OPTIMASI PRODUKSI KALUS LAMTORO (Leucaena leucocephala) cv Tarramba dan KARAKTERISTIK PERTUMBUHANNYA AKIBAT IRADIASI SINAR GAMMA
ASTRIE LINDA RAHMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Produksi Kalus Lamtoro (Leucaena leucocephala) cv Tarramba dan Karakteristik Pertumbuhannya Akibat Iradiasi Sinar Gamma adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2016 Astrie Linda Rahmawati NIM D251140011
RINGKASAN ASTRIE LINDA RAHMAWATI. Optimasi Produksi Kalus Lamtoro (Leucaena leucocephala) cv Tarramba dan Karakteristik Pertumbuhannya Akibat Iradiasi Sinar Gamma. Dibimbing oleh PANCA DEWI MANU HARA KARTI dan IWAN PRIHANTORO. Leucaena leucocephala cv.Tarramba merupakan salah satu kultivar tanaman pakan berbasis leguminosa dengan keunggulan tahan terhadap serangan kutu loncat. Eksplorasi tanaman lamtoro kultivar Tarramba melalui kultur jaringan dapat menghasilkan bibit unggul lamtoro dalam jumlah yang banyak. Penelitian ini menggunakan 3 jenis sumber eksplan, yaitu kotiledon, batang, dan daun yang diuji cobakan pada media dengan penambahan enam level konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) 2,4 dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D), yaitu 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 mg l-1. Kalus terbaik yang diperoleh dari tahap induksi kalus dilakukan iradiasi sinar gamma pada level penyinaran 0, 20, 40, 60, 80, dan 100 Gy. Hasil iradiasi sinar gamma kalus murni dipelihara di laboratorium steril dengan penyinaran 16 jam sinar terang 700 lux dan 8 jam gelap. Kalus dengan lethal doses 50% (LD50) digunakan sebagai kandidat eksplan yang akan dipilih sebagai kalus dengan keragaman sifat yang paling tinggi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tahap pertama, kombinasi perlakuan jenis eksplan dan konsentrasi ZPT pada tahap induksi kalus memberikan pengaruh yang nyata terhadap kemampuan tumbuh kalus lamtoro. Sumber eksplan batang menunjukkan pertumbuhan yang baik pada kosentrasi ZPT 2,4-D 1 mg l-1, sedangkan eksplan kotiledon menunjukkan kemampuan tumbuh kalus yang baik pada konsentrasi ZPT 1, 2, dan 3 mg l-1. Diameter kalus terbesar terdapat pada kalus yang berasal dari eksplan kotiledon yang ditanam pada media dengan konsentrasi ZPT 1 mg l-1. Kalus pada media ini menunjukkan morfologi kalus yang cukup baik dengan warna kalus yang putih, dan tekstur yang remah. Berdasarkan beberapa peubah yang diamati pada tahap induksi kalus ini, kalus murni asal eksplan kotiledon yang dikultur pada media dengan konsentrasi ZPT 2,4-D 1 mg l-1 digunakan sebagai kandidat kalus yang diiradiasi menggunakan sinar gamma. Kalus murni diiradiasi sinar gamma pada level penyinaran 0, 20, 40, 60, 80, dan 100 Gy menggunakan gamma chamber Cobalt-60. Setelah dilakukan iradiasi, kalus dipelihara di laboratorium steril selama enam minggu setelah iradiasi (MSI). Hasil penelitian menunjukkan respon yang beragam terhadap iradiasi sinar gamma. Level sinar gamma tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya viabilitas kalus. Persentase viabilitas kalus pasca iradiasi tertinggi terdapat pada kalus yang tidak diiradiasi sinar gamma (G0). Sedangkan lethal doses 50% (LD50) terjadi pada kalus dengan perlakuan iradiasi 40 Gy. Warna kalus yang terbentuk adalah warna hijau pada perlakuan G0 dan warna coklat pada perlakuan G2 sampai G10 dengan tekstur kalus yang remah. Kata kunci: 2,4-D, induksi kalus, kultur jaringan, lamtoro, tarramba
SUMMARY ASTRIE LINDA RAHMAWATI. Optimation of Leucaena leucocephala ‘Tarramba’ Callus Porudction and Its Growth Characteristics due to Gamma Ray Irradiation. Supervised by PANCA DEWI MANU HARA KARTI and IWAN PRIHANTORO. Lamtoro (Leucaena leucocephala) ‘Tarramba’ is one of the leguminous feed cultivars which resist to psyllid attack. The exploration of Lamtoro ‘Tarramba’ through tissue culture could produce high quality seed in a large quantities. This study used three types of explant source: cotyledons, stems, and leaves; which were tested on media with six levels of plant growth regulator (PGR) 2,4dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) concentration, i.e. 0, 1, 2, 3, 4, and 5 mg l-1. The best callus that is obtained from callus induction stage were irradiated with gamma rays at the level of 0, 20, 40, 60, 80, and 100 Gy. After irradiated, the callus is stored in a sterile laboratory with 16 hours of 700 lux bright light and 8 hours of dark. The callus with lethal dose of 50% (LD50) is used as a candidate callus with a high variety of characteristics. Based on the results from the callus induction stage, the combination of explant source and 2,4-D concentration gave significant effect on the callus growth ability. The stem explants showed good growth with 2,4-D concentration of 1 mg l-1, while the cotyledon explants also showed good growth with 2,4-D concentration of 1, 2, and 3 mg l-1. The widest callus diameter was obtained from cotyledon explant with 2,4-D concentration of 1 mg l-1. This medium showed good callus morphology: white color, and friable texture. Based on several variables that were observed dan scored in this stage, the callus that induced from cotyledon explants with 2,4-D concentration of 1 mg l-1 is choose as the candidate for gamma irradiation. The chosen callus irradiated with gamma rays at the level of 0, 20, 40, 60, 80, and 100 Gy by using cobalt-60 gamma chamber. After the irradiation, the callus was stored in a sterile laboratory for six weeks. The results showed several responses to gamma irradiation. The irradiation level gave no significant effect on the callus viability and average diameter. The highest callus viability was found in non-irradiated callus, while LD50 occurred in the 40 Gy treatment. The color of irradiated callus was brown with friable texture, whereas the non-irradiated callus color was green. Keywords: 2,4-D, callus induction, lamtoro, Tarramba, tissue culture
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
OPTIMASI PRODUKSI KALUS LAMTORO (Leucaena leucocephala) cv Tarramba dan KARAKTERISTIK PERTUMBUHANNYA AKIBAT IRADIASI SINAR GAMMA
ASTRIE LINDA RAHAMAWATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu dan Nutrisi Pakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis
: Prof Dr Ir Luki Abdullah MScAgr
PRAKATA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2015 ini ialah bioteknologi tanaman pakan, dengan judul Optimasi Produksi Kalus Lamtoro (Leucaena Leucocephala) cv Tarramba dan Karakteristik Pertumbuhannya Akibat Iradiasi Sinar Gamma. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi dan Bapak Dr Iwan Prihantoro, SPt MSI selaku pembimbing, serta kepada Prof Dr Ir Luki Abdullah MSc Agr dan Prof Dr Ir Yuli Retnani MSc selaku penguji ujian tesis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Agustinus Tri A, SPt selaku teknisi laboratorium Bioteknologi Tanaman Pakan bagian Agrostologi Fapet IPB dan Bapak Mad Husein selaku teknisi laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) IPB yang telah banyak membantu dan memberikan saran. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi melalui Program Beasiswa BPPDN-Fresh Graduate 2014/2015 atas dukungan finansial yang diberikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami tercinta, Auriza Rahmad Akbar, SKomp MKom, bapak, ibu, seluruh keluarga, dan teman-teman, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016 Astrie Linda Rahmawati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian
1 1 3
2 METODE Waktu dan Tempat Bahan Sumber : Murashige dan Skoog (1962) Alat Prosedur Analisis Data
3 3 4 4 4 4
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan Induksi Kalus Diameter Kalus Morfologi Kalus Iradiasi Sinar Gamma Daya Viabilitas Kalus Diameter Kalus Morfologi Kalus Pasca Iradiasi Sinar Gamma
7 7 10 11 13 14 15 16
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
19 19 19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
25
DAFTAR TABEL 1 Komposisi media Murashige and Skoog (MS) 2 Waktu iradiasi sinar gamma menggunakan gamma chamber Cobalt60 4000A 3 Pengaruh jenis eksplan dan konsentrasi 2,4-D terhadap kemampuan induksi kalus lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba selama empat minggu. 4 Pengaruh dosis 2,4-D dan jenis eksplan terhadap diameter kalus tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba selama 4 minggu 5 Pengaruh ZPT 2,4-D dan jenis eksplan terhadap morfologi kalus lamtoro (Leucaena leucocephala) cv.Tarramba pada 6 MST 6 Perhitungan peubah induksi kalus, diameter, warna, dan tekstur kalus lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba berdasarkan skor
4 6
8
10 12 13
DAFTAR GAMBAR 1 Kemampuan induksi kalus Leucaena leucocephala cv.Tarramba berdasarkan konsentrasi ZPT 2,4-D. 2 Kemampuan induksi kalus Leucaena leucocephala cv.Tarramba berdasarkan jenis eksplan. 3 Respon iradiasi sinar gamma terhadap daya viabilitas kalus lamtoro (L. leucocephala) cv.Tarramba 4 Grafik kuadratik diameter kalus pasca iradiasi sinar gamma pada 4 MSI 5 Perubahan warna kalus pada 6 minggu setelah iradiasi (MSI)
9 9 14 15 17
DAFTAR LAMPIRAN 1 Analisis sidik ragam kemampuan induksi kalus lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba 2 Analisis sidik ragam diameter kalus lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba pada 3 Minggu Setelah Tanam (MST) 3 Analisis sidik ragam diameter kalus lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba pada 4 Minggu Setelah Tanam (MST) 4 Analisis sidik ragam diameter kalus lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba pada 5 Minggu Setelah Tanam (MST) 5 Analisis sidik ragam diameter kalus Leucaena leucocephala cv.Tarramba pada 6 Minggu Setelah Tanam (MST) 6 Analisis sidik ragam daya viabilitas kalus lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba pasca iradiasi sinar gamma 7 Analisis sidik ragam diameter pada 0 Minggu Setelah Iradiasi (MSI) 8 Analisis sidik ragam diameter pada 1 Minggu Setelah Iradiasi (MSI) 9 Analisis sidik ragam diameter pada 2 Minggu Setelah Iradiasi (MSI) 10 Analisis sidik ragam diameter pada 3 Minggu Setelah Iradiasi (MSI)
22 22 22 22 22 23 23 23 23 23
11 Analisis sidik ragam diameter pada 4 Minggu Setelah Iradiasi (MSI) 12 Uji lanjut polinomial ortogonal diameter kalus pada 4 Minggu Setelah Iradiasi (MSI) 13 Analisis sidik ragam diameter pada 5 Minggu Setelah Iradiasi (MSI) 14 Analisis sidik ragam diameter pada 6 Minggu Setelah Iradiasi (MSI)
24 24 24 24
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pakan hijauan merupakan salah satu pakan utama yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia. Abdullah et al. (2005) menyatakan bahwa porsi hijauan dalam ransum ternak ruminansia mencapai 40% sampai 80% dari total bahan kering. Penggunaan tanaman leguminosa sebagai sumber protein dapat menggantikan penggunaan bahan pakan sumber protein asal hewani. Bamualim (2011) menyatakan ketersediaan pakan berkualitas di Indonesia memerlukan dukungan pakan suplemen protein dan mineral, yang salah satunya bersumber dari tanaman leguminosa. Lamtoro merupakan leguminosa pohon dengan kandungan protein yang tinggi, yaitu 15% sampai 38% (Zayed et al. 2014). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur merekomendasikan tanaman lamtoro kultivar Tarramba sebagai leguminosa berproduktifitas tinggi, tahan kekeringan, dan tahan hama kutu loncat untuk dijadikan salah satu alternatif pakan suplemen karena tingginya kandungan protein, vitamin, dan mineral. Kultivar ini memiliki kemampuan produktifitas lebih tinggi (11 ton BK ha-1) dibanding kultivar lokal (8.1 ton BK ha-1) (Bamuallim 2011). Teknik budidaya lamtoro masih dilakukan secara konvensional. Kendala yang dihadapi peternak dalam budidaya lamtoro menurut Purwantari et al. (2005) adalah sulitnya budidaya melalui benih yang disebabkan oleh ketegaran benih yang rendah, tidak terkontrolnya gulma, dan perlu waktu bagi akar untuk dapat bersimbiosis dengan mikoriza sehingga peternak lebih banyak membudidayakan lamtoro melalui teknik pencangkokan. Budidaya tanaman secara konvensional seperti pencangkokan memiliki beberapa kelemahan seperti waktu budidaya yang lama, mudah diserang hama dan penyakit tanaman terutama pada umur yang muda, serta serat kasar dan kandungan antinutrisi yang tinggi (Zanu et al. 2012). Purwantari et al. (2005) juga menyatakan telah banyak dilakukan upaya persilangan kultivar lamtoro untuk mengatasi kendala yang ada namun hasil persilangan tersebut mempunyai kandungan nutrien yang rendah, dengan kandungan antinutrisi yang tinggi sehingga berdampak pada kecernaan pakan lamtoro yang rendah. Berdasarkan kendala-kendala tersebut maka perlu dilakukan pengembangan teknik budidaya tanaman lamtoro untuk mendapatkan bibit lamtoro kultivar Tarramba yang berkualitas dalam jumlah yang banyak. Pengembangan bioteknologi tanaman melalui pendekatan teknik kultur jaringan pada budidaya lamtoro dapat dilakukan untuk memaksimalkan suplai bibit pakan hijauan yang unggul, seragam, dan banyak dalam waktu yang cepat. Wattimena et al. (2011) menyatakan kultur jaringan merupakan teknik untuk mengisolasi bagian tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ dalam kondisi aseptik sehingga bagian tanaman yang dikultur dapat diperbanyak secara massal dan cepat. Moallem et al. (2013) juga menyatakan kultur menggunakan jaringan, akar, dan biomassa dapat dikembangbiakkan dalam waktu yang cepat. Teknik kultur jaringan dilakukan untuk memproduksi kalus lamtoro kultivar Tarramba. Kalus adalah kumpulan sel yang belum mengalami diferensiasi. Pengembangbiakan tanaman lamtoro kultivar Tarramba melalui produksi kalus
2 dapat menghasilkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Tahapan induksi kalus merupakan tahap awal pada teknik kultur jaringan. Tahapan ini dengan memanfaatkan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) berupa hormon auksin. Menurut Neumann et al. (2009), auksin merupakan hormon yang disintesis dari asam amino triptofan dan memberikan reaksi positif pada stimulasi produksi kalus, pertumbuhan sel, pembentukan akar, merombak sistem dormansi organ penyimpanan, pembentukan daun, pemunculan tunas daun, dan pemekaran bunga, serta pembentukan buah. Diantara beberapa jenis hormon auksin, 2,4-D (dichlorophenoxyacetic acid) merupakan ZPT yang paling kuat dan stabil dalam proses metabolisme eksplan. Wattimena et al. (2011) menyatakan 2,4-D memiliki kemampuan kerja paling stabil diantara hormon auksin lainnya. Kajian budidaya lamtoro kultivar Tarramba melalui pemanfaatan kalus dengan teknik kultur jaringan belum ada di Indonesia. Kendala budidaya lamtoro yang disampaikan Purwantari et al (2005) menyebabkan pemanfaatannya tidak optimal. Penggunaan lamtoro menurut Orwa et al. (2009) hanya sampai 50% dalam ransum yang disebabkan oleh kandungan mimosin yang tinggi dan ketidakmampuan adaptasi ternak yang dipelihara di daerah tanah masam terhadap tanaman pakan dengan kandungan mimosin yang tinggi. Laconi dan Widiyastuti (2010) menyatakan kandungan mimosin lamtoro sekitar 2% sampai 6% bergantung pada umur tanaman. Penggunaan lamtoro dalam ransum dapat ditingkatkan dengan membentuk kultivar tanaman lamtoro yang sesuai dengan kondisi ternak. Oleh karena itu, untuk menjamin suplai pakan berbasis leguminosa berkualitas tinggi seperti leguminosa protein tinggi, antinutrisi yang rendah, tahan terhadap tanah masam maka dilakukan rekayasa tanaman pakan melalui teknik pemuliaan mutasi untuk mendapatkan sifat tanaman lamtoro kultivar Tarramba yang diinginkan. Mutasi menurut Poespodarsono (1998) merupakan perubahan gen tunggal maupun sejumlah gen terhadap susunan kromosom. Secara umum, mutasi dapat terjadi pada setiap fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian tanaman yang meristematik. Mutasi dapat menyebabkan perubahan genetik akibat perubahan urutan basa nukleotida DNA yang menyebabkan adanya perubahan susunan asam amino sehingga berubah pula protein yang terbentuk. Mutasi dapat terjadi secara alami dengan frekuensi perubahan yang rendah. Agisimanto et al (2016) menyatakan induksi mutasi dapat meningkatkan frekuensi variasi somatik dari tanaman yang diharapkan dapat dibentuk beberapa variasi tanaman dengan beragam sifat unggul. Peningkatan perubahan akibat mutasi dapat diusahakan dan dikontrol dengan mutasi buatan (induced mutation) menggunakan mutagen. Salah satu mutagen yang sering digunakan untuk induksi mutasi pada tanaman adalah sinar gamma yang merupakan mutagen fisik iradiasi. Induksi mutasi menggunakan mutagen fisik iradiasi dapat dilakukan menggunakan beberapa jenis mutagen. Mutagen yang banyak digunakan untuk induksi mutasi pada tanaman adalah sinar X dan sinar gamma. Induksi mutasi menggunakan sinnar gamma lebih banyak dipilih karena memiliki panjang gelombang yang lebih pendek sehingga menyebabkan frekuensinya lebih tinggi, yaitu sebesar 1020 Hz sampai 1025 Hz. Frekuensi yang tinggi akan menghasilkan energi yang besar sehingga daya tembus sinar gamma lebih kuat dibanding sinar X yang memiliki nilai frekuensi 1016 Hz sampai 1020 Hz (Crowder 1986). Induksi mutasi menggunakan mutagen sinar gamma memungkinkan terjadinya perubahan
3 genetik pada tanaman pada tingkat DNA berdasarkan interaksi antar atom atau molekul di dalam sel yang dapat memproduksi radikal bebas. Radikal bebas yang terbentuk dapat merusak senyawa-senyawa penting di dalam sel tanaman (Tangmanee 2012) yang dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada pertumbuhan tanaman dan perkembangannya. Pengaruh ini menyebabkan terjadinya keragaman sifat tanaman. Surya dan Soeranto (2006) menyatakan iradiasi sinar gamma dapat menghasilkan keragaman pada tanaman. Semakin tinggi dosis penyinaran yang diberikan maka semakin tinggi keragaman tanaman yang dihasilkan pada generasi mutan kesatu (M-1). Keragaman tanaman ini memungkinkan untuk mendapatkan sifat tanaman leguminosa yang diinginkan. Induksi mutasi menggunakan sinar gamma dapat meningkatkan keragaman genotip tanaman jeruk sehingga dapat dihasilkan bibit-bibit unggul (Agisimanto et al. 2916). Iradiasi sinar gamma akan didapatkan kandidat tanaman dengan lethal doses 50% (LD50). Kadir (2011) menyatakan LD50 merupakan titik pada dosis iradiasi sinar gamma yang dapat mematikan kalus 50% dan 50% hidup dapat diartikan sebagai LD50. Aisyah (2006) menyatakan LD50 merupakan dosis optimum yang dapat digunakan sebagai titik untuk menduga keragaman sifat tanaman yang tinggi untuk menghasilkan tanaman mutan terbanyak. Kalus yang hidup pada LD50 ini digunakan sebagai kandidat eksplan lamtoro yang diproduksi secara massal dalam waktu yang cepat. Upaya pembentukan tanaman lamtoro unggul ini diharapkan mampu meningkatkan persentase penggunaan lamtoro sebagai hijauan sumber protein utama pada ternak dengan produktifitas tinggi. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mendapatkan jenis eksplan dan konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-dichlorophenoxy acetic acid yang tepat untuk memproduksi kandidat kalus tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba. Selain itu, untuk mendapatkan dosis iradiasi sinar gamma untuk membentuk kandidat tanaman rendah mimosin yang diproduksi secara massal dalam waktu yang cepat.
2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada September 2015 sampai Januari 2016. Penelitian I (induksi kalus lamtoro) dan penelitian II (pemeliharaan kalus pasca iradiasi sinar gamma) dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Pakan bagian Ilmu dan Teknologi Tumbuhan Pakan dan Pastura, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB). Iradiasi sinar gamma dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Atom Nasional (PATIR-BATAN) Jakarta.
4 Bahan Bahan yang digunakan adalah biji tanaman Lamtoro kultivar Tarramba, bahan-bahan sterilisasi berupa alkohol 70%, sabun cuci, NaClO 5.25%, aquades, ZPT 2,4-D (dichlorophenoxyacetic acid), gula, agarose, dan media Murashige and Skoog (MS). Komposisi media MS ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel 1 Komposisi media Murashige and Skoog (MS) Unsur mg l-1 Unsur mg l-1 Makronutrien Vitamin KNO3 1900.000 Glycine 2.0 NH4NO3 1650.000 Myo Inositol 100.0 MgSO4 180.500 Nicotinic acid 0.5 KH2PO4 170.000 Pyridoxin HCl 0.5 CaCL2 332.020 Thiamine HCl 0.1 Mikronutrien FeSO4.7H2O 27.800 KI 0.83 Na2EDTA 37.300 MnSO4.H2O 16.90 CoCL2.6H20 0.025 Na2MoO4.2H2O 0.25 CuSO4.5H2O 0.025 ZnSO4.7H2O 8.60 H3BO3 6.200 Sumber : Murashige dan Skoog (1962)
Alat Peralatan yang digunakan antara lain peralatan kultur berupa gunting, scalpel, pinset, neraca Ohaus, jangka sorong, laminar airflow, gamma chamber 60 Cobalt 4000A, dan peralatan pengamatan. Prosedur Analisis Data Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan penelitian. Penelitian I adalah induksi kalus lamtoro kultivar Tarramba untuk mendapatkan kalus murni sebagai kandidat kalus terbaik. Penelitian II adalah iradiasi sinar gamma kalus murni terbaik hasil induksi kalus pada penelitian I. Kalus dengan lethal doses 50% (LD50) dipilih sebagai kalus dengan keragaman sifat yang tinggi. Pembuatan media Media yang digunakan pada penelitian I dan II adalah media MS. Media terdiri atas MS basal untuk perkecambahan biji dan media perlakuan ZPT untuk induksi kalus. Media terdiri atas media MS 4.43 g l-1, gula 30 gl-1, agarrose sebanyak 7 g l-1, dan penambahan ZPT 2,4-D 0 (kontrol), 1, 2, 3, 4, dan 5 mg l-1 untuk media pada perlakuan pada penelitian I. Semua bahan dicampur dalam satu liter aquades di dalam beaker glass dan dimasak selama ± 15 menit. Larutan media disimpan dalam botol kultur. Setiap botol terdiri atas ±10 ml larutan media. Sterilisasi media menggunakan autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121oC pada tekanan 17.5 psi.
5 Persiapan eksplan Persiapan eksplan dilakukan dengan penanaman biji lamtoro kultivar Tarramba di dalam media MS basal untuk perkecambahan. Biji disterilisasi menggunakan sabun atau deterjen selama tujuh menit dan dibilas air steril. Setelah busa hilang dan biji bersih, permukaan biji disterilisasi menggunakan sodium hypochlorite 5.25% selama tujuh menit dan dibilas tiga kali menggunakan air steril sampai biji siap dikecambahkan (Bonyanpour dan Khosh-Khui 2013). Sebelum ditanam, biji disterilisasi kembali menggunakan sodium hypochlorite dengan pengenceran 20%, 15%, dan 10%. Biji ditanam pada media Murashige and Skoog (MS) basal selama 2 minggu. Setiap botol media berisi 20 biji tanaman lamtoro. Induksi kalus dan pertumbuhan Eksplan steril yang digunakan bersumber dari kotiledon, batang, dan daun tanaman lamtoro hasil perkecambahan biji. Setiap sumber eksplan dipotong dan ditanam pada media MS dengan suplementasi ZPT 2,4-D (dichlrophenoxyacetic acid) 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 mg l-1. Eksplan dipelihara di dalam laboratorium dengan pencahayaan sinar terang 700 lux selama 16 jam dan kondisi gelap 8 jam. Pemeliharaan dilakukan selama enam minggu. Setiap minggu dilakukan penyemprotan alkohol 70% disekitar botol kultur, pengukuran terhadap performa kalus seperti kemampuan induksi kalus, dan diameter kalus. Kemampuan induksi kalus Kemampuan induksi kalus diamati pada ketiga eksplan yang ditanam. Jumlah eksplan yang membentuk kalus dihitung setiap minggu. Kemampuan induksi kalus dihitung berdasarkan rumus menurut Revathi dan Pillai (2011). Rumus perhitungan kemampuan induksi kalus : ∑ kalus yang berkembang Kemampuan induksi kalus (%) = × 100% ∑ eksplan yang ditanam Diameter kalus Setiap eksplan diberi tanda pada awal minggu untuk mengetahui pertumbuhan eksplan dengan mudah. Diameter kalus diperoleh menggunakan rumus yang digunakan pada Farshadfar et al (2012), yaitu: d = (p x l)
1⁄ 2
Keterangan : d: diameter kalus (cm) p: panjang kalus (cm) l: lebar kalus (cm) Warna kalus Warna hijau, putih, dan coklat diamati secara visual pada setiap eksplan yang tumbuh menjadi kalus. Warna kalus adalah peubah yang diamati pada 6 minggu setelah tanam (MST).
6 Tekstur kalus Tekstur kalus diamati berdasarkan kalus yang terbentuk pada setiap eksplan. Pengamatan dilakukan secara visual seperti mengamati warna kalus dan dilakukan pada 6 MST. Iradiasi sinar gamma Kalus terbaik hasil induksi kalus pada penelitian I diiradiasi menggunakan gamma chamber Cobalt-60 (60Co) 4000A. Kalus diletakkan didalam chamber dan diiradiasi dengan lama penyinaran berdasarkan laju dosis 371.81 Gy jam-1. Lama penyinaran setiap dosis yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 Waktu iradiasi sinar gamma menggunakan gamma chamber Cobalt-60 4000A Level sinar gamma (Gy) Lama iradiasi (detik) 0 0 20 193 40 387 60 582 80 775 100 969 Sumber: Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Atom Nasional (PATIRBATAN) Jakarta
Pertumbuhan pasca iradiasi sinar gamma Kalus yang telah diiradiasi sinar gamma disubkultur ke dalam media MS dengan suplementasi ZPT 2,4-D 1 mg l-1. Setiap kalus dipotong menjadi 2 bagian dan ditanam dalam media segar. Setiap media terdiri atas 2 kalus dan dipelihara dalam laboratorium steril selama 6 minggu setelah iradiasi (MSI). Pertumbuhan kalus yang diamati seperti sebelum dilakukan iradiasi sinar gamma, yaitu daya viabilitas kalus, diameter kalus, warna, dan tekstur kalus. Daya viabilitas (%) =
∑ kalus yang hidup ∑ total kalus yang diiradiasi
× 100%
Rancangan dan analisis data Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap I ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) Faktorial dengan faktor A sebagai jenis eksplan (E) dan faktor B sebagai konsentrasi ZPT 2,4-D dalam mg l-1 (D). Setiap perlakuan terdiri atas 25 botol sebagai ulangan, dan setiap botol terdiri atas tiga eksplan. Model matematika rancangan percobaan pada penelitian tahap I adalah: Yijk = µ + αi +βj+ (αβij)+εijk Keterangan: Yijk : respon peubah pada perlakuan dosis 2,4-D ke-i, jenis eksplan ke-j, dan ulangan ke-k µ : rataan umum Αi : pengaruh perlakuan dosis 2,4-D ke-i, i = 0,1,2,3,4,5 mg l-1 Βj : pengaruh perlakuan jenis eksplan ke-j, j = kotiledon (E1), batang
7 (αβij) Εij
(E2), dan daun (E3) : pengaruh interaksi antara faktor ZPT 2,4-D dengan jenis eksplan : pengaruh acak pada faktor ZPT 2,4-D ke-i, jenis eksplan ke-j, ulangan ke-k
Data berupa persentase kemampuan induksi kalus dan diameter kalus dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (Anova), selanjutnya apabila terdapat perbedaan yang nyata akan dilakukan uji lanjut Duncan. Data berupa warna dan tekstur kalus dianalisis menggunakan analisis deskriptif (Matjik dan Sumertajaya 2006). Penelitian tahap II menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan enam level dosis sinar gamma. Setiap perlakuan terdiri atas enam botol sebagai ulangan dan setiap botol terdiri atas dua kalus teriradiasi. Perlakuan penelitian II yang digunakan adalah sebagai berikut: G0 : 0 Gy (kontrol) G2 : 20 Gy G4 : 40 Gy G6 : 60 Gy G8 : 80 Gy G10 : 100 Gy, dengan Gy sebagai gamma rays. Data berupa persentase viabilitas kalus dan diameter kalus dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (Anova), dan apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji lanjut polinomial ortogonal. Data berupa warna dan tekstur kalus dianalisis menggunakan analisis deskriptif (Matjik dan Sumertajaya 2006). Peubah yang Diamati Peubah yang diamati pada penelitian I adalah : 1 Persentase kemampuan induksi kalus 2 Diameter kalus 3 Warna kalus 4 Tekstur kalus Peubah yang diamati pada penelitian II adalah : 1 Daya viabilitas kalus 2 Lethal doses 50% (LD50) 3 Diameter kalus 4 Warna kalus 5 Tekstur kalus
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan Induksi Kalus Kemampuan induksi kalus lamtoro dipengaruhi oleh beberapa faktor. Rianawati et al. (2009) menyatakan kecepatan embriogenesis somatik dipengaruhi oleh dua faktor pembatas yaitu inisiasi embrio somatik dan regenerasi tanaman
8 yang keduanya membutuhkan komposisi media dan zat pengatur tumbuh yang tepat. Zat pengatur tumbuh yang tepat akan mendukung keseimbangan hormon di dalam sel tanaman. Tabel 1 menunjukkan eksplan batang membentuk persentase kemampuan induksi kalus yang paling tinggi pada D1 dengan konsentrasi ZPT 2,4-D 1 mg l-1, sedangkan eksplan kotiledon memberikan respon yang baik pada perlakuan D1, D2, dan D3 dengan nilai persentase kemampuan induksi kalus tertinggi pada perlakuan D1. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi ZPT 2,4-D 1 mg l-1 merupakan konsentrasi yang tepat untuk digunakan pada pembiakan lamtoro menggunakan eksplan kotiledon dan batang, dan akan semakin menurun dengan semakin bertambahnya konsentrasi ZPT 2,4-D yang digunakan. Tabel 3 Pengaruh jenis eksplan dan konsentrasi 2,4-D terhadap kemampuan induksi kalus lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba selama empat minggu. Jenis Konsentrasi ZPT 2,4-D (mg l-1) eksplan D0 D1 D2 D3 D4 D5 -------------------------------------------%----------------------------------E1 2.89h 78.96ab 74.95ab 75.49ab 0.00h 53.64d E2 0.00h 83.33a 69.07bc 51.87d 6.67gh 60.00cd E3 0.00h 32.89e 20.89f 39.62e 15.44fg 38.00e Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan signifikansi pada p<0.05. E1 = eksplan kotiledon, E2 = eksplan batang, E3 = eksplan daun. D0 = 2,4-D 0 mg l-1, D1 = 2,4-D 1 mg l-1, D2 = 2,4-D 2 mg l-1, D3 = 2,4-D 3 mg l-1, D4 = 2,4-D 4 mg l-1, D5 = 2,4-D 5 mg l-1
Pengaruh konsentrasi ZPT selama empat minggu terlihat pada Gambar 1. Grafik menunjukkan perlakuan kontrol (tanpa ZPT 2,4-D) tidak mengalami pembelahan sel sehingga kemampuan induksi kalus hanya 2% saja. Hopskin (2006) menyatakan penggunaan hormon eksogenous bertujuan untuk membentuk sarang sel meristem yang tidak ditemui pada eksplan yang tidak diberi hormon eksogenous dan mengembangkan sistem hormon endogenous yang dibutuhkan untuk perkembangan selanjutnya. Selain itu, grafik juga menunjukkan konsentrasi ZPT 1 mg l-1 yang berbanding lurus dengan waktu pertumbuhan, sedangkan pada konsentrasi ZPT 2,4-D 2, 3, 4, dan 5 mg l-1 berbanding terbalik dengan waktu pertumbuhan. Artinya, pada konsentrasi ZPT 2,4-D 1 mg l-1, terjadi peningkatan kemampuan induksi kalus dengan semakin bertambahnya umur kalus. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi ZPT 2,4-D 1 mg l-1 efektif untuk membentuk komposisi media induksi kalus yang tepat untuk mempercepat interaksi antara hormon eksogen dengan hormon endogen yang digunakan untuk merangsang pertumbuhan kalus lamtoro kultivar Tarramba. Penelitian ini selaras dengan Shimizu et al. (1997) yang menggunakan ZPT 2,4-D 1 mg l-1 efektif pada pertumbuhan kalus Iris germanica.
9
Kemampuan induksi (%)
90
80 70 60 50
3 MST
40
4 MST
30
5 MST
20
6 MST
10 0
0
Gambar
1
1 2 3 4 -1 Konsentrasi 2,4-D (mg l )
5
Kemampuan induksi kalus Leucaena leucocephala cv.Tarramba berdasarkan konsentrasi ZPT 2,4-D.
Kemampuan induksi (%)
70 60 50 40
3 MST
30
4 MST
20
5 MST
10
6 MST
0 Kotiledon
Gambar 2
Batang Jenis eksplan
Daun
Kemampuan induksi kalus Leucaena leucocephala cv.Tarramba berdasarkan jenis eksplan.
Gambar 2 menunjukkan persentase kemampuan induksi kalus selama empat minggu berdasarkan jenis eksplan yang digunakan. Ramadiana (1998) menyatakan pemilihan eksplan berpengaruh pada pertumbuhan dan arah perkembangan morfogenetik tanaman. Secara umum ketiga jenis eksplan memberikan respon kemampuan induksi kalus lamtoro kultivar Tarramba. Jenis eksplan kotiledon memberikan pengaruh yang paling baik terhadap persentase kemampuan tumbuh kalus dibanding kedua eksplan lainnya. Respon ini menunjukkan efektifitas yang baik dari penggunaan ZPT 2,4-D terhadap inisiasi kalus eksplan kotiledon dengan jumlah sel meristem yang tinggi. Hal ini selaras dengan Danial et al. (2014) yang membuktikan penggunaan ZPT 2,4-D yang mampu menginisiasi kalus dari tanaman Ficus carica L.
10 Diameter Kalus Penggunaan ZPT 2,4-D memberikan pengaruh terhadap diameter kalus sebagai hasil reaksi dari aktifitas penyerapan auksin. Sari et al. (2014) menyatakan penyerapan auksin ini menyebabkan pembelahan sel yang terjadi secara terus-menerus sehingga meningkatkan jumlah sel jaringan yang terbelah. Tabel 4 Pengaruh dosis 2,4-D dan jenis eksplan terhadap diameter kalus tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba selama 4 minggu Konsentrasi Diameter kalus (cm) ZPT 2,4-D E1 E2 E3 (mg l-1) 3 MST D0 0.903 ± 0.169b 0.000 ± 0.000d 0.000 ± 0.000d D1 1.150 ± 0.310a 0.543 ± 0.167c 0.599 ± 0.194c D2 1.085 ± 0.237a 0.489 ± 0.118c 0.576 ± 0.221c D3 1.210 ± 0.241a 0.575 ± 0.192c 0.598 ± 0.265c D4 1.107 ± 0.222a 0.554 ± 0.124c 0.654 ± 0.260c D5 1.100 ± 0.185a 0.545 ± 0.124c 0.561 ± 0.237c 4 MST D0 0.916 ± 0.174c 0.000 ± 0.000f 0.000 ± 0.000f D1 1.307 ± 0.288b 0.583 ± 0.189de 0.678 ± 0.212d D2 1.188 ± 0.285b 0.517 ± 0.121e 0.637 ± 0.219de D3 1.284 ± 0.242b 0.583 ± 0.198de 0.694 ± 0.305d D4 1.537 ± 0.221a 0.589 ± 0.147de 0.688 ± 0.185d D5 1.263 ± 0.268b 0.586 ± 0.131de 0.679 ± 0.247d 5 MST D0 0.934 ± 0.179d 0.000 ± 0.000g 0.000 ± 0.000g D1 1.396 ± 0.310b 0.605 ± 0.210ef 0.711 ± 0.208e D2 1.175 ± 0.311c 0.534 ± 0.124f 0.671 ± 0.219ef D3 1.374 ± 0.259b 0.619 ± 0.215ef 0.691 ± 0.309ef D4 1.628 ± 0.282a 0.591 ± 0.147ef 0.713 ± 0.176e D5 1.310 ± 0.256bc 0.606 ± 0.137ef 0.734 ± 0.283e 6 MST D0 0.945 ± 0.187c 0.000 ± 0.000h 0.000 ± 0.000h D1 1.459 ± 0.486a 0.631 ± 0.23ef 0.768 ± 0.218de D2 1.262 ± 0.230b 0.529 ± 0.141fg 0.719 ± 0.225de D3 1.442 ± 0.325a 0.465 ± 0.117g 0.743 ± 0.273de D4 0.000 ± 0.000h 0.607 ± 0.138efg 0.766 ± 0.202d D5 1.428 ± 0.302a 0.632 ± 0.131ef 0.806 ± 0.287cd Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan signifikansi pada p<0.05. E1 = eksplan kotiledon, E2 = eksplan batang, E3 = eksplan daun. D0 = 2,4-D 0 mg l-1, D1 = 2,4-D 1 mg l-1, D2 = 2,4-D 2 mg l-1, D3 = 2,4-D 3 mg l-1, D4 = 2,4-D 4 mg l-1, D5 = 2,4-D 5 mg l-1
11 Berdasarkan Tabel 2, jenis eksplan dan konsentrasi ZPT 2,4-D memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter kalus tanaman lamtoro kultivar Tarramba pada p < 0.05. Secara umum, diameter kalus terbesar mulai dari 3 MST sampai 6 MST terdapat pada penggunaan eksplan kotiledon. Mulai dari 3 MST terbentuk diameter terbesar pada eksplan kotiledon dengan konsentrasi ZPT 2,4-D 3 mg l-1 dan pada 4 sampai 5 MST diameter terbesar terdapat pada eksplan kotiledon dengan perlakuan konsentrasi ZPT 2,4-D 4 mg l-1. Namun, pada 5 MST mulai terbentuk kalus berwarna coklat yang menunjukkan nutrien yang ada pada media tidak terserap dengan baik oleh eksplan sehingga pada 6 MST pada perlakuan ini sel mengalami penurunan kemampuan tumbuh dan mati. Sumber eksplan dari kotiledon dengan dosis 2,4-D 1 mg l-1 (E1D1) menunjukkan diameter tertinggi pada kalus tanaman lamtoro pada akhir pengamatan, yaitu 1.459 cm. Sugiyarto dan Kuswandi (2014) menyatakan pada dosis yang sama (1 mg l-1), terbentuk diameter tertinggi pada kalus daun binahong yang diamati selama delapan minggu.
Morfologi Kalus Perbedan konsentrasi dari ZPT, komposisi media, jenis eksplan, dan interaksi ketiganya menyebabkan perbedaan pada jumlah, ukuran, berat, tekstur, dan warna yang dibentuk kalus (Lee et al. 2002). Berdasarkan Tabel 3, warna kalus yang terbentuk ada tiga warna yang berbeda, yaitu hijau, putih, dan coklat. Perlakuan E1D1 menunjukkan karakteristik morfologi yang paling baik. Kalus putih dengan tekstur kalus remah seperti yang terdapat eksplan kotiledon menunjukan kondisi kalus yang cukup baik. Hasil penelitian ini selaras dengan Shimizu et al. (1997) yang menggunakan 1 mg l-1 2,4-D menghasilkan kalus yang putih dan remah. Hal ini menunjukkan bahwa sel-sel tersebut memiliki sifat embriogenik karena memproduksi banyak embrio somatik dan mudah untuk dipisahkan karena kalus yang remah tersusun atas sel-sel dengan ruang yang cukup. Hopkins (2006) menyatakan penggunaan auksin yang tinggi menyebabkan sel terinfeksi, membesar, dan mengalami pembelahan sel yang sangat cepat secara tidak normal sehingga dapat menyebabkan tumbuhnya sel kanker yang tidak terkontrol. Hal ini terjadi pada kombinasi perlakuan E2D5 yang membentuk warna kalus yang berbeda. Warna hijau pada 29 kalus mengindikasikan kalus yang berkembang sangat cepat dan terjadi penumpukan klorofil yang terhambat proses degradasinya. Kalus yang berwarna coklat mengindikasikan adanya pengaruh toksisitas dari ZPT yang menyebabkan kalus berwarna coklat. Beberapa eksplan membentuk warna coklat dari awal pertumbuhan sampai pada 6 minggu setelah tanam (MST). Moallem et al. (2013) menyatakan pada fase awal induksi kalus, terjadinya pencoklatan disekitar eksplan yang merupakan reaksi oksidasi polifenol yang terjadi disekitar permukaan potongan eksplan yang bereaksi dengan media. Sekresi senyawa polifenol ini menghambat pertumbuhan jaringan tanaman, pencoklatan, dan akhirnya menjadi kumpulan sel yang mati (Kumar et al. 2015).
12 Tabel 5 Pengaruh ZPT 2,4-D dan jenis eksplan terhadap morfologi kalus lamtoro (Leucaena leucocephala) cv.Tarramba pada 6 MST Konsentrasi Warna kalus Tekstur kalus ZPT (mg l-1) dan jenis Hijau Putih Coklat Mati Kompak Remah eksplan E1 D0 D1 D2 D3 D4 D5
4 9 6 3 0 8
0 48 25 26 0 0
0 14 2 10 0 7
71 4 42 36 75 60
4 9 6 3 8
48 25 26 -
D0 D1 D2 D3 D4 D5
0 8 1 3 0 29
0 4 0 0 0 3
0 48 20 0 6 13
75 15 54 72 69 30
8 1 3 29
4 3
D0 D1 D2 D3 D4 D5
0 0 1 0 1 4
0 28 19 30 2 15
0 4 6 7 6 23
75 43 49 38 66 33
1 1 4
28 19 30 2 15
E2
E3
Keterangan: E1 = Eksplan kotiledon, E2 = eksplan batang, E3 = eksplan daun. D0 = 2,4-D 0 mg l, D1 = 2,4-D 1 mg l-1, D2 = 2,4-D 2 mg l-1, D3 = 2,4-D 3 mg l-1, D4 = 2,4-D 4 mg l-1, D5 = 2,4-D 5 mg l-1. Tanda (-) menunjukkan tidak ada kalus yang dapat diamati teksturnya. 1
Dua warna kalus yang terbentuk dengan kondisi yang cukup baik berkaitan dengan tekstur kalus yang terbentuk. Secara umum, kalus berwarna hijau memiliki tekstur kalus yang kompak dan membentuk bulatan hijau utuh dibanding kalus berwarna putih dengan tekstur yang remah dan permukaan kalus yang rata. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 4, bahwa kalus warna putih termasuk pada kalus remah dan kalus warna hijau termasuk dalam kalus kompak. Berdasarkan peubah yang diamati, maka dapat diketahui bahwa proses pembelahan sel membentuk kalus dipengaruhi oleh komposisi media yang digunakan. Oleh karena itu dilakukan perhitungan berdasarkan skor masingmasing peubah (Tabel 6), maka perlakuan E1D1 menunjukkan hasil yang paling baik dengan hasil skor 31.85. Hal ini berbanding lurus dengan diameter kalus yang tinggi sampai 6 MST dengan warna kalus yang putih sebanyak 48 kalus dengan tingkat kematian yang paling rendah dibanding perlakuan lainnya, yaitu hanya 4 kalus. Kalus pada perlakuan ini terdiri atas nodul-nodul yang pucat dan remah dengan ruang antar sel yang besar sehingga memudahkan untuk dipisah
13 dan dilakukan regenerasi. Oleh karena itu, kalus pada perlakuan E1D1 digunakan sebagai kandidat kalus yang diiradiasi sinar gamma pada penelitian II. Tabel 6 Perhitungan peubah induksi kalus, diameter, warna, dan tekstur kalus lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba berdasarkan skor Skor peubah Perlakuan E1D0 E2D0 E3D0 E1D1 E2D1 E3D1 E1D2 E2D2 E3D2 E1D3 E2D3 E3D3 E1D4 E2D4 E3D4
% Induksi kalus (40%) 0.40 0.40 0.40 2.40 2.40 1.20 2.00 2.00 0.80 2.40 1.60 1.20 0.40 0.40 0.80
Diameter (30%) 2.10 0.30 0.30 3.00 1.50 1.80 2.70 1.20 1.50 3.00 1.20 1.50 0.30 1.20 1.80
Warna (10%) 1.20 0.00 0.00 7.10 6.00 3.20 3.30 2.10 2.60 3.90 0.30 3.70 0.00 0.60 0.90
Tekstur (15%) 0.60 0.00 0.00 15.75 2.40 8.40 8.40 0.15 5.85 8.25 0.45 9.00 0.00 0.00 0.75
Total skor (100%) 4.90 1.30 1.30 31.85 15.90 16.40 19.40 8.45 11.95 21.15 5.95 17.20 1.30 2.80 5.45
Bobot nilai peubah induksi kalus 0%-15% =1, 15.1%-30.0%=2, 30.1-45.0%=3, 45.1%-60.0%=4, 60.1%-75.0%=5, 75.1-90.0%=6. Bobot nilai peubah diameter kalus 0-0.15cm=1, 0.16cm0.30cm=2, 0.31cm-0.45cm=3, 0.46cm-0.60cm=4, 0.61cm-0.75cm=5, 0.76cm-0.90cm=6, 0.91cm1.05cm=7, 1.06cm-1.20cm=8, 1.21cm-1.35cm=9, 1.36cm=1.5cm=10. Bobot nilai warna kalus kategori warna hijau=3, putih=2, coklat=1, mati=0. Bobot nilai tekstur kalus kategori tekstur kompak=1, remah=2.
Iradiasi Sinar Gamma Alternatif pemuliaan tanaman pakan berbasis leguminosa lamtoro kultivar Tarramba untuk menghasilkan kandidat eksplan tanaman lamtoro kultivar Tarramba ini dapat dilakukan melalui teknik induksi mutasi. Induksi mutasi menurut Qosim et al. (2007) berperan dalam meningkatkan keragaman genetik tanaman dengan seleksi yang terarah akan diperoleh tanaman mutan yang diinginkan. Sampai saat ini, induksi mutasi banyak diterapkan untuk tanaman hias, tanaman pangan dan hortikultura dan masih terbatas untuk tanaman pakan ternak. Sinar gamma Cobalt-60 (60Co) digunakan sebagai mutagen fisik untuk mendapatkan tanaman mutan yang menjadi kandidat tanaman leguminosa lamtoro dengan kandungan mimosin yang rendah. Sinar gamma baik digunakan karena mempunyai panjang gelombang yang pendek (10nm sampai 0.01 nm), penetrasi ke dalam jaringan lebih mudah, mempunyai sprektrum yang lebih luas, dan mudah diaplikasikan (van Harten 1998).
14 Daya Viabilitas Kalus Kandidat kalus E1D1 diiradiasi menggunakan sinar gamma pada level 0 Gy sampai 100 Gy. Berdasarkan analisis sidik ragam, perlakuan sinar gamma tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya viabilitas kalus lamtoro kultivar Tarramba pada p<0.05. Berdasarkan Gambar 3, dosis sinar gamma 20 Gy sampai 80 Gy menunjukkan penurunan daya viabilitas kalus lamtoro kultivar Tarramba. Penurunan ini sesuai dengan hasil regresi linear yang menunjukkan adanya hubungan linear negatif antara dosis sinar gamma dengan persentase daya viabilitas kalus yang ditunjukkan pada nilai -7.3477 dengan R2 sebesar 0.469. Artinya, semakin tinggi dosis sinar gamma maka semakin rendah daya tahan hidup kalus sampai pada dosis 80 Gy. Penurunan daya viabilitas kalus ini menunjukan bahwa iradiasi sinar gamma mampu merusak fisiologi sel tanaman yang menyebabkan kemampuan kalus untuk hidup hanya mencapai 38.10% sampai 54.76%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Surya dan Soeranto (2006) bahwa terjadi kerusakan fisiologi pada tanaman sorgum akibat iradiasi sinar gamma. Peningkatan daya viabilitas kalus pada dosis sinar gamma 100 Gy menunjukkan keberagaman respon kalus dalam menerima gelombang sinar gamma. Dosis sinar gamma yang tinggi menyebabkan perubahan reaksi kimia di dalam sel tanaman yang dapat menyebabkan adanya perubahan susunan kromosom yang pada akhirnya dapat merubah struktur genetik tanaman. Perubahan genetik menurut Aisyah (2006) dapat berupa gen menjadi tidak aktif atau ada pengaktifan gen-gen lain. Pengaktifan gen-gen ini yang diduga menyebabkan adanya peningkatan daya viabilitas kalus pada dosis sinar gamma 100 Gy.
Daya viabilitas kalus (%)
110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
LD50
y = -7.3477x + 82.065 r = 0.685 % Daya Viabilitas Linear (% Daya Viabilitas) 0
20 40 60 80 Dosis sinar gamma (Gy)
100
Gambar 3 Respon iradiasi sinar gamma terhadap daya viabilitas kalus lamtoro (L. leucocephala) cv.Tarramba Induksi mutasi menggunakan sinar gamma dapat membentuk tanaman mutan yang diinginkan dengan proses yang cepat. Lethal doses 50% (LD50)
15 merupakan indikator penting untuk dapat menentukan kandidat tanaman mutan yang dipilih. Berdasarkan penarikan sumbu x (dosis sinar gamma) dan sumbu y (daya viabilitas) menurut Kadir (2011) maka diketahui lethal doses 50% terdapat pada dosis sinar gamma 40 Gy. Penentuan LD50 juga dapat dihitung berdasarkan metode Karber (Amutha et al 2014) dengan rumus : LD50 = a- b⁄c Keterangan: a : dosis terkecil yang menyebabkan kematian tertinggi b : jumlah perkalian antara beda dosis dengan rata-rata kematian pada interval yang sama c : jumlah kalus dalam satu kelompok Berdasarkan rumus di atas maka diperoleh nilai LD50 pada dosis iradiasi 49.52 Gy. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi keragaman yang tinggi akibat iradiasi sinar gamma pada level 40 Gy sampai 50 Gy. Keragaman ini disebabkan adanya perubahan gen pada sel tanaman lamtoro akibat patahnya utas DNA yang disebabkan oleh kerusakan fisiologi akibat radikal yang dibentuk oleh sinar gamma. Qosim et al. (2007) menyatakan iradiasi sinar gamma membentuk persenyawaan radikal hidroksil dan hidrogen peroksida yang menempel pada rantai nukelotida menyebabkan DNA patah dan mengalami perubahan genetik. Diameter Kalus
Diameter kalus (cm)
Kalus merupakan kumpulan sel yang belum mengalami diferensiasi atau perubahan bentuk dan fungsi. Kalus merupakan plasma nutfah yang berpotensi untuk dilakukan rekayasa genetika melalui induksi mutasi fisik menggunakan sinar gamma karena sel-sel kalus merupakan sel yang meristematik dan aktif membelah. Menurut Kadir (2011), iradiasi sinar gamma menyebabkan adanya perubahan di dalam sel, meliputi kemampuan tumbuh, persentase hidup pasca iradiasi, dan perubahan secara fenotip. Perubahan secara fenotip ini salah satunya adalah perubahan diameter kalus. 1.250 1.200 1.150 1.100 1.050 1.000 0.950 0.900 0.850 0.800
y = 3E-05x2 - 0.0035x + 1.0359
0
20 40 60 80 Dosis Sinar Gamma (Gy)
100
Gambar 4 Grafik kuadratik diameter kalus pasca iradiasi sinar gamma pada 4 MSI
16
Berdasarkan tabel 6, diketahui dosis sinar gamma hana memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter kalus pasca iradiasi pada 4 MSI. Berdasarkan uji lanjut polinomial ortogonal maka dosis sinar gamma memberikan pengaruh secara kuadratik terhadap diameter kalus pada 4 MSI dengan diameter terendah terdapat pada dosis 60 Gy dan meningkat pada dosis 80 Gy dan 100 Gy. Hal ini dapat disebabkan oleh penetrasi gelombang sinar gamma yang menembus sel-sel tanaman secara luas sehingga menyebabkan sel mengalami stres. Sel yang memiliki radiosensitivitas tinggi terhadap paparan sinar gamma akan mengalami stres dan kerusakan. Karyanti et al. (2015) menyatakan kerusakan secara fisiologi yang berpengaruh pada terhambatnya pembelahan sel dan mampu memperbaiki diri akan bertahan dan akan berkembang pada tahap selanjutnya. Kerusakan fisiologi ini tentu juga berdampak pada warna dan tekstur kalus yang dibentuk setelah terpapar sinar gamma. Morfologi Kalus Pasca Iradiasi Sinar Gamma Keberhasilan induksi mutasi sangat bergantung pada bagian tanaman dan dosis iradiasi yang digunakan (Karyanti et al. 2015). Penggunaan bagian tanaman yang tepat namun diiradiasi pada dosis yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan performa tanaman mutan yang dihasilkan. Hal ini dipengaruhi oleh radiosensitivitas tanaman yang sangat bergantung pada faktor biologi dan lingkungan. Sensitivitas sel tanaman menurut Bermawie et al. (2015) bergantung pada ukuran dan volume inti sel, serta kromosom di dalam sel yang didukung dengan suhu dan kelembaban lingkungan. Penurunan performa ini meliputi diameter, warna, dan tekstur kalus. Tabel 7 Respon iradiasi sinar gamma terhadap warna dan tekstur kalus pada 6 minggu setelah iradiasi (MSI) Warna kalus (n) Perlakuan Mati Hijau* Putih Coklat** kecoklatan** G0 6 1 1 4 G2 4 0 4 4 G4 0 2 4 6 G6 0 1 5 6 G8 0 0 4 8 G10 0 0 6 6 G0 : sinar gamma 0 Gy, G2 : sinar gamma 20 Gy; G4 : sinar gamma 40 Gy, G6 : sinar gamma 60 Gy, G8 : sinar gamma 80 Gy, G10 : sinar gamma 100 Gy. * = kalus kompak, ** = kalus remah. (n) = jumlah kalus
Berdasarkan Tabel 7, diketahui terbentuk tiga warna kalus pada akhir pengamatan penelitian II, yaitu hijau, putih kecoklatan, dan coklat. Kalus hijau memiliki tekstur kalus yang kompak, dan kedua warna lainnya memiliki tekstur yang remah. Kalus berwarna hijau menunjukkan adanya penumpukan klorofil yang digunakan untuk proses fotosintesis. Kalus coklat dengan tekstur yang remah terlihat pada Gambar 4. Morfologi kalus ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis sinar gamma yang diberikan maka semakin tinggi pula kerusakan yang
17 terbentuk. Karyanti et al (2015) menyatakan perubahan warna dan kemampuan proliferasi sel menunjukkan tingkat sensitifitas tanaman terhadap iradiasi sinar gamma yang diberikan.
Gambar 5 Perubahan warna kalus pada 6 minggu setelah iradiasi (MSI)
Tabel 6 Diameter kalus lamtoro kultivar Tarramba sebelum dan sesudah iradiasi sinar gamma Waktu pengamatan Perlakuan Minggu ke-0 Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4 Minggu ke-5 Minggu ke-6 -----------------------------------------------------------------------cm--------------------------------------------------------------------0 Gy 0.910±0.177 0.932±0.150 0.963±0.157 1.000±0.157 1.024±0.154a 1.057±0.143 1.071±0.158 20 Gy 0.958±0.175 0.965±0.164 0.965±0.154 1.022±0.154 1.003±0.172ab 1.010±0.174 1.010±0.174 40 Gy 0.900±0.149 0.964±0.125 0.913±0.161 0.932±0.162 0.945±0.151b 0.945±0.151 0.946±0.153 60 Gy 0.893±0.141 0.920±0.157 0.864±0.139 0.868±0.137 0.898±0.144ab 0.898±0.144 0.898±0.144 80 Gy 0.927±0.150 0.932±0.329 0.987±0.199 0.992±0.191 0.976±0.215a 0.977±0.215 0.977±0.215 100 Gy 0.922±0.132 0.955±0.154 0.947±0.127 0.953±0.125 0.979±0.099a 0.988±0.104 0.993±0.106
19
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Optimasi media kultur jaringan yang digunakan pada tahap induksi kalus tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala) cv.Tarramba dengan menambahkan zat pengatur tumbuh 2,4 dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) pada konsentrasi 1 mg l-1 menggunakan jenis eksplan kotiledon menghasilkan kalus yang paling baik dari segi kemampuan tumbuh kalus, diameter kalus, warna kalus, dan tekstur kalus. Dosis sinar gamma yang tepat untuk mendapatkan kandidat eksplan tanaman lamtoro dengan sumber eksplan kotiledon adalah pada LD50 40 Gy dan 50 Gy. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diharapkan dapat dilakukan pengamatan lebih lanjut terhadap indeks kalus dan pengamatan mikroskopis untuk melihat perkembangan globular kalus. Selain itu, perlu dilakukan mutasi menggunakan sinar gamma dengan kerapatan dosis yang tinggi antara 40 Gy sampai 50 Gy untuk mendapatkan perubahan karakter kuantitatif tanaman dan sedikit perubahan kromosom.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah L, Karti PDMH, Hardjosoewignio S. 2005. Reposisi tanaman pakan dalam kurikulum Fakultas Peternakan. Di dalam: Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. 2005 Sep 16; Bogor, Indonesia. Agisimanto D, Noor NM, Ibrahim R, Mohamad A. 2016. Gamma irradiation effect on embryogenic callus growth of Citrus reticulate cv. Limau Madu. Sains Malaysiana. 45(3):329-337. Aisyah IS. 2006. Induksi mutagen fisik pada anyelir (Dianthus caryophyllus Linn.) dan pengujian stabilitas mutannya yang diperbanyak secara vegetatif [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Amutha M, Geetha A, Amutha M, Monika P. 2014. Determination of secondary metabolites, LD50 value, and antioxidant activity of seed extract of Cucurbita pepo Linn. Asian J Pharm Clin Res. 7(3): 173-177. Bamualim AM. 2011. Pengembangan teknologi pakan sapi potong di daerah semiarid Nusa Tenggara. Pengembangan Inovasi Pertanian. 4(3) : 175-188. Bermawie N, Meilawati NLW, Purwiyanti S, Melati. 2015. Pengaruh iradiasi sinar gamma (60Co) terhadap perutmbuhan dan produksi jahe putih kecil (Zingiber officinale var.amarum). Jurnal Littri. 21(2): 47-56. Bonyanpour A, Khosh-Khui M. 2013. Callus induction and plant regeneration in Punica granatum L. ‘Nana’ from leaf explants. J Central European Agric. 14(2): 928-936. Crowder LV. 1986. Genetika Tumbuhan (terjemahan). Yogyakarta (ID): Gajah Mada University.
20 Dahlanuddin, Yanuarianto O, Poppi DP, McLennan SR, Quigley SP. 2014. Liveweight gain and feed ntake of weaned Bali cattle fed grass and tree legumes in West Nusa Tenggara, Indonesia. Anim Prod Sci. 54: 915-921. Danial G, Ibrahim DA, Brkat SA, Khalil BM. 2014. Multiple shoots production from shoot tips of fi tree (Ficus carica L.) and callus induction from leaf segments. Intern J Pure Appl Sci Technol. 20(1): 117-124. Farshadfar E, Esmaili SS, Rosali V. 2012. Chromosomal localization of the genes controlling callus induction and in vitro drought tolerance criteria in wheatbarley disomic addition lines using mature embryo culture. Annals Biol Research. 3(3): 1334-1344. Hopkins WG. 2006. Plant Biotechnology. Philadelphia (US): Chelsea House. Kadir A. 2011. Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pembentukan tunas tanaman nilam. J Agrivigor. 10(2): 117-127. Karyanti, Purwito A, Husni A. 2015. Radiosensitivitas dan seleksi mutan putative jeruk keprok garut (Citrus reticulata L.) berdasarkan penanda morfologi. J Agron Indonesia. 43(2): 126-132. Kumar GP, Subiramani S, Govindarajan S, SadasivamV, Manickam V, Mogilicherla K, Thiruppathi SK, Narayanasamy J. 2015. Evaluation of different carbon sources for high frequency callus sulture with reduced phenolic seretion in cotton (Gossypium hirsutum L.) cv. SVPR-2. Biotechnol Report. 7: 72-80. Laconi EB, Widiyastuti T. 2010. Kandungan xantofil daun lamtoro (Leucaena leucocephala) hasil detoksifikasi mimosin secara fisik dan kimia. Med Pet. 33(1): 50-54. Lee KS, Jeon HS, Kim MY. 2002. Optimization of a mature embryos-based in vitro culture system for high frequency somatic embryogenic callus induction and plant generation from Japonica rice cultivar. Plant Cell Tissue Organ Cult. 71: 9-13. Matjik AA, Sumertajaya M. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Edisi ke-2. Bogor (ID): IPB Pr. Moallem S, Behbahani M, Mousavi S. 2013. Effect of gamma radiation on callus induction and regeneration of Rosa canina through invitro culture. Trakia J Sci. 11(2): 158-162. Neumann KH, Kumar A, Imani J. 2009. Plant Cell and Tissue Culture-A Tool in Biotechnology-Basics and Application. Heidelberg (DE): Verlag Eugen Ulmer. Orwa C, Mutua A, Kindt R , Jamnadass R, Anthony S. 2009. Agroforestree database. [internet]. [diunduh 30 September 2015]. Tersedia pada: http://www.worldagroforestry.org/sites/treedbs/treedatabases.asp. Pavadai P, Girija M, Dhanavel D. 2010. Effect of gamma rays on some yield parameters and protein content of soybean in M2, M3, and M4 generation. J Exp Sci. 1(6): 08-11. Poespodarsono S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Bogor (ID): Pusat Antar Unversitas dan Lembaga Sumberdaya Informasi. Purwantari ND, Prawiradiputra BR, Sajimin. 2005. Leucaena: taxonomi, adaptasi, agronomi, dan pemanfaatan. Di dalam: Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. 2005 Sep 16; Bogor, Indonesia.
21
Qosim WA, Purwanto R, Wattimena GA, Witjaksono. 2007. Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap kapasitas regenerasi kalus nodular tanaman manggis. HAYATI J Biosci. 14(4): 140-144. Ramadiana S. 1998. Pengaruh zat pengatur tumbuh tanaman, tipe eksplan dan umur kecambah sumber eksplan terhadap regenerasi tunas cabai merah (Capsicum annuum L.) secara in vitro [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rianawati S, Agus P, Budi M, Ridho K, Suryanah. 2009. Embriogenesis somatic dari eksplan daun anggrek Phalaenopsis sp L. J Agron Indonesia. 37(3): 240248. Revathi S, Pillai MA. 2011. In vitro callus induction in rice (Oryza sativa L.). Research in Plant Biology. 1(5): 13-15. Sari L, Purwito A, Sopandie D, Purnamaningsih R, Sudarmonowati E. 2014. Wheat (Triticum aestivum L.) mutants throught in vitro selection tolerant on lowland tropic. Intern J Agron and Agric Res. 5(5): 189-199. Shimizu K, Nagaike H, Yabuya T, Adachi T. 1997. Plant regeneration from suspension culture of Iris germanica. Plant Cell, Tissue, and Organ Culture. 50: 27-31. Sugiyarto L, Kuswandi PC. 2014. Induksi kalus daun binahong (Anredera cordifolia L.) dalam upaya pengembangan tanaman obat tradisional. J Sains Dasar. 3(1): 56-60. Surya MI, Soeranto H. 2006. Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan sorgum manis (Sorghum bicolor L.). Di dalam: Seminar Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi; 2006 Des 12; Jakarta, Indonesia. Thangmanee C. 2012. Mutation induction by gamma irradiation in Chrysanthemum [disertasi]. Songkla (TH): Prince of Songkla University. Van Harten AM. 1998. Mutation Breeding: Theory and Practical Application. Cambridge (GB): University of Cambridge. Wattimena GA, Nurhajati AM, Wiendi NMA, Purwito A, Efendi D, Purwoko BS, Khumaida N. 2011. Bioteknologi dalam Pemuliaan Tanaman. Bogor(ID): IPB Pr. Zanu HK, Mustapha M, Nartey MA. 2012. Response of broiler chickens to diets containing varying levels of Leucaena (Leucaena leucocephala) leaf meal. Online J Anim and Feed Sci. 2(2): 108-112. Zayed MZ, Ahmad FB, Zaki MA, Ho WS, Pang SL. 2014. The reduction of mimosine content in Leucaena leucocephala (petai belalang) leaves using ethyl methanesulphonate (EMS). Arch Appl Sci Res. 6(4): 124-128.
22 Lampiran 1
Analisis sidik ragam kemampuan induksi kalus lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba
Sumber keragaman (SK) Perlakuan Galat Total
Derajat bebas (db) 17 32 49
Lampiran 2
Analisis sidik ragam diameter kalus lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba pada 3 Minggu Setelah Tanam (MST) Derajat Kuadrat Jumlah bebas tengah Fhitung F0.05 kuadrat (JK) (db) (KT) 17 67.9291067 3.9958298 83.23 <.0001 907 43.5457364 0.0480107 924 111.4748431
Sumber keragaman (SK) Perlakuan Galat Total Lampiran 3
Sumber keragaman (SK) Perlakuan Galat Total Lampiran 4
Sumber keragaman (SK) Perlakuan Galat Total
Jumlah kuadrat (JK) 393650.2688 201223.2301 594873.4988
Kuadrat tengah Fhitung (KT) 23155.8982 49.71 465.7945
F0.05 <.0001
Analisis sidik ragam diameter kalus lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba pada 4 Minggu Setelah Tanam (MST) Derajat Kuadrat Jumlah bebas tengah Fhitung F0.05 kuadrat (JK) (db) (KT) 17 95.3430268 5.6084133 116.23 <.0001 811 39.1317601 0.0482512 828 134.4747868 Analisis sidik ragam diameter kalus lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba pada 5 Minggu Setelah Tanam (MST) Derajat Kuadrat Jumlah bebas tengah Fhitung F0.05 kuadrat (JK) (db) (KT) 17 102.6309731 6.0371161 109.36 <.0001 781 43.1156130 0.0552057 798 145.7465861
Lampiran 5 Analisis sidik ragam diameter kalus Leucaena leucocephala cv.Tarramba pada 6 Minggu Setelah Tanam (MST) Sumber Derajat Kuadrat Jumlah keragaman bebas tengah Fhitung F0.05 kuadrat (JK) (SK) (db) (KT) Perlakuan 17 108.5748203 6.3867541 15.74 <.0001 Galat 694 38.2955567 0.0551809 Total 711 146.8703769
23
Lampiran 6 Analisis sidik ragam daya viabilitas kalus lamtoro (Leucaena leucocephala) cv. Tarramba pasca iradiasi sinar gamma Sumber Derajat Kuadrat Jumlah keragaman bebas tengah Fhitung F0.05 kuadrat (JK) (SK) (db) (KT) Perlakuan 5 14100.48360 2820.09672 2.36 0.0599 Galat 36 43095.08095 1197.08558 Total 41 57195.56455 Lampiran 7 Analisis sidik ragam diameter pada 0 Minggu Setelah Iradiasi (MSI) Sumber Derajat Kuadrat Jumlah keragaman bebas tengah Fhitung F0.05 kuadrat (JK) (SK) (db) (KT) Perlakuan 5 0.01648047 0.00329609 0.36 0.8746 Galat 30 0.27809583 0.00926986 Total 35 0.29457631 Lampiran 8 Analisis sidik ragam diameter pada 1 Minggu Setelah Iradiasi (MSI) Sumber Derajat Kuadrat Jumlah keragaman bebas tengah Fhitung F0.05 kuadrat (JK) (SK) (db) (KT) Perlakuan 5 0.21692892 0.04338578 0.66 0.6542 Galat 30 1.96277183 0.06542573 Total 35 2.17970075 Lampiran 9 Analisis sidik ragam diameter pada 2 Minggu Setelah Iradiasi (MSI) Sumber Derajat Kuadrat Jumlah keragaman bebas tengah Fhitung F0.05 kuadrat (JK) (SK) (db) (KT) Perlakuan 5 0.37901922 0.07580384 1.33 0.2769 Galat 30 1.70463100 0.05682103 Total 35 2.08365022 Lampiran 10 Analisis sidik ragam diameter pada 3 Minggu Setelah Iradiasi (MSI) Sumber Derajat Kuadrat Jumlah keragaman bebas tengah Fhitung F0.05 kuadrat (JK) (SK) (db) (KT) Perlakuan 5 0.86292289 0.17258458 2.53 0.0503 Galat 30 2.04688800 0.06822960 Total 35 2.90981089
24 Lampiran 11 Analisis sidik ragam diameter pada 4 Minggu Setelah Iradiasi (MSI) Sumber Derajat Kuadrat Jumlah keragaman bebas tengah Fhitung F0.05 kuadrat (JK) (SK) (db) (KT) Perlakuan 5 1.57050692 0.31410138 2.63 0.0437 Galat 30 3.58485383 0.11949513 Total 35 5.15536075 Lampiran 12 Uji lanjut polinomial ortogonal diameter kalus pada 4 Minggu Setelah Iradiasi (MSI) Derajat Jumlah Kuadrat Kontras bebas kuadrat tengah Fhitung F0.05 (db) Kontras (JK) (KT) Linier 1 0.26105200 0.26105200 2.18 0.1498 Kuadratik 1 0.72960114 0.72960114 6.11 0.0194 Kubik 1 0.50241707 0.50241707 4.20 0.0491 Kuartik 1 0.00290002 0.00290002 0.02 0.8772 Kuintik 1 0.07453668 0.07453668 0.62 0.4359 Lampiran 13 Analisis sidik ragam diameter pada 5 Minggu Setelah Iradiasi (MSI) Sumber Derajat Kuadrat Jumlah keragaman bebas tengah Fhitung F0.05 kuadrat (JK) (SK) (db) (KT) Perlakuan 5 1.33300889 0.26660178 1.76 0.1509 Galat 30 4.53735033 0.15124501 Total 35 5.87035922 Lampiran 14 Analisis sidik ragam diameter pada 6 Minggu Setelah Iradiasi (MSI) Sumber Derajat Kuadrat Jumlah keragaman bebas tengah Fhitung F0.05 kuadrat (JK) (SK) (db) (KT) Perlakuan 5 0.83378789 0.16675758 0.28 0.9214 Galat 30 17.98066267 0.59935542 Total 35 18.81445056
25
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jember pada 28 Juli 1991. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Abdul Kholiq dan Ibu Suwarni. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana (S1) di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB), lulus pada tahun 2013. Pada tahun yang sama, penulis aktif menjadi asisten praktikum di laboratorium Agrostologi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan IPB. Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi magister (S2) di Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2014 dengan disponsori oleh Beasiswa BPPDN Fresh Graduate periode 2014/2015 dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen DIKTI). Selama perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kegiatan mahasiswa pascasarjana. Penulis menjadi ketua bidang akademik Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HIWACANA) Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan Fakultas Peternakan IPB.
26