ISSN: 2089-4740
DAFTAR ISI Vol. 5, No.2, Juni 2016
OPTIMASI DESAIN SHADING HORIZONTAL BANGUNAN KANTOR TERHADAP KENYAMANAN VISUAL PENERANGAN ALAMI
Ardian Ariatsyah
1-8
Bustari, Khairul Huda
9-16
Ardian Ariatsyah, Irzaidi
17-23
DAMPAK PENGGUNAAN ELEMEN ARSITEKTURAL PADA KORIDOR JALAN TERHADAP TERJADINYA URBAN HEAT ISLAND
Khairulhuda, Irfandi
24-28
A STUDY on R.F. Chisholm’s WORKS AND HIS INFLUENCED IN MADRAS PRESIDENCY, INDIA
Safwan
29-34
STUDI EVALUASI PASCA HUNI RUMAH SUSUN SEWA DI BANDA ACEH TERHADAP ASPEK ARSITEKTUR BANGUNAN DAN PERILAKU PENGHUNI
PERUBAHAN FUNGSI RUANG LUAR DALAM ARSITEKTUR MASJID DI INDONESIA
Jurnal Ilmu Arsitektur V(2) Juni 2016Jurnal Ilmu Arsitektur 1 (1) 2015 17
Perubahan Fungsi Ruang Luar Dalam Arsitektur Masjid di Indonesia Ardian Ariatsyah1, irzaidi1 1
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Email:
[email protected]/
[email protected]
ABSTRACT
Keywords: Arsitektur masjid, ruang luar, perubahan
Kemajuan peradaban Islam abad VIII didominasi oleh kehadiran karya-karya arsitektur masjid , madrasah dan istana-istana yang sangat megah di pusat-pusat kota kuno peninggalan kerajaan-kerajaan Islam. Arsitektur masjid dan istana menjadi pusat akitifitas utama yang terletak dipusat kota sebagai tempat ibadah, sarana pertemuan antara masyarakat dan pemimpin. Fungsi ruang terbuka kota yang merupakan bagian dari bangunan masjid dan bagian penting sebagai pusat kebudayaan dan peribadatan. Kraton , masjid dan alun-alun merupakan suatu ciri utama struktur kota kuno di nusantara, merupakan satu kesatuan fungsi simbolik dan sekaligus kosmologis. Arsitektur masjid hadir di belahan dunia dalam keragaman bentuk juga dapat beradaptasi dengan budaya lokal termasuk ruang luar. Dalam ajaran Islam tidak mengatur bagaimana bentuk sebuah masjid, sehingga bangunan masjid lebih mengutamakan fungsi sebagai tempat ibadah, tempat berkembangnya kebudayaan, tempat berdiskusi, dan tempat dakwah. Masjid dapat hadir dengan segala bentuk dan dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Dalam kurun waktu beradab-abad arsitektur masjid di Timur tengah hadir dengan atap kubah dan menara sebagai sebuah indentitas masjid, dan fungsi ruang luar mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan peradaban, teknologi dan sistem politik.. Dominasi bentuk atap kubah dan disertai dengan ruang luar yang spesifik, tergantung budaya setempat, dan pengaruh arsitektur tradisional. Arsitektur masjid di Nusantara adalah hasil adpatasi dengan arsitektur dan budaya lokal ikut mengalami perubahan bentuk di era kolonial termasuk tipologi ruang luar. Ruang luar sebagai halaman masjid menyesuaikan fungsi dan aktifitasnya sebagai elemen lansekap dan tempat menampung jamaat shalat jumat, ©2015 JIA JAFT UNSYIAH
1. PENDAHULUAN Identitas arsitektur masjid selama kurun waktu berabad-abad, didominasi oleh bentuk atap kubah, menara, dan unsur terpenting lainnya adalah ruang luarnya. Meskipun aturan dalam Islam tidak pernah mewajibkan tentang bentukan arsitektur, dan ruang luar yang tidak memiliki aturan khusus Apabila meninjau sejarah lahirnya arsitektur masjid di nusantara hadir dengan menggunakan kaidah lokal serta beradaptasi dengan budaya dan arsitektur setempat, namun dalam perkembangan selanjutnya masid-masjid yang dibangun oleh masyarakat dan dibantu oleh arsitek, banyak mengacu pada tipologi masjid-masjid di Timur Tengah. Arsitektur masjid pada masa kolonial Belanda, merupakan inspirasi dari ulama-ulama di Nusantara yang menunaikan ibadah haji, yang terkesan dengan keindahan dengan bentuk masjid di Timur Tengah
(Abu Bakar, 1955). Menurut Abu Bakar (1955) upayaupaya membentuk kubah pada masjid di Jawa merupakan pertimbangan estetika oleh para ulama yang terinspirasi oleh bentuk kubah masjid-masjid di Timur Tengah. Sedangkan penggunaan menara pada masjid belum digunakan sebagai bagian utama bangunan masjid, dan hanya beberapa masjid awal di Jawa yang menggunakan tipologi candi untuk menghadirkan menara sebagai tempat azan. Tipologi ruang luar masjid-masjid klasik di Jawa terlihat mengadopsi tipologi candi yang disertai hirarkhi ruang luar yang terdiri zona kotor dan zona suci (Zein M. Wiryoprawiro, 1986) Sebagai mana terlihat pada arsitektur masjid kuno di nusantara adalah berbentuk tumpang seperti arsitektur pura di Bali merupakan warisan budaya lokal (De Graff 1963). Ciri-ciri ornamen juga terlihat karakter warisan budaya lokal yang dimodifikasi
18N Ardian Ariatsyah/Irzaidi / JIA Vol.5 No.2 Juni 2016ma/JIA Vol.1 No.1 Desember 2011 dengan geometris ciri islam. Ruang luar masjid kuno di Jawa merupakan adopsi ruang luar candi, di mana di jumpai beberapa lapis zona seperti dijumpai pada masjid Mantingan (Zein M. Wiryoprawiro, 1986). Bangunan masjid kuno di Indonesia erat kaitannya struktur pusat pemerintahan, seperti dijumpai pada beberapa kota pantai Semarang, Batavia, dan Jepara. Struktur aglomerasi memiliki banyak persamaan berbagai hal, seperti sumbu keramat utara-selatan, di mana pada ujungnya terdapat kerajaan, alun-alun sebelah utara, indentik dengan Lebuh Agung yang mempunyai waringin kembar. Di sini terlihat jelas pola segi tiga kraton-alun-alun fasilitas ibadah (masjid) merupakan ekpressi dari kesatuan pemerintahan, rakyat dan agama (yulianto Sumalyo, 2000). Karakter fisik bangunan masjid kuno di Indonesia menunjukkan sifat statis, bila dibandingkan dengan masjd Timur Tengah yang dinamis. Perubahan bentuk masjid dapat dilihat pada era kolonial Belanda terjadi dinamika perubahan bentuk dan modifikasi lokal dan moderen. Ruang luar masjid berubah cukup radikal seperti terlihat pada masjid peninggalan Kolonial Belanda, mulai meninggalkan makna simbolik dan mengutama fungsi. Bentuk pemerintah warisan Maja Pahit yang dijumpai dalam struktur kota Islam kuno di Jawa, setelah kedatangan kolonial Belanda dijumpai katagori ke tiga. Eksistensi dan perkembangannya atas dasar inisiatif, pengaruh dan campur tangan orangorang asing kolonial, seperti misalnya kota Batavia. Pertumbuhannya ditandai dengan timbulnya rumahrumah mewah yang dihuni oleh orang-orang Eropah dan pedagang Cina ((Yulianto Sumalyo, 2000). 2. TINJAUAN PUSTAKA Arsitektur merupakan bagian dari lingkungan binaan ciptaan manusia yang bertujuan sebagai tempat berlindung dari alam. Menurut Amos Rapoport (1994) lingkungan binaan mempunyai bermacam-macam kegunaan, seperti melindungi manusia dari kegiatankegiatannya, serta harta benda miliknya dari elemen musuh berupa manusia dan hewan dari kekuatan kodrati. Yulianto Sumalyo (2000) menjelaskan bahwa arsitektur adalah hasil dari proses perancangan dan pembangunan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam memenuhi kebutuhan ruang untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Bangunan masjid merupakan sebuah bangunan untuk ibadah kepada sang Khalid, dan juga menjadi tempat untuk pengembangan ajaran Islam. Dalam ajaran Islam masjid adalah tempat sujud atau tempat menyembah
Allah SWT (Farida 1984: 1), maka arsitektur masjid dapat diartikan sebagai proses perancangan sebuah bangunan yang ditujukan untuk menyediakan tempat ibadah bagi umat Islam dalam rangka menyembah Allah. SWT. Masjid juga dipakai untuk kebutuhan kebudayaan Islam yang lebih luas, kebutuhan untuk menyampaikan informasi penting kepada masyarakat, dan tempat menghubungkan pemimpin dengan rakyatnya (Gazalba, 1962). Terdapat sepuluh peranan dan fungsi masjid di zaman Rasulullah yaitu, ibadah, konsultasi dan komunikasi berbagai masalah termasuk ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, santunan sosial, latihan militer dan persiapan peralatannya, pengobatan korban perang, perdamaian dan pengadilan sengketa, menerima tamu, menawan tahanan dan pusat penerangan atau pembelaan agama (Shihab (1997:462). Fungsi bangunan masjid ditentukan oleh lingkungan, tempat dan zaman di mana masjid didirikan dan secara prinsip fungsi masjid adalah tempat membina umat yang dilengkapi fasilitas sesuai dengan keperluan pada jamannya ((Sumalyo, 2000: 1), Dalam hal metoda membangun bangunan masjid, ajaran Islam tidak menjelaskan seperti bangunan masjid dan ruang luarnya diatur dan dibangun, namun hanya mengatur orientasi sembahyang ke arah kiblat, sehingga aspek fungsi lebih diutama dalam disain arsitektur masjid. Dalam memahami masjid secara lebih mendalam, terlebih dahulu mempelajari arsitektur masjid awal. Hal ini dapat dilihat dari masjid pertama di dunia, masjid Quba di Madinah yang didirikan oleh Nabi Muhammad SAW. Bentuk denah masjid tersebut adalah empat persegi panjang dan menggunakan bahan bangunan yang sangat sederhana, yaitu bahan-bahan alami seperti pohon kurma sebagai tiang dan atap terbuat dari pelepah kurma, Pola denah dan bentuk masjid Quba diulangi pada pembangunan masjid Nabawi di Madinah, dan masjid Nabawi diperluas pada masa khalifah Khalid Al Walid pada tahun 706 Masehi (Wiryoprawiro, 1986:15). Masjid-masjid di jaman Rasullah SAW belum banyak berfikir aspek estetika, melainkan fungsi sebagai tempat sholat dan kegiatan-kegiatan lainnya. Penyebaran agama Islam yang pesat di Timur Tengah ikut membentuk peradaban Islam laksana petir Islam negeri dan kota ditundukkan dalam waktu singkat, seperti Damsyik (635), Mesopotamia dan babilonia (640), Persia(642) hingga sampai ke afrika utara. Islam masuk jauh ke benua Eropah melalui afrika utara seperti Marokko ke Spanyol, sampai Austria (711) (Anas Ma’ruf, 1980), Sejumlah masjid besar dibangun pada masa keemasan Islam, di Timur
19 Tengah dan Eropah. Perkembangan pembangunan masjid, dan asitektur masjid mengalami penyempurnaan dengan mempertimbangkan nilainilai estetika, prinsip-prinsip kemegahan dan keagungan, kemeriahan ornamen-ornamen pendukung yang menghiasi badan masjid. Masjidmasjid peninggalan peradaban Islam jaman kekhalifahan yang terinspirasi oleh kemegahan bangunan-bangunan kerajaan Romawi melalui rekayasa bentuk-bentuk yang indah dan dinamis, seperti kubah dan tampilan pilar-pilar yang megah. Masjid beratap kubah pertama di dunia dibangun oleh Khalifah Abdul Malik (685-688 Masehi) adalah masjid Keit Bey yang lebih dikenal sebagai Qubah Al Sakha (Dome of the Rock) di Jeruzalem (Wiryoprawiro, 1986:.22). Banyak perdebatan dikalangan ahli tentang awal mulanya masjid beratap kubah apakah terinspirasi dari arsitektur Mesapotamia atau bentukbentuk kubah pada bangunan monumental dalam arsitektur Romawi pada masa itu. Perkembangan arsitektur masjid di Timur Tengah tidak lepas dari perkembangan teknologi bangunan pada masa itu. Aatap kubah dan menara dengan disain taman yang indah dan pengaruh arsitektur eropah yang sangat indah. Arsitektur masjid merupakan keunggulan peradaban Islam yang membentuk ciri sendiri yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti ragam hias yang bercirikan geometris, dan menghasilkan karya-karya arsitektur, dan mampu menyaingi karya-karya arsitektur dalam peradaban di Eropah sampai abad XV. Lahirnya ragam hias berbentuk geometris adalah ciri yang menonjol dalam setiap karya arsitektur masjid di Timur Tengah. Yang dimaksudkan dengan bentuk geometris adalah garis, bidang, lengkung, segi tiga hingga segi banyak dan lain-lain ada dalam ilmu ukur, bagian-bagiannya termasuk sudut dan luasnya dapat diukur ((Sumalyo, 2000: 13). Prinsip-prinsip geometris diterapkan secara fleksiblel pada arsitektur masjid yang fungsinya lebih banyak sebagai elemen pengarah dan hiasan ((Sumalyo, 2000: 13). Lahirnya prinsip-prinsip geometris yang dituliskan secara manual oleh matematikus muslim Al Buzjani (meninggal tahun 998) dan Giyath al-Din Jamshid al-Kashi (meninggal tahun 1429) mengeluarkan sebuah panduan baku bagi dekorasi geometris yang bertujuan menerangkan prinsip-prinsip dasar dan penerapannya dalam arsitektur. ((Sumalyo, 2000: 13). Olahan seni geometris dihiasi pada fasad bangunan, interior masjid, kubah dan menara, dan olahan ruang luar yang indah sebagaimana sering dijumpai pada bangunan-bangunan monumental di Eropah. Ciri-ciri
lainnya yang biasa terdapat pada bangunan-bangunan klasik di Eropah adalah olahan fasad bangunan berbentuk lengkung dengan irama yang teratur. Ciriciri ini berkembang pesat dalam karya-karya arsitektur masjid peninggalan kerajaan-kerajaan Islam di Timur Tengah. Sisi lain, kita menjumpai arsitektur masjid kuno di nusantara, merupakan peninggalan kerajaankerajaaan Islam yang berbeda bentuk dengan masjdmasjid lain di dunia Islam. Arsitektur masjid beradaptasi dengan budaya lokal. Sebagaimana ajaran Islam tidak menyebut bentuk masjid, maka bentukbentuk masjid di dunia beradaptasi dengan budaya lokal, di mana penyebaran Islam berada, seperti dijumpai pada masjid-majid di Cina, dan di afrika. Masjid-masjid di nusantara beradaptasi dengan pengaruh kosmologi Hindu-Budha, di mana agama Hindu dan Budha merupakan agama awal sebelum munculnya agama Islam. Wali Songo merupakan aktor utama dalam mengadaptasi budaya Hindu-Jawa, baik aspek kosmologi maupun bentukan arsitektur masjid. Peneliti Belanda De Graaf (1963) pernah berkeliling ke pedalaman pulau Jawa, dan banyak menyumpai masjid-masjid didirikan di atas bukit.dan berdekatan dengan kuburan orang-orang sakti. Bentuk atap masjid merupakan bentuk atap tumpang yang beradaptasi dengan kosmologi Hindu yang diilhami bentuk meru (De Graaf 1963). Perkembangan arsitektur masjid di dunia tidak lepas dari pengaruh perkembangan kebudayaan Islam di Timur Tengah, dalam penyebarannya ajaran Islam di luar jazirah arab, terlihat masjid-masjid dijumpai beradaptasi dengan budaya lokal sebagaimana yang terlihat pada budaya Islam di Cina dan Asia Tenggara. Menurut Zien M. Wiryoprawiro (1986 ;12) ada tiga kebudayaan penting yang berpengaruh pada saat lahirnya kebudayaan Islam yaitu: (1). Kebudayaan Romawi yang berkembang antara tahun 142-550, adalah hasil adaptasi dari kebudayan Yunani setelah penaklukan kerajaan Yunani. Kebudayaan ini dilanjutkan dengan kebudayan Bysantium (550-1453) yang mencapai puncak keemasan dengan berkembang pesat karya-karya kesenian melalui patung-patung, gereja berkubah, seperti Aya Sophia, kesusasteraan, seni lukis, seni pahat, seni suara dan filsafat.(2). Kebudayaan Persia dan negeri Romawi Timur merupakan imbangan kekuasaan yang selalu saling bersaing dan bermusuhan, dan kebudayaan Persia diawali oleh kebudayaan Mesopotamia, Babilonia, Assiria, dan Sassanid. Peninggalan kebudayaan ini adalah istana-istana berbentuk liwan dan balai-balai berkubah. Kebudayaan ini
20N Ardian Ariatsyah/Irzaidi / JIA Vol.5 No.2 Juni 2016ma/JIA Vol.1 No.1 Desember 2011 menghasilkan benda-benda perak, dan tenunan dari sutra.(3). Kebudayaan Arab jahiliah, dan bidangbidang yang menonjol adalah ilmu perbintangan, meteriologi, ilmu tenung, ilmu tabib dan kesehatan serta kepandaian berpidato. Kebudayaan Islam di suatu negara tidak lepas dari hasil adaptasi dengan kebudayaan sebelumnya, dan arsitektur masjid sebagai sebuah karya masyarakat Islam berevolusi sesuai dengan pengaruh-pengaruh yang ada dalam dunia arsitektur secara keseluruhan. Pengaruh pandangan-pandangan tentang arsitektur yang berkembang pesat di jaman modern, ikut merubah dasar-dasar perancangan arsitektur. Cara khusus dalam memandang arsitektur seperti yang dikemukakan oleh Wayne D Attoe (1994:36-67) adalah analogi, yaitu cara dalam memandang arsitektur sebagai organik atau ia merupakan bahasa yang menyampaikan kepada 3. METODOLOGI Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan rasioalistik. Rasionalisme adalah ilmu yang valid yang merupakan abstraksi, simplikasi atau idealisme dan realitas, dan terbukti koheren dengan sistem logikanya. Rasionalisme berusaha memisahkan objek dengan subjek peneliti. Sifat penelitian adalah pendekatan metoda sejarah (historical method). Metoda sejarah akan mengikuti historiografi (penulisan sejarah) dan lebih mengutamakan rekonstruksi imjinatif tentang masa lampau berdasarkan data yang diperoleh (Muhadjir, 2000) Teknik analisa data yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis grafis-verbal. Dalam teknik ini, data dikatagorikan berdasarkan katagori unit amatan, yaitu organisasi untuk mengkomunikasikan hasil analisis secara grafis, sedangkan analisis verbal dimaksudkan untuk memperjelas hasil analisis grafis. Metuda ini dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dari kaus yang diamati. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kemajuan dalam dunia arsitektur tidak lepas dari kemajuan teknologi dibidang lain, terutama dalam memanfatkan berbagai teknologi yang terkait dengan rancang bangun, terutama yang sangat dominan adalah teknologi struktur dan bahan bangunan yang bisa digunakan untuk menciptakan sebuah karya arsitektur.
Perubahan ruang luar arsitektur masjid juga dipengaruhi oleh pandangan hidup manusia modern yang menyisihkan unsur mitos dan kekramatan dalam proses membangun. Pendalaman terhadap ajaran Islam yang lebih hakiki juga menjadi modal penting dalam membangun, dan hanya mengutamakan pedoman al Quran dan Al Hadist. Sikap ulama-ulama modernis juga banyak mengubah pandangan masyarakat terhadap masjid dan unsur pendukung masjid. Telaah kebutuhan ruang masjid lebih mengutamakan fungsi, keindahan serta memaknai masjid sebagai ungkapan simbolis sebagai bahan ajaran serta mengingatkan manusia kepada sang Khalik. Fungsi utama masjid adalah sebagai tempat ibadah, dan dilengkapi sebagai tempat pengembangan kebudayaan Islam, dan pengajaran agama Islam. Perubahan struktur aglomerasi dalam struktur kota peninggalan maja pahit telah dimulai zaman kolonial Belanda dan dilanjutkan sampai zaman moderen. Struktur kota peninggalan peradaban Islam telah ditinggalkan oleh para perancangan kota moderen di Indonesia, mengantikannya dengan unsur peadaban moderen.k Perubahan ruang luar masjid-masjid di Indonesia dewasa ini lebih mengutamakan fungsi, keindahan. Dan nilai simbolik. Menurut Mercia Elide (1952) manusia religius menciptakan simbol untuk meniru tindakan para dewa seperti yang diceritakan dalam mitologi. Pengaruh kosmosentris terlihat dalam arsitektur masjid klasik yang dibangun para wali di Jawa yang beradaptasi dengan kosmologi Hindu dan Budha. Pandangan seperti ini mulai surut di era kolonial dan moderen di Indonesia, dan telaah terhadap kemurnian agama Islam lebih menonjol melalui gerakan Muhammadiyah yang mengkaji kembali ritual-ritual kraton yang sesuai dengan kemurnian ajaran Islam, dan adanya telaah pergeseran arah kiblat yang sesuai dengan posisi ka’bah (Arifin, 1987:14-101) . Perubahan pandangan hidup menciptakan kebebasan berarsitektur termasuk rekayasa bentuk arsitektur masjid. Timbulnya kejenuhan pada bentukbentuk arsitektur klasik pada abad XVIII dan abad XX yang lebih mendorong munculnya arsitektur dengan kriteria fungsi dan teknologi dengan menerapkan standard, modul-modul ukuran bagian bangunan, agar elemen-elemen bangunan dapat dibuat secara cepat di pabrik dan tinggal merakit di lapangan (Sumalyo (1997: 560-561).
21 Pembangunan masjid dapat dilakukan dalam waktu yang lebih cepat dewasa ini, dan pilihan bahan bangunan yang lebih kaya, serta pilihan teknologi struktur yang lebih beragam, sehingga bentukan arsitektur masjid mengalami perubahan radikal. Perubahan tersebut dapat diamati dalam bangunan masjid yang lahir dalam era arsitektur modern dan pasca moderen yang banyak mengadopsi konsep hybrid. Konsep desain hybrid berdasarkan pandangan Charles Jenck (1978) yang mengemukakan percampuran dari turunan elemen-elemen yang saling bertentangan, seperti gaya historis dan kontemporer. indentitas sebuah arsitektur masjid masih terlihat dari tampilan fisik bangunan yang banyak terlihat kesan kubah dan menara pada setiap desain arsitektur masjid, dan perubahan yang terjadi adalah modifikasi bentuk bulat kubah menjadi bentuk yang lebih dinamis, dengan menggunakan konsep hybrid dengan menggunakan campuran elemen-elemen bentuk lain. Demikian pula pada perubahan ruang luar, yang lebih m-ruang shalat tambahan yang mengutamakan sisi keteduhan, kapasitas parkir. Pertimbangan sirkulasi tempat wudhuk, kenyamanan ruang luar, tempat rekreasi dengan menampilkan air mancur. 5. KESIMPULAN Perubahan ruang luar arsitektur masjid di Indonesia tidak lepas dari perubahan pemahaman terhadap ajaran Islam, dan perkembangan teknologi bangunan, dan perkembangan dunia arsitektur secara keseluruhan.
22N Ardian Ariatsyah/Irzaidi / JIA Vol.5 No.2 Juni 2016ma/JIA Vol.1 No.1 Desember 2011
←Masjid Quba di Madinah, masjid Cuba moderen dengan tata luar yang mengakomudir aktifitas ibadah dan kenyamanan.
Masjid Sunan Kudus→dengan menara kuno, namun tata ruang luar moderen ←Masjid Demak kono, yang masih mempertimbangkan fungsi utama sebagai ibadah.
←Masjid Jamik Jember Perubahan radikal bentuk kubah dan bentuk menara. Tata ruang luar yang moderen.
23 DAFTAR PUSTAKA Arifin,
MT, (1987). Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah. Pustaka jaya, Jakarta
Bakar, Abu (1955). Sejarah Masjid-masjid di Indonesia. Bonta, JP (1979), Architecture and its Interpretation, Rizzoli, New York. Eliade, Mircea (1952). Image and Symbols, Studies in Relegions Symbolism, Translated by : Philip Mairet, A Search Book: Heed and ward, New York. Farida, Miftah (1985). Masjid, Penerbit Pustaka, bandung Gazalba, Sidi (1962). Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam. Pustaka Antara, Jakarta. Graaf De, H.J dan Pigeaud, Th. G. TH (1974). Kerajaankerajaan Islam di Jawa, Peralihan dari Majapahit ke Mataram. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta. Sumalyo, Yulianto (2000). Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim Gajah Mada University Press.Yogyakarta. ----------------------- (2005) Arsitektur Modern Akhir Abad XIX dan abad XX, Gajah mada University Press. Snyder, James. C dan Catanese, Anthony. J (1994). Pengantar Arsitektur, Penerbit Erlangga, Jakarta. Wiryoprawiro,, Zein (1986). Perkembangan Arsitektur masjid di Jawa Timur. PT. Bina Ilmu, Surabaya._____________, (2004), Module 2.3 Development Control Instruments, Graduate Programme in Regional and City Planning, ITB, Bandung