OPTIMASI PROSES MASERASI PANILI (Vanilla planifolia A) HASIL MODIFIKASI PROSES KURING
Oleh MELAWATI F34101129
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
OPTIMASI PROSES MASERASI PANILI (Vanilla planifolia A) HASIL MODIFIKASI PROSES KURING
Oleh MELAWATI F34101129
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN OPTIMASI PROSES MASERASI PANILI (Vanilla planifolia A) HASIL MODIFIKASI PROSES KURING
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh MELAWATI F34101129
Dilahirkan pada tanggal 5 April 1982 Di Cilacap Tanggal lulus : 23 Januari 2006
Disetujui Tanggal : 6 Februari 2006
Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi Dosen Pembimbing
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “OPTIMASI PROSES MASERASI PANILI (Vanilla planifolia A) HASIL MODIFIKASI PROSES KURING” adalah karya asli saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali dengan jelas ditunjukan rujukannya.
Bogor, 23 Januari 2006 Yang Membuat Pernyataan,
Melawati F34101129
Melawati. F34101129. Optimasi Proses Maserasi Panili (Vanilla planifolia A) Hasil Modifikasi Proses Kuring. Dibawah Bimbingan Dwi Setyaningsih. 2006.
RINGKASAN Ekstrak panili alami adalah flavouring agent yang paling mahal di industri dan merupakan salah satu flavor yang terpopuler di dunia (www.joyofbaking.com). Kualitas ekstrak panili dipengaruhi oleh sejumlah faktor yaitu umur panen, penanganan dan penyimpanan buah sebelum diekstrak, kualitas panili kering, metode dan kondisi ekstraksi, serta waktu penuaan untuk menyempurnakan perkembangan flavor (Purseglove et al, 1981). Perbaikan kualitas panili kering telah dilakukan dengan cara modifikasi atau perbaikan teknologi proses kuring, yang dilengkapi dengan analisis komposisi senyawa glikosida yang dihidrolisis oleh enzim endogenus panili. Penelitian tersebut menghasilkan peningkatan kadar vanillin pada pengeringan hari ke-5 (2.8%, standar 1.2%) dengan kadar air sekitar 70% (Setyaningsih et al, 2003). Pada penelitian yang penulis lakukan, panili kering hasil modifikasi proses kuring diolah menjadi produk turunan panili yaitu ekstrak panili yang diproduksi dengan metode maserasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan cara maserasi, mendapatkan jenis bahan yang memiliki kadar vanillin tertinggi, mendapatkan komposisi pelarut (etanol : air ) yang sesuai dengan jenis bahan yang akan diekstrak, mengetahui pengaruh waktu maserasi, sukrosa dan gliserin terhadap kadar vanillin dalam ekstrak panili, mendapatkan variabel yang dapat mengoptimumkan kadar vanillin, serta mengetahui karakteristik ekstrak dari buah panili setengah kering. Penelitian dilakukan dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memilih cara maserasi, memilih bahan, memilih komposisi pelarut (etanol : air), dan mengetahui pengaruh waktu maserasi, sukrosa dan gliserin terhadap kadar vanillin ekstrak. Cara maserasi yang dicobakan adalah cara maserasi satu tahap, maserasi dua tahap dengan satu kali penyaringan, dan maserasi dua tahap dengan dua kali penyaringan. Bahan yang dipilih adalah panili setengah kering, panili kering 1, dan panili kering 2. Sedangkan komposisi etanol : air yang dicoba mulai dari 5:5 sampai dengan 8:2. Waktu maserasi dicoba dari 1-16 hari. Konsentrasi sukrosa dicoba dari 0.5-8 g. Sedangkan konsentrasi gliserin dicoba dari 1-16 ml. Hasil penelitian pendahuluan menunjukan bahwa maserasi satu tahap mampu mengekstrak vanillin lebih tinggi (rata-rata 2.3 g/l) dibandingkan cara maserasi dua tahap (rata-rata 2.1 g/l). Panili setengah kering menghasilkan kadar vanillin yang lebih tinggi (rata-rata 0.98 g/l) dibandingkan panili kering 1 (ratarata 0.41 g/l) dan panili kering 2 (rata -rata 0.32 g/l). Komposisi etanol : air yang paling tepat untuk bahan panili setengah kering adalah 7:3 (kadar vanillin 1.78 g/l), sedangkan untuk bahan panili kering 1 dan panili kering 2 adalah 5:5 (kadar vanillin 0.64 g/l dan 0.56 g/l). Bertambahnya waktu maserasi (1-16 hari), sukrosa (0.5-8 g) dan gliserin (1-16 ml) meningkatkan kadar vanillin dari 3.1 g/l sampai dengan 3.9 g/l.
Penelitian utama terdiri dari tiga proses optimasi. Optimasi menggunakan metode respon surface dengan 22 faktorial dan 23 faktorial. Optimasi satu adalah optimasi dengan variabel waktu maserasi dan konsentrasi sukrosa. Level rendah (-1) untuk variabel waktu maserasi adalah 7 hari, level tinggi (+1) 21 hari, dan titik tengah (0) 14 hari. Level rendah (-1) untuk variabel sukrosa adalah 3.5 g, level tinggi (+1) 10.5 g dan titik tengah (0) 7 g. Optimasi dua adalah optimasi dengan variabel waktu maserasi dan konsentrasi gliserin. Level rendah (-1) waktu maserasi adalah 7 hari, level tinggi (+1) 21 hari, dan titik tengah (0) 14 hari. Level rendah untuk gliserin adalah 7 ml, level tinggi (+1) adalah 21 ml, dan titik tengah (0) 14 ml. Optimasi tiga adalah optimasi dengan variabel waktu maserasi, sukrosa dan gliserin. Level rendah (-1) untuk waktu maserasi adalah 8 hari, level tinggi (+1) 16 hari, dan titik tengah (0) 12 hari. Level rendah (-1) untuk konsentrasi sukrosa adalah 4 g, level tinggi (+1) 10 g, dan titik tengah (0) 7 g. level rendah (-1) untuk gliserin adalah 2 ml, level tinggi (+1) 6 ml, dan titik tengah (0) 4 ml. Hasil optimasi menunjukan bahwa, optimasi satu optimum pada waktu maserasi 15.9 hari dan sukrosa sebanyak 7.3 g dengan kadar vanillin sebesar 4.5 g/l (1.5 kali lebih tinggi dibandingkan Balitro II). Optimasi dua belum mencapai titik optimum. Nilai kadar vanillin maksimal sebesar 3.7 g/l (1.2 kali lebih tinggi dibandingkan Balitro II) dicapai dari perlakuan waktu ekstraksi 22 hari dan gliserin sebanyak 19.9 ml. Optimasi tiga mencapai titik optimum pada waktu maserasi 12 hari, sukrosa 7 g, dan gliserin 4,7 ml dengan kadar vanillin 3.4 g/l (1.1 kali lebih tinggi dibandingkan Balitro II). Karakteristik ekstrak dari buah panili sete ngah kering adalah kadar vanillin 3.4-4.5 g/l, total asam 380–410 ml 0.1 N NaOH/l, kadar abu 1.33–3.42 g/l, abu terlarut 0.81–2.91 g/l, alkalinitas abu total 462.6-536.7 ml 0.1 N HCl/l, alkalinitas abu terlarut 139.1–216.5 ml 0.1 N HCl/l, dan lead number berkisar antara 4.5-4.6. Sebagian besar dari nilai tersebut memenuhi syarat ekstrak panili yang ditetapkan oleh FDA.
Melawati. F34101129. Optimization of Vanilla (Vanilla planifolia A) Maceration Process from Vanilla Modified Curing. Supervised by Dwi Setyaningsih. 2006.
SUMMARY Natural vanilla extract is the most expensive flavouring agent in industry and one of the most popular in the world (www.joyofbaking.com). The quality of a vanilla extract is depend upon a number of factors which include careful handling and storage of the beans prior to extraction, appropiate selection and blending of beans, the degree of comminution of the beans, the method and condition of extraction, and proper ageing of the extract to permit full flavor development (Purseglove et al, 1981). Improvement of cured vanilla quality had been done by curing process modification which was completed with glycoside composition analysis that has been hydrolyzed by vanilla endogenous enzyme. That modification increased vanillin content on the fifth days of curing (2.8%, standard 1.2%) with water content was about 70% (Setyaningsih et al, 2003). On this research, modified cured vanilla was processed to vanilla extract by maceration method. The aim of this research were to get maceration method, to get kind of material which has the highest vanillin content, to get suitable solvent composition with the kind of material, to get variabels that could optimize vanillin content and to know the characteristic of vanilla extract from half dried cured maceration. In this reserach, there were the preliminary research and the main research. The preliminary research was to prefer the best maceration method, to prefer kind of material and solvent composition, and to analyze the influence of maceration time, sucrose, and glycerol concentration. Maceration method were one stage maceration, two stage maceration with once filtration, and two stage maceration with twice filtration. The ratio of ethanol-water was 5:5 to 8:2. The kind of cured vanilla were half dried cured vanilla, cured vanilla 1, and cured vanilla 2. Maceration time were 1-16 days. Sucroce and glycerol concentration were 0.5-8 g and 1-16 ml, respectively. One stage maceration could extract vanillin (average 2.3 g/l) much more than two stage maceration (average 2.1 g/l) . Half dried cured vanilla vanillin content (average 0.98 g/l) has higher than cured vanilla 1 and cured vanilla 2 (average 0.41 g/l and 0.32 g/l). The suitable ethanol-water composition for half dried cured vanilla was 7:3 (vanillin content 1.78 g/l). Increasing of maceration time (1-16 days), sucrose (0.5-8 g) and glycerol (1-16 ml) concentration could increase vanillin content (3.1 g/l to 3.9 g/l). In the main research, there were three optimation processes. The optimation was used respon surface method with 22 factorial and 23 factorial. First optimation was optimation with two variables such as maceration time and sucrose concentration. Low level and high le vel for maceration time variables was 7 days and 21 days. Low level and high level for sucrose concentration variables was 3.5 g and 10.5 g. Second optimation was optimation with two variables such as maceration time and glycerol concentration. Low level and high level for maceration time was 7 days and 21 days. Low level and high level for glycerol concentration was 7 ml and 21 ml. Third optimation was optimation with three
variables such as maceration time, sucrose concentration and glycerol concentration. Low level and high level for each variables were 8 days and 16 days, 7 g and 10 g, 2 ml and 6 ml, respectively. The maximum vanillin content of first optimation was 4.5 g/l at maceration time 15.9 days and sucrose concentration 7.3 g. The maximum vanillin content of second optimation was 3.8 g/l at maceration time 22 days and glycerol concentration 19.9 ml. The maximum vanillin content of third optimation was 3. 4 g/l at maceration time 12 days sucrose concentration 7 g, and glycerol concentration 4.7 ml. Characteristic of vanilla extract which had resulted from half dried cured vanilla maceration were vanillin content (3.4-4.5 g/l), total acid (380-410 ml 0.1 N NaOH/l), total ash (1.3-3.4 g/l), total soluble ash (0.8-2.9 g/l), alkalinity of total ash (462.6-536.7), alkalinity of soluble ash (139.1-216.5), and lead number (4.54.6).
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis memiliki nama lengkap Melawati, dilahirkan di Cilacap, tanggal 5, bulan April, tahun 1982. Penulis beragama islam. Alamat asal, Jl. Tentara Pelajar Teritih Kulon, Cilacap Utara, Jawa Tengah. Penulis dilahirkan dari pasangan Ekawati dan Andryanto. Pendidikan for mal dimulai dari SD N Mulyasari, lulus tahun 1994. Kemudian, penulis melanjutkan studi di SLTP 1 N Banjar Patroman, lulus pada tahun 1997. Sekolah lanjutan tingkat pertama diselesaikan di SMU 1 N Wangon, lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2001, penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan nomor induk mahasiswa F34101129 melalui jalur UMPTN. Penulis pernah menjabat sebagai Wakil Ketua OSIS II (1999-2000), Ketua Putri Pramuka (1999-2000), Ketua Kelompok Wirausaha (2003), Manajer Produksi “Monalisa Jus” (2004), dan Bendahara Promt -D (2004). Penulis pernah bekerja sebagai staf pengajar di lembaga bimbingan belajar Smart® Tangerang (2005). Penulis memiliki moto belajar dari setiap pengalaman dan kesalahan untuk hidup yang lebih baik. Bagi para pembaca yang ingin berdiskusi dengan penulis berkaitan dengan isi tulisan ini, silahkan kirim email ke
[email protected].
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang bersemayam di Arasy, yang telah memberi petunjuk kepada penulis dengan ilmu-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Laboratorium Kimia Pangan Seafast, Laboratorium Pengawasan Mutu, dan LDIT. Penelitian ini dilakukan selama sepuluh bulan, sejak bulan Maret sampai dengan Desember 2005. Penelitian dan penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan,
perhatian
dan
kasih
sayang
selama
masa
pembimbingan di tengah kesibukan beliau. 2. Prof. Dr. Ir. A. Aziz Darwis, MSc selaku dosen penguji yang telah mengajarkan keberanian untuk menerima konsekuensi dari setiap keputusan yang diambil dan mengajarkan pentingnya pengetahuan dasar sebagai landasan dari setiap pekerjaan yang dilakukan. 3. Ir. Indah Yuliasih, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan perbaikan penulisan skripsi, mengajarkan ketelitian, dan memberikan nasehat tentang kejujuran. 4. Seluruh dosen, karyawan Departemen Teknologi Industri Pertanian atas segala budi baik yang telah diberikan selama masa studi. 5. Andryanto dan Ekawati selaku kedua orang tua penulis yang telah memberikan dukungan dengan doa dan seluruh kasih sayangnya. Beliau adalah semangat bagi penulis untuk terus berjuang menuju kehidupan yang lebih baik. 6. Sari Purwaningsih selaku kakak yang telah banyak berkorban untuk keberhasilan studi penulis. You are my sister you are my hero. Guntoro AMd, dan Hendriyanto selaku adik penulis yang selalu bersedia berbagi suka dan duka. Jangan pernah menyerah. Mari kita bangun kembali istana kita yang hilang. Kasih sayang Allah meliputi bumi dan lautan. I love you all.
7. Dwi Lestari Rahayu dan Nurmalia Mulyati yang telah bekerja bersama -sama selama penelitian. 8. Maya, Yeni, Hevy, Johar, dan semua teman-teman TIN angkatan 38. Penulis telah menyusun skripsi ini berdasarkan hasil penelitan yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Oleh karena itu, penulis berharap skripsi ini dapat memperka ya khasanah ilmu pengetahuan tentang ekstraksi panili di Indonesia dan khususnya di IPB.
Bogor 23 Januari 2006
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................. iii DAFTAR TABEL .......................................................................................... v DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ vii I.
PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG .................................................................. 1
B.
TUJUAN ....................................................................................... 2
C. MANFAAT .................................................................................... 3 II.
III.
IV.
TINJAUAN PUSTAKA A.
BOTANI PANILI ........................................................................ 4
B.
KOMPOSISI KIMIA BUAH PANILI ....................................... 5
C.
MODIFIKASI PROSES KURING ............................................. 6
D.
EKSTRAK PANILI ..................................................................... 7
E.
METODE EKSTRAKSI PANILI ............................................... 8
F.
TINJAUAN PATEN EKSTRAK PANILI ................................ 11
G.
METODE RESPON SURFACE ................................................. 12
BAHAN DAN METODE A.
BAHAN DAN ALAT ................................................................ 14
B.
METODE PENELITIAN ...........................................................14
C.
RANCANGAN PERCOBAAN ................................................ 16
HASIL DAN PEMBAHASAN A.
PENELITIAN PENDAHULUAN 1.
PENENTUAN CARA MASERASI ................................. 18
2.
PENENTUAN JENIS BAHAN DAN KOMPOSISI PELARUT ........................................................................ 21
3.
PENGARUH WAKTU SERTA PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLISERIN............................................. 24
B.
PENELITIAN UTAMA 1.
OPTIMASI SATU ............................................................ 26
2.
OPTIMASI DUA ............................................................. 29
3.
OPTIMASI TIGA ............................................................ 32
4.
ANALISIS EKSTRAK DARI BUAH SETENGAH KERING SELAIN VANILLIN ........................................ 35
V.
KESIMPULAN DAN SARAN A.
KESIMPULAN ......................................................................... 43
B.
SARAN ...................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 44 LAMPIRAN ..................................................................................................48
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi Kimia Buah Panili Segar .................................................. 5 Tabel 2. Polaritas Pelarut Organik ................................................................... 9 Tabel 3. Variabel Independen yang Digunakan dalam Model Statistik 1 ...... 16 Tabel 4. Variabel Independen yang Digunakan dalam Model Statistik 2 ...... 16 Tabel 5. Variabel Independen yang Digunakan dalam Model Statistik 3 ...... 16 Tabel 6. Matrik Orde Pertama Proses Optimasi Satu ..................................... 27 Tabel 7. Analisis Varian untuk Orde Pertama Proses Optimasi Satu ............ 27 Tabel 8. Matrik Orde Kedua Proses Optimasi Satu ....................................... 27 Tabel 9. Matrik Orde Pertama Proses Optimasi Dua
................................... 30
Tabel 10. Analisis Varian untuk Orde Pertama Proses Optimasi Dua ........... 30 Tabel 11. Matrik Orde Kedua Proses Optimasi Dua Tabel 12. Matrik Orde Pertama Proses Optimasi Tiga
.................................... 30 ................................ 33
Tabel 13. Analisis Varian untuk Orde Pertama Proses Optimasi Tiga .......... 33 Tabel 14. Karakteristik Ekstrak........................................................................ 39 Tabel 15. Analisis Senyawa Volatil
............................................................. 40
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Bagan alir Disain Eksperimen .................................................... 17 Gambar 2. Perbandingan Kadar Vanillin Tiga Cara Maserasi ..................... 18 Gambar 3. Ikatan Hidrogen Etanol dan Air ................................................. 19 Gambar 4. Proses Melarutnya Vanillin dalam Etanol .................................. 20 Gambar 5. Mekanisme Perpindahan Massa ................................................. 21 Gambar 6. Kadar Vanillin Masing-Masing Jenis Bahan ............................... 22 Gambar 7. Pengaruh Waktu dan Sukrosa ..................................................... 24 Gambar 8. Pengaruh Waktu dan Gliserin ..................................................... 25 Gambar 9. Surface Optimasi Satu ................................................................ 28 Gambar 10. Kontur Optimasi Satu .................................................................. 29 Gambar 11. Surface Optimasi Dua ................................................................ 32 Gambar 12. Kontur Optimasi Dua ................................................................... 32 Gambar 13. Surface Optimasi Tiga ................................................................ 34 Gambar 14. Surface Optimasi Tiga ................................................................ 34 Gambar 15. Kontur Optimasi Tiga ................................................................. 34 Gambar 16. Kontur Optimasi Tiga ................................................................. 35 Gambar 17. Reaksi Oksidasi Alkohol ............................................................ 36 Gambar 18. Pembentukanan Komponen Flavour dari Reaksi Browning ...... 42
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Maserasi Satu Tahap.................................................................. 48 Lampiran 2. Maserasi Dua Tahap dengan Satu Kali Penyaringan
............ 48
Lampiran 3. Maserasi Dua Tahap dengan Dua Kali Penyaringan ............... 49 Lampiran 4. Proses Kuring ........................................................................... 50 Lampiran 5. Proses Optimasi Satu ............................................................... 51 Lampiran 6. Proses Optimasi Dua ................................................................ 51 Lampiran 7. Proses Optimasi Tiga ................................................................ 52 Lampiran 8. Prosedur Analisis ..................................................................... 53 Lampiran 9. Data Pemilihan Cara Maserasi ................................................. 58 Lampiran 10. Data Penentuan Jenis Bahan dan Komposisi Pelarut ............... 60 Lampiran 11. Data Pengaruh Waktu Maserasi dan Sukrosa ........................... 62 Lampiran 12. Data Pengaruh Waktu Maserasi dan Gliserin .......................... 63 Lampiran 13. Data Optimasi Satu .................................................................. 64 Lampiran 14. Hasil Running SAS untuk Optimasi Satu ................................. 65 Lampiran 15. Data Optimasi Dua ................................................................... 69 Lampiran 16. Hasil Running SAS untuk Optimasi Dua .................................. 70 Lampiran 17. Data Perbandingan Kadar Vanillin Hasil Analisis HPLC dan Spektrofotometer ......................................................................74 Lampiran 18. Kromatrogram Hasil Ana lisis HPLC ...................................... 75 Lampiran 19. Data Total Asam ..................................................................... 78 Lampiran 20. Data Lead Number .................................................................. 78 Lampiran 21. Data Kadar Abu ..................................................................... 79 Lampiran 22. Data Abu Terlarut dan Tidak Terlarut .................................... 80 Lampiran 23. Data Alkalinitas Abu .............................................................. 81 Lampiran 24. Rancangan Metode Steepest Ascent ........................................ 82 Lampiran 25. Diagram Alir Cara Maserasi Bertahap (Saran) ........................ 82
I.
A.
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG Panili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Luas areal perkebunan panili di Indonesia pada tahun 2003 adalah 15.922 ha dengan jumlah produksi 2.375 ton (Departemen Pertanian, 2004). Luas perkebunan panili bertambah 781 ha per tahun dan produktifitas meningkat rata-rata sebesar 99.6 ton per tahun (Sajuti et al, 2002). Harga panili basah diperdagangkan pada kisaran Rp 80.000–300.000 per kilogram pada bulan Februari 2005. Harga panili kering ditingkat pedagang pengumpul pada bulan Maret 2005 adalah Rp 1.400.000 per kilogram. Sedangkan harga ekstrak panili pada bulan November 2005 adalah US$ 30-60 per galon. Harga ekstrak panili alami memang jauh lebih mahal dibandingkan dengan panili sintetik yang hanya US$ 10-15 per galon (Schultz, 2005). Namun demikian, menurut Dignum (2002), penggunaan panili sintetik tidak dapat menggantikan ekstrak alami karena ekstrak panili alami memiliki lebih dari 100 komponen volatil yang membuat flavor ekstraknya sangat komplek. Ekstrak panili alami adalah flavouring agent yang paling mahal di industri dan merupakan salah satu flavor yang terpopuler di dunia. Kualitas ekstrak panili dipengaruhi oleh sejumlah faktor yaitu umur panen buah, penanganan dan penyimpanan buah sebelum diekstrak, kualitas panili kering, metode dan kondisi ekstraksi, serta waktu penuaan untuk menyempurnakan perkembangan flavor (Purseglove et al, 1981). Perbaikan kualitas panili kering dapat dilakukan dengan modifikasi atau perbaikan dalam teknologi kuring. Pada penelitian Hibah Bersaing X (2001-2003) telah dilakukan pengamatan terhadap reaksi yang terjadi selama proses pengeringan meliputi aktivitas enzim â-glukosidase, kadar vanillin, kadar fenol, kadar gula dan penampakan organoleptik. Penelitian dilanjutkan dengan peningkatan aktivitas enzim untuk reaksi hidrolisis glikosida dengan enzim dari kapang, serta dicari senyawa yang dapat mengaktifkan kerja enzim â-glukosidase endogenus panili. Penelitian ini
dilengkapi dengan analisis komposisi senyawa glikosida yang dihidrolisis oleh enzim endogenus panili yang dipelajari pada Penelitian Dasar 2002. Hasil penelitian tersebut menunjukkan peningkatan aktivitas enzim âglukosidase pada pembentukkan flavor panili dalam menghidrolisis glikosida khususnya glukovanillin menjadi senyawa volatil yang memiliki aktivitas
flavor.
Aktivitas
enzim
â-glukosidase
dijumpai
sampai
pengeringan hari ke-5, sementara kadar vanillin terus meningkat selama proses pengeringan. Suhu optimum kerja enzim adalah 40oC (Setyaningsih et al, 2003) Perlakuan perendaman buah segar dalam aktivator enzim yaitu butanol 0.3 M dan sistein 0.001 M selama 2 jam menghasilkan aktivitas enzim, kadar vanillin, dan kadar gula yang lebih tinggi dibandingkan pengeringan standar (Metode Balitro II). Peningkatan kadar vanillin tertinggi terjadi pada pengeringan hari ke -5 (2.8%, standar 1.2%) dengan kadar air sekitar 70% (Setyaningsih et al, 2003) Pada penelitian ini, panili kering hasil modifikasi proses kuring diolah menjadi produk turunan panili yaitu ekstrak panili yang diproduksi dengan metode maserasi. Peningkatan kualitas panili kering hasil modifikasi proses kuring diharapkan dapat meningkatkan kua litas produk turunannya. B.
TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan cara maserasi. 2. Mendapatkan jenis bahan panili yang memiliki kadar vanillin tertinggi. 3. Mendapatkan komposisi pelarut (etanol : air) yang sesuai dengan jenis bahan yang akan die kstrak. 4. Mengetahui pengaruh waktu maserasi, konsentrasi sukrosa, dan gliserin terhadap kadar vanillin. 5. Mendapatkan variabel yang mampu mengoptimumkan kadar vanillin dalam ekstrak panili. 6. Mengetahui karakteristik ekstrak dari buah panili setengah kering.
C.
MANFAAT Petani dapat mengolah buah panili segar (usia 6-9 bulan) dengan metode kuring yang telah dimodifikasi oleh Setyaningsih (2003). Sebelum prose scalding pada suhu 40o C selama 30 menit, buah panili disayat dengan menggunakan jarum kemudian direndam da lam larutan butanol 0,3 M dan sistein 1mM selama dua jam. Pengeringan I dilakukan pada suhu 40o C selama 3 jam perhari dan pengeringan II dilakukan pada suhu 60oC selama 3 jam perhari. Pemeraman dilakukan pada kotak peram dengan suhu 38-40 o C. Dengan cara ini, petani dapat memperoleh buah panili kering dengan kadar vanillin 2-2.3 kali lebih besar dibandingkan kadar vanillin dari buah panili kering hasil pengolahan metode standar. Petani dapat memperoleh harga jual yang lebih tinggi karena mutu polong yang dihasilkan lebih baik. Selain
dalam
bentuk
polong,
petani
atau
pengusaha
dapat
meningkatkan pendapatan mereka dengan cara mengolah buah panili menjadi produk turunan panili, salah satunya yaitu ekstrak panili. Teknologi ekstraksi yang dihasilkan dari penelit ian ini adalah teknologi ekstraksi yang sederhana sehingga mudah diaplikasikan oleh petani atau pengusaha. Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi, pada suhu ruang, dengan penambahan sukrosa 7-7.3 % (b/v) dan gliserin 4.7% (v/v). Waktu maserasi yang diperlukan adalah 12-15.6 hari. Jenis bahan yang digunakan adalah panili setengah kering hasil modifikasi proses kuring. Komposisi pelarut (etanol : air ) adalah 7:3. Dengan cara ini, petani atau pengusaha mampu menghasilkan ekstrak panili dengan karakteristik yang sesuai dengan persyaratan ekstrak dari FDA.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
BOTANI PANILI Tanaman panili termasuk dalam famili Orchidaceae yang mempunyai 700 genus dan 20.000 spesies. Diantara spesies tersebut, terdapat tiga spesies yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi yaitu Vanilla planifolia Andrews, Vanilla tahitensis J.W. Moore, dan Vanilla pompona Sciede (Purseglove at al, 1981). Panili berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah namun sekarang telah menyebar ke berbagai daerah di Asia dan Afrika. Panili tumbuh baik di daerah yang memiliki ketinggian 600 meter di atas permukaan laut. Suhu optimum pertumbuhannya adalah 21-32
o
C dengan rata-rata 27o C
(Purseglove at al, 1981). Panili adalah tanaman monokotil. Perakarannya serabut dan mendatar. Akar panili terdiri dari akar perekat, akar gantung dan akar tanah. Akar perekat dan akar gantung tumbuh disetiap ruas batang. Batang panili disebut juga sulur yang berfungsi membantu tanaman untuk menjalar. Panjang batang mencapai 100 cm. Tanaman panili berdaun tunggal dan letaknya berselang-seling. Panjang daun 9-22 cm dan lebarnya 3-7 cm dengan tulang sejajar (Rismunandar dan Sukma, 2003). Bentuk bunga panili mirip bunga cattleya , warnanya kuning kehijauan, tidak bertangkai dan agak harum. Bunga tumbuh di ruas bagian atas cabang dan membentuk malai yang terdiri atas 15-20 bunga atau lebih. Tanaman panili tidak dapat menyerbuk sendiri. Rostellum harus diangkat sehingga kepala putik yang berlendir terbuka dan siap menerima serbuk sari (Rismunandar dan Sukma, 2003). Buah panili berbentuk polong, berwarna hijau, panjang antara 12-25 cm dan tebal 12-14 mm. Untuk mendapatkan buah yang bermutu baik, 4-8 polong dibiarkan masak dalam satu tandan dan pemetikan dilakukan pada usia 6-9 bulan setelah penyerbukan (Purseglove at al, 1981).
B.
KOMPOSISI KIMIA BUAH PANILI Secara fisik, buah panili tersusun oleh bagian pusat yang mengandung biji dan plasenta yang dibungkus oleh bagian luar yang berdaging. Komposisi kimia buah panili segar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia buah segar Komponen kimia Kandungan (%) Air 78-82 Karbohidrat 8-20 Lemak 4-15 Kalium 0.005 Kalsium 0.003 Klor 0.0024 Nitrogen 0.004 Magnesium 0.0015 Sumber : (Purseglove at al, 1981). Buah panili yang baru dipanen mengandung air sekitar 80% yang dikeringkan menjadi sekitar 20% pada saat proses kuring. Per 100 g buah kira-kira mengandung 20 g air, 3-5 g protein, 11 g lemak, 7-9 g gula, 15-20 g serat, 5-10 g abu, 1.5-3 g vanillin, 2 g resin, dan asam vanillin (Guzman dan Siemonsma, 1999). Flavor panili yang kaya dan lengkap mengandung lebih dari 250 senyawa volatil dan kebanyakan dari senyawa tersebut berperan dalam sifat organoleptik secara keseluruhan. Sebanyak 26 senyawa ditemukan dalam konsentrasi lebih dari 1 ppm. Senyawa yang paling penting adalah 4-hidroksi-3-metoksi benzaldehid (vanillin) 0.3-3.0 %, 4-hidroksi-3-metoksi asam benzoat 0.1%, p-hidroksi asam benzoat 0.02%, dan p-hidroksi benzaldehid 0.12-0.15 % (Leong dan Derbesy, 1989). Berdasarkan hasil isolasi dan identifikasi komponen glikosida buah panili segar dan cured , komposisi senyawa yang terdeteksi menurut golongannya adalah asam, aldehid aliftik, alkohol alifatik, ester alifatik, alkana, alkanon, amin, lacton, dan senyawa turunan benzen yang terdiri dari benzen aldehid, benzen ester, benzen keton, benzen eter, benzen alkohol dan fenol, serta unkown (Panji dan Setyaningsih, 2003).
C.
MODIFIKASI PROSES KURING Herman et al (1990) telah mengidentifikasi unsur -unsur aroma panili dari panili Indonesia dan panili Bourbon. Berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui bahwa, panili-panili Indonesia tidak ada yang memiliki unsurunsur aroma selengkap Bourbon. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan spesies, cara kuring, dan mutu polong. Setyaningsih et al (2003) melakukan modifikasi atau perbaikan dalam teknologi proses kuring untuk meningkatkan kualitas panili kering Indonesia. Modifikasi yang dilakukan adalah penambahan perlakuan pada buah panili sebelum proses scalding meliputi penyayatan buah (scratching), perendaman buah segar dalam aktivator enzim yaitu butanol 0.3 M dan sistein 1 mM selama dua jam, atau perendaman dalam dithioteriol 1 mM dan sistein 1 mM selama satu jam. Selain itu, scalding dilakukan pada suhu 40oC selama 30 menit. Pengeringan I dilakukan pada suhu 40o C selama 3 jam per hari. Hasil dari modifikasi ini adalah peningkatan aktivitas enzim, kadar vanillin, dan kadar gula dibandingkan metode standar (Balitro II). Secara garis besar, modifikasi proses kuring terdiri dari enam tahap yaitu scratching, perendaman dalam aktivator, scalding, sweating, drying, dan conditioning. Vanillin adalah senyawa aromatik dominan yang terdapat pada buah panili dan merupakan komponen yang menentukan kelas mutu buah panili. Hidrolisis glukovanillin (prekursor vanillin) oleh enzim β-glukosidase menghasilkan vanillin dan satu molekul β-D-glukosa. Enzim β-glukosidase terdapat pada bagian sitoplasma atau periplasma sel mesokrap dan endokrap buah panili. Substrat glukovanilin terdapat pada bagian jaringan plasenta di sekitar biji (Setyaningsih, 2006). Glukosida vanillin teridentifikasi berada dalam ekstrak buah segar (Dignum et al, 2002). Proses drying menyebabkan dinding sel enzim pecah sehingga enzim dapat berdifusi dan berikatan dengan substrat (Purseglove, 1981). Enzim cenderung menggunakan alkohol dibandingkan dengan air sebagai penerima bagian glikosil sehingga meningkatkan reaksi. Gugus hidroksil n-butanol terikat pada enzim
β-glukosidase melalui ikatan
hidrogen. Glukosa melalui reaksi transglikosilasi membentuk ikatan 1-butyl β-D-glukopiranosida. Gugus hidroksil pada butanol menyebabkan butanol dapat larut dalam air melalui sistem kopelarut satu fase. Sistem kopelarut adalah sistem yang melarutkan pelarut organik (butanol) pada larutan penyangga yaitu air dalam satu fase sehingga enzim masih dapat mengikat air. Adanya air menyebabkan struktur enzim menjadi lebih fleksibel sehingga lebih mudah berikatan dengan substrat (Setyaningsih, 2006). Sistein memiliki gugus SH yang membantu kestabilan struktur enzim. Gugus SH adalah gugus yang mudah teroksidasi. Ketika ada reaksi oksidasi, gugus SH akan diserang lebih dulu sehingga enzim dapat terlindungi. Menurut hasil penelitian Dignum et al (2001), konsentrasi glukovanillin tetap tinggi (2000 ppm) 16 hari setelah proses scalding pada suhu 80o C selama 20 menit. Hal ini mengindikasikan bahwa proses scalding pada suhu tersebut menyebabkan non-spesifik glukosida tidak aktif. Pada modifikasi proses kuring, scalding dilakukan pada suhu 40o C selama 30 menit. Suhu 40oC adalah suhu optimum kerja enzim. D.
EKSTRAK PANILI Ekstrak panili adalah larutan hidroalkohol yang mengandung aroma dan flavor terekstrak dari buah panili dan dapat juga ditambah zat pemanis atau pengental seperti gula dan gliserin. Ekstrak panili minimal mengandung alkohol 35% dan zat terekstrak lainnya dari 1 bagian buah per 10 bagian pelarut (Purseglove et al, 1981). Peraturan pemerintah Amerika Serikat mensyaratkan ekstrak panili harus mengandung alkohol minimum 35%, 3.79 liter ekstrak dibuat dari 377.8 g buah panili dengan kadar air 25%. Bahan pengisi yang diizinkan adalah air, gliserin, propilen glikol, gula, dekstros, atau sirup jagung. Ekstrak seperti ini disebut ekstrak single fold. Jika buah panili yang digunakan dua kali lebih banyak maka disebut ekstrak two fold (Purseglove et al, 1981). Standar ekstrak panili berdasarkan FDA adalah kadar etanol 350 ml/l atau lebih, mengandung gliserin, propilen glikol, gula, dan sirup sebagai pengental dan pemanis, anti kempal pada produk akhir tidak lebih dari 20
g/kg, kekuatan two fold , kadar vanillin 1.1-3.5 g/l, abu 2.2-4.32 g/l, abu terlarut 1.79-3.57 g/l, lead number 4.0-7.4, alkalinitas abu total 300-540 ml 0.1 asam/l, alkalinitas abu terlarut 220-400 ml 0.1 N asam/l, total asam 300520 ml 0.1 N basa/l, dan keasaman selain vanillin 140-420 ml 0.1 N basa/l (Heath, 1978). Fold adalah ukuran kekuatan ekstraksi (www.nielsenmassey.com). Menurut Cowley (1973), single fold adalah ekstrak dari 1 bagian buah dalam 10 bagian pelarut dengan kadar air buah 25%. Menurut Sofiah et al (1986), single fold adalah ekstrak yang diperoleh dari 12 g buah panili dalam 100 ml pelarut alkohol 35%. Sedangkan menurut Heath (1978), ekstrak single fold dibuat dari 10 g buah dengan kadar air 25% per 100 ml pelarut atau 7.5 g buah moisture-free basis per 100 ml. Pada prakteknya, banyak perusahaan menggunakan 452.8 g panili untuk membuat 3.79 liter ekstrak (mendekati 12 g dalam 100 ml). Gliserin dan gula biasa ditambahkan dalam proses ekstraksi untuk meningkatkan viskositas, membantu mengekstrak senyawa aromatik, dan meningkatkan warna. Sebanyak 3.79 liter ekstrak two fold umumnya ditambah 0.45 kg gula dan 0.2274 liter (6% v/v) gliserin (Purseglove et al, 1981). Gula, gliserin, dan dekstr in ditambahkan untuk menghambat penguapan alkohol dan menahan aroma vanillin di dalam ekstrak (Ruhnayat, 2001). Secara tradisional keaslian ekstrak panili ditentukan berdasarkan kadar etanol, vanillin dan resin, warna, serta lead number. Metode yang lebih baru untuk memperbaiki uji secara tradisional telah ditetapkan dalam Association of Official Analitycal Chemists (Purseglove et al, 1981). Profil akhir ekstrak panili dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu asal negara buah panili, tingkat kematangan buah, metode kuring, metode ekstraksi, dan waktu penuaan ekstrak (www.nielsenmassey.com). E.
METODE EKSTRAKSI PANILI Ekstraksi adalah proses pemisahan komponen-komponen terlarut dari suatu campuran komponen tidak terlarut dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Sudjadi 1985). Ekstraksi merupakan proses pemisahan dengan
pelarut yang melibatkan perpindahan zat terlarut ke dalam pelarut (Aguilera, 1999). Pelarut yang digunakan merupakan pelarut organik yang mempunyai titik didih rendah, tidak beracun, dan tidak mudah terbakar (Ma’mun dan Laksamanahardja, 1998). Kelarutan zat dalam pelarut tergantung dari ikatan polar dan nonpolar. Zat yang polar hanya larut dalam pelarut polar, sedangkan zat nonpolar hanya larut dalam pe larut nonpolar (Winarno, 1973). Pelarut
organik
yang
umum
digunakan
untuk
memproduksi
konsentrat, ekstrak, absolut atau minyak atsiri dari bunga, daun, biji, akar, dan bagian lain dari tanaman adalah etil asetat, heks an, petroleum eter, benzen, toluen, etanol, isopropanol, aseton, dan air (Mukhopadhyay, 2002). Nilai polaritas beberapa pelarut tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Polaritas pelarut organik No. Pelarut Titik didih (oC) Polaritas (EoC) 1 Etanol 78.3 0.68 2 Aseton 56.2 0.47 3 Etil asetat 77.1 0.38 4 Heksan 68.7 0 5 Penten 36.2 0 6 Diklorometan 40.8 0.32 7 Isopropanol 82.2 0.63 8 Air 100 >0.73 9 Propilen glikol 187.4 0.73 10 Dietil eter 34.6 11 Karbondioksida -56.6 0 Sumber: (Mukhopadhyay, 2002) Buah yang diekstrak sebaiknya dipotong 0.2-2 cm. Daya ekstraksi akan semakin meningkat dengan semakin kecilnya ukuran bahan, karena kontak antara bahan dan pelarut merupakan proses osmosis yang berjalan lambat. Namun demikian, bahan yang terlalu halus dapat membentuk suspensi dengan pelarut dan dapat terjadi penguapan senyawa volatil yang berlebihan sebelum proses ekstraksi (Ketaren dan Suastawa, 1994). Perbandingan bahan dan pelarut dapat mempengaruhi hasil ekstraksi. Perbandingan yang baik antara bahan dan pelarut adalah 1:1 0 (Cowley, 1973). Konsentrasi pelarut juga akan mempengaruhi ekstrak. Penggunaan pelarut alkohol dengan konsentrasi kurang dari 35% akan menyebabkan
terekstraknya gum sehingga mempersulit penyaringan. Penggunaan alkohol dengan konsentrasi lebih dari 70% akan menghasilkan ekstrak dengan kandungan fixed oil tinggi, yang akan mengendap pada bagian bawah ekstrak (Purseglove et al, 1981). Berdasarkan hasil penelitian Sofiah et al (1986), konsentrasi etanol terbaik adalah 50-60 %. Metode ekstraksi panili terdiri dari maserasi dan perkolasi. Maserasi adalah metode ekstraksi tradisional. Bahan direndam dalam tangki maserasi selama satu tahun. Metode ini dapat menghasilkan ekstrak dengan flavor yang baik namun kualitasnya tidak memenuhi standar, bisa terjadi kebocoran dan terjadi penguapan. Maserator modern terbuat dari stainless steel atau gelas dilengkapi dengan agitator. Konsentrasi alkohol yang digunakan 60%. Maserator ini mampu menghasilkan ekstrak dengan kualitas yang baik dalam waktu 1-3 bulan (Purseglove et al, 1981). Metode perkolasi dilakukan dengan cara mengalirkan pelarut ke dalam bahan secara kontinu dengan bantuan pompa. Merory (1968) di dalam Purseglove et al (1981) menggambarkan operasi perkolasi untuk membuat 379 liter ekstrak two fold (20 g per 100 ml) dengan kadar alkohol 35%. Tangki ekstraksi yang memiliki kapasitas 758 liter terdiri dari 10 rak, setiap rak mampu menampung sekitar 8 kg potongan buah panili. Pelarut awal (234.98 liter etanol 60%) dibuat dengan cara mencampurkan 159.18 liter etanol 95%, 53.06 liter air dan 22.74 liter gliserin. 75.5 kg buah panili dengan kadar air 35% dimasukkan dalam tangki perkolator dan dialiri pelarut selama 8-10 hari. Setelah sirkulasi pertama selesai, tangki ekstraktor dikeringkan dan ekstraknya dikumpulkan (152 liter). Ekstraksi kedua, sebanyak 83.4 liter air panas pada suhu 60o C dituangkan ke dalam tangki ekstraktor. Sirkulasi dilakukan selama tiga hari, kemudian tangki ekstraktor dikeringkan. Ekstrak kedua yang didapat sekitar 76 liter dicampur dengan ekstrak pertama. Untuk ekstraksi ketiga, 75.8 liter air panas kembali ditambahkan. Air disirkulasikan selama tiga hari. Pada tahap akhir, buah panili dicuci dengan 75.8 liter air dingin dengan cara disirkulasikan 18.95 liter per 30 menit. Semua ekstrak dicampur se hingga akan didapat 379 liter ekstrak two fold dengan kadar etanol sekitar 35%.
Balai Besar Industri Agro memiliki alat ekstraksi yang berupa rangkaian alat yang terdiri dari bak ekstraksi, penangas air, bak penampung larutan atau cairan ekstrak I dan II, serta pompa. Alat ini bisa digunakan untuk proses maserasi atau perkolasi (Suwandi dan Yuni, 2004). Namun menurut pembuat prototipe alat ekstraksi panili ini, Sofiah et al (1986), hasil ekstrak terbaik diperoleh dengan cara maserasi pada suhu 50 oC. Arvilla l (2001) menuliskan cara membuat ekstrak panili di http://www.cyber -kichen.com. Ekstrak panili dibuat dari buah kering yang dipotong-potong dengan panjang 0.5 cm. Potongan tersebut ditempatkan di dalam jar dan ditambah dengan etanol, gula dan air. Jar disimpan ditempat yang gelap dan dibiarkan selama 2-3 minggu. Sesekali jar tersebut dikocok. Setelah itu ekstrak disaring dengan menggunakan penyaring. Hasil ekstrak ditambah dengan sirup gula dan dikocok sampai merata. Untuk hasil yang baik, ekstrak harus disimpan selama minimal satu bulan sebelum digunakan. F.
TINJAUAN PATEN EKSTRAK PANILI Proses ekstraksi dilakukan pada suhu 50oC, agitasi selama 4-36 jam, dan pelarut ditambah dengan 20–30 % larutan sodium laktat 50% . Cara ekstraksi ini dilakukan untuk menghasilkan ekstrak yang memiliki flavor yang tajam dan bebas dari bau buah segar (Takeji dan Thosie, 2000). Buah panili diekstrak dengan air dan atau pelarut organik (etanol, propilen glikol, dan atau gliserin) dala m persen alkali atau garam alkali (alkali hidroksida, alkali metal karbonat). Pelarut lebih baik berupa campuran air dan pelarut organik. Garam alkali yang digunakan sekitar 0.2%. pH ekstrak 7 atau lebih kecil. Sorbitol dapat ditambahkan untuk mencegah penguapan selama masa penyimpanan (Satoru et al, 1996). Komponen yang dapat diekstrak dari buah panili diekstrak dengan cara maserasi setelah buah panili dipotong 0.1–50 mm. Maserasi dilakukan dalam larutan brandy, whiskey, Japanese rice wine atau campurannya. Ekstraksi dilakukan tanpa pengadukan dalam maserator pada suhu 5–40 o C (lebih baik 20–30 oC) selama 1–24 jam. Perbandingan pelarut dengan bahan 2–10 : 1. Cara ini dilakukan untuk menghasilkan ekstrak panili dengan rasa dan aroma yang unggul (Kenichi dan Masanori, 1990).
Sedangkan menurut paten milik Mitsuhiro et al (1983), ekstraksi dilakukan dengan cara buah panili yang telah dipotong dicampur dengan arginin hidroklorid dan atau lisin, satu atau lebih sakarida seperti glioxal, gliserinaldehid, maltosa, glukosa dan sebagainya, dan dipanaskan dengan pelarut seperti air, etanol, propilen glikol dan sebagainya pada suhu 40–150 o
C selama 5 menit sampai 48 jam kemudian ekstraknya disaring. Sebagai
metode alternatif, ekstrak panili dicampur dengan asam amino dan komponen karbonil. Campuran tersebut dipanaskan untuk mendapatkan flavor panili yang diinginkan. Menurut Reineccius (1994), reaksi antara karbonil dan amin disebut dengan reaksi maillard. Reaksi maillard menghasilkan melanoid dan senyawa nonvolatil yang signifikan terhadap flavor. G.
METODE RESPON SURFACE Respon surface methodology atau RSM adalah kumpulan teknik matematik dan statistik yang digunakan untuk membentuk model dan menganalisis masalah dalam suatu respon yang dipengaruhi oleh beberapa peubah da n bertujuan untuk mengoptimalisasi respon ini (Box et al, 1978). Dalam banyak masalah RSM, bentuk hubungan antara respon dan peubah bebasnya tidak diketahui. Jadi langkah pertama adalah mendapatkan suatu pendugaan yang cocok untuk fungsi yang sebenarnya antara y dan himpunan bebasnya. Untuk pendugaan ini biasanya digunakan suatu polinominal orde rendah. Jika respon telah dimodelkan dengan baik oleh fungsi linier dari peubah bebasnya, maka fungsi yang diduga adalah model ordo pertama. Y = âo + âi xi + â2x2 + … + âk xk + ε Jika ada lengkungan dalam sistem, maka polinominal dengan ordo yang lebih tinggi harus digunakan, seperti model ordo kedua. Y = âo + â ix i + â a x 2 + … + â k xk + ε i=1
i=1
i<j
Hampir semua persoalan RSM menggunakan salah satu dari kedua model ini. Memang model polinominal ini bukan satu-satunya model untuk menduga hubungan fungsi yang sebenarnya, tetapi untuk wilayah yang relatif kecil maka model ini dapat digunakan dengan baik.
Metode kuadrat terkecil juga dapat digunakan untuk menduga parameter dalam pendugaan polinominal. Analisis respon surface kemudian dibentuk menggunakan pengepasan surface. Jika pengepasan surface merupakan suatu pendugaan yang memadai dari fungsi respon yang sebenarnya, maka analisis dari pengepasan surface kira-kira sama dengan analisis sistem yang sebenarnya (Montgomery, 1997).
III. BAHAN DAN METODE
A.
BAHAN DAN ALAT 1.
Bahan Baku Bahan baku yang digunakan adalah buah panili segar (Vanilla planifolia Andrews) yang berumur 6-8 bula n. Buah tersebut diperoleh dari Sulawesi dan Lampung.
2.
Bahan Kimia Bahan kimia yang digunakan adalah larutan butanol 0.3 M dan sistein 0.001 M, gliserin murni 96%, larutan gliserin 48%, sukrosa, vanillin standar, 0.1 N NaOH, 0.1 N HCl, 0.025 N Na 2 EDTA, 0.1 N NaCH3 COO, 0.1 N CH3COOH, Pb(CH 3COO) 2 , xylenol orange, indikator PP, indikator methyl orange, etanol p.a, etanol teknis 60%, metanol p.a, air bebas ion HPLC grade , dan asam asetat glasial p.a.
3.
Alat Bak perendam, rak penirisan, kain hitam, kotak peram ya ng dilengkapi lampu putih 18 watt, termometer, waterbath, oven, pipet 200 µl, pipet 1000 µl, pipet 10 ml, spektrofotometer (Simadzu), HPLC, GC-MS, pH meter, neraca analitik, milipore 0.45 µm, cawan alumunium, cawan porselin, tanur, destilasi alkohol, desikator, filter flask, pompa vakum, buret, pisau, botol 100 ml, jar dan peralatan gelas.
B.
METODE PENELITIAN 1.
Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan pemilihan cara maserasi yaitu maserasi satu tahap (Lampiran 1), maserasi dua tahap dengan satu kali penyaringan (Lampiran 2) dan maserasi dua tahap dengan dua kali penyaringan (Lampiran 3). Kemudian dilanjutkan dengan pemilihan jenis bahan yang akan digunakan pada proses optimasi
yaitu panili setengah kering, panili kering 1, dan panili kering 2 serta pemilihan komposisi pelarut (etanol : air). Panili setengah kering adalah panili yang diperoleh dari hasil pengeringan hari ke -5 (pengeringan selama lima hari pada suhu 40oC, 3 jam per hari), panili kering 1 adalah panili yang diperoleh dari hasil pengeringan hari ke-10 (pengeringan pertama pada suhu 40o C, 3 jam perhari selama 5 hari dan pengeringan kedua pada suhu 60o C, tiga jam per hari selama 5 hari). Sedangkan panili kering 2 adalah panili kering yang diperoleh dari hasil pengeringan hari ke -8 (pengeringan pertama pada suhu 40o C, 3 jam per hari selama 5 hari dan pengeringan kedua pada suhu 60 oC, 6 jam perhari selama 3 hari). Ketiga bahan tersebut dikeringkan dengan metode kuring yang telah dimodifikasi. Cara untuk mendapatkan jenis bahan dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada penelitian pendahuluan juga dicari pengaruh waktu, penambahan gliserin dan sukrosa terhadap kadar vanillin ekstrak yang hasilnya akan digunakan untuk panduan awal melakukan optimasi satu dan dua. 2.
Penelitian Utama Penelitian utama adalah mencari variabel optimum (waktu maserasi, sukrosa, dan gliserin) yang dapat memaksimalkan kadar vanillin dalam ekstrak panili single fold. Pencarian variabel optimum ini menggunakan metode respone surface dengan rancangan percobaan 22 faktorial da n 23 faktorial. Proses optimasi dapat dilihat pada Lampiran 5-7.
3.
Prosedur Pengujian Pengujian yang dilakukan pada ekstrak single fold terdiri dari analisis kadar vanillin dengan metode spektrofotometer dan HPLC, total asam dengan metode titrasi, kadar abu dengan metode tanur, alkalinitas abu dengan metode titrasi, abu terlarut dengan metode oven, lead number dengan metode titrasi chelometrik , dan analisis senyawa volatil dengan metode GC-MS. Prosedur uji dapat di lihat pada Lampiran 8.
C.
RANCANGAN PERCOBAAN Penelitian ini terdiri dari tiga proses optimasi. Rancangan yang digunakan adalah 22 faktorial dan 23 faktorial. Variabel pada proses optimasi satu adalah waktu maserasi dan konsentrasi sukrosa. Variabel proses optimasi dua adalah waktu maserasi dan gliserin. Variabel pada proses optimasi tiga adalah waktu maserasi, sukrosa dan gliserin. Setiap variabel divariasikan pada dua level yaitu level rendah (-1), dan level tinggi (+1). Interval variabel dapat dilihat pada Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel 5. Tabel 3. Var iabel independen yang digunakan dalam model statistik 1 Variabel Kode Optimasi maserasi dengan penambahan sukrosa Rendah Sedang Tinggi (-1) (0) (+1) Waktu (hari) X1 7 14 21 Sukrosa (g) X2 3.5 7 10.5 Tabel 4. Variabel independen yang digunakan dalam model statistik 2 Variabel Kode Optimasi maserasi dengan penambahan sukrosa Rendah Sedang Tinggi (-1) (0) (+1) Waktu (hari) X1 7 14 21 Gliserin 48% (ml) X2 7 14 21 Tabel 5. Variabel independen yang digunakan dalam model statistik 3 Variabel Kode Optimasi maserasi dengan penambahan sukrosa Rendah Sedang Tinggi (-1) (0) (+1) Waktu (hari) X1 8 12 16 Sukrosa (g) X2 4 7 10 Gliserin murni 99.6% (ml) X3 2 4 6 Model orde kedua yang bisa digunakan adalah sebagai berikut : k
k
i=1
i=1
â i j xi xj + ε
Y = âo + â ix i + âi i x2 + i<j
Dimana : Y : Respon
â ij
: Interaction term
âo : Offset term
xi
: Coded level untuk faktor i
âi
xj
: Coded level untuk faktor j
:
Linier term
âii
: Squared term
Tujuan penelitian : Optimasi proses maserasi panili
Memilih respon : Kadar vanillin
Memilih variabel : Waktu maserasi Konsentrasi sukrosa Konsentrasi gliserin Memilih interval untuk variabel independen : Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5 Desain 22 dan 23 faktorial Random experimental order Model kuadratik
Lack of fit ANOVA F hitung
No
Yes Ada lack of fit ?
Hasil optimum
Ubah variabel dan atau respon.
End
Gambar 1. Bagan alir disain ekperimen
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. PENENTUAN CARA MASERASI Tahap pertama pada penelitian pendahuluan adalah mencari cara maserasi yang mampu menghasilkan ekstrak dengan kadar vanillin tinggi. Tiga cara maserasi yang akan dipilih adalah maserasi satu tahap, maserasi dua tahap dengan satu kali penyaringan dan maserasi dua tahap dengan dua kali penyaringan. Maserasi dilakukan pada suhu ruang untuk mencegah penguapan pelarut secara berlebihan karena faktor suhu. Menurut Kenichi dan Masanori (1990), maserasi lebih baik dilakukan pada suhu 20-30 o C. Pada maserasi satu tahap, buah panili diekstrak menggunakan pelarut etanol dan air (perbandingan 1:1) yang ditambahkan secara bersama -sama. Penyaringan dilakukan setelah proses maserasi selesai yaitu selama enam hari. Sedangkan pada maserasi dua tahap dengan satu kali penyaringan, buah panili pertama dimaserasi dengan air selama tiga hari, kemudian ditamba hkan etanol. Maserasi dilanjutkan sampai total waktu maserasi enam hari. Ekstrak disaring dengan menggunakan kain saring. Untuk maserasi dua tahap dengan dua kali penyaringan, proses maserasi pertama, buah panili dimaserasi dengan air kemudian setelah tiga hari ekstrak disaring. Maserasi kedua, ampas sisa penyaringan pertama dimaserasi selama tiga hari dengan pelarut etanol. Hasil ekstrak pertama dicampur dengan hasil ekstrak kedua. Grafik perbandingan kadar vanillin hasil ketiga cara maserasi di atas dapat dilihat pada Gambar 2. Data kadar vanillin untuk pemilihan cara maserasi dapat Kadar vanillin (g/l)
dilihat pada Lampiran 9. 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Maserasi 1
Maserasi 2
Maserasi 3
Cara maserasi
Gambar 2. Perbandingan kadar vanillin tiga cara maserasi
Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa , cara maserasi satu tahap mampu mengekstrak vanillin lebih tinggi (rata-rata 2.3 g/l) dibandingkan cara maserasi dua tahap dengan satu kali penyaringan (rata-rata 2.2 g/l) dan cara maserasi dua tahap dengan dua kali penyaringan (rata-rata 2.0 g/l). Maserasi satu tahap mampu mengekstrak vanillin lebih banyak dibandingkan maserasi dua tahap karena pada maserasi satu tahap etanol dan air ditambahkan secara bersama-sama. Dengan cara ini, penetrasi pelarut ke dalam bahan akan berjalan sempurna. Kelebihan lain maserasi satu tahap adalah mampu menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan maserasi dua tahap karena pada maserasi satu tahap penyaringan dilakukan satu kali. Volume ekstrak akan berpengaruh terhadap perhitungan kadar vanillin yang dinyatakan dalam µg/g berat kering. Volume ekstrak berbanding lurus dengan kadar vanillin. Maserasi satu tahap juga mampu mencegah pertumbuhan jamur pada saat proses maserasi. Di lingkungan yang kurang bersih, jamur dapat tumbuh pada saat maserasi dengan pelarut 100% air. Jamur ini menimbulkan aroma buah busuk dan menyebabkan tidak terekstraknya vanillin. Berdasarkan kelebihan tersebut, cara maserasi satu tahap akan digunakan pada penelitian utama. Etanol larut sempurna dalam air melalui ikatan hidrogen membentuk satu larutan. Ikatan hidrogen adalah ikatan yang terjadi antara atom H dari suatu molekul dengan atom N, O, atau F dari molekul lain membentuk satu molekul yang lebih besar. Larutan adalah campuran lebih dari satu komponen yang membentuk satu fase (Saeni, 1989). Menurut Keenan et al (1984), larutan adalah campuran homogen dari molekul, atom atau ion dari dua zat atau lebih. Bentuk ikatan hidrogen antara etanol dan air dapat dilihat pada Gambar 3.
CH 3
CH 2
O H
:O
H
H Gambar 3. Ikatan hidrogen antara etanol dan air
Pelarut akan melarutkan vanillin yang terdapat di dalam buah panili. Pemecahan ikatan suatu senyawa untuk berikatan dengan pelarut disebut dengan proses melarut (Winarno et al, 1973). Proses melarut disebabkan oleh gaya tarik menarik antar partikel larutan dan pelarut yang menghasilkan bentuk partikel terlarut. Gugus hidroksil (-O-H) dan gugus aldehid (H -C=O) merupakan daerah di mana terdapat gaya tarik menarik yang kuat untuk molekul-molekul pelarut. Molekul etanol akan mengatur diri disekitar permukaan kristal vanillin sedemikian rupa sehingga bagian positif dan negatif molekul etanol menarik bagian molekul vanillin yang memiliki muatan berlawanan. Molekul vanillin meninggalkan permukaan kristal dan masuk ke dalam larutan. Molekul etanol dan molekul vanillin saling menarik berdasarkan ikatan hidrogen. Lapisan molekul pelarut yang terikat pada permukaan partikel zat terlarut membantu menjaga ion-ion atau molekul-molekul itu agar tetap terpisah. Pemisahan ini menghalangi rekristalisasi (pengkristalan kembali) sehingga membantu proses pelarutan (Keenan et al, 1984). Proses melarutnya vanillin dalam etanol dapat dilihat pada Gambar 4. O C
O-H
O
:H CH2 CH3
H
CH
O
OCH3
OCH3 O-H
.. O H CH2 CH3 Gambar 4. Proses melarutnya vanillin dalam etanol Pada ekstraksi solid-liquid atau leaching , proses pemisahan dipengaruhi oleh pelarut dan melibatkan perpindahan zat terlarut dari padatan ke dalam larutan. Perpindahan massa dapat terjadi melalui poripori yang disebabkan karena perbedaan koefisien difusi zat terlarut dan larutan. Penetrasi pelarut ke dalam matrik padatan dipengeruhi oleh kemampuan pelarut untuk membasahi padatan. Pelarut akan memasuki dinding sel sehingga sel tanaman akan mengalami pengembangan
(swelling), selanjutnya terjadi proses difusi sehingga senyawa yang terekstrak keluar dari dinding sel tanaman (Aguilera, 1999). Mekanisme perpindahan massa zat terlarut ke dalam larutan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Mekanisme perpindahan massa (Aguilera, 1999) 2. PENENTUAN JENIS BAHAN DAN KOMPOSISI PELARUT Tahap kedua pada penelitian pendahuluan adalah memilih jenis bahan dan komposisi pelarut (etanol : air). Jenis bahan yang dimaksud adalah panili setengah kering, panili kering 1 dan panili kering 2. Panili setengah kering adalah panili yang diperoleh dari hasil pengeringan hari ke-5 (pengeringan pada suhu 40 oC, tiga jam per hari selama lima hari). Panili setengah kering memiliki kadar air sekitar 70%, berwarna coklat mengkilat, berminyak, polong penuh berisi, tida k lentur, aroma khas panili dan sedikit aroma buah segar, bentuk polong utuh, panjang antara 12-20 cm. Panili kering 1 adalah panili yang diperoleh setelah proses pengeringan selama 10 hari (pengeringan lima hari pertama pada suhu 40o C selama tiga jam per hari dan pengeringan lima hari kedua pada suhu 60o C selama tiga jam per hari). Panili kering 1 memiliki kadar air sekitar 25%, berwarna hitam mengkilat, berminyak, lentur, aroma khas panili, bentuk polong utuh, penuh, berisi, dan panjang antara 12-19 cm. Panili
kering 2 adalah panili kering yang diperoleh dari hasil pengeringan selama 7-8 hari (pengeringan lima hari pertama pada suhu 40 oC selama tiga jam per hari dan pengeringan kedua pada suhu 60o C, enam jam per hari selama 2-3 hari). Jenis bahan ketiga ini memiliki kadar air 18-20%, berwarna hitam mengkilat, berminyak, agak kaku, aroma khas panili, bentuk polong utuh, berisi, dan panjang antara 12-19 cm. Masing-masing jenis bahan akan dimaserasi selama enam hari pada suhu ruang dengan cara maserasi satu tahap. Bahan dimaserasi dengan komposisi pelarut (etanol : air) dicoba mulai dari 5:5, 6:4, 7:3 sampai 8:2. Grafik kadar vanillin hasil maserasi masing-masing jenis bahan pada beberapa komposisi pelarut dapat dilihat pada Gambar 6.
Kadar vanillin (g/l)
2.0 1.5
Panili 1/2 kering
1.0
Panili Kering 1 Panili kering 2
0.5 0.0 5:5
6:4
7:3
8:2
Gambar 6. Kadar vanillin masing-masing jenis bahan Dari Gambar 6 diketahui bahwa, panili setengah kering mampu menghasilkan kadar vanillin yang lebih tinggi (rata -rata 0.98 g/l) dibandingkan panili kering 1 (rata-rata 0.41 g/l) dan panili kering 2 (ratarata 0.32 g/l). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih et al (2003) yaitu perlakuan perendaman buah panili segar dalam aktivator enzim butanol 0.3 M dan sistein 1 mM selama dua jam sebelum proses scalding menghasilkan kadar vanillin maksimal pada pengeringan hari ke -5. Komposisi etanol : air yang terbaik untuk bahan satu adalah 7:3 (kadar vanillin 1.79 g/l), sedangkan untuk bahan dua dan tiga komposisi terbaik adalah 5:5 (kadar vanillin 0.64 g/l dan 0.56 g/l). Buah kering memiliki kadar vanillin yang lebih rendah dibandingkan buah setengah kering. Hal ini disebabkan karena proses pengeringan
berpengaruh
terhadap
penurunan
kadar
vanillin.
Selama
proses
pengeringan, sebagian vanillin akan dioksidasi oleh enzim peroksidase menjadi senyawa vanillin teroksidasi seperti asam benzoat, asam vanillin dan alkohol. Vanillin teroksidasi kemudian akan dioksidasi oleh enzim polifenolase membentuk pigmen yang stabil. Sebagian vanillin teroksidasi juga akan mengalami oksidasi nonenzimatis membentuk derivat aroma vanillin yang akan memperkaya aroma ekstrak panili. Kadar vanillin ekstrak pada penelitian pendahuluan dua ini lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar vanilin ekstrak pada penelitian pendahuluan satu (penentuan cara maserasi). Hal ini disebabkan karena perbedaan varietas dan usia buah panili. Pada penelitian pendahuluan satu, buah panili yang digunakan berasal dari Lampung dengan usia buah sekitar 6-8 bulan. Sedangkan pada penelitian pendahuluan dua, buah panili yang digunakan berasal dari Sula wesi dengan usia buah kurang dari 6 bulan. Konsentrasi glukovanillin pada buah muda masih rendah dan selama proses pengolahan, buah muda akan mudah terserang jamur sehingga kadar vanillinnya rendah. Kandungan air dalam buah juga akan berpengaruh terhadap kesempurnaan proses ekstraksi. Pada buah setengah kering, sel-sel buah berada dalam keadaan turgor. Permeabilitas sel rendah sehingga proses osmosis berjalan lebih sempurna. Sedangkan pada buah kering, sel banyak kehilangan air sehingga sel menyusut dan pe rmeabilitas sel tinggi. Proses osmosis akan berjalan lebih lambat. Vanillin terletak disekitar plasenta dan biji. Jika permeabilitas sel rendah maka pelarut akan lebih mudah berdifusi ke dalam sel. Semakin banyak pelarut kontak dengan vanillin maka akan semakin banyak vanillin yang tereksrak. Konsentrasi etanol yang terlalu tinggi akan menghasilkan ekstrak dengan kandungan fixed oil yang tinggi. Fixed oil
adalah senyawa
nonvolatil yang memiliki bobot molekul tinggi sehingga akan mengendap dan jika jumlahnya terlalu banyak maka akan membentuk suspensi dengan larutan. Suspensi fixed oil
dengan larutan akan menghambat proses
osmosis. Konsentrasi etanol yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan
terekstraknya klorofil sehingga ekstrak akan berwarna coklat kehijauhijauan. Klorofl sulit dipisahkan dari ekstrak. Selain fixed oil, zat yang mungkin terekstrak dalam ekstrak panili adalah gum, resin, gula, dan wax. Menurut Purseglove et al (1981), dalam jumlah yang sedikit, keberadaan zat tersebut dapat memperkaya aroma panili. Namun jika jumlahnya terlalu banyak, zat tersebut dapat menimbulkan flavor woody dan rasa pahit yang tidak dikehendaki dalam ekstrak. Data kadar vanillin hasil perlakuan jenis bahan dan komposisi pelarut dapat dilihat pada Lampiran 10. 3. PENGARUH WAKTU SERTA PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLISERIN Menurut Purseglove et al
(1981), sukrosa dan gliserin biasa
ditambahkan pada saat proses ekstraksi panili. Penambahan sukrosa 11% (b/v) dan gliserin 6% (v/v) dapat membantu proses ekstraksi senyawasenyawa penting yang terdapat dalam buah panili, meningkatkan kekentalan, mencegah penguapan etanol, dan meningkatkan warna ekstrak. Pengaruh waktu serta penambahan sukrosa dan gliserin dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.
Kadar vanillin (g/l)
4.200 4.000 3.800 3.600 3.400 3.200 3.000 S1
S5
S9
Keterangan : S1 : waktu maserasi 1 hari, sukrosa 0.5 g S5 : waktu maserasi 5 hari, sukrosa 2.5 g S9 : waktu maserasi 9 hari, sukrosa 4.5 g S16 : waktu maserasi 16 hari, sukrosa 8 g Gambar 7. Pengaruh waktu dan sukrosa
S16
Kadar vanillin (g/l)
5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 G1
G2
G9
G16
Keterangan : G1 : waktu maserasi 1 hari, gliser in 48% 1 ml G2 : waktu maserasi 2 hari, gliserin 48% 2 ml G9 : waktu maserasi 9 hari, gliserin 48% 9 ml G16 : waktu maserasi 16 hari, gliserin 48% 16 ml Gambar 8. Pengaruh waktu dan gliserin Pada penelitian pendahuluan ini, maserasi dicoba dari 1-16 hari. Waktu maserasi 1-16 hari dipilih untuk mengetahui kecenderungan kadar vanillin yang terekstrak seiring dengan bertambahnya waktu maserasi. Rentang waktu yang dipilih berada dalam rentang waktu maserasi yang dilakukan oleh Arvillal (2001).
Sukrosa yang ditambahkan dicoba dari
konsentrasi 0.5-8 % (b/v). Sedangkan gliserin yang ditambahkan dicoba dari 1-16 % (v/v). Sebelum ditambahkan, gliserin murni sebanyak 250 ml dengan konsentrasi 96% dicampur dengan air sa mpai dengan 500 ml sehingga didapat larutan gliserin dengan konsentrasi 48%. Tujuan pengenceran
adalah
agar
gliserin
tidak
terlalu
kental
sehingga
mempermudah pengukuran. Berdasarkan Gambar 7 dan 8 di atas dapat diketahui bahwa, kadar vanillin yang terekstrak meningkat (dari 3.1 g/l sampai dengan 3.9 g/l) seiring dengan bertambahnya waktu maserasi (1-16 hari), konsentrasi sukrosa (0.5-8 g) dan konsentrasi gliserin (1-16 ml). Penambahan sukrosa dan gliserin terbukti mampu meningkatkan kelarutan vanillin. Hal ini dapat dilihat dari tingginya kadar vanillin yang terekstrak jika dibandingkan dengan hasil ekstraksi tanpa penambahan sukrosa dan gliserin (Gambar 2 dan 6). Sukrosa dan gliserin memiliki gugus hidroksil
sehingga dapat meningkatkan kelarutan vanillin. Berdasarkan hasil analisis regresi menggunakan Minitab, waktu maserasi berpengaruh positif terhadap kadar vanillin. Hal ini berarti bertambahnya waktu maserasi mampu meningkatkan kadar vanillin yang terekstrak. Sedangkan sukrosa dan gliserin berpengaruh ne gatif. Hal ini berarti penambahan sukrosa dan gliserin yang berlebih akan mengakibatkan penurunan kadar vanillin yang terekstrak. Penambahan sukrosa dan gliserin yang berlebih dapat meningkatkan viskositas larutan sehingga menurunkan resistensi larutan untuk berdifusi ke dalam sel. Data kadar vanillin hasil perlakuan waktu maserasi, sukrosa dan gliserin dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12. B. PENELITIAN UTAMA 1. OPTIMASI SATU Optimasi satu adalah optimasi proses maserasi dengan penambahan sukrosa. Variabel pada optimasi ini adalah waktu maserasi dan banyaknya sukrosa yang ditambahkan. Rentang variabel dipilih berdasarkan penelitian pendahuluan (Gambar 7). Sampai hari ke -16, kadar vanillin terus menunjukan peningkatan. Waktu maserasi berpengaruh positif terhadap kadar vanillin. Hal ini berarti ada kemungkinan dengan ditambahnya waktu maserasi maka kadar vanillin yang terekstrak akan terus meningkat. Karena pada penelitian pendahuluan waktu maserasi hanya dicoba sampai 16 hari maka, penetuan level tinggi waktu maserasi mengacu pada waktu maserasi Arvillal (2001) yaitu 21 hari. Sedangkan level rendah waktu maserasi adalah 7 hari dan titik tengah waktu maserasi 14 hari. Level tinggi untuk variabel sukrosa adalah 10.5 g, level rendah adalah 3.5 g dan titik tengah 7 g. Matrik orde pertama optimasi satu dapat dilihat pada Tabel 6. Analisis varian orde pertama dapat dilihat pada Tabel 7. Model orde pertama dari variabel kode untuk optimasi satu adalah sebagai berikut : Y = 1504.25 + 78.0185 X1 - 30.2660 X2
Tabel 6. Matrik orde pertama proses optimasi satu Variabel kode Variabel asli Respon X1 X2 X1 X2 Y Y (hari) (g) (hari) (g) (µg/g) (g/l) -1 -1 7 3.5 1343.725 3.977 1 -1 21 3.5 1431.160 4.236 -1 1 7 10.5 1214.591 3.595 1 1 21 10.5 1439.230 4.259 0 0 14 7 1491.691 4.415 0 0 14 7 1509.178 4.466 0 0 14 7 1511.868 4.474 Tabel 7. Analisis varian untuk orde pertama proses optimasi satu Regression Linear Quadratic Crossproduct Total Regress
Degrees of Freedom 2 1 1 4
Type I Sum of Squares 28012 37079 4706.234404 69797
Total Regress 0.4000 0.5294 0.0672 0.9966
FRatio 116.7 308.9 308.9 145.4
Prob > F 0.0085 0.0032 0.0246 0.0068
Berdasarkan analisis varian diketahui bahwa, efek kuadratik lebih signifikan dibanding efek linier dengan F hitung sebesar 308.9. Hal ini mengindikasikan bahwa interval variabel yang dipilih telah mendekati titik optimum. Empat titik observasi (central composite design) perlu ditambahkan untuk mendapatkan lokasi titik optimum yang tepat. Matrik orde kedua proses optimasi satu dapat dilihat pada Tabel 8. Grafik permukaan respon dan kontur hasil dari optimasi satu dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10. Tabel 8. Matrik orde dua proses optimasi satu Variabel kode Variabel asli Respon X1 X2 X1 X2 Y Y (hari) (g) (hari) (g) (µg/g) (g/l) -1 -1 7 3.5 1343.725 3.977 1 -1 21 3.5 1431.160 4.236 -1 1 7 10.5 1214.591 3.595 1 1 21 10.5 1439.230 4.259 0 0 14 7 1491.691 4.415 0 0 14 7 1509.178 4.466 0 0 14 7 1511.868 4.474 1.414 0 24 7 1318.167 3.901 -1.414 0 4 7 1258.981 3.726 0 1.414 14 12 1483.620 4.391 0 -1.414 14 2 1441.921 4.267
Berdasarkan analisis varian (ANOVA) orde dua, Pengaruh kuadratik signifikan pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai signifikan sebesar 99.62%. X1 dan X12 signifikan dengan nilai signifikan sebesar 99.66% dan 99.86%. X2 dan interaksi antara X1X2 tidak signifikan dengan nilai sigifikan sebesar 86.75% dan 89.12%. Dengan memperhatikan bentuk kontur yang memusat, dapat diketahui bahwa titik optimum sudah dicapai. Berdasarkan hasil running program SAS dapat diketahui bahw a, titik optimum diperoleh dari respon waktu maserasi 15.9 hari dan sukrosa sebanyak 7.3 g dengan kadar vanillin rata -rata yang terekstrak sebanyak 1509.075097 mikrogram/g berat kering atau sama dengan 4.5 g/l. Kadar vanillin ekstrak hasil optimasi satu 1. 5 kali lebih tinggi dibandingkan kadar vanillin ekstrak dari buah hasil pengeringan Balitro II tanpa penambahan sukrosa (Kontrol). Data kadar vanillin ekstrak hasil optimasi satu
dapat dilihat pada
Lampiran 13. Hasil running SAS dapat dilihat pada Lampiran 14. Fitted Surface; Variable: Var1 2 factors, 1 Blocks, 11 Runs; MS Residual=2368,931 DV: Var1
1500 1400 1300 1200 1100 1000 900
Gambar 9. Surface respon optimasi 1
Fitted Surface; Variable: Var1 2 factors, 1 Blocks, 11 Runs; MS Residual=2368,931 DV: Var1 14
12
Sukrosa (g)
10
8
6
4
2
0 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
1500 1400 1300 1200 1100 1000 900
Waktu ekstrasi (hari)
Gambar 10. Kontur optimasi 1 Persamaan matematis untuk optimasi satu adalah : Y = 1014.069771 + 60.466625X1 + 7.187069X 2 - 2.259138X12
+
1.400041X1 X2 - 2.068691X22 Dimana : Y = kadar vanillin (mikrogram/ml) X1 = waktu maserasi (hari) X2 = banyaknya sukrosa yang ditambahkan (g). R2 = 89.04% 2. OPTIMASI DUA Variabel pada optimasi dua adalah waktu maserasi dan banyaknya larutan gliserin 48% yang ditambahkan. Interval variabel yang dipilih didasarkan pada hasil penelitian pendahuluan (Gambar 8). Level rendah waktu ekstraksi (-1) adalah 7 hari, level tinggi (+1) adalah 21 hari dan titik tengah (0) adalah 14 hari. Level rendah untuk gliserin adalah 7 ml, level tinggi adalah 21 ml, dan titik tengah 14 ml. Matrik orde pertama proses optimasi dua dapat dilihat pada Tabel 9. Analisis varian orde pertama dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 9. Matrik orde pertama proses optimasi dua Variabel kode Variabel asli Respon X1 X2 X1 X2 Y Y (ml) (hari) (ml) (hari) (µg/g) (g/l) -1 -1 7 7 1215.936 3.599 -1 1 7 21 1254.945 3.714 1 -1 21 7 1074.696 3.181 1 1 21 21 1280.503 3.790 0 0 14 14 1257.636 3.722 0 0 14 14 1260.326 3.730 0 0 14 14 1263.016 3.738 Tabe l 10. Analisis varian orde pertama proses optimasi dua Regression Linear Quadratic Crossproduct Total Regress
Degrees of Freedom 2 1 1 4
Type I Sum of Squares 18329 4963.003947 6955.393201 30248
Total Regress 0.6057 0.1640 0.2298 0.9995
FRatio 1266.5 685.9 961.2 1045.0
Prob > F 0.0008 0.0015 0.0010 0.0010
Berdasarkan analisis varian di atas, diketahui bahwa efek linier lebih signifikan dibandingkan efek kuadratik dengan nilai F hitung sebesar 1266.5. Hal ini mengindikasikan bahwa interval variabel yang dipilih belum mendekati titik optimum. Matrik orde kedua proses optimasi dua dapat dilihat pada Tabel 11. Grafik permukaan respon dan kontur optimasi dua dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12. Tabel 11. Matrik orde dua proses optimasi dua Variabel kode Variabel asli Respon X1 X2 X1 X2 Y Y (ml) (hari) (ml) (hari) (µg/g) (g/l) -1 -1 7 7 1215.936 3.599 -1 1 7 21 1254.945 3.714 1 -1 21 7 1074.696 3.181 1 1 21 21 1280.503 3.790 0 0 14 14 1257.636 3.722 0 0 14 14 1260.326 3.730 0 0 14 14 1263.016 3.738 0 1.414 14 24 1245.529 3.686 0 -1.414 14 4 1197.104 3.543 1.414 0 24 14 1250.910 3.702 -1.414 0 4 14 1240.149 3.670 Berdasarkan hasil analisis varian (ANOVA) orde kedua, setelah ditambah titik CCD, pengaruh linier tetap lebih signifikan dibanding
pengaruh kuadratik dengan nilai signifikan 96.03%. Model linier yang diperoleh dari variabel kode adalah sebagai berikut : Y = 1260.33 - 28.9205X 1 + 61.2040X2 Dimana : Y = kadar vanillin (mikrogram/ml) X1 = gliserin (ml) X2 = waktu maserasi (hari) R2 = 99.95% Dari persamaan linier diketahui bahwa gliserin memberikan pengaruh negatif terhadap respon. Perlu dilakukan metode steepest ascent untuk mencari selang interval X1 dan X2 yang mendekati titik optimum. Dari bentuk kontur, dapat diketahui bahwa titik optimum belum dicapai. Nilai maksimum didapat dari hasil respon waktu maserasi 22.01 hari dan gliserin sebanyak 19.98 ml dengan nilai kadar vanillin sebesar 1290.932563 mikrogram/g berat kering atau sama dengan 3.790 g/l. Nilai ini 1.2 kali lebih tinggi dibandingkan kadar vanillin ekstrak dari buah panili hasil pengeringan Balitro II tanpa penambahan gliserin (kontrol). Data kadar vanillin ekstrak hasil optimasi dua dapat dilihat pada Lampiran 15. Hasil running SAS dapat dilihat pada Lampiran 16. Titik optimum kemungkinan besar dapat dicapai jika waktu maserasi ditambah dan konsentrasi gliserin dikurangi. Konsentrasi gliserin yang terlalu tinggi akan
meningkitkan
viskositas
menghambat proses osmosis.
dan
kejenuhan
pelarut
sehingga
Fitted Surface; Variable: Var1 2 factors, 1 Blocks, 11 Runs; MS Residual=1533,119 DV: Var1
1300 1200 1100 1000
Gambar 10. Surface optimasi 2 Fitted Surface; Variable: Var1 2 factors, 1 Blocks, 11 Runs; MS Residual=1533,119 DV: Var1 26 24 22
Gliserin 50% (ml)
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
1300 1250 1200 1150 1100 1050 1000 950
Waktu ekstraksi (hari)
Gambar 11. Kontur optimasi 2 3. OPTIMASI TIGA Optimasi tiga adalah proses optimasi maserasi dengan tiga variabel yaitu waktu maserasi, konsentrasi sukrosa dan konsentrasi gliserin. Level
tinggi variabel sukrosa dan gliserin ditentukan berdasarkan tinjauan pustaka (Purseglove et al, 1981). Gliserin digunakan dalam bentuk larutan murni 99.6%. Kadar vanillin diukur dengan menggunakan HPLC. Matrik orde pertama optimasi tiga dapat dilihat pada Tabel 12. Analisis Varian orde pertama dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 12. Matrik orde pertama proses optimasi tiga Variabel Kode Variabel Asli Respon Respon (g/l) X1 X2 X3 X1 X2 X3 (ppm) -1 -1 -1 8 4 2 2621 2.621 1 -1 -1 16 4 2 3226 3.226 -1 1 -1 8 10 2 3002 3.002 1 1 -1 16 10 2 2981 2.981 -1 -1 1 8 4 6 3098 3.098 1 -1 1 16 4 6 3084 3.084 -1 1 1 8 10 6 3219 3.219 1 1 1 16 10 6 2858 2.858 0 0 0 12 7 4 3351 3.351 0 0 0 12 7 4 3343 3.343 0 0 0 12 7 4 3597 3.597 Tabel 13. Analisis varian orde pertama proses optimasi tiga Source Regression Linear Square Interaction Residual Error Lack- of-Fit Pure Error Total
DF 7 3 1 3 3 1 2 10
Seq SS 652570 28585 383423 240561 51429 9730 41699 703999
Adj SS 652570 28585 383423 240561 51429 9730 41699
Adj MS 93224 9528 383423 80187 17143 9730 20849
F 5.44 0.56 22.37 4.68
P 0.096 0.679 0.018 0.119
0.47
0.565
Berdasarkan analisis varian di atas, diketahui bahwa pengaruh kuadratik signifikan dengan nilai F hitung sebesar 22.37 sedangkan pengaruh linier tidak signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel yang dipilih telah mendekati titik optimum. Grafik surface dan kontur dapat dilihat pada Gambar 13-16. Model orde pertama dari variabel kode adalah sebagai berikut, Y = 3430.33 + 26.1250X1 + 3.87500X2 + 53.6250X3 -419.208X1 X1 -121.625X1 X2 -119.875X1 X3 -30.1250X2 X3 Dimana : Y
= kadar vanillin (ppm)
X1
= waktu maserasi (hari)
X2
= sukrosa (g)
X3
= gliserin murni 96% (ml)
R2
= 92.7%
3600
Vanillin (ppm)
3100
2600 8
9
10
Waktu maserasi (hari)
11
12
13
14
15
5
4
8
7
6
9
10
Sukrosa (g)
16
Gambar 13. Surface optimasi tiga
3600
Vanillin(ppm)
3100
6 5
2600
Gliserin (ml)
4 8
9
10
3
Waktu maserasi (hari)
11
12
13
14
15
2 16
Gambar 14. Surface optimasi tiga
Waktu maserasi (hari)
16
3000 3100
15
3200 3300 3400
14 13 12 11 10 9 8 4
5
6
7
8
9
Sukrosa (g)
Gambar 15.Kontur optimasi tiga
10
Waktu maserasi (hari)
16
2920 3020
15
3120 14
3220 3320
13
3420
12 11 10 9 8 2
3
4
Gliserin (ml)
5
6
Gambar 16. Kontur optimasi tiga Dengan bantuan Minitab diketahui bahwa titik variabel optimum berada pada waktu maserasi 12 hari, sukrosa 7 g, dan gliserin 4,7 ml dengan kadar vanillin yang terekstrak sebanyak 3449.592 ppm atau sama dengan 3.4 g/l. Variabel sukrosa optimum pada konsentrasi 7% (b/v). Hal ini sesuai dengan hasil optimasi satu. Variabel gliserin optimum pada konsentrasi 4,7% (v/v). Hal ini juga mendukung hasil optimasi dua. Penambahan gliserin yang terlalu banyak dapat memperlambat proses ekstraksi. Penambahan sukrosa dan gliserin secara bersama-sama dalam jumlah yang tepat dapat mempercepat waktu ekstraksi. Faktor yang perlu diperhatikan untuk scale up maserasi panili adalah kadar air bahan, komposisi pelarut (etanol : air), Konsentrasi sukrosa, konsentrasi gliserin, dan dimensi tangki ekstraktor. Bagian tangki ekstraktor yang kontak langsung dengan bahan dan pelarut harus terbuat dari stainless steal atau gelas. Tangki ekstraktor dapat dilengkapi dengan agitator untuk mengatur pergerakan pelarut disekitar bahan. 4. ANALISIS EKSTRAK DARI BUAH SETENGAH KERING SELAIN VANILLIN a. TOTAL ASAM Total asam adalah ukuran konsentrasi ion hidrogen yang terdispersi maupun yang tidak terdispersi. Prinsip analisis total asam
adalah banyaknya H+ yang bereakasi dengan OH- membentuk H2 O (Harjadi, 1993). H+ + OH-
H2O
Adanya asam organik dapat digunakan untuk identifikasi keaslian ekstrak panili karena asam-asam organik merupakan unsur yang terkandung dalam panili yang terbentuk selama proses curing. (Herman et al, 1990). Sebagian senyawa vanillin akan mengalami oksidasi enzimatik (enzim peroksidase) mengasilkan asam organik seperti asam benzoat dan asam vanillin. Senyawa golongan asam karboksilat juga dapat terbentuk dari reaksi oksidasi alkohol. Reaksi oksidasi alkohol dapat dilihat pada Gambar 17. Asam-asam organik seperti asam asetat, asam ferulat, dan asam malat juga dapat terbentuk dari hasil fermentasi glukosa yang ada dalam buah panili. Menurut Civolani et al (1999), asam ferulat dapat terbentuk melalui proses biokonversi dari asam vanillin oleh Pseudomonas flourescens. Menurut Purseglove
et
al (1981), ekstrak
panili
sedikitnya
mengandung 20 asam organik. Berdasarkan hasil analisis GC-MS acetic acid adalah yang komponen asam yang paling dominan. Ekstrak panili dari buah panili setengah kering memiliki nilai total asam 380410 ml 0.1 N NaOH/l. Nilai ini sesuai dengan standar yang dibuat oleh FDA. Data nilai total asam dapat dilihat pada Lampiran 19.
[O]
RCH
RCH2 OH [O]
RCCO2H
Gambar 17. Reaksi oksidasi alkohol b. LEAD NUMBER Prinsip analisis lead number adalah asam organik dari panili diendapkan dengan Pb(CH3COO) 2, garam Pb yang tidak larut dirubah,
dan kelebihan Pb ditentukan dengan titrasi chelometric dengan Na2 EDTA. Menurut Harjadi (1993), EDTA merupakan asam berbasa empat. Bentuk sederhananya adalah H4 Y. Sebagai asam lemah, EDTA mengalami pengionan bertahap melepaskan ion hidrogen satu per satu. EDTA mampu membentuk kompleks dengan ion logam dan memiliki konstanta ke stabilan yang besar sehingga reaksi berjalan sempurna. Pembentukan kelat logam dengan EDTA dapat ditulis secara umum sebagai berikut: Mn+ + Y4-
MYn-4
Lead number sering digunakan untuk menentukan asam organik dalam ekstrak secara cepat. Lead number ekstrak dari buah panili setengah kering adalah 4,5-4,6. Nilai lead number ini memenuhi persyaratan FDA yaitu sebesar 4.0-7.4. Lead number dan total asam adalah dua metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya senyawa organik yang ada dalam ekstrak panili. Ekstrak panili alami mengandung senyawa organik yang terbentuk dari oksidasi senyawa vanillin selama proses curing dan dari hasil proses oksidasi alkohol selama proses conditioning. Kandungan senyawa organik yang rendah mengindikasikan adanya pencampuran. Data lead number dapat dilihat pada Lampiran 20. Selain dengan uji lead number, kemurniaan ekstrak dapat diuji dengan menggunakan metode paper chromatography, ion exchange resin, dan thin -layer chromatrography. Namun, metode tersebut memiliki sensitivitas yang rendah, kesalahan eksperimen tinggi, dan memerlukan waktu yang lama. Metode lain yang dapat digunakan adalah Gas-liquid chromatography (GLC)
dan
High-performance
liquid chromatography (HPLC). Metode analisis mass spectrometry (SIRA-MS) juga dapat digunakan untuk mendeteksi adulteration. Metode ini mengukur dan membandingkan
isotop seperti karbon
(13C/ 12C) antara ekstrak panili alami dan panili sintetik. Ekstrak panili alami memiliki karbon
13
C yang lebih banyak dibandingkan ekstrak
panili sintetik yang dibuat dari lignin, eugenol atau guaiacol (Peter, 2004). c. KADAR ABU Abu berasal dari mineral-mineral yang dikandung dalam buah panili seperti kalium, kalsium, klor, dan magnesium. Kandungan mineral pada buah panili segar sekitar 0.02%. Kadar abu total ekstrak dari buah panili setengah kering adalah 1.33-3.34 g/l. Syarat minimal abu total yang ditetapkan oleh FDA adalah sebesar 2.20–4.32 g/l. Ekstrak panili yang disaring dua kali memiliki kadar abu sebesar 1.33 g/l. Nilai ini lebih rendah dari persyarat FDA. Penyaringan dapat mempengaruhi perhitungan kadar abu karena sebagian senyawa anorganik yang tidak larut akan tertinggal dikertas saring whatman. Namun demikian, nilai ini 12 kali lebih besar jika dibandingkan dengan kadar abu ekstrak panili sintetik (0.1 g/l). Nilai abu total sangat penting untuk identifikasi kemurniaan ekstrak panili. Panili sintetik biasanya hanya mengandung vanillin atau etil vanillin. Panili sintetik biasanya hampir bebas dari abu. Data kadar abu dapat dilihat pada Lampiran 21. d. ABU TERLARUT Abu terlarut dihitung berdasarkan banyaknya abu yang larut dalam air panas. Abu terlarut ekstrak dari buah panili setengah kering adalah 0.8-2.9 g/l. Persyaratan FDA untuk abu terlarut adalah sebesar 1.79–3.57 g/l. Ekstrak yang memiliki nilai abu total rendah juga akan memiliki nilai abu terlarut rendah. Menurut Reineccius (1994) lebih dari 80% abu total larut di dalam air. Data abu terlarut dapat dilihat pada Lampiran 22. e. ALKALINITAS ABU TERLARUT Alkalinitas abu dinyatakan dalam ml 0.1 N asam/l. Nilai alkalinitas abu terlarut ekstrak dari buah setengah kering adalah 139.1216.5 ml 0.1 N HCl/l. Kedua nilai ini lebih kecil dari yang disyaratkan
oleh FDA yaitu 220–400 ml 0.1 N asam/l. Data alkalinitas abu terlarut dapat dilihat pada Lampiran 23. f. ALKALINITAS ABU TOTAL Alkalinitas abu total dihitung berdasarkan alkalinitas abu terlarut dan alkalinitas abu tidak terlarut. Nilai alkalinitas abu total ekstrak dari buah panili setengah kering adalah 462.6-536.7 ml 0.1 N HCl/l. Alkalinitas menunjukan adanya unsur logam yang dapat membentuk basa seperti natrium, kalium, kalsium dan magnesium. Unsur-unsur logam ini berasal dari unsur mineral yang ada di dalam buah panili. Alkalinitas merupakan pertahanan larutan terhadap keasaman. Oleh karena itu, alkalinitas akan berhubungan dengan pH ekstrak, nilai total asam dan lead number. Data alkalinitas abu total dapat dilihat pada Lampiran 23. Perbandingan karakteristik ekstrak dari buah setengah kering, kontrol (ekstrak dari buah kering yang dikeringkan dengan metode Balitro II tanpa penambahan sukrosa dan gliserin), dan standar FDA dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Perbandingan karakteristik ekstrak Karakteristik Ekstrak dari buah Kontrol Standar setengah kering FDA Kadar vanilli (g/l) 3.7-4.5 3.2 1.1-3.5 Abu (g/l) 1.3-3.4 3.8 2.2-4.32 Abu terlarut (g/l) 0.8-2.9 3.2 1.79-3.57 Alkalinitas abu total 462.6-536.7 487.3 300-540 (ml 0.1 N asam/l) Alkalinitas abu terlarut 139.1-216.5 277.1 220-400 (ml 0.1 N asam/l) Total asam 380-410 600 300-520 (ml 0.1 NaOH/l) Lead number 4.5-4.6 4.9 4-7.4 g. ANALISIS SENYAWA VOLATIL Analisis senyawa volatil dilakukan dengan menggunakan GCMS. Senyawa volatil yang terdeteksi dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Analisis senyawa volatil Nama
Aliphatic acids Formic acid Acetic acid Oxalic acid 3-hydroxy butanoic acid Fatty acid Decanoic acid Aliphatic alcohols 2-propyn-1-ol 2,3-butanediol 1-acetoxy-2-propanol 2-furanmenthol Furaneol Maltol Aliphatic esters and lactones Methyl acrylate Methyl glycoate Methyl pyruvate 2-acetyl—2-hydroxy- gamma butyrolactone Alkanes Hexadecanal Aromatic ethers Methyl- d31-dideuterio -2-propenyl ether Propyl isopropyl ether Methyl vanillylether Aromatic ketones 1-hydroxy-2-propanone 3-hydroxy-2-butanone 1-penten-3-one 1-hydroxy-2-propanone 2,3-pentadione 1-hydroxy-2-butanone 1-(acetyloxy)-2-propanone Dihydro-2(3H)-furanone Caprolactone 2-hydroxycyclopent-2-en-1-one Cyclohexanone 5-methyl-2(3H)-furanone 1-(acetyloxy)-2-propanone 2,3-dihydro-3,5-dihydroxy-6methyl-4H-pyran-4-one 2-pentadecanone Aromatic aldehydes Benzaldehyde Vanillin Heterocyclics Furfural 5-(hydroxymethyl)-2-furfural Aliphatic hydrocarbon 1,1-diethoxyethane 2,4-dimethy-1,3-dioxane 3-hydroxy tetrahydrofuran n-pentanal BHT
RT
3.022 3.251
Luas Area S2
Kontrol
S1
301248 2726508
1988638 5407973
4.936 7.275
38162 39020
40.740
39466
4.118 4.611 5.382 5.567 11.683 12.494 4.313 4.033 4.821 14.114
62459
38162 39020
116092
70966
4.486 23.324
103864
3.461 4.108 4.467 4.282 4.473 4.621 6.046 6.821 7.051 7.390 7.152 7.299 8.475 14.354
771428
Pungent Sour, pungent Pungnt Rancid
vinegar,
Oily/fatty
Floral, oily 15820 192843 23698 392493
29965 280413
22893 236628 23698 395188
Fruit, burnt, sugar Cotton candy, sweet
878139 282774
291343 109256 629076 221966
Coconut-like
146633
146633
Green
127546
237528
182537
149902
208097
179000
4256057 22810 220608
2940313 282480
3598185 152645 220608
161584
161584 185151 13009 64303 64162 162745
397882 291343
3.595
109256 380012 161158
Buttery
187347 185151 13009 28282
64303 64162 162745
Sweet
93603
565627
16049 8966 1528709
1232048
138938
138938
5320194
6095183
5707689
254094 2334317
7369951
935386
33.132 21370 2693470
4.733 17.890 4.808 8.630 9.694 12.521 31.872
1849869 5680879
109487 50367
33.648
22.670 23.520
1711099 5953784
Aroma Rata-rata S1,S2
72354 78113
115557 147854
756808 434405 100040
209152
72354 78113 756808 434405 154596
Buttary Vanilla-like, Vanilla, sweet
Green, oily
Pada ekstrak yang diperoleh dari buah panili hasil pengeringan metode Balitro II (kontrol) diperoleh 17 puncak. Sedangkan pada ekstrak dari buah setengah kering ulangan 1 diperoleh 28 puncak dan dari ulangan 2 diperoleh 24 puncak. Senyawa yang terdeteksi pada kontrol tetapi tidak terdeteksi pada ekstrak dari buah panili setengah kering adalah 2-propyn-ol, 1-hydroxy -2-propanone, 2,3 butanediol, propyl isopropyl ether, dan cyclohexanone. Sedangkan senyawa yang terdeteksi pada ekstrak buah panili setengah kering tetapi tidak terdeteksi pada kontrol adalah 3-hidroxy-2-butanone, methyl acrylate, methyl glycolate, methyl pyruvate, 1-penten-3-one, 2,3 pentadione, 1hydroxy-2-butanone, furfural, 1,1-diethoxyethene, oxalic acid, 1acetoxy-2-propanol,
1-(acetyloxy)-2-propanone,
caprolacton,
2-
hydroxycyclopent-2-en-1-one, 3-hydroxy butanoic acid, 5-methyl2(3H) -furanone, tetrahydrofuran,
1-(acetyloxy)-2-propanone, furaneol,
maltol,
3-hydroxy
5-(hydroxymethyl)-2-furfural,
methyl vanillyether, 2-pentadecanone, hexadecanal, dan decanoic acid. Senyawa golongan heterosiklik seperti furfural dan 5(hydroxymethyl)-2-furfural yang terdapat pada ekstrak buah panili setengah kering diduga berasal dari hasil reaksi maillard. Reaksi ini dapat terjadi karena pada saat proses ekstraksi ditambahkan sukrosa. Komponen flavor yang terbentuk dari reaksi maillard dapat dilihat pada Gambar 18. Luas area vanillin pada ekstrak dari buah panili setengah kering 1.9-2.3 kali lebih besar dibandingkan luas area vanillin kontrol. Senyawa vanillin pada konsentrasi 19118 ppm memiliki aroma panili dan sweet. Asam asetat pada konsentrasi 124 ppm memiliki aroma sour dan vinegar. n-heptanal pada konsentrasi 2.1 ppm memiliki aroma green
dan oily. Sedangkan 3-hidroksi-2-butanon pada
konsentrasi 14.6 ppm memiliki aroma buttery (Silva et al, 2005). Komponen flavor seperti vanillin dan guaiacol dapat dibentuk dari asam ferulat oleh bakteri dan jamur yang aktif di dalam dinding sel (Rolling,
2002).
Reducing sugar and α-amino acid (Maillard Reaction) N-glycosylamines or N-fruktosylamines
Furfural
1-amino-1-deoxy-2-ketose or 1-amino-2-deoxy-2-aldos (Amadori and Heyns intermediates) Reduction and dehydroreduction
3-furanones 4-pyranones Pyrroles Thiophenes
Hydroxyacetone Cyclotene Dihydroxyacetone Hidroxyacetyl
Hydroxymethyl-5-furfural
Glyoxal Pyruvaldehyde Glycolaldehyde Glyceraldehyde
Aldehides + α -aminoketones (+ methianal from methionine) ( + H2S and NH3 from cystein)
Acetan Heterocyclization Pyridines Pyrazine Oxazoles
Thiazoles Pyroles Imidazoles
Gambar 18. Pembentukan komponen flavor melalui nonenzimatik browning (Heath, 1986)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN Cara maserasi yang dapat digunakan untuk proses optimasi adalah cara maserasi satu tahap. Cara ini mampu mengekstrak vanillin (rata-rata 2.3 g/l) lebih tinggi dibandingkan cara maserasi dua tahap (rata-rata 2.2 g/l). Jenis bahan yang mampu menghasilkan ekstrak dengan kadar vanillin tinggi adalah buah panili setengah kering. Kadar vanillin bahan ini (rata-rata 0.98 g/l) lebih tinggi dibandingkan kadar vanillin buah panili kering 1 dan 2 (rata-rata 0.41 g/l dan 0.32 g/l). Komposisi etanol : air yang paling tepat untuk maserasi buah panili setengah kering adalah 7:3 (kadar vanillin 1.78 g/l). Peningkatan waktu ekstraksi dari 1-16 hari, sukrosa dari 0.5-8 g, dan gliserin dari 1-16 ml berpengaruh terhadap penin gkatan kadar vanillin dari 3.1-3.9 g/l. Waktu maserasi berpengaruh positif terhadap kadar vanillin. Sedangkan sukrosa dan gliserin berpengaruh negatif sehingga perlu dicari konsentrasi sukrosa dan gliserin yang tepat yang mampu meningkatkan kelarutan vanillin dalam ekstrak panili. Proses optimasi satu telah mencapai titik optimum. Variabel yang dapat mengoptimumkan kadar vanillin pada proses optimasi satu adalah waktu maserasi (15.9 hari) dan sukrosa (7.3 g) dengan kadar vanillin 1509. 075097 mikrogram/g berat kering atau sama dengan 4.5 g/l (1.5 kali lebih tinggi dibandingkan kontrol). Proses optimasi dua belum mencapai titik optimum. Nilai kadar vanillin maksimal sebesar 1290.932563 mikrogram/g berat kering atau sama dengan 3.8 g/l (1.2 kali lebih tinggi dibandingkan kontrol) dicapai dari variabel waktu ekstraksi 22 hari dan gliserin 48% sebanyak 19.9 ml. Optimasi tiga sudah mencapai titik optimum. Variabel yang mampu mengoptimumkan kadar vanillin pada proses optimasi tiga adalah waktu maserasi (12 hari), sukrosa (7 g,) dan gliserin 96% (4.3 ml) dengan kadar vanillin ekstrak sebesar 3.4 g/l. Karakteristik ekstrak dari buah panili setengah kering adalah kadar vanillin 3.4-4.5 g/l, total asam 380–410 ml 0.1 N NaOH/l, kadar abu 1.33–
3.42 g/l, abu terlarut 0.81–2.91 g/l, alkalinitas abu total 462.6-536.7 ml 0.1 N HCl/l, alkalinitas abu terlarut 139.1–216.5 ml 0.1 N HCl/l, dan lead number 4.5-4.9. Sebagaian besar nilai tersebut memenuhi syarat ekstrak panili yang ditetapkan oleh FDA. B.
SARAN 1.
Pada optimasi dua perlu dilakukan metode steepest ascent untuk mendapatkan rentang variabel X1 dan X2 yang baru yang dapat memberikan respon yang mendekati titik optimum. Rancangan untuk melakukan steepest ascent dapat dilihat pada Lampiran 24.
2.
Perlu dilakukan penelitian tentang cara maserasi bertahap dengan pelarut etanol-air yang ditambahkan secara bersama -sama pada setiap tahap maserasi. Cara maserasi ini merupakan saran perbaikan untuk cara maserasi dua tahap yang telah dilakukan pada penelitian ini. Diagram alir cara maserasi bertahap dapat dilihat pada Lampiran 25.
3.
Perlu dilakukan penelitian optimasi dengan metode perkolasi sebagai pembanding metode maserasi.
DAFTAR PUSTAKA
Aguilera, J. M. 1999. Microstructural Principles of Food Processing and Engineering, Second Edition. Aspen Publisher, Inc. Gaithersburg. Arvillal. 2001. Vanilla Extract Recipes. http://www.cyberkitchen.com/ubbs/archive/MIXES/Vanilla_Extract_Recipes_by_ArvillaL.ht ml. Box, G., William E. P., Hunter G dan Hunter J. S. 1978. Statistik for Experimenters An Introduction To Design, Data Analysis and Model Bullding. John Wiley & Sons. New York. Civolani, C., Barghini P., Roncetti A. N., Ruzzi M dan Sciesser A. 1999. bioconversion of ferulic acid into vanillic acid by means of a vanillatenative mutant of Pseudomonas fluorescens strain BF13. J. American Society for Microbiology. Vol 66, No 6, Hal 2311-2317. Cowley, E. 1973. Vanilla and Its Uses. Proceedings of the Conferece of Spices. Tropical Product Institut. London. Departemen Pertanian. 2004. Statistik Perkebunan Indonesia. Panili. Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan. Jakarta. Dignum, M. J. W., Kerler J dan Verpoorte. 2001. vanilla curing under laboratory condition. J. Food Chemistry. www.elsevier.com/locate/foodchem. Dignum, M. J. W. 2002. Biochemistry of the Processing of Vanilla Beans. Thesis. Leiden University. Dignum, M. J. W., Heijden, R., Kerler J., Winkel C dan Verpoorte. 2002. identification of glucosides in green beans of Vanilla planifolia Andrews and kinetics of vanilla β-glucosidase. J. Food Chemistry. www.elsevier.com/locate/foodchem. Guzman. C. C., dan Siemonsma J. S. 1999. Plant Resources of South-East Asia. Spices. Porsea. Bogor. Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta. Heat, H. B. 1978. Flavour Technology : Profil, Product, Aplication. The AVI Publishing Co. Inc. Westport Connecticut. Herman., Suryati A., Sofiah S. dan Iskandar R. 1990. Pembuatan Curing Buah Panili. Balitro. Bogor. http://www.joyofbaking.com/vanilla.html. Vanilla. http://www.nielsenmassey.com/historyofvanilla.htm. The History of Vanilla. Keenan., Kleinfelter., Wood dan Pudjaatmaka H. A. 1984. Kimia untuk Universitas. Erlangga. Jakarta. Kenichi dan Masanori. 1990. http://v3.espacenet.com/txtdoc?DB
Production
Vanilla
Extract.
Ketaren, S. dan Suastawa I. G. M. 1994. pengaruh tingkat mutu buah panili (Vanilla planifolia A.) dan nisbah bahan dengan pelarut terhadap rendemen dan mutu oleoresin yang dihasilkan. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Vol 5(3). Hal 161-171. Fateta. IPB. Bogor. Leong, G. U. dan Derbesy R. M. 1989. synthesis, identification and determination of glucosides present in green vanilla beans (Vanilla planifolia Andrews). Flav. Fraga. J. 4,164-167. Ma’mun dan Laksamanahardja. 1998. Oleoresin Panili. di dalam Monograf Panili. Balitro. Bogor. Marsili, R. 2002. Flavour, Fragrance, and Odor Analysis. Marcel Dekker. Inc. New York. Mitsuhiro, K., Okimura dan Yajima. 1983. Production Vanilla Extract. http://v3.espacenet.com/txtdoc?DB Merory, J. 1986. Food Flavourings Composition, Manufacture and Uses. Avi Publishing Co. Westpost. di dalam Purseglove, J. W., Brown, Green, dan Robbins. 1981. Spices Vol 2. Longman. London. New York. Montgomery, D. C. 1997. Design and Analysis of Experiments. Fifth Edition. John Wiley & Sons. Inc. New York. Mukhopadhyay, M. 2002. Natural Ekstracts Using Supercritical Carbon Dioxide. CRC Press. London. New York. Woshington DC. Pandji, C dan Setyaningsih, D. 2003. Isolasi dan Identifikasi Komponen Glikosida Buah Panili Segar dan Cured. Ringkasan Hasil Penelitian Dasar Tahun 2003. Hal 79-80. IPB. Bogor Peter, K. V. 2004. Handbook of Herbs and Spices Volume 2. CRC Press. New York. Purseglove, J. W., Brown, Green, dan Robbins. 1981. Spices Vol 2. Longman. London. New York. Reineccius, G. 1994. Source Book of Flavours. Champman & Ha ll. New York. London. Rismunandar dan Sukma, E. S. 2003. Bertanam Panili. Penebar Swadaya. Jakarta. Rolling, W. F. M., Kerler J., Braster M., Apriyanto A., Stam H., Henk W dan Verseveld. 2000. mikroorganism with a tase for vanilla : microbial ecology of traditional indonesian vanilla curing. J. American Society for Microbiology. Vol 67, No 5, Hal 1995-2003. Ruhnayat, A. 2001. Budidaya Tanaman Panili (Vanilla planifolia Andrews). Balitro. Bogor. Saeni, M. S. 1989. Kimia Fisik I. PAU. IPB. Bogor. Sajuti, R., Ilham., Swastika., Suhartini., Elizabeth dan Prasetyo. 2002. Analisis Penawaran dan Permintaan Komoditas Lada dan Panili. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Satoru, S., Miyoshi dan Hirosi. 1996. http://v3.espacenet.com/txtdoc?DB.
Production
Vanilla
Extract.
Setyaningsih, D., Soehartono, M. T., Apriyanto A dan Mariska I. 2003. Peranan Aktivitas Enzim â-Glukosidase pada Pembentukkan Flavor Vanilla Selama Proses Curing. Ringkasan Hasil Penelitian Hibah Bersaing Tahun 2003. Hal 56-58. IPB. Bogor. Setyaningsih, D. 2006. Peranan Aktivitas Enzimâ-Glukosidase pada Pembentukkan Flavor Vanilla Selama Proses Kuring. Ringkasan Disertasi. IPB. Bogor. Schultz, M. 2005. Vanilla: Anything but http://www.foodproductdesign.com/current/11051INI.html.
Plain.
Silva A. P., Odoux E., Brat P., Ribeyre F, Jimenes G. R., Olvera., Alvarado M. A. G dan Gunata Z. 2005. GC-MS and GC olfactometry analysis of aroma compounds in a representative organic aroma extract from cured vanilla (Vanilla planifolia G. Jackson) beans. J. Food Chemistry. www.sciencedirect.com Sofiah, S., Juli A dan Yang Yang S. 1986. Pembuatan Potitipe Alat Ekstraksi Vanili. BBIA. Bogor. Sudjadi. 1985. Metode Pemisahan. Kanisius. Yogyakarta. Suwandi, A., dan Yuni S. 2004. Pengolahan dan Pemasaran Vanili. Penebar Swadaya. Jakarta. Takeji, F. dan Thosie N. 2000. http://v3.espacenet.com/txtdoc?DB
Production
Vanilla
Extract.
Winarno, F. G. 1973. Ekstraksi Khromatografi Elektrophorosis. Fatetea. IPB. Bogor. Winarno, F. G., Ansori R., Fardiaz D dan Ketaren S. 1973. Kimia Organik I. Fateta. IPB. Bogor.
Lampiran 1. Maserasi Satu Tahap
Buah panili dipotong 0.2–0.5 cm 10 g
Air 50 ml
Maserasi 6 hari
Etanol 60% 50 ml
Penyaringan
Ampas
Ekstrak panili single fold 90–98 ml
Lampiran 2. Maserasi Dua Tahap dengan Satu Kali Penyaringan
Buah panili dipotong 0.2–0.5 cm 10 g
Air 50 ml
Maserasi I 3 hari
Etanol 60% 50 ml
Maserasi II 3 hari
Penyaringan
Ekstrak panili single fold 90–98 ml
Ampas
Lampiran 3. Maserasi Dua Tahap dengan Dua Kali Penyaringan
Buah panili dipotong 0.2–0.5 cm 10 g
Air 50 ml
Maserasi I 3 hari
Penyaringan I
Ekstrak I 43–49 ml
Ampas
Maserasi II 3 hari
Etanol 60% 50 ml
Penyaringan II
Ekstrak II 43–49 ml
Pencampuran
Ekstrak panili single fold 86–98 ml
Lampiran 4. Proses Kuring Buah panili segar 3 kg, ka ± 80%
Modifikasi proses kuring (Setyaningsih (2003)
Proses Kuring Balitro II
Scratching Min 3 garis longitudinal/buah
Perendaman dengan larutan butanol 0.3 M, sistein 1mM, 2 jam Penirisan, ± 15 menit Scalding, 40o C, 30 menit
Scalding, 60oC, 3 menit
Penirisan, ± 1 jam Sweating, 24 jam Siklus 5 kali Pengeringan I, 40 o C, 3 jam
Buah panili ½ kering 2.0 kg, ka ±70%
Pengeringan II, 60oC, 6 jam
Pengeringan II, 60oC, 3 jam
3X
Siklus 5 kali Sweating, 24 jam
Buah panili kering 2 0.75 kg, ka ± 20%
Sweating, 24 jam
Buah panili kering 1 0.9 kg, ka ± 25%
Lampiran 5. Proses Optimasi Satu
Buah panili 1/2 kering dipotong 0.2 – 0.5 cm 10 g
Air 30 ml
Sukrosa 7.3 g
Maserasi 15,9 hari
Etanol 60% 70 ml
Penyaringan
Ekstrak panili single fold 100 ml
Ampas
Lampiran 6. Proses Optimasi Dua Buah panili 1/2 kering dipotong 0.2–0.5 cm 10 g
Air 20,05 ml Maserasi 22 hari
Etanol 60% 70 ml
Larutan gliserin 48% 19,9 ml
Penyaringan
Ekstrak panili single fold 100 ml
Ampas
Lampiran 7. Proses Optimasi Tiga
Buah panili 1/2 kering dipotong 0.2–0.5 cm 10 g
Air 30 ml
Sukrosa 7g Maserasi 12 hari
Etanol 60% 70 ml
gliserin 99.6% 4,7 ml
Penyaringan
Ekstrak panili single fold 100 ml
Ampas
Lampiran 8. Prosedur Analisis Karakteristik Ekstrak Panili a. Analisis Kadar Vanillin dengan Metode Spektrofotometer (AOAC, 1995) 1. Pembuatan kurva standar Timbang sebanyak 0.025 g vanillin standar dalam gelas kimia 5 ml, larutkan dengan 500 µl etanol p.a, masukkan kedalam labu ukur 25 ml, bilas gelas kimia dengan akuades. Masukkan air bilasan ke dalam labu ukur dan tepatkan hingga tanda tera. Larutan ini disebut larutan A dengan konsentrasi 0.1% atau 1000 ppm. Larutan A dipipet berturut-turut 0, 100, 200–1000 µl, masukkan masing-masing larutan tersebut ke dalam labu takar 10 ml. tepatkan dengan akuades sampai tanda tera. Larutan ini disebut larutan B dengan seri konsentrasi larutan dari 0, 1, 2 –100 ppm. Larutan B dipipet berturut-turut 0, 100, 200– 1000 µl, masukkan masing-masing larutan tersebut ke dalam labu takar 10 ml. Tambahkan masing-masing 200 µl 0.1 N NaOH dan air suling sampai tanda tera. Buat blanko dari larutan B seperti tahap tersebut tanpa penambahan 0.1 N NaOH. Larutan ini adalah larutan yang akan diukur absorba nsinya dengan seri konsentrasi dari 0, 1, 2–10 ppm. Ukur absorbansi masing-masing larutan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 348 nm. Kurva standar dibuat dengan cara memplotkan antara konsentraasi vanillin (ppm) dengan selisih absorbansi (larutan +NaOH dikurangi larutan blanko). 2. Penentuan absorbansi larutan sampel Pipet larutan sampel sebanyak 1000 µl dengan mengggunakan pipet mikron, masukkan ke dalam labu takar 10 ml. tambahkan aguades sampai tanda tera. Larutan ini dsebut sebagai larutan 1. Pipet larutan 1 sebanyak 200 µl masukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Tambahkan 200 µl 0.1 N NaOH dan aqudes sampai tanda tera. Larutan blanko dibuat tanpa penambahan 0.1 N NaOH. Ukur absorbansi masing-masing larutan pada panjang gelombang 348 nm. Hitung selisih absorbansi antara larutan yang ditambah dengan 0.1 N NaOH dan larutan blanko. Kemudian hitung konsentrasi vanillinnya berdasarkan kurva standar.
Kadar vanillin (µg/g berat kering) = Y x 500 x V W x (100 – H) Dimana : Y
: Konsentrasi vanillin berdasarkan kurva standar (µg/ml) atau (ppm) : Volume ekstrak single fold (ml)
W
: Bobot buah panili yang diekstrak (g)
H
: Kadar air (%)
500
: Faktor pengenceran sampel
Konsentrasi vanillin (µg/ml)
V
X (Absorbansi)
Y (µg/ml)
0.014 0.056 0.108 0.181 0.268 0.299 0.372 0.422 0.518
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Absorbansi Kurva Standar Vanillin S = 0.24276581 R= 0.99655618 Y = 0.059198566 + 15.847727X b. Analisis Total Asam 10 ml sampel dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml. Tambahkan aguades sampai tanda tera. Ambil 100 ml larutan sampel tersebut tempatkan dalam erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 3 tetes indikator PP dan titrasi dengan menggunakan 0.1 N NaOH sampai titik akhir. Total asam dinyatakan dengan ml 0.1N NaOH/l.
c. Analisis Kadar Abu (AOAC, 1995) Sebanyak 5–10 g sampel ditempatkan di dalam cawan porselin. Sampel tersebut dibakar di atas hot plate bersuhu 100 oC sampai semua H2O teruapkan ditandai dengan hilangannya asap. Sampel tersebut kemudian diabukan di dalam tanur pada suhu 525 ± 25 oC selama 3–6 jam atau sampai terbentuk abu yang berwarna putih. Basahi abu dengan H2 O, keringkan di atas hot plate dan kembali diabukan sampai berat abu konstan. Abu dinyatakan dalam g/l. Abu (g/l) = bobot abu Liter sampel d. Analisis Kadar Abu Terlarut dan Tidak Terlarut (AOAC, 1995) Abu dari hasil analisis kadar abu ditambah dengan 10 ml air kemudian dipanaskan di atas hot plate sampai hampir mendidih. Saring abu tersebut dengan menggunakan milipore 0.45 µm. Bilas milipore dengan air panas sampai kombinasi filtrat dan air bilasan mencapai 50 ml. Keringkan milipore beserta abu dengan oven pada suhu 105oC selama 2 jam. Setelah itu milipore didinginkan di dalam desikator dan ditimbang untuk mengetahui bobot abu tidak terlarut yang terdapat pada kertas saring tersebut. Abu terlarut dan abu tidak terlarut dinyatakan dalam g/l. Abu tidak terlarut (g/l) = C – B A Abu terlarut (g/l) = Abu total – abu tidak terlarut Dimana : A
: volume sampel (l)
B
: bobot milipore (g)
C
: bobot milipore dan abu tidak terlarut (g)
e. Analisis Alkalinitas Abu Terlarut (AOAC, 1995) Filtrat yang dihasilkan dari analisis abu terlarut didinginkan. Kemudian dititrasi dengan 0.1 N HCl menggunakan 3 tetes indikator methyl orange. Alkalinitaas abu terlarut dinyatakan dalam ml 0.1 N HCl /l .
f. Analisis Alkalinitas Abu Tidak Terlarut (AOAC, 1995) Milipore dan abu yang telah di oven pada suhu 105oC dimasukkan kembali ke dalam cawan porselin untuk kembali diabukan di dalam tanur pada suhu 525 ± 25 oC selama 2 jam. Setelah terbentuk abu berwarna putih, cawan didinginkan di dalam desikator. Tambahkan kelebihan 0.1N HCl sebanyak 10–15 ml ke dalam abu. Panaskan abu tersebut di atas hot plate sampai hampir mendidih kemudian dipindahkan ke dalam erlenmeyer. Kelebihan HCl dititrasi dengan menggunakan 0.1 N NaOH menggunakan indikator methyl orange. Alkalinitas dinyatakan dalam ml 0.1 N HCl/l. g. Analisis Alkalinitas Abu Total Alkalinitas abu total = alkalinitas abu terlarut + alkalinitas abu tid ak terlarut. h. Analisis Leaad Number (AOAC, 1995) 1. Prinsip Asam organik dari panili diendapkan dengan Pb(CH 3COO)2 pada kondisi standar. Garam Pb yang tidak larut dirubah dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi menggunakan NA 2EDTA. Dari titrasi ini dan titrasi blanko, Wichmann lead number dihitung. 2. Pereaksi 1. Larutan standar disodium ethylendiamine tetraacetate (Na2 EDTA) 0.025 N. Larutkan 9.3061 g Na2 EDTA.2H2O dalam 1 liter air mendidih. 2. Larutan buffer. Campurkan 2 volume 0.1 N NaCH3COO dengan 1 volume 0.1 N CH3 COOH. 3. Larutan xylenol orange. Larutkan 0.1 g xylenol orange dalam 100 ml 35% alkohol. 4. Larutan lead acetat. Larutkan 8 g Pb(CH 3COO)2 netral dalam air mendidih. Biarkan selama 24 jam dan gunakan supernatan jernih. 5. Larutan penolphtalein. Larutkan 0.1 g pp dalam 100 ml alkohol. 3. Persiapan larutan sampel Tempatkan 175 ml air mendidih dalam labu destilasi. Tambahkan 25 ml larutan jernih Pb(CH 3COO)2 dan 50 ml single fold ekstrak. Aduk campuran larutan tersebut sampai tercampur merata dan terbentuk endapan atau
gumpalan. Rangkaikan peralatan destilassi. Destilasikan larutan sebanyak 200 ml sehingga residu di dalam labu sekitar 50 ml. Setelah itu, destilasi dihentikan. Residu dalam labu didinginkan kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan air suling sampai tanda tera. Residu disaring dengan meggunakan pompa vakum. Filtrat yang didapat disebut dengan larutan X. Persiaapan blanko, gunakan 5 tetes CH3 COOH untuk menggantikan sampel dan destilasikan 150 ml. Residu dinginkan dan kemudian ditambah air panas sampai 100 ml. 4. Penentuan Lead Titrasi chelometric. Pipet 10 ml larutan X ke dalam 125 ml erlenmeyer. Tambahkan 1 tetes pp dan tepatkan basa dengan 1 N NaOH sampai terbentuk endapkan pb(OH)2. Tambahkan 10 ml larutan buffer dan 1 ml indikator xylenol orange. Titrasi dengan 0.025 N Na 2EDTA sampai titik akhir diindikasikan dengan perubahan warna dari pink kemerah-merahan sampai kuning atau orange. Lead number = 20 x (ml Na 2EDTA blanko – ml Na2 EDTA sampel) x 0.025 x (207.2/1000) = (ml Na2EDTA blanko – ml Na2 EDTA sampel) x 0.1036
Lampiran 9. Data Pemilihan Cara Ekstraksi
Kode A1
Absorbansi (+ NaOH)
Absorbansi (blanko)
Selisih absorbansi
0.418
0.056
0.362
0.420
0.055
0.365
Rata-rata A2
0.364 0.447
0.051
0.396
0.452
0.055
0.397
Rata-rata A3
0.397 0.365
0.055
0.310
0.363
0.051
0.312
Rata-rata B1
0.311 0.413
0.055
0.358
0.407
0.053
0.354
Rata-rata B2
0.356 0.412
0.058
0.354
0.412
0.058
0.354
Rata-rata B3
0.354 0.284
0.053
0.231
0.284
0.050
0.234
Rata-rata C1 Rata-rata
0.233 0.414
0.053
0.361
0.417
0.054
0.363 0.362
Volume ekstrak (ml)
Bobot bahan (g)
Kadar air (%)
Pengenceran
Kadar vanillin (µg/ml)
Kadar vanillin (µg/g)
Kadar vanillin (g/l)
95
10
77.1608
400
5.836
970.944
2.334
95
10
77.1608
400
6.361
1058.375
2.544
95
10
77.1608
400
5.000
831.848
2.000
95
10
77.1608
400
5.716
951.073
2.286
94
10
77.1608
400
5.684
935.818
2.274
94
10
77.1608
400
3.750
617.300
1.500
95
10
77.1608
400
5.812
966.969
2.325
Lampiran 9. Lanjutan
Kode
Absorbansi (+ NaOH)
Absorbansi (blanko)
Selisih absorbansi
0.439
0.051
0.388
0.444
0.050
0.394
C2 Rata-rata C3
Volume ekstrak (ml)
0.391 0.346
0.059
0.287
0.344
0.059
0.285
Rata-rata
0.286
Bobot bahan (g)
Kadar air (%)
Pengenceran
Kadar vanillin (µg/ml)
Cara maserasi A1
Kadar vanillin (g/l)
95
10
77.1608
400
6.274
1043.803
2.509
95
10
77.1608
400
4.602
765.612
1.841
Lampiran 9. Ringk asan Data Pemilihan Cara Maserasi Kadar vanillin (g/l) Ulangan 1
Kadar vanillin (µg/g)
Cara maserasi
Kadar vanillin (g/l) Ulangan 2
Cara maserasi
Kadar vanillin (g/l) Ulangan 3
2.334
A2
2.544
A3
2.000
B1
2.286
B2
2.274
B3
1.500
C1
2.325
C2
2.509
C3
1.841
Keterangan : A : Cara maserasi satu tahap B : Cara maserasi dua tahap dengan dua kali penyaringan C : Cara maserasi dua tahap dengan satu kali penyaringan
Lampiran 10. Data Penentuan Jenis Bahan dan Komposisi Etanol : Air
Kode 555
Absorbansi (+ NaOH) 0.875 0.888
Absorbansi (blanko) 0.360 0.340
Rata-rata 564
0.600 0.608
0.261 0.259
573
1.075 1.049
0.369 0.369
582
0.710 0.693
0.292 0.298
Rata-rata
Rata-rata
Rata-rata 355
0.629 0.629
0.374 0.378
364
0.654 0.657
0.395 0.393
373
0.612 0.617
0.369 0.355
0.615 0.614
0.367 0.358
0.590 0.594
0.370 0.371
Rata-rata
Rata-rata
Rata-rata 382 Rata-rata 655 Rata-rata
Selisih absorbansi 0.515 0.548 0.532 0.339 0.349 0.344 0.706 0.680 0.693 0.418 0.395 0.407 0.255 0.251 0.253 0.259 0.264 0.262 0.243 0.262 0.253 0.248 0.256 0.252 0.220 0.223 0.222
Volume ekstrak (m l)
Bobot bahan (g)
Kadar air (%)
Pengenceran
Kadar vanillin (µg/ml)
Kadar vanillin (µg/g)
Kadar vanillin (g/l)
93
10
80.1010
50
13.647
318.901
0.682
94
10
80.1010
50
8.795
207.738
0.440
96
10
80.1010
100
17.826
859.979
1.783
96
10
80.1010
100
10.412
502.337
1.041
85
10
24.9540
100
6.441
72.949
0.644
85
10
24.9540
50
6.661
37.720
0.333
86
10
24.9540
50
6.428
36.830
0.321
86
10
24.9540
50
6.415
36.755
0.321
85
10
18.3930
100
5.626
58.595
0.563
Lampiran 10. Lanjutan. Kode 664 Rata-rata 673 Rata-rata 682
Absorbansi (+ NaOH) 0.472 0.471
Absorbansi (blanko) 0.298 0.294
0.479 0.482
0.285 0.283
0.444 0.442
0.255 0.261
Rata-rata
Selisih absorbansi 0.174 0.177 0.176 0.194 0.199 0.197 0.189 0.181 0.185
Volume ekstrak (m l)
Bobot bahan (g)
Kadar air (%)
Pengenceran
Kadar vanillin (µg/ml)
Kadar vanillin (µg/g)
85
10
18.3930
50
4.435
23.099
0.222
85
10
18.3930
50
4.979
25.928
0.249
85
10
18.3930
50
4.681
24.379
0.234
Lampiran 10. Ringkasan Data Penentuan Jenis Bahan dan Komposisi Pelarut Etanol : Air 5:5 6:4 7:3 8:2
Panili 1/2 kering 0.682 0.440 1.783 1.041
Panili kering 0.644 0.333 0.321 0.321
Kadar vanillin (g/l)
Panili 1/2 kering dikeringkan cepat 0.563 0.222 0.249 0.234
Keterangan : Kode pertama menunjukkan bahan. 5 = panili ½ kering, 3 = panili kering dan 6 = panili ½ kering dikeringkan cepat. Kode kedua menunjukkan persentase volume etanol. 5 = 50 %, 6 = 60%, 7 = 70% dan 8 = 80%. Kode ketiga menunjukkan persentase volume air. 5 = 50%, 4 = 40%. 3 = 30%, dan 2 = 20%.
Lampiran 11. Data Pengaruh Waktu dan Sukrosa Terhadap Kadar Vanillin
Kode S1 Rata-rata S5 Rata-rata S9 Rata-rata S16 Rata-rata
Absorbansi Absorbansi (+ NaOH) (blanko) 0.458 0.041 0.468 0.041 0.490 0.478
0.044 0.042
0.491 0.511
0.041 0.043
0.550 0.542
0.055 0.047
Selisih absorbansi 0.417 0.427 0.422 0.446 0.436 0.441 0.450 0.468 0.459 0.495 0.495 0.495
Keterangan : S1 : Waktu maserasi 1 hari, sukrosa 0.5 g. S5 : Waktu maserasi 5 hari, sukrosa 2.5 g. S9 : Waktu maserasi 9 hari, sukrosa 4.5 g. S16 : Waktu maserasi 16 hari, sukrosa 8 g.
Volume ekstrak (ml)
Bobot bahan (g)
Kadar air (%)
Pengenceran
Kadar vanillin (µg/ml)
Kadar vanillin (µg/g bahan kering)
Kadar vanillin (g/l)
100
10
70.4048
500
6.767
1143.298
3.3836142
100
10
70.4048
500
7.070
1194.414
3.5348917
100
10
70.4048
500
7.356
1242.839
3.6782073
100
10
70.4048
500
7.930
1339.690
3.9648384
Lampiran 12. Data Pengaruh Waktu dan Gliserin Terhadap Kadar Vanillin
Kode G1
Absorbansi (+ NaOH)
Absorbansi (blanko)
0.420
0.033
0.387
0.432
0.033
0.399
Rata-rata G2
0.393 0.487
0.043
0.444
0.498
0.050
0.448
0.523
0.045
0.478
0.522
0.044
0.478
Rata-rata G9
0.446
Rata-rata G16
Rata-rata
Selisih absorbansi
0.478 0.540
0.045
0.495
0.531
0.044
0.487 0.491
Keterangan : G1 : Waktu maserasi 1 hari, gliserin 50% 1 ml. G2 : Waktu maserasi 2 hari, gliserin 50% 2 ml. G9 : Waktu maserasi 9 hari, gliserin 50% 9 ml. G16 : Waktu maserasi 16 hari, gliserin 50% 16 ml.
Volume ekstrak (ml)
Bobot bahan (g)
Kadar air (%)
Pengenceran
Kadar vanillin (µg/ml)
Kadar vanillin (µg/g bahan kering)
Kadar vanillin (g/l)
100
10
70.4048
500
6.305
1065.280
3.152717
100
10
70.4048
500
7.149
1207.865
3.574702
100
10
70.4048
500
7.659
1293.955
3.829485
100
10
70.4048
500
7.866
1328.928
3.93299
Lampiran 13. Data Optimasi Satu Kode
Volume ekstrak
Kadar air
S1 Rata-rata S2
100
Rata-rata S3
100
Rata-rata S4
100
Rata-rata S5
100
Rata-rata S6
100
Rata-rata S7
100
Rata-rata S8
100
Rata-rata S9
100
Rata-rata S10
100
Absorbansi (+ NaOH) 0.551 0.557
Absorbansi (Blanko) 0.062 0.053
70.4048 0.580 0.596
0.055 0.063
0.504 0.490
0.049 0.048
0.577 0.600
0.056 0.057
70.4048
70.4048
70.4048 0.598 0.602
0.050 0.047
0.601 0.602
0.043 0.044
0.606 0.616
0.052 0.052
0.553 0.544
0.068 0.055
0.514 0.519
0.053 0.050
0.608 0.610
0.060 0.061
70.4048
70.4048
70.4048
70.4048
70.4048
Selisih absorbansi 0.489 0.504 0.497 0.525 0.533 0.529 0.455 0.442 0.449 0.521 0.543 0.532 0.548 0.555 0.552 0.558 0.558 0.558 0.554 0.564 0.559 0.485 0.489 0.487 0.461 0.469 0.465 0.548 0.549
Kadar vanillin (µg/ml)
Kadar vanillin (µg/g berat kering)
Kadar vanillin (g/l)
7.954
1343.725
3.977
8.471
1431.160
4.236
7.189
1214.591
3.595
8.519
1439.230
4.259
8.829
1491.691
4.415
8.933
1509.178
4.466
8.949
1511.868
4.474
7.802
1318.167
3.901
7.452
1258.981
3.726
Lampiran 13. Lanjutan Kode Rata-rata S11 Rata-rata
Volume ekstrak 100
100
Kadar air 70.4048
Absorbansi (+ NaOH)
Absorbansi (Blanko)
0.595 0.585
0.057 0.057
70.4048
Selisih absorbansi 0.549 0.538 0.528 0.533
Kadar vanillin (µg/ml) 8.782
Kadar vanillin (µg/g berat kering) 1483.620
Kadar vanillin (g/l) 4.391
8.535
1441.921
4.267
Lampiran 14. Hasil Running SAS untuk Optimasi Satu Coding Coefficients for the Independent Variables Factor Subtracted off Divided by X1 X2
0 0
1.414000 1.414000
Response Surface for Variable Y: kadarvanillin Response Mean Root MSE R-Square Coef. of Variation
Regression
Degrees of Freedom
Linear Quadratic Crossproduct Total Regress
2 2 1 5
Type I Sum of Squares 20064 71790 4706.234404 96560
Lampiran 14. Lanjutan Degrees of
Sum of
1404.012000 47.937604 0.8937 3.4143
R-Square
F-Ratio
Prob > F
0.1857 0.6644 0.0436 0.8937
4.365 15.62 0 2.048 8.404
0.0800 0.0071 0.2118 0.0178
Residual
Freedom
Lack of Fit Pure Error Total Error
3 2 5
Squares
Mean Square
F-Ratio
Prob > F
11250 240.047533 11490
3750.007271 120.023766 2298.013869
31.244
0.0312
Parameter Degrees of Freedom
Parameter INTERCEPT X1 X2 X1*X1 X2*X1 X2*X2
Factor
1 1 1 1 1 1
Degrees of Freedom
X1 X2
3 3
Parameter Estimate 1504.249383 49.477847 -7.763874 -112.485889 34.301000 -25.361327
Standard Error
T for H0: Parameter=0
27.676788 16.949782 16.949782 20.176874 23.968802 20.176874
54.351 2.919 -0.458 -5.575 1.431 -1.257
Prob > |T| 0.0000 0.0330 0.6661 0.0026 0.2118 0.2643
Sum of Squares
Mean Square
F -Ratio
95711 8819.070582
31904 2939.690194
13.883 1.279
0.0074 0.3768
Canonical Analysis of Response Surface (based on coded data)
X1 X2
Critical Value Coded Uncoded 0.155015 -0.003421
0.219192 -0.004838
1504.249383 69.961675 -10.978118 -224.903836 68.581282 -50.707336
Prob > F
Lampiran 14. Lanjutan
Factor
Estimate from Coded Data
waktu gsukrosa
waktu gsukrosa
Predicted value at stationary point
1509.690725
Eigenvectors Eigenvalues -44.200281 -231.410892
X1 0.186435 0.982467
X2 0.982467 -0.186435
Stationary point is a maximum. maximum
Lampiran 14. Lanjutan Estimated Ridge of Maximum Response for Variable Y: kadarvanillin Coded Radius
Estimated Response
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
1504.249383 1509.021076 1509.354899 1507.491967 1504.665499 1500.935867 1496.314024 1490.803813 1484.406975 1477.124427 1468.956698
Standard Error 27.676788 27.506249 27.024320 26.325303 25.582824 25.067140 25.144360 26.222012 28.632387 32.529840 37.893573
Uncoded Factor Values X1 X2 0 0.140382 0.270833 0.318489 0.351595 0.381535 0.410159 0.438093 0.465615 0.492870 0.519942
0 -0.016940 0.081396 0.280197 0.443040 0.595214 0.742665 0.887569 1.030930 1.173282 1.314936
Lampiran 15. Data Optimasi Dua Kode
Volume ekstrak
Kadar air
G1 100
0.446 0.454
0.056 0.051
0.532 0.529
0.056 0.059
0.520 0.512
0.051 0.052
70.4048
G5 100
0.054 0.053
70.4048
G4 100
0.517 0.517 70.4048
G3 100
Absorbansi (Blanko) 0.057 0.056
70.4048
G2 100
Absorbansi (+ NaOH) 0.503 0.508
70.4048
Selisih absorbansi 0.446 0.452 0.449 0.463 0.464 0.464 0.390 0.403 0.397 0.476 0.470 0.473 0.469 0.460 0.465
Kadar vanillin (µg/ml)
Kadar vanillin (µg/g berat kering)
Kadar vanillin (g/l)
7.197
1215.936
3.599
7.428
1254.945
3.714
6.361
1074.696
3.181
7.579
1280.503
3.790
7.444
1257.636
3.722
G6 100
0.518 0.521
0.055 0.053
0.526 0.510
0.051 0.052
0.512 0.508
0.050 0.050
0.499 0.488
0.052 0.051
0.528 0.510
0.062 0.052
Absorbansi (+ NaOH)
Absorbansi (Blanko)
0.512 0.507
0.052 0.051
70.4048
G7 100
70.4048
G8 100
70.4048
G9 100
70.4048
G10
0.463 0.468 0.466 0.475 0.458 0.467 0.462 0.458 0.460 0.447 0.437 0.442 0.466 0.458
7.460
1260.326
3.730
7.476
1263.016
3.738
7.372
1245.52 9
3.686
7.086
1197.104
3.543
Kadar vanillin (µg/ml) 7.404
Kadar vanillin (µg/g berat kering) 1250.910
Kadar vanillin (g/l) 3.702
7.340
1240.149
3.670
Lampiran 15. Lanjutan Kode
Volume ekstrak 100
Kadar air 70.4048
G11 100
70.4048
Selisih absorbansi 0.462 0.460 0.456 0.458
Lampiran 16. Hasil Running SAS untuk Optimasi Dua Factor
Subtracted off
Divided by
0 0
1.414000 1.414000
X1 X2
Response Surface for Variable Y: kadarvanillin Response Mean Root MSE
1230.977273 38.698652
R-Square Coef. of Variation
0.7669 3.1437
Lampiran 16. Lanjutan Degrees of Freedom
Regression Linear Quadratic Crossproduct Total Regress
Residual
2 2 1 5 Degrees of Freedom
Lack of Fit Pure Error Total Error
3 2 5
Type I Sum of Squares
R-Square
F-Ratio
0.4214 0.1289 0.2166 0.7669
4.518 1.382 4.644 3.289
13532 4140.640509 6955.393201 24628 Sum of Squares
Mean Square
F-Ratio
7473.455976 14.472200 7487.928176
2491.151992 7.236100 1497.585635
344.3
Prob > F 0.0757 0.3327 0.0837 0.1086
Prob > F 0.0029
Parameter Parameter
Degrees of Freedom
Parameter Estimate
INTERCEPT X1 X2 X1*X1
1 1 1 1
1260.331415 39.167033 -12.560140 -26.239099
Standard Error 22.342676 13.683073 13.683073 16.288212
T for H0: Parameter=0 56.409 2.862 -0.918 -1.611
Prob > |T| 0.0000 0.0353 0.4008 0.1681
Estimate from Coded Data 1260.331415 55.382185 -17.760038 -52.462350
X2*X1 X2*X2
1 1
41.699500 -14.128942
19.349326 16.288212
2.155 -0.867
0.0837 0.4254
83.373814 -28.249350
Lampiran 16. Lanjutan
Factor X1 X2
Degrees of Freedom 3 3
Sum of Squares
Mean Square
23112 9344.104417
F -Ratio
7704.116310 3114.701472
Prob > F
5.144 2.080
0.0548 0.2216
Canonical Analysis of Response Surface (based on coded data) Critical Value Coded Uncoded
Factor X1 X2
-1.611109 -2.691820
-2.278108 -3.806234
waktu mlgliserin
Predicted value at stationary point 1239.621461 Eigenvectors Eigenvalues X1 X2 3.053430 -83.765129
0.60046 1 0.799654
0.799654 -0.600461
Stationary point is a saddle point.
w aktu mlgliserin
Lampiran 16. Lanjutan Estimated Ridge of Maximum Response for Variable Y: kadarvanillin Coded Radius
Estimated Response
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
1260.331415 1265.434790 1269.311958 1272.399208 1275.106286 1277.657126 1280.152593 1282.640306 1285.145088 1287.681073 1290.256900
Standard Error 22. 342676 22.205005 21.815960 21.251700 20.652369 20.236093 20.298362 21.168110 23.113565 26.259356 30.588735
Uncoded Factor Values X1 X2 0 0.138777 0.282718 0.419189 0.541155 0.651812 0.755235 0.854023 0.949710 1.043234 1.135189
0 -0.027108 -0.006804 0.065007 0.164484 0.273844 0.386526 0.500349 0.614544 0.728817 0.843055
Lampiran 17. Data Perbandingan Kadar Vanillin Hasil Pengukuran HPLC dan Spektrofotometer Kode
Variabel kode
Kadar vanillin hasil pengukuran H PLC
Kadar vanillin hasil pengukuran spektrofotometer
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
x1 -1 1 -1 1 -1 1 -1 1 0 0 0
x2 -1 -1 1 1 -1 -1 1 1 0 0 0
x3 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 0 0 0
µg/ml 2621 3226 3002 2981 3098 3084 3219 2858 3351 3343 3597
g/l 2.621 3.226 3.002 2.981 3.098 3.084 3.219 2.858 3.351 3.343 3.597
µg/ml 2063.928 2120.853 2094.978 1887.976 2001.827 2063.928 2105.328 1722.374 2193.304 2291.630 2384.781
g/l 2.064 2.121 2.095 1.888 2.002 2.064 2.105 1.722 2.193 2.292 2.385
Lampiran 18. Kromatogram Hasil Analisis HPLC
Standar
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Lampiran 18. Lanjutan
Sampel 4
Sampel 5
Sampel 6
Sampel 7
Lampiran 18. Lanjutan
Sampel 8
Sampel 9
Sampel 10
Sampel 11
Lampiran 19. Data Total Asam Kode sampel S7 Rata-rata G11 Rata-rata Control Rata-rata
ml 0,1 NaOH 4 3.6 3.8
Total asam (ml 0,1 NaOH/l)
380
4.2 4 4.1
410
6 6 6
600
Lampiran 20. Data Lead Number Kode sampel Sukrosa Rata-rata Gliserin Rata-rata Control
ml Na2 EDTA blanko 60.2 60.2 60.2 60.2 60.2 60.2 60.2 60.2
ml Na2 EDTA sample 17.3 17.1 17.2 16.3 16.1 16.2 12.8 12.7
Lead number
4.5
4.6 4.9
Lampiran 21. Data Kadar Abu Kode sampel S7
Bobot cawan kosong (g) 18.4769 23.4733
Bobot cawan + sampel sete lah diabukan (g) 18.4837 23.4799
Rata-rata G11
18.2208 23.8580
18.2385 23.8750
Rata-rata Control Rata-rata
19.1655 19.1655
19.1854 19.1854
Bobot abu (g) 0.0068 0.0066 0.0067
Bobot sampel (g) 5.0290 5.0050 5.0170
0.0177 0.0170 0.0173 0.0199 0.0199 0.0199
Keterangan : S7 : Sampel hasil optimasi dengan penambahan sukrosa G11 : Sampel hasil maksimum dengan penambahan gliserin
Berat jenis sampel (g/ml)
Volume sampel (ml)
Abu (g/l)
0.9972
5.0312
1.3317
5.0051 5.0189 5.0120
0.9867
5.0797
3.4156
5.0174 5.0174 5.0174
0.9589
5.2326
3.8031
Lampiran 22. Data Abu Terlarut dan Tidak Terlarut
Kode sampel S7 Rata-rata
Bobot abu (g)
0.0802 0.0804
Abu tidak t erlarut (g) 0.0028 0.0025 0.0026
0.0822 0.0835
0.0173
Contol Rata-rata
Bobot milipore + Abu tidak terlarut (g) 0.0752 0.0759
0.0067
G7 Rata-rata
Bobot milipore (g) 0.0724 0.0734
0.0804 0.0806
0.0829 0.0840
0.0199
Keterangan : S7 : Sampel hasil optimasi dengan penambahan sukrosa G11 : Sampel hasil maksimum dengan penambahan gliserin
Abu tidak terlarut (g/L)
Abu terlarut (g)
Abu terlarut (g/l)
0.5267
0.0041
0.8050
0.0020 0.0031 0.0026
0.5020
0.0148
2.9136
0.0025 0.0034 0.0030
0.5638
0.0169
3.2393
Lampiran 23. Data Alkalinitas Abu Kode sampel S7 Rata-rata G11 Rata-rata Control Rata-rata
Alkalinitas abu terlarut (ml 0,1 N HCl/L)
Alkalinitas abu tidak terlarut (ml 0,1 N HCl/L)
Alkalinitas abu total (ml 0,1 N HCl/l)
139.1
397.5
536.7
8.8 8.7 8.8
216.5
246.1
462.6
8.9 8.9 8.9
277.1
210.2
487.3
ml 0,1 N HCl 0.7 0.7 0.7
ml 0,1 NaOH 7.9 8.1 8.0
1.1 1.1 1.1 1.5 1.4 1.5
Keterangan : S7 : Sampel hasil optimasi dengan penambahan sukrosa G11 : Sampel hasil maksimum dengan penambahan gliserin
Lampiran 24. Rancangan Metode Steepest Ascent
Step Origin ∆ Origin + ∆ Origin + 2∆ Origin + 3∆ Origin + 4∆
variabel kode X1 X2 0 0 1 -0.47 1 -0.47 2 -0.95 3 -1.42 4 -1.89
variabel asli X1 X2 14 14 7 -3.31 21 10.69 28 7.38 35 4.08 42 0.77
Keterangan : X1 : Waktu maserasi (hari) X2 : Gliserin 48% (ml)
Lampiran 25. Diagram Alir Cara Maserasi Bertahap (Saran)
Buah panili dipotong 0.2-0.5 cm 10 g
Etanol 60% 25 ml
Maserasi Tahap I 3 hari
Air 25 ml
Penyaringan I
Ekstrak I
Ampas
Etanol 60% 25 ml
Maserasi Tahap II 3 hari
Penyaringan II
Pencampuran
Ekstrak single fold
Ekstrak II
Air 25 ml