Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK Katerina1), Hari Purnomo2), dan Sri Nastiti N. Ekasiwi3) Bidang Keahlian Perancangan Arsitektur, Pascasarjana Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111, Indonesia e-mail:
[email protected] 2,3) Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111, Indonesia 1)
ABSTRAK Bangunan asrama mahasiswa kerap kali hanya dirancang secara sederhana dan mempunyai standar ruang minimum sehingga kenyamanan termal belum dapat dirasakan secara optimal. Penataan massa yang tidak sesuai dengan arah datangnya angin serta bukaan yang minim menjadikan unit kamar tidak mendapat sirkulasi udara dengan baik. Disamping itu, keberadaan area jemur juga diperlukan mahasiswa meskipun telah tersedia jasa laundry. Area jemur perlu mendapat sinar matahari langsung. Namun penempatannya menyebabkan gangguan visual pada fasade. Di lain pihak, kenyamanan termal membutuhkan bukaan yang cukup untuk ventilasi namun menghindari sinar matahari langsung. Kedua hal ini akhirnya menjadi konflik dalam merancang fasade bangunan asrama yang disebabkan luas olahan bidangnya sangat terbatas. Pendekatan arsitektur bioklimatik dipilih sebagai solusi permasalahan ini karena memiliki penekanan perancangan bangunan yang bersinergi dengan iklim sehingga dampaknya dapat menghemat pemakaian energi listrik. Penelitian diawali dengan survey kepada pengguna terkait kebutuhan mahasiswa terhadap kenyamanan termal dan jemuran dari faktor personal dan teritorial. Melalui metode transformasi dan olah geometri diperoleh rancangan berupa pengolahan bentuk massa dan fasade-luar bangunan yang menggunakan alat pembayang matahari bidang horizontal dan light shelves serta fasadedalam sebagai area jemuran dengan vertical landscaping yang menyatu dengan rancangan bangunan. Kata kunci: Asrama Mahasiswa, Arsitektur Bioklimatik, Ventilasi, Jemuran, Transformasi, Geometri
PENDAHULUAN Asrama dikenal sebagai suatu bangunan tempat tinggal yang terdiri dari unit-unit kamar yang dapat ditempati oleh beberapa penghuni untuk jangka waktu cukup lama dengan biaya yang terbilang relatif murah. Asrama mahasiswa biasanya dibangun dalam kawasan kampus agar mahasiswa mendapatkan segala kemudahan akses, kenyamanan, serta fasilitas yang menunjang kehidupan dan aktivitas mereka sehari-hari. Salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki bangunan asrama mahasiswa adalah Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Dalam merancang sebuah bangunan khususnya asrama, maka perlu memperhatikan aspek-aspek kebutuhan manusia mencakup aktifitas hunian serta kenyamanan untuk menjamin aktifitas tersebut berjalan dengan baik. Meninjau masalah kenyamanan baik secara fisik dan psikologis pada bangunan asrama maka kualitas udara dalam suatu ruangan (indoor ISBN : 978-602-97491-7-5 B-16-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
air quality) dan kenyamanan termal (thermal comfort) adalah faktor yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas suatu bangunan. Kenyamanan termal dalam bangunan tergantung pada iklim setempat. Untuk memulai suatu perencanaan dalam merancang bangunan, perlu diteliti persyaratan-persyaratan iklim setempat secara terperinci khususnya untuk tropis lembab (Lippsmeier, 1980), yaitu: matahari, angin, curah hujan, dan kelembaban udara. Kota Surabaya mempunyai kelembaban relatif (RH) yang sangat tinggi mencapai 90%, radiasi matahari yang tinggi, dan curah hujan yang cukup banyak. Adanya temperatur dan kelembaban yang relatif tinggi, maka Surabaya sering dikatakan kota yang panas dan tidak nyaman baik pada siang atau malam hari. Dalam mengurangi rasa nyaman tersebut diperlukan pemanfaatan angin untuk penghawaan alami dalam bangunan. Arah angin terbanyak bertiup dari arah Timur ke Barat pada bulan April-Nopember (Surabaya Dalam Angka 2011). Aspek kebutuhan penghuni yang perlu disediakan selain unit hunian yang nyaman yaitu tersedianya area jemuran. Mayoritas dari penghuni masih mencuci pakaian sendiri meskipun telah tersedia jasa laundry. Terkait jemuran terdapat dua tuntutan yang perlu diperhatikan yaitu teritorialitas dan faktor personal. Pembentukan kawasan teritorial adalah mekanisme perilaku untuk mencapai privasi tertentu dengan batas-batas yang nyata dan berada di tempat yang relatif sama. Dengan adanya faktor personal maka teritorial menjadi suatu kawasan yang lebih privat dan dekat dengan jangkauan setiap individu. Faktor personal menginginkan area jemur yang tidak bercampur dengan orang lain dan adanya perlindungan terhadap jemuran yang bersifat pribadi agar tidak mudah dilihat orang lain secara langsung (Altman, 1975). Adanya kebutuhan kenyamanan termal dimana radiasi matahari perlu dikurangi tetapi sebaliknya area penjemuran sangat membutuhkan sinar matahari yang banyak sehingga menjadikan konflik bagi bangunan asrama sehingga perlu diberikan solusi dan dirancang secara baik. Pendekatan konsep arsitektur bioklimatik dipilih karena menekankan perancangan bangunan yang bersinergi dengan iklim sehingga dapat menghemat pemakaian energi listrik untuk penerangan dan penghawaan (Yeang, 1994). Tujuan Penelitian Penelitian ini secara khusus bertujuan merancang fasade bangunan asrama mahasiswa yang memperhatikan kenyamanan termal unit hunian dan menyediakan area jemur yang mampu mengurangi gangguan visual dengan menerapkan pendekatan arsitektur bioklimatik di daerah tropis lembab. METODE Riset perancangan yang dilakukan meliputi analisa, sintesa, dan evaluasi. Pada tahap awal yaitu menganalisa kajian teori dan studi preseden sehingga didapatkan parameter dan kriteria desain mengenai prinsip bioklimatik dan bangunan asrama mahasiswa. Pada tahap ini juga menganalisa data iklim mikro lahan setempat, kondisi fisik bangunan, dan menyebarkan kuesioner terkait permasalahan kenyamanan termal dan kebutuhan area jemur. Dari data- data yang didapat kemudian diolah menggunakan metode transformasi dan olah geometri (Antoniades, 1990) untuk mendapatkan hasil fasade bangunan yang memperhatikan iklim setempat dan mampu menyediakan area jemur tanpa mengganggu kenyamanan visual. Hasil rancangan kemudian di evaluasi dan disesuaikan dengan parameter serta kriteria desain yang telah dibuat.
ISBN : 978-602-97491-7-5 B-16-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada hasil penyusunan kriteria desain untuk bangunan asrama mahasiswa terkait kenyamanan termal dan area jemur maka ada beberapa hal yang masih dijadikan acuan dalam proses merancang selanjutnya yaitu: Orientasi bangunan memanjang sumbu Timur-Barat. Bangunan asrama dengan ketinggian 4 lantai. Bentukan massa yang ramping dengan model twin block sehingga dapat menghasilkan kapasitas unit hunian banyak (96 kamar). Ruang publik, area sirkulasi diletakan pada sisi Timur-Barat untuk menghindari radiasi matahari secara langsung yang mengenai dinding unit hunian. Memiliki innercourt sebagai area terbuka hijau. Tersedianya area jemuran yang memperhatikan posisi, arah hadap pakaian, dan kapasitas jemuran.
Gambar 1 Analisa Orientasi Massa Terhadap Arah Angin
Gambar 2 Transformasi Bentuk Unit Kamar ISBN : 978-602-97491-7-5 B-16-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
Orientasi massa dihadapkan pada arah aliran angin terbanyak yaitu Timur, TimurTimur Laut, Barat, dan Barat-Barat Laut sehingga memiliki dua alternatif orientasi bangunan tipe A dan B (lihat Gambar 1). Dalam menunjang kebutuhan penghawaan dan pencahayaan alami pada unit hunian maka fasade-luar mengoptimalkan orientasi bukaan dari arah UtaraTimur Laut dan Selatan-Tenggara sedangkan area jemur pada fasade-dalam mengoptimalkan orientasi bukaan dari arah Selatan-Barat Daya dan Barat-Barat-Laut sehingga pilihan terbaik adalah tipe massa B (bentuk menyerupai huruf ‘V’). Setelah mendapat orientasi bukaan bangunan maka dilanjutkan proses merancang denah dan fasade dengan saluran perubahan bentuk (transformation) dalam geometri (lihat Gambar 2) dengan tahapan yaitu: 1. Pemotongan (cut/shear), 2. Penambahan (addition), 3. Penggeseran (friction), 4. Pengumpulan (accumulation), 5. Penumpukan (stacking), Bentuk asal geometri denah asrama mahasiswa adalah segi empat (rectangular) kemudian bentukan segi empat di potong (cut) pada salah satu sisinya untuk dijadikan bukaan pada fasade-luar. Pemotongan sisi ditinjau berdasarkan arah aliran angin berasal yaitu arah Timur (terbanyak) dan Timur-Timur Laut sehingga menjadikan bentuk baru yaitu trapesium atau segi empat yang ditambahkan dengan bentuk segitiga. Bentukan dari segitiga dengan segi empat ini menjadi perulangan yang akan berfungsi sebagai sosoran (overstek) dari bentukan denah kamar yang kemudian dikumpulkan menjadi kesatuan bentuk unit kamar. Penumpukan terjadi pada susunan unit kamar setinggi 4 lantai. Beberapa model jendela yang dapat memasukan aliran angin lebih banyak yaitu tipe casement (90%), jalousie (75%), dan awning (75%) (lihat Gambar 3). Jendela tipe casement adalah jendela yang dibuka dengan cara mendorong keluar. Tipe jendela ini memungkinkan udara dan sinar matahari yang masuk lebih maksimal sehingga tipe casement digunakan untuk fasade-luar. Tipe jalousie adalah jendela yang terdiri dari beberapa potongan kaca persegi panjang yang disusun sehingga menjadi sebuah kaca jendela. Kelebihan dari tipe jendela ini yaitu dapat mengatur jumlah udara yang masuk dengan mengubah kemiringan susunan kaca tersebut tanpa membutuhkan jangkauan besar dalam membuka. Tipe ini digunakan pada fasade-dalam.
Gambar 3 Model Jendela (Boutet, 1987)
Untuk mengurangi radiasi matahari, maka diperlukan alat pembayang yang akan diletakkan pada bagian fasade luar. Posisi pergerakan matahari diambil pada bulan Juli (bulan dengan durasi penyinaran terlama dan memilih sudut pada waktu dimana arah sinar mulai mengganggu kenyamanan seperti antara pukul 9.00-15.00).
ISBN : 978-602-97491-7-5 B-16-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
Gambar 4 Analisa Penggunaan Alat Pembayang Matahari Sebagai Elemen Fasade-luar Berdasarkan Sudut Altitude Posisi Matahari Pada Bulan Juli
Hasil yang cukup baik dipilih yaitu pada penggunaan overstek sepanjang 60 cm dibawah lubang ventilasi disertai horizontal blind. Untuk mengurangi beberapa sinar matahari yang masuk melalui lubang cahaya maka diberikan light shelves yang berfungsi untuk mendistribusikan cahaya lebih banyak ke dalam ruangan kamar sehingga kamar mendapat pencahayaan alami secara optimal dan tidak lembab.
Fasadeluar
Fasadedalam
Gambar 5 Pergerakan Posisi Matahari dari Sudut Altitude Pada Bulan Juli dan Penggunaan Light Shelves Pada Potongan Kamar Asrama yang Berguna untuk Mendistribusikan Cahaya ke Dalam Ruangan
Gambar 6 Pergerakan Posisi Matahari dari Sudut Azimuth Pada Bulan Juli Terhadap Denah Kamar ISBN : 978-602-97491-7-5 B-16-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
Gambar 7 Tampilan Fasade-luar
Kriteria jemuran yang di dapat dari survey kepada penghuni berdasarkan faktor personal dan teritorial yaitu: Posisi jemuran: terkena sinar matahari langsung dan menjadi penghalang bagi dinding kamar dari radiasi matahari, tidak menghalangi aliran udara pada pintu dan jendela, tiap unit kamar mempunyai area jemur untuk 2 orang. Tampilan: desain jemuran yang efektif, mampu memberi perlindungan privasi atau menjaga kenyamanan visual, memungkinkan alih fungsi, praktis dalam penggunaan, dan tetap dapat digunakan saat musim penghujan. Efektifitas dan efisien: dekat dengan jangkauan (jika hujan dapat segera di antisipasi). Kapasitas: menampung rata-rata 5-10 pakaian/orang/hari atau 15-25 pakaian/orang/minggu. Untuk lebih banyak menampung dapat diberi fitur penggantung (hanger). Keamanan: tidak mudah jatuh saat diterpa angin kencang sehingga diberi fitur penjepit, tidak mudah dicuri orang lain. Material: kuat menahan beban pakaian, tahan terhadap segala cuaca, awet, tidak mudah berkarat. Penempatan arah hadap jemuran terhadap sumbu koridor: terdapat 2 alternatif. Dengan memperhatikan arah sinar matahari dan angin maka potensi arah hadap jemuran yang paling baik pada model B.
Gambar 8 Perletakan Area Jemur Terhadap Pengaruh Sinar Matahari dan Tampak Atasdepan dari Jemuran
ISBN : 978-602-97491-7-5 B-16-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
Tampilan jemuran Lipat aluminium
Kelebihan Saat tidak ada jemuran maka kisi aluminium dapat dilipat sehingga tampak seperti railing koridor. Saat hujan, lipat aluminium dapat diarahkan ke dalam area koridor Posisi jemuran tidak menghalangi aliran udara tiap area kamar Bahan aluminium yang ringan, tahan terhadap air, dan mampu menghantar panas dengan baik sehingga pakaian yang dijemur cepat kering Tampilan lebih menyatu dengan fasade
Kekurangan Kurang perlindungan terhadap view sehingga perlu diberikan perlindungan seperti adanya vertical landscaping.
Model jemuran lipat ini cukup memiliki semua kriteria jemuran yang dibutuhkan yaitu posisinya yang terkena sinar matahari langsung, dekat dengan jangkauan, sangat memungkinkan untuk alih fungsi, saat hujan arah lipatan jemuran dapat dipindah ke dalam bagian koridor, kapasitas banyak, material yang digunakan tahan terhadap segala cuaca, dan tahan lama. Adanya vertical landscaping. berfungsi untuk memberi kesegaran visual dan mampu mereduksi sinar matahari yang mengenai dinding kamar. Pukul 09.00 sinar matahari sudah dapat mengenai area jemuran pada lantai bawah saat lebar innercourt 13 m sedangkan sinar matahari yang mengenai area jemuran dengan lebar innercourt 6,5 m (bentang paling pendek) baru dapat dirasakan pada pukul 11.00 ditunjukkan dengan potongan gambar di bawah ini.
Gambar 9 Potongan Kamar dan Area Jemur Model Lipat Aluminium yang Diberi Perlindungan dengan Vertical Landscaping
ISBN : 978-602-97491-7-5 B-16-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 27 Juli 2013
Gambar 10 Tampilan Fasade-dalam
KESIMPULAN DAN SARAN Dalam memenuhi aspek kebutuhan manusia dan kenyamanan termal dengan pendekatan bioklimatik pada unit hunian maka didapatkan hasil rancangan berupa massa bangunan berbentuk huruf ‘V’ dengan orientasi bukaan ke arah Utara-Timur Laut dan Selatan-Tenggara. Penyelesaian pada fasade-luar menggunakan overstek dengan panjang 60 cm dan horizontal blind untuk mengurangi panas berlebih serta penggunaan light shelves untuk mendistribusikan pantulan sinar matahari lebih banyak sehingga ruangan kamar mendapat pencahayaan alami dengan optimal. Pada fasade-dalam disediakan area jemur dengan model lipat pada tiap unit hunian dengan sentuhan vertical landscaping yang menyatu dengan fasade. Hasil penelitian dan perancangan ini direkomendasikan kepada para akademisi dan praktisi sebagai bahan acuan atau pertimbangan dalam merancang bangunan asrama mahasiswa di daerah iklim tropis lembab dan dapat dikembangkan pada penelitian lanjutan mengenai konsep arsitektur bioklimatik. DAFTAR PUSTAKA Altman, I. (1975), The Environmental and Social Behaviour, Brooks/Cole Publishing Company, California. Antoniades, Anthony C. (1992), Poetics of Architecture: Theory of Design, Van Nostrand Reinhold, New York. Biro Pusat Statistik. (2011), Surabaya dalam Angka 2011, BPS, Surabaya. Boutet, Terry S. (1987), Controlling Air Movement - A Manual for Architects and Builders, McGraw-Hill Book Company, New York. Lippsmeier, Georg. (1980), Tropenbau Building in the Tropics (terjemahan Bangunan Tropis oleh Syahmir Nasution), Erlangga, Jakarta. Pardede, Nelly Dumauli, Hendro Prabowo. (2007), Privasi Pada Mahasiswa di Asrama Universitas Advent Indonesia (UNAI) Bandung: Sebuah Studi Kasus. Jurnal Penelitian Psikologi, Vol. 12, No.1, hal. 73-79. Yeang, K. (1994), Bioclimatic Skyscraper, Artemis London Limited, London.
ISBN : 978-602-97491-7-5 B-16-8