ISSN: 2089-4740
DAFTAR ISI Vol. 5, No.2, Juni 2016
OPTIMASI DESAIN SHADING HORIZONTAL BANGUNAN KANTOR TERHADAP KENYAMANAN VISUAL PENERANGAN ALAMI
ArdianAriatsyah
1-8
Bustari, Khairul Huda
9-16
ArdianAriatsyah, Irzaidi
17-23
DAMPAK PENGGUNAAN ELEMEN ARSITEKTURAL PADA KORIDOR JALAN TERHADAP TERJADINYA URBAN HEAT ISLAND
Khairulhuda, Irfandi
24-28
A STUDY on R.F. Chisholm’s WORKS AND HIS INFLUENCED IN MADRAS PRESIDENCY, INDIA
Safwan
29-34
STUDI EVALUASI PASCA HUNI RUMAH SUSUN SEWA DI BANDA ACEH TERHADAP ASPEK ARSITEKTUR BANGUNAN DAN PERILAKU PENGHUNI
PERUBAHAN FUNGSI RUANG LUAR DALAM ARSITEKTUR MASJID DI INDONESIA
Jurnal Ilmu Arsitektur 5 (2) 2016
1
OPTIMASI DESAIN SHADING HORIZONTAL BANGUNAN KANTOR TERHADAP KENYAMANAN VISUAL PENERANGAN ALAMI
Ardian Ariatsyah
1
1
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Email:
[email protected]
ABSTRACT
Keywords: Penerangan Alami, Shading Horizontal, Bangunan Kantor
Issue konservasi energy banyak dipakai terutama pada pemanfaatan system pendinginan pasif dan penerangan alami. Pada daerah beriklim tropis, seperti Indonesia dengan cahaya matahari yang berlimpah perlu dimaksimalkan penggunaannya sebagai sumber penerangan alami pada siang hari, sehingga dapat menghemat penggunaan energy dan meningkatkan kinerja pengguna bangunan terutama pada bangunan komersial, seperti pada bangunan kantor. Desain shading horizontal sangat mempengaruhi perolehan cahaya matahari dalam bangunan sebagai upaya meminimalisasi panas dan glare yang terjadi. Sehingga salah satu cara untuk pengoptimalan penerangan alami pada bangunan kantor diperlukan desain shading horizontal yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan desain yang paling optimal dari shading horizontal terhadap kenyamanan visual penerangan alami pada bangunan kantor. Metode penelitian yang dipakai bersifat kuantitatif, yaitu melakukan pengukuran dari hasil eksperimen dengan media model dan simulasi computer program superlite yang hasilnya akan dikaji dan dijadikan dasar klasifikasi ke dalam panduan desain optimasi penerangan alami pada bangunan kantor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan dan semakin panjang elemen shading horizontal mengakibatkan menurunnya tingkat pencahayaan dan distribusi cahaya semakin merata. Desain shading horizontal yang optimal pada penerapan penerangan alami terjadi pada type penggabungan shading horizontal dan light-self dengan bentang 90 cm. Hasil ini dapat dijadikan rekomendasi pada optimalisasi desain shading horizontal bangunan kantor terhadap kenyamanan visual penerangan alami.
©2015 JIA JAFT UNSYIAH
1. PENDAHULUAN
Jika kita berdiskusi dan mencoba mengaplikasikan berbagai teknik atau teori untuk usaha penghematan energy pada bangunan tinggi maupun rendah, menurut Carroll, Debra D.et al, 1986 (dalam Danny Santoso Mintorogo, 1999), maka factor penerangan pada bangunan sangat memegang peranan penting. Krisis energi dan pemanasan global menyadarkan para arsitek agar lebih bijak dalam menata lingkungan binaan dan untuk lebih memanfaatkan semua potensi energi terbarukan yang tersedia. Suryabrata (2000), dalam Perancangan Bioklimatik, Sebuah Strategi untuk Mewujudkan Pembangunan yang Berkelanjutan, menulis bahwa “penghematan energy juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan penerangan alami
(daylighting). Penerangan alami merupakan potensi yang sangat besar apabila dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menghemat konsumsi energy yang digunakan untuk penerangan ruang dalam”. Sebelum lampu ditemukan, arsitek pada zaman dahulu sudah memanfaatkan pencahayaaan alami sebagai satu-satunya sumber pencahayaan pada bangunan di siang hari. Namun pencahayaan alami konvensional melalui bukaan jendela memiliki keterbatasan seperti, panas yang ditimbulkan, potensi menimbulkan silau dan keterbatasan dalam distribusi keseragaman cahaya dalam ruang. Pembayangan sinar matahari adalah merupakan salah satu cara yang efisien untuk mengurangi beban panas, walaupun rambatan panas juga dapat
2
Nama/JIA Vol.5 No.2Juni 2016
dikontrol dengan perancangan luas jendela. Efek visual dari pencahayaan adalah bagian yang penting dari keseluruhan kehidupan dan lingkungan kerja. Penggunaan pencahayaan alami sebagai sumber utama atau sekunder dari penerangan memiliki keuntungan dalam hal penghematan energi, meningkatkan produktivitas dan kesehatan. Penggunaan pencahayaan alami dapat mengurangi beban penerangan dan pendinginan secara signifikan dan meningkatkan preferensi penghuni, keleluasaan visual, dan efek yang menyenangkan. 2. CAHAYA DAN TERANG ALAMI
Cahaya matahari yang masuk ke dalam bangunan dapat dibedakan menjadi tiga (Szokolay et al, 2001), yaitu: 1. Cahaya matahari langsung 2. Cahaya difus dari terang langit 3. Cahaya difus dari pantulan tanah atau bangunan lainnya Pada kondisi iklim tropis, cahaya matahari langsung harus selalu dihindari karena membawa panas masuk ke dalam bangunan, caranya dapat melalui desain bentuk bangunan dan elemen pembayangan (shading devices) baik yang bergerak maupun yang tetap. Komponen pencahayaan yang dapat digunakan yaitu komponen 2 dan 3. Intensitas cahaya difus dari terang langit bervariasi bergantung pada kondisi terang langit (cerah atau berawan). Cahaya difus dari pantulan tanah atau bangunan lain dapat menyebabkan masalah kesilauan karena sudut datangnya yang rendah, tetapi merupakan solusi paling baik untuk kawasan iklim tropis dan sub-tropis. 2. SISTEM PENCAHAYAAN ALAMI PADA BANGUNAN
Secara umum, cahaya alami didistribusikan ke dalam ruangan melalui bukaan di samping (side lighting), bukaan di atas (top lighting), atau kombinasi keduanya. Tipe bangunan ketinggian, rasio bangunan dan tata massa, dan keberadaan bangunan lain di sekitar merupakan pertimbanganpertimbangan pemilihan strategi pencahayaan (Kroelinger, 2005). William M. C. Lam (Sunlighting:66), juga menyatakan ada dua strategi yang dapat dilakukan untuk memasukkan daylight ke dalam ruangan bangunan, yaitu: a. Memasukkan cahaya dari atas
(Toplighting), yaitu penerangan yang berasal dari atas berupa skylight, clerestory, atria maupun roof monitor. Toplighting seperti ini adalah cara yang ampuh untuk memaksimalkan tingkat penerangan dan iluminasi dalam ruang. b. Memasukkan cahaya dari sisi-sisi dinding, pemasukan cahaya dari bukaan-bukaan pada dinding dengan bantuan permukaan langit-langit atau dinding dapat menjadi system penerangan yang baik untuk sebuah ruangan. Pendapat ini menjadi pertimbangan dalam proses penentuan model-model selubung mangunan dan keterkaitan dengan sumber cahaya dan lingkungan sekitar obyek bangunan. Sistem pencahayaan samping (side lighting) ini merupakan system pencahayaan alami yang paling banyak digunakan pada bangunan. Selain memasukkan cahaya, juga memberikan keleluasaan view, orientasi, konektivitas luar & dalam, dan ventilasi udara. Posisi jendela pada dinding dapat dibedakan menjadi 3: tinggi, sedang, rendah, yang penerapannya berdasarkan kebutuhan distribusi cahaya dan sistem dinding. Strategi desain pencahayaan samping yang umum digunakan antara lain: • Single side lighting, kuat, semakin jauh jarak dari jendela intensitasnya s • Bilateral lighting, pemerataan distribusi cahaya, bergantung pada lebar dan tinggi ruang, serta letak bukaan pencahayaan. Multilateral lighting, mengurangi silau dan kontras, meningkatkan pemerataan distribusi cahaya pada permukaan horizontal dan vertikal, dan memberikan lebih dari satu zona utama pencahayaan alami. • Clerestories, jendela atas dengan ketinggian 210 cm di atas lantai, merupa strategi yang baik untuk pencahayaan setempat pada permukaan horizontal atau vertikal. Perletakan bukaan cahaya tinggi di dinding dapat memberikan penetrasi cahaya yang lebih dalam ke dalam bangunan. Light shelves, memisahkan kaca untuk pandangan dan kaca untuk pencahayaan. Bisa berupa elemen eksternal, internal, atau kombinasi keduanya.
Nama/JIA Vol.5 No.2 Juni 2016
Borrowed light, bersebelahan, misalnya pencahayaan koridor yang di transparan ruang di sebelahnya. 3. FAKTOR PENCAHAYAAN ALAMI SIANG HARI
Faktor pencahayaan alami siang hari adalah perbandingan tingkat pencahayaan pada suatu titik dari suatu bidang tertentu di dalam suatu ruangan terhadap ting bidang datar di lapangan terbuka yang merupakan ukuran kinerja lubang cahaya ruangan tersebut. Faktor pencahayaan alami siang hari terdiri dari 3 komponen meliputi: 1. Sky component (SC), yaitu komponen pencahayaan langsung dari cahaya langit 2. Externally reflected component (ERC), yaitu komponen pencahayaan dari refleksi bendabenda yang berada di sekitar bangunan yangbersangkutan. 3. Internally reflected component (IRC), yaitu komponen pencahayaan dari refleksi permukaan-permukaan dalam ruangan.
3
b. Tipe horizontal (horizontal shading devices), yaitu alat yang memberikan naungan dengan bentuk horisontal. Horizontal devices atau dapat dikatakan sebagai overhang diperlukan untuk control silau dan pembuat naungan yang berfungsi menurut musim iklimnya. Pada umumnya overhang disambungkan dengan atap. Pada iklim tropis biasanya overhang mempunyai ukuran yang lebih lebar untuk membuat naungan yang besar. Naungan yang cukup merupakan syarat utama keberhasilan perancangan pencahayaan alami bangunan. beberapa ada yang merancang cahaya dengan system overhang tidak berbentuk solid untuk shading devices, karena overhangs ini dapat mengatur efek cahaya yang masuk dengan melipat atau terbuka.
4. SHADING DEVICES
Sading Devices (Syam, 2013) terbagi atas dua tipe, yaitu: a. Tipe vertikal (vertical shading devices) yaitu alat yang memberikan naungan dengan bentuk vertikal atau berdiri. Vertical devices mengatur sudut rendah jatuh cahaya dengan menutup area yang “bermasalah” apabila terkena cahaya. Alat ini sederhana dan akan sangat bermanfaat apabila digunakan untuk mendukung fungsi horizontal shading devices. Secara umum, dapat dikatakan bahwa shading devices jenis ini kurang baik dalam memantulkan cahaya. Elemen vertikal seperti dinding dan kolom seharusnya saling berkaitan dengan elemen horisontal sehingga membentuk pola kubus. Penyudutan sisi timur dan barat ke arah selatan dan utara meningkatkan ketidakfungsian vertikal devices untuk melindungi bangunan dari cahaya matahari, dan tidak efektif dalam memberikan sudut pandang arah timur dan barat.
5. BANGUNAN KANTOR
Pada dasarnya kantor adalah suatu wadah yang menampung kegiatan manusia dalam melakukan aktifitas administrasi suatu instansi, organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Richard MacCormac dalam tulisannya pada sebuah artikel ‘Architectural Review’ mengemukakan bahwa bangunan kantor adalah seharusnya sebuah tempat yang penting untuk transaksi umum (general transaction).
6. TYPOLOGI BANGUNAN KANTOR
Leonar Manasseh dan Roger Cunliffe dalam Office Building, mengklasifikasikan bentuk bangunan
4
Nama/JIA Vol.5 No.2Juni 2016
kantor menjadi 8 kategori yang pada hakekatnya bentuk dasar atau typologi bangunan kantor tersebut adalah bentuk persegi empat, bujursangkar dan lingkaran dengan bagian tengah pada masing-masing bentuk terdapat core.
pelindung matahari hanya akan memenuhi fungsinya secara efektif bila ditempatkan di luar bangunan atau di depan kaca.
Sementara Santa Raymond dan Roger Cunliffe (dalam Tomorrows Office:121), menyatakan bahwa bentuk sebuah bangunan dipengaruhi oleh site, peraturan perencana lokal, kebutuhan pemilik/pemakai, struktur dan kecenderungan dari designer. Mereka mengklasifikasikan bentuk bangunan kantor menjadi 4 (empat) kelompok berdasarkan pembagian, jumlah dan besaran zona ruang kerja. Namun pada hakekatnya bentuk dasarnya adalah persegi panjang dan bujur-sangkar.
SUPERLITE adalah salah satu dari beberapa program simulasi daylight yang dapat memprediksi iluminasi dalam ruang sebagai akibat dari suatu sistem penerangan alam maupun dari penggunaan sistem penerangan buatan. Semua tinkatan penerangan dalam suatu ruang pada bangunan yang disimulasi dapat dimodelkan oleh program ini (sumber: User’s Manual Superlite 2.0).
gambar: Bentuk-bentuk bangunan kantor (Sumber: Santa Raymond dan Roger Cunliffe: 121)
7. STRATEGI DAYLIGHTING BANGUNAN KANTOR
Masalah utama arsitektur di daerah tropis adalah bagaimana melindungi bangunan dari cahaya matahari yang berlebih, terutama cahaya langsung yang dapat mengakibatkan silau dan panas dalam ruangan. Menurut Lippsmeier (1994), perlindungan terhadap cahaya matahari dapat dilakukan, salah satunya dengan cara memberikan elemen pelindung tidak tembus cahaya. Hal terpenting bagi elemen pelindung adalah harus dapat memenuhi fungsinya. Permainan bentuk dan ukuran diharapkan dapat memenuhi efektifitas kerja elemen pelindung tersebut, dan setiap
8. SIMULASI DAYLIGHT
Program Superlite yang digunakan saat ini adalah Superlite versi 2, memiliki dua jenis input, yaitu short input dan comprehensive input. Jenis short input hanya digunakan pada sebuah ruangan persegi-empat sederhana dengan bukaan hanya terdapat di salah satu sisi permukaan ruang saja, baik bukaan di dinding maupun di plafon. Adanya penghalang di luar bangunan dibatasi hanya satu buah dan bidang kerja yang dapat di simulasi juga hanya satu, misal bidang kerja pada permukaan lantai. Untuk jenis comprehensive input, dapat dilakukan simulasi pada ruang yang tidak berbentuk persegi-empat dan pada beberapa bidang kerja, baik bidang kerja di permukaan lantai maupun di permukaan dinding. Kelebihan dari program diantaranya adalah :
Superlite
2.0
ini,
Semua bentuk geometri ruang dapat disimulasi, baik bentuk persegi, bentuk L maupun bentuk trapezoid (berlaku untuk jenis comprehensive input)
Jenis jendela yang dimodelkan dapat berupa clear glass, difussing glass, reflecting glass, maupun kaca yang menggunakan gorden.
Perhitungan daylighting dapat dilakukan untuk berbagai kondisi langit
Nama/JIA Vol.5 No.2 Juni 2016
Data-data iluminasi dihitung berdasarkan titik-titik ukur yang ditentukan oleh pengguna program tersebut.
5
Berdasarkan uraian pada Strategi Daylaighting bangunan Kantor, pemodelan bentuk shading horizontal adalah sebagai berikut.
9. PENENTUAN MODEL BANGUNAN
Pemodelan bangunan dilakukan untuk mencari suatu alternatif dengan variabel bentuk selubung bangunan, seperti penggunaan type dan ukuran elemen shading horizontal dan luas bukaan agar mendapatkan hasil yang optimal sebagai acuan pada perencanaan penerangan alami. Bentuk bangunan yang akan digunakan pada penelitian mengikuti karakteristik dan mendekati prototype bangunan kantor.
Gambar: Model shading Horizontal bagian atas bukaan.
Gambar:
Model shading horizontal bangian tengah bukaan (Horizontal light-self)
Gambar:
Model shading horizontal kombinasi bangian atas dan light-self
Gambar: Model bangunan bentuk dasarbujursangkar
Gambar: Model bangunan bentuk dasar persegi panjang
6
Nama/JIA Vol.5 No.2Juni 2016
Pemodelan elemen shading horizontal juga dilakukan dengan mengubah panjang dan jarak dari elemen masing-masing model shading tersebut. Perubahan berdasarkan kelipatan dari bahan bangunan, yaitu 30 cm dengan pertimbangan mempermudah dan penghematan. Variasi ukuran panjang sebagai berikut: a. b. c. d.
Sosoran dengan panjang 60 cm Sosoran dengan panjang 90 cm Sosoran dengan panjang 120 cm Sosoran dengan panjang 150 cm
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengetahui kondisi pencahayaan alami melalui optimasi desain shading horizontal, dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar: Langkah-langkah simulasi pendahuluan
b. Simulasi Kondisi Pencahayaan Alami, untuk mengetahui kondisi pencahayaan alami melalui optimasi desain shading horizontal.
Gambar: Langkah-langkah simulasi kondisi pencahayaan alami Gambar: Diagram analisis tingkat pencahayaan
11. OPTIMASI DESAIN SHADING HORIZONTAL
10. EKSPERIMEN/SIMULASI
Pemahaman optimal adalah pencapaian tingkat pencahayaan mencapai standar kebutuhan penerangan pada bangunan, silau (glare) seminimal mungkin dan distribusi yang merata.
Dilakukan dua tahap, yaitu: a. Simulasi Pendahuluan, menentukan waktu dan lantai simulasi serta bentuk dasar bangunan.
Tingkat Pencahayaan, dengan dilakukannya penambahan elemen shading horizontal dengan bukaan 70%, mempunyai tingkat pencahayaan maksimum dalam ruangan yang mencukupi
Nama/JIA Vol.5 No.2 Juni 2016
untuk standar bangunan kantor, yaitu lebih dari 350 lux. Terlihat pada gambar di bawah ini.
7
Berdasarkan analisa, terlihat bahwa penambahan elemen shading horizontal mengakibatkan menurunnya tingkat pencahayaan dan distribusi cahaya dalam ruangan, sementara kontras yang terjadi semakin mengecil, terlihat pada tabel berikut. Tabel: Interval tingkat penerangan alami pada bangunan kantor
Gambar: Tingkat pencahayaan maksimum pada bangunan dengan penambahan elemen shading horizontal.
Distribusi Cahaya Dalam Ruang, dengan penambahan elemen shading horizontal tidak menyebabkan terjadinya perubahan yang signifikan pada nilai perbandingan tingkat pencahayaan maksimumdan rata-rata (distribusi cahaya dalam ruang) dan kecenderungan semakin panjang elemen shading horizontal semakin kecil niali perbandingan tingkat pencahayaan maksimum dan rata-rata.
Gambar: Perbandingan tingkat pencahayaan maksimum dan rata-rata pada bangunan dengan penambahan elemen shading horizontal.
Tabel: Nilai perbandingan maksimum rata-rata dan minimum ratarata
8
Nama/JIA Vol.5 No.2Juni 2016
11. KESIMPULAN
Strategi penerapan penerangan alami pada bangunan kantor di daerah tropis lembab sangat berpengaruh pada desain shading horizontal. Penambahan elemen shading horizontal mengakibatkan menurunnya tingkat pencahayaan dan distribusi cahaya penerangan alami, dan kontras yang semakin mengecil. kualitas tingkat pencahayaan dan distribusi cahaya penerangan alami yang paling baik dan optimal pada bangunan kantor terjadi pada model bangunan menggunakan elemen shading horizontal dengan panjang 90 cm. Sementara tingkat pencahayaan dan distribusi cahaya penerangan alami paling rendah yang direkomendasikan terjadi pada shading horizontal dengan panjang 150 cm.
DAFTAR PUSTAKA
Szokolay, S.V., Arvind Krishan, Nick Baker, dan Simon Yannas. 2001. Climate ResponsiveArchitecture; A Design handbook for Energy Efficient Building. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Co.Ltd SNI 03-6197-2000 tentang Konservasi Energi Sistem Pencahayaan pada Bangunan Gedung. Badan Standardisasi Nasional. SNI 03-2396-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada Bangunan Gedung. Badan Standardisasi Nasional. Leonar Manasseh dan Roger Cunliffe (1962). Office Building. London and New York. Santa
Raymond dan Roger Cunliffe (1997). Tomorrow’s Office, Creating Effective and Humane Interior. London and New York.
Lippsmeier, (1994). Bangunan Tropis, Penerbit Erlangga, Jakarta. Moore, Fuller. (1991). Concepts And Practice Of Architecture Daylighting. Van Norstand Reinhold Company, New York. Murdoch Joseph, 1985, Illumination Engineering. Macmillan Publising Company, New York.
Robbins, Claude L. (1986). Daylighting: Design and Analysis. Van Nostrand Reinhold Company, New York. Steffi Gary R, 1990, Architectural Lighting Design, Van Nostrand Reinhold Company, New York. Szokolay, S. V. (1980 a). Environmental Science Handbook For Architect and Builder. Halsted Press. New York. Szokolay, S.V., Arvind Krishan, Nick Baker, dan Simon Yannas. 2001. Climate Responsive Architecture; A Design handbook for Energy Efficient Building. New Delhi: Tata McGrawHill Publishing Co.Ltd --------------- (1994). Superlite 2.0 ; User’s Manual, Program Description anf Tutorial Predicting Daylighting and Lighting Performance. Lawrence Berkeley Laboratory. California. Mintorogo, D. S. (1999), “Strategi Daylighting Pada Bangunan Multi Lantai”, ………………………………
Li, D.H.W., Lam, T.N.T., Wong, S.L. (2006) : Lighting and energy performance for an office using high frequency dimming controls, Energy Conversion and Management, 47, 1133– 1145. Lippsmeier, G. (1997) : Bangunan Tropis, Erlangga, Jakarta, 22