983.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
bahaya militerisasi orbit geostasioner* Militerisasi ruang angkasa dan khususnya orbit geo stasioner secara konsepsional dilarang. Itu mudah kita katakan dan secara teoritis kita dapat mengatakan bahwa pro gram militer di orbit geostasioner dapat digAlorigkan
men-
Jadl program militer dengan senjata atau tanpa senjata. Di pihak lain, kita tahu bahaya-bahaya yang sudah dan akan tlmbul jika orbit geostasioner dimillterlsasl; bukan saja kita, tapi bahaya-bahaya itu pun sudah disadarl oleh nega ra-negara maju yang melakukan militerisasi Itu. Dan seka lipun sudah ada Piagam PBB dan Space Treaty 1967# negaranegara maju. Jferutama Amerika Serikat dan Uni Sovyet# ma sih perlu mencari penyelesaian "perang dingin" mereka yang berlanjut sampai pada masalah militerisasi ruang angkasa, misalnya ABM Treaty 1972* Semua usaha perdamaian selalu didasari oleh pertimbangan moral, hukum dan politis* Ini yang membuat
masalah perdamaian tidak mudah* Kurangnya
upaya hukum untuk membatasi atau memusnahkan senjata~senjata akan melemahkan upaya perdamaian itu* Kurangnya per juangan politis, seperti yang nampak pada resolusirreaolusi Majelis Umum PBB dan beberapa proposal yang dlajukan kepadanya, tidak akan membuat hukum internasional berjalan dengan balk* Kurangnya pertimbangan dan tuntutan moral Ju ga dapat melemahkan upaya perdamaian itu, karena perdamalan Internasional akan dianggap sebagai masalah-masalah teknls saja. Dan masalah yang disebut terakhir lnl akan sangat menentukan peraturan hukum internasional, aspirasi-
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
aspirasi politis dan sentimen-sentimen moralitas yang ada dapat terwujud secara praktls dan konkrit, misalnya dengan mengusulkan 'international satellite monitoring agency' (ISMA) seperti yang dilakukan oleh Perancis dan Dewan Eropa* Nampaknya, beberapa segl pendekatan terhadap militeri sasi orbit geostasioner sudah cukup dllakukan* Konsep-kon sep kerja serta prinsip-prlnsipnya sudah dirancang. Tetapi jelas, menerima upaya-upaya hukum, politis, alasan-alasan moral dan cara-cara teknls ltupun masih menjadi masalah* Kedaulatan masing-masing negara toh masih menjadi dan ha rus menjadi nilai yang tertinggi untuk memperhitungkan se-' mua upaya internasional itu* Prinsip kedaulatan negara-ne gara lnilah yang sering berbenturan dengan kepentingan-ke pentingan internasional. Dan karena kedaulatan negara inllah, segala dayaupaya perdamaian nampaknya masih "alot" untuk dipaksakan kepada negara-negara Itu, sementara PBB tidak mempunyai lembaga pemaksa di atas negara-negara itu. Berdasarkan pertimbangan ini, demiliterisasi penuh atas ruang angkasa Itu hampir tidak mungkin. terjadi. Setldaknya pada saat ini, negara-negara masih memerlukan senjata-senjata canggih untuk melindungi diri dari ancaman perdamaian dan keamanan internasional yang sangat menakutkanJ Harapan kita banyak, tapi juga menuntut banyak pengorbanan. Slapakah yang mau berkorban banyak ? Nah, yang terakhir ini rupanya bukan masalah hukum lagl, tap! masalah etika atau moralitas* Maukah negara-negara mau mengorbankan "kepen tingan naslonalnya" untuk sebuah nilai perdamaian interna sional yang besar ?
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Sekalipun peraturan-peraturan hukum internasional ditambahkan dan diperbaharui setiap saat agar sesuai deng an tuntutan-tuntutan dan masalah-masalah yang baru, masyarakat Internasional ditantang dengan masalah ini : Apakah Anda mau mentaati peraturan-peraturan hukum itu ? Dalam menjawab ini kita biasanya lebih berpikir banyak karena, setelah kita dapat menuntut pihak yang lain, kita sendiri sekarang ganti dituntut. Kita menjadi berpikir apa yang masuk akal dan tidak masuk akal untuk dilakukan atau apa yang menguntungkan dan merugikan untuk diperbuat. Kita mulai ganti menanyai diri sendiri setelah menanyal negaranegara lain untuk melakukan ini dan itu untuk kepentingan kita. Ini kalau berbicara secar nasional. Tapi, jika berbicara secara indlvidu, tentu akan kita katakan,"Lakukanr
lah yang terbaik untuk aku !n Jadi, masalah perdamaian iriternasional adalah masalah yang ada dl dalam hati» di da lam diri manusia itu sendiri* i
Itulah sebabnya, perjuangan nasional kita berusaha menghlndarkan tabrakan dengan kepentingan-kepentlngan yang sah
dari negara-negara lain«^°9 Dan setelah kita' oukup
berusaha, kita tidak lupa menyerahkan segala perjuangan nasional itu kepada Allah Yang Mahakuasa, Yang pernah mem110 bebaskan bangsa kita dari tangan para penjajah.
1^9Priyatna Abdurrasyid. I, op«clt.* h. 1* 110
Alinea kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa atas berkat rahmat Allah maka kita dapat memperoleh kemerdekaan kita. Perjuangan nasional kita.terny^ta sebagai perjuangan yang bersifat religius juga. Ini sudah menjadi watak dan pengakuan konstitusional kita. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB IV ORBIT GEOSTASIONER DALAM PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
Pada Bab IV ini, akan ditelusuri beberapa masalah i penafsiran, efektifitas dan 'law enforcement* yang berkenaan dengan penggunaan ruang angksa secara damai.
Akan
dilakukan pula pendekatan dari segi moralitas hukum berkaitan dengan efektifitas prinsip "peaceful purposestt* Pertanggungjawaban yuridis pada skripsi ini mungkin berakhir setelah pembahasan dari segi pelaksanaan hukum (beca: ’law enforcement1) selesai. Kemudian akan ditinjau beberapa perspektip bagi kepentingan nasional Indonesia. Uhtuk menjawab hal-hal yang tidak terjawab oleh hukum itu sendiri, akan dilakukan pendekatan dari segi filsafat hu111 kum, yaitu dengan menekankan masalah moralitas hukum. Yang dimaksud dengan moralitas hukum adalah segi-segi mo ral yang telah diserap ke dalam hukum positip yang ada dan sebagian di antaranya merupakan tanggungjawab negara yang 112 diatur dalam hukum internasional*
Lili Rasyidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum* Alumni Bandung, 1985, h. 4. Lingkup studi rilsafat hukum ini me mang untuk menjawab masalah-masalah yang sebenarnya tidak dapat dijawab oleh hukum itu sendiri, misalnya masalah morailtas orang, masalah sikap hatinya untuk mentaati hukum. 11^H.L.A. Hart, The Concept of Law. Oxford Univer sity Press, London, 1961, h* 1^4*
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Meskipun membahas masalah moralitas, penullsan ini i tidak dimaksudkan untuk melakukan pendekatan menurut mahzab Hukum Alam*f kendati dinkui bahwa mahzab ini telah memi berikan sumbangsih dan kesoganan tersendiri dalam hukum internasional.^^ Tujuan saya bukanlah kepentingan teoritls* tetapi perlunya dilaknanakan secara praktis tuntutantuntutan moral yang1semakin hari kiam memuncak dewasa ini. *
Ini perlu ditekankan karena sering orang berupaya menyimpangi hukum berdasarkan apa yang tertulis saja. Sebenaroya saya tertarik membahas dari segi moralitas Kristen (mora litas agama yang saya anut). Namun* sulit untuk membuat orang lain mengertl tentang Kekristenan, karena nampaknya ia kurang dikenal dan beruaaha dijauhl.11^ Pendekatan dari segi moralitas hukum tidaklah terlalu dipaksakan karena kita mengerti bahwa pendekatan se cara positivis sendiri banyak kelemahan. t>an kelemahan itu sering hanya terobati oleh Hukum Alam* yang memang mempu nyai tekanan pada ajaran moralnya.11^ Jadi* pendekatan yang bersifat 'quasi legal' diperlukan karena hukum tidak i dapat memisahkan diri dari hal-hal yang bersifat Iextra legal contexts1.
113 ^W. Friedmann* Legal Theory. Columbia University Press* New York* 1967* h T 152-156. Juga t Mochtar Kusumaatmadja* ££.cit.* h. 4 9 . ^ K . Sachidananda Murty and A.C. Bouquet* Studies in the Problems of Peace* Asia Pub. House* Bombay* 1$6 o* fc. 3$. 11*5 'Samuel I. Snuman* Legal Positivism. Wayne State University Fress. Detroit. iqbMTh. 10 ^ 1 ^2 * 175# 189 f. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
1 * Beberapa Penafsiran "Peaceful Purposes” Penafsiran hukum sering menimbulkan
banyak masalah
karena penafsiran ini sangat menentukan aplikasi hukum itu j 4/*
sendiri,
Penafsiran dipeindang perlu karena banyak pihak
yang memberi komentar yang berbeda-beda hal yang tersirat dalam peraturan hukum,
terhadap berbagai 117
' Karena kepen
tingan tertentu, sering para pengambil keputusan
memberi
kan penafsiran-penafslran tersendiri yang berbeda dari pe nafsiran kontekstual suatu peraturan hukum, teks peraturan sendiri sering kabur, naruh perhatian besar kepada dua macam
Sebab, banyak
Karena itu, saya mepenafsiran,
yaitu
penafsiran kontekstual yang diamati dari teks-teks perjanjian itu sendiri dan penafe-iran menurut para pengambil ke440
putusan dalam konteks kepentingan mereka, j *. Perdamaian atau penggunaan ruang angkasa untuk maksud-maksud damai merupakan prinsip hukum dan tujuan 1
Space
Treaty 19^7 yang terpenting, dan bahkan Piagam PBB sendiri yang menjadi bagian integral dengan Space Treaty itu, Konvenai Wina tentang Hukum Perjanjian pasal 31 (1) menjadi kan rnakaud dan tujuan treaty eebagal ukuran penafsiran.
Myres S* HcDougal, Harold D* Laswell and James C. Miller, The Interpretation of Agreements and World Publlo Order, Yaie IJnlverslty Press, New York, 19^7* h, 3$. 11^J.G. Merrills, op.cl.t, , h,18-19, 118 Myres S, McDougal, Harold D. Laswell and James C. Miller, op .cit,, h. 3 6 , Para penulis ini membedakan dua macam penafsiran di atas, yang kemudian saya pakai dalam pembahasan bagian penafsiran ini.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
a* Pengertian "peaceful"• Barangkali, tidak terlalu mengejutkan kita bahwa di dalam hukum internasional positip sampai detik ini
belum
ada batasan yang jelas apa yang dinamakan "peace11 atau damal, sekalipun "peace" ini menjadi prinsip utama dan selalu disebut berulang+ulang. Istilah "peace" ini begitu nyak mengandung implikasi makna sehingga pengertian
ba yang
ada hanya merupakan penafsiran-penafsiran dari negara- ne gara tertentu* Penaf'siran yang sangat popular adalah
yang
ditafsirkan oleh Amerika Serikat dan Uni Sovyet* Amerika Serikat menafsirkan "peaceful” pada* artikel IV Space Treaty 196? sebagai ’’non-aggressive
and not non-
military”, sedangkan Uni Sovyet menafsirkannya ■ "non-iidli11 q tary", Gijsbertha C.M. fieijnen berkomentar bahwa makna "non-aggressive" memberi implikasi diperbolehkannya
mili
terisasi ruang angkasa setldaknya militerisasi sebagian. Pengertian "hon-agrressive" termasuk kemungkinan
diterap-
kannya aktifitas-aktifitas militer di ruang angkasa secara legal sepanjang aktifitas-aktifitas itu tidak bermaksud untuk melakukan serangan lengsung menurut definisl Piagam PBB mengenai "aggression",Konsep non-agresifitas
dari
pandangan politia dianggapnya lebih luas dari konsep
non-
militer, karena konsep non-agresifitas dapat termasuk
ak-
tifitas-aktifitas ruang angkasa seperti aatelit mata-mata:
1i^Bin Cheng I, 0 £*cit*, h, 99* Marietta Benko, Willem de Oraaff and Gijsbertha C«M* Reijnen, op*cit** h* 176*
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
satelit lnterseptor, satelit penginderaan jauh dengan berapa tlpe tertentu seperti eksperimen sinar laser
beserta
penggunaan tenaga nuklir dl ruang angkasa* la menganggap v bahwa pengertlan "nbn-milltary" bagi "peaceful" akan sulit sekali, kalaupun bukan tidak mungkin, untuk mewujudkannya dalam kenyataan karena dua sebab. Pertama, banyak aktifltae-aktifitas ruang angkasa, balk yang bersifat ilmlah dan non-llmiah, telah dlkelola oleh personil-personll militer* Kedua, tidak ada peraturan hukum Internasional atau
hukum
ruang angkasa yang melarang digunakannya ruang ahgkasa un121 tuk kepentingan militer* Ia percaya bahwa masa depan dl dalam penggunaan ruang angkasa sangat ditentukan oleh tek nologi dan perkembangannya serta oleh gerak politik, bukan oleh hukum* Tetapi, la sangat berhatl-hati terhadap penaf siran dari segi politis ini* Sebab, sekalipun treaty-treaty mengenai ruang angkasa menjanjikan perdamaian dl
ruang
angkasa, umat manusia tetap berada dalam bahaya, lebih ba122 haya dari sebelumnya* Dl pihak lain. Bin Cheng memberikan penllaian lain dari segi hukum. Ia dapat mengertl mengapa Amerika Serikat menafslrkan "peaceful" sebagai "non-aggressive" dan
bukan
"non*mllltary", karena hukum internasional umum dan bahkan Piagam PBB tidak melarang ponggunaan ruang angkasa militer dan jelas ada kewajiban negara-negara sesuai
Skripsi
untuk de-
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ngan Piagam PBB' dan kewajiban hukum lainnya agar tidak me makai ruang angkasa iuntuk tujuan-tuJuan agresif. Ia
mera-
ea janggal mengapa ^non-aggressive" dilawankan dengan lsi tilah "non-militarytetapi tidak dilawankan dengan latilah "aggressive". Menurut dugaannya, itu terjadi karena di dalam kenyataannya s'ulit dibedakan antara kegiatan-keglatan yang bersifat "military" dan "non-military".
1
1
^ Ia
me-
j
nolak pengertian "non-military" yang dilawankan dengan pengertian "non-aggressive" karena menurut United States Na3
tional Aeronautics and Space Act 1958 aktifitae-aktifitaa ruang angkasa Itu dibedakan antara yang dlkelola "civil agency" NA£5A dan operasi militer, persenjataan dan perta hanan yang dlkelola oleh Departemen Pertahanan. Dari elnl, perbedaan itu bakan antara "non-aggressive" dan "non-mili tary1', tapi antara "defence" (militer) dan "civil" (nonmiliter
i
Cheng menganggap penafsiran Amerika Serikat itu ti dak perlu jika hanya untuk mengijinkan dirinya dapat mela kukan aktifitas-aktifitas militer melalul satelit-satelit, kenda^*aan dan stasiun ruang angkasa yang bergerak dl lingkup observasi, komunlkasi, meteorologl dan geodesl seporti yang dilakukan oleh negara-negara lain. Dan Amerika
Seri
kat tidak boleh melakukan hal itu menurut Artikel IV (2)
12 *Ibld. Lihat juga : Simon Ramo, 2 B.£lt., h*5l-71.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Space Treaty 1967* karena ketentuan ini melarang sama
se-
kali' kegiatan militer di Bulan dan 'celestial bodies 1 la125 innya. J Kesalahan penafsiran Amerika Serikat dapat dilii
hat dengan nyata jika kata "peaceful" pada Artikel IV (2) dlgantikan dengan kata "non-aggressive", sehingga Artikel ini berbunyl, "The moon and other celestial bodies shall be ufeed by all States Parties to the Treaty exclusively for 'non-aggressive1 purpose". Artinya, Bulan dan /celes tial bodies1 lainnya tidak boleh dipakai untuk tujuan
ag
resif,sedangkan ruang angkasa strlcto sensU dan orbit yang berada di sekelillng bumi boleh dipakai untuk tujuan-tujuan agresif (Lihat : anallsa Artikel IV Space Treaty
pada
Bab III skrlpsl ini). Pada hal, agresifitas itu dilarang oleh Piagam PBB dan peraturan hukum internasional yang la in, termasuk hukum ruang angkasa (bandingkan : Artikel II (4) Piagam PBB dan Artikel III Space Treaty 1 9 6 7 ) . Ame rika sangat kellru dengan penafslrannya karena la termasuk pihak dalam banyak perjanjian multilateral maupun bilater al mengenai kerjasama internasional di bidang nuklir. Terhadat perjanjian-perjanjian itu, dapatkah ia juga menerapkan pengertian "non-raggressive" bagi "peaceful" ? Jika dai lam pembuatan bom dan senjata nuklir, dapatkah ia mengatakan telah membuat "non-aggressive bom" atau "non-aggressi ve nuclear" ? Tentu saja tidak. Jadi, secara yuridis,
pe
nafsiran Amerika Serikat "non-aggressive" Itu salah total.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
b. Prinaip "friendly and cooperative". Uraian saya mengenai prinsip "friendly and coopera tive" ini berangkat dari pendekatan yang diilhami oleh Ar tikel 31 Vienna Convention on the Law of Treaties yang dii ausun dalam paragrafj pertama sebagai berikut : 1 A treaty shall be interpreted in good faith in accord ance with the ordinary meaning to be given to the terms of the treaty in their context and in the light its object and purpose, (kursip saya) Penafsiran yang didasarkan pada 'good faith' atau itikad baik dan maksud serta tujuan treaty akan menjadi pegangan bagi aaya pada uraian ini, Lauterpacht menyatakan bahwa treaty-treaty itu rus ditafsirkan sesuai dengan 'general principles of
ha in
ternational law' dan .dilengkapi dengan prinsip-prlnsip di dalari hukum kebiasaan.12^ Apa ^'general principles of
in-
ternational law1 itu ? Menurut beberapa penulis, hal itu secara berfariaai
dianggap sebagai "legal analogies,
na
tural law, general principles of justice, general princip1?7 les of positive national law or comparative law". Dan Mahkamah Internasional
mengartikannya sebagai "principles
of international law" atau "generally accepted principles * 1 ?8 of international law" atau "general conception of law".
,<:oHera Lauterpacht, pie Development of Internati onal Law by the International'"Court~~of Justice, 's t m v w & Sons Ltd., London> 1958, h. 28. R.P. Anand# Studies in International Adjudica tion, Vikas Publication, Delhi, 1969# h. 155.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Apapun batasan bagi "general principles of International law'^'itu* saya percaya bahwa prinaip "friendly and cooper ation" adalah prinaip yang diterlma oleh semua batasan tadi.
1 Jika kita menyimak bagian preambul Space Treaty, di
situ dlnyatakan* "Believing
that such cooperation will
contribute to the developement of mutual understanding and to the strengthening of friendly relations between
States
and peoples(kursip saya). Prinsip "friendly and coopera tive" ini aaya anggap tidak dapat dipisahkan dengan
prin-
sip-prinsip penggunaan ruang angkasa yang lain* termasuk prinsip "peaceful purposes". Ini adalah cara penafsiran . . kontekstual yang.sesuai dengan Artikel 31 paragraf 1 dan 2 Konvensl Wina tentang Hukum Perjanjian. Jadi* menurut cara penafsiran Ini* pengjertian "peaceful" pada Artikel'IV (2) Space Treaty 1967 harus dltafsirkan lebih dalam dari sekedar "non-aggressive" dan "non-military". Penolakan
inter
pret^! "non-aggressive" bagi pengertian "peaceful"
mung-
i
kin akan memberi jalan diterimanya penafsiran "non-milltary", sebagai konsekuensinya. Tetapi, bagi saya, penafsiran "nonrmilltary" itu pun tidak oukup. Mengapa ? Pertama■ se kalipun ^'non-military" itu adalah penafsiran yuridls,
pe
nafsiran ini hanya diangkat dari pasal IV Space Treaty sa ja tanpa memperhatlkan keseluruhan is! Treaty itu termasuk bagian konslderannya. Jadi* la tidak kontekstual terhadap isi keseluruhan Space Treaty itu. Maksud dan tujuan
Space
Treaty pada bagian konsideran telah dilepaskan dari perhatian penafsiran yang menghaailkan konsep "non-military". Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Alasan kedua» jika "peaceful” ditafsirkan "non-mi litary”, pada Artikel IV Space Treaty, maka hanya .sebagiftn saja dari ruang angkasa (dalam arti luas) yang tercakup dl dalam pengertian "non-military" itu. Dengan kata lain, ha nya sebagian dari ruang angkasa dan kegiatan-kegiatan
dl
i
dalamnya yang bersifat "peaceful" sedangkan bagian-bagian ruang angkasa dan jenis-jenis kegiatan yang lain boleh ti dak bersifat " p e a c e f u l D a n jika hanya sebagian
ruang
angkasa dan kegiatan-kegiatan dl dalamnya yang "peaceful”* seluruh umat manusia akan terancam bahaya besar dari
atas
kepala mereka* Hal ini tidak sesuai dengan maksud dan
tu-
juan perjanjian-perjanjian mengenai persenjataan yang
se-
lalu berusaha mengurangi bahaya bagi seluruh umat manusia. Jangan lupa, konsideran Spaoe Treaty itu* merujuk kepada Resolusi Majelis Umum PBB No. 110 (II) 3 November 1947, menyatakan* "...which condemned propaganda designed or
;
likely to provoke or encourage any threat to the peace * breach of the peace or act of a g r e s s i o n , "
Pengertian
"non-militaryM mungkin tidak mengijinkan tindakan agresif* tap! la tetap merupakan ancaman bagi perdamaian* yaitu su atu fenomena yang dikutuk oleh Space Treaty itu sendiri. Jika "peaceful" selalu berarti ,Tnon-military” dan karena yang ada secara de facto dan de .lure adalah "partial mili tary"* maka ruang angkasa Juga akan diikat oleh prinsip "partial peaceful”. Dan hal Ini lucu dan tidak masuk akal.
Simak kembali analisa saya terhadap Artikel IV Spac6 Treaty 1967 pada Bab III. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Ketiga, mungkin saja "peaceful" dapat dlartlkan se bagai "non-military", tetapi dalam prakteknya sering
jus
tru ada kegiatan-kegiatan yang tidak bersahabat, seperti kegiatan mata-mata, uji coba persenjataan caftggih,
pelun-
curan satelit secara rahasia. Kemudlan, ada cukup banyak kegiatan militer yang dilakukan oleh satelltrsatelit
yang
disebut "ilmiah", seperti komunikasi, meteorologi, geodesi dan penginderaan jauh yang juga mengemban tugas militer. Dalam keadaan seperti ini, sulit diadakan pembatasan yuri dis antara "military" dan "non-military", sekalipun secara politis dapat kita bedakan, Dari segi ini, batasan yuridis "non-military" bagi "peaceful" itu kurang mengena. Malahan sebaliknya, penafsiran "non-military" bagi "peaceful"
itu
akan lebih nampak bersifat politis dari pada bersifat
yu
ridis* Pada half dalam Artikel 31 - 33 Konvensl Wine
ten
tang Hukum Perjanjian, tidak dikenal penafsiran yang
ber
sifat politis strlcto sensu. Keempat. karena "peaceful" dlartlkan "non-milltary" dan bukan "friendly and cooperative", kegiatan militer te<■ tap akan dilaksanakan dan akan semakin meningkat dengan bentuk-bentuk yang berlainan melalui kegiatan-kegiatan la in yang dikatakan "ilmiah"* Aklbatnya, "non-military" tersebut dalam prakteknya justru akan berarti "military"
se
cara tidak langsung. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tadi, saya dl sini berpendapat bahwa pengertlan "peaceful" itu secara yuridis sebaiknya tidak diartikan sebagai "non-aggressive"
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
atau "non-military", karena kedua penafsiran tadi lebih berbau politis dari pada bersifat yuridia. Sebagai pilihan penggantinya, saya mengajukan prinsip "friendly and coope rative"
dengan beberapa alasan juga. Pertama. penafsiran
aaya itu merupakan prinsip hukum yang wajib bagi kegiatan Internaslonal apa saja, termasuk kegiatan-kegiatan dl
ru-
ang angkasa. Kedua. prinsip Ini tidak dlambil dari makna yang implisit dari Space Treaty 1967 * dan dengan demikian ia menghilangkan banyak arti implisit-arti implicit
yang
lain, yang kabur oleh pandangan-pandangan politis yang beraneka ragam. Ketiga, penafsiran ini lebih menekankan motif#sikap dan perwujudannya yang dapat membedakan
ber-
bagal bentuk keglatan di ruang angkasa, mana yang "peace ful" dan mana yang tidak. Sebab, yang dikatakan militer atau tidak dalam kegiatan-kegiatan di ruang angkasa itu tidak dapat dlbedakan dengan mengklaslfikaslkan bentuk dan jenlsnya, tetapi melalui pengujlan motif, sikap dan slfat kegiatan-kegiatannya. Keempat, batasan "friendly and coo perative" bagi "peaceful" itu akan sulit disimpangi melalui banyak dallh, kecuall dengan aengaja ingin melanggarnya. Kelima* nrinsln "friendly and cooperative" ini-f merupakan kewajlban hukum dan moral, sehlngga kalaupun la
dl-
tolak sebagai kewajlban hukum, ia akan tetap ada sebagai kewajlban moral yang tidak bisa ditawar lagi. Keenam,
pe-
nafeiran Ini, aaya yakin, tidak akan ditolak oleh berbagai pihak dengan pandangan dan kepentlngan politis serta tim hukum yang beraneka ragam manapun, karena prinsip
aieini
aifatnya lebih universal. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
c. Prinsip "common interests''* Pada bagian ini saya akan mengadakan penafsiran se cara kontekstual bagi pengertian "peaceful" berkaltan
de
ngan prinsip "common interests"* Prinsip ini dlnyatakan di dalam bagian konslderan Space Treaty, pada Artikel I
Juga
pada Declaration of Legal Principles 1963* Penafsiran Ame rika "non-aggressive" dan penafsiran Cnl Sovyet "non-mili tary" terlalu member! keaan bahwa masalah perdamaian
ter-
sebut hanya urusan mereka saja, dan hanya berklsar pada dimensi militer* Pada hal, masalah perdamaian itu mellbatkan seluruh umat manusia dengan kepentingan-kepentlngannya dalam banyak dimensi* Chester Browles mengakul hal ini se perti yang dinyatakan berlkut Ini :
'
We have seen in this book that the new dimensions of peace are many-sided* We cannot produce a peaceful world with nuclear weapons, essential as they are *** We cannot move from atomic stalemate to even the be ginnings of peace, unlesn we reach an understanding with the masses of mankind* Man does not live by bread alone* He desire justice* He desires independence. He desires brotherhood* 130 Jadi, masalah perdamaian bukan saja tlmbul dari ketegangan militer-pereenjataan, tapi juga dari segi ideologi, polltik, ekonomi dan sosial-budaya mutatls mutandis* Pengertlan di atas membawa saya untuk menaruh
per-
hatian besar pada keterlibatan negara-negara katulistiwa secara khusus* Tuntutan-tuntutan mereka sudah jelas nampak dari Deklarasi Bogota 1976, dan saya telah membahasnya pa-
Chester Browles*The New Dimensions of Peace* Harper & Brothers Publisher, New York, 19559 h* 380*
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
da Bab II. Tuntutan dan protes mereka yang paling jelas di situ dilandasi oleh keaadaran bahwa orbit geostasioner te lah digunakan secara tidak adll oleh negara-negara pengua sa teknologi antariksa* Sekalipun mereka selalu menggemakan prinsip "common interests" ini, tindakan dan pernyataan-pernyataan mereka justru kikir dan mementingkan dirinya sendiri, seperti yang diakui oleh Chester Browles.
Ke
adaan ini menclptakan ketagangan yang sama-sama beratnya dengan ketegangan karena masalah persenjataan. Bahkan, dikatakan oleh Alan Kreider, We therefore affirm that our military insecurity ia not solely a result of the 'Soviet threat' or of mili tary considerations in general* Our insecurity is eqqually a product of the 'energy crisis', ..«-'our' supplies from the Arab nations. Our insecurity is also a result of the Unbridled momentum of technology, ,.. our insecurity are economic structures and policies ... Racism and the lack of human rights are also sources of our insecurity ... Finally, our insecurity is a product of the 'security business' i t s e l f 132 Nyatalah sekarang bahwa masalah mlliter-persenjataan itu hanya sabagian kecil dari perdamaian yang berdimensi majemuk itu. Akibatnya, penggunaan orbit geostasioner secara tidak adil pun berarti "non-peaceful". Penjajahan dalam artl luas melalui teknologi antariksa, diskriminasi dalam penggunaan orbit geostasioner, kegiatan militer melalui cara apapun dan monopoli ruang angkasa harus dikategorikan sebagai tindakan-tindakan tidak damai juga.
112
Alan Kreider, "The Arms Race:the Defence Debate", in John Stott, The Year 2000# London Lectures in Contempo rary Christianity, Marshall Morgan & Scott, London, 1983* h. 41. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2. Efektifltas Prinaip ''Peaceful Purposes" Masalah ini saya akul cukup sullt untuk dibahas ka rena saya tidak mempunyai ukurat, metode dan keteranganketerangan yang cukup akuran untuk menentukan efektlf
ti-
daknya hukum ruang angkasa itu. Yang dapat saya lakukan ialah menentukan apakah kegiatan-kegiatan militer di ruang angkasa selama ini telah melanggar hukum internasional atau tidak. Selanjutnya, saya akan membahas beberapa
tan-
tangan dan kebutuhan moral yang dikandung oleh masalah efektifitas prinsip "peaceful purposes" ini, sehingga
suatu
gambaran awal atau gambaran dasar masalahnya dapat
dipa-
hami, Ini saya anggap cukup untuk dilakukan,
a. Menentukan pelanggaran, Seperti yang saya bahas dalam Bab III mengenai analisis pasal IV Space Treaty 1967, aktifitas-aktifitas
mi
liter tertentu diperbolehkan dan ada yang.-'dilarang .Juga (lihat kembali Bab III, sub-bab IV b ), Pada Bab IV, subbab 1
mengenai penafsiran "peaceful purposes", melalui
prinsip "friendly and cooperative" dan "common interest*% saya menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan militer antariksa yang dilakukan selama ini tidak mencerminkan ditaatinya prinsip "peaceful purposes" itu, Dengan demikian, saya memakai standar dobel untuk menentukan apakah kegiatan-kegi atan militer ruang angkasa selama ini melanggar hukum
ru
ang angkasa atau tidak, Dalam Bab III, saya menggunakan 'legal rules4 sebagai kaidah dan saya menggunakan 'legal
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
principles’ dalam Bab IV, sub-bab 1j keduanya dalam kaitan dengan Space Treaty 1967. Tentu saja, hal ini mengherankan kita. Sebab, kita dapat bertanya, bagaimana mungkin aktifitas-aktifitas militer yang sama diperbolehkan menurut 'legal rules' suatu peraturan hukum, tetapi tidak diperbo lehkan menurut 'legal principles'-nya ? Secara normal, ji ka suatu perbuatan melanggar ketentuan hukum sudah tentu ia juga melanggar prinsip-prinsip hukum yang mengikatnya. Kesimpulan yang saya gariskan tadi akan segera
da
pat dimengerti setelah kita melihat beberapa hal berikut . Pertama. kesimpulan itu terjadi karena saya menilai aktifitaa-aktifitas militer di antariksa selama ini dengan 'le gal rules' dan 'legal principles' secara terpisah, tanpa memandang hubungan timbal baliknya. Kedua. adanya faktorfaktor politis tertentu yang mewarnai pembentukan Space Treaty 196? itu, sehingga negara-negara pembentuknya
ber-
usaha agar kepentlngan-kepentingan nasional mereka dapat dibenarkan menurut hukum. Akibatnya, Space Treaty 1967 ma sih mengandung beberapa hal yang ekspllsit dan implisit; suatu fenomena yang tidak boleh terjadi pada peraturan hu kum. Sebab, tanpa kepastian hukum tidak ada hukum. Bagaimanapun juga, pembentukan Space Treaty 1967 telah mehggambarkan suatu gejala 'politico*legal'. Ketlga. tidak adanya keseragaman pengertian tentang perdamaian itu sendiri. Pehgertian yang berbeda~beda ini disebabkan oleh norma-norma dan konsep-konsep atau ideologi-ideologi yang berbeda jua. Akibatnya, moralitas yang dihasilkan jug akan berbeda-beda
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
menurut kadar kepentingan dan pengertian masing-masing negara, Dengan kata lain, masalah perdamaian dalam konteka militer-persenjataan ini hanya suatu kelanjutan dari masa lah perdamaian dalam konteks perbedaan kepentingan, ideologi dan standar-standar yang beraneka ragam. Memang, ba- . hasa kita tentang perdamaian itu tidak sama, Hal ini mengingatkan saya kepada peristiwa Babel dalam kitab Kejadian pasal 11 (baca: Alkitab) yang menggambarkan aaal-mula hlstoris terpecah-belahnya bangsa-bangaa. Di situ dikatakan bahwa TUHAN, Allah aemesta alam, mengacau-balaukan bahasa mereka. Dan karena bahasa-bahasa mereka berbeda, terceralbelailah mereka. Pada dasarnya, setiap negara mempunyai konsep tersendiri mengenai perdamaian* Kita mengenai istilah 'Pax Romana* yang tidak aaja berupa sebuah slogan, te tapi mengandung suatu konsep perdamaian yang sempat mempengaruhi perjalanan sejarah manusia sampai saat ini. Uni Sovyet menggunakan konsep "peaceful coexistence",^^ Amerika Serikat mungkin punya *Pax Americana'.1^
Mungkin
Juga, Indonesia mempunyai ’Pax Indonesiansentah dengan memakai konsep yang bagaimana.
1*x ^George H. Quester, Offence and Defense in the International System. John Wiley,New York,1977 #h,21,92,156 1%A. -^Oliver J. Liasitzyn, International Law Today and Tomorrow, Oceana Pub, Inc., NewTork, 1§65, h. 49—$ 1# Juga Harry and Bonaro Overstreet, The War Called Peace. W, W. Norton & Co, Inc,, New York, 19*61 > h . 135Uhat: h. 148-150.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
b* Beberapa tantangan efektifitas prinsip "peaceful pur— poses”. Mengharapkan efektifitas hukum internasional ruang angkasa pada maaa ini mungkin masih perlu bersabar menanti proses yang dialamlnya. Nampaknya, banyak tantangan sedang dihadapi hukum ruang angkasa selama ini, dan saya akap memaparkan beberapa contoh saja yang dapat saya pahami,a*l«: i (1) Self-defence sebagai kepentingan nasional. Tiap negara mempunyai alasan keamanan (security) di dalam upaya memperkuat kekuasaan militernya. Bahkan demi kepentingan ini, negara-negara rela mengorbankan kepentingan-kepentingannya yang lain, seperti kepentingan ■ekonomi (kesejahteraan)1^
yang semestlnya menjadi faktor ae-
imbang dengan kepentingan militer jika stabilitas negaranegara itu tetap terjaga. Karena terbayang oleh suatu ancaman kekuatan mill? ter Sovyet yang dikatakan sebagai ”the potential enemy", Amerika Serikat memperkuat kekuatan militernya sampai tersebar ke antariksa, seperti yang dllakukan oleh musuhnya 1*7 itu. ' ' Alasannya juga sederhana : Self-defence. Tapi, su dah tentu alasan itu mengandung pertimbangan yang rumit, setidaknya dalam kebijakan politik-militer kedua negara tadi.
Myre8 S. McDougal, Harold D.Lasswell, Ivan A« Vlasic, op.cit., h. 17-18. Simon Ramo, op.cit.. h. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Sekarang* kita berbicara mengenai hukum ruang
ang
kasa' yang saya harap tidak akan menjadi rumit pula. Dikatakan bahwa hukum jenis ini tidak dapat dipisahkan dari hubungan intimnya dengan Piagam PBB dan hukum internasion al (Artikel III Space Treaty 1967)—
sekalipun tiada
pern-
batasan tegas bagi aplikasi hukumnya terhadap masalah-masalah kedirgantaraan*
,
Pengertian 'self-defence1 sering tidak dapat dipi sahkan dari ide tentang perang* Oleh Hans Kelsen* perang mempunyai tfiaksud "to overpower the opponent and to impose upon him the conditions of peace", dan perang seperti ini melibatkan kehendak kedua negara yang berlawanan. ?
Tapi
mungkin, negara yang diserang hanya berkehendak untuk mempertahankan dirinya tanpa menguasai agresor. Jadi* perang dapat berakhir tanpa kemenangan salah satu pihak terhadap 1*Q pihak yang lain. Konsep perang itu sendiri sekarang le bih sering dlgantikan oleh konsep "penggunaan kekuatan" atau penggunaan senjata.1^0 Jika perang dianggap sebagai suatu delik atau suatu sanksi* perang tidak dapat dikatakan sebagai tindakan bilateral* tetapi sebagai tindakan "enforcement" yang melibatkan penggunaan kekuatan senjata.
1 ^38
Hans Kelsen* Principles of International Law. Holt* Rinehart and WinstorT Inc.* Baltimore * 1967* h . 27* 139ibid. Ibid. Secara etis pun perang tradisional harus dibedakan dari perang modern. Verkuyl dapat menjelaskan .t hal ini dengan baik. Lih,: J. Verkuyl, Etika Kristen. Ras Bangsa. Gere.la dan Wegara.BPK Gunung Mulia* Jakarta, 1§§2, h. 176-184. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Dari situ, di dapatkan pengertian yang berbeda antara "war of defence" dan "war of aggression". "War of aggression" benar bila dilakukan terhadap negara lain sebagai sanksi dan ia tidak dlserang lebih dahulu.1^1 "War of aggression" salah bila dilakukan sebagai suatu delik terhadap negara lain dan ia tidak diserang le bih dahulu. Hal ini disimpulkan dari !The Kellogg-Briand PactT yang menyatakan, "...any states that are contracting parties to the pact may resort to war against another con tracting party by resorting to war against any of the con tracting states".^2 "War of defence" dikatakan benar bila dilakukan ke pada negara lain terhadap agresi yang illegal, dan "the right of self-defence" hanya ditujukan kepada agresi yang illegal tadi. Sebaliknya, "war of defence" ini salah bila dilakukan terhadap agresi yang benar dan pelaku 'defence* dalam posisl yang salah dalam suatu kasus,1^
seperti 'de
fence ' yang dilakukan oleh Dewan Keamanan PBB yang diatur oleh pasal 51 Piagam PBB. Tindakan yang dilakukan oleh De wan Keamanan PBB ini, sekalipun melibatkan penggunaan sen jata, tidak dapat dikatakan sebagai "armed attack"; ' tin* dakan melawan Dewan Keamanan dalam hal Ini adalah salah. Demiklan pendapat Hans Kelsen dalam sumber yang sama.
1*1Hans Kelsen, op.cit., h. 26-27.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Hans Kelsen berbicara mengenai "self-defence"
da-
lam' konteks perang atau penggunaan kekuatan senjata*
Te
tapi sekarang, masalah "self defence" ini berkaitan dengan keadaan tanpa perang, atau lebih baik dikatakan tanpa
rae-
makai senjata* Jika masalahnya bukan berkaitan dengan
pe-
makalan senjata, pokok persoalannya justru di dalam hal memiliki senjata itu. Persoalan inilah yang rupanya menja di fokus peraturan-peraturan mengenai persenjataan modern dewasa ini. Upaya-upaya membentuk peraturan-peraturan
me
ngenai pengurangan senjata yang dimiliki negara-negara ma ju,* Super Powers misalnya, selalu didasari oleh ketakutan terhadap bahaya yang akan ditimbulkan oleh persenjataan modern itu. Jadi, fokus masalah pengurangan senjata itu sekar&ng bukanlah tentang apakah memiliki senjata-senjata modern tertentu itu melanggar hukum internasional atau ti dak, tetapi masalah itu justru terletak pada masalah mora litas negara-negara dalam memiliki senjata-senjata modem itu. Dari pengertian ini, saya memandang bahwa *prior
de
fence * akan membawa kepada tindakan pertahanan yang, berlebihan dan menurut prinsip hukum yang umum, pembelaan atau pertahanan diri secara berlebihan adalah i l l e g a l . K a r e na itu, pemilikan senjata-senjata nuklir atau yang berdaya musnah masal secara hukum dan moral adalah salah. Akibat nya, "self-defence" dengan menggunakan senjata pemusnah
Marietta Benko, Willem de Graff and Gijsbertha C.M, Reijnen, op.cit., h*L179. 'The right of self-defence1 tidak termasuk dalam kategori preventive defense*
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
masal bukan aaja salah menurut hukum dan moral, tap!
juga
i
tidak masuk akal yang sehat. Sekarang, bagaimana dengan SDI (Strategic Defence Initiative) atau lebih dikenal dengan sebutan "Star Wars". Sen jata-sen jata SDI jelas termasuk ide "self-defence14 ini* Meskipun tidak termasuk senjata pemusnah masal* daya kerja dan akibat yang ditimbulkannya serta penempatannya yang strategis di orbit di sekitar bumi lebih berbahaya bagi kelangsungan hidup aeluruh umat manusia jika dibandingkan dengan senjata-senjata kimia dan biologis yang selama ini telah dilarang. Secara raaio yuridis, SDI seharusnya dilai
rang dengan tegas dan keras, jika kita tidak bernmkaud un tuk mempersiapkan suatu hari kiamat bagi kita sendiri
me-
lalui penghancuran timbal balik.1^ Tetapi, jika SDI terlalu dibeaar-beaarkan sebagai kepentingan nasional yang harus dlpertahankan, ia akan menemui benturan kepentingan dengan kepentingan internasion al. Akibatnya, efektlfltaa hukum internasional akan terus terancam, sebab tiap negara lebih auka mentaati hukum internaaional jika dengan cara itu menguntungkan kepentingan naaionalnya.1^
Nampaknya, harmoniaaai kepentingan antara
kepentingan naaional dan kepentingan internasional Itu be gitu pentingnya bagi efektifitas hukum internasional sertn bag! perdamaian dunia di bumi dan antariksa.
Harmagedon adalah istilah Alkitab untuk pepe.*< rangan yang mahadahsyat yang menghancurkan aeluruh umat manusia di bumi. Lih,: Wahyu 1 6 :16 , dan,seluruh pasal itu Merrils, op.olt., h, 89. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Selanjutnya, kita tidak dapat memungkiri fakta ada nya 'kompleksitas antara kepentingan militer dan industri. Dalam dua belas sebab terjadinya perang, Walter S. Jones dan Steven J. Rosen memaaukkan kompleks militer dan Industri ini sebagai salah satu sebab peoahnya perang.
147
.Nalar*
siereka past! ada. Negara-negara past! menghendaki kekuatan pertahanan militer mereka bertambah, tapi juga menghendaki i
agar kepentingan ekoiiomi (kesejahteraan) mereka tetap terjaga. Pertahanan militer seperti itu memakan banyak biaya. i
Tapi, pasti kita berpikir, untuk apa memproduksi banyak senjata yang tidak operasional dengan biaya besar* sedangkan masih banyak kebutuhan lain yang perlu biaya ? Karena itu, produksi persenjataan harus memberi keuntungan ekonomi sebagai akibat timbal balik. Dan, perdagangan persenja taan adalah langkah yang terbaik untuk tujuan itu. Supaya senjata-senjata mereka laku, maka dunia akan terus dibuat sebagai ”the never-ending conflicting world”. Y a n g
pa
ling beruntung tentu saja negara-negara yang memproduksi dan memperdagangkan senjata itu. Jadi, bagi saya, ”Ci vis pacem para bellum" itu hanya sebuah slogan untuk mempromosikan perdagangan senjata. Dan, Alan Kreider benar waktu ia mengatakan bahwa perdamaian itu terancam Justru karena "the business of security itself". Pada hal, hukum inter nasional berfungsi untuk mengusahakan perdamaian, dunia.
A
Walter S. Jones and Steven J. Rosen, The Logic of. International Relations. Little, Brown and CoT, Toronto fh. 3S7
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Jika alasan mereka bagi "self-defence" itu benar, maka ki ta tidak lagi memerlukan PBB dan hukum internasional* bab kompleksitas militer dan industri itu akan terus
Se men-
ciptakan konflik-konflik senjata. Dan jika faktanya demii
kian, hukum internasional tentang perdamaian bukan saja tidak efektip, tapi juga malah tidak valid alias tidak da! pat digunakan. Dan jika alasan mereka benar, sebaiknya marilah kita hapuskan saja PBB dan hukum internasional* !
i
(2) Balance of power : damai yang bagaimana ? Para sejarahwan, negarawan dan earjana hubyngan in ternasional sering menyatakan bahwa aatu-satunya jalan un tuk memellhara perdamaian ialah melalul 'balance of power1 1^q ' yang hati-hati. Konotasi 'balance of power' ini tidak saja di bidang kemampuan militer dan 'deterrent', tapi meliputi keseluruhan struktur 'power' dan pengaruh yang
me
ngatur hubungan negara-negara. Selanjutnya, Walter S.Jones dan Staven J. Rosen menyatakan, Balance of power is concerned, therefore, not solely with the ability Os states to threaten their neighbors or dissuade others from planned policies; rather, it encompasses all of the political capabilities of , etetea - coercive and pacific - by which the delicate balance of conflict without war is maintained. 150 Sekalipun 'balance of power* ini merupakan suatu konsep dengan banyak makna, ia tetap dlporcaya sebagai suatu sis tem untuk memellhara perdamaian.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Konsep 'balance of power' setidaknya mempunyai suatu lde dasar yang logls, yaitu jika 'power' dan 'influence' yang dimiliki oleh suatu negara tidak seimbang dengan yang di* i miliki negara lain, salah satu dari keduanya pasti mempu nyai keberanian untuk menyerang atau merugikan yang lain. 'Power asymmetries' dianggap sebagai salah satu sebab tirabulnya perang.1^
Mefoang, ada banyak alasan politis yang
mendasari konsep 'balance of power1 tersebut, tapi saya tidak berurusan banyak dengan masalah politis itu. Yang menarik perhatian saya ialah melihat 'balance of power' t
ini dari segi 'auto-ifriterpretation1 penggunaan ruang ang kasa secara damai. Sebab, konsep 'balance of power' tersebut dapat meluas ke antariksa, termasuk ke orbit geostasi oner. Ide 'balance of power' rupanya telah membawa negara maju lintuk terus meningkatkan semua potensi 'power'-nya, termasuk potensi persenjataan-militernya. Walhasil,
lom
ba senjata (arms race) tidak dapat dihindari. Mereka percaya bahwa memiliki 'a strong nuclear deterrent' yang di terapkan dalam sistem 'balance of power* yang hati-*hati tidak akan mengancam perdamaian, tapi justru menjamin per152 damaian itu. Dengan kata lain, semakin besar kemampuan dua atau lebih pihak untuk dapat saling memusnahkan, sema kin mereka takut untuk saling menyerang. Pemeliharaan per-
151Ibid., h. 364-366. 152Ibld.. h. 320-321.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
damaian secara ini oleh Winston Churchill disebut !balance of terror* dan kemudian dlnamakan kembali sebagai mutual superiority atau,lebih ironis lagi, mutually assured derstruction
Karena mereka saling takut untuk mulai
menyerang, maka terclptalah perdamaian itu. Dengan kata lain, tidak terjadi konflik senjata. Memang -logis. Tatapi bagi saya, itu berarti bahwa damai hanya diartikan sebagai perang yang tertunda ! Dalam konteks efektifitas prinsip "peaceful uses", kita dapat melihat pentingnya peran auto-"interpretation terhadap cara memelihara perdamaian itu sendiri. 'Balance Of power1 dan 'balance of terror1 sebagai auatu konatp perdamaian, selama ini masih berporos pada kepentingan negara-negara maju, terutama kedua negara 'Super Powers'. Di pihak lain, biasanya negara-negara berkembang nampaknya i . i kurang berminat terhadap masalah-masalah persenjataan mo154 dern* apa lagi terhadap bidang keantariksaan. ^ Mungkin j
ini hanya nostalgia masa lalu. Jika dikehendaki agar prin sip "peaceful purposes" tetap efektip, cara pemeliharaan i perdamaian# termasuk yang di antariksa, haruslah ditafsirkan kembali dalam konteks kepentingan yang lebih luas i
de-
i
ngan melibatkan negara-negara berkembang* Dengan demikian, bahaya dari konsep 'balance of power' yang menuntun kepada 'balance of terror' itu dapat dikurangi jika tidak dapat dihapuskan sama sekali.
1^Myres S. McDougal, Harold D. Lasswell and Ivan A. Vlasic, h. 20.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Memang, konaep ’balance of power1 itu tidak saja berurusan dengan masalah militer-persenjataan, tapi juga i
dengan seluruh potensi dan pengaruh yang dimiliki tiap negara. Tapi dalara hubUngan internasional, konsep itu rupanya sekedar sebagai "bumbu penyedap" dalam politik luar negeri tiap negara. Inis L. Claude,Jr. menyatakan, "The trouble with balance of power is not that it has no meanI 4CC ing but that it has many meanings”. Menurut Claude, balance of power dapat diartikan sebagai suatu situasi, suatu kebljaksanaan luar negeri, suatu sistem internasional# atau bahkan hanya sebagai suatu simbol belaka.
156
Dengan
memakai beberapa art! ’balance of power1 yang dikatakan oleh Claude# dapat kita lihat beberapa fakta berikut. Sebagai suatu situasi, tidak dapat disangkali kej
terlibatan Amerika Serikat dan Uni Sovyet dalam konflikkonflik yang terjadi di negara-negara lain, seperti Syria, Israel, Yaman Selatan, Yaman Utara, Somalia dan Vietnam, baik berupa bantuan militer maupun finansial. Keputusankeputusan ekonomi, politik dan militer yang dibuat di Moskow dan Washington dapat mempengaruhi setiap negara, dan dukungan mereka secara nyata atau samar dapat mengubah si t u a s i . j a(jtf telah terjadi disequilibrium situation1.
155 -^Inis L. Claude,Jr., Power and International Re latlons. Random House, New York, 19^2, h, 12, 156Ibid., h. 13-25, 37-39* ^ R o b e r t Woito, To End War.A New Approach to In ternational Conflict, the Pilgrim Press, New York, 1982, h. 265. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Sebagai suatu'’policy1, konsep fbalance of power1 itu telah membuahkan fakta adanya 'balance of terror1 seperti yang sudah disinggung terdahulu. Sebagai suatu sistem internasional, konsep bipolar sekarang sudah jelas telah berakhir dan banyak negara lain, koalisi-koalisl nega ra-negara serta organisasi-organiaaai internasional telah memainkan peranan yang penting dalam hubungftn internasionAJ D
al*
Jepang 'kini telah menjadi kekuatan ekonomi teri besar ketiga dan mungkin akan memiliki 'output1 terbesar per capita sebelum tahun 2000* Karena kekuatan ekonominya, jepang mampu membangun kekuatan militer yang tangguh yang
dapat membuat* perubah&n-perubahan besar dalam politik in ternasional* Cina juga mempunyai pengaruh yang beaar, meskipun perannya pada era post-Mao kurang jelas. Pengaruhnya di Asia dan Afrika dan kemampuannya untuk mempengaruhi negara-negara di kawasan itu telah berusaha mengahalangi ekspanai Soviet, miaalnya yang terjadi di Vietnam, Kamboja dan Afghanistan. Sumber-sumber geopolitik, kesuksesan modernisasi dan penemuan-penemuan energi baru yang dimiliki nya akfin sanggup menjadikannya negara 'super power* sebontar lagi* Masyarakat Ekonomi Eropah, Negara-Negara OPEC, Kesatuan-kesatuan Regional dan kemandirian beberapa negara Eropah Timur terhadap Sovyet pasti telah menciptakan aistam multl-polar dalam hubungan internasional.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Jika konsep 'balance of power1 masih tetap dipakai, maka masalah penggunaan ruang angkasa (termasuk orbit geostasioner) spcara da'mai tidak saja melibatkan Amerika
Se-
rikat dan Uni Sovyet saja, tapi juga negara-negara lain dan kesatuan-kesatuan internasional lain. Selain itu, dii
mens! kepentingannya tidak saja dalam masalah militer-per senjataan, tapi juga dalam masalah-masalah non-millter, seperti kepentingan ekonomi, politik, ilmlah dan lain-lain. Dalam konsep 'balance of power* ini, kita diberi tahu bahwa tidak tercapainya 'balance of power1 ini akan membawa akibat perang# sekalipun bukan satu-satunya. Dalam
ka-
itan ini, tidak tercapainya 'balance of power* antara
ne-
gara-negara maju dan negara-negara berkembang# o.q. nega ra-negara katuliatiwa# sudah menclptakan su&sana, 'policy' dan sistem internasional yang melemahkan dan mengancam perdamaian di ruang angkasa (c.q. orbit geostasioher). Se bagai akibat, prinsip "peaceful purposes" atau "peaceful uses" di orbit geostasioner itu terancam keefektifannya.
(3) Deterrence: mutlak atau relatip ? Masih berkaitan dengan konsep 'self-defence1, telah dikenal pula doktrin 'deterrence',yaitu suatu strategi penangkalan terhadap serangan lawan. SDI atau prakarsa
per-
tahanan strategis { Star Wars ) merupakaft kebijakan deter rence yang dianggap lebih matang#1^
tapi Juga masih.dira-
^ 9 D avi(j m * Abshire# "SDI - The Bath to a More Mature Deterrent”, NATO REVIEW, vol.3?,no.2# April 1985# h. 8. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
gukan mengingat masalah itu masih diperdebatkan dengan 150 adanjra pro-kontra yang masih belum berakhir* J Program SDI ini dilandaai oleh motivasi untuk mulai meninggalkan konsep dan strategi 'mutual assured destruc tion* (MAD) dengan dara meningkatkan kekuatan senjata nuk lir secara kuantitatip maupun kualitatip. MAD selama ini dianggap sebagai cara memelihara perdamaian, atau lebih balk dlkatakan menunda peperangan nuklir* Dilandaai oleh I i suatu dugaan yang dipercayal bahwa perang nuklir suatu saat pasti akan terjadi, SDI telah diusulkan sebagai jawaban atas persoalan tersebut* Hal itu dilakukan dengan anggapan bahwa tidak saja Amefrika Serikat atau Uni Sovyet itu dapat selamat (survive) dari perang nuklir, tapi bahkan perang nuklir itu dapat dimenangkan (winnable)*1^
Selanjutnya,
SDI Itu muncul karena MAD selama ini telah dlragukan keeff&ktifannya, sebab strategi MAD itu bukan saja tidak dapat menjatnln survival dengan mencegah terjadlnya perang nuklir tapi juga tidak memberlkan kemenangan terhadap serangan pertatna Sovyet.
Karena itu, harus ditemukan cara baru
untuk mengatasi masalah itu* Sekallpun SDI dianggap sebagai strategi yang lebih balk, la diakul sebagai cara yang tidak sempurna. Sekalipun dijaerkirakan akan berhasil 99»8 %» SDI berarti masih
J J. Soedjati Djlwandono,"Prakarsa Pertahanan
Strategis atau "Perang Bintang": Apa Yang Dipergunjingkan? Anallsa, Th.XV, No.6, Juni 1986, h*446-450. I51lbid., h. 429-430.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
akan gagal 0,2 %• Jika seribu kepala naklir ditembakkan, masih 0,2 % dari jumlah itu yang akan lolos meledak mengenai saaaraii, tapi tidak terbayangkan apa yang akan terjadi 152 jika nuklir itu berkekuatan ratuaan kiloton TNT ! • Juga, ratuaan nuklir lain ^ang berhasil dilumpuhkan paati akan menimbulkan radiasi dan panas yang dahsyat yang tak ter.hindarkan, sehingga tetap akan mengancam hidup seluruh umat manusia. i
i
Karena ambisi' untuk dapat menang dalam perang nuk-. lir yang dipercayai dapat terjadi, Amerika Serikat dan Uni sovyet paati akan terus meningkatkan kekuatan militer-persenjataan strategisnya untuk mengungguli lawannya. Walha- . i
sil, kendati strategi MAD dikatakan telah ditinggalkan, tidak dapat dipungkiri bahwa justru meningkatkan mutu
de
terrence aecara kuantitatip dan kualitatip akan tetap
me-
majukan 'arms race* di bidang persenjataan atrategis. Dan keadaannya justru kembali aeperti semula ! MAD bukan dihapuakan, tapi justru diperkuat.^^ Deterrence memang nampak lebih baik, setidaknya untuk sementara, tapi hal itu tidak memberikan kaamanan yang bertambah pula; dunia dalam ketakutan yang aama sekalipun aiatem persenjataan aelalui
di*
perbarui.
15gIbid., h. 445-446, ^ P a u l C, Warnke, "The Nuclear Superpower Relation ship : Political and Strategic Implications”, in Wolfram P. Hanrieder, Technology, Strategy & Arms Control. Weat*-. view Press, Colorado, 1 9 8 6 , h, 1 9 , 1^Alan Kreider, op.cit,, 29-31* Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Perang Bintang atau SDI pastl akan melibatkan ribuan aritelit yang berfungsi untuk deteksi, komunikasi, serangan dan lain-lain. Orbit geostasioner-lah yang menjadi tempat yang strategis untuk tujuan itu. SDI juga merupakan > i
i
strategi jangka panjang dan karenanya ancaman perdamaian dl orbit ini akan te?us berkepanjangan. Sementara itu, baik Amerika Serikat maupun Uni Sovyet, keduanya saling
me-
nuduh telah melanggar perjanjian-perjanjian internasional tentang personjataan. Jadl, keduanya memang sama-sama te lah melanggar hukum internasional.1*^
Sslain itu , tidak
ada negara atau kesatuan internasional apapun yang dapat menentang kebijaksanaan SDI kedua negara itu, Hal ini pasti meinpengaruhi bahkan telah merusakkan efektifitas hukum internasional, khususnya prinsip "peaceful purposes"* SDI atau Perang Bintang sebagai strategi deterrence kelihatannya penting dari beberapa segi, tapi dari banyak segi, misalnya segi humaniter, moralitas, yuridis, ekonomi dan politik bahkan dari-segi militer sendiri, ia bukan su atu kebijakan yang mutlak, Sebab, masih banyak alternatip 156 yang lain yang nampaknya lebih bermoral dan masuk akal.
(4) Arms oontrol sebagai suatu alternatip* Dengan banyak alasan, para pendukung 'arms control* dan 'disarmament* menolak ketergantungan terhadap
'deter-
J* Soedjati Djiwandono, op.cit., h. 449. 1^Alan Kreider, op.cit., h. 43-44*
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
rence* dan strategi-strategi yang berkaitan dengan itu un tuk -keamanan. Mereka berargumentasi bahwa *deterrence* telah melibatkan kehendak untuk memusnahkan masyarakat yang lain; auatu hal yang tidak diharapkan oleh aiapa saja* Ada banyak reslko dalam Memanipulasikan ancaman, termasuk
pe
rang karena kalkulasi yang salah, kecelakaan, atau sebagai akibat dari pengaruh1pihak ketiga. Negosiasi-negosiasi mengenai *arma control* tidak menghasilkan apa-apa meskipun telah diusahakan selama 30 tahun, dan *deterrence* adalah salah satu sebabnya. 'Deterrence*, sebaliknya, telah mengaklbatkan ekspansi persenjataan, bukan pembatasan; strate* gi ini juga menyerap banyak aumber ekonomi dan menciptakan kondiei psykologis yang menyulitkan kerja aama antar negara. Selanjutnya, mereka. beranggapan bahwa 'disarmament* , kendati diharapkan, ternyata tidak teroapai* Karena itu, pembatasan-pembatasan persenjataan dengan menentukan ukuran-ukuran tertentu untuk mengurangi persenjataan itu aecara kualitatif dan kuantitatip dianggap perlu untuk kestabilan ’balance of power* dan dengan demlkian dapat memelihara perdamaian. Akibatnya, kalaupun terjadi perang, bahaya yang akan ditimbulkannya dapat dikurangi.^ Usaha *arms control* itu dinyatakan dengan adanya SALT (Strategic
Arms Limitation Talks) pertama tahun 197?
yang telah ditanda-tangani dan SALT II juga telah ditandatangani tahun 1979# meskipun Amerika Serikat tidak merati-
-"Robert Woito, op*cit., h,89-90.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
fikasinya. Perjanjian-perjanjian 'arms control1 yang lain juga telah dicapai dpngan melarang senjata-*senjata tertentu di dasar laut, di antariksa, dan di Antartika. Percobaan-porcobaan nuklir dilarang dilakukan di atmosphir dan di bawah tanah juga dib'at'asi. Negosiasi-negosiasi pelarangan uji-coba dan langkah-langkah *arms control* terus dilaku kan, Ada lima belas lebih persetujuan-persetujuan bilateriC O al den multilateral yang berlaku. Sekarang, meskipun telah banyak perjanjiari dan ne,gosiasi mengenai 'arms control1 dihasilkan, tidak ada pihak yang dapat menjamin bahwa semua perjanjian dan negosiaai itu akan ditaati seperti yang dikehendaki. Pelaksanaan hukum atau 'enforcement* sebagai kelanjutan semua usaha tadi masih tetap menjadi masalah yang pelik. Apakah Amerika Serikat dapat percaya bahwa Uni Sovyet akan mentaati semua perjanjian dan negosiasi yang telah mereka bust, dan bagaimana sebaliknya Uni Sovyet terhadap Amerika Serikat sendiri ? Sebab,kita tahu bahwa sampai kini mereka masih sulit untuk saling percaya dan kecurigaan antara mereka tidak dapat dihilangkan.
Itulah sebabnya* semua cara
pemeliharaan perdamaian melalui hukum itu
juga
tergan-
tung pada masalah moralitas pihak-pihak yang terlibat. Pada bagiah berikut, akan menyoroti masalah moralitas ini*
Soedjati Djiwandono, op.cit.. h. 451.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
c. Beberapa segi moralitas hukum bagi efektifitas prlnsip "peaceful purposes". Meskipun ada pandangan yang mengatakan bahwa hukum intern»sional itu bukan 'hukum moralitas* tidak dapat menyangkal
tentu kita
bahwa moralitas atau kesusilaan
itu tidak dapat dipisahkan dari hukum internasional* Pasti t ;
ada sesuatu di balik hukum internasional, atau hukum apai
pun, tentang moralitas yang mempermasalahkan apa yang se161 harusnya kita lakukan* Tiada hukum tanpa "ethos", artinya tanpa pendapat-pendapat, keyakinan-keyakinan dan nor* 1 6 2 * ma-norma kesusilaan. Meskipun hanya sedikit, nilai-nilai moral itu pasti tercermin dari hukum itu. Sebab, tanpa "ethos" itu segala ketentuan hukum menjadi legalisme* seperti yang dikatakan oleh Verkuyl, Ketetapan hukum barulah dapat berlangeung (awet) dan dihargai (dlakui), jika didorong dan didukung oleh se suatu yang lebih dalam daripada hukum dan undang2 itu sendiri* yakni keyakinan-keyakinan dan kesadaran akan kewajlban kesusilaan terhadap norma2 tertentu ... Ti dak ada satupun lapangan yang memerlukan dasar2 kesu silaan untuk hukum dan undang2 seperti lapangan Hukum Internasional. 163 ’ Setelah langkah-langkah perdamaian diadakan melalui upaya-upaya hukum dan strategi-strategi militer tertentu
^^Misalnya: H.L;A* Hart, op.oit.. h. 161
C.S. Lewis, Mere Christianity. MacMillan Pub.Co. , Inc., New York, 1952, h. 33. J, Verkuyl, op.clt.. h. 269. l63Ibld.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
dibentuk, masalah yang masih tertinggal kemudian dikembalika'n kepada sikap, keputusan dan tindakan negara-negara itu* Sampai tahap ini, aliran postulat lfPacta sunt servani
da" nampaknya mendapat tempat yang terhormat. Alihan ini bermakaud untuk melejiaskan sifat aubyektifitas yang dihasilkan oleh sifat daya ikat hukum Internasional berdasarkan unsur "kehendak" atau "mufakat", dengan mengajukan hii potesk asal atau lebih dikenal dengan nama "norma dasar" (Grundnorm). Norma da'sar itu ialah pacta sunt servanda. sebagai dasar itikad baik (good faith) untuk menghormati dan mentaati hukum perjanjian.1^ Azas ini kemudian dimai j sukkan dalam 'Vienna Convention on the Law of Treaties' 1969 sebagai dasar daya ikat perjanjian-perjanjian inter nasional, seperti yang tersurat pada Artikel 26 : Every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith* (kursip saya) Menurut hemat saya, efektifitas hukum internasional (c*q* prinsip "peaceful purposes") sangat tergantung
pada
asas itikad baik ini. Ada nilai-nilai moral tertentu yang i
harus dibayar jika kita menghendaki agar prinsip "peaceful purposes" itu tetap efektip* Sebab ada prinsip yang mengatakan t Obedientia est legis essentia (ketaatan adalah intisari hukum), .Joseph Raz menyatakan bahwa secara umum tidak ada
^Sam Suhaedi Admawiria, Pengantar Hukum Internaatonal. Alumni, Bandung, 1 9 6 8 , h. 53-
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
kewajiban untuk mentaati hukum, Artinya, kewajiban
untuk
taat. kepada hukum tidak bisa didasarkan pada hukum itu sendiri, tetapi ada sesuatu yang lebih jauh dan dalam dari hukum ifcu sendiri. Karena itu, alaaan prlrna facie untuk mentaati hukum itu di^nggapnya tidak cocok,1^ Harua. ada i alaaan-alaaan tertentu untuk mentaati hukum, aeperti yang dikatakan berikut :
i
I have argue elsewhere that an action is obligatory only if it la reoiiired by a protected reason which does not derive merely from the fact that adherence to it facilitates realization of the agent's goals. 166 (kuraip saya) ( Selanjutnya ia berpendapat bahwa ^rang mentaati 167 i hukum karena : 1) hukum itu mempunyai otoritas yang benar untuk menuntut ketaatan, 2) orang mempunyai alaaan mo ral untuk mentaati peraturan, 3) orang mempunyai "pruden tial reasons" untuk mentaati hukum. Betapa indahnya katakata Joseph Ha2 ini \ kaya akan beruaaha menerapkan pertimbang^n itu untuk masalah perdamaian di orbit geostasioner.
! Hukum memang harua memiliki otoritaa yang benar uni
tuk menuntut ketaatan, misalnya hukum itu harus dapat meni Jamin keadilan bagi aemua pihak yang terikat kepadanya. Di dalam kata-kata yang lain, kita tidak harus mentaati hukum yang tidak adil atau hukum yang tidak bermoral. Ketidak-
Joseph Raz, The Authority of Law. Eaaays on Law and Morality. Oxford Univy, Press, New York, 1979, h.235.
l67Ibid., h. 233-237, 237-242, 242-246. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
taatah terhadap hukum jenis ini, akibatnya, dapat dibenar-
kan d*mi hukum itu aendiri. i ' Dalam konteks maaalah orbit geoatasioner ini, ada latar belakang masalah moralitas yang terairat dari klaimkelompok negara-negara katulistiwa, yaitu maaalah keadilan penggunaan orbit geoatasioner. Seperti yang disinggufig pa da Bab II, terdapat suatu kesenjangan yang dalam antara kemampuan teknologi aritarikaa negara-negara maju dan: nega ra-negara berkembang. Kesenjangan ini beraama-aama dengan i ’ adanya prinsip "first come first serve" sangat memungkin-
kain negara-negara maju tetap mendominir penggunaan orbit geoatasioner. Akibatnya, prinaip "without discrimination of any kind, on a baais equality" dalam Artikel I Space Treaty 1967 itu secara de facto
tidak dapat efektip, Yang
berlaku aementara ini hanyalah prinsip "first come firat serve", yang merupakan refleksi lain dari adagium "siapa kuat dialah yang menang". Tentu aaja. Space Treaty 1967 beserta dengan formula hukum yang lain yang berkaitan de ngan orbit geoatasioner itu, selama masih menganut prinsip "first come first serve" tadi, dipandang tidak mengikat negara-negara katuliatiwa. Alasannya, ada tuntutan keadil an yang belum biaa dijamin oleh hukum internaaional ruang angkasa aekarang ini, setidaknya keadilan dalam arti "pemerataan^. Sudah dikatakan terdahulu, negara akan lebih mudah meubaati hukum internasional jika dengan demikian akan membawa manfaat baginya, Jodi, hukum internasional tidak akan efektip jika tidak dapat menjamin keadilan bagi semua masyarakat internasional. Tiada hukum tanpa keadilan.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Kadang-kadang* hukum internasional tidak dapat mem bawa banyak manfaat bagi masyarakat internasional karena i
suatu1 "kekenyalan" sikap legalisme. Masalah-masalah tertentu, misalnya status hukum orbit geostasioner, sering tidak dapat terjangkau hanya karena terlalu menekankan cara positivisms dalam menangani masalah-masalah hukum. Dari kenyataan ini, hukum internasional kadang-kadang tidak menyelesaikan persoalan, tetapi malah "merepotkan", misal nya karena ketentuan-ketentuan proseduril yang kaku, Saya berbicara masalah utllitas hukum. Yang harus kita ingat, hukum tidak akan efektip,betapapun sempurnanya hukum itu, jika tidak dapat menyelesaikan masalah.^® Untuk memecahkan suatu masalah, terlalu naif jika kita selalu harus menunggu sampai ada hukum positip yang baik yang akan berla ku untuk masalah itu, J.G* Merrills menyatakan bahwA demi tuntutan moral tertentu yang sudah nyata, hukum dapat diabaikan atau disimpangi agar suatu masalah dapat diatasi, asalkan langkah-langkahnya didasarkan pada itikad baik. sehingga tidak merugikan semua pihak,1^ ngan. pendapat. Merrills,
Saya setuju de
dan dalam kaitan dengan orbit
geoatasioner, ketentuan "non-national appropriation." dapat diabaikan jika ketentuan itu hanya untuk mambenarkatt tindakan-tindakan negara-negara maju untuk menguasai aacara de facto sementara itu juga melarang negara-negara .lain melakukan sejenis "appropriation" secara de .jure. Itulah
168J.G. Merrills, op.cit., h, 91. l69Ibid., h. 92.
MIL1E. FBRPUSTAKAAH 'O N ITER SITA S AIRLAH OOA*
Skripsi
ORBIT GEOSTASIONER f l U R A BHENNEY A T f TRIWAHYU A ___ KARTIKA ADI SUMALI DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
sebabnya, atas pertimbangan moral tertentu, kelompok nega ra katuliatiwa menuntut "collective appropriation", suatu gejala yang menyimpang dari yang telah ditetapkan Space i
Treaty 1967. Tetapi,Ikarena penyelesaian berdasarkan alaa an moral itu harua juga diaertai- dengan cara yang mencerininkan itikad baik dan harus menghindari tindakan-tindakan i
yang merugikan hak-hak negara-negara lain yang sah, mereka i ■ < merasa perlu mengajukan formula kompromis. Formula kompro! mis itu adalah tuntutan atas hak-hak berdaulat, bukan lagi kedaulatan, Hak-hak bferdaulat ini meliputi ''preservation rights" yang analog dengan hak-hak negara-negara pantai ataa aona ekonomi ekakluaip (ZEE). Itu pertimbangan yang wajar. Sebab, jika kita menghendaki pihak lain beritikad baik dalam menggunakan orbit geostasioner, tentu kita sen diri harua juga beritikad baik untuk menuntut hak-hak ter tentu ataa orbit itu. Selanjutnya, kelompok negara katuliatiwa menuntut 4sui generis regime* atas orbit geoataaioner karena mereka membutuhkan juga kepaatian hukum. Jadi* *3ui generis re* gime' itu diauaun berdasarkan pertlmbangan moral yang baru dan mengesahkan alaaan-alasan moral itu dalam hukum poaitip. Pertlmbangan moral ataa penggunaan orbit geoataaioner itu bertambah kuat lagi dengan adanya fakta bahwa orbit itu telah dimiliterisasi oleh negara-negara maju, Melihat sifat militerisasi yang aangat membahayakan umat manusia, adalah baiknya jika peraturan-peraturan Space Treaty atau formula hukum ruang angkasa apapun yang mengijinkan mili terisasi orbit geostasioner itu direservaai.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Tentu aaja, penyimpangan hukum seperti itu penerapannya, harus dibatasi* Sebab, hal itu hanya berlaku untuk hal-hal yang diperkeeualikan, dan kita tahu bahwa masalahmasalah yang eksepsional itu tidak selalu terjadi dan ti dak boleh diterapkan untuk semua masalah di "sembarang keadaan", Orbit geostasioner adalah orbit dengan cirirciri yang khusus
dan karena itu harus dikenakan pengecualian.
Pengecualian penyelesaian itu memang perlu dibatasi agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak beritikad baik, Untuk mengatasi "kesewenangan" penerapan prinsip eksepsiohal ini, negoaiasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan dianggap sebagai cara yang bijaksana. Demikian pen170 dapat J,G. Merrills. Jadi, dengan pertimbangan ini, In donesia atau masing-masing anggota kelompok negara
katu-
listiwa dapat mengadakan negoaiasi dengan negara-negara pemakai orbit geostasioner di ataa wilayah negara-negara katulistiwa itu>, Melalui negoaiasi dengan negara-negara atau organisasi-organisaai internasional tertentu, tiap anggota negara-negara katulistiwa itu akan dibawa kepada penyelesaian yang lebih praktis, tanpa harua menunggu suatu keputusan internasional yang pasti mengenai orbit geoataaioner. Bagaimanapun juga, suatu tuntutan yang paling bermoral apapun jika tidak disertai dengan langkah-langkah penyelesai an praktis yang bijaksana akan sia~sia.
I7°lbld., h. 93.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Dari kajian tadi, kita mengerti bahwa hukum dari mo ral itu saling melengkapi. Sebab, apa gunanya memiliki hu kum yang baik tetapi tiap subyek hukum internasional itu tidak audi mentaatinya ? Itulah sebabnya, saya tertarik untuk membahas masalah 'enforcement1 yang saya terjemahkan aecara bebas dengan istilah *pelaksanaan hukum*.
3* Pelaksanaan Hukum Prinsip "Peaceful Purposes" Jika kita menghendaki terwujudnya cita-cita perdamaian di ruang angkasa, khususnya di orbit geoatasioner, kita akan menghadapi benturan antara kewajiban untuk memelihara perdamaian dan mentaati hukum internasional di satu pihak dfln beberapa kesulitan melaksanakan prinsip "peace ful, purposes" karena beberapa pelanggaran, di lain pihak, Masalahnya sekarang, bagaimana jika negara-negara yang me lakukan kegiatan-keglatan di orbit geostasioner itu justru tidak mempunyai itikad baik untuk mentaati perjanjian-perJanjian 'arms control* yang sudah mereka buat.sendiri. Cui
kupkah kita hanya menekankan segi moralitas semata tanpa diiringi oleh tindakan-tindakan praktis untuk melaksanakan semua hukum internasional ? Dapatkah seseorang disebut morails atau ,,pacifist,t dengan menentang segala bentuk perlombaan aenjata dan perang serta penggunaan senjata, teta pi tidak dapat melakukan tindakan-tindakan yang konstruktip untuk mengatasinya ? Mengapa misi perdamaian sering gagal meskipun sudah diusahakan bertahun-tahun ? Mungkin, ini adalah masalah yang paling sulit dijawab kini. Sebab,
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
setelah kita menjelajahi cukup banyak teori —
dan setelah
Anda cukup dibuat lelah dengah membaca tulisan ini -• kita ditantang untuk tnenjawab tantangan yang lebih sulit, yaitu melakeahakan hukum itu sendiri* Saya harap kita tidak akan jatuh ke dalam persoalan berlkut dengan bertanya, "Apakah fJrinaip "peaceful purposes" atau "peaceful uses" itu dapat dilaksanakan ? Sebelum terlanjur, perlu saya membedakan antara peE
laksanaan hukum (enforcement) dengan sanksi* Menurut Reiswan, aankfli adalah teknik-teknik dan atrategi-strategi yang dimaksudkan untuk mendukung ketertiban umum, Sanksi merupakan komponen hukum yang tidak dapat dipiaahkan dari konteks sosio-politik yang menjadi tempat sanksi itu beroperasi. Enforcement (pelaksanaan hukum), di lain pihak, adalah mobilisasi dan penerapan sanksi* Jadi, berbicara mengenai 'enforcement* berarti berbicara tentang bagaimana sanksi itu dapat dilaksanakan, dipaksakan atau dijalankan 171 selanjutnya* Dalam kaitannya dengan Mahkamah Internasi onal, *enforcement' itu berkaitan dengan masalah eksekusi yang sebenarnya merupakan masalah politis. Tugas Mahkamah selesai setelah mengambil keputusan, selanjutnya tindakan eksekusi itu bukanlah kewenangannya.’’^
171
W* Michael Reisman, "Sanction and Enforcement", dalam Cyril E. Black and Richard A. Falk, The Future of Legal Order, vol. Ill, Princenton, New Jersey, 1971, h. 275, 3 0 0 .
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
a. Mekanisme pelaksanaan prinsip "peaceful purposes". Kita tahu bahwa hukum internasional tidak mempunyai lembaga khusus untuk memaksakan hukum tersebut dan Dewan Keamanan PBB bukanlah "poliai internasional". Jika terjadi suatu palanggaran, menurut R*P. Anand, eksekusi atau tin173 dakan memaksakan hukum itu diserahkan kepada :
(1 ) Negara yang berperkara itu sendiri (Asas "Self-Help"). i Negara menolong dirinya sendiri dengan jalan i (a) Melakukan tekknan diplomatik dan ekonomi;
i
(b) Menggunakan kekuatan militernya;
(
(2) Organisaai-organiaasi internasional, seperti : (a) Dewan Keamanan PBB; (b) Majelia Umum PBB; (c) Organ-Organ Khusus PBB; (d) Organisasi-organisasi regional, ■Manakah cara renforcement* yang akan dipakai jika terjadi pelanggaran terhadap prinsip "peaceful purposes" itu ? Saya kira, hal itu tergantung pada pilihan negara masing-masing. Tetapi yarig perlu dicatat, penggunaan meka nisme 'enforcement1 apapun harualah tetap memegang dah mei
matuhi prinsip-prinsip hukum internasional, terutama Piagam PBB. Negara-negara haruglah mencegah untuk melakukan tindakan-tindakan 'enforcement' yang berlebihan. Cara-cara yang dipakai tidaklah boleh dijadikan tujuan, tapi hanya sebagai alat atau aarana agar negara-negara lain mau men-
R .P. Anand, op.cit., h. 276*
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
taati kewajiban-kewajibannya. Sebab, praktek-praktek pernbangkangan itu tidak aaja merugikan negara yang bersangkutah, tapi juga merugikan ketertiban umum dalam masyarakat internasional. Penggunaan kekuatan militer secara sepihak adalah tindakan menyalahi hukum, kecuali untuk *self-defence' seperti yang diatur oleh Artikel 51 Piagam PBB atau karena tindakan 'enforcement1 yang dilakukan oleh organ PBB yang kompeten. Mengingat bahaya digunakan kekuatan militer pada 1
masa ini, dan karena kekuatan militer modern begitu menge'* rlkan, penggunaannya untuk 'self-help* haruslah dibataai, agar tujuan pemeliharaan perdamaian oleh PBB untuk mencegah digunakannya kekuatan senjata dapat direaliair. Untuk menghindari penpgunaan kekuatan militer secara sepihak, usaha 'enforcement* itu perlu diaalurkan lewat Dewan Keamanan PBB. Dewan Keamanan tidak akan begitu aaja bertihdak demi suatu 'enforcement* suatu negara, sebab ia harus mem■1 buktikan adanya fakta yang membahayakan perdamaian, yang merusak perdamaian atau adanya agresi (Artikel 39 Piagam PBB), dan Dewan Keamanan sendiri sering membataai dirinya sendiri oleh faktor pengambilsn suara yang dinamis (Arti~ kel 27). Selanjutnya, Dewan Keamanan tidak boleh bertindak di luar yang sudah diputuskan oleh Mahkamah Internasional (Artikel 29 ayat 2).Meaki peranan Majelia Umum PBB dalam masalah *enforcement* ini tidak jelas dan tidak diatur oleh Piagam PBB, perannya secara politis dan persuaaif sudah nyata. . .
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Organ-organ khuaua PBB berkaitan dengan bidang-bidang yang lebih khusus, dan berdasarkan perjanjian kerjasama dengan PBB organ-organ khusus itu dapat menerima keputusan Mahkamah Internasional. *Enforcement' yang dilakukan sering berupa sanksi pencabutan atau pengurangan hak- , hak tertentu kepada negara pembangkang atau bahkan mengeluarkan negara itu dari keanggotaan. Enforcement melalui organisasi-orgariisasi regional sering diahggap lebih efektip karena negara-negara dalam kawasan regional itu ingln menghindari unsur-iinsur di luar regionalnya, karena sesama anggotanya memiliki pandangan dan kepentingan umum yang berupa dan karena tanggungjawab serta solidaritas regional.
b. Hambatan pelaksanaan prinaip ''peaceful, purposes " dari konsep-konsep perdamaian yang berbeda. Yang menarik perhatian, kesulitan usaha perdamaian di ruang angkasa itu bukan saja karena belum ada konsep yang jeias mengenai "apa itu damai", tapi juga karena negara-negara memiliki konaep-konaep perdamaian yang beraneka ragam. Konsep-konsep tersebut tidak dapat diabaikan s e bagai salah satu kendala usaha perdamaian selama ini.
Ada
baiknya kita menengok ke belakang, melihat sejarah lampau, untuk melihat bagaimana konsep dan cara-cara perdamaian di masa lalu itu dapat mempengaruhi konsep dan cara-cara per damaian pada abad nuklir ini. Kemudian# kita akan mengkaji apakah konBep-konsep perdamaian masa kini dapat menjamin perdamaian di orbit geostasioner. Skripsi
i
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
(1) Greek Balance of Power Selama berabad-abad lamanya Yunani berada dl bawah aistem pemerintahan negara-negara kota. Maslng^maslng gara kot$ itu mengembangkan kekuatan defensif mereka
ne ter
hadap aerangan musuh dengan membangun kubu pertahanan kota yang dikelilingi oleh tembok-tembok, aelain dengan meningkatkan disiplin tentara-tentaranya.Mereka beruaaha independen terhadap negara-^kota yang lain. George H. Queat^r mengatakan bahwa mereka juga memiliki strategi aerupa de ngan "balance of power"*1^..Karena perang-perang*antar ne gara kota, khuausnya perang Peloponneaia antara Athena dan Sparta# independenai Yunani menjadi hancur karena telah ter jadi "mutual destruction*' antara . negara-negara kota 176 itu aendiri. Dan kejayaan negara-kota Yunani berakhir . setelah diserbu oleh angkatan beraenjata Makedonia pada abad keempat sebelum Kriatua.
(2) Pax Roitiana Setelah jatuhnya pemerintahan Yunani, Republik Romawi beruaaha memperaatukan dunia di bawah kekuaaaan mili*ternya. Imperium Romawi mengalami maaa kejayaan selama tiga abad aejak pemerintahan kaiaar Augustus. Masa kejayaan Romawi inilah aering diaebut Pax Romana. yaitu keadaan da-
1^George H. Quester, op.cit*, h. 17. 175Ibid., h. 18-21. 176
Skripsi
The Encyclopedia of Americana, New York# 1977, HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
mai di masa imperium Romawi (pax *= damai).
Karena mewa-
rial konsepsi "philanthropy" dari Yunani, imperium Romawi memberikan kesejahteraan ideal bagi penduduknya, dan mem*
perluas haail-hasil kebudayaannya ke daerah-daerah jajahannya. Dengan filaafat Stoa-nya yang raengajarkan hukum ' . alam, parsaudaraan umat manuals dan kewajiban kelas-kelas masyarakat aerta kewajiban kaisar, telah memberikan sumbangan tak terhingga bagi perdamaian, kesejahteraan dan 178 dan pemerintahan pada jaman Pax Rotnana itu, Ya, keadaan i
damai telah terjadi sekalipun pengertian pax di situ aecara implisit berarti perdamaian yang diperjuangkan dengan 179 ! menggunakan kekuatan militer-persenjataan. Lama-lama* karena pengaruh ideology 'pacifism* dari dunia Kekristenan dan karena cara hidup hedonism©, serdadu^-serdadu Romawi menjadi enggan mengangkat aenjata* Seka lipun mereka tinggal di konsentrasi pertahanan militer, potensi mereka jadi berkurang meski jumlahnya meningkat* Mereka akhirnya kurang mendapat training dan lebih senang hidup sebagai' orang-orang sipil dan biaa bersenang-senang* Persenjataan dan sarana-sarana militer aerta taktik-taktik mereka jadi1tidak lebih unggul dari kaum Barbar yang meft-; jadi musuhnya* Secara praktis, mereka dilucuti. Peradaban
\
177
‘ Tim Dowley et.al*» The History of Christianity, An^ena Books, Lion Pub*, Australia, 1977, h , (->8* 178
K. Saohidananda Murty and A*C. Bouquet, op*clt.*
Chester Browles, op.cit,, h* 307-308* Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Romawi menjadi pudar karena mereka tidak memiliki kekuatan pertahanan militer minimum untuk bertahan hidup.
180
Tapi
hukum Romawi tetap bertahan lama hingga mempengaruhi seja181 rah peradaban Barat. Imperium Romawi digoncangkan’oleh invafli bftngsa Barbar dari Utara dan konaentrasi kekuasaandi Timur (terpecah menjadi dua pada abad ketiga, yaitu Diocletia dan Constantine), expansi Islam di wilayah timur jajahannya juga turut andil, dan imperium itu berakhir aetelah diserbu oleh pasukan-pasukan Goth, Vandal dan Hun dan kalah. Kemudian, Kekristenan menggantikan pengaruhnya dan berhasil mempersatukan dunia kawaaan Laut Tengah di bawah konsepai *Christian Commonwealth1, yang juga dikenal 182 dengan sebutan Pax Ecclesia.
'(3) Pax Ecclesia Pada abad Pertengahan, Kekristenan menjadi peradaban yang menonjol, Berbeda dengan expansi Romawi* Kekris tenan tidak berkembang karena senjata atau kekuatan mili ter, tetapi oleh pemberitaan Injil yang didorong oleh kaaih Ilahi (Agape) dan dibayar dengan darah mereka sendiri. Banyak yang menjadi martir karena misi perdamaian abadi
1®^Robert Srausz-Hupo and Stefan T. Possony, Inter national Relations. McGraw-Hill Book Co.,Inc., New York, 1^50, h. 564-565. 181
Chester Browles, loo»cit.
K. Sachidananda Murty and A.C. Bouquet, loc.cit. The Encyclopedia of Americana, loc.cit.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
yang mereka bawa, dan karena mereka memberitakan bahwa keaelamatan tidak terdapat pada siapapun kecuali di dalam Kristus Yebus Yang mereka percayal sebagai satu-satunya 183 Tuhan dan Juruselamat. Dasar dari konsep ’Christian Commonwealth1,yang merupakah organisms hidup, berasal dari
pandangan Augustine
yang tertuang dalam tulisannya Clvitas Dei, isi pokoknya ■ ialah bahwa negara hanya dapat menjadi bagian dari kpta •
Allah dengan jalan memerintah di bawah gereja. Sebagai stir * 1 atu.lembaga besar yang memiliki klaim universal, hukum kanonika dan pemerintahan hirarchis, Gereja pada waktu itu -
3
sanggup menjadi prinsip nersatuan sepanjang abad pertengah an. Kerajaan-kerajaan Barat, separuh dari Imperium Romawi itu, dapat menerima konsep teraebut. Tapi, sebelah timur imperium itu tidak dapat menerimanya. Uni Sovyet;dan hega-j ra-negara di bawah imperium Byzantiiim tidak dapat menerima adanya hukum di atas hukum negara. Sedangkan negara-negara Eropah Barat dan Imperium Romawi sebelah Barat dapat mene rimanya karena keduanya masih terikat pada konsep hukum 184 Kristen dan Stoa. Karena peraatuan Kerajaah Kristen pada abad pertengahan itu nampaknya kurang kuat, sulit diwujudkan dan ku~ rang mendapat loyalitas* timbullah organisasi sosial baru
lgt Tim Dowley et.al.. op.cit.» h. 68*71. 1®^K. Sachidananda Kurty and A.C. Bouquet, op.cit.. h. ^08-309. Hukum Romawi mengenal Reason* dan.'NaturalLaw' sebagai prinsip hukum tertinggi. Teori kedaulatan Yu nani tidak mengakui supremasi kekuasaan di atas negara.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
\
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
sekitar tahun 65© sampai 1350 Masehi. Ini karena kaum Bar ber yahg telah mengalihkan Imperium Romawi tidak dapat menciptakan kesejahteraan dan karena bangsa Arab telah menguasai negara-negara Laut Tengah, sehingga keduanya mempersempit sirkulasi uang. Kaum Barbar merasa perlu mernbentuk unit-unit pertahanan secara lokal karena tidak mungkin mendirikan satu pemerintahan yang menguaaai semua area. Di dalam keadaan itu, timbulan feudalisme yang menuntun ter185 bentuknya negara-negara kerajaan. i
(4) Fa* Britaftica
*
Sekarang, pada ,abad yang lebih modern, negara Inggria merupakan imperiujn baru,dengan kekuatan armada".iautnya yang besar, menguasai daerah-daerah lain sebagai wila yah jajahannya. Inggris pada abad 19 dapat mengkombinasikan kekuatannya ataa faktor-faktor geografis, ekonomi> mi liter dan situasi-situaai politikj suatu perpaduan yang 186 tidak biasa pada abad-abad sebelumnya. Karena ia terletak di aebuah pulau, ia dapat keluar-masuk kontinen Eropa. 'Strategic outpost * yang dimilikinya : Gibraltar, SemenanJung HaJrapan, Terusan Suez (setelah 1875) dan pulau Malvi nas. Ini menyebabkan ia dapat memberikan komando terhadap lintas laut antar Atlantik dan Lautan Pasifik. Karena mem punyai daerah jajahan yang luas, ia dapat memperoleh bahan
^Charles P. Schleicher, Introduction to International Relations, Prentice-Hall,Inc., New York, 1955# h. 58-6o'#" ’ Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
mentah yang banyak dan ia sendiri dapat menjual hasil-hasil industrinya, Revolusi industri menyebabkan Ingris berkembang sehingga ia dapat memimpin negara-negara dan
ber-
hasil pula membangun perniagaan dan pelabuhan-pelabuhan kapal laut. Itu memberinya 'power' dalam perdagangan dan . keuangan , dan karena itu dapat menjadi elemen utama
bagi
kekuatan militer dan ekonominya. Tapi, itu sernua tidak da pat efektip tanpa disertai kekuatan politik, Dan ia telah 187 ^ berhasil dalam faktor yang terakhir itu# Pax Britanica tidak jauh berbeda dengan Pax Romana, Keduanya merupakan imperium. Imperium Romawi menguasai da188 ratan, sedangkan imperium Xnggris menguasai lautan, Se\
kalipun bekas negara-negara jajahannya telah merdeka, Inggris masih tetap ingin menikmati "nostalgia" kejayaan imperiumnya dengan mendirikan 'British Commonwealth1 atas negara-negara bekas jajahan itu, sehingga pengaruhnya ma sih dapat dirasakan.
(5) Pax1Americana ?
■
Lain Inggris lain Amerika. Setelah Perang Dunia II, dah setelah ia berhasil menjatuhkan bom atom ke atas Hiro shima d$n Nagasaki, Amerika dapat mengakhiri kemelut
Pe
rang Dunia II dengan meninggalkan rasa takut kepada dunia
-|87ibld. 188 George H, Quester, op.cit., h. 86-88, 9?-95* Konsep 'Greek Balance of Power ' dan Imperium Romawi masih menjadi tipe-ideal bagi pengembangan politik Eropah*
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
akan terulangnya musibah bom-atom itu.
Dari situ Ameri-
ka Serikat memulai strategi *balance of power'-nya. Karena bermusuhan dengan Uni Sovyet, keduanya tidak berani saling melakukan agresi? terjadilah detente dan perang dingin dimulai. Kepentingan global Amerika kurang ekstensip dibandingkan imperium Inggris, karena Amerika sendiri tidak memij-iki imperium yang perlu dipertahankan. Setelah Perang Dunia II, kebijakan global Amerika lebih menunjukkan sesuatu yang abstrak dan kualitas ideologis, yaitu kurang mempertahankan kepentingan nasionalnya dari pada suatu ketertiban internasional umum. Pengaruhnya sering dihabiskan untuk membendung invasi komunis, seolah-olah ia menjadikan dirinya sebagai "polisi" terhadap perkembangan komuriisme 190 ' yang sering berkembang secara tak kelihatan. Tentu saja, peningkatan kemampuan persenjataan sei cara kualitatip dan kuantitatip merupakan faktor yang penting dalam konsep Pax Americana ini, lebih-lebih setelah Amerika berhasil menciptakan senjata-senjata nuklir. NATO merupakan perwujudan dari kebijakan ini. Dan ekstensi
ke
kuatan militernya beruaaha mengungguli Uni Sovyet, sampai ke antarikaa juga. Ambisi Amerika ini tercermin dari ucapan mantan Preaiden John P. Kennedy di bawah ini :
1^°Richard Pipes, "How to Cope with the Soviet Threat : A Long-Term Strategy for the West", Commentary. The American Jewish Committee, 1984, h. 13—15•
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
**•• control cade* If the Earth, as in led the seas
of peace will be decided in the next de Soviet control apace, they can control past centuries the nations that control dominated the continents* 191
Karena saling meningkatkan persenjataan masing-masing ('arms race'), keduanya tidak dapat berhadapan secara langsung dalam suatu pertempuran senjata, sebab hal itu dapat dipastikan akan membawa akibat pecahnya perang nuk-i. lir yang dahsyat• Tlmbullah atrategi baru :^mutual assured destruction*(MAD) atau *balance of terror1, sehingga
pe
rang dingin itu semakih meningkat saja. Akibatnya, konflik antara mereka sering justru terjadi di luar wilayah teritorial mereka,. menyusup dalam konflik-konflik antara nega192 ra-negara dunia ketiga* SDI atau Star Wars masih meru pakan kelanjutan dari konsep Fax Americana tadi.
(6) Pax Sovieta ? Sovyet sendiri tidak memakai istilah Pax Sovieta itu, tetapi menggunakan istilah yang lebih populei*, yaitu Peaceful Coexistence (hidup berdampingan secara damai). Di dalam bidang hukum pun, mereka mempunyai *legal system* tersendiri karena anggapan bahwa hukum internasional yang ada sekarang ini adalah produk masyarakat kapitalis, musuh sosialis-komunis. Itulah sebabnya, Sovyet juga mempunyal
Colin S. Gray, op.cit*« h* 1* John P* Holdren, "North-South Issue and East* West Confrontation", The Bulletin of the Atom Scientists* August 1985, Chicago, h. 99-100.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
konsep perdamaian yang berbeda pula, berdasarkan politik 193 *peaceful coexistence* itu sendiri. Apa konsep 'peace ful coexistence* itu ? Menurut penulis Sovyet sendiri, arti prinsip itu ialah :
f Peaceful coexistence implies renunciation of war as a means of settling international disputes, and their solution by negotiation? equality, mutual understanding and trust between countries; consideration for each other's interests; non-interference in internal affairs; recognition of the right of every people to solve all the problems of their country by themselves? strict respect for sovereignty and territorial inte grity of all countries; promotion of economic and cul tural oo-operation oh the basis of complete equality and mutual benefit# 194' '
Prinsip yang indah; tapi apakah memang demikian kenyataannya ? Oliver J. Lissitzyn mengatakan bahwa prinsip itu ha nya merupakan slogan dalam perang ideologi mereka terhadap negara-negara kapitalis. Dikatakan pula, "According.to the *peaceful coexistence* is a principle that applies oniy in I the relation of socialist states within the non-socialist world"* Sedangkan dalam hub‘ungan ant6r negara sosiaiia itu sendiri, mereka memakai 'prinsip yang lebilj tinggi*, yaitu "socialist (or proletarian) internationalism".1^
Konsep
itu digunakan hanya untuk membenarkan kebijaksanaan-kebijakaanaan Sovyet sendiri, sedangkan kenyataannya justru terbalik, Ppinsip itu digunakan sebagai senjata defenalp dan ofensip. Permusuhan abadi dengan Amerika Serikat atau
Bernard A* Ramundo, Peaceful Coexistence, Ihe John Hopkins Press, Baltimore, 19&7, h72572i/*32,1i 11-115. 194
Oliver J. Lissitzyn, op.cit.» h. 65-66.
195 Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
negal*a kapitalis manapun (konsep !clasa struggle1) dan invasinya ke dalam negara-negara dunia ketiga, sehingga kon sep "peaceful coexistence" itu sebenarnya tidak pernah terwujud.^ Dari semua konaepsi perdamaian yang telah dikemukakan tadi, nyatalah bahwa semua konsep tadi masih tidak dai
pat dilepaskan dari penggunaan kekuatan militer-persenjataan atau perang. Pax (damai) dalam konteks pengertian-pengertian tadi sebenarnya hanya mencerminkan interval anta ra perang yang aatu dengan yang lain. Dengan kata lain,
.
damai buatan manuaia itu hanya suatu keadaan tanpa berperang yang diperoleh dengan berperang, dipertahankan dengan berperang dan diakhiri juga dengan berperang; begitu seterusnya. Sekalipun masuk akal juga, tentu hati nurani kita tidak puas karena kita menuntut perdamaian yang lebih dari itu, yaitu damai yang sempuma dan abadi. Damai jenis ini hanya dapat diberikan oleh Allah Khalik langit dan bitmi. Perlu ditambahkan, sekalipun dalam Pax Ecclesia memakai pertimbangan-pertimbangan agama, tapi dalam kenyataannya peradaban Kekristenan saat itu tidak dapat menahan diri dari berperang, yaitu Perang Salib yang dikatakan se bagai perang suci. Konsep Islam tentang perdamaian masih tidak terlepaa dari konsep jihad yang mftlibatkan pengguna197 an senjata*
"^Richard Schultz, "The Role of External Forces in Third World Conflicts", Comparative Strategy, vol.4#no,?, 1983, h. 78-104. Sachidananda Murty & A.C* Bouquet, op.cit. , Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
o* Optlmasl pelaksanaan prinsip "peaceful purposes".
(1) Pentingnya "asas tunggal". i
Kendati ada hambatan dari konsep dan doktrin tiap negara tentang perdamaian, dunia internasional masih mem-_ punyai suatu keyakinan bahwa masalah-masalah dan sengketasengketa internasional dapat diselesaikan secara damai. Prinsip "peaceful purposes" dapat diarahkan kepada usaha i
mewujudkan "Declaration on Principles of International Law concerning Friendly Relations and Cooperation among States in accordance with the Charter of the United Nations", Resolusi Majelis Umum PBB No. 2625 (XXV) tanggal 4 November 1970. Meski ada debat yang cukup gengit terhadap penyusunan ketujuh prinsip itu, Deklarasi ini berguna untuk tidak menambahi atau mengubahprinsip-prinsip perdamaian Piagam 198 PBB, tanpa perduli dengan keraguan akan efektifitasnya. Memang, Deklarasi ini akan efektip jika negara-negara mentaatinya. Tetapi, untuk mewujudkan suatu perdamaian inter nasional pun diperlukah landasan umum prinsip-prinsipnya. Mengapa ? Ada banyak aspirasi politis dan konsep yang bervariasi yang dlpegang oleh negara-negara yang dapat membawakompetisi dan sengketa-sengketa internasional.
Jadi,
i
jika ada suatu landasan umum yang dapat "mendamaikatt" kon*aep-konsep dan aspirasi^aspirasi politik yang beraneka ra-
I.M. Sinclair,"Principles of International Law Concerning Friendly Relations and Cooperation among States", in M.K. Nawaz, Essays on International Law, Sijthoff, Leiden, 1976, h. 137-138*
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
gam Itu, dunia internasional akan dibimbirig (kepada usaha mewujudkan perdamaian internasional yang lebih nyata. Dari pemikiran ini, asas tunggal tentang 'Friendly Relations and Cooperation among States' sangatlah diperlukan. Dalam rangka lierjasama internasional. dalam bidang , keantariksaan, mungkin dapat mulai dipikirkan untuk mengt
adakan suatu "New Outer Space Order" dengan pola pemikiran i ' seperti "New Economic, Order". Dengan konsep ini, diharapi kan bahwa negara-negafra maju dan negara-negara berkembang i
akan saling mengisi d$n membantu. Negara-negara maju yang menguasai teknologi antariksa tidak lagi memonopoli ruang i angkasa untuk memperkaya diri, sementara negara-negara berkembang yang merasa dirugikan terus memprotesnya. Jika tidak demiklan, negara-negara akan tetap berada di dalam situasi konflik* Dan jika situasi konflik telah menguasai siatem internasional, konflik berserijata dan bahkan perang akan mudah meletus. Kita tahu bahwa perang, di pihak lain, dapat dipakai sebagai suatu diplomas! untuk mendapatkan sesuatui Ini yang tidak kita inginkan. Konsep "New Outer Space Order" harus dapat mencegah timbulnya konflik kepen tingan yang berkepanjangan yang bisa tnemh'awa pecahnya pe rang. Diharapkan pula bahwa konsep "New Outer Space Order" ini akan. dapat membentuk sikap dan wawasan baru bahwa di buriii ini negara-negara maju dan negara-negara berkembang telah tinggal bersama-sama. Dunia kita berada dalam suatu siatem. Jika salah satu dari sistem itu yang terganggu , maka seluruh bagian dari sistem itu terganggu pula. Jadi, jika masyarakat internasional mengharapkan perdnmaian in-
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ternaSional akan berlangsung lama, tidak ada satu negara i pun y6ng boleh mementingkan dirinya sendiri. Semua negara i harus merasa bahwa semua mereka senasib tinggal di bumi t
i
ini. Misalnya, jika lapisan ozon menipis karena polusi udara dari berbagai sumber, maka akibat buruknya akan menimpa seluruh umat maiiusia. Sampai di sini, esenai dari filsafat Stoa barangkall perlu didehgungkan kembali,"Kita . . < ini adalah saudara !" ,Dengan "asas tiinggal" dunia internasional harus belajar tnenyelesaikan sengketa-sengketa atau perbedaan-perbedaan kepentingan secara damai. 'Peaceful settlement of disputes1 harus menjadi pedoman we jib. Kendati Piagam PBB mengijinkan penggunaan serijata untuk pertahanan diri dan upaya 'self-help' dalam 'law enforcement', Piagam itu menekankan prinsip penyelesaian secara liasifik atau tanpa menggunakan senjata. Secara .'l^gal ethics', perang atau penggunaan senjata hanya boleh dilakukan sebagai sarana terakhlr setelah cara-cara pasifik tidak berhasil. Dalam kaitan ini, 'prior defense' akan membawa kepada tindakan pertahanan diri secara berlebihan dengan meningkatkan per son jataan* Ini tidak dibenarkan oleh prinsip hukum internasional, sebab pertahanan seperti itu justrti .berarti akan mengancam perdamaian, dan bukan untuk "menjaga perdamaian" seperti alasan Amerika Serikat dan Uni Sovyet, Karena itu, •
kortsep pemeliharaan atau menjaga perdamaian itu harus dikembalikan kepada prinsip
peaceful settlement of disputes
ynng sudah dijadikan sebagai "asas tunggal" ini.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
(2) International Satellites Monitiring Agency (ISMA) i
pentingnya dan beberapa pertimbangan* i Pada Bab III, telah disinggung mengenai ISMA yang merupakan usulan dari' pemerintah Perancis dan didukung oleh pewan Eropah. Pada bagian ini, dalam rangka optlmasl pelaksanaan hukum prinsip 'peaceful purposes', akan dibahas lebih lanJut tentang konsep ISMA ini.
j
ISMA sangat diperlukan saat ini agar semua upaya hukum yang sudah dllakukan untuk perlucutan senjata dan keamanan internasional itu dapat lebih dijaroin efektifitas dan valid!tasnya* Tanpa ISMA ini, mungkin semua perjanjian 1
dan persetujuan tentang persenjataan hanya akan menjadi sebuah impian saja* Jadi, diperlukan tindakan nyata* Mengapa perlu ISMA ? Kenyataan membuktikan bahwa sampai saat ini belum ada suatu lembaga yang khusus bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap benda-benda yang diluneurkan ke ruang angkasa dan kegiatan-kegiatannya. Selama ini, Sekretariat ?BB, dalam rangka kerja 'Registra tion Convention', hanya sebagai lembaga pendaftar sa.la dan tidak mempunyal kewenangan untuk melakukan pengawasan (11hat Artlkel IV 'Registration Convention'), Karena itu, di perlukan suatu lembaga internasional yang khusus yang akan berfungsi sebagai lembaga pengawasan* Kendati sudah pernah diusulkan oleh Perancis dan didukung oleh Dewan Eropah, ada beberapa hal yang perlu dipikirkan lebih lanjut untuk mengkristalisasi usulan,itu (sebagai tambahan pertimbangan yang telah diberikan pada Bab III),
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Maksud ISMA adalah untuk melanjutkan usaha-usaha disarmament, menguatkan keamanan dan kepercayaan internasional. Dalam rangka perlucutan senjata, belum jelas di dalam usul Perancis itu apakah itu dimaksud juga untuk senjata-senjata yang diteropatkan di orbit geostasioner i ' i atau di ruang angkasa pada umumnya. Paragraf 4 dari usulan i Perancis itu memang menyebutkan bahwa satelit-satelit yang termasuk tlpe militer itu mempunyai kemamouan yang tinggi untuk dapat melakukan' observasi, seperti yang dllakukan oleh dua negara < Amerika Serikat dan Uni Sovyet), ISMA di dalam usulan itu dapat dllakukan oleh satelit observasi yang menjadi milik internasional. Proposal Dewan Eropah mengkaitan ISMA dengan adanya latar belakang ekspedisl persenjataan,
Apakah 'disarmament* dan *arms expediture*
pacla kedua proposal itu berkaltan dengan aenjata-senjata dl ruang angkasa atau tidak, di situ masih belum jelas* Herapan kita, ISMA ini, juga akan diaplikasikan terhadap usaha^usaha memonltor Persenjataan antarlkaa beserta dengan kegiatan-kegiatan militer di dalamnya, Agen Ini harus bekerja berdaaarkan tuJuan-tujuan dan prinsip-prinsip Plagam PBB, sesuai dengan kebijakan yang dianut PBB dan sesuai dengan persetujuan-persetujuan internasional yang berkaltan dengan 'disarmament*. Karena harus menglkuti kebijakan 'disarmament* yang dianut PBB, pastilah Agen Ini bekerja sesuai dengan kebijakan 'The Committee of Disarmament*, Tetapi, bisa juga ia bekerja di luar kebijakan Komite itu, mengingat bahwa kata "the poli cy followed by the United Nations" bisa jadi berarti bahwa
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PBB akan mengikuti kebijakan di luar kebijakan Komite teri
sebut^ misalnya menui'ut kebijakan Dewan Keamanan PBB. Yang menarik perhatlan saya adalah melihat ISMA ini dalam kaitan dengan hubungan-hubungan kerja aanrn dengan pihak-pihak lain. Hubungan kerjasama itu misalnya dengan , i atau di dalam sistem brganisasi PBB sendiri, seperti de~ ngan Dewan Keamanan PBB atau mungkin dengan Mahkatrtah Internasional PBB. Agen ini dapat bekerja sama dengan ne gara-negara yang memijiki satellt-satelit observasi, de ngan negara-negara anggotanya dan dengan negara-negara yang dlinvestigaai. Dalam hubungan .dengan Dewan Keamanan, Agen ISMA ini menerima kepercayaan untuk melakukan lnvestlgasi dan menoi
long DAwan itu untuk menjalankan tugasnya seperti yang di atur dfilam pasal 34 PBl3. Dalam rangka ini, Agen ISMA mela kukan inveatigasi terhadap aituasi-situaal yang dapat membawa sengketa dan keresahan Internasional. Agen ini direnoanakan sebagai Agen Khusus PBB yang bersifat universal, punya otonomi kerja dan cara pengambilan keputusan yang bersifat netral. ISMA akan bekerja jika diminta oleh Dewan Keamanan. Dewan aendiri memiliki siatem pengambilan keputusan dengan cata voting. Jika ISMA menerima "order** dari Dewan Keamanan yang diwarnai voting ini (yang biasanya diwarnai oleh sikap politia tertentu), dikuatirkan bahwa kenetralan pengambilan keputusannya sendiri blaa diragukan. i Untuk menghindari ini, barangkali ISMA dapat mengadakan
peiribataaan-pembatasan tertentu, misalnya dengan membuat persetujuan kerjasama dengan Dewan Keamanan, untuk meSkripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ilndungi kenetralanr.ya sendiri. Dalam rangka flaw enforce ment1, baik sakali jika diausun prosedur mekaniame kerja antara DeWan Keamananj PBB dengan ISMA, ISMA juga akan bekerja aetelah ada laporan dari negara-negara anggotanya mengenal altuasi-situasi khusus. Situaai-situasi itu misalnya ada bukti kuat bahwa suatu i
negara telah melanggar peraetujuan dengan negara pelapor, atau memang negara yang dilaporkan itu memang telah mengi
ganggu keamanan negara pelapor* Tapi yang menjadi masalah j
mungkin karena Agen ini aendiri akan memiliki persetujuan mengenai apa yang boleh diinvestigasi dan apa yang tidak boleh. Selain itu, demi menghormati hak-hak berdaulat ne gara-negara , Agen ISMA tidak boleh bertindak menginvestigasi tanpa peraetujuan1 ('consent1) negara yang diinvesti-* gaai. Keaulitannya, bagaimana jika negara yang hendak di investigasi itu tidak memberikan per'setu juannya ? Penolakan untuk memberi persetujuan ini mungkin akan menjadi hambatan yang mengganggu efektlfitas kerja ISMA. Barangkali, penyelesaiannya dilakuljan dengan lebih dulu membuat perJanjian persetujuan dengan negara-negara anggota agar me reka mau diinvestigasi dengan bataaan-batasan tertentu. Tapi, jelas ini tidak jrnudah ! Investigaai terhadap negarai
negara bukan anggota mungkin hanya dengan meminta persetui
i
Juan saja, tanpa adanya perjanjian kerjasama. Dan ini juga mungkin tidak mudah. Selanjutnya, berkaltan dengan pelaporan negara anggota, apakh ISMA akan melakukan lnvestigasi yang dlminta jika negara pemohon ternyata belum melunasi pembayaran iurannya ?
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Selama belum memiliki satelit observasi sendiri, i ISMA dapat memakai jasa negara-negara yang sudah memiliki satelit-satelit jenis ;tersebut;~tentu saja dengan suatu perjanjian kerja sama. Pendirian ISMA memang memerlukan biaya yang cukup besar'. Karena itu, ISMA didirikan dengan . i rencana tiga tahap. Tahap pertama, memiliki pusat pemroi. sesan data yang dipasoic (dusuplai) dari negara-negara yang memiliki satelit-satelit observasi. Kedua, Agen ini harus memiliki stasiun bumi penerima data. Ketiga, Agen harus memiliki sendiri sateljt-satelit obs*vasinya. Masalahnya sekarang, apakah data yang diberikan oleh satelit-satelit observasi milik negara-negara itu dapat dipercayai ke- . akuratannya ? Apakah negara yang memiliki satelit obser vasi itu bersedia memb^rikan data yang dibutuhkan oleh ISMA, apalagi jika investigasinya dimohon dari salah satu negara anggota ISMA yang kebetulan sedang bersengketa de ngan negara pemilik satelit observasi itu ? Memang data atau informasi yang diperoleh itu tidak boleh dipunnkan i lain atau di lujar tujuah tugas ISMA. Tetapi, perlu dipikirkan juga bagaimana caranya agar penyalahgunaan infori masi dapat diketahui. Kemudian, apakah ada sanksi jika1 ! '• i t
i
ISMA tidak dapat itiemperdleh informasi yang benar dari ne gara pemasok data ? Nampaknya# banyak ketentuan yang akan dan harus dibuat antara ISMA sendiri dengan negara-negara anggotanya atau negara-negara pemilik satelit-satelit ob servasi. Masalah keuangan mungkin bisa menjadi hambatan bagi negara-negara anggota yang kurang mampu. Statuta Agen Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ini harus berusaha menghindarkan diskriminasi antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Kewajiban kei
uangan harus diperhitungkan sedemSkian rupa agar tidak I ; akan mernberatkan negara-negara berkembang, sehingga keSempatah untuk menjadi anggota dan'menikmati jasa-jasa ISMA ini tidak lepas begitu saja karena maaalah keuangan i yang menghambat. Jika beban keuangan terlalu mernberatkan negara-negara berkembang, mungkin keanggotaan ISMA akan dlpenuhi oleh negara-negara yang kaya s„aja atau oleh nega* : y ra-negara yang mampu saja. Akibatnya# terjadi diskriminasi keanggotaan dan sistem pengambilan keputusannya nanti ti dak akan netral lagi. Dari pemikiran ini, diharapkan bah wa ISMA akan memberikan beban keuangan yang berbeda antara negara-negara berkembang dan yang sudah maju. Agen ini harus mempunyai formula hukum yang khueua mengatur tentang mekanisme penyelesaian sengketa-sengketa antara Agen ini dengan negara atau negara-negara. Karena Agen ini direncanakan sebagai Agen Khusus PBB, Perancis mengusulk&n agar pengadilan yang akan menanganl sengketasengketa ini adalah pengadilan arbitrase, di luar sistem PBB. Setelah beberapa pertimbangan sederhana tadi, dapat terlihat banyaknya persiapan dan usaha yang diperlukan un tuk mendirikan ISMA. Dalam tahap awal pendiriannya, tentu perlu dipikirkan d*ri mana dana dapat diperoleh. Di mana kantor atau pusat pemrosesan data itu berkedudukan ? Di mana fcempat stasiun buminya ? Negara-negara mana yang akan diajak kerja sama dalam memakai jasi satelit observasinya?
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Selain itu, dapat dilihat batapa banyak perjanjian persetujuari yang harus dibuat dengan negara-negara anggota, de ngan negara-negara atau organisasi intBrnasional yarig me miliki satelit-sateli.t observasi, dengan Dewan Keamanan PBB atau dengan lembaga-lembaga lain, Karena Agen ISMA ini i
harus menghormati hak-hak berdaulat negara-negara, ia juga harus bertindak tidakibertentangan dengan Undang Undang Dasar negara-negara itu. Ini pasti diperlukan survai yang i ^ tidak mudah. Kendati ada bariyak hambatan yang mungkin akan menghadang kemungkinan didirikannya ISMA ini, nampaknya belum ada informasi yang saya terima bahwa ide pendirian ISMA ini sempat ditentang. Sementara ini, dapat saya simpulkan bahwa ISMA merupakan ide yang aangat diperlukan untuk merealisir dan melakukan tindak lanjut setelah diadakan perJanjiart-perjanjian perlucutan senjata. Barangkali, perlu juga dipertimbangkan kemungkinan-kemungkinan. aplikasi ISMA ini untuk pengawasan terhadap aktivitas-aktivitas di orbit geostasioner atau ruang angkasa pada umumnya, misal nya terhadap peluncurah-peluncuran rahasia satelit-satelit militer yang menyalahi perjanJian-perjanjian persenjataan yang ada. Kemudian, ISMA dapat pula diaplikasikan untuk mengobservasi satelit-satelit yang mengganggu atau bahkan merusak satelit-satelit milik negara-negara lain. Sementara ifii, satelit-satelit observasi yang digu nakan adalah tipe satelit-satelit militer, seperti dinyatakan oleh Dewan Eropah. Nah, bagaimana ISMA dapat beker ja netral pada tahap pertamanya ?
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
4 • Beberapa Perspektip bagi Kepentlngan Indonesia dl Orbit i Geoatasioner Pada bagian ini* saya akan mencoba mengkaji masalah Ini dari kerangka pikii* : IPOLEKSOSBUD-HANKAM, aambil
me-
lihat relevanslnya ke dalam dan ke luar negerl Indonesia. Ideologl-Politik merupakan salah satu faktor 1power 199 dalam hubungan internasional. Kita memiliki landasan Ideologl Panoasila dan tJUD 1945 dan doktrln
Wawasan Nu-
santara sebagai wawasan politik kita. Dari kedua hal ini, ada beberapa hal yang saya pikirkan. Pertama.ideologi kita menolak segala bentuk imperlallsme dan penjajahan, terma\
suk di bidang teknologi antariksa, di bumi dan antariksa. Karena itu, predominasi negara-negara "Space Powers" dan negara-negara maju lainnya perlu ditentang keras. Karena itu, doktrin Wawasan Nusantara kita haruslah memiliki sua tu keyaklnan dan konsep bahwa orbit geostasioner termasuk dalam kepanjangan wilayah teritorial dan kelangsungan hi** dup bangsa dan negara Indonesia, Hanya saja, perumusan dokrtin Wawasan Nusantara terhadap orbit geostasioner itu harus ielas konsepnya. aebab selama ini belum ada penjelasan yang pasti dan konkrit tentang apa itu Wawasan Nus antara terhadap orbit geostasioner. Ini adalah tugas para negarawan Indonesia untuk membentuk konsepsi Wawasan Nus~ antara yang jelas terhadap orbit geostasioner.
199
K.J. Holsti, International Politics, PrenticeHall of India Private Limited, Now Delhi, 1977,h.375-376. Holsti memang membedakan antara ideologi dan doktrin* Ke rangka analisanya ini saya. pakai dalam pembahasan ini.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Kedua, kita sudah memiliki konsep tentang Posisi ' a*r Indonesia yang menjadi dasar dan arah bagi p©i-juangan— perjuangan kita di orbit geoataaioner*
Tetapi, kita masih
memerlukan landaaan rasional dan alaaan.pembenar yang kuat bagi kaputusan-keputusan dan perjuangan kita itu. Misalnya* diperlukan landaaan hukum yang kokoh untuk mengklaim segmen-aegmen pada orbit geostasioner dl atas Indonesia* Jika tidak* doktrin Wawasan Nusantara dan Posisi Dasnr Indone sia terhadap orbit geostasioner itu tidak akan efektip, Dl sinilah kita menghadapi tantangan bagi para yuris Indone sia, terutama para sarjana hukum internasional, untuk menJawab masalah lnl* Selain itu, kltu perlu menjawab masalah bagairaana jika terjadi suatu pelanggaran terhadap pemakaian orbit geostasioner* Sudahkah kita memiliki perundangan yang mengatur tentang hal ini ? Setidaknya, kita memerlu*. kan konaepsi prosedural untuk menyelesaikan masalah-masalah itu, Sebab, akan pereuma kita menuntut kedaulatan atau hak-hak berdaulat dl orbit itu kalnu kita sendiri tidak memiliki perundangan yang dapat menlndak aetiap pelanggar an yang kita kategorikan sebagai pelanggaran terhadap ke daulatani atau hak-hak berdaulat itu, Pembentukan hukum naslonal tentang kedirgantaraan ini saya anggap renting ka rena menunggu hasil akhir tentang penyelesaian orbit geo stasioner itu diperklrakan masih lama karena masalah Itu tergantung dari penyelesaian masalah Definition/ Delimita tion of Outer Space, Jadi, kita harus meinakai kesempatan dari segi "temporal” ini agar tidak tarjadi kokoaongan hu~ kum jika kita hendak menlndak tiap pelanggaran atas GSO*
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Ketlga, Indonesia dan kelompok negara katulistiwa yang lain tidak perlu mengubah posisi mereka meskipun ada tantangan dan perlawarian yang berat dari negara-negara ma ju. Yang dibutuhkan adalah menyuaun dan melaksanakan^ strategl diplomasi yang dlnamla bersama dengan kelompok negara* katulistiwa yang lain. Selanjutnya, untuk memperkokoh sikap politis kita bersama dengan semua anggota kelompok ne gara katulistiwa yang lain, kita perlu melakukan pendekatan untuk memperkokoh ijkatan batin dan kerja sama dengan negara-negara atau kesatuan-kesatuan internasional tertentu, misalnya dengan ASEAN, Kelompok 77, Non-Blok, OKI dan lain-lain, asal sepaham dengan perjuangan kita, Di forum nasional sendiri, kita; memerlukan sistim koordinasi yang I i terpadu bagi optimasi beranan lembaga-lembaga nasional I yang berkaltan dengan masalah-masalah kedirgantaraan, mi salnya antara anggota PANTARNAS sendiri.
Masih berkaltan
dengan masalah ini, kita perlu mendaya-gunakan media masa untuk membangkitkan dan menumbuhkan kesadaran masyarakat i
Indonesia akan masalahi-masaloh kedirgantaraan dengan menekankan juga bahwa kita bangsa Indonesia ini memiliki ke pentlngan yang besar juga di antariksa. Sebab, nampaknya masih ada sementara orsng yang agak pesimis dengan menyatakan bahwa masalah kedirgantaraan belwn relevan untuk In* dqnesia pada saat ini. Bagaimanapun ju^a, public opinion adalah salah satu faktor dari power kita yang perlu dlmanfaatkan sebagai sumber morale dalam bubungan internasional saat ini*
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Xeempat,jika alasan-alasan hukum bagi. klaim negaranegara katulistiwa atas orbit geostasioner masih lemah, di i
pihak lain kita dapat menggunakan alasan-alaaan moral dan etis. Misalnya* mendasjarkan tuntutan-tuntutan kita itu pa da felaim agar ditaatinya Deklarasi Hak-IIak Azasi Kanusia, Maksud-Maksud dan Tujuan-Tujuan Piagam PBB, "Declaration of Legal Principles 1963" terutama prinsip "friendly rela tion and cooperative" dan "common interests”. Di forum na~ sional, studi dari segi moral dan etlka berkaitan dengan masalah-masalah kedirgantaraan, terutama masalah-maaalah orbit geostasioner, pei!*lu dikembangkan* Keuntungan dari studi bidang ini ialah karena masalah moral dan etika itu begitu universal, studi ini akan dapat melibatkan banyak pihak dengan disiplin keilmuan yang beraneka ragam, Dalam kerangka kerja ini, para ulama atau rihaniwan,.yang salama i
^*
ini lebih menunjukkan ,,Jceterasingannya,, dari masalah-masalah seperti ini, dapat diikut-sertakan secara aktip* Dengi
an demikian, kita dapat memberikan dimensi peranan yang baru dan terhormat kepada para ulama atau rohaniwan kita untuk turut aktip memikirkan jalon keluar bagi masalah-masalah naaional dan internasional mengenai kedirgantaraan. Akibatnya, cakrawala pahdang mereka juga diperluae. Jadi, yang berperan nanti bukan saja opinio jurist, tapi bahkan menuju kepada konsep Regpubliea litteraria yang merupakan i
integritas intdlektual dan kebenaran —
bukan sekedar ke-
pentingan-kepentingan nasional, rasial, atau agamawi aaja. Sebab, perdamaian dunia internasional memerlukan kehendak umum seluruh masyarakat nasional dan internasional.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Orbit geostasioner merupakan sumber alami yang unik dan terbatas; ia dapat memberikan keuntun&an ekonomis yang besar, Itulah sebabnya!, distribusi "orbital position" menjadi rebutan. Idealnya, jika tuntutan atas kedaulatan kita itu berhasil, sekalipup kita belum dapat mem&nfaatkannya
*
secara efektip untuk saat ini, kita dapat menyewakan "kaplingan-kaplingan" tempat di orbit itu dengan harga tinggi, Misalnya, berapa milya^d rupiah untuk setahun dan berapa rupiah lagi jika dikontrak untuk puluhan tahun ? Jadi, or bit ini bisa merupokan- sumber komoditi yang amat besar, Itu meiriang impian kita. Tapi setidaknya, tuntutan atas ke daulatan atau hak-hsk berdaulat itu akan menyebabkan nega ra-negara lain tidak "seenaknya" menempatkan satelit-satelit atau pesawat-pesawat antariksanya di orbit geostasion er di atas wilayah kita, jika tuntutan-tuntutan itu berha sil. Di samping itu, kita dapat menempatkan lebih banyak satelit kita sendiri di situ, sehingga akan meningkatkan kebutuhan ekonomi kita yang lain. Ini juga impian kita. Tetapl,iriasalahnya : bagaimana ,kita dapat menghimpun modal finanaial untuk itu ? Nah, masalah yang terakhir ini belwn dapat saya pikirkan, Tentu saja dari segl sosial penggunaan orbit geo-' stasioner, misalnya melalui satelit seri Palapa, banyak manfaatnya. Yang lebih terasa adalah dampaknya terhadap sistem komunikaai antar masyarakat Indonesia. Penggunaan satelit Palapa dan "orbital position" di GSO akan dapat meningkatkan kerja sama regional dengan sesame anggota ASEAN, misalnya dalam hal koordinasi peluncuran 3atelit
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
seperti yang pernah diusulkan agar tempat peluncuran satelit^Batelit dl kawasan ASEAN akan dipusatkan di Indonesia, karena Indonesia memang memiliki wilayah yang strategis I untuk itu. Dan masih banyak lagi dampak sosial yang aftan dapat ditimbulkan oleh penggunaan orbit geoataaioner ini. ' Misalnya, karena penggunaan orbit geostasioner, akan timbul kebutuhan-kebutuhan dan keuntungan-keuntungan dl la pangan yang baru ini, terutama di bidang ketenaga-kerjaan. Lapangan baru akan meny; erap tenaga kerja yang baru, Yang diperlukan di sini ialah tenaga-tenaga ahli di bidang yang berkaitan dengan kedirgantaraan. Peningkatan skill ini ti dak dapat dilepaskan dari peningkatan mutu dan sarana pendidikan. Khusus di bidang pendidikan hukum antariksa,
ma-
sih terlalu sedikit pengajar di bidang ini dan mata kuliah. bidang ini masih langka sebab masih diberikan di beberapa jumlah kecil perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Informasi, terutama buku-buku, mengenai hukum antariksa ini bukan aaja masih sedikit dan langka, tap! juga sulit didapatkan (seperti yang say^ alami selama menyusun skripsi ini). Dari kalaupun ada, harga buku-buku itu melangit, Mengirimkan sarjana-sarjana hukum internasional ke luar negeri untuk memperdalam bidang ini rupanya sudah menjadi kebutuhan yang mendesak saat ini. Kebudayaan memang bermakna dan berdimensi luas* dan saya tidak sanggup memikirkan setiap segi budaya itu, Yang menarik p&rhatian saya adalah menyoroti anggapan atau pandangan bangsa Indonesia terhadap bangBa asing, terutama orang-orahg Barat. Sementara orang Indonesia masih mempu-
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
nyai sikap bahwa dirinya se.olah-olah inferior terhadap bangsa asing, terutama dari Barat. Ini dapat memperburuk dan meiemahkan perjuangan bangaa dan negara Indonesia ter hadap masalah-masalah kedirgantaraan, terutama GSO. Rasa InferlOrltas ini saya anggap menghambat karena dapat me** nimbulkan sikap pesimlsme terhadap perjuangan nasionalnya. Pemerintah dan lembaga-lembaga sosial lainnya harus berhati-hati terhadap sikap ini. Adalah tugas mereka penerangan bahwa kita ini memiliki harkat dan martabat yang sama de ngan bangsa-bangsa lain, sekalipun dari beberapa segi teknologi dan keuangan kita agak di bawah mereka. Saya kira, pemerintah dapat memperkenalkan kemajuan-kemajuan teknologi kedirgantaraan kita kepada masyarakat untuk mengurangi sikap inferior ini. Sedapat mungkin, Indonesia tetap mengusahakan program bagi astronot-astronot Indonesia, untuk meningkatkan Image tentang harga diri bangsa Indonesia. Sebab, kebanggaan terhadap budaya sendiri merupakan poteni
si dan pengaruh yang besar dalam hubungan internasional. Pertahanan negara kita meliputi aegenop aapek kehidupan (IPOLFKSOSBUDKAM)* Sebngian besar 3egi itu sudah di* singling di atas. Menurut .penjelasan pasal 30 (^a) UndangUndang No. 20 tahun 198?* tugas penegakan kedoulatan Angkatan Udarft-Republik Indonesia termasuk wilayah udara na sional. Sedangk'an dirgantara mencakup ruang udara dan an tariksa, terrr*asuk orbit geoatasioner, Karena berkaitan de ngan orbit geostasioner yang letaknya tinggi sekali, paati kite merqbutuhkan peralatan atau aenjata yang dapat sampai ke orbit itu dengan cepat, Padahal, teknologi roket den
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
elektrbnik kita masih belum begitu maju seperti yang dimiliki negara-negara maju lainnya. Kita mnmerlukan senjata yang canggih. Tapi, jika kebutuhan ekonomi lebih mendesok dari kebutuhan militer, maka kemajuan teknologi antariksa kits mungkin harua bersabar agar posisi keuangan dan, pem- ■ biayaan n-tidak ikut tergoncang. Tujuan-tujuan 'Security' harus aelalu seimbang dengan 'Prosperity'. Ini yang ingin kita pertahankan. Kemudian, pendidikan kedirgantaraan ke pada semua pngkatan udara saya kira sangat diperlukan jika memang mereka memiliki tugas pertahanan yang berorientasi ke antariksa juga. Maksud dari pemikiran ini bukanlah
me-
langkah untuk ikut dalam perlombaan senjata, tapi setidaknya dibutuhkan kekuatan pertahanan minimum sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan jaman. Eerapa kekuatan senjata yang diperlukan untuk maksud ini tentu tergantung dari pa ra penyusun strategi nasional di bidang keamanan. Masalah keamanan bukan saja berurusan dengan perang tapi juga bahaya-bahaya lain seperti jatuhnya pesawat atau kepingan-kepingan satelit atau benda yang lain dari antarI '' ; iksa. Ada banyak kaaus' yang bisa dihimpun pomerintah sehu~ bungan; dengan jatuhnya atau rusaknya pesawat-pesawatjanta riksa. Karena bahaya radiasi nuklir dan ketidak tahuan masyarakat untuk mengenali "benda langit yang jatuh" ini, diperlukan kerjasama yang baik antara penduduk dan pamong daerah setempat dengan ABRI dan dengan perwakilan rtegara* negara yang diduga selagai pemilik pesawat antariksa yang Jatuh. Dalam tugas kemanusiaan, ABRI kita mungkin perlu mendapat training untuk usaha "rescue" bagi para aatronot. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
.BAB VI
PENUTUP
1• Keslmpulan Orbit geostasioner adalah sumber alami yang terbatas yang harus digunakan secara selmbang antara kepentlngan-kepentingan negara-negara maju penguasa teknologi anta riksa dan negara-negara berkembang yang belum mampu mempunyai
teknologi semacam itu. Status hukum orbit geostasioner dalam hukum kebia-
saan adalah sama dengan status hukum ruang angkasa, yaitu res communis, res communis omnium, res extra commerclum, yang kemudian dipertegas oleh 'Declaration of Legal Prin ciples 1963'* Ini adalah situasi historis sebelum Space Treaty 18 67 . Sesudah Space Treaty 1967, negara-negara ka tulistiwa menolak keberadaan praktek-praktek penggunaan orbit geostasioner deWasa ini. Alasannya, negara-negara maju penguasa teknologi antariksa telah melakukan 'nation al appropriation' secara de facto. Jadi, status hukum res communis dengan kenyataan praktek-praktek sekarang telah ditolak. Menyatakan orbit geostasioner sebagai res pun ti dak dapat dlterlma. Karena itu, orbit geostasioner perlu dimasukkan dalam pengaturan hukum tersendlri; ia harus dimasukkan dalam rejim sul generis, karena telah terjadi kekosongan hukum Internasional positip baginya. Space Treaty 1967 dianggap bukan jawaban akhir bagi masalah-masalah or bit geostasioner. Bersamaan dengan itu pula, mereka
Skripsi
meng-
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
klaim bahwa segmen-segmen orbit geostasioner yang berada di atas wilayah teritorial mereka adalah berada di bawah kedaulatan eksklusip mereka. Tapi, karena perlawanan yang keras dari negara-negara maju, tuntutan itu diperhalaa de ngan mengajukan formula kompromis yang menuntut hak-hak berdaulat yang dianalogkan dengan zona ekonomi eksklusip. Jadi, bukan lagi tuntutan ataa kedaulatan. Sekalipun merei ka telah berhasil mengajukan rancangan mengenai pririsip*i
prinsip yang mengatur orbit geoataaioner, dan diterima dai lam UN Doc. A/ AC.105/ C.2/ L.147 of March 29# 1984# bukan berarti perjuangan mereka telah selesal. Masih diperlukan alasan-alasan hukum yang kuat dan upaya-upaya diplomatlapolitis yang tepat untuk memenagkan tuntutan-tuntutan
me
reka. Karena kelompok negara katulistiwa itu telah menolak status hukum res communis dan karena terjadi kekosonghukum internasional positip yang mengatur orbit itu 'dan tekad kelompok negara ini untuk tidak meratifikasi Space Treaty 1967, segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan dan pelanggaran pemakaian orbit geoataaioner hanya akan tunduk pada konaensus atau negoaiasi kelompok negara ini dengan negara-negara lain yang memakai orbit geostasi oner di ataa wilayah teritorial mereka.
Negoaiasi atau
konsenau8 seperti ini nampaknya lebih dapat menyelesaikan masalah-masalah pra ktis mengenai pemakaian orbit ini. Setelan mengkaji program militer Uni Sovyet dan Amerika Serikat, sebagai contoh, kemudian menganalisa Pia-
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
gam PBK, Artikel XV Space Treaty 1967 dan ABM Treaty 1972, disimpulkan bahwa militerisasi ruang angkasa, termasuk di orbit geostasioner, akan terus berlangsung. Secara yuridis saat i^ii, domiliterisaai ruang angkasa hanya sebaglan, begitu pula demiliterisasi orbit geostasioner. Sekalipun dilarang, secara de facto tidak ada jaminan bahwa negara-ne gara akan mentaati peraturan atau ketentuan demiliterisasi yang tinggal sebagian itu. Sebab, program militer selama ini selalu dllakukan secara rahasia dan terselubung dl antara aktifitas-aktifitas di ruang angkasa yang nampaknya netral. Selain itu, tidak ada suatu lembaga khusus yang akan memeriksa apakah negara-negara pemakai orbit geosta sioner itu melakukan pelanggaran atau tidak. Sementara itu, proposal-proposal TJni Sovyet dan Perancia aerta resolusi-resolusi Kajelis Umum PBB tentang pencegahan perlombaan senjata di antariksa dan tantang de militerisasi penuh itu belum mempunyai daya ikat yuridis dan tidak dapat dipaksakan kepada negara-negara* Selanjutnya, prinsip "peaceful purposes" nampaknya masih sulit dibuktikan dalam kenyataan karena penafsirannya berbeda-beda. Amerika Serikat menafsirkannya
sebagai
"non-aggressive" dan Uni Sovyet menafsirkannya "non-mili tary", Melalui analisa yuridis, kedua penafsiran tadi ti dak sesuai dengan prinsip "friendly and cooperative" dan "common interest of all mankind" karena kedua penafsiran itu hanya dipakai untuk membenarkan tindakan-tindak&n militerisaai oroit geostasioner yang mereka lakukan. dan ha-
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
nya akan menguntungkan mereka aaja. Itulah sebabnya, prin sip "peaceful purposes" tidak akan efektip jika kedua
pe-
nafsiran itu tetap dipakai. Anggapan ini diperkuat dehgan meninjau "kebijakan-kebijakan" militer-persenjataan mereka pada saat ini. Pertimbangan-pertlmbangan mereka mengenai 'self-defence', 'balance of power1 dan 'balance of terror1 kemudian kebijakan 'deterrence1 mereka masih berporos pada perdamaian internasional menurut cara-cara mereka sendiri, karena kebijakan-kebijakan mereka itu dipercayal sebagai cara pemeliharaan perdamaian yang dapat diandalkan.
Pada
hal, seitiua kebijakan mereka itu tidak menghasilkan perubahan yang berarti dalam pemeliharaan perdamaian,
Dunia
internasional menjadi semakin tidak aman dibandingkan
ke-
adaan-keadaan sebelumnya. Karena itu, mereka memakal 'arms control' sebagai konsep dan altematip untuk mengatasl ma salah itu. Dan hasilnya pun terbukti s upaya-upaya itu ti dak menyelesaikan masalah 1 Efektifitas prinsip "peaceful purposes” itu kemudi an digantungkan pada masalah ketaatan negara-negara untuk bertindak sesuai dengan hukum internasional yang berlaku. Moralitas
hukum memang perlu ditekankan. Tetapi, kendati
negara-negara dapat menggunakan sarana-sarana pelaksanaan hukum ('enforcement') yang ada, jangan harap bahwa
akan
mudah mentaati prinsip "peaceful purposes" itu, Konsepkonsep perdamaian yang dipegang negara-negara selama ini masih tidak terlepas dari konsep pax (damai) seperti
di-
lakukan pada masa silam. Artinya, ketaatan kepada prinsip
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
"peaceful purposes" itu, jika dapat, hanya merupakan ketaatan,kepada prinsip perdamaian dalam arti damai yang didapatkan dengan berperang, dipertahankan dengan berperang dan diakhiri dengan berperang. Buktinya, cara^-cara pemeliharaan perdamaian dewasa ini tidak dapat dllepaskan dari penggunaan senjata, Kemudian, melalui "Declaration on Principles of International Law Concerning Friendly Rela tions and Cooperation among States in accordance with the Charter of the United Nations”, Resolusi Majelis Umum PBB No, 2625 (XXV), 4 November 1970, masyarakat internasional ingin menggalang perdamaian internasional berdasarkan sua tu "asas tunggal", "Asas tunggal” ini diharapkan akan
da
pat membawa dunia internasional kepada suatu "New Outer Space Order" yang menggambarkan kerja sama dan saling membantu serta saling mengisi antara negara-negara maju dan negara-Hnegara berkembang, Dengan konsep itu, kedua belah pihak itu diharapkan akan mempunyai sikap senasib
sepe-
nangguftgan, mempunyai kepentingan dalam konteks kebetfsamaan mendiami bumi ini dan dalam menggunakan antariksa, i
De-
ngan "asas tunggal" ini, dunia internasional akan dibim1 bing untuk menekankan cara-cara penyelesaian secara damai i
tanpa kekerasan, Dengan demikian, cara-cara pemellharaan perdamaian dengan menggunakan senjata dapat dikurangl ken dati tidak dapat dlhapuskan sama sekali. Ide pendirian 'International Satellite Monitoring Agency* (ISMA) adalah baik dan memang sangat diperlukan, Sebab, ISMA setidaknya dapat menjadi jawaban atas kebutuhan adanya lembaga pengawasan perluncutan senjata baik di
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
bum! dan»di antariksa yang belum ada sampai aaat ini. Sekretariat Jenderal PbB hanya sebagai lembaga pendaftar benda-benda yang diluncurkan ke antariksa, tapi bukan se bagai lembaga pengawasan terhadap benda-benda itu. Karena berfungsi memantapkan usaha-usaha perlueutan senjata, menguatkan keamanan dan kepercayaan internasional itu, JSMA harus merupakan lembaga yang netral yang mempuftyai otonomi dalam kewenangan dan aistem kerjanya.
Kene-
tralan ini berarti harus dapat membawa aspirasi semua ne gara anggotanya yang meliputi selurun negara di dunia. As pirasi universal ini harus dljamin dalam sistem pengambillan keputuaannya. Sistem pengambilan keputuaannya haruslah dijaga dari pengaruh Dewan Keamanan yang menganut sistem pengambilan keputusan aocara voting (berarti bersifat politis). Sebab, dalam situasi khusus, ISMA dapat bekerja sama dengan Dewan Keamanan ini. Selain berarti 'no voting* itu, kenetralannya harus Juga berarti 'no discrimination1 dalam menerima keanggotaan atau dalam pemberian pelayanan. Sebab, jika pelayanannya digantungkan pada terpenuhinya beban-beoan keuangan, diskriminasi mungkin saja dapat terJadi antara negara-negara maju dan negara-negara berkem bang. Artinya, hanya negara-negara maju atau negara-negara yang punya kekuatan keuangan besar saja yang dapat menikmati pelayanan-pelayanan ISMA. Kenetralannya juga berarti 'no prssure1. Artinya, tidak boleh ada tekanan dari negara-negara yang memberikan jasa satelit-satelit observaainya kepada ISMA.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ISMA belum merupakan suatu usulan dengan konsepsi yang" tuntas. Perancis dan Dewan Eropa merasakan perlunya dlekusl dan konsultasl Internasional lebih lanjut mengenai ISMA. Persiapan-persiapan bagi pendirian ISMA memerlukan biaya yang besar, dan karena cara kerja samanya yang rumit itu, membuat persiapan-persiapan pendirian ISMA tidak mudah* Indonesia sebagai anggota kelompok negara katulis tiwa mempunyai kepentingan yang besar di orbit geostasio ner. Sebab, di atas wilayah teritorialnya terdapat segmen orbit geostasioner yang terpanjang. berdasarkan keadaan ini, dan mengingat perjuangannya bersama-sama dengan nega ra-negara katulistiwa lain* Indonesia patut memikirkan hal-hal yang relevan bagi dirinya sendiri dan ikut mendukung agar perjuangan itu dapat berhasil dengan gemilang. Wawasan ke dalam dan ke luar negeri dibutuhkan untuk tnempersiapakan kesiagaan nasional menghadapi era ruang angka sa beserta dengan perjuangan yang sedang kita hadapi*
2♦ S a r a n Saran saya di sini hanya menambahkan apa yang saya tuangk^n pada Bab IV. Indonesia perlu mengadakan negosiasi dengan negaranegara yang sudah dan yang akan memakai orbit geostasioner di atas wilayah teritorialnya. Ini dapat mengatasi kekosongan hukum Internasional positip orbit ini. Selanjutnya, perlu dlpelajari kemungkinan-kemungkinan kerja sama dengan negara-negara lain atau dengan organisasi-organisasi Skripsi
in-
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ternasional yang berurusan dengan teknologi dan pemanfaatan orbit geostasioner* Indonesia secara pribadi atau berkelompok dengan negara-negara lain perlu mengikuti secara aktip pertemuanpertemuan internasional yang mombahas masalah millterisaai ruang angkasa, dan berani menyatakan pendapat. Indonesia perlu memiliki perlstllahan yang baku I
mengenai pengertian-pengertian kedirgantaraan, karena se lama ini masih dipakal istllah-istilah informal yang
se
ring tidak dimengerti oleh banyak orang* Ini untuk memu* dahkan studi kedirgantaraan berlkutnya* Sampai saat ini, Indonesia belum mempunyai UndangUndang Kedirgantaraa n* Penyusunan Undang-Undang Ini saya anggap perlu direalisir, karena perlunya kejelasan dan ketuntasan hukum terhadap masalah-masalah penggunaan orbit geostasioner dan aktifitas-aktifltas dl ruang angkasa pada umumnya* Dl situ, perlu juga dlrumuskan mengenai langkahlangkah yang akan diambil Indonesia Jika terjadi penyalahgunaan pemakaian orbit geostasioner. Misalnya, badan hukum atau organisasi internasional atau nasional mana yang berwenangjmengurus hal itu, bagaimana sistem peradilannya, bagaimana prosedumya, dan seterusnya. Kemudian, perlu ada perundangan mengenai persenjataan nasional dengan memikirkan tentang sikap Indonesia terhadap perlombaan senjata dewasa inlt keikut sertaannya dalam perundingan-perundingan masalah persenjataan, masalah 'transfer of technology' di bidang persenjataan, pembelian dan penjualan senjata, pembatasan-pembatasan mengenai persenjataan beserta dengan Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
larangaa -larangan terhadap penempatan senjata-senjata atrategis ataupun senjata-senjata maut lainnya di orbit geostasioner dl atas wilayah nasional. Perlunya dipikirkan tentang pendirian ISMA ( Inter national Satellite Monitoring Agency ) bagi kelanjutan usaha-usaha perlucutan senjata, memperkokoh keamanan dan i
kepercayaan internasidnal yang menunjang perdamaian interi
nasional* Dalam kaitari ini, perlu disambut maksud baik pe merintah Perancis dan Dewan Eropah untuk mendiskusikan dan mengadakan konsultasi dengan pinak manapun agar ISMA dapat didirikan. Karena ISMA memerlukan organ yang terdiri dari wakil-wakil dari berb$gai negara di dunia, perlu dipikir kan siapa-siapa yang akan dikirim untuk tugas tersebut* Di pihak lain, ISMA membutuhkan tenaga-tenaga ahli yang se suai dengan tugas dan fungsi teknologi ISMA* Barangkali, Indonesia dapat mengif»im para pakarnya untuk bertugas di Agen Ini* Perlu dipikirkan mengenai keeediaan Indonesia dalam mendukung dana atau penetapan kewajiban iuran* Studi hukum mengenai kerjasama dengan Agen ini perlu dikaji pula dalam fttenyueun konsep-konsep dan take hukum perjanjiannya* Banyak nukum perjanjian internasional masalah-masa lah kedirgantaraan yang belum dikaji kemungkinan peratifikasiannya* Studi seperti ini amat panting pada masa ini, agar kita tidak akan ketinggalan jauh dalam mengikuti dan berperan serta secara aktip di bidang kedirgantaraan* Indonesia perlu terus berjuang dan bekerja sama de ngan negara-negara lain agar orbit geostasioner dan ruang
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
angkasa secara keaeluruhan akan menjadi 'Nuclear Weapons Free' Zone1 (NWFZ). Dengan demikian, kita akan berjuang bersama agar terciptanya dunia yang lebih aman dan damai* Masyarakat Indonesia perlu meningkatkan ketacjwaan kepada Allah agar semua perjuangan nasionalnya demi menciptakan dunia internasional yang lebih baik akan mendapat penyertaanNya* Karena kita telah mengakui Allah sebagai pemberi rahmat kemerdekaan kepada kita, adalah perlu dan wajib bag! kita untuk mengikut-sertakan perananNya di da lam memoangun kemerdekaan itu. 200 Artinya, perjuangan kita bukan semata-mata anthroposentris* tetapi merupakan kebersamaan dengan Dia Yang Mahakuaaa, Yang sanggup menentukan segala langkah dan usaha kita. Sebab, semua berasal dari Dia dan bagiNyalah kemuliaan untuk selama-lamanya* Amin !
Dalam konsep dan pengalaman hidup Kekristenan, Allah bukanlah "Pribadi Yang jaim~dl~ s&na", Yang selalu mendiktekan segala sesuatu atas hidup manusia. Untuk mengubah nasib manusia itu sendiri, Allah tidak "main paksa", tetapi perlu bekerjasama dengan manusia itu* Allah Yang dikenal orang Kristen adalah Allah Yang dapat menyatakan diri, dapat dikenal dan berbicara bukan saja dulu pada jaman nabi-nabi, tapi juga sekarang dan dialami oleh setiap orangJ Allah dulu, kini dan aelamanya tetap sama* Dalam Taurat, dinyatakan bahwa Allah menyatakan DiriNya kepada nabi Musa dan bangsa Israel dalam wujud api, Yang menyatakan Yahweh sebagai nama DiriNya (Keluaran 3i 15). Jadi, mereka mengenai Allah”secara pribadi, secara nyata* Dalam Injil, Allah Yang adalah Firman (Logos) itu menyatakan Diri dalam wujud daging, yaitu manuals Yesus Kristus (Yohanes 1: 1, 14, 18), Yeaus sendiri menyatakan bahwa Ia adalah Yahweh itu (Yohanes 8 : 28-)• Jadi, Yesus Kristus bu kan manusia yang diper-Allah-kan, tapi Ia sendiri Allah* Kekristenan tidak dapat dipahami secara pengenalan kogni* tip, tapi harus bertemu langsung secara pribadi dengan Diri Yesus Kristus.Dan saya sendiri telah bertemu dan bergaul dengan Dia, dan Dia berbicara dengan saya secara nya ta. Yesus Kristus adalah "Immanuel", artinya Allah Yang beserta dengan kita, bukan Allah Yang dibayangkan dan bu kan Allah dalam konsep belaka ! Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
B H U Abdurrasyid, Priyatna, Pengantar Hukum Ruang Angkasa dan "Space Treaty 196711* Bina Clpta, Bandung, 1977* Admawiria, Sam Suhaedi, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 19^6. Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta, 1977. Anand, R.P., Studies in International Adjudication, Vikas Publication^ Delhi, 19 6 9 * Benko, Marietta, Willem de Graff and Gijsbertha C.M. Reijnen, Space Law in United Nations. Martinus Nijhoff, Netherlands, 1972. Bhatt, S. , Studies in Aerospace Law, From Competition to Cooperation, Sterling ]publication7 PVT Ltd.. New Delhi, 1974* Black, Cyril E. and Richard A Falk, The Future of Legal Order, Princeton University Press, New Jersey, 1971. Browles, Cheater, The New Dimensions of Peace* Harper & Brothers Publication, New York, 19 55 , Brownlie, Ian, Principles of International Law, Oxford University Press, New York, 1979. Christol, Carl Q., The Modern International Law of Outer Space, PergamorT Press, New York, 1982. Claude, Inis J., Power and International Relations, Random House, New York, 1962. Csabafi, Imre Anthony, The Concept of State Jurisdiction in International Space Law, Martinus Nljhoff, Nether lands, 1971. Dowley, Tim, et.al., History of Christianity, Anzena Books Lions Publication, London, 1977. Friedman, Wolfgang G., The Changing Structure of Interna tional Law, Vakils, Feffer and Simons PVT LtdT, Bornbay, 1964. ______ , Legal Theory. Columbia University Press, New York, “19577
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Gardner, Richard N, Blueprint for Peace, McGraw Hill Book Co*, New York, 19&7\
Gray, Colin S., American Military Space System, Abt Books, Cambridge, 1982. Hanrieder, Wolfram F., Technology. Strategy and Arms Con* trol, Westview Press, Colorado, 1986.
Hart, H.L.A., The Concept of Law, Oxford University Press, London, 1961. Holsti, K.J., International Politics, Prentice-Hall PVT Ltd., New Delhi, 1977. Jasentuliyana, Nandasiri and Roy K* Lee, Manual on Space Law, Vol. I, Oceana Publication, Inc., New York,1979. Jessup, Philip C, and Howard J. Taubenfeld, Control for Outer Space, Columbia University Press* New York, 1959. Jones, Balter S. and Steven J* Rosen, The Logic of Inter~ Rational Relations. Littla# Brown and Co., Toronto# --------------Kelseft, Hans, Principles of International Law, Holt, Rine hart and Winston Inc., Baltimore, 19^7•
Kusumaadmadja, Mochtar, Pengantar Hukum Internasional, Buku I, Bina Cipta, Bandung, 1982. Lauterpacht, Hers, The Development of International Law by the International Court of Justice. Steven & Sons Ltd London, 1 958 .
Lachs* Manfred, The law of Outer Space, An Experience in Contemporary^ Law-Making, Sljthoff, Leiden, I9*fr2. Lewis, C.S., Mere Christianity, McMillan Publication Co., Inc., New York, 1952,
Lissitzyn, Oliver J., International law Today and Tomorrow Oceana Publication, Inc.,New York, 1955* MacDonald, R. St. J, et.al* t The Structure and Process of International Law : -Essays In^tegalIfrilosophy, Doctrin and Theory. Martinus Niihoff/ Netherlands. 1 . McDougal, Myres S., Harold D. Laswell and Ivan A, Vlasic, law ana Public Order In Space, Yale University Press New York, 1967.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Merrills, J.G., Anatomy of International Law, Sweet fic Max well* London, 1981. Murty, K. Sachidananda and A.C. Bouquet, Studies In the Problems of Peace, Asia Publication Souse, Bombay, T95tn Overstreet, Bonaro, The War Called Peace. W.W. Norton & Co.# Inc., New York, 1961. Plradov, A.S., International Space Law, translated from Russian by Boris Belinsky, Progress Publication, Mos cow, 1979. Quester, George H., Offence and Defense in the Interna tional Systems, John Wiley & Sons, Inc., New York, 1977. Ramundo, Bernard A., Peaceful Coexlstenoe, The John Hop kins Press, Baltimore^ 1967. Rasyidi, Lill, Dasar-Dasar Fllsafat Hukum, Alumni, Bandung 1985. Rftz, Jbseph, 'pie Authority of Law, Essays on law and Mo rality , Oxford- UniversityPress, NevTYork, 1979; 1
Rodee, Carlton Clymer et.al., Introduction fro Political Science. McGraw Hill International Book Co., Tokyo, 1981. Schleicher, Charles P., Introduction to International Re lations , PrAntice-HalY, Inc., New York, 1955. Shuman, Samuel I., Legal Positivism, Wayne State Universi ty Press, DetroTfc, 1 Straus-Hupo, Robert and Stefan T. Possony, International Relations, McGraw-Hill Books Co., Inc., New York,1950 Starke, J. G., Introduction to International Law, Butterworth & Co. Publication, 9th ed.# London, 1984. Stott, John, The Year 2000, London Lectures in Contempora ry Christianity, Marshal Morgan & Scott, London, 1983 Suherman, E., Wilayah Udara dan Wilayah Dlrgantara. Alumni Bandung, 19 6 4 , The Encyclopedia Americana. International Edition, Americana Coorporatlon, New York, 1977. Woito, Robert, To End War, A New Approach to International Conflict, The Pilgrim Press, New-York, 1982.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DOKUMEN Agreement on the Rescue of Astronauts, the Rgturn of As tronauts and the ;Return of Objects Launched into Outer Space, April 22, 1968 (disingkat :Rescu® Agree ment 1968). Charter of the United Nations 1945*
Convention on International Liability for Damage Caused by Space Objects, March 28, 1972 (disingkat : Liabi lity Convention 1972). Convention Relating to the Distribution of Programme-Car rying Signals Transmitted by Satellite, May 21, 1974 (disingkat : Distribution Convention 1974). Convention concerning the Registration of Objects Launched into Space for Exploration or Use Outer Space, 1975 (disingkat : Registration Convention 1975). Conclusion of a Treaty on the Prohibition of the Station ing of Weapons of Any Kind in Outer Space, UN Doc. A/ 36 A/ 37/ 669, December 6, 1982. (Proposal Uni Sovyet). Declaration of Legal Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use Outer Soace, December 13, 1963, UNGA Resolution 1962 (XVIII) (disingkat : Declaration of Legal Principles 1963) Declaration on Principles of International Law concerning Friendly Relations and Cooperation among States in accordance with the Carter of United Nations, UNGA Res. 2625 (XXV), November 4, 1970. Declaration of the Fitfst Meeting of Equatorial Countries, November 29, 1976 (dikenal: Bogota Declaration 1976). Draft Treaty Relating to the Moon, UN Doc. A/ AC.1 O5 / 196, Annex.I,April 11, 1977 (Moon Treaty 1977). Draft Principles on Direct Television Broadcasting, UN Doc. A/ AC.105/ 215, Annex II, April 13, 1978* Draft Principles Relating to Remote Sensing of the Earth from Space, UN Doc. A/ AC.105/ 218, Annex III, April 13, 1978. Draft General Principles Governing the Geostationary Orbit UN Doc. A/ AC.105/ C.2/ L.147, March 19, 1984. International Telecommunication Convention, Malaga-Toremolinas, 1973 (ITU Convention 1973). _ ----- ---
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Laporan Delagasi Republik Indonesia ke Sidang ke-23 SubKomite Hukum PBB tentang Penggunaan Angkasa Luar un tuk Maksud-Maksud Damal, Jenewa# 19 Maret - 16 April 13# 1978. LAPAN, MT 8304, Memorandum Teknlk, Juli 1983* Memorandum from the French Government Concerning an Inter national Satellite Monitoring Agency, UN Doc. A/S-10/ AC.1/ 7# June 1, 1978. Proposal of ParliamentaryAssembly of the Council of Europe for an International Satellite Monitoring Agency, Recommendation 957 (1983), January 24, 1983* Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space Including the Moon and Celestial Bodies, January 23# 1967 j (dikenal : Space Treaty 1967) I Treaty Between the United States of America and Union of Soviet Socialist Republios on the Limitation of AntiBallistic Missile System October 3# 1972 (dikenal : ABM Treaty 1972 ). Treaty on the Prohibition of the Use of Force in Outer Space and from Space Against the Earth, UN Doc. A/38/ 194# August 23 t 1983 (dikenal : Proposal Urii Soviet II# 23 Agustus 1983).
J O U R N A L American Journal of International Law, vol.76, no*1, January 1~§$27 : ______ vol. 71# no. % July 1979* Comparative Strategy. Vol. 4# no. 2, 1983. Foreign!Affairs. Winter 1984/85, 1984* Journal of Space Law, vol. 11, no. 1 & 2, 1983* ______ » vol. 12, no, 1f 1984. Law and State* vol 16. .
vol. 22. . vol. 25.
NATO Review, vol. 32, no. 2, April 1985* Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Netherlands International U w Review, vol.XXVI, issue 1, 1979. Policy Review# tanggal tak diketahui, 1984. Strategic Review. Fall 1984.
S I HP 0 S I U M International Cooperation in Space, A Symposium held in New York by U.S. Senate, 1971. The First 25 Years in Space, proceedings of a symposium Held in October 14* "~1902 e.t the National Academy of Sciences and Sponsored by the Academy and the Nation al Air and Space Museum, Smithsonian Inst., 1983.
T H E S I S Reijnen, Gijsbertha Cornelia Maria# Legal Aspect of Outer Space, Drukkerij Elinkwijk, Utrecht, 1975. '
PAPER & MAKALAH Abdurrasyid, Priyatna, "Beberapa Aspek Hukum Orbit Geostasibner", paper, Sekmenkor Pfclkam RI, Jakarta, 1983. . “Perkembangan Militerisasi Ruang Angkasa", maka-. lafe, LEMHANAS, 17 Mei, 1984. Dinas Hukum TNI Angkatan Udara, "Suatu Tinjauan mengenai MaSalah GSO”, paper, Jakarta, 1983* Salatun, J., "Pemanfaatan Teknologi Antariksa untuk Pembangunan Ekonomi dan Pertahanan Keamanan Nasional,f, paper, LAPAN, Jakarta, ed. 10 Nopember 1973* Sudradjat, Ruman, "Hukum Dirgantara", paper, PUSDIGAN . LAPAN, Jakarta, Februari, 1983. Sunaryo, R.# "Ruang Angkasa, Permasalahannya dan Pemanfa* • atannya", paper, LAPAN, Jakarta, 1980.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
M A J A L A H Analisa, Thn. XV, no. 6, Juni 1986.: Asia-Pacific Befence Forum, vol. 10, issue 1, Summer 1985* Commentary, American Jewish Committee, August 1984* Midstream, February 1984. 0 r b 1 s, Winter 1984. S ‘Q c 1 e t y , vol.21, no. 2, January/February 19®4*
T e m p o , no, 28, tfrn. XV, 7 September 1985* U S A Today, September 1987. Washington Quarterly, vol. 9# no. 3, Summer 1986.
B U L E T I N The Bulletin of Atom Scientists, August 1985.
SURAT.KABAR Kompas. 4 November 1985. Moscow News, no, 34 (3230), Sunday, August 24* 1986, Vital^Speeches of the Day, City News Pub. Co., California September 1986.
BOOKLET & BROSUR Weinberger, Caspar W. dan George Shultz, Program Pertahanan Strategls Soviet, booklet, diterjemahkan oleh USIS Jakarta, November 1985* Whence the Threat to. Peace,Military Publication House, Moscow, 1984.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
F ig u re 1 S a te llite o rb it a r o u n d th e E a r th , w ith th e E a r th itse lf r o ta tin g E a s t w a r d u n d e r n e a th th e o rb it a b o u t its p o l a r a x is; a , b , c, d a n d e s h o w p o s itio n s o f th e E a r th at a p p r o x im a te ly fiv e - h o u r in te rv als.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Figure2 S a te llite g r o u n d tr a c k a c r o s s th e E a r t h ’s s u r f a c e f o r o n e o r b it a l r e v o lu tio n .
F ig u re 3 N e tw o r k o f g ro u n d tra c k s fo r fifteen c o n se c u tiv e o rb its o f a sate llite d e sc rib e d d u r i n g o n e d a y . A s a r e s u l t o f t h e E a r t h ’s r o t a t i o n , e a c h s u b s e q u e n t g r o u n d t r a c k is s h ift e d a p p r o x i m a t e l y 2 4 d e g r e e s t o t h e W e s t w ith r e s p e c t t o th e p r e v i* o u s one.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
I. T R E A T Y O N P R I N C I P L E S G O V E R N I N G T H E A C T I V I T I E S O P S T A T E S IN T H U E X P L O R A T IO N A N D U S E O F O U T E R S P A C E . IN C L U D IN G T H E M O O N A N D O T H E R C E L E S T IA L B O D IE S .*
T H E S T A T E S P A R T IE S T O T H IS T R E A T Y , IN S P IR E D b y th e g r e a t p r o s p e c ts o p e n in g u p b e fo re m a n k in d a s a r e * s u it o f m a n 's e n tr y in to o u t e r s p a c e ,
i
R E C O G N I Z I N G th e c o m m o n in t e r e s t o f a ll m a n k in d in th e p r o g r e s s o f th e e x p lo ra tio n an d u se o f o u te r s p a c e fo r p e ace fu l p u r p o se s , B E L IE V IN G th at th e e x p lo ra tio n an d u se
of o u ter sp ace
sh o u ld b e
c a r r ie d on fo r th e b en e fit o f a ll p e o p le s ir r e s p e c tiv e o f th e d e g r e e o f th e ir e c o n o m ic o r sc ie n tific d e v e lo p m e n t,
1 D E S I R I N G t o c o n t r ib u t e to b r o a d in t e r n a t io n a l c o r p o r a t i o n in t h e s c i e n tific a s w ell a s th e le g a l a s p e c ts o f th e e x p lo ratio n an d s p a c e fo r p eac efu l p u rp o se s,
use
of ou ter
B E L IE V IN G th a t su c h c o - o p e r a tio n w ill co n trib u te to th e d e v e lo p m e n t o f m u tu a l u n d e rsta n d in g an d to th e stre n g th e n in g o f fr ie n d ly r e la tio n s b e tw een S ta te s an d p e o p le s,
1 1
R E C A L L I N G r e so lu tio n 196 2 (X V III), e n title d " D e c la r a t io n
of Legal
P r in c i p le s C o v e m i n g th e A c t iv it ie s o f S t a t e s in d ie E x p lo r a t i o n a n d O u t e r S p a c e " , w h ich w a s a d o p te d u n a n im o u sly b y G e n e r a l A s s e m b ly on 13 D e c e m b e r 1963 .
U se of
th e U n ite d N a tio n s
R E C A L L I N G r e s o lu t io n 1 8 8 4 (X V I1 1 ), c a llin g u p o n 'S L a te s to r e f r a i n f r o m p la c in g in o r b it a r o u n d th e e a r th a n y o b je c ts c a r r y i n g n u c l e a r w e a p o n s o r a n y o th e r k in d s o f w e a p o n s o f m a s s d e stru c tio n o r fr o m in sta llin g s u c h w e a p o n s on c e le s t ia l b o d ie s , w h ich w a s a d o p te d u n a n im o u s ly b y th e U n ite d N a t io n s G e n e r a l A s s e m b l y o n 17 O c to b e r 1 9 6 3 . T A K IN G A C C O U N T o f th e U n ite d N a tio n s G e n e r a l A s s e m b ly r e s o l u tio n 1 1 0 (JJ) o f 3 N o v e m b e r 1 9 4 7 , w h ich c o n d e m n e d p r o p a g a n d a d e s ig n e d o r lik e ly to p ro v o k e o r e n c o u r a g e an y th re a t to th e p e a c e , b r e a c h
o f d ie
p e a c e o r a c t o f a g g r e s s io n , an d c o n sid e r in g th at th e a fo re m e n tio n e d r e s o lu tio n i s a p p lic a b le to o u te r s p a c e ,
• T e x t r e p r o d u c e d fr o m U n ite d N a tio n s T r e a t v S c r i e s
Skripsi
6 1 0 :2 0 6 (1 9 6 7 )
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
C O N V IN C E !) th at a T r e a ty on P rin c ip le s G o v e rn in g th e A c tiv itie s o f S t a t e s in th e K x p lo r a tio n a n d U s e o f O u te r S p a c e , in c lu d in g th e M o o n a n d O th e r C e l e s t i a l B o d ie s , w ill fu r th e r th e P u r p o s e s a n d P r in c ip le s o f th e C h a r t e r o f th e U n ite d N a tio n s, H A V E A G R E E D O N T H E F O L L O W IN G :
A rtic le I T h e e x p lo ra tio n an d u se o f o u te r s p a c e , in clu d in g th e m o o n an d o th e r c e l e s t i a l b o d i e s , s h a ll b e c a r r i e d o u t f o r th e b e n e fit a n d in th e i n t e r e s t s o f a ll c o u n tr ie s, ir r e s p e c tiv e o f th e ir d e g re e o f e c o n o m ic o r sc ie n tific d e v e l o p m e n t, an d s h a ll b e th e p ro v in c e o f a ll m a n k in d . '
‘
i
O u te r s p a c e , in c lu d in g th e m o o n an d o th e r c e le s t ia l b o d ie s , s h a ll b e f r e e f o r e x p lo r a t io n a n d u s e b y a ll S t a t e s w ith o u t d isc rim in a tio n o f an y k in d , o n a b a s i s o f e q u a lit y a n d in a c c o r d a n c e w ith in t e r n a t io n a l la w , a n d th e r e s h a ll b e fr e e a c c e s s to a ll a r e a s o f c e le s tia l b o d ie s .
i T h e r e sh a ll b e fre e d o m
o f sc ie n tific in v e stig a tio n
clu d in g th e m o o n an d o th e r c e le stia l b o d ie s, an d S ta te s
in o u te r s p a c e , i n sh a ll' fa c ilita te
a n d e n c o u r a g e in t e r n a t io n a l c o - o p e r a t io n in s u c h in v e s t i g a t i o n .
A r t i c l e II O u te r s p a c e , in c lu d in g th e m o o n an d o th e r c e le s t ia l b o d ie s, is not s u b je c t to n a tio n a l a p p ro p ria tio n b y c la im o f s o v e r e ig n ty , b y m e a n s o f u se o r o c c u p a tio n , o r b y an y o th er m e a n s .
*•* i
A r t i c l e III S t a t e s f t m i c s to th e T r e a ty s h a ll c a r r y o n a c tiv itie s in th e e x p lo r a tio n a n d u s e o f o u t e r s p a c e , in c lu d in g th e m o o n a n d o th e r c e le s t ia l b o d ie s , in a c c o r d a n c e w ith in te r n a tio n a l la w , in c lu d in g th e C h a r t e r of th e U n ite d N a t i o n s , in t h e i n t e r e s t o f m a i n t a i n i n g i n t e r n a t i o n a l p e a c e a n d s e c u r i t y a n d p r o m o tin g in te r n a tio n a l c o - o p e ra tio n an d u n d e r sta n d in g .'
A r t ic le IV S t a t e s P a r t i e s to d ie T r e a t y u n d e r ta k e n o t to p l a c e in o r b it a r o u n d th e e a r th a n y o b je c t s c a r r y in g n u c le a r w e a p o n s o r a n y o th e r k in d s o f w e a p o n s o f m a s s d e str u c tio n , in sta ll su c h w ea p o n s on c e le s tia l b o d ie s , o r statio n such
Skripsi
w e a p o n s in o u t e r s p a c e in a n y o t h e r m a n n e r .
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
T h e m o o n an d o th e r c e le s tia l b o d ie s sh all b e u se d b y a ll S ta te s P a rtie s to th e T r e a ty e x c lu siv e ly fo r p e a c e fu l p u r p o s e s . T h e e sta b lish m e n t o f m il ita r y b a s e s , in sta lla tio n s an d fo rtific a tio n s, th e te stin g o f an y ty p e o f w e a p o n s an d th e co n d u ct o f m ilita ry m a n o e u v re s on c e le stia l b o d ie s sh a ll b e f o r b i d d e n . T h e use of m ilitary personnel fo r scien tific r e s e a r c h o r / o r an y o th e r p e a c e fu l p u rp o se s sh a ll not b e p ro h ib ite d . T h e u se o f an y e q u ip m e n t o r fa c ility n e c e s s a r y fo r p e a c e fu l e x p lo ra tio n o f th e m o o n an d o th e r c e le stia l b o d ie s sh a ll a lso not b e p ro h ib ite d .
A rtic le V S t a t e s P a r tie s to th e T r e a t y s h a ll r e g a r d a s tr o n a u t s a s e n v o y s o f m a n k in d in o u t e r s p a c e a n d s h a l l r e n d e r t o t h e m a ll p o s s i b l e a s s i s t a n c e In th e e v e n t o f a c c id e n t, d i s t r e s s , o r e m e r g e n c y la n d in g on th e t e r r it o r y o f a n o th e r S ta te P a rty o r on th e h ig h s e a s .
W hen a stro n a u ts m a k e su ch a ,
la n d in g , th e y s h a ll b e s a fe ly an d p ro m p tly re tu rn e d to th e S ta te o f r e g i s tr y o f th e ir sp a c e v e h ic le . In c a r r y i n g o n a c t iv it ie s in o u t e r s p a c e a n d o n c e l e s t i a l b o d i e s , th e a stro n a u ts o f on e State P arty sh a ll re n d e r a ll p o ssib le a s s is ta n c e to th e a stro n a u ts o f o th er S tates P a rtie s. i
S ta te s P a rtie s
to th e T r e a t y s h a ll im m e d ia te ly in fo r m th e o th e r S t a t e s
P a r t ie s to th e T r e a ty o r th e S e c r e t a r y - G e n e r a l o f th e U n ite d N a tio n s o f a n y p h e n o m e n a th e y d is c o v e r in o u te r s p a c e , in c lu d in g th e m o o n a n d o th e r c e le s t ia l b o d i e s , w h ich c o u ld c o n stitu te a d a n g e r to th e life o r h e a lth o f a s tro n au ts .
A rtic le V I
n b o a
S ta te s P a r tie s to d ie T r e a t y s h a ll b e a r in te rn a tio n a l r e sp o n s ib ility fo r a t i o n a l a c t i v i t i e s in o u t e r s p a c e , in c lu d i n g t h e m o o n a n d o t h e r c e l e s t i a l o d ie s, w h eth er su ch a c tiv itie s a r e c a rrie d on b y g o v e rn m e n tal a g e n c ie s r b y n o n -g o v e rn m e n ta l e n titie s, an d fo r a s s u r in g th at n atio n al a c tiv itie s r e c a r r i e d o u t in c o n fo r m it y w ith th e p r o v i s i o n s s e t fo r t h in th e p r e s e n t
T reaty .
T h e a c t iv it ie s o f n o n - g o v e r n m e n t a l e n t it ie s in o u t e r s p a c e , i n
c lu d in g th e m o o n an d o th e r c e le stia l b o d ie s, sh a ll re q u ire a u th o riz a tio n a n d co n tin u in g su p e r v isio n b y th e a p p r o p r ia te S ta te P a rty to th e T r e a t y . W h e n a c t i v i t i e s a r e c a r r i e d on in o u t e r s p a c e , in c lu d in g th e m o o n a n d o th e r c e le s tia l b o d ie s, by an in te rn atio n al o rg a n iz a tio n , r e sp o n s ib ility fo r c o m p lia n c e w ith th is T r e a t y s h a ll b e b o r n e b oth b y th e in te r n a tio n a l o r g a n iz atio n
a n d b y th e S t a t e s P a r t ie s to th e T r e a t y p a r t ic ip a t in g in s u c h
o rg a n iz atio n .
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
E a c h S ta te P a r ty to th e T r e a t y th at la u n c h e s o r p r o c u r e s th e la u n c h in g o f a n o b jc c t in to o u t e r s p a c e , in c lu d in g th e m o o n a n d o th e r c e le s t ia l b o d i e s , a n d e a c h S ta te P a rty fr o m w h o se te r r ito r y o r fa c ility an o b jc c t is la u n c h e d , i s in te r n a t io n a lly lia b le fo r d a m a g e to a n o th e r S ta te P a r ty to th e T r e a t y o r to it s n a tu r a l o r ju r id ic a l p e r so n s b y su c h o b jc c t o r its co m p o n en t p a r ts on t h e E a r t h , in a i r s p a c e o r in o u t e r s p a c e , in c lu d in g th e m o o n a n d o t h e r c e le stia l b o d ie s.
A r t i c l e V III A S t a t e P a r ty to th e T r e a t y o n w h o se r e g i s t r y a n o b je c t la u n c h e d in to o u t e r sp a c e ' is c a r r ie d s h a ll re ta in ju r isd ic tio n an d c o n tro l o v e r su c h o b j e c t , a n d o v e r a n y p e r s o n n e l t h e r e o f , w h ile in o u t e r s p a c e o r o n a c e l e s * tia lb o d y .
O w n e rsh ip o f o b je c ts lau n c h e d
in to o u te r s p a c e ,
in clu d in g
j
o b je c ts la n d e d o r c o n stru c te d on a c e le stia l b o d y , an d o f th e ir co m p o n en t p a r t s , i s n o t a f f e c t e d b y t h e i r p r e s e n c e in o u t e r s p a c e b o d y o r b y th e ir r e tu r n to th e E a r th .
o r on a c e le stia l
S u ch o b je c ts o r co m p o n en t p a rts
fo u n d b ey o n d th e lim its o f th e S tate P arty to th e T r e a ty on w h o se
re g istry
t h e y a r e c a r r i e d s h a ll b e r e tu r n e d to th a t S t a t e P a r t y , w h ich s h a ll, u p o n r e q u e s t , fu rn ish id e n tify in g d ata p r io r to th e ir r e tu r n .
A r t i c l e DC , In th e e x p lo r a tio n an d u s e o f o u te r s p a c e , in clu d in g th e m o o n a n d o th e r c e l e s t i a l b o d ie s , S t a t e s P a r tie s to th e T r e a t y s h a ll b e g u id ed b y th e p r in c ip le o f c o -o p e ra tio n an d m u tu al a s sis ta n c e an d sh all con du ct a ll th e ir a c t i v i t i e s in o u t e r s p a c e , in c lu d in g th e m o o n a n d o th e r c e l e s t i a l b o d ie s , w ith d u e r e g a r d to th e c o r r e sp o n d in g in te r e s ts o f a ll o th e r S ta te s P a rtie s to d ie T r e a t y . S t a t e s P a r tie s to th e T r e a ty sh a ll p u r s u e stu d ie s o f o u te r s p a c e , in c lu d in g th e m o o n an d o th e r c e le stia l b o d ie s , an d co n d u ct e x p lo ra tio n o f th em
so a s to a v o id th e ir h a rm fu l co n tam in a tio n an d a ls o a d v e r s e c h a n g e s
in th e e n v ir o n m e n t o f th e E a r th r e s u lt in g fr o m th e in tr o d u c tio n o f e x t t a - j t e r r e s t r ia l m a tte r an d , w h e re n e c e ss a r y , sh all ad o p t a p p ro p ria te m e a s u r e s fo r th is p u r p o se .
I f a S t a t e P a r t y t o t h e T r e a t y h a s r e a s o n t o b e l i e v e d iafc
a n a c t i v i t y o r e x p e r i m e n t p la n n e d b y it o r i t s n a t i o n a l s in o u t e r s p a c e , clu d in g th e
in
m o o n a n d o th e r c e le s t ia l b o d ie s , w o u ld c a u s e p o te n tia lly h a r m
f u l i n t e r f e r e n c e w it h a c t i v i t i e s o f o t h e r S t a t e s P a r t i e s in th e p e a c e f u l e x p lo r a t io n a n d u s e o f o u te r s p a c e , in clu d in g th e m o o n an d o th e r c e le s tia l b o d ie s , it s h a ll u n d e r ta k e a p p r o p r ia te in te rn a tio n a l c o n su lta tio n s b e fo r e p r o c e e d in g w ith a n y su c h a c tiv ity o r e x p e r im e n t.
A State
P arty to th e
T r e a t y w h ic h h a s r e a s o n to b e lie v e th at an a c tiv ity o r e x p e r im e n t p la n n e d
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
b y a n o t h e r S ta te P a r t y in o u t e r s p a c e , in c lu d in g th e m o o n a n d o t h e r c e l e s t ia l b o d ie s , w o u ld c a u s e p o te n tia lly h a r m f u l in te r f e r e n c e w ith a c t iv it ie s in t h e p e a c e f u l e x p l o r a t i o n lan d u s e o f o u t e r s p a c e , i n c l u d i n g t h e m o o n a n d o th e r c e le s tia l b o d ie s , m a y r e q u e st co n su lta tio n c o n c e rn in g th e a c tiv it y o r e x p e rim e n t.
A rtic le X In o r d e r t o p r o m o te in te r n a t io n a l c o - o p e r a t io n in th e e x p lo r a t io n a n d u s e o f o u t e r s p a c e , In c lu d in g th e m o o n an d o th e r c e le s t ia l b o d ie s , in c o n f o r m i t y w ith th e p u r p o s e s o f t h js T r e a t y , th e S t a t e s P a r t ie s t o th e T r e a t y s h a l l c o n s i d e r o n a b a s i s oi e q u a l i t y a n y r e q u e s t s b y o t h e r S t a t e s P a r t i e s to th e T r e a t y to b e a ffo rd e d a n o p p o rtu n ity to o b s e r v e th e flig h t o f s p a c e o b je c ts lau n ch e d b y th o se S t a t e s .
|
T h e n a tu re o f su ch an o p p o rtu n ity fo r o b se rv a tio n an d th e c o n d itio n s u n d e r w h ich it c o u ld b e a ffo r d e d s h a ll b e d e te r m in e d b y a g r e e m e n t b e tw e e n th e S ta te s co n c e rn e d .
A rtic le X I 1In o r d e r to p r o m o t e in t e r n a t io n a l c o - o p e r a t i o n in t h e p e a c e f u l e x p l o r a tio n an d u se o f o u te r s p a c e , S t a t e s P a r tie s to th e T r e a t y c o n d u c tin g a c t i v i t i e s in o u t e r s p a c e , in c lu d in g th e m o o n
an d o th er c e le stia l b o d ie s(
a g r e e to in fo r m th e S e c r e t a r y G e n e r a lo f th e U n ite d N a tio n s a s w e ll a s th e p u b lic an d in te rn a tio n a l sc ie n tific c o m m u n ity , to th e g r e a te s t e x te n t f e a s ib le an d p r a c tic a b le , o f th e n a tu r e , c o n d u c t, lo c a tio n s an d r e s u lt s o f su c h a c tiv itie s.
O n r e c e iv in g th e' s a id in f o r m a t io n , th e S e c r e t a r y
G eneral of
th e U n ite d N a tio n s sh o u ld b e p r e p a r e d to d is s e m in a te it im m e d ia t e ly
and
e ffe c tiv e ly .
A r tic le X II A ll sta tio n s, in sta lla tio n s, e q u ip m e n t an d sp a c e v e h ic le s o h th e m o o n an d o th e r c e le s tia l b o d ie s sh a ll b e o p en to re p re se n ta tiv e s o f o th e r S ta te s P a r tie s to th e T r e a t y on a b a s is o f r e c ip r o c ity . Su ch r e p r e s e n t a t iv e s sh a ll g i v e r e a s o n a b l e a d v a n c e n o t i c e o f a p r o j e c t e d v i s i t , in o r d e r t h a t a p p r o p r i a te C o n su lta tio n s m a y b e h e ld an d th at m a x im u m p r e c a u tio n s m a y b e t a k e n t o a s s u r e s a f e t y a n d to a v o id in t e r f e r e n c e w ith n o r m a l o p e r a t i o n s in th e f a c ility to b e v isite d .
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
I
V
T h e p r o v isio n s o f th is T r e a ty sh a ll a p p ly to th e a c tiv itie s o f S ta te s P a r t i e s to th e T r e a t y in th e e x p lo r a tio n a n d u s e o f o u t e r s p a c e , in c lu d in g d ie m o o n an d o th e r c e le stia l b o d ie s, w h eth er su ch a c tiv itie s a r c c a rrie d on by a s in g le S t a t e P a r t y to th e T r e a t y o r jo in t ly w ith o th e r S t a t e s , in c lu d in g c a s e s w h e r e th e y a r c c a r r i e d o n w ith in th e f r a m e w o r k o f in te r n a tio n a l in te r-g o v e rn m e n ta l o rg a n iz a tio n s. A n y p r a c t ic a l q u e s t io n s a r i s i n g in c o n n e x io n w ith a c t iv it ie s c a r r ie d on b y in t e r n a t io n a l i n t e r * g o v e r n m e n t a l o r g a n iz a t io n s in th e e x p lo r a t io n a n d u s e o f o u te r s p a c e , in clu d in g th e m o o n an d o th e r c e le s t ia l b o d ie s , s h a ll b e r e s o l v e d b y th e S t a t e s P a r t i e s to th e T r e a t y e it h e r w ith th e a p p r o p r i a t e i n t e r n a t io n a l o r g a n iz a t io n o r w ith o n e o r m o r e S t a t e s m e m b e r s o f th a t i n t e r n a t io n a l o r g a n iz a t io n , w h ich a r e P a r t ie s t o t h is T r e a t y .
A rtic le X IV T h is T r e a ty sh a ll b e open to all S ta te s fo r sig n a tu r e .
A n y S t a t e w h ich
d o e s n o t s ig n t h is T r e a t y b e f o r e i t s e n t r y in to f o r c e in a c c o r d a n c e w ith p a r a g r a p h (3 ) o f th is A r tic le m a y a c c e d e to it a t a n y t i m e * T h is T r e a ty sh a ll b e su b je c t to ra tific a tio n b y sig n a to ry S t a t e s .
In
s tr u m e n ts o f ra tific a tio n an d in s tr u m e n ts 'o f a c c e s s io n s h a ll b e d e p o site d w ith th e G o v e r n m e n ts o f th e U n ite d K in g d o m o f G r e a t B rita in an d N o rth e rn I r e la n d , th e U n io n o f S o v ie t S o c ia lis t R e p u b lic s a n d th e U n ite d S t a t e s o f A m e r i c a , w h ic h a r e h e r e b y d e sig n a te d th e D e p o s ita r y G o v e r n m e n ts . T h is T r e a t y sh a ll e n te r in to fo r c e u pon th e d e p o sit o f in stru m e n ts o f ra tific a tio n b y fiv e G o v e rn m e n ts in c lu d in g th e G o v e rn m e n ts d e sig n a te d a s D e p o sita r y G o v e rn m e n ts u n d er th is T r e a ty . F o r S ta te s w h o se in stru m e n ts o f ra tific a tio n o r a c c e s sio n a r e d e p o si t e d s u b s e q u e n t to th e e n tr y in to f o r c e o f t h is T r e a t y , it s h a ll e n t e r in to fo r c e on th e d a te o f th e d e p o sit o f th e ir in stru m e n ts o f ra tific a tio n o r a c c e ssio n .
,
T h e D e p o s it a r y G o v e rn m e n ts s h a ll p r o m p tly in fo rm a ll s ig n a to ry an d a c c e d in g S ta te s o f th e d a te o f e a c h s ig n a tu r e , th e d a te o f d e p o sit o f each in str u m e n t o f ra tific a tio n o f an d a c c e s s io n to th is T r e a ty , th e d a te o f its e n tr y in to fo r c e a n d o th e r n o tic e s « T h is T r e a ty sh a ll be re g iste re d b y th e D e p o sita ry G o v e rn m e n ts p u r* su a n r to A r t ic le 102 o f th e C h a r t e r o f th e U n ite d N a t io n s .
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
A n y S ta te P a rty to th e T r e a ty m a y p r o p o s e a m e n d m e n ts to th is T r e a t y . A m e n d m e n ts s h a ll e n t e r in to f o r c e f o r e a c h S t a t e P a r t y t o th e T r e a t y a c c e p tin g th e a m e n d m e n ts u p o n t h e ir a c c c p ta n c e b y a m a jo r it y o f th e S t a t e s P a r tie s to th e T r e a ty an d t h e r e a ft e r f o r e a c h r e m a in in g S ta te P a r ty to th e T r e a ty o n th e d a te o f a c c e p ta n c e b y I t .
i• !
'
A r tic le X V I
A n y S t a t e P a r t y t o th e ! T r e a t y m a y g i v e n o t i c e o f i t s w i t h d r a w a l f r o m th e T r e a t y o n e y e a r a f t e r i t s e n tr y in to fo r c e b y w r itte n n o tific a tio n to th e D e p o s it a r y G o v e r n m e n ts . S u c h w ith d r a w a l s h a ll ta k e e f f e c t o n e y e a r fr o m th e d a te o f r e c e ip t o f th is n o tific a tio n . |
!
A r tic le X V H T h is T r e a t y , o f w h ic h t h e E n g lis h , R u s s i a n , F r e n c h , S p a n is h a n d
C liin e se t e x t s a r e e q u a lly a u th e n tic , s h a ll b e d e p o site d in th e a r c h iv e s o f th e D e p o s it a r y G o v e r n m e n ts . D u ly c e r t if ie d c o p ie s o f t h is T r e a t y s h a ll b e tr a n sm itte d b y th e D e p o sita r y G o v e r n m e n ts to th e G o v e r n m e n ts o f th e sig n a to r y a n d a c c e d in g S t a t e s .
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BOCOTA DECLARATION, DECEMBER 3, 1976
FIRST MEETING OF EQUATORIAL COUNTRIES* The undersigned representatives of the States traversed by the Equator net in Bogota, Republic of Colombia, from November 29 through December 3rd, 1976 with the purpose of studying the . geostationary orbit that corresponds to their national terres trial, sea, and insulat territory and considered as a natural resource. After an exchange of information and having studied in detail the .different technical, legal, and political aspects implied in the exercise of national sovereignty of States ad jacent to said orbit, have reached the following conclusions:
1.
The Geostationary Orbit as a Natural Resource
The geostationary orbit is a circular orbit on the Equatorial plane in which the period of slderal revolution of the satel lite is equal to the period of fideral rotation of the Earth and the satellite moves in the same direction of the Earthf6 rotation. When a satellite describes this particular orbit, it Is said to be geostationary; such a satellite appears to be stationary in the sky, when viewed from the earth, and is fixed on the zenith of a given point of the Equator, whose longitude is by definition that of the satellite. this orbit is located at an approximate distance of 35,871 Km over the Earth's Equator. Equatorial countries declare that the geostationary synchronous 6rbit is a physical fact linked to the reality of our planet because its existence depends exclusively on it6 relation to .. gravitational phenomena generated by the earth, and-that is why it must not be considered part of the outer space. Therefore, the segments of geostationary synchronous orbit are part of the territory over which Equatorial states exercise their national sovereignty. The geostationary orbit is a scarce natural resource, whose importance and value increase rapidly together With the development of space technology and with the growing need for communication; therefore, the Equatorial countries meeting in Bogota have decided to proclaim and defend on behalf fcf their peoples, the existence of their sovereignty over this •natural resource. The geostationary orbit represents a unique facility that it alone can offer for telecommunication services fend other uses which require geostationary satellites. The frequencies and orbit of geostationary satellites are limited natural resources, fully accepted as such by currcnt standards of the International Telecommunications Union. Tech nological advancement has caused a continuous increase In the number of satellites that use this orbit, which could result in a saturation in the near future.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
The solutions proposed by the International Telecommunications Union and the relevant documents that attempt to achieve a better use of the geostationary orbit that ehall prevent its Imminent saturation, are at present impracticable ard unfair and would considerably increase the exploitation costs of this resource especially for developing countries that do not have equal technological and financial resources as compared to Industrialized countries who enjoy an apparent monopoly in the •exploitation and use of Its geostationary synchronous orbit. ; In spite of the principle established by Article 33, sub-paragraph 2 of the International Telecommunications Convention, of 1973, that in the use of frequency bands for space radiocommun ications, the members shall take into account that the fre quencies and the orbit for geostationary satellites are limited natural resources that must be used efficiently and economical ly to'allow the equitable access to this orbit and to its fre**. quencles, we can s6e that both the geostationary orbit and the' frequencies have been uBed in a way that does not allow the equitable process of the developing countries that do not have the technical and financial means that the great powers have. Therefore,* it is imperative for tbe equatorial countries to exercise their sovereignty over the corresponding segments of the geostationary orbit,
2.
Sovereignty of Equatorial States over the Corresponding Segments of the Geostationary’Orbit
In qualifying this]orbit as a natural resource, equatorial • states reaffirm "the right of the peoples and of nations to permanent sovereignty over their wealth and natural resources that must be exercised in the interest of their national development and of the welfare of the people of the nation. concerned," as it is set forth in Resolution 2692 (XXV) of the United Nations General Assembly entitled "permanent sovereignty over the natural resources of developing countries and expan sion of internal accumulation sources for economic develop ments," Furthermore, the charter on economic rights and duties of states solemnly adopted by the United Nations General Assembly through Resolution 32B1 (XXIX), once more confirms the exis tence of a sovereign right of nations over their natural re sources, in Article 2 sub-paragraph 1, which reads: "All states have and freely exercise full and permanent sover eignty, Including possession, use and disposal of all their wealth, natural resources and economic activities." Consequently, the above mentioned provisions lead the equator** ial states to affirm that the synchronous geostationary orbit, being a natural resource, Is under the sovereignty of the equatorial states.
3.
Legal status of the Ceostationary Orbit
Bearing in mind the existence of sovereign rights over segments of the geostationary orbit, the equatorial countries consider that the applicable legal considerations in this area must take Into account the following:
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
(a) The sovereign rights put forward by the equatorial countries are directed towards rendering tangible benefits to their respective people and for the universal community, which is completely different from the present reality when the orbit is used to the greater benefit of the. most developed countries. (b) The segments of the orbit corresponding to the open sea are beyond the national jurisdiction of states and will be considered as common heritage of mankind. Consequently, the competent international agencies should regulate its . use and exploitation for the benefit of mankind.
i (c) The equatorial^states do not object to the free . . orbital transit of Satellites approved and authorized by 'the International Telecommunications Convention, when these satellites pass through their outer space in their gravita tional flight outside their geostationary orbit. (d) The devices to be placed permanently on the segment of a geostationary orbit of an equatorial state shall require previous and expressed authorization on the part of the concerned state, and the operation of the device should conform with the national law of that territorial country over which it is placed. It must be understood that the said authorization is different from the coordination requested in cases of interference among satellite systems, which are specified in the regulations for radiocoramunications. The said authorization refers in very clear terms to the countries’ right to allow the operation of fixed radiocommunications;stations within their territory. (e) Equatorial states do not condonc the existing satel- • lites or the position they occupy on their segments of the Geostationary Orbitmor does the existence of said satel lites confer any rights of placement of satellites or use of the segment unleks expressly authorized by the state exercising sovereignty over this segment. \
[ 4.
Treaty of 1967
The Treaty of 1967 on "the Principles governing the activities of states in the exploration and use of outer space, including the moon and other celestial bodies," signed on January 27 of 1967, cannot be considered as a final answer to the problem of the exploration and use:of outer space, even less when the international community is questioning all the terms of inter national law which were elaborated when the developing coun tries could not count on adequate scientific advice and were thus not able to observe and evaluate the omissions, contradic tions and consequences of the proposals which were prepared with great ability by the industrialized powers for their own benefit. There is no valid or satisfactory definition of outer space which may be advanced to support the argument that the geosta tionary orbit is included in the outer space. The legal affairs sub-commission which is dependent on the United Nations Commission on the Use of Outer Space for Peaceful Pur poses, has been working for a long time on a definition of outer space, however, to date, there has been no agreement in this respect.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Therefore, it is imperative to elaborate a juridical definition of outer space, without which the implementation of the Treaty of 1967 is only a way to give recognition to tfie presence of the states that are already using the geostationary orbit. Under the name of a so-called non-national appropriation, what was actually developed was technological partition of the orbit, which is simply a national appropriation, and this must be denounced by the equatorial countries. The experiences observed up to the present and the developments foreseeable for the coining years bring to light the obvious omissions of the Treaty of 1967 which force the equatorial states to claim the exclusion of the geostationary orbit. The lack of definition of:outer space in the Treaty of 1967, which has already been referred to, implies that article II should not apply to geostationary orbit and therefore does not affect the right of the equatorial states that have already ratified the Treaty.
5.
Diplomatic and Political Action
While article 2 of the aforementioned Treaty does not establish an express exception regarding the synchronous geostationary orbit, as an integral element of the territory of equatorial states, the countries that have not ratified the Treaty should refrain from undertaking any procedure that allows the enforce ment of provisions whose juridical omission has already been denounced. The representatives of the equatorial countries attending the meeting in Bogota, wish to clearly state their position regard ing the declarations of Colombia and Ecuador in the United Nations, which affirm that they consider the geostationary orbit to be an integral part of their sovereign territory; this declaration is a historical background for the defense of the sovereign rights of the equatorial countries. These countries will endeavor to make similar declarations ia international agencies dealing with the same subject and to align their international policy in accordance with the principles elabor ated in this document. > Signed in Bogota 3rd December 1976 by the Heads of Delegations.
Skripsi
Geraldo Nabcimento Silva 1 Observateur du BRESIL
Soehardjono Indonesia
Sara Ordonez de Lodono Colombia
Petersan John Kinya Kenya
Tchitche Linguissi Congo
Khalid Younis Kinene Uganda
■Jose Ayala Lasso Ecuador
Wabali Bakitambisa Zaire
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
COLOMBIA, ECUADOR, INDONESIA, KENYA: WORK ING PAPER DRAFT GENERAL PRINCIPLES G OVERN ING T H E GEOSTATIONARY ORBIT (UN Doc. A/AC.105/C.2/L147 of March 29, 1984)
Preamble Affirming that the Geostationary Orbit which lies on the equatorial plane and the existenceof which mainly depends on itsrelation to gravitational phenomena generated by the earth is a limited natural resource, and therefore its utilization should be rational and equitable and exclusively for the benefit of all mankind; Bearing in mindlhai the application of space science and technology re lating to the Geostationary Orbit are of fundamental importance for me econ omic, social and cultural development of the peoples of all States, in particular those of the developing countries, including the equatorial countries; Recognizing that the Geostationary Orbit shall be used exclusively for peaceful purposes and for the benefit of all mankind; NotingiUc urgency of narrowing the gap in the field of space sciencc and technology between the developed and the developing countries; Recognizing the needto establish a specific legal regime applicable to the Geostationary Orbit which derives from its special physical nature and techni cal attributes, taking into account theexisting legal regimes governing air space and outer space.
Principle I The Geostationary Orbit shall be used exclusively for peaceful purposes and for the benefit of all mankind. Principle II The Geostationary Orbit isa limited natural resource which shall be pre served in the interests of all States, taking into account the needs of the deve loping countries and therightsof the equatorial States. For that purposeit shall be governed by a specific legal regime. Principle III The equatorial States shall preserve the corresponding segments of the Geostationary Orbit supeijacent to their territories for the opportune and ap propriate utilization of the Orbit by all States, particularly the developing countries.
Principle IV The equatorial States shall have preferential right to the segment of the Geostationary Orbit supeijacent to the territory under their jurisdiction.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
The placemen! of a space object in the segment of the Geostationary Or bit superjacent to an equatorial State shall require prior authorization by that State. Transit for peaceful purposes of any space object through this segment shall be allowed. Principle VI All States shall endeavour to co-operate in the efficient and economic ut ilization of the Geostationary Orbit on regional and on global basis, directly or through the United Nations and its specialized agencies and other competent international organizations. Principle VII The developed countries, international organizations aswell asthe deve loping countries which have already acquired capabilities in space technolog)' should take necessary steps to facilitate and accelerate space scicnce and tech nology transfers to other developing countries to achieve capabilities in the use of the Geostationary Orbit to serve their national development objectives. '
Principle VIII t
States and/or international organizations operating their space objects in the Geostationary Orbit shall take necessary actions to remove non-operational or unutilized space objects from the Orbit.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Trcah' Between the United States of America and the Union of Soviet So* cialist Republics on the Limitation of Anti-Ballistic Missile Systems
ENTERED INTO FORCE: 3 October 1972
The United States of America and the Union of Soviet Republics, her einafter referred to as the Parties, Proceeding from thepremise that nuclear war would have devastating consequenses for all mankind, Considering that effective measures to limit anti-ballistic missile systems would be a substantia! factor in curbing the race in strategic offensive arms and would lead to a decrease in the risk of outbreak of war involving nuclear wea pons, Proceeding from the premise that the limitation of anti-ballistic missile systems, as well as certain agreed measures with respect to the limitation of strategic offensive arms, would contribute to the creation of more favorable conditions for further negotiations on limiting strategic arms, Mindful of their obligations under Article VI of the Treaty on the NonProliferation of Nuclear Weapons, Declaring their intention to achieve at the earliest possibledate thecessa tion ofthe nuclear arms race and to take effcciive measures towards reductions in strategic arms, nuclear disarmament, and general and complete disarma ment, ! Desiring to contribute to the relaxation of international tension and the strengthening of trust between States, Have agreed as follows:
i l
'
Article I
I
1. Each party undertakes to limit anti-ballistic missile (ABM ) sys tems and to adopt other measures in accordance with the provisions of this Treaty. 2. Each Party undertakes not to deploy ABM systems for a defense of the territory of its country and not to provide a base for such a defense, and not to deploy ABM systems for defense of an individual region except as pro vided for in Article III of this Treaty.
Article II 1. For the purpose of this Treaty an ABM system is a system to counter strategic ballistic missiles or their elements in flight trajectory, current ly consisting of: (a) ABM interceptor missiles, which arc interceptor missiles constructed and deployed for an ABM role, or of a type tested in an ABM mode;
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
(b) ABM launchers, which arc launchers constructed and de* ployed for launching ABM interceptor missiles; and (c) ABM radars, which are radars constructed and deployed for an ABM role, or of a type tested in an ABM mode, 2. The ABM systemcomponents listedin paragraph 1of this Article include those which are: (a) operational; (b) under construction; (c) undergoing testing; (d) undergoing overhaul, repair or conversion; or (e) mothballed.
Article III Each Party undertakes not to deploy ABM systems or their components except that: (a) within one ABM system deployment area having a radius of one hundred and fifty kilometers and centered on the Party’s national capital, a Party may deploy: (1) no more than one hundred ABM launchers and no more than one hundred ABM interceptor missiles at launch sites, and (2) ABM radars within no more than sixABM radar complexes, the area of each complex being circular and having a diameter of no more than three kilome ters; and (b) within one ABM system deployment area having a radius of one hundred and fifty kilometers and containing 1CBM silo launchers, a Party may deploy: (1) no more than one hundred ABM launchers and no more than one hundred ABM interceptor missiles at launch sites, (2) two large phased-array ABM radars comparable in potential to corresponding ABM radars opera tional or under construction on the date of signature of the Treaty in an ABM system deployment area containing 1CBM silo launchers, and (3) no more than eighteen ABM radars each havinga potential lessthan (he potential of the smaller of the above-mentioned two large phased-array ABM radars.
Article IV
,
The limitations provided for in Article III shall not apply to ABM sys tems or their components used for development or testing, and located within current or additionally agreedtestranges. Each Partymay have no more than a total of fifteen ABM launchers at test ranges. Article V 1. Each Party undertakes not to develop, test, or deploy ABM systems or components which are sea-based, air-based, space-based, or mobile landbased. 2. Each Party undertakes not to develop, test, or deploy ABM launch* crs for launching more than one ABM interceptor missile at a time from each launcher, not to modify deployed launchers to provide them with such acapa bility, not to develop, test, or deploy automatic or semi-automatic or other si milar systems for rapid reload of ABM launchers.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
To enhance assurance of the effectiveness of the limitations on ABM sys tems and their components provided by the Treaty, each Party undertakes: (a) not to give missiles, launchers, or radars, other than ABM intercep tor missiles, ABM launchers, or ABM radars, capabilities to counter strategic ballistic missiles or their elements in flight trajectory, and not to test them in an ABM mode; and (b) not to deploy in the future radars for early warning of strategic baliww>.
'tf its
XPttV
tory and oriented outward.
Article Vll
i
Subject to the provisions of this Treaty, modemi2ation and replacement of ABM systems or their components may be carried out.
Article VIII ABM systems or their components in excess of the numbers or outside the areas specified in this Treaty, as well asABM systems or their components prohibited by this Treaty, shall be destroyed or dismantled under agreed procedures within Ihe shortest possible agreed period of time.
Article IX To assure the viability and effectiveness of this Treaty, each Party under takesnot to transfer to other States, and not to deploy outside itsnational terri tory, ABM systems or their components limited by this Treaty*
Article X Each Party undertakes not to assume any international obligationswhich would conflict with this Treaty.
Article XI
191
The Parties undertake to continue active negotiations for limitations on strategic offensive arms.
Article XII 1. For the purpose of providing assurance of compliance with the pro visions of thisTreaty, each Party shall use national technical means of verifica tion at its disposal in a manner consistent with generally recognized principles of international law.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2. Each Party undertakes not to interfere with the national technical means of verification of the other Party operating in accordancc with para graph 1 of this Article. 3. Each Party undertakes not to use deliberate concealment measures which impede verification by national technical means of compliance with the provisions of this Treaty. This obligation shall not require changes in current construction, assembly, conversion, or overhaul practices.
i
Article XIII
1. To promote the objectives and implementation of the provisions of this Treaty, the Parties shall establish promptly a Standing Consultative Com mission, within the framework of which they will: (a) consider questions concerning compliance with the oblig ations assumed and related situations which may be considered ambiguous; (b) provide on avoluntary basis such information aseither Par ty considers necessary to assure confidence in compliance with the obligations assumed; (c) consider questions involving unintended interference with national technical means of verification; (d) consider possible changes in the strategic situation which have a bearing on the provisions of this Treaty; (e) agree upon procedures and dates for destruction or dis mantling of ABM systems or their components in cases provided for by the provisions of this Treaty; (f) consider, as appropriate, possible proposals for further in creasing the viability of thisTreaty; including proposals for amendments in ac cordance with the provisions of this Treaty; (g) consider, as appropriate, proposals for further measures aimed at limiting strategic arms. 2. The Parties through consultation shall establish, and may amend as appropriate, Regulations for the Standing Consultative Commission g6veming procedures, composition and other relevant matters.
i
Article XTV
1. Each Party may propose amendments to this Treaty. Agreed amendments shall enter into force in accordance with the procedures govern ing the entry into force of this Treaty. 2. Five years after entry into force of thisTreaty, and at five-year inter vals thereafter, the Parties shall together conduct a review of this Treaty.
Article XV 1. This Treaty shall be of unlimited duration. 2. Each Party shall, in exercising its national sovereignty, have the right to withdraw from this Treaty if it decides that extraordinary events related to the subject matter of this Treaty havejeopardized its supreme interest. It shall give notice of its decision to the other Party six months prior to withdrawal from the Treaty. Such notice shall include a statement of the extraordinary events the notifying Party regards as havingjeopardized itssupreme interests.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
1. This Treaty shall be subject to ratification in accordance with the constitutional procedures of each Party. The Treaty shall enter into force on the day of the exchange of instruments of ratification. 2. This Treaty shall be registered pursuant to Article 102 of the Charter of the United Nations. DONE at Moscow on May 26,1972, in two copies, each in the English and Russian languages, both texts being equally authentic.
I
For the U nited States o f A merica
For the Union o f Soviet Socialist Republics
President o f the U nited States o f A m erica
General Secretary o f the Central Committee of ihc C PSU
Agreed Statements, Common Understandings, ond Unilateral Statements Regarding (be Treaty Between the United States of America and the Union of Soviet Socialist Republics on the Limitation of Anti-Ballistic Missiles
1. Agreed Statements The document set forth below was agreed upon and initialed by the Heads of the Delegations on May 26, 1972 (letter designations added); AG R EED STATEM ENTS REGARDING TH E T R E A TY BETW EEN T H E U N ITED STATES OF AM ERICA AND TH E UNION OF SOVIET SOCIALIST REPUBLICS ON TH E LIM ITATION OF AN TI-BALLISTIC MISSILE SYSTEMS ' (A) The Parties understand that, in addition to the ABM radars which may be deployed in accordance with subparagraph (a) of Article III of the Treaty, those non-phascd-array ABM radars operational on the date of signature of theTreaty within the ABM systemdeployment area for defenseof the national capital may be retained.
(B) The Parties understand that the potential (the product of mean emitted power in watts and antenna area in square meters) of the smaller of the two large phased-array ABM radars referred to in subparagraph (b) of Article HI of the Treaty is considered for purposes of the Treaty to be three million.
(C) The Parties understand that the centre of the ABM system deployment area centered on the national capital and the centre of the ABM system de ployment area containing ICBM silo launchers for each Party shall be separat ed by no less than thirteen hundred kilometers.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
(D) In order to insure fulfillment of the obligation not to deploy ABM sys tems and their components except as provided in Article III of the Treaty, the Parties agreethat in the event ABM systems based on other physical principles and including components capable of substituting for ABM interceptor mis siles, ABM launchers, or ABM radars are created in the future, specific limit ations on such systems and their components would be subject to discussion in accordance with Article XIII and agreement in accordance with Article XIV of the Treaty.
(E) The Parties understand that Article V of the Treaty includes obligations not to develop, test Or deploy ABM interceptor missiles for the delivery by each ABM interceptor missile of more than one independently guided war head.
(F)
I
The Parties agree not to deploy phased-arcay radars having a potential (the product of mean emitted power in watts and antenna area in square me194 ters) exceeding three million, except as provided for in Articles III, IV and VI of the Treaty, or except for the purposes of tracking objects in outer space or for use as national technical means of verification. i
(G) The Parties understand that Articlc IX of the Treaty includes the obliga tion of the US and the USSR not to provide to other States technical descrip tions or blue prints specially worked out for the construction of ABM systems and their components limited by the Treaty.
2. Common Understandings
Common understanding of the Parties on the following matters was reached during the negotiations:
A.
Location of ICBM Defenses
The U.S. Delegation made the following statement on May 26, 1972: Article III of the ABM Treaty provides for each side one ABM system deployment area centered on its national capital and one ABM systemdeploy ment area containing ICBM silo launchers. The two sides have registered agreement on the following statement: ’’The Parties understand that the cen-
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ter of the ABM system deployment area centered on the national capital and the centcr of the ABM system deployment area containing ICBM silo launch ers for each Party shall be separated by no less than thirteen hundred 'kilome ters.” In this connection, the U .S. side notes that its ABM system deployment area for defense of ICBM silo launchers, located west of the Mississippi River, will be centered in the Grand Forks ICBM silo launcher deployment area. (See Agreed Statement (C).)
B.
ABM Test Ranges
The U.S. Delegation made the following statement on April 26, 1972: Article IV of the ABM Treaty provides that "the limitations provided for in Articlc 111shall not apply to ABM systems or their components usedfor de velopment or testing, and located within current or additionally agreed lest ranges." We believe it would be useful to assure that there is no misunder standing as to current ABM test ranges. 1: is our understanding that ABM test ranges encompass the area within which ABM components are locatedfor test purposes. The current U.S. ABM test ranges are at White Sands, New Mexico, and at Kwajalcin Atoll, and the currcnt Soviet ABM test range is near Sary Shagan in Kazakhstan. We consider that non-phased array radars of types used for range safety or instrumentation purposes may be located outside of ABM test ranges. We interpret the reference in Articlc IV to "additionally agreed lest ranges” to mean that ABM components will not be located at any other test ranges without prior agreement between our Governments that there will be such additional ADM test ranges. On May 5,1972, the Soviet Delegation stated that there was a common understanding on what ABM test ranges were, that the useof the types of nonABM radars for range safety or instrumentation was not limited under the Treaty, that the reference in Article IV to ^additionally agreed" test ranges was sufficiently clear, and that national means permitted identifying current test ranges.
C.
Mobile ABM Systems
On January 29,1972, the U.S. Delegation made the following statement: Article V (1) of theJoint Draft Text of the ABM Treaty includes an un dertaking not to develop, test, or deploy mobile land-based ABM systems and their components. On May 5,1971, the U.S. side indicated that, in its view, a prohibition on deployment of mobile ABM systems and components would rule out thedeployment ofABM launchers and radars which were not perma nent fixed types. At that time, we asked for the Soviet view of this interpreta tion. Does the Soviet sideagree with the U.S. side’sinterpretation put forward on May 5,1971? On April 13,1972, the Soviet Delegation said there is a general common understanding on this matter.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
D. Standing Consultative Commission Ambassador Smith made the following statement on May 22,1972: The United States proposes that thesidesagreethat, with regard to initial implementation of the ABM Treaty’sArticle XIII on the Standing Consulta tive Commission (SCC) and of the consultation Articles to the Interim Agree ment on offensive arras and the Accidents Agreement', agreement establish ing theSCC will beworked out early in the follow-on SALT negotiations; until that is completed, the following arrangements will prevail: when S A LT is in session, any consultation desired by either side under theseArticles can becar ried out by thetwo SALT Delegations; when SALT isnot in session, ad hoc ar rangements for any desired consultations under these Articles may be made through diplomatic channels. Minister Semenov replied that, on an ad referendum basis, he could agree that the U.S.statement corresponded to the Soviet understanding. ' \ E. Standstill On May 6,1972, Minister Semenov made the following statement: In an effort to accommodate the wishes of the U.S. side, the Soviet Del egation is prepared to proceed on the basis that the two sides will in fact ob serve the obligations of both the interim Agreement and the ABM Treaty be* ginning from the date of signature of these two documents. In reply, the U.S. Delegation made the following statement on May 20,1972: The U.S. agrees in principle with the Soviet statement made on May 6 concerning observance of obligations beginning from date of signature blit we would like to make clear our understandingthat thismeans that, pending recti fication and acceptance, neither side would take any action prohibited by the agreements after they had entered into force. Tliis understanding would conti nue to apply in the absence of notification by either signatory of its intention not to proceed with ratification or approval. The Soviet Delegation indicated agreement with the U.S. statement.
3. Unilateral Statements The following noteworthy unilateral statements were made during the negotiations by the United States Delegation:
A.
Withdrawal from the ABM Treaty
On May 9,1972, Ambassador Smith made the following statement: *
Skripsi
See Article 7 o f Agreement to Reduce the Risk o f Outbreak o f Nuclear War Between the United Stales of America and the Union of Sonet Socialist Republics, signed Sept. 3 0 ,1 9 7 1 .
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
The U.S. Delegation has stressed the importance the U.S. Government attaches to achieving agreement on more complete limitations on strategic of* fensive arms, following agreement on an ABM Treaty and on an Interim Agreement on certain measures with respect to the limitation of strategic of fensive arms. The U.S. Delegation believes that an objective of the follow-on negotiations should be to constrain and reduce on a long-term basis threats to the survivability of our respective strategic retaliatory forces. The USSR Del egation has also indicated that the objectives of SALT would remain unful filled without the achievement of an agreement providing for more complete limitations on strategic offensive arms. Both sides recognize that the initial agreements would be steps toward the achievement of more complete limit ations on strategic arms. If an agreement providing for more complete strate gic offensive arms limitations were not achieved within five years, U.S. su preme interests coujd be jeopardized. Should that occur, it would constitute a basis for withdrawal from theABM Treaty. The U.S. docs not wish to seesuch a situation occur, nor do wc believe that the USSR does. It is because we wish to prevent such a situation that we emphasize the importance the U.S. Gov ernment attaches to achievements of more complete limitations on strategic offensive arms. The U.S. Executive will inform ihe Congress, in connection with Congressional consideration of the ABM Treaty and the Interim Agree ment, of this statement of the U.S. position.
B.
Tested in ABM Mode
On April 7,1972, the U.S. Delegation made the following statement: Article II of theJoint Text Draft uses theterm "tested in an ABM mode", in defining ABM components, and Article VI includes certain obligations concerning such testing. We believe that the sides should have a common un derstanding of this phrase. First, we would note that the testing provisions of the ABM Treaty areintended to apply to testingwhich occurs after the date of signature of the Treaty, and not to any testing which may have occurred in the past. Next, we would amplify the remarks we have made on this subject during the previous Helsinki phase by setting forth the objectives which govern the U.S. view on the subject, namely, while prohibiting testing of non*ABM com ponents for ABM purposes; not to prevent testing of ABM components, and not to prevent testing of non-ABM components for non-ABM purposes. To clarify our interpretation of ”testedin an ABM mode," we note that we would consider a launcher, missile or radar to be "tested in an ABM mode” if, for ex ample, any of the following events occur: (1) a launcher is used to launch an ABM interceptor missile, (2) an interceptor missile is flight tested against a target vehicle which has a flight trajectory with characteristics of a strategic ballistic missile flight trajectory, or isflight testedin conjunction with the test of an ABM interceptor missileor an ABM radar at thesame test range, or isflight tested to an altitude inconsistent with the interception of targets against which air defenses arc deployed, (3) a radar makes measurements on a cooperative target vehicle of the kind refereed to in item (2) above during the reentry por tion of its trajectory or makes measurements in conjunction with the test of an ABM interceptor missileor an ABM radar at thesametest range. Radars used for purposes such as range safety or instrumentation would be exempt from application of these criteria.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
C.
No-Transfcr Article of ABM Treaty
On April 18,1972, the U.S. Delegation made the following statement: In regard to thisArticle (IX), I have abrief and I believe self-explanatory • statement to make. The U.S. side wishes to make clear that the provisions of this Articic do not set a precedent for whatever provision may be considered for a Treaty on Limiting Strategic Offensive Arms. The question of transfer of strategic offensive arms is a far more complex issue, which may require a dif ferent solution.
D. No' Increase in Defense of Early Warning Radars On July 28,1970, the U.S. Delegation made the following statement: ( Since Hen House radars (Soviet ballistic missile early warning radars) can detect and track ballistic missile warheads at great distances, they have a significant ABM potential. Accordingly, the U.S. would regard anyincreasein the defense;; of such radars by surface-to-air missiles as inconsistent with an agreement.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
UNITED NATIONS GENERAL ASSEMBLY
Distr. GENERAL A/38/19 4* 23 August 1983 ENGLISH ORIGINAL: RUSSIAN
Thirty-eighth session
REQUEST FOR T H E INCLUSION OF A SUPPLEMENTARY ITEM IN T H E AGENDA OF TH E TH IR TY-EIG H TH SESSION CONCLUSION OF A TR EA TY ON T H E PROHIBITION OF T H E USE OF FORCE IN OUTER SPACE AND FROM SPACE AGAINST T H E EAR TH Letter dated 19 August 1983 from the First Vice-Chairman of the Council of Ministers of the Union of Soviet Socialist Republics, Minister for Foreign Affairs of the USSR, to the SecretaryGenera]. The Soviet Union requests the inclusion in the agenda of the thirty-eighth session of the General Assembly of an itementitled "Conclusion of a treaty on the prohibition of the use of forcc in outer space and from space against the Earth”. In proposing this item, the Soviet Union isseeking to avoid the militariza tion of outer space. Of particular danger in this respect are the plans to create and deploy various space-weapons systems capable of destroying targets both in space and on the Earth. The Soviet Union considers it most imperativeto havea reliablemeansof counteracting these plans to make space a source of mortal danger to all man kind, by taking urgent and effective measures to prevent the arms race from spreading to outer space, which it has not yet penetrated. To this end, in 1981 at the United Nations the Soviet Union submitted a proposal concerning the conclusion of a treaty on the prohibition of the sta tioning of weapons of any kind in outer space. That proposal was approved by the General Assembly. However, for well-known reasons, the drafting of that treaty has not yet actually begun. But time isrunning out, and now the Soviet Union isproposing that a fur* ther step should be taken forthwith in the form of an agreement on the general prohibition of the use of force both in outer space and from space against the Earth. It is submitting the relevant draft treaty for consideration at the current session.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
The most important feature ofthe draft treaty isthe combining of the pol itical-legal obligations of States not to allow the use of force in their relations with each other in space and from space with measures of a material nature aimed at banning the militarization of outer space.
i
More precisely,1the Soviet Union is advocating a complete ban on the testing and deployment in space of any space-based weapon for the destruc tion of objccts on the Earth, in the atmosphere and in outer space. It isalso proposing aradical solution to the question of anti-satellite wea pons: the unconditional pledge of States not to create new anti-satellite sys tems and to destroy any anti-satellite systems that they may already have. r The parties to the treaty would also undertake to refrain in every way from destroying, damaging, disturbing the normal functioning or changing the flight trajectory of space objccts of other States. In addition, the treaty would ban the testing and use for military, includ ing anti-satellite, purposes of manned spacecraft, which should be used solely to solve scientific, technical and economic problems of various kinds. Action on the scries of far-reaching measures proposed by the Soviet Union would be a major and truly tangible contribution towards the attain ment of the goal approved earlier by the United Nations, namely, ensuring that space is used exclusively for peaceful purposes. I request you to- consider this letter as an explanatory memorandum un der the rules of procedure of the General Assembly and to circulate it, together with the enclosed draft treaty, as an official document of the General Assem bly. A. GROM YKO Firsi Vice-Chairman o f (he Council o f Ministers of the U SSR , Minister for Foreign A ffairs o f the U SSR .
, i
ANNEX T R E A T Y ON TH E PROHIBITION O F T H E USE OF FORCE IN OUTER SPACE i AND FROM SPACE A G A IN ST TH E EA R TH The States Parties to this Treaty, Guided by the principle whereby Members of the United Nations shall refrain in their international relations from the threat or use of force in any manner inconsistent with the purposes of the United Nations, Seeking to avert an arms racc in outer space and thus to lessenthe danger to mankind of the threat of nuclear war, Desiring to contribute towards attainment of the goal whereby the ex ploration and utilization of outer spacc, including the Moon and other celestial bodies, would be carried out exclusively for peaceful purposes,
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Article 1 It isprohibited to resort to the useor threat of force in outer spaceand the atmosphere and on the Earth through the utilization, as instruments of de struction, of space objects in orbit around the Earth, on celestial bodies or sta tioned in space in any other manner. It is further prohibited to resort to the use or threat of force against space objects in orbit around theEarth, on celestial bodies or stationed in outer space in any other manner. > Article 2
'
In accordance with the provisions of article 1, StatesPartiesto thisTreaty undertake: 1. Not to test or deploy by placing in orbit around the Earth or station* ing on celestial bodies or in any other manner any space-based weapons for the destruction of objects on the Earth, in the atmosphere or in outer space. 2. Not to utilize space objects in orbit around the Earth, on celestiaj bodies or stationed in outer spacein any other manner as means to destroy any targets on the Earth, in the atmosphere or in outer space. 3. Not to destroy, damage, disturb the normal functioning or change the flight trajectory of space objects of other States. * i-
4. Not to test or createnew anti-satellitesystemsandto destroy any an ti-satellite systems that they may already have. 5. Not to test Or use manned spacecraft for military, including anti-sa tellite, purposes. Article 3 The State Parties to this Treaty agree not to assist, encourage or induce any State, group of States, international organization or natural or legal person to engage in activities prohibited by this Treaty. Article 4 1. For the purpose of providing assurance of compliance with the pro visions of this Treaty, each State Parry shall use thenational technical meansof verification at its disposal in a manner consistent with generally recognized principles of international law. 2. Each State Party undertakes not to interfere with the national tech nical meansof verification of other StatesParties operating in accordance with paragraph 1 of this article.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
1. The States Parties to this Treaty undertake to consult and cO-operate with cach other in solving any problems that may arise in connection with the objectives of the Treaty or its implementation. 2. Consultations and co-operation as prosided in paragraph 1 of this article may also be undertaken by having recourse to appropriate international procedures within the United Nations and in accordance with its Charter. Such recourse may include utilization of the services of the Consultative Com mittee of States Parties to the Treaty. 3. The Consultative Committee of States Parties to the Treaty shall be convened by the depositary within one month after the receipt of a request from any Slate Party to thisTreaty. Any State Party may nominate a represen tative to serve on the Committee. i
Article 6 Each State Parly io this Treaty undertakes to adopt such internal mea sures asit may deem necessary to fulfil itsconstitutional requirements in order to prohibit or prevent the carrying out of any activity contrary to theprovisions of this Treaty in any place whatever under its jurisdiction or control. 1 Article 7 Nothing in this Treaty shall affect the rights and obligations of Statesunder the Charter of the United Nations. Article 8 Any dispute which may arise in connection with the implementation of this Treaty shall be settled exclusively by peaceful means through recourse to the procedures provided for in the Charter of the United Nations.
i Artide 9 This Treaty shall be of unlimited duration. Article 10 1. This Treaty shall beopen toall Statesfor signatureat United Nations Headquarters inNewY ork. Any Statewhich doesnot sign this treaty beforeits entry into force in accordance with paragraph 3 of thisarticle may accede to it at any time. 2. This Treaty shall be subject to ratification by signatory States. In struments of ratification and accession shall be deposited with the SecretaryGeneral of the United Nations. 3. This Treaty shall enter into force between th(e States which have deposited instruments of ratification upon the deposit with the SecretaryGeneral of the United Nations of the fifth instrument of ratification, provided that suchinstruments have been depositedby the Union of Soviet Socialist Re publics and the United States of America.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
4. For State!; whose instruments of ratification or accession are depo sitedafter the entry into force of thisTreaty, it shall enter into force on the date of the deposit of their instruments of ratification or accession. 5. The Secretary-General of theUnited Nationsshall promptly inform all signatory and acceding States of the date of each signature, the date of de posit of each instrument ofratifiaction or accession, the date of entry intoforce of this Treaty as well as other notices. Article 11
i
This Treaty, of which the Arabic, Chinese, English, French, Russian and Spanish textsarc equally authentic, shall be deposited with the Secretary-Gen eral of the United Nations, who shall send duly certified copies thereof to the Governments of the signatory and acceding States. 1
LAMPIRAN
VII
U N IT E D N A TIO N S GEN ERAL A SSEM BLY
Distr. GENERA L A / 3 6 / 192* 20 August 1981 EN G U SH O R IG IN A L : R U SSIA N
Thirty-sixth session
REQUEST FOR T H E INCLUSION OF A SUPPLEMENTARY ITEM IN T& E A G E N D A OF T H E TH IR TY-SIX TH SESSION CONCLUSION OF A T R E A T Y ON T H E PROHIBITION OF T H E STATIONING OF WEAPONS OF A N Y KIND IN O U TE R SPACE i 1
i
i
Letter dated 10 August 1981 from the Minister for Foreign Affairs of the Union of Soviet Socialist Republics addressed to the Secre tary-General The Soviet Uniori requests the inclusion in the agenda ofthe thirty sixth session of the General Assembly of an item entitled "Conclusion o f a treaty on the prohibition of the stationing of weapons of any kind in outer space’1. In 1982, mankind will observe the twenty-fifth anniversary of the be ginning of the conquest of space, which is one of the greatest achievements of sconce and technology in the twentieth ccniury. The use of outer space is al ready producing considerable benefit to mankind today in such areas as com munications, study of the earth's natural resources, meteorology, navigation
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
and many other areas. It may be said that people are beginning to make space "habitable”. At the very' beginning ofthe space age, asearly as 1958, the Soviet Union made a proposal in th^ United Nations envisaging the banning of the useof ou ter space for military purposes. Over all the years which followed, it invariably slated and continues to stale thai space should be a sphere of exclusively peaceful co-operation. And it is gratifying to note that much has been done in this regard.
i
1963 saw the conclusion of the international Treaty banning nuclear weapon tests in the atmosphere, in outer space and under water. The 1967 Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space including the Moon and Other Celestial Bodies, provides for the use of the moon and other celestial bodies exclusively for peaceful pur poses and also prohibits the placing in orbit around the earth or stationing in outer spacein any other mannerany objects carrying nuclear weapons or other kinds of weapons of mass destruction. The 1979 Agreement Governing the Activities of States on the Moon and Other Celestial Bodies develops and spells out the obligations of States to ensure the exclusively peaceful use of the moon and other celestial bodies within the solar system. * However, all these international instruments do not exclude the possibil ity of the stationing in outer space of those kinds of weapons which are not covered by the definition of weapons of mass destruction. Consequently, the danger of the militarization of outer space still exists and has recently been in creasing. The Soviet Union considersthat this isinadmissible. It believes that outer space should always remain unsullied and free from any weapons and should not become a new arena for the arms race or a source of aggravating relations between States. In the opinion of the Soviet Union, the attainment Of these goals would be promoted by the conclusion of an international treaty on the prohibition of the stationing of weapons of any kind in outer space. The draft treaty on thissubject proposed by us isenclosed with thisletter.
i' I should be grateful if you would consider this letter as an explanatory memorandum in accordance with the rules of procedure of the General As sembly and circulateit and thedraft treaty asofficial documents of the General Assembly. (Signed) A. GROMYKO Minister for Foreign Affairs of theUSSR
A/36/192 English Annex
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Annex Draft treaty on the prohibition of the stationing of weapons of any kind in outer space
The States Parties to this treaty, Guided by the goals of strengthening peacc and international security Proceeding on the basis of their obligations under the Charter of the Un ited Nations to refrain from the threat or use of force in any manner inconsist ent with the Purposes of the United Nations, Desiring not to allow outer space to become an arena for the arms race and a sourcc of aggravating relations between States, Have agreed on the following:
A R TIC LE 1 1. States Parties undertake not to place in orbit around the earth ob jects carrying weapons of any kind, install such weapons on celestial bodies, or station such weapons in outer space in any other manner, including on reus* able manned space vehicles of an existing type or of other types which States Parties may develop in the future. 2. Each State Party to this treaty undertakes not toassist, encourage or induce any State, group of Statesor international organization to engagein ac tivities contrary to the provisions of paragraph 1 of this article.
A R TIC LE 2 States Parties shall use space objects in strict accordance with interna- . tional law, including the Charter of theUnited Nations, in theinterest of main* taining international peace and security and promoting international co-oper ation and mutual understanding.
A R TICLE 3 Each State Party undertakes not to destroy, damage, disturb the normal functioning or change the flight trajectory of space objccts ofother StatesPart ies, if such objects were placed in orbit in strict accordancc with article 1, para graph 1, of this treaty.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
1. For the purpose of providing assurance of compliance with the pro visions of this treaty, each State Party shall use the national technical means of verification at its disposal in a manner consistent with generally recognized principles of international law. 2. Each State Party undertakes not to interfere with the national tech* nical means ofverification of other States Parties operating in accordance with paragraph 1 of this article. i
!
3. In order to promote the objectives and provisions of this treaty, the States Parties shall, when ncccssary, consult each other, make inquiries and provide information in connexion with such inquiries.
ARTICLE 5 I 1. Any State Party to this treaty may propose amendments to this trea ty. The best of any proposed amendment shall be submitted to the depositary who shall promptly circulate it to all States Parties. 2. The amendment shall enter into force for each State Party to this Treaty which has accepted it, upon the deposit with the depositary of instru ments of acceptance by the majority of States Parties. Thereafter, the amend ment shall enter into force for each remaining State Party on the date of depos it of its instrument of acceptance.
ARTICLE 6 This treaty shall be of unlimited duration.
ARTICLE 7 Each State Party shall in exercising itsnational sovereignty have the right to withdraw from this treaty if it decides that extraordinary events related to the subject matter of this treaty havejeopardized its supreme interests. It shall give notice to the Secretary-General of the United Nations of the decision adopted six months before withdrawing from the treaty. Such notice shall in clude a statement of the extraordinary events which the notifying State Party regards as having jeopardized its supreme interests.
ARTICLE 8 1. This treaty shall be open to all States for signature at United Nations Headquarters in NeW York. Any State which does not sign this treaty before its entry.into force in accordance with paragraph 3 of this articlc may accede to it at any time.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2. This treaty shall be subject to ratification by signatory States. Instru ments of ratification accession shall be deposited with the Secretary-General of the United Nations.: 3. This treaty shall enter into force between the States which have de posited instruments of ratification upon thedeposit with the Secretary-Gener al of the United Nations of the fifth instrument of ratification. 4. For States whose instruments of ratification or accession are depo sited after the entry into force of this treaty, it shall enter into force on the date of the deposit of their instruments of ratification or accession. 5. The Secretary-General of the United Nations shall promptly inform all signatory and acceding States of the date of each signature, the date of de posit of each instrument of ratification and accession, the dateof entry into for ce of this treaty as well as other notices. 1
A R TIC LE 9 This treaty, of which the Arabic, Chinese, English, French, Russian and Spanish texts are equally authentic, shall be deposited with the Secretary-General of the United Nations, who shall send duly certified copies thereof to the Governments of the signatory and acceding States.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
M EM ORANDUM FROM T H E FRENCH GOVERNM ENT CONCERNING A N INTERNATIO NAL SATELLITE MONITORING AGENCY.
1. In its memorandum submitted on 24 February 1978 to the Preparatory Committee for the Special Session of the General Assembly Devoted to Disar mament, France proposes the establishment of a satellite monitoring agency. 2. In view of the work that is to be done during this session, France wishesto describe its proposal in greater detail with a view to enabling other States to make their observations and comments.
3. The progress space technology has made in the field of earth observation satellites constitutes a new development in international life. 4. These satellites, particularly those of a military type, have already at tained avery high level of precision in their observation capability, and further progress will undoubtedly bemade in that technology. At present the informa tion secured by means of such satellites is collected by two countries which have the greatest experience in space technology and arc in a position to make observations of the surface of the earth at such places and for such observation periods as they choose. The satellites available to those two countries, more over, play an important role in the verification of their bilateral disarmament agreements. 5. France considers that, within the framework of current disarmament ef forts, this new monitoring method should be placed at the service of the inter national community. 6. The information gathered by observation satellites is such that a new ap proach and new methods for monitoring disarmament agreements and for helping to strengthen international confidence and security can be envisaged. Many resolutions of the United Nations have stressed how essential it is that disarmament agreements should be subject to rigorous and efficacious inter national monitoring. Accordingly, the use of observation satellites asameans of conducting such monitoring should enable some of these difficulties to be overcome and thereby lead to progress towards disarmament. 7. Apart from monitoring questions, the information gathered by observa tion satellites could provide the essential elements for settling disputes be tween States by making it possible, on conditions to be determined later, for the facts giving rise to such disputes to be more satisfactorily assessed. 8. To that end, a satellite monitoring agency would bccome an essential ad junct to disarmament agreements and to measures to increase international confidencc and security by providing interested parties with information that they were entitled to demand.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
9. France hereby submits the main elements of its proposal for a satellite monitoring agency under the following headings: Guiding principles Functions Statute Technical resources Financing Settlement of disputes.
1.
Guiding principles of the work of the Agency
10. The purpose of the international satellite monitoring Agency shall be to the advance disarmament efforts and the strengthening of international secuf* ity and confidence. 11. The Agency shall act in accordance with the purposes and principles of the United Nations Charter, in conformity with the policy followed by the Un* ited Nations with regard to disarmament and in conformity with all agree ments under international law concluded in pursuance of that policy. 12. The Agency shall be responsible for collecting, processing and dissemi nating information secured by means of earth observation satellites. It shall have available to it the technical resources necessary for the accomplishment of its task. Those resources shall be expanded gradually in accordance with the provisions of its statute. 13. The Agency shall in performing its functions respect thesovereign rights of States, bearing in mind the provisions of itsstatute and those of agreements concluded between it and any State or group of States in accordance with the provisions of that statute.
2. 14.
Functions of the Agency
The functions of the Agency shall include:
participation in monitoring the implementation of international disar* mament and security agreements; participation in the investigation of a specific situation. (a)
Monitoring the implementation of international disarmament and security agreements.
15. Arrangements for the participation of the Agency in these agreements would differ, depending on whether they are agreements already in force or agreements yet to be concluded.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
16. In the case of agreements already in force, the Agency would constitute a new instrument for ensuring greater effectiveness in monitoring them. More-* over, when provision had already been made in such agreements for national monitoring measures, the Agency's measures would be of the same category. 17. As regards the procedure, an inventory of existing agreements would be made with a view to determining, according to the nature of the armaments covered and the commitments entered into, to what extent monitoring by ob servation satellite would be applicable to them. If it were found to be applic able, the Agency would propose that its services should be made available to the parties to the agreement. Those that its services should be made available to the parties to the agreement. Those parties, if they unanimously accepted that offer, would jointly spccify the link to be established between the agree ment in question and the Agency's monitoring work.
i i
18. Similarly, in the caseof future disarmament andsecurity agreements, the Agency would constitute an essential adjunct to their monitoring of agree ments in any case in which the information gathered by the Agency could be used effectively for the purposes of such monitoring. i
19. To that end, standard clauses of agreements would be prepared by the Agency and submitted to Statesdesiringto conclude disarmament agreements with others. * 20. At the time, provision might be made for regional international organiz ations with functions in the sphere of security to solicit the Agency's services. (b)
Investigation of a specific situation
21. A State could report to the Agency when it had good reason to believe that an agreement to which it was a party was being infringed by another State or when the conduct of that other Statejeopardized its security. The Agency, in order to proceed to an investigation, should then obtain the consent of the State to be investigated. 22. The Security Council might also takeaction by invoking Article 34 of the United Nations Charter which authorizes it to "investigate any dispute or any situation which might lead to international friction or give rise to a dispute”.
3.
Statute of the Agency
23. On account both of its purpose, which is to advance disarmament ef forts, and of its essential universality, the Agency should be part of the United Nations system. 24. To that end* France proposes that the Agency should be established as a specialized agency of the United Nations. 25. The characteristics of the specialized agencies arc ideally situated to the specific role of the Agency and to the need to endow it with substantial finan cial and technical resources, which will be of a new type.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
26. Details of the statute proposed by France for the Agency will be the sub ject of further proposals. For themoment, however, the following general out line is proposed:
i
Membership of the Agency would be open to any State Member of the United Nations or member of a specialized agency; The decision-making and deliberative bodies of the Agency would include at least a plenary organ and a restricted organ having bal anced representation of all regions of the world; i
...
The Agency would havethe personnel required for the accomplish ment of its task. The personnel would include, in particular, qualifi ed technical personnel to process and analysethe data collected by observation satellites.
4.
Technical resources
27. The complexity of observation satelliteinstallationsand the costlinessof space applications (ground segment and space segment) suggest that gradual expansion of the technical resources of the Agency would be advisable. The growth of the Agency’s resources could, in any event, proceed concurrently with the expansion of the functions assigned to it. 28. Consequently, when it started to operate, the Agency, since it would have no satellite of its own, would need to be able to rely on the data collectcd by the observation satellites of those States which possess them. Procedures for transmitting such data to the Agency could be worked out in agreement with those States.
i 29. Nevertheless, in order to ensure that the Agency had a sufficient degree of autonomy, it should, when it went into operation, itself have the technical capacity to interpret the data sotransmitted. To that end it should have its own , processing centre. 30. Accordingly, France proposes that the expansion of the technical Re sources of the Agency should take placc in three successive stages:
i
Stage 1: the Agency would have a centre for processing datasup plied by those States having observation satellites; Stage 2: the Agency would establish data-receiving stations which would be directly linked to those States' satellites; Stage 3: the Agency itself would have the observation satellites required for the performance of its task. 31. The sequence of these stages would be determined by the statute of the Agency, taking account in particular of the gradual expansion of its compet ence. 32. Moreover, the statute of the Agency should state that the information collected or received was to be used for no purpose other than the perform ance of the Agency’s tasks. Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
5.
Financing
33. The magnitude of the technical resources that should be available to the Agency requires that a variety of sources of financing be used, such as: Mandatory payments, provided for by budgetary rules comparable to those of the United Nations; Voluntary payments, among which account might be taken of the technical resources made available to the Agency by those States having observation satellites; Funds paid in return for services provided by the Agency, particu larly if States used its services to monitor a disarmament or security agreement concluded by them.
i 6.
Settlement of disputes
34. In the event of disputes arising either between States or between States and the Agency, machinery for the settlement of disputes should be provided. In view of the specificity of the Agency’sfunctions, France proposes that such disputes, if not settled by other peaceful means, should be submitted to arbi tration. To that end, an arbitration committee would be established, and ar rangements for its composition and operation would be incorporated in the statute of the Agency, j 35. To that end France will submit a draft clauseon machinery for the settle ment of disputes. 1 1 36. In submitting these proposals on a satellite monitoring agency to the States participating in the special session of the General Assembly devoted to disarmament, France hopes that they can be examined in the course of the de* liberations of the session. 37. Since, however, it is well aware of the scope of this proposal and the questions raised by it, France proposes that a committee of experts be esta blished to consider the conditons in which asatellite monitoring agency might be established. 1 38. That committee would be composed of a limited number of experts, in order to ensure its satisfactory functioning, account being taken of equitable geographical distribution. The committee could be instructed to report on its work to the thirty-fourth session of the General Assembly. 39. To that end, France proposes that the terms of reference of the commit teeof experts to consider the proposal for an international monitoring agency should cover the following points:
Skripsi
(a)
The guiding principles of the work of the Agency;
(b)
Its functions, Le.:
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Participation in monitoring the implementation of international disarmament or security agreements whether already in force or to be concluded:
&
(«) Participation in the investigation of a specific situation (either at the request of one State, with the consent of the State to be in spected, or at the request of the Security Council),
LAMPlRAN
(«)
Its institutions (its position within the United Nations system structures, rules for making decisions);
W
The technical resources available to the Agency and their gradu al expansion;
W
The financing of the Agency at various stages of its activity;
0)
Machinery for the settlement of disputes.
IX
PAR LIAM EN TAR Y ASSEMBLY OF T H E COUNCIL OF EUROPE Thirty-fourth ordinary session RECOM M ENDATION 957 (1983)' on the proposal fo r an international satellite monitoring agency
The Assembly, 1. Having regard to its Resolutions 788 (1983)and 789 (1983)on the Euro pean space programme and the 2nd United Nations Space Conference (Vien na, August 1982); 2. Recalling the terms of its Resolution 747 (1981) on prospects for human needs and the earth's resources; 3. Reaffirming its view, expressed in paragraph 19 of this resolution, that these prospects, which are at present cause for alarm, could be dramatically improved by even a small reduction in arms expenditure and the re-direction of resources to specific urgent needs of the developing countries-as, for exam ple, improvements in their communications infrastructures; 4. Considering that for many countries high levels of arms expenditure are caused by uncertainty in the international environment, affecting in particular their relations with neighbouring countries; I. A sse m b ly d e bateon 24 January 1983 (21st Sitting) (see Doc. 4998, report o f the Committee on Science and Technology). Text adopted by the A sse m b ly on 24 January 1983 (21st Sitting).
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
5. Believing that this uncertainty could be reduced by the operations of an international satellite mbnitoring agency, the data and information from which could be made freely and publicly available- seeResolution 789 (1983) and the report of the Committee on Science and Technology on the 2nd Unit ed Nations Space Conference (Doc. 4998); 6. Considering that an international satellite monitoring agency, by thus making for reductions in arms expenditure in many countries, could cause resources to be released for improving social and economic conditions through out the world; 7. Believing that Europe has now achieved a sufficient level of capability in space technology to take a credible political initiative towards thesetting-up of such an agency - see Resolution 788 (1983) and the report of the Committee on Scien'je and Technology on the European space programme (Doc. 4995);
i
i
8. Having regard to the fact that the benefits of the European space capabil* ity accrue to all states members of the Council of Europe (whether or not they are members or associates of the European Space Agency); i 9. Believing, therefore, that the member states of the Council of Europe share accordingly an equal responsibility for working towards the realisation of the potential of space technology for contributing to a more stable interna tional political environment and more balanced world development, 1
10. Recommends that the Committee of Ministers, on the occasion of their forthcoming exchange of views on United Nations matters with the participa tion of experts, review the stateof action on the proposal for the setting-up of an international satellite monitoring agency, and examine possibilities for re newed initiatives in this direction, either individually or collectivelyor in asso ciation with non*European industrialized or developing countries having a space capability.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
U NITED N ATION S G E N E R A L A SSE M B L Y
Disir. GEN ERA L
Thirty-seventh session Agenda item 57
A / R E S /3 7 /8 3 18 January 1983
RESOLUTION ADOPTED BY TH E GENERAL ASSEMBLY (on the replort of the First Committee (A/37/669)) 37/83. Prevention of an arms race in outer space
The General Assembly, f
Inspired by the great prospects opening up before mankind as a result of man’s entry into outer space twenty-five years ago,
I
Recognizing the common interest of all mankind in the exploration and use of outer space for peaceful purposes, Reaffirming that the exploration and use of outer space, including the Moon and other celestial bodies, shall be carried out for the benefit and in the interest of all countries, irrespective of their degree of economic or scientific development, and shall be the province of all mankind, Reaffirming further the will of all States that the exploration and use of outer space, including the Moon and other celestial bodies, shall be exclusively for peaceful purposes, Recalling that the1States Parties to the Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space, including the Moon and Other Celestial Bodies, 1/ undertook in article 111to carry on activities in the exploration and use of outer space, including the Moon and other celestial bodies, in accordance with international law and the Charter of the United Nations, in the interest of maintaining international peace and se curity and promoting international co-operation and undemanding, Reaffirming, in particular, article IV of the said Treaty which stipulates that States Parties to the Treat)' undertake not to place in orbit around the earth any objects carrying nuclear weapons or any other kind of weapons of mass destruction, to install such weaponson celestial bodies, or to station such weapons in outer spacc in any other manner,
1 / Resolution 2222 (X X I), annex.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Reaffirming paragraph 80 of the Final Document of the Tenth Special Session of the General Assembly, 2/ in which it is stated that, in order to pre vent an arms race in outer space, further measures should be taken and appro priate international negotiations held in accordance with the spirit of theTrea* ty, Recalling its resolutions 36/97 C and 36/99 of 9 December 1981, Gravely concerned at the danger posed to all mankind by an arms race in outer space, Mindful of the widespread interest expressed by Member States in the course of the negotiations on and following the adoption of the above-men tioned Treaty in ensuring that the exploration and useof outer spaceshould be for peaceful purposes, and taking note of proposals submitted to the General Assembly at its tenth special session, devoted to disarmament, and at itsregu lar sessions and to the Committee on Disarmament, . Noting the grave concern expressed by the Second United Nations Con ference on the Exploration and Peaceful Uses of Outer Space over the exten* sion of an arms race into outer space 3/ and the recommendations made to the competent organs of the United Nations, in particular the General Assembly, and also to the Comrhittee on Disarmament, Convinced that further measures are needed for the prevention of an arms race in outer space, Recognizing that, in the context of multilateral negotiations for prevent ing an arms race in outer space, the resumption of bilateral negotiations be* tween the Union of Soviet Socialist Republics and theUnited Statesof Ameri ca can play a positive role, Taking note of the report of the Committee on Disarmament, 4/ ' i Noting that in the course of its session in 1982 the Committee on Disar mament considered this subject both at its formal and informal meetings as well as through informal consultations, Aware of the various proposals submitted by Member States to the Com mittee on Disarmament, particularly concerning the establishment of a work ing group on outer 4pace and its draft mandate,
2 / Resolution S- J 0 / 2 3 / See Report of the Second United Nutions Conference on the Exploration And Peaceful U ses o f Outer Spucc, Vienna, 9-21 August 1982 (A /C O N F . 1 0 1 /1 0 and C o rr.l and 2). 4 / Official R ccords o f ihc General Assembly, Thirtyscventh Session, Supplement No. 27 ( A / 3 7 /2 7 and C o rr.l).
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Noting, in particular, the express wishes of the overwhelming majority of members of the Committee on Disarmament for the establishment, without delay, of a working group on outer space, 1. Reaffirms the will of all States that outer space shall be used exclus ively for peaceful purposes and that it shall not become an arena for an arms race; 2. Declares that any use of outer space other than for exclusively peaceful purposes runs counter to the agreed objective of general and com plete disarmament under,effective international control; 3. Emphasizes that further effective measures to prevent an arms race in outer space should be adopted by the international community; 4. Calls upon all States, in particular those with major space capabilit ies, tocontribute actively to the objective of the peaceful useof outer spaceand to take immediate measures to prevent an arms race in outer space; 5. Requests the Committee on Disarmament to consider asa matter of priority the question of preventing an arms race in outer space; 6. Further requests the Committee on Disarmament to establish an ad hoc working group on the subject at the beginning ofitssession in 1983, with a view to undertaking negotiations for the conclusion ofan agreement or agree ments, as appropriate, to prevent an arms race in all its aspects in outer space; 7. Requests the Committee on Disarmament to report on its consider ation of this subject to the General Assembly at its thirty-eighth session; 1 8. Requests the Secretary-General to transmit to the Committee on Disarmament all documents relating to the consideration of this subject by the General Assembly at its thirty-seventh session; 9. Decides to include in the provisional agenda of its thirty-eighth ses sion an item entitled "Prevention of an arms racc in outer space”.
98th plenary meeting 9 December 1982
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Distr. GEN ERA L
U N IT E D N A T IO N S G E N E R A L A SSEM BLY
A / R E S /3 7 / 9 9 20 January 1983 Thirty-seventh session ' A gen da item 55
RESOLUTIONS ADOPTED BY T H E G ENER AL ASSEMBLY (on the report of the First Committee (A/37/667)) 37/99. General and complete disarmament
A Non-stationing of nuclear weapons on the territories of States where there are no such weapons at present f The General Assembly,
i
Conscious that a nuclear war would have devastating consequences for the whole of mankind, Recalling its resolution 33/91 F of 16 December 1978, which contains an appeal to all nuclear-weapon Statesto refrain from stationing nuclear wea pons on the territories of States where there are no such weapons at present and to all non-nuclear-weapon States that do not have nuclear weapons on their territories to refrain from any steps that would directly or indirectly result in the stationing of 'such weapons on their territories, Recallingfurtherits resolutions 35/156 C of 12December 1980 and 36/ 97 E of 9 December 1981, in which it requested the Committee on Disarma ment to proceed without delay to talks with a view to elaborating an interna tional agreement on the non-stationing of nuclear weapons on the territories of States where there are no such weapons at present, Noting with fegret that the appeals by the General Assembly remain un heeded, Considering that the non-stationingof nuclear weapons on the territories of States where there are no such weapons at present would constitute a step towards thr larger objective of the subsequent complete withdrawal of nuclear weapons from the territories of other Slates, thus contributing to the preven tion of the spread of nuclear weapons and leading eventually to the total elimi nation of nuclear weapons,
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Bearing in mind the clearly expressed intention of many Statesto prevent the stationing of nuclear weapons on their territories, Deeply alarmed by plans and practical steps leadingto abuild-up of nuclear-weapon arsenals on the territories of other States, 1. Requests once again the Committee on Disarmament to proceed without delay to talks with aview to elaborating an international agreement on the non-stationing of nuclear weapons on the territories of States where there • are no such weapons at present; 2. Calls upon all nuclear-weapon Statesnot tostation nuclear weapons on the territories of States where there are no such weapons at present and to refrain from further action involving the stationing of nuclear weapons on the territories of other States; 3. Calls upon all nuclear-weapon States to freeze qualitatively nuclear weapons on the territories of other States; 4. Requests the Secretary-General to transmit to the Committee on Disarmament all documents relating to the discussion of this question by the General Assembly at it’s thirty-seventh session; 5. Requeststhe Committeeon Disarmament to submit a report on the question to the General Assembly at its thirty-eighth session; 6. Decides to include in the provisional agenda of its thirty-eighth ses sion the itementitled "Non-stationing of nuclear weapons on the territories of Stateswhere thereare no suchweaponsat present: report of the Committee on Disarmament”.
101st plenary meeting 13 December 1982
B Report of the independent Commission on Disarmament and Security Issues The General Assembly, Concerned over the alarming stateofthe armsrace and the risksit causes to the survival of humanity. Recognizing thecentral roleof the United Nations in reducing tension, in safeguarding and promoting confidence between States and in furthering common security and the cause of disarmament,
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Having noted the report of the Independent Commission on Disarma ment and Security Issues entitled "Common security”, 1/ submitted to the General Assembly at its twelfth special session, the sccond special session de voted to disarmament. Convinced that the Commission has made an important contribution to the discussion and deliberation on disarmament and security issuesand that its recommendations and proposals, embodied in its programme of action, should be further considered within the United Nations system, Noting that the recommendations in the report were addressed to Gov ernments and to the United Nations and its organs, Convinced of the importance of ensuring an effectivefollow-up to the re port in the United Nations system and in other relevant contexts, 1. Requests the Secretary-General to transmit tbe report of the Inde pendent Commission on Disarmament and Security Issues to the Disarma ment Commission; 2. Further requests the Disarmament Commission to consider those recommendations and proposals in the report that relate to disarmament and arms limitation and to suggest, in a report to the General Assembly, how best to ensure an cffeciive'follow-up thereto within the United Nations system or otherwise;
i
3. Decides to include in the agenda of its thirty-eighth session an item entitled "Independent Commission on Disarmament and Security Issues; re port of the Disarmament Commission”.
lO Jsi plenary meeting 13 Dcccm ber 1982
C Prohibition of the development, production, stockpiling and use of radiological weapons The General Assembly, Recalling the resolution of the Commission for Conventional Arma ments of 12 August 1948, which defined weapons of mass destruction to in clude atomic explosive weapons, radioactive material weapons, lethal chemi cal and biological weapons and any weapons developed in the future which 1 / S c c A / S * 1 2 / A C 1 / P V .4 , p. 18
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
have characteristics comparable in destructive effect to those of the atomic bomb or the other weapons mentioned above, Recalling its resolution 2602 C (XXIV) of 16 December 1969, i Recalling paragraph 76 of the Final Document of the Tenth Special Ses sion of the General Assembly 2/ in which it isstated that a convention should beconcluded prohibiting the development, production, stockpiling and use of radiological weapons, Reaffirming its resolution 36/97 B of 9 December 1981 on the conclu sion of such a convention, Convinced that such a convention would serveto spare mankind the pot ential dangers of the use of radiological weapons and thereby contribute to strengthening peace and averting the threat of war, Noting that negotiations on the conclusion of an international conven tion prohibiting thedevelopment, production, stockpiling and useof radiolog ical weapons have been conducted in the Committee on Disarmament, Taking note of those parts of the reports of the Committee on Disarma ment to the General Assembly at its twelfth special session and its thirty-se venth session that deal with those negotiations, including the report of the Ad Hoc Working Group on Radiological Weapons, 3/ Recognizing that notwithstanding the progress achieved in those ne gotiations, divergent views continue to exist in connection with various aspects, Taking into consideration that the peaceful applications of nuclear ener gy involve the establishment of a large number of nuclear installations with a high concentration of radioactive materials, and bearing in mind that the des truction ofsuch nuclear facilities by military attacks could have disastrous con sequences, Noting with satisfaction the wide recognition of the need to reach agree ment on the comprehensive prohibition of radiological weapons, 1. Requests the Committee on Disarmament to continue negotiations with a view to an early conclusion of the elaboration of a treaty prohibiting the development, production, stockpiling and use of radiological weapons, in or der that it may be submitted to the General Assembly at its thirty-eighth ses sion; 2 / Resolution S* 10/2. 3 / Official R ccordsof the General Assembly, Twelfth Special Session. Supplement No. 2 ( A /S * 12/2), paras. 67*75 and'ibid.. Thirty*scvcnth Session, Supplement No. 27 ( A /3 7 / 2 7 and C o rr.!), paras. 76*89.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2. Further requests the Committee on Disarmament to continue its search for a solution to the question of prohibition of military attacks on nuc lear facilities, including the scope of such prohibiton, taking into account all proposals submitted to it to this end; 3. Takes note of the recommendation of the Ad Hoc Working Group on Radiological Weapons, in the report adopted by the Committee on Disar mament, to establish at the beginning of its session to be held in 1983, an ad hoc working group, to continue negotiations on the prohibition ofradiological weapons; 4/ 4. Requests the Sccretary-General to transmit to the Committee on Disarmament all documents relating to the discussion by the General Assem bly at its thirty-seventh session of the prohibition ofthe development, produc tion, stockpiling arid use of radiological weapons; i 5. Decidcs to include in the provisional agenda of its thirty-eighth ses sion the item entitled "Prohibition of the development, production, stockpil ing and use of radiological weapons”. 101st plenary meeting 13 December 1982
D . Prevention of an arms race in outer space ' and prohibition of anti-satellite systems
The General Assembly Inspired by the great prospects opening up before mankind as a result of man’s entry into; outer space, Believing that any activity in outer spaceshould be for peaceful purposes and carried on for the benefit of all peoples, irrespective of the degree of their economic and scientific development, 1 Recalling that the States parties to the Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space, including the Moon and Other Celestial Bodies, 5 / have undertaken, in article 111, to carry on activities in the exploration and use of outer space, including the Moon and other celestial bodies, in accordar.ee with international law and the
4 / Se c Official R ccords of the General Assem bly, Thirty-seventh Session, Supplement No. 27 ( A /3 7 / 2 7 and C p n .l) , para. 83. 5 / Resolution 2222 (X X I). annex.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Charter of the United Nations, in the interests of maintaining international peaceand security and promoting international co-operation and understand ing, Reaffirming, in particular, article IV of the above-mentioned Treaty, which stipulates that States parties to theTreaty undertake not to placein orbit around the earth any objects carrying nuclear weapons or any other kinds Of weapons of mass destruction, install such weapons on celcstial bodies or sta tion such weapons in outer space in any other manner, Reaffirming also paragraph 80 of the Final Document of theTenth Spe cial Session of the General Assembly, 2/ which states that, in order to prevent j an arms racein outer space, further measures should be taken and appropriate international negotiations held in accordance with the spirit of the Treaty, Aware of the need to prevent an arms race in outer spaceand in particu lar of the threat posed by anti-satellite systems and their destabilizing effects on international peace and security, ' Recalling its resolutions 36/97 C and 36/99 of 9 December 1981, Noting the grave concern expressed by the Second United Nations Con-< ference on the Exploration and Peaceful Uses of Outer Space 6/ over thepos sible extension of an arms race into outer space, and the recommendations made to thecompetent organs of theUnited Nations, in particular the General Assembly, and also to the Committee on Disarmament, Noting also that, in the course of its session in 1982, the Committee on Disarmament considered thissubject both at its formal and informal meetings, as well as through informal consultations, Taking note of the part of the report of the Committee on Disarmament relating to the item entitled "Prevention of an arms race in outer space”, 7/ 1. Reaffirms that further effectivemeasures to prevent an arms race in outer space should be adopted by the international community; 2. Notes with appreciation the contribution made by Member Statesto the discussionof the itemin the Committee on Disarmament and in the Gener al Assembly; 3. Requests the Committee on Disarmament to continue substantive consideration of:
6 / See Report o f (he Second United Nuiions Conference on the Exploration and Peaceful Uses o f Outer Space, Vienna, 9-21 August 1982 (A /C O N F .lO l/lO and C orr.l and 2). 7 / Official Records o f the General Assembly, Thiny-scvcnih Session, Supplement No. 27 (A / 3 7 /2 7 end CorT.l), paras. 97-106.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
(a) The question of negotiating cffectivc and verifiable agreements aimed at preventing an aims race in outer space, taking into account all exist ing and future proposals designed to meet this objective;
i
(b) As a matter of priority, the question of negotiating an effective and verifiable agreement to prohibit anti-satellite systems as an important step towards the fulfilment oi the objectives set out in sub-paragraph (a) above; 4. Expresses the hope that the Committee on Disarmament will takfc theappropriate steps, such asthepossible establishment of a working group, in order to promote the objectives set forth in paragraphs 1 and 3 above;
i 5. Requests the Committee on Disarmament to report on the consider ation given to this subject to the General Assembly at its thirty-eight session; i 6. Decides to include in the provisional agenda of its thirty-eighth ses sion the item entitled ’’Prevention of an arms race in outer space and prohibi tion of anti-satellite systems". lO lsi plenary meeting 13 December 1982
E Prohibition of the production of fissionable imaterial for weapons purposes
i The General Assembly, i Recalling its resolutions 33/91 H of 16 December 1978,34/87 D of 11 December 1979,35/156 H of 12 December 1980 and 36/97 G of 9 Decem ber 1981, in which it requested the Committee on Disarmament, at an appro priatestage of the implementation ofthe Programme of Action set forth in sec tion III of the Final Document of the Tenth Special Session of the General As sembly, 2/ and of its work on the item entitled "Nuclear weapons in all aspects", to consider urgently the question of adequately verified cessation and prohibition of the production of fissionable material for nuclear weapons and other nuclear explosive deviccs and to keep the Assembly informed of the progress of that consideration, Noting that the agenda of the Committee on Disarmament for 1982 in cluded the item entitled "Nuclear weapons in all aspects" and that the Com mittee’s programme of work for both parts of its session held in 1982 con tained the item entitled "Cessation of the nuclear arms race and nuclear disar mament, Recalling the proposalsand statements made in the Committee On Disar mament on those items,
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Considering that the cessation of production of fissionable material for weapons purposes and the progressive conversion and transfer of stocks to peaceful uses would be a significant step towards halting and reversing the nuclear arms race, Considering that the prohibition of the production of fissionablematerial for nuclear weapons and other explosive devices also would be an important measure in facilitating the prevention of the proliferation of nuclear weapons and explosive devices, ■ Requests the Committee on Disarmament, at an appropriate stage of its work on the item entitled ’’Nuclear weapons in all aspects”, to pursue its con sideration of the question of adequately verified cessation and prohibition of the production of fissionable material for nuclear weapons and other nuclear explosive devices and t6 keep the General Assembly informed of the progress of that consideration.
lO lsi plenary meeting 13 December 1982
F Review and supplement of the comprehensive study on the question of nuclear-weapon-free zones in ail its aspects f f TTie General Assembly, Conscious oftheneedtomake every effort towards achieving a cessation of the nuclear arms race, nuclear disarmament and general and complete dis armament under strict and effective international control, Recognizing, in pursuance of these ends, the urgent need to prevent the proliferation of nuclear weapons in the world, Affirming that the establishment of nuclear-weapon-free zones is a con tribution to disarmament, Recalling its resolution 3572 (XXX) of 11 December 1975 on the com prehensive study of the question of nuclear-weapon-free zones in all its aspects, Recalling theviews, observations and suggestionsmade on it by Govern ments, and by the International Atomic Energy Agency and other interna tional organizations concerned, and the report of the Secretary-General con taining them, 8/ 8 / Official Rccords of tbe Genera! Assembly, Thirtieth Session, Supplemem No. 27A ( A / 1 0 027/A d d .l).
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Considering that questions related to the establishment of nuclear-wea pon-free zones in various parts of the world have been addressed in a number of recent studies undertaken by the United Nations in the field of disarma ment, Considering further that the experience of the Treaty for the Prohibiton of Nuclear Weapons in Latin America (Treaty of Tlatelolco) 9/ would be of great value for the other regions of the world, Recognizing that these developments should be recorded in a new com plementary study of this subject, i 1. Decides that a study should be undertaken to review and supple ment the comprehensive study of the question of nuclear-weapon-free zones in all its aspects in the light of information and experience accumulated since 1975; 2. Requests the Secretary-General, with the assistance of an ad hoc group of qualified governmental experts, to carry out the study and tosubmit it to the General Assembly at its thirty-ninth session, bearing in mind thesavings that may be made within existing budgetary appropriations; 3. Calls upon interested Governments and international organizations concerned to extend such assistance as may be required from time to time for the carrying out of the study; i 4. Decides to! include in the provisional agenda of its thirty-ninth ses sion an item entitled: "Study of the question of nuclear-weapon-free zones in all its aspects”. 101st plenary meeting 13 Decem ber 1962
G Measures to provide objective information on military capabilities The General Assembly, Deeply concerned about the continuing escalation of the arms race, in particular the nuclear arms race, its extremely harmful cffects on world peace and security and the deplorable waste of human and material resources for military purposes, Recalling the Final Document of the Tenth Special Session of the Gener al Assembly, 2/ which states, inter alia, that, in order tofacilitatetheprocess of 9 / United Nations, Treaty Series, vol. 634, No. 9066, p. 326
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
disarmament, it is necessary to take measures and to pursue policies to streng then international pcace and security and to build confidence among States, in accordance with the purposes and principles of the Charter of the United Nations, 1 Bearingin mind that Ihe Final Document also statesthat diarmament, re laxation of international tensions, respect for the right of self-determination and national independence, the peaceful settlement of disputes in accordance with the Charter of the United Nations and the strengthening of international peace and security are diretly related to each other, that progress in any of these spheres has a beneficial effect on all of them and that, in turn, failure in one sphere has negative effects on others, Recalling also paragraph 105 of the Final Document, in which Member Statesare encouraged to ensure a better flow of information with regard to the various aspects of disarmament, to avoid dissemination of false and tenden tious information concerning armament and to concentrate on the danger of escalation of the arms race and on the need for general and complete disarma1 ment under effective international control,
i
*
Noting that misperceptions of the military capabilities and the intentions of potential adversaries, which could be caused, inter alia, by lack of objective information, could induce States to undertake armaments programmes lead ing to the acceleration ofthe aims race, in particular thenuclear arms race, and to heightened international tensions, Aware that objective information on military capabilities, in particular amongnuclear-weapon States and other military significant States, could con tribute to the building Of confidence among States and to the conclusion of concrete disarmament agreements and, thereby, help to halt and reverse the arms race, 1. Calls upon all States, in particular nuclear-weapon States and other military significant States, to consider additional measuresto facilitatetheprovision of objective information on, and objective assessments of, military ca pabilities; 1 2. Invites all States to communicate to the Secretary-General (heir views and proposals concerning such measures; 3. Requests the Secretary-General to submit to the General Assembly at its thirty-eighth session a report containing, first, the replies of Member Statescalled for under paragraph 2 above, and, secondly, on the basis of these replies, a preliminary analysis of the possible role of the United Nations in the context of measures to facilitatethe provision of objective information on, and objective assessments of, military capabilities. 101st plenary meeting 13 December 1982
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
H Review Conference of the Parties to the Treaty on the Prohibi tion of the Emplacement of Nuclear Weapons and Other Wea pons of Mass Destruction on the Sca-Bed and the Ocean Floor and in the Subsoil Thereof i The General Assembly,' Recalling its resolution 2660 (X X V ) of 7 December 1970, in which it commended the Treaty on the Prohibition of the Emplacement of Nuclear Weapons and Other Weapons of Mass Destruction on the Sca-Bed and the Occan Boor and in the Subsoil Thereof, 10/ Noting the provisions of article VII of that Treaty concerning the holding of review conferences, Bearing in mind that, in itsFinal Declaration, 11/ the First Review Con ference of the Parties to the Treaty on the Prohibition of the Emplacement of Nuclear Weapons and Other Weapons of Mass Destruction on the Sca-Bed and the Ocean Floor and in the Subsoil Thereof, held at Geneva from 20 June to 1July 1977, decided that afurther reviewconference should be held at Gen eva in 1982, unless a majority.of States parties indicated to the depositaries that they wished sUch a conference to be postponed, in which case it should be convened not later than 1984,1 Recalling its resolution 32/87 A of 12 December 1977, in which it made an assessment of the outcome of the first Review Conference,
j Bearing in mind all the relevant paragraphs of the Final Document of the Tenth Special Session oftbeGeneral Assembly, 2/ the first special session de voted to disarmament, i 1. Notes that, foliowingappropriateconsultations,a preparatory com mittee for the second Review Conference of the Parties to the Treaty on the Prohibition of the Emplacement of Nuclear Weapons and Other Weapons of Mass Destruction on the Sea-bed and the Ocean Floor and in the Subsoil Thereof is to be established prior to holding a further review conference in 1983; i
Requests the Secretary-General to render the necessary assistance and to provide such services, including summary records, as may be required for the Review Conference and its preparation;2.
1 0 / Resolution 2660 (X X V ), annex. 1 1 / See A / C l / 3 2 / 4 .
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
3. Treaty.
Recalls its expressed hope for the widest possible adherence to the
101st plenary meeting 13 December 1982
I Review Conference ofthe Parties to the Convention on the Pro hibition of Military or Any Other Hostile Use of Environmental Modification Techniques i The General Assembly,, Recalling itsresolution 31/72 of 10 December 1976, in which it referred the Convention on the Prohibition of Military or Any Other Hostile Use of Environmental Modification Techniques 12/ to all States for their considera tion, signature and ratification and expressed the hope for the widest possible adherence to the Convention, Noting that paragraph 1 of article VIII of the Convention provides that: that; "Five Years afterthe entry into force of this Convention, a conference of the States Parties to the Convention shall be convened by the Depositary at Geneva, Switzerland. The conference shall review the operation of the Con vention with a view to ensuring that its purposes and provisions are being real ized, and shall in particular examine the effectivenessof theprovisionsof para graph 1of article I in eliminatingthe dangers ofmilitary or any other hostile use of environmental modification techniques”, Bearing in mind thatthe Convention will havebeenin forcefor five years on 5 October 1983, 1. Notes that the Secretary-General, asDepositary of the Convention, intends to convene the Review Conference ofthePartiesto the Convention on the Prohibition of Military or Any Other Hostile Useof Environmental Modi fication Techniques called for in paragraph 1of article VIII of the Convention at the earliest practicable time after 5 October 1983 and that, to that end, he will hold consultations with the Parties to the Convention with regard to ques tions relating to the Conference and its preparation, including the establish* ment of a preparatory committee for the Conference; 2; Requests the Secretary-General to render the necessary assistance and to provide such services, including summary records, as may be required for the Review Conference and its preparation; 12/ Resolution 3 1 /7 2 , annex.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
3. Also notes that arrangements for meeting the costs of the Review Conference and its prepkration are to be made by the Conference.
101st plenary meeting 13 December 1982.
J Military research and development
i i
The General Assembly, Mindful of the important task of the United Nations to evaluate the state of the arms race, in particular the nuclear arms race, and to deliberate all rele vant issues of disarmament, Recalling the provisions of paragraph 39 of the Final Document of the Tenth Special Session of the General Assembly, 2/ the first special session de voted to disarmament, according to which qualitative and quantitative disar mament measures are both important for halting the arms'race and efforts to that end must include negotiations on the limitation and cessation of the quali tative improvement of armaments, especially weapons of mass destruction and the development of new means of warfare, sothat ultimately scientific and technological achievements may be used solely for peaceful purposes, Recalling further, that according to paragraph 303 of the Final Docu ment, the United Nations Centre for Disarmament should intensify its activit ies in the presentation of information concerning the armaments race and dis armament, Noting the impact of military research and development on the arms race, in particular in relation to major weapons systems such as nuclear wea pons and other weapons of mass destruction, Concerned that, at present, a large proportion of all scientistsand techni cians in the world are involved in military programmes, Noting also that in the arms race, particularly asregardsnuclear weapons and Other weapons of mass destruction, there is an increasing emphasis on the qualitative aspects, Rccopsiizing that research and development in ccrtain fields may contri bute to disarmament and have conflict-preventing effects, Aware of the fundamental importance of research and development for peaceful purposes, and of the inalienable right of all States to develop, also in
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
co-operation with other States, their research and development for such pur poses, Convinced of the need to focus attention on the military use of research and development and to prepare the ground for further substantial considera tion of this matter, ! Recalling the suggestions on military research and development submit ted to the General Assembly at its twelfth special session, the second special. session devoted to disarmament, Convinced also that increased infonnation on military research and development could contribute to promoting confidence between States and enhance the possibility of reaching agreements on arms limitation and disar mament, i Convinced further that a study on the military application of research and development would make a valuable contribution to increasing available knowledge on military research and development in all States, particularly re search and development by the major military Powers, and to the dissemina tion of factual informatidn on these issues, as well as the analysis thereof,
i
1. Requests the Secretary-General, with the assistance of qualified governmental experts, bearing in mind the savings that might be made from the existing budgetary appropriations, to carry out a comprehensive study on the scope, role and direction of the military use of research and development, the mechanisms involved* its role in the overall arms race, in particular the nuclear arms race, and its impact on arms limitation and disarmament, parti cularly in relation to major weapons systems, such as nuclear weapons and other weapons of mass destruction, with a view to preventing a qualitative arms race and to ensuring that scientific and technological achievements may .ultimately be used solely for peaceful purposes; 2. Invitesall States tosubmit to the Secretary-General not later than 15 April 1983 their views on the subject of the study and to co-operate with the Secretary-General so that the objectives of the study may be achieved; 3. Requests the Secretary-General toreport on thissubject to the Gen^ era! Assembly at its thirty-ninth session.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
K Institutional arrangements relating to the process of disarmament I The General Assembly, i Recalling itsresolution 31/90 of 14December 1976, by which it decided to keepthe strengthening of the role of the United Nationsin thefield of disar mament under continued review, Recalling also its rcsolutibn 34/87 E of 11 December 1979, in which it, inter alia: , .(a) Reaffirmed that the United Nations had a central role and primary responsibility in the field of disarmament, (b) Noted that the growing disarmament agenda and the complexity of the issuesinvolved, aswell as themore activeparticipation ofa large number of Member States, crcated increasing demands on United Nations management of disarmament affairs for purposes such as the promotion, substantive pre paration, implementation and Control of the process of disarmament, i Reaffirming the importance of the Committee on Disarmament as the single.multilateral disarmament negotiating forum, in conformity with para graph 120 of (he Final Document of the Tenth Special Session of the General Assembly, 2/ the first special session devoted to disarmament, Recognizing the growing importance attached to disarmament questions since the tenth special session, as evidenced by the increasing work-load placed on the Centre for Disarmament of the Secretariat and on the Commit tee on Disarmament, Gearing in mind the close relationshipbetween matters concerning Inter national security and disarmament and the interest in close co-operation be tween the units in the Secretariat dealing with them, Noting the proposals submitted to the Genera] Assembly at its twelfth special session, the second special Sessiondevoted todisarmament, with aview to taking certain action to strengthen the United Nations disarmament ma chinery, Noting also that the twelfth special session placed increasing duties on the Centre for Disarmament in requesting it to provide the central guidance in co-ordinating the World Disarmament Campaign activities within the United Nations system,
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Having considered the relevant pans of section Jl F of the report of the Committee on Disarmament, 13/ Reaffirming paragraph 28 of the Final Document of the Tenth Special Session of the General Assembly,
i Noting that it was not possible to complete the first review of the mem bership of the Committee on Disarmament during the twelfth special session of the General Assembly in conformity with paragraph 120 of the Final Docu ment of the Tenth Special Session and with Assembly resolution 36/97 J of 9 December 1981, Noting also that the consultations in the Committee on Disarmament on the basisof paragraphs 55 and 62 of the Con eluding Document of theTwelfth Special Session of the General Assembly 14/ have not been completed, Requests the Committee on Disarmament to report to the General As sembly at its thirty-eighth session on the review of the membership of the Committee, taking into account paragraph 120 of the Final Document of the Tenth Special Session and paragraphs 55 and 62 of the Concluding Document of the Twelfth Special Session;
I
II
i Bearing in mind the suggestion that the single multilateral disarmament negotiating forum should have the designation of a conference, Reaffirming the validity of the provisions contained in paragraph 120 of the Final Document of the Tenth Special Session of the General Assembly, Commends to the Committee on Disarmament that it considers desig nating itself as a conference without prejudice to paragraph 120 of the Final Document; ,
Recalling paragraph 124 of the Final Document of the Tenth Special Session of the General Assembly, Requests the Secretary-General to revive the Advisory Board on Disar mament Studies in line with his note of 26 October 1982 15/ and to entrust it 1 3 / Official Records of the General Assembly, Thirty-seventh Session, Supplement No. 27 ( A /3 7 / 2 1 and C o n .l). 14 / A /S - 1 2 /3 2 . 1 5 / A /3 7 /S 5 0 .
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
with the functions listed therein, taking into account the provisions of section IV of the present resolution and further relevant decisions of the General Assembly in this regard; ■ rv Aware of the need of the international community to be provided with more diversified and complete data on problems relating to international se curity, the armaments raee and disarmament so as to facilitate progress, through negotiations towards greater security for all States, Convinced that negotiations on disarmament and continuing efforts to securegreater security at alower level of armamentswould benefit from objec tive and factual studies and analyses, Reaffirming the importance ofensuring that disarmament studiesshould be conducted in accordance with the criteria of scientific independence, Conscious that sustained research and study activity by the United Nations in the field of disarmament would promote informed participation by all States in disarmament efforts, Stressing the need to undertake more in-depth, forward-looking and long-term research on disarmament within the United Nations, Recalling its resolution *34/83 M of 11 December 1979,
i l. 1. Expresses its gratitude to the Board of Trustees of the United Nations Institute for Training and Research for its contribution to the esta blishment and development of the United Nations Institute for Disarmament Research; 2. Notes with satisfaction the activities carried out by the United Nations for Disarmament Research since its establishment; 3. (a)
Decides that: The United Nations Institute for Disarmament Research shall: (i)
Functionasanautonomousinstitutionworkingincloserelationship with theDepartment for Disarmament Affairs; 16/
(ii)
Be organized in amanner to ensure participation on an equi table political and geographical basis;
(iii)
Continue to undertake independent research on disarma ment and related security issues;
16/ See tcOtion V o f the present resolution.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
(i v)
Duly takeintoaccount the recommendations of the General Assembly; ,
(b) The Secretary-General’sAdvisory Board on Disarmament Studies shall function as the, Board of Trustees of the Institute; (c)
The headquarters of the Institute shall be at Geneva;
(d) Activities of the Institute shall be funded by voluntary contribu tions from States and public and private organizations; •4. Invites Governments to consider making contributions to the Unit* ed Nations Institute for Disarmament Research; 5. Requests the Secretary-General to give administrative and other support to the United Nations Institute for Disarmament Research; 6. Requests the Board of Trustees to draft the statute of the United Nations Institute for Disarmament Research on the basis of the Institute’s present mandate, to be submitted to the General Assembly at its thirty-eighth session;, i 7. Invites the Director of the United Nations Institute for Disarma ment Research to report to the General Assembly at its thirty-eighth session on the implementation of the present resolution and the activities carried out by the Institute; * V 1. Requests the Secretary-General to transform the Centre for Disar* mament of the Secretariat appropriately strengthened with the existing overall resources of the United Nations, into a Department for Disarmament Affairs headed by an Under-Selcretary-General, which will be so organized as to ref lect fully the principle of equitable geographical distribution; 2. Requests the Secretary-General to report to the General Assembly ' at itsthirty-eighth sessionon the practical implementation of the present reso lution.
Skripsi
HENNEY TRIWAHYU KARTIKA ADI SUMALI ORBIT GEOSTASIONER DALAM PROGRAM MILITER RUANG ANGKASA DAN PENGGUNAAN RUANG ANGKASA SECARA DAMAI