Uji Aktivitas Antioksidan Biji Lamtoro (Leucaena Leucocephala (Lamk) De Wit) Secara In-Vitro Dra. Eddy Sulistyowati, Apt., M.S. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta 2007
INTISARI Kerusakan sel akibat radikal bebas mempengaruhi terjadinya banyak penyakit-penyakit kronik. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen reaktif dan radikal bebas dalam tubuh. Biji lamtoro [Leucaena leucocepala (Lamk) De Wit] diketahui mengandung flavonoid. Aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh sebagian besar flavonoid telah diteliti. Maka dilakukan penelitian untuk mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak etanol dan ekstrak air dari infusa biji lamtoro. Biji lamtoro [Leucaena leucocepala (Lamk) De Wit] diinfudasi kemudian diekstraksi dengan etanol sehingga diperoleh ekstrak air dan ekstrak etanol. Penelitian penghambatan oksidasi dilakukan dengan metode tiosianat. Konsentrasi sampel (ekstrak air dan ekstrak etanol) yang digunakan adalah 0,01%; 0,02%; 0,03%; 0,04% dan 0,05%. Sedangkan untuk kontrol positif digunakan rutin 0,1%. Pemeriksaan pendahuluan dengan menggunakan kromatografi kertas dengan menggunakan fase gerak BAW ( 4:2:4). Deteksi bercak kromatogram dengan sinar UV 366 nm sebelum dan sesudah diuapi ammonia dan pereaksi semprot yang dibuat baru dari campuran 1% kalium ferisianida dengan 2% larutan feriklorida (1:1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua konsentrasi ekstrak etanol dan ekstrak air dari infusa biji lamtoro mempunyai kemampuan penghambat oksidasi yang ditunjukkan sebagai persentase penghambatan oksidasi maksimum pada hari ke-2 yaitu ekstrak air 80,069%±1,271 (0,01%) < 90,673±1,309 (0,02%) < 91,427±0,186 (0,03%) < 92,497±0,509 (0,04%) < 94,521±0,410 (0,05%), sedangkan untuk ekstrak etanol yaitu 65,531±1,242 (0,01%) < 85,640±0,613 (0,02%) < 89,969±0,649 (0,03%) < 91,692±0,348 (0,04%) < 92,311±0,206 (0,05%) dan rutin 0,1% 95,184±0,485. Hasil analisis statistik anova dua jalan dengan taraf kepercayaa 95%, bahwa antar konsentrasi dan antar lama waktu penyimpanan ada perbedaan bermakna. Namun, antar keduanya tidak ada perbedaan bermakna. Uji pendahuluan adanya flavonoid dengan uap ammonia dan pereaksi campuran 1% kalium ferisianida dengan 2% larutan feriklorida (1:1) secara kromatografi kertas menunjukkan bahwa didalam sampel mengandung flavonoid. Kata kunci: Leucaena leucocephala (Lamk.) De Wit, flavonoid, metode tiosianat
PENDAHULUAN
Tubuh kita pada keadaan normal memiliki mekanisme pertahanan tubuh terhadap pengrusakan oleh radikal bebas yang beragam, efisien dan tersebar di berbagai tempat di dalam sel. Proses penuaan merupakan suatu proses alamiah yang secara normal terjadi di dalam tubuh dan merupakan suatu episode kehidupan yang tak terelakan. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran, saat ini proses menua telah diketahui bukan hanya sebagai akibat usia yang bertambah atau pengaruh faktor genetik dan lingkungan tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor lain seperti stres, serangan berbagai macam radikal bebas, meningkatnya pembentukan homosistein, defisiensi vitamin, mineral dan nutrien tertentu, atau pun menurunnya sistem kekebalan. Menurunnya sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut juga akan mempercepat proses penuaan dan tubuh akan menjadi rentan terhadap serangan penyakit infeksi, kanker dan sebagainya. Senyawa yang dapat sebagai antioksidan antara lain vitamin C, vitamin E, β-karoten, α-tokoferol, zink, selenium, sayur hijau, polong-polongan, padi-padian. Selain itu juga rutin yang merupakan glikosida kuersetin yang mempunyai aktivitas antiradikal yang cukup tinggi. Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu pencarian senyawa-senyawa antioksidan yang mempunyai aktivitas tinggi dengan efek samping yang relatif kecil. Salah satu tumbuhan yang digunakan untuk pengobatan tradisional adalah lamtoro (Leucaena leucocephala (Lamk.) De Wit.). Lamtoro merupakan tanaman perdu yang banyak mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, protein lemak, kalsium, fosfor, besi, asam amino, leukanol. Uji aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan metode tiosianat, seperti yang telah dilakukan pada uji aktivitas antioksidan ekstrak air daun tempuyung (Sonchus arvensis L.) secara in-vitro (Chairul, dkk., 2003).
ALAT DAN BAHAN Alat-alat. Blender, almari pengering, panci infusa, penangas air, Erlenmeyer, corong Buchner, batang pengaduk, cawan porselin, bejana pengembang, tabung reaksi dan rak, Erlenmeyer, pipet volume, vial 25 ml, neraca analitik, spektrofotometer UV-Vis, oven, cuvet. Bahan-bahan. Semua bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini berstandar p.a (pro analisis) kecuali etanol untuk pembuatan ekstrak, akuades, kertas Whatman no.1. Bahan untuk membuat ekstrak biji lamtoro adalah serbuk biji lamtoro dan etanol 96%. Bahan untuk uji pendahuluan adanya flavonoid adalah kertas Whatman no.1, butanol, asam asetat 15%, air dan uap amoniak. Sedangkan bahan untuk uji pendahuluan adanya aktivitas antioksidan adalah 1% kalium ferisianida dan 2% feri klorida. Bahan yang digunakan untuk uji aktivitas antioksidan dengan metode tiosianat adalah buffer fosfat (pH 7,0) 0,05 M, asam linoleat 2,51%, rutin, ammonium tiosianat 30%, ferro sulfat 0,02 M, asam klorida 3,5%, etanol 96%, etanol 75%.
METODE PENELITIAN Ekstrak etanol infusa biji lomtoro yang didapat dilarutkan dalam etanol 96%, larutan dibuat dalam empat konsentrasi yaitu 0,02 mg/ml, 0,04 mg/ml, 0,06 mg/ml, dan 0,08 mg/ml. Diambil 4 ml dari masing-masing larutan uji dan dimasukkan dalam vial terpisah dan
ditambahkan 4,1 ml asam linoleat 2,51% dalam etanol 96%, 8 ml buffer fosfat 0,05 M dan 3,9 ml akuades. Vial ditutup rapat dan dimasukkan dalam oven pada suhu 40 °C dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian larutan uji, kontrol positif dan kontrol negatif yang telah didiamkan selama 24 jam dan diambil sebanyak 0,1 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan 9,7 ml etanol 75%, 0,1 ml ammonium tiosianat 30%, kemudian dikocok sampai homogen dan didiamkan selama 3 menit. Setelah itu ditambahkan 0,1 ml ferro sulfat 0,02 M dalam HCl 3,5% dan dikocok kembali sampai homogen, warna merah yang terjadi diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 500 nm dan dilakukan pengulangan sebanyak lima kali. Pengukuran tersebut dilakukan setiap 24 jam selama 14 hari (Kikuzaki, dkk., 1999).
HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas antioksidan yang dimaksud adalah kemampuan flavonoid untuk menghambat atau mengurangi reaksi oksidasi dari asam linoleat. Aktivitas ini disebabkan karena adanya gugus hidroksi fenolik dalam strukturnya (pada cincin B). Gugus hidroksi pada cincin B dari flavonoid bereaksi untuk menghambat oksidasi asam linoleat, pada flavonoid lebih stabil karena adanya stabilisasi resonansi. Penghambatan oksidasi asam linoleat ditentukan dengan membaca absorbansi kompleks feritiosianat [Fe(SCN)3] pada larutan uji dengan penambahan flavonoid ekstrak etanol dan ekstrak air infusa biji lamtoro (perlakuan) serta rutin (kontrol positif) yang dibandingkan dengan absorbansi kompleks feritiosianat tanpa penambahan flavonoid maupun rutin (kontrol negatif). Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak etanol dan ekstrak air dibandingkan rutin sebagai kontrol positif karena rutin mempunyai struktur yang hampir sama dengan flavonoid yang diteliti dan rutin diketahui juga sebagai antiradikal yang cukup tinggi. Pada tahap awal dilakukan orientasi untuk mencari waktu operasional, panjang gelombang maksimum dan konsentrasi sampel sampai didapat hasil yang baik. Penentuan waktu operasional dan panjang gelombang maksimum dilakukan pada kontrol negatif. Secara teoritis panjang gelombang maksimumnya adalah 500 nm (Kikuzaki, dkk., 1999). Dari hasil pengamatan dengan me-running kontrol negatif pada panjang gelombang 200-800 nm, didapat panjang gelombang maksimum 490 nm dan untuk pengamatan berikutnya menggunakan panjang gelombang 490 nm. Larutan uji yang digunakan terdiri dari lima konsentrasi ekstrak etanol dan ekstrak air masing-masing 0,01%; 0,02%; 0,03%; 0,04%; 0,05% dan rutin 0,1% sebagai kontrol positif masing-masing tiga replikasi. Pada penelitian ini semua larutan uji menunjukkan aktivitas antioksidan sebagai penghambat oksidasi. Persentase penghambatan oksidasi asam linoleat oleh sampel dan rutin dengan metode tiosianat dapat dilihat pada tabel berikut :
Sampel
Ekstrak
0,01% 0,02%
Hari ke-0
Hari ke-1
18,606 24,066
63,781 83,111
Persen penghambatan oksidasi Hari Hari Hari Hari ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 65,531 85,640
51,61 81,525
43,113 68,005
22,305 42,189
Hari ke-6 9,072 18,730
etanol
0,03% 0,04% 0,05% 0,01% Ekstrak 0,02% air 0,03% 0,04% 0,05% Rutin 0,1%
24,281 24,907 27,035 14,655 19,284 21,596 25,527 34,864 30,013
85,953 86,825 87,119 74,853 84,774 85,845 87,514 91,514 84,384
89,696 91,692 92,311 80,069 90,673 91,427 92,497 94,521 95,184
82,006 82,531 83,668 70,098 82,010 88,225 92,184 93,335 83,910
75,995 79,555 83,670 43,657 81,200 86,685 92,091 92,729 81,099
59,539 64,675 77,389 33,422 78,810 80,131 91,555 92,554 61,358
34,421 35,869 42,892 27,981 71,818 75,264 91,521 92,536 33,196
Dari hasil perhitungan rata-rata persentase penghambatan oksidasi menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka semakin besar pula persentase penghambatan oksidasi. Namun, peningkatan persentase penghambatan oksidasi hanya sampai batas waktu tertentu yang kemudian akan menurun Optimalisasi terjadi pada hari ke-2, setelah itu menurun. Pada hari ke-0 dan ke-1 pembentukan radikal bebas dari asam linoleat masih sedikit sampai terjadi optimalisasi pada hari ke-2. sampai terbentuk hidroperoksida yang menghasilkan On (O tunggal) dalam suasana asam yang menyebabkan oksidasi ion ferro menjadi ion feri. Namun, setelah hari ke-2 oksidasi ion ferro menjadi ion feri meningkat, sehingga kemampuan flavonoid maupun rutin dalam menghambat oksidasi asam linoleat menurun. Terlihat pada tabel persentase penghambatan oksidasi setelah hari ke-2 makin kecil. Dari tabel di atas persen penghambatan oksidasi ekstrak air rata-rata lebih besar dibanding ekstrak etanol, hal ini kemungkinan karena lebih banyak senyawa yang berkhasiat sebagai antioksidan yang bersifat polar. Rutin sebagai senyawa pembanding mempunyai persen penghambatan oksidasi yang kurang poten dibanding sampel karena konsentrasi yang digunakan terlalu besar. Sebenarnya dengan kadar yang kecil rutin sudah dapat digunakan sebagai antioksidan karena senyawa ini berupa senyawa sintetik. Potensi antioksidan dari ekstrak etanol dan ekstrak air infusa biji lamtoro dapat ditentukan dengan parameter persen penghambatan oksidasi dan perhtungan IC50 (inhibition concentration 50). IC50 yaitu konsentrasi senyawa uji yang menyebabkan penghambatan oksidasi sebesar 50%. Nilai IC50 dapat ditentukan dengan persamaan regresi linier antara log konsentrasi senyawa uji dengan nilai probit dari persentase penghambatan oksidasi senyawa uji yang dihasilkan. Potensi antioksidan dihitung pada saat penghambatan oksidasi yang maksimum dari senyawa uji, sesuai table berikut : Konsentrasi(%)
Log
Ekstrak etanol Penghambatan Nilai probit
Ekstrak air Penghambatan Nilai probit
0,01 0,02 0,03 0,04 0,05
konsentrasi -2,000 -1,699 -1,523 -1,398 -1,301
oksidasi (%) 65,531 85,640 89,969 91,692 92,311
5,401 6,052 6,281 6,388 6,438
oksidasi (%) 80,069 90,673 91,427 92,497 94,521
5,664 6,326 6,370 6,436 6,597
Hasil persamaaan regresi linier antara log konsentrasi senyawa uji (x) dengan nilai probit (y) adalah Y = 1,499X + 8,486 dengan r = 0,9747 (ekstrak etanol), sedangkan Y = 0,982X + 7,870 dengan r = 0,9634 (ekstrak air). Dengan memasukkan nilai probit = 5,00 (persen penghambatan oksidasi 50%) pada Y dari persamaan regresi linier tersebut, maka diperoleh nilai IC50 sebesar 4,726 x 10-3 % untuk ekstrak etanol dan 1,194 x 10-3 % untuk ekstrak air. Nilai IC50 yang diperoleh mempunyai hubungan berbanding terbalik dengan penghambatan oksidasinya, artinya semakin besar IC50 maka kemampuan penghambatan oksidasinya semakin kecil. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai IC 50 ekstrak etanol > ekstrak air, hal ini berarti ekstrak etanol infusa biji lamtoro mempunyai penghambatan oksidasi yang lebih kecil dibanding ekstrak airnya. Hasil persen penghambatan oksidasi dianalisis dengan anova dua jalan dan jika ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Tukey dengan taraf kepercayaan 95%. Uji ini dilakukan pada antar konsentrasi larutan uji dan antar waktu penyimpanan. Pada persen penghambatan oksidasi sebelum dianalisis dengan anova, dilakukan tes homogenitas varian untuk mengetahui apakah varian dari kelima perlakuan pada antar konsentrasi senyawa uji dan antar waktu penyimpanan adakah perbedaan, karena salah satu asumsi dasar anova adalah bahwa varian harus sama. Dari hasil tes homogenitas bahwa semua perlakuan adalah sama, maka dilanjutkan dengan uji anova. Berdasarkan hasil uji Tukey dapat dilihat bahwa pada perlakuan antar konsentrasi senyawa uji ada perbedaan yang signifkan dan ada pula yang berbeda tidak signifikan. Hal ini mungkin disebabkan karena kandungan zat aktifnya sama atau konsentrasi sampel yang hampir sama. Berdasarkan statistik, ekstrak air 0,05% adalah konsentrasi sampel yang memberikan penghambatan oksidasi terbesar. Hasil uji Tukey menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dan tidak signifikan dari beberapa perlakuan atau dari perbedaan waktu penyimnpanan. Dari hari ke-1 sampai ke-5 terdapat perbedaan yang signifikan karena terjadi peningkatan penghambatan oksidasi. Sedangkan pada hari ke-2 sampai ke-6 terdapat perbedaan yang tidak signifikan karena pada saat itu mulai terjadi penurunan penghambatan oksidasi. Penghambatan oksidasi maksimum terjadi pada hari ke-3 penyimpanan. Sehingga apabila akan mengkonsumsi antioksidan ini sebaiknya tiga hari setelah pembuatan, untuk mencapai hasil yang maksimum. PENUTUP Dari hasil penelitian yang telah dilakuakan dapat disimpulkan bahwa semua larutan uji mempunyai aktivitas antioksidan. Aktivitas yang paling besar dimiliki oleh rutin sebagai kontrol positifnya dan ekstrak air 0,05% sebagai sampel. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, bahwa biji lamtoro selain dapat digunakan sebagai obat cacing, bengkak (oedem), radang ginjal dan kencing manis dapat juga digunakan sebagai antioksidan. Sehingga biji lamtoro layak untuk dikonsumsi masyarakat sebagai obat tradisional, khususnya sebagai antioksidan. Jika diaplikasikan, biasanya antioksidan ini untuk pemakaian internal yaitu dengan
diminum atau ditelan. Kadar efektif untuk dapat sebagai antioksidan pada penelitian ini adalah 0,05% yang direbus dengan air dan efek maksimum akan terlihat pada hari ke-2.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1986, Index Herba Medisinal di Indonesia, PT Eisai Indonesia, Japan, 152. Anonim, 1989, Materia Medika Indonesia, Edisi V, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 303-305. Anonim, 2004, http:\\www.lcpang.tripod.com/jawaban.htm Backer, C. A., Brink, V. D. R. C., 1965, Flora of Java, Vol I, N. V. P. Noordhoff, Groningen, The Netherlands, 560. Basset, J., Denrey, R. C., Jeffery, G. H., Mendham, J., 1994, Buku Ajar Vogel : Kimia Anlisis Kuantitatif Anorganik, Alih Bahasa : A. Hadyana, L. Setiono, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 846-849. Budavari, S. (ed), 1996, The Merck Index, Thirdteenth Edition, Whitehouse Station, N J, 1106. Burda, S. dan Wieslaw O., 2001, Antioxidant and Antiradical Activities of Flavonoid, Journal of Agric. Food Chem, Vol. 49, 2776. Chairul, S. M, Ros Sumarny, Chairul, 2003, Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) secara In-Vitro, Majalah Farmasi Indonesia, Vol. XIV, No.4, 208-215. Cooper, H, Kenneth, 2001, Sehat Tanpa Obat Empat Langkah Revolusi Antioksidan, Diterjemahkan oleh Marlia Singgih, Penerbit Kaifa, Bandung, 46-48. Dalimartha, S., Mooryati, S., BR. A., 1999, Awet Muda Dengan Tumbuhan Obat dan Diet Suplemen, Trubus Agriwidya, Semarang, 1-8. Dhody, S. P., 1998, Agar Awet Muda, Trubus Agriwidya, Semarang, 21-32. Gitawati, R., 1995, Radikal Bebas-Sifat dan Peran dalam Menimbulkan Kerusakan atau Kematian Sel, Cermin Dunia Kedokteran, Vol. 102, 32-35. Hanasaki, Y., Ogawa, S., Fukui, S., 1994, The Correlation Between Active Oxygen, Scavenging and Antioxidative Effect of Flavonoids, Free Radical Biol. Med., Vol. 16, 845-850. Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Edisi Kedua, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Penerbit ITB, Bandung, 91. Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia II, Badan Litbang Departemen Kehutanan, Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta, 885-887. Heckelman, P. E., Smith, A. J., O’Neil, M., 2001, The Merck Index Thirdteenth Edition, An Encyclopedia of Chemicals and Biological, Merck Research Laboratories Division of Merck and Co., Whitehouse Station, N J, 8383. Husain, S. R., Cillard, J., and Cillard, P., 1987, Hidroxyl Scavenging Activity of Flavonoids, Phytochemystry, Vol. 26, 48. Kikuzaki, H., Hara S., Yayoi, K., and Nakatani, N., 1999, Antioxidative. Phenylpropanoids from Berries of Pimenta dioica, Journal of Phytochemistry, Vol. 52, 1307-1312. Kikuzaki, H., and Nakatani, N., 1993, Antioxidant Effects of Some Ginger Constituens, J. Food Sci., 58 (6), 1407. Kirugawa, K., Karugi, A., Kurechi, T., 1980, Chemistry and Implication of Degeneration of Phenolic Antioxidant, Food Antioxidant, Tokyo College of Pharmacy, Japan, 65-66.
Kusumawardani, A., 2001, Uji Aktivitas Antioksidan Curcuma xanthoriza, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta. Lautan, J., 1997, Radikal Bebas pada Eritrosit dan Leukosit, Cermin Dunia Kedokteran, Vol. 116, 49-52. Mangoting, D., Imang Irawan, Said Abdullah, 2005, Tanaman Lalap Berkhasiat Obat, Cetakan Pertama, Penebar Swadaya, Jakarta, 74. Markham, K. R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung, 15-21, 38, 63. Morel, L., Lescoat, G., Cilliard, P., Cilliard, J., 1994, Role of Flavonoid and Iron Chelationin Antioxidant Action, Methods Enzymol, 234, 437-443. Muhilal, 1991, Teori Radikal Bebas dalam Gizi dan Kedokteran, Cermin Dunia Kedokteran, Vol. 69, 9-10. Mulyati, Z. A., 2004, Isolasi dan Identifikasi Flavonoid Daun Lamtoro (Leucaena Glauca Bth.), Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta. Murray, Robbert K., Granner, D.K., Mayes, P.A., Rodwell, V. W., 1999, Biokimia Harper, Edisi 24, Diterjemahkan oleh Andy Hartono, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 174175. Narayana, K.R., 2001, Bioflavonoid Classification, Pharmacological, Biochemical Effect and Therapeutical Potential, Indian Journal of Pharmacology, Vol. 33, 2-16. Pramono, S., 1989, Pemisahan Flavonoid, Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1-12. Ratty, A. K., dan Das, N. P., 1988, Effect of Flavonoid Nonenzymatic Lipid Peroxidation : Structure Activity Relationship, Biochem. Med, 39, 69-79. Steenis, C. G. G. J. V., 1997, Flora untuk Sekolah di Indonesia, Diterjemahkan oleh Moeso Surjowinoto, PT Pradnya Pramita, Jakarta, 206. Suharman dan Mulja, 1995, Analisis Instrumental, Airlangga University Press, Surabaya, 26. Wasitaatmaja, S. M., 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, UI-Press, Jakarta, 196-201. Wijayakusuma, H., Wirian A. S., Yaputra T., Dalimartha S., Wibowo B., 1996, Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia, Jilid III, Penerbit Pustaka Kartini Anggota IKAPI Jaya, Jakarta, 35. Wijayakusuma, H., 1997, Hidup Sehat Cara Hembing, Buku 10, PT Gramedia, Jakarta, 37